kasus trauma multipel--tension pneumotoraks
-
Upload
laksmi-karim -
Category
Documents
-
view
471 -
download
14
description
Transcript of kasus trauma multipel--tension pneumotoraks
Skenario A
Dr. Madun, dokter di puskesmas rawat inap yang terletak di pinggir jalan lintas sumatera
sekitar 40 km dari Palembang. Puskesmas dilengkapi pelayanan UGD dengan fasilitas yang lengkap.
Suatu kecelakaan lalulintas terjadi sekitar 100 meter dari puskesmas. Mobil kijang pick- up
yang melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Tiang listrik terlihat bengkok dan bagian
depan mobil hancur, kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya penumpang mobil terlempar keluar
melalui kaca depan.
Dr. Madun yang mendengar tabrakan, langsung pergi ke tempat kejadian dengan membawa
peralatan tatalaksana trauma seadanya. Ditempat kejadiaan terlihat sang sopir, laki-laki 28 tahun
tergeletak dan merintih, mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada dan paha kanannya.
Melalui pemeriksaan sekilas, didapatkan gambaran:
- Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas, dan kesulitan bernafas
- Tanda vital: laju respirasi: 40x/menit, nadi:110x/menit;lemah, TD: 90/50 mmHg
- Wajah dan bibir terlihat kebiruan
- Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
- GCS: 13 (E:3, M:6, V:4)
Setelah melakukan penenganan seadanya, dr. Madun langsung membawa sang sopir ka UGD
Diketahui:
Kepala:
Terdapat luka lecet di dahi dan pelipis kanan, diameter 2-4 cm
Yang lain dalam batas normal
Leher:
Trakea bergeser ke kiri, vena jugularis distensi
Toraks:
Inspeksi
o Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi nafas 40x/menit
o Tampak memar disekitar dada kanan bawah sampai ke samping
Auskultasi
o Bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas
o Bunyi jantung terdengar jelas, cepat, frekuensi 110x/menit
Palpasi
o Nyeri tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping(lokasi memar)
o Krepitasi pada kosta 9,10,11 kanan depan
Perkusi
o Kanan hiper sonor, kiri sonor
Abdomen:
Inspeksi: dinding perut datar
Auskultasi: bising usus normal
Palpasi: nyeri tekan (-)
Ekstremitas:
Paha kanan:
o Inspeksi: tanpak deformitas, memer, hematom pada paha tengah kanan
o Palpasi: nyeri tekan
o ROM:
Pasif: limitasi gerakan
Aktif: limitasi gerakan
I. Klarifikasi Istilah
1. UGD(unit gawat darurat): salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan
penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam
kelangsungan hidupnya. Di UGD dapat ditemukan dokter dari berbagai spesialisasi
bersama sejumlah perawat dan juga asisten dokter
2. Trauma: luka/ cedera baik fisik atau psikis
3. Sesak: pernafasan yang sukar
4. Nyeri: perasaaan tidak enak(menderita) akibat rangsangan ujung saraf-saraf khusus
5. Bingung: orientasi terganggu dalam hal waktu, tempat, atau orang, kadang-kadang
disertai gangguan kesadaran
6. Cemas: perasaan ketakutan tanpa stimulus yang jelas, berkaitan dengan perubahan
fisiologis(takhikardia, berkeringat, dll)
7. Kebiruan: pewarnaan kulit dan mambran mukosa biru akibat inadekuat O2 di darah
8. Pucat: suatu keadaan kulit ketika kulit kekurangan perfusi O2 ke perifer tubuh
9. GCS: suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai status neurologis
10. Puskesmas dengan fasilistas lengkap: puskesmas yang memiliki UGD dengan
perlengkapan resusitasi serta tempat bedah sederhana, serta srana laboratorium
II. Identifikasi Masalah
1. Suatu kecelakaan lalulintas terjadi sekitar 100 meter dari puskesmas rawat inap yang
terletak di pinggir jalan lintas sumatera sekitar 40 km dari Palembang. Puskesmas
dilengkapi pelayanan UGD dengan fasilitas yang lengkap. Mobil kijang pick- up yang
melaju dengan kecepatan tinggi menabrak tiang listrik. Tiang listrik terlihat bengkok
dan bagian depan mobil hancur, kaca depan pecah. Sang sopir, satu-satunya
penumpang mobil terlempar keluar melalui kaca depan. Dr. Madun yang mendengar
tabrakan, langsung pergi ke tempat kejadian dengan membawa peralatan tatalaksana
trauma seadanya.
2. Seorang sopir, laki-laki 28 tahun (korban kecelakaan) tergeletak dan merintih,
mengeluh dadanya sesak, nyeri di dada dan paha kanannya.
3. Pemeriksaan Tanda vital: laju respirasi: 40x/menit, nadi:110x/menit;lemah, TD: 90/50
mmHg dan Kulit pucat, dingin, berkeringat dingin
4. Pemeriksaan GCS: 13 (E:3, M:6, V:4), Pasien sadar tapi terlihat bingung, cemas
5. Pemeriksaan Kepala: Terdapat luka lecet di dahi dan pelipis kanan, diameter 2-4 cm.
Wajah dan bibir terlihat kebiruan
6. Pemeriksaan Leher: Trakea bergeser ke kiri, vena jugularis distensi
7. Pemeriksaan Toraks: (korban kesulitan bernafas)
Inspeksi
o Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal, frekuensi nafas 40x/menit
o Tampak memar disekitar dada kanan bawah sampai ke samping
Auskultasi
o Bunyi nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas
o Bunyi jantung terdengar jelas, cepat, frekuensi 110x/menit
Palpasi
o Nyeri tekan pada dada kanan bawah, sampai ke samping(lokasi memar)
o Krepitasi pada kosta 9,10,11 kanan depan
Perkusi
o Kanan hiper sonor, kiri sonor
8. Pemeriksaan ekstremitas, paha kanan:
Paha kanan:
o Inspeksi: tanpak deformitas, memer, hematom pada paha tengah kanan
o Palpasi: nyeri tekan
o ROM:
Pasif: limitasi gerakan
Aktif: limitasi gerakan
III. Analisis Masalah
1a. Apa kriteria puskesmas dengan pelayanan UGD fasilitas lengkap?
Puskesmas yang memiliki fasilitas lengkap adalah:
a. Peralalatan medis berupa: peralatan operasi terbatas. Peralatan obstetri patologis,
peralatan resusitasi, peralatan vasektomi dan tubektomi
b. Layanan laboratorium: pemeriksaan darah, urin, dan fases, serta pemeriksaan gula
darah, trombosit, widal test, dan sekret(TB)
1b. Apa saja kemungkinan trauma yang terjadi pada kasus ini?
Kemungkinan trauma yang terjadi pada Tuan Sopir yaitu trauma kepala, trauma
thoraks dan trauma femur.
Namun apa bila dilihat dari mekanisme terjadi kecelakaan, korban mengalami
beberapa trauma:
a. Kemungkinan lutut membentur dasbord: fraktur patela dan atau luksasi sendi panggul,
fraktur femur
b. Kemungkinan benturan kaca mobil: trauma kepala, cedera otak, fraktur servikal
c. Dada terbentur kemudi: fraktur sternum, fraktur iga, cedera jantung, cedera paru.
d. Kepala terbentur kaca: trauma muka, trauma mata
e. Korban yang terlempar dari mobil ke aspal: fraktur servikal, fraktur vertebra, fraktur
lumbal dan semua jenis perlukaan dan meningkatkan mortalitas.
f. Kemungkinan trauma Benturan frontal lainya: fraktur sevikal, flail chest anterior,
kontusio mikard, pneumothorax, rupture aorta, rupture lien dan hepar, fraktur/dislokasi
coxae
1c. Bagaimana mekanisme trauma dalam kasus ini?
Trauma yang terjadi dalam kasus ini adalah trauma tumpul.
Mekanisme trauma bertujuan mencari cedera lain yang saat ini belum tampak dengan
mencari tahu:
a. Dimana posisi penderita saat kecelakaan: pengemudi
b. Posisi setelah kecelakaan: terlempar keluar, tergeletak di jalan
c. Kerusakan bag luar kendaraan: bag depan hancur, kaca depan pecah,
d. Kerusakan bag dalam mobil: tidak di jelaskan
e. Sabuk pengaman, jarak jatuh, ledakan dll: tidak di jelaskan
Dari skenario diketahui.
Mobil kijang pick-up melaju kencangnabrak tiang listrik sampai bengkokbagian
depan mobil hancur dan kaca depan pecah sopir terlempar keluar multipel
trauma(kemungkinan cedera seluruh tubuh)
1d. Apa saja peralatan saadanya dr. Madun ?
a. Peralatan
Pembalut biasa, Pembalut segitiga,
Kasa steril, Plester/Perban, Kapas
Tourniquet, Alat suntik
Alat-alat bedah sederhana
Tandu, Bidai
Masker
b. Obat-obatan
1. Obat-obat antiseptik
2. Obat-obat suntikan
3. Obat-obat oral
1e. Bagaimana prinsip tatalaksana kasus emergensi tersebut (saat ditempat kecelakaan)?
Perinsip tatalaksana kasus ini sesuai dengan inisial assesment pra- Rumah Sakit:
1. Triase: nilai keadaan umum pasien pasien sadar tapi bingung, nyeri dada, sesak
napas, tanda fraktur dan jejas di beberapa bagian tubuh
2. Primary survey: airway, breathing,circulation, disability, exposure
a. Airway
Nilai jalan nafas: tidak ada obstruksi(pasien dapat bicara, mengeluh daerah sakit),
gerakan udara pada hidung, mulut, pergerakan dada bersihkan jalan nafas dari
darah
b. Breathing
Nilai ventilasi dan oksigenasi, buka leher dan dada, observasi perubahan pola
pernapasan: tentukan laju dan dalam pernafasan, dan look, listen, feel (diketahui
tanda-tanda pneumotoraks) dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan
insersi jarum yang berukuran besar(needle thoraco syntesis) pada ICS 2 dilinea mid
clavikula
c. Circulation
Nilai TD, nadi, warna kulit dan sumber perdarahan.
Bersihkan dan Tutup luka di kepala dengan perban .
d. Disability
Niali GCS: 13 cedera otak sedang
e. Exposure
Berdasarkan pengamatan klinis diduga,
Fraktur femur: pasang bidai, apabila tidak ada bebat anggota gerak yang sakit ke
anggota gerak yang sehat.
Fraktur iga: diberi analgesik dosis rendah IV agar tidak nyeri sehingga
mempermudah pernafasan.
3. Nilai sementara, pindahkan ke tandu dengan metode “log Roll”, bawa ke UGD
puskesmas(100meter) dengan tandu.
2a. Mengapa sopir tersebut terlihat merintih (mekanisme)?
Kecelakaan lalu lintas benturan frontal dada menumbur setir trauma
tumpul pada thorax udara dari dalam paru-paru bocor ke rongga pleura udara
tidak dapat keluar lagi dari rongga pleura (one-way valve) tekanan intrapleural
meningkat paru-paru kolaps pertukaran udara tidak adekuat hipoksia
meningkatkan usaha pernafasan merintih
2b. Mengapa sopir tersebut mengeluh dada sesak (penyebab dan mekanisme)?
Kemungkinan penyebab:
a. Sesak nafas kardiak
b. Obstruksi jalan nafas
c. Sesak nafas pada prenkim paru difus
d. Emboli paru
e. Kelainan vaskular
f. Gangguan transport oksigen
g. Kelainan pleura dan mediastinum (pneumotoraks, hemotoraks, tension
pneumotoraks)
h. Fraktur pada costae
Mekanisme pada kasus:
Kecelakaan lalu lintas dada membentur stir dan dashboard trauma tumpul rongga
toraks Fraktur costae 9,10,11 udara dari dalam paru bocor ke dalam rongga pleura
udara tidak dapat keluar dari pleura (fenomena ventil) tekanan dalam pleura meningkat
paru kolaps pertukaran udara menjadi tidak adekuat hipoksia kesulitan
bernafas(dada sesak).
2c. Mengapa sopir tersebut mengeluh nyeri dada kanan (mekanisme)?
Kecelakaan lalu lintas trauma tumpul pada toraks fraktur iga 9, 10, 11
tulang iga menusuk pleura dan parenkim paru menekan saraf-saraf parietal nyeri.
Kecelakaan lalu lintas trauma tumpul pada dada kanannya pemindahan
Energi Kinetik ke jaringan kerusakan jaringan impuls nyeri pada jaringan yang
rusak nyeri pada dada kanan
2d. Mengapa sopir tersebut mengeluh nyeri paha kanan (penyebab dan mekanisme)?
Kemungkinan terdapat fraktur femur dapat berupa patahan transversal, oblik, spiral,
atau lebih dari dua fragmen. Fraktur dapat berupa fraktur terbuka atau tertutup. Untuk
tulang panjang terbagi dalam sepertiga proksimal, sepertiga tengah, dan sepertiga distal.
Pada kasus merupakan fraktur korpus femur tertutup.
Mekanisme pada kasus:
Trauma tumpul ( Kecelakaan lalu lintas) energi kinetik yang terbentuk sangat
besar eneri kinetik yang terbentuk berubah menjadi shockwave yang harus diterima
jaringan terjadi penekanan pada os. Femur Fraktur femur nyeri paha
3. Apa interpretasi pemeriksaan tanda vital dan kulit pucat, dingin, berkeringat dingin serta
Wajah dan bibir terlihat kebiruan?
Keadaan korban Keadaan normal Interpretasi Mekanisme
sadar tapi terlihat
bingung, cemas
Sadar sepenuhnya Penurunan
kesadaran
Hipoksia suplai O2 ke otak
berkurang gangguan fungsi otak
(delirium) penurunan kesadaran
delirium
Kesulitan bernafas Gangguan
pernapasan
Kecelakaan lalu lintas dada
menumbur setir trauma tumpul
pada thorax udara dari dalam paru-
paru bocor ke rongga pleura
udara tidak dapat keluar lagi dari
rongga pleura (one-way valve)
tekanan intrapleural meningkat
paru-paru kolaps pertukaran
udara tidak adekuat hipoksia
kesulitan bernafas
RR: 40x/menit 16 – 24 x / menit takipneu Hipoksia meningkatkan usaha
pernafasan laju respirasi
meningkat
TD: 90/50 mmHg 120/80 mmHg hipotensi Kecelakaan lalu lintas dada
menumbur setir trauma tumpul
pada thorax udara dari dalam
paru-paru bocor ke rongga pleura
udara tidak dapat keluar lagi dari
rongga pleura (one-way valve)
tekanan intrapleural meningkat
mediastinum terdorong ke arah
yang berlawanan menekan aliran
balik vena output jantung
menurun syok non hemoragik
hipotensi
Nadi 110x/menit 60-100 x / menit takikardia Cardiac output menurun
kompensasi jantung peningkatan
denyut jantung takikardia
Wajah dan bibir
terlihat kebiruan
Tidak biru Sianosis Hipoksia penurunan suplai O2
peningkatan kadar hemoglobin
yang tidak terikat dengan O2
hemoglobin tereduksi
diskolorisasi yang tampak pada
wajah dan bibir sebagai kebiruan
Kulit pucat, dingin,
dan berkeringat
dingin
Tidak pucat &
dingin
Kurang
perfusi O2
di perifer
Hipoksia penurunan perfusi O2
ke jaringan perifer kulit pucat,
dingin, berkeringat dingin.
Kesimpulannya, denyut nadi lebih dari 100, lemah, tekanan darah menurun, laju respirasi
40 kali, keadaan umum cemas dan bingung, keseluruhannya mengindikasikan bahwa
pasien dalam keadaan shock hemoragik kelas 3 dengan estimasi kehilangan darah 1500-
2000 ml (30%-40% volume darah) sehingga pada pasien ini perlu penggantian cairan
dengan kristaloid dan darah.
4. Apa interpretasi pemeriksaan GCS ?
Pada kasus
Normal Interpretasi
GCS
Eye
Motor
Verbal
13
3
6
4
15
4
6
5
Cedera kepala sedang
Bereaksi jika diperintah
Normal
Jawaban kacau
Keterangan :
E = 3 Mata bisa membuka dengan perintah suara
M = 6 Dapat menggerakkan anggota badannya sendiri berdasarkan perintah
V = 4 Pasien tampak bingung, disorientasi
5. Apa interpretasi pemeriksaan kepala?
Keadaan korban Keadaan normal Interpretasi Mekanisme
Luka lecet di dahi
dan pelipis kanan
2-4 cm
Tidak ada luka Terjadi perlukaan
pada bagian dahi
dan pelipis
Kecelakaan
benturan (trauma)
kapitis jaringan
kulit tergores
luka lecet pelipis
dan dahi
6. Apa interpretasi pemeriksaan leher ?
7. Apa interpretasi pemeriksaan toraks ?
Keadaan korban Keadaan
normal
Interpretasi Mekanisme
Inspeksi:
- Gerakan
dinding dada
asimetris,
kanan
tertinggal
Simetris
Tidak ada
memar
Ada gangguan
pertukaran O2 di
paru-paru
Adanya dilatasi
pembuluh darah,
karena benturan
Trauma dada fraktur
costae 9, 10, 11
memar disekitar dada
kanan bawah sampai
samping Dan tulang
costae menusuk pleura
dan parenkim paru
Keadaan korban Keadaan normal interpretasi Mekanisme
Trakea bergeser
ke kiri
Trakea di tengah Ada sesuatu
yang
mendorong
trakea
Trauma tumpul
mengenai thoraks fraktur
iga tension
pneumothoraks kanan
udara dirongga pleural
peningkatan tekanan intra
pleural trakea bergeser
kekiri
JVP ↑ (Distensi
vena jugularis)
JVP 5-2 Ada yang
menghalangi
venous
retrun
Trauma tumpul
mengenai thoraks
fraktur iga tension
pneumothoraks kanan
udara dirongga pleural
peningkatan tekanan intra
pleural menghambat
venous retrun distensi
vena jugularis
- Tampak
memar
disekitar dada
kanan bawah
sampai ke
samping
fenomena “ one way
valve” gangguan
ekspansi paru kanan
gerakan dinding dada
tidak simetris
Auskultasi
- Bunyi nafas
kanan
melemah,
bising nafas
kiri terdengar
jelas
- Bunyi
jantung
terdengar
jelas, cepat,
frekuensi
110x/menit
Bunyi nafas
kiri dan kanan
sama
Bunyi jantung
terdengar
jelas, sedang,
frekuensi 60-
100x/menit
Terjadi gangguan
ventilasi
(penurunan bunyi
nafas pada daerah
trauma)
Jantung berusaha
memompa keras,
takhikardia
Fenomena “one way
valve” ↑ tekanan
intrapleura paru-paru
kanan kolepsbising
kanan<kiri
Aliran darah ke jantung
tidak adekuat jantung
berusaha memompa
lebih kuat dan cepat
Palpasi
- Nyeri tekan
pada dada
kanan bawah,
sampai ke
samping(loka
si memar)
- Krepitasi
pada kosta
9,10,11 kanan
Tidak nyeri
tekan
Tidak ada
krepitasi
Frakture costae,
tanda trauma dada
Fraktur costae
Kecelakaan lalu lintas
trauma tumpul pada
toraks fraktur iga 9,
10, 11 krepitasi iga
9,10,11 Dan tulang iga
tersebut menusuk pleura
dan parenkim paru
menekan saraf-saraf
parietal nyeri.
depan
Perkusi
- Kanan
hipersonor,
kiri sonor
Keduanya
sonor
Kanan lebih
banyak udara dari
kiri
Fenomena “one way
valve” udara masuk
ketika inspirasi tapi
tidak dapat keluar dan
terperangkat di parietal
saat ekspirasi udara
menumpuk menekan
paru jika diperkusi
hipersonor
Kesimpulan pemeriksaan toraks:
Terdapat tanda- tanda tension pneumotoraks, yaitu: nyeri dada, distres pernafasan,
takikardi, hipotensi deviasi trakea, hilangnya suara paru pada satu sisi yng terkena
trauma, perkusi hipersonor dan distensi vena jugularis,
8. Apa interpretasi pemeriksaan ekstremitas?
Keadaan korban Keadaan
normal
Interpretasi Mekanisme
Inspeksi:
tanpak deformitas,
memer, hematom
pada paha tengah
kanan
Tidak ada
deformitas
, memar
dan
hematom
Tanda- tanda
terjadi fraktur
femur
Trauma tumpul ( Kecelakaan lalu lintas) energi kinetik yang terbentuk sangat besar eneri kinetik yang terbentuk berubah menjadi shockwave yang harus diterima jaringan terjadi penekanan pada os. Femur Fraktur femur Deformitas paha; trauma pembuluh darah sekitar femur pecah hematom dan memar(perdarahan tertutup); fraktur femur mengenai saraf-saraf sekitar femur nyeri paha kanan;; fraktur, hematom & memar, nyeri gerakan ROM terbatas baik yang dibantu gerak atau gerak spontan
Palpasi:
nyeri tekan Tidak ada
nyeri tekan
Fraktur femur
ROM:
Pasif: limitasi
gerakan
Aktif: limitasi
gerakan
Tidak ada
limitasi
gerakan
Gangguan gerak
(fraktur femur)
;
9. Apa saja DD kasus ini?
KONDISI PENILAIAN
Tension
pneumothorax
• Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive
hemothorax
• ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh
dan lemah
• EKG abnormal
Bising nafas(+)
10. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?
Anamnesis
1. Keluhan utama : merintih, dada sesak, nyeri di dada dan paha kanan
2. Pemeriksaan sekilas :
a. Pasien sadar tapi telihat bingung, cemas dan kesulitan bernapas
b. Tanda vital : laju repirasi 40x/menit, nadi 110x/menit;lemah, TD 90/50 mmHg
c. Wajah dan bibir terlihat kebiruan
d. Kulit pucat, dingin, berkeringatdingin
e. GCS : 13 (E:3, M:6, V:4)
3. Mekanisme trauma : trauma tumpul di dada sebelah kanan dan paha kenan
menyebabkan terjdai fraktur costae 9,10,11, dan fraktur di os. Femur.
Pemeriksan fisik
I. Kepala : luka lecet di dahi dan pelipis kanan, diameter = 2-4 cm, yang lain dalam bats
normal
II. Leher : jejas tidak ada, JVP meningkat, trachea bergeser ke kiri
III. Thorax :
a) Inspeksi : gerakan dinding dada asimetris, paru kanan tertinggal, RR = 40x/menit, ada
memar disekitar dada kanan bawah sampai ke samping
b) Auskultasi : suara nafas kanan melemah, bising nafas kiri terdengar jelas, bunyi jantung
terdengar jela, cepat, HR = 110x/menit
c) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada kanan bawah sampai samping, krepitasi pada costae
9, 10 11 kanan depan
d) Perkusi : kanan hiprsonor, kiri sonor
IV. Abdomen
a) Inspeksi : Dinding perut datar
b) Auskultasi : bising usus normal
c) Palpasi : nyeri tekan tidak ada
V. Ekstremitas
a) Inspeksi : deformitas, memar, dan hematoma pada paha tengah kanan
b) Palpasi : nyeri tekan paha tengah kanan
c) ROM : pasif limitasi gerakan, aktif limitasi gerakan
Dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan sekilas didapatkan tanda kegawatan, tension
pneumotoraks: nyeri dada, distres pernafasan, takikardi, hipotensi deviasi trakea, hilangnya
suara paru pada satu sisi yng terkena trauma, perkusi hipersonor dan distensi vena
jugularis, disertai sianosis. Didapatkan juga syok, fraktur iga dan fraktur femur, perdarahan
femur tertutup, perdarahab pelipis dan dahi terbuka.
Pemeriksaan tambahan
A. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan laboratorium darah rutin : Hb, RBC, WBC, gol. darah
- Analisis gas darah
B. Pemeriksaan Radiologi radiologi Thorax dan femur-pelvis
C. CT Scan kepala untuk memastikan kondisi cedera kepala
D. EKG memastikan jantung tidak terganggu
11. Apa WD kasus ini?
Tension pneumothorax
DEFINISI
Pneumothoraks adalah akumulasi udara di dalam rongga pleura dengan kolaps paru
sekunder.
Tension pneumothorax adalah kegawatdaruratan medis dimana udara semakin
berakumulasi di dalam rongga pleura setiap kali bernapas.
EPIDEMIOLOGI
Insidensi tension pneumothorax di luar rumah sakit sulit untuk ditentukan.
Dari 2000 insidens yang dilaporkan ke Australian Incident Monitoring Study (AIMS), 17
merupakan penderita atau suspect penumothorax, dan 4 diantaranya didiagnosis sebagai
tension pneumothorax. Data militer menunjukan bahwa lebih dari 5% korban pertemburan
dengan trauma dada mempunyai tension pneumothorax saat kematian.
ETIOLOGI
Pneumothoraks Spontan Primer (PSP)
- Tidak ada riwayat penyakit paru sebelumnya
- Tidak ada riwayat trauma
- Biasanya terjadi pada umur 18-40 tahun
- Biasanya terjadi saat istirahat
Pneumothoraks Spontan Sekunder (PSS)
Karena penyakit paru yang mendasari (TB, PPOK, Asma bronchial, Pneumonia, tumor
paru, dll)
Pneumothoraks Traumatik Iatrogenik
- Karena komplikasi tindakan medis (penggunaan ventilator)
- Aksidental (tidak sengaja) pada parasentesis dada, biopsy pleura, barotraumas, dll
- Artifisial (sengaja) seperti mengisi udara pada cavitas pleura, ex; pada terapi Tb
Pneumothoraks Traumatik Bukan Iatrogenik
Karena jejas kecelakaan, ex; jejas dinding dada baik terbuka maupun tertutup, barotraumas,
dll.
MANIFESTASI KLINIS
- Sesak nafas
- Nyeri dada
- Takikardia
- Takipneu
- Perkusi hipersonor
- Suara nafas lemah sampai hilang
- Penurunan kesadaran
- Trakea terdorong (deviasi trakea)
- Distensi vena leher
- Hipotensi
- Sianosis
Fraktur Femur
DEFINISI
Rusaknya kontinuitas tulang paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis.
ETIOLOGI
Kecelakaan lalu lintas, jatuh pada tempat yang tidak tinggi, terpeleset di kamar mandi
dimana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Sering terjadi pada usia 60 tahun ke atas,
biasanya tulang bersifat osteoporotik, pada pasien awal menopause, alkoholism, merokok,
berat badan rendah, terapi steroid, phenytoin, dan jarang berolahraga, merupakan trauma
high energy
Fraktur Iga
DEFINISI
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
sistem pernafasan. (Azzilzah, 2010)
Fraktur iga yaitu retak atau rusaknya struktur tulang iga. Fraktur pada iga (costae)
merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada.
(Smeltzer dan Bare, 2001
ETIOLOGI
Penyebab tersering, biasanya akibat kecelakaan lalulintas, Trauma tumpul
kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau
akibat perkelahian.
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis cedera dinding dada ini tergantung dari akibatnya terhadap fungsi
respirasi dan kardiovaskuler; fraktur tulang iga sederhana yang dialami oleh penderita
trauma toraks dengan penurunan faal paru mungkin akan mengakibatkan gangguan fungsi
respirasi dan kardiovaskuler yang cukup berat.
Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada, adanya gerakan paradoksal,
tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : sianosis, tachypnea, Kadang akan tampak ketakutan
dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri.
Syok
DEFINISI
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan
pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
memadai. Syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel
maupun jaringan.
ETIOLOGI
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah
yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah
(misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Syok bisa disebabkan oleh:
* Perdarahan (syok hipovolemik)
* Dehidrasi (syok hipovolemik)
* Serangan jantung (syok kardiogenik)
* Gagal jantung (syok kardiogenik)
* Trauma atau cedera berat
* Infeksi (syok septik)
* Reaksi alergi (syok anafilaktik)
* Cedera tulang belakang (syok neurogenik)
* Sindroma syok toksik.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul tergantung kepada penyebab dan jenis syok.
Gejalanya bisa berupa:
- gelisah,
- bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan,
- nyeri dada,
- linglung,
- kulit lembab dan dingin,
- pembentukan air kemih berkurang atau sama sekali tidak terbentuk air kemih,
- pusing,
- pingsan,
- tekanan darah rendah,
- pucat,
- keringat berlebihan, kulit lembab,
- denyut nadi yang cepat,
- pernapasan dangkal,
- tidak sadarkan diri,
- lemah.
12. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
Setelah dilakukan primary survey dan di bawa ke UGD puskesmas maka dilanjutkan
dengan:
1. Resusitasi:
a. Airway: jaga jalan nafas agar tetap lancar (jaw thrust atau chin lift), atau pasang
naso-pharyngeal airway.
b. Brething/ventilasi/oksigenisasi: berikan oksigen, bila tanpa intubasi sebaiknya
oksigen diberikan dengan face-mask. Pemakaian pulse oximeter baik untuk
menilai saturasi O2 yang adekuat. Untuk tension pneumotoraks yg sudah jadi
simpel pneumotoraks pasang WSD jika tersedia.
c. Circulation(dengan kontrol perdarahan): setelah perdarahan terbuka di
atasi(bebat tekan pada kepala), perdarahan tertutup pada pahadikurangi dengan
meninggikan kaki dari jantung(kaki digantung), tapi tetap memperhatikan aliran
ke ujung kaki agar tidak terjadi iskemik dan kematian jaringan. Terdapat
gangguan sirkulasi(diduga syok stage 3) : pemberian cairan kristaloid (ringer
lactat)IV dan kateter Urin untuk monitoring perfusi ginjal dan hemodinamika
pasien terkait syoknya. Jaga suhu tubuh jangan sampai hipotermi.
2. Kirim ke RSMH Palembang dengan ambulan disertai dengan tenaga
kesehatan(dokter atau paramedis)
Lanjutkan tatalaksana yang sudah dilakukan di UGD selama dalam perjalanan
dengan mobil ambulan dan sediakan cadangan infus, obat-obatan serta alat
resusitasi lainya, sambil terus dimonitoring oleh tenaga medis yang mendampingi
13. Bagaimana prognosis kasus ini?
Dubia et bonam
Jika diterapi (primary survey dan resusitasi) dengan tepat dan segera dirujuk sehingga
mendapat penanganan yang lebih lengkap dan tepat(di operasi dan pemulihan kembai
mencegah kecacatan)
14. Apa komplikasi kasus ini?
Komplikasi :
- Infeksi
- Emboli
- Kematian
- Syok
o Disfungsi atau gagal multi organ
o Sekuele akibat gagal multi organ atau akibat hipoperfusi yang berkepanjangan
o Kematian
- Tension Pneumothoraks
o Kegagalan respirasi akut
o Pio-pneumotoraks
o Henti jantung paru
o Kematian
- Fraktur iga dan Fraktur femur
o Shock
o Fat embolism
o Knee stiffness
o Non-union
15. Apa KDU kasus ini?
KDU: 3B
IV. Hipotesis
Sopir, laki-laki 28 tahun mengalami multipel trauma yang menyebabkan gangguan tension
pneumotoraks, fraktur iga dan femur tertutup, disertai syok.
V. Kerangka Konsep
Kecelakaan lalulintas
Sopir terbentur dan terlempar keluar
Multipel trauma
Fraktur iga (coste 9,10,11)
Fraktur femur
Tulang coste menusuk pleura dan parenkim paru
Fenomena “one way valve”: udara masuk ke paru tidak dapat keluar lagi. (tension pneumotoraks)
↑ tekanan intrapleura
Paru-paru koleps
Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat
Deviasi trakea ke kiri
Hambatan “venous retrun”
↑ JVP Hipotensi ↓ CO 2
Syok
Rangsangan nosiseptor di pleura parietal
Kontusio paru
Nyeri di dada kanan
Tekanan saraf di daerah femur
Nyeri tekan di paha
- terdapat krepitasi - tampak deformitas -limitasi gerakan ( aktif dan pasif)
Pembuluh darah pecah
Hematom Memar
VI. LI
1. Anatomi kepala, leher, toraks, abdomen, ekstremitas
ANATOMI YANG BERKAITAN KASUS
a. Kepala
Tulang-tulang tengkorak os. frontal, os. parietal, os. temporal, os. ethmoidal, os.
sphenoidal, os. occipital.
Pada kasus anatomi yang terlibat dahi (frontal) dan pelipis (temporal).
b. Leher
Trakea dan vena jugularis.
c. Thorax
Rongga thoraks dibatasi oleh iga-iga yang bersatu dibagian belakang pada vertebra
thorakalis dan di depan pada sternum.
Dibentuk oleh dinding dada, dasar torak dan isi rongga torak.
Dinding dada tulang (tulang iga, sternum, kolumna vertebralis) dan jaringan
lunak (cartilago costa, otot-otot, pembuluh darah).
Dasar toraks dibentuk oleh otot diafragma yang dipersyarafi nervus frenikus.
Diafragma mempunyai lubang untuk jalan Aorta, Vena Cava Inferior serta
esofagus
Isi Rongga Torak :
Trakea
Paru-paru
Paru-paru dilapisi oleh pleura, dimana pleura terdiri atas:
- Pleura parietal
- Pleura viseral
Antara pleura viseral dan parietal terdapat suatu cavitas/rongga pleura.
Rongga pleura normalnya mengandung sedikit cairan jaringan, cairan
pleura yang berfungsi memungkinkan kedua lapisan pleura bergesekan
minimal waktu bergerak.
Jantung
Pembuluh darah besar aorta (aorta ascenden, arkus aorta, aorta descenden),
vena (v. cava superior, v. bronchocephalica, v. Azigos, v. Pulmonalis)
d. Abdomen
Organ-organ viseral abdomen ditinjau berdasarkan region abdomen:
Abdomen kanan atas kandung empedu, hati, duodenum, pankreas, epigastrium
lambung, pankreas, paru, kolon.
Abdomen kiri atas Limpa, kolon, ginjal, pankreas, paru.
Abdomen kanan bawah Apendiks, adneksa, sekum, ileum, ureter.
Abdomen kiri bawah kolon, adneksa, ureter, suprapubik Buli-buli, uterus, usus
halus, periumbilikal usus halus, pinggang/punggung pankreas, aorta, ginjal.
e. Ekstremitas – tungkai atas (paha kanan)
Terdiri atas tulang (os. coxae, os femur), otot-otot (m. Sartorius, m. Iliacus, m. Psoas, m.
Pectineus, m. Quadriceps femoris, m. Rectus femoris, m. Vastus lateralis, medialis,
intermedius, m. Gracillis, m. Adductor longus, m. Adductor brevis, m. Adductor magnus,
m. Obturatorius eksternus, , m. Biceps femoralis)
2. Fisiology pernafasan
Fisiologi Pernafasan
Nasal
Cavum nasi mempunyai fungsi agar tetap menyediakan saluran aliran udara walaupun mulut
terisi oleh makanan. Di dalam cavum nasi ini, udara akan dibersihkan. Vestibulum yang
dilapisi silia akan menangkap partikel-partikel besar yang terkandung dalam udara.
Septum nasi dan concha nasalis berperan untuk memperluas permukaan dari cavum nasi dan
membuat aliran udara di dalamnya turbulen yang makin meningkatkan kontak udara dengan
membran mukosa yang melapisinya.membran mukosa ini dilapisi epitel kolumner berlapis
bersilia dan sel goblet yang menghasilkan sekresi mukus. Mukus ini akan menjebak partikel
debris dan menyapunya ke pharynx, dimana kemudian akan dieliminasi di sistem digestivus.
Cavum nasi juga berfungsi sebagai penghangat udara. Kelembaban didapat dari epithelium
mukosa dan kelebihan air mata yang dialirkan ke cavum nasi melalui ductus lacrimalis
manambah kelembaban udara sendiri. Udara yang hangat akan mencegah kerusakan saluran
pernapasan dibanding udara yang dingin.
Epitel olfactorius sendiri merupakan organ sensorik sebagai penghidu dan terletak pada
bagian paling superior dari cavum nasi. Cavum nasi dan sinus-sinus paranasal juga turut
berperan sebagai ruang resonansi saat berbicara.
Larynx
Laring mempunyai tiga fungsi penting. Cartilago thyroid dan cricoid berfungsi untuk
membuka jalan pergerakan aliran udara. Epiglottis dan plica vestibular mencegah material
yang akan ditelan masuk ke dalam larynx. Plica vocalis adalah sumber utama produksi suara.
Udara selama ekspirasi bergerak melewati plica vocalis sehingga menggetarkan dan
memproduksi suara.
PERCABANGAN TracheOBRONCHIAL
Dilihat dari fungsinya, tracheobronchial dibagi menjadi dua zona, yaitu zona konduksi dan
zona pernapasan.
Zona konduksi berfungsi sebagai saluran pernapasan yang dilapisi oleh epitel dan membantu
menghilangkan debris yang ada di dalam udaradan mengeluarkannya dari saluran
tracheobronchial. Bronchus dilapisi oleh epitel kolumner berlapis bersilia. Pada bronchioles
yang lebih besar dilapisi oleh epitel kolumner selapis bersilia yang kemudian akan berubah
menjadi epitel kuboid pada bronchioles terminalis. Epitel di dalam zona konduksi ini
berpungsi sebagaiseskaltor mukus-silia yang menangkap debris dan membuangnya dari
sistem pernapasan.
Zona pernapasan atau respiratorius tersusun dari bronchiolus terminalis dan alveoli yang
merupakan tempat pertukaran udara dan darah. Bronchus terminalis terbagi menjadi
bronchiolus respiratorius yang lebih kecil dan terdapat alveoli di ujungnya. Bronchiolus
respiratorius akan membesar menjadi ductus alveolus yang bercabang-cabang sehingga
memperbanyak jalan keluar menuju alveoli. Ductus alveolus berakhir menjadi dua sampai
tiga saccus alveoli.
PULMO
Luas permukaan pulmo yang luas, yang hanya dipisahkan oleh membran tipis dari sistem
sirkulasi, secara teoritis mengakibatkan seseorang mudah terserang oleh masuknya benda
asing (debris) dan bakteri yang masuk bersama udara inspirasi. Padahal seharusnya saluran
respirasi bagian bawah dalam keadaan normal adalah steril. Terdapat beberapa mekanisme
pertahanan yang mempertahankan sterilitas ini. Terdapat refleks menelan atau refleks muntah
yang mencegah masuknya makanan atau cairan ke dalam trachea, dan kerja mukosiliaris yang
menjebak debris dan bakteri kemudian memindahkannya ke oesophagus. Selanjutnya, lapisan
mukus yang mengandung faktor-faktor yang mungkin efektif sebagai pertahanan, yaitu
immunoglobulin (terutama IgA), PMNs, interferon, dan antibodi spesifik. Refleks batuk
merupakan suatu mekanisme lain yang lebih kuat untuk mendorong sekresi ke atas sehingga
dapat ditelan atau dikeluarkan.
Makrofag alveolar merupakan pertahanan yang paling akhir dan paling penting terhadap
invasi bakteri ke dalam pulmo. Makrofag alveolar merupakan sel fagositik dengan ciri-ciri
khas dapat bermigrasi dan mempunyai sifat enzimatik, Sel ini bergerak bebas pada
permukaan alveolus dan meliputi serta menelan benda atau bakteri. Sesudah meliputi partikel
mikroba maka enzim litik yang terdapat dalam makrofag akan membunuh dan mencernakan
mikroorganisme tersebut tanpa menimbulkan reaksi peradangan yang nyata.
Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-
jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga
stadium.
1. Stadium ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan ke luar pulmo.
2. Stadium transportasi, yang terdiri dari beberapa aspek :
difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler pulmo (respirasi eksterna) dan antara darah
sistemik dan selsel jaringan;
distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan penyesuaiannVa dengan distribusi udara dalam
alveolus-alveolus;
reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida dengan darah.
3. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir dari respirasi. Selama respirasi
ini metabolit dioksidasi untuk mendapatkan energi, dan karbon dioksida terbentuk sebagai
sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh pulmo.
VENTILASI
Udara bergerak masuk dan keluar dari pulmo karena selisih tekanan yang terdapat antara
atmosfer dan alveolus oleh kerja mekanik otot-otot. Dinding thorax berfungsi sebagai
hembusan. Selama inspirasi, volume thorax bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat akibat kontraksi beberapa otot.
M. sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan m. serratus, m. scalenus, serta m.
intercostalis externus berperan mengangkat iga. Thorax membesar dalam tiga arah :
anteroposterior, lateral, dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan
tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar
-8 mmHg bila pulmo mengembang pada waktu inspirasi. Pada saat yang sama tekanan
intrapulmonal atau tekanan saluran udara menurun sampai sekitar -2 mm Hg (relatif terhadap
tekanan atmosfer) dari 0 mm Hg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara saluran
udara dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam pulmo sampai tekanan saluran
udara pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan atmosfer (760 mmHg).
Volume udara respirasi adalah sekitar 6 L yaitu 500 mL dikalikan sekitar 12 frekuensi napas
per menit. Ventilasi alveolar adalah udara yang masuk ke dalam alveoli per menit (tidak
termasuk ruang mati anatomi) yaitu jumlah frekuensi napas per menit dikalikan volume total
per menit yang sudah dikurangi volume ruang mati fisiologi.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada
dan pulmo. Pada waktu m. intercostalis externus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas ke dalam rongga thorax, menyebabkan volume thorax berkurang, m.
interkostalis internus dapat menekan iga ke bawah dan ke dalam dengan kuat pada waktu
ekspirasi kuat dan aktif, batuk, muntah, atau defekasi. Selain itu otot-otot abdomen mungkin
berkontraksi sehingga tekanan intra abdominal membesar dan menekan diafragma ke atas.
Pengurangan volume thorax ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan
intrapulmonal. Tekanan intrapulmonal sekarang meningkat sampai sekitar I sampai 2 mmHg
di atas tekanan atmosfer. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer sekarang terbalik
sehingga udara mengalir ke luar dari pulmo sampai tekanan saluran udara dan tekanan
atmosfer sama kembali pada akhir ekspirasi. Perhatikan bahwa tekanan intrapleura selalu di
bawah tekanan atmosfer selama siklus respirasi. Perubahan pada ventilasi dapat diperkirakan
dengan tes fungsional pulmo.
DIFUSI
Proses difusi gas-gas melintasi membran antara alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang
dari 0.5 um). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfer pada permukaan laut besarnya
sekitar 149 mmHg (21 persen dari 760 mmHg). Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai
pada alveolus maka tekanan parsial ini mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg.
Penurunan tekanan parsial ini diperkirakan atas dasar fakta bahwa udara inspirasi tercampur
dengan udara dalam ruang rugi anatomis saluran udara, dan dengan uap air. Ruang rugi
anatomis ini dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat
badan (150 ml/150 lb pria). Hanya udara bersih yang sampai ke alveolus yang merupakan
ventilasi efektif. Tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PV O2) dalam kapiler
pulmo besarnya sekitar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih
rendah daripada tekanan dalam alveolus (Pal O2 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat dengan
mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Selisih tekanan CO2 antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah (6 mmHg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus.
Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, di mana konsentrasinya pada
hakekatnya nol. Selisih CO2 antara darah dan alveolus memang kecil sekali tapi cukup
karena dapat berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan oksigen, melintasi
membran alveolus-kapiler karena daya larutnya yang lebih besar.
3. Fraktur Femur dan Iga
FRAKTUR FEMUR
a. Definisi
Fraktur yang terjadi pada tulang femur.
Mekanisme trauma yang berkaitan dengan terjadinya fraktur pada femur antara lain:
(I) pada jenis Femoral Neck fraktur karena kecelakaan lalu lintas, jatuh pada tempat yang tidak tinggi,
terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Sering terjadi pada usia 60
tahun ke atas, biasanya tulang bersifat osteoporotik, pada pasien awal menopause, alkoholism,
merokok, berat badan rendah, terapi steroid, phenytoin, dan jarang berolahraga, merupakan trauma
high energy;
(2) Femoral Trochanteric fraktur karena trauma langsung atau trauma yang bersifat memuntir;
(3) Femoral Shaft fraktur terjadi apabila pasien jatuh dalam posisi kaki melekat pada dasar disertai
putaran yang diteruskan ke femur. Fraktur bisa bersifat transversal atau oblik karena trauma langsung
atau angulasi. Fraktur patologis biasanya terjadi akibat metastasis tumor ganas. Bisa disertai
perdarahan masif sehingga berakibat syok
b. Ruang lingkup
Fraktur tulang femur terdiri atas: Femoral Head fracture, Femoral Neck fracture, Intertrochanteric
fracture, Subtrochanteric fracture, Femoral Shaft fracture, Supracondylar/Intercondylar Femoral
fracture (Distal Femoral fracture)
Femoral Head fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pipkin: (1) Tipe 1: fraktur dibawah fovea; (2) Tipe 2: fraktur diatas fovea; (3)
Tipe 3: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur femoral neck; (4) Tipe 4: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur
acetabulum
Femoral Neck fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pauwel: (1) Tipe 1: sudut inklinasi garis fraktur <30°; (2) Tipe 2: sudut
inklinasi garis fraktur 30-50°; (3) Tipe 3 : sudut inklinasi garis fraktur > 70°
Berdasarkan klasifikasi Garden: (1) Garden 1: Fraktur inkomplet atau tipe abduksi/valgus atau
impaksi; (2) Garden 2: fraktur lengkap, tidak ada pergeseran; (3) Garden 3: fraktur lengkap, disertai
pergeseran tapi masih ada perlekatan atau inkomplet disertai pergeseran tipe varus; (4) Garden 4:
Fraktur lengkap disertai pergeseran penuh
Trochanteric fraktur
Diklasifikasikan menjadi 4 tipe (1) Tipe 1: fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa
pergeseran; (2) Tipe 2: fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran trokanter minor; (3) Tipe
3: fraktur disertai fraktur komunitif; (4) Tipe 4: fraktur disertai fraktur spiral
Femoral Shaft fraktur
Klasifikasi OTA: (1) Tipe A: Simple fraktur, antara lain fraktur spiral, oblik, transversal; (2) Tipe B:
wedge/butterfly comminution fraktur; (3) Tipe C: Segmental communition
Klasifikasi Winquist-Hansen: (1) Type 0: no communition; (2) Tipe 1: 25% butterfly; (3) Tipe 2: 25-
50% butterfly; (4) Tipe 3: >50% communition; (5) tipe segmental ; (6) Tipe 5 : segmental dengan bone
loss
Supracondylar/Intercondylar Femoral fraktur (Distal Femoral fraktur)
Klasifikasi Neer, Grantham, Shelton (1) Tipe 1: fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk 1; (2) Tipe
II A : fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafise (bentuk Y); Tipe II B : bagian
metafise lebih kecil; (3) fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler tidak total
Untuk penegakkan diagnosis diperlukan diperlukan pemeriksaan fisik. Pada fraktur tipe femoral neck
dan trochanteric, ditemukan pemendekkan dan rotasi eksternal. Selain itu ditemukan nyeri dan
bengkak. Juga dinilai gangguan sensoris daerah jari I dan II, juga pulsasi arteri distal. Untuk
pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen posisi anteroposterior dan lateral. Sedangkan
pemeriksaan laboratorium antara lain hemoglobin, leukosit, trombosit, CT, BT.
c. Indikasi Operasi
Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia baru lahir hingga
2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun dilakukan pemasangan thomas
splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica.
Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica gips.
Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary nails atau plate dan
screw.
Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu dislokasi panggul.
Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6 minggu. Pipkin I, II dengan
peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda dengan ORIF, sedangkan pada
dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum.
Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa pemasangan skin traksi
selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan pin, plate dan screw atau
arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti, hemiarthroplasti dan arthtroplasti
total.
Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang bergeser dilakukan
ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan intercondylar, femur atau proksimal
tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama 12 minggu. Sedangkan untuk intercondylar,
untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama 12-14 minggu.
Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif hanya bersifat
untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak dan remaja, level fraktur
terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak, Cast bracing dilakukan bila
terjadi clinical union.
d. Kontraindikasi Operasi
Pada pasien dengan fraktur terbuka, diperlukan debridement hingga cukup bersih untuk dilakukan
pemasangan ORIF. Kontraindikasi untuk traksi, adanya thromboplebitis dan pneumonia. Atau pada
pasien yang kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk operasi.
f. Pemeriksaan Penunjang
Foto roentgen, CT Scan dan MRI. Jika perlu dilakukan foto perbandingan.
Teknik Terapi Konservatif Operasi
Pemasangan skeletal traksi
Pasien berbaring posisi supine, Mikulicz line, dengan fleksi pada art genu.
Prosedur aseptik/antiseptik
Approach, pada distal femur 1 inchi inferior tubercle adduktor. Pada proximal tibia 1 inchi
inferior dan 5 inchi inferior tubercle tibia.
Anestesi lokal dengan lidokain 1%. Anestesi disuntikkan hingga ke periosteum.
Insisi dengan pisau no.11. Approach bagian medial untuk distal femur dan lateral untuk
proksimal tibia
Wire diinsersikan dengan menggunakan hand drill, untuk menghindari nekrosis tulang sekitar
insersi pin (bila menggunakan alat otomatis). Jenis wire yang bisa digunakan disini adalah
Kirschner wire no.5
Pemasangan K-Nail (Kuntscher-Nail) secara terbuka pada fraktur femur 1/3 tengah —>
Adapun teknik pemasangan K-nail adalah sebagai berikut:
- Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut
- Approach posterolateral dari trochanter mayor ke condylus lateral sepanjang 15cm di atas daerah
fraktur
- Fascia lata dibelah dan m. vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan septum intermuskularis
disisihkan ke anterior
- Ligasi a/v perforantes
- Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.
- Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot
- Ukur panjang K-nail. Pasang guide ke arah fragmen proksimal dan Ietakkan di tengah, dengan
posisi fleksi dan adduksi sendi panggul. Bagian kulit yang tertembus dibuat sayatan.
- K-nail dipasang dengan guide menghadap posteromedial
- Ujung proksimal K-nail dibenamkan 1-2 cm di atas tulang, jika terdapat rotational instability, beri
anti rotation bar, atau pakai cerelage wiring atau ganti K-nail
- Pemasangan K-nail sebaiknya setelah 7-14 hari pasca trauma.
- Cara lain pemasangan K-nail dengan bantuan fluoroscopy.
Plating pada fraktur fémur 1/3 tengah
Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut
Approach posterolateral dari trochanter mayor ke condylus lateral sepanjang 15cm di atas
daerah fraktur
Fascia lata dibelah dan m. vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan septum intermuskularis
disisihkan ke anterior
Ligasi a/v perforantes
Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.
Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot
Reduksi fragmen fraktur
Pemasangan plate (Broad Plate) pada permukaan anterior atau lateral dengan memakai 8 screw
pada masing-masing fragmen fraktur.
g. Komplikasi Operasi
Komplikasi pada fraktur femur, termasuk yang diterapi secara konservatif antara lain, bersifat segera:
syok, fat embolism, neurovascular injury seperti injury nervus pudendus, nervus peroneus,
thromboembolism, volkmann ischemic dan infeksi.
Komplikasi lambat: delayed union, non union, decubitus ulcer, ISK dan joint stiffness. Pada
pemasangan K-nail adventitious bursa, jika fiksasi terlalu panjang dan fiksasi tidak rigid jika terlalu
pendek.
h. Mortalitas
Mortalitas berkaitan dengan adanya syok dan embolisme.
i. Perawatan Pasca Bedah
Pasien dengan pemasangan traksi, rawat di ruangan dengan fasilitas ortopedi. Sedangkan pada pasien
dengan pemasangan ORIF, rawat di ruangan pemulihan, cek hemoglobin pasca operasi.
j. Follow up
Untuk Follow up pasien dengan skeletal traksi, lakukan isometric exercise sesegera mungkin dan jika
edema hilang, lakukan latihan isotonik.
Pada fraktur femur 1/3 proksimal traksi abduksi >30˚ dan exorotasi. Pada 1/3 tengah posisi abduksi
30˚ dan tungkai mid posisi, sedangkan pada 1/3 distal, tungkai adduksi < 30˚ dan kaki mid posisi. Pada
fraktur distal perhatikan ganjal lutut, berikan fleksi ringan, 15°.
Setiap harinya, perhatikan arah, kedudukan traksi, posterior dan anterior bowing. Periksa dengan
roentgen tiap 2 hari sampai accepted, kemudian tiap 2 minggu. Jika tercapai clinical union, maka
dilakukan weight bearing, half weight bearing dan non weight bearing dengan jarak tiap 4 minggu.
Sedangkan untuk follow up pasca operatif, minggu ke-1 –> hari pertama kaki fleksi dan ektensi,
kemudian minggu selanjutnya miring-miring. Minggu ke-2 jalan dengan tongkat dan isotonik
quadricep. Fungsi lutut harus pulih dalam 6 minggu.
Pada pasien anak, follow up dengan roentgen, jika sudah terjadi clinical union, pasang hemispica dan
pasien boleh kontrol poliklinik.
FRAKTUR IGA
A. Anatomi dan Fisiologi
Tulang Rib atau iga atau Os kosta jumlahnya 12 pasang (24 buah), kiri dan kanan, bagian depan
berhubungan dengan tulang dada dengan perantaraan tulang rawan. Bagian belakang berhubungan
dengan ruas-ruas vertebra torakalis dengan perantaraan persendian. Perhubungan ini memungkinkan
tulang-tulang iga dapat bergerak kembang kempis menurut irama pernapasan.
Tulang iga dibagi tiga macam:
a. Iga sejati (os kosta vera), banyaknya tujuh pasang, berhubungan langsung dengan tulang dada dengan
perantaraan persendian.
b. Tulang iga tak sejati (os kosta spuria), banyaknya tiga pasang, berhubungan dengan tulang dada
dengan perantara tulang rawan dari tulang iga sejati ke- 7.
c. Tulang iga melayang (os kosta fluitantes), banyaknya dua pasang, tidak mempunyai hubungan dengan
tulang dada.
Berfungsi dalam sistem pernapasan, untuk melindungi organ paru-paru serta membantu
menggerakkan otot diafragma didalam proses inhalasi saat bernapas.
Setelah tulang iga terdapat lapisan otot Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan
muskulus utama dinding anterior thorax. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan
muskulus gelang bahu lainnya membentuk lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi
bawah muskulus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
Setelah lapisan otot. Rongga dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung
dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitu muskulus
interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap
melalui trakea dan bronkus.
Paru-paru dilapisi oleh Pleura. Lapisan ini adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh
darah dan limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoran udara
dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus
dan mediastinum bersama – sama dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan
diafragma. Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi
paru – paru normal, hanya ruang potensial yang ada.
Rongga toraks dibentuk oleh suatu kerangka dada berbentuk cungkup yang tersusun dari tulang
otot yang kokoh dan kuat, namun dengan konstruksi yang lentur dan dengan dasar suatu lembar
jaringan ikat yang sangat kuat yang disebut Diaphragma. Diafragma bagian muskular perifer berasal
dari bagian bawah iga keenam kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal,
bagian muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi motorik dari
interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan
dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%.
A. Pengertian
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding
dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh
benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernafasan. (Azzilzah, 2010)
Fraktur iga yaitu retak atau rusaknya struktur tulang iga. Fraktur pada iga (costae) merupakan
kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul pada dinding dada. (Smeltzer dan Bare, 2001)
A. Etiologi
Penyebab tersering, biasanya akibat kecelakaan lalulintas, Trauma tumpul kecelakaan pada pejalan
kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian.
B. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis cedera dinding dada ini tergantung dari akibatnya terhadap fungsi respirasi dan
kardiovaskuler; fraktur tulang iga sederhana yang dialami oleh penderita trauma toraks dengan
penurunan faal paru mungkin akan mengakibatkan gangguan fungsi respirasi dan kardiovaskuler yang
cukup berat.
Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada, adanya gerakan paradoksal, tanda–tanda
insuffisiensi pernafasan : sianosis, tachypnea, Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat
bernafas bertambah nyeri.
C. Klasifikasi Fraktur Iga
Fraktur iga dan sternum sering merupakan akibat dari trauma tumpul toraks, dapat dijumpai mulai dari
fraktur jenis sederhana (greenstick, simple, isolated) hingga fraktur iga jamak (multiple). Borrie, J
membuat pembagian fraktur iga menjadi :
a. Simple (isolated), merupakan fraktur iga tanpa kerusakan yang berarti dari jaringan lainnya.
b. Compound, truma menembus kulit dan merobek pleura parietalis di bawahnya yang disertai fraktur
iga.
c. Complicated, fragmen dari fraktur iga menyebabkan cedera organ visera.
d. Pahtologic, neoplasma atau kista tulang iga sebagai penyebab dari fraktur iga.
e. Flail chest adalah area thoraks yang “melayang” (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel
berturutan ≥ 3 iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya dapat tanpa atau
dengan fraktur sternum.
D. Patofisiologi
Costae merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang berfungsi memberikan
perlindungan terhadap organ di dalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi
ventilasi paru. Fraktur costae dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping,
ataupun dari belakang. Walaupun kontruksi tulang iga sangat kokoh dan kuat namun tulang iga adalah
tulang yang sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung. Apabila terjadi trauma
tajam dan trauma tumpul dengan kekuatan yang cukup besar saja yang mampu menimbulkan cedera
pada alat / organ dalam yang vital yang ada di dalamnya. Cedera pada organ tersebut tergantung pada
bagian tulang iga yang mana yang mengalami fraktur. Cedera pada tiga iga pertama jarang terjadi
karena ditunjang pula oleh tulang-tulang dari bahu seperti skapula, kalvikula, humerus dan seluruh
otot. Namun dapat mengakibatkan kematian yang tinggi karena fraktur tersebut berkaitan dengan
laserasi arteri atau vena subkalvia. Cedera pada iga keempat hingga kesembilan merupakan tempat
fraktur yang paling umum dapat terjadi kemungkinan cedera jantung dan paru. Dapat mengakibatkan
kerusakan ventilasi paru, meningkatkan stimulasi saraf sehingga pasien akan mengalami nyeri yang
sangat hebat, nyeri tekan, dan spasme otot di atas area fraktur, yang diperburuk dengan batuk, napas
dalam, dan gerakan. Sehingga terjadi masalah keperawatan yaitu Nyeri akut. Untuk mengurangi nyeri
tersebut pasien melakukan kompensasi dengan bernapas dangkal sehingga masalah keperawatan yang
akan timbul adalah Ketidakefektifan pola pernapasan dan menghindari untuk menghela napas, napas
dalam, batuk, dan bergerak. Keengganan untuk bergerak atau bernapas ini sangat mengakibatkan
penurunan ventilasi dan juga dapat terjadi masalah keperawatan yaitu Inefektif bersihan jalan napas
dan Gangguan mobilitas fisik, selanjutnya dapat terjadi kolaps alveoli yang tidak mendapatkan udara
(atelektasis) sehingga terjadi hipoksemia bahkan dapat terjadi gagal napas. Apabila melukai otot
jantung dapat mengakibatkan tamponade jantung dengan tertimbunnya darah dalam rongga
perikardium yang akan mampu meredam aktivitas diastolik jantung.
Sedangkan iga 10-12 agak jarang terjadi fraktur, karena iga 10-12 ini bisa mobilisasi, apabila terjadi
fraktur kemungkinan cedera organ intraabdomen seperti pada limpa dan hepar karena tergores oleh
patahan tulang iga.
A. PenatalaksanaanPada fase akut, pasien harus istirahat dan tidak melakukan aktivitas fisik sampai nyeri dirasakan
hilang oleh pasien. Pemberian Oksigen membantu proses bernapas. Namun tidak dianjurkan
dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu mekanisme bernapas.
Pengobatan yang diberikan analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan
dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi dengan aspirin atau asetaminofen
setiap 4 jam. Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur
costae - Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar nervus interkostalis pada
costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah yang cedera. Tempat penyuntikan di bawah
tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh
darah interkostalis dan parenkim paru.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengontrol nyeri dan untuk mendeteksi serta mengatasi
cedera. Sedasi digunakan untuk menghilangkan nyeri dan memungkinkan napas dalam dan batuk.
Harus hati-hati untuk menghindari oversedasi dan menekan dorongan bernapas. Strategi alternatif
untuk menghilangkan nyeri termasuk penyekat saraf interkosta dan es di atas tempat fraktur, korset
dada dapat menurunkan nyeri saat bergerak. Biasanya nyeri dapat diatasi dalam 5 sampai 7 hari dan
rasa tidak nyaman dapat dikontrol dengan analgesia apidural, analgesia yang dikontrol pasien, atau
analgesia non-opioid. Kebanyakan fraktur iga menyembuh dalam 3 sampai 6 minggu. Pasien
dipantau dengan ketat terhadap tanda-tanda dan gejala yang berkaitan dengan cedera.
Setelah nyeri berkurang, lakukan latihan fisik dengan ahli fisioterapi pada keadaan fraktur yang
tidak terlalu berat. Lakukan peghisapan mukus. Pada keadaan fraktur yang sangat buruk seperti
pada Flail Chest, kasus ini membutuhkan pembedahan traksi pada bagian dinding dada yang
mengambang, bila keadaan penderita stabil dapat dilakukan stabilisasi dinding dada secara operatif.
B. Pemeriksaan Diagnostika. Pemeriksaan Darah Lengkap secara berkala seperti pemeriksaan Hb, Ht, Leuko, Trombosit,
dan analisa gas darah.
b. Rontgen Dada
c. EKG
d. Aortografi : Untuk memeriksa ada tidaknya ruptur aorta
C. Komplikasi
a. Atelektasis
b. Pneumonia
c. Hematotoraks
d. Pneumotoraks
e. Cidera arteri intercostalis
f. Pleura visceralis, paru maupun jantung
g. Laserasi jantung
D. Prognosa
Fraktur iga pada anak dengan tanpa komplikasi memiliki prognosis baik karena tulang iga anak-anak
yang masih lentur hanya menyebabkan ruptur saja dibutuhkan benturan yang cukup kuat untuk
menyebabkan fraktur pada tulang iga anak. Sedangkan Fraktur iga pada orang dewasa, penyambungan
tulang relatif lebih lama dan biasanya disertai komplikasi.
4. Initial assesment
INITIAL ASSESSMENT (Penanganan di UGD)
Primary Surveys
A. AIRWAY
Look tidak ada obstruksi pada jalan nafas
Listen tidak ada suara nafas tambahan
Feel ada hembusan nafas
Jadi, dari penilaian fungsi airway Pt patent (normal, tidak ada obstruksi)
Namun, tetap diperlukan penilaian airway berulang kali & dipersiapkan untuk membuka airway jika
diperlukan & diharuskan.
B. BREATHING
Gerakan dinding dada asimetris, kanan tertinggal
Wajah , bibir terlihat kebiruan & kulit pucat.
RR : 40x/menit
Memar di sekitar dada kanan bawah sampai ke pinggir
Auskultasi :
- Bunyi vesikuler para-paru kanan melemah (bising nafas kanan menjauh ), paru-paru kiri
terdengar lebih keras, tidak ada suara nafas tambahan.
Perkusi : hipersonor pada dada kanan ( ICS 9,10, 11), dada kiri sonor.
Krepitasi pada kosta 9, 10, 11 dada kanan
Nyeri tekan pada dada kanan tengah, sampai ke pinggir (lokasi memar)
Jadi, dari penilaian fungsi breathing Pt Tn. Roni mengalami kesulitan dalam bernafas.
Management :
Tension Pneumothorax:
Lakukan dekompresi segera dengan insersi jarum berukuran besar pada ICS 2, garis midclavicula
hemithoraks kanan.
Terapi definitif: pemasangan chest tube pada sela iga ke 5 di anterior dari garis midaxilaris.
Hubungkan chest tube ke WSD.
Pemberian oksigen konsentrasi tinggi untuk membantu ventilasi dan dekompresi pneumothorax
Evaluasi perbaikan
Fraktur Iga Multipel
Pemberian oksigen
Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan pengembangan dada : Versed atau Morphine
Sulfate.
Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costae
Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis pada costa
yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah yang cedera
Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus.
Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru
Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi pernapasan.
Jika dijumpai flail chest/ gerakan paradoksal : Tutup dengan plester besar/elastic bandage
melewati tempat patahan tulang iga.
C. CIRCULATION
Tidak ada perdarahan yang terlihat
Heart rate (HR) 110 x / menit, lemah
TD : 90/50 mmHg
Wajah, bibir terlihat kebiruan
Kulit pucat,dingin, berkeringat dingin
Tampak memar di sekitar dada kanan tengah sampai ke pinggir, seluruh regio kuadran kanan atas &
paha tengah kiri (1/3 tengah lateral)
Jadi, dari penilaian fungsi circulation Pt syok
Management :
Memar
lakukan penekanan lembut pd lokasi memar dg menggunakan kompres dingin dg harapan
menghentikan perdarahan dg vasokonstriksi vaskular di lokasi memar & sekitarnya.
Syok
Pemberian cairan RL hangat diberikan melalui dua kateter intravena ukuran besar (min 14-16
Gauge), prinsip pemberian 3:1 dengan dosis awal 1-2 liter.
Transfusi darah diberikan jika perdarahan massif dan tidak ada respon os terhadap pemberian cairan
awal.
Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
Fraktur Tertutup Femur kanan
Imobilisasi sementara dengan traction splint selama 12 minggu. Bertujuan untuk menghentikan
perdarahan dan mengurangi nyeri.
D. DISABILITY
Status mental sadar tapi terlihat bingung, cemas.
GCS = 13 ( E:3, M :6, V: 4 )
Pupils isokor, refleks cahaya (+)
Extremities deformitas, edema dan memar pada paha tengah kiri (1/3 tengah lateral, bila
digerakkan, pasien menjerit kesakitan
Jadi, dari penilaian disability Pt penurunan tingkat kesadaran. karena Pt terlihat cemas & bingung
( delirium ).
Tambahan primary survey :
Pasang monitor EKG
Kateter urin dan lambung
Monitor laju nafas, analisis gas darah
Pulse oksimetri
Pemeriksaan rontgen standar
Foto thorax nilai hemothorax, pneumothorax, fraktur iga, flail chest.
Foto servikal
Foto pelvis
Pemeriksaan tambahan
DPL & FAST nilai ada/tidak cairan intraabdomen
Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi
Re-evaluasi penderita
Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi tanda-
tanda syok.
Secondary survey
Dilakukan setelah hemodinamik penderita stabil :
1) Anamnesis AMPLE dan mekanisme trauma
2) Pemeriksaan fisik
Kepala dan maksilofasial rontgen kepala untuk melihat ada/tidaknya fraktur
pada kepala (dahi & pelipis)
Vertebra servikal dan leher
Thorax rontgen thorax untuk lihat ada/tidaknya hemothorax, pneumothorax,
fraktur iga, flail chest
Abdomen DPL, FAST, CT Scan untuk mengetahui perdarahan intraabdomen
Perineum
Musculoskeletal rontgen fraktur femur
Neurologis
Reevaluasi penderita
Tambahan pada secondary survey Pemberian analgesik untuk meredakan
nyerinya
TERAPI DEFINITIF : rujuk ke dokter bedah
Menghentikan perdarahan organ internal operasi definitif (laparotomi)
Fraktur costae dengan komplikasi terapi bedah dengan drainase atau torakotomi
Fraktur femur operatif (ORIF with intramedullary nail)
Rujuk :
Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena
keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan
untuk dirujuk.
Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama
perjalanan serta komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju.
Tension Pneumothoraks
Tatalaksana Tension Pneumothorax :
1. Berikan oksigen 12 L/menit dengan menggunakan nonrebreathing mask
2. Insersi Jarum 14 Gauge
Raba daerah interkostal 2 pada garis midklavikula. Costae 1 tidak akan teraba karena
terletak di bawah klavikula. Costae yang pertama kali teraba adalah costae 2, pastikan
letak ICS 2.
Bersihkan dengan alcohol atau povidone iodine
Tusukkan 14G syringe dengan posisi tegak lurus
Lepaskan tabung dari jarum, pastikan terdengar suara his yang menandakan adanya
udara yang keluar
3. Pasang WSD dengan segera
Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris
anterior dan media.
Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus
interkostalis.
Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan.
Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura /
menyentuh paru.
Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan
Kelly forceps
Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada
Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.Foto X- rays dada untuk
menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
4. Tindakan perawatan pasca pemasangan WSD
Perhatikan undulasi pada selang WSD, bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat
terjadi antara lain :
Motor suction tidak berjalan
Selang tersumbat, selang terlipat, paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem
drainage
Amati tanda-tanda kesulitan bernafas
Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluarCek batas cairan
seal dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah ditetapkan serta
pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah cairan
yg keluar
Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai
selang terlipat
Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan merubah posisi
Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang dibuang
Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran
Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema subkutan
Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efekti
Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak
pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
5.6.2. Fraktur Iga
1. Stabilkan area yang mengalami separasi. Memasang plester atau memiringkan pasien dengan
bagian yang patah di bawah.
2. Hilangkan nyeri, bisa diposisikan miring, kalau perlu anestesi lokal lidokain.
3. Drainase dengan WSD, baik untuk pneumothorax maupun hematothorax yang mungkin terjadi
4. Berikan O2 dan ventilator. Diindikasikan bila pCO2 naik sedangkan pO2 turun; dengan
oksimeter terukur < 95
5. Foto rontgen untuk melihat adanya kontusi pulmo.
Perdarahan intraabdomen: DPL, USG, rujuk ke bedah untuk operasi
Syok hipovolemik:
o ganti darah yang hilang:
– Ringer laktat, dengan prinsip mengganti setiap satu millimeter darah yang
hilang dengan tiga milliliter kristaloid yang dihangatkan. Pada saat awal
diberikan dengan tetesan cepat sebagai bolus, dosis awal adalah 1-2 liter pada
dewasa dan pada anak 20ml/kgBB.
– Pemberian tranfusi darah
o hentikan perdarahan: rujuk ke bedah
5. Pemeriksaan penunjang