Kasus Transplantasi Organ Dan Pembahasannya
description
Transcript of Kasus Transplantasi Organ Dan Pembahasannya
Kasus Transplantasi Organ dan PembahasanyaDIPOSKAN OLEH EKOBLOGSPOTDI 14.19 0 KOMENTAR
Sumber Organ Transplantasi Sepasang Paru-Paru Yang Mencurigakan
Pada tanggal 12 September 2007, surat kabar Yanzhao Metropolis Paper melaporkan berita tentang
keberhasilan pertama kasus transplantasi sepasang paru-paru.
Pada tanggal 11 September, Rumah Sakit Huaxi mengadakan sebuah konferensi pers dan
mengumumkan tentang kesuksesan kasus transplantasi sepasang paru-paru pertama di Provinsi
Sichuan. Laporan Metropolis Yanzhao mengatakan bahwa seorang wartawan Chengdu Daily
mengetahui bahwa setelah enam jam operasi, personil medis pada Rumah Sakit Huaxi dengan
sukses mengadakan transplantasi paru-paru untuk pasien Huang Yisheng, yang telah didiagnosa
mengidap pulmonary fibrosis berat.
Huang Yisheng, 38 tahun asal Kota Bazhong, pernah menjadi seorang pekerja tambang di Provinsi
Shannxi sejak ia berusia 21 tahun. Pada bulan Desember 2006, ia tiba-tiba pingsan pada saat tengah
bekerja di pertambangan tersebut. Hasil diagnosa rumah sakit setempat menyatakan sepertinya dia
mengidap radang paru-paru dan dikatakan paru-parunya telah terkena pulmonary fibrosis.
Sebagai buruh tambang, Huang Yisheng bertahan hidup dengan pendapatan yang minim, sehingga
dia tidak mampu membiayai perawatan medis yang cukup untuk penyakit paru-paru atau untuk
transplantasi paru-paru. Meskipun demikian, personil medis pada Rumah Sakit Huaxi memutuskan
untuk melakukan transplantasi paru-paru untuknya. Setelah operasi, rumah sakit berkata bahwa
suksesnya operasi "mengindikasikan penyakit paru-paru pasien dengan pulmonary fibrosis
kemungkinan dapat disembuhkan." Kesehatan Huang Yisheng sampai sekarang belum diketahui.
Satu hal penting yang sering terlewatkan dari kasus ini adalah bahwa rumah sakit tidak pernah
menyebutkan sumber organ yang digunakan untuk operasi Huang Yisheng. Karena industri
transplantasi organ di China tidak diawasi, dan dari bukti-bukti yang berlimpah tentang pengambilan
organ dari para praktisi Falun Gong secara besar-besaran, ada kemungkinan bahwa organ yang
digunakan berasal dari seorang pendonor non-sukarela yang mungkin masih hidup pada saat
pembedahan.
Pembahasan Transplantasi Organ
Teknik transplantasi, dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau jaringan tubuh manusia
yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, ke
tubuh manusia lain.
Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transpalntasi tidak dapat dihindari dalam
menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha
penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter – dokter dalam
melakukan transplantasi, upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya
penyembuhan yang cepat dan tuntas.
Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penembuhan suatu penyakit tidak
dapat bagitu saja diterima masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hokum, atau social
budaya ikut mempengaruhinya.
Pengertian Transplantasi
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke
tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi:
1. Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang
itu sendiri.
2. Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh
orang lain.
3. Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh
spesies lainnya.
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1. Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
2. Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh
sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan transplantasi,
yaitu:
1. Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan jaringan /
organ.
2. Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima jaringan / organ tubuh baru
sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan / organ tersebut, untuk berfungsi baik,
mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
Sejarah dan Perkembangan Transplantasi
Tahun 600 SM di India, Susruta telah melakuakan transpalantasi kulit. Semantara jaman
Renaissance, seorang ahli bedah dari Itali bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan hal
yang sama.
Diduga John Hunter ( 1728 – 1793 ) adalah pioneer bedah eksperimental, termasuk bedah
transplantasi. Dia mampu membuat criteria teknik bedah untuk menghasilkan suatu jaringan
trnsplantasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistim golongan darah dan sistim
histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum ditemukan.
Pada abad ke – 20, Wiener dan Landsteiner menyokong perkembangan transplantasi dengan
menemukan golongan darah system ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan ilmu
kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi.
Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik
transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembeng dengan ditemukannya metode – metode
pencangkokan, seperti :
a. Pencangkokkan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner olah Dr. George E.
Green.
b. Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun
resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
c. Pencakokkan sel – sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr.
Andreas Bjornklund.
Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah (a) donor hidup, (b) jenazah dan
donor mati, (c) keluarga dan ahli waris, (d) resepien, (e) dokter dan pelaksana lain, dan (f)
masyarakat. Hubungan pihak – pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan
dibicarakan dalam uraian dibawah ini.
a. Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ). Sebelum
memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi,
baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai
kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang
tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh
donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
b. Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh – sungguh
untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia telah meninggal
kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila sebelum meninggal,
donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu untuk
mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi
telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ yang akan
ditransplantasikan
c. Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling pengertian
dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di kemudian hari.
Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya
dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak
puas kedua belah pihak.
d. Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita
mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan
penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim
pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang
besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas
dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti
ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
e. Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari donor,
resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang mungkin akan
terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di kemudian hari
dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan
ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana
hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan – pertimbangan kepentingan pribadi.
f. Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim
pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan unutk
mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan
adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlikan, atas tujuan luhur, akan
dapat diperoleh.
Transplantasi Ditinjau dari Aspek Hukum
Pengaturan mengenai transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia telah diatur
dalam hukum positif di Indonesia. Dalam peraturan tersebut diatur tentang siapa yang berwenang
melakukan tindakan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, bagaimana prosedur
pelaksanaan tindakan medis transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, juga tentang
sanksi pidana. Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bagi pelaku pelanggaran baik yang
tidak memiliki keahlian dan kewenangan, melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh
manusia tanpa persetujuan donor atau ahli waris, memperjual belikan organ dan atau jaringan tubuh
manusia diancam pidana penjara paling lama 7 (tujuh ) tahun dan denda paling banyak
Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta) sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1)a, Pasal 81
ayat (2)a, Pasal 80 ayat (3), dan sanksi administratif terhadap pelaku pelanggaran yang melakukan
transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) PP No. 81
Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Minis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat
dan/atau Jaringan Tubuh Manusia.
Untuk menanggulangi perdagangan gelap organ dan/atau jaringan tubuh manusia diatur
dalam UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang
berisi ketentuan mengenai jenis perbuatan dan sanksi pidana bagi pelaku yang terdapat dalam Pasal
2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 17, dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.
120.000.000, (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000, (enam ratus juta
rupiah). Sedangkan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak yang juga rentan terhadap tindakan
eksploitasi perdagangan gelap transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh telah diatur dalam Pasal
47 dan Pasal 85 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta yang berisi ketentuan
mengenai jenis tindak pidana dan sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pelakunya.
Dalam melakukan tindakan medis transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia seorang
dokter harus melakukannya berdasarkan standart profesi serta berpegang teguh pads Kode Etik
Kedokteran Indonesia (KODEKI).
Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah No. 18 tahun
1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan
Tubuh Manusia. Pokok – poko peraturan tersebut, adalah
Pasal 10
Transplantasi alat unutk jaringna tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan –
ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus dengan persetujuan
tertulis penderita dan / keluarganya yang trdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata dari
korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga terdekat.
Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon
donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,
termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan kemungkinan – kemungkinan
yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang
bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material
apapun sebagai imbalan transaplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ked an dari
luar negri
Tranplantasi Organ Menurut Hukum Islam
Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau mayat yang organ tubuhnya
mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak
berfungsi lagi sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan hidup secara sehat.
Islam memerintahkan agar setiap penyakit diobati. Membiarkan penyakit bersarang dalam tubuh
dapat berakibat fatal, yaitu kematian. Membiarkan diri terjerumus pada kematian adalah perbuatan
terlarang,
�و�ا ل ـ� ت قـ� ـ ت ه�م� وال ف�س ـ� ن �ن� ا ان الله إ �م� ك �ك �م�ا ب ح�ي )29: النسآء ( ر
"... dan janganlah kamu membunuh dirimu ! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu." (QS.
An-Nisa 4: 29)
Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap
penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab Badui
mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, Apakah kita harus berobat? Rasulullah menjawab, “Ya
hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan penyakit melainkan juga
(menentukan) obatnya, kecuali untuk satu penyakit.” Para shahabat bertanya, “Penyakit apa itu ya
Rasulullah?” Beliau menjawab, “Penyakit tua.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Nah, transplantasi termasuk salah satu jenis pengobatan. Dalam kaidah metode pengambilan hukum
disebutkan Al-Ashlu fil mu’amalati al-ibaahah illa ma dalla daliilun ‘ala nahyi. (Pada prinsipnya, urusan
muamalah (duniawi) itu diperbolehkan kecuali kalau ada dalil yang melarangnya). Maksudnya, urusan
duniawi silakan dilakukan selama tidak ada dalil baik Al Quran ataupun hadits yang melarangnya.
Transplantasi bisa dikategorikan urusan muamal (duniawi). Kalau kita amati, tidak ada dalil baik dari
Al Qur’an ataupun hadits yang melarangnya. Jadi trasplantasi itu urusan duniawi yang diperbolehkan.
Persoalannnya, bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh untuk ditransplantasi? Islam
memerintahkan untuk saling menolong dalam kebaikan dan mengharamkannya dalam dosa dan
pelanggaran.
او عـ و�ا ت ـ� �ر' على ن �ب �ق�وى ال �و�ا والت عاون ت � على وال �م �ث �إل �ع�د�وان� ا )2: المـائـدة ( وال
"Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah 5 :2)
Menolong orang lain adalah perbuatan mulia. Namun tetap harus memperhatikan kondisi pribadi.
Artinya, tidak dibenarkan menolong orang lain yang berakibat membinasakan diri sendiri,
sebagaimana firman-Nya,
ق�و�ا وال ـ� ل ـ� �م� ت �ك �د�ي ي �أ �لى ب ة� إ �ك �ه�ل )195: البقرة ( الت
“…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah 2:
195)
Jadi, jika menurut perhitungan medis menyumbangkan organ tubuh itu tidak membahayakan
pendonor atau penyumbang, hukumnya boleh, bahkan dikategorikan ibadah kalau dilakukan secara
ikhlas. Namun, bila mencelakakannya, hukumnya haram. Lalu, bagaimana dengan pemanfaatan
organ tubuh manusia yang sudah meninggal? Ada dua pendapat tentang masalah ini.
Pendapat pertama mengatakan, haram memanfaatkan organ tubuh manusia yang sudah meninggal,
karena sosok mayat manusia harus dihormati sebagaimana ia dihormati semasa hidupnya.
Landasannya, sabda Rasulullah saw., “Memotong tulang mayat sama dengan memotong tulang
manusia ketika masih hidup.” (HR. Abu Daud)
Pendapat kedua menyatakan, memanfaatkan organ tubuh manusia sebagai pengobatan dibolehkan
dalam keadaan darurat. Alasannya, hadits riwayat Abu Daud yang melarang memotong tulang mayat
tersebut berlaku jika dilakukan semena-mena tanpa manfaat. Apabila dilakukan untuk pengobatan,
pemanfaatan organ mayat tidak dilarang karena hadits yang memerintahkan seseorang untuk
mengobati penyakitnya lebih banyak dan lebih meyakinkan daripada hadits Abu Daud tersebut.
Akan tetapi pemanfaatannya harus mendapat izin dari orang tersebut (sebelum ia wafat) atau dari ahli
warisnya (setelah ia wafat). Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pendapat pertama, menurut
hemat saya, pendapat kedua lebih logis untuk diterima. Karena itu wajar kalau sebagian besar ulama
madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan ulama Zaidiyyah membolehkannya. Kesimpulannya,
transplantasi merupakan cara pengobatan yang diperbolehkan Islam.
Menjadi pendonor hukumnya mubah (boleh) bahkan bernilai ibadah kalau dilakukan dengan ikhlas
asal tidak membinasakan pendonor dan menjadi haram bila membinasakannya. Orang meninggal
boleh dimanfaatkan organnya untuk pengobatan dengan catatan sebelum wafat orang tersebut
mengizinkannya. Wallahu A’lam.
Transplantasi Organ di Tinjau dari Kode Eitk Kedokteran
Transplantasi organ berkaitan dengan kode etik kedokteran pasal 2 yang berbunyi “ Seorang dokter
harus selalu senantiasa melakukan profesinya sesuai dengan standart profesi yang tertingi” yang di
maksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran adalah yang sesuai dengan
ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan pasien, etika umum, etika kedokteran,
hukum dan agama.
Ilmu kedokteran yang menyangkut segala ilmu pengetahuan dan keterampilan yang telah di ajarkan
dan dimiliki harus di pelihara dan di pupuk, Sesuai dengan kemampuan dan fitrah dokter tersebut.
Etika umum dan etika kedokteran harus diamalkan dalam melaksanakan proefesi dengan tulus ikhlas,
jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia, serta penampilan tingkah laku, tutur kata dan
berbagai sifat lain yang terpuji, seimbang dengan martabat jabatan dokter.
Dalam pasal itu di sebutkan bahawa seorang dokter profesi kedokteran adalah yang sesuai
dengan ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan pasien, etika umum, etika
kedokteran, hukum dan agama. Bahaw dokter dalam melaksanakan tugasnya termasuk transplantasi
harus berdasarkan etika, hukum dan agama.