KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24...

215
KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT TIRAM MUTIARA Pinctada maxima (JAMESON) PADA KONDISI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN BERBEDA TJAHJO WINANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Transcript of KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24...

Page 1: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT TIRAM MUTIARA

Pinctada maxima (JAMESON) PADA KONDISI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN BERBEDA

TJAHJO WINANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 2: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT TIRAM MUTIARA

Pinctada maxima (JAMESON) PADA KONDISI LINGKUNGAN PEMELIHARAAN BERBEDA

TJAHJO WINANTO

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 3: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

ABSTRACT

TJAHJO WINANTO. The study of growth and development of larvae and spat pearl oyster Pinctada maxima (Jameson) in different rearing environment conditions. Under the supervisions of DEDI SOEDHARMA, RIDWAN AFFANDI and HARPASIS S. SANUSI.

Major constrain in the pearl oyster breeding that are lowest of growth and development of larvae to spat and also low survival rate. One of the affected factors its unknown the optimum of rearing environment conditions, such as temperature, salinity, dissolved oxygen and light intensity. The objective of this research was to determine feeding activity, levels of food consumption, types and correct density of feed for optimizing of larvae growth and development of spat so that obtained high survival rate.

This research consisted of four levels experiments, which are the study of larvae rearing in laboratory, spat rearing in laboratory, rearing of larvae and spat under optimum environment condition and study of spat rearing in the sea. Factorial completely randomized design was applied to know that effect of types and feed density, physiology response of larvae and spat to the levels of temperature and salinity. Completely randomized design was applied to the study of response of larvae and spat to the levels of light intensity. Randomized block design was applied to the study of spat in natural sea waters.

Result of the research showed that environment factors such as temperature, salinity, oxygen consumption and light intensity were significant affected (P≤ 0.05) to the survival rate, growth of larvae and spat. Optimum temperature and salinity for larvae and spat were 20 oC and 32, 34 ‰ (P ≥ 0.05). Energetic cost for routine metabolism of larvae was average 5.65; 5.98 Calorie g wet weigh-1 hour-1 (21.62; 24.70 J/g wet weigh-1 hour-1) and for spat was 2.18; 2.28 Calorie g wet weigh-1 hour-1 (9.54; 10.02 J/g wet weigh-1 hour-1). The optimum light intensity for larvae was ≤ 200 lux and for spat was ≤ 500 lux.

Larvae were eat in the fist time after hatching at 22–24 hour age (first critical period) and suitable food is I. galbana. Life food type and density were significantly affected (P ≤ 0.05) to the survival rate, development of larvae and growth of spat. Feeding schedule for larvae and spat: stage I larvae was fed I. galbana (2600−4200 cells ml-1 hour-1). Stage II: I. galbana (3700−7800 cells ml-1 hour-1) or P. lutheri (2300−7800 cells ml-1 hour-1). Stage III: I. galbana (50 %) + P. lutheri (50 %) by fed density was 7700−9300 cells ml-1 hour-1. Spat D25–D28: mixture food of I. galbana (50 %) + T. tetrathele (50 %), by density 8900−10000 cells ml-1 hour-1. D28−D35: mixture fed of I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %). Food density at D28−D31: 9100−15800 cells ml-1 hour-1. D31−D33: 14600−18200 cells ml-1 hour-1. D33−D35: 17200–18925 cells ml-1 hour-1.

The best of replaced ages of spat from laboratory to the nursery site between 40–50 day old. Optimum density of spat in the nursery was 500 spat collector-1.

Page 4: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

RINGKASAN TJAHJO WINANTO. Kajian perkembangan larva dan pertumbuhan spat tiram mutiara Pinctada maxima (Jameson) pada kondisi lingkungan pemeliharaan berbeda. Dibimbing oleh DEDI SOEDHARMA, RIDWAN AFFANDI dan HARPASIS S. SANUSI.

Kendala utama pada pembenihan tiram mutiara adalah perkembangan serta pertumbuhan larva dan spat yang lambat dan sintasan rendah. Diduga, salah satu faktor penyebabnya adalah kondisi lingkungan pemeliharaan optimum (seperti suhu, salinitas, konsumsi oksigen dan intensitas cahaya) yang belum diketahui.

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan informasi tentang aktivitas makan, tingkat konsumsi pakan, jenis dan densitas pakan yang tepat untuk mengoptimumkan perkembangan larva dan pertumbuhan spat. Mendapatkan informasi tentang kondisi lingkungan pemeliharaan yang optimum (suhu, salinitas, konsumsi oksigen, intensitas cahaya) sehingga diperoleh pertumbuhan dan sintasan larva serta spat yang tinggi.

Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu kajian pemeliharaan larva di laboratorium, pemeliharaan spat di laboratorium, pemeliharaan larva dan spat pada kondisi lingkungan optimum dan kajian pemeliharaan spat di laut. Metode observasi digunakan pada percobaan perkembangan larva, aktivitas makan dan tingkat konsumsi pakan. Disain rancangan acak kelompok faktorial digunakan untuk mengatahui pengaruh jenis dan densitas pakan, suhu dan salinitas, konsumsi oksigen, metabolisme rutin larva dan spat terhadap pertumbuhan dan sintasan. Percobaan tentang toleransi larva dan spat terhadap intensitas cahaya menggunakan rancangan acak lengkap dan kajian spat di laut menggunakan rancangan acak kelompok.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa suhu, salinitas, laju konsumsi oksigen, laju metabolisme dan intensitas cahaya berpengaruh nyata (P ≤ 0,05) terhadap perkembangan, pertumbuhan, sintasan larva dan spat. Suhu dan salinitas optimum untuk larva dan spat adalah 28 oC dan 32, 34 ‰ (P ≥ 0,05). Belanja energi untuk metabolisme rutin larva pada kondisi tersebut rata-rata 5,65; 5,98 Kalori/g berat basah/jam (21,62; 24,70 J/g berat basah/jam dan pada spat rata-rata 2,18; 2,28 Kalori/g berat basah/jam (9,54; 10,02 J/g berat basah/jam. Intensitas cahaya optimum untuk larva adalah ≤ 200 lux dan untuk spat ≤ 500 lux.

Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis pertama) dan pakan yang sesuai I. galbana. Jenis dan densitas pakan hidup berpengaruh nyata (P ≤ 0,05) terhadap sintasan, perkembangan larva dan pertumbuhan spat. Jadwal pemberian pakan untuk larva dan spat: larva stadia I diberi pakan I. galbana (2600−4200 sel/ml/hari. Stadia II: I. galbana (3700−7800 sel/ml/hari) atau P. lutheri (2300−7800 sel/ml/hari). Stadia III: I. galbana (50 %) + P. lutheri (50 %) densitas pakan 7700−9300 sel/ml/hari. Spat D25–D28: campuran pakan: I. galbana (50 %)+ T. tetrathele (50 %), densitas 8900−10000 sel/ml/hari. D28−D35 diberi pakan campuran I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %). Densitas pakan D28−D31: 9100−15800 sel/ml/hari. D31−D33: 14600−18200 sel/ml/hari. D33−D35: 17200–18925 sel/ml/hari.

Umur pemindahan spat dari lab ke lokasi pendederan di laut paling baik umur 40–50 hari. Kepadatan optimum spat pada masa pendederan adalah 500 ekor/kolektor.

Page 5: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Perkembangan Larva dan

Pertumbuhan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) Pada Kondisi

Lingkungan Pemeliharaan Berbeda adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi

manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan

maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2009

Tjahjo Winanto NIM C661040031

Page 6: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

Page 7: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Neviati P. Zamani, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 20 April 2009 Tanggal Lulus .............................

Page 8: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWAT yang telah berkenan

memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga paripurna penelitian dan dapat

terselesaikan disertasi dengan judul “Kajian Perkembangan Larva dan Pertumbuhan

Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) Pada Kondisi Lingkungan

Pemeliharaan Berbeda”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang

terhormat Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr.

Ir. Ridwan Affandi, DEA dan Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc, yang telah

berkenan memberikan saran, bimbingan serta pengarahan selama penyusunan

proposal, pelaksanaan penelitian, penyusunan disertasi hingga publikasi. Kepada Dr.

Ir. Odang Carman, M.Sc, Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc, Dr. Ir. Edward

Danakusumah, M.Sc., PU dan Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS terima kasih atas

kesediaannya menjadi penguji luar komisi pada sidang tertutup dan terbuka.

Ungkapan terima kasih dari hati yang terdalam juga penulis sampaikan kepada

Rektor, Dekan Fakultas Sain dan Teknik, Ketua Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan

dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs. M. Jimo dan teman-teman dosen

Stiper Surya Dharma Bandar Lampung, Pimpinan dan staf C.V. Mina Mitra Usaha di

Manado, P.T. Mariat Utama di Sorong, teman-teman di Balai Besar Pengembangan

Budidaya Laut Lampung, teman-teman Program Doktoral (S3) IPB, Program Studi

IKL khususnya Ir. Suparno, M.Si, Dr. Ir. M. Hatta, M.Si, Dr. Yulianus Paonganan,

S.Si, M.Si. Utamanya untuk istri tercinta Ir. Esty Juliaty, ananda tersayang Muthiary

Nitzschia Nur Iswari dan Bintang Ramanditya terima kasih atas dukungan,

pengorbanan serta ketulusan doa dan kasih sayangnya. Rasa hormat dan terima kasih

penulis sampaikan kepada Ayah dan Ibu, keluarga besar Bapak H. Slamet

Atmowirono (Almarhum) dan Ibu Sumariyati, kakanda Nanik Widiastuti sekeluarga,

Irawan Wijaya sekeluarga serta adiku Kusumo Wibowo sekeluarga.

Sangat disadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna, namun demikian

semoga bermanfaat dan dapat menjadi sumber informasi untuk pengembangan

penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya aplikasi produksi missal spat tiram

mutiara dan pengembangan hatchery skala rumah tangga.

Bogor, April 2009

Tjahjo Winanto

Page 9: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang tanggal 5 Agustus 1961, sebagai anak ketiga

dari empat bersaudara, pasangan R. Soegiono Kartosaputro (Almarhum) dan Rr. S.

Yuniati. Pendidikan sarjana ditempuh di Stiper Surya Dharma Lampung, lulus pada

tahun 1994. Pada tahun 1998 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Magister

Sain pada Program Studi Ilmu Kelautan, Program Pasca Sarjana IPB dan lulus tahun

2000. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program doktor pada perguruan tinggi

dan program studi yang sama diperoleh tahun 2004.

Penulis bekerja di Balai Besar Budidaya Laut Lampung sejak tahun 1984

hingga 2005, selama bekerja dari tahun 1985–1987 penulis mendapat tugas sebagai

kepada lab budidaya kekerangan dan teripang, selanjutnya dari tahun 1987–2005

bertugas sebagai kepala lab pembenihan tiram mutiara dan budidaya mutiara. Selama

menjalankan tugas, penulis juga menjadi staf pengajar di Stiper Surya Dharma

Lampung dari tahun 1996–2006, serta diberi kepercayaan sebagai kepala lab biologi.

Penulis juga menjadi staf pengajar pada Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian,

Universitas Negeri Lampung (UNILA) dari tahun 2000–2002 dan Jurusan Biologi

Perairan, FMIPA, UNILA dari tahun 2000–2004. Selama menjadi mahasiswa

Pascasarjana IPB, penulis juga menjadi dosen tamu pada program sarjana Ilmu dan

Teknologi Kelautan, FPIK, IPB dari tahun 2005–2006. Sejak tahun 2005 sampai

sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Fakultas Sain dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Sebuah artikel yang merupakan bagian dari disertasi dengan judul ”Respon Larva

Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) Terhadap Berbagai Tingkat Intensitas

Cahaya” telah diterbitkan pada Jurnal Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro,

Semarang. Vol. XIII/No. 4/Desember/2008 (Terakreditasi SK. Dirjen. Dikti. No. 55/

DIKTI/KEP/2005, Tgl 17 Nopomber 2005). Telah dipresentasikan bagian dari

disertasi berjudul ”Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Respon Fisiologis Larva

Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) pada Seminar Moluska Ke-2 di ICC

Bogor

Page 10: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. xiii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….. xiv

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….. xvi

PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1

Latar Belakang ……………………………………………………....................... 1 Perumusan Masalah ………………………………………………....................... 3 Tujuan Penelitian …………………………………………………....................... 5 Manfaat Penelitian …………………………………………………..................... 5 Hipotesis …………………………………………………………….................... 5

TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 8

KAJIAN PEMELIHARAAN LARVA DAN SPAT DI LABORATORIUM …… 18

Pengaruh Jenis dan Densitas Pakan Hidup Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)............................................................................................................... 19

Abstract ...................................................................................................... 19 Pendahuluan ............................................................................................... 19 Bahan dan Metode ……………………..................................................... 21 Hasil dan Pembahasan........................ …………………………………… 27 Simpulan .................................................................................................... 50 Daftar Pustaka ............................................................................................ 50

Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) ....................... 56

Abstract ...................................................................................................... 56 Pendahuluan ............................................................................................... 56 Bahan dan Metode ……………………...................................................... 58 Hasil dan Pembahasan ……………………………………........................ 62 Simpulan .................................................................................................... 81 Daftar Pustaka ............................................................................................ 82

Pengaruh Berbagai Tingkat Intensitas Cahaya Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)…..............................................................……………………………. 87

Abstract ...................................................................................................... 87 Pendahuluan ............................................................................................... 87 Bahan dan Metode ……………………...................................................... 88 Hasil dan Pembahasan ………………………………………………….... 91 Simpulan .................................................................................................... 101 Daftar Pustaka ............................................................................................ 101

Page 11: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

xii

Halaman

APLIKASI PEMELIHARAAN LARVA DAN SPAT PADA MEDIA OPTIMUM…………………………………………………………......... 104 Pengaruh Kondisi Lingkungan Pemeliharaan Berbeda Terhadap Sintasan Serta Laju Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)................................................................................. 105

Abstract ...................................................................................................... 105 Pendahuluan ............................................................................................... 105 Bahan dan Metode ……………………...................................................... 106 Hasil dan Pembahasan ……………………………………………............ 108 Simpulan ..................................................................................................... 113 Daftar Pustaka ............................................................................................. 113

KAJIAN PEMELIHARAAN SPAT DI LAUT ..................................................... 116

Pengaruh Umur Pemindahan Terhadap Sintasan dan Laju Pertumbuhan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)……………………………. 117

Abstract ...................................................................................................... 117 Pendahuluan ............................................................................................... 117 Bahan dan Metode ……………………..................................................... 118 Hasil dan Pembahasan ……………………………………....................... 121 Simpulan .................................................................................................... 125 Daftar Pustaka ............................................................................................ 126

Pengaruh Tingkat Kepadatan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) Terhadap Sintasan dan Laju Pertumbuhan ……………………… 128

Abstract ...................................................................................................... 128 Pendahuluan ............................................................................................... 128 Bahan dan Metode ……………………..................................................... 129 Hasil dan Pembahasan ………………………………………………....... 131 Simpulan .................................................................................................... 136 Daftar Pustaka ............................................................................................ 136

PEMBAHASAN UMUM ……………………………………………….............. 138

SIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………………... 149

DAFTAR PUSTAKA ...............………………………………………………….. 150

Page 12: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Spesies microalga yang digunakan sebagai pakan larva Pteria sterna………... 17

2. Diskripsi tahapan perkembangan larva sampai spat P. maxima......................... 28

3. Sintasan (%) larva P. maxima stadia veliger sampai stadia plantigrade (rata-rata ± SD; n = 30) pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup………………………………………………………………………….. 39

4. Sintasan (%) spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup ................................................................................. 44

5. Tingkat konsumsi oksigen (mgO2/g berat basah/jam) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai suhu dan salinitas ........................................... 62

6. Tingkat konsumsi oksigen (mgO2/g berat basah/jam) spat P. maxima (rata- rata ± SD; n = 20) pada berbagai suhu dan salinitas....................................... 64

7. Pembelanjaan energi untuk metabolisme rutin (C-J/g berat basah/jam) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai suhu dan salinitas........................... 67

8. Pembelanjaan energi untuk metabolisme rutin (K-J/g berat basah/jam) spat

P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas..................................................... 70

9. Sintasan (%) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai tingkat suhu dan salinitas................................................................................... 74

10. Sintasan (%) spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai suhu dan salinitas....................................................................................................... 76

11. Sintasan larva P. maxima (rata-rata + SD) pada berbagai tingkat intensitas cahaya................................................................................................................ 94

12. Uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan dan pertumbuhan panjang relatif pada larva dan spat tiram mutiara P. maxima................................................... 109

13. Sintasan spat P. maxima (rata-rata ± SD) terhadap lama waktu pemindahan dari laboratorium ke laut................................................................................... 122

14. Sintasan spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai tingkat kepadatan ..... 131

Page 13: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka konseptual pendekatan masalah dan tahapan penelitian larva

dan spat tiram mutiara P. Maxima di lab............................................................ 6 2. Kerangka konseptual pendekatan masalah dan tahapan penelitian spat tiram

mutiara P. Maxima di lab..................................................................................... 7

3. Siklus hidup tiram mutiara Pinctada maxima....................................................... 12

4. Pengukuran panjang antero-posterior (AP) dan dorso-ventral (DV) larva

tiram mutiara P. maxima …................................................................................. 24

5. Larva P. maxima stadia bentuk-D diantara telur-telur, ditemukan pertama kali 18 – 20 jam setelah menetas............................................................ 27

6a. Tahapan perkembangan larva P. maxima. (A) bentuk-D; (B) Umbo awal; (C) Umbo tengah; (D) Eye-spot; (E)Umbo akhir (pediveliger); (F) Plantigrade ………………………………….. 29

6b. Sketsa tahapan perkembangan larva P. maxima. (A) bentuk-D; (B) Umbo awal; (C) Umbo tengah; (D) Eye-spot; (E)Umbo akhir (pediveliger); (F) Plantigrade ………………………………...................... 30

7. Jumlah pakan yang dikonsumsi (sel/ml) larva P. maxima pada berbagai tingkatan stadia...................................................................................................... 32

8. Jumlah pakan yang dikonsumsi (sel/ml) spat tiram mutiara P. maxima pada berbagai tingkat umur.................................................................................. 33

9. Tingkat konsumsi pakan harian larva P. maxima dari stadia veliger (D1) sampai stadia plantigrade (D20)............................................................................ 34

10. Tingkat konsumsi pakan harian spat P. maxima dari umur 25 – 35 hari.............. 38

11. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup................................................................ 40

12. Jadwal pemberian pakan larva tiram mutiara P. maxima dari umur 1–20 hari..... 40

13. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup................................................................ 45

14. Jadwal pemberian pakan spat tiram mutiara P. maxima dari umur 25–35 hari..... 45

15. Lama waktu (hari) pencapaian stadia plantigrade (D20) pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup.......................…………........................................ 48

16. Disain percobaan untuk pengukuran laju konsumsi oksigen larva tiram mutiara P. maxima....................................................................................... 60

17. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva stadia I, II dan III pada berbagai suhu dan salinitas…………….............................................................................. 74

Page 14: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

xv

Halaman

18. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai suhu dan salinitas…………….............................................................................. 77

19. Lama waktu (hari) pencapaian stadia plantigrade larva P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas……………................................................... 79

20. Posisi pengambilan sampel untuk mengetahui behavior larva secara kuantitatif …......................................................................................................... 90

21. Distribusi larva P.maxima stadia veliger sampai platigrade pada berbagai tingkat intensitas cahaya. (A) 0 lux; (B) 200 lux; (C) 500 lux; (D) 800 lux….... 92

22. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai tingkat intensitas cahaya........................................................................ 95

23. Warna spat tiram mutiara P. maxima, (I) Perlakuan A dan B; (II) Perlakuan C, D dan E..................................................................................... 97

24. Sintasan spat (rata-rata ± SD) pada berbagai tingkat intensitas cahaya............... 99

25. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima pada berbagai tingkat intensitas cahaya sampai spat............................................................................... 99

26. Sintasan spat P. maxima (rata-rata ± SD) dari stadia I sampai spat (D25)........... 108

27. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima (rata-rata ± SD) dari stadia I sampai spat (D25)................................................................................................. 109

28. Pertumbuhan panjang spat P. maxima (rata-rata) pada berbagai waktu pemindahan selama masa pemeliharaan 90 hari................................................... 123

29. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima (rata-rata) pada berbagai waktu pemindahan selama masa pemeliharaan 90 hari......................................... 123

30. Pertumbuhan spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai tingkat kepadatan selama percobaan ................................................................................. 130

31. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima pada berbagai tingkat kepadatan selama percobaan ................................................................................. 134

32. Pertumbuhan cangkang spat P. maxima yang tidak normal, (A) Memanjang (DV lebih panjang dari AP); (B) Melebar (DV lebih pendek dari AP) dan (C) Normal............................................................................................................. 135

Page 15: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1a. Lokasi Penelitian kajian pemeliharaan larva dan spat tiram mutiara

P. maxima di laboratorium, Desa Mangkit, Kec. Belang, Kab. Minahasa Tenggara, Prop. Sulawesi Utara............................................................................ 165

1b. Lokasi penelitian kajian pemeliharaan spat P.maxima di P. Kabra Kecil dan Selat Kabra, Kabupaten Raja Empat, Prop. Irian Jaya Barat ........................ 165

2. Komposisi Pupuk Walne dan Hirata ...................................................................... 166

3. Jumlah pakan yang dikonsumsi larva P. Maxima (sel/ml/hari) pada berbagai tingkat stadia........................................................................................... 167

4. Tingkat konsumsi pakan harian larva P. maxima................................................... 168

5. Tingkat konsumsi pakan spat tiram mutiara P. maxima.......................................... 168

6. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan larva P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup …..……………………………............ 169

7a. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada

berbagai jenis dan densitas pakan hidup ............................................................... 170 7b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik AP

larva P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup........................... 171 7c. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik DV

larva P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup........................... 172

8a. Sintasan spat P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup.............. 173 8b. Analisis kovarian dan uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan

spat P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup............................ 173

9a. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup............................................................................................. 174

9b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik spat P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup.................................... 174

10a. Lama waktu (hari) pencapaian stadia plantigrade larva P.maxima pada

berbagai jenis dan densitas fitoplankton............................................................ 176 10b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap lama waktu (hari) pencapaian stadia

plantigrade larva P.maxima pada berbagai jenis dan densitas fitoplankton....... 176 11. Hasil pengamatan parameter kualitas air pada percobaan pemeliharaan larva

dan spat ………………………………………………………………………… 177

12. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap konsumsi oksigen (mg O2/g berat basah/jam) larva P. maxima stadia veliger sampai plantigrade pada berbagai suhu dan salinitas..................................................... 178

13. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap laju konsumsi oksigen spat P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas.............................................. 179

14. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap laju metabolisme rutin

(J/g berat basah/jam) larva P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas........... 180

Page 16: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

xvii

Halaman 15. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap laju metabolisme basal

spat P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas............................................... 181 16. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan larva

P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas........................................ 182 17a. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima pada berbagai tingkat suhu

dan salinitas…………………………………………………............................... 183 17b. Analisis varian dan uji nelai tengah Tukey terhadap laju pertumbuhan

spesifik AP x DV larva P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas……………………………………………...................................... 184

18a. Sintasan spat P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas................................ 186 18b. Analisis varian dan uji nelai tengah Tukey terhadap sintasan spat

P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas..................................................... 186 19a. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima pada berbagai suhu dan

salinitas.............................................................................................................. 187 19b. Analisis varian dan uji nelai tengah Tukey terhadap laju pertumbuhan

spesifik (%) AP spat P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas.................... 187 19c. Analisis varian dan uji nelai tengah Tukey terhadap laju pertumbuhan

spesifik (%) DV spat P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas.................... 188 20a. Lama waktu (hari) pencapaian stadia plantigrade pada suhu dan salinitas

berbeda……………………………………………………………………..…. 189 20b. Analisis kovarian dan uji nilai tengah Tukey terhadap lama waktu (hari)

pencapaian stadia plantigrade pada suhu dan salinitas berbeda…….………... 189 21. Distribusi larva P. maxima pada berbagai intensitas cahaya…………………… 190

22. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan larva P. maxima pada berbagai intensitas cahaya……………..................................................... 191

23a. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima pada berbagai tingkat intensitas cahaya……………………………………………………….……... 192

23b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laja pertumbuhan spesifik (AP) larva P. maxima pada berbagai intensitas cahaya………………………………….. 192

23c. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laja pertumbuhan spesifik (DV) larva P. maxima pada berbagai intensitas cahaya………………………………….. 193

24a. Sintasan, laja pertumbuhan spesifik (rata-rata ± SD) spat pada berbagai

tingkat intensitas cahaya................................................................................... 194 24b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan, laja pertumbuhan spesifik

spat pada berbagai tingkat intensitas cahaya.................................................... 195 25a. Sintasan dan laja pertumbuhan spesifik spat pada kondisi

lingkungan optimum.......................................................................................... 197 25b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan dan laju pertumbuhan

spesifik spat pada kondisi lingkungan optimum................................................ 198

Page 17: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

xviii

Halaman 26. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan spat P. maxima pada lama

waktu pemindahan dari lab ke tempat pemeliharaan di laut................................ 200 27a. Pertumbuhan Panjang spat P. maxima terhadap lama waktu pemindahan dari

laboratorium ke tempat pemeliharaan di laut.................................................... 201 27b. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap pertumbuhan panjang

spat P. maxima terhadap lama waktu pemindahan dari laboratorium ke tempat pemeliharaan di laut.............................................................................. 203

28a. Hasil pengamatan beberpa parameter fisika dan kimia air pada lokasi

pemeliharaan spat tiram mutiara P. maxima di Selat Kabra.............................. 204 28b. Jenis dan kelimpahan fitoplankton di lokasi penelitian perairan Selat Kabra..... 204

29a. Sintasan spat P. maxima pada berbagai tingkat kepadatan.................................. 205 29b. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan spat P. maxima

pada berbagai tingkat kepadatan........................................................................ 206 30a. Pertumbuhan spat P. maxima pada berbagai tingkat kepadatan ......................... 207 30b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap pertumbuhan spat P. maxima pada

kepadatan pemeliharaan yang berbeda.............................................................. 207

Page 18: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil mutiara “South Sea Pearl”

dari tiram mutiara Pinctada maxima yang sangat digemari di pasaran dunia. Sebagian

besar produksi South Sea Pearl yang dipasarkan berasal dari hasil budidaya (Anna

2006). Perkembangan usaha budidaya mutiara saat ini sudah mengarah pada kegiatan

industri yang terintegrasi (Fassler 1995). Berdasarkan nilai ekspor hasil perikanan pada

tahun 2006, mutiara dapat dijadikan sebagai salah satu andalan penyumbang devisa

negara. Ekspor mutiara sekitar 1,94 % dari total ekspor hasil perikanan, dengan jumlah

ekspor mencapai 18.000 kg, atau senilai US $ 13.793.000 (DKP 2006).

Diperkirakan, saat ini di Indonesia terdapat sekitar 65 perusahaan budidaya

mutiara, dari jumlah tersebut hanya 10 % yang mempunyai unit pembenihan sendiri,

sisanya masih tergantung pada hasil tangkapan dari alam. Kecenderungan yang

berkembang saat ini, khususnya perusahaan-perusahaan di daerah Indonesia Bagian

Tengah dan Timur ternyata lebih memilih spat yang berasal dari hatchery untuk

kemudian dibesarkan, karena ukurannya seragam, lebih mudah beradaptasi dan dalam

waktu relatif singkat dapat diperoleh jumlah yang banyak. Menurut Gricourth et al.

(2006) pada kondisi permintaan spat dari alam menjadi isu utama, maka permintaan

akan produksi spat dari hatchery juga akan terus meningkat secara efisien.

Pada umumnya, dalam satu siklus implantasi atau operasi pemasangan inti

bulat dibutuhkan tiram antara 10.000–40.000 ekor. Perusahan bermodal besar, dalam

satu siklus biasanya mengimplan 20.000–50.000 ekor, sedangkan perusahaan kecil

antara 5.000–10.000 ekor (Daryatmo 2003). Dari sekitar 58 perusahaan yang tidak

memiliki unit pembenihan, setiap siklus operasi (1 tahun dua siklus) membutuhkan

tiram mutiara rata-rata 25.000 ekor. Diperkirakan setiap tahun ada permintaan tiram

mutiara ukuran implantasi sebesar 2.900.000 ekor.

Selama pembesaran dari spat ukuran 5–7 cm sampai menjadi calon induk atau

ukuran siap implantasi (10–15 cm), tingkat keberhasilannya sekitar 60–80 %. Jika

sintasan rata-rata 70 %, maka setiap tahunnya ada peluang menjual spat ukuran 5–7

cm sekitar 4.000.000 ekor (Winanto 2004).

Page 19: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

2

Berkembangnya budidaya mutiara ternyata juga menjadi pemicu meningkatnya

permintaan spat dan tiram siap operasi. Sedangkan spat dan calon induk yang berasal

dari alam jumlahnya terbatas, sangat fluktuatif dan dipengaruhi musim. Penyediaan

spat secara terkendali melalui hatchery merupakan alternatif yang tepat untuk

menanggulangi terbatasnya spat alam. Hatchery mampu menyediakan spat secara

massal, tepat waktu dan jumlah, disamping ukurannya seragam serta berkualitas tinggi.

Menurut Jeffrey et al. (1990) tujuan utama dari kegiatan pembenihan adalah

memproduksi jutaan juvenil (spat) dengan cara memelihara larva pada tingkat

kepadatan yang lebih tinggi dari kondisi di alam. Produksi spat melalui hatchery

merupakan pendekatan yang paling memungkinkan untuk menyediakan spat dalam

skala besar dan berkesinambungan (Rupp et al. 2005).

Kendala utama pada pembenihan tiram mutiara saat ini adalah pertumbuhan

yang lambat dan sintasan rendah dalam pemeliharaan larva dan spat. Sintasan dari

larva (D1) sampai menjadi spat berukuran 2–3 cm sekitar 0,05 % dan untuk mencapai

ukuran 2–3 cm diperlukan waktu pemeliharaan selama 3–4 bulan (BBL 2001).

Menurut Taufiq (2009) sintasan spat P. maxima umur 30 hari pemeliharaan di

laboratorium antara 6–7 %. Diduga, salah satu faktor yang menyebabkan sintasan

rendah dan pertumbuhan lambat adalah kondisi lingkungan pemeliharaan seperti suhu,

salinitas, pH, DO dan pakan optimum yang belum diketahui. Menurut Odum (1976);

Asha and Muthiah (2005) kondisi lingkungan mempunyai peranan yang vital pada saat

perkembangan larva, lebih spesifik lagi kondisi kualitas air secara menyeluruh

berpengaruh terhadap komunitas perairan. Apabila salah satu faktor lingkungan

melewati batas toleransi spesies atau jika salah satu unsur tersebut jumlahnya menurun

sampai di bawah batas kebutuhan minimum spesies sehingga menjadi faktor pembatas,

maka spesies tersebut akan mengalami perubahan pola dispersi, aktivitas fisiologis

terganggu, bahkan dapat mengakibatkan kematian.

Studi tentang produksi spat tiram mutiara P. maxima secara masal di hatchery

belum banyak dilakukan. BBL (2001); Winanto et al. (2001) dan Winanto (2004)

mengungkapkan pembenihan tiram mutiara P. maxima, tetapi belum ada informasi

tentang kondisi lingkungan optimum untuk pemeliharaan larva maupun spat dan

belum dibuat prosedur standar operasionalnya (SOP). Anwar (2005) mengkaji pola

reproduksi dan pemeliharaan larva P. maxima sampai hari ke-7. Taufiq (2009)

Page 20: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

3

menyampaikan status budidaya tiram mutiara P. maxima pada PT. Autore Pearl

Culture di Sumbawa. Taufiq et al. (2009) dan Mangidi et al. (1009) melakukan studi

pertumbuhan tiram mutiara P. maxima di perairan Sumbawa dan Sekotong, Lombok

(NTB). Di India, Alagarswami et al. (1983; 1987), CFMRI (1991), Dharmaraj et al.

(1991) melakukan studi pembenihan tiram mutiara P. fucata. Studi aspek lingkungan

dan budidaya P. margaritifera di laut telah dilakukan oleh Friedman and Bell (1996;

1999), Friedman and Southgate (1999), Southgate et al. (1998). Taylor et al. (1997;

1998) di Australia lebih banyak melakukan penelitian pada P. maxima di alam. Studi

tentang larva Pteria sterna dilakukan oleh Martinez-Fernandez et al. (2004) dan

Wayne et al. (2004) melakukan pengkajian pada embrio dan juvenil P. imbricata.

Sampai saat ini, sebagian besar kegiatan pembenihan tiram mutiara di

Indonesia masih dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar milik swasta, dengan

menggunakan tenaga ahli asing, sehingga penyebaran informasi teknologinya sangat

terbatas (Winanto 2004). Sedangkan, tuntutan akan penyediaan spat dalam jumlah

yang cukup, tepat waktu dan berkesinambungan, serta kebutuhan informasi teknologi

pembenihan tiram mutiara sangat dibutuhkan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka

perlu dilakukan penelitian tentang kebutuhan lingkungan optimum, untuk

mengoptimalkan sintasan dan laju pertumbuhan larva serta spat tiram mutiara P.

maxima, sehingga dapat dibuat standar operasional prosedure (SOP) untuk produksi

spat secara massal dan terkendali. SOP tersebut dapat dilakukan oleh praktisi atau

pembudidaya perikanan, pengusaha dan masyarakat perikanan pada umumnya.

Perumusan Masalah

Rasionalisasi dari perkembangan usaha budidaya mutiara menjadi industri

budidaya adalah kemampuan menyediakan tiram implan dalam jumlah yang cukup

dan berkesinambungan. Konsekuensinya adalah eksploitasi tiram dari alam dengan

intensitas tinggi, akibatnya populasi di alam menurun drastis. Sampai saat ini, sebagian

besar perusahaan budidaya mutiara di Indonesia masih sangat tergantung pada spat

alam dan kegiatan penyelaman tiram mutiara sangat tergantung pada musim.

Ketersediaan spat merupakan kendala utama pada pengembangan budidaya

tiram mutiara. Pasokan spat merupakan bagian yang krusial dari industri ini, jika

semata-mata hanya menggantungkan pengumpulan spat dari alam (Le Blanc et al.

Page 21: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

4

2005). Upaya penyediaan spat melalui hatchery, merupakan langkah yang paling

bijaksana untuk mengurangi perburuan tiram mutiara di alam.

Pada pemeliharaan larva sampai spat diperlukan kondisi lingkungan yang

optimum dan terkendali, karena pada stadia tersebut kondisinya masih sangat rentan,

jika terjadi perubahan lingkungan dalam pemeliharaan dapat mengakibatkan kematian,

sehingga berbagai kajian yang berkaitan dengan pemeliharaan larva dan spat baik yang

dilakukan di laboratorium maupun di lapangan (laut) sangat diperlukan. Menurut

Gricourth et al. (2006) untuk memproduksi larva dan spat baik secara kualitas maupun

kuantitas diperlukan kondisi lingkungan pemeliharaan yang optimal, seperti untuk

perkembangan, pertumbuhan dan proses-proses fisiologis yang mengatur serta

mengontrol kondisi biota laut.

Perkembangan, pertumbuhan dan sintasan tiram mutiara sangat dipengaruhi

oleh faktor lingkungan seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), pH dan intensitas

cahaya. Menurut Alfaro (2005); Asha dan Muthiah (2005); Martinez-Fernandez et al.

(2004) dalam memproduksi spat skala besar di hatchery, sangat diperlukan informasi

tentang pengaruh suhu, salinitas, DO dan pakan terhadap pertumbuhan dan sintasan

larva serta spat.

Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan

yang terjadi (Gambar 1, 2), yaitu melakukan pengkajian perkembangan larva dan

pertumbuhan spat. Kajian ini dibagi menjadi tiga tahap penelitian, yaitu Penelitian

Tahap Pertama: Kajian pemeliharaan larva dan spat di laboratorium, terdiri dari tiga

seri percobaan yaitu studi pendahuluan pengaruh jenis dan densitas pakan hidup

terhadap sintasan dan pertumbuhan, mengkaji pengaruh suhu dan salinitas terhadap

sintasan dan pertumbuhan, serta mengkaji pengaruh berbagai tingkat intensitas cahaya

terhadap sintasan dan pertumbuhan. Penelitian Tahap Kedua: Aplikasi pemeliharaan

larva dan spat pada kondisi lingkungan optimum. Penelitian Tahap Ketiga: Kajian

pertumbuhan spat di laut, terdiri dari dua seri percobaan yaitu mengkaji umur

pemindahan dan tingkat kepadatan spat.

Melalui hasil pengkajian yang dilakukan secara komprehensif, diharapkan

dapat mengetahui parameter lingkungan yang optimum untuk perkembangan larva dan

pertumbuhan spat tiram mutiara P. maxima, sehingga dapat dibuat standar operasional

prosedure (SOP) untuk mengoptimalkan produksi massal spat.

Page 22: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

5

Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui parameter kualitas air optimum (suhu, salinitas, tingkat konsumsi

oksigen dan intensitas cahaya), untuk mendapatkan sintasan, perkembangan dan

pertumbuhan larva dan spat yang tinggi.

2. Mengetahui umur pemindahan yang tepat dan tingkat kepadatan optimum, untuk

mendapatkan sintasan dan pertumbuhan spat yang tinggi.

3. Membuat standar operasional prosedure (SOP) pemeliharaan larva dan spat untuk

mengoptimalkan sintasan dan laju pertumbuhan.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian adalah meningkatkan sintasan

serta laju pertumbuhan larva dan spat, sehingga dapat menjadi informasi dasar bagi

pengembangan hatchery skala rumah tangga tiram mutiara P. maxima. Hasil studi juga

diharapkan berguna untuk pengembangan produksi massal spat di masa datang dan

atau penebaran benih kembali (restocking) di alam. Lebih lanjut, produksi hatchery

tersebut dapat mencukupi kebutuhan spat secara nasional, sehingga dapat mengurangi

perburuan tiram mutiara di alam dan menjaga kelestarian sumberdayanya.

Perkembangan teknologi hatchery skala rumah tangga yang dikelola oleh anak-anak

bangsa, diharapkan bisa mengurangi dominansi tenaga ahli asing, membuka lapangan

kerja dan memberi peluang berkembangnya swasta nasional dan usaha kecil budidaya

mutiara.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan sintasan, perkembangan, pertumbuhan larva dan spat pada

suhu, salinitas, tingkat konsumsi oksigen dan intensitas cahaya optimum yang

berbeda.

2. Pebedaan umur pemindahkan dan tingkat kepadatan spat akan mempengaruhi

perbedaan sintasan dan pertumbuhan spat.

Page 23: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

6

MASALAH PENDEKATAN

MASALAH ASPEK KAJIAN PARAMETER YANG

DIAMATI LUARAN APLIKASI

Gambar 1. Kerangka konseptual pendekatan masalah dan tahapan penelitian larva dan spat tiram mutiara P. maxima di laboratorium

Spat

Pakan Hidup

Lingkungan

Tingkah laku

Morfologi

Suhu

Salinitas

Intensitas Cahaya

Oksigen (DO)

Larva

Metabolisme Respon Larva & Spat

Konsumsi Oksigen

Jadwal Pemberian Pakan

Lingkungan Optimum

Sintasan

Pertumbuhan

Biometri

Morfogenesis

Jenis & Densitas

Aktivitas Makan

Tingkat Konsumsi Pakan

Umur Mulai Makan

Stadia Mulai Makan

Waktu Pencapaian Stadia

Produksi Masal Spat, Berkualitas &

Kontinyu

Standar Operasional

Prosedur (SOP)

Page 24: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

7

MASALAH PENDEKATAN MASALAH

ASPEK KAJIAN PARAMETER YANG DIAMATI

LUARAN APLIKASI

Gambar 2. Kerangka konseptual pendekatan masalah dan tahapan penelitian spat tiram mutiara P. maxima di laut

Spat

Sintasan

Pertumbuhan

Ketepatan Umur Pemindahan dan

Padat Tebar Optimum

Waktu Pemindahan

Tingkat Kepadatan

Kualitas Air

Produksi Massal Spat, Berkualitas

dan Kontinyu

Biometri

Morfogenesis

Suhu

Salinitas

pH

DO

Nitrat

Fosfat

Silikat

Kelimpahan Plankton

Standar Operasional

Prosedur (SOP)

Page 25: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

TINJAUAN PUSTAKA

Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)

Tiram mutiara spesies P. maxima termasuk moluska laut, dengan tubuh

dilindungi atau ditutupi oleh sepasang cangkang, termasuk kelas Bivalvia dan famili

Pteriidae (Cahn 1949).

P. maxima merupakan salah satu jenis tiram penghasil mutiara yang

mempunyai nilai ekonomis paling tinggi dan ukuran paling besar. Di pasaran

internasional, mutiara yang diproduksi sering kali disebut dengan nama “South Sea

Pearl” (Shirai 1981). Spesies ini mempunyai diameter dorso-ventral dan anterior-

posterior hampir sama sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal berbentuk

datar dan panjang serta dihubungkan oleh semacam engsel berwarna hitam

(Takemura and Kafuku 1957).

Tiram muda atau spat mempunyai warna cangkang bervariasi dengan warna

dasar kuning pucat, kuning tua atau kuning kecoklatan, coklat kemerahan, merah

anggur dan kehijauan. Pada cangkang bagian luar terdapat garis-garis radier yang

menonjol seperti sisik, berwarna lebih terang dari warna dasar cangkang, berjumlah

10 – 12 buah dan ukurannya lebih besar dibandingkan pada spesies lain.

Umumnya setelah dewasa warna cangkang menjadi kuning tua sampai kuning

kecoklatan, warna garis radier biasanya sudah memudar. Cangkang bagian dalam

(nacre) berkilau dengan warna putih-keperakan, bagian tepi nacre (nacreous-lip) ada

yang berwarna keemasan sehingga sering disebut “Gold-lip Pearl Oyster” dan yang

berwarna perak disebut juga “Silver-lip Pearl Oyster”. Pada bagian luar nacre (non-

nacreous border) berwarna coklat kehitaman.

Habitat dan Daerah Penyebaran

P. maxima disebut juga Shirocho-gai merupakan spesies tiram mutiara yang

ukurannya paling besar (Shirai 1981; Takemura and Kafuku 1957). Tempat hidupnya

mulai dari perairan dangkal dengan dasar perairan berpasir, atau pasir berkarang yang

ditumbuhi tanaman lamun sampai laut dalam berkarang. Umumnya hidup menempel

Page 26: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

9

pada karang hingga kedalaman 10–75 m. Ditemukan juga di perairan laut dalam

dengan substrat bersedimen di daerah yang berdekatan dengan landas kontinen dan

paparan pulau, dimana airnya agak keruh. Biasanya dapat ditemukan banyak individu

tergeletak di atas substrat tanpa bisus (Gervis and Sims 1992; Tun and Winanto

1987; Yukihira et al. 1999, 2006). Di lokasi sekitar budidaya mutiara sering kali

ditemukan hidup menempel pada karang di kedalaman 50–100 cm (Winanto et al.

1992).

Daerah penyebaran P. maxima mulai dari laut Arafuru, Australia bagian

Utara, Philipine, Myanmar, Thailand, Papua New Guiniea dan Indonesia. Di perairan

Indonesia Pinctada maxima dapat ditemukan mulai dari Kep Aru, Papua, Laut

Banda, Kep. Maluku, Kep. Bacaan, Laut Seram, Nusa Tenggara Barat, Nusa

Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, pantai Utara Jawa Barat dan Banten,

Kalimantan Barat dan Bangka-Belitung. Namun demikian polulasi terbesar berada di

daerah Indonesia bagian Tengah dan Timur (Tun and Winanto 1987; Winanto et al.

1992).

Siklus Hidup dan Reproduksi

Tiram mutiara mempunyai jenis kelamin terpisah, kecuali pada beberapa

kasus tertentu ditemukan sejumlah individu yang hermaprodit. Perubahan kelamin

(sex reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada

stadia awal perkembangan gonad. Fenomena sex reversal juga diamati Wada and

Wada (1939) dalam Cahn (1949) terhadap tiram P. maxima, hasilnya menunjukkan

bahwa jenis kelamin tiram ternyata tidak tetap, sejumlah jantan berubah menjadi

betina dan sebaliknya betina bisa menjadi jantan.

Bentuk gonad tebal-menggembung, pada kondisi matang penuh gonad

menutupi seluruh organ dalam (perut, hati dan yang lain) kecuali bagian kaki. Secara

eksternal sulit untuk membedakan antara gonad jantan dan betina, utamanya pada

stadia awal, keduanya berwarna krem kekuningan. Tetapi setelah stadia matang

penuh, gonad tiram P. maxima jantan berwarna putih krem, sedang yang betina

berwarna kuning tua. Sedangkan menurut Chellam (1987); CMFRI (1991) gonad

jantan P. fucata berwarna krem pucat keputihan dan betina berwarna krem

kekuningan sampai kuning.

Page 27: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

10

Tingkat kematangan gonad tiram mutiara dikelompokkan menjadi lima stadia

(deskripsi perkembangan gonad ini hanya didasarkan pada tiram betina) yaitu :

Stadia I : Tahap tidak aktif/salin/ istirahat (inactive/spent/resting); Stadia II:

Perkembangan/ pematangan (developing/maturing); Stadia III: Matang (mature);

Stadia IV: Matang penuh/memijah sebagian (fully maturation/partially spawned);

Stadia V : Salin (spent). Pada stadia awal perkembangan gonad, tiram jantan dan

betina menunjukkan perkembangan reproduksi yang sama, oleh karena itu pada

stadia II dan III warna gonad krem pucat. Pada stadia gametogonesis yang lain,

gonad jantan dan betina nampak sama jika diamati secara ekternal (Chellam 1987;

CMFRI 1991; Winanto 2004).

Pada berbagai kasus di lapangan, para praktisi (breeder) sering kali

menggunakan induk stadia III dan IV untuk pemijahan. Spesifikasi induk betina

stadia III adalah gonad tersebar merata hampir di seluruh jaringan organ, biasanya

berwarna krem kekuningan. Sebagian besar oocyt berbentuk buah peer, dengan

ukuran 68 x 50 .μm, ukuran inti 25 μm. Sedangkan induk Stadia IV mempunyai ciri-

ciri gonad menggembung, tersebar merata dan secara konsisten akan keluar dengan

sendirinya atau jika ada sedikit trigger. Oocyt bebas dan terdapat di seluruh dinding

kantong gonad. Hampir semua oocyt berbentuk bulat dan berinti, dengan ukuran rata-

rata 51,7 .μm.

Menurut Wada et al. (1995) pengetahuan tentang biologi reproduksi tiram

mutiara sangat dibutuhkan untuk pengembangan industri budidaya mutiara,

khususnya memahami perkembangan gonad dan dinamika populasinya di alam.

Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknik pembenihan dan

perbaikan teknik penempatan inti bulat di dalam gonad pada budidaya mutiara.

Hasil pengamatan Winanto et al. (2002) terhadap stadia kematangan gonad

dan musim pemijahan P. maxima di Teluk Hurun, Lampung dari tahun 1996–2002

menunjukkan, bahwa kematangan gonad terjadi setiap bulan, namun stadia

kematangan gonad penuh (TKG IV) hanya terjadi pada bulan Maret, Mei dan

Agustus sampai Nopember. Gonad dalam masa istirahat (resting phase) terjadi pada

bulan Desember, stadia I dan II terjadi hampir sepanjang tahun. Selama tujuh tahun

pengamatan, dicatat stadia perkembangan gonad tertinggi hanya sampai TKG II

terutama pada bulan April dan Juni. Sedangkan TKG III terjadi pada bulan Januari–

Maret dan Juli–Desember.

Page 28: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

11

Chellam (1987); CMFRI (1991) menyatakan bahwa beberapa jenis tiram

mutiara dapat dijumpai matang gonad sepanjang tahun. Sedangkan Chacko (1970)

dan Rao (1970) melaporkan bahwa musim pemijahan Pinctada spp terjadi setiap

bulan sepanjang tahun. Musim puncak kematangan gonad identik dengan musim

puncak pemijahan. Pada musim tertentu, induk tiram di alam yang telah dewasa

akan bertelur. Telur-telur tersebut kemudian akan dibuahi oleh sel kelamin jantan

(sperma) dan pembuahan terjadi secara eksternal di dalam air.

Telur yang telah dibuahi akan mengalami perubahan bentuk, mula-mula

terjadi penonjolan polar, lalu membentuk polar lobe II yang merupakan awal proses

pembelahan sel dan akhirnya menjadi multisel. Tahap berikutnya adalah fase

trocofor, dengan bantuan bulu-bulu getar trocofor dapat berenang-renang dan

bergerak berputar-putar. Beberapa jam kemudian trocofor akan berkembang menjadi

veliger atau larva bentuk D (Gambar 3), dengan ditandai tumbuhnya organ mulut

dan pencernaan. Larva mulai makan dan tubuhnya telah ditutupi cangkang tipis.

Perkembangan selanjutnya adalah tumbuh velum, pada fase ini biasanya sangat

sensitif terhadap cahaya dan sering berenang-renang di permukaan air. Selama stadia

planktonis, larva biasanya berenang-renang dengan menggunakan bulu-bulu getar

atau menghanyut dalam arus air.

Pada saat mencapai stadia umbo (Gambar 3) secara bertahap cangkang juga

ikut berkembang. Bentuk sepasang cangkangnya sama dan mantel sudah berfungsi

secara permanen. Pada akhir stadia umbo, larva bergerak dengan menggunakan

velum.

Stadia pediveliger (Gambar 3) ditandai dengan berkembangnya kaki,

gerakan-gerakan sederhana dari berenang sampai berputar-putar dilakukan dengan

velum dan kaki. Setelah kaki berfungsi dengan baik velum akan menghilang,

lembaran-lembaran insang mulai nampak jelas.

Proses pencarian tempat atau substrat untuk menempel dan menetap dimulai

sejak larva mencapai stadia pediveliger. Pertumbuhan awal cangkang terlihat pada

bagian tepi cangkang, bentuknya sangat tipis, transparan, tersusun oleh selaput tipis

conchiolin. Pada waktu yang sama kelenjar bisus akan mensekresikan benang-

benang bisus untuk menempel. Organ lain yang berkembang yaitu labial palp dan

insang. Stadia pertumbuhan setelah pediveliger ini biasanya disebut Plantigrade

(Gambar 3).

Page 29: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

12

Perkembangan akhir larva yaitu perubahan stadia plantigrade menjadi spat

(Gambar 3). Bentuk spat menyerupai tiram dewasa, mempunyai engsel, auricula

depan dan belakang serta terdapat takik bisus pada bagian anterior. Cangkang

sebelah kiri lebih cembung dari pada yang kanan. Spat-spat bisa menempel pada

substrat dengan bantuan benang-benang bisus. Laju pertumbuhan dari stadia larva

sampai spat pada satu tempat dan tempat yang lain berbeda-beda, tergantung dari

faktor lingkungan.

Gambar 3. Siklus hidup tiram mutiara Pinctada maxima (modifikasi dari Tun and

Winanto 1987; Winanto 1988; Ikenoue and Kafuku 1992). (1) Telur dan sperma. (2) Telur dibuahi. (3) Pembelahan sel. (4) Gastrula. (5) Larva bentuk-D. (6) Stadia umbo. (7) Spat. (8) Dewasa.

Sistem Pencernaan

Seperti halnya pada jenis kekerangan yang lain, tiram mutiara mampu

memanfaatkan phytoplankton yang terdapat secara alamiah di sekitarnya. Tiram

mutiara bersifat filter feeder atau mengambil makanan dengan jalan menyaring

pakan yang ada di dalam air laut. Getaran silia pada insang menimbulkan arus air

yang masuk ke dalam rongga mantel. Gerakan silia akan memindahkan

phytoplankton yang berada di sekeliling insang dan dengan bantuan labial palp atau

melalui simpul bibir yang bergerak-gerak akan membawa masuk makanan ke dalam

mulut (Gosling 2004; Velayudhan and Gandhi 1987).

Mulut terletak pada bagian ujung depan saluran pencernaan atau di sebelah

atas kaki. Makanan yang ditelan masuk dari mulut kemudian melalui kerongkongan

Page 30: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

13

yang pendek langsung masuk perut, atau saluran kantong tipis pada perut dengan

kulit luar (cuticle) kasar yang berfungsi untuk memisah-misahkan makanan. Dari

perut sisa makanan (kotoran) akan dibuang melalui saluran usus yang relatif pendek

dan bentuknya seperti huruf S kemudian keluar lewat anus (Velayudhan and Gandhi

1987).

Sistem Pernafasan

Insang merupakan organ yang mempunyai peran fungsional baik dalam

pernafasan maupun osmoregulasi. Sel-sel yang berperan pada proses osmoregulasi

adalah sel-sel chlorida yang terletak pada bagian dasar lembaran-lembaran insang.

Insang berjumlah empat buah, berbentuk sabit, dua insang berada di sisi kanan dan

kiri, menggantung pada pangkal mantel seperti lipatan buku (Velayudhan and

Gandhi 1987).

Air yang masuk melalui saluran inhalen akan terhenti pada bagian mantel,

lalu secara cepat dan kompak bekerjasama dengan insang sehingga dapat

memanfaatkan udara yang terangkut dan air dikeluarkan kembali melaui saluran

ekshalen. Air serta darah yang tidak berwarna masuk melalui beberapa filamen

tunggal lalu mengalir ke luar menuju pinggir insang, kemudian melintas ke atas

berputar kembali melalui filamen dan masuk ke branchial atau ctenidial. Dengan

bantuan silia-silia pada branchial dapat menimbulkan arus yang masuk ke bilik palial

dan melintas keatas, melalui lamela branchial. Jadi selain menjalankan fungsi

pernafasan, filamen pada insang dan mantel dapat memperlancar peredaran darah

(Gosling 2004; Velayudhan and Gandhi 1987).

.

Kualitas Air

Perkembangan, pertumbuhan dan sintasan tiram mutiara sangat dipengaruhi

oleh kualitas air di lingkungan tempat hidupnya. Beberapa parameter kualitas air

tersebut antara lain suhu, kecerahan, salinitas, Oksigen terlarut (DO), pH. dan pakan

hidup (CMFRI 1991; Gricourth et al. 2006; O’Connor and Lawler 2004; Soria et al.

2007; Yokihira et al. 2000; 2006).

Page 31: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

14

Suhu

Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram

mutiara di dalam air. Menurut Cahn (1949) suhu yang baik untuk kelangsungan

hidup tiram mutiara berkisar antara 25−30 oC. Sedangkan menurut Suharyanto et al.

(1993), suhu air pada kisaran 27−31 oC dianggap cukup layak untuk kehidupan tiram

mutiara P. margaritifera (japing-japing).

Menurut Nayar dan Mahadevan (1987); Alagarswami et al. (1983 a), selama

pemeliharaan di dalam laboratorium, suhu yang bervariasi dapat mempengaruhi

waktu penempelan larva tiram mutiara. Pada suhu 28,2−29,8 oC, larva akan

menempatkan diri untuk menetap-melekat pada substrat setelah umur 24 hari.

Selanjutnya pada rentang suhu 24,3−27,2 oC larva baru akan melekat setelah 32 hari.

Pada suhu yang rendah, sebagian besar waktu tiram mutiara akan dihabiskan untuk

melakukan metamorfose secara lengkap dan melekatkan diri untuk menetap.

Suhu air sangat berperan dalam mengendalikan proses metabolisme.

Perubahan suhu walaupun kecil selama pemeliharaan larva dapat mengakibatkan

kematian. Pada suhu antara 24−30 oC, tiram mutiara P. margaritifera sangat aktif

melakukan kegiatan metabolisme, sedangkan pada suhu 18−20 oC tidak aktif lagi.

Suhu air yang baik untuk pemeliharaan larva berkisar antara 25−27 oC (Hisada dan

Komatsu, 1985; Holliday et al. 1993; Shokita et al. 1991). Di Balai Budidaya Laut

Lampung, Larva dan spat P maxima menunjukkan pertumbuhan dan kelangsungan

hidup yang baik pada kisaran suhu 26 – 28 oC (BBL 2001).

Kecerahan

Kecerahan air berpengaruh terhadap fungsi dan struktur invertebrata dalam

air. Lama penyinaran akan berpengaruh terhadap proses pembukaan dan penutupan

cangkang. Cangkang tiram akan terbuka sedikit bila ada cahaya, dan terbuka lebar

bila suasananya gelap. Oleh sebab itu ruang pemeliharaan larva dan spat biasanya

dibuat agak gelap, dengan tujuan agar organisme yang dipelihara merasa nyaman dan

cangkang bisa bebas terbuka, sehingga proses filtrasi pakan dapat berlangsung

maksimal dan alami (CMFRI 1991; Gosling 2004; Nayar and Mahadevan 1987).

Page 32: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

15

Kecerahan yang tidak terlalu tinggi dapat melindungi tubuh larva stadia

veliger dari radiasi sinar ultra violet. Karena larva masih bersifat fototaksis positif

dan umumnya di dalam proses metamorfose menghendaki sinar yang sesuai (CMFRI

1991).

Lokasi pemeliharaan induk sebaiknya mempunyai kecerahan antara 4,5–6,5

m. Apabila kecerahan lebih dari kisaran tersebut akan menyulitkan pemeliharaan,

karena demi kenyamanan induk harus dipelihara di kedalaman melebihi tingkat

kecerahan yang ada (Tun and Winanto 1987).

Salinitas

Dilihat dari habitatnya tiram mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas

yang tinggi. Tiram mutiara toleran terhadap kisaran salinitas 24 dan 50 %o, namun

hanya untuk jangka waktu yang pendek yaitu sekitar 2–3 hari.

Lokasi pembenihan sebaiknya dipilih di lokasi perairan yang memiliki

salinitas antara 32–35 %o, karena baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup

larva dan spat. Pada salinitas 14 %o dan 50 %o, dapat mengakibatkan kematian tiram

mutiara sampai 100 % (BBL 2001; Tun and Winanto 1987).

Oksigen terlarut (DO)

Bagi organisme akuatik yang dibudidayakan, oksigen terlarut dapat menjadi

faktor pembatas kelangsungan hidup, perkembangan dan pertumbuhan. Menurut

Imai (1982), tiram dapat hidup dengan baik pada perairan dengan kandungan oksigen

terlarut berkisar antara 5,20−6,60. Pengamatan Darmaraj (1983) di daerah populasi

alami tiram P. sugilata menunjukkan bahwa kadungan rata-rata oksigen terlarut di

bagian permukaan air 4,22 ml/l dan dasar perairan 4,37 ml/l. Sadangkan

pengamatannya di daerah budidaya mencatat kandungan oksigen terlarut di bagian

permukaan 5,05 ml/l dan di dasar perairan 4,77 ml/l.

Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Nayar dan Mahadevan (1987),

bahwa tiram mutiara tidak akan mengalami banyak stres pada kisaran konsentrasi

oksigen terlarut yang terbatas. Hal ini merupakan fakta, karena metabolisme pada

Page 33: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

16

kebanyakan moluska tergantung pada batas tekanan oksigen terlarut, sampai

mencapai batas tekanan terendah hingga oksigen terlarut akan naik kembali.

Hasil penelitian Dharmaraj (1983) tentang kebutuhan oksigen terlarut tiram

mutiara P. fucata, menunjukkan bahwa tiram berukuran 40−50 mm mengkonsumsi

oksigen 1,339 μl/l; ukuran 50−60 mm mengkonsumsi 1,650 μl/l dan ukuran 60−70

mm mengkonsumsi 1,810 μl/l.

Di tempat pemeliharaan yang terkendali seperti hatchery, sebenarnya

kebutuhan oksigen terlarut tidak menjadi masalah, karena ketersediaannya dapat

diatasi dengan memberikan pengudaraan buatan menggungkan alat blower (CMFRI

1991).

pH

pH air yang layak untuk kehidupan tiram mutiara P. maxima berkisar antara

7,8–8,6 (Matsui 1960). Sedangkan pada pH 7,9–8,2 tiram mutiara dapat berkembang

biak dan tumbuh dengan baik.

Menurut Mahadevan and Nayar (1974); Nayar and Mahadevan (1987), pada

prinsipnya habitat tiram mutiara berada pada perairan dengan pH lebih tinggi dari

6,75. Tiram tidak akan bereproduksi kembali bila pH lebih tinggi dari 9,00. Aktivitas

tiram akan meningkat pada pH 6,75–7,00 dan menurun pada pH 4–6,5., pada kisaran

pH tersebut jumlah tiram yang normal hanya sekitar 10 %.

Pakan Hidup

Pakan merupakan salah satu faktor penentu di dalam keberhasilan kegiatan

pembenihan tiram mutiara. Ketersediaan pakan yang tepat waktu, jumlah dan jenis

akan sangat mendukung sukses produksi massal spat. Pakan utama yang biasa

diberikan pada larva tiram mutiara yaitu jenis flagelata, berukuran kurang dari 10

mikron. Beberapa jenis alga yang umum diberikan untuk pakan antara lain Isochrysis

galbana, Pavlova lutheri/Monochrysis lutheri, Chromulina sp., Chaetoceros sp.,

Nannochloropsis sp., dan Dicrateria sp. Untuk fase pertumbuhan sampai menjelang

spat dapat diberi variasi berbagai jenis alga tersebut. Namun untuk stadia awal larva,

jenis fitoplankton flagelata yang paling penting untuk pakan adalah I. galbana (Klas:

Page 34: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

17

Haptophyceae) dengan ukuran sekitar 7 μm. Adakalanya digunakan jenis Tetraselmis

tetrathele dan Chlorella sp., terutama untuk stadia spat atau sebagai pakan campuran

induk (Alagarswami et al. 1987; Dharmaraj et al. 1991; Winanto el al. 2001;

Winanto 2004). Menurut Martinez-Fernandez (2004) beberapa jenis mikroalga yang

digunakan sebagai pakan larva Pteria sterna antara lain Nannochloris sp, Pavlova

lutheri, Isochrysis galbana, Phaeodactilum tricornutum, Chaetoceros meulleri,

Chaetoceros calcitran, Thalassiosira weisflogii, Dunaliella salina, Tetraselmis

tetrathele, Tetraselmis suecica (Tabel 1). Namun mikroalga yang dapat dicerna oleh

larva hanya Nannochloris sp., Pavlova lutheri dan Isochrysis galbana.

Tabel 1. Spesies mikroalga yang digunakan sebagai pakan larva Pteria sterna

Kelompok (Devisi)

Kelas Spesies Ukuran (μm)

Karakteristik

Diatom (Bacillariophyta) Alga hijau (Chlorophyta) Flagelata (Haptophyta)

Bacillariophyceae Coscinodiscophyceae Chlorophyceae Prasinophyceae Prymnesiophyceae

Phaeodactilum tricornutum (Bohlin) Chaetoceros meulleri (Paulsen) Takano C. calcitran (Lemmermann) Thalassiosira weisflogii (Grun) Dunaliella salina (Teodoresco) Nannochloris sp Tetraselmis tetrathele (G.S. West) T. suecica (Kylin) Isochrysis aff. galbana (Green) Pavlova lutheri (Droop)

25 x 5

4–5

5 x 5

11 x 4

8–10

2–3

8 x 16

12–15

6–8

5

Sel memanjang, spines besar Dinding sel kaku, spines besar Sel besar motile, flagela dua Sangat kecil, dinding sel berserat glikoprotein Sel besar motile, flagela 4 Dinding sel dilindungi bahan organik Flagela dua, bentuk bulat – oval. Dinding sel dilapisi polisakarida

Sumber: Martinez-Fernandez (2004)

Preferensi larva terhadap pakan sangat tergantung pada ukuran dan spesies,

masing–masing jenis tiram mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam

memilah dan mengambil makanan yang disukai. Pada prinsipnya, mikro alga yang

digunakan sebagai pakan larva tiram atau organisme laut lainnya adalah mempunyai

ukuran yang tepat untuk dimakan atau sesuai dengan bukaan mulut larva/spat, mudah

dibudidayakan, cepat tumbuh dengan kepadatan tinggi dan tidak menghasilkan

substansi racun (Coutteau 1996; Ponis et al. 2006).

Page 35: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

KAJIAN PEMELIHARAAN LARVA DAN SPAT DI LABORATORIUM

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kondisi lingkungan yang optimum (suhu, salinitas, tingkat

konsumsi oksigen, intensitas cahaya) pada pemeliharaan larva dan spat P. maxima.

Penelitian Tahap I, kajian pemeliharaan larva dan spat di laboratorium terdiri dari

tiga seri percobaan yaitu :

Pengaruh jenis dan densitas pakan hidup terhadap sintasan serta pertumbuhan

larva dan spat (merupakan studi pendahuluan).

Pengaruh suhu dan salinitas terhadap sintasan serta pertumbuhan larva dan

spat.

Pengaruh berbagai tingkat intensitas cahaya terhadap sintasan serta

pertumbuhan larva dan spat.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Pebruari sampai Mei 2007. Aktivitas

penelitian dilakukan di laboratorium C.V. Mina Mitra Usaha, Desa Mangkit,

Kecamatan Belang, Kabupaten Minahasa Tenggara, Propinsi Sulawesi Utara

(Lampiran 1a).

Page 36: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

19

Pengaruh Jenis dan Densitas Pakan Hidup Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)

Abstract Microalgae are the major food source for bivalve. The objective of this research is to

obtain information of required food types and densities, to determined of feeding schedule for larva and spat. An experiment was conducted using observations method, factorial randomized block and completely design. The result showed that firstly D-shape larvae was found during 18–20 hours after fertilization and was firstly fed of fitoplankton at 22–24 hours (first critical period). Larvae and spat was consuming food all the day. The larvae was have highest food consumption in the morning at 8 am and the evening at 6 pm, while spat was have tendency consumed a lot of food at about 8–10 am in the morning and evening from 4 to 6 pm. Feeding schedule of larvae could be divided into three groups: (1) D1–D8: larvae fed I. galbana at 2,600–4,200 cells ml-1 day-1. (2) D8–D16: larvae fed I. galbana at 3,700–7,800 cells ml-1 day-1 or P. lutheri at 2,300–7,800 cells ml-1 day-1. (3) D14–D20: larvae fed mixed algae of I. galbana (50 %) and P. lutheri (50 %) at 7,700–9,300 cells ml-1 day-1. Feeding schedule of D25–D28 spat are mixtures food of I. galbana (50 %) + T. tetrathele (50 %) at density 8,900–10,700 cells ml-1 day-1. Food type for D28–D35 spat: mixtures food of I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %). Food density of D28–D31 spat, 11,000–15,800 cells ml-1 day-1. D31–D33: 15,800–18,200 cells ml-1 day-1

and D33–D35: 18,200–18,900 cells ml-1 day-1 density. Highest survival rate of larvae stage I, was recorded for treatment AD (90.47 %); Stage II at treatment AE (82.28 %) and stage III at treatment CF (62.50 %). The highest survival rate of spat was showed by treatment CE (86.53 %) or combination of I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %) at density 15,000 cells ml-1. The best of relative growth length of larvae stage I, was showed by treatment AD (AP x DV = 32.50 x 25.63 µm); at stage II, by treatment AE (66.95 x 55.44 µm) and at stage III, by treatment CF (60.37 x 56.71 µm). The quickest of attainment time of plantigrade stage was found on treatment CF (days 19,2) and at longest on treatment BD (days 28,28). The highest of relative growth was found at treatment CE (681.44 x 566.34 µm) and 15,000 cells ml-1 density. Keywords: Pinctada maxima; larvae; spat; life foods; survival rate; growth.

Pendahuluan

Mikroalga merupakan sumber pakan utama bagi bivalvia (Knauer and

Southgate 1999). Flagelata berukuran kurang dari 10 mikron merupakan jenis pakan

hidup yang paling disukai larva tiram mutiara. Beberapa jenis mikroalga yang umum

diberikan untuk pakan antara lain Isochrysis galbana, Pavlova lutheri/Monochrysis

lutheri, Chromulina sp., Chaetoceros sp., Nannochloropsis sp., dan Dicrateria sp.

Untuk fase pertumbuhan sampai menjelang spat dapat diberi variasi berbagai jenis

alga tersebut. Namun jenis flagelata yang paling penting untuk pakan stadia awal

larva adalah I. galbana (Klas: Haptophyceae) dengan ukuran sekitar 3–5 μm.

(Alagarswami et al. 1987; Dharmaraj et al. 1991). Larva Pteria sterna dapat diberi

pakan Nannochloris sp, Pavlova lutheri, Isochrysis galbana, Phaeodactilum

tricornutum, Chaetoceros meulleri, Chaetoceros calcitran, Thalassiosira weisflogii,

Page 37: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

20

Dunaliella salina, Tetraselmis tetrahele, Tetraselmis suecica. Namun mikroalga yang

dapat dicerna oleh larva hanya Nannochloris sp., Pavlova lutheri dan Isochrysis

galbana (Martinez-Fernandez et al. 2004).

Preferensi larva terhadap pakan sangat tergantung pada ukuran dan spesies.

Masing-masing jenis tiram mempunyai kemampuan yang berbeda-beda, dalam

memilah dan mengambil makanan yang disukai. Pada prinsipnya, mikro alga yang

digunakan sebagai pakan larva tiram atau organisme laut lainnya, hendaknya

mempunyai ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, cepat dicerna,

mengandung nilai nutrisi tinggi, potensial dikultur skala masal, cepat tumbuh dengan

kepadatan tinggi dan tidak menghasilkan substansi racun (Coutteau 1996; Ponis et al.

2006).

Berdasarkan pada nilai nutrisinya, berbeda spesies mikroalga mempunyai

daya dukung terhadap pertumbuhan yang berbeda pula, utamanya pada tingkat atau

stadia yang bervariasi. I. galbana mengandung PUFAs 20: 5 w3 (7,2 mg) dan 22: 6

w3 (4,3 mg), kandungan PUFAs sangat penting bagi perkembangan dan

pertumbuhan organisme laut dan ini hanya dapat diperoleh dari alga. Khususnya

PUFAs, merupakan komponen esensial dari membran sel semua stadia kehidupan

bivalvia moluska (Jeffrey et al. 1990). P. lutheri juga merupakan sumber asam lemak

yang baik, asam lemak yang terkandung seperti SAFA 27 mg, MUFA 8,0 mg, PUFA

72,1 mg, EPA + DHA 43,9 mg (Martinez-Fernandez et al. 2006). T. tetrathele

mempunyai kandungan asam lemak penting dari seri w6, seperti linoleic, gamma-

linolenic, dihomo-gamma-linolenic dan kandungan asam arachidonic (AA) yang

relatif tinggi. Pada spesies lain AA merupakan komponen sangat minor, sehingga

jarang dilaporkan. Kandungan asam lemak w6 seri (persen total asam lemak) yang

terdiri dari 18:2w6 sebanyak 6,5 %, 18:3w6 = 0,1 %, 20:3w6 = 0,2 % dan 20:4w6 =

2,4 % (Napolitano et al. 1990).

Melalui pemberian pakan dengan jenis yang sesuai dan dalam jumlah tepat,

diharapkan dapat meningkatkan sintasan dan laju pertumbuhan spat. Namun

sayangnya informasi dan publikasi yang berkaitan langsung dengan jadwal pemberian

pakan larva dan spat tiram mutiara P. maxima khususnya masih sangat terbatas,

sehingga dilakukan percobaan ini. Percobaan terhadap pengaruh jenis dan densitas

Page 38: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

21

pakan hidup merupakan studi pendahuluan dan akan menjadi dasar percobaan

selanjutnya.

Tujuan

Tujuan dari studi pendahuluan ini adalah untuk mendapatkan informasi

tentang jenis dan jumlah pakan yang sesuai, serta menentukan jadwal pemberian

pakan larva dan spat. Informasi hasil yang diperoleh akan menjadi dasar percobaan

pemeliharaan larva dan spat di laboratorium.

Bahan dan Metode

Kultur Pakan Hidup

Pakan hidup yang digunakan sebagai pakan adalah fitoplankton jenis

Isochrysis galbana, Pavlova lutheri dan Tetraselmis tetrathele. Pakan disiapkan satu

bulan sebelum percobaan dimulai, dengan kepadatan 8–10 juta sel/ml. Media pupuk

kultur fitoplankton adalah formula Walne dan Hirata (Alagarswami et al. 1987;

CMFRI 1991) (Lampiran 2)

Pemeliharaan Larva

Percobaan dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap I, melakukan pengkajian

terhadap perkembangan larva, aktivitas makan dan tingkat konsumsi pakan. Tahap II,

mengkaji pengaruh jenis dan densitas pakan terhadap sintasan, pertumbuhan dan

waktu pencapaian stadia larva.

Lama waktu percobaan 20 hari. Padat penebaran larva disesuaikan dengan

stadia perkembangannya, yaitu Stadia I: stadia bentuk-D sampai umbo awal (D6)

dengan kepadatan 5 ekor/ml; Stadia II: stadia umbo awal (D7) sampai umbo akhir

(D14), kepadatan 3 ekor/ml dan Stadia III: stadia umbo akhir (D15) sampai stadia

plantigrade (D20), kepadatan 2 ekor/ml (BBL 2001).

Media air laut yang digunakan untuk pemeliharaan telah melalui beberapa

tahapan proses penyaringan seperti sand filter, catrage (15, 10, 5 µm), cotton filter

dan sterilisasi ultra violet. Setiap 2–3 hari dilakukan penggantian air sebanyak 50–

100 % (BBL 2001).

Page 39: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

22

Percobaan Tahap I

Percobaan tahap I merupakan dasar dari percobaan tahap II. Percobaan

dilakukan dengan menggunakan metode observasi, dilaksanakan di dalam

laboratorium dan mengkondisikan ruangan dengan pencahayaan rendah atau ruangan

tertutup.

Prosedur percobaan

Percobaan dilakukan dengan menggunakan hewan uji berupa larva P. maxima

stadia bentuk-D (D1). Larva diperoleh dari hasil pemijahan Induk P. maxima dengan

menggunakan kombinasi metode kejut suhu dan ekspose (CMFRI 1991; Winanto

2004). Wadah percobaan bak fiberglass ukuran 500 liter. Padat penebaran larva dan

densitas pakan (N2) dihitung berdasarkan metode volumetrik, yang merupakan hasil

perkalian volume air stok (ml)(V1) dan kepadaan stok (sel/ml)(N1), dibandingkan

dengan volume air percobaan (ml)(V2).

2211 NVNV =

Pengamatan terhadap perkembangan larva dan aktivitas makan dilakukan

dalam satu wadah percobaan, sedangkan pengamatan terhadap tingkat konsumsi

pakan dilakukan pada wadah yang berbeda dengan volume sama. Pengamatan

dilakukan dengan menggunakan mikroskop (perbesaran 40−60 kali), jumlah sampel

10 ml.

Untuk mengetahui tahap awal perkembangan stadia larva dilakukan

pengamatan setiap jam, dimulai dari saat pembelahan sel hingga trokofor.

Selanjutnya pengamatan dilakukan setiap 6 jam, mulai dari stadia awal larva (D1)

sampai stadia plantigrade (D20). Aktivitas makan diketahui melalui pengamatan

densitas pakan dalam media yang dilakukan setiap 2 jam selama 24 jam pada stadia

D1, D6, D14 dan D20.

Pengamatan terhadap tingkat konsumsi pakan harian dilakukan dengan

menempatkan hewan uji di dalam tiga wadah yang masing-masing diberi pakan

berbeda yaitu I. galbana (A), P. lutheri (B) dan I. galbana (50 %) + P. lutheri (50 %)

(C). Densitas pakan pada stadia D1–D3: 4000 sel/ml, D4–D6: 5000 sel/ml, D7–D9:

6000 sel/ml. D10–D11:7000 sel/ml. D12–D14: 8000 sel/ml. D15–D17:9000 sel/ml

dan D18–D20: 10.000 sel/ml. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari antara 5–6

jam setelah pemberian pakan.

Page 40: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

23

Percobaan Tahap II

Rancangan percobaan

Disain percobaan menggunakan rancangan acak kelompok faktorial (RAK-

Faktorial 3 x 3). Pengelompokan berdasarkan pada stadia perkembangan larva.

Perlakuan terdiri dari 2 faktor dan masing-masing diberi ulangan 3 kali. Faktor (I)

Jenis Pakan Hidup dan (II) Densitas Pakan. Faktor I terdiri dari 3 taraf faktor, yaitu

Isochrysis galbana (A), Pavlova lutheri (B) dan Kombinasi I. galbana (50 %)+ P.

lutheri (50 %)(C). Faktor II terdiri dari 3 taraf faktor: 4000 sel/ml (D); 7000 sel/ml

(E) dan 10.000 sel/ml (F). Model linear dari rancangan yang digunakan adalah:

Yijkl = µ + τi + δj + (τδ)ijk + βk + εijkl

Keterangan: Yijkl = Respon pada jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j, kelompok stadia ke-k

dan ulangan ke-l. µ = Rataan umum. τi = Pengaruh jenis pakan ke-i. δj = Pengaruh densitas pakan ke-j. βk = Pengaruh kelompok stadia ke-k. (τδ)ijk = Pengaruh interaksi jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j & stadia ke-k. εijkl = Pengaruh galad pada jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j, stadia ke-k

dan ulangan ke-l.

Prosedur percobaan

Hewan uji berupa larva P. maxima stadia bentuk-D (D1), ditempatkan di

dalam ember berukuran 20 liter. Pakan hidup diberikan sesuai dengan perlakuan,

jumlah plankton dihitung dengan haemocytometer.

Pengambilan sampel sebanyak 10 ml dilakukan pada hari ke 6 (D6), D14 dan

D20, selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40–60 kali. Jumlah

larva dihitung dengan menggunakan sadgewick rafter cell. Pengukuran panjang

antero-posterior (AP) dan dorso-ventral (DV) (Gambar 4) dilakukan dengan

mikrometer okuler.

Page 41: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

24

Gambar 4. Pengukuran panjang antero-posterior (AP) dan dorso-ventral (DV) larva

tiram mutiara P. maxima

Pemeliharaan Spat

Percobaan dilakukan selama 10 hari. Hewan uji yang digunakan adalah spat

P. maxima umur 25 hari, berukuran rata-rata 330 x 300 µm (AP x DV).

Rancangan percobaan

Disain percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL-

Faktorial 3 x 3). Perlakuan yang diaplikasikan terdiri dari 2 (dua) faktor yaitu (I)

Jenis Pakan Hidup dan (II) Densitas Pakan Hidup. Pada setiap perlakuan dibuat

ulangan 3 kali. Faktor I terbagi menjadi 3 taraf faktor, yaitu: Isochrysis galbana (50

%) + Tetraselmis tetrathele (50 %) (A); Pavlova lutheri (50 %) + T. tetrathele (50

%) (B) dan I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %)+ T. tetrathele (50 %) (C). Faktor II

terdiri dari 3 taraf faktor, yaitu: 10.000 sel/ml (D); 15.000 sel/ml (E) dan 20.000

sel/ml (F). Model linear dari rancangan yang digunakan adalah:

Yijk = µ + τi + δj + (τδ)ij + εijk

Keterangan: Yijk = Respon pada jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j dan ulangan ke-k. µ = Rataan umum τi = Pengaruh jenis pakan ke-i δj = Pengaruh densitas pakan ke-j (τδ)ij = Pengaruh interaksi jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j εijkl = Pengaruh galad pada jenis pakan ke-i, densitas pakan ke-j, dan ulangan ke-k

Page 42: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

25

Prosedur percobaan

Sehari sebelum percobaan dimulai dikondisikan penempelan spat pada

kolektor paranet (20 x 30 cm), dengan kepadatan 1 ekor/cm2. Wadah percobaan

menggunakan ember plastik volume 20 liter.

Media air laut yang digunakan telah melalui proses penyaringan seperti sand

filter dan catrage (15, 10 dan 5 mikron). Selama pemeliharaan digunakan sistim air

mengalir dan diberikan pengudaraan. Pemberian pakan disesuaikan dengan

perlakuan.

Pengamatan aktivitas makan dilakukan setiap 2 jam selama 1 hari pada spat

D25, D28, D31 dan D35. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari sekitar 5–6 jam

setelah pemberian pakan.

Untuk mengetahui sintasan dilakukan penghitungan jumlah spat secara

manual, dengan bantuan alat kaca pembesar dan hand counter. Pertumbuhan spat

diketahui dengan cara mengambil sampel sebanyak 20 ekor dan diamati di bawah

mikroskop dengan perbesaran 5–10 kali. Pengukuran panjang antero-posterior (AP)

dan dorso-ventral (DV) dilakukan dengan menggunakan mikrometer okuler.

Parameter Yang Diamati

Perkembangan larva, pengamatan dilakukan secara mikroskopis.

Aktivitas makan

Aktivitas makan diketahui melalui pengamatan perubahan densitas

pakan dalam media percobaan. Penurunan densitas pakan dalam media

menggambarkan adanya konsumsi pakan. Untuk melihat aktivitas makan larva

dan spat, dilakukan pengamatan terhadap kebutuhan pakan yaitu dengan

menghitung selisih antara densitas pakan awal dan densitas pakan akhir.

Tingkat konsumsi pakan harian.

Diketahui dengan menghitung selisih jumlah pakan yang dikonsumsi selama satu

hari dan jumlah pakan yang diberikan.

Sintasan (SR), dihitung berdasarkan persentase jumlah spat pada akhir

pengamatan (Nt) dibagi jumlah spat pada awal pengamatan (No).

Page 43: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

26

100xNoNtSR =

Laju pertumbuhan spesifik (L) (modifikasi dari Chengbo and Shuanglin 2004),

yaitu persentase selisih antara ukuran rata-rata panjang individu akhir

pengamatan (L1) dan awal pengamatan (Lo) dibagi waktu pengamatan (Δt).

100)( 1 X

tLoInLIn

LΔ−

=

Waktu pencapaian stadia; pengamatan hanya dilakukan terhadap larva stadia

plantigrade. Ketika dijumpai larva stadia plantigrade dalam sampel, selanjutnya

diidentifikasi dan dibuat catatan secara diskriptif.

Kualitas air, sebagai data pendukung dilakukan pengamatan terhadap parameter

suhu, salinitas, nitrat, nitrit dan amonia.

Analisis Data

Data aktivitas makan, perkembangan larva dan tingkat konsumsi pakan

dianalisis secara diskriptif. Data sintasan, pertumbuhan dan waktu pencapaian stadia

dianalisis dengan uji F. Jika terdapat data yang penyebarannya tidak normal, maka

terlebih dahulu akan dilakukan transformasi dengan logaritma natural (Ln). Apabila

uji F menunjukkan adanya pengaruh nyata (P < 0,05) pada tiap perlakuan, maka

dilanjutkan analisis dengan uji rerata Tukey (Neter et al. 1990). Pengolahan data

sintasan, laju pertumbuhan dan waktu pencapaian stadia larva dilakukan dengan

menggunakan software SPSS versi 15 for Windows.

Page 44: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

27

Hasil dan Pembahasan

Perkembangan Larva

Pengamatan terhadap perkembangan larva P. maxima menunjukkan, bahwa

akhir perkembangan embriogenesis yaitu stadia trokofore terjadi sekitar 18–20 jam

setelah menetas. Pada saat itulah dimulainya perkembangan larva veliger atau

bentuk-D dan ditemukan di antara telur-telur (Gambar 5). Sekitar 22 jam setelah

menetas ditemukan larva yang bagian lambungnya sudah berwarna, sehingga diduga

waktu itu organ pencernaan sudah ada dan larva pertama kali makan. Larva mulai

makan ketika berumur 22–24 jam setelah menetas. Hasil penelitian yang agak

berbeda dikemukakan Minaur (1969), stadia awal larva P. maxima (bentuk-D)

dijumpai setelah 24 jam, larva mempunyai cangkang prodissocanch I dengan ukuran

kira-kira 75 x 70 μm (panjang x tinggi). Cangkang larva masih transparan,

mempunyai apical flagella dan velum, pada umur 48 jam telah terbentuk gigi engsel,

perut dan otot retraktor.

Pada hari ke-5 umbo mulai berkembang, sehingga disebut stadia umbo

awal. Perkembangan larva dari stadia bentuk-D sampai umbo akhir (pediveliger)

berlangsung secara bertahap. Stadia umbo berakhir pada umur 20 hari, selanjutnya

memasuki tahap stadia plantigrade. Tahapan perkembangan larva P. maxima

didiskripsikan dalam Tabel 2 dan Gambar 6ab.

Gambar 5. Larva P. maxima stadia bentuk-D diantara telur-telur, ditemukan pertama

kali antara 18–20 jam setelah menetas.

bentuk-D

Telur

Page 45: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

28

Tabel 2. Diskripsi tahapan perkembangan larva sampai spat P. maxima

Umur

Stadia

Keterangan

18–20 jam 22 jam 24 jam 28 jam 30–32 jam 5–7 hari 10 hari 12–14 hari 16–17 hari 18–20 hari 20–22 hari 25 hari

Veliger (bentuk-D) Bentuk−D Bentuk−D Bentuk−D Bentuk−D Umbo awal Umbo Umbo (middle umbo) Eye spot Umbo akhir (Pediveliger) Plantigrade Spat

Awal larva berbentuk huruf D, tubuhnya tertutup oleh sepasang cangkang tipis-transparan, sehingga nampak jaringan/organ berwarna abu-abu dan banyak globul-globul kecil.Apical flagellum, velum, otot retraktor kelihatan jelas dan dapat dibedakan. Ukuran lebar 78 μm (AP); tinggi 70 μm (DV) Warna lambung pertama kali dapat diobservasi Ukuran lebar (AP) x tinggi (DV) : 80 μm x 74 μm Terbentuk 4 gigi engsel pada bagian tengah dorsal Ukuran (AP x DV) : 84 x 78 μm Terbentuk flagella belum permanent Umbo mulai berkembang. Ukuran D6: 106 x 93 μm Tonjolan umbo berkembang melewati garis lurus engsel. Ukuran 117 x 105 μm Umbo nampak menonjol sekitar 8-10 μm di bawah garis engsel, bergerak dengan menggunakan velum. Lembaran-lembaran mantel berkembang. Sepasang cangkang sama bentuknya.Ukuran D12: 135 x 130 μm Ukuran larva D14 : 165 x 155 μm Terdapat bintik hitam (Eye spot) pada bagian bawah primordial kaki. Ukuran larva D16 : 210 x 200 μm. Kaki makin berkembang.Biasanya mulai mencari tempat untuk menempel dan menetap. Berenang dan gerakan berputar dilakukan dengan velum dan kaki. Ukuran larva D18 : 220 x 210 μm. Fase transisi atau akhir kehidupan planktonis, ditandai dengan berkembangnya lapisan cangkang baru di sepanjang periphery dan mulai memproduksi benang-benang bisus untuk menempelkan diri pada substrat. Ukuran larva D20 : 246 x 225 μm. Garis engsel, ujung bawah anterior dan posterior berkembang dan lubang bisus berbentuk spesifik. Bentuknya sudah menyerupai tiram mutiara dewasa, hanya garis-garis pertumbuhannya masih terlihat jelas dan cangkang masih tipis. Ukuran: 330 x 300 μm.

Page 46: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

29

Gambar 6a. Tahapan perkembangan larva P. maxima. (A) bentuk-D; (B) Umbo awal; (C) Umbo tengah; (D) Eye-spot; (E)Umbo akhir (pediveliger); (F) Plantigrade

A B

CD

E F

80 x 74 µm 106 x 93 µm

135 x 130 µm 210 x 200 µm

220 x 210 µm 246 x 225 µm

Eye-spot

Page 47: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

30

Gambar 6b. Sketsa tahapan perkembangan larva P. maxima. (A) bentuk-D; (B)

Umbo awal; (C) Umbo tengah; (D) Eye-spot; (E)Umbo akhir (pediveliger); (F) Plantigrade

Penemuan yang hampir sama disampaikan Tanaka dan Kumeta (1981),

larva P. maxima stadia bentuk-D terjadi pada umur 20 jam. Alagarswami et al.

(1989) juga menemukan hal yang sama pada larva P. margaritifera yaitu setelah 20

jam larva mencapai stadia awal bentuk-D (D-shape) veliger, dengan ukuran panjang

antero-posterior (AP) 75 μm dan ukuran dorso-ventral (DV) 60 µm. Velar yang

belum sempurna ditemukan pada beberapa individu, velum tersembul bentuknya

tunggal seperti lidah. Perkembangan stadia veliger ditandai dengan adanya formasi

A B

C D

F E

Silia

Velum

Umbo

Kaki Eye-spot

Kaki

Globula

Perut & saluran pencernaan

Perut & saluran pencernaan

Umbo

Garis pertumbuhan

Mantel

Viceral cavity

Mantel

Mantel

Mulut

Page 48: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

31

garis engsel lurus, mantel, silia-silia pada velum dan hilangnya apical flagellum, pita-

pita silia pada bagian luar lubang mulut (preoral) dan setelah lubang mulut (postoral).

Perkembangan umbo terjadi melalui tiga tahap yaitu stadia umbo awal,

umbo tengah (middle umbo) dan umbo akhir. Stadia umbo awal sudah dapat diamati

mulai hari ke-5, selanjutnya pada hari ke-10 tonjolan umbo terus berkembang hingga

melewati garis lurus engsel, bentuk larva agak membulat, ukuran 117 x 105 μm.

Stadia umbo tengah dimulai pada hari ke-12 sampai hari ke-15, tonjolan umbo

semakin berkembang hingga melewati garis engsel. Diantara stadia umbo tengah dan

umbo akhir atau pada hari ke-16 ditemukan adanya bintik hitam (spot) pada bagian

tengah larva dan biasa disebut “stadia eye-spot”, ukuran 210 x 200 μm dan organ

ctenidial berkembang. Pada larva P. fucata stadia eye-spot bekembang pada hari ke-15

dengan ukuran 190 x 180 µm (Alagarswami et al. 1987). Pernyataan yang berbeda

disampaikan Minaur (1969); Tanaka dan Kumeta (1981) dalam penelitiannya tidak

menjumpai adanya stadia eye-spot pada larva P. maxima dan penelitian Minaur

(1969) hanya sampai stadia pediveliger umur 16 hari karena semua larvanya mati.

Stadia umbo akhir atau stadia pediveliger terjadi mulai hari ke 18–20, ditandai

dengan berkembangnya organ kaki yang berfungsi untuk bergerak-berenang dan

mulai aktif mencari tempat untuk menempel.

Plantigrade merupakan stadia akhir kehidupan planktonis larva. Stadia ini

dijumpai pada hari ke 20–22, ditandai dengan pertumbuhan awal cangkang di

sepanjang bagian tepi ventral, bentuknya tipis, transparan, tersusun oleh selaput tipis

conchiolin, sehingga kelihatan membentuk garis-garis pertumbuhan cangkang. Pada

saat yang sama kelenjar bisus akan mensekresikan benang-benang bisus untuk

menempel. Organ lain yang berkembang adalah labial palp dan insang (CMFRI

1991). Larva plantigrade akan bermetamorfose menjadi spat yang hidup sebagai

hewan sesil bentik (Alagarswami at al. 1987).

Aktivitas Makan

Pengamatan terhadap aktivitas makan larva P. maxima menunjukkan,

bahwa aktivitas makan berlangsung sepanjang hari, dan mencapai puncak pada

waktu pagi hari pukul 8.00 dan sore hari sekitar pukul 18.00 (Gambar 7).

Page 49: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

32

0

100

200

300

400

500

600

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4J a m

Jum

lah

Paka

n (s

el/m

l) Larva D1

0100200300400500600700800900

1000

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4J a m

Jum

lah

Paka

n (s

el/m

l) Larva D6

Larva D14

0200400600800

10001200140016001800

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4J a m

Jum

lah

Paka

n (s

el/m

l)

Larva D20

0

500

1000

1500

2000

2500

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4J a m

Jum

lah

Paka

n (s

el/m

l)

Gambar 7. Jumlah pakan yang dikonsumsi (sel/ml) larva P. maxima pada berbagai

tingkatan stadia.

Kecenderungan larva untuk makan lebih banyak pada waktu pagi dan sore

hari, diduga berkaitan dengan aktivitas metabolisme larva. Pada waktu pagi (pukul

8.00–10.00) dan sore hari (pukul 14.00–18.00) suhu air di dalam tempat

pemeliharaan relatif konstan yaitu antara 27,5–28,5 oC, tetapi pada waktu siang hari

pukul 12.00–14.00 suhu lebih berfluktuasi dan dapat mencapai 29–30 oC, sebaliknya

malam hari dari pukul 24.00–4.00 suhu air dalam bak turun sampai sekitar 25,5–26,5 oC. Menurut Hisada and Komatsu (1985); Shokita et al. (1991) suhu air sangat

berpengaruh dalam pengendalian proses metabolisme. Pada suhu 24–30 oC tiram

mutiara P. margaritifera aktif melakukan metabolisme, tetapi pada suhu 10–20 oC

tidak aktif lagi. Kisaran suhu pagi (pukul 8.00) dan sore hari (pukul 18.00) diduga

secara alami merupakan suhu optimum bagi kehidupan larva P. maxima sehingga

laju metabolisme menjadi meningkat, pengaruh yang terlihat yaitu larva lebih banyak

mengkonsumsi pakan di pagi dan sore hari dibanding siang hari. Sebaliknya pada

waktu malam hari (pukul 24.00–4.00) suhu air relatif rendah jika dikaitkan dengan

aktivitas metabolisme, sehingga tingkat konsumsi pakan menurun dan persentasenya

paling rendah jika dibandingkan dengan waktu makan yang lain. Ghiretti (1966) juga

menyampaikan bahwa laju metabolisme moluska umumya berkaitan dengan suhu.

Bahkan tiram mutiara P. martensii tidak mau makan manakala suhu air meningkat

Page 50: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

33

lebih tinggi dari 13 oC (Kobayashi and Watanabe 1959) dan pada tiram Crassostrea

virginica serta kerang Mytilus edulis aktivitas makan akan berhenti saat suhu air

turun sampai 5 oC (Wilbur 1964). Selama pemeliharaan larva P. margaritifera, suhu

air di dalam bak antara 26–28 oC (Alagarswami et al. 1989; Southgate and Ito 1998).

Hasil pengamatan terhadap aktivitas makan spat P. maxima menunjukkan

bahwa spat mengkonsumsi makanan sepanjang hari, dengan puncak konsumsi pakan

pada waktu pagi hari pukul 8.00–10.00 dan sore hari dari pukul 16.00–20.00

(Gambar 8; Lampiran 3).

Pola aktivitas makan spat D25–D33 relatif sama dengan larva, tetapi pada

D35 menunjukkan pola makan yang berbeda. Spat D35 lebih banyak mengkonsumsi

pakan pada sore hari antara pukul 16.00–20.00. Diduga, hal ini berkaitan dengan

intensitas cahaya dan suhu. Spat lebih menyukai kondisi lingkungan dengan

intensitas cahaya rendah dan pada sore hari suhu di dalam ruangan dapat mencapai

kondisi optimum untuk aktivitas makan.

D25

0

200

400

600

800

1000

1200

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4J a m

Jum

lah

Paka

n (s

el/m

l)

D30

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4J a m

Jum

lah

Paka

n (s

el/m

l)

D35

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 2 4J a m

Jum

lah

Paka

n (s

el/m

l)

Gambar. 8. Jumlah pakan yang dikonsumsi (sel/ml) spat tiram mutiara P. maxima

pada berbagai tingkat umur.

Walaupun secara umum puncak konsumsi pakan di sore hari (pukul 18.00)

lebih rendah dibanding pagi hari (pukul 8.00–10.00), namun dilihat dari jumlah

Page 51: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

34

pakan yang dikonsumsi masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan waktu makan

sepanjang malam dan siang hari. Peningkatan suhu di sore hari terjadi akibat adanya

akumulasi panas dari kondisi ruangan yang tertutup rapat sehingga sirkulasi udara

relatif kecil. Dugaan ini diperkuat oleh hasil pengamatan suhu harian, dimana suhu

rata-rata pada pukul pukul 18.00 antara 28–29 oC. Menurut Kestomon and Baras

(2001) pakan yang dikonsumsi akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu,

setelah mencapai puncak (optimum) kemudian mulai menurun, bahkan penurunan

pakan dapat terjadi secara dramatis utamanya pada suhu supra-optimal. Laju

metabolisme terus menunjukkan peningkatan sampai pada batas suhu upper-thermal

untuk pertumbuhan. Jelaslah bahwa pada suhu tinggi dapat menekan nafsu makan,

sedangkan pada suhu optimum tingkat konsumsi dan efisiensi konversi pakan dapat

maksimum.

Tingkat Konsumsi Pakan

Berdasarkan data tingkat konsumsi pakan harian, diketahui bahwa larva

menunjukkan pola konsumsi makan yang berfluktuasi. Konsumsi pakan menurun

pada hari ke-5 sampai 7, selanjutnya meningkat dan menurun kembali pada hari ke-5

sampai hari ke-16. Pakan monospesies I. galbana mulai diberikan pada awal stadia

bentuk-D (D1) hingga hari ke-13. Sebagai alternatif atau pakan pendamping dapat

diberi pakan P. lutheri mulai hari ke-5 atau lebih baik hari ke-8. Pakan multi spesies

yaitu campuran I. galbana (50 %) + P. lutheri (50 %) mulai diberikan pada hari ke-

14 (D14) (Gambar 9) (Lampiran 4).

0500

100015002000250030003500400045005000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Hari ke

Kon

sum

si P

akan

(sel

/Ind

/hr) I. galbana

P. lutheriI. galbana+P. lutheri

Gambar 9. Tingkat konsumsi pakan harian larva P. maxima dari stadia veliger (D1)

sampai stadia plantigrade (D20).

Page 52: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

35

Dilihat dari tingkat konsumsi pakan harian larva P. maxima ada

kecenderungan semakin besar ukuran larva maka konsumsi pakan makin meningkat.

Peningkatan konsumsi pakan harian yang cukup tinggi terjadi dari stadia veliger

bentuk-D (D1) sampai stadia umbo akhir (D14), peningkatan sebesar 14.53 % terjadi

pada stadia veliger (66,53 %) ke stadia umbo awal (81,09 %) dan peningkatan yang

lebih tinggi hingga 18,38 % terjadi dari stadia umbo awal sampai stadia umbo akhir

(99,47 %). Namun sebaliknya, mulai stadia pediveliger (D20) konsumsi pakan

mengalami penurunan sampai 6,81 %. Tingkat konsumsi pakan yang relatif tinggi

pada stadia awal larva bentuk-D, diduga berkaitan dengan metamorfose dan transisi

pakan. Metamorfose, utamanya dari stadia trokofore menjadi larva stadia bentuk-D

(veliger) dan pada stadia ini untuk pertama kali membutuhkan asupan pakan dari luar

(eksogenous), karena cadangan makanan dari dalam (endogenous) sudah habis,

sehingga membutuhkan energi yang sangat besar dan ketersediaan energi hanya

dapat diperoleh dari pakan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Anwar (2005)

bahwa larva P. maxima stadia D-shape sangat tergantung pada nutrisi yang tersedia

dalam kuning telur, utamanya terjadi selama periode nutrisi endogenous, sampai

terbentuk organ pencernaan secara lengkap sehingga mampu mencerna makanan dari

luar (eksogenous). Tetapi ada pernyataan Anwar (2005) yang berbeda yaitu larva

baru memanfaatkan makanan dari luar menjelang hari ke 3 setelah menetas dan pada

saat itulah terjadi perubahan makanan dari kuning telur beralih ke sumber nutrisi dari

luar tubuh.

Menurut Nybakken (1988) salah satu stragi larva planktotrofik adalah

menghasilkan telur dalam jumlah banyak dan berukuran kecil. Telur-telur tersebut

cepat menetas menjadi larva dan berenang bebas sebagai plankton. Oleh karena di

dalam telur hanya tersedia sedikit kuning telur, maka nutrisi larva sangat tergantung

pada pakan plankton di perairan. Telur bivalvia planktotrofik mempunyai cadangan

lemak, protein dan glikogen yang menjadi sumber energi pada stadia awal

perkembangan larva, saat cadangan makanan ini habis maka larva mulai

membutuhkan makanan dari dari luar (Gosling 2004). Hasil kajian Alagarswami et

al. (1989) pada P. margaritifera dan Gosling (2004) meneliti Crassostrea virginica,

keduanya menemukan pencernaan larva sudah terbentuk pada awal stadia veliger

atau larva bentuk-D saat berumur 24 jam. Untuk mencapai perkembangan dan

Page 53: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

36

pertumbuhan optimum, larva veliger planktotrofik sangat tergantung pada energi

bersih yang berasal dari pakan fitoplankton (Bayne 1983).

Pada kajian ini pakan pertama kali diberikan umur 18 jam dan setelah 6 jam

kemudian dilakukan pengambilan sampel untuk mengetahui jumlah sisa pakan,

ternyata jumlahnya sudah berkurang. Jumlah pakan jenis I. galbana yang tersisa

sekitar 34 %, P. lutheri 99,82 % dan kombinasi jenis pakan I. galbana (50 %) + P.

lutheri (50 %) masih 97,25 %. Berkurangnya jumlah pakan I. galbana yang diberikan

diduga dimakan oleh larva, karena setiap kali sebelum melakukan penghitungan sisa

jumlah pakan, terlebih dahulu diamati kondisi fitoplankton yang masih bergerak aktif

atau hidup dan baru dimatikan saat akan dihitung. Diketahui bahwa persentase pakan

P. lutheri yang tersisa paling tinggi, diduga pakan tidak dimakan karena ukurannya

lebih besar dari bukaan mulut larva. Sedangkan berkurangnya jumlah pakan

campuran diduga karena yang dikonsumsi hanya I. galbana. Sebagai jastifikasi juga

dilakukan pengambilan sampel di dasar bak, teryata tidak ditemukan ke dua jenis

fitoplankton tersebut, jadi dipastikan berkurangnya jumlah fitoplankton bukan karena

mati. Merujuk pernyataan Alagarswami et al. (1987); CMFRI (1991), sebagian besar

embrio P. fucata mencapai stadia bentuk-D (straight-hinge) setelah 20 jam dan larva

mulai diberi makan pada stadia ini. Pada stadia veliger telah berkembang organ

mantel, velum dan mulut (oral). Nell dan Holliday (1988) memberikan pakan pada

larva Saccostrea commercialis dan Crassostrea gigas pada hari pertama stadia

bentuk-D (straight-hinge). Hal yang sama disampaikan BBL (2001); Winanto (2004)

larva P. maxima pertama kali diberi pakan jenis I. galbana atau P. lutheri pada umur

18–20 jam atau pada awal stadia bentuk-D

Tingkat konsumsi pakan larva yang diamati selama pemeliharaan

menunjukkan pola yang berfluktuasi. Penurunan konsumsi pakan terjadi diduga

karena larva mengalami metamorfose. Pada umur 5–7 hari larva mengalami

metamorfose dari stadia bentuk-D menjadi stadia umbo awal, pada stadia tersebut

terjadi penonjolan umbo pada bagian tengah dorsal cangkang kiri dan kanan.

Sedangkan pada umur 15–16 hari terbentuk primordia kaki dan larva memasuki

tahap stadia umbo akhir, sehingga kondisi kesehatannya terganggu dan berdampak

pada berkurangnya nafsu makan. Menurut Gosling (2004) tingkat konsumsi pakan

larva bivalvia akan menurun setelah perkembangan cangkang dan velum. Selanjutnya

Page 54: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

37

Alagarswami et al. (1989); CFMRI (1991); Gosling (2004) menerangkan pada hari

ke-6 sampai 7 umbo mulai berkembang dan pada hari ke-15 sampai 16 mulai

terbentuk eye-spot, serta berkembangnya organ ctenidial.

Mencermati data tingkat konsumsi pakan harian, maka dapat dijadikan

sebagai pedoman kapan larva P. maxima diberi pakan monospesies dan multispesies.

Pakan monospesies I. galbana diberikan mulai dari stadia awal perkembangan larva

bentuk-D (D1) sampai umur 13–14 hari. Sebagai alternatif atau pakan pendamping

dan diberikan secara bergantian dapat digunakan P. lutheri mulai hari ke-5 atau lebih

baik lagi mulai hari ke-8. Pakan multi spesies yaitu campuran I. galbana + P. lutheri

mulai diberikan pada umur 14 hari (D14). Waktu pemberian pakan yang berbeda

dilakukan (Baker 1994) pada larva C. virginica yaitu pakan I. galbana diberikan

sampai satu minggu (7 hari) setelah itu larva diberi pakan campuran I. galbana dan

diatom Thalassiosira weissflogii. Selama masa pemeliharaan larva hingga menjadi

spat P. margaritifera diberikan pakan dua jenis flagelata I. galbana dan P. lutheri

yang berasal dari kultur murni, pemberian pakan dilakukan secara bergantian bebas

(Alagarswami et al. 1989). Mikroalga merupakan sumber makanan utama bagi

bivalvia termasuk tiram mutiara (Knauer and Southgate 1999). Tidak seperti larva

ikan dan krustasea, bivalvia makan mikroalga secara langsung. Konsekuensinya,

perkembangan dan pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas

pakan alami yaitu fitoplankton yang sesuai (Robert and Trintignac 1997).

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa spat umur 25–27 hari lebih banyak

mengkonsumsi pakan campuran I. galbana dan P. lutheri. Setelah hari ke-28 hingga

hari ke-35, spat cenderung banyak mengkonsumsi pakan campuran I. galbana, P.

lutheri dan T. Tetrathele (Gambar 10; Lampiran 5).

Berbeda dengan pola konsumsi makan larva, spat menunjukkan peningkatan

konsumsi makan mulai umur 28 hari. Diduga spat membutuhkan banyak energi

untuk memproduksi benang-benang bisus, sehingga tingkat konsumsi pakan

cenderung tetus meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Memproduksi benang

bisus merupakan suatu konsekuensi dari kehidupan bentik yang harus menetap

dengan cara melekatkan diri pada substrat. Alokasi energi yang direfleksikan dengan

tingkat konsumsi makanan, menunjukkan bahwa sebagian besar energi digunakan

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, salah satunya dengan cara

Page 55: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

38

memproduksi benang-benang bisus. Faktor lingkungan termasuk pakan, berpengaruh

terhadap kelangsungan komunitas dan populasi tiram serta keberhasilannya

menemukan tempat untuk menempel (Creekman 1977).

02000400060008000

100001200014000160001800020000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11

Umur (hari ke)

Kon

sum

si P

akan

(sel

/Ind

/har

i)

I. galbana + T tetratheleP. lutheri + T. TetratheleI. galbana + P. lutheri + T. tetrathele

28 29 30 31 32 33 34 35272625

Gambar 10. Tingkat konsumsi pakan harian spat P. maxima dari umur 25–35 hari.

Hasil studi Devakie dan Ali (2000) pada Crassostrea iredalei menunjukkan

bahwa jumlah penempelan spat meningkat seiring dengan meningkatnya densitas

pakan sampai 100 x 103 sel/ml, tetapi kemudian menurun dengan terus meningkatnya

densitas pakan. Densitas pakan yang tinggi dapat meningkatkan formasi lapisan

biofilm yang merupakan stimulan larva menempel hingga menjadi spat (Tritar et al.

1992; Parsons et al. 1993).

Pengamatan Winanto (2000) pada formasi jumlah benang bisus spat P.

maxima menunjukkan, bahwa spat memproduksi benang bisus paling banyak pada

awal minggu pertama dan pada minggu berikutnya relatif stabil. Pada awal

menemukan substrat untuk menempel, spat akan mengalokasikan sebagian besar

energinya untuk bertahan menetap dengan cara memproduksi benang bisus

sebanyak-banyaknya.

Sintasan dan Laju Pertumbuhan Larva

Hasil percobaan menunjukkan bahwa sintasan larva stadia I tertinggi terjadi

pada perlakuan jenis pakan I. galbana dengan densitas 4.000 sel/ml (90,47 %) dan

terendah pada perlakuan pakan campuran I. galbana dan P. latheri, densitas 10.000

sel/ml (18,97 %). Sintasan larva stadia II, tertinggi terjadi pada perlakuan jenis pakan

Page 56: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

39

I. galbana, densitas 7.000 sel/ml (82,28 %), dan terendah pada perlakuan pakan

campuran I. galbana dan P. latheri densitas 4.000 sel/ml (31,67 %). Sintasan larva

stadia III, tertinggi terjadi pada perlakuan kombinasi jenis I. galbana dan P. latheri

densitas 10.000 sel/ml (62,50 %) dan terendah pada perlakuan jenis pakan P. lutheri

densitas 4.000 sel/ml BD (12,40 %) (Tabel 3).

Tabel 3. Sintasan (%) larva P. maxima stadia veliger sampai stadia plantigrade (rata-rata ± SD) pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup.

Umur Faktor II Densitas Pakan Hidup (sel/ml) Faktor I (D) 4.000 (E) 7.000 (F) 10.000 Stadia I (D1–D6)

Jenis Pakan : (A) I. galbana (B) P. latheri (C) I. galbana + P. lutheri

90,47 ± 0,76 63,62 ± 0,99 32,34 ± 0,64

78,25 ± 0,78 54,70 ± 0,65 43,15 ± 0,73

56,70 ± 0,65 35,13 ± 0,60 18,97 ± 0,35

Stadia II (D7–D14)

(A) I. galbana (B) P. latheri (C) I. galbana + P. lutheri

52,64 ± 0,56 51,93 ± 0,53 31,67 ± 0,88

82,28 ± 0,77 81,52 ± 0,79 71,33 ± 0,71

70,22 ± 0,59 69,55 ± 0,85 58,57 ± 0,71

Stadia III (D15–D20)

(A) I. galbana (B) P. latheri (C) I. galbana + P. lutheri

16,07 ± 1,07 12,40 ± 0,93 31,50 ± 0,89

30,48 ± 0,89 27,61 ± 0,90 48,17 ± 1,20

46,92 ± 1,08 44,19 ± 1,27 62,50 ± 0,74

Laju pertumbuhan spesifik larva menunjukkan pola dan hasil yang sama

dengan sintasan (Gambar 11; Lampiran 7a).

Hasil analisis ragam dan uji lanjut Tukey terhadap sintasan dan laju

pertumbuhan menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P ≤ 0,05) antar perlakuan

dan antara stadia, serta interaksi antar perlakuan dan perlakuan dengan stadia. Tetapi

uji Tukey pada stadia II menunjukkan bahwa perlakuan pakan I. galbana (A) tidak

berbeda nyata lebih besar (P ≥ 0,05) dengan P. lutheri (B) (Lampiran 6; 7bc).

Page 57: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

40

Stadia I

0

1

2

3

4

5

6

7

4000 7000 10000

Densitas (sel/ml)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

)

I. galbanaP. lutheriI. galbana+P. lutheri

Stadia II

0123456789

4000 7000 10000Densitas (sel/ml)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

)

I. galbanaP. lutheriI. galbana+P.lutheri

Stadia III

0

1

2

3

4

5

6

7

8

4000 7000 10000Densitas (sel/ml)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

)I. galbanaP. lutheriI. galbana+P. lutheri

Gambar 11. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada

berbagai jenis dan densitas pakan hidup.

Berdasarkan data aktivitas makan, tingkat konsumsi pakan harian, sintasan

dan laju pertumbuhan, maka dibuatlah jadwal pemberian pakan untuk larva P.

maxima (Gambar 12) sebagai berikut:

Gambar 12. Jadwal pemberian pakan larva tiram mutiara P. maxima dari umur 1–20

hari (D1–D20).

Sintasan dalam penelitian ini masih lebih tinggi jika dibandingkan hasil

penelitian Anwar (2005) yaitu pada hari ke-7 sintasan tertinggi (78,67 %) terjadi

pada perlakuan kombinasi pakan hidup jenis Tetraselmis chui (10 %) + Chaetoceros

Page 58: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

41

(20 %) + Pavlova lutheri (30 %) + Isochrysis galbana (40 %). Selanjutnya larva

mengalami kematian missal setelah hari ke-7.

Berkaitan dengan kualitas pakan larva, maka telah dipertimbangkan untuk

memberikan asupan pakan hidup (fitoplankton) yang mengandung nutrisi tinggi.

Spesies fitoplankton yang digunakan dalam penelitian ini telah diseleksi berdasarkan

ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva tiram mutiara P. maxima dan

terutama profil biokimianya (Brown et al. 1997; Martinez-Fernandez et al. 2006),

serta studi nutrisi pada spesies yang masih satu genus seperti Isochrysis dan Pavlova,

keduanya diketahui mempunyai kandungan nilai nutrisi super (Delaunay et al. 1993;

Thomson et al. 1993; O’Connnor and Heasman 1997; Martinez-Fernandez et al.

2006). Bertepatan dengan ukurannya yang kecil, maka spesies Isochrysis dan

Pavlova biasanya digunakan sebagai pakan larva bivalvia (Jeffrey et al. 1990).

Mengingat studi ini merupakan dasar dari percobaan selanjutnya, maka

pengaruh perlakuan yang diberikan akan dibahas lebih lanjut pada bagian berikut:

• Stadia I; terlepas dari kandungan nilai nutrisinya, ternyata larva yang diberi

perlakuan pakan I. galbana menunjukkan sintasan dan laju pertumbuhan lebih

baik jika dibandingkan perlakuan lain. Diduga, pada fase awal pertumbuhan

larva, waktu pertama kali membutuhkan asupan pakan dari luar (eksogenous),

larva menghendaki tersedianya pakan yang ukurannya lebih kecil dari ukuran

bukaan mulutnya. Larva lebih memilih I. galbana karena ukurannya yang sesuai

dengan bukaan mulut dibanding P. lutheri. Jenis flagelata ini mempunyai sedikit

silia, gerakannya relatif lambat dan warnanya kontras dengan warna air, sehingga

lebih menarik minat larva. Sejumlah studi yang dilakukan Helm and Laing

(1987) Southgate et al. (1998); Phatarpekar et al. (2000); Martinez-Fernandez et

al. (2006); Rico-Villa et al. (2006); menunjukkan I. galbana (T-Iso) mengandung

nilai nutrisi yang tinggi untuk larva P. margaritifera. Menurut Martinez-

Fernandez et al. (2006) ukuran flagelata I. galbana 3 x 5 µm atau menurut

Chapman and Chapman (1973) ukurannya 3,5–4 μm, sedangkan ukuran Pavlova

sp 4 x 8 µm (5–8 µm). I. galbana biasanya digunakan sebagai pakan stadia awal

larva, karena mempunyai keunggulan yaitu ukurannya lebih kecil dibanding jenis

lain (Phatarpekar et al. 2000). Pemeliharaan larva P. margaritifera yang hanya

diberi pakan Monochrysis (=Pavlova) lutheri dilaporkan larva menunjukkan

gejala tidak normal (Tanaka et al. 1970). Laporannya yang lain tentang masalah

Page 59: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

42

penggunaan pakan P. lutheri sebagai pakan larva P. margaritifera yaitu dalam

kaitannya dengan kondisi alga yang tidak sehat (morbidity) karena suhu air kultur

larva yang relative tinggi, sehingga P. lutheri banyak yang mati sebelum

dimakan, akibatnya menurunkan kualitas air pemeliharaan larva. Observasi pada

larva Crassostrea gigas yang diberi pakan P. lutheri tidak menunjukkan

pengaruh yang negatif (Ponis et al. 2003), tetapi tingkat konsumsinya rendah

(Ponis et al. 2003, 2006). Hasil studi Ponis et al. (2006) juga menjelaskan

terdapat indikasi bahwa kelas Pavlovaceae tidak cocok untuk pakan larva C.

gigas, karena larva menunjukkan pertumbuhan yang tidak baik dan sintasan

rendah.

• Stadia II; larva menunjukkan preferensi yang tinggi pada jenis pakan I. galbana,

namun selisih angka konsumsi kedua jenis pakan I. galbana dan P. lutheri

tersebut tidak terlalu besar, sehingga pada stadia ini diperoleh gambaran bahwa

larva stadia II menyukai kedua spesies fitoplankton tersebut. Pilihan larva pada

jenis pakan yang bervariasi yaitu I. galbana atau P. lutheri juga tercermin dari

pengaruhnya yang siknifikan pada sintasan dan laju pertumbuhan. Berarti kedua

jenis fitoplankton tersebut selain dapat menyediakan nutrisi juga dapat dicerna

oleh larva. Hal ini didukung oleh pernyataan Martines-Fernandez et al. (2004)

bahwa jenis mikroalga yang dapat dicerna oleh larva P. sterna hanya

Nannochloris sp., Pavlova lutheri dan Isochrysis galbana. Alagarswami et al.

(1989) melakukan pengujian secara partial terhadap dua jenis alga I. galbana dan

P. lutheri yang diberikan pada larva P. margaritifera, hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa larva yang diberi makan I. galbana pertumbuhannya lebih

cepat. Pada hari ke-23, larva yang makan I. galbana ukuran tinggi (DV)

mencapai 244,8 μm, sedangkan yang diberi P. lutheri berukuran 202,8 µm.

• Stadia III; larva lebih menyukai jenis pakan campuran I. galbana dan P. lutheri.

Alagarswami et al. (1989) memelihara larva P. margaritifera sampai menempel

dengan memberikan pakan campuran yang terdiri dari I. galbana dan P. lutheri.

Tetapi penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda, ternyata pakan campuran

hanya sesuai diberikan pada larva P. maxima mulai hari ke-14 sampai larva

menempel. Larva yang diberi pakan campuran menunjukkan pertumbuhan dan

Page 60: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

43

sintasan lebih baik jika dibanding pakan monispesies, diduga variasi pakan yang

diberikan dapat mengurangi kebosanan pada satu jenis pakan dan nutrisinya juga

lebih lengkap.

I. galbana dan P. lutheri sering disebut juga dengan golden-brown

flagelata, keduanya mempunyai kandungan lemak tinggi (Martinez-Fernandez et al.

2006). Lemak merupakan sumber energi utama bagi stadia awal kehidupan bivalvia

(Gallager et al. 1986; Laing and Millican 1986), termasuk larva tiram mutiara P.

margaritifera (Strugnell and Southgate 2003). Sejumlah studi menyebutkan bahwa

yang terpenting dari kandungan protein alga adalah dalam asosiasinya dengan

kompetensi nutrisi alga, karena faktor tersebut mempengaruhi perkembangan dan

sintasan larva. Kandungan protein penting pengaruhnya terhadap nilai nutrisi

mikroalga, terutama dalam asosiasinya dengan asam lemak dan karbohidrat,

keduanya mempunyai peranan utama dalam mendeterminasi nilai nutrisi dan

mempunyai peranan sekundair dalam memodifikasi kandungan nutrisi (Leonardos

and Lucas 2000). Laporan yang sama disampaikan Hoffman et al (2004) tentang

kualitas mikroalga, merupakan faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan

sintasan larva C. gigas, dengan diskripsi membandingkan antara protein dengan

lemak dan karbohidrat (Protein : Lemak + Karbohidrat). Hasil penelitian Martinez-

Fernandez et al. (2006) menemukan bahwa, pertumbuhan awal larva P. margaritifera

menunjukkan korelasi positif nyata dengan tingkat kandungan protein, lemak dan

karbohidrat, tetapi larva dewasa menunjukkan korelasi siknifikan hanya dengan

kandungan karbohidrat, namun penelitiannya tidak menemukan korelasi yang nyata

antara P : L + K dengan pertumbuhan atau sintasan larva P. margaritifera.

Dalam penelitian ini, digunakan formula Walne sebagai media (pupuk)

kultur I. galbana dan P. lutheri. Komposisi Walne mengandung mikronutrien yang

lebih lengkap jika dibanding media pupuk lain seperti Conway dan Guillard yang

biasa digunakan untuk kultur fitplankton. Walne juga mengandung vitamin, sehingga

semakin melengkapi kandungan nutrisi fitoplankton yang dikultur. Menurut Jeffrey

et al. (1990) vitamin yang terkandung dalam mikroalga juga memberikan kontribusi

pada nilai nutrisi yang dikandungnya. Diduga kandungan nutrisi fitoplankton yang

digunakan dalam penelitian sudah cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari kecepatan

blooming atau pencapaian kepadatan puncak populasi dan lamanya waktu fase

stasioner. Puncak blooming keduanya dicapai hari ke-5 dengan lama waktu fase

Page 61: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

44

stasioner mulai hari ke 5–9. Kepadatan fitoplankton (I. galbana) yang digunakan

sebagai pakan mencapai 8–9 juta sel/ml dan P. latheri 10–11 juta sel/ml. Hasil kultur

murni yang sama dilakukan BBL (2002) yaitu kepadatan optimum Isochrysis sp. dan

Pavlova sp. antara 5–10 juta sel/ml.

Menurut nilai nutrisinya, berbeda spesies mikroalga mempunyai kemampuan

mendukung pertumbuhan yang berbeda pada tingkat atau stadia yang bervariasi. I.

galbana mengandung PUFAs 20: 5w3 (7,2 mg) dan 22: 6w3 (4,3 mg), kandungan

PUFAs sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan organisme laut dan ini

hanya dapat diperoleh dari makan alga. Khususnya PUFAs, merupakan komponen

esensial pembentuk membran sel pada semua stadia kehidupan bivalvia moluska

(Jeffrey et al. 1990). P. Lutheri juga sumber asam lemak yang baik, kandungan asam

lemak seperti SAFA 27 mg, MUFA 8,0 mg, PUFA 72,1 mg, EPA + DHA 43,9 mg

(Martinez-Fernandez et al. 2006).

Sintasan dan Laju Pertumbuhan Spat

Sintasan spat tertinggi terdapat pada perlakuan pakan I. galbana (25 %) + P.

lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %) densitas 15.000 sel/ml (86,53 %) dan terendah

pada perlakuan P. lutheri (50 %) + T. tetrathele (50 %) densitas 10.000 sel/ml (46,30

%). Hasil analisis varian dan uji nilai tengah Tukey menunjukkan adanya beda nyata

(P ≤ 0,05) antar perlakuan dan interaksinya (Tabel 4; Lampiran 8ab).

Tabel 4. Sintasan (%) spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai jenis dan

densitas pakan hidup

Faktor II Densitas Pakan Hidup (sel/ml) Faktor I (D) 10.000 (E) 15.000 (F) 20.000 Jenis Pakan : (A) I. galbana + T. tetrathele

52,17 ± 0,62

69,32 ± 0,82

61,02 ± 0,86

(B) P. lutheri+ T. tetrathele

46,28 ± 0,68

60,09 ± 1,17

53,45 ± 1,51

(C) I. galbana + P. lutheri + T. tetrathele

65,70 ± 0,75

86,57 ± 0,85

78,22 ± 0,84

Kajian terhadap laju pertumbuhan spesifik spat menunjukkan hasil yang sama

dengan sintasan (Gambar 13; Lampiran 9a). Hasil analisis varian dan uji nilai tengah

Page 62: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

45

Tukey juga menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (P ≤ 0,05) antar perlakuan

dan interaksinya (Lampiran 9bc).

0

5

10

15

20

25

30

10000 15000 20000Densitas (sel/ml)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

) Ig + TtPl + TtIg + Pl + Tt

Gambar 13. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima (rata-rata μm ± SD) pada

berbagai jenis dan densitas pakan hidup (Ig : Isochrysis galbana, Pl : Pavlova lutheri, Tt : Tetraselmis tetrathele).

Berdasarkan data aktivitas makan, tingkat konsumsi pakan harian,

sintasan dan laju pertumbuhan, maka dibuatlah jadwal pemberian pakan spat P.

maxima (Gambar 14) sebagai berikut:

Gambar 14. Jadwal pemberian pakan spat tiram mutiara P. maxima dari umur 25–35

hari (D25–D35).

Hasil analisis varian dan uji nilai tengah Tukey yang menunjukkan adanya

pengaruh nyata pada interaksi antara jenis dan densitas fitoplankton,

mengindikasikan bahwa secara sinergi jenis dan densitas fitoplankton mempengaruhi

Page 63: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

46

sintasan dan laju pertumbuhan spat. Aplikasi perlakuan jenis (multi spesies) dan

densitas pakan hidup pada spat sengaja diberikan mengingat adanya kecenderungan

dari stadia akhir larva yang menunjukkan lebih menyukai variasi pakan campuran

dibanding pakan monospesies. Mempertimbangkan pula hasil penelitian (Chellam

1983; Winanto 1987; Anwar 2005) tentang analisis isi lambung tiram mutiara yang

menemukan berbagai jenis plankton di dalam isi lambung tiram mutiara.

Pertimbangan lain karena pakan multispesies lebih menjanjikan pengkayaan variasi

nilai nutrisi dibanding monospesies. Dipertegas lagi oleh Jeffrey et al. (1990) untuk

memastikan kecukupan nutrisi dari pakan mikroalga adalah kebiasaan untuk

memberikan makanan campuran (mixed diet) yang terdiri dari dua atau lebih spesies

alga yang berbeda, misalnya pada stadia setelah larva atau juvenil diberikan

tambahan pakan flagelata berukuran besar seperti Tetraselmis dan Chroomonas dan

jenis diatom sentris lainnya. Dengan memberikan pakan campuran dapat dipastikan

telah tersedia suatu komplemen yang lengkap dengan nutrisi. Pendapat tersebut

selaras dengan hasil kajian yang dilakukan yaitu spat menunjukkan sintasan tertinggi

(86,53 %) pada perlakuan pakan multispesies atau kombinasi tiga jenis flagelata I.

galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %) dengan densitas 15.000

sel/ml.

Laing (1995) melakukan penelitian pada larva stadia akhir dan juvenil Ostrea

edulis dan C. gigas dengan memberikan pakan standar yang terdiri dari campuran T-

Iso (Isocrysis aff. galbana), Chaetoceros calcitrans dan Tetraselmis suecica. Dalam

percobaan ini tidak digunakan C. calcitran dan T. suecica karena ukurannya relatif

besar sehingga dipilih P. lutheri yang ukurannya lebih kecil dan mempunyai

kandungan nutrisi lebih tinggi. Menurut Martinez-Fernandez (2004) C. calcitran

berukuran 5 x 5 µm, mempunyai dinding sel kaku dan spina besar, sedangkan T.

suecica berukuran 12–15 µm. Menurut Nell and Holiday (1988) C. calcitran

biasanya digunakan sebagai pakan larva dan juvenil/spat tiram Crassostrea sp.,

Saccostrea sp dan Ostrea sp. Merujuk pernyataan dari BBL (1999; 2004) C.

calcitran., T. chuii, Chlorella sp., Dunaliella sp., dan Nannochloropsis sp., umumnya

digunakan sebagai green water dan pakan zooplankton (rotifer) pada pembenihan

ikan laut.

Pertimbangan utama menggunakan T. tetrahele sebagai komposisi pakan

campuran adalah selain ukurannya yang relatif kecil juga kandungan nilai nutrisinya

Page 64: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

47

yang tinggi. Hasil analisis mikroalga T. tetrahele yang dilakukan Napolitano et al.

(1990) mencatat adanya kandungan asam lemak penting dari seri w6, seperti linoleic,

gamma-linolenic, dihomo-gamma-linolenic dan kandungan asam arachidonic (AA)

yang relatif tinggi. Pada spesies lain AA merupakan komponen sangat minor,

sehingga jarang dilaporkan. Kandungan asam lemak w6 (persen total asam lemak)

yang terdiri dari 18:2w6 sebanyak 6,5 %, 18:3w6 = 0,1 %, 20:3w6 = 0,2 % dan

20:4w6 = 2,4 %.

Sintasan dan laju pertumbuhan paling rendah yang terjadi pada perlakuan

jenis pakan P. lutheri (50 %) + T. Tetrathele (50 %) densitas 10.000 sel/ml (BD),

diduga tidak berkaitan langsung dengan jenis pakan, tetapi densitasnya yang terlalu

rendah, sehingga spat kekurangan pakan dan kondisinya jadi menurun, pertumbuhan

terhambat atau bahkan mati. Ciri-ciri spat yang kondisinya lemah antara lain

cangkang terbuka relatif lebar dan reaksinya lambat saat menutup cangkang. Spat

yang mati umumnya masih melekat pada kolektor, cangkangnya ada yang sedikit

terbuka tetapi ada juga yang tetap tertutup dan jika disentuh akan terlepas dari

kolektor. Menurut Laing (1995) kebutuhan pakan baik dalam jumlah maupun

konsentrasi yang terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan dan waktu

penempelan tiram O. edulis dan C. gigas. Oleh sebab itu, untuk melihat kompetensi

menempel stadia akhir larva, maka diberikan jenis pakan Tahitian I. galbana dengan

kepadatan tinggi sekitar 20.000 sel/ml (Baker 1994).

Lebih lanjut diamati, spat yang diberi pakan dengan komposisi terdapat I.

galbana menunjukkan laju pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan

komposisi tambahan P. lutheri. Hal ini dipertegas lagi oleh pernyataan Helm and

Laing (1987) walaupun I. galbana mengandung HUFA relative kecil tetapi tetap

digunakan sebagai pakan, karena sebagai pemacu pertumbuhan. Menurut Napolitano

et al. (1990) I. galbana mengandung 45 komponen lemak, dengan kandungan unsur

utama termasuk saturated (14:0 dan 16:0), monounsaturated (16:1w7 dan 18:1w7),

polyunsaturated (18:2w6, 18:4w3, 18:5w3, 22:5w6 dan 22:6w3) dan asam lemak (90

% dari total asam lemak). Penting untuk dicatat bahwa kandungan 22:6w3 (DHA)

pada I. galbana sangat berlimpah, dengan nilai rata-rata mencapai 20 %, diikuti oleh

18:4w3 sebanyak 14 %. Salah satu ciri yang mencolok dari kandungan lemak I.

galbana adalah adanya asam lemak yang tidak biasa ditemukan seperti 18:5w3 atau

mengandung w3-PUFA (53,6 %).

Page 65: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

48

Waktu Pencapaian Stadia

Hasil pengamatan menunjukkan, bahwa waktu pencapaian stadia

plantigrade tercepat (19,2 hari) terdapat pada perlakuan pakan I. galbana (50 %) + P.

lutheri (50 %), densitas 10.000 sel/ml (CF) dan paling lambat terjadi pada perlakuan

pakan P. lutheri dengan densitas 4.000 sel/ml (28,28 hari) (Gambar 15; Lampiran

10a). Hasil analisis ragam dan uji lanjut Tukey menunjukkan terdapat perbedaan

nyata (P ≤ 0,05) antar perlakuan dan interaksinya (Lampiran 10b).

0

5

10

15

20

25

30

35

4000 7000 10000Densitas (sel/ml)

Wak

tu (h

ari)

I. galbanaP. lutheriI. galbana + P. luitheri

Gambar 15. Lama waktu (hari) pencapaian stadia plantigrade (D20) pada berbagai

jenis dan densitas pakan hidup.

Hasil pengamatan terhadap waktu pencapaian stadia plantigrade, semakin

mempertegas bahwa jenis dan densitas pakan terbaik untuk sintasan dan

pertumbuhan larva stadia I adalah I. galbana (4.000 sel/ml) dan campuran pakan I.

galbana + P. lutheri (10.000 sel/ml) baik diberikan mulai hari ke-14 sampai hari ke-

20.

Refleksi dari kualitas pakan yang diberikan dapat dilihat dari waktu

pencapaian stadia plantigrade. Menurut Tan Tiu et al. (1989) nilai nutrisi pakan

berpengaruh pada lama waktu stadia larva dan kompetensi menempel. Lebih lanjut

Baker (1994) menyampaikan bahwa kualitas pakan larva biasanya menjadi penyebab

utama lama waktu penempelan larva C. virginica. Waktu pencapaian stadia

plantigrage tercepat terdapat pada perlakuan pakan I. galbana + P. lutheri (10.000

sel/ml), diduga karena kombinasi dua spesies fitoplankton tersebut mampu

menyediakan nutrisi yang lebih lengkap jika dibanding larva yang hanya diberi pakan

monospesies. Menurut pendapat beberapa outhor yang dirangkum Bayne (1983),

Page 66: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

49

larva yang diberi pakan campuran alga (mixed algae), menunjukkan pertumbuhan

lebih cepat jika dibanding larva yang diberi pakan satu jenis alga, karena pakan

campuran menyediakan nutrient esensial lebih lengkap. Lebih lanjut disampaikan

Muller-Feuga et al. (2003) pakan campuran alga dapat meningkatkan perubahan

pencapaian keseimbangan pakan, mikroalga umumnya sebagai penyedia nutrisi

dalam ratio plurispesifik untuk bivalvia. Oleh sebab itu, produksi larva sesungguhnya

akan siknifikan jika menggunakan metode pemberian pakan yang empiris. Dimana

setiap penelitian atau hatchery komersial harus mempunyai berbagai spesies

mikroalga dan ada fasilitas pencampuran mikroalga sendiri, sehingga dapat

meningkatkan pertumbuhan larva (Coutteau and Sorgeloos 1992). Berkaitan dengan

keanekaragaman pakan, kombinasi jenis pakan yang biasa digunakan adalah

Haptophyceae dan Bacillariophyceae (Robert and Gerard 1999). Campuran jenis

pakan yang terdiri dari dua Prymnesiophyta yaitu Pavlova lutheri dan Isochrysis

affinis galbana (clone T. Iso), keduanya telah diketahui berperan penting dalam

perkembangan dan metamorfosis Pecten maximus (Delaunay et al. 1993). Helm

(1977), mendemontrasikan pemberian pakan campuran I. galbana dan T. suecica

pada larva O. edulis, larva menunjukkan pertumbuhan dan waktu penempelan yang

siknifikan.

Kualitas Air

Beberapa parameter kualitas air (Lampiran 11) yang diamati, masih berada

pada kisaran yang memenuhi syarat untuk sintasan dan pertumbuhan larva dan spat

tiram mutiara. Sehingga tidak dilakukan pembahasan lebih lanjut.

Page 67: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

50

Simpulan

1. Larva bentuk-D pertama kali dijumpai pada umur 18–20 jam setelah menetas.

Larva mulai makan ketika berumur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis I).

Larva dan spat mempunyai kecenderungan mengkonsumsi pakan sepanjang hari.

Puncak konsumsi makan larva yaitu pada waktu pagi hari sekitar pukul 8.00 dan

sore hari sekitar pukul 18.00. Sedangkan spat mengkonsumsi banyak pakan pada

waktu pagi hari sekitar pukul 8.00–10.00 dan sore hari dari pukul 16.00–18.00.

2. Jadwal pemberian pakan larva P. maxima; D1–D8 diberi pakan I. galbana

(2.600–4.200 sel/ml/hari. D8–D16: I. galbana (3.700–7.800 sel/ml/hari) atau P.

lutheri (2.300–7.800 sel/ml/hari). D14–D20: I. galbana (50 %) + P. lutheri (50

%) (7.700–9.300 sel/ml/hari).

Jadwal pemberian pakan spat P. maxima; D25–D28 diberikan pakan campuran

Isochrysis galbana (50 %) + Tetraselmis tetrathele (50 %) dengan densitas

8.900–10.000 sel/ml/hari. D28–D35 diberi pakan campuran I. galbana (25 %) +

Pavlova lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %), pada umur D28–D32: densitas

9.100–15.800 sel/ml/hari; D32–D35, densitas 14.600–18.925 sel/ml/hari.

3. Sintasan dan laju pertumbuhan larva stadia I tertinggi terdapat pada perlakuan

jenis pakan I. galbana densitas 4.000 sel/ml; Stadia II tertinggi pada perlakuan I.

galbana densitas 7.000 sel/ml; Stadia III tertinggi pada perlakuan pakan

campuran I. galbana + P. lutheri, densitas 10.000 sel/ml.

Sintasan dan laju pertumbuhan spat tertinggi terdapat pada perlakuan kombinasi

pakan I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + T. tetrathele (50 %), dengan

densitas 15.000 sel/ml.

Daftar Pustaka

Alagarswami K, Dharmaraj S, Velayudhan TS, Chellam A, Victor ACC, Gandhi AD. 1983. Larva Rearing and Production of Spat of Pearl Oyster Pinctada fucata (Gould).. Elsivier Science Publisher. B.V. Amsterdam. Aquaculture 3: 287-301.

Alagarswami K, Dharmaraj S, Velayudhan TS, Chellam A, Victor ACC. 1983a. On

Controlled Spawning of Indian Pearl Oyster Pinctada fucata (Gold). Proc. Symp. Coastal Aquaculture, Mar, Biol. Ass. India. Pt. 2: 590-597.

Page 68: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

51

__________________________. 1983b. Embrionic and Larva Development of Pearl Oyster Pinctada fucata (Gold). Proc. Symp. Coastal Aquaculture, Mar, Biol. Ass. India. Pt. 2: 598-603.

Alagarswami K, Dharmaraj S, Velayudhan TS, Chellam A. 1987. Hetchery

Tecnology for Pearl Oyster Production. Bul CMFRI 39: 37-8. Alagarswami K, Dharmaraj S, Chellam A, Velayudhan TS. 1989. Larva and Juvenil

Rearing of Black-lip Pearl Oyster Pinctada margaritifera (Linnaeus). Aquaculture 76: 43-56.

Anwar K. 2005. Kajian Pola Reproduksi dan Pemeliharaan Larva Tiram Mutiara

(Pinctada maxima Jameson) Pada Pemberian Pakan Alami. Disertasi. IPB. Bogor.

Baker P. 1994. Competency to Settle in Oyster Larvae, Crassostrea virginica. Wild

versus hatchery-reared larvae. Aquaculture 122: 161-169. (BBL) Balai Budidaya Laut. 1999. Pembenihan ikan kerapu tikus (Cromileptes

altivelis). Balai Budidaya Laut Lampung. 88 hal. _____. 2001. Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima). Balai Budidaya Laut

Lampung. Seri Budidaya Laut 6: 61 hal. _____. 2002. Kultur Pakan Hidup. Balai Budidaya Laut Lampung. Seri Budidaya

Laut 7: 106 hal. _____. 2004. Pembenihan ikan kerapu. Balai Budidaya Laut Lampung. Seri

Budidaya Laut 13. 106 hal. Bayne BL. 1983. Physiological ecology of marine molluscan larvae. In: Tompa AS,.

Verdonk NH, Biggeleer JAMV. The Mollusca. Development. 3(8): 299-336. Brown MR, Jeffrey SW, Volkman JK, Dunstan GA. 1997. Nutritional Properties of

Microalgae for Mariculture. Aquaculture. 151: 315-331. Chapman VJ, and Chapman DJ. 1973. The Algae. The University Press. London. Chellam A. 1983. Stydy on the stomach contents of pearl oyster Pinctada fucata

(Gould) with reference to the inclusion of bivalve eggs and larvae. Proc Symp Coastal Aquaculture 2: 604-607.

Chengbo Z and Shuanglin D. 2004. Effect of Na/K Ratio in Seawater on Growth and

Energy Budget of Juvenile Litopenaeus vannamei. Aquaculture 234: 485-496. CMFRI. 1991. Pearl Oyster Farming and Pearl Culture. Training Manual No. 8.

Regional Seafarming Development and Demonstration Project. RAS/90/002. Bangkok, Thailand. 103 p.

Page 69: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

52

Coutteau P. 1996. Micro-Algae. In: Lavens P, Sorgeloos P. Manual on The Production and Used of Live Food for Aquaculture. FAO Fisheries Technical Paper. 361(2):7-43.

Coutteau P and Sorgeloos P. 1992. The Uses of Algal Substitutes and The

Requirements for Live Algae in Hatchery and Nursery rearing of Bivalve Molluscs: An International Survey. J Shellfish Res 11: 467–476.

Creekman LL. 1977. The effects of conditioning the American oyster (Crassostrea

virginica) with Tetraselmis suecica and comstarch on the growth, vigor, and survival of its larvae. Master’s Thesis, Dept. Mar. Science, Univ. Virginia, 58 pp.

Delaunay F, Marty Y, Moal J, Samain JF. 1993. The effect of Monospecific Alga

Diets on Growth and Fatty Acid Composition of Pecten maximus (L.,) Larvae. J Exp Marine Biol Ecol 173: 163–179.

Devakie MN and Ali AB. 2000. Salinity-temperatur and nutritional effects on the

setting rate of larvae of the tropical oyster, Crassostrea iredalei (Faustino). Aquaculture 184: 105–114.

Dharmaraj, S, Velayudhan TS, Chellam A, Victor ACC, Gopinathan CP. 1991.

Hatchery Production of Pearl Oyster Spat: Pinctada fucata. CMFRI Special Publication 49. India. 36p.

Galleger SM, Mann R, Sasaki GC. 1986. Lipid as an Index of Growth and Viability

in Three Species of Bivalve larvae. Aquaculture 56: 81-103. Ghiretti F. 1966. Respiration. In: Wilbur KM, Yonge CM. Physiology of Mollusca,

Vol. II. Academic Press. New York. 5: 175-208 Gosling E. 2004. Bivalve Molluscs. Biology, Ecology and Culture. Fishing News

Book. Great Britain. Helm MM. 1977. Mixed Algal Feeding of Ostrea edulis Larvae With Isochrysis

galbana and Tetraselmis suecica. J Mar Biol. Assoc UK 57: 1019-1029. Helm MM and Laing PF. 1987. Preliminary Observations on The Nutritional Value

of “Tahiti Isochrysis” to Bivalve Larvae. Aquaculture 62: 281-288. Hisada Y and Komatsu H. 1985. Black-lip Pearl Oyster. Deputy General Manager.

Pearl Enterprise. Div. Pearl Res. Dept. Japan. 8p. Hofman EE, Powel EN, Bochenek EA, Klinck JM. 2004. A Modelling Study of The

Influence of Environment and food Supply on Survival of Crassostrea gigas Larvae. J Marine Science 61: 596-616.

Jeffrey SW, Gerland CD, Brown MR. 1990. Microalgae in Australian Mariculture.

In: Biology of Marine Plants. Longman-Chesher. 18: 400-414.

Page 70: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

53

Kestomon P and Baras E. 2001. Enfironmental Faktor and Feed Intake: Mechanism and Interaction. In: Haulihan D, Boujard T, Jobling M (Ed). Food Intake in Fish. Blackwell Science. USA. p131-156.

Knauer J and Southgate PC. 1999. A review of The Nutritional Requirement of

Bivalves and The Development of Alternative and Artificial Diets for Bivalve Aquaculture. Rev Fisheries Science 7: 241-280.

Kobayashi S and Watanabe N. 1959. The Study of Pearls. Gihodo Press, Tokyo. Laing I and Millican PF. 1986. Relative Growth and Growth Efficiency of Ostrea

edulis L., Spat Fed Various Algal Diets. Aquaculture 54: 245-262. Laing I. 1995. Effect of food Supply on Oyster Spatfall. Aquaculture 131:315-324 Leonardos N and Lucas NIA. 2000. The Nutritional Value of Algae Grown Under

Different Culture Conditions for Mytilus edulis L., Larvae. Aquaculture 182: 301-315.

Martinez-Fernandez E, Acosta-Salmon H, Rangel-Davalos C. 2004. Ingestion and

Digestion of 10 Species of Microalgae by Wing Pearl Oyster Pteria sterna (Gould, 1851) Larvae. Aquaculture 230: 417-423.

Martinez-Fernandez E, Acosta-Salmon H, Southgate PC. 2006. The Nutritional

Value of Seven Species of Tropical Microalgae for Black-Lip Pearl Oyster (Pinctada margaritifera, L.) Larvae. Aquaculture 257: 491-503.

Minaur J. 1969. Experient on the Artificial Rearing of The Larva of Pinctada

maxima (Jameson)(Lamellibranchia). Aust J Freshw Res 20: 175-187. Muller-Feuga A, Robert R, Cahu C, Robin J, Divanach P. 2003. Uses of Microalgae

in Aquaculture. In: Stottrup JG, McEvoy LA (Eds.), Live Feed in Marine Aquaculture. Blackwell Science Ltd., Oxford, UK., pp. 252-299.

Napolitano GE, Ackman RG, Ratnayake WMN. 1990. Fatty acid composition of

three cultured algal species (Isochrysis galbana, Chaetoceros gracilis and Chaetoceros calcitrans) used as food for bivalve larvae. J World Aquaculture Society 21(2): 122-130.

Nell JA and Holliday JE. 1988. Effects of Salinity on the Growth and Survival of

Sydney Rock Oyster (Saccostrea commercialis) and Pacific Oyster (Crassostrea gigas) Larvae and Spat. Aquaculture 68: 39-44.

Neter J, Wesseran W, Kutsner MH. 1990. Applied Linear Statistikcal Models.

Regression, Analysis of Variance and Experiental Designs. Third Edition. Toppan Copany, LTD. Tokyo, Japan. 1173 p.

Nybakken JW. 1988. Marine Biology: An Ecological Approach. Alih Bahasa oleh

Eidman M, Koesoebiono, Bengen DG, Hutomo M, Sukardjo S. Biologi Laut. Suatu pendekatan ekologis. P.T. Gramedia, Jakarta.

Page 71: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

54

O’Connor WA and Heasman MP. 1997. Diet and Feeding Regimens for Larval Doughboy Scallop, Mimachlamys asperrima. Aquaculture 158: 289-303.

Parsons GJ, Dadswell MJ, Roff JC. 1993. Influence of biofilm on settlement of sea

scallop, Placopecten magellanicus (Gmelin, 1791), in Passamaquoddy Bay, News Brunswick, Canada. J. Shellfish Res. 12: 279–283

Phatarpekar PV, Sreepada RA, Pednekar C, Achuthankutty CT. 2000. A

Comparative study on growth performence and biochemical composition of mixed culture of Isochrysis galbana and Chaetoceros calcitrans with monocultures. Aquaculture 181: 141-155.

Ponis E, Robert R, Parisi G, Tredici M. 2003. Assessment of the performance of

Pacific oyster (Crassostrea gigas) larvae fed with fresh and preserved Pavlova lutheri concentrates. Aquaculture 11:69-79.

Ponis E, Probert I, Veron B, Le Coz JR, Mathieu M, Robert R. 2006. Nutritional

value of six Pavlovaceae for Crassostrea gigas and Pecten maximus larvae. Aquaculture 254: 544-553.

Rico-Villa B, Le Coz JR, Mingant C, Robert R. 2006. Influence of Phytoplankton

Diet Mixtures on Microalgae Consumption, Larva Development and Settlement of The Pacific Oyster Crassostrea gigas (Thunberg). Aquaculture 256: 377-388.

Robert R and Trintignac P. 1997. Microalgues et Nutrition Larvaire en Ecloserie de

Molluques. Haliotis 26: 1-13. Robert R and Gerard A. 1999. Bivalve Hatchery Techniques: Current Situation for

The Oyster Crassostrea gigas and the Scallop Pecten maximus. J Aquat Living Resour 12: 121-130.

Shokita S, Kakazu K, Tomori A, Toma T. 1991. Black-lip Pearl Oyster (Pinctada

margaritifera). In. Yamaguchi (Ed.). Aquaculture In Tropical Areas. Midori. Japan. Pp. 236-242.

Southgate PC, and Ito M. 1998. Evaluation of a partial culture technique for pearl

oyster (Pinctada margaritifera L.) larvae. Aquaculture Enginering 18: 1-7. Southgate PC, Beer AC, Duncan PF, Tamburri R. 1998. Assesment of The

Nutritional Value of Three Species of Tropical Microalgae, Dried Tetraselmis and A Yeast-Based Diet for Larvae of The Blacklip Pearl Oyster, Pinctada margaritifera (L.). Aquaculture 162: 247-257.

Strugnell JM and Soutgate PC. 2003. Changes in Tissue Composition During Larval

Development of The Blacklip Pearl Oyster, Pinctada margarifera (L.). J Molluscan Res 23: 179-183.

Page 72: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

55

Tanaka Y, Inoha S, Kakazu K. 1970. Studies on Seed Production of Black-lip Pearl Oyster Pinctada margaritifera in Okinawa: V. Rearing of The Larvae. Bull Tokai Regional Fisheries Res Lab 63: 97-106.

Tanaka Y and Kumeta M. 1981. Succesful artificial breeding of silver-lip pearl

oyster Pinctada maxima (Jameson). Bulletin Natural Research Institute. Japan. Aquaculture 2: 21-28.

Tan Tiu A, Vaughan D, Chiles T, Bird K. 1989. Food Value of eurytopic microalgae

to bivalve larvae of Cyrtopleura costata (Linnaeus, 1758), Crassostrea virginica (Gmelin, 1791), and Mercenaria mercenaria ((Linnaeus, 1758). J Shellfish Res 8: 399-405.

Thomson PA, Guo M, Harrison PJ. 1993. The Influence of Irradiance on the

Biochemical Composition of Three Phytoplankton Species and Their Nutritional Value for Larvae of The Pacific Oyster (Crassostrea gigas). J Marine Biology 117: 259-268.

Tritar S, Prieur D, Weiner R. 1992. Effects of bacterial films on the settlement of the

oyster, Pecten maximus (Linnaeus, 1758). J. Shellfish Res. 11: 325–330. Wilbur KM and Owen G. 1964. Growth. In: Wilbur KM and Yonge CM. Physiology

of Mollusca. Vol. I. Academic Press. New York. 7: 211-242. Winanto T. 1987. Biologi Tiram Mutiara. Petunjuk Pelatihan Ahli Budidaya Tiram

Mutiara. Tidak di publikasikan. BBL Lampung. _________. 2000. Preferensi Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)

(Bivalvia: Pteriidae) Terhadap Diameter dan Tingkat Kekasaran Bahan Kolektor. Tesis, Tidak Dipublikasikan. IPB. Bogor.

_________. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. P. T. Panebar Swadaya,

Jakarta. Seri Agribisnis. 95 hal.

Page 73: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

56

Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)

Abstract

Energy budget is one of the most sensitive tools available for individual assessing environmental changes like temperature and salinity, and also prerequisite for individual growth and survival. The aim of this study is to obtain informations of energy budget for routine metabolism on different levels of temperature and salinity, and was to know the levels of optimum temperature and salinity. Randomized block design was applied with three replications. The result of study showed that optimal temperature and salinity on P. maxima larvae and spat is 28 oC and 32–34 ‰. Energy budget to routine metabolism increased was attributed temperature and salinity increased due to the optimal, than would be decreased were temperature and salinity increased. The highest of energy budget for routine metabolism at treatment BF. Stage I: energy budget between 6.73–7.35 C g wet weight-1 hour-1 (28.18–30.74 J g wet weight-1 hour-1); Stages II: 5.85–5.95 C g wet weight-1 hour-1 (24.48–24.90 J g wet weight-1 hour-1); Stages III: 4.73–4.80 C g wet weight-1 hour-1 (15.07–19.58 J g wet weight-1 hour-1). The highest of survival rate of larvae by treatment BF but not significan (P ≥ 0.05) with BE, stage I: survival rate between 87.75–87.92 %; Stage II: 81.91–82.39 % and stage III: 76.72–77.26 %. The best of relative growth length of larvae by treatment BF and BE (P ≥ 0.05), at stage I: 29.78 x 17.93–30.57 x 18.43 µm (AP x DV); stage II: 57.62 x 46.73–58.13 x 47.33 µm and stage III: 80.32 x 69.29–80.88 x 69.62 µm. The quickest time of plantigrade stages have found by treatment BF (19.50 days) and hasn’t significant (P ≥ 0.05) with BE (20.85 days). Keywords: Pinctada maxima; larvae; temperature; salinity; routine metabolism.

Pendahuluan

Pinctada maxima merupakan spesies tiram penghasil mutiara South Sea Pearl

yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan ukurannya paling besar (Shirai 1981).

Daerah penyebarannya mulai dari perairan laut dangkal dengan dasar ditumbuhi

tanaman lamun sampai perairan dalam berkarang atau dengan substrat bersedimen di

daerah yang berdekatan dengan landas kontinen dan pulau (Gervis and Sims 1992;

Yukihira et al. 1999).

Bivalvia laut umumnya hidup pasif sehingga kelangsungan hidupnya sangat

dipengaruhi oleh perubahan lingkungan (Jeong and Cho 2007). Studi tentang

outekologi bivalvia (termasuk tiram mutiara) telah dilakukan dan jelas menunjukkan

bahwa beberapa parameter fisik perairan berpengaruh terhadap perkembangan,

pertumbuhan dan sintasan. (Alagarswami and Victor 1976; Kinne 1964; Marsden

2004; Yukihira et al. 2006). Khususnya suhu dan salinitas dapat didiskripsikan

sebagai “master factor” untuk banyak organisme laut (Kinne 1964). Berkaitan

dengan pentingnya pengaruh kedua faktor tersebut, maka telah digunakan untuk

Page 74: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

57

mendiskripsikan sejumlah spesies moluska, tetapi penelitian yang berkaitan dengan

pengaruh sinergi suhu dan salinitas belum banyak dilakukan (Kinne 1964; Yukihira

et al. 2006).

Studi tentang suhu dan ketersediaan pakan pada tiram mutiara P. maxima dan

P. margaritifera di Great Barrier Reef Australia telah dilakukan oleh Yukihira et al.

(1998ab, 1999, 2000, 2006). Penelitian Slamet et al. (1998) di perairan Bali Utara

mencatat suhu 28−29 oC dan salinitas 32−34 ‰ merupakan kisaran yang baik untuk

sintasan dan pertumbuhan tiram mutara P. maxima. Menurut BBL (2001); Tun and

Winanto (1987) pembenihan tiram mutiara sebaiknya dilakukan di lokasi dengan

salinitas air 32–35 ‰. Larva dan spat menunjukkan perkembangan, pertumbuhan dan

sintasan yang baik pada suhu 26−28 oC.

Respon organisme aquatik terhadap suhu dan salinitas dapat diketahui melalui

tingkat energi yang dibelanjakan untuk metabolisme. Pengelolaan pembelanjaan

energi secara positif adalah prasyarat bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup

individu dan hal ini dapat menjadi kriteria penting untuk mengevaluasi adanya

pengaruh lingkungan (Smaal and Widdows 1994). Laju metabolisme dapat diukur

dari kalori yang dibelanjakan atau laju konsumsi oksigen. Pengukurannya dapat

dilakukan dengan menggunakan alat kalorimetrer atau respirometer. Laju

metabolisme dapat juga diukur pada tingkat basal dan atau aktif. Laju metabolisme

basal atau standar (basal metabolism), yaitu pengukuran yang dilakukan dengan cara

memuasakan hewan uji selama 1–2 kali 24 jam. Metabolisme rutin (routine

metabolism) adalah pengukuran yang dilakukan dengan tetap memberikan pakan

setiap hari. Metabolisme aktif (active metabolism) adalah pengukuran yang

dilakukan pada organisme yang aktif berenang atau perenang cepat. Feeding

maksimum (Msda) adalah energi metabolisme untuk kegiatan makan (Feeding

Metabolism, Mt), seperti mencerna dan penyerapan makanan, atau sering pula

disebut energi metabolisme untuk standard dynamic action (Msda) (Affandi et al.

2009; Soria et al. 2007; Wirahadikusumah 1985).

Selama pemeliharaan lava di laboratorium, diperlukan kondisi lingkungan

yang optimum, karena selama perkembangan embrio sampai stadia larva kondisinya

masih sangat rentan dan sensitif, khususnya terhadap perubahan suhu dan salinitas

(O’Connor and Lawler 2004). Menurut Gricourth et al. (2006) untuk memproduksi

Page 75: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

58

larva dan spat baik secara kualitas maupun kuantitas diperlukan kondisi lingkungan

pemeliharaan yang optimal, seperti untuk pertumbuhan, perkembangan dan proses-

proses fisiologis yang mengatur organisme tetap dalam kondisi seimbang dan

terkontrol. Selama proses produksi spat skala besar di hatchery, sangat diperlukan

informasi tentang pengaruh suhu, salinitas dan pakan terhadap pertumbuhan dan

sintasan (Alfaro 2005; Asha dan Muthiah 2005; Martinez-Fernandez et al. 2004).

Dampak faktor lingkungan terhadap organisme telah lama diketahui, bahkan satu

faktor dapat dimodifikasi oleh faktor lainnya, sehingga perlu dilakukan studi

komprehensif untuk mengetahui pengaruh negatif yang ditimbulkan (Kinne 1964;

Yukihira et al. 2000; 2006).

Tujuan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang

pembelanjaan energi untuk metabolisme rutin pada tingkat suhu dan salinitas

berbeda, serta dapat diketahui tingkat suhu dan salinitas optimum, sehingga dapat

diperoleh sintasan dan pertumbuhan yang tinggi.

Bahan dan Metode

Percobaan dilakukan di dalam ruangan menggunakan alat pendingin (AC),

untuk meningkatkan suhu air digunakan alat heater. Pengukuran suhu dilakukan

dengan menggunakan termometer Hg, sedangkan salinitas diukur dengan

refraktometer (Atago, Jepang).

.Untuk mendapatkan salinitas air media (S) yang sesuai dengan perlakuan

(30 dan 32 ‰) ditambahkan air tawar, karena salinitas air di lokasi penelitian ≥ 34

‰. Pengenceran air laut dilakukan dengan perhitungan, mengalikan volume air laut

(liter) yang diencerkan (V1) dengan tingkat salinitas (‰) yang akan diencerkan (St),

dibagi hasil kali volume air tawar yang ditambahkan (V2) dengan volume (liter) air

laut yang diencerkan (V1). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:

12

1

VxVStxVS =

Page 76: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

59

Tahapan percobaan dimulai dengan kultur pakan hidup, pemijahan,

pemeliharaan larva dan spat.

Kultur Pakan Hidup

Pakan hidup dipersiapkan satu bulan sebelum percobaan dimulai. Jenis

pakan hidup yang digunakan adalah fitoplankton Isochrysis galbana, Pavlova lutheri

dan Tetraselmis tetrathele. Inokulum yang digunakan berasal dari biakan murni skala

lab, kemudian diperbanyak hingga mencapai kepadatan sekitar 8–10 juta sel/ml.

Media pupuk untuk kultur pakan hidup adalah formula Walne dan Hirata

(Alagarswami et al. 1987; CMFRI 1991) (Lampiran 2).

Rancangan Percobaan

Rancangan acak kelompok faktorial (RAK–FAKTORIAL 3 x 3) digunakan

dalam percobaan pemeliharaan larva, Pengelompokan dilakukan berdasarkan pada

tahap perkembangan stadia larva. Sedangkan pada pemeliharaan spat menggunakan

rancangan acak lengkap faktorial (RAL–FAKTORIAL). Perlakuan yang digunakan

terdiri dari 2 faktor, yaitu (I) suhu, (II) salinitas. Faktor I terdiri dari tiga taraf faktor

yaitu suhu 26 oC (A); 28 oC (B); dan 30 oC (C). Faktor II terdiri dari tiga taraf faktor

yaitu salinitas 30 ‰ (D); 32 ‰ (E); 34 ‰ (F). Masing-masing perlakuan diulang tiga

kali. Model linear yang digunakan sama seperti pada percobaan sebelumnya

Pemeliharaan Larva

Hewan uji berupa larva P. maxima stadia bentuk-D (D1), dipelihara di

dalam wadah percobaan ember plastik ukuran 20 liter. Hewan uji diperoleh dari hasil

pemijahan induk P. maxima dengan menggunakan kombinasi metode kejut suhu dan

ekspose (CMFRI 1991; Winanto 2004). Padat penebaran larva diatur sesuai dengan

tahap perkembangannya (BBL 2001). Jadwal pemberian pakan dan media air yang

digunakan mengacu pada percobaan sebelumnya.

Pemeliharaan Spat

Hewan uji spat P. maxima umur 25 hari, ukuran rata-rata 330 x 300 µm (AP

x DV) digunakan dalam percobaan ini. Wadah pemeliharaan menggunakan ember

Page 77: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

60

plastik ukuran 20 liter. Jadwal pemberian pakan dan media air serta pengelolaannya

mengacu pada percobaan sebelumnya.

Sehari sebelum percobaan dimulai, dilakukan proses penempelan spat pada

kolektor berukuran 20 x 30 cm. Spat-spat diambil dengan menggunakan kuas,

kemudian ditebarkan di atas kolektor yang telah disusun horisontal. Kepadatan spat 1

ekor/cm2. Setelah spat menempel dengan kuat (24 jam), selanjutnya kolektor

dimasukkan ke dalam wadah percobaan.

Parameter yang Diamati

Konsumsi oksigen

Pengukuran laju konsumsi oksigen dilakukan dengan menempatkan hewan

uji di dalam botol plastik berwarna gelap ukuran 200 ml. Disain percobaan untuk

mengetahui laju konsumsi oksigen, yaitu berupa satu unit peralatan yang terdiri dari

empat botol. Botol A untuk stok air yang dijenuhkan; botol B sebagai wadah hewan

uji; botol C untuk mengukur laju konsumsi oksigen; dan botol D sebagai tempat

menampung sisa air buangan (Gambar 16). Oksigen terlarut diukur dengan alat DO

meter (YSI 550A, tipe 03J0820 AJ). Untuk mengetahui berat hewan uji, sampel

disaring dan ditampung menggunakan planktonet, kemudian ditimbang

menggunakan timbangan analitik Dever Instrumen ( d = 0,0001 gr).

Gambar 16. Disain percobaan untuk pengukuran laju konsumsi oksigen larva tiram

mutiara P. maxima. D

Page 78: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

61

Variabel yang diukur adalah konsentrasi pemakaian oksigen oleh larva atau

spat dengan sistim tertutup, pengamatan dilakukan setiap jam (1 jam sekali) selama

24 jam. Pengukuran nilai oksigen yang dikonsumsi dilakukan dengan menghitung

selisih antara kandungan oksigen terlarut awal dalam mg/liter [O2]O dan akhir

pengamatan dalam mg/liter [O2]t, dibagi dengan waktu pengamatan/jam (T) dan

jumlah hewan uji dengan satuan berat (mg) (W) (Soria et al. 2007), atau secara

matematis dinyatakan sebagai berikut:

Konsumsi Oksigen = [ ] [ ]

WxTtOoO 22 −

Metabolisme rutin

Tingkat metabolisme rutine diukur pada kondisi hewan uji tetap diberi pakan

dua kali sehari selama percobaan. Untuk mengetahui laju metabolisme rutine

dilakukan dengan mengkonversi jumlah O2 yang dikonsumsi ke dalam satuan energi

sebagai berikut; 1 mgO2 = 0,7 mlO2 (Jeong and Cho 2007); 1 mlO2 = 19,9 Joule

(Soria et al. 2007) dan 1 kalori (calorie) = 4,184 Joule (Somanath et al. 2000).

Sintasan, laju pertumbuhan dan waktu pencapaian stadia

Metode yang digunakan untuk mengetahui sintasan, laju pertumbuhan

spesifik dan waktu pencapaian stadia plantigrade sama dengan percobaan

sebelumnya.

Kualitas air

Parameter air yang diukur selama percobaan antara lain nitrat, nitrit dan

amonia.

Analisis Data

Data yang diperoleh selama penelitian dianalisis dengan uji F. Jika terdapat

data yang penyebarannya tidak normal, maka terlebih dahulu akan dilakukan

transformasi dengan logaritma natural (Ln). Apabila uji F menunjukkan adanya

pengaruh nyata (P < 0,05) pada tiap perlakuan, maka dilanjutkan analisis dengan uji

rerata Tukey (Neter et al. 1990). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

software SPSS versi 15 for Windows.

Page 79: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

62

Hasil dan Pembahasan

Konsumsi Oksigen

Hasil percobaan menunjukkan bahwa tingkat konsumsi oksigen larva P.

maxima tertinggi (Stadia I–III) terjadi pada perlakuan suhu 28 oC, salinitas 34 ‰

(BF) dan terendah pada perlakuan suhu 26 oC, salinitas 30 ‰ (AD) (Tabel 5).

Hasil analisis varian terhadap tingkat konsumsi oksigen menunjukkan adanya

perbedaan nyata (P ≤ 0,05) antar perlakuan suhu dan salinitas, sedangkan interaksi

antara suhu dan salinitas tidak nyata pengaruhnya (P ≥ 0,05). Uji nilai tengah Tukey

menunjukkan bahwa perlakuan salinitas 32 ‰ (E) tidak berbeda nyata lebih kecil (P

≥ 0,05) dengan salinitas 34 ‰ (F), tetapi E dan F berbeda nyata lebih besar dari

perlakuan salinitas 30 ‰ (D). Sedangkan perlakuan suhu dan tiap tahap stadia

berbeda nyata (Lampiran 12).

Tabel 5. Tingkat konsumsi oksigen (mg O2/g berat basah/jam) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai suhu dan salinitas

Umur Faktor II Salinitas (‰) Faktor I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Stadia I (D1–D6)

Suhu (oC): (A) 26 (B) 28 (C) 30

1,09 ± 0,03a 1,65 ± 0,03c 1,34 ± 0,05e

1,29 ± 0,03b 1,98 ± 0,08d 1,75 ± 0,03f

1,31 ± 0,03b 2,16 ± 0,03d 1,77 ± 0,04f

Stadia II (D7–D14)

(A) 26 (B) 28 (C) 30

0,73 ± 0,03a 1,29 ± 0,03c 1,15 ± 0,03e

1,10 ± 0,03b 1,72 ± 0,03d 1,30 ± 0,04f

1,12 ± 0,03b 1,75 ± 0,03d 1,32 ± 0,03f

Stadia III (D15–D20)

(A) 26 (B) 28 (C) 30

0,34 ± 0,04a 1,08 ± 0,03c 0,79 ± 0,04e

0,74 ± 0,03b 1,39 ± 0,03d 1,14 ± 0,02f

0,76 ± 0,03b 1,41 ± 0,03d 1,16 ± 0,03f

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan adanya berbedaan nyata antar perlakuan pada taraf 5 %.

Konsumsi oksigen larva P. maxima dalam kajian ini berbeda dengan hasil

penelitian Pechenik (1980) pada larva veliger (prosobranch) Nassarius obsoletus,

nilai laju konsumsi oksigen veliger kecil sampai besar berkisar antara 2,5 sampai 10

Page 80: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

63

ml O2/jam/g berat kering. Pada larva veliger Crepidula formicate laju konsumsi

oksigen antara 2,5–5 ml O2/jam/g berat kering. Laju konsumsi oksigen pada larva

Mytilus edulis antara 0,75–3 ml O2/jam/g berat kering (Bayne 1983). Laju konsumsi

oksigen larva Ostrea edulis berkisar antara 3–6 ml O2/jam/g berat kering (Gosling

2004). Sedangkan Crisp (1974) menggunakan nilai rata-rata konsumsi oksigen 5 ml

O2/jam/berat kering untuk menduga kelangsungan hidup larva berkaitan dengan

waktu di puasakan, tujuannya untuk mengetahui kandungan protein dan lemak

sebagai cadangan energi. Diduga, variabel penyebab perbedaan nilai konsumsi

oksigen adalah penggunaan spesies dan metode pengukuran yang berbeda. Menurut

Chacon et al. (2003) perbedaan spesies dan metodologi mungkin dapat dijadikan alas

an untuk menjelaskan terjadinya perbedaan hasil penelitian.

Dari hasil analisis dapat diinterpretasikan, semakin meningkat suhu dan

salinitas maka laju konsumsi oksigen juga makin meningkat, hingga mencapai batas

optimum (28 oC; 32–34 ‰), kemudian konsumsi oksigen akan menurun pada kondisi

suhu dan salinitas yang meningkat. Menurut Bayne (1983) pengaruh suhu dan

salinitas pada laju konsumsi oksigen bervariasi antar spesies dan dipengaruhi oleh

kondisi pretreatment (sebelum perlakuan) pada induk, gamet dan larva yang berada

pada satu seri penelitian.

Bayne (1983) menyatakan bahwa tidak ada cara yang sederhana untuk

menghitung laju konsumsi oksigen pada kondisi lingkungan yang berbeda.

Selanjutnya menurut Goddard (1996) laju konsumsi oksigen dipengaruhi oleh

beberapa faktor termasuk suhu air, berat badan dan tingkat aktivitas.

Data tingkat konsumsi oksigen yang diperoleh dapat merefleksikan

karakteristik kondisi larva tiram mutiara pada berbagai suhu dan salinitas media.

Pada P. fucata laju konsumsi oksigen meningkat tinggi selama jam pertama tiram

dimasukkan kembali ke dalam air dan laju konsumsi oksigen kembali normal dicatat

setelah waktu tersebut (Darmaraj 1983). Menurut Taylor (1976) peningkatan

aktivitas cardiac dan respirasi pada bivalvia Arctica islandica mengikuti periode

penutupan cangkang. Hal ini digunakan sebagai interpretasi representasi pembayaran

kembali “utang oksigen” selama masa anaerob. Opini lain disampaikan Boyden

(1972) tentang meningkatnya konsumsi oksigen setelah hewan uji di ekspose,

ternyata dapat merefleksikan hasil ekskretori nitrogen dari aktivitas jaringan yang

meningkat tinggi. Tanda-tanda pada waktu penyesuaikan diri dengan kondisi di

Page 81: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

64

ekspose yang penting dicatat adalah waktu membuka cangkang untuk tujuan

bernafas.

Sebagai salah satu indikator, meningkatnya konsentrasi oksigen juga dapat

dijadikan indikasi peningkatan jumlah penempelan larva stadia akhir. Meningkatnya

konsentrasi oksigen juga dapat mengurangi mortalitas larva (Alfaro 2005). Kajian ini

juga mencatatat hal yang sama, dimana pada tingkat konsumsi oksigen tertinggi (BF)

diikuti oleh sintasan (BF) dan laju perumbuhan (BF) yang tinggi pula. Diduga pada

kondisi tingkat konsumsi oksigen tinggi maka laju metabolisme akan meningkat,

sehingga larva dapat maksimal memanfaatkan pakan yang diberikan. Hal ini

terefleksi dari laju pertumbuhan dan sintasan yang tinggi. Sebaliknya pada perlakuan

suhu 26 oC, salinitas 30 ‰ (AD) laju konsumsi oksigen paling rendah, maka sintasan

dan laju pertumbuhan juga rendah. Menurut Goddard (1996) dibawah kondisi

oksigen terlarut rendah, organisme menunjukkan tanda-tanda stress. Ini merupakan

tanda umum pertama yang diamati, kemudian organisme menunjukkan nafsu makan

berkurang, akibatnya pola renang dan distribusinya menjadi tidak normal.

Pengamatan terhadap tingkat konsumsi oksigen spat menunjukkan bahwa

nilai tertinggi terjadi pada perlakuan suhu 28 oC, salinitas 34 ‰ (25hari: 0,863 mg

O2/g berat basah/jam; 35 hari: 0,627 mg O2/g berat basah/jam) dan terendah pada

perlakuan suhu 26 oC, salinitas 30 ‰ (25 hari: 0,084 mg O2/g berat basah/jam; 35

hari: 0,069 mg O2/g berat basah/jam) (Tabel 6).

Tabel 6. Tingkat konsumsi oksigen (mg O2/g berat basah/jam) spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai suhu dan salinitas.

Faktor I Salinitas (‰) Faktor II (D) 30 (E) 32 (F) 34 Suhu (oC) : • Umur 25 hari

(A) 26 (B) 28 (C) 30

• Umur 35 hari (A) 26 (B) 28 (C) 30

0,084 ± 0,032a 0,510 ± 0,025c 0,331 ± 0,022e

0,069 ± 0,032a 0,328 ± 0,029c 0,213 ± 0,019e

0,286 ± 0,028b 0,829 ± 0,024d 0,660 ± 0,026f

0,182 ± 0,031b 0,593 ± 0,021d 0,507 ± 0,034f

0,303 ±0,026b 0,863 ± 0,015d 0,687 ± 0,014f

0,204 ± 0,018b 0,627 ± 0,061d 0,533 ± 0,026f

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan adanya berbedaan nyata antar perlakuan pada taraf 5 %

Page 82: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

65

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa suhu dan salinitas berpengaruh

nyata (P ≤ 0,05) terhadap tingkat konsumsi oksigen spat dan terdapat pengaruh

interaksi nyata (P ≤ 0,05) antara suhu dan salinitas. Hasil uji nilai tengah Tukey

menunjukkan bahwa antar perlakuan suhu berbeda nyata (P ≤ 0,05), tetapi pada

perlakuan salinitas 32 ‰ (E) tidak berbeda nyata lebih kecil (P ≥ 0,05) dari salinitas

34 ‰ (F) dan Perlakuan D (salinitas 30 ‰) berbeda nyata lebih kecil (P ≤ 0,05) dari

E dan F (Lampiran 13).

Kajian terhadap laju konsumsi oksigen spat menunjukkan hasil yang

mendukung kajian toleransi spat terhadap suhu dan salinitas, yaitu tingkat konsumsi

oksigen spat tertinggi terjadi pada perlakuan suhu 28 oC; salinitas 32 ‰, 34 ‰ (BE,

BF). Tingkat konsumsi oksigen pada spat lebih rendah jika dibandingkan larva,

penurunan konsumsi oksigen sampai sekitar 59,71 % (BE), 60,99 % (BF). Diduga,

penurunan ini disebabkan oleh behavior yang berbeda. Spat hidupnya menetap-

menempel, sedangkan larva bersifat planktonis yang mempunyai behavior aktif

berenang-renang, sehingga membutuhkan energi lebih besar yang direfleksikan

dengan konsumsi oksigen tinggi. Dharmaraj (1983) melakukan pengukuran

konsumsi oksigen pada tiram mutiara P. fucata (50–60 mm) yang berasal dari lokasi

budidaya, nilainya 1,34 ml O2/jam, sedangkan pada P. sugilata (10–20 mm) yang

berasal dari perairan dekat pantai, menunjukkan nilai 0,62 ml O2/jam.

Konsumsi oksigen tiram Crassostrea gigas dari berbagai ukuran pada suhu

13 oC; salinitas 33 ‰ berkisar antara 0,23–1,91 mg O2/jam/g berat daging kering dan

selama penelitian tidak ditemukan perbedaan yang nyata antara 0,53 dan 0,67 mg

O2/jam/g berat daging kering (Jeong and Cho 2007). Pada bivalvia Cerastoderma

edule laju konsumsi oksigen berkisar antara 0,014–0,087 µl O2/mg berat daging/jam

(Kittiwatanawong 2007). Penelitian lain pada abalone (Haliotis discus hannai)

dengan ukuran panjang 92,6 mm; berat kering 12,1–14,39 g, nilai laju konsumsi

oksigen pada suhu 25 oC, salinitas 31,6 – 32 ‰ adalah 0,30–0,32 ml O2/jam/g berat

kering (Lee et al. 2007). Beberapa hasil penelitian yang dihimpun Gosling (2004)

mencatat laju konsumsi oksigen C. gigas pada suhu 27–28 oC sekitar 0,51ml

O2/jam/g berat kering. Laju konsumsi oksigen M. edulis 0,38 ml O2/jam/g berat

kering pada suhu 15 oC; laju konsumsi oksigen Ostrea edulis 0,962 ml O2/jam/g

berat kering (15 oC) dan pada suhu 25 oC 2,655 ml O2/jam/g berat kering; laju

Page 83: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

66

konsumsi oksigen C. virginica pada suhu 20 oC 0,372 ml O2/jam/g berat kering dan

pada suhu 30 oC 0,423 ml O2/jam/g berat kering.

Hasil percobaan ini berbeda dengan hasil beberapa penelitian di atas, karena

selain ukuran sampel dan spesies berbeda, penelitian tersebut umumnya dilakukan di

alam atau dengan mengambil sampel dari alam, sedangkan dalam percobaan ini

sampel berasal dari dalam laboratorium. Diduga, spat yang berasal dari alam harus

melakukan aklimatisasi dengan kondisi perlakuan, sehingga membutuhkan energi

yang relatif besar. Sebaliknya spat yang berasal dari lab atau dari larva yang sudah

dipelihara di dalam lab, tidak perlu membelanjakan banyak energi untuk melakukan

aklimatisasi dengan kondisi laboratorium. Disamping itu, spat yang berasal dari lab

tidak perlu menghamburkan energi untuk filtrasi, karena media air di dalam

laboratorium kualitasnya baik setelah melalui beberapa tahapan proses filtrasi.

Sebaliknya spat yang berasal dari alam harus membelanjakan energi lebih besar

untuk filtrasi, karena masih adanya partikel terlarut yang terjerap di dalam mantel

maupun insang. Menurut Ropert and Goulletquer (2000) laju filtrasi dipengaruhi oleh

ukuran partikel dan ukuran partikel yang stabil berkisar antara 7–8 µm, semakin

besar partikel maka dibutuhkan energi yang lebih besar untuk melakukan filtrasi.

Metabolisme Rutin

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pembelanjaan energi [C(J)/g/jam]

untuk metabolisme rutin larva tertinggi terjadi pada perlakuan suhu 28 oC; salinitas

34 ‰ (BF) dan terendah pada perlakuan suhu 26 oC; salinitas 30 ‰ (AD) (Tabel 7).

Hasil analisis varian menunjukkan terdapat pengaruh siknifikan (P ≤ 0,05) suhu dan

salinitas terhadap laju metabolisme rutin, tetapi tidak ada interaksi nyata (P ≥ 0,05)

antara suhu dan salinitas. Uji nilai tengah Tukey juga menunjukkan ada pengaruh

siknifikan (P ≤ 0,05) suhu, salinitas dan setiap tahap stadia terhadap laju metabolisme

rutin, namun pada salinitas 32 ‰ tidak berbeda nyata lebih kecil (P ≥ 0,05) dengan

salinitas 34 ‰, sedangkan pada salinitas 32 ‰ dan 34 ‰ berbeda nyata lebih besar

(P ≤ 0,05) dengan salinitas 30 ‰ (Lampiran 14).

Page 84: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

67

Tabel 7. Pembelanjaan energi untuk metabolisme rutin (C-J/g berat basah/jam) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai suhu dan salinitas.

Umur Faktor II Salinitas (‰) Faktor I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Stadia I (D1–D6)

Suhu (oC): (A) 26; C (B) 28; C (C) 30; C (A) 26; J (B) 28; J (C) 30; J

3,62 ± 0,12 5,50 ± 0,12 4,48 ± 0,16

15,15 ± 0,45a 23,03 ± 0,50c 18,75 ± 0,68e

4,30 ± 0,10 6,58 ± 0,27 5,83 ± 0,09

18,01±0,43b 27,53±1,12d 24,40±0,39f

4,36 ± 0,12 7,20 ± 0,09 5,90 ± 0,14

18,26±0,45b 30,13±0,37d 24,69±0,59f

Stadia II (D7–D14)

(A) 26; C (B) 28; C (C) 30; C (A) 26; J (B) 28; J (C) 30; J

2,41 ± 0,69 4,31 ± 0,09 3,84 ± 0,11

10,09 ± 2,90a 18,02 ± 0,37c 16,07 ± 0,46e

3,68 ± 0,11 5,74 ± 0,10 4,32 ± 0,12

15,38 ± 0,45b 24,02 ± 0,43d 18,07 ± 0,51f

3,73 ± 0,09 5,83 ± 0,10 4,41 ± 0,09

15,60 ± 0,37b 24,39 ± 0,44d 18,45 ± 0,39f

Stadia III (D15–D20)

(A) 26; C (B) 28; C (C) 30; C (A) 26; J (B) 28; J (C) 30; J

1,12 ± 0,14 3,60 ± 0,08 2,64 ± 0,14

4,70 ± 0,60a

15,07 ± 0,37c 11,04 ± 0,57e

2,45 ± 0,09 4,62 ± 0,10 3,80 ± 0,07

10,25 ± 0,36b 19,32 ± 0,40d 15,88 ± 0,29f

2,52 ± 0,10 4,67 ± 0,10 3,86 ±0,10

10,55 ± 0,42b 19,58 ± 0,43d 16,14 ± 0,42f

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan adanya berbedaan nyata antar perlakuan pada taraf 5 %; C (Calorie); J (Joule).

Pada hewan air, besarnya energi yang dibutuhkan untuk metabolisme dapat

diestimasi melalui pengukuran laju konsumsi oksigen. Metabolisme adalah proses

pemanfaatan nutrien, baik sebagai energi maupun materi melalui proses perombakan

dan sintesis. Proses metabolisme terjadi di dalam sel, dapat dilakukan secara

anabolisme dan katabolisme. Metabolisme rutin didefinisikan sebagai tingkat

pembelanjaan energi pada kondisi normal, untuk mempertahankan struktur dan

fungsi jaringan agar organisme tersebut tetap hidup. Pengukuran Metabolisme rutin

ini dilakukan pada kondisi organisme tetap diberi pakan selama percobaan, atau

masih diberi pakan sesuai jadwal sampai sebelum dilakukan pengukuran laju

konsumsi oksigen (Affandi et al. 2008; Gosling 2004; Soria et al. 2007).

Page 85: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

68

Hasil analisis laju metabolisme rutin yang diperoleh dapat digunakan untuk

menjelaskan mengapa sintasan dan laju pertumbuhan pada perlakuan suhu 28 oC,

suhu 34 ‰ (BF) paling tinggi dan terendah pada perlakuan 26 oC, suhu 30 ‰ (AD).

Untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan dibutuhkan energi yang relatif besar,

pada perlakuan BF energi yang dibelanjakan mencapai 19,58–30,13 J/g/jam (4,67–

7,20 C/g/jam), sedangkan pada perlakuan AD pembelanjaan energi lebih rendah atau

sekitar 4,70–15,15 J/g/jam (1,12–3,62 C/g/jam). Lebih jelas diperoleh gambaran

bahwa untuk aktivitas setiap tahap perkembangan stadia larva dialokasikan energi

yang berbeda sehingga larva mampu menyesuikan diri dengan suhu dan salinitas

perlakuan.

Sampai saat ini belum banyak publikasi yang berkaitan dengan laju

metabolisme larva, khususnya pada larva tiram mutiara P. maxima. Beberapa hasil

penelitian yang dirangkum Bayne (1983) salah satunya tentang konsumsi oksigen

pada veliger moluska (prosobranch), hasil pengukuran menunjukkan bahwa laju

konsumsi oksigen larva veliger ukuran kecil sampai besar antara 2,5–10,0 ml

O2/gram berat kering/jam. Diperkirakan dalam bentuk kalori untuk metabolisme rutin

(1 ml O2 = 19,90 Joule) setara dengan 49,75–199 J/g berat kering/jam. Konsumsi

oksigen larva Metilus edulis berkisar antara 3–6 ml O2/g berat kering/jam (Gosling

2004) atau setara dengan 59,70–119,40 J/g/jam untuk laju metabolisme rutin.

Dalam percobaan ini, laju metabolisme rutin pada setiap tahap stadia larva

berbeda nyata (P ≤ 0,05). Belanja energi terbesar terjadi stadia I yaitu rata-rata 7,20

C/g berat basah/jam, diikuti stadia II rata-rata 5,83 C/g berat basah/jam dan pada

stadia III rata-rata 4,63 C/g berat basah/jam. Dari hasil analisis tersebut diketahui,

bahwa laju metabolisme rutin menurun seiring dengan meningkatnya stadia

perkembangan larva. Menurut Goddard (1996) jika dihitung per unit berat badan,

maka hewan kecil lebih banyak menggunakan energi dibanding hewan besar.

Diduga laju metabolisme tertinggi terjadi pada saat aktivitas larva

meningkat paling tinggi. Pada stadia I, larva mempunyai kebiasaan aktif berenang-

renang, jika diamati dengan seksama aktivitas renangnya sangat tinggi hingga

membentuk gerakan massa larva yang berputar-putar dan kebiasaan itu terus

berlangsung selama stadia tersebut. Pada stadia II, aktifitas renang larva mulai

menurun, diduga pada stadia umbo akhir cangkang semakin berkembang, bertambah

tebal dan berat, sehingga menghambat gerakan larva. Disamping terjadi metamorfose

Page 86: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

69

dari stadia eye-spot menjadi pediveliger. Pada stadia III, laju metabolisme paling

rendah selama stadia larva, diduga selain cangkang bertambah berat, pada stadia ini

terjadi metamorfose dan perubahan behavior (masa transisi) dari kehidupan

planktonis menjadi bentik, sehingga larva mulai banyak berada di bagian tengah

badan air dengan gerakan lambat.

Penjelasan lebih lanjut berkaitan dengan perbedaan tingkat konsumsi oksigen

pada setiap tahap stadia adalah adanya pengaruh suhu. Berdasarkan hasil pengamatan

dapat dijelaskan bahwa laju metabolisme meningkat dengan meningkatnya suhu

sehingga mencapai batas optimum (28 oC), selanjutnya laju metabolisme akan

menurun seiring dengan meningkatnya suhu. Diduga, suhu 30 oC terlalu tinggi untuk

aktivitas metabolisme larva sehingga metabolisme tidak berlangsung efektif

akibatnya laju pertumbuhan lebih rendah dibanding pada suhu 28 oC. Demikian juga

pada suhu 26 oC laju pertumbuhan larva lebih rendah dibanding pada suhu 28 oC dan

30 oC, diduga suhu 26 oC relatif rendah dan kurang efektif untuk proses metabolisme,

sehingga berimplikasi pada perkembangan dan pertumbuhan larva.

Pernyataan yang mendukung disampaikan Goddard (1996) bahwa salah satu

faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen adalah suhu air. Suhu akan

mempengaruhi mekanisme transport ion yang berimplikasi pada osmoregulasi

dengan melibatkan berbagai reaksi kimia. Mediasi transpor ion ditimbulkan oleh

meningkat dan menurunnya suhu. Oleh sebab itu osmoregulasi fluida ekstraseluler

lebih efektif pada suhu tinggi dibanding suhu rendah. Sebagai gambaran, terdapat

beberapa spesies yang dapat bertahan lebih baik pada kondisi fluktuasi salinitas dari

pada suhu tinggi (Gilles and Jeuniaux 1979). Gastropoda Nassarius reticulates tetap

hidup pada salinitas 20–30 ‰, suhu 25 oC tetapi itu hanya terjadi pada kisaran

salinitas yang luas antara 10–40 ‰ dan pada suhu lingkungan hidupnya sekitar 5 oC

(Eriksson and Tallmark 1974).

Terlepas dari pengaruh salinitas, suhu memberikan pengaruh signifikan

terhadap perkembangan larva, selisih perlakuan suhu (2 oC) yang digunakan dalam

penelitian ini ternyata memberikan efek yang siknifikan pada sintasan dan

pertumbuhan larva. Menurut Yukihira et al. (2000; 2006) perbedaan suhu selama

pemeliharaan walaupun kecil atau sekitar 1–2 oC berpengaruh kuat terhadap laju

pertumbuhan. Dikemukakan juga oleh Bayne (1983); Gosling (2004) laju

pertumbuhan larva menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya suhu

Page 87: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

70

hingga mencapai batas optimum dan kemudian laju pertumbuhan akan menurun

bersamaan dengan meningkatnya suhu.

Belanja energi untuk metabolisme rutin spat tertinggi terdapat pada suhu 28 oC dan salinitas 34 ‰ (BF). Belanja energi terendah terjadi pada suhu 26 oC, salinitas

30 ‰ (AD). Hasil analisis varian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan laju

metabolisme yang nyata (P ≤ 0,05) pada setiap perlakuan suhu, salinitas dan interaksi

suhu dan salinitas. Selanjutnya uji Tukey juga menunjukkan terdapat perbedaan laju

metabolisme yang nyata (P ≤ 0,05) pada setiap perlakuan suhu, salinitas dan interaksi

antara suhu dan salinitas. Sedangkan perlakuan salinitas 32 ‰ (E) tidak berbeda

nyata lebih kecil dengan perlakuan 34‰ (F), tetapi E, F berbeda nyata lebih besar (P

≤ 0,05) dari perlakuan salinitas 30 ‰ (D) (Tabel 8; Lampiran 15).

Tabel 8. Pembelanjaan energi untuk metabolisme rutin (C-J/g berat basah/jam) spat P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas.

Faktor II Salinitas (‰)

Faktor I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Suhu (oC) Umur 25 hari: (A) 26 (Calorie) (B) 28 (Calorie) (C) 30 (Calorie) (A) 26 (Joule) (B) 28 (Joule) (C) 30 (Joule)

0,27 ± 0,10a 1,64 ± 0,08c 1,06 ± 0,06e

1,12 ± 0,42a 6,86 ± 0,34c 4,45 ± 0,29e

0,92 ± 0,09b 2,66 ± 0,07d 2,12 ± 0,09f

3,84 ± 0,38b 11,13 ± 0,32d 8,87 ± 0,36f

0,97 ± 0,08b 2,77 ± 0,05d 2,20 ± 0,05f

4,07 ± 0,35b

11,60 ± 0,20d 9,22 ± 0,20f

Umur 35 hari: (A) 26 (Calorie) (B) 28 (Calorie) (C) 30 (Calorie) (A) 26 (Joule) (B) 28 (Joule) (C) 30 (Joule)

0,22 ± 0,10a 1,05 ± 0,09c 0,68 ± 0,06e

0,93±0,43a 4,41±0,38c 2,86±0,25e

0,59 ± 0,10b 1,90 ± 0,07d 1,63 ± 0,11f

2,45±0,41b 7,96±0,28d 6,81±0,45f

0,66 ± 0,06b 2,01 ± 0,20d 1,71 ± 0,08f

2,74±0,24b 8,43±0,82d 7,16±0,34f

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan adanya berbedaan nyata antar perlakuan pada taraf 5 %

Hasil percobaan menunjukkan bahwa suhu 28 oC; salinitas 32 ‰; 34‰ (BE

dan BF) merupakan kondisi optimum untuk sintasan dan laju pertumbuhan spat. Pada

kondisi yang sesuai, spat dapat mengalokasikan energi secara maksimum untuk

Page 88: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

71

perkembangan dan pertumbuhan. Sebaliknya pada suhu 26 oC salinitas 30 ‰ (AD),

belanja energi spat paling rendah, sehingga sintasan dan laju pertumbuhan spat juga

rendah. Menurut Goddard (1996) pada kondisi suhu dan salinitas optimum terjadi

laju metabolisme maksimum, sehingga bisa dicapai sintasan dan laju pertumbuhan

maksimum.

Data yang diperoleh menjelaskan, bahwa belanja energi untuk metabolisme

pada spat lebih rendah dibandingkan dengan stadia larva. Diduga, pada stadia larva

bersifat planktonis dengan dicirikan aktif berenang, sehingga membutuhkan energi

yang lebih besar. Energi tersebut diperoleh dari makanan yang difilter (filter feeder),

jadi selama periode planktonis tingkat filtrasi juga meningkat. Menurut Crisp (1984);

Dame (1996) keseimbangan energi dapat diestimasi melalui perbandingan antara

energi yang diperoleh dari makanan dan energi yang digunakan untuk metabolisme

internal. Jika hasilnya positif, keseimbangan energi ini dapat didefinisikan sebagai

skope untuk pertumbuhan, atau representasi energi yang digunakan untuk tumbuh

(jaringan somatik) (Resgalla et al. 2007).

Sebaliknya pada spat, sepanjang hidupnya menetap-menempel pada

substrat. Aktivitas fisik utama spat hanya melakukan filtrasi makanan, sehingga

membutuhkan energi yang relatif lebih kecil. Menurut Bayne and Newell (1983)

biaya energetik untuk aktivitas makan pada M edulis meningkat secara eksponensial

seiring dengan laju filtrasi; penurunan kebutuhan energi bisa mencapai dua atau tiga

kali dari pada kondisi aktif.

Dalam kajian ini belanja energi untuk metabolisme rutin spat umur 25 hari

lebih besar dibandingkan umur 35 hari. Diduga, spat umur 25 hari lebih banyak

mengeluarkan energi, karena masih berada pada masa transisi hidup sebagai bentik,

sehingga harus memproduksi banyak bisus untuk memantapkan posisi menempel

pada substrat. Sebaliknya pada umur 35 hari spat sudah menetap, sehingga

kondisinya relatif sudah lebih stabil.. Produksi benang bisus yang dilakukan hanya

untuk mengimbangi pertumbuhan cangkang, sehingga membelanjakan energi lebih

kecil. Menurut Morse (1990); Pawlik (1992); Zhao et al. (2003) metamorfose dan

penempelan larva merupakan masa kritis dalam pengendalian dinamika populasi

invertebrata. Sebagian besar bivalvia mempunyai benang bisus pada stadia post

Page 89: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

72

larva, benang bisus berfungsi sebagai stabilisator pada waktu proses metamorfose

dari larva menjadi spat.

Pengukuran laju metabolisme basal pada juvenil abalone (Haliotis fulgans)

dengan berat rata-rata 36,2 g dilakukan setelah dipuasakan. Disebutkan, abalone

menggunakan 108,10 kalori yang berasal dari katabolisme protein atau setara dengan

2,99 C/g/hari. Penelitiannya yang lain pada H. carrugata, menghabiskan kalori 40 –

50 C/g/hari dan proporsi tersebut yang digunakan untuk metabolisme basal sekitar

2,8 – 3,5 C/g/hari. Nilai ini cenderung meningkat dan energi yang diperoleh berasal

dari metabolisme karbohidrat (Viana et al. 2007). Spesies Mytilus californianus

dengan berat kering 1 g, pada suhu 13 oC menghabiskan kalori rata-rata 20,6 J/liter,

nilai tersebut dibagi untuk komponen metabolisme basal 2,72 J/jam dan biaya

mencerna makanan 8,15 J/jam.

Percobaan ini membatasi perlakuan salinitas hanya sampai 34 ‰, karena

selain berdasarkan studi pendahuluan dan rujukan literatur juga mempertimbangkan

habitat alami tiram mutiara yang umumnya hidup di perairan yang dipengaruhi

oseanik, sehingga diduga perlakuan pada salinitas lebih dari 34 ‰ tidak berbeda

nyata. Ternyata hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sintasan, laju

pertumbuhan, konsumsi oksigen dan pembelanjaan energi untuk metabolisme rutin

pada salinitas 32 ‰ tidak berbeda nyata lebih kecil (P ≥ 0,05) dengan salinitas 34 ‰.

Hasil pengamatan yang mendukung dikemukakan oleh Soria et al. (2007) pada

juvenil scallop (Agropecten purpuratus) konsumsi oksigen pada salinitas 34 ‰ lebih

besar dari pada salinitas 38 ‰, tetapi konsumsi oksigen pada perlakuan salinitas 38

‰ dan 42 ‰ tidak berbeda nyata. Selanjutnya disampaikan, tidak ada perbedaan

yang nyata (P > 0,05) laju konsumsi oksigen pada salinitas 34, 38 atau 42 ‰ dengan

suhu 10 oC dan 22 oC.

Perubahan salintas dapat berpengaruh terhadap toleransi suhu organisme

akuatik poikiloterm (Garside and Chin 1972). Toleransi terhadap suhu maksimum

yang ditunjukkan oleh hewan isoosmotik pada saat berada dalam suatu lingkungan,

merupakan strategi adaptasi yang secara umum dimiliki hewan invertebrata. Harus

dicatat, pada sejumlah spesies menunjukkan tidak atau hanya mempunyai kekuatan

osmoregulasi ekstraseluler kecil, mekanisme regulasi isoosmotik intraseluler akan

membawa sejumlah volume sel regulasi dan itu merupakan strategi adaptasi terbaik

Page 90: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

73

dalam medium. Kerang spesies M. granosissimus, berasal dari laut kemudian

diadaptasikan ke salinitas 3 ‰, maka akan mengalami stress dan mungkin akan mati

jika tidak dikembalikan ke laut. Pada spesies tertentu, media air lebih sebagai

penyebab kondisi stres salinitas sehingga variabelnya tergantung pada kemampuan

adaptasi spesies (Gilles and Jeuniaux 1979).

Dalam percobaan ini, tingkat metabolisme rutin larva dan spat tertinggi

terjadi pada perlakuan suhu 28 oC dan salinitas 32 ‰; 34 ‰, atau merupakan suhu

dan salintas optimum untuk larva dan spat P. maxima, jadi hasil sintasan dan laju

pertumbuhan tertinggi yang terjadi pada perlakuan tersebut dapat diterima. Pendapat

yang sama disampaikan Syafiuddin (2005) dan Thomas et al. (2000) bahwa laju

metabolisme optimal terjadi pada kondisi suhu optimal. Perubahan suhu lingkungan

juga merubah energi yang ditujukan untuk meningkatkan laju pertumbuhan, laju

respirasi atau laju konsumsi oksigen. Sebagai contoh, hewan di daerah tropis

mempunyai laju metabolisme lebih besar dibanding hewan yang hidup di daerah

subtropis, fenomena ini dapat terjadi karena adanya perbedaan suhu perairan. Laju

metabolisme hewan tropis meningkat 10 % pada setiap peningkatan suhu air sebesar

1 %. Reaksi biokimia yang berbasis pada kompensasi suhu dipercaya berpengaruh

terhadap kerja sistim syaraf, serta perubahan kuantitatif dan kualitatif dalam tingkat

reaksi enzim (Gosling 2004). Suhu juga mempengaruhi fenomena biologis hewan

aquatik, hal ini tidak mengejutkan karena osmoregulasi hewan aquatik mungkin

responsif pada pengaruh termal (Vernberg and Silverthorn 1979).

Sintasan dan Laju Pertumbuhan Larva

Hasil percobaan menunjukkan bahwa sintasan dan pertumbuhan larva P.

maxima dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Pada stadia I; sintasan tertinggi terjadi

pada perlakuan suhu 28 oC, salinitas 34 ‰ (87,92 %) dan terendah pada perlakuan 26 oC, salinitas 30 ‰ (22,80 %). Pada stadia II dan III, sintasan tertinggi juga terjadi

pada perlakuan yang sama (Tabel 9).

Hasil analisis varian menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P ≤ 0,05)

antar perlakuan suhu, salinitas dan tahap stadia, tetapi interaksi antara suhu dan

salinitas tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05). Hasil uji nilai tengah Tukey menunjukkan

perbedaan nyata (P ≤ 0,05) antar perlakuan suhu, namun perlakuan salinitas 34 ‰ (F)

Page 91: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

74

tidak berbeda nyata lebih kecil (P ≥ 0,05) dari 32 ‰ (E), sedangkan perlakuan 30 ‰

(D) berbeda nyata lebih kecil (P ≤ 0,05) dari E dan F (Lampiran 16).

Tabel 9. Sintasan (%) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai tingkat suhu

dan salinitas.

Umur Faktor II Salinitas (‰) Faktor I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Stadia I (D1–D6)

Suhu (oC): (A) 26 (B) 28 (C) 30

22,80 ± 1,17a 61,17 ± 1,04c 54,46 ± 0,81e

43,02 ± 1,29b 87,75 ± 1,09d 71,95 ±0,91f

43,71 ±1,03b 87,92 ±1,28d 72,23 ± 0,75f

Stadia II (D7–D14)

(A) 26 (B) 28 (C) 30

21,17 ± 0,82a 59,09 ± 0,62c 48,67 ± 0,76e

32,20 ± 1,27b 81,91 ± 0,64d 69,61 ± 0,60f

32,67 ± 1,73b 82,39 ± 0,71d 70,17 ± 1,04f

Stadia III (D15–D20)

(A) 26 (B) 28 (C) 30

10,33 ± 0,91a 64,79 ± 1,19c 48,41 ± 0,83e

22,39 ± 0,88b 76,72 ± 0,86d 60,98 ±0,77f

22,60 ± 0,80b 77,26 ± 0,75d 61,34 ± 0,85f

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama menunjukkan adanya berbedaan nyata antar perlakuan pada taraf 5 %.

Pengamatan terhadap laju pertumbuhan larva dan analisis varian serta uji Tukey

menunjukkan pola dan hasil yang sama dengan sintasan (Gambar 17; Lampiran 17abc).

Stadia I

0123456789

26 28 30 26 28 30 26 28 30Suhu (oC) dan salinitas (‰)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

) 30 ‰32 ‰34 ‰

Stadia IIStadia III

Gambar 17. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva stadia I (D1–D6), stadia II (D7–

D14) dan stadia III (D15–D20) pada berbagai suhu dan salinitas.

Page 92: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

75

Kajian toleransi larva terhadap suhu dan salinitas memberikan hasil yang

komparable utamanya pada toleransi larva tiram mutiara P. maxima yang dipelihara

dalam wadah terbatas dan diberi perlakuan berbagai suhu dan salinitas. Menurut

Gosling (2004) pada saat ini akan lebih bermanfaat apabila dilakukan pengkajian

dengan melihat pengaruh kombinasi suhu dan salinitas terhadap pertumbuhan

Menurut O’Connor and Lawler (2004) suhu dan salinitas berpengaruh terhadap

kecepatan dan keberhasilan pertumbuhan awal larva P. imbricata.

Berdasarkan hasil percobaan ini, sintasan dan laju pertumbuhan larva P.

maxima dari stadia veliger sampai plantigrade nyata dipengaruhi oleh suhu dan

salinitas. Hal ini terlihat dari hasil analisis varian dan uji lanjut Tukey yang

menunjukkan pengaruh siknifikan (P ≤ 0,05) pada setiap perlakuan suhu dan

salinitas, tetapi tidak ditemukan pengaruh nyata (P ≥ 0,05) pada interaksi suhu dan

salinitas. Sehingga diinterpretasikan tidak ada sinergi antara suhu dan salinitas dalam

mempengaruhi sintasan dan pertumbuhan larva P. maxima. Penelitian O’Connor and

Lawler (2004) juga menemukan tidak ada pengaruh sinergi suhu dan salinitas,

walaupun ada pengaruh siknifikan suhu dan salinitas terhadap perkembangan larva P.

imbricata.

Dalam penelitian ini sintasan tertinggi terjadi pada perlakuan 28 oC dan

salinitas 32 ‰; 34 ‰. Sintasan terendah terjadi pada perlakuan suhu 26 oC, salinitas

30 ‰. Rendahnya sintasan diduga karena suhu dan salinitas media relatif rendah

untuk perkembangan larva P. maxima sehingga proses metabolisme dan

osmoregulasi fluida ekstraseluler tidak dapat berlangsung efektif. Pendapat yang

dikemukakan didukung oleh data yang menunjukkan adanya pengaruh suhu dan

salinitas yang siknifikan (P ≤ 0,05) terhadap laju metabolisme rutin.

Hasil penelitian yang tidak jauh berbeda disampaikan O’Connor and Lawler

(2004) yaitu adanya pengaruh suhu serta salinitas pada sintasan larva P. imbricata

dan terlepas dari adanya pengaruh suhu, sintasan tertinggi ditemukan pada salinitas

32 dan 35 ‰. Sebaliknya tingkat mortalitas tertinggi terjadi pada salinitas ≤ 23 ‰,

umumnya mortalitas terjadi dengan cepat dan sangat tinggi pada pengujian suhu

ekstrim 14 dan 26 oC. Larva P. imbricata mempunyai toleransi yang rendah terhadap

salinitas, apalagi jika salinitas turun sampai kurang dari 29 ‰ dan larva tidak dapat

berkembang pada suhu rendah yang ekstrim sekitar 14 oC. Pada kisaran salinitas 29–

Page 93: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

76

35 ‰, persentase perkembangan embrio sampai stadia D-veliger meningkat

siknifikan seiring dengan meningkatnya salinitas.

Sintasan dan Laju Pertumbuhan Spat

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sintasan spat tertinggi terjadi pada

perlakuan suhu 28 ºC dan salinitas 34 ‰ (82,20 %) dan terendah pada perlakuan

suhu 26 ºC dan salinitas 30 ‰ (15,22 %) (Tabel 10). Hasil analisis varian

menunjukkan adanya pengaruh nyata (P ≤ 0,05) antar perlakuan suhu, salinitas serta

interaksi suhu dan salinitas (Lampiran 18a).

Hasil uji nilai tengah Tukey menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P ≤

0,05) antar perlakuan suhu. Sedangkan perlakuan salinitas salinitas 32 ‰ (E) tidak

berbeda nyata lebih kecil (P ≥ 0,05) dengan salinitas 34 ‰ (F) dan salinitas 30 ‰

secara nyata berbeda (P ≤ 0,05) dengan salinitas 32 ‰ dan 34 ‰ (Lampiran 18b).

Pola yang sama dengan sintasan juga diamati dari hasil analisis varian dan

uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spat, yaitu pertumbuhan terbaik pada suhu 28

ºC dan salinitas 34 ‰ (BF) dan adanya pengaruh nyata (P ≤ 0,05) pada perlakuan

suhu atau salinitas, serta interaksi suhu dan salinitas. (Gambar 18; Lampiran 19abc).

Tabel 10. Sintasan (%) spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai suhu dan salinitas

Faktor II Salinitas (‰)

Faktor I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Suhu (oC): (A) 26 (B) 28 (C) 30

15,22 + 1,75a

67,18 + 1,35c

50,32 + 0,98e

37,83 + 1,95b

80,77 + 1,16d

74,60 + 1,63f

39,37 + 1,69b

82,20 + 0,82d

75,37 + 1,58f

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris dan kolom yang sama

menunjukkan adanya berbedaan nyata antar perlakuan pada taraf 5 %

Page 94: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

77

0

5

10

15

20

25

26 28 30Suhu (oC) dan salinitas (‰)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

) 30 ‰32 ‰34 ‰

Gambar 18. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada

berbagai suhu dan salinitas

Berbeda dengan kajian pada larva yang tidak ditemukan adanya interaksi

antara suhu dan salinitas terhadap sintasan. Pada spat terdapat interaksi antara suhu

dan salinitas terhadap sintasan, maka suhu dan salinitas secara sinergi mempengaruhi

sintasan. Diduga, spat hidupnya menetap sehingga lebih dipengaruhi kondisi

lingkungan.

Sintasan terbaik spat dalam kajian ini adalah pada suhu 28 ºC dan salinitas

32 ‰, 34 ‰ (BE; BF). Hasil yang hampir sama dikemukakan oleh O’Connor and

Lawler (2004) bahwa suhu dan salinitas berpengaruh terhadap sintasan P. imbricata.

Disamping suhu, sintasan tertinggi ditemukan pada kisaran salinitas 32 dan 35 ‰ dan

mortalitas tinggi akan terjadi pada salinitas 23 ‰ dalam waktu sekitar 7 hari. Pada

suhu rendah spat P. maxima dapat mengalami kematian (Yukihira et al. 2006). Jika

suhu tubuh parallel berhimpit dengan suhu lingkungan, maka organisme tersebut

akan menjadi sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan beberapa jenis organisme

aquatik ada yang dapat mendeteksi perubahan suhu kurang dari 0,5 oC (Goddard

1996).

Hasil percobaan dapat diinterpretasikan bahwa pada suhu atau salinitas

tertentu akan mempengaruhi pertumbuhan spat. Menurut Yukihira et al. (2006) suhu

memberikan pengaruh siknifikan pada pertumbuhan, pada suhu rendah juvenile P.

maxima akan mengalami kematian. Menurut Chen and Chen (2000) sintasan

maksimum abalone secara langsung berkaitan dengan salinitas, tetapi sebaliknya

pada suhu tidak menunjukkan ada relasi. Dalam kondisi kritis pada salinitas

Page 95: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

78

maksimum, sintasan akan meningkat seiring dengan meningkatnya salinitas. Lebih

lanjut disampaikan, bahwa hasil analisis Anova dua arah (Two way Anova)

mengindikasikan pengaruh suhu dan salinitas yang signifikan pada sintasan, tetapi

tidak ada interaksi yang siknifikan pada pengaruh suhu dan salinitas.

Berbeda dengan hasil penelitian ini, terdapat interaksi yang siknifikan pada

pengaruh suhu dan salinitas, diduga hewan uji yang digunakan mempunyai sifat yang

berbeda. Abalone dapat bergerak bebas dengan berjalan, sedangkan spat tiram

mutiara hidupnya menetap, sehingga baik pakan maupun kehidupannya sangat

tergantung pada lingkungan tempat tinggalnya. Lain halnya pada waktu masih hidup

sebagai larva planktonis, pengaruh suhu dan salinitas juga menunjukkan tidak ada

interaksi yang siknifikan. Sebaliknya abalone, dengan mobilitasnya dapat berjalan

mencari pakan dan dapat menghindar atau berpindah tempat apabila suhu lingkungan

tidak cocok bagi kelangsungan hidupnya. Pengaruh sinergisme suhu dan salinitas

dapat dijelaskan dengan fenomena biofisiologis hewan aquatik, dimana suhu

berpengaruh terhadap osmoregulasi hewan akuatik dan lebih spesifik osmoregulasi

hewan laut dipengaruhi oleh salinitas. Sebagai contoh, organisme yang berada di

daerah baru, maka laju akomodasi konsentrasi darahnya akan menyesuaikan diri

dengan lingkungan salinitas baru dan tergantung pada suhu, jadi laju akomodasi

meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Suhu tidak hanya sebagai faktor fisik

yang penting dalam mendeterminasi karakteristik dasar fluida, tetapi juga dapat

digunakan sebagai efek deteksi tambahan yang terpasang dalam sistim tubuh,

sehingga dapat mempengaruhi pergerakan air yang melintasi membran sel atau

secara deferensial mempengaruhi relatifitas pengambilan ion aktif sehubungan

dengan kehilangan ion (House 1974; Vernberg and Silverthorn 1979).

Hasil pengkajian yang diperoleh sebenarnya tidak terlalu mengejutkan

mengingat distribusi tiram mutiara umumya berada di suatu perairan yang pengaruh

oseaniknya kuat. Menurut Cahn (1949); Tun and Winanto (1987) tiram mutiara P.

maxima menyukai hidup di perairan dengan salinitas tinggi atau lebih dari 32 ‰.

Disampaikan O’Connor and Lawler (2004), spat Pinctada imbricata hidup dengan

sintasan yang baik pada salinitas 32–35 ‰ dan suhu di wilayah Port Stephens sekitar

14–24 oC. Hal yang agak berbeda pada Pinctada maxima, jika melihat distribusinya

hanya di perairan daerah tropis dan ditemukan pada kedalaman 10–75 m (Winanto et

Page 96: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

79

al. 1992; BBL 2001). Pengamatan Slamet et al. (1998) pada tiram mutiara P. maxima

di perairan Bali Utara mencatat kisaran nilai kualitas air, antara lain salinitas 32–34

‰ dan suhu 28–29 oC. Setiap spesies hewan air menghendaki kisaran suhu perairan

yang diinginkan, dibutuhkan untuk makan, metabolisme dan tumbuh optimal

(Goddard 1996). Perubahan suhu yang mendadak dapat mengakibatkan stress atau

bahkan mortalitas tinggi, ini dapat terjadi manakala lingkungan perairan tiba-tiba

berubah, sehingga orgnisme yang ada tidak sempat melakukan aklimatisasi secara

bertahap dari derajat suhu yang ada ke suhu yang lain (Summerfelt 2007). Perubahan

suhu yang ditolerir yaitu 0,2 oC/menit (12 oC/jam) “asalkan perubahan suhu total

tidak lebih dari beberapa derajat” (Boyd 1990).

Dalam kajian ini baik suhu maupun salinitas yang digunakan sebagai

perlakuan selalu konstan, sehingga jika terdapat mortalitas memang disebabkan oleh

perlakuan yang diaplikasikan. Merujuk pada habitat alaminya, maka dapat diterima

jika dalam kajian ini diketahui bahwa suhu 28 oC dan salinitas 32–34 ‰ merupakan

kondisi lingkungan optimum spat P. maxima yang dipelihara di dalam ruangan

terkendali (Laboratorium).

Waktu Pencapaian Stadia

Hasil percobaan pengaruh suhu dan salinitas terhadap lama waktu

pencapaian stadia plantigrade menunjukkan bahwa suhu 28 oC dan salinitas 34 ‰

(18,93 hari) adalah kondisi terbaik untuk sintasan, perkembangan dan pertumbuhan

larva P. maxima (Gambar 19; Lampiran 20a).

0

5

10

15

20

25

30

35

26 28 30Suhu (oC) dan salinitas (‰)

Wak

tu (h

ari)

30 ‰32 ‰34 ‰

Gambar 19. Lama waktu (hari) pencapaian stadia plantigrade larva P. maxima pada

berbagai tingkat suhu dan salinitas.

Page 97: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

80

Hasil analisis varian menunjukkan bahwa suhu dan salinitas berpengaruh

nyata (P ≤ 0,05) terhadap waktu pencapaian stadia, tetapi tidak ditemukan pengaruh

interaksi yang nyata (P ≥ 0,05) antara suhu dan salinitas. Uji nilai tengah Tukey

menunjukkan tidak ada pengaruh nyata antara salinitas 32 dan 34 ‰ (P ≥ 0,05),

tertapi keduanya berbeda nyata (P ≤ 0,05) dengan salinitas 30 ‰. Sedangkan antar

perlakuan suhu secara nyata (P ≤ 0,05) berpengaruh terhadap waktu pencapaian

stadia (Lampiran 20b).

Hasil pengamatan terhadap lama waktu pencapaian stadia plantigrade

semakin mempertegas bahwa kondisi lingkungan (suhu dan salinitas) optimum untuk

larva P. maxima adalah suhu 28 oC dan salinitas 32–34 ‰ (BE; BF). Pada kajian ini

tidak ditemukan adanya pengaruh sinergi antara suhu dan salinitas, tetapi keduanya

memberikan pengaruh yang nyata terhadap lama waktu pencapaian stadia. Diduga,

pada kondisi suhu optimum aktivitas metabolisme berjalan maksimum, sehingga

larva berkembang dengan baik. Sedangkan suhu 26 oC relatif rendah untuk

perkembangan larva dan sebaliknya suhu 30 oC relatif tinggi untuk perkembangan

lava. Hasil penelitian yang hampir sama dikemukakan oleh O’Connor and Lawler

(2004) bahwa pencapaian stadia D-veliger larva P. imbricata (Roding) dipengaruhi

oleh suhu dan salinitas, tetapi tidak ditemukan adanya pengaruh sinergi antara suhu

dan salinitas. Penundaan waktu metamorfosa larva bivalvia biasanya berasosiasi

dengan suhu (Loosanof and Davis 1963; Alagarswami et al. 1983). Diduga,

disamping adanya variable lain, suhu dan salinitas rendah merupakan penyebab

utama mengapa larva memperpanjang waktu stadia planktonisnya (Alagarswami et

al. 1983). Berkaitan dengan kompetensi larva untuk menempel, beberapa peneliti

mengamati bahwa stadia planktonis larva dapat dijumpai sampai hari ke tiga setelah

berakhirnya stadia larva, jika kondisi lingkungan tidak sesuai dan tidak menemukan

substrat yang cocok untuk menempel (Baker 1994).

Menurut O’Connor and Lawler (2004) jumlah D-veliger menurun seiring

dengan meningkatnya salinitas, tetapi pada suhu kurang pengaruhnya. Berkaitan

dengan ontogeni atau perkembangan organisme dari sigot sampai dewasa, ternyata

pada suhu dan salinitas optimum tidak tampak adanya pengaruh perbedaan yang

besar. Oleh sebab itu ukuran larva P. imbricata pada suhu 22 dan 26 oC variasinya

kecil. Penelitian Yukihira et al. (2000) di dalam laguna Great Barrier Reef,

Page 98: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

81

Quensland Utara, Australia mencatat bahwa kisaran suhu optimum pada P. maxima

dan P. margaritifera antara 23–28 oC.

Kualitas Air

Parameter air yang diamati merupakan data pendukung percobaan. Hasil

pengamatan (Lampiran 11) menunjukkan bahwa nitrat, nitrit dan amonia masih

berada pada kisaran yang memenuhi syarat untuk sintasan dan pertumbuhan larva

serta spat P. maxima.

Simpulan

1. Suhu optimum untuk pemeliharaan larva dan spat adalah 28 oC, sedangkan

salinitas optimum untuk pemeliharaan larva dan spat antara 32 ‰−34 ‰.

2. Tingkat konsumsi oksigen dan pembelanjaan energi untuk metabolisme rutin baik

pada larva maupun spat tertinggi terjadi pada suhu 28 oC; salinitas 32 ‰−34 ‰.

3. Sintasan, laju pertumbuhan larva dan spat tertinggi terjadi pada perlakuan suhu

28 oC dan salinitas 32 ‰−34 ‰.

Page 99: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

82

Daftar Pustaka

Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 2009. Fisiologi Ikan. Pencernaan dan Penyerapan Makanan. IPB Press. Bogor

Alagarswami K Dharmaraj S, Velayudhan TS, Chellam A, Victor ACC, Gandhi AD.

1983. Larva Rearing and Production of Spat of Pearl Oyster Pinctada fucata (Gould). Elsivier Science Publisher. B.V. Amsterdam. Aquaculture 32: 87-301.

Alagarswami K, Dharmaraj S, Velayudhan TS, Chellam A. 1987. Hetchery

Technology for Pearl Oyster Production. CMFRI. Bulletin 39 : 37-8. Alfaro AC. 2005. Effect of Water Flow and Oxygen Concentration on Early

Settlement of The Zealand Green-lipped Mussel, Perna canaliculus. Aquaculture 246: 285-294.

Asha PS and Muthiah P. 2005. Effects of Temperature, Salinity and pH on Larval

Growth, Survival and Development of Sea cucumber Holothuria spinifera Theel. Aquaculture 250: 823-829.

Baker P. 1994. Competency to Settle in Oyster Larvae, Crassostrea virginica. Wild

versus hatchery-reared larvae. Aquaculture 122: 161-169. (BBL) Balai Budidaya Laut. 2001. Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima).

Balai Budidaya Laut Lampung. Seri Budidaya Laut 6: 61 hal. ______________________. 2002. Kultur Pakan Hidup. Balai Budidaya Laut

Lampung. Seri Budidaya Laut 7: 106 hal. Bayne BL. 1983. Physiological ecology of marine molluscan larvae. In: Tompa AS,

Verdonk NH, Biggeleer JAMV. The Mollusca. Development. 3(8): 299-336. Bayne BL and Newell RC. 1983. Physiological Energetics of Marine Molluscs. In:

Saleuddin ASM. and Wilbur KM (Editors). The Mollusca IV. Physiology. Part I. Academic Press. New York.

Boyd CE. 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Alabama Agricultural

Experiment station, Auburn University, Auburn, Alabama. Boyden CR. 1972. The Behavior, Survival and Respiration of the Cocles

Cerastoderma edule and C. Glaucum in Air. J Mar Biol Ass U.K., 52(3): 661-680

Cahn AR. 1949. Pearl Culture in Japan. United States Department of The Interior

Fish and Wildlife Service. Fishery Leaflet 357. Washington DC. 91 p.

Page 100: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

83

Chacon O, Viana MT, Farias A, Vazques C, Garcia-Esquivel Z. 2003. Circadian metabolic rate and short-term response of juvenile green abalone (Haliotis fulgens Philippi) ti three anesthetics. J Shellfish Research 22(1): 415-421.

Chen J-C and Chen W-C. 2000. Salinity Tolerance of Haliotis diversicolor

supertexta at Different Salinity and Temperatur. Aquaculture 181: 191-203. CMFRI. 1991. Pearl Oyster Farming and Pearl Culture. Training Manual No. 8.

Regional Seafarming Development and Demonstration Project. RAS/90/002. Bangkok, Thailand. 103 p.

Crisp DJ. 1974. Energy Relation of Marine Invertebrate Larvae. Thallasia Jugosl. 10:

103-120. Crisp DJ. 1984. Energy flow measurements. In: Holme NA, Mcintyre AD (Eds).

Methods for the Study of Marine Benthos. Blackwell Sc. Publ, Oxford, pp. 284-372.

Dame RF. 1996. Ecology of Marine Bivalves. An Ecosystem Approch. CRC Press.

Boca Raton. 254 pp. Dharmaraj S. 1983. Oxygen Consumtion in Pearl Oyster Pinctada fucata (Gould)

and Pinctada sugilata (Reeve). Proc. Symp. Coastal Aquaculture 2: 627-632. Eriksson S and Tallmark B. 1974. The Influence of Environmental Factors On The

Diurnal Rhythm of The Prosobranch Gastropod Nassarius reticulatus From A Non-Tidal Area. Zoon 2: 135-142.

Garside ET and Chin-Yuen-Kee ZK. 1972. Influence Of Osmotic Stress On Upper

Lethal Temperatures In The Cyprinodontid Fish Fundulus heteroclitus (L.) Can J Zool 50: 787-791.

Gervis MH and Sims NA. 1992. The Biology and Culture of Pearl Oysters (Bivalvia:

Pteriidae). ICLARM. Manila, Philippines. 49 pp. Gilles R and Jeuniaux CH. 1979. Osmoregulation and Ecology in Media of

Fluctuating Salinity. In: Gilles R. Mechanism of Osmoregulation in Animals. Maintenance of Cell Volume. John Wiley & Sons. New York. 13: 581-604.

Goddard S. 1996. Feeding, Temperature and Water Quality. In: Feed Management in

Intensive Aquaculture. Chapman and Hall. 4: 51-73. Gosling E. 2004. Bivalve Molluscs. Biology, Ecology and Culture. Fishing News

Book. Great Britain. Jeong W-G and. Cho S-M. 2007. Long-term Effect of Polycyclic Aromatic

Hydrocarbon on Physiological Metabolism of The Pacific Oyster, Crassostrea gigas. Aquaculture 265: 343-350.

Page 101: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

84

Kinne O. 1964. The Effect of Temperature and Salinity on Marine and Brackish Water Animals: II. Salinity and Temperature-Salinity Combinations. Mar Biol Ann Rev 2: 281-339.

Lee JA, Kim JW, Kim WS. 2007. Effect of tremata closure on the oxegen

consumption rhythm of ezo abalone Haliotis discus hannai. Aquaculture 270: 312-320.

Loosanof V and Davis H. 1963. Rearing of Bivalve Mollusks. US. Beureu of

Commercial Fisheries Biological Laboratory. Mildford, Connecticut. 130p. Martinez-Fernandez E, Acosta-Salmon H, Rangel-Davalos C. 2004. Ingestion and

Digestion of 10 Species of Microalgae by Wing Pearl Oyster Pteria sterna (Gould, 1851) Larvae. Aquaculture 230: 417-423.

Martinez-Fernandez E, Acosta-Salmon H, Southgate PC. 2006. The Nutritional

Value of Seven Species of Tropical Microalgae for Black-Lip Pearl Oyster (Pinctada margaritifera, L.) Larvae. Aquaculture 257: 491-503.

Marsden ID. 2004. Effects of Reduced Salinity and Seston Availability on Growth of

The New Zealand Little-neck Clam Austrovenus Stutchburyi. Mar Ecol Prog Ser 266: 157-171.

Morse DE. 1990. Recent Progress in Larva Settlement: Closing The Gap Between

Molecular Biology and Ecology. Bull Mar Sci 46: 465-483. Nayar KN and Mahadevan S. 1987. Ecology of pearl oyster beds. In: Pearl Culture.

Central Marine Fisheries Research Institute, India. CMFRI Bull. 39(5): 29-36. Neter J, Wesseran W, Kutsner MH. 1990. Applied Linear Statistikcal Models.

Regression, Analysis of Variance and Experiental Designs. Third Edition. Toppan Copany, LTD. Tokyo, Japan. 1173 p.

O’Connor WA and Lawler NF. 2004. Salinity and Temperature Tolerance of

Embryos and Juveniles of The Pearl Oyster, Pinctada imbricata Roding. Aquaculture 229: 493-506.

Pawlik JR. 1992. Chemical Ecology of The Settlement of Benthic Marine

Invertebrates. Oceanogr Mar Biol Annu Rev 30: 273-335. Pechenik JA. 1980. Growth and energy balance during the larva lives of three

prosobranch gastropods. J Exp Marine Biology and Ecology 44: 1-28. Resgalla CJr, Brasil ES, Laitano KS, Reis Filho RW. 2007. Physioecology of the

mussel Perna perna (Mytilidae) in Southern Brazil. Aquaculture 270: 464-474.

Ropert M and Goulletquer P. 2000. Comparative Physiological energetics of Two

Suspension Feeders: Polychaete Annelid Linice conchilega (Pallas 1766) and

Page 102: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

85

Pacific Cupped Oyster Crassostrea gigas (Thunberg 1795). Aquaculture 181 (1-2): 171-189.

Slamet B, Tridjoko, Hersapto. 1998. Pengamatan aspek-aspek biologi beberapa jenis

kerang mutiara (Pinctada sp) diperairan pantai Utara Bali. Hal: 118-22. Smaal AC and Widdows J. 1994. The scope for growth of bivalves as an integrated

response parameter in biological monitoring. In: Kramer KJM (Ed)., Biomonitoring of coastal waters and estuaries. CRC Press, Boca Raton, pp. 247-267.

Somanath B, Palavesam A, Lazarus S, Ayyapan M. 2000. Influence of nutrient

sources on specific dynamic action of pearl spat, Etroplus suratensis (Bloch). Naga 23 (2): 15-17.

Soria G, Merino G, Von Brand E. 2007. Effect of increasing salinity on physiological

response in juvenile scallop Agropecten purpuratus at two rearing temperatures. Aquaculture 270: 451-463.

Summerfelt RC. 2007. Water Quality Considerations for Aquaculture (Unpublish).

Department of Animal Ecology, Iowa State University. Ames. Summerft.doc. Syafiuddin 2005. Peranan Suhu Pada Laju Metabolisme Ikan. Tugas Akhir Mata

Kuliah Fisiologi dan Biokimia Nutrisi Ikan. (tidak dipublikasikan) Prog. Studi Ilmu Perairan. IPB. Bogor.

Taylor AC. 1976. Burrowing Behaviour and Anaerobiosis in The Bivalve Arctica

islandica (L.). J Mar Biol Ass U.K., 56 (1): 95-109. Thomas CW, Crear BJ, Hart PR. 2000. The Effect of Temperature on Survival,

Growth, Feeding and Metabolic Activity of The Southern Rock Lobster, Jasus edwardsii. Aquaculture 185: 73-84.

Tun MT and Winanto T. 1987. Pearl Farming. Package Technology. FAO/UNDP.

INS/81/008/ MANUAL/11. 56p. Vernberg, W.B., 1972. Metabolic-environmental interaction in the marine plankton.

Proceeding European Marine Biology Symposium. 5th, 1970. pp: 189-196. Vernberg WB and Silverthorn SU. 1979. Temperature and Osmoregulation in

Aquatic Species. In. Gilles, R. Mechanism of Osmoregulation in Animals. Maintenance of Cell Volume. John Wiley & Sons. New York. 11:537-554.

Viana MT, D’abramo LR, Gonzales MA, Garcia-Suarez JV, Shimada A, Vasquez-

Pelaez C. 2007. Energy and nutrient utilization of juvenile green abalone (Haliotis fulgens) during starvation. Aquaculture 264: 323-329.

Winanto T, Pontjoprawiro S, Murdjani M. 1992. Budidaya Tiram Mutiara. Petunjuk

Pelatihan Budidaya Tiram Mutiara. BBL dan FAO/UNDP. INS/81/008.

Page 103: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

86

Winanto T, Soekendarsi E, Paonganan Y. 2001. Hatchery Production of Spat of Pearl

Oyster Pinctada maxima (Jameson) in Indonesia. Special Publication. J Phuket Marine Biology 25 (1): 189-192.

Winanto T. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. P. T. Panebar Swadaya,

Jakarta. Seri Agribisnis. 95 hal. Wirahadikusumah M. 1985. Biokimia: Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid.

ITB, Bandung. Yukihira H, Klumpp DW, Lucas JS. 1998a. Effects of Body Size on Suspension

Feeding and Energy Budgets of The Pearl Oyster Pinctada maxima and P. margaritifera. Mar Ecol Prog Ser 170: 119-130.

_______________________________. 1998b. Coparative Effects of Microalgal

Species and Food Concentration on Suspension Feeding and Energy Budgets of The Pearl Oyster Pinctada maxima and P. margaritifera. Mar Ecol Prog Ser 171: 71-84.

_______________________________. 1999. Feeding Adaptations of The Pearl Oyster Pinctada maxima and P. margaritifera to Variations. Mar Ecol Prog Ser 182: 161-173.

Yukihira H, Lucas JS, Klumpp DW. 2000. Comparative effects of temperature on

suspension feeding andenergy budgets of the pearl oyster Pinctada maxima and Pinctada Margaritifera. Marine Ecology Prog Ser 195: 179-173.

_____________________________ . 2006. The pearl oyster, Pinctada maxima and

P. Margaritifera, respon in different ways to culture in similar environments. Aquaculture. 252: 208-224.

Page 104: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

87

Pengaruh Berbagai Tingkat Intensitas Cahaya Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)

Abstract

Light intensity affects the physiological functions and structures of bivalve larvae and spat. An experiment was conducted to evaluate the effects of light intensity on distribution, growth and survival rate of pearl oyster Pinctada maxima larvae and spat. Completely randomized design was applied with four levels of light intensity tested i.e. 0 (fully covered), 200, 500, and 800 lux. While is for spat i.e. 0, 500, 1000, 1500 and 2000 lux, with three replications for each. The result of study showed that larvae distribution was significantly affected by light intensity, whereas the optimum light intensity for survival rate and growth of larvae was 0−200 lux and 500 lux for spat.

Keywords: Larvae; spat; Pinctada maxima; light intensity, survival rate; growth.

Pendahuluan

Berkembangnya budidaya mutiara ternyata menjadi pemicu meningkatnya

permintaan spat dan tiram siap operasi. Sedangkan spat yang berasal dari alam

jumlahnya terbatas, sangat fluktuatif dan dipengaruhi musim (Winanto 1996; 2004).

Produksi melalui hatchery merupakan pendekatan yang paling memungkinkan dalam

penyediaan spat (Rupp et al. 2005). Kendalanya, produksi spat dari hatchery sangat

terbatas, karena masih banyak permasalahan pada pemeliharaan larva dan spat,

sehingga sintasannya masih rendah. Salah satu faktor lingkungan yang diduga

menjadi penyebabnya adalah intensitas cahaya.

Menurut Yan et al. (2006) intensitas cahaya berpengaruh terhadap

perkembangan dan pertumbuhan bivalvia. Intensitas cahaya yang tidak terlalu tinggi

dapat melindungi tubuh larva stadia veliger dari radiasi sinar ultra violet. Larva tiram

mutiara bersifat fototaksis positif dan umumnya selama proses metamorfose

menghendaki intensitas cahaya yang sesuai (CMFRI 1991; Gosling 2004). Pola

pertumbuhan kepah (hard clam) dipengaruhi oleh cahaya dan kondisi gelap (Cenni et

al. 1989). Larva Kerang Manila (Ruditapes philippinarum) yang dipelihara pada

kondisi terkena sinar matahari langsung (15.000–2000 lux), menunjukkan

pertumbuhan dan sintasan yang siknifikan lebih rendah dibandingkan dengan larva

yang dipelihara di dalam kondisi intensitas cahaya 1000–5000 lux dan < 500 lux.

Tetapi tidak ada perbedaan yang nyata antara larva yang dipelihara dengan intensitas

cahaya 1000–5000 dan < 500 (Yan et al. 2006).

Page 105: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

88

Kajian yang berkaitan dengan respon larva tiram mutiara Pinctada maxima

terhadap intensitas cahaya belum banyak dilakukan. Informasi tersebut sangatlah

penting, sehingga berbagai pengkajian yang berkaitan dengan intensitas cahaya pada

larva P. maxima khususnya perlu dilakukan.

Tujuan

Mendapatkan informasi tentang intensitas cahaya optimum untuk distribusi

larva, sintasan serta pertumbuhan larva dan spat, sehingga dapat memacu percepatan

pertumbuhannya.

Bahan dan Metode

Kultur Pakan Hidup

Pakan hidup dipersiapkan satu bulan sebelum percobaan dimulai. Jenis pakan

hidup yang digunakan adalah Isochrysis galbana, Pavlova lutheri dan Tetraselmis

tetrathele dengan kepadatan sekitar 8–10 juta sel/ml. Media pupuk untuk kultur

pakan hidup menggunakan formula Walne dan Hirata Alagarswami at al. 1987;

CMFRI 1991) (Lampiran 2).

Rancangan Percobaan

Disain percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pada

percobaan pemeliharaan larva diterapkan perlakuan intensitas cahaya 0 lux (A); 200

lux (B); 500 lux (C), dan 800 lux (D), sedangkan pada pemeliharaan spat 0 lux (A);

500 lux (B); 1.000 lux (C); 1.500 lux (D) dan 2.000 lux (E). Masing-masing

perlakuan diberikan ulangan tiga kali. Model linear dari rancangan yang di gunakan

adalah:

Yij = µ + τi + εij

Keterangan: Yij = Pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = Perlakuan 1, 2, 3, 4 j = Ulangan 1, 2, 3

Page 106: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

89

Pemeliharaan Larva

Hewan uji berupa larva Pinctada maxima stadia bentuk-D (D1),

ditempatkan di dalam wadah percobaan ember plastik ukuran 20 liter. Larva

diperoleh dari hasil pemijahan induk P. maxima dengan menggunakan kombinasi

metode kejut suhu dan ekspose (CMFRI 1991; Winanto 2004). Stok larva dipelihara

di dalam bak fiberglass ukuran 1 ton. Suhu air media bervariasi 27–29 oC dan

salinitas air ≥ 32 ‰. Jadwal pemberian pakan dan media air yang digunakan

mengacu pada percobaan sebelumnya.

Intensitas cahaya diatur sesuai dengan perlakuan menggunakan lampu TL 40

watt (6 buah) yang diletakkan di atas wadah percobaan. Pengaturan pencahayaan

dilakukan dengan menggunakan paranet yang ditutupkan pada wadah percobaan.

Pada perlakuan 0 lux, wadah percobaan ditutup rapat dengan plastik berwarna hitam.

Untuk mendapatkan intensitas cahaya 200, 500 dan 800 lux, masing-masing wadah

ditutup dengan tiga, dua dan satu lembar paranet. Intensitas cahaya diukur dengan

menggunakan digital lux meter (Lutron LX-101, USA).

Padat penebaran larva diatur berdasarkan tahap perkembangan stadianya

(BBL 2001). Pengamatan dilakukan dengan mikroskop (40–60 kali), jumlah sampel

10 ml. Jumlah larva dihitung dengan menggunakan sadgewick rafter cell. Jumlah

plankton dihitung dengan haemocytometer. Pengukuran panjang antero-posterior

(AP) dan dorso-ventral (DV) dilakukan dengan mikrometer.

Pemeliharaan Spat

Percobaan menggunakan hewan uji berupa spat P. maxima dengan wadah

pemeliharaan ember plastik ukuran 20 liter. Media air laut yang digunakan dan

jadwal pemberian pakan mengacu pada percobaan sebelumnya (studi pendahuluan).

Sehari sebelum percobaan dimulai, dilakukan proses penempelan spat pada

kolektor (20 x 30 cm), dengan kepadatan 1 ekor/cm2. Prosedur kerja dan teknik

pemeliharaan spat sama seperti percobaan sebelumnya. Pengaturan intensitas cahaya

sama seperti pada percobaan pemeliharaan larva.

Page 107: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

90

Parameter yang Diamati

Beberapa parameter yang diamati dalam percobaan ini adalah distribusi

larva, seperti aktivitas berenang dan preferensinya terhadap cahaya, serta sintasan,

pertumbuhan, pikmentasi dan densitas penempelan spat.

Distribusi larva

Pengamatan dilakukan setiap hari secara langsung di media percobaan.

Parameter yang diamati adalah sifat larva terhadap berbagai tingkat intensitas cahaya

(fototaksis positif/negatif), tingkah laku berenang dan tingkah laku sosial

(bergerombol atau soliter).

Distribusi larva diketahui dari jumlah larva yang berada pada tiap bagian

kedalaman air dalam wadah yaitu di bagian permukaan (A), tengah (B) dan bawah

(C) (Gambar 20). Dibandingkan dengan jumlah total larva dan dinyatakan dalam

persen.

Gambar 20. Posisi pengambilan sampel untuk mengetahui distribusi larva pada

berbagai tingkat intensitas cahaya di dalam wadah percobaan.

Sintasan

Dihitung berdasarkan persentase jumlah individu pada akhir pengamatan

dibagi jumlah individu pada awal pengamatan.

Laju Pertumbuhan spesifik

Dihitung berdasarkan persentase selisih rata-rata ukuran individu akhir (Ln)

dan awal pengamatan (Ln), dibandingkan waktu pengamatan (Chengbo and

Shuanglin 2004).

Pikmentasi spat

Pengamatan terhadap pigmentasi dilakukan sebagai data pendukung

percobaan dan pengambilan sampel dilakukan pada akhir percobaan (D35).

Page 108: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

91

Pengamatan dibatasi hanya pada warna cangkang spat, dilakukan secara visual

dengan mengidentifikasi warna spat pada setiap perlakuan. Perbedaan warna

yang terjadi pada setiap perlakuan menggambarkan adanya pengaruh intensitas

cahaya. Sampel berjumlah 20 ekor diambil dari setiap perlakuan.

Analisis Data

Data hasil percobaan distribusi larva dianalisis secara diskriptif, sedangkan

data sintasan dan pertumbuhan dianalisis dengan uji F. Jika uji F menunjukkan

adanya pengaruh nyata (P < 0,05) pada tiap perlakuan, maka dilanjutkan analisis

dengan uji rerata Tukey (Neter et al. 1990). Pengolahan data sintasan dan

pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 15 for Windows.

Hasil dan Pembahasan

Distribusi Larva

Hasil pengamatan terhadap distribusi larva, menunjukkan adanya respon yang

berbeda terhadap tingkat intensitas cahaya. Pada perlakuan intensitas cahaya O lux

dan 200 lux, larva umur 1–5 hari cenderung berada di permukaan (87–92 %), antara

7–12 % larva berada di bagian tengah badan air dan tidak ada larva yang berada di

bagian bawah atau dasar bak. Pada intensitas cahaya 500 lux, sebagian besar berada

di permukaan sampai lapisan tengah media, 61–78 % di bagian permukaan, di bagian

tengah 14–35 % dan 2–12 % di bagian bawah, tetapi pada hari ke 3–4 tidak

ditemukan larva di bagian bawah badan air. Sebaliknya terjadi pada intensitas cahaya

800 lux, larva pada hari 1–5 tersebar merata di seluruh bak, jumlah larva yang berada

di permukaan ada sekitar 25–39 %, di bagian tengah 38–49 % dan di bagian bawah

17–25 % (Lampiran 21).

Secara umum, pada stadia umbo awal dan stadia umbo akhir (pediveliger)

larva menunjukkan kecenderungan berada di bagian tengah badan air, hal ini dapat

dilihat dari peningkatan jumlah persentase larva. Pada akhir periode planktonis larva

yakni stadia pediveliger sampai plantigrade, larva cenderung menyebar merata. Larva

pada intensitas cahaya 200 lux dan 0 lux lebih banyak di bagian tengah, 95 % larva

sudah menempel setelah hari ke 18–19, sehingga hanya ditemukan 2,5 % sampel

Page 109: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

92

larva yang masih hidup sebagai planktonis di permukaan, selebihnya sekitar 2,5 %

hidup di bagian tengah. Pada intensitas cahaya 500 dan 800 lux, sampai hari ke 20–

25 larva masih belum menempel dan cenderung berada di bagian tengah dan dasar

badan air serta di dasar bak (Gambar 21).

Selama pengamatan, larva menunjukkan tingkah laku berenang yang unik.

Gerakan berenangnya berputar-putar dan hidup bergerombol. Pada hari pertama

sampai ke dua, larva berenang menyebar di seluruh badan air. Setelah hari ke-2, larva

terlihat bergerombol di permukaan dan ketika diamati dengan penerangan lampu

baterai jelas terlihat, larva bergerak bergerombol membentuk lebih dari satu

kelompok. Memasuki hari ke-5 sampai hari ke-7, massa larva mulai bergerak

berputar-putar, kebiasaan tersebut berlangsung hingga hari ke 14–16.

O lux

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21Umur (hari)

Jum

lah

larv

a (%

)

PermukaanTengahBaw ah

200 lux

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1314 1516 171819 2021

Umur (hari)

Jum

lah

Larv

a (%

)PermukaanTengahBaw ah

500 lux

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Waktu (hari)

Jum

lah

larv

a (%

)

PermukaanTengahBawah

800 lux

0

20

40

60

80

100

120

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Waktu (hari)

Jum

lah

larv

a (%

)

PermukaanTengahBawah

Gambar 21. Distribusi larva Pinctada maxima stadia veliger sampai plantigrade pada

berbagai tingkat intensitas cahaya (0 lux; 200 lux;500 lux; 800 lux).

Pengamatan lebih jauh terhadap tingkah laku larva, khususnya kebiasaan

berenang dan bersosialisasi, diamati larva mempunyai kebiasaan berenang-

bergerombol sambil berputar-putar, gerakannya menyerupai angin puting beliung,

Page 110: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

93

dimulai dari massa yang berada di bagian atas. Selanjutnya akan diikuti oleh massa

yang berada di bawahnya. Bentuknya mengerucut semakin mengecil ke bawah, tetapi

tidak sampai menyentuh dasar. Gerakan berputar-putar lebih sering dilakukan searah

jarum jam dan yang menarik jarang ditemukan adanya benturan antara satu

kelompok massa dengan massa yang lain. Jika terjadi benturan antar dua kelompok,

maka sesaat keduanya akan bersatu membentuk massa yang lebih besar sambil tetap

berputar-putar, selanjutnya akan terpecah lagi menjadi dua kelompok atau lebih.

Kelompok massa ini perlahan akan menyebar dan menjauhi permukaan air manakala

diberi perlakuan lampu dengan intensitas cahaya 800 lux, sedangkan pada intensitas

cahaya 500 lux masih ada sekelompok massa kecil-kecil yang menyebar di bagian

tengah badan air. Pernyataan yang mendukung hasil kajian ini disampaikan Gosling

(2004), bahwa selama stadia larva-bivalvia bersifat planktonis dan benar-benar

bersifat fototrofik serta sensitif terhadap cahaya. Namun cenderung bersifat shading-

behavior atau menghindar dari cahaya langsung (Brusca 1990).

Menurut Gosling (2004) penyebaran larva bivalvia pada awal fase embrionik

tidak terlalu aktif atau pasif, tetapi saat mulai makan pertama kali (stadia veliger)

akan menyebar vertikal dan aktif berenang. Penyebarannya dibantu oleh arus air.

Dicatat, kecepatan gerak vertikal larva bivalvia antara 0,15–10 mm/detik, hal ini

mengindikasikan bahwa larva mampu mengendalikan distribusinya secara vertikal.

Berdasarkan hasil kajian diketahui, bahwa selama menjalani periode

planktonis (20 hari), larva P. maxima menghendaki kondisi lingkungan pemeliharaan

dengan intensitas cahaya rendah atau kurang dari 200 lux. Hasil kajian ini dapat juga

digunakan untuk menjawab, mengapa sebagian besar hatchery tiram mutiara yang

ada di Indonesia menggunakan disain bangunan tertutup atau ruangan gelap,

utamanya untuk pemeliharaan larva. Dipertegas lagi oleh pernyataan Alagarswami et

al. (1987) dan CMFRI (1991), larva tiram mutiara P. fucata mempunyai preferensi

konsisi lingkungan dengan pencayaan rendah atau gelap. Untuk memanipulasi

lingkungan digunakan wadah pemeliharaan yang berwarna gelap. Hasilnya, larva

menunjukkan pertumbuhan yang siknifikan lebih tinggi dan waktu penempelan lebih

cepat. Penempelan spat pada bak berwarna gelap (hitam) lebih tinggi atau mencapai

73,7 %, jika dibandingkan pada bak berwarna biru (23,2 %) dan putih (27,3 %).

Page 111: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

94

Sintasan dan Laju Pertumbuhan Larva

Hasil percobaan menunjukkan bahwa intensitas cahaya berpengaruh nyata (P

≤ 0,05) terhadap sintasan dan laju pertumbuhan larva P. maxima. Sintasan tertinggi

pada stadia I terjadi pada perlakuan intensitas cahaya 200 lux (96,47 %), kemudian

diikuti perlakuan 0 lux (96,37 %), 500 lux (72,26 %) dan terendah pada perlakuan

800 lux (55,33 %). Hasil yang sama juga terjadi pada stadia II dan III (Tabel 11).

Hasil analisis varian terhadap sintasan menunjukkan adanya beda nyata (P ≤ 0,05)

antar perlakuan. Hasil uji nilai tengah Tukey menunjukkan, bahwa perlakuan 0 lux

tidak berbeda nyata lebih kecil (P ≥ 0,05) dengan perlakuan 200 lux, tetapi perlakuan

0 dan 200 lux berbeda nyata lebih besar (P ≤ 0,05) dengan perlakuan 500 dan 800 lux

(Lampiran 22).

Tabel 11. Sintasan (%) larva Pinctada maxima (rata-rata + SD) pada berbagai tingkat intensitas cahaya.

Stadia/Umur Intensitas Cahaya (lux)

0 200 500 800

Stadia I (D1–6) 96,37+0,12a 96,47+0,25a 72,26+0,25b 55,33+0,23c

Stadia II (D7–14) 95,23+0,26a 95,87+0,12a 70,43+0,05b 53,13+0,05c

Stadia III (D15–20) 90,23+0,40a 90,56+0,44a 69,40+0,66b 48,17+0,09c Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan

adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5 %.

Hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan larva P. maxima menunjukkan

bahwa pada Stadia I, laju pertumbuhan tercepat terjadi pada perlakuan 200 lux (28,76

x 14,63 μm) dan paling lambat pada perlakuan 800 lux (20,47 x 6,57 μm).

Selanjutnya pada stadia II dan III juga menunjukkan hasil yang sama (Gambar 22)

(Lampiran 23a). Hasil analisis varian terhadap laju pertumbuhan larva menunjukkan

adanya beda nyata (P ≤ 0,05) antar perlakuan. Hasil uji nilai tengah Tukey

menunjukkan, bahwa perlakuan 200 lux tidak berbeda nyata lebih besar (P ≥ 0,05)

dengan perlakuan 0 lux, sedangkan perlakuan 0 dan 200 lux berbeda nyata lebih

besar (P ≤ 0,05) dengan perlakuan 500 dan 800 lux (Lampiran 23bc).

Page 112: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

95

01

234

567

89

0 200 500 800

Intensitas cahaya (lux)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

) I II III

Gambar 22. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva Pinctada maxima (rata-rata ± SD)

pada berbagai tingkat intensitas cahaya. Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5 %

Dalam percobaan ini, sintasan dan laju pertumbuhan larva P. maxima

dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Pendapat yang sama dikemukakan Lucas et al.

(1988), bahwa intensitas cahaya berpengaruh terhadap perkembangan dan laju

pertumbuhan bivalvia moluska. Intensitas cahaya yang tinggi (≥ 10.000 lux) cukup

kritis bagi pertumbuhan normal dan sintasan kima Tridacna gigas. Penelitian lain

menyatakan bahwa pola pertumbuhan jevenil kepah (hard clam) dipengaruhi oleh

cahaya dan kondisi gelap (Cenni et al. 1989).

Intensitas cahaya yang optimum untuk sintasan dan laja pertumbuhan larva P.

maxima antara 0–200 lux. Hal ini menunjukkan bahwa larva lebih cenderung

menyukai kondisi lingkungan dengan pencahayaan rendah. Menurut Brusca (1990)

stadia planktonis larva bersifat foto-positif dan cenderung menghindari cahaya

langsung (shading behavior). Berkaitan dengan sifatnya tersebut, di alam banyak

ditemukan spat menempel di bagian bawah pelampung pada keramba apung (KJA)

atau menempel di bagian bawah benda-benda keras yang menancap di dasar laut dan

di kedalaman air, sehingga tidak terkena cahaya matahari langsung (Winanto et al.

1992).

Hasil penelitian Yan et al. (2006) pada larva Kerang Manila yang diberi

perlakuan terkena matahari langsung (tidak ditutupi) menunjukkan laju pertumbuhan

yang siknifikan lebih lambat jika dibanding kelompok kerang yang diberi perlakuan

ditutup sebagian (1000–5000 lux) atau ditutup rapat (< 500 lux). Fenomena yang

a a

b

c

Page 113: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

96

sama juga teramati dalam penelitian ini, mengingat habitat alami tiram mutiara yang

hidup di dasar laut hinggá kedalaman 10–75 m, sehingga larva secara alami akan

melakukan adaptasi pada kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya rendah.

Dalam penelitian ini diperoleh informasi bahwa laju pertumbuhan larva pada

intensitas cahaya 0, 200 lux nyata lebih tinggi dibanding pada intensitas cahaya 500

dan 800 lux. Diduga, hal ini berkaitan dengan efektivitas metabolisme, pada kondisi

gelap sampai remang-remang (0–200 lux), larva dapat melakukan proses pencernaan

makanan lebih efisien dibanding pada kondisi lingkungan yang terang. Observasi

yang dilakukan Zhuang (2006) terhadap ritme makan Kepah (Meretrix meretrix)

selama siklus diurnal, dengan pencahayaan 9,8 Watt/m2 (diletakkan di atas

permukaan air pada bak pemeliharaan) sebagai periode penyinaran. Hasil observasi

menunjukkan bahwa, terdapat tiga fase pencernaan makanan, yaitu: fase pencernaan

tertinggi terjadi pada pukul 00:00–08:00. Fase pencernaan terendah terjadi dari pukul

12:00–20:00, dan fase peralihan terjadi antara pukul 20:00–00:00. Laju pencernaan

meningkat tajam dari fase makan terendah ke fase makan tertinggi.

Menurut Yamamuro et al. (2000); Wong and Chueng (2001); Wu et al.

(2002) bivalvia yang tinggal pada habitat dan lingkungan sama, akan mempunyai

ritme makan yang sama pula. Berdasarkan pada fase ritme makan, jelaslah bahwa

ritme makan pada semua ukuran Kepah (Meretrix meretrix), sebenarnya merupakan

atribut dari siklus terang-gelap yang mempengaruhi pergerakan dan kemampuan

mendapatkan makanan.

Menurut Gosling (2004) sinar dapat menjadi modulator pertumbuhan pada

kerang Mytilus edulis. Jika kerang ditempatkan di dalam tempat pemeliharaan yang

gelap terus menerus, atau mengurangi tingkat intensitas cahaya, atau dengan periode

penyinaran kurang dari 7 jam, maka secara siknifikan akan meningkatkan

pertumbuhan. Hal ini mungkin berkaitan dengan meningkatknya aktivitas makan.

Pigmentasi spat

Pada akhir percobaan diamati adanya pengaruh intensitas cahaya terhadap

pigmentasi atau perbedaan warna cangkang spat. Secara diskriptif dapat digambarkan

bahwa pada perlakuan intensitas cahaya 0 lux (A) dan 500 lux (B) sebagian besar

cangkang spat berwarna gelap atau lebih gelap dibanding perlakuan intensitas

cahaya 1000 (C), 1.500 (D) dan 2.000 lux (E). Pada perlakuan A dan B, cangkang

Page 114: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

97

umumnya berwarna gelap, seperti kecoklatan, coklat kekuningan dan sebagian kecil

berwarna ungu tua (anggur tua), kehijauan sampai hijau tua. Sedangkan warna

cangkang pada perlakuan C, D dan E kelihatan lebih terang atau sebagian besar

berwarna kekuningan, kuning keputihan, krem (putih kecoklatan) dan ada yang di

bagian sekitar umbonya berwarna agak kemerahan (Gambar 23).

Sampai saat ini belum banyak dilakukan kajian mengenai fisiologi dan

regulasi organ-organ pembawa pigmen atau organ pencahayaan pada moluska.

Observasi pada warna dan karakteristik spektrum cahaya yang berpengaruh terhadap

warna moluska juga masih terbatas (Nicol 1964). Warna struktural atau

schemochromic pada moluska, biasa digunakan untuk membedakan adanya

pigmentasi (biokrom), yaitu dengan memunculkan pikmen berwarna-warni. Warna

yang timbul dapat berubah-ubah, sesuai dengan panjang gelombang yang diterima

antara cahaya yang masuk dan dipantulkan secara bergantian oleh lapisan sangat tipis

kalsium karbonat, dengan substansi pembanding indek-refraksi (biasanya air), dalam

strata penyusutan yang sama.

Gambar 23. Warna spat tiram mutiara P. maxima, (A) Intensitas cahaya 0 dan 500

lux (B) Intensitas cahaya 1.000, 1.500 dan 2.000 lux.

Sebagai contoh adalah corak warna yang ditimbulkan dan terjadi karena

adanya campur tangan manusia, diekspresikan sangat sempurna dalam wujut mutiara

dan di lapisan bagian dalam cangkang (nacre) abalone atau tiram mutiara. Pigmetasi

warna juga nampak jelas pada cangkang jenis tersebut, seperti warna coklat, merah,

pink, ungu, kuning, orange, hijau dan warna lain dari material yang mengandung zat

kapur (calcareous) atau dari protein cochiolin matrik cangkang (Fox 1966). Spat P.

maxima warnanya kuning pucat atau kuning kecoklatan, dan warna pada garis-garis

radiernya bervariasi seperti coklat kemerahan, merah anggur atau hijau. Setelah

A B

Page 115: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

98

dewasa warna-warna pada garis radier tersebut biasanya memudar (BBL 2001;

Winanto 2004). Hal ini diduga, pada waktu spat dipelihara di dalam lab hanya

mendapat pencahayaan sedikit atau dengan intensitas cahaya rendah, sehingga

timbulah pigmentasi dan setelah dewasa dipelihara di alam dengan mendapat

intensitas cahaya tinggi, maka pikmen warna yang berperan hanya zat kapur yang

berada pada permukaan cangkang sehingga warna tiram dewasa menjadi kuning tua

atau kuning kecoklatan.

Pada beberapa sample bivalvia juga ditemukan adanya karotinoid, hasil

observasi menunjukkan bahwa kandungan karotin pada moluska berubah-ubah sesuai

dengan musim (Fox 1966). Warna orange cerah pada kerang Mytilus californianus

ditemukan oleh Scheer (1940), namun tidak ditemukan adanya karotin tetapi berupa

Xantophil yang jarang ditemukan. Mytilus californianus adalah konsumen penyaring,

khususnya detritus laut berukuran sangat kecil dan plankton kecil, kemudian sambil

memilah melakukan asimilasi dan menghasilkan xantofil, jadi bukan karotin. Lebih

dari itu, seperti pada sedikit moluska laut lainnya, proses itu kelihatannya sudah

terjadi, yaitu biasa untuk memodifikasi makanan tertentu yang mengandung

karotinoid ke dalam derivat yang tidak biasa terjadi, misalnya mytiloxantin.

Menurut Fox (1966); Wilbur and Saleuddin (1983) pigmen warna gelap pada

cangkang spat disebabkan oleh melanin. Ketika deposit katabolik tidak dapat larut,

mungkin melanin tidak aktif menjalankan aktivitas fungsi biokimia di dalam

pengaturan metabolisme, tetapi mungkin secara biofisika masih efektif dalam

menentukan corak yang spesifik. Peristiwa ini berlangsung ketika terjadi pertukaran

panas dan infiltrasi cahaya matahari masuk, sehingga melukai atau merusak jaringan

dasar. Harus diingat, tidak semua pikmen warna gelap dari invertebrata disebabkan

melanine.

Sintasan dan Laju Pertumbuhan Spat

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa spat memberikan respon yang

berbeda-beda terhadap perlakuan intensitas cahaya. Pada intensitas 500 lux (B) spat

menunjukkan sintasan paling tinggi (96,12 %), bahkan lebih tinggi jika dibandingkan

pada intensitas cahaya 0 lux (A: 84,26%), selanjutnya diikuti perlakuan C (78,50 %),

Page 116: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

99

D (60,02 %) dan sintasan terendah pada perlakuan D (48,70 %) (Gambar 24)

(Lampiran 24a).

0

20

40

60

80

100

120

0 500 1000 1500 2000

Intensitas cahaya (lux)

Sint

asan

(%)

ab c

d

e

Gambar 24. Sintasan (%) spat (rata-rata ± SD) pada berbagai tingkat intensitas

cahaya. Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5 %.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa laju pertumbuhan spesifik spat terbaik

terdapat pada perlakuan 500 lux (543,74 x 541,27 µm) dan pertumbuhan paling

lambat pada perlakuan 2.000 lux (224,54 x 223,04 µm) (Gambar 25) (Lampiran 24a).

Hasil analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan dan laju

pertumbuhan menunjukkan adanya pengaruh nyata (P ≤ 0,05) antar perlakuan

(Lampiran 24b).

0

5

10

15

20

25

30

35

0 500 1000 1500 2000

Intensitas cahaya (lux)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

)

Antero-posterior (AP)Dorso-ventral (DV)a

bc

d

e

Gambar 25. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima pada berbagai tingkat

intensitas cahaya. Huruf yang berbeda pada grafik menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5 %.

Page 117: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

100

Berdasarkan hasil analisis korelasi antara sintasan dan pertumbuhan

dengan intensits cahaya, dapat diinterpretasikan bahwa semakin tinggi intensitas

cahaya, maka sintasan spat makin rendah. Semakin tinggi intensitas cahaya makin

lambat pertumbuhan spat atau semakin bertambah ukuran spat (dewasa) makin

menurun toleransinya terhadap intensitas cahaya.

Diduga, kondisi ini berkaitan dengan sifat spat yang lebih menyukai kondisi

lingkungan remang-remang (shading behavior). Laju metabolisme spat akan

meningkat pada kondisi lingkungan dengan intensitas cahaya rendah, pada keadaan

demikian laju filtrasi spat juga akan meningkat, sehingga dapat diperoleh pakan

dalam jumlah maksimum, serta mendapatkan cukup energi untuk tumbuh dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Menurut Yang et al. (2000); Wu et al. (2002) mengukur intensitas cahaya

lebih efektif pengaruhnya dibanding mengukur lama waktu panjang siang hari (ada

cahaya), karena intensitas cahaya sepanjang pagi sampai sore hari berfluktuasi,

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau cuaca. Dengan mengukur intensitas

cahaya, maka dapat diketahui kebutuhan pencahayaan spat P. maxima, sehingga

dapat dilakukan pemeliharaan di lab dengan memanipulasi pencahayaan. Pada

bivalvia seperti M. meretrix, ritme biologis makan erat kaitannyanya dengan cahaya,

suhu, ketersediaan pakan dan gerakan pasang surut air. Zhuang (2006) mengamati

aktifitas makan M. meretrix dipengaruhi oleh panjang siang atau adanya cahaya.

Diperkirakan pengaruh respon laju mencerna (Ingestion Rate) dan efisiensi asimilasi

(Assimilation Efficiency) meningkat sepanjang siang hari. Hal sama ditunjukkan juga

oleh kepah (clam), bahwa menurunnya laju mencerna (IR) disebabkan oleh

meningkatnya efisiensi asimilasi, peristiwa ini dipengaruhi oleh perubahan lama

pencahayaan. Merangkum pendapat Yang et al. (2000); Wu et al. (2002), laju

mencerna makanan berkaitan dengan metabolisme dan efektifitas metabolisme

berkaitan erat dengan energi yang dihasilkan untuk pertumbuhan, lebih luas lagi pada

aktivitas biologis seperti mencari tempat untuk menempel atau tempat

tinggal/menetap yang nyaman. Sejalan dengan pemikiran para ahli tersebut, hasil

kajian ini juga menunjukkan adanya pengaruh nyata (P < 0,05) intensitas cahaya

terhadap sintasan, pertumbuhan, dan jumlah penempelan spat. Hasil kajian ini

didukung juga oleh Gosling (2004) yang menyampaikan bahwa cahaya merupakan

modulator pertumbuhan kerang. Jika menempatkan kerang (mussel) secara terus-

Page 118: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

101

menerus di tempat gelap, mengurangi pencahayaan atau pada fotopiriod 7 jam atau

kurang, semua kondisi tersebut berpengaruh siknifikan meningkatkan pertumbuhan,

biasanya ditunjukkan melalui peningkatan aktivitas makan.

Simpulan

1. Intensitas cahaya berpengaruh terhadap distribusi larva Pinctada maxima.

2. Intensitas cahaya optimum untuk sintasan dan pertumbuhan larva P. maxima

adalah 0−200 lux, sedangkan untuk spat 0−500 lux.

Daftar Pustaka

Alagarswami K, Dharmaraj S, Velayudhan TS, Chellam A. 1987. Hetchery Tecnology for Pearl Oyster Production. In: Pearl Culture. CMFRI. Cochin, India. Bulletin 39(9): 62-71.

BBL (Balai Budidaya Laut). 2001. Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima).

Balai Budidaya Laut Lampung. Seri Budidaya Laut 6: 61 hal. ______________________. 2004. Pembenihan ikan kerapu. Balai Budidaya Laut

Lampung. Seri Budidaya Laut 13. 106 hal. Brusca GJ. 1990. Invertebrates. Phylum Mollusca. Sounderland, Massachusetts. 20:

363-387. Cenni S, Cerrato RM, Siddall SE. 1989. Periodicity of growth lines in larval and post

larval shell of Marcenaria marcenaria. J Shellfish Res 8: 444-445. Chengbo Z and Shuanglin D. 2004. Effect of Na/K Ratio in Seawater on Growth and

Energy Budget of Juvenile Litopenaeus vannamei. Aquaculture 234: 485-496. CMFRI 1991. Pearl Oyster Farming and Pearl Culture. Training Manual No. 8.

Regional Seafarming Development and Demonstration Project. RAS/90/002. Bangkok, Thailand. 103 p.

Fox DL. 1966. Pigmentation of Molluscs. In: Wilbur KM and Yonge CM.

Physiology of Mollusca. Vol. II. Academic Press. New York. 8: 249-274. Gosling E. 2004. Bivalve Molluscs. Biology, Ecology and Culture. Fishing News

Book. Great Britain.

Page 119: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

102

Jeffry SW, Gerland CD and Brown MR. 1990. Microalgae in Australian Mariculture. In: Biology of Marine Plants. Longman-Chesher. 18: 400-414.

Lucas SJ., Braly RD, Crawford CM, Nash WJ. 1988. Selecting optimum conditions

for ocean-nursery culture of Tridacna gigas. Gian clams in Asia and the Pacific. In: Copland JW, Lucas JS (Eds). Australian Center for International Agricultural Research Monograph Series, vol. 98. Australian Center for International Agricultural Research, Canberra, Australia, pp.129-132.

Neter J, Wesseran W, Kutsner MH. 1990. Applied Linear Statistikcal Models.

Regression, Analysis of Variance and Experiental Designs. Third Edition. Toppan Copany, LTD. Tokyo, Japan. 1173 p.

Nicol JAC. 1964. Special Effectors: Luminous Organs, Chromatophores, Pigments,

and Poison Glands. In: Wilbur KM and Yonge CM. Physiology of Mollusca. Academic Press. New York. 12(III – IV):360-371.

Rupp GS, Parsons GJ, Thompson RJ, de Bem MM. 2005. Influence of

Environmental Faktors, Season and Size at Development on Growth and Retrieval of Postlarval Lion’s Paw Scallop Nodipecten nodosus (Linnaeus, 1758) From A Subtropical Environment. Aquaculture 243: 195-216.

Scheer BT. 1940. Some Features of The Metabolism of The Carotenoid Pigments of

The California Sea Mussel (Mytilus californianus). J Biol Chem 136: 275-299.

Segal E. 1970. Light, Animal, Invertebrates. MarineEcology, A Comprehensive,

Integrated Treatise on Life in The Oceans and Coastal Waters. Environmental Factors. Wiley-Interscience. London. Vol. I (1): 159-212.

Wilbur KM and Saleuddin ASM. 1983. Shell Formation. In: Saleuddin ASM and

Wilbur KM. The Mollusca. Physiology 1, Vol. 4. Academic Press. New York. Pp. 235-287.

Winanto T, Pontjoprawiro S, Murdjani M. 1992. Budidaya Tiram Mutiara. Pelatihan

Ahli Budidaya Tiram Mutiara. BBL dan FAO/UNDP. INS/81/008. Winanto T, Soekendarsi E, Paonganan Y. 2001. Hatchery Production of Spat of Pearl

Oyster Pinctada maxima (Jameson) in Indonesia. J Phuket Marine Biology Special Publication 25 (1): 189-192.

Winanto T. 1996. Status of Pearl Oyster Culture in Indonesia. J Australian

Gemmology 19 (6): 345-349. _________. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. P.T. Panebar Swadaya,

Jakarta. Seri Agribisnis. 95 hal.

Page 120: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

103

Wong WH and Cheung SG. 2001. Feeding Rhythm of The Green Lipped Mussel, Perna viridis (Linnaeus,1785)(Bivalvia: Mytillidae), during spring and neap tidal cycles. J Exp Marine Biol Ecol 257: 13-36.

Wu GH, Chen PJ, Hang RS, Yang SY, Shen JL. 2002. Influence of Salinity and Day

and Night Rhythm on Feeding Rate (FR) of Ruditapes philippinarum. Jour Oceanography 21: 72-77.

Yang XX, Lin XT, Ji XL. 2000. The Effect of Light Intensity, Temperature, Salinity

on Filtration Rate of Perna viridis. Chin. J Mar Sci 24: 36-38. Yamamuro M, Hiratsuka J, Ishitobi Y. 2000. Seasonal Change in a Filter-Feeding

Bivalve, Musculista senhousia, population of a Eutrophic Estuarine Lagoon. J Marine Syst 26:117-126.

Yan X, Zhang G, Yang F. 2006. Effects of diet, stoking density, and environmental

factors on growth, survival, and metamorphosis of Manila clam Ruditapes philippinarum larvae. Aquaculture 253: 350-358.

Zhuang S. 2006. The influence of salinity, diurnal rhythm, and day length on feeding

behavior in Meretrix meretrix Linnaeus. Aquaculture 252: 384-590.

Page 121: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

APLIKASI PEMELIHARAAN LARVA DAN SPAT PADA MEDIA OPTIMUM

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan sintasan dan pertumbuhan yang tinggi guna produksi masal

spat, dengan menerapan lingkungan pemeliharaan yang optimum (suhu, salinitas, oksigen

terlarut atau DO dan intensitas cahaya).

Pada penelitian tahap II dilakukan pengkajian pemeliharaan larva dan spat dalam kondisi

lingkungan optimum.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai Agustus 2007. Aktivitas penelitian

yang meliputi pemijahan, kultur pakan hidup, pemeliharaan larva dan spat dilakukan di

dalam hatchery skala rumah tangga (HSRT), di P. Kabra Kecil, Kecamatan Samate,

Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Irian Jaya Barat (Lampiran 1b).

Page 122: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

105

Pengaruh Kondisi Lingkungan Pemeliharaan Berbeda Terhadap Sintasan Serta Laju Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)

Abstract

Rearing of larvae and spat required optimal and controlled environment conditions. The objective of this study is to know the optimum environment conditions for rearing of pearl oyster P. maxima larvae and spat, through to applied the optimum of temperature, salinity, dissolve oxygen and light intensity. The results show that the survival rate (62.20 %) and relative growth (725.34 x 583.50 µm) at optimum environment conditions was significantly higher (P ≤ 0.05) than control (36.55 %; 570.82 x 435.72 µm). Survival rate and growth of larvae to spat was followed from larvae D6: 77.41 % and 20.72 x 11.36 µm; D14: 59.26 %, 47.92 x 35.33 µm; D20: 39.76 %, 67.22 x 56.34 µm; spat D25: 21.07 %, 73.50 x 65.43 µm.

Keywords: Larvae; spat; Pinctada maxima; natural, optimum; survival rate, growth.

Pendahuluan

Berkembangnya budidaya mutiara ternyata juga menjadi pemicu meningkatnya

permintaan spat dan tiram siap operasi. Sedangkan spat dan calon induk yang berasal dari

alam jumlahnya terbatas, sangat fluktuatif dan dipengaruhi musim. Penyediaan spat

secara terkendali melalui hatchery merupakan alternatif yang tepat untuk menanggulangi

terbatasnya spat alam. Hatchery mampu menyediakan spat secara massal, tepat waktu

dan jumlah yang cukup, disamping ukurannya seragam serta berkualitas tinggi. Menurut

Jeffrey et al. (1990) tujuan utama dari kegiatan pembenihan adalah memproduksi jutaan

juvenil (spat) dengan cara memelihara larva pada tingkat kepadatan yang lebih tinggi dari

kondisi di alam. Produksi melalui hatchery merupakan pendekatan yang paling

menguntungkan dalam penyediaan spat (Rupp et al. 2005).

Ketersediaan spat merupakan kendala utama dalam pengembangan budidaya

tiram mutiara. Suplai spat merupakan bagian yang krusial dari industri ini, jika semata-

mata hanya menggantungkan pengumpulan spat dari alam (Le Blanc et al. 2005).

Dalam pemeliharaan larva sampai spat diperlukan kondisi lingkungan yang

optimum dan terkendali, karena pada stadia tersebut kondisinya masih sangat rentan.

Perubahan lingkungan yang terjadi dalam pemeliharaan dapat mengakibatkan kematian,

sehingga diperlukan kajian yang lebih mendalam berkaitan dengan pemeliharaan larva

Page 123: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

106

dan spat, baik yang dilakukan di laboratorium maupun di lapangan (laut). Menurut

Gricourth, et al. (2006) untuk memproduksi larva dan spat baik secara kualitas maupun

kuantitas diperlukan kondisi pemeliharaan yang optimal, seperti untuk pertumbuhan,

perkembangan dan proses-proses yang mengatur organisme harus dalam kondisi

terkontrol.

Tujuan

Tujuan dari kajian ini adalah mendapatkan informasi tentang kondisi

lingkungan optimum untuk pemeliharaan larva dan spat tiram mutiara P. maxima,

melalui penerapan pengaturan suhu, salinitas, DO dan intensitas cahaya yang optimum,

agar dapat diperoleh sintasan dan pertumbuhan yang tinggi.

Bahan dan Metode

Kultur Pakan Hidup

Pakan hidup dipersiapkan sebulan sebelum percobaan dimulai. Jenis pakan yang

digunakan adalah fitoplankton Isochrysis galbana, Pavlova lutheri, Tetraselmis tetrathele

dengan kepadatan sekitar 8–10 juta sel/ml. Media pupuk untuk kultur pakan hidup adalah

formula Walne dan Hirata (Lampiran 2).

Rancangan Percobaan

Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), dengan tiga kali

ulangan. Pengelompokan dilakukan berdasarkan pada perkembangan stadia larva sampai

menjadi spat. Perlakuan yang diaplikasikan adalah lingkungan pemeliharaan optimum,

seperti suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), intensitas cahaya dan jenis serta dosis pakan

terbaik (A), dibandingkan kontrol atau kondisi lingkungan pemeliharaan sebenarnya (B)

di dalam hatchery.

Prosedur Percobaan

Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah larva tiram mutiara P.

maxima stadia bentuk-D atau umur 1 hari. Larva diperoleh dari hasil pemijahan induk P.

Page 124: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

107

maxima dengan menggunakan kombinasi metode ekspose dan kejut suhu ( CMFRI 1991;

Winanto 2004). Wadah percobaan menggunakan bak fiberglass ukuran 2 ton. Media air

laut yang digunakan telah melalui proses penyaringan bertingkat seperti sand filter,

catrage (15, 10 dan 5 mikron), cotton filter dan ultra violet.

Aplikasi perlakuan lingkungan optimum mengacu pada percobaan sebelumnya,

yaitu meliputi jadwal pemberian pakan, kepadatan individu, pengelolaan air, parameter

lingkungan (suhu 28 oC, salinitas 32−34 ‰, DO 5−6, intensitas cahaya untuk larva ≤ 200

lux dan spat 500 lux). Sedangkan perlakuan kondisi lingkungan alamiah diaplikasikan di

dalam hatchery dengan kondisi sebenarnya. Setelah larva berusia 16–18 hari, di dalam

bak dipasang kolektor-kolektor dengan posisi vertical. Kolektor berukuran 40 x 60 cm,

terbuat dari bahan paranet.

Untuk mengetahui sintasan dan laju pertumbuhan, dilakukan pengambilan sampel

sebanyak 10 ml, selanjutnya dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan

perbesaran 40–60 kali. Jumlah larva dihitung dengan menggunakan sadgewick rafter cell.

Pengukuran panjang antero-posterior (AP) dan tinggi dorso-ventral (DV) (Taylor et al.

1997) dilakukan dengan mikrometer okuler.

Parameter Yang Diamati

Sintasan, dihitung berdasarkan persentase jumlah spat pada akhir pengamatan dibagi

jumlah spat pada awal pengamatan.

Laju pertumbuhan spesifik, dihitung berdaarkan persentase selisih rata-rata antara

ukuran individu akhir pengamatan (Ln) dan ukuran individu awal pengamatan (Ln)

dibandingkan waktu pengamatan (Chengbo and Shuanglin 2004).

Analisa Data Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Jika terdapat data yang

penyebarannya tidak normal, maka terlebih dahulu akan dilakukan transformasi dengan

logaritma natural (Ln). Apabila uji F menunjukkan adanya pengaruh nyata (P < 0,05)

pada tiap perlakuan, maka dilanjutkan analisis dengan uji rerata Tukey (Neter et al.

1990). Pengolahan data sintasan dan laju pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan

software SPSS versi 15 for Windows.

Page 125: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

108

Hasil dan Pembahasan

Sintasan dan Pertumbuhan

Hasil pengamatan terhadap larva sampai spat yang dipelihara pada kondisi

lingkungan optimum (A), menunjukkan sintasan yang lebih tinggi jika dibandingkan

dengan kontrol (B). Rata-rata sintasan larva stadia umbo (D6) 89,45 % (A) sedangkan

pada kontrol (B) rata-rata 65,38 %. Sintasan larva D14 adalah 70,21 % dan pada kontrol

48,32 %. Sintasan larva D20 pada kondisi optimum 57,06 % sedangkan pada kontrol

22,46 %. Sintasan Spat D25 adalah 32,09 % dan pada kontrol 10,05 % (Gambar 26;

Lampiran 25a).

0102030405060708090

100

I II III SpatStadia

Sint

asan

(%)

OptimumKontrol

Gambar 26. Sintasan (%) larva P. maxima (rata-rata ± SD) dari stadia I sampai spat (D25)

Selama masa pemeliharaan larva sampai spat terjadi penurunan sintasan pada

setiap tahap stadia, pada kondisi lingkungan optimum terjadi penurunan sintasan sebesar

35,87 %. Hasil tersebut lebih baik jika dibandingkan kondisi alamiah yang mengalami

penurunan sintasan sekitar 15,37 %.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa, laja pertumbuhan spesifik larva dan spat

pada kondisi lingkungan optimum(A) nyata lebih tinggi (P ≤ 0,05) dari pada perlakuan

kontrol (B). Laju pertumbuhan dari stadia larva sampai spat menunjukkan pola

Page 126: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

109

pertumbuhan sigmoid, dengan puncak pertumbuhan terjadi pada stadia umbo awal

sampai umbo akhir (Gambar 27; Lampiran 25a).

0

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III SpatStadia

Laju

Per

tum

buha

n (%

)

Optimum

Kontrol

Gambar 27. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima (rata-rata ± SD) dari stadia I

sampai spat (D25).

Hasil analisis varian menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P ≤ 0,05) antara

perlakuan lingkungan optimum (A) dibanding kontrol (B) dan antar kelompok stadia.

Hasil uji nilai tengah Tukey juga menunjukkan bahwa lingkungan optimum (A) berbeda

nyata lebih besar (P ≤ 0,05) dengan kontrol (B) dan antar kelompok stadia (P ≤ 0,05)

(Tabel 12; Lampiran 25b).

Tabel 12. Uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan dan pertumbuhan panjang relatif larva

dan spat tiram mutiara P. maxima. Perbedaan Nilai Tengah

Perlakuan Sintasan (%) Pertumbuhan Relatif (μm) AP DV (A) Lingkungan Optimum (B) Kontrol

62,20a 36,55b

725,34a 570,82b

583,50a 435,72b

Stadia I Stadia II Stadia III Spat D25

77,41a 59,26b 39,76c 21,07d

20,72a 47,92b 67,22c 73,50d

11,36a 35,33b 56,34c 65,43d

Keterangan : Nilai yang diikuti huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan pada taraf 5 %

Page 127: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

110

Sintasan larva dan spat pada lingkungan optimum lebih rendah jika

dibandingkan kajian sebelumnya yang dilakukan secara partial. Diduga, pada pengkajian

partial hanya terfokus pada variabel yang diteliti saja, sedangkan variabel diluar

perlakuan dikondisikan homogen. Dalam percobaan partial selalu dimulai dengan

mengunakan hewan uji baru, seragam (digrading) dan diseleksi dari stok yang telah

disiapkan untuk penelitian. Sintasan pada kajian partial dihitung dari setiap tahap

percobaan. Sebaliknya pada kajian lingkungan optimum, tidak dilakukan penggantian

ataupun penambahan hewan uji baru selama masa percobaan.

Perkembangan larva dan pertumbuhan spat P. maxima yang diamati dalam

kajian ini, secara umum tidak jauh berbeda dengan laju pertumbuhan P. margaritifera

(Alagarswami et al. 1989) dan P. fucata (Alagarswami et al. 1987; CMFRI 1991), tetapi

secara spesifik masing masing mempunyai kisaran lingkungan optimum yang berbeda.

Penelitian tentang P. margaritifera, P. fucata dan P. martensii sebagian besar dilakukan

di daerah beriklim sedang atau empat musim. Kajian pemeliharaan larva P. maxima yang

dilakukan di Australia oleh Minaur (1969) hanya sampai pada stadia pediveliger (D20).

Laporan tentang keberhasilan pembenihan buatan P. maxima di Jepang juga telah

disampaikan Tanaka dan Kumeta (1981), namun tidak menyampaikan informasi lengkap

mengenai perkembangan larva, misalnya perkembangan stadia umbo dari D11–D18 dan

juga tidak menyertakan data yang lengkap berkaitan dengan kondisi lingkungan selama

pemeliharaan. Taylor et al. (1997; 1998) lebih banyak mengkaji pertumbuhan spat P.

maxima di laut.

Setiap spesies hewan air mempunyai kisaran lingkungan optimum yang

berbeda, misalnya suhu, terdapat kisaran batas atas dan batas bawah serta kisaran

optimum untuk pertumbuhan yang mana akan berubah seiring dengan perkembangannya.

Suhu merupakan faktor lingkungan kritis yang berpengaruh kuat terhadap nafsu makan

dan pertumbuhan. Suhu untuk pertumbuhan optimum biasa disebut SET (standard

environmental temperature). Laju metabolisme hewan-hewan ectothermal (suhu

tubuhnya sama dengan suhu perairan) meningkat dua kali lipat pada setiap terjadi

peningkatan suhu 10 oC, keterkaitan itu disebut factor Q10 (Summerfelt 2007).

Page 128: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

111

Makna khusus bagi akuakultur, setiap spesies yang dibudidayakan mempunyai

kisaran suhu optimum. Kisaran suhu optimum didefinisikan sebagai cakupan/rangkuman

di mana organisme yang dipelihara tetap diberi makan dan tidak ada tanda-tanda behavior

abnormal dihubungkan dengan stres akibat suhu atau termal stress (Elliot 1981). Dalam

kisaran optimum ini dapat juga didefinisikan sebagai pertumbuhan optimum yang sempit.

Di luar kisaran optimal organisme akan mengalami stres akibat panas dan dapat mati jika

suhu berada di atas atau di bawah batas suhu letal (Goddard 1996).

Kualitas dan kuantitas pakan optimum (sesuai hasil penelitian) yang diberikan

selama penelitian ini, diduga cukup efektif sebagai penyedia bahan baku yang dapat

dirubah menjadi cadangan energi atau energi untuk perkembangan larva dan

pertumbuhan spat. Disampaikan Laing (1995) tipe dan nilai nutrisi yang terkandung

dalam makanan (alga) merupakan factor yang siknifikan mempengaruhi laju

pertumbuhan larva dan selama periode planktonis larva (spatfall). Diduga, jenis dan

jumlah cadangan material biokimia yang terakumulasi selama perkembangan larva, serta

perbedaan jenis makanan yang diberikan dapat mempengaruhi kompetensi larva untuk

menempel (Haws et al. 1993; Baker 1994).

Pernyataan lain yang cukup kontroversial disampaikan Gardes (1983); His et al.

(1989) yaitu stadia awal perkembangan larva mempunyai kemampuan mengatur sistim

filtrasi dan laju metabolisme dalam merespon konsentrasi partikel-partikel makanan yang

tersedia dan larva dapat bertahan hidup selama beberapa hari tanpa makan. Fenomena

menarik ini dapat menjadi jawaban, mengapa sintasan pada stadia awal (kontrol) dalam

penelitian ini cukup tinggi (65,38 %), bahkan pada kondisi optimum sintasan bisa

mencapai 89,45 %. Analoginya, jika dalam kondisi tidak ada pakan saja larva stadia awal

dapat bertahan hidup sampai beberapa hari, maka dengan tersedianya pakan dalam

jumlah cukup dan jenis yang sesuai tentu sintasannya akan lebih tinggi.

Selanjutnya, juga telah di aplikasikan kondisi lingkungan optimum tersebut

untuk hatchery skala rumah tangga tiram mutiara, hasilnya menunjukkan sintasan dan

laju pertumbuhan larva sampai spat lebih tinggi dibanding kontrol. Hasil dalam kajian ini

juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Southgate dan Ito (1998) dengan

menggunakan sistim partial-flow untuk mendapatkan kualitas air yang prima, sintasan

Page 129: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

112

larva P. margaritifera pada hari ke 7 sekitar 61 % dan sintasan larva stadia pediveliger 5

%. Studi yang sama dilakukan Alagarswami et al. (1989) dilaporkan sintasan larva P.

fucata stadia pediveliger 6,3 %. Martinez-Fernandez et al. (2006) membagi penelitiannya

pada larva P. margaritifera menjadi dua bagian, penelitian pertama dimulai dari larva D1

(1 hari) berukuran 81,3 µm sampai D10, hasilnya menunjukkan sintasan antara 15,2–64,6

%. Penelitian ke dua dilakukan selama 8 hari, dimulai dari larva D11 (122,9 µm) dengan

hasil sintasan 68,9 %. Dilaporkan oleh Taufiq (2009) sintasan larva P. maxima sampai

menjadi spat umur 30 hari adalah 6–7 %.

Melihat sintasan akhir yang diperoleh baik pada kajian yang dilakukan (32, 09

%) maupun kontrol (10,05 %), diketahui bahwa mortalitas larva dan spat selama

pemeliharaan relatif masih tinggi. Diduga ada penyebab lain yang mengakibatkan

mortalitas, mengingat parameter utama (suhu, salinitas, oksigen terlarut, intensitas cahaya

dan pakan) yang diaplikasikan sudah dalam kondisi optimum. Kemungkinannya adalah

kesalahan operator, misalnya kurang hati-hati dan kurang teliti saat grading dan

penggantian air, sehingga ada kemungkinan larva yang ukurannya sangat kecil (μm)

dapat lolos dari saringan-planktonet, karena ukurannya yang kurang seragam. Hal ini

diperkuat oleh hasil pengamatan yang tidak menemukan larva yang mati di dasar bak.

Secara mikroskopis juga dilakukan pengambilan sampel dari dasar bak, tetapi

persentasenya sangat kecil dan tidak sebanding dengan angka kehilangan yang diperoleh.

Sebaliknya pada kontrol, mulai hari ke 3–7 sudah dijumpai larva yang mati di dasar bak

dan mortalitas lebih tinggi pada hari ke 14–16, larva yang mati bergerombol membentuk

baris di bagian sudut bak, warnanya orange-kemerahan dan dapat diamati secara visual

dengan bantuan penerangan lampu baterai. Sesuai dengan pendapat Baker (1994) larva di

hatchery biasanya diseleksi atau digrading dengan tujuan agar pertumbuhannya cepat dan

untuk mendapatkan ukuran yang seragam, tetapi tanpa disadari dapat mengakibatkan

mortalitas karena kesalahan penanganan.

Parameter lingkungan optimum yang diperoleh dalam kajian ini dapat

diterapkan untuk pengembangan hatchery skala rumah tangga, dimana beberapa

parameter tersebut dapat dikendalikan dan dimanipulasi sesuai dengan kebutuhan tiram

mutiara P. maxima dari stadia larva sampai spat.

Page 130: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

113

Simpulan

Berdasarkan hasil percobaan, maka dapat disimpulkan bahwa spat yang

dipelihara pada kondisi lingkungan optimum dapat menunjukkan sintasan dan laju

pertumbuhan maksimum.

Daftar Pustaka

Abo K and Toda S. 2001. Evaluation Model of Farming Density of Japanese Pearl Oyster, Pinctada fucata, P. martensii, Based on Physiology and Food Environment. Bul Jpn Soc Fish Oceanography 65: 135-144.

Alagarswami K, Dharmaraj S, Velayudhan TS, Chellam A. 1987. Hetchery Tecnology

for Pearl Oyster Production. CMFRI. Bul 39: 37-8. ________________________________________________. 1989. Larva and Juvenil

Rearing of Black-lip Pearl Oyster Pinctada margaritifera (Linnaeus). Aquaculture 76: 43-56.

Baker P. 1994. Competency to Settle in Oyster Larvae, Crassostrea virginica. Wild

versus hatchery-reared larvae. Aquaculture 122: 161-169. Chengbo Z and Shuanglin D. 2004. Effect of Na/K Ratio in Seawater on Growth and

Energy Budget of Juvenile Litopenaeus vannamei. Aquaculture 234: 485-496. CMFRI. 1991. Pearl Oyster Farming and Pearl Culture. Training Manual No. 8. Regional

Seafarming Development and Demonstration Project. RAS/90/002. Bangkok, Thailand. 103 p.

Elliott JM. 1981. Thermal Stress on Freshwater Teleosts. In: Stress and Fish. Ed. A.D.

Pickering. Academic Press. London and New York. Pp. 209-245. Gardes D. 1983. The Pacific Oyster Crassostrea gigas. Feeding Behaviour of Larvae and

Edults. Aquaculture 31: 195-219. Goddard S. 1996. Feeding, Temperature and Water Quality. In: Feed Management in

Intensive Aquaculture. Chapman and Hall. 4: 51-73. Gricourt L, Mathieu M and Kellner K. 2006. An Insulin-Like System Involved in The

Control of Pacific Oyster Crassostrea gigas Reproduction: hrlGF-1 Effect on Germinal Cell Proliferation and Maturation Assosiated with Expression Of an Homologous Insulin Receptor-related Receptor. Aquaculture 251: 85-98.

Page 131: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

114

Haws McC, DiMichele I and Hand SC. 1993. Biochemical Changes and Mortality During Metamorphosis of The Eastern Oyster, Crassostrea virginica and Pacific Oyster, Crassostrea gigas. Mol Mar Biol Biotechnology 2: 207-217.

His E, Robert R and Dinet A. 1989. Combined Effects of Temperature and Salinity on Feed

and Starved Larvae of The Mediterranean Mussel Mytilus galloprovincialis and The Japanese Oyster Crassostrea gigas. J Mar Biol 100: 455-463.

Jeffrey SW, Gerland CD and Brown MR. 1990. Microalgae in Australian Mariculture. In:

Biology of Marine Plants. Longman-Chesher. 18: 400-414. Laing I. 1995. Effect of food Supplay on Oyster Spatfall. Aquaculture 131:315-324 Le Blanc N, Landry T, Staryhn H, Tremblay R, McNiven M, Davidson J. 2005. The

Effect of High air and Water Temperature on Juvenile Mytilus edulis in Price Edward Island, Canada. Aquaculture 243: 185-194.

Martinez-Fernandez E, Acosta-Salmon H, Southgate PC. 2006. The Nutritional Value of

Seven Species of Tropical Microalgae for Black-Lip Pearl Oyster (Pinctada margaritifera, L.) Larvae. Aquaculture 257: 491-503.

Minaur J. 1969. Experient on the Artificial Rearing of The Larva of Pinctada maxima

(Jameson)(Lamellibranchia). Aust J Freshw Res 20: 175-187. Rupp GS, Parsons GJ, Thompson RJ, de Bem MM. 2005. Influence of Environmental

Faktors, Season and Size at Development on Growth and Retrieval of Postlarval Lion’s Paw Scallop Nodipecten nodosus (Linnaeus, 1758) From A Subtropical Environment. Aquaculture 243: 195-216.

Southgate PC and Ito M. 1998. Evaluation of a partial culture technique for pearl oyster

(Pinctada margaritifera L.) larvae. Aquaculture Engineering 18:1-7. Summerfelt RC. 2007. Water Quality Considerations for Aquaculture (Unpublish).

Department of Animal Ecology, Iowa State University. Ames. Summerft.doc. Tanaka Y and Kumeta M. 1981. Succesful artificial breeding of silver-lip pearl oyster

Pinctada maxima (Jameson). Bulletin Natural Research Institute. Japan. Aquaculture 2: 21-28.

Taufiq N. 2009. Culture of Pearl Oyster Pinctada maxima In Sumbawa. Makalah

Seminar Nasional Moluska ke-2, tanggal 11−12 Februari 2009 di IPB ICC Botani Square, Bogor.

Taylor JJ, Rose RA, Southgate PC, Taylor CE. 1997. Effects of Stocking Density on

Growth and Survival of Early Juvenile Silver-lip Pearl Oyster Pinctada maxima (Jameson) Held in Suspended Nursery Culture. Aquaculture 153: 31-40.

Page 132: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

115

Taylor JJ, Rose RA, Southgate PC, Taylor CE. 1998. Assessment of Artificial Substrates

for Collection of Hatchery-reared Silver-lip Pearl Oyster (Pinctada maxima Jameson) Spat. Aquaculture 162: 219-230.

Winanto T. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. P.T. Panebar Swadaya, Jakarta.

Seri Agribisnis. 95 hal.

Page 133: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

KAJIAN PEMELIHARAAN SPAT DI LAUT

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan informasi tentang waktu pemindahan yang tepat dan tingkat

kepadatan optimum, sehingga diperoleh sintasan dan pertumbuhan spat P. maxima yang

tinggi.

Penelitian tahap III tentang Kajian Pertumbuhan Spat di Laut, terdiri dari dua

seri percobaan yaitu:

Pengaruh umur pemindahan terhadap sintasan dan pertumbuhan spat.

Pengaruh tingkat kepadatan spat terhadap sintasan dan pertumbuhan.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2007. Lokasi penelitian di

Selat Kabra, Kecamatan Samate, Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Irian Jaya Barat

(Lampiran 1b).

Page 134: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

117

Pengaruh Umur Pemindahan Terhadap Sintasan dan Laju Pertumbuhan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)

Abstract

The High mortalities of spats were found in the transition period from laboratory to the culture condition of the sea. The aim of this study is to obtain information about right time of spat replaced from laboratory to the sea. Randomized block design was applied with seven levels replacing ages and three replicated for each i.e. (A) 30, (B) 40, (C) 50, (D) 60, (E) 70, (F) 80 and (G) 90 days. Results of this study showed that right ages to replace of spat from laboratory between days 40 to 50. The best of survival rate at treatment days 80 (51.40 %) and the highest of growth at treatment days 50 (36.68 x 32.47 mm) and not significant (P ≥ 0.05) than days 40 (36.18 x 32.20 mm). Keywords: Spat; Pinctada maxima; replace; survival rate; growth rate.

Pendahuluan

P. maxima merupakan salah satu jenis tiram penghasil mutiara yang mempunyai

nilai ekonomis paling tinggi dan ukuran paling besar. Di pasaran internasional, mutiara

yang diproduksi sering kali disebut dengan nama “South Sea Pearl” (Shirai 1981).

Indonesia termasuk salah satu negara penghasil mutiara (South Sea Pearl) yang cukup

diskenal di pasaran dunia, sebagian besar produksi South Sea Pearl yang dipasarkan

berasal dari hasil budidaya (Anna 2006). Tetapi sayang produksinya dari tahun ke tahun

terus mengalami penurunan. Salah satu faktor penyebab turunnya produksi mutiara

karena semakin sulitnya mendapatkan tiram ukuran implantasi dan ketersediaan spat

tidak mencukupi serta dipengaruhi musim.

Ketersediaan spat merupakan kendala utama dalam pengembangan budidaya

tiram mutiara. Suplai spat merupakan bagian yang krusial dari industri ini, jika semata-

mata hanya menggantungkan pengumpulan spat dari alam (Le Blanc et al. 2005).

Sebagian besar perusahaan budidaya mutiara di Indonesia masih sangat tergantung pada

spat alam. Sedangkan spat dan calon induk yang berasal dari alam jumlahnya terbatas,

sangat fluktuatif dan dipengaruhi musim. Penyediaan spat secara terkendali melalui

hatchery merupakan alternatif yang tepat untuk menanggulangi terbatasnya spat alam.

Page 135: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

118

Hatchery mampu menyediakan spat secara massal, tepat waktu dan jumlah, disamping

ukurannya seragam serta berkualitas tinggi.

Produksi spat melalui hatchery merupakan pendekatan yang paling fisibel untuk

menyediakan atau suplai spat dalam skala besar dan berkesinambungan (Rupp et al.

2005). Tetapi sampai saat ini sintasan spat dari hatchery masih rendah. Sintasan dari

larva sampai menjadi spat berukuran 2–3 cm sekitar 0,05 % (BBL 2001). Mortalitas

spat paling tinggi terjadi pada periode transisi atau masa pendederan, disaat pertama

kali di pindahkan dari laboratorium ke tempat pemeliharaan di laut. Memperhatikan

permasalahan yang ada, maka dilakukan pengkajian yang berkaitan dengan

pemeliharaan awal spat di laut.

Tujuan

Tujuan khusus dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang

umur pemindahan spat dari laboratorium ke laut yang tepat, sehingga dapat diperoleh

sintasan dan pertumbuhan yang tinggi, pada masa pendederan maupun masa

pembesaran di laut.

Bahan dan Metode

Penyediaan Hewan Uji

Sebelum percobaan dimulai, dilakukan kultur plankton dan seleksi induk. Pada

saat jumlah plankton sudah mencukupi untuk kebutuhan produksi spat, maka induk

dibawa ke lab untuk dipijahkan. Induk dipijahkan di dalam akuarium, setelah induk

memijah selanjutnya dilakukan pemanenan telur dengan menggunakan planktonet (20,

40 dan 60 µm). Telur yang telah diseleksi dipelihara di dalam bak penetasan volume 1

m3, yang sekaligus berfungsi sebagai bak pemeliharaan larva (BBL 2001). Selama masa

pemeliharaan larva hingga spat (30 hari), jadwal pemberian pakan dan pengelolaan air

mengacu pada percobaan tahap I dan II.

Pada waktu larva berusia 16 hari, di dalam bak pemeliharaan larva mulai

dipasang kolektor (40 x 60 cm) dari bahan paranet (Winanto et al. 2001). Setelah spat

menempel pada kolektor dan ukurannya sudah memenuhi syarat sebagai hewan uji,

Page 136: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

119

maka dilakukan seleksi untuk mendapatkan ukuran spat yang seragam. Selanjutnya,

spat hasil seleksi dikembalikan ke tempat pemeliharaan, dengan menggunakan sistim

air mengalir dan pengudaraan.

Rancangan Percobaan

Penelitian menggunakan disain rancangan acak kelompok (RAK) dengan tujuh

perlakuan dan tiga kali ulangan. Pengelompokan dilakukan berdasarkan pada umur

pemindahan. Perlakuan yang diterapkan adalah umur spat dipindahkan dari lab ke

tempat pendederan di laut, yang dilakukan secara bertahap yaitu mulai umur 30 (A), 40

(B), 50 (C), 60 (D), 70 (E), 80 (F) dan 90 (G) hari. Model linear dari rancangan yang

digunakan adalah :

Yij = µ + τi + βj + εijk

Keterangan: Yij = Respon perlakuan ke-i, kelompok ke-j dan ulangan ke-k

µ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ke-i βj = Pengaruh kelompok ke-j εij = Pengaruh galad pada perlakuan ke-i, kelompok ke-j dan

ulangan ke-k.

Prosedur Percobaan

Sehari sebelum percobaan dimulai, disiapkan sejumlah spat yang telah

menempel pada kolektor, dengan kepadatan 2 ekor/cm2. Kolektor dimasukkan ke dalam

kantong waring (# 1–2 mm) dan digantungkan pada rakit apung di laut dengan

kedalaman 3 m (BBL 2001).

Untuk mengetahui umur pemindahan yang tepat, maka dilakukan pemindahan

spat sesuai dengan perlakuan. Lama waktu percobaan 3 bulan, untuk mengetahui

sintasan dan pertumbuhan maka setiap 15 hari dilakukan pengamatan serta pengambilan

sampel pada masing-masing perlakuan.

Untuk mengetahui sintasan dilakukan penghitungan terhadap seluruh jumlah

spat yang masih hidup, baik yang menempel pada kolektor dan kantong waring maupun

yang tidak menempel dan berada di dalam kantong waring.

Page 137: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

120

Pertumbuhan diamati dengan mengambil sampel sebanyak 20 ekor. Sampel

diletakkan di dalam wadah berisi air laut bersih, cangkang spat dibersihkan dari kotoran

dan organisme penempel dengan menggunakan sikat dan pisau kecil. Selanjutnya

dilakukan pengukuran panjang dorso-ventral (DV) dan tinggi antero-posterior (AP)

(Taylor et al. 1997) dengan menggunakan calipper. Setelah pengukuran, spat

dimasukkan (disusun) kembali ke dalam keranjang pemeliharaan dan dikembalikan ke

tempat pemeliharaan.

Parameter Yang Diamati

Parameter yang diamati untuk mengetahui umur pemindahan terbaik adalah

sintasan dan laju pertumbuhan.

Sintasan

Sintasan dihitung berdasarkan persentase jumlah spat pada akhir pengamatan

dibagi jumlah spat pada awal pengamatan.

Laju Pertumbuhan

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan panjang antero-posterior (AP) dan

tinggi dorso-ventral (DV) (Taylor et al. 1997) dan mengetahui laju pertumbuhan

spesifik (Chengbo and Shuanglin 2004).

Kualitas air

Sebagai data pendukung, dilakukan pengamatan terhadap kualitas air di lokasi

percobaan. Parameter kualitas air yang diamati selama percobaan di laut antara lain:

suhu, salinitas, oksigen terlarut, pH, kecerahan, amonia (NH3-), nitrat (NO3-) fosfat

(total-P) dan kesuburan perairan.

Kesuburan perairan hanya dilihat dari kualitas dan kuantitas plankton. Sampel

diambil pada kedalaman hewan uji dipelihara (3 m), dengan metode penyaringan

(planktonet 40 mikron) dan penghitungan. Sampel air yang diambil disimpan dalam

botol sampel dan ditambahkan larutan lugol sebagai pengawet, kemudian diamati di

Page 138: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

121

laboratorium. Penghitungan sampel (1 ml) dilakukan dengan haemocytometer,

identifikasi hanya sampai genus dengan menggunakan buku identifikasi Newell and

Newell (1977).

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Jika terdapat data yang

penyebarannya tidak normal, maka terlebih dahulu akan dilakukan transformasi dengan

logaritma natural (Ln). Apabila uji F menunjukkan adanya pengaruh nyata (P < 0,05)

pada tiap perlakuan, maka dilanjutkan analisis dengan uji Tukey (Neter et al. 1990).

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SPSS versi 15 for Windows.

Hasil dan Pembahasan

Sintasan dan Laju Pertumbuhan

Pengamatan terhadap umur pemindahan spat dari laboratorium ke tempat

pembesaran di laut menunjukkan bahwa, perlakuan waktu pemindahan 80 hari (F)

menunjukkan sintasan paling baik (51,40 %) sedangkan sintasan terendah terjadi pada

perlakuan waktu 30 hari (9,34 %) (Tabel 13). Hasil analisis varian terhadap sintasan

spat, menunjukkan bahwa setiap perlakuan (umur dan waktu pemindahan) berbeda

nyata (P ≤ 0,05). Uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan menunjukkan hasil yang agak

berbeda, umur nyata berpengaruh (P ≤ 0,05) terhadap sintasan, sedangkan waktu

pemindahan menunjukkan bahwa perlakuan A dan B berbeda nyata lebih kecil (P ≤

0,05) dengan perlakuan C, D, E, F G. Tetapi perlakuan C tidak berbeda nyata lebih kecil

(P ≥ 0,05) dari D. Perlakuan E, F dan G tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05), namun C, D

berbeda nyata lebih kecil (P ≤ 0,05) dengan E, F, G (Lampiran 26).

Page 139: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

122

Tabel 13. Sintasan (%) spat P. maxima (rata-rata ± SD) terhadap lama waktu pemindahan dari laboratorium ke laut

Umur Waktu pemindahan (hari) (hari) (A) 30 (B) 40 (C) 50 (D) 60 (E) 70 (F) 80 (G) 90

15

67,98 ± 1,33

72,63 ± 1,88

75,35 ± 0,65

83,52 ± 2,18

85,68 ± 2,27

89,90 ± 4,12

93,48 ± 3,80

30

42,80 ± 0,96

55,72 ± 1,37

68,54 ± 1,36

70,23 ± 0,61

73,93 ±1,28

78,53 ± 2,41

80,26 ± 2,23

45

39,57 ± 0,81

46,51 ± 1,07

60,62 ± 0,64

62,76 ±.0,63

66,15 ± 0,96

67,32 ± 1,47

69,01 ± 1,23

60

32,17 ± 2,56

41,39 ± 0,66

51,02 ± 0,87

50,01 ± 1,48

60,87 ± 1,03

62,13 ± 0,95

64,67 ± 1,14

75

26,81 ± 1,08

37,94 ± 0,74

46,49 ± 1,12

49,28 ± 0,81

57,67 ± 0,57

59,72 ± 0,86

54,82 ± 2,17

90

9,36 ± 1,57a

36,72 ± 0,73a

43,30 ± 0,97b

44,52 ±0,74b

49,77 ± 1,20c

51,40 ± 1,10c

48,46 ± 0,81c

Keterangan : Angka dalam satu baris yang diikuti huruf berbeda menunjukkan terdapat perbedaan nyata antar perlakuan pada taraf 5 %.

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan antero-posterior (AP) dan dorso-

ventral (DV) menunjukkan bahwa pertumbuhan panjang terbaik terdapat pada

perlakuan C (36,68 x 32,47 mm) atau lama waktu pemindahan 50 hari, diikuti perlakuan

B; A; D; E dan F. Spat dengan lama waktu pemindahan 90 hari (G) mengalami

pertumbuhan paling lambat (21,10 x 16,76 mm) (Gambar 28). Laju pertumbuhan

spesifik spat juga menunjukkan hasil yang sama (Gambar 29).

Analisis varian terhadap pertumbuhan (AP x DV) spat, menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang nyata (P ≤ 0,05) antar lama pemeliharaan (umur) dan antar

perlakuan waktu pemindahan. Hasil uji nilai tengah Tukey terhadap pertumbuhan AP

dan DV menunjukkan, setiap kelompok umur berbeda nyata (P ≤ 0,05). Sedangkan

waktu pemindahan menunjukkan, bahwa perlakuan A tidak berbeda nyata lebih kecil (P

≥ 0,05) dengan D. Perlakuan B tidak berbeda nyata lebih kecil (P ≥ 0,05) dari C,

sedangkan E, F, G tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05), tetapi B, C berbeda nyata lebih besar

(P ≤ 0,05) dari A, D dan B, C, A, D berbeda nyata lebih besar (P ≤ 0,05) dengan

perlakuan E, F, G (Lampiran 27ab).

Page 140: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

123

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 15 30 45 60 75 90

Waktu Pemeliharaan (hari ke)

Panj

ang

(mm

)

30 hari40 hari50 hari60 hari70 hari80 hari90 hari

Gambar 28. Pertumbuhan panjang spat P. maxima (rata-rata) pada berbagai waktu

pemindahan selama masa pemeliharaan 90 hari.

0

0.51

1.5

2

2.53

3.5

30 40 50 60 70 80 90

Waktu pemindahan (hari ke)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

)

Gambar 29. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima (rata-rata) pada berbagai

waktu pemindahan selama masa pemeliharaan 90 hari.

Hasil pengamatan menunjukkan, makin lama spat dipelihara di dalam lab

maka pertumbuhannya semakin lambat, atau makin cepat spat dipindahkan ke laut maka

pertumbuhannya semakin cepat. Diduga, jika spat lebih awal dipindahkan ke laut (umur

40–60 hari) maka secara alami spat akan cepat beraklimatisasi dengan kondisi alam.

Hal ini dapat diamati dari sintasan, spat yang tidak mampu beraklimatisasi akan mati,

sedangkan yang dapat bertahan hidup akan tumbuh cepat. Analoginya, pada awal spat

dipindahkan ke laut membutuhkan energi yang besar untuk aklimatisasi, spat akan

Waktu pemindahan

Page 141: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

124

mengalokasikan sebagian besar energinya untuk mempertahankan hidup, salah satu

upaya yang dapat diamati adalah produksi benang-benang bisus yang jumlahnya lebih

banyak dan ukurannya lebih besar serta warnanya lebih gelap (hitam) dibanding bisus

spat yang masih di lab. Setelah melewati masa kritis dan mampu beraklimatisasi dengan

konsisi lingkungan, spat akan mengalokasikan energi lebih besar untuk tumbuh,

sehingga pertumbuhannya lebih cepat dibanding waktu pemindahan 70–90 hari. Fakta

yang lebih mendasar dapat dilihat dari waktu pemeliharaan di laut yang berbeda, pada

saat spat umur 70–90 hari masih menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan di alam,

dilain pihak spat umur 30–60 hari sudah melakukan kegiatan pertumbuhan somatik,

karena telah mampu mengatasi kondisi lingkungan. Namun demikian spat umur 40 dan

50 hari pertumbuhannya nyata lebih baik dari pada umur 30 hari, diduga spat yang

dipindah umur 30 hari memerlukan waktu lebih lama untuk menyesuaikan diri, karena

usianya terlalu muda dan cangkangnya masih sangat tipis. Pada kajian ini diketahui

bahwa waktu pemindahan spat ke laut sebaiknya dilakukan pada umur antara 40–50

hari pemeliharaan di lab.

Alagarswami et al. (1987), melakukan pemeliharaan spat P. fucata di lokasi

budidaya mulai ukuran 10–20 mm dan melakukan pemindahan spat ukuran > 3 mm

dengan menggunakan transportasi darat ke lokasi budidaya. Dicatat, mortalitas tertinggi

terjadi pada waktu spat dipindahkan dengan ukuran kurang dari 3 mm. Sementara Rose

and Baker (1994); Taylor et al. (1997) memindahkan spat P. maxima dari hatchery pada

umur 45 hari, dengan ukuran dorso-ventral sekitar 3 mm, spat dimasukkan ke dalam

kantong dengan lebar mata jaring # 1 mm dan digantungkan pada long-line di

kedalaman 2,5 m.

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan spat adalah pakan,

ketersediaan pakan yang melimpah baik secara kuantitas maupun kualitas sangat

dibutuhkan hewan filter feeder seperti tiram mutiara. Pakan merupakan faktor pembatas

bagi organisme yang hidup di perairan. Tiram mutiara termasuk hewan pemakan

plankton (plankton feeder) atau mengambil makanan dengan cara menyaring (filter

feeder) dan pakan utama tiram mutiara adalah fitoplankton (CMFRI 1991; Winanto et

al. 2001). Semakin beragam jenis pakan alami yang ada di perairan maka peluang untuk

Page 142: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

125

mendapatkan jenis yang sesuai dan variasi nilai nutrisinya akan makin tercapai.

Beberapa faktor penentu kualitas nutrien mikroalga yang digunakan sebagai pakan

bivalvia, antara lain ukuran sel, mudah dicerna dan komposisi biokimia. Oleh sebab itu

kemampuan mencerna makanan menjadi salah satu faktor utama yang menentukan

sintasan dan pertumbuhan (Owen 1974; Albentosa et al. 1993; Martinez-Fernandez et

al. 2004).

Menurut Zarnoch and Schreibman (2008), produktivitas perairan yang tinggi

dapat membantu meningkatkan aktivitas metabolisme kerang (clam) selama mengalami

stres fisiologis. Kualitas pakan merupakan hal penting yang dapat dipertimbangkan

sebagai tambahan kuantitas pakan. Sebagai contoh, terjadinya blooming picoplankton

(< 1–4 µm) di perairan tetapi kerang (hard clam) tersebut tidak dapat makan secara

efisien Hal ini berkaitan dengan efisiensi absorbsi kerang yang tidak baik, karena

dinding sel plankton yang tidak dapat dicerna (Bass et al. 1990) atau terlalu singkatnya

waktu pakan berada di dalam usus kerang (Bricelj et al. 1984). Kualitas pakan yang

jelek telah diduga sebagai salah satu penyebab berkurangnya usaha reproduktif di lokasi

tertentu (Newell et al. 2003).

Kualitas Air

Pengamatan terhadap parameter kualitas air, baik fisika, kimia dan biologi

(Lampiran 28ab) manunjukkan masih berada pada kisaran yang memenuhi syarat untuk

sintasan dan pertumbuhan spat P. maxima.

Simpulan

Berdasarkan hasil percobaan maka dapat disimpulkan bahwa, pemindahan spat

terbaik pada umur antara 40–50 hari pemeliharaan di laboratorium.

Page 143: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

126

Daftar Pustaka

Alagarswami K, Dharmaraj S, Velayudhan TS, Chellam A. 1987. Hetchery Tecnology for Pearl Oyster Production. CMFRI. Bull. 39: 37-8.

Albentosa M, Perez-Camacho A, Labarta U, Fernandez-Reiriz MJ. 1993. Evaluation of

Live Microalgal Diets for the Seed Culture of Ruditapes decussatus Using Physiological and Biochemical Parameters. Aquaculture 148(1): 11-23.

Anna. 2006. Mengenal Mutiara, Perhiasan Para Bangsawan. Warta Pasar Ikan. Ditjen.

Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.DKP. Ed. Pebruari, No. 29: 4-6. Baker P. 1994. Competency to Settle in Oyster Larvae, Crassostrea virginica. Wild

versus hatchery-reared larvae. Aquaculture 122: 161-169. BBL. 2001. Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima). Balai Budidaya Laut

Lampung. Seri Budidaya Laut 6: 61 hal. Bass AE, Molout RE, Shumway S. 1990. Growth of Northern Quahogs Mercenaria

mercenaria Linnaeus, 1758) Fed on Picoplankton. J Shellfish Res. 9: 299-307 Bricelj VM, Bass AE, Lopez GR. 1984. Absorbtion and Gut Passage Time of Microalgae

In a Suspension Feeder: An Evaluation of the 51Cr. 14C Twin Tracer Technique. J Mar Ecol Prog Ser 17: 57-63.

Cahn AR. 1949. Pearl Culture in Japan. United States Department of The Interior Fish

and Wildlife Service. Fishery Leaflet 357. Washington DC. 91 p. Chengbo Z and Shuanglin D. 2004. Effect of Na/K Ratio in Seawater on Growth and

Energy Budget of Juvenile Litopenaeus vannamei. Aquaculture 234: 485-496. CMFRI. 1991. Pearl Oyster Farming and Pearl Culture. Training Manual No. 8.

Regional Seafarming Development and Demonstration Project. RAS/90/002. Bangkok, Thailand. 103 p.

Le Blanc N, Landry T, Staryhn H, Tremblay R, McNiven M, Davidson J. 2005. The Effect of High air and Water Temperature on Juvenile Mytilus edulis in Price Edward Island, Canada. Aquaculture 243: 185-194.

Martinez-Fernandez E, Acosta-Salmon H, Rangel-Davalos C. 2004. Ingestion and

Digestion of 10 Species of Microalgae by Wing Pearl Oyster Pteria sterna (Gould, 1851) Larvae. Aquaculture 230: 417-423.

Page 144: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

127

Neter J, Wesseran W, Kutsner MH. 1990. Applied Linear Statistikcal Models. Regression, Analysis of Variance and Experiental Designs. Third Edition. Toppan Copany, LTD. Tokyo, Japan. 1173 p.

Newell GE and Newell RC. 1977. Marine Plankton. A Practical Guide. Fifth edition.

Hutchinson, London. 343p. Newell RIE, Gobler C, Tettelbach ST. 2003. Linking Hard Clam (Marcenaria

marcenaria) Reproduction to Phytoplankton Community Structure: II. Phytoplankton Community Structure and Food Composition. J Shellfish Res 22 (1): 347 (abstract).

Owen G. 1974. Feeding and Digetion in The Bivalvia. In: Lowenstein, O. (Ed.),

Advances in Comparative Physiology and Biochemistry, Vol 5. Academic Press. New York. 1-35.

Rose RA and Baker SB. 1994. Larva and Spat Culture of The Western Australian Silver

or Goldlip Pearl Oyster, Pinctada maxima Jameson (Mollusca: Pteriidae). Aquaculture: 126: 35-50.

Rupp GS, Parsons GJ, Thompson RJ, deBem MM. 2005. Influence of Environmental

Faktors, Season and Size at Development on Growth and Retrieval of Postlarval Lion’s Paw Scallop Nodipecten nodosus (Linnaeus, 1758) From A Subtropical Environment. Aquaculture 243: 195-216.

Shirai S. 1981. Pearls. Marine Planning Co. Ltd. Japan. 168p. Slamet B, Tridjoko, Hersapto. 1998. Pengamatan aspek-aspek biologi beberapa jenis

kerang mutiara (Pinctada sp) diperairan pantai Utara Bali. Hal: 118-22. Taylor JJ, Rose RA, Southgate PC, Taylor CE. 1997. Effects of Stocking Density on

Growth and Survival of Early Juvenile Silver-lip Pearl Oyster Pinctada maxima (Jameson) Held in Suspended Nursery Culture. Aquaculture 153: 31-40.

Winanto T, Pontjoprawiro S, Murdjani M. 1992. Budidaya Tiram Mutiara. Petunjuk

Pelatihan Budidaya Tiram Mutiara. Balai Budidaya Laut dan FAO/UNDP. INS/81/008.

Winanto T, Soekendarsi E, Paonganan Y. 2001. Hatchery Production of Spat of Pearl

Oyster Pinctada maxima (Jameson) in Indonesia. Jour. Phuket Mar. Biol. Special Publication 25 (1): 189-192.

Zarnoch CB and Schreibman MP. 2008. Influence of Temperature and Food

Availability on The Biochemical Composition and Mortality of Juvenil

Page 145: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

128

Mercenaria mercenaria (L.) During The Over-Winter Period. Aquaculture 274: 281-291.

Pengaruh Tingkat Kepadatan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan

Abstract

Stocking density was affected to the growth and survival rate of spat. The objective of this study is to obtain information optimal stocking density of spat during nursery culture. Randomized block design was applied with four stocking density treatments and three replications, that are (A) 500, (B) 1000, (C) 1500, (D) 2000 spat collector-1. The result showed that optimum density of P. maxima spat is 500 spat collector-1. The best of survival rate was found at density 500 spat collector-1 and the best of growth at treatment 500 spat collector-1 (36.50 x 33.37 mm). Keywords: Spat, Pinctada maxima; density; survival rate; growth.

Pendahuluan

Produksi mutiara berbasis budidaya merupakan aktivitas yang ekonomis penting

(Arnaud-Hoand 2003). Berkembangnya budidaya mutiara ternyata juga menjadi pemicu

meningkatnya permintaan spat dan tiram siap operasi (Winanto 2004). Hingga saat ini

produksi spat dari hatchery masih sangat terbatas, sehingga sebagian besar usaha

budidaya mutiara mengandalkan pengumpulan spat dari alam. Akibatnya terjadi

pengambilan spat dari alam secara progresif. Budidaya mutiara secara konsekuen sangat

tergantung pada sumberdaya alam dan dengan pengetahuan yang baik pada sumberdaya

ini, serta adanya kepedulian dari praktisi budidaya pada stok alam, akan berdampak

positif bagi upaya pengelolaannya (Arnaud-Hoand 2003).

Pinctada maxima merupakan salah satu spesies akuakulture dengan nilai

ekonomis tinggi dan spat yang diproduksi dari hatchery juga mempunyai nilai jual

tinggi (Taylor et al. 1997). Spat P. maxima umumnya dipindahkan dari hathery ke

tempat pendederan di laut pada saat mencapai ukuran panjang engsel sekitar 3–5 mm

(Rose. 1990). Spat yang dipindahkan dari hatchery masih dalam kondisi menempel

pada spat kolektor dan dibiarkan tetap berada pada kolektor untuk beberapa waktu,

Page 146: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

129

sampai dipindahkan ke dalam keranjang pemeliharaan dengan ukuran kantong

bervariasi disesuaikan dengan perkembangan spat (O’Sullivan 1994).

Penelitian tingkat kepadatan spat di alam dengan spesies bivalvia lain seperti

kerang Mercenaria mercenaria, tiram Saccostrea commercialis telah mapan, bahkan

sudah ada patokan tingkat kepadatan yang sesuai untuk usaha komersial (Hadley and

Manzi 1984; Holliday et al. 1991). Taylor et al. (1997) mempublikasikan penelitiannya

pada spat P. maxima dengan tingkat kepadatan 10 juvenil per slat (1,3 juvenil per 100

cm2); 50 juvenil per slat (6,7 juvenil per 100 cm2); 100 juvenil per slat (13,3 juvenil per

100 cm2) dan 150 juvenil per slat (20 juvenil per 100 cm2). Hasil sintasan dan

pertumbuhan terbaik pada tingkat kepadatan 10 juvenil per slat.

Informasi tentang tingkat kepadatan optimum pada pendederan spat P. maxima

sangat bermanfaat bagi perkembangan industri budidaya mutiara. Studi tentang hal ini

belum dilakukan secara mendalam, oleh sebab itu pada kajian ini akan diaplikasikan

perlakuan dengan tingkat kepadatan yang lebih tinggi dari penelitian Rose and Baker

(1994) dan Taylor et al. (1997). Harapannya dapat mengetahui pengaruh tingkat

kepadatan terhadap sintasan dan pertumbuhan spat P. maxima.

Tujuan

Tujuan khusus dari percobaan ini adalah untuk mendapatkan informasi tentang

tingkat kepadatan optimum spat per kolektor, sehingga dapat diperoleh sintasan dan

pertumbuhan yang tinggi.

Bahan dan Metode

Penyediaan Hewan Uji

Tahap awal sebelum percobaan dimulai dilakukan seleksi induk dan kultur

plankton. Pada saat jumlah plankton sudah mencukupi untuk kebutuhan produksi spat,

maka induk dibawa ke lab untuk dipijahkan. Induk dipijahkan di dalam aquarium,

setelah induk memijah selanjutnya dilakukan pemanenan telur. Telur yang telah bersih

diseleksi dan dipelihara di dalam bak penetasan volume 1 ton, yang sekaligus berfungsi

Page 147: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

130

sebagai bak pemeliharaan larva. Jadwal pemberian pakan dan pengelolaan air mengacu

pada percobaan tahap I dan II.

Pada waktu larva berusia 16 hari, di dalam bak pemeliharaan larva dipasang

kolektor dari bahan paranet (40 x 60 cm). Setelah spat menempel pada kolektor dan

ukurannya sudah memenuhi syarat sebagai hewan uji, maka dilakukan seleksi untuk

diambil yang ukurannya seragam. Selanjutnya spat-spat dikembalikan ketempat

pemeliharaan, dan dapat dipergunakan untuk percobaan.

Rancangan Percobaan

Disain percobaan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), dengan

empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Pengelompokan dilakukan berdasarkan pada

umur atau waktu pengamatan. Perlakuan yang digunakan adalah kepadatan spat 500

(A), 1000 (B), 1500 (C), 2000 ekor/kolektor (D). Model linear yang digunakan sama

seperti pada model sebelumnya yang menggunakan rancangan percobaan sama.

Prosedur Percobaan

Lama waktu percobaan 3 bulan. Sebelum percobaan dilaksanakan, disiapkan

spat-spat yang sudah menempel pada kolektor ukuran 40 x 60 cm (2400 cm2),

jumlahnya disesuaikan dengan perlakuan. Selanjutnya spat kolektor dimasukkan ke

dalam kantong waring (# 1 mm) dan digantungkan pada rakit apung dengan kedalaman

3 m. Pekerjaan persiapan dilakukan di dalam laboratorium.

Untuk mengetahui tingkat kepadatan spat optimum, dilakukan pengamatan

terhadap sintasan dan pertumbuhan dengan mengambil sampel setiap 15 hari, sebanyak

20 spat. Prosedur pengukuran sintasan dan laju pertumbuhan sama seperti percobaan

sebelumnya.

Parameter Yang Diamati

Sintasan, dihitung berdasarkan persentase jumlah spat pada akhir pengamatan

dibagi jumlah spat pada awal pengamatan.

Page 148: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

131

Laju pertumbuhan spat; pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan panjang

antero-posterior(AP) dan tinggi dorso-ventral (DV) (Taylor et al. 1997). Laju

pertumbuhan spesifik dihitung menurut Chengbo and Shuanglin (2004).

Kualitas air; pengamatan terhadap kualitas air di lokasi percobaan dilakukan

sebagai data pendukung pada percobaan. Parameter kualitas air yang diamati,

teknik pengambilan sampel dan prosedur pengamatannya sama seperti pada

percobaan sebelumnya.

Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F. Jika uji F menunjukkan adanya

pengaruh nyata (P < 0,05) pada tiap perlakuan, maka dilanjutkan analisis dengan uji

rerata Tukey (Neter et al. 1990). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan

software SPSS versi 15 for Windows.

Hasil dan Pembahasan

Sintasan

Dari hasil pengamatan terhadap tingkat kepadatan spat diketahui bahwa pada

tingkat kepadatan 500 spat/kolektor (A) menunjukkan sintasan paling baik (62,19 %)

jika dibanding perlakuan lain, seperti tingkat kepadatan 1.000, 1.500 dan 2.000 spat/

kolektor (Tabel 14). Hasil analisis varian terhadap sintasan spat pada berbagai tingkat

kepadatan menunjukkan ada perbedaan yang nyata antar perlakuan dan kelompok umur

(P ≤ 0,05). Hasil uji nilai tengah Tukey juga menunjukkan bahwa tiap kelompok umur

dan perlakuan tingkat kepadatan berbeda nyata (P ≤ 0,05). (Lampiran 29).

Tabel 14. Sintasan spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai tingkat kepadatan Parameter Umur Tingkat Kepadatan (spat/kolektor) amatan (hari) (A) 500 (B) 1.000 (C) 1.500 (D) 2.000 Sintasan (%) 15 92,67±1,17 92,33±1,06 83,03±1,13 77,34±1,05 30 84,42±1,05 83,72±1,18 70,64±1,25 63,83±1,10 45 78,76±1,09 77,75±1,12 60,12±1,34 56,87±1,06

Page 149: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

132

60 73,33±0,92 71,40±1,09 56,59±1,42 51,35±1,42 75 66,50±0,94 64,41±0,95 50,58±1,63 45,49±1,04 90 62,19±1,18a 56,53±0,90b 42,56±1,29c 33,38±1,65d

Keterangan : Angka dalam satu baris yang diikuti huruf berbeda menunjukkan terdapat perbedaan nyata antar perlakuan pada taraf 5 %.

Pengamatan terhadap perkembangan awal spat memerlukan penanganan dan

tindakan yang ekstra hati-hati, karena ukuran spat masih sangat kecil dan cangkangnya

sangat tipis serta rapuh. Jika tidak hati-hati utamanya saat penebaran spat di atas

kolektor, maka cangkang dapat pecah, akibatnya bentuk spat menjadi tidak normal atau

bahkan menyebabkan kematian. Sintasan terbaik terjadi pada tingkat kepadatan

optimum 500 spat/kolektor (20,83 spat per 100 cm2). Diduga pada kondisi kepadatan

optimum spat dapat tumbuh dan berkembang lebih baik karena kompetisi ruang dan

pakan relatif kecil. Sebaliknya pada kepadatan tinggi (2.000 spat/kolektor) terjadi

kompetisi pakan dan tempat yang lebih tinggi, sehingga spat yang aktif mendapatkan

pakan akan hidup dan tumbuh pesat, sebaliknya yang pasif akan tumbuh lambat atau

bahkan mati. Sama halnya dengan persaingan tempat, karena spat termasuk hewan yang

hidup menetap-menempel pada substrat, maka jika kepadatan terlalu tinggi

perkembangan cangkangnya akan terganggu, karena ruang tumbuh terbatas dan

cangkang saling berhimpitan antara satu dengan yang lain. Pada kepadatan 2.000

spat/kolektor ditemukan spat menempel bergerombol, saling melekat antara satu dengan

yang lain. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan jadi terhambat dan spat yang tertindih di

bawah sering ditemukan mati atau jika hidup ukurannya lebih kecil dari pada yang

berada di atas.

Dalam penelitian Taylor et al. (1997) juga menemukan hal yang sama, yaitu

pada tingkat kepadatan tinggi (≥ 25 individu per 100 cm2) individu saling melekat

bersama membentuk kelompok. Kebiasaan suka bergerombol semakin nyata pada

tingkat kepadatan yang tinggi.

Jika tingkat kepadatan yang digunakan dalam kajian ini dikonversi dengan hasil

penelitian Taylor et al. (1997) yaitu “kepadatan individu per 100 cm2”, maka hasilnya

hampir sama dengan penelitian Rose and Baker (1994) yaitu pada tingkat kepadatan 4

individu per 100 cm2 dan 25 individu per 100 cm2 (kultur di dasar) dan tingkat

Page 150: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

133

kepadatan 3 individu per 100 cm2, 7 individu per 100 cm2.(metode gantung di laut)

Hasilnya sintasan 98−99 % (kultur di dasar) pada tingkat kepadatan 4 individu per 100

cm2 dan tidak berbeda nyata.dengan 25 individu per 100 cm2. Sintasan dengan metode

gantung 88–91 %. Sintasan tersebut lebih tinggi dibandingkan hasil kajian ini dan hasil

penelitian Taylor et al. (1997). Lebih lanjut Taylor et al. (1997) menyampaikan bahwa

hasil sintasan dapat berbeda karena adanya perbedaan lokasi penelitian, musim dan

metode budidaya. Berdasarkan hasil kajian dapat disampaikan bahwa semakin tinggi

tingkat kepadatan, maka sintasan makin rendah.

Laju Pertumbuhan Spat

Pertumbuhan (AP x DV) tercepat terjadi pada perlakuan 500 spat/kolektor

(36,50 x 33,37 mm), diikuti perlakuan 1.000 spat/kolektor (32,17 x 30,20 mm), 1.500

spat/kolektor (28,13 x 25,30 mm) dan paling lambat pada perlakuan 2.000 spat/kolektor

(21,40x 19,37 mm) (Gambar 30; Lampiran 30a). Hasil perhitungan laju pertumbuhan

spesifik juga menunjukkan bahwa perlakuan 500 spat/kolektor nyata lebih baik jika

dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 31). Hasil analisis varian dan uji nilai tengah

Tukey terhadap pertumbuhan (AP x DV) spat menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan

nyata (P ≤ 0,05) pada setiap kelompok umur dan pada tiap perlakuan tingkat kepadatan

(Lampiran 30b).

0

5

10

15

20

25

30

35

40

0 15 30 45 60 75 90Waktu (hari ke)

Panj

ang

(mm

)

500 ekor/kolektor1000 ekor/kolektor1500 ekor/kolektor2000 ekor/kolektor

Page 151: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

134

Gambar 30. Pertumbuhan spat P. maxima (rata-rata) pada berbagai tingkat kepadatan selama percobaan.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

500 1000 1500 2000Tingkat kepadatan spat (ekor/kolektor)

Laj

u pe

rtum

buha

n (%

) a b cd

Gambar 31. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima pada berbagai tingkat

kepadatan selama percobaan. Huruf berbeda pada grafik menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan pada taraf 5 %.

Tingkat kepadatan terbaik untuk pertumbuhan spat pada percobaan ini adalah

500 spat/kolektor (A) atau setara dengan 20,83 spat per 100 cm2. Pada kepadatan

optimum spat dapat tumbuh dengan baik, sebaliknya pada kepadatan tinggi (2.000

spat/kolektor) pertumbuhan spat nyata lebih lambat. Diduga pada kepadatan tinggi

terjadi kompetisi pakan dan ruang yang tinggi. Ruang yang terbatas, menyebabkan

posisi spat saling berhimpitan sehingga pertumbuhan cangkang menjadi tidak normal.

Misalnya, bentuk cangkang memanjang (DV lebih panjang dari AP), atau melebar (DV

< AP) (Gambar 32) karena pertumbuhannya terhambat oleh spat lain yang lebih besar

dan atau posisinya menempel di bagian atas cangkang. Ratio antara pertumbuhan

panjang dorso-ventral (tinggi) dibanding antero-posterior (panjang) akan mengalami

penurunan seiring dengan meningkatnya kepadatan. Hal ini mengindikasikan tingkat

kepadatan tidak hanya mempengaruhi laju pertumbuhan individu umumnya tetapi juga

cara individu tersebut tumbuh.

Berkaitan dengan laju pertumbuhan spat, hasil percobaan ini menunjukkan

bahwa semakin tinggi tingkat kepadatan, maka laju pertumbuhan makin lambat.

Menurut Gosling (2004) sebagian besar peneliti menerangkan bahwa tingkat kepadatan

merupakan modulator pertumbuhan. Beberapa peneliti juga telah melakukan pengujian

Page 152: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

135

pengaruh berbagai kisaran tingkat kepadatan pada setiap stadia dalam siklus hidup

bivalvia, namun demikian hasil laju pertumbuhan yang diamati dapat berbeda

tergantung pada spesies dan lingkungan pemeliharaan.

Gambar 32. Pertumbuhan cangkang spat P. maxima yang tidak normal, (A) Memanjang

(DV lebih panjang dari AP); (B) Melebar (DV lebih pendek dari AP) dan (C) Normal.

Hanya ada satu penjelasan, bahwa tingkat kepadatan yang tinggi dapat

mengurangi ketersediaan makanan per individu. Sebagai hipotesis alternatif adalah laju

pertumbuhan menurun pada tingkat kepadatan tinggi, karena berkurangnya ruang

(space). Akibatnya dapat memicu meningkatnya kontak fisik antar individu, sehingga

lebih sering terjadi iritasi dan retraksi mantel atau penutupan cangkang, akibatnya nafsu

makan jadi menurun (Cote et al. 1993).

Penelitian Taylor et al. (1997) di perairan dekat Pulau Bacan Maluku Utara pada

spat P. maxima ukuran 5 x 6,2 mm, menemukan laju pertumbuhan dan sintasan

tertinggi terjadi pada tingkat kepadatan 1,3 individu per 100 cm2.

Pada kajian ini ditemukan tingkat kepadatan optimum spat (500 spat/kolektor)

yang lebih tinggi dari pada penelitian Taylor et al. (1997), demikian juga dengan

sintasan dan pertumbuhan dalam kajian ini lebih tinggi. Diduga, selain ukuran spat yang

digunakan sebagai hewan uji berbeda, juga berkaitan dengan kondisi lingkungan

perairan tempat pemeliharaan dan teknik pemeliharaan yang berbeda, utamanya

frekwensi penggantian sarung keranjang (cover). Jika terlambat dalam penggantian

sarung keranjang, maka mata jaring akan tertutup oleh kotoran dan organisme

penempel, sehingga sirkulasi air terhambat. Akibatnya pasokan makanan dan oksigen

A B C

Page 153: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

136

terlarut dari perairan juga menjadi terhambat, sehingga berpengaruh terhadap laju

pertumbuhan dan sintasan.

Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati bersamaan dengan percobaan waktu

pemindahan spat (Lampiran 28ab) menunjukkan masih berada pada kisaran yang baik

untuk sintasan dan pertumbuhan spat P. maxima.

Simpulan

1. Tingkat kepadatan spat tiram mutiara P. maxima terbaik adalah 500

ekor/kolektor (40 x 60 cm). Semakin tinggi tingkat kepadatan maka sintasan dan

laju pertumbuhan makin rendah.

2. Sintasan dan laju pertumbuhan tertinggi terdapat pada tingkat kepadatan 500

ekor/kolektor (40 x 60 cm).

Daftar Pustaka

Arnaud-Haond S, Vonau V, Bonhomme F, Boundry P, Prou J, Seaman T, Veyret M, Goyard E. 2003. Spat Collection of The Pearl Oyster (Pinctada margaritifera cumingii) in French Polynesia: An Evalution of The Potential Impact on Genetic Variability of wild and Farmed Populations After 20 Years of Commercial Exploitation. Aquaculture 219: 181-192.

BBL. 2001. Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima). Balai Budidaya Laut

Lampung. Seri Budidya Laut 6, 61 hal. Baker P. 1994. Competency to Settle in Oyster Larvae, Crassostrea virginica. Wild

versus hatchery-reared larvae. Aquaculture 122: 161-169. Cote J, Himmelman J, Claereboudt M, Bonardelli JC. 1993. Influence of Density and

Depth on The Growth of Juvenile Sea Scallops (Placopecten magellanicus) in Suspended Culture. Can. J. Fish. Aquat. Sci., 50: 57-69.

Gosling E. 2004. Bivalve Molluscs. Biology, Ecology and Culture. Fishing News Book.

Great Britain.

Page 154: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

137

Hadley NH and Manzi JJ. 1984. Growth of Seed Clams, Mercenaria mercenaria, at various Densities in A Commercial Scale Nursery System. Aquaculture 36: 369-378.

Holliday JE, Maguire GB, Nell JA. 1991. Optimum Stoking Density For The Nursery

Culture of Sydney Rock Oyster (Saccostrea commercialis). Aquaculture 96:7-16 Le Blanc N, Landry T, Staryhn H, Tremblay R, McNiven M, Davidson J. 2005. The

Effect of High air and Water Temperature on Juvenile Mytilus edulis in Price Edward Island, Canada. Aquaculture 243: 185-194.

Neter J, Wesseran W, Kutsner MH. 1990. Applied Linear Statistikcal Models.

Regression, Analysis of Variance and Experiental Designs. Third Edition. Toppan Copany, LTD. Tokyo, Japan. 1173 p.

Newell GE and Newell RC. 1977. Marine Plankton. A Practical Guide. Fifth edition.

Hutchinson, London. 343p. O’Sullivan D. 1994. Hatchery Boost For Australia’s Pearl Oyster. Fish Farm. Int.,

21(2): 31-33. Rose RA. 1990. A Manual of The Artificial Propagation of The Gold-lip or Silver-lip

Pearl Oyster, Pinctada maxima (Jameson) From Western Australia. Fisheries Department Western Australia Marine Research Laboratories, P.O. Box 20, Nth Beach W.A. 6020. Commonwealth F.R.D.C., 41 pp.

Rose RA and Baker SB. 1994. Larva and Spat Culture of The Western Australian Silver

or Goldlip Pearl Oyster, Pinctada maxima Jameson (Mollusca: Pteriidae). Aquaculture: 126: 35-50.

Taylor JJ, Rose RA, Southgate PC, Taylor, CE. 1997. Effects of Stocking Density on

Growth and Survival of Early Juvenile Silver-lip Pearl Oyster Pinctada maxima (Jameson) Held in Suspended Nursery Culture. Aquaculture 153: 31-40.

Winanto T. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. P.T. Panebar Swadaya, Jakarta.

Seri Agribisnis. 95 hal.

Page 155: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

PEMBAHASAN UMUM

Perkembangan Larva

Larva bentuk-D pertama kali diamati umur 18–20 jam setelah menetas,

kemudian pada umur 22 jam ditemukan larva yang bagian lambungnya sudah

berwarna, sehingga diduga pada saat waktu itu sudah ada organ pencernaan dan larva

pertama kali makan. Stadia ini merupakan masa kritis pertama dalam kehidupan

larva, karena terjadi perubahan asupan pakan yaitu setelah cadangan makanan dari

dalam habis (endogenous), maka dibutuhkan asupan pakan dari luar (eksogenous).

Temuan yang hampir sama disampaikan Tanaka dan Kumeta (1981), larva P.

maxima stadia bentuk-D terjadi pada umur 20 jam. Alagarswami et al. (1989) juga

menemukan hal yang sama pada larva P. margaritifera yaitu setelah 20 jam larva

mencapai stadia awal bentuk-D.

Perkembangan umbo terjadi melalui tiga tahap yaitu stadia umbo awal, umbo

tengah (middle umbo) dan umbo akhir. Diantara stadia umbo tengah dan umbo akhir

atau pada hari ke 16 ditemukan adanya bintik hitam (spot) pada bagian tengah larva

dan biasa disebut “stadia eye-spot”. Pada larva P. fucata stadia eye-spot bekembang

pada hari ke 15 dengan ukuran 190 x 180 µm (Alagarswami et al. 1987).

Stadia umbo akhir (pediveliger) dimulai dari hari ke 18–20, ditandai dengan

mulai aktif mencari tempat untuk menempel. Pada stadia ini terjadi masa transisi dari

kehidupan planktonis menjadi bentik (spat) dan merupakan masa kritis, karena jika

tidak menemukan substrat untuk menempel, maka larva akan menunda masa

planktonisnya, akhirnya akan turun ke dasar atau mati. Menurut CMFRI (1991),

plantigrade merupakan stadia akhir kehidupan planktonis larva, dijumpai pada hari

ke 20–22, ditandai dengan pertumbuhan awal cangkang disepanjang bagian tepi

ventral, bentuknya tipis, transparan. Pada saat yang sama disekresikan benang-

benang bisus untuk menempel.

Aktivitas Makan

Aktivitas makan larva P. maxima berlangsung sepanjang hari, dengan puncak

konsumsi pada waktu pagi hari pukul 8.00 dan sore hari sekitar pukul 18.00

Kecenderungan larva untuk makan lebih banyak pada waktu pagi dan sore hari,

diduga berkaitan dengan aktivitas metabolisme. Kisaran suhu pagi (pukul 8.00) dan

Page 156: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

139

sore hari (pukul 18.00) diduga secara alami merupakan suhu optimum bagi

kehidupan larva P. maxima sehingga laju metabolisme menjadi meningkat.

Sebaliknya pada waktu malam hari (pukul 24.00–4.00) suhu air relatif rendah jika

dikaitkan dengan aktivitas metabolisme, sehingga tingkat konsumsi pakan menurun

dan persentasenya paling rendah jika dibandingkan dengan waktu makan yang lain.

Ghiretti (1966) juga menyampaikan bahwa laju metabolisme moluska umumya

berkaitan dengan suhu.

Spat menunjukkan pola aktivitas makan yang hampir sama dengan larva,

yaitu mengkonsumsi pakan sepanjang hari, dengan puncak konsumsi pakan pada

waktu pagi hari pukul 8.00 sampai 10.00 dan sore hari dari pukul 16.00 sampai

20.00. Walaupun secara kuantitatif puncak konsumsi pakan di sore hari (pukul 18.00)

lebih rendah dibanding pagi hari (pukul 10.00), namun dilihat dari persentase jumlah

pakan yang dikonsumsi masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan waktu makan

sepanjang malam dan siang hari.

Menurut Brett (1997) dalam Keatomon and Baras (2001) konsumsi pakan

akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu, setelah mencapai puncak

(optimum) kemudian mulai menurun, bahkan penurunan konsumsi pakan dapat

terjadi secara dramatis utamanya pada suhu di atas optimal. Laju metabolisme terus

menunjukkan peningkatan sampai pada batas suhu upper-thermal untuk

pertumbuhan. Jelaslah bahwa suhu tinggi dapat menekan nafsu makan, sedangkan

pada suhu optimum tingkat konsumsi dan efisiensi konversi pakan dapat maksimum.

Tingkat Konsumsi Pakan

Pengamatan terhadap tingkat konsumsi pakan harian larva P. maxima,

menunjukkan, semakin besar ukuran larva maka konsumsi pakan makin meningkat.

Peningkatan konsumsi pakan harian yang cukup tinggi terjadi dari stadia veliger

bentuk-D (D1) sampai stadia umbo akhir (D14), namun sebaliknya pada stadia

pediveliger (D20) konsumsi pakan mengalami penurunan sampai 6,81 %. Tingkat

konsumsi pakan relatif tinggi pada awal stadia bentuk-D, diduga berkaitan dengan

metamorfose dan masa transisi pakan larva. Metamorfose, utamanya dari stadia

trokofore menjadi larva stadia bentuk-D (veliger) dan larva untuk pertama kali

membutuhkan asupan pakan dari luar (eksogenous), karena cadangan makanan dari

dalam (endogenous) sudah habis, sehingga membutuhkan energi yang sangat besar

Page 157: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

140

dan ketersediaan energi hanya dapat diperoleh dari pakan. Alagarswami et al. (1989)

meneliti P. margaritifera dan Gosling (2004) meneliti Crassostrea virginica,

keduanya menemukan pencernaan larva sudah terbentuk pada awal stadia veliger

larva bentuk-D saat berumur 24 jam. Untuk mencapai perkembangan dan

pertumbuhan optimum, larva veliger planktotrofik sangat tergantung pada energi

bersih yang berasal dari pakan fitoplankton (Bayne 1983).

Berdasarkan data aktivitas makan, tingkat konsumsi pakan, sintasan dan laju

pertumbuhan, maka dibuatlah jadwal pemberian pakan untuk larva P. maxima

sebagai berikut:

Pengamatan tingkat konsumsi pakan harian spat P. maxima menunjukkan

bahwa semakin besar ukuran maka tingkat konsumsi pakannya makin menurun.

Pendapat yang sama disampaikan Zeuthen (1947); Thorson (1936) dalam (Wilbur,

1964) bahwa laju metabolisme per unit berat badan ditemukan mengalami penurunan

seiring dengan meningkatnya ukuran Mytilus sp dan hal ini juga ditemukan pada

beberpa jenis bivalvia di perairan artik. Efisiensi makan bivalvia menurun manakala

ukuran individu semakin bertambah besar (Wilbur, 1964).

Berdasarkan data aktivitas makan, tingkat konsumsi pakan harian,

sintasan dan laju pertumbuhan, maka dibuatlah jadwal pemberian pakan spat P.

maxima sebagai berikut:

Page 158: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

141

Menurut Jeffrey et al. (1990) untuk memastikan kecukupan nutrisi dari pakan

yang diberikan, maka dibiasakan memberikan pakan campuran (mixed diet) yang

terdiri dari dua atau lebih spesies alga yang berbeda, misalnya pada stadia pasca larva

(juvenil) diberikan tambahan pakan flagelata berukuran besar seperti Tetraselmis dan

Chroomonas dan jenis diatom sentris lainnya. Dengan memberikan pakan campuran

dapat dipastikan telah tersedia suatu komplemen yang lengkap dengan nutrisi.

Lebih lanjut diamati, spat yang diberi pakan dengan komposisi terdapat I.

galbana menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik jika dibandingkan dengan

komposisi tambahan P. lutheri. Hal ini dipertegas lagi oleh pernyataan Helm and

Laing (1987) walaupun I. galbana mengandung HUFA relative kecil tetapi tetap

digunakan karena sebagai pemacu pertumbuhan. Menurut Napolitano et al. (1990) I.

galbana mengandung 45 komponen lemak, dengan kandungan unsur utama termasuk

saturated (14:0 dan 16:0), monounsaturated (16:1w7 dan 18:1w7), polyunsaturated

(18:2w6, 18:4w3, 18:5w3, 22:5w6 dan 22:6w3) dan asam lemak (90 % dari total

asam lemak). Penting untuk dicatat bahwa kandungan 22:6w3 (DHA) pada I.

galbana sangat berlimpah, dengan nilai rata-rata mencapai 20 %, diikuti oleh 18:4w3

sebanyak 14 %. Salah satu ciri yang mencolok dari kandungan lemak I. galbana

adalah adanya asam lemak yang tidak biasa ditemukan seperti 18:5w3 atau

mengandung w3-PUFA (53,6 %).

Laju Metabolisme Larva

Sampai saat ini belum banyak publikasi yang berkaitan dengan

metabolisme larva, khususnya pada larva tiram mutiara P. maxima. Kajian ini

dilakukan untuk mengetahui respon larva terhadap suhu dan salinitas yang berbeda,

sehingga dapat diketahui jumlah energi yang dialokasikan serta tingkat konsumsi

oksigen atau oksigen terlarut yang dibutuhkan, guna mengoptimalkan sintasan dan

laju pertumbuhan.

Laju metabolisme rutin dapat ditentukan melalui pengukuran tingkat

konsumsi oksigen. Pengukuran Metabolisme rutin ini dilakukan pada kondisi

organisme tetap diberi pakan selama percobaan, atau masih diberi pakan sesuai

jadwal sampai sebelum dilakukan pengukuran laju konsumsi oksigen (Affandi et al.

2008; Gosling 2004).

Page 159: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

142

Alokasi energi terbesar yang digunakan untuk metabolisme rutin pada

perlakuan suhu 28 oC dan salinitas 34 ‰ (BF) dapat digunakan untuk menjelaskan

mengapa sintasan dan pertumbuhan paling tinggi terjadi pada perlakuan tersebut dan

terendah pada perlakuan suhu 26 oC dan salinitas 30 ‰ (AD). Pada perlakuan BF

energi yang dibelanjakan mencapai 19,58–30,13 J/g/jam (4,67–7,20 C/g/jam),

sedangkan pada perlakuan AD pembelanjaan energi lebih rendah yaitu 4,70–15,15

J/g/jam (1,12–3,62 C/g/jam).

Hasil pengamatan terhadap perkembangan stadia larva menunjukkan bahwa

laju metabolisme menurun seiring dengan meningkatnya perkembangan stadia larva.

Secara umum belanja energi terbesar terjadi pada stadia I dan terendah pada stadia

III. Pernyataan yang mendukung disampaikan Vernberg (1972) dan Pechenik (1980),

pada larva Nassarius obsoletus diamati mengalami penurunan konsumsi oksigen

manakala berkembang atau mengalami metamorfose dari stadia berenang aktif

berubah menjadi pediveliger yang mempunyai behavior berenang berputar-putar

(crawling).

Menurut Gosling (2004) pada saat ini akan lebih bermanfaat melakukan

pengkajian dengan melihat pengaruh kombinasi suhu dan salinitas terhadap

pertumbuhan. Suhu dan salinitas berpengaruh terhadap kecepatan dan keberhasilan

pertumbuhan awal larva P. imbricata (O’Connor and Lawler, 2004). Pada percobaan

ini, sintasan dan pertumbuhan larva P. maxima nyata dipengaruhi oleh suhu dan

salinitas. Suhu dan salinitas optimum untuk larva P. maxima adalah 28 oC dan 32–34

‰ (P ≥ 0,05). Tingkat oksigen terlarut yang dibutuhkan selama masa stadia larva

antara 4,8−5,5.

Laju Metabolisme Spat

Belanja energi tertinggi baik pada spat umur 25 hari (2,66–2,77 C/g/jam)

maupun umur 35 hari (1,90–2,01 C/g/jam) terjadi pada perlakuan suhu 28 oC;

salinitas 34 ‰; 32 ‰ ((P ≥ 0,05), sehingga sintasan dan pertumbuhan pada perlakuan

tersebut paling tinggi. Tingkat oksigen terlarut yang dibutuhkan spat (D25−D35)

antara 4,8−5,5. Menurut Goddard (1996), pada kondisi suhu dan salinitas optimum

terjadi laju metabolisme maksimum, sehingga bisa dicapai sintasan dan laju

pertumbuhan maksimum.

Page 160: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

143

Dalam kajian ini belanja energi untuk metabolisme rutin spat P. maxima

umur 35 hari lebih rendah jika dibandingkan umur 25 hari. Diduga, spat umur 25

hari lebih banyak membutuhkan energi karena masih berada pada masa transisi hidup

sebagai bentik, sehingga harus memproduksi banyak bisus untuk menempelkan diri

pada substrat. Sebaliknya pada umur 35 hari kondisinya relatif sudah lebih stabil,

spat sudah menetap, jika ada produksi bisus hanya untuk mengimbangi pertambahan

berat, sehingga membutuhkan energi lebih kecil.

Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya berpengaruh terhadap fungsi dan struktur invertebrata dalam

air. Intensitas cahaya yang tidak terlalu tinggi dapat melindungi tubuh larva stadia

veliger dari radiasi sinar ultra violet. Larva tiram mutiara bersifat fototaksis positif

dan umumnya selama proses metamorfose menghendaki intensitas cahaya yang

sesuai (CMFRI, 1991).

Pengamatan terhadap distribusi larva hari ke 2 menunjukkan, pada intensitas

cahaya rendah (0, 200 lux) terlihat bergerombol di permukaan, membentuk lebih dari

satu kelompok. Hari ke 5–7, massa larva mulai bergerak berputar-putar menyerupai

angin puting beliung, kebiasaan tersebut berlangsung hingga hari ke 14−16. Pada

intensitas cahaya 800 lux, larva menyebar dan menjauhi permukaan air. Pada

intensitas cahaya 500 lux masih terdapat sekelompok masa larva kecil-kecil di bagian

permukaan air. Menurut Gosling (2004), selama stadia larva-bivalvia bersifat

planktonis dan benar-benar bersifat fototrofik dan sensitif terhadap cahaya. Namun

cenderung bersifat shading-behavior atau menghindar dari cahaya langsung (Brusca,

1990).

Berdasarkan hasil kajian diketahui bahwa larva P. maxima menghendaki

kondisi lingkungan pemeliharaan dengan intensitas cahaya rendah atau kurang dari

200 lux. Temuan ini dapat juga menjadi jawaban, mengapa sebagian besar hatchery

tiram mutiara yang ada di Indonesia menggunakan disain bangunan tertutup atau

ruangan gelap untuk pemeliharaan larva khususnya. Dipertegas lagi oleh pernyataan

Alagarswami et al. (1987) dan CMFRI (1991) larva tiram mutiara P. fucata

mempunyai preferensi konsisi lingkungan dengan pencahayaan rendah dan untuk

memanipulasi lingkungan digunakan wadah pemeliharaan yang berwarna gelap dan

Page 161: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

144

hasilnya larva menunjukkan perkembangan yang baik serta waktu penempelan lebih

cepat.

Pada intensitas cahaya 0, 500 lux spat lebih banyak menempel pada kolektor

bagian atas dan ada sebagian yang bergerombol di bagian kerangka kolektor sebelah

atas. Pada intensitas cahaya 1.000 lux, spat banyak berada di bagian tengah kolektor,

sedangkan pada intensitas cahaya 1.500 dan 2.000 lux hanya ditemukan sedikit spat

yang menempel pada kolektor, sebagian besar spat menempel di bagian bawah

kolektor dan dasar wadah.

Dalam percobaan ini intensitas cahaya optimum dicapai pada kisaran 500 lux,

setelah melewati 1000–2000 lux jumlah penempelan spat semakin menurun.

Disampaikan Bayne (1983); Gosling (2004) juvenil atau spat bivalvia umumnya

besifat foto-negative. Winanto et al. (1987) menjumpai spat P. maxima menempel

pada bagian bawah pelampung rakit budidaya tiram mutiara dan keramba ikan di

perairan teluk Hurun Lampung. Spat P. maxima hidup menempel pada substrat yang

keras di dasar perairan sampai kedalaman sekitar 10–75 m.

Berkaitan dengan pengaruh intensitas cahaya terhadap pigmentasi khususnya

warna cangkang spat, sampai saat ini belum banyak dilakukan kajian terhadap

fisiologi dan regulasi organ-organ pembawa pigmen atau organ pencahayaan pada

moluska. Observasi pada warna dan karakteristik spektrum cahaya yang berpengaruh

pada warna moluska juga masih terbatas (Nicol 1964). Cangkang spat P. maxima

berwarna kuning pucat atau kuning kecoklatan, dan warna pada garis-garis radiernya

bervariasi mulai dari coklat kemerahan, merah anggur atau hijau. Setelah dewasa

warna-warna pada garis radier tersebut biasanya memudar (BBL 2001; Winanto

2004).

Pada beberapa sampel bivalvia juga ditemukan adanya karotinoid, hasil

observasi menunjukkan bahwa kandungan karotin pada moluska berubah-ubah sesuai

dengan musim (Fox 1966). Warna orange cerah pada kerang Mytilus californianus

ditemukan oleh Scheer (1940), namun tidak ditemukan karotin tetapi berupa

Xantophil yang jarang ditemukan. Diduga, pigmen warna gelap pada cangkang spat

disebabkan oleh melanin, tetapi harus diingat tidak semua pigmen warna gelap dari

invertebrata disebabkan melanine (Fox 1966; Wilbur and Saleuddin 1983).

Page 162: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

145

Mengukur intensitas cahaya diduga lebih efektif pengaruhnya dibanding

mengukur lama waktu panjang siang hari (ada cahaya), karena intensitas cahaya

sepanjang pagi sampai sore berfluktuasi dipengaruhi kondisi lingkungan atau cuaca

(Zhuang 2006). Melalui pengungukuran intensitas cahaya, maka dapat diketahui

kebutuhan pencahayaan spat P. maxima, sehingga dapat dilakukan pemeliharaan di

lab dengan manipulasi pencahayaan. Menurut Yang et al. (2000); Wu et al. (2002)

ritme biologis makan bivalvia M. meritrix erat kaitannyanya dengan cahaya, suhu,

ketersediaan pakan dan gerakan pasang surut air. Aktifitas makan M. meritrix

dipengaruhi oleh panjang siang atau adanya cahaya. Zhuang (2006) menyampaikan,

laju mencerna makanan berkaitan dengan metabolisme dan efektifitas metabolisme

berkaitan erat dengan energi yang dihasilkan untuk pertumbuhan dan aktivitas

biologis lainnya seperti mencari tempat untuk menempel atau tempat tinggal-

menetap yang nyaman. Sejalan dengan pemikiran para ahli tersebut, hasil kajian ini

juga menunjukkan adanya pengaruh nyata (P < 0,05) intensitas cahaya terhadap

sintasan, pertumbuhan, dan jumlah penempelan spat. Dukungan juga disampaikan

Gosling (2004) bahwa cahaya merupakan modulator pertumbuhan kerang. Jika

menempatkan kerang (mussel) secara terus-menerus di tempat gelap, serta

mengurangi pencahayaan atau pada fotopiriod ± 7 jam, maka perlakuan yang

diberikan dapat berpengaruh siknifikan terhadap pertumbuhan dan biasanya dapat

dilihat melalui peningkatan aktivitas makan.

Pemeliharaan Larva dan Spat pada Lingkungan Optimal

Menurut Gricourth et al. (2006) untuk memproduksi larva dan spat baik

secara kualitas maupun kuantitas diperlukan kondisi lingkungan pemeliharaan yang

optimal, seperti untuk pertumbuhan dan proses fisiologis yang mengatur organisme

tetap dalam kondisi terkontrol. Setiap spesies hewan air mempunyai kisaran

lingkungan optimum yang berbeda (Summerfelt 2007). Makna khusus bagi

akuakultur, setiap spesies yang dibudidayakan mempunyai kisaran suhu optimum.

Kisaran suhu optimum didefinisikan sebagai cakupan/rangkuman yang meliputi

pemberian pakan dan tidak terdapat tanda-tanda behavior abnormal berkaitan dengan

stres akibat suhu atau termal stress (Elliot 1981). Kisaran optimum dapat juga

didefinisikan sebagai pertumbuhan optimum yang sempit (Goddard 1996).

Page 163: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

146

Hasil dalam kajian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan penelitian

Southgate dan Ito (1998) dengan menggunakan sistem partial-flow untuk

mendapatkan kualitas air yang prima, sintasan larva P. margaritifera pada hari ke 7

sekitar 61 % dan sintasan larva stadia pediveliger 5 %. Studi yang sama dilakukan

Alagarswami et al (1989) dilaporkan sintasan larva P. fucata stadia pediveliger 6,3

%. Informasi dari teknisi pembenihan tiram mutiara P. maxima pada P. T. Kyoko

Shinju di Lampung, sintasan spat sampai umur 30–40 hari kira-kira 10–20 %

(Komunikasi Pribadi, 2007). Menurut Taufiq (2009) sintasan spat P. maxima umur

30 hari di P.T. Autore Culture, Dompu Sumbawa antara 6–7 %.

Umur Pemindahan Spat

Hasil pengkajian menunjukkan bahwa spat paling baik dipindahkan ke laut

pada umur 40–50 hari pemeliharaan di lab, karena secara alami spat akan cepat

beraklimatisasi dengan kondisi alam dan cangkangnya sudah relatif tebal untuk

melindungi tubuh dari kondisi lingkungan. Sebaliknya pada umur 30 hari,

canngkangnya masih tipis sehingga tidak tahan terhadap kondisi lingkungan di alam

yang berfluktuasi. Alagarswami et al. (1987) melakukan pemeliharaan spat P. fucata

di lokasi budidaya mulai ukuran 10–20 mm dan pernah juga melakukan pemindahan

spat ukuran > 3 mm dengan menggunakan transportasi darat ke lokasi budidaya,

dicatat mortalitas tinggi banyak terjadi pada spat yang dipindahkan ukuran < 3 mm

(umur 35–40 hari). Sementara Rose and Baker (1994); Taylor et al. (1997)

memindahkan spat P. maxima dari hatchery pada umur 45 hari dengan ukuran sekitar

3 mm (DV), spat dimasukkan ke dalam kantong dengan lebar mata jaring # 1 mm

dan digantungkan pada long-line di kedalaman 2,5 m. Perusahaan budidaya mutiara

P.T. Autore Culture, di Dompu Sumbawa memindahkan spat umur 30 hari ke laut,

tetapi mortalitasnya cukup tinggi yaitu sekitar 92 % (Taufik, 2009).

Tingkat Kepadatan Spat

Tingkat kepadatan merupakan modulator pertumbuhan (Gosling 2004). Pada

tingkat kepadatan yang tinggi akan terjadi kompetisi pakan dan ruang. Hasil

percobaan menunjukkan bahwa sintasan dan pertumbuhan spat terbaik terjadi pada

Page 164: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

147

kepadatan optimum 500 ekor/kolektor (20,83 spat per 100 cm2). Diduga pada

kepadatan optimum kompetisi ruang dan pakan relatif kecil, sehingga spat dapat

tumbuh dan berkembang lebih baik. Sebaliknya pada kepadatan tinggi seperti

perlakuan 2.000 spat/kolektor, terjadi kompetisi pakan dan tempat yang lebih tinggi,

sehingga hanya spat posisinya di atas dan aktif memfilter pakan dapat hidup dan

tumbuh pesat, tetapi yang terhimpit atau di bagian bawah akan lambat tumbuh atau

bahkan mati. Dalam penelitian Taylor et al. (1997) juga menemukan hal yang sama,

yaitu pada kepadatan yang tinggi (≥ 25 individu per 100 cm2) individu saling melekat

bersama membentuk kelompok atau bergerombol. Gerombolan yang saling melekat

antara satu dengan lainnya semakin nyata pada tingkat kepadatan tinggi.

Jika ukuran kepadatan yang digunakan dalam kajian ini dikonversi sesuai

dengan penelitian Taylor et al. (1997) yaitu kepadatan individu per 100 cm2, maka

hasil kajian yang dilakukan hampir sama dengan penelitian Rose and Baker (1994)

pada spat P. margaritifera dimana sintasan terbaik terdapat pada kepadatan 4

individu per 100 cm2 dan 25 individu per 100 cm2, namun kedua kepadatan tersebut

tidak berbeda nyata.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai

tingkat kepadatan pada setiap stadia dalam siklus hidup bivalvia, namun demikian

hasil laju pertumbuhan yang diamati dapat berbeda tergantung pada spesies dan

lingkungan pemeliharaan (Gosling, 2004).

Menurut Cote et al. (1993) hanya ada satu penjelasan bahwa tingkat

kepadatan yang tinggi dapat mengurangi ketersediaan makanan per individu. Sebagai

hipotesis alternatif adalah laju pertumbuhan menurun pada tingkat kepadatan tinggi,

karena berkurangnya ruang (space); hal ini memicu meningkatnya kontak fisik antar

individu, dengan lebih sering terjadi iritasi dan retraksi mantel atau penutupan

cangkang, akibatnya nafsu makan jadi menurun.

Akhirnya, menyitir satu pernyataan menarik dari Abo dan Toda (2001),

“The Ultimate Goal” dari budidaya tiram mutiara adalah apabila secara ekonomi

dapat berjalan dan menghasilkan mutiara-mutiara dalam kuantitas besar dan kualitas

tinggi. Jadi laju pertumbuhan dan sintasan bukanlah akhir dari segalanya, ini hanya

salah satu faktor dan faktor yang paling penting adalah kontribusinya kepada ultimate

goal dari budidaya mutiara itu sendiri.

Page 165: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

148

STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE (SOP) PEMELIHARAAN LARVA DAN SPAT TIRAM MUTIARA P. maxima

TAHAP I

Pemeliharaan Larva

HATCHERY Stadia 1

Stadia 2 SR = 70 %

• Media : salinitas 32-34 ‰, suhu 28 oC, intensitas cahaya ≤ 200 lux, DO 5-6.

• Pakan : Isochrysis galbana dan atau Pavlova lutheri.

• Pemberian : 2 x 1 hari. • Jumlah : 3700–7800 sel/ml. • Densitas larva: 3 ekor/ml

• Media : salinitas 32-34 ‰, suhu 28 oC, Intensitas cahaya ≤ 200 lux, DO 5,5-6,5.

• Pakan : I. galbana (50 %) + P. lutheri (50 %).

• Pemberian : 2 x 1 hari. • Jumlah : 7500–10000 sel/ml. • Densitas larva: 1–2 ekor/ml. • Pemasangan kolektor : hari ke 16–17.

Stadia III SR = 57−70 %

TAHAP II

Pemeliharaan Spat

Spat (D25) SR = 32 %

Spat (D35) SR = 80−90 %

• Media : salinitas 32-34 ‰, suhu 28 oC, intensitas cahaya 500 lux, DO 6-7, running water.

• Pakan : I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + Tetraselmis tetrathele (50 %).

• Pemberian : 2 x 1 hari. • Jumlah : 8900–19000 sel/ml. • Densitas spat : 1–2 ekor/cm2.

Spat (D90) SR = 50−60 %

TAHAP III

Pendederan dan Pembesaran

• Waktu pemindahan : hari ke 40–50. • Densitas : 500 ekor/kolektor (20,83/100 cm2).• Kedalaman pemeliharaan : 3 m. • Frekwensi perawatan : setiap 1–2 minggu. • Media : salinitas ≥ 32 ‰, suhu 28−29 oC, arus

25−30 cm/detik.

• Media : salinitas 32-34 ‰, suhu 28 oC, intensitas cahaya ≤ 200 lux, DO 4,8-5,5.

• Pakan : Isochrysis galbana. • Pemberian : 2 x 1 hari. • Jumlah : 2600–4200 sel/ml. • Densitas larva: 5 ekor/ml

Page 166: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

149

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Faktor lingkungan seperti seperti suhu, salinitas, DO dan intensitas cahaya

berpengaruh nyata (P ≤ 0,05) terhadap sintasan, perkembangan larva dan

pertumbuhan spat P. maxima. Suhu optimum untuk pemeliharaan larva dan spat

adalah 28 oC, sedangkan salinitas optimum 32–34 ‰. Tingkat oksigen terlarut

yang baik untuk pemeliharaan larva antara 4,8−6,5 dan untuk spat 6−7. Intensitas

cahaya optimum untuk pemeliharaan larva 0– 200 lux dan spat 0−500 lux.

2. Umur pemindahan spat ke laut paling baik dilakukan antara 40–50 hari

pemeliharaan di lab. Kepadatan optimum spat tiram mutiara P. maxima pada masa

pendederan di laut adalah 500 ekor/kolektor (40 x 60 cm).

Saran

1. Standar operasional prosedure (SOP) pemeliharaan larva dan spat dapat

digunakan untuk pengembangan hatchery tiram mutiara P. maxima, yang

dilakukan oleh para praktisi-pembudidaya.

2. Perlu dilakukan kajian ekofisiologi larva dan spat tiram mutiara P. maxima yang

lebih mendalam, utamanya berkaitan dengan kemampuan proses adaptasi terhadap

lingkungan, seperti mengukur aktifitas silia (ciliary activity), laju filtrasi, tekanan

osmotik, enzim dan absorbsi asam amino khususnya pada organ-organ spesifik.

Page 167: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE (SOP) PEMELIHARAAN LARVA DAN SPAT TIRAM MUTIARA P. maxima

TAHAP I

Pemeliharaan Larva

HATCHERY Stadia 1

Stadia 2 SR = 70 %

• Media : salinitas 32-34 ‰, suhu 28 oC, intensitas cahaya ≤ 200 lux, DO 5-6.

• Pakan : Isochrysis galbana dan atau Pavlova lutheri.

• Pemberian : 2 x 1 hari. • Jumlah : 3700 – 7800 sel/ml. • Densitas larva: 3 ekor/ml

• Media : salinitas 32-34 ‰, suhu 28 oC, Intensitas cahaya ≤ 200 lux, DO 5,5-6,5.

• Pakan : I. galbana (50 %) + P. lutheri (50 %).

• Pemberian : 2 x 1 hari. • Jumlah : 7500 – 10000 sel/ml. • Densitas larva: 1 – 2 ekor/ml. • Pemasangan kolektor : hari ke 16 – 17.

Stadia III SR = 57-70 %

TAHAP II

Pemeliharaan Spat

Spat (D25) SR = 32 %

Spat (D35) SR = 80-90 %

• Media : salinitas 32-34 ‰, suhu 28 oC, intensitas cahaya 500 lux, DO 6-7, running water.

• Pakan : I. galbana (25 %) + P. lutheri (25 %) + Tetraselmis tetrathele (50 %).

• Pemberian : 2 x 1 hari. • Jumlah : 8900 – 19000 sel/ml. • Densitas spat : 1 – 2 ekor/cm2.

Spat (D90) SR = 50-60 %

TAHAP III

Pendederan dan Pembesaran

• Waktu pemindahan : hari ke 40 – 50. • Densitas : 500 ekor/kolektor (2400 cm2). • Kedalaman pemeliharaan : 3 m. • Frekwensi perawatan : setiap 1 – 2 minggu.• Media : salinitas ≥ 32 ‰, suhu 28-29 oC,

arus 25-30 cm/detik.

• Media : salinitas 32-34 ‰, suhu 28 oC, intensitas cahaya ≤ 200 lux, DO 5-6.

• Pakan : Isochrysis galbana. • Pemberian : 2 x 1 hari. • Jumlah : 2600 – 4200 sel/ml. • Densitas larva: 5 ekor/ml

Page 168: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE (SOP) PENELITIAN

No. Obyek Penelitian

Sub Penelitian

Pengamatan Standar Teknis Luaran

1

Pemeliharaan larva dan spat di lab

Jenis dan densitas pakan hidup.

• Aktivitas makan

• Tingkat

konsumsi pakan.

• Umur / stadia

mulai makan. • Morfogenesis.

• Metode observasi. • Hewan uji larva D1 & spar D25 (330 x

300 µm) • Wadah percobaan larva volume 500 liter

& percobaan spat volume 20 liter. • Jenis pakan I. galbana, P. lutheri, T

tetrathele. • Pupuk formula Walne dan Hirata. • Skala kultur murni 2-5 lt. • Kepadatan larva 2-5 ekor/ml dan spat 1

ekor/cm2 (spat menempel pada kolektor ukuran 20 x 30 xm).

• Kepadatan pakan larva 4-10 x 103 sel/ml dan pakan spat 10-20 x 103 sel/ml.

• Suhu ruang 19-23 oC • Salinitas media 32 – 34 ‰. • Mengamati selisih jumlah pakan

sebelum dan sesudah dikonsumsi. • Pengamatan setiap 2 jam selama 1 hari

pada hari ke 1, 6, 14 dan 20. • Pengamatan secara mikroskopis (40 kali)• Jumlah sampel larva 10 ml dan sampel

spat 20 ekor. • Metode observasi. • Penurunan densitas pakan dalam media

menunjukkan adanya tingkat konsumsi pakan.

• Menghitung selisih densitas pakan yang dikonsumsi selama 1 hari dan jumlah pakan yang diberikan.

• Metode observasi. • Perkembangan embrionologi. • Pengamatan mikroskopis (40-60 kali)

mulai dari telur fertil sampai stadia trokofor.

• Jumlah sampel 10 ml, diambil acak. • Metode observasi. • Pengamatan mikroskopis (40 kali) mulai

17 jam setelah fertilisasi sampai hari ke 20.

• Mengidentifikasi waktu pencapaian stadia plantigrade pada setiap perlakuan.

• Jumlah sampel 10 ml, diambil acak.

• Larva bpertamdijump18-20 jmeneta

• Aktifitdan tinkonsumlarva d

• Jadwalpakan spat.

Page 169: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

Lingkungan pemeliharaan:• Suhu

,salinitas, DO.

• Biometri • Sintasan • Respon

hewan uji terhadap perlakuan.

• Rancangan percobaan RAK Faktorial. • Perlakuan larva: Jenis pakan (A) I.

galbana. (B) P. lutheri. (C) T. tetrathele. Densitas pakan: (D) 4000; (E) 7000; 10000 sel/ml.

• Perlakuan spat: Jenis pakan (A)I.galbana (50 %)+ T. tetrathele (50 %); (B) P. lutheri (50 %)+ T. tetrathele (50 %); (C) I. galbana (25 %)+ P. lutheri (25%)+T. tetrathele (50 %). Densitas pakan (D) 10000; (E) 15000; (F) 20000 sel/ml.

• Mengukur panjang antero-posterior (AP) dan dorso-ventral (DV) dengan menggunakan mikrometer. Sampel diambil acak, untuk larva sebanyak 10 mldan sampel spat 20 ekor.

• Menghitung laju pertumbuhan spesifik yaitu persentse selisih ukuran akhir (Ln) dan awal (Ln) dibagi waktu pengamatan.

• Rancangan percobaan RAK Faktorial. • Perlakuan larva & spat......... sda. • Menghitung persentase selisih jumlah

hewan uji akhir dan awal. • Sampel diambil acak, untuk larva

sebanyak 10 ml dan sampel spat 20 ekor.• Menghitung sampel larva secara

mikroskopis (40-60 kali) menggunakan sadgewick raftercells

• Rancangan percobaan RAK Faktorial. • Perlakuan suhu 26; 28; 30 oC dan

salinitas 30; 32; 34 ‰. • Wadah volume 20 liter. • Pengamatan mikroskopis (40 x) • Mengamati perkembangan dan

pertumbuhan larva. • Mengamati pertumbuhan spat. • Pengukuran suhu dengan termometer

Hg. Untuk mendapatkan suhu sesuai perlakuan digunakan heater.

• Pengukuran salinitas dengan refrakto-meter. Untuk mendapatkan salinitas 30, 32 ‰ dilakukan penambahan air tawar (salinitas di lokasi ≥ 34 ‰).

• Untuk mempertahankan kosentrasi salinitas dilakukan penambahan air tawar.

• Panjang AP x DV diukur dengan mikrometer.

• Menghitung laju pertumbuhan spesifik. • Menghitung sintasan (%).

• Suhu o

larva doC.

• Salinitoptimudan sp‰.

• Kebutuuntuk metabolarva d

Page 170: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

• Intensitas

cahaya.

• Konsumsi

oksigen • Laju meta-

bolisme rutin • Respon

hewan uji terhadap perlakuan.

• Menempatkan hewan uji di dalam botol

gelap volume 200 liter. • Mengukur konsentrasi oksigen dengan

siatim tertutup. • Oksigen terlarut diukur dengan DO

meter (YSI 550A, tipe 03J0820). • Berat larva ditimbang dengan

timbangan analitik. • Pengamatan dilakukan setiap jam

selama 24 jam. • Menghitung selisih kandungan oksigen

terlarut awal & akhir pengamatan, dibagi waktu pengamatan dan berat larva.

• Diukur pada kondisi larva tetap diberi

pakan selama percobaan. • Mengkonversi jumlah O2 yang

dikonsumsi ke dalam satuan energi yaitu 1 mgO2 = 0,7 mlO2; 1 mlO2 = 19,9 Joule; 1 calorie = 4,184 Joule.

• Rancangan percobaan RAL. • Perlakuan larva: 0, 200, 500, 800 lux. • Perlakuan spat: 0, 500, 1000, 1500,

2000 lux. • Pengamatan mikroskopis (40 x)

terhadap perkembangan larva dan pertumbuhan spat.

• Pengukuran intensitas cahaya dengan digital lux meter (Lutron LX-101, USA)

• Pencahayaan menggunakan lampu TL 40 watt.

• Untuk mendapatkan Intensitas cahaya 0 lux, wadah ditutup dengan plastik hitam. Intensitas 200-1000 dimanipulasi dengan penutupan paranert rangkap 2-6 lembar.

• Mengamati pigmentasi pada cangkang spat.

• Menghitung laju pertumbuhan spesifik (AP x DV).

• Menghitung sintasan (%).

• Intensi

optimu– 200 l

• Intensioptimu500 lux

2 Aplikasi pemeliharaan larva & spat pada lingkungan optimum.

• Sintasan • Rancangan percobaan RAK. • Wadah uji ukuran 2 ton. • Perlakuan: lingkungan optimum (suhu

28 oC, salinitas 32-34 ‰, intensitas cahaya untuk larva 0-200 lux & spat 500 lux) dan kondisi alami (kontrol).

• Pakan jenis I. galbana, P. lutheri, T. tetrathele. Densitas pakan larva 4000 –

• Lingkupemeloptimu28 oC,32-34 intensipada llux &

Page 171: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

7000 sel/ml dan spat 10000 – 20000 sel/ml.

lux)

3 Pemeliharaan spat di laut

Pendederan dan pembesaran • Pengukuran

parameter fisika dan kimia air

• Waktu pemindahan.

• Tingkat

kepadatan. • Sintasan • Pertumbuhan • Salinitas • Suhu • pH

• Rancangan percobaan RAK. • Perlakuan waktu pemindahan mulai hari

ke 30, 40, 50, 60, 70, 80 dan 90. • Proses penempelan spat di dalam lab. • Kepadatan spat 2 ekor/cm2 (ukuran

kolektor 40x60 cm) • Selama di lab spat diberi pakan cam-

puran I.galbana, P. lutheri, T.tetrathele, kepadatan 20-30 x 103 sel/ml.

• Pemeliharaan di lab dengan sistim running water dan diberi pengudaraan.

• Pemeliharaan dengan rakit apung pada kedalaman 3m

• Rancangan percobaan RAK. • Perlakunan tingkat kepadatan 500,

1000, 1500 dan 2000 spat/kolektor. • Proses penempelan spat di dalam lab. • Kolektor dari bahan paranet (40x60 cm)

dimasukkan dalam kantong waring (# 1 – 2 mm).

• Pemeliharaan dengan rakit apung pada kedalaman 3m

• Menghitung persentase selisih jumlah

hewan uji akhir dan awal. • Pengamatan setiap 15 hari. Jumlah

sampel 20 ekor, diambil acak. • Menghitung laju pertumbuhan spesifik

yaitu persentse selisih ukuran akhir (Ln) dan awal (Ln) dibagi waktu pengamatan.

• Pengukuran AP x DV menggunakan calipper.

• Pengamatan setiap 15 hari. Jumlah sampel 20 ekor, diambil acak.

• Waktupeminke laut– 50 sepemellab.

• Tingka

kepadapada mpendedekor/k

Page 172: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

• DO • Nitrat • Nitrit • Fosfat • Amonia • Silikat • Arus • Jenis dan

kelimpahan plankton

Page 173: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

165

Lampiran 1a. Lokasi Penelitian kajian pemeliharaan larva dan spat tiram mutiara P. maxima di laboratorium Desa Mangkit, Kec. Belang, Kab. Minahasa Tenggara, Prop. Sulawesi Utara.

Lampiran 1b. Lokasi penelitian kajian pemeliharaan spat P. maxima di P. Kabra Kecil

dan Selat Kabra, Kec. Samate, Kabupaten Raja Ampat, Prop. Irian Jaya Barat, Papua.

Page 174: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

166

Lampiran 2. Komposisi Pupuk Walne dan Hirata

Media Walne’s

Larutan – A : 5,00 ml

Larutan – B : 0,50 ml (Larutkan A, B, C dalam aquades 5 liter)

Larutan – C : 0,50 ml

1. Larutan – A :

• Na2 EDTA (Sodium/Natrium EDTA) : 45,00 gram • H3BO3 (Asam Orthoboric) : 33,60 gram • NaNO3 atau KNO3 : 100,00 gram (116 gram) • NaH2PO4, 2H2O : 20,00 gram • MnCl2,4H2O (Mangan Klorida) : 0,36 gram • FeCl3, 6H2O (Besi Klorida) : 1,30 gram • Aquades : 1,00 liter

2. Larutan – B (Trace elemen) :

• ZnCl2 (Seng Klorida) : 2,10 gram • CuSO4,5H2O (Tembaga Sufat) : 2,00 gram • CoCl2,6H2O (Cobalt Klorida) : 0,90 gram • (NH4) 6,Mo7O2,4H2O (Amonium paramolybdate) : 2,00 gram • Aquades : 1,00 liter • Tambahkan asam clorida (HCl) secukupnya untuk mendapatkan larutan jernih

3. Larutan – C (Vitamin):

• B1 (thiamin) : 100 mg • B12 : 5 mg • Aquades : 1 liter

Komposisi Media Hirata

• (NH4)2SO4 : 122,60 ppm

• Na2PO4,12H2O : 23,00 ppm

• Clewat 32 : 15,00 ppm

Page 175: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

168

Lampiran 4. Tingkat konsumsi pakan harian larva tiram mutiara P. maxima.

Hari ke

Densitas awal (sel/ml) Densitas Akhir (sel/ml) Konsumsi pakan (sel/ml/hari)

Iso Pav Iso+Pav Iso Pav Iso+Pav Iso Pav Iso+Pav 1* 4.000 4.000 4.000 1.360 3.993 3.890 2640 7 110

2 4.000 4.000 4.000 690 3.968 3.170 3310 32 8303 4.000 4.000 4.000 100 3.912 2.535 3900 88 14654 5.000 5.000 5.000 428 2.698 2.800 4572 2305 22005 5.000 5.000 5.000 494 2.720 2.983 4506 2280 20176 5.000 5.000 5.000 950 2.893 3.075 4050 2207 19257 6.000 6.000 6.000 2.275 3.836 4.097 3725 2164 19038 6.000 6.000 6.000 1.790 2.180 3.640 4210 3820 23609 6.000 6.000 6.000 600 2.113 2.413 5400 5120 3587

10 7.000 7.000 7.000 710 1.055 2.610 6290 5946 439011 7.000 7.000 7.000 185 1.392 275 6815 6500 560812 8.000 8.000 8.000 598 734 1.418 7402 7266 658213 8.000 8.000 8.000 376 481 983 7624 7519 701714 8.000 8.000 8.000 42 170 336 7958 7830 768015 9.000 9.000 9.000 1.268 1.395 1.447 7733 7605 755316 9.000 9.000 9.000 1.400 1.510 1.500 7600 7490 750017 9.000 9.000 9.000 1.131 1.250 940 7869 7750 806018 10.000 10.000 10.000 1.890 1.980 1.285 8110 8020 871519 10.000 10.000 10.000 1.633 1.756 955 8367 8244 904520 10.000 10.000 10.000 1.470 1.585 740 8530 8415 9260Keterangan:

1. Iso : Isochrysis galbana 2. Pav : Pavlova lutheri 3. * : Pakan diberikan umur 18 jam dan dihitung 6 jam kemudian

Lampiran 5. Tingkat konsumsi pakan harian spat tiram mutiara P. maxima

Hari Densitas awal (sel/ml) Densitas akhir (sel/ml) Jumlah Pakan yang Dimakan (sel/Ind/hari)

ke Ig+Tt Pa+Tt Ig+Pa+Tt Ig+Tt Pa+Tt Ig+Pa+Tt Ig+Tt Pa+Tt Ig+Pa+Tt 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

10000 10000 10000 15000 15000 15000 17500 17500 20000 20000 20000

10000 10000 10000 15000 15000 15000 17500 17500 20000 20000 20000

10000 10000 10000 15000 15000 15000 17500 17500 20000 20000 20000

1100 750 186

4280 3281 1740 2671 862

2906 2750 2190

3865 3510 2940 5862 4886 3080 4663 4190 6398 5100 4140

1837 1480 900 3525 1400 386 1675 284 1800 1570 1075

8900 9250 9814

10720 11719 13260 14829 16638 17094 17250 17810

6135 6490 7060 9138

10114 11920 12837 13310 13602 14900 15860

8163 8520 9100 11475 13600 14614 15825 17216 18200 18430 18925

Keterangan: Ig : Isochrysis galbana Pa : Pavlova lutheri Tt : Tetraselmis tetrathele

Page 176: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

169

Lampiran 6. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan larva P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup.

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah F Sig,

Jenis 3828,084 2 1914,042 456,712 0,000**Densitas 3576,934 2 1788,467 426,748 0,000**Umur 13478,620 2 6739,310 1608,075 0,000**Jenis * Densitas 617,380 4 154,345 36,828 0,000**Jenis * Umur 6715,621 4 1678,905 400,606 0,000**Densitas * Umur 11134,184 4 2783,546 664,185 0,000**Galad 259,837 62 4,191 Total 237045,734 81

Uji Tukey terhadap sintasan larva pada berbagai jenis pakan hidup

Jenis N Alpha = 0,05 Fitoplankton 1 2 3 Iso+Pav 27 41,4670 Pav 27 48,4196 Iso 27 58,2256Sig, 1,000 1,000 1,000

Uji Tukey terhadap sintasan larva pada berbagai densitas pakan hidup

Densitas N Alpha = 0,05 Fitoplankton 1 2 3 4000 27 40,4044 10000 27 51,4159 7000 27 56,2919Sig, 1,000 1,000 1,000

Uji Tukey terhadap sintasan stadia larva pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup

Stadia N Alpha = 0,05 1 2 3 Stadia III 27 32,2044 Stadia I 27 52,6067 Stadia II 27 63,3011Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 177: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

170

Lampiran 7a. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup

Stadia I:

Faktor II Densitas Pakan Hidup (sel/ml) Faktir I (D) 4,000 (E) 7,000 (F) 10,000 Jenis Pakan : AP DV AP DV AP DV (A) I. galbana Rata-rata 5,2 4,38 3,9 3,1 2,5 1,7 STDEV 0,56 0,58 0,74 0,62 0,75 0,72 (B) P. lutheri Rata-rata 2,48 1,66 1,7 0,93 0,75 0,21 STDEV 0,75 0,54 0,65 0,60 0,6 0,26 (C) I. galbana Rata-rata 0,71 0,18 0,15 0,05 0,06 0,02 + P. lutheri STDEV 0,65 0,20 0,17 0,04 0,04 0,03

Stadia II :

Faktor II Densitas Pakan Hidup (sel/ml) Faktir I (D) 4000 (E) 7000 (F) 10000 Jenis Pakan : AP DV AP DV AP DV (A) I. galbana Rata-rata 4,93 3,7 7,85 6,97 5,58 4,67 STDEV 1,31 0,85 0,63 0,75 0,79 0,75 (B) P. lutheri Rata-rata 4,49 3,59 7,7166667 6,93333 5,35 4,47 STDEV 0,88 0,83 0,81 0,80 0,83 0,80 (C) I. galbana Rata-rata 2 1,1 5,26 4,36 4,19 3,29 + P. lutheri STDEV 0,8 0,85 0,84 0,83 0,81 0,84

Stadia III :

Faktor II Densitas Pakan Hidup (sel/ml) Faktir I (D) 4000 (E) 7000 (F) 10000 Jenis Pakan : AP DV AP DV AP DV (A) I. galbana Rata-rata 1,69 1,25 3,18 2,73333 4,90 4,46 STDEV 0,75 0,74 0,84 0,654 0,80 0,86 (B) P. lutheri Rata-rata 1 0,64 3,04 2,59 4,82 4,37 STDEV 0,7 0,65 0,74 0,78 0,86 0,85 (C) I. galbana Rata-rata 1,65 1,15 3,63 3,17 6,70 6,25 + P. lutheri STDEV 0,89 0,70 0,85 0,72 0,70 0,75

Page 178: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

171

Lampiran 7b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik AP larva P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F Sig,

Jenis 41,043 2 20,522 39,742 0,000** Densitas 28,833 2 14,417 27,919 0,000** Stadia 150,178 2 75,089 145,417 0,000** Jenis * Densitas 8,999 4 2,250 4,357 0,004* Jenis * Stadia 49,899 4 12,475 24,159 0,000** Densitas * Stadia 102,380 4 25,595 49,567 0,000** Galad 32,015 62 0,516 Total 1418,943 81 Uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik (AP) larva pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup

Jenis N Alpha 0,05Fitoplankton 1 2 3 Iso+Pav 27 2,6726 Pav 27 3,4830 Iso 27 4,4148 Sig, 1,000 1,000 1,000

Densitas N Alpha 0,05 1 2 4000 27 2,6837 10000 27 3,7222 7000 27 4,8144 Sig, 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey terhadap petumbuhan relatif larva pada tingkat stadia yang berbeda

Stadia N Alhpa 0,05 1 2 3

St,I 27 1,9389 St,III 27 3,3681 St,II 27 5,2633 Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 179: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

172

Lampiran 7c. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik DV larva P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup.

Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat

Derajat Bebas

Kuadrat Tengah

F Sig.

Jenis 31,352 2 15,676 35,563 0,000** Densitas 34,024 2 17,012 38,595 0,000** Stadia 120,250 2 60,125 136,403 0,000** Jenis * Densitas 9,492 4 2,373 5,383 0,001** Jenis * Stadia 42,167 4 10,542 23,916 0,000** Densitas * Stadia 97,410 4 24,352 55,247 0,000** Galad 27,329 62 0,441 Total 1031,683 81 Uji Tukey : laju pertumbuhan spesifik DV larva pada berbagai jenis pakan hidup

Jenis N Alpha 0,05 Fitoplankton 1 2 3 Pav 27 2,1415 Iso+Pav 27 2,8219 Iso 27 3,6626Sig, 1,000 1,000 1,000

Uji Tukey : laju pertumbuhan spesifik DV larva pada berbagai densitas pakan hidup

Alpha 0,05 Densitas

N 1 2 3

4000 27 1,9615 10000 27 3,2708 7000 27 4,9150Sig, 1,000 1,000 1,000

, Uji Tukey : laju pertumbuhan spesifik DV larva pada berbagai tingkat stadia,

Stadia N Alpha 0,05 1 2 3 Stadia I 27 1,3593 Stadia III 27 2,9241 Stadia II 27 4,3426Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 180: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

173

Lampiran 8a. Sintasan spat P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup

Faktor II Ulangan Densitas Pakan Hidup (sel/ml) Faktir I (D)10.000 (E) 15.000 (F) 20.000 Jenis Pakan (A) Iso + Te 1 51,65 68,51 60,05 2 52,00 69,30 61,70 3 52,85 70,14 61,32 Rata-rata 52,17 69,32 61,02 STDEV 0,62 0,81 0,86 (B) Pav + Te 1 47,00 60,10 51,82 2 46,20 58,92 53,75 3 45,65 61,25 54,79 Rata-rata 46,28 60,09 53,45, STDEV 0,68 1,16 1,5,1, (C) Iso+Pav+Te 1 64,94 85,75 78,80 2 65,72 86,50 77,25 3 66,45 87,46 78,60 Rata-rata 65,70 86,57 78,22 STDEV 0,76 0,86 0,84

Lampiran 8b. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan spat

P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F

Sig.

Jenis 2603,363 2 1301,682 1483,485 0,000** Densitas 1347,434 2 673,717 767,814 0,000** Jenis * Densitas 41,766 4 10,441 11,900 0,000** Galad 15,794 18 0,877 Total 113383,881 27

Uji Tukey : Sintasan spat pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup

Page 181: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

174

Lampiran 9a. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup

Faktor II Ulangan Densitas Pakan Hidup (sel/ml)

Faktir I (D) 10.000 (E) 15.000 (F) 20.000 Jenis Pakan AP DV AP DV AP DV (A) Iso + Te 1 13,55 11,7 19,3 17,53 16 14,2 2 14,5 12,65 18,3 16,24 16,8 14,9 3 15,45 13,6 17,45 15,7 17,6 15,72 Rata-rata 14,5 12,65 18,35 16,49 16,8 14,94 STDEV 0,95 0,9 0,93 0,94 0,8 0,76(B) Pav + Te 1 5,3 3,52 13 10,18 11,6 9,62 2 7 5,2 15,8 13,2 12,2 10,5 3 9 7 13,2 13,04 13,4 11,5 Rata-rata 7,1 5,24 14 12,14 12,4 10,54 STDEV 1,85 1,74 1,56 1,70 0,92 0,94(C) Iso+Pav+Te 1 16,46 14,68 22,33 20,27 20,3 19,52 2 15,6 13,7 23 21,24 21,7 19 3 14,8 12,9 24 22,24 20,1 18 Rata-rata 15,62 13,76 23,11 21,25 20,7 18,84 STDEV 0,83 0,89 0,84 0,98 0,87 0,77

Lampiran 9b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik (%)

spat P. maxima pada berbagai jenis dan densitas pakan hidup

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat DB Kuadrat Tengah F Sig, Jenis Pakan 342,945 2 171,473 246,798 0,000**Densitas 174,798 2 87,399 125,792 0,000**Jenis * Densitas 13,692 4 3,423 4,927 0,000**Galad 12,506 18 0,695 Total 7320,293 27

Uji Tukey: Laju pertumbuhan spesifik AP pada berbagai jenis pakan

Jenis N Nilai alpha 0,05 Pakan 1 2 3

Pav+Te 9 11,1667 Iso+Te 9 16,5500 Iso+Pav+Te 9 19,8100 Siknifikan 1,000 1,000 1,000

Uji Tukey: Laju pertumbuhan spesifik AP pada berbagai densitas pakan

Densitas N Nilai alpha 0,05 1 2 3 10000 sel/cc 9 12,4067 15000 sel/cc 9 16,6333 20000 sel/cc 9 18,4867Siknifikan 1,000 1,000 1,000

Page 182: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

175

ANOVA laju pertumbuhan spesifik DV spat pada berbagai jenis dan densitas pakan

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat DB Kuadrat Tengah F Sig,

Jenis Pakan 342,988 2 171,494 271,041 0,000**Densitas 174,592 2 87,296 137,969 0,000**Jenis * Densitas 13,775 4 3,444 5,443 0,005**Galad 11,389 18 ,633 Total 5822,151 27

Uji Tukey

Jenis N Nilai alpha 0,05 Pakan 1 2 3

Pav+Te 9 9,3067 Iso+Te 9 14,6933 Iso+Pav+Te 9 17,9500Siknifikan, 1,000 1,000 1,000

Uji Tukey

Densitas Nilai alpha 0,05 N 1 2 3 10000 sel/cc 9 10,5500 20000 sel/cc 9 14,7733 15000 sel/cc 9 16,6267 Siknifikan 1,000 1,000 1,000

Page 183: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

176

Lampiran 10a. Lama waktu (hari) pencapaian stadia plantigrade larva P. maxima pada berbagai jenis dan densitas fitoplankton.

Faktor II Ulangan Densitas Plankton (sel/ml)

Faktir I (D) 4.000 (E) 7.000 (F) 10.000 Jenis Pakan : (A) I. galbana 1 27,24 25,20 19,65 2 26,15 24,50 21,16 3 28,00 23,60 23,08 Rata-rata 27,13 24,43 21,30 STDEV 0,93 0,80 1,72(B) P. lutheri 1 29,10 25,30 23,20 2 28,30 26,70 20,90 3 27,45 25,40 22,15 Rata-rata 28,28 25,80 22,08 STDEV 0,82 0,78 1,15(C) I. galbana + P. lutheri 1 25,70 21,73 18,33 2 24,42 22,40 20,00 3 26,10 24,05 19,28 Rata-rata 25,41 22,73 19,20 STDEV 0,88 1,19 0,84

Lampiran 10b. Analisis kovarian dan uji nilai tengah Tukey terhadap lama waktu

(hari) pencapaian stadia plantigrade larva P,maxima. Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F

Sig,

Jenis Fitoplankton 39,803 2 19,902 17,952 0,000** Densitas 167,344 2 83,672 75,476 0,000** Jenis * Densitas 0,293 4 0,073 0,066 0,991 Galad 19,955 18 1,109 Total 15831,759 27

Uji Tukey : Lama waktu pencapaian stadia plantigrade pada berbagai jenis fitoplankton Fitoplankton N Alpha = 0,05 1 2 Iso+Pav 9 22,4456 Iso 9 24,2867Pav 9 25,3889Sig, 1,000 0,095

Uji Tukey : Lama waktu pencapaian stadia plantigrade pada berbagai densitas fitoplankton

Densitas N Alpha = 0,05 1 2 3 10000 9 20,8611 7000 9 24,3200 4000 9 26,9400Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 184: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

177

Lampiran 11. Hasil pengamatan parameter kualitas air pada percobaan pemeliharaan larva dan spat di laboratorium.

Parameter Hasil Pengamatan * Referensi

Suhu (oC) 27,50 – 29,00 28 – 30 (Slamet et al. 1998) Salinitas (‰) ≥ 34 32 – 35 (Cahn 1949; Slamet et al.

1998) DO (ppm) 3,46 – 4,85 4,37 – 4,77 (Dharmaraj 1987) Nitrat (mg/l) 0,094 – 0,570 0,253 – 0,665 (Liaw. 1969) Ntrit (mg/l) 0,006 – 0,040 0,1 – 2,0 (Hochheimer. 2007) Amonia (mg/l) 0,012 – 0,038 0,02 – 0,10 (Vinogradov et al.

1993; Hochheimer 2007) Keterangan : *Data yang diamati diluar perlakuan.

Page 185: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

178

Lampiran 12. Analisis varian dan uji Tukey terhadap tingkat konsumsi oksigen (mg O2/g berat basah/jam) larva P. maxima (rata-rata + SD) pada berbagai suhu dan salinitas

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F

Sig,

Suhu 5,947 2 2,974 554,654 0,000**Salinitas 2,178 2 1,089 203,165 0,000**Umur 5,148 2 2,574 480,124 0,000**Suhu * Salinitas 0,031 4 0,008 1,425 0,235 Galad 0,375 70 0,005 Total 147,036 81

Uji Tukey : Konsumsi oksigen larva pada berbagai tingkat suhu

Uji Tukey : Konsumsi oksigen larva pada berbagai tingkat salinitas

Uji Tukey : Konsumsi oksigen larva pada berbagai tingkat stadia,

Stadia N Alpha = 0,05 1 2 3 Stadia III 27 0,97741 Stadia II 27 1,27707 Stadia I 27 1,59485Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 186: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

179

Lampiran 13. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap laju konsumsi oksigen spat P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas

ANOVA

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F Hitung

Sig,

Suhu 1,799 2 0,900 444,753 0,000** Salinitas 0,862 2 0,431 213,103 0,000** Umur 0,280 1 0,280 138,478 0,000** Suhu * Salinitas 0,060 4 0,015 7,448 0,000** Galad 0,089 44 0,002 Total 13,259 54

Uji Tukey : Laju konsumsi oksigen spat pada berbagai tingkat suhu

Alpha 0,05 Suhu

N 1 2 3

26 oC 18 0,18817 30 oC 18 0,48850 28 oC 18 0,62517Sig, 1,000 1,000 1,000

Uji Tukey : Laju konsumsi oksigen spat pada berbagai tingkat salinitas Salinitas N Alpha 0,05 1 2

30 ‰ 18 0,25594 32 ‰ 18 0,,5094434 ‰ 18 0,53644Sig, 1,000 0,181

Page 187: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

180

Lampiran 14. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap laju metabolisme rutin (J/g berat basah/jam) larva P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas

Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F

Sig,

Suhu 553,372 2 276,686 554,654 0,000** Salinitas 202,696 2 101,348 203,165 0,000** Umur 479,014 2 239,507 480,124 0,000** Suhu * Salinitas 2,843 4 0,711 1,425 0,235 Galad 34,919 70 0,499 Total 13681,024 81

Uji Tukey

Suhu N Alpha = 0,05 1 2 3 26 oC 27 13,23034 30 oC 27 18,33007 28 oC 27 22,54582Sig, 1,000 1,000 1,000

Uji Tukey

Salinitas N Alpha = 0,05 1 2

30 ‰ 27 14,79108 32 ‰ 27 19,3816634 ‰ 27 19,93349

Sig, 1,000 0,127 Uji Tukey

Stadia N Subset 1 2 3 Stadia III 27 13,73844Stadia II 27 17,95055Stadia I 27 22,41724Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 188: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

181

Lampiran 15. Analisis kovarian dan uji nilai tengah Tukey terhadaplaju metabolisme rutin (Joule/g berat basah/jam) spat P. maxima pada berbagai suhu dan salinitas

Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Hitung Sig.

Suhu 167,396 2 83,698 444,753 0,000** Salinitas 80,208 2 40,104 213,103 0,000** Umur 26,060 1 26,060 138,478 0,000** Suhu * Salinitas 5,607 4 1,402 7,448 0,000** Galad 8,280 44 0,188 Total 1233,694 54

Uji Tukey

Suhu Alpha = 0,05 (oC)

N 1 2 3

26 18 1,81506 30 18 4,71207 28 18 6,03036

Sig, 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey Salinitas N Alpha = 0,05

(‰) 1 2 30 18 2,46884 32 18 4,9141034 18 5,17454

Sig, 1,000 0,181

Page 189: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

182

Lampiran 16. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan larva P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F

Sig,

Suhu 32547,645 2 16273,822 1376,645 0,000** Salinitas 5553,641 2 2776,820 234,899 0,000** Stadia 1674,543 2 837,271 70,827 0,000** Suhu * Salinitas 102,440 4 25,610 2,166 0,082 Galad 827,495 70 11,821 Total 286466,115 81

Uji Tukey : Sintasan larva pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Uji Tukey : Sintasan larva pada berbagai tahap stadia

Stadia N Alpha = 0,05 1 2 3 Stadia III 27 49,4259 Stadia II 27 55,2626 Stadia I 27 60,5589

Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 190: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

183

Lampiran 17a. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Stadia I :

Faktor II Salinitas (‰) Faktir I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Suhu (oC) AP DV AP DV AP DV (A) 26 Rata-rata 4,83 0,06 13,73 2,97 14,27 3,43 SD 0,23 0,04 0,23 0,21 0,46 0,49 (B) 28 Rata-rata 12,90 0,82 33,90 20,80 34,27 21,43 SD 0,61 0,08 0,35 0,55 0,48 0,60 (C) 30 Rata-rata 8,17 0,33 20,03 9,57 20,53 9,97 SD 0,15 0,15 0,75 0,60 0,23 0,45

Stadia II :

Faktor II Salinitas (‰) Faktir I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Suhu (oC) AP DV AP DV AP DV (A) 26 Rata-rata 12,92 1,73 24,10 14,17 24,78 14,40 SD 0,48 0,35 0,20 0,76 0,59 0,65 (B) 28 Rata-rata 20,77 10,53 57,62 46,73 58,13 47,33 SD 0,21 0,50 0,71 0,66 0,57 0,65 (C) 30 Rata-rata 16,65 6,63 45,05 32,71 45,20 33,03 SD 0,38 0,23 0,25 0,82 0,65 0,93

Stadia III :

Faktor II Salinitas (‰) Faktir I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Suhu (oC) AP DV AP DV AP DV (A) 26 Rata-rata 16,83 8,17 31,85 18,72 32,43 19,33 SD 0,32 0,76 0,69 0,96 0,60 0,65 (B) 28 Rata-rata 69,33 58,60 80,32 69,29 80,88 69,62 SD 0,65 0,65 0,73 0,74 0,63 0,56 (C) 30 Rata-rata 54,03 43,62 65,17 54,45 65,43 52,89 SD 0,75 0,60 0,91 0,74 0,55 0,68

Page 191: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

184

Lampiran 17b. Analisis varian dan uji nelai tengah Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik (%) AP larva P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F

Sig,

Suhu 184,265 2 92,133 139,508 0,000** Salinitas 70,742 2 35,371 53,559 0,000** Stadia (Umur) 31,446 2 15,723 23,808 0,000** Suhu * Salinitas 5,778 4 1,445 2,187 0,079 Galad 46,229 70 ,660 Total 1347,228 81

Uji Tukey : Laju pertumbuhan spesifik AP pada Suhu yang berbeda

Suhu N Alpha = 0,05 (oC) 1 2 3 26 27 1,8867 30 27 3,1715 28 27 5,5289

Sig, 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey : Laju pertumbuhan spesifik AP pada Salinitas yang berbeda Salinitas N Alpha = 0,05

(‰) 1 2 30 27 2,2137 32 27 4,074834 27 4,2985

Sig, 1,000 0,977 Uji Tukey : Laju pertumbuhan spesifik AP pada berbagai tahap stadia larva Stadia N Alpha = 0,05 1 2 3 St, I 27 2,7200 St, II 27 3,6311 St, III 27 4,2359Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 192: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

185

Lampiran 17c. Analisis varian dan uji nelai tengah Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik dorso-ventral (DV) larva P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Sig,

Suhu 146,664 2 73,332 89,747 0,000** Salinitas 41,717 2 20,858 25,527 0,000** Umur 47,511 2 23,755 29,073 0,000** Suhu * Salinitas 10,063 4 2,516 3,079 0,051 Galad 57,197 70 0,817 Total 810,853 81

Uji Tukey : Laju pertumbuhan spesifik DV pada berbagai tingkat suhu

Suhu N Alpha = 0,05 (oC) 1 2 3 26 27 0,9859 30 27 2,2681 28 27 4,2567

Sig, 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey : Laju pertumbuhan spesifik DV pada berbagai tingkat salinitas Salinitas N Alpha = 0,05

(‰) 1 2 30 27 1,5770 32 27 2,9081 34 27 3,3256

Sig, 1,000 1,000 Uji Tukey : Laju pertumbuhan spesifik DV pada berbagai tingkat stadia Stadia N Alpha = 0,05 1 2 3 St, I 27 1,4315 St, II 27 2,9063 St, III 27 3,8730Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 193: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

186

Lampiran 18a. Sintasan spat P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Faktor II Ulangan Salinitas (‰) Faktir I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Suhu (oC) (A) 26 1 15,17 38,00 41,00 2 17,00 39,70 39,50 3 13,50 35,80 37,62 Rata-rata 15,22 37,83 39,37 STDEV 1,75 1,95 1,69 (B) 28 1 65,80 82,00 82,60 2 67,25 80,60 82,74 3 68,50 79,70 81,25 Rata-rata 67,18 80,77 82,20 STDEV 1,35 1,16 0,82 (C) 30 1 49,30 72,80 77,05 2 50,40 76,00 73,90 3 51,25 75,00 75,16 Rata-rata 50,32 74,60 75,37 STDEV 0,97 1,64 1,58

Lampiran 18b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan spat P. maxima pada

berbagai tingkat suhu dan salinitas

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Sig,

Suhu 10442,356 2 5221,178 2563,333 0,000** Saliitas 2613,574 2 1306,787 641,566 0,000** Suhu * Saliitas 130,476 4 32,619 16,014 0,000** Galad 36,664 18 2,037 Total 104467,987 27

Uji Tukey : Sintasan spat pada berbagai tingkat suhu

Suhu N Alpha = 0,05 (oC) 1 2 3 26 9 30,9211 30 9 66,7622 28 9 76,7156

Sig, 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey : Sintasan spat pada berbagai tingkat salinitas

Salinitas N Subset (‰) 1 2 30 9 44,2411 32 9 64,400034 9 65,7578

Sig, 1,000 0,136

Page 194: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

187

Lampiran 19a. Laju pertumbuhan spesifik (%) spat P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Faktor II Ulangan Salinitas (‰)

Faktir I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Suhu (oC) AP DV AP DV AP DV (A) 26 1 7,6 5,73 10,3 9,12 13,03 11,17 2 5,8 3,96 11,62 9,04 11,15 9,31 3 9,7 7,8 13,84 11,98 12,12 10,25 Rata-rata 7,7 5,83 11,92 10,05 12,1 10,24 STDEV 1,95 1,92 1,79 1,67 0,94 0,93 (B) 28 1 14,5 12,62 22,33 21 21,82 20,5 2 15,34 13,49 21,57 20,17 22,64 21,4 3 13,65 11,78 23,15 21,83 23,38 22 Rata-rata 14,5 12,63 22,35 21 22,61333 21,3 STDEV 0,84 0,86 0,79 0,83 0,78 0,75 (C) 30 1 11,63 9,76 15,95 14,08 17,81 14,3 2 12,5 10,62 17,63 15,77 17 15,1 3 13,34 11,48 16,82 14,94 16,19 15,96 Rata-rata 12,49 10,62 16,8 14,93 17 15,12 STDEV 0,85 0,86 0,84 0,84 0,81 0,83

Lampiran 19b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik(%)

AP spat P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Sig,

suhu 385,080 2 192,540 259,381 0,000**Salinitas 186,245 2 93,122 125,450 0,000**suhu * Salinitas 17,537 4 4,384 5,906 0,003**Galad 13,362 18 0,742 Total 6901,557 27

Uji Tukey: Laju pertumbuhan spesifik AP spat pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Suhu N Alpha 0,05 1 2 3

26 oC 9 10,5733 30 oC 9 15,4300 28 oC 9 19,8200 Sig, 1,000 1,000 1,000

Salinitas N Alpha 0,05

1 2 30 ppt 9 11,5622 32 ppt 9 17,0233 34 ppt 9 17,2378 Sig, 1,000 ,859

Page 195: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

188

Lampiran 19c. Analisis varian dan uji Tukey terhadap Laju pertumbuhan spesifik (%) DV spat P. maxima pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Hitung Sig,

suhu 415,022 2 207,511 274,499 0,000** Salinitas 198,381 2 99,190 131,211 0,000** suhu * Salinitas 23,094 4 5,773 7,637 0,001** Galad 13,607 18 0,756 Total 5588,690 27

Uji Tukey: Laju pertumbuhan spesifik DV spat pada berbagai tingkat suhu

Suhu N Alpha 0,05 (oC) 1 2 3 28 9 8,7067 32 9 13,5567 30 9 18,3100

Sig, 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey: Laju pertumbuhan spesifik DV spat pada berbagai tingkat salinitas Salinitas N Alpha 0,05 1 2

30 ‰ 9 9,6933 32 ‰ 9 15,325634 ‰ 9 15,5544

Sig, 1,000 0,095

Page 196: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

189

Lampiran 20a. Lama waktu (hari) pencapaian stadia plantigrade pada berbagai tingkat suhu dan salinitas,

Faktor II Ulangan Salinitas (‰)

Faktir I (D) 30 (E) 32 (F) 34 Suhu (oC) : (A) 26 Rata-rata 28,07 25,98 25,18 STDEV 2,11 1,49 0,927811 (B) 28 Rata-rata 23,10 19,55 18,93 STDEV 0,85 1,30 0,81 (C) 30 Rata-rata 25,33 22,22 21,58 STDEV 1,47422 1,94058 1,654035

Lampiran 20b. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap lama waktu (hari)

pencapaian stadia plantigrade pada suhu dan salinitas berbeda

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Sig,

Suhu 156,845 2 78,423 97,610 0,000** Salinitas 65,802 2 32,901 40,951 0,000** Suhu * Salinitas 2,013 4 0,503 0,626 0,650 Galad 14,462 18 0,803 Total 14932,123 27

Uji Tukey : Lama waktu pencapaian stadia pada berbagai tingkat suhu dan salinitas

Page 197: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

190

Lampiran 21. Distribusi larva P. maxima pada berbagai tingkat intensitas cahaya Umur Tingkah laku larva (%) (hari) Stadia 200 lux 500 lux 800 lux

P T B P T B P T B 20 jam

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

D- shape D- shape D- shape D- shape D- shape D- shape Umbo awal Umbo Umbo Umbo Umbo Umbo Umbo Umbo Umbo Umbo akhir Eye spot Eye spot Pediveliger Pediveliger Plantigrade

91,65 90,00 92,30 92,64 90,50 87,22 65,80 64,00 62,70 57,45 65,18 80,00 82,05 82,75 81,63 77,50 62,50 57,14 34,62 20,15 2,50

8,35 10,00 7,70 7,36 9,50 12,78 19,70 21,00 30,10 40,65 34,82 20,00 17,95 17,25 18,37 20,00 26,70 32,29 42,98 38,95 2,50

- - - - - -

14,50 15,00 7,20 3,50

- - - - -

2,50 10,80 10,57 22,40 40,90

95

78,00 73,16 67,24 68,75 67,20 61,86 31,20 23,68 23,50 31,94 32,50 28,10 31,13 29,05 26,28 25,88 21,37 17,70 12,59 7,86 4,78

19,40 14,34 28,96 31,25 32,80 35,24 50,30 53,72 54,50 57,26 57,00 59,50 56,12 57,35 58,50 58,72 61,43 62,30 65,05 69,14 69,72

2,60 12,50 4,70

- -

2,90 18,50 22,60 22,00 10,80 10,50 12,40 12,75 13,60 15,22 15,40 17,20 20,00 22,36 23,00 25,50

38,50 39,50 37,68 35,57 32,06 25,81 17,86 7,53 2,03 0,77

- - - - - - - - - - -

44,25 38,00 39,50 41,38 44,70 49,19 55,00 62,40 67,52 68,15 70,26 71,45 71,80 73,02 74,23 76,55 80,00 79,60 75,14 67,83 54,72

17,25 22,50 22,82 23,05 23,26 25,00 27,14 30,07 30,45 31,08 29,74 28,55 28,20 26,98 25,77 23,45 20,00 20,40 24,86 32,17 45,28

Keterangan: 1. P (Permukaan) : Bagian permukaan air dalam bak dari kedalaman 0 - 20cm 2. T (Tengah) : Bagian tengan air dalam bak dari kedalaman 21 - 40 cm 3. B (Bawah/dasar): Bagian bawah air dalam bak dari kedalaman 41 – 60 cm

Page 198: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

191

Lampiran 22. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap sintasan larva P. maxima pada berbagai tingkat intensitas cahaya

Sumber

Keragaman Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F

Sig,

Stadia (umur) 196,639 2 98,319 1096,736 0,000** Intensitas Cahaya 11142,765 3 3714,255 41431,905 0,000** Stadia * Cahaya 24,241 6 4,040 45,067 0,000** Galad 2,152 24 0,090 Total 229196,466 36

Uji Tukey : Sintasan larva dan tahap stadia larva pada berbagai tingkat intensitas

cahaya

Page 199: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

192

Lampiran 23a. Laju pertumbuhan spesifik (%) larva P. maxima pada berbagai tingkat intensitas cahaya

Stadia/umur Ulangan Intensitas cahaya (lux) (A) 0 (B) 200 (C) 500 (D) 800 AP DV AP DV AP DV AP DV Stadia I 1 4,85 3,96 5,57 4,73 2,90 2,05 1,72 0,60 (D1 - D6) 2 5,37 4,52 5,13 4,22 1,67 0,77 1,12 0,15

3 4,33 3,43 4,60 3,74 2,30 1,44 0,46 0,02 Rata-rata 4,85 3,97 5,10 4,23 2,29 1,42 1,10 0,26 STDEV 0,52 0,54 0,48 0,49 0,61 0,64 0,63 0,30Stadia II 1 (D7 - D14) 2 8,19 7,20 7,92 6,95 5,69 4,71 3,36 2,40 3 7,65 6,72 8,43 7,44 5,10 4,14 2,15 1,20 Rata-rata 7,20 6,18 7,48 6,48 4,51 3,50 2,74 1,81 STDEV 7,68 6,70 7,94 6,96 5,10 4,12 2,75 1,80Stadia III 1 0,49 0,51 0,47 0,48 0,59 0,61 0,60 0,60(D15 - D20) 2 3 5,83 4,86 6,02 5,03 4,10 3,05 1,20 0,31 Rata-rata 7,04 6,05 6,60 5,62 3,30 2,35 1,91 1,00 STDEV 6,45 5,47 7,18 6,20 4,60 3,74 2,60 1,72

Lampiran 23b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik (%)

(AP) larva P. maxima pada berbagai tingkat intensitas cahaya

Sumber Keragaman

Juumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Sig,

Intensitas Cahaya 131,353 3 43,784 128,454 0,000** Stadia 38,651 2 19,325 56,697 0,000** Stadia * Cahaya 1,678 6 0,280 820 0,005** Galad 8,181 24 0,341 Total 957,063 36

Uji Tukey : laju pertumbuhan spesifik AP relative larva pada berbagai tingkat stadia

Intensitas N alpha = 0,05 1 2 3

800 lux 9 1,9178 500 lux 9 3,7967

0 lux 9 6,3233 200 lux 9 6,5478

Sig, 1,000 1,000 0,847

Stadia N alpha = 0,05 1 2 3

St, I 12 3,3350 St, III 12 4,7358 St, II 12 5,8683

Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 200: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

193

Lampiran 23c. Analisis varian dan uji Tukey terhadap laju pertumbuhan spesifik (%) relatif (DV) larva P. maxima pada berbagai tingkat intensitas cahaya

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F

Sig,

Intensitas Cahaya 128,635 3 42,878 130,643 0,000** Stadia 35,366 2 17,683 53,878 0,000** Stadia * Cahaya 1,649 6 0,275 ,838 0,003** Galad 7,877 24 0,328 Total 670,520 36

Uji Tukey : Laju pertumbuhan spesifik (%) larva pada berbagai tingkat intensitas

cahaya

Intensitas N Alpha = 0,05 Cahaya (lux) 1 2 3

800 9 1,0233 500 9 2,8611 0 9 5,3767

200 9 5,6011Sig, 1,000 1,000 0,230

Uji Tukey : Laju pertumbuhan spesifik (%) larva pada berbagai tingkat stadia

Stadia N Alpha = 0,05 1 2 3

St, I 12 2,4692 St, III 12 3,7833 St, II 12 4,8942

Sig, 1,000 1,000 1,000

Page 201: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

194

Lampiranl 24a. Sintasan, laju pertumbuhan spesifik (Rata-rata ± SD) spat pada berbagai tingkat intensitas cahaya,

Intensitas Ulangan Sintasan Laju Pertumbuhan (%) Cahaya (%) AP DV

(A) 0 lux 1 89,75 26,12 24,25 2 92,09 25,65 23,80 3 91,35 26,53 24,70 Rata-rata 91,06 26,10 24,25 STDEV 1,19 0,4403408 0,45 (B) 500 lux 1 97,03 28,97 27,19 2 96,85 28,50 26,72 3 94,70 28,02 26,20 Rata-rata 96,19 28,49667 26,70333 STDEV 1,29 0,475009 0,49521 (C) 1.000 lux 1 82,80 22,72 20,87 2 85,00 21,65 19,77 3 84,20 22,20 20,32 Rata-rata 84,00 22,19 20,32 STDEV 1,12 0,53507 0,55 (D) 1.500 lux 1 70,84 17,55 15,72 2 69,00 19,04 17,19 3 71,35 18,30 16,43 Rata-rata 70,40 18,29667 16,44667 STDEV 1,24 0,745006 0,735142 (E) 2.000 lux 1 50,75 13,70 11,74 2 53,51 12,79 10,89 3 51,90 14,50 12,57 Rata-rata 52,05 13,66333 11,73333 STDEV 1,38 0,855589 0,84002

Page 202: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

195

Lampiranl 24b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan, laju pertumbuhan spesifik spat pada berbagai tingkat intensitas cahaya

ANOVA : Sintasan spat pada berbgai tingkat intensitas cahaya

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Hitung Sig,

Perlakuan 3797,821 4 949,455 608,529 0,000** Galad 15,602 10 1,560 Total 3813,424 14

Uji Tukey: Sintasan spat pada berbagai tingkat intensitas cahaya

alpha = 0,05 Intensitas Cahaya (lux) N 1 2 3 4 5

2.000 3 52,0533 1.500 3 70,3967 1.000 3 84,0000

0 3 91,0633 500 3 96,1933

Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 ANOVA : Laju pertumbuhan spesifik AP spat pada berbgai tingkat intensitas cahaya

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Hitung Sig,

Perlakuan 425,860 4 106,465 267,111 0,000** Galad 3,986 10 0,399 Total 429,846 14

Uji Tukey: Laju pertumbuhan spesifik AP spat pada berbagai tingkat intensitas cahaya

alpha = 0,05 Intensitas Cahaya (lux) N 1 2 3 4 5

2.000 3 13,6633 1.500 3 18,2967 1.000 3 22,1900

0 3 26,1000 500 3 28,4967

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Page 203: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

196

ANOVA: Laju pertumbuhan spesifik DV spat pada berbagai intensitas cahaya

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Hitung Sig,

Perlakuan 432,011 4 108,003 270,507 0,000** Galad 3,993 10 ,399 Total 436,004 14

Uji Tukey : Laju pertumbuhan spesifik DV spat pada berbagai intensitas cahaya

Intensitas N alpha = 0,05 Cahaya (lux) 1 2 3 4 5

2.000 3 11,7333 1.500 3 16,4467 1.000 3 20,3200

0 3 24,2500 500 3 26,7033

Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Page 204: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

197

Lampiran 25a. Sintasan dan laju pertumbuhan spesifik spat pada kondisi lingkungan optimum

Perlakuan Ulangan Sintasan Laju Pertumbuhan (%) (%) (AP) (DV)

Stadia I (D1 - D6): A. Lingk Opt 1 88,45 4,68 3,82 2 90,20 3,85 2,93 3 89,70 5,51 4,65 Rata-rata 89,45 4,68 3,8 STDEV 0,90 0,83 0,860174 B.Kontrol 1 67,00 1,42 0,52 2 65,30 2,38 1,5 3 63,85 3,31 2,45 Rata-rata 65,38 2,37 1,49 STDEV 1,58 0,94504 0,965039 Stadia II (D7 - D14): A. Lingk Opt 1 71,22 8,24 7,2 2 68,90 7,43 6,37 3 70,50 6,56 5,5 Rata-rata 70,21 7,41 6,356667 STDEV 1,19 0,840179 0,850078 B. Kontrol 1 48,20 5,87 4,83 2 50,00 3,93 2,87 3 46,75 4,92 3,84 Rata-rata 48,32 4,906667 3,846667 STDEV 1,63 0,970069 0,980017

Stadia III(D15 - D20) A. Lingk Optimum 1 57,00 7,52 7,07 2 58,40 5,82 5,37 3 55,80 6,67 6,22 Rata-rata 57,07 6,67 6,22 STDEV 1,30 0,85 0,85 B. Kontrol 1 20,72 2,55 2 2 22,60 3,47 2,98 3 24,05 1,52 1,02 Rata-rata 22,46 2,513333 2 STDEV 1,67 0,975517 0,98 Spat (D25) : 1 32,50 6,68 6,55 A. Lingk Optimum 2 33,28 5,86 5,73 3 30,49 5,09 4,96 Rata-rata 32,09 5,876667 5,746667 STDEV 1,44 0,795131 0,795131 B. Kontrol 1 12,00 2,57 2,42 2 7,90 0,33 0,17 3 10,24 1,46 1,32 Rata-rata 10,05 1,453333 1,303333 STDEV 2,06 1,120015 1,125093

Page 205: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

198

Lampiran 25b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan dan laju pertumbuhan spesifik spat pada kondisi lingkungan optimum

ANOVA : Sintasan larva - spat dalam konsisi lingkungan opimum

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Hitung Sig,

Umur 10666,589 3 3555,530 335,782 0,000**Lingk Optimum 3948,305 1 3948,305 372,876 0,000**Galad 201,187 19 10,589 Total 73330,393 24

Uji Tukey

Alpha = 0,05 Umur N 1 2 3 4 Spat D35 6 21,0683

D20 6 39,7617 D14 6 59,2617 D6 6 77,4167 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000

ANOVA: Laju pertumbuhan spesifik AP pada konsisi lingkungan opimum

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Hitung Sig,

Stadia 26,433 3 8,811 8,820 0,000** Lingk Optimum 67,268 1 67,268 67,334 0,000** Galad 18,981 19 ,999 Total 595,447 24

Uji Tukey

Stadia

N Alpha = 0,05

1 2 3 4 I 6 3,1280 II 6 4,2500 III 6 5,1917

Spat 6 6,5830 Sig. 1,000 1,000 1,000 1,000

Page 206: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

199

ANOVA: Laju pertumbuhan spesifik DV pada konsisi lingkungan opimum

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Hitung Sig,

Stadia 19,151 3 6,384 6,227 0,000**Lingkungan 68,175 1 68,175 66,505 0,000**Galad 19,477 19 1,025 Total 461,697 24

Uji Tukey

Alpha = 0,05 Umur

N 1 2 3 4

D6 6 2,6450 D14 6 4,1100 D20 6 5,1017 D35 6 6,4333 Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000

Page 207: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

200

Lampiran 26. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan spat P. maxima pada lama waktu pemindahan dari lab ke tempat pemeliharaan di laut

ANOVA Sintasan

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F Hitung

Sig,

Umur 22479,813 5 4495,963 420,462 0,000** Waktu 15004,296 6 2500,716 233,867 0,000** Galad 1218,992 114 10,693 Total 461622,165 126

Uji Tukey Sintasan

Alpha 0,05 Umur Spat N 1 2 3 4 5 6 90 hr 21 40,5386 75 hr 21 47,5337 60 hr 21 52,3140 45 hr 21 58,8536 30 hr 21 67,1497 15 hr 21 81,2222 Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Uji Tukey Sintasan

Alpha 0,05 Waktu Pemindahan N 1 2 3 4

(A) 30 hr 18 36,4552 (B) 40 hr 18 48,5060 (C) 50 hr 18 57,5556 (D) 60 hr 18 60,7209 (E) 70 hr 18 65,7049 (F) 80 hr 18 68,1532 (G) 90 hr 18 68,4514

Sig, 1,000 1,000 0,065 0,162

Page 208: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

201

Lampiran 27a. Pertumbuhan panjang antero-posterior (AP) dan dorso-ventral (DV) spat P. maxima (rata-rata ± SD) terhadap lama waktu pemindahan dari laboratorium ke laut.

Parameter Umur Waktu Pemindahan (hari) Amatan (hari) (A) 30 (B) 40 (C) 50 (D) 60 (E) 70 (F) 80 (G) 90

Pertumbuhan AP (mm)

0

2,58 ± 0,84

2,86 ± 1,22

3,24 ± 0,81

3,47 ± 0,91

3,75 ± 0,95

3,95 ± 1,03

4,14 ± 0,99

15

6,03 ± 0,46

6,48 ± 0,95

6,50 ± 0,88

6,19 ± 1,20

5,36 ± 1,08

5,29 ± 0,96

4,90 ± 1,05

30

9,49 ± 0,95

14,67 ± 1,51

14,73 ± 1,09

9,57 ± 1,27

8,55 ± 1,11

8,10 ± 1,15

7,95 ± 1,38

45

14,08 ±

0,87 19,15 ±

1,7719,37 ±

0,8614,08 ±1,02

12,75 ± 1,08

12,14 ± 1,03

11,40 ± 1,64

60

19,50 ±

1,50 24,69 ±

1,1425,41 ±

1,7919,27 ±

1,6117,03 ±

1,0816,56 ±

1,29 15,78 ±1,87

75

25,65 ±1,15

30,59 ± 1,41

30,83 ± 1,36

25,46 ± 1,36

20,72 ± 1,54

19,84 ± 1,35

18,39 ± 1,49

90

31,20 ±

1,03 36,18 ±

1,1936,68 ±

1,2930,75 ±

1,2024,55 ±

1,5723,90 ±

1,56 22,44 ±

1,47 Pertumbuhan DV (mm)

0

0,52 ± 0,06

0,65 ± 0,07

0,74 ± 0,10

0,75 ± 0,15

0,79 ± 0,18

0,81 ± 0,19

0,83 ± 0,25

15

2,33 ± 1,19

3,06 ± 0,92

3,65 ± 0,93

3,83 ± 1,07

2,02 ± 0,98

1,97 ± 1,06

1,75 ± 1,05

30

5,26 ± 0,95

9,62 ± 1,08

10,20 ± 0,98

6,65 ± 1,09

4,10 ± 1,16

4,08 ± 1,18

3,86 ± 1,05

45

10,21 ±

1,14 15,83 ±

1,0416,35 ±

1,0711,37 ±

0,938,33 ±

1,528,00 ±

1,00 7,83 ±

1,25

60

15,54 ±

1,11 20,72 ±

0,9321,02 ±

1,1515,93 ±

1,2813,59 ±

1,2513,45 ±

1,38 13,15 ±

1,06

75

20,63 ±

1,23 25,70 ±

1,0526,37 ±

0,9121,19 ±

1,8617,96 ±

1,0717,31 ±1,09

16,80 ±1,08

90

26,63 ±

1,20 32,20 ±

1,0532,46 ±

0,8026,97 ±

1,0121,70 ±

1,1721,19 ±

1,38 19,99 ±

1,19

Page 209: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

202

Lampiran 27b. Analisis varian dan uji nilai tengah Tukey terhadap pertumbuhan spat pada lama waktu pemindahan dari lab ke tempat pemeliharaan di laut

ANOVA: Pertumbuhan panjang antero-posterior (AP)

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F Hitung

Sig,

Umur 11676,295 6 1946,049 350,191 0,000** Waktu 1118,465 6 186,411 33,545 0,000** Galad 744,652 134 5,557 Total 48605,201 147

Uji Tukey

Umur N Alpha = 0,05 (hari) 1 2 3 4 5 6 7

0 21 3,4271 15 21 5,9024 30 21 10,4371 45 21 14,7100 60 21 19,7500 75 21 24,5005 90 21 29,3867

Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey

Waktu Pemindahan

(hari) N

Alpha = 0,05

1 2 3 (G) 90 21 12,1448 (F) 80 21 12,9076 (E) 70 21 13,2438 (A) 30 21 15,5067 (D) 60 21 15,5438 (B) 40 21 19,2305 (C) 50 21 19,5367 Sig, 0,738 1,000 1,000

Page 210: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

203

Lanjutan Lampiran 27b. ANOVA : Pertumbuhan panjang dorso-ventral (DV)

Sumber Keragaman Jumlah Kuadrat DB

Kuadrat Tengah F Hitung Sig,

Umur 11293,978 6 1882,330 512,952 0,000** Waktu 950,320 6 158,387 43,162 0,000** Galad 491,727 134 3,670 Total 33729,665 147

Uji Tukey : Perbedaan umur Umur N Alpha = 0,05 (hari) 1 2 3 4 5 6 7

1 21 0,6781 2 21 2,6586 3 21 6,2533 4 21 11,1333 5 21 16,2000 6 21 20,8514 7 21 25,8786

Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey : Lama waktu pemindahan

Waktu N Alpha = 0,05 (hari) 1 2 3

7 21 9,1767 6 21 9,5433 5 21 9,7867 1 21 11,5624 4 21 12,3838 2 21 15,37333 21 15,8271

Sig, 0,946 0,807 0,988

Page 211: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

204

Lampiran 28a. Hasil pengamatan beberapa parameter fisika dan kimia air pada lokasi pemeliharaan spat tiram mutiara P. maxima di Selat Kabra

No, Parameter Unit Hasil

Pengukuran Referensi

1. 2. 3.

4. 5. 6. 7.

8. 9. 10.

Suhu Salinitas Arus pH DO Nitrat (NO3) Nitrit (NO2) Fosfat (PO4)

Amonia (NH3) Silikat

oC ‰

cm/det -

mg/L mg/L mg/L mg/L

mg/L mg/L

28 – 30 32 – 34 25 – 40

7,36 – 8,21 6,30 – 7,10 0,27 – 2,36 0,005 – 0,02 0,02 – 0,24

0,019 – 0,16 1,17 – 8,85

28-29 (Slamet dkk, 1998) 32-35 (Slamet dkk, 1998; Cahn, 1949) 25-30 (Balai Budidaya Laut, 2001; Winanto dkk, 1992), 6,75-8,6 (Mahadevan and Nagapanayar, 1987)5-9 (UNESCO/WHO/UNEP, 1992) Subur: 1-3 (Wardoyo, 1981) 0,01-0,03 (UNESCO/WHO/UNEP, 1992) 0,021 – > 0,2 (Wardoyo, 1981; UNESCO/WHO/UNEP, 1992), 0,02-0,32 (Summerfelt, 2007) -

Lampiran 28b. Jenis dan kelimpahan fitoplankton di lokasi penelitian perairan Selat

Kabra.

Jenis Waktu pengamatan (bulan) Σ Jenis KK

Mei Juni Juli Agust Sept Σ K (%) Diatom 55 47 46 34 56 238 Sub total Diatom 2302 1954 1937 1451 2361 10005 84,47Cyanophyceae 31 25 62 30 43 191 Sub total Cyanophyceae 125 100 249 120 171 765 6,46Chlorophyceae 11 5 0 9 19 44 Sub total Chlorophyceae 35 15 0 28 57 135 1,14Pyrophyceae 25 21 25 17 28 116 Sub total Pyrophyceae 204 172 203 134 227 940 7,93

Total Jenis 122 98 133 90 146 589 Total Kelimpahan 2666 2241 2389 1733 2816 11845 KK (%) 22,51 18,92 20,17 14,63 23,77

Keterangan : KK : Komposisi Kelimpahan (%) Σ : Total jenis/kelimpahan

Page 212: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

205

Lampiran 29a. Sintasan spat P. maxima pada berbagai tingkat kepadatan Parameter Waktu Ulangan Kepadatan Spat (ekor/kolektor) Amatan (hari) (A) 500 (B) 1.000 (C) 1.500 (D) 2.000

Sintasan (%) 15 1 94,00 91,20 83,30 76,50

2 92,20 92,50 84,00 77,00 3 91,83 93,30 81,79 78,52 Rata-rata 92,68 92,33 83,03 77,34 STDEV 1,16 1,06 1,13 1,05 30 1 84,55 85,00 70,15 63,70 2 85,40 82,70 72,06 65,00 3 83,30 83,45 69,72 62,80 Rata-rata 84,42 83,72 70,64 63,83 STDEV 1,06 1,17 1,24 1,11 45 1 78,33 76,86 58,75 56,70 2 77,95 77,40 60,15 58,00 3 80,00 79,00 61,43 55,90 Rata-rata 78,76 77,75 60,11 56,87 STDEV 1,09 1,11 1,34 1,06 60 1 72,60 71,50 57,65 50,37 2 73,18 70,26 54,80 53,19 3 74,42 72,44 56,32 51,48 Rata-rata 73,40 71,40 56,26 51,68 STDEV 0,93 1,09 1,43 1,42 75 1 66,85 64,35 50,63 44,30 2 67,21 65,39 53,00 45,90 3 65,44 63,50 49,86 46,27 Rata-rata 66,50 64,41 51,16 45,49 STDEV 0,94 0,95 1,64 1,05 90 1 64,00 56,40 42,80 31,69 2 61,74 55,70 44,23 33,47 3 62,30 57,49 41,65 35,00 Rata-rata 62,68 56,53 42,89 33,39 STDEV 1,18 0,90 1,29 1,66

Page 213: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

206

Lampiran 29b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap sintasan spat P. maxima pada berbagai tingkat kepadatan

ANOVA: Sintasan spat pada berbagai tingkat kepadatan

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F Hitung

Sig.

Umur 10741,503 5 2148,301 478,983 0,000** Waktu 5964,798 3 1988,266 443,302 0,000** Galad 282,563 63 4,485 Total 335899,126 72

Uji Tukey Umur N Alpha = 0,05 (hari) 1 2 3 4 5 6

90 12 48,8725 75 12 56,8917 60 12 63,1842 45 12 68,3725 30 12 75,6525 15 12 86,3450

Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey : Kepadatan spat Kepadatan Spat N Alpha =0,05 (ekor/kolektor) 1 2 3 4

2000 18 54,7661 1500 18 60,6828 1000 18 74,3578 500 18 76,4056

Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000

Page 214: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

207

Lampiran 30a. Pertumbuhan spat P. maxima (rata-rata ± SD) pada berbagai tingkat kepadatan

Parameter Umur Kepadatan spat (ekor/kolektor) amatan (hari) (A) 500 (B) 1.000 (C) 1.500 (D) 2.000

Panjang AP (mm) 0 3,20±0,72 3,20±0,80 3,20±0,81 3,20±0,80 15 8,17±1,04 7,63±1,26 6,50±1,50 6,00±1,00 30 13,39±1,09 12,50±1,38 10,70±1,95 9,53±1,06 45 18,77±1,08 17,23±1,12 14,93±1,27 12,28±1,54 60 24,52±0,90 22,20±1,71 19,27±1,22 16,73±0,99 75 30,48±1,37 27,10±1,02 23,77±1,55 18,30±1,21 90 36,50±1,38 32,17±1,75 28,13±1,81 21,40±2,1 Panjang DV (mm) 0 0,50±0,20 0,50±0,10 0,50±0,20 0,50±0,18 15 4,73±0,93 3,40±0,96 3,17±1,06 2,60±1,28 30 8,40±0,80 7,23±0,93 5,43±0,84 3,86±1,63 45 14,47±0,75 12,13±1,02 10,43±1,12 6,33±1,23 60 20,83±1,07 18,20±1,11 16,83±1,04 10,43±1,80 75 26,33±0,86 24,07±1,01 21,13±1,20 14,87±1,46 90 32,37±1,09 30,20±1,08 25,30±1,22 19,36±1,78

Lampiran 30b. Analisis varian dan uji Tukey terhadap pertumbuhan spat P. maxima

pada kepadatan pemeliharaan yang berbeda , ANOVA : Pertumbuhan AP spat pada berbagai tingkat kepadatan

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F Hitung

Sig,

Umur 6577,868 6 1096,311 212,600 0,000** Kepadatan 539,895 3 179,965 34,899 0,000** Galad 381,595 74 5,157 Total 29285,880 84

Uji Tukey : Pertumbuhan AP spat pada berbagai tingkat umur

Umur N Alpha =0,05 (hari) 1 2 3 4 5 6 7

0 12 3,2000 15 12 7,0833 30 12 11,5250 45 12 15,7917 60 12 20,6750 75 12 24,9083 90 12 29,5500

Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000

Page 215: KAJIAN PERKEMBANGAN LARVA DAN PERTUMBUHAN SPAT … · Larva pertama kali makan pada umur 22–24 jam setelah menetas (masa kritis ... dan teman-teman dosen Unsoed Purwokerto, Drs.

208

Uji Tukey : Pertumbuhan AP spat pada berbagai tingkat kepadatan Kepadatan Spat (ekor/kolektor)

N

Alpha = 0,05

1 2 3 4 2,000 21 12,4905 1,500 21 15,2143 1,000 21 17,4333 500 21 19,2810

Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000 ANOVA : Pertumbuhan DV spat pada berbagai tingkat kepadatan

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

DB

Kuadrat Tengah

F Hitung

Sig,

Umur 6943,452 6 1157,242 246,595 0,000** Kepadatan 601,197 3 200,399 42,703 0,000** Galad 347,273 74 4,693 Total 20654,460 84

Uji Tukey : Pertumbuhan AP spat pada berbagai tingkat umur Umur N Alpha = 0,05 (hari) 1 2 3 4 5 6 7

0 12 0,5000 15 12 3,4750 30 12 6,2333 45 12 10,8417 60 12 16,5750 75 12 21,6000 90 12 27,0583

Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 Uji Tukey : Pertumbuhan AP spat pada berbagai tingkat kepadatan

Alpha = 0,05 Kepadatan Spat (ekor/kolektor)

N 1 2 3 4

2,000 21 8,2810 1,500 21 11,8286 1,000 21 13,6762 500 21 15,5190 Sig, 1,000 1,000 1,000 1,000