Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun...

60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat Triwulan III 2014 Volume 8 Nomor 3

Transcript of Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun...

Page 1: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Barat

Triwulan III 2014

Volume 8 Nomor 3

Page 2: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders
Page 3: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I

SULAWESI MALUKU PAPUA (SULAMPUA)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Provinsi Sulawesi Barat

TRIWULAN III 2014

Page 4: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Publikasi ini dan publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

www.bi.go.id/web/id/Publikasi/

Salinan publikasi ini dapat diperoleh dengan menghubungi:

Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I

Sulawesi Maluku Papua (Sulampua)

Jl. Jenderal Sudirman No. 3

Makassar 90113, Indonesia

Telepon: 0411 – 3615188/3615189

Faksimili: 0411 – 3615170

Page 5: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan i

KATA PENGANTAR

Kata Pengantar

Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan setiap

triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah I – Sulawesi Maluku Papua (Sulampua), mencakup aspek

pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem

pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke

depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam

merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para

stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah

diharapkan dapat semakin berperan sebagai strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya.

Pada triwulan III 2014, ekonomi Sulbar tumbuh diatas rata-ratanya yaitu mencapai 10,02% (yoy) atau mengalami

percepatan dibandingkan triwulan II 2014 yang tumbuh 8,93% (yoy), dengan level pertumbuhan tersebut, ekonomi Sulbar

tumbuh lebih tinggi daripada perekonomian nasional (5,01%; yoy). Sebagai penggerak pertumbuhan adalah sektor

industri pengolahan, sektor LGA, dan sektor jasa-jasa. Peningkatan kegiatan ekonomi pada akhirnya secara positif

berperan pada penurunan tingkat pengangguran. Di sisi lain, laju inflasi Sulbar triwulan III 2014, cenderung melambat

(4,46%; yoy), di bawah angka nasional. Lembaga TPID yang sudah terbentuk di semua enam kabupaten/kota dan provinsi

diyakini makin berperan dalam pengendalian harga-harga umum. Dari sisi kesejahteraan masyarakat, tantangan yang

masih perlu mendapat perhatian adalah ketimpangan pendapatan masyarakat yang semakin lebar dan tingkat kemiskinan

yang masih belum berhasil ditekan.

Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data serta informasi dari berbagai institusi baik secara

langsung yaitu melalui survei dan liaison maupun dari data yang sudah tersedia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada

kesempatan ini, kami sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa

pemikiran maupun penyediaan data/informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para

pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan.

Makassar, November 2014

Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Wilayah I - Sulampua

Suhaedi

Direktur Eksekutif

Page 6: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

ii Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

VISI BANK INDONESIA

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional

melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian

inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

MISI BANK INDONESIA

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi

kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang

berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan

efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan

eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan

dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian

nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang

berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan

stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan

akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia

yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta

melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam

rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS

Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen

dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas

Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest –

Coordination and Teamwork.

Page 7: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan iii

DAFTAR ISI

Daftar Isi

KATA PENGANTAR I

DAFTAR ISI III

RINGKASAN EKSEKUTIF 1

TABEL INDIKATOR EKONOMI 5

1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 9

1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 10

1.2. SISI PERMINTAAN 10

1.3. SISI PENAWARAN 12

2. KEUANGAN PEMERINTAH 17

2.1. STRUKTUR ANGGARAN 18

2.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD SULAWESI BARAT 19

2.3. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN INSTANSI VERTIKAL DI SULAWESI BARAT 21

2.4. PERAN REALISASI KEUANGAN PEMERINTAH TERHADAP EKONOMI DAERAH 21

3. INFLASI DAERAH 23

3.1. INFLASI KELOMPOK BARANG DAN JASA 24

3.2. DISAGREGASI INFLASI 28

3.3. KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI 28

4. SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 29

4.1. KONDISI UMUM PERBANKAN 30

4.2. STABILITAS SISTEM KEUANGAN 32

4.3. PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 33

4.4. PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 34

5. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 35

5.1. TENAGA KERJA 36

Page 8: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

DAFTAR ISI

iv Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

5.2. PENDUDUK MISKIN 37

5.3. RASIO GINI 38

5.4. NILAI TUKAR PETANI 39

6. PROSPEK PEREKONOMIAN 41

6.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 42

6.2. PROSPEK INFLASI 44

LAMPIRAN 49

DAFTAR BOKS

BOKS 6.A. 46

DAMPAK (RENCANA) KENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI 46

Page 9: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Ringkasan Eksekutif

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan

Gambaran Umum

Perekonomian Sulawesi Barat

triwulan III 2014 tumbuh tinggi

dengan laju inflasi yang

menurun dari triwulan

sebelumnya.

Pada triwulan III 2014, perekonomian Sulawesi Barat (Sulbar) tumbuh sebesar

10,02% (yoy), lebih tinggi dari triwulan II 2014 (8,93%, yoy). Pertumbuhan ekonomi

Sulbar tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional triwulan III

2014 yang tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Pertumbuhan ekonomi terutama bersumber

dari kegiatan konsumsi dan ekspor seiring peningkatan kinerja sektor industri

pengolahan dan beberapa sektor utama lainnya. Tekanan inflasi mengalami penurunan

di triwulan laporan menjadi 4,46% (yoy) dari 6,65% (yoy) di triwulan II 2014. Turunnya

inflasi disebabkan oleh penurunan laju inflasi bahan makanan, tarif transportasi, serta

komoditas dalam kelompok kesehatan. Sektor perbankan masih melanjutkan tren

perlambatan sejak pertengahan tahun 2013, antara lain terkait dengan kebijakan

stabilisasi baik dari sisi moneter maupun makroprudensial. Perlambatan sektor

perbankan tersebut juga searah dengan indikator-indikator keuangan Sulbar yang

relatif melambat dari triwulan sebelumnya. Sebagai tantangan ke depan untuk

menjaga pertumbuhan ekonomi yang tinggi, diperlukan upaya untuk terus mendorong

peningkatan produktivitas sektor utama. Adapun penyesuaian harga BBM bersubsidi

belum lama ini menjadi risiko yang harus diwaspadai dan dikelola bersama oleh seluruh

stakeholders agar tidak memiliki dampak yang berlebihan pada ekspektasi harga

konsumen yang pada gilirannya dapat meningkatkan inflasi lebih tinggi dari perkiraan

dan menggerus daya beli masyarakat.

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Konsumsi dan ekspor

mendorong penguatan kinerja

perekonomian Sulbar.

Perekonomian Sulbar pada triwulan III 2014 mampu bertumbuh lebih cepat dari

triwulan II 2014. Akselerasi pertumbuhan ekonomi Sulbar pada triwulan laporan

didukung oleh faktor musiman yang mendorong aktivitas konsumsi serta adanya

peningkatan kinerja ekspor. Membaiknya ekspor Sulbar terutama didorong oleh

perkembangan industri pengolahan minyak kelapa sawit (CPO) yang masih tumbuh

tinggi pada triwulan laporan. Hal ini mengantarkan angka pertumbuhan ekonomi

Sulbar pada triwulan III 2014 menjadi 10,02% (yoy) dari 8,93% (yoy) pada triwulan lalu.

Keuangan Pemerintah

Realisasi keuangan pemerintah

untuk APBD maupun instansi

vertikal, relatif masih rendah

hingga triwulan III 2014.

Persentase realisasi pendapatan berdasarkan APBD Sulbar tercatat telah melampaui

target meski penyerapan anggaran untuk belanja masih belum optimal. Dari sisi

pendapatan, target pendapatan daerah pada triwulan III 2014 yang setidaknya

mencapai 75% telah terlampaui. Angka persentase realisasi tercatat sebesar 75,45%

Page 10: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

RINGKASAN EKSEKUTIF

2 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

terutama karena membaiknya pendapatan komponen retribusi daerah. Sementara dari

sisi belanja, realisasi belanja APBD Provinsi maupun instansi vertikal di Sulbar juga lebih

baik dari triwulan II 2014, meskipun penyerapannya masih tergolong rendah (di bawah

60%). Realisasi belanja modal pada APBD Provinsi masih sangat rendah (37,6%)

sementara pada instansi vertikal di Sulbar belanja modal justru menjadi komponen

belanja terbesar dengan realisasi 59,1% pada triwulan III 2014.

Inflasi Daerah

Inflasi Sulbar pada triwulan III

2014 mengalami penurunan

seiring turunnya inflasi bahan

makanan dan transpor.

Inflasi Sulbar pada triwulan III 2014 mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, yaitu dari 6,65% (yoy) menjadi 4,46% (yoy). Turunnya inflasi

dipengaruhi oleh kembali normalnya harga bahan makanan dan tarif angkutan pasca

perayaan Lebaran. Adanya kenaikan inflasi yang signifikan pada triwulan yang sama

tahun 2013 akibat penyesuaian harga BBM bersubsidi turut memengaruhi penurunan

inflasi yang terjadi karena faktor base-effect. Adapun dibandingkan dengan nasional,

inflasi tahunan Sulbar masih relatif lebih rendah dari inflasi nasional pada triwulan III

2014 yang tercatat sebesar 4,53% (yoy).

Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran

Kinerja sistem keuangan

melambat namun risiko kredit

tetap terjaga dalam batas

aman...

… disertai deselerasi pada

kegiatan transaksi nontunai.

Kinerja sistem keuangan Sulbar pada triwulan III 2014 tumbuh melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indikator utama perbankan seperti aset,

penghimpunan dana pihak ketiga (DPK), dan penyaluran kredit pada triwulan laporan

tercatat tumbuh melambat. Melambatnya kredit turut memengaruhi penurunan peran

intermediasi perbankan yang menurun pada triwulan laporan. Perlambatan kredit

dimaksud terutama terjadi pada penyaluran kredit untuk rumah tangga maupun kredit

UMKM. Secara keseluruhan, kredit yang disalurkan perbankan di Sulbar masih memiliki

kualitas yang baik seiring rasio Non Performing Loans (NPL) yang masih di bawah 5%.

Perkembangan sistem pembayaran cenderung mengikuti arah pertumbuhan

indikator perbankan yang mengalami perlambatan pada triwulan III 2014. Transaksi

nontunai menggunakan Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) mengalami kontraksi

yang lebih dalam pada triwulan laporan. Baik transaksi yang keluar maupun yang

masuk ke dalam sistem perbankan Sulbar mengalami penurunan kinerja pada triwulan

III 2014 jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat pengangguran dan

kesejahteraan mengalami

peningkatan.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat pada Agustus 2014 sebesar

2,08% atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya 1,60% (Agustus 2013). Struktur

ketenagakerjaan di Sulbar belum menunjukkan adanya pergeseran yang berarti terkait

porsi tenaga kerja di sektor primer, sekunder, maupun tersier. Lebih lanjut, tingkat

partisipasi angkatan kerja (TPAK) Sulbar pada Agustus 2014 tercatat sebesar 71,06%,

lebih tinggi dari Agustus 2013 yang tercatat 66,83%. Adapun tingkat kemiskinan baik di

kota maupun desa tercatat masih mengalami peningkatan.

Page 11: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 3

Prospek Perekonomian

Pada triwulan IV 2014,

perekonomian Sulbar

diperkirakan tumbuh lebih kuat

walaupun disertai inflasi tinggi,

dampak kenaikan harga BBM

bersubsidi.

Perekonomian Sulbar pada triwulan IV 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014,

masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 10,3% - 11,3% (yoy) dan 9,2%

- 10,2% (yoy). Dibandingkan dengan kondisi perekonomian nasional, kinerja ekonomi

Sulbar memang diperkirakan lebih baik. Hal ini akan didukung oleh kegiatan konsumsi

dan investasi optimalisasi belanja fiskal daerah. Di sisi penawaran, sektor pertanian

diperkirakan tumbuh cukup stabil sementara sektor industri akan tetap meningkat

karena adanya kenaikan kapasitas industri pengolahan.

Laju inflasi akhir 2014 diprakirakan akan meningkat, didorong oleh kenaikan harga

bahan bakar minyak bersubsidi. Dengan adanya perkembangan penetapan kenaikan

harga BBM bersubsidi tersebut, inflasi diperkirakan meningkat dalam kisaran 6,7% -

7,9%, atau di atas sasaran inflasi nasional. Namun demikian, pasokan bahan makanan

dinilai cenderung memadai sedangkan harga emas internsional memiliki potensi untuk

melanjutkan tren penurunan yang sedang terjadi.

Page 12: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

RINGKASAN EKSEKUTIF

4 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 13: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 5

TABEL INDIKATOR EKONOMI

PERTUMBUHAN Tabel Indikator Ekonomi

A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)

I II III IV I II III IV I II III

MAKRO

Indeks Harga Konsumen

-Sulawesi Barat 134.57 134.98 137.56 138.24 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54

-Sulawesi Selatan 132.89 133.44 135.69 136.14 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72

-Sulawesi Utara 128.11 129.75 131.57 133.73 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90

-Gorontalo 134.65 136.07 137.85 139.32 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62

-Papua 126.38 127.28 129.07 132.71 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05

-Papua Barat 144.28 149.65 152.64 152.79 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93

-Maluku 137.57 142.05 142.03 140.74 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31

-Sulawesi Tengah 135.20 137.53 141.14 142.34 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12

-Sulawesi Tenggara 137.27 138.93 141.02 141.15 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 108.71 111.72

-Maluku Utara 133.20 134.73 135.68 136.87 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

-Sulawesi Barat 3.81 3.24 3.71 3.28 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46

-Sulawesi Selatan 4.06 3.84 4.48 4.41 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72

-Sulawesi Utara 0.95 3.73 5.23 6.04 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00

-Gorontalo 5.91 5.95 5.40 5.31 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59

-Papua 1.94 1.80 2.94 4.52 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51

-Papua Barat 2.07 4.11 5.52 5.07 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32

-Maluku 8.65 6.25 7.07 6.73 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.87 2.79

-Sulawesi Tengah 2.50 4.99 6.78 5.87 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46

-Sulawesi Tenggara 5.10 4.65 2.03 5.25 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.21 1.83

-Maluku Utara 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40

PDRB Penawaran- Harga Konstan (Rp Miliar)

1. Pertanian 718 678 605 588 738 706 650 640 794 728 680

2. Pertambangan dan Penggalian 10 12 16 17 13 14 15 18 14 15 16

3. Industri Pengolahan 118 127 129 133 134 137 134 138 174 230 234

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 7 7 8 8 7 9 9 9 9 9 10

5. Konstruksi/ Bangunan 48 56 70 91 52 62 78 100 57 65 81

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 169 174 177 191 182 188 197 205 201 202 206

7. Angkutan dan Komunikasi 46 46 51 50 48 51 56 55 53 54 59

8. Keuangan, Persewaan, Jasa Perusahaan 84 91 93 95 92 99 102 106 97 105 105

9. Jasa-jasa 208 221 265 299 244 251 268 305 245 248 270

PDRB Permintaan- Harga Konstan (Rp Miliar)

1. Konsumsi 1238 1288 1336 1378 1321 1366 1414 1455 1391 1429 1485

2. Investasi 203 192 141 157 213 205 156 181 262 251 181

3. Ekspor 240 240 259 269 268 270 274 289 305 329 336

4. Impor 272 307 323 335 292 324 333 349 314 350 341

Total PDRB (Rp Miliar) 1408 1414 1413 1470 1511 1517 1510 1575 1645 1657 1661

Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 15.56 8.94 4.03 8.16 7.30 7.29 6.85 7.20 8.85 9.29 10.29

Catatan:

*) Angka sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2007

**) Angka sangat sementara untuk data PDRB; data IHK menggunakan tahun dasar 2012

INDIKATOR2012* 2013* 2014**

Page 14: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

TABEL INDIKATOR EKONOMI

6 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI KC/KCP) DAN TRANSAKSI RTGS)

I II III IV I II III IV I II III

BANK UMUM

ASET (Rp Miliar) 3,089 3,399 3,578 3,706 3,860 4,122 4,440 4,291 4,417 4,552 4,208

DPK (Rp Miliar) 2,224 2,572 2,726 2,622 2,224 2,572 2,726 2,622 2,985 3,226 3,154

Giro 619 718 899 474 619 718 899 474 829 932 981

Tabungan 1,395 1,626 1,628 1,949 1,395 1,626 1,628 1,949 1,943 1,964 1,855

Deposito 210 228 199 199 210 228 199 199 213 330 318

Kredit (Rp Miliar) 2,889 3,095 3,237 3,364 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208

Modal Kerja 1,136 1,427 1,208 1,214 1,246 1,270 1,295 1,334 1,359 1,448 1,466

Investasi 269 271 286 299 313 407 409 416 426 373 394

Konsumsi 1,483 1,397 1,744 1,851 1,893 1,948 2,046 2,120 2,181 2,297 2,348

LDR 129.89% 120.32% 118.78% 128.28% 155.23% 140.92% 137.61% 147.57% 132.87% 127.63% 133.43%

Kredit (Rp Miliar) 2,889 3,095 3,237 3,364 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208

Pertanian 134 147 167 168 169 196 205 217 229 224 241

Pertambangan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3

Industri pengolahan 28 39 38 38 41 33 33 36 37 43 44

Listrik, Gas dan Air 0 0 0 0 0 1 1 1 1 3 3

Konstruksi 45 47 52 16 37 44 48 46 48 41 44

Perdagangan 908 1,245 1,046 1,055 1,078 1,241 1,236 1,268 1,280 1,338 1,365

Pengangkutan 4 5 5 7 7 6 6 7 8 9 10

Jasa Dunia Usaha 39 39 39 69 40 64 64 59 55 58 43

Jasa Sosial Masyarakat 110 98 77 69 85 91 109 114 125 84 107

Lain-lain 1,618 1,472 1,810 1,940 1,993 1,948 2,046 2,120 2,181 2,314 2,348

Kredit Usaha Mikro (Rp Miliar) 479 463 501 489 486 536 533 545 580 645 616

Modal Kerja 384 378 411 394 407 429 442 455 474 543 499

Investasi 95 85 91 95 79 107 92 90 106 101 117

Kredit Usaha Kecil (Rp Miliar) 668 823 799 838 885 934 972 1,018 1,015 1,021 1,087

Modal Kerja 524 672 620 649 670 662 688 724 732 794 857

Investasi 144 151 179 189 216 272 284 294 283 227 230

Kredit Usaha Menengah (Rp Miliar) 74 198 67 76 80 108 127 118 127 140 125

Modal Kerja 60 185 61 67 68 84 97 89 93 101 87

Investasi 14 13 6 9 13 24 31 29 33 39 38

NPL Total (Gross %) 3.72% 3.74% 3.68% 2.55% 4.56% 4.46% 4.19% 3.81% 4.68% 4.59% 4.59%

NPL UMKM (Gross %) 7.31% 6.67% 6.86% 4.04% 4.86% 5.34% 4.74% 3.94% 5.93% 8.79% 8.79%

BANK UMUM SYARIAH

ASET (Rp Miliar) 174 204 202 210 222 239 249 264 260 230 235

DPK (Rp Miliar) 56.98 67.32 68.62 86.06 56.98 67.32 68.62 86.06 94.91 97.35 119.43

Giro 0.68 2.85 4.33 10.63 0.68 2.85 4.33 10.63 9.58 9.63 13.61

Tabungan 47.86 51.94 51.02 59.33 47.86 51.94 51.02 59.33 69.42 73.69 88.75

Deposito 8.44 12.53 13.27 16.10 8.44 12.53 13.27 16.10 15.91 14.03 17.07

Pembiayaan (Rp Miliar) 164.63 188.65 194.39 199.90 212.32 223.02 235.20 244.92 246.20 250.15 253.19

Modal Kerja 80.57 87.17 83.31 79.62 74.77 71.53 66.13 62.56 60.42 63.96 68.32

Investasi 11.51 14.45 20.20 25.12 35.91 43.28 53.82 63.29 68.84 9.58 11.30

Konsumsi 72.54 87.03 90.88 95.15 101.64 108.22 115.25 119.07 116.94 176.61 173.58

FDR Lokasi Bank 288.94% 280.23% 283.30% 232.27% 372.64% 331.28% 342.77% 284.59% 259.40% 256.97% 212.00%

I II III IV I II III IV I II III

TRANSAKSI RTGS

Ingoing (Rp Miliar) 712.04 835.7 956.15 918.78 894.45 973.12 1474.24 1454.4 1164.2 789.08 764.595

Outgoing (Rp Miliar) 400.56 532.89 562.18 883.58 292.41 387.58 497.27 740.60 406.16 558.63 510.594

INDIKATOR2012 2013

INDIKATOR2012 2013

2014

2014

Page 15: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

TABEL INIDKATOR EKONOMI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 7

C. GRAFIK INDIKATOR

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2010 2011 2012 2013 2014

Rasio PDRB Sulampua terhadap PDB Nasional

Rasio PDRB Sulbar terhadap PDB Nasional

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2010 2011 2012 2013 2014

Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy)

Pertumbuhan Ekonomi Sulbar(yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK)

-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

13%

15%

17%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2010 2011 2012 2013 2014

Pertanian Pertambangan PHR

Industri Pengolahan Komunikasi dan Transportasi Lainnya

PDRB

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2010 2011 2012 2013 2014

Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi

Perubahan Stok Net Ekspor PDRB

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Sumbangan Sektor Ekonomi bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulbar Sumbangan Komponen Penggunaan bagi Pertumbuhan Ekonomi Sulbar

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014

Inflasi Nasional (yoy)

Inflasi Sulbar (yoy)

BI Rate

100%

110%

120%

130%

140%

150%

160%

170%

180%

190%

200%

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

(Rp Triliun)Aset

DPK Lokasi Bank Pelapor

Kredit Lokasi Bank

LDR - Skala Kanan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Laporan Bank, diolah

Inflasi dan BI Rate Perbankan Sulbar

0%

1%

1%

2%

2%

3%

3%

4%

4%

5%

5%

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

2009 2010 2011 2012 2013 2014

(Ribu Orang)Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan

Jumlah Penduduk

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

130

135

140

145

150

155

160

165

2009 2010 2011 2012 2013 2014

(Ribu Orang) % Penduduk Miskin - Skala KananJumlah Penduduk Miskin

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Pengangguran Terbuka Persentase Penduduk Miskin

Page 16: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

TABEL INDIKATOR EKONOMI

8 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 17: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 9

1. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Perekonomian Sulawesi Barat (Sulbar) pada triwulan III 2014 tumbuh

10,02% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 8,93% (yoy).

Dari sisi permintaan, penguatan perekonomian Sulbar pada triwulan III

2014 terutama berasal dari kenaikan komponen ekspor dan masih tingginya

tingkat investasi (PMTB). Pada sisi penawaran, penguatan perekonomian

terutama karena membaiknya kinerja sektor industri pengolahan, Listrik Gas

dan Air Bersih, dan Jasa-jasa.

Page 18: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

10 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

1.1. Pertumbuhan Ekonomi

Pada triwulan III 2014, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat (Sulbar) tumbuh 10,02% (yoy), jauh lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya karena keberhasilan komponen investasi (PMTB) dan peningkatan ekspor dan

penurunan impor. Pertumbuhan ekonomi Sulbar pada triwulan III 2014 mencapai 10,02% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

periode sebelumnya yang tercatat mencapai 8,93% (yoy) (Grafik 1.1). Dari sisi sektoral, penguatan pertumbuhan

didukung oleh peningkatan kinerja sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel & restoran, serta sektor jasa-jasa.

Sumber: BPS Sumber: BPS

Grafik 1.1. Perkembangan PDRB Sulbar Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulbar

1.2. Sisi Permintaan

Dari sisi permintaan, penguatan ekonomi Sulbar pada triwulan III 2014 terutama didorong oleh peningkatan konsumsi

rumah tangga dan ekspor. Konsumsi rumah tangga tumbuh lebih besar dibandingkan periode sebelumnya, dimana pada

triwulan II 2014 tercatat sebesar 5,87% (yoy) menjadi 6,21% (yoy)di triwulan III 2014 (Tabel 1.1). Peningkatan konsumsi

rumah tangga tersebut berkaitan dengan rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan Idul Adha. Selain

itu penguatan ekonomi di periode laporan juga ditunjang oleh peningkatan kinerja ekspor.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran

I II III IV I II III IV I II III

11.40 8.75 6.03 6.38 8.02 6.77 6.06 5.85 5.57 6.04 5.30 4.57 5.07

8.97 8.13 4.71 3.18 6.16 3.98 5.41 5.05 5.50 4.99 6.01 5.87 6.21

19.27 10.38 9.43 14.37 13.02 15.04 7.74 7.82 5.73 8.72 3.38 1.28 2.34

9.54 4.02 0.27 0.41 3.24 0.26 6.91 8.04 15.48 7.94 14.98 6.99 4.33

-40.08 -3.13 42.49 3.16 -1.04 -25.49 -17.97 -6.95 -8.07 -13.07 -62.88 -75.84 -91.33

22.02 8.96 0.30 0.22 6.83 11.92 12.26 5.46 7.47 9.15 13.71 19.36 22.65

8.80 6.10 6.53 0.79 5.28 7.53 5.72 3.01 4.41 5.06 7.49 3.39 2.33

15.56 8.94 4.03 8.16 9.01 7.30 7.29 6.85 7.20 7.16 8.85 8.93 10.02

2014**Pertumbuhan Komponen

Penggunaan (%; yoy)20132012

2013**2012*

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Motor pertumbuhan ekonomi Sulbar di triwulan III 2014 berasal adalah sektor konsumsi rumah tangga dan ekspor.

Sektor rumah tangga memberikan sumbangan pertumbuhan terbesar di triwulan III 2014 yaitu sebesar 4,11% (yoy).

Sektor lain yang signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di periode pelaporan ini adalah ekspor yang memberikan

andil 4,10% (yoy).

Page 19: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 11

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Grafik 1.3. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Komponen Pengeluaran

1.2.1 Konsumsi

Kegiatan konsumsi pada triwulan III 2014 tumbuh meningkat dibandingkan triwulan II 2014, disebabkan oleh

percepatan konsumsi pemerintah dan rumah tangga. Konsumsi secara keseluruhan tercatat tumbuh sebesar 5,07% (yoy)

lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 4,57% (yoy). Dilihat dari sisi pelakunya, percepatan

terutama terjadi pada konsumsi rumah tangga yang disebabkan oleh adanya dua event di sepanjang periode pelaporan

(Idul Fitri dan Hari Kemerdekaan) dan persiapan menjelang Idul Adha di awal triwulan IV 2014.

Konsumsi rumah tangga tumbuh lebih tinggi karena rangkaian event besar seperti Idul Fitri, hari kemerdekaan, dan

persiapan Idul Adha. Pada moment perayaan seperti ini, konsumsi masyarakat baik makanan maupun non makanan

cenderung meningkat tajam. Pada triwulan III 2014 konsumsi rumah tangga tumbuh menjadi 6,21% (yoy) dibandingkan

periode sebelumnya yang tercatat sebesar 5,87% (yoy). Laju pertumbuhan sektor ini memberikan sumbangan terbesar,

yaitu mencapai 4,11%.

Pada sisi lain, komponen konsumsi pemerintah juga tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya seiring

dengan meningkatnya daya serap anggaran, baik anggaran dari pemerintah pusat maupun daerah. Pada triwulan

pelaporan sektor ini tercatat sebesar 2,33% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 1.27%

(yoy). Laju pertumbuhan sektor ini memberikan sumbangan sebesar 0,64% (yoy) dari total pertumbuhan PDRB di triwulan

III 2014.

1.2.2 Investasi

Pada triwulan III 2014, investasi dalam bentuk PMTB tumbuh melambat dan lebih rendah dari capaian pada triwulan

sebelumnya. Komponen PMTB Sulbar tercatat tumbuh 4,33% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 yang

tumbuh sebesar 6,99% (yoy). Pertumbuhan masih didorong oleh kelanjutan proyek-proyek investasi jangka panjang dan

mega proyek (pembangunan jalan Mamuju Multy Mood Acces Road to Port Belang-Belang, PLTU, Rumah Sakit Sulbar,

Depo Pertamina dan jalan strategis nasional) di Sulbar tahun 2014. Pembangunan jalan Mamuju Multy Mood Acces Road

to Port Belang-Belang dirancang sepanjang 102 kilometer dengan lebar jalan 30 meter (Rp800 miliar). Kemudian

pembangunan PLTU berkapasitas 2x25 megawatt di Mamuju oleh PT Rekayasa Industri dengan investasi sekitar USD100

juta (dana berasal dari pinjaman bank lokal sebesar 70% dan internal perusahaan 30%). Kemudian untuk pembangunan

rumah sakit bekerja sama dengan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Rumah sakit tersebut akan dibangun bertipe B dengan

kualitas pelayanan internasional. Di sisi lain, perlambatan pertumbuhan investasi tercermin pertumbuhan kredit investasi

yang negatif. Pertumbuhan negatif pada kredit investasi tercatat sebesar -0,26% (yoy) (Grafik 1.5).

Masih bergulirnya proyek investasi dalam rangka pembangunan kawasan industri di Sulbar juga masih menjadi

penopang pertumbuhan komponen PMTB. Berbagai proyek pembangunan serta investasi barang modal yang ditujukan

untuk memajukan kinerja sektor riil tersebut merupakan realisasi dari terpilihnya Sulbar sebagai daerah percepatan

pembangunan industri nasional yang antara lain ditujukan bagi subsektor pengolahan minyak kelapa sawit, minyak

goreng, kakao, serta rotan.

Page 20: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

12 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Sumber: Laporan Bank, diolah

Grafik 1.4. Penyaluran Kredit Investasi

1.2.3 Ekspor dan Impor

Neraca perdagangan Sulbar pada triwulan III 2014 menunjukan perbaikan meskipun masih defisit. Perbaikan neraca

perdagangan ini dikarenakan peningkatan ekspor yang signifikan, selain itu nilai impor pada triwulan pelaporan juga

mengalami penurunan. Sumbangan ekspor terhadap PDRB tumbuh dari 3,45% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 4,10%

(yoy). Disisi lain sumbangan impor terhadap PDRB tercatat menurun menjadi 0,51% (yoy) pada periode pelaporan, lebih

rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 0,72% (yoy).

Ekspor Sulbar pada triwulan III 2014 tercatat tumbuh sebesar 22,65% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya

(19,4%; yoy). Hal tersebut dinilai merupakan dorongan dari tingkat produksi sektor tradable, khususnya sektor pertanian

yang menghasilkan komoditas unggulan Sulbar seperti kakao, kopi, kelapa sawit, dan jagung yang tumbuh menguat pada

triwulan laporan. Adapun penguatan ekspor didorong oleh peningkatan produksi CPO yang menjadi produk olahan

unggulan dari Sulbar, seiring mulai meningkatnya hasil pengolahan CPO yang dimulai sejak awal 2014

Di sisi lain, impor Sulbar mengalami perlambatan di trwulan pelaporan. Pada triwulan III 2014 impor Sulbar tercatat

2,32% (yoy) lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 3,39% (yoy). Menurunnya pemintaan

masyarakat pada triwulan pelaporan menjadi faktor penyebab turunnya impor karena sebagian besar barang yang

dikonsumsi masyarakat masih berasal dari luar daerah.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.5. Perkembangan Net Ekspor

1.3. Sisi Penawaran

Pada sisi penawaran, perekonomian Sulbar tumbuh menguat di triwulan III 2014, terutama didukung oleh semakin

membaiknya kinerja sektor industri pengolahan, listrik-gas-air (LGA), dan sektor jasa-jasa. Di sisi lain sektor ekonomi

yang mencatat perlambatan pertumbuhan yaitu sektor pertanian, pertambangan, bangunan, perdagangan-hotel-

restoran, angkutan-komunikasi, dan keuangan-persewaan-jasa perusahaan. Sumbangan sektor industri pengolahan

Page 21: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 13

menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulbar. Sementara itu sektor pertanian yang triwulan sebelumnya

merupakan penopang utama pertumbuhan ekonomi Sulbar, pada triwulan pelaporan mengalami penurunan.

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Ekonomi

I II III IV I II III IV I II III

1. Pertanian 22.95 8.05 -3.00 0.36 6.94 2.71 4.06 7.56 8.89 5.60 7.59 6.63 4.51

2. Pertambangan & Penggalian -9.84 1.41 22.99 29.98 11.77 24.62 13.96 -0.84 10.06 10.60 7.57 8.05 3.97

3. Industri Pengolahan 3.54 4.17 3.16 11.45 5.57 14.01 7.38 3.69 3.05 6.84 29.67 47.42 74.49

4. Listrik,Gas & Air Bersih 12.72 18.59 19.07 14.60 16.23 6.61 16.72 15.90 22.28 15.58 27.19 10.90 11.30

5. Bangunan 7.44 3.87 10.64 10.85 8.62 8.79 10.68 10.80 10.65 10.36 9.60 4.78 3.96

6. Perdagangan, Hotel & Restoran 5.78 5.53 4.89 12.91 7.31 7.99 8.17 11.48 7.68 8.82 10.14 7.10 4.80

7. Angkutan & Komunikasi 9.26 2.09 8.10 3.40 5.64 4.47 10.85 9.36 9.88 8.69 10.16 5.86 5.12

8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 0.73 8.61 6.68 8.81 6.25 9.68 8.68 10.47 11.59 10.13 6.06 6.14 2.98

9. Jasa - jasa 20.04 21.92 18.16 20.24 20.00 17.24 13.58 1.09 2.01 7.53 0.38 -1.45 0.75

15.56 8.94 4.03 8.16 9.01 7.30 7.29 6.85 7.20 7.16 8.85 8.93 10.02

2014**2013

2012*2012

2013**Pertumbuhan Sektor Ekonomi

(%; yoy)

Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Sumber: Badan Pusat Statistik

*) Angka sementara **) Angka sangat sementara

Grafik 1.6. Sumbangan Pertumbuhan Menurut Sektor Ekonomi

1.3.1 Sektor Pertanian

Pada triwulan III 2014, sektor pertanian tumbuh melambat yang disebabkan antara lain oleh musim kemarau yang

lebih panjang. Dampak musim kemarau yang lebih panjang, pergeseran musim tanam di periode sebelumnya juga masih

berdampak pada penurunan kinerja sektor pertanian. Sektor pertanian tercatat tumbuh sebesar 4,51% (yoy) setelah pada

triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 6,63% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari Indeks NTP yang lebih rendah dari periode

yang sama tahun sebelumnya dan juga pertumbuhan NTP pada triwulan III 2014 yang masih negatif (Grafik 1.7). Meski

demikian, sektor pertanian Sulbar diharapkan masih dapat tumbuh tinggi sehubungan dengan upaya pemerintah Sulbar

untuk meningkatkan produksi padi hingga mencapai 1 (satu) juta ton per tahun dengan cara melakukan perluasan areal

tanam padi dan peningkatan sarana pertanian (sarana irigasi, pemupukan berimbang, dan pemanfaatan benih unggul

bermutu).

Sumber: BPS

Grafik 1.7. Nilai Tukar Petani

Page 22: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

14 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

1.3.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan dan penggalian mengalami perlambatan. Pada triwulan pelaporan sektor ini tercatat mengalami

pertumbuhan sebesar 3,97% (yoy) lebih rendah dari triwulan II 2014 yang tercatat sebesar 8,05% (yoy). Pertumbuhan

masih dimotori oleh kegiatan di subsektor penggalian yang melanjutkan eksplorasi dan pekerjaan di luar eksplorasi masih

terus memberikan kontribusi yang positif terhadap pertumbuhan Sulbar. Kedepannya diharapkan sektor ini akan

meningkat lebih tinggi karena setidaknya masih terdapat tiga blok migas yang masih pada tahap eksplorasi. Di sisi lain,

tingginya pertumbuhan sektor ini juga tercermin dari indikator penyaluran kredit perbankan untuk sektor pertambangan

yang tumbuh tinggi (Grafik 1.9).

1.3.3 Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan pada triwulan III 2014 mencatat akselerasi pertumbuhan tertinggi dibandingkan sektor

lainnya. Sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan sebesar 47,42% (yoy) di triwulan II 2014 dan kemudian

tumbuh 74,49% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan pertumbuhan ini dinilai merupakan dampak dari peningkatan

produksi beberapa subsektor industri pengolahan di Sulbar sehingga terjadi peningkatan kinerja pada subsektor tersebut

dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik 1.9). Penguatan ini terutama disebabkan oleh peningatan hasil olahan CPO

menjadi palm olien, palm sterien, AFAD, palm oil, dan palm RBDPL.

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: BPS

Grafik 1.8. Kredit Sektor Pertambangan Grafik 1.9. Pertumbuhan Produksi Industri

1.3.4 Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA)

Sektor LGA mencatat percepatan pertumbuhan pada triwulan III 2014 yaitu sebesar 11,30% (yoy), lebih tinggi dari

triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,9% (yoy). Tingginya pertumbuhan sektor LGA terkonfirmasi pertumbuhan

kredit perbankan ke sektor LGA yang terus tumbuh meskipun lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya. Sama halnya dengan triwulan sebelumnya, peningkatan sektor LGA dikarenakan terus meningkatnya

jumlah gabungan pelanggan listrik di Sulsel, Sulbar, dan Sultra. Selain itu, Provinsi Sulawesi Barat terus menambah PLTM

(Pembangkit Listrik Tenaga Mini-Hidro) sebagai alternatif pembangkit listrik. Sulbar saat ini telah memiliki sejumlah

pembangkit PLTM, yaitu diantaranya : PLTM Balla (2 x 0,35 MW), PLTM Kalukku (2 x 0,7 MW), PLTM Bona Hau (2 x 2 MW)

dan PLTM Budong-budong (2 x 1 MW) dan pada tahun 2013 hampir 67 % kebutuhan listrik di Mamuju dapat dipasok

dengan energi air yang lebih murah dibanding BBM.

1.3.5 Sektor Bangunan

Pada triwulan III 2014, sektor bangunan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sektor ini tercatat

tumbuh sebesar 3,96% (yoy) pada triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

4,78% (yoy) (Grafik 1.10). Pertumbuhan sektor bangunan didorong oleh kinerja pembangunan sarana fisik di Sulawesi

Barat yang bersumber dari APBD dan APBN. Hal ini terkonfirmasi dari data pertumbuhan realisasi pengadaan semen

Page 23: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 15

selama periode pelaporan. Tercatat pada triwulan III 2014 realisasi pengadaan semen mengalami percepatan yaitu

13,12% (yoy) menjadi 59,99% (yoy) (Grafik 1.11). Beberapa proyek yang masih dikerjakan secara berkelanjutan adalah

pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tumbuan oleh Kalla Group, yang diringi dengan pembangunan jalan

ke lokasi PLTA Tumbuan di Desa Karama Kecamatan Kalumpang Kabupaten Mamuju.

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: ASI, diolah

Grafik 1.10. Kredit Sektor LGA Grafik 1.11. Realisasi Pengadaan Semen

1.3.6 Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran

Pada triwulan III 2014, sektor PHR tercatat mengalami peningkatan perlambatan. Sektor ini tumbuh sebesar 4,8% (yoy)

pada periode pelaporan, lebih rendah dari periode sebelumnya yang tercatat 7,10% (yoy). Dari subsektor perdagangan,

peningkatan pertumbuhan dipengaruhi oleh komponen konsumsi yang secara keseluruhan mengalami peningkatan.

Sementara itu, subsektor pariwisata belum menunjukkan tendensi pertumbuhan yang optimal, khususnya dari indikator

rata-rata jumlah tamu per kamar non-hotel (akomodasi lainnya) di Sulbar yang selama triwulan III 2014 masih cenderung

menurun sedangkan untuk indikator rata-rata jumlah tamu per kamar hotel cenderung stabil (Grafik 1.13).

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 1.12. Rata-rata Tamu Per Kamar Hotel & Akomodasi Lainnya

1.3.7 Sektor Angkutan dan Komunikasi

Sektor angkutan dan komunikasi Sulbar mengalami perlambatan. Pada triwulan III 2014 pertumbuhan sektor ini tercatat

sebesar 2,98% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang mencapai 6,14% (yoy). Belum optimalnya

kinerja subsektor transportasi laut disinyalir sebagai salah satu penyebab menurunnya kinerja di sektor angkutan dan

komunikasi. Selain itu subsektor angkutan udara juga cenderung stagnan. Efek arus mudik tahunan (Idul Fitri) yang

sebelumnya diperkirakan akan mampu mendorong kinerja subsektor ini juga tidak memberikan efek yang signifikan.

Potensi transportasi kelautan di wilayah Sulbar sangat baik mengingat Sulbar memiliki luas lautan sekitar 20.000

kilometer persegi dan sedang terus melakukan peningkatan percepatan pembangunan dermaga untuk memperlancar

alur transportasi laut guna mendorong peningkatan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat di daerah ini. Terdapat

lima pelabuhan yang akan menjadi motor tonggak penggerak perekonomian Sulbar, yaitu pelabuhan Pasangkayu di

Mamuju Utara, pelabuhan Mamuju, pelabuhan Belang-Belang dan pelabuhan tanjung Selopa di Kabupaten Polman.

Page 24: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

16 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 1.13. Jumlah Penumpang Pesawat Udara Grafik 1.14. Jumlah Penumpang Kapal Laut

1.3.8 Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan tercatat mengalami perlambatan pada triwulan III 2014. Sektor ini

tumbuh 2,98% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,14% (yoy). Hal ini terkonfirmasi dari

turunnya penyaluran kredit yang disalurkan pada subsektor jasa dunia usaha (Grafik 1.15).

1.3.9 Sektor Jasa-jasa

Pada triwulan III 2014, sektor jasa-jasa mengalami peningkatan pertumbuhan. Sektor ini tumbuh sebesar 0,75% (yoy)

setelah sebelumnya tumbuh negatif sebesar -1,5% (yoy). Bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun

sebelumnya, pertumbuhan sektor ini cenderung stagnan, hal ini tercermin dari data kredit perbankan bagi sektor jasa

sosial masyarakat di triwulan laporan (Grafik 1.17). Pertumbuhan ini menjadi indikasi meningkatnya kinerja jasa

pendidikan, kesehatan, maupun jenis jasa lainnya bagi masyarakat baik yang disediakan oleh pemerintah maupun pihak

swasta.

Sumber: Laporan Bank, diolah Sumber: Perusahaan Properti

Grafik 1.15. Kredit Jasa Dunia Usaha Grafik 1.16. Kredit Jasa Sosial Masyarakat

Page 25: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 17

2. KEUANGAN PEMERINTAH

Bab 2 Keuangan Pemerintah

Dari sisi pendapatan, persentase realisasi pendapatan APBD Sulbar telah

melampaui target 75% pada triwulan III 2014. Peningkatan realiasi

pendapatan terutama karena meningkatnya realisasi pendapatan dari

retribusi daerah. Sementara itu, persentase realisasi pajak sedikit menurun

dibandingkan tahun sebelumnya meskipun secara nominal mengalami

peningkatan.

Sementara dari sisi belanja, realisasi belanja APBD Sulbar maupun instansi

vertikal di Sulbar juga lebih baik dari triwulan II 2013 meskipun

penyerapannya masih tergolong rendah (di bawah 60%). Realisasi belanja

modal pada APBD Provinsi masih sangat rendah (37,6%) sementara pada

instansi vertikal di Sulbar belanja modal justru menjadi komponen belanja

terbesar dengan realisasi 59,1% pada triwulan III 2014.

Page 26: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

18 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

2.1. Struktur Anggaran

Keuangan Pemerintah di Sulawesi Barat terbagi atas keuangan pemerintah daerah (Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah/APBD) dan keuangan pemerintah pusat (APBN) di daerah. Keuangan pemerintah daerah di Sulbar terbagi lagi

atas APBD Provinsi Sulbar dan seluruh APBD Kabupaten dan Kota. Sementara keuangan pemerintah pusat di daerah

merupakan anggaran instansi vertikal yang berada di Sulbar. Jumlah anggaran belanja pemerintah daerah (APBD) dan

pemerintah pusat (APBN) di Sulbar tahun 2014 sebesar Rp7,08 triliun, dengan perincian APBD Provinsi sebesar Rp731

miliar (10,33%), APBD Kabupaten/Kota sebesar Rp3,86 trilun (54,54%), dan instansi vertikal sebesar Rp2,49 triliun

(35,12%).

Anggaran pendapatan daerah provinsi Sulawesi Barat tahun 2014 secara nominal naik 12,47% (yoy) dibandingkan

2013. Pada triwulan II 2014 pendapatan Provinsi Sulbar dianggarkan sebesar Rp1,226 triliun, sedangkan pada triwulan II

2013 dianggarkan sebesar Rp1,090 triliun. Peningkatan anggaran pendapatan daerah pada 2014 tersebut didorong oleh

peningkatan pada pos Pendapatan Asli Daerah yang antara lain didorong oleh komponen Pajak Daerah, pos Dana

Perimbangan yang didorong oleh Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus, dan pos Lain-lain Pendapatan yang Sah.

Rp26,2M Rp47,5M Rp109,0M Rp154,0M Rp155,8M Rp161,5M

Rp483,9M Rp456,8MRp511,7M Rp663,0M Rp769,8M Rp849,3M

Rp64,0M Rp82,2M Rp103,5M Rp134,9M Rp164,5M Rp215,3M

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2009 2010 2011 2012 2013 TW III 2014

PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah

Rp373,2MRp421,8M Rp535,7M

Rp820,5M Rp961,3M Rp1,028M

Rp230,7MRp186,8M Rp240,3M

Rp148,5M Rp228,2M Rp277,2M

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2009 2010 2011 2012 2013 TW III 2014

Belanja Modal Belanja Operasional

Grafik 2.1. Proporsi Pendapatan APBD Provinsi Grafik 2.2. Proporsi Belanja APBD Provinsi

Anggaran belanja daerah provinsi Sulawesi Barat tahun 2014 secara nominal naik 14,12% (yoy) dibandingkan 2013.

Anggaran belanja daerah mengalami peningkatan karena terdapat kenaikan pada komponen belanja langsung sebesar

13,9%. Di dalam komponen tersebut, pos belanja barang dan jasa mengalami kenaikan sebesar 12,8%, dan belanja modal

sebesar 39,4%. Namun, pada komponen yang sama pos belanja pegawai ditiadakan dimana hal ini sesuai dengan

kebijakan Pemda Sulbar untuk menghapus honor pegawai. Peningkatan pada pos belanja barang dan jasa dan belanja

modal menunjukkan bahwa pemerintah provinsi memberi perhatian pada pembangunan infrastruktur di wilayah

Sulawesi Barat.

Anggaran pendapatan dan belanja pemerintah Kabupaten/Kota di Sulbar tahun 2014 secara nominal naik masing-

masing sebesar 14,28% (yoy) dan 18,72% (yoy) dibandingkan tahun 2013. Peningkatan ini selain karena pola historis

APBD yang naik setiap tahun, disebabkan juga oleh penambahan kabupaten hasil pemekaran yaitu kabupaten Mamuju

Tengah yang resmi disahkan pada tanggal 14 Desember 2012. Peningkatan nilai APBD ini mengakibatkan perubahan

struktur anggaran khususnya pada komponen pendapatan. Perubahan struktur pendapatan terutama didorong oleh

peningkatan subkomponen PAD dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yang naik masing-masing sebesar 52,1% (yoy)

dan 42,7% (yoy). Sementara subkomponen Dana Perimbangan hanya naik 4,9% (yoy) dibandingkan tahun 2013. Jika

dilihat dari komponen belanja, struktur anggaran pemerintah Kabupaten/Kota di Sulbar tidak mengalami perubahan yang

signifikan. Subkomponen belanja operasi masih berada pada porsi 20-25% sejak tahun 2011 -2014, sementara porsi

komponen belanja modal masih berkisar antara 75 - 80%.

Page 27: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 19

Di sisi lain, struktur anggaran belanja pada instansi vertikal di Sulawesi Barat juga mengalami perubahan pada kurun

lima tahun terakhir (Grafik 2.5). Secara nominal, terjadi penurunan anggaran belanja berturut-turut pada tahun 2013 dan

2014 sebesar -4,0%( yoy) dan -7,9% (yoy). Turunnya anggaran belanja instansi vertikal terutama terjadi pada

subkomponen belanja modal sementara belanja operasi baru mengalami penurunan pada tahun 2014 dari Rp 1,2 triliun

menjadi Rp1,1 triliun. Namun jika dilihat dari persentasenya, porsi belanja modal masih menunjukkan tren meningkat

setiap tahunnya dengan porsi tertinggi mencapai 51,7% pada tahun 2012.

Rp65,6M Rp81,3M Rp86,9M Rp93,5M Rp112,7M Rp235,3M

Rp1870,9M Rp1778,9MRp2046,6M

Rp2470,9M Rp2884,4M Rp3033,9M

Rp113,8M Rp86,7MRp344,8M

Rp203,3M Rp258,1M Rp450,7M

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2009 2010 2011 2012 2013 Tw III -2014

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah Dana Perimbangan PAD

Rp4646,6MRp1648,1M Rp1988,9M Rp2239,2M Rp2462,8M Rp2970,9M

Rp573,5MRp358,4M Rp560,7M Rp555,5M Rp789,5M Rp890,3M

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2009 2010 2011 2012 2013 Tw III -2014

Belanja Modal Belanja Operasional

Grafik 2.3. Proporsi Pendapatan APBD Kab/Kota Grafik 2.4. Proporsi Belanja APBD Kab/Kota

Rp1320,6M Rp1029,6M Rp1296,6M Rp1356,2M Rp1463,4M Rp1415,7M

Rp681,8M Rp638,7M Rp855,5MRp1454,3M Rp1235,7M Rp1070,8M

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2009 2010 2011 2012 2013 Tw III -2014

Belanja Modal Belanja Operasi

Grafik 2.5 Proporsi Belanja Instansi Vertikal di Sulbar

2.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Sulawesi Barat

2.2.1 Pendapatan

Realisasi pendapatan pemerintah Provinsi dan Kab/Kota di Sulawesi Barat pada triwulan III 2014 tercatat lebih tinggi

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan daerah pada triwulan laporan sebesar Rp3,73

tirliun atau mencapai 75,45% dari target pendapatan sebesar Rp4,94 triliun. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan realisasi

pada triwulan yang sama tahun 2013 yang mencapai 71,95% atau sebesar Rp3,13 triliun dari target Rp 4,34 triliun pada

APBD 2013. Peningkatan kinerja realisasi pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Barat terutama didorong oleh peningkatan

realisasi pada subkomponen Dana Perimbangan (77,10% dari target) dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah (77,99% dari

target). Sementara realisasi PAD mengalami penurunan dari 65,64% pada triwulan III 2013 menjadi 57,76% pada triwulan

laporan, meskipun secara nominal terjadi peningkatan dari Rp 181,6 miliar menjadi Rp260,5 miliar. Penurunan persentase

realisasi PAD disebabkan oleh menurunnya realisasi pajak daerah, retribusi dan lain-lain PAD yang sah sedangkan realisasi

pendapatan hasil pengelolaan kekayaan daerah mengalami sedikit peningkatan.

Page 28: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

20 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Tabel 2.1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Triwulan III 2014

Keterangan: Realisasi Tw III-2014 belum termasuk Kab. Mamuju Tengah (hasil pemekaran)

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Negara Prov. Sulawesi Barat

Persentase realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya sedangkan

realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH) mengalami penurunan. Realisasi DAU pada triwulan III

2014 meningkat dari Rp2,26 miliar (75,6%) pada triwulan sebelumnya menjadi Rp2,69 miliar (81,6%). Sementara itu,

persentase realisasi DAK dan Dana Bagi Hasil cenderung menurun dari 55,4% dan 68,5% pada triwulan tahun sebelumnya

menjadi 47,9% dan 60,5% pada triwulan laporan. Disisi lain, komponen Lain-lain Pendapatan yang Sah mengalami

peningkatan baik secara nominal maupun persentase realisasi dari Rp288,5 miliar (71,95%) menjadi Rp477,5 miliar

(77,99%) pada triwulan III 2014.

2.2.2 Belanja

Persentase realisasi belanja daerah Sulawesi Barat pada triwulan III 2014 lebih rendah dibanding pencapaian pada

triwulan III 2013. Realisasi belanja daerah pada triwulan laporan adalah sebesar Rp2,61miliar atau 50,35% dari target

pengeluaran dalam APBD 2014, sementara realisasi belanja pada triwulan III 2013 adalah sebesar Rp2,48 miliar atau

56,48% dari target dalam APBD 2013. Penurunan realisasi belanja terutama disebabkan oleh menurunnya realisasi

belanja operasi dan modal masing-masing dari 58,11% dan 45,41% pada triwulan III 2014 menjadi 55,24% dan 34,86%

pada triwulan laporan.

Penurunan realisasi belanja operasi terutama didorong oleh menurunnya penyerapan anggaran pada belanja pegawai

dan belanja hibah sementara realisasi belanja pegawai mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya. Secara

nominal ataupun persentase terhadap pagu dalam APBD, realisasi Belanja Pegawai pada triwulan III 2014 lebih rendah

dibandingkan dengan realisasi pada triwulan III 2013. Total realisasi belanja pegawai pada triwulan III 2014 adalah sebesar

Rp1,22 triliun atau 57,27%, sedangkan realisasi pada triwulan III 2013 adalah sebesar Rp1,26 triliun atau 64,43%. Namun

demikian, secara nominal dan persentase realiasasi belanja barang dan jasa mengalami peningkatan dari Rp492,2 miliar

(48,09% dari target) menjadi Rp699,1 miliar (51,59% dari target) pada triwulan laporan.

Realisasi belanja modal di Sulawesi Barat mengalami penurunan signifikan pada triwulan laporan. Secara nominal dan

persentase, realisasi belanja modal mengalami penurunan dari Rp 448,8 miliar (45,41% dari target) menjadi Rp 408,3

miliar (34,86% dari target). Begitupun juga dengan realisasi belanja lainnya yang mengalami penurunan baik secara

nominal maupun persentase terhadap pagu APBD.

Page 29: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 21

2.3. Perkembangan Realisasi Anggaran Instansi Vertikal di Sulawesi Barat

Pada triwulan III 2014, realisasi belanja instansi vertikal di Sulawesi Barat masih rendah meskipun terjadi peningkatan

realisasi yang signifikan dari triwulan II 2014. Realisasi anggaran sampai dengan triwulan III 2014 sebesar 59,39%

sementara pada triwulan II 2014 realisasi anggaran masih pada angka 30,9%. Secara nominal, realisasi anggaran per jenis

belanja instansi vertikal di Sulawesi Barat pada periode berjalan sebesar Rp1,47 triliun, sedangkan pada triwulan II 2014

sebesar Rp813,6 miliar.

Secara nominal, realisasi anggaran per jenis belanja APBN di Sulawesi Barat masih di dominasi oleh belanja modal.

Pada triwulan III 2014, realisasi belanja modal APBN di Sulbar sebesar Rp632,3 miliar, disusul oleh belanja barang sebesar

Rp 400,8 miliar. Jika dilihat dari pola historisnya, realisasi belanja APBN di Sulbar akan terakselerasi pada triwulan III dan

IV sehingga pada akhir tahun realisasi anggaran akan mencapai kisaran di atas 90%.

Tabel 2.2. Pagu Realisasi Anggaran Per Jenis Belanja Triwulan III 2014 APBD Kab/Kota

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sulawesi Barat

2.4. Peran Realisasi Keuangan Pemerintah terhadap Ekonomi Daerah

Peran realisasi komponen pendapatan asli daerah (PAD) terhadap ekonomi daerah1 pada triwulan III 2014 relatif

meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio PAD per PDRB ADHB (atas dasar harga berlaku) hingga triwulan III

2014 sebesar 5,59% meningkat dari triwulan III 2013 yang hanya sebesar 4,51%. Meskipun mengalami penurunan secara

persentase terhadap pagu APBD, namun secara nominal realisasi PAD tumbuh sebesar 43,5% sehingga kontribusinya

terhadap APBD PDRB ikut meningkat. Di sisi lain, rasio dana perimbangan terhadap PDRB ADHB mengalami sedikit

penurunan dari 66,01% pada triwulan III 2013 menjadi 64,21% pada periode laporan.

66.01 64.21

4.51 5.59 0

10

20

30

40

50

60

70

Tw III - 2013 Tw III - 2014

%

Dana Perimbangan Pendapatan Asli Daerah

50.55 47.31

11.15 8.76

0

10

20

30

40

50

60

Tw III - 2013 Tw III - 2014

%

Belanja Operasi Belanja Modal

Grafik 2.6. Rasio Realisasi Pendapatan APBD Terhadap PDRB ADHB Grafik 2.7. Rasio Realisasi Belanja APBD Terhadap PDRB ADHB

Pada triwulan III 2014, peran realisasi komponen belanja APBD Sulbar untuk stimulus ekonomi daerah2 relatif menurun

dibandingkan triwulan sama pada tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dari menurunnya persentase realisasi belanja

daerah terhadap pagu APBD. Rasio belanja operasional turun dari 50,55% pada triwulan III 2013 menjadi 47,31% pada

triwulan laporan. Rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) juga menurun pada triwulan III

2014 dari 11,15% menjadi 8,76%. Namun demikian, Sulbar dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 10,02% (yoy)

yang sekaligus merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi se-Indonesia pada triwulan III 2014. Hal ini mengindikasikan

bahwa pemerintah Sulbar dapat menekan belanja daerah dan menggerakkan sektor swasta/rumah tangga untuk

mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

1 Dihitung dengan rumus realisasi komponen pendapatan APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 2 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif

Page 30: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH

22 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 31: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 23

3. INFLASI DAERAH

Bab 3 Inflasi Daerah

Pada triwulan III 2014, inflasi Sulbar tercatat sebesar 4,46% (yoy), lebih

rendah dari triwulan II 2014 (6,65%, yoy). Penurunan inflasi didorong oleh

menurunnya harga komoditas pada kelompok bahan makanan, seperti

daging, ikan segar, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-

buahan, dan bumbu-bumbuan, serta penurunan inflasi kelompok transpor,

komunikasi & jasa keuangan. Secara umum, koreksi harga pasca Hari Raya

Idul Fitri berkontribusi terhadap penurunan inflasi dimaksud karena harga

bahan makanan dan permintaan angkutan antar kota kembali turun.

Sedangkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap US memicu penurunan

dari jasa kesehatan dan harga obat-obatan. Kenaikan tarif dasar listrik

pada 1 Juli 2014 turut memicu inflasi pada periode ini, akan tetapi lebih

kecil dari triwulan sebelumnya.

Page 32: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 3 INFLASI DAERAH

24 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa3

Inflasi Provinsi Sulbar pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 4,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencapai 6,65% (yoy). Penurunan inflasi didorong oleh menurunnya harga komoditas pada kelompok

bahan makanan, seperti daging, ikan segar, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan bumbu-

bumbuan. Hal ini dipicu karena pasca Hari Raya Idul Fitri harga barang kembali turun. Selain itu, penurunan inflasi juga

disebabkan oleh penurunan inflasi pada kelompok perumahan, kesehatan, transpor, komunikasi & jasa keuangan. Secara

berurutan, inflasi tahunan tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi, minuman, rokok & tembakau (9,39%, yoy),

kelompok kesehatan (6,76%, yoy), kelompok perumahan (5,43%, yoy), kelompok pendidikan (4,62%, yoy), kelompok

sandang (4,36%, yoy), dan kelompok transpor (3,90%, yoy). Sedangkan kelompok bahan makanan mengalami deflasi

sebesar -0,01% yoy. Secara keseluruhan, inflasi tahunan Sulbar sedikit lebih rendah dibandingkan dengan inflasi

tahunan nasional yang pada triwulan III 2014 tercatat sebesar 4,53% (yoy) (Grafik 3.1).

Tabel 3.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa

Sumber: Badan Pusat Statistik

Mulai Januari 2014, metode perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)

berubah. Aspek yang mengalami perubahan antara lain adalah jumlah kabupaten/kota yang disurvei, jumlah komoditas

dalam keranjang perhitungan inflasi, serta tahun dasar nilai konsumsi (NK) yang digunakan. Meski demikian, jumlah

kabupaten/kota survei perhitungan inflasi di Sulbar masih tetap sama yaitu sebanyak 1 (satu) kota, yaitu Mamuju.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 3.1. Perkembangan Inflasi Sulawesi Barat

3.1.1 Kelompok Bahan Makanan

Kelompok bahan makanan pada triwulan III 2014 tercatat mengalami deflasi sebesar -0,01% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mengalami inflasi sebesar 3,93% (yoy). Kelompok bahan makanan merupakan salah satu penyumbang penurunan inflasi triwulan laporan terbesar terhadap inflasi Sulbar secara keseluruhan. Penurunan inflasi kelompok bahan makanan didorong oleh harga barang yang turun setelah Ramadhan. Penurunan inflasi tersebut terjadi pada sub kelompok daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan bumbu-bumbuan. Namun demikian,

3 Terdapat 7 (tujuh) kelompok barang dan jasa dalam perhitungan inflasi

Page 33: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 25

sub kelompok padi-padian dan ikan diawetkan secara tahunan mengalami kenaikan inflasi sebesar 5,19% dan 7,50% (Grafik 1.2).

Tabel 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan

II-2014 III-2014SUB KELOMPOK

y.o.y (%)

Sumber: BPS

Grafik 3.2. Inflasi Kelompok Bahan Makanan

3.1.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau

Kelompok Makanan Jadi – Minuman – Rokok – Tembakau tercatat mengalami inflasi sebesar 9,39% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,02% (yoy). Tingkat inflasi terbesar pada sub kelompok makanan jadi, yaitu sebesar 12.95% (yoy), kemudian tembakau dan minuman beralkohol 6,46% (yoy), terakhir minuman tidak beralkohol sebesar 3,97% (yoy). Kenaikan harga kelompok makanan jadi disebabkan oleh kenaikan beberapa komoditas seperti ikan bakar, kue kering berminyak, ayam goreng, dan mie. Hal ini disebabkan Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada bulan Juli 2014 sehingga permintaan komoditas makanan jadi semakin tinggi. Selain itu, peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2014 juga memicu kenaikan permintaan makanan jadi. Di saat yang sama perayaan hari jadi Sulawesi Barat ke-10 turut memberi dampak kenaikan permintaan makanan jadi.

Tabel 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

II-2014 III-2014SUB KELOMPOK

y.o.y (%)

Sumber: BPS

Grafik 3.3. Inflasi Kelompok Makanan Jadi

3.1.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

Kelompok Perumahan – Air – Listrik – Gas – Bahan Bakar pada triwulan III-2014 mencatat inflasi sebesar 5,43% (yoy), lebih rendah dari periode sebelumnya 6,51% (yoy). Inflasi kelompok perumahan pada triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama karena adanya perlambatan laju inflasi pada sub kelompok biaya tempat tinggal dan perlengkapan rumah tangga. Melambatnya inflasi pada sub kelompok perumahan disebabkan oleh komoditas yang dominan memberikan sumbangan deflasi secara bulanan yaitu semen dan cat tembok. Kenaikan tarif dasar listrik pada 1 Juli 2014 turut memicu inflasi pada kelompok perumahan, akan tetapi lebih kecil dari periode sebelumnya.

Page 34: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 3 INFLASI DAERAH

26 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Tabel 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan

II-2014 III-2014

y.o.y (%)SUB KELOMPOK

Sumber: BPS

Grafik 3.4. Inflasi Kelompok Perumahan

3.1.4 Kelompok Sandang

Kelompok Sandang pada periode laporan mencatat inflasi sebesar 4,36% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 3,61% (yoy). Meningkatnya laju inflasi kelompok ini terutama disebabkan oleh meningkatnya

permintaan terutama terkait dengan Hari Raya Idul Fitri 2014. Hari Raya Idul Fitri identik dengan baju baru sehingga

permintaan komoditas sandang meningkat. Selain itu, peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia juga memicu kenaikan

inflasi kelompok sandang.

Tabel 3.5. Inflasi Kelompok Sandang

II-2014 III-2014SUB KELOMPOK

y.o.y (%)

Sumber: BPS

Grafik 3.5. Inflasi Kelompok Sandang

3.1.5 Kelompok Kesehatan

Kelompok Kesehatan pada triwulan laporan mencatat penurunan inflasi tahunan dari sebesar 15,41% (yoy) menjadi

6,76% (yoy) pada triwulan laporan. Turunnya laju inflasi kelompok ini terutama karena penurunan inflasi subkelompok

jasa kesehatan, obat-obatan dan sub kelompok jasa perawatan jasmani dan kosmetika. Menguatnya nilai tukar rupiah

terhadap US dollar pada periode berjalan, berdampak pada produksi obat di dalam negeri karena masih sangat

tergantung dengan bahan baku dari luar negeri sehingga harga obat-obatan terkoreksi turun.

Page 35: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 3 INFLASI DAERAH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 27

Tabel 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan

II-2014 III-2014SUB KELOMPOK

y.o.y (%)

Sumber: BPS

Grafik 3.6. Inflasi Kelompok Kesehatan

3.1.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Kelompok Pendidikan – Rekreasi – Olahraga mengalami kenaikan laju inflasi dibandingkan triwulan II 2014, yaitu dari

3,56% (yoy) menjadi 4,62% (yoy). Kenaikan terutama pada sub kelompok rekreasi dan subkelompok olahraga. Kenaikan

inflasi pada subkelompok rekreasi didorong oleh kenaikan harga bahan makanan, liburan sekolah, dan kegiatan

masyarakat menyambut Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, kenaikan inflasi pada subkelompok olahraga didorong oleh

adanya event olahraga dalam rangka memperingati hari jadi Sulawesi Barat ke-10 seperti Katinting race, Sandeq race dan

juga beberapa event dalam menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Tabel 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan

II-2014 III-2014

Sumber: BPS

Grafik 3.7. Inflasi Kelompok Pendidikan

3.1.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Kelompok Transportasi – Komunikasi – Jasa Keuangan pada periode berjalan tercatat mengalami inflasi sebesar 3,90%

(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 9,62% (yoy). Penurunan inflasi terbesar terutama pada

subsektor transpor sebesar 4,85% (yoy) dari 12,74% (yoy) pada periode sebelumnya. Hal ini disebabkan penurunan

permintaan angkutan antar kota pasca Hari Raya Idul Fitri.

Page 36: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 3 INFLASI DAERAH

28 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Tabel 3.8. Inflasi Kelompok Transpor

II-2014 III-2014SUB KELOMPOK

y.o.y (%)

Sumber: BPS

Grafik 3.8. Inflasi Kelompok Transpor

3.2. Disagregasi Inflasi4

Bila dilihat dari disagregasi berdasarkan kelompoknya, melambatnya laju inflasi pada triwulan III 2014 didorong oleh

penurunan pada komponen inflasi inti, volatile food, dan administered price. Pada triwulan III 2014 kelompok inflasi

core melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama terjadi pada kelompok perumahan, kesehatan, dan

transportasi dimana pasca Hari Raya Idul Fitri berdampak kepada permintaan yang menurun. Sementara itu, inflasi

volatile food menurun terutama terjadi pada kelompok bahan makanan dimana pasca Hari Raya Idul Fitri harga barang

komoditas bahan makanan kembali turun seperti daging, telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan

bumbu-bumbuan. Kelompok administered price juga menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama pada

kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Kenaikan tarif dasar listrik pada 1 Juli 2014 turut memicu inflasi

pada kelompok administered price, akan tetapi lebih kecil dari periode sebelumnya.

3.3. Koordinasi Pengendalian Inflasi

Perkembangan koordinasi pengendalian inflasi di Sulbar kembali menunjukkan perkembangan yang lebih baik lagi dari

sisi kelembagaan dengan telah berdirinya TPID di seluruh kabupaten. Dengan peresmian TPID Kabupaten Majene pada

tanggal 8 Juli 2014, maka saat ini TPID telah berdiri di seluruh kabupaten Sulawesi Barat (Tabel 3.9). Dengan telah

berdirinya TPID di seluruh kabupaten maka diharapkan kedepannya koordinasi dan proses pengendalian inflasi dapat

berjalan lebih baik.

Tabel 3.9. TPID Di Sulawesi Barat

NO TPID SURAT KEPUTUSAN

KET NOMOR TANGGAL

1 Provinsi Sulawesi Barat 225 Tahun 2010 06-Apr-10 -

2 Kabupaten Mamuju Tengah 751/035/KPTS/XII/2013 23-Des-13 -

3 Kabupaten Mamasa 700/KPTS-II.b/I/2014 08-Jan-14 -

4 Kabupaten Mamuju Utara 170 Tahun 2014 20-Jan-14 -

5 Kabupaten Polewali Mandar KPTS/580/241/HUK 21-Apr-14 -

6 Kabupaten Mamuju 18845/293/KPTS/V/2014 01-Mei-14 SAMPEL IHK

7 Kabupaten Majene 1489/HK/KEP-BUP/VII/2014 08-Jul-14 -

Selama triwulan III 2014, TPID Sulbar telah melakukan koordinasi baik di tingkat provinsi. Sepanjang triwulan III 2014,

telah dilakukan pemantauan ketersediaan pasokan dan stok yang dilakukan pada tanggal 25 Juli 2014. Pemerintah

Provinsi Sulawesi Barat menjamin agar pasokan kebutuhan pokok di pasar-pasar dapat mencukupi kebutuhan hingga hari

Lebaran Idul Fitri. Diharapkan harga jual sembako dan harga jual barang yang lain tidak mengalami gejolak, terutama

mendekati Lebaran. Sebagai hasilnya, sampai akhir triwulan III 2014, harga jual beberapa komoditi di pasaran masih

stabil, berbeda dengan pola Ramadan tahun-tahun sebelumnya, dimana harga sejumlah sembako selalu mengalami

kenaikan.

4 Analisis disagregasi membagi inflasi menjadi inflasi inti (core inflation) dan inflasi non inti (volatile food dan administered price). Hal ini dilakukan untuk menghasilkan

indikator inflasi yang lebih menggambarkan pengaruh dari faktor yang bersifat fundamental.

Page 37: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 29

4. SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Bab 4 Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran

Kinerja perbankan di Sulbar pada triwulan III 2014 kembali memperlihatkan

perlambatan pertumbuhan dibandingkan dengan triwulan II 2014. Seluruh

indikator utama seperti pertumbuhan aset, pertumbuhan penghimpunan

dana pihak ketiga, serta pertumbuhan penyaluran kredit tercatat

mengalami perlambatan. LDR tercatat sedikit menurun dari 135,67% pada

triwulan lalu menjadi 133,43%. Meski kredit kepada korporasi non-UMKM

mengalami akseelrasi pertumbuhan, perlambatan yang dialami oleh kredit

kepada sektor rumah tangga dan UMKM menjadi penyebab terjadinya

deselerasi kredit secara keseluruhan. Meskipun demikian, risiko kredit

perbankan masih terjaga pada level yang aman dengan angka Non

Performing Loans (NPLs) yang secara total berada di bawah 5%.

Perlambatan kinerja perbankan juga tercermin pada kinerja sistem

pembayaran, salah satunya terefleksi dari transaksi RTGS. Baik total nilai

dan jumlah transaksi RTGS mengalami kontraksi tahunan pada triwulan

laporan.

Page 38: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

30 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

4.1. Kondisi Umum Perbankan5

4.1.1 Perkembangan Kelembagaan

Dari sisi kelembagaan, pada triwulan III 2014, jumlah bank umum di Sulbar relatif tidak mengalami perubahan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebanyak 14 bank. Dari jumlah tersebut, 12 diantaranya merupakan

bank konvensional sedangkan sisanya merupakan bank syariah. Kemudian, jumlah BPR juga tercatat masih tetap sama

seperti periode sebelumnya yaitu sebanyak 3 (tiga) BPR. Sementara itu, jumlah jaringan kantor bank di Sulbar hingga

periode laporan tercatat sebanyak 82 kantor, bertambah sebanyak 1 (satu) kantor (Tabel 4.1).

Tabel 4.1. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum dan BPR

I II III IV I II III IV I II III

Bank Umum (Konv. + Syariah) 12 12 12 12 13 13 13 14 14 14 14

Konvensional 10 10 10 10 11 11 11 12 12 12 12

Syariah 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

Jumlah Kantor* 70 74 74 75 76 76 76 81 81 81 82

BPR 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3

*) Termasuk Kanwil, KP, KC, KCP, BRI Unit, KK, KF

RINCIAN2012 2013 2014

4.1.2 Aset Perbankan

Total aset bank umum Sulbar pada triwulan III 2014 tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Aset perbankan tercatat tumbuh sebesar 5,11% (yoy) atau menjadi Rp4,67 triliun, lebih rendah dari triwulan II 2014 yang

tumbuh sebesar 10,43% (yoy) (Tabel 4.2). Melambatnya pertumbuhan aset perbankan disebabkan oleh perlambatan

pertumbuhan aset bank pemerintah serta bank swasta nasional. Aset bank pemerintah tercatat tumbuh melambat 4,94%

(yoy) menjadi Rp4,18 triliun setelah sebelumnya tumbuh sebesar 9,76% (yoy). Aset bank swasta juga tumbuh melambat

dari 16,44% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 6,63% (yoy) dengan total aset sebesar Rp0,49 triliun.

Tabel 4.2. Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank

I II III IV I II III I II III IV I II III

Total Aset 24.94 21.27 24.07 15.79 14.44 10.43 5.11 3,860 4,122 4,440 4,291 4,417 4,552 4,667

Bank Pemerintah 24.97 21.27 23.11 13.74 12.98 9.76 4.94 3,471 3,704 3,980 3,796 3,922 4,065 4,176

Bank Swasta Nasional 24.62 21.28 33.05 34.43 27.40 16.44 6.63 389 418 460 495 495 487 491

Aset Menurut Kelompok Bank

Nominal (Rp Miliar)

2013 2013 20142014

Pertumbuhan (%, yoy)

4.1.3 Intermediasi Perbankan

Pada triwulan III 2014, baik penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) maupun penyaluran kredit mengalami

perlambatan pertumbuhan. Melambatnya pertumbuhan seluruh jenis simpanan menyebabkan perlambatan kinerja DPK

secara keseluruhan. Jenis simpanan tabungan tumbuh lebih lambat dengan angka pertumbuhan tercatat sebesar 10,96%

(yoy) di triwulan III 2014 setelah sebelumnya tumbuh 14,88% (yoy). Jenis simpanan giro bahkan mengalammi kontraksi

pada triwulan laporan. Kinerja giro tercatat turun hingga -0,61% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh sebesar 1,75% (yoy)

pada triwulan II 2014. Di sisi lain, simpanan dalam bentuk deposito mampu menopang pertumbuhan DPK seiring dengan

akselerasi pertumbuhan dari 55,78% (yoy) pada triwulan II 2014 menjadi 80,02% (yoy) pada triwulan III 2014 (Tabel 4.3).

Selanjutnya, DPK secara total tumbuh sebesar 11,23% (yoy) menjadi Rp3,15 triliun, atau tumbuh lebih rendah dari

triwulan sebelumnya sebesar 13,47% (yoy).

5 Dimulai dengan publikasi pada triwulan I 2014, asesmen perkembangan indikator perbankan menggunakan data lokasi bank untuk kredit yang disalurkan serta

menggunakan data lokasi bank pelapor untuk DPK yang dihimpun

Page 39: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 31

Dalam aspek penyaluran kredit, perlambatan berlanjut akibat melambatnya pertumbuhan penyaluran kredit modal

kerja dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja tercatat tumbuh lebih lambat sebesar 12,21% (yoy) pada triwulan laporan

setelah sebelumnya mencatat angka pertumbuhan sebesar 14,02% pada triwulan II 2014. Kredit konsumsi juga masih

menunjukkan kinerja yang melambat. Pada triwulan laporan, kredit konsumsi tumbuh 14,76% (yoy), lebih rendah dari

triwulan II 2014 (17,87%, yoy). Sementara itu, meski masih mengalami kontraksi, kredit untuk keperluan investasi

mencatat sedikit perbaikan dengan menipisnya kontraksi menjadi -3,76% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tercatat

sebesar -8,21% (yoy). Total kredit secara keseluruhan tumbuh sebesar 12,20% (yoy) menjadi Rp4,21 triliun setelah pada

triwulan II 2014 tumbuh sebesar 13,60% (yoy). Dengan perkembangan yang demikian, LDR perbankan tercatat turun dari

135,67% menjadi 133,43% pada triwulan laporan (Tabel 4.3).

Tabel 4.3. Penghimpunan Dana dan Penyaluran Kredit Bank Umum

I II III IV I II III I II III IV I II III

DPK 23.56 11.03 10.57 13.07 9.10 13.47 11.23 2,557 2,675 2,836 2,751 2,789 3,035 3,154

a. Giro 30.57 27.56 11.22 1.27 3.50 1.75 (0.61) 794 899 987 467 822 914 981

b. Tabungan 22.42 4.22 10.22 16.16 13.22 14.88 10.96 1,580 1,580 1,672 2,108 1,789 1,815 1,855

c. Deposito 7.18 4.09 10.17 12.08 (2.21) 55.78 80.02 182 196 177 176 178 306 318

Kredit 19.51 17.12 15.85 15.04 14.87 13.60 12.20 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208

a. Modal Kerja 9.68 (11.00) 7.21 9.95 9.06 14.02 13.21 1,246 1,270 1,295 1,334 1,359 1,448 1,466

b. Investasi 16.13 49.87 43.31 38.83 36.14 (8.21) (3.76) 313 407 409 416 426 373 394

c. Konsumsi 27.65 39.47 17.34 14.53 15.17 17.87 14.76 1,893 1,948 2,046 2,120 2,181 2,297 2,348

LDR (%) 135.03 135.52 132.27 140.67 142.17 135.67 133.43

NPLs Gross (%) 4.56 4.46 4.19 3.81 4.68 4.59 4.43

Komponen 2013 2013

Pertumbuhan (%, yoy) Nominal (Rp Miliar)

2014 2014

Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kredit antara lain disumbangkan oleh melambatnya kinerja kredit lain-lain

yang memiliki pangsa terbesar dalam total kredit di Sulbar. Perlambatan pertumbuhan juga dialami oleh kredit yang

disalurkan kepada sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) dan sektor Pengangkutan. Beberapa sektor yang pada triwulan

II 2014 mengalami kontraksi juga masih mencatat penurunan yang lebih besar pada triwulan III 2014, antara lain adalah

sektor konstruksi dan sektor jasa dunia usaha. Meski demikian, sektor lainnya mencatat perbaikan kinerja sehingga dapat

menopang pertumbuhan kredit yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, dan perdagangan (Tabel 4.4).

Dari segi kualitas, rasio Non Performing Loans (NPLs) perbankan yang masih terjaga pada level aman (di bawah 5%), yaitu

sebesar 4,43% (Tabel 4.3).

Tabel 4.4. Kredit Bank Umum Menurut Sektor Ekonomi

I II III IV I II III I II III IV I II III

Kredit 19.51 17.12 15.85 15.04 14.87 13.60 12.20 3,452 3,625 3,751 3,870 3,966 4,118 4,208

Pertanian 26.74 33.20 23.15 29.29 35.09 14.21 17.47 169 196 205 217 229 224 241

Pertambangan 43.33 9.82 6.46 16.76 (11.16) (3.97) 36.97 2.2 2.0 2.0 2.2 2.0 1.9 2.8

Industri Pengolahan 44.82 (15.78) (14.59) (3.99) (9.36) 31.31 34.15 41 33 33 36 37 43 44

Listrik, Gas, Air 7.38 92.38 113.24 124.10 119.59 344.97 310.04 0.4 0.7 0.8 0.8 0.9 2.9 3.1

Konstruksi (19.63) (7.00) (8.19) 181.72 30.75 (5.36) (7.93) 37 44 48 46 48 41 44

Perdagangan 18.79 (0.32) 18.26 20.23 18.75 7.88 10.43 1,078 1,241 1,236 1,268 1,280 1,338 1,365

Pengangkutan 88.22 7.58 14.50 (3.41) 6.38 59.94 55.48 7.1 5.6 6.2 7.0 7.5 9.0 9.6

Jasa Dunia Usaha 0.81 63.44 63.60 (14.93) 40.29 (8.86) (32.78) 40 64 64 59 55 58 43

Jasa Sosial Masyarakat (23.36) (7.50) 40.29 66.13 47.64 (7.46) (1.85) 85 91 109 114 125 84 107

Lain-lain 23.17 32.33 13.04 9.27 9.40 18.79 14.76 1,993 1,948 2,046 2,120 2,181 2,314 2,348

Komponen 2013 2013

Nominal (Rp Miliar)Pertumbuhan (%, yoy)

2014 2014

Page 40: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

32 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

4.2. Stabilitas Sistem Keuangan

4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah

Di triwulan III 2014, penyaluran kredit korporasi di Sulbar

tetap didominasi oleh sektor perdagangan. Kredit

korporasi tercatat memiliki pangsa sangat rendah yaitu

1,69% terhadap total kredit produktif. Hal tersebut

mengindikasikan perkembangan UMKM yang lebih

dominan dalam menggunakan jasa keuangan perbankan di

Sulbar. Dari kredit korporasi, kredit kepada sektor

perdagangan memiliki pangsa terbesar yaitu 89,2% atau

Rp28,11 miliar (kredit produktif non-UMKM). Pangsa

sektor perdagangan tersebut melebihi setengah dari total

kredit yang disalurkan pada triwulan III 2014. Sektor

perdagangan diikuti oleh sektor-sektor yang lainnya

dengan pangsa sebesar 8,9% dan sektor jasa dunia usaha

sebesar 1,7% (Grafik 4.1).

Dari aspek pertumbuhan, penyaluran kredit kepada

sektor korporasi pada triwulan III 2014 mengalami

perbaikan meski masih terkontraksi. Perbaikan ini

terutama didorong oleh kinerja sektor perdagangan yang

tumbuh signifikan pada triwulan laporan. Sektor ini

tercatat tumbuh hingga 180,91% (yoy) setelah pada

triwulan lalu mengalami penurunan sebesar -65,66% (yoy).

Di sisi lain, semakin dalamnya kontraksi yang dialami oleh

sektor pertanian dan sektor jasa dunia usaha membuat

kinerja kredit korporasi tidak terakselerasi lebih lanjut.

Secara total, kredit korporasi mengalami penurunan

sebesar -55,97% (yoy) pada triwulan laporan. Pada

triwulan sebelumnya, angka penurunan yang tercatat

adalah sebesar -84,53% (yoy) (Grafik 4.2).

Dari aspek kualitas, penyaluran kredit korporasi secara

keseluruhan mengalami perbaikan kinerja. Pada triwulan

laporan, kualitas penyaluran kredit yang diukur dari rasio

non-performing loans atau NPLs kembali mengalami

penurunan menjadi 1,06% dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 7,42% (Grafik 4.3). Turunnya

NPLs sektor perdagangan menjadi faktor utama penyebab

turunnya rasio NPLs secara keseluruhan. Meski memiliki

kualitas yang dapat dikatakan membaik, dampak

penyaluran kredit korporasi terhadap keseluruhan kredit

tidak signifikan mengingat pangsanya yang sangat kecil

dibandingkan kredit UMKM maupun kredit lain-lain

(konsumsi).

Pangsa Triwulan III 2014

Pertanian (0.2%)

Perdagangan (89.2%)

Jasa Dunia Usaha (1.7%)

Lainnya (8.9%)

Grafik 4.1. Pangsa Kredit Menurut Sektor Korporasi

(100)

(50)

0

50

100

150

200

250

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

%, yoy Pertanian Perdagangan

Total Jasa Dunia Usaha

Grafik 4.2. Pertumbuhan Kredit Korporasi

0

20

40

60

80

100

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

%%

Total Jasa Dunia Usaha

Pertanian - Skala Kanan Perdagangan - Skala Kanan

Grafik 4.3. NPLs Kredit Korporasi

Page 41: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 5 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 33

4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga Daerah

Kredit rumah tangga untuk perlengkapan/peralatan

rumah tangga beserta kredit rumah tangga jenis lainnya

masih mengambil pangsa yang terbesar dalam struktur

kredit rumah tangga pada triwulan III 2014. Dari total

kedit yang disalurkan kepada rumah tangga sebesar

Rp2,35 triliun, kredit rumah tangga lainnya dimaksud

memiliki pangsa mencapai lebih dari 50%, disusul kredit

multiguna, KPR, dan terakhir kredit kendaraan bermotor

(KKB) dengan pangsa yang terkecil (Grafik 4.4).

Searah dengan kredit pada umumnya, penyaluran kredit

kepada sektor rumah tangga mencatat kinerja yang

melambat di triwulan III 2014. Perlambatan tersebut

disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan kredit yang

disalurkan untuk hampir seluruh jenis kredit rumah

tangga, kecuali kredit multiguna. Secara keseluruhan,

kredit rumah tangga tumbuh lebih kecil dari triwulan

sebelumnya yaitu dari 18,79% (yoy) menjadi 14,76% (yoy).

Secara total, kualitas kredit ke sektor rumah tangga tetap

terjaga pada tingkat yang aman di triwulan III 2014.

Seluruh jenis kredit rumah tangga memiliki angka NPLs di

bawah angka batas atas yang ditetapkan yaitu 5%. KPR

yang mencatat angka NPLs tertinggi, sebesar 3,61% juga

tetap memiliki rasio yang tergolong aman (Grafik 4.6).

Angka NPLs yang tercatat secara total adalah 1,14%. Pada

triwulan sebelumnya, NPLs tercatat sebesar 1,94%. Cukup

rendahnya NPLs didukung oleh kualitas kredit yang baik

pada jenis KKB, kredit multiguna, maupun kredit rumah

tangga lainnya.

Pangsa Triwulan III 2014

Kredit Pemilikan Rumah, KPR (10.5%)

Kredit Kendaraan Bermotor, KKB (0.5%)

Kredit Multiguna

(36.6%)

Kredit Rumah Tangga

Lainnya (52.5%)

Grafik 4.4. Pangsa Jenis Kredit Rumah Tangga

(500)

0

500

1,000

1,500

2,000

(60)

(10)

40

90

140

190

240

290

340

390

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

%, yoy%, yoyTotal KPRLainnya KKB - Skala KananMultiguna - Skala Kanan

Grafik 4.5. Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga

0

2

4

6

8

10

12

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

%%

Total KKB Lainnya Multiguna KPR - Skala Kanan

Grafik 4.6. NPLs Kredit Rumah Tangga

4.3. Pengembangan Akses Keuangan

Penyaluran kredit UMKM kembali mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan III 2014. Melambatnya

pertumbuhan kredit di UMKM pada dasarnya dapat menjadi indikasi adanya potensi serta peluang untuk mengakselerasi

kembali pertumbuhan kredit UMKM (Grafik 4.7). Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit produktif di Sulbar mencapai

43,45% atau sebesar Rp1,83 triliun. Dari nilai tersebut, sebesar 79% merupakan kredit UMKM yang digunakan untuk

modal kerja sedangkan sisanya digunakan untuk investasi (Grafik 4.8). Angka NPLs kredit UMKM sedikit bergerak turun

pada triwulan III 2014 hingga mencapai 8,71% (Grafik 4.9). Angka tersebut telah berada di atas batas aman yang

ditetapkan yaitu sebesar 5%. Meskipun NPLs untuk keseluruhan kredit perbankan Sulbar masih di bawah 5%, kualitas

kredit UMKM harus terus ditingkatkan melalui pendampingan dari para pemangku kepentingan.

Page 42: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 4 SISTEM KEUANGAN DAN SISTEM PEMBAYARAN

34 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

0

5

10

15

20

25

30

35

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10

I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014

%, yoy%

NPLs UMKM Pertumbuhan Kredit UMKM - Skala Kanan

Total Kredit Non-UMKM

57%

Total Kredit UMKM

43%79%

21%

Pangsa Kredit UMKM

Modal Kerja Investasi

Grafik 4.7. Pertumbuhan dan NPLs Kredit UMKM Grafik 4.8. Pangsa Kredit UMKM

4.4. Perkembangan Sistem Pembayaran

Transaksi non-tunai melalui sarana RTGS ditandai dengan pertumbuhan yang kembali melambat pada triwulan III 2014

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara total, nilai transaksi BI-RTGS Sulbar di triwulan III 2014 sebesar

Rp1,31 triliun atau turun -34,56%% (yoy), jauh lebih rendah jika dibandingkan triwulan II 2014 yang penurunannya relatif

kecil sebesar -1,16% (yoy) (Tabel 4.5). Transaksi BI-RTGS pada periode laporan masih didominasi aliran dana yang masuk

(to) ke perbankan Sulbar dengan nilai Rp0,76 triliun, lebih tinggi dari aliran yang keluar (from) dari perbankan Sulbar yang

tercatat sebesar Rp0,51 triliun pada triwulan II 2014. Sementara itu, kegiatan RTGS antarbank di Sulbar tercatat mencapai

Rp37,96 miliar. Volume transaksi RTGS juga tercatat mengalami kinerja yang tidak sebaik capaian triwulan sebelumnya.

Setelah turun sebesar -5,18% (yoy) pada triwulan II 2014, jumlah transasksi RTGS di Sulbar pada triwulan III 2014 turun

hingga mencapai -17,44% (yoy) (Tabel 4.5).

Tabel 4.5. Perkembangan Transaksi RTGS

I II III IV I II III (qtq) (yoy)

Nilai (Rp Miliar) 268.59 387.58 489.35 740.60 406.16 558.63 510.59 -8.60% 4.34%

Volume 2,463 2,838 2,761 2,831 2,367 2,643 2,321 -12.18% -15.94%

Nilai (Rp Miliar) 1,036.43 973.12 1,474.24 1,454.40 1,129.64 789.08 764.60 -3.10% -48.14%

Volume 742 905 1,287 1,893 848 929 1,024 10.23% -20.44%

Nilai (Rp Miliar) 14.75 30.92 42.92 105.88 21.87 27.71 37.96 36.97% -11.57%

Volume 59 117 195 644 58 88 158 79.55% -18.97%

Nilai (Rp Miliar) 1,319.77 1,391.62 2,006.51 2,300.88 1,557.67 1,375.42 1,313.14 -4.53% -34.56%

Volume 3,264 3,860 4,243 5,368 3,273 3,660 3,503 -4.29% -17.44%

Pertumbuhan Tw III 2014

From

To

From-To

TOTAL

Keterangan2013 2014

Page 43: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 35

5. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Bab 5 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat pada Agustus 2014

sebesar 2,08% atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya 1,60% (Agustus

2013). Secara struktur, belum terjadi perubahan yang signifikan pada porsi

tenaga kerja di sektor primer, sekunder, maupun tersier. Adapun tingkat

partisipasi angkatan kerja (TPAK) Sulbar pada Agustus 2014 tercatat

sebesar 71,06%, mengalami penurunan dari Agustus 2013 yang tercatat

66,83%. Sementara itu, tingkat kemiskinan baik di kota maupun desa

tercatat masih mengalami peningkatan.

Page 44: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

36 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

5.1. Tenaga Kerja

Jumlah penduduk yang bekerja di Sulbar pada Agustus 2014 meningkat tipis dibandingkan periode sebelumnya. Per

Agustus 2014, angkatan kerja Sulbar tercatat sebanyak 608,4 ribu orang, mengalami peningkatan sebesar 6,65% (yoy)

dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Dari jumlah tersebut jumlah penduduk yang bekerja sejumlah 595,8 ribu

orang, meningkat 13,71% (yoy) dibandingkan kondisi tenaga kerja Agustus 2013. Jumlah penduduk usia kerja, namun

bukan angkatan kerja pada Agustus 2014 mengalami penuruan sebesar -6,96% (yoy). Dengan perkembangan tersebut,

tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) Sulbar pada Agustus 2014 tercatat sebesar 71,06%, mengalami peningkatan dari

Agustus 2013 yang tercatat 66,82%. Peningkatan TPAK sebagai indikasi penyerapan tenaga kerja yang semakin membaikdi

periode laporan. Peningkatan penduduk yang bekerja terutama didorong oleh peningkatan jumlah pekerja penuh dan

pekerja paruh waktu, sementara jumlah pekerja setengah penganggur mengalami penurunan pada Agustus 2014.

Sektor primer (pertanian) pada Agustus 2014 menyerap lebih sedikit tenaga kerja dibandingkan Agustus 2013. Sektor

primer pada bulan Agustus 2014 masih merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yaitu sebanyak 338,6 ribu orang

meskipun porsinya sedikit berkurang dari 57,6% pada Agustus 2013 menjadi 56,84% pada Agustus 2014. Jumlah tenaga

kerja sektor sekunder (industri dan konstruksi) mencatat pertumbuhan paling tinggi yaitu sebesar 9,3% (yoy) sementara

tenaga kerja sektor tersier mengalami penurunan sebesar -0,4% (yoy). Peningkatan jumlah tenaga kerja sektor sekunder

sehubungan dengan telah dimulainya proyek-proyek pemerintah pada triwulan III 2014.

Sektor formal dan informal pada Agustus 2014 menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan Agustus 2014.

Jumlah tenaga kerja pada sektor formal dan informal mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan masing-masing

sebesar 19,4 ribu orang (13,9%) dan 52,39 ribu orang (13,7%) dibandingkan Agustus 2013. Namun, jika dilihat dari periode

sebelumnya, terjadi penurunan tenaga kerja formal dari 179,77 ribu orang (30,4%) pada Februari 2013 menjadi 159,8 ribu

orang (26,8%) pada Agustus 2014. Sementara tenaga kerja informal mengalami peningkatan dari 411,35 ribu orang

(69,6%) menjadi 435,99 ribu orang (73,2%).

Pekerja formal merupakan kategori pekerja yang berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan

dengan porsi masing-masing sebesar 2,01% dan 24,81% pada Agustus 2014. Sisanya adalah pekerja informalyang

mencakup kategori pekerja yang berusaha sendiri (16,06%), berusaha dibantu buruh tidak tetap (24,93%), pekerja bebas

(6,59%) dan pekerja tidak dibayar (25,59%).

Sumber: BPS

Sumber: BPS

Grafik 5.1. Komposisi Pekerja per Sektor Ekonomi Grafik 5.2. Komposisi Pekerja per Sektor Formal - Informal

Page 45: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 37

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Kegiatan Utama

Sumber: BPS

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami kenaikan pada Agustus 2014 namun masih merupakan

yang terendah di Sulawesi. Angka TPT Sulbar tercatat sebesar 2,08% mengalami kenaikan dari 1,6% pada Februari 2014.

Dengan persentase tersebut, selama empat tahun berturut-turut, Sulbar selalu menjadi provinsi dengan TPT yang paling

rendah di Sulawesi. Tingkat pengangguran Sulbar juga lebih rendah dibandingkan tingkat pengangguran nasional yang

tercatat 5,94%.

Tabel 5.2. Tingkat Pengangguran di Provinsi se-Sulawesi

Sumber: BPS, diolah

Sumber: BPS, diolah Grafik 5.3. Pengangguran di Sulbar

5.2. Penduduk Miskin6

Tingkat kemiskinan provinsi Sulawesi Barat pada Maret 2014 tercatat mengalami peningkatan. Persentase penduduk

miskin Sulbar pada Maret 2014naik menjadi 12,3% dari total penduduk Sulbar, sedikit lebih tinggi dari posisi September

2013 yang sebesar 12,2%. Persentase penduduk miskin Sulbar lebih rendah daripada rata-rata Sulampua (16,03%), namun

lebih tinggi daripada Indonesia (11,25%).

33.7 29.7 33.4 28.2 29.1 27.1 24.2 26.3

107.6135.2

129.7132.3 131.5

126.9 127.5 127.6

13.6

13.913.6

13.213.0

12.3 12.2 12.3

11

11.5

12

12.5

13

13.5

14

14.5

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

2010 Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14

ribu orang

Kota Desa % Total Penduduk Miskin - skala kanan

8.8

17.4

13.9

10.312.3

14.1

19.1

7.3

30.127.1

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000ribu orang

Kota Desa % Total Penduduk Miskin- skala kanan

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 5.4. Jumlah Penduduk Miskin Sulawesi Barat Grafik 5.5. Persentase Jumlah Penduduk Miskin Sulampua Maret 2014

6 BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari

sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.Jadi, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-

rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.

Page 46: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

38 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Persentase kemiskinan di daerah perkotaan menunjukkan peningkatan. Jumlah penduduk miskin di kota bertambah 2,1

ribu jiwa, atau mencatat persentase kemiskinan 9,16% dari sebelumnya sebesar 8,57%. Sementara itu, jumlah penduduk

miskin di desa bertambah sebesar 100 jiwa. Persentase penduduk miskin di desa turun menjadi 13,19% dari sebelumnya

13,31%. Dari sisi jumlah maupun persentase, tingkat kemiskinan di kota lebih kecil daripada di desa. Apabila ketimpangan

kesejahteraaan ini berlanjut, dikhawatirkan terjadi permasalahan seperti kenaikan tingkat urbanisasi dan masalah kota

lainnya. Untuk itu, secara dini, perlu disikapi dengan program pengembangan pedesaan.

Peningkatan UMP tahun 2014 lebih tinggi daripada peningkatan pada tahun sebelumnya. UMP Provinsi Sulawesi Barat

2014 ditetapkan sebesar Rp1,4 juta, meningkat 20,2% dibandingkan 2013. Peningkatan UMP Sulbar tercatat masih lebih

rendah dibandingkan rata-rata kenaikan KHL yang sebesar 24,2%. Bahkan Sulbar mencatat peningkatan paling rendah

dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia. Kenaikan tersebut ditengarai juga terkait ukuran ekonomi Sulbar yang tidak

terlalu besar dan masih ditopang oleh sektor informal.

1,0

06

,00

0

1,1

27

,00

0 1

,16

5,0

00

1,4

00

,00

0

1,0

06

,00

0

1,1

27

,00

0

1,2

00

,00

0

1,4

90

,00

0

6.5%

12.0%

3.4%

20.2%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

1,400,000

1,600,000

2011 2012 2013 2014

UMP (Rp) KHL (Rp) % Kenaikan UMP - sisi kanan

Sumber: BPS Grafik 5.4. Perkembangan UMP Provinsi Sulbar

5.3. Rasio Gini7

Gini ratio Provinsi Sulawesi Barat kembali memburuk setelah 2 tahun terakhir menunjukkan pembaikan. Nilai giniratio

Sulbar pada tahun 2013 meningkat menjadi 0,35 atau memburuk dibandingkan tahun 2012 yang tercatat sebesar 0,31.

Semakin besarnya indikator yang menunjukkan ketimpangan pendapatan penduduk tersebut yang kemungkinan besar

dipengaruhi oleh melemahnya indikator ketenagkerjaan dan NTP pada periode dimaksud. Namun demikian, giniratio

Sulbar masih lebih rendah daripada angka Nasional (0,41). Dibandingkan provinsi lain di Sulampua, nilai gini ratio Sulawesi

Barat relatif rendah. Angka gini rasio tertinggi masih tercatat di Gorontalo dan Papua dengan nilai yang sama dengan

tahun lalu yaitu 0,44. Angka berikutnya sebesar 0,43 tercatat untuk Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Papua

Barat. Sementara itu, nilai gini ratio terendah (0,32) terjadi di Maluku Utara yang sedikit menurun dibandingkan tahun

2012 (0,34).

Tabel 5.3. Nilai Gini Ratio

Provinsi 2010 2011 2012 2013

Gorontalo 0,43 0,46 0,44 0,44

Papua 0,41 0,42 0,44 0,44

Sulawesi Selatan 0,40 0,41 0,41 0,43

Sulawesi Tenggara 0,42 0,41 0,40 0,43

Papua Barat 0,38 0,40 0,43 0,43

Sulawesi Utara 0,37 0,39 0,43 0,42

Sulawesi Tengah 0,37 0,38 0,40 0,41

Maluku 0,33 0,41 0,38 0,37

Sulawesi Barat 0,36 0,34 0,31 0,35

Maluku Utara 0,34 0,33 0,34 0,32

7Angka koefisien gini adalah ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung berdasarkan kelas pendapatan.Angka koefisien gini terletak antara 0 (nol) dan 1 (satu).Nol

mencerminkan kemerataan sempurna dan satu menggambarkan ketidakmeraaan sempurna.

Page 47: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 39

Provinsi 2010 2011 2012 2013

Indonesia 0,38 0,41 0,41 0,41

Sumber: Indikator Kersejahteraan Rakyat, BPS

5.4. Nilai Tukar Petani8

Indikator kinerja sektor unggulan (pertanian) relatif membaik, tercermin dari naiknya Nilai Tukar Petani (NTP) pada

triwulan II 2014 dibandingkan dengan triwulan sebelunya. NTP Sulbar pada triwulan III 2014 sedikit membaik menjadi

sebesar 103,37dibandingkan triwulan sebelumnya (103,27) (Grafik 5.6). Kenaikan tersebut secara umum disebabkan oleh

kenaikan indeks harga yang diterima petani (IT) lebih besar dibandingkan dengan kenaikan indeks harga yang dibayar

petani (IB) selama triwulan III 2014. Indeks harga yang diterima petani naik dari 112,49 menjadi 114,33 sementara indeks

harga yang dibayar petani meningkat dari 108,92 pada triwulan sebelumnya menjadi 110,60 pada triwulan laporan.

NTPSulbar yang masih di atas 100 menunjukkan bahwa kemampuan/daya beli petani Sulbar tetap lebih baik dibandingkan

keadaan pada tahun dasar (2012) dan nilainya meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya.

-2.0%

-1.5%

-1.0%

-0.5%

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

90 95

100 105 110 115 120 125 130 135 140 145 150 155

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014indeks

IT IB NTP Sulbar g.NTP - sisi kanan

yoy

Sumber: BPS

Grafik 5.5. Perkembangan NTP di Sulawesi Barat

Secara keseluruhan Indeks yang Diterima Petani (IT) mengalami kenaikan sebesar 1,64% (yoy) begitupun halnya Indeks

yang Dibayar Petani (IB) juga mengalami kenaikan sebesar 1,54% (yoy) (Tabel 5.4). Namun demikian, berdasarkan hasil

pemantauan harga-harga pedesaan selama triwulan III 2014, terjadi penurunan NTP untuk subsektor tanaman pangan

dan tanaman perkebunan rakyat masing-masing sebesar -0,83% (qtq) dan -1,07% (qtq) dibandingkan triwulan

sebelumnya. Sementara NTP tanaman pangan dan perikanan yang masih dibawah 100 mengindikasikan bahwa

kesejahteraan petani pada subsektor tersebut masih relatif rendah.

Tabel 5.4. Perkembangan NTP Sulbar

Tw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III y.o.y q.t.q y.o.y q.t.q y.o.y q.t.qTanaman Pangan 87.6 87.9 82.4 82.0 94.7 92.1 91.3 8.08% 15.50% 4.72% -2.79% 10.75% -0.83%

Hortikultura 87.8 88.9 88.7 91.1 102.2 100.7 102.4 16.42% 12.12% 13.31% -1.45% 15.49% 1.73%

Tanaman Perkebunan Rakyat 128.5 133.0 133.5 132.1 109.0 114.1 112.9 -15.14% -17.48% -14.21% 4.65% -15.44% -1.07%

Peternakan 113.0 112.8 113.4 115.5 101.2 101.2 103.0 -10.41% -12.34% -10.25% -0.02% -9.19% 1.74%

Perikanan 106.6 106.6 105.7 106.8 96.2 97.0 97.3 -9.76% -9.95% -9.01% 0.84% -7.95% 0.31%

NILAI TUKAR PETANI (NTP) 104.0 105.0 103.3 104.9 102.4 103.3 103.4 -0.02% -0.02% -1.69% 0.90% 0.11% 0.10%

a Indeks yang Diterima (It) 142.1 144.2 148.2 150.9 110.2 112.5 114.3 -22.48% -26.99% -22.00% 2.10% -22.85% 1.64%

b Indeks yang Dibayar (lb) 136.7 137.3 143.5 143.8 107.7 108.9 110.6 -21.25% -25.14% -20.68% 1.18% -22.94% 1.54%

KOMPONEN2013 2014 Tw III-14Tw II-14Tw I-14

Sumber: BPS

8 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib).

Page 48: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 5 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

40 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 49: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 41

6. PROSPEK PEREKONOMIAN

Bab 6 Prospek Perekonomian

Perekonomian Sulbar pada triwulan IV 2014 dan untuk keseluruhan tahun

2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 10,3% -

11,3% (yoy) dan 9,2% - 10,2% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi

nasional, pertumbuhan ekonomi Sulbar 2014 tetap meningkat dan tumbuh

lebih tinggi. Di sisi permintaan, konsumsi dan investasi didukung oleh

optimalisasi belanja fiskal daerah. Di sisi penawaran, sektor pertanian stabil,

sementara sektor industri akan tetap meningkat, seiring kenaikan kapasitas

industri pengolahan.

Laju inflasi akhir 2014 diprakirakan akan meningkat, didorong oleh

kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Dengan perkembangan

tersebut, inflasi berpotensi meningkat dalam kisaran 6,7% - 7,9%, atau di

luar cakupan target nasional.

Page 50: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

6.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Perekonomian Sulbar diprakirakan tumbuh 10,3% - 11,3% pada Tw IV 2014 dan 9,2% - 10,2% pada 2014, seiring

konsistensi pembangunan dan produksi dari sektor-sektor utama. Ekonomi Sulbar cenderung bisa meningkat ke atas

pada tahun 2014, sehubungan dengan terus bertumbuhnya sektor Industri Pengolahan. Pertumbuhan sektor industri

pengolahan cenderung tetap di atas dua digit, setelah adanya perubahan struktural pada sektor Industri Pengolahan.

Mulai awal 2014, kinerja industri olahan CPO menjadi produk palm olien dan palm stearin, mampu meningkatkan nilai

tambah hampir dua kali lipat dari kondisi sebelumnya. Sampai dengan akhir tahun 2014 diperkirakan akan terus berlanjut

sehingga mendorong ekonomi Sulbar. Sementara itu, perkembangan di sektor Bangunan dan sektor Jasa-jasa menyisakan

potensi tantangan antara lain proses pembebasan lahan, proses lelang, dan pemenuhan kebutuhan energi. Kondisi

tersebut pada akhirnya berimplikasi pada tingkat optimalisasi penyerapan anggaran fiskal daerah.

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

20

13

Q1

20

13

Q2

20

13

Q3

20

13

Q4

20

14

Q1

20

14

Q2

20

14

Q3

20

14

Q4

20

15

Q1

20

15

Q2

20

15

Q3

20

15

Q4

%, yoy

2014 :9,2% - 10,2%

2013 : 7,16%

2015:8,0% - 9,0%

Grafik 6.1. Perkembangan PDRB Sulbar dan Proyeksinya

6.1.1 Prospek Sisi Permintaan

Dari sisi permintaan, pada triwulan IV 2014, akan terjadi peningkatan konsumsi dan investasi, didukung oleh

optimalisasi belanja fiskal daerah. Peningkatan konsumsi terutama terjadi pada konsumsi pemerintah, untuk

mengoptimalkan penyerapan anggaran belanja APBD. Hingga triwulan III 2014, penyerapan anggaran APBD Sulbar baru

sekitar 55,0%, sehingga sampai dengan akhir tahun 2014, terindikasi akan ada tambahan insentif fiskal daerah yang cukup

tinggi, senilai hampir separuh anggaran belanja APBD. Selain itu, konsumsi rumah tangga masih kuat, terindikasi dari

tingkat hunian hotel di Sulbar yang masih dalam tren meningkat. Seiring dengan peningkatan belanja fiskal, kegiatan

investasi untuk infrastruktur akan meningkat, seperti untuk pembelian tanah; peralatan dan mesin; gedung dan

bangunan; jalan, irigasi dan jaringan; serta aset tetap lainnya. Sementara kegiatan ekspor komoditi utama diperkirakan

tetap stabil tinggi, karena dorongan peningkatan produksi diiringi dengan naiknya permintaan negara mitra dagang, yang

terpantau dari Purchasing Managers Index (PMI) dari negara Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan yang cenderung stabil.

Di sisi lain, harga CPO cenderung terkoreksi atau turun 12,4% (yoy) menjadi USD 732,3/mt.

46

48

50

52

54

56

58

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

2013 2014

Indeks

Jepang Tiongkok Zona Eropa

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt

2011 2012 2013 2014

yoyUSD/mt

CPO

g.CPO - sisi kanan

Sumber: Bloomberg p) Proyeksi

Sumber: World Bank

Grafik 6.2. PMI Index Asia Grafik 6.3. Harga Internasional CPO

Page 51: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 43

0

10

20

30

40

50

60

70

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2012 2013 2014

Hotel Berbintang

Akomodasi Lainnya

TPK (%)

Sumber: BPS

Grafik 6.4. Tingkat Hunian Kamar Hotel

7,9%

25,8%

48,0%

88,4%

7,8%

24,3%

45,6%

88,0%

13,0%

32,4%

55,0%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV-p

2012 2013 2014

45,0%

perkiraan tambahan

realisasi optimal s.d. Des'14

Sumber: Badan Pengelola Keuangan Daerah Sulbar

Grafik 6.5. Perkiraan Belanja Fiskal Daerah

6.1.2 Prospek Sisi Penawaran

Sektor Pertanian diproyeksikan tumbuh stabil pada triwulan IV 2014, seiring peningkatan produksi tanaman bahan

makanan dan masih tingginya kebutuhan tanaman perkebunan untuk memenuhi kapasitas industri pengolahan. Hasil

angka ramalan II (Aram II) BPS, produksi tanaman padi diperkirakan naik 3,68%, meningkat dari angka ramalan I (Aram I)

yang memperkirakan turun -1,95%, sementara jagung justru turun 3,33% dari Aram I hanya akan meningkat tipis 2,92%.

Sementara untuk Aram II kedelai kembali meningkat tinggi 253,6% daripada Aram I (116,17%), seiring pola tanam

komoditas pertanian padi kembali ke pola lama yang diselingi penanaman kedelai. Di sisi komoditas perkebunan, harga

komoditas coklat masih tinggi. Harga coklat hingga Oktober 2014 meningkat 13,8% (yoy) menjadi sekitar USD3,20/kg.

Selain itu, kebutuhan tandan buah segar (TBS) sawit untuk industri pengolahan minyak sawit terus dalam tren

meningkat9.

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

2009 2010 2011 2012 ATAP2013

ARAM II2014

Padi

Series1 Series2

Sumber: BPS, diolah Grafik 6.6. Perkembangan Produksi Padi

-10

0

10

20

30

40

50

60

0

20

40

60

80

100

120

140

2010 2011 2012 ATAP2013

ARAM II2014

Jagung

Produksi (ribu ton) g.produksi (%) - sisi kanan

Sumber: BPS, diolah Grafik 6.7. Perkembangan Produksi Jagung

-100

-50

0

50

100

150

200

250

300

0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

3,5

4,0

4,5

2010 2011 2012 ATAP2013

ARAM II2014

Kedelai

Produksi (ribu ton) g.produksi (%) - sisi kanan Sumber: BPS, diolah

Grafik 6.8. Perkembangan Produksi Kedelai

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

3,5

4

I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt

2011 2012 2013 2014

yoyUSD/kg

Harga Internasional Coklat g.Harga Internasional Coklat - sisi kanan

Sumber: BPS, diolah Grafik 6.9. Harga Internasional Coklat

9 Industri sawit mengolah sekitar 2.000 ton CPO per hari. Bahkan untuk produk palm olien meningkat dari 20 ribu ton pada triwulan I

tahun 2014 menjadi 37 ribu ton pada triwulan II tahun 2014.

Page 52: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

44 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Sektor Industri Pengolahan diperkirakan tetap tumbuh meningkat pada triwulan IV 2014. Kapasitas produksi industri

pengolahan CPO terus meningkat seiring beroperasinya pabrik pengolahan (refinery) di Sulawesi Barat. Hasil survei

industri menengah kecil (IMK) meningkat 12,02% (yoy) pada triwulan III 2014, dibandingkan triwulan II 2014 (-0,11%;

yoy), dan diperkirakan akan meningkat hingga akhir 2014. Sementara hasil survei industri besar sedang (IBS) melambat

3,77% (yoy) pada triwulan III 2014, dibandingkan triwulan II 2014 (18,42%; yoy).

Sektor Jasa-jasa diprakirakan akan meningkat pada triwulan IV 2014, seiring optimalisasi penyerapan belanja daerah.

Sektor jasa-jasa di dalamnya termasuk belanja pemerintah daerah. Realisasi belanja hingga triwulan III 2014 baru

mencapai 55,0%, sementara realisasi pendapatan lebih dari tiga per empat dari anggaran atau mencapai 79,74%.

Sehingga untuk mengoptimalkan belanja, akan ada alokasi maksimal 45% dari anggaran yang dilakasanakan pada kuartal

terakhir 2014.

6.2. Prospek Inflasi

Diperkirakan laju inflasi tahun 2014 meningkat dalam rentang 6,7% - 7,9% (yoy), seiring kenaikan harga barang

strategis yang diatur pemerintah. Kenaikan inflasi tersebut termasuk dampak kenaikan BBM bersubsidi10

sebesar

Rp2.000 per liter, yang diprakirakan menambah sumbangan inflasi Sulbar sebesar 1,71% - 1,92% (Boks 6.A). Adapun Bank

Indonesia senantiasa akan mencermati risiko kenaikan inflasi terkait kenaikan harga BBM bersubsidi. Berbagai langkah

koordinasi akan dilakukan, untuk meminimalisasi dampak kenaikan harga BBM baik dampak langsung maupun dampak

tidak langsung (ekspektasi harga serta tarif angkutan). Meskipun terjadi peningkatan harga dalam jangka pendek, namun

dengan bauran kebijakan Bank Indonesia dan koordinasi kebijakan yang erat dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah),

tekanan inflasi diyakini akan tetap terkendali dan bersifat temporer. Sementara dari harga yang ditentukan pemerintah

lainnya, rencana kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) industri tahap kedua yang akan direalisasikan pada November 201411

mendorong subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air cenderung meningkat hingga Oktober 2014 (13,74%; yoy).

Perkembangan harga subkelompok transportasi dan subkelompok tembakau juga dalam tren meningkat sampai dengan

Oktober 2014.

Di sisi lain, inflasi volatile food diperkirakan masih stabil. Stabilnya inflasi didukung oleh relatif minimalnya dampak

kekeringan yang terjadi di Sulbar dan masih berlangsungnya panen di Kabupaten Mamuju dan upaya pompanisasi dari

Pemerintah Daerah. Sementara itu, kegiatan untuk menjaga ketersediaan barang dan kelancaran distribusi terus

dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sulbar maupun TPID di tingkat kabupaten. Semua

kabupaten di Provinsi Sulbar telah terbentuk TPID, sehingga jumlah TPID di Sulbar adalah 1 (satu) TPID Provinsi dan 6

(enam) TPID Kabupaten.

2

2,5

3

3,5

4

4,5

5

5,5

6

6,5

7

I III III IV I III III IV I III III IV I III III IV

2012 2013 2014 2015

%, yoy

2014:4,3% - 5,3%

2015:4,0% - 5,0%

2012 :3,28%

2013:5,91%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

1000

1100

1200

1300

1400

1500

1600

1700

1800

I II III IV I II III IV I II III IV I II III Okt

2011 2012 2013 2014

yoyUSD/troy onz

Emas g.Emas - sisi kanan

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Blommberg Grafik 6.10. Fan Chart Inflasi Sulawesi Barat Grafik 6.11. Harga Internasional Emas

Inflasi inti diperkirakan stabil hingga akhir 2014. Konsumsi masyarakat yang masih relatif kuat, diimbangi dengan

ketersediaan barang yang memadai12

, dengan ketersediaan stok yang memadai sampai dengan 8 (delapan) bulan ke

10

Ditetapkan pada tangga 18 November 2014. 11

Peningkatan tarif berkisar antara 40%-65% dan akan diterapkan secara bertahap setiap dua bulan dari Mei sampai November 2014. 12

Stok beras di Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat, aman hingga delapan bulan ke depan karena produksi petani yang membaik pada tahun sebelumnya.

Page 53: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 45

depan. Tren perkembangan harga emas juga cenderung stabil bahkan turun. Harga emas terkoreksi menjadi US$ 1.251,4

per troy oz atau turun -6,5% (yoy) dari triwulan III 2014 (-3,6%; yoy).

Tabel 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi Provinsi Sulawesi Barat

I II III IV Total I II III IVP Totalp

Sisi Permintaan

Konsumsi 10,8 8,0 6,8 6,1 5,9 5,6 6,0 5,3 4,6 5,1 6,4 - 7,4 5,3 - 6,3 6,9 - 7,9

Konsumsi swasta 7,8 6,2 4,0 5,4 5,1 5,5 5,0 6,0 5,9 6,2 5,4 - 6,4 5,2 - 6,2 5,5 - 6,5

Konsumsi Pemerintah 19,9 13,0 15,0 7,7 7,8 5,7 8,7 3,4 1,3 2,3 8,6 - 9,6 3,7 - 4,7 10,4 - 11,4

Pembentukan Modal Tetap Bruto 2,2 3,2 0,3 6,9 8,0 15,5 7,9 15,0 7,0 4,3 15,8 - 16,8 10,2 - 11,2 10,1 - 11,1

Ekspor 27,3 6,8 11,9 12,3 5,5 7,5 9,2 13,7 19,4 22,7 20,8 - 21,8 19,0 - 21,0 11,5 - 12,5

Impor 21,6 5,3 7,5 5,7 3,0 4,4 5,1 7,5 3,4 2,3 7,6 - 8,6 5,0 - 6,0 7,6 - 8,6

Sisi Produksi

Sektor pertanian 7,9 6,9 2,7 4,1 7,6 8,9 5,6 7,6 6,6 4,5 3,9 - 4,9 5,5 - 6,5 6,1 - 7,1

Sektor pertambangan & penggalian 11,3 11,8 24,6 14,0 (0,8) 10,1 10,6 7,6 8,1 4,0 3,4 - 4,4 5,2 - 6,2 10,7 - 11,7

Industri pengolahan 15,3 5,6 14,0 7,4 3,7 3,1 6,8 29,7 47,4 74,5 80,0 - 90,0 58,0 - 63,0 12,0 - 16,0

Listrik, gas & air bersih 14,2 16,2 6,6 16,7 15,9 22,3 15,6 27,2 10,9 11,3 12,2 - 13,2 14,0 - 16,0 14,1 - 15,1

Bangunan 10,4 8,6 8,8 10,7 10,8 10,7 10,4 9,6 4,8 4,0 3,1 - 4,1 4,5 - 5,5 8,9 - 9,9

Perdagangan, hotel & restoran 9,9 7,3 8,0 8,2 11,5 7,7 8,8 10,1 7,1 4,8 4,5 - 5,5 6,2 - 7,2 8,4 - 9,4

Pengangkutan & komunikasi 12,7 5,6 4,5 10,9 9,4 9,9 8,7 10,2 5,9 5,1 7,2 - 8,2 6,7 - 7,7 10,0 - 11,0

Keuangan, persewaan dan jasa perush. 3,4 6,3 9,7 8,7 10,5 11,6 10,1 6,1 6,1 3,0 6,2 - 7,2 5,0 - 6,0 7,2 - 8,2

Jasa-jasa 18,0 20,0 17,2 13,6 1,1 2,0 7,5 0,4 (1,5) 0,8 0,1 - 1,1 0,7 - 1,7 8,0 - 9,0

PDRB (%,yoy) 10,3 9,0 7,3 7,3 6,8 7,2 7,2 8,8 8,9 10,0 10,3 - 11,3 9,2 - 10,2 8,0 - 9,0

Inflasi IHK (%,yoy) 2,9 4,4 4,6 4,4 7,2 6,2 6,2 5,9 5,9 4,5 5,0 - 6,0 6,7 - 7,9 4,0 - 5,0

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia

2015P2014Pertumbuhan Ekonomi dan

Inflasi Provinsi Sulbar2011 2012

2013

Page 54: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

46 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Boks 6.A. Dampak (Rencana) Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Kenaikan harga BBM bersubsidi akan mendorong postur anggaran pemerintah lebih sehat. Subsidi BBM dapat dialihkan untuk pembiayaan sektor lain. Latar belakang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi karena harga BBM di Indonesia terlalu murah dibandingkan negara lain se-kawasan, sehingga berpotensi BBM diselundupkan. Peningkatan daya beli masyarakat mendorong peningkatan pembelian mobil dan motor, sehingga kuota BBM bersubsidi tiap tahunnya selalu terlampaui. Bahkan, sejak awal tahun 2000, Indonesia telah beralih status menjadi importir BBM, sehingga seperlima APBN Indonesia disedot untuk subsidi energi.

USD 0,06USD 0,13

USD 0,29USD 0,42USD 0,45USD 0,47

USD 0,57USD 0,62

USD 0,87USD 1,16

USD 1,28USD 1,32

USD 1,42USD 1,66

USD 2,12USD 2,21

USD 2,60

USD 0,00 USD 0,50 USD 1,00 USD 1,50 USD 2,00 USD 2,50 USD 3,00

VenezuelaArab Saudi

MesirBrunei Darussalam

IndonesiaUni Emirat Arab

IranMalaysiaAmerikaThailand

FilipinaIndiaBrazil

SingapuraInggris

PrancisTurki

*)1 USD = Rp12.151 (rata-rata Oktober 2014)

Grafik 7.A.1. Perbedaan Harga Bensin Antar Negara

Dampak kenaikan harga BBM di Sulbar relatif rendah dibandingkan nasional. Apabila secara nasional, dampak setiap kenaikan Rp2.000,-13 per liter BBM akan meningkatkan inflasi sekitar 2,09% - 2,49%, sementara di Sulbar akan meningkatkan inflasi sekitar 1,71% - 1,92%. Hal ini didorong oleh dampak kenaikan BBM terhadap inflasi secara langsung maupun tidak langsung, terhadap beberapa provinsi cenderung tinggi, karena faktor konsumsi dan kenaikan harga komoditas yang terkait (misal tarif angkutan, komoditas core, dan bahan pangan/volatile food).

TabeI 6.A.1. Prakiraan Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Sumbangan Inflasi

Dampak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi Inflasi (%) Sumbangan (%)

Dampak langsung 1,16

- Bensin 30,77 1,15

- Solar 36,36 0,01

Tarif Angkutan*) 0,13 - 0,34

- Angkutan Antar Kota*) 10,00 - 25,00 0,12 - 0,30

- Angkutan Dalam Kota*) 10,00 - 25,00 0,01 0,03

- Tarif Taksi**) 10,00 - 26,19 0,00 - 0,01

Dampak tidak langsung ke komoditas lainnya **) 0,39 - 0,79

- Core 0,37 - 0,77 0,13 - 0,53

- Volatile Food 1,01 - 1,41 0,06 - 0,46

Total dampak ke Inflasi IHK 1,71 - 1,92*) Dihitung dari rencana kenaikan tarif angkutan dalam kota dan luar kota di Sulbar

**) Dihitung dari rencana kenaikan tarif taksi di Sulsel

13 Harga bensin dan solar bersubsidi naik masing-masing menjadi sebesar Rp8.500,- (30,77%) dan Rp7.500,- (36,36%) yang

berlaku per tanggal 18 November 2014.

Page 55: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 47

Kenaikan harga BBM diperkirakan akan berdampak relatif kecil terhadap kenaikan tingkat kemiskinan. Kenaikan bensin dan solar masing-masing Rp2.000,- per liter akan meningkatkan persentase kemiskinan di Sulbar sekitar 0,01% - 0,03% atau sekitar 150 – 200 orang. Persentase kenaikan kemiskinan terbesar akan terjadi berturut-turut di Provinsi Papua (1, 5% - 1,9%), Papua Barat (1,4% - 1,8%) dan Sulawesi Tenggara (1,24% - 1,64%).

Program Pemerintah Pusat untuk meminimalisir penurunan daya beli masyarakat antara lain melalui Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), pemberian beasiswa, peningkatan aspek akses dan mutu pendidikan, Program Keluarga Harapan (PKH), dan pembangunan infrastruktur dasar (jalan, pelabuhan, dan sebagainya). Sementara dari sisi Pemerintah Daerah, TPID (SKPD terkait) perlu memastikan ketersediaan dan pasokan barang kebutuhan pokok/ bahan pangan yang dikonsumsi masyarakat, meningkatkan Komunikasi yang intensif antara pemerintah daerah dengan masyarakat harus terjalin dengan tagline “Pemerintah Bersama Rakyat”, dan melaksanakan crash program dalam rangka memitigasi dampak penurunan kesejahteraan masyarakat akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, misalnya program padat karya dan program peningkatan kualitas pendidikan maupun kesehatan masyarakat.

Page 56: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN

48 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

Page 57: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 49

LAMPIRAN

Lampiran

A. Daftar Istilah

Istilah Keterangan

Administered price Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah

Abenomics Mencakup serangkaian langkah-langkah kebijakan yang dirancang untuk mengatasi masalah ekonomi makro Jepang dari

resesi berkepanjangan di negara itu, isu-isu seperti kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan investasi swasta untuk

meningkatkan konsumsi dalam negeri sekaligus meningkatkan ekspor

Austerity program Program kebijakan ekonomi yang bertujuan mengurangi defisit atau belanja pemerintah

Bail out Injeksi dana talangan bagi pihak yang mengalami kesulitan dana/likuiditas

Balance sheet Neraca

Banking union Kerangka kerja perbankan yang terintegrasi dengan tujuan menjaga stabilitas perbankan

Barrel Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional

Basel III Standar regulasi global mengenai tingkat kesehatan bank yang didasarkan pada kecukupan modal bank, stress testing, dan

risiko likuiditas pasar; disepakati oleh ang gota Basel Committee on Banking Supervision dan akan diimplementasikan 2013-

2018

BI rate Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

Branchless banking Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang

Bullish Kecenderungan harga untuk meningkat

Clean money policy Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar

Consensus forecast Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang sering dibuat

menggunakan metodologi yang berbeda

Core-deposit Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank

Cost push inflation Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya

Cost of capital Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen, saham biasa,

maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan

Credit Limit Batas kredit

Credit rating Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi

Crisis management

protocol

Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran dan tanggung

jawab anggota tim itu

Debt ceiling Pagu hutang

Debt service ratio Rasio beban pembayaran utang terhadap penerimaan ekspor suatu Negara

Debt swap Serangkaian transaksi yang mempertukarkan pembayaran utang oleh dua entitas ekonomi

Deflasi Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum

Dependency ratio Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktif

Deposit facility Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral

Deposit rate Tingkat suku bunga simpanan

Deposito Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara bank dengan

Page 58: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

LAMPIRAN

50 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Istilah Keterangan

nasabah

Depresiasi rupiah Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

Devisa Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional

Disposable income Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan pada kebutuhan,

atau non-penting, atau diselamatkan

Double-dip recession Peristiwa dimana resesi menimpa suatu negara setelah sempat membaik dari resesi sebelumnya dalam waktu yang pendek

Double taxation Pengenaan pajak oleh suatu yurisdiksi lebih dari satu kali

Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian

Dropshot Pembayaran uang layak edar (ULE) setoran dari bank kepada bank yang sama (bank penyetor) atau kepada bank berbeda,

dimana terhadap setoran ULE dari bank tersebut, Bank Indonesia tidak melakukan perhitungan rinci dan penyortiran

Ekspansi fiskal Kebijakan peningkatan fiskal dengan cara menambah pengeluaran pemerintah

Emerging market Kelompok negara-negara dengan ekonomi yang berkembang pesat yang antara lain tercermin dari perkembangan pasar

keuangan dan industrialisasi

E-money Uang elektronik

Exchange rate pass

through

Persentase perubahan dalam mata uang lokal harga impor akibat perubahan satu persen dalam nilai tukar antara negara-

negara pengekspor dan pengimpor

External imbalance Keseimbangan eksternal terjadi ketika transaksi berjalan tidak terlalu positif atau negatif berlebihan

Fee based income Pendapatan bank yang berasal dari transaksi jasa-jasa bank selain dari selisih bunga

Financial sophistication Kecang gihan dalam pengelolaan keuangan financial exclusion pemberian layanan keuangan dengan biaya terjangkau

untuk bagian segmen yang kurang beruntung dan berpenghasilan rendah masyarakat

Fiscal space Ruang ekspansi kebijakan fiscal

Flight to quality Istilah yang digunakan untuk menyatakan fenomena di pasar keuangan, dimana investor menjual apa yang mereka anggap

sebagai investasi berisiko dan membeli investasi yang lebih aman

Fiscal sustainability Kemampuan pemerintah untuk menjaga kesinambungan belanja, pajak, dan kebijakan lainnya dalam jangka panjang tanpa

risiko gagal bayar

Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat perintah

pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan

Good corporate

governance

Tata kelola yang baik

Growth-supporting

funding facility

Fasilitas pendanaan yang disediakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi

Hedging Strategi untuk melindung nilai dengan membatasi risiko atau probabilitas kerugian yang dapat ditimbulkan

Holding company Perusahaan induk dari beberapa perusahaan

Idle money Uang yang tidak terpakai

Imported inflation Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor

Indeks kedalaman

kemiskinan

Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin

Indeks keparahan

kemiskinan

Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin

Industrial upgrading Peningkatan industri produk nonkomoditas

Inflasi Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum

Inflasi inti

Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan inflasi dan

dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga komoditas internasional,

inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi

Inter-bank lending Penempatan dana bank pada bank lain

Intercompany loans Pinjaman yang dilakukan oleh suatu departemen kepada departemen lain dalam satu struktur organisasi

Page 59: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

LAMPIRAN

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan Pendorong Utama Pertumbuhan 51

Istilah Keterangan

Intra-regional trade Perdagangan internasional negara-negara dalam satu kawasan

Investasi portofolio Investasi dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar keuangan

Investment grade Peringkat layak investasi

Leading indicator Indikator penuntun yang menunjukkan arah variabel acuan ke depan

Lending facility Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealerUtama

Less cash society Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai

Long-term financing Skema fasilitas pinjaman murah (bunga 1%) dari ECB bagi perbankan eropa dalam rangka mencegah keketatan likuiditas

operation Credit crunch dengan jangka waktu 3 tahun

M1 Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)

M2 Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)

Makroprudensial Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan

Margin Selisih

Mikroprudensial Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan kelangsungan

usahanya

Monetary union Penggunaan satu mata uang tunggal dalam satu kawasan

Monetisasi Proses konversi/perubahaan sesuatu (aset) menjadi uang

Moral hazard Kecenderungan untuk melakukan kecurangan

Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu bulan tertentu terhadap satu bulan

sebelumnya

Online banking Transaksi keuangan yang dilakukan dengan memanfaatkan koneksi internet

Operation twist Kebijakan The Fed pada akhir 2011, dimana The Fed mengambil inisiatif membeli surat berharga jangka panjang dan secara

simultan menjual yang jangka pendek untuk menurunkan tingkat suku bunga jangka panjang

Operasi Pasar Kegiatan transaksi di pasar uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dengan bank dan pihak lain dalam rangka

pengendalian moneter

Pagu hutang / debt

ceiling

Jumlah total utang pemerintah Amerika Serikat yang boleh diterbitkan dalam periode tertentu

Pasar obligasi Tempat diperdagangkannya obligasi

Pendapatan disposibel Bagian dari pendapatan yang siap untuk dibelanjakan

Price taker Pengambil harga

Primary reserves Cadangan utama, bisanya bersifat likuid (dapat diuangkan sewaktu-waktu)

Push factor Faktor pendorong

Quantitative easing Kebijakan dimana The Fed mencetak uang baru dan menyalurkannya pada bank untuk memberikan dukungan

pembiayaan/pendanaan usaha/bisnis dengan bunga terjangkau

Rasio gini Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan

Second round effect Dampak lanjutan

Short-term liquidity Likuiditas jangka pendek

Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain

Solvabilitas Kemampuan perusahaan untuk membayar segala kewajibannya

Sovereign debt crisis Krisis timbul akibat kegagalan pemerintah negara penerbit surat berharga untuk memenuhi kewajibannya (bunga dan

pokoknya)

Stimulus fiskal Kebijakan fiskal pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang

selanjutnya (diharapkan) akan berpangaruh pada aktivitas perekonomian dalam jangka pendek

Sukuk Suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi

syariah

Page 60: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat · merumuskan kebijakan moneter maupun makroprudensial, juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders

LAMPIRAN

52 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat | Triwulan III 2014

Sektor Industri Pengolahan, Pendorong Pertumbuhan

Istilah Keterangan

Tenor Masa pelunasan pinjaman, dinyatakan dalam hari, bulan atau tahun

Term of trade Perbandingan harga ekspor suatu negara terhadap impornya

Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan oleh bank-bank

ritel

Velositas uang Kecepatan perputaran uang yang beredar

Volatile food Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan alam,

atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan harga komoditas pangan

internasional

Yield Imbal hasil

Yoy Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya

Ytd Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titilk waktu tertentu (hari, minggu, bulan,

triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember)

Yuan Mata uang Tiongkok