kasus 4 - PPH

34
PERDARAHAN POST PARTUM YOSEPH ADI KRISTIAN 102008015 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 Email: [email protected] BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. 1 Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit 128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. 2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum. 1 1

description

pbl

Transcript of kasus 4 - PPH

Page 1: kasus 4 - PPH

PERDARAHAN POST PARTUM

YOSEPH ADI KRISTIAN

102008015

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

Email: [email protected]

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH) adalah konsekuensi

perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus genitalia dan

struktur sekitarnya, atau keduanya.1

—Diperkirakan ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit

128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar kematian tersebut

terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan.2 Di Inggris (2000), separuh kematian ibu

hamil akibat perdarahan disebabkan oleh perdarahan post partum.1

—Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit, sehingga sering

pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post partum terlambat sampai ke

rumah sakit, saat datang keadaan umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya

mortalitas tinggi.3 Menurut Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap

100.000 kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh  perdarahan  post

partum.2

—Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari etiologi yang

spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta dan variannya), sisa

1

Page 2: kasus 4 - PPH

plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab sebagian besar perdarahan post

partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab

tersering perdarahan post partum yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan

histerektomi. Laserasi traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post

partum antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani dan cedera pada

serviks uteri.1

1.2 RUMUSAN MASALAH

Masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah :

Ibu G3 40 menit postpartum kesadaran menurun, pucat, tekanan darah 90/70mmHg,

keluar darah dari vagina.

1.3 TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui batasan dan klasifikasi PPH

2. Mengetahui diagnose dini terhadap PPH

Mengetahui upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap PPH

1.4 HIPOTESIS

Ibu 40 menit post partum dengan gejala kesadaran menurun, pucat, tekanan darah turun, dan

keluar darah dari vagina mengalami perdarahan postpartum.

2

Page 3: kasus 4 - PPH

BAB II

ISI

SKENARIO 4 (bukan banjir kiriman)

Pada tanggal 25 April 2011 jam 15.30 Ny. D melahirkan seorang bayi laki – laki yaitu

anaknya yang ketiga. Persalinannya berjalan lancer. Pada jam 16.10 ketika perawat

memeriksanya, pasien berada dalam keadaan kurang sadar dan pucat. Tekanan darah 90/70

mmHg, nadi 100x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu 37C. Dari vagina tampak mengalir

darah.

1. ANAMNESIS

Riwayat obstetric : GPA

riwayat kehamilan : HPHT, tanggal perkiraan, kehamilan sebelumnya, penyulit

kehamilan dan persalinan sebelumnya.

Adakah riwayat hipertensi?

riwayat nutrisi

riwayat penyakit berat

riwayat penyakit darah terutama gangguan pembekuan

mulai kapan merasa mules

melahirkan dimana

sudah diberikan oksitosin belum

saat lahir ada tindakan pakai alat (forcep?)

2. PEMERIKSAAN

A. FISIK

Inspeksi dan palpasi

o cek kesadaran dan tanda – tanda vital (TD, nadi)

o periksa in spekulo: apakah ada luka jalan lahir atau tidak,

kemudian lihat sumber perdarahannya apakah dari dalam corpus

uteri atau dari jalan lahir

3

Page 4: kasus 4 - PPH

o akral dingin

o tinggi fundus

segera setelah placenta lahir, tinggi fundus setingi pusat, kemudian

berangsur mengecil. Kalau tinggi fundusnya masih sama seperti

saat melahirkan (di atas pusat) curigai atonia uteri. Kalau perutnya

teraba keras dan pasien sangat kesakitan berarti dicurigai ruptur

uteri.

B. PENUNJANG

pemeriksaan darah :

o darah rutin (Hb,Leukosit,trombosit,dan Eritrosit)

o jika mau mengarah ke gangguan pembekuan darah, periksa BT,

CT, PT dan aPTT

3. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Diferensial diagnosis dibuat hanya untuk membedakan etiologi saja.

1.Atonia uteri

Perdarahan obstetric sering disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi secara

memadai setelah pelahiran. Pada banyak kasus, perdarahan postpartum dapat

diperkirakan jauh sebelum pelahiran. Contoh – contoh ketika trauma dapat menyebabkan

perdarahan postpartum antara lain pelahiran janin besar, pelahiran dengan forsep tengah,

rotasi forceps, setiap manipulasi intrauterus, dan mungkin persalinan pervaginam setelah

seksio sesarea (VBAC) atau insisi uterus lainnya. Atonia uteri yang menyebabkan

perdarahan dapat diperkirakan apabila digunakan zat – zat anestetik berhalogen dalam

konsentrasi tinggi yang menyebabkan relaksasi uterus (Gilstrap, dkk). Uterus yang

mengalami overdistensi besar kemungkinan mengalami hipotonia setelah persalinan.

Dengan demikian, wanita dengan janin besar, janin multiple, atau hidramnion rentan

terhadap perdarahan akibat atonia uteri. Kehilangan darah pada persalinan kembar,

sebagai contoh rata – rata hampir 1000 ml dan mungkin jauh lebih banyak. Wanita yang

persalinannya ditandai dengan his yang terlalu kuat atau tidak efektif juga besar

kemungkinan mengalami perdarahan berlebihan akibat atonia uteri setelah melahirkan.

4

Page 5: kasus 4 - PPH

Demikian juga persalinan yang dipicu atau dipacu dengan oksitosin lebih rentan

mengalami atonia uteri dan perdarahan postpartum. Wanita dengan paritas tinggi

mungkin berisiko besar mengalami atonia uteri. Fuchs dkk melaporkanhasil akhir pada

hampir 5800 wanita para 7 atau lebih. Mereka melaporkan bahwa insiden perdarahan

postpartum sebesar 2,7 persen pada para wanita ini meningkat empat kali lipat

dibandingkan dengan populasi obstetric umum. Babinzki, dkk melaporkan insiden

perdarahan postpartum sebesar 0,3 persen pada wanita dengan paritas rendah, tetapi 1,9

persen pada mereka dengan para 4 atau lebih.

Risiko lain adalah apabila wanita yang bersangkutan pernah mengalami perdarahan

postpartum. Akhirnya, kesalahan penatalaksanaan persalinan kala tiga berupaya untuk

mempercepat pelahiran plasenta selain daripada mengeluarkannya secara manual.

Pemijatan dan penekanan secara terus menerus terhadap uterus yang sudah berkontraksi

dapat mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta sehingga pemisahan plasenta

tidak sempurna dan pengeluaran darah meningkat.

2.Laserasi traktus genitalis

Laserasi perineum. Semua laserasi perineum, kecuali yang paling superficial,

disertai oleh cedera bagian bawah vagina dengan derajat bervariasi. Robekan

semacam ini dapat cukup dalam untuk mencapai sfingter anus dan meluas

menembus dinding vagina dengan kedalaman bervariasi. Laserasi bilateral ke

dalam vagina biasanya memiliki panjang yang tidak sama dan dipisahkan oleh

bagian mukosa vagina yang berbentuk lidah. Perbaikan laserasi ini harus menjadi

bagian setiap operasi untuk memperbaiki laserasi perineum. Apabila otot dan

fasia vagina serta perineum dibawahnya tidak dijahit, pintu keluar vagina dapat

mengendur dan memudahkan terbentuknya retokel dan sistokel.

Laserasi vagina. Laserasi terbatas yang mengenai sepertiga tengah atau atas

vagina tetapi tidak berkaitan dengan laserasi perineum atau serviks lebih jarang

dijumpai. Laserasi ini biasanya longitudinal dan sering terjadi akibat cedera yang

ditimbulkan oleh tindakan forceps atau vakum, tetapi dapat juga terjadi pada

5

Page 6: kasus 4 - PPH

pelahiran spontan. Laserasi ini sering meluas ke dalam menuju jaringan

dibawahnya dan dapat menimbulkan perdarahan bermakna yang biasanya dapat

diatasi dengan penjahitan yang tepat. Laserasi ini mungkin terlewatkan, kecuali

apabila dilakukan inspeksi yang cermat terhadap vagina bagian atas. Perdarahan

pada keadaan uterus berkontraksi kuat merupakan bukti adanya laserasi saluran

genitalia, retensi sisa plasenta, atau keduanya. Laserasi dinding anterior vagina

yang terletak didekat uretra sering terjadi. Laserasi ini sering superficial dengan

sedikit atau tanpa perdarahan, dan perbaikan biasanya tidak diindikasikan.

Apabila laserasinya cukup besar sehingga diperlukan perbaikan, dapat terjadi

kesulitan berkemih sehingga perlu dipasang kateter foley (indwelling).

Cedera levator ani

Cedera pada serviks

3.Retensio placenta. Perdarahan postpartum dini jarang disebabkan oleh retensi

potongan plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan

perdarahan pada akhir masa nifas. Inspeksi plasenta setelah pelahiran harus dilakukan

secara rutin. Apabila ada bagian plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan sisa

plasenta dikeluarkan, terutama pada perdarahan postpartum yang berlanjut. Walaupun

jarang, retensi lobus suksenturiata dapat menyebabkan perdarahan postpartum.

4. Inversio uteri. Inversi total uterus setelah janin lahir hampir selalu disebabkan oleh

tarikan kuat terhadap tali pusat yang melekat ke plasenta yang tertanam di fundus.

Inversion uteri inkomplet juga dapat terjadi. Yang ikut berperan dalam inversion uteri

adalah tali pusat yang kuat dan tidak mudah terlepas dari plasenta ditambah dengan

tekanan pada fundus dan uterus yang lemas, termasuk segmen bawah uterus dan serviks.

Plasenta akreta mungkin berperan walaupun inversion uteri dapat terjadi meski plasenta

tidak terlalu lekat.

5. Robekan dinding uterus (ruptur uteri). Ruptur spontan uterus jarang terjadi, factor

resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat

6

Page 7: kasus 4 - PPH

operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oksitosin. Rupture uterus

sering terjadi akibat jaringan parut seksio sesarea sebelumnya.

6.Gangguan pembekuan. Gejala – gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa

penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :

Hipofibrinogenemia

Trombositopenia

ITP

HELLP syndrome (Hemolysis, Elevated Liver enzymes, and Low Platelet count)

DIC

Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada tranfusi darah lebih dari 8 unit karena

darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah

rusak.

4. WORKING DIAGNOSIS

Perdarahan postpartum

Definisi

—Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih

darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita

yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah. Perdarahan

postpartum digunakan untuk persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 20

minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai

aborsi spontan.

Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan postpartum :

1. Perdarahan yang tidak dapat terkontrol

2. Penurunan tekanan darah

3. Peningkatan denyut jantung

4. Penurunan hitung sel darah merah (hematokrit)

7

Page 8: kasus 4 - PPH

5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar

perineum

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan

ditatalaksana sesuai penyebabnya.

Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan

menakutkan sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok

atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan – lahan tapi terjadi terus

menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun

jatuh ke dalam syok.

Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan

tekanan darah, nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai tejadi syok.

Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio

plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan

akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta

lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan

lahir. Pada pemeriksaan obstetric kontraksi uterus akan lembek dan membesar

jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk

mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.

Diagnosis

Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada

perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan

berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum

tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap

persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada. 9

Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang

deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani

sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak

mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama

akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah

8

Page 9: kasus 4 - PPH

perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. 9

Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi

menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena

adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari

perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis,

pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam. 9

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi

abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan

lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang

keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan

pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari

serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.9

Berikut langkah – langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan

postpartum :

1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri

2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak

3. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :

a. Sisa plasenta dan ketuban

b. Robekan rahim

c. Plasenta succenturiata

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang

pecah

5. Pemeriksaan laboratorium: bleeding time, clot observation test, dll

Klasifikasi

Klasifikasi perdarahan postpartum :

1. Perdarahan post partum primer / dini  (early postpartum hemarrhage), yaitu

perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah

9

Page 10: kasus 4 - PPH

atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir.

Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama

2. Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage),

yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

5. PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN

1. Pencegahan masa kehamilan

a. Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang – kurangnya bersiap siaga pada kasus – kasus yang

disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak

saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan

melakukan antenatal care yang baik.

Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu – ibu yang

mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat

dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

b. Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan

darah, dan bila memunkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank

darah. Pemasangan kateter intravena dengan lobang yang besar untuk

persiapan apabila diperlukan tranfusi. Untuk pasien dengan anemia berat

sebaiknya langsung dilakukan tranfusi.

Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk

menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

c. Persalinan

Setelah bayi lahir massase uterus dengan arah gerakan circular atau maju

mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik.massase

yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama, ataupun

sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi akan menyebabkan

kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan

postpartum.

d. Kala III dan IV

10

Page 11: kasus 4 - PPH

Uteronica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan.

Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada

pasien yang mendapat oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak

didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya

lebih baik berhati – hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar

apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oksitosin selama

kala III terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian

perdarahan postpartum sebesar 40%.

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit

setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada

untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta

akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran

darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke

abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina.

Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat

secara hati – hati.

Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak.

Untuk ‘manual plasenta” ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya

manual plasent. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak

ada alas an untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan

manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak

didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual

plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan

plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari

bagian – bagian kecil dari sisa plasenta.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan

jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan

yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomy segera dijahit sesudah

didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

11

Page 12: kasus 4 - PPH

2. Manajemen perdarahan postpartum

Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah

menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.

Terapi pada pasien dengan postpartum haemorhage mempunyai 2 bagian pokok :

a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan

Pasien dengan PPH memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume

sirkulasi darah ke organ – organ penting.

Pastikan dua kateter intravena ukuran besar (16) untuk memudahkan

pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi

cairan cepat.

Pemberian cairan : berikan normal salin / ringer laktat

Tranfusi darah : bisa berupa whole blood atau PRC

Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urin (dikatakan

perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam = 30 cc

atau lebih)

b. Manajemen penyebab postpartum haemorrhage

Tentukan penyebab PPH:

Atonia uteri

Periksa ukuran dan tonus uteri dengan meletakkan satu tangan di

fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah

di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak

berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras

dan pemberian oksitosin.

Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan

memudahkan tindakan selanjutnya.

Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut,

letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya

dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior.

Pemberian uteronica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian

oksitosin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan,

pilihan berikutnya adalah ergotamine (metilergonovin).

12

Page 13: kasus 4 - PPH

Sisa plasenta

Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi

bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uteronica

lakukan eksplorasi. Beberapa ahli menganjurkan eksplorasi

secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi

kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uteronica

selama dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan

kompresi bimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uteronica.

Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan eksplorasi dan

manual removal.

Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik

bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi.

Pemasangan tamponade uterovaginal juga cukup berguna untuk

mengehentikan perdarahan selama persiapan operasi.

Trauma jalan lahir

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab perdarahan apabila uterus

sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut.

Lakukan eksplorasi jalan lahir dengan penerangan yang cukup.

Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan,

pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah

dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.

Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi

laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya bisa

dilakukan incise dan drainase.

Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena

pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan

perdarahan.

13

Page 14: kasus 4 - PPH

Gangguan koagulasi

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya rupture uteri, sisa

plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik

maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan

darah. Lanjutkan dengan pemberian produk darah pengganti

(trombosit, fibrinogen)

Terapi pembedahan

o Laparatomi

Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel)

adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah

bebas untuk memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan

sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun

hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan

reparasi benar – benar menghentikan perdarahan dan tidak ada

perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan

keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu.

Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intak dan tidak

ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual

disertai pemberian uteronica.

o Ligasi arteri

Ligasi arteri uterine

Prosedur ini sederhana dan efektif mengehntikan

perdarahan yang berasal dari uterus karena arteri ini

mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak

ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.

Ligasi arteri ovarii

Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil

yang diberikan.

Ligasi arteri iliaca interna

14

Page 15: kasus 4 - PPH

Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari

semua traktus genitalia dengan mengurangi tekanan

darah dan sirkulasi darah sekitar pelvis.

Apabila tidak berhasil mengehntikan perdarahan,

pilihan berikutnya adalah histerektomi.

o Histerektomi

Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan

yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih

baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih

mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi

tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal

dari segmen bawah rahim, serviks, forniks, vagina.

Referensi pemberian uteronica :

1. Pitocin

a. Onset in 3 to 5 minutes

b. Intramuscular : 10 – 20 units

c. Intravenous : 40 units/litre at 250 cc/hour

2. Ergotamine (Methergine)

a. Dosing : 0,2 mg IM or PO every 6-8 hour

b. Onset in 2 to 5 minutes

c. Kontraindikasi :

1. Hipertensi

2. Pregnancy induced hypertension (PIH)

3. hypersensitivity

3. Prostaglandin (Hemabate)

d. Dosing : 0,25 mg IM or intra-myometrium

e. Onset <5 menit

f. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg

4. Misoprostol 600 mcg PO or PR

15

Page 16: kasus 4 - PPH

6. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Etiologi dan patofisiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas,

adalah :

A. Etiologi perdarahan postpartum dini (early) :

1. Atonia uteri. Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk

berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum

secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat – serat myometrium terutama yang

berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan

plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada

perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia

uteri juga dapat timbul karena salah penanganan pada kala III persalinan, dengan

memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang

sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia merupakan penyebab utama perdarahan

postpartum.

— Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :

Manipulasi uterus yang berlebihan

General anestesi (pada persalinan dengan operasi)

Uterus yang teregang berlebihan:

o multipara dan grande mutipara (fibrosis otot uterus)

o gemelli

o fetal makrosomia (4500 – 5000gram)

o polihidramnion

Partus lama dan partus terlantar

Kelainan pada uterus maupun infeksi seperti mioma uteri, uterus couveloair

pada solusio plasenta, chorioamnionitis, endomyometritis, sepsis

16

Page 17: kasus 4 - PPH

Plasenta previa

Solusio plasenta

Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Laserasi  Jalan lahir : robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim.

Dapat menimbulkan perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi

3. Hematoma

Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah – daerah yang mengalami laserasi

atau pada daerah jahitan perineum.

4. Lain – lain (retensio plasenta, sisa plasenta, plasenta acreta dan

variasinya)

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan

retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari

dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.

Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila

terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk

mengeluarkannya.

Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :

Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta

adhesive)

Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili komalis

menembus desidua sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum

(plasenta acreta – perkreta)

Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar

disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah

17

Page 18: kasus 4 - PPH

penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah

uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).

Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 20 – 25 % dari kasus

perdarahan postpartum.

Penemuan ultrasonografi adanya massa uterus yang echogenic mendukung

diagnose retensio sisa plasenta. Hal ini bisa dugunakan jika perdarahan beberapa

jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum haemorrhage.

Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan

curettage.

B. Etiologi perdarahan postpartum lambat (late) :

o Tertinggalnya sebagian plasenta

o Subinvolusi di daerah insersi plasenta

o Dari luka bekas seksio sesaria\

7. EPIDEMIOLOGI

1. Insiden

Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8%.

Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada

kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan

darah yang hilang setelah persalinan.

2. Peningkatan angka kematian di negara berkembang

Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal. Hal

ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan tranfusi,

kurangnya layanan operasi.

8. KOMPLIKASI

Disamping menyebabkan kematian maternal, perdarahan pascapersalinan

memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang.

18

Page 19: kasus 4 - PPH

Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis

pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya

adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia,

penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan

ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi.

9. PROGNOSIS

Dubia ad malam tergantung dari penanganan.

10. PENCEGAHAN

Cara  yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin

kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang

dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan

suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi

jumlah perdarahan yang terjadi.9

Penanganan umum pada perdarahan post partum :10

Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)

Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya

pencegahan perdarahan pasca persalinan)

Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan)

dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat

gabung).

Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat

Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan

masalah dan komplikasi

Atasi syok

19

Page 20: kasus 4 - PPH

Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus,

berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40

tetesan permenit.

Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan

lahir.

Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan

Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

20

Page 21: kasus 4 - PPH

BAB III

KESIMPULAN

Perdarahan adalah suatu penyebab utama lamgsung kematian maternal, terutama di

negara yang kurang berkembang, perdarahan masih merupakan penyebab terbesar

kematian maternal.

Perdarahan post partum adalah perdarahan 500 cc atau lebih yang terjadi setelah anak

lahir. Perdarahan dapat terjadi secara massif dan cepat, atau secara perlahan – lahan tapi

terus menerus.

Perdarahan hanyalah geja;a, harus dicari tahu penyebabnya untuk memberikan

pertolongan sesuai dengan penyebabnya.

21

Page 22: kasus 4 - PPH

Daftar pustaka

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap III LC, Wenstrom KD.

Uterine Leiomyomas. In : Williams Obstetrics. 22nd edition. Mc Graw-Hill. New York :

2005.

2. Sheris j. Out Look : Kesehatan ibu dan Bayi Baru Lahir. Edisi Khusus. PATH. Seattle :

2002.

3. Winkjosastro H, Hanada . Perdarahan Pasca Persalinan. Disitasi tanggal 21 September

2008 dari : http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt12 .html [update : 1

Februari 2005].

4. Setiawan Y. Perawatan perdarahan post partum. Disitasi tanggal 21 September 2008

http://www.Siaksoft.net [update : Januari 2008].

5. Alhamsyah. Retensio Plasenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari :

www.alhamsyah.com [update : Juli 2008].

6. Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Perdarahan Pasca Persalinan.. Disitasi

tanggal 22 September 2008 dari : http://.www.Fkunsri.wordpress.com [update : Agustus

2008].

7. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Tindakan Operatif Dalam Kala Uri.

Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

8. WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth : Manual Removal. of

Placenta. Disitasi tanggal 22 September 2008 dari

:http://www.who.int/reproductivehealth/impac/Procedures/

Manual_removal_P77_P79.html. [update : 2003].

22

Page 23: kasus 4 - PPH

9. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Perdarahan Post Partum. Dalam : Ilmu

Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

10. Prawirohardjo S. Perdarahan Paca Persalinan. Dalam : Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP. 2002.

11. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T. Syok Hemoragika dan Syok Septik.

Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi 3. Jakarta : YBP-SP. 2002.

23