Kajian Sebaran Panas Draft Bolok
-
Upload
lexy-cakep -
Category
Documents
-
view
65 -
download
18
description
Transcript of Kajian Sebaran Panas Draft Bolok
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) berupaya untuk menyediakan
infrastruktur guna mendukung kegiatan investasi di Nusa Tenggara Timur. Melalui
Perda No. 6 Tahun 1997, Pemda provinsi NTT telah menetapkan suatu kawasan
industri terpadu yang berlokasi di Desa Bolok (KIB).
Perairan laut sekitar KIB merupakan daerah potensial menjadi lokasi budidaya.
Sejak beberapa tahun lalu, perairan ini menjadi lokasi pengembangan budidaya pantai
(maricultur), dengan komoditas kerang mutiara (Pinctada maxima) oleh PT. Cendana
Indo Pearl dan PT. Timor Otsuki Mutiara, ikan kerapu tikus pada Keramba Jaring
Apung (KJA) oleh nelayan serta rumput laut (Eucheuma cottonii) oleh masyarakat
sekitar Bolok, selain itu juga pada bagian utaranya merupakan jalur tetap pelayaran
kapal barang serta Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (ASDP). Dapat
dikatakan Desa Bolok dan wilayah perairan sekitarnya menjadi tempat strategis serta
sarat dengan berbagai kegiatan ekonomi.
Dalam rangka menjamin kesinambungan ketersediaan tenaga listrik masyarakat
Kota Kupang dan sekitarnya serta mendukung kegiatan pembangunan di daerah, PT.
PLN (Persero) wilayah NTT merencanakan untuk membangun PLTU Batubara Bolok
berkapasitas 2 x 15 MW yang lokasinya terletak di KIB, Kecamatan Kupang Barat,
Kabupaten Kupang. Rencana pembangunan dan pengoperasian PLTU Bolok telah
mendapatkan ijin dari Pemerintah Daerah NTT dan rencananya mulai beroperasi pada
tahun 2010 mendatang.
Didalam setiap kegiatan pembangunan akan memberikan dampak terhadap
lingkungan hidup dan untuk itu perlu diadakan pelaksanaan studi kegiatan lingkungan
untuk melihat besar dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan hidup
sebagaimana diatur oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 11 tahun 2006
tentang jenis rencana usaha dan atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis
dampak lingkungan hidup. PT PLN Wilayah NTT telah melaksanakan kegiatan UKL/
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 1
UPL dan telah mendapatkan SK Dokumen Kelayakan Lingkungan No.
660.1/86/BPLD/2008 yang diterbitkan oleh Bapedalda Kabupaten Kupang.
Walaupun demikian, PT. PLN Wilayah NTT memandang perlu untuk
mengadakan studi lanjut mengenai penyebaran panas dari limbah termal outlet PLTU
Bolok dan dampak pembangunan jetty terhadap ekosistem perairan laut bolok dan
sekitarnya yang diperkirakan berpotensi menimbulkan dampak bagi lingkungan
perairan sekitarnya, terutama biota perairan laut.
1.2. Tujuan Kajian
Tujuan dari kegiatan pengkajian ini adalah :
a. Menginventarisir kegiatan budidaya perairan yang dilakukan di sekitar lokasi
rencana pembangunan PLTU.
b. Mengkaji sebaran panas air outlet PLTU Bolok di perairan Bolok.
c. Mengkaji dampak pembangunan/konstruksi jetty terhadap kelangsungan hidup
biota laut yang ada.
d. Memberi sejumlah rekomendasi terkait dampak sebaran panas dan dampak
pembangunan Jetty di perairan Bolok.
1.3 Manfaat Kajian
Kegunaan penyusunan kajian karakteristik penyebaran temparatur air outlet dan
dampak pembangunan jetty pada PLTU Bolok adalah:
1. Memberi informasi bagi instansi terkait tentang karakteristik penyebaran temparatur
air outlet dan dampak pembangunan jetty pada PLTU Bolok hingga memudahkan
pembinaan pelaksanaan pengelolaan lingkungan
2. Menjadi acuan dalam melaksanakan program pengelolaan dan pemantauan
lingkungan dengan lebih terarah, efektif, dan efisien
I.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang akurat dan komprehensif sebagai masukan dalam
kajian ini, di gunakan pendekatan, sbb:
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 2
1. Interview
Melakukan wawancara terbuka dan tertutup baik dengan aparat pemerintah di
kabupaten dan propinsi, masyarakat lokal disekitarnya, serta pihak pengembang
budi daya mutiara yaitu PT. TOM.
2. Observasi
Melakukan pengamatan langsung di lokasi untuk mengetahui kondisi lingkungan
fisik maupun teknis lokasi
3. Pengukuran
Melakukan pengukuran pemetaan dengan GPS dan pengukuran dengan alat duga
hand load.
4. Dokumentasi
Pengumpulan data pendukung, peta navigasi, peta geografi dan data lain sebagai
penunjang. Mendokumentasikan setiap momen penting yang terjadi di setiap calon
lokasi sebagai rujukan kajian karakteristik penyebaran temperatur air outlet PLTU
Bolok dan dampak pembangunan jetty PLTU Bolok.
Data - data yang diperlukan dalam kajian ini meliputi beberapa komponen yakni :
a. Komponen Geofisik kimia lingkungan
Komponen geofisik kimia lingkungan diukur untuk mengetahui parameter fisik
air laut yang terdiri dari tipe data primer yaitu temperatur air, kecepatan arus, dan
kedalaman air laut sedangkan data sekunder antara lain kecepatan angin, gelombang
dan pasang surut air laut. Data primer kimia perairan antara lain dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesuburan perairan meliputi salinitas, pH, DO, Nitrat dan poshat.
b. Komponen biologi
Komponen lingkungan biologi mencakup aspek–aspek kepadatan plankton,
indeks keragaman jenis, dan jenis makrobenthos, jenis plankton serta produktifitasnya.
Data primer dikumpulkan dengan melakukan pengumpulan sampel plankton
menggunakan jaring plankton berukuran 125 µ dan dilakukan secara vertikal serta
berdasarkan habitat. Setelah tersaring, sampel air dihitung volume endapan-nya.
Sedangkan data sekunder di peroleh dari instansi terkait antara lain Badan Pusat
Statistik Kabupaten Kupang, Kantor Meteorologi dan Geofisika Kupang serta
Pangkalan angkatan laut, Kupang.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 3
1.5 Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul diolah dan disesuaikan dengan peubah komponen
lingkungan yang dianalisis secara deskriptif sedangkan data fisik kimia dan biologi
lingkungan dianalisis sesuai dengan kelayakan data.
Karakteristik penyebaran suhu air outlet PLTU Bolok diketahui lewat simulasi
model numerik menggunakan program SMS versi 8.1 menggunakan data -data antara
lain temperatur air laut, kecepatan dan arah angin dan data bathimetri. Sedangkan untuk
melihat dampak pembangunan jetty akan dianalisis terhadap peubah yang bersangkutan
atau terhadap peubah turunan yang digunakan terhadap data komponen lingkungan
geofisik kimia dan biologi. Prakiraan dampak dilakukan dengan teknik deskriptif dan
teknik prakiraan berdasarkan analisis kecenderungan (trend analysis).
1.6 Detail Kajian
1. Pra Survey
Survey awal dilakukan untuk mengetahui kondisi lapangan (Rona Lingkungan)
2. Survey lapangan
Survey dilakukan oleh tim untuk pengambilan data primer maupun sekunder baik
fisik kimia, biologi dan teknis lainnya
4. Tabulasi dan analisis data
Setelah data primer dan sekunder terkumpul, maka dilakukan tabulasi data dan
analisis sesuai kebutuhan.
5. Penyusunan draft kajian dilakukan setelah data primer dan sekunder ditabulasi dan
dianalisis.
6. Penyerahan draft laporan ke PT. PLN wilayah NTT untuk di koreksi dan
dikembalikan pada tim peneliti.
7. Ekpose report ke PT.PLN Wilayah NTT
Setelah draft dikoreksi selanjutnya akan dilakukan ekspose report hasil kajian
dengan PT PLN. Wilayah NTT untuk didiskusikan
8. Perbaikan Draft Kajian
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 4
Setelah ekspose report dilakukan jika masih terdapat beberapa hal yang perlu
diperjelas maka laporan akan dikembalikan ke tim peneliti untuk diperbaiki ataupun
dilengkapi
9. Penyerahan laporan akhir: Penyerahan laporan akhir setelah perbaikan draft
dilakukan oleh tim peneliti
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 5
BAB II
OBSERVASI LAPANGAN DAN PENGUJIAN LABORATORIUM
2.1 Deskripsi Perairan Bolok
Perairan Bolok berada di Desa Bolok, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten
Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kondisi perairan Bolok relatif tenang karena
terlindung dari pulau-pulau sekitar seperti Pulau Semau dan Pulau Kambing sehingga
cukup potensial menjadi lokasi budidaya sedangkan pantai Bolok memiliki topografi
landai tipe substrat pantai karang dan dasar perairan didominasi oleh pasir putih butiran
halus ditambah dengan patahan karang dan lamun.
Sejak beberapa tahun lalu, perairan ini menjadi lokasi pengembangan budidaya
pantai (maricultur), dengan komoditas kerang mutiara (Pinctada maxima) oleh PT.
Cendana Indo Pearl dan PT. Timor Otsuki Mutiara, ikan kerapu tikus pada Keramba
Jaring Apung (KJA) oleh nelayan serta rumput laut (Eucheuma cottonii) oleh
masyarakat sekitar Bolok yang berjumlah 200 KK. Di bagian utara perairan Bolok
merupakan jalur tetap pelayaran kapal barang serta Angkutan Sungai Danau dan
Penyeberangan (ASDP).
Selain menjadi daerah budidaya dan jalur pelayaran, lokasi sekitar pantai Bolok
yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Industri melalui perda No. 6 Tahun 1997
sehingga saat ini perairan Bolok dan sekitarnya sarat dengan berbagai kegiatan
ekonomi. Hal ini akan semakin nyata dengan rencana Pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) Bolok yang berada dalam lokasi kawasan industri Bolok yang
memanfaatkan perairan bolok sebagai sumber air proses pengoperasian PLTU dan jalur
pelayaran pengadaan batubara.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 6
Pulau Kambing
Pulau Semau
Perairan Bolok
PLTU Bolok
U
Gambar 1. Tata Letak Perairan Bolok
2.2 Ekosistem dan Budidaya di Perairan Bolok
Berdasarkan pengamatan, pemanfaatan wilayah perairan Bolok tidak hanya
sebagai daerah jalur pelayaran tetapi juga menjadi daerah pengembangan kegiatan
perikanan, budidaya mutiara oleh PT. Timor Otsuki Mutiara (PT. TOM) dan budidaya
rumput laut oleh masyarakat pesisir desa Bolok.
a. Kondisi Ekosisitem Perikanan
Penangkapan ikan karang yang dilakukan secara destruktif didaerah terumbu
karang menyebabkan hingga saat ini persentase tutupan karang teluk kupang hanya
33.4 %. Ini dapat berarti stok ikan karang yang ada saat ini diperairan Bolok tidak
sebanyak pada saat ”rumahnya” dalam kondisi baik. Rendahnya stok ikan di perairan
ini merupakan akibat dari rusaknya terumbu karang sebagai rumahnya ikan. Hingga
saat ini kegiatan penangkapan ikan umumnya tidak lagi dilakukan disekitar perairan
Bolok karena rendahnya hasil tangkapan akibat telah rusaknya ekosistem perairan
Bolok.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Jenis-jenis nekton yang dominan
tertangkap antara lain ikan kerapu (Epinephelus sp), ikan beronang (Siganus spp), ikan
bawal putih (Pampus argenthus), ikan bawal hitam (Foronio niger), ikan kakap merah
(Intjanus albifrontalis), ikan kakap putih (Lates calcalifer). Sebaran lamun banyak
dijumpai dari jenis Cymodocea rotundata, Halodule pinnifolia, Halodule uninervis,
Siringodium isoetifolium, Halophyla ovalis, Thalassia hemprichii, dan Enhalus
acroides dengan organisme seperti cacing laut (Nerei furcata), kerang (Tridacna sp),
bintang laut (Asterias sp), bulu babi (Tripneustes gratilla), bintang ular (Ophiopinna
elegans) dan Spesies alga.
b. Kondisi Budidaya Mutiara
Kegiatan budidaya mutiara telah dilakukan oleh PT. TOM sejak tahun 1998.
Setelah dilakukan verifikasi dilapangan, dari ijin lokasi yang dikeluarkan oleh BKPMD
Prop NTT terlihat jelas bahwa 3 dari 7 lokasi budidaya mutiara PT. TOM telah
memiliki ijin. Jenis mutiara yang dibudidayakan di Indonesia umumnya adalah
Pinctada sp, khususnya di NTT karena lebih menyukai hidup didaerah batu karang atau
dasar perairan yang berpasir pada kedalaman antara 20-60m. Cara makan tiram mutiara
dilakukan dengan cara menyaring air laut (filter feeder), dengan menggetarkan
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 7
insangnya yang menyebabkan air masuk ke dalam rongga mantel. Dengan
menggetarkan bulu insang maka plankton yang masuk akan berkumpul disekeliling
insang, selajutnya dengan gerakan labial palp plankton akan masuk kedalam mulut.
Pertumbuhan tiram mutiara biasanya sangat tergantung pada temperatur air, salinitas,
makanan yang cukup dan persentase kimia dalam air laut.
c. Kondisi Budidaya Rumput Laut
Teknik budidaya rumput laut telah berhasil dikembangkan oleh masyarakat desa
Bolok yang aktif melakukan pemeliharaan dengan jumlah sekitar 200 kk (Sumber data :
Sekdes Bolok). Dari pengamatan dilapangan, ditemukan sejumlah permasalahan yang
sering dialami petani rumput laut diperairan Bolok diantaranya :
1. produksi yang rendah, adanya serangan penyakit ice-ice dan hama bulu babi dan
penyu.
2. usaha rumput laut tidak dapat diandalkan sebagai pekerjaan utama
3. terbatasnya akses tanam kedaerah yang lebih dalam akibat terbatasnya daerah yang
dapat diusahakan karena berbatasan dengan PT. TOM
4. Rendahnya pengetahuan menghasilkan dan memilih bibit yang baik.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 8
Terhadap masalah diatas maka ditemukan sejumlah akar permasalahan yaitu :
1. Petani tidak memiliki kemampuan dari sisi pengetahuan tentang perlunya merawat
rumput laut serta keahlian dalam meminimalisir rendahnya produksi serta serangan
hama penyakit.
2. Petani rumput laut tidak mengetahui minimal jumlah tali yang harusnya diusahakan
sehingga suatu usaha benar-benar menjadi usaha yang dapat diandalkan.
3. Petani tidak efisien memanfaatkan waktu dengan menerapkan schedule usaha yag
ketat.
4. Kualitas bibit rumput laut yang dihasilkan tidak dapat diandalkan.
Gambar 2. Kondisi Budidaya rumput laut di Perairan Bolok
2.3 Kondisi Fisik, Kimia dan Biologi Perairan Bolok
Hasil pengukuran parameter fisik air laut menunjukkan bahwa pada kedalaman
2m – 7m, suhu air berkisar 26-28oC, sedangkan tingkat kecerahan masih dapat
diidentifikaasi hingga kedalaman 12m. Berikut ini, hasil analisa kimia air laut perairan
Bolok.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 9
Tabel 1. Beberapa Parameter Kimia Air Laut di Perairan Bolok
No. Parameter Satuan Air Laut Baku Mutu Metode
1 2 3
1 pH - 7,86 7,79 7,77 7-8,5
2 Padatan Tersuspensi mg/L 27 30 28 Gravimetri
3 Oksigen Terlarut mg/L 7,69 7,38 7,69 >5>6 Winkler
4 Nitrat_N mg/L 0,0103 0,0143 0,0104 0,008 Spektrofotometer
5 Posfat mg/L 0,0175 0,0186 0,0163 0,015 Spektrofotometer
6 Salinitas Ppt 32,9 32,6 32,8 33-34 Konduktivity
Batu Bara
7 Abu % 11,22 Pengabuan/
Tanur
8 Carbon + bhn menguap % 88,78 Tanur(6500C)
9 Timbal (Pb) mg/L 0,19 AAS
10 Cadmium (Cd) mg/L Nihil AAS
11 Seng (Zn) mg/L 1,08 AAS
Sumber : Laboratorium Kimia Analitik Fakultas Sains dan Teknik Undana, 2008Kepmen LH. No. 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut.
Sebagai parameter biologi air, maka dilakukan pengukuran jenis dan
kelimpahan plankton yang disajikan pada tabel 2 berikut.
Tabel 2. Jenis dan Kelimpahan Plankton pada Perairan Bolok
No Jenis Plankton dan waktu
pengambilan sampel
Kelimpahan Plankton (Individu/L)
2m 7m
A Phytoplankton ; Pukul 07.30
1 Rhizosolenia alata 2.371.680 1.749.600
2 Thallassiothrix longissima 90.720 25.920
3 Hemialus haucki 12.960 25.920
4 Stephanodiscus sp 25.920 -
5 Skeletonema sp (diatom) - -
6 Diatoma sp (diatom) - -
7 Thrichodesmium sp (diatom) - -
8 Aphanizomenon flosaquae 12.960 -
9 Thalassiosira sp 12.960 -
Total 2.527.200 1.801.440
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 10
B Siang Hari ; Pukul 13.30 2m 7m
Rhizosolenia alata 11.516.320 1.814.400
Thallassiothrix longissima 181.440 181.440
Skeletonema sp (diatom) 51.840 -
Sceletonema costatum (diatom) 12.960 -
Coscinodiscus oculus iridis 12.960 -
Eucampia groelandica 12.960 2.008.800
Total 1.788.480 2.008.800
C Malam Hari ; Pukul 18.00 Wita 2m 7m
Rhizosolenia alata 1.153.440 3.006.720
Thallassiothrix longissima 90.720 -
Stephanodiscus sp 38.880 12.960
Skeletonema Sp (diatom) 12.960 12.960
Euglena Sp 12.960 -
Eucampia groelandica 12.960 12.960
Total 1.321.920 3.045.600
Hasil perhitungan indeks keragaman jenis plankton menunjukkan bahwa indeks
keragaman plankton terendah ditemukan pada pengambilan sampel waktu malam hari
diikuti pagi dan siang hari dengan nilai masing-masing 0.15, 0.30 dan 0.47. Hasil ini
menunjukkan bahwa indeks keragaman jenis plankton pada perairan Bolok berada
pada nilai < 1, yang artinya keanekaragaman spesies plankton sedikit atau rendah.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hingga pada kedalaman 12 meter tingkat
kecerahan masih sampai kedasar perairan. Kondisi ini dapat berarti bahwa proses
fotosintesis dan aktivitas plankton sebagai produktivitas primer masih dapat dilakuan
hingga pada kedalaman tersebut. Namun hasil pengamatan ternyata bahwa
zooplankton sangat sedikit ditemui di perairan Bolok. Kondisi ini dapat menjadi
pertanda bahwa pertama, perairan tidak produktif mendukung tumbuh dan
berkembangnya phytoplankton yang cocok menjadi makanannya zooplankton, ataukah
yang kedua, waktu pengambilan sample tidak tepat dengan waktu munculnya
zooplankton untuk makan.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 11
2.4 Data Klimatologi
a. Temperatur
Data temperatur udara Kota Kupang dan sekitarnya dari tahun 1995-2004 tidak
mengalami perubahan secara drastis. Data sebagaimana tertera pada Tabel 3 bahwa
bulan oktober, November dan Desember merupakan bulan rerata temperatur udara
tertinggi sedangkan bulan Juli temperatur udara terendah.
Tabel 3. Temperatur Udara (0C) Bulanan (tahun 1995-2004)
Bulan/Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Januari 26,8 26,7 27,0 27,7 26,7 26,5 27,3 27,5 27,8 27Februari 26,7 26,4 26,3 27,3 26,5 26,5 27,2 26,9 26,9 27Maret 26,3 27,1 26,4 27,5 26,4 26,5 27,1 27,4 26,6 27April 26,7 27,1 28,0 27,7 26,9 26,7 27,8 28,0 27,6 27Mei 27,2 26,9 26,3 28,0 26,1 26,4 26,7 28,2 27,4 27Juni 26,5 26,6 26,4 27,0 26,4 25,6 26,7 26,4 26,5 26Juli 25,7 26,1 25,4 27,1 25,6 25,7 25,5 26,8 26,4 25Agustus 26,3 26,4 24,7 27,1 25,9 25,8 25,5 25,8 26,2 25September 26,6 26,6 25,7 27,6 26,3 27,4 27,3 27,6 27,4 27Oktober 28,6 28,7 27,2 28,8 28,6 28,9 28,7 28,1 28,6 28November 28,6 28,4 28,3 28,1 28,2 29,0 28,8 29,8 29,5 28Desember 27,0 26,8 28,0 27,8 27,7 28,1 27,7 29,0 28,0 27
Sumber : Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang (2005)Untuk menentukan suhu air laut pada perairan laut maka selain data sekunder
yang diambil dari instansi klimatologi, maka dilakukan observasi pengukuran
dilapangan pada beberapa titik dan diperoleh data sehu air laut berkisar antara 26
hingga 28 Co.
b. Kecepatan dan Arah Angin
Data kecepatan dan arah angin dapat dilihat pada Tabel 4. Kecepatan dan arah
angin terbesar terjadi pada tahun 2003 bulan Oktober (35 knots) dengan arah angin ke
selatan (S), sedangkan pada tahun 2004 kecepatan angin terbesar terjadi pada bulan
Maret (35 knots) dengan arah angin ke Tenang Barat Laut (T/BL). Kecepatan dan arah
angin dari tahun 2002-2004 terendah terjadi pada bulan Januari (14 knost) dengan arah
angin ke T/BL dan T/B/BL.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 12
Tabel 4. Kecepatan Angin dan Arah Angin di Kupang Tahun 2002 - 2004
Bulan/
Tahun
TAHUN (mm)
2002 2003 2004
Rata2 (Knots)
Terbesar
(knots)Arah
Rata2 (Knots)
Terbesar
(knots)Arah
Rata2 (Knots)
Terbesar
(knots)Arah
Januari 3 15 T/B 4 14 T/BL 4 14 T/B/BL
Februari 4 15 T/BL 4 27 T/BL 4 20 T/U
Maret 3 20 T/B 3 20 T/BL 5 35 T/BL
April 4 22 Ti 5 22 Ti 5 20 Ti
Mei 6 22 Ti 6 20 Ti 4 20 T/Ti
Juni 7 20 Ti 6 20 Ti 6 20 Ti
Juli 8 22 Ti 8 21 Ti 7 22 Ti
Agustus 7 24 Ti 6 20 Ti 5 23 T/Ti
September 5 17 T/S 6 25 S 7 25 Ti
Oktober 4 16 T/BL 5 35 S 4 18 T/B
November 5 20 T/U 4 15 T/U 4 20 T/BL
Desember 3 15 T/B 4 19 T/B 3 20 T/B
Sumber : Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang (2005).
Keterangan : T = Tenang B = Barat BL = Barat Laut U = Utara S = Selatan Ti = Timur
c. Pasang Surut
Pasang surut merupakan salah satu faktor yang penting untuk pembangunan
PLTU di Kelurahan Bolok Kupang. Kondisi pasang surut sebagai acuan dalam
mendesain saluran inlet dan outlet penggunaan air. Pasang surut terbesar dipengaruhi
oleh rambatan pasang surut Samudera Hindia di sebelah selatan dan Laut Banda di
Sebelah Utara. Di sekitar rencana pembangunan PLTU terdapat tipe campuran yang
didominasi oleh pasut ganda dan keadaan ini hampir berlaku pada semua wilayah Nusa
Tenggara Timur (Disidros AL, Departemen Perhubungan, 2002) dimana bila suatu
perairan mengalami satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari disebut tipe
pasut (pasang surut) tunggal, dan jika dalam sehari terjadi 2 kali pasang dan 2 kali surut
di sebut tipe ganda (diurnal). Sedangkan tipe campuran, yaitu peralihan tipe tunggal ke
ganda.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 13
d. Arus Laut Di sekitar lokasi pembangunan PLTU (Selat Semau) menunjukkan bahwa pada
saat terjadi pasang, arah arus menuju ke bagian utara sedangkan pada saat surut arah
arus menuju ke bagian Selatan. Arah arus perairan di sekitar lokasi PLTU dipengaruhi
oleh pasang surut (pasut) Samudra Hindia (Departemen Perhubungan, 2002).
Kecepatan arus maximum pada saat pasang purnama yang dibangkitkan oleh
pasut adalah sebesar 0,83-1,03 m/detik dengan arah Selatan. Pada saat pasang perbani,
kecepatan arus pasut berkisar antara 0,52-0,90 m/detik dengan arah arus ke bagian
Selatan hingga Barat Daya. Kecepatan arus ini lebih kecil dibandingkan dengan
kecepatan arus pada saat bulan purnama.
e. Tinggi Gelombang
Iklim dan geologi merupakan salah satu faktor yang menentukan kondisi
gelombang antara lain kecepatan angin, intensitas angin bertiup dan jarak yang
ditempuh tanpa rintangan. Selat Semau, gelombang kuat sering terjadi pada musim
barat dan musim timur. Gelombang merambat masuk perairan setengah tertutup seperti
selat semau yang senantiasi mengalami hambatan karena adanya pulau semau. Nilai
kisaran tinggi gelombang pasang dari bulan Januari sampai bulan Desember 2006
berkisar antara 1,5-2,2 m sedangkan pada saat surut berkisar antara 0,3-0,4 m. Nilai
kisaran tinggi gelombang pada bulan Januari sampai bulan Oktober 2007 berkisar
antara 1,7-2,2 m sedangkan pada saat surut berkisar antara 0,3-0,4 m. Gelombang
pasang tertinggi pada tahun 2006 terjadi pada bulan April (2,2 m) dan terendah pada
bulan Nopember (1,5 m) sedangkan gelombang surut tertinggi 0,4 m berlangsung
selama 7 (tujuh) bulan dan terendah 0,3 m selama 5 bulan.
Gelombang pasang tertinggi pada tahun 2007 terjadi pada bulan April dan
Oktober (2,2 m) dan terendah pada bulan Agustus dan September (1,7 m) sedangkan
gelombang surut tertinggi 0,4 m berlangsung selama 7 (tujuh) bulan dan terendah 0,3 m
selama 3 bulan, untuk lebih jelasnya tersaji pada Tabel 5.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 14
Tabel 5. Tinggi Gelombang
Tinggi Gelombang (m)
Bulan (2006)
Jan’ Peb’ Maret April
Mei Juni Juli Agut’
Sept’ Okt’ Nop’ Des’
Pasang 1,8 1,9 1,9 2,2 2,1 2,0 1,9 1,8 1,7 1,6 1,5 1,9
Surut 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4
Bulan (2007)
Jan’ Peb’ Maret April
Mei Juni Juli Agut’
Sept’ Okt’ Nop’ Des’
Pasang 1,8 2,0 2,0 2,2 2,1 2,1 1,9 1,7 1,7 2,2 - -
Surut 0,4 0,4 0,3 0,3 0,3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 - -
Sumber : Laporan Dinas Hidro-Oseanografi, TNI-AL, Jakarta, 2006 dan 2007
f. Kondisi Bathimetri Perairan Bolok
Selat Semau yang menghubungkan Teluk Kupang dengan Selat Rote tergolong
cukup dalam dengan lebar 1,4 km di bagian Utara dan 4,4 km di bagian Tengah serta
panjang 12 km. Kedalaman laut berkisar antara 64 - 147 m sedangkan dibagian pantai
antara 31 - 93 m. Semakin ke Selatan semakin dalam dan mencapai 150 - 200 m. Di
samping itu, lebar antara Tanjung Lalendo (Kawasan Industri Bolok) dengan Tanjung
Kabata (Pulau Semau) ± 4 km. Perairan Semau dan Teluk Kupang termasuk tipe pasut
ganda, arus laut relatif kecil, dan tinggi gelombang dapat mencapai 1 - 2,5 m sehingga
kedalaman laut di perairan sekitar Kawasan Industri Bolok secara teknis layak
dijadikan pelabuhan tongkang batubara.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 15
BAB III
KAJIAN PENYEBARAN SUHU AIR OUTLET PLTU BOLOK
3.1 Deskripsi Lokasi Outlet PLTU Bolok
Lokasi kajian karakteristik penyebaran panas air outlet PLTU Bolok terletak di
perairan bolok dengan koordinat geografisnya adalah 10o14’32.14” S dan
123o29’08.37”E. Berjarak lebih kurang 200 m dari pantai dengan kondisi bathimetri
dasar perairan relatif landai dan kondisi perairan adalah relatif tenang. Seperti terlihat
pada gambar 1 berikut :
Gambar 1. Lokasi kajian penyebaran panas air outlet PLTU Bolok.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 16
Lokasi Kajian
Gambar 2. Lokasi kajian sebaran panas air outlet PLTU Bolok
3.2 Pendekatan Masalah dan Metodologi
Kondisi perairan yang relatif tenang menyebabkan lokasi ini digunakan untuk
budidaya mutiara dan rumut laut. Dengan demikian diperlukan kajian kondisi
hidrodinamika sehingga dampak sebaran panas dari air outlet PLTU dapat diketahui
dan dikelola sehingga tidak mengganggu ekosistem yang telah ada.
Pemahaman terhadap karakteristik hidrolika lokasi perairan terutama pada lokasi
outlet PLTU dalam kajian ini dilakukan dengan malakukan simulasi model elemen
hingga. Model elemen hingga tersebut setelah diperiksa dan di sesuaikan dengan
kondisi lapangan atau dikalibrasi dengan kondisi eksisting, dipakai untuk analisis pola
arus dan pola penyebaran panas, baik pada kondisi eksisting maupun setelah
pengembangan.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 17
4811 m
Titik centre radius PT TOM
Titik centre radius PT TOM
Lokasi Studi
a. Interaksi pola arus dan temperatur
Langkah pertama yang dilakukan adalah pemahaman pola arus disekitar daerah
studi yang terletak diantara outlet PLTU Bolok dan daerah budidaya mutiara milik PT.
TOM. Pola arus terutama dipengaruhi oleh pasang surut dan angin serta bentuk
geografis daerah pantai lokasi studi. Setelah pola arus dapat dipahami, langkah
selanjutnya adalah pemahaman pola distribusi temperatur dan sedimen yang salah
satunya didasari oleh pemahaman tentang pola arus didaerah studi.
b. Sebaran temperatur
Distribusi temperatur dipengaruhi oleh mekanisme pengaliran medium (dalam hal
ini air), mekanisme dispersi dan mekanisme transfer panas (pertukaran panas terutama
ke udara). Mekanisme pengaliran panas ditentukan oleh kecepatan aliran yang
membawanya. Dalam pendekatan dua dimensi, parameter aliran adalah kecepatan
horisontal rata-rata (depth averaged). Mekanisme dispersi atau difusi diakibatkan oleh
adanya turbulensi aliran dan distribusi vertikal yang tidak seragam. Parameter dari
mekanisme ini yang dinyatakan dalam koefisien dispersi dapat didekati dari parameter
yang paling berpengaruh pada tubulensi dan distribusi vertikal kecepatan. Dalam hal ini
parameter tersebut adalah tegangan geser dasar. Parameter ini merupakan fungsi
kedalaman, kecepatan dan kekasaran dasar aliran sedangkan mekanisme transfer panas
dianalogikan sebagai sink dalam mekanisme transpor polutan.
3.3 Formulasi Matematis
a. Hidrodinamika
Persamaan dasar aliran asumsi yang digunakan dalam kajian ini merupakan
persamaan aliran 2 dimensi pada rerata kedalaman (depth average) untuk kondisi aliran
sub kritik. Kondisi aliran diasumsikan terjadi pada sungai sangat lebar sehingga variasi
kecepatan terhadap kedalaman relatip kecil sehingga percepatan gravitasi lebih
dominan dibandingkan dengan percepatan aliran vertikal. Dengan demikian persamaan
dasar aliran dapat didekati dengan persamaan aliran dangkal (shallow water equation).
Komponen kecepatan rata-rata kedalaman dalam koordinat horizontal x dan y
didefinisikan sebagai berikut :
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 18
(1)
(2)
Dengan H = kedalaman air, Zb = elevasi dasar sungai, Zb + H = elevasi muka air;
U = kecepatan horizontal arah x dan V = kecepatan horizontal arah y;
Persamaan kontinuitas untuk aliran 2 dimensi rata-rata kedalaman (averaged
continuity equation) dapat dituliskan sebagai :
(3)
Persamaan momentum apada arah sumbu x dan y unuk aliran dua dimensi rata-
rata kedalaman sebagai:
(4)
Untuk aliran arah sumbu x,dan
(5)
Untuk aliran pada sumbu y
Dengan : adalah koefisien koreksi momentum; g adalah
percepatan gravitasi; adalah rapat massa air; adalah geser dasar;
adalah tegangan geser permukaan; dan adalah tegangan
geser akibat tubulensi (misalnya adalah tegangan geser kearah sumbu x yang bekerja
pada bidang tegak lurus kearah sumbu y)
Komponen tegangan geser pada dasar dalam arah sumbu x dan y dihitung sebagai
berikut :
(6)
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 19
(7)
Dengan cf adalah koefisien geser dasar yang dapat hitung sebagai :
(8)
Dengan c = koefisien chezy; n = koefisien kekasaran manning; dan = 1.486 bila
menggunakan satuan Inggris dan 1.0, bila menggunakan satuan Internasional (SI).
Tegangan geser tubulen rata-rata kedalaman dihitung menggunakan konsep eddy
viskositas dari Boussinesq, yakni :
(9)
(10)
(11)
Untuk penyederhanaan perhitungan nilai eddy viskositas kinematik rata-rata
kedalaman dianggap isotropik (diasumsikan bahwa nilai ), dan eddy
viskosits isotropik dinotasikan dengan v yang nilainya (0.3± 0.6 UH).
b. Angkutan air panas
Distribusi angkutan dua dimensi dikontrol oleh mekanisme konveksidifusi yang
di formulasikan sebagai berikut:
(12)
Dengan : H adalah kedalaman air; U,V adalah kecepatan arah horizontal arah x dan y;
C adalah konsultasi polutan Dx, Dy adalah koefisien difusi turbulen arah x dan y; s
adalah local source atau sink polutan, k adalah laju pertambahan polutan
3.4. Model Numeris dan aplikasinya
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 20
Model matematik yang digunakan untuk kajian hidrolika adalah RMA2 (resource
Management Associates) dari waterways Experiment Station, RMA2 merupakan
program aliran dua dimensi rerata kedalaman, permukaan aliran bebas (free surface)
dan menggunakan metode elemen hingga dalam menyelesaikan masalah hidrodinamik.
RMA2 dapat digunakan untuk menghitung elevasi permukaan air, dan kecepatan aliran
pada masalah aliran air dangkal (shallow water flow problems). RMA2 pertama kali
dikembangkan oleh Norton,dkk (1973) di Resource management associater, Inc.of
Davis California, kemudian dimodifikasi oleh sejumlah peneliti dari waterways
experiment Station (Thomas dan Mc Anally, 1991).
Model matematik yang digunakan untuk kajian model penyebaran angkutan
polutan yang merupakan angkutan air panas adalah RMA4 (Resource Management
Associates) dari Waterways Experiment Station. RMA4 merupakan model angkutan
polutan yang merupakan salah satu modul SMS. Hasil solusi dinamik dari RMA2
digunakan untuk mendefinisikan medan kecepatan aliran sebagai input bagi model
RMA4.
Aplikasi model numerik dengan metode elemen hingga untuk model dua dimensi
aliran permukaan dan sebaran temperatur memungkinkan dilakukannya pemilihan
daerah hitung menjadi elemen-elemen yang terdistribusi dengan pola yang luwes. Oleh
karena itu, pemilihan daerah hitung yang lebih rinci dapat dikonsentrasikan di daerah
yang dikehendaki. Dengan demikian perkiraan pola aliran dan penyebaran panas
didaerah tersebut dapat dilakukan secara lebih rinci tanpa memakan waktu dan memori
yang terlalu banyak.
Untuk keperluan simulasi dan analisis model, terlebih dahulu dibuat jaring elemen
(mesh) daerah studi. Jaring elemen yang dibuat terdiri dari jaring elemen eksisting,
alternatif A dan alternatif B. Simulasi dan analisis model meliputi pola arus, pola
penyebaran air panas dari outlet PLTU Bolok . Alternatif A untuk kondisi pasang
dimanan arah arus menuju Utara, alternatif B saat kondisi surut dimana arah arus
menuju Selatan. Karena lokasi outlet PLTU relatif tertutup maka pengaruh kecepatan
angin relatif tidak mempengaruhi tinggi gelombang disekitar lokasi PLTU Bolok.
3.5. Diskretisasi, Kondisi awal, kondisi batas dan kalibrasi
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 21
Daerah studi dibagi dalam elemen-elemen dengan ukuran bervariasi sesuai
kemungkinan variasi parameter aliran dilokasi daerah studi. Daerah yang
memungkinkan adanya perubahan atau variasi parameter dalam ruang, misalnya
perbedaan kecepatan tiap jarak tertentu yang besar memerlukan elemen-elemen yang
lebih kecil. Sebaliknya daerah yang luas dengan kedalaman seragam barangkali cukup
digunakan elemen-elemen yang besar saja sehingga mengurangi beban kerja hitungan.
Gambar 3. Diskritisasi daerah kajian penyebaran panas
Kondisi awal untuk semua simulasi dengan teknik cold star. Walaupun
keadaannya tidak realistis untuk simulasi arus, setelah running siklus pasang surut, hasil
simulasi hanya dipengaruhi oleh kondisi batas beberapa sebelumnya (kondisi awal
sudah tidak berpengaruh). Untuk simulasi sebaran temperatur diperlukan running
beberapa siklus pasang surut sampai diperoleh keseimbangan antara supply dengan
sink. Sehingga diperoleh sebaran cyclic yang permanen.
Kondisi batas berupa batas terbuka yang berhubungan dengan laut lepas batas
garis pantai. Pada batas laut lepas muka air turun naik sesuai dengan gerakan air pasang
surut. Pada batas garis pantai secara otomatis simulasi akan mengganggap sebagai
dinding sehingga aliran sejajar garis pantai. Untuk memprediksi pola arus dipermukaan
Tanjung Lelendo, Bolok, digunakan data pasang surut di tanjung di Tenau Kupang dari
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 22
Posisi Outlet PLTU
100 m900 m1500 m
data Angkatan Laut. Berdasarkan konstanta pasang surut yang telah dianalisis. Kondisi
batas angin digunakan angin dominan di tanjung Lelendo untuk musim barat dan
musim timur.
Kalibrasi untuk simulasi arus mengacu pada laporan HIDROS Angkatan Laut dan
kalibrasi untuk simulasi penyebaran temperatur mengacu pada kondisi eksisting.
3.6. Hasil simulasi alternatif A
Hasil simulasi pola arus dan sebaran temperatur pada layout alternatif A untuk
kondisi pasang dengan arah arus dominan menuju Utara ditunjukan pada gambar 4 .
a. Hasil simulasi pola arus
Simulasi pola arus menunjukkan bahwa saat pasang walaupun terdapat suplai air
outlet sebesar 3000 m3/det tegak lurus pantai, namun terlihat bahwa trend arah arus
pada perairan bolok masih mengikuti arah dominan arus yaitu bergerak dari arah
Selatan menuju Utara, mulai dari laut sabu menuju pelabuhan tenau. Karena lokasi
Outlet relatif terhalang sehingga arus akan bergerak menjauh menuju tanjung lelendo
disebelah utara Perairan Bolok. Kondisi ini menyebabkan daerah-daerah yang berjarak
> 300 m akan mendapat pengaruh arus yang lebih besar dari pada daerah daerah yang
berjarak < 300 m dari bibir pantai. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar untuk membudidayakan rumput laut. Dari pengamatan dilapangan terlihat jelas
kondisi budidaya rumput laut yang memenuhi areal calon lokasi outlet PLTU.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 23
Gambar 4. Simulasi Arah Arus Menuju Utara Saat Pasang
b. Hasil simulasi sebaran temperatur
Untuk simulasi sebaran temperatur (gambar 5), hasil simulasi yang disajikan
berupa pola sebaran peningkatan temperatur air terhadap temperature ambiance. Untuk
kondisi dengan arah arus saat pasang dengan arah dominan menuju Utara, areal yang
berjarak > 300 m dari garis pantai, proses pertukaran panas dan kesetimbangan suhu
suhu perairan akan terpengaruh oleh arah aliran arus dan kecepatan arus sedangkan
daerah - daerah yang berjarak < 300 m akan mengalami dampak perlambatan
penurunan suhu. Dari gambar 6 terlihat bahwa pertambahan suhu air akibat aliran outlet
PLTU relatif sangat kecil. Setelah 6 jam ternyata pertambahan suhu yang signifikan
hanya berada areal dengan radius 100 m dari titik outlet dengan kenaikan < 10 C.
Setelah 6 jam. Pergerakan rambatan suhu umumnya mengikuti arah pergerakan arus.
Radius pengaruh kenaikan suhu hanya berada pada maksimum radius 500 m.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 24
Gambar 5. Simulasi Trend Penyebaran Temperatur di Outlet PLTU setelah 6 jam
3.7. Hasil simulasi alternatif B
Hasil simulasi pola arus dan sebaran temperatur pada layout alternatif B untuk
kondisi surut dengan arah arus dominan menuju Selatan ditunjukan pada gambar 6 .
c. Hasil simulasi pola arus
Simulasi pola arus menunjukkan bahwa saat surut akibat suplai air outlet sebesar
3000 m3/det tegak lurus pantai, hal ini akan membantu mempercepatan pergerakan air
masuk ke alur utama pergerakan yang berjarak cukup jauh mengikuti arah dominan
arus yaitu bergerak dari arah Utara menuju Selatan, memasuki perairan terbuka.
Kondisi ini menyebabkan daerah-daerah yang berjarak < 300 m akan tersedot dan cepat
tergantikan oleh air dari arah Utara. Kondisi ini menguntungkan bagi budidaya dan
dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk membudidayakan rumput laut. Dari
pengamatan dilapangan terlihat jelas kondisi budidaya rumput laut yang memenuhi
areal calon lokasi outlet, hal ini dapat dilihat pada gambar 6.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 25
Gambar 6. Simulasi Pola Arus saat Surut Menuju Selatan
d. Hasil simulasi sebaran temperatur
Untuk simulasi sebaran temperatur (gambar 5), hasil simulasi yang disajikan
berupa pola sebaran peningkatan temperatur air terhadap temperature ambiance. Untuk
kondisi dengan arah arus saat surut dengan arah dominan menuju Selatan, areal yang
berjarak < 300 m dari garis pantai akan tersedot bercampur dengan air dari Utara.
Akibat suplai air dari PLTU sebesar 3000 m3/det dengan arah tegak lurus bibir pantai
menyebabkan air disekitar pantai akan terdorong menuju Selatan sehingga terjadi
proses pertukaran panas dan kesetimbangan suhu suhu yang lebih cepat namun yang
mengkhawatirkan adalah daerah yang berjarak > 300 m akan terkena dampak
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 26
peningkatan suhu sekitar 10C tergantung besar laju arus menuju Selatan terutama areal
yang berada disebelah Selatan Outlet. Namun dari hasil simulasi terlihat bahwa setelah
6 jam ternyata pertambahan suhu yang signifikan hanya berada areal dengan radius
300 m dari titik outlet dengan kenaikan < 10 C. namun akan cepat tercapai
kesetimbangan karena volume air dari arah Utara yang besar. Model sebaran arus dapat
dilihat pada gambar 7 berikut
Gambar 7. Simulasi Trend Penyebaran Temperatur di Outlet PLTU setelah 6 jam
3.8 Kajian Sebaran Temperatur
Perubahan temperatur sebagai fungsi waktu untuk berbagai alternatif layout
pengembangan diamati dengan titik tinjau (gage). Dari pengamatan titik tinjau untuk
berbagai alternatif pengembangan, dapat dibandingkan perubahan temperatur dari
berbagai alternatif. Untuk setiap alternatif layout, pengamatan perubahan temperature
dilakukan pada dua lokasi, yaitu pada mulut Outlet dan pada Intake. Pengamatan
tersebut dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh bentuk/ alternatif layout
terhadap peningkatan temperature air didaerah Outlet PLTU. Dari alternatif A dan B
terlihat bahwa suhu pada daerah outlet dengan debit 3000 m3/det meningkatkan suhu
eksisting hingga 20C dalam radius 100 m. Perbedaan suhu akan semakin menurun
seiring bertambahnya radius jangkauan dengan rata-rata 30% setiap jarak 100 m
dengan waktu rambatan saat arus puncak 6 jam.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 27
BAB IV
KAJIAN DAMPAK PEMBANGUNAN JETTY PLTU BOLOK
4.1. Dampak Pekerjaan Konstruksi
Bahan bakar batubara yang untuk pengoperasian PLTU juga berpotensi
mencemari lingkungan laut pada saat loading/unloadingnya. Batu bara yang dipakai
secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu batu bara berkualitas tinggi dan batu
bara berkualitas rendah. Bila batu bara yang dipakai kualitasnya baik maka akan sedikit
sekali menghasilkan unsur berbahaya, sehingga tidak begitu mencemari lingkungan.
Sedang bila batu bara yang dipakai mutunya rendah maka akan banyak menghasilkan
unsur berbahaya seperti Sulfur, Nitrogen dan Sodium. Apalagi bila pembakarannya
tidak sempurna maka akan dihasilkan pula unsur beracun seperti karbonmonoksida
(CO).
Rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bolok 2 x 15
Megawatt yang telah disosialisasi oleh Pihak PT. PLN (Persero) wilayah NTT dan
akan segera dibangun, telah mengantongi persetujuan dari Pemerintah Daerah Propinsi
NTT (Pemda Prop. NTT). Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
dengan bahan bakar batubara ini, tentunya dalam tahap pra konstruksi maupun tahap
kontruksi dan operasionalnya memberikan dampak terhadap lingkungan perairan Bolok
ddan biota lautnya.
Apabila pekerjaan pembangunan jetty dan konstruksi PLTU mulai dibangun maka
lalulintas pelayaran maupun aktivitas pembangunan dapat mengganggu aktivitas biota
laut. Dampak pemancangan tiang dermaga, pengurukan akan menyebabkan patahan
karang, getaran yang tinggi, meningkatnya kekeruhan perairan, rendahnya penetrasi
cahaya matahari ke perairan serta bising suara alat berat untuk kegiatan pemancangan.
Kondisi diatas berpeluang menimbulkan :
Getaran. Getaran akan ditimbulkan pada saat pemancangan tiang pelabuhan
sehingga menimbulkan kekeruhan dan sedimentasi. Kondisi ini berakibat pada
rendahnya penetrasi cahaya yang masuk ke suatu perairan. Cahaya merupakan
bagian fundamental yang menentukan tingkah laku ikan (Woodhead, 1996).
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 28
Penetrasi cahaya selain ditentukan oleh panjang gelombang maka ditentukan juga
oleh absobsi cahaya oleh partikel-partikel air, kecerahan, pemantulan cahaya oleh
permukaan air (Nyakken, 1988). Tingginya kekeruhan dan sedimentasi akibat
getaran yang ditimbulkan dapat menyebabkan rendahnya penetrasi cahaya yang
masuk dan produktivitas perairan, terganggunya kemampuan untuk memperoleh
makanan pada mutiara dan rumput laut. Dari pengamatan, sumber getaran selama
ini berasal dari gempa bumi, serta lalulintas pelayaran.
Selain itu dilaporkan oleh Marshall (1982) dalam Siswandono (1994) bahwa
temperatur, salinitas, sirkulasi air laut, persediaan nutrisi, turbiditas adalah faktor
yang berpengaruh terhadap pembentukan terumbu karang. Terumbu karang
memerlukan syarat-syarat tertentu untuk bertumbuh antara lain suhu 23-25oC ,
mempunyai tingkat transmisi matahari yang tinggi air dan bebas dari lumpur dan
turbiditas. Adanya pekerjaan konstruksi kemungkinan besar akan memberikan
kontribusi kepada semakin rendahnya kondisi terumbu karang yang berada dalam
kondisi baik. Hasil pengamatannya disekitar Kupang menggunakan Citra
Peninderaan Jauh (Landsat TM) menunjukkan bahwa perairan kearah laut lepas
lebih jernih jika dibandingkan dengan di perairan kearah tepi pantai akibat
sedimentasi. Bahkan oleh Suharsono dkk (1994) melaporkan bahwa penurunan
kualitas air Kupang merupakan dampak negatif aktivitas di daratan dan dikawasan
industri sekitar Kupang. Kondisi ini dapat saja terjadi apabila setiap pembangunan
pabrik dalam Kawasan Industri Bolok tidak dilengkapi dengan unit pengelola
limbah yang bertangungjawab terhadap kualitas limbah yang dibuang ke perairan.
Kebisingan. Bising merupakan pencemaran suara yang tidak diinginkan. Ada
hubungan erat antara kebisingan dan tingkat gangguan. Kualitas suatu bunyi
ditentukan oleh frekwensi dan intensitasnya. Semakin tinggi tingkat kebisingan
maka mekin kuat gangguan terhadap manusia maupun hewan. Gangguan ini dapat
bermacam. Stres pada ikan mengakibatkan konsumsi oksigen meningkat bahkan
pada titik tertentu dapat menyebabkan kematian. Hasil pengamatan dilapangan
menunjukkan bahwa tidak ditemukan sumber kebisingan yang kuat dengan
intensitas yang tinggi yang menyebabkan manusia dan biota laut disekitar lokasi
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 29
rencana PLTU mengalami kebisingan. Sumber kebisingan yang ada saat ini berupa
suara klakson kapal dan speedboat.
4.2 Dampak Tahap Operasional
a. Tumpahan batubara pada saat Loading/unloading batubara.
Setiap batu bara yang dihasilkan, memiliki mutu (dilihat dari tingkat kelembaban,
kandungan karbon, dan energi yang dihasilkan) yang berbeda-beda. Pengaruh suhu,
tekanan, dan lama waktu pembentukan (disebut maturitas organik), menjadi faktor
penting bagi mutu batu bara yang dihasilkan. Semakin tinggi maturitas organiknya,
maka semakin bagus mutu batu bara yang dihasilkan, begitu juga sebaliknya. Batu bara
dengan mutu rendah memiliki tingkat kelembaban yang tinggi, serta kandungan karbon
dan energi yang rendah. Biasanya batu bara pada golongan ini memiliki tekstur yang
lembut, mudah rapuh, serta berwarna suram seperti tanah. Jenis batu bara pada
golongan ini diantaranya lignite (batu bara muda) dan sub-bitumen. Sekitar 700 juta ton
batu bara diperdagangkan secara internasional pada tahun 2003 dan sekitar 90% dari
jumlah tersebut diangkut melalui laut.
Hasil analisa kualitas air menunjukkan bahwa konsentrasi timbal (pb) dalam
batubara sebesar 0.19 ppm dari nilai ≤ 0.1 yang ditoleransi. Apabila suhu perairan
meningkat maka kecepatan hancur batu bara akan lebih cepat dibandingkan pada suhu
normal. Sebuah percobaan kecil dilakukan untuk melihat kecepatan hancurnya batubara
kualitas rendah pada suhu air normal 28oC dibandingkan dengan air bersuhu 40oC.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada air dengan suhu 40oC batubara langsung
terurai dan lebih cepat dibandingkan air dengan suhu normal yang membutuhkan waktu
lebih lama yaitu 15 – 20 menit. Timbal pada konsentrasi yang berlebihan akan bersifat
toksik bagi biota budidaya. Pada kondisi tertentu, meskipun ada indikasi pencemaran,
lingkungan perairan tertentu masih memenuhi syarat untuk budidaya. Kondisi ini
dilaporkan oleh Sulistijo dkk (1994) bahwa perkembangan industri dan buangan limbah
di perairan Batam mempengaruhi kondisi perairan lautnya sehingga menimbulkan
pencemaran bagi rumput laut. Apabila aktivitas loading/unloading batubara, upaya
meminimalisir tumpah batubara harusnya mendapat perhatian lebih. Dengan frekuensi
dan instensitas yang tinggi, maka unsur logam berat tersebut akan masuk kedalam
jaringan rumput laut, terakumulasi dan menimbulkan kontaminasi produk perikanan.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 30
Dilaporkan oleh Wedemeyer (1996) bahwa keracunan dapat menyebabkan
berkurangnya fekunditas pada ikan.
b. Tata Ruang Alur Pelayaran Kapal Pengangkut Batubara.
Kebutuhan akan batubara dan cadangannya menimbulkan dampak bertambahnya
volume pelayaran angkutan batubara, dari dan mneuju perairan bolok, sehingga
membutuhkan alur ruang gerak kapal dengan lebar alur pelayaran tertentu.
Dari kondisi yang ada, lebar alur pelayaran dapat disediakan apabila areal
budidaya mutiara sesuai dengan perijinan yang ada, namun kenyataannya dilapangan
saat ini areal budidaya terlihat masih tersebar disekitar periran bolok sehingga
kemungkinan terganggu akibat lalulintas angkutan batubara dapat terjadi.
Berdasarkan Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan (RIP), untuk kapal
dengan ukuran 500 DWT – 1000 DWT, kebutuhan lebar kolam putar di tetapkan
sebesar 2 x LOA = 90 ,00 - 116,00 m. (Length Over All).
Gambar 6. Situasi lebar alur pelayaran bongkar muat batubara
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 31
1.25 km
Lebar alur pelayaran yang ada
Arah Lalulintas Pelayaran
Supaya kapal yang beroperasi dapat mencapai dermaga dengan aman, diperlukan
alur pelayaran yang cukup lebar dan bebas dari rintangan navigasi. Oleh karena itu
terkait dengan factor keamanan dan keselamatan pelayaran serta kemudahan
operasional kapal menuju dermaga, maka sesuai dengan Pedoman Teknis, maka untuk
kapal dengan bobot 500 – 1000 DWT, kebutuhan akan lebar alur masuk menuju kolam
pelabuhan di ambil sebesar 9B + 30 m = 111,00 - 115,50 m.
Kedalaman alur masuk sesuai dengan Pedoman Teknis, untuk kapal dengan bobot 500
– 1000 DWT, kedalaman alur masuk menuju kolam pelabuhan minimum sebesar 9B +
30 m = 4,00 - 5,00 m pada saat surut ter rendah atau Lowest Water Spring (LWS).
Jarak faceline didefenisikan sebagai jarak garis kedalaman rencana minimum yang
dibutuhkan untuk alur pelayaran di sekitar muka dermaga dari garis pantai. Jarak face
line ini di perlukan agar letak garis kedalaman minimum yang disyarakatkan sesuai
ukuran draft kapal rencana letaknya tidak terlalu jauh dari garis pantai karena akan
berpengaruh terhadap kemudahan operasional darat serta mengurangi/menghindari
cost untuk pembangunan akses menuju dermaga. Dalam pedoman teknik, jarak face
line yang baik adalah L > 50,00 m.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 32
BAB V
ANALISIS DAMPAK
5.1 Pendahuluan
Salah satu akibat yang disebabkan oleh perubahan suhu air yang ekstrim
adalah terjadinya kejutan panas (thermal shock) bagi biota laut yang terbawa dalam air
laut maupun biota penerima limbah panas tersebut. Tidak dapat disangkal bahwa
terdapat interaksi antara organisme laut dan lingkungannya. Intensitas dan frekuensi
interaksi berpengaruh terhadap distribusi dan kelimpahan organisme disuatu kawasan
pada waktu dan musim tertentu, berefek pada perilaku, gerakan dan kelangsungan
hidupnya.
Setiap biota laut memiliki perbedaan kemampuan toleransi terhadap suhu, untuk
aktivitas, bertumbuh dan bereproduksi. Sehubungan dengan limbah panas ini, maka
kemampuan biota laut untuk bertahan hidup akan sangat bergantung kepada tinggi
rendahnya peningkatan suhu serta lama waktu biota menerima air panas.
5.2 Budidaya Mutiara.
Dalam budidaya mutiara, salah satu faktor yang dipertimbangkan yaitu
1. Dampak Perubahan Suhu
Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram di dalam
air. Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram mutiara adalah berkisar 25oC -
30 0 C namun demikian suhu air pada kisaran 27 - 31°C juga masih dianggap layak
untuk tiram mutiara. Hasil kajian dampak sebaran panas pada PLTU Bolok
menunjukkan bahwa suhu air pada areal dengan radius 100 m dari titik outlet PLTU,
sama dengan suhu air outlet, namun terjadi penurunan sebesar 20% untuk setiap
pertambahan 100m dari pusat outlet PLTU. Berdasarkan pengukuran pada beberapa
titik, menunjukkan bahwa suhu air rata-rata adalah 270C. Dengan demikian jika sesuai
aturan bahwa selisih suhu air outlet dengan suhu air sekitarnya sebesar 20C maka terjadi
peningkatan suhu perairan pada titik outlet menjadi 290C . Pada kondisi ini maka dapat
dikatakan bahwa kondisi tersebut masih dianggap layak bagi budidaya mutiara.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 33
2. Kecerahan
Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata dalam air.
Lama penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan cangkang.
Cangkang tiram akan terbuka sedikit apabila ada cahaya dan terbuka lebar apabila
keadaan gelap. Untuk pemeliharaan sebaiknya kecerahan air antara 4,5 - 6,5 m. Jika
kisaran melebihi batas tersebut, maka proses pemeliharaan akan sulit dilakukan. Untuk
kenyamanan, induk tiram harus dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan
yang ada. Sebagai gambaran bahwa kecerahan diperairan Bolok pada waktu
pengukuran mencapai 12 meter. Berdasarkan kajian dampak bongkar muat batubara
terlihat bahwa disekitar jetty dapat terjadi kekeruhan karena bongkar muat batubara.
Sehingga budidaya disekitarnya berdampak kurang baik.
Produktivitas pada segala jenis ekosistem, termasuk ekosistem perairan bergantung
pada kemampuan perairan tersebut untuk menyerap dan meneruskan energi matahari
ke berbagai tingkat trofik. Fitoplankton dan alga merupakan produsen primer yang
mampu meyerap energi sinar matahari secara langsung yang keduanya merupakan
perintis awal aliran energi dan material didalam rantai makanan melalui proses
biosintesis.
Setiap plankton memiliki toleransi suhu yang berbeda untuk tumbuh dan berkembang.
Suhu untuk pertumbuhan diatom adalah 21-28oC. Bila suhu lebih tinggi dari 28oC
maka pertumbuhannya sudah kurang baik (Mudjiman,1994 .). Chlorella tumbuh pada
salinitas 25 ppt. Alga tumbuh lambat pada salinitas 15 ppm, dan hampir tidak tumbuh
pada salinitas 0 ppm dan 60 ppm. Chlorella tumbuh baik pada suhu 20oC, tetapi
tumbuh lambat pada suhu 32oC. Tumbuh sangat baik sekitar 20o-23C (Hirata, 1981).
Tetraselmis tumbuh dengan kondisi salinitas optimal antara 25 dan 35 ppm (Fabregas
et al, 1984). Menurut Griffith et al (1973) mengatakaon bahwa Tetraselmis chuii masih
dapat mentoleransi suhu antara 15o-35oC, sedangkan suhu optimal berkisar antara 23o-
25oC.
Salinitas merupakan salah satu sifat kimia air yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan organisme air. Salinitas
pada awal kultur Chorella sp. dan Tetraselmis chuii adalah 32 ppm. Pada saat kultur
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 34
biasanya terjadi kenaikan kadar garam, hal ini disebabkan oleh adanya hasil
metabolisme dan adanya pengendapan. Chlorella sp tumbuh baik pada salinitas antara
15-35 ppm dan tumbuh paling baik pada salinitas 25 ppm. Pertumbuhan alga pada
salinitas 15, 45, 50, dan 55 ppt, dan hampir tidak tumbuh baik pada salinitas 0 dan 60
ppt (Hirata, 1981). Dan Tetraselmis chuii tumbuh dengan salinitas optimal antara 25-
35 ppm (Fabregas et al, 1984). Cahaya di laboratorium makanan alami diIPPTP
Bojonegara Serang sangat mendukung kehidupan dan pertumbuhan Chorella sp. dan
Tetraselmis chuii.
5.3 Rumput laut
. Berikut ini beberapa aspek yang dapat berdampak pada budidaya rumput laut.
No. Persyaratan Keterangan
1. KeterlindunganLokasi harus terlindung untuk menghindari kerusakan fisik
rumput laut dari terpaan angin dan gelombang yang besar.
2. Dasar Perairan
Dasar Perairan yang paling baik bagi pertumbuhan rumput laut
(Euchema spp.) adalah dasar perairan yang stabil yang terdiri
dari potongan karang mati bercampur dengan pasir karang,
adanya sea grass. Ini menunjukkan adanya gerakan air yang
baik.
3. Kedalaman Air
Berkisar antara 30 -50 cm pada surut terendah, supaya rumput
laut tidak mengalami kekeringan karena terkena sinar matahari
secara langsung dan masih memperoleh penetrasi sinar matahari
pada waktu pasang. Kedalaman maksimal adalah setinggi orang
berdiri dengan mengangkat tangannya.
4. Salinitas
Salinitas perairan yang tinggi dengan kisaran 28-34%o dengan
nilai optimum 32%o. Untuk itu hindari lokasi dari sekitar muara
sungai.
5. Suhu AirSuhu perairan berkisar 27-30o C. Untuk itu harus diperhatikan
keadaan musim yang terjadi.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 35
6. Kecerahan Kondisi yang ideal dengan angka transparansi sekitar 1,5 m.
7. Keasaman (pH)
Kisaran pH antara 6 -9. Nilai optimal diharapkan pada kisaran
7,5 - 8,0. Perubahan pH akan mempengaruhi keseimbangan
kandungan karbondioksida (CO2) yang secara umum dapat
membahayakan kehidupan biota laut dari tingkat produktifitas
primer perairan.
8.Angin dan
Arus
Kecepatan arus yang dianggap baik berkisar antara 20 - 40
cm/detik.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 36
BAB VI
PENUTUP
6.1 Simpulan
Dari hasil kajian yang dilakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Kajian penyebaran panas dari limbah termal outlet PLTU Bolok :
Berdasarkan hasil simulasi pola arus menunjukkan bahwa saat kondisi pasang
walaupun terdapat suplai air outlet PLTU sebesar 3000 m3/det tegak lurus pantai,
terlihat bahwa trend arah arus pada perairan bolok mengikuti arah dominan arus yaitu
bergerak dari arah Selatan menuju Utara, mulai dari laut sabu menuju pelabuhan tenau
menyebabkan daerah-daerah yang berjarak > 300 m akan mendapat pengaruh arus yang
lebih besar dari pada daerah daerah yang berjarak < 300 m dari bibir pantai. Pola
sebaran temperatur air dan kenaikan suhu air terhadap ambience temperatur perairan
Bolok akibat aliran outlet PLTU relatif sangat kecil. Setelah 6 jam, pertambahan suhu
yang signifikan hanya berada pada areal dengan radius 100 m dari titik outlet dengan
kenaikan < 10 C. Setelah itu, Pergerakan rambatan suhu umumnya mengikuti arah
pergerakan arus. Radius pengaruh kenaikan suhu berada pada maksimum radius 500 m.
Sedangkan saat surut, pola arus akibat suplai air outlet sebesar 3000 m3/det tegak lurus
pantai, hal ini akan membantu mempercepatan pergerakan air masuk ke alur utama
pergerakan yang berjarak cukup jauh mengikuti arah dominan arus yaitu bergerak dari
arah Utara menuju Selatan, memasuki perairan terbuka. Kondisi ini menyebabkan
daerah-daerah yang berjarak < 300 m akan tersedot dan cepat tergantikan oleh air dari
arah Utara.
Dari dua kondisi tersebut terlihat bahwa suhu pada daerah outlet PLTUdengan
debit 3000 m3/det meningkatkan suhu eksisting hingga 20C dalam radius 100 m.
Perbedaan suhu akan semakin menurun seiring bertambahnya radius jangkauan dengan
rata-rata 30% setiap jarak 100 m dengan waktu rambatan saat arus puncak 6 jam.
2. Kajian pembangunan jetty
Saat pekerjaan pembangunan jetty dan konstruksi PLTU akan dibangun maka
lalulintas pelayaran maupun aktivitas pembangunan dapat mengganggu aktivitas biota
laut. Dampak pemancangan tiang dermaga, pengurukan akan menyebabkan patahan
karang, getaran yang tinggi, meningkatnya kekeruhan perairan, rendahnya penetrasi
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 37
cahaya matahari ke perairan serta bising suara alat berat untuk kegiatan pemancangan.
Kondisi diatas berpeluang menimbulkan :
Getaran akan ditimbulkan pada saat pemancangan tiang pelabuhan sehingga
menimbulkan kekeruhan dan sedimentasi. Kondisi ini berakibat pada rendahnya
penetrasi cahaya yang masuk ke suatu perairan. Cahaya Tingginya kekeruhan dan
sedimentasi akibat getaran yang ditimbulkan dapat menyebabkan rendahnya
penetrasi cahaya yang masuk dan produktivitas perairan, terganggunya kemampuan
untuk memperoleh makanan pada mutiara dan rumput laut.
Kebisingan. Bising merupakan pencemaran suara yang tidak diinginkan. Ada
hubungan erat antara kebisingan dan tingkat gangguan. Kualitas suatu bunyi
ditentukan oleh frekwensi dan intensitasnya. Semakin tinggi tingkat kebisingan
maka mekin kuat gangguan terhadap manusia maupun hewan. Gangguan ini dapat
bermacam. Stres pada ikan mengakibatkan konsumsi oksigen meningkat bahkan
pada titik tertentu dapat menyebabkan kematian. Hasil pengamatan dilapangan
menunjukkan bahwa tidak ditemukan sumber kebisingan yang kuat dengan
intensitas yang tinggi yang menyebabkan manusia dan biota laut disekitar lokasi
rencana PLTU mengalami kebisingan. Sumber kebisingan yang ada saat ini berupa
suara klakson kapal dan speedboat.
Saat operasional PLTU Bolok, diperkirakan akan memberi dampak yaitu:
Tumpahan batubara pada saat Loading/unloading batubara. Setiap batu bara memiliki
mutu (dilihat dari tingkat kelembaban, kandungan karbon, dan energi yang dihasilkan)
yang berbeda-beda. Pengaruh suhu, tekanan, dan lama waktu pembentukan (disebut
maturitas organik), menjadi faktor penting bagi mutu batu bara yang dihasilkan. Hasil
analisa kualitas air menunjukkan bahwa konsentrasi timbal (pb) dalam batubara sebesar
0.19 ppm dari nilai ≤ 0.1 yang ditoleransi. Apabila suhu perairan meningkat maka
kecepatan hancur batu bara akan lebih cepat dibandingkan pada suhu normal. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pada air dengan suhu 40oC batubara langsung terurai
dan lebih cepat dibandingkan air dengan suhu normal yang membutuhkan waktu lebih
lama yaitu 15 – 20 menit. Timbal pada konsentrasi yang berlebihan akan bersifat toksik
bagi biota budidaya. Pada kondisi tertentu, meskipun ada indikasi pencemaran,
lingkungan perairan tertentu masih memenuhi syarat untuk budidaya
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 38
6. 2 Rekomendasi
1. Bagi PLN: memberi kepercayaan kepada pihak ketiga yang menangani persoalan
pengelolaan limbah PLTU sehingga ada jaminan target suhu tertinggi yang dibuang
kelaut yang dapat meminimalisir dampak bagi biota laut.
2. Bagi PLN (setelah pembakaran Batubara) : Zat pencemar juga dapat dikurangi
dengan gas ilmiah hasil pembakaran. Teknologi yang sudah banyak dipakai ialah
flued gas desulfurization (FGD) (Akhadi, 2000. Prinsip teknologi ini ialah untuk
mengikat SO2 di dalam gas limbah di cerobong asap dengan absorben, yang disebut
scubbing (Sudrajad, 2006). Dengan cara ini 70-95% SO2 yang terbentuk dapat
diikat. Kerugian dari cara ini ialah terbentuknya limbah. Akan tetapi limbah itu
dapat pula diubah menjadi gipsum yang dapat digunakan dalam berbagai industri.
Cara lain ialah dengan menggunakan amonia sebagai zat pengikatnya sehingga
limbah yang dihasilkan dapat dipergunakan sebagi pupuk. Selain dapat mengurangi
sumber polutan penyebab hujan asam, gipsum yang dihasilkan melalui proses FGD
ternyata juga memiliki nilai ekonomi karena dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan, misal untuk bahan bangunan. Sebagai bahan bangunan, gipsum tampil
dalam bentuk papan gipsum (gypsum boards) yang umumnya dipakai sebagai
plafon atau langit-langit rumah (ceiling boards), dinding penyekat atau pemisah
ruangan (partition boards) dan pelapis dinding (wall boards).
Negara yang telah mengaplikasi teknologi ini adalah
Amerika Serikat yang merupakan negara perintis dalam memproduksi gipsum
sintetis ini. Pabrik wallboard dari gipsum sintetis yang pertama di AS didirikan oleh
Standard Gypsum LLC mulai November tahun 1997 lalu. Lokasi pabriknya
berdekatan dengan stasiun pembangkit listrik Tennessee Valley Authority (TVA) di
Cumberland yang berkapasitas 2600 megawatt. Produksi gipsum sintetis
merupakan suatu terobosan yang mampu mengubah bahan buangan yang
mencemari lingkungan menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomi. Sebagai
bahan wallboard, gipsum sintetis yang diproduksi secara benar ternyata memiliki
kualitas yang lebih baik dibandingkan gipsum yang diperoleh dari penambangan.
Gipsum hasil proses FGD ini memiliki ukuran butiran yang seragam. Mengingat
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 39
dampak positifnya cukup besar, tidak mustahil suatu saat nanti, setiap PLTU batu
bara akan dilengkapi dengan pabrik gipsum sintetis.
3. Bagi PLN : arah dari pipa outlet sebaiknya mengarah ke bagian jetty sehingga
radius pengaruh suhu tidak mendekati budidaya mutiara.
4. Bagi petani rumput laut : Pembuatan kebun bibit rumput laut, membangun sistem
pengelolaannya serta mencari lokasi baru yang lebih representatif untuk
pengembangan usaha rumput laut.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 40
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1985. Budidaya Phytoplankton. Seri ke sembilan. Sebuah Kerjasama
antara Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sub Balai Penelitian Budidaya
Pantai Bojonegara dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Serang
Banten.
Anonymous. 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang.
Departemen Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Jakarta.
Amanto B.S. 1999. Kajian Wilayah Pengembangan Agroindustri Perikanan Rakyat di
Daerah Maluku. Thesis. PPS IPB. Bogor Indonesia.
Beattie B.R. dan Taylor C.R., 1994. Ekonomi Produksi. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta. 386 p.
Bengen D.G., 2001. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Pusat
Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. 62 p.
Budiharsono S., 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
Pradnya Paramita. Jakarta. 159p.
Burhannudin, A. Djamali, As. Genisa., 1994. Pengaruh suhu pada komunitas ikan di
perairan PLTU Muara Karang, Jakarta. Seminar Pemantauan Pencemaran Laut. Jakarta
7-9 Februari 1994
Burlew, J.S. 1995. Algal Culture from Laboratories to Pilot Plant. Carnegie Institution
of Washington. Washington.
Cristiani. 1983. Pengaruh Salinitas terhadap Perkembangan Populasi Monokultur
Chlorella sp. Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Erlina, A. Hastuti, W. 1986. Kultur Plankton-BBAP. Ditjen Perikanan. Jepara.
Fabregas, Jaime., dkk. 1984. Growth of Marine Microalga Tetraselmis svecica in
Batch Culture with Different Salinities and Concentration. Publisher.
Dahuri, Rokhmin; Rais J.; Ginting S.P. dan Sitepu M.J., 2001. Pengelolaan Sumber
Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.328
Debertin D. L. 1986. Agricultural Production Economics. University of Kentucky.
Macmillan Publishing Company. New York. 366 p.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 41
Hirata, Hachiro., Ishak Andrias and Shigehisa Yamashaki. 1981. Effect of Salinity and
Temperature on The Growth of The Marine Phytoplankton Chlorella saccharophila.
Vol. 30. Mem. Fac. Kagoshima University. Japan.
Isnansetyo, Alim dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Cetakan Pertama. Kanisius. Yogyakarta.
Khulsum, Umi. 1986. Kultur Chlorella pyrenoidosa dan Tetraselmis tetrathele dalam
Perlakuan Dosis Pupuk yang Berbeda. Diklat Ahli Usaha perikanan. Jakarta.
Martosudarmo, B. dan Sabarudin, S. 1979. Makanan Larva Udang . Balai Budidaya
Air Payau. Jepara.
Mujiman, Ahmad. 1984. Makanan Ikan. Cetakan 14. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prescott, G. W. 1978. How to Know The Freshwater Algae. Wne. Brown Company
Publisher.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Ngangi, E.L.A. 2001. Kajian Intensifikasi dan Analisis Finansial Usaha Budidaya
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii) di Desa Bentenan-Tumbak Kecamatan Belang
Propinsi Sulawesi Utara.Thesis. PPS IPB. Bogor, Indonesia.
Nybakken, 1988. Biologi Laut. Suatu pendekatan ekologi. Alih bahasa H.M.Eidman
dkk. Marine Biologi an Ecologycal Approach Pt. Gramedia Jakarta.
Sulistijo, Horas Hutagalung, Wanda Atmadja, 1994. Logam berat Pb dalam rumput
laut Eucheuma alvarezii hasil budidaya di perairan Batam Riau. Seminar Pemantauan
Pencemaran Laut Jakarta 7-9 Februari 1994
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah
Pesisir
Tropis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 247 p.
Siswandono, 1994. Pengaruh Sedimentasi terhadap kondisi lingkungan karang di
perairan kepulauan Seribu.
Sutaman, 1993. Teknik Budidaya dan Proses Pembuatan Mutiara. Penerbit Lanisius
Yogyakarta.
Wodhead, P.M.J. 1996. The behavior of fish in relation to the light in the sea>
Oceanogr. Mar. Biol. Ann.Rev. 4 : 337-403.Horland Barnes edition.
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 42
Draft Laporan Kajian Penyebaran Temperatur dan Dampak Pembangunan Jetty, 2008 43