kasus vaskulopati

20
PENDAHULUAN Sklerosis sistemik (skleroderma) adalah suatu penyakit sistemik yang mengenai jaringan ikat di kulit, organ dalam dan dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan disfungsi endotel, fibrosis dan produksi autoantibodi. Sklerosis sistemik menyerupai gangguan jaringan penyambung lain dalam hal adanya masa remisi dan eksaserbasi dalam perjalanan penyakit yang umumnya lambat, sehingga pasien dapat tetap hidup dalam jangka waktu yang cukup lama. Tetapi penyakit ini dapat juga berjalan cepat dan mengakibatkan kematian dalam waktu singkat bila organ vital ikut terserang dan menjadi rusak. 1-,3 Skleroderma merupakan penyakit yang jarang dijumpai dibandingkan dengan penyakit jaringan ikat lain. Kasus ini ditemukan sporadik dengan distribusi seluruh dunia dan mengenai semua ras. Epidemiologi terbukti sulit untuk ditetapkan karena perbedaan klinis penyakit yang luas dan ketiadaan kriteria diagnosis yang diterima secara luas. Meskipun demikian dilaporkan pada orang dewasa sekitar 2,6 sampai 2,8 per 1 juta penduduk per tahun. Di Amerika Serikat sekitar 20 kasus per 1 juta penduduk. Laporan dari Inggris dan Jepang menunjukkan prevalensi yang lebih rendah dari sekitar 35 kasus per 1 juta penduduk. Kejadian pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu sekitar 4:1, dengan usia terbanyak pada dekade ketiga atau keempat kehidupan. 1,2

description

dvs

Transcript of kasus vaskulopati

Page 1: kasus vaskulopati

PENDAHULUAN

Sklerosis sistemik (skleroderma) adalah suatu penyakit sistemik yang mengenai jaringan ikat

di kulit, organ dalam dan dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan disfungsi endotel,

fibrosis dan produksi autoantibodi. Sklerosis sistemik menyerupai gangguan jaringan

penyambung lain dalam hal adanya masa remisi dan eksaserbasi dalam perjalanan penyakit

yang umumnya lambat, sehingga pasien dapat tetap hidup dalam jangka waktu yang cukup

lama. Tetapi penyakit ini dapat juga berjalan cepat dan mengakibatkan kematian dalam

waktu singkat bila organ vital ikut terserang dan menjadi rusak.1-,3

Skleroderma merupakan penyakit yang jarang dijumpai dibandingkan dengan penyakit

jaringan ikat lain. Kasus ini ditemukan sporadik dengan distribusi seluruh dunia dan mengenai

semua ras. Epidemiologi terbukti sulit untuk ditetapkan karena perbedaan klinis penyakit

yang luas dan ketiadaan kriteria diagnosis yang diterima secara luas. Meskipun demikian

dilaporkan pada orang dewasa sekitar 2,6 sampai 2,8 per 1 juta penduduk per tahun. Di

Amerika Serikat sekitar 20 kasus per 1 juta penduduk. Laporan dari Inggris dan Jepang

menunjukkan prevalensi yang lebih rendah dari sekitar 35 kasus per 1 juta penduduk.

Kejadian pada wanita lebih banyak dibandingkan pria yaitu sekitar 4:1, dengan usia terbanyak

pada dekade ketiga atau keempat kehidupan. 1,2

Patogenesis Skleroderma terdiri dari proses vaskulopati, aktivasi respon imun seluler dan

humoral serta progresivitas fibrosis organ multipel. Autoimunitas, perubahan fungsi sel

endotel dan aktifitas vaskuler mungkin merupakan manifestasi dini dari Skleroderma berupa

fenomena Raynaud yang terjadi bertahun-tahun sebelum gambaran klinis lain muncul. Terjadi

proses yang kompleks dari proses fibrosis mulai dari inisiasi, amplifikasi dan perbaikan

jaringan. Cedera vaskuler dini pada penderita yang secara genetik rentan terhadap

skleroderma, akan menyebabkan perubahan fungsi dan struktur vaskuler, inflamasi dan

terjadinya autoimunitas. Inflamasi dan respon imun akhirnya menyebabkan sel fibroblast

teraktifasi dan berdifernsiasi secara terus menerus, menghasilkan fibrogenesis yang patologis

dan kerusakan jaringan yang ireversibel. 1,2,4

Vaskulopati mempengaruhi pembuluh darah kapiler, arteriole dan bahkan pembuluh darah

besar pada berbagai organ. Sel miointimal yang menyerupai sel otot polos mengalami

proliferasi, membran basal menebal, reduplikasi serta terjadi perkembangan fibrosis

Page 2: kasus vaskulopati

2

adventitia. Oklusi lumen vaskuler progresif akibat hipertrofi tunica intima dan media serta

fibrosis adventitia, ditambah dengan kerusakan persisten sel endotel dan apoptosis sehingga

menjadi suatu lingkaran setan. Angiogram tangan dan ginjal pasien Skleroderma stadium

lanjut menunjukkan hilangnya gambaran vaskuler. 2,4,5

Kerusakan endotel menyebabkan agregasi trombosit dan pelepasan vasokonstriktor

(tromboksan) dan platelete derived growth factor (PDGF). Kerusakan vaskuler ini kemudian

diikuti dengan gangguan fibrinolisis. Stress oksidatif akibat iskemia berhubungan dengan

terbentuknya radikal bebas yang selanjutnya akan menyebabkan kerusakan endotel lebih

lanjut melalui peroksidasi lipid membran. Sebaliknya, proses revaskularisasi yang seharusnya

mempertahankan aliran darah pada jaringan yang iskemik tampaknya gagal pada

Skleroderma. Kegagalan vaskulogenesis terjadi dalam keadaan kadar faktor angiogenik yang

tinggi seperti vascular endothelial growth factor (VEGF). Pada pasien Skleroderma, jumlah

progenitor sel CD34+ dan CD133+ dari sumsum tulang yang beredar dalam sirkuklasi

jumlahnya menurun secara bermakna. Lebih jauh lagi, penelitian in vitro menunjukkan

diferensiasinya menjadi sel endotel matur terganggu. Oleh karena itu vaskulopati obliteratif

dan kegagalan perbaikan pembuluh darah adalah pertanda dari Skleroderma.2,4,6,7

Pada Skleroderma keterlibatan vaskuler yang terjadi tersebar luas dan penting dalam implikasi

klinis. Fenomena Raynaud, sebagai manifestasi awal penyakit ditandai dengan perubahan

respon aliran darah pada suhu dingin. Perubahan ini awalnya reversibel, terjadi akibat

perubahan sistem saraf otonom dan perifer dengan kurangnya produksi neuropeptida seperti

calcitonin gen-related peptide dari aferen saraf sensoris dan peningkatan sensitifitas reseptor

alpha 2-adrenergik pada sel otot polos vaskuler. Pada fenomena Raynaud terjadi perubahan

warna yang episodik (palor, sianosis, eritema) yang terjadi sebagai respon terhadap

lingkungan yang dingin atau stress emosional. Walaupun peubahan yang spesifik terjadi pada

jari tangan, tetapi dapat juga mengenai ibu jari kaki, daun telinga, hidung, dan lidah. Pada fase

palor dan sianosis, pasien akan merasa nyeri dan kaku, sedang pada fase hiperemis akan

merasa seperti terbakar.2,4,6

Fenomena Raynaud dapat dijumpai pada berbagai penyakit kolagen, yaitu 95% pada sklerosis

sistemik, 91% pada mixed connective tissue disease (MCTD) dan 40% pada lupus

eritromatosus sistemik. Selain itu fenomena Raynaud juga dapat dijumpai pada berbagai

trauma akibat pekerjaan (vibrasi, mikrotrauma, vinil klorida), efek samping obat (penghambat

reseptor beta), kelainan onkologik dan hematologik (disglobulinemia) dan hipotiroidisme.

Page 3: kasus vaskulopati

3

Fenomena Raynaud pada penyakit kolagen, terutama pada sklerosis sistemik umumnya

berlangsung lama sebelum seluruh gejala penyakit kolagen itu timbul, sehingga kadang sulit

membedakan dengan fenomena Raynaud Primer yang tidak diketahui penyebabnya.1,2,7

Pada fenomena Raynaud primer gejala klinis relatif lebih ringan dan tidak progresif seperti

halnya Skleroderma yang mengakibatkan perubahan morfologi dan fungsi sirkulasi yang

ireversibel dan mengakibatkan cedera endotel. Di dalan sel endotel terdapat perubahan

produksi dan responsifitas endothelium derived factors yang memediasi vasodilatasi (nitric

oxide, prostacyclin) dan vasokonstriksi (endothelin-1). Terjadi peningkatan permeabilitas

pembuluh darah mikro sehingga diapedesis leukosit transendotelial meningkat, aktifasi

kaskade koagulasi dan fibrinolitik serta agregasi trombosit. Proses ini menyebabkan

terjadinya trombosis. Sel Endotel menunjukkan peningkatan ekspresi molekul adhesi

intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) serta molekul adhesi permukaan lainnya.1,2,8

Sel endotel yang rusak akan mengaktifkan trombosit. Trombosit yang diaktifkan akan

menghasilkan berbagai vasokonstriktor, seperti 5-hidroksitriptamin (5-HT), Tromboksan-A2

(Tx-A2) dan ADP. Untuk mengatasi hal ini, sel endotel yang masih utuh akan menghasilkan

vasodilator seperti prostasiklin, monoamine oxidase (MAO), dan endothelium dependent

relaxation factor (EDRF). Tetapi sel endotel yang rusak tidak bereaksi terhada vasodilator

tersebut, sel endotel yang rusak akan menghasilkan vasokonstriktor endotelin-1 sehingga

terjadi vasokonstriksi. Penyempitan lumen semakin diperberat dengan adanya hiperplasi

intimal. Selain itu, pada skleroderma juga terjadi deformabilitas eritrosit yang meningkatkan

viskositas darah.1,2,6,9

Beratnya fenomena Raynaud pada sklerosis sistemik ditandai oleh timbulnya iskemia jari

yang kemudian akan diikuti oleh ulserasi dan gangren. Gambaran fenomena Raynaud juga

terjadi pada berbagai arteri kecil dan areteriola pada organ viseral, sehingga timbul berbagai

kelainan pada organ tersebut. Kerusakan vaskular pada skleroderma akan menyebabkan

peningkatan kadar berbagai petanda seperti faktor von Willenbrand, trombomodulin, ICAM-1

(intercellularadhesion molecule-1) serum dan ELAM-1 (endothelial leucocyte adhesion

molecule-1) serum. Peningkatan kadar faktor von Willebrand berhubungan dengan

progresivitas fenomena Raynaud, keterlibatan banyak organ dan tingginya angka mortalitas.

Pada skleroderma juga didapatkan gangguan fibrinolisis, karena kerusakan sel endotel

menyebabkan penurunan sintesis aktivator plasminogen dan berbagai faktor pro dan

Page 4: kasus vaskulopati

4

antikoagulan. Secara non-invasif, mikroangiopati pada skleroderma dapat diperiksa dengan

kapilaroskopi lipat kuku.1,2,9,10

Diagnosis skleroderma ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang.

Secara klinis agak sulit menegakkan diagnosis sklerosis sistemik sebelum timbul kelainan

kulit yang khas. Tetapi kemungkinan sklerosis sistemik harus dipikirkan bila ditemukan

gambaran fenomena Raynaud pada wanita umur 20-50 tahun. Pemriksaan autoantibosi

antitopo-1 dan antisentromer harus dilakukan karena memiliki spesifisitas yang baik pada

sklerosis sistemik. Tahun 1980, American Rheumatism Association (ARA) mengajukan

kriteria sklerosis sistemik dengan sensitifitas 97 % dan spesifisitas 98 %., yaitu bila terdapat:

1 kriteria mayor, atau 2 dari 3 kriteria Minor1

Kriteria mayor berupa skleroderma proksimal : penebalan, penegangan dan pengerasan kulit

yang simetrik pada kulit jari dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal atau

metatarsofalangeal. Perubahan ini dapat mengenai seluruh ekstremitas, muka, leher dan

batang tubuh (toraks dan abdomen) 1

Kriteria minor berupa: (1) Sklerodaktili : perubahan kulit seperti tersebut di atas tetapi hanya

terbatas pada jari; (2) Pencekungan jari atau hilangnya substansi jari. Daerah yang mencekung

pada ujung jari atau hilangnya substasi jaringan jari akbat iskemia; (3) Fibrosis basal kedua

paru. Gambaran linier atau linenodular yang retikular terutama di bagian basal kedua paru,

tampak pada gambaran foto thorak standar. Gambaran paru mungkin menimbulkan bercak

difus atau seperti sarang lebah. Kelainan ini bukan merupakan kelainan primer paru. 1

Fibrosis pada kulit dan organ lainnya termasuk pembuluh darah merupakan gambaran yang

sering ditemukan. Peningkatan matriks ekstraseluler pada dermis, terutama kolagen tipe I dan

III, yang disertai penipisan epidermis merupakan gambaran patologis yang khas pada

skleroderma sistemik. Seringkali gejala awal mengikuti fenomena Raynaud adalah edema

pada kedua tangan yang diseratai nyeri. Keterlibatan kulit juga meliputi pruritus, salt-pepper

appearance, teleangiektasis, kalsinosis, kontraktur dan pursed lip appearance.2,5,10

Fenomena Raynaud merupakan gejala yang dominan pada sklerosis sistemik. Menghindari

merokok dan udara dingin, serta menjaga tubuh tetap dalam keadaan hangat, biasanya cukup

efektif mengatasi fenomena Raynaud yang ringan dan sedang. Pada keadaan yang berat,

misalnya bila disertai ulkus pada ujung jari atau mengganggu aktivitas sehari-hari, dapat

digunakan vasodilator.2,8

Page 5: kasus vaskulopati

5

Penggunaan calcium channel blocker menyebabkan vasodilatasi arteriolar dan meningkatkan

aliran darah perifer. Obat golongan ini berguna pada pasien dengan fenomena Raynaud

karena teruji klinis memperbaiki frekuensi dan keparahan serangan iskemik. Selain itu obat

golongan ini juga memperbaiki perfusi dan gangguan fungsi miokard tahap awal. Penggunaan

nifedipin lepas lambat menunjukkan hasil yang baik dengan efek hipotensif yang tidak terlalu

besar. Efek samping obat yang biasanya ditemukan pada penggunaan dalam dosis besar antara

lain hipotensi, edema perifer dan sakit kepala. Obat golongan α1-adrenergic receptor

antagonist seperti Prazosin dapat digunakan dengan dosis 1-3 mg/hari. OPC-28326

merupakan selective α-adrenergic antagonist dengan kecenderungan ikatan pada subtipe

reseptor α(2C)-adrenergic, dengan dosis 10-40 mg obat ini dapat memperbaiki perfusi pada

kulit jari pasien dengan fenomena Raynaud.9.,8

Penggunaan analog prostasiklin selain dapat mengurangi vasospasme juga dapat menghambat

agregasi platelet dan aktivasi leukosit. Obat golongan ini digunakan secara luas sebagai terai

fenomena Raynaud. Penggunaaan infus iloprost (analog prostasiklin yang stabil) secara

intermiten memperbaik fenomena Raynaud pada pasien skleroderma dan menurunkan tingkat

keparahan dan frekuensi serangan. Penggunaan preparat oral tidak menunjukkan hasil yang

seefektif penggunaan preparat intravena. Iloprost diberikan perdrip dengan dosis

3ng/kgBB/menit, 5-8 jam/hari, selam 3 hari berturut-turut. Obat ini juga dapat digunakan

untuk mengobati ulkus pada jari.9-10

Vaskulopati pada skleroderma menyebabkan penebalan penebalan tunica intima arteri

iterlobular dan arcuata ginjal sehingga terjadi oenuruna perfusi ginjal yang diikuti injuri

endotel atau episode vasospasme arteriol ginjal. Penurunann perfusi ginjal menyebabkan

hiperplasia aparfatus juxtaglomerular dan meningkatkan produksi renin. Angiotensin-

converting enzyme inhibitors (ACE inhibitor) menghambat konversi angiotensin I menjadi

angiotensin II dan memperbaiki perfusi ginjal. Akan tetapi, ACE inhibitor tidak efektif untuk

fenomena Raynaud. Losartan, antagonis reseptor angiotensin II tipe I, efektif mengurangi

tingkat keparahan dan frekuensi serangan fenomena Raynaud. 9-10

Penggunaan phospodiesterase inhibitor seperti sildenafil dan tadalafil menunjukan efektivitas

dalam perbaikan fenomena Raynaud dan penyembuhan serta pencegahan ulkus pada jari.

Obat golongan ini bekerja pada jalur nitric oxide (NO), sehingga vasodilatasi yang dimediasi

NO berlangsung lebih panjang. Dosis rendah selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs)

juga digunakan karena dapat menhambat efek agregasi dan aktivasi trombosit. Diantara SSRI,

Page 6: kasus vaskulopati

6

fluoxetine ( Prozac, Symbyax, Sarafem) responnya baik dalam beberapa penelitian.

Penggunaan antagonis reseptor endotelin seperti bosentan berguna dalam mengurangi mean

pulmonary arterial pressure dan mengurangi frekuensi terbentuknya ulkus baru pada jari.

Namun tidak efektif pada fenomena Raynaud yang tidak didahului adanya ulkus pada jari.

Pemberian nitrogliserin topikal sebagai vasodilator juga dapat dilakukan. Aspirin dosis rendah

dan dipiridamol mencegah agregasi platelet. Terapi empiris jangka panjang dengan statin dan

antioksidan dapat memperlambat kerusakan dan obliterasi pembuluh darah. 9-10

Perawatan kulit sangat penting diperhatikan, terlebih bila sudah timbul ulkus. Pemberian

antibiotik dapat dipertimbangkan bila ada infeksi sekunder. Bila luka cukup dalam, mungkin

dibutuhkan perawatan secara bedah, nekrotomi, dan pemberian antibiotik parenteral.10

Page 7: kasus vaskulopati

7

ILUSTRASI KASUS

Nn. A, usia18 th berobat ke Poliklinik Penyakit Dalam RS FMC pada tanggal 14 Agustus

2015 dikirim dari Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin dengan keluhan utama jari-jari

tangan dingin bila cuaca dingin sejak 1 bulan sebelumnya. Pasien dikonsulkan dengan

diagnosa skleroderma. Awalnya 2 tahun yang lalu muncul bercak kehitaman dengan

konsistensi keras di lengan tangan kanan dan kiri, semakin meluas ke tangan, badan,

punggung, leher, dan wajah. Keadaan ini disertai kulit mengeras, mengkilat dan kering.

Tiga bulan kemudian bercak menjadi kemerahan dan kulit tangan dan wajah terasa tebal, jari-

jari tangan terasa kaku di pagi hari dan pucat hingga tampak biru bila cuaca dingin. Rambut

sering rontok, kulit wajah terasa merah bila terpapar sinar matahari. Bercak tidak disertai

dengan nyeri, gatal, maupun rasa panas. Perlahan-lahan bercak kemerahan berubah menjadi

bercak-bercak putih seukuran biji jagung tanpa disertai rasa gatal maupun baal dan kulit terasa

semakin keras dan sukar untuk dicubit, hal ini berlangsung selama 6 bulan berikutnya. Pasien

juga mengatakan terdapat kekakuan di sendi jari tangan dan kaki disertai nyeri tanpa bengkak.

Pasien mengalami penurunan berat badan sejak 1 tahun yang lalu, berat badan pasien

sebelumnya 65 kg, saat ini berat badan pasien 50 kg. Sejak 2 bulan SMRS pasien berobat

jalan di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin, pasien diberikan obat salep dan rutin kontrol

tiap bulan. Pasien merasakan rasa tebal dan kering di kulitnya berkurang, dan bercak-bercak

putih pada kulitnya perlahan memudar. Namun jari-jari pasien masih tetap terasa dingin bila

cuaca dingin, diikuti dengan perubahan warna tangan menjadi pucat kebiruan dan akan

kembali lagi menjadi warna merah muda seperti semula. Demam, sesak, nyeri dada tidak ada.

tidak ada mual, muntah, maupun nyeri menelan. Buang air kecil seperti biasa. Buang air kecil

keluar pasir, berbatu dan seperti cucian daging tidak ada. BAB mencret sejak 3 hari SMRS.

BAB cair tanpa ampas berwarna kuning kecokelatan, sehari 2-3 kali. Riwayat darah tinggi

tidak ada, riwayat merokok tidak ada.

Pasien memiliki riwayat alergi terhadap antibiotik golongan kloramfenikol bila pasien

menggunakan preparat ini maka akan timbul bengkak ada wajah, tidak ada riwayat asma. Di

keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti pasien. Pasien

merupakan anak tunggal dan tinggal bersama orangtuanya. Sehari-hari pasien bekerja sebagai

pegawai administratif.

Page 8: kasus vaskulopati

8

Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum yang baik, kesadaran kompos mentis,

tekanan darah 110/80 mmHg. Nadi 78x/menit, pernapasan 18x/menit, dan suhu 36, 3˚C. Berat

badan 50 kg dan tinggi badan 160 cm, konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak ikterik, jvp 5-2

cmH2O, dan tiroid tidak membesar. Mukosa mulut basah berwarna merah muda, gigi geligi

lengkap, faring tidak hiperemis. Kulit kering, terdapat indurasi, terdapat makula

hipopigmentasi dan hiperpigmentasi pada jari-jari tangan kanan dan kiri, kulit dada bagian

atas, leher, dan wajah. Ditemukan gambaran salt-pepper appearance pada kulit lengan kanan

dan kiri, dada bagian atas, punggung, leher dan wajah. Dinding dada simetris baik pada

keadaan statis maupun dinamis, tidak ada nyeri tekan pada dada, tidak ada penyempitan sela

iga, sonor pada perkusi, bunyi nafas vesikuler, tidak ada rongkhi dan wheezing. Ictus cordis

tidak terlihat, teraba pada ICS V linea midclavicula sinistra. Bunyi jantung I-II murni reguler,

murmur dan gallop tidak ada. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan permukaan datar,

supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba, timpani pada perkusi, dan bising usus

positif meningkat. Pada pemeriksaan ektremitas ditemui akral dingin, tampak pucat kebiruan,

CRT 3-4 detik, tidak ada edem. Terdapat pelebaran kapiler pada lipatan kuku jari-jari kiri dan

kanan, terdapat penebalan, penegangan dan pengerasan kulit yang simetrik pada kulit jari dan

kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal tangan kanan dan kiri, terdapat

pencekungan pada distal phalangeal juga terdapat nekrosis pada lipatan kuku digiti III manus

dextra.

Masalah yang ditegakkan saat ini adalah sebagai berikut:

1. Vaskulopati

2. Skleroderma

3. Gastroenteritis

Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan hemoglobin, leukosit, trombosit,

LED, ureum dan kreatinin serum, kapilaroskopi, biopsi kulit, EKG, Thorax foto, profil ANA.

Rencana terapi yang diberikan antara lain:

1. Nifedipin lepas lambat tab 30 mg 1x sehari

2. Aspirin tab 80 mg 1x sehari

3. Atorvastatin 10 mh 1x sehari

4. Prednison 5mg 2x sehari

5. Attapulgit tab 600 mg x 2 tablet setelah BAB

Page 9: kasus vaskulopati

9

Hindari kontak dengan udara dingin dengan menjaga badan tetap hangat, memakai sarung

tangan, baju hangat, mandi dengan air hangat, hindari kontak langsung dengan minuman

dingin dan makanan beku. Hindari stress sebagai pemicu emosional. Hindari obat yang dapat

menyebabkan vasokonstriksi.

Page 10: kasus vaskulopati

10

DISKUSI

Diagnosis vaskulopati ditegakkan dari anamnesis dan pemerisaan fisik. Dari anamnesis

didapatkan adanya keluhn jari tangan yang menjadi dingin apabila terpapar udara dingin.

Perubahan suhu jari tangan ini diikuti dengan perubahan warna jari-jari menjadi pucat,

membiru , dan kemudian kembali merah mda seperti warna awal. Perubahan yang terjadi pada

jari-jari pasien dapat dipikirkan sebagai fenomena Raynaud. Fenomena Raynaud adalah

perubahan warna yang episodik (palor,sianosis, eritema) yang terjadi sebagai respon terhadap

lingkungan yang dingin atau stress emosional. Walaupun perubahan yang spesifik umunya

terjadi pada jari tangan, tapi dapat juga mengenai ibu jari kaki, daun telinga, hidung dan lidah.

Fenomena Raynaud dapat dijumpai pada berbagai penyakit kolagen, yaitu 95% pada sklerosis

sistemik, 91% pada mixed connective tissues disease ( MCTD ) dan 40% pada

lupuseritematosus sistemik. Beratnya fenomena Raynaud pada skleroderma ditandai oleh

timbulnya ischemia jari yang akan diikuti oleh ulserasi dan gangren. Pada pemeriksaan di

temukan akral dingin, tampak pucat kebiruan, CRT 3-4 detik. Terdapat pelebaran kapiler pada

lipatan kuku jari-jari kiri dan kanan, terdapat pencekungan pada distal phalangeal juga

terdapat nekrosis pada lipatan kuku digiti III manus dextra. Akral dingin disertai CRT yang

memanjang disebabkan oleh buruknya perusi darah ke jaringan perifer akibat vasokonstriksi

yang disebabkan oleh vaskulopati. Pencekungan ada distal phalangeal dan adanya nekrosis

pada lipatan kuku digiti III menunjukkan beratnya iskemia yang terjadi.

Diagnosis skleroderma ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis

didapatkan adanya bercak kehitaman yang berubah warna menjadi kemerahan dan kemudian

menjadi makula hipopigmentasi dan hiperpigmentasi pada tangan yang diikuti dengan

penebalan kulit, kulit kering, dan keras yang menjalar hampir ke seluruh tubuh. Selain itu

pasien juga mengeluh adanya kekakuan sendi yang disertai nyeri dan penurunan berat badan.

Adanya keluhan BAB cair bisa dipikirkan sebagai bagian manifestasi gastrointestinal. Dari

pemeriksaan fisik ditemukan adanya indurasi, arthalgia, pelebaran kapiler pada lipatan kuku

jari-jari kiri dan kanan, terdapat penegangan dan pengerasan kulit yang simetrik pada kulit jari

dan kulit proksimal terhadap sendi metakarpofalangeal tangan kanan dan kiri, terdapat

pencekungan pada distal phalangeal, dan “salt and pepper” apperance. Berdasarkan American

Rheumatism Association (ARA), diagnosis skleroderma ditegakkan bila didapatkan 1 kriteria

mayor atau 2 atau lebih kriteria minor. Pada pasien ini didapatkan kriteria mayor yaitu

Page 11: kasus vaskulopati

11

skleroderma proksimal. Penyakit ini lebih sering menyerang usia 30-50 tahun dan dengan

prevalensi terbanyak perempuan 2-3 kali lebih beresiko daripada laki-laki. Meskipun kriteria

usia pasien tidak termasuk rentang usia berisiko, namun tidak menutup kemungkinan pasien

menderita penyakit ini karena jika dilihat dari jenis kelamin, pasien termasuk pada kelompok

yang beresiko menderita skleroderma.

Diagnosis gastroenteritis ditegakkan atas dasar BAB mencret sejak 3 hari SMRS. BAB cair

tanpa ampas berwarna kuning kecokelatan, sehari 2-3 kali dan disertai bising usus yang

meningkat.

Penatalaksanaan pada pasien sklerosis sistemik, dilakukan secara non farmakologik dan

farmakologik. Dibutuhkan edukasi tentang penyakit pada pasien dan keluarga, tentang

pentingnya perlindungan kulit untuk mengurangi gejala dari fenomena Raynaud, pengaturan

pola makan, menghindari makan makanan yang merangsang lambung, alkohol dan rokok,

serta mengurangi stres. Selain edukasi, teknik rehabilitasi seperti stretching, peningkatan

gerak yang berpengaruh terhadap kesembuhan dari sklerosis sistemik. Sebagai akibat dari

kronisitas sklerosis sistemik, dilaporkan meningkatnya rasa sakit, kelelahan, dan gangguan

fungsi fisik, seperti wajah dan perubahan tangan. Perubahan ini dapat mempengaruhi

hubungan sosial, menyebabkan masalah fungsional, dan mengubah keadaan pasien, yang

menyebabkan ketidakpuasan, sehingga mengurangi kualitas hidup.

Terapi farmakologi yang diberikan pada kasus ini yaitu nifedipin, aspirin, dan statin untuk

vaskulopati. Penggunaan nifedipin sebagai calcium channel blocker menyebabkan

vasodilatasi arteriolar dan meningkatkan aliran darah perifer. Obat golongan ini berguna pada

pasien dengan fenomena Raynaud karena teruji klinis memperbaiki frekuensi dan keparahan

serangan iskemik. Selain itu obat golongan ini juga memperbaiki perfusi dan gangguan fungsi

miokard tahap awal. Aspirin dosis rendah mencegah agregasi platelet. Terapi empiris jangka

panjang dengan statin dapat memperlambat kerusakan dan obliterasi pembuluh darah.

Prednison bertujuan sebagai imunomodulator agar perjalanan skleroderma tidak progresif.

Attapulgit digunakan sebagai pengeras feses untuk mengurangi keluhan gastroenteritis

sebagai manifestasi gastrointestinal dari skleroderma.

Pada perjalanannya, penyakit ini sangat mungkin melibatkan banyak organ, mulai dari kulit,

saluran cerna, paru, ginjal dan jantung. Saat ini pada kasus ini yang dikenai adalah kulit dan

saluran cerna, namun untuk mencegah terjadinya perburukan, dilakukan pemeriksaan secara

Page 12: kasus vaskulopati

12

berkala 3-6 bulan sekali. Angka harapan hidup 5 tahun penderita sklerosis sistemik adalah

sekitar 68%. Harapan hidup akan semakin pendek dengan luasnya kelainan kulit dan

banyaknya keterlibatan organ viseral. Pada kasus ini harapan hidup lebih buruk karena

merupakan sklerosis sistemik difus. Pada sklerosis sistemik difus, kematian biasanya terjadi

karena kelainan paru, jantung atau ginjal.

Page 13: kasus vaskulopati

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiyohadi B. Sklerosis sistemik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata K. Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 3. Ed ke-5. Jakarta:

Interna Publishing;2009.h.2620-7.

2. Varga J. Systemic Sclerosis (Scleroderma) and Related Disorders. In: Longo DL,

Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's principles of

internal medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill;2011.p.3570-6.

3. Varga J, Denton CP, Wigley FM. Scleroderma: From pathogenesis to comprehensive

management. New York: Springer;2012.p.229-33, 236, 313-23.

4. Khanna. Diagnosis & treatment of systemic and lcalized scleroderma. Expert Rev.

Dermatol. 2011;6(3): 287–302.

5. Abraham DJ, Krieg T, Distler J, Distler O. Overview of pathogenesis of systemic

sclerosis. Rheumatology.2009;48:iii3–iii7.

6. Huston KK, Stone JH, Wigley FM. Digital ischaemia and Raynaud’s phenomenon. In:

Ball GV, Fessler BJ, Bridges SL. Oxford textbook of vasculitis. 3 rd ed. Oxford: Oxford

University Press;2014.p.213-8.

7. Mayes MD. Systemic Sclerosis clinical features. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford L,

White PL. Primer on the rheumatic diseases. 13th ed. New York: Springer;2008.p.343-

7.

8. Creager MA, Perlstein TS, Halperin JL. Vasospasm and other related vascular disease:

Raynaud’s phenomenon. In: Creager MA, Beckman JA, Loscalzo J. Vascular

Medicine: A Companion to Braunwald's Heart Disease. 2nd ed.Philadelphia: Elsevier

Saunders;2013.p.587-90.

9. Roswati E. Scleroderma: A case report. CDK.2012;39(6):441-3.

10. Pattanaik D, Brown M, Postlewaite AE. Vascular involvement in systemic sclerosis

(scleroderma). Journal of Inflammation Research.2011;4:105-25.