Karsinoma Kolorektal 1

36
1 Karsinoma Kolorektal 1. Pendahuluan Keganasan kolorektal (KKR) menempati posisi ketiga diagnosis terbanyak pada pria dan kedua terbanyak pada wanita di dunia, dengan 1,2 juta kasus baru serta 608.700 kematian pada 2008. 1 KKR lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Insiden meningkat secara signifikan antara usia 40 – 50 tahun dan risiko akan meningkat dua kali lipat setiap dekade berikutnya. Di Indonesia, insiden tertinggi terjadi pada usia produktif, yaitu 30-50 tahun, dimana sebagian besar penderita darang dalam kondisi stadium lanjut atau telah terjadi komplikasi. 2 2. Anatomi dan Patologi Kolorektal a. Anatomi Usus besar memiliki panjang 1,5 meter dengan diameter 6,5 cm, terbentang dari ileum hingga anus. Usus besar terbagi empat bagian, yaitu caecum, kolon, rektum, dan kanalis analis. 3 Kolon dibagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Kolon asenden dan desenden terletak retroperitoneal, sementara kolon transversum dan sigmoid intraperitoneal. Kolon sigmoid dimulai dari

description

a

Transcript of Karsinoma Kolorektal 1

Karsinoma Kolorektal1. PendahuluanKeganasan kolorektal (KKR) menempati posisi ketiga diagnosis terbanyak pada pria dan kedua terbanyak pada wanita di dunia, dengan 1,2 juta kasus baru serta 608.700 kematian pada 2008.1KKR lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita. Insiden meningkat secara signifikan antara usia 40 50 tahun dan risiko akan meningkat dua kali lipat setiap dekade berikutnya. Di Indonesia, insiden tertinggi terjadi pada usia produktif, yaitu 30-50 tahun, dimana sebagian besar penderita darang dalam kondisi stadium lanjut atau telah terjadi komplikasi.22. Anatomi dan Patologi Kolorektal a. AnatomiUsus besar memiliki panjang 1,5 meter dengan diameter 6,5 cm, terbentang dari ileum hingga anus. Usus besar terbagi empat bagian, yaitu caecum, kolon, rektum, dan kanalis analis.3Kolon dibagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Kolon asenden dan desenden terletak retroperitoneal, sementara kolon transversum dan sigmoid intraperitoneal. Kolon sigmoid dimulai dari kolon dekat krista iliaka kiri, ke midline, hingga mencapai rektum pada posisi vertebra S3.

Gambar 2.1 Anatomi Kolon dan Rektum3Lapisan pada kolon dan rektum terdiri atas mukosa, submukosa, otot sirkular dalam (membentuk sfinger ani interna), otot longitudinal luar (terpisah menjadi 3 teniae coli pada kolon, proksimal teniae bergabung di apendiks dan distal teniae bergabung di rektum), dan lapisan serosa (melapisi kolon intraperitoneal dan sepertiga rektum).4

Gambar 2.2 Drainase Limfatik Kolorektal4Rektum memiliki panjang sekitar 20 cm, dimana 2 3 cm bagian terminalnya disebut kanalis analis.3 Rektum intraoperatif merupakan batas fusi dua taenia mesenterik dengan area amorfus rektum (true rectum), sedangkan pada pemeriksaan sigmoidoskopi kaku, rektum berjarak 12 15 cm dari anal verge.2Anus menghubungkan kanalis analis dengan dunia luar. Sfingter ani interna tersusun oleh otot polos yang bekerja involunter dan sfingter ani eksterna tersusun atas otot rangka yang bekerja secara volunter.3b. Patologi Lesi Jinak dan Ganas Kolorektal Polip JinakPolip merupakan pertumbuhan berlebih dari stroma ataupun kelenjar mukosa, berupa massa pada permukaan mukosa yang menonjol ke dalam lumen usus.1) Polip non-neoplastikYang termasuk polip jenis ini adalah polip reaktif (tumbuh akibat jejas kronik) dan polip hamartomatosa.2) Polip hiperplastik/metaplastikPada polip hiperplastik dapat ditemukan mutasi gen ras. Karakteristik poli ini adalah hiperplasia, pemanjangan kripti, dan proliferasi epitel, yang kemudian membentuk tonjolan pseudostratifikasi sel epitel ke dalam lumen kripti, yang memberikan gambaran histologik shaw tooth. Pada polip hiperplastik belum ditemukan displasia, inti sel terletak di basal, monomorfik, dengan sitoplasma bervakuola berisikan musin.3) Polip inflamatorikTerjadi pada mukosa yang mengalami inflamasi kronik, seperti inflammatory bowel disease atau divertikulitis. Gambaran histologi menunjukkan mukosa yang meradang, epitel dan kelenjar tampak reaktif, kadang ditemukan jaringan granulasi atau proliferasi jaringan ikat di laminna propria.4) Polip hamartomaMerupakan proliferasi abnormal komponan jaringan normal yang ada pada suatu organ, antara lain polip juvenile, familial juvenile polyposis, polip Peutz Jeghers, polip Cronkite-Canada, sindrom Cowden.5) Polip limfoidMerupakan hasil agregasi MALT (mucosa-associated lymphoid tissue) pada area mukosa hingga submukosa dengan centrum germinativum reaktif.- Polip Neoplastik/AdenomaAdenoma merupakan lesi prekanker yang menunjukkan ciri neoplasma, yaitu disregulasi pertumbuhan dan kegagalan diferensiasi. Disregulasi pertumbuhan ditandai adanya area proliferatif yang bergerser ke permukaan mukosa dan kegagalan pematangan sel epitel kripta, serta ditemukannya sel imatur atau basaloid di permukaan mukosa.Pada bagian atas kripta, tidak ditemukan lagi sel absorbtif matur yang ditandai dengan tidak ditemukannya musin di sitoplasma dan tidak tampak lagi sel goblet matur.1) Adenoma tubularUmumnya pedunculated atau datar. Gambaran mikroskopi berupa proliferasi kripta yang dilapisi epitel kolumnar yang displastik. Lamina propria bersebukan limfosit, sel plasma, dan eosinofil.2) Adenoma vilosumBerupa proloferasi kelenjar yang membentuk pola seperti jari atau papil runcing, yang dilapisi sel epitel yang displastik.3) Adenoma tubulovilosumMerupakan campuran bentuk tubular dan vili, dapat juga berupa adenoma vilosum yang mengandung struktur tubuler. Struktur vili berkisar 35 75%.4) Adenoma serratedBentuk dapat sessile ataupun pedunculated. Gambaran mikroskopik berupa polip hiperplastik, seperti shaw tooth, namun pada serrated, adenoma memiliki ciri displasia epitel. Epitel tampak bertumpuk dengan inti hiperkromatik, anak inti nyata, dan sitoplasma mengandung sedikit musin.5) Adenoma datarMerupakan varian tubular, dengan ketebalan mukosa yang mengalami displasia tidak lebih dari 2 kali ketebalan mukosa non displastik. Mukosa yang displastik pada umumnya terkonsentrasi di permukaan.6) Adenoma hipersekretorikMerupakan varian vilosum, yang memproduksi mukus. Vili dilapisi oleh sel displastik dan ditemukan sel goblet proliferatif dengan susuanan maupun bentuk sel tidak normal atau kehilangan polaritas. Sel goblet ini disebut distrofik, dengan ukuran bervariasi dan inti terletak eksentrik, tidak terletak di basal, seperti sel goblet normal.- Polip GanasIstilah yang sering digunakan untuk menyebut polip ganas adalah adenokarsinoma in adenoma atau adenoma dengan fokus adenokarsinoma. Pada lesi ini, akan dijumpai invasi sel ganas ke submukosa. Polip ganas selanjutnya dibedakan menjadi:1)Polip ganas dengan prognosis baikDerajat keganasan grade 1 atau 2, tidak terdapat invasi angiolimfatik, tidak ditemukan tumor pada batas sayatan2)Polip ganas dengan prognosis burukDerajat keganasan grade 3 atau 4, ditemukan invasi angiolimfatik, batas sayatan tidak bebas tumor: ditemukan sel tumor < 1 mm dari batas sayatan, pada jaringan yang mengalami diatermi (lesi akibat panas oleh elektrokauter).c. Jenis Histologik Karsinoma Kolorektal- Adenokarsinoma1) Adenokarsinoma musinosum. Komponen musinosum > 50%2) Signet ring cell carcinoma. Komponen musin intrasitoplasma > 50%3) Karsinoma adenoskuamosa. Mengandung komponen karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma.4) Karsinoma medular. Sel tumor tersusun seperti lembaran, inti vesikuler, anak inti nyata, sitoplasma eosinofilik, dan ditemukan banyak infiltrasi limfosit di sekitar massa tumor.5) Karsinoma tidak berdiferensiasi. Komponen sel berdiferensiasi sedikit.- KarsinoidDibagi menjadi tumor neuroendokrin berdiferensiasi baik, sedang, dan buruk (small cell carcinoma pada usus).- Mixed dan composite carcinoid-adenocarcinomaKomponen adenokarsinoma dan karsinoid bergabung. Pada tipe komposit, adenokarsinoma dan karsinoid terpisah dengan batas tegas.2d. KarsinogenesisPerjalanan KKR memiliki dua jalur utama untuk terjadinya inisiasi tumor dan progesi, yaitu LOH (Loss of Heterzygocity) dan RER (Replication Error). Jalur LOH memiliki karakteristik delesi kromosomal dan aneuploid tumor, dimana 80% KKR merupakan hasil dari mutasi pada jalur LOH. 20% sisanya merupakan mutasi pada jalur RER, dengan karakteristik kesalahan pada mismatch repair selama replikasi DNA.

Gambar 2.3 Proses Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal4Pada jalur RER, sejumlah gen yang berfungsi, baik untuk mengenali dan memperbaiki kesalahan replikasi DNA, seperti hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6/GTBP, mengalami mutasi. Akibatnya, terdapat predisposisi mutasi sel dan akumulasi yang akan menyebabkan instabilitas genom dan berujung pada karsinogenesis. Jalur RER dihubungkan dengan instabilitas mikrosatelit, yang rentan terhadap kesalahan replikasi.Tumor dengan instabilitas mikrosatelit memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan tumor yang berasal dari jalur LOH dengan mikrosatelit yang stabil.4,5KKR berawal dari mukosa yang kemudian menginvasi dinding usus dan jaringan sekitar. Tumor dapat menjadi besar dan menyebabkan obstruksi. Perluasan lokal, khususnya ke rektum, dapat menyebabkan obstruksi organ lain, seperti ureter. Keterlibatan KGB regional merupakan bentuk penyebaran tersering dari KKR dan biasanya mendahului metastasis jauh atau perkembangan karsinomatosis (metastasis peritoneal difus). Kecenderungan metastasis KGB meningkat seiring dengan ukuran tumor, derajat diferensiasi, invasi limfovaskular, dan kedalaman invasi. Lesi kecil pada dinding usus (T1 dan T2, lihat penentuan stadium) dihubungkan dengan metastasis KGB pada 5-20% kasus, sementara pada tumor T3 dan T4 dijumpai metastasis KGB pada 50% kasus. Keterlibatan empat atau lebih KGB memberikan gambaran prognosis buruk. Metastasis terjadi secara hematogen melalui sistem vena porta.23. Faktor Risiko dan Faktor ProtektifFaktor risiko KKR, antara lain:1) Penuaan. Penuaan merupakan faktor risiko dominan, dengan insiden meningkat di atas usia 50 tahun.2) Genetik. Sebesar 70-80% KKR terjadi sporadik, dengan 20% terjadi pada orang dengan riwayat KKR pada keluarga.3) Lingkungan dan pola diet. Diet tinggi lemak jenuh meningkatkan risiko KKR., sementara diet tinggi asam oleat (minyak zaitun, minyak kelapa, minyak ikan) tidak meningkatkan risiko. Sebaliknya, diet tinggi sayur menjadi faktor protektif dari KKR. Asupan kalsium, selenium, vitamin A, C, dan E dapat menurunkan risiko perkembangan KKR. Obesitas dan gaya hidup sedentari meningkatkan mortalitas pada beberapa jenis keganasan, termasuk KKR.4) Inflammatory bowel disease5) Lain-lain, seperti merokok berhubungan dengan peningkatan risiko adenoma kolon, terutama dengan durasi merokok lebih dari 35 tahun. Pasien dengan ureterosigmoidostomi memiliki risiko untuk formasi adenoma atau karsinoma. Akromegali dihubungkan dengan peningkatan kadar hormon pertumbuhan dan insulin- like growth factor-1. Radiasi pelvis meningkatkan risiko perkembagan karsinoma rektal. Faktor lingkungan yang beragam dengan predisposisi genetik atau defek yang didapat akan bekembang menjadi KKR.1,2,4Faktor risiko KKR yang perlu diperhatikan:1) Sindrom KKR yang diturunkan. Faktor genetik ini diturunkan secara autosomal dominan, tersering adalah FAP (Familial Adenomatous Polyposis) dan Sindrom Lynch (HNPCC (Hereditary Nnpolyposis Colorectal Cancer)), yang terjadi sekitar 5% dari KKR. Pada kelompok HNPCC, terdapat tingkat risiko untuk menderita KKR (kriteria Amsterdam):Tabel 2.2 Klasifikasi Risiko Karsinoma Kolorektal pada Populasi Umum2Risiko KriteriaTinggi Minimal 3 anggota keluarga menderita KKR atau dua dengan KKR dan satu dengan karsinoma endometrial pada minimal dua generasi. Satu dari anggota keluarga telah menderita KKR pada usia < 50 tahun dan salah satu anggota yang didiagnosis adalah silsilah pertama.Sedang Seorang anggota keluarga silsilah pertama menderita KKR pada usia < 45 tahun, atau dua anggota keluarga silsilah pertama menderita KKR (seorang pada usia < 55 tahun), atau dua/tiga anggota keluarga (seorang pada usia 4 porsi/hari) dan sedang (2-3 porsi/hari). Pada konsumsi ringan (< 1 porsi/hari), dengan kadar etanol 10 g/hari, didapatkan peningkatan risiko KKR sebesar 7%. Hal ini dipikirkan karena terganggunya penyerapan folat oleh alkohol dan menurunnya asupan folat.10) Obesitas. Terdapat peningkatan risiko 1,5 kali dibandingkan dengan berat badan yang normal (IMT 18,5 24,9 kg/m2). Risiko karsinoma kolon meningkat 15% pada orang overweight (IMT > 25 kg/m2) dan 33% pada obesitas (IMT > 20 kg/m2).11) Faktor risiko lain, seperti penyakit jantung coroner, merokok, konsumsi jangka panjang daging merah atau daging proses, dan radiasi area abdomen.Adapun beberapa faktor yang diketahui bersifat protektif, antara lain:1) Aktivitas fisik yang teratur, minimal 30 menit/hari.2) Diet. Konsumsi sayur dan buah memiliki risiko relatif 0,5 pada kelompok tertinggi dan terendah.3) Vitamin dan mineral. Folat dipikirkan menghambat patogenesis kanker di jaringan, termasuk kolon. Suplementasi asam folat 400 mg/hari menurunkan kejadian KKR, begitu pula dengan vitamin E, D, B6, dan magnesium.4) Kalsium dan produk susu. Kalsium dapat mencegah rekurensi adenoma kolorektal pasca polipektomi, bergantung pada kadar vitamin D (berhubungan dengan genotipe reseptor vitamin D). Dosis kalsium yang dipakai adalah 1.250 2000 mg.5) NSAID. Menghambat produksi prostaglandin, melalui hambatan COX. Terjadi peningkatan apoptosis dan gangguan pertumbuhan sel tumor melalui inhibisi COX-2 yang berfungsi merangsang angiogenesis KKR.6) Terapi hormon post menopause. Terapi ini dihubungkan dengan penurunan risiko kanker kolorektal pada wanita yang menjadi terapi kombinasi estrogen dan progestin.2,44. Penegakan Diagnosis, Modalitas Diagnostik dan Staging a. KlinisKecurigaan klinis timbul manakala didapatkan riwayat perdarahan peranal disertai peningkatan frekuensi defekasi dan/atau diare selama minimal 6 minggu (semua umur); perdarahan peranal tanpa gejala anal (di atas 60 tahun); peningkatan frekuensi defekasi atau diare selama minimal 6 minggu (di atas 60 tahun); perabaan massa teraba pada fossa iliaka dekstra (semua umur); atau perabaan massa intraluminal dalam rectum; dan tanda obstruksi mekanik usus. Dapat pula terjadi pada penderita dengan anemia defisiensi besi (Hb < 11 g/dl pada pria dan Hb < 10 g/dl pada wanita pasca menopause).Setiap penderita yang secara klinis dicurigai KKR, seluruh kolon dan rektum perlu dinilai, salah satunya dengan colok dubur, yang mencakup:-Keadaan tumor. Ekstensi lesi pada dinding rektum, letak bagian terendah terhadap cincin anorektal, cervix uteri, bagian atas kelenjar prostat atau ujung os coccyges. Pada wanita, perlu dilakukan palpasi melalui vagina untuk mengetahui apakah mukosa di atas tumor licin, dapat digerakkan, ada perlekatan, atau ulserasi, serta untuk menilai batas atas dari lesi anular.-Mobilitas tumor. Lesi awal biasanya masih dapat digerakkan apda lapisan otot dinding rektum. Pada lesi denga ulserasi lebih dalam, terjadi perlekatan dan fiksasi karena penetrasi/perlekatan ke struktur ekstrarektal, seperti prostat, vesika urinaria, dinding posterior vagina, atau dinding anterior uterus.-Ekstensi penjalaran, yang diukur dari besar tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas, dan fiksasi lesi.Terdapat dua gambaran khas pada colok dubur, yaitu indurasi dan penonjolan pada tepi, yang dapat berupa:-Pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi, seperti cakram kecil dengan permukaan licin dan batas tegas-Pernonjolan yang rapuh, biasanya lunak, namun umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi-Bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi nodular yang menonjol dengan kubah yang dalam (bentuk paling sering) - Bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin.b. PenunjangTerdapat tiga macam pemeriksaan penunjang yang efektif dalam diagnosis KKR:- Barium enema dengan kontras gandaPemeriksaan enema barium dengan kontras ganda memiliki keunggulan, yaitu sensitivitas yang cukup tinggi (65 95%), aman, tingkat keberhasilan prosedur tinggi, tidak memerlukan sedasi, dan telah terjangkau. Kelemahan pemeriksaan enema barium dengan kontras ganda disebabkan oleh lesi T1 sering tidak terdeteksi, akurasi diagnosis lesi rektosigmoid dengan divertikulosis dan caecum rendah, akurasi diagnosis lesi tipe datar rendah, sensitivitas diagnosis polip < 1 cm rendah (70 95%), dan pasien terpapar radiasi.- EndoskopiJenis endoskopi yang digunakan adalah sigmoidoskopi rigid, fleksibel, dan kolonoskopi. Untuk visualisasi kolon dan rektum, sigmoidoskopi fleksibel lebih efektif diabndingkan dengan sigmoidokopi rigid. Pada semua kasus yang dicurigai KKR, sebaiknya dilakukan kolonoskopi. Apabila kolonoskopi tidak dapat dilakukan, dilakukan sigmoidoskopi dilanjutkan enema barium kontras ganda. Keunggulan kolonoskopi antara lain sensitivitas mencapai 95% dalam diagnosis adenokarsinoma atau polip kolorektal, dapat berfungsi sebagai alat diagnostik melalui biopsi dan terapi pada polipektomi, dapat mengidentifikasi dan seksi synchronous polyp, serta tidak ada paparan radiasi. Akan tetapi kerugiannya mencakup kesulitan untuk mencapai caecum, memerlukan sedasi intravena, tidak dapat melokalisasi tumor secara akurat, dan tingkat mortalitas 1:5000 kolonoskopi.- Pneumocolon Computed Tomography (PCT)Keunggulan PCT, yaitu sensitivitas tinggi dalam diagnosis KKR, toleransi penderita baik, serta mampu memberi informasi mengenai keadaan di luar kolon, termasuk untuk penentuan stadium, melalui penilaian invasi lokal, metastasis hepar, dan KGB. Adapun kerugiannya dapat berupa ketidakmampuan untuk mendiagnosis polip < 10 mm, paparan radiasi yang lebih tinggi, tidak dapat menentukan metastasis KGB apabila KGB tidak membesar, kurangnya operator yang kompeten, serta tidak dapat dilakukan biopsi atau polipektomi.2,6,7c. Derajat Keganasan, Staging, Pembagian Stadium Klinis, dan Stadium HistopatologisDerajat keganasan tumor berdasarkan World Health Organization (WHO): Grade I: tumor diferensiasi baik, struktur glandular > 95%Grade II : tumor diferensiasi sedang, struktur glandular 50-95% Grade III : tumor diferensiasi buruk, struktur glandular 5-50% Grade IV : tumor tidak berdiferensiasi, struktur glandular < 5%.2Awalnya, staging KKR menggunakan sistem Dukes, namun saat ini sudah ditinggalkan. Staging dan pembagian stadium klinis KKR mengacu pada revisi panduan American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke-7 tahun 2010, sebagai berikut:- Tumor (T)Tx : tumor primer tidak dapat dinilaiT0 : tidak terdapat bukti keberadaan tumor primerTis

: karsinoma insitu, intraepitelial atau invasi lamina propriaT1 : tumor menginvasi submukosaT2 : tumor menginvasi lapisan muskularis propriaT3 :tumor menginvasi melalui muskularis propria ke jaringan perikolorektalT4a : tumor penetrasi ke permukaan lapisan peritoneum viseralT4b : tumor menginvasi langsung atau melekat pada organ atau struktur sekitarnya- Nodul (N) Kelenjar Getah Bening (KGB) RegionalNx : nodus limfa regional tidak dapat dinilaiN0 : tidak terdapat metastasis ke kelenjar getah bening regionalN1 : metastasis pada 1-3 KGB regionalN1a

: metastasis hanya pada 1 KBG regionalN1b

: metastasis pada 2-3 KGB regionalN1c

: deposit tumor pada subserosa, mesenterika, atau jaringan perikolik atau perirektal yang tidak terselubungi oleh selaput peritoneal tanpa disertai metastasis KGB regionalN2 : metastasis pada 4 atau lebih KGB regionalN2a

: metastasis pada 4-6 KGB regionalN2b

: metastasis pada 7 atau lebih KGB regional- Metastasis (M)M0 : tidak terdapat metastasis jauhM1 : terdapat metastasis jauhM1a

: metastasis terbatas pada satu organ, seperti hati, paru, ovarium,

atau nodus nonregionalM1b

: metastasis pada lebih dari satu organ/situs atau ke peritoneum.Tabel 2.3 Klasifikasi Stadium Klinis Pasien Karsinoma Kolorektal8

Perlu diketahui bahwa klasifikasi Tis meliputi sel kanker yang terbatas dalam membran basal kelenjar mukosa (intraepitelial) atau lamina propria mukosa (intramukosal) tanpa ekstensi dari mukosa pars muskularis ke submukosa. Invasi langsung pada klasifikasi T4 yang dimaksud adalah infiltrasi massa tumor ke jaringan sekitar melalui serosa, seperti invasi kolon sigmoid oleh karsinoma pada sekum, atau tumor pada dinding posterior kolon desenden yang menginfiltrasi ginjal kiri atau dinding abdomen lateral. Pada beberapa klasifikasi, kadang dicantumkan tulisan cTNM dan pTNM, di mana c yang dimaksud adalah clinical atau klasifikasi klinis dan pathological atau klasifikasi patologis, secara berturut- turut.d. Deteksi Dini (Skrining), Metode, Indikasi, dan RekomendasinyaKKR memiliki peranan penting dalam meningkatkan angka survival dan menurunkan morbiditas serta mortalitas. Skrining merupakan investigasi pada individu asimtomatik, yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi kuratif.2 Indikasi dilakukannya skrining adalah:- Usia di atas 40 tahun- Kelompok masyarakat dengan risiko tinggi: Kolitis ulseratif atau penyakit Crohn selama lebih dari 10 tahun Telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal Riwayat keluarga dengan KKR. Metode deteksi dini pada populasi umum:1) Uji darah samar feses setiap tahun. Uji ini menurunkan mortalitas KKR sebesar 16% hingga 23%2) Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi. Kebanyakan KKR berasal dari adenoma sehingga setiap lesi perlu diangkat. Tindakan polipektomi telah terbukti menurunkan risiko KKR.Metode deteksi dini pada populasi dengan risiko tinggi:1) Penderita kolitis ulseratif atau penyakin Crohn > 10 tahun. Bila > 20 tahun atau ditemukan displasia, kolonoskopi dilakukan setiap tahun2) Penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal. Bila telah menjalani polipektomi adenoma kolorektal: follow up kolonoskopi; bila ukuran polip < 1 cm pada follow up maka dilakukan kolonoskopi setiap 5 tahun; bila ditemukan > 3 adenoma atau paling sedikit satu berukuran > 1 cm atau adanya displasia berat maka dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun.3) Riwayat keluarga KKR.2Tabel 2.3 Rekomendasi Deteksi Dini Menurut Tingkat Risiko2RisikoKriteriaUsia skrining

TinggiKolonoskopi setiap 2 tahun; tawarkanskrining tumor ginekologi; upper GI30 70 tahun; untuk Ca gasterusia 50 70 tahun

endoskopi setiap 2 tahun; deteksi dini untuk

kanker lain yang berhubungane HNPCC

SedangKolonoskopi tunggal; kolonoskpi ulangsatu kali jika kolonoskopi sebelumnya30 35 tahun dan 55 tahun

normal

RendahPenyuluhan pada penderita untukTidak perlu

menerapkan gaya hidup sehat

5. PenatalaksanaanBerkaitan dengan terapi, karsinoma kolorektal, khususnya di Indonesia, sebagian besar didiagnosis pada stadium lanjut atau manakala telah terjadi komplikasi ke struktur/organ sekitar. Akibatnya, hasil akhir dari penatalaksanaan akan jauh dari yang diharapkan. Beberapa risiko utama dari penatalaksanaan karsinoma kolorektal adalah tingginya angka kekambuhan lokal, gangguan fungsi seksual, serta fungsi berkemih. Seperti halnya tumor solid pada umumnya, pilihan modalitas terapi utama pada karsinoma kolorektal adalah terapi pembedahan. Namun, saat ini telah banyak dikembangkan metode terapi adjuvan, berupa kemo- dan radioterapi yang melalui berbagai studi telah terbukti mengurangi insiden rekurensi dari karsinoma kolorektal pascareseksi.a. Modalitas Terapi- PembedahanPrinsip reseksi karsinoma kolon adalah untuk mengangkat tumor primer bersama dengan jaringan limfovaskularnya. Namun karena aliran limfatik pada kolon acapkali mengikuti suplai arteri utama, panjang dari usus yang direseksi bergantung pada vaskular yang mempendarahi segmen kolon yang terlibat dengan kanker. Manakala omentum pun terlibat oleh infiltrasi jaringan tumor, maka harus direseksi secara en bloc bersama dengan tumor primernya, yang mencakup pula pengangkatan kolon normal ke arah proksimal dan distal dari tumor. Sedikit berbeda dengan karsinoma pada kolon, prinsip reseksi karsinoma pada rektum lebih kompleks karena struktur anatomis lain di sekitarnya, seperti ureter, kandung kemih, prostat, vagina, pembuluh iliaka, dan sakrum. Oleh sebab itu, tidak jarang jika sulit mendapatkan batas tepi sayatan bebas tumor, khususnya yang telah ekstensi ke dinding usus oleh karena keterbatasan anatomi rongga pelvis ini.Berbagai pilihan terapi pembedahan untuk karsinoma kolorektal antara lain: Pada kolon intraperitoneal dan rektum sepertiga atas

Reseksi dan anastomosis Rektum sepertiga tengahReseksi abdominoperineal, reseksi anterior rendah (low anterior resection), reseksi abdominosakralis, reseksi koloanal, eksisi lokal (fulgurasi), TME, dan terapi radiasi primer Rektum sepertiga bawahReseksi abdominoperineal, eksisi lokal (fulgurasi), dan terapi radiasi primer.4Seperti yang telah disebutkan, untuk rektum sepertiga tengah, dapat dilakukan eksisi lokal untuk tumor rektal. Eksisi dilakukan pada area distal sepanjang 10 cm pada rektum karena area tersebut dapat diakses secara transanal. Salah satu contohnya adalah eksisi transanal untuk adenoma jinak nonsirkumferensial. Namun karena segala keterbatasan dari terapi lokal tersebut, lebih direkomendasikan untuk melakukan reseksi radikal pada sebagian besar kasus karsinoma rektum, yaitu pengangkatan tumor bersama dengan jaringan limfovaskular dengan batas dinding distal sepanjang 2 cm untuk reseksi kuratif.2Untuk kanker rektum, sangat direkomendasikan melakukan total mesorectal excision (TME) yang diketahui dapat mengurangi angka rekurensi lokal dan memperbaiki angka survival. TME pada rektum bagian atas dilakukan sesuai prosedur TME, sedangkan pada rektum bagian tengah dan bawah harus dilakukan preservasi pada saraf-saraf otonom untuk mencegah disfungsi seksual dan bladder. .TME merupakan teknik diseksi tajam di sepanjang bidang anatomis untuk memastikan reseksi komplit dari mesenterium rektal saat dilakukan reseksi rendah dan anterior rendah ekstensif, sampai 5 cm di bawah tumor. Untuk rektum bagian atas atau reseksi rektosigmoideksisi mesorektal parsial cukup dilakukan minimal 5 cm distal dari tumor. Keuntungan dari TME selain dari angka rekurensi yang rendah adalah rendahnya risiko perdarahan dan cedera nervus. Gambar berikut menyajikan secara skematis bagaimana teknik bedah TME dilakukan intraoperatif.2,4

Gambar 2.4 Prosedur Total Mesorectal Excision. Pada dua gambar pertama dilakukan diseksi tajam pada bidang avaskular presakralis, di mana gambar kedua memperlihatkan diseksi yang mencakup refleksio peritoneal. Pada gambar ketiga dilakukan diseksi anterior yang melibatkan fasia Denonvilliers.4

Gambar 2.5 Reseksi Abdominoperineal4Berkaitan dengan topik besar mengenai karsinoma kolorektal, secara umum terdapat berbagai macam metode teknik pembedahan untuk karsinoma kolorektal, yang mana pilihannya bergantung pada stadium dan lokasi karsinoma tersebut. Menurut panduan pengelolaan adenokarsinoma kolorektal dari Pokja Adenokarsinoma Kolorektal Indonesia Revisi tahun 2006, prosedur standar mengikuti prosedur yang dilakukan oleh Heald dkk.Berikut ini adalah gambaran skematis untuk istilah berbagai reseksi segmental pada kolon dan rektum sepertiga atas.

Gambar 2.6 Reseksi Kolon. Reseksi segmen A-C: Ileokolektomi; A + B D: kolektomi asendens; A + B F: hemikolektomi kanan; A + B G: hemikolektomi kanan ekstensif; E + F sampai G + H: kolektomi transversum; G I: hemikolektomi kiri; F I: hemikolektomi kiri ekstensif; J + K: kolektomi sigmoid (sigmoidektomi); A + B J: kolektomi subtotal; A + B K: kolektomi total; A + B L: proktokolektomi total.7- Kemoterapi Adjuvan dan NeoadjuvanPada stadium II, pasien dengan karsinoma kolorektal memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi sistemik dan perlu mendapatkan kemoterapi. Menurut panduan penatalaksanaan, beberapa faktor yang menempatkan seorang pasien pada risiko tinggi terjadinya relaps antara lain: Derajat keganasan 3-4 Invasi limfatik atau pembuluh darah Obstruksi usus Kurang dari 12 KGB yang diperiksa Klasifikasi T4, N0, M0 atau T3 dengan perforasi terlokalisasiTepi sayatan positif untuk tumor atau tepi sayatan dengan penentuan batas yang terlalu dekat dengan tumor atau sulit ditentukan.Kemoterapi untuk karsinoma kolorektal telah berkembang pesat dalam dekade terakhir. Beberapa protokol pemberian sitostatika pada kanker kolorektal yang saat ini dianut, antara lain: Capecitabine tunggal: 2500 mg/m2/hari terbagi dalam 2 dosis; hari 1-14 diikuti dengan 7 hari istirahat dan diulangi tiap 3 mingguProtokol Mayo: leucovorin 20 mg/m2 bolus intravena hari 1-5; 5-FU 425 mg/m2 bolus intravena 1 jam setelah leucovorin hari 1-5, diulangi setiap 4 minggu.Protokol Roswell-Park: leucovorin 500 mg/m2 intravena selama 2 jam hari 1, 8, 15, 22, 29, dan 36; 5-FU 500 mg/m2 intravena 1 jam setelah leucovorin pada hari-hari tersebut; diulangi setiap 6 minggu.Protokol de Gramont: dekstro-leucovorin 200 mg/m2 (100 mg/m2 bila digunakan levo-leucovorin atau ca-levofolinat) intravena selama 2 jam, hari 1 dan 2; 5-FU 400 mg/m2 bolus intravena, kemudian 600 mg/m2 intravena selama 22 jam kontinyu, hari 1 dan 2; ulang setiap 2 minggu.- RadioterapiRadiasi dalam kasus karsinoma kolorektal dapat diberikan pada tumor yang bersifat resektabel maupun nonresektabel. Tujuan dari pemberian radiasi antara lain:Mengurangi risiko rekurensi lokal, terutama pada pasien dengan prognosis dari histopatologis yang buruk Meningkatkan kemungkinan preservasi sfingterMeningkatkan kemungkinan resektabilitas tumor lokal jauh atau nonresektabel sebelumnyaMengurangi beban sel tumor sehingga mengurangi kemungkinan kontaminasi sel tumor secara hematogenus saat operasi.Radiasi dapat dilakukan secara eksternal, baik pre- maupun pascaoperatif, brakiterapi/internal, baik intrakavitas maupun interstitial. Radiasi eksternal pascaoperatif direkomendasikan untuk diberikan bersama infus 5-FU dan leucovorinpada karsinoma T3N0. Pemberian brakiterapi endokaviter ditujukan sebagai alternatif pembedahan pada kanker stadium 0. Kombinasi radiasi eksterna dengan brakiterapi endokaviter diberikan sebagai alternatif pembedahan pada stadium I dengan tumor kurang dari 3 cm, berdiferensiasi baik, tanpa ulserasi, fiksasi, maupun keterlibatan kelenjar getah bening.26. Prognosis dan Komplikasia. Prognosis dan SurvivabilitasDiketahui bahwa progesivitas alami dari perjalanan klinis karsinoma kolorektal meliputi invasi lokal, penyebaran limfatik, dan penyebaran hematogenosa. Pada setiap 100 pasien yang awalnya dievaluasi, 30 orang di antaranya akan secara klinis terdeteksi telah mengalami metastasis jauh, sedangkan 70 orang sisanya akan menjalani proses reseksi untuk tumor lokal. Di antara ke-70 orang tersebut, 45 akan sembuh dan sisanya mengalami rekurensi. Sampai saat ini, melalui berbagai studi prospektif ditemukan bahwa angka survivabilitas 5 tahun adalah sebesar 62,1%. Terdapat berbagai faktor yang berhubungan dengan prognosis tersebut, dan sedikit banyak akan menentukan derajat risiko populasi dalam program deteksi dini.b. Komplikasi Rekurensi lokoregionalKekambuhan lokoregional pada karsinoma di rektum mencakup kekambuhan anastomosis, tumor bed, dan KGB. Pasien dengan kanker kolorektal sangat memerlukan pemantauan yang intensif dan komprehensif, terutama pada pasien yang telah menjalani reseksi tumor primer sesuai prosedur. Alasan yang mendasari hal tersebut adalah karena 50% akan rekurensi dalam 18 bulan pascapembedahan dan 90% dalam 3 tahun. Beberapa metode pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain dengan CT scan (sensitivitas 95%), namun perlu kehati-hatian karena terdapat granulasi pascapembedahan, edema, perdarahan, dan fibrosis yang dapat membuat kerancuan dengan massa tumor yang dimaksud. Kelemahan lain dari CT-scan (dan MRI) adalah tidak dapat membedakan tumor jinak dan ganas. Untuk kekambuhan intraluminer, modalitas endoskopi dan barium kontras ganda dapat digunakan (sensitivitas 97%). Penggunaan antigen karsinoembrionik (carcinoembryonic antigen/CEA) dapat dievaluasi tiap 2-3 bulan selama 2 tahun atau lebih, di mana terjadinya peningkatan mengindikasikan perlunya evaluasi metastasis. Prosedur kolonoskopi dapat dilakukan tiap 3-5 bulan jika perlu untuk mendeteksi kanker dan polip baru.- MetastasisMetastasis secara hematogenus paling banyak terjadi pada hepar. Melalui studi, diektahui reseksi metastasis hepar berkaitan dengan angka survivabilitas 5 tahun sebanyak 25-30%. Pasien yang dapat menjadi kandidat untuk reseksi hepatik akibat metastasis adalah pasien yang tidak terbukti memiliki tumor ekstrahepatik, tidak terdapat kontraindikasi medis terhadap pembedahan, dan lesi ditemukan dalam jumlah yang terbatas dengan batas sayatan negatif. Pada kasus metastasis yang tidak dapat dilakukan reseksi, dapat diberikan alternatif kemoterapi regional melalui arteri hepatika (contohnya Fluorodeoksiuridin). Untuk mendeteksi metastatasis hepar, dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi dengan sensitivitas 57% (berkurang menjadi 20% pada ukuran tumor lebih kecil dari 1 cm). Modalitas diagnostik lain adalah CT scan dengan kontras yang memiliki sensitivitas tinggi (78-90%).Situs metastatik lainnya adalah ke organ paru, yang memiliki insiden kurang lebih 10%. Sampai saat ini belum ada metode diagnostik pilihan untuk kasus metastasis paru sehingga sejauh ini dapat dilakukan foto polos thoraks rutin untuk mendeteksi kasus asimptomatik. Situs metastasis lainnya adalah tulang dengan insidensi 4%. Untuk kasus tersebut, bone scan merupakan pilihan metode paling sensitif.2