Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015 · (marginal propensity to ... kecenderungan...
Transcript of Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015 · (marginal propensity to ... kecenderungan...
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
1
MENABUNGDALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh : SUMINTAR, SPd, MM
Absract
Individual saving level in Islamic theory can not be separated from people
goodness (kemashlahatan ummat) consideration overall. A moosleem consumtion budget
allocation will affect decision in saving and investation. One usually will save part of their
income with many motifs, there are to stay from future uncertainty, to prepare buying
concumption goods in the future, to accumulate wealth.In all Islamic role in managing
property brings positive implicationto the saving and investation for instance is forbidden
to deposit property, imposition zakat to the idle property that exceeds the limit with
deleting interest. These become alternative system profit sharing that can be received
through mudharabah and musyarakah investation cooperation.
Key words: Saving, Syariah Banking, Investation
I. Pendahuluan
Di dunia ini seseorang sering memikirkan sesuatu yang akan datang contonya kata-
kata “nanti anak cucuku makan apa” atas dasar pemikiran sederhana ini orang mencari
kekayaan untuk bekal nanti bahkan hal ini sampai anak dan cucunya. Untuk hal itu akirnya
dia menyimpan hartanya dalam bentuk uang atau kekayaan lainya. Dalam menyimpan
uang dalam bahasa jawanya “nyelengi “ itu orang meletakkannya dalam tempat kusus
seperti gerabah, kotak dari kayu, bambu, dan lain-lain yang tentunya kalau dilihat dari segi
kemanannya jelas kurang . Dalam Bahasa Jawa “ Nyelengi “ tersebut dikenal dengan
istilah menabung. Baru Tahun 1971 gerakan menabung diluncurkan pemerintah. Kalau kita
membahas tentang tabungan ada dua teori yang harus kita mengerti :
1. Teori Loanable Funds
Tabungan, menurut teori klasik (teori yang dikemukakan oleh Adam Smith,
David Ricardo, dll) adalah fungsi dari bunga, makin tinggi tingkat bunga maka
makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Artinya,
pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan terdorong untuk
mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah
tabungan. Sedangkan bunga adalah “harga” dari (penggunaan) loanable funds atau
bisa diartikan sebagai dana yang tersedia untuk dipinjamkan atau dana untuk
investasi. Investasi juga merupakan tujuan dari tingkat bunga.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
2
Semakin tinggi tingkat bunga (tingkat bunga kredit), maka keinginan untuk
melakukan investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan
menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari
investasi tersebut lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayarkan untuk dana
investasi tersebut sebagai ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Makin
rendah tingkat bunga maka pengusaha akan terdorong untuk melakukan investasi,
sebab biaya penggunaan dana yang semakin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan
seimbang akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan
keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik keseimbangan tingkat
bunga dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1
Grafik hubungan tingkat bunga dan investasi
i (bunga)
tabungan
i1
i0
investasi 1
investasi 0
S0 S1 Q (investasi)
2. Liquidity Preferency
Keynes dalam teorinya menyebutkan bahwa, tingkat bunga ditentukan oleh
permintaan dan penawaran uang.Menurut teori ini ada tiga motif mengapa seseorang
bersedia untuk menabung uang tunai, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga dan
motif spekulasi (Boediono, 1982:82). Tiga motif inilah yang merupakan sumber
timbulnya permintaan uang yang dikenal dengan istilah Liquidity preference, artinya
permintaan akan uang menurut teori Keynes berlandaskan pada konsepsi pada
umumnya orang menginginkan dirinya tetap liquid untuk memenuhi tiga motif
tersebut.
Teori Keynes menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang
membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan uang
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
3
untuk tujuan spekulasi. Dalam hal ini permintaan besar apabila tingkat bunga rendah
dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi.
Dalam bahasan tabungan pada ilmu ekonomi konvensional, dijelaskan bahwa
tabungan merupakan selisih dari pendapatan dan konsumsi. Tanpa dijelaskan secara detil
apa yang menjadi motifasi dari tabungan tersebut. Dalam teori konvensional ini, relatif
terlihat bahwa tabungan merupakan sebuah konsekwensi dari pendapatan yang tidak
digunakan. Sehingga fungsi tambahan menabung atau kecenderungan menabung marjinal
(marginal propensity to save; MPS) menjadi MPS = 1 – MPC, dimana MPC merupakan
kecenderungan mengkonsumsi marjinal (marginal propensity to consume) dari seorang
individu.
Penjelasan kecenderungan tabungan ini juga disinggung dalam bahasan teori
permintaan uang (money demand).Kita ketahui bahwa dalam wacana konvensional
permintaan uang memiliki tiga motif utama, yaitu motif transaksi (transaction), motif
berjaga-jaga (precautionary) dan motif spekulasi (speculation).Dalam Islam motif spekulasi
tidak diakui, karena aktivitas ekonomi berupa spekulasi (maisir) dilarang secara syariah.
Sehingga motif yang ada untuk memegang uang hanyalah motif untuk transaksi dan
berjaga-jaga, atau dengan kata lain motif untuk konsumsi (memenuhi kebutuhan) dan
menabung.
Tingkat tabungan dari seorang individu dalam teori Islam juga tidak terlepas dari
pertimbangan kemashlahatan ummat secara keseluruhan. Pada kondisi tertentu dimana
masyarakat begitu membutuhkan harta atau dana, maka individu yang memiliki dana lebih,
akan mengurangi tingkat tabungannya atau lebih tepatnya mengurangi tingkat kekayaannya
untuk membantu masyarakat yang kekurangan. Mekanisme ini dapat berupa mekanisme
sukarela atau mekanisme yang mengikat, artinya negara memiliki wewenang dalam
memaksa individu yang berkecukupan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan,
dengan mengenakan pajak khusus atau dikenal dengan nawaib[2] pada masyarakat
golongan kaya. Dengan demikian tingkat tabungan dalam Islam memiliki korelasi yang
kuat dengan kondisi ekonomi.
Bagaimana hubungan tingkat tabungan ini dengan tingkat investasi dalam sebuah
perekonomian Islam?Tabungan dalam ekonomi Islam tidak begitu kuat dihubungkan
dengan investasi.Karena ketika tabungan dimotifasi oleh alasan berjaga-jaga, hidup hemat
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
4
dan sederhana, maka tidak relevan akumulasi tabungan ini kemudian digunakan untuk
investasi yang mekanismenya dalam Islam menggunakan skema bagi-hasil yang memiliki
risiko rugi.Risiko yang dimiliki investasi bagi hasil tidak begitu sinkron dengan alasan para
pemilik uang untuk menahan uangnya berupa tabungan. Meskipun hubungan itu akhirnya
terjadi akibat mekanisme perbankan syariah saat ini yang menggunakan benchmark
konvensional, dimana pos tabungan berjaga-jaga masyarakat dapat digunakan oleh bank
pada sisi pembiayaannya, konsekwensinya pada sisi pendanaan bank syariah memberikan
bonus kepada para nasabah tabungan yang bermotif berjaga-jaga tersebut. Selain itu,
berdasarkan motif dan realita masyarakat Islam seperti yang telah dijelaskan dalam
pembahasan konsumsi dan permintaan, bahwa masyarakat Islam terdiri atas masyarakat
muzakki, mid-income dan mustahik, dapat disimpulkan bahwa mereka yang aktif dalam
menabung adalah mereka yang masuk dalam golongan muzakki dan mid-income. Dan
akumulasi tabungan secara teori akan relatif kecil jika dibandingkan akumulasi investasi,
yang berarti juga peran tabungan dalam perekonomian akan relatif kecil. Dengan demikian
tabungan tergantung pada besarnya pendapatan yang porsinya ditentukan oleh kebutuhan
berjaga-jaganya.Dan ini perlu dirumuskan lebih spesifik untuk dapat mengkalkulasikan
posisi dan peran tabungan dalam perekonomian.
Sementara itu apa yang diyakini dalam konvensional bahwa tabungan atau excess
income yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang akan menjadi ”potensi
investasi” dapat saja dibenarkan dalam Islam, sepanjang memang kebutuhan mereka pada
konsumsi pokok dan motif berjaga-jaga telah terpenuhi. Walaupun begitu menyebutkan
kelebihan tersebut sebagai tabungan juga mungkin kurang tepat, karena memang ada
intensi dari si pemilik untuk menggunakan kelebihan tersebut sebagai modal untuk men-
generate keuntungan selanjutnya (investasi)[3]. Sehingga tabungan jenis ini merupakan
potensi investasi yang harus menjadi perhatian para regulator dalam rangka membuat
sebuah kebijakan, baik di sektor riil maupun di sektor moneter. Secara sederhana para
regulator harus memastikan tersedianya usaha-usaha ekonomi atau produk keuangan
syariah yang mampu menyerap ”potensi investasi”, sehingga waktu memegang uang oleh
setiap pemilik dana akan ditekan seminimal mungkin. Dengan kata lain penyediaan
regulasi berupa peluang usaha atau produk-produk keuangan syariah akan semakin
meningkatkan velocity dalam perekonomian. Dengan demikian perhatian regulasi moneter
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
5
tidak tertuju pada konsep money supply seperti yang dianut konvensional, tapi lebih pada
velocity perekonomian.
Hubungan tabungan dan investasi dalam perekonomian Islam yang khas ini
memang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh konvensional. Sehingga perlu sebuah
konsep pendekatan analisa ekonomi yang mampu memberikan penjelasan yang cukup tepat
tentang posisi serta hubungan tabungan dan investasi dalam sistem ekonomi Islam, juga
peran keduanya dalam memajukan kesejahteraan ekonomi.
Selain itu, satu hal yang juga patut mendapat perhatian adalah prilaku menabung
dari masyarakat non-muslim dimana mereka tidak terekspos oleh risiko zakat. Dalam
sebuah negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam, masyarakat non-muslim akan juga
memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga muslim namun dalam bentuk yang
berbeda. Perlindungan kebutuhan dasar dan hak-hak sipil lainnya tak berbeda dengan
warga muslim, tapi mereka juga dikenakan kewajiban membayar kharaj (pajak tanah) dan
jizyah (pajak individu) layaknya muslim membayarkan kewajibannya berupa zakat.
Dengan begitu warga non-muslim juga menghadapi risiko harta idle-nya berkurang,
sehingga menabung akan juga tetap terjaga pada porsi yang sama dengan tabungan warga
muslim dengan motif berjaga-jaga. Sementara kelebihan uang atau harta warga non-
muslim akan ”dipaksa” untuk masuk dalam mekanisme investasi yang sebenarnya. Yaitu
investasi yang berkaitan dengan usaha produktif di sektor riil.
1. Kondisi dimana diyakini akan meningkatkan potensi manusia untuk berbuat hal-hal
yang tidak sesuai dengan akidah dan akhlak Islam (kufur).
2. Pajak ini sifatnya kondisional atau berlaku sementara, artinya diberlakukan sepanjang
kondisi masyarakat memerlukan pajak ini. Ketika kondisi ekonomi sudah membaik,
maka pajak ini pun tidak lagi dipungut. Lihat M. Nejatullah Siddiqi, Role of the State
in the Economy: An Islamic Perspective, The Islamic Foundation, Leicester UK, 1996.
3. Definisi tabungan disini bermakna dua; pertama tabungan yang ditujukan untuk
berjaga-jaga dan tabungan yang ditujukan untuk investasi. Tentu saja investasi yang
produktif, bukan investasi dalam makna luas yang dilakukan oleh konvensional,
dimana aktivitas spekulasi masuk dalam definisi investasi ini.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
6
II. Perbankan Syariah
Prospek perbankan syariah akan dihadapkan pada berbagai macam rintangan.
Walau dari segi pasar berpeluang besar, tetapi ada saja kekurangan-kekurangan yang harus
diperbaiki oleh bank syariah.Tingginya jumlah penduduk umat Islam di Indonesia
merupakan peluang yang sangat besar bagi bank syariah dalam meraih nasabah. Peluang
tersebut telah diperkuat dengan dikeluarkannya fatwa dari MUI pada bulan januari 2004
tentang haramnya bunga bank
Teori Menabung Yang Islami
Tabungan dalam Islam jelas merupakan sebuah konsekwensi atau respon dari
prinsip ekonomi Islam dan nilai moral Islam, yang menyebutkan bahwa manusia haruslah
hidup hemat dan tidak bermewah-mewah serta mereka (diri sendiri dan keturunannya)
dianjurkan ada dalam kondisi yang tidak fakir.[1] Jadi dapat dikatakan bahwa motifasi
utama orang menabung disini adalah nilai moral hidup sederhana (hidup hemat) dan
keutamaan tidak fakir.
Menabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh Islam karena dengan menabung
berarti seorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa depan
sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-
ayat yang secara tidak langsung memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari
esok secara lebih baik, seperti dalam QS An-Nissa ayat 9
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
Dan QS Al-Baqarah ayat 266 yang menyatakan bahwa
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
7
Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan
anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu
segala macam buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang
dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin
keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.
“Allah memerintahkan manusia untuk mengantisipasi dan memepersiapkan masa
depan untuk keturunannya baik secara rohani atau iman maupun secara ekonomi“.
Menabung adalah salah satu langkah dari persiapan tersebut (Antonio, 2000, 205-206)
Alokasi anggaran konsumsi seorang muslim akan mempengaruhi keputusan dalam
menabung dan investasi. Seseorang biasanya akan menabung sebagian dari pendapatannya
dengan beragam motif, antara lain:
(1). Untuk berjaga-jaga ketidakpastian masa depan
(2). Untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa depan
(3). Untuk mengakumulasikan kekayaan.
Demikian pula seseorang mengalokasikan sebagian dari anggarannya untuk
investasi, yaitu menanamkan pada sektor produktif. Dengan investasi, maka seseorang rela
mengorbankan konsumsinya sekarang dengan harapan akan mendapatkan hasil (return)
dimasa datang. Dengan adanya return dimasa depan berarti akan terjadi akumulasi
kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup.
Bukti lain bahwa Islam sangat mendorong kegiatan menabung dan investasi adalah
bahwa dalam berbagai aturan Islam dalam mengelola harta membawa implikasi positif
pada tabungan dan investasi ini, misalnya larangan terhadap penumpukan harta, pengenaan
zakat pada harta yang menganggur melebihi batas waktu tertentu dengan penghapusan
bunga. Hal terakhir ini kemudian dijadikan alternatif sistem bagi hasil yang diperoleh
melalui kerjasama investasi mudharabah dan musyarakah (Hendrianto, 2003, 143-144 /
dalam karya ilmiah Siffa Widiastama 2006).
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
8
Melihat uraian diatas aturan islam tentang menabung antar lain :
1. Teori Umum Bagi Hasil (Profit Loss Sharing)
Bagi Hasil Menurut Terminologi asing (Inggris) dikenal dengan “profit
sharing”. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan sebagai laba. Secara
definitif profit sharing diartikan: “distribusi beberapa bagian dari laba pada para
pegawai dari suatu perusahaan”. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal itu dapat
berbentuk suatu bentuk uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang
diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran
mingguan atau bulanan.
Bagi hasil menurut Suseno adalah suatu prinsip pembagian laba yang
diterapkan dalam kemitraan kerja, dimana porsi bagi hasil ditentukan pada saat
aqad kerja sama. Jika usaha mendapatkan keuntungan, porsi bagi hasil adalah
sesuai kesepakatan namun jika terjadi kerugian maka porsi bagi hasil disesuaikan
dengan kontribusi modal masing-masing pihak. Dasar yang gunakan dalam
perhitungan bagi hasil adalah berupa laba bersih usaha setelah dikurangi dengan
biaya operasional (Suseno,2003).
Dapat disimpulkan bahwa bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata
cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana.
Pembagian hasil usaha ini salah satu contohnya dapat terjadi diantara pihak bank
dengan pihak nasabah. Kedua belah pihak sama-sama sepakat bahwa modal usaha
yang diberikan pihak pertama akan dikelola pihak kedua secara professional dan
bertanggung jawab.
2. Teori Bagi Hasil Dalam Perbankan Syari’ah
Sebagaimana diketahui, bank yang beroprasi berdasarkan prinsip-prinsip
Islam menawarkan sistem bagi hasil kepada nasabahnya. Artinya, selain pembagian
untung dan rugi sama-sama ditanggung oleh kedua belah pihak, dan juga dapat
dipahami bahwa keuntungan yang akan diperoleh nasabah bisa berubah-ubah,
semuanya tergantung pada pendapatan atau keuntungan yang diperoleh bank
syariah. Besarnya prsentase bagi hasil sudah ditetapkan oleh pihak bank.Namun,
biasanya masih membuka ruang tawar-menawar dalam batas yang wajar.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
9
Perhitungan bagi hasil di bank syariah ada dua jenis; pertama Profit/Loss
Sharing.Dalam sistem ini, besar-kecil pendapatan bagi hasil yang diterima nasabah
tergantung keuntungan bank.Kedua Revenue Sharing. Dalam sistem ini, penentuan
bagi hasil akan tergantung pada pendapatan kotor bank. Bank-bank syariah di
Indonesia umumnya menerapkan sistem Revenue Sharing. Pola ini dapat
memperkecil kerugian bagi nasabah, Hanya saja jika bagi hasil didasarkan pada
profit sharing, maka presentase bagi hasil untuk nasabah akan jauh lebih tinggi.
Menurut pengamat perbankan dan investasi Elvyn G.Masassya, bahwa
menabung di bank syariah cukup menarik, tidak hanya bagi masyarakat muslim
tetapi juga non-muslim. Soalnya, dengan sistem bagi hasil akan terbuka peluang
mendapatkan hasil investasi yang lebih besar dibandingkan dengan bunga di bank
konvensional. Jika ingin mendapatkan return yang lebih besar, “simpanan di bank
syariah dapat menjadi alternative,” ujar Elvyn. Tentu saja harus didukung kondisi
ekonomi yang kondusif, yang memungkinkan perusahaan disektor riil mampu
membukukan keuntungan besar.
Prinsip bagi hasil dalam perbankan syaria’ah menjadi prinsip utama dan
terpenting, karena keuntungan (bagi hasil) merupakan balasan (upah) atas usaha
dan modal, besar-kecilnya pun tergantung pada keduanya.Dalam qawaid fiqhiyah
(kaidah fiqh) dikatakan “algharam bil ghanam” (ada untung rugi), prinsip ini
memenuhi prinsip keadilan ekonomi. Dan didalam kaedah bisnis dikatakan bahwa
setiap yang akan menghasilkan keuntungan yang besar, terkandung juga rsiko yang
besar (high risk, high return).
Bagi pihak yang akan menjalankan prinsip ini, maka harus membuat
kesepakatan diawal yang berkaitan dengan usaha yang akan dijalankan dan
menetapkan nisbah (bagian) bagi hasil masing-masing pihak menurut cara
pembagiannya. Usaha yang akan dijalankan merupakan usaha-usaha yang
dibenarkan menurut syariah, tidak boleh ditanamkan pada usaha yang di haramkan.
Yang akan dibagi hasilkan adalah keuntungan bersih dari usaha tersebut tetapi
boleh juga dibuat kesepakatan diantara dua pihak jika bagi hasil diperhitungkan
dari total sales. Karena yang dibagi hasilkan merupakan suatu keuntungan, maka
besar kecilnya nominal keuntungan akan mengalami turun-naik, tergantung dari
usaha dan kesungguhan dalam mengelola usaha tersebut.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
10
3. Teori Prinsip Bagi Hasil Syari’ah
Prinsip bagi hasil (profit sharing), secara umum dalam perbankan syariah
dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah,
almuzara’ah dan al-mushaqah. Walau demikian, prinsip yang paling banyak
dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzara’ah dan al-
mushaqah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan
pertariian oleh beberapa bank islam.
Al-musyaraqah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau
amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.
Adapun yang menjadi landasan syariah akad al-musyaraqah ini adalah Al-
Qur’an Surat An-Nisaa ayat 12, yang artinya:
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai
anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
11
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar
dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.
Selanjutnya didalam Al-Qur’an surat As-shaad ayat 24, dikatakan pula:
Daud berkata: "Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta
kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya
kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim
kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa
kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur
sujud dan bertaubat.
Sedangkan Hadits Nabi yang berkaitan dengan hal ini adalah:
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW, bersabda: Sesungguhnya Allah Azza
wa Jalla berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang brserikat selama salah
satunya tidak menghianati lainnya”.
Hadits ini menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang
melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan
menjauhi penghianatan.
Al-Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
12
Secara teknis, Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak
dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.Keuntungan usaha berdasarkan
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi di tanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian sipengelola.Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kekurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
Landasan syari’ah yang mendasari akad ini adalah Al-Qur’an Surat Al-
Muzzammil ayat 20, yang artinya:
Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang)
kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan
(demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah
menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali
tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia memberi
keringanan kepadamu, Karena itu Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al
Quran. dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan
orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan
orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka Bacalah apa yang mudah
(bagimu) dari Al Quran dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
13
berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang
kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah
sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah
ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Sedangkan Hadits Nabi menyatakan sebagai berikut:
“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul muthalib jika
memberikan dana kemitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar
dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau
mmbeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung
jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada
Rasulullah SAW, dan Rasulullah membolehkannya.”
Secara umum mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: Mudharabah
Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah. Mudharabah muthlaqah adalah bentuk
kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.
Sedangkan Mudharabah Muqayyadah, atau disebut juga dengan istilah
restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat
usaha.Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecendrungan umum si
shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
III. Penutup
Dengan demikian menabung dala Islam diperbolehkan asal sesuai dengan ketentuan-
ketentuan dalam islam .
DAFTAR PUSTAKA
A. Riawan Amin, Bunga, Imbalan dan Bagi Hasil, Dalam Majalah Hukum Nasional No.1
Tahun 2000, Jakarta.
Al-Bukhari,Sahih al-Bukhari, 4 Jilid, Beirut: Dar al-Fikr
Budiono (1998), Bunga adalah “harga” dari (penggunaan) Loanable Funds, landasan
teori bunga bank, skripsi. Yogyakarta.
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015
14
Bank Indonesia (2006), Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia 2006, Bank
Indonesia, Jakarta.
Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Depag RI, 2010
Hendrie Anto. M.B. (2003), Pengantar Ekonomika Islami, Yogyakarta : EKONISIA,.
Kotler, 2002, Manajemen Pemasaran: Perencanaan, implementasi dan pengendalian,
Edisi kesembilan, Jilid 1 dan Jilid 2, Penerbit: PT. Prenhallindo, Jakarta.
INTERNET:
Ekonomi syari’ah: Tinjauan Bagi Hasil, ww.myqur’an.com, tanggal 1 Maret 2013.
Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia, www.bank-muamalat.co.id
Peluang Membiakkan Uang di Bank Syariah, www.takaful.com/