KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI...

120

Click here to load reader

Transcript of KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI...

Page 1: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

i

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

“KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI

DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT

PELABUHAN JAKARTA UTARA“

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh Sarjana Farmasi

Philia Permaiswari Pratiwi

NIM : 1111102000008

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2018

Page 2: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

ii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Philia Permaiswari Pratiwi

NIM : 1111102000008

Tanda tangan :

Tanggal : 29 Juni 2018

Page 3: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

iii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Philia Permaiswari Pratiwi

NIM : 1111102000008

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI

DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT

PELABUHAN JAKARTA UTARA

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Yardi, Ph. D., Apt. Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt

NIP. 1974112320080111014 NIP. 197404302005012003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt

NIP. 197404302005012003

Page 4: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

iv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Philia Permaiswari Pratiwi

NIM : 1111102000008

Program Studi : S-1 Farmasi

Judul Skripsi : Kajian Interaksi Obat Terhadap Outcomes Klinik Pasien Geriatri

Dengan Penyakit Hipertensi Di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian

persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program

Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Yardi, Ph.D., Apt ( )

Pembimbing II : Dr. Nurmeilis, M. Si, Apt ( )

Peguji I : Dr. M. Yanis Musdja., M. Sc ( )

Penguji II : Dr. Delina Hasan, M.Kes., Apt ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : Juni 2018

Page 5: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

v

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Philia Permaiswari Pratiwi

NIM : 1111102000008

Program studi : Strata-1 Farmasi

Judul Skripsi : Kajian Interaksi Obat Terhadap Pasien Geriatri Dengan Penyakit

Hipertensi Di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara

Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbilitas di

Indonesia. Pada pengobatan penyakit hipertensi untuk stadium lanjut banyak terjadi

komplikasi sehingga potensi terjadinya polifarmasi sangat besar yang menyebabkan

kemungkinan terjadinya interaksi obat-obat. Dalam penelitian ini dilakukan studi untuk

menegtahui potensial interaksi obat-obat yang bertujuan untuk mengetahui angka kejadian

interaksi obat. Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu data di ambil dari Rekam

Medis pasien. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan mengumpulkan data

secara retrospektif. Data penggunaan obat antihipertensi dan data kunjungan rawat inap yang

diperoleh dari Instalasi Rekam Medik Rumah Sakit. Semua data tersebut selanjutnya diolah

untuk mengetahui kuantitas penggunaan obat antihipertensi. Pengecekan dilakukan melalui

www.drugs.com dan www.medscape.com. Penelitian ini memaparkan persentase dari jenis

polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan yang telah ditetapkan. Dari

total 42 pasien hipertensi terdapat 219 kejadian interaksi dengan rincian, interaksi moderat

sebesar 132 (60%) interaksi, interaksi minor sebesar 53 (24%) interaksi dan interaksi major

sebesar 34 (16%) interaksi. Untuk obat yang digunakan dari hasil penelitian pada pasien

hipertensi di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara periode Juni – Agustus 2016

adalah amlodipine 27%; furosemide 25%; spironolactone 9%; losartan 9%; bisoprolol 7%;

candesartan 5%; ramipril 5%; captopril 4%; hidrocholotiazide 2%; irbesartan 2%; nebivolol

2% dan propranolol 2%.

Kata Pengantar : antihipertensi, polifarmasi, interaksi obat

Page 6: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

vi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Philia Permaiswari Pratiwi

NIM : 1111102000008

Study Program : Strate-1 Pharmacy

Title : The Study Of Geriatric Patients Against Drug Interactions With

Diseases Of Hypertension At Harbor Hospital North Jakarta

Hypertension is one of the main causes of mortality and morbiliti in Indonesia.

Treatment of hypertensive disease in advanced stage for many complications so that the

potential occurrence of polypharmacy is huge which is causing the possibility of drug-drug

interactions. In this research study was conducted to find out the potential drug-drug

interactions that aims to find out the numbers of Genesis drug interactions. This study uses

secondary data, i.e. data taken from the patient's medical record. This research is descriptive

research by collecting data is retrospective. Antihipertensi drug use data and traffic data

obtained from inpatient Installation Medical Record hospital. All the data is further processed

to find out the quantity of drug use antihipertensi. Checking is done via www.drugs.com and

www.medscape.com. This research presents the percentage of polypharmacy and potential

drug-drug interactions based on a predetermined level. Of a total of 42 patients of

hypertension there are 219 occurrences of interaction with details, moderate interaction of

132 (60%) of minor interaction interaction, 53 (24%) of interaction and the interaction of the

major of 34 (16%) interaction.For a drug that is used from the results of research on

hypertension patients in the General Hospital North Jakarta Port period June – August 2016 is

amlodipine 27%; furosemide 25%; spironolactone 9%; losartan 9%; bisoprolol 7%;

candesartan 5%; ramipril 5%; captopril 4%; hidrocholotiazide 2%; irbesartan 2%; nebivolol

propranolol 2% and 2%.

Keywords : antihypertensive, polypharmacy, drug interactions

Page 7: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

vii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan

karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “KAJIAN

INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI DENGAN PENYAKIT HIPERTENSI

DI RUMAH SAKIT PELABUHAN JAKARTA UTARA”. Serta shalawat dan salam selalu

tercurah bagi junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kita

sebagai umatnya yang taat hingga akhir zaman.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari

segala pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi

saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terimakasih dan

penghargaan sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Yardi Ph.D, Apt selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt

selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, tenaga, dalam

penelitian ini juga kesabaran dalam membimbing, memberikan saran, dukungan

kepercayaannya selama penelitian berlangsung hingga tersusunnya skripsi ini.

2. Ibu Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi dan Ibu Nelly

Suryani Ph.D., Apt selaku sekretaris Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Segenap Bapak dan Ibu dosen program studi Farmasi yang telah memberikan bimbingan

dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M. Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

banyak motivasi dan bantuan.

5. Ibu Vidya Arlaini Anwar, S.Si, Apt, beserta seluruh pihak karyawan ruang administrasi

medik yang telah banyak membantu dalam pengambilan data.

6. Kedua orang tua saya, papa tersayang Drs. Zulpan MH dan mama tercinta Erlina A.Ma

yang selalu memberikan kasih sayang dan doa yang tidak pernah henti serta dukungan

baik moril maupun materil. Tidak ada yang dapat membalas semua kebaikan dan

ketulusan cinta mama dan papa. Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan,

perlindungan, dan kasih sayang kepada papa dan mama.

Page 8: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Adik saya Nugraha Ardinata Pratama dan orang terdekat saya Goldy Afrianto ST yang

selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat yang tiada henti dalam

menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah selalu memberikan kita kesehatan dan

senantiasa kebahagiaan selalu.

8. Seluruh teman - teman program studi Farmasi 2011, khususnya Okka Tiara, Fifi

Zuliyanti, Muneerah Datu, Sausan Doni, Arum Puspa Azizah yang telah membantu

penulis hingga skripsi ini selesai.

9. Ibu dan Bapak seluruh pegawai Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara yang telah

memberikan bantuan kepada penulis selama penelitian.

10. Serta pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan

dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Kesempurnaan adalah milikNya, begitu pun skripsi ini. Tidak sedikit hambatan yang

saya dapatkan dalam menyusun skripsi ini. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini

dapat bermanfaat untuk banyak pihak dan tentunya bermanfaat untuk ilmu pengetahuan.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu saya dalam penelitian ini.

Ciputat, 29 Juni 2018

Penulis,

Philia Permaiswari Pratiwi

Page 9: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

ix

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sebagai akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya

yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Philia Permaiswari Pratiwi

NIM : 1111102000008

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Ilmu Kesehatan

Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui/karya ilmiah saya, dengan judul :

KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI DENGAN PENYAKIT

HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT PELABUHAN JAKARTA UTARA

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library

Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan

akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan

persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal : 29 Juni 2016

Yang menyatakan,

( Philia Permaiswari Pratiwi)

Page 10: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

x

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................ iv

ABSTRAK ............................................................................................................................... v

ABSTRACT ............................................................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................................................... ix

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................... xiv

DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................................... xv

1. BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 3

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 4

1.4.1 Secara Teoritis ........................................................................................... 4

1.4.2 Secara Metodologi ..................................................................................... 4

1.4.3 Secara Aplikatif ........................................................................................ 4

2. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5

2.1 Hipertensi .............................................................................................................. 5

2.1.1 Definisi ....................................................................................................... 5

2.1.2 Etiologi ....................................................................................................... 5

2.1.3 Epidemiologi ............................................................................................... 6

2.1.4 Faktor Pemicu ............................................................................................ 6 2.1.4.1 Faktor yang tidak dapat dikontrol ........................................................ 6

2.1.4.2 Faktor yang dapat dikontrol ................................................................. 7

2.1.5 Klasifikasi Hipertensi ................................................................................. 9

2.1.5.1 Hipertensi premier (essensial) .............................................................. 9

2.1.5.2 Hipertensi sekunder ........................................................................... 10

2.1.6 Gejala Hipertensi ..................................................................................... 10

2.1.7 Diagnosis Hipertensi ................................................................................ 11

2.1.8 Komplikasi Hipertensi ............................................................................. 12

2.1.9 Skrinning Hipertensi ................................................................................ 13

2.1.10 Penatalaksanaan Hipertensi ..................................................................... 14

2.1.10.1 Terapi Non Farmakologi ........................................................ 14

Page 11: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.10.2 Terapi Farmakologi ................................................................ 16

2.1.10.2.1 Golongan Diuretik ............................................................. 16

2.1.10.2.2 Golongan ACEI ................................................................. 17

2.1.10.2.3 Golongan ARB ................................................................... 19

2.1.10.2.4 Golongan Beta-blocker ...................................................... 20

2.1.10.2.5 Golongan Antagonis Kalsium ............................................ 21

2.1.10.2.6 Golongan Penyekat Beta .................................................... 23

2.1.10.2.7 Golongan Penyekat Alfa .................................................... 25

2.1.10.2.8 Golongan Agonis α2 Sentral .............................................. 25

2.1.10.2.9 Golongan Reserpin ............................................................. 26

2.1.10.2.10 Golongan Direct Arterial Vasodilators ............................. 27

2.2 Geriatri ................................................................................................................ 27

2.3 Drug Related Problem (DRP) ............................................................................. 28

2.4 Drug Related Problem (DRP) terkait Interaksi Obat .......................................... 31

2.4.1 Definisi Interaksi Obat ............................................................................. 31

2.4.2 Mekanisme Interaksi Obat ....................................................................... 31

2.4.3 Tingkat Keparahan Interaksi Obat ........................................................... 36

2.5 Peran Apoteker di Rumah Sakit .......................................................................... 37

2.6 Rekam Medik ...................................................................................................... 41

3. BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL ............................ 42

3.1 Kerangka Konsep ................................................................................................. 42

3.2 Definisi Operasional ........................................................................................... 43

4. BAB 4 METODE PENELITIAN ............................................................................ 45

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................................. 45

4.2 Desain Penelitian ................................................................................................. 45

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................................... 45

4.3.1 Populasi .................................................................................................... 45

4.3.2 Sampel ...................................................................................................... 45

4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi ................................................................................. 45

4.4.1 Kriteria Inklusi Sampel ............................................................................ 45

4.4.2 Kriteria Ekslusi Sampel ........................................................................... 46

4.5 Prosedur Penelitian ............................................................................................. 46

4.5.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian) .................................................. 46

4.5.2 Pengumpulan Data ................................................................................... 46

4.5.3 Pengolahan Data ...................................................................................... 46

4.5.4 Analisa Data ............................................................................................. 47

5. BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 48

5.1 Hasil ..................................................................................................................... 48

5.1.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian .................................................. 48

5.1.2 Profil Penggunaan Obat Antihipertensi ................................................... 48

5.1.3 Karakteristik Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien ................................. 49

5.1.4 Gambaran IO Berdasarkan Mekanisme dan Tingkat Keparahan ............ 50

5.1.5 Gambaran Interaksi Obat Antihipertensi dan Obat Antihiperetensi ....... 50

5.1.6 Gambaran Interaksi Obat Antihipertensi dan Obat Selain Hiperetensi ... 53

5.2 Pembahasan ......................................................................................................... 56

6. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 61

6.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 61

6.2 Saran .................................................................................................................... 62

Daftar Pustaka ................................................................................................................... 63

Page 12: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

xii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 2.1.10 Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hiperetnsi .............................. 16

Tabel 5.1 Karakterisik Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Lama

Perawatan, Jumlah Penyakit Penyerta, dan Jumlah Penggunaa Obat ........................... 48

Tabel 5.2 Persentase Penggunaan Obat Antihipertensi Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juni – Agustus 2016 ............................ 49

Tabel 5.3 Distribusi Kejadian Interaksi Obat Pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit

Umum Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juni – Agustus 2016 ...................................... 49

Tabel 5.4 Persentase Tingkat Keparahan Potensi Interaksi Obat Antihipertensi Pada

Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juni –

Agustus 2016 .......................................................................................................................... 50

Tabel 5.5 Persentase Mekanisme Potensi Interaksi Obat Antihipertensi Pada Pasien

Hipertensi di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juni – Agustus

2016 ........................................................................................................................................ 50

Tabel 5.6 Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat

Inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juni – Agustus 2016 ............... 51

Tabel 5.7 Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Non Antihipertensi di Instalasi

Rawat Inap di Rumah Sakit Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juni – Agustus 2016 . 53

Page 13: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

xiii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 2.1.10.2.2 Sistem renin - angiotensin dan sistem kalikrein – kinin ................... 18

Page 14: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

xiv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

Lampiran 1 ........................................................................................................................... 66

Lampiran 2 ............................................................................................................................ 68

Lampiran 3 ........................................................................................................................... 70

Page 15: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

xv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organisation

DRPs : Drug Related Problems

ISH : International Society of Hipertension

RS : Rumah Sakit

NHANES : National Health and Nutrition Examination Survey

IMT : Indeks Masa Tubuh

LDL : Low Densisty Lipoprotein

HDL : High Desity Lipoprotein

TDS : Tekanan Darah Sistolik

TTD : Tekanan Darah Diastolik

EKG : Elektrokardiogram

DASH : Dietary Approach to Stop Hypertension

TSH : Thyroid – stimulating hormon

DM : Diabetes Mellitus

GFR : Glomerular Filtration Rate

BPH : Benign Prostatic Hyperplasia

IFRS : Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Page 16: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

xvi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 17: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 18: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki

tekanan darah diatas normal yang ditandai dengan nilai sistolik lebih dari 140 mmHg dan

diastolik lebih dari 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi

masalah kesehatan di seluruh dunia karena prevalensinya tinggi. Hipertensi sering disebut

dengan pembunuh diam-diam (silent killer), karena penderita hipertensi mengalami kejadian

tanpa gejala (asymptomatic). Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita

hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, maka menyerang target organ, dan dapat

menyebabkan infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan kematian. Hipertensi yang tidak

mendapatkan terapi dan berlngsung lama dapat menyebabkan stroke, serangan jantung, gagal

jantung dan merupakan penyebab utama gagal ginjal kronik. Dari beberapa penelitian

dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7

kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali

lebih besar terkena serangan jantung. Menurut WHO dan the International Society of

Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta

di antaranya meninggal dunia setiap tahunnya. Tujuh dari sepuluh penderita tersebut tidak

mendapatkan pegobatan secara adekuat.

Prevalensi hipertensi dunia menurut World Health Organisation (WHO) dalam World

Health Statistic (2012) mencapai 24,2 % pada laki-laki dan 29,8 % pada perempuan. Pada

orang yang berusia diatas 50 tahun, tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg lebih

berisiko terjadinya penyakit kardiovaskular bila dibandingkan dengan tekanan darah

diastolik, namun pada tahun 2008 terdapat sekitar 40% orang dewasa di seluruh dunia berusia

25 tahun ke atas didiagnosa mengalami hipertensi. Angka kejadian hipertensi begitu

meningkat, dari sekitar 600 juta jiwa pada tahun 1980 menjadi 1 milyar jiwa pada tahun 2008

(WHO,2013). Data statistik terbaru menyatakan bahwa terdapat 24,7% penduduk Asia

Tenggara dan 23,3% penduduk Indonesia berusia 18 tahun ke atas mengalami hipertensi

pada tahun 2014 (WHO,2015). Di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi hipertensi. Secara

keseluruhan prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,5% (Riskesdas,

2013).

Page 19: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hipertensi pada usia lanjut antara lain disebabkan oleh peningkatan kekakuan dinding

arteri, disfungsi endotel, penurunan refleks baroreseptor, dan peningkatan sensitivitas

natrium. Selain itu dengan peningkatan usia, terjadi penurunan respon α dan β adrenergik dan

penurunan fungsi EDRF (Apoeso, 2007; Stokes, 2009).

Secara keseluruhan hanya 30% pasien hipertensi usia lanjut yang tekanan darahnya dapat

dikontrol dengan monoterapi. Selebihnya diperlukan terapi kombinasi dua atau tiga

antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah (Mazza et al., 2011). Adanya perubahan

fisiologis, farmakokinetika, farmakodinamika, serta kecenderungan komplikasi penyakit dan

berkembangnya polifarmasi pada usia lanjut menyebabkan populasi ini rentan mengalami

masalah terkait penggunaan obat (drug related problems/DRPs) yang dapat memperberat

efek samping dan menurunkan efektifitas pengobatan (Fleg et al., 2011). Semakin banyak

jumlah obat yang diterima pasien akan meningkatkan resiko interaksi obat (Prest, 2003).

Drug Related Problems (DRP) adalah setiap peristiwa atau keadaan yang melibatkan

terapi obat yang menghalangi atau berpotensi menghalangi pasien mencapai hasil yang

optimal dari perawatan medis. Salah satu bentuk dari DRP adalah interaksi obat

(Parthasarathi, et al 2005). Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh

kehadiran obat lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam

lingkungannya. Hasilnya dapat berbahaya jika interaksi menyebabkan peningkatan toksisitas

obat (Stockley, 2008). Interaksi obat didefinisikan sebagai modifikasi efek suatu obat akibat

obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, sehingga keefektifan atau

toksisitas satu obat atau lebih berubah (Fradgley, 2003). Beberapa laporan studi menyebutkan

proporsi interaksi obat dengan obat lain (antar obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi

pada pasien rawat inap dan 9,2% -sampai 70,3% terjadi pada pasien-pasien rawat jalan,

walaupun kadang-kadang evaluasi interaksi obat tersebut memasukkan pula interaksi secara

teoretik selain interaksi obat sesungguhnya yang ditemukan dan terdokumentasi. Menurut

beberapa penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan angka kejadian interaksi obat untuk

pasien hipertensi masih tinggi. Pada tahun pada tahun 2006 Fita Rahmawati, dkk mengkaji

kejadian interaksi obat di RS Pendidikan Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan angka

kejadian interkasi obat sebesar 59% pasien rawat inap, pada tahun 2010 Dhanang Prawira

Nugraha, dkk menganalisa kejadian interaksi obat pada pasien hipertensi geriatri yang

menjalani rawat jalan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta terdapat 65,92% lembar resep

yang memiliki potensi interaksi obat, 51,27% lembar resep yang memiliki potensi interaksi

obat dan potensi interaksi obat paling banyak berada pada level signifikasi 4 (45,78%), pada

Page 20: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2012 Dwi Sri Handayani, dkk menganalisis karakteristik dan kejadian Drug Related

Problems pada pasien hipertensi di Puskesmas Temindung Samarinda menunjukkan angka

kejadian interaksi obat pada pasien hipertensi sebesar 7,5%, pada tahun 2015 Risna Agustina,

dkk menganalisis potensi interaksi obat resep pasien hipertensi di salah satu RS Pemerintah

di Kota Samarinda menunjukkan angka kejadian hipertensi sebanyak 183 interaksi dengan

rincian interaksi obat minor sebesar 66 (22,75%) interaksi, interaksi moderat sebesar 99

(34,13%) interaksi, dan interaksi mayor sebesar 18 (6,21%) interkasi, dan pada tahun 2016,

Tria Noviana mengevaluasi interaksi peenggunaan obat hipertensi di RS Bantul menunjukkan

angka kejadian 69 kasus (76,7%) dengan total kejadian interaksi obat sebanyak 286.

Banyaknya interaksi yang ditimbulkan pada pasien hipertensi, maka diperlukan tindakan

untuk mencegah timbulnya komplikasi dan penyakit lain.

Berdasarkan uraian diatas diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kejadian Drug

Related Problems (DRP) dalam penanganan pasien hipertensi, serta meneliti korelasi antara

kejadian DRP terhadap outcomes (keberhasilan terapi) pasien. Kategori DRP yang diteliti

yaitu mengenai interaksi obat pada pasien hipertensi dengan/tanpa penyakit penyerta.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah yang akan

menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kasus penyakit hipertensi masih menjadi masalah yang serius dan terus meningkat, dengan

presentase kejadian sebesar 26,5% di Indonesia pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013).

2. Dari beberapa penelitian frekuensi terjadinya efek samping pada kelompok usia lanjut lebih

tinggi dibandingkan populasi pada umumnya, selain itu pasien usia lanjut merupakan salah

satu pasien yang rentan terjadinya DRP terkait interaksi obat.

3. Pemantauan terapi obat sangat penting guna untuk mengetahui masalah yang mungkin akan

timbul dari suatu pengobatan, salah satu terkait pengaruh interaksi obat terhadap outcomes

pasien hipertensi di RS Pelabuhan Jakarta Utara.

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui angka kejadian interaksi obat pada pasien geriatri dengan penyakit

hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS Pelabuhan Jakarta Utara.

Page 21: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Untuk mengetahui jenis kejadian interaksi obat pada pasien geriatri dengan penyakit

hipertensi di Instalasi Rawat Inap di RS Pelabuhan Jakarta Utara.

c. Untuk mengetahui pengaruh potensi interaksi obat terhadap outcome klinik pasien geriatri

dengan penyakit hipertensi di Instalasi Rawat Inap RS Pelabuhan Jakarta Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, serta

wawasan tentang pengaruh Drug Related Problem (DRP) ditinjau dari potensi terjadinya

intiraksi obat terhadap outcome klinik paisen geriatri dengan penyakit hipertensi.

1.4.2 Secara Metodologi

Metode penelitian ini dilakukan secara retrospektif dan diharapkan dapat dijadikan

referensi untuk diaplikasikan pada penelitian farmasi klinis sejenis di RS Pelabuhan Jakarta

Utara.

1.4.3 Secara Aplikatif

Secara aplikatif penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan

ataupun kebijakan dalam peresepan obat hipertensi pada pasien geriatri di instalasi rawat inap

RS Pelabuhan Jakarta Utara dan dapat memberikan saran bagi dokter dan tenaga kefarmasian

dalam meningkatkan pemberian terapi optimal sehingga diperoleh terapi yang efektif, aman

dan efisien.

Page 22: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bab 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi

2.1.1. Definisi

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan

darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan

angka kematian / mortalitas. Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di

pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja

lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika

dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ

vital seperti jantung dan ginjal. Didefinisikan sebagai hipertensi jika pernah didiagnosis

menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi oleh tenaga kesehatan atau belum pernah

didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat diwawancara sedang minum obat medis untuk

tekanan darah tinggi (minum obat sendiri). Tekanan darah 140/90mmHg didasarkan pada dua

fase dalam setiap denyut jantung yaitu fase sistolik 140 menunjukkan fase darah yang sedang

dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 menunjukkan fase darah kembali ke jantung.

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling lazim. National Health

and Nutrition Examination Survey (NHANES III) membuktikan bahwa 24% populasi orang

dewasa mengalami hipertensi. Prevalensinya bervariasi menurut umur, ras, dan banyak

banyak variabel lainnya. Hipertensi arteri yang berkepanjangan dapat merusak pembuluh-

pembuluh darah di dalam ginjal, jantung dan otak, serta dapat mengakibatkan peningkatan

insiden gagal ginjal, penyakit koroner, gagal jantung, dan stroke. Penurunan tekanan darah

secara farmakologis yang efektif dapat mencegah kerusakan pembuluh-pembuluh darah dan

terbukti menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas.

2.1.2 Etiologi

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada

kebanyakan pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi primer).

Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Sampai saat ini

penyebab hipertensi premier tidak diketahui dengan pasti. Kelompok lain dari populasi

dengan presetase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi

Page 23: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder yaitu endogen maupun eksogen. Bila

penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat

disembuhkan secara potensial. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan

keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi.

Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin,

dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi

(Yogiantoro M, 2006).

2.1.3 Epidemiologi

Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa) menderita tekanan darah

tinggi (≥ 140/90 mmHg); dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya.

Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden hipertensi

pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang berarti bahwa

terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data

NHNES III tahun 1988-1991. Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit

degeneratif. Umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya

umur. Risiko untuk menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya tekanan

darahnya normal adalah 90%. Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi

sebelum mereka didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi

pada umur diantara dekade ketiga dan dekade kelima. Sampai dengan umur 55 tahun, laki-

laki lebih banyak menderita hipertensi dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun,

sedikit lebih banyak perempuan dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi

lansia (umur ≥ 60 tahun), prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 %.

2.1.4 Faktor Pemicu

2.1.4.1 Faktor yang tidak dapat dikontrol

Usia

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, resiko terkena

hipertensi menjadi lebih besar. Sehingga, prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup

Page 24: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar 50% di atas usia 65 tahun. Kenaikan

prevalensi hipertensi pada lanjut usia di atas 65 tahun, digolongkan atas 2 jenis :

1. Kenaikan kombinasi tekanan sistolik (> 160 mmHg), sedangkan tekanan diastolik (> 90

mmHg).

2. Hanya kenaikan tekanan sistolik (> 160 mmHg), sedangkan tekanan diastolik normal (< 90

mmHg).

Pada lansia, hipertensi terutama ditemukan hanya beberapa kenaikan tekanan darah sistolik.

Diduga, tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan

struktur pada pembuluh darah besar, yang terutama menyebabkan peningkatan tekanan darah

sistolik tersebut.

Jenis kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih bayak yang

menderita hipertnsi dibandingkan dengan wanita, dengan resiko sekitar 2,29 untuk

peningkatan tekanan darah sistolik, dan 3,76 untuk kenaikan tekanan darah diastolik. Diduga,

karena pria memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah

dibandingkan dengan wanita. Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi

pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal.

Genetik (keturunan)

Riwayat keluarga terdekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi

resiko terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik

ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seorang

menderita hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam

dan renin membran sel.

2.1.4.2 Faktor yang dapat di kontrol

Kegemukan (obesitas)

Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh

beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan

tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada

orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorangyang berat badannya

normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat

badan lebih (overweight). Studi yang menunjang, melaporkan bahwa distribusi lemak dalam

Page 25: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tubuh itu sendiri. Indikator yang biasa digunakan untuk mengukur deposit lemak terutama

bagian perut, digunakan pengukuran rasio lingkar pinggang/lingkar pinggul (waist to hip

ratio) yang ternyata merupakan prediktor penting dalam hubungannya dengan tekanan darah.

Patokan normal lingkar pinggang untuk pria yaitu <90 cm, dan wanita <80 cm.

Dislipidemia

Dislipidemia merupakan kelainan kadar lemak di dalam darah. Kelainan dapat berupa

kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida, dan penurunan kolesterol HDL.

Penderita hipertensi biasanya juga mengalami dislipidemia. Yang biasanya ditemukan adalah

familial dyslipidemic hypertension yaitu seorang dengan dua orang atau lebih keluarga

dekatnya mempunyai profil lemak yang abnormal disertai gangguan hipertensi sebelum usia

60 tahun. Faktor genetik yang berperan ini, ditemukan pada sekitar 2% masyarakat umum,

dan 12% penderita hipertensi umumnya. Kebanyakan ornag dengan familial dyslipidemic

hypertension ini memiliki profil lemak yaitu tinggi kadar kolesterol total, rendah kolesterol

HDL, dan tinggi kadar trigliserida.

Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu, dan bila stres sudah hilang

tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak yang mengakibatkan stres

berkelanjutan yang dapat menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan. Terkadang, pada

orang-orang tertentu, kenaikan tekanan darah yang sesaat diduga dapat mengakibatkan

kerusakan sehingga menjadi hipertensi yang permanen, namun teori ini masih dipertanyakan.

Olahraga/aktivitas fisik

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah, dan bermanfaat bagi

penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu, dengan melakukan olahraga aerobik yang

teratur dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan turun.

Merokok

Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang

masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluhdarah arteri, dan

mengakibatkan proses aterosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan

kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya arterosklerosis pada seluruh pembuluh

darah. Selain dapat meningkatkan tekanan darah, merokok juga meningkatkan denyut jantung

dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan

darah tinggi, semakin meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah arteri.

Konsumsi alkohol berlebihan

Page 26: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan

kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan

dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara

tekanan darah dan asupan alkohol, dan di antaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan

darah baru nampak apabila mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap

harinya.

Di negara barat, seperti Amerika, konsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh terhadap

terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol

yang berlebihan di kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan minum alkohol ini

menyebabkan hipertensi sekunder di kelompok usia ini.

Pada studi lain, ditemukan bahwa tekanan darah di kalangan peminum alkohol berat (lebih

dari 3 gelar/hari), lebih tinggi dibandingkan dengan peminum alkohol ringan atau bukan

premium.

Konsumsi garam berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan dari luar sel

agar tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar

60% kasus hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah, dengan

mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang,

ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan pada masyarakat dengan asupan garam

sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.

Menurut para ahli WHO Expert Committee on Prevention of Cardiovascular Disease,

sebaiknya mengkonsumsi garam tidak lebih dari 6 gram/hari yang setara dengan 110 mmol

natrium (2.400mg/hari).

Diet yang tidak seimbang

Konsumsi makanan yang tidak seimbang, banyak mengandung lemak disertai tinggi garam,

meningkatkan resiko terkena hipertensi. Konsumsi gula berlebihan berpengaruh terhadap

tekanan darah, sedangkan banyak mengkonsumsi serat dapat membantu menjaga tekanan

darah dalam batas normal.

2.1.5 Klasifikasi Hipertensi

2.1.5.1 Hipertensi premier (essensial)

Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial. Beberapa

mekanisme yang mungkin berperan untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun

Page 27: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

belum satupun teori yang menyatakan patogenesis hipertensi premier ini. Hipertensi ini

biasanya turun temurun dalam sautu keluarga, hal ini setidaknya menunjukkan bahwa faktor

genetik berperan penting pada patogenesis hipertensi premier. Menurut data, gambaran

bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan poligenik mempunyai kecenderungan

timbulnya hipertensi essensial.

2.1.5.2 Hipertensi sekunder

Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit kormobid

atau obat-obat tertentu yang dapat meingkatkan tekanan darah (lihat tabel). Pada banyak

kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah

penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun

tidak, dapat menyebabkan hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat ini dapat

dilihat di tabel 1. Apabila penyebab penyakit sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan

menghentikan obat tersebut atau mengobati kondisi komorbid yang menyertainya sudah

merupakan tahap dalam penangan hipertensi sekunder.

2.1.6 Gejala Hipertensi

Pada umumnya, sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan khusus

dan tidak mengetahui dirinya sedang menderita hipertensi. Seorang penderita hipertensi

datang berobat ke dokter, didorong oleh keluhan-keluhan yang disebabkan oleh : kenaikan

tekanan darah itu sendiri yang mengganggu, ada kelainan pembuluh darah, atau karena

adanya penyakit lain yang menyebabkan tekanan darah tinggi.

Gejala-gejala umum yang kadang dirasakan sebelumnya oleh seorang penderita

hipertensi antara lain :

1. Sakit kepala, terutama sering pada waktu bangun tidur dan kemudian menghilang sendiri

setelah beberapa jam

2. Kemerahan pada wajah

3. Cepat capek

4. Lesu

5. Impotensi

Gejala-gejala yang mungkin timbul karena adanya kelainan pembuluh darah pada

seorang penderita hipertensi antara lain :

Page 28: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Mimisan

2. Kencing darah (hematuria)

3. Penglihatan terganggu karena adanya gangguan retina

4. Nyeri dada (angina pektoris)

5. Lemah dan lesu yang sering karena adanya gangguan iskemia pada pembuluh darah otak

Sedangkan gejala-gejala yang mungkin timbul akibat adanya penyakit lain yang

menyebabkan hipertensi, antara lain pada sindrom Cushing yaitu peningkatan berat badan,

emosi yang labil serta gejala lain seperti kelemahan otot, sering buang air kecing dan ingin

minum terus pada kelainan pengaturan kelenjar adrenal di ginjal (hiperaldosteronisme

primer).

Pada hipertensi hebat, lama atau tidak diobati, gejala-gejala seperti sakit kepaladisertai

mual, muntah, sesak, gelisah, dan pandangan kabur terjadi karena adanya kerusakan pada

ginjal, jantung, otak, dan hati. Pada hipertensi ensefalopati kadang-kadang timbul rasa kantuk

sampai koma. Yang kemudian dibutuhkan penanganan dokter segera.

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki gejala

khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah di amati antara lain yaitu : gejala

ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal,

mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditengkuk, mudah

lelah, mata berkunang-kunang, mimisan (keluar darah dari hidung).

2.1.7 Diagnosis Hipertensi

Diagnosis hipertensi tidak boleh ditegakkan berdasarkan sekali pengukuran, kecuali

bila tekanan darah diastolik (TTD) ≥ 120 mmHg dan/atau tekanan darah sistolik (TDS) ≥ 210

mmHg. Pengukuran pertama harus dikonfirmasi pada sekitarnya 2 kunjungan lagi dalam

waktu 1 sampai beberapa minggu (tergantung dari tingginya tekanan darah tersebut).

Diagnosis hipertensi ditegakkan bila dari pengukuran berulang-ulang tersebut diperoleh rata-

rata tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg dan/atau tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg.

Pengukuran tekanan darah harus dilakukan dengan cara berikut. Penderita harus

duduk santai di kamar yang tenang sedikitnya 5 menit sebelum pengukuran dilakukan.

Mereka tidak boleh merokok atau minum kopi dalam waktu 30 menit sebelumnya.

Page 29: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengukuran dilakukan dengan sfigmomanometer air raksa yang cuff-nya cukup panjang

sehingga dapat menutup sedikitnya 80% dari lingkar lengan penderita. Penderita harus duduk

dengan lengan tidak tertutup pakaian dan disangga setinggi jantung. Cuff dipompa sampai 20-

30 mmHg di atas tekanan darah diastolik dan kemudian tekanan diturunkan dengan keceptan

2-3mmHg per detik. Sebagai tekanan darah diastolik diambil Korotkoff fase V. Pengukuran

dilakukan minimal 2 kali selang sedikitnya 15 detik dan diambil nilai rata-ratanya. Bila 2

pengukuran pertama berbeda lebih dari 5 mmHg, harus dilakukan pengukuran lagi.

Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk digunakan untuk skrining awal. Untuk

evaluasi lengkap, juga diukur tekanan darah dalam posisi berbaring dan berdiri, yang terakhir

ini setelah berdiri dengan tenang sedikitnya 2 menit.

2.1.8 Komplikasi Hipertensi

Stroke dapat timbul akibat pendarahan karena tekanan darah tinggi di otak, atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat

terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami

hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya

berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arteriosklerosis dapat menjadi lemah, sehingga

meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Gejala terkena stroke adalah sakit

kepala secara tiba-tiba, seperti, orang bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang

mabuk, salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut,

atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara

mendadak.

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang sudah menjadi arterosklerosis

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang

menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan hipertensi

ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat

terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian juga hipertropi ventrikel dapat

menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga

terjadi disritmia, hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Corwin,

2000). Gagal jantung dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada

kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-

Page 30: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan

kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga

tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada

hipertensi kronik.

Ketidakmampuan jantung dalam memompa darah kembali kejantung dengan cepat

mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki, dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan

di dalam paru-paru menyebabkan sesak nafas, timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki

bengkak atau sering dikatakan edema. Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan

peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium di seluruh

susunan saraf pusat. Neuron-neuron di sekitarnya kolaps dan terjadi koma.

2.1.9 Skrinning Hipertensi

Berbagai pemeriksaan pada seorang penderita hipertensi yang dilakukan antara lain :

Pemeriksaan fisik

Setelah pemeriksaan tekanan darah, perlu dilakukan pemeriksaan denyut nadi, apakah

ditemukan gangguan dan kelainan dari irama serta besar-kecilnya nadi. Juga dinilaiapakah

ditemukan sesak napas (frekuensi pernapasan).

Pemeriksaan berat badan, tinggi badan untuk menilai status gizi penderita perlu dilakukan

apakah penderita termasuk kelebihan berat badan/obesitas. Kemudian dilakukan pemeriksaan

terhadap organ-organ lain seperti jantung, pembuluh darah, hati, otak, dan ginjal.

Kelainan suara jantung yang disebut suara jantung keempat yang merupakan perubahan

jantung paling dini karena hipertensi, dapat diperiksa dengan alat stetoskop.

Pembesaran jantung karena meningkatnya usaha yang diperlukan untuk memompa darah

dapat ditemukan dengan pemeriksaan EKG dan rontgen dada. Pada tahap awal kerusakan

hanya dapat dideteksi dengan ekokardiografi.

Kondisi pembuluh darah dapat diperiksa melalui retina, dapat ditentukan tingkat keseriusan

hipertensi.

Bila gejala-gejala hipertensi mengarah pada hipertensi ensefalopati seperti sakit kepala hebat

disertai kejang-kejang, disorientasi, pemeriksaan scan otak diperlukan untuk melihat adanya

perdarahan atau trombosis dengan kelainan menetap akibat kerusakan dalam otak.

Page 31: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kerusakan ginjal dicari mula-mula melalui pemeriksaan urine. Untuk mendeteksi masalah

ginjal, dokter akan menanyakan riwayat kelainan ginjal sebelumnya. Kemudian dalam

pemeriksaan daerah perut sekitar ginjal akan dicari pembengkakan. Stetoskop di daerah perut

mencari suara bruit (suara yang disebabkan aliran darah melalui arteri ke ginjal).

Pemeriksaan laboratorium dan penunjang lain

Semakin tinggi tekanan darah dan semakin muda usia penderita, maka mencari penyebabnya

lebih mudah dilakukan. Evaluasi meliputi rontgen dan pemeriksaan radioisotop pada ginjal,

rontgen dada dan pemeriksaan darah dan urine untuk hormon tertentu. Bila hipertensi

disebabkan penyakit lain seperti feokromositoma, aldosteronisme, sindrom cushing,

pemeriksaan hormon khusus dilakukan untuk memastikan penyebab hipertensi tersebut.

Pemeriksaan awal laboratorium yang biasa dilakukan untuk evaluasi hipertensi yang

pertama yaitu glukosa, protein, darah di urine, pemeriksaan analisis urine mikroskopik,

hematokrit, serum kalium, serum kreatin dan/atau urea nitrogen, gula puasa, kolesterol total

dan elektrokardiogram. Untuk selanjutnya pemeriksaan tergantung biaya dan faktor lain yaitu

thyroid-stimulating hormon (TSH), hitung sel darah putih, kolesterol HDL da LDL,

trigliserida, serum kalsium, fosfat dan foto rontgen dada (Harrison’s Principles of Internal Medicine,

2001).

2.1.10 Penatalaksanaan Hipertensi

Penanganan hipertensi secar garis besar menurut Lewis (2000) dibagi menjadi 2 jenis

yaitu nonfarmakologis dan farmakologis. Kondisi patologis hipertensi memerlukan

penanganan atau terapi. Terapi hipertensi dapat dikelompokkan dalam terapi

nonfarmakologis dan terapi farmakologis. Terapi nonfarmakologis merupakan terapi tanpa

menggunakan agen obat dalam proses terapinya, sedangkan terapi farmakologis

menggunakan obatatau senyawa yang dalam kerjanya dapat mempengaruhi tekanan darah

pasien.

2.1.10.1 Terapi Non Farmakologi

Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah

tekanan darah tinggi merupakan bagian ang penting dalam penanganan hipertensi. Semua

pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.

Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel 6 sesuai

Page 32: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan rekomendasi dari JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien

dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah

ke hipertensi pada pasien-pasien dengan tekanan darah prehipertensi.

Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah

mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan

DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet

rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien

dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi;

mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.

Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat

badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan

pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan

moril.

Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti

rasionalitas intervensi diet :

a. Hipertensi 2-3 kali lebih sering pada orang gemuk dibandingkan orang dengan berat badan

ideal

b. Lebih dari 60% pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)

c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4,5 kg) dapat menurunkan tekanan darah

secara perlahan pada orang gemuk

d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari hipertensi

dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2, dislipidemia, dan

selanjutnya ke penyakit kardiovaskular

e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah

pada individu dengan hipertensi

f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien

mengalami penurunan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium

JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur,

dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium

yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan

darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu

Page 33: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging,

berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah.

Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus

konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk

pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen

untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling

berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

Tabel 1. Modifikasi Gaya Hidup untuk Mengontrol Hipertensi

Modifikasi Rekomendasi Kira-kira penurunan tekanan darah,

range

Penurunan berat badan (BB) Pelihara berat badan normal (BMI

18,5-24,9)

5-20 mmHg/10-kg penurunan BB

Adopsi pola makan DASH Diet kaya dengan buah, sayur, dan

produk susu rendah lemak

8-14 mmHg

Diet rendah sodium Mengurangi diet sodium, tidak

lebih dari 100meq/L (2,4 g sodium

atau 6 g sodium klorida)

2-8 mmHg

Aktifitas fisik Regular aktifitas fisik aerobik

seperti jalan kaki 30 menit/hari,

beberapa hari/minggu

4-9 mmHg

Minum alkohol sedikit saja Limit minum alkohol tidak lebih

dari 2/hari (30 ml etanol mis. 720

ml beer, 300 ml wine) untuk laki-

laki dan 1/hari untuk perempuan

2-4 mmHg

2.1.10.2 Terapi Farmakologi

2.1.10.2.1 Golongan Diuretik

Diuretik, terutama golongan tiazid, adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien

dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol tekanan darah, diuretik

salah satu obat yang direkomendasikan. Empat subkelas diuretik digunakan untuk mengobati

hipertensi: tiazid, loop, agen penahan kalium, dan antagonis aldosteron. Diuretik penahan

kalium adalah obat antihipertensi yang lemah bila digunakan sendiri tetapi memberikan efek

aditif bila dikombinasi dengan golongan tiazid atau loop. Selanjutnya diuretik ini dapat

menggantikan kalium dan magnesium yang hilang akibat pemakaian diuretik lain. Antagonis

aldosteron (spironolakton) dapat dianggap lebih poten dengan mula kerja yang lambat (s/d 6

Page 34: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

minggu untuk spironolakton). Tetapi, JNC 7 melihatnya sebagai kelas yang independen

karena bukti mendukung indikasi khusus.

Pada pasien dengan fungsi ginjal cukup (± GFR> 30 ml/menit), tiazid paling efektif untuk

menurunkan tekanan darah. Bila fungsi ginjal berkurang, diuretik yang lebih kuat diperlukan

untuk mengatasi peningkatan retensi sodium dan air. Furosemid 2x/hari dapat digunakan.

Jadwal minum diuretik harus pagi hari untuk yang 1x/hari, pagi dan sore untuk yang 2x/hari

untuk meminimalkan diuresis pada malam hari. Dengan penggunaan secara kronis, diuretik

tiazide, diuretik penahan kalium, dan antagonis aldosteron jarang menyebabkan diuresis yang

nyata.

Perbedaan farmakokinetik yang penting dalam golongan tiazid adalah waktu paruh dan

lama efek diuretiknya. Hubungan perbedaan ini secara klinis tidak diketahui karena waktu

paruh dari kebanyakan obat antihipertensi tidak berhubungan dengan lama kerja

hipotensinya. Lagi pula, diuretik dapat menurunkan tekanan darah terutama dengan

mekanisme extrarenal.

Diuretik sangat efektif menurunkan tekanan darah bila dikombinasi dengan kebanyakan

obat antihipertensif lain. Kebanyakan obat antihipertensi menimbulkan retensi natrium dan

air; masalah ini diatasi dengan pemberian diuretik bersamaan.

Efek samping diuretik tiazid termasuk hipokalemia, hipomagnesia, hiperkalsemia,

hiperurisemia, hiperglisemia, hiperlipidemia, dan disfungsi seksual. Diuretik loop dapat

menyebabkan efek samping yang sama, walau efek pada lemak serum dan glukosa tidak

begitu bermakna, dan kadang-kadang dapat terjadi hipokalsemia. Studi jangka pendek

menunjukkan kalau indapamide tidak mempengaruhi lemak atau glukosa atau disfungsi

seksual. Semua efek samping diatas berhubungan dengan dosis. Kebanyakan efek samping

ini teridentifikasi dengan pemberian tiazid dosis tinggi (misalnya HCT 100mg/hari).

Guideline sekarang menyarankan dosis HCT atau klortalidone 12.5 – 25 mg/hari, dimana

efek samping metabolik akan sangat berkurang.

Diuretik penahan kalium dapat menyebabkan hiperkalemia, terutama pada pasien dengan

penyakit ginjal kronis atau diabetes dan pada pasien yang menerima ACEI, ARB, NSAID,

atau supplemen kalium. Hiperkalemia sangat bermasalah terutama dengan eplerenone,

antagonis aldosteron yang terbaru. Karena sangat selektif antagonis aldosteron,

kemampuannya menyebabkan hiperkalemia melebihi diuretik penahan kalium lainnya,

Page 35: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

bahkan spironolakton. Eplerenone dikontraindikasikan untuk pasien dengan gangguan fungsi

ginjal atau diabetes tipe 2 dengan proteinuria. Kalau spironolakton menyebabkan

gynecomastia pada ±10% pasien, dengan eplerenon gynecomastia jarang terjadi.

2.1.10.2.2 Golongan Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACEI)

ACEI dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien

dengan hipertensi. Studi ALLHAT menunjukkan kejadian gagal jantung dan stroke lebih

sedikit dengan klortalidon dibanding dengan lisinopril. Perbedaan untuk stroke konsisten

dengan hasil trial lainnya, the Captopril Prevention Project (CAPP). Pada studi dengan

lansia, ACEI sama efektifnya dengan diuretik dan penyekat beta, dan pada studi yang lain

ACEI malah lebih efektif. Lagi pula, ACEI mempunyai peranan lain pada pasien dengan

hipertensi plus kondisi lainnya. Kebanyakan klinisi setuju bila ACEI bukan merupakan

terapi lini pertama pada kebanyakan pasien hipertensi, tetapi sangat mendekati diuretik.

ACEI menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, dimana angiotensin II

adalah vasokonstriktor poten yang juga merangsang sekresi aldosteron (lihat gambar 1).

Non-renin Renin

Non-ACE ACE

Gambar 1. Sistem renin-angiotensin dan sistem kallikrein-kinin

ACEI juga memblok degradasi bradikinin dan merangsang sintesa zat-zat yang

menyebabkan vasodilatasi, termasuk prostaglandin E2 dan prostasiklin. Peningkatan

bradikinin meningkatkan efek penurunan tekanan darah dari ACEI, tetapi juga bertanggung

jawab terhadap efek samping batuk kering yang sering dijumpai pada penggunaan ACEI.

ACEI secara efektif mencegah dan meregresi hipertrofi ventrikel kiri dengan mengurangi

perangsangan langsung oleh angiotensin II pada sel miokardial.

JNC 7 mencantumkan 6 indikasi khusus dari ACEI, menunjukkan banyak kegunaan

yang berdasarkan bukti (evidence-based) dari kelas obat ini. Beberapa studi menunjukkan

Angiotensinogen

Angiotensin 1

Angiotensi II

AT2 reseptor AT1 receptors

Inactive peptides

Bradykinin

Page 36: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kalau ACEI mungkin lebih efektif dalam menurunkan resiko kardiovaskular dari pada obat

antihipertensi lainnya. Pada DM tipe 2, dua studi menunjukkan kalau ACEI superior daripada

CCB. Tetapi pada UKPDS, captopril ekivalen dengan atenolol dalam mencegah kejadian

kardiovaskular pada pasien dengan DM tipe 2. ACEI menurunkan morbiditas dan mortalitas

pada pasien dengan gagal jantung dan memperlambat progres penyakit ginjal kronis.

Golongan ACEI harus digunakan sebagai pengobatan lini pertama dalam terapi pada pasien-

pasien ini, kecuali terdapat kontraindikasi absolut. Selain terapi dengan penyekat beta, bukti

menunjukkan kalau ACEI lebih jauh menurunkan resiko kardiovaskular pada angina stabil

kronis (EUROPA) dan pada pasien-pasien pasca infark miokard (HOPE). Akhirnya, data dari

PROGRESS menunjukkan berkurangnya resiko stroke yang kedua kali dengan kombiasi

ACEI dan diuretik tiazid.

Kebanyakan ACEI dapat diberikan 1 kali/hari kecuali kaptopril, waktu paruhnya

pendek , biasanya dua sampai tiga kali/hari. Kaptopril, enalapril, dan lisinopril diekskresi

lewat urin, jadi penyesuaian dosis diperlukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronis yang

parah. Penyerapan kaptopril berkurang 30 – 40 % bila diberikan bersama makanan.

ACEI dapat di toleransi dengan baik oleh kebanyakan pasien tetapi tetap mempunyai

efek samping. ACEI mengurangi aldosteron dan dapat menaikkan kosentrasi kalium serum.

Biasanya kenaikkannya sedikit, tetapi hiperkalemia dapat terjadi. Terlihat terutama pada

pasien dengan penyakit ginjal kronis, atau diabetes melitus dan pada pasien yang juga

mendapat ARB, NSAID, supplemen kalium, atau diuretik penahan kalium. Monitoring serum

kalium dan kreatinin dalam waktu 4 minggu dari awal pemberian atau setelah menaikkan

dosis ACEI sering dapat mengidentifikasi kelainan ini sebelum dapat terjadi komplikasi yang

serius.

Angiedema adalah komplikasi yang serius dari terapi dengan ACEI. Sering ditemui

pada African-Amerian dan perokok. Gejala berupa bengkak pada bibir dan lidah dan

kemungkinan susah bernafas. Hentikan pemberian ACEI untuk semua pasien dengan

angioedema, tetapi edema laring dan gejala pulmonal kadanag-kadang terjadi dan

memerlukan terapi dengan epinefrin, kortikosteroid, antihistamin, dan/atau intubasi

emergensi untuk membantu respirasi.

Batuk kering yang persisten terlihat pada 20% pasien; dapat dijelaskan secara

farmakologi karena ACEI menghambat penguraian dari bradikinin. Batuk yang disebabkan

tidak menimbulkan penyakit tetapi sangat menganggu ke pasien. Bila ACEI diindikasikan

Page 37: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk indikasi khusus gagal jantung, diabetes, atau penyakit ginjal kronis; pada pasien-pasien

dengan batuk kering, ACEI diganti dengan ARB. ACEI merupakan kontraindikasi absolut

untuk perempuan hamil dan pasien dengan riwayat angioedema.

ACEI harus dimulai dengan dosis rendah terutama pada pasien dengan deplesi natrium

dan volume, eksaserbasi gagal jantung, lansia, dan yang juga mendapat vasodilator dan

diuretik karena hipotensi akut dapat terjadi. Penting untuk memulai dengan ½ dosis normal

untuk pasien-pasien diatas dan dosis dinaikkan perlahan.

2.1.10.2.3 Golongan Penyekat Reseptor Angiotensin II (ARB)

Angitensinogen II dihasilkan dengan melibatkan dua jalur enzim: RAAS (Renin

Angiotensin Aldosterone System) yang melibatkan ACE, dan jalan alternatif yang

menggunakan enzim lain seperti chymase. ACEI hanya menghambat efek angiotensinogen

yang dihasilkan melalui RAAS, dimana ARB menghambat angiotensinogen II dari semua

jalan. Oleh karena perbedaam ini, ACEI hanya menghambat sebagian dari efek

angiotensinogen II. ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensinogen II tipe 1

(AT1) yang memediasi efek angiotensinogen II yang sudah diketahui pada manusia:

vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatetik, pelepasan hormon antidiuretik dan

konstriksi arteriol efferen dari glomerulus. ARB tidak memblok reseptor angiotensinogen

tipe 2 (AT2). Jadi efek yang menguntungkan dari stimulasi AT2 (seperti vasodilatasi,

perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel) tetap utuh dengan penggunaan

ARB.

Studi menunjukkan kalau ARB mengurangi berlanjutnya kerusakan organ target jangka

panjang pada pasien-pasien dengan hipertensi dan indikasi khusus lainnya. Tujuh ARB

telah di pasarkan untuk mengobati hipertensi; semua obat ini efektif menurunkan tekanan

darah. ARB mempunyai kurva dosis-respon yang datar, berarti menaikkan dosis diatas dosis

rendah atau sedang tidak akan menurunkan tekanan darah yang drastis. Penambahan

diuretik dosis rendah akan meningkatkan efikasi antihipertensi dari ARB. Seperti ACEI,

kebanyakan ARB mempunyai waktu paruh cukup panjang untuk pemberian 1 x/hari. Tetapi

kandesartan, eprosartan, dan losartan mempunyai waktu paruh paling pendek dan

diperlukan dosis pemberian 2x/hari agar efektif menurunkan tekanan darah.

ARB mempunyai efek samping paling rendah dibandingkan dengan obat antihipertensi

lainnya. Karena tidak mempengaruhi bradikinin, ARB tidak menyebabkan batuk kering

seperti ACEI. Sama halnya dengan ACEI, ARB dapat menyebabkan insufisiensi ginjal,

hiperkalemi, dan hipotensi ortostatik. Hal-hal yang harus diperhatikan lainnya sama dengan

Page 38: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada penggunaan ACEI. Kejadian batuk sangat jarang, demikian juga angiedema; tetapi

cross-reactivity telah dilaporkan. ARB tidak boleh digunakan pada perempuan hamil.

2.1.10.2.4 Golongan Beta-blocker

Beta blocker memblok beta‐adrenoseptor. Reseptor ini diklasifikasikan menjadi

reseptor beta‐1 dan beta‐2. Reseptor beta‐1 terutama terdapat pada jantung sedangkan

reseptor beta‐2 banyak ditemukan di paru‐paru, pembuluh darah perifer, dan otot lurik.

Reseptor beta‐2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta‐1 juga dapat

dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak.

Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu pelepasan neurotransmitter

yang meningkatkan aktivitas system saraf simpatis. Stimulasi reseptor reseptor beta-1 pada

nodus sino-atrial dan miokardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi

reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan pelepasan renin, meningkatkan aktivitas sistem

rennin angiotensin-aldosteron. Efek akhirnya adalah adalah peningkatan cardiac output,

peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantarai aldosteron dan

retensi air.

Terapi menggunakan beta‐blocker akan mengantagonis semua efek tersebut sehingga

terjadi penurunan tekanan darah. Beta‐blocker yang selektif (dikenal juga sebagai

cardioselective beta‐blockers), misalnya bisoprolol, bekerja pada reseptor beta‐1, tetapi

tidak spesifik untuk reseptor beta‐1 saja oleh karena itu penggunaannya pada pasien dengan

riwayat asma dan bronkhospasma harus hati-hati. Beta‐blocker yang non‐selektif (misalnya

propanolol) memblok reseptor beta‐1 dan beta‐2.

Beta‐blocker yang mempunyai aktivitas agonis parsial (dikenal sebagai aktivitas

simpatomimetik intrinsic), misalnya acebutolol, bekerja sebagai stimulan‐beta pada saat

aktivitas adrenergik minimal (misalnya saat tidur) tetapi akan memblok aktivitas beta pada

saat aktivitas adrenergik meningkat (misalnya saat berolah raga). Hal ini menguntungkan

karena mengurangi bradikardi pada siang hari. Beberapa beta‐blocker, misalnya labetolol,

dan carvedilol, juga memblok efek adrenoseptoralfa perifer. Obat lain, misalnya celiprolol,

mempunyai efek agonis beta‐2 atau vasodilator.

Beta‐blocker diekskresikan lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam

air atau lipid. Obat‐obat yang diekskresikan melalui hati biasanya harus diberikan beberapa

kali dalam sehari sedangkan yang diekskresikan melalui ginjal biasanya mempunyai waktu

paruh yang lebih lama sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Beta‐blocker tidak

Page 39: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

boleh dihentikan mendadak melainkan harus secara bertahap, terutama pada pasien dengan

angina, karena dapat terjadi fenomena rebound.

2.1.10.2.5 Golongan Antagonis Kalsium (CCB)

CCB bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat antihipertensi yang efektif,

terutama pada ras kulit hitam. CCB mempunyai indikasi khusus untuk yang beresiko tinggi

penyakit koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat tambahan atau pengganti. Data

menunjukkan kalau dihidropiridine tidak memberikan perlindungan terhadap kejadian

jantung (cardiac events) dibandingkan dengan terapi konvensional (diuretik dan penyekat

beta) atau ACEI pada pasien tanpa komplikasi. Pada pasien dengan hipertensi dan diabetes,

ACEI terlihat lebih kardioprotektif dibanding dihidropiridin. Studi dengan CCB

nondihidropiridin diltiazem dan verapamil terbatas, tetapi studi NORDIL menemukan

diltiazem ekivalen dengan diuretik dan penyekat beta dalam menurunkan kejadian

kardiovaskular.

CCB dihidropiridin sangat efektif pada lansia dengan hipertensi sistolik terisolasi

(isolated systolic hypertension). JNC 7 tidak mencantumkan hipertensi sistolik terisolasi

berbeda dengan tipe hipertensi lainnya, dan diuretik tetap terapi lini pertama.

Bagaimanapun, CCB dihidropiridin long-acting dapat digunakan sebagai terapi tambahan

bila diuretik tiazid tidak dapat mengontrol tekanan darah, terutama pada pasien lansia

dengan tekanan darah sistolik meningkat.

CCB bekerja dengan menghambat influx kalsium sepanjang membran sel. Ada dua tipe

voltage gated calcium channel: high voltage channel (tipe L) dan low voltage channel (tipe

T). CCB yang ada hanya menghambat channel tipe L, yang menyebabkan vasodilatasi

koroner dan perifer. Ada dua subkelas CCB, dihidropiridin dan nondihidropiridine.

Keduanya sangat berbeda satu sama lain. Efektifitas antihipertensinya hampir sama, tetapi

ada perbedaan pada efek farmakodinami yang lain. Nondihidropiridin (verapamil dan

diltiazem) menurunkan denyut jantung dan memperlambat konduksi nodal atriventrikular.

Verapamil menghasilkan efek negatif inotropik dan kronotropik yang bertanggung jawab

terhadap kecenderungannya untuk memperparah atau menyebabkan gagal jantung pada

pasien resiko tinggi. Diltiazem juga mempunyai efek ini tetapi tidak sebesar verapamil.

Nifedipin yang bekerja cepat (immediate-release) telah dikaitkan dengan meningkatnya

insiden efek samping kardiovaskular dan tidak disetujui untuk pengobatan hipertensi. Efek

samping yang lain dari dihidropiridin adalah pusing, flushing, sakit kepala, gingival

hyperplasia, edema perifer, mood changes, dan gangguan gastrointestinal. Efek samping

Page 40: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pusing, flushing, sakit kepala, dan edema perifer lebih jarang terjadi pada nondihidropiridin

verapamil dan diltiazem karena vasodilatasinya tidak sekuat dihidropiridin.

Diltiazem dan verapamil dapat menyebabkan anorexia, nausea, edema perifer, dan

hipotensi. Verapamil menyebabkan konstipasi pada 7% pasien. Efek samping ini terjadi

juga dengan diltiazem tetapi lebih sedikit.

Verapamil dan juga diltiazem (lebih sedikit) dapat menyebabkan interaksi obat karena

kemampuannya menghambat sistem isoenzim sitokrom P450 3A4 isoenzim. Akibatnya

dapat meningkatkan serum konsentrasi obat-obat lain yang di metabolisme oleh sistem

isoenzim ini seperti siklosporin, digoksin, lovastatin, simvastatin, takrolimus, dan teofilin.

Verapamil dan diltiazem harus diberikan secara hati-hati dengan penyekat beta untuk

mengobati hipertensi karena meningkatkan resiko heart block dengan kombinasi ini. Bila

CCB perlu di kombinasi dengan penyekat beta, dihidropirine harus dipilih karena tidak akan

meningkatkan resiko heart block.

2.1.10.2.6 Golongan Penyekat Beta

Penyekat beta telah digunakan pada banyak studi besar untuk hipertensi. Sebelumnya

penyekat beta disarankan sebagi obat lini pertama bersama diuretik. Tetapi, pada

kebanyakan trial ini, diuretik adalah obat utamanya, dan penyekat beta ditambahkan untuk

menurunkan tekanan darah. Beberapa studi telah menunjukkan berkurangnya resiko

kardiovaskular apabila penyekat beta digunakan pasca infark miokard, pada sindroma

koroner akut, atau pada angina stabil kronis. Walaupun pernah dikontraindikasikan pada

penyakit gagal jantung, banyak studi telah menunjukkan kalau karvedilol dan metoprolol

suksinat menurunkan mortalitas pada pasien dengan gagal jantung sistolik yang sedang

diobati dengan diuretik dan ACEI. Atenolol digunakan pada DM tipe 2 pada studi UKPDS

dan menunjukkan efek yang sebanding, walaupun tidak lebih baik dalam menurunkan

resiko kardiovaskular dibandingkan dengan captopril.

Ada perbedaan farmakodinamik dan farmakokinetik diantara penyekat beta yang ada,

tetapi menurunkan tekanan darah hampir sama. Ada tiga karakteristik farmakodinamik dari

penyekat beta yang membedakan golongan ini yaitu efek :

Kardioselektif (cardioselektivity)

ISA (intrinsic sympathomimetic activity)

Mestabilkan membrane (membran-stabilizing)

Penyekat beta yang mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap reseptor beta-1 dari

pada reseptor beta-2 adalah kardioselektif.

Page 41: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Adrenoreseptor beta-1 dan beta-2 terdistribusi di seluruh tubuh, tetapi terkosentrasi

pada organ-organ dan jaringan tertentu. Beta-1 reseptor lebih banyak pada jantung dan ginjal,

dan beta-2 reseptor lebih banyak ditemukan pada paruparu, liver, pankreas, dan otot halus

arteri. Perangsangan reseptor beta-1 menaikkan denyut jantung, kontraktilitas, dan pelepasan

rennin. Perangsangan reseptor beta-2 menghasilkan bronchodilatatasi dan vasodilatasi.

Penyekat beta yang kardioselektif kecil kemungkinannya untuk mencetuskan spasme bronkus

dan vasokonstriksi. Juga, sekresi insulin dan glikogenolisis secara adrenergik dimediasi oleh

reseptor beta-2. Penghambatan reseptor beta-2 dapat menurunkan proses ini dan

menyebabkan hiperglikemi atau menimbulkan perbaikan hipoglikemi.

Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol adalah penyekat beta yang

kardioselektif; jadi lebih aman daripada penyekat beta yang nonselektif pada pasien asma,

PPOK, penyakit arteri perifer, dan diabetes yang karena alasan khusus harus diberi penyekat

beta. Tetapi, kardioselektifitas adalah fenomena yang tergantung dosis. Pada dosis yang lebih

tinggi, penyekat beta yang kardioselektif kehilangan selektifitas relatifnya untuk reseptor

beta-1 dan akan memblok reseptor beta-2 seefektif memblok reseptor beta-1. Pada dosis

berapa kardioselektifitas hilang tergantung dari pasien ke pasien. Pada umumnya, penyekat

beta yang kardioselektif lebih disukai bila digunakan untuk mengobati hipertensi.

Beberapa penyekat beta mempunyai aktivitas simpatomimetik intrinsic (ISA).

Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol adalah penyekat beta ISA yang bekerja secara

agonis beta reseptor parsial. Tetapi penyekat beta ISA ini tidak menurunkan kejadian

kardiovaskular dibanding dengan penyekat beta yang lain. Malahan, obat-obat ini dapat

meningkatkan resiko pasca infark miokard atau pada pasien dengan resiko penyakit koroner

yang tinggi. Jadi, ISA jarang diperlukan. Akhirnya, semua penyekat beta mempengaruhi aksi

menstabilkan membrane (membrane-stabilising action) pada sel jantung bila dosis cukup

besar digunakan. Aktifitas ini diperlukan bila karakteristik antiaritmik dari penyekat beta

diperlukan.

Perbadaan farmakokinetik diantara penyekat beta berhubungan dengan first pass

metabolisme, waktu paruh, derajat kelarutan dalam lemak (lipophilicity), dan rute eliminasi.

Propranolol dan metoprolol mengalami first-pass metabolism, jadi dosis yang diperlukan

untuk memblok reseptor beta akan bervariasi dari pasien ke pasien. Atenolol dan nadolol

mempunyai waktu paruh panjang dan di ekskresi lewat ginjal. Walaupun waktu paruh dari

penyekat beta lainnya jauh lebih singkat, pemberian 1x/hari efektif karena waktu paruh dalam

serum tidak berhubungan dengan lama keja hipotensinya.

Page 42: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penyekat beta bervariasi dalam sifat lipofiliknya atau penetrasinya ke susunan saraf

pusat. Semua penyekat beta melewati sawar darah-otak, tetapi agen lipofilik berpenetrasi

lebih jauh dibanding yang hidrofilik. Propranolol yang paling lipofilik dan atenolol yang

sedikit lipofiliknya. Jadi kosentrasi propranolol di otak lebih tinggi dibanding atenolol bila

dosis yang ekivalen diberikan. Hal ini mengakibatnya efek samping sistim saraf pusat (seperti

pusing dan mengantuk) dengan agen lipofilik seperti propranolol. Tetapi, sifat lipofilik ini

memberikan efek yang lebih untuk kondisi nonkardiovaskular seperti migraine, mencegah

sakit kepala, tremor essensial, dan tirotoksikosis.

Pemberian penyekat beta tiba-tiba dapat menyebabkan angina tidak stabil, infark

miokard, dan bahkan kematian pada pasien-pasien dengan resiko tinggi penyakit koroner.

Pemberhentian tiba-tiba juga dapat menyebabkan rebound hypertension (naiknya tekanan

darah melebihi tekanan darah sebelum pengobatan). Untuk mencegah ini, penyekat beta

harus diturunkan dosis dan diberhentikan secara perlahan-lahan selama 1 -2 minggu.

Seperti diuretic, penyekat beta menaikkan serum kolesterol dan glukosa, tetapi efek ini

transien dan secara klinis bermakna sedikit. Penyekat beta dapat menaikkan serum trigliserida

dan menurunkan kolesterol HDL sedikit. Penyekat beta dengan karakteristik memblok

penyekat alfa (karvedilol dan labatalol) tidak mempengaruhi kadar lemak.

2.1.10.2.7 Golongan Penyekat Alfa

Prazosin, terazosin, dan doxazosin adalah penyekat reseptor α1 selektif. Bekerja pada

pembuluh darah perifer dan menghambat pengambilan katekolamin pada sel otot halus,

menyebabkan vasodilasi dan menurunkan tekanan darah. Pada studi ALLHAT doxazosin

adalah salah satu obat yang digunakan, tetapi di stop lebih awal karena secondary end point

stroke, gagal jantung, dan kejadian kardiovaskular terlihat dengan pemberian doxazosin

dibanding chlorthalidone. Tidak ada perbedaan pada primary end point penyakit jantung

koroner fatal dan infark miokard nonfatal. Data ini menunjukkan kalau diuretik tiazid

superior dari doxazosin (dan barangkali α1-blocker lainnya) dalam mencegah kejadian

kardiovaskular pada pasien dengan hipertensi. Jadi penyekat alfa adalah obat alternatif

kombinasi dengan obat antihipertensi primer lainnya. Penyekat alfa1 memberikan

keuntungan pada laki-laki dengan BPH (benign prostatic hyperplasia). Obat ini memblok

reseptor postsinaptik alfa1 adrenergik ditempat kapsul prostat, menyebabkan relaksasi dan

berkurang hambatan keluarnya aliran urin.

Efek samping yang tidak disukai dari penyekat alfa adalah fenomena dosis pertama

yang ditandai dengan pusing sementara atau pingsan, palpitasi, dan bahkan sinkop 1 -3 jam

setelah dosis pertama. Efek samping dapat juga terjadi pada kenaikan dosis. Episode ini

Page 43: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diikuti dengan hipotensi ortostatik dan dapat diatasi/dikurangi dengan meminum dosis

pertama dan kenaikan dosis berikutnya saat mau tidur. Hipotensi ortostatik dan pusing dapat

berlanjut terus dengan pemberian terus menerus. Penggunaannya harus hati-hati pada pasien

lansia. Penyekat alfa melewati hambatan otak-darah dan dapat menyebabkan efek samping

CNS seperti kehilangan tenaga, letih, dan depresi.

2.1.10.2.8 Golongan Agonis α2 Sentral

Klonidin dan metildopa menurunkan tekanan darah terutama dengan merangsang

reseptor α2 adrenergic di otak. Perangsangan ini menurunkan aliran simpatetik dari pusat

vasomotor di otak dan meningkatkan tonus vagal. Penurunan aktivitas simpatetik,

bersamaan dengan meningkatnya aktivitas parasimpatetik, dapat menurunkan denyut

jantung, cardiac output, total peripheral resistance, aktifitas plasma rennin, dan reflex

baroreseptor. Klonidin sering digunakan untuk hipertensi yang resistan, dan metildopa

adalah obat lini pertama untuk hipertensi pada kehamilan.

Penggunaan agonis α2 sentral secara kronis menyebabkan retensi natrium dan air,

paling menonjol dengan penggunaan metildopa. Penggunaan klonidin dosis kecil dapat

digunakan untuk mengobati hipertensi tanpa penambahan diuretik. Tetapi, metildopa harus

diberikan bersama diuretik untuk mencegah tumpulnya efek antihipertensi yang terjadi

dengan penggunaan jangka panjang, kecuali pada kehamilan.

Seperti dengan penggunaan obat antihipertensi yang bekerja sentral lainnya, depresi

dapat terjadi. Kejadian hipotensi ortostatik dan pusing lebih tinggi dari pada dengan obat

antihipertensi lainnya, jadi harus digunakan dengan hati-hati pada lansia. Klonidin

mempunyai kejadian efek samping antikolinergik yang cukup banyak seperti sedasi, mulut

kering, konstipasi, retensi urin, dan kabur penglihatan.

Penghentian agonis α2 sentral secara tiba-tiba dapat menyebabkan rebound

hypertension. Efek ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pelepasan norepinefrin

sewaktu klonidin diberhentikan tiba-tiba. Metildopa dapat menyebabkan hepatitis atau

anemia hemolitik, walaupun jarang terjadi. Kenaikan sementara serum transaminase liver

kadang-kadang terlihat dengan terapi metildopa tetapi secara klinis irrelevant kecuali bila

nilainya diatas tiga kali batas normal. Metildopa harus diberhentikan segera apabila

kenaikan serum transaminase atau alkalin fosfatase liver menetap karena ini menunjukkan

onset dari hepatitis fulminan, bisa mengancam nyawa.

2.1.10.2.9 Golongan Reserpin

Reserpin menurunkan tekanan darah dengan mengosongkan norepinefrin dari ujung

saraf simpatetik dan memblok perjalanan norepinefrin ke granul penyimpanannya. Reserpin

Page 44: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

juga mengosongkan katekolamin dari otak dan miokardium, mengakibatkan sedasi, depresi,

dan berkurangnya curah jantung.

Reserpin mulai kerja dan waktu paruhnya lambat sehingga dosis pemberian satu kali

per hari. Tetapi, diperlukan 2 sampai 6 minggu sebalum efek antihipertensi maksimal

terlihat. Reserpin dapat menyebabkan retensi natrium dan air yang cukup bermakna. Harus

di kombinasikan dengan diuretic (tiazid lebih disukai). Penghambatan aktifitas simpatetik

yang kuat oleh reserpin mengakibatkan meningkatnya aktifitas parasimpatetik. Terlihat dari

efek samping hidung tersumbat, meningkat sekresi asam lambung, diare, dan bradikardia

dapat terjadi. Depresi yang terjadi berupa kesedihan, hilang nafsu makan atau percaya diri,

hilang tenaga, disfungsi ereksi. Dengan dosis 0.05 dan 0.25 depresi minimal. Reserpin

digunakan sebagai terapi lini ke tiga pengobatan hipertensi.

2.1.10.2.10 Golongan Vasodilator Arteri Langsung (Direct Arterial Vasodilators)

Efek antihipertensi dari hidralazin dan minoksidil disebabkan oleh relaksasi langsung

otot polos arteriolar tetapi tidak menyebabkan vasodilasi ke pembuluh darah vena. Kedua

obat juga menyebabkan penurunan tekanan perfusi yang kuat yang mengaktifkan refleks

baroreseptor. Pengaktifan dari baroreseptor menyebabkan meningkatnya aliran simpatetik,

sehingga meningkatkan denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan rennin. Akibatnya

terbentuk takifilaksis, efek hipotensi akan hilang dengan pemakaian seterusnya. Efek ini

dapat diatasi dengan penggunaan penyekat beta bersamaan.

2.2 Geriatri

Geriatri berasal dari kata-kata geros (usia lanjut) dan iatreia (mengobati), geriatri

merupakan cabang Gerontologi ini dibagi mnenjadi tiga yaituBiology of aging, social

gerontology, dan geriatri medicine, yang mengupas problem klinik orang-orang lanjut usia

(Darmojo dan pranaka, 2001).

Menua (menjadi tua=aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan

kemampuan jaringan untu memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan

struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasu infeksi)

dan kerusakan yang diderita (Darmojo dan Martono, 2006).

Prinsip dan tujuan terapi pada usia lanjut antara lain:

Page 45: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a) Menghindari obat yang tidak perlu, misalnya pada pasien hipertensi yang belum begitu parah

mungkin bisa diberi tanpa obat yan telah terbukti efikasinya. Penggunaan obat golongan

sedative hipnotik sebaiknya dihindari.

b) Tujuan terapi dari pasien usia lanjut antara lain tidak hanya memperpanjang umurnya tetapi

juga mengubah kualitas hidupnya.

c) Terapi sebaiknya ditujukan pada penyebab penyakit, bukan terhadap gejala yang timbul.

d) Riwayat penggunaan obat, untuk memastikan bahwa pasien tidak alergi terhadap obat

tersebut.

e) Sejarah penyakit dan komplikasi yang ada.

f) Pemilihan obat, obat yang diberikan pada usia lanjut hendaknya sudah terbukti efikasinya dan

mungkin terjadinya Adverse Drug Reactions kecil atau tida ada.

g) Titrasi dosis (Walker dan Edwards, 2003).

2.3 Drug Related Problem

Drug Related Problems (DRPs) merupakan kejadian tidak diinginkan yang menimpa

pasien yang berhubungan dengan terapi obat. Penelitian di Inggris menunjukkan adanya 8,8%

kejadian Drug Related Problems (DRPs) yang terjadi pada 93% pasien. Data Minnesota

Pharmaceutical Care Project menunjukkan bahwa 17% dari masalah terapi obat yang telah

diidentifikasi dan dikatagorikan sebagai pasien menerima obat yang salah (Cipolle, dkk.,

1998).

Sebuah DRPs didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang tidak diinginkan atau risiko

yang dialami oleh pasien, yang melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat (Strand et al.,

1990). Terjadinya DRPs dapat mencegah atau menunda pasien dari pencapaian terapi yang

diinginkan. Sebuah DRPs sebenarnya adalah peristiwa yang telah terjadi pada pasien,

sedangkan DRP potensial adalah suatu peristiwa yang mungkin sekali terjadi jika apoteker

tidak melakukan intervensi yang tepat (Rovert et al., 2004). DRPs adalah tantangan besar

untuk penyedia layanan kesehatan, terutama farmasis, karena dapat mempengaruhi

morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien.

Ada beberapa hal yang termasuk dalam kategori penyebab timbulnya permasalahan

yang berhubungan dengan DRPs (Cippole dkk, 2004).

Page 46: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

i. Butuh tambahan obat (need for additional drug therapy)

Pasien mempunyai masalah medis yang membutuhkan terapi obat meliputi

kondisi penyakit meningkat sehingga membutuhkan obat baru, mengalami penyakit

kronis, terapi obat pencegahan untuk mengurangi risiko berkembangnya kondisi baru

dan pemberian pengobatan tambahan untuk mencapai sinergi dan efek tambahan.

Penyebab hal ini: 1. Kondisi baru membutuhkan terapi obat

2. Kondisi butuh kelanjutan terapi obat

3. Kondisi yang membutuhan kombinasi obat

4. Kondisi dengan resiko tertentu dan butuh obat

untuk mencegahnya

ii. Obat tanpa indikasi (unnecessary drug therapy)

Hal ini terjadi jika pasien menggunakan obat tanpa indikasi yang tepat, terapi

dengan dosis toksis, kondisi pengobatan lebih tepat ditangani dengan terapi non-

farmakologi, terapi obat diberikan untuk menghindari efek merugikan dari

pengobatan yang lain dan penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol atau merokok,

polifarmasi yang sebaiknya terapi tunggal dan terapi efek samping akibat suatu obat

yang sebenarnya dapat digantikan dengan obat yang lebih aman.

iii. Salah obat (wrong drug)

Pasien mendapatkan terapi tidak tepat seperti obat bukan yang paling efektif dan

aman, pasien alergi atau kontraindikasi, sudah resisten terhadap infeksi, dan kondisi

pengobatan yang tidak dapat sembuh dengan produk obat.

iv. Dosis terlalu rendah (dosage too low)

Penyebab terjadinya ialah dosis terlalu rendah untuk menghasilkan respon yang

diinginkan, interaksi obat mengurangi jumlah ketersediaan obat yang aktif, durasi

obat terlalu singkat untuk menghasilkan respon yang diinginkan, pemilihan obat,

dosis, rute pemberian dan sediaan obat tidak tepat.

v. Dosis terlalu tinggi (over dosage)

Page 47: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hal ini terjadi ketika dosis yang diberikan terlalu tinggi untuk memberikan efek,

dosis obat dinaikkan cepat, frekuensi pemberian, durasi terapi, cara pemberian obat

pada pasien yang tidak tepat, dan konsentrasi obat diatas kisaran terapi.

vi. Ketidaktaatan pasien (uncomplience)

Jika pasien tidak menerima obat sesuai regimen karena medication error

(peresepan, penyerahan obat dan monitoring pasien), tidak taat pada intruksi, pasien

tidak membeli obat yang disarankan karena mahal, tidak mengambil obat karena tidak

memahami pemakaian obat, pasien tidak menggunakan obat karena tidak kepercayaan

dengan obat yang dianjurkan ( Strand. et al, 1998).

vii. Interaksi Obat (Adverse Drug Reaction)

Penyebabnya ialah pasien menerima produk yang menyebabkan reaksi alergi atau

idiosinkrasi, pengaturan dosis obat diganti terlalu cepat, bioavailabilitas atau efek obat

diubah oleh obat lain atau makanan dan interaksi obat.

Salah satu yang menjadi kriteria terjadinya DRPs Adverse Drug Reaction adalah

terjadinya interaksi obat.Tidak semua obat bermakna secara klinis. Beberapa interaksi obat

secara teoritis mungkin terjadi, sedangkan interaksi obat lain yang harus dihindari atau

memerlukan pemantauan yang cermat. Tatro (2001) menilai interaksi obat melalui peringkat

signifikasi, onset, tingkat keparahan efek interaksi dan dokumentasinya.

a) Peringkat Signifkansi

Peringkat signifikansi interaksi bervariasi dari derajat 1 sampai 5.Derajat 1 adalah

interaksi yang parah dan telah terdokumentasi dengan baik.Derajat 5 adalah interaksi

yang terdokumentasinya tidak lebih dari possible atau unlikely.

b) Onset

Onset adalah mulai efek kerja interaksi suatu obat yang terbagi dalam 2 kelompok

yaitu rapid dan delayed. Onset rapid ialah efek akan terjadi dalam kurun waktu 24 jam

setelah pemakaian obat yang berinteraksi, sehingga diperlukan tindakan segera. Onset

delayed ialah efek tidak akan terjadi sampai beberapa hari atau minggu setelah

pemakaian obat. Tidak memerlukan tindakan segera.

c) Tingkat keparahan efek interaksi

Berdasarkan tingkat keparahan efek interaksi suatu obat terbagi dalam 3 kelompok

yaitu major, moderate, dan minor.Tingkat keparahan major ialah efek yang terjadi

secara potensial mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan yang bersifat

menetap.Efek dapat menyebabkan perubahan status klinik dan penambahan pengobatan

Page 48: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

merupakan tingkat keparahan moderate.Efek yang biasanya ringan tidak memerlukan

tambahan pengobatan merupakan tingkat keparahan minor.

d) Dokumentasi

Dokumentasi adalah derajat kepercayaan dari interaksi obat yang dapat

menyebabkan perubahan respon klinis.Banyak faktor yang dapat mempengaruhi

terdokumentasinya suatu efek interaksi obat khususnya pada pasien

tertentu.Dokumentasi tidak menunjukkan besarnya insidensi atau frekuensi interaksi,

serta tidak tergantung pada keparahan efek interaksi. Dokumentasi terbagi dalam 5

kelompok yaitu established, probable, suspected, possible and unlikely. Dokumentasi

established ialah derajat kepecayaan yang telah dapat membuktikan interaksi terjadi

disertai suatu kontrol penelitian yang baik. Kelompok kedua yaitu probable ialah

sangat mungkin terjadi interaksi tetapi tidak ada bukti klinis. Yang ketiga yaitu

suspectedialah interaksi obat mungkin terjadi dan terdapat beberapa data yang baik,

tetapi membutuhkan studi penelitian lebih lanjut. Kelompok keempat yaitu possible

ialah interaksi obat dapat terjadi tetapi data masih sangat terbatas.Dan yang kelima

yaitu unlikely ialah derajat kepercayaan yang meragukan untuk terjadi interaksi obat

dan tidak ada perubahan efek klinis yang jelas.

2.4 Drug Related Problem (DRP) terkait Interaksi Obat

2.4.1 Definisi Interaksi Obat

Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drug-related

problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat

mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika

atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang

berinteraksi (Piscitelli, 2005).

Dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya

secara tidak langsung atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau antagonis

efek satu obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya (BNF 58, 2009).

Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat

herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya. Definisi yang

lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa

yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008).

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas

dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat

Page 49: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,

antikoagulan, dan obat-obat sitostatik.

2.4.2 Mekanisme Interaksi Obat

Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu dari

dua mekanisme berikut:

1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan

jaringan (interaksi farmakodinamik).

2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi

farmakokinetik).

a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit

(misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan

atau peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).

b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam

(sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan

efek secara substansial).

c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar

konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak

menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.

d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang

sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat

antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-

obat imunosupresan.

Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat :

1. Interaksi Farmakokinetik Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat

mempengaruhi absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga

meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek

farmakologisnya (BNF 58, 2009).

Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :

a. Interaksi pada absorbsi obat

i. Efek perubahan pH gastrointestinal

Page 50: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah obat

terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh

nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang

terkait dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh

lambung lebih besar terjadi pada pH rendah daripada pada pH tinggi (Stockley,

2008).

ii. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek

Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk

pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi

dapat mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik.

Antasida juga dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. Sebagai contoh,

antibakteri tetrasiklin dapat membentuk khelat dengan sejumlah ion logam divalen

dan trivalen, seperti kalsium, bismut aluminium, dan besi, membentuk kompleks

yang kurang diserap dan mengurangi efek antibakteri (Stockley, 2008).

iii. Perubahan motilitas gastrointestinal

Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil, obat-

obatan yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi.

Propantelin misalnya, menghambat pengosongan lambung dan mengurangi

penyerapan parasetamol (asetaminofen), sedangkan metoklopramid memiliki efek

sebaliknya (Stockley, 2008).

iv. Induksi atau inhibisi protein transporter obat

Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat. Saat

ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah P-glikoprotein.

Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan yang menginduksi protein

ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi ketersediaan hayati digoksin (Stockley,

2008).

v. Malabsorbsi dikarenakan obat

Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu penyerapan

sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat (Stockley, 2008).

b. Interaksi pada distribusi obat

i. Interaksi ikatan protein

Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi.

Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya

Page 51: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan

protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat

reversibel, kesetimbangan dibentuk antara molekul-molekul yang terikat dan yang

tidak. Hanya molekul tidak terikat yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi

(Stockley, 2008).

ii. Induksi dan inhibisi protein transport obat

Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi

protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa

obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk

inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak,

yang dapat meningkatkan efek samping CNS (Stockley, 2008).

c. Interaksi pada metabolisme obat

i. Perubahan pada metabolisme fase pertama

Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam

urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi senyawa lipid kurang larut,

yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang

akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama.

Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau

kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum,

ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan

di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama

metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau

hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II

melibatkan terikatnya obat dengan zat lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal

sebagai glukuronidasi) untuk membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi

oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom P450 (Stockley, 2008).

ii. Induksi Enzim

Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan

peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama, alasannya

bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga meningkatkan

laju metabolisme dan ekskresinya (Stockley, 2008).

iii. Inhibisi enzim

Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat

terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin

Page 52: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang

sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga

terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolisme yang paling sering

dihambat adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis

dari banyak interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan

serum obat. Jika serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting

secara klinis (Stockley, 2008).

iv. Faktor genetik dalam metabolisme obat

Peningkatan pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa isoenzim

sitokrom P450 memiliki polimorfisme genetik, yang berarti bahwa beberapa dari

populasi memiliki varian isoenzim yang berbeda aktivitas. Contoh yang paling

terkenal adalah CYP2D6, yang sebagian kecil populasi memiliki varian aktivitas

rendah dan dikenal sebagai metabolisme lambat. Sebagian lainnya memiliki

isoenzim cepat atau metabolisme ekstensif. Kemampuan yang berbeda dalam

metabolisme obat-obatan tertentu dapat menjelaskan mengapa beberapa pasien

berkembang mengalami toksisitas ketika diberikan obat sementara yang lain bebas

dari gejala (Stockley, 2008).

v. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi

Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim ini,

sedangkan ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa

rifampisin mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol meningkatkannya

(Stockley, 2008).

d. Interaksi pada ekskresi obat

i. Perubahan pH urin

Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian

besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat berdifusi ke

dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh.

Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5. Dengan demikian,

perubahan pH yang meningkatkan jumlah obat dalam bentuk terionisasi,

meningkatkan hilangnya obat (Stockley, 2008).

ii. Perubahan ekskresi aktif tubular renal

Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus ginjal dapat

bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh, probenesid mengurangi

ekskresi penisilin dan obat lainnya. Dengan meningkatnya pemahaman terhadap

Page 53: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

protein transporter obat pada ginjal, sekarang diketahui bahwa probenesid

menghambat sekresi ginjal banyak obat anionik lain dengan transporter anion

organik (OATs) (Stockley, 2008).

iii. Perubahan aliran darah renal

Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator prostaglandin

ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal

dapat berkurang (Stockley, 2008).

2. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek

farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi

karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem

fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang

farmakologi obat-obat yang berinteraksi (BNF 58, 2009).

a. Interaksi aditif atau sinergis

Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan

efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika diberikan

dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat (misalnya ansiolitik,

hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk berlebihan. Kadang-kadang

efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas,

depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval QT) (Stockley, 2008).

b. Interaksi antagonis atau berlawanan

Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan yang

bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu

pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan

vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin

dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi pengobatan

antikoagulan (Stockley, 2008).

2.4.3 Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Potensi keparahan interaksi sangat penting dalam menilai risiko vs manfaat terapi

alternatif. Dengan penyesuaian dosis yang tepat atau modifikasi jadwal penggunaan obat,

efek negatif dari kebanyakan interaksi dapat dihindari. Tiga derajat keparahan didefinisikan

sebagai:

Page 54: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

a. Keparahan minor

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika efek biasanya ringan; konsekuensi

mungkin mengganggu atau tidak terlalu mencolok tapi tidak signifikan mempengaruhi hasil

terapi. Pengobatan tambahan biasanya tidak diperlukan (Tatro, 2009).

b. Keparahan moderate

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika efek yang terjadi dapat

menyebabkan penurunan status klinis pasien. Pengobatan tambahan, rawat inap, atau

diperpanjang dirawat di rumah sakit mungkin diperlukan (Tatro, 2009).

c. Keparahan major

Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas yang tinggi,

berpotensi mengancam jiwa atau dapat menyebabkan kerusakan permanen (Tatro, 2009).

Profesional perawatan kesehatan perlu menyadari sumber interaksi obat yang

mengidentifikasi kedekatan dan tingkat keparahan interaksi, dan mampu menggambarkan

hasil potensi interaksi dan menyarankan intervensi yang tepat. Hal ini juga tugas pada

profesional kesehatan untuk dapat menerapkan literatur yang tersedia untuk setiap situasi.

Profesional harus mampu untuk merekomendasi secara individu berdasarkan parameter-

pasien tertentu. Meskipun beberapa pihak berwenang menyarankan efek samping yang

dihasilkan dari interaksi obat mungkin kurang sering daripada yang dipercaya, profesional

perawatan kesehatan harus melindungi pasien terhadap efek berbahaya dari obat-obatan,

terutama ketika interaksi tersebut dapat diantisipasi dan dicegah (Tatro, 2009).

2.5 Peran Apoteker di Rumah Sakit

Dalam meningkatkan kualitas pelayanan farmasi dibutuhkan tenaga apoteker yang

profesional. Peran apoteker atau farmasis dalam pelayanan kesehatan menurut WHO

mengistilahkan dengan 7 kriteria yaitu :

1. Care-Giver

Apoteker/farmasis harus mengintegrasikan pelayanan pada sistem pelayanan kesehatan

secara berkesimbungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan dasar dalam menentukan

pendidikan dan pelatihan.

2. Decision-Maker

Apoteker/farmasis menjalani pekerjaan berdasarkan pada kecukupan serta keefekifan dan

keefiesienan penggunaan sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan, prosedur dan

Page 55: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pelayanan. Kemampuan apoteker/farmasis harus diukur dan hasilnya dijadikan dasar dalam

menentukan pendidikan dan pelatihan yang diperlukan.

3. Communicatory

Apoteker/farmasis harus menjalin hubungan dengan pasien atau profesi kesehatan

lainnya. Dimana apoteker memiliki kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Meliputi

komunikasi verbal dan non verbal, mendengar, serta kemampuan menulis dengan

menggunakan bahasa yang baik.

4. Leader

Apoteker/farmasis dituntut memliki kemampuan menjadi pemimpin karena harus dapat

mengambil keputusan yang efektif, kemampuan untuk mengomunikasikan serta kemampuan

mengelola hasil keputusan.

5. Manager

Apoteker/farmasis harus efektif dalam mengelola sumber daya informasi yang ada.

Didalam tim kesehatan seorang apoteker harus bisa bekerjasama dimana dapat dipimpin

maupun jadi pemimpin.

6. Life –Long Learner

Apoteker/farmasis harus selalu menggali ilmu sedalam-dalamnya. Hal ini untuk

meningkatkan keahlian dan keterampilan.

7. Teacher

Apoteker/farmasis memiliki tanggung jawab mendidik dan melatih generasi selanjutnya.

Partisipasi tidak hanya berbagi pengetahuan namun juga berbagi pengalaman (Putra ,2013).

Sedangkan menurut PP No 51 tahun 2009 ada dua peran penting apoteker. Pertama,

melaksanakan fungsi pengadaan obat dan perbekalan kesehatan lainnya sesuai dengan

ketentuan dan sarana yang dimiliki. Kedua, melakukan penyimpanan obat dan perbekalan

kesehatan dengan baik sesuai dengan sifat bahan.

Fungsi apoteker di RS berdasarkan Kepmenkes 1197/Menkes/SK/X/2004 yaitu

sebagai pengelola perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan

alat kesehatan. Berikut penjelasan lengkapnya :

1. Fungsi Pengelolahan Perbekalan Farmasi

a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan RS merencanakan kebutuhan

perbekalan farmasi secara optimal. Contoh kegiatan fungsi apoteker sebagai

pengelolahan Farmasi antara lain :

Page 56: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan

di RS menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang

berlaku.

2) Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan

kefarmasian.

3) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di RS.

b. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah dibuat sesuai

ketentuan yang berlaku.

2. Fungsi Pelayanan Kefarmasian Dalam Pengelolahan Obat dan Alat Kesehatan Fungsi

pelayanan kefarmasian diantaranya :

a. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien contohnya melakukan pencampuran obat

suntik, penyiapan nutrisi parenteral, penanganan obat kanker, penentuan kadar obat

dalam darah, melakukan pencatatan setiap kegiatan.

b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.

c. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.

d. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga contohnya

melaporkan kegiatan.

3. Fungsi Pelayanan Klinik

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian Di RS pelayanan farmasi klinik yaitu “pelayanan langsung yang

diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena Obat, untuk tujuan keselamatan pasien

(patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin”. Pelayanan klinik

diantaranya :

a. Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian

resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk

peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap

alur pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat.

Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat, bila ditemukan masalah

terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter penulis resep. Apoteker harus

melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan

persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

b. Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Page 57: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk mendapatkan

informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang

digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam

medik/pencatatan penggunaan obat pasien.

c. Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi obat adalah proses membandingkan instruksi pengobatan dengan obat

yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan

obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau

interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) dapat terjadi pada pemindahan pasien

dari satu RS ke RS lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari RS ke

layanan kesehatan primer dan sebaliknya.

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan pemberian

informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan

komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat, profesi

kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar RS.

e. Konseling

Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi obat

dari apoteker kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan

maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif apoteker,

rujukan dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang efektif

memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap apoteker.

f. Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan apoteker

secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati kondisi klinis pasien

secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi

obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan

informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga

dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar RS baik atas permintaan pasien maupun

sesuai dengan program RS yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah

(home pharmacy care).

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan

untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.

Page 58: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap

respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis lazim yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping

obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Merupakan program evaluasi penggunaan obat mendapatkan gambaran keadaan saat ini

atas pola penggunaan obat.

j. Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di IFRS untuk menjamin sterilitas dan

stabilitas produk dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari

terjadinya kesalahan pemberian obat.

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi hasil

pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang merawat karena

indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker kepada dokter.

2.6 Rekam Medik

Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik dan

memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal maupun penderita rawat

jalan.Rekam medik ini harus secara akurat didokumentasikan, segera tersedia, dapat

dipergunakan, mudah ditelusuri kembali (retrieving) dan lengkap informasi.Rekam medik

adalah sejarah ringkas, jelas, dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita, ditulis dari

sudut pandang medik.

Definsi rekam medik menurut surat keputusan Direktur jenderal pelayanan medik

adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis,

pemeriksaan, diagnosis, pengobatan tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada

seorang penderita selama dirawat dirumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat tinggal

(Siregar dan Lia, 2003).

Kegunaan dari rekam medik :

a) Digunakan sebagai dasar perencanaan berkelanjutan perawatan penderita.

Page 59: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b) Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap professional yang berkontribusi

pada perawatan penderita.

c) Melengkapi bukti dokumen terjadinya atau penyebab kesakitan atau penderita dan

penanganan atau pengobatan selama tiap tinggal di rumah sakit.

d) Digunakan sebagai dasar untuk kajian ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan

kepada pasien.

e) Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang

bertanggung jawab.

f) Menyediakan atau untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.

Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data rekam medik, bagian

keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita.

Bab 3

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Karakteristik Pasien :

a. Usia

b. Jenis Kelamin

c. Penyakit Peserta

d. Jumlah Penggunaan Obat

Interaksi Obat

Page 60: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2 Definisi Operasinal

No Nama Variabel Definisi

Operasional

Cara

Pengukuran

Skala Ukur Kategori

1. Karateristik

Pasien :

1.)

2.) Jenis kelamin

Usia

1. Kondisi fisik yang

menentukan status

seseorang laki-laki

atau perempuan

2.

3.

4. Lamanya hidup

seseorang dilihat

dari tanggal lahir

Membaca data

rekam medis

pasien

Membaca data

rekam medis

pasien

Nominal

Nominal

1 : Laki-laki

2 : Perempuan

1 : 60–74

tahun

Tidak

Terkendali Terkendali

Tekanan

Darah

Outcomes Terapi

Page 61: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penyakit

penyerta

Jumlah obat

5.

Keadaan klinis

dimana timbulnya

penyakit jantung

pada pasien

hipertensi

6.

7. Banyaknya obat

hipertensi dan obat

penyakit jantung

yang digunakan

pasien

Melihat data

rekam medis

pasien

Melihat data

rekam medis

pasien

Nominal

Nominal

2 : 75-90 tahun

3 : ≥ 90 tahun

1:<5 Penyakit

Penyerta

2:≥5 Penyakit

Penyerta

1 : < 5 obat

2 : ≥ 5 obat

2. 1.Obat

hipertensi :

a. Diuretika

b. Inhibitor

angiotensin

converting

enzim inhibitor

(ACEI)

c. Beta-blocker

d. Calcium

channel blocker

(CCB)

e. Penyekat beta

f. Penyekat alfa

g. Agonis α2

sentral

h. Reserpin

i. Vasodilator

arteri langsung

Obat yang

digunakan dalam

pengobatan

hipertensi baik itu

obat-obatan

kimiawi maupun

non kimiawi

Dengan

membaca data

rekam medis

pasien

Pasien

mendapat

pengobatan

hipertensi

Page 62: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Interaksi obat

Keadaan yang

terjadi ketika

menggunakan 2

atau lebih jenis

obat.

Melihat

referensi pada

:

Drug

Intraction

Fact,

Drugs.com,

Medscape,

Cipolle dan

Drug

Information

Hanbook,

Stockley

4. Outcome pasien

hipertensi

Keberhasilan terapi

yang dinilai

berdasarkan

parameter target

Tekanan Darah

(sistolik <140

mmHg dan

diastolik <90

mmHg

Dengan

melihat rekam

medis pasien

Nominal 1:Tercapai

target tekanan

darah

2:Tidak

tercapai target

tekanan darah

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Ruang Rawat Inap RS Pelabuhan Jakarta Utara pada bulan

Juni – Agustus 2016.

4.2 Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah penelitian cross sectional, yaitu pengumpulan

data variabel untuk mendapatkan gambaran terjadinya interaksi obat pada pasien geriatri

dengan penyakit hipertensi sebagai variabel terikat, dengan teknik pengambilan data dari

rekam medik pasien di RS Pelabuhan Jakarta utara pada periode bulan Juni – Agustus 2016.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Page 63: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien geriatri hipertensi yang dirawat inap

di RS Pelabuhan Jakarta Utara pada periode Juni – Agustus 2016.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, yaitu semua pasien yang

memenuhi kriteria diambil sebagai penelitian.

4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

4.4.1 Kriteria Inklusi Sampel

Kriteria inklusi adalah kriteria dimana subjek penelitian dapat mewakili dalam sampel

penelitian, memenuhi syarat sebagai sampel.

Kriteria inklusi untuk sampel kasus dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Pasien rawat inap bulan Juni – Agustus 2016 minimal menjalani perawatan 3 hari.

b. Pasien dengan diagnosa hipertensi dengan/tanpa penyakit penyerta.

c. Pasien geriatri dengan rentang usia yaitu

i. Lanjut usia (elderly) : 60 – 74 tahun

ii. Lanjut usia tua (old) : 75 – 90 tahun

iii. Usia sangat tua (very old) : 90 tahun

4.4.2 Kriteria Ekslusi Sampel

Kriteria ekslusi merupakan keadaan yang menyebabkan subjek yang memenuhi

kriteria inklusi tidak dapat diikut sertakan. Adapun yang termasuk kriteria ekslusi adalah

pasien dengan rekam medis yang tidak lengkap dan hilang.

4.5 Prosedur Penelitian

4.5.1 Persiapan (Permohonan Izin Penelitian)

a. Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan penelitian dari Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Jakarta

kepada Kepala Instalasi RS Pelabuhan Jakarta Utara.

Page 64: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

b. Penyerahan surat persetujuan penelitian dari RS Pelabuhan Jakarta Utara kepada

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi Universitas Islam

Negeri Jakarta.

4.5.2 Pengumpulan data

a. Penelusuran data pasien geriatri dengan penyakit hipertensi di ruang rawat inap RS

Pelabuhan Jakarta Utara periode Juni – Agustus 2016.

b. Proses pemilihan pasien yang masuk ke dalam kriteria inklusi.

c. Pengambilan data dan pencatatan data hasil rekam media diruang administrasi medis

berupa:

i. Nama dokter.

ii. Nomor rekam medis.

iii. Identitas pasien (nama, jenis kelamin, umur dan penyakit komplikasi).

iv. Tanggal perawatan.

v. Diagnosa.

vi. Data penggunaan obat (jenis, regimen dosis, dan aturan penggunaan).

4.5.3 Pengolahan data

1. Editing

Peneliti melakukan penilaian terhadap data mentah, terlebih dahulu dilakukan

pemeriksaan kembali kebenaran data yang diperoleh dan mengeluarkan data yang tidak

memenuhi kriteria penelitian.

2. Coding

Peneliti melakukan pengkodean untuk mempermudah peneliti memasukkan data yang

diperoleh dari laboratorium dan rekam medis.

3. Entry data

Peneliti memasukkan data yang telah dilakukan proses coding ke dalam program

Microsoft Excel dalam bentuk table.

4. Cleaning data

Peneliti mleakukan pemeriksaan kembali data yang sudah dimasukkan kedalam sistem

komputer untuk menghindari terjadinya ketidaklengkapan atau kesalahan data.

4.5.4 Analisa Data

Dalam penelitian ini analisa data yang dilakukan menggunakan program Microsoft

Excel 2010 dan akan dianalisis dengan analisa univariat. Analisis univariat adalah analisis

yang digunakan untuk menganalisis setiap variabel (terikat maupun bebas ) yang akan diteliti

Page 65: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

secara deskriptif (Notoatmodjo, 2003). Adapun pengolahan data dengan menggunakan

analisis univariat ialah karakteristik pasien dengan kategori sebagai berikut :

a. Jenis kelamin

b. Usia

c. Jumlah penggunaan obat

d. Penyakit penyerta

e. Profil penggunaan obat

f. Karakteristik interaksi obat.

Page 66: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

5.1.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian

Demografi pasien dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin,usia, lama perawatan,

jenis penyakit penyerta, dan jumlah penggunaan obat. Jumlah pasien Hipertensi di Rumah

Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara pada bulan Juli – September 2016 adalah 67 pasien dan

kemudian dipilih 42 pasien yang masuk kriteria inklusi dalam penelitian ini.

Tabel 5.1 Karakteristik Pasien Hipertensi Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, Lama Perawatan, Jumlah Penyakit

Penyerta, dan Jumlah Penggunaan Obat.

No. Karakteristik Subjek Jumlah Rekam Medik

(n=42)

Presentase

(%)

1. Jenis kelamin

a. Laki-laki

b. Perempuan

18

24

43,0

57,0

2. Usia

a. Lanjut usia (erderly)

b. Lanjut usia tua (old)

c. Usia sangat tua (very old)

34

8

-

81,0

19,0

-

3. Jumlah penggunaaan obat

a. < 5 obat

b. ≥ 5 obat

2

40

5,0

95,5

4. Jumlah penyakit penyerta

a. Tanpa penyakit penyerta

b. 1 penyakit penyerta

8

34

19,0

81,0

Berdasarkan tabel 5.1, diperoleh gambaran mengenai karakteristik umum subjek

penelitian. Gambaran umum karakteristik subjek dominan antara lain 57,0% perempuan; 81%

usia pasien 60-74tahun; 95% pasien menerima lebih dari ≥ 5 obat dan 8,0% pasien

mengalami 1 penyakit penyerta.

5.1.2 Profil Penggunaan Obat Antihipertensi

Presentase penggunaan obat antihipertensi di Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta

Utara periode Juli – September 2016 yang diambil dari 42 rekam medik. Terdapat 85

penggunaan obat antihipertensi ditunjukkan pada Tabel 5.2

Page 67: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 5.2 Persentase Penggunaan Obat Antihipertensi Pasien Rawat Inap Antihipertensi di Rumah Sakit

Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juli – September 2016

No. Nama Obat Jumlah

Penggunaan (n=85)

Presentase

(%)

1. Amlodipine 23 27,0

2. Furosemide 21 25,0

3. Spironolactone 8 9,0

4. Losartan 8 9,0

5. Bisoprolol 6 7,0

6. Candesartan 4 5,0

7. Ramipril 4 5,0

8. Captopril 3 4,0

9. Hidrochorotiazide 2 2,0

10. Irbesartan 2 2,0

11. Nebivolol 2 2,0

12. Propranolol 2 2,0

Berdasarkan tabel 5.2, menunjukkan bahwa presentase tertinggi penggunaan obat

antihipertensi yakni amlodipine 27%; furosemide 25%; spironolactone 9%; losartan 9%;

bisoprolol 7%; candesartan 5%; ramipril 5%; captopril 4%; hidrocholotiazide 2%; irbesartan

2%; nebivolol 2% dan propranolol 2%.

5.1.3 Karakteristik Kejadian Interaksi Obat pada Pasien

Berdasarkan penelitian terhadap 42 rekam medik pada periode Juli – September 2014,

deperoleh jumlah interaksi obat sebanyak 90% dengan karakteristik kelompok lanjut usia

(elderly) 60-74 tahun (81%), dan mendapat terapi ≥ 3 obat (95%). Gambaran umum kejadian

interaksi obat secara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi kejadian interaksi obat pada pasien Hipertensi di RSU Pelabuhan Jakarta Utara periode Juli-

Spetember 2016.

No Karakteristik Subjek Berinteraksi Tidak Berinteraksi

Frekuensi

(n=38)

%

(n=90)

Frekuensi

(n=4)

%

(n=10)

1.

2.

Usia

a. Lanjut usia 60 – 74 tahun

b. Lanjut usia tua 75 – 90 tahun

Jumlah penggunaan obat

a. < 5 obat

b. > 5 obat

31

7

1

37

82

18

3

97

3

1

1

3

75

25

25

75

Page 68: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.1.4 Gambaran Interaksi Obat pada Pasien Berdasarkan Mekanisme dan Tingkat

Keparahan

Analisis terhadap 42 rekam medik menunjukkan hasil presentase potensi interaksi

obat antihipertensi yaitu 90%, dari 42 rekam medik ditemukan 38 rekam medik memiliki

potensi interaksi obat, yang terdiri dari 219 jenis kasus interaksi obat. Berdasarkan tingkat

keparahan, interaksi obat yang terjadi mayoritas mempunyai tingkat keparahan moderate

60%, tingkat keparahan major 24%, dan tingkat keparahan minor 16%. Data ditunjukkan

pada Tabel 5.

Tabel 5.4 Persentase Tingkat Keparahan Potensi Interaksi Obar Antihipertensi pada Pasien Hipertensi di RSU

Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juli – September 2016

No Jenis Interaksi Jumlah Kejadian %

1. Moderat 132 60

2. Minor 53 24

3. Major 34 16

Total 219

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh jenis interaksi yang balik banyak terjadi adalah

interaksi farmakodinamik sebesar 71%, diikuti interaksi farmakokinetik 28%, serta interaksi

unknown sebesar 1%.

Tabel 5.5 Presentase Mekanisme Potensi Interaksi Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi di RSU

Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juli – September 2016

No Jenis Interaksi Jumlah Kejadian %

1. Farmakodinamik 155 71

2. Farmakokinetik 61 28

3. Unknown 3 1

Total 219

5.1.5 Gambaran Interaksi Obat Antihipertensi dan Obat Antihipertensi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh obat hipertensi yang berinteraksi sesema

obat hipertensi yang paling banyak terjadi adalah furosemide dan ramipril yaitu sebanyak 4

kejadian (13 %).

Page 69: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 5.6 Interaksi Obat Antihipertensi dengan Obat Antihipertensi di Instalasi Rawat Inap RSU Pelabuhan

Jakarta Utara Periode Juli – Agustus 2016

No Nama Obat Pola Mekanisme

Interaksi

Tingkat

Keparahan

Interaksi

Mekanisme

Interaksi

Jumlah

Kejadian

IO

%

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Spironolactone

+ losartan

Captopril +

spironolactone

Captopril +

losartan

Captopril +

HCT

Amlodipine +

HCT

Captopril +

amlodipine

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Major

Major

Major

Moderat

Minor

Minor

Menggunakan

spironolakton

bersama dengan

losartan dapat

meningkatkan

kadar pottasium

dalam darah.

(drugs.com)

Mengunakan

captopril bersama

spironolakton dapat

meningkatkan

kadar kalium dalam

darah

(hiperkalemia).

(drugs.com)

Menggunakan

captopril bersama

losartan dapat

meningkatkan

resiko efek

samping seperti

tekanan darah

rendah, gangguan

fungsi ginjal dan

kondisi yang

disebut

hiperkalemia

(pottasium darah

tinggi). (drugs.com)

Meskipun

captopril dengan

HCT sering

digabungkan

bersama, efeknya

mungkin aditif

pada penurunan

tekanan darah.

(drugs.com)

Efek antihipertensi

dari diuretik

amlodipine dan

thiazide adalah

aditif. (drugs.com)

Calcium channel

blockers dan

angiotensin

converting enzyme

3

2

2

2

2

3

10

6

6

6

6

10

Page 70: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Amlodipine +

nebivolol

Amlodipine +

bisoprolol

Furosemide +

bisoprolol

Furosemide +

propranolol

Spironolactone

+ ramipril

Furosemide +

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Moderat

Moderat

Moderat

Moderat

Major

Moderat

(ACE) inhibitor

mungkin memiliki

efek hipotensi

tambahan. (drugs.com) Nebivolol dan

amlodipine

memiliki efek

dalam menurunkan

tekanan darah dan

detak jantung.

(drugs.com)

Bisoprolol dan

amlodipine

memiliki efek

tambahan dalam

menurunkan

tekanan darah dan

detak jantung.

(drugs.com)

Menggunakan

furosemide dan

bisoprolol bersama-

sama dapat

menurunkan

tekanan darah dan

memperlambat

denyut jantung.

(drugs.com)

Menggunakan

propranolol dan

furosemide

bersama-sama

dapat menurunkan

tekanan darah dan

memperlambat

denyut jantung.

(drugs.com)

Penggunaan

ramipril bersama

spironolakton dapat

meningkatkan

kadar pottasium

dalam darah

(hiperkalemia),

terutama jika

mengalami

dehidrasi atau

memiliki penyakit

ginjal, diabetes,

gagal jantung, atau

orang dewasa yang

lebih tua.

(drugs.com)

Meskipun

3

1

3

2

3

4

10

3

10

6

10

13

Page 71: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13.

ramipril

Spironolactone

+ candesartan

Farmakokinetika

Major

furosemide, gliserin

dan ramipril sering

dikombinasikan

bersamaan, efeknya

mungkin aditif

pada penurunan

tekanan darah.

(drugs.com)

Menggunakan

candesartan

bersama dengan

spironolactone

dapat meninkatkan

kadar potasium

dalam darah. Kadar

kalium yang tinggi

dapat berkembang

menjadi suatu

kondisi yang

dikenal

hiperkalemia, pada

kasus yang parah

dapat menyebabkan

gagal ginjal,

kelumpuhan total,

ritme jantung tidak

terartur dan

serangan jantung.

(drugs.com)

1

3

5.1.6 Gambaran Interaksi Obat Antihipertensi dan Obat Selain Hipertensi

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh obat hipertensi dan selain obat hipertensi

yang banyak digunakan adalah furosemide dan omeprazole yaitu sebnayak 6 kejadian atau

sebesar 16%.

Tabel 5.7 Interaksi Obat Hipertensi dengan Obat Non Hipertensi Pada Pasien Di Instalasi Rawat Inap RSU

Pelabuhan Jakarta Utara Periode Juli – September 2016

No. Nama Obat Pola

Mekanisme

Interaksi

Tingkat

Keparahan

Interaksi

Mekanisme Interaksi Jumlah

Kejadian

IO

%

1.

2.

Furosemide +

lansoprazole

Furosemide +

omeprazole

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Moderat

Moderat

Lansoprazole dan

furosemid dapat

menyebabkan

hypomagnesemia.

(drugs.com)

Omeprazole dan

furosemid dapat

menyebabkan

hypomagnesemia.

(drugs.com)

3

6

9

16

Page 72: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Furosemide +

phenolphthalein

HCT +

phenolphthalein

HCT + glycerin

Irbesartan +

Pottasium

chloride

Amlodipine +

simvastatin

Cefditiron +

ranitidine

Bisoprolol +

amiodarone

Furosemide +

digoxin

Furosemide +

ceftrixone

Furosemide +

cefixime

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Moderat

Moderat

Moderat

Major

Major

Moderat

Moderat

Moderat

Minor

Moderat

Furosemide dan

phenolphthalein dapat

menigkatkan resiko

dehidrasi dan kelainan

elektrolit. (drugs.com)

HCT dan

phenolphthalein dapat

menigkatkan resiko

dehidrasi dan kelainan

elektrolit. (drugs.com)

HCT dan glycerin

dapat menigkatkan

resiko dehidrasi dan

kelainan elektrolit.

(drugs.com)

Penggunaan potassium

chloride bersama

irbesartan dapat

meningkatkan kadar

potassium dalam darah.

(drugs.com)

Penggunaan

simvastatin bersama

amlodipine dapat

meningkatkan resiko

efek samping obat.

(drugs.com)

Penggunaan cefditoren

bersama ranitidine

menurunkan

penyerapan dan tingkat

darah cefditoren dan

membuat obat kurang

efektif terhadap infeksi.

(drugs.com)

Menggunakan

amiodarone bersama

dengan bisoprolol dapat

menyebabkan

peningkatan efek

samping. (drugs.com)

Menggunakan

furosemide bersama

dengan digoxin dapat

meningkatkan efek dari

digoxin. (drugs.com)

Ceftriaxone dapat

menyebabkan masalah

ginjal, dan

menggunakannya

dengan furosemide

dapat meningkatkan

risiko itu. (drugs.com)

Cefixime jika

digunakan dengan

1

1

1

1

2

1

1

5

5

1

3

3

3

3

6

3

3

13

14

3

Page 73: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

13.

14.

15.

16.

Furosemide +

glimepiride

Bisoprolol +

digoxin

Propranolol +

digoxin

Furosemide +

laxadine

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Moderat

Moderat

Moderat

Moderat

furosemide dapat

menyebabkan masalah

ginjal. (drugs.com)

Menggunakan

ranitidine bersama

dengan glimepiride

dapat meningkatkan

efek dari glimepiride.

(drugs.com)

Menggunakan digoxin

bersama dengan

bisoprolol dapat

memperlambat detak

jantung dan

menyebabkan

peningkatan efek

samping. (drugs.com)

Menggunakan

propranolol bersama

digoxin dapat

memperlambat detak

jantung dan

menyebabkan

peningkatan efek

samping. (drugs.com)

Mengunakan

furosemide bersama

dengan obat apapun

yang memiliki efek

pencahar, terutama

dalam waktu lama

dapat meningkatkan

resiko dehidrasi dan

kelainan elektrolit.

(drugs.com)

1

2

2

2

3

6

6

6

Page 74: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.2 Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan obat antihipertensi yang

meliputi jenis, dosis, dan frekuensi serta mengidentifikasi masalah terkait obat antihipertensi

ditinjau dari interaksi obat pada pasien dengan penyakit hipertensi yang dilakukan di Instalasi

Rawat Inap di RSUD Pelabuhan Jakarta Utara selama periode Juni – Agustus 2016. Pada

peneltitan ini diambil sampel sebanyak 42 pasien yang memenuhi kriteria inklusi.

Pada penelitian ini, distribusi pasien dengan penyakit hipertensi berdasrkan jenis

kelamin lebih banyak dialami oleh pasien wanita, yaitu sebesar 28 pasien (57 %)

dibandingkan laki – laki sebesar 18 pasien (43%) (Tabel 5.1). Hal ini sesuai dengan data

bahwa angka kejadian Hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pasien pria.

Prevalensi hipertensi dunia menurut World Health Organisation (WHO) dalam World Health

Statistic (2012) mencapai 24,2 % pada laki-laki dan 29,8 % pada perempuan. Diduga bahwa

kemungkinan perempuan lebih mudah stress dibandingkan dengan pria. Stress berhubungan

dengan hipertensi melalui saraf simpatis yang meningkatkan tekanan darah. Hormon

epinefrin atau adrenalin akan dilepas pada keadaan tertekan. Adrenalin akan meningkatkan

tekanan darah melalui kontraksi arteri (vasokontriksi) dan peningkatan denyut jantung

dengan demikian orang akan mengalami peningkatan tekanan darah. Selain itu, wanita

berumur 40 tahun akan mengalami menopause yang menyebabkan hormon esterogen

menurun. Penurunan hormon esterogen dapat meningkatkan tekanan darah karena esterogen

berperan melawan hipertensi melalui penghambatan jalur vasokontriktor oleh sistem saraf

simpatik dan angiotensin.

Pasien geriatri dibagi menjadi 3 golongan menurut WHO yaitu, lanjut usia (60-74

tahun), lanjut usia tua (75-90 tahun) dan usia sangat tua (90 tahun). Sedangkan di Indonesia,

menurut pasal 1 UU RI no.13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan

bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 ke atas. Dalam

penelitian ini, pasien yang menderita hipertensi dengan kategori lanjut usia (elderly) 60-74

tahun sebanyak 34 pasien (81,0%), kemudian kategori lanjut usia tua (old) 75-90 tahun

sebanyak 8 pasien (19,0) (Tabel 5.1). Hal ini disebabkan oleh penurunan elastisitas arteri.

Penelitian Heryudarini menyatakan bahwa setiap peningkatan usia 1 tahun akan meningkatan

tekanan sistolik sebesar 0,493 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 0,189 mmHg.

Semakin tua seseorang maka arteri akan kehilangan elastisitasnya yang menyebabkan

kemampuan memompa darah berkurang sehingga tekanan darah meningkat. Pada pasien

lanjut usia, umumnya banyak disertai dengan penyakit penyerta yaitu 34 pasien (81%)

Page 75: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mengalami 1 penyakit penyerta sedangkan yang tidak mengalami penyakit penyerta sebanyak

8 pasien (19%) (Tabel 5.1).

Interaksi obat adalah berubahnya efek suatu obat karena adanya obat lain yang

diberikan bersamaan. Interaksi dapat terjadi secara farmakokinetik atau farmakodinamik.

Interaksi farmakokinetik mempengaruhi proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan

ekskresi. Interaksi farmakodinamik mempengaruhi ikatan obat dan reseptornya. Interaksi

obat juga ada yang menguntungkan dan merugikan (Baxter,2008). Interaksi obat dapat terjadi

tetapi tidak selalu berakibat merugikan secara klinis. Secara teoritis interaksi obat tersebut

potensial terjadi namun kejadian klinis akibat interaksi obat tidak ditemukan.

Interaksi obat-obat banyak terjadi pada peresepan pasien hipertensi, hal ini mungkin

dikarenakan jenis obat yang digunakan pada pengobatan hipertensi beragam, sehingga

penggunaan kombinasi dari obat-obat tersebut tidak mudah untuk teridentifikasi, untuk

memudahkan dalam pengecekan interaksi antar obat-obat ada baiknya pada apotek rawat inap

instalasi di rumah sakit dilengkapi dengan softwer interaction checkers.

Pada penelitian ini 95% pasien hipertensi menggunkan lebih dari 3 obat, terapi yang

diberikan obat golongan Diuretik, Calcium Channel Bloclker (CCB), ACE Inhibito, Beta

Blocker, dan Angiotensi II (ARB). Pada penelitian ini yang paling banyak diberikan pada

pasien adalah amlodipine (27%), dimana amlodipine merupakan salah satu obat calcium

channel blocker (CCB) menurunkan tekanan darah dengan merelaksasi otot polos arteriola

dan mengurangi resistensi pembuluh perifer (Oates & Brown, 2007). Mekanisme kerja

Calcium Channel Blocker adalah menghambat aliran masuk kalsium ke dalam sel-sel otot

polos arteri (Katzung, 2001).

Selanjutnya selain amlodipine dalam penelitian ini yang banyak digunakan adalah

furosemide, yaitu sebesar 25%. Furosemide cukup cepat diserap dari saluran pencernaan ;

bioavaibilitas telah dilaporkan 60% sampai 70% , tetapi penyerapan adalah variabel yang

tidak menentu. Waktu paruh furosemide pada keadaan normal sekitar 2 jam meskipun

berkepanjangan pada neonatus dan pada pasien dengan gangguan ginjal dan hati (Sweetman

et al., 2009).

Hasil analisa DRPs terhadap 42 pasien, diperoleh bahwa terdapat 38 pasien (90%) dan

sebanyak 4 pasien (10%) tidak mengalami interaksi obat. Berdasarkan hasil analisa terhadap

30 pasien yang berinteraksi (table 5.3).

Penyakit degeneratif seperti hipertensi biasanya selalu diikuti dengan komplikasi

penyakit pada organ lain seiring dengan lama perjalanan penyakit dan tingkat keparahannya,

Page 76: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan banyaknya kasus polifarmasi dalam tiap lembar

resep.

Interaksi yang terjadi dapat berupa interaksi farmakokikentik dan farmakodinamik.

Interaksi farmakodinamik pada usia ≥ 60 tahun dapat menyebabkan respon reseptor obat dan

target organ berubah, sehingga sensitivitasnya terhadap efek obat menjadi lain, yang akan

berakibat pada besar dosis yang diresepkan. Interaksi obat menjadi hal yang penting untuk

diperhatikan apabila secara klinis dapat meningkatkan toksisitas atau menurunkan efek terapi

dari obat tersebut, hal ini dapat diperkecil potensinya dengan cara menghindari penggunaan

polifarmasi yang tidak dibutuhkan.

Klasifikasi interaksi dibagi menjadi 3 kelompok yaitu interaksi minor, moderat dan

mayor. Interaksi minor adalah interaksi yang masih dalam tolerir karena jika ditemukan

dalam lembar resep makan dalam terapi tidak diperlukan adanya perubahan, sedangkan

interaksi moderat adalah interaksi yang mungkin terjadi dalam terapi dan memerlukan

perhatian medis, dan pengertian dari interaksi mayor adalah interaksi antar obat yang dapat

menimbulkan konsekuensi klinis hingga kematian (Feinstein et al,2014). Berdasarkan hasil

penelitian, tingkat keparahan interaksi obat yang paling banyak terjadi adalah pada interaksi

obat secara moderat, yaitu sebanyak 132 kejadian (60%). Interaksi yang paling banyak

terjadi sesama obat hipertensi yaitu furosemde dan ramipril dimana terjadi 4 kejadian atau

sebesar 16%, interaksi yang terajdi antara furosemide dan ramipril yaitu farmakodinamik

sinergis. Kombinasi (ACE Inhibitor) dan furosemide (Loop Diuretic) umumnya aman dan

efektif, tetapi “first dose hypotension” (pusing hingga pingsan) dapat terjadi. Pada semua

pasien yang mengkonsumsi diuretik, terapi dengan inhibitor ACE harus dimulai dengan

dengan dosis yang sangat rendah. Interaksi yang menyebabkan “first dose hypotension”

belum sepenuhnya dipahami. Interaksi antara furosemide dan ramipril juga dapat

menyebabkan hipokalemia. Penyebab hipokalemia akibat dari efek diuretik yang bekerja

memperbanyak pengeluaran kalium dan air (Stockley, 2008). Selanjutnya interaksi obat

terbanyak kedua adalah dengan tingkat keparahan minor yaitu 53 kejadian (24%), interaksi

obat ini mungkin menggangu atau tidak disadari (interaksi obat diduga terjadi) tetapi tidak

mempengaruhi secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkan. Yang terakhir interaksi

obat dengan tingkat keparahan major, yaitu 34 kejadian (16%), dengan obat yang paling

banyak berinteraksi adalah clopidogrel dan omeprazole. Mekanismenya adalah PPI dapat

menghambat bioaktivasi CYP450 2C19 yang dimediasi oleh klopidogrel yang berakibat

aktifitas enzim berkurang dan bahkan tidak ada. Dampaknya dapat meningkatkan resiko

serangan jantung, stroke, serta angina yang tidak stabil (Pezzalla, 2008). Interaksi obat

Page 77: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan tingkat keparahan mayor diutamakan dengan dicegah dan diatasi karena efek

potensial membahayakan jiwa atau menyebabkan kerusakan permanen. Untuk meningkatkan

kualitas pengobatan pasien, sebaiknya penggunaan obat-obat yang memungkinkan terjadinya

interaksi mayor dan moderat harus dihindari dalam penggunaan secara bersamaan. Hal ini

dikarenakan kemungkinan terjadinya resiko interaksi lebih tinggi dibandingkan manfaat yang

diberikan, serta untuk meminimalisasi terjadinya interaksi obat yang tidak diinginkan

sehingga tujuan pengobatan dapat tercapai. Maka dapat disimpulkan potensi interaksi yang

terbanyak pada lembar resep pasien hipertensi adalah potensi interaksi klasifikasi moderate,

sehingga hal ini menuntut kewaspadaan dari tenaga kefarmasian dan dokter untuk mencegah

atau meminimalisir kejadian tersebut untuk meningkatkan kualitas pengobatan pasien.

Pasien hipertensi berusia lanjut seringkali menerima polifarmasi untuk terapi

hipertensi, komplikasi maupun penyakit penyerta. Hal ini meningkatkan resiko interaksi

antara obat hipertensi dengan obat hipertensi dan obat hipertensi dengan obat lainnya.

Praktek farmasi klinis juga dapat memastikan bahwa kejadian efek samping obat dapat

diminimalkan dengan menghindari obat dengan potensi efek samping pada kelompok-

kelompok pasien berisiko tinggi. Dengan demikian peran tenaga kefarmasian memiliki

peranan yang cukup besar dalam pengendalian, pencegahan, deteksi dan pelaporan efek

samping obat. Beberapa interaksi obat dapat berakibat sangat berbahaya pada pasien

hipertensi karena dapat berdampak pada nilai goal terapi tekanan darah yang diharapkan,

contohnya pada penggunaan amlodipine yang bersamaan dengan pentoxifylline akan

mengakibatkan meningkatnya tekanan darah dan menurunkan efek dari amlodipine. Interaksi

obat walaupun harus diwaspadai karena efek yang tidak dikehendaki tetapi ada beberapa

interaksi yang sengaja karena mekanisme yang sudah diketahui dan untuk mengoptimalkan

efektifitas dari proses pengobatan.

Dengan mengetahui mekanisme interaksi obat, farmasis dapat menentukan langkah

yang tepat dalam pengatasan masalah tersebut. Farmasis dapat menentukan apakah suatu

jenis interaksi obat dapat diatasi sendiri, ataukah memerlukan diskusi dengan klinisi/dokter.

Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat adalah waspada terhadap pasien yang

memperoleh obat-obat yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain terutama apabila

diketahui interaksi obat menunjukkan signifikansi level pertama.

Beberapa alternatif penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi

obat dengan memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesauaian dosis obat,

pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika kombinasi obat

Page 78: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal atau bila interaksi tersebut

tidak bermakna secara klinis (Fradgley, 2003).

Untuk menghindari kemungkinan interaksi obat farmasis dapat secara aktif

memberikan informasi kepada pasien seperti cara penggunaan obat yang secara tepat. Melalui

pelayanan informasi obat farmasis memegang peranan besar dalam mencegah timbulnya

dampak negatif interaksi obat yang tidak hanya mempengaruhi kemanfaatan dan kemanjuran

obat namun lebih jauh dapat mempengaruhi rasa aman serta meningkatkan biaya yang harus

dikeluarkan pasien.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa terapi hipertensi pada pasien usia lanjut

sangatlah kompleks. Adanya perubahan fisiologis, farmakokinetika, dan farmakodinamika

seiring dengan proses penuaan ditambah lagi adanya macam-macam penyakit yang diderita

menyebabkan pasien usia lanjut seringkali mendapatkan terapi polifarmasi. Komplekssitas

penggunaan obat dengan perubahan fisiologis tubuh dari proses penuaan itu sendiri membuat

populasi ini rentan mengalami masalah terkait penggunaan obat. Ditinjau dari capaian target

tekanan darah, 90% pasien belum mencapai target, oleh karena itu diperlukan suatu

kolaborasi interprofesional yang melibatkan farmasis untuk mengoptimalkan yang

melibatkan farmasis untuk mengoptimalkan terapi yang diterima pasien dan mencegah drug

related problems.

Page 79: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian terhadap Outcomes Klinik Pasien Geriatri Dengan

Penyakit Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara

Periode Juni-Agustus 2016 disimpulkan sebagai berikut :

1. Pasien hipertensi mayoritas berusia 60 -74 tahun, dan berjenis kelamin perempuan.

Pasien umumnya mengalamin 1 penyakit penyerta dan dari segi penggunaan obat

pasien mayoritas mendapatkan ≥ 5 obat.

2. Obat antihipertensi yang berinteraksi adalah amlodipine 27%; furosemide 25%;

spironolactone 9%; losartan 9%; bisoprolol 7%; candesartan 5%; ramipril 5%;

captopril 4%; hidrocholotiazide 2%; irbesartan 2%; nebivolol 2% dan propranolol

2%.

3. Persentase potensi interaksi obat antihipertensi pada periode Juni – Agustus 2016

adalah 90 %.

4. Obat antihipertensi yang paling sering berpotensi interaksi adalah amlodipine.

Mekanisme potensi interaksi obat antihipertensi yang tertinggi adalah

farmakodinamik dan tingkat keparahan potensi interaksi obat antihipertensi yang

tertinggi adalah moderate.

Page 80: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6.2 Saran

1. Perlu adanya monitoring dan evaluasi penggunaan obat antihipertensi secara

sistematis yang dilaksanakan secara teratur untuk mengatasi DRP terkait interaksi

obat.

2. Perlu adanya kerjasama yang tepat antara dokter, apoteker, dan tenaga kesehatan

lainnya untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian dan pengobatan pada

pasien, sehingga didapatkan terapi yang tepat, efektif dan aman.

Page 81: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Daftar Pustaka

Appel LJ et al. Effects Of Comprehensive Lifestyle Modification On Blood Pressure Control: Main Results

Of The Premier Clinical Trial. JAMA 2003;289:2083-2093.

American Pharmacist Association . 2008. Drug Information Handbook 17th edition. Amerika : Lexi-Comp

ALLHAT Officers and Coordinators for the ALLHAT Coolaborative Research Group. Major Outcomes in high-

risk hypertensive patients randomized to angiotensin-converting enzyme inhibitor or calcium

channel blocker vs diuretic. The Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatment to Prevent Heart

Attack Trial. JAMA 2002;288:2981-2997.

Bales A. Hypertensive Crisis: How To Tell If It’s An Emergency or Urgency. Postgrad med 1999;105:119-

126.

Bakri, S., Suhardjono, J., dan Djafar., 2001, Hipertensi pada Keadaan - keadaan Khusus, dalam S Suyono,

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ke-3, Universitas Indonesia, Jakarta, pp.483-487.

Chrysant SG. Fixed Low-Dose Drug Combination for the Treatment of Hypertension. Arch Fam Med

1998;7:370-376.

Anonim, 2004, Keputusan Menkes RI nomor 1027 tahun 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dosh SA. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults. J.Fam Pract 2001;50:707-712.

Departemen Kesehatan, 2006, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Direktur Bina Farmasi

Komunitas dan Klinik, Jakarta.

Diuretic versus alpha-blocker as first-step antihypertensive therapy: Final results from the

Antihypertensive and Lipid-Lowering Treatments to Prevent Heart Attack Tria (ALLHAT).

Hypertension 2003;42:239-246.

Ernst, F. R. and A. J. Grizzle. (2001). Drug-Related Morbidity and Mortality: Updating the Cost-of-Illness

Model. J Am Pharm Assoc,Vol. 41, No. 2: 192-199.

Garcao, J. A. and J. Cabrita. (2002). Evaluation of a Pharmaceutical Care Program for Hypertensive

Patients in Rural Portugal. J Am Pharm Assoc, 42: 858–864.

Hardman, J. G., dan Limbird, L. E., 2008, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, Buku Kedokteran EGC,

Jakarta, pp.735-760.

Gunawan, dkk., 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru.

Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: EGC.

Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And Control Of Hypertension In The

United States, 1998 – 2000. JAMA 2003;290:199-206.

He J et al. Long-Term Effects Of Weight Loss And Dietary Sodium Reduction On Incidence Of

Hypertension. Hypertension 2000;35:544-549.

Page 82: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Medscape.com. online april 2018

http://www.medscape.com/druginfo/drugintercheker.

Drugs Interaction Checker. Charner Multum, IncDenver, CO. http://www.drugs.com/. Diakses April 2018.

J Hypertens World Health Organization-International Society of Hypertension Guidelines for the

Management of Hypertension, 1999.

Kamso S., Nutritional Aspects of Hypertension in the Indonesian El-derly, Ph.D. thesis University of

Indonesia, Jakarta, 2000.

Knapp HR., Nutritional Aspects of Hypertension. In : Ziegler EE, Filer LJ, eds. Present Knowledge in

Nutrition, Seventh edition, ILSI Press, Washington, 1996 : 438 – 444.

Moerdowo RM, Masalah Hipertensi, Bhratara Karya Aksara, Jakarta, 1984.

Oparil S et al. Pathogenesis of Hypertension. Ann Intern Med 2003;139:761-776.

Roger, V. L., et all. (2012). Heart Disease and Stroke Statistics-2012 Update: A Report From the American

Heart Association. Circulation, 125: 2-220.

Rahardjo JP., “Penatalaksanaan Hipertensi Terkini dan Peranannya Dalam Mencegah Penyakit Jantung

Koroner. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskular”, Pusat Informasi dan

Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.

Setiawati A., Bustami Z., Antihipertensi Dalam : Famakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi, Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi keempat, Gaya Baru, Jakarta, 2001.

UK Prospective Diabetes Study Group. Efficacy Of Atenolol And Captopril In Reducing Risk Of

Macrovascular And Microvascular Complications In Type 2 Diabetes:UKPDS 39. Br Med J

1998;317:713-720.

Vasan RS et al, Impact of High Normal Blood Pressure on the Risk of Cardiovascular Disease, NEJM

2001;345:1291-1297.

Wijk, B. L. G. V., O. H. Klungel, E. R. Heerdink and A. D. Boer. (2005). Rate and Determinants of 10-Year

Persistence with Antihypertensive Drugs. J Hypertens, 23 : 2101–2107.

World Health Organization (WHO) / International Society of Hypertension Statement on Management of

Hypertension. J Hypertens 2003;21:1983-1992

Wing LM et al. A Comparison Of Outcomes With Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors And Diuretics

For Hypertension In The Elderly. N Eng J Med 2003;348: 583-592.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PerMenKes) No.58. 2014. Standar Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Sweetman, C Sean. Martindale the Complete Drug References, Thirty-Sixth Edition. London :

Pharmaceutical Press.

Page 83: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Yoe, Ben. 2012. MIMS (Master Index of Medical Specialities) Edisi Bahasa Indonesia, Volume 13. Jakarta :

PT Bhuana Ilmu Populer.

Dwi, Sri Handayani., Rolan, Rusli dan Arsyik, Ibrahim. 2015. Analisis Karakteristik dan Kejadian Drugs

Related Problems pada Pasien Hipertensi di Puskesmas Temindung Samarinda. Jurnal Sains dan

Kesehatan Vol 1 No.2 hal 75-81.

Baxter, Karen. 2008. Stockley’s Drug Interaction. Pharmaceutical Press: London.

U.S Departement of Health and Human Service. 2003. JNC VII. National Institutes of Health.

WHO. 2012. World Health Statistic.

Page 84: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Surat Permohonan Data dan Izin Penelitian Dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prodi

Farmasi

Page 85: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lanjutan

Page 86: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2. Protokol Pengobatan Pasien Hipertensi di Rumah Sakit “X” Jakarta

RUMAH SAKIT X

JAKARTA

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

NAMA PENYAKIT: HIPERTENSI EMERGENSI

NO REVISI

01

HALAMAN:

1/2

PERIODE

2012 - 2014

KSM

ILMU PENYAKIT DALAM

1. Pengertian Situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah yang

segera dengan pbat anti hipertensi parenteral karena

adanya kerusakan organ target akut atau progesif.

2. Anamnesa Riwayat hipertensi dan penatalaksanaannya, kepatuhan

minum obat pasien, tekanan darah rata-rata, riwayat

pemakaian obat-obatan simptomatik dan steroid, riwayat

gangguan cerebral, jantung, penglihatan.

3. Pemeriksaan fisik Tekanan darah pada kedua ekstremitas, perabaan denyut

nadi, bruit pada abdomen, adanya edema pada fundoskopi,

status neurologis.

4. Kriteria diagnosis 4.1 Tekanan Darah Sistolik ≥ 180 mmHg

4.2 Tekanan Darah Diastolik ≥ 120 mmHg

4.3 Disertai adanya keluhan target organ

5. Diagnosis Hipertensi Emergensi

6. Diagnosis Banding 6.1 Hipertensi Maligna Terakselerasi

6.2 Gangguan cerebrovaskuler, Encephalopaty

Hipertensi

Page 87: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

7. Pemeriksaan Penunjang 7.1 Darah Perifer Lengkap

7.2 Urine Lengkap

7.3 Ureum, Kreatinin

7.4 Glukosa Darah Sewaktu

7.5 Elektrolit

7.6 EKG

7.7 Pemeriksaan khusus sesuai indikasi

7.8 Rontgen Thorax

7.9 USG Abdomen bila diperlukan

7.10 CT scan bila diperlukan

7.11 MRI bila diperlukan

8. Terapi 8.1 Target sesuai MAP 25%

8.2 Atau diastolic ≤ 110 mmHg

8.3 Pada stroke MAP 20%

8.4 Diuretik

8.5 Vasokonstriktor

8.6 Nitrogliseride

8.7 Diltiazem

8.8 Klonidin

9. Lama Perawatan Tidak bisa ditentukan karena sudah mengenai target organ

10. Edukasi 10.1 Kurangi lemak, rendah garam

10.2 Minum obat teratur

10.3 Kontrol teratur

11. Prognosis Dubia

12. Kepustakaan 12.1 Pedoman Penyakit Dalam RSCM

12.2 Buku Ajar FKUI-RSCM

Page 88: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 89: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

70

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3

Data Interaksi Obat Pasien Hipertensi

Rumah Sakit Umum Pelabuhan Jakarta Utara

Periode Juni – Agustus 2016

No Nama

Pasien

Obat Yang Berinteraksi Mekanisme Tingkat Keparahan Jumlah

IO

Keterangan

Major Minor Moderat

1. Simah Clopidogrel + Omeprazole Farmakodinamik √ 1 Penggunaan clopidogrel dan

omeprazole dapat mengurangi

keefektifan clopidogrel dalam

mencegah serangan jantung/stroke.

2. Suroto Spironolactone + losartan

Clopidogrel + omeprazole

Lansoprazole + furosemide

Omeprazole + furosemide

Atorvastatin + omeprazole

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

11 Menggunakan spironolakton

bersama dengan losartan dapat

meningkatkan kadar pottasium

dalam darah.

Penggunaan clopidogrel bersama

dengan omeprazole dapat

mengurangi keefektifan clopidogrel

dalam mencegah serangan jantung

atau stroke.

Penggunaan lansoprazole bersamaan

dengan furosemide dapat

menyebabkan kondisi yang disebut

hypomagnesemia, atau megnesium

rendah darah.

Penggunaan omeprazole bersamaan

dengan furosemide dapat

menyebabkan kondisi yang disebut

hypomagnesemia, atau megnesium

rendah darah.

Penggunaan atorvastatin bersamaan

Page 90: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

71

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Atorvastatin + lansoprazole

Clopidogrel + lansoprazole

Atorvastatin + clopidogrel

Gliserin + granisetron

Phenolphthalein + granisetron

Furosemide + phenolphthalein

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

dengan omeprazole dapat

meningkatkan kadar darah dan efek

atorvastatin.

Penggunaan atorvastatin bersamaan

dengan lansoprazole dapat

meningkatkan kadar darah dan efek

atorvastatin.

Menggunkan clopidogrel bersama

lansoprazole dapat mengurangi

keefektifan clopidogrel dalam

mencegah serangan jantung atau

stroke.

Penggunaan atorvastatin dan

clopidogrel dapat mengurangi efek

clopidogrel.

Granisetron dapat menyebabkan

irama jantung yang tidak teratur

yang mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa, risiko akan

meningkat jika pasien memiliki

kadar magnesium atau kalium darah

rendah.

Granisetron dapat menyebabkan

irama jantung yang tidak teratur

yang mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa, risiko akan

meningkat jika pasien memiliki

kadar magnesium atau kalium darah

rendah.

Menggunakan furosemide bersama

dengan segala jenis obat yang

memiliki efek laksatif, terutama

Page 91: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

72

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam jangka waktu lama, dapat

meningkatkan risiko dehidrasi dan

kelainan elektrolit. Dalam kasus

yang parah, dehidrasi dan kelainan

elektrolit dapat menyebabkan irama

jantung tidak teratur, kejang, dan

masalah ginjal.

3. Subtoni B.

Bakri

Captopril + spironolactone

Captopril + losartan

Spironolactone + losartan

Captopril + HCT

Ondansetron + phenolphthalein

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

13 Mengunakan captopril bersama

spironolakton dapat meningkatkan

kadar kalium dalam darah

(hiperkalemia).

Menggunakan captopril bersama

losartan dapat meningkatkan resiko

efek samping seperti tekanan darah

rendah, gangguan fungsi ginjal dan

kondisi yang disebut hiperkalemia

(pottasium darah tinggi).

Penggunaan spironolaktone bersama

losartan dapat meningkatkan kadar

pottasium dalam darah. Kadar

pottasium yang tinggi dapat

berkembang menjadi kondisi

hiperkalemia. .

Meskipun captopril dengan

hydrochlorothiazide dan gliserin

sering digabungkan bersama,

efeknya mungkin aditif pada

penurunan tekanan darah.

Ondansetron dapat menyebabkan

irama jantung yang tidak teratur yang

mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa, risiko meningkat

Page 92: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

73

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Phenolphthalein + HCT

Glyserin + ondansetron

Captopril + glycerin

HCT + glycerin

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

jika pasien memiliki kadar

magnesium atau kalium darah

rendah.

Menggunakan hydrochlorothiazide

bersama-sama dengan segala jenis

obat yang memiliki efek laksatif

dalam jangka waktu lama, dapat

meningkatkan risiko dehidrasi dan

kelainan elektrolit. Dalam kasus

yang parah, dehidrasi dan kelainan

elektrolit dapat menyebabkan irama

jantung tidak teratur, kejang, dan

masalah ginjal.

Ondansetron dapat menyebabkan

irama jantung yang tidak teratur yang

mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa, risiko meningkat

jika pasien memiliki kadar

magnesium atau kalium darah

rendah.

Menggabungkan captopril dan

gliserin memiliki efek aditif untuk

menurunkan tekanan darah.

Menggunakan HCT bersama-sama

dengan obat yang memiliki efek

laksatif dalam jangka waktu lama,

dapat meningkatkan risiko dehidrasi

dan kelainan elektrolit. Dalam kasus

yang parah, dehidrasi dan kelainan

elektrolit dapat menyebabkan irama

jantung tidak teratur, kejang, dan

masalah ginjal.

Page 93: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

74

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HCT + amlodipine

Captopril + amlodipine

Ranitidine + magnesium oxide

Captopril + magnesium oxide

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Efek antihipertensi dari diuretik

amlodipine dan thiazide adalah

aditif.

Calcium channel blockers dan

angiotensin converting enzyme

(ACE) inhibitor mungkin memiliki

efek hipotensi tambahan.

Antasida oral dan beberapa garam

aluminium, kalsium, dan magnesium

dapat menurunkan konsentrasi

plasma H2 blocker oral. Mekanisme

ini terkait dengan penurunan

penyerapan lambung dan

bioavailabilitas karena efek penetral

asam.

Pemberian bersama antasid dapat

menurunkan bioavailabilitas oral

kaptopril dan penghambat

angiotensin converting enzyme

(ACE) lainnya karena pengosongan

lambung yang tertunda dan / atau

peningkatan pH lambung.

4. Siti Aminah Ondansetron + magnesium

hydroxide

Ranitidine + aluminum

hydroxide

Farmakokinetik

Farmakokinetik

√ 3 Ondansetron dapat menyebabkan

irama jantung tidak teratur yang

mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa. Risiko akan

meningkat jika pasien memiliki

kadar magnesium atau kalium darah

rendah

Antasida oral dan beberapa garam

aluminium, kalsium, dan magnesium

dapat menurunkan konsentrasi

Page 94: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

75

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ranitidine + magnesium

hidroxide

Farmakokinetik

plasma H2 blocker oral.

Antasida oral dan beberapa garam

aluminium, kalsium, dan magnesium

dapat menurunkan konsentrasi

plasma H2 blocker oral.

5. H.

Samsudin

Candesartan + aspirin Farmakodinamik √ 1 Menggunakan candesartan bersama

aspirin dapat mengurangi efek

candesartan dalam menurunkan

tekanan darah. Obat ini juga dapat

mempengaruhi fungsi ginjal.

6. Aras 0

7. Tjasiyem Pottasium chloride + irbesartan

Clopidogrel + omeprazole

Pentoxifylline + ISDN

Pentoxifylline + amlodipine

Pentoxifylline + irbesartan

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

8 Penggunaan potassium chloride

bersama irbesartan dapat

meningkatkan kadar potassium

dalam darah. Kadar potassium dalam

darah dapat berkembang menjadi

kondisi yang dikenal sebagai

hiperkalemia, yang pada kasus parah

dapat menyebabkan gagal ginjal,

kelumpuhan otot, irama jantung tidak

teratur, dan serangan jantung.

Penggunaan clopidogrel dan

omeprazole dapat mengurangi

keefektifan clopidogrel dalam

mencegah serangan jantung/stroke.

Pentoxifylline dapat meningkatkan

efek penurunan tekanan darah dari

ISDN.

Pentoxifylline dapat meningkatkan

efek penurunan tekanan darah dari

amlodipine.

Pentoxifylline dapat meningkatkan

Page 95: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

76

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Clopidogrel + lansoprazole

Pentoxifylline + clopidogrel

ISDN + omeprazole

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

tekanan darah yang menurunkan efek

irbesartan.

Penggunaan clopidogrel bersama

dengan lansoprazole dapat

mengurangi keefektifan clopidogrel

dalam mencegah serangan jantung

atau stroke.

Menggunakan pentoxifylline

bersama clopidogrel dapat

meningkatkan resiko pendarahan.

Omeprazole dapat menghambat

masuknya obat nitrat oral. Efek

antiangina dapat berkurang, dan

iskemia miokard dapat diperberat.

8. Mardiah

Hamid

Clopidogrel + omeprazole

Simvastatin + amlodipin

Atorvastatin + clopidogrel

Clopidogrel + lansoprazole

Atorvastatin + lansoprazole

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

10 Penggunaan obat clopidogrel

bersama dengan omeprazole dapat

mengurangi efektivitas clopidogrel

dalam mencegah serangan jantung

atau stroke.

Penggunaan simvastatin bersama

amlodipine dapat meningkatkan

resiko efek samping obat.

Penggunaan atorvastatin dan

clopidogrel secara bersama dapat

mengurangi efek dari clopidogrel.

Penggunaan clopidogrel bersama

lansoprazole secara bersamaan dapat

mengurangi efektivitas clopidogrel

dalam mencegah serangan jantung

atau stroke.

Menggunakan atorvastatin bersama

dengan lansoprazole dan omeprazole

Page 96: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

77

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Simvastatin + atorvastatin

Simvastatin + omeprazole

Simvastatin + lansoprazole

Omeprazole + atorvastatin

ISDN + omeprazole

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

dapat meningkatkan kadar darah dan

efek atorvastatin.

Menggunakan simvastatin bersama

dengan atorvastatin dapat

meningkatkan resiko kerusakan

saraf, yang merupakan potensi efek

samping.

Menggunakan simvastatin bersama

dengan omeprazole dapat

meningkatkan kadar darah dan efek

dari simvastatin.

Menggunakan simvastatin bersama

dengan lansoprazole dapat

meningkatkan kadar darah dan efek

dari simvastatin

Menggunakan atorvastatin bersama

dengan omeprazole dapat

meningkatkan kadar darah dan efek

atorvastatin.

Omeprazole dapat menghambat

masuknya obat nitrat oral. Efek

antiangina dapat berkurang, dan

iskemia miokard dapat diperberat.

9. Sumiati Metformin + glimepiride Farmakodinamik √ 1 Pemberian glimepiride bersama

metformin dapat berpotensi resiko

hipoglikemia.

10. Bebena

F.W.

Carolina

Ranitidine + metformin

Farmakodinamik

4 Menggunakan metformin bersama

dengan ramitidine dapat

meningkatkan efek dari metformin

yang dapat menyebabkan kondisi

yang mengancam nyawa yang

disebut asidosis laktat.

Page 97: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

78

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ranitidine + glimepiride

Metformin + glimepiride

Omeprazole + glimepiride

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Penggunaan ranitidine bersama

dengan glimepiride dapat

meningkatkan efek glimepiride yang

dapat menyebabkan gula darah

pasien menjadi terlalu rendah.

Pemberian glimepiride bersama

metformin dapat berpotensi resiko

hipoglikemia.

Beberapa inhibitor pompa proton

benzimidazole dapat meningkatkan

konsentrasi sulfonylurea, dan efek

hipoglikemik dapat meningkat.

11. Dulman

Samidjar

Omeprazole + clopidogrel

Alprazolam + Fasorbid

Alprazolam + omeprazole

Alprazolam + losartan

Fasorbid + omeprazole

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

5 Penggunaan clopidogrel bersama

dengan omeprazole dapat

mengurangi keefektifan clopidogrel

dalam mencegah serangan jantung

atau stroke.

Fasorbid dan alprazolam memiliki

efek tambahan dalam menurunkan

tekanan darah.

Omeprazole dapat meningkatkan

kadar darah dan efek dari

alprazolam.

Penggunaan alprazolam dan losartan

memiliki efek tambahan dalam

menurunkan tekanan darah.

Omeprazole dapat menghambat

masuknya obat golongan nitrat oral,

berkurangnya efek antiangina dan

bertambahnya efek iskemia miokard.

12. Achmad

Selamet

Omeprazole + furosemide

Farmakokinetik

4 Menggunakan omeprazole bersama

dengan furosemide dapat

Page 98: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

79

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Metronidazole + simvastatin

Simvastatin + omeprazole

Metronidazole + ondansetron

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

menyebabkan kondisi yang disebut

hypomagnesemia, atau magnesium

darah rendah.

Menggunakan metronidazole

bersama dengan simvastatin dapat

meningkatkan risiko kerusakan saraf,

yang merupakan efek samping

potensial dari kedua obat tersebut.

Menggunakan simvastatin bersama

dengan omeprazole dapat

meningkatkan kadar darah dan efek

simvastatin.

Secara teoritis, pemberian bersama

dengan agen lain yang dapat

memperpanjang interval QT dapat

menghasilkan efek aditif dan

peningkatan risiko aritmia ventrikel

dan kematian mendadak.

13. Oenoes

Sahib

Ranitidine + metformin

Ranitidine + acetaminophen

Farmakodinamik

Farmakodinamik

2 Menggunakan metformin bersama

ranitidine dapat meningkatkan efek

dari metformin, yang dapat

menyebabkan kondisi yang

mengancam nyawa yang disebut

asidosis laktat.

Pada penelitian hewan menunjukkan

bahwa ranitidine dapat

mempotensiasi hepatotoksisitas

acetaminophen

14. Wirendro

Sumargo

0

15. Sudiyah Ranitidine + cefditiron

Farmakodinamik

3 Penggunaan cefditoren bersama

ranitidine dapat mengurangi asam

Page 99: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

80

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Amlodipin + nobivolol

Ranitidine + parasetamol

Farmakodinamik

Farmakodinamik

lambung, ranitidine dapat

menurunkan penyerapan dan tingkat

darah cefditoren dan membuat obat

kurang efektif terhadap infeksi.

Nebivolol dan amlodipine memiliki

efek dalam menurunkan tekanan

darah dan detak jantung.

Ranitidine dapat mempotensiasi

hepatotoksisitas parasetamol.

16. Abd Rahim

Zainuddin

Ondansetron + tramadol

Amlodipine + diclofenac

Farmakodinamik

Farmakodinamik

2 Penggunaan ondansetron dan

tramadol secara bersama dapat

mengurangi efek dari tramadol.

Penggunaan amlodipine bersama

dengan diclofenac secara bersama

dapat menyebabkan tekanan darah

meningkat.

17. Suhartinah Amiodaron + warfarin

Amiodaron + ondansetron

Amlodipine + simvastatin

Simvastatin + amiodarone

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

27 Menggunakan amiodaron bersama

dengan warfarin dapat menyebabkan

pasien mudah berdarah/pendarahan.

Menggunakan amiodaron bersama

dengan ondansetron dapat

meningkatkan risiko irama jantung

yang tidak teratur yang mungkin

serius dan berpotensi mengancam

jiwa.

Menggabungkan amlodipine dan

simvastatin secara signifikan dapat

meningkatkan tingkat darah

simvastatin, ini dapat meningkatkan

risiko efek samping.

Menggabungkan amiodarone dan

simvastatin secara signifikan dapat

Page 100: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

81

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Warfarin + aspirin

Magnesium oxside + aspirin

Warfarin + vitamin B komplek

Ondansetron + phenolphthalein

Amiodarone + phenolphthalein

Warfarin + ranitidine

Gliserin + ondansetron

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

meningkatkan kadar darah

simvastatin, ini dapat meningkatkan

risiko efek samping.

Menggunakan warfarin bersama

dengan aspirin dapat menyebabkan

pasien lebih mudah berdarah.

Menggunakan magnesium oksida

bersama dengan aspirin dapat

menurunkan efek aspirin.

Suplemen vitamin yang mengandung

vitamin K dapat mengurangi

efektivitas warfarin.

Ondansetron dapat menyebabkan

irama jantung yang tidak teratur yang

mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa, risiko meningkat

jika pasien memiliki kadar

magnesium atau kalium darah

rendah.

Amiodarone dapat menyebabkan

irama jantung yang tidak teratur yang

mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa, risiko meningkat

jika pasien memiliki kadar

magnesium atau kalium darah

rendah.

Menggunakan warfarin bersama

dengan ranitidine dapat

menyebabkan pasien lebih mudah

berdarah.

Ondansetron dapat menyebabkan

irama jantung yang tidak teratur yang

Page 101: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

82

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Levodopa + simvastatin

Warfarin + suklarfat

Amiodarone + levodopa

Warfarin + ubiquinone

Amiodarone + glyserin

Aspirin + amlodipine

Levodopa + amlodipine

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmaokinetik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa, risiko meningkat

jika pasien memiliki kadar

magnesium atau kalium darah

rendah.

Menggunakan levodopa bersama

dengan simvastatin dapat

meningkatkan risiko kerusakan saraf,

yang merupakan efek samping

potensial dari kedua obat.

Menggunakan warfarin bersama

dengan sukralfat dapat mengurangi

efek warfarin.

Menggunakan amiodarone bersama

dengan levodopa dapat

meningkatkan risiko kerusakan saraf,

yang merupakan efek samping

potensial dari kedua obat.

Kombinasi warfarin dan ubiquinone

dapat mengurangi efek dari warfarin.

Amiodarone dapat menyebabkan

irama jantung yang tidak teratur yang

mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa, risiko meningkat

jika Anda memiliki kadar

magnesium atau kalium darah

rendah.

Kombinasi aspirin dan amlodipine

dapat menyebabkan tekanan darah

akan meningkat.

Levodopa dan amlodipine memiliki

efek tambahan dalam menurunkan

Page 102: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

83

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Amiodarone + bisoprolol

Levedopa + bisoprolol

Bisoprolol + amlodipine

Suklarfat + bisoprolol

Ranitidine + magnesium oxide

Aspirin + bisoprolol

Levedopa + magnesium oxide

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

tekanan darah.

Menggunakan amiodarone bersama

dengan bisoprolol dapat

menyebabkan peningkatan efek

samping.

Levodopa dan bisoprolol memiliki

efek tambahan dalam menurunkan

tekanan darah Anda.

Bisoprolol dan amlodipine memiliki

efek tambahan dalam menurunkan

tekanan darah dan detak jantung.

Pemberian secara bersamaan dengan

antasida aluminium dan magnesium

dapat menurunkan efek dari oral

beta-blocker.

Antasida oral dan beberapa garam

aluminium, kalsium, dan magnesium

dapat menurunkan konsentrasi

plasma H2 blocker oral. Mekanisme

ini terkait dengan penurunan

penyerapan lambung dan

bioavailabilitas karena efek penetral

asam.

Dosis salisilat yang tinggi dapat

menurunkan efek dari antihipertensi

dari beta-blocker.

Antasida dan beberapa sediaan oral

aluminium, kalsium, atau magnesium

mengandung dapat meningkatkan

penyerapan levodopa. Mekanisme ini

terkait dengan peningkatan pH

lambung dan / atau penurunan waktu

Page 103: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

84

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bisoprolol + magnesium oxide

Warfarin + simvastatin

Farmakodinamik

Farmakodinamik

pengosongan lambung.

Pemberian bersamaan dengan

antasida aluminium dan magnesium

dapat menurunkan efek dari oral

beta-blocker.

Simvastatin dapat meningkatkan

respon antikoagulan terhadap

warfarin.

18. Nasrullah Aspirin + candesartan Farmakodinamik

1 Menggunakan candesartan bersama

dengan aspirin mengurangi efek

candesartan dalam menurunkan

tekanan darah, selain itu, kedua obat

ini dapat mempengaruhi fungsi

ginjal.

19. Sugeng

Warsono

Aspirin + digoxin

Furosemide + digoxin

Furosemide + omeprazole

Digoxin + omeprazole

Furosemide + aspirin

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

7 Menggunakan aspirin bersama

dengan digoxin dapat meningkatkan

efek dari digoxin.

Menggunakan furosemide bersama

dengan digoxin dapat meningkatkan

efek dari digoxin.

Menggunakan omeprazole bersama

dengan furosemide dapat

menyebabkan kondisi yang disebut

hypomagnesemia, atau magnesium

darah rendah.

Menggunakan digoxin bersama

dengan omeprazole dapat

meningkatkan efek digoxin.

Salisilat dalam dosis anti-inflamasi

dapat menurunkan respon diuretik

dan natriuretik terhadap loop

diuretik.

Page 104: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

85

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Aspirin + omeprazole

Isosorbide dinitrate +

omeprazole

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Pemberian bersama dengan inhibitor

pompa proton dapat menurunkan

bioavailabilitas oral aspirin dan

salisilat lainnya.

Omeprazole dapat menghambat

masuknya obat nitrat oral. Efek

antiangina dapat berkurang, dan

iskemia miokard dapat meningkat.

20. Meatun Ceftriaxone + furosemid

Ranitidine + sodium bikarbonat

Farmakodinamik

Farmakokinetik

2 Ceftriaxone dapat menyebabkan

masalah ginjal, dan

menggunakannya dengan furosemide

dapat meningkatkan risiko itu.

Antasida oral dan beberapa garam

aluminium, kalsium, dan magnesium

dapat menurunkan konsentrasi

plasma H2 blocker oral. Mekanisme

ini terkait dengan penurunan

penyerapan lambung dan

bioavailabilitas karena efek penetral

asam.

21. Muharni Ceftriaxone + furosemide

Cefixime + furosemide

Ranitidine + glimepiride

Furosemide + glimepiride

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakikinetik

Farmakodinamik

4 Ceftriaxone jika digunakan dengan

furosemide dapat menyebabkan

masalah ginjal.

Cefixime jika digunakan dengan

furosemide dapat menyebabkan

masalah ginjal.

Menggunakan ranitidine bersama

dengan glimepiride dapat

meningkatkan efek dari glimepiride,

yang dapat menyebabkan gula darah

menjadi terlalu rendah.

Furosemide dapat mengganggu

Page 105: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

86

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kontrol glukosa darah dan

mengurangi efektivitas glimepiride.

22. Rita

Rostika

Omeprazole + clopidogrel

Atorvastatin + omeprazole

Atorvastatin + clopidogrel

ISDN + omeprazole

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

4 Menggunakan clopidogrel bersama

dengan omeprazole dapat

mengurangi efektivitas clopidogrel

dalam mencegah serangan jantung

atau stroke.

Menggunakan atorvastatin bersama

dengan omeprazole dapat

meningkatkan kadar darah dan efek

atorvastatin.

Menggunakan atorvastatin dan

clopidogrel dapat mengurangi efek

dari clopidogrel.

Omeprazole dapat menghambat

masuknya obat nitrat oral. Efek

antiangina dapat berkurang, dan

iskemia miokard dapat diperberat.

23. Sulasmi Warfarin + clopidogrel

Warfarin + heparin + aspirin

Aspirin + clopidogrel

Warfarin + lansoprazole

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

20 Mengunakan warfarin bersama

clopidogrel dapat meningkatkan

resiko komplikasi pendarahan.

Mengunakan warfarin, heparin dan

aspirin secara bersamaan dapat

menyebabkan pasien berdarah

dengan mudah.

Menggunakan aspirin bersama

clopidogrel dapat menyebabkan

pendarahan yang tidak biasa, nyeri

perut bawah, kelemahan, dan

munculnya kotoran berwarna hitam.

Menggunakan warfarin bersama

dengan lansoprazole dapat

Page 106: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

87

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Digoxin + bisoprolol

Furosemid + bisoprolol

Lansoprazole + digoxin

Aspirin + digoxin

Propranolol + digoxin

Clopidogrel + lansoprazole

Propranolol + furosemid

Lansoprazole + furosemid

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakokinetik

meningkatkan resiko pendarahan

dalam kasus yang jarang terjadi.

Menggunakan digoxin bersama

dengan bisoprolol dapat

memperlambat detak jantung dan

menyebabkan peningkatan efek

samping.

Menggunakan furosemide dan

bisoprolol bersama-sama dapat

menurunkan tekanan darah dan

memperlambat denyut jantung.

Menggunakan lansoprazole bersama

digoxin dapat meningkatkan efek

digoxin.

Pengunaan aspirin dan digoxin dapat

meningkatkan kadar digoxin.

Menggunakan propranolol bersama

digoxin dapat memperlambat detak

jantung dan menyebabkan

peningkatan efek samping.

Menggunakan clopidogrel bersama

dengan lansoprazole dapat

mengurangi keefektifan clopidogrel

dalam mencegah serangan jantung

atau stroke.

Menggunakan propranolol dan

furosemid bersama-sama dapat

menurunkan tekanan darah dan

memperlambat denyut jantung.

Menggunakan lansoprazole

bersamaan dengan furosemide dapat

menyebabkan kondisi yang disebut

Page 107: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

88

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Furosemide + digoxin

Heparin + clopidogrel

Aspirin + lansoprazole

Aspirin + bisoprolol

Digoxin + heparin

Furosemide + aspirin

Propranolol + aspirin

Warfarin + propranolol

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

hypomagnesemia, atau magnesium

darah rendah.

Menggunakan furosemide dan

digoxin bersamaan dapat

meningkatkan efek dari digoxin.

Clopidogrel tidak mengubah efek

antikoagulan yang diinduksi heparin.

Pemberian bersama dengan inhibitor

pompa proton dapat menurunkan

bioavailabilitas oral aspirin dan

salisilat lainnya.

Dosis salisilat yang tinggi dapat

menurunkan efek antihipertensi dari

beta-blocker.

Pemberian digoxin bersama heparin

dapat meningkat pada pasien uremik

setelah pemberian heparin setelah

hemodialisa.

Salisilat dalam dosis anti-inflamasi

dapat menurunkan respon diuretik

dan natriuretik terhadap loop

diuretik.

Dosis salisilat yang tinggi dapat

menurunkan efek antihipertensi dari

beta-blocker.

Beberapa beta-blocker oral dapat

meningkatkan tingkat serum

antikoagulan oral dan meningkatkan

efek antikoagulan.

24. Arief

Taufiq

Ramipril + spironolactone

Farmakokinetik

7 Penggunaan ramipril bersama

spironolakton dapat meningkatkan

kadar pottasium dalam darah

Page 108: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

89

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Furosemide + ramipril

Omeprazole + simvastatin

ISDN + ramipril

Magnesium oxide + aspirin

Furosemide + laxadine

Omeprazole + furosemid

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

(hiperkalemia), terutama jika

mengalami dehidrasi atau memiliki

penyakit ginjal, diabetes, gagal

jantung, atau orang dewasa yang

lebih tua.

Meskipun furosemide, gliserin dan

ramipril sering dikombinasikan

bersamaan, efeknya mungkin aditif

pada penurunan tekanan darah.

Penggunaan omeprazole secara

bersamaan dengan simvastatin dapat

meningkatkan kadar darah dan efek

simvastatin. Hal ini dapat

meningkatkan resiko efek samping.

Pengunaan ISDN dan ramipril

bersama-sama dapat menurunkan

tekanan darah dan memperlambat

denyut jantung.

Menggunakan magnesium oksida

bersama aspirin dapat mengurangi

efek aspirin.

Mengunakan furosemide bersama

dengan obat apapun yang memiliki

efek pencahar, terutama dalam waktu

lama dapat meningkatkan resiko

dehidrasi dan kelainan elektrolit.

Penggunaan omeprazole bersamaan

dengan furosemide dapat

menyebabkan kondisi yang disebut

hypomagnesemia atau magnesium

darah rendah.

25. Masrupi Ceftriaxone + furesemid Farmakodinamik √ 5 Menggunakan ceftriaxone dapat

Page 109: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

90

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Aspirin + digoxin

Furosemide + digoxin

Aspirin + clopidogrel

Furosemide + aspirin

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

menyebabkan masalah ginjal, dan

menggunakan dengan furosemide

dapat meningkatkan resiko tersebut.

Menggunakan aspirin bersamaan

dengan digoxin dapat meningkatkan

kadar digoxin.

Furosemide dan digoxin sering

digunakan bersamaan namun

mungkin memerlukan evaluasi kadar

digoxin, pottasium, dan magnesium

lebih sering.

Penggunaan aspirin dan clopidogrel

dapat menyebabkan pendarahan yang

tidak biasa, nyeri perut yang parah,

kelemahan, dan munculnya kotoran

berwarna hitam.

Salisilat dalam dosis anti-inflamasi

dapat menurunkan respon diuretik

dan natriuretik terhadap loop

diuretik.

26. Achmad

Buhori

Ceftriaxone + furosemide

Lansoprazole + furosemide

Furosemid + ramipril

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

10 Menggunakan ceftriaxone dapat

menyebabkan masalah ginjal, dan

menggunakannya dengan furosemide

dapat meningkatkan resiko tersebut.

Menggunakan lansoprazole dengan

furosemide dapat menyebabkan

kondisi yang disebut

hypomagnesemia, atau magnesium

darah rendah.

Furosemide dan ramipril jika

digunakan bersamaan efeknya

mungkin aditif pada penurunan

Page 110: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

91

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Furosemid + bisoprolol

Levofloxacin + ondansetron

Aspirin + ramipril

Aspirin + levofloxacin

Aspirin + bisoprolol

Aspirin + lansoprazole

Furosemide + aspirin

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

tekanan darah.

Menggunakan furosemide dan

bisoprolol bersama-sama dapat

menurunkan tekanan darah dan

memperlambat denyut jantung.

Menggunakan levofloxacin

bersamaan dengan ondanstron dapat

meningkatkan resiko irama jantung

tidak teratur dan mungkin serius dan

berpotensi mengancam jiwa.

Pemberian aspirin dapat mengurangi

efek vasodilator dan hipotensi dari

ACE inhibitor.

Levofloxacin dapat menyebabkan

efek samping sistem saraf pusat

seperti tremor, gerakan otot tak

sadar, kecemasan, kebingungan,

depresi, halusinasi atau kejang, dan

menggabungkannya dengan obat lain

yang juga dapat mempengaruhi

sistem saraf pusat seperti aspirin

dapat meningkatkan risiko tersebut.

Dosis salisilat yang tinggi dapat

menurunkan efek antihipertensi dari

beta-blocker.

Pemberian bersama dengan inhibitor

pompa proton dapat menurunkan

bioavailabilitas oral aspirin dan

salisilat lainnya.

Salisilat dalam dosis anti-inflamasi

dapat menurunkan respon dari

diuretik dan natriuretik terhadap loop

Page 111: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

92

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diuretik.

27. Kartini 0

28. Elliwati Ondansetron + magnesium

oxide

Ranitidine + aluminum

hydroxide

Ranitidine + magnesium

hydroxide

√ 3 Ondansetron dapat menyebabkan

irama jantung yang tidak teratur yang

mungkin serius dan berpotensi

mengancam jiwa, meskipun itu

adalah efek samping yang relatif

jarang. Risiko meningkat jika

penderita memiliki kadar magnesium

atau kalium darah rendah.

Antasida oral dan beberapa garam

aluminium, kalsium, dan magnesium

dapat menurunkan konsentrasi

plasma H2 blocker oral. Mekanisme

ini terkait dengan penurunan

penyerapan lambung dan

bioavailabilitas karena efek penetral

asam.

Antasida oral dan beberapa garam

aluminium, kalsium, dan magnesium

dapat menurunkan konsentrasi

plasma H2 blocker oral. Mekanisme

ini terkait dengan penurunan

penyerapan lambung dan

bioavailabilitas karena efek penetral

asam.

29. Fatmawati Captopril + naproxen

Farmakodinamik

4 Menggunakan captopril bersama

dengan naproxen dapat mengurangi

efek captopril dalam menurunkan

tekanan darah. Selain itu, obat-

obatan ini dapat mempengaruhi

fungsi ginjal.

Page 112: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

93

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Naproxen + amlodipine

Captopril + amlodipine

Metronidazole + ondansetron

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

√ Kombinasi dari naproxen dan

amlodipine dapat menyebabkan

tekanan darah meningkat.

Calcium channel blockers dan

angiotensin converting enzyme

(ACE) inhibitor memiliki efek

hipotensi tambahan.

Pemberian metronidazole dan

ondansetron bersama menghasilkan

efek aditif dan peningkatan risiko

aritmia ventrikel termasuk kematian

mendadak.

30. Tito Ramipril + spironolactone

Ceftriaxone + furosemide

Furosemid + ramipril

Farmakodinamik

Farmakodinamik

3 Menggunakan ramipril bersama

dengan spironolactone dapat

meningkatkan kadar kalium dalam

darah (hiperkalemia), terutama jika

mengalami dehidrasi atau memiliki

penyakit ginjal, diabetes dan gagal

jantung.

Antibiotik cephalosporin seperti

ceftriaxone dapat menyebabkan

masalah ginjal, dan

menggunakannya dengan furosemide

dapat meningkatkan risiko tersebut.

Meskipun furosemide dan ramipril

sering digabungkan bersama,

efeknya adalah aditif untuk

menurunkan tekanan darah.

31. Sarnu Spironolactone + candesartan

√ 1 Menggunakan candesartan bersama

dengan spironolactone dapat

meninkatkan kadar potasium dalam

darah. Kadar kalium yang tinggi

Page 113: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

94

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dapat berkembang menjadi suatu

kondisi yang dikenal hiperkalemia,

pada kasus yang parah dapat

menyebabkan gagal ginjal,

kelumpuhan total, ritme jantung

tidak terartur dan serangan jantung.

32. Hartanto Captopril + spironolactone

Captopril + losartan

Spironolactone + losartan

6 Menggunakan captopril bersama

dengan spironolactone dapat

meningkatkan kadar kalium dalam

darah (hiperkalemia), terutama jika

Anda mengalami dehidrasi atau

memiliki penyakit ginjal, diabetes

dan gagal jantung.

Menggunakan captopril bersama

dengan losartan dapat meningkatkan

risiko efek samping seperti tekanan

darah rendah, gangguan fungsi

ginjal, dan kondisi yang disebut

hiperkalemia (kalium darah tinggi).

Dalam kasus yang parah,

hiperkalemia dapat menyebabkan

gagal ginjal, kelumpuhan otot, ritme

jantung yang tidak teratur, dan

serangan jantung.

Menggunakan spironolactone

bersama dengan losartan dapat

meningkatkan kadar potasium dalam

darah. Kadar kalium yang tinggi

dapat berkembang menjadi suatu

kondisi yang dikenal sebagai

hiperkalemia, yang pada kasus yang

parah dapat menyebabkan gagal

Page 114: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

95

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Captopril + hydrochorothiazide

Captopril + amlodipine

Amlodipine +

hydrochorothiazide

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

ginjal, kelumpuhan otot, ritme

jantung yang tidak teratur, dan

serangan jantung.

Captopril dan hydrocholothiazide

jika digabungkan bersama, efeknya

aditif untuk menurunkan tekanan

darah.

Calcium channel blockers dan

angiotensin converting enzyme

(ACE) inhibitor memiliki efek

hipotensi. Meskipun obat ini sering

digunakan secara aman, pemantauan

tekanan darah sistemik dianjurkan

selama pemberian obat ini secara

bersama.

Efek antihipertensi dari diuretik

amlodipine dan thiazide adalah

aditif.

33. Tomi Ondansetron + tramadol

Amlodipine + diclofenac

Farmakodinamik

Farmakodinamik

2 Penggunaan ondansetron dan

tramadol secara bersama dapat

mengurangi efek dari tramadol.

Penggunaan amlodipine bersama

dengan diclofenac secara bersama

dapat menyebabkan tekanan darah

meningkat.

34. Supriyadi Ramipril + spironolactone

7 Penggunaan ramipril bersama

spironolakton dapat meningkatkan

kadar pottasium dalam darah

(hiperkalemia), terutama jika

mengalami dehidrasi atau memiliki

penyakit ginjal, diabetes, gagal

jantung, atau orang dewasa yang

Page 115: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

96

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Furosemide + ramipril

Omeprazole + simvastatin

ISDN + ramipril

Magnesium oxide + aspirin

Furosemide + laxadine

Omeprazole + furosemide

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

lebih tua.

Meskipun furosemide, gliserin dan

ramipril sering dikombinasikan

bersamaan, efeknya mungkin aditif

pada penurunan tekanan darah.

Penggunaan omeprazole secara

bersamaan dengan simvastatin dapat

meningkatkan kadar darah dan efek

simvastatin. Hal ini dapat

meningkatkan resiko efek samping.

Pengunaan ISDN dan ramipril

bersama-sama dapat menurunkan

tekanan darah dan memperlambat

denyut jantung.

Menggunakan magnesium oksida

bersama aspirin dapat mengurangi

efek aspirin.

Mengunakan furosemide bersama

dengan obat apapun yang memiliki

efek pencahar, terutama dalam waktu

lama dapat meningkatkan resiko

dehidrasi dan kelainan elektrolit.

Penggunaan omeprazole bersamaan

dengan furosemide dapat

menyebabkan kondisi yang disebut

hypomagnesemia atau magnesium

darah rendah.

35. Anggi Warfarin + clopidogrel

Warfarin + heparin

Farmakodinamik

Farmakodinamik

21 Mengunakan warfarin bersama

clopidogrel dapat meningkatkan

resiko komplikasi pendarahan.

Mengunakan warfarin dan heparin

secara bersamaan dapat

Page 116: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

97

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Warfarin + aspirin

Aspirin + clopidogrel

Warfarin + lansoprazole

Digoxin + bisoprolol

Furosemide + bisoprolol

Lansoprazole + digoxin

Aspirin + digoxin

Propranolol + digoxin

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

menyebabkan pasien berdarah

dengan mudah.

Mengunakan warfarin dan heparin

secara bersamaan dapat

menyebabkan pasien berdarah

dengan mudah.

Menggunakan aspirin bersama

clopidogrel dapat menyebabkan

pendarahan yang tidak biasa, nyeri

perut bawah, kelemahan, dan

munculnya kotoran berwarna hitam.

Menggunakan warfarin bersama

dengan lansoprazole dapat

meningkatkan resiko pendarahan

dalam kasus yang jarang terjadi.

Menggunakan digoxin bersama

dengan bisoprolol dapat

memperlambat detak jantung dan

menyebabkan peningkatan efek

samping.

Menggunakan furosemide dan

bisoprolol bersama-sama dapat

menurunkan tekanan darah dan

memperlambat denyut jantung.

Menggunakan lansoprazole bersama

digoxin dapat meningkatkan efek

digoxin.

Pengunaan aspirin dan digoxin dapat

meningkatkan kadar digoxin.

Menggunakan propranolol bersama

digoxin dapat memperlambat detak

jantung dan menyebabkan

Page 117: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

98

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Clopidogrel + lansoprazole

Propranolol + furosemide

Lansoprazole + furosemide

Furosemide + digoxin

Heparin + clopidogrel

Aspirin + lansoprazole

Aspirin + bisoprolol

Digoxin + heparin

Furosemide + aspirin

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

peningkatan efek samping.

Menggunakan clopidogrel bersama

dengan lansoprazole dapat

mengurangi keefektifan clopidogrel

dalam mencegah serangan jantung

atau stroke.

Menggunakan propranolol dan

furosemide bersama-sama dapat

menurunkan tekanan darah dan

memperlambat denyut jantung.

Menggunakan lansoprazole

bersamaan dengan furosemide dapat

menyebabkan kondisi yang disebut

hypomagnesemia, atau magnesium

darah rendah.

Menggunakan furosemide dan

digoxin bersamaan dapat

meningkatkan efek dari digoxin.

Clopidogrel tidak mengubah efek

antikoagulan yang diinduksi heparin.

Pemberian bersama dengan inhibitor

pompa proton dapat menurunkan

bioavailabilitas oral aspirin dan

salisilat lainnya.

Dosis salisilat yang tinggi dapat

menurunkan efek antihipertensi dari

beta-blocker.

Pemberian digoxin bersama heparin

dapat meningkat pada pasien uremik

setelah pemberian heparin setelah

hemodialisa.

Salisilat dalam dosis anti-inflamasi

Page 118: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

99

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Propranolol + aspirin

Warfarin + propranolol

Farmakodinamik

dapat menurunkan respon diuretik

dan natriuretik terhadap loop

diuretik.

Dosis salisilat yang tinggi dapat

menurunkan efek antihipertensi dari

beta-blocker.

Beberapa beta-blocker oral dapat

meningkatkan tingkat serum

antikoagulan oral dan meningkatkan

efek antikoagulan.

36. Elizar Ranitidine + cefditiron

Amlodipine + nobivolol

Ranitidine + parasetamol

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

3 Penggunaan cefditoren bersama

ranitidine dapat mengurangi asam

lambung, ranitidine dapat

menurunkan penyerapan dan tingkat

darah cefditoren dan membuat obat

kurang efektif terhadap infeksi.

Nebivolol dan amlodipine memiliki

efek dalam menurunkan tekanan

darah dan detak jantung.

Ranitidine dapat mempotensiasi

hepatotoksisitas parasetamol.

37. Mislita 0

38. Sutasmini Candesartan + aspirin Farmakodinamik √ 1 Menggunakan candesartan bersama

aspirin dapat mengurangi efek

candesartan dalam menurunkan

tekanan darah. Obat ini juga dapat

mempengaruhi fungsi ginjal.

39. Neneng Metformin + glimepiride √ 1 Pemberian glimepiride bersama

metformin dapat berpotensi resiko

hipoglikemia.

40. Siti

Maryam

Aspirin + digoxin

Farmakodinamik

7 Menggunakan aspirin bersama

dengan digoxin dapat meningkatkan

Page 119: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

100

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Furosemide + digoxin

Furosemide + omeprazole

Digoxin + omeprazole

Furosemide + aspirin

Aspirin + omeprazole

Isosorbide dinitrate +

omeprazole

Farmakodinamik

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

Farmakodinamik

efek dari digoxin.

Menggunakan furosemide bersama

dengan digoxin dapat meningkatkan

efek dari digoxin.

Menggunakan omeprazole bersama

dengan furosemide dapat

menyebabkan kondisi yang disebut

hypomagnesemia, atau magnesium

darah rendah.

Menggunakan digoxin bersama

dengan omeprazole dapat

meningkatkan efek digoxin.

Salisilat dalam dosis anti-inflamasi

dapat menurunkan respon diuretik

dan natriuretik terhadap loop

diuretik.

Pemberian bersama dengan inhibitor

pompa proton dapat menurunkan

bioavailabilitas oral aspirin dan

salisilat lainnya.

Omeprazole dapat menghambat

masuknya obat nitrat oral. Efek

antiangina dapat berkurang, dan

iskemia miokard dapat meningkat.

41. Intan

Suryani

Ranitidine + cefditiron

Amlodipine + nobivolol

Farmakodinamik

Farmakodinamik

3 Penggunaan cefditoren bersama

ranitidine dapat mengurangi asam

lambung, ranitidine dapat

menurunkan penyerapan dan tingkat

darah cefditoren dan membuat obat

kurang efektif terhadap infeksi.

Nebivolol dan amlodipine memiliki

efek dalam menurunkan tekanan

Page 120: KAJIAN INTERAKSI OBAT TERHADAP PASIEN GERIATRI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42319/1/PHILIA... · polifarmasi dan potensi interaksi obat-obat berdasarkan tingkatan

101

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ranitidine + parasetamol

Farmakodina

mik

darah dan detak jantung. Pasien

mungkin akan mengalami sakit

kepala, pusing, pening, pingsan, dan

/ atau perubahan denyut nadi atau

detak jantung.

Ranitidine dapat mempotensiasi

hepatotoksisitas parasetamol.

42. Suparmi Ondansetron + tramadol

Amlodipine + diclofenac

Farmakodinamik

Farmakokinetik

2 Penggunaan ondansetron dan

tramadol secara bersama dapat

mengurangi efek dari tramadol.

Penggunaan amlodipine bersama

dengan diclofenac secara bersama

dapat menyebabkan tekanan darah

meningkat.