Karakteristik Alat Drop Weight Tester (DWT) dengan Standar ...
Transcript of Karakteristik Alat Drop Weight Tester (DWT) dengan Standar ...
Karakteristik Alat Drop Weight Tester (DWT) dengan Standar ASTM
D5420-04
Skripsi
Disusun oleh : Anggun Rizka Maudina
NIM: 003201305023
Program Studi Teknik Mesin
Fakultas Teknik President University
2017
ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Program Studi Teknik
Mesin Fakultas Teknik, President University.
Nama : Anggun Rizka Maudina
NIM : 003201305023
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir dengan Judul
Karakteristik Alat Drop Weight Tester (DWT) dengan Standar ASTM
D5420-04, adalah :
• Dibuat dan diselesaikan sendiri dengan menggunakan literatur, hasil
kuliah, survei lapangan, bimbingan, serta jurnal acuan yang tertera
dalam referensi pada tugas akhir ini.
• Bukan merupakan duplikasi karya tulis yang telah dipublikasikan
atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar sarjana di perguruan
tinggi lain, kecuali bagian-bagian tertentu digunakan sebagai referensi
pendukung untuk melengkapi sumber informasi.
• Bukan merupakan karya tulis terjemahan dari kumpulan buku-
buku atau jurnal acuan yang tertera dalam referensi pada tulisan tugas
akhir saya.
Jika terbukti saya tidak memenuhi apa yang telah dinyatakan seperti diatas,
maka skripsi saya ini akan dibatalkan.
Bekasi, Mei 2017
Anggun Rizka
Maudina
iii
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
TEKNIK MESIN
KARAKTERISTIK ALAT DROP WEIGHT TESTER
(DWT) DENGAN STANDAR ASTM D 5420-04
Disusun oleh : Anggun Rizka Maudina
NIM : 003201305023
Program studi : Teknik Mesin
Telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan serta dipertahankan
dalam ujian komprehensif guna memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada Fakultas Teknik President University
Bekasi, Mei 2017
Disetujui,
Dosen Pembimbing 1
Dr.Eng. Lydia Anggraini, S.T., M.Eng
Bekasi, Mei 2017
Disetujui,
Dosen Pembimbing 2
Askar Triwiyanto.S.T., M.Sc., Ph.D
3
iv
ABSTRAK
Pengujian impak merupakan suatu pengujian untuk mengukur ketahanan bahan
terhadap beban kejut. Pengujian impak mensimulasikan kondisi operasi material yang
sering ditemui dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan
datang secara tiba-tiba [1]. Alat uji impak yang akan dirancang dalam penelitian ini
merupakan alat Drop Weight Tester (DWT). Alat uji impak ini memanfaatkan massa
benda serta gaya gravitasi. Perancangan alat Drop Weight Tester (DWT), desain
rancangan mengacu pada standar ASTM D-5420-04. Dalam penelitian ini rancangan
alat uji impak dianalisis kekuatan sambungan serta defleksi konstruksi untuk
memastikan hasil perancangan bisa dibuat. Pada pengujian Drop Weight Tester, benda
uji diberi beban kejut dengan kriteria tertentu seperti ketinggian, beban, dimensi
punch komponen striker serta ketebalan specimen. Bersamaan dengan itu dilakukan
pengamatan dan pendataan terhadap energi yang diserap pada saat pengujian.
Specimen yang digunakan yaitu material Almunium dan Zincalume dengan ketebalan
yang berbeda.
Kata kunci: ASTM, Drop Weight Tester, Specimen, Aluminium, Zincalume
v
ABSTRACT
The impact test is a test to measure the resistance of the material to the shock load.
The impact test simulates the operating conditions of the material, where the load
does not occur slowly but comes suddenly [1]. Impact test tools will be designed is a
Drop Weight Tester (DWT). This impact test tool utilizes the mass of objects and the
force of gravity. The design of the Drop Weight Tester (DWT) refers to the ASTM D-
5420-04. In this research, the design of the impact test tool analyzed for strength of
connection and construction deflection to ensure design results can be made. In the
Drop Weight Tester test, the test specimen give a shock load with certain criteria such
as height, load, striker punch dimension and specimen thickness. After that,
observations and data collection of the energy absorbed at the time of testing.
Specimens used are the material of Aluminum and Zincalume with different thickness.
Keywords : ASTM, Drop Weight Tester, Specimen, Aluminum, Zincalume
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada jaman ini perkembangan dunia industri khususnya dalam bidang
konstruksi sudah meningkat pesat. Perkembangan bidang konstruksi tersebut tentunya
mempengaruhi permintaan kebutuhan material teknik. Kebutuhan material teknik
menjadi meningkat secara kuantitas maupun kualitas. Pasar selalu menginginkan
material yang mempunyai kualitas tinggi. Hal ini dikarenakan dalam konstruksi selalu
mempertimbangkan faktor keselamatan.
Untuk mengetahui kualitas material tentunya perlu ada pengujian material.
Pengujian tersebut untuk mengetahui karakteristik mekanik material. Pengujian yang
akan dilakukan pada penelitian ini adalah uji impak.
Pengujian impak merupakan suatu pengujian untuk mengukur ketahanan bahan
terhadap beban kejut. Pengujian impak mensimulasikan kondisi operasi material yang
sering ditemui dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan melainkan
datang secara tiba-tiba [1]. Pengujiannya dilakukan pada ukuran sampel karena
pengujian dengan ukuran sebenarnya akan sangat membutuhkan biaya yang besar
serta sangat jarang dilakukan.
Pada saat ini Universitas Presiden masih belum mempunyai alat uji material
khususnya uji impak. Alat uji impak saat ini dipasaran harganya cukup mahal dan
berdasarkan tuntutan kebutuhan laboratorium untuk menunjang praktikum material
teknik, maka pihak jurusan menyarankan untuk membuat rancangan alat uji impak
sendiri.
Alat uji impak yang akan dirancang dalam penelitian ini merupakan alat Drop
Weight Tester (DWT). Alat uji impak ini memanfaatkan massa benda serta gaya
gravitasi. Dalam penelitian ini rancangan alat uji impak akan dianalisa kekuatan
konstruksi untuk mendapatkan nilai ketelitian serta menganalisa kemampuan alat
untuk memenuhi aspek keterulangan.
Dalam melakukan perancangan alat Drop Weight Tester (DWT), perlu
melaksanakan tahap-tahap yang sesuai dengan mengacu pada standar ASTM D-
5420-04. Pada pengujian Drop Weight Tester, benda uji diberi beban kejut dengan
kriteria tertentu seperti ketinggian posisi mass / pendulum, dimensi striker dan
2
specimen support anvil juga ketebalan dan bentuk sampel uji. Bersamaan dengan itu
dilakukan pengamatan dan pendataan terhadap energi yang diserap pada saat
pengujian.
1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam tugas akhir ini yaitu :
1. Bagaimana merancang dan membuat alat Drop Weight Tester (DWT) dengan
menggunakan standar ASTM D 5420-04.
2. Melakukan dan menganalisa hasil dari pengujian alat Drop Weight Tester
(DWT).
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dan manfaat yang ingin diperoleh adalah :
1. Melakukan perancangan alat Drop Weight.
2. Mengetahui mekanisme kerja alat.
3. Mengetahui standar prosedur pengujian impak.
4. Untuk melengkapi alat yang ada di laboratorium jurusan teknik mesin President
University.
1.4 Batasan Masalah Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka batasan-batasan masalah pada
proyek akhir ini adalah :
1. Membuat alat Drop Weight Tester (DWT) berdasarkan pendekatan pada standar
ASTM D-5420-04 yang digambar dengan software AUTOCAD 2013.
2. Alat uji impak menggunakan sebuah pendulum logam ASTM A29 dengan berat
1.5kg dengan material specimen berupa Al dan Zn.
3. Gesekan pada kontruksi diabaikan.
1.5 Metode Penulisan
Penyusunan penulisan tugas akhir ini menggunakan beberapa metode sebagai
pengumumpulan data dalam pelaksanaannya antara lain :
3
• Metode Observasi, adalah teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan
pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat
kegiatan yang dilakukan [2].
• Metode studi banding, adalah membandingkan suatu alat yang sudah teruji yang
satu dengan alat yang lainnya dengan tujuan yang sama.
• Metode Literatur, adalah pengambilan data dan mempelajari segala yang
berhubungan dengan obyek antara lain : standar penggunaan material pada
pengujian DWT.
• Metode Trial and Eror adalah suatu cara dengan melakukan percobaan
beberapa kali untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan standar yang
ditentukan.
1.6 Sistematika Penulisan Dalam melakukan penulisan laporan ini terdiri dari 6 bab yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan
penelitian, batasan masalah serta sitematika penulisan yang digunakan dalam
perancangan alat uji impak pada material.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan menjelaskan dan menguraikan tentang teori -teori yang
berkaitan dengan alat uji impak jatuh bebas dan menjelaskan dasar dari penulisan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai tahap-tahap proses dalam
melakukan penelitian berdasarkan teori – teori yang di uraikan pada bab II dan
tahapan pengerjaan pengolahan data yang digambarkan pada diagram alir.
BAB IV ANALISIS DAN HASIL
Dalam bab ini akan dibahas mengenai hasil dari penelitian yang dilakukan
berdasarkan proses pengolahan data-data penelitian sesuai dengan teori pemecahan
masalah yang diuraikan pada bab sebelumnya dan tahapan proses dalam merancang
alat uji impak jatuh bebas untuk menjadi alat yang dapat digunakan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisi tentang kesimpulan yang sudah didapat dalam melakukan
penelitian dan juga saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti berikutnya.
4
BAB II
STUDI PUSTAKA
Bab ini membahas tentang literatur-literatur yang digunakan sebagai acuan
dalam penelitian. Landasan teori ini membahas tentang teori dasar uji impak yaitu
energi mekanik, energi potensial, tegangan, dan defleksi.
2.1 Pengujian Impak
Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan
bahan terhadap beban kejut. Inilah yang membedakan pengujian impak dengan
pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-
lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya untuk mensimulasikan kondisi
operasi material yang sering ditemui dimana beban tidak selamanya terjadi secara
perlahan-lahan melainkan datang secara tiba-tiba [1].
2.1.1 Sejarah Pengujian Impak
Selama bertahun-tahun, para peneliti telah mempelajari bahwa hasil
yang diperoleh dari uji impak bergantung pada ukuran geometri takik
spesimen, dan juga geometri dari landasan dan striker. Selain faktor tersebut,
hasil pengujian impak juga tergantung pada variabel lainnya seperti kecepatan
impak, energi yang hilang untuk saat pengujian, dan gesekan bearing.
Pada periode tahun 1895-1922 sejumlah badan standarisasi nasional dan
internasional dibentuk, yang mengangkat prosedur standar untuk
pengembangan teknologi, termasuk pengujian impak. Salah satu badan standar
tersebut adalah American Society for Testing and Materials (ASTM) yang
didirikan pada tahun 1898. Pada tahun 1905, Charpy telah mengusulkan
desain mesin dan literatur berisi referensi pertama untuk uji dan metode
Charpy. Dia terus mengembangkan penelitian ini sampai dengan tahun 1914.
Pada tahun 1907, German Association for Testing Material diadopsi dan
dikembangkan oleh Ehrensberger. Selanjutnya dilakukan pengembangan oleh
produsen dengan menawarkan tiga jenis utama; Drop Weight (Fremont, Hatt-
5
Turner, dan Olsen), Pendulum Impak (Amsler, Charpy, Dow, Izod, Olsen, dan
Russell), dan Flywheel (Guillery).
2.1.2 Metode Pengujian Impak
Tes dalam pengujian impak yaitu ada 2 macam, yaitu :
1. Drop Weight Test
Drop weight test adalah cara mudah untuk mengevaluasi dampak kekuatan
impak dari berbagai material dalam berbagai ukuran dan hasilnya. Prinsip kerja
dari alat uji impak drop weight adalah suatu beban (pendulum) dibiarkan jatuh
bebas dengan jarak tertentu sehingga menumbuk spesimen [3]. Popov [4]
menyatakan bahwa sebuah massa jatuh bebas atau benda bergerak, yang
menabrak sebuah struktur memberikan apa yang dinamakan beban atau gaya
dinamik atau tumbuk (dynamic impact load and force). Dari pengujian ini
dapat dilihat kerusakan spesimen yang mengalami impak dan ketahanan
spesimen setelah mengalami beban jatuh bebas. Drop weight test
dikembangkan oleh laboratorium riset Naval, standarisaisnya berdasarkan
ASTM E 208-69. Naval Test (dikenal juga dengan Nil-Ductility-Transition
Temperature Test) dimaksud untuk keperluan luas,yakni untuk mengetahui
patah getas (britte fracture) dari bahan baja.
2. Notched Bar Test
Dikenal ada dua metode yang lazim digunakan,yakni :
1. Metode Charpy
Uji impact charpy atau dikenal juga sebagai tes Charpy v-notch merupakan
standar pengujian laju regangan tinggi yang menentukan jumlah energi yang
diserap oleh bahan selama terjadi patahan. Tujuan uji impact charpy adalah
untuk mengetahui tingkat ketahanan atau keuletan suatu bahan. Metode
pengujian impak Charpy menggunakan standar ASTM D 5942-96. Standar
pengujian ASTM D 5942-96 menjelaskan prosedur untuk menentukan
kekuatan impak Charpy pada material uji berbahan komposit. Pengujian ini
digunakan untuk meneliti perlakuan pada spesimen uji komposit saat dilakukan
6
pengujian impak untuk mengetahui kegetasan dan keuletan spesimen dalam
batas tertentu.
Spesifikasi dalam pengujian menggunakan ukuran dari spesimen yang
diuji. Faktor-faktor seperti, besar energi dari pendulum, kecepatan impak, dan
kondisi dari spesimen akan mempengaruhi hasil pengujian. Pada pengujian
impak Charpy, spesimen uji pada kedua ujungnya ditahan oleh anvil kemudian
dipukul dari arah belakang takikan. Takik berfungsi untuk mengkonsentrasikan
tegangan saat terjadi perpatahan, meminimalkan deformasi plastis, dan
meneruskan perpatahan pada bagian belakang takik spesimen uji.
(a) Charpy U-notch impact test piece (b) Charpy V-notch impact test piece
Gambar 2.1 Bentuk Takik [11]
Dasar pengujian impak charpy adalah penyerapan energi potensial dari
pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk
benda uji sehingga benda uji mengalami pepatahan[1]. Standar pengujian
impak Charpy berdasarkan ASTM D-5942. Ilustrasi pengujian impak Charpy
digambarkan sebagai berikut:
7
Gambar 2.2 Ilustrasi Skematis Pengujian Impak Charpy [11]
Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya
dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk
yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji [1]. Besarnya energi
yang diperlukan pendulum untuk mematahkan spesimen material komposit
adalah [5] :
Eserap = W x R (cosβ − cosβ′) ………………………...……….....(2.1)
keterangan:
W : Berat beban/pembentur (N)
R : Jarak antara pusat gravitasi dan sumbu pendulum (m)
E : Energi yang terserap (Joule)
α : Sudut pendulum sebelum diayunkan
β : Sudut ayunan pendulum setelah mematahkan spesimen
β’ : Sudut ayunan pendulum tanpa spesimen
Setelah diketahui besarnya energi yang diperlukan pendulum untuk
mematahkan spesimen, maka besarnya kekuatan/energi impak dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut [5] :
Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan metode
Charpy dirumuskan:
HI = EA
……………………………………………………….………........(2.2)
keterangan:
E : Energi yang diserap (Joule)
A : Luas penampang di bawah takik (𝑚𝑚2)
8
2. Metode Izod
Uji impak izod adalah pengujian impact dengan meletakkan posisi
spesimen uji dipasang vertikal dan dijepit salah satu ujungnya. Pemukulan oleh
pendulum dilakukan dari arah depan. Pengujian Izod menggunakan standar
ASTM D 256-97. Dalam pengujian ini, spesimen uji yang digunakan
menggunakan notch. Notch berfungsi untuk mengkonsentrasikan tegangan
yang terjadi pada spesimen sehingga patahnya merata dan tidak rusak saat
dilakukan pengujian impak.
Gambar 2.3 Pengujian Impak Izod [12]
ASTM D 256-97 memberikan standar untuk dimensi spesimen uji yang
digunakan, yang ditunjukkan pada gambar 2.4 dibawah.
Gambar 2.4 Spesimen Izod [12]
9
2.2 Energi Mekanik
Energi mekanik pada suatu benda adalah gabungan dari energi potensial
dan energi kinetik suatu benda. Energi potensial merupakan energi yang
berkaitan dengan kedudukan suatu benda terhadap suatu titik acuan. Dengan
demikian, titik acuan akan menjadi tolok ukur penentuan ketinggian suatu
benda. Secara sitematis dirumuskan:
𝐸𝑝 = 𝑚 𝑥 𝑔 𝑥 ℎ ………………………………………………….………........(2.3)
Keterangan :
Ep : energi potensial (J)
m : massa benda (kg)
g : gravitasi bumi (9.8 m/s)
h : tinggi jatuh benda (m)
Energi kinetik adalah energi yang berkaitan dengan gerakan suatu benda.
Jadi, setiap benda yang bergerak, dikatakan memiliki energi kinetik. Meski
gerak suatu benda dapat dilihat sebagai suatu sikap relatif, namun penentuan
kerangka acuan dari gerak harus tetap dilakukan untuk menentukan gerak itu
sendiri. Persamaan energi kinetik adalah :
𝐸𝑘 = 12
𝑥 𝑚 𝑥 𝑣2 …………………………………………………….………...(2.4)
Keterangan :
Ek : energi kinetik (joule)
m : massa benda (kg)
v : kecepatan gerak suatu benda (m/s)
2.3 Gerak Jatuh Bebas
Gerak jatuh bebas adalah gerak jatuh benda pada arah vertikal dari
ketinggian h tertentu tanpa kecepatan awal (V0 = 0), jadi gerak benda hanya
dipengaruhi oleh gravitasi bumi. Pada gerak jatuh bebas, waktu jatuh benda bebas
hanya dipengaruhi oleh dua faktor saja, yaitu ketinggian (h) dan gravitasi bumi
(g). Jadi berat dari besaran-besaran lain tidak mempengaruhi waktu jatuh.
Pendulum pada alat uji impak dijatuhkan dari keadaan diam, percepatanya
akan konstan selama jatuh. Efek gesekan udara dan berkurangnya percepatan
10
akibat tinggi letak diabaikan, gerak ini termasuk dalam gerak jatuh bebas.
Percepatan benda jatuh bebas diakibatkan gaya berat benda (pendulum), dalam
ilmu diberi simbol ‘g’ seharga kira-kira 9,81 m/s2, sehingga berat pendulum bisa
dicari dengan rumus [6] :
W = m x g ………………………………………………………….……….....(2.5)
Keterangan:
W : Berat pendulum (kg m/ s2)
m : massa pendulum (kg)
g : percepatan gravitasi (m/ s2)
2.4 Hukum Newton
Hukum Pertama: “setiap benda akan memiliki kecepatan yang konstan
kecuali ada gaya yang resultannya tidak nol bekerja pada benda tersebut. Berarti
jika resultan gaya nol, maka pusat massa dari suatu benda tetap diam, atau
bergerak dengan kecepatan konstan (tidak mengalami percepatan)”.
Dirumuskan secara matematis menjadi:
Jika ΣF = 0, maka ψ = 0 atau ψ = konstan
Hukum kedua : “Percepatan yang ditimbulkan oleh gaya yang bekerja pada
suatu benda berbanding lurus dan searah dengan gaya itu dan berbanding terbalik
dengan massa benda”.
Secara sistematis dirumuskan:
𝑎 = ΣF𝑚
atau ΣF = 𝑎 x m ………………………………….……….….....(2.6)
Hukum gerakan ketiga: ”Jika benda pertama mengerjakan gaya terhadap
benda kedua, maka benda kedua pun akan mengerjakan gaya terhadap benda
pertama yang besarnya sam tetapi arahnya berlawanan”.
Secara sistematis dirumuskan:
𝐹1 = −𝐹2 ………………………………………………...…….………….......(2.7)
2.5 Tegangan
Dalam perencanaan struktur, semua elemen harus diberikan ukuran tertentu.
Ukuran harus diproporsikan cukup kuat untuk memikul gaya yang mungkin
11
terjadi. Setiap elemen struktur juga harus cukup kaku sehingga tidak melengkung
atau berubah bentuk (deformation) berlebihan pada saat struktur dipakai. Setiap
elemen struktur juga tidak boleh terlalu langsing, sehingga tidak kehilangan
kestabilan. Jadi perencananaan struktur meliputi penentuan proporsi elemen
struktur yang memenuhi kekuatan (strength), kekakuan (stiffness) dan stabilitas
(stability) setiap elemen struktur. Kekuatan suatu material dapat dilihat
berdasarkan tegangan.
Tegangan didefinisikan sebagai tahanan terhadap gaya-gaya luar. Ini diukur
dalam bentuk gaya per satuan luas [7]. Dalam praktek teknik, gaya umumnya
diberikan dalam pound atau newton, dan luas yang menahan dalam inchi persegi
atau millimeter persegi. Akibatnya tegangan dinyatakan dalam pound per inchi
persegi, yang sering disingkat menjadi psi, atau newton per- milimeter persegi
(MPa). Besarnya gaya persatuan luas pada bahan tersebut disebut sebagai
tegangan dan lazimnya ditunjukkan dengan huruf Yunani σ (sigma), (Kurniawan,
2000).
Tegangan didefinisikan dengan rumus :
𝜎 = F𝐴 …………………………………………………….……………..….......(2.8)
Keterangan:
σ : Tegangan (N/ m2)
F : Gaya (N)
A : Luas penampang (m2)
Note :
a. Tegangan tarik (σt) : tegangan akibat gaya tarik
b. Tegangan geser (τ) : tegangan akibat gaya geser.
Jika suatu tegangan σ x bekerja dalam arah normal terhadap penampang
sebuah balok dari regangan normal ∈ x. Tiap serat longitudinal dari sebuah balok
hanya dikenakan beban tarik dan tekan (yaitu, serat-serat dalam tegangan
uniaksial). Sehingga diagram tegangan-regangan bahan akan memberikan
hubungan sebanding antara (σ x) dan (∈ x). Jika bahannya elastis dengan suatu
12
diagram tegangan-regangan linier, maka dapat digunakan Hukum Hooke untuk
tegangan uniaksial (σ = ∈ x ) dan diperoleh :
𝜎 = 𝐸𝜖𝑥 = −𝐸𝑘𝑦…………………………………………….…………..........(2.9)
Jadi, tegangan normal yang bekerja pada penampang berubah secara linier
terhadap jarak y dari permukaan netral. Jenis distribusi tegangan ini digambarkan
pada Gambar 2.1, yaitu tegangan relatif (tekan) di bawah permukaan netral
apabila kopel Mo bekerja dalam arah yang ditunjukkan. Kopel ini menghasilkan
suatu kelengkungan positif K dalam balok, meskipun menyatakan suatu momen
lentur negatif M.
Gambar 2.5. Penyebaran Tegangan Normal Pada
Sebuah Balok Dari Bahan Elastis Linier
Tegangan normal pada suatu balok digambarkan oleh persamaan berikut:
Dimana,
𝜎 = 𝑀 x y𝐼
…………………………………………………….…………..........(2.10)
Keterangan :
σ : tegangan normal (N/ m2)
M : momen lentur pada penampang
y : jarak dari sumbu netral ke tegangan normal
I : momen inersia
Pada fiber terluar balok nilai koordinat y dinotasikan dengan simbol c, sehingga
tegangan normal maksimumnya menjadi:
𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑀 x 𝑐𝐼
𝑎𝑡𝑎𝑢 𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑀𝐼/𝑐
……………………………………............(2.11)
I/c disebut modulus penampang yang umumnya dinotasikan dengan simbol
13
Z. Sehingga tegangan lentur maksimum digambarkan oleh persamaan:
𝜎𝑚𝑎𝑘𝑠 = 𝑀𝑍
…………………………………………………….…………........(2.12)
Berikut rumus dasar luas penampang, jarak gravity center, momen inersia
dan momen lentur pada penampang sesuai bentuk penampang :
Tabel 1 Rumus dasar perhitungan “Z” berdasarkan bentuk penampang [8]
2.6 Prinsip-prinsip Statika
Kesetimbangan benda tegar adalah kondisi dimana momentum benda tegar
sama dengan nol. Artinya jika awalnya benda tegar tersebut diam, maka ia akan
tetap diam. Namun jika awalnya benda tegar tersebut bergerak dengan kecepatan
konstan, maka ia akan tetap bergerak dengan kecepatan konstan. Sedangkan
benda tegar sendiri adalah benda yang bentuknya (geometrinya) akan selalu tetap
sekalipun dikenakan gaya. Jadi sekalipun dia bergerak translasi atau rotasi
bentuknya tidak akan berubah.
1. External load (Gaya – Gaya Luar), yaitu gaya yang disebabkan oleh
kontak langsung dari satu benda dengan permukaan benda yang lain.
Dalam semua kasus ini kekuatan didistribusikan ke daerah kontak antara
benda.
14
2. Reaksi Pendukung, gaya luar yang terjadi pada dukungan atau titik kontak
antara 2 benda disebut reaksi. Untuk masalah dua dimensi yaitu, benda
mengalami sistem kekuatan coplanar (gaya-gaya luar), dukungan yang
paling sering ditemui ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis –Jenis Reaksi Dukungan [9]
3. Persamaan Kesetimbangan
Di bidang engineering gaya pada benda dapat diwakili sebagai
sistem gaya koplanar. Dalam hai ini, gaya terletak pada bidang x-y, maka
kondisi untuk kesetimbangan benda dapat ditentukan dengan hanya tiga
persamaan kesetimbangan skalar, yaitu:
∑𝐹𝑥 = 0………………………….……………………………........(2.13)
∑𝐹𝑦 = 0………………………….…………....................................(2.14)
∑𝑀0 = 0………………………….…………...................................(2.15)
4. Resultan Gaya – Gaya Dalam
Untuk mendapatkan beban internal yang bekerja pada daerah
tertentu dalam tubuh, maka perlu untuk melogikakan gaya yang terjadi
15
pada potongan melalui daerah di mana beban internal harus ditentukan.
Metode sebagian (pemotongan) digunakan untuk menentukan beban
resultan internal yang bekerja pada permukaan benda yang dipotong.
Secara umum, resultant ini terdiri dari gaya normal, gaya geser, momen
torsi, dan momen lentur.
5. Free-Body Diagram (Diagram Benda Bebas)
Gambar diagram benda bebas dari salah satu segmen yang telah
dipotong (gaya dalam) akan menunjukkan resultant gaya normal N, gaya
geser V, momen lentur M, dan momen torsi T . Resultant ini biasanya
ditempatkan pada titik yang mewakili pusat geometris atau pusat massa
bidang dipotong.
2.7 Defleksi
Defleksi adalah perubahan pada balok dalam aray y akibat adanya
pembebanan vertical yang diberikan pada balok atau batang. Deformasi pada
balok dapat dijelaskan berdasarkan defleksi balok dari posisinya sebelum
mengalami pembebanan. Defleksi diukur dari permukaan netral awal ke posisi
netral setelah terjadi deformasi. Konfigurasi yang diasumsikan dengan deformasi
permukaan netral dikenal sebagai kurva elastis dari balok. Gambar 2.6 dibawah
memperlihatkan balok pada posisi awal sebelum terjadi deformasi dan balok
dalam konfigurasi terdeformasi yang diasumsikan akibat aksi pembebanan.
Gambar 2.6. Gaya Pada Balok, a) Posisi Awal, b) Terdeformasi [4]
Jarak perpindahan ‘y’ didefinisikan sebagai defleksi balok. Dalam
penerapan, kadang kita harus menentukan defleksi pada setiap nilai ‘x’ di
sepanjang balok. Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan yang sering
16
disebut persamaan defleksi kurva atau kurva elastis dari balok. Persamaan
defleksi pada balok dengan tumpuan dikenai gaya ‘P’ seperti ditunjukkan pada
gambar 2.6.b diatas adalah:
𝛿𝑚𝑎𝑥 = 𝛽 𝑥 𝐹 𝑥 𝑙3
𝐸 𝑥 𝐼………………………….………………………………......(2.16)
Keterangan:
𝛿 max : Besarnya defleksi (µm)
F : Beban pendulum (N)
L : Jarak F1 dengan F2 (mm)
E : Modulus elastisitas (Gpa)
I : Momen inersia (mm4)
β : Beam bending coefficient
Persamaan untuk defleksi pada balok gantung yang dikenai gaya tunggal
terkosentrasi ‘P’ dengan dengan pembebanan seperti ditunjukkan pada gambar 2.7
dibawah, adalah:
𝛿𝑚𝑎𝑥 = 𝛽 𝑥 𝐹 𝑥 𝑙3
𝐸 𝑥 𝐼………………………….…………......................................(2.17)
Gambar 2.7. Defleksi Balok Gantung [4]
Keterangan:
𝛿𝑚𝑎𝑥 : Besarnya defleksi (µm)
F : Beban pendulum (N)
L : Jarak F1 dengan F2 (mm)
E : Modulus elastisitas (GPa)
I : Momen inersia (mm4)
β : Beam bending coefficient
17
Nilai dari coefficient beam bending setiap bentuk penampang berbeda-beda.
Berikut tabel nilai coefficient beam bending berdasarkan bentuk penampang :
Tabel 3 Coefficient of Beam Bending [8]
2.8 Safety Factor
Menurut Joseph P Vidosic, faktor keamanan (Safety factor) adalah faktor
yang digunakan untuk mengevaluasi agar perencanaan elemen mesin terjamin
keamanannya dengan dimensi yang minimum. Safety Factor (SF) menjadi suatu
hal yang sangat penting dalam analisis dan perencanaan struktur secara
keseluruhan. Permasalahan ini sudah menjadi subyek penelitian dan telah banyak
dibicarakan di kalangan insinyur sipil, khususnya di bidang rekayasa struktur.
Faktor keamanan elemen dan sistem struktur sangat tergantung pada ketahanan
struktur (R : bahan dan geometri), dan beban yang bekerja (S : beban mati, beban
hidup, beban gempa, beban angin, dan sebagainya.)
Menurut Joseph P Vidosic, nilai skala Safety Factor (sf) berdasarkan
tegangan luluh, yaitu :
• sf = 1,25 – 1,5 : kondisi terkontrol dan tegangan yang bekerja dapat
18
ditentukan dengan pasti
• sf = 1,5 – 2,0 : bahan yang sudah diketahui, kondisi lingkungan beban dan
tegangan yang tetap dan dapat ditentukan dengan mudah.
• sf = 2,0 – 2,5 : bahan yang beroperasi secara rata-rata dengan batasan beban
yang diketahui.
• sf = 2,5 – 3,0 : bahan yang diketahui tanpa mengalami tes. Pada kondisi
beban dan tegangan rata-rata.
• sf = 3,0 – 4,5 : bahan yang sudah diketahui. Kondisi beban, tegangan dan
lingkungan yang tidak pasti.
• Beban berulang : Nomor 1 s/d 5
• Beban kejut : Nomor 3 – 5
• Bahan Getas : Nomor 2 – 5 dikalikan dengan 2
Menurut Dobrovolsky (“Machine element”), Safety Factor berdasarkan
jenis beban adalah :
• Beban Statis : 1,25 – 2
• Beban Dinamis : 2 – 3
• Beban Kejut : 3 – 5
2.9 Material
Konstruksi permesinan membutuhkan material yang tepat guna. Hal ini
bertujuan agar biaya yang dikeluarkan sesuai dengan performa peralatan yang
diharapkan. Untuk membuat peralatan uji Drop Weight Tester (DWT) ini,
material yang dipilih adalah sebagai berikut:
1. Material ASTM A29
Material ASTM A29 setara dengan material S45C. Janis material ini
sangat cocok untuk material poros, pasak, positioning pin dsb. Material ini
berbentuk penampang bulat atau lembaran yang mempunyai sifat mampu
pengelasan, mampu proses permesinan serta dapat dikeraskan dengan nilai
kekerasan 25 HRC – 35 HRC.
19
Tabel 4 Spesifikasi A29 / S45C [10]
2. Material ASTM A36
Material ASTM A36 pada standar JIS merupakan material SS400.
Plate dengan Standard Spesifikasi ASTM A36 merupakan material Plate
Pressure Vessel golongan rendah dikarenakan secara fungsinya sama
dengan material Standard ASTM A516 Grade 70 dan ASTM A285 Grade
C namun pada tingkat temperaturnya dibawahnya dan diatas JIS G3101
SS400. Material ini diproduksi Oleh Pabrikan Lokal diantaranya Krakatau
Steel (KS) dan Krakatau Posco (KP). Karakteristik material ini dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Spesifikasi A36 / SS400 [10]
2.10 Sambungan
Mesin atau konstruksi terdiri dari beberapa bagian, yang mana bagian yang
satu dengan yang lain akan dihubungkan. Salah satu cara untuk menghubungkan
20
suku bagian-suku bagian tersebut adalah dengan cara memberikan sambungan.
Sambungan adalah hasil dari penyatuan beberapa bagian atau konstruksi dengan
menggunakan suatu cara tertentu.
Macam-macam sambungan adalah sebagai berikut:
1. Sambungan tetap, yaitu sambungan yang hanya dapat dilepas dengan cara
merusaknya. Contoh: sambungan keling dan sambungan las
2. Sambungan tidak tetap, yaitu sambungan yang dapat kita lepas dan dapat
kita bongkar tanpa merusak sesuatu. Contoh: sambungan baut,
sambungan pasak dan sambungan pena.
2.10.1 Sambungan Keling
Sambungan keling adalah sambungan yang digunakan untuk menyambung
plat dan batang profil. Untuk membuat sambungan ini digunakan paku keling
yang dibuat di pabrik khusus dengan kepala terpasang yang dilantak. Ada
beberapa macam bentuk kepala paku keling, mulai dari paku keeling kepala bulat,
kepala rata dan kepala tirus. Yang paling banyak digunakan yaitu paku keeling
kepala berbentuk bulat karena jenis paku keling ini paling mudah dipakai. Bahan
yang digunakan untuk membuat paku keling antara lain baja kenyal, baja paduan,
tembaga, loyang dan aluminium.
Gambar 2.8. Sambungan Paku Keling
21
Fungsi dari penggunaan sambungan keling, yaitu :
1. Sebagai sambungan kekuatan dalam konstruksi baja dan konstruksi logam
ringan. Contoh : Konstruksi Bertingkat, Konstruksi Jembatan dan
konstruksi Pesawat Angkat
2. Sebagai sambungan kekuatan kedap. Contoh : Konstruksi ketel dan pipa
tekanan tinggi.
3. Sebagai sambungan kedap yg tidak memiliki tekanan. Contoh : tangki,
cerobong asap, pipa penurun.
4. Sebagai sambungan paku untuk kulit pelat. Contoh: Konstruksi Kendaraan
dan Konstruksi Pesawat Terbang.
2.10.2 Sambungan Las
Mengelas adalah menyambung dua bagian logam dengan cara memanaskan
sampai suhu lebur dengan memakai bahan pengisi atau tanpa bahan pengisi.
Sistem sambungan las ini termasuk jenis sambungan tetap dimana pada konstruksi
dan alat permesinan, sambungan las ini sangat banyak digunakan. Untuk
menghitung kekuatan sambungan las ini, disesuaikan dengan cara pengelasannya
serta jenis pembebanan yang bekerja pada penampang yang dilas tersebut.
Gambar 2.9. Sambungan Las
22
Keuntungan sambungan las dibanding dengan sambungan keling dan
sambungan baut, antara lain yaitu :
1. Kampuh las lebih ringan, hanya sekitar 1 - 1,5% dari berat konstruksi.
Untuk sambungan Keling & Baut mempunyai berat 2,5 – 4 % dari berat
konstruksi.
2. Bagian yang akan dilas pada umumnya tidak perlu diberi lapisan lagi,
misalnya dengan bahan pelat atau yang sejenis.
3. Lebih efisien, terutama terhadap tegangan tarik, sebab tidak ada lubang
yang melemahkan penampang batang tarik
Kekurangan pada sambungan las adalah kualitas sambungan las sangat
tergantung pada keahlian juru las.
Ada 3 macam metode pengelasan, yaitu :
1. Las Tempa
Pada metode Las Tempa, kedua bagian ujung yang akan disambung
dipanaskan mendekati suhu lebur, ditempelkan lalu ditempa atau dipukul
berkali-kali sehingga menjadi satu sambungan yang homogen. Untuk
sambungan Las Tempa ini tidak menggunakan logam pengisi atau tidak
menggunakan bahan tambah.
2. Las Otogin (Las Gas)
Pada metode dengan Las Otogin, kedua bagian yang akan
disambung dipanaskan sampai mendekati titik leburnya menggunakan api
yang berasal dari campuran gas asetilin dan gas asam, kemudian pada
bagian yang hampir meleleh tersebut diisi dengan lelehan kawat las.
3. Las Listrik
Las busur listrik umumnya disebut las listrik adalah salah satu cara
menyambung logam dengan jalan menggunakan nyala busur listrik yang
diarahkan ke permukaan logam yang akan disambung. Pada bagian yang
terkena busur listrik tersebut akan mencair, demikian juga elektroda yang
menghasilkan busur listrik akan mencair pada ujungnya dan merambat
terus sampai habis. Logam cair dari elektroda dan dari sebagian benda
yang akan disambung tercampur dan mengisi celah dari kedua logam yang
23
akan disambung, kemudian membeku dan tersambunglah kedua logam
tersebut.
2.10.3 Sambungan Baut
Baut adalah salah satu alat penyambung profil baja, selain paku keling dan
las. Baut yang lazim digunakan sebagai alat penyambung profil baja adalah baut
hitam dan baut berkekuatan tinggi. Sistem sambungan dengan menggunakan Mur
& Baut ini, termasuk sambungan yang dapat dibuka tanpa merusak bagian yang
disambung serta alat penyambung ini sendiri. Bagian–bagian terpenting dari mur
dan baut adalah pada ulir nya. Sambungan baut dilakukan dengan cara suatu
pasak melintang (baut) dipasang pada suatu lubang, yang dengan menembus
masuk pada bagian konstruksi yang disambungkan.
Fungsi sambungan baut pada konstruksi mesin antara lain yaitu :
1. Pengamanan bagian atas dan bawah suatu kotak roda gigi.
2. Untuk pengaturan kekuatan putar atau kekuatan luncur dari naf terhadap
poros.
3. Untuk sambungan fleksibel atau bantalan dari sirip, batang, piringan dan
rol.
4. Untuk penghenti dari pegas, batang dan semacamnya.
Gambar 2.10. Sambungan Baut
24
Beberapa keuntungan penggunaan sambungan mur baut, antara lain yaitu :
1. Mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menerima beban.
2. Kemudahan dalam pemasangan.
3. Dapat digunakan untuk berbagai kondisi operasi.
4. Dibuat dalam standarisasi.
5. Efisiensi tinggi dalam proses manufaktur.
Kerugian utama sambungan mur baut yaitu mempunyai konsentrasi tegangan
yang tinggi di daerah ulir.
Bagian–bagian terpenting dari mur dan baut adalah ulir. Ulir adalah suatu
yang diputar di sekeliling silinder dengan sudut kemiringan tertentu. Penggunaan
ulir banyak sekali ditemui dalam kehidupan sehari-hari, karena ulir berfungsi
sebagai pengikat, selain itu ulir juga berfungsi sebagai penggerak suatu benda.
Bentuk ulir dapat terjadi bila sebuah lembaran berbentuk segitiga digulung pada
sebuah silinder. Dalam pemakaiannya ulir selalu bekerja dalam pasangan antara
ulir luar dan ulir dalam. Ulir pengikat pada umumnya mempunyai profil
penampang berbentuk segitiga samakaki. Jarak antara satu puncak dengan puncak
berikutnya dari profil ulir disebut jarak bagi (P) lihat gambar.
Gambar 2.11. Nama-nama Bagian Ulir [8]
Keterangan :
1 = sudut ulir
2 = Puncak ulir
3 = jarak puncak ulir (jarak bagi) (P)
4 = Diameter inti dari ulir luar
25
5 = Diameter luar dari ulir luar
6 = Diameter dalam dari ulir dalam
7 = Diameter luar dari ulir dalam
Berikut adalah macam-macam jenis ulir menurut bentuknya :
1. Ulir segitiga
Jenis ulir ini banyak sekali kita temui, dan banyak sekali standar dari ulir
segitiga ini diantaranya adalah
a. Ulir Metris / Metric Standart Thread
Merupakan ulir segitiga dengan sudut puncak 60° dan keseluruhan
dimensi dalam satuan metris. Simbol dari ulir ini adalah "M" contohnya M8
x 1,25 adalah ulir metris dengan diameter 8 mm dan pitch 1,25 mm.
b. Ulir Whitworth / Whitworth Standart Thread
Merupakan ulir segitiga dengan sudut puncak 55° dan keseluruhan
dimensi dalam satuan british (inchi). Simbol dari ulir ini adalah "W",
contohnya W ⅜" x 20 TPI adalah ulir whitworth dengan diameter ⅜" dan
terdapat 20 Thread per Inch (jumlah puncak ulir tiap jarak 1 inchi).
c. Ulir Pipa / BSP Thread (British Standart Pipe Thread)
Merupakan ulir standart yang digunakan pada sambungan pipa.
disimbolkan dengan huruf "R" contohnya R ⅜" yaitu ulir standar pipa untuk
diameter pipa ⅜".
d. Ulir UNF / Unified Fine Thread
Merupakan jenis ulir dengan dimensi gabungan dari metris dan british.
ulir ini mempunyai sudut puncak ulir 60° dan dimensi ukuran dalam satuan
british (inchi). ulir ini kebanyakan digunakan di negara Amerika Serikat dan
Kanada. simbol yang digunakan adalah "UNF" contoh UNF ⅜" x 24 TPI
yaitu ulir UNF dengan ukuran diameter ⅜" dan jumlah ulir tiap inchi 24.
e. Ulir UNC / Unified Coarse Thread
Merupakan versi kasar dari ulir UNF. kasar disini dimaksudkan adalah
jumlah ulir tiap inchi yang lebih sedikit dari ulir UNF sehingga tampak
kasar. simbol yang digunakan adalah "UNC" contohnya ⅜ - 16 UNC adalah
ulir UNC dengan diameter ⅜" dan jumlah ulir tiap inchi 16.
26
2. Ulir Segiempat / Square Thread
Merupakan ulir dengan bentuk profil segi empat, biasanya digunakan
untuk beban berat misalnya pada pembuka pintu air bendungan dan ulir pada
tanggem. ulir segiempat disimbolkan dengan huruf "Sq" dan berdimensi inchi
contohnya Sq ⅜" x 8 TPI yaitu ulir segiempat dengan diameter ⅜" dan jumlah
ulir tiap inchi adalah 8.
3. Ulir trapesium / Trapezium Thread
Merupakan ulir dengan profil trapesium dengan sudut puncak 30°. biasa
digunakan pada ulir penggerak pada eretan dan leadscrew pada mesin bubut.
Ulir ini disimbolkan dengan huruf "Tr" dengan dimensi metris contohnya Tr
18 x 4 adalah ulir trapesium dengan diameter 18 mm dan jarak puncak ulir 4
mm.
4. Ulir Acme / Acme Thread
Merupakan ulir dengan profil trapesium dengan sudut puncak 29°, biasa
digunakan pada eretan dan leadscrew. ulir ini disimbolkan dengan "Acme"
dengan dimensi dalam satuan inchi.
5. Ulir Bulat / Round Thread
Merupakan ulir dengan profil setengah lingkaran pada bagian lembah dan
puncak ulir. biasa digunakan untuk mentranmisikan daya/gerakan secara halus
dengan tanpa kelonggaran. jenis lain dari ulir bulat ini adalah ulir edison yaitu
ulir yang digunakan pada lampu bohlam
6. Ulir bola / Ball Screw
Merupakan ulir yang biasanya dipasangkan dengan mekanisme bola-bola
baja dan digunakan pada penggerak mesin CNC karena hampir tidak ada
kelonggaran dengan jarak yang presisi.
7. Ulir tanduk./ Buttress Thread
Merupakan ulir berbentuk segitiga tetapi bukan segitiga sama kaki
melainkan berbentuk seperti tanduk. biasa digunakan sebagai pengunci tarikan
seperti pengunci collet dan pada tutup pasta gigi.
27
8. Ulir majemuk / Multi start Thread
Merupakan ulir yang mempunyai lebih dari satu belitan ulir. biasanya
untuk penggerak dengan kecepatan tinggi. bentuk profil ulir bisa segitiga,
segiempat, trapesium, bola dan sebagainya.
Pada saat ini ulir yang terdapat didalam perdagangan ada dua standar,
yaitu :
a. Standard British Witworth dengan ciri-cirinya:
• Simbolnya W misalnya W ½“ artinya diameter luarnya adalah ½ inchi
• Ukurannya dalam satuan inchi
• Sudut puncak (alpha) = 55 derajat
b. Standard Metris (SI) :
• Simbolnya(M), misalnya M20 artinya diameter luarnya adalah 20 mm
• Semua ukuran dalam tabel dan gambar dalam satuan(mm)
• Sudut puncak (alpha) = 60 derajat
Berikut symbol yang terdapat pada baut dan mur metric :
Gambar 2.12. Simbol Baut dan Mur Metrik
Keterangan :
• Contoh:M 8 x 1.25-4T
• M = Jenis Ulir
• “M” kependekan dari ulir metrik
• 8 = diameter luar baut
28
• 1.25 = tinggi alur (mm)
• 4T = kekuatan
• Nomor menunjukkan 1/10 dari daya rentang minimum dalam unit of
kgf/mm2, dan huruf adalah kependekan dari “daya rentang”. Kekuatan
distempelkan pada baut kepala.
Berikut tabel dimensi/ukuran standar pada baut dan mur metrik :
Tabel 6 Standar Ukuran Pada Baut dan Mur Metrik [8]
29
2.10.4 Bolt Properties (M10x1.5)
Pada area sambungan komponen digunakan sambungan baut. Baut yang
digunakan yaitu baut M10x1.5 dengan jenis Bolt Hexagon Socket Head Cap
Screw. Untuk melakukan perhitungan kekuatan sambungan diperlukan material
properties dari baut yang digunakan, untuk mengetahui batasan dari tensile
strength yang diizinkan. Berikut material properties baut (tensile strength) terlihat
pada tabel 7 Tensile Strength Bolt.
30
Tabel 7 Tensile Strength Bolt [10]
2.11 ASTM D5420-04
Pada standar ASTM D5420-04 dijelaskan ada beberapa bagian alat uji
impak, yaitu :
1. Specimen Support Anvil
2. Specimen
3. Specimen Support Plate
4. Guide Arm
5. Guide Arm Adjuster
6. Mass
7. Mass Lift Handle
31
8. Column Height Adjuster
9. Mass Lift Handle
Gambar 2.13. Sketch Alat Uji Impak ASTM D5420-04 [13]
Terlihat pada gambar 2.14, standar ASTM D 5420-04 juga menjelaskan
secara detail mengenai ukuran komponen Striker serta Specimen Support Anvil.
Yang nantinya diterapkan pada alat uji impak penelitian ini.
32
Gambar 2.14. Ukuran Komponen Striker & Specimen Support Anvil [13]
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang
dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian
ditampilkan dalam gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram alir perancangan alat
34
Tahapan-tahapan yang dijelaskan pada gambar 3.1 digunakan untuk mengkaji
alat uji impak drop weight. Penjelasan lebih terperinci mengenai metode penelitian
diatas akan dijelaskan dalam sub bab berikut ini.
3.1 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan sebagai langkah awal penelitian dimana
bertujuan untuk mengetahui latar belakang penelitian. Latar belakang penelitian
ditentukan dengan mengangkat suatu permasalahan tentang pengujian alat uji impak
yaitu Drop Weight Test (DWT) yang cukup banyak digunakan dalam aplikasi di
dunia industri terutama untuk menguji ketangguhan material jenis aluminium, plastik,
komposit juga besi. Kebutuhan untuk menguji material berdasarkan aspek Uji
ketangguhan berbasis DWT ini menarik perhatian penulis dengan mengkhususkan
merancang dan manufaktur alat uji DWT ini untuk material aluminium. Hingga
diharapkan melalui skripsi berikut produknya ini dapat menambah koleksi alat uji di
Universitas Presiden secara ekonomis. Sehingga setelah mempertimbangkan hal-hal
tersebut, maka pihak Jurusan Teknik Mesin Universitas Presiden berinisiatif untuk
memiliki alat uji buatan sendiri.
3.2 Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
merancang alat uji impak drop weight yang sesuai standar ASTM D 5420-04 dengan
memperhatikan ketelitian (accuracy) dari hasil pengujian alat.
3.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah alat uji impak drop
weight serta mengetahui mekanisme kerja alat dan standar prosedur pengujian impak.
3.4 Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari informasi yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahas dalam menentukan rancangan alat uji impak drop weight.
35
Pencarian informasi ini dilakukan melalui internet, perpustakaan, jurnal sehingga
diperoleh referensi yang dapat digunakan untuk mendukung pembahasan
perancangan alat. Materi-materi yang digunakan yaitu mengenai uji impak, gaya
energi mekanik serta ASTM.
3.5 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dapat diperoleh dari sumber studi pustaka dan studi
lapangan. Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi pendukung yang
diperlukan dalam penyusunan laporan penelitian, yakni mempelajari literatur
standarisasi pengujian alat uji impak dengan menggunakan standart American Society
for Testing and Materials (ASTM). Lalu studi lapangan diperlukan untuk
memperoleh informasi mengenai kebutuhan yang diperlukan dalam perancangan alat
uji impak drop weight secara langsung, yaitu mengenai komponen-komponen yang
diperlukan dalam perancangan alat uji impak drop weight tersebut, sehingga dapat
diketahui anggaran biaya yang diperlukan dalam perancangan alat uji impak. Studi
lapangan juga dilakukan dengan pengamatan terhadap alat uji impak drop weight
yang sudah ada. Pengamatan dilakukan di PT. XYZ, pengamatan ini bertujuan untuk
memperoleh spesifikasi produk dari alat uji impak yang sudah ada.
3.6 Konsep Perancangan Alat Uji Impak Drop Weight
Konsep perancangan dilakukan dengan mengamati alat yang sudah ada serta
mempelajari standar yang berhubungan dengan alat uji impak. Tujuannya agar
konsep rancangan memiliki dasar yang tepat untuk dibuat. Konsep perancangan juga
dengan melakukan diskusi mengenai kebutuhan alat uji impak di laboratorium
President University. Diskusi dilakukan dengan Dosen pembimbing dan teman
mahasiswa selaku pengguna alat uji impak nantinya.
3.7 Perancangan Spesifikasi Alat Uji Impak Drop Weight
Pada rancangan alat, standar ASTM D 5420-04 digunakan untuk standar ukuran
komponen pendulum dan juga anvil. Dalam pembuatan gambar alat uji dibuat desain
36
perancangan dengan menggunakan software Autocad. Pada perancangan juga
ditentukan penggunaan material dari rangka alat uji agar sesuai kebutuhan
penggunaan.
3.8 Analisis Perancangan Alat Uji Impak Drop Weight
Analisis perancangan dilakukan dengan menghitung kekuatan material pada
beberapa sambungan serta menghitung defleksi yang terjadi pada beberapa
komponen alat uji impak.
3.9 Pemilihan Material dan Pembuatan Alat Uji Impak Drop Weight
Pembuatan alat uji impak drop weight dilakukan setelah perancangan
spesifikasi alat uji memenuhi syarat untuk dimensi yang sesuai dengan kebutuhan
pengguna dan memenuhi standar ASTM D 5420-04.
3.10 Pengujian Alat Uji Impak Drop Weight
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap alat uji impak, pengujian
dilakukan beberapa kali terhadap spesimen uji. Tujuan pengujian ini untuk
mengetahui apakah alat uji impak bekerja sesuai dengan yang diharapkan jika tidak
harus dilakukan perbaikan perancangan.
3.11 Analisis Alat Uji Impak Drop Weight setelah Pengujian
Tahap ini membahas mengenai alat uji impak setelah dilakukan pengujian
beberapa kali dengan rancangan yang sebelumnya sudah dibuat. Pengujian dilakukan
beberapa kali untuk mengetahui kondisi alat setelah mengalami beberapa kali
penggunaan untuk selanjutnya dilakukan evaluasi pada segala sesuatunya untuk
dijadikan sebagai bahan penelitian selanjutnya.
3.12 Ringkasan Metodologi
Penarikan kesimpulan terhadap permasalahan dilakukan pada tahap akhir dalam
penelitian ini setelah dilakukan analisis perancangan. Penarikan kesimpulan bertujuan
37
untuk menjawab tujuan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Saran juga
dikemukakan untuk memberikan masukan terhadap permasalahan yang diteliti.
Selain itu juga diberikan saran-saran perbaikan untuk penelitian-penelitian
berikutnya.
38
BAB IV
PENGUMPULAN DATA DAN ANALISIS
Pada bab ini menjelasakan mengenai proses pembuatan dan pengujian yang
setelah itu dilakukan analisis dari berdasarkan hasil pengumpulan data. Adapun
langkah ini dimaksudkan untuk mememperoleh data yang dibutuhkan dan
mengetahui apakah alat dapat bekerja sesuai yang diharapkan.
4.1 Pengumpulan Data
Pengamatan awal untuk perancangan desain penelitian ini yaitu dengan
mengamati alat uji impak di PT. XYZ. Alat uji impak di PT.XYZ digunakan
untuk mengetahui kekuatan logam yang dilapisi coating / cat berdasarkan hasil
tumbukan,berikut hasil pengamatan pengujian di PT. XYZ yang terlihat pada
gambar 4.1.
Gambar 4.1 Specimen Hasil Pengujian
Dari hasil pengamatan alat ada tiga komponen utama yang merupakan
bagian penting pada alat tersebut yaitu striker, specimen support anvil, dan mass.
Berdasarkan tiga komponen utama tersebut, dilakukan pengamatan studi literatur
mengenai standar ukuran komponen. Standar yang digunakan yaitu berdasarkan
39
American Society for Testing and Materials (ASTM). ASTM yang digunakan dan
berhubungan dengan penelitian ini yaitu ASTM D5420-04 mengenai standar
metode tes untuk ketahanan impak dari hantaman Striker.
4.2 Konsep perancangan alat uji impak
Konsep perancangan alat uji impak penelitian ini mengacu pada alat uji
impak yang ada di PT. XYZ yaitu memiliki kekuatan maksimal sebesar 15 Joule
dengan berat pendulum 1kg dan 2kg. Selain berdasarkan alat uji impak di PT.
XYZ dan juga menggunakan ASTM D 5420-04, penyusunan konsep perancangan
alat uji juga berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan oleh pengguna. Identifikasi
kebutuhan tersebut berdasarkan hasil diskusi dengan dosen pembimbing. Hasil
diskusi tersebut dianggap dapat mewakili keinginan seluruh pengguna alat uji dan
berikut adalah hasil dikusi kebutuhan alat uji impak sebagai berikut :
1. Fungsional
Alat uji impak hasil perancangan dapat digunakan untuk melakukan
pengujian material Galvanis. Dan diharapkan mampu menghasilkan energi
serap hingga 15 Joule.
2. Kontruksi
Alat uji impak hasil perancangan diharapkan dapat memiliki bentuk
sederhana dengan bahan baku yang mudah didapat dan juga kuat. Dimana
kontruksi tersebut dapat tahan lama atau tidak mudah rusak dalam
penggunaannya. Rancangan ini diperuntukan untuk laboratorium dan akan
digunakan mahasiswa, maka dari itu diharapkan tidak terlalu berat ketika
dalam pemindahan atau handling alat.
3. Sistem pembacaan
Alat uji impak hasil perancangan memiliki skala indikator untuk
penunjukan nilai energi serap yang dihasilkan sesuai tebal spesimen.
Dengan skala indikator tersebut memudahkan pengguna untuk melakukan
pengujian.
4. Perawatan
Perawatan yang dilakukan pada alat uji impak mudah dan dalam
jangka waktu yang lama. Kemudahan perawatan ditentukan dari hasil
40
rancangan desain yang sesuai seperti, part yang mudah di bongkar pasang
sehingga perawatan dapat dilakukan pada seluruh bagian part.
5. Geometri
Rancangan alat uji impak di desain dengan ukuran yang sesuai agar
tidak membutuhkan banyak ruang.
6. Keselamatan
Dalam perancangan alat dilakukan perhitungan dan analisis kekuatan
material agar dapat memenuhi faktor keamanan.
7. Material uji (Specimen)
Material uji yang digunakan yaitu material Galvanis dengan tebal
plat yang bervariasi. Hal itu bertujuan untuk pembuatan standar alat uji
impak penelitian ini.
4.3 Perancangan Spesifikasi Alat Uji Drop Weight
Desain perancangan alat uji impak berdasarkan konsep yang telah dijelaskan
sebelumnya serta hasil pengamatan alat uji impak di PT. XYZ maka dibagi 10
komponen utama yang menyusun menjadi sebuah alat Drop Weight Tester serta
sambungan menggunakan sambungan baut. Berikut adalah list komponen yang
menyusun alat uji impak dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8 List Komponen Alat Uji Impak
No. Part Name Qty
1 Base 1
2 Frame 1 1
3 Frame 2 1
4 Pin 1
5 Guide Arm 1
6 Axis 1
7 Pipe for Mass 1
8 Mass 1
9 Striker 1
41
10 Specimen Support Anvil 1
- Bolt M10x1.5 11
- Bolt & Nut M8 2
Komponen – komponen uji impak diatas disusun menjadi sebuah rancangan
desain alat Drop Weight Tester. Untuk menggambarkan rancangan maka
divisualisasikan berupa gambar 3D agar memudahkan dalam menganalisis
kesesuaian ukuran setiap komponen yang di-assembly. Berikut adalah gambar
rancangan alat Drop Weight Tester dapat di lihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.2 Rancangan Alat Uji Impak Drop Weight
Berikut penjelasan komponen-komponen yang menyusun alat Drop Weight
Tester sebagai berikut:
42
1. Base
Base merupakan komponen dasar yang berfungsi sebagai pondasi
rangka alat uji impak agar alat uji impak dapat berdiri dengan tegak.
Rancangan base tersebut dirancang dengan ukuran 15x300x420 mm agar
dapat menahan rangka ketika pengujian. Pada komponen base terdapat
lubang ulir M10 yang berfungsi untuk masuknya baut untuk mengikat ke
meja kerja atau lantai agar alat uji impak dapat berdiri dengan kokoh atau
tidak berubah tempat. Berikut adalah gambar rancangan base dapat di lihat
pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Base
2. Frame 1
Frame atau rangka pada alat uji impak ini merupakan tiang penahan
beban yang berfungsi menumpu komponen lainnya seperti frame 2 dan
pipe for mass. Pada kontruksi rangka ini harus mampu menopang beban
dari frame 2 dan pipe for mass. Lubang ulir M10 pada komponen ini
berfungsi sebagai sambungan baut. Berikut adalah gambar rancangan
Frame 1 dapat di lihat pada gambar 4.4.
43
Gambar 4.4 Frame 1
3. Frame 2
Frame 2 atau rangka pada alat uji impak ini merupakan bagian
rangka yang menahan komponen pipe for mass. Komponen frame 2
terdapat terdapat beberapa lubang. Pada lubang diameter 25 mm berfungsi
untuk masuknya komponen axis. Lalu lubang diameter 8 mm berfungsi
sebagai masuknya komponen pin untuk mengunci komponen axis dengan
frame 2. Lalu lubang diameter 46 mm berfungsi untuk masuknya
komponen pipa. Pada ujung komponen frame 2 terdapat komponen yang
berfungsi untuk mengunci komponen pipa. Berikut adalah gambar
rancangan frame 2 dapat di lihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Frame 2
44
4. Pin
Perancangan komponen pin berbentuk silinder dengan diameter 8
mm dan panjang 70 mm. Komponen pin ini berfungsi untuk mengunci
komponen axis dengan komponen frame 2. Rancangan komponen pin ini
dilakukan perhitungan kekuatan material juga karena pin tersebut
mengalami tegangan. Berikut adalah gambar rancangan pin dapat di lihat
pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 Pin
5. Guide Arm
Komponen guide arm berfungsi sebagai lengan pengatur posisi
komponen striker. Pada komponen guide arm terdapat lubang diameter 16
mm yang berfungsi sebagai penempatan striker, lalu pada lubang diameter
25 mm berfungsi sebagai masuknya komponen axis. Terdapat lubang
diameter 8 mm pada sisi komponen yang berfungsi sebagai masuknya baut
untuk mengunci komponen guide arm terhadap komponen axis. Berikut
adalah gambar rancangan guide arm dapat dilihat pada gambar 4.7.
Gambar 4.7 Guide Arm
45
6. Axis
Komponen axis berbentuk silinder dengan diameter 25 mm dan
panjang 160 mm berfungsi sebagai pengatur ketinggian striker dengan
cara mengatur tingginya guide arm. Pada komponen axis terdapat lubang
diameter 8 mm untuk masuknya komponen pin. Berikut adalah gambar
rancangan axis dapat di lihat pada gambar 4.8.
Gambar 4.8 Axis
7. Pipe for Mass
Pipe for Mass berfungsi sebagai tempat sliding komponen mass atau
pendulum. Rancangan komponen ini dibuat dengan berat yang ringan agar
tegangan pada komponen frame tidak besar. pada kamponen ini dilakukan
cutting dengan lebar 8 mm sebagai jalur gerak handling mass. Panjang
komponen pipa dibuat 1600 mm telah disesuaikan dengan perhitungan
agar mampu menghasilkan energi hingga 20 Joule. Berikut adalah gambar
rancangan pipe for mass dapat di lihat pada gambar 4.9.
Gambar 4.9 Pipe for Mass
46
8. Mass
Mass atau pendulum merupakan salah satu komponen utama pada
alat Drop Weight Tester yang berfungsi untuk menghasilkan energi
terhadap striker yang selanjutnya diteruskan ke komponen specimen.
Rancangan komponen mass dibuat agar mempunyai berat sebesar 1.5 kg
dan besarnya menyesuaikan dengan diameter pipe for mass yaitu diameter
30 mm. Berikut adalah gambar rancangan mass dapat di lihat pada gambar
4.10.
Gambar 4.10 Mass
9. Striker
Striker merupakan salah satu komponen utama alat Drop Weight
Tester. Komponen ini berfungsi sebagai penyalur energi dari hantaman
atau tekanan dari komponen mass terhadap speciment. Ujung komponen
striker dibuat sesuai standar ASTM D-5420-04 yaitu pada bagian ujung
dibuat radius 7.93 mm atau diameter 15.86 mm. Berikut adalah gambar
rancangan striker dapat di lihat pada gambar 4.11.
47
Gambar 4.11 Striker
10. Specimen Support Anvil
Specimen support anvil juga merupakan salah satu komponen utama,
fungsi dari komponen ini adalah sebagai tempat specimen ketika akan
dilakukan pengujian impak. Pada komponen specimen support anvil
terdapat lubang berdiameter 16.26 mm sesuai dengan standar ASTM
5420-04 berfungsi agar area specimen yang dihantam komponen striker
membentuk kawah, untuk selanjutnya dilakukan pengamatan pada kawah
tersebut. Berikut adalah gambar rancangan specimen Support Anvil dapat
di lihat pada gambar 4.12.
Gambar 4.12 Specimen Support Anvil
48
4.4 Analisis Rancangan Alat Uji Impak Drop Weight
Setelah perancangan alat uji Drop Weight Tester selesai dibuat, maka
dilakukan analisis hasil perancangan tersebut untuk mengetahui apakah
perancangan tersebut sesuai dan siap untuk dilakukan proses produksi.
4.4.1 Analisis Perancangan Komponen Mass / Pendulum
Tujuan pengujianan alat Drop Weight Tester adalah penyerapan energi
potensial dari beban mass yang jatuh pada ketinggian yang ditentukan, lalu
menghantam striker dan menumbuk specimen sehingga specimen mengalami
deformasi atau berubah bentuk seperti kawah. Maka dari itu komponen mass atau
pendulum merupakan komponen utama dalam menentukan nilai energi serap pada
pengujian uji Drop Weight Tester. Ukuran perancangan komponen mass /
pendulum dibuat dengan pertimbangan berat total yaitu 1.5 kg. Untuk ukuran
diameter pendulum menyesuaikan ukuran diameter dalam komponen Pipe for
Mass. Berikut perhitungan panjang pendulum.
𝜌 = 𝑚𝑚𝑉
........................................................................................................(4.1)
Dimana :
𝜌 : massa jenis material (kg/m3)
m : mass / berat pendulum (kg)
V : Volume (m3)
Terlihat pada persamaan diatas untuk mengetahui mass / berat benda maka
perlu diketahui massa jenis benda serta volume benda. Diketahui massa jenis
material ASTM A29 / S45C yaitu 7.85 g/cm3. Lalu dilakukan perancangan ukuran
komponen mass / pendulum agar mendapatkan berat pendulum 1.5 kg.
Berdasarkan bentuk perancangan komponen mass / pendulum, maka dilakukan
perhitungan volume menjadi 3 bagian, yaitu bagian 1 (ujung mass), bagian 2
(champer) dan bagian 3 (body). Pembagian perhitungan terlihat pada gambar
4.13.
Gambar 4.13 Bagian Pendulum
Bagian 3 (Body)
Bagian 2 (Champer) Bagian 1
(Ujung mass)
49
1. Bagian 1 (Ujung Mass)
Pada bagian ujung bentuknya menyerupai setengah bola, sehingga
bisa digunakan rumus perhitungan volume bola dibagi 2. Terlihat pada
gambar 4.14, diketahui radius bagian ujung komponen yaitu 15 mm, dan
berikut perhitungan volume bagian ujung komponen mass :
Gambar 4.14 Bagian Ujung Mass
Diketahui :
r = 15 mm
Maka,
𝑉1 =�43 𝑚𝑚 𝜋 𝑚𝑚 𝑟3�
2 ……………………………………..…………….(4.2)
𝑉1 =�4
3 𝑥 3.14 𝑥 153�2
𝑉1 = 7065 𝑚𝑚3
Berdasarkan kalkulasi sebelumnya dapat dihitung volume, juga
massa pada ujung komponen. Berikut perhitungan massa pada ujung
komponen:
Diketahui :
Massa jenis material ASTM A29 / S45C ( 𝜌 ) = 7.85 𝑔𝑟𝑚𝑚𝑚𝑚𝑐𝑚𝑚3
Maka,
𝑚1 = 𝜌 𝑥 𝑉
𝑚1 = 7.85𝑔𝑟𝑎𝑚𝑐𝑚3 𝑥 7065 𝑚𝑚3
𝑚1 = 7.85 𝑥 10−6𝑘𝑔𝑚𝑚3 𝑥 7065 𝑚𝑚3
𝑚1 = 0.055 kg
50
Dari perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa massa pada bagian
ujung pendulum adalah 0.055 kg.
2. Bagian 2 (Champer)
Pada bagian champer bentuknya menyerupai kerucut terpancung,
sehingga bisa digunakan rumus perhitungan volume kerucut. Terlihat pada
gambar 4.15, diketahui diameter kedua sisi sehingga bisa dilakukan
perhitungan volume bagian champer sebagai berikut :
Gambar 4.15 Bagian Champer
Diketahui :
R = 15 mm
r = 13 mm
t = 2 mm
Maka,
𝑉2 = 13𝑥 𝜋 𝑥 𝑡 𝑥 (𝑅3 + 𝑅 𝑥 𝑟 + 𝑟2) ………...…………………...(4.3)
𝑉2 =13𝑥 3.14 𝑥 2 𝑥 (153 + 15 𝑥 13 + 132)
𝑉2 = 7827 𝑚𝑚3
Berdasarkan kalkulasi sebelumnya dapat dihitung volume, juga
massa pada champer komponen pendulum. Berikut perhitungan massa
pada champer komponen pendulum:
Diketahui :
Massa jenis material ASTM A29 / S45C ( 𝜌 ) = 7.85 𝑔𝑟𝑚𝑚𝑚𝑚𝑐𝑚𝑚3
51
Maka,
𝑚2 = 𝜌 𝑥 𝑉
𝑚2 = 7.85 𝑔𝑟𝑎𝑚𝑐𝑚3 𝑥 7827 𝑚𝑚3
𝑚2 = 7.85 𝑥 10−6𝑘𝑔𝑚𝑚3 𝑥 7827 𝑚𝑚3
𝑚2 = 0.061 kg
Dari perhitungan ini dapat disimpulkan bahwa massa pada bagian
champer pendulum adalah 0.061 kg.
3. Bagian 3 (Body)
Pada bagian body bentuknya menyerupai bentuk tabung, sehingga
bisa digunakan rumus perhitungan volume tabung. Terlihat pada gambar
4.16, hanya diketahui diameter komponen yaitu 30 mm, sehingga perlu
mencari panjang yang tepat agar berat komponen mass sebesar 1.5 kg.
Gambar 4.16 Bagian Body
Dilakukan kalkulasi penjumlahan untuk mengetahui berat bagian
body, sebagai berikut :
𝑚𝑡𝑜𝑡𝑚𝑚𝑙 = 𝑚1 + 𝑚2 + 𝑚3………………………………………..……(4.4)
𝑚3 = 𝑚𝑡𝑜𝑡𝑚𝑚𝑙 − (𝑚1 + 𝑚2)
𝑚3 = 1.5 − (0.055 + 0.061)
𝑚3 = 1.384 𝑘𝑔
Berdasarkan kalkulasi diketahui berat pada bagian body, maka
dilakukan perhitungan untuk mengetahui volume, sebagai berikut :
Diketahui :
Massa jenis material ASTM A29 / S45C ( 𝜌 ) = 7.85 𝑔𝑟𝑚𝑚𝑚𝑚𝑐𝑚𝑚3
52
Maka,
𝑚3 = 𝜌 𝑥 𝑉
𝑉 =𝑚3
𝜌
𝑉 =1.384
7.85 𝑥 10−6
𝑉 = 176305.7 𝑚𝑚3
Berdasarkan kalkulasi diketahui volume bagian body, dilakukan
perhitungan untuk mengetahui panjang yang sesuai, sebagai berikut :
V = 𝜋 𝑥 𝑟2 𝑥 𝑙 ………………………………………………………..(4.5)
𝑙 =𝑉
𝜋 𝑥 𝑟2
𝑙 =176305.7
3.14 𝑥 152
𝑙 = 249.55 𝑚𝑚
Hasil perhitungan didapat panjang (l) pada bagian body yaitu : 249.55 mm
dibulatkan menjadi 249.5 mm. Sehingga total panjang komponen mass /
pendulum yaitu :
𝑙𝑡𝑜𝑡𝑚𝑚𝑙 = 15 + 2 + 249.5
𝑙𝑡𝑜𝑡𝑚𝑚𝑙 = 266.5 mm
4.4.2 Analisis Kekuatan Material
Dalam analisis ini dilakukan perhitungan kekuatan struktur material karena
perlu diketahui ukuran dari perancangan apakah sudah tepat untuk menahan beban
atau gaya yang mungkin terjadi. Analisis kekuatan material dilakukan pada 4 titik
yang dianggap paling penting. Yang pertama yaitu pada sambungan antara
komponen frame 1 dan frame 2, area sambungan komponen base dan frame 1,
area penampang pin, serta pada area penampang komponen striker. Berikut detail
perhitungan kekuatan material pada ketiga area tersebut :
1. Area sambungan komponen frame 1 dan komponen frame 2
Sambungan kedua komponen tersebut menggunakan baut M10x1.5
dengan panjang baut 40 mm sebanyak 2 pcs. Penggunaan sambungan baut
dimaksudkan agar setiap komponen mudah untuk dirakit maupun
53
dibongkar, tidak seperti sambungan las yang paten / tetap. Terlihat pada
gambar 4.17, pada area sambungan baut terdapat tegangan geser, karena
pada titik teresebut terdapat gaya dari beban komponen pipe, axis dan
guide arm. Sehingga dilakukan perhitungan besar tegangan geser untuk
dibandingkan dengan tegangan geser yang di izinkan pada material baut.
Gambar 4.17 Sambungan Frame 1 dengan Frame 2
Gambar 4.18 Diagram Benda Bebas pada Frame 2
Diketahui :
𝐹𝐹𝐴𝐴 = 𝑚𝑃𝑖𝑝𝑒 𝑥 𝑔 ……………………..………………………………..(4.6)
= 4 kg 𝑥 9.789 𝑚/𝑠2
= 39.2 N
𝐹𝐹𝐵𝐵 = � 𝑚𝐴𝐴𝑚𝑚𝑖𝑠 + 𝑚𝐺𝑢𝑖𝑑𝑒 𝐴𝐴𝑟𝑚𝑚 + 𝑚𝑝𝑖𝑛� x 𝑔 ………………………......(4.7)
l1= = 172.5mm
l2 = 102.5mm
R F
𝐹𝐹𝐴𝐴 𝐹𝐹𝐵𝐵
𝐹𝐹𝑁𝑁
𝑀𝑀
54
= (0.61 𝑘𝑔 + 1.29 𝑘𝑔 + 0.03 𝑘𝑔) x 9.789 𝑚/𝑠2
= 18.9 N
Cross Section Coefficient pada sambungan baut :
Z = 𝐼𝐸
……………………..…………………………………………..(4.8)
Dimana :
I = Cross Section Secondary Moment (mm4)
E = Center Gravity Distance (mm)
Diketahui bentuk penampang pada baut berbentuk lingkaran penuh
berdasarkan pada tabel 1, sehingga bisa menggunakan rumus sebagai
berikut :
Z = 𝜋 𝑚𝑚 𝑟3
4 ……………………..…………………………………..…..(4.9)
Dimana :
r = jari-jari penampang (mm)
Dengan berdasarkan tabel 6 untuk perhitungan menggunakan diameter
terkecil dari baut (dc).
Dimana, dc : minor diameter bolt = > dcM10 = 8.160 mm, jadi r = 4.08mm
𝑍 =3.14 𝑥 4.083
4 = 53.32 𝑚𝑚3
1) Bending moment yang terjadi pada sambungan baut :
M = 𝐹𝐹 𝑥 𝑙 ……………………..….…………………………....(4.10)
Dimana :
F = gaya (N)
m = mass (kg)
l = distance (mm)
Pada komponen terdapat dua gaya sehingga rumus momen menjadi :
𝑀𝑀 = 𝐹𝐹𝐴𝐴 𝑥 𝑙1 + 𝐹𝐹𝐵𝐵 𝑥 𝑙2
= 39.2 𝑁 𝑥 172,5 𝑚𝑚 + 18.9 𝑁 𝑥 102.5 𝑚𝑚
= 8699.25 𝑁𝑚𝑚
55
2) Rumus perhitungan bending stress yang terjadi pada sambungan baut :
𝜏 = 𝑀𝑍
…………………....………………………..………...…..(4.11)
Dimana :
M = Bending Moment (Nm)
Z = Cross Section Coefficient (mm3)
Sambungan menggunakan 2 buah baut sehingga bending moment
yang terjadi dibagi 2, maka rumus perhitungan bending stress yang
terjadi pada sambungan baut menjadi :
𝜏 =𝑀𝑀
2 𝑥 𝑍
𝜏 =8699.252 x 53.32
𝜏 = 81.58 𝑀𝑀𝑃𝑎
3) Bending stress yang diizinkan:
𝜏𝑠𝑓 = 0.8 x 𝜎𝑠𝑓
…………………..………………………...…..(4.12)
Dimana :
𝜎 = 𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑙𝑒 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑏𝑎𝑢𝑡 (𝑀𝑀𝑃𝑎)
𝑠𝑓 = 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟
Tensile strength minimal baut dengan material Low atau Medium
Carbon yaitu 400 MPa, lalu safety factor yang digunakan yaitu 2
dikarenakan pertimbangan beban yang terjadi yaitu beban statis.
𝜏𝑠𝑓 = 0.8 x 400
2
𝜏𝑠𝑓 = 160 𝑀𝑀𝑃𝑎
Dari hasil perhitungan dapat dilihat nilai bending stress pada area
sambungan lebih kecil daripada bending stress yang diizinkan yaitu
𝜏 = 81.58 𝑀𝑀𝑃𝑎 < 𝜏𝑠𝑓 = 160 𝑀𝑀𝑃𝑎. Maka dengan demikian kekuatan
material pada area sambungan bolt cukup kuat.
56
2. Area sambungan komponen Base dan komponen frame 1
Sama dengan sambungan sebelumnya, pada sambungan area ini
menggunakan baut M10x1.5 dengan panjang baut 40mm sebanyak 2pcs.
Terlihat pada gambar 4.19, pada area sambungan baut terdapat tegangan
geser, sehingga dilakukan perhitungan besar tegangan geser untuk
dibandingkan dengan tegangan geser yang di izinkan pada material baut.
Gambar 4.19 Sambungan Base dengan Frame 1
Gambar 4.20 Diagram Benda Bebas pada Frame 1 & 2
Diketahui :
𝐹𝐹𝐴𝐴 = 𝑚𝑃𝑖𝑝𝑒 𝑥 𝑔 ……………..………..………………………...…..(4.13)
= 4 kg 𝑥 9.789 𝑚/𝑠2
= 39.2 N
𝐹𝐹𝐵𝐵 = � 𝑚𝐴𝐴𝑚𝑚𝑖𝑠 + 𝑚𝐺𝑢𝑖𝑑𝑒 𝐴𝐴𝑟𝑚𝑚 + 𝑚𝑝𝑖𝑛� x 𝑔……………………..…....(4.14)
= (0.61 𝑘𝑔 + 1.29 𝑘𝑔 + 0.03 𝑘𝑔) x 9.789 𝑚/𝑠2
= 18.9 N
F
R
𝐹𝐹𝐴𝐴 𝐹𝐹𝐵𝐵
𝑀𝑀
57
Cross Section Coefficient pada sambungan baut :
𝑍 = 𝐼𝐸
……………………..………………………...………………..(4.15)
Dimana :
I = Cross Section Secondary Moment (mm4)
E = Center Gravity Distance (mm)
Diketahui bentuk penampang pada baut berbentuk lingkaran penuh,
sehingga bisa menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑍 =𝜋 𝑥 𝑟3
4
Dimana :
r = jari-jari penampang (mm)
Untuk perhitungan menggunakan diameter terkecil dari baut (dc).
dc : minor diameter bolt = > dcM10 = 8.160 mm, jadi r = 4.08mm
𝑍 =3.14 𝑥 4.083
4 = 53.32 𝑚𝑚3
1) Bending moment yang terjadi pada sambungan baut :
𝑀𝑀 = 𝐹𝐹 𝑥 𝑙 ……………………..……………………………...…..(4.16)
Dimana :
F = gaya (N)
m = mass (kg)
l = distance (mm)
Pada komponen terdapat dua gaya sehingga rumus momen menjadi :
𝑀𝑀 = 𝐹𝐹𝐴𝐴 𝑥 𝑙1 + 𝐹𝐹𝐵𝐵 𝑥 𝑙2
= 39.2 𝑁 𝑥 172,5 𝑚𝑚 + 18.9 𝑁 𝑥 102.5 𝑚𝑚
= 8699.25 𝑁𝑚𝑚
2) Rumus perhitungan bending stress yang terjadi pada sambungan baut :
𝜏 = 𝑀𝑍
……………………..……………………………..…...…..(4.17)
Dimana :
M = Bending Moment (Nm)
Z = Cross Section Coefficient (mm3)
58
Sambungan menggunakan 2 buah baut sehingga bending moment
yang terjadi dibagi 2, maka rumus perhitungan bending stress yang
terjadi pada sambungan baut menjadi :
𝜏 =𝑀𝑀
2 𝑥 𝑍
𝜏 =8699.252 x 53.32
𝜏 = 81.58 𝑀𝑀𝑃𝑎
3) Bending stress yang diizinkan:
𝜏𝑠𝑓 = 0.8 x 𝜎𝑠𝑓
……………………..………………………...…..(4.18)
Dimana :
𝜎 = 𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑙𝑒 𝑠𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ 𝑏𝑎𝑢𝑡 (𝑀𝑀𝑃𝑎)
𝑠𝑓 = 𝑠𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟
Tensile strength minimal baut dengan material Low atau Medium
Carbon yaitu 400 MPa, lalu safety factor yang digunakan yaitu 2
dikarenakan pertimbangan beban yang terjadi yaitu beban statis.
𝜏𝑠𝑓 = 0.8 x 400
2
𝜏𝑠𝑓 = 160 𝑀𝑀𝑃𝑎
Dari hasil perhitungan dapat dilihat nilai bending stress pada area
sambungan lebih kecil daripada bending stress yang diizinkan yaitu
𝜏 = 81.58 𝑀𝑀𝑃𝑎 < 𝜏𝑠𝑓 = 160 𝑀𝑀𝑃𝑎. Maka dengan demikian kekuatan
material pada area sambungan bolt cukup kuat.
3. Area penampang komponen pin
Pada gambar 4.21 terlihat komponen pin merupakan komponen yang
berfungsi mengunci komponen frame 2 dengan komponen axis, maka
perlu dilakukan perhitungan kekuatan material komponen pin karena pada
area penampang komponen pin terdapat tegangan geser. Tegangan geser
yang terjadi disebabkan karena komponen pin menahan gaya yang
59
ditimbulkan oleh berat/beban komponen axis dan komponen guide arm.
Hasil perhitungan besar tegangan geser komponen pin, selanjutnya
dibandingkan dengan tegangan geser yang di izinkan pada material
komponen pin yaitu ASTM A29 / S45C.
Gambar 4.21 Area Penampang Komponen Pin
Diketahui :
𝑚 = 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑖𝑠 + 𝑚𝑔𝑢𝑖𝑑𝑒 ……………………..………………….....…..(4.19)
= 0.61𝑘𝑔 + 1.29𝑘𝑔
= 1.9𝑘𝑔
1) Tegangan geser yang terjadi pada komponen pin.
𝜏 = 𝐹𝐴𝐴
………...…………..………………………………….…..(4.20)
𝜏𝑝𝑖𝑛 =𝑚 𝑥 𝑔
2 𝑥 𝜋 𝑥 𝑟2
𝜏𝑝𝑖𝑛 =1.9𝑘𝑔 𝑥 9.789𝑚 𝑠2�
2 𝑥 3.14 𝑥 42𝑚𝑚
𝜏𝑝𝑖𝑛 = 0.185 𝑀𝑀𝑃𝑎
2) Tegangan geser yang diizinkan.
Material komponen pin yaitu S45C / ASTM A29, dengan nilai
tensile strength yaitu 569 MPa. Jika safety factor yang digunakan
yaitu 2 dikarenakan pertimbangan beban yang terjadi yaitu beban
statis maka nilai tegangan geser yang dizinkan :
D : 8mm r : 4mm
60
𝜏𝑠𝑓 = 𝜎𝐴292
……………………..………..…………...…..(4.21)
𝜏𝑠𝑓 =569
2
𝜏𝑠𝑓 = 284.5 𝑀𝑀𝑃𝑎
Dari hasil perhitungan dapat dilihat nilai tegangan geser pada area
pin lebih kecil daripada tegangan geser yang diizinkan yaitu 𝜏𝑝𝑖𝑛 =
0.185 𝑀𝑀𝑃𝑎 < 𝜏𝑠𝑓 = 284.5 𝑀𝑀𝑃𝑎. Maka dengan demikian kekuatan
material pada area komponen pin sangat kuat.
4. Area penampang komponen striker
Terlihat pada gambar 4.22, area komponen striker terjadi tegangan
tekan, karena adanya beban / gaya yang disebabkan oleh komponen
pendulum. Maka dari itu dilakukan perhitungan kekuatan material
komponen striker untuk memastikan perancangan konstruksi komponen
striker sudah tepat.
Gambar 4.22 Area Penampang Komponen Striker
Diketahui :
𝑚𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑙𝑢𝑚𝑚 = 1.5 𝑘𝑔
1) Tegangan tekan yang terjadi pada komponen striker.
𝜎 = 𝐹𝐴𝐴
……………………..……………………...…………....(4.22)
D : 15.86mm r : 7.93mm
61
𝜎 =𝑚 𝑥 𝑔𝜋 𝑥 𝑟2
𝜎𝑆𝑡𝑟𝑖𝑘𝑒𝑟 =1.5 𝑥 9.789
3.14 𝑥 7.932
𝜎𝑆𝑡𝑟𝑖𝑘𝑒𝑟 = 0.074 𝑀𝑀𝑃𝑎
2) Tegangan tekan yang diizinkan:
Material komponen striker yaitu S45C / ASTM A29, dengan
nilai tensile strength yaitu 569Mpa. Jika safety factor yang digunakan
yaitu 6 dikarenakan pertimbangan beban yang terjadi yaitu beban
kejut maka nilai tegangan tekan yang dizinkan :
𝜎𝑠𝑓 = 𝜎𝐴𝑆𝑆𝐴𝐵 7606
…..………..……………………...…………....(4.23)
𝜎𝑠𝑓 =569
6
𝜎𝑠𝑓 = 94.83 𝑀𝑀𝑃𝑎
Dari hasil perhitungan dapat dilihat nilai tegangan geser pada area
pin lebih kecil daripada tegangan geser yang diizinkan yaitu 𝜎𝑆𝑡𝑟𝑖𝑘𝑒𝑟 =
0.074 𝑀𝑀𝑃𝑎 < 𝜎𝑠𝑓 = 94.83 𝑀𝑀𝑃𝑎. Maka dengan demikian kekuatan
material pada area komponen pin sangat kuat.
4.4.3 Analisis Defleksi Material
Dalam analisis ini dilakukan perhitungan besar defleksi yang terjadi pada
komponen frame 1 dan frame 2, karena pada kedua komponen tersebut ada beban
/ gaya yang disebabkan dari berat komponen pipa. Nilai defleksi yang terjadi pada
perancangan alat komponen harus tidak melebihi besar defleksi yang diizinkan.
Berikut detail perhitungan defleksi pada komponen frame 1 dan frame 2 :
1. Analisis Defleksi Material pada Komponen Frame 2
Dengan adanya beban yang ditimbulkan dari berat pipa
mengakibatkan terjadinya defleksi pada komponen frame 2. Pada
sambungan baut diasumsikan kuat sebagai acuan untuk perhitungan
defleksi pada komponen frame 2. Terlihat pada gambar 4.23 diketahui
jarak antara beban dengan titik tumpuan (l) yaitu 172.5mm. Material
komponen frame 2 S45C / ASTM A29.
62
Gambar 4.23 Ilustrasi Defeleksi Frame 2
Diketahui :
𝐹𝐹𝐴𝐴 = 𝑚𝑃𝑖𝑝𝑒 𝑥 𝑔 …………………………………...…...…………....(4.24)
= 4 kg 𝑥 9.789 𝑚/𝑠2
= 39.2 N
𝐹𝐹𝐵𝐵 = � 𝑚𝐴𝐴𝑚𝑚𝑖𝑠 + 𝑚𝐺𝑢𝑖𝑑𝑒 𝐴𝐴𝑟𝑚𝑚 + 𝑚𝑝𝑖𝑛� x 𝑔 …..……………...……....(4.25)
= (0.61 𝑘𝑔 + 1.29 𝑘𝑔 + 0.03 𝑘𝑔) x 9.789 𝑚/𝑠2
= 18. 9 N
𝐸𝐴𝐴29 = 210 𝐺𝑃𝑎 = 210 𝑥 103𝑁
𝑚𝑚2
Cross Section Secondary Moment komponen frame 2 berdasarkan pada
tabel 1 :
𝐼 = 𝑏 𝑚𝑚 ℎ3
12 ……………………..……………………...……………...(4.26)
𝐼 =60𝑚 𝑥 253𝑚𝑚
12
𝐼 = 78125𝑚𝑚4
1) Defleksi yang terjadi pada komponen frame 2.
Berdasarkan pada tabel 3 maka nilai 𝛽 = 13�
l = 172.5mm
𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
FA
l2 = 102.5mm
FB
63
𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 𝛽 𝑥 𝐹 𝑚𝑚 𝑙3
𝐸 𝑚𝑚 𝐼 …….....….……………………...…………....(4.27)
𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 =13
𝑥(39.2𝑁 𝑥 172.53𝑚𝑚) + (18.9𝑁 𝑥 102.53𝑚𝑚)
210𝑥103 𝑁𝑚𝑚2 𝑥 78125𝑚𝑚4
𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0.005 𝑚𝑚
2) Perpanjangan yang diizinkan.
Perpanjangan komponen yang dizinkan untuk batang poros yang
mengalami beban statis yaitu 0.2% dari panjang awal (l) [11] . Nilai
safety factor yang digunakan yaitu 2 dikarenakan pertimbangan beban
yang terjadi yaitu beban statis.
𝑙′ = 𝑙 𝑚𝑚 0.2%𝑠𝑓
……………………..……………………...……......(4.28)
𝑙′ =172.5 𝑥 0.2%
2
𝑙′ = 0.1725𝑚𝑚
𝑙𝑠𝑓 = 𝑙 + 𝑙′
𝑙𝑠𝑓 = 172.5 + 0.1725
𝑙𝑠𝑓 = 172.6725𝑚𝑚
3) Defleksi yang diizinkan.
Menggunakan persamaan pythagoras didapat nilai defleksi yang
dizinkan (𝛿𝛿𝑠𝑓).
𝛿𝛿𝑠𝑓 = �(𝑙𝑠𝑓)2 − 𝑙2 ……………………..………………...…....(4.29)
𝛿𝛿𝑠𝑓 = �172.67252 − 172.52
𝛿𝛿𝑠𝑓 = 7.72𝑚𝑚
Berdasarkan hasil kalkulasi didapat nilai defleksi pada komponen
frame 2 lebih kecil daripada defleksi yang diizinkan yaitu 𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 =
0.005𝑚𝑚 < 𝛿𝛿𝑠𝑓 = 7.72 𝑚𝑚 .
2. Analisis Defleksi Material pada Komponen Frame 1
64
Dengan adanya beban yang ditimbulkan dari berat pipa
mengakibatkan adanya gaya pada sumbu x dan sumbu y yang juga
berakibat terjadinya defleksi pada komponen frame 1. Pada sambungan
baut diasumsikan kuat, sebagai acuan untuk perhitungan defleksi pada
komponen frame 1. Terlihat pada gambar 4.24 diketahui jarak antara
beban dengan titik tumpuan (l) yaitu 262.5mm. Material yang digunakan
untuk komponen frame 1 yaitu S45C / ASTM A29.
Gambar 4.24 Ilustrasi Defeleksi Frame 1
Diketahui :
𝐹𝐹𝐴𝐴 = 𝑚𝑃𝑖𝑝𝑒 𝑥 𝑔 ………………...……………………...…………....(4.30)
= 4 kg 𝑥 9.789 𝑚/𝑠2
= 39.2 N
𝐹𝐹𝐵𝐵 = � 𝑚𝐴𝐴𝑚𝑚𝑖𝑠 + 𝑚𝐺𝑢𝑖𝑑𝑒 𝐴𝐴𝑟𝑚𝑚 + 𝑚𝑝𝑖𝑛� x 𝑔 ..…………...…………....(4.31)
= (0.61 𝑘𝑔 + 1.29 𝑘𝑔 + 0.03 𝑘𝑔) x 9.789 𝑚/𝑠2
= 18.9 N
𝐸𝐴𝐴29 = 210 𝐺𝑃𝑎 = 210 𝑥 103𝑁
𝑚𝑚2
Cross Section Secondary Moment komponen frame 1 baut :
𝐼 = 𝑏 𝑚𝑚 ℎ3
12 ………………...……………………...……………...…....(4.32)
l = 262.5mm
𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚
Fy
Fx
θ
65
𝐼 =60𝑚 𝑥 253𝑚𝑚
12
𝐼 = 78125𝑚𝑚4
1) Besar gaya yang terjadi pada sumbu x dengan besar sudut (θ) : 54.8°:
𝐹𝐹𝑚𝑚 = 𝐹𝑦𝑡𝑚𝑚𝑛𝜃
………………...……………………...……..……....(4.33)
Fx =39.2 + 18.9𝑡𝑎𝑛 54.8°
Fx = 41 N
2) Defleksi maksimal yang terjadi pada komponen frame 1 :
Berdasarkan pada tabel 3 maka nilai 𝛽 = 13�
𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 𝛽 𝑥 𝐹 𝑚𝑚 𝑙3
𝐸 𝑚𝑚 𝐼…………...……………………...…………....(4.34)
𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 =13
𝑥41𝑁 𝑥 262.53𝑚𝑚
210𝑥103 𝑁𝑚𝑚2 𝑥 78125𝑚𝑚4
𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 0.015𝑚𝑚
3) Perpanjangan yang diizinkan.
Besarnya defleksi yang dizinkan untuk batang poros yang
mengalami beban statis yaitu 0.2% dari panjang awal (l) [11] . Jika
safety factor yang digunakan yaitu 2 dikarenakan pertimbangan beban
yang terjadi yaitu beban statis maka defleksi yang dizinkan :
𝑙′ = 𝑙 𝑚𝑚 0.2%𝑠𝑓
………………...……………………...…………....(4.35)
𝑙′ =262.5 𝑥 0.2%
2
𝑙′ = 0.2625𝑚𝑚
𝑙𝑠𝑓 = 𝑙 + 𝑙′
𝑙𝑠𝑓 = 262.5 + 0.2625
𝑙𝑠𝑓 = 262.7625𝑚𝑚
66
4) Defleksi yang diizinkan.
Menggunakan persamaan pythagoras didapat nilai defleksi yang
dizinkan (𝛿𝛿𝑠𝑓) :
𝛿𝛿𝑠𝑓 = �(𝑙𝑠𝑓)2 − 𝑙2 ……………..………………………….......(4.36)
𝛿𝛿𝑠𝑓 = �262.76252 − 262.52
𝛿𝛿𝑠𝑓 = 11.7𝑚𝑚
Berdasarkan hasil kalkulasi didapat nilai defleksi pada komponen
frame 1 lebih kecil daripada defleksi yang diizinkan yaitu 𝛿𝛿𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 =
0.015𝑚𝑚 < 𝛿𝛿𝑠𝑓 = 11.7𝑚𝑚.
4.4.4 Analisis Energi Serap yang Dihasilkan
Hasil perancangan ditetapkan berat komponen mass / pendulum yaitu 1.5
Kg, dengan tinggi maksimal pendulum ke specimen yaitu 1366.5mm (1.3665m)
dengan asumsi tebal specimen 1mm. Dari data tersebut bisa diketahui kekuatan
impak atau energi serap yang bisa dihasilkan alat uji impak tersebut. Nilai
kekuatan impak dihitung dengan rumus :
𝐸𝑠𝑒𝑟𝑚𝑚𝑝 = 𝑚 x 𝑔 x ℎ ………………...……………………...………………....(4.37)
Keterangan :
𝐸 ∶ energi serap (Joule)
𝑚 ∶ 𝑚𝑎𝑠𝑠 / berat pendulum (kg)
𝑔 ∶ gravitasi (𝑚 𝑠2� )
ℎ ∶ jarak antara ujung pendulum dengan permukaan atas 𝑠𝑡𝑟𝑖𝑘𝑒𝑟 (mm)
Perhitungan kekuatan impak maksimal :
𝐸𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 1.5 𝑥 9.8 𝑥 1.3665
𝐸𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚𝑚 = 20.088 Joule
Jadi kekuatan impak maksimal secara teoritis yang mampu dihasilkan alat
uji impak penelitian ini yaitu 20.088 Joule. Hasil ini telah melebihi target minimal
yang direncanakan yaitu 15 Joule, target 15 Joule didapat dari hasil studi lapangan
dan pengamatan alat uji impak yang telah ada di PT. XYZ.
67
Gambar 4.25 Ilustrasi Tinggi Pendulum
Untuk pembuatan skala indikator pada komponen pipe maka dilakukan
perhitungan teoritis besar energi sesuai pada gambar 4.25 , untuk mengetahui
jarak (h) dengan menggunakan nilai percepatan gravitasi di daerah khatulistiwa
yaitu 9.789 m/s2. Berikut perhitungan teoritis untuk besar energi 5, 10, 15 dan 20
Joule.
Perhitungan jarak / tinggi (h) untuk besar energi serap 5 Joule :
5 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒 = 1.5 x 9.789 x ℎ
ℎ =5
1.5 𝑥 9.789
ℎ = 0.3405 𝑚
ℎ = 340.5 𝑚𝑚
h 2 =
? h 3
= ?
h 4 =
?
20J
15J
10J h 1
= ?
5J
68
Perhitungan jarak / tinggi (h) untuk besar energi serap 10 Joule :
10 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒 = 1.5 x 9.789 x ℎ
ℎ =10
1.5 𝑥 9.8
ℎ = 0.681 𝑚
ℎ = 681 𝑚𝑚
Perhitungan jarak / tinggi (h) untuk besar energi serap 15 Joule :
15 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒 = 1.5 x 9.789 x ℎ
ℎ =15
1.5 𝑥 9.789
ℎ = 1.0215 𝑚
ℎ = 1021.5 𝑚𝑚
Perhitungan jarak / tinggi (h) untuk besar energi serap 20 Joule :
20 𝐽𝑜𝑢𝑙𝑒 = 1.5 x 9.789 x ℎ
ℎ =20
1.5 𝑥 9.789
ℎ = 1.362 𝑚
ℎ = 1362 𝑚𝑚
4.5 Pemilihan Material dan Pembuatan Komponen
Pemilihan material disesuaikan dengan kebutuhan perancangan alat. Jenis
material yang digunakan yaitu ASTM A29 dan A36. Komponen yang mengalami
benturan serta membutuhkan tingat kekerasaan yang tinggi menggunakan material
ASTM A29. Untuk komponen pipe for mass digunakan material aluminium agar
berat komponen lebih ringan serta tidak mudah berkarat. Berikut tabel 9
merupakan list material yang digunakan pada komponen alat uji impak drop
weight.
Tabel 9 List Material Komponen
No. Part Name Part No. Qty Spec. Size
1 Base DW-01 1 ASTM A36 15x300x420 mm
2 Frame 1 DW-02 1 ASTM A29 25x60x275 mm
69
3 Frame 2 DW-04 1 ASTM A29 25x60x221.5 mm
4 Pin DW-05 1 ASTM A29 ø8x70 mm
5 Guide Arm DW-06 1 ASTM A29 25x60x132.5 mm
6 Axis DW-07 1 ASTM A29 ø25x160 mm
7 Pipe for Mass DW-08 1 Aluminium ø31xø46x1600 mm
8a Mass DW-09 1 ASTM A29 ø30x283.5 mm
8b Mass Lift Handle (include DW-09) 1 ASTM A29 ø5x35 mm
9 Striker DW-10 1 ASTM A29 ø32x85 mm
10 Specimen Support Anvil DW-11 1 ASTM A29 75x75x75 mm
Ada 10 bagian utama pada alat Drop Weight Tester yang dilakukan
pembuatan atau proses permesinan, yaitu :
1. Base
Komponen base menggunakan material SS400 / ASTM A36 dengan
ukuran 15x300x420 mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen base yaitu :
1. Mesin gergaji otomatis.
2. Mesin milling semi otomatis
3. Center drill
4. Bor diameter 8.5 mm
5. Bor diameter 16 mm
6. Tap M10x 1,5 mm
Proses pembuatan komponen base :
1. Memotong material tebal 16x300x420 mm dengan menggunakan mesin
gergaji otomatis.
70
2. Melakukan proses perataan permukaan material sampai didapatkan
ukuran 15x300x420 mm dengan menggunakan mesin milling/frais semi
otomatis.
3. Membuat lubang diameter 8,5 mm sedalam 15 mm (tembus) sesuai
pada posisi yang akan dilakukan tap M10 dengan menggunakan mesin
milling semi otomatis.
4. Membuat lubang diameter 16 mm dengan kedalaman 10 mm sesuai
area yang bertanda diameter 16 mm dengan menggunakan mesin
milling semi otomatis.
5. Melakukan proses tapping M10 pada posisi yang bertanda M10x1.5.
Gambar 4.26 Komponen Base
2. Frame 1
Komponen frame 1 menggunakan material S45C / ASTM A29
dengan ukuran 25x60x275 mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen base yaitu :
1. Mesin milling semi otomatis.
2. Center drill
3. Bor diameter 8.5 mm
4. Bor diameter 16 mm
5. Tap M10x 1,5 mm
71
Proses pembuatan komponen frame 1 :
1. Memotong material tebal 25x60x275 mm dengan menggunakan mesin
milling semi otomatis.
2. Membuat lubang diameter 8,5 mm (2 tempat) sedalam 25 mm (tembus)
sesuai pada posisi yang akan dilakukan tap M10 dengan menggunakan
mesin milling semi automatis.
3. Membuat lubang diameter 16 mm (2 tempat) dengan kedalaman 10 mm
sesuai area yang bertanda diameter 16mm dengan menggunakan mesin
milling semi otomatis.
4. Melakukan proses tapping M10 pada posisi yang bertanda M10x1.5 (2
tempat).
5. Membuat lubang diameter 8,5 mm (2 tempat) sedalam 35 mm sesuai
pada posisi yang akan dilakukan tap M10 dengan menggunakan mesin
drill.
6. Melakukan proses tapping M10 pada posisi yang bertanda M10x1.5 (2
tempat).
Gambar 4.27 Komponen Frame 1
72
3. Frame 2
Komponen frame 2 menggunakan material S45C / ASTM A29
dengan ukuran 25x60x221.5 mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen base yaitu :
1. Mesin milling semi otomatis.
2. Center drill
3. Bor diameter 8 mm
4. Bor diameter 8.5 mm
5. Bor diameter 16 mm
6. Tap M10x 1,5 mm
Proses pembuatan komponen frame 2 :
1. Memotong material tebal 25x60x221.5 mm dengan menggunakan
mesin milling semi otomatis sesuai desain termasuk lubang ∅25 mm
dan ∅46 mm.
2. Membuat lubang diameter 8 mm (2 tempat) tembus posisi sesuai
dengan desain pada gambar menggunakan mesin drill.
3. Membuat lubang diameter 8,5 mm (2 tempat) sedalam 25 mm sesuai
pada posisi yang akan dilakukan tap M10 dengan menggunakan mesin
drill.
4. Melakukan proses tapping M10 pada posisi yang bertanda M10x1.5 (2
tempat).
Gambar 4.28 Komponen Frame 2
73
4. Pin
Komponen pin menggunakan material S45C / ASTM A29 dengan
ukuran Ø8x70 mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen base yaitu :
1. Mesin cutting.
2. Center drill
3. Bor diameter 3 mm
Proses pembuatan komponen pin :
1. Memotong material Ø8 dengan panjang 70 mm menggunakan mesin
cutting.
2. Membuat lubang diameter 3 mm tembus, posisi sesuai dengan desain
pada gambar menggunakan mesin drill.
Gambar 4.29 Komponen Pin
5. Guide Arm
Komponen guide arm menggunakan material S45C / ASTM A29
dengan ukuran 25x60x132.5 mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen guide arm
yaitu :
1. Mesin milling semi otomatis.
2. Center drill
3. Bor diameter 8 mm
Proses pembuatan komponen guide arm :
1. Memotong material tebal 25x60x132.5 mm dengan menggunakan
mesin milling semi otomatis sesuai desain termasuk lubang ∅16 mm
dan ∅25 mm.
2. Membuat lubang diameter 8 mm tembus, posisi sesuai dengan desain
pada gambar menggunakan mesin drill.
74
Gambar 4.30 Komponen Guide Arm
6. Axis
Komponen axis menggunakan material S45C / ASTM A29 dengan
ukuran Ø25x160mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen base yaitu :
1. Mesin cutting
2. Center drill
3. Bor diameter 8 mm
Proses pembuatan komponen axis :
1. Memotong material Ø25 dengan panjang 160 (mm) menggunakan
mesin cutting.
2. Membuat lubang diameter 8 mm tembus, posisi sesuai dengan desain
pada gambar menggunakan mesin drill.
Gambar 4.31 Komponen Axis
75
7. Pipe for mass
Komponen pipe for mass menggunakan material aluminium dengan
ukuran diameter dalam Ø31 mm, diamter luar Ø46 mm dan panjang 1600
mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen base yaitu :
1. Mesin gergaji otomatis
2. Mesin milling
3. Mata pisau diameter 8mm
Proses pembuatan komponen pipe for mass :
1. Memotong material pipa dengan panjang 1600 mm menggunakan
mesin gergaji otomatis.
2. Melakukan cuting material dengan lebar 8 mm sepanjang 1430 mm
dengan menggunakan mesin milling semi otomatis.
Gambar 4.32 Komponen Pipe for Mass
8. Mass / Pendulum
Komponen pendulum menggunakan material S45C / ASTM A29
dengan ukuran Ø30x283.5 mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen pendulum
yaitu :
1. Mesin gergaji otomatis
2. Mesin Bubut
3. Pisau bubut
76
Proses pembuatan komponen pendulum :
1. Memotong material Ø32 mm dengan panjang 285 mm menggunakan
mesin gergaji otomatis.
2. Membubut material dengan ukuran Ø30 mm sepanjang 283.5 mm, lalu
radius 30 mm pada bagian ujung serta champer 2 mm pada bagian
ujung sebaliknya.
Gambar 4.33 Komponen Mass
9. Striker
Komponen striker menggunakan material S45C / ASTM A29
dengan ukuran Ø15.86xØ32x85 mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen pendulum
yaitu :
1. Mesin gergaji otomatis
2. Mesin Bubut
3. Pisau bubut
Proses pembuatan komponen striker :
1. Memotong material Ø35 mm dengan panjang 85 mm menggunakan
mesin gergaji otomatis.
2. Membubut material dengan ukuran Ø30 mm sepanjang 85 mm.
3. Membubut materal dengan ukuran Ø15.86 mm sepanjang 75 mm.
77
4. Membuat radius 15.86 mm pada ujung komponen menggunakan mesin
bubut.
5. Meratakan (facing) pada permukaan ∅30 mm menggunakan mesin
bubut.
Gambar 4.34 Komponen Striker
10. Specimen Support Anvil
Komponen specimen support anvil menggunakan material S45C /
ASTM A29 dengan ukuran 75x75x75 mm.
Alat yang dipergunakan untuk proses permesinan komponen pendulum
yaitu :
1. Mesin gergaji otomatis
2. Mesin Drill
3. Mesin Bubut
4. Pisau bubut
Proses pembuatan komponen specimen support anvil :
1. Memotong material tebal 75x75x75 mm dengan menggunakan mesin
milling semi otomatis.
2. Membuat lubang diameter 16.26 mm sedalam 25 mm pada center
komponen menggunakan mesin drill.
3. Membuat radius 1 mm pada lubang diameter 16.26 mm dengan
menggunakan mesin bubut.
78
Gambar 4.35 Komponen Specimen Support Anvil
Komponen yang sudah dibuat dengan proses permesinan selanjutnya
dilakukan perakitan dengan menggunakan baut yang sudah ditentukan. Baut yang
digunakan untuk perakitan yaitu Bolt Hexagon Socket Head Cap Screw.
Penggunaan baut tersebut yaitu agar baut menyatu dengan komponen sehingga
tidak menonjol keluar komponen. Berikut adalah gambar baut yang digunakan
untuk sambungan dapat dilihat pada gambar 4.36.
Gambar 4.36 Bolt Hexagon Socket Head Cap Screw
79
Berikut hasil perakitan komponen menjadi alat Drop Weight Tester
menggunakan sambungan baut (gambar 4.37).
Gambar 4.37 Alat Uji Impak Drop Weight
4.6 Pengujian Alat Uji Impak Drop Weight
Setelah alat uji impak selesai dibuat dan dirakit, maka dilakukan pengujian
terhadap mekanisme kerja alat tersebut. Pengujian alat dengan melakukan
80
beberapa percobaan terhadap specimen yang sudah ditentukan. Berikut foto
aktifitas pengujian alat pada gambar 4.38.
Gambar 4.38 Pengujian Alat Uji Impak Drop Weight
Pengujian alat Drop Weight Tester dilakukan pada beberapa spesimen yaitu
Galvanis dengan tebal yang berbeda-beda. Berikut gambar 4.39 merupakan
gambar spesimen pengujian.
Gambar 4.39 Spesimen Galvanis
81
Hasil pengujian alat alat Drop Weight Tester terhadap spesimen yaitu
menghasilkan bentuk kawah pada permukaan spesimen yang sebelumnya rata.
Berikut tabel 10 merupakan contoh pengujian spesimen.
Tabel 10 Spesimen Hasil Pengujian
Hasil pengujian di tabel 10 merupakan pengujian spesimen Galvanis dengan
tebal 0.2 mm. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat DWT di PT. XYZ
serta DWT hasil perancangan. Pengujian dilakukan pada spesimen dengan tebal
0.2, 0.25, 0.3, 0.35, 0.4, 0.45, 0.5 dan 0.6. Hasil pegujian dapat dilihat pada
lampiran.
Tebal Spesimen : 0.2 mm
Joule A B
5
10
15
20
Note :A : Pengujian menggunakan DWT di PT. XYZB : Pengujian menggunakan DWT hasil perancangan
82
Dari hasil pengamatan alat uji impak sudah mampu melakukan pengujian
impak. Mekanisme gerak alat uji khususnya pada sliding komponen mass /
pendulum hanya mengalami sedikit gesekan serta hantaman komponen mass /
pendulum sudah center terhadap komponen strike terlihat pada bekas
hantaman/tumbukan di komponen strike (gambar 4.40).
Gambar 4.40 Jejak Tumbukan Pendulum
4.7 Analisis Alat Uji Impak Drop Weight setelah Pengujian
Dilakukan pengamatan terhadap alat uji impak yang telah dilakukan
beberapa kali pengujian. Pengamatan pada alat uji impak bertujuan untuk
membandingkan hasil perhitungan rancangan terhadap kondisi aktual alat setelah
pengujian, berikut analisis serta hasil pengamatan pengujian alat Drop Weight
Tester :
1. Kekuatan Baut Area Sambungan
Dilakukan pengamatan untuk menganalisis kekuatan sambungan dengan
cara mengamati kondisi visual baut setelah dilakukan assembly serta pengujian
alat selama beberapa kali. Pemeriksaan visual yang dilakukan yaitu mengamati
apakah ada retakan pada baut dan kondisi ulir baut. Hasil pemeriksaan visual
baut yaitu kondisi baut dalam keadaan baik, tidak ada retakan, tidak ada
gompal pada ulir baut, hanya ada sedikit karat pada area ulir baut sehingga
disimpulkan hasil perhitungan dan kondisi aktual dianggap sesuai yaitu baut
yang dirancang serta digunakan dalam alat Drop Weight Tester dianggap
mampu menahan beban / gaya yang terjadi. Berikut kondisi baut setelah
assembly dan pengujian dapat dilihat pada gambar 4.41.
83
a. Baut Sambungan Frame 1 & 2 b. Baut Sambungan Base & Frame 1
Gambar 4.41 Kondisi Baut Setelah di Assembly
2. Defleksi komponen
Dilakukan pengukuran untuk mengetahui besar defleksi alat uji impak,
pengukuran dilakukan diatas meja granit dengan menggunakan alat ukur dial
dan height gage. Dial gauge yang digunakan memiliki akurasi 0,001 inch.
Pengukuran dilakukan pada dua area komponen sesuai perhitungan pada
rancangan alat yaitu :
a. Defleksi Material pada Komponen Frame 2
Pengukuran pada komponen frame 2 dilakukan dengan cara
melakukan zero setting alat pada area ujung dekat sambungan baut lalu
height gage digeser hingga ujung komponen frame 2. Hasil pengukuran
didapat dengan membaca nilai ukur pada dial gauge. Terlihat pada gambar
4.42.
Gambar 4.42 Pengukuran Defleksi Frame 2 a. Pengukuran menggunakan Dial &
Height Gage b. Hasil Pengukuran
a. b.
84
Hasil pengukuran terjadi defleksi sebesar 0.0002 inch atau 0.005 mm.
Hasil perhitungan defleksi rancangan yaitu 0.005 mm, sedangkan besar
defleksi yang dizinkan yaitu sebesar 7.72 mm.
Tabel 11 Perbandingan Nilai Defleksi Frame 2
Hasil Perhitungan Hasil Pengukuran Yang Diizinkan
0.005 mm 0.005 mm 7.72 mm
b. Defleksi Material pada Komponen Frame 1
Pengukuran pada komponen frame 1 dilakukan dengan cara
melakukan zero setting alat pada area sambungan bawah lalu height gage
digeser hingga ujung komponen frame 1 dekat sambungan atas. Hasil
pengukuran didapat dengan membaca nilai ukur pada dial gauge. Terlihat
pada gambar 4.41.
Gambar 4.43 Pengukuran Defleksi Frame 1 a. Pengukuran menggunakan Dial &
Height Gage b. Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran terjadi defleksi sebesar 0.0007 inch atau 0.018 mm
terlihat pada gambar 4.41. Hasil perhitungan defleksi rancangan yaitu 0.015
mm, ada perbedaan antara perhitungan dan hasil pengukuran. Perbedaan
tersebut terjadi karena beberapa faktor yaitu kerataan material, tebal
painting dan sambungan alat. Besar defleksi hasil pengukuran dianggap
masih masuk toleransi karena hasil perhitungan besar defleksi yang dizinkan
yaitu sebesar 11.7 mm.
Tabel 12 Perbandingan Nilai Defleksi Frame 1
Hasil Perhitungan Hasil Pengukuran Yang Diizinkan
0.015 mm 0.018 mm 11.7 mm
a. b.
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat hasil perancangan alat uji impak adalah sebagai
berikut:
1. Perancangan alat uji impak mengacu pada standar ASTM D 5420-04.
Perancangan dilakukan analisis kekuatan dan defleksi komponen. Hasil
perhitungan besar bending stress pada setiap baut yaitu 81.58 MPa, lebih
kecil dibandingkan bending stress yang dizinkan yaitu 160 MPa. Hasil
perhitungan defleksi pada komponen frame 2 yaitu 0.005 mm, lebih kecil
dari defleksi maksimal yang diizinkan yaitu 7.72 mm. Untuk hasil
perhitungan defleksi pada komponen frame 1 yaitu 0.015 mm, lebih kecil
dari defleksi maksimal yang diizinkan yaitu 11.7 mm.
2. Mekanisme kerja alat uji Drop Weight Tester (DWT) mengikuti prinsip
gerak jatuh bebas, yaitu pendulum diangkat dengan ketinggian tertentu
sehingga menghasilkan energi potensial lalu dilepas menghantam strike
dan menghasilkan energi serap pada spesimen. Dengan berat pendulum
1.5 kg alat uji impak penelitian ini mampu menghasilkan energi potensial
hingga 20 Joule.
3. Dibuat standar prosedur penggunaan alat uji Drop Weight Tester (DWT)
berupa Standard Operating Procedure (SOP). Terlampir.
4. Hasil akhir penelitian ini berupa alat uji Drop Weight Tester yang mampu
memenuhi kebutuhan pengguna di laboratorium President University.
5.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1. Mengembangkan alat uji impak dengan memodifikasi alat agar mampu
digunakan secara semi otomatis maupun otomatis.
2. Dalam penelitian selanjutnya diharapkan modifikasi lebih lanjut mengenai
kontruksi pendulum dengan penambahan beban massa untuk
meningkatkan energi yang dihasilkan pada alat Drop Weigth Testert.
86
3. Diperlukan mikroskop yang perbesarannya memadai, sehingga bisa
diketahui bentuk kawah yang ditimbulkan oleh tumbukan striker.