Kasbes Mata Disa RevisiNew

33
LAPORAN KASUS SEORANG PEREMPUAN 14 TAHUN DENGAN ODS ASTIGMATISMA MYOPIKUS KOMPOSITUS Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior Departemen Ilmu Kesehatan Mata Penguji kasus : dr. Maharani Cahyono, Sp.M Pembimbing : dr. Arnila Novitasari Saubig Dibacakan oleh : Disa Yolanda Putri Dibacakan tanggal : 2 Desember 2013 DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

description

hhhhhh

Transcript of Kasbes Mata Disa RevisiNew

Page 1: Kasbes Mata Disa RevisiNew

LAPORAN KASUS

SEORANG PEREMPUAN 14 TAHUN

DENGAN ODS ASTIGMATISMA MYOPIKUS KOMPOSITUS

Diajukan untuk melengkapi tugas kepaniteraan senior

Departemen Ilmu Kesehatan Mata

Penguji kasus : dr. Maharani Cahyono, Sp.M

Pembimbing : dr. Arnila Novitasari Saubig

Dibacakan oleh : Disa Yolanda Putri

Dibacakan tanggal : 2 Desember 2013

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2013

Page 2: Kasbes Mata Disa RevisiNew

HALAMAN PENGESAHAN

Melaporkan kasus Seorang Perempuan 14 tahun dengan ODS Astigmatisma

Myopikus Kompositus :

Penguji kasus : dr. Maharani Cahyono, Sp.M

Pembimbing : dr. Arnila Novitasari Saubig

Dibacakan oleh : Disa Yolanda Putri

Dibacakan tanggal : 2 Desember 2013

diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan senior di Departemen Ilmu

Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Semarang, 2 Desember 2013

Mengetahui,

Pembimbing Penguji

dr. Arnila Novitasari Saubig dr. Maharani Cahyono, Sp.M

Page 3: Kasbes Mata Disa RevisiNew

LAPORAN KASUS

ODS ASTIGMATISMA MYOPIKUS KOMPOSITUS

Penguji kasus : dr. Maharani Cahyono, Sp.M

Pembimbing : dr. Arnila Novitasari Saubig

Dibacakan oleh : Disa Yolanda Putri

Dibacakan tanggal : 2 Desember 2013

I. PENDAHULUAN

Kelainan refraksi yang tidak terkoreksi merupakan penyebab utama low

vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB) dan WHO,

menyatakan bahwa pada tahun 2006 diperkirakan 153 juta penduduk dunia

mengalami gangguan visus akibat kelainan refraksi yang tidak terkoreksi. 1,2

Menurut data Riskesdas 2007, prevalensi nasional kebutaan di Indonesia adalah

sebesar 0,9 % dengan penyebab utama katarak, glaukoma dan disusul dengan

gangguan refraksi serta penyakit mata degeneratif. 3

Interpretasi terhadap informasi visual tergantung dari kemampuan mata

untuk memfokuskan cahaya yang datang menuju ke retina. Dalam proses

interpretasi visual ini, ada tiga komponen yang berpengaruh yaitu refraksi, media

refrakta yang terdiri atas kornea, humor aquous, lensa, dan corpus vitreum, serta

saraf optik. Jika terdapat kelainan atau gangguan pada salah satu komponen

tersebut dapat menyebabkan gangguan pada tajam penglihatan.4

Astigmatisma dan miopi merupakan bentuk dari kelainan refraksi. Yang

dimaksud dengan kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak

terbentuk pada retina (makula lutea atau bintik kuning). Pada kelainan refraksi

terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan

1

Page 4: Kasbes Mata Disa RevisiNew

bayangan kabur. Pada mata normal, kornea dan lensa akan membelokkan sinar

pada titik fokus yang tepat pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan

kornea dan lensa yang betul-betul sesuai dengan panjangnya bola mata. Pada

kelainan refraksi sinar tidak dibiaskan tepat pada bintik kuning, akan tetapi dapat

di depan atau di belakang bintik kuning atau bahkan tidak terletak pada satu titik

yang tajam.5

II. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Nn ARS

Umur : 14 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Lerep, Ungaran Barat

Pekerjaan : Pelajar

No. CM : C119797

III. ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 22 November 2013)

Keluhan utama: Kedua mata kabur

Riwayat Penyakit Sekarang :

Kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien merasa kedua mata kabur,

terutama saat meihat jauh. Keluhan dirasakan sepanjang hari, semakin

lama semakin berat, mengganggu aktivitas dan tidak membaik dengan

penggunaan kacamata. Pasien telah memakai kacamata sejak usia 6 tahun,

terakhir kontrol dan koreksi sekitar 1 tahun yang lalu. Pasien memiliki

kebiasaan belajar dimalam hari, ditempat yang agak redup, dengan posisi

tiduran (terlentang). Pasien juga merasakan mata cepat lelah, diikuti

dengan nyeri kepala. Nyeri kepala dirasakan didaerah ubun-ubun, terasa

seperti berdenyut, membaik saat istirahat. Nyeri kepala dirasakan terutama

jika pasien melihat garis yang bedekatan dan kadang-kadang lantai terlihat

seperti bergelombang. Keluhan sering dirasakan saat pasien kelelahan atau

setelah belajar dimalam hari. Mata merah(-), nyeri/cekot-cekot(-), gatal(-),

2

Page 5: Kasbes Mata Disa RevisiNew

berair(-), ngganjel(-), kelopak terasa bengkak(-), silau bila melihat

cahaya(-), keluar kotoran mata(-), dan mata lengket di pagi hari(-).

Pasien kemudian memeriksakan diri ke poliklinik RSUP

Dr.Kariadi Semarang.

Riwayat Penyakit Dahulu :

o Riwayat pemakaian kacamata (+) sejak usia 6 th, ukuran kacamata

terakhir OD -7,50 OS -6,00 C-1,00 X 1800

o Riwayat trauma pada daerah mata disangkal

o Riwayat penggunaan lensa kontak disangkal

o Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal

o Riwayat operasi pada mata disangkal

o Riwayat alergi makanan dan obat-obatan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

o Tidak ada anggota keluarga pasien yang minus tinggi

o Riwayat pemakaian kacamata pada keluarga (+)

Riwayat Sosial Ekonomi :

o Pasien adalah seorang pelajar

o Kedua orang tua bekerja sebagai pegawai swasta

o Biaya pengobatan ditanggung pribadi

o Kesan sosial ekonomi cukup

IV. PEMERIKSAAN

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 22 November 2013)

Status Presen :

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Kompos mentis

Tanda vital : Tekanan darah : 110/80 mmHg

3

Page 6: Kasbes Mata Disa RevisiNew

Nadi : 90 x/menit, reguler, isi dan

tegangan cukup

RR : 19 x/menit

Suhu : afebris

Pemeriksaan fisik: kepala : tidak ada kelainan

leher : tidak ada kelainan

thoraks : cor : tidak ada kelainan

paru : tidak ada kelainan

abdomen : tidak ada kelainan

ekstremitas : tidak ada kelainan

Status Oftalmologi (Tanggal 22 Desember 2013)

OD OS

Oculi Dexter Oculi Sinister

2/60 VISUS 1/60

S-7,00 C -0,5 X 1800 6/6 KOREKSI S-7,00 C -1,00 X 1800 6/6

Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan

Gerak bola mata bebas ke

segala arah

PARASE/PARALYSE Gerak bola mata bebas ke

segala arah

Tidak ada kelainan SUPERCILIA Tidak ada kelainan

Edema (-), spasme (-) PALPEBRA SUPERIOR Edema (-), spasme (-)

Edema (-), spasme (-) PALPEBRA INFERIOR Edema (-), spasme (-)

Hiperemis (-), sekret (-),

edema (-)

CONJUNGTIVA

PALPEBRALIS

Hiperemis (-), sekret (-),

edema (-)

4

Page 7: Kasbes Mata Disa RevisiNew

Hiperemis (-), sekret (-),

edema (-)

CONJUNGTIVA

FORNICES

Hiperemis (-), sekret (-),

edema(-)

Injeksi silier (-), sekret (-) CONJUNGTIVA BULBI Injeksi silier (-), sekret (-)

Tidak ada kelainan SCLERA Tidak ada kelainan

Jernih CORNEA Jernih

Kedalaman cukup,

Tyndall Efek (-)

CAMERA OCULI

ANTERIOR

Kedalaman cukup,

Tyndall Efek (-)

Kripte (+), sinekia (-) IRIS Kripte (+), sinekia(-)

Bulat, sentral, regular,

d : 3 mm, RP (+) N

PUPIL Bulat, sentral, regular,

d : 3 mm, RP (+) N

Jernih LENSA Jernih

(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang

T (digital) normal TENSIO OCULI T (digital) normal

Tidak dilakukan SISTEM CANALIS

LACRIMALIS

Tidak dilakukan

Pemeriksaan binokularitas: Alternating Cover Test (-)

Duke Elder Test (-)

Distorsi (-)

Reading test (tidak dilakukan)

V. RESUME

Seorang perempuan usia 14 tahun datang ke RSUP Dr. Kariadi dengan

keluhan visus menurun . Kurang lebih 1 bulan yang lalu pasien merasa kedua

mata mengalami penurunan visus, terutama saat melihat jauh. Keluhan dirasakan

sepanjang hari, semakin lama semakin berat, mengganggu aktivitas dan tidak

membaik dengan penggunaan kacamata. Pasien telah memakai kacamata sejak

usia 6 tahun, terakhir kontrol dan koreksi sekitar 1 tahun yang lalu. Pasien

memiliki kebiasaan belajar dimalam hari, ditempat yang agak redup, dengan

posisi tiduran (terlentang). Pasien juga merasakan mata cepat lelah, diikuti dengan

5

Page 8: Kasbes Mata Disa RevisiNew

cefalgia. Cefalgia dirasakan didaerah frontal, terasa seperti berdenyut, membaik

saat istirahat. Cefalgia dirasakan terutama jika pasien melihat garis yang

bedekatan dan kadang-kadang lantai terlihat seperti bergelombang. Keluhan

sering dirasakan saat pasien kelelahan atau setelah belajar dimalam hari. Riwayat

keluarga yang minus tinggi(-), riwayat pemakaian kacamata pada keluarga(+).

Pasien adalah seorang pelajar, orang tua bekerja sebagai pegawai swasta dan

pembiayaan ditanggung pribadi.

Pemeriksaan fisik : Status praesens dan pemeriksaan fisik dalam batas normal

Status Oftalmologi :

Oculi Dexter Oculi Sinister

2/60 VISUS 1/60

S-7,00 C -0,5 X 1800 6/6 KOREKSI S-7,00 C -1,00 X 1800 6/6

Bulat, central, regular,

d : 3 mm, RP (+) N

PUPIL Bulat, central, regular,

d : 3 mm, RP (+) N

Jernih LENSA Jernih

(+) cemerlang FUNDUS REFLEKS (+) cemerlang

Pemeriksaan binokularitas: Alternating Cover Test (-)

Duke Elder Test (-)

Distorsi (-)

Reading test (tidak dilakukan)

VI. DIAGNOSA

Diagnosa Kerja :

ODS Astigmatisma Myopikus Kompositus

VII. TERAPI

Resep kacamata sesuai dengan koreksi

6

Page 9: Kasbes Mata Disa RevisiNew

VIII. PROGNOSIS

OD OS

Quo ad visam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad sanam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

Quo ad cosmeticam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

IX. SARAN

1. Melakukan penggantian lensa kacamata sesuai hasil koreksi

2. Melakukan kontrol visus dan pemeriksaan funduskopi setiap 6 bulan

sekali

X. EDUKASI

o Menjelaskan pada pasien bahwa keluhan pada kedua mata pasien karena

terdapat gangguan refraksi

o Menjelaskan pada pasien mengenai terapi yang dilakukan yaitu

penggunaan kacamata dengan lensa sesuai hasil koreksi

o Menjelaskan agar pasien tidak terus menerus melakukan kebiasaan

membaca ditempat yang redup dan dalam posisi terlentang agar tidak

terjadi gangguan refraksi mata yang semakin berat.

o Menjelaskan mengenai pentingnya memakai kacamata koreksi dan

menjelaskan komplikasi yang dapat timbul apabila tidak memakai

kacamata.

XI. DISKUSI

Kelainan Refraksi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang

terdiri atas kornea, humor aquos, lensa, benda kaca, dan panjangnya bola mata.

Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjangnya

bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media

7

Page 10: Kasbes Mata Disa RevisiNew

penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut

sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retina

pada keadaan mata tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.

Emetropia adalah suatu keadaan dimana sinar-sinar sejajar dari jarak tak

terhingga dibiaskan tepat di retina tanpa akomodasi. Keadaan refraksi yang tidak

demikian disebut ametropia atau kelainan refraksi.6

Secara keseluruhan, status refraksi mata ditentukan oleh :7

- Kekuatan kornea (rata-rata +43 D)

- Kedalaman kamera okuli anterior (rata-rata 3,4 mm)

- Kekutan lensa kristallina (rata-rata + 21 D)

- Panjang aksial (rata-rata 24 mm)

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak terbentuk

pada retina (makula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan

sistem optik pada mata, sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Pada mata

normal, kornea dan lensa akan membelokkan sinar menuju titik fokus yang tepat

pada sentral retina. Keadaan ini memerlukan susunan kornea dan lensa yang

sesuai dengan panjang bola mata. Pada kelainan refraksi, sinar dibiaskan di depan

atau di belakang makula lutea. 8,9

Suatu keadaan dimana terjadi kelainan refraksi disebut ametropia. Ametropia

dapat disebabkan oleh kelengkungan kornea atau lensa yang abnormal (ametropia

kurvatura) atau indeks bias yang abnormal (ametropia indeks). Ametropia dapat

ditemukan dalam bentuk myopia, hipermetropia, dan astigmatisma.4,10 Bentuk-

bentuk ametropia adalah sebagai berikut :

- Ametropia aksial

Merupakan ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata

lebih panjang atau lebih pendek, sehingga bayangan benda

difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada myopia aksial,

fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang,

sedangkan pada hipermetropia aksial, fokus bayangan terletak di

belakang retina.10

8

Page 11: Kasbes Mata Disa RevisiNew

- Ametropia refraktif

Merupakan ametropia akibat kelainan sistem pembiasan dalam

mata. Bila daya bias kuat, maka bayangan akan jatuh di titik fokus

di depan retina (myopia) sedangkan daya bias yang lemah akan

menyebabkan bayangan jatuh pada titik fokus di belakang retina

(hipermetropia refraktif).10

- Ametropia kurvatura

Merupakan ametropia yang terjadi karena kecembungan kornea

atau lensa yang tidak normal. Kurvatura kornea pada myopia

bertambah kelengkungannya, contohnya pada keratokonus;

sedangkan pada hipermetropia kelengkungan kornea dan lensa

lebih datar dari kondisi normal.10

Kelainan refraksi dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan tajam

penglihatan atau visus.

Pemeriksaan Visus dengan Optotipe Snellen

Tujuan dari pemeriksaan dengan Optotipe Snellen adalah melakukan

pemeriksaan refraksi secara subyektif, yaitu pemeriksaan atau tindakan untuk

memperbaiki penglihatan seseorang dengan bantuan lensa yang ditempatkan di

depan bola mata.

Alat-alat yang digunakan antara lain :

- Optotipe Snellen

- Trial Lens Set

Prosedur pemeriksaan ini terdiri atas 2 langkah:

Langkah pertama : pemeriksaan visus

- Pasien duduk dengan jarak 6 meter dari Optotipe Snellen, salah satu

mata pasien ditutup kemudian pasien disuruh membaca huruf terbesar

sampai huruf terkecil yang dapat terbaca.

- Jika huruf terbesar tidak terbaca, maka pasien diperiksa dengan hitung

jari. Contoh : visus 1/60 berarti pasien bisa menghitung jari dengan

9

Page 12: Kasbes Mata Disa RevisiNew

tepat pada jarak 1 meter, sedangkan orang normal dapat melihat dalam

jarak 60 meter.

- Jika pasien tidak dapat menghitung jari, maka dilakukan pemeriksaan

lambaian tangan pada jarak 1 meter. Pasien disuruh menyebutkan arah

lambaian tangan. Bila pasien dapat menyebutkan arah lambaiannya

dengan benar, maka visusnya 1/300, berarti pasien dapat melihat arah

lambaian tangan pada jarak 1 meter sedangkan pada orang normal

dapat melakukannya pada jarak 300 meter.

- Bila pasien tidak dapat menyebutkan arah lambaian tangan, maka

pasien diperiksa dengan menggunakan sinar. Pasien diminta untuk

membedakan gelap dan terang. Apabila pasien dapat menyebutkan

gelap dan terang, maka visusnya 1/~, berarti pasien hanya dapat

membedakan gelap atau terang pada jarak 1 meter yang seharusnya

pada orang normal pada jarak tak terhingga.

Langkah kedua : koreksi visus

- Koreksi visus dilakukan jika pasien dapat membaca huruf pada

Optotipe Snellen. Pemeriksaan dilakukan dengan teknik Trial and

error.

- Pasien dipasang trial frame, koreksi dilakukan bergantian dengan

menutup salah satu mata.

- Pasang lensa sferis sesuai dengan visus pasien. Apabila setelah diberi

lensa sferis positif visus membaik, berarti hipermetropi.

- Koreksi dilanjutkan dengan menambah atau mengurangi lensa sferis

sampai didapatkan visus 6/6.

- Koreksi yang diberikan pada pasien hipermetropi adalah koreksi lensa

sferis positif terbesar yang memberikan visus terbaik.

- Jika diberi lensa sferis positif visus bertambah kabur, maka lensa

diganti dengan lensa sferis negatif.

- Koreksi dilanjutkan dengan cara menambah atau mengurangi lensa

sferis sampai didapatkan visus 6/6.

10

Page 13: Kasbes Mata Disa RevisiNew

- Koreksi yang diberikan pada pasien myopia adalah koreksi lensa sferis

negatif terkecil yang memberikan visus terbaik.

- Jika visus tidak dapat mencapai 6/6, maka dicoba dengan memakai

pinhole.

- Bila visus membaik setelah diberi pinhole, berarti ada kemungkinan

terdapat astigmatisma, maka dilanjutkan dengan koreksi astigmatisma.

- Setelah visus menjadi 6/6, kemudian dilanjutkan pemeriksaan

binokularitas :

Alternating cover test

Dilakukan dengan cara menutup kedua mata secara bergantian.

Pasien membandingkan kedua mata yang paling jelas, pada

mata myopia, mata yang paling jelas koreksinya dikurangi.

Pada mata hipermetrop, mata yang paling jelas, koreksinya

ditambah.

Duke elder test

Pasien diinstruksikan untuk melihat Optotipe Snellen

menggunakan lensa koreksi,lalu ditaruh lensa sferis +0,25D

pada kedua mata. Jika pasien merasa kabur, berarti lensa

koreksi sudah tepat, apabila menjadi jelas berarti pasien masih

berakomodasi.

Distortion test

Pasien disuruh berjalan sambil memakai lensa koreksi. Jika

berjalan, lantai tidak terlihat bergelombang dan pasien tidak

pusing, maka koreksi sudah tepat.

Reading test

Untuk pasien berusia 40 tahun atau lebih, perlu dilakukan tes

penglihatan dekat. Pasien diberi lensa sferis positif sesuai

umur, kemudian membaca kartu jaeger.

Lensa adisi untuk penglihatan dekat diberikan berdasar patokan

umur :

40 tahun : +1.00 D

11

Page 14: Kasbes Mata Disa RevisiNew

50 tahun : +2.00 D

>60 tahun : +3.00 D

- Setelah semua pemeriksaan selesai, maka dibuatkan resep kaca mata

dimana sebelumnya telah diukur pupil distance dengan penggaris.

ASTIGMATISMA

Definisi

Astigmatisma adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan

garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi

lebih dari satu titik. Astigmatisma merupakan suaatu keadaan dimana sinar yang

masuk ke mata tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam, tetapi pada 2 garis

titik fokus yang saling tegak lurus.6,11

Kelainan refraksi pada mata astigmatisma

Keadaan ini dapat disebabkan oleh :12

a. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.

Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan terbesar adalah

kornea, yaitu mencapai 80 – 90% dari astigmatisma, sedangkan media

lainnya adalah lensa kristalina. Kesalahan pembiasan pada kornea ini

terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan atau tanpa pemendekan

atau pemanjangan diameter antero-posterior bola mata. Perubahan

lengkung kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka

atau parut di kornea, peradangan kornea, serta akibat pembedahan kornea.

12

Page 15: Kasbes Mata Disa RevisiNew

b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin

bertambah umur seseorang, maka daya akomodasi lensa kristalina semakin

berkurang dan lama-kelamaan akan mengalami kekeruhan yang juga dapat

menyebabkan astigmatisma.

c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada keratoplasti

d. Trauma kornea

e. Tumor

Klasifikasi

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina, Astigmatisma dibagi sebagai berikut:

a) Astigmatisma Reguler

Merupakan astigmatisma yang jika digambarkan didapatkan dua

titik bias pada sumbu mata karena ada dua bidang yang laing tegak lurus

dan salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat. Astigmatisma

jenis ini dapat dikoreksi dengan lensa silindris dan dapat menghasilkan

tajam penglhatan normal jika tidak disertai kelainan penglihatan lainnya.

Berdasar letak titik vertikal atau horisontal pada retina, astigmatisma

reguler diklasifikasikan menjadi :

- Astigmatisma Miopia Simpleks

- Astigmatisma Hipermetropia Simpleks

- Astigmatisma Miopia Kompositus

- Astigmatisma Hipermetropia Kompositus

- Astigmatisma Mixtus

13

Page 16: Kasbes Mata Disa RevisiNew

Berdasar dari letak daya bias terkuat, bentuk astigmatisme reguler dibagi

menjadi 2 :

- Astigmatisma with the rule, dimana sumbu vertikal lebih curam,

koreksi silinder plus pada aksis 90° (vertikal) atau koreksi silinder

minus pada aksis 180°

- Astigmatisma against the rule, dimana sumbu horisontal lebih

curam, koreksi silinder plus pada aksis 180° atau minus pada aksis

90°

b) Astigmatisma Oblique

Merupakan astigmatisma reguler yang meridian utamanya terletak lebih

dari 20° dari sekitar aksis 90° atau 180°

c) Astigmatisma Irreguler

Merupakan astigmatisma dimana arah dan kekuatan meridian berubah-

ubah sesuai apertura pupil. Bidang meridian kurvatura ireguler sehingga

tidak ada satu bentuk geometri yang dianut. Dapat disebabkan oleh

sikatriks kornea.

14

Page 17: Kasbes Mata Disa RevisiNew

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri, astigmatisma diklasifikasikan sebagai :

a. Astigmatisma rendah

Astigmatisma yang ukuran powernya < 0,50D. Umumnya tidak perlu

menggunakan kacamata. Tetapi jika timbul keluhan, maka koreksi

kacamata dapat diberikan.

b. Astigmatisma sedang

Astigmatisma yang ukuran powernya antara 0,75 – 2,75D. Pada

astigmatisma ini, memerlukan koreksi kacamata.

c. Astigmatisma tinggi

Astigmatisma yang ukuran powernya > 3,00D. Astigmatisma ini sangat

mutlak diberikan koreksi kacamata.

Tanda dan gejala

Pada umumnya, seseorang yang menderita astigmatisma tinggi mengalami gejala-

gejala sebagai berikut :

Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada

umumnya keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatisma oblique

yang tinggi.

Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.

Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan

untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita

astigmatisma juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti

membaca.

Sedangkan pada penderita astigmatisma rendah, biasa ditandai dengan gejala-

gejala sebagai berikut :

Sakit kepala pada bagian frontal

Mata merasa tidak nyaman saat melihat jauh dan dekat

15

Page 18: Kasbes Mata Disa RevisiNew

MIOPIA

Miopi atau rabun jauh merupakan salah satu kelainan refraksi dimana sinar

sejajar dari jarak tak terhingga (tanpa akomodasi) dibiaskan menuju titik fokus

yang jatuh di depan retina.6

Beberapa tipe miopia :

1. Miopia aksial

Pada miopia aksial terjadi penambahan panjang diameter antero-posterior

bola mata lebih dari normal. Pada orang dewasa, penambahan panjang diameter

bola mata sebesar 1 mm akan menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.

Myopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut

disebabkan oleh adanya kelainan anatomis.

Menurut Donders (1864), memanjangnya tekanan otot pada saat

konvergensi.

2. Miopia refraktif

Pada miopia refraktif terdapat penambahan indeks bias media refrakta

seperti yang terjadi pada katarak intumescens dimana lensa menjadi lebih

cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

Pada miopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat disebabkan:

Kornea terlalu cembung (<7,7mm)

Terjadinya hydrasi/penyerapan cairan pada lensa kristalina sehingga

bentuk lensa kristalina menjadi lebih cembung dan daya biasnya

meningkat. Hal ini biasanya terjadi pada penderita katarak stadium

awal(imatur)

Terjadi peningkatan indeks bias pada cairan bola mata (biasanya terjadi

pada penderita diabetes melitus)

Beberapa hal yang mempengaruhi risiko terjadinya miopia, antara lain:

Keturunan. Orang tua yang mempunyai sumbu bola mata yang lebih

panjang dari normal akan memiliki kecendrungan melahirkan keturunan

yang memiliki sumbu bola mata yang lebih panjang dari normal pula.

16

Page 19: Kasbes Mata Disa RevisiNew

Ras/etnis. Menurut hasil survey, orang Asia memiliki kecendrungan

miopia lebih besar (70-90%) dibandingkan orang Eropa dan Amerika (30-

40%) serta orang Afrika (10-20%).

Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus-menerus dapat

memperbesar risiko miopia. Demikian juga kebiasaan membaca dengan

penerangan yang kurang memadai.

Berdasar derajatnya, miopia dibagi menjadi :

1. Miopia ringan, dimana koreksi yang dibutuhkan < 3,00D

2. Miopia sedang, dimana koreksi yang dibutuhkan 3,00 – 6,00 D

3. Miopia berat atau tinggi, dimana koreksi yang dibutuhkan > 6,00 D

Klasifikasi miopia berdasarkan usia:

1. Kongenital (sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak)

2. Youth-onset miopia (<20 tahun)

3. Early adult-onset miopia (20-40 tahun)

4. Late adult-onset miopia (>40 tahun)

Berdasar perjalanan penyakitnya, miopia dibagi menjadi :

1. Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa

2. Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya diameter antero-posterior bola mata.

3. Miopia maligna, yaitu miopia yang berjalan sangat progresif dan dapat

menyebabkan ablasio retina dan kebutaan. Disebut juga miopia pernisiosa,

miopia degeneratif. Disebut miopia maligna jika terdapat miopia > 6,00D

disertai kelainan pada fundus okuli,terbentuk stafiloma, dan pada bagian

temporal papil terdapat atrofi korioretina. Atrofi retina terjadi setelah atrofi

sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membrana Bruch yang dapat

menimbulkan rangsangan untuk terjadi neovaskularisasi subretina.

17

Page 20: Kasbes Mata Disa RevisiNew

Berdasar klinis, miopia dibagi menjadi :

1. Miopia simpleks, syarat :

- Tidak dijumpai kelainan patologis pada mata

- Progresivitas mulai berkurang pada masa pubertas dan stabil pada usia

20 tahun

- Derajat miopia <-6,00D

- Visus dengan koreksi dapat tercapai penuh

2. Miopia patologis

- Bila miopia masih progresif pada usia dewasa

- Dijumpai tanda-tanda degeneratif pada vitreous, makula, dan retina

- Gambaran klinisnya antara lain :

o Secara keseluruhan, bola mata lebih besar dan terjadi pemanjangan

hampir seluruhnya ke arah polus posterior

o Kurvatura lebih datar

o COA lebih dalam

o Pupil lebih lebar

o Sklera lebih tipis

o Pada fundus okuli dapat dijumpai papil N.II myopic crescent yaitu

bintik yang melebar karena bola mata membesar dan bertambah

panjang. Dijumpai juga vasa koroid yang tampak jelas, koroid yang

atrofi dan retina tigroid.

o Pada makula dapat dijumpai atrofi, gambaran mirip perdarahan di

dekat makula, ataupun foster fuchs fleek

o Pada derajat miopia yang sangat tinggi, dapat dijumpai posterior

stafiloma, yaitu seluruh polus posterior herniasi ke belakang.

Komplikasi Miopia

- Ablasio retina

- Glaukoma sudut terbuka

- Astenopia konvergensi

18

Page 21: Kasbes Mata Disa RevisiNew

- Juling atau esotropia

ANALISIS KASUS

Pasien ini didiagnosis ODS Astigmatisma Myopikus Kompositus dengan dasar

anamnesis dan pemeriksaan fisik sebagai berikut:

1. Anamnesis:

Penderita berusia 14 tahun

Pasien merasa pandangan kabur pada kedua mata meskipun sudah

memakai kacamata, diikuti dengan cefalgia setelah beraktivitas

lama

Pasien menggunakan kacamata minus sejak usia 6 tahun dan

terakhir dikoreksi 1 tahun yang lalu

2. Pemeriksaan Oftalmologis (OD)

VOD = 2/60 S-7,00 C -0,5 X 1800 6/6

VOS = 1/60 S-7,00 C -1,00 X 1800 6/6

Pemeriksaan binokularitas:

Alternating Cover Test (-)

Duke Elder Test (-)

Distorsi (-)

Reading test (tidak dilakukan)

Pemeriksaan fisik : Status praesens dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

Penatalaksanaan

Terapi yang diberikan kepada penderita berupa kacamata yang sesuai dengan

koreksi. Pasien kemudian disarankan untuk kontrol setiap 6 bulan sekali untuk

pemeriksaan visus dan funduskopi.

19

Page 22: Kasbes Mata Disa RevisiNew

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Global Magnitude of Visual Impairment Caused

by Uncorrected Refractive Errors in 2004. [cited 2009 Jan 26]. Available

from URL: http://www.who.int/bulletin/volumes/86/1/07-041210.html

2. World Health Organization. Global Initiative for The Elimination of

Avoidable Blindness: Action Plan 2006-2011. [cited 2009 Jan 26]. Available

from URL: http://www.who.int/blindness/Vision2020%20-report.html

3. http://buk.depkes.go.id/index.php?

option=com_content&view=article&id=109:rs-mata-cicendo-sebagai-pusat-

mata-nasional- (diakses tanggal 25 November 2013)

4. Riordan-Eva, P. “Optics & Refraction” in Vaughan & Asbury’s General

Ophthalmology. 2007. Available on : McGrawHill’s Access Medicine.

5. Yani, DA. Kelainan Refraksi dan Kacamata. 2009. Available from :

www.surabaya-eye-clinic.com/index2.php?option=com...do_pdf... (diakses

tanggal 25 November 2013)

6. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2011.

7. Univ Sumatera Utara [repository] 2008. Available from:

http.//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3438/1/09E01854.pdf

8. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Inonesia. “Ulkus Kornea” dalam Ilmu

Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi 2.

2002. Jakarta : Sagung Seto.

9. Wijaya, N. “Kornea” dalam Ilmu Penyakit Mata Cetakan ke-1. 1989.

10. Vaughan D. Opthalmologi Umum Edisi 14. 2000. Jakarta : Wijaya Medika.

11. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Opthalmology. New York:

Blackwell Publishing, 2003; 20-26.

12. Whitcher JP and Eva PR, Low Vision. In Whicher JP and Eva PR, Vaughan

& Asbury’s General Opthalmology. New York: Mc. Graw Hill, 2007.

20