Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015 · (marginal propensity to ... kecenderungan...

14
Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015 1 MENABUNGDALAM PANDANGAN ISLAM Oleh : SUMINTAR, SPd, MM Absract Individual saving level in Islamic theory can not be separated from people goodness (kemashlahatan ummat) consideration overall. A moosleem consumtion budget allocation will affect decision in saving and investation. One usually will save part of their income with many motifs, there are to stay from future uncertainty, to prepare buying concumption goods in the future, to accumulate wealth.In all Islamic role in managing property brings positive implicationto the saving and investation for instance is forbidden to deposit property, imposition zakat to the idle property that exceeds the limit with deleting interest. These become alternative system profit sharing that can be received through mudharabah and musyarakah investation cooperation. Key words: Saving, Syariah Banking, Investation I. Pendahuluan Di dunia ini seseorang sering memikirkan sesuatu yang akan datang contonya kata- kata “nanti anak cucuku makan apa” atas dasar pemikiran sederhana ini orang mencari kekayaan untuk bekal nanti bahkan hal ini sampai anak dan cucunya. Untuk hal itu akirnya dia menyimpan hartanya dalam bentuk uang atau kekayaan lainya. Dalam menyimpan uang dalam bahasa jawanya “nyelengi “ itu orang meletakkannya dalam tempat kusus seperti gerabah, kotak dari kayu, bambu, dan lain-lain yang tentunya kalau dilihat dari segi kemanannya jelas kurang . Dalam Bahasa Jawa “ Nyelengi “ tersebut dikenal dengan istilah menabung. Baru Tahun 1971 gerakan menabung diluncurkan pemerintah. Kalau kita membahas tentang tabungan ada dua teori yang harus kita mengerti : 1. Teori Loanable Funds Tabungan, menurut teori klasik (teori yang dikemukakan oleh Adam Smith, David Ricardo, dll) adalah fungsi dari bunga, makin tinggi tingkat bunga maka makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah tabungan. Sedangkan bunga adalah “harga” dari (penggunaan) loanable funds atau bisa diartikan sebagai dana yang tersedia untuk dipinjamkan atau dana untuk investasi. Investasi juga merupakan tujuan dari tingkat bunga.

Transcript of Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015 · (marginal propensity to ... kecenderungan...

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

1

MENABUNGDALAM PANDANGAN ISLAM

Oleh : SUMINTAR, SPd, MM

Absract

Individual saving level in Islamic theory can not be separated from people

goodness (kemashlahatan ummat) consideration overall. A moosleem consumtion budget

allocation will affect decision in saving and investation. One usually will save part of their

income with many motifs, there are to stay from future uncertainty, to prepare buying

concumption goods in the future, to accumulate wealth.In all Islamic role in managing

property brings positive implicationto the saving and investation for instance is forbidden

to deposit property, imposition zakat to the idle property that exceeds the limit with

deleting interest. These become alternative system profit sharing that can be received

through mudharabah and musyarakah investation cooperation.

Key words: Saving, Syariah Banking, Investation

I. Pendahuluan

Di dunia ini seseorang sering memikirkan sesuatu yang akan datang contonya kata-

kata “nanti anak cucuku makan apa” atas dasar pemikiran sederhana ini orang mencari

kekayaan untuk bekal nanti bahkan hal ini sampai anak dan cucunya. Untuk hal itu akirnya

dia menyimpan hartanya dalam bentuk uang atau kekayaan lainya. Dalam menyimpan

uang dalam bahasa jawanya “nyelengi “ itu orang meletakkannya dalam tempat kusus

seperti gerabah, kotak dari kayu, bambu, dan lain-lain yang tentunya kalau dilihat dari segi

kemanannya jelas kurang . Dalam Bahasa Jawa “ Nyelengi “ tersebut dikenal dengan

istilah menabung. Baru Tahun 1971 gerakan menabung diluncurkan pemerintah. Kalau kita

membahas tentang tabungan ada dua teori yang harus kita mengerti :

1. Teori Loanable Funds

Tabungan, menurut teori klasik (teori yang dikemukakan oleh Adam Smith,

David Ricardo, dll) adalah fungsi dari bunga, makin tinggi tingkat bunga maka

makin tinggi pula keinginan masyarakat untuk menyimpan dananya di bank. Artinya,

pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan terdorong untuk

mengorbankan atau mengurangi pengeluaran untuk konsumsi guna menambah

tabungan. Sedangkan bunga adalah “harga” dari (penggunaan) loanable funds atau

bisa diartikan sebagai dana yang tersedia untuk dipinjamkan atau dana untuk

investasi. Investasi juga merupakan tujuan dari tingkat bunga.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

2

Semakin tinggi tingkat bunga (tingkat bunga kredit), maka keinginan untuk

melakukan investasi juga semakin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan

menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari

investasi tersebut lebih besar dari tingkat bunga yang harus dibayarkan untuk dana

investasi tersebut sebagai ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Makin

rendah tingkat bunga maka pengusaha akan terdorong untuk melakukan investasi,

sebab biaya penggunaan dana yang semakin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan

seimbang akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan

keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik keseimbangan tingkat

bunga dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1

Grafik hubungan tingkat bunga dan investasi

i (bunga)

tabungan

i1

i0

investasi 1

investasi 0

S0 S1 Q (investasi)

2. Liquidity Preferency

Keynes dalam teorinya menyebutkan bahwa, tingkat bunga ditentukan oleh

permintaan dan penawaran uang.Menurut teori ini ada tiga motif mengapa seseorang

bersedia untuk menabung uang tunai, yaitu motif transaksi, motif berjaga-jaga dan

motif spekulasi (Boediono, 1982:82). Tiga motif inilah yang merupakan sumber

timbulnya permintaan uang yang dikenal dengan istilah Liquidity preference, artinya

permintaan akan uang menurut teori Keynes berlandaskan pada konsepsi pada

umumnya orang menginginkan dirinya tetap liquid untuk memenuhi tiga motif

tersebut.

Teori Keynes menekankan adanya hubungan langsung antara kesediaan orang

membayar harga uang tersebut (tingkat bunga) dengan unsur permintaan akan uang

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

3

untuk tujuan spekulasi. Dalam hal ini permintaan besar apabila tingkat bunga rendah

dan permintaan kecil apabila tingkat bunga tinggi.

Dalam bahasan tabungan pada ilmu ekonomi konvensional, dijelaskan bahwa

tabungan merupakan selisih dari pendapatan dan konsumsi. Tanpa dijelaskan secara detil

apa yang menjadi motifasi dari tabungan tersebut. Dalam teori konvensional ini, relatif

terlihat bahwa tabungan merupakan sebuah konsekwensi dari pendapatan yang tidak

digunakan. Sehingga fungsi tambahan menabung atau kecenderungan menabung marjinal

(marginal propensity to save; MPS) menjadi MPS = 1 – MPC, dimana MPC merupakan

kecenderungan mengkonsumsi marjinal (marginal propensity to consume) dari seorang

individu.

Penjelasan kecenderungan tabungan ini juga disinggung dalam bahasan teori

permintaan uang (money demand).Kita ketahui bahwa dalam wacana konvensional

permintaan uang memiliki tiga motif utama, yaitu motif transaksi (transaction), motif

berjaga-jaga (precautionary) dan motif spekulasi (speculation).Dalam Islam motif spekulasi

tidak diakui, karena aktivitas ekonomi berupa spekulasi (maisir) dilarang secara syariah.

Sehingga motif yang ada untuk memegang uang hanyalah motif untuk transaksi dan

berjaga-jaga, atau dengan kata lain motif untuk konsumsi (memenuhi kebutuhan) dan

menabung.

Tingkat tabungan dari seorang individu dalam teori Islam juga tidak terlepas dari

pertimbangan kemashlahatan ummat secara keseluruhan. Pada kondisi tertentu dimana

masyarakat begitu membutuhkan harta atau dana, maka individu yang memiliki dana lebih,

akan mengurangi tingkat tabungannya atau lebih tepatnya mengurangi tingkat kekayaannya

untuk membantu masyarakat yang kekurangan. Mekanisme ini dapat berupa mekanisme

sukarela atau mekanisme yang mengikat, artinya negara memiliki wewenang dalam

memaksa individu yang berkecukupan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan,

dengan mengenakan pajak khusus atau dikenal dengan nawaib[2] pada masyarakat

golongan kaya. Dengan demikian tingkat tabungan dalam Islam memiliki korelasi yang

kuat dengan kondisi ekonomi.

Bagaimana hubungan tingkat tabungan ini dengan tingkat investasi dalam sebuah

perekonomian Islam?Tabungan dalam ekonomi Islam tidak begitu kuat dihubungkan

dengan investasi.Karena ketika tabungan dimotifasi oleh alasan berjaga-jaga, hidup hemat

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

4

dan sederhana, maka tidak relevan akumulasi tabungan ini kemudian digunakan untuk

investasi yang mekanismenya dalam Islam menggunakan skema bagi-hasil yang memiliki

risiko rugi.Risiko yang dimiliki investasi bagi hasil tidak begitu sinkron dengan alasan para

pemilik uang untuk menahan uangnya berupa tabungan. Meskipun hubungan itu akhirnya

terjadi akibat mekanisme perbankan syariah saat ini yang menggunakan benchmark

konvensional, dimana pos tabungan berjaga-jaga masyarakat dapat digunakan oleh bank

pada sisi pembiayaannya, konsekwensinya pada sisi pendanaan bank syariah memberikan

bonus kepada para nasabah tabungan yang bermotif berjaga-jaga tersebut. Selain itu,

berdasarkan motif dan realita masyarakat Islam seperti yang telah dijelaskan dalam

pembahasan konsumsi dan permintaan, bahwa masyarakat Islam terdiri atas masyarakat

muzakki, mid-income dan mustahik, dapat disimpulkan bahwa mereka yang aktif dalam

menabung adalah mereka yang masuk dalam golongan muzakki dan mid-income. Dan

akumulasi tabungan secara teori akan relatif kecil jika dibandingkan akumulasi investasi,

yang berarti juga peran tabungan dalam perekonomian akan relatif kecil. Dengan demikian

tabungan tergantung pada besarnya pendapatan yang porsinya ditentukan oleh kebutuhan

berjaga-jaganya.Dan ini perlu dirumuskan lebih spesifik untuk dapat mengkalkulasikan

posisi dan peran tabungan dalam perekonomian.

Sementara itu apa yang diyakini dalam konvensional bahwa tabungan atau excess

income yang dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang akan menjadi ”potensi

investasi” dapat saja dibenarkan dalam Islam, sepanjang memang kebutuhan mereka pada

konsumsi pokok dan motif berjaga-jaga telah terpenuhi. Walaupun begitu menyebutkan

kelebihan tersebut sebagai tabungan juga mungkin kurang tepat, karena memang ada

intensi dari si pemilik untuk menggunakan kelebihan tersebut sebagai modal untuk men-

generate keuntungan selanjutnya (investasi)[3]. Sehingga tabungan jenis ini merupakan

potensi investasi yang harus menjadi perhatian para regulator dalam rangka membuat

sebuah kebijakan, baik di sektor riil maupun di sektor moneter. Secara sederhana para

regulator harus memastikan tersedianya usaha-usaha ekonomi atau produk keuangan

syariah yang mampu menyerap ”potensi investasi”, sehingga waktu memegang uang oleh

setiap pemilik dana akan ditekan seminimal mungkin. Dengan kata lain penyediaan

regulasi berupa peluang usaha atau produk-produk keuangan syariah akan semakin

meningkatkan velocity dalam perekonomian. Dengan demikian perhatian regulasi moneter

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

5

tidak tertuju pada konsep money supply seperti yang dianut konvensional, tapi lebih pada

velocity perekonomian.

Hubungan tabungan dan investasi dalam perekonomian Islam yang khas ini

memang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh konvensional. Sehingga perlu sebuah

konsep pendekatan analisa ekonomi yang mampu memberikan penjelasan yang cukup tepat

tentang posisi serta hubungan tabungan dan investasi dalam sistem ekonomi Islam, juga

peran keduanya dalam memajukan kesejahteraan ekonomi.

Selain itu, satu hal yang juga patut mendapat perhatian adalah prilaku menabung

dari masyarakat non-muslim dimana mereka tidak terekspos oleh risiko zakat. Dalam

sebuah negara yang menerapkan sistem ekonomi Islam, masyarakat non-muslim akan juga

memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga muslim namun dalam bentuk yang

berbeda. Perlindungan kebutuhan dasar dan hak-hak sipil lainnya tak berbeda dengan

warga muslim, tapi mereka juga dikenakan kewajiban membayar kharaj (pajak tanah) dan

jizyah (pajak individu) layaknya muslim membayarkan kewajibannya berupa zakat.

Dengan begitu warga non-muslim juga menghadapi risiko harta idle-nya berkurang,

sehingga menabung akan juga tetap terjaga pada porsi yang sama dengan tabungan warga

muslim dengan motif berjaga-jaga. Sementara kelebihan uang atau harta warga non-

muslim akan ”dipaksa” untuk masuk dalam mekanisme investasi yang sebenarnya. Yaitu

investasi yang berkaitan dengan usaha produktif di sektor riil.

1. Kondisi dimana diyakini akan meningkatkan potensi manusia untuk berbuat hal-hal

yang tidak sesuai dengan akidah dan akhlak Islam (kufur).

2. Pajak ini sifatnya kondisional atau berlaku sementara, artinya diberlakukan sepanjang

kondisi masyarakat memerlukan pajak ini. Ketika kondisi ekonomi sudah membaik,

maka pajak ini pun tidak lagi dipungut. Lihat M. Nejatullah Siddiqi, Role of the State

in the Economy: An Islamic Perspective, The Islamic Foundation, Leicester UK, 1996.

3. Definisi tabungan disini bermakna dua; pertama tabungan yang ditujukan untuk

berjaga-jaga dan tabungan yang ditujukan untuk investasi. Tentu saja investasi yang

produktif, bukan investasi dalam makna luas yang dilakukan oleh konvensional,

dimana aktivitas spekulasi masuk dalam definisi investasi ini.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

6

II. Perbankan Syariah

Prospek perbankan syariah akan dihadapkan pada berbagai macam rintangan.

Walau dari segi pasar berpeluang besar, tetapi ada saja kekurangan-kekurangan yang harus

diperbaiki oleh bank syariah.Tingginya jumlah penduduk umat Islam di Indonesia

merupakan peluang yang sangat besar bagi bank syariah dalam meraih nasabah. Peluang

tersebut telah diperkuat dengan dikeluarkannya fatwa dari MUI pada bulan januari 2004

tentang haramnya bunga bank

Teori Menabung Yang Islami

Tabungan dalam Islam jelas merupakan sebuah konsekwensi atau respon dari

prinsip ekonomi Islam dan nilai moral Islam, yang menyebutkan bahwa manusia haruslah

hidup hemat dan tidak bermewah-mewah serta mereka (diri sendiri dan keturunannya)

dianjurkan ada dalam kondisi yang tidak fakir.[1] Jadi dapat dikatakan bahwa motifasi

utama orang menabung disini adalah nilai moral hidup sederhana (hidup hemat) dan

keutamaan tidak fakir.

Menabung adalah tindakan yang dianjurkan oleh Islam karena dengan menabung

berarti seorang muslim mempersiapkan diri untuk pelaksanaan perencanaan masa depan

sekaligus untuk menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-

ayat yang secara tidak langsung memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan hari

esok secara lebih baik, seperti dalam QS An-Nissa ayat 9

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan

dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah

dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Dan QS Al-Baqarah ayat 266 yang menyatakan bahwa

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

7

Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma dan

anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu

segala macam buah-buahan, Kemudian datanglah masa tua pada orang itu sedang

dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun itu ditiup angin

keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah Allah menerangkan

ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya.

“Allah memerintahkan manusia untuk mengantisipasi dan memepersiapkan masa

depan untuk keturunannya baik secara rohani atau iman maupun secara ekonomi“.

Menabung adalah salah satu langkah dari persiapan tersebut (Antonio, 2000, 205-206)

Alokasi anggaran konsumsi seorang muslim akan mempengaruhi keputusan dalam

menabung dan investasi. Seseorang biasanya akan menabung sebagian dari pendapatannya

dengan beragam motif, antara lain:

(1). Untuk berjaga-jaga ketidakpastian masa depan

(2). Untuk persiapan pembelian suatu barang konsumsi di masa depan

(3). Untuk mengakumulasikan kekayaan.

Demikian pula seseorang mengalokasikan sebagian dari anggarannya untuk

investasi, yaitu menanamkan pada sektor produktif. Dengan investasi, maka seseorang rela

mengorbankan konsumsinya sekarang dengan harapan akan mendapatkan hasil (return)

dimasa datang. Dengan adanya return dimasa depan berarti akan terjadi akumulasi

kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup.

Bukti lain bahwa Islam sangat mendorong kegiatan menabung dan investasi adalah

bahwa dalam berbagai aturan Islam dalam mengelola harta membawa implikasi positif

pada tabungan dan investasi ini, misalnya larangan terhadap penumpukan harta, pengenaan

zakat pada harta yang menganggur melebihi batas waktu tertentu dengan penghapusan

bunga. Hal terakhir ini kemudian dijadikan alternatif sistem bagi hasil yang diperoleh

melalui kerjasama investasi mudharabah dan musyarakah (Hendrianto, 2003, 143-144 /

dalam karya ilmiah Siffa Widiastama 2006).

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

8

Melihat uraian diatas aturan islam tentang menabung antar lain :

1. Teori Umum Bagi Hasil (Profit Loss Sharing)

Bagi Hasil Menurut Terminologi asing (Inggris) dikenal dengan “profit

sharing”. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan sebagai laba. Secara

definitif profit sharing diartikan: “distribusi beberapa bagian dari laba pada para

pegawai dari suatu perusahaan”. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal itu dapat

berbentuk suatu bentuk uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang

diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran

mingguan atau bulanan.

Bagi hasil menurut Suseno adalah suatu prinsip pembagian laba yang

diterapkan dalam kemitraan kerja, dimana porsi bagi hasil ditentukan pada saat

aqad kerja sama. Jika usaha mendapatkan keuntungan, porsi bagi hasil adalah

sesuai kesepakatan namun jika terjadi kerugian maka porsi bagi hasil disesuaikan

dengan kontribusi modal masing-masing pihak. Dasar yang gunakan dalam

perhitungan bagi hasil adalah berupa laba bersih usaha setelah dikurangi dengan

biaya operasional (Suseno,2003).

Dapat disimpulkan bahwa bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata

cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana.

Pembagian hasil usaha ini salah satu contohnya dapat terjadi diantara pihak bank

dengan pihak nasabah. Kedua belah pihak sama-sama sepakat bahwa modal usaha

yang diberikan pihak pertama akan dikelola pihak kedua secara professional dan

bertanggung jawab.

2. Teori Bagi Hasil Dalam Perbankan Syari’ah

Sebagaimana diketahui, bank yang beroprasi berdasarkan prinsip-prinsip

Islam menawarkan sistem bagi hasil kepada nasabahnya. Artinya, selain pembagian

untung dan rugi sama-sama ditanggung oleh kedua belah pihak, dan juga dapat

dipahami bahwa keuntungan yang akan diperoleh nasabah bisa berubah-ubah,

semuanya tergantung pada pendapatan atau keuntungan yang diperoleh bank

syariah. Besarnya prsentase bagi hasil sudah ditetapkan oleh pihak bank.Namun,

biasanya masih membuka ruang tawar-menawar dalam batas yang wajar.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

9

Perhitungan bagi hasil di bank syariah ada dua jenis; pertama Profit/Loss

Sharing.Dalam sistem ini, besar-kecil pendapatan bagi hasil yang diterima nasabah

tergantung keuntungan bank.Kedua Revenue Sharing. Dalam sistem ini, penentuan

bagi hasil akan tergantung pada pendapatan kotor bank. Bank-bank syariah di

Indonesia umumnya menerapkan sistem Revenue Sharing. Pola ini dapat

memperkecil kerugian bagi nasabah, Hanya saja jika bagi hasil didasarkan pada

profit sharing, maka presentase bagi hasil untuk nasabah akan jauh lebih tinggi.

Menurut pengamat perbankan dan investasi Elvyn G.Masassya, bahwa

menabung di bank syariah cukup menarik, tidak hanya bagi masyarakat muslim

tetapi juga non-muslim. Soalnya, dengan sistem bagi hasil akan terbuka peluang

mendapatkan hasil investasi yang lebih besar dibandingkan dengan bunga di bank

konvensional. Jika ingin mendapatkan return yang lebih besar, “simpanan di bank

syariah dapat menjadi alternative,” ujar Elvyn. Tentu saja harus didukung kondisi

ekonomi yang kondusif, yang memungkinkan perusahaan disektor riil mampu

membukukan keuntungan besar.

Prinsip bagi hasil dalam perbankan syaria’ah menjadi prinsip utama dan

terpenting, karena keuntungan (bagi hasil) merupakan balasan (upah) atas usaha

dan modal, besar-kecilnya pun tergantung pada keduanya.Dalam qawaid fiqhiyah

(kaidah fiqh) dikatakan “algharam bil ghanam” (ada untung rugi), prinsip ini

memenuhi prinsip keadilan ekonomi. Dan didalam kaedah bisnis dikatakan bahwa

setiap yang akan menghasilkan keuntungan yang besar, terkandung juga rsiko yang

besar (high risk, high return).

Bagi pihak yang akan menjalankan prinsip ini, maka harus membuat

kesepakatan diawal yang berkaitan dengan usaha yang akan dijalankan dan

menetapkan nisbah (bagian) bagi hasil masing-masing pihak menurut cara

pembagiannya. Usaha yang akan dijalankan merupakan usaha-usaha yang

dibenarkan menurut syariah, tidak boleh ditanamkan pada usaha yang di haramkan.

Yang akan dibagi hasilkan adalah keuntungan bersih dari usaha tersebut tetapi

boleh juga dibuat kesepakatan diantara dua pihak jika bagi hasil diperhitungkan

dari total sales. Karena yang dibagi hasilkan merupakan suatu keuntungan, maka

besar kecilnya nominal keuntungan akan mengalami turun-naik, tergantung dari

usaha dan kesungguhan dalam mengelola usaha tersebut.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

10

3. Teori Prinsip Bagi Hasil Syari’ah

Prinsip bagi hasil (profit sharing), secara umum dalam perbankan syariah

dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah,

almuzara’ah dan al-mushaqah. Walau demikian, prinsip yang paling banyak

dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzara’ah dan al-

mushaqah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan

pertariian oleh beberapa bank islam.

Al-musyaraqah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau

amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan.

Adapun yang menjadi landasan syariah akad al-musyaraqah ini adalah Al-

Qur’an Surat An-Nisaa ayat 12, yang artinya:

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-

isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai

anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah

dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para isteri

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

11

memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai

anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari

harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)

sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun

perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi

mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan

(seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam

harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka

bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya

atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli

waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar

dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.

Selanjutnya didalam Al-Qur’an surat As-shaad ayat 24, dikatakan pula:

Daud berkata: "Sesungguhnya dia Telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta

kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya

kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim

kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan

amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa

kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur

sujud dan bertaubat.

Sedangkan Hadits Nabi yang berkaitan dengan hal ini adalah:

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW, bersabda: Sesungguhnya Allah Azza

wa Jalla berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang brserikat selama salah

satunya tidak menghianati lainnya”.

Hadits ini menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang

melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan

menjauhi penghianatan.

Al-Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.

Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang

memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

12

Secara teknis, Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak

dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal,

sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.Keuntungan usaha berdasarkan

mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,

sedangkan apabila rugi di tanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan

akibat kelalaian sipengelola.Seandainya kerugian itu diakibatkan karena

kekurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas

kerugian tersebut.

Landasan syari’ah yang mendasari akad ini adalah Al-Qur’an Surat Al-

Muzzammil ayat 20, yang artinya:

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang)

kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan

(demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah

menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali

tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka dia memberi

keringanan kepadamu, Karena itu Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al

Quran. dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan

orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan

orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka Bacalah apa yang mudah

(bagimu) dari Al Quran dan Dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

13

berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang

kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah

sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah

ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang.

Sedangkan Hadits Nabi menyatakan sebagai berikut:

“Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul muthalib jika

memberikan dana kemitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar

dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau

mmbeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung

jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada

Rasulullah SAW, dan Rasulullah membolehkannya.”

Secara umum mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: Mudharabah

Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah. Mudharabah muthlaqah adalah bentuk

kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan

tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.

Sedangkan Mudharabah Muqayyadah, atau disebut juga dengan istilah

restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah

muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat

usaha.Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecendrungan umum si

shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.

III. Penutup

Dengan demikian menabung dala Islam diperbolehkan asal sesuai dengan ketentuan-

ketentuan dalam islam .

DAFTAR PUSTAKA

A. Riawan Amin, Bunga, Imbalan dan Bagi Hasil, Dalam Majalah Hukum Nasional No.1

Tahun 2000, Jakarta.

Al-Bukhari,Sahih al-Bukhari, 4 Jilid, Beirut: Dar al-Fikr

Budiono (1998), Bunga adalah “harga” dari (penggunaan) Loanable Funds, landasan

teori bunga bank, skripsi. Yogyakarta.

Kasyf el Fikr Volume 2, Nomor 1, Juni 2015

14

Bank Indonesia (2006), Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia 2006, Bank

Indonesia, Jakarta.

Depag RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Depag RI, 2010

Hendrie Anto. M.B. (2003), Pengantar Ekonomika Islami, Yogyakarta : EKONISIA,.

Kotler, 2002, Manajemen Pemasaran: Perencanaan, implementasi dan pengendalian,

Edisi kesembilan, Jilid 1 dan Jilid 2, Penerbit: PT. Prenhallindo, Jakarta.

INTERNET:

Ekonomi syari’ah: Tinjauan Bagi Hasil, ww.myqur’an.com, tanggal 1 Maret 2013.

Laporan Keuangan Bank Muamalat Indonesia, www.bank-muamalat.co.id

Peluang Membiakkan Uang di Bank Syariah, www.takaful.com/