Kasus Nyeri

9
CONTOH KASUS I.URAIAN KASUS Seorang wanita (45 tahun) didiagnosis rheumatoid arthritis lima tahun yang lalu. Dia sangat terpukul dengan diagnosis, karena dia selalu menganggap dirinya sehat, dan selalu memperhatikan pola makan dan olahraga. Sejarah Wanita ini mengalami nyeri poliartikular yang parah dikarenakan arthtritis reumathoid, terutama di pergelangan tangan, siku dan bahu. Beliau ingin tetap memakai obat herbal dan mencoba untuk mengatasi nyeri tersebut dengan berbagai macam obat bebas. Akhirnya ia memakai obat Tylenol dalam bentuk sediaan tablet sejumlah 1 – 2 tablet peroral tiap 4 jam. Ia merasakan efek penghilangan nyeri selama 1 tahun, tetapi kondisinya semakin memburuk, dan ia mulai mengalami malalignment di jari-jarinya. Berdasarkan hasil diskusi dengan sesama penderita RA lainnya ia disarankan untuk mengkonsumsi Vioxx 25 mg sekali sehari ,ia tidak melanjutkan terapi obat tersebut setelah enam bulan karena disatu sisi ia tidak minum obat secara patuh, hingga merasakan efek samping pada saluran pencernaan. Rujukan Pada kasus ini, rujukan dibuat oleh rheumatologist dimana pasien mendapatkan terapi dengan prednisone 7,5 mg sekali sehari. Setelah mengkonsumsi obat tersebut, pasien memiliki respon awal yang sangat baik, namun harus menghentikan penggunaan steroid setelah tiga bulan dikarenakan pasien mengalami beberapa efek samping seperti hipertensi, kenaikan berat badan, dan penampilan Cushingoid (moon face). Dianjurkan oleh rheumatologist untuk pemeriksaan dengan X-

Transcript of Kasus Nyeri

Page 1: Kasus Nyeri

CONTOH KASUS

I.URAIAN KASUS

Seorang wanita (45 tahun) didiagnosis rheumatoid arthritis lima tahun yang lalu. Dia sangat

terpukul dengan diagnosis, karena dia selalu menganggap dirinya sehat, dan selalu

memperhatikan pola makan dan olahraga.

Sejarah

Wanita ini mengalami nyeri poliartikular yang parah dikarenakan arthtritis reumathoid,

terutama di pergelangan tangan, siku dan bahu. Beliau ingin tetap memakai obat herbal dan

mencoba untuk mengatasi nyeri tersebut dengan berbagai macam obat bebas. Akhirnya ia

memakai obat Tylenol dalam bentuk sediaan tablet sejumlah 1 – 2 tablet peroral tiap 4 jam. Ia

merasakan efek penghilangan nyeri selama 1 tahun, tetapi kondisinya semakin memburuk, dan

ia mulai mengalami malalignment di jari-jarinya.

Berdasarkan hasil diskusi dengan sesama penderita RA lainnya ia disarankan untuk

mengkonsumsi Vioxx 25 mg sekali sehari ,ia tidak melanjutkan terapi obat tersebut setelah

enam bulan karena disatu sisi ia tidak minum obat secara patuh, hingga merasakan efek

samping pada saluran pencernaan.

Rujukan

Pada kasus ini, rujukan dibuat oleh rheumatologist dimana pasien mendapatkan terapi

dengan prednisone 7,5 mg sekali sehari. Setelah mengkonsumsi obat tersebut, pasien memiliki

respon awal yang sangat baik, namun harus menghentikan penggunaan steroid setelah tiga

bulan dikarenakan pasien mengalami beberapa efek samping seperti hipertensi, kenaikan berat

badan, dan penampilan Cushingoid (moon face). Dianjurkan oleh rheumatologist untuk

pemeriksaan dengan X-rays kemudian dari pemeriksaan tersebut menunjukkan bahwa adanya

kerusakan sendi dan erosi ringan sampai sedang serta penyempitan ruang sendi terutama di

tangan. Rheumatologist menganjurkan kepada pasien agar pasien mendapatkan memulai

pengobatan awalnya dengan methotrexate serta dengan tambahan infliximab (Remicade).

Pasien mengalami peningkatan perubahan yang signifikan dalam hal : nyeri sendi, bengkak,

maupun tanda-tanda kekakuan, peradangan serta fleksibilitas dan mobilitas (gerakan).

Kemdudian dari pemeriksaan sinar-x selanjutnya menunjukkan bahwa metotreksat yang

dikombinasxi infliximab telah menstabilkan keutuhan sendi, mencegah erosi lebih lanjut dan

penyempitan ruang sendi.

Page 2: Kasus Nyeri

II. MONOGRAFI OBAT

1.Tylenolo Komposisi : Asetaminophen(OOP, 2007)

o Golongan: Analgesik dan Antipiretik

o Indikasi : Analgesik dan Antipiretik tetapi bukan antiradang (OOP, 2007)

o Mekanisme kerja : Penghambat biosintesis prostaglandin yang lemah (Farmakologi dan

Terapi,2007)

o Dosis : Oral, 0,5 – 1 g tiap 4-6 jam hingga maksimum 4 g sehari (IONI, 2000)

o Efek Samping : Efek samping jarang, kecuali ruam kulit, kelainan darah; pancreatitis

akut dilaporkan setelah penggunaan jagka panjang (IONI, 2000)

2. Vioxx

o Komposisi : Rofecoxib (OOP,2007)

o Golongan: NSAID

o Indikasi : Rheumatoid Arthritis

o Mekanisme kerja : Secara selektif menghambat COX2

o Dosis: 25 mg/hari (Medscape)

o Efek Samping : nyeri dada, berat badan, eksim atopik, dan kram otot,infark miokard dan

stroke (Martindale)

3. Prednisone

o Golongan: kortikosteroid (Dipiro, 2008).

o Indikasi : sebagai antiinflamasi. Dapat juga digunakan untuk penyakit arthritis rematoid

(MIMS, 2012/2013).

o Mekanisme kerja : memiliki aktivitas antiinflamasi dan imunosupresif dengan cara

mengganggu proses antigen ke limfosit T, menghambat sintesis prostaglandin dan

leukotriene, dan menghambat neutrofil dan superoksida generasi monosit radikal

(Dipiro, 2008).

o Dosis: 5-20 mg/hari (MIMS, 2012/2013).

o Efek Samping : Gangguan cairan & elektrolit, Retensi Na, kehilangan kalium, alkalosis

hipokalemia, hipertensi, ganggua GI, kulit, mata, reaksi anafilaksis (MIMS, 2012/2013).

4. Metotreksat

o Indikasi : Imunosupresi; banyak digunakan sebagai APP (Antireumatik Pemodifikasi

Penyakit)/ DMARDs (Disease-Modifying Antirheumatic Drug) pada penyakit

rheumatoid arthritis (Martindale 35)

Page 3: Kasus Nyeri

o Mekanisme kerja : menghambat produksi sitokin dan biosintesis purin, yang mungkin

bertanggung jawab atas aktivitas antiinflamasi. Onset yang relatif cepat (2 sampai 3

minggu) (Dipiro, 2008).

o Dosis: Oral or IM: 7.5–15 mg/wk (Dipiro, 2008).

o Efek Samping : Stomatitis ulceratif, leucopenia, mual, rasa tertekan pada abdomen, lelah,

demam, pusing, penurunan resistensi terhadap infeksi (MIMS, 2012/2013).

5. Infliximab

o Indikasi : Digunakan dalam pengobatan rheumatoid arthritis sedang sampai parah

(Martindale)

o Mekanisme kerja : infliximab adalah chimeric anti TNF antibody bersatu pada daerah

konstan IgG1 manusia. Obat ini terikat pada TNF dan mencegahnya berinteraksi dengan

reseptor TNF pada sel yang terkena inflamasi (Dipiro, 2008)

o Dosis: 3 mg/kg, diulang pada 2 dan 6 minggu,kemudian setiap 8 minggu sesudahnya

(Dipiro, 2008)

o Efek Samping : Reaksi anafilaksis, termasuk edema laring / faring edema dan

bronkospasme berat, dan kejang. Infliximab dapat meningkatkan resiko infeksi,

khususnya infeksi saluran nafas atas.

III. PENYELESAIAN KASUS

Terapi Farmakologi

1) Penggunaan analgetik dan AINS hanya mengurangi nyeri dan mempertahankan fungsi

sendi tetapi tidak dapat mencegah kerusakan tulang rawan sendi tulang (Gunawan dkk,

2007).

2) NSAID dan / atau kortikosteroid mungkin digunakan untuk mengurangi gejala-gejala jika

diperlukan. Mereka menyediakan peningkatan yang relatif cepat dibandingkan dengan

APP, yang mungkin memakan waktu berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum

manfaat terlihat. Namun, NSAID tidak berdampak pada perkembangan penyakit, dan

kortikosteroid memiliki potensi untuk komplikasi jangka panjang. NSAID bertindak

terutama menghambat sintesis prostaglandin yang hanya sebagian kecil dari kaskade

inflamasi. Mereka memiliki sifat analgesik maupun sifat antiinflamasi dan mengurangi

kekakuan tetapi tidak memperlambat perkembangan penyakit atau mencegah erosi

tulang atau deformitas sendi. Kedua obat-obatan tersebut jarang digunakan sebagai

monoterapi untuk RA, melainkan dapat digunakan sebagai tambahan dalam pengobatan

(Dipiro, 2008).

Page 4: Kasus Nyeri

3) Penggunaan prednisone dihentikan dikarenakan pasien mengalami beberapa efek

samping seperti : hipertensi, kenaikan berat badan , dan penampilan Cushingoid (moon

face).

4) Terapi lini pertama APP (Antireumatik Pemodifikasi Penyakit)/ DMARDs (Disease-

Modifying Antirheumatic Drug) termasuk methotrexate (MTX), hydroxychloroquine,

sulfasalazine, dan leflunomide. Urutan pemilihan agen tidak didefinisikan secara jelas,

namun metotrexate sering dipilih awalnya karena data jangka panjang menunjukkan

hasil yang lebih baik dibandingkan dengan APP lainnya dan biaya yang lebih rendah

dibandingkan dengan agen biologis (Dipiro, 2008).

Gambar 1. Algoritma Pengobatan Artritis Rematoid (Dipiro, 2008)

5) Saat ini dikenal obat antireumatik yang tidak hanya bersifat simtomatik tetapi dapat

menghambat proses memburuknya penyakit. Obat yang tergolong kelompok ini ialah

metotreksat. Metotreksat dianggap APP terpilih saat ini. Obat ini efektif pada dosis yang

jauh lebih kecil dari sebagai obat kanker sehingga efek samping berat jarang merupakan

masalah (Gunawan dkk, 2007).

6) Karena infliximab merupakan protein alami, infliximab hancur di dalam saluran GI dan

harus diberikan secara parenteral. Untuk mencegah pembentukan antibodi terhadap

protein asing ini, metotrexat harus diberikan oral dalam dosis yang digunakan untuk

mengobati RA selama pasien terus diberikan infliximab (Dipiro, 2008). Infliximab

digunakan bersama dengan methotrexate dalam pengobatan rheumatoid arthritis. Di

Amerika Serikat, obat ini dapat digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis awal,

untuk mengurangi tanda-tanda dan gejala dan menunda kerusakan struktural

Page 5: Kasus Nyeri

(Martindale). Dalam uji klinis, kombinasi infliximab dan MTX dapat menghentikan

perkembangan kerusakan sendi (Dipiro, 2008).

7) Infliximab dalam kombinasi dengan methotrexate diberikan dalam dosis 3 mg/kg,

diulang pada 2 dan 6 minggu,kemudian setiap 8 minggu sesudahnya,. Di Amerika Serikat,

dosis dapat ditingkatkan hingga 10 mg/kg atau diulang setiap 4 minggu pada mereka

dengan respon yang belum lengkap (Martindale).

Terapi Non Farmakologi (Dipiro, 2008)

1) Istirahat yang cukup

2) Jika mengalami obesitas, maka dianjurkan untuk mengurangi berat badan

3) Terapi fisik dan penggunaan alat pembantu dapat membantu menjaga fungsi sendi

4) Pasien dengan penyakit yang parah dapat mendapatkan keuntungan dari prosedur

operasi seperti : tenosinovektomi, perbaikan tendon, dan penggantian sendi

5) Pendidikan pasien tentang penyakit dan keuntungan dan pembatasan terapi obat

merupakan hal yang penting.

IV. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari kasus ini, yaitu

o Penggunaan obat terdahulu untuk mengobati arthritis rematoid yaitu analgesik, NSAID

maupun kortikosteroid sebaiknya dihentikan dimana analgesik dan NSAID tersebut

kurang tepat untuk pengobatan karena obat-obatan tersebut hanya mengurangi gejala-

gejala namun tidak dapat memperlambat perkembangan penyakit atau mencegah erosi

tulang atau deformitas sendi. Selain itu, pasien mengalami beberapa efek samping dari

penggunaan kortikosteroid.

o Terapi yang digunakan untuk mengobati arthritis rematoid sudah tepat dimana dengan

menggunakan kombinasi metotrexat dan infliximab dengan dosis masing-masing yaitu

7,5–15 mg/minggu dan 3 mg/kg, diulang pada 2 dan 6 minggu,kemudian setiap 8 minggu

sesudahnya.

o Metotrexat merupakan terapi lini pertama untuk pengobatan arthritis rematoid.

o Kombinasi dari kedua obat tersebut akan mengurangi tanda-tanda dan gejala dan

menghentikan perkembangan kerusakan sendi.

Page 6: Kasus Nyeri

DAFTAR PUSTAKA

Dipiro, J. T. 2008. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach 7nd Edition. USA: The

McGraw-Hill Companies

Gunawan, S. 2007. Farmakologi dan Terapi, FKUI : Jakarta

Sujudi, A. 2000. Informatorium Obat Nasional Indonesia, DEPKES RI : Jakarta

Sukandar E. 2008. ISO Farmakoterapi. PT.ISFI Penerbitan : Jakarta

Tjay,T.H. 2007. Obat-Obat Penting. PT.Gramedia : Jakarta

Page 7: Kasus Nyeri