KAKAWIN DHARMASUNYA

download KAKAWIN DHARMASUNYA

of 36

Transcript of KAKAWIN DHARMASUNYA

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    1/36

    KAKAWIN DHARMASUNYA

    Wirama Ragakusuma

    1. Batin sang pujangga ulung jernih bagaikan samudera, bersinar suci bersih.

    Hendak bebas dari saripati keindahan yang menjadi kumpulan segala rasa.

    Pengetahuan Tertinggi merupakan puncak ajaran tertinggi. Beliau merupakan pendeta

    utama.

    Bagaikan lingga dunia, sebagai lampu, karyanya telah terkenal kemana-mana.

    2. Orang yang telah mahir dalam kenyataan seperti itu berhak menciptakan kakawin di

    masyarakat.

    Sungguh Hyang Siwa-Budha menganugrahi beliau tentang kesucian batin.

    Dan lagi Dewi Saraswati sungguh-sungguh telah menguasai batinnya tiada

    terpisahkan.

    Itulah sebabnya beliau berhasil dalam segala ucapannya. Beliau itulah dinamakan

    Pujangga Agung.

    3. Hamba ini sangat bodoh dalam kenyataan, berkeinginan meniru baginda pujanggaagung.

    Mustahillah berhasil karena rumitnya aturan guru laghu sesuai kitab Canda.

    Ibarat kunang-kunang hendak menandingi rembulan, begitulah umpamanya.

    Karena betapa bodohnya si Kamala Natha meniru beliau yang telah terkenal.

    4. Bukan demi terciptanya kakawin lalu mengarang, juga bukan berharap berbuat jasa di

    masyarakat.

    Akan tetapi, karena dorongan hasrat saja, maka pastilah akan dicela dan menjadi

    sumber lelucon.

    Serta rasa baktiku kepada Sang Guru sehingga petuah beliau tumbuh di dalam hati.

    Itulah tujuan si bodoh ini hendak merenung menciptakan kakawin di masyarakat.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    2/36

    5. Orang yang telah mahir tentang hakikat sakala-niskala pantas menjadi sahabat.

    Ia bagaikan air suci menghilangkan musuh di hati, dia yang mahasempurna.

    Setiap orang yang berbakti, mempercayai kejayaan, mengharapkan tahta lingga

    Kamala.

    Hal ini pantas didengar, kata-kata suci orang yang menceritakan kebenaran tertinggi.

    6. Kesenangan bagi jasmani adalah selalu ada di dunia, menikmati makanan dan harta

    benda.

    Jika mengetahui asal mula alam semesta beserta kumpulan jagat raya ini,

    manakala tak sadar dan tak melihat, maka bayangkan pertemuannya berada di

    persatuan sempurna.

    Itulah dinamakan manusia murah hati, ia itu dinamakan Purusa, berkuasa dan

    terkemuka.

    7. Setelah ajaran Siwa-Budha berhasil dihayati, maka akan tetap berada di dalam hati.

    Peliharalah pot bunga-bunga hati itu, tempatkan dalam persekutuan batin yang benar.

    Jelaslah bahwa tiga rahasia itu akan hilang ketika melesat menuju niskala itu.

    Tiada sabda dan pikiran, tidak meninggalkan bekas, aksara suci Om telah menyatu

    dengan niskala.

    8. Inilah keutamaan persatuan orang yang menemukan kenikmatan Paramasiwa, tanpa

    penampakan.

    Yang Mengatakan dan Yang Dikatakan itu tunggal karena memang tidak berbeda.

    Tidak ada perbedaan antara mati dan hidup, terlebih lagi antara baik-buruk, suka-

    duka tidak ada.

    Tidak merasa khawatir, berdiri kokoh memenuhi dunia. Ia menguasai segalanya. Ia

    bersifat rahasia.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    3/36

    Wirama Girisa

    1. Hakikatnya memenuhi alam semesta, dapat diyakini dan diperlihatkan.

    Perwujudannya halus, ia terbayang di dalam batin.

    Sesungguhnya ia menghilang dalam nafas, sabda, dan batin.

    Tetapi tidak ada diperlihatkan oleh kitab suci itu.

    2. Ada cara kuna dikatakan oleh Sang Pendeta.

    Ketika sedang mengantuk tertidur lelap, yang dirahasiakan

    adalah saat-saat melesat ketika hilangnya mimpi tanpa dipikirkan.

    Itulah upaya rahasia bagi orang yang telah berhasil melakoni firman itu.

    3. Adalah ajaran yang disembunyikan, tidak jauh tempat keberadaannya.

    Ketika memandang dunia, pandangannya pergi menerawang.

    Segala yang ada, besar-kecil, dan warnanya terlihat.

    Siapakah dia yang melihat? Baliklah, Dialah yang dibayangkan.

    4. Maka ditemukanlah persekutuan paling rahasia itu. Tempatnya jelas.

    Hilangkanlah perlahan-lahan, kemudian perhatikanlah Yang Murni itu.

    Itulah Dia Yang Melihat, sebagai perwujudan Sanghyang Suksma.

    Dengan teguh mengurangi cahayanya, di sinilah penjelmaan sejati namanya.

    Wirama Ragakusuma

    1. Sebuah gunung berada di pusat bumi sebagai poros jagat raya.

    Tujuh gunung dan tujuh lautan sebagai dasar seluruh alam semesta.

    Telur Brahma terdiri atas bumi, bulan, matahari, bintang, dan segala yang ada di

    angkasa.

    Beserta para dewa dan resi sorgawi, Raja Dewa, Yaksa, Gana, Bhuta segala yang ada

    di sana.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    4/36

    2. Dua ribu dua ratus yojana tingginya, melingkupi seluruh alam semesta.

    Raksasa Mura berada di bagian bawahnya, di bagian tengah Janardana, di puncaknya

    Hyang Iswara.

    Dan Dewa Resi, Brahma, Wisnu senantiasa merapalkan doa kejayaan dengan mantra

    pemujaan.

    Senantiasa berbakti beryoga semadi memusatkan batin kepada Hyang Iswara.

    3. Ada jalan tua untuk masuk ke tengah hingga tembus ke puncak gunung.

    Di puncaknya ada permata suci bening selalu bersinar terang.

    Di dalamnya ada telaga air kehidupan bagi orang yang berhasil melakukan yoga

    dengan teguh.

    Buah angan-angan berubah hilang menjadi kebahagiaan tertinggi tiada terhalangi.

    4. Inilah awal mula hakikat manusia lahir dalam wujud besar berupa dewa-manusia.

    Dan burung, binatang, tumbuhan melata, semak belukar, dan semut, asal mula-nya itu

    tiada berbeda.

    Ia adalah asal dan tujuan yang selalu dicari oleh makhluk berjasmani, dilakoni dengan

    ketekunan.

    Bagi orang yang tahu dan paham tentang rahasia antara hidup dan mati berada di

    tengah-tengah kekosongan.

    5. Kolam itu sangat indah, aliran airnya sangat bersih mengalir ke bawah tak putus-

    putusnya,

    melalui sungai kecil, seiring hembusan angin semilir, menyirami lingkaran api.

    Inilah menyebabkan tetesan itu tumbuh menjalar di hati menimbulkan kegelapan

    pikiran.

    Upaya rahasia, tekun memusatkan batin untuk mengenyahkan dan mengalah-kannya,

    itulah dinamakan menang melawan nafsu (indria).

    6. Sang Yogi Agung luput dari tujuan itu setelah pertemuannya di persekutuan

    kematian.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    5/36

    Tiada bergerak, tiada mengalir, tidak berada di atas dari tubuh, ia tidak menunjukkan

    diri.

    Hanyalah kekosongan semata, tak terbayangkan rasa dari rasa itu, tenang, tiada

    apapun.

    Sungguh senantiasa penuh menyusupi segala yang ada di alam semesta, ada yang

    hilang tiada diakui.

    Wirama Jaloddhatagati

    1. Ada lagi upaya sang pendeta yang bersungguh-sungguh.

    Kelima unsur material itu tidak dipedulikan.

    Dalam setiap harapannya tidak diberikan disusupi olehnya.

    Ia memiliki ingatan yang kuat, tidak pernah ragu-ragu.

    2. Baik sedang berjalan maupun ketika duduk.

    Dalam berucap maupun bertindak tanpa rintangan.

    Tabiat dan keluhuran budi dibangun.

    Waspada dalam memilah dan memilih yang baik dan buruk.

    3. Setelah senantiasa dapat memegang teguh.

    Kau akan meninggalkan semua doa-doa pemujaan.

    Tidak ada hasil yang pasti, moksa itu sulit.

    Dan bahkan membingung terus-menerus.

    4. Dan dengarkan cara-cara orang bijaksana.

    Setelah kau mengetahui yang baik dan buruk itu,

    kau harus berada di antara kedua itu,

    maka berhentilah kau memikirkan yang baik dan buruk.

    5. Bila kau dapat menemukan persekutuan yang kukatakan itu,

    segala yang diharapkan datang, apa saja.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    6/36

    Sebab Bhatara telah bersemayam dalam dirimu.

    Segala harapanmu tercapai tanpa kesulitan.

    6. Berbuatlah dan berupayalah berdasarkan budi luhur.

    Kebajikan, ketentraman, sopan-santun, dan kedamaian harus dipegang teguh.

    Kesetiaan adalah pengendali pikiran yang goyah.

    Arahkan dengan tepat kepada Sang Sinamaya (Penentu Waktu).

    7. Setelah dapat mengetahui Sang Sinamaya,

    hancurkan segala yang dilihat dan didengar.

    Maka kau akan menjadi mantap, sakti, dan memiliki kesadaran kuat.

    Tercapailah di hatimu bahwa moksa itu tidak jauh.

    Wirama Ragakusuma

    1. Batin sang pendeta sempurna tanpa batas melampaui penampakan ketiadaan.

    Tak tergoyahkan, tenang, penuh kedamaian memenuhi alam semesta, seisi jagat raya.

    Sebatas paling utara hingga sebatas paling selatan habis dilaluinya terutama dalam

    mencapai kebebasan tertinggi.

    Hanyalah kesunyian nirwana yang indah semata luput dari angan-angan untuk

    menceritakannya.

    2. Inilah kesejatian yang telah berhasil dicapai jika dihubungkan dengan segala yang

    ditakdirkan.

    Bukankah konon langit itu dulu dikenang, dirasa-rasakan, dicari-cari? Itu keliru.

    Jelaslah bahwa bekas dari bekas pemusatan batin orang yang telah mencapai

    kesempurnaan tertinggi tidak tertinggalkan.

    Tidak ada lagi guru-murid, ingatan dan pikiran hilang. Paramasiwa telah menunggal

    dengannya.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    7/36

    3. Sulit mengendalikan nafas ilahi yang menghempas menyelimuti hati tiada putus-

    putusnya.

    Jika tidak tahu memusatkan batin pada kunci pusat pengendalian ketika peleburan

    yang tiga itu.

    Orang itu akan berputar-putar bagaikan roda pedati terus-menerus tanpa menjadikan

    apapun.

    Bila orang itu mati akan dijatuhkan ke kawah neraka yang gelap gulita diselimuti

    kotoran nafsu.

    4. Ada diceritakan pelaku yoga ketika mengenyahkan sepuluh indria (nafsu) itu,

    di dasar cakra pengendali nafas dibiarkan mengendap hingga ke titik terdalam,

    disimpan di dalam batin.

    Bagiannya yang bening itu baik, tidak mengganggu manakala kesepuluh indria itu

    teduh.

    Terang benderang sinar indah yang muncul di hati memenuhi alam semesta.

    5. Bulan pun kalah tersingkir jauh di bawah ketinggiannya yang tak terjangkau.

    Lebarnya dunia tidak dapat mengalahkan kebesarannya yang tiada terbatas.

    Angkasa yang hampa itu menjadi terukur besar-kecilnya juga tidak terperikan.

    Sebab jauh-dekat itu tak berbatas, ada di dalam angan-angan yang halus.

    6. Tidak bermata, tidak bertelinga, tidak berhidung, tidak bermulut, dan juga Ia tidak

    berbadan.

    Namun Ia tahu merasakan, membau, berkata, mengetahui rupa segalanya.

    Sebab sejak dulu sumber sifat dasar intisari alam semesta adalah baik-buruk tiada

    lain.

    Kebersihan dan kesucian pikiran itu senatiasa dilakoninya dengan sempurna.

    Wirama Prethiwitala

    1. Bak berbaurnya susu dengan minyak, ibarat api dengan kayu bakar,

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    8/36

    bagaikan persatuan bau dengan bunga, ibarat persatuan angin dengan angkasa,

    seperti minyak dengan wijen, bagaikan api dengan panas tiada terlihat.

    Begitulah Bhatara menggaib di hatimu tidak terpisahkan.

    2. Bila berucap Ia ikut dalam ucapan. Jika melihat Ia bersatu dengan mata.

    Jika mencium Ia luput dari bau, jika makan Ia ikut menikmati rasa.

    Jika berpikir Ia ikut bersama pikiran, tak terkecuali dalam kesadaran.

    Menggaib bersiluman di dalam kehendak berwujud lima indria.

    3. Itulah tujuan yang hendak dicari sebagai pengikat dan penjahit ketiadaan dan pikiran.

    Renung-renungkanlah di hati, arahkanlah ke pusat pikiran.

    Sebab jalanmu tidak jauh bilamana hendak mencari alam pembebasan.

    Di dalam hatimulah diperas, dicari Bhatara Siwa tiada lain.

    4. Dia tidak berada di timur, di selatan, di utara, di barat,

    di tengah, di bawah, di atas, di kiri, di kanan, di belakang, di depan.

    Jauh maupun dekat, besar-kecil, baik dan buruk.

    Pikiranmulah sumber asal semua itu sehingga tidaklah jauh.

    5. Kebimbangan menyebabkan adanya baik-buruk, besar-kecil, bawah,

    menyebut di atas, di tengah, mengatakan utara-selatan.

    Kecendrungan pikiran yang terlalu kuat dituruti tanpa khawatir.

    Itulah yang menyebabkan tersesat dalam kegelapan dan kebutaan.

    6. Beginilah sebenarnya wujud manifestasi Bhatara Siwa di dalam dirimu.

    Perhatikanlah di hadapanmu, kendalikan pikiran, memandanglah ke tempat kosong.

    Pusatkanlah batinmu di ujung penglihatan. Awasilah peleburanNya di sana.

    Pastilah Dia tampak terang benderang bersinar menerangi seluruh alam semesta.

    7. Inilah pedoman yang pantas dituruti, dipercaya, dijadikan pegangan di hati.

    Bertabiat suci dan kedamaian jualah yang pantas diikuti.

    Dialah tiada lain wujud manifestasi Bhatara Siwa.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    9/36

    Sebagai asal dan tujuan penunggalan, pelebur sifat kuasa dan ketamakan.

    8. Mengunci dengan batin yang tepat, tempat persembunyianmu di dalam hati.

    Harta milikmu, permata mulia, tidak terjamah manusia, abadi tak bisa hilang.

    Dibakarpun tak akan gosong, dikurangi tak akan kurang tak akan lebih.

    Uraikan di hati tak akan lebur, segala tujuanmu tak akan tertinggal.

    9. Persembunyian Sang Mahapurusa tidak jauh katanya.

    Beryoga, diam, menampakkan diri, berwujud sarana hati.

    Melampaui alam semesta, menikmati kebahagiaan di alam kosong.

    Beliau asyik bermandikan air suci di alam niskala.

    Wirama Malini

    1. Ada gunung besar yang dituju orang untuk menyucikan diri.

    Tempatnya ada di sini, tidak jauh dari dalam diri.

    Itulah tempat manifestasi Hyang Pancasakti yang mulia.

    Di puncak gunung Hyang Siwa telah berjaya.

    2. Ada sekuntum bunga purba berada di kaki gunung itu.

    Berbunga merah, berdaun indah, berkelopak empat.

    Di tengahnya ada lidah api bagaikan matahari berkobar.

    Merupakan perwujudan Sanghyang Brahma lembut dipuja.

    3. Di atas lidah api ini terlihat terang benderang.

    Di sana ada bunga Kamala bersinar berwarna-warni.

    Mekar berkelopak enam, di tengahnya angin berkabut asap.

    Di tengahnya itu ada api bersinar sangat cemerlang.

    4. Ada bunga di puncak lidah api berkobar itu.

    Bagaikan matahari pagi, bunga teratai berwarna merah nan indah.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    10/36

    Mekar berkelopak sepuluh, di tengahnya matahari bersinar terang.

    Berputar berkeliling di dalamnya, merupakan manifestasi Wisnu.

    5. Setelah matahari yang bersinar terang itu terlewati,

    muncul bunga Kamala nan indah berada di candi tengah,

    berkelopak dua belas bagaikan sinar merah.

    Sebuah permata suci memancarkan sinar manifestasi kekuatan Rudra.

    6. Berjejer indah dan teratur rapi di setiap puncak.

    Ada bunga Kamala menonjol berwarna putih bercahaya,

    berkelopak enam belas, di tengahnya ada bulan purnama.

    Tempat utama bagi Sanghyang Iswara bersemayam di sana.

    7. Setelah melewati Sanghyang Iswara yang mulia di puncak yang sulit itu,

    Ada bunga teratai mahamulia berada di candi simpul bayu.

    Mekar berkelopak tiga, di tengahnya permata berkilauan.

    Itulah tempat Hyang Sakti bersemayam di sana.

    8. Di puncak Sanghyang Meru yang amat terkemuka itu,

    ada air penyucian yang mahamulia bersih tanpa noda.

    Dari dalam air suci itu tumbuh bunga teratai berwarna putih.

    Mekar memenuhi air suci, berkelopak seribu nan indah.

    Wirama Ragakusuma

    1. Di tengah bunga kamala itu tampak seperti embun di ujung rumput.

    Bagaikan matahari, sinarnya tampak bercahaya memenuhi ketiga dunia.

    Di tengahnya itu kosong, nirwana indah, perwujudan penglihatan yang tak terlihat.

    Selalu sadar, bersih, terjaga dari hakikat Siwa Yang Mahatinggi, perwujudan Bhatara

    Siwa tiada lain.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    11/36

    2. Dalam sekejap Yang Melihat itu pergi, tidak lagi berwujud apa yang ada pada puncak

    pembebasan sempurna.

    Tidak ada yang dirasakan, tak ada yang dipikirkan, tak ada yang dikatakan, dilihat,

    dilaksanakan.

    Tak melihat. Ia adalah nirwana sunyi. Ia bukan Siwa. Dialah Paramasiwa tiada lain.

    Tidak ada lagi sekutu-persekutuan, tidak terjamah, luput dari pikiran, tak terlihat,

    khusyuk.

    3. Setelah itu tidak ada yang tahu. Ada lagi tata aturannya yang benar.

    Dari ketiadaan itu Ia muncul berwujud sinar terang yang disebut Siwatmaka.

    Seluas ruang angkasa, kehampaan sejati. Begitulah Ia menjelma dalam pikiran.

    Senantiasa sadar, sempurna. Perwujudannya lengang, melihat tetapi tidak terlihat.

    4. Dan dari sanalah Yang Melihat baru muncul seperti embun di ujung ilalang.

    Bersinar bagaikan menandingi sinar matahari. Ia merupakan jiwa seluruh alam

    semesta.

    Itulah Jiwa Ilahi yang perkasa, yang menyebabkan adanya sabda dan pikiran.

    Dari sabda muncul aksara suci Omkara yang menggerakkan seluruh alam semesta.

    5. Wujud ketiga hal yang berbeda itu tunggal, berfungsi menggerakkan semua yang

    tidak bergerak.

    Itulah dinamakan Tri Purusa, yang menciptakan seluruh isi alam semesta.

    Ia mengetahui awal, tengah, dan akhir serta baik-buruk, menciptakan ajaran suci itu.

    Sebab Dhat Purba Yang Tertinggi merupakan sumber badan ketiga dunia.

    6. Adapun dari angin muncullah api berkobar menimbulkan panas.

    Dari api muncullah air merembes membasahi segala yang tak berkesadaran.

    Dari situlah asal mula bumi dan alam semesta, beserta seluruh isi jagat raya.

    Dari bumi lahirlah binatang, burung, tumbuhan melata, semak belukar, dan rumput.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    12/36

    7. Akan tetapi alam semesta ini sangat besar sebagai lingga manifestasi Siwa.

    Ada yang diraba, dilihat, didengar, digubah, dibaca, dipikirkan.

    Pada dasarnya lengang, gelap diselimuti kotoran, hawa nafsu, sifat kuasa, dan

    ketamakan.

    Karena kemayaan Bhatara Siwa gaib menciptakan alam semesta dan Ia menyelinap di

    dalamnya.

    8. Jiwa ilahi itu ibarat permata manikam, kesadarannya bersih tanpa noda.

    Berkat kesaktiannya jua tumbuh membesar, berubah menjadi pikiran dan watak.

    Dari pikiran itu muncullah budi sehingga yang tak berkesadaran menjadi bisa

    berpikir.

    Dan dari budi itu lahir dan berkembanglah menjadi kepribadian.

    9. Kepribadian menimbulkan keperkasaan sehingga muncullah lima indria (nafsu).

    Lima indria itu tumbuh dan berkembang senantiasa mempengaruhi sehingga menjadi

    sepuluh indria.

    Sepuluh indria dan duniawi saling mempengaruhi sehingga menjadi rajas dan tamah.

    Ketamakan tumbuh dan berkembang tanpa mengenal waktu, sehingga lahir berulang

    kali.

    Wirama Sragdhara

    1. Adapun asal-usulnya dulu, dari hawa nafsu itu muncul lima unsur materi yang halus.

    Dari situ tumbuh dan berkembang menjadi lima saluran penikmat.

    Saluran mendengar dan melihat terutama saluran merasakan dan mengecap.

    Cinta kasih itulah menjadi tali pengikat bagi Jiwa ilahi, awalnya kesengsaraan.

    2. Orang bijak mampu mengetahui kepapaan dan cara menghindarinya.

    Itulah upaya rahasia, dibayangkannya di kunci rahasia yoga.

    Pasti, tak berlindung, tanpa noda, dan tanpa kesadaran, tanpa kepercayaan.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    13/36

    Adapun penyusupan indria itu tidak merintanginya berbaur dengan dunia kenikmatan.

    3. Bagaimana mungkin tidak ada kepapaan dan kebaikan di bumi ini,

    bilamana tahu asal-usul kelahirannya beserta dunia dan segala penjelmaan.

    Sesungguhnya kenikmatan indria berasal dari hawa nafsu dan dunia pikiran yang

    nikmat.

    Diperbudak duniawi, tidak dipercaya, itulah jadinya bilamana menuruti indria,

    berperilaku jahat.

    4. Tidaklah sempurna bilamana pendeta (wiku) tidak mampu mengetahui keberadaan

    dunia dan raga.

    Intisari kenyataannya berada di luar dan di dalam, di luarnya dapat dilihat.

    Sebab tidak ada bedanya segala yang ada di dunia dengan yang ada di dalam tubuh,

    seperti panah ampuh.

    Itulah menjadi panah di dalam diri yang dijadikan tempat menuju jalan kelepasan.

    5. Orang yang berhasil dalam yoga, hatinya terang benderang seperti bulan purnama.

    Lahir dan batin tiada kekurangan dalam segala ajaran sabda ilahi.

    Tidak bergolak, tak bergerak, tanpa hawa nafsu, ia hanya berbatin suci.

    Pandangan matanya membawa kebahagiaan, puncak dari keberhasilannya bersatu

    dengan yang tak terpikirkan.

    Wirama Madraka

    1. Seperti itulah orang yang telah mencapai keberhasilan, ia pantas dipercaya.

    Keteguhannya patut ditiru, benar-benar pengikat angan-angan yang kokoh.

    Sungguh pantas objek indria itu dikendalikan sekuat tenaga di dalam hati yang selalu

    bersih.

    Memang ingatan pantas diikuti untuk menghilangkan sehingga bersih tak terjamah

    angan-angan.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    14/36

    2. Ciri-ciri orang utama adalah tabiat dan laksananya mantap, tidak bimbang.

    Bukan objek indria sebagai tujuan melakukan japa, brata, dan tapa.

    Budi yang kuat, niat yang baik, berperilaku, itulah tempat tumpuannya.

    Percaya-mempercayai, yakin-diyakininya adalah puncak dari berangan-angan.

    Wirama Praharanakalika

    1. Ada ajaran Sang Purusa, laksanakanlah.

    Sarana memunahkan perasaan dan hawa nafsu.

    Perhatikanlah itu dan laksanakan selalu.

    Pahalanya bersih setiap saat.

    2. Duduk bersila lalu diam bagaikan gunung yang kokoh.

    Melihat lubuk hati memusatkan batin.

    Duduk bersila dengan khusyuk sampai mantap.

    Begitulah cara Sang Purusa melakoni.

    3. Setelah hal itu mantap di hati setiap hari.

    Kendalikan penglihatan, tak ada yang diangan-angankan.

    Diamkan, dan perhatikanlah pada persekutuannya.

    Redupkanlah perasaan itu sebentar.

    4. Pandanglah pangkal padma hati pada pusatnya.

    Ada muncul seperti kristal bening.

    Titik pusatnya dipegang kuat-kuat, arahkan ke dalam.

    Mantapkan di dalam cita-cita, pelebur dunia.

    5. Tutup dan kuncilah, pandanglah ke dalam.

    Bersenjata pikiran baik, itulah yang dibayangkan.

    Ada bunyi mulia merdu terdengar.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    15/36

    Ikutilah perlahan-lahan hingga lenyap, rahasiakan.

    6. Perhatikan ke depan di sela awang-awang.

    Ada seperti teratai samar-samar bergerak.

    Setelah jelas, berkonsentrasilah dan arahkan ke dalam.

    Diamkan di tengah mata yang bergerak.

    7. Setelah mantap, pikiranmu menjadi bersih.

    Kemudian perhatikanlah pada persekutuannya.

    Ada wujud amat halus menyala kecil.

    Kemudian bersinar bagaikan lampu terang benderang.

    8. Pandang dan perhatikanlah itu dengan saksama, ia akan berubah terang.

    Ada muncul seperti bulan purnama, bulat penuh.

    Bersinar menyinari seluruh alam semesta.

    Mantapkan bayangan bulan itu di tengah.

    9. Setelah bayangan bulan bening itu mantap.

    Ada muncul seperti matahari bersinar terang.

    Titik pusatnya hitam bening kebiru-biruan.

    Kemudian menghilang tanpa bekas.

    10. Pusatkan batinmu, berhentilah berangan-angan.

    Pisahkan di badan, alam semesta dilenyapkan.

    Akhirnya dalam persekutuan batin akan diam.

    Berhenti memikirkan saat-saat pemusnahan.

    11. Inilah ajian Sang Purusa untuk menciptakan keselamatan.

    Perhatikanlah taman sari batin itu setiap saat.

    Sebagai tempat menyucikan hati yang kotor.

    Itulah Air suci Paramasiwa namanya.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    16/36

    Wirama Wihirat

    1. Inilah praktek yoga persatuan yang luar biasa, dengarkan baik-baik.

    Pahalanya kau tidak kena penderitaan, kebimbangan, ketuaan, kekotoran.

    Sebaliknya kau akan menikmati kebahagiaan, panjang umur di kemudian hari. Itulah

    tujuan yang dicari, waspadalah kau dalam hatimu selalu!

    2. Nafas ilahi merupakan tali pengikat yang kuat di dalam badan yang terikat.

    Keberadaanya yang sempurna di dalam badan membuat Jiwa selalu betah.

    Dan lagi menimbulkan duka lara, ketuaan, penyakit tiada lain.

    Memang nafas ilahi adalah sumber asal baik-buruk yang dirahasiakan.

    3. Pada dasar candi persekutuan di bagian bawah, tutuplah dengan rapat.

    Sebab nafas ilahiApana liar berkumpul di titik pusat, perhatikan dengan saksama.

    Setelah nafas ilahi dasar itu diam, bersatu dengan mantap,

    tutup dan arahkan alirannya menuju tiga simpul nafas ilahi.

    4. Setelah sampai di titik pusat api, beryogalah dengan tenang.

    Teruskanlah Jiwa mengalir menuju matahari untuk bersatu

    di tengah kendi nafsu badanmu. Matahari bersinar terang.

    Setelah semua menjadi bening, bersiaplah meneruskan ke hati utama.

    5. Demikianlah mengikat perpisahan, melihat di gerak hati.

    Dilebur di dalam batinmu, seraya memuja memusatkan batin.

    Setelah ditemukan keberhasilan sari rasa yoga persatuan di hati,

    redupkanlah, bayangkan puncak gunung sebagai tempat beryoga.

    6. Setelah datang di puncak gunung, berhentilah, beryogalah dengan khusyuk.

    Asap dan seluruh nafas ilahi termasuk api matahari sekalian

    dikumpulkan di dalam batin. Dalam sekejap diarahkan untuk peleburan.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    17/36

    Setelah berkumpul menjadi satu, akhirnya menikmati kebahagiaan tertinggi.

    7. Jangan berangan-angan tentang asana,yoga, dansadaka.

    Kendalikanlah pikiranmu untuk menghilangkan kebingungan dan hawa nafsu.

    Setelah kegelapan lenyap, muncullah cahaya terang benderang.

    Kembalilah kau kepada perwujudanmu yang sejati, akhir dari praktek yoga yang

    cemerlang.

    8. Beginilah tatacara sang pendeta agung melakukan persahabatan dengan Sang Penentu

    Waktu.

    Di badan dicari, disari-sarikan untuk menghilangkan kelima nafsu (pancawisaya).

    Sebab kelima benih material (panca bhuta) itu merupakan siluman Bhatara tiada lain.

    Dan menjadi musuh Sang Purusa (Jiwa Ilahi) dalam menuju pembebasan tertinggi.

    9. Itulah tujuan yang dicari oleh Sang Purusa bila mengupayakan peleburan.

    Beryoga, diam, menyadarkan diri, disimpan di hati yang terdalam.

    Setelah nyata-nyata bersatu segala harapanmu tanpa halangan,

    bunuh, lenyapkan, basmilah di dalam batinmu tanpa belas kasih.

    Wirama Kusumawicitra

    1. Setelah memahami hakikat segala sifat,

    lanjutkan dengan mengingat dewa.

    Memuja dengan senang hati setiap saat.

    Taat kepada perintah guru, senantiasa hormat.

    2. Ada petuah Sang Purusa, mohon dirahasiakan.

    Yang harus diingat di hatimu yang berbahagia.

    Tatacara orang bijak mengetahui hakikat dewa.

    Mendalami rahasia takdir ilahi.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    18/36

    3. Ketika duduk tidak ada yang dipikirkan.

    Muncul bukan dari hati yang bimbang.

    Tumbuh dan berkembang memenuhi alam semesta.

    Segala yang ada di lingkaran tiga dunia.

    4. Setelah dalam keadaan seperti itu, berhentilah berpikir.

    Akhirnya segalanya akan lenyap.

    Menjadi terang benderang berbadankan Hyang.

    Langgeng menikmati kebahagiaan tertinggi.

    5. Ingatlah di mana tempat peleburannya,

    tempat asalnya dulu yang membimbangkan.

    Siapakah yang dapat mengetahuinya?

    Begitulah selalu, carilah di hati yang jernih.

    6. Manakala sedang membicarakan ajaran Sruti danBawusastra.

    Carilah tempat kemunculannya supaya jelas.

    Berhentilah membaca, carilah tempatnya menyatu.

    Itulah yang selalu dicari di hati.

    7. Ketika memandang, ke mana tujuan penglihatan.

    Segala yang ada di dunia dilihat.

    Berhentilah menyusup dan menjelajah dunia.

    Diamlah, dan di manakah tempat pelenyapan itu.

    8. Bagaimanakah keadaannya manakala seseorang

    menemukan kesukaan yang amat menyenangkan?

    Ketika sedang berduka, bagaimana pula sikapnya?

    Renung-renungkanlah di hati selalu.

    9. Ketika melihat, memandang dunia.

    Segala macam warna muncul.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    19/36

    Siapakah yang dapat melihat dan bagaimana keadaannya di dunia?

    Itulah yang harus dicari, di hati tempatnya.

    10. Ada orang membuat arca.

    Tampan menyerupai wajah Hari-Hara, Rudra.

    Itulah yang disembah dipuja masyarakat.

    Di manakah Sumber Purba itu berada?

    11. Dia duduk di kursi singhasana tiada lain.

    Berputar mengelilingi seluruh isi alam semesta,

    lapisan bawah dan alam Siwa yang sunyi,

    ditapaknya dalam sekejap, telah tiba di sana.

    12. Bagaimanakah keadaan Dia Yang Melihat?

    Beliau juga mengetahui seluruh alam semesta.

    Di manakah tempatNya di dalam badan?

    Itulah akhir dari hakikat tiga dunia.

    13. Selama bertapa melaksanakan ajaran kependetaan,

    belum juga menemukan Dhat Tertinggi.

    Berkeliling menyusup ke hutan dan gunung mencarinya.

    Bertapa mencari asal-usul untuk menemukan Hyang.

    14. Siapakah yang berhasil melaksanakan?

    Dan yang dijadikan puncak tujuan?

    Paramasiwa dan Sadasiwa, Rudra?

    Di manakah tempatNya Hari-Hara Sambu?

    15. Dalam kebodohannya ia menyusup menuju ke

    gunung, menyelusuri tempat para dewa, bertapa, berupaya,

    menampakkan diri di kaki Dewata dan Sanghyang.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    20/36

    Ia berada di hati tetapi tidak diketahui.

    16. Adalah Paramasiwa bila menjadi puncak dari yang tak terpikirkan.

    Adalah Sadasiwa bila menjadi keheningan dan kesadaran abadi.

    Adalah Pasupati bila Ia menyusup ke alam semesta.

    Dalam keteguhanNya melaksanakan dharma, Hari namaNya.

    17. Manakala dibaca dalam kitab Sruti danBawusastra,

    Ia bernama Brahma Sakala Widhya.

    Ada pula disebut Sura, Resi, Gana, dan Dewa.

    Ingatlah penjelmaannya yang berbeda-beda.

    Wirama Ragakusuma

    1. Ya Tuhan, Ya Dewa, Jiwa Ilahi yang tak terpikirkan, Paramasiwa Yang Sempurna.

    Tiada lain sembah sujud hamba senantiasa berbakti di kakiMu.

    Kau benar-benar sebagai isi pikiran suci. Kau penyuci rajah dan tamah.

    Kau berwujud dalam kesadaran yang mengarahkanku ke kakiMu bersujud di alam

    niskala.

    2. Sempurna lahir batin, Kau yang berada di antara baik dan buruk, sebagai sari-sari

    kekosongan.

    Kau yang berbadan dan pula yang menciptakan alam semesta, ketiga dunia, yang

    menjaganya tanpa diragukan lagi.

    Kau yang menikmati kebahagiaan abadi. Kau yang melihat tetapi tidak terlihat.

    Yang selalu bersabda tetapi tidak diketahui, Yang menjelma pada Jiwa tetapi tidak

    bersatu.

    3. Kau adalah sumber pengetahuan tertinggi, yang menciptakan baik dan buruk, tetapi

    tak terikat padanya.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    21/36

    Kau adalah inti ketiadaan yang sempurna, sumber alam semesta, perwujudan jagat

    raya.

    Yang menjadi asal dan tujuan segala kehidupan, yang menjelma dan menyusup di

    dalam batin.

    Kau Mahagaib, akhir dari segala tujuan. Kau tak terpikirkan. Kau menghilang-kan

    sepuluh indria.

    4. Puncak sembah sujud hamba di kakiMu senantiasa berdoa.

    Baktiku kokoh tak akan berbalik di hati, hanya Kaulah yang dipuja.

    Mataku terbuka ketika terjaga dan tertutup ketika tidur, di kakiMu jua aku akan

    lenyap.

    Telah aku jadikan syair saat-saatku bertemu denganMu Yang Terpuji.

    5. Setiap saat hamba memuja ke hadapanMu Yang Suci sebagai penyucian dunia.

    Bakti hamba, buah anugrah utama yang Kau beri, kupersembahkan di kakiMu.

    Sebagai bunga persembahan adalah pikiranku yang suci bersih, yang senantiasa

    mekar mewangi

    Juga mantra tertinggi dan lingga berdiri di tengah-tengah persekutuan kesadaran.

    Wirama Girisa

    1. Berikut ini aku ajarkan mengenai kekotoran hawa nafsu.

    Andaikan Jiwa itu ibarat matahari bersinar.

    Kotoran hawa nafsu itu ibarat gumpalan mendung yang gelap.

    Penglihatan menjadi gelap karena selalu lupa.

    2. Ia tidak ikut, tidak bergerak, tidak bergeser dari tempatnya.

    Hanya sinarnya yang menyebar memenuhi segala yang ada di alam semesta.

    Betapa jauhnya jarak antara matahari dengan mendung yang ada di bawahnya.

    Kapankah matahari tercemari, sebab ia selalu bersih dan suci.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    22/36

    3. Begitulah umpamanya Sanghyang Atma, bagaimana menjaganya?

    Bagaikan malam, ia kehilangan sinar akibat kegelapan menyelimutinya.

    Nyatalah Atma tidak berubah, kesejatinya tetap bersih.

    Ia hanya gelap selama diselimuti, dan setelah itu kembali terang benderang.

    4. Seperti bayangan rembulan di dalam tempayan yang berisi air bersih.

    Seluruh tempayan yang ada benar-benar dipenuhinya.

    Perhatikan air bersih itu, bayangan itu tunggal di masing-masing tempayan.

    Lihatlah ke atas, hanya satu pula Dewi Rembulan bersinar.

    5. Begitulah persamaannya Sanghyang Suksma memenuhi alam semesta.

    Segala yang ada, baik-buruk, besar-kecil, semuanya dipenuhi.

    Ia tidak berwujud banyak. Ia sepenuhnya tunggal.

    Penyebarannya ke mana-mana di dalam segala wujud. Ia meliputi semuanya.

    6. Melihatlah kau ke air, tontonlah wajahmu dengan kuat.

    Tancapkan keris ke dalam air yang bening itu.

    Tebaskan dan ayunkan keris itu seperti berperang, wajahmu tak akan tergores.

    Air bergoyang bagaikan ombak akibat gerakan pedang itu.

    7. Begitulah perumpamaan Jiwa Ilahi mengambil bentuk di dalam badan.

    Dibakar, disiksa, diserang, ia tidak akan sakit.

    Dihias, didandani dengan emas dan pakaian sesuka hati.

    Di dalam dirilah menemukan duka dan suka hawa nafsu.

    8. Kapas menjadi benang lalu menjadi kain.

    Pahala bedak adalah wajah (cantik), itulah yang dilakukan orang.

    Kebanggaan itu muncul apabila wajahnya dipuji-puji.

    Berawal dari ketidaktahuan orang terhadap noda yang menyelimuti.

    9. Itulah persamaan Sanghyang Dharma melihat segala yang ada.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    23/36

    Ada resi, sura, yaksa, bhuta, binatang, burung.

    itulah yang dipuji orang, segala yang dapat dilihatnya.

    Orang tidak mengetahui bahwa maya membuatnya lupa diri.

    10. Perhatikan pula api yang ada di dalam kayu bakar yang kering.

    Sekalipun diperhatikan dengan saksama, tak juga tampak keberadaannya.

    Berusahalah untuk mendapatkan bukti dengan tangan mengeluarkannya.

    Itulah perumpamaan Batin Ilahi bila telah dirasakan sari-sarinya.

    11. Sebagai perbandingan bagi orang-orang bahwa telor menetas menjadi anak ayam.

    Induk ayamlah senantiasa mengeram setiap saat.

    Setelah semua menetas, di situlah ia baru beranjak pergi.

    Betapa luar biasa kesaktiannya ibarat wajah seorang ibu.

    12. Begitulah perumpamaan seorang yogi bila sedang memusatkan batin.

    Siang malam terjaga, memusatkan batin di kaki Paramasiwa.

    Setelah Jiwa bersatu dengan Paramasiwa,

    berhentilah memikirkan dunia, sebab telah berhasil sepenuhnya.

    Wirama Sronca

    1. Bertapa dengan tepat di dalam hati.

    Tubuh itu bagaikan gunung.

    Membersihkan dirimu dari kotoran.

    Budi luhurmu ibarat pedukuhan.

    2. Angan-angan itu ibarat pelayan.

    Batin itu sebagai api.

    Sifat ketamakan ibarat kayu bakar.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    24/36

    Pikiran langgeng sebagai asap.

    3. Sanghyang Atma sebagai tempat pemujaan.

    Jiwa sebagai pilar penyangga.

    Nafas sebagai tali pengikat.

    Empat kekuatan ilahi sebagai alas pemujaan.

    4. Pengetahuan ibarat peti pakaian.

    Berbunga hati yang mekar.

    Berair pikiran yang jernih.

    Memuja di lubuk hatimu yang paling dalam.

    5. Kesadaran sebagai kipasmu.

    Sebagai topimu adalah kelembutan.

    Sebagai tongkatmu adalah dharma.

    Sebagai kainmu adalah kebijaksanaan.

    6. Sebagai cara hidupmu adalah ucapan yang benar.

    Sebagai harta milikmu adalah kesunyian yang hampa.

    Sebagai perlengkapanmu adalah pikiran.

    Mengunci hatimu dengan teguh.

    7. Siang malam terjaga.

    Terus-menerus menyadari kebaikan.

    Janganlah berbuat jahat, membunuh.

    Itulah tapa namanya.

    8. Bukan karena datang ke gunung.

    Berkat moksa menemukan tujuan.

    Bukan karena makan dedaunan.

    Jika tidak dengan benar tidak akan berhasil.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    25/36

    9. Tidak jauh jalan bagi sang yogi.

    Di dalam batin jualah tiada lain.

    Ucapan yang jujur sebagai ibu.

    Budi yang bersih sebagai bapakmu.

    10. Dharma sebagai cara hidupmu.

    Ketentraman sebagai adikmu.

    Kedamaian sebagai istrimu.

    Suka memaafkan sebagai anakmu.

    11. Batin itu sebagai sanak keluargamu.

    Keangkaraan dan lain-lain sebagai musuhmu.

    Ketekunan itu sebagai harta milikmu.

    Kebencian itu sebagai dukamu.

    12. Dosa itu sebagai kepapaanmu.

    Kesucianmu itu adalah sorga.

    Tamah sebagai Dewa Mautmu.

    Dan rajah itu sebagai reinkarnasi.

    13. Kebijaksanaan sebagai jalanmu.

    Ingatan itu sebagai lampumu.

    Nirwana sebagai rumahmu.

    Turyapada sebagai tempat tidurmu.

    14. Demikianlah cara melaksanakan yoga.

    Senantiasa merenung-renung.

    Manakala sedang duduk.

    Begitulah dilakukan setiap hari.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    26/36

    15. Berucap ucap diucapkan.

    Mendengar dengar didengarkan,

    Mencium cium dicium.

    Melihat lihat dilihat.

    16. Berpikir pikir dipikir.

    Heningnya hening diheningkan.

    Memandang pandang dipandang.

    Redupnya redup diredupkan.

    17. Kehalusan bagi sang yogi agung,

    di dalam batin jualah tiada lain.

    Menjelma di hati yang lengang.

    Mencari kesempurnaan batin.

    18. Ada ajian yang dirahasiakan.

    Berbaur dengan apapun tak berbaur.

    Memasuki hal yang paling kecilpun dengan mudah.

    Dilihat dan melihat.

    19. Besarnya memenuhi dunia.

    Kecilnya lebih kecil daripada yang terkecil.

    Dirasakan turut dalam rasa.

    Dipegang luput dari pegangan.

    20. Bagaimanakah cara sang yogi

    menemukan wujud yang tak tampak,

    mendapatkan wujud yang tak didapat.

    Itulah direnung-renungkan di lubuk hati terdalam.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    27/36

    21. Beginilah upaya sang yogi,

    Dijelmakan di tempat tersembunyi.

    Di persekutuan antara lupa dan ingat.

    Itulah keyakinan yang diyakini.

    22. Bagaikan ingat tetapi tak lupa.

    Seolah-olah dilupakan, tetapi tidak hilang.

    Bertemu, (tetapi) tak tahu bila telah sampai.

    Itulah kebenaran bilamana berbaur.

    Wirama Ragakusuma

    1. Betapa melimpahnya minuman dan makanan bagi sang pendeta yang telah berhasil

    menemukan persatuan rahasia dengan tepat.

    Seketika teguh, diam dengan sendirinya dan tidak ada yang dipikirkan lagi dalam

    mencapai kebebasan sempurna.

    Ia benar-benar luar biasa, tanpa tempat tinggal, ia berada di segala hal yang tak

    terlihat.

    Sebab Ia yang telah berhasil sempurna itulah menjadi pelayan bagi yang tak

    terpikirkan di alam niskala.

    2. Tidak sempurnalah seorang pendeta bilamana belum mengecap kenikmatan

    Paramasiwa di dalam hati.

    Tak berkesudahan bagi orang banyak, yang mengatakan membebaskan dirinya dari

    segala gangguan yang tak terlihat.

    Ibarat menjunjung tempayan susu, ia tak tahu rasanya, sia-sia saja.

    Tidaklah sempurna bilamana belum menjadi milikmu di alam nyata, menemu-kan

    kehidupanmu.

    3. Ada cermin sungguh jernih luar biasa di depanmu selalu terang benderang.

    Itulah tempat Sang Maha Purusa mengheningkan pikiran terus-menerus.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    28/36

    Dengan mudah menyusup halus ke dalam tanpa rintangan terus-menerus.

    Yang melihat dengan dan Yang dilihat tunggal, bertemu dalam kesadaran yang sama.

    4. Ada petuah sejati yang dirahasiakan Sang Purusa, ditemukan bukan karena dicari.

    Intailah awal pikiran itu ketika baru muncul dan akhir darinya menghilang, perhatikan

    dengan saksama.

    Tidak ikut dalam suka dan duka, serta keinginan menikmati baik dan buruk, tidak ada

    padanya.

    Ia tidak terpisah dari badanmu, abadi tanpa noda. Ia menyelimuti terus-menerus.

    5. Itulah sebabnya sang pendeta terpesona berupaya mencari tempatnya agar ditemukan.

    Pergi jauh memasuki gunung menyusup dengan tekun melakukan yoga dan brata.

    Tidak diketahui bahwa Ia adalah asal brata semadi yang dengan tekun dilatih terus

    menerus.

    Di manakah tempat Dia yang dicari? Dia berada di hutan belantara, bersiluman pada

    diri yang mencari.

    6. Masyarakat bingung mengatakan hendak mengetahui Sang Sinayama supaya

    berwujud nyata.

    Sungguh nyata tampak di alam sakala memunculkan rupa luar biasa.

    Dinamakan Adwala oleh orang yang mencari pembebasan sempurna, tanpa rupa,

    tanpa noda, benar-benar niskala.

    Hanyalah orang yang menguasai kebenaran sempurna, berbudi luhur, ditakdir-kan

    dapat mengetahuiNya.

    7. Lihatlah matahari setiap saat menyinari dunia, sinarnya menyebar ke seluruh alam

    semesta.

    Kekuatannya bersinar memberikan kebahagiaan kepada segala makhluk, segala yang

    berkesadaran.

    Sebenarnya karena keterbatasan pandangan maka tampak kecil, dikira sebesar

    pangkuan bila dilihat.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    29/36

    Sulit bagi orang yang melihat, siapa yang dapat mengetahuinya. Perhatikanlah dengan

    saksama di mana keutamaan itu.

    8. Sebab segalanya, baik-buruk telah dipenuhi oleh Yang Melihat, tiada tersisa.

    Dan gaib, di dalam diri dan di luar diri, terutama alam semesta, semua itu terlampaui.

    Ia selalu bersih tidak tercemari bagaikan teratai di dalam air.

    Ia adalah kebahagiaan niskala, kenyataan sejati di alam sakala. Ia melihat tetapi tidak

    terlihat.

    9. Beginilah upaya sang pendeta agung memutuskan dirinya dari ikatan hawa nafsu.

    Berhenti bernafas hilang melesat tanpa sengaja disembunyikan, ia lega, tak acuh di

    hati.

    Berhenti bersabda bukan karena ia diam setelah melihat hal yang tak menampak.

    Berhenti berpikir bukan karena ia lupa setelah melihat Dia Yang Mengetahui.

    10. Berhenti mendalami ajaran suci bukan karena ia bodoh setelah melihat kebebasan

    tertinggi.

    Berhenti melihat bukan karena buta setelah menemukan rahasia yang tak dicari.

    Tidak ada lagi persekutuan-mempersekutukan, tidak terikat, setelah ia berwujud

    niskala.

    Itulah kekuatan luar biasa, tanpa kebalikan, puncak pembicaraan mencari

    pembebasan sempurna.

    Wirama Sronca

    1. Beginilah cara sang pendeta agung mencapai keberhasilan.

    Tekun mengasah batin setiap saat secara terus-menerus.

    Jika melihat sesuatu, ia tenang. Segala pikirannya

    diarahkan kepada yang suci.

    2. Ia bagaikan lampu di dalam tempayan.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    30/36

    Selalu bersinar memancarkan cahaya terang.

    Itulah perumpamaan pembentukan pengetahuan luhur.

    Bangkitkanlah hal itu, terutama pengetahuan penyatuan rahasia ini.

    3. Agar kehendak hati itu tidak salah sasaran,

    berpegang teguhlah selalu kepada kenyataan tertinggi.

    Pastilah akan berhasil ibadatmu.

    Ketiadaan, juga kekosongan, keinginan mencapai kebebasan tertinggi.

    4. Dalam bergerak maupun duduk,

    tidur, makan, melakukan yoga penyatuan,

    yakinlah kau sebagai perwujudan Hyang.

    Itulah dipegang teguh untuk selalu berhasil dalam pekerjaan.

    5. Ibarat matahari sedang menerangi

    alam semesta. Begitulah batin sang yogi.

    Senantiasa berbatin dan berpikiran jernih.

    Mata pun tunggal memandang Bhatara Hyang.

    6. Mengaku pendeta tidak ada yang diakui.

    Ini-itu tidak jelas penglihatannya.

    Dilihat dalam penglihatannya tetapi tidak terlihat.

    Puncak dari yang dilihat itu dibidik.

    7. Ada ajian yang dirahasikan oleh

    Sang Purusa, amat sangat berat dan sulit.

    Ajian itu selalu ada di dalam diri tiada lain.

    Namun ia tidak ikut dalam segala makhluk.

    8. Ia tidak ada dalam siang dan malam.

    Dalam matahari dan bulan, ia tidak menyusup ke sana.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    31/36

    Di dalam angin, ia tidak datang ke sana.

    Terlebih lagi di bumi, bukanlah tempatnya.

    9. Itulah perah di puncak rahasia,

    puncak dari puncak hatimu yang tak terhingga.

    Dalam nafas ilahi akhirnya sempurna.

    Utamakanlah tujuan akhir dari penyatuan yang tak terpikirkan.

    Wirama Aswalalita

    1. Hati pendeta agung yang mulia, mantap, teguh, selalu dalam kebenaran.

    Tidak lalai merahasiakan ajaran suci, melihat yang sejati, waspada terhadap kesucian

    yang murni.

    Dibidikkan perlahan-lahan, menggaib di kaki Bhatara, lebur menjadi satu.

    Itulah rahasia yang sangat mulia, puncak perenungan segala yang berwujud.

    2. Sebab itu tak bertentangan, pada luar biasa, jika senantiasa telah dipahami di dalam

    hati.

    Segala jalan kematian yang benar diarahkan kepada Sang Sinamaya.

    Kesetiaan, kemantapan, dan keteguhan merupakan sarana yang paling tepat

    untuk mencapai alam Siwa yang bebas, menyemayamkan di badan, tidak lagi dipikir-

    pikir.

    3. Ada jalan sang pendeta mulia menunggal, tidak jauh, pusatkanlah pikiranmu.

    Pikiranmu yang pertama kali muncul, dengan cepat dikembalikan supaya diam.

    Selanjutnya pada penglihatan dilihat, tak ada yang dipikir-pikir, pikiran terang

    benderang.

    Kesempurnaan tertinggi, alam nirwana, dan kesunyian tertinggi, kau temukan ketiga

    tempat peristirahatan abadi itu.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    32/36

    4. Bagaikan lenyapnya air mendidih, tidak diketahui jejak kepergiannya meresap.

    Dicari di api juga tidak tampak, begitu pula di wajan tidak ada.

    Itulah jalan bagi pikiran melebur diri, di kaki Bhatara lenyap sekalian.

    Benar-benar luar biasa di alam sakala dan niskala, sungguh-sungguh jiwamu

    menjelma di hati.

    5. Ada lagi upaya sang pendeta dalam menampakkan dan mengenyahkan sepuluh indria.

    Putuskan pikiranmu hingga diam, tidak ada mengalahkan di ketiga dunia.

    Dengan membunuh pikiran hingga benar-benar kosong, kau akan menemukan

    penyatuan dan sirna sekalian.

    Itulah upaya sempurna untuk menuju alam tertinggi, bersatu dengan sempurna.

    6. Betapa tak jelas upaya itu, penuh rintangan, sulit, rumit untuk menemukan Sang

    Sinamaya.

    Mempengaruhi pikiran sehingga bimbang, gagal, pikiran menjadi butek.

    Menghasilkan noda, tumbuh menyelimuti, menimbulkan kegelapan, kelupaan, dan

    kegagalan.

    Hendak menjalankan tetapi tak terjalankan, tidak tahu akhir dari jalan itu.

    7. Sesungguhnya Sang Purusa berhasil mencapai cita-cita adalah dalam penyatuan

    rahasia yang abadi.

    Bukanlah jalan japa, semadi, dan yoga itu, bukan pula melakukan upacara pemujaan

    kepada dewa.

    Ia mengawasi badannya agar tetap bercahaya, bebas dari nafsu, mampu menguasai

    pikiran yang sulit.

    Itulah yang dirahasiakan, dipendam dalam pikiran yang senantiasa suci dan bersih.

    Wirama Sronca

    1. Kesucian dan kemurahan hati ditumbuhkan di hati.

    Bijaksana, murah hati, kedamaian sempurna agar dipegang teguh.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    33/36

    Budi luhur, kebajikan, kasih sayang, kesabaran, dan

    tabah, senantiasa berbakti kepada guru.

    2. Seluruh badanmu diperhatikan dengan saksama.

    Seisi dunia dan alam semesta diupayakan dibuang jauh-jauh.

    Berkonsentrasilah pada keberhasilan yang benar, menyerap selengkapnya.

    Kepala dan Atma selalu sunyi tak berwaktu.

    3. Bayangkan kepuasanmu tanpa nafsu asmara.

    Memenuhi seluruh alam semesta raya.

    Hilangkan keterikatan di hati setiap saat.

    Hanya Atma yang bebas itu diyakini ketika akan mati.

    4. Hilangkan kenyataan semesta di hati.

    Hilangkan yoga, semadi, dan ajaran Ketuhanan itu.

    Hilangkan semua cita-cita, kesadaran, dan pikiran.

    Hilang kekaburan di badan, ketidakberwujudan yang tak terpikirkan.

    5. Beginilah tata aturan jasmani yang tampak.

    Jika dilihat awal mulanya seluruh dunia ini.

    Lebih halus daripada tanah adalah air bening.

    Api suci sejati lebih halus daripada air.

    6. Lebih halus daripada api adalah angin yang tak tampak.

    Lebih halus daripada angin adalah angkasa yang sunyi.

    Itulah penampakan alam semesta, besar dan kecil (kasar-halus).

    Perhatikan dengan teliti bila masih membingungkan pikiran.

    7. Sifat tanah itu menyusup ke hati,

    manakala ingin mencium bau wangi,

    senang kepada segala yang harum, suka dicintai.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    34/36

    Begitulah sifat tanah menyusupi pikiran yang kasar.

    8. Sifat air menimbulkan kesukaan kepada rasa.

    Makan, tidur selalu didambakan oleh pikiran yang malas.

    Suka kepada segala rasa yang membawa kenikmatan,

    itulah sifat api menimbulkan kebimbangan pikiran.

    9. Sifat angin yang pantas diperhatikan lagi.

    (Muncul) ketika ingin mencapai segala tujuan.

    Hatinya senang, ia senantiasa bermalas-malasan.

    Itulah sifat angin merasuk di hati.

    10. Sifat atmosfir (akasa) menjelma di pikiran.

    Diam, tenang, terjaga, waspada, sadar.

    Mengetahui baik-buruk di alam niskala.

    Inilah jejak sifat bhuta di dalam hati.

    11. Dialah sumber musuh itu selalu.

    Perhatikan saat-saatnya menimbulkan kejahatan.

    Ia menimbukan cinta kasih dan kebimbangan hati.

    Lagipula cinta kasih itu menimbulkan kebingungan dan kemurkaan.

    12. Ketika berkembangnya kebingungan, rajah-tamah melekat.

    Rajah-tamah menimbulkan keinginan menjelma berulang kali.

    Mengembara di jagatraya membuat kesengsaraan.

    Menimbulkan kepapaan, membangkitkan segala kedukaan.

    13. Karena itu, berupayalah mencari hakikat dunia itu selalu.

    Lihatlah dalam penglihatan, carilah pematinya.

    Tak terpikirkan dalam pikiran, puncak dari aksara.

    Tuntaslah ia membicarakan ketidakberwujudan yang tak terbayangkan.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    35/36

    Wirama Ragakusuma

    1. Permohonan maafku kepada baginda yang bijak, pendeta pinisepuh yang sejati.

    Dan kepada sang pujangga ulung, terutama lagi kepada baginda pujangga agung.

    Adapun tujuan akhir penggubahan ajaran kewikuan ini diceritakan untuk

    kemakmuran hati.

    Mohon ditambah-tambahi oleh baginda yang arif bijaksana sehingga benar-benar

    dapat membangkitkan rasa.

    2. Sebab bukan karena ahli dalam sastra, merangkai kata-kata, menerbitkannya di

    masyarakat.

    Tetapi karena senang mendengarkan sang pujangga ulung menggubah karya di

    masyarakat.

    Serta rasa hormatku, patuh kepada petuah guru, karena beliau benar-benar telah

    termashur.

    Itulah sebabnya aku mengarang kakawin, memperhatikan petuahnya, dan supaya

    menyebarkan ke masyarakat.

    3. Tak menampakkan rasa kakawin yang indah sebab karya ini bukan digubah oleh

    seorang pujangga.

    Namun satu-satunya harapan agar dapat dicari pertemuan di persatuan niskala.

    Keberhasilan seorang pendeta adalah bilamana telah mampu menembus

    ketidakberwujudan yang tak terpikirkan,

    berbatin suci, mampu menguasai kekosongan tertinggi. Ia berhak dijadikan

    pelindung.

  • 7/29/2019 KAKAWIN DHARMASUNYA

    36/36

    4. Yang Mulia penasihat raja, baginda pendeta mahautama, beliau sebagai puncak dari

    segala keutamaan.

    Yang mulia penasihat raja, baginda Malinatha namanya. Beliau benar-benar pendeta

    luar biasa.

    Yang mulia Padambuja yang senantiasa dalam keutamaan. Beliau adalah guru luarbiasa tiada lain.

    Yang mulia Wakyadi maha penerang di dalam batinku yang senantiasa aku hormati.

    5. Setelah berhasil lepas, memasuki alam luar biasa, senantiasa menikmati kebahagiaan

    tertinggi.

    Semoga hamba selamat hingga di kaki beliau yang bijaksana mengukuhkan yoga dan

    sadhana.

    Hamba ini mengarang kakawin, digubah di medha, sebuah tempat mahasuci di

    Tuban.

    Dengan selamat tiada lain Dharmasunya namanya sebagai penerang bagi orang yang

    hendak mencapai kebebasan tertinggi.

    6. Dengan selamat dihitung menurut penanggalan tahun Saka di simpul persekutuan

    tubuh.

    Berbahagialah yang mulia seribu helai kelopak padma sebagai tahun melakukan

    persenggamaan batin.

    Ditambah tiga ratus, kemantapan dalam beragama utama, itulah sebagai intisarikelopak.

    Akhirnya bunga padma itu mekar maka muncullah Sruti sebagai pelengkap tahun.

    7. Pada bulan Phalguna, rasi Singa, hari ketujuh, tersebut pada saat paroh gelap.

    Sang Yogi Agung, matahari pemberi rahmat, bergerak ke tengah langit yang

    senantiasa diam.

    Kala itulah cerita Dharma tuntas disusun, dirangkai di atas lembaran tulis.

    Berbahagialah baginda raja pemimpin dunia sakala, berjaya, termashur kaya akan

    kebajikan.