KEPATOGENAN GANODERMA BONINENSE PADA KELAPA SAWIT DAN HUBUNGAN
Kajian Pengendalian Hayati Ganoderma boninense Pat...
Transcript of Kajian Pengendalian Hayati Ganoderma boninense Pat...
TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman monokotil
anggota keluarga palmae yang banyak dibudidayakan di Indonesia (Hartley
1967). Menurut Purba et a/. (1997). kelapa sawit dibedakan ke dalarn tiga tipe
berdasarkan ketebalan cangkang buahnya. yaitu dura, pisifera dan tenera.
Tipe dura rnernpunyai cangkang cukup tebal antara 2,5-5 rnm dan tidak
terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung apabila dibelah secara
melintang. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap
buah bewariasi antara 3 5 5 0 % . Kernel (daging biji) biasanya besar dengan
kandungan minyak yang rendah. Dalam persilangan, tipe dura ini digunakan
sebagai induk betina.
Sedangkan tipe pisifera ketebalan tempurungnya sangat tipis, bahkan
hampir tidak ada (0-0,5 mm) tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging
buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Tipe
pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain.
Tipe ini dikenal sebagai tanarnan betina yang steril sebab bunga bet~na gugur
pada fase dini. Oleh sebab itu, dalarn persilangan dipakai sebagai induk jantan.
Penyerbukan silang antara pisifera dan tenera rnenghasilkan tipe tenera.
Tipe tenera mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya yaitu
dura dan pisifera. Tipe inilah yang banyak ditanarn di perkebunan-perkebunan
pada saat ini. Tebal cangkang sedang, berkisar antara 0 ,5 - 2 , 5 rnrn dan
terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap
buah tinggi antara 60 - 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh tenera lebih
banyak daripada dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil.
6
Penyakit yang dapat timbul pada tanaman kelapa sawit sangat banyak.
Beberapa diantaranya adalah penyakit antraknosa ( Botryodiplodia sp.,
Melanconium sp.. dan Glomerella sp. ), penyakit bercak daun pembibitan
(Curvularia sp., Helminthosporiurn sp., Cochliobolus sp., dan Drechslera sp.),
penyakit tajuk (crown diseases), penyakit karat daun (Cephaleuros virescen).
penyakit busuk tandan buah (Marasmius palmivorus). dan penyakit busuk
pangkal batang (Ganoderma boninense). Dari beberapa penyakit tersebut di
atas yang paling penting dan sangat merugikan adalah penyakit busuk pangkal
batang (BPB) yang disebabkan oleh G. boninense.
Ganodennataceae adalah basidiornisetes kosmopolitan yang
menyebabkan penyakit busuk pangkal batang (white rot) pada tanaman berkayu
dengan cara rnendekomposisi lignin selain selulosa dan polisakarida lainnya.
(Blanchette 1984). Banyak tanaman perkebunan yang dilaporkan terserang
patogen ini, rnisalnya karet (Fox t970). kelapa sawit (Darmono et a/. 1997). teh
(Rayati et al. 1993), serta berbagai macam jenis pohon tanaman hutan
(Widyastuti et a/. 1998). Ganodermataceae banyak rnenarik perhatian orang
untuk melakukan penelitian karena posisinya sebagai patogen tanaman,
disamping sebagai obat herbal (Mizuno et a/. 1995 & Susanto 1998).
Penyakit Busuk Pangkal Batang Kelapa Sawit
Sebaran dan Arti Penting
Penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit pertarna kali ditemukan
pada tahun 1915 di Zaire (Kongo) dan penyakit ini dianggap tidak menimbulkan
kerugian yang berarti (Turner 1981). Kemudian pada tahun 1920 juga dilaporkan
di Afrika Barat. Selain di kedua negara tersebut selanjutnya, penyakit BPB juga
telah dilaporkan berada di Honduras, rneskipun kejadian penyakitnya rnasih
sangat rendah. Penyakit BPB sudah rnulai juga berkernbang di Papua New
Guniea (Sanderson & Pilotti 1997).
Gejala dan Tanda Penyakit
Gejala dini penyakit ini sukar dideteksi karena perkernbangan penyakit
sangat larnbat. Gejala rnudah dilihat apabila sudah gejala lanjut atau sudah
mernbentuk tubuh buah, akibatnya tindakan pengendalian sudah sulit dilakukan
Purba (1993) rnenyatakan bahwa gejala awal penyakit ini sukar dilihat karena
gejala luar tidak sejalan dengan gejala dalarn. Pada tanarnan tua . gejala awal
terlihat pada daun kelapa sawit yang rnenunjukkan warna hijau pucat, seperti
kekurangan air ataupun unsur hara. Pada tajuk ditandai dengan rnengurnpulnya
daun pupus yang tidak mernbuka dengan jumlah yang lebih dari ernpat buah.
Gejala pada tingkat serangan lanjut adalah selain adanya daun pupus yang tidak
membuka yaitu adanya nekrosis pada daun tua dirnulai dari bagian bawah.
Daun-daun tua yang rnengalarni nekrosis setanjutnya patah dan tetap
menggantung pada pohon. Pada akhirnya tanarnan akan rnati dan turnbang.
Selain itu juga ada gejala internal yaitu terjadinya pernbusukan di pangkal
batang. Pada jaringan batang yang busuk, lesio tarnpak sebagai daerah
berwarna coklat rnuda disertai adanya daerah berwarna gelap berbentuk pita
tidak beraturan. Pita ini sering disebut sebagai zona reaksi yang rnengandung
getah (Turner 1981). Secara rnikroskopis gejata internal akar yang terserang
Ganoderma mirip pada batang yang terinfeksi. Jaringan korteks akar yang sakit
berubah warna dari putih rnenjadi coklat. Pada serangan yang sudah lanjut,
jaringan korteks rapuh dan rnudah hancur. Jaringan stele akar yang
terserangpun berubah menjadi hitarn pada serangan berat (Rahayu 1986). Hifa
biasanye ¶&apat di jaringan korteks, enbodslmis, pmiket, xilem dan ffoem.
Selain itu juga sering terbentuk klamidospora yang betfmgsi untuk bartshan
pada kondii yang ekstrim (Dams B Semen 1991~). Tanda penyakit lab yene
dapat tarbentuk pada pangkal batang kelapa d t ialah tubuh buah atau
-. Pada tanaman muda, gejala penyakii ditsndai dsngan
menguningnya sabh satu sisi tanaman atau butiknya daun bagi i b a d yang
kemudian diikuti nekmis yang meluas ke seluruh daun. Pelepah kelihatan lebih
pendek epabib dibandiikan dengan yang normal. Apabila gejale sudah Ianjut
seluruh pelapah menjadi pucat, seluruh daun dan palepeh mengering, serta daun
pupus Wak mamkrka, akhimya tanaman wadi meti.
keterangan: 1 dan 2 : pada tanaman muda, 3 : tubuh buah, 4 : pada tanaman tua; a : daun pupus tidak membuka, b : nekrosis pada daun, c : daun patah dan menggantung, d : daun mengering dan mati, e : tubuh buah pada pangkal batang
Gambar 1. Gejala penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit
Penyebab BPS
Penyebab penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit di tiap-tiap negara
dilaporkan berbeda-beda. Di Afrika Barat penyebab BPB diidentifikasi sebagai.
G. lucidum Karst, sedangkan di Nigeria diidentifikasi sebagai G. zonatum, G.
encidum, G. colossus, dan G. applanaturn. (Nifor 1978). Sedangkan di Malaysia
dilaporkan oleh Ho & Nawawi (1985) dan Lim et a/. (1992) yang menyatakan
bahwa ratusan tubuh buah yang dikumpulkan dari berbagai tempat di Malaysia,
semuanya dalam spesies G. boninense. Di lain pihak peneliti lain yaitu ldris et
al. (2001) menyatakan bahwa di Malaysia penyebab penyakit BPB ada 4 spesies
yaitu G. boninense, G. miniatocinctum, G. zonatum, dan G. tornaturn. Spesies
G. boninense adalah spesies yang paling sering diternukan, sedangkan G.
tomatum hanya diternukan di tanah pedalaman dataran tinggi dengan curah
hujan yang tinggi. Abadi (1987) menyatakan bahwa penyebab BPB di
Indonesia,adalah G. boninense. Ganoderma boninense tergolong ke dalam
filum Basidiomycota, ordo Aphyllophorales, dan famili Ganodermataceae
(Alexopoulus et al. 1996). Cendawan G. boninense mempunyai basidiokarp
yang sangat bervariasi ; ada yang dimidiate atau stipitate, ada yang bertangkai
atau tidak. tumbuh horizontal atau vertikat, ada yang rata atau mengembung, dan
ada yang terbentuk lingkaran konsentris. Basidiokarp dapat rnencapai 17 cm,
jari-jari 12 cm dengan tebal 2 cm (Treu 1998). Konveks atau permukaan atas
licin seperti pernis dengan warna kehitaman sampai cokelat. Dalam
pertumbuhannya daerah perbatasan akan berwarna oranye kuning serta putih
pada ujungnya. Permukaan pori berwarna putih hingga krem dengan kerapatan
4-Slmrn. Tebal kutis 0.07 mm, biasanya dilapisi lapisan tipis oranye atau kuning.
Kutis ini mengandung hymenoderma dan pada ujung hymenoderma
mengandung amyloid. Pori-pori berbentuk bulat dengan diameter 90-380 (155)
p. Basidiospora berbentuk ovoid hingga ellipsoid berwarna kecokelatan dengan
ukuran 13.5 (10,O) x 4.5 - 7 (5.9) ~1 yang bersifat bitunikatus (Holliday 1980).
Keragaman Ganoderma
Ganoderma pertama kali diidentifikasi oleh Karsten pada tahun 1881
dengan G. lucidum sebagai satu-satunya spesies (Seo & Kirk 2000). Setelah
Karsten, Ganoderma dideskripsikan oleh Patouillard (1889), Boudier & Fisher
(1894), Boudier (1895). dan Murril (1 902) dan (1 908). ldentifikasi pada masa ini
berdasarkan spesifitas inang, distribusi geografi, makromorfologi tubuh buah
termasuk di dalamnya warna konteks, bentuk tepi tudung, dan keadaan tubuh
buah (stipitate atau sessile). Kelemahan identifikasi menggunakan
makromorfologi ini sangat tidak konsis!?n karena pembentukan dan
perkembangan tubuh buah sangat dipengaruhi faktor lingkungan. Kemudian
identifikasi Ganoderma dilanjutkan oleh Akitson (1 908), Ames (1 91 3), Haddow
(1 931) Overholts (1 953), Steyaert (1 972, 1975, 1977, 1980), Baualo & Wright
(1982), dan Corner. (1983) yang menggunakan penciri morfologi dengan
spesimen yang berbeda, serta menggunakan penciri spora, hifa, (mikromorfologi)
dan basidiokarp. Penciri mikromorfologi juga mempunyai kelemahan. Hifa
beberapa Ganoderma sering menunjukkan bentuk yang sama, clamp connection
kadang tidak muncul pada media buatan, dan pertumbuhannya sangat
dipengaruhi nutrisi media. Penciri mikromvfologi yang sangat baik adalah
basidiospora mempunyai dua dinding sel . Dinding bagian luar hialin dan dinding
bagian dalam lebih tebal dan berwarna cokelai (Donk 1964). Oleh sebab itu,
12
sekarang genus ini rnernpunyai 300-an spesies yang kemungkinan besar ada
yang hanya rnerupakan sinonim saja.
Akhir-akhir ini banyak peneliti menggunakan penciri lain selain penciri
tersebut. Adaskaveg & Gilbertson (!986) rnenggunakan penciri tipe pertumbuhan
dan karakter mating, isozim oleh Hseu (1990) dan (Gottlieb 8 Wright 1999), dan
sekuen r DNA oleh (Moncalvo et a/. 1995) dan (Hseu et a/. 1996). Meskipun
penciri terakhir ini lebih teliti tetapi tidak a h n berpengaruh besar terhadap
sistematik yang sudah ada. Hal ini disebabkan oleh material yang diuji rnasih
sangat sedikit. Teknik yang terakhir ini sbngat berguna untuk klarifikasi
kesalahan narna dan hubungan kedekatan spesies yang diuji. Moncalvo (2000)
telah rnembuat sistematik molekuler Ganoderma dengan rnenggunakan sekuen
Internal Transcribed Spacers (ITS) r DNA. Ganoderma dibagi menjadi 3 grup
besar yaitu grup 1, 2. dan 3, masing-masing grup dibagi lagi rnenjadi subgrup.
Disamping 3 grup besar juga ada grup yang tidak masuk klasifikasi
(unclassified). Ganoderma boninense dari kelapa sawit di Asia Tenggara masuk
dalarn grup 2 subgrup 2.1.
Ganoderma boninense yang diternukan di lndonesia juga mempunyai
perbedaan secara rnolekuler. Hasil penelitian Darmono et a/. 1997.
menunjukkan bahwa G. boninense dari beberapa daerah di Indonesia tidak
menunjukkan hubungan yang sangat dekat. Meskipun sama-sama G. boninense
tetapi yang berasal dari Lampung berbeda dengan yang berasal dari Kalirnantan
Selatan.
Genetika Ganoderma
Perbanyakan generatif atau seksual Ganoderma adalah rnelalui
basidiospora. Basidiospora ini diproduksi pada basidia yang terletak di dalarn
13
pori-pori bagian bawah tubuh buah. Basidiospora Ganoderma bersifat bifaktorial
(Adaskaveg & Gilbertson 1986). lnkornpatibilitas Ganoderma dikendalikan oleh
dua lokus yang masing-masing bersifat multialelik. Dengan demikian dalam
setiap basidium akan dihasilkan empat jenis basidiospora dengan genotipe
mating yang berbeda yaitu A1 B1, A2B2, AlB2, dan A2B1. Jika disilangkan satu
dengan yang lainnya akan diperoleh 4 tipe yaitu A=B= (AlB1 x AlB1; A2B2 x
A2B2; A1 82 x A1 82; A2B1 x A281), A=B# (A1 B1 x A1 B2; A2B2 x A2B1), A#B=
(AIBI x A2B1; A1B2 x A2B2). dan A#B# (AlB1 x A232 ; A1B2 x A2 Bl) .
Persilangan yang akan menghasilkan hifa apit (clamp connection) dan tubuh
buah adalah persilangan yang rnenghasilkan kedua lokusnya berbeda (A#B#).
Uji inkornpatibilitas seksual ini dilakukan dengan rnempertemukan dua koloni hifa
haploid (homokaryon) di media. Terbentuknya clamp connection
rnengindikasikan bahwa kedua isolat yang diuji berasal dari kelompok atau
spesies yang sama. Hifa haploid (homokaryon) diperoleh dari perkecambahan
basidiospora. Hifa primer ini bersifat infertil dan tidak bersifat patogenik. Hasil
pertemuan dua hifa haploid yang kompatibel akan diperoleh hifa dikaryon (hifa
sekunder) yang lama kelamaan akan menjadi hifa tersier. Kemudian hifa tersier
berdiferensiasi akan rnernbentuk tubuh buah dan selanjutnya akan membentuk
basidiospora kernbali.
Adaskaveg & Gilbertson (1987) melakukan penetitian intraspesifik
inkompatibilitas vegetatif antara G. lucidum dan G. tsugae. Persilangan sendiri
(selfing) akan kompatibel dari beberapa kernungkinan persilangan akan
mempengaruhi degradasi dari kayu. Hasil degradasi menjadi bervariasi yaitu 1)
adanya zona betwarna pada kayu yang tidak terjadi pelapukan (Quercus
hypoleucordes), 2) tidak ada zona pada kayu yang tidak terjadi pelapukan (Abies
concolor), 3) adanya hifa interaksi di permukaan miselium dari kedua jenis kayu,
dan 4). tidak ada zona interaksi hifa. lnkompatibilitas vegetatif akan membatasi
masing-masing populasi G. lucidum dan G. tsugae.
Ekofisiologi Ganoderma
Pertumbuhan dan fisiologi Ganoderma di dalam inang perlu diketahui
secara mendalam agar pengendalian yang akan dilakukan dapat berjalan secara
efektif dan efisien. Untuk mengetahui kejadian apa sebenarnya di dalam tanah
sangat sulit dilakukan. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan secara in vifro.
Ganodenna dapat tumbuh dengan baik pada berbagai media buatan
dengan menghasilkan organ vegetatifnya (somatik). lsolasinya dapat melalui
rnenanam jaringan sakit atau potongan jaringan konteks basidiokarp.
Pertumbuhan Ganodenna pada medium PDA (Potato Dextrose Agar) lebih baik
daripada pada medium MA (Malt Agar), MEA (Malt Extract Agar), CMA (Corn
Meal Agar), dan CDA (Czapek's Dox Agar) (Abadi 1987). Sedangkan penelitian
di Malaysia yang dilakukan oleh Ho & Nawawi (1986b) menunjukkan bahwa
medium LBA (Lima Bean Agar) lebih baik daripada medium RDA (Rice Dextrose
Agar) dan PDA. Basidiospora akan berkecambah setelah 30 jam diambil dari
permukaan tubuh buah dengan tingkat perkecambahan 31,5 - 64%.
Ganodenna boninense dapat tumbuh tebih baik jika pada medium ditambahkan
surnber karbon yang berupa dextrose, fruktosa. galaktosa, sakarosa, maltosa,
laktosa, selulosa (Abadi 1987). Pertumbuhan juga dipengaruhi oleh sumber
nitrogen yang digunakan. Setiap isolat memberikan respon yang berbeda dari
sumber sumber nitrogen yang berbeda yaitu NaNO*, NaN03, NH4N03,
(NH,),HPO,, asparagin, glisin, dan pepton. Pemberian suplemen biotin akan
15
meningkatkan perkecambahan basidiospora (Turner 1981). Puspa (1990)
melaporkan bahwa miselium G. boninense dapat tumbuh dan membentuk
basidiokarp pada medium serbuk batang kelapa sawit, serbuk batang kelapa
sawit + biotin, potongan akar kelapa sawit, dan potongan akar kelapa sawit +
biotin. Calon basidiokarp yang berupa tonjolan-tonjolan mulai terbentuk 30 hari
setelah inokulasi dan berkembang sempurna setelah 90 hari. Di Malaysia untuk
menginduksi basidiokarp digunakan serabut keiapa sawit, serat kapas, dan kayu
karet (Abdullah 1996). Di samping itu Dharmaputra et a/. (1990) juga
melaporkan bahwa pertumbuhan G. boninense pada ekstrak tanaman sehat
lebih lambat dibandingkan pada ekstrak tanaman sakit. Karena pertumbuhan G.
boninense relatif lambat. maka diperlukan medium selektif untuk isolasinya.
Winasti et a/. (1988) berhasil mengisolasi G. boninense dari tanah perkebunan
kelapa sawit pada medium PDA yang mengandung benomil dan medium dasar
yang ditambah selulosa, tetapi populasinya sangat rendah yaitu 3.3 propagul per
gram tanah. Selain itu medium tersebut belum dapat dikatakan selektif karena
cendawan tanah lain masih dapat tumbut. meskipun terhambat. Hasil ini
selanjutnya diperbaiki oleh Dharmaputra et a/. (1993) yang membuat medium
selektif dengan komposisi PDA yang mengandung 10 pglml benomil, 10 pglml
PCNB (Pentachloronitrobenma), 25 pglml metalaksil. 100 pglml kemisetin, dan
100 1.1glml streptomisin. Dengan medium ini G. boninense mampu tumbuh, tetapi
A. flavus, P. citrinum, dan T. harzianum tidak marnpu tumbuh. Di Malaysia ,
Darus & Seman (1991 b) juga telah membuat medium selektif untuk G. boninense
dengan komposisi sebagai berikut: bagian A : Bacto-pepton (5 g). Agar (20 g).
MgS04.7H,0 (0.25 g), K2HP04 (0.5 g), dan air destilasi (900ml) ; Bagian B:
Streptomisin sulfat (300 mg), chlorampheniccl (100 g), PCNB murni (285 mg).
16
Ridornil 25%WP (130 mg), Benlate T-20 (150 mg), 95% ethanol (20 rnl), 50%
asam laktat (2 ml). asam tannin (1,25 g) dan air destilasi pH 5.5 (80 ml).
Kernudian kedua bagian ini dicarnpur.
Di Malaysia, G. boninense turnbuh optimum pada kisaran suhu 27 -29 OC
(Ho & Nawawi 1986~) dan pada pH 3,7 - 5 (Nawawi & Ho 1990). Sedangkan
penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Abadi & Dharmaputra (1988)
menyatakan bahwa G. boninense dapat tumbuh pada pH 3 - 8,5 dengan suhu
optimum sekitar 30 O C dan sangat terharnbat pada suhu 15 OC dan 35 OC, serta
tidak turnbuh sama sekali pada suhu 40°C.
Di perkebunan kelapa sawit selain gulma juga banyak ditemui tanaman
kacang-kacangan penutup tanah yang berfungsi untuk menekan alang-alang ,
memperbaiki sifat fisik tanah, dan rneningkatkan ketersediaan nitrogen di dalam
tanah. Tidak ada hubungan antara kelebatan kacang-kacangan penutup tanah
dengan tingkat serangan penyakit busuk pa~gkal batang kelapa sawit (Abadi
1987). Pertumbuhan G. boninense pada ekstrak tanah juga tidak menunjukkan
hubungan dengan kandungan nitrogen, nisbah CIN , pH, maupun tekstur tanah.
Karena di perkebunan kelapa sawit sering ada perlakuan herbisida, maka
tentunya ada pengaruhnya terhadap G. boninense. Purba & Dharmaputra (1993)
menyatakan bahwa herbisida parakuat, 2.4 D amin, dan glifosat mempunyai
pengaruh yang berbeda terhadap G. boninense. Parakuat dan 2.4 D amin
memacu pertumbuhan miseliurn penyebab BPB isolat BIO-4. BIO-9, dan PPM-1,
sedangkan glifosat terutama akan rnenghambat perturnbuhan rniselium isolat
810-4 dan PPM-1.
Patogenesitas Ganoderma
Cendawan yang bersifat lignolitik umurnnya berasal dari kelompok
cendawan busuk putih (white rot fung~) yang tergolong basidiomisetes (Fukuzurni
1980). Oleh sebab itu, cendawan ini mempunyai aktivitas yang lebih tinggi
dalarn mendegradasi lignin dibandingkan kelornpok lain. Komponen penyusun
dind~ng sel tanarnan adalah lignin. selulosa, dan hemiselulosa. Dengan
demikian, untuk dapat rnenyerang tanaman cendawan tersebut harus mampu
rnendegradasi ketiga kornponen tersebut.
Lignin rnerupakan polimer senyawa arornatik yang membungkus
kornponen polisakarida dinding sel kayu baik secara fisik maupun secara
kimiawi, sehingga akan rneningkatkan ketahanan kayu sebagai material
kornposit yang resisten terhadap serangan mikroorganisme. Lignin terdiri atas
unit fenilpropan yang dihubungkan oleh ikatan karbon-karbon dan aril eter.
Struktur monomer lignin berupa koniferil, sinapil, dan kumaril alkohol.
Cendawan busuk putih rnarnpu rnendegradasi lignin dengan sistem enzim
pengoksidasi fenol seperti polifenoloksidase, lakase, dan tirosinase. Enzirn
lignolitik merupakan enzirn perornbak lignin yang terrnasuk enzirn peroksidase.
Polifenoloksidase mengkatalisis o-hidroksilasi fenol dan mengoksidasi o-dihidrat
fenol rnenjadi o-quinon dengan rnenggunakan rnolekul oksigen. Lakase
rnengoksidasi fenol dalam lignin rnenjadi radikal fenoksi yang dapat didegradasi
lebih lanjut menjadi struktur lain. Lakase terutama mendegradasi lignin pada
bubur kertas dan senyawa non-fenolik. Tirosinase mengkatalisis hidroksi
monofenol rnenjadi o-difenol dan rnengoksidasi o-difenol menjadi quinon.
Delignifikasi dapat berupa proses perombakan lignin atau pelepasan lignin dari
18
ikatannya dengan selulosa. Peneliti lain rnenyebutkan enzirn yang berperan
dalarn perornbakan lignin adalah lignin peroksidase (LIP), rnangan peroksidase
(MnP), dan Lakase. Harvey et a1.(1993) rnengernukakan bahwa LIP yang terlibat
dalarn proses degradasi, dapat rnengkatalisis proses oksidasi sebuah elektron
dari cincin arornatik lignin dan akhirnya rnembentuk kation-kation radikal.
Selanjutnya senyawa-senyawa radikal ini, secara spontan atau bertahap akan
rnelepaskan ikatan antar rnolekul dan beberapa diantaranya akan rnelepaskan
inti pada cincin arornatik. Selain itu, dilaporkan bahwa enzirn MnP yang
dihasilkan cendawan busuk putih dapat rnengoksidasi MnZ' rnenjadi Mn3' dan
H202 sebagai katalisis untuk rnenghasilkan gugus peroksida. Mn3+ yang
dihasilkan dapat berdifusi ke dalarn substrat dan rnengaktifkan proses oksidasi.
Hal ini didukung pula oleh aktivitas kation radikal dari veratril alkohol dan enzirn
penghasil H202. Proses ini diakhiri dengan bergabungnya oksigen ke dalarn
struktur lignin. Lakase berperan dalarn degradssi lignin rnelalui oksidasi gugus
fenol rnenjadi quinon, pengoksidasiannya melalui proses dirnetilasi yang akan
rnengubah rnetoksi rnenjadi rnetanol.
Selulosa rnerupakan polirner dari 800- 12.000 unit glukosa yang
dihubungkan oleh ikatan 6-1,4, glikosidik. Di alarn rnolekul glukosa tersusun
dalarn bentuk fibril yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen. Fibril tersebut
sebagian bersifat kristalin dan pada kayu dibungkus oleh lignin yang berperan
sebagai pelindung selulosa terhadap enzirn r?rnecah selulosa. Selulosa dapat
dihidrolisis oleh enzirn kelornpok endo P-glukanase, ekso 6-glukanase, dan P-
glukosidase.
Herniselulosa pada kayu tersusun dari galaktomanan, glukomanan,
arabinogalaktan, dan xilan. Galaktornanan, rnannan. dan fragrnen oligosakarida
19
rentan terhadap hidrolisis enzirn a-D-galaktosidase, endo p-D-rnanase, ekso p-D-
rnanase, dan ekso p-D-rnanan rnanobiohidrolase.
Beberapa spesies Ganoderma, selain menghasilkan enzim-enzirn di atas
juga rnenghasilkan enzim arnilase, ekstraseluler oksidase, invertase, koagulase.
protease, renetase, pektinase, dan selulase (Venkatarayan 1936: Nobles 1965;
Das et a/. 1979).
Patogenesitas G. boninense pada kelapa sawit tidak hanya terjadi pada
tanarnan tua saja, tetapi dapat terjadi pada planlet dan bibit kelapa sawit. Fadli
et al. (1989) rnelaporkan bahwa planlet dan kalus kelapa sawit dapat diserang G.
boninense secara artifisial. Dernikian juga Puspa et a/. (1991) rnenyatakan
bahwa bibit hasil kultur juga dapat terserang G. boninense. Bibit kelapa sawit
yang diturnbuhkan pada surnber inokulum yang berupa balok kayu karet dapat
juga rnenunjukkan gejala penyakit BPB (Hashim et al. 1991).
Untuk dapat rnenirnbulkan penyakit, cendawan ini rnernbutuhkan
inokulurn yang cukup besar. Penelitian Navaratman & Chee (1965) rnenyatakan
bahwa inokulurn jaringan batang sebesar 750 crn3 telah dapat rnenginfeksi bibit
bibit kelapa sawit di polibeg. Sedangkan Hashim (1993) melaporkan bahwa
inokulurn 432 cm3 rnarnpu rnenginfeksi setelah 6 bulan inkubasi serta inokulurn
yang berukuran 216 crn3 rnarnpu rnenginfeksi setelah 9 bulan inkubasi. Utorno
et a/. (1994) rnencoba rnenginfeksi bibit kelapa sawit dengan surnber inokulurn
berupa kayu karet berukuran panjang 10 crn dan diameter 10 cm. Gejala
penyakit BPB rnuncul setelah 6 bulan rnasa inkubasi. Tanda penyakit biasanya
berupa basidiokarp kecil. Gurnosis dan tilosis juga akan terbentuk di dalarn
xilern (Sariah et al. 1994).
Epidemi Penyakit Busuk Pangkal Batang
Spesies Ganoderma yang patogenik pada kelapa sawit mempunyai
kisaran inang yang luas. Pada habitat alami di hutan, cendawan ini dapat
mnyerang tanarnan berkayu. Selain menyerang Elaeis guineensis dan Albizia
sp., G. boninense dapat rnenyerang anggota palma yang lain antara lain Cocos
nucifera, Livistona subglobosa, Casuarina tolurosa,dan Areca spp.. (Steyaert
1975). Di daerah pantai ada dua spesies palrna yang dapat menjadi sumber
penularan penyakit ini yaitu nibung (Oncosperma filamentosa) dan serdang
(Livistona cochichineasis) (Turner 1983 ). Disamping itu dilaporkan juga G.
boninense dapat menyerang Acacia mangrum (Abdullah 2001). Menurut
pengarnatan penulis, cendawan ini juga mampu hidup pada tunggul karet dan
kakao.
Penularan penyakit BPB terutama terjadi melalui kontak akar tanaman
sehat dengan sumber inokulum yang dapat berupa akar dan batang sakit. Hal
ini didukung oleh distribusi penyakit yang mengelompok. Di sekeliling tanarnan
sakit, biasanya ada tanaman sakit dengan gejala yang lebih ringan. Banyak
tanaman kelapa sawit rnati yang disebabkan BPB, apabila cara penanaman
dengan sistem underplanting. Di lain pihak ada yang menyatakan bahwa
basidiospora juga rnempunyai peran penularan yang sangat besar. Tetapi
karena harus rnembutuhkan mating type yang sama rnaka belurn tentu akan
rnernbentuk rniselium sekunder dan tubuh buah. Dengan mengunakan uji
keserasian vegetatif dan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat
ditunjukkan bahwa Ganoderma pada suatu areal tertentu mempunyai tipe mating
yang berbeda. Demikian juga untuk pembeda secara rnolekuler (PCR). (Darus
et a/. 1996 ; Sanderson et a/. 2000; Bridge et a/. 2001). Apabila disebabkan
2 1
kontak akar, maka seharusnya Ganoderma pada tanaman yang berdekatan
adalah jenis yang sarna.
Basidiospora dibebaskan dan disebarkan paling banyak pada pukul
22.00-06.00, sedangkan paling sedikit pada ~ u k u l 12.00-16.00 (Ho & Nawawi
1986a). Penularan penyakit juga dibantu oleh kumbang Oryctes rhinoceros yang
larvanya banyak diternukan pada batang kelapa sawit yang telah membusuk.
Genty et a/. (1976) menyatakan bahwa serangga yang membantu penyebaran
penyakit ini di masing-masing negara berbeda. Di Columbia yang banyak
berperan adalah Sufetula dirninutalis, di Malaysia adalah S. sunidesalis,
sedangkan di Indonesia yang berperan adalah S. nigrescen.
Kebun yang banyak mempunyai tunggul karet, kelapa sawit, kelapa, atau
tanaman hutan lain akan cenderung mempunyai penyakit yang tinggi. Tunggul-
tunggul itu berfungsi sebagai sumber inokulum potensial Ganodenna. Oleh
karena itu disarankan pada waktu tanam ulang, sisa-sisa tanaman itu
dimusnahkan. Pengelohan tanah sebelum tanarn juga berpengaruh pada
penyakit ini. Budiana 8 Purba (1987) mengamati bahwa kebun yang diolah
secara mekanis mempunyai serangan Ganodema lebih tinggi 1,03% daripada
pengolahan tanah disertai perlakuan kemis pada tunggul tanaman kelapa sawit.
Ada kecenderungan bahwa makin tua umur tanaman, makin besar tingkat
kerusakan. Peningkatan ini sejalan dengan bertambahnya daur pertanaman
dalam suatu kebun (generasi tanarnan). Ini berarti substrat bagi Ganoderma
akan semakin tersedia atau inokulum semakin tinggi populasinya.
Letak kebun tidak terlalu berpengaruh sebab penyakit ini banyak ditemui
di daerah pantai maupun daerah pedalaman. Laporan awal menyebutkan bahwa
penyakit BPB banyak terjadi pada daerah pantai (Khairudin 1990), tetapi laporan
terakhir rnenyebutkan bahwa BPB banyak terjadi di daerah pantai maupun
daerah pedalarnan (Hasan & Turner 1998). Dernikian juga untuk jenis tanah.
taporan awal menyatakan bahwa penyakit BPB jarang ditemukan di tanah
gambut (Turner 1981) dan serangan berat banyak terjadi pada tanah laterit
(Benjamin & Chee 1995). Narnun sekarang. serangan Ganodema dapat terjadi
pada semua jenis tanah antara lain: podsolik, hidrornorfik, alluvial, dan tanah
gambut.
Luka pada tanaman berperan sebagai titik mula atau rnernbantu tempat
rnasuknya Ganoderma ke tanaman. Luka pada tanaman ini dapat disebabkan
oleh faktor biologis rnisalnya gigitan tikus, tupai, babi hutan, dan serangga.
Faktor yang kedua adalah luka mekanis, misalnya akibat parang, cangkul
ataupun alat berat. Puspa & Purba (1987) rnelaporkan bahwa pelukaan akar
sebelum inokulasi dapat meningkatkan serangan dari 23% menjadi 56.7%.
Tanarnan yang lemah akan rnudah terserang patogen. Lernahnya
tanarnan ini dapat disebabkan karena kurangnya hara bagi tanaman. Hasil
penelitian di Nigeria menunjukkan bahwa kebun yang dipupuk dengan pupuk K.
munculnya penyakit BPB lebih lambat 4 tahun daripada yang tidak diberi pupuk.
Purba et a / . (1987) melaporkan bahwa perlakuan hara rnakro lengkap dapat
meningkatkan ketahanan terhadap serangan Ganodema. Kejadian penyakit
pada perlakuan hara lengkap sebesar 13.88%. pada perlakuan tanpa hara makro
sebesar 21,74%, dan pada pertakuan tanpa pupuk N dan Mg kejadian penyakit
sebesar 32,24%.
Pengendalian Penyakit Busuk Pangkal Batang
Sarnpai saat ini sudah banyak usaha untuk mengendalikan penyakit BPB.
Cara-cara itu dapat dikelompokkan dalam pengendalian:
Kultur Teknis & Mekanis
Untuk mengurangi serangan Ganodenna, pangkal batang kelapa sawit
perlu diburnbun dengan tanah. Hal ini dilakukan dengan tujuan rnenghindari
infestasi basidiospora ke batang kelapa sawit. Pernbuatan parit di seketiling
tanarnan sakit dimaksudkan untuk rnengurangi kontak akar tanarnan sakit dan
sehat. Pernburnbunan tanah pada pangkal batang dapat rnernperpanjang umur
produksi selama 2 tahun (Ho & Hashim 1997). Pengurangan surnber inokulum di
kebun dilaksanakan dengan pengumpulan dan pembakaran tubuh buah.
Sebelum penanaman tanarnan baru, tunggul-tunggul atau sisa tanaman
dibongkar secara mekanis ataupun secara kirniawi (Chung etal. 1991).
Kirniawi
Pengendalian kimiawi telah banyak dilakukan di perkebunan kelapa
sawit, baik dengan metode absorpsi akar maupun penyiraman dalam tanah.
Berdasarkan percobaan pada tingkat laboratoriurn, banyak ditemukan fungisida
yang efektif menekan G. boninense, tetapi apabila diaplikasikan di lapangan
mengalarni kegagalan.
Fungisida Triazole yaitu triadimenol. triadirnefon, tridemorph efektif
menghambat perturnbuhan miselium G. boninense dengan konsentrasi berturut-
turut 5, 10 dan 25 pglml (Puspa & Sipayung 1991). Darus & Sernan (1991a)
mencoba rnengendalikan Ganoderma dengan rnenggunakan fumigan Dazomet.
Pernberian 500 g Dazornet per tanaman kelapa sawit dapat menahan
pembentukan tubuh buah Ganodenna selama 3 bulan. Penelitian terakhir
rnenunjukkan bahwa fungisida berbahan aktif carboxin ataupun quintozene lebih
efektif daripada Dazomet (George ef a/. 1996).
Tunggul-tunggul dapat diberi racun agar cepat rnernbusuk. Cara yang
pernah dilakukan adalah pernberian urea diikuti dengan penyirarnan asarn sulfat
(Pranata, 1974).
Hayati
Turner (1981) rnenyatakan bahwa Trichoderma sp., Penicillium sp.. dan
Gliocladium sp. bersifat antagonistik terhadap Ganoderma dan berpeluang
sebagai agens biokontrol. Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. telah banyak
dilaporkan keberhasilannya dalarn rnenekan beberapa penyakit turnbuhan,
khususnya penyakit tular tanah. Trichoderma spp. telah digunakan sebagai
agens biokontrol pada penyakit layu tomat, melon, kapas yang disebabkan oleh
Fusarium oxysporum. Selain itu juga digunakan untuk rnengendalikan patogen
Rhizocfonia solani, Pythium ultimum, Sclemtium mlfsii. Verticillium dahliae,
Alternaria, dan Armillaria mellea. Agens biokontrol Gliocladium sp. telah
digunakan sebagai agens biokontrol untuk rnenekan patogen Rhizoctonia solani,
Sclerotinia sclemtiorum, dan Sclerotium rolfsii. (Campbell 1989, & Papavizas
1992). Untuk patogen G. boninense, Trichoderma spp, dan Gliocladium spp.
baru diuji secara in vitro dan in vivo pada potongan batang kelapa sawit.
Hasilnya adalah kedua agens biokontrol ini sangat berpeluang sebagai agens
biokontrol yang potensial terhadap G. boninense.(Abadi 1987; Dharmaputra
1989; Purba et a/. 1994; Purba et al. 1996; & Hadiwiyono et a/. 1997).
Penggunaan Tanaman Tahan
Pengendalian penyakit BPB dengan rnenggunakan tanarnan tahan
rnerupakan pengendalian yang lebih efektif dan efisien. Tetapi sarnpai saat ini
belum ada usaha yang serius untuk melakukan pemuliaan tanaman kelapa sawit
yang tahan terhadap G. boninense.
Ada indikasi bahwa bahan tanaman dura dari Afrika menunjukkan gejala
penyakit yang Lebih lambat daripada tanaman tenera di Sumatera. Elaeis
melanococca lebih toleran daripada E. guineensis. Gagasan yang banyak
dikemukakan adalah membuat hibrid antara E. oleifera dengan E. guineensis
yang diharapkan akan lebih tahan atau toleran. Hartarjo & Soebiapradja (1975)
melaporkan bahwa silangan varietas Congo (D) x Congo (P) mempunyai
kejadian penyakit yang paling rendah yaitu 10.1%.