Kajian tentang Sekolah Menengah Kejuruan dalam Konteks ...

25
Kajian tentang Sekolah Menengah Kejuruan dalam Konteks Globalisasi, Kapitalisme, Pekerja Anak, dan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Feri Sahputra, Tien Handayani Nafi, Lidwina Inge Nurtjahyo Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abstrak Pendidikan adalah hak bagi setiap anak. Anak yang tidak mendapatkan akses pendidikan cenderung menjadi pekerja anak. Hal itu yang mendasari mengapa banyak pemerintah banyak negara di dunia membuka akses yang seluasnya kepada anak untuk bisa bersekolah. Namun pada kenyataannya, sistem pendidikan juga tidak menjamin anak bebas dari bentuk ekploitasi ekonomi. Pengaruh globalisasi dan kapitalisme pada sistem pendidikan menyebabkan anak yang bersekolah menjadi pekerja anak. Selama ini, banyak penelitian kerap memisahan antara pekerja anak dengan anak yang bersekolah, padahal pada kenyataannya anak yang bersekolah juga bagian dari pekerja anak. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian yang komprehensif mengenai pengaruh globalisasi dan kapitalisme terhadap pelajar yang terjaring menjadi pekerja anak melalui program magang yang dibuat oleh sekolah. Kata Kunci : Pekerja Anak; Kapitalisme; Globalisasi; Sistem Pendidikan; Kerja Magang. Abstract Every children has right to education. Child who do not get access to education tends to become child labor. That is the reason why many government in the world open the wide access for the child to take their rights to education in the school. In fact, education system in Indonesia does not guarantee every children who attend the school be free from economic exploitation. Educational system in Indonesia is contaminated by bad effect of globalization and capitalism. As a victim, student become a child labor. Previous researchers has been taken out children who attend school from category of child labor, when in the fact children who attending school are also part of the child labor. Therefore, It needs a comprehensive study on the effects of globalization and capitalism on student who being child labor due to internship which provided by the school. Keywords: Child Labor; Capitalism; Globalization; Education System; Internship Program. Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Transcript of Kajian tentang Sekolah Menengah Kejuruan dalam Konteks ...

Kajian tentang Sekolah Menengah Kejuruan dalam Konteks Globalisasi, Kapitalisme, Pekerja Anak, dan Hukum Ketenagakerjaan Indonesia

Feri Sahputra, Tien Handayani Nafi, Lidwina Inge Nurtjahyo

Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Abstrak

Pendidikan adalah hak bagi setiap anak. Anak yang tidak mendapatkan akses pendidikan cenderung menjadi pekerja anak. Hal itu yang mendasari mengapa banyak pemerintah banyak negara di dunia membuka akses yang seluasnya kepada anak untuk bisa bersekolah. Namun pada kenyataannya, sistem pendidikan juga tidak menjamin anak bebas dari bentuk ekploitasi ekonomi. Pengaruh globalisasi dan kapitalisme pada sistem pendidikan menyebabkan anak yang bersekolah menjadi pekerja anak. Selama ini, banyak penelitian kerap memisahan antara pekerja anak dengan anak yang bersekolah, padahal pada kenyataannya anak yang bersekolah juga bagian dari pekerja anak. Oleh karena itu, diperlukan sebuah penelitian yang komprehensif mengenai pengaruh globalisasi dan kapitalisme terhadap pelajar yang terjaring menjadi pekerja anak melalui program magang yang dibuat oleh sekolah.

Kata Kunci : Pekerja Anak; Kapitalisme; Globalisasi; Sistem Pendidikan; Kerja Magang.

Abstract

Every children has right to education. Child who do not get access to education tends to become child labor. That is the reason why many government in the world open the wide access for the child to take their rights to education in the school. In fact, education system in Indonesia does not guarantee every children who attend the school be free from economic exploitation. Educational system in Indonesia is contaminated by bad effect of globalization and capitalism. As a victim, student become a child labor. Previous researchers has been taken out children who attend school from category of child labor, when in the fact children who attending school are also part of the child labor. Therefore, It needs a comprehensive study on the effects of globalization and capitalism on student who being child labor due to internship which provided by the school. Keywords: Child Labor; Capitalism; Globalization; Education System; Internship Program.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Pendahuluan Dalam dunia industri dan perdagangan, efisiensi modal menjadi pertimbangan utama pengusaha

ketika menjalankan kegiatannya. Hal tersebut dilakukan pengusaha supaya dapat memperoleh

keuntungan yang memadai dengan pengeluaran yang seminimal mungkin, sesuai dengan salah

satu prinsip dasar hukum ekonomi. Salah satu cara untuk meminimalisir pengeluaran yang besar

adalah dengan memberikan upah kerja yang murah kepada pekerja.

Di Negara maju, pemberian upah kerja murah sulit dilakukan karena adanya aturan hukum dan

pengawasan yang ketat dari pemerintah, tidak mengherankan jika di Denmark dan Amerika

Serikat, upah bagi para pekerja sangat tinggi. Berbeda halnya dengan situasi di negara

berkembang seperti Indonesia, Vietnam ataupun China1.

Pada negara-negara berkembang tersebut, upah tenaga kerja cenderung lebih murah karena biaya

hidup yang rendah. Selain itu juga, pengaturan hukum di beberapa Negara terkait dengan

masalah pengupahan dan kesejahteraan tenaga kerja sangat longgar. Hal ini dipandang sebagai

peluang oleh perusahaan yang ruang geraknya bersifat global. Biaya produksi akan menjadi lebih

murah.

Terkait dengan upaya menekan biaya produksi seminimal mungkin, perusahaan juga tidak

berkeberatan untuk menggunakan tenaga kerja anak. Di beberapa Negara tertentu, bahkan tidak

ada peraturan mengenai tenaga kerja anak ataupun jika ada, pengawasannya amat longgar.

Tenaga anak dianggap lebih murah dari tenaga pekerja dewasa. Bachmann (2000) menyebutkan

bahwa pekerja anak memang lebih diminati oleh pengusaha karena mereka lebih murah. Gajinya

dibayar lebih rendah dari pekerja dewasa dan tidak ada uang asuransi, semisal asuransi kesehatan

dan uang pensiun. Pekerja anak juga diasumsikan lebih menoleransi kondisi pekerjaan yang

buruk dan mereka tidak bisa melawan kondisi buruk yang mereka rasakan itu.

1 Direktur Jendral ILO, Guy Ryder dalam Laporan Upah Global Tahunan yang dikeluarkan Organisasi

Perburuhan Internasional (ILO) pada tahun 2012, menyatakan bahwa upah pekerja pabrik negara-negara

berkembang seperti Filipina, India, dan China berkisar diantara 2 Dollar ,sedangkan dengan negara maju seperti

Amerika upah terendah untuk buruh yang bekerja di pabrik adalah 23 dollar dan 35 dollar di Denmark.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Pekerja anak berbeda dengan Anak yang bekerja. Istilah ‘Anak yang bekerja’ lahir karena

adanya tuntutan sosial yang mengharuskan seorang anak harus bekerja. Undang –undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah mengatur mengenai kriteria anak yang bekerja.

antara lain kriteria umur, lama bekerja, dan lingkungan tempat anak bekerja dan yang lainnya.

Anak boleh bekerja direntang umur 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas tahun)2.

Lama bekerja tidak lebih dari 3 (tiga) jam dan tidak mengganggu waktu sekolah. Jika seorang

anak melakukan kerja diluar kondisi itu barulah disebut dengan Pekerja Anak atau dalam Bahasa

Inggris disebut Child Labour.

Definisi pekerja anak menurut Edmonds dan Pavcnik (2005) sangat menjelaskan perbedaan

antara anak yang bekerja dan pekerja anak. Menurut mereka, pekerja anak adalah anak yang

bekerja penuh waktu, dimana pekerjaan yang dilakukan berpotensi memberikan rasa stress

mental dan fisik, menghambat anak mendapatkan akses pendidikan, dan berpotensi merusak

perkembangan psikologis dan sosial anak.

Seorang anak yang mendapat akses pendidikan dianggap sebagai anak yang berada dalam

lingkungan yang aman dan terhindar dari eksploitasi ekonomi dalam bentuk apapun. Namun, apa

yang terjadi pada tenaga kerja anak yang direkrut melalui program praktek kerja magang dari

penelitian ini, membuktikan bahwa pekerja anak tidak hanya ada di jalanan, di pasar, atau di

pelabuhan, tapi ternyata juga mereka yang berada dibangku-bangku sekolah, masih berstatus

anak sekolah, merupakan tenaga kerja anak. Sekolah, justru menjadi pintu bagi anak untuk

menjadi seorang pekerja dengan realitas yang disembunyikan, dalam bentuk pemberian upah di

bawah UMR, ketiadaan perjanjian kerja dan sebagainya.

Globalisasi sendiri sebenarnya merupakan sebuah kesempatan manakala kita telah siap

menghadapinya, tetapi di sisi lain Globalisasi merupakan tantangan dalam persaingan yang

sangat ketat. Kapitalisme telah merusak tatanan ekonomi masyarakat Indonesia, sumberdaya

menjadi sasaran untuk dieksploitasi baik sumberdaya alam maupun manusia. Pemanfaatan

tenaga anak sebagai sumberdaya adalah salah satu cara untuk tetap bersaing dalam ketatnya

2 Aturan ini terdapat pada pasal 69 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang merupakan pengecualian

dari pasal sebelumnya. Mengenai aturan umur ini, terdapat sedikit keanehan. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berumur 18 tahun, kemudian yang diperbolehkan bekerja adalah anak yang berumur 13-15 tahun saja. Lantas, anak yang berumur 16-17 tahun berdasarkan ketentuan ini harusnya tidak diperbolehkan bekerja.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

persaingan ekonomi tersebut. Mempekerjakan anak adalah pilihan paling ekonomis. Djunaedi

(2006) menyebutkan bahwa pekerja anak mudah direkrut dan tidak sulit dipecat, karena sifat

bergantung dan tidak berdaya mereka. Anak cenderung untuk patuh, sehingga dapat dipaksa

dengan cara “ditakut-takuti” untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak mau dilakukan oleh orang

dewasa. Hal ini disadari dan dimanfaatkan betul oleh perusahaan besar yang beroperasi pada

level global sehingga mereka kemudian mempekerjakan anak.

Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Pertama, Kebanyakan peneliti terdahulu memisahkan antara pekerja anak dengan anak yang

mendapat akses pendidikan formal. Anak yang bersekolah dikeluarkan dalam hitungan pekerja

anak. Pada kenyataannya tidak sedikit anak yang pergi ke sekolah juga harus pergi bekerja

dengan tujuan dan motif yang beragam. Dengan demikian telah terjadi pengabaian terhadap

keadaan pelajar SMK karena mereka dianggap berada di zona yang aman dari bentuk ekploitasi

ekonomi.

Kedua, Sistem pendidikan SMK harus dipertanyaankan. Tujuan didirikannya sekolah kejuruan

adalah untuk menyiapkan siswa agar siap dengan dunia kerja. Tapi anak-anak tetaplah anak-

anak, proses mereka menjadi dewasa harus dilakukan dengan baik agar kelak bisa menjalankan

fungsinya sebagai manusia dengan baik. Jika sistem pendidikan SMK menjadi sangat permisif

dengan hal-hal yang mengarahkan anak menjadi korban eksploitasi ekonomi oleh pelaku bisnis,

berarti harus ada yang diluruskan dalam sistem tersebut.

Ketiga, secara global jumlah pekerja anak memang mengalami penurunan, tapi penurunan

tersebut tidak terjadi di negara-negara berkembang.3 Swaminathan (1998) menyatakan bahwa

tingginya Foreign Direct Investment (FDI/Penanaman Modal Asing) dapat menciptakan kondisi

Perdagangan, Perdagangan bebas menciptakan efek berupa meningkatnya pertumbuhan

ekonomi. Akan tetapi meningkatnya pertumbuhan ekonomi turut dibarengi oleh meningkatnya

permintaan terhadap pekerja anak, apalagi jika pemerintah abai untuk mengintervensi hal ini.

Tujuan Penelitian

3 Saya menemukan penjelasan Basu dalam laporan penelitian berjudul The effects of globalization on child

labor in developing countries (2010). Penelitian ini dilakukan oleh Ozcan Dagdemir dan Hakan Acaroglu dari

Department of Economics Eskisehir Osmangazi University.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Secara umum, tujuan dari penelitian ini untuk menjawab dua pertanyaan penelitian yang telah

peneliti kemukakan diatas. Disamping itu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi alarm atau

tanda bahaya kepada semua pihak bahwa ada golongan anak dengan jumlah yang tidak sedikit

yang saat ini sedang bergelut dengan pengaruh buruk globalisasi dan pasar bebas.

Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif, artinya peneliti harus memberdayakan diri sendiri untuk

berkomunikasi secara langsung dengan subjek penelitian.

Subyek Penelitian

Singkatnya, ada tiga klasifikasi subyek penelitian ini, Pertama adalah pelajar Sekolah Menengah

Ilmu Pariwisata yang juga menjadi pekerja di perusahaan yang menjalin kerjasama dengan pihak

sekola, Kedua adalah mereka yang sudah menamatkan pendidikan SMK dan pernah menjadi

pekerja magang saat menjadi pelajar di SMK. ketiga adalah pihak lain yang terkait dengan

penelitian ini, antara lain adalah pihak sekolah, orang tua pelajar SMIP, Kementerian

Pendidikan, dan Perwakilan dari Institusi pasangan yang mengurusi masalah perekrutan pekerja

magang.

Setting Penelitian

Penentuan setting dalam penelitian ini berdasarkan pada subyek penelitian yang akan saya temui.

Ketiga golongan subyek penelitian yang saya temui secara acak berasal dari wilayah Jakarta

Timur dan Depok.

Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 2 periode. Yang pertama dimulai pada pertengahan April 2012

sampai dengan akhir Juni 2012. Dua minggu pertama, peneliti habiskan untuk mencari data-data

sekunder yang terkait dengan penelitian ini. Disamping itu, Peneliti juga memanfaatkan

kedekatan Hari dan Nana dengan pihak sekolah untuk mencari tahu siapa saja mana saja yang

bisa jadikan informan dan narasumber yang tepat. Rekomendasi dari mereka sama sekali tidak

bisa diabaikan.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Dua minggu setelahnya, peneliti berkunjung ke beberapa SMIP dan mulai menentukan pelajar

SMIP mana yang akan saya jadikan informan. Setelah menetapkan informan dan narasumber,

peneliti mulai melakukan pendekatan kepada mereka. Tidak jarang peneliti harus beberapa kali

mengunjungi tempat tinggal informan karena mereka tidak bisa ditemui di sekolah atau di tempat

kerja.

Periode kedua dilakukan sepanjang bulan Desember 2012. Peneliti berhasil menemui informan

tambahan, perwakilan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, dan perwakilan AGE yang

merupakan perusahaan yang kerap memperkerjakan pelajar SMK pada saat musim tinggi

konsumen.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara yang mendalam, terutama

kepada informan kelompok pertama dan kedua. Peneliti ingin mendapatkan pengalaman mereka,

melihat langsung aktivitas mereka, dan merasakan atmosfer yang mereka alami sebagai pelajar

SMK. Beberapa kali peneliti menyempatkan diri mengunjungi beberapa SMK, duduk di kantin

sekolah, berkenalan dan mengobrol dengan pelajar SMK di sekolah tersebut. Bagi peneliti,

meleburkan diri dalam aktivitas tersebut, posisi peneliti menjadi lebih mudah diterima sehingga

memudahkan dalam proses pengumpulan data.

Untuk narasumber yang ditemui oleh peneliti, wawancara dilakukan di kantor yang

bersangkutan. Selama ini tidak ada masalah yang berarti dalam menemui narasumber yang

dibutuhkan. Dalam penelitian ini, Peneliti berhasil menemui Kepala Sub Direktorat

Pembelajaran, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan di Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan. Sementara itu, perwakilan institusi pasangan yang berhasil ditemui oleh

peneliti adalah Recruitment and Selection Officer PT. Makanan Cepat Saji Indonesia atau AGE

(bukan nama perusahaan sebenarnya) yang selama ini rutin menawarkan kerja magang kepada

pelajar SMIP.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Hasil penelitian ini akan berbentuk laporan yang bersifat deskriptif. Penulis akan memaparkan

fakta-fakta yang diperoleh untuk kemudian memberikan suatu kesimpulan terkait isu pekerja

anak dalam Sistem Pendidikan Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata.

Hasil Penelitian

Nazara dan Wicaksono (2008) menyebutkan bahwa pelajar lulusan SMP masih menganggap

SMA lebih superior karena fleksibilitas dalam bidang pekerjaan serta kemungkinan yang lebih

besar untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sementara lulusan SMK dianggap lebih

dipersiapkan untuk langsung bekerja, bukan untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Kurang populernya SMK dibanding dengan SMA suatu saat ditanggapi bahkan oleh mantan

Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo dengan cara tampil untuk menjadi bintang iklan yang

mengajak masyarakat untuk memilih SMK.

Beberapa informan yang peneliti temui, misalnya Hari, lebih memilih SMK dengan alasan ia

ingin segera bekerja agar bisa membantu keluarganya. Tidak terlintas dibenaknya untuk kuliah

karena Hari yakin keluarganya tidak akan mampu untuk membiayai pendidikan di perguruan

tinggi. Menurut Hari, motivasi serupa juga didengarnya dari teman-teman sekolah di SMK.

Mereka lebih memilih SMK karena ada materi pengajaran keterampilan diberikan di SMK.

Materi tersebut tidak akan didapat di SMA. Keterampilan yang didapat selama bersekolah di

SMK diharapkan mampu menjadi amunisi yang ampuh untuk menembus dunia kerja. Selain itu,

kesempatan untuk menjadi pekerja magang juga semakin besar karena sekolah menyediakan

akses untuk itu. Motivasi yang sama juga peneliti dengar dari Kadir dan Nana.

Dilihat dari sejarah berdirinya, SMK memang dibuat untuk menciptakan pelajar terampil yang

siap terjun ke dunia kerja. Supriadi (2002) menuebutkan bahwa Ambachts School van Soerabaia

(Sekolah Pertukangan Surabaya) yang didirikan pada tahun 1853 oleh pemerintah kolonial

Belanda diakui sebagai sekolah kejuruan pertama di Indonesia. Sekolah pertukangan yang

diperuntukan bagi anak-anak Indo dan Belanda ini memang disiapkan untuk menciptkan tenaga

pertukangan yang sangat terbatas pada masa itu. Sampai detik ini, semangat yang dibawa oleh

Ambachts School van Soerabaia masih mengalir deras dalam sistem pendidikan SMK, dan

motivasi yang dimiliki oleh Kadir dan teman-teman SMK-nya memang pada tempatnya.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Kerja magang: simbiosis mulualisme?

Bagi Hari, Nana dan Kadir, bekerja magang tidak hanya tentang gaji. Bagi pelajar SMK seperti

mereka, bekerja magang adalah sebuah proses belajar. Sebuah bekal yang harus dimiliki dan

diharapkan bisa berguna ketika mereka tamat nanti. Untuk pengusaha, program kerja magang

berarti ketersediaan tenaga kerja murah tapi profesional. Pihak sekolah juga diuntungkan karena

tidak direpotkan lagi untuk menyediakan sumber daya yang akan melakukan pelatihan kerja

kepada siswanya. Keadaan ini dianggap sebagai simbiosis mutualisme bagi para pihak, dan

akhirnya sekolah dan pengusaha melakukan dorongan kepada pelajar dengan berbagai cara untuk

mengikuti program kerja magang.

Hal ini tentunya menciptakan sebuah gelombang besar yang mendorong perubahan besar pada

sistem pendidikan SMK di Indonesia. Pemerintah melalui peraturan-peraturan memberi akses

yang luas kepada sekolah dan pengusaha untuk menyelenggarakan pendidikan berbasis kerja

magang ini. Salah satunya lewat program Praktik Kerja Industri (Prakerin) yang ditelurkan

melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 323/U/1997 tentang

Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.

Wayong (2010) menyebutkan kerja magang merupakan suatu hubungan yang saling

menguntungkan bagi pelajar, sekolah, maupun pelaku usaha. Untuk pelajar SMK, program kerja

magang yang tepat dan baik akan membantu mereka memahami dunia kerja. Pendidikan yang

dilakukan melalui proses bekerja di dunia kerja akan memberikan pengetahuan keterampilan dan

nilai-nilai dunia kerja yang tidak mungkin atau sulit didapat di sekolah. Misalnya, pembentukan

wawasan mutu, wawasan keunggulan, wawasan pasar, wawasan nilai tambah, dan pembentukan

etos kerja, sehingga pelajar SMK mempunyai kemampuan yang bisa diandalkan ketika masuk

kedalam pasar kerja atau memiliki pemahaman yang baik tentang bidangnya apabila siswa ingin

melakukan kegiatan wirausaha. Selain itu, kerja magang memberi pengakuan dan penghargaan

terhadap pengalaman kerja sebagai bagian dari proses belajar melalui sertifikat yang akan

diberikan ketika pelajar menyelesaikan kerja magang tersebut.

Untuk sekolah sendiri, program kerja magang akan meringankan beban sekolah dalam

memfasilitasi praktik kerja lapangan bagi siswanya. Tugas fasilitasi tersebut diambil alih oleh

perusahaan yang bermitra dengan sekolah.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Untuk pengusaha, program ini akan menjadi alternatif dalam mencari tenaga murah namun

berkualitas. Siswa SMK yang yang melakukan magang akan dinilai oleh sekolah maupun

pengusaha, sehingga hasil kerja yang dihasilkan tidak kalah dengan pekerja biasa. Akibat status

‘magang’, pengusaha boleh memberi upah yang minim kepada siswa pekerja magang. Atau

bahkan siswa pekerja magang tidak digaji. Honor atau gaji diganti dengan uang saku atau uang

makan siang yang nilainya relatif kecil dan tidak memberatkan perusahaan.

Dalam perspektif Pemerintah, kesuksesan program magang akan membantu pemerintah dalam

rangka mengurangi pengangguran. Pelajar SMK yang tamat telah memiliki kemampuan dan

pengetahuan yang siap dipakai di dunia kerja atau siap menciptakan lapangan kerja baru.

Untuk pelajar SMK, manfaat yang didapat tidak sebanding dengan kewajiban yang telah mereka

lakukan. Hari, Nana dan Kadir adalah buktinya. Tenaga mereka dipakai seperti pekerja biasa

akan tetapi tidak ada pengetahuan yang mampir ke kepala mereka ataupun ketrampilan yang

berguna untuk dikembangkan di dunia kerja. Dengan demikian permasalahan bekerja magang

menjadi meluas, selain faktanya sistem bekerja magang telah tidak adil dan mencurangi pelajar

SMK, hal ini juga bersinggungan dengan permasalahan pekerja anak. Sebagai pelajar SMK,

mereka dicurangi, Sebagai anak Indonesia, mereka dieksploitasi.

Bentuk kerja Magang di Sekolah Menengah Ilmu Pariwisata

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan guru SMIP, peneliti menyimpulkan ada 3

jenis bentuk kerja magang. Antara lain,

1. Praktek Kerja Industri (Prakerin)

Berdasarkan hasil wawancara yang saya dapatkan, apa yang dilakukan di prakerin tidak berbeda

dengan bekerja. Yanto, yang melakukan prakerin di hotel bercerita bahwa selama dia prakerin,

yang dia lakukan adalah merapikan kamar hotel, me-laundry pakaian. Pekerjaannya monoton

dan terus menerus. Penelitian yang dilakukan Bukit (1997) mengenai pekerjaan yang dilakukan

pelajar ketika Prakerin sangat monoton dan tidak mengembangkan kemampuan siswa masih

terjadi hingga saat ini. Muliati (2007) menyatakan bahwa PSG dan prakerin belum pernah

dievaluasi apakah misi dan misnya sudah tercapai atau belum. Selain itu, pekerjaan yang

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

mengulang dan monoton dilakukan oleh pelajar karena pihak industri tidak ingin mengambil

risiko terkait dengan kualitas produk atau jasa yang mereka hasilkan.4

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Lia dan kadir yang kebetulan sedang melakukan

Prakerin, pekerjaan Prakerin memang monoton. Posisi kerja ditentukan oleh pihak Hotel dan

biasanya disesuaikan dengan kebutuhan hotel atau industri pendamping.5

Praktik Kerja Industri yang terintegrasi dengan PSG sangat tidak adil untuk pelajar SMK. Tidak

banyak ilmu yang didapat dari pekerjaan yang monoton tersebut. sedangkan bagi pihak

pengusaha, Prakerin sangat menguntungkan karena bisa mendapatkan tenaga kerja murah yang

terampil.

2. Kerja Magang Waktu Tertentu

Apa yang dilakukan oleh Yanto, Kadir, Lia, dan Ina selama satu bulan di AGE, peneliti

klasifikasikan sebagai bentuk kerja magang waktu tertentu. Alasan penyebutan ini karena mereka

disodorkan kontrak kerja dalam waktu tertentu6. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan

yang pernah melakukan magang jenis ini, upah berbeda di setiap gerainya. Kebijakan juga

berbeda disetiap gerainya. Semua tergantung keputusan Store Manager. Upah paling rendah

yang peneliti ketahui adalah Rp. 40.000, ini dengan lama bekerja tujuh jam, enam kali dalam

seminggu7. Pihak AGE tidak menganggap angka Rp 40.000 tersebut sebagai upah, tetapi uang

pengganti transportasi, karena pelajar SMK tidak bekerja di AGE, tapi belajar dan berlatih agar

4 Catatan lapangan tanggal 27 Desember2012, pukul 14.15 WIB. Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan, Gedung E. lantai 13, ruang Kerja Bapak Agung Budi Santoso

5 Di Kampus peneliti ada pelajar SMK jurusan Perbankan yang melakukan Prakerin di bagian Biro

Pendidikan, selama di Biro Pendidikan, tugas yang dilakukannya berhubungan dengan administrasi, tidak sesuai dengan apa yang menjadi jurusannya, yaitu perbankan. Menurutnya, Pihak sekolah tidak mempermasalahkan posisi atau institusi pendamping yang dipilih oleh pelajar SMK. Hal ini dikarenakan sulitnya mencari institusi pendamping yang sesuai dengan jurusan pelajar yang bersangkutan.

6 AGE membuka kesempatan magang bagi pelajar SMK pada waktu kunjungan konsumen sedang tinggi. Biasanya terjadi pada bulan Ramadhan sampai Lebaran, meenjelang Natal sampai dengan tahun baru, dan pada saat musim liburan sekolah.

7 Angka ini didapatkan oleh peneliti dari hasil wawancara peneliti dengan salah satu Recruitmen and Selection Officer AGE

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

siap menghadapi dunia kerja.8. setiap gerai memiliki aturannya sendiri, Kadir bercerita jika gerai

tempat di magang tidak memberi kesempatan kepada pekerja laki-laki muslim untuk melakukan

sholat jumat. Hal itu dikarenakan sholat jumat menyita waktu yang lama, sedangkan pada jam

tersebut, pengunjung yang datang untuk makan siang cukup banyak jumlahnya.

Gaji diberikan setelah masa magang selesai. Peserta magang bisa menerima sekitar satu juta

rupiah. Akan tetapi, berdasarkan keterangan dari semua informan yang saya temui, ada potongan

sebesar Rp 100.000,-. Uang sebesar itu diperuntukan bagi guru yang menjadi pengubung antara

AGE dan pihak sekolah.

Sekolah memang diberi kewenangan yang luas untuk melakukan hubungan kerjasama dengan

institusi pendamping dalam rangka menyelenggarakan Sistem Pendidikan Ganda. Sekolah

tempat Manis, Kadir, Ina, Lia, dan Yanto sudah melakukan kerjasama dengan AGE.

3. Daily Working/ Bekerja Harian

Daily working atau lebih populer dengan sebutan DW, adalah bekerja secara harian pada suatu

acara tertentu. Hotel adalah pihak yang sering menawarkan DW kepada pelajar SMK.

DW biasa dilakukan pada hari akhir pekan. Dari 2 (dua) sekolah yang peneliti datangi, pihak

sekolah tidak melarang pelajar untuk bekerja mengikuti program DW atau meninggakan sekolah

lebih cepat karena DW. Akan tetapi pelajar tetap harus datang ke sekolah keesokan harinya.

Pihak sekolah memberikan toleransi kepada pelajar yang mengantuk dan tidur di kelas sepulang

dari DW.9 Akan tetapi pihak sekolah tetap mengharuskan pelajar masuk sekolah sekalipun

malamnya melaksanakan DW. Kegiatan DW memang kerap membuat pelajar mengantuk karena

DW diilaksanakan lebih banyak pada malam hari. Pelaksanaan DW biasa dilakukan misalnya

saat acara pernikahan yang atau pesta tutup tahun.

Pembahasan

8 Catatan lapangan tanggal 4 Januari 2013, pukul 11.00 WIB. Di Recruitment and Selection office, AGE

di Ciracas. Disalah satu ruangan khusus untuk wawancara calon pekerja.

9 Keterangan ini didapatkan peneliti dari hasil wawancara dengan bapak Agus dan dikonfirmasi kebenarannya oleh peneiti kepada Yanto, Manis, Kadir, Ina dan Lia. Jawabannya yang diterima oleh peneliti mengenai hal ini seragam.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Globalisasi dan Kapitalisme dalam Sistem Pendidikan SMK

Mulyanto (2012) menjelaskan mengenai teori Kelas Sosial yang dipopulerkan oleh Karl Marx.

Marx menyebutkan bahwa kapitalisme menciptakan kelas-kelas dalam masyarakat. Salah kelas

yang tercipta dari pengaruh kapitalisme adalah kelas pekerja. Orang berada pada kelas pekerja

karena ia tidak memiliki modal atau kapital kecuali tenaga dan isi dikepalanya. Akibatnya modal

mereka yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya hanyalah tenaga dan pikiran – yang

menjadi alat kelas majikan pemilik kapital (dalam konteks modal finansial). Arah hidup mereka

ditentukan oleh kapital.10

Bagi kelas pekerja, pendidikan bukan tentang bagaimana cara untuk berkembang dengan baik

atau tumbuh seperti yang diinginkan, akan tetapi pendidikan adalah cara untuk mendapatkan

pekerjaan yang baik, cara untuk mencapai spesifikasi individu yang diharapkan oleh pemilik

kapital. Pendidikan adalah proses untuk ‘mencapai kehidupan yang lebih baik’. Pendidikan tidak

lagi sesuai dengan minat dan bakat anak, tapi disesuaikan dengan apa yang sedang kebutuhan

pemilik kapital untuk memperbesar kapitalnya, karena jika tidak mengikuti apa yang dihendaki

oleh kapital, seorang anak tidak akan mempunyai nilai dalam mayarakat ketika ia dewasa nanti.

Pendidikan kemudian menjadi memiliki nilai yang ekonomis, dan hal ini jelas memperlebar jarak

antara pemilik modal dengan kelas pekerja. Pendidikan yang bisa memberi peluang untuk hidup

lebih baik hanya mampu diakses oleh pemilik modal, bukan kelas pekerja. Kelas pekerja

semakin terpuruk, tidak ada kesempatan untuk membuat diri mereka menjadi lebih baik atau

setidaknya setara dengan pemilik kapital. Mereka yang hidup tanpa pendidikan yang telah

terpengaruh dengan kapital tidak akan bisa keluar dari kemiskinan.

10 Jelasnya menurut Marx, kelas pemilik kapital (sarana produksi) dan kelas tanpa sarana produksi, selain

terpilah berdasarkan hubungannya dengan hak atas kapitalnya, tiap-tiap orang didalam masyarakat kapitalis juga diisolasi sebagai individu oleh pranata kepemilikan pribadi yang sifatnya absolut karena dijaga oleh hukum formal. Tidak seorang pun di dalam masyarakat bisa mengambil manfaat dari sarana produksi yang menurut hukum formal telah disahkan sebagai milik pribadi seorang tanpa ijin. Dengan sistem kapitalis, untuk bisa mendapatkan manfaat dari sarana produksi guna memenuhi kebutuhan hidupnya, golongan tanpa kapital harus menjual satu-satunya yang masih tersisa dari kehidupan mereka, yakni tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut tentu saja dijual kepada golongan pemilik kapital yang memerlukan tenaga kerja orang lain untuk mengoperasikan sarana produksi miliknya dalam rangka memperbanyak akumulasi kapital milinya sendiri. Dengan menjual tenaga kerjanya, golongan tanpa kapital mendapatkan upah. Upah adalah sejumlah tertentu uang yang nilai besarannya dipengaruhi permintaan dan penawaran. Dengan upah inilah kemudian mereka membeli sejumlah tertentu barang dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.Semua nilai barang yang dihasilkan dari hasil kerja golongan pekerja ini diambil dan menjadi milik pribadi golongan pemilik kapital.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Carnevale dan Porro (1994) menyebutkan bahwa pendidikan memang memiliki misi ekonomi

yang terikat dan tidak terpisahkan dari peran budaya dan politik. di era percepatan pertumbuhan

ekonomi dan teknologi, pendidikan menjadi hal penting dalam mempersiapkan kaum muda

untuk bekerja, dan Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia memang dibentuk untuk alasan itu.

Anak dipersiapkan untuk masuk dunia kerja karena adanya kebutuhan dari pemilik kapital.

Sekolah Menengah Kejuruan Dalam Konteks Globalisasi

Sampai dengan sekarang, nilai dari ekonomi masih dinomorsatukan dalam setiap kebijakan yang

dibuat untuk SMK. Salah satu kebijakan yang dibuat adalah Pendidikan Sistem Ganda.

konsep PSG yang disebutkan diatas terdengar baik-baik saja, saling menguntungkan dan seolah

memberi kesempatan kepada siswa untuk ‘mencuri start’ berkompetisi dalam dunia kerja,

supaya dapat lebih siap ketika terjun kedalam lingkungan kerja. Kenyataannya, dalam

pelaksanaan PSG tersebut, industri dan pemerintahlah yang paling diuntungkan. Pelajar SMK,

sebagai anak tidak mendapatkan manfaat yang maksimal dan proses PSG itu. Dengan kebijakan

tersebut, nilai dari pendidikan yang dicita-citakan oleh Ki Hajar Dewantara sudah tidak terlihat

lagi. PSG yang dalam prakteknya sering disebut Praktik Kerja Industri (Prakerin) pada

prakteknya lebih berhasil memaksimalkan tenaga pelajar untuk keperluan Industri Pendamping

dibandingkan memberi ketrampilan bagi pelajar itu sendiri untuk siap bertarung di dunia kerja

setelah mereka menyelesaikan pendidikan.

Misalnya saja, pelajar SMK pariwisata yang melakukan prakerin di Hotel. Setiap hari ia akan

melakukan kegiatan prakerin selama 7-8 jam selama 6 bulan. Kegiatan yang dilakukan sama

dengan pekerja biasa yang sudah masuk dalam usia dewasa, dan tidak ada upah yang didapatkan

dari proses bekerja belajar ini. Salah satu alasan yang dikemukakan mengenai panjangnya waktu

Prakerin itu demi adalah melatih softskill dari anak.11

Tujuan industri dan Pemerintah dalam kesuksesan pembangunan ekonomi tidak memang tidak

selaras dengan pemenuhan hak-hak anak. Khususnya anak-anak yang terlibat langsung dalam

11 Kesimpulan ini saya ambil dari hasil wawancara dengan Kepala Sub Direktorat Pembelajaran,

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

proses pembangunan ekonomi itu. Misalnya saja ketentuan bekerja maksimal bagi anak hanya 3

jam diterapkan dalam PSG, tentu saja industri pendamping akan merugi.

Anak dianggap sebagai sarana ekonomi yang produktif karena mampu melakukan produksi

dengan sedikit tuntutan. Djunaedi (2006) menyatakan bahwa anak-anak cenderung tidak banyak

menuntut dan tidak terlindungi. Jika pekerja dewasa memiliki serikat buruh sebagai naungan

untuk berlindung, pekerja anak tidak memiliki itu. Pekerja anak juga tidak harus mendapatkan

upah yang setara dengan pekerja dewasa, bukan hanya karena fisiknya tidak sekuat orang

dewasa, tetapi juga karena pekerja anak tidak dianggap sebagai pendukung utama perekonomian

rumah tangga, fungsi mereka dianggap sebagai membantu orang tuanya.

Terkait dengan PSG, kerja yang dilakukan oleh pelajar tidak hanya soal uang. Akan tetapi

ternyata soal nilai yang kewenangannya dipegang penuh oleh industri pendamping. Akibat pihak

industri yang memberi nilai, tidak ada jalan lain untuk mendapat nilai baik selain melakukan

kerja-kerja di PSG dengan sebaik-baiknya dan sekuat tenaga.

Supriadi (2010) mengkhawatirkan PSG bisa saja menghilangkan jati diri SMK sebagai lembaga

pendidikan12. Walaupun pendidikan (education) dan pelatihan (training) mempunyai misi yang

hampir sama, menururtnya tetap ada nuansa-nuansa perbedaan yang harus dijaga. Pendidikan

secara seimbang mengemban misi intrinsik yang meliputi pembinaan kepribadian, pembinaan

watak, dan penghalusan budi, dan juga sekaligus misi instrumental yang meliputi penguasaan

ilmu pengetahuan, terampil, dan memiliki daya cipta yang baik. Di pihak lain, dalam pengertian

dasarnya, pelatihan lebih menekankan misi instrumental yang berjangka pendek. Padahal, dalam

mendidik anak bangsa bukan hanya untuk kebutuhan saat ini saja, akan tetapi untuk masa depan

yang jauh.

Pengaruh Globalisasi terhadap Pekerja Anak

Banyak sekali penelitian yang mengaitkan Globalisasi dengan pekerja anak. Salah satu yang

sering menjadi rujukan adalah hasil penelitian dari Basu dan Van (1998) yang menyatakan

12 Prof. Dr. Dedi Supriadi adalah pengamat pendidikan dan Guru besar Fakultas Ilmu Pendidikan UPI

Bandung, Kekwatiran beliau diungkapkan dalam sebuah pendahuluan buku yang berjudul Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia. Padahal, jika saja Sistem Pendidikan Ganda dievaluasi, maka kekwatiran beliau sudah banyak terjadi.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

bahwa pekerja anak selalu terkait dengan keputusan orang tua untuk menyuruh anak bekerja atau

memberi kesempatan kepada anak untuk sekolah. Hal ini dikaitkan lagi dengan kemampuan

orang tua untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau tidak.

Salah satu indikator yang digunakan oleh Basu dan Van dalam penelitian mereka, untuk

menentukan turunnya angka pekerja anak adalah angka anak yang bersekolah. Indikator tersebut

didasarkan asumsi bahwa apabila anak bersekolah, maka jumlah pekerja anak akan menurun

karena anak berada di dalam institusi sekolah dan melaksanakan kegiatan belajar.

Basu (1999) berpendapat bahwa Globalisasi memberikan peningkatan pendapatan bagi rumah

tangga. Hal ini meningkatkan kemungkinan bagi orang tua untuk mengirim anaknya ke sekolah

dan menghindarkan mereka dari bekerja. dengan kata lain, Jika pendapatan rumah tangga dari

upah orang tua melampaui ambang batas kebutuhan mereka, keluarga akan menarik anak-anak

dari pasar tenaga kerja.

Tapi satu hal yang terlewat dari penelitian Basu (1999) adalah anak yang pergi ke sekolah juga

berpeluang untuk bekerja dan tetap menjadi pekerja anak. Golongan pertama anak yang memiliki

peran ganda muncul ketika anak memiliki kesempatan untuk bekerja sekaligus bekerja. hal ini

bisa dilakukan untuk memenuhi biaya pendidikannya atau juga untuk menghidupi keluarganya.

Anak bisa saja melakukan kerjanya setelah atau sebelum dia berangkat ke sekolah.

Golongan kedua muncul jika pengertian dari frase ‘aktivitas ekonomi’ diperluas. Edmond dan

College (2002) menyebutkan bahwa banyak ekonom telah menyadari bahwa kegiatan rumah

tangga adalah sebuah aktivitas ekonomi. Jika orang tua meninggalkan rumah untuk bekerja di

perusahaan lokal selama 8 jam, anak akan mengambil alih pekerjaan rumah tangga selama 8 jam

juga. Waktu anak untuk menjadi anak akan tersita 8 jam dari 24 jam yang dia miliki setiap

harinya karena Ia telah mengambil alih pekerjaan sebagai orang dewasa di rumah.

Golongan ketiga adalah anak yang menjadi subyek dalam penelitian ini, anak yang pergi sekolah

yang telah terintegrasi dengan kegiatan bekerja. Kurikulum SMK mewajibkan anak mengenal

industri dengan cara bekerja pada industi tersebut. Sekolah yang telah terintegrasi dengan dunia

kerja memang menarik perhatian orang tua dan siswa ditengah sulitnya mencari pekerjaan.

Dengan adanya golongan ini, Perdebatan antar banyak peneliti tentang keputusan orang tua

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

untuk mengirim anak ke sekolah atau tidak, tidak berlaku disini. Status pelajar tidak memberi

jaminan bagi anak untuk tidak menjadi pekerja anak.

Meskipun menurut Kucera (2002), pekerja anak tidak menjadi patokan utama investor asing

dalam memasukan investasinya. Namun kombinasi antara kebijakan pemerintah, standar tenaga

kerja, dan kondisi pasarlah yang mengundang investor masuk. Tapi menurut Edmonds dan

Pavcnik (2006) investor asing pasti paham dan mengetahui dengan jeli bahwa bahwa negara-

negara berkembang memiliki standar perburuhan yang longgar, upah rendah dan pasokan

berlimpah tenaga kerja tidak terampil, terutama pekerja anak. Kondisi tersebut dianggap sebagai

sebuah keunggulan dari sebuah negara berkembang untuk dijadikan tempat berinvestasi. Jika

kombinasi tersebut dimanfaatkan dan disadari oleh investor asing, Pertumbuhan perdagangan

bebas dan penetrasi Foreign Direct Investment atau biasa disebut dengan Penanaman Modal

Asing (PMA) meningkatkan permintaan tenaga kerja anak tidak dapat terelakan.

Pekerja anak tidak hadir karena satu alasan saja, bukan hanya karena kemiskinan belaka. Akan

tetapi ada suatu sistem yang membayangi fenomena pekerja anak, dimana sistem tersebut

dikontrol sepenuhnya oleh kapitalis dan Globalisasi juga turut memberi pengaruhnya. Faktor di

belakang pekerja anak dengan demikian sangatlah kompleks.

Di bawah ini terdapat bagan yang akan menjelaskan bagaimana Globalisasi dan kapitalisme

memberi pengaruhnya kepada pekerja anak disuatu negara, terutama di negara berkembang.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Dalam bagan, pekerja anak berada tepat ditengah-tengah. Hal itu terjadi karena karena pekerja

anak berada pada sisi permintaan dan sisi penawaran secara bersamaan. Sisi penawaran

maksudnya adalah pekerja anak dianggap sebagai individu yang membutuhkan pekerjaan karena

adanya desakan dari beberapa faktor.

Dalam bagan, faktor pertama yang mempengaruhi penawaran terhadap pekerja anak adalah

keputusan dari rumah tangga, keputusan ini disebut microeffect. Keputusan ini biasa dtentukan

oleh orang tua. Menurut Prastyowati (2003) Orang tua mengirimkan anaknya ke dunia kerja

karena anak diharapkan untuk bisa membantu mencari nafkah untuk orangtuanya. Alasan

ekonomi selalu dikaitkan dalam hubungan bantuan antara orangtua dengan anak sehingga anak

harus selalu membantu orangtua sebagai imbalan atas jasa yang telah diberikan. Selain itu, bagi

orangtua, bekerjanya anak-anak dipandang sebagai sesuatu yang positif karena dengan bekerja

anak akan belajar mengenal dunia kerja.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Faktor kedua yang mempengaruhi pekerja anak dari sisi penawaran adalah kebijakan yang dibuat

pemerintah, faktor ini disebut Macroeffect. Macroeffect terkait dengan semua kebijakan dan

kegagalan pemerintah dalam menjamin anak untuk tidak menjadi pekerja. Berdasarkan hasil dari

Survei Pekerja Anak (SPA) tahun 2009 yang dilakukan oleh ILO menyatakan bahwa dari jumlah

anak usia 5-17 di Indonesia, yaitu sekitar 58,8 juta, 4,05 juta atau 6,9 persen dianggap sebagai

anak-anak yang bekerja. Dari total anak yang bekerja, 1,76 juta atau 43,3 persen adalah pekerja

anak.

Kebijakan yang terdapat pada sistem Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan juga merupakan

Microeffect penyebab munculnya pekerja anak dari sisi penawaran. Alasannya, berdasarkan

kurikulum yang disusun oleh Pemerintah dan di Sekolah Menengah Kejuruan, Anak diwajibkan

untuk bekerja magang sebagai suatu syarat kelulusan bagi mereka.

Faktor ketiga dari sisi penawaran adalah kemiskinan (poverty). Hal ini terkait dengan teori

Survival Family Strategy. ILO dalam sebuah modul yang berjudul Children Belong in School : A

self-learning guide for junior high school teachers committed to keeping children in school and

out of child labour (2011) menyatakan bahwa pekerja anak adalah salah satu strategi yang sering

digunakan oleh rumah tangga untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Sisi kedua kedua adalah sisi permintaan terdiri dari faktor-faktor yang mempengaruhi

permintaan atas pekerja anak dan mengembangkannya sesuai dengan dinamika pertumbuhan

ekonomi yang terintegrasi dengan ekonomi global. Foreign Direct Investment atau Penanaman

Modal Asing dan Perdagangan terbuka (openness trade) mewakili kapitalisme dan globalisasi.

Keduanya bersinergi menjadi Per Capita Gross Domestic Product (PCGDP) atau dalam bahasa

Indonesia disebut Produk Domestik Bruto Per Kapita. PCGDP memuat modal penghasilan

modal asing karena menghitung total produksi dari suatu negara tanpa memperhitungkan apakah

produksi itu dilakukan dengan memakai faktor produksi dalam negeri atau tidak. Semakin tinggi

PCGDP, dapat dimungkinkan bahwa tingkat investasi asing juga tinggi. Selain investasi asing,

yang menjadi perhitungan lainnya adalah konsumsi rumah tangga, investasi dari dalam negeri,

pengeluaran Pemerintah, dan juga nilai ekspor yang dikurangi oleh nilai impor.13

13

http://www.economywatch.com/foreign-direct-investment/definition.html diakses pada 2 januari 2013 pukul 20.45 WIB.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Modal atau kapital dipandang satu sisi oleh pemerintah, keuntungan ekonomi. Hal itu terefleksi

dari promosi yang dilakukan oleh BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang bertajuk

Invest in Remarkable Indonesia, sebagaimana dikutip oleh Economic Intelligence Unit,

mencantumkan upah buruh Indonesia hanya 0.6 dolar AS per jam sebagai keuntungan yang bisa

didapat oleh para investor jika mau berinvestasi di Indonesia ketimbang di China dan India.

Terkait dengan penelitian ini, Globalisasi dan Kapitalisme masuk dan berpengaruh pada

kebijakan Pemerintah terkait dengan kerja magang. Peningkatan kuantitas kerja magang terjadi

pada masa Orde Baru mengikuti arus kuatnya investasi asing ke Indonesia. Hal tersebut terjadi

karena sebagaimana dijelaskan oleh Haryono (2006). Dalam tulisannya, Haryono menyebutkan

bahwa proses transisi kekuasaan dari Demokrasi terpimpin ke Orde Baru memberi pengaruh

yang signifikan terhadap orientasi pembangunan ekonomi Indonesia. Perekonomian Indonesia

berada pada kondisi yang memprihatikan. Untuk itu Pemerintah Indonesia membuka pintu yang

lebar kepada invetasi asing untuk masuk, tujuannya untuk mempercepat stabilisasi ekonomi

secara nasional. Banyak pabrik yang dibangun di Indonesia, banyak tenaga terlatih yang

dibutuhkan, banyak buruh murah yang diciptakan.

Disaat yang bersamaan, Supriadi (2010) menyebutkan bahwa pada Pelita I pemerintah Indonesia

melakukan investasi besar-besaran untuk meningkatkan kualitas Sekolah Menengah Kejuruan

dan berlanjut hingga Pelita VI, Sekolah Menengah Kejuruan mendapat prioritas dalam setiap

kebijakan yang dibuat oleh Depdikbud. Pada puncaknya, Pemerintah membuat kebijakan

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di SMK.14 Dengan menerapkan PSG, SMK menjelma menjadi

potensi yang besar untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Pemerintah melibatkan sektor

swasta dalam pelaksanaan PSG dan memberikan wewenang besar kepada industri-industri dan

SMK untuk menentukan hubungan kerja yang dianggap pas dan bernilai ekonomi tinggi bagi

masing-masing pihak.

Apakah Para Informan adalah Pekerja Anak?

14 Selain dukungan dari APBN, sumber pendanaan untuk membangun pendidikan kejuruan juga diperoleh

melalui kerjasama luar negeri secara multilateral termasuk dengan lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, ADB dan IDB, serta bilateral.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Apakah Hari, Kadir, Manis dan lainnya hanya anak yang bekerja atau pekerja anak? Untuk

menjawab pertanyaan ini, harus ditentukan kretia menurut hukum hal apa saja yang

membedakan antara anak yang bekerja dan pekerja anak. Anak yang bekerja adalah anak yang

berada pada lingkungan kerja, Ia melakukan pekerjaan ringan yang tidak mengganggu

perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial. Pekerja anak, menurut hemat saya adalah

anak yang bekerja dengan kondisi yang mengancam kesehatan fisik, mental, dan sosial.

Dalam Pasal 69 ayat 2 dan pasal 76 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan. Disebutkan pada pasal tersebut beberapa syarat ketentuan pekerjaan yang

diperbolehkan untuk anak. Persyaratannya antara lain ;

1. Izin tertulis dari orang tua atau wali.

Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap tujuh informan, dalam melakukan kerja,

informan tidak pernah mendapat izin secara tertulis dari orang tua atau lisan. Izin yang didapat

dari orang tua atau wali dalam bentuk lisan. Hakekatnya, sebagian besar orangtua siswa yang

diwawancarai dalam penelitian ini tidak punya pilihan lain selain menyetujui anaknya bekerja

sambil sekolah demi kelangsungan hidup keluarga.

2. Perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali

Perjanjian kerja dalam bentuk kontrak tidak ditandatangi oleh orang tua atau wali dari informan.

Akan tetapi ditandatangi sendiri oleh informan. Dengan begitu, kontrak yang dilakukan tidak

berlaku dihadapan hukum. Menurut KUH Perdata, kontrak seyogyanya dibuat antara para pihak

yang cakap bertindak di dalam hukum baik dari aspek kesehatan mental, usia yang cukup, dan

tanpa paksaan. Dalam hal ini berarti kontrak yang disebutkan ada oleh para informan bukanlah

kontrak dalam pengertian yang sah/legal. Ketidaktahuan informan akan posisinya dalam

menandatangani kontrak membawa akibat posisi informan yang lemah dalam ikatan kontrak

tersebut. akibatnya apabila pihak perusahaan melanggar kewajiban sebagaimana diatur dalam

kontrak maka innforman yang dalam hal ini adalah siswa peserta praktik magang tidak

sepenuhnya terlindungi hak-haknya.

3. Waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam perhari.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Dari ketiga jenis kerja magang yang disebutkan diatas, terungkap dari wawancara kepada

informan bahwa mereka lama bekerja selama sehari paling singkat adalah tujuh jam. Artinya

lama kerja tersebut lebih dari dua kali lipat yang dtentukan oleh Undang-Undang untuk anak

yang bekerja. Dalam durasi kerja per hari saja sudah terjadi pelanggaran atas peraturan

ketenagakerjaan.

Yanto yang melakukan Prakerin di hotel menjelaskan bahwa pekerjaannya adalah merapikan

kamar-kamar hotel. Jika sendirian, satu kamar termasuk kamar mandi dapat dirapaikan dalam

waktu 45 menit sampai 1 jam. Namun jika berdua, hanya dibutuhkan 30 menit saja. Dalam sehari

dia harus membersihkan dan merapikan sembilan sampai dengan belasan kamar.

4. Kerja magang seharusnya dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu

sekolah

Magang waktu tertentu dan Daily working biasa dilakukan sampai malam hari. Seperti cerita

Manis dan Yanto, tidak jarang pelajar yang melakukan DW baru sampai dirumah pada dini hari

dengan kondisi tubuh yang lelah, dan tidak nyaman untuk belajar. Perbedaan antara aturan

dengan pelaksanaannya yang merugikan pelajar peserta magang terjadi karena waktu kerja

sangat tergantung pada kebutuhan perusahaan tempat magang. Hal itu tidak dapat ditawar-tawar

oleh pelajar peserta magang. Kebutuhan pelajar sebagai anak yang perlu banyak istirahat, tidak

diperhatikan dalam hal ini.

5. Dalam hal anak dipekerjakan bersama-sama dengan pekerja/buruh dewasa, maka

tempat kerja anak harus dipisahkan dari tempat kerja pekerja/buruh dewasa.

Ketentuan ini tidak dipenuhi oleh tiga bentuk kerja magang yang disebutkan diatas. ketika

prakerin, informan menjelaskan bahwa tempat kerja mereka tidak dipisahkan oleh dewasa, hal

ini dilakukan karena pekerja dewasa dituntut untuk membimbing dan mengajari mereka. Ketika

bekerja magang dengan waktu tertentu di AGE, pekerja magang yang hampir semuanya adalah

anak-anak tidak dipisahkan tempat kerjanya. Mereka berbaur dengan pekerja dewasa karena

AGE memang tidak pernah membeda-bedakan tempat kerja berdasarkan umur pekerjanya.

Untuk daily working, anak magang juga tidak dipisahkan pekerjaannya dengan pekerja dewasa.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

6. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang

dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

Di kota-kota besar, malam hari dianggap sebagai waktu yang berbahaya bagi penduduknya,

terutama bagi perempuan. Malam menjadi sangat berbahaya bagi perempuan karena banyaknya

penjahat yang lebih mengincar perempuan daripada laki-laki. Selain itu, pada malam hari,

beberapa angkutan umum sudah tidak beroperasi lagi, sulit bagi pekerja untuk kembali

kerumahnya dan berisitirahat.

Kehajatan yang disering menimpa pekerja perempuan pada malam hari adalah perkosaan dan

perampokan. Dengan kondisi tersebut, sudah sewajibnya perusahaan menjamin bahwa para

pekerjanya pulang ke rumah dengan selamat.

Kesimpulan

Sekolah Menengah Kejuruan memang bukan pilihan utama bagi pelajar, motivasi pelajar

memilih SMK tidak didasari pada minat dan keinginan mereka sendiri , akan tetapi dorongan

dari orang tua atau kesadaran dari pelajar untuk segera membantu perekonomian keluarga yang

sedang tidak baik. Dengan motivasi itu, pelajar SMK didominasi oleh anak-anak yang berasal

dari kelas ekonomi menengah kebawah karena SMK diaggap bisa memberi peluang yang lebih

besar bagi pelajar SMK untuk bekerja.

Tujuan pelajar SMK untuk bekerja dengan cepat mendapat sambutan dari keebijakan-kebijakan

yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Pendidikan Sistem Ganda. Dari kebijakan tersebut,

SMK dilatih untuk menjadi pekerja bukan didororng untuk menjadi pengusaha. Akan tetapi

pada praktiknya, PSG tidak memberi pelatihan yang memadai kepada pelajar SMK. Institusi

Pendamping yang diberi kekuasaan penuh melalui aturan mengenai Sistem Pendidikan Ganda

menggunakan tenaga pelajar SMK untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kerjasama yang

dilakukan dengan SMK semata-mata tidak dipandang sebagai cara untuk mencari keuntungan,

tidak salah memang karena institusi pendamping yang sebagian besar adalahu perusahaan

komersial memang didirikan untuk mencari keuntungan. Yang patut dipertanyakan adalah jika

dalam usaha mencari keuntungan tersebut, anak menjadi korbannya dari sistem yang tidak

pernah dievalusi oleh Pemeritah tersebut.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Selain melalui PSG, pintu masuk bagi pelajar SMK untuk menjadi pekerja anak adalah melalui

bentuk magang yang muncul akibat dari kerjasama antara pihak sekolah dengan perusahaan.

Kesuksesan SMK sebagai suatu sistem pendidikan dipandang dari segi ekonomi saja, yaitu

seberapa banyak anak SMK yang terserap ke pasar kerja. Tidak pernah dievaluasi bagaimana

proses mereka mendapat pekerjaan tersebut. Dan sekali lagi, Pemerintah abai dalam mengawasi

hubungan kerja sama antara pihak sekolah dan insitusi pendamping yang jelas-jelas hanya

mencari keuntungan.

Terkait dengan sistem pemagangan di Indonesia, ternyata PSG dan bentuk kerja magang yang

ada di SMK bukan bagian dari sistem pemagangan yang diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Nomor per.22/MEN/IX/2009 tentang Penyelenggaraan Pemagangan di

Dalam Negeri. Atauran magang dalam SMK diatur dalam oleh pihak sekolah dan institusi

pendamping. Sekolah diberi kewenagan yang besar untuk melakukan hubungan kerja sama

dengan pihak manapun.

Saran

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan evaluasi terhadap

Pendidikan Sistem Ganda pada SMK yang diwujudkan dalam bentuk Praktik Kerja Industri

(Prakerin) . Apakah prakerin sudah memberi dampak yang baik bagi pelajar SMK dan apakah

Prakerin yang dilaksanakan olah pelajar SMK sudah berperspektif hak anak.

Institusi pendamping yang sebagian besar adalah perusahaan pencari keuntungan harus didesak

untuk menjadi institusi pendamping yang menghargai hak anak. Sulit memang untuk bagi

mereka, untuk itu pemerintah harus memberikan insentif berupa pengurangan pajak terhadap

institusi pendamping yang telah membuat program kerja magang yang berprespektif hak anak,

benar-benar memberi pelatihan terhadap anak dan tidak menjadikan pelajar sebagai pekerja anak.

Kepustakaan

Buku Carnevale, A.P. dan Porro, J.D. (1994). Quality Education: School Reform for The New

American Economy. Washington D.C : US Department of Education, 1994.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Marx, Karl. Wage, Labour, and Capital, dalam Karl Marx and Selected Frederick Engels Selectd Works, Volume I, Moscow: foreign Languages Publishing House, 1962

Mulyanto, Dede. Genealogi Kapitalisme : Antropologi dan Ekonomi Politik Pranata Ekploitasi. Yogyakarta: Resist Book, 2012.

Nazara dan Wicaksono . Skills Development Strategy: The Indonesian Case Study on the Pre-Employment Vocational Education and Training. Jakarta: 2008

Supriadi, Dedi, et al., ed Sejarah Pendidikan Teknik dan Kejuruan di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2002.

Supriadi, Dedi. Pengantar Pendidikan: Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: Universitas Terbuka,1999

Artikel, Jurnal, Makalah, dan Essai

Bachmann, S.L.“A New Economic of child Labor: Searching for Answer Behind The Headlines,”

Journal of International Affairs , (Volume 53, 2000, hlm. 545-572)

Badan Pusat Statistik dan ILO, Pekerja Anak di Indonesia 2009, 2009

Basu, K.. “Child Labor: Cause, Consequence, and Cure, with Remarks on International Labor Standards,” Journal of Economic Literature, (Volume 37, Nomor 3, 1999, hlm.1083-119)

Dagdemir, O dan Acaroglu, H. “The Effects of Globalization on Child Labor in Developing

Countries” Business and Economic Horizons (Volume 2, Issue 2, Juli 2010, hlm.37-47)

Djunaedi, Endi “Penelusuran Pekerja Dibawah Umur di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” Jurnal Reformasi Hukum (Volume 9, Nomor. 1, Januari-Juni 2006, hlm 55)

Edmonds, E. “Globalization and the Economics of Child Labor,” Neue Zürcher Zeitung.

(Volume 23/24 Pebruari 2002, hlm. 29) Edmonds, E., Pavcnik, N. “Does Globalization Increase Child Labor?,” Evidence From

Vietnam. Working Paper 8760. Tersedia pada : http://www.nber.org/papers/w8760. Edmonds, E., Pavcnik, N. “International Trade and child labor: Cross-country evidence,”

Journal of International Economics ( Volume 68, 2006 hlm.115-40) Haryono. “Kebijakan Ekonomi di Awal Orde Baru: Membuka Pintu Lebar-lebar bagi Modal

Asing.” Jurnal Eksekutif (Volume 3 No.3 Desember 2006).

Kucera, D., 2002. “Core Labour Standards and Foreign Direct Investment,” International Labour Review (Volume 141 Nomor 1/2, Hlm 31-69. 2002)

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013

Swaminathan, Madhura. “Economic Growth and the Persistence of Child Labor: Evidence from an Indian City,” World Development, (Volume 26, Nomor 8. 1998)

Wayong, Aaltje. “Relevansi Pendidikan Sistem Ganda (PSG) pada Sekolah Kejuruan dengan

Kebutuhan Dunia Kerja” Makalah di Presentasikan pada Seminar Internasional, ISSN 1907-2066 tentang Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia, Yogyakarta, April 2010

Sumber Internet dan Lain-lain

http://www.economywatch.com/foreign-direct-investment/definition.html diakses pada 2 januari 2013 pukul 20.45 WIB.

Peraturan Perundang-undangan

Indonesia. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor per.22/MEN/IX/2009.

Indonesia. Undang- Undang Tentang Perlindungan Anak nomor 23 Tahun 2003.

Indonesia. Undang-Undang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003.

Indonesia. Undang- Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional Anak nomor 20 Tahun 2003.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan, 2008.

Kajian tentang..., Feri Sahputra, FH UI, 2013