KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN TEKNOLOGI DAERAH...
Transcript of KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN TEKNOLOGI DAERAH...
MIRA HANDAYANI
KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN TEKNOLOGI DAERAH
PENANGKAPAN IKAN KARANG DI PERAIRAN
KARIMUNJAWA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Biologi
dan Teknologi Daerah Penangkapan Ikan Karang di Perairan Karimunjawa adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir di skripsi ini.
Bogor, Oktober 2018
Mira Handayani
NIM C44140003
ABSTRAK
MIRA HANDAYANI. Karakteristik Biologi dan Teknologi Daerah Penangkapan
Ikan Karang di Perairan Karimunjawa. Dibimbing oleh PRIHATIN IKA
WAHYUNINGRUM dan DOMU SIMBOLON.
Nelayan belum memiliki kriteria dalam penentuan alat tangkap dan daerah
penangkapan ikan sehingga banyak ikan yang tertangkap dengan ukuran yang
tidak layak tangkap. Tujuan penelitian ini yaitu menentukan karakteristik dan
mengategorikan daerah penangkapan ikan karang berdasarkan aspek biologi dan
teknologi. Data yang dikumpulkan yaitu produksi dan trip unit penangkapan
bubu, panah, dan pancing selama penelitian dan tahun 2013-2017, panjang cagak
ikan, pengoperasian alat penangkapan ikan, risiko bahaya penggunaan alat
tangkap terhadap nelayan, dan risiko penggunaan alat tangkap terhadap tingkat
keracunan ikan. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode survei, dengan
teknik penentuan sampel menggunakan metode accidental sampling. Hasil
penelitian menunjukan bahwa nelayan Karimunjawa mengoperasikan alat tangkap
bubu, panah, dan pancing. Spesies ikan karang hasil tangkapan bubu, panah dan
pancing secara berturut-turut yaitu sebanyak 15, 53, dan 14 spesies. Alat tangkap
pancing memiliki indeks keragaman (H') tertinggi. Panah memiliki nilai
produktivitas paling tinggi dan memiliki risiko bahaya paling tinggi terhadap
nelayan, sedangkan pancing merupakan alat tangkap yang paling mudah
dioperasikan. Alat tangkap bubu, panah, dan pancing tidak mempunyai risiko
meracuni hasil tangkapannya. Daerah penangkapan ikan menggunakan bubu
terdapat 1 daerah penangkapan tidak potensial, sedangkan terdapat 11 daerah
penangkapan tidak potensial menggunakan panah, dan 3 daerah penangkapan
tidak potensial menggunakan pancing.
Kata kunci: daerah penangkapan ikan, ikan karang, karakteristik biologi,
karakteristik teknologi, Karimunjawa
ABSTRACT
MIRA HANDAYANI. Biology and Technology Characteristic of Reef Fishing
Ground in the Karimunjawa Waters. Supervised by PRIHATIN IKA
WAHYUNINGRUM and DOMU SIMBOLON.
Huge number of fishes are catched in inapropriate size due to fishers do not
have criteria in fishing gear and fishing ground determination. This research
aimed to determine and categorize reef fishing ground characteristic based on
biology and technology aspect. This study collected productivity of trap,
speargun, handline data during the research and the same data from 2013 to 2017.
In addition, the research also collected fork length data, fishing method, fishing
risk of using fishing gear for fishers and fishing risk of using fishing gear for fish
poisioning. The research methodology was survey by using accidental sampling.
The results showed that Karimunjawa fishers operate trap, speargun, and
handline. In addition the number of reef fish species that be catched by trap,
speargun and handline were 15, 53 and 14 species, respectively. Whereas handline
is the highest variaty index (H’). Meanwhile speargun is the highest productivity
and risk, while handline is the easiest fishing gear to operate. Trap, speargun, and
handline do not poison fish. Finally, 1 fishing ground that use trap was non
potential fishing ground, there were 11 non potential fishing ground that use
speargun, and 3 non potential fishing ground that use handline.
Keyword: fishing ground, reef fish, biology characteristic, technology
characteristic, Karimunjawa
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
KARAKTERISTIK BIOLOGI DAN TEKNOLOGI DAERAH
PENANGKAPAN IKAN KARANG DI PERAIRAN
KARIMUNJAWA
MIRA HANDAYANI
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
karya ilmiah ini yang berjudul “Karakteristik Biologi dan Teknologi Daerah
Penangkapan Ikan Karang di Perairan Karimunjawa”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Kedua orang tua, kakak dan seluruh keluarga yang tiada hentinya selalu
memberikan doa dan dukungan moral maupun material kepada penulis.
2) Prihatin Ika Wahyuningrum, SPi MSi dan Prof Dr Ir Domu Simbolon, MSi
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran, koreksi, arahan,
dukungan dan motivasi kepada penulis.
3) Dr Am Azbas Taurusman, SPi MSi selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran dan arah kepada penulis.
4) Dr Mochammad Riyanto SPi MSi selaku komisi pendidikan (Komdik)
Departemen PSP.
5) Seluruh dosen Departemen PSP FPIK IPB yang telah membantu penulis
dalam menempuh pendidikan di IPB ini.
6) Bapak Zulfa dan Ibu Fina yang telah memberikan pelayanan administratif
sehingga proses kegiatan seminar dan ujian skripsi dapat terlaksana dengan
baik.
7) Wildlife Conservation Society (WCS), Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP)
Karimunjawa, Balai Taman Nasional Karimunjawa (BNTKJ) dan masyarakat
Karimunjawa yang telah memberikan informasi kepada penulis.
8) Bapak Firman, Bapak H. Aviv, Mas Eko, Bang Jamal, Tyas Putri Jayanti,
Regi Darmawan, dan M. Rizki Halawi yang telah banyak membantu penulis
selama penelitian berlangsung.
9) Hafid Fuad Mauludin, SE yang selalu menemani serta memberikan doa,
semangat, dan dukungan kepada penulis.
10) Okta (Alm), Nina, Nisa, Mutia, Deisy, Nugrah, dan Rose yang selalu
menemani, membantu, dan memberikan motivasi.
11) Teman-teman PSP 51 yang telah memberikan kritik, saran, dan motivasi
kepada penulis.
12) FOKKUS (Forum Komunikasi Keluarga Subang) yang senantiasa
memberikan dukungan kepada penulis.
13) Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
penulis dan bagi para pembaca pada umumnya.
Bogor, Oktober 2018
Mira Handayani
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Penelitian Terdahulu 2
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
METODE PENELITIAN 4
Tempat dan Waktu Penelitian 4
Alat dan Bahan 5
Metode Pengumpulan, Jenis dan Sumber Data 5
Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Unit Penangkapan Ikan Karang 10
HASIL DAN PEMBAHSAN 16
Aspek Biologi 16
Aspek Teknologi 22
Aspek Biologi dan Teknologi Daerah Penangkapan Ikan Karang 27
SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
LAMPIRAN 38
RIWAYAT HIDUP 48
DAFTAR TABEL
1 Tujuan, jenis, metode dan analisis data 6
2 Penentuan skor dan bobot pada masing-masing kriteria pada
aspek biologi dan teknologi 9
3 Indeks keanekaragaman (H') ikan hasil tangkapan 19
4 Sebaran panjang ikan dominan yang tertangkap bubu 19
5 Sebaran panjang ikan dominan yang tertangkap panah 20
6 Sebaran panjang ikan dominan yang tertangkap pancing 21
7 CPUE ikan karang pada setiap alat tangkap 22
8 Produksi, upaya penangkapan dan nilai FPI pada setiap alat tangkap 23
9 Penilaian kategori daerah penangkapan ikan karang menggunakan
bubu berdasarkan aspek biologi dan teknologi 27
10 Penilaian kategori daerah penangkapan ikan karang menggunakan
panah berdasarkan aspek biologi dan teknologi 29
11 Penilaian kategori daerah penangkapan ikan karang menggunakan
pancing berdasarkan aspek biologi dan teknologi 31
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penelitian 4
2 Bubu tambun yang digunakan nelayan Karimunjawa 11
3 Konstruksi bubu tambun 11
4 Komponen alat tanngkap panah yang digunakan nelayan
Karimunjawa 12
5 Konstruksi panah 12
6 Pancing ulur yang digunakan nelayan Karimunjawa 13
7 Konstruksi pancing ulur 13
8 Kapal yang digunakan nelayan bubu di Karimunjawa 14
9 Kapal yang digunakan nelayan panah dan pancing di Karimunjawa 14
10 Komposisi hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap bubu 16
11 Komposisi hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap panah 17
12 Komposisi hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap pancing 18
13 Nilai CPUE standar tahun 2013-2017 23
14 Tingkat kemudahan dalam pengoperasian alat tangkap panah, bubu
dan pancing 24
15 Tingkat risiko bahaya penggunaan alat tangkap panah, bubu dan
pancing terhadap nelayan 25
16 Risiko penggunaan alat tangkap panah, bubu dan pancing terhadap
tingkat keracunan ikan 26
17 Kategori daerah penangkapan ikan karang menggunakan bubu 28
18 Kategori daerah penangkapan ikan karang menggunakan panah 30
19 Kategori daerah penangkapan ikan karang menggunakan pancing 32
20 Daerah penangkapan ikan karang potensial menggunakan bubu,
panah dan pancing 33
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner Aspek teknologi 38
2 Spesies ikan karang yang tertangkap bubu, panah, dan pancing 39
3 Penilaian daerah penangkapan ikan berdasarkan aspek biologi dan
teknologi alat tangkap bubu 41
4 Penilaian daerah penangkapan ikan berdasarkan aspek biologi dan
teknologi alat tangkap panah 42
5 Penilaian daerah penangkapan ikan berdasarkan aspek biologi dan
teknologi alat tangkap pancing 44
6 Dokumentasi penelitian 45
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepulauan Karimunjawa merupakan bagian wilayah Kabupaten Jepara yang terdiri atas gugusan 27 pulau. Daerah tersebut terbagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah taman nasional dan wilayah luar taman nasional. Karimunjawa ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 78/Kpts-II/1999 dengan nama Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ). Taman Nasional Karimunjawa sendiri merupakan gugusan 22 pulau di Laut Jawa yang terletak sekitar 60 mil laut sebelah utara Jawa Tengah seluas 111.625 ha, pengelolaan kawasan ini diatur berdasarkan sistem zonasi yang terdiri dari 7 zona yaitu zona inti, perlindungan, pariwisata, pemukiman, rehabilitasi, budidaya, dan pemanfaatan perikanan tradisional (Simbolon et al. 2016).
Nelayan Kepulauan Karimunjawa melakukan kegiatan penangkapan ikan di zona pemanfaatan perikanan tradisional. Secara ekologis pada zona tersebut terdapat ekosistem terumbu karang. Kegiatan utama pemanfaatan ekosistem terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) meliputi kegiatan perikanan karang (Yulianto et al. 20013). Ikan karang merupakan komoditi penting bagi nelayan di Karimunjawa dengan potensi sumberdaya ikan karang di Karimunjawa sebesar 174 ton/tahun (Irnawati et al. 2011).
Sumberdaya ikan di suatu perairan dimanfaatkan melalui kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Namun masih terdapat alat tangkap yang menimbulkan problematika baik dalam aspek biologi dan teknologinya. Penggunaan jenis teknologi penangkapan ikan harus mempertimbangkan jenis atau spesies ikan yang terkandung di perairan. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan teknologi tersebut lebih efektif dan produktif untuk menangkap spesies ikan yang menjadi target utama penangkapan, namun tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan (Simbolon 2011).
Produksi ikan karang di Kepulauan Karimunjawa mengalami penurunaan pada tahun 2016 (9,7 ton) dari tahun sebelumnya (19 ton) (WCS 2017). Penurunan kelimpahan ikan karang ini salah satunya diakibatkan oleh masih banyaknya nelayan yang menangkap ikan karang dengan ukuran yang tidak layak tangkap yaitu ukuran panjang ikan yang lebih kecil dari length at first maturity (LM) ikan karang tersebut. Berdasarkan laporan monitoring Wildlife Conservation Society (WCS) di Karimunjawa ukuran panjang ikan kerapu sunu macan, sunu kuning dan sunu bintang timur yang tertangkap mengalami penurunan dari tahun 2013 (Agustina dan Muttaqin 2016). Penangkapan ikan yang didominasi oleh ukuran kecil mengindikasikan bahwa terjadinya laju eksploitasi yang tinggi, hal ini mengakibatkan tidak akan adanya restocking sumberdaya ikan pada wilayah tersebut.
Semakin bertambahnya permintaan pasar terhadap perikanan karang di Karimunjawa menyebabkan kegiatan penangkapan ikan yang semakin tinggi. Maka dari itu untuk memenuhi permintaan pasar tersebut, nelayan pada umumnya akan menggunakan alat tangkap yang dapat menangkap ikan dalam jumlah banyak serta pengoperasiannya yang mudah, namun tidak memperhatikan aspek keselamatannya. Penggunaan alat tangkap panah di Karimunjawa masih memiliki kesadaran yang minim untuk mematuhi dan melaksanakan aspek keselamatan
2
kerja dalam pengoperasiannya, serta kurang menjaga ekosistem terumbu yang merupakan daerah pengoperasian alat tangkap panah tersebut (Mubarok et. al 2012).
Terdapat tiga aspek utama yang dipertimbangkan untuk menentukan daerah penangkapan ikan yaitu aspek sumberdaya ikan, lingkungan perairan, dan teknologi, dimana ketiga aspek tersebut memiliki hubungan yang sangat erat (Simbolon 2011). Nelayan Karimunjawa merupakan nelayan tradisional sehingga dalam penentuan daerah penangkapan ikan dan penggunaan alat tangkapnya tidak ada kriteria tertentu, sehingga kegiatan perikanan di Karimunjawa masih menimbulkan permasalahan dalam aspek biologi maupun teknologi. Upaya perlindungan di suatu perairan dari berbagai ancaman degradasi yang ditimbulkan dari aktivitas pemanfaatan secara langsung maupun tidak langsung perlu dilakukan agar ekosistem dan sumberdaya berperan secara optimal dan berkelanjutan (Bengen 2002). Sebagai kawasan taman nasional maka kegiatan perikanan tangkap di Karimunjawa ini harus sesuai dengan prinsip konservasi untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan habitatnya. Maka perlunya dilakukan penelitian ini agar dapat mengetahui daerah penangkapan potensial yang menggunakan alat tangkap dengan pemanfaatan ikan yang layak tangkap, memiliki produktivitas yang tinggi dengan metode pengoperasian yang mudah akan tetapi tidak berisiko terhadap nelayan maupun hasil tangkapannya.
Penelitian Terdahulu
Wildlife Conservation Society (WCS) melakukan monitoring pendarat ikan hasil tangkapan di Taman Nasional Karimunjawa sejak tahun 2005. Berdasarkan laporan teknis Wildlife Conservation Society (WCS) tahun 2009-2015 terdapat 150 spesies ikan hasil tangkapan yang di dominasi oleh famili Caesionidae 47%, Scrombidae 25%, Carangidae 9%, Epinephelidae 6%, Lutjanidae 5%, Scaridae 2% dan lainnya 6%. Alat tangkap yang digunakan di perairan Karimunjawa yaitu panah, bubu, pancing ulur, jaring insang, muroami, dan pancing tonda. Berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan selama periode 2009-2015, tangkapan dominan merupakan hasil tangkapan panah dengan tangkapan tertinggi dari Desa Karimunjawa.
Penelitian lainnya tentang analisis komoditas unggulan perikanan tangkap di Taman Nasional Karimunjawa yang bertujuan untuk menentukan komoditas ikan unggulan perikanan tangkap di TNKJ telah dilakukan oleh Irnawati et al. (2011). Analisis potensi sumberdaya ikan dilakukan dengan model bioekonomi. Optimalisasi jumlah alat tangkap dilakukan dengan teknik linear goal programming (LGP). Kelayakan usaha dilakukan dengan analisis finansial. Hasil penelitian menunjukkan komoditas unggulan perikanan karang di TNKJ adalah ikan kuwe, dan untuk perikanan pelagis adalah ikan teri. Potensi sumberdaya ikan karang sebesar 174 ton/tahun dan ikan pelagis sebesar 22.069 ton/tahun. Teknologi penangkapan ikan tepat guna untuk perikanan karang adalah pancing ulur dan bubu, sedangkan untuk perikanan pelagis adalah pancing tonda dan gillnet. Analisis finansial menunjukkan bahwa semua alat tangkap masih layak untuk terus diusahakan.
Penelitian lainnya tentang kategori perikanan panah di Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah berdasarkan CCRF dilakukan oleh Mubarok et al. (2012). Tujuan penelitian ini untuk menentukan kategori perikanan panah di Karimunjawa dengan prespektif CCRF dan analisis keselamatan kerja.
3
Operasi perikanan panah memepunyai risiko yang tinggi, maka nelayan harus berhati-hati dan mengikuti standar penyelaman untuk menghindari risikonya. Perikanan panah di Karimunjawa merupakan kegiatan perikanan yang mendukung konsep CCRF meskipun terdapat aspek yang perlu diperhatian, diantaranya yaitu kesadaran nelayan untuk mematuhi dan melaksanakan standar CCRF dan aspek keselamatan kerja dalam pengoperasian, untuk menjaga ekosistem terumbu karang nelayan juga harus lebih hati-hati saat mengoperasikan alat tangkap panah.
Penelitian lainnya tentang dinamika perikan kerapu di Taman Nasional Karimunjawa yang bertujuan untuk mengetahui kondisi dan dinamika perikanan kerapu di Taman Nasional Karimunjawa telah dilakukan oleh Yulianto et al. (2013). Berdasarkan hasil penelitian tersebut CPUE panah lebih tinggi dibandingkan pancing. Nilai CPUE kerapu kedua alat tersebut menurun dari tahun 2010 dan 2011, nilai CPUE dengan alat tangkap panah pada tahun 2010 sebesar 6,609 kg/trip dan pada tahun 2011 CPUE sebesar 4,385 kg/trip sedangkann nilai CPUE pancing pada tahun 2010 dan 2011 masing-masing sebesar 1,323 kg/trip dan 0,868 kg/trip. Penangkapan ikan kerapu terjadi secara musiman, dimana pada musim peralihan antara musim barat ke timur terjadi puncak penangkapan ikan kerapu. Dinamika ikan kerapu salah satunya disebabkan oleh faktor oseanografi, iklim, dan kelimpahan ikan tersebut.
Penelitian lainnya terkait zona penangkapan ikan di Taman Nasional Karimunjawa adalah menentukan zona penangkapan ikan berbasis komoditas unggulan untuk masing-masing jenis alat tangkap telah dilakukan oleh Simbolon et al. (2016). Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka zona penangkapan bagi komoditas ikan unggulan yang terdiri dari ikan kuwe, ekor kuning, dan kerapu terdapat pada jalur 0-3 mil dari garis pantai, dan zona ini dialokasikan untuk pengoperasian pancing ulur dan bubu. Zona penangkapan ikan demersal menggunakan bottom gillnet terdapat pada jalur 3-4 mil dari garis pantai. Zona penangkapan ikan pelagis dibagi menjadi dua, yaitu: jalur 0-4 mil dari garis pantai digunakan sebagai zona penangkapan ikan pelagis dengan menggunakan surface gillnet, dan perairan di atas 4 mil dari garis pantai digunakan sebagai zona penangkapan ikan pelagis dengan menggunakan pancing tonda dan bagan perahu.
Penelitian lainnya mengenai biodiversitas ikan karang di kawasan Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) telah dilakukan oleh Yuliana et al. (2017). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rata-rata tutupan karang pada tahun 2015 adalah 44,70%. Tutupan karang tertinggi di Taka Malang (zona inti TNKJ) 65,65% dan yang terendah adalah di Nirwana (zona tradisional perikanan) yaitu 35,45%. Kelimpahan ikan pada tahun 2015 didominasi oleh Pomacentridae, Caesionidae, dan Scaridae dengan masing-masing kelimpahan sebanyak 14,850 ind/ha, 2,892 ind/ha, dan 1,540 ind/ha. Adapun biomassa tertinggi tahun 2015 yaitu Scaridae dengan biomasa sebeesar 122,33 kg/ha, Caesionidae sebesar 104,91 kg/ha, dan Serranidae sebesar 50,80 kg/ha. Biodiversitas ikan karang di TNKJ terjaga baik, karena famili yang menjadi target utama tangkapan nelayan memiliki kelimpahan dan biomassa yang tinggi.
Penelitian terkait perikanan tangkap di Karimunjawa telah banyak dilakukan oleh peneliti lainnya. Namun peneltian mengenai karakteristik biologi dan teknologi daerah penangkapan ikan karang di Perairan Karimunjawa belum dilakukan sebelumnya.
4
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu: 1) Menentukan karakteristik daerah penangkapan ikan karang di Perairan
Karimunjawa berdasarkan aspek biologi 2) Menentukan karakteristik daerah penangkapan ikan karang di Perairan
Karimunjawa berdasarkan aspek teknologi 3) Mengklasifikasikan kategori daerah penangkapan ikan karang di Perairan
Karimunjawa berdasarkan aspek biologi dan teknologi
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini diantaranya: 1) Sebagai bahan masukan bagi nelayan terkait alat tangkap dengan pemanfaatan
ikan yang boleh ditangkap 2) Memperkaya referensi bagi akademisi terkait kategori daerah penangkapan ikan
potensial 3) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan terkait alat
tangkap dan ukuran ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2018, bertempat di Pulua Karimunjawa Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah (Gambar 1).
Gambar 1 Peta lokasi penelitian
5
Alat dan Bahan
Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital untuk dokumentasi, alat tulis dan kuesioner untuk wawancara nelayan, papan dan penggaris untuk mengukur panjang ikan karang yang tertangkap, software Microsoft Excel untuk mengolah data hasil tangkapan, Software pemetaan untuk membuat peta daerah penangkapan ikan karang di perairan Karimunjawa.
Metode Pengumpulan, Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Menurut Nazir (2005) metode survei dilakukan dengan cara melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta-fakta yang terjadi akibat gejala yang terjadi dan mencari keterangan faktual. Metode ini biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara melalui kuisioner. Sulistiyo dan Basuki (2006) menyatakan bahwa kuisioner dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan yang terstruktur yang diisi oleh responden maupun pihak yang mewawancarai. Adapun tujuan, jenis, metode pengumpulan dan analisis data dapat dilihat pada Tabel 1.
Data jenis dan jumlah hasil tangkapan ikan diperoleh dari 5 unit kapal
bubu, 5 unit kapal panah, dan 10 unit kapal pancing. Teknik pengumpulan data
tersebut dilakukan secara accidental sampling. Accidental sampling yaitu teknik
penentuan sampel secara kebetulan karena peneliti dengan sengaja memilih
sampel kepada siapa pun yang ditemuinya atau by accident pada tempat, waktu,
dan cara yang telah ditentukan (Sukardi 2012). Dalam penelitian ini peneliti
mencatat seluruh hasil tangkapan nelayan yang mendaratkan hasil tangkapannya
di tengkulak, terdapat dua tengkulak yang dijadikan tempat pengambilan data
setiap hari pada pagi, sore, dan malam hari. Data yang dicatat yaitu mengenai alat
tangkap yang digunakan, jenis ikan hasil tangkapan, berat ikan hasil tangkapan,
lokasi penangkapan, waktu melaut, dan biaya melaut. Data ukuran panjang ikan
dari setiap jenis ikan diambil sampel secara acak minimal sebanyak 10% dari total
tangkapan pada setiap spesies ikan yang berbeda sehingga diperoleh sampel
selama penelitian sebanyak 2062 ekor ikan karang. Selanjutnya ikan diukur
panjang total (total length) atau panjang cagak (fork length) dengan menggunakan
penggaris.
Data produksi dan jumlah trip tahun 2013-2017 alat tangkap bubu, panah
dan pancing diperoleh melalui studi literatur dari WCS. Data Pengoperasian alat
penangkapan ikan, risiko bahaya penggunaan alat tangkap terhadap nelayan, dan
risiko penggunaan alat tangkap terhadap tingkat keracunan ikan diperoleh melalui
wawancara nelayan menggunakan kuisioner. Nelayan yang dijadikan sampel
untuk diwawancara ditentukan melalui teknik accidental sampling. Walpole
(2005) untuk penelitian dengan menggunakan metode statistik jumlah responden
minimal adalah 30 orang. Oleh karena itu responden yang diambil saat penelitian
sebanyak 30 orang pada masing-masing alat tangkap. Responden nelayan bubu
sebanyak 30 yang terdiri dari 13 oarang pemilik kapal dan 17 orang ABK.
Responden nelayan panah sebanyak 30 yang terdiri dari 10 oarang pemilik kapal
dan 20 orang ABK. Responden nelayan pancing sebanyak 30 yang merupakan
pemilik kapal. Adapaun kuisioner wawancara nelayan terkait aspek teknologi
dapat dilihat pada Lampiran 1.
6
Tabel 1 Tujuan, jenis, metode dan analisis data Tujuan Jenis data yang
dibutuhkan
Cara pengumpulan data Cara
Menganalisis data
Menentukan karakteristik
daerah penangkapan ikan
karang di perairan
Karimunjawa
berdasarkan aspek
biologi
- Hasil tangkapan
bubu, panah, dan
pancing
- Hasil tangkapan
bubu, panah, dan
pancing
- Ukuran panjang
total dan panjang
cagak ikan hasil
tangkapan
- Wawancara dan
prndataan hasil
tangkapan dengan
metode acidental
sampling
- Perhitungan nilai
keanekaragaman pada
setiap alat tangkap
- Pengukuran langsung
oleh peneliti di
lapangan
- Analisis
deskriptif
- Analisis nilai
keanekaragaman
shanon winner
- Analisis kategori
ikan layak
tangkap dan tidak
layak tangkap
Menentukan karakteristik
daerah penangkapan ikan
karang di perairan
Karimunjawa
berdasarkan aspek
teknologi
- Produksi dan trip
penangkapan bubu,
panah dan pancing
tahun 2013-2017
- Pengoperasian alat
penangkapan ikan
- Risiko bahaya
penggunaan alat
tangkap terhadap
nelayan
- Risiko penggunaan
alat tangkap
terhadap tingkat
keracunan ikan
- Studi literatur dari
WCS
- Wawancara nelayan
- Wawancara nelayan
- Wawancara nelayan
- Analisis CPUE
- Analisis skoring
- Analsis skoring
- Analisis skoring
Mengklasifikasikan
kategori daerah
penangkapan ikan
karang di perairan
Karimunjawa
berdasarkan aspek
biologi dan teknologi
- Hasil tujuan 1 dan
tujuan 2
- Overlay data - Analisis skoring
Analisis Data
Karakteristik DPI berdasarkan aspek biologi
Analisis karakteristik berdasarkan aspek biologi terdiri dari tiga indikator
yaitu jumlah jenis tangkapan, keanekaragaman ikan hasil tangkapan dan ukuran
panjang ikan. Analisis jumlah jenis ikan karang dilakukan secara deskriptif
melalui informasi dari nelayan dan tengkulak yang kemudian dilakukan
7
identifikasi melalui foto ikan hasil tangkapan oleh peneliti menggunakan buku
Market Fish of Indonesia (White et al. 2013). Data yang digunakan dalam
menentukan komposisi jenis ikan karang dibedakan berdasarkan alat tangkap
bubu, panah, dan pancing. Data tersebut adalah data bobot dari setiap spesies ikan
karang yang tertangkap dari masing-masing alat tangkap. Komposisi jenis ikan
karang yang tertangkap dianalisis dan disajikan dalam diagram pie, sehingga
diketahui perbedaan persentase jumlah bobot tangkapan dari setiap jenis ikan
karang berdasarkan alat tangkap bubu, panah, dan pancing.
Keanekaragaman ikan hasil tangkapan bubu, panah, dan pancing di analisis
melalui analisis keanekaragaman Shanon-Wiener. Perhitungan nilai
keanekaragaman dalam penelitian ini didasarkan atas proporsi bobot ikan hasil
tangkapan pada masing-masing alat tangkap di suatu fishing ground. Data yang
digunakan yaitu jenis spesies dan bobot (kg) ikan karang yang tertangkap pada
masing-masing alat tersebut. Nilai keanekaragaman dari masing-masing alat
tangkap tersebut dihitung menggunakan rumus Shanon-Wiener yang telah
dimodifikasi oleh Taurusman (2011), dengan rumus sebagai berikut:
∑
Keterangan:
H' = indeks keanekaragaman
S = jumlah spesies ikan tangkapan
bi = bobot (biomassa) hasil tangkapan setiap spesies ke-i
B = bobot total hasil tangkapan
Panjang ikan karang dikelompokan berdasarkan kategori ikan layak tangkap
dan ikan tidak layak tangkap kemudian disajikan dalam diagram pie. Ikan layak
tangkap adalah ikan yang memiliki ukuran lebih besar atau sama dengan ukuran
panjang ikan pertama kali matang gonad atau Length at First Maturity (LM). Ikan
yang belum layak tangkap merupakan ikan yang ukurannya lebih kecil dari LM
(Wujdi et al. 2013). Ukuran LM diperoleh melalui literatur hasil penelitian
terdahulu. Cara menghtung persentase ikan layak tangkap dan tidak layak tangkap
adalah:
Karakteristik DPI berdasarkan aspek teknologi
Analisis ini diganakan untuk menganalisis karakteristik daerah penangkapan
ikan berdasarkan aspek teknologi yang terdiri dari empat indikator yaitu
produktivitas alat tangkap, tingkat kemudahaan alat tangkap beroperasi, tingkat
risiko alat tangkap yang digunakan terhadap nelayan, dan tingkat bahaya
penggunaan alat tangkap yang dapat meracuni hasil tangkapan.
Analisis data produktivitas bubu, panah, dan pancing menggunakan nilai
CPUE yang meliputi jumlah hasil tangkapan per upaya penangkapan. Bubu,
panah, dan pancing memiliki upaya yang berbeda, maka perlu dilakukan
standarisasi terhadap alat tangkap untuk menyeragamkan satuan-satuan upaya
8
yang berbeda. Alat tangkap yang ditetapkan sebagai alat tangkap yang standar
mempunyai faktor daya tangkap atau fishing power index (FPI) = 1 (Tinungki
2005). Nilai fishing power index (FPI) jenis alat tangkap lainnya dapat dihitung
dengan membagi nilai catch per unit effort (CPUE alat tangkap lain) dengan
CPUE alat tangkap standar. Nilai FPI ini kemudian digunakan untuk mencari
upaya penangkapan standar alat tersebut.
CPUE =
CPUEs =
(nilai CPUE terbesar)
FPIs =
FPIi =
Upaya standar i = FPIi x fi
Upaya standar s = FPIs x fs
Upaya standar total = Ʃ (FPIi x fi) + (FPIs x fs)
Keterangan:
CPUEs = hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap standar
CPUEi = hasil tangkapan per upaya penangkapan alat tangkap i
Cs = jumlah tangkapan jenis alat tangkap standar
Ci = jumlah tangkapan jenis alat tangkap i
Fs = jumlah upaya jenis alat tangkap standar
Fi = jumlah upaya jenis alat tangkap i
FPIs = faktor daya tangkap jenis alat tangkap standar
FPIi = faktor daya tangkap jenis alat tangkap i
Analisis data mengenai tingkat kemudahaan alat tangkap beroperasi, tingkat
risiko bahaya alat tangkap yang digunakan, dan tingkat bahaya penggunaan alat
tangkap yang dapat meracuni hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan
kuisioner kepada nelayan. Dari indikator tersebut memiliki kriteria yang berbeda
dengan masing-masing nilai skror 1 dan 2. Hasil dari analisis tiap indikator
tersebut di disajikan dalam diagram batang, sehingga diketahui perbedaan dari
setiap indikator pada alat tangkap bubu, panah, dan pancing.
Kategori daerah penangkapan ikan karang
Penentuan kategori daerah penangkapan ikan karang pada penelitian ini
berdasarkan aspek biologi dan aspek teknologi, indikator dari tiap aspek tersebut
merupakan hasil modifikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Wulandari
(2017) dalam penentuan Zona Potensial Penangkapan Ikan (ZPPI) di Pulau Enggano.
Aspek biologi terdiri dari tiga indikator yaitu jumlah spesies tangkapan ikan karang,
keanekaragaman ikan karang hasil tangkapan dan ukuran panjang ikan. Aspek
teknologi terdiri dari empat indikator yaitu produktivitas alat tangkap,
pengoperasian alat penangkapan ikan, risiko bahaya penggunaan alat tangkap
terhadap nelayan, dan risiko penggunaan alat tangkap terhadap tingkat keracunan
9
ikan. Kriteria tersebut memiliki nilai bobot yang berbeda, bobot ukuran panjang ikan
memiliki nilai yang paling tinggi karena ukuran ikan yang tertangkap sangat
mempengaruhi stok sumberdaya ikan yang ada di perairan tersebut, jika ukuran ikan
dibawah LM (length maturity) tertangkap maka tidak adanya restoking sumberdaya
ikan tersebut sehingga menyebabkan berkurangnya stok sumberdaya ikan. Indikator pada setiap aspek tersebut dikategorikan menjadi dua kriteria yang
berbeda pada setiap aspek dengan masing-masing nilai skor 1 dan 2. Kriteria pada
setiap aspek tersebut disajikan pada tabel 2. Penilaian kategori daerah penangkapan
ikan karang ini dianalisis melalui teknik skoring yang dihitung berdasarkan daerah
penangkapan dan alat tangkap yang digunakannya. Perhitungan kriteria tersebut
menggunakan rumus yang mengacu pada Marizal et al. (2012):
PI =∑
=
=
Keterangan:
B = bobot kriteria
S = skor kriteria
i = indikator ke-i
Tabel 2 Penentuan skor dan bobot pada masing-masing kriteria pada aspek biologi
dan teknologi Aspek Indikator Kriteria Skor Bobot
Biologi Jumlah spesies
tangkapan ikan karang
menangkap > 5 spesies ikan karang 1 0,15
menangkap ≤ 5 spesies ikan karang 2
Keanekaragaman ikan
karang hasil tangkapan
H’ ≤ 1 1 0,15
H’> 1 2
Ukuran panjang ikan Panjang total (TL) < nilai
LM<60%
1 0,3
Panjang total (TL) > nilai
LM≥60%
2
Teknologi Produktivitas alat
tangkap
CPUEi < CPUE rata-rata 1 0,1
CPUEi > CPUE rata-rata 2
Pengoperasian alat
penangkapan ikan
Jumlah nelayan >2 orang dan
Menggunakan >3 alat bantu
1 0,1
Jumlah nelayan ≤2 orang dan
Menggunakan ≤3 alat bantu
2
Risiko bahaya
penggunaan alat tangkap
terhadap nelayan
Berisiko kematian terhadap
nelayan
1 0,1
Berisiko melukai terhadap nelayan 2
Risiko penggunaan alat
tangkap terhadap tingkat
keracunan ikan
Meracuni hasil tangkapan 1 0,1
Tidak meracuni hasil tangkapan 2
Sumber: Wulandari (2017), modifikasi
10
Nilai kategori DPI (N) yang diperoleh pada setiap spot DPI digunakan untuk
menentukan spot penangkapan tersebut termasuk dalam kategori DPI potensial
atau tidak potensial. Oleh karena itu maka perlu dicari nilai cutting off yang
merupakan hasil perhitungan dari nilai maksimum ditambah dengan nilai
minimum kemudian dibagi dua, nilai ini digunakan sebagai patokan kategori pada
setiap spot penangkapan. Jika nilai N lebih besar dari cutting off maka spot
penangkapan tersebut dikategorikan sebagai DPI potensial. Sebaliknya, jika nilai
N lebih kecil atau sama dengan cutting off maka spot penangkapan tersebut
dikategorikan sebagai DPI tidak potensial.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit Penangkapan Ikan Karang
Alat tangkap
Perairan Karimunjawa memiliki sumberdaya ikan yang melimpah terutama
ikan karang yang di dukung oleh ekosistem terumbu karang di perairan tersebut.
Alat tangkap yang digunakan di ekosistem terumbu karang diantaranya hook and
line, speargun, hand spears, traps (bubu), dan jaring (netting) seperti gillnet
(jaring insang), ambai, dan muroami (Agustina dan Muttaqin 2016). Adapun alat
tangkap yang digunakan nelayan karimunjawa untuk menangkap ikan karang
yaitu bubu, panah, dan pancing.
Bubu merupakan alat penangkap ikan yang terbuat dari jaring atau bambu
sebagai perangkap ikan, mempunyai pintu masuk yang berjumlah satu atau dua
buah (Baskoro dan Yusfiandayani 2015). Bentuk bubu memiliki bentuk yang
beranekaragam sesuai ikan yang menjadi target tangkapannya, namun ada pula
yang target tangkapan sama namun memiliki konstruksi yang berbeda
(Martasuganda 2008). Bubu yang digunakan nelayan krimunjawa merupakan
jenis bubu tambun (Gambar 2). Bubu ini terbuat dari bahan bambu dengan ukuran
panjang 180 cm, lebar 140 cm dan tinggi 50 cm. Diameter mulut luar bubu 62 cm
dan diameter mulut bubu bagian dalam 40 cm. Adapun ukuran mesh size bubu 9
cm. Satu kapal nelayan biasanya terdapat 5-15 buah bubu yang dipasang.
Konstruksi alat tangkap bubu disajikan pada Gambar 3. Metode pengoperasian bubu diawali dengan memilih daerah penangkapan yang
biasa dilakukan dengan menyelam oleh seorang nelayan, untuk memastikan lokasi
yang tepat untuk pemasanagn bubu, kemudian bubu diletakkan secara perlahan
dengan arah bubu berlawanan dengan arah arus agar ikan dapat tertarik untuk masuk
ke dalam bubu yang biasa dipasang tanpa umpan (Irnawati 2008). Nelayan
Karimunjawa memasang bubu secara tunggal yang diletakan didasar perairan yang
berkarang. Bubu tersebut dilengkap dengan pemberat agar bubu tidak terbawa oleh
arus, kemudian terdapat tali yang pada ujungnya terdapat pelampung tanda. Setalah
proses setting selesai, spot koordinat lokasi pemasangan bubu tersebut dicatat untuk
memudahkan pengangkatan bubu pada proses hauling.
11
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 2 Bubu tambun yang digunakan nelayan Karimunjawa
Sumber: Iskandar (2011), modifikasi
Gambar 3 Konstruksi bubu tambun
Panah merupakan alat tangkap yang diklasifikasikan ke dalam jenis alat
tangkap lain-lain (Subani dan Barus 1989). Alat tangkap panah yang digunakan
nelayan Karimunjawa terdiri dari senapan pemanah yang terbuat dari kayu, anak
panah terbuat dari batang besi tahan karat yang berujung tajam dan berkait. Anak
panah tersebut dilontarkan oleh tali karet yang salah satu ujungnya diikat pada
ujung senapan. Panjang alat tangkap panah mencapai 1-2 meter. Alat bantu yang
digunakan yaitu kompresor, senter, masker selam, fins, wet suit, sarung tangan,
dan pemberat. Operasi penangkapan panah dilakukan satu kali melaut pada malam
hari (one night trip). Panah dioperasikan dengan cara nelayan langsung
melakukan penyelaman dengan bantuan pernafasan berupa kompresor namun ada
juga yang tanpa kompresor, penyelaman dilakukan secara bergantian selama 1-2
jam dalam satu kali penyelaman. Komponen alat tangkap panah yang digunakan
nelayan Karimunjawa disajikan pada Gambar 4 dan konstruksi panah tersebut
disajikan pada Gambar 5.
12
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 4 Komponen alat tanngkap panah yang digunakan nelayan Karimunjawa
Sumber: Mubarok et al. (2012), modifikasi
Gambar 5 Konstruksi panah
Pancing yang digunakan nelayan Karimunjawa merupakan jenis pancing
ulur (handline) (Gambar 6). Pancing ulur merupakan jenis pancing yang sangat
sederhana dibandingkan dengan alat tangkap pancing lainnya. Alat ini hanya
terdiri dari tali pancing, pancing dan umpan (Sudirman dan Mallawa 2000).
Adapun konstruksi pancing ulur yang digunakan nelayan Karimunjawa terdiri atas
tali penarik, tali alas, tali pemberat, mata pancing, penggulung tali pancing (roll),
dan pemberat. Ukuran mata pancing yang digunakan yaitu no 8 dan 9. Menurut
Subani Barus (1989) ukuran mata pancing tergantung pada ukuran ikan target
penangkapan. Nelayan Karimunjawa menggunakan umpan hidup, biasanya
menggunakan ikan yang berukuran kecil seperti ikan bentong. Pancing ulur
dioperasikan pada kedalam 10-40 meter dengan target tangkapan berupa ikan
pelagis seperti tenggiri, tongkol hitam dan tongkol lurik. Desain konstruksi
pancing disajikan pada Gambar 7.
Panah
Fins
Selang kompresor
Sarung
tangan
Pemberat
13
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 6 Pancing ulur yang digunakan nelayan Karimunjawa
Sumber: Modul Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (2011), modifikasi
Gambar 7 Konstruksi pancing ulur
Kapal
Kapal perikanan merupakan kapal yang dibuat untuk melakukan kegiatan
penangkapan ikan, menyimpan ikan dan secara keseluruhan disesuaikan dengan
fungsi rencana operasi (Fyson 1985). Desain kapal yang digunakan nelayan bubu,
panah, dan pancing di Karimunjawa pada umumnya sama, namun dengan ukuran
GT kapal yang berbeda. Kapal yang digunakan nelayan Karimunjawa terbuat dari
kayu dengan menggunakan mesin kapal motor dalam (onboard engine). Umur
teknis kapal pada umumnya 5-10 tahun, adapun umur teknis mesin mencapai 3
tahun. Kapal yang digunakan nelayan bubu Karimunjawa disajikan pada Gambar
8.
14
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 8 Kapal yang digunakan nelayan bubu di Karimunjawa
Kapal yang digunakan nelayan bubu di Karimunjawa berukuran 5-10 GT
dengan panjang 10-12 meter, lebar 2 meter dan bagian kapal yang terendam air
(draft) 0,75 meter. Kapal ini dilengkapi dengan palka dan alat penarik (gardan)
yang digunakan untuk mengangkat bubu. Mesin yang digunakan yaitu jenis mesin
motor dalam (onboard engine), terdapat dua buah mesin dalam satu kapal yang
fungsinya untuk menambah kecepatan kapal dan jika terjadi hal yang tidak
diinginkan seperti kerusakan mesin pada saat melakukan operasi penangkapan.
Adapun kapal yang digunakan nelayan panah dan pancing disajikan pada
Gambar 9. Kapal tersebut memiliki ukuran yang sama yaitu dibawah 5 GT dengan
panjang 7,5-11 meter, lebar 1-2 meter, dan bagian kapal yang terendam (draft)
0,5-1 meter. Mesin kapal yang digunakan yaitu jenis mesin motor dalam (onboard
engine), jumlah mesin yang digunakan sebanyak 1-2 buah tergantung pemilik
kapal.
Sumber: Dokumentasi pribadi
Gambar 9 Kapal yang digunakan nelayan panah dan pancing di Karimunjawa
15
Nelayan
Nelayan bubu, panah dan pancing merupakan penduduk asli Karimunjawa.
Sebagian kecil nelayan tersebut memiliki mata pencaharian lain, biasanya pada
saat terang bulan nelayan tidak pergi melaut maka nelayan tersebut beralih
menjadi tour guide dan menyewakan kapalnya kepada wisatawan. Tingkat
pendidikan nelayan masih rendah, rata-rata hanya mencapai SD dan sebagian
kecil mencapai SMP dan SMA.
Nelayan bubu melakukan kegiatan penangkapan kurang lebih selama 3-4
hari. Jumlah ABK nelayan bubu yaitu 3-4 orang perkapal. Biaya melaut mencapai
Rp. 1.000.000-2.000.000/trip. Agar tetap melakukan penangkapan selama
perendaman bubu maka nelayan membawa alat tangkap lain seperti pancing.
Nelayan panah melakukan pengoperasian pada malam hari, nelayan biasanya
berangkat melaut pada pukul 17.00 WIB – 04.00 WIB. Biaya operasial dalam satu
kali melaut yaitu Rp. 150.000-700.000 tergantung jumlah nelayan dalam satu
kapal. Pada umumnya jumlah nelayan sebanyak 3-6 orang. Nelayan panah
melakukan penyelaman selama 1-2 jam dalam satu kali menyelam. Sebagian
nelayan panah ada yang menggunakan alat bantu pernafasan menggunakan
kompresor dan ada yang tidak. Nelayan pancing melakukan pengoperasian pada
siang hari, nelayan biasanya pergi melaut pada pukul 06.00-16.00 WIB. Biaya
operasial dalam satu kali melaut yaitu Rp. 50.000-150.000. Nelayan pancing
berjumlah satu orang dalam satu kapal, dimana nelayan tersebut merupakan
pemilik kapal.
Daerah dan musim penangkapan ikan
Bubu dioperasikan di kawasan taman nasional maupun luar kawasan. Jarak
dari fishing base menuju fishing ground 10-25 mil dengan waktu tempuh 3-4 jam.
Bubu dioperasikan pada perairan dengan substrat dasar berkarang. Dalam
penentuan lokasi pemasangan bubu, nelayan biasanya menggunakan GPS dan fish
finder. Setiap spot lokasi pemasangan bubu koordinatnya dicatat agar pada saat
pengangkatan bubu (hauling) nelayan tidak mengalami kesulitan untuk
mencarinya lagi. Penangkapan ikan menggunakan bubu di Karimunjawa pada
umumnya dilakukan sepanjang tahun, namun yang membedakan yaitu jarak lokasi
pemasangan bubu dan jumlah bubu yang dipasang. Pada saaat musim timur
nelayan mengoperasikan bubu pada fishing ground yang berjarak hingga 25 mil
laut dari fishing base. Namun pada saat musim barat nelayan mengoperasikan
bubu hanya pada sekitar pulau Karimunjawa dan jika cuaca sangat buruk nelayan
berhenti melakukan kegiatan penangkapan, hal ini untuk menghindari bahaya dan
kerugian yang terjadi jika pengoperasian bubu pada fishing ground yang jauh dari
fishing base.
Panah pada umumnya dioperasikan di perairan sekitar kepulauan, yang
berjarak 1-3 mil laut dari pulau tersebut. Waktu tempuh dari fishing base yaitu 2-3
jam. Panah dioperasikan pada kedalaman 2-30 meter dengan dasar perairan yang
berkarang. Dalam penentuan daerah penangkapan ikan nelayan menggunakan
GPS, namun sebagian kecil nelayan tidak mempunyai GPS, maka penentuan DPI
berdasarkan pengalaman nelayan. Nelayan melakukan pengoperasian hampir
sepanjang tahun dan dalam satu minggu dilakukan 6 kali operasi penangkapan.
Saat musim barat nelayan panah tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan atau
16
terdapat sebagian nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan tetapi tidak jauh
dari pulau Karimunjawa.
Pancing dioperasikan pada kedalaman perairan >30 meter. Untuk
menentukan daerah penangkapan ikan nelayan menggunakan GPS atau fishfinder.
Jarak fsihing base menuju fishing ground sekitar 5-15 mil laut. Pengoperasian
pancing dilakukan haampir setiap tahun, namun jika terjadi cuaca buruk pada saat
musim barat maka terjadi perubahan daerah penangkapan menjadi tidak jauh
lokasinya dari pulau Karimunjawa.
HASIL DAN PEMBAHSAN
Aspek Biologi
Jenis hasil tangkapan
Nelayan Karimunjawa memiliki berbagai macam spesies ikan karang hasil
tangkapan. Jenis ikan karang yang terdapat di Karimunjawa sebanayak 509 jenis
dari 50 famili dan 148 genus ikan Karang (Pardede et al. 2016). Berdasarkan data
hasil penelitian terdapat 13 famili dan 59 spesies ikan karang yang tertangkap
dengan menggunakan alat tangkap bubu, panah, dan pancing. Spesies ikan karang
yang tertangkap menggunakan ketiga alat tangkap tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 2. Komposisi jenis hasil tangkapan pada masing-masing alat tangkap
dapat dilihat pada Gambar 10, Gambar 11, dan Gambar 12.
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 10 Komposisi hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap bubu
Jenis ikan yang tertangkap oleh bubu selama penelitian sebanyak 15 spesies
dengan total hasil tangkapan seberat 793,3 kg. Spesies yang dominan tertangkap
pada bubu yaitu kerapu balong (Epinephelus coioides) sebanayak 315,3 kg dan
17
yang paling sedikit yaitu injel kambing (Pomacanthus annularis) sebanyak 1,3 kg.
kerapu balong merupakan jenis ikan kerapu yang banyak diminati oleh konsumen
dan merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis sehingga menjadi salah satu
target tangkapan nelayan bubu, sedangkan kambing kambing merupakan jenis
ikan hias. Injel kambing memiliki keindahan corak warna yang mempesona
sehingga merupakan ikan hias yang cukup diminati dan bernilai ekonomis (Fahmi
2000). Hasil tangkapan kambing kambing pada bubu merupakan ikan yang sudah
dalam keadaan mati sehingga ikan tersebut tidak memiliki nilai ekonomis lagi,
maka nelayan Karimunjawa biasanya menjadikan ikan tersebut sebagai ikan rucah
untuk pakan ikan yang dibudidayakan di keramba.
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 11 Komposisi hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap panah
Jenis ikan yang tertangkap oleh panah selama penelitian sebanyak 53
spesies dengan total hasil tangkapan seberat 1715,9 kg. Spesies yang dominan
tertangkap pada bubu yaitu ekor kuning (Caesio teres) 725,7 kg dan yang paling
sedikit yaitu kerapu (Aethaloperca rogaa) 0,3 kg. Ekor kuning termasuk kedalam
famili caesionidae, dimana famili caesionidae hidup bergerombol (Schooling)
dalam jumlah besar (Randall et al. 1990). Ikan yang bergerombol ini
memungkinkan penangkapan dalam jumlah besar untuk keperluan konsumsi
maupun komersil, tanpa adanya sifat ini penangkapan ikan menjadi usaha yang
tidak ekonomis (Baskoro et al. 2011). Sifat bergerombol ini lebih mempermudah
nelayan menangkap ekor kuning dalam jumlah yang banyak. Ikan ekor kuning
(Caesio sp) merupakan komoditas unggulan perikanan tangkap di Karimunjawa
yang berada pada urutan kedua setelah ikan kuwe (Irnawati et al. 2011).
Spesies ikan karang yang tertangkap oleh pancing selama penelitian
sebanyak 14 spesies dengan total hasil tangkapan seberat 311,8 kg. Spesies yang
dominan tertangkap pancing yaitu jenaha (Lutjanus johnii) 138,6 kg dan yang
paling sedikit yaitu bintang timur 1,6 kg. Kerapu bintang (Plectropomus
leopardus) merupakan spesies ikan yang dominan ditemukan pada kedalaman 5-6
meter (Mujiyanto dan Sugianti 2014). Hal ini sesuai dengan penelitian dimana
18
spesies tersebut paling sedikit tertangkap karena nelayan Karimunjawa
mengoperasikan pancing pada perairan yang tidak terlalu dekat dengan ekosistem
terumbu karang biasanya pada kedalaman lebih dari 6 meter.
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 12 Komposisi hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap pancing
Panah merupakan alat tangkap yang paling banyak menangkap spesies ikan
karang yaitu sebanyak 53 spesies dibandingkan dengan bubu pancing yang hanya
menangkap 15 dan 14 spesies ikan karang. Masyarakat Karimunjawa berasumsi
bahwa beroperasinya alat tangkap panah sejak tahun 2004 menurunkan hasil
tangkapan pancing (Yulianto et al. 2013). Perbedaan jumlah dan jenis hasil
tangkapan yang berbeeda pada bubu, panah, dan pancing terjadi karena setiap alat
tangkap tersebut memiliki metode pengoperasian dan kemampuan menangkap
ikan yang berbeda beda. Fluktuasi hasil tangkapan bubu terjadi karena perubahan
migrasi harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan, keanekaragaman
ikan dalam populasi, dan tepat tidaknya lokasi pemasangan bubu karena alat ini
bersifat pasif dan menetap. Panah merupakan alat tangkap yang dapat menentukan
jenis dan ukuran ikan yang ingin ditangkap tergantung pada nelayan itu sendiri, di
Karimunjawa panah merupakan alat tangkap yang cukup produktif (Mubarok et
al. 2012). Pancing bersifat pasif terhadap ikan karena hanya menangkap satu ekor
ikan sekali tangkapan maka tidak memungkinkan mendapatkan hasil tangkapan
yang banyak dalam waktu yang singkat (Baskoro dan Yusfiandayani 2015).
Keanekaragaman ikan hasil tangkapan
Keanekaragaman ikan hasil tangkapan alat tangkap bubu, panah, dan
pancing dihitung menggunakan rumus indeks keanekaragaman Shanon-Wiener.
Nilai indeks keanekaragaman (H') ini digunakn untuk menganalisis
keanekaragaman hasil tangkapan yang didaratkan bukan untuk menduga
keanekaragaman sumberdaya ikan pada suatu habitat (Taurusman 2011). Nilai
indeks keanekaragaman dari setiap alat tangkap tersebut disajikan dalam Tabel 3.
Pancing memiliki nilai H' paling tinggi yaitu 2,504 sedangkan panah
memiliki nilai H' paling rendah yaitu 2,188. Nilai indkes keanekaragaman yang
19
tinggi menunjukan bahwa alat tangkap tersebut memiliki selektivitas yang rendah
dan sebaliknya jika nilai indkes keanekaragaman yang rendah menunjukan bahwa
alat tangkap tersebut memiliki selektivitas yang tinggi (Nugroho et al. 2015).
Pancing memiliki nilai H' yang tinggi menunjukan bahwa pancing memiliki
selektivitas yang tinggi. Nilai H' rendah berarti adanya dominansi satu atau
beberapa spesies ikan dalam hasil tangkapan tersebut (Wiyono 2010). Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian dimana panah memiliki nilai yang paling rendah
karena pada alat tangkap panah terdapat spesies ikan yang tertangkap dalam
jumlah yang sangat banyak yaitu ikan ekor kuning dan ikan hasil tangkapan
lainnya hanya tertangkap beberapa ekor saja.
Tabel 3 Indeks keanekaragaman (H') ikan hasil tangkapan Alat Tangkap H'
Bubu 2,482
Panah 2,188
Pancing 2,504
Sumber: Data Primer (diolah)
Ukuran panjang ikan hasil tangkapan
Ikan dominan yang tertangkap oleh bubu yaitu kerapu balong (Epinephelus
coioides), kakap merah (Lutjanus malabaricus), baronang (Siganus javus), jenaha
(Lutjanus johnii) dan ekor kuning (Caesio cuning). Ikan tersebut memiliki sebaran
panjang yang berbeda setiap spesies Tabel 4. Panjang ikan kerapu balong berkisar
antara 27-89 cm, panjang ikan abangan berkisar antara 19-78 cm, ikan baronang
memiliki panjang yang berkisar antara 16-31 cm, panjang ikan jinahak berkisar
antara 34,5-80,5 cm, dan ikan ekor kuning memiliki panjang yang berkisar antara
17-31 cm.
Tabel 4 Sebaran panjang ikan dominan yang tertangkap bubu
Nama ikan
Jumlah
Ikan
(ekor)
Ukuran
yang
Tertang-
kap (cm)
LM
(cm)
Referensi
LM
Layak
Tangkap
(%)
Tidak
Layak
Tangkap
(%)
Kerapu balong
(Epinephelus coioides)
53 27-89 48,3 Fishbase.org
(2018)
66 34
Kakap merah
(Lutjanus malabaricus)
82 19-78 57,6 Fishbase.org
(2018)
16 84
Baronang
(Siganus javus)
66 16-31 28,5 Fishbase.org
(2018)
8 92
Jenaha
(Lutjanus johnii)
30 34,5-80,5 40,5 Fishbase.org
(2018)
65 35
Ekor kuning
(Caesio cuning)
53 17-31 20,1 Pratiwi
(2017)
42 58
Sumber: Data Primer (diolah)
Ikan layak tangkap dan ikan tidak layak tangkap ditentukan berdasarkan
persentase jumlah ikan yang tertangkap pada ukuran ikan yang memiliki panjang
lebih dari ukuran panjang ikan matang gonad atau Length at First Maturity (LM)
20
(Tabel 5). Ukuran panjang pertama kali ikan matang gonad atau Length at First
Maturity (LM) spesies ikan berbeda beda karena dipengaruhi oleh faktor internal
yaitu genetik dan faktor eksternal yaitu kondisi lingkungan (Effendi 2002).
Menurut Hamilton (1822) dalam fishbase (2018) nilai Lm kerapu balong 48,3 cm,
abangan 57,6 cm (Bloch dan Schinder 1801) dalam fishbase (2018), baronang
28,5 cm (fishbase 2018), jinahak 40,5 cm (fishbase 2018) dan ekor kuning 20,1
cm (Pratiwi 2017). Hasil tangkapan kerapu balong sebanyak 66% merupakan
ikan layak tangkap, sedangkan ikan yang tidak layak tangkap 34%. Kakap merah
yang tertangkap sebanyak 16% merupakan ikan layak tangkap dan 84% ikan tidak
layak tangkap. Baronang yang tertangkap sebanyak 8% merupakan ikan layak
tangkap dan 92% ikan tidak layak tangkap. Jenaha yang tertangkap sebanyak 65%
merupakan ikan layak tangkap dan 35% ikan tidak layak tangkap. Ekor kuning
yang tertangkap sebanyak 42% merupakan ikan layak tangkap dan 58% ikan tidak
layak tangkap.
Berdasarkan hasil penelitian ikan abangan, baronang dan ekor kuning
sebagian besar hasil tangkapannya merupakan ikan tidak layak tangkap, hal ini
disebabkan oleh konstruksi bubu yang digunakan nelayan. Bubu yang digunakan
nelayan Karimunjawa memiliki ukuran messh size bubu 9 cm sehingga lebih
banyak ikan yang tertahan pada bubu dibandingkan dengan bubu yang memiliki
ukuran mata lebih besar. Bahan bubu yang digunakan nelayan Karimunjawa yaitu
bambu maka ukuran mata bubu cenderung lebih statis dibandingkan dengan mata
jaring yang fleksibel dapat menyesuaikan bentuk tubuh ikan saat meloloskan diri.
Ikan dominan yang tertangkap oleh panah yaitu ikan ekor kuning (Caesio
teres), ekor kuning (Caesio cuning), pisang pisang (Caesio caerulaurea), kerapu
karet (Epinephelus ongus) dan baronang (Siganus Punctatus). Ikan tersebut
memiliki sebaran panjang yang berbeda disajikan pada Tabel 5. Sebaran panjang
ekor kuning teres berkisar antara 14-25 cm, panjang ekor kuning cuning berkisar
antara 15-26 cm, panjang pisang ijo berkisar antara 15-25 cm, panjang kerapu
karet berkisar antara 21-34 cm, panjang semadar berkisar antara 23-37 cm.
Tabel 5 Sebaran panjang ikan dominan yang tertangkap panah
Nama Ikan
Jumlah
Ikan
(ekor)
Ukuran
yang
Tertang-
kap (cm)
LM
(cm)
Referensi
LM
Layak
Tangkap
(%)
Tidak
Layak
Tangkap
(%)
Ekor kuning
(Caesio teres)
530 14-25 18.2 Fishbase.org
(2018)
39 61
Ekor kuning
(Caesio cuning)
482 15-26 20,1 Pratiwi
(2017)
33 67
Pisang pisang
(Caesio caerulaurea)
246 15-25 22.2 Fishbase.org
(2018)
2 98
Kerapu karet
(Epinephelus ongus)
69 21-34 23.3 Fishbase.org
(2018)
100 0
Baronang
(Siganus Punctatus)
16 23-37 22.8 Fishbase.org
(2018)
100 0
Sumber: Data Primer (diolah)
Panjang ikan pertama kali matang gonad atau Length at First Maturity (LM)
tiap spesies berbeda. Nilai LM ekor kuning 20,1 cm (Pratiwi 2017), berdasarkan
21
fishbase (2018) nilai LM ekor kuning 18,2 cm, pisang pisang 22,2 cm, kerapu
karet 23,3 cm dan baronang 22,8 cm. Hasil tangkapan ekor kuning sebanyak 39%
merupakan ikan layak tangkap, sedangkan ikan yang tidak layak tangkap 61%.
Ekor kuning yang tertangkap sebanayk 33% merupakan ikan layak tangkap dan
67% ikan tidak layak tangkap. Pisang pisang yang tertangkap sebanayk 2%
merupakan ikan layak tangkap dan 98% ikan tidak layak tangkap. Kerapu karet
dan Baronang yang tertangkap seluruhnya (100%) merupakan ikan yang layak
tangkap.
Panah merupakan alat tangkap yang sangat selektif dari segi ukuran dan
jenis karena nelayan tidak mungkin menangkap juvenil ikan karena ukurannya
yang kecil, nelayan menembak ikan dengan ukuran yang cukup besar (Mubarok et
al. 2012). Numun berdasarkan penelitian ekor kuning teres, ekor kuning cuning,
dan Pisang ijo yang tertangkap panah lebih banyak dengan ukuran ikan yang tidak
layak tangkap. Hal tersebut disebabkan karena pada saat operasi penangkapan
nelayan Karimunjawa menembak ikan yang ada dihadapannya tidak
mempertimbangkan ukuran ikan tersebut.
Ikan yang dominan tertangkap oleh pancing yaitu ikan jenaha (Lutjanus
johnii), kakap merah (Lutjanus malabaricus), kerapu ekor putih (Epinephelus
areolatus), bambangan (Pinjalo pinjalo), dan kurisi bali (Pristipomoides
multidens). Ikan tersebut memiliki sebaran panjang yang berbeda-beda tiap
spesiesnya (Tabel 6). Sebaran panjang jinahak berkisar antara 36-67 cm, panjang
abangan berkisar antara 24-65 cm, panjang Kleke lasak berkisar antara 19,5-38
cm, panjang Sawo panjang berkisar antara 36-66 cm, dan panjang kurisi bali
berkisar antara 30-42 cm.
Tabel 6 Sebaran panjang ikan dominan yang tertangkap pancing
Nama Ikan
Jumlah
Ikan
(ekor)
Ukuran
yang
Tertang-
kap (cm)
LM
(cm)
Referensi
LM
Layak
Tangkap
(%)
Tidak
Layak
Tangkap
(%)
Jenaha
(Lutjanus johnii) 39 36-67 40.5 Fishbase.org
(2018) 68 32
Kakap merah
(Lutjanus malabaricus) 38 24-65 57.6 Fishbase.org
(2018) 0 100
Kerapu ekor putih
(Epinephelus areolatus) 26 19,5-38 33 Siburian
(2016) 87 13
Bambangan
(Pinjalo pinjalo) 16 36-66 20 Fishbase.org
(2018) 88 12
Kurisi bali
(Pristipomoides
multidens)
13 30-42 40 Fishbase.org
(2018)
0 100
Sumber: Data Primer (diolah)
Panjang ikan pertama kali matang gonad atau Length at First Maturity (LM)
tiap spesies berbeda (Tabel 7). Berdasarkan fishbase (2018) nilai Lm jenaha 40,5
cm, kakap merah 57,6 cm (Bloch dan Schinder 1801) dalam fishbase (2018),
bambangan 38,6 cm (fishbase 2018), kleke lasak 33 cm (Siburian 2018) dan kurisi
bali 40 cm (Day 1871) dalam fishbase (2018). Hasil tangkapan jenaha sebanyak
68% merupakan ikan layak tangkap, sedangkan ikan yang tidak layak tangkap
22
32%. Seluruh ikan kakap merah yang tertangkap merupakan ikan tidak layak
tangkap. Kerapu ekor putih yang tertangkap sebanayk 88% merupakan ikan layak
tangkap dan 12% ikan tidak layak tangkap. Bambangan yang tertangkap sebanayk
87% merupakan ikan layak tangkap dan 13% ikan tidak layak tangkap. Seluruh
kurisi bali yang tertangkap merupakan ikan tidak layak tangkap.
Ukuran mata pancing dan besarnya tali disesuaikan dengan besarnya ikan
yang menjadi tujuan penangkapan (Sudirman dan Mallawa 2000). Nelayan
Karimunjawa menggunakan ukuran mata pancing no 8 dan 9. Setiap spesies ikan
memiliki nilai ukuran layak tangkap yang berbeda akan tetapi ukuran mata
pancing yang digunakan oleh nelayan Karimunjawa sama untuk setiap spesies
ikan, maka masih terdapat spesies ikan yang tertangkap pancing dalam ukuran
yang tidak layak tangkap.
Aspek Teknologi
Produktivitas alat tangkap
Produktivitas merupakan kemampuan produksi dari suatu alat tangkap, yang
dinyatakan dalam perbandingan antara produksi dengan upaya penangkapan
(Nelwan et al. 2015). Produktivitas alat tangkap dilihat berdasarkan nilai Catch
per unit effort (CPUE). CPUE yaitu banyaknya ikan yang ditangkap oleh suatu
alat tangkap dalam satu kali upaya penangkapan. Nilai CPUE pada setiap alat
tangkap per tahun disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 CPUE ikan karang pada setiap alat tangkap
Tahun CPUE (kg/trip)
Bubu Panah Pancing
2013 27,4 57,5 7,6
2014 19,8 53,1 8,3
2015 23,3 56,6 12,7
2016 22,0 46,8 6,4
2017 18,9 59,7 9,6
Sumber: Data Wildlife Conservation Society (diolah)
Produktivitas bubu, panah, dan pancing mengalami perubahan setiap
tahunnya dengan nilai tertinggi yaitu alat tagkap panah pada tahun 2015 sebesar
59,7 kg/trip dan nilai terendah yaitu alat tangkap pancing pada tahun 2016 sebesar
6,4 kg/trip. Nilai CPUE panah lebih beesar daripada bubu. Hal ini dipengaruhi
oleh perbedaan teknik pengoperasian yang pada akhirnya akan berpengaruh
terhadap produksi alat tangkap tersebut. Panah dioperasikan dengan cara nelayan
melakukan penyelaman dan langsung menembak ikan terget yang ada
dihadapannya, maka kemungkinan ikan yang tertangkap akan lebih banyak.
Sedangkan bubu merupakan alat tangkap yang pasif sehingga peluang ikan yang
tertangkap oleh bubu lebih sedikit, alat tangkap ini dioperasikan dengan cara
dipasang dan kurang lebih selama satu hari satu malam kemudian bubu tersebut
diangkat.
23
Nilai CPUE bubu lebih besar dibandingkan pancing, hal ini disebabkan
karena yang menjadi terget tangkapan bubu dan pancing berbeda, bubu
dioperasikan di dasar perairan yang berkarang dimana target tangkapannya yaitu
ikan karang sedangkan pancing dioperasikan pada kolom perairan yang terget
utamanya yaitu ikan pelagis. Hal ini berbeda jika yang menjadi target tangkapan
sama, seperti dalam penelitian Hartati et al. (2011) di kepulauan seribu
menunjukan bahwa dengan ikan target yang sama yaitu ikan karang dari alat
tangkap bubu dan pancing, nilai CPUE bubu lebih sedikit (4-14 kg/trip)
dibandingkan dengan pancing (1-87 kg/trip).
Ikan karang ditangkap dengan menggunakan berbagi alat tangkap maka
perlu dilakukan standarisasi alat tangkap. Panah memiliki nilai CPUE yang paling
tinggi sehingga panah merupakan alat tangkap standar yang memiliki nilai FPI
sama dengan satu. Nilai FPI bubu dan pancing diperoleh dari nilai CPUE alat
tangkap tersebut dibagi dengan nilai CPUE alat tangkap panah yang dijadikan
standar. Produksi, upaya penangkapan dan nilai FPI pada setiap alat tangkap
selama tahun 2013-2017 dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil perhitungan nilai
CPUE standar disajikan pada Gambar 13.
Tabel 8 Produksi, upaya penangkapan dan nilai FPI pada setiap alat tangkap
Alat tangkap ƩProduksi (Kg) ƩUpaya penangkapan
(trip)
CPUE
(Kg/trip)
FPI
Bubu 13766 621 22,2 0,4
panah 49187 893 55,1 1
Pancing 7985 879 9,1 0,2
Sumber: Data Wildlife Conservation Society (diolah)
Sumber: Data Primer (diolah)
Gambar 13 Nilai CPUE standar tahun 2013-2017
Nilai CPUE ikan karang di Karimunjawa mengalami perubahan setiap
tahunnya. Tahun 2013-2014 dan 2015-2016 mengalami penurunan. CPUE
24
dipengaruhi oleh nilai produksi dan trip, semakin banyak produksi maka nilai
CPUE semakin tinggi sedangkan semakin banyak trip nilai CPUE semakin
rendah.
Pengoperasian alat penangkapan ikan
Tingkat kemudahan pengoperasian alat penangkap ikan ditentukan oleh
keberadaan alat bantu dan jumlah nelayan, penilaian tersebut menjadi 2 kategori
yaitu mudah dan sulit, dengan kriteria tertentu pada masing-masing kategori. Nilai
tersebut didapatkandari hasil wawancara nelayan bubu, panah dan pancing di
Karimunjawa (Gambar 14). Alat bantu penangkapan bubu yang digunakan
nelayan Karimunjawa yaitu fish finder, GPS, dan gardan dengan jumlah ABK 3-4
orang. Alat bantu yang digunakan dalam pengoperasian bubu yaitu umpan atau
manik-manik untuk menarik perhatian umpan dan tali penarik yang digunakan
untuk menenggelamkan dan mengangkat bubu (Baskoro dan Yusfiandayani
2015). Alat bantu penangkapan panah nelayan Karimunjawa pada umumnya yaitu
masker, senter kedap air, GPS, fish finder, dan kompresor dengan jumlah ABK 3-
6 orang. Alat bantu utama yang digunakan nelayan panah di Karimunjawa yaitu
kompresor, senter kedap air, dan masker selam serta alat bantu pendukung lainnya
seperti wet suit, sepatu katak, coral boot, dan pemberat (Mubarok et al. 2012).
Pancing ulur merupakan alat tangkap yang sederhana yang hanya terdiri dari tali
pancing, penggulung mata pancing dan pemberat serta pengoperasiannya dapat
dilakukan dengan mudah (Baskoro dan Yusfiandayani 2015). Adapun alat bantu
penangkapan pancing yang digunkan nelayan di Karimunjawa yaitu GPS dan fish
finder dengan jumlah ABK 1 orang.
Sumber: Data hasil wawancara (diolah)
Gambar 14 Tingkat kemudahan dalam pengoperasian alat tangkap panah, bubu
dan pancing
Berdasarkan data hasil wawancara nelayan bubu di Karimunjawa sebanyak
13 responden (43%) menyatakan bahwa bubu merupakan alat tangkap yang
mudah dalam pengoperasiannya, sedangkan sebanyak 17 responden (57%)
menyatakan bahwa bubu merupakan alat tangkap yang pengoperasiannya sulit.
Nelayan menganggap pengoperasian bubu sulit karena dalam penentuan lokasi
pemasangan bubu nelayan akan kesusahan tanpa menggunakan GPS dan fish
25
finder, selain itu dalam pengangkatan bubu nelayan akan kesulitan mencari spot
lokasi bubu yang telah dipasang. Sedangkan nelayan yang menganggap
pengoperasian bubu mudah, nelayan tersebut sudah mengetahui titk lokasi
pengoperasian bubu tanpa menggunakan alat bantu. Penentuan daerah
penangkapan untuk pengoperasian bubu dapat dikatakan sedikit sekali
dipengaruhi oleh faktor oseanografi sehingga dalam menentukan daerah
penangkapan tidak begitu rumit (Martasuganda 2008).
Berdasarkan data hasil wawancara nelayan alat tangkap yang memiliki
tingkat pengoperasian paling mudah yaitu pancing karena, pancing hanya
menggunakan 1-2 buah alat tangkap dengan jumlah ABK hanya 1 orang.
Sedangkan panah merupakan alat tangkap yang paling sulit pengopersiannya hal
ini karena dalam pengoperasian panah selain alat bantu penangkapan panah yang
cukup banyak, nelayan panah harus mempunyai keahlian menyelam dan
memanah. Alat tangkap panah relatif mudah digunakan, kemahiran memanah
sangat ditentukan oleh jumlah jam layar di laut (Mubarok et al. 2012).
Risiko bahaya penggunaan alat tangkap terhadap nelayan
Tingkat risiko penggunaan alat tangkap yang dapat membahayakan nelayan
dilihat berdasarkan risiko bahaya yang terjadi pada nelayan selama penggunaan
alat tangkap tersebut mulai dari alat tagkap yang tidak mempunyai risiko bahaya
terhadap nelayan hingga alat tangkap yang penggunaannya menyebabkan
kematian pada nelayan. Penilaian tingkat risiko bahaya ini disajikan pada Gambar
15 berdasarkan data hasil wawancara 30 responden nelayan bubu, pancing dan
panah di Karimunjawa.
Sumber: Data hasil wawancara (diolah)
Gambar 15 Tingkat risiko bahaya penggunaan alat tangkap panah, bubu dan
pancing terhadap nelayan
Sebanyak 30 (100%) responden nelayan bubu dan pancing menilai alat
tangkap tersebut memiliki risiko bahaya yang rendah, bahaya yang terjadi saat
penggunaan alat tangkap bubu yaitu nelayan pernah luka pada saat penarikan
bubu menggunakan gardan sedangkan bahaya yang terjadi saat penggunaan
pancing yaitu terkait mata pancing yang menybabkan luka pada nelayan.
Sebanyak 27 (90%) resonden menilai panah sebagai alat tangkap yang
26
mempunyai risiko tinggi terhadap nelayan karena dalam pengoperasian panah
yang menggunakan alat bantu kompresor dapat terjadi risiko yang menyebabkan
kelumpuhan hingga kematian terhadap nelayan dan sebanyak 3 (10%) responden
memilih panah sebagai alat tangkap yang mempunyai risiko sedang karena
nelayan tersebut tidak menggunakan kompresor sehingga risiko yang terjadi
hanya akan menyebabkan keram atau pingsan karena kelelahan.
Berdasarkan data hasil wawancara alat tangkap yang mempunyai risiko
bahaya paling rendah terhadap nelayan yaitu alat tangkap bubu dan pancing,
sedangkan yang memiliki risiko bahaya paling tinggi yaitu alat tangkap panah.
Nelayan panah memiliki tingkat kesadaran yang masih rendah dalam melakukan
prosedur keselamatan kerja, dapat dilihat dari alat bantu pernafasan yang
digunakan dapat menyebabkan risiko yang sangat tinggi yaitu kompresor yang
biasanya digunakan untuk mengisi ban kendaran (Mubarok et al. 2015).
Risiko penggunaan alat tangkap terhadap tingkat keracunan ikan
Penilaian risiko alat tangkap terhadap tingkat keracanan ikan ini dilihat dari
risiko yang diakbatakn penggunaan alat tangkap yang menyebabkan ikan hasil
tangkapan keracunan. Adapun penilaian ini di kategoeikan menjadi kategori
rendah dan tinggi dengan kriteria dan bobot yang berbeda pada setiap kategori.
Berdasarkan data hasil wawancara nelayan bubu, panah, dan pancing dapat dilihat
pada Gambar 16.
Sumber: Data hasil wawancara (diolah)
Gambar 16 Risiko penggunaan alat tangkap panah, bubu dan pancing terhadap
tingkat keracunan ikan
Berdasarkan data hasil wawancara, nelayan bubu, panah dan pancing
sebanyak 30 (100%) responden menyatakan bahwa ikan hasil tangkapan dari
ketiga alat tangkap tersebut tidak mengalami keracunan sehingga ikan aman untuk
dikonsumsi. Pengoperasian ketiga alat tangkap tersebut tidak menggunakan alat
atau bahan-bahan berbahaya seperti potasium yang mempunyai risiko meracuni
ikan hasil tangkapannya dan lingkungan perairan Karimunjawa juga tidak
mengalami pencemaran sehingga tidak ada faktor lingkungan yang mempengaruhi
tingkat keracunan ikan. Hal ini berbeda pada perairan yang telah mengalami
pencemaran lingkungan, seperti pada penelitian Simbolon (2010) ikan kakap
27
merah, belanak, bibi nangka, dan udang putih yang tertangkap dari Tanjung
Taolas dan Akesone Teluk Kao mengandung merkuri dan sianida, apabila ikan
tersebut dikonsumsi dengan cara pengolahan yang kurang baik akan
membahayakan bagi konsumen.
Aspek Biologi dan Teknologi Daerah Penangkapan Ikan Karang
Daerah penangkapan ikan merupakan suatu wilayah yang dapat
mengoperasikan alat tangkap ikan secara sempurna untuk mengeksploitasi
sumberdaya ikan yang terdapat didalamnya (Simbolon 2011). Lebih lanjut
Simbolon (2011) menyebutkan bahwa penentuan daerah penangkapan ikan yang
ekonomis dan menguntungkan merupakan salah satu langkah penting dalam
operasi penangkapan ikan yang optimal. Terdapat 3 aspek utama yang
dipertimbangkan untuk menentukan daerah penangkapan ikan yaitu aspek
sumberdaya ikan, lingkungan perairan, dan teknologi, dimana ketiga aspek
tersebut memiliki hubungan yang sangat erat. Dalam penelitian ini penentuan
kategori daerah penangkapan ikan karang di perairan Karimunjawa dinilai
berdasarkan aspek biologi dan teknologi yang terdiri dari 7 kriteria yaitu Jumlah
spesies tangkapan ikan karang, keanekaragaman ikan karang hasil tangkapan,
ukuran panjang total dan panjang cagak, produktivitas alat tangkap,
pengoperasian alat penangkapan ikan, risiko bahaya penggunaan alat tangkap
terhadap nelayan, dan risiko penggunaan alat tangkap terhadap tingkat keracunan
ikan.
Daerah penangkapan ikan karang menggunakan alat tangkap bubu
ditemukan 8 spot penangkapan yang berada dalam kawasan Taman Nasional
Karimunjawa maupun luar kawasan Taman Nasional Karimunjawa. Daerah
penangkapan tersebut berjarak 10-30 mil dari fishing base. Penilaian aspek
biologi dan teknologi daerah penangkapan ikan karang tersebut disajikan dalam
Lampiran 3. Berdasarkan hasil penilaian terdapat 1 DPI tidak potensial dan 7
lainnya DPI potensial (Tabel 9). Adapun sebaran spasial daerah penangkapan ikan
tersebut disajikan pada Gambar 17.
Tabel 9 Penilaian kategori daerah penangkapan ikan karang menggunakan bubu
berdasarkan aspek biologi dan teknologi
Spot Penangkapan Nama lokasi Kategori DPI
1 Timur P. Genting Potensial
2 Selatan P. Burung Potensial
3 Selatan P. Karimunjawa Potensial
4 Selatan P. Menjangan Besar Potensial
5 Utara P. Karimunjawa Potensial
6 Utara P. Karimunjawa Potensial
7 Utara P. Seruni Potensial
8 Barat P. Burung Tidak Potensial
29
Penilaian aspek biologi lebih diutamakan pada ukuran hasil tangkapan,
apabila ukuran hasil tangkapan didominasi ikan layak tangkap maka perairan
tersebut dikategorikan sebagai DPI potensial. Hasil tangkapan bubu didominasi
oleh ikan yang sudah layak tangkap, sehingga daerah penangkapan ikan
menggunakan bubu lebih didominasi oleh DPI potensial. Selain itu hal tersebut
dipengaruhi oleh cara nelayan bubu dalam menentukan daerah penangkapan ikan.
Berdasarkan hasil wawancara, nelayan bubu akan kembali melakukan
pengoperasian bubu pada daerah penangkapan ikan yang sama jika pada saat itu
hasil tangkapannya banyak. Menurut Martasuganda (2008) penentuan lokasi
pengoperasian bubu dapat ditentukan berdasarkan pada data hasil tangkapan
sebelumnya di suatu perairan.
Daerah penangkapan ikan karang menggunakan alat tangkap panah terdapat
18 spot penangkapan yang sebagian besar berada pada kawasan Taman Nasional
Karimunjawa. Penilaian aspek biologi dan teknologi daerah penangkapan ikan
karang menggunakan panah disajikan dalam Lampiran 4. Berdasarkan hasil
penilaian tersebut daerah penangkapan ikan karang menggunakan panah
didominasi oleh daerah penangkapan yang tidak potensial, terdapat 11 daerah
penangkapan yang tidak potensial sedangkan 7 lainnya merupakan daerah
penangkapan yang potensial. (Tabel 10). Penyebaran spasial daerah penangkapan
tersebut disajikan dalam Gambar 18.
Tabel 10 Penilaian kategori daerah penangkapan ikan karang menggunakan panah
berdasarkan aspek biologi dan teknologi Spot Penangkapan Nama lokasi Kategori DPI
1 Utara P. Parang Potensial
2 Barat P. Bengkoang Tidak Potensial
3 Barat P. Burung Potensial
4 Barat P. Cendekian Potensial
5 Barat P. Gelean Potensial
6 Barat P. Genting Tidak Potensial
7 Barat Karang Kapal Tidak Potensial
8 Barat P. Nyamuk Tidak Potensial
9 Barat P. Nyawakan Tidak Potensial
10 Utara Karang Kapal Potensial
11 Selatan Karang Kapal Potensial
12 Selatan P. Menjangan Besar Tidak Potensial
13 Selatan P. Burung Tidak Potensial
14 Barat P. Seruni Potensial
15 Timur P. Bengkoang Tidak Potensial
16 Timur P. Cemara Kecil Tidak Potensial
17 Timur P. Cendekian Tidak Potensial
18 Timur P. Genting Tidak Potensial
31
Daerah penangkapan panah tersebar merata hampir diseluruh kawasan
perairan Karimunjawa yang jaraknya 2-5 mil dari garis pantai. Daerah
penangkapan ikan karang tersebut didominasi oleh daerah penangkapan yang
tidak potensial. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya ikan hasil tangkapan
panah yang merupakan ikan tidak layak tangkap, karena pada saat pengoperasian
panah nelayan langsung menembak ikan yang ada dihadapannya tanpa
memperhitungkan ukuran ikannya. Selain itu, dalam aspek teknologi penggunaan
kompresor sebagai alat bantu pernafasan saat pengoperasian menimbulkan
dampak negatif dalam kesehatan dan keselamatan nelayan, berdasarkan hasil
wawancara terdapat nelayan yang meninggal dan mengalami kelumpuhan akibat
penggunaan kompresor. Hal tersebut telah diatur dalam Undang-undang No. 45
Tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 9 yang melarang penggunaan alat bantu
kompresor, tetapi ketentuan rincinya tidak tertulis di dalam Peraturan Menteri
yang mengatur alat dan jalur penangkapan ikan.
Daerah penangkapan ikan karang menggunakan alat tangkap pancing
terdapat 12 spot penangkapan. Berdasarkan hasil penilaian aspek biologi dan
teknologi daerah penangkapan ikan karang menggunakan bubu yang disajikan
dalam Lampiran 5, berdasarkan hasil penilaian tersebut terdapat 3 daerah
penangkapan yang tidak potensial dan 9 daerah penangkapan yang potensial
(Tabel 11). Sebaran spasial daerah penangkapan ikan karang tersebut disajikan
dalam Gambar 19.
Tabel 11 Penilaian kategori daerah penangkapan ikan karang menggunakan
pancing berdasarkan aspek biologi dan teknologi Spot Penangkapan Namalokasi Kategori DPI
1 Utara P. Bengkoang Potensial
2 Selatan P. Menjangan Potensial
3 Selatan P. Burung 1 Tidak Potensial
4 Selatan P. Burung 2 Tidak Potensial
5 Utara P. Karimunjawa Potensial
6 Barat P. Gelean Potensial
7 Barat P. Nyamuk Potensial
8 Barat P. Parang Tidak Potensial
9 P. Krakal Kecil Potensial
10 Karang Kapal Potensial
11 P. Seruni Potensial
12 Timur P. Genting Potensial
Pancing dioperasikan pada kolom perairan dengan kedalaman 10-40 meter
yang berjarak >3 mil dari garis pantai. Hal ini sesuai dengan Simbolon et al.
(2016) yang menyatakan bahwa perairan 0-4 mil dialokasikan untuk
pengoperasian alat tangkap yang statis, yaitu pancing ulur, bubu, dan gillnet. Hal
tersebut didasarkan atas pertimbangan bahwa zona ini merupakan daerah yang
potensial untuk daerah pembesaran dan pemijahan. Oleh karena itu daerah
penangkapan ikan karang menggunakan pancing lebih banyak yang potensial
karena hasil tangkapan pancing sebagian besar merupakan ikan yang sudah layak tangkap.
33
Gam
bar
20 D
aera
h p
enan
gkap
an i
kan
kar
ang p
ote
nsi
al m
enggun
akan
bu
bu
, pan
ah d
an p
anci
ng
34
Berdasarkan Gambar 20 dapat disimpulkan daerah penangkapan ikan
karang yang potensial menggunakan alat tangkap bubu, panah dan pancing
menyebar di seluruh perairan Karimunjawa, tidak ada suatu blocking atau cluster
pada area tertentu yang hanya terdapat satu alat tangkap saja. Sebaran daerah
penangkapan bubu sebagian besar berada pada luar kawasan Taman Nasional
Karimunjawa, sedangkan sebaran aerah penangkapan panah dan pancing sebagian
besar berada di kawasan Taman Nasional Karimunjawa.
Daerah penangkapan ikan karang menggunakan bubu, panah, dan pancing
yang berdekatan terdapat di Pulau seruni, Pulau Genting dan Pulau Burung.
Namun lokasi daerah penangkapan yang berdekatan tersebut tidak menyebabkan
terjadinya konflik antar nelayan dalam perebutan kekuasaan daerah penangkapan
ikan karang. Hal tersebut karena waktu pengoperasian ketiga alat tangkap tersebut
berbeda dan meskipun pada suatu daerah yang sama jarak pengoperasian panah
pada umumnya berjarak 2-5 mil dari garis pantai sedangkan pengoperasian bubu
dan pancing berjarak >5 mil dari garis pantai. Konflik perebutan daerah
penangkapan tersebut akan terjadi jika stok sumberdaya ikan terbatas sehingga
hasil tangkapan nelayan menurun dan menyebabkan persaingan yang tinggi untuk
mendapatkan hasil tangkapan yang banyak.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Simpulan yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Jumlah total spesies ikan karang hasil tangkapan bubu, panah dan pancing
secara berturut-turut yaitu sebanyak 15, 53, dan 14 spesies. Alat tangkap
pancing memiliki indeks keanekaragaman (H’) tertinggi. Hasil tangkapan bubu
didominasi ikan layak tangkap jenis kerapu balong, jinahak dan ekor kuning
cuning, sedangkan hasil tangkapan panah didominasi ikan layak tangkap jenis
kerapu karet dan semadar cabang. Hasil tangkapan pancing didominasi ikan
layak tangkap jenis jinahak, kleke lasak dan sawo panjang.
2) Alat tangkap panah memiliki nilai produktivitas paling tinggi dan memiliki
risiko bahaya paling tinggi terhadap nelayan, sedangkan alat tangkap pancing
merupakan alat tangkap yang paling mudah dioperasikan. Alat tangkap bubu,
panah, dan pancing tidak mempunyai risiko meracuni hasil tangkapannya.
3) Daerah penangkapan ikan karang menggunakan bubu terdapat 1 DPI tidak
potensial, sedangkan menggunakan panah terdapat 11 DPI tidak potensial, dan
menggunakan pancing terdapat 3 DPI tidak potensial.
Saran
1) Perlu adanya sosialisasi dan pengaturan dari pemerintah mengenai ukuran ikan
yang boleh ditangkap yaitu kakap merah (Lutjanus malabaricus) lebih panjang dari 57,6 cm, ekor kuning (Caesio cuning) lebih panjang dari 20,1 cm, ekor
kuning (Caesio teres) lebih panjang dari 18,2 cm, pisang pisang (Caesio
35
caerulaurea) lebih panjang dari 22,2 cm, baronang (Siganus javus) lebih
panjang dari 28,5 cm dan ukuran ikan kurisi bali (Pristipomoides multidens)
lebih panjang dari 40 cm.
2) Banyaknya ikan tidak layak tangkap yang tertangkap akan menyebabkan
penurunan stok ikan di suatu perairan. Maka perlu dilakukan penelitian
lanjutan dengan penambahan indikator tingkat kematangan gonad (TKG)
dalam penentuan daerah penengkapan ikan karang yang potensial.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina S dan Muttaqin E. 2016. Laporan Teknis: Monitoring Pendaratan Ikan
Hasil Tangkapan di Taman Nasional Karimunjawa (2009-2015).
Bogor(ID): Wildlife Conservation Society.
Baskoro MS, Yusfiandayani R. 2015. Metode Penangkapan Ikan. Bogor(ID):
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Bengen DG. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut serta Prinsip
Pengelolaannya. Bogor(ID): PKSPL IPB. Fahmi. 2000. Aspek Biologi Ikan Injel Kambing, Pomacanthus Annularis.
Oseana. 25(2): 21-26. Fyson J. 1985. Design of Small Fishing Vessels. Varnham Surrey, England (GB):
Fishing News Book Hartati ST, Wagiyo K, dan Prihatiningsih. 2011. Hasil Tangkapan dan Upaya
Penangkapan Muroami, Bubu dan pancing Ulur di Perairan Kepulauan Seribu. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 17(2): 83-94.
Irnawati R. 2008. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman Nasional Karimunjawa Jawa Tengah [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Irnawati R, Simbolon D, Wiryawan B, Murdyanto B, Nurani TW. 2011. Analisis komoditas unggulan di Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Saintek Perikanan. 7(1): 1-9.
Iskandar D. 2011. Analisis Hasil Tangkapan Sampingan Bubu yang Dioperasikan di Perairan Karang Kepulauan Seribu. Jurnal Saintek Perikanan. 6(2): 31-37.
Marizal D, Yales VJ, Henky I. 2012. Aplikasi SIG untuk kesesuaian kawasan
budidaya teripang Holothuria scabra dengan metode penculture di Pulau
Mantang, Kabupaten Bintan. Jurnal Penelitian Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan. Riau (ID): Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Martasuganda S. 2008. Bubu (Traps): Serial Teknologi Penangkapan Ikan
Berwawasan Lingkungan. Bogor(ID): Departemen Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor. Mubarok HA, Wisudo HS, dan Iskandar BH. 2012. Kategori Perikanan Panah di
Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara Jawa Tengah Berdasarkan CCRF. Marine Fisheries. 3(2): 115-122.
Mujiyanto dan Sugianti Y. 20111. Bioekologi Ikan Kerapu di Kepulauan Karimunjawa. Ilmu Kelautan. 19(2): 88-96.
Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Bogor (ID): Ghalia Indonesia
36
Nelwan AFP, Sudirman, Nursam M, dan Yunus MA. 2015. Produktivitas
Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Kabupaten Sinjai Pada Musim
Peralihan Barat-Timur. Jurnal Perikanan. 17(1): 18-25. Nontji A. 2002. Laut Nusantara. Jakarta (ID): Djambatan. Nugroho AH, Rosyid A, dan Fitri PDA. 2015. Analisis Indeks Keanekaragaman,
Indeks Dominasi dan Proporsi Hasil Tangkapan non Target pada Jaring Arad Modifikasi di Kabupaten Kendal. Journal of Fisheries Resource Utilization Management and Technology. 4(1):1-11.
Pardede S, Tarigan SAR, Setiawan F, Muttaqin E, Muttaqin A, dan Muhidin.
2016. Laporan Teknis: Monitoring Ekosistem Terumbu Karang Taman
Nasional Karimunjawa 2016. Bogor(ID): Wildlife Conservation Society.
Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan. 2011. Modul Penangkapan Ikan
dengan Pancing Ulur. Kementrian Kelautan dan Perikanan(ID) : Jakarta.
Randall JE, Alen GR, Steene RC. 1990. Fish of The Great Barrier Reef and Coral
Sea. Bathurst: Crawfrod House Press.
Simbolon D. 2011. Biologi dan teknologi dan Dinamika Daerah Penangkapan
Ikan. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Simbolon D, Simange SM, dan Wulandari SY. 2010. Kandungan Merkuri dan
Sianida pada Ikan yang Tertangkap dari Teluk Kao, Halmahera Utara. Ilmu Kelautan. 15(3): 126-134.
Simbolon D. 2011. Biologi dan teknologi dan Dinamika Daerah Penangkapan Ikan. Bogor(ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Simbolon D, Irnawati R, Wiryawan B, Murdiyanto B, dan Nurani TW. 20016. Zona Penangkapan Ikan di Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Ilmu dan Kelautan Tropis. 8(1): 129-143.
Subani W dan Barus HR. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang di Indonesia. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Sudirman H dan A Malawa. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung (ID): Alfabeta.
Sukardi. 2012. Metodelogi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Prakteknya. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara.
Sulistiyo dan Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Wedatama Widya Sastra.
Tinungki GM. 2005. Evaluasi model produksi dalam menduga hasil tangkapan maksimum lestari untuk menunjang kebijakan pengelolaan perikanan lemuru di Selat Bali [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Turusman A. 2011. Pengujian Indikator Ekologis Perikanan Berkelanjutan: Struktur Komunitas Hasil Tangkapan Ikan di Kabupaten Kota Baru Kalimantan Selatan. Buletin PSP. 19(1):1-12.
Walpole RE. 2005. Pengantar Statistika Cetakan ke-3. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
White TW, Last PR, Dharmadi, Faizah R, Chodrijah U, Prisantoso BI, Pogonoaski JJ, Puckridge M, dan Blaber SJM. Market Fishes of Indonesia. ACIAR Monograph No. 155. Australian Centre for International Agricultural Research: Canberra.
37
Wiyono ES. 2008. Komposisi, Diversitas dan Produktivitas Sumberdaya Ikan Dasar di Peraiaran Pantai Cirebon, Jawa Barat. Ilmu Kelautan. 15(4):214-220.
Wulandari U. 2017. Analisis Daerah Penangkapan Ikan dan Teknologi Penangkapan Ikan di Kecamatan Enggano, Bengkulu Utara [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
www.fishbase.org. 2018. Caesio caerulaurea. [internet]. [Diunduh 20 April 2018]. Tersedia pada: https://www.fishbase.se/summary/Caesio-caerulaurea.html.
www.fishbase.org. 2018. Caesio teres. [internet]. [Diunduh 20 April 2018].
Tersedia pada: https://www.fishbase.de/summary/caesio-teres.
www.fishbase.org. 2018. Epinephelus coioides. [internet]. [Diunduh 20 April
2018]. Tersedia pada: https://www.fishbase.de/summary/Epinephelus-
coioides.html.
www.fishbase.org. 2018. Epinephelus fuscoguttatus. [internet]. [Diunduh 20 April
2018]. Tersedia pada: www.fishbase.org/summary/Epinephelus-
fuscoguttatus.html.
www.fishbase.org. 2018. Epinephelus ongus. [internet]. [Diunduh 20 April 2018].
Tersedia pada: https://www.fishbase.de/summary/Epinephelus-ongus.
www.fishbase.org. 2018. Lutjanus malabaricus. [internet]. [Diunduh 20 April
2018]. Tersedia pada: https://www.fishbase.de/summary/Lutjanus-
malabaricus.
www.fishbase.org. 2018. Lutjanus johnii. [internet]. [Diunduh 20 April 2018].
Tersedia pada: https://www.fishbase.de/summary/Lutjanus-johnii.
www.fishbase.org. 2018. Siganus javus. [internet]. [Diunduh 20 April 2018].
Tersedia pada: https://www.fishbase.de/summary/siganus-javus.
www.fishbase.org. 2018. Pinjalo pinjalo. [internet]. [Diunduh 20 April 2018].
Tersedia pada: https://www.fishbase.de/summary/Pinjalo-pinjalo.html.
www.fishbase.org. 2018. Pristipomoides multidens. [internet]. [Diunduh 20 April
2018]. Tersedia pada: https://www.fishbase.de/summary/Pristipomoides-
multidens. Yuliana E, Boer M, Fahrudin A, dan Kamal M. 2017. Biodiversitas Ikan Karang
di Kawasan Konservasi Taman Nasional Karimunjawa. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 9(1):29-43.
Yulianto I, Wiryawan B, Taurusman AA, Wahyuningrum PI, dan Kurniawati VR.
2013. Dinamika Ikan Kerapu di Taman Nasional Karimunjawa. Marine
Fisheries. 4(2):175-181.
38
Lampiran 1 Kuisioner Aspek teknologi
Nama kapal : *(kapten/ABK)
Nama nelayan :
Alat Tangkap :
No Indikator Pertanyaan Jawaban Skor Kriteria
1 Kemudahaan
alat tangkap
beroperasi
Apa saja alat
bantu yang
digunakan?
Berapa Jumlah
Nelayan dalam
satu unit
penangkapan?
1
Jumlah nelayan >2
orang dan
Menggunakan >3 alat
bantu
2 Jumlah nelayan ≤2
orang dan
Menggunakan ≤3 alat
bantu
2 Tingkat risiko
alat tangkap
yang
digunakan
Kecelakaan yang
pernah dialami
dan mungkin
terjadi saat
pengoerasian alat
tangkap?
1 Berisiko kemataian
terhadap nelayan
2 Berisiko melukai
terhadap nelayan
3 Tingkat bahaya
penggunaan
alat tangkap
yang dapat
meracuni hasil
tangkapan
Efek samping
dari penggunaan
alat tangkap
terhadap ikan
hasil tangkapan?
1 Meracuni hasil
tangkapan
2 Tidak meracuni hasil
tangkapan
39
Lampiran 2 spesies ikan karang yang tertangkap bubu, panah, dan pancing
Nma ikan Alat tangkap
Lokal Umum Latin Bubu Panah Pancing
Bambangan Kakap merah Lutjanus malabaricus x x x
Acan Pakol Acanthurus
Xanthopterus
x
Ayam-ayam Bembeng Aluterus scriptus x
Baronang Baronang angin Siganus javus x x
Bintang timur Kerapu bintang Plectropomus leopardus x x
Doro laut Butana Kyphosus bigibbus x
Ekor Kuning Ekor Kuning Caesio cuning x x
Ekor Kuning Ekor Kuning
pisang
Caesio teres x x
Gebel Gebel Platax pinnatus x
Ginggang pelong Kakap Lutjanus decussatus x
Gordan Kakap gajah Lutjanus sebae x
Ijo Kakatua Chlorurus bleekeri x
Ijo Kakatua Chlorurus microrhinos x
Ijo Kakatua Scarus dimidiatus x
Ijo Kakatua Scarus ghobban x
Ijo Kakatua Scarus niger x
Ijo Kakatua Scarus oviceps x
Ijo Kakatua Scarus rivulatus x
Iwak putih Anglu Hipposcarus longicpes x
Jenggot Biji nangka
karang
Parupeneus berberinus x
Jenggot Butir nangka Parupeneus
heptacanthus
x
Jenggot Biji nangka
karang
Parupeneus indicus x
Jinahak Jenaha Lutjanus johnii x x x
Kakatua Kakatua Chlorurus sordidus x
Kambing kambing Injel kambing Pomacanthus annularis x
Kea-kea Botana biru palsu Acanthurus nigricauda x
Kerapu balong Kerapu balong Epinephelus coioides x x x
Kerapu batu Kerapu batik Epinephelus
polyphekadion
x
Kerapu karet Kerapu karet Epinephelus ongus x x
Kerapu lumpur Kerapu Epinephelus corallicola x
Kerapu macan Kerapu macan Epinephelus
fuscoguttatus
x
Kleka karang Kerapu Epinephelus rivulatus x
Kleke abri Kerapu kertang Epinephelus merra x
40
Lampiran 2 (lanjutan) spesies ikan karang yang tertangkap bubu, panah, dan
pancing
Nma ikan Alat tangkap
Lokal Umum Latin Bubu Panah Pancing
Kleke abri Kerapu cicak Epinephelus qouyamus x
Kleke karang Kerapu bintik Cephalopholis
cyanostigma
x
Kleke karang Kerapu sunu Cephlopholis
sexmaculatus
x
Kleke lasak Kerapu ekor putih Epinephelus areolatus x x x
Klele setan Kerapu Aethaloperca rogaa x
Kurisi bali Kurisi bali Pristipomoides
multidens
x
Lengak Kerapu panjang Anyperodon
leucogrammicus
x
Maming Kakatua Bullbometopon
muricatum
x
Mendut putih Kerosok padi Aluterus monoceros x
Mogo Kakatua Chlorurus microrhinos x
Moncong Lencam Lethrinus olivaceus x
Ngangas Kakap tambak Lutjanus
argentimaculatus
x x x
Pisang ijo Pisang pisang Caesio caerulaurea x
Sawo panjang Bambangan Pinjalo pinjalo x x
Semadar cabang Baronang Siganus punctatus x
Semadar kea kea Botana Acanthurus dussumieri x
Semadar kea kea Buntana Acanthurus mata x
Sunuk Ireng Sunu Plectropomus
aerolatus
x
Sunuk kuning Kerapu lodi Plectropomus
maculatus
x x x
Sunuk macan Sunu alo Plectropomus
oligacanthus
x x
Tambak Lencam Retrinus lentjam x
Tambak karang Lencam Lethrinus erythropterus x
Tambak karang Lencam Lethrinus erytropterus x
Tambak moncong Lencam Lethrinus olivaceus x
Tambak pelong Lencam Lethrinus harak x
Waron Kakap Lutjanus
erypthropterus
x
41
Lampiran 3 Penilaian daerah penangkapan ikan berdasarkan aspek biologi dan
teknologi alat tangkap bubu
Spot DPI DPI 1 DPI 2 DPI 3 DPI 4 DPI 5 DPI 6
Aspek Biologi B1 s 1 2 2 1 1 1 b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
B2 s 2 1 2 2 2 2
b 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
B3 s 2 2 1 2 1 1
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
Aspek
Teknologi
T1 s 1 1 1 1 1 1
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T2 s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T3 s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T4 s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Nilai 1.75 1.6 1.75 1.75 1.6 1.6
Kategori DPI Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial
Spot DPI DPI 7 DPI 8
Aspek Biologi B1 s 2 1 b 0.15 0.15
B2 s 1 1
b 0.3 0.3
B3 s 2 2
b 0.15 0.15
Aspek Teknologi T1 s 1 1
b 0.1 0.1
T2 s 2 2
b 0.1 0.1
T3 s 2 2
b 0.1 0.1
T4 s 2 2
b 0.1 0.1
Nilai 1.6 1.45
Kategori DPI Potensial Tidak Potensial
Keterangan:
B1= jumlah spesies tangkapan
ikan karang
B2 = keragaman ikan karang
hasil tangkapan
B3 = ukuran panjang total dan
panjang cagak
T2 = pengoperasian alat
penangkapan ikan
T1 = produktivitas alat tangkap
T3 = resiko bahaya penggunaan
alat tangkap terhadap
nelayan
T4 = resiko penggunaan alat
tangkap terhadap tingkat
keracunan ikan
s = skor
b = bobot
42
Lampiran 4 Penilaian daerah penangkapan ikan berdasarkan aspek biologi dan
teknologi alat tangkap panah
Spot DPI DPI 1 DPI 2 DPI 3 DPI 4 DPI 5 DPI 6
Aspek Biologi
B1
s 1 2 2 1 1 1
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
B2
s 2 1 2 2 2 1
b 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
B3
s 2 1 1 2 2 2
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
Aspek
Teknologi T1
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T2
s 1 1 1 1 1 1
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T3
s 1 1 1 1 1 1
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T4
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Nilai 1.65 1.35 1.65 1.65 1.65 1.35
Kategori DPI Potensial Tidak
Potensial Potensial Potensial Potensial
Tidak
Potensial
Spot DPI DPI 7 DPI 8 DPI 9 DPI 10 DPI 11 DPI 12
Aspek Biologi
B1
s 1 2 1 1 1 2
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
B2
s 1 1 1 2 2 1
b 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
B3
s 1 2 2 2 2 2
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
Aspek
Teknologi T1
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T2
s 1 1 1 1 1 1
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T3
s 1 1 1 1 1 1
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T4
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Nilai 1.2 1.5 1.35 1.65 1.65 1.5
Kategori DPI Tidak
Potensial
Tidak
Potensial
Tidak
Potensial Potensial Potensial
Tidak
Potensial
43
Lampiran 4 (Lanjutan) Penilaian daerah penangkapan ikan berdasarkan aspek
biologi dan teknologi alat tangkap panah
Spott DPI DPI 13 DPI 14 DPI 15 DPI 16 DPI 17 DPI 18
Aspek Biologi
B1
s 1 1 1 1 1 1
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
B2
s 1 2 1 1 1 1
b 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
B3
s 2 2 2 2 2 2
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
Aspek
Teknologi T1
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T2
s 1 1 1 1 1 1
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T3
s 1 1 1 1 1 1
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T4
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Nilai 1.35 1.65 1.35 1.35 1.35 1.35
Kategori DPI
Tidak
Potensial Potensial
Tidak
Potensial
Tidak
Potensial
Tidak
Potensial
Tidak
Potensial
Keterangan:
B1= jumlah spesies tangkapan ikan karang
B2 = keanekaragaman ikan karang hasil tangkapan
B3 = ukuran panjang total dan panjang cagak
T2 = pengoperasian alat penangkapan ikan
T1 = produktivitas alat tangkap
T3 = resiko bahaya penggunaan alat tangkap terhadap nelayan
T4 = resiko penggunaan alat tangkap terhadap tingkat keracunan ikan
s = skor
b = bobot
44
Lampiran 5 Penilaian daerah penangkapan ikan berdasarkan aspek biologi dan
teknologi alat tangkap pancing
Spot DPI DPI 1 DPI 2 DPI 3 DPI 4 DPI 5 DPI 6
Aspek
Biologi B1
s 2 2 2 2 1 2
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
B2
s 1 2 1 1 2 1
b 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
B3
s 2 2 1 1 2 2
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
Aspek
Teknologi T1
s 1 1 1 1 1 1
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T2
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T3
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T4
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Nilai 1.6 1.9 1.45 1.45 1.75 1.6
Kategori DPI Potensial Potensial Tidak
Potensial
Tidak
Potensial Potensial Potensial
Spot DPI DPI 7 DPI 8 DPI 9 DPI 10 DPI 11 DPI 12
Aspek
Biologi B1
s 2 2 2 2 2 1
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
B2
s 1 1 1 1 1 2
b 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
B3
s 2 1 2 2 2 1
b 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15 0.15
Aspek
Teknologi T1
s 1 1 1 1 1 1
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T2
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T3
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
T4
s 2 2 2 2 2 2
b 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Nilai 1.6 1.45 1.6 1.6 1.6 1.6
Kategori DPI Potensial Tidak
Potensial Potensial Potensial Potensial Potensial
Keterangan:
B1= jumlah spesies tangkapan ikan karang
B2 = keragaman ikan karang hasil tangkapan
B3 = ukuran panjang total dan panjang cagak
T2 = pengoperasian alat penangkapan ikan
T1 = produktivitas alat tangkap
T3 = resiko bahaya penggunaan alat tangkap terhadap nelayan
45
Lampiran 6 Dokumentasi penelitian
Nama lokal: Jinahak
Nama latin: Lutjanus johnii
Nama lokal: Abangan
Nama latin: Lutjanus malabaricus
Nama lokal: Semadar bronang
Nama latin: Siganus javus
Nama lokal: Ijo
Nama latin: Chlorurus microrhinos
Nama lokal: Ekor kuning
Nama latin: Caesio teres
Nama lokal: Ekor Kuning
Nama latin: Caesio cunning
Nama lokal: Pisang ijo
Nama latin: Caesio caeraulea
Nama lokal: Sunuk macan
Nama latin: Plectropomus
oligacanthus
46
Lampiran 6 (Lanjutan) Dokumentasi penelitian
Nama lokal: Kerapu Karet
Nama latin: Kerapu karetEpinephelus
ongus
Nama lokal: Kleke karang
Nama latin: Cephalopholis
cyanostigma
Nama lokal: Gebel
Nama latin: Platax pinnatus
Nama lokal: Kea-kea
Nama latin: Acanthurus nigricauda
Nama lokal: Sunuk kuning
Nama latin: Plectropomus maculatus
Nama lokal: Kerapu batu
Nama latin: Epinephelus
polyphekadion
Nama lokal: Semadar cabang
Nama latin: Siganus punctatus
Nama lokal: Jenggot
Nama latin: Parupeneus heptacanthus
47
Lampiran 6 (Lanjutan) Dokumentasi penelitian
Fish finder
Global Positioning System (GPS)
Pendaratan ikan hasil tangkapan
Gardan
Wawancara nelayan
Pengukuran ikan
48
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 14 maret
1996 yang merupakan anak kedua dari pasangan bapak Rudi
Permakan Sidik dan ibu Suarsih, SPdI. Pendidikan yang
ditempuh penulis dimulai dari Taman Kanak-kanak Mawar
(2001-2002), SD Negeri Sirap (2002-2008), SMP Negeri 2
Tanjungsiang (2008-2011), SMA Negeri 1 Tanjungsiang (2011-
2014). Penulis melanjutkan pendidikannya di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2013 dan menempuh
pendidikan di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama masa perkuliahan penulis aktif di berbagai organisasi dan kepanitiaan.
Tahun 2014-2016 menjadi anggota Lingkung Seni Gentra Kaheman IPB, tahun
2014-2018 menjadi anggota Forum Komunikasi Keluarga Subang (FOKKUS)
IPB, tahun 2015-2016 menjadi staff departemen penelitian, pengembangan dan
keprofesian himpunan mahasiswa pemanfaatan sumberdaya perikanan
(HIMAFARIN), serta tahun 2016-2017 menjadi bendahara divisi pengembangan
keprofesian himpunan mahasiswa pemanfaatan sumberdaya perikanan
(HIMAFARIN). Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan yaitu
sebagai staff divisi humas C-Day tahun 2016, sebagai staff divisi humas
Himafarin On Stage tahun 2016, sebagai staff divisi acara One Day Fishing
(ODF) tahun 2016, sebagai ketua divisi humas Fisherman Art and Contest
(FMAC) tahun 2017, sebagai staff divisi humas Festival Perikanan Tangkap
Nasional (FESTANAS) tahun 2017, serta sebagai sekretaris One Day Fishing
(ODF) tahun 2017. Penulis juga aktif menjadi asisten mata kuliah eksploratori
penangkapan ikan pada tahun 2018.