KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan...
Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan...
i
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI UTARA MEI 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Soekowardojo : Kepala Perwakilan / Direktur
Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur
A.Yusnang : Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur
Gunawan : Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur
Lukman Hakim : Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur
Zulham Effendi : Analis Ekonomi / Manajer
Rivo Mandey : Analis Ekonomi / Asisten Manajer
Iona Rombot : Analis Ekonomi / Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Jl. 17 Agustus No. 56
Manado 95117
T: 0431 868102 / 868103
F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/ atau
Silahkan mengirimkan email ke: [email protected] dengan subyek
“Publikasi KEKR Sulawesi Utara” serta mencantumkan nama,
instansi, dan jabatan
ii
Visi, Misi & Nilai Strategis Bank Indonesia
VISI
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil MISI
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan
aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang
berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara
VISI
Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kontributif terhadap perekonomian Sulawesi Utara
yang maju dan penting bagi Indonesia, dengan semangat kerja cerdas, ikhlas, dan tuntas.
MISI
1. Menjalankan fungsi Bank Indonesia di daerah terkait sistem pembayaran dan komunikasi
kebijakan.
2. Memberikan informasi mengenai perekonomian daerah dan respon kebijakan Bank Indonesia.
3. Menjalankan fungsi advisory dengan baik.
iii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Utara Periode Februari 2017 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank
Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik
setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara
terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu
referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait.
Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai pihak,
yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku usaha,
laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang tidak
dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat
ditingkatkan di masa yang akan datang.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun
terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan
dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang.
Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi
semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, Mei 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI UTARA
ttd
Soekowardojo
Direktur
iv
Daftar Isi
VISI DAN MISI BANK INDONESIA ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR GRAFIK v
DAFTAR TABEL vii
INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA viii
RINGKASAN EKSEKUTIF 1
BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5
PDRB – Jenis Penggunaan 5
Konsumsi 5
Investasi (PMTB) 7
Ekspor-Impor 8
PDRB – Kinerja Lapangan Usaha 11
Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan 12
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor 12
Konstruksi 13
Transportasi 14
Industri Pengolahan 14
Lapangan Usaha Lainnya 16
Box I. Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Di Atas Output Potensial 17
BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH 18
Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 18
Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 19
Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara 20
BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 21
Evaluasi Realisasi Inflasi Triwulan IV 2016 21
Arah Perkembangan Inflasi Triwulan I 2017 25
Program Pengendalian Dan Tantangan Yang Dihadapi 28
BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 30
Gambaran Umum Perbankan 30
Akses Keuangan Dan UMKM 31
Ketahanan Korporasi 34
v
Ketahanan Rumah Tangga 36
Box II. Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Sulawesi Utara 40
BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 41
Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai 41
Pengelolaan Uang Tunai 42
BAB VI - KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 45
Ketenagakerjaan 45
Kesejahteraan 46
BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 49
Pertumbuhan Ekonomi 49
Inflasi 50
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 51
vi
Daftar Grafik
Grafik 1.1. Konsumsi Rumah Tangga, Indeks Keyakinan Konsumen, dan Kredit Konsumsi 6
Grafik 1.2. Tabungan dan Kinerja Kategori Industri Pengolahan 6
Grafik 1.3. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) 7
Grafik 1.4. Kredit Investasi dan Likert Scale Investasi dalam Liaison 7
Grafik 1.5. Nilai Ekspor 8
Grafik 1.6. Volume Ekspor 9
Grafik 1.7. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat 9
Grafik 1.8. Nilai Ekspor 10
Grafik 1.9. Harga Komoditas CNO 10
Grafik 1.14. Nilai Impor 10
Grafik 1.15. Produksi Beras 12
Grafik 1.16. Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dan Kredit Konsumsi 13
Grafik 1.17. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung 14
Grafik 1.18. Arus Penumpang di Bandara Sam Ratulangi 14
Grafik 1.19. Produksi Industri Pengolahan Kelapa 15
Grafik 1.20. Kunjungan Wisman 16
Grafik 3.1. Inflasi Bulanan 21
Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Oktober 2016 Berdasarkan Disagregasi 21
Grafik 3.3. Inflasi dan Andil November 2016 Berdasarkan Disagregasi 22
Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Desember 2016 Berdasarkan Disagregasi 22
Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Triwulan IV 2016 (qtq) Berdasarkan Disagregasi 23
Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi 23
Grafik 3.7. Inflasi Tahunan Core Traded dan Non Traded 24
Grafik 3.8. Inflasi Tahunan Core traded dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat 24
Grafik 3.9. Ekspetasi Harga oleh Konsumen 25
Grafik 3.10. Ekspetasi Harga oleh Pedagang 25
Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara 30
vii
Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan 31
Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM 32
Grafik 4.4. Pangsa UMKM 32
Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara 32
Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja 33
Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja 33
Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara 34
Grafik 4.9. Lickert Scale Kegiatan Usaha 35
Grafik 4.10. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi 35
Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Korporasi 35
Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan 36
Grafik 4.13. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara 36
Grafik 4.14. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi Saat Ini 37
Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi 6 Bulan YAD 37
Grafik 4.16. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara 37
Grafik 4.17. Komposisi DPK Sulawesi Utara 37
Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan 38
Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi 38
Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan 38
Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI 41
Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) 43
Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) 44
Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Agustus (%) 45
Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani 48
Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen 6 Bulan yang Akan Datang 49
viii
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan 5
Tabel 1.2. Pangsa Jenis Penggunaan 5
Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha 11
Tabel 1.4. Pangsa Lapangan Usaha 11
Tabel 2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 19
Tabel 2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 2016 19
Tabel 2.3. Alokasi Belanja APBN di Provinsi Sulawesi Utara 20
Tabel 2.4. Alokasi Anggaran Infrastruktur Strategis 2016 20
Tabel 3.1. Inflasi Januari 2017 26
Tabel 3.2. Inflasi Komoditas Utama Sulawesi Utara Januari 2017 27
Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (Ribu Jiwa) 45
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama 46
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama 46
Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi 46
Tabel 6.5. TPT Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi (%) 46
Tabel 6.6. Indikator Keadaaan Kesejahteraan 47
ix
Indikator Ekonomi dan Perbankan
INDIKATOR 2015 2016
I. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02 4.94 5.02
B Inflasi Nasional (yoy)
6.38
7.26
6.83
3.35
3.35
4.45
3.45
3.07
3.02
3.02
II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
A 1. Laju Inflasi (ytd) %
(0.40)
2.14
2.23
5.56
5.56
(1.02)
(0.71)
(0.93)
0.35
0.35
2. Laju Inflasi (yoy) %
7.99
8.73
9.34
5.56
5.56
4.91
3.67
2.28
0.35
0.35
3. Laju Inflasi (mtm) %
0.50
0.49
0.62
1.74
1.74
(0.03)
1.06
(0.68)
(1.52)
(1.52)
4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) %
0.59
1.21
2.37
5.93
5.93
(2.51)
3.62
(3.56)
1.69
1.69
4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) %
0.07
0.07
0.67
0.79
0.79
0.11
0.47
0.09
0.46
0.46
5. Inflasi Perumahan (mtm) %
0.44
0.05
0.08
0.40
0.40
(0.18)
0.42
0.17
0.96
0.96
6. Inflasi Sandang (mtm) %
(0.12)
0.36
0.07
0.38
0.38
0.14
0.32
0.03
0.52
0.52
7. Inflasi Kesehatan (mtm) %
0.27
0.17
0.13
0.30
0.30
-
0.41
0.26
0.21
0.21
8. Inflasi Pendidikan (mtm) %
0.31
0.27
-
0.35
0.35
0.05
0.03
0.05
0.14
0.14
9. Inflasi Transportasi (mtm) %
1.28
0.94
(0.28)
0.29
0.29
(1.50)
(0.18)
0.57
1.91
1.91
B PDRB Penggunaan
6.40
6.27
6.31
5.57
6.12
5.96
6.14
6.01
6.49
6.17
- Konsumsi Rumah Tangga
6.26
6.06
6.72
6.69
6.44
6.82
6.93
5.84
5.52
6.27
- Konsumsi Lembaga Nonprofit
Rumah Tangga
(11.86)
(1.55)
5.65
9.75
0.25
5.57
5.45
5.60
2.67
4.76
- Konsumsi Pemerintah
7.19
7.80
10.96
13.00
9.94
8.94
11.37
(1.50)
(6.55)
2.32
- Pembentukan Modal Tetap Bruto
3.56
6.61
12.86
12.37
9.08
9.96
9.86
6.34
1.62
6.29
- Perubahan Persediaan
(72.36)
(77.23)
(62.90)
22.94
(63.28)
(136.10)
(35.44)
(34.43)
(34.79)
(55.37)
- Ekspor Luar Negeri
(3.15)
(13.86)
(9.52)
(21.34)
(11.70)
(20.07)
(12.86)
(2.80)
53.37
0.14
- Impor Luar Negeri 1.64
(25.08)
3.54
16.45
(0.88)
16.01
126.75
18.79
(14.15)
28.53
- Net Ekspor Antardaerah
(8.21)
(9.23)
8.49 7.27
(1.38)
(9.44)
(16.26)
(11.50)
12.41
(7.48)
C PDRB Sektoral
6.40
6.27
6.31
5.57
6.12
5.96
6.14
6.01
6.49
6.17
Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
4.27
4.43
2.83
0.66
2.95
0.90
2.11
4.08
5.72
3.67
Pertambangan dan Penggalian
12.40
8.35
7.48
5.30
8.17
3.56
0.81
0.81
3.85
4.42
Industri Pengolahan
4.57
3.67
0.83
1.80
2.65
2.68
(1.23)
1.82
1.45
1.11
Pengadaan Listrik dan Gas
31.93
4.35
2.99
(5.05)
6.76
8.10
30.18
27.07
2.43
17.52
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
8.15
8.29
(0.87)
(4.90)
2.42
0.17
1.44
6.31
4.47
3.07
Konstruksi
7.12
7.53
11.25
11.48
9.49
9.88
9.86
6.23
5.76
6.89
Perdagangan Besar dan Eceran
6.09
5.49
5.44
6.65
5.93
6.53
7.91
7.23
4.76
6.05
Transportasi dan Pergudangan
8.78
7.99
7.06
5.47
7.25
7.83
8.47
9.94
10.14
9.24
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
5.62
7.50
9.10
11.35
8.52
11.56
8.49
17.80
13.69
12.69
Informasi dan Komunikasi
8.20
9.23
8.75
9.52
8.95
8.24
8.94
9.86
9.03
9.20
x
Jasa Keuangan dan Asuransi
6.79
2.58
10.26
(3.32)
3.91
12.41
21.09
14.82
28.36
19.16
Real Estate
7.56
7.14
7.21
7.76
7.42
7.00
6.90
7.31
7.03
7.08
Jasa Perusahaan
8.14
8.26
8.40
6.29
7.73
6.36
6.36
6.86
9.16
6.87
Adm.i Pemerintahan, Pertahanan &
Jaminan Sosial Wajib
8.37
9.24
8.74
9.47
8.99
8.07
8.76
1.47
2.03
4.72
Jasa Pendidikan
2.62
5.81
9.69
9.98
7.08
7.98
7.48
1.34
7.87
6.21
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
4.46
9.35
9.16
8.36
7.88
7.10
6.82
9.89
8.80
8.02
Jasa lainnya
6.17
7.42
8.77
7.75
7.56
7.34
7.87
9.94
9.23
8.64
II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
Policy Rate (%)*
7.50
7.50
7.50
7.50
7.50
6.75
6.50
4.75
4.75
4.75
Kurs (Rp/USD - posisi akhir)
13,084
13,313
13,854
13,726
13,494
13,527
13,317
12,998
13,436
13,320
III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
1. Ekspor (ribu USD)
2,748,852
2,921,078
2,427,757
2,140,307
10,237,993
2,460,036
2,852,328
2,231,129
2,663,362
10,206,855
2. Impor (ribu USD)
18,790
12,040
12,080
29,210
72,120
37,270
52,870
23,900
47,930
161,970
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
A. Jumlah Bank
46
46
46
46
46
46
46
47
48
48
1. Bank Umum
24
24
24
24
24
28
28
29
29
29
1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1.2. Bank Swasta (non Syariah)
18
18
18
18
18
18
18
19
20
20
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
18
18
18
18
18
18
18
18
18
18
3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit)
347
350
345
342
342
340
340
341
349
349
1. Bank Umum
292
295
290
289
289
285
285
286
294
294
1.1. Konvensional
276
279
275
275
275
272
273
274
282
282
1.2. Syariah 16 16 15 14
14
13 12 12 12
12
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
55
55
55
55
55
55
55
55
55
55
2.1. Konvensional 55 55 55 55
55
55 55 55 55
55
2.2. Syariah - - - - - - - - - -
C. Total Asset (Rp miliar)
35,839
37,037
38,383
37,195
37,195
39,637
40,521
40,593
39,186
39,186
1. Bank Umum (non syariah)
34,381
35,566
36,932
35,721
35,721
38,135
39,033
39,085
37,652
37,652
2. BPR 973 977 983
1,004
1,004
1,069
1,058
1,100
1,100
1,100
3. Bank Syariah
485
494
468
470
470
433
430
408
434
434 Keterangan :
* Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Indikator Ekonomi dan Perbankan INDIKATOR 2015 2016
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL D. Indikator Kinerja Bank Umum
1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar)
20,368
21,096
21,848
21,482
21,482
21,537
21,860
21,229
21,215
21,215
1.1. Giro
3,855
4,292
4,485
4,436
4,436
5,017
4,049
4,017
3,147
3,147
1.2. Deposito
7,752
8,022
8,242
6,485
6,485
7,071
7,352
7,011
6,879
6,879
1.3. Tabungan
8,762
8,782
9,121
10,562
10,562
9,448
10,458
10,201
11,189
11,189
2. Kredit (Rp miliar)
27,079
28,652
30,036
30,273
30,273
29,630
30,714
30,824
31,440
31,440
2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan - -
- Modal Kerja
7,309
7,538
7,546
7,564
7,564
7,704
8,156
8,111
8,090
8,090
- Investasi
3,022
3,743
4,542
4,265
4,265
4,143
4,380
4,342
4,383
4,383
- Konsumsi
16,067
16,209
17,248
17,739
17,739
17,782
18,178
18,371
18,967
18,967
2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi - - -
Pertanian, Kehutanan & Perikanan
480
506
510
545
545
539
569
561
609
609
Pertambangan & Penggalian
38
733
1,594
1,317
1,317
1,222
1,360
1,280
1,247
1,247
Industri Pengolahan
763
795
720
733
733
714
717
701
720
720
Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es
2
4
9
12
12
17
19
22
45
45
Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang
5
5
5
5
5
5
7
8
7
7
Konstruksi
724
839
900
807
807
751
975
1,086
954
954
Perdagangan Besar & Eceran
6,075
6,230
6,228
6,549
6,549
6,708
6,956
6,937
6,948
6,948
Transportasi & Pergudangan
303
329
279
350
350
346
342
345
444
444
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum
417
457
473
430
430
448
544
560
579
579
Informasi & Komunikasi
4
6
5
4
4
4
4
1
1
1
Jasa Keuangan & Asuransi
78
85
74
57
57
53
42
38
34
34
Real Estate
340
342
345
355
355
356
340
330
319
319
Jasa Perusahaan
235
228
223
225
225
276
275
206
171
171
Adm.i Pemerintah, Pertahanan & Jaminan
Sosial Wajib
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
Jasa Pendidikan
42
39
37
35
35
39
36
33
36
36
1
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial
35
37
35
39
39
37
36
35
35
35
Jasa Lainnya
579
643
463
420
420
330
311
306
317
317
Lain-lain
15,808
16,209
16,988
18,386
18,386
17,782
18,178
18,373
18,970
18,970
2.3. Kredit untuk Debitur UMKM
7,472
7,446
7,228
7,430
7,430
7,612
7,828
8,079
8,262
8,262
2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57 140.50 145.20 148.20 148.20
2.5. Non Performing Loan (NPL)
- Nominal (Rp miliar)
894
988
996
984
984
1,072
1,142
1,186
1,070
1,070
- Rasio (%)
3.39
3.45
3.32
3.33
3.33
3.62
3.72
3.85
3.40
3.40
V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL 1. Kas (Rp miliar)
- Inflow
2,303
1,077
1,814
1,099
6,293
2,500
1,025
2,451
1,289
7,265
- Outflow
670
1,391
2,375
2,772
7,208
707
2,464
1,791
2,789
7,752
2. Kliring
- Volume Kliring (Lembar)
90,235
91,718
92,357
99,513
373,823
102,698
100,895
82,472
84,940
371,005
- Nominal Kliring (Rp Miliar)
2,668
2,345
2,447
2,817
10,277
2,973
2,609
2,242
2,321
10,145
- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar)
1,477
1,558
1,490
1,659
1,546
1,679
1,576
1,375
1,348
1,495
- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar)
44
40
39
47
43
49
41
37
37
41
- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%)
2.10
2.37
2.65
2.86
2.49
3.15
2.47
2.74
2.81
2.79
- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%)
1.87
2.59
2.91
3.48
2.71
3.08
2.87
2.52
4.25
3.18
Keterangan : ** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
2
i
Bab I.
Perkembangan Ekonomi Makro
1.1. PDRB - JENIS PENGGUNAAN
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara baik pada triwulan IV 2016 dan
keseluruhan tahun 2016 didorong oleh
peningkatan pertumbuhan ekspor.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Jenis Penggunaan 2015 (% yoy) 2016 (% yoy) Total III IV Total
Konsumsi Rumah Tangga 6.37 5.96 5.52 6.27 Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga 0.25 5.60 2.67 4.76 Konsumsi Pemerintah 9.94
(1.50)
(6.55) 2.32
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 9.52 5.86 1.62 6.29 Perubahan Inventori
(63.28)
(34.43)
(34.79)
(55.37) Ekspor Impor
(11.70)
(0.88)
(2.80) 18.79
53.37
(14.15)
0.14 28.53
Net Ekspor Antarprovinsi
(0.74)
(12.10) 12.41
(7.48) Total 6.12 6.01 6.49 6.17
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan kontribusinya, konsumsi rumah
tangga masih menjadi penopang utama
perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa
mencapai 45%. Setelah konsumsi rumah
tangga, investasi menjadi penopang ekonomi
Sulawesi Utara dengan pangsa 34%. Adapun
investasi didominasi oleh investasi bangunan
dengan pangsa sebesar 94%. Kemudian,
konsumsi pemerintah memiliki kontribusi
sebesar 17% terhadap ekonomi Sulawesi
Utara.
Tabel 1.2. Pangsa Jenis Penggunaan Jenis Penggunaan 2015 (%) 2016 (%)
Total III IV Total Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga
45.8 2.0
44.9 2.0
44.0 2.0
45.3 2.0
Konsumsi Pemerintah 17.8
16.7
16.8
17.3 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto Perubahan Inventori
34.0 0.0
34.0 0.0
34.4 0.0
34.2 0.0
Ekspor 14.6
14.3
15.3
14.4 Impor (termasuk net impor antardaerah) 14.2
11.9
12.5
13.2 Total 100.0 100.0 100.0 100.0
Sumber: Badan Pusat Statistik
Memasuki triwulan I 2017, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh
melambat dibanding triwulan sebelumnya.
Perlambatan tersebut diperkirakan disebabkan
oleh kinerja ekspor yang melambat.
1.1.1. Konsumsi
Konsumsi Sulawesi Utara pada triwulan IV
2016 tumbuh melambat dibanding triwulan
sebelumnya. Konsumsi rumah tangga kembali
mengalami perlambatan pertumbuhan,
demikian pula halnya konsumsi pemerintah
kembali mengalami penurunan. Perlambatan
kedua komponen ini menjadi penahan laju
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada
triwulan IV 2016.
Konsumsi rumah tangga yang tumbuh
melambat terkonfirmasi dari hasil Survei
Konsumen Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
survei tersebut, Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) pada triwulan IV 2016 mengalami
penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perlambatan konsumsi juga
tercermin dari kredit konsumsi yang tumbuh
melambat. Kredit konsumsi perseorangan di
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh
melambat dari 5,93% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 5,56% pada triwulan IV
2016.
3
Grafik 1.1. Konsumsi Rumah Tangga, Indeks
Keyakinan Konsumen, dan Kredit Konsumsi
Di tengah perlambatan konsumsi, jumlah
tabungan rumah tangga di perbankan umum
Sulawesi Utara juga mengalami perlambatan,
sehingga dapat disimpulkan perlambatan
konsumsi disebabkan oleh tingkat daya beli
masyarakat yang terbatas. Jumlah tabungan
perseorangan di perbankan umum pada
triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 10,70
triliun, tumbuh melambat menjadi 7,02% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya (12,28%).
Terbatasnya tingkat pendapatan masyarakat
sebagai akibat dari perkembangan harga
beberapa komoditas pertanian yang stagnan
dengan kecenderungan menurun pada akhir
tahun seperti kelapa, cengkih, pala, dan juga
beras. Penurunan harga komoditas-komoditas
tersebut terjadi seiring dengan peningkatan
produksi dan panen raya khususnya komoditas
cengkih. Di samping itu, terbatasnya daya beli
masyarakat tidak terlepas dari belum
normalnya produksi industri pengolahan
khususnya pengolahan ikan di daerah
BitungSulawesi Utara yang berdampak pada
pemberhentian tenaga kerja di industri
tersebut. Kondisi ini terkonfirmasi dari
pertumbuhan kinerja kategori industri
pengolahan yang terus mengalami tren
perlambatan.
Grafik 1.2. Tabungan dan Kinerja Kategori
Industri Pengolahan
Dari sisi pemerintah, penurunan konsumsi
pada triwulan IV 2016 terutama disebabkan
oleh penundaan penyaluran anggaran pusat
ke daerah. Penundaan tersebut merupakan
dampak dari penerimaan perpajakan dalam
APBNP 2016 lebih rendah dari yang
ditargetkan. Hal ini menyebabkan persentase
realisasi belanja pemerintah daerah di
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016
mengalami penurunan. Dampak dari hal
tersebut yaitu terdapat beberapa paket proyek
infrastruktur yang gagal dilelang dan belum
dibayarkan.
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja
konsumsi rumah tangga dan pemerintah
mengalami perlambatan dibandingkan tahun
sebelumnya. Terbatasnya daya beli
masyarakat seiring penurunan tingkat
pendapatan menjadi faktor penyebab
perlambatan konsumsi sepanjang tahun 2016.
Sementara itu, penundaan penyaluran
anggaran pusat ke daerah menjadi faktor
penyebab perlambatan konsumsi pemerintah
sepanjang tahun 2016.
Memasuki triwulan I 2017, pengeluaran
konsumsi rumah tangga diperkirakan relatif
stabil dengan kecenderungan meningkat,
sedangkan pengeluaran konsumsi
pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat
dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan
hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) naik dari 116,1 poin
menjadi 124,3 poin pada Januari 2017.
Peningkatan IKK salah satunya didorong oleh
persepsi peningkatan penghasilan
sebagaimana naiknya Upah Minimum Provinsi
(UMP) dari Rp2.400.000 menjadi Rp2.598.000.
Namun, laju pertumbuhan konsumsi rumah
tangga diperkirakan tertahan oleh
perlambatan di sektor pertanian akibat
penurunan produksi seiring curah hujan yang
tinggi pada triwulan I 2017. Selain turunnya
produksi pertanian, berbagai tantangan dan
risiko yang berpotensi menghambat
pengeluaran antara lain kenaikan tarif listrik
sebagaimana pengalihan subsidi tenaga listrik
900 VA yang berlanjut pada bulan Maret.
Sementara itu, konsumsi pemerintah
0 20 40 60 80 100 120 140 160
0 5
10 15 20 25
I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016
% yoy
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB Kredit Konsumsi Indeks Keyakinan Konsumen
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016
% yoy
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik Tabungan Kinerja Industri Pengolahan
4
diperkirakan meningkat seiring dengan
penyaluran anggaran dari pusat ke daerah
serta percepatan pelelangan proyek di awal
tahun.
1.1.2. Investasi (PMTB)
Melemahnya kinerja investasi terutama
disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan
investasi bangunan, sebagaimana 94%
investasi di Sulawesi Utara berupa bangunan.
Perlambatan tersebut tercermin dari
pertumbuhan penjualan semen pada triwulan
IV 2016 yang melambat dibanding triwulan
sebelumnya. Berdasarkan sektornya,
perlambatan terutama disebabkan oleh
investasi sektor pemerintah seiring dengan
penundaan penyaluran anggaran ke daerah.
Hal itu berdampak pada realisasi anggaran belanja modal mengalami penurunan.
Demikian pula halnya, investasi oleh sektor
rumah tangga juga belum kuat pada triwulan
IV 2016 tercermin dari kredit pemilikan rumah
(KPR) yang tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan
dengan tingkat konsumsi masyarakat yang
cenderung melambat pada triwulan IV 2016.
Adapun penyaluran KPR perbankan di Sulawesi
Utara hingga akhir tahun 2016 sebesar Rp 4,17
triliun.
Grafik 1.3. Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Sementara itu, perbaikan investasi mulai
terjadi di sektor swasta, yang tercermin dari
peningkatan kredit investasi pada triwulan IV
2016 dibanding triwulan sebelumnya. Kredit
investasi yang disalurkan oleh perbankan
umum di Sulawesi Utara hingga akhir tahun
2016 sebesar Rp 4,38 triliun. Membaiknya
investasi swasta terkonfirmasi dari likert scale
investasi hasil liaison Bank Indonesia kepada
perusahaan-perusahaan besar di Sulawesi
Utara. Beberapa perusahaan melakukan
investasi berupa pembukaan cabang di
beberapa kabupaten kota di Sulawesi Utara
serta pembelian alat dan mesin dalam rangka
mendukung bisnis. Menurut contact liaison,
investasi tersebut dilakukan untuk
mengantisipasi perbaikan permintaan pada
tahun 2017. Adapun berdasarkan data Badan
Koordinasi dan Penanaman Modal, salah satu
investasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) yang besar di Sulawesi Utara pada
triwulan IV 2016 yaitu investasi pada lapangan
usaha kelistrikan yang tercatat sebesar Rp 3,30
triliun seiring dengan gencarnya pembangunan
infrastruktur listrik dalam rangka mendukung
program 35.000 MW pemerintah.
Grafik 1.4. Kredit Investasi dan Likert Scale
Investasi dalam Liaison
Untuk keseluruhan tahun 2016, investasi juga
tumbuh melambat dibanding tahun
sebelumnya. Perlambatan terutama
disebabkan oleh penurunan belanja modal
pemerintah seiring dengan penundaan
penyaluran anggaran ke daerah. Dari sektor
swasta, perlambatan investasi seiring dengan
perlambatan ekonomi dunia dan nasional
sehingga berdampak pada pelaku usaha yang
masih wait & see sebelum melakukan
investasi. Sementara itu, sektor rumah tangga
menjadi penahan laju perlambatan investasi
dimana kredit pemilikan rumah (KPR)
mengalami peningkatan pada tahun 2016
dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan KPR
merupakan dampak positif dari pelonggaran
aturan Loan To Value (LTV) pada Juni 2015. KPR
0 % % 5
% 10 % 15
20 % 25 % 30 %
% 35
0 500,000,000,000
1,000,000,000,000 1,500,000,000,000 2,000,000,000,000 2,500,000,000,000 3,000,000,000,000 3,500,000,000,000 4,000,000,000,000 4,500,000,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016
yoy Rupiah
Sumber: Bank Indonesia KPR Pertumbuhan KPR
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2
-10 % % 0 % 10 % 20 % 30 % 40
50 % % 60
70 %
I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016
yoy
Sumber: Bank Indonesia Pertumbuhan Kredit Investasi Likert Scale Investasi
5
yang disalurkan perbankan umum di Sulawesi
Utara mencapai Rp 4,17 triliun pada akhir
tahun 2016, yang tumbuh sebesar 7,43% (yoy),
meningkat dibandingkan tahun 2015 (7,19%).
Melihat perkembangan terkini, investasi
diperkirakan tumbuh meningkat pada
triwulan I 2017, meskipun dalam level yang
relatif terbatas. Peningkatan didorong baik
oleh pemerintah dan rumah tangga. Dari
sektor pemerintah, berlanjutnya
pembangunan proyek infrastruktur seiring
dengan penyaluran anggaran tahun 2017 serta
penyaluran anggaran yang ditunda pada tahun
2016. Dari sektor rumah tangga, pelonggaran
LTV pada Agustus 2016 akan mulai berdampak
pada permintaan KPR sehingga mendorong
investasi dalam konstruksi perumahan. Hal
lainnya yang diyakini akan mendorong
investasi yaitu program kebijakan ekonomi
yang terus dikeluarkan oleh pemerintah
khususnya dalam upaya perbaikan iklim
investasi dan perizinannya. Namun demikian,
laju pertumbuhan investasi akan tertahan oleh
sektor swasta. Berdasarkan hasil liaison,
pelaku usaha masih pesimis terhadap
pemulihan ekonomi tahun 2017 sehingga
pelaku usaha belum melakukan ekspansi usaha
atau pun investasi yang cukup tinggi. Hal
tersebut diantisipasi oleh kebijakan Bank
Indonesia dalam menetapkan suku bunga
acuan yakni BI 7-day reverse repo rate yang
saat ini masih tetap dipertahankan pada level
4,75% atau dengan stance pelonggaran
moneter. Tingkat suku bunga tersebut
diharapkan mendorong perbankan untuk
menurunkan tingkat suku bunga kreditnya
yang tentu akan berdampak positif bagi
investasi.
1.1.3. Ekspor-Impor Luar Negeri
Nilai ekspor Sulawesi Utara triwulan IV 2016
tumbuh sebesar 24,78% (yoy), meningkat dari
triwulan sebelumnya (-8,13%). Sehingga nilai
ekspor Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016
tercatat sebesar USD 266,96 juta. Berdasarkan
komoditasnya, ekspor Sulawesi Utara triwulan
IV 2016 didominasi oleh lemak dan minyak
hewan/nabati dengan pangsa 57% (USD
152,22 juta), kemudian perhiasan/permata
15% (USD 40,78 juta), serta ikan dan udang 9%
(USD 23,08 juta). Berdasarkan negara
tujuannya, Amerika Serikat merupakan tujuan
utama ekspor Sulawesi Utara dengan pangsa
26% (USD 68,08 juta), kemudian Singapura
dengan pangsa 15,5% (USD 41,26 juta) dan
Belanda dengan pangsa 15,3% (USD 40,82
juta).
Grafik 1.5. Nilai Ekspor
Peningkatan kinerja ekspor Sulawesi Utara
menjadi penopang pertumbuhan ekonomi
pada triwulan IV 2016. Hal tersebut didorong
oleh peningkatan permintaan dari beberapa
negara mitra dagang seiring dengan mulai
membaiknya perekonomian di beberapa
negara tersebut khususnya pada triwulan IV
2016. Peningkatan permintaan terkonfirmasi
dari perbaikan volume ekspor Sulawesi Utara
pada triwulan IV 2016, sehingga total volume
ekspor tercatat sebesar 208 juta ton. Hal ini
sejalan dengan peningkatan Purchasing
Manufacturing Index (PMI) beberapa negara
importir tersebut pada akhir tahun 2016.
Selain itu, pelemahan nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika Serikat pada triwulan
IV 2016 turut membantu peningkatan ekspor
Sulawesi Utara. Nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika Serikat melemah sebesar 3,82%
(yoy) pada triwulan IV 2016, setelah menguat
pada triwulan sebelumnya sebesar 5,18%. Nilai
tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat
pada triwulan IV 2016 yaitu sebesar Rp
13.248,47/USD. Dari sisi internal, peningkatan
ekspor didorong oleh ketersediaan bahan baku
perkebunan baik kelapa, cengkih maupun pala
seiring dengan membaiknya cuaca.
Meningkatnya produksi bahan baku tersebut
(0.40) (0.30) (0.20) (0.10) 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70
- 50,000,000
100,000,000 150,000,000 200,000,000 250,000,000 300,000,000 350,000,000 400,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016
yoy USD
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nilai Ekspor Growth Nilai Ekspor (sb.kanan)
6
terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku
usaha pengolahan kelapa dan pala. Adapun
peningkatan nilai ekspor terjadi pada tiga
komoditas utama Sulawesi Utara pada
triwulan IV 2016 yaitu lemak dan minyak
nabati, perhiasan/permata serta ikan dan
udang. Di sisi lain, harga komoditas dunia
khususnya coconut oil (CNO) yang merupakan
ekspor utama Sulawesi Utara, menunjukan
tren meningkat pada tahun 2016 dan masih
tumbuh tinggi pada triwulan IV 2016,
meskipun relatif sedikit melambat (38,3% yoy)
pada akhir tahun 2016 dibanding triwulan
sebelumnya (43,4%). Harga CNO pada triwulan
IV 2016 yaitu sebesar USD 1.551,25/MT.
Grafik 1.6. Volume Ekspor
Volume Ekspor Growth Volume Ekspor (sb.kanan)
Grafik 1.7. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika Serikat
Untuk keseluruhan tahun 2016, nilai ekspor
Sulawesi Utara mengalami perbaikan,
meskipun masih tercatat kontraksi. Nilai
ekspor Sulawesi Utara tahun 2016 terkontraksi
sebesar 0,04% (yoy), membaik dibandingkan
kontraksi tahun sebelumnya (-13,21%). Total
ekspor Sulawesi Utara pada tahun 2016
tercatat sebesar USD 1,02 miliar. Berdasarkan
komoditasnya, ekspor tahun 2016 didominasi
oleh lemak dan minyak hewan/nabati (64,95%)
dan perhiasan/permata (12,69%). Berdasarkan
negara tujuannya, Amerika Serikat masih
merupakan negara utama tujuan ekspor
(29,36%), diikuti Belanda (15,50%) dan
Tiongkok (10,24%).
Perbaikan ekspor tersebut mendorong
peningkatan kinerja komponen ekspor dan
pertumbuhan ekonomi tahun 2016. Namun
demikian, peningkatan kinerja ekspor
keseluruhan tahun 2016 berbeda dengan
peningkatan ekspor pada triwulan IV 2016.
Pada keseluruhan tahun, ekspor lebih
didorong oleh perbaikan harga komoditas
dunia khususnya CNO, namun jumlah volume
ekspor Sulawesi Utara mengalami penurunan
sejalan dengan pemulihan ekonomi global
yang belum kuat. Adapun rata-rata harga CNO
pada tahun 2016 yaitu sebesar USD 1.472/MT,
meningkat sebesar 32,46% (yoy) dari USD
1.111/MT di tahun sebelumnya. Sedangkan
volume ekspor tahun 2016 turun sebesar
12,43% (yoy), lebih dalam dari penurunan pada
tahun sebelumnya (-0,74%), sehingga volume
ekspor Sulawesi Utara pada tahun 2016
tercatat sebesar USD 964 juta.
Grafik 1.8. Nilai Ekspor
Grafik 1.9. Harga Komoditas CNO
(0.30) (0.20) (0.10) 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40
- 50,000,000
100,000,000 150,000,000 200,000,000 250,000,000 300,000,000 350,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 2016
yoy Ton
Sumber: Bank Indonesia
(0.10) (0.05) 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25
10,500 11,000 11,500 12,000 12,500 13,000 13,500 14,000 14,500
I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016
yoy Rp/1 USD
Sumber: Bank Indonesia
Nilai Tukar Rupiah thd Dollar AS Growth Nilai Tukar Rp thd Dollar AS (sb.kanan)
(0.20) (0.10) 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40
- 200,000,000 400,000,000 600,000,000 800,000,000
1,000,000,000 1,200,000,000 1,400,000,000
2013 2014 2015 2016
yoy USD
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nilai Ekspor Growth Nilai Ekspor (sb.kanan)
(0.20)
(0.10)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
- 200 400 600 800
1,000 1,200 1,400 1,600
2014 2015 2016
yoy USD/MT
Sumber: World Bank
Harga Coconut Oil Growth Harga CNO (sb.kanan)
7
Sementara itu, kinerja impor Sulawesi Utara
mengalami penurunan pada triwulan IV 2016.
Penurunan tersebut tercermin dari
melambatnya nilai impor Sulawesi Utara, yakni
tumbuh 64,03% (yoy), lebih rendah dari tahun
sebelumnya (98,18%). Penurunan pada
triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh
base-effect impor barang konsumsi
gandumganduman sebesar USD 6,71 juta pada
triwulan IV 2015 yang menyebabkan
penurunan pada triwulan IV 2016. Impor
gandum-ganduman tersebut merupakan
impor beras yang dilakukan untuk mendukung
ketersediaan bahan pangan utama di Sulawesi
Utara yang pada saat itu mengalami
kekurangan sebagai dampak El Nino 2015.
Apabila impor tersebut tidak diperhitungkan,
maka kinerja impor triwulan IV 2016 akan
mencatat peningkatan kinerja. Berdasarkan
kategorinya, impor barang konsumsi turun
sebesar 93% (yoy) dari 132%, barang bahan
baku melambat menjadi 91% (yoy) dari 135%,
dan barang modal mengalami peningkatan
signifikan sebesar 245% (yoy) dari 47%. Pada
triwulan IV 2016, impor Sulawesi Utara
didominasi oleh impor bahan baku dengan
pangsa sebesar 54%, diikuti impor barang
modal 41%, impor barang konsumsi 1,3% dan
impor komoditi lainnya 3,3%. Berdasarkan
negara asalnya, Tiongkok merupakan negara
eksportir utama ke Sulawesi Utara dengan
pangsa sebesar 38%, diikuti oleh Singapura
(24%) dan Malaysia (13%).
Grafik 1.14. Nilai Impor
Meskipun pada triwulan IV 2016 mengalami
penurunan, namun dalam keseluruhan tahun
2016 kinerja impor meningkat. Peningkatan
tersebut tercermin dari peningkatan nilai
impor Sulawesi Utara tahun 2016 yang tumbuh
sebesar 124,68% (yoy), lebih tinggi dari tahun
sebelumnya (-41,71%). Peningkatan impor
tersebut didorong oleh meningkatnya impor
barang modal yang tumbuh sebesar 420,02%
(yoy), meningkat signifikan dibanding tahun
sebelumnya yang tercatat kontraksi (-73,98%).
Impor barang modal tersebut merupakan
impor mesin kelistrikan yakni boiler yang
digunakan untuk pembangkit tenaga listrik
sejalan dengan pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit 5 dan 6
Lahendong di Tompaso, Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara selama tahun 2016.
Berdasarkan kategorinya, pada tahun 2016
barang modal mendominasi pangsa impor
yaitu sebesar 53%, diikuti oleh bahan baku 37%
dan barang konsumsi 5%. Berdasarkan negara
tujuannya, sebesar 19% impor berasal dari
Tiongkok, 15% dari Singapura dan 9% dari
Australia.
Berdasarkan perkembangan terkini, kinerja
ekspor Sulawesi Utara pada triwulan I 2017
diperkirakan melambat. Perlambatan
tersebut terutama disebabkan oleh
perkembangan harga komoditas dunia
khususnya CNO yang cenderung masih berada
di level harga akhir tahun 2016, sehingga
secara pertumbuhan harga tersebut relatif
melambat pada triwulan I 2017. Di samping itu,
produksi bahan baku SDA dalam Sulawesi
Utara yang juga belum kuat memengaruhi
kapasitas produksi industri, khususnya dari
perikanan tangkap. Berdasarkan hasil liaison,
pelaku usaha masih pesimis terhadap
pemulihan ekonomi global tahun 2017. Pelaku
usaha di industri pengolahan komoditas
perkebunan dan perikanan menyatakan
bahwa kinerja usaha tahun 2017 masih penuh
risiko. Adapun dalam rangka mendorong
ekspor, Pemerintah Sulawesi Utara
memperkuat sektor primer yaitu lapangan
usaha pertanian yang merupakan sumber
bahan baku bagi industri pengolahan.
Penguatan lapangan usaha pertanian
dilakukan pemerintah terutama melalui
peremajaan tanaman perkebunan. Bank
% -200 % 0
% 200 % 400
600 % % 800
% 1000 % 1200 % 1400
0 5
10 15 20 25 30
I II III IV I II III IV 2015 2016
yoy USD Juta
Sumber: Badan Pusat Statistik Nilai Impor Pertumbuhan Nilai Impor (rhs)
8
Indonesia juga mendukung program dan
strategi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Utara melalui penelitian dan kajian serta
pembentukan klaster yang berorientasi pada
pengolahan komoditas pertanian. Salah satu
penelitian yang dilakukan Bank Indonesia pada
tahun 2016 yaitu penelitian Komoditas Produk
dan Jenis Usaha Unggulan UMKM yang
hasilnya dalam bentuk pemetaan produk dan
jenis usaha unggulan di tiap kabupaten dan
kota di Sulawesi Utara.
1.2. PDRB - KINERJA LAPANGAN USAHA
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan IV
2016 didorong oleh kategori pertanian,
transportasi yang merupakan cerminan dari
pariwisata, dan jasa keuangan yang
meningkat signifikan. Sementara itu, kategori
utama Sulawesi Utara seperti perdagangan,
konstruksi, dan industri pengolahan
mengalami perlambatan pertumbuhan.
Untuk keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara didorong oleh
kategori pertanian, perdagangan,
transportasi dan juga jasa keuangan yang
meningkat tinggi. Sementara itu, kategori
konstruksi dan industri pengolahan mengalami
perlambatan pertumbuhan kinerja.
Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan Lapangan Usaha Lapangan Usaha 2015
(%) 2016 (%)
Total III IV Total Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
2.55
4.29
5.72
3.67 Pertambangan dan Penggalian
8.41
4.71
3.85
4.42 Industri Pengolahan
2.69
1.80
1.45
1.11 Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es
15.87
28.56
2.43
17.52 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah
2.42
6.31
4.47
3.07 Konstruksi
9.84
5.61
5.76
6.89 Perdagangan Besar dan Eceran
6.00
6.07
4.76
6.05 Transportasi dan Pergudangan
7.38
10.11
10.14
9.24 Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
8.38
16.83
13.69
12.69 Informasi dan Komunikasi
8.99
9.80
9.03
9.20 Jasa Keuangan dan Asuransi
3.93
14.75
28.36
19.16
Real Estate
7.58
7.37
7.03
7.08 Jasa Perusahaan
8.11
6.86
9.16
6.87 Administrasi Pemerintahan
8.99
1.73
2.03
4.72 Jasa Pendidikan
7.08
2.01
7.87
6.21 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
7.88
9.23
8.80
8.02 Jasa lainnya
7.56
9.94
9.23
8.64 Total
6.12 6.01 6.49 6.17
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan kontribusinya, kategori
pertanian masih menjadi penopang utama
perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa
mencapai 22%. Setelah pertanian, kategori
perdagangan menjadi penopang ekonomi
Sulawesi Utara dengan pangsa 12%. Kemudian,
ada kategori konstruksi dan transportasi yang
masing-masing memiliki pangsa sebesar 11%
terhadap perekonomian Sulawesi Utara.
Tabel 1.4. Pangsa Lapangan Usaha Lapangan Usaha 2015
(%) 2016 (%)
Total III IV Total Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
21.7
22.2
21.5
21.7 Pertambangan dan Penggalian
4.7
4.9
4.7
4.8 Industri Pengolahan
9.5
8.8
8.8
9.0 Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es
0.1
0.1
0.1
0.1 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah
0.1
0.1
0.1
0.1 Konstruksi
11.5
11.3
11.8
11.4 Perdagangan Besar dan Eceran
12.4
11.9
12.1
12.1 Transportasi dan Pergudangan
10.6
11.2
11.1
11.0 Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum
2.1
2.4
2.3
2.3 Informasi dan Komunikasi
3.8
3.9
3.9
3.9 Jasa Keuangan dan Asuransi
3.6
3.9
3.9
4.0 Real Estate
3.5
3.4
3.4
3.5 Jasa Perusahaan
0.1
0.1
0.1
0.1 Administrasi Pemerintahan
8.4
8.1
8.6
8.3 Jasa Pendidikan
2.9
2.8
2.6
2.8 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
3.5
3.4
3.5
3.5 Jasa lainnya
1.5
1.5
1.5
1.5 Total
100
100
100
100 Sumber: Badan Pusat Statistik
Memasuki triwulan I 2017, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh
9
melambat dibanding triwulan sebelumnya.
Perlambatan ekonomi akan disebabkan oleh
perlambatan kinerja kategori pertanian dan
sektor pariwisata.
1.2.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kinerja kategori pertanian pada triwulan IV
2016 meningkat seiring dengan perbaikan
cuaca. Membaiknya kondisi iklim tahun 2016
setelah dampak buruk dari El Nino tahun 2015,
mendorong peningkatan luas tanam dan
jumlah produksi pertanian serta produksi
perkebunan tahunan. Pada tahun 2015,
produksi pertanian dan perkebunan
mengalami penurunan seiring dengan gagal
panen akibat El Nino. Namun, pada September
2016, indeks El Nino tercatat menurun menjadi
-0,31 dari 2,06 pada September 2015, sehingga
mendorong peningkatan produksi. Di samping
perbaikan cuaca, peningkatan kinerja
pertanian didorong juga oleh program
pemerintah daerah berupa pencetakan sawah,
bantuan alsintan, bantuan bibit/benih, subsidi
pupuk dan penyuluhan petani. Kedua faktor
utama tersebut mendorong produksi beras
tumbuh 0,29% (yoy) sehingga mencapai
produksi 95.583 ton pada triwulan IV 2016.
Berdasarkan hasil liaison, pelaku usaha juga
menyatakan bahwa supply bahan baku
perkebunan baik kelapa, cengkih dan pala juga
mengalami perbaikan pada triwulan IV 2016
seiring dengan perbaikan cuaca.
Grafik 1.15. Produksi Beras
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2010 2011 2012 2013 2014 2015
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Sepanjang tahun 2016, kategori pertanian
juga tumbuh meningkat dibandingkan tahun
2015. Peningkatan terutama didorong oleh
perbaikan cuaca pasca El Nino tahun 2015.
Perbaikan cuaca mendorong peningkatan
produksi pertanian. Adapun pada tahun 2015
banyak pertanian tanaman pangan yang
mengalami gagal panen akibat El Nino. Selain
itu, peningkatan produksi didukung juga oleh
program pemerintah, salah satunya
pencetakan sawah. Berdasarkan Dinas
Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi
Utara, total pencetakan sawah yang dilakukan
pemerintah selama tahun 2016 yaitu sebesar
2.855 ha. Di samping peningkatan produksi
tanaman pangan, peningkatan kinerja
pertanian didukung juga oleh perbaikan kinerja
perikanan tangkap. Namun demikian,
pertumbuhan kinerja pertanian yang lebih
tinggi ditahan oleh perlambatan kinerja
perkebunan tahunan dimana mengalami
penurunan cukup dalam pada awal tahun
akibat masih terasanya dampak El Nino tahun
2015.
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia,
lapangan usaha pertanian diperkirakan
melambat pada triwulan I 2017. Perlambatan
tersebut disebabkan oleh kondisi cuaca
dengan curah hujan yang tinggi pada triwulan I
2017, sehingga menyebabkan produksi
tanaman pangan mengalami penurunan.
Dampak lainnya juga menyebabkan produksi
perikanan tangkap menurun dikarenakan tidak
bisa melaut dengan kondisi cuaca pada
triwulan I 2017.
1.2.2. Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
Kinerja kategori perdagangan pada triwulan
IV 2016 tumbuh melambat seiring dengan
perlambatan konsumsi baik rumah tangga
maupun pemerintah. Perlambatan konsumsi
rumah tangga disebabkan oleh daya beli
masyarakat yang menurun sehingga
berdampak pada perlambatan aktivitas
perdagangan. Penurunan daya beli
terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia dimana Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) turun dari 119 poin menjadi 116,1 poin.
Penurunan IKK salah satunya disumbang oleh
penurunan Indeks Pembelian Barang Tahan
Lama dari 103,7 pada triwulan III 2016 menjadi
-60 % % -40 % -20
0 % 20 %
% 40 60 % 80 %
0 20,000 40,000 60,000 80,000
100,000 120,000 140,000 160,000
yoy Ton Produksi Beras Pertumbuhan Prod. Beras (Sb.Kanan)
10
102,7 pada triwulan IV 2016. Masyarakat
cenderung terbatas dalam konsumsi dan
menurunkan aktivitas pembelian durable
goods. Penurunan aktivitas perdagangan
tercermin juga dari pertumbuhan kredit
konsumsi. Kredit konsumsi perseorangan di
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh
melambat dari 5,93% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 5,56% pada triwulan IV
2016. Hingga akhir tahun 2016, kredit
konsumsi yang disalurkan oleh perbankan
umum di Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp
18,66 triliun. Penurunan juga tercermin dari
base-effect impor barang konsumsi
gandumganduman sebesar USD 6,71 juta pada
triwulan IV 2015 yang menyebabkan
perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV
2016.
Grafik 1.16. Indeks Pembelian Barang
Tahan Lama dan Kredit Konsumsi
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja
kategori perdagangan relatif stabil dengan
kecenderungan meningkat. Berbeda dengan
triwulan IV 2016 yang mengalami
perlambatan, tahun 2016 kinerja perdagangan
sedikit meningkat dari 6,00% (yoy) pada tahun
2015 menjadi 6,05% pada tahun 2016.
Peningkatan kinerja tersebut ditopang oleh
tingginya konsumsi dan aktivitas perdagangan
pada triwulan II 2016 sebagai dampak
penurunan harga bahan bakar minyak (BBM)
pada 1 April 2016, sehingga secara
keseluruhan tahun 2016 kinerja perdagangan
meningkat. Pada triwulan II 2016, kinerja
perdagangan tercatat tumbuh 7,15% (yoy),
meningkat dari 6,44% pada triwulan
sebelumnya. Selain itu, peningkatan
perdagangan juga sedikit ditopang oleh
aktivitas konsumsi oleh wisatawan
mancanegara yang meningkat signifikan pada
tahun 2016.
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori
perdagangan diperkirakan tumbuh
meningkat seiring dengan peningkatan UMP.
Peningkatan sumber pendapatan seiring yakni
peningkatan UMUM Sulawesi Utara dari Rp
2.400.000 menjadi Rp 2.598.000 juta.
Perkiraan peningkatan diindikasi oleh hasil
Survei Konsumen dimana IKK naik dari 116,1
poin pada triwulan IV 2016 menjadi 124,3 poin
pada triwulan I 2017. Salah satu indeks
pembentuknya yaitu Indeks Pembelian Barang
Tahan Lama dari 102,7 poin menjadi 109 poin.
Selain itu, suku bunga acuan yang tetap
dipertahankan pada stance pelonggaran
moneter diperkirakan akan mendorong
peningkatan kredit konsumsi.
1.2.3. Konstruksi
Kinerja kategori konstruksi pada triwulan IV
2016 tumbuh meningkat dibanding triwulan
sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit 5 dan 6
Lahendong di Tompaso, Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara.
Namun, kinerja kategori konstruksi pada
keseluruhan tahun 2016 tumbuh melambat
dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut
merupakan dampak dari penundaan
penyaluran anggaran pusat ke daerah sejak
Agustus 2016. Faktor pendorong perlambatan
lainnya yaitu sikap wait & see oleh pelaku
usaha selama tahun 2016 dalam pengambilan
keputusan melakukan ekspansi.
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori
konstruksi diperkirakan akan meningkat
meskipun cenderung terbatas. Peningkatan
didorong oleh kelanjutan pembangunan
proyek infrastruktur oleh pemerintah seiring
dengan masuknya anggaran tahun 2017 dan
penyaluran anggaran yang ditunda tahun
2016. Kinerja konstruksi juga didukung oleh
kebijakan Bank Indonesia dalam menetapkan
suku bunga acuan yakni BI 7-day reverse repo
0
5
10
15
20
25
0 20 40 60 80
100 120 140 160
I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016
% yoy
Sumber: Bank Indonesia Indeks Pembelian Barang Tahan Lama Pertumbuhan Kredit Konsumsi
11
rate yang saat ini masih tetap dipertahankan
pada level 4,75% atau dengan stance
pelonggaran moneter, yang diperkirakan
memengaruhi suku bunga kredit investasi.
Kemudian, pelonggaran kebijakan
makroprudensial yaitu aturan down payment
atau LTV kredit kepemilikan rumah pada
Agustus 2016 akan menopang pertumbuhan
kinerja konstruksi. Untuk membantu
mendorong kinerja konstruksi, masalah
pembebasan lahan yang sering menjadi
kendala dalam pembangunan perlu mendapat
perhatian dari pemerintah dan pemangku
kepentingan terkait.
1.2.4. Transportasi
Kinerja transportasi pada triwulan IV 2016
tumbuh meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong
oleh peningkatan aktivitas perdagangan di
pelabuhan Bitung Sulawesi Utara, baik
perdagangan luar negeri maupun dalam
negeri. Total volume perdagangan barang
pada triwulan IV 2016 mencapai 433,500 ton,
atau mengalami perbaikan meskipun masih
tercatat kontraksi dibandingkan jumlah
volume perdagangan triwulan IV 2015. Selain
itu, peningkatan transportasi juga didorong
oleh peningkatan mobilisasi orang pada
transportasi darat seiring dengan jumlah
wisman yang berkunjung ke Sulawesi Utara
pada triwulan IV 2016 mencapai 11.881 jiwa
atau meningkat sebesar 207,48% (yoy) dari
3.864 jiwa pada triwulan IV 2015.
Grafik 1.17. Aktivitas Bongkar Muat di
Pelabuhan Bitung
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja
kategori transportasi tumbuh meningkat.
Peningkatan kinerja tersebut terutama akan
didorong oleh berlanjutnya kedatangan
wisatawan mancanegara khususnya dari
Tiongkok ke Sulawesi Utara sebagai dampak
dari kerjasama program direct charter flight
antara pemerintah, maskapai serta tour and
travel agent. Untuk mendukung sektor
pariwisata, Bandara Sam Ratulangi sendiri juga
telah diizinkan untuk beroperasi selama 24 jam
sehari sejak Agustus 2016. Adapun dampak
dari program direct charter flight tersebut,
jumlah penumpang baik datang maupun
berangkat pada tahun 2016 di Bandara Sam
Ratulangi mencapai 2.584.866 orang, lebih
tinggi dari tahun 2015 yang tercatat sebesar
2.086.267 orang. Pertumbuhan tersebut
sebesar 23,90% (yoy) pada tahun 2016, lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan 5,84% pada
tahun 2015. Selain itu, adanya pembukaan
layanan rute baru oleh beberapa maskapai
pada tahun 2016 juga menjadi pendorong
pertumbuhan kinerja kategori transportasi.
Grafik 1.18. Arus Penumpang di Bandara Sam
Ratulangi
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori
transportasi diperkirakan tumbuh melambat,
namun masih akan mencatat pertumbuhan
yang cukup tinggi. Perlambatan tersebut
disebabkan peningkatan jumlah wisman tidak
setinggi semester II 2016. Melihat tren jumlah
wisman yang datang dari Juli hingga Desember
2016, jumlah wisman mengalami penurunan.
Dari sisi transportasi laut, perlambatan ekspor
diperkirakan menyebabkan aktivitas bongkar
muat di pelabuhan mengalami penurunan.
1.2.5. Industri Pengolahan
Pada triwulan IV 2016, kinerja industri
pengolahan mengalami perlambatan yang
-60 % -50 %
% -40 % -30 % -20
-10 % 0 %
- 200,000 400,000 600,000 800,000
1,000,000 1,200,000
I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016
yoy Ton
Sumber: PT Pelindo IV, Bitung
Total Barang Pertumbuhan Total Barang (rhs)
-15 % -10 %
% -5 % 0 % 5
% 10 15 % 20 % 25 % 30 %
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
2014 2015 2016
yoy Orang
Sumber: PT Angkasa Pura I, Bandara Sam Ratulangi
Jumlah Penumpang Pertumbuhan Penumpang (rhs)
12
disebabkan oleh perlambatan pada industri
selain industri makanan dan minuman.
Adapun industri makanan dan minuman
merupakan industri terbesar dengan pangsa
sebesar 85% terhadap total output industri
pengolahan. Pada triwulan IV 2016 industri
tersebut tumbuh meningkat sebagai dampak
dari peningkatan produksi perkebunan yakni
kelapa, cengkih dan pala. Hal tersebut
terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan
kepada salah satu pelaku usaha di industri
pengolahan kelapa yang menyatakan bahwa
supply bahan baku komoditas perkebunan
mengalami perbaikan. Perbaikan pasokan
terjadi seiring dengan perbaikan kondisi iklim.
Peningkatan produksi industri pengolahan
berdampak positif bagi perkembangan ekspor
Sulawesi Utara. Namun demikian, industri
selain makanan dan minuman secara agregat
mengalami penurunan kinerja. Salah satu
industri tersebut yaitu industri barang galian
bukan logam yang mengalami penurunan
sebagai dampak penertiban izin pertambangan
yang dilakukan oleh Pemerintah Sulawesi
Utara. Sehingga, secara total industri
mengalami perlambatan pertumbuhan.
Turunnya industri selain makanan dan
minuman juga mengkonfirmasi bahwa
turunnya konsumsi masyarakat, karena
industri tersebut merupakan industri yang
sebagian besar dikonsumsi oleh domestik.
Sementara itu, industri makanan dan minuman
sebagian besar digunakan untuk ekspor,
sehingga mengkonfirmasi juga peningkatan
ekspor pada triwulan IV 2016.
Grafik 1.19. Produksi Industri Pengolahan
Kelapa
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja
industri pengolahan mengalami perlambatan
seiring dengan melambatnya industri
makanan dan minuman. Perlambatan industri
makanan dan minuman disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan agregat supply
bahan baku komoditas perkebunan pada
tahun 2016. Meskipun pada triwulan IV 2016
produksi perkebunan membaik, namun pada
triwulan I dan II 2016 produksi perkebunan
turun cukup dalam akibat El Nino tahun 2015
yang berdampak pada kuantitas dan kualitas
komoditas perkebunan hingga awal tahun
2016. Oleh karena itu, total keseluruhan
produksi komoditas perkebunan tahun 2016
mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya sehingga berdampak pada
perlambatan kinerja industri pengolahan
berbahan baku kelapa. Hal ini terkonfirmasi
juga dari hasil liaison dan volume ekspor
Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016. Volume
ekspor tahun 2016 turun cukup dalam,
meskipun terbantukan oleh peningkatan harga
komoditas.
Memasuki triwulan I 2017, kinerja industri
pengolahan diperkirakan akan mengalami
peningkatan. Peningkatan didorong oleh
membaiknya produksi komoditas perkebunan
dan perikanan. Namun, produksi perikanan
dihadapkan pada risiko penurunan produksi
akibat tingginya curah hujan pada awal tahun
dari Januari hingga Februari yang berpengaruh
pada operasional penangkapan ikan. Hal ini
berpotensi memperburuk pasokan bahan baku
bagi industri pengolahan ikan yang saat ini juga masih terkendala dengan pasokan.
Berdasarkan informasi anekdotal, lapangan
usaha perikanan masih kesulitan memenuhi
kebutuhan bahan baku dimana rata-rata
pasokan bahan baku ikan tahun 2016 hanya
sebanyak 90 ton/hari, sedangkan pada tahun
2015 sebanyak 250 ton/hari. Hal itu
berdampak pada penurunan jumlah unit
pengolahan ikan (UPI) dan aktivitas
operasional UPI hanya pada hari Senin dan
Kamis. Adaptasi usaha perikanan tangkap di
Sulawesi Utara terhadap
aturan pemberantasan ilegal fishing
relatif berat sehingga berpengaruh pada
jumlah tangkapan ikan yang menjadi bahan
baku bagi industri pengolahan. Untuk
-100 %
% -50
0 %
50 %
100 %
150 %
200 %
I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016
yoy
Sumber: Pelaku Usaha
13
mendorong kategori pertanian khususnya
perkebunan, pemerintah terus berupaya
melalui peremajaan kelapa dan cengkih,
penjajakan ekspansi pasar dunia,
pembangunan infrastruktur, pengembangan
UMKM. Bank Indonesia juga memberikan
dukungan yakni melalui penyusunan riset
Komoditasi Produk dan Jenis Usaha Unggulan
UMKM dan penyaluran bibit komoditas
perkebunan.
1.2.6. Lapangan Usaha Lainnya
Pada triwulan IV 2016 maupun keseluruhan
tahun 2016, terdapat 2 (dua) kategori
lapangan usaha yang signifikan mendukung
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, yaitu
kategori penyediaan akomodasi dan makan
minum (akmamin) serta kategori jasa
keuangan. Peningkatan kinerja penyediaan
akmamin didorong oleh peningkatan jumlah
wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah wisman
merupakan program Pemerintah Sulawesi
Utara untuk mendorong sektor pariwisata
menjadi sumber pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara. Sejak Juli 2016, jumlah wisman
yang datang ke Sulawesi Utara meningkat
signifikan. Pada Juni 2016, hanya tercatat
sebanyak 1.295 orang. Sedangkan pada Juli
2016, jumlah wisman yang datang ke Sulawesi Utara sudah mencapai 7.677 orang.
Peningkatan tersebut didorong oleh kunjungan
wisman asal Tiongkok. Dari Januari – Desember
2016, tercatat sebanyak 25.255 wisman
Tiongkok atau sebesar 62% dari total wisman
40.624 orang. Meningkatnya wisman Tiongkok
didukung oleh program direct charter flight
dari Tiongkok ke Manado yang diinisiasi oleh
Pemerintah Sulawesi Utara dan bekerja sama
dengan tour and travel agent di Sulawesi
Utara. Sehingga jumlah wisman yang datang ke
Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016 yaitu
40.624 orang, meningkat sebesar 108,7%
dibanding keseluruhan tahun sebelumnya
(19.465 wisman). Seiring dengan hal tersebut,
Rata-Rata Lama Menginap Tamu meningkat
dari 1,91 hari (2015) menjadi 2,09 hari (2016).
Sementara itu, rata-rata Tingkat Penghunian
Kamar seluruh hotel meningkat dari 47,34%
(2015) menjadi 58,80% (2016). Sementara itu,
kategori jasa keuangan tumbuh signifikan
sebagai dampak dari peningkatan pendapatan
perbankan seiring dengan peningkatan kredit
di tengah DPK yang masih terkontraksi.
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori
penyediaan akmamin akan kembali mencatat
pertumbuhan yang tinggi meskipun
cenderung melambat, sama halnya dengan
kinerja kategori jasa keuangan. Pertumbuhan
kategori akmamin didorong oleh maraknya
perayaan MICE seperti Manado International
Choral Expo dan PGWAC (Paragliding Accuracy
World Cup) 1st Series pada bulan Maret 2016
dimana Sulawesi Utara menjadi tuan rumah
untuk event internasional ini. Namun,
penurunan kunjungan wisman yang tidak
setinggi semester II 2016 akan menahan laju
pertumbuhan kategori ini. Sementara itu,
kategori jasa keuangan memiliki
kecenderungan mengalami perlambatan
pertumbuhan akibat base effect tingginya
pertumbuhan pada tahun 2016, namun
demikian masih akan mencatat pertumbuhan
yang cukup tinggi.
Grafik 1.20. Kunjungan Wisman
-40 % -20 %
% 0 % 20 % 40 % 60 % 80
% 100 120 %
0 5,000
10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000 45,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoy Orang
Sumber: Badan Pusat Statistik
Jumlah Wisman Pertumbuhan Jumlah Wisman (Sb.Kanan)
14
Periode Real Output Potential Output* Output Gap
2009-I 6.59 6.364743036 0.22
2009-II 6.84 6.291270344 0.55
2009-III 5.84 6.220019298
(0.38)
2009-IV 6.76 6.158748153 0.60
2010-I 5.44 6.111442487
(0.67)
2010-II 5.16 6.088096602
(0.93)
2010-III 6.59 6.092006410 0.49
2010-IV 6.11 6.117212994
(0.01)
2011-I 5.72 6.162692012
(0.45)
2011-II 5.59 6.227358294
(0.63)
2011-III 6.47 6.305672811 0.17
2011-IV 6.78 6.385753611 0.39
2012-I 6.77 6.457369069 0.31
2012-II 6.50 6.514180229
(0.01)
2012-III 6.69 6.552928056 0.14
2012-IV 7.41 6.570243524 0.84
2013-I 6.62 6.564156943 0.05
2013-II 6.25 6.541129834
(0.30)
2013-III 6.15 6.508171416
(0.36)
2013-IV 6.53 6.469337065 0.06
2014-I 6.72 6.425059716 0.30
2014-II 6.25 6.376375956
(0.13)
2014-III 6.19 6.327292918
(0.14)
2014-IV 6.12 6.280560196
(0.16)
2015-I 6.41 6.237554040 0.17
2015-II 6.28 6.198093871 0.08
2015-III 6.32 6.163707338 0.16
2015-IV 5.58 6.136745648
(0.56)
2016-I 5.97 6.121132281
(0.15)
2016-II 6.15 6.115201503 0.04
2016-III 6.02 6.115774883
(0.09)
2016-IV 6.49 6.120068204 0.37 *The Hodrick-Prescott filter (yang juga dikenal sebagai
Hodrick-Prescott dekomposisi) adalah alat matematis
yang digunakan dalam Makroekonomi, terutama
dalam teori siklus bisnis riil, untuk menghapus
komponen cyclical dari time series data. Metode HP
filter digunakan oleh para peneliti dalam menghitung
output potensial. Menurut Solikin (2004), HP filter
merupakan metode metode yang terbaik di antara
metode univariate lainnya untuk diaplikasikan dalam
menghitung PDB potensial di Indonesia 1974-2002.
Realisasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
triwulan IV 2016 berada di atas output potensial sebesar
6,12%. Sehingga pada triwulan IV 2016 terjadi output gap
yang positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perekonomian Sulawesi Utara tumbuh secara optimal
dimana nilai output aktual lebih tinggi dari output
optimumnya. Output gap positif biasanya ditandai
dengan permintaan yang berlebih (excess demand)
sehingga tingkat harga-harga cenderung mengalami
kenaikan yang signifikan atau laju inflasi yang relatif
tinggi. Namun, tingkat inflasi Sulawesi Utara pada akhir
tahun 2016 tercatat sebesar 0,35% (yoy), cukup rendah
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini sejalan
dengan analisis perkembangan ekonomi makro Sulawesi
Utara dimana pada triwulan IV 2016 didorong oleh
kenaikan ekspor, bukan kenaikan konsumsi. Kenaikan
ekspor sejalan dengan perbaikan harga komoditas ekspor
di pasar internasional.
Box I.
Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi
Utara Di Atas Output Potensial
4 4.5
5 5.5
6 6.5
7 7.5
8
Real Output Potential Output
15
2.1. PENDAPATAN APBD PROVINSI
SULAWESI UTARA
Anggaran pendapatan Provinsi Sulawesi
Utara tahun 2016 meningkat dibanding tahun
sebelumnya. Anggaran pendapatan Sulawesi
Utara tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp 2,91
triliun, naik 10,1% (yoy) atau sebesar Rp 267,25
miliar dari Rp 2,64 triliun pada tahun 2015.
Kenaikan tersebut didorong oleh peningkatan
pendapatan transfer sebesar 24% (yoy)
khususnya peningkatan Dana Alokasi Khusus
seiring dengan pemindahan penempatan dana
BOS yang pada tahun 2015 disalurkan melalui
Dana Penyesuaian dan pada tahun 2016
melalui DAK. Sementara itu, pendapatan asli
daerah (PAD) tahun 2016 menurun sebesar
10,1% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya
akibat banyak wajib pajak yang belum
membayar pajak kendaraan bermotor.
Meskipun anggaran pendapatan meningkat,
namun rasio kemandirian pendapatan
Sulawesi Utara tahun 2016 cukup rendah.
Porsi PAD Sulawesi Utara hanya sebesar 34%
dari total anggaran pendapatan, sedangkan
pendapatan transfer berada di level 66%. Rasio
tersebut menunjukkan bahwa Sulawesi Utara
masih rendah tingkat kemandirian fiskalnya
atau masih bergantung pada transfer dari
pemerintah pusat. Adapun pada tahun 2016,
PAD Sulawesi Utara sebesar Rp 979,35 miliar
atau sebesar 34% dari total pendapatan.
Bahkan, porsi tersebut mengalami penurunan
dari 41% pada tahun 2015.
Anggaran pendapatan Sulawesi Utara pada
tahun 2016 terealisasi sebesar 99%, lebih
tinggi dibandingkan tahun 2015 dan triwulan
III 2016. Pada tahun 2015 realisasi anggaran
pendapatan yaitu sebesar 96% dan pada
triwulan III 2016 sebesar 92%. Adapun nominal
realisasi pendapatan pada tahun 2016 sebesar
Rp 2,88 triliun dari total anggaran pendapatan
Rp 2,91 triliun. Realisasi tersebut didorong oleh
realisasi seluruh sumber pendapatan baik PAD
maupun transfer serta pendapatan lain yang
sah. Namun, beberapa pos pendapatan belum
terealisasi dengan maksimal atau masih di
bawah 90% yakni pos pendapatan retribusi
daerah (86%) dan pos dana bagi hasil bukan
pajak (66%). Tidak optimalnya realisasi pos
pendapatan retribusi daerah lebih dipengaruhi
oleh meningkatnya target anggaran pos
tersebut secara signifikan yaitu 48% (yoy).
Meskipun demikian, realisasi pos tersebut
pada tahun 2016 sebesar Rp 64,75 miliar, lebih
tinggi dari realisasi tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp 54,03 miliar. Sementara
itu, rendahnya realisasi DBH bukan pajak
disebabkan oleh jumlah produksi sub lapangan
usaha masih belum kembali ke level normal
seiring dengan proses adaptasi dan
penyesuaian terhadap aturan ilegal fishing.
Ke depan, pemerintah perlu meningkatkan
tingkat kemandirian pendapatan Sulawesi
Utara. Upaya awal yang dapat dilakukan yaitu
meningkatkan realisasi pada pos-pos PAD
khususnya yang belum terealisasi dengan
optimal. Upaya berikutnya yaitu bekerja sama
dengan instansi terkait dalam hal mendorong
ketertiban pembayaran pajak khususnya pajak
kendaraan bermotor.
Tabel 2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara
Uraian 2016
Postur Anggaran
Setelah Perubahan (Rp
ribu) Realisasi (Rp
ribu) %
Realisasi % Growth
Pendapatan 100% 2,907,881,753 2,882,096,250 99.11% 10.1% Pendapatan Asli Daerah Pendapatan
Pajak Daerah 34% 84% 979,353,945
823,736,152 980,939,963 837,086,965 100.16%
102% -10.1% -
9.8% Pendapatan Retribusi Daerah 8% 75,248,150 64,746,257 86% 48.7% Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg 2% 21,430,625 21,330,625 100% -35.3%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 6% 58,939,019 57,776,116 98% -36.2% Pendapatan Transfer
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 66% 1,923,527,808
1,923,527,808 1,880,906,287 1,880,906,287 97.78%
98% 24.0% 59.0%
Dana Bagi Hasil Pajak 5% 91,450,604 91,228,190 100% 10.5% Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 1% 17,287,198 11,493,268 66% -24.8% Dana Alokasi Umum 55% 1,065,545,204 1,065,545,204 100% 3.8% Dana Alokasi Khusus 39% 749,244,802 712,639,625 95% 876.3%
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan
- - 0% -100.0%
Bab II.
Keuangan Pemerintah
16
Dana Penyesuaian 0% - - 0% -100.0% Lain-lain Pendapatan yang Sah Pendapatan
Hibah 0% 5,000,000 5,000,000 20,250,000
5,000,000 405% 100%
Pendapatan Dana Darurat
- 15,250,000 0%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah
2.2. BELANJA APBD PROVINSI SULAWESI
UTARA
Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun
2016 mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2015. Anggaran belanja tumbuh 2,65%
(yoy) pada tahun 2016 sehingga total anggaran
belanja sebesar Rp 2,98 triliun, lebih tinggi Rp
77,13 miliar dari Rp 2,91 triliun pada tahun
2015. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh peningkatan belanja modal yang
tumbuh 5,17% (yoy), sementara itu belanja
non-modal yang terdiri dari belanja operasinal,
transfer dan tidak terduga tumbuh 1,65%
(yoy). Peningkatan anggaran belanja modal
sejalan dengan masifnya pembangunan proyek
infrastruktur pada tahun 2016.
Menurut postur belanja, anggaran belanja
non-modal mencapai 72,10% dan anggaran
belanja modal mencapai 27,84% (serta 0,06%
belanja tidak terduga). Postur tersebut relatif
sama dengan tahun sebelumnya dimana
postur anggaran belanja non-modal sebesar
72,81% dan belanja modal sebesar 27,17%.
Dari postur tersebut menunjukkan bahwa
masih terdapat ruang peningkatan lebih baik
dalam rangka pembangunan infrastruktur di
Sulawesi Utara. Adapun anggaran belanja
nonmodal sebesar Rp 2,15 triliun dan belanja
nonmodal Rp 830,47 miliar pada tahun 2016.
Dalam postur belanja modal, anggaran belanja
dialokasikan pada belanja jalan, irigasi dan
jaringan sebesar 58,66%, belanja bangunan
dan gedung 20,27%, belanja peralatan dan
mesin 18,44%, belanja tanah 2,45% dan
belanja aset tetap lainnya 0,19%.
Di sisi penyerapan, realisasi anggaran belanja
APBD Provinsi Sulawesi Utara pada tahun
2016 mengalami peningkatan. Pada akhir
tahun 2016, realisasi sebesar 93,89%, lebih
tinggi dibandingkan tahun 2015 (92,66%) dan
triwulan III 2016 (82,43%). Realisasi tahun
2016 tercatat sebesar Rp 2,80 triliun, lebih
tinggi dari tahun 2015 sebesar Rp 2,69 triliun.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
realisasi belanja non-modal sebesar 95,53%,
yang meningkat dari tahun 2015 91,46% dan
triwulan III 2016 81,56%. Realisasi belanja
modal tercatat sebesar 89,82%, lebih tinggi
dari triwulan III 2016, namun lebih rendah
dibandingkan tahun 2015 95,90%. Cukup
rendahnya realisasi belanja modal dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintah pusat yang
melakukan penghematan anggaran yang
berdampak pada pemotongan sejumlah
anggaran.
Tabel 2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi
Sulawesi Utara 2016 Uraian Postur Anggaran Realisasi % Realisasi Growth
Belanja 100.0%
2,983,466
2,801,145 93.9% 2.65%
Belanja
Operasional+Transfer 72.1%
2,150,997
2,054,746 95.5% 1.65%
Belanja Modal 27.8%
830,468
745,900 89.8% 5.17%
Belanja Tidak Terduga 0.1%
2,000
500 25.0% 247.83%
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah
Pemerintah perlu menyiapkan strategi untuk
mendorong realisasi belanja modal pada
tahun 2017. Tentunya strategi tersebut cukup
penting mengingat berbagai pembangunan
proyek infrastruktur yang semakin masif pada
tahun-tahun kedepan. Berbagai infrastruktur
strategis yang sementara dan akan dibangun di
Sulawesi Utara yaitu jalan tol Manado-Bitung,
Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, bendungan
Kuwil dan Lolak, pengembangan pelabuhan
Bitung sebagai hub port dan infrastruktur
lainnya. Percepatan pelaksanaan lelang proyek
dan monitoring pencapaian target realisasi
secara menjadi pendorong peningkatan
realisasi belanja modal. Bagi pemerintah
kabupaten kota, diperlukan strategi agar
penyaluran anggaran DAK tidak terkendala
karena pada tahun 2017 penyaluran DAK akan
berdasarkan tingkat realisasi anggaran yang
dibagi ke beberapa kelas.
17
2.3. ALOKASI BELANJA APBN DI SULAWESI
UTARA
Alokasi APBN di Sulawesi Utara berdasarkan
jenis belanjanya, menunjukkan bahwa
belanja barang dan modal merupakan porsi
terbesar dengan total 73%. Sementara itu,
porsi belanja pegawai berada di bawah kedua
jenis belanja tersebut. Porsi alokasi tersebut
cukup baik dan mendukung program
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.
Namun, melihat realisasinya, penyerapan
alokasi anggaran APBN di Sulawesi Utara
belum cukup baik. Realisasi anggaran tersebut
tercatat sebesar 84% atau masih berada di
bawah level 90%. Dari jenis belanjanya, hanya
belanja pegawai dan bantuan sosial yang
mencatat realisasi di atas 90%, namun belanja
barang dan belanja modal masih berada di
bawah 90%, bahkan belanja modal berada di
bawah 80%. Rendahnya realisasi belanja modal
merupakan dampak dari kebijakan
penghematan anggaran oleh pemerintah
pusat. Adapun dari 3 (tiga) proyek
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara
yaitu bendungan, pembangunan dan
pemeliharaan serta perbaikan jalan, dan
pembangunan jalan tol, ketiga-tiganya belum
terealisasi dengan optimal. Pembangunan
jalan tol yang merupakan infrastruktur
prioritas, anggarannya hanya terealisasi
sebesar 38%. Hal tersebut disebabkan oleh
kendala-kendala dalam pembangunan dimana
salah satunya adalah pembebasan lahan.
Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan
triwulan III 2016, realisasi total belanja
anggaran APBN pada akhir tahun 2016 secara
umum tercatat meningkat, sedangkan realisasi
belanja pegawai relatif sama sejalan dengan
sifatnya sebagai pengeluaran rutin.
Tabel 2.3. Alokasi Belanja APBN di Provinsi
Sulawesi Utara
Jenis Belanja Postur Tahun 2016
Pagu Tahun 2016 (Rp
juta)
Realisasi Tahun 2016
(Rp juta)
% Realisasi Tahun 2016
% Realisasi Triwulan III 2016
Belanja Pegawai 27% 2,351,792 2,292,647 97% 97% Belanja Barang 37% 3,289,410 2,794,155 85% 71% Belanja Modal 36% 3,191,655 2,360,495 74% 47% Belanja Bantuan Sosial 0% 14,718 14,485 98% 59% Total 100% 8,847,575 7,461,782 84% 69%
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 2.4. Alokasi Anggaran Infrastruktur Strategis 2016
Infrastruktur Pagu Realisasi % Realisasi
Bendungan
374,720,966,000
304,611,138,565 81%
Jalan (termasuk
Pemeliharaan)
806,900,438,000
608,033,793,460 75%
Jalan Tol
423,269,711,000
162,739,431,000 38%
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
18
3.1. EVALUASI REALISASI
INFLASI TRIWULAN IV 2016
3.1.1. Inflasi Bulanan (mtm)
Secara bulanan, angka IHK pada bulan Oktober
tercatat inflasi yang rendah sebesar 0,01%
(mtm), kemudian meningkat tajam pada bulan
November sebesar 2,86%, dan pada bulan
Desember mencatat deflasi sebesar 1,52%.
Grafik 3.1. Inflasi Bulanan
Oktober 2016
Pada Oktober 2016, Indeks Harga Konsumen
(IHK) Sulawesi Utara mengalami inflasi yang
rendah yaitu sebesar 0,01% (mtm).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut
disumbang oleh inflasi kelompok administered
prices 1 dan core 2 masing-masing sebesar
0,13% dan 0,04%, sedangkan kelompok
volatile food3 menjadi penyumbang deflasi (-
0,16%) sehingga menahan laju inflasi bulan
tersebut. Meskipun inflasi pada bulan Oktober
2016 relatif rendah, namun mengalami
peningkatan dibanding bulan sebelumnya yang
tercatat deflasi sebesar 0,68% (mtm).
1 Kelompok administered prices merupakan kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh Pemerintah. 2 Kelompok core merupakan kelompok barang dan jasa selain kelompok administered prices dan volatile food.
Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Oktober 2016
Berdasarkan Disagregasi
0.62%
-0.81%
-1.0% -0.8% -
0.6% -0.4% -
0.2% 0.0%
0.2%
0.4%
0.6% 0.8%
Sumber: Badan Pusat
Statistik dan Bank Indonesia
Total
Core
Administered Prices
0.01%
0.07%
Volatile Food
Rendahnya inflasi pada bulan Oktober 2016
terutama dipengaruhi oleh kelompok volatile
food yang mencatat deflasi sebesar 0,81%
(mtm). Deflasi kelompok volatile food
terutama bersumber dari ketersediaan
pasokan bawang merah dari sentra-sentra
produksi (Bima, Enrekang dan Brebes) di
tengah tingkat permintaan di Sulawesi Utara
yang relatif normal. Selain itu, tomat sayur
menjadi penyumbang kedua deflasi di bulan
ini. Adapun bawang merah dan tomat sayur
secara berturut-turut mencatat deflasi sebesar
20,26% (mtm) dan 2,75% (mtm) pada bulan
Oktober 2016.
Sementara itu, kelompok administered prices
mencatat inflasi sebesar 0,62% (mtm) dan
kelompok core sebesar 0,07% (mtm). Inflasi
kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur
oleh pemerintah disumbang oleh inflasi sub
kelompok energi khususnya inflasi tarif listrik
dan angkutan udara seiring dengan kenaikan
harga minyak dunia dan maraknya kegiatan
MICE (Meeting, Incentive, Convention dan
Exhibition) seperti Apresiasi Film Indonesia
(AFI) dan Lembeh Festival pada bulan Oktober
3 Kelompok volatile food merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya cenderung berfluktuatif.
% -3 % -2 % -1
0 % 1 % 2 % 3 % % 4
5 % 6 % 7 %
% -15 -10 %
-5 % 0 %
% 5 10 %
% 15 % 20
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 2014 2015 2016
mtm mtm
Sumber: Badan Pusat Statistik & Bank Indonesia Total Volatile Food Administered Prices (rhs) Core (rhs)
Bab III.
Perkembangan Inflasi Daerah
19
2016. Adapun sub kelompok administered
prices energi mencatat inflasi 1,01% (mtm),
sementara inflasi administered prices
nonenergi mencatat inflasi sebesar 0,32%
(mtm). Berdasarkan komoditasnya, tarif listrik
mencatat inflasi sebesar 1,93% (mtm) dan
angkutan udara sebesar 2,77% (mtm). Di sisi
lain, inflasi kelompok core disumbang oleh
jeruk nipis, obat dengan resep dan surat kabar
harian.
• November 2016
Pada November 2016, Indeks Harga
Konsumen (IHK) Sulawesi Utara mengalami
inflasi yang tinggi yaitu sebesar 2,86% (mtm).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut
disumbang oleh inflasi kelompok volatile food
(2,78%), kemudian diikuti oleh kelompok core
(0,06%) dan administered prices (0,03%).
Realisasi bulan November meningkat tajam
dibandingkan bulan Oktober yang tercatat
rendah sebesar 0,01% (mtm).
Tingginya inflasi kelompok volatile food
sebesar 14,39% (mtm) terutama disebabkan
oleh inflasi tomat sayur. Tomat sayur
mencatat inflasi sebesar 222,24% (mtm) dan
menyumbang sebesar 2,52% terhadap total
inflasi bulan November (2,86% mtm).
Peningkatan harga tomat disebabkan oleh
curah hujan yang tinggi di daerah produsen
tomat yakni Langowan, Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara. Berdasarkan hasil liaison
kepada pedagang di pasar tradisional, pasokan
dari produsen tomat tersebut menurun hampir
50% pada bulan November 2016. Berdasarkan
hasil liaison dan survei di pasar-pasar
tradisional, harga tomat yang normalnya
sebesar Rp 6.000/kg, meningkat hingga Rp
25.000/kg pada kondisi tersebut. Selain tomat
sayur, cabai rawit juga mengalami inflasi yakni
sebesar 19,55% (mtm) seiring dengan
kurangnya pasokan akibat kondisi cuaca.
Grafik 3.3. Inflasi dan Andil November 2016 Berdasarkan Disagregasi
Total
Core
Administered Prices
Volatile
Food14.39%
0.0%
2.0%
4.0%
6.0%
8.0%
10.0%
12.0%
14.0% 16.0%
Inflasi (mtm) Andil Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
2.86%
0.10%
0.14%
Di sisi lain, inflasi kelompok core dan
administered prices tercatat cukup rendah.
Inflasi core sebesar 0,14% (mtm) didorong oleh
komoditas lemon, sedangkan inflasi
administered prices sebesar 0,10% (mtm)
didorong oleh tarif angkutan udara seiring
dengan berlanjutnya peningkatan kunjungan
wisatawan.
• Desember 2016
Pada Desember 2016, Indeks Harga
Konsumen (IHK) Sulawesi Utara mengalami
deflasi yakni sebesar 1,52% (mtm), berbeda
secara signifikan dari 2 bulan sebelumnya
yang tercatat inflasi. Berdasarkan
disagregasinya, kelompok volatile food
memberikan andil sebesar -2,04%, kelompok
core sebesar 0,43% dan kelompok
administered prices sebesar 0,09%. Realisasi
bulan Desember tersebut menurun signifikan
dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat
inflasi sebesar 2,86% (mtm).
Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Desember 2016 Berdasarkan Disagregasi
0.73%
0.43%
-9.48%
-10.0% -8.0% -6.0% -4.0% -2.0% 0.0% 2.0%
Inflasi (mtm) Andil Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
20
-1.52% Total
Core
Administered Prices
Volatile Food
Deflasi kelompok volatile food pada bulan
Desember 2016 tercatat sebesar 9,48%
(mtm). Penurunan IHK kelompok tersebut
terutama disebabkan oleh harga tomat sayur
yang mulai kembali ke level normal seiring
dengan kondisi cuaca yang mendukung
peningkatan produksi. Adapun tomat sayur
mengalami deflasi sebesar 53,84% (mtm) pada
bulan Desember 2016. Normalisasi harga juga
terjadi pada komoditas cabai rawit seiring
dengan ketersediaan pasokan.
Di sisi lain, kelompok core mencatat inflasi
0,73% (mtm) dan kelompok administered
prices mencatat inflasi 0,43% (mtm). Inflasi
core disumbang oleh inflasi pada sub kelompok
core traded khususnya komoditas pangan jeruk
nipis. Adapun inflasi sub kelompok core traded
tercatat sebesar 1,31% (mtm) dan core
nontraded sebesar 0,30% (mtm). Sementara
itu, inflasi kelompok administered prices
disumbang oleh tarif angkutan udara seiring
dengan peningkatan penyelenggaraan MICE,
kunjungan wisatawan pada Desember 2016
dan mobilisasi dalam rangka perayaan hari
raya Natal dan Tahun Baru.
3.1.2. Inflasi Triwulanan (qtq)
Jika dilihat secara triwulanan, inflasi Sulawesi
Utara juga menunjukkan peningkatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Inflasi pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar
1,31% (qtq), lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya yang mengalami deflasi 0,23%
(qtq). Berdasarkan disagregasinya, inflasi pada
triwulan IV 2016 disumbang oleh kelompok
core (0,54%), kelompok volatile food (0,53%)
dan kelompok administered prices (0,24%).
Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Triwulan IV 2016
(qtq) Berdasarkan Disagregasi
Kelompok core tercatat mengalami inflasi
sebesar 0,90% (qtq) yang didorong oleh inflasi
sub kelompok core traded. Peningkatan inflasi
sub kelompok core traded disebabkan oleh
kenaikan harga jeruk nipis akibat kurangnya
pasokan di tengah permintaan yang naik
terhadap komoditas tersebut. Sementara itu,
kelompok volatile food yang mencatat inflasi
sebesar 2,70% (qtq) didorong oleh tomat sayur
yang harganya meningkat tinggi khususnya
pada bulan November 2016 akibat curah hujan
yang tinggi. Di sisi administered prices, inflasi
sebesar 1,19% (qtq) didorong oleh tarif
angkutan udara yang rata-rata harganya
meningkat dibanding triwulan sebelumnya
seiring dengan mobilisasi masyarakat dalam
rangka perayaan hari raya Natal dan Tahun
Baru.
3.1.3. Inflasi Tahunan (yoy)
Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016
tercatat cukup rendah yakni sebesar 0,35%
(yoy). Realisasi inflasi tersebut lebih rendah
baik dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (2,28% yoy) dan tahun 2015
(5,56% yoy). Realisasi ini juga berada di bawah
target inflasi tahun 2016 4%±1% (yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
pada triwulan IV 2016 disumbang oleh inflasi
kelompok core sebesar 0,74% dan kelompok
administered prices sebesar 0,11%, sedangkan
kelompok volatile food menjadi penahan laju
inflasi atau mengalami deflasi dengan andil
sebesar 0,50%.
1.31%
0.90%
1.19%
Total
Core
Administered Prices
Volatile Food
0.
Sumber: Badan
Pusat Statistik
dan Bank
Indonesia 2.70%
3.0%
21
Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil
Disagregasi
Kelompok core pada triwulan IV 2016
mencatat inflasi yang relatif rendah yakni
sebesar 1,25% (yoy). Realisasi tersebut
cenderung meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (1,05%). Berdasarkan analisa
fundamentalnya, inflasi kelompok core
terutama disumbang oleh inflasi yang
terdampak dari nilai tukar. Sementara itu,
inflasi yang disebabkan oleh interaksi
permintaan-penawaran serta ekspektasi
konsumen dan pedagang relatif kecil
berpengaruh pada tingkat inflasi triwulan IV
2016. Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
core disebabkan oleh inflasi core traded yang
tercatat inflasi sebesar 2,28% (yoy) dengan
sumbangan terhadap inflasi core sebesar
0,57%. Komoditas utama penyumbang inflasi
pada sub kelompok core traded yaitu gula pasir
yang tercatat mengalami inflasi sebesar
14,82% (yoy). Selain itu, komoditas jeruk nipis
juga mencatat inflasi seiring dengan kurangnya
pasokan. Di sisi sub kelompok core non-traded,
inflasi tercatat sebesar 0,49% (yoy) dengan
sumbangan sebesar 0,17% terhadap total
inflasi kelompok core. Tarif pulsa ponsel
merupakan komoditas utama penyumbang
inflasi pada sub kelompok core non-traded
seiring tingginya permintaan untuk jasa
komunikasi selama momen libur dan hari raya,
baik yang berbasis voice maupun mobile data.
Inflasi tarif pulsa ponsel tercatat sebesar
13,07% (yoy).
Grafik 3.7. Inflasi Tahunan Core Traded dan Non-Traded
• Output Gap
Hingga triwulan IV 2016, tingkat kapasitas
utilisasi di Sulawesi Utara secara umum masih
dapat memenuhi tingkat permintaan
sehingga inflasi yang bersumber dari output
gap relatif kecil atau tidak ada. Hal tersebut
didukung oleh hasil liaison yang menyatakan
bahwa rata-rata kapasitas utilisasi dari seluruh
contact liaison yang menjawab masih berada di
bawah level 100%. Hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha Bank Indonesia juga menunjukkan
bahwa rata-rata kapasitas produksi berada di
bawah level 100% yakni sebesar 86,67% pada
triwulan IV 2016. Di sisi lain, tekanan
permintaan pada triwulan IV 2016 cenderung
melambat. Selain perlambatan pada
pertumbuhan PDRB konsumsi rumah tangga,
kondisi tersebut tercermin dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun dari
119 pada triwulan III menjadi 116,1 pada
triwulan IV 2016.
• Nilai Tukar
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika Serikat pada triwulan IV 2016
mendorong peningkatan inflasi yang
tercermin dari inflasi sub kelompok core
traded. Rata-rata kurs tengah nilai tukar
Rupiah pada triwulan IV 2016 yaitu sebesar Rp
13.248/1 USD. Angka tersebut melemah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp
13.134/1 USD). Depresiasi tersebut telah
berdampak pada inflasi core traded sebesar
2,28% (yoy) dengan andil sebesar 0,57%
terhadap inflasi core triwulan IV 2016.
-1 % % 0 % 1 % 2 % 3
4 % 5 %
% 6
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2014 2015 2016
yoy
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia Inflasi Core Core Traded Core Non-Traded
22
Grafik 3.8. Inflasi Tahunan Core Traded dan
Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Serikat
• Ekspektasi
Berdasarkan perkembangan indikator output
gap dan nilai tukar, maka sumbangan inflasi
yang bersumber dari ekspektasi diperkirakan
maksimal sebesar 0,17% terhadap inflasi
tahunan core pada triwulan IV 2016. Relatif
rendahnya ekspektasi konsumen tersebut
tercermin dari hasil survei. Hasil Survei
Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran
(SPE) Bank Indonesia menunjukkan bahwa
ekspektasi kenaikan harga mengalami
penurunan. Dari sisi konsumen, hasil SK
menunjukkan bahwa ekspektasi harga pada
triwulan IV 2016 mengalami penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Hal tersebut sejalan dengan ekspektasi para
pedagang dimana hasil SPE menunjukkan
bahwa ekspektasi harga pada triwulan IV 2016
juga mengalami penurunan.
Grafik 3.9. Ekspektasi Harga oleh Konsumen
Grafik 3.10. Ekspektasi Harga oleh
Pedagang
Inflasi kelompok administered prices (AP) juga
tercatat relatif rendah yaitu sebesar 0,56%
(yoy), meskipun cenderung meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya (0,31%).
Berdasarkan sub kelompoknya, peningkatan
tekanan inflasi tahunan kelompok AP
disebabkan oleh subkelompok AP non-energi.
Sub kelompok tersebut mencatat inflasi
sebesar 1,57% (yoy) dengan sumbangan
sebesar 0,18% terhadap inflasi AP. Adapun
komoditas atau jasa yang menyebabkan inflasi
pada sub kelompok tersebut yaitu angkutan
udara. Peak season mobilitas pengguna
transportasi udara dalam merayakan hari raya
Natal dan Tahun Baru serta liburan mendorong
inflasi pada angkutan udara sebesar 21,50%
(yoy). Di sisi lain, sub kelompok AP energi
mencatat deflasi sehingga menjadi penahan
laju inflasi AP. Komoditas yang menjadi
penyumbang deflasi yaitu bensin yang tercatat
deflasi 11,36% (yoy) seiring dengan turunnya
harga bensin pada 5 Januari 2016 dari Rp 7.300
menjadi Rp 6.950 dan kembali diturunkan pada
1 April 2016 menjadi Rp6.450 per liter.
Sementara itu, kelompok volatile food
tercatat mengalami deflasi sebesar -2,48%
(yoy), sehingga menahan laju inflasi lebih
tinggi. Realisasi inflasi tersebut sangat berbeda
dengan tren historis dimana umumnya
kelompok pangan mengalami peningkatan
harga pada akhir tahun. Realisasi tersebut juga
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
tercatat inflasi sebesar 8,57% (yoy). Deflasi
kelompok ini bersumber dari komoditas cabai
rawit yang mengalami perbaikan harga yang
lebih wajar dibanding tahun sebelumnya. Hal
-0.5 %
0.0 %
0.5 %
1.0 %
% 1.5
% 2.0
10,000 10,500 11,000 11,500 12,000 12,500 13,000 13,500 14,000 14,500 15,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2014 2015 2016
yoy Rupiah
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik Nilai Tukar Rp thd 1 USD Inflasi Core Traded (rhs)
100 120 140 160 180 200 220
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2014 2015 2016
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan yad
90 100 110 120 130 140 150 160 170
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2014 2015 2016
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia Ekspektasi Pedagang thd Harga 3 Bulan yad Ekspektasi Pedagang thd Harga 6 Bulan yad
23
tersebut tidak terlepas dari peran Tim
Pengendalian Inflasi Daerah yang terdiri dari
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Bank
Indonesia dan instansi terkait lainnya.
Komoditas lain yang menyumbang deflasi yaitu
daun bawang dan daging ayam ras.
3.2. ARAH PERKEMBANGAN
INFLASI TRIWULAN I 2017
Memasuki awal triwulan I 2017, inflasi
tercatat cukup tinggi dan mengalami
peningkatan. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sulawesi Utara pada bulan Januari 2017
mencatat inflasi sebesar 1,10% (mtm), lebih
tinggi dari bulan Desember 2016 (-1,52%).
Inflasi bulanan tersebut juga lebih tinggi dari
inflasi historis Januari 5 tahun terakhir. Secara
tahunan, inflasi bulan Januari 2017 tercatat
sebesar 1,63% (yoy), lebih tinggi dari bulan
Desember 2016 (0,35%).
Tabel 3.1. Inflasi Januari 2017
Indikator mtm yoy
Inflasi Andil Inflasi Andil
Total 1.10% 1.10% 1.63% 1.63%
Volatile Food 1.76% 0.35% 0.46% 0.09%
Administered Prices 2.45% 0.50% 1.95% 0.41%
Core 0.42% 0.25% 1.93% 1.14%
Core Traded 0.37% 0.09% 2.89% 0.72%
Core Non-Traded 0.46% 0.16% 1.23% 0.42% Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Berdasarkan disagregasinya, inflasi bulanan
Januari 2017 terutama didorong oleh tekanan
kelompok administered prices. Kelompok
volatile food juga mencatat inflasi dan
meningkat dibanding bulan sebelumnya. Di sisi
kelompok core, inflasi tercatat relatif rendah
dan menurun dibanding bulan sebelumnya.
Tekanan inflasi pada kelompok administered
prices (AP) sebesar 2,45% (mtm) disebabkan
oleh inflasi kedua sub kelompok AP baik
energi maupun non-energi. Sub kelompok AP
energi pada bulan Januari 2017 mencatat
inflasi sebesar 3,03% (mtm). Pada sub
kelompok energi, andil inflasi terbesar
diberikan oleh tarif listrik dan bensin. Hal ini
didorong oleh kebijakan Pemerintah menaikan
tarif listrik untuk pelanggan 900VA dari Rp 605
menjadi Rp 791/kWh per 1 Januari 2017.
Adapun pangsa pemakaian listrik pada
golongan ini sebesar 38% dari total seluruh
golongan pelanggan di Sulawesi Utara. Dengan
demikian, kenaikan tarif sebesar 30,74%
tersebut mendorong inflasi pada komoditas ini
sebesar 6,42% (mtm) dengan andil mencapai
0,24%. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar
minyak pada 16 Desember 2016 khususnya
pertamax dan pertalite sebesar Rp 150
sehingga masing-masing menjadi Rp 7.750 dan
Rp 7.050, dan pada 5 Januari 2017 kembali
dinaikannya harga BBM Non Subsidi yaitu
Pertamax dan Pertamax Plus masing-masing
Rp300/liter atau sebesar 4% mendorong inflasi
komoditas bensin sebesar 1,48% (mtm)
dengan andil sebesar 0,03%. Hal ini sejalan
dengan perkembangan harga minyak dunia
yang mengalami kenaikan. Sementara itu, sub
kelompok AP non-energi pada bulan Januari
2017 mencatat inflasi sebesar 2,01% (mtm).
Pada sub kelompok non-energi, andil inflasi
terbesar diberikan oleh biaya perpanjangan
STNK dan angkutan udara. Terhitung per 1
Januari 2017, Pemerintah menaikkan biaya
pengurusan surat-surat kendaraan bermotor
(STNK) sebesar 100% (dari Rp 50.000 menjadi
Rp 100.000) untuk kendaraan roda dua dan
167% (dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000)
untuk kendaraan roda empat. Adapun pangsa
kendaraan roda dua di Sulawesi Utara
mencapai 68% sementara roda empat
mencapai 32%. Hal ini mendorong inflasi pada
biaya perpanjangan STNK sebesar 111,99%
(mtm) dan memberikan sumbangan inflasi
bulanan sebesar 0,15%. Sementara itu, masih
berlanjutnya peak season mobilitas pengguna
transportasi udara mendorong inflasi pada
angkutan udara sebesar 5,89% (mtm) dan
memberikan sumbangan inflasi bulanan
sebesar 0,09%.
Inflasi kelompok volatile food pada Januari
2017 sebesar 1,76% (mtm), meningkat dari
bulan sebelumnya yang tercatat deflasi.
Kondisi ini sangat berbeda dengan tren historis
dimana umumnya kelompok pangan
mengalami penurunan harga atau mencatat
deflasi di awal tahun sebagai dampak kembali
24
normalnya permintaan masyarakat setelah
perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru.
Inflasi kelompok volatile food bersumber dari
komoditas cabai rawit yang pasokannya
terganggu akibat curah hujan yang tinggi pada
bulan Januari. Demikian juga halnya komoditas
tomat sayur yang mengalami inflasi karena
gangguan pasokan. Tingginya inflasi kedua
komoditas ini juga dipengaruhi oleh faktor
base effect kedua komoditas tersebut yang
mencatat deflasi pada bulan sebelumnya.
Adapun andil cabai rawit dan tomat sayur
terhadap inflasi bulanan Januari 2017 secara
berturut-turut sebesar 0,40% dan 0,12%.
Namun demikian, inflasi yang lebih tinggi
ditahan oleh deflasi komoditas bawang merah
seiring dengan masih terjaganya pasokan
pasca panen dari daerah produsen. Andil
komoditas bawang merah terhadap inflasi
bulanan Januari 2017 yaitu sebesar -0,24%.
Sementara itu, pergerakan harga komoditas
beras relatif stabil selama 3 bulan terakhir atau
sejak November 2016. Hal ini disebabkan
membaiknya produksi di Sulawesi Utara pada
tahun 2016 setelah adanya El Nino pada tahun
2015. Selain itu, stabilnya komoditas beras
didukung oleh ketersediaan pasokan dari luar
daerah (Sulawesi Tengah).
Tabel 3.2. Inflasi Komoditas Utama Sulawesi Utara Januari 2017
Indikator mtm yoy
Inflasi Andil Inflasi Andil
Cabai Rawit 58.98% 0.40% -13.43%
-
0.17%
Tomat Sayur 7.06% 0.12% 31.72% 0.43%
Bawang Merah -
23.27% -
0.24% -
23.66% -
0.25%
Beras 0.00% 0.00% 4.85% 0.25%
Di sisi lain, kelompok core mencatat inflasi
yang rendah yakni sebesar 0,42% (mtm),
menurun dibandingkan bulan sebelumnya
(0,73%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
core disebabkan oleh inflasi core non-traded
4 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 5 Glencore dan Nyrstar
yang meningkat dari 0,30% (mtm) menjadi
0,46% pada bulan Januari. Peningkatan inflasi
core non traded didorong oleh peningkatan
harga komoditas mie dan tarif pulsa ponsel.
Meningkatnya harga mie merupakan dampak
dari kebijakan salah satu produsen mie instan
nasional 4 yang menaikkan harga jual mie
instan sebesar Rp100 per bungkus pada
tanggal 17 Januari 2017. Kenaikan tersebut
tidak berhubungan dengan harga bahan baku
tepung saat ini, namun merupakan kenaikan
rutin setiap tahun sebagai strategi untuk
menjaga marjin perusahaan. Sementara itu,
kenaikan tarif pulsa ponsel disebabkan oleh
masih tingginya permintaan untuk jasa
komunikasi selama momen libur dan hari raya,
baik yang berbasis voice maupun mobile data
menjadi faktor pendorong utama. Kenaikan
tarif pulsa ponsel tersebut berlanjut dari bulan
sebelumnya. Adapun andil inflasi komoditas
mie dan tarif pulsa ponsel terhadap
keseluruhan inflasi bulan Januari 2017 secara
berturut-turut adalah 0,09% dan 0,04%. Di sisi
lain, inflasi core traded disebabkan oleh
peningkatan inflasi seng yang memberikan
andil terhadap total inflasi bulanan Januari
2017 sebesar 0,04%. Peningkatan inflasi seng
seiring dengan tren positif harga seng dunia
pada tahun 2016. Peningkatan harga seng
dunia disebabkan oleh kondisi defisit pasar
seng dunia dimana akibat penutupan
tambang-tambang besar 5 dan pertambangan
yang terbengkalai di China. Sementara itu, laju
inflasi kelompok core traded tertahan oleh gula
pasir yang tercatat deflasi dan apresiasi rupiah
sepanjang Januari 2017. Penurunan harga gula
pasir didukung oleh ketersediaan ribuan ton
stok gula pasir6 dan kegiatan pasar murah serta
Operasi Pasar (OP) yang dilakukan Pemerintah.
Selanjutnya, berlangsungnya apresiasi rupiah
sepanjang Januari 2017 menahan gejolak pada
kelompok core traded. Rupiah terapresiasi
sebesar 0,44% (mtm) pada bulan Januari 2017.
Melihat realisasi inflasi Januari dan perkiraan
inflasi pada Februari dan Maret, Bank
Indonesia memperkirakan inflasi pada
6 Ketersediaan di Perum Bulog Divre Sulawesi
Utara
25
triwulan I 2017 sebesar 3,01% (yoy). Perkiraan
tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi
inflasi pada triwulan sebelumnya (0,35% yoy).
Naiknya inflasi tersebut secara bulanan
didorong oleh inflasi pada bulan Maret. Pada
bulan Februari, Indeks Harga Konsumen (IHK)
diperkirakan mencatat inflasi yang sangat
rendah, bahkan dapat mencatat deflasi seiring
dengan normalisasi harga komoditas
bumbubumbuan yang meningkat tinggi pada
bulan Januari. Sementara itu, pada bulan
Maret, IHK diperkirakan mencatat inflasi yang
cukup tinggi seiring dengan kenaikan tarif
listrik 900 VA bagi rumah tangga mampu.
Namun, tingginya curah hujan yang
berlangsung hingga bulan Februari berpotensi
mendorong inflasi pada bulan tersebut.
Adapun dengan mempertimbangkan hal-hal
tersebut, realisasi inflasi pada triwulan I 2017
diperkirakan berada dalam rentang sasaran
inflasi 2017 yakni 4+1% (yoy).
3.3. PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI
DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI
Pada Oktober 2016, TPID Sulawesi Utara
bersama dengan TPID Kab/Kota telah
menyepakati Roadmap Pengendalian Inflasi
Sulawesi Utara periode 2016-2019. Roadmap
Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara disusun
untuk menjadi acuan upaya pengendalian
inflasi di wilayah Provinsi Sulawesi Utara,
sekaligus mensinergikan berbagai kebijakan
dalam mengawal pencapaian sasaran inflasi
Sulawesi Utara maupun Nasional. Roadmap
Pengendalian Inflasi ini diharapkan dapat
membuahkan hasil yang positif, disertai
dengan langkah-langkah nyata, koordinatif dan
berkesinambungan, baik di ruang lingkup
Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Fokus pengendalian inflasi akhir tahun
menjadi agenda utama TPID Provinsi maupun
Kab/Kota pada November dan Desember
2016. Rapat TPID tingkat Provinsi telah
dilaksanakan bersama dengan Ketua TPID
Provinsi sebagai respons tingginya inflasi
November. Pada rapat tersebut telah
disepakati untuk meningkatkan kegiatan
pengendalian inflasi akhir tahun berupa
operasi pasar harian yang fokus pada
komoditas bumbu-bumbuan dan sidak pasar
yang bekerjasama dengan aparat penegak
hukum. Di sisi lain, Gerakan Rica Rumah yang
telah diimplementasikan melalui pembagian
bibit pada Agustus-September lalu, diharapkan
dapat menambah pasokan cabai rawit secara
mandiri di level rumah tangga, sehingga
mengurangi potensi tekanan harga.
Selanjutnya, rapat koordinasi TPID
SeSulawesi Utara telah dilaksanakan pada
Desember untuk membahas pengendalian
harga dan ketersediaan bahan pokok strategis
menjelang Natal dan Tahun Baru 2017. Atas
hasil rapat tersebut, beberapa kegiatan nyata
telah dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan
permintaan masyakat seperti Operasi Pasar
pada 40 titik di Kota Manado (termasuk OP
langsung oleh Bulog di pasar tradisional utama
Kota Manado), Sidak Pasar oleh TPID Provinsi
yang bekerjasama dengan Aparat Penegak
Hukum, serta komunikasi ekspektasi dan
himbauan kepada pedagang melalui media
masa terkemuka di Sulawesi Utara. Hasil dari
berbagai upaya pengendalian inflasi di
sepanjang tahun 2016, termasuk Gerakan Rica
Rumah yang telah diinisiasi sejak pertengahan
tahun, dinilai mampu menjaga tingkat harga
dan ketersediaan pasokan bahan makanan
strategis, sehingga pencapaian inflasi Sulawesi
Utara pada tahun 2016 lebih baik dibandingkan
tahun sebelumnya.
Untuk tahun 2017, upaya pengendalian inflasi
akan dilaksanakan sesuai dengan Roadmap
yang telah disusun. Salah satu program besar
dalam pengendalian inflasi 2017 adalah upaya
untuk mendirikan Pasar Induk/Pasar Provinsi di
Sulawesi Utara. Dalam hal ini, Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara melalui Gubernur telah
melakukan koordinasi awal dengan
Kementerian Perdagangan untuk mewujudkan
rencana tersebut.
Upaya pengendalian inflasi semakin diperkuat
melalui penyelarasan program pengendalian
inflasi 2017. Hal ini mengingat risiko tekanan
inflasi yang cukup besar pada kelompok
administered prices pada tahun 2017. Di awal
26
tahun 2017, TPID Provinsi Sulawesi Utara telah
melaksanakan High Level Meeting perdana
pada 25 Januari 2017 dengan agenda utama
menyelaraskan upaya pengendalian inflasi
tahun 2017. Dalam pertemuan tersebut,
seluruh anggota TPID Sulawesi Utara
berkomitmen untuk menjalankan program
pengendalian inflasi 2017 mengacu kepada
Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara
yang telah disusun sebelumnya. Beberapa
program utama pengendalian inflasi 2017
antara lain adalah peningkatan produksi bahan
pangan melalui penyediaan benih pertanian &
holtikultura, mensukseskan Gerakan Rica
Rumah (Next Level), memperluas peran Bulog
dalam stabilisasi harga, meningkatkan
koordinasi dan kerjasama dengan Aparat
Penegak Hukum (APH) khususnya Kepolisian,
serta optimalisasi penggunaan PIHPS. Selain
itu, Pemerintah Provinsi juga terus berupaya
untuk mendirikan Pasar Induk/Pasar Provinsi di
Sulawesi Utara dengan tujuan memperluas
pasar dan mencegah monopoli pasar.
27
Bab IV. Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan
Akses Keuangan dan UMKM
4.1. GAMBARAN UMUM PERBANKAN 4.1.1. Jaringan Kantor dan Aset
Pada triwulan I 2017, terdapat pembukaan
1 jaringan kantor bank umum konvensional
yang beroperasi di wilayah Sulawesi Utara,
sehingga total bank umum sebanyak 30
dengan 294 jaringan kantor sedangkan BPR
masih sama dengan periode sebelumnya
yaitu sebanyak 18 dengan 55 jaringan
kantor.
Total aset perbankan umum di Sulawesi
Utara pada triwulan I 2017 tumbuh
melambat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perlambatan pertumbuhan
aset terjadi pada seluruh kelompok Bank,
kecuali Bank Swasta Nasional. Aset Bank
Persero yang memiliki jumlah asset terbesar
tercatat tumbuh 10,50% (yoy) melambat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
dapat tumbuh 11,35% (yoy). Perlambatan
juga terjadi pada kelompok Bank
Pemerintah Daerah yang hanya tumbuh
1,18% (yoy), dimana pada periode
sebelumnya dapat tumbuh hingga 7,44%
(yoy). Disisi lain, kontraksi pada kelompok
Bank Asing & Campuran masih terus
berlanjut, pada triwulan laporan tumbuh -
35,46% (yoy) dimana pada triwulan
sebelumnya telah terkontraksi 21,63%
(yoy).
Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.1.2. Dana Pihak Ketiga
Tekanan terhadap pertumbuhan DPK
mereda meski maish mencatatkan
pertumbuhan negatif. DPK pada triwulan I
2016 tercatat tumbuh -0,14% (yoy)
membaik dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh -1,88% (yoy). Membaiknya
pertumbuhan DPK terutama disebabkan
oleh pertumbuhan tabungan sebagai
komponen terbesar pembentuk DPK
Sulawesi Utara diertai dengan meredanya
tekanan pada komponen Giro meski masih
mencatatkan pertumbuhan negatif. Disisi
lain, komponen Deposito tercatat tumbuh
melambat dibandingkan periode
sebelumnya.
Seiring dengan berakhirnya perayaan awal
tahun, masyarakat kembali menempatkan
dananya yang dapat ditarik sewaktu-waktu
pada perbankan. Hal ini mendorong
tumbuhnya komponen tabungan pada
triwulan laporan sebesar 7,34% (yoy) lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar
5,94% (yoy). Perbaikan pada komponen
giro (tumbuh -18,62% yoy, triwulan
sebelumnya -29,05% yoy) didorong oleh
giro swasta kelompok lembaga non
keuangan atau korporasi, yang merupakan
normalisasi dari penarikan giro pada akhir
tahun untuk pembayaran tunjangan hari
raya/akhir tahun. Tekanan terhadap giro
pemerintah juga mereda seiring dengan
transfer anggaran dari pemerintah pusat
pada triwulan laporan. Disisi lain
perlambatan deposito yang tumbuh sebesar
2,99% (yoy) dari 6,07% (yoy) pada triwulan
sebelumnya diindikasi disebabkan oleh tren
penurunan suku bunga deposito.
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
02468
101214161820
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Total Aset Bank Persero Bank Swasta Nasional
Bank Campuran Bank Pemerintah daerah
28
4.1.3. Kredit
Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit
terakselerasi sebesar 8,06% (yoy)
meningkat jika dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar
6,32% (yoy). Secara umum, penyaluran
pembiayaan di Sulawesi utara masih
disalurkan ke sektor yang tergolong
konsumstif. Hal ini tercermin dari pangsa
kredit konsumsi yang mencapai 60% dati
total kredit yang disalurkan pada triwulan I
2017. Sementara itu, kredit produktif yakni
modal kerja dan investasi sebesar 25,5%
dan 14,3%. Berdasarkan penggunaannya,
peningkatan kredit disumbang oleh
pertumbuhan positif Kredit Konsumsi (KK)
sebesar 8,19% (yoy), dibandingkan periode
sebelumnya sebesar 6,92% (yoy).
Pertumbuhan KK utamanya didorong oleh
tumbuhnya jenis kredit Multiguna yang
mendominasi penyaluran KK (pangsa
sebesar 75,7%). Penyaluran Kredit Investasi
(KI) juga menunjukkan peningkatan, pada
triwulan laporan tumbuh sebesar 10,78%
(yoy) dari 2,75% (yoy) pada triwulan
sebelumnya. Disisi lain, perlambatan pada
Kredit Modal Kerja (KMK) masih berlanjut,
hanya tumbuh sebesar 6,32% (yoy) dari
sebelumnya 6,94% (yoy).
Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan
Sumber: Bank Indonesia
4.1.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non
Performing Loan (NPL)
Fungsi intermediasi perbankan yang
tercermin dari indikator LDR menunjukkan
peningkatan pada bulan triwulan I 2017
menjadi 148,8% dari 148,2% pada triwulan
sebelumnya yang disebabkan oleh
meningkatnya penyaluran kredit ditengah
pertumbuhan negatif DPK. Namun
demikian, pertumbuhan penyaluran
pembiayaan pada triwulan I 2017 tidak
diikuti oleh perbaikan kualitas kredit. Hal ini
tercermin dari indikator rasio NPL
menunjukkan peningkatan menjadi 3,82%
pada periode laporan dari sebelumnya
3,40%.
4.2. AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.2.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
memiliki peran penting dalam
perekonomian Sulawesi Utara tercermin
dari pangsa unit usaha yang dominan
terhadap total unit usaha, serta sebagai
sektor yang juga turut berkontribusi
terhadap penyerapan tenaga kerja. Namun
demikian, sebagai salah satu aktor yang
cukup penting dalam perekonomian
domestik maupun nasional, UMKM sering
kali masih terkendala dalam memperoleh
pembiayaan.
Pada triwulan I 2017, laju pertumbuhan
kredit UMKM di Sulawesi Utara tercatat
mengalami perlambatan, dari yang semula
tumbuh sebesar 9,03% (yoy) pada triwulan
sebelumnya, menjadi sebesar 7,08% pada
triwulan I 2017. Ditengah perlambatan
tersebut, kualitas kredit yang tercermin dari
naiknya rasio NPL kredit UMKM mengalami
penurunan. Pada triwulan I 2017, NPL Kredit
UMKM tercatat sebesar 5,87%, dibanding
periode sebelumnya mencapai 5,48%.
Meski mengalami peningkatan, NPL Kredit
UMKM masih berada dibawah ambang
threshold 5%.
Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM
Sumber: Bank Indonesia
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
YoYLDR-sb.kanan Aset dpk Kredit
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Growth UMKM (yoy) Porsi UMKM NPL UMKM (sb.kanan)
29
Pangsa kredit UMKM di triwulan I 2017
tercatat mengalami peningkatan, yakni
menjadi sebesar 27,07%, jika dibandingkan
pangsa pada triwulan sebelumnya sebesar
25,4%. Berdasarkan wilayahnya,
konsentrasi penyaluran kredit UMKM
terbesar berada di Kota Manado sebesar
62,3%, diikuti Kota Bitung sebesar 10,2%
dan Kota Kotamobagu sebesar 10,0%. Meski
demikian, dari sisi kerentanan terhadap
risiko kredit bermasalah, Kota Manado
perlu menjadi perhatian. Sebagai daerah
dengan realisasi kredit UMKM terbesar,
rasio NPL kredit UMKMnya terus meningkat
dan telah melewati threshold yaitu sebesar
7,8% pada triwulan I 2017 meningkat dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 7,3%. Di
samping itu, Kab. Bolaang Mongondow
Timur mencatatkan NPL tertinggi
dibandinkan 15 kab/kota lainnya untuk
kategori kredit UMKM, rasio kredit UMKM
bermasalah Kab. Bolaang Mongondow
Timur tercatat mencapai 38,5% pada
periode laporan yang perlu menjadi
perhatian bersama.
Grafik 4.4. Pangsa UMKM
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan
Wilayah di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.2.2. Akses Keuangan Penduduk
Indikator akses keuangan Sulawesi Utara
terutama dari sisi penghimpunan dana
mengalami peningkatan, namun demikian
dari sisi penyaluran pembiayaan
menunjukkan penurunan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan
kerja di Sulawesi Utara masih menujukkan
penurunan, dimana pada data terakhir yaitu
periode Februari 2017 rasio tersebut
tercatat sebesar 150,7%. Rasio yang telah
melampaui angka 100% mengindikasikan
setengah dari jumlah angkatan kerja
memiliki lebih dari satu rekening (dengan
asumsi seluruh angkatan kerja masing-
masing memiliki 1 rekening tabungan).
Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK
terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap jumlah penduduk angkatan kerja
di Sulawesi Utara juga menunjukkan
sedikit penurunan menjadi 23,2% di bulan
Februari 2017. Masih cukup rendahnya
rasio rekening kredit menunjukkan bahwa
fasilitas pembiayaan masih sedikit
dimanfaatkan oleh masyarakat Sulawesi
Utara, baik karena alasan belum
membutuhkan maupun secara administratif
dan non-administratif belum dapat
melengkapi persyaratan yang ada untuk
dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan.
Masih minimnya rasio tersebut juga
menunjukkan masih terdapat ruang untuk
meningkatkan penyaluran kredit di masa
mendatang.
73,87%
26,13%
Non-UMKM UMKM
62,32%8,47%
10,00%
10,29%
7,86% 0,83% Manado
Minahasa
Kotamoagu
Bitung
Kep. Sangihe
Kab.Kota Lainnya
137,88%
148,37%
128,87%
143,62% 140,37%
157,09% 150,77%
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb
2014 2015 2016 2017
30
Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit
terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
4.2.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan
dan Pengembangan UMKM
Agar lembaga keuangan/pembiayaan
dapat diakses seluruh lapisan masyarakat
Sulawesi Utara sehingga dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,
dalam beberapa kurun waktu terakhir Bank
Indonesia telah melakukan berbagai bentuk
langkah dan upaya, diantaranya adalah
sebagai berikut:
Bank Indonesia berupaya memperluas
implementasi LKD melalui dorongan
kepada Bank penyelenggara LKD di
Sulawesi Utara, untuk memperbanyak agen
LKD di tiap-tiap daerah.
Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus
dilakukan oleh Bank Indonesia pada
berbagai kesempatan dan kepada beragam
stakeholders. Pada bulan Januari dan April
2017 telah dilakukan kampanye GNNT di
Kotamobagu dan Manado.
Bank Indonesia juga menyadari kekurangan
UMKM dalam memperoleh pembiayaan di
Bank dilatarbelakangi oleh kekurangan dari
sisi administasi. Oleh karenanya pada bulan
Maret 2017, bekerjasama dengan PemKot
Manado digelar sosialisasi dan
memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan
Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK). IUMK ini
dapat digunakan oleh UMKM sebagai salah
kelengkapan administrasi untuk
memperoleh fasilitas pembiayaan. Sosiliasi
tersebut juga dirangkaikan dengan
sosialisasi KUR dari bank penyalur.
Upaya Bank Indonesia untuk mendorong
UMKM melek administrasi juga diwujudkan
melalui pembuatan aplikasi teknologi
informasi SIAPIK – Sisem Administrasi
Pencatatan Keuangan. Aplikasi SIAPIK dapat
diunduh pada smartphone tanpa dipungut
biaya, aplikasi ini mempermudah UMKM
dalam melakukan pembukuan. Sosialisasi
mengenai penggunaan SIAPIK kepada
UMKM se-Sulawesi Utara telah
dilaksanakan pada bulan Maret dan Mei
2017.
Disisi lain, untuk memudahkan pemerintah
daerah dan perbankan untuk mendapatkan
preferensi komoditas unggulan dan
potensial untuk dikembangkan maupun
untuk dibiayai, Bank Indonesia telah
menyelesaiakan dan mendiseminasi
penelitian Komoditas/Produk/Jenis Usaha
Unggulan UMKM kepada stakeholder
terkait pada Januari 2017.
4.3. KETAHANAN KORPORASI
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Salah satu sumber kerentanan sektor
korporasi khususnya Industri Pengolahan
di Sulawesi Utara adalah permintaan
global/mitra dagang. Pada triwulan I 2017,
Amerika Serikat (AS) masih menjadi Negara
tujuan utama ekspor Sulawesi Utara
(pangsa 31,6%) sehingga perlambatan
perekonomian AS pada Triwulan I 2017
meningkatkan kerentanan sektor korporasi
Sulawesi Utara.
Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara
Sumber: SITC, diolah
23,24%
25,93%
23,68%25,59%
24,10% 24,28%23,22%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb
2014 2015 2016 2017
Amerika Serikat; 31,69%
Tiongkok; 15,56%
Korea Selatan; 11,27%
Belanda; 18,42%
Jepang; 8,75%
Lainnya; 14,30%
31
Pergerakan harga minyak dunia juga
menjadi sumber kerentanan korporasi
dikarenakan komoditas Lemak/Minyak
nabati yang merupakan produk Industri
Pengolahan juga mendominasi komposisi
ekspor Sulawesi Utara. Pada Maret 2017,
harga minyak dunia yang sebelumnya stabil
pada USD55/barel sempat mengalami
tekanan dan turun menjadi USD50/barel
akibat ekspektasi peningkatan produksi AS
dan aksi ambil untung pasar. Namun
demikian, harga minyak diperkirakan akan
kembali naik didorong oleh net-demand
dipasar dan komitmen pemotongan
produksi yang dilakukan Negara-negara
OPEC.
Grafik 4.9. Perkembangan Harga Minyak
Sumber: Bloomberg
4.3.2. Kinerja Korporasi
Kegiatan Usaha
Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison
Bank Indonesia dengan perusahaan pada
lapangan usaha utama di Sulawesi Utara,
mengindikasikan adanya perlambatan
kegiatan usaha pada triwulan I 2017 jika
dibandingkan triwulan sebelumnya. Sejalan
dengan berakhirnya peak season konsumsi
masyarakat pada akhir triwulan IV 2016
serta semakin ketatnya persaingan bisnis di
sector Industri Pengolahan membuat
kinerja dunia usaha pada awal tahun
melambat, hal ini tercermin dari Lickert
Scale (LS) Kegiatan usaha domestik (Tw IV
2016 1,7; Tw I 2017 0,75) maupun ekspor
(TW IV 2016 0,33; Tw I 2017 -1) yang turun
dari angka triwulan sebelumnya.
Grafik 4.10. Lickert Scale Kegiatan Usaha
Sumber: Liaison, Bank Indonesia
Meski demikian, prospek kinerja korporasi
yang tercermin dari Saldo Bersih
Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan
Dunia Usaha (SKDU) Kantor Perwakilan
Bank Indonesia Prov. Sulawesi Utara masih
menjanjikan, dimana kegiatan usaha pada
triwulan mendatang diperkirakan akan
tumbuh meningkat dengan SBT sebesar
8,34% dari triwulan laporan 6,14%.
Peningkatan tersebut diperkirakan akan
disumbangkan oleh peningkatan kinerja
lapangan usaha penyediaan konstruksi
sejalan dengan rencana dimulainya
pembangunan beberapa proyek
pemerintah maupun swasta untuk
infrastruktur pariwisata pada triwulan
mendatang.
4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Eksposur kredit perbankan pada sector
korporasi meningkat dari 16% pada
triwulan IV 2016 menjadi 27,4% pada
triwulan I 2017. Oleh karenanya,
kerentanan yang terjadi pada sektor ini
perlu untuk diwaspadai agar stabilitas
sistem keuangan secara keseluruhan tetap
terjaga mengingat eratnya keterkaitan antar
sektor. Keterkaitan sektor korporasi
terhadap sektor rumah tangga dalam hal
penyerapan tenaga kerja yang kemudian
berpengaruh terhadap penghasilan.
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
LS Penjualan Domestik LS Penjualan Ekspor
32
Grafik 4.11. Pangsa Penggunaan Kredit
Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Utara pada triwulan I 2017
mencapai Rp 10,3 Trilliun,
terakselerasi sebesar 115,4% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
hanya tumbuh 7,61% (yoy). Akselerasi
tersebut didorong oleh realisasi kredit
investasi (KI) yang tumbuh sebesar 196,8%
(yoy) dimana pada sebelumnya
mencatatkan kontraksi 0,8% (yoy) disertai
dengan peningkatan Kredit Modal Kerja
(KMK) yang juga tumbuh 44,1% (yoy)
meningkat dari triwulan sebelumnya 8,2%
(yoy). Berdasarkan jenis penggunaannya,
kredit korporasi terutama disalurkan dalam
bentuk kredit investasi (68,3%) dan investasi
(31,4%), dan hanya sebagian kecil
dipergunakan untuk konsumsi (0,18%).
Kredit Modal Kerja Korporasi
Posisi kredit modal kerja (KMK) Tw I 2017
mencapai Rp3,2 Triliun meningkat sebesar
Rp775 Miliar secara nominal, jika
dibandingkan dengan baki debet pada
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit
modal kerja korporasi tersebut didorong
oleh akselerasi pertumbuhan kredit
lapangan usaha yang mendominasi
penyaluran kredit modal kerja korporasi,
yaitu lapangan usaha konstruksi (pangsa
15,09%) tercatat tumbuh meningkat
menjadi sebesar 50,2 (yoy) pada triwulan
laporan, dibandingkan periode sebelumnya
yang tumbuh 24,6% (yoy). Pertumbuhan
juga terjadi pada lapangan usaha Industri
Pengolahan sebagai lapangan usaha
terbesar ketiga penerima pembiayaan
modal kerja pada sektor korporasi (pangsa
9,16%) yang pertumbuhannya (9,6% yoy)
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (0,4% yoy). Disisi lain,
perlambatan terjadi pada lapangan usaha
industri pengolahan yang mendominasi
penyaluran KMK Korporasi yang tumbuh
7,13% (yoy) dari bulan sebelumnya 14,5%
(yoy).
Grafik 4.13. Pertumbuhan Kredit Modal
Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4. KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.4.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi
Sektor Rumah Tangga
Sebagai penyedia dana dan sebagai
penerima pendanaan dari institusi
keuangan, sector Rumah Tangga memiliki
peran yang penting dalam Sistem Keuangan.
Beberapa faktor yang memengaruhi kondisi
rumah tangga adalah tingkat pendapatan,
tingkat pengangguran, tingkat konsumsi
dan kondisi pembiayaan/kredit rumah
tangga.
31,44%
68,38%
0,18%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
-150,0%
-50,0%
50,0%
150,0%
250,0%
350,0%
450,0%
550,0%
650,0%
750,0%
-50,0%
0,0%
50,0%
100,0%
150,0%
200,0%
250,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi -sb. Kanan
0,4
7%
24
,60
%
14
,58
%
9,6
0%
50
,27
%
7,1
3%
I N D U S T R I P E N G O L A H A N K O N S T R U K S I P E R D A G A N G A N B E S A R D A N E C E R A N
Tw IV 2016 Tw I 2017
33
Sejalan dengan pola historisnya, konsumsi
rumah tangga terhadap perekonomian
Sulawesi Utara pada triwulan laporan
mengalami perlambatan.
Grafik 4.14. Indeks Keyakinan Konsumen
Rumah Tangga Sulawesi Utara
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Meski demikian, tingkat optimisme rumah
tangga dalam melakukan kegiatan
konsumsi masih menunjukkan
peningkatan. Hal ini tercermin dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan
I 2017 yang berada pada level 127,9
meningkat dibandingkan periode
sebelumnya yang berada pada level 116,1.
Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga
Sulawesi Utara terhadap Ekonomi saat ini
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 4.16. Persepsi Rumah Tangga
Sulawesi Utara terhadap Harga 6 bulan
kedepan
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Optimisme Rumah tangga juga masih
menunjukkan peningkatan baik terhadap
kondisi penghasilan, pembelian barang
tahan lama dan ketersediaan lapangan
kerja. Hal ini tercermin dari indeks
pembentuk Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE),
sepanjang Januari-Maret 2017 masih
berada diatas titik optimis (>100).
Sejalan dengan hal tersebut, Indeks
Ketersediaan Lapangan Kerja juga
menunjukkan peningkatan pada triwulan
laporan yang diikuti dengan peningkatan
Indeks Penghasilan Saat Ini.
Optimisme tersebut diperkirakan akan
terus meningkatkan pada pada waktu
mendatang, tercermin dari rata-rata
ekspektasi rumah tangga terhadap
lapangan pekerjaan 6 bulan mendatang
yang meningkat (126,3) dibandingkan rata-
rata periode sebelumnya (114,6). Ke depan,
sektor RT masih memperkirakan adanya
risiko yang berasal dari kenaikan harga
yang terindikasi dari peningkatan Indeks
Ekspektasi Harga (IEH) 6 bulan mendatang.
4.4.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di
Perbankan
Pada triwulan I 2017 pertumbuhan dana
pihak ketiga (DPK) perseorangan mengalami
peningkatan, tumbuh sebesar 7,56% (yoy),
dibandingkan periode sebelumnya 7,09%
(yoy). Dilihat dari porsinya, sektor rumah
tangga tercatat masih mendominasi DPK
perbankan Sulawesi Utara, dengan pangsa
yang mencapai 78% dari keseluruhan DPK di
Sulawesi Utara. Porsi DPK perseorangan
tersebut relative menurun jika
dibandingkan triwulan sebelumnya (83,3%),
namun meningkat jika dibandingkan dengan
periode yang sama di 2016 dengan
pangsanya hanya sebesar 72,4%.
60
80
100
120
140
160
180
200
JanFebM
arA
pr
May
Jun
eJu
lA
ug
SepO
ctN
ov
Dec
JanFebM
arA
pr
May
Jun
Jul
Au
gSepO
ctN
ov
Dec
JanFebM
arA
pr
Mei
Jun
iJu
liA
gtSepO
ktN
ov
Des
JanFebM
aretA
pril
Mei
Jun
iJu
liA
gtSepO
ktN
ov
Des
JanFebM
ar
2013 2014 2015 2016 2017
Indeks Keyakinan Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini Ekspektasi Konsumen Titik Optimis
OP
TIM
ISP
ESIM
IS
Kondisi Ekonomi Saat Ini Penghasilan Saat Ini Pembelian Barang TahanLama
Ketersediaan Lap. Kerja
Jan Feb Maret Titik Optimis
-2,00%
-1,00%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
120
130
140
150
160
170
180
190
200
210
Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul Sep Nov Jan Mar May Jul
2015 2016 2017
Inflasi (semester) - 2nd axis Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan
34
Grafik 4.17. Komposisi DPK Perseorangan di
Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Preferensi rumah tangga pada triwulan IV
dalam melakukan penempatan dana masih
didominasi pada tabungan (pangsa 57%)
dan deposito (33%).
Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK
Perseorangan Tiap Jenis Penempatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah
Tangga
Kredit rumah tangga (konsumsi) pada
triwulan I 2017 mencapai Rp19,9 triliun,
tumbuh 11,9% (yoy) meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 6,92% (yoy).
Sementara itu pangsa kredit rumah tangga
terhadap total kredit yang disalurkan masih
dominan yaitu 60%.
Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah
tangga masih didominasi oleh Multiguna
(76,1%), diikuti KPR (21,8%), KKB (1,21%)
dan Perlengkapan (0,83%). Kredit RT jenis
multiguna sebagai jenis kredit terbesar
tercatat tumbuh sebesar 12% (yoy)
dibandingkan bulan sebelumnya 6,4% (yoy).
Relaksasi ketentuan mengenai LTV pada
tahun 2016 mulai berdampak pada
penyaluran KPR, dimana pada periode ini
KPR tumbuh 10,51% (yoy) dari 7,47% (yoy)
triwulan sebelumnya. Peningkatan juga
terjadi pada KKB yang tumbuh 8,07% (yoy)
dari 3,42% (yoy) di triwulan IV 2016. Disisi
lain, perlambatan pertumbuhan terjadi
pada Kredit Perlengkapan (65% yoy pada
triwulan ini dari 71,1% yoy di triwulan
sebelumnya).
Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Menurut Jenis Penggunaan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah
tangga pada triwulan laporan menunjukkan
penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya sebagaimana tercermin dari
peningkatan rasio maupun nominal NPL.
Rasio NPL periode sebelumnya 2,26% naik
menjadi 2,41% pada triwulan laporan.
Sementara nominal NPL tercatat menurun
dari Rp428 Milyar menjadi Rp479 Milyar.
Penurunan kualitas kredit terjadi pada
seluruh jenis kredit Rumah Tangga kecuali
Kredit Perlengkapan. Namun demikian,
tekanan tersebut masih relatif rendah,
dimana NPL konsumsi secara agregat
berada pada level 2,41% atau masih
dibawah threshold 5%.
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Perseorangan Bukan Perseorangan
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2012 2013 2014 2015 2016 2017
g.Tabungan g.Deposito
KPR21,80%
KKB1,21%
Perlengkapan0,83%
Multiguna76,17%
-150%
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
250%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
Total Kredit RT KPR
KKB Multiguna
Perlengkapan (sb.kanan)
35
Box II.
KPJU UNGGULAN UMKM SULAWESI UTARA Pada tahun 2016, Kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara bekerjasama dengan
PT. SEM Institute untuk menyelesaikan Kajian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM yang
dilakukan selama 5 (lima) bulan yang dimulai pada Juni 2016 sampai dengan Desember 2016.
Penelitian ini merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam pemberdayaan sektor riil,
khususnya pengembangan UMKM. Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan informasi
mengenai KPJU Unggulan UMKM yang perlu diprioritaskan pengembangannya di kota/kabupaten di
Sulawesi Utara, yang kami lakukan berkala setiap 5 (lima) tahun.
Penentuan KPJU Unggulan di setiap daerah dilakukan dengan Metode Perbandingan Eksponensial
(MPE) dan Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode ini menggunakan pendekatan partisipatif yang
menggabungkan pendekatan top-down dalam penetapan kriteria dan bottom-up pada penetapan
KPJUKPJU yang diungkapkan dengan prinsip “dari, oleh dan untuk daerah”. Setiap pemangku kepentingan
dalam pengembangan UMKM dilibatkan sebagai narasumber.
Berdasarkan penilaian terhadap kriteria penetapan KPJU Unggulan Kecamatan, diketahui bahwa
Ketersediaan Bahan Baku dengan bobot tertinggi (0,357). Selanjutnya Potensi Ekonomi Kecamatan dengan
bobot 0,328; Jangkauan Pemasaran Produk dengan bobot 0,219 dan yang terendah adalah Kontribusi
Terhadap Perekonomian Lokal dengan bobot 0,097.
Kriteria seleksi yang digunakan dalam penentuan KPJU unggulan dari yang paling penting
berturutturut adalah: Teknologi (0,498), Prospek Pasar (0,310), Modal (0,301), Penyerapan Tenaga Kerja
(0,286), Pengelolaan Usaha (0,280), Tenaga kerja terampil (0,264), Nilai Tambah (0,261), Ketersediaan
Bahan Baku (0,253), Sarana Usaha/Produksi (0,182), Sumbangan terhadap Perekonomian (0,142), Sosial-
Budaya (0,119), dan Dampak Lingkungan (0,096).
Sepuluh KPJU Unggulan di Unggulan di Tingkat Provinsi Sulawesi Utara yang dihasilkan dari
penilaian kembali terhadap KPJU Unggulan di tingkat Kota/Kabupaten dengan metode Borda dan Bayes
adalah Industri Kopra 0,0548; Kelapa 0,0488; Ikan Cakalang Tangkap 0,0337; Padi Sawah 0,0301;
Warung/Rumah Makan Campur 0,0328; Budidaya Ikan Mujaer/Nila 0,0294; Cengkeh 0,0254; Ikan Tuna
Tangkap 0,0251; Toko Kelontong/Sembako 0,0212; Penjualan Cengkeh 0,0192.
Penanganan dan pengembangan KPJU Unggulan Lintas Sektor di Provinsi Sulawesi Utara,
khususnya di 15 Kabupaten/Kota dan di tingkat Provinsi yang diteliti perlu menggunakan titik kekuatan
(yang selanjutnya dikembangkan menjadi competitive advantages dan nilai jual) dan mengeliminasi titik
kritisnya (kelemahan), serta memanfaatkan peluang yang tersedia.
Titik kekuatan yang dimaksud secara umum adalah KPJU yang terpilih umumnya memang KPJU
yang sudah unggul di sektornya, baik dalam aspek kapasitas produksinya, luas lahan, serapan tenaga kerja
dan kontribusinya bagi perekonomian daerah. Titik kritis yang dimaksud secara umum adalah lebih kepada
persoalan biaya produksi/proses yang masih tinggi, tingkat produktivitas yang belum optimal, teknologi
pengembangan yang belum ada/minim, teknologi pasca panen untuk peningkatan nilai tambah, dan
perluasan akses pasar.
36
Bab V. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
5.1. PENYELENGGARAAN LAYANAN
SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI
Pada triwulan I 2017, transaksi kliring
melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara dan
Provinsi Gorontalo tercatat sebesar Rp 2,42
triliun. Angka tersebut menurun
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp 2,86 triliun seiring
dengan normalisasi aktivitas perekonomian
pasca berakhirnya momentum pergantian
tahun pada triwulan IV 2016 sesuai dengan
tren historisnya. Secara pertumbuhan,
transaksi kliring kembali mengalami
penurunan yaitu sebesar 15,7% (yoy) pada
triwulan I 2017 lebih rendah dari pada
triwulan IV 2016 yang menurun sebesar
12,4% (yoy). Penurunan tersebut terutama
disebabkan oleh pemberlakuan ketentuan
atas caping SKNBI menjadi Rp100 juta sejak
1 Juli 2016, dimana pada triwulan IV 2015
sempat berlaku caping Rp500 juta serta
adanya ketentuan batas nilai nominal
transfer dana menggunakan BI-RTGS adalah
di atas Rp 100 juta. Ketentuan tersebut
menyebabkan penggunaan SKNBI pada
triwulan IV 2015 tumbuh meningkat
kemudian mengalami penurunan memasuki
pertengahan tahun 2016 sehingga terjadi
switching preferensi masyarakat untuk
menggunakan BI-RTGS sebagai media
transaksi. Hal tersebut berdampak pada
pertumbuhan transaksi kliring melalui
SKNBI mengalami penurunan.
Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi
Kliring SKNBI
Bank Indonesia terus melakukan upaya
menjaga kelancaran transaksi pembayaran
nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain
melalui implementasi SKNBI Generasi II
sejak 5 Juni 2015, mendorong Gerakan
Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan
Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi
serta melakukan pemantauan pada
Koordinator Pertukaran Warkat Debit
(KPWD).
Guna meningkatkan penggunaan LKD di
Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya
memperluas implementasi LKD melalui
dorongan kepada BRI, Bank Mandiri dan BNI
yang merupakan bank penyelenggara LKD di
Sulawesi Utara, untuk melakukan ekspansi
agen LKD di tiap-tiap daerah. Untuk
mendukung upaya tersebut, Bank Indonesia
juga melakukan mediasi perbankan dan
pihak penyedia jaringan.
Selanjutnya, dalam rangka mendorong
elektronifikasi, Bank Indonesia telah
menyusun Roadmap Elektronifikasi untuk
tahun 2017-2019 yang akan menjadi
panduan dalam implementasi
elektronifikasi transaksi keuangan di
wilayah Sulawesi Utara.
Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT
terus dilakukan oleh Bank Indonesia pada
berbagai kesempatan dan kepada beragam
stakeholders. Pada bulan Januari 2017,
sosialisasi GNNT dilakukan di Kotamobagu
kepada pemda, masyarakat dan pelajar. Di
bulan Februari, Bank Indonesia Sulawesi
Utara menyelenggarakan edukasi keuangan
di Melonguane, Kabupaten Kepulauan
Talaud yang merupakan Kabupaten terluar
dibagian utara Indonesia. -30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016
Sumber: Bank Indonesia
Nilai Transaksi (Rp Triliun) Pertumbuhan (yoy) (rhs)
37
Bank Indonesia juga telah
menyempurnakan ketentuan Bilyet Giro
melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI)
No.18/41/PBI/2016 tanggal 21 November
2016 yang akan berlaku mulai tanggal 1
April 2017. Untuk memastikan ketentuan
tersebut dapat dipahami oleh perbankan
dan masyarakat Sulawesi Utara, Bank
Indonesia telah melakukan sosialisasi
kepada Perbankan pada dan publikasi di
media massa sepanjang bulan Maret 2017.
Di sisi dukungan pada kelancaran sistem
kliring, Bank Indonesia melakukan
pemantauan kepatuhan KPWD melalui
analisis laporan berkala setiap bulan secara
off-site serta pemeriksaan on-site. Pada
triwulan I 2017 pemantauan langsung
dilakukan di KPWD Sangihe. Di Sulawesi
Utara, terdapat 5 penyelenggara kliring
yaitu Bank Indonesia di Manado, dan 3
KPWD yang terdiri dari BNI di Kotamobagu,
Bank Mandiri di Kep. Sangihe, dan BNI di
Bitung. Dukungan pada kelancaran sistem
kliring dilakukan juga dalam bentuk
sosialisasi terkait Daftar Hitam Nasional dan
peraturan Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) Gen II kepada peserta
kliring lokal Manado pada November 2016.
Pada bulan Januari 2017, Bank Indonesia
telah melakukan sosialisasi penyampaian
ketentuan Bilyet Giro dan ketentuan lainnya
kepada peserta kliring. Rencana yang akan
dilakukan sepanjang semester I 2017 ini
yaitu pemeriksaan on-site seluruh KPWD
(Bitung, Kotamobagu, Provinsi Gorontalo
dan Tahuna).
Untuk mendukung industri Pariwisata,
khususnya kegiatan Usaha Penukaran
Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) yang
lebih sehat dan mencegah risiko
pemanfaatan KUPVA BB untuk kegiatan
pencucian uang, pendanaan terorisme, judi
on-line, dan kejahatan lainnya, Bank
Indonesia juga telah menerbitkan PBI
No.18/20/PBI/2016 tanggal 3 Oktober 2016.
Dalam PBI tersebut diatur bahwa setiap
penyelenggara KUPVA BB yang tidak
memperoleh wajib memperoleh izin dari
Bank Indonesia. Terhadap penyelenggara
KUPVA BB yang belum memperoleh izin
Bank Indonesia diwajibkan untuk menutup
kegiatan usaha dan mengajukan izin kepada
Bank Indonesia. Terkait hal tersebut,
sepanjang bulan Februari 2017 telah
dilakukan beberapa sosialisasi kepada KC
KUPVA BB yang berkantor pusat diluar
Sulawesi Utara, PHRI, ASITA, serta
koordinasi dengan Polda, BNN dan Dinas
Pariwisata untuk perumusan strategi
penertiban. Berdasarkan hasil market
intelegence dan koordinasi dengan instansi
/ pihak terkait, hingga saat ini belum
ditemukan adanya KUPVA BB yang tidak
berizin di Sulawesi Utara.
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
Pergerakan aliran masuk uang kartal dari
masyarakat ke kas Bank Indonesia pada
triwulan I 2017 masih mengikuti pola
historisnya yaitu menunjukkan adanya
peningkatan net-inflow pada setiap awal
tahun. Permintaan masyarakat akan uang
kartal sejalan dengan aktivitas
perekonomian yang juga mulai mereda,
tercermin dari aktivitas setoran-bayaran
uang tunai yang tercatat net-inflow sebesar
Rp 1,6 triliun, berkebalikan dengan
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat net outflow (lebih besar uang kartal
yang keluar dari Bank Indonesia) Rp 1,5
triliun.
Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang
Kartal (Rp triliun)
Seiring dengan kebijakan clean money
policy, kegiatan pemusnahan uang tidak
layak edar (UTLE) terus dilakukan oleh
Bank Indonesia. Pada triwulan I 2017,
sejalan dengan meningkatnya aliran uang
(3)
(2)
(1)
-
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I
2014 2015 2016 2017
Sumber: Bank Indonesia
Inflow Outflow Netflow
38
kartal yang masuk ke kas Bank Indonesia,
jumlah UTLE yang dimusnahkan juga
mengalami peningkatan mencapai Rp 1,00
Triliun dengan rasio terhadap inflow sebesar
42%. Jumlah pemusnahan tersebut lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp 354,1 Miliar dengan
rasio terhadap inflow 27,4%.
Untuk mewujudkan ketersediaan Uang
Rupiah dalam jumlah yang cukup, pecahan
yang sesuai, dan kondisi yang layak edar,
pada tahun ini kami berencana untuk
membuka 3 (tiga) titik layanan kas titipan
baru di Kab.Kep.Talaud, Kab.Kep.Sitaro, dan
Kota Bitung. Pembukaan layanan kas titipan
baru kami nilai sangat dibutuhkan dalam
mendukung transaksi ekonomi masyarakat
melalui penyediaan kebutuhan Uang Rupiah
yang layak edar, dan menjaga kedaulatan
Rupiah di NKRI.
Selain melalui kas titipan, Bank Indonesia
juga telah mengoptimalkan layanan kas
keliling, yang tidak hanya menjangkau pusat
bisnis modern, namun juga hingga ke pasar
tradisional di tingkat Kecamatan di setiap
Kab/Kota di Sulawesi Utara. Sepanjang
triwulan I-2017, telah menyelenggarakan 56
kegiatan kas keliling yang menjangkau
beberapa Kab/Kota yaitu Kota Manado,
Kota Kotamobagu, Kota Bitung, Kab.
Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kab.
Minahasa Selatan, dan Kab. Bolaang
Mongondow Timur yang juga dirangkaikan
dengan edukasi kepada masyarakat
mengenai ciri keaslian Uang Rupiah untuk
memitigasi risiko peredaran Uang palsu di
Sulawesi Utara.
Bank Indonesia juga menyelenggarakan
pelayanan jasa kas titipan dalam rangka
penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada
triwulan IV 2016, dilakukan sebanyak 6 kali
dropping kas titipan, yang terdiri dari 1 kali
di Tahuna (Bank Mandiri), 2 kali di Provinsi
Gorontalo (Bank Mandiri) dan 3 kali di
Kotamobagu (Bank Sulawesi UtaraGo).
Sementara itu, penarikan kas titipan
dilakukan juga sebanyak 6 kali dengan
rincian yang sama dengan dropping. Total
dropping kas titipan pada triwulan IV 2016
sebesar Rp 374,48 miliar, meningkat tinggi
dari Rp 126,41 miliar pada triwulan
sebelumnya. Pada bulan Januari 2017, kas
keliling sudah dilakukan sebanyak 2 kali
yaitu ke Tahuna Kabupaten Sangihe dan
Provinsi Gorontalo.
Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan
Provinsi Gorontalo pada triwulan I 2017
sebanyak 103 lembar, meningkat dari
triwulan IV 2016 yang tercatat hanya
sebanyak 23 lembar. Berdasarkan
pecahannya, sepanjang triwulan I 2017,
temuan tersebut terdiri dari 79 lembar
pecahan Rp 100 ribu dan 10 lembar pecahan
Rp 50 ribu. Pemberantasan uang palsu terus
dilakukan Bank Indonesia antara lain
melalui penguatan koordinasi bersama
aparat penegak hukum melalui
penandatanganan Pokok-Pokok
Kesepahaman dalam rangka Mendukung
Pelaksanaan Tugas Bank Indonesia dengan
Kepolisian Daerah Sulawesi Utara pada
tanggal 23 Juni 2015. Bank Indonesia selalu
melakukan klarifikasi Uang Palsu melalui
data dan fisik bilyet setiap bulan yang
kemudian dilaporkan kepada Kepolisian
Daerah Sulawesi Utara untuk ditindaklanjuti
sesuai kewenangannya sebagai penegak
hukum. Selain itu, untuk meningkatkan
kehati-hatian masyarakat, Bank Indonesia
menggiatkan berbagai kegiatan sosialisasi
dan edukasi sepanjang triwulan I 2017
melalui sosialisasi ciri-ciri keaslian uang
rupiah (CCKUR) kepada masyarakat, pelaku
usaha, nasabah perbankan, Pemda, Pelajar
serta pegawai internal. Bank Indonesia juga
terus memperkuat strategi komunikasi
terkait kewajiban penggunaan Uang Rupiah
dalam bertransaksi di wilayah NKRI. Seiring
dengan pengeluaran dan pengedaran 11
(sebelas) pecahan uang Rupiah Tahun Emisi
(TE) 2016, Bank Indonesia Sulawesi Utara
melakukan sosialisasi uang Rupiah TE 2016
disepanjang triwulan I 2017 hingga ke
wilayah perbatasan.
39
Bab VI.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
6.1. KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara
mengalami perbaikan pada periode
Februari 2017. Perbaikan ketenagakerjaan
di Sulawesi Utara tersebut tercermin dari
tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada
periode Februari 2017 yang sebesar 6,12%,
menurun dari tahun sebelumnya yang
berada di level 6,18%.
Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara
pertumbuhan maupun jumlah jiwanya
dibandingkan jumlah peningkatan
angkatan kerja. Kondisi tersebut
menyebabkan TPT mengalami penurunan
yang cukup dalam. Pada periode Februari
2017, peningkatan jumlah angkatan kerja
meningkat sebesar 75 ribu jiwa. Jumlah
yang meningkat tersebut dapat terserap
oleh lapangan kerja dimana jumlah
penduduk yang bekerja bertambah sebesar
91 ribu jiwa. Sementara itu, penyerapan
tenaga kerja mendorong jumlah
pengangguran berkurang hingga 15 ribu
jiwa dibandingkan periode Februari 2016.
Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan
(ribu jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran
Terbuka Periode Februari (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan lapangan usahanya,
penurunan tingkat pengangguran ditopang
oleh penyerapan tenaga kerja pada
lapangan usaha Pertanian dan Industri.
Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja di
lapangan usaha tersebut tumbuh 57,7%
(yoy), lebih tinggi dari tahun sebelumnya
yang hanya tumbuh 11,6%.
Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Utara
Lapangan usaha Industri meningkat
kinerjanya seiring dengan mulai
membaiknya kinerja sektor pertanian.
Perbaikan cuaca yang terkonfirmasi dari
penurunan indeks El Nino (data BMKG),
serta dukungan program pemerintah
melalui penyaluran bibit/benih, pencetakan
sawah dan bantuan alsintan turut
mendorong penyerapan tenaga kerja di
sektor pertanian yang pada Februari 2016
terkontraksi 14,5% (yoy) kini dapat tumbuh
16,5% (yoy). Penyerapan tenaga kerja juga
didukung oleh lapangan usaha jasa
kemasyarakatan dan perdagangan yang
meningkat kinerjanya sebagai dampak
peningkatan kunjungan wisatawan
mancanegara. Dilihat dari
pertumbuhannya, penyerapan tenaga kerja
pada sektor Industri mencatatkan
pertumbuhan tertinggi sebesar 57,7% yoy,
sejalan dengan pemulihan kinerja Industri
Pengolahan khususnya pengolahan ikan
pasca relaksasi ketentuan mengenai
transhipment.
Hingga Februari 2017, struktur lapangan
pekerjaan secara sektoral tidak mengalami
perubahan dari periode sebelumnya.
Penyerapan tenaga kerja masih
terkonsentrasi di sektor Pertanian,
Perdagangan, dan Jasa Kemasyarakatan
secara berurutan dengan pangsa masing-
masing sebesar 33,34%, 24,77% dan
19,14%.
Keadaan Ketenagakerjaan Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Penduduk 15 thn ke atas 1.781 1.779 -0,13% -100,00%
Angkatan kerja 1.180 1.184 1.259 0,34% 6,33%
Bekerja 1.078 1.091 1.182 1,23% 8,33%
Pengangguran 103 93 77 -9,36% -17,10%
TPAK (%) 66,24 66,55 68,78
TPT (%) 8,69 7,82 6,12
10,46
9,19
8,42
7,5 7,26
8,69
7,82
6,12
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
40
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke
Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sejalan dengan peningkatan tenaga kerja
di lapangan usaha pertanian, pekerjaan
informal menunjukkan peningkatan
jumlah tenaga kerja secara signifikan dan
masih mendominasi jenis lapangan
pekerjaan di Sulawesi Utara. Berdasarkan
status pekerjaan, TK informal meningkat
tinggi, sementara TK formal relatif sama
sejalan dengan pertumbuhan sektor
industri dan perdagangan. Sektor Industri
pada 2016 tumbuh 1,1% (yoy), melambat
lebih dalam dari 2,69% pada 2015. Sektor
perdagangan 2016 tumbuh 6,05%,
cenderung stagnan dibandingkan 2015
sebesar 6,0%. Senada dengan hal itu,
pekerja yang berusaha sendiri dan pekerja
keluarga/tak dibayar yang merupakan
karakteristik lapangan usaha pertanian juga
mengalami peningkatan penyerapan tenaga
kerja. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari
peningkatan tenaga kerja dengan jumlah
jam kerja 1-7 jam per minggu. Tenaga kerja
yang bekerja dengan jumlah jam tersebut
meningkat 77,5% (yoy) dari 14ribu jiwa
menjadi 25 ribu jiwa pada Februari 2017.
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke
Atas yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaan Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Selain itu, penyerapan tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian terkonfirmasi
oleh peningkatan tenaga kerja
berdasarkan pendidikannya. Tenaga kerja
dengan pendidikan SD ke bawah yang
merupakan karakteristik dari lapangan
usaha pertanian mengalami peningkatan
pertumbuhan sebesar 17,8% (yoy), lebih
tinggi dibandingkan Februari 2016 yang
hanya tumbuh 3,7%. Peningkatan tersebut
mendorong jumlah tenaga kerja
berpendidikan SD ke bawah bertambah
sebanyak 70 ribu jiwa menjadi 468 ribu jiwa
pada Februari 2017. Adapun tenaga kerja
dengan pendidikan SD ke bawah memiliki
pangsa 42% dari total seluruh tenaga kerja
di Sulawesi Utara.
Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke
Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan
Tertinggi yang Ditamatkan (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perbaikan keadaan ketenagakerjaan yang
tercermin dari penurunan TPT terjadi di
seluruh jenjang pendidikan tenaga kerja.
TPT penduduk dengan pendidikan SD ke
bawah dan Diploma I/II/III merupakan yang
terendah, sedangkan TPT penduduk dengan
pendidikan Universitas merupakan yang
tertinggi.
Tabel 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas
Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
6.2. KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara
secara umum mengalami peningkatan
seiring dengan perbaikan indikator-
indikator kesejahteraan. Indikator-
Lapangan Pekerjaan Utama Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Pangsa
Feb-17
Pertanian 371,6 317,8 370,2 -14,5% 16,5% 33,34%
Industri 51,2 57,1 90,1 11,6% 57,7% 8,11%
Konstruksi 67,1 94,0 86,3 40,2% -8,3% 7,77%
Perdagangan 249,1 255,6 275,0 2,6% 7,6% 24,77%
Transportasi 97,1 93,2 86,0 -4,0% -7,8% 7,74%
Keuangan 33,6 23,6 24,6 -29,6% 4,0% 2,21%
Jasa Kemasyarakatan 190,0 220,6 212,5 16,1% -3,7% 19,14%
Lainnya 18,1 29,3 37,3 62,0% 27,3% 3,36%
Status Pekerjaan Feb-15 Feb-16 Feb-17Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Pangsa
Feb-17
Formal 416,40 471,10 471,30 13,14% 0,04% 39,88%
Informal 661,30 620,30 710,60 -6,20% 14,56% 60,12%
Pendidikan Tertinggi yang
DitamatkanFeb-15 Feb-16 Feb-17
Growth
Feb-16
Growth
Feb-17
Pangsa
Feb-17
SD Ke bawah 383,5 397,7 468,4 3,7% 17,8% 42,2%
SMP 218,8 206,5 234,5 -5,6% 13,6% 21,1%
SMA 224,4 229,3 226,7 2,2% -1,1% 20,4%
SMK 119,3 90,5 126,1 -24,2% 39,3% 11,4%
Diploma I/II/III 23,8 24,1 33,4 1,3% 38,5% 3,0%
Universitas 107,9 103,6 92,9 -3,9% -10,4% 8,4%
2015 2016
Feb Feb
SD Ke bawah 3,95 2,72
Sekolah Menengah Pertama 6,70 5,63
Sekolah Menengah Atas 9,17 9,76
Sekolah Menengah Kejuruan 16,05 9,62
Diploma I/II/III 7,08 4,03
Universitas 11,59 10,26
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
41
indikator tersebut antara lain upah, tingkat
kemiskinan, dan Nilai Tukar Petani.
Pada tahun 2017, upah minimum provinsi
(UMP) meningkat sehingga mendorong
kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara
tahun 2017 ditetapkan pemerintah daerah
sebesar Rp 2.598.000, meningkat sebesar
8,25% (yoy) dari UMP tahun 2016 yakni Rp
2.400.000. Berdasarkan spasialnya, UMP
Provinsi Sulawesi Utara merupakan UMP
tertinggi ketiga secara Nasional (di bawah
Jakarta dan Papua).
Naiknya kesejahteraan masyarakat
Sulawesi Utara juga tercermin dari tingkat
kemiskinan yang mengalami penurunan.
Pada posisi September 2016 (data terakhir),
tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara
tercatat sebesar 8,20%, menurun dari posisi
September 2015 (8,98%). Hal ini didorong
oleh menurunnya jumlah pengangguran di
Sulawesi Utara sebagai dampak dari kinerja
perekonomian yang meningkat pada tahun
2016 dibanding tahun sebelumnya.
Perbaikan kesejahteraan juga tercermin
dari peningkatan pendapatan masyarakat di
tengah garis kemiskinan yang bergeser naik,
sementara tingkat kemiskinan mengalami
penurunan. Garis kemiskinan total
termasuk makanan dan non-makanan pada
September 2016 sebesar Rp
318.984/kapita/bulan, meningkat dari Rp
307.104 pada September 2015. Meskipun
garis kemiskinan meningkat, namun tingkat
kemiskinan mengalami penurunan,
sehingga diindikasikan pendapatan
meningkat lebih tinggi dibandingkan
kenaikan garis kemiskinan. Perbaikan
tingkat kemiskinan yang terjadi di Sulawesi
Utara menunjukkan bahwa daya beli
masyarakat mengalami kenaikan yang
tercermin dari Indeks Kedalaman
Kemiskinan menurun dari 1,539 pada
September 2015 menjadi 1,377 pada
September 2016. Namun demikian,
menurut daerahnya, kenaikan daya beli
hanya terjadi pada penduduk di pedesaan,
sementara daya beli penduduk di perkotaan
mengalami penurunan. Indeks Kedalaman
Kemiskinan di perkotaan meningkat dari
0,634 menajdi 0,791. Hal tersebut sejalan
dengan pertumbuhan konsumsi yang
mengalami perlambatan pada tahun 2016.
Perbaikan tingkat kemiskinan juga terjadi di
seluruh lapisan masyarakat tercermin dari
Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami
penurunan, dari 0,443 menjadi 0,336.
Namun sama halnya dengan Indeks
Kedalaman Kemiskinan, perbaikan
ketimpangan pengeluaran di antara
penduduk miskin hanya terjadi di pedesaan,
sedangkan ketimpangan meningkat di
daerah perkotaan. Kondisi tersebut sejalan
dengan kinerja lapangan usaha pertanian
meningkat dimana lapangan usaha tersebut
terkonsentrasi di daerah pedesaan. Selain
dampak dari peningkatan pertumbuhan
ekonomi, perbaikan keadaan kesejahteraan
didukung juga oleh faktor lain antara lain
inflasi harga bahan pangan yang terkendali
dan program pemerintah daerah “ODSK”
Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan yang
terbukti efektif dalam mengurangi
kemiskinan. Apabila dibandingkan dengan
nasional dan provinsi lain di Kawasan
Sulawesi, tingkat kemiskinan Sulawesi Utara
merupakan yang paling rendah, di bawah
Sulawesi Selatan (9,24%) dan nasional
(10,70%), sedangkan tingkat kemiskinan
tertinggi tercatat di Provinsi Gorontalo
dengan tingkat 17,63%.
Tabel 6.6. Indikator Keadaan
Kesejahteraan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Indikator kesejahteraan petani yaitu Nilai
Tukar Petani (NTP) mengalami penurunan.
NTP mengalami perbaikan pertumbuhan
dari -2,91% (yoy) pada tahun 2015 menjadi
-0,20% pada tahun 2016. Perbaikan
pertumbuhan NTP pada tahun 2016 sejalan
Indikator Sep-15 Sep-16
Tingkat Kemiskinan (%) 8.98 8.20
Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) 217.15 200.35
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) 307.10 318.98
Indeks Kedalaman Kemiskinan 1.539 1.377
Indeks Keparahan Kemiskinan 0.443 0.336
42
dengan perbaikan cuaca yang mendorong
peningkatan produksi komoditas pertanian.
NTP 2014 tercatat sebesar 99,37, kemudian
menurun menjadi 96,48 pada 2015 dan
mengalami sedikit penurunan menjadi
96,28 pada 2016 dengan. Memperhatikan
tingkat kesejahteraan petani yang masih
berada di bawah batas sejahtera,
pemerintah perlu terus mendorong
berbagai program peningkatan lapangan
usaha pertanian.
Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani
88
90
92
94
96
98
100
102
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I
2013 2014 2015 2016 2017
NTP Sulut Minimum Sejahtera
43
Bab VII.
Prospek Perekonomian Daerah
7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan
II 2017 diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
diperkirakan berada pada kisaran 6,0-6,4%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan I
2017.
Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yaitu
peningkatan kinerja pertanian seiring dengan
membaiknya produksi perkebunan, perikanan
dan pertanian tanaman pangan. Produksi
perkebunan khususnya komoditas kelapa
membaik dampak base effect awal tahun 2016
yang masih dilanda El Nino dari tahun 2015.
Produksi perikanan membaik seiring dengan
perbaikan cuaca dibandingkan triwulan I 2017,
sehingga kegiatan melaut sudah berjalan
lancar. Produksi tanaman pangan juga
membaik seiring dengan perbaikan cuaca serta
program pencetakan sawah dan penyaluran
bantuan alsintan oleh pemerintah. Perbaikan
produksi pertanian mendorong pasokan pada
kategori industri pengolahan yang didominasi
oleh industri makanan dan minuman
khususnya pengolahan kelapa dan ikan.
Perbaikan kinerja pertanian akan mendorong
kinerja perdagangan seiring dengan
meningkatnya sumber pendapatan. Pada
triwulan II 2017, adanya hari raya Idul Fitri juga
akan mendorong aktivitas perdagangan. Hal
tersebut tercermin dari perkembangan Indeks
Ekspektasi Konsumen terhadap kondisi
ekonomi 3 bulan kedepan yang meningkat
pada bulan Januari dan Februari,
dibandingkan bulan Oktober, November dan
Desember. Selanjutnya, kinerja konstruksi juga
akan meningkat seiring dengan dimulainya
proyek pembangunan infrastruktur oleh
pemerintah. Dari rumah tangga, pelonggaran
LTV akan memberikan dorongan untuk
pembelian rumah. Setelah melambat pada
triwulan I 2016, kinerja sektor pariwisata, yang
tercermin dari kategori transportasi dan
penyediaan jasa akomodasi dan akmamin akan
meningkat seiring masuknya musim liburan
pada bulan Juni sehingga mendorong
kunjungan wisatawan. Selain itu, pembukaan
beberapa rute baru juga diperkirakan
mendorong kategori transportasi. Rute baru
yang dibuka yaitu Manado-Morotai, Manado-
Raja Ampat dan Manado-Gorontalo.
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi
akan didorong oleh peningkatan konsumsi
rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan
pertumbuhan investasi dan ekspor yang
diperkirakan terbatas. Komponen investasi
akan meningkat seiring dengan pembangunan
infrastruktur oleh pemerintah dan permintaan
pembelian rumah oleh rumah tangga. Namun,
sektor swasta masih menjadi misteri pada
triwulan-triwulan yang akan datang.
Berdasarkan hasil liaison, beberapa pelaku
usaha menyatakan bahwa pesimis terhadap
pemulihan ekonomi global tahun 2017. Hal
tersebut juga diperkirakan akan memengaruhi
perkembangan ekspor ke depan.
Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen
140.0
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun
2017, perekonomian Sulawesi Utara
diperkirakan tumbuh meningkat
- 20.0 40.0 60.0 80.0
100.0 120.0
160.0 180.0
2015 2016 2017
44
dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi
Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran
6,16,5% (yoy). Proyeksi peningkatan
pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor.
Dari sisi lapangan usaha, kategori pertanian,
industri, perdagangan dan konstruksi serta
sektor pariwisata akan mengalami
peningkatan pertumbuhan. Kinerja pertanian
akan terbantu juga oleh pencetakan sawah
dan penyaluran bantuan alsintan oleh
pemerintah. Total sawah yang ditargetkan
dicetak tahun 2017 yaitu sebanyak 2.400 ha.
Dari sisi jenis penggunaan, faktor pendorong
ekonomi yaitu konsumsi rumah tangga,
konsumsi pemerintah, dan investasi. Konsumsi
rumah tangga selain ditopang oleh kinerja
pertanian, juga akan ditopang oleh kenaikan
UMP tahun 2017.
Di tengah proyeksi peningkatan tersebut,
beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal
maupun internal tetap perlu mendapat
perhatian. Dari sisi eksternal yaitu terbatasnya
pemulihan ekonomi dunia sehingga dapat
menyebabkan permintaan ekspor Sulawesi
Utara ikut tumbuh terbatas. Selain itu, potensi
kuat meningkatnya suku bunga Fed Fund Rate
(FFR) yang dapat berpengaruh pada jumlah
Foreign Direct Investment yang masuk ke
Sulawesi Utara. Masih dari Amerika Serikat,
kebijakan proteksionisme yang diterapkan
berpotensi memengaruhi ekspor Sulawesi
Utara. Dari sisi internal, beberapa risiko
dimaksud antara lain kondisi cuaca yang
semakin tidak pasti atau potensi terjadinya La
Nina pada akhir tahun 2017, potensi
penerimaan pajak atau sumber pendapatan
negara yang rendah, dan masalah
pembebasan lahan yang sering terjadi pada
lokasi pembangunan infrastruktur sehingga
menghambat pembangunan.
Untuk mendukung peningkatan investasi,
Pemerintah Daerah terus berupaya mengimplementasikan layanan KLIK
(Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi),
pengurusan izin 3 jam, pembangunan
infrastruktur strategis, dan juga bekerja sama
dengan Bank Indonesia dalam pengembangan
Regional Investor Relation Unit (RIRU).
7.2. INFLASI
Pada triwulan kedua 2017, tekanan inflasi
Sulawesi Utara diperkirakan sedikit
meningkat dibandingkan triwulan I 2017,
namun demikian masih berada dalam rentang
target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi secara
tahunan diperkirakan sebesar 3,13±1% (yoy)
pada triwulan II 2017.
Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Mei
dan Juni, sedangkan pada bulan April
diperkirakan mengalami deflasi. Pada bulan
April 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan
mengalami deflasi sebesar 0,11% (mtm).
Deflasi tersebut disebabkan oleh turunnya
harga beras seiring dengan musim panen beras
pada bulan Februari hingga Maret 2017. Pada
bulan Mei, inflasi terutama didorong oleh
pengalihan subsidi tarif listrik 900 VA yang
bersifat permanen. Sementara itu, pada bulan
Juni 2017, inflasi akan disumbang oleh tomat
sayur, beras dan paket liburan. Naiknya harga
tomat sayur dan beras disebabkan oleh
peningkatan permintaan seiring dengan
perayaan hari raya Idul Fitri pada bulan Juni
2017.
Terdapat beberapa faktor risiko inflasi lainnya
yang harus diwaspadai pada 2017 antara lain:
(i) Dampak perbaikan ekonomi pada
peningkatan permintaan yang tidak
sepenuhnya dapat direspon; (ii) Potensi
tekanan imported inflation seiring
meningkatnya ketidakpastian global yang
memberi pengaruh pada pergerakan kurs; (iii)
Kondisi cuaca yang tidak menentu; dan (iv)
Tidak optimalnya upaya penguatan
infrastruktur pangan, serta (v) rencana
kenaikan harga LPG dan BBM pada tahun
2017.
45
Daftar Istilah dan
Singkatan
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan
hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan
sebelumnya.
yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks
Keyakinan
Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi
saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala
1-100
Indeks Harga
Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan
jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi
Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks
Ekspektasi
Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen
terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli
Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil
pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah.
Dana
Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung
pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan
pemberian otonomi.
Indeks
Pembangunan
Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian ratarata
3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat
persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan
harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti
tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan
faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun
dari permintaan.
Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
46
Administered
Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan
harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari
uang kartal dan uang giral
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator
tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang
kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di
dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan
masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank
sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas
negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka
dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann
penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang
diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi
kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur
dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui :
restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala
pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada
dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank
umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum
dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik
uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI
tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk
bertransaksi.
47