Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

62
Ilmiah Ppi Turki 20 Why we should care about sustainability? Merancang simulator berkendara Geothermal Energi diIndonesia dan Turki Memaknai toleransi dalam keilmuan Sakralisasi “Hocaefendi” Bunga, buah, biji dan peradaban kuno Urartu di Anatolia Timur Tanah surga dan rumput berbunga Uang plastik serba praktis Gerakan 1000 tablet untuk siswa Kontributor: Muhammad Endro Sampurna Larasmoyo Nugroho Budi Wirawan Akhmad Rofii Damyati Abdul Aziz bin Mundzir Silviana Mayasari Nanik Yuliyanti Aida Nurul Barokah Teuku Akbar Maulana

description

Kapita selekta ini merupakan hasil karya PPI Turki periode 2014-2015, dihimpun dari para peserta Sayembara Essay Winspiring bulan November 2014 lalu. Di dalamnya terdapat artikel ilmiah maupun essay dari beragam latar belakang ilmu.

Transcript of Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

Page 1: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

ampul...

RELUNG-RELUNG ILMIAH

(Koleksi Tulisan Klaster-Ilmiah Ppi Turki 2014)

Why we should care about sustainability?

Merancang simulator berkendara

Geothermal Energi diIndonesia dan Turki

Memaknai toleransi dalam keilmuan

Sakralisasi “Hocaefendi”

Bunga, buah, biji dan peradaban kuno

Urartu di Anatolia Timur

Tanah surga dan rumput berbunga

Uang plastik serba praktis

Gerakan 1000 tablet untuk siswa

Kontributor: Muhammad Endro Sampurna

Larasmoyo Nugroho Budi Wirawan

Akhmad Rofii Damyati Abdul Aziz bin Mundzir

Silviana Mayasari Nanik Yuliyanti

Aida Nurul Barokah Teuku Akbar Maulana

1

Ilmiah Ppi Turki 2014)

Page 2: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

Kontributor: Muhammad Endro Sampurna, Larasmoyo Nugroho,Budi WirawanAkhmad Rofii Damyati, Abdul Aziz bin Mundzir, Silviana Mayasari, Nanik Yuliyanti, Aida Nurul Barokah, Teuku Akbar Maulana Diterbitkan oleh: Klaster-Klaster Ilmiah PPI Turki 2014. Cetakan pertama, Januari 2015. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Isi diluar tanggung jawab Klaster-Klaster Ilmiah PPI Turki

2

Budi Wirawan, Nanik Yuliyanti,

Page 3: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

3

Page 4: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

4

Page 5: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

5

KATA PENGANTAR

Sebagaimana disebutkan dalam kitab ta’lim al-muta’allim thariq al-ta’allum, karya monumental Burhanuddin al-Zarnuji, man hafiza farra wa man katab qarra. Arti bebasnya, siapa yang sekedar menghafal maka akan hilang. Siapa yang menulis akan tetap abadi. Kumpulan tulisan yang sedang ada di hadapan para pembaca yang dimuliakan Allah SWT adalah inisiatif klaster-klaster ilmiah untuk mengabadikan pemikiran para pelajar di Turki melalui tulisan.

Oleh karena itu, pada bulan Novermber 2014 silam, diadakanlah Sayembara Essay oleh Klaster-Klaster Ilmiah PPI Turki. Dari berbagai tulisan yang masuk, kami mengkompilasinya dalam satu buku yang kami sebut sebagai “Koleksi Tulisan Klaster-Klaster Ilmiah”.

Tentu saja tidak semua tulisan kami ambil dikarenakan minimnya waktu untuk proses editing. Sebab di sela-sela kami para pengurus sibuk dengan ujian, kami pun di‘keja-kejar’ penyelesaian Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) PPI Turki untuk dilaporkan pada Musyawarah Tahunan (MUSTA) PPI Turki di Trabzon, pada tanggal 31 Januari 2015. Namun demikian, hasil serapan tulisan ini adalah sudah mewakili dari berbagai level pelajar; mulai dari SMA, S1, S2 dan S3.

Oleh karena itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada para kontributor yang telah meluangkan waktunya menulis untuk PPI Turki. Terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman yang telah memberi masukan atas diterbitkannya koleksi tulisan ini walau dalam bentuk PDF. Harapannya, agar ide dan pikiran para penulis bisa dinikmati bersama baik oleh pelajar di Turki maupun di Indonesia. Tak lupa kami juga memohon maaf kepada para kontributor jika tulisannya banyak yang kami rubah karena kasalahan teknis seperti salah ketik, kekurangsingkronan kosa kata maupun kalimat. Semoga hal itu tidak mengubah esensi dari isi tulisan.

Son olarak, tentu saja koleksi tulisan ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, masukan dari semua pembaca sangat ditunggu. Besar harapan, koleksi ini menjadi pelecut semangat munculnya karya-karya ilmiah para pelajar di Turki di masa-masa mendatang.

Editor

Page 6: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

6

Daftar Isi

Pengantar 5

Daftar Isi 6

Why we should care about sustainability? 7

Merancang simulator berkendara 21

Geothermal Energi diIndonesia dan Turk 31

Memaknai toleransi dalam keilmuan 41

Sakralisasi “Hocaefendi” 45

Bunga, buah, biji dan peradaban kuno Urartu di Anatolia Timur 40

Tanah surga dan rumput berbunga 49

Uang plastik serba praktis 53

Gerakan 1000 tablet untuk siswa 57

Biografi Singkat para kontributor 60

Page 7: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

7

WHY WE SHOULD CARE ABOUT SUSTAİNABİLİTY?

An Essay as an Effort to Achieve Sustainable Development Goals

By: Muhammad Endro Sampurna Introduction While the classical idea from Karl Marx about the edge of capitalism era tends to

become utopia, the capitalist system with their massive financial and mode of productions activity show continuous increase nowadays. The international economic organizations had predicted that the worldwide financial activity will continue makes their economic bubbles and they believe that those economic activity will be an unstoppable phenomena. If we note from the Goldman Sachs’ document as one of the recognized international economic organizations, this economic institution had already predicted that some emerging economic countries, such as Brazil, Russia, India, and China, have risen to the ranks of a global economic power. Those group countries that came to be known by the acronym BRIC apparently shift in global economic power away from the classic economic dominance countries which has been incorporated in the Group of 7 (G7), including United States, European Union, Japan, and Canada.1 Later on, Jim O’Neill, as the economist who coined the BRIC terminology, now identified another contemporary economic terminology: the MINT (Mexico, Indonesia, Nigeria, and Turkey) as the others emerging economic countries.2 Jim O’Neill and colleagues believe that two member states of MINT countries will arise into the ten largest economies in the world in 2050 as it calculated in the graphs below. Moreover, based on the graph below, it had predicted that by 2030 China’s economy will overshadow America’s due to their GDP, trade, and foreign investment.3

1 Goldman Sachs, BRICs and Beyond (London: The Goldman Sachs Group, 2007). 2 BBC News Magazine, The Mint countries: Next economic giants?, http://www.bbc.com/news/magazine-

25548060 (accessed November 25, 2014). 3 Goldman Sachs, op.cit.

Page 8: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

8

However, after the sparkling of those economic growth projections, many scholars

believe that the development policy also bequeaths some ugly facts, especially on the economic welfare gap among people, chronical poverty and hunger issues, human rights abuses, and also the depletion of natural resources on Earth. They believe that after arouse of those economic rates, the development policy considered have failed in their attempts to throw away the planet of under-development and poverty. UNDP with its annual report stated that worldwide, approximately one billion people live on less than US$1 a day, and about 2.6 billion live on less than US$2 a day.4 This social-economic gap welfare is including about 854 million people are undernourished worldwide, which 820 million on that hunger diseases captured in developing countries.5 Moreover, if we acknowledge the environmental aspect take into account, then, 1.5 Earth would be required as the consequence to meet the demands humanity on the Earth’s natural resources to fulfill people’s currently massive rates on economic productions and consumptions.6

This essay becomes significance when it offers the sustainable development study as an alternative way on development policy, although not a few scholars doubt on the effectiveness of this study to achieve its substantial goals, the balance of triple bottom line: economic welfare, social justice, and environmental sustainability.

Why We Should Care About Sustainability? The growing interest in social and environmental issues throughout the world as a

negative impact of mass production and consumption rates have become the force major argument to emphasize the role of triple bottom line strategy on development policy. Here below I will sketch my arguments—composed on three sub-explanations: planet under pressure, social-economic welfare gap, and human rights abuses and environmental disasters—to emphasize the significance of sustainability on our development concept.

4 The Hunger Project, Hunger and Poverty: Definitions and Distinctions, April 2008. 5 Ibid. 6 WWF, Living Planet Report 2014 (Gland: WWF, 2014), p. 10.

Page 9: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

9

Planet under Pressure W. Steffen and his colleagues (2004) believe that the two factors: the rapidly grown

both on the human population and the economic wealth over the past two centuries, have become the major factors of increasing resource consumption significantly, registered in agriculture and food production, forestry, industrial development, energy consumption, transportation and international trading, and even as they noted in the rate of recreational activities.7 Through their findings as it sketched in the graphs below, W. Steffen et.al. have already tried to convince us that there is no tendency to decrease in our consumption rate of natural resources on Earth. On the contrary, humans’ economic mass productivity and consumption rates tend to always increase since more than six billion people inhabit the globe at present, and all share basic human needs, including water, food, air, land, shelter, and others. For instance, those researchers noted that for humans’ industrial engines absorbed significance rates of energy especially since the beginning of the Industrial Revolution and it was dramatically more pump-up on the industrialization era around the 1950s. However, since the industrializations have heavy dependent from the combustion of fossil fuels, which leads to emissions of CO2, N2O, CH4 at the atmosphere layers, then as it drawn at the graphs, nowadays there is an ozone depletion phenomenon, which it has been increasing around more than 60% of loss total column ozone for about 50 years since the 1950s. Climate change phenomena with its dramatically temperature change and the extreme natural disasters on many spots on Earth is believed to be the result of an imbalance the gas composition of atmospheric layers as the result of ozone depletion phenomenon.8

Figure. The increasing rates in human activity since the beginning of the Industrial Revolution, then it was accelerated around 1950s and have impacted on the global-scale changes in the Earth system. Source: W. Steffen et.al., Global Change and the Earth System, A Planet Under Pressure, (2004).

7 W. Steffen et.al., Global Change and the Earth System: A Planet Under Pressure (Berlin: Springer-Verlag, 2004), p. 14.

8 Ibid, p.15-17.

Page 10: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

10

Social-Economic Welfare Gap Michael Hopkins (2007) had drawn clearly to give us a picture about the ugly face

of development result, especially in social-economic welfare gap. He admitted that the fruitage of development mostly enjoyed by the well-known MNCs and powerful countries. In fact, the international development agencies (such as the UN) have a less financial resources rather than the financial power of some MNCs in the world. Hopkins notes the UN’s annually operation budget, around US$18 billion a year, is too small if we compare with MNCs’ profit a year. General Electric, for instance, had a market capitalization of US$350 billion in 2004, and Exxon Mobile had profits of around US$ 32 billion in 2005. Moreover, the US government spent its military expenditure about US$ 80 billion a year just on Iraq War in 2005.9 The below is comparison data of financial power between MNCs and the poverty rate that I referred from Michael Hopkins.

Figure. The huge economic gap between several MNCs and the poverty rate in the globe. Source: Michael Hopkins, Corporate Social Responsibility & International Development: Is Business the Solution? (2007).

9 Michael Hopkins, Corporate Social Responsibility & International Development: Is Business the Solution? (London: Earthscan: 2007), p. ix-x.

Page 11: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

11

Human Rights Abuses & Environmental Disasters A growing literature both in the media and in academic journals chronicles

increasing voice of society concerns about the urgency of social and environmental aspects integration with economic development. These concerns are often linked to worldwide human rights abuses and environmental disasters as significant negative impact of development result. Here below the table of several those social and environmental accidents that had put the industrials and governments on pressure to rethinking the paradigms evolution on their development policy over time.

Environmental Disasters Human Rights Abuses Chernobyl Disaster, Ukraine It was a nuclear accident that occurred on

26 April 1986 at the Chernobyl Nuclear Power Plant in Ukraine. An explosion and fire released large quantities of radioactive contamination into the atmosphere, which spread over much of Western USSR and Europe. It is considered the worst nuclear power plant accident in history.

Source: www.world-nuclear.org/.

The Execution on Ken Saro-Wiwa, Nigeria

Conflict between Ogoni people with Nigeria Government and Shell around of the Niger Delta with its peak moment was executed Ken Saro-Wiwa (leader of MOSOP [The Movement for the Survival of the Ogoni People]) on November 1995.

Source: Friends of the Earth (2004).

Mud Eruption, East Java, Indonesia 55 out of 74 petroleum geologists agreed

drilling (by PT Lapindo) played some role in the birth of the mud volcano in May 2006, leaving 30.000 people homeless, belching as much as 6 million cubic feet of muck per day, & engulfing an area more than twice the size of New York City’s Central Park. It is considered as the world’s muddiest disaster. Source: http://www.smithsonianmag.com/.

Company in Human Rights Violations on Aceh, Indonesia

Suspicion on the company's policy due support about US$500.000 per month for military operation that caused a violence on the human rights in 2000.

Source: International Center for Transitional Justice.

Soma Mine Disaster, Turkey At least 282 miners died after an explosion

at the Soma coal mine, caused an underground mine fire, 13 May 2014. It considered as Turkey’s worst-ever industrial accident. Miners protested dangerous mining conditions in late 2013 and the demand by the main opposition party, the CHP, to investigate the mine's safety was rejected in the National Assembly of Turkey with votes from the ruling AKP only weeks before the disaster

Source: http://www.economist.com/.

Suspicion on the company's involvement due the human rights disaster at Papua, Indonesia

In the name of "support cost for government-provided security", there is a suspicion that company have a contribution to support local military operation that cause killed a local rebellion. Report said that the support was worth US$4.7 million in 2001, US$5.6 million in 2002, US$5.9 million in 2003 and US$6.9 million in 2004.

Source: Global Witness (2007).

Page 12: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

12

Sustainable Development Study A beautiful dance of words had written by historian J. R. McNeill to show to us

about how the economic growth fetish has become the state gospel and the indispensable ideology in every state, though those governments had claimed to the worldwide that they insist on particular ideology whether capitalist, nationalist, communism, or even rely on certain religion. His dance on history words has made Herman Daly, a well-known ecological economist, admitted that McNeill’s findings helps place ecological economics—a contemporary economic science that also address natural ecosystem capital into human classic economics calculation—in significant historical context.10

“Communism aspired to become the universal creed of the twentieth century, but more flexible and seductive religion succeeded where communism failed: the quest for economic growth. Capitalists, nationalists—indeed almost everyone, communists included—worshipped at this same altar because economic growth disguised a multitude of sins. …. Economic growth became the indispensable ideology of the state nearly everywhere.”

Throughout the 20th century we can be as witness on how economic growth had become a single objective for political-economy policy. However, if we look to the McNeill’s notes, we can put some hopes that before the economic growth fetish era, earlier economists had already reminded us the significance nature capital into human economic account. Thomas Malthus since early of 19th century has been warning us the potential population growth pace eventually outstrip the food supply. Unfortunately during the sparkling economic growth era throughout 20th century, those calculation had swept away from human development policy. Human did not seriously interest to take nature into development account, where massive industrialization arise into human’s breath.

“Earlier economists, most notably the Reverend Thomas Malthus (1766-1834) and W.S. Jevons (1835-1882), tried hard to take nature into account. But with the fact of emerge the era of industrialization, urbanization, and the rise of service sector, economic theory by 1935 to 1960 crystallized as a bloodless abstraction in which nature figured as a storehouse of resources waiting to be used. Nature did not evolve …”11

Nowadays, after many social issues and environmental disasters as a part of

development result which increasing voice of society concerns, development tries to rethinking its definition after the crystallization the mindset into a single bottom line: fetish on economic growth. The economists and politicians believe that the most urgent

10 Herman E. Daly and Joshua Farley, Ecological Economics: Principles and Applications (Washington D.C.: Island Press, 2004), xix.

11 Ibid, p. xx.

Page 13: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

13

challenge today is to reconstruct our post-World War II international economic system. The challenge of finding development path among the world’s social entities—government, industry, and civil society—to provide the encouragement for a renewed the well-established understanding of development: take into account the social issues and environmental sustainability alongside with the classic economic system.

In order to reconstruct our understanding on new development path, here, many

literatures appoint the WCED’s (World Commission on Environment and Development) document, Our Common Future, to note the definition of sustainable development as an alternative way of development thought. In this classic document, it argues the explanation of sustainable development concept12:

“Humanity has the ability to make development sustainable to ensure that it meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs.”

However, the scholars argued that basic concept seems as visionary thought, rather

than operational concept. They argue that it needs more operationalized concept to reconstruct the idea of merging social and natural capital into economic system development. Ismail Serageldin (2000), a former vice president of the World Bank, brings his idea to interpret the basic concept of sustainable development into more operational concept than as visionary thought before. Based on his passion in sustainable development concept, Ismail Serageldin emphasizes that we have to give future generations more capital purpose, taking into account population growth, than we have today. Then, he divides his idea about capital into four kind of capitals. First, man-made capital, which is the conventional product. As it is included in economic sustainability, the protection of that capital becomes important. Second, there is natural capital. He argues the natural capital are forests, water and land, and are included under environmental sustainability. Then, third, with in the heading of social sustainability, we discovered two dimensions: human capital, which is that which is embedded in the individual, health, education, and so on. And fourth, social capital, the values that bring people together and the bonds that make

12 WCED, Report of the World Commission on Environment and Development: Our Common Future (New York: the United Nations, 1987), p. 24.

Page 14: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

14

people stand together. Serageldin also reminds us that these four types of capital will, predictably, change over time. So, we do not have to keep everything for ever in each of these forms of capital. Their composition and weighting will change over time. The natural capital, for instance, the decline in this type of capital should be compensated by increasing the other capitals, physical capital and social capital. In the end, he emphasizes that, the mainly thing worth to be notice, there have to be the minimum limit of natural capital that must remain available for future generations.13

Emergence of International Sustainable Development Standards Boosted by some major factors that I mentioned before, including social-economic

welfare gap, global events: human rights abuses and environmental disasters, and also as an effort to achieve sustainable development goals, currently some international organizations proposed and developed global standards regarding human rights, labor rights, and environmental aspect. They argue this international sustainable development standards is a strategic policy initiative for worldwide political-economy actors especially businesses entity as currently primer driver of globalization to aligning their operations and strategies with the global issues, including social justice, environmental sustainability, and even fight against corruption.

Here I will draw several international guidelines for our understanding that those issues are global indispensable strategy where we should to address it as an attempt to make sure our achievement capital purpose for the future generation as well as present generation.

The UN Global Compact This guideline is UN’s proposal to push its strategic stakeholders for also contribute in sustainable development goals. Based on the UN’s declarations, there are ten principles on UN Global Compact.14

Human Rights Principle 1: Businesses should support and respect the protection of internationally proclaimed human rights, Principle 2: Make sure that they are not complicit in human rights abuses. Labor Principle 3: Businesses should uphold the freedom of association and the effective recognition of the right to collective bargaining, Principle 4: The elimination of all forms of forced and compulsory labor, Principle 5: The effective abolition of child labor, Principle 6: The elimination of discrimination in respect of employment and occupation. Environment Principle 7: Businesses should support a precautionary approach to environmental challenges,

13 Ismail Serageldin, University Governance and the “Stakeholder Society” in Eleventh General Conference of the International Association of Universities, Durban, South Africa, 2000.

14 United Nations Global Compact, The Ten Principles, https://www.unglobalcompact.org/aboutthegc/TheTenprinciples/index.html (accessed Nov 25, 2014).

Page 15: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

15

Principle 8: Undertake initiatives to promote greater environmental responsibility, Principle 9: Encourage the development and diffusion of environmentally friendly technologies. Anti-Corruption Principle 10: Businesses should work against corruption in all its forms, including extortion and bribery.

Here in Turkey we can find UN’s strategic stakeholders which they give their

commitment to fulfil the UN Global Compact. Some of its Turkish local partners are: Borsa İstanbul, Akkök Holding, İstanbul Bilgi Üniversitesi, Koç Holding, Sabancı Holding, Efes Anadolu, Coca Cola İçecek, TÜSİAD, and Zorlu Holding.15

IFC Performance Standards on Environmental and Social Sustainability The International Finance Cooperation (IFC) is a member of the World Bank and is headquartered in Washington D.C., US. It was established in

1956 as the private sector arm of the World Bank that offers investment, advisory and asset management services to encourage for-profit and commercial private economy sector development, and also contribute to reduce poverty and also promote development. Here, Turkey is IFC’s second-largest client, which from 2008 to 2011, IFC invested US$3.7 billion in 47 projects in Turkey. IFC’s office in Istanbul is IFC’s largest office outside of Washington D.C., with serving 52 countries in Europe, Middle East, and North Africa region.16

Moreover, as a part of IFC’s commitment on sustainable development goals, IFC proposes a document called IFC Performance Standards on Environmental and Social Sustainability. Here, IFC’s clients, based on the guideline, should identify social and environmental risks and impacts, and the document designed to avoid, mitigate, and

15 United Nations Global Compact, Local Networks, https://www.unglobalcompact.org/NetworksAroundTheWorld/local_network_sheet/TR.html (accessed Nov 25, 2014).

16 IFC, IFC in Turkey, http://www.ifc.org/ (accessed Oct 10, 2014). As one of significant international economic organizations, IFC in Turkey supports some strategic projects, such as the development of energy power plant, natural gas pipe line construction, renewable energy initiative, and Turkey’s international cargo port as I mention below:

Gürmat Geothermal Renewable Energy, Aydın Turkey: the largest geothermal power plant in Turkey, http://www.gurmat.com.tr/?_dil=2.

İzmir Railcars: an IFC A-Loan of up to EUR 20 million to support IMM to purchase 85 railcars for the Izmir Metro system.

ACWA Kırıkkale: IFC provides an A Loan of up to USD125 million and a B Loan of up to USD75 million to 835 MW combined cycle natural gas fired power plant at Kırıkkale, Turkey.

TransAtlantic Petroleum: IFC will provide long term financing and facilitate TAP’s expansion in Turkey. GAMA Enerji Anonim Şirketi: IFC invests in secondary shares of Gama Enerji for the pipeline projects in

the next 2-3 years. Kanyon Enerji Üretim & Ticaret A.S.: IFC finances 543 MW combined cycle natural gas fired power plant

investment about EUR400 million located near Kırşehir, Turkey. Mersin International Port: IFC is looking to upgrade and expand its Turkey’s largest container & general

cargo port. See IFC, IFC Projects Database, https://ifcndd.ifc.org/ (accessed Oct 10, 2014).

Page 16: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

16

manage risks and impacts as a way towards sustainable development, including stakeholder engagement and disclosure obligations related to each client’s project-level activities. Here below the eight principles of IFC Performance Standards on Environmental and Social Sustainability.17

IFC Performance Standards:

Performance Standard 1: Assessment and Management of Environmental and Social Risks and Impacts

Performance Standard 2: Labor and Working Conditions

Performance Standard 3: Resource Efficiency and Pollution Prevention

Performance Standard 4: Community Health, Safety, and Security

Performance Standard 5: Land Acquisition and Involuntary Resettlement

Performance Standard 6: Biodiversity Conservation and Sustainable Management of Living Natural Resources

Performance Standard 7: Indigenous People

Performance Standard 8: Cultural Heritage

ISO 26000: Guidance on Social Responsibility ISO 26000 is one of worldwide international standards as global community effort to achieve sustainable development goals, by guiding businesses entity and other organizations to improve their performance, moreover, in specific

issues the environment, labor practices, consumer issues, community development, human rights, and even the contribution to mitigate and adaptation in climate change issue. If we look to the guideline, we can see ISO 26000 tries to encourage the users to manage their risks and impacts, including maximize the positive impacts of the projects as well as minimize its negative impacts in community and environmental, as I draw the guideline’s core subjects and its issues below18.

Core subject: organizational governance

Core subject: human rights

Issue 1: due diligence Issue 2: human rights risk situations Issue 3: avoidance of complicity Issue 4: resolving grievances Issue 5: discrimination and vulnerable groups Issue 6: civil and political rights Issue 7: economic, social, and cultural rights

17 IFC, IFC Performance Standards on Environmental and Social Sustainability (Washington D.C.: International Finance Corporation, 2012).

18 International Standard, ISO 26000: Guidance on social responsibility (Geneva: ISO, 2010).

Page 17: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

17

Issue 8: fundamental principles and rights at work

Core subject: labor practices

Issue 1: employment and employment relationships Issue 2: conditions of work and social protection Issue 3: social dialogue Issue 4: health and safety work Issue 5: human development and training in the workplace

Core subject: the environment

Issue 1: prevention of pollution Issue 2: sustainable resource use Issue 3: climate change mitigation and adaptation Issue 4: protection of the environment, biodiversity and restoration of natural habitats.

Core subject: fair operating practices

Issue 1: anti-corruption Issue 2: responsible political involvement Issue 3: fair competition Issue 4: promoting social responsibility in the value chain Issue 5: respect for property rights

Core subject: consumer issues

Issue 1: fair marketing, factual, and unbiased information and fair contractual practices Issue 2: protecting consumers’ health and safety Issue 3: sustainable consumption Issue 4: consumer service, support, and complaint and dispute resolution Issue 5: consumer data protection and privacy Issue 6: access to essential services Issue 7: education and awareness

Core subject: community involvement and development

Issue 1: community involvement Issue 2: education and culture Issue 3: employment creation and skills development Issue 4: technology development and access Issue 5: wealth and income creation Issue 6: health Issue 7: social investment

Moreover, if we accept ISO 26000 as a tool to implement the commitment on CSR

(corporate social responsibility) as one of corporate’s policy and strategy for also contribute in sustainable development, then, it would be a contradiction with some groups about their understanding in the terminology of CSR. In Indonesia, for instance, mostly the scholars argue that CSR concept is equal enough to be interpreted with the “community development” program19. In the other side, if we look into the background arguments of the needs to ensure the fulfillment the capital purpose for the current generation as well as for the future generation, and also the significance of triple bottom line concept into development policy, unfortunately, just a few Indonesian scholars saw the urgency of ISO 26000 as one of fair enough tools to portray the CSR commitment alongside with the other sustainable development standards as I mentioned previously. If we look into this guideline, therefore, there are widespread room for improvement for

19 Based on their tight definition concept on community development, a few scholars in Indonesia argue that those community development claims are not more than philanthropy program. These scholars recall for more accountable community development proposal to ensure the achievement of its substantial goals: the ability of community members to take collective action and generate solutions to common problems, instead of being dependent community on corporate’s charity programs.

Page 18: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

18

business entity and other organizations to contribute their policy and activities for the achievement of sustainable development goals, including the commitment in the specific issues, such as human rights, labor wealth issue, community welfare, a contribution to preserve biodiversity and dealing with climate change phenomena, and even a commitment to fight against corruption and its kind: extortion and bribery, and also a disclosure commitment in its political involvement. Here, I will argue it would be an excessive simplification affair if CSR concept has just interpreted as a single shallow “community development” program.

Closing In this closing section, I will give some notes of our challenge and opportunity on

the attempt to reconstruct our development path: integration the social issues and environmental sustainability into economic development policy. If we look into the emergence of international guidelines, then, there is a glimpse of hope to materialize that visionary concept of sustainable development. We can see those international standards had already reached some social and environmental points after decades became the voice concerns of society. However, while there is clearly a proliferation of those global standards, many of them remain as voluntary initiatives and are not legally binding. Those international guidelines may serve as an agreed upon definition of sustainable development especially to endorse the enhancement social and environmental performance of industrial aspect alongside with other organizations, but those guidelines are not strongly linked with external monitoring and auditing mechanism.

Yet, some organizations try to resolve this not legally binding status of those guidelines. In order to put paralyze with law institution, they put some notes in their detail explanations to encourage the users to comply with national law of the host country. The international organizations believe that in many countries, the governments had already built and committed to their regulations, including the laws which regulate the specific issues on the standards. It means the sustainable development guidelines try to endorse the organizations to comply with national labor law, national anti-corruption law, national consumer protection law, national community development law, national environmental law, and many other laws.

Surely, this responsibility cannot be fulfilled by the business entity itself, as the main accused actor of many social issues, human rights abuses, and environmental disasters. Here, the scholars called for the need of tri-sector partnership strategy: the engagement strategy between our basic social entity—government, company, and civil society—to ensure the achievement of sustainable development goals. Moreover, this engagement will become the challenge and opportunity for government and civil society, including university academicians and NGO actors, for also contribute in the realization of sustainable development. In many aspects, some of companies had already admitted that they do not have enough resources to make sure that their social and environmental commitments perform in a good shape. For several times, the companies had already sent a help signal to the government and civil society to assist them to manage the risks and

Page 19: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

19

impacts due to industries’ project activities. Through their capabilities and authority, here, the government and civil society can assist and held the assessment of company’s social and environmental performance. Many scholars believe that tri-sector partnership can be an effective engagement between those organizations to manifest the idea of triple bottom line in our development policy.

In the end, we believe that it is our responsibility that we have to give the future generations, in minimum rate, the same capital purpose, as we have today. As I pick the essence of fruitful sustainable development concept: humanity has the ability to make development sustainable to ensure that it meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs, then, it is our responsible to make sure the future generations can feel the life like ours: breathe the same oxygen like ours today, can taste the fresh water without any seizure with the others, can full their stomachs in terms of food security, can light their energy based on the energy resources in their time generations, can held their lives according to their generations, and the most important is to ensure the future generations can live peacefully in our same planet, Earth.

Bibliography

BBC News Magazine. The Mint countries: Next economic giants?

http://www.bbc.com/news/magazine-25548060 (accessed November 25, 2014). Daly, Herman E. and Joshua Farley. Ecological Economics: Principles and Applications.

Washington D.C.: Island Press, 2004. Goldman Sachs. BRICs and Beyond. London: The Goldman Sachs Group, 2007. Hopkins, Michael. Corporate Social Responsibility & International Development: Is Business the

Solution? London: Earthscan: 2007. IFC. IFC Performance Standards on Environmental and Social Sustainability. Washington D.C.:

International Finance Corporation, 2012. IFC. http://www.ifc.org/ (accessed Oct 10, 2014). International Standard. ISO 26000: Guidance on social responsibility. Geneva: ISO, 2010. Serageldin, Ismail. University Governance and the “Stakeholder Society” in Eleventh General

Conference of the International Association of Universities, Durban, South Africa. 2000.

Steffen, W., et.al. Global Change and the Earth System: A Planet Under Pressure. Berlin: Springer-Verlag, 2004.

The Hunger Project. Hunger and Poverty: Definitions and Distinctions. 2008. United Nations Global Compact. The Ten Principles.

https://www.unglobalcompact.org/aboutthegc/TheTenprinciples/index.html (accessed Nov 25, 2014).

WCED. Report of the World Commission on Environment and Development: Our Common Future. New York: the United Nations, 1987.

WWF. Living Planet Report 2014. Gland: WWF, 2014.

Page 20: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

20

Page 21: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

21

MERANCANG SIMULATOR BERKENDARA UNTUK MODUS GERAKAN VERTIKAL

PADA DESAIN KONSEPTUAL MOBIL NASIONAL

Oleh: Larasmoyo Nugroho, ST., M.Des.

Abstrak

Pada paper ini dipresentasikan sebuah simulator yang berbasis Matlab dan Simulink untuk menganalisis pola berkendara sebuah desain mobil konseptual. Desain ini pada gilirannya akan dimanfaatkan sebagai salah satu referensi dalam membangun mobil nasional. Modus gerak vertikal yang dianalisa meliputi gerakan lompatan roda dan gerakan pantulan body. Dari analisis grafis dan visualisasi 3-dimensi, terlihat wahana yang dirancang memiliki suspensi yang baik sehingga pantulan body bisa teredam secara signifikan. 1. Pendahuluan

Fase penting dalam merancang kendaraan bermotor adalah memprediksi dinamika wahana dalam bentuk simulasi. Dalam skup sistem wahana, simulasiyang dilakukan dalam paper ini adalah interaksi dinamika antara wahana dengan permukaan jalan.

Gambar 1. Tiga bagan besar sistem dari sebuah kendaraan bermotor menurut Donges [1]

Bentuk modelisasi kendaraan bermotor paling sederhana menggunakan pendekatan seperempat mobil dengan sistem suspensi dan roda yang memiliki dua derajat kebebasan [2].

Page 22: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

22

Bentuk fisik yang dimodelkan dalam seperempat mobildengan dua derajat

kebebasan adalah satu kaki mobil yang meliputi ban, roda dan suspensi. Model setengah mobil dengan empat derajat kebebasan merupakan pengembangan mode dua derajat kebebasan dan dinilai cukup representatif untuk menganalisis dinamika gerakan modus longitudinal dan dinamika gerakan modus vertikal dari roda depan dan roda belakang. Bahkan jika diberi gangguan ke arah samping, dinamika lateral sudah dapat dianalisis pada roda kiri dan kanan, bersamaan dengan analisisgerakan vertikal [3].

Gambar 3. Model seperempat mobil dengan dua derajatkebebasan

Untuk mensimulasikan model penuh dari wahana mobil diperlukan setidaknya enam derajat kebebasan, yang dapat ditingkatkan hingga ratusan [4]. Tingkatkerumitan model wahana bergantung pada seberapa banyak komponen dilibatkan, dan bagaimana tingkat realisme diasumsikan.

Dalam mempelajari pola berkendara satu wahana, isyu penting lainnya adalah sumber gangguan yang akan dijadikan input pada model simulasi. Ada beberapa sumber gangguan berkendara yang menghasilkan vibrasi, yaitu ketidakteraturan jalan dan gangguan internal kendaraan. Paper ini menelitiefek kekasaran jalan pada gerakan wahana secara vertikal. Kekasaran jalan dideskripsikan sebagai profil perubahan ketinggian jejak titik pusat roda sepanjang wahana bergerak [5].

Simulasi pada paper ini menggunakan program GUI analisator berbasis Matlab [6] di mana pengguna dapat memasukkan jenis model jalan, termasuk kekasarannya dan tonjolan yang signifikan pada permukaan jalan. 2. Pemodelan Sistem Wahana

Sistem model kendaraan yang disimulasikan pada Matlab dan Simulink

menggunakan 7 derajat kebebasan, meliputi gerakan vertikal (pantulan body, lompatan

Page 23: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

23

roda), sudut guling dan sudut angguk. 4 derajat kebebasan lain diambil dari gerakan vertikal setiap roda.

Gambar 4. Sistem suspensi pada mobil [Beaudaniels.com]

Pada Gam.4 dan 5, ditampilkan model penuh suatu mobil dengan elemen-elemen

suspensi dasar. Suspensi dari kendaraan dimodelkan sebagai spring-damper system yang memiliki konstanta kekakuan pegas K, dan konstanta damper C. Roda dan ban dimodelkan sebagai pegas dengan koefisien pegas ban Kt.

Gambar 5. Modelisasi sistem suspensi pada mobil utuh

2.1. Persamaan Gerak

Model dinamika wahana dikembangkan dari Hukum Kedua Newton. Persamaan

gerak yang menerangkan wahana dengan 7 derajat kebebasan dapatdijelaskan sebagai berikut:

Persamaan gaya sepanjang sumbu-z : Untuk massa kendaraan :

untuk massa roda-ban:

Page 24: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

24

Persamaan momen dalam sumbu x dan y:

Dengan mengasumsikan sudut angguk dan sudut roll kecil, maka sinθ≈θ, sinφ≈φ

digunakan untuk menyatakan persamaan gaya vertikal pada massa body mobil, sebagai berikut:

Gaya yang bekerja pada massa roda dan ban dapat diterangkan dalam persamaan berikut:

Di mana adalah perubahan ketinggian jalan yang dijadikan input pada roda.

adalah koefisien pegas dari ban pada tiap roda bersangkutan.

adalah perubahan ketinggian pada body wahana. Dalam bentuk matriks, persamaan gerak dalam 7 derajat kebebasan dapat ditulis sebagai berikut:

di mana vektor keadaan dapat didefinisikan sebagai berikut:

dan vektor input dinyatakan dalam :

Persamaan ruang gerak di atas dinyatakan dalam matriks sebagai berikut :

Page 25: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

25

2.2. Parameter Simulasi dan Model Simulasi Model 7 derajat kebebasan yang dikembangkan dalam software Matlab/Simulink, diilustrasikan dalam gambar 2 di bawah ini :

Gambar 6. Blok Diagram Model 7 Derajat Kebebasan dalam MATLAB/Simulink

Parameter wahana dan parameter suspensi diambil dari sebuah kendaraan jenis sedan [6] yang akan dijadikan referensi model mobil nasional konseptual dan disusun dalam Tabel 1 hingga 3 Tabel 1. Parameter Body

Page 26: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

26

Tabel 2. Parameter Sistem Suspensi

Table 3. Parameter Roda

3. Karakteristik Getaran

Karakteristik getaran pada jalan memiliki rentang frekuensi dari 40 hingga 400

Hz, yang disebabkan oleh ketidakrataan jalan dan memiliki rentang frekuensi dari 1000 - 2000 Hz akibat getaran internal mesin mobil. Efek dari kekasaran jalan iniyang akan dianalisa. 3.1. Gerakan Body Memantul Body memantul (body bounce) adalah gerakan vertikaldari wahana yang ditopang oleh suspensi dan per. Nilai aproksimasi dari frekuensi body memantul dapat didekati dengan formula sebagai berikut :

di mana ks adalah kekakuan suspensi yang merupakan jumlah dari koefisien kekakuan suspensi dari setiap kaki roda. Untuk mobil nasional konseptual yang kita kaji dan parameter suspensinya, nilai frekuensi

body memantul didapatkan bernilai

Page 27: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

27

3.2. Gerakan Roda Melompat (Wheel Hop)

Setiap roda memiliki modus gerakan vertikal yaitu roda melompat, yang disebabkan

oleh eksitasi akibat bentuk jalan yang tidak rata. Akibat keberadaan suspensi, frekuensi lompatan roda lebih tinggi dibanding frekuensi pantulan body, sehingga massa body cenderung diam ketika roda melompat. Nilai frekuensi roda melompat dapat didekati dengan modelseperempat mobil.

Untuk kendaraan yang dikaji, kekakuan suspensi memiliki nilai berbeda antara depan dengan belakang, sehingga frekuensi lompatan rodanya pun berbeda

=12.19 Hz. Untuk memisahkan frekuensi antara lompatan roda dan pantulan body,

simulasi dilakukan menggunakan sinyal sinusoidal yang frekuensinya disamakan dengan dengan frekuensi lompatan roda. Sinyal gangguan dari jalan dijadikan input, sementara respon wahana dinyatakan dalam pantulan body dan lompatan roda yang jika disatukan dapat terlihat pada Gam.7 di bawah. Nilai input gangguan sebesar 5 cm dan frekuensi input didekatkan dengan frekuensi lompatan roda.

Gambar 7. Input gangguan jalan

Gambar 8. Gerakan Body Memantul

Page 28: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

28

Gambar 9. Gerakan Roda Depan Melompat

Gambar 10. Gerakan Roda Belakang Melompat

Dari Gam. 7 hingga 10 terlihat bahwa gerakan pantulan body cukup teredam

dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa suspensi bekerja dengan baik. Antar muka grafis yang digunakan dalam paper ini memiliki tampilan sebagai

berikut.

Gambar 11. Tampilan antar muka grafis untuk mengujipola gerakan modus vertikal [6]

Page 29: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

29

4. Parameter Input dan Output pada Simulasi

Input dari jalan berupa pemilihan bentuk profil gelombang jalan. Pilihannya sebagai berikut :

Jalanan datar

Jalanan berbentuk sinusoidal, dengan jumlah gelombang (n), dan frekuensi eksitasi f = Vn [Hz], dimana (V) adalah kecepatan wahana

Jalanan tidak teratur, menggunakan nilai statistik dengan standar deviasi tertentu

Tonjolan khusus pada permukaan jalan. Output dari simulasi berupa variabel-variabel berikut :

Pantulan body

Akselerasi vertikal

Sudut angguk

Sudut guling

Lompatan setiap roda 5. Animasi 3-dimensi

Animasi 3-dimensi ini bertujuan untuk memudahkan analisa dengan melihat respons pada mobil secara utuh. Model 3-dimensi yang digunakan adalah salah satu referensi konsep kendaraan mobil nasional. Begitu simulasi dijalankan, dunia virtualdibangun dan digerakkan menggunakan sinyal data dari perhitungan simulasi. Beberapa data yang diolah untuk menghasilkan animasi 3 dimensi : gerak body memantul, sudut angguk dan guling, lompatan roda.

Gambar 12. Visualisasi 3-Dimensi dari mobil secara utuh

Page 30: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

30

6. Kesimpulan

Sebuah software berbasis Matlab dikembangkan untuk meneliti dinamika dan pola berkendara konsep mobil nasional dengan model wahana secara utuh. Simulasi ini menghitung 7 derajat kebebasan gerak dengan input jenis permukaan jalan. Simulasi ini dilengkapi visualisasi gerakan mobil, dan pemetaan output dari variabel yang meliputi pantulan body, sudut angguk dan guling, dan gerakan lompatan roda. Input yang diberikan berupa profil jenis permukaan jalan (datar, sinusoidal dan random) dan tonjolan pada permukaan jalan.

Pada percobaan yang telah dilakukan, renjulan jalansebesar 5 cm hanya memberikan getaran sebesar 4 milimeter saja pada body wahana. Dengan demikian terlihat bahwa desain mobil yang dirancang memiliki suspensi yang cukup baik sehingga bisa meredam getaran hingga 92%. Referensi [1] Maurer, M. Automotive Systems Engineering.Springer-Verlag. Berlin. 2013 [2] Thompson, A.G. The effect of tire damping on the performance of vibration absorbers in an active suspension. Journal of Sound and Vibration, 1989, 133(3), 457-465. [3] Campos, J., Davis, L., Lewis, F.L., Ikenaga, S., Scully, S. and Evans, M. Active SuspensionControl of Ground Vehicle Heave and Pitch Motions. Proceedings of the 7th Mediterranean Conference on Control and Automation (MED99)Haifa, Israel, 1999). [4] Stone, M.R. and Demetriou, M.A. Modeling and Simulation of Vehicle Ride and Handling Performance. Proceedings of the 15th IEEE International Symposium on Intelligent Control (ISIC2000)Rio, Patras, Greece, 2000). [5] T. D. Gillespie, Fundamentals of Vehicle Dynamics,Warrendale, PA : Society of Automotive Engineers, c1992. 01/01/1992 xxii, 495 p. [6] Prach, A. Kahraman, E. Gursoy, G. Nugroho, L. Road Vehicle Ride Simulation and Animation. ME513-Term Project. Middle East Technical University. Ankara. 2012

Page 31: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

31

GEOTHERMAL ENERGI DI INDONESIA DAN TURKI

Oleh: Budi Wirawan Geothermal energi atau energi panas bumi adalah energi panas yang tersimpan di

dalam perut bumi, berasal dari aktivitas tektonik berupa peluluhan radio aktif mineral-mineral padat di dalam bumi. Ada teori yang mengatakan bahwa sebagian energi panas ini berasal dari energi matahari yang diserap oleh bumi sejak bumi diciptakan. Geothermal energi termasuk kategori energi yang bersih dan berkelanjutan (clean and sustainable). Pemanfaatan geothermal sangat bermacam-macam, tergantung dari berapa besar suhu dan kapasitas dari sebuah sumber panas bumi. Misal untuk perikanan, budidaya jamur, penghangat ruangan untuk daerah dingin, pariwisata atau hanya untuk sekedar mandi dan berendam air panas. Pemanfaatan goethermal yang paling umum saat ini adalah sebagai sumber energi listrik. Pemanfaatan sumber energi geothermal berdasarkan suhunya dijabarkan lengkap pada diagram bernama Lindal diagram.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia terletak pada daerah tektonik bernama cicin api (ring of fire) dan juga merupakan negara yang memiliki jumlah gunung berapi aktif paling banyak di dunia.Adanya gunung berapi merupakan salah satu indikator bahwa daerah tersebut memiliki potensi energi panas bumi. Sepanjang sejarah ada beberapa erupsi gunung berapi di indonesia yang menarik perhatian dunia. Sebagai contoh, erupsi gunung Tambora pada 1815 mengeluarkan begitu banyak abu yang tersebar hingga daerah Eropa dan menutupi sinar matahari sepanjang tahun mengakibatkan bencana yang dikenal dengan istilah “Year without summer”.

Contoh lainnya, erupsi gunug Krakatau pada tahun1883 yang mengakibatkan sunami besar dan letusan tersebut menghilangkan 2/3 bagian dari pulau krakatau, suara letusannya dicatat sebagai suara terkeras yang pernah terdengar pada zaman modern, terdengar hingga jarak 4,800 km dari pusat letusan. Simon Winchester menulis buku yang menjadi best seller tentang kejadian ini dengan tema “The Day The World Exploded”. Ini adalah gambaran tentang besarnya potensi geothermal atau panas bumi yang dimiliki oleh Indonesia. Indonesia memiliki potensi geothermal terbesar , sekitar 40% dari total potensi geothermal di seluruh dunia atau sekitar 28,000 megawatt. Namun untuk pemanfaatannya saat ini Indonesia masih berada di urutan ketiga setelah USA dan Filipina sebagai produsen energi listrik dari sumber panas bumi.

Pemanfaatan energi geothermal sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Indonesia kini sudah menjadi salah satu opsi yang cukup dipertimbangkan oleh pemerintah Indonesia dalam memenuhi kebutuhan energi nasional. Pemerintah melalui Perusahaan Listrik Negara (PLN) melakukan peningkatkan produksi listrik nasional yang disebut dengan program Fast-track. Pada program Fast-track yang kedua, dari total target peningkatan produksi sebesar 10.000 MW, 60% akan berasal dari energi terbarukan. 48% dari sumber energi terbarukan tersebut direncanakan akan diproduksi dari energi geothermal. Saat ini Indonesia masih menghasilkan sekitar 1.200 MW listrik dari sekitar 28.000 MW potensi geothermal yang dimiliki melalui beberapa PLTP yang ada di beberapa

Page 32: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

32

daerah seperti, Kamojang, Darajat, Gunung Salak, Ulubelu, Wayang Windu, Dieng, Lahedong, Sibayak dan Patuha.

Potensi energi goethermal di Turki secara global berada di posisi ketujuh terbesar di dunia. Di Turki pemanfaatan energi geothermal tidak sebatas untuk pembangkit listrik saja, penggunaan langsung (direct-use) juga menjadi pilihan lainnya. Letak Turki yang berada di daerah sub-tropis dan karakter sumber geothermal yang ber-enthalpy rendah membuat penggunaan langsung menjadi pilihan yang bagus. Bahkan hingga 2005 Turki merupakan negara kelima dengan kapasitas terbesar dalam penggunaan langsung energi geothermal. Di Indonesia opsi penggunaan langsung belum terlalu diperhatikan, bahkan sisa energi panas dari pembangkit yang telah menghasilkan listrik dibiarkan begitu saja atau di reinjeksi

kembali ke dalam tanah, padahal suhu dari sisa pembangkit listrik ini bisa mencapai 50C. Contoh penggunaan langsung yang ada di Turki seperti pemanas ruangan/daerah, rumah kaca, balneologi, spa, mandi dan kolam renang. Di PLTP Kizildere, Denisli yang merupakan PLTP dengan kapasitas terbesar juga memanfaatkan sumber geothermal untuk mengkasilkan produk lain selain energi listrik yaitu carbon dioksida yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biang es (dry ice), pertahunnya kapasitas produksi dari dry ice ini mencapai 80.000 ton. Pemanfaatan energi geothermal di Turki juga masih terus berkembang, salah satu contohnya International Finance Corporation (IFC) salah satu anggota dari World Bank grub merupakan infestor utama dari pengembangan PLTP Kizildere yang merupakan PLTP dengan kapasitas terbesar di Turki.

Hubungan Turki dan Indonesia di bidang geothermal mengalami peningkatan yang cukup baik beberapa tahun terakhir. Hitay Investment Holdings yang merupakan salah satu perusahaan investasi di Turki pada tahun 2012 mulai melakukan investasi untuk pemanfaatan potensi geothermal di indonesia dengan nilai hingga 3 milyar USD. Hitay Investment Holdings adalah perusahaan investasi milik Emin Hitay yang pernah menjadi konsul kehormatan untuk Indonesia di Isanbul sejak 2008 hingga Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Istanbul dibuka pada tahun 2013, kini Emin Hitay menjadi Konsul kehormatan untuk Indonesia di Antalya. Sebagian besar investasi oleh Hitay Investment Holdings akan dilakukan di daerah Sumatra dan Jawa, yang memang memiliki potensi geothermal yang cukup besar.

Peran pemerintah Indonesia juga sangat penting untuk pengembangan potensi geothermal, salah satu kabar menggembirakan di bidang ini adalah disahkannya undang-undang panas bumi pada agustus 2014. Undang-undang ini merupakaan revisi dari UU No. 27 tahun 2003 Panas Bumi, sebelum direvisi eksplorasi geothermal dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan sehingga pengembangan geothermal yang sebahagian besar berada di dalam derah hutan konserfasi mengalami kendala. Pada UU yang telah direvisi ini juga kini telah mengatur pemanfaatan langsung uap panas bumi yang sebelumnya hal tersebut tidak diatur.

Untuk kedepannya semoga geothermalIndonesia bisa terus berkembang dan dapat menjadi andalan sumber energi listrik nasional. Dan saya berharap agar indonesia bisa mengambil inspirasi dari Turki tentang pemanfaatan langsung energi geothermal di bidang agrikultur, aquakultur dan balneologi yang saat ini masih belum terlalu populer sehingga pemanfaatan energi geothermal di indonesia lebih optimal dan bermanfaat lebih besar lagi.

Page 33: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

33

MEMAKNAI TOLERANSI DALAM KEILMUAN20

Oleh: Akhmad Rofii DAMYATI, MA

Di setiap tahun menjelang tibanya hari Natal selalu saja kita di‘ganggu’ dengan kata

sakti ‘toleransi’. Seakan kalau tidak mengucap “Selamat hari Natal” atau memakai atribut natal, dianggap tidak toleransi terhadap penganut agama lain, terutama dalam hal ini kaum Kristiani. Ini memang fenomena kekinian kita. Sebagai orang Islam, boleh kita ajukan pertanyaan minimal kepada diri kita sendiri, apakah benar kita tidak toleran? Atau kita hanya dipaksa fenomena kekinian itu demikian? Jangan-jangan kita terjebak pada pemaksaan simbolis belaka?

Bisa jadi fenomena kekinian itu sendiri yang tidak toleran kepada kita, seakan-akan tidak ingin membiarkan kita untuk tidak mengikuti agenda-agendanya. Di sinilah bisa jadi ada ketidaktoleranan dalam menyerukan toleransi. Bagaimana tidak, fenomena itu dihembuskan terus menerus oleh media, sebab media kini seakan menjadi hakim. Padahal media itu sekedar memberi informasi (khabar), yang dalam khazanah Islam bisa jadi benar atau salah (yahtamil al-sidq wa al-kizb). Maka kita musti sadar sesadar-sadarnya dalam memahami toleransi jangan sampai terjadi ketidakadilan.

Tulisan ini tidak akan membincangkan toleransi hari natal secara spesifik, namun akan jauh menelisik makna toleransi, terutama dalam konteks keilmuan Islam. Kita tahu bahwa Islam tidak saja di zaman ini (zaman kekinian) saja bertemu, bersanding bahkan berbenturan dengan agama-agama lainnya. Din kita sudah matang dalam soal bergesekan dengan agama lain. Hanya saja umat Islam barangkali ada yang masih kaku, malu, bahkan enggan untuk bertoleransi.

*

Kita cari dahulu makna semantik kata toleran ini. Dalam sebuah kamus disebutkan, “to tolerate is to allow the existence, presence, practice, or act of without prohobotion or hindrance; permit” (lihat: http://dictionary.reference.com). Bisa diartikan bahwa toleransi adalah membiarkan suatu eksistensi, kehadirannya, prakteknya, atau suatu sikap tanpa pelarangan atau mencegah; yang arti lainnya adalah mengizinkan.

Berarti dengan demikian toleran itu membiarkan, mengizinkan, tanpa mencegah, melarang orang lain melalukan keyakinannya. Sebatas itu batas demarkasinya sudah toleran sejati. Sebab kalau kurang atau lebih, maka toleran akan berubah makna. Misalkan kita buat negatif saja kata toleran, maka menjadi “intoleran”, yang artinya tidak membiarkan eksistensi agama tertentu. Dengan makna demikian, berarti tidak mengizinkan orang lain mengamalkan keyakinannya di suatu tempat tertentu. Bisa kita contohkan, umat Islam di Rohingya yang diburu-buru, dibakar hidup-hidup, diperkosa perempuan-perempuannya,

20 Tulisan ini ditulis sebagai respon terhadap isu toleransi antar agama yang biasa menghangat menjelang Natal tiba di setiap tahunnya di Indonesia.

Page 34: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

34

bahkan di depan umum menjadi tontonan penganiayaan, merupakan bentuk intoleransi para penganut agama Buda di Myanmar. Lagi-lagi media bisu dengan hal ini. Di mana makna toleran?

Juga jika kita melebihi batas-batas toleransi, maka bukan toleransi lagi namanya tapi “over toleransi”. Itu kita bisa artikan bahwa ketika kita sudah membiarkan, mengizinkan, membolehkan agama lain nyaman dengan melaksanakan keyakinannya tanpa kita kejar-kejar, kita usik, kita ganggu, sebagaimana contoh muslim Rohingya tadi, lalu masih tidak merasa puas, yang mungkin karena sikap intoleransi fenomena kekinian, ingin yang lebih lagi dari sikap itu, maka itulah over akting toleransi. Bisa kita misalkan, ada gerakan-gerakan ingin menyamakan agama-agama yang ada, jadilah agama Pluralisme; tidak cukup dengan sikap toleransi, lalu agama itu dianggap sebagai biang kerok kedamaian dan akhirnya menganggap agama candu masyarakat, jadilah ateisme.

Apakah sesederhana kita tidak mengucapkan “Selamat Natal” lalu kita tidak toleransi? Tentu saja tidak demikian. Bisa jadi dengan tidak mengucapkannya adalah merupakan kecerdasan kita mengamati fenomena kekinian bahwa ada intoleransi terhadap ketoleranan kita. Kita sudah tahu demarkasi toleransi, sebagaimana di atas, sembari kita cerdas terhadap ketidaktoleranan informasi yang sangat dipaksakan ke tengah-tengah kita. Karena kita tahu posisi kita saat ini, di mana kita tidak ingin over akting dalam toleransi (over tolerance), maka batas-batas toleransi sangat penting.

**

Agar tidak over akting dalam toleransi, sebagai bahan renungan kita, tidak salah kalau kita melihat toleransi dari sudut pandang sejarah keilmuan Islam. Ketika Islam sudah menyebar luas di semenanjung Arab dan sekitarnya, maka mulai berjumpa dengan ilmu-ilmu ‘baru’ baginya, walaupun bukan berarti tidak ada dalam Islam sebelumnya. Apa yang terjadi, maka interaksi, benturan, gesekan dengan ilmu-ilmu yang ada mampu menyingkap banyak tabir yang asalnya semu menjadi jelas, yang asalnya tertutup menjadi terbuka, yang asalnya simpul-simpul belaka menjadi sambungan-sambungan pengetahuan, dan seterusnya.

Dalam konteks ini, toleransi keilmuan Islam mengikut sifat ilmu itu sendiri yang pada dasarnya mencari kebenaran, mengurai objek-objek ilmu agar terurai yang mana yang salah dan mana yang benar. Sebab, burhan yang dimiliki Islam, akan mendalami setiap yang bersentuhan dan berhadapan dengannya.

Tentu saja Islam datang dengan membawa cahaya ilmu guna menghilangkan kebodohan. Maka cahaya itu untuk menyinari kegelapan, terutama kegelapan keilmuan. Jika kita sudah ada dengan cahaya sebagai penerangnya, lalu tugas kita memberi penerangan kepada kegelapan pengetahuan manusia. Yang pasti di kegelapan-kegelapan itu masih terdapat banyak hal yang berharga dan bermutu. Misalkan, di dunia Arab Jahiliyah tidak semua dinafikan secara membabi buta oleh Islam, Islam tidak datang kemudian segala sesuatu dibasmi, tidak. Yang berharga tetap dipertahankan dan kalau perlu diadaptasi atau dimodifikasi. Itulah yang namanya Islamisasi.

Tentu saja Islamisasi sangat erat kaitannya dengan toleransi. Sebab itu Islam tidak membabat habis segala sesuatu yang ada di luar kepercayaan selain Islam, melainkan ada

Page 35: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

35

proses adaptasi, dengan bahasa ideologisnya “dakwah”. Proses adaptasi ini kental dengan mengenali kebenaran segala sesuatu (haqaiq al-ashya’). Sebab, dengan nur Islam (‘ilm) yang kalau kita ibaratkan lentera tadi, mampu menerangi di kegelapan itu mana batu permata, batu gunung, batu pasir, batu sungai dan batu-batu yang tak berharga. Usaha menjelaskan sejelas-jelasnya tentang kebenaran fakta itulah sebenarnya yang juga termasuk toleransi.

Filsafat misalnya, ketika Islam berhadapan dengan refrensi filsafat maka praktik toleransi ini akan kelihatan. Penerangan cahaya Islam lagi-lagi perlu kita apresiasi. Tidak lantas kemudian referensi yang datang dari luar kita bakar, kita musnahkan, kita negasikan. Sebab jika itu yang terjadi, boleh intoleran itu disematkan kepada Islam. Namun faktanya Islamisasi yang terjadi, penyinaran dengan cahaya Isalm sehingga cahaya-cahayanya di kemudian hari diserap sampai ke Eropa, bahkan Indonesia di daerah Timur jauh ini.

Saya mengamati, saking toleransinya, telah terjadi penyelamatan yang luar biasa atas karya-karya Yunani oleh ulama-ulama dahulu sebagai referensi penting dalam keilmuan. Karya-karya Yunani kuno diedit ulang, dijelaskan kembali, ditafsir dengan bahasa yang lebih dipahami, ditulis dalam uraian-uraian panjang, dibetulkan yang salah-salah, ditambahin yang kurang-kurang, disistematiskan dengan baik, dan yang terpenting tidak pernah berbohong bahwa itu diambil dari karya-karya Yunani Kuno. Itu kebiasaan toleran yang bijak oleh kalangan ilmuan Islam dahulu.

Jadi, toleransi keilmua Islam sebenarnya Islamisasi itu sendiri. Sementara Isalmisasi adalah adaptasi keilmuan Islam dengan ilmu-ilmu yang seakan asing di masanya. Adaptasi ini sebetulnya proses mikanis pemikiran Islam dalam memperkaya keilmuan. Sebab, dalam Islam banyak sekali konsep-konsep general yang kala itu perlu diungkap. Misalkan saja kata “hikmah”. Selain diurai dengan khazanah yang ada, maka kata hikmah kemudian bisa diperkaya dengan khazanah-khazanah yang lain, terutama dengan pengertian bijaksana, misalnya (sophy). Ternyata bijaksana itu terkait dengan hukum, karena hukum itu merupakan gambaran tatanan kebijaksanaan. Sebab dengan adanya hukum tatanan kehidupan manusia berbeda dari tatanan hukum hewan. Orang yang bijak juga musti berpengetahuan, karena kebijaksanaan tidak datang begitu saja tanpa ilmu tentang kebenaran. Maka seorang pecinta hikmah adalah pasti pecinta ilmu. Dan begitu seterusnya.

Konsep-konsep penting, sebagaimana Professor Syed Muhammad Naquib al-Attas biasa mengurai technical terms, dalam Islam punya kandungannya sendiri, yang kandungan maknanya itu akan memberi pencerahan dan penyinaran (Islamisasi) terhadap konsep-konsep di luar Islam. Maka adaptasi akan mempunyai konsekuensi-konsekuensi kekuatan konsep, kekuatan menyinari, kekuatan mengurai dan kekuatan mengambil yang baik dan menginggalkan yang buruk.

Kekuatan konsep yang dimaksud, Islam memiliki prinsip-prinsip yang kokoh. Prinsip-prinsip yang kokoh itu tertuang dalam konsep-konsep pentingnya, seperti islam, iman, ihsan, ‘ilm, haqq, nubuwwah, wahy, kitab, risalah, tanzil, din, ilah, rabb, rahmah dan lain sebagainya di mana proros konsepnya ada pada wahyu yang kokoh tak tergoyahkan walaupun digoyang dari segala penjuru mata angin. Bahkan, saking menunjukkan kekokohannya, Al-Quran sebagai buku induknya menyatakan dengan lantang dan yakin bahwa buku ini tidak ada keraguan (zaalika’l-kitab la raiba fiih). Adakah kita lihat ada buku di mana saja yang mengawali pengantarnya dengan kata-kata ‘tidak ada keraguan’? Pasti tidak berani! Sebab penulisan buku oleh manusia selalu diwarnai oleh kesalahan, baik konseptual

Page 36: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

36

maupun teknikal. Bahkan, sang penulis buku di mana-mana selalu meminta masukan dan kritikan dengan kemungkinan besar adanya eror di dalam penulisan bukunya itu. Al-Quran tidak demikian, bahkan menantang siapa pun yang bisa membuktikan kesalahannya atau bahkan kalau mahu membuat tandingannya walau satu ayat.

Kekohon dalil inilah yang kemudian menjadi pondasi kuat bagi Islam untuk menerangi yang lain. Bukan seperti lilin, memang menerangi tapi dirinya terbakar, yang akhirnya musnah dengan sendirinya. Mungkin yang pas gambaran ini adalah apa yang ditamsilkan oleh Al-Quran sendiri pada surat Ibrahim ayat ke 24-25:

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (QS. 14: 24-25) Pohon yang kokoh dengan akar yang menancap kuat (tsabit) merupakan syarat

utama apabila mahu menjadi pohon yang besar, tinggi, apalagi sampai menjulang ke langit. Sebab angin dari segala penjuru tak henti-henti datang menghantam silih berganti. Maka setelah kokoh, siaplah memberi buahnya di setiap musim yang manfaatnya dirasakan bukan untuk pohon itu tapi untuk semua pihak. Kekokohan pohon Islam ada pada kalimah yang baik (kalimat thayyibah). Para mufassir biasa menafsirkannya dengan kalimat tauhid, yaitu la ilaha illallah atau cukup kata “Allah”. Mengenai Allah, siapa Allah, sifat-sifatnya, risalahnya, kebenarannya, hujjah-hujjah mengenai eksistensinya itu ada pada kitab yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW yang dinamakan Al-Quran. Al-Quran itu yang di dalam ayat-ayat awalnya menyebutkan tidak ada kerguan di dalamnya (la raiba fiih).

Kekuatan konsep (bisa dilihat sebagai the power of ‘aqidah) tidak banyak berarti kalau tidak disertai dengan kekuatan praktek (the power of ‘amal). Sudah jamak diketahui dalam teori-teori ilmu, bahwa ketika ada teori, di sana ada praktek. Demikian komposisi ilmu dalam manusia yang direkam oleh para filosof dan saintis, baik di Timur maupun di Barat, yaitu ilmu itu terbagi kepada teori dan praktek. Kekuatan lentera Islam rupanya sanggup bertahan sampai akhir zaman. Sebab itulah, cahayanya mempunyai kekuatan menyinari hingga ke pelosok-pelosok kecil di semua penjuru dunia, bahkan menjadi lentera tidak saja manusia tapi jin juga merasakan cahaya lentera ini.

Oleh karena itu, wajar sekali, sebagai agama yang menyayangi (rahmah) dan bijaksana (hakim), tentu saja toleransi yang tinggi kekuatan cahayanya disebarkan ke semua tempat-tempat gelap agar nampak terang kandungan-kandungan hikmah di sana. Bukanlah al-hikmatu dhallatul mukmin? Bukankah hikmah itu barang hilangnya orang beriman? Di mana pun kita menemukannya, maka itu boleh diselamatkan. Itulah jiwa toleransi yang pertama.

Toleransi berikutnya, Islam tidak membiarkan barang-barang temuan itu sia-sia belaka. Dipisahkan dahulu dari barang-barang tak berharga lainnya, misalkan emas permata dipisah dari batu-batu sungai dan gunung. Misalkan, karya-karya keilmuan dipisahin dahulu dari yang bukan karya-karya picisan. Lalu, dibersihkan kotoran-kotoranya, disikat bersih hingga mengkilat, nampak yang hakiki dan membuang benda-benda yang menyelimutinya. Kalau karya-karya keilmuan sudah dipisahkan, diedit lagi, dibersihkan konsep-konsep

Page 37: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

37

kotornya dengan konsep atau cahaya keilmuan Islam, diurai ulang hingga detail, lalu disyarahin lagi, bahkan dibuat perbandingan-perbandingannya dalam Islam itu sendiri. Itulah ekstra toleransinya Islam dalam keilmuan.

Jika kita pernah membaca teori gerak dalam ilmu fisika, ada namanya teori Sentifugal dan Sentipetal, yaitu teori gerak yang tidak menjauh dari pusat gerak dan teori gerak yang menjauh dari pusat tapi tidak putus. Keilmuan Islam juga begitu, ilmu-ilmu yang berkembang di sekitar pusatnya, yaitu wahyu, terus saja memberikan toleransi keilmuan kepada umat manusia. Sementara tidak terbilang juga ada ilmu-ilmu yang bergerak menjauh namun tidak putus dari pusatnya.

Contoh-contoh buah toleransi keilmuan itu adalah seperti Al-Khawarizmi, Bapak matematika yang dengan gagasan aljabarnya telah sangat mempengaruhi perkembangan ilmu matematika. Boleh diklaim, tanpa pemikiran al-Khawarizmi, tanpa sumbangan angka-angka Arab, maka sistem penulisan dalam matematika masih gelap sampai sekarang. Sebelum memakai angka-angka Arab, dunia Barat bersandar kepada sistem angka Romawi.

Bilangan 3838, misalnya, jika ditulis dengan sistem desimal atau angka Arab, hanya membutuhkan empat angka. Namun, jika ditulis dengan angka Romawi, maka dibutuhkan tiga belas angka, yaitu MMMDCCCXLVIII. Demikian juga ketika dalam bentuk perkalian. 34 kali 35 akan lebih mudah mengalikannya jika dibanding dengan XXXIV dan XXXV. Terbayang oleh kita betapa rumitnya, bertele-telenya sistem penulisan angka Romawi. Dengan penggunaan angka-angka Romawi, maka akan banyak memakan waktu dan tenaga untuk mengoperasikan sistem hitungan.

Seandainya dunia Barat masih berkutat dengan menggunakan angka Romawi, tentunya mereka masih gelap gulita sampai sekarang. Hal itu karena angka Romawi tidak memiliki kesederhanaan. Untung saja ada sumbangan angka-angka Arab, disebabkan sumbangan pemikiran al-Khawarizmi, maka pengerjaan hitungan yang rumit pun menjadi lebih sederhana dan mudah. Al-Khawarizmi menulis karyanya dalam bidang matematika tersebut tentu saja berakar dari motivasi agama untuk menyelesaikan persoalan hukum warisan dan hukum jual-beli.

Contoh lain, pemikir Muslim yang sangat berperan dalam toleransi ilmu pengetahuan. Ibn Sina salah satu ilmuan yang penting dalam ilmu pengetahuan. Ketika baru berusia 21 tahun, beliau telah menulis al-Hasil wa al-Mahsul yang terdiri dari 20 jilid. Selain itu, beliau juga telah menulis al-Shifa (Penyembuhan), 18 jilid; al-Qanun fi al-Tibb (Kaidah-Kaidah dalam Kedokteran), 14 jilid; Al-Insaf (Pertimbangan), 20 jilid; al-Najat (Penyelamatan), 3 jilid; dan Lisan al-’Arab (Bahasa Arab), 10 jilid. Karyanya al-Qanun fi al-Tibb telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin di Toledo Spanyol pada abad ke-12. Buku al-Qanun fi al-Tibb dijadikan buku teks rujukan utama di universitas-universitas Eropa sampai abad ke-17. Disebabkan kehebatan Ibn Sina dalam bidang kedokteran, maka para sarjana Kristen mengakui dan kagum dengan Ibn Sina. Seorang pendeta Kristen, G.C. Anawati, menyatakan: “Sebelum meninggal, ia (Ibnu Sina) telah mengarang kurang lebih 276 karya. Ini meliputi berbagai subjek ilmu pengetahuan seperti filsafat, kedokteran, geometri, astronomi, musik, syair, teologi, politik, matematika, fisika, kimia, sastra, kosmologi dan sebagainya.”

Karena kekuatan cahaya keilmuan Islam itulah, maka sebenarnya pada zaman

Page 38: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

38

kegemilangan kaum Muslimin, orang-orang Barat meniru kemajuan yang telah diraih oleh orang-orang Islam. Jadi, kegemilangan Barat saat ini tidak terlepas daripada sumbangan pemikiran kaum Muslimin pada saat itu. Hal ini telah diakui oleh para sarjana Barat. Selain itu, para ulama kita dahulu menguasai beragam ilmu. Fakhruddin al-Razi (1149-1210), misalnya, menguasai al-Qur’an, al-Hadith, tafsir, fiqh, usul fiqh, sastra arab, perbandingan agama, logika, matematika, fisika, dan kedokteran. Bukan hanya al-Qur’an dan al-Hadits yang dihafal, bahkan beberapa buku yang sangat penting dalam bidang usul fikih seperti al-Shamil fi Usul al-Din, karya Imam al-Haramain al-Juwayni, al-Mu‘tamad karya Abu al-Husain al-Basri dan al-Mustasfa karya al-Ghazali, telah dihafal oleh Fakhruddin al-Razi.

Semua keilmuan itu, biarpun jauh dari kisaran pusatnya, yaitu wahyu, namun semua itu dalam rangka mengembangkan dan melaksakan seruan agar menuntut ilmu dan menghilangkan kebodohan. Semua pengetahuan selalu tersambung dengan Islam walaupun terlihat menjauh dari Islam. Baru kemudian di masa-masa berikutnya, di masa keilmuan itu beralih ke Barat, tiba-tiba banyak sekali keilmuan itu terputus dari pusatnya.

Melalui Westernisasi secara sistematis, satu-satu ilmu dipindah ke Barat. Ilmu-ilmu yang asalnya kait-mengait satu dengan yang lainnya tiba-tiba muncul di Barat dengan terputus-putus. Munculnya sains dan teknologi modern yang begitu hingar bingar itu membutakan mata umat manusia. Seakan sains dan teknologi menjadi penyelamat manusia pembawa kesejahteraan. Padahal sains dan teknologi hanya satu aspek saja dari keilmuan yang diwariskan dari tradisi keilmuan Islam. Di mana di ranah Islam keilmuan tidak saling berhadap-hadapan, tidak saling bertentangan antar satu dengan yang lain. Sementara di Barat ilmu menjadi musuh agama.

Begitu pula, proses Westernisasi ilmu-ilmu itu berlangsung tidak jujur, kotor dan tentu saja tidak toleran. Sejak zaman Perang Salib hingga penjajahan negara-negara berpenduduk Islam di berbagai belahan dunia, orang-orang Barat gemar mencuri kitab-kitab orang Islam untuk dibawa ke negaranya masing-masing. Kini ada banyak perpustakaan raksasa baik di Inggris, Amerika, Prancis, Jerman, Belanda, Rusia dan lain sebagainya yang menyimpan ribuan kitab-kitab penting para ulama dahulu yang masih tidak diizinkan diakses oleh orang-orang Islam. Mungkin itu bagian dari sikap yang intoleransi mereka.

Selain itu, tidak seperti ulama Islam yang terbiasa jujur menyebut sumber rujukan, misalnya ketika menyelamatkan karya-karya Yunani, para ulama menyebutkan nama Plato, Aristoteles dan lain sebagainya. Tidak demikian dengan orang-orang Barat. Mereka sukar sekali mau jujur bahwa yang mereka pelajari itu berasal dari Islam yang dibaratkan. Mereka jadikan kitab-kitab ulama yang penting-penting itu sebagai kurikulum pendidikan mereka. Lalu mereka menulis buku versi mereka tanpa merasa perlu menyebut dari mana mereka mempelajarinya. Ini sikap intoleransi lainnya dalam keilmuan Barat.

Begitulah yang terjadi, hingga mereka juga memproduksi keilmuan-keilmuan kontemporer yang penuh onak dan duri. Lalu kini Barat menjajakannya ke dunia Islam. Mereka mau mengajarkan keilmuan-keilmuan itu ke halayak umum Islam. Mereka mau mengajari toleransi keilmuan kepada Islam yang lebih dulu dewasa dalam urusan toleransi. Dengan teknologi, mereka mengatur dunia dengan arus informasi. Pengaturan imej baik dan buruk ada dicorong informasi yang dipegang mereka. Maka bukan kebenaran yang

Page 39: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

39

dicari tapi pembenaran yang diimejkam. Imej yang paling mengerikan adalah Barat itu superior dan Islam itu inferior.

Kaum muslimin dipropagandakan dengan sangat buruk, mulai dari muslim itu teroris, ekslusif, intoleran, terbelakang, anti kemajuan dan lain sebagainya. Semua itu adalah paket-paket yang dilemparkan orang Barat ke dunia Islam. Propaganda-propaganda itu terjadi hampir sama di seluruh tempat, di seluruh negara berpenduduk muslim. Paket-paket keburukan selalu diciptakan di sana. Di mana ada negara berpenduduk muslim, di sana kekacauan musti dibuat. Ini sebenarnya intoleransi yang sangat parah.

***

Di tengah-tengah intoleransi keilmuan itu, kini kita dipaksa belajar toleransi versi Barat. Versi mereka, toleransi itu penyamaan agama-gama (pluralisme agama), kawin beda agama, pengucapan hari raya bepada agama, pemakaian simbol-simbol agama mereka pada penduduk Muslim. Sebenarnya, yang demikian itu over toleransi atau over akting dalam bertoleransi. Apa saja, yang namanya over akting itu pasti negatif. Perbuatan over biasanya menerabas batas-batas kewajaran. Banyak rambu-rambu yang dinafikan demi tercapainya tujuan over akting itu. Contohnya, penyamaan agama-agama harus mendekonstruksi ayat-ayat al-Quran agar bisa mendapatkan dalil-dalilnya. Konsep-konsep yang sudah pasti dinafikan. Perbedaan mukmin dan kafir disamarkan, dan lain sebagainya. Padahal, jika kita pikir lebih jernih, justru dengan adanya perbedaan itu toleransi muncul. Kalau disamakan, apa yang bisa kita toleransikan. Jadi sebenarnya, semua ini hanya over akting toleransi. Semoga menjadi renungan keilmuan kita.

Wallahua’lam. Turkiye, 17 Aralık 2014

Page 40: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

40

Page 41: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

41

SAKRALISASI “HOCAEFENDI”

Oleh: Abdul Aziz bin Mundzir

Dalam kamus islamicdictionary.net, “Hocaefendi” adalah sebuah kata berbahasa Turki yang berarti an honorific meaning “respected”; a respectful title, which means “a man of high education” or “scholar”, pronounced as “Hodjaefendi”. Kata ini biasa digunakan untuk memanggil para imam masjid atau seorang tokoh maknawi di daerah tertentu dari wilayah Turki. Masyarakat Turki adalah masyarakat yang memiliki mayoritas populasi penduduk 90% beragama Islam. Negara Turki memiliki sejarah masa lalu yang cemerlang dimana Kerajaan Islam pernah berjaya di permukaan bumi. Turki memiliki banyak ulama besar Islam, seperti Imam A’dham Abu Khanifah, Maulana Jalaluddin Rumi, Imam Abu Yusuf, Yunus Emre, dan seterusnya. Mereka adalah para Hocaefendi yang sedang kita bahas ini pada periode mereka hingga sekarang.

Sebelum pergi ke Turki banyak orang Indonesia yang mengatakan bahwa Turki adalah Negara sekuler, termasuk saya sendiri. İya, sejarah mengabarkan berita itu kepada kita, hingga ada perasaan takut untuk mendatangi Turki. Padahal Turki dahulu adalah cermin Islam, namun hari ini kenapa Turki terkenal dengan sekularisme—negara dan agama terpisah? Selama bertahun-tahun Turki mati, tidak beragama. Agama di Turki pada waktu itu telah menjadi sebuah musuh. Segala yang berkaitan dengan agama dilarang, bahkan Bahasa Arab dihapus, adzan dikumandangkan dengan Bahasa Turki, dan seterusnya. Namun, perlu diingat bahwasanya tidak sedikit ulama Islam yang masih melanjutkan dakwahnya, meskipun bertentangan dengan pemerintah, meskipun dengan sembunyi sembunyi. Merekalah para Hocaefendi, orang-orang yang menyerahkan hidupnya untuk Islam. Hari ini cahaya Islam pun mulai bersinar kembali di Negara ini, perlahan-lahan, karena jasa mereka para Hocaefendi.

Turki datang ke periode modern dengan keadaan seperti ini. Negara ini terpaksa memulai dari nol lagi berkenaan dengan segala hal yang berkaitan dengan agama Islam. Sebuah fakta, mungkin dalam idenditas mereka bertuliskan Islam, namun mereka tidak banyak berbeda dengan orang-orang yang tidak beragama, tidak mengetahui Tuhan dan agamanya, tidak dapat membaca al-Qur’annya, bahkan telah meninggalkan shalatnya, meninggalkan perintah agama dan melakukan larangan agama. Pada waktu itu ulama Islam yang terhitung dengan jari memulai mengajak masyarakat Turki untuk mengenal Islam kembali, berawal dengan sembunyi hingga terlihat terang-terangan pada hari ini. Para ulama itu pun memulai mendirikan jama’ah-jama’ah Islam, hingga sekarang mungkin sebagian jama’ah itu kita kenal dengan Jama’ah Nuriyyah, Jama’ah Sulaimaniyyah, Jama’ah Naqsibandiyyah, Jama’ah Fathullah Gulen dan jama’ah-jama’ah yang lain. Para ulama itulah yang menjadi pemimpin jama’ah-jama’ah itu, lalu masyarakat pun memanggil mereka para pendiri jama’ah itu dengan panggilan Hocaefendi.

Page 42: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

42

Sakral di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna suci atau keramat. Kesakralan berarti kesucian. Agama Islam adalah agama haq. İslam adalah agama yang suci. Islam mengajarkan ummatnya untuk selalu bersuci. İslam adalah sakral. Apakah Hocaefendi juga sakral?

Hocaefendi tidak hanya ada di Turki. Indonesia pun mempunyai para Hocaefendi yang dikenal dengan Kyai. Jika kita kembali pada zaman awal kedatangan Islam, mungkin para Wali pun bisa kita bilang dengan Hocaefendi. Bagaimana masyarakat Turki memandang Hocaefendi? Sama halnya dengan bagaimana masyarakat Indonesia melihat para Kyai, mereka mendengarkan ceramah-ceramah dan nasehat-nasehat mereka. Mereka mengerjakan apa-apa yang dianjurkan, dinasehatkan, diperintahkan oleh Hocaefendi selama anjuran, nasehat, dan perintah itu tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah (saw). Hocaefendi atau para Kyai menjadi contoh bagi para santri dan masyarakat sekitarnya. Namun tidak sedikit dari masyarat Islam, baik dari Negara Turki maupun Indonesia yang salah mengartikan sakral. İya, para Hocaefendi atau Kyai adalah para pemimpin dan ulama yang mewarisi ajaran Rasulullah (saw). Namun bukan berarti kita bisa mengartikan bahwa Hocaefendi atau Kyai adalah Rasulullah (saw) yang ma’sum. Mereka juga manusia layaknya manusia yang lain. Hanya saja mereka pernah menjadi santri, mencari ilmu, dan lalu mengamalkan ilmu itu. Dalam Islam sendiri tidak memandang sama antara satu orang yang berilmu dengan seseorang yang tidak berilmu. Keduanya berbeda. Seseorang yang berilmu, memiliki derajat yang lebih tinggi dari pada yang tidak berilmu. İya, Hocaefendi atau Kyai itu sakral. Namun kesakralan yang harusnya kita fahami bukanlah kesakralan yang difahami oleh orang awam pada umumnya. Banyak orang Islam di ndonesia yang menganggap sakral sebuah benda, lalu mereka memperlakukannya dengan begitu hati-hati, bahkan menghormatinya seakan-akan mereka menyembahnya. Tidak sedikit juga orang Islam awam Indonesia yang menganggap Wali adalah sakral, lalu mereka berbondong-bondong datang menziarahi dan meminta-minta pada batu nisan yang tak berarti. Inikah sakral dalam Islam?

Kelompok Syi’ah memiliki ideologi sendiri, berbeda dengan Islam. Mereka mempunyai keyakinan yang menjadi dasar golongan mereka, salah satunya adalah mempercayai bahwa Imam Syiah adalah ma’sum—jauh dari dosa. Keyakinan seperti ini tidak ada dalam Islam. Ma’sum adalah sifat para Nabi, tidak untuk yang lain. Salah satu kesalahan masyarakat Turki adalah melihat Hocaefendi sesempurna Nabi. Mungkin yang menjadi sebab kesalahan ini adalah karena jahiliyyah, kebodohan dan kedangkalan akan keilmuan Islam.

Ulama dalam Islam adalah pewaris para Nabi. Ulama adalah penerus dakwah para Nabi. Percaya kepada mereka, menghormati mereka, menjadi pengikut jalan mereka adalah adab sopan santun ummat Muslim. Islam memiliki adab dan akhlaq. Setelah iman, adab adalah sesuatu yang paling penting dalam Islam, setelah itu baru ibadah.

Page 43: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

43

Ummat Islam pada umumnya mengetahui bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban. Miskin akan keilmuan adalah sumber kesalahan seperti yang disebutkan di atas. Kebodohan adalah sebab runtuhnya Kerajaan Ustmani. Kebodohan adalah kehancuran Islam. Kita sudah melihat itu dalam sejarah Islam yang tidak pendek. Kita tetap harus menganggap para ulama adalah “suci”. Mereka adalah orang-orang yang menjaga kesucian agama. Kita tetap menghormati mereka, karena itu adalah adab. Namun, penghormatan dan perlakuan kepada mereka tidak perlu berlebihan, hafidzanallah kita melakukan perbuatan syirik yang merupakan dosa yang tak terampuni.

Page 44: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

44

Page 45: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

45

BUNGA, BUAH, BIJI DAN PERADABAN KUNO URARTU DI ANATOLIA TIMUR

Oleh: Silviana Mayasari

Tidakkah kita memperhatikan perkembangan bunga, buah dan biji? Sebuah tumbuhan tingkat tinggi yang sudah tumbuh dewasa akan memunculkan bungu yang indah berwarna warni, kemudian bunga tersebut melakukan penyerbukan yang dibantu oleh serangga sebagai contohnya adalah lebah. Dalam selang waktu yang tidak lama setelah proses pembuahan, maka bunga tersebut berubah menjadi buah yang terdapat biji di dalamnya. Buah atau biji tersebut bisa dijadikan bahan makanan.

Pada zaman dahulu, untuk menemukan makanan manusia di seluruh penjuru dunia telah terbiasa untuk berpindah pindah tempat. Mereka berburu binatang liar, mengumpulkan tumbuhan liar dan menetap di jarak yang jauh setelah di tempat tersebut sudah tidak ada lagi bahan makanan. Di mana ada manusia disitu ada makanan. Dari dulu hingga kini, Peradaban manusia selalu tidak jauh dari sumber makanan. Makanan menjadi salah satu faktor paling penting dalam aspek kehidupan, sehingga secara tidak langsung bisa dikatakan bahwa makanan ikut berkontribusi membentuk peradaban manusia itu sendiri.

Dari sekian banyak peradaban manusia yang pernah mendiami tanah Turki, yang paling terkenal adalah peradaban Mesopotamia, Roma, Yunani, dan Babilonia. Di bagian timur Anatolia ada salah satu peradaban yang mula mula mendiami tanah Turki untuk pertama kalinya. Bangsa yang besar ini adalah Urartu. Kerajaan Urartu yang wilayahny amembentang luas sepanjang sungai Tigris hingga ke sungai Eufrat, pegunungan Anatolia timur hingga melewati pegunungan Hazar, dan dari danau Van hingga danau Urmiye berdiri gagah selama lebih dari 5 abad di zaman perunggu sejak tahun 860 SM.

Anehnya, peradaban Urartu yang beribukota di Tushpa (Van, Turki) ini memilih untuk menetap dan menghuni wilayah geografis yang sangat dingin. Terutama daerahtimur Anatolia merupakan tempat yang sangat sulit untuk ditempati. Musim dingindi wilayah ini sangat panjang ditambah dengan hujan salju yang berat terutama didataran tinggi. Bayangkan saja untuk mengubah tanah gersang menjadi lahan yang bisa digunakan untuk bercocok tanam membutuhkan perairan yang cukup. Sedangkan semakin tinggi ketinggian, hambatan dan kondisi ini membatasi jumlah varietas tumbuhan yang bisa dijadikan bahan makanan sehingga mau tidak mau memaksa orang Urartu untuk menjadi bangsa yang tangguh.

Meskipun keadaan musim dingin yang panjangdan berat, petani lokaldiUrartu sudah membudidayakan beberapa jenis tumbuhan yang juga telah ditanam oleh petani saat

Page 46: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

46

ini seperti gandum (Triticum aestivum) yang merupakan tanaman utama. Tanaman buah seperti barley (Hordeum vulgare) diklasifikasikan kemungkinan besar sudah dibudidayakan. Penduduk desa didataran tinggidari Erzurum, Kars, dan Agri membudidayakan tanaman gandum kemudian memperhitungkan hasil yang diperoleh di wilayah tersebut. Akan tetapi hampir tidak mungkin untuk menggunakan data modern jika disamakan dengan keadaan saat itu. Dengan mempertimbangkan topografidataran pegunungan di lerengbagian dalam rentang utara itu adalah 1.400 m, tidak semua wilayah dapat ditanami, terutama di daerah dengan ketinggian hingga mencapai 2200 m.

Menurut catatanetnografi salah satu karakteristik yang paling penting di Anatolia Timur adalah tinggi. Jenis pohon yang tumbuh sebagian besar sangat tahan terhadap musim dingin yang panjang seperti pohon pinus Pinus brutia, dan Quercus cerris. Selain pepohonan, di bagian selatanbatas pegunungan dengan kisaran ketinggian 1.100 m terdapat jenis bunga Lilium kesselringianum yang biasa disebut sebagai Kafkas Zambagi dan Colchicum haynaldii atau bernama Ilgar dagi.

Menakjubkannya kerajaan Urartu adalah sudah sejak lama mempunyai sistem perairan canggih yang bisa ditemukan hingga sekarang. Kanal perairan dari kerajaan Urartu ini berasal dari saluran awal Hadımlı yang terdapat di distrik Tuzluca sepanjang 22-23km hingga ke kanal Yenikoy Aliköse dari Karaçağol. Kalau ada sebuah sistem perairan secanggih itu di masa kerajaan kuno, tidak bisa disangkal bahwa peradaban Urartu ini disebut sebagai “Peradaban Hidrolik” terbesar di dunia. Dalam sebuah tulisanyang ditemukan di prasasti Van Kerajaan Urartu memiliki arti sebagai berikut: “Tanah ini seperti padang pasir, tidak pernah ada apapun sebelumnya. Tidak ada tanaman, tidak ada perhubungan, tidak ada satupun kanal”Dari transkrip kuno tersebut bisa kita ketahui bahwa bangsa Urartu mempunyai kemampuan untuk melihat lahan yang bisa diolah dan menciptakan sistem irigasi. Selain sudah dapat mengolah air yang datang dari hujan dimusim semi, rupanya aliranyang sangat kuat ini juga berasal dari cairnya salju di ketinggian 1890 km di atas permukaan laut.

Semposium internasional yang dilakukan selama tiga kali telah memutuskan bahwa bahtera nabi Nuh terletak di Gunung Ararat di Turki. Sejak ditemukannya bahtera nabi Nuh di Gunung Ararat, penyelidikan dan penelitian tentang kerajaan Urartu mulai ramai dilakukan.Dari perekonomian, pertanian dan juga termasuk sistem irigasi. Kerajaan kuno yang dimulai dari kekuasaan raja Ispuini hingga raja Rusa II ini walaupun sangat jarang terdengar yang mungkin bahkan hampir tidak dikenal orang,telah memberikan banyak peninggalan bersejarah yang sangat berharga dan menarik. Walaupun tidak diketahui mengapa peradaban ini hilang, namun peradaban Urartu adalah satu peradaban kuno yang memiliki peradaban canggih di dunia.

Page 47: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

47

Referensi: B. Piotrovskij, (1966) Il Regno di Van Urartu, Roma, Rome University Press. D. James Mauseth, (2012) Botany, Austin, University of Texas Press. (2011) Urartu; Transformation in the East, Istanbul, Yapikredi Yayinlar. E. Afif,(1984)Doğu Anadolu ve Urartular, Ankara, Turk Tarihi Başımevi. B. Jane dkk,(2002)Encyclopedia of the AncientWorld, Wolverhampton, Usborn Publishing.

Page 48: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

48

Page 49: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

49

TANAH SURGA DAN RUMPUT BERBUNGA

Oleh: Nanik Yuliyanti

Turki, negara transcontinental ini mungkin menjadi salah satu tempat impian banyak orang untuk hidup. Terletak di dua benua – Asia dan Eropa, Turki memiliki daya tariknya tersendiri. Banyaknya peninggalan-peninggalan masa kejayaan Islam serta percampuran budaya antara Asia dan Eropa membuat Turki menjadi salah satu negara tujuan pariwisata yang menggiurkan.

Dengan Ankara sebagai ibu kotanya, wilayah Turki terbagi kedalam 81 provinsi dan memiliki populasi sebanyak 76.214.398 jiwa21. Kekayaan warisan sejarah yang masih terjaga sampai saat ini, juga kualitas pendidikan yang baik, menjadikan banyak orang ingin melanjutkan pendidikan di Turki. Terlebih, negara ini juga memiliki empat musim, daya tarik yang luar biasa bagi sebagian besar penduduk dunia yang belum pernah merasakan salju dan dedaunan yang berwarna-warni.

Tetapi, ungkapan “rumahku surgaku” ada bukannya tanpa alasan. Indonesia, rumah kita, meskipun tidak terletak di dua benua, meskipun tidak memiliki empat musim; dengan segala kekayaan dan kemiskinannya juga memiliki potensi yang sangat luar biasa.

Bukan lautan hanya kolam susu Kail dan jala cukup menghidupmu Tiada badai tiada topan kau temui Ikan dan udang menghampiri dirimu Orang bilang tanah kita tanah surga Tongkat kayu dan batu jadi tanaman Orang bilang tanah kita tanah surga ongkah kayu dan batu jadi tanaman

(Koes Ploes) Indonesia memang tanah surga, bukan hanya orang bilang. Potongan kayu dan

biji-bijian bisa dengan mudah tumbuh di tanah surga ini. Berbagai jenis flora tumbuh subur

21 http://www.worldometers.info/world-population/turkey-population/

Page 50: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

50

bahkan tanpa pupuk sekalipun. Jauh di bawah tanah, terdapat banyak sekali sumber daya alam yang sangat berharga: minyak bumi, tembaga, emas, batu bara, nikel dan lain-lain.

Selain kekayaan alamnya yang berlimpah, sebagai negara kepulauan yang memiliki 17.504 pulau22 dan dikelilingi lautan, Indonesia juga memiliki limpahan kekayaan bahari yang sudah dikenal dunia. Memiliki 34 provinsi dan lebih dari 700 bahasa daerah. Indonesia memang tanah surga, bukan hanya orang bilang.

Sayangnya, banyak orang Indonesia yang tidak bisa menyadari dan mensyukuri betapa beruntungnya terlahir dan hidup di tanah surga ini. Keindahan dan kelebihan negara lain membuat tidak sedikit orang rela meninggalkan negaranya sendiri, bahkan melupakannya. Beruntung, tidak semua orang Indonesia berfikiran seperti itu, bahkan tidak sedikit dari kita yang memang pergi untuk kembali. Kami, para pelajar Indonesia di Turki, akan kembali, kembali untuk berbagi.

Banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari negara Turki ini. Masyarakat Turki memiliki semangat nasionalisme dan rasa persaudaraan yang sangat tinggi, tidak mudah terpengaruh oleh peradaban luar, tapi juga tidak menutup diri terhadap perubahan yang bernilai positif. Mereka juga memiliki identitas diri yang kuat di dunia luar. Indonesia perlu belajar lebih banyak untuk soal ini.

Fasilitas publik di Turki sangat baik. Pejalan kaki memiliki tempat istimewa di sini. Masjid-masjid berdiri indah dan terjaga kebersihannya. Transportasi umum di negara ini juga sangat terawat dan terstruktur. Karenanya tidak banyak warga yang memiliki kendaraan pribadi. Mereka lebih memilih berjalan kaki atau menggunakan transportasi umum yang mudah dan murah meriah. Bahkan, sepeda motor sangat jarang terlihat di sini, mengurangi tingkat polusi. Proses pembangunan sarana umum pun sangat cepat dan tepat.

Pemerintah Turki sangat peduli dengan kebersihan dan keindahan negaranya. Sebagai contoh, tempat sampah dibuat seperti terlihat kecil tapi bisa memuat banyak sampah yang akan kita dapati di mana-mana. Petugas kebersihan pun siap siaga dan ada dimana-mana. Namun sayang, tidak jarang masih bisa dijumpai orang-orang yang dengan seenaknya membuang sampah sembarangan, padahal di dekat mereka ada tempat sampah. Semua tetap saja tergantung kepada individu masing-masing.

Selain itu, taman-taman di negara ini juga tertata rapih dan indah dengan berbagai macam bunga dan pepohonan warna-warni, deretan bangku taman, gazebo, sarana bermain

22 Berdasarkan data Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia tahun 2004, jumlah pulau di Indonesia tercatat sebanyak 17.504 buah. 7.870 di antaranya telah mempunyai nama dan 9.634 lainnya belum mempunyai nama. https://ariesaksono.wordpress.com/2008/05/21/jumlah-pulau-di-indonesia-%E2%80%93-indonesia-islands/

Page 51: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

51

anak-anak serta fasilitas gym umum. Padahal, ketika musim dingin dan salju tiba, warna-warni pepohonan dan bunga-bunga itu pun akan tertutup putihnya salju, tapi mereka akan menanamnya lagi musim selanjutnya.

Hidup di negara lain membuat kita bisa lebih menghargai dan mensyukuri negara sendiri. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, Turki berhasil menginspirasi kita untuk bisa lebih melihat keunikan Indonesia, dengan segala kekurangan dan kelebihannya juga tentunya.

Bersyukur Indonesia tidak memiliki empat musim. Masyarakat Indonesia tidak perlu mengalami inkonsistensi waktu yang membuat jam harus dimundurkan atau dimajukan, malam lebih panjang daripada siang ataupun sebaliknya. Masyarakat Indonesia bisa menanam apa saja dan kapan saja tanpa harus khawatir salju turun dan menutup segalanya.

Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa. Jika dipelihara dan dimanfaatkan dengan baik, tentunya akan membawa kebaikan bagi masyarakatnya. Namun, sumber daya alam yang berlimpah saja tidaklah cukup, Indonesia juga membutuhkan sumber daya manusia berkualitas yang berlimpah dan mampu mengelola sumber daya alamnya dengan baik. Tentunya ini bukan hal mudah, membutuhkan waktu dan proses yang panjang. Dan saat ini, kita sedang berada di tengah-tengah proses tersebut.

Bagaimanapun juga, kita hanyalah manusia biasa. Terkadang, menginginkan apa yang tidak kita miliki. Selalu melihat ke kanan dan ke kiri. Melihat rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau dibandingkan rumput di halaman rumah sendiri. Padahal, jika kita mau melihat dengan lebih dekat dan lebih bijaksana, ada rahasia yang mungkin akan membuat kita lebih bersyukur memiliki rumput yang tidak hijau.

Lihatlah lebih dekat, kau akan melihat betapa banyaknya bunga-bunga kecil yang tumbuh diantara rerumputanmu, itu membuat rumputmu terlihat tidak sehijau rumput orang lain, tapi justru membuat halamanmu lebih berwarna dan lebih indah.

Page 52: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

52

Page 53: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

53

UANG PLASTIK SERBA PRAKTIS

Oleh: Aida Nurul Barokah

“Bang, alun-alun berapa duit?” “Tujuh ribu aja, Neng.” “Ongkos pelajar dong, Bang!” “Yah si eneng pake nawar, macet nih, ya udah lima ribu.” “Nih, Bang. Kembaliannya mana, Bang?” “Ada uang receh nggak, Neng?” “Bentar, Bang …, lho dompet di mana ya? Yah kecopetan.”

Kemacetan, kecopetan, tawar-menawar dan mencari uang recehan, hal-hal ini memang memiliki korelasi yang erat. Contoh dialog di atas merupakan gambaran dari kejadian-kejadian di perjalanan dalam kehidupan sehari-hari yang tidak jarang kita temukan di Indonesia. Khususnya di kota-kota besar. Permasalahan dunia transportasi di Indonesia seperti kemacetan adalah salah satu alasan mengapa masyarakat Indonesia lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi daripada menggunakan jasa transportasi umum.

Setali tiga uang dengan kemacetan, aksi kriminalitas yang sering terjadi di dalam angkutan umum juga menjadi pemicu utama mengapa masyarakat tidak memilih menggunakan jasa transportasi umum. Namun, akar permasalahan-permasalahan tersebut rupanya berawal dari hal-hal kecil yang sering tidak diperhatikan. Salah satunya adalah transaksi pembayaran dalam transportasi umum yang belum efektif dan efisien. Dikatakan transaksi yang belum efektif dan efisien karena proses transaksinya yang belum terstruktur dan mayoritas belum tepat sasaran.

Sebagai salah satu solusinya adalah penggunaan sistem “Paso” atau ‘Si Uang plastik’ yang berupa sebuah kartu. Kartu ini didesain secara khusus untuk digunakan sebagai alat pembayaran untuk penggunaan jasa trasportasi umum. Penggunaannya yang aman, cepat, tepat dan hemat menjadikan sistem ini sangat baik untuk diterapkan di Indonesia. Sistem ini telah diterapkan oleh beberapa negara di dunia. Salah satunya adalah Turki.

Kartu transportasi umum atau disebut Paso ini adalah alat pembayaran berupa kartu dengan sistem resmi yang terstruktur. Paso ini dapat digunakan untuk semua jenis jasa transportasi umum. Sistem ini telah diterapkan di salah satu kota di negara Turki yang memiliki kepadatan penduduk 1.295.355 jiwa, Kayseri. Kayseri adalah sebuah kota dengan sistem transportasi umum yang menggunakan sistem Paso. Tanpa menghitung jarak tempuh, jauh maupun dekat, selama berada di dalam kota Kayseri, masyarakat dapat

Page 54: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

54

menggunakan bus (otobus) atau kereta (tramvay) dengan menggunakan satu buah kartu yang disebut Paso. Tidak ada pembayaran langsung menggunakan uang kertas.

Paso ini memiliki sistem yang terstruktur. Masyarakat dapat mendaftarkan diri untuk memiliki kartu tersebut ke Kantor Pusat Kartu Transportasi atau Paso Merkezi. Sebelum digunakan, pengguna dapat mengisi kartu tersebut di loket-loket yang tersebar di berbagai titik. Paso itu sendiri memiliki beberapa macam kartu yang diperuntukan untuk seluruh masyarakat dari berbagai kalangan. Tarifnya pun disesuaikan dengan latar belakang pengguna jasa transportasi umum.

Paso ini dibedakan menjadi tiga macam: Tam Kart (kartu pas); Indirimli Kart (kartu dengan potongan tarif); Ucretsiz Kart (kartu tanpa tarif). Tam Kart diperuntukan bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Kartu ini dapat langsung dibeli di loket-loket pengisian ulang Paso tanpa proses pendaftaran. Harga satu buah Tam Kart adalah 5 Turki Lira atau sekitar Rp 27.000,- (belum termasuk pengisian). Tarif untuk satu kali perjalanan adalah 1,75 Turki Lira atau sekitar Rp 9.500,-. Tam Kart ini harus diisi terlebih dahulu sebelum digunakan. Batas pengisian Tam Kart tidak ditentukan. Selain Tam Kart, pengguna umum juga dapat menggunakan Tam Bilet dalam wujud kertas. Untuk satu kali perjalanan dengan penggunaan satu kali Tam Bilet dikenakan tarif 1,85 Turki Lira atau sekitar Rp 10.000,-.

Jenis kartu yang kedua adalah Indirimli Kart. Untuk menggunakan kartu ini kita harus termasuk kedalam kategori berikut: pelajar, pengajar, penyandang cacat, pemandu atau mahasiswa asing. Tarif pendaftaran kartu ini sebesar 5 Turki Lira atau sekitar Rp 27.000,-. Calon pengguna kartu ini juga harus menunjukkan bukti keterangan pelajar, pengajar, penyandang cacat maupun mahasiswa asing pada saat pendaftaran. Pengguna kartu ini dikenakan tarif sebesar 1,15 Turki Lira atau sekitar Rp 6.000,- untuk satu kali perjalanan. Namun, untuk mahasiswa asing juga terdapat sistem khusus dengan membayar 55 Turki Lira atau sekitar Rp 302.500,- untuk penggunaan kartu selama satu tahun. Setelah masa berlaku kartu ini habis, kita dapat memperpanjangnya di kantor pusat.

Jenis kartu yang ketiga adalah kartu bebas guna atau Ucretsiz Kart. Kartu ini diperuntukkan bagi para petugas keamanan, polisi, petugas pengantar paket resmi pemerintah, serta bagi para lansia (65 tahun ke atas). Kartu ini harus melalui proses pendaftaran. Pengguna kartu ini bebas menggunakan jasa transportasi umum tanpa dikenakan biaya.

Sistem pembayaran transportasi dengan menggunakan ketiga kartu tersebut akan membuat pengguna lebih tertib karena sebelum duduk nyaman di kursi penumpang, para penumpang diwajibkan mendekatkan kartunya ke sebuah mesin pembaca kartu. Jasa transportasi umum di kota Kayseri, Turki, menyediakan sebuah alat pembaca kartu untuk menjalankan sistem pembayaran ini. Pengatur sistem secara umum terdapat di gedung pusat pemerintah.

Page 55: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

55

Sistem dengan model seperti ini dapat diterapkan juga di Indonesia. Dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, tentu saja Indonesia membutuhkan sistem pembayaran jasa transportasi umum yang memenuhi syarat. Dengan sistem kartu ini, pengguna jasa transportasi umum tidak perlu repot untuk menyiapkan berlembar-lembar uang kertas untuk membayar sebuah angkutan umum. Tentu dengan cara ini tingkat kriminalitas yang terjadi dalam jasa transportasi umum dapat ditekan. Mudahnya pengisian ulang kartu yang terdapat di loket-loket dengan sistem canggih yang tidak memakan waktu pun dapat berpengaruh kepada minat masyarakat untuk menggunakan jasa transportasi umum. Sehingga penggunaan kendaraan pribadi dapat ditekan dan kemacetan dapat teratasi.

Dengan meningkatnya minat masyarakat untuk menggunakan jasa transportasi umum, negara pun akan mendapatkan umpan balik berupa meningkatnya anggaran negara yang dapat digunakan untuk terus meningkatkan kualitas transportasi Indonesia.

Kartu Paso adalah sebuah inovasi dunia transportasi umum yang menggantikan transaksi pembayaran tunai yang menggunakan uang kertas maupun koin. Sistem Paso itu sendiri memiliki tiga komponen utama yaitu kartu, pembaca kartu dan loket pengisian ulang yang terdapat di mana-mana. Dengan sistem yang terstruktur, sistem Paso ini merupakan sistem yang efektif dan efisien untuk diterapkan di Indonesia.

Page 56: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

56

Page 57: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

57

GERAKAN 1000 TABLET UNTUK PARA SISWA

Oleh: Teuku Akbar MAULANA

Minggu lalu di sekolah kami mendapatkan kabar baik, yaitu dengan dibagikannya Tablet gratis kepada setiap murid satu per satu. Program yang berasal dari Pemerintah Pendidikan Turki itu telah banyak spirit tersendiri bagi para pelajar yang belajar.

Program yang berlangsung selama empat tahun itu dibagikan secara Cuma-Cuma kepada seluruh siswa. Sebagaimana diketahui, pendidikan di Turki ditempuh dalam masa empat tahun di setiap jenjangnya, yaitu İlk Okul (Sekolah Dasar), Orta Okul (SMP), dan Lise (SMA). Berbeda dengan sistem pendidikan di Indonesia di mana Sekolah Dasar ditempuh selama enam tahun, SMP tiga tahun, dan SMA tiga tahun.

Di Turki, setiap murid bisa dipastikan mendapatkan Tablet gratis dari pemerintah. Salah satu tujuannya adalah agar pembelajaran di sekolah menjadi lebih efektif dan mudah. Jika sebelumnya menggunakan buku cetak, buku tulis dan pulpen, kini bisa tergantikan dengan Tablet. Dengan kata lain, menulis pun tidak susah lagi dengan menggunakan buku tulis dan pensil, dan membaca pun tidak repot lagi dengan menggunakan buku cetak, tetapi hanya cukup dengan memakai tablet saja.

Memang, program penggunaan Tablet ini suatu langkah maju, selain bisa digunakan untuk keperluan belajar di sekolah, kegunaan-kegunaan lainnya tidak bisa dipungkiri. Kita bisa menulis catatan harian, bisa menulis novel, mencatat pelajaran sekolah, browsing sumber-sumber yang diperlukan, komunikasi seperti skyp, kita bisa memanfaatkan media sosial seperti facebook, twitter, instagram, bisa mengirim pesan dengan email dan lain sebagainya.

Di samping pemerintah memberikannya secara gratis, pemerintah juga membiayai reparasinya bila mengalami kerusakan, sehingga tidak perlu repot-repot lagi mencari di mana tempat reparasi tablet tersebut. Banyak sekali program-program pemerintah Turki yang sangat baik dan patut dicontoh oleh Indonesia sendiri demi memajukan mutu pendidikan di negara kita. Negeri dua benua ini mampu mengembalikan nama baiknya di kancah Internasional, setelah sebelumnya terpuruk akibat sekulerisme, tidak lain karena salah satunya perhatiannya besarnya bidang pendidikan.

Sebagai contoh, setelah reformasi Turki selama dekade terakhir, betapa kedisiplinan sangat dijaga di negeri bekas Daulah Usmaniyah ini. Misalkan di sekolah saya jika seorang murid terlambat masuk kelas pada jam pelajaran dalam beberapa menit saja, maka murid tersebut langsung dianggap alfa selama empat jam pelajaran sekaligus. Padahal, dalam sehari terdapat delapan jam pelajaran. Dengan kata lain, sekali alfa berarti separuh hari tidak masuk. Jika siswa melakukan alfa selama enam setengah hari, maka itu artinya sama dengan kehilangan uang jajan senilai 150 lira (setara Rp. 900.000). Jika melakukan 10

Page 58: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

58

hari alfa, maka pemerintah langsung mengeluarkan siswa bersangkutan dari sekolah dan mengembalikannya ke negara asalnya, jika berasal dari negara lain. Dan kita sebagai pelajar asing di Turki ini, yang membuat kita refresh pada saat jam pelajaran adalah di setiap jam nya terdapat istirahat selama 12 menit. Pada saat jedah inilah kita bisa membeli jajanan, shalat dhuha, chat, dan lain sebagainya.

Sementara itu, di sektor keislaman Turki sedang melakukan perombakan secara bertahap. Saat saya di Indonesia, banyak sekali persepsi orang yang masih kolot terhadap Turki, yang hanya tau saat masa puluhan tahun silam, saat masa sekulerisme besar-besaran, saat masa ulama ditangkap, dipenjara dan di bunuh. Itulah sebenarnya masa kegelapan masa lalu bagi Turki. Tapi sekarang, negara dua benua ini sedikit demi sedikit menjadi negara kuat dari sisi keislamannya. Tanpa ingin berlebihan, boleh saja orang berpikir bahwa kini Turki adalah “ the strongest islamic countries in the world’’. Sebab bukti-bukti yang menunjukkan itu, minimal menurut saya pribadi, sudah menjadi tanda nyata bagi Turki. Dan juga dalam sektor sains dan teknologi, Turki kini diam-diam hampir menyusul negara-negara besar seperti Amerika, Jerman dan Jepang.

Mungkinkah program pemberian 1000 tablet untuk pelajar bisa diterapkan di Indoensia? Sekedar meragukan, bisa saja kita mengira, kalau program seperti itu diterapkan, mungkin penggunaannya tidak seperti yang terjadi di Turki. Bisa jadi penggunaan entertainmen lebih banyak dipergunakan jauh dari tujuan pendidikan itu sendiri. Namun demikian, kita berharap Indonesia masih juga mungkin meniru Turki dalam hal ini di tengah globalisasi yang melanda abad ini.

Tentu saja jika kita ingin maju, maka banyak-banyak mencontoh negara-negara maju lainnya merupakan salah satu cara terpentingnya. Serta meningkatkan sumber daya manusianya melalui pendidikan. Sebab di tangan para pemudalah masa depan bangsa kita. Hal itu senada dengan apa yang diharapkan Soekarno yang berkata ‘’Beri Aku 1000 Orang Tua, Niscaya Akan Kucabut Gunung Semeru Dari Akarnya, Beri Aku 10 Pemuda Niscaya Akan Kuguncangkan Dunia’’.

Oleh karena itu, para pemuda yang maju, bertindak secara benar dan cermat. Jangan sampai masa muda kita habis untuk hal yang tidak jelas dan tak bermanfaat. Kita juga tidak rela bila nasib umat ini menderita akibat penjajahan zaman. Kitalah ‘’agen of change’’ itu. Kemenangan di masa depan tidak saja menang dalam peperangan, melainkan mampu menjadi yang terdepan dalam ilmu pengetahuan. Kita mulai sekarang, bukan esok. Kita yang memulai, bukan orang lain.

Ahad, 30 November 2014

Page 59: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

59

Page 60: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

Biografi singkat para penulis:

Muhammad Endro Sampurna Master Degree Student on International Relations Dept. Fatih University, Istanbul Email: [email protected]

Larasmoyo Nugroho PhD. Candidate. Aerospace Engineering. Middle East Technical University. Ankara. Email: [email protected] Budi Wirawan Mahasiswa Master Jurusan Teknik Mesin Energi Yildiz Technical University, Istanbul – Turki Email: [email protected] Akhmad Rofii Damyati Ph.D candidate. Islamic Philosophy. Süleyman Demirel Üniversitesi, Email: [email protected]

Abdul Aziz bin Mundzir pelajar S1 di Fakultas İlahiyyat, Universitas Kahramanmaraş Sütçü İmam.Email: [email protected]

Silviana Mayasari Studi di Atatürk Üniversitesi, Biology in Faculty of Sciences, tinggal di ErzurumEmail: [email protected]

Nanik Yuliyanti S2, Philosophy and Religious Sciences, Necmettin Erbakan Universitesi, Konya.Email: [email protected]

Aida Nurul Barokah S1 Erciyes University, Kayseri Email: a:[email protected] Teuku Akbar Maulana Uluslararası Mustafa Germirli, Anadolu Imam Hatip Lisesi Tinggal di Kayseri Email: [email protected]

60

üleyman Demirel Üniversitesi, Isparta

pelajar S1 di Fakultas İlahiyyat, Universitas Kahramanmaraş Sütçü İmam.

, tinggal di Erzurum

, Necmettin Erbakan Universitesi, Konya.

Page 61: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

61

Page 62: Kapita Selecta: Koleksi Tulisan Klaster Ilmiah PPI Turki

62