KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916...
Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL · Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT [0380] 832-364 / 827-916...
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Februari2017
pegunungan flores
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,
Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta
Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari
internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Februari 2017
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Tim Advisory dan Pengembangan Ekonomi
KPW BI Provinsi NTT
Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT
[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
ii
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional,
Perkembangan Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta
Prospek Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari
internal Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, Februari 2017
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
KPW BI Provinsi NTT
Jl. El Tari No. 39 Kupang – NTT
[0380] 832-364 / 827-916 ; fax : [0380] 822-103
www.bi.go.id
ii
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahun 2016
1.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor Konstruksi
1.3.5. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia
BOKS 2. Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT
BOKS 3. Distribusi Bahan Bakar Minyak di Provinsi NTT
BOKS 4. Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT
BAB II KEUANGAN DAERAH
2.1 Kondisi Umum
2.2 Pendapatan Daerah
2.3 Belanja Daerah
i
iii
v
viii
xiii
xiv
xvii
xxi
1
1
1
1
2
3
7
9
9
9
10
11
13
14
16
16
20
24
27
30
35
35
35
37
Daftar Isi
vFebruari 2017
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.1.1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Tahun 2016
1.1.2. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor Konstruksi
1.3.5. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Karakter Ekonomi Provinsi NTT dan Kontribusi Terhadap Perekonomian Indonesia
BOKS 2. Kajian Growth Diagnostic Provinsi NTT
BOKS 3. Distribusi Bahan Bakar Minyak di Provinsi NTT
BOKS 4. Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT
BAB II KEUANGAN DAERAH
2.1 Kondisi Umum
2.2 Pendapatan Daerah
2.3 Belanja Daerah
i
iii
v
viii
xiii
xiv
xvii
xxi
1
1
1
1
2
3
7
9
9
9
10
11
13
14
16
16
20
24
27
30
35
35
35
37
Daftar Isi
vFebruari 2017
Daftar Isi2.3.1. Belanja APBN
2.3.2. Belanja Pemerintah provinsi NTT
2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
2.4 Dana Pemerintah di Perbankan
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
3.1. Kondisi Umum
3.1.1. Inflasi Bulanan
3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
3.2.1. Bahan Makanan
3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
3.2.4. Komoditas Lainnya
3.3. Disagregasi Inflasi NTT
3.3.1 Volatile foods
3.3.2 Administered prices
3.3.3 Inflasi Inti (Core)
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan I-2017
3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS 5. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir
BOKS 6. Pola Perdagangan Antar Wilayah di Provinsi NTT
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4.1. Kondisi Umum
4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM
4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi
Daftar Isi
viivi Februari 2017Februari 2017
4.4.1. Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi
4.5. Asesmen Perbankan
4.5.1. Kinerja Bank Umum
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
BOKS 7.Penyusunan Regional Finance Accounts Provinsi NTT
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1. Kondisi Umum
5.2. Transaksi Pembayaran Tunai
5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016
5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai
5.3.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital
BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN
6.1 Kondisi Umum
6.2. Kondisi Kesejahteraan
6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
6.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani
6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Kosumen (ITK)
6.3. Kondisi Ketenagakerjaan
6.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum
6.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Manufaktur Besar & Sedang
6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II 2017
7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
7.2 Inflasi
7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017
7.2.2 Inflasi Tahun 2017
BOKS 8. Perhitungan Potensi Inflasi
39
39
40
41
43
43
47
48
45
50
50
51
51
52
52
52
53
53
54
55
56
59
62
69
69
69
69
70
73
73
73
74
75
75
76
76
77
78
85
85
86
86
86
87
88
88
88
89
93
93
93
93
95
96
96
96
97
97
101
101
101
101
102
103
103
103
104
105
Daftar Isi2.3.1. Belanja APBN
2.3.2. Belanja Pemerintah provinsi NTT
2.3.3. Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
2.4 Dana Pemerintah di Perbankan
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
3.1. Kondisi Umum
3.1.1. Inflasi Bulanan
3.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
3.2.1. Bahan Makanan
3.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.2.3. Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
3.2.4. Komoditas Lainnya
3.3. Disagregasi Inflasi NTT
3.3.1 Volatile foods
3.3.2 Administered prices
3.3.3 Inflasi Inti (Core)
3.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
3.5. Proyeksi Inflasi Provinsi NTT Triwulan I-2017
3.6. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS 5. Komoditas Utama Penyumbang Inflasi NTT dalam 6 Tahun Terakhir
BOKS 6. Pola Perdagangan Antar Wilayah di Provinsi NTT
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH
4.1. Kondisi Umum
4.2. Asesmen Kebutuhan Rumah Tangga
4.2.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.2.2. Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
4.3. Perkembangan Akses Keuangan dan UMKM
4.3.1. Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
4.3.2. Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
4.3.3. Perkembangan Risiko Kredit UMKM
4.4. Asesmen Ketahanan Korporasi
Daftar Isi
viivi Februari 2017Februari 2017
4.4.1. Eksposur Perbankan Pada Sektor Korporasi
4.5. Asesmen Perbankan
4.5.1. Kinerja Bank Umum
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
BOKS 7.Penyusunan Regional Finance Accounts Provinsi NTT
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
5.1. Kondisi Umum
5.2. Transaksi Pembayaran Tunai
5.2.1. Aliran Uang Masuk (Inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016
5.3. Transaksi Pembayaran Non Tunai
5.3.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
5.4. Perkembangan Layanan Keuangan Digital
BAB VI KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN
6.1 Kondisi Umum
6.2. Kondisi Kesejahteraan
6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
6.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani
6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Kosumen (ITK)
6.3. Kondisi Ketenagakerjaan
6.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum
6.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Manufaktur Besar & Sedang
6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
7.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II 2017
7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Sektoral
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
7.2 Inflasi
7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017
7.2.2 Inflasi Tahun 2017
BOKS 8. Perhitungan Potensi Inflasi
39
39
40
41
43
43
47
48
45
50
50
51
51
52
52
52
53
53
54
55
56
59
62
69
69
69
69
70
73
73
73
74
75
75
76
76
77
78
85
85
86
86
86
87
88
88
88
89
93
93
93
93
95
96
96
96
97
97
101
101
101
101
102
103
103
103
104
105
1.34 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik 1.35 Perkembangan NTB Perbankan
Grafik Boks 1.1. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 34 Provinsi Indonesia
Grafik Boks 1.2. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 34 Provinsi di Indonesia
Grafik Boks 1.3. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral
Grafik Boks 1.4. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan
Grafik Boks 1.5. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sektoral di Provinsi NTT
Grafik Boks 1.6. Andil Pertumbuhan Ekonomi Penggunaan di Provinsi NTT
Grafik Boks 1.7. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 22 Kab/Kota di NTT
Grafik Boks 1.8. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 22 Kab/Kota di NTT
Grafik Boks 2.1. Kondisi Pendidikan Angkatan Kerja
Grafik Boks 2.2. Angka Partisipasi Sekolah Provinsi NTT
Grafik Boks 3.1. Penyaluran BBM di Provinsi NTT
Grafik Boks 3.2. Pangsa Penyaluran BBM di Provinsi NTT
Grafik Boks 3.3. Rasio Penyaluran BBM dengan PDRB Sektor Transportasi dan Komunikasi
Grafik Boks 3.4. Rasio Penggunaan BBM Berdasarkan Rumah Tangga dan Kendaraan
Grafik Boks 4.1. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan Tenau
Grafik Boks 4.2. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan NTT
Grafik Boks 4.3. Kapasitas Muatan Sapi Per Tahun
Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN
Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota
Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-IV 2016
Grafik 2.5 Pangsa Belanja Kabupaten/ Kota
Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Belanja Modal
Grafik 2.8 Pertumbuhan Realisasi Belanja (% yoy)
Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT
Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD
Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT
Grafik 2.11 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional 2001-2016
Grafik 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang 2016 di NTT
Grafik 3.3 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Secara Triwulanan
17
18
20
20
21
21
22
22
22
22
25
25
27
27
28
29
31
31
32
35
36
36
36
37
38
38
38
38
39
40
41
45
45
46
Daftar Grafik Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Tahunan Beberapa Provinsi di Indonesia
Grafik 1.3 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT dibanding Nasional Triwulanan (%yoy)
Grafik 1.4 PDRB & Pertumbuhan PDRB Triwulanan NTT, Bali dan Nasional (% yoy)
Grafik 1.5 Survei Konsumen
Grafik 1.6 Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi BBM
Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.11 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.12 Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 1.13 Perkembangan Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.14 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT
Grafik 1.16 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT
Grafik 1.17 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.18 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.19 Perkembangan Ekspor dan Impor
Grafik 1.20 Negara Tujuan Ekspor
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.22 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau
Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.24 Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Pertanian
Grafik 1.26 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Tahun 2016
Grafik 1.27 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan IV-2016
Grafik 1.28 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.29 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.30 Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.32 Proyeksi SKDU Perdagangan
Grafik 1.33 Perkembangan Tamu Hotel
1
1
2
2
4
4
5
5
5
5
5
6
6
7
8
8
9
9
10
10
12
12
12
12
13
14
14
14
15
15
15
15
17
Daftar Grafik
ixviii Februari 2017Februari 2017
Grafik 1.34 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik 1.35 Perkembangan NTB Perbankan
Grafik Boks 1.1. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 34 Provinsi Indonesia
Grafik Boks 1.2. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 34 Provinsi di Indonesia
Grafik Boks 1.3. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Sektoral
Grafik Boks 1.4. Struktur Ekonomi Provinsi NTT Berdasarkan Penggunaan
Grafik Boks 1.5. Andil Pertumbuhan Ekonomi Sektoral di Provinsi NTT
Grafik Boks 1.6. Andil Pertumbuhan Ekonomi Penggunaan di Provinsi NTT
Grafik Boks 1.7. Rangking PDRB dan Jumlah Penduduk 22 Kab/Kota di NTT
Grafik Boks 1.8. Rangking PDRB Perkapita dan Pertumbuhan Ekonomi 22 Kab/Kota di NTT
Grafik Boks 2.1. Kondisi Pendidikan Angkatan Kerja
Grafik Boks 2.2. Angka Partisipasi Sekolah Provinsi NTT
Grafik Boks 3.1. Penyaluran BBM di Provinsi NTT
Grafik Boks 3.2. Pangsa Penyaluran BBM di Provinsi NTT
Grafik Boks 3.3. Rasio Penyaluran BBM dengan PDRB Sektor Transportasi dan Komunikasi
Grafik Boks 3.4. Rasio Penggunaan BBM Berdasarkan Rumah Tangga dan Kendaraan
Grafik Boks 4.1. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan Tenau
Grafik Boks 4.2. Arus Barang Berdasarkan Perdagangan dan Distribusi di Pelabuhan NTT
Grafik Boks 4.3. Kapasitas Muatan Sapi Per Tahun
Grafik 2.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 2.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBN
Grafik 2.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan APBD Provinsi/Kab-Kota
Grafik 2.4 Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota dan Komponennya Triwulan-IV 2016
Grafik 2.5 Pangsa Belanja Kabupaten/ Kota
Grafik 2.6 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah
Grafik 2.7 Perkembangan Realisasi Belanja Modal
Grafik 2.8 Pertumbuhan Realisasi Belanja (% yoy)
Grafik 2.9 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kab/Kota di NTT
Grafik 2.10 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN Pemerintah dan APBD
Grafik 2.11 Realisasi Belanja dan Komponennya Pemerintah Provinsi, dan Kab/Kota di NTT
Grafik 2.11 Dana Pihak Ketiga Pemerintah di Perbankan NTT
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional 2001-2016
Grafik 3.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Sepanjang 2016 di NTT
Grafik 3.3 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional Secara Triwulanan
17
18
20
20
21
21
22
22
22
22
25
25
27
27
28
29
31
31
32
35
36
36
36
37
38
38
38
38
39
40
41
45
45
46
Daftar Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Tahunan Beberapa Provinsi di Indonesia
Grafik 1.3 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT dibanding Nasional Triwulanan (%yoy)
Grafik 1.4 PDRB & Pertumbuhan PDRB Triwulanan NTT, Bali dan Nasional (% yoy)
Grafik 1.5 Survei Konsumen
Grafik 1.6 Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.7 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi BBM
Grafik 1.10 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.11 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.12 Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 1.13 Perkembangan Survei Penjualan Eceran
Grafik 1.14 Proyeksi Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.15 Perkembangan Realisasi Investasi di Provinsi NTT
Grafik 1.16 Realisasi Konsumsi Semen di Provinsi NTT
Grafik 1.17 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.18 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.19 Perkembangan Ekspor dan Impor
Grafik 1.20 Negara Tujuan Ekspor
Grafik 1.21 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.22 Data Pengiriman Ternak dari Pelabuhan Tenau
Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.24 Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.25 Proyeksi SKDU Pertanian
Grafik 1.26 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Tahun 2016
Grafik 1.27 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah Triwulan IV-2016
Grafik 1.28 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.29 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.30 Perkembangan Survei Konsumen
Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.32 Proyeksi SKDU Perdagangan
Grafik 1.33 Perkembangan Tamu Hotel
1
1
2
2
4
4
5
5
5
5
5
6
6
7
8
8
9
9
10
10
12
12
12
12
13
14
14
14
15
15
15
15
17
Daftar Grafik
ixviii Februari 2017Februari 2017
Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha
Grafik 4.12 Kondisi Keuangan
Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 4.14 NPL UMKM
4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi
Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor
Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi
Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi
Grafik 4.21 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi
Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
Grafik 4.23 Perkembangan LDR
Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum
Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR
Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 5.4 Share Setoran Bank 2016
Grafik 5.5 Share Bayaran Bank 2016
Grafik 5.6 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE
Grafik 5.7 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 5.8 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
Grafik 5.9 5 Daerah Terbesar Tujuan SKNBI NTT
Grafik 5.10 5 Daerah Terbesar Asal SKNBI NTT
Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin di NTT
Grafik 6.4 Gini Ratio Nasional dan NTT
Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan
Grafik 6.6 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan
72
73
73
73
73
74
74
75
75
75
75
76
77
77
77
78
78
85
85
85
86
86
87
87
88
89
89
93
93
94
94
94
94
Daftar GrafikGrafik 3.4 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia
Grafik 3.5 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan
dan Bulanan
Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub
Kelompok Komoditas
Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan
Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 3.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik Boks 5.1. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di
Kota Kupang 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Kupang
Grafik Boks 5.2. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di
Kota Maumere 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Maumere
Grafik Boks 5.3. Pola Pergerakan Inflasi 19 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Kupang 6 Tahun
Terakhir
Grafik Boks 5.4. Pola Pergerakan Inflasi 25 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Maumere 6 Tahun
Terakhir
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat
Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK
Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas
Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan
Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga
Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK
Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga
Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga
48
48
49
49
50
50
51
51
51
53
54
55
59
59
60
60
70
70
70
70
71
71
71
71
72
Daftar Grafik
xix Februari 2017Februari 2017
Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha
Grafik 4.12 Kondisi Keuangan
Grafik 4.13 Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 4.14 NPL UMKM
Grafik 4.15 Pertumbuhan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.16 Pertumbuhan Kredit UMKM 7 Sektor Ekonomi
Grafik 4.17 NPL UMKM Berdasarkan Jenis Usaha
Grafik 4.18 NPL UMKM 3 Sektor
Grafik 4.19 Pertumbuhan Tahunan Kredit Korporasi
Grafik 4.20 NPL Kredit Sektor Korporasi
Grafik 4.21 NPL Kredit 4 Sektor Korporasi
Grafik 4.22 Pertumbuhan DPK (yoy) dan Kredit (yoy)
Grafik 4.23 Perkembangan LDR
Grafik 4.24 BOPO dan ROA Bank Umum
Grafik 4.25 LDR dan CAR BPR
Grafik 4.26 BOPO, ROA, NPL BPR
Grafik 5.1 Perkembangan Inflow/Outflow di Provinsi NTT
Grafik 5.2 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 5.3 Perkembangan Transaksi Kliring
Grafik 5.4 Share Setoran Bank 2016
Grafik 5.5 Share Bayaran Bank 2016
Grafik 5.6 Perkembangan Inflow, Outflow dan UTLE
Grafik 5.7 Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
Grafik 5.8 Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
Grafik 5.9 5 Daerah Terbesar Tujuan SKNBI NTT
Grafik 5.10 5 Daerah Terbesar Asal SKNBI NTT
Grafik 6.1 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 6.2 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
Grafik 6.3 Prosentase Penduduk Miskin di NTT
Grafik 6.4 Gini Ratio Nasional dan NTT
Grafik 6.5 Perkembangan Garis Kemiskinan
Grafik 6.6 Sepuluh Peringkat Terendah Garis Kemiskinan
72
73
73
73
73
74
74
75
75
75
75
76
77
77
77
78
78
85
85
85
86
86
87
87
88
89
89
93
93
94
94
94
94
Daftar GrafikGrafik 3.4 Perbandingan Inflasi 5 regional di Indonesia
3.5 Perbandingan Inflasi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 3.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.7 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Grafik 3.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 3.9 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 3.10 Inflasi Kelompok Komoditas Makanan Jadi,Minuman dan Tembakau secara Triwulanan, Tahunan
dan Bulanan
Grafik 3.11 Inflasi Kelompok Komoditas Komoditas Makanan Jadi,Minuman Dan Tembakau per Sub
Kelompok Komoditas
Grafik 3.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan
Grafik 3.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 3.15 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik Boks 5.1. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di
Kota Kupang 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Kupang
Grafik Boks 5.2. Korelasi Pergerakan Gabungan 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi dan Deflasi di
Kota Maumere 6 tahun Terakhir dengan Inflasi Kota Maumere
Grafik Boks 5.3. Pola Pergerakan Inflasi 19 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Kupang 6 Tahun
Terakhir
Grafik Boks 5.4. Pola Pergerakan Inflasi 25 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di Kota Maumere 6 Tahun
Terakhir
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi RT terhadap Agregat
Grafik 4.2 IKK, IKE dan IEK
Grafik 4.3 Indeks Pengeluaran Berdasarkan Kelompok Komoditas
Grafik 4.4 Indeks Sikap Masyarakat Terhadap Kasus Kejahatan Perbankan
Grafik 4.5 Pangsa DPK Rumah Tangga dan Non Rumah Tangga
Grafik 4.6 Pertumbuhan DPK
Grafik 4.7 Preferensi DPK Rumah Tangga
Grafik 4.8 Pertumbuhan DPK Rumah Tangga
Grafik 4.9 Kredit Konsumsi Rumah Tangga
48
48
49
49
50
50
51
51
51
53
54
55
59
59
60
60
70
70
70
70
71
71
71
71
72
Daftar Grafik
xix Februari 2017Februari 2017
Grafik 6.7 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 6.8 Indeks Keparahan Kemiskinan
Grafik 6.9 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor
Grafik 6.11 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi Konsumen BPS
Grafik 6.12 Perkembangan Tenaga Kerja di NTT
Grafik 6.13 Perkembangan Status Pekerja
Grafik 6.14 Porsentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 6.15 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 6.16 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-II 2017
Grafik 7.2 Survei Konsumen
Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw II 2017 dan 2017
95
95
96
96
96
97
97
97
97
98
101
101
103
104
Daftar Grafik
xii Februari 2017
Daftar TabelTabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016
Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016
Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016
Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016
Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016
Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016
Tabel 1.7 Perkembangan Pengiriman Sapi
Tabel Boks 2.1 Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT
Tabel Boks 2.2 Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.5 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.6 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
Tabel Boks 7.1 Regional Financial Accounts
Tabel Boks 7.2 Aliran Perpindahan Aset & Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi
Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
Tabel Boks 8.1 Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan Pendekatan
Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah
3
4
6
8
8
11
12
24
26
38
41
42
46
47
48
49
54
55
72
76
81
81
87
105
xiiiFebruari 2017
Grafik 6.7 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 6.8 Indeks Keparahan Kemiskinan
Grafik 6.9 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 6.10 Perkembangan Nilai Tukar Petani Per Sektor
Grafik 6.11 Perkembangan Survei Konsumen-BI dan Indeks Tendensi Konsumen BPS
Grafik 6.12 Perkembangan Tenaga Kerja di NTT
Grafik 6.13 Perkembangan Status Pekerja
Grafik 6.14 Porsentase Penyerapan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 6.15 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 6.16 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 7.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan-II 2017
Grafik 7.2 Survei Konsumen
Grafik 7.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
Grafik 7.4 Prediksi Inflasi Tw II 2017 dan 2017
95
95
96
96
96
97
97
97
97
98
101
101
103
104
Daftar Grafik
xii Februari 2017
Daftar TabelTabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016
Tabel 1.2 PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016
Tabel 1.3 PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016
Tabel 1.4 PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016
Tabel 1.5 Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016
Tabel 1.6 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016
Tabel 1.7 Perkembangan Pengiriman Sapi
Tabel Boks 2.1 Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT
Tabel Boks 2.2 Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komposisi DPK Pemerintah di NTT
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Tabel 3.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Tabel 3.3 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Tabel 3.4 Inflasi di NTT Berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.5 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 3.6 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
Tabel Boks 7.1 Regional Financial Accounts
Tabel Boks 7.2 Aliran Perpindahan Aset & Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi
Tabel 5.1 Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
Tabel Boks 8.1 Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan Pendekatan
Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah
3
4
6
8
8
11
12
24
26
38
41
42
46
47
48
49
54
55
72
76
81
81
87
105
xiiiFebruari 2017
Ringkasan Umum
Foto : Bukit Wairinding - Sumba Timur
xiv Februari 2017
Daftar GambarGambar Boks 3.1 Peta Distribusi BBM Per Kab/Kota di Provinsi NTT
Gambar Boks 4.1 Peta Alur Transportasi Laut Barang
Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT
Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT 2016 & Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 6.1 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Beras
Gambar Boks 6.2 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Gula Pasir
Gambar Boks 6.3 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Cabai Merah
Gambar Boks 6.4 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Bawang Merah
Gambar Boks 7.1 Kerangka Integrated Economic Accounts
Gambar Boks 7.2 Konsep Penyusunan FABS
28
31
41
57
62
63
63
64
80
80
Ringkasan Umum
Foto : Nelayan di Maumere
xiv Februari 2017
Daftar GambarGambar Boks 3.1 Peta Distribusi BBM Per Kab/Kota di Provinsi NTT
Gambar Boks 4.1 Peta Alur Transportasi Laut Barang
Gambar 2.1 Realisasi Belanja Modal Kab/Kota di Provinsi NTT
Gambar 3.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT 2016 & Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 6.1 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Beras
Gambar Boks 6.2 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Gula Pasir
Gambar Boks 6.3 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Cabai Merah
Gambar Boks 6.4 Pola Perdagangan Antar Wilayah Komoditas Bawang Merah
Gambar Boks 7.1 Kerangka Integrated Economic Accounts
Gambar Boks 7.2 Konsep Penyusunan FABS
28
31
41
57
62
63
63
64
80
80
Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL
Produk Domestik Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan
pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03%
(yoy) dan nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016
terutama adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul
karena peningkatan pendapatan seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan
dorongan kegiatan proyek-proyek Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT,
seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga
mendorong tumbuhnya konsumsi masyarakat di NTT. Sementara itu, PDRB NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09
triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar
5,11% (yoy) dan nasional yang sebesar 4,94% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga didorong oleh peningkatan
konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,45% (yoy),
meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-2016. Peningkatan ini ditengarai disebabkan
oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao dan telah masuknya panen komoditas
padi, serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Sementara itu, peningkatan kegiatan investasi
didorong oleh beberapa kegiatan proyek pemerintah dan swasta, diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan,
gedung pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cukup stabil dengan kisaran 5-
5,4% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan sektor perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring
penyelenggaraan pemilu di 3 (tiga) daerah dan kegiatan konstruksi seiring adanya proyek multiyears, seperti bendungan
dan Pos Lintas Batas Negara serta perpanjangan proyek tahun 2016 selama 50 hari di tahun 2017. Selain itu, panen
komoditas padi yang masih terjadi juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi lainnya.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada hingga akhir
tahun 2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,92
triliun. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016
sebesar Rp 35,52 triliun, jumlah tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2015 yang sebesar Rp 24,98 triliun yang
terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal. Upaya
pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 dinilai cukup efektif, sehingga secara kumulatif
realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 4,92% (yoy) di
tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy) atau
rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi
capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi
pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016
yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-
sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, cenderung
Februari 2017 xvii
Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL
Produk Domestik Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan
pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03%
(yoy) dan nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016
terutama adalah konsumsi rumah tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul
karena peningkatan pendapatan seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan
dorongan kegiatan proyek-proyek Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT,
seperti Hari Keluarga Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga
mendorong tumbuhnya konsumsi masyarakat di NTT. Sementara itu, PDRB NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09
triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar
5,11% (yoy) dan nasional yang sebesar 4,94% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga didorong oleh peningkatan
konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,45% (yoy),
meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-2016. Peningkatan ini ditengarai disebabkan
oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao dan telah masuknya panen komoditas
padi, serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Sementara itu, peningkatan kegiatan investasi
didorong oleh beberapa kegiatan proyek pemerintah dan swasta, diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan,
gedung pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cukup stabil dengan kisaran 5-
5,4% (yoy) yang didorong oleh pertumbuhan sektor perdagangan dan administrasi pemerintahan seiring
penyelenggaraan pemilu di 3 (tiga) daerah dan kegiatan konstruksi seiring adanya proyek multiyears, seperti bendungan
dan Pos Lintas Batas Negara serta perpanjangan proyek tahun 2016 selama 50 hari di tahun 2017. Selain itu, panen
komoditas padi yang masih terjadi juga menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi lainnya.
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH
Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada hingga akhir
tahun 2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 sebesar Rp 24,92
triliun. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016
sebesar Rp 35,52 triliun, jumlah tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2015 yang sebesar Rp 24,98 triliun yang
terutama didorong oleh peningkatan realisasi belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal. Upaya
pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 dinilai cukup efektif, sehingga secara kumulatif
realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
PERKEMBANGAN INFLASI
Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari 4,92% (yoy) di
tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 3,02% (yoy) atau
rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi
capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi
pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016
yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-
sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, cenderung
Februari 2017 xvii
Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016 yang tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan Februari yang 3,59%. Perbaikan
juga terindikasi dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya perbaikan kualitas SDM di NTT.
Kondisi tenaga kerja yang positif juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia
triwulan IV-2016.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) yang didorong oleh peningkatan
pendapatan masyarakat dari sektor pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14
PNS. Adanya libur keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja
masyarakat. Sementara itu pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada kisaran 5,1-
5,5% (yoy) yang masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan.
Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.
Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy)
yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta
kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-
5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga komoditas bahan makanan di tahun sebelumnya serta kenaikan
harga komponen yang diatur pemerintah.
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga yang terindikasi pada
masih positifnya pertumbuhan indikator perbankan berupa aset dan kredit. Di sisi lain meskipun terjadi perlambatan pada
komponen kredit UMKM, namun pertumbuhan yang masih cukup tinggi sebesar 16,71% (yoy) dan rasio kredit
bermasalah yang masih terjaga sebesar 2,97% menunjukkan perkembangan kredit yang masih cukup baik. Sementara itu,
adanya peningkatan rasio NPL kredit korporasi perlu untuk menjadi perhatian perbankan agar lebih mencermati profil
debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit kepada korporasi.
Februari 2017xviii
relatif stabil dan bahkan untuk komoditas padi-padian mengalami penurunan di tahun 2016. Penurunan inflasi juga
didorong kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami deflasi seiring adanya
penurunan tarif penerbangan sebagai dampak positif bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.
Di sisi lain, inflasi pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kenaikan
tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan potensi kenaikan kembali pada bulan Maret 2017.
Dorongan inflasi juga terjadi dari kenaikan biaya perpanjangan STNK dan kenaikan harga bahan makanan seiring kondisi
cuaca yang kurang baik di awal tahun.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT cenderung mengalami perlambatan. Jumlah uang yang
beredar di masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan
tahun 2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016
tercatat cukup stabil yang didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
NTT pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru 2017.
Sementara itu dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait kebutuhan uang layak edar, pada tahun
2016 Bank Indonesia telah meresmikan penambahan kas titipan di 3 (tiga) daerah yaitu Ende, Ruteng (Kab. Manggarai)
serta Lewoleba (Kab. Lembata).
Di sisi lain, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan. pada triwulan IV 2016 baik secara nominal
maupun volume warkat yang ditengarai seiring dengan perlambatan investasi pemerintah. Sementara itu, dalam upaya
menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mendorong
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan
monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan September 2016 menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu
signifikan menjadi 22,01% dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2015 (22,58%).
Menurunnya presentase penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan
dan indeks keparahan kemiskinan yang mengindikasikan adanya perbaikan kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun
2016 dibandingkan 2015 dan potensi penurunan penduduk miskin di masa datang.
Februari 2017 xix
Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016 yang tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan Februari yang 3,59%. Perbaikan
juga terindikasi dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya perbaikan kualitas SDM di NTT.
Kondisi tenaga kerja yang positif juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia
triwulan IV-2016.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) yang didorong oleh peningkatan
pendapatan masyarakat dari sektor pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14
PNS. Adanya libur keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja
masyarakat. Sementara itu pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada kisaran 5,1-
5,5% (yoy) yang masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran serta administrasi pemerintahan.
Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.
Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy)
yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta
kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-
5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga komoditas bahan makanan di tahun sebelumnya serta kenaikan
harga komponen yang diatur pemerintah.
PERKEMBANGAN STABILITAS KEUANGAN
Kondisi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga yang terindikasi pada
masih positifnya pertumbuhan indikator perbankan berupa aset dan kredit. Di sisi lain meskipun terjadi perlambatan pada
komponen kredit UMKM, namun pertumbuhan yang masih cukup tinggi sebesar 16,71% (yoy) dan rasio kredit
bermasalah yang masih terjaga sebesar 2,97% menunjukkan perkembangan kredit yang masih cukup baik. Sementara itu,
adanya peningkatan rasio NPL kredit korporasi perlu untuk menjadi perhatian perbankan agar lebih mencermati profil
debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit kepada korporasi.
Februari 2017xviii
relatif stabil dan bahkan untuk komoditas padi-padian mengalami penurunan di tahun 2016. Penurunan inflasi juga
didorong kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan yang mengalami deflasi seiring adanya
penurunan tarif penerbangan sebagai dampak positif bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.
Di sisi lain, inflasi pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami peningkatan yang terutama disebabkan oleh kenaikan
tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan potensi kenaikan kembali pada bulan Maret 2017.
Dorongan inflasi juga terjadi dari kenaikan biaya perpanjangan STNK dan kenaikan harga bahan makanan seiring kondisi
cuaca yang kurang baik di awal tahun.
PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT cenderung mengalami perlambatan. Jumlah uang yang
beredar di masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan
tahun 2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016
tercatat cukup stabil yang didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih
tinggi dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
NTT pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru 2017.
Sementara itu dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat terkait kebutuhan uang layak edar, pada tahun
2016 Bank Indonesia telah meresmikan penambahan kas titipan di 3 (tiga) daerah yaitu Ende, Ruteng (Kab. Manggarai)
serta Lewoleba (Kab. Lembata).
Di sisi lain, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan. pada triwulan IV 2016 baik secara nominal
maupun volume warkat yang ditengarai seiring dengan perlambatan investasi pemerintah. Sementara itu, dalam upaya
menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT terus mendorong
Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta melakukan
monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT pada bulan September 2016 menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu
signifikan menjadi 22,01% dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2015 (22,58%).
Menurunnya presentase penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan
dan indeks keparahan kemiskinan yang mengindikasikan adanya perbaikan kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun
2016 dibandingkan 2015 dan potensi penurunan penduduk miskin di masa datang.
Februari 2017 xix
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Februari 2017 xxi
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
Ket:*) dalam Rp Rupiah (ADHB) **) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q3 2016 ***) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q4 2015 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB harga konstan
II. INFLASI
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I II
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
III
120.78
121.54
115.77
6.74
7.08
4.44
IV
125.02
126.15
117.60
4.92
5.07
3.89
2016
I
124.56
125.64
117.50
5.04
5.16
4.16
II
126,10
127,42
117,47
5,02
5,23
3,57
III
124,48
125,41
118,41
3,07
3,18
2,28
IV
128,12
129,07
121,86
2,48
2,31
3,62
2015 2016
76.190,9
22.765,5
1.073,5
940,9
43,6
47,2
7.908,2
8.272,3
3.986,6
487,1
5.477,4
2.995,5
2.054,3
235,5
9.375,0
7.303,2
1.585,5
1.639,5
76.190,9
57.361,6
2.539,4
21.765,7
30.996,1
967,6
1.592,0
261,5
-38.770,0
21.194
78.589
5.465
3.633
84.172,6
24.315,8
1.166,8
1.034,3
59,4
49,0
9.095,3
9.321,8
4.528,3
586,1
5.878,5
3.362,9
2.209,5
257,2
10.665,0
8.103,3
1.768,0
1.771,4
84.172,6
64.246,5
2.636,9
22.518,3
35.725,0
458,3
1.287,6
274,8
-42.425,1
21.393
102.733
12.367
22.401
5,18
2,23
5,66
4,98
14,61
0,38
8,46
6,77
6,73
14,46
6,76
8,47
3,41
2,83
5,63
4,18
6,19
3,55
5,18
6,80
0,41
-0,36
5,06
-55,80
-20,81
5,91
2,00
0,94
30,72
126,32
516,68
%QTQ* %YOY***%yoy*) IV
2016
20.299,5
5.627,5
292,4
259,3
13,7
12,3
2.244,0
2.217,5
1.089,8
137,0
1.462,3
799,2
550,9
62,3
2.628,6
2.041,2
432,9
428,6
20.299,5
15.875,4
727,6
7.289,5
8.827,5
352,4
349,5
72,6
-13.049,8
5.655
24.964
1.439
760
21.875,2
6.417,8
301,7
265,2
15,3
12,7
2.389,2
2.456,3
1.186,1
154,6
1.511,0
838,7
567,4
66,4
2.731,1
2.068,0
443,9
449,9
21.875,2
16.073,1
677,2
6.946,7
9.341,9
136,7
330,6
93,4
-11.537,6
5.042
32.105
3.388
614
0,28
-6,05
2,43
4,17
3,72
1,10
2,80
0,40
2,07
2,72
3,23
5,90
1,72
4,13
2,15
4,88
5,89
1,90
0,28
4,01
8,95
3,08
6,41
19,70
5,01
-44,96
12,15
20,46
-20,34
-80,75
147,25
III
2015
5,19
4,53
3,19
3,41
11,52
1,27
8,48
7,57
5,48
13,01
7,23
8,38
3,53
5,57
1,60
2,51
5,20
4,32
5,19
7,27
-0,29
-3,08
4,42
-55,29
-1,86
-29,03
0,99
7,40
2,45
-54,67
99,60
2016
IV
22.096,6
6.094,6
309,4
279,2
16,0
12,8
2.465,0
2.487,9
1.210,7
159,8
1.569,3
899,0
577,5
69,5
2.827,9
2.182,0
473,6
462,3
22.096,6
17.390,2
744,9
7.359,4
10.143,2
166,7
315,3
51,9
-13.971,3
6.074
25.575
652
1.518
JAN
129,07
130,09
122,35
2,48
2,32
3,61
2017
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Februari 2017 xxi
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
Ket:*) dalam Miliar Rupiah (ADHB) **) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q3 2016 ***) Pertumbuhan Q4 2016 dibandingkan Q4 2015 ****) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB harga konstan
II. INFLASI
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I II
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
III
120.78
121.54
115.77
6.74
7.08
4.44
IV
125.02
126.15
117.60
4.92
5.07
3.89
2016
I
124.56
125.64
117.50
5.04
5.16
4.16
II
126,10
127,42
117,47
5,02
5,23
3,57
III
124,48
125,41
118,41
3,07
3,18
2,28
IV
128,12
129,07
121,86
2,48
2,31
3,62
2015 2016*
76.190,9
22.765,5
1.073,5
940,9
43,6
47,2
7.908,2
8.272,3
3.986,6
487,1
5.477,4
2.995,5
2.054,3
235,5
9.375,0
7.303,2
1.585,5
1.639,5
76.190,9
57.361,6
2.539,4
21.765,7
30.996,1
967,6
1.592,0
261,5
-38.770,0
21.194
78.589
5.465
3.633
84.172,6
24.315,8
1.166,8
1.034,3
59,4
49,0
9.095,3
9.321,8
4.528,3
586,1
5.878,5
3.362,9
2.209,5
257,2
10.665,0
8.103,3
1.768,0
1.771,4
84.172,6
64.246,5
2.636,9
22.518,3
35.725,0
458,3
1.287,6
274,8
-42.425,1
21.393
102.733
12.367
22.401
5,18
2,23
5,66
4,98
14,61
0,38
8,46
6,77
6,73
14,46
6,76
8,47
3,41
2,83
5,63
4,18
6,19
3,55
5,18
6,80
0,41
-0,36
5,06
-55,80
-20,81
5,91
2,00
0,94
30,72
126,32
516,68
%QTQ** %YOY***%yoy IV
2016
20.299,5
5.627,5
292,4
259,3
13,7
12,3
2.244,0
2.217,5
1.089,8
137,0
1.462,3
799,2
550,9
62,3
2.628,6
2.041,2
432,9
428,6
20.299,5
15.875,4
727,6
7.289,5
8.827,5
352,4
349,5
72,6
-13.049,8
5.655
24.964
1.439
760
21.875,2
6.417,8
301,7
265,2
15,3
12,7
2.389,2
2.456,3
1.186,1
154,6
1.511,0
838,7
567,4
66,4
2.731,1
2.068,0
443,9
449,9
21.875,2
16.073,1
677,2
6.946,7
9.341,9
136,7
330,6
93,4
-11.537,6
5.042
32.105
3.388
614
0,28
-6,05
2,43
4,17
3,72
1,10
2,80
0,40
2,07
2,72
3,23
5,90
1,72
4,13
2,15
4,88
5,89
1,90
0,28
4,01
8,95
3,08
6,41
19,70
5,01
-44,96
12,15
20,46
-20,34
-80,75
147,25
III
2015
5,19
4,53
3,19
3,41
11,52
1,27
8,48
7,57
5,48
13,01
7,23
8,38
3,53
5,57
1,60
2,51
5,20
4,32
5,19
7,27
-0,29
-3,08
4,42
-55,29
-1,86
-29,03
0,99
7,40
2,45
-54,67
99,60
2016
IV
22.096,6
6.094,6
309,4
279,2
16,0
12,8
2.465,0
2.487,9
1.210,7
159,8
1.569,3
899,0
577,5
69,5
2.827,9
2.182,0
473,6
462,3
22.096,6
17.390,2
744,9
7.359,4
10.143,2
166,7
315,3
51,9
-13.971,3
6.074
25.575
652
1.518
JAN
129,07
130,09
122,35
2,48
2,32
3,61
2017
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan apabila dibandingkan
dengan tahun 2015. Pendorong utama pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari peningkatan daya
beli masyarakat yang terlihat dari komponen konsumsi rumah tangga. Sementara pertumbuhan sisi
sektoral terutama berasal dari sektor 1) Konstruksi serta 2)Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor.
Ekonomi Makro Regional01
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 tercatat sebesar 5,18% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) ataupun nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy)
pada tahun 2016.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11%(yoy). Sumber pertumbuhan terutama berasal dari
peningkatan pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama dan didukung pertumbuhan yang cukup
tinggi pada sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran.
Dari tracking pertumbuhan ekonomi triwulan I-2017 diperkirakan cukup stabil seiring dorongan
pertumbuhan tahunan pada sektor perdagangan, konstruksi dan administrasi pemerintahan.
INDIKATOR
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
III. PERBANKAN
IV. SISTEM PEMBAYARAN
xxii Februari 2017
2014
I II III IV
20152015 2016
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,7%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
23.316
16.804
3.954
8.515
4.336
15.695
4.385
1.343
9.968
15.071
4.322
1.115
9.634
89,7%
4.324
343
250
270
82,6%
23.660
17.055
15.341
1,5%
1,5%
1,8%
26.398
18.465
5.310
8.475
4.680
16.587
4.822
1.443
10.322
15.947
4.742
1.201
10.004
86,4%
4.922
355
257
294
85,6%
26.753
18.723
16.241
1,3%
1,4%
1,8%
27.114
18.895
5.015
8.959
4.922
17.153
5.061
1.443
10.649
16.532
5.008
1.235
10.289
87,5%
5.176
374
275
306
84,1%
27.487
19.170
16.838
1,4%
1,4%
1,8%
25.600
18.367
3.634
10.306
4.427
17.698
5.261
1.536
10.900
17.094
5.252
1.309
10.534
93,1%
5.329
415
309
319
79,4%
26.016
18.676
17.413
1,6%
1,7%
1,8%
29.877
19.648
5.412
9.046
5.190
17.843
5.260
1.533
11.049
17.226
5.218
1.318
10.690
87,7%
5.422
437
311
330
80,5%
30.314
19.959
17.556
1,4%
1,6%
1,9%
II
32.778
21.581
6.290
9.106
6.186
18.908
5.698
1.641
11.569
18.198
5.626
1.359
11.212
84,3%
5.814
454
331
349
82,4%
33.233
21.912
18.546
1,4%
1,5%
1,9%
III
32.750
22.341
6.537
9.644
6.159
19.742
6.072
1.570
12.100
18.897
5.848
1.338
11.710
84,6%
6.180
482
353
354
80,5%
33.232
22.694
19.250
1,4%
1,6%
1,8%
IV
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,70%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
2016
30.931
21.945
5.604
10.449
5.893
20.525
6.127
1.567
12.830
19.556
5.748
1.317
12.491
89,1%
6.395
535
403
368
77,6%
31.466
22.348
19.924
1,7%
1,8%
1,8%
II
32.321
23.829
6.429
11.150
6.250
21.731
6.693
1.696
13.342
20.845
6.409
1.442
12.995
87,5%
6.933
545
412
389
79,8%
32.866
24.241
21.235
1,7%
1,7%
1,8%
III
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
3,7
5,6
1.098
135,76
21.758
6,32
201.975
1.203
4,2
5,6
178
15
658
12,66
302.914
1.020
2014
I II III IV2015 2016
1,4
0,3
14
14,18
7.809
0,84
34.677
179
0,7
0,8
11
13,05
7.868
0,85
36.188
175
0,8
1,3
39
29,84
8.776
0,91
37.809
276
0,5
2,1
8
35,63
9.294
1,19
43.610
267
1,8
0,4
27
34,61
5.984
0,99
39.971
300
2015
II
0,5
0,9
966
43,75
6.086
0,93
40.708
254
III
0,8
1,7
52
41,55
5.877
1,38
48.453
342
IV
0,5
2,6
53
15,84
3.811
3,01
72.843
307
I
1,8
0,3
25
8,69
323
3,11
67.315
229
2016
II
0,7
1,7
89
6,76
335
3,36
75.723
247
III
0,9
1,3
38
0,00
0,00
2,81
73.560
244
IV
30.327
22.405
5.059
11.063
6.283
22.383
7.050
1.661
13.672
21.508
6.764
1.472
13.272
96,0%
7.308
572
434
421
77,9%
30.900
22.839
21.929
1,9%
1,9%
1,9%
IV
0,7
2,3
26
0,00
0,00
3,38
86.316
300
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 mengalami peningkatan apabila dibandingkan
dengan tahun 2015. Pendorong utama pertumbuhan ekonomi terutama berasal dari peningkatan daya
beli masyarakat yang terlihat dari komponen konsumsi rumah tangga. Sementara pertumbuhan sisi
sektoral terutama berasal dari sektor 1) Konstruksi serta 2)Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor.
Ekonomi Makro Regional01
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 tercatat sebesar 5,18% (yoy) lebih tinggi
dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) ataupun nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy)
pada tahun 2016.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 5,19% (yoy) atau
meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11%(yoy). Sumber pertumbuhan terutama berasal dari
peningkatan pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama dan didukung pertumbuhan yang cukup
tinggi pada sektor konstruksi serta sektor perdagangan besar dan eceran.
Dari tracking pertumbuhan ekonomi triwulan I-2017 diperkirakan cukup stabil seiring dorongan
pertumbuhan tahunan pada sektor perdagangan, konstruksi dan administrasi pemerintahan.
INDIKATOR
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
III. PERBANKAN
IV. SISTEM PEMBAYARAN
xxii Februari 2017
2014
I II III IV
20152015 2016
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,7%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
23.316
16.804
3.954
8.515
4.336
15.695
4.385
1.343
9.968
15.071
4.322
1.115
9.634
89,7%
4.324
343
250
270
82,6%
23.660
17.055
15.341
1,5%
1,5%
1,8%
26.398
18.465
5.310
8.475
4.680
16.587
4.822
1.443
10.322
15.947
4.742
1.201
10.004
86,4%
4.922
355
257
294
85,6%
26.753
18.723
16.241
1,3%
1,4%
1,8%
27.114
18.895
5.015
8.959
4.922
17.153
5.061
1.443
10.649
16.532
5.008
1.235
10.289
87,5%
5.176
374
275
306
84,1%
27.487
19.170
16.838
1,4%
1,4%
1,8%
25.600
18.367
3.634
10.306
4.427
17.698
5.261
1.536
10.900
17.094
5.252
1.309
10.534
93,1%
5.329
415
309
319
79,4%
26.016
18.676
17.413
1,6%
1,7%
1,8%
29.877
19.648
5.412
9.046
5.190
17.843
5.260
1.533
11.049
17.226
5.218
1.318
10.690
87,7%
5.422
437
311
330
80,5%
30.314
19.959
17.556
1,4%
1,6%
1,9%
II
32.778
21.581
6.290
9.106
6.186
18.908
5.698
1.641
11.569
18.198
5.626
1.359
11.212
84,3%
5.814
454
331
349
82,4%
33.233
21.912
18.546
1,4%
1,5%
1,9%
III
32.750
22.341
6.537
9.644
6.159
19.742
6.072
1.570
12.100
18.897
5.848
1.338
11.710
84,6%
6.180
482
353
354
80,5%
33.232
22.694
19.250
1,4%
1,6%
1,8%
IV
28.602
21.478
4.372
11.933
5.173
20.284
6.110
1.650
12.524
19.492
5.922
1.381
12.189
90,8%
6.301
510
381
366
76,70%
29.112
21.859
19.858
1,8%
1,7%
1,8%
2016
30.931
21.945
5.604
10.449
5.893
20.525
6.127
1.567
12.830
19.556
5.748
1.317
12.491
89,1%
6.395
535
403
368
77,6%
31.466
22.348
19.924
1,7%
1,8%
1,8%
II
32.321
23.829
6.429
11.150
6.250
21.731
6.693
1.696
13.342
20.845
6.409
1.442
12.995
87,5%
6.933
545
412
389
79,8%
32.866
24.241
21.235
1,7%
1,7%
1,8%
III
29.757
21.466
3.722
12.819
4.924
22.837
7.121
1.659
14.057
21.913
6.813
1.474
13.627
102,1%
7.358
620
469
449
75,2%
30.377
21.935
22.362
2,0%
2,1%
2,0%
3,7
5,6
1.098
135,76
21.758
6,32
201.975
1.203
4,2
5,6
178
15
658
12,66
302.914
1.020
2014
I II III IV2015 2016
1,4
0,3
14
14,18
7.809
0,84
34.677
179
0,7
0,8
11
13,05
7.868
0,85
36.188
175
0,8
1,3
39
29,84
8.776
0,91
37.809
276
0,5
2,1
8
35,63
9.294
1,19
43.610
267
1,8
0,4
27
34,61
5.984
0,99
39.971
300
2015
II
0,5
0,9
966
43,75
6.086
0,93
40.708
254
III
0,8
1,7
52
41,55
5.877
1,38
48.453
342
IV
0,5
2,6
53
15,84
3.811
3,01
72.843
307
I
1,8
0,3
25
8,69
323
3,11
67.315
229
2016
II
0,7
1,7
89
6,76
335
3,36
75.723
247
III
0,9
1,3
38
0,00
0,00
2,81
73.560
244
IV
30.327
22.405
5.059
11.063
6.283
22.383
7.050
1.661
13.672
21.508
6.764
1.472
13.272
96,0%
7.308
572
434
421
77,9%
30.900
22.839
21.929
1,9%
1,9%
1,9%
IV
0,7
2,3
26
0,00
0,00
3,38
86.316
300
1.1 KONDISI UMUM
PDRB NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18%
(yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) dan nasional yang sebesar 5,02%
(yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama adalah konsumsi rumah
tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul karena peningkatan pendapatan
seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan dorongan kegiatan proyek-proyek
Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT, seperti Hari Keluarga Nasional
(Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga mendorong tumbuhnya
konsumsi masyarakat di NTT. Dari sisi sektoral, tingginya pertumbuhan beberapa sektor utama seperti sektor konstruksi
dan perdagangan juga menggambarkan adanya perbaikan daya beli dan kegiatan proyek yang meningkat sepanjang
tahun 2016.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi NTT tahun 2016 cenderung masih lebih rendah apabila dibandingkan beberapa
Provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Provinsi NTT hanya berada diatas Provinsi Papua Barat. Pertumbuhan yang
cukup tinggi di KTI sendiri terutama disebabkan oleh adanya relaksasi ekspor pertambangan, relaksasi moratorium
perikanan, produksi pengolahan tambang yang meningkat seiring beroperasinya smelter serta peningkatan produksi
pertanian dan perkebunan. Masih tingginya tingkat kunjungan wisatawan juga mendorong perekonomian KTI terutama
Provinsi Bali.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
1.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2016
Sumber : BPS, diolah
NTT BALI NTB SULSEL MALUKU MALUT PABAR PAPUA
84,2195,4 116,2 379,2 37,1 29,2 66,6
178,4
NTT BALI NTB SULSEL MALUKU MALUT PABAR PAPUA
Nominal PDRB (RP TRILIUN)
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA
2016 (%YOY)
5,18 6,24 5,82 7,41 5,76 5,77 4,52 9,21
PDRB NASIONAL RP 12.406,8 T
Sumber : BPS, diolah
2011 2012 2013 2014 2015 2016 4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 TRILIUN RP
%
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL
5.02
5.18
Di sisi lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09
triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV
tercatat meningkat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga
didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto
sebesar 4,45% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-2016. Peningkatan kedua
sektor tersebut juga tercermin pada pertumbuhan sisi sektoral. Sektor pertanian sebagai sektor utama tercatat tumbuh
sebesar 4,53% (yoy) lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan III yang hanya tumbuh 3% (yoy). Peningkatan ini
ditengarai disebabkan oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao serta telah
masuknya panen komoditas padi. Dampak positif meningkatnya pasokan air karena La Nina dan perbaikan irigasi, serta
berkurangnya serangan hama menjadi beberapa pendorong peningkatan produksi. Pertumbuhan cukup tinggi juga
terlihat pada sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 7,57% (yoy) seiring perbaikan daya beli dan
pendapatan masyarakat serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Adanya peningkatan
1.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016
76,19
84,17
NTT (%YOY)PDRB NTT NAS (%YOY)
1Februari 2017
1.1 KONDISI UMUM
PDRB NTT pada tahun 2016 mencapai Rp 84,17 triliun (harga berlaku) dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,18%
(yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03% (yoy) dan nasional yang sebesar 5,02%
(yoy). Komponen pendorong utama pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama adalah konsumsi rumah
tangga yang tumbuh mencapai 6,80% (yoy). Perbaikan daya beli masyarakat timbul karena peningkatan pendapatan
seiring adanya gaji ke-13 & 14 PNS, peningkatan pendapatan sektor pertanian dan dorongan kegiatan proyek-proyek
Pemerintah dan Swasta. Selain itu, kegiatan bersifat regional maupun nasional di NTT, seperti Hari Keluarga Nasional
(Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Pameran Pembangunan, dan Tour De Flores juga mendorong tumbuhnya
konsumsi masyarakat di NTT. Dari sisi sektoral, tingginya pertumbuhan beberapa sektor utama seperti sektor konstruksi
dan perdagangan juga menggambarkan adanya perbaikan daya beli dan kegiatan proyek yang meningkat sepanjang
tahun 2016.
Secara spasial, pertumbuhan ekonomi NTT tahun 2016 cenderung masih lebih rendah apabila dibandingkan beberapa
Provinsi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Provinsi NTT hanya berada diatas Provinsi Papua Barat. Pertumbuhan yang
cukup tinggi di KTI sendiri terutama disebabkan oleh adanya relaksasi ekspor pertambangan, relaksasi moratorium
perikanan, produksi pengolahan tambang yang meningkat seiring beroperasinya smelter serta peningkatan produksi
pertanian dan perkebunan. Masih tingginya tingkat kunjungan wisatawan juga mendorong perekonomian KTI terutama
Provinsi Bali.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
1.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT tahun 2016
Sumber : BPS, diolah
NTT BALI NTB SULSEL MALUKU MALUT PABAR PAPUA
84,2195,4 116,2 379,2 37,1 29,2 66,6
178,4
NTT BALI NTB SULSEL MALUKU MALUT PABAR PAPUA
Nominal PDRB (RP TRILIUN)
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN BEBERAPA PROVINSI DI INDONESIA
2016 (%YOY)
5,18 6,24 5,82 7,41 5,76 5,77 4,52 9,21
PDRB NASIONAL RP 12.406,8 T
Sumber : BPS, diolah
2011 2012 2013 2014 2015 2016 4.00
4.50
5.00
5.50
6.00
6.50
40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 TRILIUN RP
%
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL
5.02
5.18
Di sisi lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan IV-2016 mencapai Rp 22,09
triliun (ADHB) dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,19% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan IV
tercatat meningkat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,11% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan juga
didorong oleh peningkatan konsumsi rumah tangga yang mencapai 7,27% (yoy) dan Pembentukan Modal Tetap Bruto
sebesar 4,45% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan tahunan pada periode triwulan III-2016. Peningkatan kedua
sektor tersebut juga tercermin pada pertumbuhan sisi sektoral. Sektor pertanian sebagai sektor utama tercatat tumbuh
sebesar 4,53% (yoy) lebih tinggi apabila dibandingkan triwulan III yang hanya tumbuh 3% (yoy). Peningkatan ini
ditengarai disebabkan oleh musim panen komoditas perkebunan seperti jambu mete, kopra dan kakao serta telah
masuknya panen komoditas padi. Dampak positif meningkatnya pasokan air karena La Nina dan perbaikan irigasi, serta
berkurangnya serangan hama menjadi beberapa pendorong peningkatan produksi. Pertumbuhan cukup tinggi juga
terlihat pada sektor perdagangan besar dan eceran yang mencapai 7,57% (yoy) seiring perbaikan daya beli dan
pendapatan masyarakat serta adanya momen natal, libur sekolah dan menjelang akhir tahun. Adanya peningkatan
1.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi NTT Triwulan-IV 2016
76,19
84,17
NTT (%YOY)PDRB NTT NAS (%YOY)
1Februari 2017
Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga juga tercatat menjadi pendorong
utama dengan pertumbuhan mencapai 7,27% (yoy). Pertumbuhan tersebut tercatat cukup stabil dibandingkan
triwulan-III yang sebesar 7,22% (yoy). Faktor pendorong ditengarai berasal dari konsumsi masyarakat di akhir tahun seiring
masa liburan sekolah dan libur keagamaan serta akhir tahun. Perbaikan pendapatan masyarakat seiring panen komoditas
pertanian juga mendorong kenaikan daya beli masyarakat. Sementara itu, komponen PMTB tercatat tumbuh meningkat
menjadi 4,42% (yoy) dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,87% (yoy) seiring dengan adanya peningkatan kegiatan
proyek pemerintah di akhir tahun.
URAIAN2015
2016Bobot yoy
64,246,464
2,636,946
22,518,264
35,724,984
458,340
1,287,553
274,813
(42,425,100)
84,172,637
17,390,210
744,944
7,359,416
10,143,179
166,701
315,296
51,931
(13,971,251)
22,096,563
15,875,399
727,600
7,289,527
8,827,478
352,370
349,505
72,579
(13,049,790)
20,299,511
16,073,052
677,222
6,946,749
9,341,925
136,664
330,630
93,436
(11,537,570)
21,875,236
78.70
3.37
33.31
45.90
0.75
1.43
0.24
-63.23
100.00
4.01
8.95
3.08
6.41
19.70
5.01
-44.96
12.15
0.28
57,361,610
2,539,408
21,765,744
30,996,063
967,562
1,592,015
261,549
(38,769,998)
76,190,854 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016
Thnyoy
6.80
0.41
(0.36)
5.06
(55.80)
(20.81)
5.91
2.00
5.18
IVyoy
7.27
-0.29
-3.08
4.42
-55.29
-1.86
-29.03
0.99
5.19
Pengeluaran konsumsi secara umum pada tahun 2016 tercatat tumbuh 4,70% (yoy) melambat dibandingkan
tahun 2015 yang tumbuh 6,63% (yoy). Penyebab perlambatan terutama berasal dari belanja konsumsi pemerintah
yang tercatat kontraksi -0,36% (yoy) walaupun berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi realisasi
belanja konsumsi pada tahun 2016 mencapai Rp 23,29 triliun atau meningkat sebesar 15% (yoy) dibandingkan 2015 yang
sebesar Rp 20,19 triliun. Namun di sisi lain terdapat beberapa indikator penurunan belanja tahun 2016, diantaranya
penurunan pagu belanja APBN di Provinsi NTT yang mencapai 23,9% (yoy) (Rp 11,34 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 8,63
triliun pada tahun 2016) seiring upaya penghematan anggaran APBN oleh Pemerintah Pusat serta adanya penundaan
realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) pada rentang September sd. Desember 2016 untuk 5 (lima) Pemerintah Daerah, yaitu
Provinsi NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat, meskipun untuk bulan Desember
akhirnya terjadi pencairan. Untuk komponen konsumsi sendiri, pertumbuhan pada tahun 2016 terutama terbantu oleh
peningkatan pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga dari 6,21% (yoy) tahun 2015 menjadi 6,80% (yoy) di tahun
2016 seiring peningkatan daya beli masyarakat, dorongan kegiatan bersifat nasional, pameran, momen libur sekolah serta
keagamaan.
Sementara itu komponen pengeluaran konsumsi secara umum (Gabungan antara sub komponen konsumsi
rumah tangga, Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah) untuk triwulan IV-2016 tercatat sedikit meningkat
menjadi 3,83% (yoy) dari triwulan III yang 3,68%(yoy). Sektor konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong
utama peningkatan. Sementara konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga
(LNPRT) cenderung masih mengalami kontraksi negatif seperti triwulan IV-2016.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV tercatat 7,27% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan triwulan III
yang sebesar 7,22% (yoy). Pertumbuhan sendiri didorong oleh beberapa faktor, diantaranya libur natal dan libur sekolah di
akhir tahun, peningkatan pendapatan seiring mulainya panen padi dan komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan
kopra), serta peningkatan kegiatan proyek-proyek pemerintah di akhir tahun. Selain itu, adanya program dana desa
dengan alokasi mencapai Rp 1,84 triliun pada tahun 2016 juga diperkirakan mendorong penciptaan kegiatan ekonomi di
1.2.1 Konsumsi
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
3Februari 2017
Sumber:BPS (diolah)
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
21.9
8
20,6
9
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 1.3. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL TRIWULANAN (%YOY)
4.94
5.19
Sumber : BPS (diolah)
BALI
NAS NTT NTB BALI
PDRB ADHB(TRILIUN)
NTT NTB NAS
50.7822.09 29.04 3194.78
4.94 5.19 3.77 5.47
GRAFIK 1.4. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB TRIWULANAN NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
kegiatan investasi juga melalui proyek pemerintah dan swasta juga terlihat pada tingginya pertumbuhan sisi konstruksi
yang mencapai 8,48% (yoy). Beberapa proyek yang berjalan diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan, gedung
pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel.
Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan IV-2016 yang sebesar 5,19% (yoy) tercatat masih
lebih tinggi apabila dibandingkan nasional dan Prov. Nusa Tenggara Barat. Pertumbuhan nasional tercatat hanya
sebesar 4,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,01% (yoy) seiring perlambatan pertumbuhan
sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian. Sementara itu pertumbuhan ekonomi NTB tercatat
sebesar 3,77% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,43% (yoy) seiring peningkatan pada sektor
pertambangan yang ditopang oleh produksi tembaga dan industri pengolahan seiring beroperasinya pabrik gula di Kab.
Dompu. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali tercatat sebesar 5,47% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III
yang sebesar 6,61% (yoy). Perlambatan pada sektor akomodasi dan penyediaan makan minum (Hotel dan Restoran)
sebagai sektor utama menjadi salah satu penyebab utama.
Secara tahunan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang mencapai 6,80% (yoy) menjadi pendorong utama
pada tahun 2016. Pertumbuhan tersebut terutama berasal dari sub komponen konsumsi restoran dan hotel serta
konsumsi makanan dan minuman yang ditengarai turut didorong adanya kegiatan bersifat nasional di NTT dan momen-
momen libur sekolah serta libur keagamaan. Selain itu, adanya perbaikan daya beli masyarakat seiring peningkatan
produksi sektor pertanian, tambahan gaji ke-13 dan 14 PNS, serta dorongan proyek menjadi penyebab lainnya.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cenderung stabil dengan kisaran
5-5,4% (yoy). Adanya penyelenggaraan pilkada di 3 (tiga) daerah, yaitu Kota Kupang, Kab. Flores Timur dan Kab.
Lembata diperkirakan dapat mendorong sektor perdagangan seiring kebutuhan untuk kegiatan kampanye dan
penyelenggaraan pemilu. Selain itu, penyelenggaraan pemilu juga diperkirakan dapat mendorong sektor administrasi
pemerintahan seiring adanya penggunaan dana hibah untuk kegiatan pemilu. Pertumbuhan triwulan I juga diperkirakan
didorong oleh peningkatan sektor konstruksi seiring adanya kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2016 dan
diundur hingga 50 hari di tahun 2017 serta pengerjaan proyek multiyears seperti bendungan, Pos Lintas Batas Wini dan
Motamasin serta Pengembangan Infrastruktur Pemukiman di Motaain dan Motamasin. Di sisi lain, pertumbuhan sektor
pertanian juga diperkirakan masih positif seiring dengan panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun
2017.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
2 Februari 2017
Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga juga tercatat menjadi pendorong
utama dengan pertumbuhan mencapai 7,27% (yoy). Pertumbuhan tersebut tercatat cukup stabil dibandingkan
triwulan-III yang sebesar 7,22% (yoy). Faktor pendorong ditengarai berasal dari konsumsi masyarakat di akhir tahun seiring
masa liburan sekolah dan libur keagamaan serta akhir tahun. Perbaikan pendapatan masyarakat seiring panen komoditas
pertanian juga mendorong kenaikan daya beli masyarakat. Sementara itu, komponen PMTB tercatat tumbuh meningkat
menjadi 4,42% (yoy) dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,87% (yoy) seiring dengan adanya peningkatan kegiatan
proyek pemerintah di akhir tahun.
URAIAN2015
2016Bobot yoy
64,246,464
2,636,946
22,518,264
35,724,984
458,340
1,287,553
274,813
(42,425,100)
84,172,637
17,390,210
744,944
7,359,416
10,143,179
166,701
315,296
51,931
(13,971,251)
22,096,563
15,875,399
727,600
7,289,527
8,827,478
352,370
349,505
72,579
(13,049,790)
20,299,511
16,073,052
677,222
6,946,749
9,341,925
136,664
330,630
93,436
(11,537,570)
21,875,236
78.70
3.37
33.31
45.90
0.75
1.43
0.24
-63.23
100.00
4.01
8.95
3.08
6.41
19.70
5.01
-44.96
12.15
0.28
57,361,610
2,539,408
21,765,744
30,996,063
967,562
1,592,015
261,549
(38,769,998)
76,190,854 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran 2016
Thnyoy
6.80
0.41
(0.36)
5.06
(55.80)
(20.81)
5.91
2.00
5.18
IVyoy
7.27
-0.29
-3.08
4.42
-55.29
-1.86
-29.03
0.99
5.19
Pengeluaran konsumsi secara umum pada tahun 2016 tercatat tumbuh 4,70% (yoy) melambat dibandingkan
tahun 2015 yang tumbuh 6,63% (yoy). Penyebab perlambatan terutama berasal dari belanja konsumsi pemerintah
yang tercatat kontraksi -0,36% (yoy) walaupun berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi realisasi
belanja konsumsi pada tahun 2016 mencapai Rp 23,29 triliun atau meningkat sebesar 15% (yoy) dibandingkan 2015 yang
sebesar Rp 20,19 triliun. Namun di sisi lain terdapat beberapa indikator penurunan belanja tahun 2016, diantaranya
penurunan pagu belanja APBN di Provinsi NTT yang mencapai 23,9% (yoy) (Rp 11,34 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 8,63
triliun pada tahun 2016) seiring upaya penghematan anggaran APBN oleh Pemerintah Pusat serta adanya penundaan
realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) pada rentang September sd. Desember 2016 untuk 5 (lima) Pemerintah Daerah, yaitu
Provinsi NTT, Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat, meskipun untuk bulan Desember
akhirnya terjadi pencairan. Untuk komponen konsumsi sendiri, pertumbuhan pada tahun 2016 terutama terbantu oleh
peningkatan pertumbuhan sektor konsumsi rumah tangga dari 6,21% (yoy) tahun 2015 menjadi 6,80% (yoy) di tahun
2016 seiring peningkatan daya beli masyarakat, dorongan kegiatan bersifat nasional, pameran, momen libur sekolah serta
keagamaan.
Sementara itu komponen pengeluaran konsumsi secara umum (Gabungan antara sub komponen konsumsi
rumah tangga, Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah) untuk triwulan IV-2016 tercatat sedikit meningkat
menjadi 3,83% (yoy) dari triwulan III yang 3,68%(yoy). Sektor konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong
utama peningkatan. Sementara konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga
(LNPRT) cenderung masih mengalami kontraksi negatif seperti triwulan IV-2016.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV tercatat 7,27% (yoy) sedikit meningkat dibandingkan triwulan III
yang sebesar 7,22% (yoy). Pertumbuhan sendiri didorong oleh beberapa faktor, diantaranya libur natal dan libur sekolah di
akhir tahun, peningkatan pendapatan seiring mulainya panen padi dan komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan
kopra), serta peningkatan kegiatan proyek-proyek pemerintah di akhir tahun. Selain itu, adanya program dana desa
dengan alokasi mencapai Rp 1,84 triliun pada tahun 2016 juga diperkirakan mendorong penciptaan kegiatan ekonomi di
1.2.1 Konsumsi
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
3Februari 2017
Sumber:BPS (diolah)
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
21.9
8
20,6
9
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 1.3. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL TRIWULANAN (%YOY)
4.94
5.19
Sumber : BPS (diolah)
BALI
NAS NTT NTB BALI
PDRB ADHB(TRILIUN)
NTT NTB NAS
50.7822.09 29.04 3194.78
4.94 5.19 3.77 5.47
GRAFIK 1.4. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB TRIWULANAN NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL (% YOY)
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
kegiatan investasi juga melalui proyek pemerintah dan swasta juga terlihat pada tingginya pertumbuhan sisi konstruksi
yang mencapai 8,48% (yoy). Beberapa proyek yang berjalan diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan, gedung
pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan hotel.
Dari sisi spasial, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan IV-2016 yang sebesar 5,19% (yoy) tercatat masih
lebih tinggi apabila dibandingkan nasional dan Prov. Nusa Tenggara Barat. Pertumbuhan nasional tercatat hanya
sebesar 4,94% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III yang sebesar 5,01% (yoy) seiring perlambatan pertumbuhan
sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian. Sementara itu pertumbuhan ekonomi NTB tercatat
sebesar 3,77% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan III yang sebesar 3,43% (yoy) seiring peningkatan pada sektor
pertambangan yang ditopang oleh produksi tembaga dan industri pengolahan seiring beroperasinya pabrik gula di Kab.
Dompu. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali tercatat sebesar 5,47% (yoy) melambat dibandingkan triwulan III
yang sebesar 6,61% (yoy). Perlambatan pada sektor akomodasi dan penyediaan makan minum (Hotel dan Restoran)
sebagai sektor utama menjadi salah satu penyebab utama.
Secara tahunan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang mencapai 6,80% (yoy) menjadi pendorong utama
pada tahun 2016. Pertumbuhan tersebut terutama berasal dari sub komponen konsumsi restoran dan hotel serta
konsumsi makanan dan minuman yang ditengarai turut didorong adanya kegiatan bersifat nasional di NTT dan momen-
momen libur sekolah serta libur keagamaan. Selain itu, adanya perbaikan daya beli masyarakat seiring peningkatan
produksi sektor pertanian, tambahan gaji ke-13 dan 14 PNS, serta dorongan proyek menjadi penyebab lainnya.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan I-2017 diperkirakan akan cenderung stabil dengan kisaran
5-5,4% (yoy). Adanya penyelenggaraan pilkada di 3 (tiga) daerah, yaitu Kota Kupang, Kab. Flores Timur dan Kab.
Lembata diperkirakan dapat mendorong sektor perdagangan seiring kebutuhan untuk kegiatan kampanye dan
penyelenggaraan pemilu. Selain itu, penyelenggaraan pemilu juga diperkirakan dapat mendorong sektor administrasi
pemerintahan seiring adanya penggunaan dana hibah untuk kegiatan pemilu. Pertumbuhan triwulan I juga diperkirakan
didorong oleh peningkatan sektor konstruksi seiring adanya kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2016 dan
diundur hingga 50 hari di tahun 2017 serta pengerjaan proyek multiyears seperti bendungan, Pos Lintas Batas Wini dan
Motamasin serta Pengembangan Infrastruktur Pemukiman di Motaain dan Motamasin. Di sisi lain, pertumbuhan sektor
pertanian juga diperkirakan masih positif seiring dengan panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun
2017.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
2 Februari 2017
GRAFIK 1.11. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
KONSUMSI KONSUMSI (YOY)
TRILIUN
8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)
GRAFIK 1.9. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
500
550
600
650
700
750
800
850
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)
Sumber : PT PLN, diolah
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
GRAFIK 1.8. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
-30
-20
-100
10
20
30
40
50
60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 1.7. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
80
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
cenderung mengalami perlambatan walaupun secara tahunan masih tumbuh 1,77% (yoy). Hal ini diperkirakan terjadi
karena adanya beberapa kali gangguan distribusi pada akhir tahun yang disebabkan oleh kondisi cuaca dan persiapan
koneksi jaringan untuk penambahan daya melalui kapal listrik. Pertumbuhan cukup tinggi juga terjadi pada penyaluran
kredit konsumsi pada triwulan IV yang sebesar 12,2% (yoy) dan menunjukkan positifnya indikator perekonomian di NTT.
Hal ini juga terlihat dari angka Non Performing Loan (NPL)/Kredit Macet kredit konsumsi yang hanya 0,71% di triwulan-IV
2016 membaik dibandingkan triwulan III yang sebesar 0,82%.
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tercatat masih berada pada
tren kontraksi sebesar -0,29% (yoy). Adanya kontraksi/penurunan tersebut diperkirakan disebabkan oleh menurunnya
kegiatan organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial ataupun LSM pada triwulan IV 2016 dibandingkan periode yang
sama tahun 2015. Ketiadaan kegiatan pemilu yang baru akan terjadi pada tahun 2017 diperkirakan menjadi salah satu
penyebab.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
5Februari 2017
Sumber : Bank Indonesia
GRAFIK 1.6. SURVEI PENJUALAN ECERAN
SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Sumber : Bank Indonesia
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
GRAFIK 1.5. SURVEI KONSUMEN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013II I I I IV
80
90
100
110
120
130
140
150
160
URAIAN2015
2016Bobot
IVyoy
27,349,820
3,104,885
10,341,297
4,905,624
13,351,581
3,894,964
1,298,292
64,246,464
7,476,732
889,303
2,895,669
1,325,072
3,350,726
1,099,524
353,184
17,390,210
6,726,088
797,041
2,757,343
1,121,180
3,502,821
559,594
411,333
15,875,399
6,718,367
833,572
2,744,537
1,293,448
3,138,881
994,088
350,160
16,073,052
43.0
5.1
16.7
7.6
19.3
6.3
2.0
100.0
5.70
4.52
4.43
17.66
4.89
70.90
-14.68
7.27
24,081,155
2,775,990
10,073,481
4,053,827
12,928,430
2,038,602
1,410,124
57,361,610 Sumber: BPS (diolah)
KONS MAKANAN DAN MINUMAN
KONS PAKAIAN & ALAS KAKI
KONS PERUMAHAN & PERL RT
KESEHATAN & PENDIDIKAN
TRANSPORTASI & KOMUNIKASI
RESTORAN & HOTEL
KONSUMSI LAINNYA
KONSUMSI
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016
Thnyoy
5.23
0.75
-1.42
18.24
8.81
72.81
-13.98
6.80
pedesaan. Di sisi lain, peningkatan sisi konsumsi tertinggi berasal dari pertumbuhan komponen restoran dan hotel yang
mencapai 70,9% (yoy) seiring momen akhir dan kegiatan bersifat nasional, seperti Hari Nusantara di Kab. Lembata. Hal ini
terindikasi dari data BPS yang juga menunjukkan peningkatan jumlah tamu hotel di NTT tahun 2016 sebesar 35,7% (yoy)
dibandingkan 2015. Peningkatan juga terjadi pada konsumsi pakaian dan alas kaki seiring momen libur sekolah dan
perayaan keagamaan, konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang turut didukung pameran perumahan
dan peningkatan biaya listrik, serta konsumsi transportasi dan komunikasi yang turut didorong penambahan rute pesawat
serta kapal laut selain tingginya frekuensi perjalanan masyarakat dan penggunaan sarana telekomunikasi di akhir tahun.
Sementara itu, komponen konsumsi makanan dan minuman sebagai komponen utama konsumsi dengan bobot
mencapai 43% masih tumbuh positif sebesar 5,7% (yoy).
Indikasi pertumbuhan ekonomi yang positif pada triwulan-IV juga terlihat dari hasil Survei Konsumen-Bank Indonesia yang
meningkat dari sisi Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat
Ini (IKE). Selain itu, indikator Survei Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia juga masih menunjukkan pertumbuhan angka
omset yang positif sebesar 27,13% (yoy). Pertumbuhan terutama berasal dari perdagangan suku cadang & aksesori
sepeda motor, peralatan elektronik serta tembakau. Peningkatan penjualan barang dagangan non pokok tersebut,
kembali mengindikasikan peningkatan daya beli masyarakat.
Pertumbuhan positif juga terlihat pada beberapa indikator seperti Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan
Pusat Statistik dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Indikator ITK menunjukkan peningkatan
pada triwulan IV termasuk pada komponen pendapatan rumah tangga, yang mengindikasikan adanya perbaikan
pendapatan masyarakat NTT. Hal serupa juga terjadi pada indeks kegiatan dunia usaha-SKDU yang menunjukkan
peningkatan dan mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan usaha terutama dari sektor perdagangan, hotel dan
restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Peningkatan juga terjadi pada penjualan BBM
(Minyak Tanah, Solar, Premium, Pertamax dan Pertalite) yang tumbuh sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV, meningkat
dibandingkan triwulan III yang tumbuh sebesar 3,56% (yoy). Di sisi lain, indikator konsumsi listrik rumah tangga
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
4 Februari 2017
GRAFIK 1.11. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
KONSUMSI KONSUMSI (YOY)
TRILIUN
8%
9%
10%
11%
12%
13%
14%
15%
16%
17%
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
PERTUMBUHAN (%-YOY)PENJUALAN BBM HK-2016 (RP JUTA)
GRAFIK 1.9. PERKEMBANGAN KONSUMSI BBM
Sumber : PT Pertamina (Persero), diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
500
550
600
650
700
750
800
850
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN LISTRIK RUMAH TANGGA
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (YOY)
Sumber : PT PLN, diolah
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
GRAFIK 1.8. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
-30
-20
-100
10
20
30
40
50
60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 1.7. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
80
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
cenderung mengalami perlambatan walaupun secara tahunan masih tumbuh 1,77% (yoy). Hal ini diperkirakan terjadi
karena adanya beberapa kali gangguan distribusi pada akhir tahun yang disebabkan oleh kondisi cuaca dan persiapan
koneksi jaringan untuk penambahan daya melalui kapal listrik. Pertumbuhan cukup tinggi juga terjadi pada penyaluran
kredit konsumsi pada triwulan IV yang sebesar 12,2% (yoy) dan menunjukkan positifnya indikator perekonomian di NTT.
Hal ini juga terlihat dari angka Non Performing Loan (NPL)/Kredit Macet kredit konsumsi yang hanya 0,71% di triwulan-IV
2016 membaik dibandingkan triwulan III yang sebesar 0,82%.
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tercatat masih berada pada
tren kontraksi sebesar -0,29% (yoy). Adanya kontraksi/penurunan tersebut diperkirakan disebabkan oleh menurunnya
kegiatan organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial ataupun LSM pada triwulan IV 2016 dibandingkan periode yang
sama tahun 2015. Ketiadaan kegiatan pemilu yang baru akan terjadi pada tahun 2017 diperkirakan menjadi salah satu
penyebab.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
5Februari 2017
Sumber : Bank Indonesia
GRAFIK 1.6. SURVEI PENJUALAN ECERAN
SURVEI PENJUALAN ECERAN (RP JUTA) PERTUMBUHAN (%YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
Sumber : Bank Indonesia
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
GRAFIK 1.5. SURVEI KONSUMEN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013II I I I IV
80
90
100
110
120
130
140
150
160
URAIAN2015
2016Bobot
IVyoy
27,349,820
3,104,885
10,341,297
4,905,624
13,351,581
3,894,964
1,298,292
64,246,464
7,476,732
889,303
2,895,669
1,325,072
3,350,726
1,099,524
353,184
17,390,210
6,726,088
797,041
2,757,343
1,121,180
3,502,821
559,594
411,333
15,875,399
6,718,367
833,572
2,744,537
1,293,448
3,138,881
994,088
350,160
16,073,052
43.0
5.1
16.7
7.6
19.3
6.3
2.0
100.0
5.70
4.52
4.43
17.66
4.89
70.90
-14.68
7.27
24,081,155
2,775,990
10,073,481
4,053,827
12,928,430
2,038,602
1,410,124
57,361,610 Sumber: BPS (diolah)
KONS MAKANAN DAN MINUMAN
KONS PAKAIAN & ALAS KAKI
KONS PERUMAHAN & PERL RT
KESEHATAN & PENDIDIKAN
TRANSPORTASI & KOMUNIKASI
RESTORAN & HOTEL
KONSUMSI LAINNYA
KONSUMSI
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Tabel 1.2. PDRB Komponen Konsumsi Rumah Tangga Provinsi NTT 2016
Thnyoy
5.23
0.75
-1.42
18.24
8.81
72.81
-13.98
6.80
pedesaan. Di sisi lain, peningkatan sisi konsumsi tertinggi berasal dari pertumbuhan komponen restoran dan hotel yang
mencapai 70,9% (yoy) seiring momen akhir dan kegiatan bersifat nasional, seperti Hari Nusantara di Kab. Lembata. Hal ini
terindikasi dari data BPS yang juga menunjukkan peningkatan jumlah tamu hotel di NTT tahun 2016 sebesar 35,7% (yoy)
dibandingkan 2015. Peningkatan juga terjadi pada konsumsi pakaian dan alas kaki seiring momen libur sekolah dan
perayaan keagamaan, konsumsi perumahan dan perlengkapan rumah tangga yang turut didukung pameran perumahan
dan peningkatan biaya listrik, serta konsumsi transportasi dan komunikasi yang turut didorong penambahan rute pesawat
serta kapal laut selain tingginya frekuensi perjalanan masyarakat dan penggunaan sarana telekomunikasi di akhir tahun.
Sementara itu, komponen konsumsi makanan dan minuman sebagai komponen utama konsumsi dengan bobot
mencapai 43% masih tumbuh positif sebesar 5,7% (yoy).
Indikasi pertumbuhan ekonomi yang positif pada triwulan-IV juga terlihat dari hasil Survei Konsumen-Bank Indonesia yang
meningkat dari sisi Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat
Ini (IKE). Selain itu, indikator Survei Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia juga masih menunjukkan pertumbuhan angka
omset yang positif sebesar 27,13% (yoy). Pertumbuhan terutama berasal dari perdagangan suku cadang & aksesori
sepeda motor, peralatan elektronik serta tembakau. Peningkatan penjualan barang dagangan non pokok tersebut,
kembali mengindikasikan peningkatan daya beli masyarakat.
Pertumbuhan positif juga terlihat pada beberapa indikator seperti Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan
Pusat Statistik dan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Indikator ITK menunjukkan peningkatan
pada triwulan IV termasuk pada komponen pendapatan rumah tangga, yang mengindikasikan adanya perbaikan
pendapatan masyarakat NTT. Hal serupa juga terjadi pada indeks kegiatan dunia usaha-SKDU yang menunjukkan
peningkatan dan mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan usaha terutama dari sektor perdagangan, hotel dan
restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Peningkatan juga terjadi pada penjualan BBM
(Minyak Tanah, Solar, Premium, Pertamax dan Pertalite) yang tumbuh sebesar 9,5% (yoy) pada triwulan IV, meningkat
dibandingkan triwulan III yang tumbuh sebesar 3,56% (yoy). Di sisi lain, indikator konsumsi listrik rumah tangga
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
4 Februari 2017
PROYEKSI PEND RT PROYEKSI ITK
GRAFIK 1.14. PROYEKSI INDEKS TENDEKSI KONSUMEN
Sumber : BPS Provinsi NTT
85
90
95
100
105
110
115
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV IP
2017
Pertumbuhan PMTB/Investasi pada tahun 2016 tercatat mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 5,06%
(yoy) walaupun cenderung melambat apabila dibandingkan 2015 yang sebesar 11,88% (yoy). Perlambatan lebih
disebabkan oleh tingginya lonjakan pembangunan proyek pemerintah di tahun 2015 dibandingkan tahun 2014 terutama
di bidang aksesbilitas perhubungan (pelabuhan dan dermaga serta aksesbilitas air (bendungan,jaringan irigasi dan
embung). Sementara itu, PMTB/Investasi pada tahun 2016 sendiri masih berasal dari pembangunan infrastruktur publik,
seperti proyek Multiyears Bendungan Raknamo dan Bendungan Rotiklot, jalan jalur sabuk perbatasan, Program
Pengembangan Infrastruktur Permukiman (PIP) di Perbatasan, gedung pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara. Selain
itu, masih terus pula dilakukan proyek perbaikan jalan, sarana irigasi, embung, pembangunan rumah sakit dan pasar. Dari
sisi swasta dan BUMN, investasi yang dilakukan diantaranya pembangunan pembangkit listrik, jaringan kelistrikan, Base
Transceiver Station (BTS), hotel, sarana perbelanjaan dan investasi lainnya. Adanya pemakaian anggaran dana desa untuk
pembangunan infrastruktur pedesaan (jalan,jembatan dan irigasi) juga diperkirakan membantu pertumbuhan komponen
PMTB/Investasi. Sementara itu, berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT sendiri, realisasi investasi pada tahun 2016
mencapai Rp 3,15 triliun meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 3 triliun. Realisasi investasi sepanjang tahun 2016
terbesar berada di sektor telekomunikasi sebesar Rp 738,2 miliar walaupun dari sisi jumlah, sektor pariwisata atau
pembangunan hotel berbintang menjadi yang terbanyak yaitu 22 investasi. Sementara dari sisi wilayah, Kota Kupang
menjadi daerah dengan nominal investasi terbesar (Rp 1,47 triliun) sedangkan dari banyaknya investasi baru, Kab.
Manggarai Barat menjadi yang terbanyak dengan 48 investasi dan mayoritas merupakan investasi sektor penunjang
pariwisata.
Di sisi lain, pertumbuhan PMTB/ Investasi di NTT pada triwulan IV-2016 tercatat tumbuh sebesar 4,42% (yoy)
atau meningkat dibandingkan triwulan III yang tumbuh 3,87% (yoy). Peningkatan terutama berasal dari PMTB
bangunan yang tumbuh mencapai 14,72% (yoy). Pertumbuhan ini diperkirakan berasal dari peningkatan kegiatan proyek
pemerintah di akhir tahun, terutama jalan, gedung pemerintahan, rumah sakit, pasar dan sarana perhubungan (dermaga),
pos lintas batas negara. Selain itu, terdapat pula investasi sebagai dampak alokasi dana desa seperti pembangunan jalan
pedesaan, pipanisasi untuk akses air, sarana irigasi dan jembatan. Di sisi lain terdapat pula pembangunan sektor swasta,
berupa pembangkit listrik Tenaga Surya (Independent Power Producer), pusat perbelanjaan dan hotel serta BUMN
diantaranya perbaikan bandara. Sementara sektor non bangunan tercatat tumbuh negatif sebesar -32,87% (yoy)
walaupun tercatat masih terdapat beberapa realisasi investasi yang dilakukan seperti penambahan dua unit Electric Rubber
Tyred Gantry (E-RTG) baterei senilai Rp 36 miliar dan truk trailer pada PT. Pelindo III cabang Tenau serta telah tibanya kapal
listrik MVPP Gokhan Bey berkapasitas 60 MW yang akan disewa PT. PLN (Persero) guna meningkatkan kapasitas listrik di
Pulau Timor.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
7Februari 2017
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber : SK – Bank Indonesia
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
80
90
100
110
120
130
140
150
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV JAN
2017
GRAFIK 1.13. PERKEMBANGAN SURVEI PENJUALAN ECERAN
Sumber: SPE – Bank Indonesia
RP MILIAR
JAN FEB MAR APR2017
MEI JUN JUL AGS2016
SEP OCT NOV DEC JAN* 14.50
15.00
15.50
16.00
16.50
17.00
17.50
18.00
18.50
URAIAN2015
2016Bobot
IVyoy
14,222,574
8,295,690
22,518,264
4,724,563
2,634,853
7,359,416
4,315,054
2,974,472
7,289,527
4,461,147
2,485,602
6,946,749
64.2
35.8
100.0
7.46
(15.32)
(3.08)
12,815,032
8,950,713
21,765,744 Sumber: BPS (diolah)
KONS KOLEKTIF PEMERINTAH
KONS INDIVIDU PEMERINTAH
KONSUMSI PEMERINTAH
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016
Thnyoy
9.22
(11.35)
(0.36)
Pertumbuhan negatif/kontraksi masih terjadi pada sub kelompok konsumsi pemerintah di triwulan IV-2016.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat -3,08% (yoy) dan masih berada pada trend negatif seperti angka revisi
pertumbuhan konsumsi pemerintah triwulan III yang sebesar -3,25%(yoy). Kontraksi masih terjadi pada konsumsi individu
pemerintah sebesar -15,32% (yoy). Berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi secara umum masih terjadi
peningkatan realisasi belanja konsumsi pemerintah tahun 2016 menjadi Rp 23,3 triliun, meningkat 15,3% (yoy)
dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 20,2 triliun. Namun terdapat penurunan pada realisasi belanja konsumsi APBN
dari Rp 5,07 triliun (2015) menjadi Rp 5,03 triliun (2016). Hal ini diperkirakan turut dipengaruhi oleh program
penghematan anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat sehingga terjadi penurunan pagu belanja yang berimbas
pada penurunan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT. Di sisi lain, terdapat pula penundaan Dana Alokasi Umum (DAU)
pada beberapa Pemerintah Daerah dan hanya dilakukan pencairan untuk bulan Desember sehingga menyebabkan kurang
optimalnya realisasi anggaran pada daerah tersebut. Menurut informasi¹, penundaan DAU yang belum dicairkan pada
tahun 2016 akan dikompensasikan pada penganggaran tahun 2017. Sementara untuk kinerja triwulan IV, realisasi belanja
konsumsi tercatat sebesar Rp 8,23 triliun, sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 8,04 triliun.
Namun, terdapat beberapa komponen yang mengalami penurunan dibanding triwulan IV-2015 seperti belanja barang
dan jasa, bantuan sosial dan belanja bagi hasil.
Di sisi lain, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan-I 2017 diperkirakan cenderung stabil.
Pertumbuhan terutama diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi seiring dengan adanya dorongan belanja
untuk kegiatan Pemilu di tiga daerah yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pertumbuhan tersebut
didorong penjualan alat-alat kampanye dan kegiatan pemilu, serta belanja hibah pemerintah. Pertumbuhan juga
diperkirakan turut didorong oleh Pendapatan masyarakat seiring panen pada bulan Desember yang sebagian dibelanjakan
pada Januari serta perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai 2016 selama 50 hari pada tahun 2017
dan membuka lapangan kerja bagi pegawai proyek. Indikasi pertumbuhan juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank
Indonesia pada bulan Januari yang menunjukkan peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen, walaupun Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan perlambatan, namun dengan angka masih
>100 maka masih terjadi optimisme pada masyarakat. Indikasi pertumbuhan positif juga terlihat pada proyeksi Survei
Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia bulan Januari yang masih berada pada trend pertumbuhan. Indikasi yang sama juga
terlihat pada proyeksi Indeks Tendensi Konsumen-Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya peningkatan proyeksi
indeks dan pendapatan rumah tangga di triwulan-I 2017.
1. sumber: Peraturan Menteri Keuangan No.125/PMK.07/2016 tgl 16 Agustsu 2016 tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
6 Februari 2017
PROYEKSI PEND RT PROYEKSI ITK
GRAFIK 1.14. PROYEKSI INDEKS TENDEKSI KONSUMEN
Sumber : BPS Provinsi NTT
85
90
95
100
105
110
115
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV IP
2017
Pertumbuhan PMTB/Investasi pada tahun 2016 tercatat mengalami pertumbuhan yang positif sebesar 5,06%
(yoy) walaupun cenderung melambat apabila dibandingkan 2015 yang sebesar 11,88% (yoy). Perlambatan lebih
disebabkan oleh tingginya lonjakan pembangunan proyek pemerintah di tahun 2015 dibandingkan tahun 2014 terutama
di bidang aksesbilitas perhubungan (pelabuhan dan dermaga serta aksesbilitas air (bendungan,jaringan irigasi dan
embung). Sementara itu, PMTB/Investasi pada tahun 2016 sendiri masih berasal dari pembangunan infrastruktur publik,
seperti proyek Multiyears Bendungan Raknamo dan Bendungan Rotiklot, jalan jalur sabuk perbatasan, Program
Pengembangan Infrastruktur Permukiman (PIP) di Perbatasan, gedung pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara. Selain
itu, masih terus pula dilakukan proyek perbaikan jalan, sarana irigasi, embung, pembangunan rumah sakit dan pasar. Dari
sisi swasta dan BUMN, investasi yang dilakukan diantaranya pembangunan pembangkit listrik, jaringan kelistrikan, Base
Transceiver Station (BTS), hotel, sarana perbelanjaan dan investasi lainnya. Adanya pemakaian anggaran dana desa untuk
pembangunan infrastruktur pedesaan (jalan,jembatan dan irigasi) juga diperkirakan membantu pertumbuhan komponen
PMTB/Investasi. Sementara itu, berdasarkan data BKPMD Provinsi NTT sendiri, realisasi investasi pada tahun 2016
mencapai Rp 3,15 triliun meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar Rp 3 triliun. Realisasi investasi sepanjang tahun 2016
terbesar berada di sektor telekomunikasi sebesar Rp 738,2 miliar walaupun dari sisi jumlah, sektor pariwisata atau
pembangunan hotel berbintang menjadi yang terbanyak yaitu 22 investasi. Sementara dari sisi wilayah, Kota Kupang
menjadi daerah dengan nominal investasi terbesar (Rp 1,47 triliun) sedangkan dari banyaknya investasi baru, Kab.
Manggarai Barat menjadi yang terbanyak dengan 48 investasi dan mayoritas merupakan investasi sektor penunjang
pariwisata.
Di sisi lain, pertumbuhan PMTB/ Investasi di NTT pada triwulan IV-2016 tercatat tumbuh sebesar 4,42% (yoy)
atau meningkat dibandingkan triwulan III yang tumbuh 3,87% (yoy). Peningkatan terutama berasal dari PMTB
bangunan yang tumbuh mencapai 14,72% (yoy). Pertumbuhan ini diperkirakan berasal dari peningkatan kegiatan proyek
pemerintah di akhir tahun, terutama jalan, gedung pemerintahan, rumah sakit, pasar dan sarana perhubungan (dermaga),
pos lintas batas negara. Selain itu, terdapat pula investasi sebagai dampak alokasi dana desa seperti pembangunan jalan
pedesaan, pipanisasi untuk akses air, sarana irigasi dan jembatan. Di sisi lain terdapat pula pembangunan sektor swasta,
berupa pembangkit listrik Tenaga Surya (Independent Power Producer), pusat perbelanjaan dan hotel serta BUMN
diantaranya perbaikan bandara. Sementara sektor non bangunan tercatat tumbuh negatif sebesar -32,87% (yoy)
walaupun tercatat masih terdapat beberapa realisasi investasi yang dilakukan seperti penambahan dua unit Electric Rubber
Tyred Gantry (E-RTG) baterei senilai Rp 36 miliar dan truk trailer pada PT. Pelindo III cabang Tenau serta telah tibanya kapal
listrik MVPP Gokhan Bey berkapasitas 60 MW yang akan disewa PT. PLN (Persero) guna meningkatkan kapasitas listrik di
Pulau Timor.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
7Februari 2017
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber : SK – Bank Indonesia
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
80
90
100
110
120
130
140
150
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV JAN
2017
GRAFIK 1.13. PERKEMBANGAN SURVEI PENJUALAN ECERAN
Sumber: SPE – Bank Indonesia
RP MILIAR
JAN FEB MAR APR2017
MEI JUN JUL AGS2016
SEP OCT NOV DEC JAN* 14.50
15.00
15.50
16.00
16.50
17.00
17.50
18.00
18.50
URAIAN2015
2016Bobot
IVyoy
14,222,574
8,295,690
22,518,264
4,724,563
2,634,853
7,359,416
4,315,054
2,974,472
7,289,527
4,461,147
2,485,602
6,946,749
64.2
35.8
100.0
7.46
(15.32)
(3.08)
12,815,032
8,950,713
21,765,744 Sumber: BPS (diolah)
KONS KOLEKTIF PEMERINTAH
KONS INDIVIDU PEMERINTAH
KONSUMSI PEMERINTAH
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Tabel 1.3. PDRB Komponen Konsumsi Pemerintah Provinsi NTT 2016
Thnyoy
9.22
(11.35)
(0.36)
Pertumbuhan negatif/kontraksi masih terjadi pada sub kelompok konsumsi pemerintah di triwulan IV-2016.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah tercatat -3,08% (yoy) dan masih berada pada trend negatif seperti angka revisi
pertumbuhan konsumsi pemerintah triwulan III yang sebesar -3,25%(yoy). Kontraksi masih terjadi pada konsumsi individu
pemerintah sebesar -15,32% (yoy). Berdasarkan data APBN, APBD Kab/Kota dan APBD Provinsi secara umum masih terjadi
peningkatan realisasi belanja konsumsi pemerintah tahun 2016 menjadi Rp 23,3 triliun, meningkat 15,3% (yoy)
dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 20,2 triliun. Namun terdapat penurunan pada realisasi belanja konsumsi APBN
dari Rp 5,07 triliun (2015) menjadi Rp 5,03 triliun (2016). Hal ini diperkirakan turut dipengaruhi oleh program
penghematan anggaran yang dicanangkan pemerintah pusat sehingga terjadi penurunan pagu belanja yang berimbas
pada penurunan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT. Di sisi lain, terdapat pula penundaan Dana Alokasi Umum (DAU)
pada beberapa Pemerintah Daerah dan hanya dilakukan pencairan untuk bulan Desember sehingga menyebabkan kurang
optimalnya realisasi anggaran pada daerah tersebut. Menurut informasi¹, penundaan DAU yang belum dicairkan pada
tahun 2016 akan dikompensasikan pada penganggaran tahun 2017. Sementara untuk kinerja triwulan IV, realisasi belanja
konsumsi tercatat sebesar Rp 8,23 triliun, sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 8,04 triliun.
Namun, terdapat beberapa komponen yang mengalami penurunan dibanding triwulan IV-2015 seperti belanja barang
dan jasa, bantuan sosial dan belanja bagi hasil.
Di sisi lain, tracking pertumbuhan komponen konsumsi pada triwulan-I 2017 diperkirakan cenderung stabil.
Pertumbuhan terutama diperkirakan terjadi pada seluruh komponen konsumsi seiring dengan adanya dorongan belanja
untuk kegiatan Pemilu di tiga daerah yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pertumbuhan tersebut
didorong penjualan alat-alat kampanye dan kegiatan pemilu, serta belanja hibah pemerintah. Pertumbuhan juga
diperkirakan turut didorong oleh Pendapatan masyarakat seiring panen pada bulan Desember yang sebagian dibelanjakan
pada Januari serta perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai 2016 selama 50 hari pada tahun 2017
dan membuka lapangan kerja bagi pegawai proyek. Indikasi pertumbuhan juga terlihat pada Survei Konsumen-Bank
Indonesia pada bulan Januari yang menunjukkan peningkatan Indeks Ekspektasi Konsumen, walaupun Indeks Kondisi
Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menunjukkan perlambatan, namun dengan angka masih
>100 maka masih terjadi optimisme pada masyarakat. Indikasi pertumbuhan positif juga terlihat pada proyeksi Survei
Penjualan Eceran (SPE)-Bank Indonesia bulan Januari yang masih berada pada trend pertumbuhan. Indikasi yang sama juga
terlihat pada proyeksi Indeks Tendensi Konsumen-Badan Pusat Statistik yang menunjukkan adanya peningkatan proyeksi
indeks dan pendapatan rumah tangga di triwulan-I 2017.
1. sumber: Peraturan Menteri Keuangan No.125/PMK.07/2016 tgl 16 Agustsu 2016 tentang Penundaan Penyaluran Sebagian Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
6 Februari 2017
GRAFIK 1.18. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
GRAFIK 1.17. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)
TONTEUS
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
-200%0%200%400%600%800%1000%1200%1400%1600%1800%
-100,000-80,000-60,000-40,000-20,000
020,00040,00060,00080,000
100,000
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
1.2.3 Ekspor – Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Secara tahunan, kinerja net impor antar daerah Provinsi NTT mengalami perlambatan dari 14,31% (yoy) pada
tahun 2016 menjadi 2% (yoy) pada tahun 2015. Apabila dilihat dari sisi komponen, penurunan terjadi pada ekspor
antar provinsi yang mencapai -50,99% (yoy) dan impor antar provinsi yang sebesar -9,45% (yoy). Penurunan diperkirakan
terjadi seiring dengan melambatnya kegiatan PMTB/investasi yang mengurangi kebutuhan barang investasi dari Provinsi
lain.
Sementara itu secara triwulan pertumbuhan net impor antar daerah mencatatkan peningkatan dari kontraksi
sebesar -2,46%(yoy) pada triwulan III-2016 menjadi tumbuh 0,99% pada triwulan IV-2016. Pertumbuhan juga
terindikasi dari adanya peningkatan perputaran peti kemas di Pelabuhan Tenau yang mencapai 22,6% (yoy) atau 33.100
teus selama triwulan IV. Sementara itu, kondisi bongkar muat juga mencatatkan adanya pertumbuhan net bongkar
sebesar 62.386 ton untuk komoditas yang bersifat curah. Peningkatan pada triwulan IV tersebut ditengarai terkait dengan
pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan masyarakat untuk persiapan perayaan hari keagamaan serta peningkatan
kegiatan proyek/investasi di akhir tahun.
Pada triwulan I-2017 diperkirakan net impor akan mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan terjadi
karena menurunnya kebutuhan masyarakat paska perayaan hari raya keagamaan di akhir tahun 2016. Selain itu, dengan
kondisi cuaca buruk dan gelombang tinggi yang secara historis selalu terjadi di awal tahun diperkirakan telah diantisipasi
oleh para pedagang dengan pengiriman stok barang dagangan dan kebutuhan proyek pada periode sebelumnya.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Secara tahunan, net ekspor luar negeri mengalami kontraksi sebesar -25,8% (yoy). Menurut data BPS, nilai ekspor
NTT pada tahun 2016 mencapai US$ 23,65 Juta menurun dibandingkan 2015 yang mencapai US$ 23,94 juta. Sementara
itu, nilai impor meningkat dari US$ 7,87 juta (2015) menjadi US$ 29,09 juta (2016). Penurunan ekspor terutama terjadi
pada komoditas kendaraan dan komponennya serta bahan bakar mineral ke Timor Leste. Sementara komoditas lokal
cukup terbantu dengan peningkatan ekspor garam, belerang dan kapur. Sementara itu, peningkatan impor terutama
berasal dari impor beras di awal tahun dari Thailand serta bahan bakar mineral dan aspal dari Singapura yang
dipergunakan bagi kegiatan proyek dan bahan bakar kendaraan.
Dilihat dari kinerja pertumbuhan di setiap triwulannya, terjadi peningkatan net ekspor pada triwulan-IV
menjadi 5,2% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi. Peningkatan terutama
pada ekspor semen, besi dan baja, kendaraan dan komponennya ke Timor Leste serta didukung oleh ekspor komoditas
garam dan ikan (tuna dan cakalang). Angka net ekspor triwulan IV sendiri mencapai US$ 5,86 Juta (tidak termasuk BBM),
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
9Februari 2017
GRAFIK 1.16. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
RIBU TON YOY
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300
350
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
KAB. MANGGARAI BARAT (48)
KAB. SUMBA TIMUR (13)
KOTA KUPANG (12)
KAB. KUPANG (7)
KAB. SUMBA BARAT (5)
Sumber: BKPMD NTT, diolah
JUMLAH REALISASI
LOKASI INVESTASI
Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016
NOMINAL
KOTA KUPANG (RP 1,47 T)
KAB. SUMBA TIMUR (RP 724,3 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (RP 299,5 M)
KAB. FLORES TIMUR (RP 210,1 M)
KAB. ROTE NDAO (RP 125,5 M)
HOTEL BINTANG (22)
WISATA TIRTA (22)
RESTORAN DAN PENYEDIAAN MAKANAN (10)
KETENAGALISTRIKAN (6)
PETERNAKAN, HOTEL MELATI (4)
JUMLAH REALISASI
INVESTASI SEKTORAL
NOMINAL
TELEKOMUNIKASI (RP 738,2 M)
PERTANIAN TANAMAN SERELIA (RP 361,1 M)
REAL ESTATE (RP 341,8 M)
HOTEL BINTANG (RP 273 M)
PENANGKAPAN IKAN DI LAUT (RP 210,1 M)
URAIAN2015
2016Bobot
IVyoy
28,518,052
7,206,932
35,724,984
8,393,027
1,750,152
10,143,179
6,800,994
2,026,485
8,827,478
7,683,971
1,657,954
9,341,925
82.75
17.25
100.00
14.72
-32.87
4.42
24,089,547
6,906,516
30,996,063 Sumber: BPS (diolah)
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PMTB
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016
Thnyoy
11.94
-19.15
5.06
Data realisasi BKPM Menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi pada triwulan-IV 2016. Berdasarkan
data BKPMD Provinsi NTT dan tracking data sebelumnya, pada triwulan-IV 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp 1,44 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi
triwulan-III yang diperkirakan mencapai Rp 391 miliar. Peningkatan realisasi pada triwulan IV terutama di bidang
Telekomunikasi Tanpa Kabel oleh Perusahaan Telekomunikasi Nasional, wisata tirta, hotel, restoran, perumahan, serta
kelistrikan. Sementara itu, pertumbuhan penjualan semen di Provinsi NTT cenderung melambat walaupun masih
menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 6,5% (yoy).
GRAFIK 1.15. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT
Sumber : BKPMD NTT, diolah
2015 2016
I I I I I I IV
232 253445
2,101
501
819
391
1,444
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500 RP MILIAR
Sementara itu, berdasarkan tracking pada triwulan I-2017 pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan
diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2016. Secara historis, nominal investasi/PMTB pada
triwulan I cenderung selalu menurun dibandingkan triwulan IV pada setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena belum masifnya
kegiatan proyek pemerintah di awal tahun. Namun apabila dilihat dari sisi pertumbuhan tahunan (%yoy), tracking
investasi pada triwulan I-2017 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan investasi triwulan IV-2016.
Dorongan investasi terutama berasal dari adanya perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai pada
tahun 2016 selama 50 hari di tahun 2017, adanya tambahan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot),
rencana penyelesaian proyek pembangkit listrik dan kegiatan pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Kupang investasi
di sektor non bangunan seperti pembelian mesin dan kendaraan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
8 Februari 2017
GRAFIK 1.18. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
GRAFIK 1.17. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY)
TONTEUS
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
-200%0%200%400%600%800%1000%1200%1400%1600%1800%
-100,000-80,000-60,000-40,000-20,000
020,00040,00060,00080,000
100,000
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
1.2.3 Ekspor – Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Secara tahunan, kinerja net impor antar daerah Provinsi NTT mengalami perlambatan dari 14,31% (yoy) pada
tahun 2016 menjadi 2% (yoy) pada tahun 2015. Apabila dilihat dari sisi komponen, penurunan terjadi pada ekspor
antar provinsi yang mencapai -50,99% (yoy) dan impor antar provinsi yang sebesar -9,45% (yoy). Penurunan diperkirakan
terjadi seiring dengan melambatnya kegiatan PMTB/investasi yang mengurangi kebutuhan barang investasi dari Provinsi
lain.
Sementara itu secara triwulan pertumbuhan net impor antar daerah mencatatkan peningkatan dari kontraksi
sebesar -2,46%(yoy) pada triwulan III-2016 menjadi tumbuh 0,99% pada triwulan IV-2016. Pertumbuhan juga
terindikasi dari adanya peningkatan perputaran peti kemas di Pelabuhan Tenau yang mencapai 22,6% (yoy) atau 33.100
teus selama triwulan IV. Sementara itu, kondisi bongkar muat juga mencatatkan adanya pertumbuhan net bongkar
sebesar 62.386 ton untuk komoditas yang bersifat curah. Peningkatan pada triwulan IV tersebut ditengarai terkait dengan
pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan masyarakat untuk persiapan perayaan hari keagamaan serta peningkatan
kegiatan proyek/investasi di akhir tahun.
Pada triwulan I-2017 diperkirakan net impor akan mengalami perlambatan. Perlambatan diperkirakan terjadi
karena menurunnya kebutuhan masyarakat paska perayaan hari raya keagamaan di akhir tahun 2016. Selain itu, dengan
kondisi cuaca buruk dan gelombang tinggi yang secara historis selalu terjadi di awal tahun diperkirakan telah diantisipasi
oleh para pedagang dengan pengiriman stok barang dagangan dan kebutuhan proyek pada periode sebelumnya.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Secara tahunan, net ekspor luar negeri mengalami kontraksi sebesar -25,8% (yoy). Menurut data BPS, nilai ekspor
NTT pada tahun 2016 mencapai US$ 23,65 Juta menurun dibandingkan 2015 yang mencapai US$ 23,94 juta. Sementara
itu, nilai impor meningkat dari US$ 7,87 juta (2015) menjadi US$ 29,09 juta (2016). Penurunan ekspor terutama terjadi
pada komoditas kendaraan dan komponennya serta bahan bakar mineral ke Timor Leste. Sementara komoditas lokal
cukup terbantu dengan peningkatan ekspor garam, belerang dan kapur. Sementara itu, peningkatan impor terutama
berasal dari impor beras di awal tahun dari Thailand serta bahan bakar mineral dan aspal dari Singapura yang
dipergunakan bagi kegiatan proyek dan bahan bakar kendaraan.
Dilihat dari kinerja pertumbuhan di setiap triwulannya, terjadi peningkatan net ekspor pada triwulan-IV
menjadi 5,2% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat kontraksi. Peningkatan terutama
pada ekspor semen, besi dan baja, kendaraan dan komponennya ke Timor Leste serta didukung oleh ekspor komoditas
garam dan ikan (tuna dan cakalang). Angka net ekspor triwulan IV sendiri mencapai US$ 5,86 Juta (tidak termasuk BBM),
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
9Februari 2017
GRAFIK 1.16. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
RIBU TON YOY
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
50
100
150
200
250
300
350
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
KAB. MANGGARAI BARAT (48)
KAB. SUMBA TIMUR (13)
KOTA KUPANG (12)
KAB. KUPANG (7)
KAB. SUMBA BARAT (5)
Sumber: BKPMD NTT, diolah
JUMLAH REALISASI
LOKASI INVESTASI
Tabel 1.5. Lokasi dan Sektor Utama Investasi di NTT Tahun 2016
NOMINAL
KOTA KUPANG (RP 1,47 T)
KAB. SUMBA TIMUR (RP 724,3 M)
KAB. MANGGARAI BARAT (RP 299,5 M)
KAB. FLORES TIMUR (RP 210,1 M)
KAB. ROTE NDAO (RP 125,5 M)
HOTEL BINTANG (22)
WISATA TIRTA (22)
RESTORAN DAN PENYEDIAAN MAKANAN (10)
KETENAGALISTRIKAN (6)
PETERNAKAN, HOTEL MELATI (4)
JUMLAH REALISASI
INVESTASI SEKTORAL
NOMINAL
TELEKOMUNIKASI (RP 738,2 M)
PERTANIAN TANAMAN SERELIA (RP 361,1 M)
REAL ESTATE (RP 341,8 M)
HOTEL BINTANG (RP 273 M)
PENANGKAPAN IKAN DI LAUT (RP 210,1 M)
URAIAN2015
2016Bobot
IVyoy
28,518,052
7,206,932
35,724,984
8,393,027
1,750,152
10,143,179
6,800,994
2,026,485
8,827,478
7,683,971
1,657,954
9,341,925
82.75
17.25
100.00
14.72
-32.87
4.42
24,089,547
6,906,516
30,996,063 Sumber: BPS (diolah)
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PMTB
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Tabel 1.4. PDRB Komponen PMTB/Investasi Provinsi NTT 2016
Thnyoy
11.94
-19.15
5.06
Data realisasi BKPM Menunjukkan adanya peningkatan realisasi investasi pada triwulan-IV 2016. Berdasarkan
data BKPMD Provinsi NTT dan tracking data sebelumnya, pada triwulan-IV 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing
(PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp 1,44 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi
triwulan-III yang diperkirakan mencapai Rp 391 miliar. Peningkatan realisasi pada triwulan IV terutama di bidang
Telekomunikasi Tanpa Kabel oleh Perusahaan Telekomunikasi Nasional, wisata tirta, hotel, restoran, perumahan, serta
kelistrikan. Sementara itu, pertumbuhan penjualan semen di Provinsi NTT cenderung melambat walaupun masih
menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 6,5% (yoy).
GRAFIK 1.15. PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI DI PROVINSI NTT
Sumber : BKPMD NTT, diolah
2015 2016
I I I I I I IV
232 253445
2,101
501
819
391
1,444
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500 RP MILIAR
Sementara itu, berdasarkan tracking pada triwulan I-2017 pertumbuhan PMTB/investasi secara tahunan
diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan triwulan IV-2016. Secara historis, nominal investasi/PMTB pada
triwulan I cenderung selalu menurun dibandingkan triwulan IV pada setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena belum masifnya
kegiatan proyek pemerintah di awal tahun. Namun apabila dilihat dari sisi pertumbuhan tahunan (%yoy), tracking
investasi pada triwulan I-2017 diperkirakan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunan investasi triwulan IV-2016.
Dorongan investasi terutama berasal dari adanya perpanjangan kegiatan proyek pemerintah yang belum selesai pada
tahun 2016 selama 50 hari di tahun 2017, adanya tambahan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot),
rencana penyelesaian proyek pembangkit listrik dan kegiatan pembangunan pusat perbelanjaan di Kota Kupang investasi
di sektor non bangunan seperti pembelian mesin dan kendaraan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
8 Februari 2017
Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016
URAIAN
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2015
2016Bobot yoy
24,315,826
1,166,764
1,034,289
59,409
48,990
9,095,349
9,321,848
4,528,290
586,079
5,878,513
3,362,944
2,209,476
257,185
10,664,989
8,103,265
1,767,997
1,771,425
84,172,637
6,094,647
309,436
279,169
15,975
12,841
2,464,950
2,487,909
1,210,726
159,845
1,569,272
898,971
577,531
69,530
2,827,864
2,181,982
473,595
462,317
22,096,563
5,627,528
292,383
259,276
13,747
12,305
2,243,992
2,217,468
1,089,803
137,030
1,462,281
799,178
550,863
62,344
2,628,642
2,041,237
432,868
428,566
20,299,511
6,417,780
301,698
265,244
15,331
12,691
2,389,245
2,456,270
1,186,069
154,603
1,511,013
838,662
567,351
66,388
2,731,064
2,067,982
443,925
449,919
21,875,236
27.58
1.40
1.26
0.07
0.06
11.16
11.26
5.48
0.72
7.10
4.07
2.61
0.31
12.80
9.87
2.14
2.09
100.00
-6.05
2.43
4.17
3.72
1.10
2.80
0.40
2.07
2.72
3.23
5.90
1.72
4.13
2.15
4.88
5.89
1.90
0.28
22,765,546
1,073,475
940,862
43,569
47,150
7,908,227
8,272,331
3,986,583
487,091
5,477,449
2,995,475
2,054,341
235,528
9,374,991
7,303,246
1,585,475
1,639,515
76,190,854
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Thnyoy
2.23
5.66
4.98
14.61
0.38
8.46
6.77
6.73
14.46
6.76
8.47
3.41
2.83
5.63
4.18
6.19
3.55
5.18
IVyoy
4.53
3.19
3.41
11.52
1.27
8.48
7.57
5.48
13.01
7.23
8.38
3.53
5.57
1.60
2.51
5.20
4.32
5.19
pasar dan sarana irigasi di akhir tahun, serta swasta melalui pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan. Peningkatan juga
didukung oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 7,57% (yoy) seriring perbaikan daya beli masyarakat
memasuki momen perayaan libur sekolah, keagamaan dan akhir tahun.
Pada tahun 2016, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 2,73% (yoy) melambat apabila dibandingkan
tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,40% (yoy). Berdasarkan refleksi kinerja sepanjang tahun 2016, perlambatan
sektor pertanian terutama terjadi pada triwulan I dan triwulan II seiring dengan kondisi kekeringan, serangan hama serta
proses perbaikan irigasi yang sempat mengganggu produksi pertanian dan perkebunan, serta menurunnya harga
komoditas (jambu mete, kakao dan rumput laut) di tingkat global. Namun, produksi pertanian mulai meningkat pada
semester 2 seiring selesainya perbaikan irigasi dan peningkatan curah hujan, serta penambahan luas tanam yang
mendorong peningkatan produksi jagung dan padi. Adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak dan produksi garam di
Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga turut mendorong pertumbuhan secara tahunan.
Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,53% (yoy) meningkat dibandingkan
triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terjadi seiring dengan adanya panen ke-2 padi pada
akhir tahun 2016 terutama di beberapa sentra padi NTT (Kab Ngada, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai). Selain
itu, panen komoditas jambu mete, kopra dan kakao juga diperkirakan turut mendorong pertumbuhan pada triwulan IV.
Indikasi ini terlihat dari adanya peningkatan Nilai Tukar Petani pada triwulan IV-2016 dibandingkan triwulan III yang
terutama berasal dari sub sektor tanaman padi-palawija. Di sisi lain, pertumbuhan juga masih ditopang oleh pengiriman
ternak ke luar Provinsi NTT. Tercatat pertumbuhan pengiriman dari pelabuhan Tenau secara tahunan meningkat 35,8%
(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015 atau sebanyak 7.232 ternak. Untuk keseluruhan NTT, menurut data
Dinas Peternakan Provinsi NTT tercatat telah dikirimkan 12.755 ternak pada triwulan IV yang terdiri dari Sapi (11.129 ekor),
Kerbau (975 ekor) dan Kuda (651 ekor). Jumlah ini meningkat sebesar 11,75% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2015 yang
sebanyak 11.414 ternak. Untuk ternak sendiri pengiriman dilakukan ke DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan
Kalimantan Timur. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV juga terbantu oleh produksi perdana garam sebanyak
300 ton di Bipoli, Kab. Kupang. Di sisi lain, kondisi subsektor perikanan diperkirakan melambat pada triwulan IV yang
disebabkan kondisi cuaca dan gelombang tinggi.
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
11Februari 2017
GRAFIK 1.20. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
GRAFIK 1.19.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
-7-5-3-113579
1113 JUTA USD
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
0123456789
10 JUTA USD
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
sementara impor non BBM tercatat sebesar US$ 208 ribu yang terutama merupakan komoditas kopi dan biji-bijian dari
Timor Leste. Di sisi lain, berdasarkan data Exim Bank Indonesia, terdapat ekspor buah olahan ke Vietnam dan India yang
mencapai US$ 9,8 juta yang diperkirakan merupakan komoditas jambu mete dan tidak tercatat sebagai sumbangan PDRB
untuk NTT karena pengiriman ke luar negeri yang berasal dari luar daerah NTT.
Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-I 2017 diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan
diperkirakan turut didorong oleh penurunan kebutuhan dari negara lain, terutama Timor Leste sebagai negara tujuan
utama ekspor NTT. Penurunan kegiatan masyarakat paska perayaan hari raya Natal juga diperkirakan menjadi faktor
utama. Selain itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan berpengaruh pada penurunan produksi lokal NTT
seperti ikan tuna dan cakalang.
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama didorong oleh sektor konstruksi serta
sektor perdagangan besar & eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Sektor kontruksi tercatat tumbuh sebesar
8,46% (yoy) yang didorong oleh peningkatan kegiatan proyek di Provinsi NTT, termasuk bendungan Raknamo yang telah
memasuki tahap konstruksi serta penyelesaian Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Mota’ain, Motamasin dan Wini serta
program infrastruktur pemukiman (PIP) berupa pembangunan sumur bor serta infrastruktur pendukung akses lainnya di
Mota’ain dan Motamasin. Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran mencapai 6,77% (yoy) yang
didukung oleh peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan produksi sektor pertanian dan perkebunan,
peningkatan kegiatan proyek dan pendapatan gaji ke-13 serta 14 PNS. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan juga
didukung pertumbuhan positif pada sektor pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebagai sektor utama serta sektor
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib yang masih terus tumbuh walaupun mengalami
perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 2015.
Dari sisi triwulan, peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-2016 terutama terjadi pada sektor pertanian
sebagai sektor utama dan didukung oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada sektor konstruksi serta sektor
perdagangan besar dan eceran. Sektor Pertanian tercatat tumbuh 4,53% (yoy) pada triwulan IV atau meningkat
dibandingkan triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan tersebut didukung oleh adanya panen komoditas pertanian
seperti padi serta komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan kopra), dari sektor peternakan tercatat adanya
pengiriman sapi yang meningkat dari 30% (yoy) atau dari 8.524 ekor pada triwulan IV- 2015 menjadi 11.129 ekor di
periode yang sama tahun 2016. Selain itu, terjadi pula pertumbuhan cukup tinggi pada sektor konstruksi yang mencapai
8,48% (%) seiring dengan peningkatan kegiatan proyek pemerintah seperti jalan, rumah sakit, gedung pemerintahan,
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
10 Februari 2017
Tabel 1.6. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi 2016
URAIAN
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah) *Dalam Juta Rp
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2015
2016Bobot yoy
24,315,826
1,166,764
1,034,289
59,409
48,990
9,095,349
9,321,848
4,528,290
586,079
5,878,513
3,362,944
2,209,476
257,185
10,664,989
8,103,265
1,767,997
1,771,425
84,172,637
6,094,647
309,436
279,169
15,975
12,841
2,464,950
2,487,909
1,210,726
159,845
1,569,272
898,971
577,531
69,530
2,827,864
2,181,982
473,595
462,317
22,096,563
5,627,528
292,383
259,276
13,747
12,305
2,243,992
2,217,468
1,089,803
137,030
1,462,281
799,178
550,863
62,344
2,628,642
2,041,237
432,868
428,566
20,299,511
6,417,780
301,698
265,244
15,331
12,691
2,389,245
2,456,270
1,186,069
154,603
1,511,013
838,662
567,351
66,388
2,731,064
2,067,982
443,925
449,919
21,875,236
27.58
1.40
1.26
0.07
0.06
11.16
11.26
5.48
0.72
7.10
4.07
2.61
0.31
12.80
9.87
2.14
2.09
100.00
-6.05
2.43
4.17
3.72
1.10
2.80
0.40
2.07
2.72
3.23
5.90
1.72
4.13
2.15
4.88
5.89
1.90
0.28
22,765,546
1,073,475
940,862
43,569
47,150
7,908,227
8,272,331
3,986,583
487,091
5,477,449
2,995,475
2,054,341
235,528
9,374,991
7,303,246
1,585,475
1,639,515
76,190,854
2016
YOY
IV
2015
IIIIV
Thnyoy
2.23
5.66
4.98
14.61
0.38
8.46
6.77
6.73
14.46
6.76
8.47
3.41
2.83
5.63
4.18
6.19
3.55
5.18
IVyoy
4.53
3.19
3.41
11.52
1.27
8.48
7.57
5.48
13.01
7.23
8.38
3.53
5.57
1.60
2.51
5.20
4.32
5.19
pasar dan sarana irigasi di akhir tahun, serta swasta melalui pembangunan hotel dan pusat perbelanjaan. Peningkatan juga
didukung oleh sektor perdagangan besar dan eceran yang tumbuh 7,57% (yoy) seriring perbaikan daya beli masyarakat
memasuki momen perayaan libur sekolah, keagamaan dan akhir tahun.
Pada tahun 2016, pertumbuhan sektor pertanian mencapai 2,73% (yoy) melambat apabila dibandingkan
tahun 2015 yang tumbuh sebesar 3,40% (yoy). Berdasarkan refleksi kinerja sepanjang tahun 2016, perlambatan
sektor pertanian terutama terjadi pada triwulan I dan triwulan II seiring dengan kondisi kekeringan, serangan hama serta
proses perbaikan irigasi yang sempat mengganggu produksi pertanian dan perkebunan, serta menurunnya harga
komoditas (jambu mete, kakao dan rumput laut) di tingkat global. Namun, produksi pertanian mulai meningkat pada
semester 2 seiring selesainya perbaikan irigasi dan peningkatan curah hujan, serta penambahan luas tanam yang
mendorong peningkatan produksi jagung dan padi. Adanya pengiriman sapi melalui kapal ternak dan produksi garam di
Sabu Raijua dan Kab. Kupang juga turut mendorong pertumbuhan secara tahunan.
Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 4,53% (yoy) meningkat dibandingkan
triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan terjadi seiring dengan adanya panen ke-2 padi pada
akhir tahun 2016 terutama di beberapa sentra padi NTT (Kab Ngada, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai). Selain
itu, panen komoditas jambu mete, kopra dan kakao juga diperkirakan turut mendorong pertumbuhan pada triwulan IV.
Indikasi ini terlihat dari adanya peningkatan Nilai Tukar Petani pada triwulan IV-2016 dibandingkan triwulan III yang
terutama berasal dari sub sektor tanaman padi-palawija. Di sisi lain, pertumbuhan juga masih ditopang oleh pengiriman
ternak ke luar Provinsi NTT. Tercatat pertumbuhan pengiriman dari pelabuhan Tenau secara tahunan meningkat 35,8%
(yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015 atau sebanyak 7.232 ternak. Untuk keseluruhan NTT, menurut data
Dinas Peternakan Provinsi NTT tercatat telah dikirimkan 12.755 ternak pada triwulan IV yang terdiri dari Sapi (11.129 ekor),
Kerbau (975 ekor) dan Kuda (651 ekor). Jumlah ini meningkat sebesar 11,75% (yoy) dibandingkan triwulan IV-2015 yang
sebanyak 11.414 ternak. Untuk ternak sendiri pengiriman dilakukan ke DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan
Kalimantan Timur. Pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV juga terbantu oleh produksi perdana garam sebanyak
300 ton di Bipoli, Kab. Kupang. Di sisi lain, kondisi subsektor perikanan diperkirakan melambat pada triwulan IV yang
disebabkan kondisi cuaca dan gelombang tinggi.
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
11Februari 2017
GRAFIK 1.20. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
USA AUSTRALIA JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
GRAFIK 1.19.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Cognos BI, diolah
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
-7-5-3-113579
1113 JUTA USD
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
0123456789
10 JUTA USD
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
sementara impor non BBM tercatat sebesar US$ 208 ribu yang terutama merupakan komoditas kopi dan biji-bijian dari
Timor Leste. Di sisi lain, berdasarkan data Exim Bank Indonesia, terdapat ekspor buah olahan ke Vietnam dan India yang
mencapai US$ 9,8 juta yang diperkirakan merupakan komoditas jambu mete dan tidak tercatat sebagai sumbangan PDRB
untuk NTT karena pengiriman ke luar negeri yang berasal dari luar daerah NTT.
Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan-I 2017 diperkirakan mengalami perlambatan. Perlambatan
diperkirakan turut didorong oleh penurunan kebutuhan dari negara lain, terutama Timor Leste sebagai negara tujuan
utama ekspor NTT. Penurunan kegiatan masyarakat paska perayaan hari raya Natal juga diperkirakan menjadi faktor
utama. Selain itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan berpengaruh pada penurunan produksi lokal NTT
seperti ikan tuna dan cakalang.
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi NTT pada tahun 2016 terutama didorong oleh sektor konstruksi serta
sektor perdagangan besar & eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Sektor kontruksi tercatat tumbuh sebesar
8,46% (yoy) yang didorong oleh peningkatan kegiatan proyek di Provinsi NTT, termasuk bendungan Raknamo yang telah
memasuki tahap konstruksi serta penyelesaian Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Mota’ain, Motamasin dan Wini serta
program infrastruktur pemukiman (PIP) berupa pembangunan sumur bor serta infrastruktur pendukung akses lainnya di
Mota’ain dan Motamasin. Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran mencapai 6,77% (yoy) yang
didukung oleh peningkatan daya beli masyarakat seiring peningkatan produksi sektor pertanian dan perkebunan,
peningkatan kegiatan proyek dan pendapatan gaji ke-13 serta 14 PNS. Pertumbuhan ekonomi secara tahunan juga
didukung pertumbuhan positif pada sektor pertanian, Kehutanan dan Perikanan sebagai sektor utama serta sektor
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib yang masih terus tumbuh walaupun mengalami
perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahun 2015.
Dari sisi triwulan, peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-2016 terutama terjadi pada sektor pertanian
sebagai sektor utama dan didukung oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada sektor konstruksi serta sektor
perdagangan besar dan eceran. Sektor Pertanian tercatat tumbuh 4,53% (yoy) pada triwulan IV atau meningkat
dibandingkan triwulan III yang sebesar 3% (yoy). Peningkatan tersebut didukung oleh adanya panen komoditas pertanian
seperti padi serta komoditas perkebunan (jambu mete, kakao dan kopra), dari sektor peternakan tercatat adanya
pengiriman sapi yang meningkat dari 30% (yoy) atau dari 8.524 ekor pada triwulan IV- 2015 menjadi 11.129 ekor di
periode yang sama tahun 2016. Selain itu, terjadi pula pertumbuhan cukup tinggi pada sektor konstruksi yang mencapai
8,48% (%) seiring dengan peningkatan kegiatan proyek pemerintah seperti jalan, rumah sakit, gedung pemerintahan,
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
10 Februari 2017
GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV IP
2017
Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
tumbuh sebesar 5,63% (yoy) di tahun 2016. Pertumbuhan tersebut tercatat melambat apabila dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 6,81% (yoy). Secara tahunan sendiri, terjadi peningkatan realisasi belanja pegawai
(10,1%-yoy), belanja barang dan jasa (16,3%), hibah (16,7%) dan bantuan keuangan (85,6%) dengan total realisasi
mencapai Rp 22,84 triliun. Pertumbuhan sendiri diperkirakan didorong oleh peningkatan realisasi alokasi dana desa dan
gaji pegawai negeri sipil seiring adanya THR atau gaji ke-14 di tahun ini. Di sisi lain, adanya perlambatan pertumbuhan
sektor administrasi pemerintahan pada tahun 2016 diperkirakan disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan
secara tahunan pada realisasi belanja hibah dan bantuan sosial dibandingkan pertumbuhan tahun 2015.
Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan IV tercatat sebesar 1,60% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan III yang sebesar 4,56% (yoy). Perlambatan dari sisi triwulan IV diperkirakan diperkirakan
terjadi seiring adanya langkah penghematan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT dan penundaan DAU pada periode
triwulan IV-2016 yang hanya direalisasikan selama satu bulan di Bulan Desember dan sisanya akan dikompensasikan pada
tahun 2017. Apabila dilihat dari indikator realisasi anggaran pemda terlihat bahwa pertumbuhan relisasi belanja pegawai
untuk triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan IV 2015 hanya sebesar 0,9% (yoy) bahkan untuk belanja barang dan jasa
cenderung tumbuh negatif (-2,7%), sementara belanja hibah dan bantuan keuangan masih tumbuh cukup tinggi. Total
realisasi keempat komponen belanja konsumsi pemerintah tersebut tercatat sebesar Rp 8,17 triliun pada 2016. Indikasi
Penghematan anggaran pemerintah pusat dan penundaan DAU menjadi penyebab perlambatan terlihat dari adanya
kontraksi pada pertumbuhan realisasi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja bantuan sosial di tingkat
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
Sementara dari indikator perbankan, simpanan pemerintah di perbankan tercatat sebesar Rp 2,01 triliun pada akhir 2016
atau tumbuh negatif sebesar -26,6% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang Rp 2,74 triliun. Penurunan ini ditengarai karena
adanya peningkatan realisasi pemerintah di akhir tahun yang dibarengi penghematan anggaran pemerintah pusat di
daerah sehingga simpanan pemerintah cenderung terkontraksi di akhir tahun 2016.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
13Februari 2017
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)
MILYAR RP
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
50
100
150
200
250
300
Tabel 1.7. Tabel Perkembangan Pengiriman Sapi
TERNAK (EKOR)
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi NTT, diolah
2015
I II
SAPI
KERBAU
KUDA
TOTAL
5,836
308
593
6,737
14,013
840
2,357
17,210
III
24,402
876
2,166
27,444
8,524
1,207
1,683
11,414
IV
2016
I II
9,992
490
1,052
11,534
24,825
2,023
2,780
29,628
III
17,483
1,250
1,089
19,822
11,129
975
651
12,755
IV
GRAFIK 1.22. DATA PENGIRIMAN TERNAK DARI PELABUHAN TENAU
Sumber : Pelindo II, diolah
PENGIRIMAN TERNAK PERT (%YOY)BONGKAR
100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
IT NTP-AXIS KANANIB
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
95
100
105
110
115
120
125
130
Pertumbuhan sektor pertanian juga tercermin dari peningkatan kredit pertanian dan Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan IV-2016 mencapai 40,6% (yoy) atau
sebesar Rp 278,25 miliar meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III sebesar 37,9% (yoy) atau sebesar Rp 259,5
miliar. Hal ini juga terindikasi dari trend SKDU yang menunjukkan perbaikan kegiatan usaha masyarakat di sektor pertanian
meskipun masih berada di level negatif karena rendahnya harga komoditas dan potensi produksi yang negatif karena
kondisi cuaca (terutama di sub sektor perikanan).
Pada triwulan-I 2017, kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami perlambatan. Indikasi ini terlihat pada
hasil indeks proyeksi SKDU yang menunjukkan trend penurunan. Kondisi ini diperkirakan terjadi akibat telah lewatnya
musim panen ke-2 padi di triwulan IV dan produksi komoditas yang cenderung terbatas akibat kondisi cuaca dan
gelombang (terutama untuk perikanan dan sayur-sayuran). Selain itu juga, permintaan ternak yang masih terbatas dari
daerah lain dan pengoperasian kapal ternak (KM Camara Nusantara I) yang sempat terhenti karena kontrak yang telah
selesai antara Kementerian Perhubungan dan PT. Pelni. Namun, potensi pertumbuhan secara tahunan masih dapat terjadi
seiring panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun 2017 dan komoditas perkebunan (jambu mete).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
12 Februari 2017
GRAFIK 1.25. PROYEKSI SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV IP
2017
Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
tumbuh sebesar 5,63% (yoy) di tahun 2016. Pertumbuhan tersebut tercatat melambat apabila dibandingkan dengan
pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 6,81% (yoy). Secara tahunan sendiri, terjadi peningkatan realisasi belanja pegawai
(10,1%-yoy), belanja barang dan jasa (16,3%), hibah (16,7%) dan bantuan keuangan (85,6%) dengan total realisasi
mencapai Rp 22,84 triliun. Pertumbuhan sendiri diperkirakan didorong oleh peningkatan realisasi alokasi dana desa dan
gaji pegawai negeri sipil seiring adanya THR atau gaji ke-14 di tahun ini. Di sisi lain, adanya perlambatan pertumbuhan
sektor administrasi pemerintahan pada tahun 2016 diperkirakan disebabkan oleh adanya perlambatan pertumbuhan
secara tahunan pada realisasi belanja hibah dan bantuan sosial dibandingkan pertumbuhan tahun 2015.
Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan IV tercatat sebesar 1,60% (yoy) atau melambat
dibandingkan triwulan III yang sebesar 4,56% (yoy). Perlambatan dari sisi triwulan IV diperkirakan diperkirakan
terjadi seiring adanya langkah penghematan belanja pemerintah pusat di Provinsi NTT dan penundaan DAU pada periode
triwulan IV-2016 yang hanya direalisasikan selama satu bulan di Bulan Desember dan sisanya akan dikompensasikan pada
tahun 2017. Apabila dilihat dari indikator realisasi anggaran pemda terlihat bahwa pertumbuhan relisasi belanja pegawai
untuk triwulan IV 2016 dibandingkan triwulan IV 2015 hanya sebesar 0,9% (yoy) bahkan untuk belanja barang dan jasa
cenderung tumbuh negatif (-2,7%), sementara belanja hibah dan bantuan keuangan masih tumbuh cukup tinggi. Total
realisasi keempat komponen belanja konsumsi pemerintah tersebut tercatat sebesar Rp 8,17 triliun pada 2016. Indikasi
Penghematan anggaran pemerintah pusat dan penundaan DAU menjadi penyebab perlambatan terlihat dari adanya
kontraksi pada pertumbuhan realisasi belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja bantuan sosial di tingkat
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
Sementara dari indikator perbankan, simpanan pemerintah di perbankan tercatat sebesar Rp 2,01 triliun pada akhir 2016
atau tumbuh negatif sebesar -26,6% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang Rp 2,74 triliun. Penurunan ini ditengarai karena
adanya peningkatan realisasi pemerintah di akhir tahun yang dibarengi penghematan anggaran pemerintah pusat di
daerah sehingga simpanan pemerintah cenderung terkontraksi di akhir tahun 2016.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
13Februari 2017
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY)
MILYAR RP
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
0
50
100
150
200
250
300
Tabel 1.7. Tabel Perkembangan Pengiriman Sapi
TERNAK (EKOR)
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi NTT, diolah
2015
I II
SAPI
KERBAU
KUDA
TOTAL
5,836
308
593
6,737
14,013
840
2,357
17,210
III
24,402
876
2,166
27,444
8,524
1,207
1,683
11,414
IV
2016
I II
9,992
490
1,052
11,534
24,825
2,023
2,780
29,628
III
17,483
1,250
1,089
19,822
11,129
975
651
12,755
IV
GRAFIK 1.22. DATA PENGIRIMAN TERNAK DARI PELABUHAN TENAU
Sumber : Pelindo II, diolah
PENGIRIMAN TERNAK PERT (%YOY)BONGKAR
100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
IT NTP-AXIS KANANIB
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
95
100
105
110
115
120
125
130
Pertumbuhan sektor pertanian juga tercermin dari peningkatan kredit pertanian dan Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU)-Bank Indonesia. Pertumbuhan kredit pertanian pada triwulan IV-2016 mencapai 40,6% (yoy) atau
sebesar Rp 278,25 miliar meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan III sebesar 37,9% (yoy) atau sebesar Rp 259,5
miliar. Hal ini juga terindikasi dari trend SKDU yang menunjukkan perbaikan kegiatan usaha masyarakat di sektor pertanian
meskipun masih berada di level negatif karena rendahnya harga komoditas dan potensi produksi yang negatif karena
kondisi cuaca (terutama di sub sektor perikanan).
Pada triwulan-I 2017, kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami perlambatan. Indikasi ini terlihat pada
hasil indeks proyeksi SKDU yang menunjukkan trend penurunan. Kondisi ini diperkirakan terjadi akibat telah lewatnya
musim panen ke-2 padi di triwulan IV dan produksi komoditas yang cenderung terbatas akibat kondisi cuaca dan
gelombang (terutama untuk perikanan dan sayur-sayuran). Selain itu juga, permintaan ternak yang masih terbatas dari
daerah lain dan pengoperasian kapal ternak (KM Camara Nusantara I) yang sempat terhenti karena kontrak yang telah
selesai antara Kementerian Perhubungan dan PT. Pelni. Namun, potensi pertumbuhan secara tahunan masih dapat terjadi
seiring panen komoditas padi yang masih terjadi hingga awal tahun 2017 dan komoditas perkebunan (jambu mete).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
12 Februari 2017
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.32. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10-8-6-4-202468
10
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV IP
2017
GRAFIK 1.31. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%TRILIUN7.0
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IVIV
2016
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
GRAFIK 1.29. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10-8-6-4-202468
10
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
100
120
140
160
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
pemberdayaan masyarakat di pedesaan sehingga membuka lapangan kerja baru serta kegiatan Hari Nusantara di Kab.
Lembata diperkirakan menjadi faktor yang menjaga konsistensi daya beli masyarakat NTT di akhir tahun.
Pertumbuhan positif juga terlihat dari beberapa indikator survei Bank Indonesia, yaitu Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa Indeks Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Harga Jual
menunjukkan adanya trend meningkat yang menggambarkan peningkataan kegiatan usaha yang dirasakan oleh para
pelaku usaha pada triwulan IV-2016. Selain itu indikator Survei Konsumen juga menunjukkan adanya peningkatan Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang
menggambarkan adanya kenaikan optimisme konsumen dalam melihat kondisi ekonomi NTT di triwulan IV yang
menandakan adanya kecenderungan potensi kenaikan belanja konsumen. Di sisi lain, indikator perbankan berupa kredit
perdagangan menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan dari 18,2% (yoy) di triwulan III menjadi 15,3% (yoy) di
triwulan IV dengan nominal kredit mencapai Rp 5,84 triliun. Namun, pertumbuhan kredit yang masih cukup tinggi ini
menunjukkan pergerakan sektor perdagangan yang masih terjaga cukup tinggi di akhir tahun.
Pada triwulan I-2017, perkembangan sektor perdagangan diperkirakan cukup stabil dibandingkan triwulan IV-
2016. Secara historis, pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan I cenderung selalu mengalami perlambatan karena
ketiadaan momen-momen keagamaan yang dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat secara umum. Namun,
untuk triwulan I-2017 terdapat momen Pemilu Kepala Daerah yang diperkirakan dapat menjaga pertumbuhan penjualan
tahunan terutama untuk alat-alat kampanye seperti spanduk, sandang dan keperluan konsumsi. Selain itu, keperluan alat
tulis untuk kegiatan pemilu juga diperkirakan mendorong sektor perdagangan. Di sisi lain, berdasarkan hasil SKDU-Bank
Indonesia terdapat trend penurunan pada indikator kegiatan dunia usaha dan harga jual. Namun dengan angka yang
masih positif (>0), maka masih terdapat potensi optimisme pelaku usaha akan terjadinya pertumbuhan kegiatan dunia
usaha pada triwulan I-2017.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
15Februari 2017
GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
GRAFIK 1.26. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TAHUN 2016
Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT
2015 2016
*RP TRILIUN
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
10.70
5.56
1.42 1.58
11.78
6.47
1.662.94
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
10.1%
16.3%
16.7% 85.6%
GRAFIK 1.27. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN IV-2016
Sumber: Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT
IV-2015 IV-2016
*RP TRILIUN
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
3.352.98
0.380.85
3.392.90
0.43
1.45
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
0.9%
-2.7%
12.5%70.2%
Pada triwulan I-2017 diperkirakan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan akan meningkat.
Peningkatan ini lebih disebabkan oleh realisasi anggaran hibah untuk kegiatan pilkada pada 3 Kota/Kabupaten di Provinsi
NTT, yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pemilu yang terjadi di awal tahun dan tidak terjadi pada
tahun sebelumnya diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor administrasi pemerintah yang meningkat. Sementara
itu, untuk realisasi anggaran lainnya diperkirakan masih terbatas seiring tahapan konsolidasi anggaran, baru dimulainya
proses lelang barang dan jasa serta reorganisasi di pemerintah daerah.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Secara tahunan, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh sebesar
6,77% (yoy) pada tahun 2016 meningkat dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 6,07% (yoy). Peningkatan ini
menggambarkan adanya perbaikan daya beli masyarakat NTT pada tahun 2016 yang diperkirakan turut ditopang oleh
peningkatan penghasilan di sektor pertanian dan perkebunan, dorongan gaji ke-13 dan ke-14 PNS dan peningkatan
kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta pada tahun 2016. Selain itu, kegiatan bersifat nasional seperti Hari
Keluarga Nasional (Harganas) dan Alor Expo, serta pameran-pameran yang dilakukan di daerah (Pameran Pembangunan)
diperkirakan turut mendorong kinerja penjualan komoditas di Provinsi NTT. Momen keagamaan dan liburan, seperti Natal,
Paskah, Idul Fitri dan Idul Adha juga turut mendorong sektor perdagangan.
Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV-2016 tercatat 7,57% (yoy)
melambat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 8,10% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh
tingginya pertumbuhan sektor perdagangan secara historis setiap triwulan-IV seiring momen natal, liburan sekolah dan
menjelang tahun baru di triwulan IV. Namun, angka pertumbuhan yang cukup tinggi mencapai 7,57% (yoy)
menggambarkan masih terjaganya daya beli masyarakat di akhir tahun 2016. Adanya panen komoditas pertanian (padi
dan jambu mete), kegiatan proyek-proyek, dorongan alokasi dana desa yang digunakan untuk kegiatan infrastruktur dan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
14 Februari 2017
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.32. PROYEKSI SKDU PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10-8-6-4-202468
10
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV IP
2017
GRAFIK 1.31. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY)
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%TRILIUN7.0
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IVIV
2016
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.30. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
GRAFIK 1.29. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
-10-8-6-4-202468
10
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
100
120
140
160
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
pemberdayaan masyarakat di pedesaan sehingga membuka lapangan kerja baru serta kegiatan Hari Nusantara di Kab.
Lembata diperkirakan menjadi faktor yang menjaga konsistensi daya beli masyarakat NTT di akhir tahun.
Pertumbuhan positif juga terlihat dari beberapa indikator survei Bank Indonesia, yaitu Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) dan Survei Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa Indeks Kegiatan Dunia Usaha dan Indeks Harga Jual
menunjukkan adanya trend meningkat yang menggambarkan peningkataan kegiatan usaha yang dirasakan oleh para
pelaku usaha pada triwulan IV-2016. Selain itu indikator Survei Konsumen juga menunjukkan adanya peningkatan Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang
menggambarkan adanya kenaikan optimisme konsumen dalam melihat kondisi ekonomi NTT di triwulan IV yang
menandakan adanya kecenderungan potensi kenaikan belanja konsumen. Di sisi lain, indikator perbankan berupa kredit
perdagangan menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan dari 18,2% (yoy) di triwulan III menjadi 15,3% (yoy) di
triwulan IV dengan nominal kredit mencapai Rp 5,84 triliun. Namun, pertumbuhan kredit yang masih cukup tinggi ini
menunjukkan pergerakan sektor perdagangan yang masih terjaga cukup tinggi di akhir tahun.
Pada triwulan I-2017, perkembangan sektor perdagangan diperkirakan cukup stabil dibandingkan triwulan IV-
2016. Secara historis, pertumbuhan sektor perdagangan pada triwulan I cenderung selalu mengalami perlambatan karena
ketiadaan momen-momen keagamaan yang dapat mendorong kenaikan konsumsi masyarakat secara umum. Namun,
untuk triwulan I-2017 terdapat momen Pemilu Kepala Daerah yang diperkirakan dapat menjaga pertumbuhan penjualan
tahunan terutama untuk alat-alat kampanye seperti spanduk, sandang dan keperluan konsumsi. Selain itu, keperluan alat
tulis untuk kegiatan pemilu juga diperkirakan mendorong sektor perdagangan. Di sisi lain, berdasarkan hasil SKDU-Bank
Indonesia terdapat trend penurunan pada indikator kegiatan dunia usaha dan harga jual. Namun dengan angka yang
masih positif (>0), maka masih terdapat potensi optimisme pelaku usaha akan terjadinya pertumbuhan kegiatan dunia
usaha pada triwulan I-2017.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
15Februari 2017
GRAFIK 1.28. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
SIMPANAN (RP MILIAR) PERT (%YOY)
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
GRAFIK 1.26. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TAHUN 2016
Sumber : Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT
2015 2016
*RP TRILIUN
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
10.70
5.56
1.42 1.58
11.78
6.47
1.662.94
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
10.1%
16.3%
16.7% 85.6%
GRAFIK 1.27. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH TRIWULAN IV-2016
Sumber: Ditjen Perbendaharaan+Biro Keuangan NTT
IV-2015 IV-2016
*RP TRILIUN
BELANJA PEGAWAI BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH BANTUAN KEUANGAN
3.352.98
0.380.85
3.392.90
0.43
1.45
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
0.9%
-2.7%
12.5%70.2%
Pada triwulan I-2017 diperkirakan pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan akan meningkat.
Peningkatan ini lebih disebabkan oleh realisasi anggaran hibah untuk kegiatan pilkada pada 3 Kota/Kabupaten di Provinsi
NTT, yaitu Kota Kupang, Kab. Lembata dan Kab. Flores Timur. Pemilu yang terjadi di awal tahun dan tidak terjadi pada
tahun sebelumnya diperkirakan mendorong pertumbuhan sektor administrasi pemerintah yang meningkat. Sementara
itu, untuk realisasi anggaran lainnya diperkirakan masih terbatas seiring tahapan konsolidasi anggaran, baru dimulainya
proses lelang barang dan jasa serta reorganisasi di pemerintah daerah.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Secara tahunan, sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh sebesar
6,77% (yoy) pada tahun 2016 meningkat dibandingkan tahun 2015 yang tumbuh 6,07% (yoy). Peningkatan ini
menggambarkan adanya perbaikan daya beli masyarakat NTT pada tahun 2016 yang diperkirakan turut ditopang oleh
peningkatan penghasilan di sektor pertanian dan perkebunan, dorongan gaji ke-13 dan ke-14 PNS dan peningkatan
kegiatan proyek-proyek pemerintah dan swasta pada tahun 2016. Selain itu, kegiatan bersifat nasional seperti Hari
Keluarga Nasional (Harganas) dan Alor Expo, serta pameran-pameran yang dilakukan di daerah (Pameran Pembangunan)
diperkirakan turut mendorong kinerja penjualan komoditas di Provinsi NTT. Momen keagamaan dan liburan, seperti Natal,
Paskah, Idul Fitri dan Idul Adha juga turut mendorong sektor perdagangan.
Sementara itu pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran pada triwulan IV-2016 tercatat 7,57% (yoy)
melambat apabila dibandingkan triwulan III yang sebesar 8,10% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh
tingginya pertumbuhan sektor perdagangan secara historis setiap triwulan-IV seiring momen natal, liburan sekolah dan
menjelang tahun baru di triwulan IV. Namun, angka pertumbuhan yang cukup tinggi mencapai 7,57% (yoy)
menggambarkan masih terjaganya daya beli masyarakat di akhir tahun 2016. Adanya panen komoditas pertanian (padi
dan jambu mete), kegiatan proyek-proyek, dorongan alokasi dana desa yang digunakan untuk kegiatan infrastruktur dan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
14 Februari 2017
GRAFIK 1.33. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
TAMU HOTEL PERT (%YOY)
RIBU ORANG
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
6.7%
GRAFIK 1.34. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
PENUMPANG PERT (%YOY)
RIBU ORANG
0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%
0100200300400500600700800900
1000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
13.9%
diperkirakan menjadi penyangga pertumbuhan yang masih cukup tinggi. Hal ini terindikasi dari tidak begitu signifikannya
penurunan jumlah tamu hotel dari 65.360 orang (triwulan III) menjadi 65.320 orang (triwulan IV). Namun secara
pertumbuhan, terjadi perlambatan cukup tajam untuk kunjungan tamu hotel dari 28,6% (yoy) di triwulan III menjadi 6,7%
(yoy) di triwulan IV. Indikasi lainnya adalah penurunan perputaran penumpang bandara yang cukup besar. Pada triwulan IV
tercatat penumpang berangkat dan pulang dari bandara-bandara di NTT mencapai 88.750 orang atau tumbuh 13,9%
(yoy) namun menurun dibandingkan triwulan III yang sebesar 924.015 orang atau tumbuh mencapai 29,1% (yoy).
Di sisi lain, tracking pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami
perlambatan. Hal ini diperkirakan terjadi karena ketiadaan even bersifat nasional dan momen liburan keagamaan ataupun
hari besar di awal tahun. Selain itu, kondisi cuaca yang masih cukup buruk menjadi penghambat antusiasme kunjungan
wisatawan ke NTT. Namun, pertumbuhan positif masih terjadi seiring kegiatan-kegiatan rapat koordinasi pemda dan
timses pilkada di hotel atau restoran.
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh sebesar 8,47% (yoy) pada tahun 2016. Sementara itu
pertumbuhan triwulan IV meningkat menjadi 8,38% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang 4,45% (yoy).
Peningkatan kegiatan jasa keuangan dan asuransi terindikasi dari pertumbuhan indikator Nilai Tambah Bank (NTB) untuk
Bank Umum yang mencapai 15,7% (yoy) pada tahun 2016. Pertumbuhan didorong oleh adanya perkembangan pada
pendapatan FISIM (Financial Intermediation Services Indirectly Measured) atau pendapatan bank dari margin suku bunga,
Pendapatan Provisi/Komisi dan Pendapatan Sekunder Bank yang mencapai Rp 2,14 triliun (2016) dibandingkan 2015 yang
sebesar Rp 1,86 triliun. Hal ini terlihat pula pada tingginya kredit Bank Umum di Provinsi NTT hingga akhir tahun 2016 yang
tercatat sebesar Rp 22,84 triliun atau tumbuh 12,59% (yoy). Sementara itu secara triwulanan, pertumbuhan NTB Bank
Umum juga mengalami kenaikan dari 7,07% (yoy) pada triwulan III menjadi 15,2% (yoy) pada triwulan IV. Adanya
peningkatan nominal kredit yang mencapai Rp 454,6 miliar pada triwulan IV dibanding triwulan III diperkirakan menjadi
salah satu penyebab.
Di sisi lain, perkembangan jasa keuangan dan asuransi pada triwulan I-2017 diperkirakan tumbuh cukup stabil.
Pertumbuhan diperkirakan terjadi karena masih tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan dan asuransi di NTT,
selain itu pertumbuhan juga ditopang kredit masyarakat seiring kebutuhan pendanaan untuk musim tanam dan
pengiriman pendanaan untuk kegiatan perusahaan dan pemerintah di awal tahun.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
17Februari 2017
1.3.4 Sektor Konstruksi
Pertumbuhan sektor konstruksi sepanjang 2016 mencapai 8,46% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2015
yang sebesar 5,22% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan proyek multiyear
pemerintah yang telah memasuki tahap kontruksi seperti bendungan raknamo,jalan sabuk perbatasan, dan pos lintas
batas negara. Proyek-proyek lainnya yang dilakukan pemerintah diantaranya pembangunan dan perbaikan jalan di
berbagai kabupaten-kota, pembangunan jembatan, jaringan irigasi, pasar, embung, dermaga, rumah sakit dan gedung
pemerintahan. Sementara pembangunan dari pihak swasta dan BUMN, diantaranya hotel, pusat perbelanjaan, jaringan
BTS dan pembenahan bandara.
Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-IV 2016 tercatat 8,48% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-
III yang sebesar 9,30% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya kegiatan konsentrasi pembangunan
pemerintah pada triwulan III karena didukung kondisi cuaca yang menyebabkan banyak investor swasta lebih memilih
memulai proses pembangunan dan percepatan kegiatan proyek yang akan diresmikan pada triwulan IV (Gedung
Pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara). Namun, pertumbuhan konstruksi tercatat tetap terjaga (>8%-yoy) pada
triwulan IV yang didukung oleh penyelesaian proyek multiyear yang masih dilakukan (bendungan, PLBN Motamasin dan
PLBN Wini) serta kelanjutan proyek jalur sabuk perbatasan dan Proyek Pengembangan Infrastruktur pemukiman (PIP) di
Motaain dan Motamasin. Selain itu, pengembangan proyek konstruksi pada triwulan IV juga diperkirakan masih didorong
oleh percepatan kegiatan proyek single year pemerintah seperti pembangunan dan perbaikan jalan, sarana irigasi dan
gedung pemerintahan. Selain juga pembangunan dari BUMN dan swasta, seperti sarana komunikasi tanpa kabel (BTS),
pengembangan bandara, hotel dan pusat perbelanjaan yang masih dilakukan.
Tracking pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan I-2017 diperkirakan masih tumbuh cukup stabil.
Kegiatan konstruksi di awal tahun terjadi pada proyek-proyek multiyears pemerintah yang terus berlanjut dan telah
memasuki masa kontruksi serta kegiatan proyek 2016 yang diperpanjang jangka waktu penyelesaian hingga 50 hari di
tahun 2017. Selain itu, kegiatan proyek lainnya juga diindikasikan akan dimulai pada awal tahun, seperti pembangunan
RSUD, perbaikan jalan dan jembatan serta proyek swasta seperti pembangunan perumahan.
1.3.5 Sektor-sektor Lainnya
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh cukup tinggi pada tahun 2016 yaitu sebesar 14,46%
(yoy) jauh meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 6,17% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor
akomodasi pada tahun 2016 diperkirakan turut didorong oleh kegiatan-kegiatan bersifat nasional dan regional yang
mendorong kenaikan tingkat okupansi hotel dan restoran. Beberapa kegiatan bersifat nasional diantaranya Hari Keluarga
Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Hari Nusantara, dan Tour De Flores. Selain itu, dorongan juga berasal
dari kegiatan rapat yang diadakan di hotel seperti Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah (Rakor Pusda) di Kota
Kupang dan rapat intra pemerintah lainnya.
Pada triwulan IV-2016, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum mengalami pertumbuhan sebesar
13,01% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-III yang sebesar 16,51% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan
oleh menurunnya kegiatan bersifat nasional serta pameran-pameran. Tercatat hanya terdapat satu even nasional yaitu Hari
Nusantara di Kab. Lembata, selain itu kondisi cuaca dan gelombang tinggi di akhir tahun juga menghambat kegiatan
wisata alam yang banyak terdapat di NTT sehingga berdampak pada penurunan kunjungan wisatawan di triwulan IV.
Namun, adanya kenaikan permintaan dari internal NTT terutama memasuki momen natal dan menjelang tahun baru
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
16 Februari 2017
GRAFIK 1.33. PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
TAMU HOTEL PERT (%YOY)
RIBU ORANG
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
6.7%
GRAFIK 1.34. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
PENUMPANG PERT (%YOY)
RIBU ORANG
0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%
0100200300400500600700800900
1000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
13.9%
diperkirakan menjadi penyangga pertumbuhan yang masih cukup tinggi. Hal ini terindikasi dari tidak begitu signifikannya
penurunan jumlah tamu hotel dari 65.360 orang (triwulan III) menjadi 65.320 orang (triwulan IV). Namun secara
pertumbuhan, terjadi perlambatan cukup tajam untuk kunjungan tamu hotel dari 28,6% (yoy) di triwulan III menjadi 6,7%
(yoy) di triwulan IV. Indikasi lainnya adalah penurunan perputaran penumpang bandara yang cukup besar. Pada triwulan IV
tercatat penumpang berangkat dan pulang dari bandara-bandara di NTT mencapai 88.750 orang atau tumbuh 13,9%
(yoy) namun menurun dibandingkan triwulan III yang sebesar 924.015 orang atau tumbuh mencapai 29,1% (yoy).
Di sisi lain, tracking pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum pada triwulan I-2017 diperkirakan mengalami
perlambatan. Hal ini diperkirakan terjadi karena ketiadaan even bersifat nasional dan momen liburan keagamaan ataupun
hari besar di awal tahun. Selain itu, kondisi cuaca yang masih cukup buruk menjadi penghambat antusiasme kunjungan
wisatawan ke NTT. Namun, pertumbuhan positif masih terjadi seiring kegiatan-kegiatan rapat koordinasi pemda dan
timses pilkada di hotel atau restoran.
Sektor Jasa Keuangan dan Asuransi tercatat tumbuh sebesar 8,47% (yoy) pada tahun 2016. Sementara itu
pertumbuhan triwulan IV meningkat menjadi 8,38% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang 4,45% (yoy).
Peningkatan kegiatan jasa keuangan dan asuransi terindikasi dari pertumbuhan indikator Nilai Tambah Bank (NTB) untuk
Bank Umum yang mencapai 15,7% (yoy) pada tahun 2016. Pertumbuhan didorong oleh adanya perkembangan pada
pendapatan FISIM (Financial Intermediation Services Indirectly Measured) atau pendapatan bank dari margin suku bunga,
Pendapatan Provisi/Komisi dan Pendapatan Sekunder Bank yang mencapai Rp 2,14 triliun (2016) dibandingkan 2015 yang
sebesar Rp 1,86 triliun. Hal ini terlihat pula pada tingginya kredit Bank Umum di Provinsi NTT hingga akhir tahun 2016 yang
tercatat sebesar Rp 22,84 triliun atau tumbuh 12,59% (yoy). Sementara itu secara triwulanan, pertumbuhan NTB Bank
Umum juga mengalami kenaikan dari 7,07% (yoy) pada triwulan III menjadi 15,2% (yoy) pada triwulan IV. Adanya
peningkatan nominal kredit yang mencapai Rp 454,6 miliar pada triwulan IV dibanding triwulan III diperkirakan menjadi
salah satu penyebab.
Di sisi lain, perkembangan jasa keuangan dan asuransi pada triwulan I-2017 diperkirakan tumbuh cukup stabil.
Pertumbuhan diperkirakan terjadi karena masih tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan dan asuransi di NTT,
selain itu pertumbuhan juga ditopang kredit masyarakat seiring kebutuhan pendanaan untuk musim tanam dan
pengiriman pendanaan untuk kegiatan perusahaan dan pemerintah di awal tahun.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
17Februari 2017
1.3.4 Sektor Konstruksi
Pertumbuhan sektor konstruksi sepanjang 2016 mencapai 8,46% (yoy) meningkat dibandingkan tahun 2015
yang sebesar 5,22% (yoy). Peningkatan pertumbuhan ini diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan proyek multiyear
pemerintah yang telah memasuki tahap kontruksi seperti bendungan raknamo,jalan sabuk perbatasan, dan pos lintas
batas negara. Proyek-proyek lainnya yang dilakukan pemerintah diantaranya pembangunan dan perbaikan jalan di
berbagai kabupaten-kota, pembangunan jembatan, jaringan irigasi, pasar, embung, dermaga, rumah sakit dan gedung
pemerintahan. Sementara pembangunan dari pihak swasta dan BUMN, diantaranya hotel, pusat perbelanjaan, jaringan
BTS dan pembenahan bandara.
Pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan-IV 2016 tercatat 8,48% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-
III yang sebesar 9,30% (yoy). Perlambatan lebih disebabkan oleh tingginya kegiatan konsentrasi pembangunan
pemerintah pada triwulan III karena didukung kondisi cuaca yang menyebabkan banyak investor swasta lebih memilih
memulai proses pembangunan dan percepatan kegiatan proyek yang akan diresmikan pada triwulan IV (Gedung
Pemerintahan dan Pos Lintas Batas Negara). Namun, pertumbuhan konstruksi tercatat tetap terjaga (>8%-yoy) pada
triwulan IV yang didukung oleh penyelesaian proyek multiyear yang masih dilakukan (bendungan, PLBN Motamasin dan
PLBN Wini) serta kelanjutan proyek jalur sabuk perbatasan dan Proyek Pengembangan Infrastruktur pemukiman (PIP) di
Motaain dan Motamasin. Selain itu, pengembangan proyek konstruksi pada triwulan IV juga diperkirakan masih didorong
oleh percepatan kegiatan proyek single year pemerintah seperti pembangunan dan perbaikan jalan, sarana irigasi dan
gedung pemerintahan. Selain juga pembangunan dari BUMN dan swasta, seperti sarana komunikasi tanpa kabel (BTS),
pengembangan bandara, hotel dan pusat perbelanjaan yang masih dilakukan.
Tracking pertumbuhan sektor konstruksi pada triwulan I-2017 diperkirakan masih tumbuh cukup stabil.
Kegiatan konstruksi di awal tahun terjadi pada proyek-proyek multiyears pemerintah yang terus berlanjut dan telah
memasuki masa kontruksi serta kegiatan proyek 2016 yang diperpanjang jangka waktu penyelesaian hingga 50 hari di
tahun 2017. Selain itu, kegiatan proyek lainnya juga diindikasikan akan dimulai pada awal tahun, seperti pembangunan
RSUD, perbaikan jalan dan jembatan serta proyek swasta seperti pembangunan perumahan.
1.3.5 Sektor-sektor Lainnya
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh cukup tinggi pada tahun 2016 yaitu sebesar 14,46%
(yoy) jauh meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 6,17% (yoy). Peningkatan pertumbuhan sektor
akomodasi pada tahun 2016 diperkirakan turut didorong oleh kegiatan-kegiatan bersifat nasional dan regional yang
mendorong kenaikan tingkat okupansi hotel dan restoran. Beberapa kegiatan bersifat nasional diantaranya Hari Keluarga
Nasional (Harganas), Alor Expo, Sunda Kecil Expo, Hari Nusantara, dan Tour De Flores. Selain itu, dorongan juga berasal
dari kegiatan rapat yang diadakan di hotel seperti Rapat Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah (Rakor Pusda) di Kota
Kupang dan rapat intra pemerintah lainnya.
Pada triwulan IV-2016, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum mengalami pertumbuhan sebesar
13,01% (yoy) melambat dibandingkan triwulan-III yang sebesar 16,51% (yoy). Perlambatan terutama disebabkan
oleh menurunnya kegiatan bersifat nasional serta pameran-pameran. Tercatat hanya terdapat satu even nasional yaitu Hari
Nusantara di Kab. Lembata, selain itu kondisi cuaca dan gelombang tinggi di akhir tahun juga menghambat kegiatan
wisata alam yang banyak terdapat di NTT sehingga berdampak pada penurunan kunjungan wisatawan di triwulan IV.
Namun, adanya kenaikan permintaan dari internal NTT terutama memasuki momen natal dan menjelang tahun baru
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
16 Februari 2017
Pada tahun 2016, sektor pengadaan Listrik dan gas tumbuh sebesar 14,61% (yoy) dan 11,52% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Pertumbuhan tahunan yang cukup tinggi diperkirakan turut didorong oleh penambahan kapasitas
melalui pasokan mesin (diantaranya Kab. Sikka, Sumba dan Kab. Flores Timur), Gardu Induk, dan Saluran Udara Tegangan
Extra Tinggi (SUTET). Sementara itu pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat karena masih terbatasnya
penambahan infrastruktur ketenagalistrikan. Kedatangan Kapal Pembangkit Listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP)
Gokhan Bey berkapasitas 60 MW baru akan dioptimalisasikan pada tahun 2017. Sementara itu dengan adanya kapal
MVPP dan rencana penambahan kapasitas melalui PLTU IPP Bolok (2 x 15 MW) pada bulan Maret, diperkirakan
pertumbuhan triwulan I-2017 akan meningkat.
Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 6,76% (yoy) pada tahun 2016 dan sebesar 7,23% (yoy) pada
triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016 pertumbuhan turut didorong penguatan layanan melalui pengembangan
jaringan oleh perusahaan telekomunikasi nasional. Selain itu, dilakukan pula proses migrasi dan promosi pengguna
layanan Telkomsel ke 4G di tahun 2016 serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di bulan September. Sementara itu,
pertumbuhan triwulan IV-2016 diperkirakan turut ditunjang peningkatan trafik data internet dan telepon di akhir tahun.
Pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan melambat karena belum adanya langkah promosi paket dari provider dan
ketiadaan momen keagamaan atau hari besar yang dapat meningkatkan penggunaan trafik data dan telepon secara
signifikan. Namun, potensi peningkatan terjadi dari adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di awal tahun.
Secara tahunan sektor lainnya, jasa pendidikan mengalami perlambatan pertumbuhan yang kemungkinan disebabkan
oleh terhambatnya penyaluran tunjangan sertifikasi guru.Sementara sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah
dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung mengalami perlambatan. Sementara itu, sektor
pertambangan dan penggalian serta sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial cenderung meningkat.
Di sisi lain secara pertumbuhan triwulan IV dibandingkan triwulan III, sektor pertambangan serta jasa kesehatan
dan kegiatan sosial cenderung melambat, sementara sektor jasa pendidikan, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah,
limbah dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung meningkat di akhir tahun. Peningkatan
sektor pengadaan air diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan PDAM Kota Kupang untuk pemasangan 2.000
sambungan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pada tahun 2016 yang telah mencapai target di bulan
Desember. Sementara itu, pencairan DAU pada bulan Desember diperkirakan turut berpengaruh bagi pencairan untuk
kegiatan tunjangan sertifikasi guru. Sementara itu, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan I-2017 secara umum
diperkirakan mengalami peningkatan yang ditopang oleh percepatan kegiatan dibandingkan periode yang sama pada
tahun sebelumnya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
19Februari 2017
Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 6,73% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh 5,48% (yoy)
di triwulan IV. Pertumbuhan sepanjang tahun 2016 diperkirakan turut ditopang oleh adanya pembukaan beberapa rute
penerbangan baru seperti Denpasar-Maumere, Jakarta-Kupang (direct), Labuan Bajo-Ruteng, Ngada-Kupang, Denpasar-
Labuan Bajo, Kupang-Alor dan Kupang-Atambua. Selain itu, terdapat pula penambahan rute kapal laut, seperti Kapal
Motor Tilongkabila (Rinca dan Komodo) serta 18 rute baru ASDP dan mulai beroperasinya taksi argo (Go Go Taxi) di Kota
Kupang. Selain itu juga, peningkatan penumpang pesawat hingga 20% dan kapal laut (10%) pada libur perayaan Idul Fitri
menjadi indikasi peningkatan lainnya.
Secara triwulanan, pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat. Perlambatan disebabkan oleh minimnya
pembukaan rute baru pesawat yang tercatat hanya Lion Air tujuan Kupang-Lombok dan Wings Air tujuan Kupang-
Tambolaka-Ende, serta kondisi cuaca yang menyebabkan penurunan penggunaan kapal laut untuk perjalanan di akhir
tahun, walaupun pertumbuhan masih tetap terjadi seiring adanya perayaan hari raya natal dan tahun baru di akhir tahun.
Di sisi lain, pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan juga melambat. Ketiadaan momen libur hari besar dan
libur keagamaan diperkirakan mengurangi frekuensi penggunaan pesawat terbang dan kapal laut di awal tahun. Selain
itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan mengurangi pengiriman stok barang dagangan dari daerah lain,
sehingga berdampak pada terbatasnya pertumbuhan sektor pergudangan.
Sektor real estate tercatat tumbuh 3,41% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,53% (yoy) pada
triwulan IV-2016. Pertumbuhan sektor real estate pada tahun 2016 turut terbantu oleh beberapa kegiatan pameran
perumahan seperti kegiatan Real Estate Indonesia (REI) Expo 2016 dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Sementara itu pertumbuhan triwulan IV turut ditopang pameran perumahan oleh salah satu bank pemerintah pada bulan
Oktober dan REI-Bank NTT Expo di akhir tahun 2016. Tracking pertumbuhan sektor real estate pada triwulan I-2017
diperkirakan sedikit meningkat karena adanya tindak lanjut penyediaan rumah sebagai hasil kegiatan pameran sepanjang
tahun 2016.
Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 4,98% (yoy) di tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,41% (yoy) di
triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016 belum terdapat lonjakan pertumbuhan berarti pada sektor industri pengolahan
karena belum adanya penambahan industri besar di NTT. Tercatat hanya terdapat beberapa pabrik kelas menengah kecil,
seperti air kemasan dan rumput laut di Sabu Raijua. Pengembangan industri cukup besar seperti semen kupang III dan
pabrik gula (Sumba Timur) baru akan mulai dibangun pada tahun 2017. Minimnya produksi pengolahan juga terjadi pada
triwulan-IV 2016 yang diperkirakan lebih didorong oleh peningkatan industri makan minum memasuki momen natal dan
akhir tahun. Sementara itu, prospek pada triwulan I-2017 diperkirakan masih cukup stabil dan belum tumbuh terlalu besar
karena baru akan dimulainya pembangunan pabrik skala besar.
GRAFIK 1.35. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
NTB % (YOY)
NTB (RP MILIAR)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700 % (YOY)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
18 Februari 2017
Pada tahun 2016, sektor pengadaan Listrik dan gas tumbuh sebesar 14,61% (yoy) dan 11,52% (yoy) pada
triwulan IV 2016. Pertumbuhan tahunan yang cukup tinggi diperkirakan turut didorong oleh penambahan kapasitas
melalui pasokan mesin (diantaranya Kab. Sikka, Sumba dan Kab. Flores Timur), Gardu Induk, dan Saluran Udara Tegangan
Extra Tinggi (SUTET). Sementara itu pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat karena masih terbatasnya
penambahan infrastruktur ketenagalistrikan. Kedatangan Kapal Pembangkit Listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP)
Gokhan Bey berkapasitas 60 MW baru akan dioptimalisasikan pada tahun 2017. Sementara itu dengan adanya kapal
MVPP dan rencana penambahan kapasitas melalui PLTU IPP Bolok (2 x 15 MW) pada bulan Maret, diperkirakan
pertumbuhan triwulan I-2017 akan meningkat.
Sektor informasi dan komunikasi tercatat tumbuh 6,76% (yoy) pada tahun 2016 dan sebesar 7,23% (yoy) pada
triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016 pertumbuhan turut didorong penguatan layanan melalui pengembangan
jaringan oleh perusahaan telekomunikasi nasional. Selain itu, dilakukan pula proses migrasi dan promosi pengguna
layanan Seluler Nasional ke 4G di tahun 2016 serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di bulan September. Sementara
itu, pertumbuhan triwulan IV-2016 diperkirakan turut ditunjang peningkatan trafik data internet dan telepon di akhir
tahun. Pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan melambat karena belum adanya langkah promosi paket dari
provider dan ketiadaan momen keagamaan atau hari besar yang dapat meningkatkan penggunaan trafik data dan
telepon secara signifikan. Namun, potensi peningkatan terjadi dari adanya kenaikan tarif pulsa ponsel di awal tahun.
Secara tahunan sektor lainnya, jasa pendidikan mengalami perlambatan pertumbuhan yang kemungkinan disebabkan
oleh terhambatnya penyaluran tunjangan sertifikasi guru.Sementara sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah
dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung mengalami perlambatan. Sementara itu, sektor
pertambangan dan penggalian serta sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial cenderung meningkat.
Di sisi lain secara pertumbuhan triwulan IV dibandingkan triwulan III, sektor pertambangan serta jasa kesehatan
dan kegiatan sosial cenderung melambat, sementara sektor jasa pendidikan, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah,
limbah dan daur ulang, sektor jasa perusahaan dan sektor jasa lainnya cenderung meningkat di akhir tahun. Peningkatan
sektor pengadaan air diperkirakan turut ditopang oleh kegiatan PDAM Kota Kupang untuk pemasangan 2.000
sambungan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pada tahun 2016 yang telah mencapai target di bulan
Desember. Sementara itu, pencairan DAU pada bulan Desember diperkirakan turut berpengaruh bagi pencairan untuk
kegiatan tunjangan sertifikasi guru. Sementara itu, tracking untuk sektor lainnya pada triwulan I-2017 secara umum
diperkirakan mengalami peningkatan yang ditopang oleh percepatan kegiatan dibandingkan periode yang sama pada
tahun sebelumnya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
19Februari 2017
Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 6,73% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh 5,48% (yoy)
di triwulan IV. Pertumbuhan sepanjang tahun 2016 diperkirakan turut ditopang oleh adanya pembukaan beberapa rute
penerbangan baru seperti Denpasar-Maumere, Jakarta-Kupang (direct), Labuan Bajo-Ruteng, Ngada-Kupang, Denpasar-
Labuan Bajo, Kupang-Alor dan Kupang-Atambua. Selain itu, terdapat pula penambahan rute kapal laut, seperti Kapal
Motor Tilongkabila (Rinca dan Komodo) serta 18 rute baru ASDP dan mulai beroperasinya taksi argo (Go Go Taxi) di Kota
Kupang. Selain itu juga, peningkatan penumpang pesawat hingga 20% dan kapal laut (10%) pada libur perayaan Idul Fitri
menjadi indikasi peningkatan lainnya.
Secara triwulanan, pertumbuhan triwulan IV cenderung melambat. Perlambatan disebabkan oleh minimnya
pembukaan rute baru pesawat yang tercatat hanya Lion Air tujuan Kupang-Lombok dan Wings Air tujuan Kupang-
Tambolaka-Ende, serta kondisi cuaca yang menyebabkan penurunan penggunaan kapal laut untuk perjalanan di akhir
tahun, walaupun pertumbuhan masih tetap terjadi seiring adanya perayaan hari raya natal dan tahun baru di akhir tahun.
Di sisi lain, pertumbuhan pada triwulan I-2017 diperkirakan juga melambat. Ketiadaan momen libur hari besar dan
libur keagamaan diperkirakan mengurangi frekuensi penggunaan pesawat terbang dan kapal laut di awal tahun. Selain
itu, kondisi cuaca yang kurang baik juga diperkirakan mengurangi pengiriman stok barang dagangan dari daerah lain,
sehingga berdampak pada terbatasnya pertumbuhan sektor pergudangan.
Sektor real estate tercatat tumbuh 3,41% (yoy) pada tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,53% (yoy) pada
triwulan IV-2016. Pertumbuhan sektor real estate pada tahun 2016 turut terbantu oleh beberapa kegiatan pameran
perumahan seperti kegiatan Real Estate Indonesia (REI) Expo 2016 dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Sementara itu pertumbuhan triwulan IV turut ditopang pameran perumahan oleh salah satu bank pemerintah pada bulan
Oktober dan REI-Bank NTT Expo di akhir tahun 2016. Tracking pertumbuhan sektor real estate pada triwulan I-2017
diperkirakan sedikit meningkat karena adanya tindak lanjut penyediaan rumah sebagai hasil kegiatan pameran sepanjang
tahun 2016.
Sektor industri pengolahan tercatat tumbuh 4,98% (yoy) di tahun 2016 dan tumbuh sebesar 3,41% (yoy) di
triwulan IV-2016. Sepanjang tahun 2016 belum terdapat lonjakan pertumbuhan berarti pada sektor industri pengolahan
karena belum adanya penambahan industri besar di NTT. Tercatat hanya terdapat beberapa pabrik kelas menengah kecil,
seperti air kemasan dan rumput laut di Sabu Raijua. Pengembangan industri cukup besar seperti semen kupang III dan
pabrik gula (Sumba Timur) baru akan mulai dibangun pada tahun 2017. Minimnya produksi pengolahan juga terjadi pada
triwulan-IV 2016 yang diperkirakan lebih didorong oleh peningkatan industri makan minum memasuki momen natal dan
akhir tahun. Sementara itu, prospek pada triwulan I-2017 diperkirakan masih cukup stabil dan belum tumbuh terlalu besar
karena baru akan dimulainya pembangunan pabrik skala besar.
GRAFIK 1.35. PERKEMBANGAN NTB PERBANKAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
NTB % (YOY)
NTB (RP MILIAR)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
35
0
100
200
300
400
500
600
700 % (YOY)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
18 Februari 2017
sumbangan cukup besar terhadap perekonomian NTT relatif dibanding nasional antara lain sektor informasi dan
komunikasi (LQ-2,01, bobot 7,48%), jasa pendidikan (LQ-2,89%, bobot 9,57%) dan administrasi pemerintahan (LQ-3,16,
bobot 12,23%). Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan pertumbuhan ekonomi di NTT masih sangat dipengaruhi oleh
tumbuhnya sektor pertanian dan pengeluaran pemerintah.
KONS. MAKANAN DAN MINUMAN
KONS. NON MAKANAN DAN MINUMAN
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI KOLEKTIF PEMERINTAH
KONSUMSI INDIVIDU PEMERINTAH
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PERUBAHAN INVENTORY
EKSPOR LN
IMPOR LN
EKSPOR ANTAR DAERAH
IMPOR ANTAR DAERAH
GRAFIK BOKS 1.3.
Sumber : BPS, diolah
12.23
10.34
10.17
9.57
9.017.70
7.48
5.20
4.70
3.96
2.92
2.80
2.71
2.42
8.76
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
KONSTRUKSI
TANAMAN PANGAN
JASA PENDIDIKAN
PETERNAKAN/LIVESTOCK
DAGANG, NON MOBIL DAN MOTOR
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PERIKANAN
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
PERDAGANGAN MOBIL, MOTOR
TANAMAN HORTIKULTURA
REAL ESTAT
TANAMAN PERKEBUNAN
STRUKTUR EKONOMI EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTORAL
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
GRAFIK BOKS 1.4.
32.49
43.83
16.909.86
33.88
8.5614.37
(64.77)
(70)
(20)
30
80
130
1
STRUKTUR EKONOMI EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN
Berdasarkan pendekatan pengeluaran, didapatkan bahwa 32,5% pengeluaran rumah tangga digunakan untuk konsumsi
makanan dan minuman, dan 43,83% digunakan untuk konsumsi non makanan dan minuman, dengan pengeluaran
terbesar pada konsumsi untuk keperluan transportasi (15,86%) dan perumahan (12,29%). Konsumsi pemerintah
menyumbang 26,75% dari total PDRB NTT. Pengeluaran besar lainnya didapatkan dari investasi pembangunan fisik
dengan pangsa hingga 33,88% dari total PDRB NTT, diikuti investasi non bangunan (8,56%). Namun demikian, tingginya
belanja domestik ini tidak sepenuhnya dinikmati masyarakat di NTT yang terlihat dari besarnya impor antar daerah yang
mencapai 64,77% dari total PDRB NTT. Hal ini berarti terdapat lebih dari 54 triliun rupiah uang keluar NTT yang digunakan
untuk keperluan konsumsi dan investasi di NTT. Tingginya impor antar daerah tersebut berdampak negatif terhadap PDRB
NTT yang secara langsung mengurangi potensi total pendapatan atau pengeluaran yang bisa dihasilkan Provinsi NTT
dalam waktu satu tahun. Ekspor antar daerah di NTT juga masih relatif kecil dengan pangsa hanya 14, 37% terutama
berasal dari ekspor peternakan, perikanan, garam, dan hasil perkebunan di NTT. Adapun kegiatan ekspor dan impor antar
negara masih didominasi oleh kegiatan ekspor jasa luar negeri terutama disumbang oleh pengiriman TKI walaupun
pertumbuhannya mengalami penurunan seiring dengan adanya moratorium pengiriman TKI ataupun banyaknya
ditemukan praktek pengiriman TKI ilegal dari Provinsi NTT. Sektor pariwisata belum terlalu berkontribusi besar walaupun
pada tahun 2016, jumlah kunjungan wisatawan sudah mencapai 1 juta orang.
Walaupun pangsa terhadap perekonomian masih sangat kecil, sektor pariwisata berpotensi untuk berkontribusi lebih
terhadap perekonomian di NTT yang terlihat dari pertumbuhan ekonomi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum
yang tumbuh hingga 14,46% (yoy) dan menjadi pertumbuhan sektoral terbesar di Indonesia. Tingginya potensi
sumbangan pariwisata terhadap perekonomian NTT juga terlihat dari banyaknya investasi pembangunan hotel, restoran
dan jasa pariwisata di NTT yang mencapai lebih dari 50% dari total 104 komitmen investasi di tahun 2016.
Berdasarkan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi didapatkan bahwa sektor pertanian mengalami perlambatan
pertumbuhan terutama disebabkan oleh adanya El Nino di awal tahun yang mempengaruhi turunnya produksi pertanian
tanaman pangan. Gejala La Nina di tengah dan akhir tahun juga menurunkan produksi tanaman perkebunan dan hasil
tangkap ikan. Di tengah perlambatan tersebut, sektor konstruksi mampu memberikan sumbangan pertumbuhan
ekonomi terbesar, disusul oleh sektor perdagangan dan administrasi pemerintah. Kegiatan administrasi pemerintah juga
mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh adanya penghematan belanja yang dilakukan oleh satker pemerintah
pusat di NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
21Februari 2017
PDB Indonesia pada tahun 2016 mencapai 12.407 triliun rupiah, meningkat 5,02% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 11,531 triliun rupiah. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan PDRB terbesar mencapai 2,122 triliun
rupiah, diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dengan PDRB sebesar 1.855 triliun, Jawa Barat (1.653 triliun), Jawa Tengah (1.095
triliun) dan Provinsi Riau (682 triliun). Total PDRB Provinsi NTT pada tahun 2016 sebesar 84 triliun rupiah, atau sebesar
0,66% dari total PDB Indonesia, menempatkan PDRB Provinsi NTT pada ranking 9 terendah di Indonesia. Dengan jumlah
penduduk sebesar 5,2 juta (estimasi 2016), membuat PDRB perkapita di NTT menempati urutan terbawah dengan nilai
sebesar 16 juta perkapita per tahun, cukup jauh dibandingkan rata-rata PDB perkapita nasional yang sebesar 45 juta
perkapita per tahun atau Provinsi DKI Jakarta dengan PDRB per kapita mencapai 212 juta perkapita per tahun.
Karakter Ekonomi Provinsi NTT danKontribusinya terhadap Perekonomian Indonesia01
Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT tahun 2016 mencapai 5,18% (yoy), cukup meningkat bila dibandingkan PDRB tahun
2015 yang sebesar 5,03% (yoy) atau PDB Nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Secara keseluruhan, terdapat 26 Provinsi
yang memiliki pertumbuhan di atas pertumbuhan nasional atau hanya 8 provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi di
bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Kalimantan Timur menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi
negatif -0,38% (yoy) terutama disebabkan oleh masih belum pulihnya kinerja pertambangan yang juga berdampak pada
menurunnya kinerja konstruksi di Kalimantan Timur.
Berdasarkan pangsa sektoral, sektor pertanian masih menjadi penyumbang utama PDRB, diikuti oleh sektor administrasi
pemerintah, perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan jasa pendidikan. Berdasarkan rincian sub sektor pertanian,
tanaman pangan dan peternakan memiliki pangsa terbesar ke-3 dan ke-4, setelah administrasi pemerintahan dan
konstruksi. Dibanding pangsa nasional, subsektor tanaman pangan memiliki nilai bobot relatif terbesar ke-3 di Indonesia
setelah Provinsi Gorontalo dan Provinsi Lampung. Bahkan, subsektor peternakan memiliki pangsa terbesar dibanding rata-
rata nasional yang terlihat dari nilai LQ² peternakan yang mencapai 3,11 dan pangsa terhadap total PDRB NTT mencapai
9,57%. Subsektor peternakan NTT juga memiliki kontribusi terbesar ke-8 nasional dengan besar pangsa terhadap PDB
Indonesia mencapai 3,76% yang terutama disumbang oleh peternakan sapi. Adapun sektor lain yang memberikan
GRAFIK BOKS 1.1. RANKING PDRB DAN JUMLAH PENDUDUK 34 PROVINSI DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
MALUTGORONTALO
SULBARMALUKU
BENGKULUBABELPABAR
KALTARANTT
SULTRASULUT
DIYKALTENG
NTBSULTENG
ACEHKALSEL
KALBARJAMBI
PAPUABALI
SUMBARKEPRI
LAMPUNGSUMSELSULSELKALTIM
BANTENSUMUT
RIAUJATENGJABARJATIM
DKI
KALTARAPABAR
GORONTALOMALUTSULBAR
BABELMALUKU
BENGKULUKEPRI
SULUTKALTENG
SULTRASULTENG
PAPUAJAMBI
KALTIMDIY
KALSELBALI
KALBARNTB
ACEHNTT
SUMBARRIAU
SUMSELLAMPUNG
SULSELDKI
BANTENSUMUTJATENG
JATIMJABAR
200 700 1200 1700 2200
PDRB JUMLAH PENDUDUK
0 10000 20000 30000 40000 50000
GRAFIK BOKS 1.2. RANKING PDRB PERKAPITA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 34 PROVINSI DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
NTTMALUKU
NTBMALUT
ACEHSULBAR
GORONTALOBENGKULU
DIYJATENGKALBAR
LAMPUNGJABAR
KALSELSUMBAR
SULTRASULTENG
SULUTBANTENSUMSELSULSEL
KALTENGSUMUTBABEL
BALIJATIMJAMBI
PAPUAPABAR
KALTARARIAU
KEPRIKALTIM
DKI
0 50 100 150 200 250
PDRB PERKAPITAKALTIM
RIAUACEH
KALTARABABELJAMBI
KALSELPABAR
SUMSELKEPRI
DIYLAMPUNG
SUMUTNTT
KALBARBANTEN
SUMBARJATENG
BENGKULUJATIM
JABARMALUKU
MALUTNTBDKI
SULBARSULUT
BALIKALTENG
SULTRAGORONTALO
SULSELPAPUA
SULTENG
GROWTH TAHUNAN
0 2 4 6 8 10 12
2. LQ adalah analisis untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di suatu daerah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
20 Februari 2017
sumbangan cukup besar terhadap perekonomian NTT relatif dibanding nasional antara lain sektor informasi dan
komunikasi (LQ-2,01, bobot 7,48%), jasa pendidikan (LQ-2,89%, bobot 9,57%) dan administrasi pemerintahan (LQ-3,16,
bobot 12,23%). Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan pertumbuhan ekonomi di NTT masih sangat dipengaruhi oleh
tumbuhnya sektor pertanian dan pengeluaran pemerintah.
KONS. MAKANAN DAN MINUMAN
KONS. NON MAKANAN DAN MINUMAN
KONSUMSI LNPRT
KONSUMSI KOLEKTIF PEMERINTAH
KONSUMSI INDIVIDU PEMERINTAH
PMTB BANGUNAN
PMTB NON BANGUNAN
PERUBAHAN INVENTORY
EKSPOR LN
IMPOR LN
EKSPOR ANTAR DAERAH
IMPOR ANTAR DAERAH
GRAFIK BOKS 1.3.
Sumber : BPS, diolah
12.23
10.34
10.17
9.57
9.017.70
7.48
5.20
4.70
3.96
2.92
2.80
2.71
2.42
8.76
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
KONSTRUKSI
TANAMAN PANGAN
JASA PENDIDIKAN
PETERNAKAN/LIVESTOCK
DAGANG, NON MOBIL DAN MOTOR
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
TRANSPORTASI DAN PERGUDANGAN
PERIKANAN
JASA KEUANGAN DAN ASURANSI
PERDAGANGAN MOBIL, MOTOR
TANAMAN HORTIKULTURA
REAL ESTAT
TANAMAN PERKEBUNAN
STRUKTUR EKONOMI EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTORAL
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
GRAFIK BOKS 1.4.
32.49
43.83
16.909.86
33.88
8.5614.37
(64.77)
(70)
(20)
30
80
130
1
STRUKTUR EKONOMI EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN
Berdasarkan pendekatan pengeluaran, didapatkan bahwa 32,5% pengeluaran rumah tangga digunakan untuk konsumsi
makanan dan minuman, dan 43,83% digunakan untuk konsumsi non makanan dan minuman, dengan pengeluaran
terbesar pada konsumsi untuk keperluan transportasi (15,86%) dan perumahan (12,29%). Konsumsi pemerintah
menyumbang 26,75% dari total PDRB NTT. Pengeluaran besar lainnya didapatkan dari investasi pembangunan fisik
dengan pangsa hingga 33,88% dari total PDRB NTT, diikuti investasi non bangunan (8,56%). Namun demikian, tingginya
belanja domestik ini tidak sepenuhnya dinikmati masyarakat di NTT yang terlihat dari besarnya impor antar daerah yang
mencapai 64,77% dari total PDRB NTT. Hal ini berarti terdapat lebih dari 54 triliun rupiah uang keluar NTT yang digunakan
untuk keperluan konsumsi dan investasi di NTT. Tingginya impor antar daerah tersebut berdampak negatif terhadap PDRB
NTT yang secara langsung mengurangi potensi total pendapatan atau pengeluaran yang bisa dihasilkan Provinsi NTT
dalam waktu satu tahun. Ekspor antar daerah di NTT juga masih relatif kecil dengan pangsa hanya 14, 37% terutama
berasal dari ekspor peternakan, perikanan, garam, dan hasil perkebunan di NTT. Adapun kegiatan ekspor dan impor antar
negara masih didominasi oleh kegiatan ekspor jasa luar negeri terutama disumbang oleh pengiriman TKI walaupun
pertumbuhannya mengalami penurunan seiring dengan adanya moratorium pengiriman TKI ataupun banyaknya
ditemukan praktek pengiriman TKI ilegal dari Provinsi NTT. Sektor pariwisata belum terlalu berkontribusi besar walaupun
pada tahun 2016, jumlah kunjungan wisatawan sudah mencapai 1 juta orang.
Walaupun pangsa terhadap perekonomian masih sangat kecil, sektor pariwisata berpotensi untuk berkontribusi lebih
terhadap perekonomian di NTT yang terlihat dari pertumbuhan ekonomi sektor penyediaan akomodasi dan makan minum
yang tumbuh hingga 14,46% (yoy) dan menjadi pertumbuhan sektoral terbesar di Indonesia. Tingginya potensi
sumbangan pariwisata terhadap perekonomian NTT juga terlihat dari banyaknya investasi pembangunan hotel, restoran
dan jasa pariwisata di NTT yang mencapai lebih dari 50% dari total 104 komitmen investasi di tahun 2016.
Berdasarkan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi didapatkan bahwa sektor pertanian mengalami perlambatan
pertumbuhan terutama disebabkan oleh adanya El Nino di awal tahun yang mempengaruhi turunnya produksi pertanian
tanaman pangan. Gejala La Nina di tengah dan akhir tahun juga menurunkan produksi tanaman perkebunan dan hasil
tangkap ikan. Di tengah perlambatan tersebut, sektor konstruksi mampu memberikan sumbangan pertumbuhan
ekonomi terbesar, disusul oleh sektor perdagangan dan administrasi pemerintah. Kegiatan administrasi pemerintah juga
mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh adanya penghematan belanja yang dilakukan oleh satker pemerintah
pusat di NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
21Februari 2017
PDB Indonesia pada tahun 2016 mencapai 12.407 triliun rupiah, meningkat 5,02% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya
yang mencapai 11,531 triliun rupiah. Provinsi DKI Jakarta menjadi provinsi dengan PDRB terbesar mencapai 2,122 triliun
rupiah, diikuti oleh Provinsi Jawa Timur dengan PDRB sebesar 1.855 triliun, Jawa Barat (1.653 triliun), Jawa Tengah (1.095
triliun) dan Provinsi Riau (682 triliun). Total PDRB Provinsi NTT pada tahun 2016 sebesar 84 triliun rupiah, atau sebesar
0,66% dari total PDB Indonesia, menempatkan PDRB Provinsi NTT pada ranking 9 terendah di Indonesia. Dengan jumlah
penduduk sebesar 5,2 juta (estimasi 2016), membuat PDRB perkapita di NTT menempati urutan terbawah dengan nilai
sebesar 16 juta perkapita per tahun, cukup jauh dibandingkan rata-rata PDB perkapita nasional yang sebesar 45 juta
perkapita per tahun atau Provinsi DKI Jakarta dengan PDRB per kapita mencapai 212 juta perkapita per tahun.
Karakter Ekonomi Provinsi NTT danKontribusinya terhadap Perekonomian Indonesia01
Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT tahun 2016 mencapai 5,18% (yoy), cukup meningkat bila dibandingkan PDRB tahun
2015 yang sebesar 5,03% (yoy) atau PDB Nasional yang sebesar 5,02% (yoy). Secara keseluruhan, terdapat 26 Provinsi
yang memiliki pertumbuhan di atas pertumbuhan nasional atau hanya 8 provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi di
bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Provinsi Kalimantan Timur menjadi provinsi dengan pertumbuhan ekonomi
negatif -0,38% (yoy) terutama disebabkan oleh masih belum pulihnya kinerja pertambangan yang juga berdampak pada
menurunnya kinerja konstruksi di Kalimantan Timur.
Berdasarkan pangsa sektoral, sektor pertanian masih menjadi penyumbang utama PDRB, diikuti oleh sektor administrasi
pemerintah, perdagangan besar dan eceran, konstruksi dan jasa pendidikan. Berdasarkan rincian sub sektor pertanian,
tanaman pangan dan peternakan memiliki pangsa terbesar ke-3 dan ke-4, setelah administrasi pemerintahan dan
konstruksi. Dibanding pangsa nasional, subsektor tanaman pangan memiliki nilai bobot relatif terbesar ke-3 di Indonesia
setelah Provinsi Gorontalo dan Provinsi Lampung. Bahkan, subsektor peternakan memiliki pangsa terbesar dibanding rata-
rata nasional yang terlihat dari nilai LQ² peternakan yang mencapai 3,11 dan pangsa terhadap total PDRB NTT mencapai
9,57%. Subsektor peternakan NTT juga memiliki kontribusi terbesar ke-8 nasional dengan besar pangsa terhadap PDB
Indonesia mencapai 3,76% yang terutama disumbang oleh peternakan sapi. Adapun sektor lain yang memberikan
GRAFIK BOKS 1.1. RANKING PDRB DAN JUMLAH PENDUDUK 34 PROVINSI DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
MALUTGORONTALO
SULBARMALUKU
BENGKULUBABELPABAR
KALTARANTT
SULTRASULUT
DIYKALTENG
NTBSULTENG
ACEHKALSEL
KALBARJAMBI
PAPUABALI
SUMBARKEPRI
LAMPUNGSUMSELSULSELKALTIM
BANTENSUMUT
RIAUJATENGJABARJATIM
DKI
KALTARAPABAR
GORONTALOMALUTSULBAR
BABELMALUKU
BENGKULUKEPRI
SULUTKALTENG
SULTRASULTENG
PAPUAJAMBI
KALTIMDIY
KALSELBALI
KALBARNTB
ACEHNTT
SUMBARRIAU
SUMSELLAMPUNG
SULSELDKI
BANTENSUMUTJATENG
JATIMJABAR
200 700 1200 1700 2200
PDRB JUMLAH PENDUDUK
0 10000 20000 30000 40000 50000
GRAFIK BOKS 1.2. RANKING PDRB PERKAPITA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 34 PROVINSI DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
NTTMALUKU
NTBMALUT
ACEHSULBAR
GORONTALOBENGKULU
DIYJATENGKALBAR
LAMPUNGJABAR
KALSELSUMBAR
SULTRASULTENG
SULUTBANTENSUMSELSULSEL
KALTENGSUMUTBABEL
BALIJATIMJAMBI
PAPUAPABAR
KALTARARIAU
KEPRIKALTIM
DKI
0 50 100 150 200 250
PDRB PERKAPITAKALTIM
RIAUACEH
KALTARABABELJAMBI
KALSELPABAR
SUMSELKEPRI
DIYLAMPUNG
SUMUTNTT
KALBARBANTEN
SUMBARJATENG
BENGKULUJATIM
JABARMALUKU
MALUTNTBDKI
SULBARSULUT
BALIKALTENG
SULTRAGORONTALO
SULSELPAPUA
SULTENG
GROWTH TAHUNAN
0 2 4 6 8 10 12
2. LQ adalah analisis untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi sektor-sektor ekonomi di suatu daerah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
20 Februari 2017
Berdasarkan pangsa sektoral, didapatkan bahwa 15 kabupaten di NTT masih sangat tergantung pada sektor pertanian dan
12 kabupaten juga menggantungkan ekonominya dari belanja pemerintah. Tingginya ketergantungan terhadap sektor
pertanian tersebut berdampak pada tren rendahnya PDRB di daerah-daerah tersebut. Dengan kondisi ekonomi yang
terlalu tergantung pada pertanian dan pengeluaran pemerintah, maka pertumbuhan ekonomi akan sangat dipengaruhi
oleh besarnya pengeluaran pemerintah atau inovasi pertanian yang dilakukan.
Dengan karakter ekonomi di Provinsi NTT yang masih dominan digerakkan oleh sektor primer dan pengeluaran
pemerintah, maka dengan kondisi pengetatan anggaran yang terjadi, pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT diperkirakan
akan cenderung rendah pada kisaran 5% dalam beberapa tahun ke depan. Akselerasi ekonomi diperkirakan baru akan
terjadi setelah pembangunan waduk, industri semen, garam dan gula selesai dilakukan. Potensi pertumbuhan sebenarnya
juga masih dapat diraih apabila kelebihan pasokan daya listrik yang saat ini terjadi benar-benar dapat dimanfaatkan
dengan mengupayakan industrialisasi ekonomi yang sudah direncanakan dalam Kawasan Industri Bolok. Apabila peluang
industrialisasi ekonomi dapat segera ditangkap, maka pertumbuhan ekonomi di atas 6% dapat segera diraih.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
23Februari 2017
GRAFIK BOKS 1.6. ANDIL PERTUMBUHAN EKONOMI PENGGUNAAN DI PROVINSI NTT
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN
4.015.06 5.67 5.46 5.41 5.05 5.03 5.18
10.23
15.78
9.80 10.098.13
13.95
11.42
6.38
KONSUMSI RTPERUBAHAN INVENTORYKONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH
KONSUMSI RT PDRB
GRAFIK BOKS 1.5.
2011 2012 2013 2014 2015 2016
PERTANIANPERTAMBANGANINDUSTRI PENGOLAHANPENGADAAN LISTRIK DAN GASPENGADAAN AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANSPORTASI DAN GUDANGAKOMODASI DAN MAMININFOKOMJASA KEUANGANJASA PERANTARA KEUANGANREAL ESTATEJASA PERUSAHAANADM. PEMERINTAHANJASA PENDIDIKANJASA KESEHATANJASA LAINNYAPDRB
0
5
10
5.67 5.46 5.415.05 5.03 5.18
ANDIL PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL DI PROVINSI NTT
Perlambatan investasi juga terlihat dari rendahnya realisasi investasi di NTT terutama disebabkan oleh penurunan belanja
modal pemerintah pusat di NTT. Turunnya investasi juga langsung berimbas terhadap turunnya impor antar daerah yang
dilakukan. Penurunan tersebut terjadi karena barang-barang terkait investasi, seperti kendaraan dan mesin-mesin yang
masih berasal dari daerah lain.
GRAFIK BOKS 1.7. RANKING PDRB DAN JUMLAH PENDUDUK 22 KABUPATEN KOTA DI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber : BPS, diolah
SUMTENG
SARAI
LEMBATA
SUMBAR
NAGEKEO
MALAKA
ALOR
RONDA
MATIM
MABAR
NGADA
SBD
TTU
BELU
MANGGARAI
SIKKA
FLOTIM
SUMTIM
ENDE
KUPANG
TTS
KOTA KUPANG
PDRB
0 5 10 15 20
SUMTENG
SARAI
SUMBAR
LEMBATA
NAGEKEO
RONDA
NGADA
MALAKA
ALOR
BELU
TTU
SUMTIM
FLOTIM
MABAR
ENDE
MATIM
SIKKA
SBD
MANGGARAI
KUPANG
KOTA KUPANG
TTS
JUMLAH PENDUDUK
0 100 200 300 400 500
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
PDRB PERKAPITAMATIM
SBD
MABAR
LEMBATA
MANGGARAI
ALOR
MALAKA
SIKKA
SARAI
TTU
TTS
SUMTENG
NAGEKEO
SUMBAR
RONDA
BELU
KUPANG
FLOTIM
NGADA
ENDE
SUMTIM
KOTA KUPANG
0 10 20 30 40 50
MABAR
ALOR
SIKKA
TTS
TTU
SBD
NAGEKEO
SUMTENG
SUMBAR
NGADA
FLOTIM
LEMBATA
MALAKA
KUPANG
SUMTIM
SARAI
RONDA
MANGGARAI
MATIM
ENDE
BELU
KOTA KUPANG
GROWTH
0 2 4 6 8
GRAFIK BOKS 1.8. RANKING PDRB PERKAPITA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 22 KABUPATEN KOTA DI NTT
Apabila kembali dirinci berdasarkan data kabupaten kota tahun 2015, PDRB terbesar dihasilkan oleh Kota Kupang dengan
total nilai PDRB mencapai 16,62 triliun rupiah, diikuti kabupaten Timor Tengah Selatan (5,52 T), Kabupaten Kupang (5,44
T), Ende (4,58T) dan Sumba Timur (4,56T). Masih terdapat 2 kabupaten yang memiliki PDRB kurang dari satu triliun yaitu
Kabupaten Sumba Tengah dan Sabu Raijua. Dengan jumlah penduduk yang besar, dan di sisi lain nilai nominal PDRB yang
dihasilkan relatif rendah membuat PDRB perkapita di NTT juga sangat rendah, bahkan terendah di Indonesia. Hanya Kota
Kupang yang memiliki nilai PDRB per kapita mendekati rata-rata nasional, selebihnya berada di kisaran 12 juta rupiah per
kapita per tahun dengan Kabupaten Manggarai Timur dan Sumba Barat Daya sebagai daerah dengan pendapatan
perkapita terendah di NTT dengan nilai hanya 8,35 juta dan 8,43 juta per kapita per tahun.
Berdasarkan total pangsa ekonomi per sektor, didapatkan bahwa Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten
Kupang menjadi sentra pertanian terbesar di NTT dengan pangsa masing-masing sebesar 11,45% dan 10,99% dari total
PDRB Sektor pertanian di NTT. Subsektor peternakan menjadi komoditas utama penyumbang pertanian di kedua daerah
tersebut, selain juga disumbang oleh sub sektor tanaman pangan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
22 Februari 2017
Berdasarkan pangsa sektoral, didapatkan bahwa 15 kabupaten di NTT masih sangat tergantung pada sektor pertanian dan
12 kabupaten juga menggantungkan ekonominya dari belanja pemerintah. Tingginya ketergantungan terhadap sektor
pertanian tersebut berdampak pada tren rendahnya PDRB di daerah-daerah tersebut. Dengan kondisi ekonomi yang
terlalu tergantung pada pertanian dan pengeluaran pemerintah, maka pertumbuhan ekonomi akan sangat dipengaruhi
oleh besarnya pengeluaran pemerintah atau inovasi pertanian yang dilakukan.
Dengan karakter ekonomi di Provinsi NTT yang masih dominan digerakkan oleh sektor primer dan pengeluaran
pemerintah, maka dengan kondisi pengetatan anggaran yang terjadi, pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT diperkirakan
akan cenderung rendah pada kisaran 5% dalam beberapa tahun ke depan. Akselerasi ekonomi diperkirakan baru akan
terjadi setelah pembangunan waduk, industri semen, garam dan gula selesai dilakukan. Potensi pertumbuhan sebenarnya
juga masih dapat diraih apabila kelebihan pasokan daya listrik yang saat ini terjadi benar-benar dapat dimanfaatkan
dengan mengupayakan industrialisasi ekonomi yang sudah direncanakan dalam Kawasan Industri Bolok. Apabila peluang
industrialisasi ekonomi dapat segera ditangkap, maka pertumbuhan ekonomi di atas 6% dapat segera diraih.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
23Februari 2017
GRAFIK BOKS 1.6. ANDIL PERTUMBUHAN EKONOMI PENGGUNAAN DI PROVINSI NTT
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN
4.015.06 5.67 5.46 5.41 5.05 5.03 5.18
10.23
15.78
9.80 10.098.13
13.95
11.42
6.38
KONSUMSI RTPERUBAHAN INVENTORYKONSUMSI LNPRT KONSUMSI PEMERINTAH
KONSUMSI RT PDRB
GRAFIK BOKS 1.5.
2011 2012 2013 2014 2015 2016
PERTANIANPERTAMBANGANINDUSTRI PENGOLAHANPENGADAAN LISTRIK DAN GASPENGADAAN AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANSPORTASI DAN GUDANGAKOMODASI DAN MAMININFOKOMJASA KEUANGANJASA PERANTARA KEUANGANREAL ESTATEJASA PERUSAHAANADM. PEMERINTAHANJASA PENDIDIKANJASA KESEHATANJASA LAINNYAPDRB
0
5
10
5.67 5.46 5.415.05 5.03 5.18
ANDIL PERTUMBUHAN EKONOMI SEKTORAL DI PROVINSI NTT
Perlambatan investasi juga terlihat dari rendahnya realisasi investasi di NTT terutama disebabkan oleh penurunan belanja
modal pemerintah pusat di NTT. Turunnya investasi juga langsung berimbas terhadap turunnya impor antar daerah yang
dilakukan. Penurunan tersebut terjadi karena barang-barang terkait investasi, seperti kendaraan dan mesin-mesin yang
masih berasal dari daerah lain.
GRAFIK BOKS 1.7. RANKING PDRB DAN JUMLAH PENDUDUK 22 KABUPATEN KOTADI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber : BPS, diolah
SUMTENG
SARAI
LEMBATA
SUMBAR
NAGEKEO
MALAKA
ALOR
RONDA
MATIM
MABAR
NGADA
SBD
TTU
BELU
MANGGARAI
SIKKA
FLOTIM
SUMTIM
ENDE
KUPANG
TTS
KOTA KUPANG
PDRB
0 5 10 15 20
SUMTENG
SARAI
SUMBAR
LEMBATA
NAGEKEO
RONDA
NGADA
MALAKA
ALOR
BELU
TTU
SUMTIM
FLOTIM
MABAR
ENDE
MATIM
SIKKA
SBD
MANGGARAI
KUPANG
KOTA KUPANG
TTS
JUMLAH PENDUDUK
0 100 200 300 400 500
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
PDRB PERKAPITAMATIM
SBD
MABAR
LEMBATA
MANGGARAI
ALOR
MALAKA
SIKKA
SARAI
TTU
TTS
SUMTENG
NAGEKEO
SUMBAR
RONDA
BELU
KUPANG
FLOTIM
NGADA
ENDE
SUMTIM
KOTA KUPANG
0 10 20 30 40 50
MABAR
ALOR
SIKKA
TTS
TTU
SBD
NAGEKEO
SUMTENG
SUMBAR
NGADA
FLOTIM
LEMBATA
MALAKA
KUPANG
SUMTIM
SARAI
RONDA
MANGGARAI
MATIM
ENDE
BELU
KOTA KUPANG
GROWTH
0 2 4 6 8
GRAFIK BOKS 1.8. RANKING PDRB PERKAPITA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 22 KABUPATEN KOTA DI NTT
Apabila kembali dirinci berdasarkan data kabupaten kota tahun 2015, PDRB terbesar dihasilkan oleh Kota Kupang dengan
total nilai PDRB mencapai 16,62 triliun rupiah, diikuti kabupaten Timor Tengah Selatan (5,52 T), Kabupaten Kupang (5,44
T), Ende (4,58T) dan Sumba Timur (4,56T). Masih terdapat 2 kabupaten yang memiliki PDRB kurang dari satu triliun yaitu
Kabupaten Sumba Tengah dan Sabu Raijua. Dengan jumlah penduduk yang besar, dan di sisi lain nilai nominal PDRB yang
dihasilkan relatif rendah membuat PDRB perkapita di NTT juga sangat rendah, bahkan terendah di Indonesia. Hanya Kota
Kupang yang memiliki nilai PDRB per kapita mendekati rata-rata nasional, selebihnya berada di kisaran 12 juta rupiah per
kapita per tahun dengan Kabupaten Manggarai Timur dan Sumba Barat Daya sebagai daerah dengan pendapatan
perkapita terendah di NTT dengan nilai hanya 8,35 juta dan 8,43 juta per kapita per tahun.
Berdasarkan total pangsa ekonomi per sektor, didapatkan bahwa Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten
Kupang menjadi sentra pertanian terbesar di NTT dengan pangsa masing-masing sebesar 11,45% dan 10,99% dari total
PDRB Sektor pertanian di NTT. Subsektor peternakan menjadi komoditas utama penyumbang pertanian di kedua daerah
tersebut, selain juga disumbang oleh sub sektor tanaman pangan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
22 Februari 2017
Sesuai temuan awal tersebut kemudian dilakukan Focus Group Discussion dengan Pemerintah Daerah, Akademisi dan
Pelaku Usaha di Provinsi NTT dalam rangka pengayaan informasi dan masukan tambahan mengenai faktor-faktor
penghambat investasi di NTT. Sehingga akhirnya ditemukan 6 hal (permasalahan dan potensi ekonomi) yang dapat
menghambat perekonomian NTT, diantaranya: 1) Kurangnya Kualitas SDM, 2) Kurangnya akses listrik, 3) Kurangnya akses
air, 4) Permasalahan pembebasan lahan, 5) Permasalahan akses jalan dan 6) Potensi pariwisata sebagai alternatif
pendorong ekonomi di Provinsi NTT.
Rendahnya kualitas SDM sendiri terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT yang berada di peringkat ke-32 dari
34 Provinsi di Indonesia. Di sisi lain, tenaga kerja di NTT juga masih didominasi oleh tingkat Sekolah Dasar ke bawah
(>60%). Hal ini juga tergambar dari tingginya tingkat partisipasi murni sekolah untuk tingkat SD yang mencapai 94,56%.
Sementara itu tingkat SMP baru mencapai 65,86% dan SMA (52,15%). Konsentrasi tenaga kerja yang berada di sektor
pertanian sehingga tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi ditengarai menjadi
salah satu faktor penyebab.
GRAFIK BOKS 2.2. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH PROVINSI NTT 1998-2015
Sumber : BPS, diolah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
SD/MI SMP/MTS SMA/SMK
GRAFIK BOKS 2. 1. KONDISI PENDIDIKAN ANGKATAN KERJA
Sumber : BPS, diolah
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
INDONESIA
DKI JAKARTA
MALUKU UTARA
SULSEL
NTB
NTT
PAPUA
SD KEBAWAH SMP SMA/SMK DIPLOMA UNIVERSITAS
Di sisi lain, ketersediaan infrastruktur yang masih kurang baik seperti rendahnya kapasitas listrik, akses sanitasi dan
kelayakan jalan dapat menjadi kendala kritikal lainnya bagi pengembangan investasi di Provinsi NTT. Rasio elektrifikasi
Provinsi NTT pada tahun 2015 baru mencapai 58,38% atau ke-2 terendah diatas Provinsi Papua yang sebesar 45,6%.
Kondisi NTT yang merupakan daerah kepulauan mendorong pembangunan pembangkit listrik yang isolated dan tidak
terkoneksi antar pulau. Akses air bersih sendiri baru mencapai 52,7% lebih rendah daripada nasional yang 68,1%. Dari sisi
konektivitas, jumlah ketersediaaan jalan aspal baru 56,2% dari total panjang jalan di NTT, kondisi jalan yang buruk dapat
menyebabkan terhambatnya kegiatan sirkulasi barang antar daerah. Sementara itu, permasalahan pembebasan lahan
juga menghambat beberapa rencana investasi BUMN/ swasta, seperti pabrik semen dan pengolahan mangan, serta proyek
pemerintah seperti bendungan Kolhua.
Berdasarkan temuan tersebut maka dilakukan simulasi dengan model CGE-INDOTERM untuk mengkuantifikasikan
dampak pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja apabila dilakukan pembenahan terhadap faktor-faktor
tersebut. Adapun asumsi yang dilakukan menggunakan dokumen RPJMN, RPJMD, dan informasi dari media massa dan
FGD terkait rencana pemerintah hingga tahun 2020. Asumsi yang digunakan diantaranya 1) peningkatan lama sekolah
dari 7,35 tahun (2014) menjadi 8,82 tahun (2020) untuk perbaikan kualitas SDM, 2) Peningkatan kapasitas listrik sebesar
313,6 MW, 3)Peningkatan kategori jalan baik dari 54,4% (2014) menjadi 70% (2018), 4) Pembangunan 7 bendungan di
NTT, 5) Penyelesaian permasalahan lahan untuk investasi beberapa perusahaan di NTT dan 6) Peningkatan kunjungan
wisatawan mancanagera ke NTT hingga 2011 ribu orang (2020).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
25Februari 2017
Pertumbuhan ekonomi provinsi NTT selama periode 2010-2016 cenderung stabil dalam kisaran 5% (yoy) dan belum
mengalami lonjakan pertumbuhan yang cukup tinggi. pangsa perekonomian provinsi NTT yang cenderung bertumpu
pada sektor pertanian dengan peningkatan produksi yang terbatas menjadi salah satu penyebab terjadinya trend tersebut.
Apabila dilihat dari satu sisi, pencapaian tersebut merupakan hal yang positif karena menunjukkan keberhasilan Provinsi
NTT dalam menjaga stabilitas perekonomiannya. Namun disisi lain perlu adanya reformasi struktural guna mendorong
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.
Sebagai landasan perumusan strategi pembangunan, maka Bank Indonesia Provinsi NTT bersama Departemen Kebijakan
Ekonomi Moneter telah melakukan kajian mengenai faktor-faktor penghambat pertumbuhan ekonomi dengan
menggunakan pendekatan Growth Diagnostic melalui metode HRV Tree (Hausmann, Rodrik, dan Velasco, 2005) yang
mencakup analisis hambatan utama perekonomian NTT. Sebagai langkah kuantifikasi terhadap dampak simulasi
kebijakan, juga digunakan Model Computable General Equilibrium (CGE)-INDOTERM yang dibangun oleh Bappenas,
CoPS Australia, CEDS UNPAD, ADB dan USAID.
Dalam metode HRV Tree dilakukan analisis untuk menentukan prioritas hambatan utama yang dapat memberikan efek
pertumbuhan ekonomi paling besar (most binding constraint). Dalam metode ini terdapat dua hal utama penghambat
investasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, yaitu 1) Tingkat pengembalian dari
aktivitas ekonomi yang rendah (didalamnya terdiri dari: rendahnya kualitas SDM, kurangnya infrastruktur, geografis yang
buruk, manajemen SDA yang buruk, serta kegagalan pemerintah dan kegagalan pasar), dan 2) Ongkos dari pembiayaan
yang tinggi (ketidakcukupan pembiayaan domestik dan internasional karena tabungan yang rendah atau fungsi
intermediasi yang buruk). Data yang digunakan merupakan data-data sekunder dari BPS ataupun lembaga lainnya. Dari
hasil analisis ditemukan beberapa faktor penghambat utama investasi di NTT, diantaranya adalah Kualitas Sumber Daya
Manusia dan kurangnya infrastruktur terutama listrik.
Kajian Growth Diagnostic P rovinsi NTT02
Tabel Boks 2. 1. Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT
ANALISIS PENJELASAN
KEUANGAN
RASIO KREDIT/PDRB DAN SIMPANAN/PDRB MASIH CUKUP RENDAH (<30%)
LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) MASIH TERGOLONG RENDAH (SEKITAR 80%)
PANGSA KREDIT KONSUMSI SANGAT TINGGI (RATA-RATA 63%)
SUKU BUNGA INVESTASI TINGGI (RATA-RATA >14%)
TERDIRI DARI 8 MUSIM KEMARAU DAN 4 MUSIM HUJAN DENGAN CURAH HUJAN RENDAH.
PRODUKTIVITAS PERTANIAN DAN ALOKASI PUPUK SUBSIDI YANG RENDAH
RASIO ELEKTRIFIKASI MASIH RENDAH (58,6%) DENGAN KONSUMSI PERKAPITA SANGAT RENDAH 139 KWH/KAPITA
JUMLAH JALAN BERASPAL MASIH RENDAH
MASIH BANYAK TERJADI SENGKETA LAHAN. NAMUN RASIO PENYELESAIAN CUKUP TINGGI 80%
AKSES SANITASI DAN AIR BERSIH MASIH RENDAH
BIAYA KIRIM LOGISTIK MASIH CUKUP TINGGI
TENAGA KERJA MAYORITAS TIDAK TERIDIDIK (>60%), IPM MASIH RENDAH PERINGKAT KE 31 DARI 34 PROVINSI
PRODUKTIVITAS MASIH RENDAH 33,6 JUTA/TAHUN DENGAN SEKTOR TERENDAH INDUSTRI (RP 8,2 JUTA/KAPITA)
PANGSA PENGANGGURAN TERDIDIK SELALU MENINGKAT SETIAP TAHUN (MISS MATCH LAPANGAN KERJA)
AKSES PENDIDIKAN DAN KESEHATAN MASIH CUKUP RENDAH
INFLASI MASIH SEARAH DENGAN NASIONAL
ALOKASI BELANJA MODAL PEMDA MASIH SANGAT RENDAH
INDEKS TATA KELOLA DAERAH, INDEKS PERSEPSI KORUPSI, INDEKS TATA EKONOMI DAERAH DAN DAYA SAING MASIH RENDAH
PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS MASIH CUKUP TINGGI
JUMLAH TINDAK PIDANA MASIH RENDAH
JUMLAH KASUS SENGKETA LAHAN RENDAH DAN PERSENTASI PENYELESAIAN CUKUP TINGGI
DOMESTIK KOMPETISI
PENDAPATAN
DARI AKTIVITAS
EKONOMI
PENDAPATAN
SOSIAL
GEOGRAFIS
MANAJEMEN
SDA BURUK
INFRASTRUKTUR
SDM
MAKRO
MIKRO
RESIKO MAKRO
RESIKO MIKRO
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
24 Februari 2017
Sesuai temuan awal tersebut kemudian dilakukan Focus Group Discussion dengan Pemerintah Daerah, Akademisi dan
Pelaku Usaha di Provinsi NTT dalam rangka pengayaan informasi dan masukan tambahan mengenai faktor-faktor
penghambat investasi di NTT. Sehingga akhirnya ditemukan 6 hal (permasalahan dan potensi ekonomi) yang dapat
menghambat perekonomian NTT, diantaranya: 1) Kurangnya Kualitas SDM, 2) Kurangnya akses listrik, 3) Kurangnya akses
air, 4) Permasalahan pembebasan lahan, 5) Permasalahan akses jalan dan 6) Potensi pariwisata sebagai alternatif
pendorong ekonomi di Provinsi NTT.
Rendahnya kualitas SDM sendiri terlihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT yang berada di peringkat ke-32 dari
34 Provinsi di Indonesia. Di sisi lain, tenaga kerja di NTT juga masih didominasi oleh tingkat Sekolah Dasar ke bawah
(>60%). Hal ini juga tergambar dari tingginya tingkat partisipasi murni sekolah untuk tingkat SD yang mencapai 94,56%.
Sementara itu tingkat SMP baru mencapai 65,86% dan SMA (52,15%). Konsentrasi tenaga kerja yang berada di sektor
pertanian sehingga tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang tinggi ditengarai menjadi
salah satu faktor penyebab.
GRAFIK BOKS 2.2. ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH PROVINSI NTT 1998-2015
Sumber : BPS, diolah
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
SD/MI SMP/MTS SMA/SMK
GRAFIK BOKS 2. 1. KONDISI PENDIDIKAN ANGKATAN KERJA
Sumber : BPS, diolah
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
INDONESIA
DKI JAKARTA
MALUKU UTARA
SULSEL
NTB
NTT
PAPUA
SD KEBAWAH SMP SMA/SMK DIPLOMA UNIVERSITAS
Di sisi lain, ketersediaan infrastruktur yang masih kurang baik seperti rendahnya kapasitas listrik, akses sanitasi dan
kelayakan jalan dapat menjadi kendala kritikal lainnya bagi pengembangan investasi di Provinsi NTT. Rasio elektrifikasi
Provinsi NTT pada tahun 2015 baru mencapai 58,38% atau ke-2 terendah diatas Provinsi Papua yang sebesar 45,6%.
Kondisi NTT yang merupakan daerah kepulauan mendorong pembangunan pembangkit listrik yang isolated dan tidak
terkoneksi antar pulau. Akses air bersih sendiri baru mencapai 52,7% lebih rendah daripada nasional yang 68,1%. Dari sisi
konektivitas, jumlah ketersediaaan jalan aspal baru 56,2% dari total panjang jalan di NTT, kondisi jalan yang buruk dapat
menyebabkan terhambatnya kegiatan sirkulasi barang antar daerah. Sementara itu, permasalahan pembebasan lahan
juga menghambat beberapa rencana investasi BUMN/ swasta, seperti pabrik semen dan pengolahan mangan, serta proyek
pemerintah seperti bendungan Kolhua.
Berdasarkan temuan tersebut maka dilakukan simulasi dengan model CGE-INDOTERM untuk mengkuantifikasikan
dampak pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja apabila dilakukan pembenahan terhadap faktor-faktor
tersebut. Adapun asumsi yang dilakukan menggunakan dokumen RPJMN, RPJMD, dan informasi dari media massa dan
FGD terkait rencana pemerintah hingga tahun 2020. Asumsi yang digunakan diantaranya 1) peningkatan lama sekolah
dari 7,35 tahun (2014) menjadi 8,82 tahun (2020) untuk perbaikan kualitas SDM, 2) Peningkatan kapasitas listrik sebesar
313,6 MW, 3)Peningkatan kategori jalan baik dari 54,4% (2014) menjadi 70% (2018), 4) Pembangunan 7 bendungan di
NTT, 5) Penyelesaian permasalahan lahan untuk investasi beberapa perusahaan di NTT dan 6) Peningkatan kunjungan
wisatawan mancanagera ke NTT hingga 2011 ribu orang (2020).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
25Februari 2017
Pertumbuhan ekonomi provinsi NTT selama periode 2010-2016 cenderung stabil dalam kisaran 5% (yoy) dan belum
mengalami lonjakan pertumbuhan yang cukup tinggi. pangsa perekonomian provinsi NTT yang cenderung bertumpu
pada sektor pertanian dengan peningkatan produksi yang terbatas menjadi salah satu penyebab terjadinya trend tersebut.
Apabila dilihat dari satu sisi, pencapaian tersebut merupakan hal yang positif karena menunjukkan keberhasilan Provinsi
NTT dalam menjaga stabilitas perekonomiannya. Namun disisi lain perlu adanya reformasi struktural guna mendorong
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi sehingga berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.
Sebagai landasan perumusan strategi pembangunan, maka Bank Indonesia Provinsi NTT bersama Departemen Kebijakan
Ekonomi Moneter telah melakukan kajian mengenai faktor-faktor penghambat pertumbuhan ekonomi dengan
menggunakan pendekatan Growth Diagnostic melalui metode HRV Tree (Hausmann, Rodrik, dan Velasco, 2005) yang
mencakup analisis hambatan utama perekonomian NTT. Sebagai langkah kuantifikasi terhadap dampak simulasi
kebijakan, juga digunakan Model Computable General Equilibrium (CGE)-INDOTERM yang dibangun oleh Bappenas,
CoPS Australia, CEDS UNPAD, ADB dan USAID.
Dalam metode HRV Tree dilakukan analisis untuk menentukan prioritas hambatan utama yang dapat memberikan efek
pertumbuhan ekonomi paling besar (most binding constraint). Dalam metode ini terdapat dua hal utama penghambat
investasi sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di suatu daerah, yaitu 1) Tingkat pengembalian dari
aktivitas ekonomi yang rendah (didalamnya terdiri dari: rendahnya kualitas SDM, kurangnya infrastruktur, geografis yang
buruk, manajemen SDA yang buruk, serta kegagalan pemerintah dan kegagalan pasar), dan 2) Ongkos dari pembiayaan
yang tinggi (ketidakcukupan pembiayaan domestik dan internasional karena tabungan yang rendah atau fungsi
intermediasi yang buruk). Data yang digunakan merupakan data-data sekunder dari BPS ataupun lembaga lainnya. Dari
hasil analisis ditemukan beberapa faktor penghambat utama investasi di NTT, diantaranya adalah Kualitas Sumber Daya
Manusia dan kurangnya infrastruktur terutama listrik.
Kajian Growth Diagnostic P rovinsi NTT02
Tabel Boks 2. 1. Matriks Hambatan Utama Perekonomian di Provinsi NTT
ANALISIS PENJELASAN
KEUANGAN
RASIO KREDIT/PDRB DAN SIMPANAN/PDRB MASIH CUKUP RENDAH (<30%)
LOAN TO DEPOSIT RATIO (LDR) MASIH TERGOLONG RENDAH (SEKITAR 80%)
PANGSA KREDIT KONSUMSI SANGAT TINGGI (RATA-RATA 63%)
SUKU BUNGA INVESTASI TINGGI (RATA-RATA >14%)
TERDIRI DARI 8 MUSIM KEMARAU DAN 4 MUSIM HUJAN DENGAN CURAH HUJAN RENDAH.
PRODUKTIVITAS PERTANIAN DAN ALOKASI PUPUK SUBSIDI YANG RENDAH
RASIO ELEKTRIFIKASI MASIH RENDAH (58,6%) DENGAN KONSUMSI PERKAPITA SANGAT RENDAH 139 KWH/KAPITA
JUMLAH JALAN BERASPAL MASIH RENDAH
MASIH BANYAK TERJADI SENGKETA LAHAN. NAMUN RASIO PENYELESAIAN CUKUP TINGGI 80%
AKSES SANITASI DAN AIR BERSIH MASIH RENDAH
BIAYA KIRIM LOGISTIK MASIH CUKUP TINGGI
TENAGA KERJA MAYORITAS TIDAK TERIDIDIK (>60%), IPM MASIH RENDAH PERINGKAT KE 31 DARI 34 PROVINSI
PRODUKTIVITAS MASIH RENDAH 33,6 JUTA/TAHUN DENGAN SEKTOR TERENDAH INDUSTRI (RP 8,2 JUTA/KAPITA)
PANGSA PENGANGGURAN TERDIDIK SELALU MENINGKAT SETIAP TAHUN (MISS MATCH LAPANGAN KERJA)
AKSES PENDIDIKAN DAN KESEHATAN MASIH CUKUP RENDAH
INFLASI MASIH SEARAH DENGAN NASIONAL
ALOKASI BELANJA MODAL PEMDA MASIH SANGAT RENDAH
INDEKS TATA KELOLA DAERAH, INDEKS PERSEPSI KORUPSI, INDEKS TATA EKONOMI DAERAH DAN DAYA SAING MASIH RENDAH
PERSENTASE PENYELESAIAN KASUS MASIH CUKUP TINGGI
JUMLAH TINDAK PIDANA MASIH RENDAH
JUMLAH KASUS SENGKETA LAHAN RENDAH DAN PERSENTASI PENYELESAIAN CUKUP TINGGI
DOMESTIK KOMPETISI
PENDAPATAN
DARI AKTIVITAS
EKONOMI
PENDAPATAN
SOSIAL
GEOGRAFIS
MANAJEMEN
SDA BURUK
INFRASTRUKTUR
SDM
MAKRO
MIKRO
RESIKO MAKRO
RESIKO MIKRO
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
24 Februari 2017
Pada tahun 2016, PT Pertamina telah berhasil menyalurkan 550 ribu kilo liter BBM di Provinsi NTT dengan total nilai omset
lebih kurang mencapai 3 triliun rupiah. Secara tahunan, penyaluran BBM mengalami pertumbuhan hingga 9,08% (yoy),
lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang relatif tetap, ataupun dibanding pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT yang
tumbuh 5,18%. Tingginya pertumbuhan konsumsi BBM kemungkinan besar lebih disebabkan oleh membaiknya kondisi
perekonomian di Provinsi NTT, yang membuat konsumsi masyarakat juga mengalami peningkatan. Selain itu, Penurunan
harga BBM yang terjadi di tahun 2016 mampu meningkatkan gairah masyarakat untuk beraktivitas yang terlihat dari
tingginya konsumsi transportasi dan komunikasi masyarakat terutama pada triwulan I dan II 2016. Gejala peningkatan
konsumsi BBM mulai terlihat di triwulan IV 2015 yang disebabkan oleh menurunnya harga BBM. Pada triwulan I hingga III
2015, penggunaan BBM cenderung mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang disebabkan oleh
sentimen negatif paska kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014.
Berdasarkan pangsa penyaluran BBM, penjualan BBM di tahun 2016 masih didominasi oleh penjualan BBM bersubsidi
berupa premium, solar dan minyak tanah dengan total pangsa mencapai 95,84%. Namun demikian, penjualan BBM Non
Subsidi di tahun 2016 menunjukkan lonjakan yang sangat signifikan, dengan pertumbuhan mencapai lebih dari 10 kali
lipat, terutama disebabkan oleh mulai dijualnya beragam BBM Non subsidi lainnya seperti pertalite di 8 kota, Dexlite dan
pertamina dex di Kota Kupang dan Timor Tengah Utara, solar non subsidi di 12 kabupaten/kota di NTT, dan pertamax plus
Kota Kupang. Pangsa BBM non subsidi juga mengalami kenaikan signifikan, dari hanya 0,40% di tahun 2015 menjadi
4,16% di tahun 2016.
Distribusi B ahan B akar M inyakdi Provinsi Nusa Tenggara Timur03
GRAFIK BOKS 3.2. PANGSA PENYALURAN BBM DI PROVINSI NTT
Sumber: PT Pertamina, diolah
PREMIUM
PERTAMAX PLUS
SOLARMINYAK TANAHPERTAMAXPERTALITEDEXLITEPERTAMINA DEX
51.65%
28.18%
17.87%
GRAFIK BOKS 3. 1. PENYALURAN BBM DI PROVINSI NTT
Sumber: PT Pertamina, diolah
BBM GROWTH YOY
RIBU KL
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Total BBM Tersalur 2016 :550 Rb KL / Rp 3 Triliun Growth 9,08%
Berdasarkan jaringan distribusi, PT Pertamina saat ini memiliki 8 depot distribusi yang tersebar di Pulau Timor, Flores dan
Sumba. Adapun dalam pendistribusiannya, TBBM Tenau Kupang, akan mendapat BBM dari Kilang Balikpapan atau
Termintal Transit Utama (TTU) Tuban, Bali, untuk didistribusikan ke TBBM Sumba Timur, Ende dan Atapupu. Adapun TBBM
Maumere,akan mendapatkan suplai BBM dari TTU Bau-Bau untuk didistribusikan ke TBBM Reo, TBBM Larantuka dan
TBBM Kalabahi. Apabila terdapat kekurangan pasokan, TT Manggis, Bali akan melakukan suplai ke 5 TBBM, sedangkan
TBBM Tenau akan disuplai dari TT Tanjung Wangi. Sebagai cadangan, TBBM Atapupu dapat disuplai via jalur darat dari
TBBM Tenau.
BBM yang disalurkan adalah realisasi lembaga penyalur ritel yaitu data agen minyak tanah dan penyaluran Pertamina ke SPBU, APMS, dan SPDN dimana lembaga penyalur
tersebut melayani sektor ritel yaitu kendaraan, usaha mikro, sektor pertanian, dan layanan umum seperti rumah sakit tipe C dan D, tempat ibadah, dll).
1.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
27Februari 2017
Tabel Boks 2. 2. Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
KEBIJAKAN ASUMSI
PENINGKATAN RATA-RATA SEKOLAH
PENINGKATAN KAPASITAS LISTRIK
PERBAIKAN JALAN
PEMBANGUNAN BENDUNGAN
PERMASALAHAN LAHAN
DIVERSIFIKASI PARIWISATA
TOTAL
DAMPAK MAKRO EKONOMI
PDRB TENAGA KERJA
0.35
0.39
0.06
0.22
0.2
0.39
1.61
0.41
0.18
0.03
0.08
0.08
0.25
1.03
Peningkatan rata-rata lama sekolah dari yang semula selama 7,35 tahun menjadi 8,82 tahun.
Kenaikan kapasitas terpasang listrik di NTT dari 249 MW (2015) menjadi 474 MW (2020).
Peningkatan jalan kategori baik dari 54,4% menjadi 70%
Pembangunan 7 Bendungan, peningkatan produksi Pertanian 10,09% (2020) dan akses air
Penyelesaian proyek mangan dan semen di NTT
Peningkatan jumlah Kunjungan Wisman
Berdasarkan hasil simulasi CGE-INDOTERM diketahui bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah di NTT dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,35% dari kondisi normal (baseline) dan peningkatan
penyerapan tenaga kerja 0,41%. Hal ini menggambarkan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi
pengembangan ekonomi di NTT. Sementara prioritas kedua adalah pengembangan pariwisata yang memberikan dampak
peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,25%.
Prioritas ketiga yang dapat dilakukan adalah peningkatan kapasitas listrik yang berdampak peningkatan rata-rata
pertumbuhan ekonomi pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,18%. Kebijakan selanjutnya
yang dapat dilakukan secara berturut-turut adalah peningkatan akses terhadap air dengan pembangunan bendungan,
penyelesaian masalah lahan dan perbaikan kondisi jalan.
Adapun beberapa masukan yang dapat dilakukan dalam pengembangan ekonomi dan investasi di Provinsi NTT,
diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Upaya pengembangan Sumber Daya Manusia: a) Peningkatan pembentukan pendidikan non formal
(kepelatihan/ kursus) terutama di bidang pariwisata, b) Peningkatan sarana penunjang di sekolah pedesaan, seperti
internet dan komputer, c) Perlunya peningkatan kualitas guru dan dosen melalui pemberian beasiswa atau
pelatihan, serta e) Upaya pengiriman SDM NTT secara massif untuk bersekolah di Pulau Jawa yang kemudian harus
kembali ke NTT untuk mengembangkan daerahnya.
Upaya Pengembangan Pariwisata: a) Dukungan terhadap rencana pembangunan kawasan Strategis Pariwisata
Nasional di NTT, b)Pembenahan SDM dan kemudahan investasi sektor pariwisata, c) Promosi melalui media sosial
dan elektronik, d)Pembenahan akses dan fasilitas penunjang (seperti WC Umum) di daerah wisata.
Upaya Pengembangan Tenaga Listrik: a) Pengembangan energi alternatif seperti hidro, arus laut, surya dan
bayu, dan b) Pendirian Pembangkit Listrik Kapasitas besar >500 MW.
Upaya Peningkatan Akses terhadap Air dan Produktivitas Padi: a) Dukungan terhadap pembangunan 7
bendungan di NTT, b) Penggunaan teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar, dan c) Konservasi daerah-
daerah serapan air di NTT.
Upaya Mengatasi Permasalahan Lahan: a)Perlunya melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan investasi, b)
Pembenahan dokumen administrasi dan pertanahan oleh BPN, serta c) Peningkatan koordinasi pusat dan daerah
sehingga tidak terjadi tumpang tindih izin.
Upaya Perbaikan Konektivitas/Jalan: 1)Evaluasi status jalan menjadi jalan negara, dan b) pembenahan
transportasi alternatif seperti kapal laut dan sarana penunjangnya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
26 Februari 2017
Pada tahun 2016, PT Pertamina telah berhasil menyalurkan 550 ribu kilo liter BBM di Provinsi NTT dengan total nilai omset
lebih kurang mencapai 3 triliun rupiah. Secara tahunan, penyaluran BBM mengalami pertumbuhan hingga 9,08% (yoy),
lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang relatif tetap, ataupun dibanding pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT yang
tumbuh 5,18%. Tingginya pertumbuhan konsumsi BBM kemungkinan besar lebih disebabkan oleh membaiknya kondisi
perekonomian di Provinsi NTT, yang membuat konsumsi masyarakat juga mengalami peningkatan. Selain itu, Penurunan
harga BBM yang terjadi di tahun 2016 mampu meningkatkan gairah masyarakat untuk beraktivitas yang terlihat dari
tingginya konsumsi transportasi dan komunikasi masyarakat terutama pada triwulan I dan II 2016. Gejala peningkatan
konsumsi BBM mulai terlihat di triwulan IV 2015 yang disebabkan oleh menurunnya harga BBM. Pada triwulan I hingga III
2015, penggunaan BBM cenderung mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yang disebabkan oleh
sentimen negatif paska kenaikan harga BBM di akhir tahun 2014.
Berdasarkan pangsa penyaluran BBM, penjualan BBM di tahun 2016 masih didominasi oleh penjualan BBM bersubsidi
berupa premium, solar dan minyak tanah dengan total pangsa mencapai 95,84%. Namun demikian, penjualan BBM Non
Subsidi di tahun 2016 menunjukkan lonjakan yang sangat signifikan, dengan pertumbuhan mencapai lebih dari 10 kali
lipat, terutama disebabkan oleh mulai dijualnya beragam BBM Non subsidi lainnya seperti pertalite di 8 kota, Dexlite dan
pertamina dex di Kota Kupang dan Timor Tengah Utara, solar non subsidi di 12 kabupaten/kota di NTT, dan pertamax plus
Kota Kupang. Pangsa BBM non subsidi juga mengalami kenaikan signifikan, dari hanya 0,40% di tahun 2015 menjadi
4,16% di tahun 2016.
Distribusi B ahan B akar M inyakdi Provinsi Nusa Tenggara Timur03
GRAFIK BOKS 3.2. PANGSA PENYALURAN BBM DI PROVINSI NTT
Sumber: PT Pertamina, diolah
PREMIUM
PERTAMAX PLUS
SOLARMINYAK TANAHPERTAMAXPERTALITEDEXLITEPERTAMINA DEX
51.65%
28.18%
17.87%
GRAFIK BOKS 3. 1. PENYALURAN BBM DI PROVINSI NTT
Sumber: PT Pertamina, diolah
BBM GROWTH YOY
RIBU KL
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Total BBM Tersalur 2016 :550 Rb KL / Rp 3 Triliun Growth 9,08%
Berdasarkan jaringan distribusi, PT Pertamina saat ini memiliki 8 depot distribusi yang tersebar di Pulau Timor, Flores dan
Sumba. Adapun dalam pendistribusiannya, TBBM Tenau Kupang, akan mendapat BBM dari Kilang Balikpapan atau
Termintal Transit Utama (TTU) Tuban, Bali, untuk didistribusikan ke TBBM Sumba Timur, Ende dan Atapupu. Adapun TBBM
Maumere,akan mendapatkan suplai BBM dari TTU Bau-Bau untuk didistribusikan ke TBBM Reo, TBBM Larantuka dan
TBBM Kalabahi. Apabila terdapat kekurangan pasokan, TT Manggis, Bali akan melakukan suplai ke 5 TBBM, sedangkan
TBBM Tenau akan disuplai dari TT Tanjung Wangi. Sebagai cadangan, TBBM Atapupu dapat disuplai via jalur darat dari
TBBM Tenau.
BBM yang disalurkan adalah realisasi lembaga penyalur ritel yaitu data agen minyak tanah dan penyaluran Pertamina ke SPBU, APMS, dan SPDN dimana lembaga penyalur
tersebut melayani sektor ritel yaitu kendaraan, usaha mikro, sektor pertanian, dan layanan umum seperti rumah sakit tipe C dan D, tempat ibadah, dll).
1.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
27Februari 2017
Tabel Boks 2. 2. Matriks Dampak Pertumbuhan Ekonomi dan Penyerapan Tenaga Kerja
KEBIJAKAN ASUMSI
PENINGKATAN RATA-RATA SEKOLAH
PENINGKATAN KAPASITAS LISTRIK
PERBAIKAN JALAN
PEMBANGUNAN BENDUNGAN
PERMASALAHAN LAHAN
DIVERSIFIKASI PARIWISATA
TOTAL
DAMPAK MAKRO EKONOMI
PDRB TENAGA KERJA
0.35
0.39
0.06
0.22
0.2
0.39
1.61
0.41
0.18
0.03
0.08
0.08
0.25
1.03
Peningkatan rata-rata lama sekolah dari yang semula selama 7,35 tahun menjadi 8,82 tahun.
Kenaikan kapasitas terpasang listrik di NTT dari 249 MW (2015) menjadi 474 MW (2020).
Peningkatan jalan kategori baik dari 54,4% menjadi 70%
Pembangunan 7 Bendungan, peningkatan produksi Pertanian 10,09% (2020) dan akses air
Penyelesaian proyek mangan dan semen di NTT
Peningkatan jumlah Kunjungan Wisman
Berdasarkan hasil simulasi CGE-INDOTERM diketahui bahwa peningkatan rata-rata lama sekolah di NTT dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,35% dari kondisi normal (baseline) dan peningkatan
penyerapan tenaga kerja 0,41%. Hal ini menggambarkan pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia bagi
pengembangan ekonomi di NTT. Sementara prioritas kedua adalah pengembangan pariwisata yang memberikan dampak
peningkatan pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,25%.
Prioritas ketiga yang dapat dilakukan adalah peningkatan kapasitas listrik yang berdampak peningkatan rata-rata
pertumbuhan ekonomi pertahun sebesar 0,39% dan penyerapan tenaga kerja sebesar 0,18%. Kebijakan selanjutnya
yang dapat dilakukan secara berturut-turut adalah peningkatan akses terhadap air dengan pembangunan bendungan,
penyelesaian masalah lahan dan perbaikan kondisi jalan.
Adapun beberapa masukan yang dapat dilakukan dalam pengembangan ekonomi dan investasi di Provinsi NTT,
diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Upaya pengembangan Sumber Daya Manusia: a) Peningkatan pembentukan pendidikan non formal
(kepelatihan/ kursus) terutama di bidang pariwisata, b) Peningkatan sarana penunjang di sekolah pedesaan, seperti
internet dan komputer, c) Perlunya peningkatan kualitas guru dan dosen melalui pemberian beasiswa atau
pelatihan, serta e) Upaya pengiriman SDM NTT secara massif untuk bersekolah di Pulau Jawa yang kemudian harus
kembali ke NTT untuk mengembangkan daerahnya.
Upaya Pengembangan Pariwisata: a) Dukungan terhadap rencana pembangunan kawasan Strategis Pariwisata
Nasional di NTT, b)Pembenahan SDM dan kemudahan investasi sektor pariwisata, c) Promosi melalui media sosial
dan elektronik, d)Pembenahan akses dan fasilitas penunjang (seperti WC Umum) di daerah wisata.
Upaya Pengembangan Tenaga Listrik: a) Pengembangan energi alternatif seperti hidro, arus laut, surya dan
bayu, dan b) Pendirian Pembangkit Listrik Kapasitas besar >500 MW.
Upaya Peningkatan Akses terhadap Air dan Produktivitas Padi: a) Dukungan terhadap pembangunan 7
bendungan di NTT, b) Penggunaan teknologi pengolahan air laut menjadi air tawar, dan c) Konservasi daerah-
daerah serapan air di NTT.
Upaya Mengatasi Permasalahan Lahan: a)Perlunya melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan investasi, b)
Pembenahan dokumen administrasi dan pertanahan oleh BPN, serta c) Peningkatan koordinasi pusat dan daerah
sehingga tidak terjadi tumpang tindih izin.
Upaya Perbaikan Konektivitas/Jalan: 1)Evaluasi status jalan menjadi jalan negara, dan b) pembenahan
transportasi alternatif seperti kapal laut dan sarana penunjangnya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
26 Februari 2017
GRAFIK BOKS 3.4. RASIO PENGGUNAAN BBM BERDASARKAN RUMAH TANGGA DAN KENDARAAN
Sumber: PT Pertamina, diolah
Rasio Penggunaan Mitan Harian per Rumah Tangga
SBD
SUMTENG
MATIM
SARAI
RONDA
KUPANG
TTS
MABAR
NAGEKEO
LEMBATA
SUMBAR
MALAKA
TTU
SUMTIM
NGADA
ALOR
FLOTIM
ENDE
BELU
SIKKA
MANGGARAI
KOTA KUPANG
Rasio Penggunaan PremiumHarian per Kendaraan
KOTA KUPANG
KUPANG
LEMBATA
TTS
MATIM
ENDE
MANGGARAI
TTU
ALOR
SIKKA
BELU
FLOTIM
NGADA
SUMTIM
RONDA
SUMBAR
MABAR
NAGEKEO
MALAKA
SUMTENG
SBD
SARAI
Rasio Penggunaan PremiumHarian per Rumah Tangga
MATIM
SARAI
TTS
SBD
KUPANG
ALOR
MALAKA
LEMBATA
RONDA
SUMTENG
FLOTIM
MABAR
MANGGARAI
TTU
ENDE
NGADA
NAGEKEO
SUMTIM
SIKKA
SUMBAR
BELU
KOTA KUPANG
LITER
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
KM/PP
0 50 100 150 200 250
LITER
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Rasio Penggunaan SolarHarian per Kendaraan
KM/PP
0 100 200 300 400 500
KUPANG
RONDA
TTU
LEMBATA
ENDE
KOTA KUPANG
TTS
SIKKA
BELU
FLOTIM
NGADA
MANGGARAI
MALAKA
MATIM
SBD
NAGEKEO
SUMTIM
ALOR
SUMBAR
SUMTENG
MABAR
SARAI
Apabila dilihat lebih detil, Rasio penggunaan minyak tanah di Kota Kupang terlihat paling besar dibanding daerah lain.
Rata-rata tiap rumah tangga menggunakan 0,6 liter minyak tanah per hari, lebih besar dibanding daerah lainnya. Hal ini
kemungkinan besar disebabkan oleh tidak adanya alternatif bahan bakar lain sebagaimana biasa digunakan oleh
penduduk pedesaan. Secara rata-rata, rumah tangga di Provinsi NTT menggunakan 1 liter minyak tanah untuk 4 hari
memasak. Rasio penggunaan minyak tanah per rumah tangga terendah di Kabupaten Sabu Raijua, Manggarai Timur,
Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang kemungkinan besar lebih disebabkan oleh penggunaan bahan bakar lain
dalam memasak makanan seperti menggunakan kayu bakar atau arang bakar.
Setiap rumah tangga di Provinsi NTT dalam sehari rata-rata menggunakan 0,7 liter premium untuk kendaraannya. Tingkat
konsumsi premium tertinggi terjadi di Kota Kupang, dengan rata-rata per hari mengkonsumsi 2 liter premium atau setara
dengan 3 kali lipat rata-rata konsumsi premium di NTT. Hal ini dinilai wajar mengingat cakupan nilai PDRB per kapita Kota
Kupang yang juga mencapai 3 kali lipat dibanding rata-rata NTT. Berdasarkan rasio jumlah kendaraan per rumah tangga
juga terbukti bahwa rumah tangga di Kota Kupang rata-rata memiliki 2 buah kendaraan bermotor, bandingkan dengan
Kabupaten Manggarai Timur yang di tiap 4 rumah tangga baru memiliki 1 kendaraan bermotor. Berdasarkan rasio
penggunaan premium per jumlah kendaraan juga terlihat bahwa rata-rata penggunaan premium per kendaraan di Kota
Kupang justru paling rendah dibanding Kota Lainnya di Nusa Tenggara Timur. Temuan yang cukup menarik adalah
tingginya rasio penggunaan premium di Kota Sabu Raijua yang mencapai 218 km/ per kendaraan yang menunjukkan
bahwa pasokan premium yang dikirimkan sudah sangat memenuhi kebutuhan, walaupun di sisi lain, konsumsi premium
per rumah tangga menunjukkan nilai yang rendah.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah tingginya minat masyarakat untuk membeli kendaraan dari luar daerah
dikarenakan bea balik nama kendaraan yang relatif lebih rendah. Kondisi tersebut selain menyebabkan pemerintah tidak
mendapatkan pendapatan pajak, kendaraan dari luar NTT yang tidak tercatat sebagai kendaraan di NTT juga membuat
perhitungan rasio penggunaan BBM per kendaraan menjadi bias yang dapat berpengaruh pada kesalahan kebijakan
distribusi yang diambil. Perlu adanya pertimbangan untuk Bea Balik Nama yang lebih murah atau perlunya adanya
pemutihan Bea Balik Nama untuk meningkatkan pembayaran STNK.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
29Februari 2017
GRAFIK BOKS 3. 3.
Sumber: PT Pertamina, diolah
Korelasi (R2)
Mitan Premium Solar
PDRB 0.95 0.97 0.94
Penduduk 0.98 0.97 0.98
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
0
100
200
300
400
500
600
PDRB
SEK
TRO
TRA
NSP
ORT
ASI
DA
N K
OM
UN
IKA
SI
BBM SUBSIDI (RIBU KL)
-100
ENDEFLOTIMLEMBATAMANGGARAIMABARMATIMNAGEKEONGADASIKKASBDSUMBARSUMTENGSUMTIMALOR
BELUKUPANGMALAKARONDASARAITTSTTU
KOTA KUPANG
RASIO PENYALURAN BBM DENGAN PDRB SEKTOR TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI
Dari total 550 ribu kilo liter yang didistribusikan, 118 ribu kilo liter didistribusikan di Kota Kupang, terdiri dari 111 kilo liter
BBM bersubsidi dan 7 ribu KL BBM non subsidi. Besarnya pendistribusian di Kota Kupang lebih disebabkan oleh besarnya
jumlah penduduk dan skala ekonomi yang dilakukan. Kabupaten Sikka menjadi daerah dengan penggunaan BBM
terbesar ke-3 dengan jumlah mencapai 40 ribu kl, disusul oleh Kabupaten Manggarai (37 ribu kl), Belu (36 ribu kl), Sumba
Timur (31 ribu kl) dan Ende (29 ribu kl). Kabupaten Sabu Raijua, Sumba Tengah, Rote Ndao, dan Lembata menjadi daerah
dengan penggunaan BBM terendah di Provinsi NTT dengan penggunaan masing-masing sebesar 4 ribu kl, 5 ribu kl, 9 ribu
kl dan 10,5 ribu kl. Berdasarkan volume penggunaan BBM, hanya Kota Kupang yang menggunakan BBM lebih dari 100
ribu kl, 10 kabupaten dengan rentang penggunaan antara 20 hingga 50 ribu kl, 8 Kabupaten dengan penggunaan antara
10 hingga 20 ribu kl, dan 3 kabupaten dengan penggunaan kurang dari 10 ribu kl.
Apabila besar penyaluran BBM tersebut dibandingkan dengan PDRB sektor transportasi dan komunikasi ataupun dengan
sebaran jumlah penduduk, didapatkan bahwa nilai distribusi BBM bersubsidi berkorelasi positif signifikan dengan nilai
PDRB sektor transportasi dan komunikasi serta dengan jumlah penduduk. Baik bahan bakar premium, solar maupun
minyak tanah menunjukkan nilai korelasi (R2) di atas 90% yang artinya besaran jumlah BBM yang didistribusikan ke
masing-masing kabupaten/kota sudah mengikuti penyebaran jumlah penduduk dan kapasitas ekonomi di masing-masing
wilayah. Arah sebaran grafik cenderung bias ke kanan yang menunjukkan bahwa semakin besar kapasitas ekonomi, maka
peningkatan kebutuhan BBM akan bertambah lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi yang ada. Hanya Kota
Kupang yang terlihat keluar dari sebaran normal yang kemungkinan lebih disebabkan oleh fungsi Kota Kupang sebagai
pusat ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga untuk beberapa moda transportasi seperti kapal dan pesawat
dimungkinkan mendapat pasokan dari luar daerah.
GAMBAR BOKS 3.1. PETA DISTRIBUSI BBM PER KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
Sumber: PT Pertamina, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
28 Februari 2017
GRAFIK BOKS 3.4. RASIO PENGGUNAAN BBM BERDASARKAN RUMAH TANGGA DAN KENDARAAN
Sumber: PT Pertamina, diolah
Rasio Penggunaan Mitan Harian per Rumah Tangga
SBD
SUMTENG
MATIM
SARAI
RONDA
KUPANG
TTS
MABAR
NAGEKEO
LEMBATA
SUMBAR
MALAKA
TTU
SUMTIM
NGADA
ALOR
FLOTIM
ENDE
BELU
SIKKA
MANGGARAI
KOTA KUPANG
Rasio Penggunaan PremiumHarian per Kendaraan
KOTA KUPANG
KUPANG
LEMBATA
TTS
MATIM
ENDE
MANGGARAI
TTU
ALOR
SIKKA
BELU
FLOTIM
NGADA
SUMTIM
RONDA
SUMBAR
MABAR
NAGEKEO
MALAKA
SUMTENG
SBD
SARAI
Rasio Penggunaan PremiumHarian per Rumah Tangga
MATIM
SARAI
TTS
SBD
KUPANG
ALOR
MALAKA
LEMBATA
RONDA
SUMTENG
FLOTIM
MABAR
MANGGARAI
TTU
ENDE
NGADA
NAGEKEO
SUMTIM
SIKKA
SUMBAR
BELU
KOTA KUPANG
LITER
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
KM/PP
0 50 100 150 200 250
LITER
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Rasio Penggunaan SolarHarian per Kendaraan
KM/PP
0 100 200 300 400 500
KUPANG
RONDA
TTU
LEMBATA
ENDE
KOTA KUPANG
TTS
SIKKA
BELU
FLOTIM
NGADA
MANGGARAI
MALAKA
MATIM
SBD
NAGEKEO
SUMTIM
ALOR
SUMBAR
SUMTENG
MABAR
SARAI
Apabila dilihat lebih detil, Rasio penggunaan minyak tanah di Kota Kupang terlihat paling besar dibanding daerah lain.
Rata-rata tiap rumah tangga menggunakan 0,6 liter minyak tanah per hari, lebih besar dibanding daerah lainnya. Hal ini
kemungkinan besar disebabkan oleh tidak adanya alternatif bahan bakar lain sebagaimana biasa digunakan oleh
penduduk pedesaan. Secara rata-rata, rumah tangga di Provinsi NTT menggunakan 1 liter minyak tanah untuk 4 hari
memasak. Rasio penggunaan minyak tanah per rumah tangga terendah di Kabupaten Sabu Raijua, Manggarai Timur,
Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya yang kemungkinan besar lebih disebabkan oleh penggunaan bahan bakar lain
dalam memasak makanan seperti menggunakan kayu bakar atau arang bakar.
Setiap rumah tangga di Provinsi NTT dalam sehari rata-rata menggunakan 0,7 liter premium untuk kendaraannya. Tingkat
konsumsi premium tertinggi terjadi di Kota Kupang, dengan rata-rata per hari mengkonsumsi 2 liter premium atau setara
dengan 3 kali lipat rata-rata konsumsi premium di NTT. Hal ini dinilai wajar mengingat cakupan nilai PDRB per kapita Kota
Kupang yang juga mencapai 3 kali lipat dibanding rata-rata NTT. Berdasarkan rasio jumlah kendaraan per rumah tangga
juga terbukti bahwa rumah tangga di Kota Kupang rata-rata memiliki 2 buah kendaraan bermotor, bandingkan dengan
Kabupaten Manggarai Timur yang di tiap 4 rumah tangga baru memiliki 1 kendaraan bermotor. Berdasarkan rasio
penggunaan premium per jumlah kendaraan juga terlihat bahwa rata-rata penggunaan premium per kendaraan di Kota
Kupang justru paling rendah dibanding Kota Lainnya di Nusa Tenggara Timur. Temuan yang cukup menarik adalah
tingginya rasio penggunaan premium di Kota Sabu Raijua yang mencapai 218 km/ per kendaraan yang menunjukkan
bahwa pasokan premium yang dikirimkan sudah sangat memenuhi kebutuhan, walaupun di sisi lain, konsumsi premium
per rumah tangga menunjukkan nilai yang rendah.
Permasalahan lain yang teridentifikasi adalah tingginya minat masyarakat untuk membeli kendaraan dari luar daerah
dikarenakan bea balik nama kendaraan yang relatif lebih rendah. Kondisi tersebut selain menyebabkan pemerintah tidak
mendapatkan pendapatan pajak, kendaraan dari luar NTT yang tidak tercatat sebagai kendaraan di NTT juga membuat
perhitungan rasio penggunaan BBM per kendaraan menjadi bias yang dapat berpengaruh pada kesalahan kebijakan
distribusi yang diambil. Perlu adanya pertimbangan untuk Bea Balik Nama yang lebih murah atau perlunya adanya
pemutihan Bea Balik Nama untuk meningkatkan pembayaran STNK.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
29Februari 2017
GRAFIK BOKS 3. 3.
Sumber: PT Pertamina, diolah
Korelasi (R2)
Mitan Premium Solar
PDRB 0.95 0.97 0.94
Penduduk 0.98 0.97 0.98
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
0
100
200
300
400
500
600
PDRB
SEK
TRO
TRA
NSP
ORT
ASI
DA
N K
OM
UN
IKA
SI
BBM SUBSIDI (RIBU KL)
-100
ENDEFLOTIMLEMBATAMANGGARAIMABARMATIMNAGEKEONGADASIKKASBDSUMBARSUMTENGSUMTIMALOR
BELUKUPANGMALAKARONDASARAITTSTTU
KOTA KUPANG
RASIO PENYALURAN BBM DENGAN PDRB SEKTOR TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI
Dari total 550 ribu kilo liter yang didistribusikan, 118 ribu kilo liter didistribusikan di Kota Kupang, terdiri dari 111 kilo liter
BBM bersubsidi dan 7 ribu KL BBM non subsidi. Besarnya pendistribusian di Kota Kupang lebih disebabkan oleh besarnya
jumlah penduduk dan skala ekonomi yang dilakukan. Kabupaten Sikka menjadi daerah dengan penggunaan BBM
terbesar ke-3 dengan jumlah mencapai 40 ribu kl, disusul oleh Kabupaten Manggarai (37 ribu kl), Belu (36 ribu kl), Sumba
Timur (31 ribu kl) dan Ende (29 ribu kl). Kabupaten Sabu Raijua, Sumba Tengah, Rote Ndao, dan Lembata menjadi daerah
dengan penggunaan BBM terendah di Provinsi NTT dengan penggunaan masing-masing sebesar 4 ribu kl, 5 ribu kl, 9 ribu
kl dan 10,5 ribu kl. Berdasarkan volume penggunaan BBM, hanya Kota Kupang yang menggunakan BBM lebih dari 100
ribu kl, 10 kabupaten dengan rentang penggunaan antara 20 hingga 50 ribu kl, 8 Kabupaten dengan penggunaan antara
10 hingga 20 ribu kl, dan 3 kabupaten dengan penggunaan kurang dari 10 ribu kl.
Apabila besar penyaluran BBM tersebut dibandingkan dengan PDRB sektor transportasi dan komunikasi ataupun dengan
sebaran jumlah penduduk, didapatkan bahwa nilai distribusi BBM bersubsidi berkorelasi positif signifikan dengan nilai
PDRB sektor transportasi dan komunikasi serta dengan jumlah penduduk. Baik bahan bakar premium, solar maupun
minyak tanah menunjukkan nilai korelasi (R2) di atas 90% yang artinya besaran jumlah BBM yang didistribusikan ke
masing-masing kabupaten/kota sudah mengikuti penyebaran jumlah penduduk dan kapasitas ekonomi di masing-masing
wilayah. Arah sebaran grafik cenderung bias ke kanan yang menunjukkan bahwa semakin besar kapasitas ekonomi, maka
peningkatan kebutuhan BBM akan bertambah lebih besar dibanding pertumbuhan ekonomi yang ada. Hanya Kota
Kupang yang terlihat keluar dari sebaran normal yang kemungkinan lebih disebabkan oleh fungsi Kota Kupang sebagai
pusat ekonomi di Provinsi Nusa Tenggara Timur, sehingga untuk beberapa moda transportasi seperti kapal dan pesawat
dimungkinkan mendapat pasokan dari luar daerah.
GAMBAR BOKS 3.1. PETA DISTRIBUSI BBM PER KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
Sumber: PT Pertamina, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
28 Februari 2017
GRAFIK 4.2.
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah
BONGKAR MUAT
2014 2015 20160
50
100
150
200
250
300
350
ARUS BARANG BERDASARKAN PERDAGANGAN DAN DISTRIBUSI DI PELABUHAN NTT
RIBU TON
GRAFIK 4.1.
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah
BONGKAR MUAT
2014 2015 20160
20406080
100120140160180200
ARUS BARANG BERDASARKAN PERDAGANGAN DAN DISTRIBUSI DI PELABUHAN TENAU
RIBU TON
GAMBAR BOKS 4.1. PETA ALUR TRANSPORTASI LAUT BARANG
Sumber : Dirjen Perhubungan Laut Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kupang, diolah
Saat ini terjadi tren peningkatan arus barang masuk ke Provinsi NTT, sementara pengiriman barang keluar masih sangat
rendah. Berdasarkan data agregat tahun 2016, volume barang yang dimuat di seluruh pelabuhan Provinsi NTT hanya 3,5%
dari total volume barang yang dibongkar. Ketidakseimbangan volume bongkar-muat tidak hanya terjadi pada pengiriman
barang antarprovinsi namun juga pada pengiriman barang antarpulau dalam provinsi. Volume barang yang dimuat di
Kupang jauh lebih rendah dibandingkan barang yang masuk ke Kupang dengan data agregat 2016 menunjukkan bahwa
barang yang dimuat hanya 4,89% dari total volume barang yang dibongkar. Hal tersebut menyebabkan biaya transportasi
per satuan berat di Provinsi NTT menjadi lebih tinggi dan waktu tunggu pengumpulan barang yang akan dikirim menjadi
lebih lama karena harus menunggu muatan penuh. Ketidakseimbangan perdagangan ini pulalah yang turut
menyebabkan tingginya Indeks Harga Konsumen di Provinsi NTT, yakni rata-rata sebesar 125,46 selama periode Januari-
Desember 2016. Dalam rangka mengurangi ketidakseimbangan perdagangan antarprovinsi dan antarpulau tersebut,
maka peningkatan kinerja perekonomian daerah serta peningkatan kualitas dan pengelolaan infrastruktur sejalan dengan
fokus pemerintah pusat saat ini perlu menjadi prioritas pemerintah Provinsi NTT.
Selain menggunakan kapal laut, pengiriman barang di Provinsi NTT juga dilakukan melalui truk dan feri. Namun demikian,
pengiriman barang antarprovinsi di Provinsi NTT lebih dominan menggunakan kapal laut karena selain jarak Surabaya-
Kupang yang jauh, juga karena biaya yang lebih rendah dan kapasitas lebih besar meskipun waktu yang diperlukan lebih
lama. Sementara pengiriman barang menggunakan truk dan feri umumnya banyak dimanfaatkan untuk pengiriman
barang antarpulau dalam provinsi dan dari/ke Flores barat, dengan pertimbangan volume barang yang rendah dan waktu
tempuh yang lebih singkat. Karakteristik barang yang dimuat dan dibongkar secara keseluruhan berbeda dan tercermin
dari struktur ekonomi Provinsi NTT. Banyaknya barang primer berupa hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
31Februari 2017
Sebagai negara kepulauan, pembenahan sektor logistik menjadi agenda penting Indonesia untuk menurunkan biaya
transportasi barang serta meningkatkan daya saing. Sampai dengan tahun 2016, kinerja sektor logistik Indonesia masih
tergolong tertinggal dibandingkan negara tetangga di Asia termasuk Asia Tenggara. Berdasarkan data Logistic
Performance Index oleh Bank Dunia (2016), Indonesia masih menempati posisi cukup rendah yakni peringkat 63 dari 160
negara. Sementara dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat 4 dari 10 negara.
Posisi tersebut masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Provinsi Nusa
Tenggara Timur, sebagai provinsi kepulauan dengan 1.192 pulau (44 pulau di antaranya berpenghuni) merupakan
representasi penting Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga dengan mempelajari karakteristik logisitik yang ada di
provinsi ini maka dimungkinkan dapat membantu menggambarkan karakteristik logistik di Indonesia pada umumnya.
Transportasi laut memegang peranan sangat penting di Provinsi NTT sebagai sarana perpindahan barang antara pulau satu
ke pulau yang lain maupun dari dan ke Provinsi NTT. Terdapat 5 pelabuhan laut komersial di NTT, yaitu Pelabuhan Laut
Tenau (Kupang), Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Maumere (Sikka) dan Ende. Pelabuhan Laut Tenau (Kupang) masih
menjadi satu-satunya pelabuhan yang dapat disandari kapal besar hingga 10.000 dead weight ton (DWT), sementara
pelabuhan lain berkapasitas relatif kecil atau kurang dari 2.000 DWT dan sebagai pelabuhan pengumpan. Dengan
demikian, sebagian besar logistik dengan tujuan Provinsi NTT melalui Pelabuhan Laut Tenau sebagai pelabuhan
pengumpul, serta sebagian melalui Pelabuhan Labuan Bajo dan Maumere untuk daratan Flores. Peran Pelabuhan Laut
Tenau sebagai hub sentral atau pintu masuk dan keluar utama transportasi laut barang menyebabkan kinerja pelabuhan
tersebut berpengaruh besar terhadap keseluruhan kinerja transportasi laut barang di Provinsi NTT.
Sampai saat ini ketergantungan Provinsi NTT terhadap wilayah lain di Indonesia masih sangat tinggi, terutama Surabaya.
Banjarmasin, Makassar dan sekitarnya juga memasok barang ke Provinsi NTT berupa general cargo, namun dengan jumlah
yang jauh lebih kecil. Pola ketergantungan Provinsi NTT berupa pusat-pinggiran. Artinya, sebagian besar barang yang
datang ke Provinsi NTT mengarah ke Pelabuhan Laut Tenau di Kupang baru kemudian diantar ke wilayah-wilayah lain
menggunakan kapal yang lebih kecil. Setelah Tenau, pelabuhan dengan aktivitas bongkar-muat barang relatif ramai di
antaranya Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Atapupu (Timor), Maumere, Ende dan Aimere (tiga pelabuhan di Flores).
Berdasarkan sebaran rute pelayaran sebagaimana Gambar Boks 2.1, terlihat bahwa jalur Surabaya-Kupang menjadi jalur
utama kapal laut antarprovinsi, sementara Surabaya-Labuan Bajo menjadi jalur masuk terdekat untuk barang ke Flores
yang dilayani dengan truk-feri. Jalur Surabaya-Maumere juga menjadi jalur masuk barang ke Flores yang dilayani dengan
kapal laut dan truk-feri. Selain itu, terlihat pula bahwa jalur laut barang antarpulau di Provinsi NTT cukup ramai dengan
hampir seluruh pelabuhan terhubung satu sama lain dengan peran sebagai hub utama dipegang Pelabuhan Laut Tenau di
Kupang.
Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT04
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
30 Februari 2017
GRAFIK 4.2.
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah
BONGKAR MUAT
2014 2015 20160
50
100
150
200
250
300
350
ARUS BARANG BERDASARKAN PERDAGANGAN DAN DISTRIBUSI DI PELABUHAN NTT
RIBU TON
GRAFIK 4.1.
Sumber: PT. Pelabuhan Indonesia III (Persero), diolah
BONGKAR MUAT
2014 2015 20160
20406080
100120140160180200
ARUS BARANG BERDASARKAN PERDAGANGAN DAN DISTRIBUSI DI PELABUHAN TENAU
RIBU TON
GAMBAR BOKS 4.1. PETA ALUR TRANSPORTASI LAUT BARANG
Sumber : Dirjen Perhubungan Laut Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kupang, diolah
Saat ini terjadi tren peningkatan arus barang masuk ke Provinsi NTT, sementara pengiriman barang keluar masih sangat
rendah. Berdasarkan data agregat tahun 2016, volume barang yang dimuat di seluruh pelabuhan Provinsi NTT hanya 3,5%
dari total volume barang yang dibongkar. Ketidakseimbangan volume bongkar-muat tidak hanya terjadi pada pengiriman
barang antarprovinsi namun juga pada pengiriman barang antarpulau dalam provinsi. Volume barang yang dimuat di
Kupang jauh lebih rendah dibandingkan barang yang masuk ke Kupang dengan data agregat 2016 menunjukkan bahwa
barang yang dimuat hanya 4,89% dari total volume barang yang dibongkar. Hal tersebut menyebabkan biaya transportasi
per satuan berat di Provinsi NTT menjadi lebih tinggi dan waktu tunggu pengumpulan barang yang akan dikirim menjadi
lebih lama karena harus menunggu muatan penuh. Ketidakseimbangan perdagangan ini pulalah yang turut
menyebabkan tingginya Indeks Harga Konsumen di Provinsi NTT, yakni rata-rata sebesar 125,46 selama periode Januari-
Desember 2016. Dalam rangka mengurangi ketidakseimbangan perdagangan antarprovinsi dan antarpulau tersebut,
maka peningkatan kinerja perekonomian daerah serta peningkatan kualitas dan pengelolaan infrastruktur sejalan dengan
fokus pemerintah pusat saat ini perlu menjadi prioritas pemerintah Provinsi NTT.
Selain menggunakan kapal laut, pengiriman barang di Provinsi NTT juga dilakukan melalui truk dan feri. Namun demikian,
pengiriman barang antarprovinsi di Provinsi NTT lebih dominan menggunakan kapal laut karena selain jarak Surabaya-
Kupang yang jauh, juga karena biaya yang lebih rendah dan kapasitas lebih besar meskipun waktu yang diperlukan lebih
lama. Sementara pengiriman barang menggunakan truk dan feri umumnya banyak dimanfaatkan untuk pengiriman
barang antarpulau dalam provinsi dan dari/ke Flores barat, dengan pertimbangan volume barang yang rendah dan waktu
tempuh yang lebih singkat. Karakteristik barang yang dimuat dan dibongkar secara keseluruhan berbeda dan tercermin
dari struktur ekonomi Provinsi NTT. Banyaknya barang primer berupa hasil pertanian, perkebunan dan kehutanan yang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
31Februari 2017
Sebagai negara kepulauan, pembenahan sektor logistik menjadi agenda penting Indonesia untuk menurunkan biaya
transportasi barang serta meningkatkan daya saing. Sampai dengan tahun 2016, kinerja sektor logistik Indonesia masih
tergolong tertinggal dibandingkan negara tetangga di Asia termasuk Asia Tenggara. Berdasarkan data Logistic
Performance Index oleh Bank Dunia (2016), Indonesia masih menempati posisi cukup rendah yakni peringkat 63 dari 160
negara. Sementara dibandingkan negara tetangga di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat 4 dari 10 negara.
Posisi tersebut masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Provinsi Nusa
Tenggara Timur, sebagai provinsi kepulauan dengan 1.192 pulau (44 pulau di antaranya berpenghuni) merupakan
representasi penting Indonesia sebagai negara kepulauan, sehingga dengan mempelajari karakteristik logisitik yang ada di
provinsi ini maka dimungkinkan dapat membantu menggambarkan karakteristik logistik di Indonesia pada umumnya.
Transportasi laut memegang peranan sangat penting di Provinsi NTT sebagai sarana perpindahan barang antara pulau satu
ke pulau yang lain maupun dari dan ke Provinsi NTT. Terdapat 5 pelabuhan laut komersial di NTT, yaitu Pelabuhan Laut
Tenau (Kupang), Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Maumere (Sikka) dan Ende. Pelabuhan Laut Tenau (Kupang) masih
menjadi satu-satunya pelabuhan yang dapat disandari kapal besar hingga 10.000 dead weight ton (DWT), sementara
pelabuhan lain berkapasitas relatif kecil atau kurang dari 2.000 DWT dan sebagai pelabuhan pengumpan. Dengan
demikian, sebagian besar logistik dengan tujuan Provinsi NTT melalui Pelabuhan Laut Tenau sebagai pelabuhan
pengumpul, serta sebagian melalui Pelabuhan Labuan Bajo dan Maumere untuk daratan Flores. Peran Pelabuhan Laut
Tenau sebagai hub sentral atau pintu masuk dan keluar utama transportasi laut barang menyebabkan kinerja pelabuhan
tersebut berpengaruh besar terhadap keseluruhan kinerja transportasi laut barang di Provinsi NTT.
Sampai saat ini ketergantungan Provinsi NTT terhadap wilayah lain di Indonesia masih sangat tinggi, terutama Surabaya.
Banjarmasin, Makassar dan sekitarnya juga memasok barang ke Provinsi NTT berupa general cargo, namun dengan jumlah
yang jauh lebih kecil. Pola ketergantungan Provinsi NTT berupa pusat-pinggiran. Artinya, sebagian besar barang yang
datang ke Provinsi NTT mengarah ke Pelabuhan Laut Tenau di Kupang baru kemudian diantar ke wilayah-wilayah lain
menggunakan kapal yang lebih kecil. Setelah Tenau, pelabuhan dengan aktivitas bongkar-muat barang relatif ramai di
antaranya Waingapu (Sumba), Kalabahi (Alor), Atapupu (Timor), Maumere, Ende dan Aimere (tiga pelabuhan di Flores).
Berdasarkan sebaran rute pelayaran sebagaimana Gambar Boks 2.1, terlihat bahwa jalur Surabaya-Kupang menjadi jalur
utama kapal laut antarprovinsi, sementara Surabaya-Labuan Bajo menjadi jalur masuk terdekat untuk barang ke Flores
yang dilayani dengan truk-feri. Jalur Surabaya-Maumere juga menjadi jalur masuk barang ke Flores yang dilayani dengan
kapal laut dan truk-feri. Selain itu, terlihat pula bahwa jalur laut barang antarpulau di Provinsi NTT cukup ramai dengan
hampir seluruh pelabuhan terhubung satu sama lain dengan peran sebagai hub utama dipegang Pelabuhan Laut Tenau di
Kupang.
Kondisi Konektivitas Transportasi Laut Barang di Provinsi NTT04
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
30 Februari 2017
Keuangan Pemerintah Daerah02
Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada
triwulan IV-2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016
sebesar Rp 24,92 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun
2016 sebesar Rp 35,52 triliun, meningkat dibandingkan tahun lalu didorong oleh peningkatan realisasi
belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal.
Foto : Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 4.3. KAPASITAS MUATAN SAPI PER TAHUN
Sumber: PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah
KM
. CA
TTLE
YA
KM
. SA
KU
RA
KM
. CA
MA
RA
NU
SAN
TAR
A 1
KM
. DA
ND
ELIO
N
KM
. KIN
TAM
AN
I
KM
. LO
TUS
KM
. MU
LTI
PER
MA
I
KM
. MU
LTI
UTA
MA
KM
. SA
PPO
RO
KM
. CH
RIS
TY
KM
. KO
NA
WE
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
dimuat tercermin dari distribusi sektor pertanian terhadap PDRB menurut lapangan usaha yang terbesar dibandingkan
sektor lain, yaitu 28,89% (triwulan IV 2016). Di sisi lain, barang sekunder dan tersier dengan nilai tambah tinggi
mendominasi barang-barang yang dibongkar, menunjukkan Provinsi NTT sebagai hilir dalam perdagangan kategori
barang tersebut.
Sementara itu, transportasi ternak di Provinsi NTT khususnya sapi berdasarkan hasil pencatatan diangkut menggunakan
kapal khusus ternak sebanyak 11 buah yang beroperasi mengangkut sapi dari Provinsi NTT ke daerah lain. Kapasitas
angkut tiap kapal mulai dari 2.420-13.200 ekor sapi per tahun dan secara total seluruh kapal dapat mengangkut sebanyak
53.500 sapi. Dapat diketahui bahwa rata-rata sapi yang diangkut dari Provinsi NTT sebesar 53.000-54.000 ekor per tahun.
Dengan terus adanya peningkatan permintaan sapi dari Provinsi NTT sebagai salah satu penghasil utama sapi di Indonesia,
maka kebutuhan akan kapal pengangkut sapi dan skema rute perjalanan yang lebih efisien dibutuhkan sehingga mampu
menekan biaya pengiriman dan dapat menekan harga sapi serta turut berperan dalam menekan inflasi nasional.
Mengingat pentingnya transportasi laut barang di Provinsi NTT yang memiliki kondisi geografis kepulauan, peningkatan
kinerja transportasi ini mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dengan daerah lain. Peningkatan kinerja dapat
dari sisi pembangunan infrastruktur, sistem pengelolaan yang menekankan optimalisasi waktu bongkar-muat dan rute
kapal sejalan dengan fokus pemerintah pusat saat ini, serta yang tidak kalah penting saat ini adalah ketersediaan data dan
informasi yang memadai. Data dan informasi mengenai pelabuhan-pelabuhan di Provinsi NTT baik arus lalu lintas barang
beserta kinerjanya saat ini terbilang masih minim sehingga cukup menyulitkan bagi pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota untuk menganalisis permasalahan dalam transportasi laut barang dan menetapkan kebijakan secara
tepat yang mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
32 Februari 2017
Keuangan Pemerintah Daerah02
Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada
triwulan IV-2016 telah mencapai Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016
sebesar Rp 24,92 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah mencapai Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun
2016 sebesar Rp 35,52 triliun, meningkat dibandingkan tahun lalu didorong oleh peningkatan realisasi
belanja konsumsi di tengah penurunan realisasi belanja modal.
Foto : Kantor Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur
GRAFIK 4.3. KAPASITAS MUATAN SAPI PER TAHUN
Sumber: PELNI, ASDP, PT Flobamora, diolah
KM
. CA
TTLE
YA
KM
. SA
KU
RA
KM
. CA
MA
RA
NU
SAN
TAR
A 1
KM
. DA
ND
ELIO
N
KM
. KIN
TAM
AN
I
KM
. LO
TUS
KM
. MU
LTI
PER
MA
I
KM
. MU
LTI
UTA
MA
KM
. SA
PPO
RO
KM
. CH
RIS
TY
KM
. KO
NA
WE
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
dimuat tercermin dari distribusi sektor pertanian terhadap PDRB menurut lapangan usaha yang terbesar dibandingkan
sektor lain, yaitu 28,89% (triwulan IV 2016). Di sisi lain, barang sekunder dan tersier dengan nilai tambah tinggi
mendominasi barang-barang yang dibongkar, menunjukkan Provinsi NTT sebagai hilir dalam perdagangan kategori
barang tersebut.
Sementara itu, transportasi ternak di Provinsi NTT khususnya sapi berdasarkan hasil pencatatan diangkut menggunakan
kapal khusus ternak sebanyak 11 buah yang beroperasi mengangkut sapi dari Provinsi NTT ke daerah lain. Kapasitas
angkut tiap kapal mulai dari 2.420-13.200 ekor sapi per tahun dan secara total seluruh kapal dapat mengangkut sebanyak
53.500 sapi. Dapat diketahui bahwa rata-rata sapi yang diangkut dari Provinsi NTT sebesar 53.000-54.000 ekor per tahun.
Dengan terus adanya peningkatan permintaan sapi dari Provinsi NTT sebagai salah satu penghasil utama sapi di Indonesia,
maka kebutuhan akan kapal pengangkut sapi dan skema rute perjalanan yang lebih efisien dibutuhkan sehingga mampu
menekan biaya pengiriman dan dapat menekan harga sapi serta turut berperan dalam menekan inflasi nasional.
Mengingat pentingnya transportasi laut barang di Provinsi NTT yang memiliki kondisi geografis kepulauan, peningkatan
kinerja transportasi ini mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dengan daerah lain. Peningkatan kinerja dapat
dari sisi pembangunan infrastruktur, sistem pengelolaan yang menekankan optimalisasi waktu bongkar-muat dan rute
kapal sejalan dengan fokus pemerintah pusat saat ini, serta yang tidak kalah penting saat ini adalah ketersediaan data dan
informasi yang memadai. Data dan informasi mengenai pelabuhan-pelabuhan di Provinsi NTT baik arus lalu lintas barang
beserta kinerjanya saat ini terbilang masih minim sehingga cukup menyulitkan bagi pemerintah pusat, provinsi dan
kabupaten/kota untuk menganalisis permasalahan dalam transportasi laut barang dan menetapkan kebijakan secara
tepat yang mencerminkan kondisi sebenarnya di lapangan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
32 Februari 2017
Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan IV
2016 sebesar Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 yang sebesar Rp 24,92 triliun.
Secara persentase, realisasi pendapatan APBN Pemerintah Pusat di Provinsi NTT menjadi yang tertinggi yakni sebesar
446,51% atau Rp 2,81 triliun yang terutama diperoleh dari Pajak Penghasilan (PPh). Sementara realisasi belanja
pemerintah di Provinsi NTT sebesar Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp Rp 35,52
triliun yang disertai adanya peningkatan pagu belanja pada triwulan IV sebesar Rp 1,42 triliun. Pencapaian realisasi belanja
tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan IV tahun 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun atau 85,44% dari
pagu anggaran 2015. Upaya pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 tampaknya cukup
efektif, sehingga secara kumulatif realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan periode
yang sama di tahun sebelumnya. Secara agregat pencapaian realisasi belanja tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar
97,41%.
2.1. KONDISI UMUM
Pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 25,99 triliun. Komposisi
pendapatan terdiri dari pendapatan APBN sebesar Rp 2,81 triliun atau di atas target sebesar 446,51% dengan sumber
pendapatan terutama dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 1,20 triliun atau 42,76% dari total pendapatan APBN, Pajak
Pertambahan Nilai (Rp 807,80 miliar) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp 739,14 miliar) terutama dari Bagian
Pemerintah atas Laba BUMN (Rp 304,66 miliar). Pada triwulan IV 2016, realisasi pendapatan tingkat provinsi mencapai Rp
3,86 triliun atau 104,92% dengan sumber utama dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,41 triliun disusul oleh Dana
Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,34 triliun. Masih dominannya DAK dan DAU didukung derajat otonomi fiskal (DOF)
APBD Provinsi NTT, yaitu perbandingan antara rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan yang masih rendah
sebesar 9,33%. Di samping itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 19,32 triliun atau 93,72%
dengan dominasi masih berasal dari pendapatan DAU sebesar Rp 11,67 triliun dan pencapaian sebesar 101,00%.
Pencairan kembali DAU yang sempat tertunda pada bulan November dan Desember 2016 sesuai pagu anggaran awal oleh
pemerintah pusat untuk Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat membantu pencapaian
pendapatan Kabupaten/Kota tersebut yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pendapatan daerah.
2.2 PENDAPATAN DAERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
PORSI REALISASI PENDAPATAN
APBN KAB PROV
15%15% 2%
11%
83% 74%
ANGGARAN
PORSI REALISASI BELANJA
APBN KAB PROV
65%
12%
11% 24%
23%
65%
ANGGARAN
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
APBN KAB PROV APBN KAB PROV
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
TRILIUN RP
0
5
10
15
20
25
0
Realisasi Belanja Pemerintah
5
10
15
20
25
24.92
35.52
25.99
30.95ANGGARAN
REALISASI
ANGGARAN
REALISASI
0.63
20.61
3.682.81
19.32
3.86
8.63
23.10
3.79
7.24
20.02
3.69
Triliun Rp Triliun Rp
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
35Februari 2017
Berdasarkan data sementara per 30 Desember 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan IV
2016 sebesar Rp 25,99 triliun atau 104,27% dari total rencana pendapatan tahun 2016 yang sebesar Rp 24,92 triliun.
Secara persentase, realisasi pendapatan APBN Pemerintah Pusat di Provinsi NTT menjadi yang tertinggi yakni sebesar
446,51% atau Rp 2,81 triliun yang terutama diperoleh dari Pajak Penghasilan (PPh). Sementara realisasi belanja
pemerintah di Provinsi NTT sebesar Rp 30,95 triliun atau 87,11% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp Rp 35,52
triliun yang disertai adanya peningkatan pagu belanja pada triwulan IV sebesar Rp 1,42 triliun. Pencapaian realisasi belanja
tersebut lebih tinggi dibandingkan pencapaian triwulan IV tahun 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun atau 85,44% dari
pagu anggaran 2015. Upaya pemerintah dalam merealisasikan anggaran sejak paruh pertama 2016 tampaknya cukup
efektif, sehingga secara kumulatif realisasi APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota lebih baik dibandingkan periode
yang sama di tahun sebelumnya. Secara agregat pencapaian realisasi belanja tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar
97,41%.
2.1. KONDISI UMUM
Pendapatan pemerintah di Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 25,99 triliun. Komposisi
pendapatan terdiri dari pendapatan APBN sebesar Rp 2,81 triliun atau di atas target sebesar 446,51% dengan sumber
pendapatan terutama dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 1,20 triliun atau 42,76% dari total pendapatan APBN, Pajak
Pertambahan Nilai (Rp 807,80 miliar) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (Rp 739,14 miliar) terutama dari Bagian
Pemerintah atas Laba BUMN (Rp 304,66 miliar). Pada triwulan IV 2016, realisasi pendapatan tingkat provinsi mencapai Rp
3,86 triliun atau 104,92% dengan sumber utama dari Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 1,41 triliun disusul oleh Dana
Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 1,34 triliun. Masih dominannya DAK dan DAU didukung derajat otonomi fiskal (DOF)
APBD Provinsi NTT, yaitu perbandingan antara rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan yang masih rendah
sebesar 9,33%. Di samping itu, realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten/Kota mencapai Rp 19,32 triliun atau 93,72%
dengan dominasi masih berasal dari pendapatan DAU sebesar Rp 11,67 triliun dan pencapaian sebesar 101,00%.
Pencairan kembali DAU yang sempat tertunda pada bulan November dan Desember 2016 sesuai pagu anggaran awal oleh
pemerintah pusat untuk Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat membantu pencapaian
pendapatan Kabupaten/Kota tersebut yang pada akhirnya berkontribusi terhadap pendapatan daerah.
2.2 PENDAPATAN DAERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
PORSI REALISASI PENDAPATAN
APBN KAB PROV
15%15% 2%
11%
83% 74%
ANGGARAN
PORSI REALISASI BELANJA
APBN KAB PROV
65%
12%
11% 24%
23%
65%
ANGGARAN
GRAFIK 2.1. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
APBN KAB PROV APBN KAB PROV
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
TRILIUN RP
0
5
10
15
20
25
0
Realisasi Belanja Pemerintah
5
10
15
20
25
24.92
35.52
25.99
30.95ANGGARAN
REALISASI
ANGGARAN
REALISASI
0.63
20.61
3.682.81
19.32
3.86
8.63
23.10
3.79
7.24
20.02
3.69
Triliun Rp Triliun Rp
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
35Februari 2017
GRAFIK 2.5. PANGSA BELANJA KABUPATEN/KOTA
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAIN-LAIN
KO
TA K
UPA
NG
TTU
BELU
MA
TIM
FLO
TIM
TTS
SIK
KA
END
E
ALO
R
ROTE
NG
AD
A
MA
LAK
A
LEM
BATA
KA
B. K
UPA
NG
SUM
BA T
IMU
R
MA
NG
GA
RAI
MA
BAR
SUM
BA T
ENG
AH
SUM
BA B
ARA
T
SBD
NA
GEK
EO
APB
N
SABU
RA
IJUA
PRO
V N
TT
Pada triwulan IV 2016, perkembangan realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT mencapai Rp 30,95
triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun. Pagu belanja pemerintah meningkat
dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,15% atau Rp 1,42 triliun. Realisasi belanja pemerintah tersebut lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun (85,44%). Pencairan kembali DAU 4 (empat) daerah yaitu
Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat yang sempat tertunda pada November dan
Desember 2016 membantu pencapaian realisasi belanja kabupaten-kabupaten tersebut dan berkontribusi pada realisasi
belanja daerah secara umum. Secara pertumbuhan year-on-year, terdapat perlambatan pertumbuhan realisasi belanja
pada triwulan III dan IV 2016 yang terjadi di semua pos terutama APBN karena terkait dengan isu penghematan anggaran
oleh pemerintah pusat pada periode tersebut sehingga pemerintah pusat cukup menahan diri untuk mendorong realisasi
belanja. Dari sisi komponen belanja, Kota Kupang (57,75%), Kab. Timor Tengah Utara (47,16%) dan Kab. Belu (45,09%)
masih menjadi tiga daerah dengan komponen belanja pegawai tertinggi. Adapun untuk komponen belanja modal, Kab.
Sabu Raijua (41,66%), Sumba Barat (35,16%) dan Nagekeo (33,44%) masih menjadi tiga daerah tertinggi.
2.3 BELANJA DAERAH
Secara kumulatif, sampai dengan triwulan IV 2016 realisasi belanja pemerintah mencapai 87,11%, lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 85,44%. Realisasi belanja secara umum lebih baik dibandingkan
dengan tahun 2015 dengan didorong oleh berbagai upaya percepatan realisasi anggaran pemerintah dalam mendorong
aktivitas ekonomi masyarakat sejak awal tahun. Meskipun pada triwulan laporan realisasi belanja modal sedikit menurun
menjadi 81,72% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 84,57%, realisasi belanja secara umum meningkat karena
didorong oleh belanja konsumsi terutama belanja pegawai (93,50%) dan belanja bantuan sosial (88,25%). Sementara
turunnya realisasi belanja modal terjadi terkait dengan adanya penghematan dari pemerintah pusat dalam rangka
mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian global yang cenderung stagnan.
Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi dengan pencapaian sebesar 106,41% (Rp 598,15
miliar) dari total pagu sebesar Rp 562,14 miliar.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
37Februari 2017
GRAFIK 2.4. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III 2016
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
MA
BAR
MA
TIM
FLO
TIM
SUM
BA T
ENG
AH
SABU
RA
IJUA
ROTE
SUM
BA T
IMU
R
NA
GEK
EO
SUM
BA B
ARA
T
KO
TA K
UPA
NG
ALO
R
END
E
SIK
KA
LEM
BATA TT
S
BELU
KA
B. K
UPA
NG
TTU
NG
AD
A
SBD
MA
LAK
A
MA
NG
GA
RAI 40%
50%60%70%80%90%100%110%120%
GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
36,5%
0,9%
2,5%
5,2%
67,4%
9,5%
5,1%
25,5%
34,6%
12,9%
9,5%
5,1%
GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PENDAPATAN BEA MASUK
PAJAK BUMI & BANGUNAN
CUKAI
PAJAK PENGHASILAN
49.55%
14.61%
33.34%
0.60%
1.40%
0.10%
0.41%
Secara spasial, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai Timur menjadi kabupaten yang memiliki pencapaian realisasi
pendapatan di atas 100%, yaitu masing-masing sebesar 106,91% dan 100,34% dari rencana 2016. Pencapaian tinggi
Kab. Manggarai Barat disumbangkan terutama oleh realisasi dana perimbangan yakni Dana Alokasi Umum sebesar Rp
499,05 miliar atau 116,94% dari rencana 2016. Peringkat realisasi pendapatan tertinggi selanjutnya diikuti oleh Kab.
Flores Timur (98,19%), Kab. Sumba Tengah (97,43%) dan Kab. Sabu Raijua (97,19%). Sementara itu, Kab. Manggarai
(85,58%), Kab. Malaka (86,99%) dan Kab. Sumba Barat Daya (89,67%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan
terendah sampai dengan Triwulan IV 2016. Dominasi DAU dalam realisasi pendapatan di masing-masing daerah pada
triwulan laporan masih cukup tinggi dengan rata-rata mencapai 56,12%, meskipun sedikit turun dibandingkan triwulan III
2016 sebesar 67,7%. Sementara itu, komposisi PAD tertinggi masih dipegang oleh Kota Kupang sebesar 12,26%,
komposisi DAK tertinggi oleh Kab. Nagekeo (23,33%) dan pendapatan lain-lain tertinggi oleh Kab. Timor Tengah Utara
(17,64%) terutama disumbangkan pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 144,14 miliar.
Di sisi lain, realisasi pendapatan DAK terendah terjadi di Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah Utara dan Kab. Ngada masing-
masing sebesar 42,86%, 47,28% dan 56,95%. Di Kab. Malaka, realisasi pendapatan DAK rendah salah satunya karena
keterlambatan rencana pelaksanaan pengadaan per paket proyek. Di Kab. Timor Tengah Utara penyebabnya hampir sama
yakni karena keterlambatan perencanaan proyek yang baru dilakukan pada bulan April hingga Juni dengan target selesai
bulan Desember 2016. Sementara di Kab. Ngada, rendahnya realisasi pendapatan DAK terutama dipengaruhi adanya
pemotongan DAK oleh pemerintah pusat senilai lebih dari Rp 14,32 miliar sehingga pemerintah daerah
mempertimbangkan kembali kemampuan untuk pendanaan proyek yang bersumber dari DAK dengan mengurangi paket
pekerjaan dari 210 paket menjadi 179 paket.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
36 Februari 2017
GRAFIK 2.5. PANGSA BELANJA KABUPATEN/KOTA
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAIN-LAIN
KO
TA K
UPA
NG
TTU
BELU
MA
TIM
FLO
TIM
TTS
SIK
KA
END
E
ALO
R
ROTE
NG
AD
A
MA
LAK
A
LEM
BATA
KA
B. K
UPA
NG
SUM
BA T
IMU
R
MA
NG
GA
RAI
MA
BAR
SUM
BA T
ENG
AH
SUM
BA B
ARA
T
SBD
NA
GEK
EO
APB
N
SABU
RA
IJUA
PRO
V N
TT
Pada triwulan IV 2016, perkembangan realisasi belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT mencapai Rp 30,95
triliun atau 87,11% dari pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 35,52 triliun. Pagu belanja pemerintah meningkat
dibandingkan triwulan III 2016 sebesar 4,15% atau Rp 1,42 triliun. Realisasi belanja pemerintah tersebut lebih tinggi
dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar Rp 29,48 triliun (85,44%). Pencairan kembali DAU 4 (empat) daerah yaitu
Kab. Kupang, Kab. Ende, Kab. Sumba Timur dan Kab. Manggarai Barat yang sempat tertunda pada November dan
Desember 2016 membantu pencapaian realisasi belanja kabupaten-kabupaten tersebut dan berkontribusi pada realisasi
belanja daerah secara umum. Secara pertumbuhan year-on-year, terdapat perlambatan pertumbuhan realisasi belanja
pada triwulan III dan IV 2016 yang terjadi di semua pos terutama APBN karena terkait dengan isu penghematan anggaran
oleh pemerintah pusat pada periode tersebut sehingga pemerintah pusat cukup menahan diri untuk mendorong realisasi
belanja. Dari sisi komponen belanja, Kota Kupang (57,75%), Kab. Timor Tengah Utara (47,16%) dan Kab. Belu (45,09%)
masih menjadi tiga daerah dengan komponen belanja pegawai tertinggi. Adapun untuk komponen belanja modal, Kab.
Sabu Raijua (41,66%), Sumba Barat (35,16%) dan Nagekeo (33,44%) masih menjadi tiga daerah tertinggi.
2.3 BELANJA DAERAH
Secara kumulatif, sampai dengan triwulan IV 2016 realisasi belanja pemerintah mencapai 87,11%, lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 85,44%. Realisasi belanja secara umum lebih baik dibandingkan
dengan tahun 2015 dengan didorong oleh berbagai upaya percepatan realisasi anggaran pemerintah dalam mendorong
aktivitas ekonomi masyarakat sejak awal tahun. Meskipun pada triwulan laporan realisasi belanja modal sedikit menurun
menjadi 81,72% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 84,57%, realisasi belanja secara umum meningkat karena
didorong oleh belanja konsumsi terutama belanja pegawai (93,50%) dan belanja bantuan sosial (88,25%). Sementara
turunnya realisasi belanja modal terjadi terkait dengan adanya penghematan dari pemerintah pusat dalam rangka
mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian global yang cenderung stagnan.
Realisasi belanja modal Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi dengan pencapaian sebesar 106,41% (Rp 598,15
miliar) dari total pagu sebesar Rp 562,14 miliar.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
37Februari 2017
GRAFIK 2.4. REALISASI PENDAPATAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DAN KOMPONENNYA TRIWULAN-III 2016
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS PENDAPATAN LAIN-LAIN REALISASI (LINE KANAN)PENDAPATAN ASLI DAERAH
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
MA
BAR
MA
TIM
FLO
TIM
SUM
BA T
ENG
AH
SABU
RA
IJUA
ROTE
SUM
BA T
IMU
R
NA
GEK
EO
SUM
BA B
ARA
T
KO
TA K
UPA
NG
ALO
R
END
E
SIK
KA
LEM
BATA TT
S
BELU
KA
B. K
UPA
NG
TTU
NG
AD
A
SBD
MA
LAK
A
MA
NG
GA
RAI 40%
50%60%70%80%90%100%110%120%
GRAFIK 2.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
36,5%
0,9%
2,5%
5,2%
67,4%
9,5%
5,1%
25,5%
34,6%
12,9%
9,5%
5,1%
GRAFIK 2.2 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PENDAPATAN BEA MASUK
PAJAK BUMI & BANGUNAN
CUKAI
PAJAK PENGHASILAN
49.55%
14.61%
33.34%
0.60%
1.40%
0.10%
0.41%
Secara spasial, Kab. Manggarai Barat dan Kab. Manggarai Timur menjadi kabupaten yang memiliki pencapaian realisasi
pendapatan di atas 100%, yaitu masing-masing sebesar 106,91% dan 100,34% dari rencana 2016. Pencapaian tinggi
Kab. Manggarai Barat disumbangkan terutama oleh realisasi dana perimbangan yakni Dana Alokasi Umum sebesar Rp
499,05 miliar atau 116,94% dari rencana 2016. Peringkat realisasi pendapatan tertinggi selanjutnya diikuti oleh Kab.
Flores Timur (98,19%), Kab. Sumba Tengah (97,43%) dan Kab. Sabu Raijua (97,19%). Sementara itu, Kab. Manggarai
(85,58%), Kab. Malaka (86,99%) dan Kab. Sumba Barat Daya (89,67%) menjadi daerah dengan realisasi pendapatan
terendah sampai dengan Triwulan IV 2016. Dominasi DAU dalam realisasi pendapatan di masing-masing daerah pada
triwulan laporan masih cukup tinggi dengan rata-rata mencapai 56,12%, meskipun sedikit turun dibandingkan triwulan III
2016 sebesar 67,7%. Sementara itu, komposisi PAD tertinggi masih dipegang oleh Kota Kupang sebesar 12,26%,
komposisi DAK tertinggi oleh Kab. Nagekeo (23,33%) dan pendapatan lain-lain tertinggi oleh Kab. Timor Tengah Utara
(17,64%) terutama disumbangkan pendapatan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp 144,14 miliar.
Di sisi lain, realisasi pendapatan DAK terendah terjadi di Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah Utara dan Kab. Ngada masing-
masing sebesar 42,86%, 47,28% dan 56,95%. Di Kab. Malaka, realisasi pendapatan DAK rendah salah satunya karena
keterlambatan rencana pelaksanaan pengadaan per paket proyek. Di Kab. Timor Tengah Utara penyebabnya hampir sama
yakni karena keterlambatan perencanaan proyek yang baru dilakukan pada bulan April hingga Juni dengan target selesai
bulan Desember 2016. Sementara di Kab. Ngada, rendahnya realisasi pendapatan DAK terutama dipengaruhi adanya
pemotongan DAK oleh pemerintah pusat senilai lebih dari Rp 14,32 miliar sehingga pemerintah daerah
mempertimbangkan kembali kemampuan untuk pendanaan proyek yang bersumber dari DAK dengan mengurangi paket
pekerjaan dari 210 paket menjadi 179 paket.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
36 Februari 2017
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODALAPBN PROV
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 2.10. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
30.4916.19
34.26
17.20
34.96
16.51
39.84
7.10
2.3.1 Belanja APBN
Sampai dengan triwulan IV 2016, realisasi belanja APBN tercatat sebesar 83,83% (Rp 7,24 triliun) dari total pagu sebesar
Rp 8,63 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 sebesar 89,17%. Penurunan
realisasi belanja APBN terutama disumbang oleh penurunan realisasi belanja modal tahun 2016 menjadi 78,10% (Rp 2,21
triliun) dibandingkan tahun 2015 sebesar 92,75% (Rp 5,04 triliun) disebabkan adanya upaya penghematan dari
pemerintah pusat dalam rangka mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian
global yang cenderung stagnan. Penghematan pemerintah pusat ditunjukkan dengan penurunan pagu belanja modal
APBN tahun 2016 sebesar 48,05% dibandingkan pagu tahun 2015, yakni sebesar Rp 5,44 triliun menjadi hanya Rp 2,82
triliun sehingga hal tersebut cukup menghambat pencapaian realisasi belanja yang optimal. Pangsa realisasi belanja APBN
di triwulan IV 2016 tertinggi masih dipegang oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 2,53 triliun (34,96%), diikuti oleh
belanja pegawai sebesar Rp 2,48 triliun (34,26%) dan belanja modal sebesar Rp 2,21 triliun atau 30,49%. Ke depan
pangsa realisasi belanja modal dapat terus ditingkatkan untuk dapat lebih mendorong aktivitas ekonomi di Provinsi NTT,
seperti yang saat ini mulai terlihat dengan pembangunan beberapa infrastruktur utama yaitu bendungan, irigasi dan jalan
raya.
2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 3,69 triliun atau 97,41%
dari total pagu sebesar Rp 3,79 triliun. Sebelumnya penundaan pencairan DAU oleh pemerintah pusat pada Agustus 2016
sebesar Rp 242 miliar sedikit menghambat pencapaian realisasi yang optimal pada triwulan III 2016. Namun demikian
keputusan pencairan DAU yang tertunda tersebut oleh Menkeu pada bulan November dan Desember 2016 serta upaya
dari Pemerintah Provinsi meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak
sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu pendanaan belanja mampu membantu
pencapaian realisasi triwulan IV 2016 sehingga mencapai 97,41% atau lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun
sebelumnya sebesar 95,42%. Dari segi komposisi, pangsa realisasi belanja Pemerintah Provinsi pada triwulan IV 2016 tetap
didominasi oleh belanja hibah yang mencapai 39,84% atau Rp 1,47 triliun untuk penyaluran dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) serta program Desa Mandiri Anggur Merah yang masih terus berjalan sesuai strategi kebijakan
pemberdayaan masyarakat Pemerintah Provinsi NTT. Selain itu, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi sebesar 17,20%
atau Rp 635,64 miliar diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar 16,51% atau Rp 610,08 miliar. Sementara pangsa
realisasi belanja modal masih perlu untuk ditingkatkan dimana saat ini baru sebesar 16,19% atau Rp 598,15 miliar.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
39Februari 2017
Sementara itu, realisasi belanja konsumsi tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar 97,28% atau Rp 3,10 triliun dari total
pagu Rp 3,18 triliun. Berdasarkan komposisi belanja konsumsi, realisasi belanja pegawai pada triwulan laporan meningkat
menjadi 93,50% dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar 90,15%. Peningkatan realisasi belanja konsumsi lebih besar
terjadi pada belanja bantuan sosial yang meningkat menjadi 88,25% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 82,12%. Hal
ini sejalan dengan rencana belanja Pemerintah Provinsi NTT yaitu bahwa belanja bantuan sosial sebagai manifestasi
pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dan mengurangi risiko sosial.
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DANKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
83.8 86.697.4
87.178.1 81.1
106.4
81.786.6 88.6
97.389.2
GRAFIK 2.8. PERTUMBUHAN REALISASI BELANJA (YOY)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
IV2016
I II I I I IV2016
23.6% 22.7%
40.6%
21.2%
5.0%
GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
0102030405060708090
100
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
0
20
40
60
80
100
120
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
NOMINAL %
PANGSA(%)
30,946.7
7,658.3
23,288.4
11,781.0
6,465.1
1,657.6
68.8
356.5
2,938.5
20.9
-
87.11
81.72
89.21
93.50
78.05
99.43
88.25
90.44
98.10
23.98
-
100
24.75
75.25
38.07
20.89
5.36
0.22
1.15
9.50
0.07
-
URAIAN RENCANA
35,524.7
9,371.7
26,105.4
12,600.2
8,283.3
1,667.1
77.9
394.1
2,995.4
87.3
47.6
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
38 Februari 2017
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODALAPBN PROV
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 2.10. PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN PEMERINTAH DAN APBD
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
30.4916.19
34.26
17.20
34.96
16.51
39.84
7.10
2.3.1 Belanja APBN
Sampai dengan triwulan IV 2016, realisasi belanja APBN tercatat sebesar 83,83% (Rp 7,24 triliun) dari total pagu sebesar
Rp 8,63 triliun. Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 sebesar 89,17%. Penurunan
realisasi belanja APBN terutama disumbang oleh penurunan realisasi belanja modal tahun 2016 menjadi 78,10% (Rp 2,21
triliun) dibandingkan tahun 2015 sebesar 92,75% (Rp 5,04 triliun) disebabkan adanya upaya penghematan dari
pemerintah pusat dalam rangka mengembalikan neraca keuangan negara agar lebih realistis di tengah perekonomian
global yang cenderung stagnan. Penghematan pemerintah pusat ditunjukkan dengan penurunan pagu belanja modal
APBN tahun 2016 sebesar 48,05% dibandingkan pagu tahun 2015, yakni sebesar Rp 5,44 triliun menjadi hanya Rp 2,82
triliun sehingga hal tersebut cukup menghambat pencapaian realisasi belanja yang optimal. Pangsa realisasi belanja APBN
di triwulan IV 2016 tertinggi masih dipegang oleh belanja barang dan jasa sebesar Rp 2,53 triliun (34,96%), diikuti oleh
belanja pegawai sebesar Rp 2,48 triliun (34,26%) dan belanja modal sebesar Rp 2,21 triliun atau 30,49%. Ke depan
pangsa realisasi belanja modal dapat terus ditingkatkan untuk dapat lebih mendorong aktivitas ekonomi di Provinsi NTT,
seperti yang saat ini mulai terlihat dengan pembangunan beberapa infrastruktur utama yaitu bendungan, irigasi dan jalan
raya.
2.3.2 Belanja Pemerintah Provinsi NTT
Realisasi belanja Pemerintah Provinsi NTT sampai dengan triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 3,69 triliun atau 97,41%
dari total pagu sebesar Rp 3,79 triliun. Sebelumnya penundaan pencairan DAU oleh pemerintah pusat pada Agustus 2016
sebesar Rp 242 miliar sedikit menghambat pencapaian realisasi yang optimal pada triwulan III 2016. Namun demikian
keputusan pencairan DAU yang tertunda tersebut oleh Menkeu pada bulan November dan Desember 2016 serta upaya
dari Pemerintah Provinsi meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak
sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu pendanaan belanja mampu membantu
pencapaian realisasi triwulan IV 2016 sehingga mencapai 97,41% atau lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun
sebelumnya sebesar 95,42%. Dari segi komposisi, pangsa realisasi belanja Pemerintah Provinsi pada triwulan IV 2016 tetap
didominasi oleh belanja hibah yang mencapai 39,84% atau Rp 1,47 triliun untuk penyaluran dana Bantuan Operasional
Sekolah (BOS) serta program Desa Mandiri Anggur Merah yang masih terus berjalan sesuai strategi kebijakan
pemberdayaan masyarakat Pemerintah Provinsi NTT. Selain itu, belanja pegawai memiliki pangsa realisasi sebesar 17,20%
atau Rp 635,64 miliar diikuti oleh belanja barang dan jasa sebesar 16,51% atau Rp 610,08 miliar. Sementara pangsa
realisasi belanja modal masih perlu untuk ditingkatkan dimana saat ini baru sebesar 16,19% atau Rp 598,15 miliar.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
39Februari 2017
Sementara itu, realisasi belanja konsumsi tertinggi oleh Pemerintah Provinsi sebesar 97,28% atau Rp 3,10 triliun dari total
pagu Rp 3,18 triliun. Berdasarkan komposisi belanja konsumsi, realisasi belanja pegawai pada triwulan laporan meningkat
menjadi 93,50% dibanding triwulan IV 2015 yang sebesar 90,15%. Peningkatan realisasi belanja konsumsi lebih besar
terjadi pada belanja bantuan sosial yang meningkat menjadi 88,25% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 82,12%. Hal
ini sejalan dengan rencana belanja Pemerintah Provinsi NTT yaitu bahwa belanja bantuan sosial sebagai manifestasi
pemerintah dalam memberdayakan masyarakat dan mengurangi risiko sosial.
GRAFIK 2.9. REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSI DANKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
83.8 86.697.4
87.178.1 81.1
106.4
81.786.6 88.6
97.389.2
GRAFIK 2.8. PERTUMBUHAN REALISASI BELANJA (YOY)
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
IV2016
I II I I I IV2016
23.6% 22.7%
40.6%
21.2%
5.0%
GRAFIK 2.6. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
0102030405060708090
100
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 2.7. PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
APBN KAB/KOTA PROVINSI TOTAL
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
0
20
40
60
80
100
120
Tabel 2.1 Realisasi Belanja APBN dan APBDProvinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
NOMINAL %
PANGSA(%)
30,946.7
7,658.3
23,288.4
11,781.0
6,465.1
1,657.6
68.8
356.5
2,938.5
20.9
-
87.11
81.72
89.21
93.50
78.05
99.43
88.25
90.44
98.10
23.98
-
100
24.75
75.25
38.07
20.89
5.36
0.22
1.15
9.50
0.07
-
URAIAN RENCANA
35,524.7
9,371.7
26,105.4
12,600.2
8,283.3
1,667.1
77.9
394.1
2,995.4
87.3
47.6
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah (*Miliar Rp)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
38 Februari 2017
2015 sementara tiga daerah lainnya meningkat. Hal ini tidak lepas dari upaya Pemerintah Provinsi berkoordinasi dengan
Kementrian Keuangan terkait pencairan DAU tertunda serta upaya meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan
wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu
pendanaan belanja Kota/Kabupaten dalam rangka mengejar realisasi belanja yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan
realisasi pajak daerah yang melebihi target baik di tingkat Provinsi NTT maupun Kabupaten masing-masing sebesar
102,16% (Rp 745,44 miliar) dan 113,66% (Rp 337,28 miliar).
GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah yang disimpan di perbankan pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 2,01 triliun.
Jumlah tersebut turun 64,75% (qtq) dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar Rp 5,70 triliun. Berdasarkan jenis
simpanan, giro turun sebesar 64,97% (qtq) dari sebelumnya Rp 3,89 triliun, tabungan meningkat sebesar 38,16% (qtq)
dari sebelumnya Rp 143,97 miliar dan deposito turun sebesar 73,14% (qtq) dari sebelumnya Rp 1,67 triliun. Simpanan
pemerintah terbanyak dalam bentuk giro sebesar Rp 1,36 triliun. Penurunan DPK pemerintah terutama giro adalah dalam
rangka meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan IV 2016. Penurunan DPK pemerintah terjadi terutama di
Kabupaten/Kota yakni 68,72% (qtq) dari triwulan sebelumnya Rp 4,73 triliun.
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
GRAFIK 2.11. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
TRILIUN RP
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT 56.52
175.94
95.54
1,034.06
1,362.06
2.56
1.42
17.50
177.43
198.92
-
100.16
80.02
267.10
447.28
59.08
277.52
193.06
1,478.59
2,008.25
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
41Februari 2017
GRAFIK 2.10. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA % REALISASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
MA
TIM
MA
BAR
FLO
TIM
SUM
BA T
ENG
AH
ROTE
ALO
R
NA
GEK
EO
NG
AD
A
LEM
BATA
KA
B. K
UPA
NG
SUM
BA B
ARA
T
MA
NG
GA
RAI
KO
TA K
UPA
NG
BELU
SUM
BA T
IMU
R
SIK
KA
SABU
RA
IJUA
TTS
TTU
END
E
SBD
MA
LAK
A
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
Hingga triwulan IV 2016, realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota tercatat Rp 20,02 triliun atau 86,65% dari total
pagu belanja sebesar Rp 23,10 triliun. Realisasi tersebut meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang
tercatat sebesar 81,50% dari total pagu belanja. Realisasi belanja terbesar yakni belanja pegawai yang mencapai Rp 8,67
triliun atau 91,54% dari total pagu belanja sebesar Rp 9,47 triliun, dengan pangsa realisasi sebesar 43,30% terhadap total
realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain itu, bantuan keuangan juga mencatatkan pencapaian realisasi yang
tinggi yakni 98,12% (Rp 2,92 triliun) dari total pagu Rp 2,97 triliun. Sementara itu, realisasi belanja modal masih perlu
ditingkatkan karena sampai dengan triwulan IV 2016 baru mencapai Rp 4,85 triliun atau 81,11% dari total pagu belanja
sebesar Rp 5,99 triliun dengan pangsa 24,25%. Begitu pula dengan belanja barang dan jasa yang baru mencapai Rp 3,33
triliun atau 76,98% dari total pagu belanja sebesar Rp 4,32 triliun. Di sisi lain, rata-rata realisasi belanja di tiap
Kabupaten/Kota mencapai 86,94% dengan rata-rata realisasi belanja pegawai sebesar 91,88% dan modal kerja baru
tercatat 81,59%.
Secara spasial, Kab. Manggarai Timur menjadi daerah di Provinsi NTT dengan realisasi belanja terbesar yakni 94,42% atau
Rp 862,44 miliar, diikuti oleh Kab. Manggarai Barat dengan realisasi sebesar 94,27% atau Rp 902,80 miliar dan Flores
Timur sebesar 94,18% atau Rp 1,07 triliun. Sebaliknya, Kab. Malaka, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Ende menjadi
daerah dengan realisasi belanja terendah yakni masing-masing 75,48%, 81,48% dan 82,06%. Dilihat dari pangsa realisasi
belanja modal terhadap total realisasi belanja, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Nagekeo memiliki
pangsa realisasi belanja modal yang tertinggi yakni 39,08%, 35,54% dan 31,23%. Sebaliknya, pangsa realisasi belanja
modal terendah di Kab. Flores Timur (16,2%), Kab. Timor Tengah Selatan (16,3%) dan Kab. Lembata (18,2%). Sampai
dengan triwulan IV 2016, sebagian besar realisasi belanja masih digunakan untuk belanja pegawai dengan pangsa
tertinggi adalah Kota Kupang sebesar 58,7% terhadap total realisasi belanjanya. Sementara itu, pencapaian realisasi
belanja Kab. Rote sebesar 91,20% (tertinggi ke-5) didukung oleh komposisi belanja yang relatif berimbang, yakni belanja
pegawai (39,6%), belanja modal (29,8%), belanja barang dan jasa (18,5%) dan belanja lainnya (12,0%). Hal ini
menggambarkan bahwa Pemda cukup mempertimbangkan kebutuhan belanja produktif untuk kemajuan ekonomi
daerah setempat.
Keputusan pencairan seluruh DAU empat daerah yang sempat ditunda pemerintah pusat pada bulan November dan
Desember 2016 mampu mendorong pencapaian realisasi empat daerah tersebut pada triwulan IV 2016, yakni Kab.
Kupang (87,94%), Kab. Ende (82,06%), Kab. Sumba Timur (85,03%) dan Kab. Manggarai Barat (94,27%). Hanya
pencapaian realisasi belanja Kab. Sumba Timur yang tercatat sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
40 Februari 2017
2015 sementara tiga daerah lainnya meningkat. Hal ini tidak lepas dari upaya Pemerintah Provinsi berkoordinasi dengan
Kementrian Keuangan terkait pencairan DAU tertunda serta upaya meningkatkan pendapatan daerah melalui penagihan
wajib pajak, wajib retribusi dan kontrak sewa bangunan yang cukup gencar di triwulan IV 2016 untuk membantu
pendanaan belanja Kota/Kabupaten dalam rangka mengejar realisasi belanja yang optimal. Hal ini ditunjukkan dengan
realisasi pajak daerah yang melebihi target baik di tingkat Provinsi NTT maupun Kabupaten masing-masing sebesar
102,16% (Rp 745,44 miliar) dan 113,66% (Rp 337,28 miliar).
GAMBAR 2.1. REALISASI BELANJA MODAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah yang disimpan di perbankan pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 2,01 triliun.
Jumlah tersebut turun 64,75% (qtq) dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar Rp 5,70 triliun. Berdasarkan jenis
simpanan, giro turun sebesar 64,97% (qtq) dari sebelumnya Rp 3,89 triliun, tabungan meningkat sebesar 38,16% (qtq)
dari sebelumnya Rp 143,97 miliar dan deposito turun sebesar 73,14% (qtq) dari sebelumnya Rp 1,67 triliun. Simpanan
pemerintah terbanyak dalam bentuk giro sebesar Rp 1,36 triliun. Penurunan DPK pemerintah terutama giro adalah dalam
rangka meningkatkan realisasi anggaran pada triwulan IV 2016. Penurunan DPK pemerintah terjadi terutama di
Kabupaten/Kota yakni 68,72% (qtq) dari triwulan sebelumnya Rp 4,73 triliun.
2.4 DANA PEMERINTAH DI PERBANKAN
GRAFIK 2.11. DANA PIHAK KETIGA PEMERINTAH DI PERBANKAN NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
TRILIUN RP
0
1
2
3
4
5
6
7
8
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
TABEL 2.2. KOMPOSISI DPK PEMERINTAH DI NTT
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT 56.52
175.94
95.54
1,034.06
1,362.06
2.56
1.42
17.50
177.43
198.92
-
100.16
80.02
267.10
447.28
59.08
277.52
193.06
1,478.59
2,008.25
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
41Februari 2017
GRAFIK 2.10. REALISASI BELANJA DAN KOMPONENNYA PEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BELANJA PEGAWAI BELANJA MODAL BELANJA BARANG DAN JASA BELANJA LAINNYA % REALISASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
MA
TIM
MA
BAR
FLO
TIM
SUM
BA T
ENG
AH
ROTE
ALO
R
NA
GEK
EO
NG
AD
A
LEM
BATA
KA
B. K
UPA
NG
SUM
BA B
ARA
T
MA
NG
GA
RAI
KO
TA K
UPA
NG
BELU
SUM
BA T
IMU
R
SIK
KA
SABU
RA
IJUA
TTS
TTU
END
E
SBD
MA
LAK
A
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%
2.3.3 Belanja Pemerintah Kabupaten/Kota
Hingga triwulan IV 2016, realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota tercatat Rp 20,02 triliun atau 86,65% dari total
pagu belanja sebesar Rp 23,10 triliun. Realisasi tersebut meningkat dibandingkan triwulan yang sama tahun 2015 yang
tercatat sebesar 81,50% dari total pagu belanja. Realisasi belanja terbesar yakni belanja pegawai yang mencapai Rp 8,67
triliun atau 91,54% dari total pagu belanja sebesar Rp 9,47 triliun, dengan pangsa realisasi sebesar 43,30% terhadap total
realisasi belanja Pemerintah Kabupaten/Kota. Selain itu, bantuan keuangan juga mencatatkan pencapaian realisasi yang
tinggi yakni 98,12% (Rp 2,92 triliun) dari total pagu Rp 2,97 triliun. Sementara itu, realisasi belanja modal masih perlu
ditingkatkan karena sampai dengan triwulan IV 2016 baru mencapai Rp 4,85 triliun atau 81,11% dari total pagu belanja
sebesar Rp 5,99 triliun dengan pangsa 24,25%. Begitu pula dengan belanja barang dan jasa yang baru mencapai Rp 3,33
triliun atau 76,98% dari total pagu belanja sebesar Rp 4,32 triliun. Di sisi lain, rata-rata realisasi belanja di tiap
Kabupaten/Kota mencapai 86,94% dengan rata-rata realisasi belanja pegawai sebesar 91,88% dan modal kerja baru
tercatat 81,59%.
Secara spasial, Kab. Manggarai Timur menjadi daerah di Provinsi NTT dengan realisasi belanja terbesar yakni 94,42% atau
Rp 862,44 miliar, diikuti oleh Kab. Manggarai Barat dengan realisasi sebesar 94,27% atau Rp 902,80 miliar dan Flores
Timur sebesar 94,18% atau Rp 1,07 triliun. Sebaliknya, Kab. Malaka, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Ende menjadi
daerah dengan realisasi belanja terendah yakni masing-masing 75,48%, 81,48% dan 82,06%. Dilihat dari pangsa realisasi
belanja modal terhadap total realisasi belanja, Kab. Sabu Raijua, Kab. Sumba Barat Daya dan Kab. Nagekeo memiliki
pangsa realisasi belanja modal yang tertinggi yakni 39,08%, 35,54% dan 31,23%. Sebaliknya, pangsa realisasi belanja
modal terendah di Kab. Flores Timur (16,2%), Kab. Timor Tengah Selatan (16,3%) dan Kab. Lembata (18,2%). Sampai
dengan triwulan IV 2016, sebagian besar realisasi belanja masih digunakan untuk belanja pegawai dengan pangsa
tertinggi adalah Kota Kupang sebesar 58,7% terhadap total realisasi belanjanya. Sementara itu, pencapaian realisasi
belanja Kab. Rote sebesar 91,20% (tertinggi ke-5) didukung oleh komposisi belanja yang relatif berimbang, yakni belanja
pegawai (39,6%), belanja modal (29,8%), belanja barang dan jasa (18,5%) dan belanja lainnya (12,0%). Hal ini
menggambarkan bahwa Pemda cukup mempertimbangkan kebutuhan belanja produktif untuk kemajuan ekonomi
daerah setempat.
Keputusan pencairan seluruh DAU empat daerah yang sempat ditunda pemerintah pusat pada bulan November dan
Desember 2016 mampu mendorong pencapaian realisasi empat daerah tersebut pada triwulan IV 2016, yakni Kab.
Kupang (87,94%), Kab. Ende (82,06%), Kab. Sumba Timur (85,03%) dan Kab. Manggarai Barat (94,27%). Hanya
pencapaian realisasi belanja Kab. Sumba Timur yang tercatat sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan yang sama tahun
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
40 Februari 2017
Laju Inflasi Provinsi NTT pada tahun 2016 cukup rendah mencapai 2,48% (yoy) dan menjadi capaian inflasi terendah
dalam 15 tahun terakhir. Adanya penurunan harga BBM, beras, bahan bangunan, angkutan udara dan beberapa
komoditas bahan makanan mampu menahan inflasi pada angka yang cukup rendah. Penurunan harga tersebut
terutama disebabkan oleh rendahnya harga minyak dunia, cukup berlimpahnya pasokan beras, tersedianya pasokan
bahan bangunan serta adanya penambahan rute dan frekuensi penerbangan di NTT sehingga mampu membuat inflasi
tahun 2016 terjaga rendah.
Berdasarkan disagregasi inflasi, hampir semua kelompok komoditas mengalami penurunan inflasi walaupun komoditas volatile
food kembali meningkat pada triwulan IV 2016 seiring dengan buruknya cuaca di Provinsi NTT. Komoditas administered prices
mampu menjadi penahan inflasi utama di NTT terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin, solar dan angkutan udara.
Namun demikian, tingginya harga rokok menahan penurunan inflasi yang terjadi.
Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas
yang diatur oleh pemerintah seperti biaya perpanjangan STNK, kenaikan tarif listrik rumah tangga golongan 900VA, kenaikan
cukai rokok yang berimbas pada kenaikan biaya rokok dan tembakau serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel seiring tingginya
biaya investasi yang telah dilakukan.
Perkembangan I nflasi03
Foto : Pasar Tradisional Soe
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
628,955
8,630,135
2,824,440
5,805,695
2,480,188
3,303,991
-
21,516
-
-
-
-
(8,001,180)
20,611,135
23,101,823
5,985,164
17,116,659
9,467,678
4,320,345
210,029
45,553
12,803
2,974,954
85,297
-
(2,490,688)
2,613,528
2,592,783
20,745
123,840
109,700
14,140
2,489,688
(1,000)
3,681,480
3,792,776
609,740
3,183,037
652,293
659,013
1,457,069
10,849
381,324
20,489
2,000
-
(111,296)
166,296
158,726
7,570
55,000
50,000
5,000
111,296
-
24,921,570
35,524,735
9,419,344
26,105,390
12,600,159
8,283,349
1,667,097
77,918
394,127
2,995,444
87,297
-
(10,603,164)
2,779,825
2,751,509
28,316
178,840
159,700
19,140
2,600,985
(1,000)
2,808,318
7,235,046
2,205,873
5,029,173
2,478,951
2,529,108
-
21,114
-
-
-
-
(4,426,728)
19,315,997
20,016,986
4,854,274
15,162,713
8,666,441
3,325,937
185,532
36,802
9,180
2,919,034
19,787
-
(700,989)
2,608,762
2,592,719
16,044
108,575
97,699
10,876
2,500,147
1,799,158
3,862,469
3,694,627
598,155
3,096,472
635,639
610,080
1,472,021
10,849
347,285
19,449
1,149
-
167,842
164,662
158,726
5,936
54,960
50,000
4,960
109,702
277,544
25,986,784
30,946,659
7,658,302
23,288,358
11,781,030
6,465,126
1,657,552
68,765
356,465
2,938,483
20,937
-
(4,959,875)
2,773,425
2,751,445
21,980
163,535
147,699
15,836
2,609,850
2,076,703
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
42 Februari 2017
Laju Inflasi Provinsi NTT pada tahun 2016 cukup rendah mencapai 2,48% (yoy) dan menjadi capaian inflasi terendah
dalam 15 tahun terakhir. Adanya penurunan harga BBM, beras, bahan bangunan, angkutan udara dan beberapa
komoditas bahan makanan mampu menahan inflasi pada angka yang cukup rendah. Penurunan harga tersebut
terutama disebabkan oleh rendahnya harga minyak dunia, cukup berlimpahnya pasokan beras, tersedianya pasokan
bahan bangunan serta adanya penambahan rute dan frekuensi penerbangan di NTT sehingga mampu membuat inflasi
tahun 2016 terjaga rendah.
Berdasarkan disagregasi inflasi, hampir semua kelompok komoditas mengalami penurunan inflasi walaupun komoditas volatile
food kembali meningkat pada triwulan IV 2016 seiring dengan buruknya cuaca di Provinsi NTT. Komoditas administered prices
mampu menjadi penahan inflasi utama di NTT terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin, solar dan angkutan udara.
Namun demikian, tingginya harga rokok menahan penurunan inflasi yang terjadi.
Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas
yang diatur oleh pemerintah seperti biaya perpanjangan STNK, kenaikan tarif listrik rumah tangga golongan 900VA, kenaikan
cukai rokok yang berimbas pada kenaikan biaya rokok dan tembakau serta adanya kenaikan tarif pulsa ponsel seiring tingginya
biaya investasi yang telah dilakukan.
Perkembangan I nflasi03
Foto : Pasar Tradisional Soe
Tabel 2.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
628,955
8,630,135
2,824,440
5,805,695
2,480,188
3,303,991
-
21,516
-
-
-
-
(8,001,180)
20,611,135
23,101,823
5,985,164
17,116,659
9,467,678
4,320,345
210,029
45,553
12,803
2,974,954
85,297
-
(2,490,688)
2,613,528
2,592,783
20,745
123,840
109,700
14,140
2,489,688
(1,000)
3,681,480
3,792,776
609,740
3,183,037
652,293
659,013
1,457,069
10,849
381,324
20,489
2,000
-
(111,296)
166,296
158,726
7,570
55,000
50,000
5,000
111,296
-
24,921,570
35,524,735
9,419,344
26,105,390
12,600,159
8,283,349
1,667,097
77,918
394,127
2,995,444
87,297
-
(10,603,164)
2,779,825
2,751,509
28,316
178,840
159,700
19,140
2,600,985
(1,000)
2,808,318
7,235,046
2,205,873
5,029,173
2,478,951
2,529,108
-
21,114
-
-
-
-
(4,426,728)
19,315,997
20,016,986
4,854,274
15,162,713
8,666,441
3,325,937
185,532
36,802
9,180
2,919,034
19,787
-
(700,989)
2,608,762
2,592,719
16,044
108,575
97,699
10,876
2,500,147
1,799,158
3,862,469
3,694,627
598,155
3,096,472
635,639
610,080
1,472,021
10,849
347,285
19,449
1,149
-
167,842
164,662
158,726
5,936
54,960
50,000
4,960
109,702
277,544
25,986,784
30,946,659
7,658,302
23,288,358
11,781,030
6,465,126
1,657,552
68,765
356,465
2,938,483
20,937
-
(4,959,875)
2,773,425
2,751,445
21,980
163,535
147,699
15,836
2,609,850
2,076,703
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
42 Februari 2017
Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari
4,92% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang
sebesar 3,02% (yoy) atau rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini
menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya
penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga
disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016 yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan
mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun
sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, di tahun 2016 sudah relatif stabil dan bahkan mengalami penurunan
untuk komoditas padi-padian. Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi
terutama disebabkan oleh adanya peningkatan cukai rokok, selain juga kenaikan harga minuman dan makanan jadi.
Inflasi komoditas perumahan, listrik dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan pada tahun 2016 juga relatif
stabil, bahkan kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi yang terutama
disebabkan oleh adanya penurunan tarif penerbangan seiring dengan bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.
3.1. KONDISI UMUM
Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Provinsi NTT di sepanjang tahun 2016, didapatkan 21
komoditas yang secara terus menerus menjadi penyumbang inflasi utama di Provinsi NTT terdiri dari 16 Komoditas bahan
makanan, 2 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, 2 komoditas perumahan, listrik, gas dan bahan bakar serta
1 komoditas transportasi. Komoditas sawi putih menjadi komoditas utama yang paling bergejolak di sepanjang tahun
2016 dengan total sebanyak 12 kali menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT, diikuti oleh komoditas
angkutan udara sebanyak 11 kali, kangkung, daging ayam ras dan tomat sayur (10 kali), bayam dan ikan kembung (9 kali),
kentang (8 kali), tongkol, ayam hidup, cabai merah, tarif listrik, dan gula pasir (7 kali), bawang merah dan cabai rawit (6
kali), rokok kretek filter, ikan tembang, telur ayam ras, beras, daun singkong dan semen masing-masing sebanyak 5 kali.
Fluktuasi harga sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh adanya keterbatasan pasokan
terutama pada saat cuaca buruk, begitu pula dengan komoditas ayam yang mengalami keterbatasan DOC. Komoditas
angkutan udara walaupun mengalami deflasi, namun besarnya fluktuasi harga yang terjadi masih menunjukkan adanya
keterbatasan daya angkut pesawat, sehingga adanya sedikit kenaikan permintaan langsung berimbas terhadap kenaikan
harga. Kenaikan harga komoditas rokok lebih disebabkan oleh kenaikan bea cukai yang dibebankan bertahap di tiap
bulannya, demikian juga dengan tarif listrik yang meningkat mengikuti kenaikan biaya bahan bakar. Secara umum,
besarnya fluktuasi inflasi yang terjadi tersebut mencerminkan adanya keterbatasan pasokan, sehingga menjaga
keseimbangan neraca konsumsi dengan menyediakan pasokan yang berimbang menjadi hal yang mendesak untuk
dilakukan.
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL 2001-2016
NTT INDONESIA
INFLASI TAHUNAN (%)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN
02468
1012141618
ANGKUTAN UDARA
AYAM HIDUP
BAWANG MERAH
BAYAM
BERAS
CABAI MERAH
CABAI RAWIT
DAGING AYAM RAS
DAUN SINGKONG
GULA PASIR
KANGKUNG
KEMBUNG
KENTANG
ROKOK KRETEK FILTER
SAWI PUTIH
SEMEN
TARIP LISTRIK
TELUR AYAM RAS
TEMBANG
TOMAT SAYUR
TONGKOL
GAB 21 KOMINFLASI
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OCT NOV DEC-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
GRAFIK 3.2. KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI SEPANJANG TAHUN 2016 DI PROVINSI NTT
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
45Februari 2017
Inflasi Provinsi NTT tahun 2016 mengalami penurunan signifikan dibanding tahun sebelumnya, yaitu dari
4,92% (yoy) di tahun 2015 menjadi 2,48% (yoy) di tahun 2016, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang
sebesar 3,02% (yoy) atau rata-rata inflasi NTT dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 5,05% (yoy). Hal ini
menjadikan inflasi tahunan NTT menjadi capaian inflasi terendah setidaknya dalam 15 tahun terakhir. Besarnya
penurunan tersebut, selain disebabkan oleh kondisi pasokan yang relatif lebih terjaga dibanding tahun sebelumnya, juga
disebabkan oleh kenaikan inflasi di triwulan IV 2016 yang tidak setinggi tahun sebelumnya, sehingga secara tahunan
mengalami penurunan. Komoditas padi-padian, sayur-sayuran serta daging dan hasil-hasilnya yang pada tahun
sebelumnya menjadi penyumbang utama inflasi NTT, di tahun 2016 sudah relatif stabil dan bahkan mengalami penurunan
untuk komoditas padi-padian. Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyumbang utama inflasi
terutama disebabkan oleh adanya peningkatan cukai rokok, selain juga kenaikan harga minuman dan makanan jadi.
Inflasi komoditas perumahan, listrik dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan pada tahun 2016 juga relatif
stabil, bahkan kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mengalami deflasi yang terutama
disebabkan oleh adanya penurunan tarif penerbangan seiring dengan bertambahnya jumlah penerbangan di NTT.
3.1. KONDISI UMUM
Berdasarkan komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Provinsi NTT di sepanjang tahun 2016, didapatkan 21
komoditas yang secara terus menerus menjadi penyumbang inflasi utama di Provinsi NTT terdiri dari 16 Komoditas bahan
makanan, 2 komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau, 2 komoditas perumahan, listrik, gas dan bahan bakar serta
1 komoditas transportasi. Komoditas sawi putih menjadi komoditas utama yang paling bergejolak di sepanjang tahun
2016 dengan total sebanyak 12 kali menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT, diikuti oleh komoditas
angkutan udara sebanyak 11 kali, kangkung, daging ayam ras dan tomat sayur (10 kali), bayam dan ikan kembung (9 kali),
kentang (8 kali), tongkol, ayam hidup, cabai merah, tarif listrik, dan gula pasir (7 kali), bawang merah dan cabai rawit (6
kali), rokok kretek filter, ikan tembang, telur ayam ras, beras, daun singkong dan semen masing-masing sebanyak 5 kali.
Fluktuasi harga sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh adanya keterbatasan pasokan
terutama pada saat cuaca buruk, begitu pula dengan komoditas ayam yang mengalami keterbatasan DOC. Komoditas
angkutan udara walaupun mengalami deflasi, namun besarnya fluktuasi harga yang terjadi masih menunjukkan adanya
keterbatasan daya angkut pesawat, sehingga adanya sedikit kenaikan permintaan langsung berimbas terhadap kenaikan
harga. Kenaikan harga komoditas rokok lebih disebabkan oleh kenaikan bea cukai yang dibebankan bertahap di tiap
bulannya, demikian juga dengan tarif listrik yang meningkat mengikuti kenaikan biaya bahan bakar. Secara umum,
besarnya fluktuasi inflasi yang terjadi tersebut mencerminkan adanya keterbatasan pasokan, sehingga menjaga
keseimbangan neraca konsumsi dengan menyediakan pasokan yang berimbang menjadi hal yang mendesak untuk
dilakukan.
GRAFIK 3.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL 2001-2016
NTT INDONESIA
INFLASI TAHUNAN (%)
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
TAHUN
02468
1012141618
ANGKUTAN UDARA
AYAM HIDUP
BAWANG MERAH
BAYAM
BERAS
CABAI MERAH
CABAI RAWIT
DAGING AYAM RAS
DAUN SINGKONG
GULA PASIR
KANGKUNG
KEMBUNG
KENTANG
ROKOK KRETEK FILTER
SAWI PUTIH
SEMEN
TARIP LISTRIK
TELUR AYAM RAS
TEMBANG
TOMAT SAYUR
TONGKOL
GAB 21 KOMINFLASI
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OCT NOV DEC-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
GRAFIK 3.2. KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI SEPANJANG TAHUN 2016 DI PROVINSI NTT
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
45Februari 2017
Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Daging Ayam Ras
Sawi Putih
Beras
Buncis
Tarip Listrik
Bayam
Ayam Hidup
Tembang
Bawang Putih
Kubis
12.95
20.16
0.79
74.74
1.64
12.96
4.03
9.58
7.73
33.81
Komoditas Inflasi (%)
0.14
0.11
0.05
0.05
0.05
0.03
0.03
0.02
0.02
0.02
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
OKTOBER
Sawi Putih
Daging Ayam Ras
Tomat Sayur
Cabai Merah
Bawang Merah
Tongkol
Cabai Rawit
Rokok Kretek Filter
Pepaya
Telur Ayam Ras
43.98
9.68
50.67
38.77
17.46
13.43
79.19
1.89
36.97
3.13
Komoditas Inflasi (%)
0.27
0.11
0.09
0.08
0.07
0.07
0.06
0.04
0.03
0.02
Andil (%)
NOVEMBER
Angkutan Udara
Kembung
Ayam Hidup
Sawi Putih
Kangkung
Bawang Merah
Cabai Rawit
Tomat Sayur
Tongkol
Cakalang/Sisik
16.23
32.59
28.45
19.40
24.51
26.75
66.99
20.19
10.20
47.66
Komoditas Inflasi (%)
0.41
0.27
0.19
0.18
0.17
0.12
0.09
0.06
0.06
0.05
Andil (%)
DESEMBER
Tarip Listrik
Tarip Pulsa Ponsel
Cabai Rawit
Tembang
Perpanjangan STNK
Mobil
Kangkung
Kakap Merah
Daging Babi
Cakalang/Sisik
6.51
9.18
58.00
39.95
102.93
7.58
8.52
34.56
10.59
34.32
Komoditas Inflasi (%)
0.18
0.16
0.13
0.12
0.10
0.10
0.07
0.07
0.07
0.06
Andil (%)
JANUARI
Secara triwulanan, inflasi di triwulan IV 2016 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding 3
triwulan sebelumnya. Secara total, inflasi triwulanan pada triwulan IV mengalami peningkatan sebesar 2,92% (qtq),
terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca di NTT, peningkatan permintaan karena hari raya Natal dan tahun baru,
serta tingginya permintaan angkutan udara seiring dengan adanya acara nasional Hari Nusantara yang diadakan di
Kabupaten Lembata.
Pada bulan Oktober 2016, NTT mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm). Terbatasnya pasokan DOC membuat pasokan
ayam ras berkurang dan harga ayam ras mengalami kenaikan cukup tinggi. Harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan
juga mulai mengalami peningkatan setelah mengalami deflasi dalam 3 bulan terakhir. Ketersediaan pasokan ikan masih
relatif melimpah yang berkontribusi dalam menahan laju inflasi bulan Oktober 2016.
Pada bulan November, inflasi mulai meningkat cukup besar hingga 0,79% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya
pasokan sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras yang disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca yang
berdampak pada menurunnya pasokan komoditas dan gangguan distribusi. Dari 10 komoditas utama penyumbang
inflasi, hanya komoditas rokok kretek filter yang bukan merupakan komoditas bahan makanan. Namun demikian, adanya
penurunan tarif angkutan udara mampu membantu menahan inflasi yang terjadi.
3.1.1 Inflasi Bulanan
Pada bulan Desember, Provinsi NTT mengalami kenaikan inflasi yang signifikan hingga mencapai 1,92% (mtm). Tingginya
inflasi yang terjadi tersebut, membuat capaian inflasi NTT mengalami lonjakan dari posisi 0,55% (ytd) hingga bulan
November 2016 menjadi 2,48% (ytd/yoy) di bulan Desember 2016. Tingginya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh
tingginya inflasi angkutan udara seiring dengan adanya even nasional Hari Nusantara dan libur Natal dan tahun baru.
Harga komoditas ikan-ikanan juga mengalami kenaikan luar biasa terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca,
sehingga banyak dari nelayan yang tidak bisa melaut. Pasokan komoditas sayur-sayuran juga mengalami penurunan
dikarenakan petani khawatir mengalami gagal panen sehingga lebih memilih untuk menanam dengan tanaman pangan.
Demikian pula dengan komoditas bawang merah dan cabai rawit yang juga mengalami kenaikan, selain karena adanya
penurunan pasokan, juga disebabkan oleh tingginya harga komoditas tersebut secara nasional, sehingga membuat
pedagang dan petani turut menaikkan harga sesuai dengan kenaikan yang terjadi secara nasional.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
47Februari 2017
GRAFIK 3.3. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL SECARA TRIWULANAN
Sumber : BPS, diolah
NASIONAL NTT
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2017
1
2012I II I I I IV
0.01 1.01 2.01 3.01 4.01 5.01 6.01 7.01 8.01 9.01
10.01
3.49
2.48
Rendahnya inflasi tersebut selain disebabkan oleh relatif rendahnya nilai inflasi bulanan, juga pada tahun 2016 terjadi 5 kali
deflasi di bulan Februari, Maret, Juli, Agustus dan September 2016, sehingga nilai inflasi relatif dapat terkendali.
Berdasarkan pergerakan inflasi di tiap triwulan, terlihat bahwa inflasi mulai mengalami penurunan signifikan pada triwulan
III dan berlanjut di triwulan IV 2016. Dengan nilai inflasi sebesar 2, 48% (yoy), Provinsi NTT menjadi provinsi dengan nilai
inflasi terendah ke-10 di Indonesia.
Komoditas bawang merah menjadi komoditas penyumbang inflasi utama di tahun 2016 seiring dengan tingginya inflasi
yang terjadi pada bulan Januari, Mei dan Desember 2016 karena gangguan pasokan. Pada bulan Desember, bahkan
terdapat pengiriman ke luar daerah dikarenakan tingginya harga di luar NTT yang berdampak pada meningkatnya harga di
NTT. Komoditas rokok kretek dan kretek filter menjadi komoditas terbesar ke-2 penyumbang inflasi di NTT yang lebih
disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok. Tingginya inflasi sawi putih, cabai merah, kangkung dan ikan tongkol lebih
disebabkan oleh penurunan pasokan di pasar. Sedangkan tingginya inflasi tahu mentah dan bawang putih lebih
disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan baku kedelai dan impor bawang putih dari pemasok.
Rendahnya harga minyak dunia di tahun 2016 juga direspon oleh penurunan harga BBM yang terjadi. Harga komoditas
beras juga relatif stabil di sepanjang tahun 2016 yang lebih disebabkan oleh lancarnya pasokan dari Makasar, Sumbawa
dan Surabaya seiring dengan adanya pelonggaran proteksi cadangan pangan di daerah tersebut. Penurunan harga bahan
bangunan lebih disebabkan oleh kondisi ketersediaan barang yang cukup, disertai dengan kondisi permintaan yang tidak
sebesar tahun sebelumnya. Penambahan rute dan frekuensi penerbangan telah mampu menurunkan harga tiket
walaupun ketersediaan armada masih relatif terbatas yang terlihat dari tingginya fluktuasi yang terjadi, sedangkan
penurunan harga daging ayam lebih disebabkan oleh tingginya posisi harga di tahun sebelumnya.
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
BAWANG MERAH
ROKOK KRETEK FILTER
SAWI PUTIH
CABAI MERAH
PISANG
TAHU MENTAH
KANGKUNG
ROKOK KRETEK
BAWANG PUTIH
TONGKOL
137.29
19.56
29.93
72.68
43.37
44.93
25.49
24.14
45.00
28.05
KOMODITAS INFLASI
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
YOY
0.63
0.37
0.27
0.22
0.20
0.19
0.17
0.17
0.15
0.15
SUM YOY
BENSIN
BERAS
KEMBUNG
SEMEN
ANGKUTAN UDARA
DAUN SINGKONG
BESI BETON
SOLAR
WORTEL
DAGING AYAM RAS
(11.52)
(3.55)
(24.03)
(6.95)
(3.22)
(45.82)
(6.21)
(23.03)
(49.35)
(3.39)
KOMODITAS DEFLASI
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
YOY
(0.31)
(0.24)
(0.20)
(0.17)
(0.08)
(0.07)
(0.05)
(0.05)
(0.05)
(0.04)
SUM YOY
Sumber : BPS diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
46 Februari 2017
Tabel 3.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Daging Ayam Ras
Sawi Putih
Beras
Buncis
Tarip Listrik
Bayam
Ayam Hidup
Tembang
Bawang Putih
Kubis
12.95
20.16
0.79
74.74
1.64
12.96
4.03
9.58
7.73
33.81
Komoditas Inflasi (%)
0.14
0.11
0.05
0.05
0.05
0.03
0.03
0.02
0.02
0.02
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
OKTOBER
Sawi Putih
Daging Ayam Ras
Tomat Sayur
Cabai Merah
Bawang Merah
Tongkol
Cabai Rawit
Rokok Kretek Filter
Pepaya
Telur Ayam Ras
43.98
9.68
50.67
38.77
17.46
13.43
79.19
1.89
36.97
3.13
Komoditas Inflasi (%)
0.27
0.11
0.09
0.08
0.07
0.07
0.06
0.04
0.03
0.02
Andil (%)
NOVEMBER
Angkutan Udara
Kembung
Ayam Hidup
Sawi Putih
Kangkung
Bawang Merah
Cabai Rawit
Tomat Sayur
Tongkol
Cakalang/Sisik
16.23
32.59
28.45
19.40
24.51
26.75
66.99
20.19
10.20
47.66
Komoditas Inflasi (%)
0.41
0.27
0.19
0.18
0.17
0.12
0.09
0.06
0.06
0.05
Andil (%)
DESEMBER
Tarip Listrik
Tarip Pulsa Ponsel
Cabai Rawit
Tembang
Perpanjangan STNK
Mobil
Kangkung
Kakap Merah
Daging Babi
Cakalang/Sisik
6.51
9.18
58.00
39.95
102.93
7.58
8.52
34.56
10.59
34.32
Komoditas Inflasi (%)
0.18
0.16
0.13
0.12
0.10
0.10
0.07
0.07
0.07
0.06
Andil (%)
JANUARI
Secara triwulanan, inflasi di triwulan IV 2016 mengalami peningkatan yang sangat signifikan dibanding 3
triwulan sebelumnya. Secara total, inflasi triwulanan pada triwulan IV mengalami peningkatan sebesar 2,92% (qtq),
terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca di NTT, peningkatan permintaan karena hari raya Natal dan tahun baru,
serta tingginya permintaan angkutan udara seiring dengan adanya acara nasional Hari Nusantara yang diadakan di
Kabupaten Lembata.
Pada bulan Oktober 2016, NTT mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm). Terbatasnya pasokan DOC membuat pasokan
ayam ras berkurang dan harga ayam ras mengalami kenaikan cukup tinggi. Harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan
juga mulai mengalami peningkatan setelah mengalami deflasi dalam 3 bulan terakhir. Ketersediaan pasokan ikan masih
relatif melimpah yang berkontribusi dalam menahan laju inflasi bulan Oktober 2016.
Pada bulan November, inflasi mulai meningkat cukup besar hingga 0,79% (mtm) terutama disebabkan oleh turunnya
pasokan sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan daging ayam ras yang disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca yang
berdampak pada menurunnya pasokan komoditas dan gangguan distribusi. Dari 10 komoditas utama penyumbang
inflasi, hanya komoditas rokok kretek filter yang bukan merupakan komoditas bahan makanan. Namun demikian, adanya
penurunan tarif angkutan udara mampu membantu menahan inflasi yang terjadi.
3.1.1 Inflasi Bulanan
Pada bulan Desember, Provinsi NTT mengalami kenaikan inflasi yang signifikan hingga mencapai 1,92% (mtm). Tingginya
inflasi yang terjadi tersebut, membuat capaian inflasi NTT mengalami lonjakan dari posisi 0,55% (ytd) hingga bulan
November 2016 menjadi 2,48% (ytd/yoy) di bulan Desember 2016. Tingginya inflasi tersebut terutama disebabkan oleh
tingginya inflasi angkutan udara seiring dengan adanya even nasional Hari Nusantara dan libur Natal dan tahun baru.
Harga komoditas ikan-ikanan juga mengalami kenaikan luar biasa terutama disebabkan oleh buruknya kondisi cuaca,
sehingga banyak dari nelayan yang tidak bisa melaut. Pasokan komoditas sayur-sayuran juga mengalami penurunan
dikarenakan petani khawatir mengalami gagal panen sehingga lebih memilih untuk menanam dengan tanaman pangan.
Demikian pula dengan komoditas bawang merah dan cabai rawit yang juga mengalami kenaikan, selain karena adanya
penurunan pasokan, juga disebabkan oleh tingginya harga komoditas tersebut secara nasional, sehingga membuat
pedagang dan petani turut menaikkan harga sesuai dengan kenaikan yang terjadi secara nasional.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
47Februari 2017
GRAFIK 3.3. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL SECARA TRIWULANAN
Sumber : BPS, diolah
NASIONAL NTT
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2017
1
2012I II I I I IV
0.01 1.01 2.01 3.01 4.01 5.01 6.01 7.01 8.01 9.01
10.01
3.49
2.48
Rendahnya inflasi tersebut selain disebabkan oleh relatif rendahnya nilai inflasi bulanan, juga pada tahun 2016 terjadi 5 kali
deflasi di bulan Februari, Maret, Juli, Agustus dan September 2016, sehingga nilai inflasi relatif dapat terkendali.
Berdasarkan pergerakan inflasi di tiap triwulan, terlihat bahwa inflasi mulai mengalami penurunan signifikan pada triwulan
III dan berlanjut di triwulan IV 2016. Dengan nilai inflasi sebesar 2, 48% (yoy), Provinsi NTT menjadi provinsi dengan nilai
inflasi terendah ke-10 di Indonesia.
Komoditas bawang merah menjadi komoditas penyumbang inflasi utama di tahun 2016 seiring dengan tingginya inflasi
yang terjadi pada bulan Januari, Mei dan Desember 2016 karena gangguan pasokan. Pada bulan Desember, bahkan
terdapat pengiriman ke luar daerah dikarenakan tingginya harga di luar NTT yang berdampak pada meningkatnya harga di
NTT. Komoditas rokok kretek dan kretek filter menjadi komoditas terbesar ke-2 penyumbang inflasi di NTT yang lebih
disebabkan oleh adanya kenaikan cukai rokok. Tingginya inflasi sawi putih, cabai merah, kangkung dan ikan tongkol lebih
disebabkan oleh penurunan pasokan di pasar. Sedangkan tingginya inflasi tahu mentah dan bawang putih lebih
disebabkan oleh adanya kenaikan harga bahan baku kedelai dan impor bawang putih dari pemasok.
Rendahnya harga minyak dunia di tahun 2016 juga direspon oleh penurunan harga BBM yang terjadi. Harga komoditas
beras juga relatif stabil di sepanjang tahun 2016 yang lebih disebabkan oleh lancarnya pasokan dari Makasar, Sumbawa
dan Surabaya seiring dengan adanya pelonggaran proteksi cadangan pangan di daerah tersebut. Penurunan harga bahan
bangunan lebih disebabkan oleh kondisi ketersediaan barang yang cukup, disertai dengan kondisi permintaan yang tidak
sebesar tahun sebelumnya. Penambahan rute dan frekuensi penerbangan telah mampu menurunkan harga tiket
walaupun ketersediaan armada masih relatif terbatas yang terlihat dari tingginya fluktuasi yang terjadi, sedangkan
penurunan harga daging ayam lebih disebabkan oleh tingginya posisi harga di tahun sebelumnya.
Tabel 3.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
BAWANG MERAH
ROKOK KRETEK FILTER
SAWI PUTIH
CABAI MERAH
PISANG
TAHU MENTAH
KANGKUNG
ROKOK KRETEK
BAWANG PUTIH
TONGKOL
137.29
19.56
29.93
72.68
43.37
44.93
25.49
24.14
45.00
28.05
KOMODITAS INFLASI
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
YOY
0.63
0.37
0.27
0.22
0.20
0.19
0.17
0.17
0.15
0.15
SUM YOY
BENSIN
BERAS
KEMBUNG
SEMEN
ANGKUTAN UDARA
DAUN SINGKONG
BESI BETON
SOLAR
WORTEL
DAGING AYAM RAS
(11.52)
(3.55)
(24.03)
(6.95)
(3.22)
(45.82)
(6.21)
(23.03)
(49.35)
(3.39)
KOMODITAS DEFLASI
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
YOY
(0.31)
(0.24)
(0.20)
(0.17)
(0.08)
(0.07)
(0.05)
(0.05)
(0.05)
(0.04)
SUM YOY
Sumber : BPS diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
46 Februari 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3. 6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
YOY QTQ MTM
-30
-20
-10
0
10
20
YOY QTQ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
2.25
10.35
1.40
Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
OCT NOV
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
124.7
116.5
143.7
123.2
124.3
115.3
126.1
127.8
125.7
120.4
144.4
123.6
123.7
115.4
126.2
126.8
DES
128.1
126.7
144.5
123.6
125.0
115.7
127.0
130.1
129.1
128.5
145.1
124.9
124.1
115.9
127.5
130.7
JAN
YOY
IV JAN
2.48
3.86
8.83
0.77
3.84
2.72
2.82
(2.52)
2.48
2.25
7.69
0.55
3.42
3.00
3.15
0.71
IHK 2017
Nilai inflasi bahan makanan pada akhir tahun 2016 sebesar 3,86% (yoy) jauh lebih rendah dibanding rata-rata
inflasi bahan makanan dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 6,12% (av-yoy). Rendahnya posisi harga bahan
makanan hingga triwulan III 2016 cukup membantu menahan kenaikan harga yang cukup tinggi di triwulan IV 2016 yang
mencapai 9,62% (qtq), lebih tinggi dibanding kenaikan tahun sebelumnya yang sebesar 8,79% (qtq). Tingginya inflasi
bahan makanan di triwulan IV 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali musim La-Nina, yang berdampak pada
buruknya kondisi cuaca di NTT. Hal ini menyebabkan adanya penurunan produksi beberapa produk hortikultura karena
serangan hama, penurunan produktivitas ataupun perubahan tanaman ke tanaman pangan untuk menghindari serangan
hama. Selain itu, banyak nelayan tidak berani melaut seiring dengan tingginya ombak di perairan NTT yang mencapai 5
meter, sehingga pasokan ikan mengalami penurunan. Tingginya gelombang juga membuat distribusi barang terganggu
seiring dengan ditutupnya beberapa pelabuhan penyeberangan utama di NTT. Semua hal tersebut membuat pasokan
secara umum mengalami penurunan dan meningkatkan harga jual.
Adanya perayaan hari raya Natal dan tahun baru juga telah meningkatkan permintaan komoditas bahan makanan secara
cukup signifikan. Berdasarkan sub kelompok komoditas, komoditas bumbu-bumbuan menjadi komoditas dengan
kenaikan inflasi tertinggi mencapai 41,70% (yoy) terutama disebabkan oleh kenaikan harga bawang merah, bawang
putih, cabai merah dan cabai rawit karena adanya penurunan pasokan dan gangguan distribusi akibat dari gangguan
cuaca yang terjadi. Komoditas kacang-kacangan dan sayur-sayuran menjadi komoditas lainnya yang menjadi
penyumbang utama inflasi bahan makanan dengan nilai inflasi masing-masing sebesar 17,58% (yoy) dan 3,73% (yoy).
Tingginya inflasi kacang-kacangan lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tahu mentah pada awal triwulan II
2016, sedangkan inflasi sayur-sayuran disebabkan oleh tingginya kenaikan harga sawi putih, kangkung, seledri, sawi
putih, tomat sayur, buncis dan bayam di triwulan IV seiring dengan adanya penurunan pasokan karena kondisi cuaca.
Beberapa komoditas sayur lainnya cenderung memiliki inflasi yang rendah bahkan deflasi terutama disebabkan oleh
tingginya kenaikan harga di tahun sebelumnya sehingga dibandingkan dengan posisi harga tahun sebelumnya, harga
komoditas sayur lainnya cenderung lebih rendah.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
49Februari 2017
GRAFIK 3.5. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
BALI NTB NTT BALI NTB NTT
TAHUNAN TRIWULANAN (1,50)
(0,50)
0,50
1,50
2,50
3,50
4,50
3.34
2.60 2.48
0.86 1.07
2.92
GRAFIK 3.4. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
3.38
2.46 3.01
2.56
4.52
0.96 0.80 1.25
0.88
- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
1.62
Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Kangkung
Angkutan Udara
Kembung
Kakap Merah
Tomat Sayur
Tarip Pulsa Ponsel
Wortel
Ekor Kuning
Telur Ayam Ras
Gula Pasir
(11.39)
(2.92)
(5.61)
(15.62)
(18.87)
(2.01)
(22.85)
(12.39)
(2.30)
(1.92)
Komoditas Deflasi (%)
(0.09)
(0.08)
(0.05)
(0.04)
(0.04)
(0.04)
(0.03)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
Angkutan Udara
Kakap Merah
Kangkung
Sepatu
Ekor Kuning
Beras
Kembung
Cakalang
Daging Ayam Kampung
Jagung Manis
(5.69)
(22.33)
(5.42)
(13.30)
(17.21)
(0.37)
(1.98)
(12.11)
(8.74)
(19.60)
Komoditas Deflasi (%)
(0.15)
(0.05)
(0.04)
(0.03)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.01)
(0.01)
(0.01)
Andil (%)
Cabai Merah
Daging Ayam Ras
Air Minum Pikulan
Tempe
Daun Singkong
Labu Siam/Jipang
Merah
Jeruk
Gula Pasir
Minyak Goreng
(25.91)
(4.59)
(9.05)
(5.60)
(14.34)
(28.98)
(19.99)
(11.79)
(1.47)
(0.91)
Komoditas Deflasi (%)
(0.08)
(0.06)
(0.04)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.01)
(0.01)
Andil (%)
Angkutan Udara
Sawi Putih
Ayam Hidup
Bawang Merah
Daging Ayam Ras
Tomat Sayur
Bunga Pepaya
Beras
Pucuk Labu
Sepatu
(10.48)
(25.45)
(10.04)
(7.34)
(3.25)
(9.38)
(17.70)
(0.38)
(16.64)
(4.07)
Komoditas Deflasi (%)
(0.30)
(0.27)
(0.08)
(0.04)
(0.04)
(0.03)
(0.03)
(0.03)
(0.02)
(0.01)
Andil (%)
Berdasarkan kawasan, regional Sulampua mampu menjadi daerah dengan capaian inflasi terendah di Indonesia, diikuti
wilayah Jawa, Balinusra, Kalimantan dan Sumatera. Secara triwulanan, inflasi di Wilayah Balinusra mengalami inflasi
terbesar kedua setelah Sumatera. Tingginya inflasi di Balinusra secara triwulanan terutama disebabkan oleh tingginya
inflasi di Provinsi NTT yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan jelang hari raya Natal dan tahun baru. Namun
demikian, secara tahunan, inflasi Provinsi NTT menjadi inflasi terendah di kawasan, diikuti oleh NTB (2,60% - yoy) dan Bali
(3,34% - yoy).
Konsistensi kenaikan harga rokok dan tembakau di sepanjang tahun 2016 dan kenaikan harga makanan jadi
dan minuman tak beralkohol telah membuat kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau menjadi
penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT tahun 2016. Adapun komoditas bahan makanan menjadi
penyumbang terbesar ke-2 terutama disebabkan oleh tingginya harga bumbu-bumbuan. Beberapa kelompok
komoditas lainnya seperti perumahan, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan cenderung stabil
di sepanjang tahun 2016, dengan hanya beberapa komoditas yang mengalami kenaikan. Bahkan, kelompok komoditas
transportasi, rekreasi dan olah raga justru mengalami deflasi secara tahunan, walaupun secara bulanan mengalami
fluktuasi inflasi yang cukup tinggi terutama disebabkan oleh fluktuasi tarif angkutan udara. Adanya peningkatan rute dan
tarif berhasil menjaga nilai inflasi tetap rendah. Namun demikian, jumlah angkutan dirasa masih kurang mencukupi pada
saat-saat tertentu yang terlihat dari lonjakan tarif yang cukup besar terutama menjelang hari raya atau even-even nasional
yang diselenggarakan di Provinsi NTT.
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER JANUARI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
48 Februari 2017
3.2.1 Bahan Makanan
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3. 6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
YOY QTQ MTM
-30
-20
-10
0
10
20
YOY QTQ
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
2.25
10.35
1.40
Tabel 3.4. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
OCT NOV
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
124.7
116.5
143.7
123.2
124.3
115.3
126.1
127.8
125.7
120.4
144.4
123.6
123.7
115.4
126.2
126.8
DES
128.1
126.7
144.5
123.6
125.0
115.7
127.0
130.1
129.1
128.5
145.1
124.9
124.1
115.9
127.5
130.7
JAN
YOY
IV JAN
2.48
3.86
8.83
0.77
3.84
2.72
2.82
(2.52)
2.48
2.25
7.69
0.55
3.42
3.00
3.15
0.71
IHK 2017
Nilai inflasi bahan makanan pada akhir tahun 2016 sebesar 3,86% (yoy) jauh lebih rendah dibanding rata-rata
inflasi bahan makanan dalam 3 tahun terakhir yang sebesar 6,12% (av-yoy). Rendahnya posisi harga bahan
makanan hingga triwulan III 2016 cukup membantu menahan kenaikan harga yang cukup tinggi di triwulan IV 2016 yang
mencapai 9,62% (qtq), lebih tinggi dibanding kenaikan tahun sebelumnya yang sebesar 8,79% (qtq). Tingginya inflasi
bahan makanan di triwulan IV 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali musim La-Nina, yang berdampak pada
buruknya kondisi cuaca di NTT. Hal ini menyebabkan adanya penurunan produksi beberapa produk hortikultura karena
serangan hama, penurunan produktivitas ataupun perubahan tanaman ke tanaman pangan untuk menghindari serangan
hama. Selain itu, banyak nelayan tidak berani melaut seiring dengan tingginya ombak di perairan NTT yang mencapai 5
meter, sehingga pasokan ikan mengalami penurunan. Tingginya gelombang juga membuat distribusi barang terganggu
seiring dengan ditutupnya beberapa pelabuhan penyeberangan utama di NTT. Semua hal tersebut membuat pasokan
secara umum mengalami penurunan dan meningkatkan harga jual.
Adanya perayaan hari raya Natal dan tahun baru juga telah meningkatkan permintaan komoditas bahan makanan secara
cukup signifikan. Berdasarkan sub kelompok komoditas, komoditas bumbu-bumbuan menjadi komoditas dengan
kenaikan inflasi tertinggi mencapai 41,70% (yoy) terutama disebabkan oleh kenaikan harga bawang merah, bawang
putih, cabai merah dan cabai rawit karena adanya penurunan pasokan dan gangguan distribusi akibat dari gangguan
cuaca yang terjadi. Komoditas kacang-kacangan dan sayur-sayuran menjadi komoditas lainnya yang menjadi
penyumbang utama inflasi bahan makanan dengan nilai inflasi masing-masing sebesar 17,58% (yoy) dan 3,73% (yoy).
Tingginya inflasi kacang-kacangan lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga tahu mentah pada awal triwulan II
2016, sedangkan inflasi sayur-sayuran disebabkan oleh tingginya kenaikan harga sawi putih, kangkung, seledri, sawi
putih, tomat sayur, buncis dan bayam di triwulan IV seiring dengan adanya penurunan pasokan karena kondisi cuaca.
Beberapa komoditas sayur lainnya cenderung memiliki inflasi yang rendah bahkan deflasi terutama disebabkan oleh
tingginya kenaikan harga di tahun sebelumnya sehingga dibandingkan dengan posisi harga tahun sebelumnya, harga
komoditas sayur lainnya cenderung lebih rendah.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
49Februari 2017
GRAFIK 3.5. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
BALI NTB NTT BALI NTB NTT
TAHUNAN TRIWULANAN (1,50)
(0,50)
0,50
1,50
2,50
3,50
4,50
3.34
2.60 2.48
0.86 1.07
2.92
GRAFIK 3.4. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
3.38
2.46 3.01
2.56
4.52
0.96 0.80 1.25
0.88
- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00
1.62
Tabel 3.3. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama Bulanan di Provinsi NTT
Kangkung
Angkutan Udara
Kembung
Kakap Merah
Tomat Sayur
Tarip Pulsa Ponsel
Wortel
Ekor Kuning
Telur Ayam Ras
Gula Pasir
(11.39)
(2.92)
(5.61)
(15.62)
(18.87)
(2.01)
(22.85)
(12.39)
(2.30)
(1.92)
Komoditas Deflasi (%)
(0.09)
(0.08)
(0.05)
(0.04)
(0.04)
(0.04)
(0.03)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
Angkutan Udara
Kakap Merah
Kangkung
Sepatu
Ekor Kuning
Beras
Kembung
Cakalang
Daging Ayam Kampung
Jagung Manis
(5.69)
(22.33)
(5.42)
(13.30)
(17.21)
(0.37)
(1.98)
(12.11)
(8.74)
(19.60)
Komoditas Deflasi (%)
(0.15)
(0.05)
(0.04)
(0.03)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.01)
(0.01)
(0.01)
Andil (%)
Cabai Merah
Daging Ayam Ras
Air Minum Pikulan
Tempe
Daun Singkong
Labu Siam/Jipang
Merah
Jeruk
Gula Pasir
Minyak Goreng
(25.91)
(4.59)
(9.05)
(5.60)
(14.34)
(28.98)
(19.99)
(11.79)
(1.47)
(0.91)
Komoditas Deflasi (%)
(0.08)
(0.06)
(0.04)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.01)
(0.01)
Andil (%)
Angkutan Udara
Sawi Putih
Ayam Hidup
Bawang Merah
Daging Ayam Ras
Tomat Sayur
Bunga Pepaya
Beras
Pucuk Labu
Sepatu
(10.48)
(25.45)
(10.04)
(7.34)
(3.25)
(9.38)
(17.70)
(0.38)
(16.64)
(4.07)
Komoditas Deflasi (%)
(0.30)
(0.27)
(0.08)
(0.04)
(0.04)
(0.03)
(0.03)
(0.03)
(0.02)
(0.01)
Andil (%)
Berdasarkan kawasan, regional Sulampua mampu menjadi daerah dengan capaian inflasi terendah di Indonesia, diikuti
wilayah Jawa, Balinusra, Kalimantan dan Sumatera. Secara triwulanan, inflasi di Wilayah Balinusra mengalami inflasi
terbesar kedua setelah Sumatera. Tingginya inflasi di Balinusra secara triwulanan terutama disebabkan oleh tingginya
inflasi di Provinsi NTT yang disebabkan oleh adanya peningkatan permintaan jelang hari raya Natal dan tahun baru. Namun
demikian, secara tahunan, inflasi Provinsi NTT menjadi inflasi terendah di kawasan, diikuti oleh NTB (2,60% - yoy) dan Bali
(3,34% - yoy).
Konsistensi kenaikan harga rokok dan tembakau di sepanjang tahun 2016 dan kenaikan harga makanan jadi
dan minuman tak beralkohol telah membuat kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau menjadi
penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT tahun 2016. Adapun komoditas bahan makanan menjadi
penyumbang terbesar ke-2 terutama disebabkan oleh tingginya harga bumbu-bumbuan. Beberapa kelompok
komoditas lainnya seperti perumahan, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan dan pendidikan cenderung stabil
di sepanjang tahun 2016, dengan hanya beberapa komoditas yang mengalami kenaikan. Bahkan, kelompok komoditas
transportasi, rekreasi dan olah raga justru mengalami deflasi secara tahunan, walaupun secara bulanan mengalami
fluktuasi inflasi yang cukup tinggi terutama disebabkan oleh fluktuasi tarif angkutan udara. Adanya peningkatan rute dan
tarif berhasil menjaga nilai inflasi tetap rendah. Namun demikian, jumlah angkutan dirasa masih kurang mencukupi pada
saat-saat tertentu yang terlihat dari lonjakan tarif yang cukup besar terutama menjelang hari raya atau even-even nasional
yang diselenggarakan di Provinsi NTT.
3.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
OKTOBER NOVEMBER DESEMBER JANUARI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
48 Februari 2017
3.2.1 Bahan Makanan
Sumber : BPS, diolah
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
0%
5%
10%
15%
20%
25% YOY
GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
3.92
17.90
7.12
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
GRAFIK 3. 10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
7.69
0.990.43
Sumber : BPS, diolah
gula hingga 10,54% (yoy), sedangkan inflasi pada sub kelompok komoditas makanan jadi disebabkan oleh adanya
kenaikan inflasi komoditas mie, kue kering, ikan bakar, dan roti manis. Secara keseluruhan, hampir semua komoditas
makanan jadi mengalami kenaikan, walaupun tren pergerakannya mengalami penurunan yang terlihat dari rata-rata
inflasi 3 tahun terakhir yang mencapai 6,17% (av-yoy), lebih tinggi dibanding inflasi inflasi komoditas makanan jadi tahun
2016 yang sebesar 5,44% (yoy). Tingginya posisi harga makanan jadi di Provinsi NTT sekiranya dapat diturunkan dengan
terus membuka pusat kuliner baru di Kota Kupang pada khususnya.
Secara triwulanan, deflasi hanya terjadi pada komoditas minuman yang tidak beralkohol yang disebabkan oleh mulai
lancarnya pasokan gula pasir di NTT, sehingga harga gula pasir berangsur-angsur mengalami penurunan.
3.2.4 Komoditas Lainnya
Inflasi pada kelompok komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar,
komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan inflasi pada triwulan IV 2016
hanya terjadi pada beberapa komoditas seperti kenaikan biaya sewa rumah, upah pembantu rumah tangga pada
kelompok komoditas perumahan, serta kenaikan harga sandang laki-laki pada kelompok komoditas sandang. Penurunan
harga justru terjadi pada komoditas sandang wanita, anak-anak serta barang pribadi dan sandang lain walaupun tidak
terlalu besar.
3.3. DISAGREGASI INFLASI
Berdasarkan disagregasi, pada triwulan IV 2016 terjadi peningkatan inflasi komoditas volatile food yang
cukup tinggi seiring dengan memburuknya kondisi cuaca di NTT. Namun demikian, kondisi peningkatan masih
relatif terjaga dibanding tahun sebelumnya, sehingga inflasi masih relatif terjaga. Komoditas inti
menunjukkan adanya perlambatan inflasi, demikian pula halnya dengan komoditas administered prices.
02468
101214161820
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3. 12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
51Februari 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGANTRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
TAHUNAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
(7.0)
(2.0)
3.0
8.0
13.0
18.0
23.0
0.712.27
0.49
Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya lebih disebabkan oleh lonjakan permintaan menjelang hari raya Natal dan di sisi
lain juga terjadi keterbatasan pasokan karena terbatasnya jumlah DOC yang ada di pasar. Komoditas ikan segar mengalami
kenaikan secara triwulanan sebesar 13,34% (qtq) terutama dikarenakan kondisi nelayan yang tidak dapat melaut seiring
dengan buruknya cuaca. Namun demikian, secara tahunan, harga komoditas ikan segar tidak mengalami kenaikan
berarti.
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada tahun 2016 justru menjadi satu-satunya
kelompok komoditas yang mengalami deflasi (-2,52% - yoy), melanjutkan tren di tahun sebelumnya yang juga
mengalami deflasi sebesar -1,04% (yoy). Adanya penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan masih rendahnya
harga minyak dunia dan kecenderungan penurunan tarif angkutan udaran seiring penambahan rute dan frekuensi
angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di kelompok komoditas ini. Dampak positif perluasan runway bandara
masih dirasakan hingga saat ini yang terlihat dari banyaknya penambahan rute dan frekuensi pesawat di sepanjang tahun
2016. Penambahan rute baru tersebut berdampak positif dalam meningkatkan persaingan dan pelayanan angkutan udara
yang terlihat dari turunnya tarif angkutan udara di NTT. Namun demikian, jumlah tersebut dirasakan masih kurang
mencukupi yang terlihat dari besarnya fluktuasi harga yang terjadi, sehingga di sepanjang tahun 2016, angkutan udara
hampir selalu menjadi komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT. Sinergi kebijakan perlu terus dilakukan
oleh pemerintah seperti halnya terkait pengembangan kebijakan pariwisata. Selain berpotensi meningkatkan ekonomi,
investasi dan lapangan kerja seiring dengan datangnya wisatawan, peningkatan pariwisata juga dapat menambah
frekuensi penerbangan, sehingga fluktuasi inflasi dapat lebih terjaga seiring dengan adanya peningkatan pasokan
angkutan udara. Kenaikan harga secara tahunan juga terjadi pada komoditas jasa keuangan yang disebabkan oleh adanya
kenaikan biaya administrasi di awal tahun, sedangkan inflasi pada komoditas komunikasi dan pengiriman, serta komoditas
sarana dan penunjang transportasi pada triwulan IV 2016 cenderung tetap.
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT dengan nilai
inflasi mencapai 8,83% (yoy), lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi komoditas dalam 3 tahun terakhir yang sebesar
7,74% (av-yoy). Tingginya inflasi sub kelompok komoditas tembakau dan minuman beralkohol terutama disebabkan oleh
dikeluarkannya peraturan menteri keuangan nomor 198/PMK.010/2015 yang isinya tentang perubahan pengenaan tarif
cukai rokok dengan rata-rata kenaikan sebesar 11,5%. Kenaikan cukai rokok tersebut ditanggapi produsen dengan
menaikkan harga rokok secara bertahap di tiap bulannya hingga total mengalami inflasi sebesar 18,31% (yoy) dengan
kenaikan harga terbesar pada rokok kretek yang mencapai 24,14% (yoy) dan rokok kretek filter yang mencapai 19,56%
(yoy). Inflasi pada sub kelompok komoditas minuman yang tidak beralkohol terutama disebabkan oleh kenaikan harga
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
50 Februari 2017
Sumber : BPS, diolah
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAUMINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL
MAKANAN JADITEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
0%
5%
10%
15%
20%
25% YOY
GRAFIK 3.11. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
3.92
17.90
7.12
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
GRAFIK 3. 10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
7.69
0.990.43
Sumber : BPS, diolah
gula hingga 10,54% (yoy), sedangkan inflasi pada sub kelompok komoditas makanan jadi disebabkan oleh adanya
kenaikan inflasi komoditas mie, kue kering, ikan bakar, dan roti manis. Secara keseluruhan, hampir semua komoditas
makanan jadi mengalami kenaikan, walaupun tren pergerakannya mengalami penurunan yang terlihat dari rata-rata
inflasi 3 tahun terakhir yang mencapai 6,17% (av-yoy), lebih tinggi dibanding inflasi inflasi komoditas makanan jadi tahun
2016 yang sebesar 5,44% (yoy). Tingginya posisi harga makanan jadi di Provinsi NTT sekiranya dapat diturunkan dengan
terus membuka pusat kuliner baru di Kota Kupang pada khususnya.
Secara triwulanan, deflasi hanya terjadi pada komoditas minuman yang tidak beralkohol yang disebabkan oleh mulai
lancarnya pasokan gula pasir di NTT, sehingga harga gula pasir berangsur-angsur mengalami penurunan.
3.2.4 Komoditas Lainnya
Inflasi pada kelompok komoditas lainnya seperti komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar,
komoditas sandang, kesehatan maupun pendidikan masih relatif stabil. Kenaikan inflasi pada triwulan IV 2016
hanya terjadi pada beberapa komoditas seperti kenaikan biaya sewa rumah, upah pembantu rumah tangga pada
kelompok komoditas perumahan, serta kenaikan harga sandang laki-laki pada kelompok komoditas sandang. Penurunan
harga justru terjadi pada komoditas sandang wanita, anak-anak serta barang pribadi dan sandang lain walaupun tidak
terlalu besar.
3.3. DISAGREGASI INFLASI
Berdasarkan disagregasi, pada triwulan IV 2016 terjadi peningkatan inflasi komoditas volatile food yang
cukup tinggi seiring dengan memburuknya kondisi cuaca di NTT. Namun demikian, kondisi peningkatan masih
relatif terjaga dibanding tahun sebelumnya, sehingga inflasi masih relatif terjaga. Komoditas inti
menunjukkan adanya perlambatan inflasi, demikian pula halnya dengan komoditas administered prices.
02468
101214161820
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3. 12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 10 11 12
2017
1
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
51Februari 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGANTRANSPOR
KOMUNIKASI DAN PENGIRIMANJASA KEUANGAN SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
TAHUNAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2015
1 2 3
2016
4 5 6 7 8 9 101112
2017
1
(7.0)
(2.0)
3.0
8.0
13.0
18.0
23.0
0.712.27
0.49
Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya lebih disebabkan oleh lonjakan permintaan menjelang hari raya Natal dan di sisi
lain juga terjadi keterbatasan pasokan karena terbatasnya jumlah DOC yang ada di pasar. Komoditas ikan segar mengalami
kenaikan secara triwulanan sebesar 13,34% (qtq) terutama dikarenakan kondisi nelayan yang tidak dapat melaut seiring
dengan buruknya cuaca. Namun demikian, secara tahunan, harga komoditas ikan segar tidak mengalami kenaikan
berarti.
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada tahun 2016 justru menjadi satu-satunya
kelompok komoditas yang mengalami deflasi (-2,52% - yoy), melanjutkan tren di tahun sebelumnya yang juga
mengalami deflasi sebesar -1,04% (yoy). Adanya penurunan harga BBM bersubsidi seiring dengan masih rendahnya
harga minyak dunia dan kecenderungan penurunan tarif angkutan udaran seiring penambahan rute dan frekuensi
angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di kelompok komoditas ini. Dampak positif perluasan runway bandara
masih dirasakan hingga saat ini yang terlihat dari banyaknya penambahan rute dan frekuensi pesawat di sepanjang tahun
2016. Penambahan rute baru tersebut berdampak positif dalam meningkatkan persaingan dan pelayanan angkutan udara
yang terlihat dari turunnya tarif angkutan udara di NTT. Namun demikian, jumlah tersebut dirasakan masih kurang
mencukupi yang terlihat dari besarnya fluktuasi harga yang terjadi, sehingga di sepanjang tahun 2016, angkutan udara
hampir selalu menjadi komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di NTT. Sinergi kebijakan perlu terus dilakukan
oleh pemerintah seperti halnya terkait pengembangan kebijakan pariwisata. Selain berpotensi meningkatkan ekonomi,
investasi dan lapangan kerja seiring dengan datangnya wisatawan, peningkatan pariwisata juga dapat menambah
frekuensi penerbangan, sehingga fluktuasi inflasi dapat lebih terjaga seiring dengan adanya peningkatan pasokan
angkutan udara. Kenaikan harga secara tahunan juga terjadi pada komoditas jasa keuangan yang disebabkan oleh adanya
kenaikan biaya administrasi di awal tahun, sedangkan inflasi pada komoditas komunikasi dan pengiriman, serta komoditas
sarana dan penunjang transportasi pada triwulan IV 2016 cenderung tetap.
3.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
3.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau
Makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT dengan nilai
inflasi mencapai 8,83% (yoy), lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi komoditas dalam 3 tahun terakhir yang sebesar
7,74% (av-yoy). Tingginya inflasi sub kelompok komoditas tembakau dan minuman beralkohol terutama disebabkan oleh
dikeluarkannya peraturan menteri keuangan nomor 198/PMK.010/2015 yang isinya tentang perubahan pengenaan tarif
cukai rokok dengan rata-rata kenaikan sebesar 11,5%. Kenaikan cukai rokok tersebut ditanggapi produsen dengan
menaikkan harga rokok secara bertahap di tiap bulannya hingga total mengalami inflasi sebesar 18,31% (yoy) dengan
kenaikan harga terbesar pada rokok kretek yang mencapai 24,14% (yoy) dan rokok kretek filter yang mencapai 19,56%
(yoy). Inflasi pada sub kelompok komoditas minuman yang tidak beralkohol terutama disebabkan oleh kenaikan harga
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
50 Februari 2017
GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2015
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2016
1 2 3
2017
4 5 6 7140.00
150.00
160.00
170.00
180.00
190.00
200.00
(1.50) (1.00) (0.50)
- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Ekspektasi harga konsumen dalam 3 dan 6 bulan mendatang menunjukkan adanya penurunan setelah bulan
Januari 2017. Kenaikan diperkirakan akan terjadi pada bulan Mei, melambat di bulan Juni dan kembali meningkat di
bulan Juli. Namun demikian, arah ekspektasi inflasi ini sepertinya masih dipengaruhi kondisi historis yang cenderung
meningkat di bulan Juli karena adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Dengan kondisi hari raya Idul Fitri yang di tahun
2017 terjadi di akhir bulan Juni, maka kenaikan inflasi diperkirakan terjadi pada bulan Juni dan Juli 2017.
Pada tahun 2016, Kota Kupang mengalami inflasi terendah dalam 15 tahun terakhir dengan nilai inflasi sebesar
2,31% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,07% (yoy). Deflasi yang
terjadi pada komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,4% (yoy) menjadi pendorong utama
rendahnya inflasi di Kota Kupang. Selain itu, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan,
pendidikan, rekreasi dan olah raga juga menunjukkan nilai yang rendah dan stabil. Inflasi bahan makanan juga relatif
rendah dengan nilai inflasi hanya sebesar 3,88% (yoy), jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
9,55% (yoy). Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 ini menjadi penyumbang inflasi
tertinggi di Kota Kupang dengan nilai inflasi sebesar 9,10% (yoy), lebih tinggi dibanding nilai inflasi tahun sebelumnya
yang sebesar 8,63% (yoy). Tingginya kenaikan cukai rokok ditambah dengan kenaikan biaya dan keuntungan lainnya
pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol membuat inflasi pada komoditas ini mengalami peningkatan
signifikan hingga 18,88% (yoy) di sepanjang tahun 2016.
Berdasarkan komoditas, adanya penurunan harga beras, BBM, angkutan udara, ikan segar dan biaya tempat tinggal telah
mampu menahan inflasi dengan andil deflasi mencapai -0,94% (sum - yoy). Adapun kenaikan harga bumbu-bumbuan,
tembakau dan minuman beralkohol, makanan jadi dan minuman tak beralkohol, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan
pendidikan telah menyebabkan inflasi dengan andil mencapai 2,94% (sum - yoy). Walaupun secara triwulanan harga ikan
segar mengalami peningkatan yang cukup besar, namun dikarenakan tingginya posisi harga di tahun sebelumnya,
membuat secara tahunan, harga ikan segar masih mengalami penurunan. Kenaikan harga signifikan pada komoditas
bawang merah, bawang putih, cabai merah dan cabai rawit telah menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang yang
terutama disebabkan oleh adanya penurunan pasokan maupun perdagangan barang ke luar daerah yang disebabkan oleh
harga barang yang lebih tinggi di daerah lain, sehingga harga di Kota Kupang juga bergerak naik. Kenaikan harga sandang
anak-anak dan laki-laki juga mampu menyumbang inflasi, namun masih dalam batas wajar.
3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
53Februari 2017
Setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan pada triwulan III 2016, inflasi kelompok komoditas
volatile foods kembali mengalami kenaikan signifikan terutama pada bulan November dan Desember yang
disebabkan oleh tingginya permintaan menjelang hari raya Natal dan tahun baru, serta memburuknya kondisi
cuaca yang mengganggu distribusi barang dan menurunkan pasokan komoditas. Namun demikian, secara
tahunan, nilai inflasi volatile foods masih dapat terjaga seiring dengan nilai kenaikan inflasi triwulan IV yang
tidak sebesar tahun sebelumnya. Nilai inflasi volatile food pada triwulan IV sebesar 3,62% (yoy), meningkat dibanding
posisi inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 2,86% (yoy), namun lebih rendah dibanding nilai inflasi pada triwulan yang
sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,86% (yoy). Relatif tingginya posisi harga di tahun sebelumnya berhasil meredam
kenaikan inflasi di tahun 2016. Beberapa komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi, demikian pula dengan komoditas
daging dan hasil-hasilnya, maupun komoditas ikan segar. Pasokan beras yang cukup lancar dan melimpah juga berhasil
menurunkan inflasi padi-padian sebesar -3,02% (yoy).
3.3.1 Kelompok Volatile foods
Berdasarkan pergerakan harga yang terjadi, inflasi volatile food mengalami titik terendah pada triwulan III 2016. Pada
triwulan IV 2016, harga komoditas volatile food berangsur-angsur mengalami peningkatan seiring dengan mulai
datangnya musim penghujan dan mencapai titik inflasi tertinggi pada bulan Desember dengan nilai inflasi mencapai
5,38% (mtm) yang disebabkan oleh tingginya permintaan komoditas bahan makanan untuk merayakan hari raya Natal
dan tahun baru.
Walaupun pada bulan Desember inflasi administered price mengalami kenaikan seiring dengan tingginya kenaikan tarif
angkutan udara menjelang hari raya Natal dan tahun baru maupun adanya perayaan Hari Nusantara, Secara tahunan
inflasi administered price relatif rendah bahkan hanya tumbuh sebesar 0,79% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Kenaikan cukai rokok masih menjadi penyebab utama inflasi komoditas administered prices. Namun demikian, adanya
penurunan tarif angkutan udara, bensin dan solar mampu menahan kenaikan inflasi pada komoditas tembakau dan
minuman beralkohol.
3.3.2 Kelompok Administered prices.
Inflasi kelompok inti pada triwulan IV 2016 hanya sebesar 2,63% (yoy), menurun dibanding posisi triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,58% (yoy) atau tahun sebelumnya yang mencapai 4,69% (yoy). Rendahnya inflasi
komoditas inti lebih disebabkan oleh adanya penurunan biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga dan
perlengkapan pendidikan. Dibanding tahun sebelumnya, hampir semua komoditas pembentuknya juga mengalami
penurunan inflasi. Dari 22 kelompok komoditas pembentuknya, hanya 5 komoditas yang mengalami kenaikan inflasi yaitu
penyelenggaraan rumah tangga, rekreasi, olah raga, barang pribadi dan jasa kesehatan. Berdasarkan andil inflasi,
komoditas makanan jadi masih menjadi pendorong utama inflasi, diikuti oleh komoditas minuman tidak beralkohol,
pendidikan dan penyelenggaraan rumah tangga. Kenaikan harga makanan jadi dan minuman yang tidak beralkohol lebih
disebabkan oleh ketersediaan pusat kuliner yang masih kurang, walaupun membaik dibanding tahun sebelumnya.
Tingginya harga jual makanan jadi diharapkan dapat menarik pengusaha makanan untuk berinvestasi di NTT. Kenaikan
biaya penyelenggaraan rumah tangga lebih disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga yang mengalami
kenaikan 7,94% (yoy). Rata-rata kenaikan tersebut masih sangat wajar mengikuti kenaikan UMP yang terjadi.
3.3.3 Kelompok Inti (core)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
52 Februari 2017
GRAFIK 3.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
EKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD INFLASI EKSPEKTASI HARGA 6 BLN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2015
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112
2016
1 2 3
2017
4 5 6 7140.00
150.00
160.00
170.00
180.00
190.00
200.00
(1.50) (1.00) (0.50)
- 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Ekspektasi harga konsumen dalam 3 dan 6 bulan mendatang menunjukkan adanya penurunan setelah bulan
Januari 2017. Kenaikan diperkirakan akan terjadi pada bulan Mei, melambat di bulan Juni dan kembali meningkat di
bulan Juli. Namun demikian, arah ekspektasi inflasi ini sepertinya masih dipengaruhi kondisi historis yang cenderung
meningkat di bulan Juli karena adanya hari raya Idul Fitri dan libur sekolah. Dengan kondisi hari raya Idul Fitri yang di tahun
2017 terjadi di akhir bulan Juni, maka kenaikan inflasi diperkirakan terjadi pada bulan Juni dan Juli 2017.
Pada tahun 2016, Kota Kupang mengalami inflasi terendah dalam 15 tahun terakhir dengan nilai inflasi sebesar
2,31% (yoy), jauh lebih rendah dibanding inflasi pada tahun sebelumnya yang sebesar 5,07% (yoy). Deflasi yang
terjadi pada komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,4% (yoy) menjadi pendorong utama
rendahnya inflasi di Kota Kupang. Selain itu, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan,
pendidikan, rekreasi dan olah raga juga menunjukkan nilai yang rendah dan stabil. Inflasi bahan makanan juga relatif
rendah dengan nilai inflasi hanya sebesar 3,88% (yoy), jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang sebesar
9,55% (yoy). Komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau pada tahun 2016 ini menjadi penyumbang inflasi
tertinggi di Kota Kupang dengan nilai inflasi sebesar 9,10% (yoy), lebih tinggi dibanding nilai inflasi tahun sebelumnya
yang sebesar 8,63% (yoy). Tingginya kenaikan cukai rokok ditambah dengan kenaikan biaya dan keuntungan lainnya
pada komoditas tembakau dan minuman beralkohol membuat inflasi pada komoditas ini mengalami peningkatan
signifikan hingga 18,88% (yoy) di sepanjang tahun 2016.
Berdasarkan komoditas, adanya penurunan harga beras, BBM, angkutan udara, ikan segar dan biaya tempat tinggal telah
mampu menahan inflasi dengan andil deflasi mencapai -0,94% (sum - yoy). Adapun kenaikan harga bumbu-bumbuan,
tembakau dan minuman beralkohol, makanan jadi dan minuman tak beralkohol, sayur-sayuran, kacang-kacangan dan
pendidikan telah menyebabkan inflasi dengan andil mencapai 2,94% (sum - yoy). Walaupun secara triwulanan harga ikan
segar mengalami peningkatan yang cukup besar, namun dikarenakan tingginya posisi harga di tahun sebelumnya,
membuat secara tahunan, harga ikan segar masih mengalami penurunan. Kenaikan harga signifikan pada komoditas
bawang merah, bawang putih, cabai merah dan cabai rawit telah menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang yang
terutama disebabkan oleh adanya penurunan pasokan maupun perdagangan barang ke luar daerah yang disebabkan oleh
harga barang yang lebih tinggi di daerah lain, sehingga harga di Kota Kupang juga bergerak naik. Kenaikan harga sandang
anak-anak dan laki-laki juga mampu menyumbang inflasi, namun masih dalam batas wajar.
3.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
3.4.1 Inflasi Kota Kupang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
53Februari 2017
Setelah mengalami penurunan yang cukup signifikan pada triwulan III 2016, inflasi kelompok komoditas
volatile foods kembali mengalami kenaikan signifikan terutama pada bulan November dan Desember yang
disebabkan oleh tingginya permintaan menjelang hari raya Natal dan tahun baru, serta memburuknya kondisi
cuaca yang mengganggu distribusi barang dan menurunkan pasokan komoditas. Namun demikian, secara
tahunan, nilai inflasi volatile foods masih dapat terjaga seiring dengan nilai kenaikan inflasi triwulan IV yang
tidak sebesar tahun sebelumnya. Nilai inflasi volatile food pada triwulan IV sebesar 3,62% (yoy), meningkat dibanding
posisi inflasi triwulan sebelumnya yang sebesar 2,86% (yoy), namun lebih rendah dibanding nilai inflasi pada triwulan yang
sama tahun sebelumnya yang sebesar 8,86% (yoy). Relatif tingginya posisi harga di tahun sebelumnya berhasil meredam
kenaikan inflasi di tahun 2016. Beberapa komoditas sayur-sayuran mengalami deflasi, demikian pula dengan komoditas
daging dan hasil-hasilnya, maupun komoditas ikan segar. Pasokan beras yang cukup lancar dan melimpah juga berhasil
menurunkan inflasi padi-padian sebesar -3,02% (yoy).
3.3.1 Kelompok Volatile foods
Berdasarkan pergerakan harga yang terjadi, inflasi volatile food mengalami titik terendah pada triwulan III 2016. Pada
triwulan IV 2016, harga komoditas volatile food berangsur-angsur mengalami peningkatan seiring dengan mulai
datangnya musim penghujan dan mencapai titik inflasi tertinggi pada bulan Desember dengan nilai inflasi mencapai
5,38% (mtm) yang disebabkan oleh tingginya permintaan komoditas bahan makanan untuk merayakan hari raya Natal
dan tahun baru.
Walaupun pada bulan Desember inflasi administered price mengalami kenaikan seiring dengan tingginya kenaikan tarif
angkutan udara menjelang hari raya Natal dan tahun baru maupun adanya perayaan Hari Nusantara, Secara tahunan
inflasi administered price relatif rendah bahkan hanya tumbuh sebesar 0,79% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Kenaikan cukai rokok masih menjadi penyebab utama inflasi komoditas administered prices. Namun demikian, adanya
penurunan tarif angkutan udara, bensin dan solar mampu menahan kenaikan inflasi pada komoditas tembakau dan
minuman beralkohol.
3.3.2 Kelompok Administered prices.
Inflasi kelompok inti pada triwulan IV 2016 hanya sebesar 2,63% (yoy), menurun dibanding posisi triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,58% (yoy) atau tahun sebelumnya yang mencapai 4,69% (yoy). Rendahnya inflasi
komoditas inti lebih disebabkan oleh adanya penurunan biaya tempat tinggal, perlengkapan rumah tangga dan
perlengkapan pendidikan. Dibanding tahun sebelumnya, hampir semua komoditas pembentuknya juga mengalami
penurunan inflasi. Dari 22 kelompok komoditas pembentuknya, hanya 5 komoditas yang mengalami kenaikan inflasi yaitu
penyelenggaraan rumah tangga, rekreasi, olah raga, barang pribadi dan jasa kesehatan. Berdasarkan andil inflasi,
komoditas makanan jadi masih menjadi pendorong utama inflasi, diikuti oleh komoditas minuman tidak beralkohol,
pendidikan dan penyelenggaraan rumah tangga. Kenaikan harga makanan jadi dan minuman yang tidak beralkohol lebih
disebabkan oleh ketersediaan pusat kuliner yang masih kurang, walaupun membaik dibanding tahun sebelumnya.
Tingginya harga jual makanan jadi diharapkan dapat menarik pengusaha makanan untuk berinvestasi di NTT. Kenaikan
biaya penyelenggaraan rumah tangga lebih disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga yang mengalami
kenaikan 7,94% (yoy). Rata-rata kenaikan tersebut masih sangat wajar mengikuti kenaikan UMP yang terjadi.
3.3.3 Kelompok Inti (core)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
52 Februari 2017
Grafik 3.6. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
OCT NOV
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
118.7
105.9
145.4
119.3
111.8
113.4
142.6
112.8
119.9
108.7
145.6
120.0
111.9
113.8
142.6
112.8
DES
121.9
113.7
146.0
120.1
113.0
115.0
142.7
113.8
122.4
113.2
146.5
121.1
113.1
115.4
142.8
116.5
JAN
YOY
IV JAN
3.62
3.70
7.14
5.55
3.70
3.34
1.57
(3.44)
3.61
4.89
5.30
3.08
3.06
3.33
1.69
0.75
IHK 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.15. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
MAUMERE NTT
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
2017
1
0.02
1.02
2.02
3.02
4.02
5.02
6.02
7.02
8.02
9.02
3.61
2.48
cuaca yang berdampak pada penurunan pasokan ikan segar dan sayur-sayuran di pasar. Meskipun demikian, secara
tahunan harga masih relatif terkendali bahkan cenderung mengalami penurunan.
Berdasarkan andil komoditas terhadap inflasi di Kota Maumere, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
menjadi komoditas penyumbang utama inflasi dengan nilai inflasi sebesar 5,55% (yoy) dan memiliki andil terhadap inflasi
hingga sebesar 1,34% (sum-yoy). Tingginya sumbangan kelompok komoditas ini lebih disebabkan oleh meningkatnya
biaya kontrak rumah sejak awal tahun 2016 dan sewa rumah yang kembali meningkat pada triwulan IV 2016 yang mampu
memberikan andil pada inflasi Maumere hingga 0,90% (sum – yoy). Kenaikan tarif air minum PAM hingga sebesar 19,80%
(yoy) pada bulan September 2016 juga menyumbang inflasi hingga 0,20% (sum-yoy). Komoditas makanan jadi menjadi
komoditas penyumbang inflasi terbesar kedua di Maumere dengan andil hingga 1,2% (sum-yoy) terutama disebabkan
oleh meningkatnya harga rokok dan tembakau mengikuti kenaikan cukai rokok yang ada.
Adapun sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mampu menjadi komoditas utama yang menahan laju inflasi di
Kota Maumere. Deflasi pada komoditas ini terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin hingga -11,45% (yoy),
angkutan udara hingga -35,63% (yoy), dan solar sebesar -23,13% (yoy). Penurunan tarif angkutan udara kemungkinan
disebabkan oleh turunnya jumlah penumpang yang berangkat dari bandara Frans Seda Maumere pada bulan Desember
2016 sebesar 0,55% (mtm) dan di sisi lain, frekuensi penerbangan justru mengalami penambahan.
3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN I 2017
Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan, terutama disebabkan oleh kenaikan
tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan Maret 2017. Adanya kenaikan listrik hingga dua kali
tersebut, berpotensi menyebabkan inflasi tarif listrik hingga 14,5% dan memberikan andil terhadap inflasi triwulan I 2017
hingga 0,42%. Adanya kenaikan cukai rokok dengan kenaikan harga eceran rata-rata hingga 12,26% diperkirakan juga
akan membuat kenaikan harga rokok dilakukan rutin setiap bulannya sebagaimana terjadi pada tahun 2016. Kondisi
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
55Februari 2017
Tabel 3.5. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
OCT NOV
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
125.6
118.1
143.4
123.8
126.2
115.6
123.6
130.2
126.6
122.1
144.2
124.1
125.5
115.6
123.7
128.9
DES
129.1
128.7
144.2
124.2
126.9
115.9
124.6
132.6
130.1
130.9
144.9
125.5
125.7
116.0
125.2
132.9
JAN
YOY
IV JAN
2.31
3.88
9.10
0.10
3.86
2.63
3.04
(2.40)
2.32
1.92
8.06
0.18
3.47
2.95
3.41
0.70
IHK 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.14. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
NTTKUPANG
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
2017
1 0.02 1.02 2.02 3.02 4.02 5.02 6.02 7.02 8.02 9.02
10.02
2.32
2.48
Selain ikan segar, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga yang cukup besar pada triwulan IV
antara lain sayur-sayuran (28,27% - qtq), bumbu-bumbuan (25,67% - qtq), serta daging dan hasil-hasilnya
(11,86 – qtq). Kenaikan harga komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan lebih disebabkan oleh memburuknya
cuaca seiring dengan datangnya musim penghujan. Kenaikan harga daging lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan
daging ayam ras dan ayam hidup yang disebabkan oleh terbatasnya pasokan DOC secara nasional, sehingga berdampak
pada terbatasnya pasokan ayam di pasar. Di sisi lain, adanya peningkatan permintaan yang cukup tinggi untuk perayaan
hari raya Natal dan tahun baru membuat harga jual melonjak dikarenakan kekurangan pasokan komoditas yang ada.
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
Berbeda dengan pola pergerakan inflasi di Kota Kupang, ketika inflasi di Kota Kupang bergerak menurun, inflasi di Kota
Maumere justru menunjukkan adanya kenaikan terutama di triwulan IV 2016 yang mengalami inflasi sebesar 3,61% (yoy).
Walaupun masih tergolong rendah, adanya kenaikan harga bahan makanan yang tinggi di triwulan IV 2016 telah
membuat inflasi bergerak naik dibanding posisi triwulan III yang hanya sebesar 2,28% (yoy). Kenaikan inflasi tersebut
terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi komoditas daging dan hasil-hasilnya (25,29% - yoy) dan buah-buahan
(23,14% - yoy). Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga ayam hidup
dan daging ayam ras masing-masing sebesar 25,65% (yoy) dan 8,37% (yoy). Kelangkaan penyediaan DOC menjadi
masalah utama penyediaan pasokan ayam ras di Pulau Flores, dikarenakan pemenuhan bibit ayam tersebut harus dipenuhi
dari Kupang, Bali atau Surabaya, sehingga adanya gangguan distribusi langsung berdampak pada kelangkaan penyediaan
DOC di Maumere. Permasalahan distribusi juga menjadi penyebab utama berkurangnya pasokan buah-buahan dari Jawa,
sehingga harga buah mengalami kenaikan yang cukup besar.
Secara triwulanan, selain komoditas ayam ras hidup dan buah-buahan, kenaikan inflasi juga terjadi pada komoditas sayur-
sayuran (19,89 – qtq) dan ikan segar (16,14 – qtq). Setelah cenderung mengalami penurunan harga hingga triwulan III
2016, harga komoditas sayur-sayuran dan ikan segar meningkat pada triwulan IV 2016 disebabkan oleh memburuknya
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
54 Februari 2017
Grafik 3.6. Inflasi Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
OCT NOV
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
118.7
105.9
145.4
119.3
111.8
113.4
142.6
112.8
119.9
108.7
145.6
120.0
111.9
113.8
142.6
112.8
DES
121.9
113.7
146.0
120.1
113.0
115.0
142.7
113.8
122.4
113.2
146.5
121.1
113.1
115.4
142.8
116.5
JAN
YOY
IV JAN
3.62
3.70
7.14
5.55
3.70
3.34
1.57
(3.44)
3.61
4.89
5.30
3.08
3.06
3.33
1.69
0.75
IHK 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.15. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE
MAUMERE NTT
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
2017
1
0.02
1.02
2.02
3.02
4.02
5.02
6.02
7.02
8.02
9.02
3.61
2.48
cuaca yang berdampak pada penurunan pasokan ikan segar dan sayur-sayuran di pasar. Meskipun demikian, secara
tahunan harga masih relatif terkendali bahkan cenderung mengalami penurunan.
Berdasarkan andil komoditas terhadap inflasi di Kota Maumere, komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
menjadi komoditas penyumbang utama inflasi dengan nilai inflasi sebesar 5,55% (yoy) dan memiliki andil terhadap inflasi
hingga sebesar 1,34% (sum-yoy). Tingginya sumbangan kelompok komoditas ini lebih disebabkan oleh meningkatnya
biaya kontrak rumah sejak awal tahun 2016 dan sewa rumah yang kembali meningkat pada triwulan IV 2016 yang mampu
memberikan andil pada inflasi Maumere hingga 0,90% (sum – yoy). Kenaikan tarif air minum PAM hingga sebesar 19,80%
(yoy) pada bulan September 2016 juga menyumbang inflasi hingga 0,20% (sum-yoy). Komoditas makanan jadi menjadi
komoditas penyumbang inflasi terbesar kedua di Maumere dengan andil hingga 1,2% (sum-yoy) terutama disebabkan
oleh meningkatnya harga rokok dan tembakau mengikuti kenaikan cukai rokok yang ada.
Adapun sektor transportasi, komunikasi dan jasa keuangan mampu menjadi komoditas utama yang menahan laju inflasi di
Kota Maumere. Deflasi pada komoditas ini terutama disebabkan oleh turunnya harga bensin hingga -11,45% (yoy),
angkutan udara hingga -35,63% (yoy), dan solar sebesar -23,13% (yoy). Penurunan tarif angkutan udara kemungkinan
disebabkan oleh turunnya jumlah penumpang yang berangkat dari bandara Frans Seda Maumere pada bulan Desember
2016 sebesar 0,55% (mtm) dan di sisi lain, frekuensi penerbangan justru mengalami penambahan.
3.5. PROYEKSI INFLASI PROVINSI NTT TRIWULAN I 2017
Inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan akan mengalami peningkatan, terutama disebabkan oleh kenaikan
tarif listrik untuk rumah tangga 900VA pada bulan Januari dan Maret 2017. Adanya kenaikan listrik hingga dua kali
tersebut, berpotensi menyebabkan inflasi tarif listrik hingga 14,5% dan memberikan andil terhadap inflasi triwulan I 2017
hingga 0,42%. Adanya kenaikan cukai rokok dengan kenaikan harga eceran rata-rata hingga 12,26% diperkirakan juga
akan membuat kenaikan harga rokok dilakukan rutin setiap bulannya sebagaimana terjadi pada tahun 2016. Kondisi
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
55Februari 2017
Tabel 3.5. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
OCT NOV
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
125.6
118.1
143.4
123.8
126.2
115.6
123.6
130.2
126.6
122.1
144.2
124.1
125.5
115.6
123.7
128.9
DES
129.1
128.7
144.2
124.2
126.9
115.9
124.6
132.6
130.1
130.9
144.9
125.5
125.7
116.0
125.2
132.9
JAN
YOY
IV JAN
2.31
3.88
9.10
0.10
3.86
2.63
3.04
(2.40)
2.32
1.92
8.06
0.18
3.47
2.95
3.41
0.70
IHK 2017
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 3.14. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG
NTTKUPANG
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
2017
1 0.02 1.02 2.02 3.02 4.02 5.02 6.02 7.02 8.02 9.02
10.02
2.32
2.48
Selain ikan segar, beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga yang cukup besar pada triwulan IV
antara lain sayur-sayuran (28,27% - qtq), bumbu-bumbuan (25,67% - qtq), serta daging dan hasil-hasilnya
(11,86 – qtq). Kenaikan harga komoditas sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan lebih disebabkan oleh memburuknya
cuaca seiring dengan datangnya musim penghujan. Kenaikan harga daging lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan
daging ayam ras dan ayam hidup yang disebabkan oleh terbatasnya pasokan DOC secara nasional, sehingga berdampak
pada terbatasnya pasokan ayam di pasar. Di sisi lain, adanya peningkatan permintaan yang cukup tinggi untuk perayaan
hari raya Natal dan tahun baru membuat harga jual melonjak dikarenakan kekurangan pasokan komoditas yang ada.
3.4.2 Inflasi Kota Maumere
Berbeda dengan pola pergerakan inflasi di Kota Kupang, ketika inflasi di Kota Kupang bergerak menurun, inflasi di Kota
Maumere justru menunjukkan adanya kenaikan terutama di triwulan IV 2016 yang mengalami inflasi sebesar 3,61% (yoy).
Walaupun masih tergolong rendah, adanya kenaikan harga bahan makanan yang tinggi di triwulan IV 2016 telah
membuat inflasi bergerak naik dibanding posisi triwulan III yang hanya sebesar 2,28% (yoy). Kenaikan inflasi tersebut
terutama disebabkan oleh meningkatnya inflasi komoditas daging dan hasil-hasilnya (25,29% - yoy) dan buah-buahan
(23,14% - yoy). Kenaikan harga daging dan hasil-hasilnya terutama disebabkan oleh tingginya kenaikan harga ayam hidup
dan daging ayam ras masing-masing sebesar 25,65% (yoy) dan 8,37% (yoy). Kelangkaan penyediaan DOC menjadi
masalah utama penyediaan pasokan ayam ras di Pulau Flores, dikarenakan pemenuhan bibit ayam tersebut harus dipenuhi
dari Kupang, Bali atau Surabaya, sehingga adanya gangguan distribusi langsung berdampak pada kelangkaan penyediaan
DOC di Maumere. Permasalahan distribusi juga menjadi penyebab utama berkurangnya pasokan buah-buahan dari Jawa,
sehingga harga buah mengalami kenaikan yang cukup besar.
Secara triwulanan, selain komoditas ayam ras hidup dan buah-buahan, kenaikan inflasi juga terjadi pada komoditas sayur-
sayuran (19,89 – qtq) dan ikan segar (16,14 – qtq). Setelah cenderung mengalami penurunan harga hingga triwulan III
2016, harga komoditas sayur-sayuran dan ikan segar meningkat pada triwulan IV 2016 disebabkan oleh memburuknya
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
54 Februari 2017
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Belum adanya standarisasi ukuran di level pedagang eceran dan konsumen,
Kendala cuaca terhadap kestabilan pasokan dan bibit penyakit pada ternak.
Pemasalahan struktural seperti biaya distribusi yang mahal dan pasar yang Oligopoli.
Minimnya industri pengolahan di Provinsi NTT.
Sulitnya penyerapan beras oleh Bulog akibat harga pasar di petani dan penggilingan lebih tinggi dari harga
penetapan pemerintah
Pasokan minyak tanah dan BBM yang masih terbatas di beberapa daerah sehingga harga meningkat di tingkat
pengecer. Di NTT sendiri masih terdapat 13 wilayah yang belum memiliki penyalur
c. Hal-hal yang disepakati dalam rapat diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Perlunya penyelarasan roadmap TPID dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan
program kerja Provinsi/Kab-Kota di NTT tahun 2017-2018.
Peningkatan keaktifan TPID Kab/kota dengan diketuai Sekretaris Daerah yang juga Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD), sehingga diharapkan kebijakan bisa lebih efektif dan sejalan dengan perencanaan anggaran.
Perlunya koordinasi antar sektor melalui rapat koordinasi dan peningkatan kerjasama antar kabupaten/kota.
Perlu adanya monitoring dan pemeriksaan di gudang-gudang bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan
untuk menghindari penimbunan di akhir tahun.
Perlunya pengembangan sektor pariwisata masyarakat melalui alokasi anggaran di daerah bagi pengembangan
usaha kecil di daerah guna mendukung pariwisata.
Perlunya dibentuk sub penyalur resmi di kabupaten yang kesulitan mendapatkan distribusi minyak tanah
maupun bbm. Adanya dana desa dapat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi pembentukan sub penyalur
resmi tersebut.
Perlunya kerjasama yang berkelanjutan dengan BPS untuk kegiatan perhitungan inflasi di setiap daerah
sehingga data historis dapat dimiliki guna mendukung identifikasi pengendalian inflasi di setiap daerah.
Perlu dilaksanakannya hasil pembahasan rakorwil TPID di Ternate oleh seluruh kab/kota.
4. Dalam rangka menjaga inflasi menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru di NTT, TPID Provinsi NTT bersama dengan TPID
Kota Kupang telah melakukan beberapa kegiatan penanggulangan dan pemantauan harga diantaranya inspeksi
mendadak bersama dengan Gubernur NTT di gudang BULOG divre NTT dan pelabuhan peti kemas PELINDO 3, operasi
pasar BULOG dan pasar murah oleh BMPD di Pasar Kasih Naikoten.
GAMBAR 3.1. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2016
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
57Februari 2017
cuaca diperkirakan membaik yang berdampak pada turunnya harga bahan makanan. Harga komoditas transportasi
diperkirakan masih cenderung rendah seiring dengan masih rendahnya mobilitas antar wilayah menggunakan angkutan
udara, namun adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102,09% (mtm) pada bulan Januari dan kenaikan tarif
pulsa ponsel diperkirakan menahan potensi deflasi yang terjadi.
Berdasarkan perkembangan inflasi triwulan I 2017 di bulan Januari, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,74% (mtm)
terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan seiring dengan kondisi cuaca yang memburuk dan berdampak
pada adanya himbauan dilarang melaut bagi nelayan, ditutupnya pelabuhan penyeberangan dan berhentinya kegiatan
pelayaran lainnya yang mengganggu penyediaan pasokan di NTT. Dampak buruknya cuaca tersebut terlihat dari tingginya
nilai inflasi ikan segar pada bulan Januari yang mencapai 14,19% (mtm), seiring dengan kosongnya persediaan ikan di
pasar. Pada bulan ini juga terjadi kelangkaan penyediaan cabai rawit yang menyebabkan kenaikan harga hingga 58,00%
(mtm), sehingga dibanding triwulan sebelumnya, harga cabai rawit telah mengalami kenaikan hingga 367,70% (qtq).
Dibanding nasional yang mengalami inflasi 0,97% (mtm), inflasi Provinsi masih relatif lebih terjaga. Adanya penurunan
permintaan di bulan Januari 2017 dinilai mampu meredam permintaan komoditas yang juga mengalami penurunan
pasokan, sehingga inflasi tidak naik signifikan. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan adalah adanya kenaikan tarif listrik
rumah tangga dengan 900VA dan biaya perpanjangan STNK yang naik lebih dari 100%.
Pada bulan Februari, inflasi diperkirakan akan lebih stabil seiring dengan kondisi cuaca yang membaik. Namun demikian,
adanya La Nina yang terjadi diperkirakan akan memperpanjang musim hujan di NTT yang terlihat dari hasil survei
pemantauan harga minggu ke-1 Februari 2017 yang masih menunjukkan adanya inflasi pada nilai yang rendah.
Komoditas cabai rawit sudah mulai menunjukkan adanya penurunan harga di pasar, demikian pula dengan penurunan
harga telur dan daging ayam ras seiring mulai tersedianya pasokan di pasar dan kondisi distribusi komoditas yang mulai
membaik. Harga ikan segar juga sudah berangsur menurun, begitu juga dengan harga tahu mentah, gula pasir dan emas
perhiasan. Hingga akhir bulan Februari 2017, inflasi diperkirakan rendah dan cenderung deflasi walaupun tidak terlalu
besar.
3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Sebagai upaya untuk terus menjaga inflasi yang rendah dan stabil di Provinsi NTT, TPID telah melakukan
beberapa kegiatan pengendalian inflasi di triwulan IV 2016 dengan berbagai macam kegiatan sebagai berikut :
1.
2.
3.
Telah dilakukan penyusunan dan pembahasan draft final Roadmap TPID Provinsi NTT untuk panduan kegiatan hingga
tahun 2018 dengan program unggulan “JUPE RUN 10K” yang berarti tujuh kegiatan pengendalian inflasi yang
dilakukan TPID yang sudah diupdate dan direvisi ditambah dengan 10 program penguatan TPID hasil kompilasi RKPD
yang telah disusun oleh masing-masing dinas.
Telah dilakukan sosialisasi TPID di Kabupaten Rote Ndao pada tanggal 29 Oktober 2016.
Telah dilakukan rapat koordinasi daerah TPID Provinsi NTT yang dipimpin oleh sekretaris daerah provinsi NTT dan
dihadiri oleh seluruh anggota TPID Kabupaten Kota di Provinsi NTT. Adapun beberapa hasil rapat koordinasi tersebut
meliputi :
a.
b.
Telah dilakukan penandatanganan Roadmap TPID NTT tahun 2016-2018 dengan program yang diangkat yaitu JUPE
RUN 10 K.
Permasalahan yang teridentifikasi dalam rapat, diantaranya
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
56 Februari 2017
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Belum adanya standarisasi ukuran di level pedagang eceran dan konsumen,
Kendala cuaca terhadap kestabilan pasokan dan bibit penyakit pada ternak.
Pemasalahan struktural seperti biaya distribusi yang mahal dan pasar yang Oligopoli.
Minimnya industri pengolahan di Provinsi NTT.
Sulitnya penyerapan beras oleh Bulog akibat harga pasar di petani dan penggilingan lebih tinggi dari harga
penetapan pemerintah
Pasokan minyak tanah dan BBM yang masih terbatas di beberapa daerah sehingga harga meningkat di tingkat
pengecer. Di NTT sendiri masih terdapat 13 wilayah yang belum memiliki penyalur
c. Hal-hal yang disepakati dalam rapat diantaranya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Perlunya penyelarasan roadmap TPID dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan
program kerja Provinsi/Kab-Kota di NTT tahun 2017-2018.
Peningkatan keaktifan TPID Kab/kota dengan diketuai Sekretaris Daerah yang juga Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD), sehingga diharapkan kebijakan bisa lebih efektif dan sejalan dengan perencanaan anggaran.
Perlunya koordinasi antar sektor melalui rapat koordinasi dan peningkatan kerjasama antar kabupaten/kota.
Perlu adanya monitoring dan pemeriksaan di gudang-gudang bekerjasama dengan kepolisian dan kejaksaan
untuk menghindari penimbunan di akhir tahun.
Perlunya pengembangan sektor pariwisata masyarakat melalui alokasi anggaran di daerah bagi pengembangan
usaha kecil di daerah guna mendukung pariwisata.
Perlunya dibentuk sub penyalur resmi di kabupaten yang kesulitan mendapatkan distribusi minyak tanah
maupun bbm. Adanya dana desa dapat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi pembentukan sub penyalur
resmi tersebut.
Perlunya kerjasama yang berkelanjutan dengan BPS untuk kegiatan perhitungan inflasi di setiap daerah
sehingga data historis dapat dimiliki guna mendukung identifikasi pengendalian inflasi di setiap daerah.
Perlu dilaksanakannya hasil pembahasan rakorwil TPID di Ternate oleh seluruh kab/kota.
4. Dalam rangka menjaga inflasi menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru di NTT, TPID Provinsi NTT bersama dengan TPID
Kota Kupang telah melakukan beberapa kegiatan penanggulangan dan pemantauan harga diantaranya inspeksi
mendadak bersama dengan Gubernur NTT di gudang BULOG divre NTT dan pelabuhan peti kemas PELINDO 3, operasi
pasar BULOG dan pasar murah oleh BMPD di Pasar Kasih Naikoten.
GAMBAR 3.1. KEGIATAN TPID PROVINSI NTT TRIWULAN III 2016
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
57Februari 2017
cuaca diperkirakan membaik yang berdampak pada turunnya harga bahan makanan. Harga komoditas transportasi
diperkirakan masih cenderung rendah seiring dengan masih rendahnya mobilitas antar wilayah menggunakan angkutan
udara, namun adanya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102,09% (mtm) pada bulan Januari dan kenaikan tarif
pulsa ponsel diperkirakan menahan potensi deflasi yang terjadi.
Berdasarkan perkembangan inflasi triwulan I 2017 di bulan Januari, Provinsi NTT mengalami inflasi sebesar 0,74% (mtm)
terutama disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan seiring dengan kondisi cuaca yang memburuk dan berdampak
pada adanya himbauan dilarang melaut bagi nelayan, ditutupnya pelabuhan penyeberangan dan berhentinya kegiatan
pelayaran lainnya yang mengganggu penyediaan pasokan di NTT. Dampak buruknya cuaca tersebut terlihat dari tingginya
nilai inflasi ikan segar pada bulan Januari yang mencapai 14,19% (mtm), seiring dengan kosongnya persediaan ikan di
pasar. Pada bulan ini juga terjadi kelangkaan penyediaan cabai rawit yang menyebabkan kenaikan harga hingga 58,00%
(mtm), sehingga dibanding triwulan sebelumnya, harga cabai rawit telah mengalami kenaikan hingga 367,70% (qtq).
Dibanding nasional yang mengalami inflasi 0,97% (mtm), inflasi Provinsi masih relatif lebih terjaga. Adanya penurunan
permintaan di bulan Januari 2017 dinilai mampu meredam permintaan komoditas yang juga mengalami penurunan
pasokan, sehingga inflasi tidak naik signifikan. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan adalah adanya kenaikan tarif listrik
rumah tangga dengan 900VA dan biaya perpanjangan STNK yang naik lebih dari 100%.
Pada bulan Februari, inflasi diperkirakan akan lebih stabil seiring dengan kondisi cuaca yang membaik. Namun demikian,
adanya La Nina yang terjadi diperkirakan akan memperpanjang musim hujan di NTT yang terlihat dari hasil survei
pemantauan harga minggu ke-1 Februari 2017 yang masih menunjukkan adanya inflasi pada nilai yang rendah.
Komoditas cabai rawit sudah mulai menunjukkan adanya penurunan harga di pasar, demikian pula dengan penurunan
harga telur dan daging ayam ras seiring mulai tersedianya pasokan di pasar dan kondisi distribusi komoditas yang mulai
membaik. Harga ikan segar juga sudah berangsur menurun, begitu juga dengan harga tahu mentah, gula pasir dan emas
perhiasan. Hingga akhir bulan Februari 2017, inflasi diperkirakan rendah dan cenderung deflasi walaupun tidak terlalu
besar.
3.6. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Sebagai upaya untuk terus menjaga inflasi yang rendah dan stabil di Provinsi NTT, TPID telah melakukan
beberapa kegiatan pengendalian inflasi di triwulan IV 2016 dengan berbagai macam kegiatan sebagai berikut :
1.
2.
3.
Telah dilakukan penyusunan dan pembahasan draft final Roadmap TPID Provinsi NTT untuk panduan kegiatan hingga
tahun 2018 dengan program unggulan “JUPE RUN 10K” yang berarti tujuh kegiatan pengendalian inflasi yang
dilakukan TPID yang sudah diupdate dan direvisi ditambah dengan 10 program penguatan TPID hasil kompilasi RKPD
yang telah disusun oleh masing-masing dinas.
Telah dilakukan sosialisasi TPID di Kabupaten Rote Ndao pada tanggal 29 Oktober 2016.
Telah dilakukan rapat koordinasi daerah TPID Provinsi NTT yang dipimpin oleh sekretaris daerah provinsi NTT dan
dihadiri oleh seluruh anggota TPID Kabupaten Kota di Provinsi NTT. Adapun beberapa hasil rapat koordinasi tersebut
meliputi :
a.
b.
Telah dilakukan penandatanganan Roadmap TPID NTT tahun 2016-2018 dengan program yang diangkat yaitu JUPE
RUN 10 K.
Permasalahan yang teridentifikasi dalam rapat, diantaranya
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
56 Februari 2017
Secara konseptual, Inflasi pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai rata-rata pergerakan harga-harga komoditas yang
dikonsumsi oleh suatu rumah tangga. Dengan pendekatan Laspeyres sebagaimana digunakan di Indonesia, inflasi
dihitung menggunakan indeks harga yang disusun di tiap tahun dasar melalui survei biaya hidup yang dilakukan oleh BPS.
Pendekatan ini juga mengatur bahwa bobot masing-masing komoditas menggunakan bobot yang dihasilkan pada saat
survei di tahun dasar, sehingga yang dihitung tiap bulannya hanyalah perubahan harga yang terjadi. Adapun komoditas
yang diperhitungkan adalah komoditas yang secara signfikan memiliki proporsi nilai konsumsi lebih dari 0,02% dari total
pengeluaran rumah tangga, atau bisa kurang dari 0,02% namun signifikan dibutuhkan oleh suatu rumah tangga seperti
pembelian saus tomat, sikat gigi atau popok bayi di Kota Kupang. Dari ribuan komoditas yang disurvei, dengan
menggunakan prasyarat di atas, didapatkan 430 komoditas yang akan disurvei secara rutin oleh BPS di tiap bulannya di
Provinsi NTT.
Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di NTT dalam 6 tahun terakhir05
Dari 430 komoditas yang disurvei tiap bulannya, secara rata-rata 220 komoditas tidak mengalami perubahan harga dan
hanya sekitar 210 komoditas yang berubah dengan besar kenaikan/penurunan yang beraneka ragam. Perubahan harga
tersebut yang berpengaruh terhadap terjadinya inflasi. Berdasarkan pola pergerakan inflasi, didapatkan bahwa secara
rata-rata hanya terdapat 20 komoditas yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi di suatu daerah atau setara dengan
hanya 10% dari total komoditas yang mengalami perubahan harga. Apabila andil inflasi dari komoditas terbesar tersebut
dijumlahkan, maka nilai inflasi bulanan akan mendekati hasil penjumlahan 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi
utama tersebut dengan korelasi di kisaran 90%. Maka berdasarkan kecenderungan tersebut, telah dilakukan light
research / penelitian ringkas terhadap 10 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi bulanan utama di Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Kota Kupang dan Kota Maumere. Adapun jumlah sampel per masing-masing kota sebanyak 1.440
sampel meliputi total 20 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi utama pada 3 daerah tersebut di tiap bulannya
dalam jangka waktu 6 tahun terakhir dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Berdasarkan data 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di Provinsi NTT selama 6 tahun terakhir, didapatkan
bahwa dari 1.440 sampel, ternyata hanya terdapat 140 komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di provinsi NTT
dalam 6 tahun terakhir, 146 komoditas di Kota Kupang dan 141 komoditas di Kota Maumere. Apabila dalam 72 bulan
pencacahan tersebut diambil komoditas yang secara persisten setidaknya 10 kali menjadi penyumbang inflasi utama
dalam 6 tahun terakhir, maka didapatkan bahwa hanya terdapat 41 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi
di Provinsi NTT dan Kota Maumere, serta 44 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di Kota Kupang.
GRAFIK BOKS 5.2. KORELASI PERGERAKAN GABUNGAN 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI DI KOTA MAUMERE 6 TAHUN TERAKHIR DENGAN INFLASI KOTA MAUMERE
GRAFIK BOKS 5. 1. KORELASI PERGERAKAN GABUNGAN 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI DI KOTA KUPANG 6 TAHUN TERAKHIR DENGAN INFLASI KOTA KUPANG
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
59Februari 2017
5. Pada tanggal 11 Januari 2017 telah dilakukan rapat HLM TPID Provinsi NTT dan dipimpin oleh sekretaris daerah Provinsi
NTT dengan bahasan utama berupa langkah-langkah pengendalian harga cabai rawit di Kota Kupang. Dalam rapat
tersebut disepakati untuk dibentuk satgas pengendalian harga cabai rawit merah dengan dinas pertanian sebagai
koordinator. Dalam pelaksanaannya, satgas telah menjual lebih dari 1 ton cabai rawit merah, dengan harga 60 ribu
rupiah. Adapun harga cabai rawit juga menunjukkan adanya penurunan, dari 120 ribu pada minggu kedua dapat turun
hingga mencapai 60 ribu di minggu ke-5 Januari 2017.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
58 Februari 2017
Secara konseptual, Inflasi pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai rata-rata pergerakan harga-harga komoditas yang
dikonsumsi oleh suatu rumah tangga. Dengan pendekatan Laspeyres sebagaimana digunakan di Indonesia, inflasi
dihitung menggunakan indeks harga yang disusun di tiap tahun dasar melalui survei biaya hidup yang dilakukan oleh BPS.
Pendekatan ini juga mengatur bahwa bobot masing-masing komoditas menggunakan bobot yang dihasilkan pada saat
survei di tahun dasar, sehingga yang dihitung tiap bulannya hanyalah perubahan harga yang terjadi. Adapun komoditas
yang diperhitungkan adalah komoditas yang secara signfikan memiliki proporsi nilai konsumsi lebih dari 0,02% dari total
pengeluaran rumah tangga, atau bisa kurang dari 0,02% namun signifikan dibutuhkan oleh suatu rumah tangga seperti
pembelian saus tomat, sikat gigi atau popok bayi di Kota Kupang. Dari ribuan komoditas yang disurvei, dengan
menggunakan prasyarat di atas, didapatkan 430 komoditas yang akan disurvei secara rutin oleh BPS di tiap bulannya di
Provinsi NTT.
Komoditas Utama Penyumbang Inflasi di NTT dalam 6 tahun terakhir05
Dari 430 komoditas yang disurvei tiap bulannya, secara rata-rata 220 komoditas tidak mengalami perubahan harga dan
hanya sekitar 210 komoditas yang berubah dengan besar kenaikan/penurunan yang beraneka ragam. Perubahan harga
tersebut yang berpengaruh terhadap terjadinya inflasi. Berdasarkan pola pergerakan inflasi, didapatkan bahwa secara
rata-rata hanya terdapat 20 komoditas yang berpengaruh signifikan terhadap inflasi di suatu daerah atau setara dengan
hanya 10% dari total komoditas yang mengalami perubahan harga. Apabila andil inflasi dari komoditas terbesar tersebut
dijumlahkan, maka nilai inflasi bulanan akan mendekati hasil penjumlahan 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi
utama tersebut dengan korelasi di kisaran 90%. Maka berdasarkan kecenderungan tersebut, telah dilakukan light
research / penelitian ringkas terhadap 10 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi bulanan utama di Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Kota Kupang dan Kota Maumere. Adapun jumlah sampel per masing-masing kota sebanyak 1.440
sampel meliputi total 20 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi utama pada 3 daerah tersebut di tiap bulannya
dalam jangka waktu 6 tahun terakhir dan didapatkan hasil sebagai berikut:
Berdasarkan data 10 komoditas penyumbang inflasi dan deflasi utama di Provinsi NTT selama 6 tahun terakhir, didapatkan
bahwa dari 1.440 sampel, ternyata hanya terdapat 140 komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi di provinsi NTT
dalam 6 tahun terakhir, 146 komoditas di Kota Kupang dan 141 komoditas di Kota Maumere. Apabila dalam 72 bulan
pencacahan tersebut diambil komoditas yang secara persisten setidaknya 10 kali menjadi penyumbang inflasi utama
dalam 6 tahun terakhir, maka didapatkan bahwa hanya terdapat 41 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi
di Provinsi NTT dan Kota Maumere, serta 44 komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi di Kota Kupang.
GRAFIK BOKS 5.2. KORELASI PERGERAKAN GABUNGAN 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI DI KOTA MAUMERE 6 TAHUN TERAKHIR DENGAN INFLASI KOTA MAUMERE
GRAFIK BOKS 5. 1. KORELASI PERGERAKAN GABUNGAN 10 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DAN DEFLASI DI KOTA KUPANG 6 TAHUN TERAKHIR DENGAN INFLASI KOTA KUPANG
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
59Februari 2017
5. Pada tanggal 11 Januari 2017 telah dilakukan rapat HLM TPID Provinsi NTT dan dipimpin oleh sekretaris daerah Provinsi
NTT dengan bahasan utama berupa langkah-langkah pengendalian harga cabai rawit di Kota Kupang. Dalam rapat
tersebut disepakati untuk dibentuk satgas pengendalian harga cabai rawit merah dengan dinas pertanian sebagai
koordinator. Dalam pelaksanaannya, satgas telah menjual lebih dari 1 ton cabai rawit merah, dengan harga 60 ribu
rupiah. Adapun harga cabai rawit juga menunjukkan adanya penurunan, dari 120 ribu pada minggu kedua dapat turun
hingga mencapai 60 ribu di minggu ke-5 Januari 2017.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
58 Februari 2017
Hasil analisa di atas juga sesuai dengan hasil analisa dalam roadmap TPID yang menunjukkan bahwa dari 16 komoditas
prioritas dalam pengendalian inflasi, 10 diantaranya menjadi 10 komoditas dengan fluktuasi inflasi tertinggi, sehingga
apabila pemerintah ingin mengendalikan inflasi di daerah, maka pengendalian harga dan stabilisasi pasokan terhadap ke-
19 dan 25 komoditas tersebut di atas sekiranya dapat menjadi perhatian utama TPID di kota perhitungan inflasi. Bentuk
pengendalian yang dilakukan cukup mengikuti roadmap TPID yang telah ditandatangani bersama oleh TPID Provinsi NTT.
diharapkan, dengan penanganan pengendalian inflasi yang lebih terfokus, inflasi di Provinsi NTT dapat semakin dijaga
rendah dan stabil.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
61Februari 2017
Apabila dilihat dari 10 komoditas utama yang secara persisten menyumbang fluktuasi inflasi di Kota Kupang dan Kota
Maumere, didapatkan bahwa terdapat 6 komoditas yang sama-sama menjadi penyebab utama inflasi di Kota Kupang dan
Maumere antara lain angkutan udara, kangkung, ikan kembung, bawang merah, cabe rawit dan tongkol. Adapun
komoditas lainnya yang menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang adalah daging ayam ras, sawi putih, tomat
sayur dan beras. Sedangkan komoditas lainnya yang secara persisten menjadi 10 besar penyumbang inflasi utama di
Maumere adalah ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan bayam.
Di Kota Kupang, setidaknya terdapat 4 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi tertinggi hingga di atas 55 kali
dalam 6 tahun atau berarti setidaknya dalam 12 bulan, keempat komoditas tersebut minimal 9 kali menjadi penyumbang
inflasi atau deflasi utama di Kota Kupang, yaitu komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam ras dan sawi putih,. Di
Kota Maumere juga terdapat 4 komoditas yang setidaknya dalam 1 tahun menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama
dengan frekuensi lebih dari 9 kali antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan komoditas kangkung.
Dengan tingginya frekuensi komoditas tersebut dalam menyumbang fluktuasi inflasi di NTT, maka proses menjaga
pasokan komoditas tersebut menjadi hal yang mutlak harus dilakukan dalam menanggulangi inflasi di NTT. .
GRAFIK BOKS 5. 3. POLA PERGERAKAN INFLASI 19 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KUPANG 6 TAHUN TERAKHIR
GRAFIK BOKS 5.4. POLA PERGERAKAN INFLASI 25 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI KOTA MAUMERE 6 TAHUN TERAKHIR
Dalam rangka mencari komoditas utama yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi NTT dalam 6 tahun terakhir,
maka diambil 10 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi inflasi utama di masing-masing kota, ditambah dengan
beberapa komoditas dari 44 dan 41 komoditas yang memiliki korelasi positif terbesar terhadap pergerakan inflasi di
masing-masing daerah. Dari hal tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa untuk mengetahui dan mengendalikan
pergerakan inflasi di Kota Kupang sebenarnya dapat dilakukan dengan hanya menjaga harga dan pasokan pada 19
komoditas saja, antara lain komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam, sawi putih, tomat sayur, ikan kembung,
beras, bawang merah, cabe rawit, ikan tongkol, bensin, ikan tembang, pasir, tarif listrik, telur ayam ras, cabai merah,
wortel, bayam, dan semen. Ke-19 komoditas tersebut sudah dapat memprediksi arah inflasi dengan tingkat korelasi
mencapai 98%, artinya baik arah dan besaran inflasi dapat diprediksi dengan hanya melihat pergerakan harga ke-19
komoditas tersebut dengan ketepatan mencapai 98%.
Adapun untuk pengendalian inflasi di Kota Maumere, terdapat 25 komoditas yang paling mempengaruhi pergerakan
inflasi antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau, kangkung, cabai rawit, ikan tongkol, angkutan udara,
bawang merah, ikan kembung, bayam, bensin, pisang, beras, ayam hidup, telur ayam ras, daging ayam ras, kubis, tarif
listrik, rokok kretek filter, daun singkong, rokok putih, ikan tembang, ketela pohon, dan tauge. Dengan hanya mengetahui
pergerakan harga ke-25 komoditas tersebut, maka nilai inflasi bisa diprediksi dengan tingkat korelasi mencapai 90%. Dari
semua komoditas di atas, ternyata terdapat 14 komoditas yang menjadi penyumbang utama fluktuasi inflasi baik di kota
Kupang maupun Maumere, yang berarti program pengendalian inflasi untuk ke-14 komoditas tersebut dapat saling
disinergikan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
60 Februari 2017
Hasil analisa di atas juga sesuai dengan hasil analisa dalam roadmap TPID yang menunjukkan bahwa dari 16 komoditas
prioritas dalam pengendalian inflasi, 10 diantaranya menjadi 10 komoditas dengan fluktuasi inflasi tertinggi, sehingga
apabila pemerintah ingin mengendalikan inflasi di daerah, maka pengendalian harga dan stabilisasi pasokan terhadap ke-
19 dan 25 komoditas tersebut di atas sekiranya dapat menjadi perhatian utama TPID di kota perhitungan inflasi. Bentuk
pengendalian yang dilakukan cukup mengikuti roadmap TPID yang telah ditandatangani bersama oleh TPID Provinsi NTT.
diharapkan, dengan penanganan pengendalian inflasi yang lebih terfokus, inflasi di Provinsi NTT dapat semakin dijaga
rendah dan stabil.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
61Februari 2017
Apabila dilihat dari 10 komoditas utama yang secara persisten menyumbang fluktuasi inflasi di Kota Kupang dan Kota
Maumere, didapatkan bahwa terdapat 6 komoditas yang sama-sama menjadi penyebab utama inflasi di Kota Kupang dan
Maumere antara lain angkutan udara, kangkung, ikan kembung, bawang merah, cabe rawit dan tongkol. Adapun
komoditas lainnya yang menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang adalah daging ayam ras, sawi putih, tomat
sayur dan beras. Sedangkan komoditas lainnya yang secara persisten menjadi 10 besar penyumbang inflasi utama di
Maumere adalah ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan bayam.
Di Kota Kupang, setidaknya terdapat 4 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi tertinggi hingga di atas 55 kali
dalam 6 tahun atau berarti setidaknya dalam 12 bulan, keempat komoditas tersebut minimal 9 kali menjadi penyumbang
inflasi atau deflasi utama di Kota Kupang, yaitu komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam ras dan sawi putih,. Di
Kota Maumere juga terdapat 4 komoditas yang setidaknya dalam 1 tahun menjadi penyumbang inflasi dan deflasi utama
dengan frekuensi lebih dari 9 kali antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau dan komoditas kangkung.
Dengan tingginya frekuensi komoditas tersebut dalam menyumbang fluktuasi inflasi di NTT, maka proses menjaga
pasokan komoditas tersebut menjadi hal yang mutlak harus dilakukan dalam menanggulangi inflasi di NTT. .
GRAFIK BOKS 5. 3. POLA PERGERAKAN INFLASI 19 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI KOTA KUPANG 6 TAHUN TERAKHIR
GRAFIK BOKS 5.4. POLA PERGERAKAN INFLASI 25 KOMODITAS UTAMA PENYUMBANG INFLASI DI KOTA MAUMERE 6 TAHUN TERAKHIR
Dalam rangka mencari komoditas utama yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi NTT dalam 6 tahun terakhir,
maka diambil 10 komoditas yang menjadi penyumbang fluktuasi inflasi utama di masing-masing kota, ditambah dengan
beberapa komoditas dari 44 dan 41 komoditas yang memiliki korelasi positif terbesar terhadap pergerakan inflasi di
masing-masing daerah. Dari hal tersebut dihasilkan kesimpulan bahwa untuk mengetahui dan mengendalikan
pergerakan inflasi di Kota Kupang sebenarnya dapat dilakukan dengan hanya menjaga harga dan pasokan pada 19
komoditas saja, antara lain komoditas angkutan udara, kangkung, daging ayam, sawi putih, tomat sayur, ikan kembung,
beras, bawang merah, cabe rawit, ikan tongkol, bensin, ikan tembang, pasir, tarif listrik, telur ayam ras, cabai merah,
wortel, bayam, dan semen. Ke-19 komoditas tersebut sudah dapat memprediksi arah inflasi dengan tingkat korelasi
mencapai 98%, artinya baik arah dan besaran inflasi dapat diprediksi dengan hanya melihat pergerakan harga ke-19
komoditas tersebut dengan ketepatan mencapai 98%.
Adapun untuk pengendalian inflasi di Kota Maumere, terdapat 25 komoditas yang paling mempengaruhi pergerakan
inflasi antara lain komoditas ikan selar, ikan layang, sawi hijau, kangkung, cabai rawit, ikan tongkol, angkutan udara,
bawang merah, ikan kembung, bayam, bensin, pisang, beras, ayam hidup, telur ayam ras, daging ayam ras, kubis, tarif
listrik, rokok kretek filter, daun singkong, rokok putih, ikan tembang, ketela pohon, dan tauge. Dengan hanya mengetahui
pergerakan harga ke-25 komoditas tersebut, maka nilai inflasi bisa diprediksi dengan tingkat korelasi mencapai 90%. Dari
semua komoditas di atas, ternyata terdapat 14 komoditas yang menjadi penyumbang utama fluktuasi inflasi baik di kota
Kupang maupun Maumere, yang berarti program pengendalian inflasi untuk ke-14 komoditas tersebut dapat saling
disinergikan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
60 Februari 2017
Perdagangan beras di Pulau Timor sangat terkonsentrasi di Kota Kupang sebagai hub perdagangan ke semua Kabupaten
di daratan Timor, Alor, Rote Ndao dan Sabu Raijua. Di sisi lain, pola perdagangan antar wilayah di Pulau Flores bagian timur
cenderung tersebar dengan Kabupaten Sikka sebagai hub utama perdagangan antar wilayah. Adanya perbaikan
pelabuhan membuat kebanyakan pengusaha di masing-masing kota langsung mengambil barang dari produsen atau
distributor besar di Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Sumbawa karena adanya perbedaan harga yang cukup material.
Pola perdagangan gula pasir lebih terkonsentrasi dibanding beras, dengan lebih dari 90% pasokan berasal dari Jawa
Timur. Hal ini terutama disebabkan oleh 60% pasokan gula pasir nasional diproduksi oleh pabrik-pabrik di Jawa Timur. Pola
perdagangan di Pulau Timor masih terkonsentrasi di Kota Kupang dengan pola perdagangan lebih kurang sama dengan
pola perdagangan beras. Adapun pola perdagangan di Pulau Flores lebih tersebar dengan masing-masing daerah
langsung mengambil pasokan gula pasir dari pedagang besar di Surabaya dengan beberapa diantaranya memanfaatkan
fasilitas tol laut yang melewati daerah mereka. Pemain besar hanya terdapat di Ende yang juga melakukan distribusi di
Ende dan daerah sekitarnya, namun sebagian besar pasokan tetap didatangkan dari Surabaya.
Konsumsi komoditas cabai merah sebenarnya tidak terlalu besar. Namun karena hasil produksi juga relatif rendah,
menjadikan provinsi NTT sebagai daerah yang mengalami defisit pasokan cabai. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Kupang
masih menjadi hub utama distribusi cabai merah di daratan Timor, walaupun terbatas di Kabupaten TTU, Belu, Alor dan
Sabu Raijua. Suplai komoditas cabai merah paling banyak diperoleh dari Provinsi NTT sendiri seperti Kabupaten Belu dan
Kupang, disusul oleh suplai dari Surabaya dan Makasar. Kabupaten Kupang bahkan juga memasok ke daerah lain seperti
Kota Kupang, Kabupaten Flores Timur dan Timor Tengah Selatan. Adapun struktur pasar pada komoditas ini masih
cenderung oligopoli lemah, dengan beberapa pedagang besar yang tidak mengendalikan harga.
GAMBAR BOKS 6.2. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS GULA PASIR
GAMBAR BOKS 6.3. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS CABAI MERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
63Februari 2017
Selain memastikan pasokan komoditas tersedia dalam jumlah yang cukup, pemahaman terkait pola perdagangan
komoditas antar wilayah menjadi hal yang mutlak dipahami oleh pemangku kebijakan dalam upaya menjaga pasokan dan
mengendalikan harga di daerah. Dalam upaya memetakan pola perdagangan komoditas pangan strategis di Nusa
Tenggara Timur (NTT), telah dilakukan penelitian pola perdagangan antar wilayah terhadap 5 komoditas penyumbang
inflasi terbesar di NTT yaitu komoditas beras, gula pasir, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras. Adapun
pembahasan hanya akan difokuskan pada 4 komoditas yaitu beras, gula pasir, cabai merah dan bawang merah,
sedangkan komoditas daging ayam ras, lebih kurang sudah dibahas pada triwulan sebelumnya.
1Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pola perdagangan yang cukup besar antara pola
perdagangan di Pulau Timor dan Pulau Flores bagian timur. Pola perdagangan di Pulau Timor terpusat di Kota Kupang,
sedangkan di Pulau Flores bagian timur tidak ada daerah yang terlalu menonjol sebagai pusat perdagangan. Pola
perdagangan tiap-tiap komoditas juga relatif berbeda tergantung dari karakteristik masing-masing komoditas,
kemudahan sarana transportasi, kedekatan dengan sentra produksi, ketersediaan modal usaha dan ukuran pasar, serta
efisiensi persaingan yang terjadi. Hasil penelitian juga tidak menunjukkan adanya hubungan perdagangan antar wilayah
yang kuat antara Pulau Timor dan Flores bagian timur, bahkan dengan Flores bagian barat dan Pulau Sumba.
Pola Perdagangan Antar Wilayahdi Provinsi Nusa Tenggara Timur06
GAMBAR BOKS 6.1. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS BERAS
Berdasarkan jenis komoditas, konsumsi beras di Provinsi NTT setiap tahun sebesar 600 ribu ton beras, sedangkan
produksinya hanya sebesar 450 ribu ton beras sehingga mengalami defisit hingga sekitar 150 ribu ton per tahun yang
pemenuhan kekurangan pasokan dilakukan melalui penyediaan beras BULOG ataupun melalui mekanisme pasar. Total
penyaluran beras BULOG di tahun 2016 mencapai 110 ribu ton beras dengan rincian 76 ribu ton beras sejahtera dan
sekitar 35 ribu ton beras disalurkan untuk pemenuhan kebutuhan beras PNS dan operasi pasar. Adapun pemenuhan beras
melalui mekanisme pasar per tahun lebih kurang disalurkan 55 ribu ton beras, dengan Sulawesi Selatan sebagai pemasok
beras utama dengan pangsa mencapai 62,3%, disusul oleh Provinsi Jawa Timur dengan pangsa mencapai 23,8% dan
Provinsi NTB dengan pangsa sebesar 7,0%. Fokus distribusi beras hanya pada Pulau Timor dan Flores bagian timur
dikarenakan kondisi produksi beras di Flores Bagian Barat dan Sumba yang mengalami surplus, sehingga tidak
membutuhkan pasokan dari luar.
1. Data didapatkan berdasarkan data sekunder dari BPS (diolah) dan survei kepada pelaku usaha.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
62 Februari 2017
Perdagangan beras di Pulau Timor sangat terkonsentrasi di Kota Kupang sebagai hub perdagangan ke semua Kabupaten
di daratan Timor, Alor, Rote Ndao dan Sabu Raijua. Di sisi lain, pola perdagangan antar wilayah di Pulau Flores bagian timur
cenderung tersebar dengan Kabupaten Sikka sebagai hub utama perdagangan antar wilayah. Adanya perbaikan
pelabuhan membuat kebanyakan pengusaha di masing-masing kota langsung mengambil barang dari produsen atau
distributor besar di Sulawesi Selatan, Jawa Timur dan Sumbawa karena adanya perbedaan harga yang cukup material.
Pola perdagangan gula pasir lebih terkonsentrasi dibanding beras, dengan lebih dari 90% pasokan berasal dari Jawa
Timur. Hal ini terutama disebabkan oleh 60% pasokan gula pasir nasional diproduksi oleh pabrik-pabrik di Jawa Timur. Pola
perdagangan di Pulau Timor masih terkonsentrasi di Kota Kupang dengan pola perdagangan lebih kurang sama dengan
pola perdagangan beras. Adapun pola perdagangan di Pulau Flores lebih tersebar dengan masing-masing daerah
langsung mengambil pasokan gula pasir dari pedagang besar di Surabaya dengan beberapa diantaranya memanfaatkan
fasilitas tol laut yang melewati daerah mereka. Pemain besar hanya terdapat di Ende yang juga melakukan distribusi di
Ende dan daerah sekitarnya, namun sebagian besar pasokan tetap didatangkan dari Surabaya.
Konsumsi komoditas cabai merah sebenarnya tidak terlalu besar. Namun karena hasil produksi juga relatif rendah,
menjadikan provinsi NTT sebagai daerah yang mengalami defisit pasokan cabai. Berdasarkan hasil penelitian, Kota Kupang
masih menjadi hub utama distribusi cabai merah di daratan Timor, walaupun terbatas di Kabupaten TTU, Belu, Alor dan
Sabu Raijua. Suplai komoditas cabai merah paling banyak diperoleh dari Provinsi NTT sendiri seperti Kabupaten Belu dan
Kupang, disusul oleh suplai dari Surabaya dan Makasar. Kabupaten Kupang bahkan juga memasok ke daerah lain seperti
Kota Kupang, Kabupaten Flores Timur dan Timor Tengah Selatan. Adapun struktur pasar pada komoditas ini masih
cenderung oligopoli lemah, dengan beberapa pedagang besar yang tidak mengendalikan harga.
GAMBAR BOKS 6.2. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS GULA PASIR
GAMBAR BOKS 6.3. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS CABAI MERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
63Februari 2017
Selain memastikan pasokan komoditas tersedia dalam jumlah yang cukup, pemahaman terkait pola perdagangan
komoditas antar wilayah menjadi hal yang mutlak dipahami oleh pemangku kebijakan dalam upaya menjaga pasokan dan
mengendalikan harga di daerah. Dalam upaya memetakan pola perdagangan komoditas pangan strategis di Nusa
Tenggara Timur (NTT), telah dilakukan penelitian pola perdagangan antar wilayah terhadap 5 komoditas penyumbang
inflasi terbesar di NTT yaitu komoditas beras, gula pasir, cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras. Adapun
pembahasan hanya akan difokuskan pada 4 komoditas yaitu beras, gula pasir, cabai merah dan bawang merah,
sedangkan komoditas daging ayam ras, lebih kurang sudah dibahas pada triwulan sebelumnya.
1Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan pola perdagangan yang cukup besar antara pola
perdagangan di Pulau Timor dan Pulau Flores bagian timur. Pola perdagangan di Pulau Timor terpusat di Kota Kupang,
sedangkan di Pulau Flores bagian timur tidak ada daerah yang terlalu menonjol sebagai pusat perdagangan. Pola
perdagangan tiap-tiap komoditas juga relatif berbeda tergantung dari karakteristik masing-masing komoditas,
kemudahan sarana transportasi, kedekatan dengan sentra produksi, ketersediaan modal usaha dan ukuran pasar, serta
efisiensi persaingan yang terjadi. Hasil penelitian juga tidak menunjukkan adanya hubungan perdagangan antar wilayah
yang kuat antara Pulau Timor dan Flores bagian timur, bahkan dengan Flores bagian barat dan Pulau Sumba.
Pola Perdagangan Antar Wilayahdi Provinsi Nusa Tenggara Timur06
GAMBAR BOKS 6.1. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS BERAS
Berdasarkan jenis komoditas, konsumsi beras di Provinsi NTT setiap tahun sebesar 600 ribu ton beras, sedangkan
produksinya hanya sebesar 450 ribu ton beras sehingga mengalami defisit hingga sekitar 150 ribu ton per tahun yang
pemenuhan kekurangan pasokan dilakukan melalui penyediaan beras BULOG ataupun melalui mekanisme pasar. Total
penyaluran beras BULOG di tahun 2016 mencapai 110 ribu ton beras dengan rincian 76 ribu ton beras sejahtera dan
sekitar 35 ribu ton beras disalurkan untuk pemenuhan kebutuhan beras PNS dan operasi pasar. Adapun pemenuhan beras
melalui mekanisme pasar per tahun lebih kurang disalurkan 55 ribu ton beras, dengan Sulawesi Selatan sebagai pemasok
beras utama dengan pangsa mencapai 62,3%, disusul oleh Provinsi Jawa Timur dengan pangsa mencapai 23,8% dan
Provinsi NTB dengan pangsa sebesar 7,0%. Fokus distribusi beras hanya pada Pulau Timor dan Flores bagian timur
dikarenakan kondisi produksi beras di Flores Bagian Barat dan Sumba yang mengalami surplus, sehingga tidak
membutuhkan pasokan dari luar.
1. Data didapatkan berdasarkan data sekunder dari BPS (diolah) dan survei kepada pelaku usaha.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
62 Februari 2017
dan tonase angkutan menjadi variabel utama yang mempengaruhi besarnya biaya pengiriman. Sebagian besar pengusaha
memiliki fasilitas pergudangan, namun daya simpan komoditas tidak terlalu besar. Pembentukan harga jual sangat
dipengaruhi oleh harga pembelian dan besarnya biaya transportasi yang timbul. Selain itu, gangguan cuaca dan
keterbatasan moda transportasi masih menjadi faktor penghambat utama dalam distribusi barang di Provinsi NTT yang
berpotensi menyebabkan fluktuasi harga yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk menjaga pasokan, pertama-tama
diharapkan untuk dapat dilakukan peningkatan produksi komoditas. Adanya rencana pembangunan pabrik gula di
Sumba Timur perlu dukungan ekstra pemerintah agar neraca konsumsi tidak selalu negatif. Adanya hasil penelitian ini,
sekiranya dapat dijadikan alat bagi pemangku kebijakan dalam menjaga pasokan komoditas penyumbang inflasi ke
depan, agar harga dan pasokan barang dapat senantiasa terjaga.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
65Februari 2017
Kondisi perdagangan antar wilayah yang berbeda ditunjukkan oleh peta distribusi di Pulau Flores. Daerah Sikka yang
seharusnya surplus, ternyata mendapatkan pasokan cabai merah dari Makasar, Ende, Sikka sendiri dan Kabupaten Ngada,
baru didistribusikan di Kabupaten Sikka dan Lembata. Kabupaten Ende yang seharusnya defisit cukup besar ternyata justru
dapat memproduksi cabai merah dan mendistribusikannya ke Kabupaten Sikka. Adapun pasokan komoditas selain dari
Kabupaten Ende sendiri, juga mendapat pasokan dari Kabupaten Nagekeo. Pasokan cabai merah di Kabupaten Flores
Timur terutama berasal dari Kabupaten Ende, selain juga mendapatkan pasokan dari Kabupaten Kupang atau Makasar
terlebih ketika harga mengalami kenaikan. Temuan penelitian yang cukup menarik adalah mulai adanya interaksi
perdagangan antara Flores bagian barat dan Flores bagian timur seiring dengan adanya kegiatan perdagangan dengan
Kabupaten Ngada.
Pola perdagangan antar wilayah komoditas bawang merah justru menunjukkan luasnya rantai distribusi komoditas ini.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa 65% pasokan bawang merah dapat diperoleh dari NTT sendiri antara lain
Pulau Semau di Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua dan Kabupaten Manggarai Timur. Selebihnya,
pasokan diperoleh dari Kabupaten Bima, NTB dan Brebes, Jawa Tengah. Sebagian kecil pasokan juga diperoleh dari
Makasar, terutama hanya di Kabupaten Sikka dan ketika terjadi kelangkaan pasokan.
GAMBAR BOKS 6.3. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS CABAI MERAH
Pola perdagangan antar wilayah di Pulau Timor menunjukkan pola yang terkonsentrasi di Kota Kupang. Pasokan dari
daerah penghasil utama seperti Kabupaten Rote Ndao, dan Pulau Semau, ditambah dengan pasokan dari Brebes, Jawa
Tengah dan sebagian kecil dari Surabaya dikumpulkan terlebih dahulu di Kota Kupang untuk kemudian kembali
didistribusikan ke 11 kabupaten/kota baik di Provinsi NTT maupun di luar NTT. Bawang Merah dari Pulau Rote selain
didistribusikan ke Kota Kupang, juga langsung didistribusikan ke Kabupaten Flores Timur, Alor dan Timor Tengah Selatan.Berbeda dengan pola perdagangan di Pulau Timor, perdagangan antar wilayah di Pulau Flores juga relatif terdistribusi
walaupun konsentrasi perdagangan utama masih terjadi di Kabupaten Sikka. Suplai utama bawang merah di Pulau Flores
dari luar NTT didapatkan dari Kabupaten Bima, NTB yang disebabkan oleh kedekatan personal para pedagang besar yang
sebagian besar berasal dari daerah tersebut. Luasnya distribusi juga terlihat dari rantai pasokan yang juga berasal dari
Flores bagian barat dan Kabupaten Sabu Raijua. Penjualan di Kabupaten Sikka juga mencapai daerah Ambon walaupun
dalam nilai yang tidak terlalu besar.
Harga beli dan harga jual akan cenderung rendah pada daerah yang menjadi pusat distribusi per masing-masing
komoditas. Tidak ditemukan pula adanya keterkaitan harga yang membentuk suatu klaster antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain. Adapun biaya pengiriman di NTT relatif besar, dengan jarak pengangkutan, moda transportasi,
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
64 Februari 2017
dan tonase angkutan menjadi variabel utama yang mempengaruhi besarnya biaya pengiriman. Sebagian besar pengusaha
memiliki fasilitas pergudangan, namun daya simpan komoditas tidak terlalu besar. Pembentukan harga jual sangat
dipengaruhi oleh harga pembelian dan besarnya biaya transportasi yang timbul. Selain itu, gangguan cuaca dan
keterbatasan moda transportasi masih menjadi faktor penghambat utama dalam distribusi barang di Provinsi NTT yang
berpotensi menyebabkan fluktuasi harga yang cukup besar. Oleh karena itu, untuk menjaga pasokan, pertama-tama
diharapkan untuk dapat dilakukan peningkatan produksi komoditas. Adanya rencana pembangunan pabrik gula di
Sumba Timur perlu dukungan ekstra pemerintah agar neraca konsumsi tidak selalu negatif. Adanya hasil penelitian ini,
sekiranya dapat dijadikan alat bagi pemangku kebijakan dalam menjaga pasokan komoditas penyumbang inflasi ke
depan, agar harga dan pasokan barang dapat senantiasa terjaga.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
65Februari 2017
Kondisi perdagangan antar wilayah yang berbeda ditunjukkan oleh peta distribusi di Pulau Flores. Daerah Sikka yang
seharusnya surplus, ternyata mendapatkan pasokan cabai merah dari Makasar, Ende, Sikka sendiri dan Kabupaten Ngada,
baru didistribusikan di Kabupaten Sikka dan Lembata. Kabupaten Ende yang seharusnya defisit cukup besar ternyata justru
dapat memproduksi cabai merah dan mendistribusikannya ke Kabupaten Sikka. Adapun pasokan komoditas selain dari
Kabupaten Ende sendiri, juga mendapat pasokan dari Kabupaten Nagekeo. Pasokan cabai merah di Kabupaten Flores
Timur terutama berasal dari Kabupaten Ende, selain juga mendapatkan pasokan dari Kabupaten Kupang atau Makasar
terlebih ketika harga mengalami kenaikan. Temuan penelitian yang cukup menarik adalah mulai adanya interaksi
perdagangan antara Flores bagian barat dan Flores bagian timur seiring dengan adanya kegiatan perdagangan dengan
Kabupaten Ngada.
Pola perdagangan antar wilayah komoditas bawang merah justru menunjukkan luasnya rantai distribusi komoditas ini.
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa 65% pasokan bawang merah dapat diperoleh dari NTT sendiri antara lain
Pulau Semau di Kabupaten Kupang, Kabupaten Rote Ndao, Sabu Raijua dan Kabupaten Manggarai Timur. Selebihnya,
pasokan diperoleh dari Kabupaten Bima, NTB dan Brebes, Jawa Tengah. Sebagian kecil pasokan juga diperoleh dari
Makasar, terutama hanya di Kabupaten Sikka dan ketika terjadi kelangkaan pasokan.
GAMBAR BOKS 6.3. POLA PERDAGANGAN ANTAR WILAYAH KOMODITAS CABAI MERAH
Pola perdagangan antar wilayah di Pulau Timor menunjukkan pola yang terkonsentrasi di Kota Kupang. Pasokan dari
daerah penghasil utama seperti Kabupaten Rote Ndao, dan Pulau Semau, ditambah dengan pasokan dari Brebes, Jawa
Tengah dan sebagian kecil dari Surabaya dikumpulkan terlebih dahulu di Kota Kupang untuk kemudian kembali
didistribusikan ke 11 kabupaten/kota baik di Provinsi NTT maupun di luar NTT. Bawang Merah dari Pulau Rote selain
didistribusikan ke Kota Kupang, juga langsung didistribusikan ke Kabupaten Flores Timur, Alor dan Timor Tengah Selatan.Berbeda dengan pola perdagangan di Pulau Timor, perdagangan antar wilayah di Pulau Flores juga relatif terdistribusi
walaupun konsentrasi perdagangan utama masih terjadi di Kabupaten Sikka. Suplai utama bawang merah di Pulau Flores
dari luar NTT didapatkan dari Kabupaten Bima, NTB yang disebabkan oleh kedekatan personal para pedagang besar yang
sebagian besar berasal dari daerah tersebut. Luasnya distribusi juga terlihat dari rantai pasokan yang juga berasal dari
Flores bagian barat dan Kabupaten Sabu Raijua. Penjualan di Kabupaten Sikka juga mencapai daerah Ambon walaupun
dalam nilai yang tidak terlalu besar.
Harga beli dan harga jual akan cenderung rendah pada daerah yang menjadi pusat distribusi per masing-masing
komoditas. Tidak ditemukan pula adanya keterkaitan harga yang membentuk suatu klaster antara daerah yang satu
dengan daerah yang lain. Adapun biaya pengiriman di NTT relatif besar, dengan jarak pengangkutan, moda transportasi,
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
64 Februari 2017
Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan
(SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga.
Kredit sektor rumah tangga secara agregat tumbuh sebesar 6,80% (yoy) dengan rasio NPL terjaga sebesar
1,15%.
Walau melambat, kredit UMKM masih dapat tumbuh sebesar 16,71% (yoy) dengan rasio NPL masih relatif
terjaga sebesar 2,97%.
Meskipun porsi kredit korporasi relatif kecil, perbankan perlu lebih mencermati peningkatan risiko kredit
bermasalah dengan adanya peningkatan rasio NPL dari triwulan sebelumnya menjadi di atas 5% yaitu
sebesar 8,04%.
Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang cukup positif dengan aset meningkat 4,04% (yoy),
sementara kredit tumbuh sedikit melambat sebesar 12,59% (yoy) dan penghimpunan dana mengalami
kontraksi -0,06% (yoy) terutama karena penarikan dana oleh pemerintah.
Stabilitas Keuangan Daerah 04
Foto : Gedung Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara TImur
Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan
(SSK) Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga.
Kredit sektor rumah tangga secara agregat tumbuh sebesar 6,80% (yoy) dengan rasio NPL terjaga sebesar
1,15%.
Walau melambat, kredit UMKM masih dapat tumbuh sebesar 16,71% (yoy) dengan rasio NPL masih relatif
terjaga sebesar 2,97%.
Meskipun porsi kredit korporasi relatif kecil, perbankan perlu lebih mencermati peningkatan risiko kredit
bermasalah dengan adanya peningkatan rasio NPL dari triwulan sebelumnya menjadi di atas 5% yaitu
sebesar 8,04%.
Industri perbankan masih menunjukkan kinerja yang cukup positif dengan aset meningkat 4,04% (yoy),
sementara kredit tumbuh sedikit melambat sebesar 12,59% (yoy) dan penghimpunan dana mengalami
kontraksi -0,06% (yoy) terutama karena penarikan dana oleh pemerintah.
Stabilitas Keuangan Daerah 04
Foto : Gedung Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara TImur
Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga. Sampai dengan triwulan laporan, adanya relaksasi ketentuan
rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) pada bulan Agustus 2016 belum cukup mampu mendorong fungsi
intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti, meskipun terdapat sedikit peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Rumah tangga tetap optimis terhadap kondisi ekonomi ke depan sehingga terdapat prospek peningkatan
kinerja kredit konsumsi pada periode selanjutnya.
Perlambatan kinerja kredit UMKM disebabkan terutama oleh melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan besar dan
eceran yang memegang porsi dominan kredit UMKM di Provinsi NTT. Sementara kredit sektor pertanian dan penyediaan
akomodasi masih mampu tumbuh di tengah perlambatan sektor-sektor lain. Tekanan risiko kredit UMKM cukup rendah
melihat rasio NPL yang membaik di tengah perlambatan. Perbankan perlu lebih mencermati tekanan risiko kredit pada
sektor korporasi sebagaimana tercermin dari rasio NPL yang meningkat.
Kinerja industri perbankan di Provinsi NTT secara umum masih cukup positif. Posisi aset terpantau meningkat pada
triwulan laporan, sementara penyaluran kredit cukup kondusif. Hal yang perlu dicermati yaitu posisi rasio LDR yang
menunjukkan tren meningkat seiring dengan penghimpunan dana dari masyarakat yang masih melambat. Selain itu
kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat juga masih cukup terjaga dengan rasio permodalan CAR (Capital Adequacy
Ratio) yang cukup kuat.
4.1 KONDISI UMUM
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Rumah tangga memiliki dua fungsi dalam sistem keuangan, yakni sebagai penyedia dana dan sebagai penerima dana. Jika
rumah tangga menempatkan kelebihan dana kepada institusi keuangan atau instrumen keuangan yang kemudian
digunakan sebagai sumber dana pelaku ekonomi lainnya, maka disebut sebagai penyedia dana. Sedangkan apabila rumah
tangga meminjam dana dari institusi keuangan yang dananya berasal dari pelaku ekonomi yang mengalami surplus, maka
disebut sebagai penerima dana. Oleh karena itu, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas ekonomi dan
keuangan suatu daerah maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga stabilitas keuangan
daerah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya tingkat pendapatan, tingkat
konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.
Konsumsi sektor Rumah Tangga (RT) sebagai kontributor utama dalam PDRB mengalami pertumbuhan sebesar 7,27%
(yoy) di triwulan laporan atau meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 4,77% (yoy),
sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang tercatat 5,18% (yoy) dibandingkan tahun
sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Sementara apabila dibandingkan triwulan sebelumnya, konsumsi RT tumbuh melambat
yakni sebesar 3,94% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,37% (qtq).
Perlambatan konsumsi RT triwulanan pada akhir tahun juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang
menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, serta pengeluaran membeli barang tahan lama
yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. IKK juga menurun bila dibandingkan tahun lalu,
didukung ekspektasi konsumen dengan kondisi ekonomi enam bulan ke depan yang juga menurun. Namun demikian,
tingkat keyakinan konsumen masih terjaga di level optimis. Grafik 4.2 juga menunjukkan kecenderungan pergeseran
puncak keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi dari tahun ke tahun, dengan tahun 2016 puncaknya telah terjadi
pada Triwulan III dari sebelumnya Triwulan IV tahun 2015 dan seterusnya. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen
memiliki ekspektasi bahwa dalam setiap triwulan terdapat peningkatan kondisi ekonomi.
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
69Februari 2017
Walaupun terjadi perlambatan pada kinerja kredit di sektor konsumsi dan UMKM, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)
Provinsi NTT pada triwulan laporan masih cukup terjaga. Sampai dengan triwulan laporan, adanya relaksasi ketentuan
rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To Value (FTV) pada bulan Agustus 2016 belum cukup mampu mendorong fungsi
intermediasi perbankan NTT terutama di sektor properti, meskipun terdapat sedikit peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Rumah tangga tetap optimis terhadap kondisi ekonomi ke depan sehingga terdapat prospek peningkatan
kinerja kredit konsumsi pada periode selanjutnya.
Perlambatan kinerja kredit UMKM disebabkan terutama oleh melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan besar dan
eceran yang memegang porsi dominan kredit UMKM di Provinsi NTT. Sementara kredit sektor pertanian dan penyediaan
akomodasi masih mampu tumbuh di tengah perlambatan sektor-sektor lain. Tekanan risiko kredit UMKM cukup rendah
melihat rasio NPL yang membaik di tengah perlambatan. Perbankan perlu lebih mencermati tekanan risiko kredit pada
sektor korporasi sebagaimana tercermin dari rasio NPL yang meningkat.
Kinerja industri perbankan di Provinsi NTT secara umum masih cukup positif. Posisi aset terpantau meningkat pada
triwulan laporan, sementara penyaluran kredit cukup kondusif. Hal yang perlu dicermati yaitu posisi rasio LDR yang
menunjukkan tren meningkat seiring dengan penghimpunan dana dari masyarakat yang masih melambat. Selain itu
kinerja intermediasi Bank Perkreditan Rakyat juga masih cukup terjaga dengan rasio permodalan CAR (Capital Adequacy
Ratio) yang cukup kuat.
4.1 KONDISI UMUM
4.2.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
Rumah tangga memiliki dua fungsi dalam sistem keuangan, yakni sebagai penyedia dana dan sebagai penerima dana. Jika
rumah tangga menempatkan kelebihan dana kepada institusi keuangan atau instrumen keuangan yang kemudian
digunakan sebagai sumber dana pelaku ekonomi lainnya, maka disebut sebagai penyedia dana. Sedangkan apabila rumah
tangga meminjam dana dari institusi keuangan yang dananya berasal dari pelaku ekonomi yang mengalami surplus, maka
disebut sebagai penerima dana. Oleh karena itu, semakin besar peran rumah tangga dalam aktivitas ekonomi dan
keuangan suatu daerah maka semakin penting peran ketahanan sektor rumah tangga dalam menjaga stabilitas keuangan
daerah tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan rumah tangga di antaranya tingkat pendapatan, tingkat
konsumsi, lapangan kerja dan stabilitas harga.
Konsumsi sektor Rumah Tangga (RT) sebagai kontributor utama dalam PDRB mengalami pertumbuhan sebesar 7,27%
(yoy) di triwulan laporan atau meningkat cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 4,77% (yoy),
sehingga meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan yang tercatat 5,18% (yoy) dibandingkan tahun
sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Sementara apabila dibandingkan triwulan sebelumnya, konsumsi RT tumbuh melambat
yakni sebesar 3,94% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,37% (qtq).
Perlambatan konsumsi RT triwulanan pada akhir tahun juga tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), yang
menggambarkan keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, serta pengeluaran membeli barang tahan lama
yang mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. IKK juga menurun bila dibandingkan tahun lalu,
didukung ekspektasi konsumen dengan kondisi ekonomi enam bulan ke depan yang juga menurun. Namun demikian,
tingkat keyakinan konsumen masih terjaga di level optimis. Grafik 4.2 juga menunjukkan kecenderungan pergeseran
puncak keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi dari tahun ke tahun, dengan tahun 2016 puncaknya telah terjadi
pada Triwulan III dari sebelumnya Triwulan IV tahun 2015 dan seterusnya. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumen
memiliki ekspektasi bahwa dalam setiap triwulan terdapat peningkatan kondisi ekonomi.
4.2 ASESMEN KETAHANAN RUMAH TANGGA
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
69Februari 2017
GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
7.68%7.85%
-12.35%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.7. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
3.52 4.40 4.63 5.52 4.10 4.69 4.50 4.54
69.57 69.08 69.55 72.40 69.50 69.88 69.90 73.12
26.91 26.52 25.82 22.08 26.40 25.42 25.60 22.34
GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK
6.61%-0.24%
-14.79%
GRAFIK 4.5. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
RT/ PERSEORANGAN NON RT
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
58.42 53.56 54.1067.95 60.56 58.34 62.08
72.63
41.58 46.44 45.9032.05 39.44 41.66 37.92
27.37
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
Pada triwulan IV 2016, penghimpunan DPK rumah tangga kembali mengalami perlambatan. DPK tumbuh sebesar 6,61%
(yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 15,05% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK
rumah tangga berkontribusi terhadap penurunan DPK bank umum di Provinsi NTT sebesar 0,24% (yoy) dibandingkan
triwulan III 2016 yang tumbuh 0,26% (yoy). Hal tersebut dikonfirmasi pula oleh indeks simpanan rumah tangga yang
menurun menjadi 1,21 dibandingkan triwulan III 2016 yakni 1,24.
Perlambatan DPK rumah tangga terjadi pada seluruh jenis simpanan, yaitu tabungan, giro dan deposito. Tak berbeda jauh
dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan karena realisasi anggaran di akhir tahun, giro rumah tangga
juga mengalami penurunan cukup dalam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Giro mengalami kontraksi
menjadi -12,35% (yoy) dari 11,69% (yoy) di triwulan III 2016 karena adanya perbaikan daya beli masyarakat sehingga
konsumsi untuk perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi meningkat. Sementara tabungan melambat menjadi 7,68% (yoy)
dari 15,63% (yoy) serta deposito menjadi 7,85% (yoy) dari 14,09% (yoy). Kecenderungan rumah tangga tiap tahun masih
sama yaitu menjelang akhir tahun lebih meningkatkan simpanan dalam bentuk tabungan dan giro yang lebih mudah
dicairkan untuk mencukupi kebutuhan dana akhir tahun dengan mengurangi atau mencairkan simpanan
deposito.Sementara itu, pada triwulan laporan penyaluran kredit ke rumah tangga mencapai Rp 8,62 triliun atau 37,75%
dari total kredit yang disalurkan ke NTT. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 6,98 triliun atau 80,91% disalurkan dalam bentuk
kredit multiguna, sementara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp 1,31 triliun (15,19%) dan Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB) sebesar Rp 324 miliar (3,76%).
Kredit rumah tangga pada triwulan laporan secara agregat mengalami pertumbuhan yakni sebesar 6,80% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya 5,92% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
yang meningkat dari sebelumnya 3,14% (yoy) menjadi 28,57% (yoy) dan Kredit Perlengkapan dan Peralatan Rumah
Tangga dari sebelumnya 34,93% (yoy) menjadi 53,63% (yoy). Kredit Multiguna masih menunjukkan perlambatan namun
relatif lebih stabil dari 6,97% (yoy) menjadi 5,95% (yoy).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
71Februari 2017
GRAFIK 4.4. INDEKS SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERBANKAN
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
1.60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
SANDANG MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU KESEHATAN
167.3
179.6
136.7
100110120130140150160170180190200
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
122.8
117.0
128.7
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Desember 2016 didapatkan informasi bahwa pertumbuhan konsumsi
secara tahunan menunjukkan adanya peningkatan, di antaranya disebabkan oleh peningkatan indeks pengeluaran rumah
tangga untuk makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan biaya sandang. Peningkatan tersebut salah satunya
karena adanya perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2017 yang didukung meningkatnya daya beli masyarakat. Di sisi
lain, kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan pada triwulan laporan sedikit menurun yang tercermin dari
peningkatan nilai indeks dari 1,56 di triwulan III 2016 menjadi 1,60 yang berarti masyarakat masih meyakini tingkat
keamanan dananya di perbankan, terutama karena jumlah simpanan yang masih dalam batas penjaminan pemerintah.
Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga juga menunjukkan kondisi yang
relatif stabil meskipun sedikit mengalami penurunan ketahanan. Pada triwulan ini, ada sedikit kenaikan keterlambatan
pembayaran cicilan yang lebih disebabkan oleh kelalaian konsumen. Namun demikian, secara umum masih relatif lancar
yang ditunjukkan oleh nilai indeks sebesar 1,78, walaupun lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya
yang masing-masing sebesar 1,30 dan 1,74. Indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak
terduga pada triwulan laporan turun menjadi 1,21 dari triwulan III 2016 yakni 1,24, menunjukkan bahwa mayoritas
(hampir 80%) rumah tangga masih memiliki dana cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatan namun terdapat
kecenderungan penurunan penyimpanan dana yang dapat berpotensi mengganggu pembayaran cicilan. Penurunan
simpanan kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi menjelang hari raya dan tahun
sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan indeks pengeluaran konsumen.
Sektor rumah tangga masih mendominasi penghimpunan Dana Pihak Ketiga di bank umum dengan porsi sebesar 72,63%
(Rp 15,71 triliun) dari seluruh DPK terhimpun di NTT, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
62,08% dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 67,95%. Sebagian besar simpanan dana
rumah tangga dalam bentuk tabungan (73,12%), diikuti deposito (22,34%) dan sebagian kecil giro (4,54%). Porsi
tabungan rumah tangga mencapai 89,63% dari dana terhimpun, sementara deposito tercatat 71,29%, sehingga peran
rumah tangga sebagai penyedia dana di perbankan NTT cukup tinggi.
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
70 Februari 2017
GRAFIK 4.8. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
7.68%7.85%
-12.35%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.7. PREFERENSI DPK RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
3.52 4.40 4.63 5.52 4.10 4.69 4.50 4.54
69.57 69.08 69.55 72.40 69.50 69.88 69.90 73.12
26.91 26.52 25.82 22.08 26.40 25.42 25.60 22.34
GRAFIK 4.6. PERTUMBUHAN DPK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
RT/ PERSEORANGAN NON RT TOTAL DPK
6.61%-0.24%
-14.79%
GRAFIK 4.5. PANGSA DPK RUMAH TANGGA DAN NON RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
RT/ PERSEORANGAN NON RT
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
58.42 53.56 54.1067.95 60.56 58.34 62.08
72.63
41.58 46.44 45.9032.05 39.44 41.66 37.92
27.37
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
Pada triwulan IV 2016, penghimpunan DPK rumah tangga kembali mengalami perlambatan. DPK tumbuh sebesar 6,61%
(yoy) atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 15,05% (yoy). Perlambatan pertumbuhan DPK
rumah tangga berkontribusi terhadap penurunan DPK bank umum di Provinsi NTT sebesar 0,24% (yoy) dibandingkan
triwulan III 2016 yang tumbuh 0,26% (yoy). Hal tersebut dikonfirmasi pula oleh indeks simpanan rumah tangga yang
menurun menjadi 1,21 dibandingkan triwulan III 2016 yakni 1,24.
Perlambatan DPK rumah tangga terjadi pada seluruh jenis simpanan, yaitu tabungan, giro dan deposito. Tak berbeda jauh
dengan giro pemerintah daerah yang mengalami penurunan karena realisasi anggaran di akhir tahun, giro rumah tangga
juga mengalami penurunan cukup dalam dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Giro mengalami kontraksi
menjadi -12,35% (yoy) dari 11,69% (yoy) di triwulan III 2016 karena adanya perbaikan daya beli masyarakat sehingga
konsumsi untuk perayaan Natal dan Tahun Baru menjadi meningkat. Sementara tabungan melambat menjadi 7,68% (yoy)
dari 15,63% (yoy) serta deposito menjadi 7,85% (yoy) dari 14,09% (yoy). Kecenderungan rumah tangga tiap tahun masih
sama yaitu menjelang akhir tahun lebih meningkatkan simpanan dalam bentuk tabungan dan giro yang lebih mudah
dicairkan untuk mencukupi kebutuhan dana akhir tahun dengan mengurangi atau mencairkan simpanan
deposito.Sementara itu, pada triwulan laporan penyaluran kredit ke rumah tangga mencapai Rp 8,62 triliun atau 37,75%
dari total kredit yang disalurkan ke NTT. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 6,98 triliun atau 80,91% disalurkan dalam bentuk
kredit multiguna, sementara Kredit Pemilikan Rumah (KPR) sebesar Rp 1,31 triliun (15,19%) dan Kredit Kendaraan
Bermotor (KKB) sebesar Rp 324 miliar (3,76%).
Kredit rumah tangga pada triwulan laporan secara agregat mengalami pertumbuhan yakni sebesar 6,80% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya 5,92% (yoy). Pertumbuhan terutama didorong oleh Kredit Kendaraan Bermotor (KKB)
yang meningkat dari sebelumnya 3,14% (yoy) menjadi 28,57% (yoy) dan Kredit Perlengkapan dan Peralatan Rumah
Tangga dari sebelumnya 34,93% (yoy) menjadi 53,63% (yoy). Kredit Multiguna masih menunjukkan perlambatan namun
relatif lebih stabil dari 6,97% (yoy) menjadi 5,95% (yoy).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
71Februari 2017
GRAFIK 4.4. INDEKS SIKAP MASYARAKAT TERHADAP KASUS KEJAHATAN PERBANKAN
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
2,00
1.60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 4.3. INDEKS PENGELUARAN BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Sumber: Bank Indonesia, diolah
SANDANG MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK, DAN TEMBAKAU KESEHATAN
167.3
179.6
136.7
100110120130140150160170180190200
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 4.1. KONTRIBUSI KONSUMSI RT TERHADAP KONSUMSI AGREGAT
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah
PEMERINTAH G RT(YOY)RT LNRT G RT (QTQ)
-8%
-6%
-4%
-2%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
20000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 4.2. IKK, IKE, DAN IEK
Sumber: Bank Indonesia, diolah
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK) INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
122.8
117.0
128.7
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
80
90
100
110
120
130
140
150
160
170
Selain itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen bulan Desember 2016 didapatkan informasi bahwa pertumbuhan konsumsi
secara tahunan menunjukkan adanya peningkatan, di antaranya disebabkan oleh peningkatan indeks pengeluaran rumah
tangga untuk makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dan biaya sandang. Peningkatan tersebut salah satunya
karena adanya perayaan Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2017 yang didukung meningkatnya daya beli masyarakat. Di sisi
lain, kepercayaan masyarakat terhadap jasa perbankan pada triwulan laporan sedikit menurun yang tercermin dari
peningkatan nilai indeks dari 1,56 di triwulan III 2016 menjadi 1,60 yang berarti masyarakat masih meyakini tingkat
keamanan dananya di perbankan, terutama karena jumlah simpanan yang masih dalam batas penjaminan pemerintah.
Indeks lain yang menggambarkan tingkat ketahanan keuangan sektor rumah tangga juga menunjukkan kondisi yang
relatif stabil meskipun sedikit mengalami penurunan ketahanan. Pada triwulan ini, ada sedikit kenaikan keterlambatan
pembayaran cicilan yang lebih disebabkan oleh kelalaian konsumen. Namun demikian, secara umum masih relatif lancar
yang ditunjukkan oleh nilai indeks sebesar 1,78, walaupun lebih tinggi dibandingkan tahun lalu dan triwulan sebelumnya
yang masing-masing sebesar 1,30 dan 1,74. Indeks kepemilikan dana cadangan rumah tangga untuk kebutuhan tak
terduga pada triwulan laporan turun menjadi 1,21 dari triwulan III 2016 yakni 1,24, menunjukkan bahwa mayoritas
(hampir 80%) rumah tangga masih memiliki dana cadangan sampai dengan 1 bulan pendapatan namun terdapat
kecenderungan penurunan penyimpanan dana yang dapat berpotensi mengganggu pembayaran cicilan. Penurunan
simpanan kemungkinan besar disebabkan oleh adanya peningkatan konsumsi menjelang hari raya dan tahun
sebagaimana ditunjukkan oleh kenaikan indeks pengeluaran konsumen.
Sektor rumah tangga masih mendominasi penghimpunan Dana Pihak Ketiga di bank umum dengan porsi sebesar 72,63%
(Rp 15,71 triliun) dari seluruh DPK terhimpun di NTT, atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar
62,08% dan lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 67,95%. Sebagian besar simpanan dana
rumah tangga dalam bentuk tabungan (73,12%), diikuti deposito (22,34%) dan sebagian kecil giro (4,54%). Porsi
tabungan rumah tangga mencapai 89,63% dari dana terhimpun, sementara deposito tercatat 71,29%, sehingga peran
rumah tangga sebagai penyedia dana di perbankan NTT cukup tinggi.
4.2.2 Eksposur Rumah Tangga di Perbankan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
70 Februari 2017
SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)
GRAFIK 4.12. KONDISI KEUANGAN
39.28
2.97
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
0
10
20
30
40
50
60
70
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.11. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
Sumber: Bank Indonesia, 2016
SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %
0.28
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
17.12
Kredit yang disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT terus meningkat meskipun tumbuh melambat, dengan kualitas yang
terjaga cukup baik. Pada triwulan IV 2016 kredit UMKM mencapai Rp 7,36 triliun. Hal ini didukung oleh dunia usaha yang
menilai kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif, ditunjukkan dengan masih meningkatnya kegiatan usaha yang
didorong oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan SBT sebesar 6,18% dan sektor pengangkutan dan
komunikasi sebesar 4,89%.
4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
Kondisi usaha yang kondusif pada triwulan laporan juga didukung kondisi keuangan yang masih terjaga cukup baik. SBT
kondisi keuangan meskipun sedikit menurun menjadi 39,28% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 43,06%,
namun risiko keterlambatan pemenuhan kewajiban dunia usaha terutama kepada perbankan relatif kecil karena NPL tetap
terjaga di bawah 5% bahkan membaik menjadi 2,97% dari sebelumnya 3,27%.
Kredit UMKM kembali melambat meskipun masih tumbuh 2 digit dibandingkan triwulan III 2016 yakni menjadi sebesar
16,71% (yoy) dari sebelumnya 18,21% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,24% (yoy). Perlambatan kredit UMKM diikuti perbaikan rasio NPL triwulan berjalan
yang berada di angka 2,97% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,27%. Hal ini menunjukkan perbankan cukup
berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Tercatat penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada
triwulan laporan sebesar Rp 7,36 triliun atau mencapai 32,13% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT.
Pertumbuhan kredit UMKM yang tetap berada di kisaran 2 digit mengindikasikan pergerakan sektor riil yang terus
konsisten di Provinsi NTT dengan dukungan dari perbankan yang juga tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam
penyaluran dananya.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
GRAFIK 4.13. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GROWTH KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOY
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
RP MILIAR
Grafik 4.14. NPL UMKM
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM
3.53%2.97%2.85%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
73Februari 2017
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT
URAIAN
KAB. KUPANG
KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN
KAB. TIMOR-TENGAH UTARA
KAB. BELU
KAB. ALOR
KAB. FLORES TIMUR
KAB. SIKKA
KAB. ENDE
KAB. NGADA
KAB. MANGGARAI
KAB. SUMBA TIMUR
KAB. SUMBA BARAT
KAB. LEMBATA
KAB. ROTE
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. NAGEKEO
KAB. SABU RAIJUA
KOTA KUPANG
PROVINSI NTT
KPR
85.42
7.38
3.47
5.54
0.48
1.51
60.00
16.82
2.00
2.89
1.98
1.50
0.38
0.09
2.10
0.69
1.16
0.71
0.19
0.10
129.74
324.15
189.57
31.68
43.11
11.97
6.57
76.07
54.79
46.14
110.47
16.15
24.14
7.83
2.32
46.10
31.64
0.00
1.79
2.29
1.28
0.20
605.74
1,309.85
KKB
NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)
PERALATAN RT
387.58
496.81
334.98
684.29
261.86
371.14
412.60
451.16
259.76
395.52
393.16
360.33
191.26
64.49
83.19
11.79
24.47
29.96
45.47
17.98
1,698.13
6,975.97
2.21
0.33
1.01
0.03
0.01
1.21
1.53
0.48
0.70
0.29
0.04
0.03
0.01
0.28
0.02
0.00
0.00
0.02
0.00
0.00
3.47
11.66
MULTIGUNA TOTAL
15.17
1.51
15.42
4.01
3.50
-20.95
-2.34
14.73
8.95
3.39
11.54
6.79
6.74
4.93
24.02
9.43
0.04
17.68
46.24
93.87
11.46
6.80
664.79
536.21
382.57
701.83
268.91
449.92
528.92
514.61
372.93
414.86
419.33
369.68
193.98
110.96
116.96
12.48
27.42
32.98
46.94
18.28
2,437.07
8,621.63
GROWTH (% YOY)
7.71
6.22
4.44
8.14
3.12
5.22
6.13
5.97
4.33
4.81
4.86
4.29
2.25
1.29
1.36
0.14
0.32
0.38
0.54
0.21
28.27
100.00
PANGSA (%)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.10. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB
6.2628.57
5.95
-40-20
020406080
100120140160180
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.9. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB
-10
0
10
20
30
40
50
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
6.80
Meskipun kredit sektor properti menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan laporan dengan tumbuh sebesar 6,26%
(yoy) dibandingkan tahun lalu sebesar 5,34% (yoy), namun relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To
Value (FTV) pada Agustus 2016 masih belum mampu mendorong fungsi intermediasi perbankan NTT. Hal ini terkonfirmasi
pula dari hasil survei konsumen dalam indeks pengeluaran membeli barang tahan lama yang sedikit menurun dibanding
triwulan sebelumnya. Selain itu, implementasi paket kebijakan ekonomi pemerintah dalam percepatan izin pembangunan
perumahan, program sejuta rumah serta insentif pembangunan rumah sederhana masih perlu terus digencarkan untuk
lebih mendorong kredit rumah tangga.
Risiko gagal bayar KKB, KPR dan kredit multiguna masih terjaga dengan rasio NPL berkisar antara 0,68%-1,5%. Secara
agregat NPL kredit pada sektor rumah tangga juga masih rendah sebesar 1,15% atau membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 1,35%. Dengan masih rentannya perekonomian domestik saat ini, maka NPL masih tetap perlu
dicermati terutama bagi perbankan agar dalam mendorong pertumbuhan penyaluran kredit tetap menerapkan prinsip
kehati-hatian.
Secara spasial, kredit rumah tangga mayoritas disalurkan di Kota Kupang, dengan pertumbuhan terbesar di Kab. Sabu
Raijua, Kab. Nagekeo dan Kab. Manggarai Barat. Kredit yang disalurkan di Kota Kupang sebesar Rp 2,44 triliun atau
28,27% dari total Provinsi NTT dengan pertumbuhan 11,46% (yoy) pada triwulan IV 2016. Pertumbuhan kredit di Kab.
Sabu Raijua meningkat signifikan sebesar 93,87% (yoy), sementara Kab. Nagekeo sebesar 46,24% (yoy) dan Kab.
Manggarai Barat sebesar 24,02% (yoy). Hal ini mengindikasikan peningkatan akses kredit pada tiga wilayah tersebut.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
72 Februari 2017
SBT KONDISI KEUANGAN % (SKALA KIRI) NPL % (SKALA KANAN)
GRAFIK 4.12. KONDISI KEUANGAN
39.28
2.97
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
0
10
20
30
40
50
60
70
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.11. PERKEMBANGAN DUNIA USAHA
Sumber: Bank Indonesia, 2016
SBT KEGIATAN USAHA (SKALA KIRI) % PDRB QTQ (SKALA KANAN) %
0.28
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
17.12
Kredit yang disalurkan untuk UMKM di Provinsi NTT terus meningkat meskipun tumbuh melambat, dengan kualitas yang
terjaga cukup baik. Pada triwulan IV 2016 kredit UMKM mencapai Rp 7,36 triliun. Hal ini didukung oleh dunia usaha yang
menilai kondisi ekonomi saat ini masih cukup kondusif, ditunjukkan dengan masih meningkatnya kegiatan usaha yang
didorong oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan SBT sebesar 6,18% dan sektor pengangkutan dan
komunikasi sebesar 4,89%.
4.3 PERKEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.3.1 Kondisi Saat Ini dan Prospek Usaha
Kondisi usaha yang kondusif pada triwulan laporan juga didukung kondisi keuangan yang masih terjaga cukup baik. SBT
kondisi keuangan meskipun sedikit menurun menjadi 39,28% pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar 43,06%,
namun risiko keterlambatan pemenuhan kewajiban dunia usaha terutama kepada perbankan relatif kecil karena NPL tetap
terjaga di bawah 5% bahkan membaik menjadi 2,97% dari sebelumnya 3,27%.
Kredit UMKM kembali melambat meskipun masih tumbuh 2 digit dibandingkan triwulan III 2016 yakni menjadi sebesar
16,71% (yoy) dari sebelumnya 18,21% (yoy). Pertumbuhan tersebut juga lebih rendah dibandingkan periode yang sama
tahun 2015 yang tercatat sebesar 18,24% (yoy). Perlambatan kredit UMKM diikuti perbaikan rasio NPL triwulan berjalan
yang berada di angka 2,97% dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,27%. Hal ini menunjukkan perbankan cukup
berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Tercatat penyaluran kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) pada
triwulan laporan sebesar Rp 7,36 triliun atau mencapai 32,13% dari total penyaluran kredit perbankan di NTT.
Pertumbuhan kredit UMKM yang tetap berada di kisaran 2 digit mengindikasikan pergerakan sektor riil yang terus
konsisten di Provinsi NTT dengan dukungan dari perbankan yang juga tetap menjaga prinsip kehati-hatian dalam
penyaluran dananya.
4.3.2 Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
GRAFIK 4.13. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GROWTH KREDIT G MODAL KERJAMODAL KERJA INVESTASI G INVESTASI
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOY
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
RP MILIAR
Grafik 4.14. NPL UMKM
0,0%
1,0%
2,0%
3,0%
4,0%
5,0%
6,0%
7,0%
MODAL KERJA INVESTASI BATASKREDIT UMKM
3.53%2.97%2.85%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
73Februari 2017
Tabel 4.1 Komposisi Kredit Rumah Tangga di Provinsi NTT
URAIAN
KAB. KUPANG
KAB. TIMOR-TENGAH SELATAN
KAB. TIMOR-TENGAH UTARA
KAB. BELU
KAB. ALOR
KAB. FLORES TIMUR
KAB. SIKKA
KAB. ENDE
KAB. NGADA
KAB. MANGGARAI
KAB. SUMBA TIMUR
KAB. SUMBA BARAT
KAB. LEMBATA
KAB. ROTE
KAB. MANGGARAI BARAT
KAB. SUMBA TENGAH
KAB. SUMBA BARAT DAYA
KAB. MANGGARAI TIMUR
KAB. NAGEKEO
KAB. SABU RAIJUA
KOTA KUPANG
PROVINSI NTT
KPR
85.42
7.38
3.47
5.54
0.48
1.51
60.00
16.82
2.00
2.89
1.98
1.50
0.38
0.09
2.10
0.69
1.16
0.71
0.19
0.10
129.74
324.15
189.57
31.68
43.11
11.97
6.57
76.07
54.79
46.14
110.47
16.15
24.14
7.83
2.32
46.10
31.64
0.00
1.79
2.29
1.28
0.20
605.74
1,309.85
KKB
NOMINAL KREDIT (RP MILIAR)
PERALATAN RT
387.58
496.81
334.98
684.29
261.86
371.14
412.60
451.16
259.76
395.52
393.16
360.33
191.26
64.49
83.19
11.79
24.47
29.96
45.47
17.98
1,698.13
6,975.97
2.21
0.33
1.01
0.03
0.01
1.21
1.53
0.48
0.70
0.29
0.04
0.03
0.01
0.28
0.02
0.00
0.00
0.02
0.00
0.00
3.47
11.66
MULTIGUNA TOTAL
15.17
1.51
15.42
4.01
3.50
-20.95
-2.34
14.73
8.95
3.39
11.54
6.79
6.74
4.93
24.02
9.43
0.04
17.68
46.24
93.87
11.46
6.80
664.79
536.21
382.57
701.83
268.91
449.92
528.92
514.61
372.93
414.86
419.33
369.68
193.98
110.96
116.96
12.48
27.42
32.98
46.94
18.28
2,437.07
8,621.63
GROWTH (% YOY)
7.71
6.22
4.44
8.14
3.12
5.22
6.13
5.97
4.33
4.81
4.86
4.29
2.25
1.29
1.36
0.14
0.32
0.38
0.54
0.21
28.27
100.00
PANGSA (%)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.10. PERTUMBUHAN DPK RUMAH TANGGA
G MULTIGUNA G RUMAH TINGGAL G KKB
6.2628.57
5.95
-40-20
020406080
100120140160180
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.9. KREDIT KONSUMSI RUMAH TANGGA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MULTIGUNA G TOTALRUMAH TINGGAL KKB
-10
0
10
20
30
40
50
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
6.80
Meskipun kredit sektor properti menunjukkan perbaikan kinerja pada triwulan laporan dengan tumbuh sebesar 6,26%
(yoy) dibandingkan tahun lalu sebesar 5,34% (yoy), namun relaksasi ketentuan rasio Loan To Value (LTV) atau Financing To
Value (FTV) pada Agustus 2016 masih belum mampu mendorong fungsi intermediasi perbankan NTT. Hal ini terkonfirmasi
pula dari hasil survei konsumen dalam indeks pengeluaran membeli barang tahan lama yang sedikit menurun dibanding
triwulan sebelumnya. Selain itu, implementasi paket kebijakan ekonomi pemerintah dalam percepatan izin pembangunan
perumahan, program sejuta rumah serta insentif pembangunan rumah sederhana masih perlu terus digencarkan untuk
lebih mendorong kredit rumah tangga.
Risiko gagal bayar KKB, KPR dan kredit multiguna masih terjaga dengan rasio NPL berkisar antara 0,68%-1,5%. Secara
agregat NPL kredit pada sektor rumah tangga juga masih rendah sebesar 1,15% atau membaik dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 1,35%. Dengan masih rentannya perekonomian domestik saat ini, maka NPL masih tetap perlu
dicermati terutama bagi perbankan agar dalam mendorong pertumbuhan penyaluran kredit tetap menerapkan prinsip
kehati-hatian.
Secara spasial, kredit rumah tangga mayoritas disalurkan di Kota Kupang, dengan pertumbuhan terbesar di Kab. Sabu
Raijua, Kab. Nagekeo dan Kab. Manggarai Barat. Kredit yang disalurkan di Kota Kupang sebesar Rp 2,44 triliun atau
28,27% dari total Provinsi NTT dengan pertumbuhan 11,46% (yoy) pada triwulan IV 2016. Pertumbuhan kredit di Kab.
Sabu Raijua meningkat signifikan sebesar 93,87% (yoy), sementara Kab. Nagekeo sebesar 46,24% (yoy) dan Kab.
Manggarai Barat sebesar 24,02% (yoy). Hal ini mengindikasikan peningkatan akses kredit pada tiga wilayah tersebut.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
72 Februari 2017
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA
1.35%
8.04%
10.47%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.19. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT
-20%
-10%
10%
20%
30%
40%
50%
0200400600800
1.0001.2001.4001.6001.8002.000 %, YOYRPMILIAR
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
0%0.08%
GRAFIK 4.18. NPL UMKM 3 SEKTOR
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERANTARA KEUANGAN
3.44%9.94%
31.38%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 4.17. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
KECIL MENENGAH BATASMIKRO
1.39%
2.01%
5.61%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%
10%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Badan usaha/korporasi secara umum berfungsi sebagai penerima dana, yang selanjutnya menggunakan dana pinjaman
dari institusi keuangan atau pemilik modal untuk kegiatan produksi. Semakin besar aktivitas badan usaha dalam aktivitas
ekonomi suatu daerah, maka perlu dilakukan pemantauan kondisi ketahanan badan usaha di daerah tersebut dalam
rangka menjaga stabilitas keuangan daerah. Kategori badan usaha dengan porsi kredit terbesar di Provinsi NTT yaitu
perdagangan, konstruksi dan penyediaan akomodasi.
Kredit korporasi menyumbang sebesar 6,49% dari total penyaluran kredit di Provinsi NTT. Kredit korporasi pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 0,08% dari triwulan III 2016 sebesar -3,24%. Pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh
kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 13,30% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,93% (yoy). Meskipun
demikian, pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja disertai dengan peningkatan risiko kredit, ditunjukkan dengan
rasio NPL yang meningkat di triwulan berjalan menjadi 10,47% dari triwulan sebelumnya 5,48% sehingga rasio NPL kredit
korporasi juga turut meningkat menjadi 8,04% dari triwulan sebelumnya 4,28%. Hal ini perlu menjadi perhatian
perbankan agar lebih mencermati profil debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit
kepada korporasi.
Kredit perbankan kepada sektor korporasi pada triwulan laporan secara umum meningkat pada hampir seluruh sektor.
Peningkatan disumbangkan terutama oleh sektor-sektor antara lain konstruksi sebesar 78,92% (yoy) dan perdagangan
sebesar 10,06% (yoy) dengan pangsa kredit masih didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 46,40%, diikuti
konstruksi 16,89% dan sektor penyediaan akomodasi 13,32%. Peningkatan oleh sektor-sektor tersebut terutama
berkaitan dengan realisasi pembangunan pada akhir tahun oleh kontraktor serta libur panjang Natal dan tahun baru yang
mendorong kegiatan konsumsi masyarakat.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
75Februari 2017
GRAFIK 4.16. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
KONSTRUKSIPERDAGANGANPERTANIAN AKOMODASI DAN MAMIN
REAL ESTATE TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
7.593.34
16.62
48.5723.50
55.12
GRAFIK 4.15. PERTUMBHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOYRPMILIAR
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Perlambatan kredit terutama disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK
mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,73%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 17,89%. Sementara
KI mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,02%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 19,77%. Selain itu
berdasarkan jenis usaha, kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang
sama di tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit usaha mikro dan kecil yang
tumbuh masing-masing sebesar 27,57% (yoy) dan 16,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
14,55% (yoy) dan 6,86% (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi terutama di sektor perdagangan besar dan
eceran (pangsa 70,65%) dari total kredit UMKM) yang melambat di triwulan laporan menjadi 16,62% (yoy) dari triwulan
sebelumnya 20,08% (yoy). Beberapa sektor yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya antara lain sektor
pertanian dan penyediaan akomodasi. Adapun sektor lain yang mengalami perlambatan antara lain sektor konstruksi,
transportasi dan real estate.
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Pada triwulan laporan, rasio NPL gross sedikit membaik menjadi 2,97% dari 3,27% pada triwulan sebelumnya. Perbaikan
rasio NPL disebabkan menurunnya kredit bermasalah pada kredit mikro dan kecil menjadi masing-masing 1,39% dan
2,01% dari triwulan sebelumnya sebesar 1,58% dan 2,64%, sementara NPL kredit menengah sedikit meningkat menjadi
5,61% dari 5,57% pada triwulan sebelumnya.
Dibandingkan triwulan sebelumnya, sektor yang mengalami peningkatan NPL terbesar adalah sektor listrik, gas dan air
bersih yang naik menjadi 31,38% dari sebelumnya 23,44%. Sementara sektor lain yang memiliki NPL tinggi yaitu sektor
konstruksi (9,94%). Kredit bermasalah sektor listrik, gas dan air hampir seluruhnya disumbangkan oleh subsektor
ketenagalistrikan lainnya yang mencatatkan rasio sebesar 46,43% di triwulan laporan, atau meningkat dari triwulan
sebelumnya 31,18%. Sementara dari sektor konstruksi, kredit bermasalah disumbang terutama oleh subsektor bangunan
jalan raya (pangsa 25,37% terhadap total kredit konstruksi) dengan rasio NPL sebesar 15,55%, atau meningkat dari
triwulan sebelumnya sebesar 12,05%.
Secara umum risiko kredit UMKM masih cukup terjaga. Meskipun demikian perbankan perlu lebih cermat dan selektif
dalam menyalurkan kredit terutama pada sektor-sektor penyumbang rasio NPL di atas 5%.
16,74%
22,57%
8,70%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
74 Februari 2017
GRAFIK 4.20. NPL KREDIT SEKTOR KORPORASI
INVESTASI KREDIT BATASMODAL KERJA
1.35%
8.04%
10.47%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.19. PERTUMBUHAN TAHUNAN KREDIT KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
MODAL KERJA INVESTASI GROWTH KREDIT
-20%
-10%
10%
20%
30%
40%
50%
0200400600800
1.0001.2001.4001.6001.8002.000 %, YOYRPMILIAR
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
0%0.08%
GRAFIK 4.18. NPL UMKM 3 SEKTOR
KONSTRUKSI LISTRIK, GAS DAN AIR BATASPERANTARA KEUANGAN
3.44%9.94%
31.38%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
GRAFIK 4.17. NPL UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
KECIL MENENGAH BATASMIKRO
1.39%
2.01%
5.61%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0%1%2%3%4%5%6%7%8%9%
10%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
4.4 ASESMEN KETAHANAN KORPORASI
4.4.1 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Badan usaha/korporasi secara umum berfungsi sebagai penerima dana, yang selanjutnya menggunakan dana pinjaman
dari institusi keuangan atau pemilik modal untuk kegiatan produksi. Semakin besar aktivitas badan usaha dalam aktivitas
ekonomi suatu daerah, maka perlu dilakukan pemantauan kondisi ketahanan badan usaha di daerah tersebut dalam
rangka menjaga stabilitas keuangan daerah. Kategori badan usaha dengan porsi kredit terbesar di Provinsi NTT yaitu
perdagangan, konstruksi dan penyediaan akomodasi.
Kredit korporasi menyumbang sebesar 6,49% dari total penyaluran kredit di Provinsi NTT. Kredit korporasi pada triwulan
laporan tumbuh sebesar 0,08% dari triwulan III 2016 sebesar -3,24%. Pertumbuhan kredit korporasi disumbangkan oleh
kredit modal kerja yang tumbuh sebesar 13,30% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,93% (yoy). Meskipun
demikian, pertumbuhan penyaluran kredit modal kerja disertai dengan peningkatan risiko kredit, ditunjukkan dengan
rasio NPL yang meningkat di triwulan berjalan menjadi 10,47% dari triwulan sebelumnya 5,48% sehingga rasio NPL kredit
korporasi juga turut meningkat menjadi 8,04% dari triwulan sebelumnya 4,28%. Hal ini perlu menjadi perhatian
perbankan agar lebih mencermati profil debitur dan model bisnis debitur selain mengejar pencapaian pertumbuhan kredit
kepada korporasi.
Kredit perbankan kepada sektor korporasi pada triwulan laporan secara umum meningkat pada hampir seluruh sektor.
Peningkatan disumbangkan terutama oleh sektor-sektor antara lain konstruksi sebesar 78,92% (yoy) dan perdagangan
sebesar 10,06% (yoy) dengan pangsa kredit masih didominasi oleh sektor perdagangan sebesar 46,40%, diikuti
konstruksi 16,89% dan sektor penyediaan akomodasi 13,32%. Peningkatan oleh sektor-sektor tersebut terutama
berkaitan dengan realisasi pembangunan pada akhir tahun oleh kontraktor serta libur panjang Natal dan tahun baru yang
mendorong kegiatan konsumsi masyarakat.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
75Februari 2017
GRAFIK 4.16. PERTUMBUHAN KREDIT UMKM 7 SEKTOR EKONOMI
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
KONSTRUKSIPERDAGANGANPERTANIAN AKOMODASI DAN MAMIN
REAL ESTATE TRANSPORTASI DAN KOMUNIKASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
7.593.34
16.62
48.5723.50
55.12
GRAFIK 4.15. PERTUMBHAN KREDIT UMKM BERDASARKAN JENIS USAHA
Sumber: Bank Indonesia, diolah
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000 %, YOYRPMILIAR
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
G MENENGAH G KECILMIKRO KECIL G MIKROMENENGAH
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Perlambatan kredit terutama disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK
mencatatkan pertumbuhan sebesar 17,73%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 17,89%. Sementara
KI mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,02%, melambat dibandingkan triwulan III 2016 yang sebesar 19,77%. Selain itu
berdasarkan jenis usaha, kredit menengah mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang
sama di tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit ditopang oleh kenaikan pertumbuhan kredit usaha mikro dan kecil yang
tumbuh masing-masing sebesar 27,57% (yoy) dan 16,74% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya sebesar
14,55% (yoy) dan 6,86% (yoy).
Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan pertumbuhan kredit UMKM terjadi terutama di sektor perdagangan besar dan
eceran (pangsa 70,65%) dari total kredit UMKM) yang melambat di triwulan laporan menjadi 16,62% (yoy) dari triwulan
sebelumnya 20,08% (yoy). Beberapa sektor yang meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya antara lain sektor
pertanian dan penyediaan akomodasi. Adapun sektor lain yang mengalami perlambatan antara lain sektor konstruksi,
transportasi dan real estate.
4.3.3 Perkembangan Risiko Kredit UMKM
Pada triwulan laporan, rasio NPL gross sedikit membaik menjadi 2,97% dari 3,27% pada triwulan sebelumnya. Perbaikan
rasio NPL disebabkan menurunnya kredit bermasalah pada kredit mikro dan kecil menjadi masing-masing 1,39% dan
2,01% dari triwulan sebelumnya sebesar 1,58% dan 2,64%, sementara NPL kredit menengah sedikit meningkat menjadi
5,61% dari 5,57% pada triwulan sebelumnya.
Dibandingkan triwulan sebelumnya, sektor yang mengalami peningkatan NPL terbesar adalah sektor listrik, gas dan air
bersih yang naik menjadi 31,38% dari sebelumnya 23,44%. Sementara sektor lain yang memiliki NPL tinggi yaitu sektor
konstruksi (9,94%). Kredit bermasalah sektor listrik, gas dan air hampir seluruhnya disumbangkan oleh subsektor
ketenagalistrikan lainnya yang mencatatkan rasio sebesar 46,43% di triwulan laporan, atau meningkat dari triwulan
sebelumnya 31,18%. Sementara dari sektor konstruksi, kredit bermasalah disumbang terutama oleh subsektor bangunan
jalan raya (pangsa 25,37% terhadap total kredit konstruksi) dengan rasio NPL sebesar 15,55%, atau meningkat dari
triwulan sebelumnya sebesar 12,05%.
Secara umum risiko kredit UMKM masih cukup terjaga. Meskipun demikian perbankan perlu lebih cermat dan selektif
dalam menyalurkan kredit terutama pada sektor-sektor penyumbang rasio NPL di atas 5%.
16,74%
22,57%
8,70%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
74 Februari 2017
GRAFIK 4.24. BOPO DAN ROA BANK UMUM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
BOPO (%) ROA (%)
3,4
3,5
3,6
3,7
3,8
3,9
4,0
4,1
4,2
4,3
4,4
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
4.16
68.95
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN LDR
DPK KREDIT LDR
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000 106.39%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
DPK KREDIT
-1%
4%
9%
14%
19%
24%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-0.06%
12.59%
Berdasarkan jenis simpanan, hanya tabungan yang masih mampu untuk tumbuh meskipun melambat menjadi 7,43% dari
triwulan IV 2015 sebesar 15,79%. Sementara giro dan deposito seluruhnya turun signifikan masing-masing menjadi -
14,85% dan -4,81% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 20,31% dan 16,84%. Penurunan giro agregat terutama
disebabkan turunnya giro pemerintah daerah sebesar -66,15% (yoy).
Dari sisi kredit, tercatat kredit investasi dan konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, sementara kredit modal kerja mampu tumbuh tipis. Perlambatan kredit secara agregat pada triwulan laporan
menyebabkan efisiensi bank umum secara industri mengalami cukup tekanan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, yakni BOPO meningkat dari 66,56% menjadi 68,95% karena peningkatan beban operasional (12,04% yoy)
lebih besar dibandingan peningkatan pendapatan operasional (8,15% yoy). Hal tersebut menurunkan rentabilitas
perbankan yang tercermin dari rasio ROA yang menurun menjadi 4,17% dari triwulan IV 2015 sebesar 4,31%.
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Pada triwulan IV 2016, BPR di Provinsi NTT mengalami peningkatan kinerja. Permodalan menguat ditunjukkan dengan
rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat menjadi 29,92% dari triwulan sebelumnya 29,47%, sementara
operasional sedikit lebih efisien ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 81,18% dari sebelumnya 82,00%.
Kemampuan BPR menghasilkan laba relatif stabil dan sedikit meningkat pada triwulan laporan menjadi 2,60% dari
triwulan sebelumnya 2,59%. Hal tersebut juga didukung dengan rasio NPL yang membaik menjadi 5,82% dari
sebelumnya 6,56%. Namun demikian, tren rasio NPL yang relatif konsisten di angka 5% dengan kecenderungan
meningkat patut menjadi perhatian oleh BPR terutama dalam rencana penyaluran kreditnya. Selain itu, penurunan LDR
menunjukkan intermediasi BPR menurun disebabkan penyaluran kredit yang melambat sementara penghimpunan dana
relatif stabil di triwulan IV 2016. Penghimpunan dana BPR yang relatif stabil di triwulan laporan didukung dengan
peningkatan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabah, ditunjukkan Cash Ratio (CR) yang naik menjadi
18,86% dari triwulan sebelumnya 15,90%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
77Februari 2017
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
INDIKATOR
ASET
DPK
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
KREDIT
MODA KERJA
INVESTASI
KONSUMSI
LDR
% NPL (GROSS)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015
I II III IV
29,877.07
19,648.08
5,412.36
9,045.92
5,189.80
17,842.68
5,260.39
1,532.98
11,049.32
90.81
1.71
2016
I II III IV
30,931.31
21,945.14
5,603.55
10,448.62
5,892.97
20,524.71
6,127.34
1,567.42
12,829.94
93.53
1.88
32,778.45
21,581.34
6,289.55
9,105.66
6,186.12
18,907.63
5,697.91
1,640.66
11,569.06
87.61
2.12
32,749.99
22,340.75
6,537.34
9,644.27
6,159.14
19,742.32
6,072.38
1,569.67
12,100.27
88.37
2.00
28,601.62
21,477.98
4,371.54
11,933.29
5,173.15
20,283.78
6,109.97
1,649.90
12,523.91
94.44
1.50
32,321.36
23,828.93
6,429.23
11,149.53
6,250.17
21,730.69
6,692.83
1,696.28
13,341.58
91.19
1.84
30,327.22
22,405.34
5,059.30
11,062.67
6,283.37
22,382.83
7,050.03
1,661.22
13,671.58
99.90
1.84
29,756.92
21,465.81
3,722.19
12,819.48
4,924.14
22,837.49
7,120.99
1,659.18
14,057.33
106.39
1.91
NOMINAL (DALAM RP MILIAR)
2015
I II III IV
28.14
16.92
36.88
6.24
19.70
0.00
13.68
19.97
14.18
10.85
2016
I II III IV
3.53
11.69
3.53
15.51
13.55
0.00
15.03
16.48
2.25
16.12
24.17
16.87
18.44
7.44
32.17
0.00
13.99
18.16
13.71
12.08
20.79
18.23
30.35
7.65
25.14
0.00
15.10
19.99
8.77
13.63
11.72
16.94
20.31
15.79
16.84
0.00
14.61
16.13
7.42
14.90
-1.39
10.41
2.22
22.45
1.04
0.00
14.93
17.46
3.39
15.32
-70
0.29
-22.61
14.71
2.02
0.00
13.37
16.10
5.83
12.99
4.04
-0.06
-14.85
7.43
-4.81
0.00
12.59
16.55
0.56
12.24
PERTUMBUHAN (%YOY)
Potensi risiko gagal bayar sektor korporasi yang perlu dicermati antara lain di sektor konstruksi, perdagangan,
pertambangan dan real estate. Di sektor konstruksi, NPL terbesar disumbang oleh subsektor konstruksi bangunan
elektrikal dan komunikasi lainnya yang menyumbang 62,19% dari keseluruhan posisi NPL. Di samping itu, sektor
perdagangan disumbang terutama oleh subsektor perdagangan dalam negeri semen sebesar 70,06% dari total posisi NPL.
Sementara tingginya NPL di sektor pertambangan terkonsentrasi sepenuhnya di Kabupaten Kupang kemungkinan terkait
aktivitas pertambangan galian C yang sampai saat ini masih bermasalah terkait izin dari pemerintah setempat dan
masyarakat. NPL di sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan sebesar 10,23% didominasi oleh perusahaan
swasta di subsektor jasa perusahaan.
4.5.1 Kinerja Bank Umum
4.5 ASESMEN PERBANKAN
Total aset industri perbankan di Provinsi NTT pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp 29,76 triliun (pangsa 0,36%
terhadap nasional), mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan III 2016 yaitu dari -7,40% (yoy) menjadi
4,04% (yoy). Peningkatan aset dialami baik oleh bank pemerintah maupun bank swasta yang masing-masing meningkat
sebesar 3,80% (yoy) dan 5,66% (yoy).
Kredit perbankan tumbuh melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara penghimpunan
dana dari masyarakat masih menurun sehingga rasio LDR di triwulan laporan kembali meningkat menjadi 106,39% dari
triwulan sebelumnya 99,90%. Pertumbuhan kredit melambat menjadi 12,59% (yoy) dari triwulan sebelumnya 13,37%
(yoy). Pertumbuhan DPK pada triwulan laporan tercatat kontraksi sebesar -0,06% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 0,29% (yoy).
GRAFIK 4.21. NPL KREDIT 2 SEKTOR KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2013I II I I I IV
9,71%
12,05%10,23%
100,00%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
76 Februari 2017
GRAFIK 4.24. BOPO DAN ROA BANK UMUM
Sumber: Bank Indonesia, diolah
BOPO (%) ROA (%)
3,4
3,5
3,6
3,7
3,8
3,9
4,0
4,1
4,2
4,3
4,4
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
4.16
68.95
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 4.23. PERKEMBANGAN LDR
DPK KREDIT LDR
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000 106.39%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.22. PERTUMBUHAN DPK (YOY) DAN KREDIT (YOY)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
DPK KREDIT
-1%
4%
9%
14%
19%
24%
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
-0.06%
12.59%
Berdasarkan jenis simpanan, hanya tabungan yang masih mampu untuk tumbuh meskipun melambat menjadi 7,43% dari
triwulan IV 2015 sebesar 15,79%. Sementara giro dan deposito seluruhnya turun signifikan masing-masing menjadi -
14,85% dan -4,81% dibandingkan triwulan IV 2015 sebesar 20,31% dan 16,84%. Penurunan giro agregat terutama
disebabkan turunnya giro pemerintah daerah sebesar -66,15% (yoy).
Dari sisi kredit, tercatat kredit investasi dan konsumsi mengalami perlambatan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, sementara kredit modal kerja mampu tumbuh tipis. Perlambatan kredit secara agregat pada triwulan laporan
menyebabkan efisiensi bank umum secara industri mengalami cukup tekanan dibandingkan periode yang sama tahun
sebelumnya, yakni BOPO meningkat dari 66,56% menjadi 68,95% karena peningkatan beban operasional (12,04% yoy)
lebih besar dibandingan peningkatan pendapatan operasional (8,15% yoy). Hal tersebut menurunkan rentabilitas
perbankan yang tercermin dari rasio ROA yang menurun menjadi 4,17% dari triwulan IV 2015 sebesar 4,31%.
4.5.2 Kinerja Bank Perkreditan Rakyat
Pada triwulan IV 2016, BPR di Provinsi NTT mengalami peningkatan kinerja. Permodalan menguat ditunjukkan dengan
rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) yang meningkat menjadi 29,92% dari triwulan sebelumnya 29,47%, sementara
operasional sedikit lebih efisien ditunjukkan dengan rasio BOPO yang turun menjadi 81,18% dari sebelumnya 82,00%.
Kemampuan BPR menghasilkan laba relatif stabil dan sedikit meningkat pada triwulan laporan menjadi 2,60% dari
triwulan sebelumnya 2,59%. Hal tersebut juga didukung dengan rasio NPL yang membaik menjadi 5,82% dari
sebelumnya 6,56%. Namun demikian, tren rasio NPL yang relatif konsisten di angka 5% dengan kecenderungan
meningkat patut menjadi perhatian oleh BPR terutama dalam rencana penyaluran kreditnya. Selain itu, penurunan LDR
menunjukkan intermediasi BPR menurun disebabkan penyaluran kredit yang melambat sementara penghimpunan dana
relatif stabil di triwulan IV 2016. Penghimpunan dana BPR yang relatif stabil di triwulan laporan didukung dengan
peningkatan kemampuan BPR membayar kembali simpanan nasabah, ditunjukkan Cash Ratio (CR) yang naik menjadi
18,86% dari triwulan sebelumnya 15,90%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
77Februari 2017
Tabel 4.2 Perkembangan Indikator Utama Bank Umum di NTT
INDIKATOR
ASET
DPK
GIRO
TABUNGAN
DEPOSITO
KREDIT
MODA KERJA
INVESTASI
KONSUMSI
LDR
% NPL (GROSS)
Sumber: Bank Indonesia, diolah
2015
I II III IV
29,877.07
19,648.08
5,412.36
9,045.92
5,189.80
17,842.68
5,260.39
1,532.98
11,049.32
90.81
1.71
2016
I II III IV
30,931.31
21,945.14
5,603.55
10,448.62
5,892.97
20,524.71
6,127.34
1,567.42
12,829.94
93.53
1.88
32,778.45
21,581.34
6,289.55
9,105.66
6,186.12
18,907.63
5,697.91
1,640.66
11,569.06
87.61
2.12
32,749.99
22,340.75
6,537.34
9,644.27
6,159.14
19,742.32
6,072.38
1,569.67
12,100.27
88.37
2.00
28,601.62
21,477.98
4,371.54
11,933.29
5,173.15
20,283.78
6,109.97
1,649.90
12,523.91
94.44
1.50
32,321.36
23,828.93
6,429.23
11,149.53
6,250.17
21,730.69
6,692.83
1,696.28
13,341.58
91.19
1.84
30,327.22
22,405.34
5,059.30
11,062.67
6,283.37
22,382.83
7,050.03
1,661.22
13,671.58
99.90
1.84
29,756.92
21,465.81
3,722.19
12,819.48
4,924.14
22,837.49
7,120.99
1,659.18
14,057.33
106.39
1.91
NOMINAL (DALAM RP MILIAR)
2015
I II III IV
28.14
16.92
36.88
6.24
19.70
0.00
13.68
19.97
14.18
10.85
2016
I II III IV
3.53
11.69
3.53
15.51
13.55
0.00
15.03
16.48
2.25
16.12
24.17
16.87
18.44
7.44
32.17
0.00
13.99
18.16
13.71
12.08
20.79
18.23
30.35
7.65
25.14
0.00
15.10
19.99
8.77
13.63
11.72
16.94
20.31
15.79
16.84
0.00
14.61
16.13
7.42
14.90
-1.39
10.41
2.22
22.45
1.04
0.00
14.93
17.46
3.39
15.32
-70
0.29
-22.61
14.71
2.02
0.00
13.37
16.10
5.83
12.99
4.04
-0.06
-14.85
7.43
-4.81
0.00
12.59
16.55
0.56
12.24
PERTUMBUHAN (%YOY)
Potensi risiko gagal bayar sektor korporasi yang perlu dicermati antara lain di sektor konstruksi, perdagangan,
pertambangan dan real estate. Di sektor konstruksi, NPL terbesar disumbang oleh subsektor konstruksi bangunan
elektrikal dan komunikasi lainnya yang menyumbang 62,19% dari keseluruhan posisi NPL. Di samping itu, sektor
perdagangan disumbang terutama oleh subsektor perdagangan dalam negeri semen sebesar 70,06% dari total posisi NPL.
Sementara tingginya NPL di sektor pertambangan terkonsentrasi sepenuhnya di Kabupaten Kupang kemungkinan terkait
aktivitas pertambangan galian C yang sampai saat ini masih bermasalah terkait izin dari pemerintah setempat dan
masyarakat. NPL di sektor real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan sebesar 10,23% didominasi oleh perusahaan
swasta di subsektor jasa perusahaan.
4.5.1 Kinerja Bank Umum
4.5 ASESMEN PERBANKAN
Total aset industri perbankan di Provinsi NTT pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp 29,76 triliun (pangsa 0,36%
terhadap nasional), mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan triwulan III 2016 yaitu dari -7,40% (yoy) menjadi
4,04% (yoy). Peningkatan aset dialami baik oleh bank pemerintah maupun bank swasta yang masing-masing meningkat
sebesar 3,80% (yoy) dan 5,66% (yoy).
Kredit perbankan tumbuh melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sementara penghimpunan
dana dari masyarakat masih menurun sehingga rasio LDR di triwulan laporan kembali meningkat menjadi 106,39% dari
triwulan sebelumnya 99,90%. Pertumbuhan kredit melambat menjadi 12,59% (yoy) dari triwulan sebelumnya 13,37%
(yoy). Pertumbuhan DPK pada triwulan laporan tercatat kontraksi sebesar -0,06% (yoy) dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 0,29% (yoy).
GRAFIK 4.21. NPL KREDIT 2 SEKTOR KORPORASI
Sumber: Bank Indonesia, diolah
KONSTRUKSI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTAMBANGAN DAN PENGGALIANREAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN BATAS
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2013I II I I I IV
9,71%
12,05%10,23%
100,00%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
76 Februari 2017
Kegiatan perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini telah berkembang sangat pesat dan kompleks.
Kompleksitas sistem perekonomian dan keuangan menuntut pemahaman yang cukup atas interaksi dan keterkaitan di
antara unit/ sektor dalam perekonomian yang memiliki beragam fungsi, motivasi, jenis aktivitas, serta karakteristik dan
perilaku. Di sisi lain, indikator makro ekonomi utama untuk mengetahui kegiatan perekonomian yang ada saat ini
hanyalah PDRB yang lebih menitikberatkan pada aktivitas menghasilkan pendapatan atau pengeluaran yang dilakukan
oleh suatu wilayah dalam satu tahun, tetapi tidak menyentuh bagaimana proses pemenuhan aktivitas tersebut. Indikator
yang menerangkan tentang bagaimana harta dan kepemilikan modal digunakan untuk memenuhi aktivitas ekonomi
tersebut hingga saat ini belum ada. Bahkan indikator yang menerangkan tentang bagaimana menempatkan
penambahan/pengurangan aset, modal ataupun peningkatan pinjaman karena pengeluaran yang lebih besar dari
pendapatan juga belum ada hingga sekarang, sehingga Bank Indonesia berinisiatif untuk membuat suatu indikator yang
bisa digunakan untuk menerangkan posisi aset suatu perekonomian, aktivitas ekonomi yang dilakukan, sumber
pembiayaan, hingga proses netting/ penyesuaian nilai aset, modal dan hutang yang dimiliki oleh suatu perekonomian.
Dengan adanya indikator yang mampu mengukur perpindahan uang tersebut, maka adanya potensi kerentanan sektor riil
dan keuangan, hingga potensi kerentanan yang menimbulkan efek menular terhadap entitas ekonomi yang lain dapat
diketahui.
Adapun indikator tersebut antara lain adalah penyusunan statistic National dan Regional Financial accounts and Balance
Sheet (FABS). Melalui statistik FABS diharapkan dapat diketahui keterkaitan, ketidak-seimbangan keuangan dan potensi
terjadinya krisis maupun jalur efek menular yang menimbulkan risiko sistemik sehingga tindakan dan kebijakan yang lebih
bersifat preventif dapat segera dilakukan.
Penyusunan FABS, khususnya National FABS, mengacu pada Standar Internasional yakni System of National Account (SNA)
2008 yang berisi tentang pedoman pencatatan aktivitas ekonomi bedasarkan prinsip ekonomi dan akuntansi. Dalam
pedoman tersebut, aktivitas ekonomi dan keuangan suatu negara/ daerah yang terintegrasi digambarkan melalui akun
ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account.
Dalam buku Konsep dan Metodologi Penyusunan Financial account and Balance Sheet oleh Departemen Statistik Bank
Indonesia (terbit tahun 2015), dijelaskan bahwa akun ekonomi yang terintegrasi (Integrated Economic Account)
menyajikan data posisi dan arus (flows) uang yang menggambarkan keterkaitan antar unit institusi dalam perekonomian
baik domestik maupun internasional, antar sektor finansial dan non finansial guna mengetahui konsistensi kegiatan antar
berbagai sektor. Lebih lanjut, akun ekonomi yang terintegrasi tersebut dapat menjadi alat dalam menganalisis hubungan
antara sektor riil (aktivitas produksi, konsumsi, dan investasi) dan sektor finansial (arus dana dan pembiayaan antar
institusi.
Penyusunan Regional Financial AccountProvinsi Nusa Tenggara Timur07
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
78Februari 2017
GRAFIK 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR
% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)
2.60
0
1
2
3
4
5
6
7
81.18
7374757677787980818283
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
5.82
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.25. LDR DAN CAR BPR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
% CAR (SKALA KANAN) % LDR
29.92
24
25
26
27
28
29
30
31
32
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
75.21
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
78 Februari 2017
Kegiatan perekonomian Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini telah berkembang sangat pesat dan kompleks.
Kompleksitas sistem perekonomian dan keuangan menuntut pemahaman yang cukup atas interaksi dan keterkaitan di
antara unit/ sektor dalam perekonomian yang memiliki beragam fungsi, motivasi, jenis aktivitas, serta karakteristik dan
perilaku. Di sisi lain, indikator makro ekonomi utama untuk mengetahui kegiatan perekonomian yang ada saat ini
hanyalah PDRB yang lebih menitikberatkan pada aktivitas menghasilkan pendapatan atau pengeluaran yang dilakukan
oleh suatu wilayah dalam satu tahun, tetapi tidak menyentuh bagaimana proses pemenuhan aktivitas tersebut. Indikator
yang menerangkan tentang bagaimana harta dan kepemilikan modal digunakan untuk memenuhi aktivitas ekonomi
tersebut hingga saat ini belum ada. Bahkan indikator yang menerangkan tentang bagaimana menempatkan
penambahan/pengurangan aset, modal ataupun peningkatan pinjaman karena pengeluaran yang lebih besar dari
pendapatan juga belum ada hingga sekarang, sehingga Bank Indonesia berinisiatif untuk membuat suatu indikator yang
bisa digunakan untuk menerangkan posisi aset suatu perekonomian, aktivitas ekonomi yang dilakukan, sumber
pembiayaan, hingga proses netting/ penyesuaian nilai aset, modal dan hutang yang dimiliki oleh suatu perekonomian.
Dengan adanya indikator yang mampu mengukur perpindahan uang tersebut, maka adanya potensi kerentanan sektor riil
dan keuangan, hingga potensi kerentanan yang menimbulkan efek menular terhadap entitas ekonomi yang lain dapat
diketahui.
Adapun indikator tersebut antara lain adalah penyusunan statistic National dan Regional Financial accounts and Balance
Sheet (FABS). Melalui statistik FABS diharapkan dapat diketahui keterkaitan, ketidak-seimbangan keuangan dan potensi
terjadinya krisis maupun jalur efek menular yang menimbulkan risiko sistemik sehingga tindakan dan kebijakan yang lebih
bersifat preventif dapat segera dilakukan.
Penyusunan FABS, khususnya National FABS, mengacu pada Standar Internasional yakni System of National Account (SNA)
2008 yang berisi tentang pedoman pencatatan aktivitas ekonomi bedasarkan prinsip ekonomi dan akuntansi. Dalam
pedoman tersebut, aktivitas ekonomi dan keuangan suatu negara/ daerah yang terintegrasi digambarkan melalui akun
ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account.
Dalam buku Konsep dan Metodologi Penyusunan Financial account and Balance Sheet oleh Departemen Statistik Bank
Indonesia (terbit tahun 2015), dijelaskan bahwa akun ekonomi yang terintegrasi (Integrated Economic Account)
menyajikan data posisi dan arus (flows) uang yang menggambarkan keterkaitan antar unit institusi dalam perekonomian
baik domestik maupun internasional, antar sektor finansial dan non finansial guna mengetahui konsistensi kegiatan antar
berbagai sektor. Lebih lanjut, akun ekonomi yang terintegrasi tersebut dapat menjadi alat dalam menganalisis hubungan
antara sektor riil (aktivitas produksi, konsumsi, dan investasi) dan sektor finansial (arus dana dan pembiayaan antar
institusi.
Penyusunan Regional Financial AccountProvinsi Nusa Tenggara Timur07
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
78Februari 2017
GRAFIK 4.26. BOPO, ROA, NPL BPR
% BOPO % ROA % NPL (SKALA KANAN)
2.60
0
1
2
3
4
5
6
7
81.18
7374757677787980818283
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
5.82
Sumber: Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 4.25. LDR DAN CAR BPR
Sumber: Bank Indonesia, diolah
% CAR (SKALA KANAN) % LDR
29.92
24
25
26
27
28
29
30
31
32
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
70
72
74
76
78
80
82
84
86
88
75.21
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
78 Februari 2017
Tabel Boks 7.1. Regional Financial accounts
PROVINSI NTT
FINANCIAL ASSET
MONETARY AND GOLD SDRS
CURRENCY AND DEPOSITS
DEBT SECURITIES
LOANS
EQUITY
INSURANCE AND PENSION
FINANCIAL DERIVATIVES
OTHER ACCOUNTS RECEIVABLE
FINANCIAL LIABILITIES
MONETARY AND GOLD SDRS
CURRENCY AND DEPOSITS
DEBT SECURITIES
LOANS
EQUITY
INSURANCE AND PENSION
FINANCIAL DERIVATIVES
OTHER ACCOUNTS PAYABLE
NETO ASET/LIABILITIES
NETO LIABILITIES
LUAR NTT
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
" KORPORASI NONFINANSIAL
(NFC) "
BANK(ODC)
IKNB(OFC)
PEMDA(LG)
TOTAL DOMESTIK
LUAR NEGERI(ROW)
INSTRUMEN
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
RUMAH TANGGA
(HH)
FINANCIAL ASSET > FINANCIAL LIABILITIES
FINANCIAL ASSET < FINANCIAL LIABILITIES
Untuk mengetahui aliran perpindahan aset dan kewajiban antar sektor ekonomi, maka dilakukan perhitungan untuk
menghasilkan tabel (matriks) sebagai berikut
Tabel Boks 7.2. Aliran Perpindahan Aset dan Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi
CLOSING POSITION LIABILITIES
TOTAL NFC
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
ODC
xxx
xxx
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
xxx
xxx
xxx
xxx
OFC LG HH
xxx
xxx
xxx
xxx
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
xxx
xxx
ROI ROW
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
-
ASSETS
TOTAL
NTT
NFC
ODC
OFC
LG
HH
ROI
ROW
2Berdasarkan hasil penyusunan RFA Provinsi NTT untuk tahun 2015, diperoleh gambaran sebagai berikut :
-
-
-
-
-
Secara agregat di akhir tahun 2015, provinsi NTT mengalami net hutang (net liabilities) sebesar Rp.2,19 triliun atau
sedikit meningkat dibandingkan tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp.2,18 triliun. Adapun pembiayaan berasal dari
domestik sebesar 53,47% dan dari luar negeri sebesar 46,53%.
Sumbangan peningkatan hutang terbesar diperoleh dari sektor korporasi non finansial disusul oleh sektor perbankan,
dan sektor rumah tangga. Kenaikan pinjaman yang terjadi di sektor korporasi disebabkan antara lain karena
peningkatan modal dan hutang.
Peningkatan pinjaman bersih terjadi seiring meningkatnya pinjaman keuangan berupa peningkatan mata uang dan
simpanan atau Dana Pihak Ketiga (DPK) sedangkan di sektor rumah tangga disebabkan oleh peningkatan kredit
kepada perbankan.
Sementara itu, di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) terpantau mengalami peningkatan aset bersih
disebabkan oleh penurunan hutang dan peningkatan jumlah kas/setara kas. Demikian pula halnya dengan sektor
Pemerintah Daerah yang mengalami net assets karena peningkatan jumlah antara lain kas/setara kas.
Dari hasil analisis RFA, diketahui bahwa sektor yang memiliki keterkaitan paling besar dari segi nilai adalah Rumah
Tangga dan Perbankan karena perbankan memberikan kredit kepada rumah tangga, dan sebaliknya rumah tangga
menyimpan dana di perbankan.
2. Data yang digunakan merupakan data sementara dan berbagai metode yang digunakan dalam penyusunan masih akan terus disempurnakan mengingat RFABS ini pada dasarnya belum final.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
81Februari 2017
GAMBAR BOKS 7.1. KERANGKA INTEGRATED ECONOMIC ACCOUNTS
Sumber: Paparan Departemen Statistik, Overview of Integrated Economic Accounts
Cakupan akun ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account:
-
-
-
Current Account: neraca berjalan yang mencatat produksi barang dan jasa, pendapatan yang tercipta dari aktivitas
produksi, distribusi dan redistribusi pendapatan di antara unit institusi, serta penggunaan pendapatan untuk tujuan
konsumsi atau tabungan. Berada di dalamnya meliputi akun produksi berupa PDB dan akun distribusi dan penggunaan
pendapatan.
Accumulation Account: mencatat perubahan aliran aset dan kewajiban yang memengaruhi posisi neraca yang terdiri
atas akun modal (capital account), akun keuangan (financial account), perubahan aset lainnya (other changes in asset),
dan akun penyesuaian nilai kekayaan (revaluation account).
Balance Sheet: posisi neraca non keuangan, neraca keuangan, dan hutang, serta selisih antara aset dan
hutang/kewajiban.
GAMBAR BOKS 7.2. KONSEP PENYUSUNAN FABS
Sumber: Paparan Departemen Statistik, Financial accounts And Balance Sheet
Secara terpisah, konsep akun keuangan regional/ Regional Financial account (RFA) mencatat transaksi aset dan kewajiban
finansial antar sektor yang menunjukkan aliran keuangan antar sektor institusi. RFA disajikan dalam dua sisi yakni:
perubahan aset dan kewajiban dan perubahan aset dan kewajiban bersih, dengan penyajian sebagai berikut:
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
80 Februari 2017
Tabel Boks 7.1. Regional Financial accounts
PROVINSI NTT
FINANCIAL ASSET
MONETARY AND GOLD SDRS
CURRENCY AND DEPOSITS
DEBT SECURITIES
LOANS
EQUITY
INSURANCE AND PENSION
FINANCIAL DERIVATIVES
OTHER ACCOUNTS RECEIVABLE
FINANCIAL LIABILITIES
MONETARY AND GOLD SDRS
CURRENCY AND DEPOSITS
DEBT SECURITIES
LOANS
EQUITY
INSURANCE AND PENSION
FINANCIAL DERIVATIVES
OTHER ACCOUNTS PAYABLE
NETO ASET/LIABILITIES
NETO LIABILITIES
LUAR NTT
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
" KORPORASI NONFINANSIAL
(NFC) "
BANK(ODC)
IKNB(OFC)
PEMDA(LG)
TOTAL DOMESTIK
LUAR NEGERI(ROW)
INSTRUMEN
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
RUMAH TANGGA
(HH)
FINANCIAL ASSET > FINANCIAL LIABILITIES
FINANCIAL ASSET < FINANCIAL LIABILITIES
Untuk mengetahui aliran perpindahan aset dan kewajiban antar sektor ekonomi, maka dilakukan perhitungan untuk
menghasilkan tabel (matriks) sebagai berikut
Tabel Boks 7.2. Aliran Perpindahan Aset dan Kewajiban Antar Pelaku Ekonomi
CLOSING POSITION LIABILITIES
TOTAL NFC
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
ODC
xxx
xxx
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
xxx
xxx
xxx
xxx
OFC LG HH
xxx
xxx
xxx
xxx
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
xxx
xxx
ROI ROW
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
-
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
xxx
-
-
ASSETS
TOTAL
NTT
NFC
ODC
OFC
LG
HH
ROI
ROW
2Berdasarkan hasil penyusunan RFA Provinsi NTT untuk tahun 2015, diperoleh gambaran sebagai berikut :
-
-
-
-
-
Secara agregat di akhir tahun 2015, provinsi NTT mengalami net hutang (net liabilities) sebesar Rp.2,19 triliun atau
sedikit meningkat dibandingkan tahun 2014 yang tercatat sebesar Rp.2,18 triliun. Adapun pembiayaan berasal dari
domestik sebesar 53,47% dan dari luar negeri sebesar 46,53%.
Sumbangan peningkatan hutang terbesar diperoleh dari sektor korporasi non finansial disusul oleh sektor perbankan,
dan sektor rumah tangga. Kenaikan pinjaman yang terjadi di sektor korporasi disebabkan antara lain karena
peningkatan modal dan hutang.
Peningkatan pinjaman bersih terjadi seiring meningkatnya pinjaman keuangan berupa peningkatan mata uang dan
simpanan atau Dana Pihak Ketiga (DPK) sedangkan di sektor rumah tangga disebabkan oleh peningkatan kredit
kepada perbankan.
Sementara itu, di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) terpantau mengalami peningkatan aset bersih
disebabkan oleh penurunan hutang dan peningkatan jumlah kas/setara kas. Demikian pula halnya dengan sektor
Pemerintah Daerah yang mengalami net assets karena peningkatan jumlah antara lain kas/setara kas.
Dari hasil analisis RFA, diketahui bahwa sektor yang memiliki keterkaitan paling besar dari segi nilai adalah Rumah
Tangga dan Perbankan karena perbankan memberikan kredit kepada rumah tangga, dan sebaliknya rumah tangga
menyimpan dana di perbankan.
2. Data yang digunakan merupakan data sementara dan berbagai metode yang digunakan dalam penyusunan masih akan terus disempurnakan mengingat RFABS ini pada dasarnya belum final.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
81Februari 2017
GAMBAR BOKS 7.1. KERANGKA INTEGRATED ECONOMIC ACCOUNTS
Sumber: Paparan Departemen Statistik, Overview of Integrated Economic Accounts
Cakupan akun ekonomi yang terintegrasi /Integrated Economic Account:
-
-
-
Current Account: neraca berjalan yang mencatat produksi barang dan jasa, pendapatan yang tercipta dari aktivitas
produksi, distribusi dan redistribusi pendapatan di antara unit institusi, serta penggunaan pendapatan untuk tujuan
konsumsi atau tabungan. Berada di dalamnya meliputi akun produksi berupa PDB dan akun distribusi dan penggunaan
pendapatan.
Accumulation Account: mencatat perubahan aliran aset dan kewajiban yang memengaruhi posisi neraca yang terdiri
atas akun modal (capital account), akun keuangan (financial account), perubahan aset lainnya (other changes in asset),
dan akun penyesuaian nilai kekayaan (revaluation account).
Balance Sheet: posisi neraca non keuangan, neraca keuangan, dan hutang, serta selisih antara aset dan
hutang/kewajiban.
GAMBAR BOKS 7.2. KONSEP PENYUSUNAN FABS
Sumber: Paparan Departemen Statistik, Financial accounts And Balance Sheet
Secara terpisah, konsep akun keuangan regional/ Regional Financial account (RFA) mencatat transaksi aset dan kewajiban
finansial antar sektor yang menunjukkan aliran keuangan antar sektor institusi. RFA disajikan dalam dua sisi yakni:
perubahan aset dan kewajiban dan perubahan aset dan kewajiban bersih, dengan penyajian sebagai berikut:
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
80 Februari 2017
Aktivitas sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan.
Sistem pembayaran tunai pada triwulan IV 2016 relatif baik karena ditopang oleh daya
beli/konsumsi masyarakat NTT yang tinggi pada hari raya natal dan tahun baru
Penyelenggaran Sistem PembayaranDan Pengelolaan Uang Rupiah05
Foto : Alor
Data RFABS tersebut masih dalam tahap penyempurnaan karena ke depan melalui data tersebut dapat diperoleh informasi
yang lebih baik mengenai kondisi perekonomian dan sistem keuangan. Selain itu, dengan adanya RFABS dapat
menggambarkan aktivitas perekonomian secara terintegrasi melalui identifikasi keterkaitan antara sektor riil dan sektor
keuangan. Lebih lanjut, RFABS dapat menggambarkan sinyal risiko di sektor keuangan sebagai bahan penyusunan analisis
dan kebijakan ekonomi di level regional.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
82 Februari 2017
Aktivitas sistem pembayaran di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan.
Sistem pembayaran tunai pada triwulan IV 2016 relatif baik karena ditopang oleh daya
beli/konsumsi masyarakat NTT yang tinggi pada hari raya natal dan tahun baru
Penyelenggaran Sistem PembayaranDan Pengelolaan Uang Rupiah05
Foto : Pelabuhan Ende
Data RFABS tersebut masih dalam tahap penyempurnaan karena ke depan melalui data tersebut dapat diperoleh informasi
yang lebih baik mengenai kondisi perekonomian dan sistem keuangan. Selain itu, dengan adanya RFABS dapat
menggambarkan aktivitas perekonomian secara terintegrasi melalui identifikasi keterkaitan antara sektor riil dan sektor
keuangan. Lebih lanjut, RFABS dapat menggambarkan sinyal risiko di sektor keuangan sebagai bahan penyusunan analisis
dan kebijakan ekonomi di level regional.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
82 Februari 2017
Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT mengalami perlambatan. Jumlah uang yang beredar di
masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun
2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016 juga masih
relatif stabil. Hal ini didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi NTT
pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru 2017.
5.1. KONDISI UMUM
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
-80%
0%
80%
160%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
VOLUME KLIRING NOMINAL KLIRING NOMINAL CEK/BG KOSONG VOLUME CEK/BG KOSONG
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Y-O-Y
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY
-300%-200%-100%0%100%200%300%400%500%600%700%
-2500
-2000
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT juga tercatat melambat, tercermin dari pertumbuhan UTLE triwulan IV 2016
yang sebesar 14,11% (yoy) dari 60,79% pada triwulan III 2016. Secara nominal jumlah setoran UTLE pada triwulan IV 2016
sebesar Rp.309,61 miliar, sedangkan triwulan sebelumnya sebesar Rp.459,04 miliar. Temuan uang palsu di NTT juga
mengalami penurunan yang cukup signifikan, sebesar -50,94% (yoy), dengan total jumlah uang palsu sebesar 26 lembar.
Seiring dengan perlambatan investasi pemerintah, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan.
Transaksi kliring pada triwulan IV 2016 baik secara nominal maupun volume warkat tumbuh melambat.
Dalam upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta
melakukan monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
85Februari 2017
Selama tahun 2016, transaksi sistem pembayaran tunai di NTT mengalami perlambatan. Jumlah uang yang beredar di
masyarakat atau net-outflow pada tahun 2016 sebesar Rp.1.407,97 miliar, menurun jika dibandingkan dengan tahun
2015 yang mencapai Rp.1.896,83 miliar. Sementara itu, transaksi sistem pembayaran tunai di triwulan IV 2016 juga masih
relatif stabil. Hal ini didorong oleh aliran net-outflow pada triwulan IV 2016 yang mencapai Rp.1.566,87 miliar, lebih tinggi
dibandingkan triwulan III 2016 yang hanya sebesar Rp.394,56 miliar. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi NTT
pada komponen konsumsi rumah tangga yang berkaitan dengan momen hari raya natal dan tahun baru 2017.
5.1. KONDISI UMUM
GRAFIK 5.1 PERKEMBANGAN INFLOW/OUTFLOW DI POVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
-80%
0%
80%
160%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
GRAFIK 5.3 PERKEMBANGAN TRANSAKSI KLIRING
VOLUME KLIRING NOMINAL KLIRING NOMINAL CEK/BG KOSONG VOLUME CEK/BG KOSONG
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Y-O-Y
GRAFIK 5.2 PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY
-300%-200%-100%0%100%200%300%400%500%600%700%
-2500
-2000
-1500
-1000
-500
0
500
1000
1500
2000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Jumlah Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT juga tercatat melambat, tercermin dari pertumbuhan UTLE triwulan IV 2016
yang sebesar 14,11% (yoy) dari 60,79% pada triwulan III 2016. Secara nominal jumlah setoran UTLE pada triwulan IV 2016
sebesar Rp.309,61 miliar, sedangkan triwulan sebelumnya sebesar Rp.459,04 miliar. Temuan uang palsu di NTT juga
mengalami penurunan yang cukup signifikan, sebesar -50,94% (yoy), dengan total jumlah uang palsu sebesar 26 lembar.
Seiring dengan perlambatan investasi pemerintah, transaksi non tunai yaitu kliring di NTT juga mengalami perlambatan.
Transaksi kliring pada triwulan IV 2016 baik secara nominal maupun volume warkat tumbuh melambat.
Dalam upaya menjaga kelancaran transaksi pembayaran non tunai, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
mendorong Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan Digital (LKD) dan elektronifikasi serta
melakukan monitoring pada bank Koordinator Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
85Februari 2017
Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
KAB/KOTA
*) FrekuensiSumber : Kpw BI Provinsi NTT diolah
III - 2016
SUMBA TIMOR
KAS KELILING
KAS TITIPAN
TOTAL
1
3
4
17
5
22
FLORES
6
4
10
24
12
36
JUMLAH
IV - 2016
SUMBA TIMOR
1
4
5
4
4
8
3
6
9
8
14
22
FLORES JUMLAH
PERIODE
INDIKATOR*
GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) QTQ UTLE YOY UTLEUTLE
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN INFLOW, OUTFLOW DAN UTLE
INFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOW
-2,000-1,500-1,000
-5000
5001,0001,5002,0002,5003,000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Dalam upaya Bank Indonesia untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan uang
rupiah yang baik dan benar serta pengenalan terhadap keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
NTT selalu memberikan sosialisasi pada saat kegiatan penukaran uang/kas keliling di berbagai tempat.
Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga bekerjasama dengan perbankan di daerah untuk membuka
Kas Titipan Bank Indonesia demi kelancaran distribusi uang rupiah layak edar hingga pelosok-pelosok di daerah NTT.
Hingga saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah mempunyai 6 kantor kas titipan yang tersebar di
beberapa daerah, diantaranya Kabupaten Sikka, Sumba Timur, Belu (Atambua), Ende, Manggarai dan Lembata. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan dalam rangka kas titipan diantaranya melakukan dropping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik
Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah kas titipan. Selama tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
telah melaksanakan 48 kali kegiatan dropping dan penarikan UTLE di kas titipan. Walaupun telah mempunyai beberapa
kas titipan didaerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga tetap melakukan kegiatan Kas Keliling untuk
penukaran uang di daerah-daerah. Kegiatan kas keliling tersebut dilakukan di dalam kota Kupang maupun di daerah-
daerah, dan selama tahun 2016 sudah sebanyak 83 kali kegiatan kas keliling dilakukan.
5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan uang palsu di Provinsi NTT terus mengalami penurunan, dari 38 lembar
pada triwulan III 2016 menjadi 26 lembar. Dari sisi pertumbuhan, pada triwulan IV 2016 uang palsu mengalami
penurunan signifikan sebesar 50,95% (yoy), atau lebih rendah dari triwulan III 2016 yang hanya sebesar 26,92% (yoy).
Pecahan uang palsu yang ditemukan pada triwulan IV 2016 dominan seperti periode-periode sebelumnya yaitu uang
kertas pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.
Untuk mencegah beredarnya uang palsu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus melakukan sosialisasi
ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun aparat di Provinsi NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
87Februari 2017
GRAFIK 5.5 SHARE BAYARAN BANK 2016
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
99,27%0,50%0,23%
GRAFIK 5.4 SHARE SETORAN BANK 2016
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
67,94%32,02%
0,04%
Aktivitas peredaran uang pada triwulan IV mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding triwulan III
2016, namun cenderung melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adanya
peningkatan konsumsi rumah tangga jelang hari raya Natal dan tahun baru serta pembayaran realisasi proyek-proyek
pemerintah dan swasta telah meningkatkan aliran uang keluar bersih (net outflow) Bank Indonesia. Namun demikian,
apabila dibandingkan triwulan IV 2015, jumlah uang keluar bersih cenderung mengalami perlambatan yang terlihat dari
penurunan nilai net outflow dari Rp.2,1 triliun di triwulan IV 2015 menjadi Rp.1,6 triliun pada triwulan IV 2016, atau
menurun sebesar 24,12%. Penurunan aktivitas peredaran uang rupiah ini diduga disebabkan oleh adanya perlambatan
ekonomi, seiring dengan adanya beberapa investasi yang sudah terealisasi sebelumnya yang terlihat dari tingginya
kegiatan pertukaran uang antar bank TUKAB pada triwulan I dan III 2016. Sementara di triwulan IV 2016, kegiatan
pertukaran uang antar bank (TUKAB) menunjukkan adanya penurunan sebesar -6,01% (yoy). Namun demikian secara
tahunan, pertukaran uang antar bank masih bertumbuh sebesar 9,70% (yoy).
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
Berdasarkan jenis bank, kegiatan setoran (inflow) ke Bank Indonesia masih dominan dilakukan oleh bank pemerintah,
namun terdapat 32,02% bank swasta yang juga melakukan kegiatan setoran. Hal ini berbeda dibanding kegiatan bayaran
yang 99,27% (outflow) didominasi oleh bank pemerintah. Hal ini menunjukkan pola perputaran dan penyimpanan uang
yang sebagian besar pembayaran transaksi proyek atau belanja dilakukan melalui bank pemerintah, untuk kemudian
kembali ditabung di bank swasta.
5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Setoran UTLE selama tahun 2016 tercatat sebesar Rp.1.776,78 miliar atau tumbuh 69,70% (yoy) lebih tinggi dari
tahun 2015 yang sebesar Rp.1.047,04 miliar. Sementara itu, pada triwulan IV 2016 setoran UTLE mencapai Rp.309,61
miliar atau mengalami perlambatan sebesar 52,88% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan III 2016 yang tumbuh 86,79%
(yoy).
Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan IV
2016 tercatat sebesar Rp.304,75 miliar, atau tumbuh 20,55% (yoy) lebih rendah dari triwulan III 2016 yang sebesar
Rp.456,75 miliar. Sedangkan total pemusnahan UTLE selama tahun 2016 mencapai Rp.1.788,92 miliar dari Rp.1.066,73
miliar atau tumbuh 67,70% (yoy) lebih tinggi dari tahun 2015.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
86 Februari 2017
Tabel 5.1.Perkembangan Kegiatan KPw BI Provinsi NTT
KAB/KOTA
*) FrekuensiSumber : Kpw BI Provinsi NTT diolah
III - 2016
SUMBA TIMOR
KAS KELILING
KAS TITIPAN
TOTAL
1
3
4
17
5
22
FLORES
6
4
10
24
12
36
JUMLAH
IV - 2016
SUMBA TIMOR
1
4
5
4
4
8
3
6
9
8
14
22
FLORES JUMLAH
PERIODE
INDIKATOR*
GRAFIK 5.7 PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) QTQ UTLE YOY UTLEUTLE
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
GRAFIK 5.6 PERKEMBANGAN INFLOW, OUTFLOW DAN UTLE
INFLOW (RP. MILIAR) UTLE OUTFLOW (RP. MILIAR) NET OUTFLOW
-2,000-1,500-1,000
-5000
5001,0001,5002,0002,5003,000
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
Dalam upaya Bank Indonesia untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan uang
rupiah yang baik dan benar serta pengenalan terhadap keaslian uang rupiah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
NTT selalu memberikan sosialisasi pada saat kegiatan penukaran uang/kas keliling di berbagai tempat.
Selain itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga bekerjasama dengan perbankan di daerah untuk membuka
Kas Titipan Bank Indonesia demi kelancaran distribusi uang rupiah layak edar hingga pelosok-pelosok di daerah NTT.
Hingga saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah mempunyai 6 kantor kas titipan yang tersebar di
beberapa daerah, diantaranya Kabupaten Sikka, Sumba Timur, Belu (Atambua), Ende, Manggarai dan Lembata. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan dalam rangka kas titipan diantaranya melakukan dropping Uang Layak Edar (ULE) dan menarik
Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dari wilayah kas titipan. Selama tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
telah melaksanakan 48 kali kegiatan dropping dan penarikan UTLE di kas titipan. Walaupun telah mempunyai beberapa
kas titipan didaerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga tetap melakukan kegiatan Kas Keliling untuk
penukaran uang di daerah-daerah. Kegiatan kas keliling tersebut dilakukan di dalam kota Kupang maupun di daerah-
daerah, dan selama tahun 2016 sudah sebanyak 83 kali kegiatan kas keliling dilakukan.
5.2.3. Perkembangan Uang Palsu (UPAL)
Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan uang palsu di Provinsi NTT terus mengalami penurunan, dari 38 lembar
pada triwulan III 2016 menjadi 26 lembar. Dari sisi pertumbuhan, pada triwulan IV 2016 uang palsu mengalami
penurunan signifikan sebesar 50,95% (yoy), atau lebih rendah dari triwulan III 2016 yang hanya sebesar 26,92% (yoy).
Pecahan uang palsu yang ditemukan pada triwulan IV 2016 dominan seperti periode-periode sebelumnya yaitu uang
kertas pecahan Rp.100.000,- dan Rp.50.000,-.
Untuk mencegah beredarnya uang palsu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT juga terus melakukan sosialisasi
ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR) kepada masyarakat, akademisi maupun aparat di Provinsi NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
87Februari 2017
GRAFIK 5.5 SHARE BAYARAN BANK 2016
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
99,27%0,50%0,23%
GRAFIK 5.4 SHARE SETORAN BANK 2016
BANK SWASTA BUKAN BANKBANK PEMERINTAH
67,94%32,02%
0,04%
Aktivitas peredaran uang pada triwulan IV mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibanding triwulan III
2016, namun cenderung melambat bila dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Adanya
peningkatan konsumsi rumah tangga jelang hari raya Natal dan tahun baru serta pembayaran realisasi proyek-proyek
pemerintah dan swasta telah meningkatkan aliran uang keluar bersih (net outflow) Bank Indonesia. Namun demikian,
apabila dibandingkan triwulan IV 2015, jumlah uang keluar bersih cenderung mengalami perlambatan yang terlihat dari
penurunan nilai net outflow dari Rp.2,1 triliun di triwulan IV 2015 menjadi Rp.1,6 triliun pada triwulan IV 2016, atau
menurun sebesar 24,12%. Penurunan aktivitas peredaran uang rupiah ini diduga disebabkan oleh adanya perlambatan
ekonomi, seiring dengan adanya beberapa investasi yang sudah terealisasi sebelumnya yang terlihat dari tingginya
kegiatan pertukaran uang antar bank TUKAB pada triwulan I dan III 2016. Sementara di triwulan IV 2016, kegiatan
pertukaran uang antar bank (TUKAB) menunjukkan adanya penurunan sebesar -6,01% (yoy). Namun demikian secara
tahunan, pertukaran uang antar bank masih bertumbuh sebesar 9,70% (yoy).
5.2. TRANSAKSI PEMBAYARAN TUNAI
5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (Outflow)
Berdasarkan jenis bank, kegiatan setoran (inflow) ke Bank Indonesia masih dominan dilakukan oleh bank pemerintah,
namun terdapat 32,02% bank swasta yang juga melakukan kegiatan setoran. Hal ini berbeda dibanding kegiatan bayaran
yang 99,27% (outflow) didominasi oleh bank pemerintah. Hal ini menunjukkan pola perputaran dan penyimpanan uang
yang sebagian besar pembayaran transaksi proyek atau belanja dilakukan melalui bank pemerintah, untuk kemudian
kembali ditabung di bank swasta.
5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
Setoran UTLE selama tahun 2016 tercatat sebesar Rp.1.776,78 miliar atau tumbuh 69,70% (yoy) lebih tinggi dari
tahun 2015 yang sebesar Rp.1.047,04 miliar. Sementara itu, pada triwulan IV 2016 setoran UTLE mencapai Rp.309,61
miliar atau mengalami perlambatan sebesar 52,88% (yoy) lebih rendah dibanding triwulan III 2016 yang tumbuh 86,79%
(yoy).
Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan IV
2016 tercatat sebesar Rp.304,75 miliar, atau tumbuh 20,55% (yoy) lebih rendah dari triwulan III 2016 yang sebesar
Rp.456,75 miliar. Sedangkan total pemusnahan UTLE selama tahun 2016 mencapai Rp.1.788,92 miliar dari Rp.1.066,73
miliar atau tumbuh 67,70% (yoy) lebih tinggi dari tahun 2015.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
86 Februari 2017
5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL
Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan
yang signifikan. Pada triwulan IV 2016, jumlah agen LKD berjumlah 3.170 agen atau tumbuh 185,33% (qtq), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2016 yang hanya mencapai 10,11% (qtq). Selain itu, jumlah transaksi yang
dilakukan selama triwulan IV 2016 mencapai Rp.440,78 juta.
Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah
diantaranya adalah :
a.
b.
c.
Sosialisasi penggunaan Uang Elektronik kepada Ikatan Wanita Perbankan NTT.
Melakukan koordinasi dengan bank penyelenggara LKD terkait perkembangan transaksi agen LKD.
Melakukan pemantauan data dan perkembangan proram LKD Bank.
GRAFIK 5.10. 5DAERAH TERBESAR ASAL SKNBI DINTT
DKI JAKARTA JAWA TIMURNTT *) BALI SULAWESI SELATAN
69,51%27,15%2,37%
0,67%0,29%
GRAFIK 5.9. 5DAERAH TERBESAR TUJUAN SKNBI NTT
NTT *) JAWA TIMURDKI JAKARTA JAWA BARAT BALI
98,24%0,65%0,61%
0,50%0,00%
atau tumbuh 18,50% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 2016 yang mampu tumbuh 51,82% (yoy). Ini
artinya bahwa fasilitas kliring di NTT pada triwulan IV 2016 penggunaannya masih stabil namun peningkatannya tidak
setinggi pertumbuhan pada awal tahun 2016. Selain itu, sejak triwulan I 2015 hingga triwulan II 2016 batas maksimal
transfer dana menggunakan SKNBI tidak dibatasi, namun mulai tanggal 1 Juli 2016 atau masuk triwulan III 2016 maksimal
nominal transaksi menggunakan SKNBI adalah Rp.500 juta. Hal ini juga disinyalir menjadi penyebab perlambatan transaksi
SKNBI di NTT.
Pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT mengalami penurunan. Pada triwulan IV 2016, volume penyerahan
Cek/BG kosong sebesar 300 warkat, atau menurun 2,28% (yoy). Kendati demikian, secara qtq mengalami peningkatan
22,95% atau dari 244 warkat menjadi 300 warkat. Dengan demikian masih perlu adanya sosialisasi dari perbankan
kepada nasabahnya terkait transaksi dengan warkat Cek/BG untuk memperhatikan dana simpanannya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
89Februari 2017
GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT
Upal (Lembar)
-5050
150250350450550650750850950
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi CIKUR sekitar 20 kali
kegiatan, yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Ngada, TTU, Sikka, Alor, Belu dan Kabupaten
Manggarai Timur.
Penggunaan transaksi kliring di NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan. Nominal transaksi kliring
tercatat sebesar Rp.3.382,88 miliar, atau tumbuh melambat 12,29% (yoy), jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada
triwulan III 2016 yang mencapai 102,94% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada triwulan ini sebanyak 86.316 warkat
5.3.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016
Pada tanggal 19 Desember 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan uang NKRI tahun emisi 2016. Penerbitan
uang baru tersebut merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang mata uang yang
mengatur ciri-ciri umum dan khusus yang dimuat dalam uang rupiah. Adapun ciri-ciri khusus yang ada dalam mata uang
NKRI adalah adanya tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan, dibanding mata uang lama yang
hanya ditanda tangani oleh Gubernur Bank Indonesia, gambar utama adalah pahlawan yang telah meninggal, memuat
gambar lambang negara “Garuda Pancasila”, maupun frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa ciri umum
yang terdapat dalam mata uang kertas adalah adanya gambar pahlawan nasional, tari daerah, obyek wisata alam
unggulan dan bunga khas nusantara. Adapun ciri umum mata uang logam adalah gambar pahlawan nasional, lambang
negara “garuda pancasila dan tulisan nilai pecahan.
Terdapat 11 pecahan yang dikeluarkan, meliputi 7 uang kertas pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, Rp
20.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000, serta 4 uang logam pecahan Rp 100, Rp 200, Rp 500, dan Rp 1.000. Terkait dengan
penerbitan uang baru tersebut, Provinsi NTT patut berbangga karena dapat menyumbang 2 ikon dalam penerbitan uang
baru tersebut, yaitu Pahlawan Nasional Prof. Dr. Ir. Herman Johanes yang diabadikan dalam uang logam Rp 100,- dan
Taman Nasional Komodo yang diabadikan dalam mata uang pecahan Rp 50.000,-.
Dari sisi keamanan, tingkat keamanan uang baru juga mengalami penambahan dengan total fitur keamanan mencapai 9-
12 unsur pengamanan antara lain cetak kasar, tanda air, benang pengaman, tulisan mikro, tinta berubah warna, gambar
tersembunyi, gambar saling isi, pewarnaan yang cukup unik, intaglio, dll. Dengan diterbitkannya uang baru ini diharapkan
tingkat keamanan uang akan semakin bagus, sehingga menekan pemalsuan uang. Desain yang lebih bagus diharapkan
juga dapat meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap rupiah, yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan
kebanggan masyarakat terhadap Negara Indonesia.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
88 Februari 2017
5.4. PERKEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN DIGITAL
Jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT pada triwulan IV 2016 mengalami peningkatan
yang signifikan. Pada triwulan IV 2016, jumlah agen LKD berjumlah 3.170 agen atau tumbuh 185,33% (qtq), lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan triwulan III 2016 yang hanya mencapai 10,11% (qtq). Selain itu, jumlah transaksi yang
dilakukan selama triwulan IV 2016 mencapai Rp.440,78 juta.
Beberapa kegiatan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT dalam usaha meningkatkan jumlah LKD didaerah
diantaranya adalah :
a.
b.
c.
Sosialisasi penggunaan Uang Elektronik kepada Ikatan Wanita Perbankan NTT.
Melakukan koordinasi dengan bank penyelenggara LKD terkait perkembangan transaksi agen LKD.
Melakukan pemantauan data dan perkembangan proram LKD Bank.
GRAFIK 5.10. 5DAERAH TERBESAR ASAL SKNBI DINTT
DKI JAKARTA JAWA TIMURNTT *) BALI SULAWESI SELATAN
69,51%27,15%2,37%
0,67%0,29%
GRAFIK 5.9. 5DAERAH TERBESAR TUJUAN SKNBI NTT
NTT *) JAWA TIMURDKI JAKARTA JAWA BARAT BALI
98,24%0,65%0,61%
0,50%0,00%
atau tumbuh 18,50% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan III 2016 yang mampu tumbuh 51,82% (yoy). Ini
artinya bahwa fasilitas kliring di NTT pada triwulan IV 2016 penggunaannya masih stabil namun peningkatannya tidak
setinggi pertumbuhan pada awal tahun 2016. Selain itu, sejak triwulan I 2015 hingga triwulan II 2016 batas maksimal
transfer dana menggunakan SKNBI tidak dibatasi, namun mulai tanggal 1 Juli 2016 atau masuk triwulan III 2016 maksimal
nominal transaksi menggunakan SKNBI adalah Rp.500 juta. Hal ini juga disinyalir menjadi penyebab perlambatan transaksi
SKNBI di NTT.
Pertumbuhan penyerahan Cek/BG kosong di NTT mengalami penurunan. Pada triwulan IV 2016, volume penyerahan
Cek/BG kosong sebesar 300 warkat, atau menurun 2,28% (yoy). Kendati demikian, secara qtq mengalami peningkatan
22,95% atau dari 244 warkat menjadi 300 warkat. Dengan demikian masih perlu adanya sosialisasi dari perbankan
kepada nasabahnya terkait transaksi dengan warkat Cek/BG untuk memperhatikan dana simpanannya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
89Februari 2017
GRAFIK 5.8 PERKEMBANGAN UPAL DI POVINSI NTT
Upal (Lembar)
-5050
150250350450550650750850950
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV
Pada tahun 2016 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT telah melakukan sosialisasi CIKUR sekitar 20 kali
kegiatan, yang diadakan di Kota Kupang, Kabupaten Sumba Timur, Ngada, TTU, Sikka, Alor, Belu dan Kabupaten
Manggarai Timur.
Penggunaan transaksi kliring di NTT pada triwulan IV 2016 mengalami perlambatan. Nominal transaksi kliring
tercatat sebesar Rp.3.382,88 miliar, atau tumbuh melambat 12,29% (yoy), jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada
triwulan III 2016 yang mencapai 102,94% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada triwulan ini sebanyak 86.316 warkat
5.3.1. Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
5.3. TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI
5.2.4. Penerbitan Uang NKRI Tahun Emisi 2016
Pada tanggal 19 Desember 2016, Bank Indonesia telah menerbitkan uang NKRI tahun emisi 2016. Penerbitan
uang baru tersebut merupakan pelaksanaan amanat Undang-Undang No.7 tahun 2011 tentang mata uang yang
mengatur ciri-ciri umum dan khusus yang dimuat dalam uang rupiah. Adapun ciri-ciri khusus yang ada dalam mata uang
NKRI adalah adanya tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan, dibanding mata uang lama yang
hanya ditanda tangani oleh Gubernur Bank Indonesia, gambar utama adalah pahlawan yang telah meninggal, memuat
gambar lambang negara “Garuda Pancasila”, maupun frasa “Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beberapa ciri umum
yang terdapat dalam mata uang kertas adalah adanya gambar pahlawan nasional, tari daerah, obyek wisata alam
unggulan dan bunga khas nusantara. Adapun ciri umum mata uang logam adalah gambar pahlawan nasional, lambang
negara “garuda pancasila dan tulisan nilai pecahan.
Terdapat 11 pecahan yang dikeluarkan, meliputi 7 uang kertas pecahan Rp 1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, Rp
20.000, Rp 50.000 dan Rp 100.000, serta 4 uang logam pecahan Rp 100, Rp 200, Rp 500, dan Rp 1.000. Terkait dengan
penerbitan uang baru tersebut, Provinsi NTT patut berbangga karena dapat menyumbang 2 ikon dalam penerbitan uang
baru tersebut, yaitu Pahlawan Nasional Prof. Dr. Ir. Herman Johanes yang diabadikan dalam uang logam Rp 100,- dan
Taman Nasional Komodo yang diabadikan dalam mata uang pecahan Rp 50.000,-.
Dari sisi keamanan, tingkat keamanan uang baru juga mengalami penambahan dengan total fitur keamanan mencapai 9-
12 unsur pengamanan antara lain cetak kasar, tanda air, benang pengaman, tulisan mikro, tinta berubah warna, gambar
tersembunyi, gambar saling isi, pewarnaan yang cukup unik, intaglio, dll. Dengan diterbitkannya uang baru ini diharapkan
tingkat keamanan uang akan semakin bagus, sehingga menekan pemalsuan uang. Desain yang lebih bagus diharapkan
juga dapat meningkatkan kebanggaan masyarakat terhadap rupiah, yang pada akhirnya juga dapat meningkatkan
kebanggan masyarakat terhadap Negara Indonesia.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
88 Februari 2017
Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan dari 22,19% (Maret 2016)
menjadi 22,01% (September 2016). Sementara itu dari sisi ketenagakerjaan, tingkat
pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Agustus menunjukkan penurunan dan ditandai
peningkatan porsi tenaga kerja formal.
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06
Foto : Kampung Tua Benteng
Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT mengalami penurunan dari 22,19% (Maret 2016)
menjadi 22,01% (September 2016). Sementara itu dari sisi ketenagakerjaan, tingkat
pengangguran terbuka (TPT) pada bulan Agustus menunjukkan penurunan dan ditandai
peningkatan porsi tenaga kerja formal.
Ketenagakerjaan & Kesejahteraan06
Foto : Gunung Meja, Kab. Ende
6.2 . PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN
6.1. KONDISI UMUM
Secara nasional, persentase penduduk miskin Provinsi NTT masih lebih tinggi dibandingkan nasional.
Persentase penduduk miskin NTT pada bulan September 2016 mencapai 22,01% atau diatas nasional yang sebesar
10,70% dengan jumlah 27,76 juta orang. Apabila dilihat dari segi konsentrasi penduduk miskin terbanyak masih berada di
pedesaan dengan jumlah sebesar 17,28 juta jiwa dibandingkan perkotaan yang 10,49 juta jiwa. Di sisi lain, secara historis
terjadi perkembangan positif dimana persentase penduduk miskin pada tingkat nasional dan NTT cenderung berada pada
trend menurun sejak tahun 2015. Dari sisi peringkat nasional sendiri, persentase penduduk miskin NTT (22,01%) berada
pada peringkat ke-32 dari 34 Provinsi di Indonesia atau berada di atas Provinsi Papua Barat (24,88%) dan Provinsi Papua
(28,4%).
Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu signifikan.
Presentase penduduk miskin di Provinsi NTT tercatat menurun menjadi 22,01% pada bulan September 2016
dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2016 (22,58%). Menurunnya presentase
penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan
kemiskinan (P2) yang menggambarkan makin mendekatnya pengeluaran rata-rata penduduk miskin dengan garis
kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk yang makin rendah. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan
kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015 dan potensi penurunan penduduk
miskin di masa datang. Di sisi lain, permasalahan struktural seperti minimnya akses bahan bakar layak, akses sumber
penerangan, akses air bersih dan sanitasi (IRGSC, 2016) serta pendidikan menjadi tantangan utama dalam upaya
pengurangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT.
Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016. TPT NTT tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan
Februari yang 3,59%. Perbaikan juga terlihat dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya
perbaikan kualitas SDM di NTT. Hal serupa juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia triwulan IV-2016 yang menunjukkan perkembangan positif.
6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
GRAFIK 6.1. PERBANDINGAN PROSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
NASIONAL NTT
Sumber : BPS, diolah
579
1113151719212325
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
%
10.70
22.01
GRAFIK 6.2.
%
Sumber : BPS, diolah
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
LAM
PUN
G
SULT
ENG
NTB
AC
EH
BEN
GK
ULU
GO
RON
TALO
MA
LUK
U
NTT
PAPU
A B
ARA
T
PAPU
A
MARET 2016 SEPTEMBER 2016
SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PROSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI
22.19
22.0
1
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
93Februari 2017
6.2 . PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN
6.1. KONDISI UMUM
Secara nasional, persentase penduduk miskin Provinsi NTT masih lebih tinggi dibandingkan nasional.
Persentase penduduk miskin NTT pada bulan September 2016 mencapai 22,01% atau diatas nasional yang sebesar
10,70% dengan jumlah 27,76 juta orang. Apabila dilihat dari segi konsentrasi penduduk miskin terbanyak masih berada di
pedesaan dengan jumlah sebesar 17,28 juta jiwa dibandingkan perkotaan yang 10,49 juta jiwa. Di sisi lain, secara historis
terjadi perkembangan positif dimana persentase penduduk miskin pada tingkat nasional dan NTT cenderung berada pada
trend menurun sejak tahun 2015. Dari sisi peringkat nasional sendiri, persentase penduduk miskin NTT (22,01%) berada
pada peringkat ke-32 dari 34 Provinsi di Indonesia atau berada di atas Provinsi Papua Barat (24,88%) dan Provinsi Papua
(28,4%).
Persentase penduduk miskin di Provinsi NTT menunjukkan perbaikan walaupun tidak terlalu signifikan.
Presentase penduduk miskin di Provinsi NTT tercatat menurun menjadi 22,01% pada bulan September 2016
dibandingkan dengan Maret 2016 yang sebesar 22,19% dan September 2016 (22,58%). Menurunnya presentase
penduduk miskin ini juga dibarengi dengan menurunnya angka indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan
kemiskinan (P2) yang menggambarkan makin mendekatnya pengeluaran rata-rata penduduk miskin dengan garis
kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk yang makin rendah. Hal ini mengindikasikan adanya perbaikan
kondisi sosial masyarakat NTT pada tahun 2016 dibandingkan dengan tahun 2015 dan potensi penurunan penduduk
miskin di masa datang. Di sisi lain, permasalahan struktural seperti minimnya akses bahan bakar layak, akses sumber
penerangan, akses air bersih dan sanitasi (IRGSC, 2016) serta pendidikan menjadi tantangan utama dalam upaya
pengurangan jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT.
Dari sisi ketenagakerjaan, terjadi perbaikan kondisi tenaga kerja yang terlihat pada penurunan Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2016. TPT NTT tercatat sebesar 3,25% dibandingkan bulan
Februari yang 3,59%. Perbaikan juga terlihat dari peningkatan porsi tenaga kerja formal yang menunjukkan adanya
perbaikan kualitas SDM di NTT. Hal serupa juga terindikasi pada indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank
Indonesia triwulan IV-2016 yang menunjukkan perkembangan positif.
6.2.1 Perkembangan Tingkat Kemiskinan
GRAFIK 6.1. PERBANDINGAN PROSENTASE KEMISKINAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
NASIONAL NTT
Sumber : BPS, diolah
579
1113151719212325
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
%
10.70
22.01
GRAFIK 6.2.
%
Sumber : BPS, diolah
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
LAM
PUN
G
SULT
ENG
NTB
AC
EH
BEN
GK
ULU
GO
RON
TALO
MA
LUK
U
NTT
PAPU
A B
ARA
T
PAPU
A
MARET 2016 SEPTEMBER 2016
SEPULUH PROVINSI DENGAN JUMLAH PROSENTASE PENDUDUK MISKIN TERTINGGI
22.19
22.0
1
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
93Februari 2017
GRAFIK 6.8. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN
Sumber : BPS, diolah
SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
KOTA DESA KOTA+DESA
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
GRAFIK 6.7. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN
Sumber : BPS, diolah
SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
KOTA DESA KOTA+DESA
1.001.502.002.503.003.504.004.505.005.506.00
penduduk miskin yang semakin mendekati garis kemiskinan, sementara penurunan P2 menunjukkan bahwa ketimpangan
pengeluaran antar penduduk miskin semakin rendah. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang cukup besar bagi
banyaknya penduduk NTT untuk dapat keluar dari kategori miskin.
Kondisi kemiskinan di NTT sendiri berdasarkan penelitian Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC)
tahun 2016 didorong oleh kurangnya akses terhadap beberapa kebutuhan primer masyarakat, diantaranya bahan bakar
layak, akses sumber penerangan, akses air bersih dan sanitasi. Dalam hal tersebut, IRGSC memberikan masukan untuk
peningkatan akses masyarakat terhadap hal-hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Indrawati (2016) yang menyebutkan bahwa untuk memutus rantai kemiskinan, maka keluarga miskin harus mampu
menikmati apa yang disebut dengan pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi. Selain itu,
disebutkan pula bahwa peningkatan kualitas SDM menjadi hal yang penting karena dapat mewujudkan masyarakat
produktif, inovatif dan berdaya saing. Apabila dilihat dari Provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi, permasalahan
SDM terjadi di Provinsi Papua, Papua Barat dan NTT sehingga program-program pengembangan SDM (aksesibilitas,
kesehatan, pendidikan serta keterampilan) perlu dikedepankan dalam upaya mengurangi kemiskinan.
Di sisi lain, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat NTT dari sisi perekonomian dan daya beli, perlu adanya dukungan
terhadap pengembangan investasi di daerah yang dapat membuka lapangan pekerjaan secara luas. Adanya program dana
desa perlu untuk dioptimalkan melalui bimbingan dan pengawasan yang berkesinambungan sehingga dapat bermanfaat
dan bernilai tambah ekonomi tinggi. Selain itu, rencana-rencana investasi swasta atau BUMN hendaknya dapat didukung.
Dengan adanya peningkatan lapangan kerja di pedesaan, sisi positif yang didapat lainnya adalah berkurangnya migrasi
masyarakat pedesaan ke perkotaan. Selain itu, dalam upaya mendukung kualitas SDM NTT, perlu adanya program-
program pelatihan keterampilan dan wirausaha masyarakat. Dari sektor unggulan NTT, diharapkan adanya keseriusan
dalam pengembangan sektor pariwisata. Karena sektor tersebut dapat mendorong lapangan kerja bagi semua lapisan
masyarakat, baik dari sisi perdagangan, tour guide, penyewaan kendaraan dan hal-hal lainnya. Hal ini terbukti pada
Provinsi Bali yang menjadi Provinsi ke-2 terendah dari sisi jumlah penduduk miskin.
6.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
Berdasarkan kinerja triwulanan, tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai
Tukar Petani (NTP) menunjukkan Perlambatan. NTP tercatat melambat dari 102,03 (triwulan III-2016) menjadi 101,31
(triwulan IV-2016). Namun dengan nilai masih diatas 100 maka secara umum masih terjadi pertumbuhan pendapatan bagi
petani. Penurunan NTP sendiri terjadi karena adanya kenaikan indeks yang dibayar (IB) yang lebih tinggi dibandingkan
indeks yang diterima (IT). Hal ini disebabkan adanya peningkatan biaya konsumsi rumah tangga yang harus dibayar petani,
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
95Februari 2017
GRAFIK 6.6. SEPULUH PERINGKAT TERENDAH GARIS KEMISKINAN
RP
Sumber : BPS, diolah
NTB
JABA
R
JATI
M
NTT
JATE
NG
SULU
T
SULB
AR
GO
RON
TALO
SULT
RA
SULS
EL
336
,573
332,
119
329,
172
327,
00
3
322,
748
318,
984
292,
518
286
,96
8
282,
161
275,
361
GRAFIK 6.5. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN
Sumber : BPS, diolah
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN
0
50
100
150
200
250
300
350 RIBU
GRAFIK 6.4. GINI RATIO NASIONAL DAN NTT
INDONESIA NTT
Sumber : BPS, diolah
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 201630%
32%
34%
36%
38%
40%
42%
GRAFIK 6.3. PRESENTASE PENDUDUK MISKIN DI NTT
Sumber : BPS, diolah
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
PERKOTAAN%PERKOTAAN
PEDESAAN KOTA+DESA%PEDESAAN %KOTA+DESA
8.00
13.00
18.00
23.00
28.00
0
200
400
600
800
1,000
1,200 RIBU %
Dari komposisi jumlah penduduk miskin, mayoritas penduduk miskin di NTT pada bulan September 2016 masih berada di
daerah pedesaan sebanyak 1,04 juta jiwa sementara penduduk miskin di perkotaan mencapai 112,5 ribu jiwa. Hal yang
cukup menarik adalah persentase penduduk miskin di perkotaan yang menunjukkan adanya peningkatan dari 9,41%
(September 2015) menjadi 10,17% (September 2016) dan berbanding terbalik dengan persentase penduduk miskin di
pedesaan yang mengalami penurunan. Hal ini dapat mengindikasikan adanya migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke
perkotaan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak supaya dapat lepas dari kemiskinan, namun adanya keterbatasan
keterampilan yang dimiliki justru menyulitkan untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai. Sementara itu, dari sisi
ketimpangan pengeluaran, gini ratio di NTT pada tahun 2016 sebesar 0,34 cenderung berada pada level ketimpangan
menengah dan lebih baik dibandingkan dengan nasional yang sebesar 0,40. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran
masyarakat di NTT cenderung lebih merata apabila dibandingkan dengan nasional.
Dari sisi garis kemiskinan, terdapat peningkatan pada bulan September 2016 menjadi Rp 327.003,- apabila dibandingkan
Maret 2016 yang sebesar Rp 322.947,-. Peningkatan terutama berasal dari komoditas bukan makanan yang mencapai
1,97% yaitu biaya pendidikan dan angkutan. Di sisi lain, komoditas makanan juga meningkat sebesar 1,07% yang
terutama berasal dari komoditas rokok kretek filter, daging sapi, daging babi serta ikan segar (tongkol dan kembung).
Untuk peringkat nasional, garis kemiskinan NTT berada di peringkat ke-7 terbawah setelah Provinsi Jawa Timur. Provinsi
dengan garis kemiskinan terendah sendiri berada di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp 275.361,- yang mengindikasikan
rendahnya tingkat harga di Provinsi tersebut. Sementara itu, garis kemiskinan tertinggi berada di Bangka Belitung sebesar
Rp 564.391,-.
Dari sisi indikator indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat adanya perbaikan pula
untuk kondisi NTT. P1 tercatat sebesar 3,83 jauh menurun dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 4,69 ataupun
September 2015 yang sebesar 4,62. Sementara itu, angka P2 tercatat 0,96 atau menurun dibandingkan Maret 2016 (1,30)
dan September 2015 (1,44). Penurunan P1 mengindikasikan bahwa terjadi perbaikan untuk pengeluaran rata-rata
1150.08
327.003
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
94 Februari 2017
GRAFIK 6.8. INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN
Sumber : BPS, diolah
SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
KOTA DESA KOTA+DESA
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
1.80
GRAFIK 6.7. INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN
Sumber : BPS, diolah
SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
KOTA DESA KOTA+DESA
1.001.502.002.503.003.504.004.505.005.506.00
penduduk miskin yang semakin mendekati garis kemiskinan, sementara penurunan P2 menunjukkan bahwa ketimpangan
pengeluaran antar penduduk miskin semakin rendah. Hal ini menunjukkan adanya potensi yang cukup besar bagi
banyaknya penduduk NTT untuk dapat keluar dari kategori miskin.
Kondisi kemiskinan di NTT sendiri berdasarkan penelitian Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC)
tahun 2016 didorong oleh kurangnya akses terhadap beberapa kebutuhan primer masyarakat, diantaranya bahan bakar
layak, akses sumber penerangan, akses air bersih dan sanitasi. Dalam hal tersebut, IRGSC memberikan masukan untuk
peningkatan akses masyarakat terhadap hal-hal tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Menteri Keuangan, Sri Mulyani
Indrawati (2016) yang menyebutkan bahwa untuk memutus rantai kemiskinan, maka keluarga miskin harus mampu
menikmati apa yang disebut dengan pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi. Selain itu,
disebutkan pula bahwa peningkatan kualitas SDM menjadi hal yang penting karena dapat mewujudkan masyarakat
produktif, inovatif dan berdaya saing. Apabila dilihat dari Provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi, permasalahan
SDM terjadi di Provinsi Papua, Papua Barat dan NTT sehingga program-program pengembangan SDM (aksesibilitas,
kesehatan, pendidikan serta keterampilan) perlu dikedepankan dalam upaya mengurangi kemiskinan.
Di sisi lain, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat NTT dari sisi perekonomian dan daya beli, perlu adanya dukungan
terhadap pengembangan investasi di daerah yang dapat membuka lapangan pekerjaan secara luas. Adanya program dana
desa perlu untuk dioptimalkan melalui bimbingan dan pengawasan yang berkesinambungan sehingga dapat bermanfaat
dan bernilai tambah ekonomi tinggi. Selain itu, rencana-rencana investasi swasta atau BUMN hendaknya dapat didukung.
Dengan adanya peningkatan lapangan kerja di pedesaan, sisi positif yang didapat lainnya adalah berkurangnya migrasi
masyarakat pedesaan ke perkotaan. Selain itu, dalam upaya mendukung kualitas SDM NTT, perlu adanya program-
program pelatihan keterampilan dan wirausaha masyarakat. Dari sektor unggulan NTT, diharapkan adanya keseriusan
dalam pengembangan sektor pariwisata. Karena sektor tersebut dapat mendorong lapangan kerja bagi semua lapisan
masyarakat, baik dari sisi perdagangan, tour guide, penyewaan kendaraan dan hal-hal lainnya. Hal ini terbukti pada
Provinsi Bali yang menjadi Provinsi ke-2 terendah dari sisi jumlah penduduk miskin.
6.2.2 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP)
Berdasarkan kinerja triwulanan, tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai
Tukar Petani (NTP) menunjukkan Perlambatan. NTP tercatat melambat dari 102,03 (triwulan III-2016) menjadi 101,31
(triwulan IV-2016). Namun dengan nilai masih diatas 100 maka secara umum masih terjadi pertumbuhan pendapatan bagi
petani. Penurunan NTP sendiri terjadi karena adanya kenaikan indeks yang dibayar (IB) yang lebih tinggi dibandingkan
indeks yang diterima (IT). Hal ini disebabkan adanya peningkatan biaya konsumsi rumah tangga yang harus dibayar petani,
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
95Februari 2017
GRAFIK 6.6. SEPULUH PERINGKAT TERENDAH GARIS KEMISKINAN
RP
Sumber : BPS, diolah
NTB
JABA
R
JATI
M
NTT
JATE
NG
SULU
T
SULB
AR
GO
RON
TALO
SULT
RA
SULS
EL
336
,573
332,
119
329,
172
327,
00
3
322,
748
318,
984
292,
518
286
,96
8
282,
161
275,
361
GRAFIK 6.5. PERKEMBANGAN GARIS KEMISKINAN
Sumber : BPS, diolah
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN
0
50
100
150
200
250
300
350 RIBU
GRAFIK 6.4. GINI RATIO NASIONAL DAN NTT
INDONESIA NTT
Sumber : BPS, diolah
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 201630%
32%
34%
36%
38%
40%
42%
GRAFIK 6.3. PRESENTASE PENDUDUK MISKIN DI NTT
Sumber : BPS, diolah
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15 SEPT 15 MAR 16 SEPT 16
PERKOTAAN%PERKOTAAN
PEDESAAN KOTA+DESA%PEDESAAN %KOTA+DESA
8.00
13.00
18.00
23.00
28.00
0
200
400
600
800
1,000
1,200 RIBU %
Dari komposisi jumlah penduduk miskin, mayoritas penduduk miskin di NTT pada bulan September 2016 masih berada di
daerah pedesaan sebanyak 1,04 juta jiwa sementara penduduk miskin di perkotaan mencapai 112,5 ribu jiwa. Hal yang
cukup menarik adalah persentase penduduk miskin di perkotaan yang menunjukkan adanya peningkatan dari 9,41%
(September 2015) menjadi 10,17% (September 2016) dan berbanding terbalik dengan persentase penduduk miskin di
pedesaan yang mengalami penurunan. Hal ini dapat mengindikasikan adanya migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke
perkotaan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak supaya dapat lepas dari kemiskinan, namun adanya keterbatasan
keterampilan yang dimiliki justru menyulitkan untuk mendapatkan pekerjaan yang memadai. Sementara itu, dari sisi
ketimpangan pengeluaran, gini ratio di NTT pada tahun 2016 sebesar 0,34 cenderung berada pada level ketimpangan
menengah dan lebih baik dibandingkan dengan nasional yang sebesar 0,40. Hal ini mengindikasikan bahwa pengeluaran
masyarakat di NTT cenderung lebih merata apabila dibandingkan dengan nasional.
Dari sisi garis kemiskinan, terdapat peningkatan pada bulan September 2016 menjadi Rp 327.003,- apabila dibandingkan
Maret 2016 yang sebesar Rp 322.947,-. Peningkatan terutama berasal dari komoditas bukan makanan yang mencapai
1,97% yaitu biaya pendidikan dan angkutan. Di sisi lain, komoditas makanan juga meningkat sebesar 1,07% yang
terutama berasal dari komoditas rokok kretek filter, daging sapi, daging babi serta ikan segar (tongkol dan kembung).
Untuk peringkat nasional, garis kemiskinan NTT berada di peringkat ke-7 terbawah setelah Provinsi Jawa Timur. Provinsi
dengan garis kemiskinan terendah sendiri berada di Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp 275.361,- yang mengindikasikan
rendahnya tingkat harga di Provinsi tersebut. Sementara itu, garis kemiskinan tertinggi berada di Bangka Belitung sebesar
Rp 564.391,-.
Dari sisi indikator indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) tercatat adanya perbaikan pula
untuk kondisi NTT. P1 tercatat sebesar 3,83 jauh menurun dibandingkan Maret 2016 yang sebesar 4,69 ataupun
September 2015 yang sebesar 4,62. Sementara itu, angka P2 tercatat 0,96 atau menurun dibandingkan Maret 2016 (1,30)
dan September 2015 (1,44). Penurunan P1 mengindikasikan bahwa terjadi perbaikan untuk pengeluaran rata-rata
1150.08
327.003
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
94 Februari 2017
GRAFIK 6.15. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG
Sumber : BPS, diolah
TW III-16 TW IV-16
0
10
20
30
40
50
60
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
16.58
6.81 8.74
51.84
20.05
8.45 8.07
32.61
RP JUTA
MAKANANMINUMANFURNITURBARANG GALIAN BUKAN LOGAM
GRAFIK 6.14.
26.97%23.90%
16.51%32.62%
PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
GRAFIK 6.13. PERKEMBANGAN STATUS PEKERJA
AGUSTUS 2016AGUSTUS 20150
200000400000600000800000
100000012000001400000160000018000002000000
INFORMALFORMAL
GRAFIK 6.12. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA DI NTT
ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
100,000
1,900,000
2,000,000
2,100,000
2,200,000
2,300,000
2,400,000
2,500,000
FEB AGUST FEB AGUST FEB AGUST FEB AGUST
2013 2014 2015 2016
berasal dari sektor jasa kemasyarakatan yang mencapai 79.725 orang yang diperkirakan terjadi sebagai salah satu dampak
positif adanya alokasi dana desa yang dapat membuka lapangan kerja bagi pendamping dana desa dan tenaga
administrasi. Di sisi lain, adanya perbaikan kualitas tenaga kerja yang dapat bekerja di sektor formal juga dapat
memberikan peningkatan pendapatan yang pada akhirnya mengurangi jumlah penduduk miskin di masyarakat karena
standar pendapatan yang tetap dan berada di kisaran Upah Minimum. Sementara itu, masih banyaknya tenaga kerja
informal yang bersifat pekerja tidak dibayar ditengarai berperan pula pada tingginya angka kemiskinan di NTT karena
status pendapatan yang kurang jelas.
6.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Data sektor Industri Manufaktur Besar dan sedang (IBS) menunjukkan tingginya porsi penyerapan tenaga kerja untuk
barang galian bukan logam (32,62%) pada triwulan IV-2016 yang diperkirakan turut disumbangkan oleh masih tingginya
kebutuhan barang galian untuk kegiatan proyek-proyek pemerintah. Sementara itu untuk perkembangan produktivitas,
industri makanan dan minuman mengalami peningkatan pada triwulan IV yang diperkirakan turut didorong oleh
kebutuhan masyarakat dalam merayakan hari libur keagamaan dan libur sekolah.
6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Dari Hasil SKDU Bank Indonesia, indeks tenaga kerja pada triwulan IV-2016 cenderung menunjukkan angka positif sebesar
0,97, sedikit meningkat dibandingkan triwulan III-2016. Peningkatan terutama pada sektor keuangan, pengangkutan dan
komunikasi serta listrik,gas dan air bersih yang diperkirakan turut didorong oleh adanya peningkatan kegiatan masyarakat
di akhir tahun dan masih berjalannya kegiatan proyek pemerintah dan swasta.
76.580
475.028
1.744.263
573.875
1.703.193
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
97Februari 2017
GRAFIK 6.11.
Sumber : BPS, diolah
INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
60708090
100110120130140150
PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS
160
GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR
Sumber : BPS, diolah
SEPTEMBER 2016 DESEMBER 2016
TANAMAN PADI-PALAWIJA
HORTIKULTURA TANAMAN PERKEBUNAN
RAKYAT
PETERNAKAN PERIKANAN85
90
95
100
105
110
GRAFIK 6.9. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
100
105
110
115
120
125
130
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
2014I I I I I I IV
2015I I I I I I IV
2016I I I I I I IV
NTP-AXIS KANAN IT IB
Sumber : BPS, diolah
terutama untuk bahan makanan, sandang dan biaya perumahan. Dari sisi sektoral, peningkatan hanya terjadi pada
tanaman padi-palawija yang disebabkan adanya panen ke-2 komoditas padi di akhir 2016. Sementara kondisi cuaca
berpengaruh pada penurunan pendapatan sektor-sektor lain seperti holtikultura dan perikanan.
Berdasarkan Survei Konsumen (SK)-Bank Indonesia dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik (BPS) masih
menunjukkan indikasi positif. Angka indeks penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu mengalami kenaikan dari 142
(TW-III 2016) menjadi 143.5 (TW IV) yang mengindikasikan adanya perbaikan pendapatan pada triwulan IV apabila
dibandingkan triwulan II. Sementara itu, ITK meningkat dari 106,14 (TW-III) menjadi 109,62 (TW-IV) yang
mengindikasikan adanya perbaikan daya beli masyarakat di triwulan IV. Adanya momen liburan sekolah, libur keagamaan
dan disertai pendapatan dari sektor pertanian (panen ke-2) serta kegiatan proyek pemerintah ditengarai menjadi beberapa
penyebab peningkatan.
6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
6.3. KONDISI KETENAGAKERJAAN
Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar 76.580 orang menurun
dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 87.699 orang. Sementara itu tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat
mengalami penurunan menjadi 3,25% (Agustus 2016) dibandingkan Februari 2016 (3,59%) dan Agustus 2015 (3,83%).
Perkembangan positif pada sektor tenaga kerja juga terjadi pada peningkatan jumlah pekerja formal mencapai 98 ribu
orang pada Agustus 2016 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya
peningkatan kualitas tenaga kerja NTT sehingga terjadi pergeseran tenaga kerja ke sektor formal yang tentunya
mengisyaratkan kompetensi SDM sebagai salah satu syarat perekrutan. Berdasarkan data BPS, peningkatan tertinggi
6.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum
102.
03
101.3
1
1.60
-1.08-2.94
-0.99-1.02
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
96 Februari 2017
GRAFIK 6.15. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG
Sumber : BPS, diolah
TW III-16 TW IV-16
0
10
20
30
40
50
60
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
16.58
6.81 8.74
51.84
20.05
8.45 8.07
32.61
RP JUTA
MAKANANMINUMANFURNITURBARANG GALIAN BUKAN LOGAM
GRAFIK 6.14.
26.97%23.90%
16.51%32.62%
PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTUR SEDANG DAN BESAR
GRAFIK 6.13. PERKEMBANGAN STATUS PEKERJA
AGUSTUS 2016AGUSTUS 20150
200000400000600000800000
100000012000001400000160000018000002000000
INFORMALFORMAL
GRAFIK 6.12. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA DI NTT
ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
100,000
1,900,000
2,000,000
2,100,000
2,200,000
2,300,000
2,400,000
2,500,000
FEB AGUST FEB AGUST FEB AGUST FEB AGUST
2013 2014 2015 2016
berasal dari sektor jasa kemasyarakatan yang mencapai 79.725 orang yang diperkirakan terjadi sebagai salah satu dampak
positif adanya alokasi dana desa yang dapat membuka lapangan kerja bagi pendamping dana desa dan tenaga
administrasi. Di sisi lain, adanya perbaikan kualitas tenaga kerja yang dapat bekerja di sektor formal juga dapat
memberikan peningkatan pendapatan yang pada akhirnya mengurangi jumlah penduduk miskin di masyarakat karena
standar pendapatan yang tetap dan berada di kisaran Upah Minimum. Sementara itu, masih banyaknya tenaga kerja
informal yang bersifat pekerja tidak dibayar ditengarai berperan pula pada tingginya angka kemiskinan di NTT karena
status pendapatan yang kurang jelas.
6.3.2 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Data sektor Industri Manufaktur Besar dan sedang (IBS) menunjukkan tingginya porsi penyerapan tenaga kerja untuk
barang galian bukan logam (32,62%) pada triwulan IV-2016 yang diperkirakan turut disumbangkan oleh masih tingginya
kebutuhan barang galian untuk kegiatan proyek-proyek pemerintah. Sementara itu untuk perkembangan produktivitas,
industri makanan dan minuman mengalami peningkatan pada triwulan IV yang diperkirakan turut didorong oleh
kebutuhan masyarakat dalam merayakan hari libur keagamaan dan libur sekolah.
6.3.3 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Dari Hasil SKDU Bank Indonesia, indeks tenaga kerja pada triwulan IV-2016 cenderung menunjukkan angka positif sebesar
0,97, sedikit meningkat dibandingkan triwulan III-2016. Peningkatan terutama pada sektor keuangan, pengangkutan dan
komunikasi serta listrik,gas dan air bersih yang diperkirakan turut didorong oleh adanya peningkatan kegiatan masyarakat
di akhir tahun dan masih berjalannya kegiatan proyek pemerintah dan swasta.
76.580
475.028
1.744.263
573.875
1.703.193
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
97Februari 2017
GRAFIK 6.11.
Sumber : BPS, diolah
INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK)PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
60708090
100110120130140150
PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN-BI DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN-BPS
160
GRAFIK 6.10. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PER SEKTOR
Sumber : BPS, diolah
SEPTEMBER 2016 DESEMBER 2016
TANAMAN PADI-PALAWIJA
HORTIKULTURA TANAMAN PERKEBUNAN
RAKYAT
PETERNAKAN PERIKANAN85
90
95
100
105
110
GRAFIK 6.9. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
100
105
110
115
120
125
130
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
2014I I I I I I IV
2015I I I I I I IV
2016I I I I I I IV
NTP-AXIS KANAN IT IB
Sumber : BPS, diolah
terutama untuk bahan makanan, sandang dan biaya perumahan. Dari sisi sektoral, peningkatan hanya terjadi pada
tanaman padi-palawija yang disebabkan adanya panen ke-2 komoditas padi di akhir 2016. Sementara kondisi cuaca
berpengaruh pada penurunan pendapatan sektor-sektor lain seperti holtikultura dan perikanan.
Berdasarkan Survei Konsumen (SK)-Bank Indonesia dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)-Badan Pusat Statistik (BPS) masih
menunjukkan indikasi positif. Angka indeks penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan lalu mengalami kenaikan dari 142
(TW-III 2016) menjadi 143.5 (TW IV) yang mengindikasikan adanya perbaikan pendapatan pada triwulan IV apabila
dibandingkan triwulan II. Sementara itu, ITK meningkat dari 106,14 (TW-III) menjadi 109,62 (TW-IV) yang
mengindikasikan adanya perbaikan daya beli masyarakat di triwulan IV. Adanya momen liburan sekolah, libur keagamaan
dan disertai pendapatan dari sektor pertanian (panen ke-2) serta kegiatan proyek pemerintah ditengarai menjadi beberapa
penyebab peningkatan.
6.2.3 Survei Konsumen (SK) dan Indeks Tendensi Konsumen (ITK)
6.3. KONDISI KETENAGAKERJAAN
Berdasarkan data BPS, angka pengangguran pada bulan Agustus 2016 tercatat sebesar 76.580 orang menurun
dibandingkan Februari 2016 yang sebesar 87.699 orang. Sementara itu tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat
mengalami penurunan menjadi 3,25% (Agustus 2016) dibandingkan Februari 2016 (3,59%) dan Agustus 2015 (3,83%).
Perkembangan positif pada sektor tenaga kerja juga terjadi pada peningkatan jumlah pekerja formal mencapai 98 ribu
orang pada Agustus 2016 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan adanya
peningkatan kualitas tenaga kerja NTT sehingga terjadi pergeseran tenaga kerja ke sektor formal yang tentunya
mengisyaratkan kompetensi SDM sebagai salah satu syarat perekrutan. Berdasarkan data BPS, peningkatan tertinggi
6.3.1 Kondisi Ketenagakerjaan Secara Umum
102.
03
101.3
1
1.60
-1.08-2.94
-0.99-1.02
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
96 Februari 2017
Berdasarkan perkembangan survei dan informasi anekdotal perekonomian terkini, pertumbuhan ekonomi NTT
triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy), sementara itu pertumbuhan ekonomi NTT
sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada rentang yang sama sebesar 5,1-5,5% (yoy) atau sedikit
meningkat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada
triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy) dan inflasi akhir tahun 2017 akan berada pada
kisaran 4,8-5,2% (yoy) atau lebih tinggi dibanding 2016 yang 2,48% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor
pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14 PNS. Adanya libur keagamaan
(Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja masyarakat. Sementara itu
pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran
serta administrasi pemerintahan. Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.
Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy)
yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta
kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-
5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga di tahun sebelumnya serta kenaikan harga komponen yang
diatur pemerintah.
Prospek P erekonomian D aerah07
GRAFIK 6.16. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
Sumber : SKDU-BI, diolah
PERKIRAAN AKTUAL
-15-10
-505
101520253035 INDEKS
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV I*
%SBT
*Perkiraan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
98 Februari 2017
Berdasarkan perkembangan survei dan informasi anekdotal perekonomian terkini, pertumbuhan ekonomi NTT
triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy), sementara itu pertumbuhan ekonomi NTT
sepanjang tahun 2017 diperkirakan juga berada pada rentang yang sama sebesar 5,1-5,5% (yoy) atau sedikit
meningkat dibandingkan pencapaian tahun 2016 yang sebesar 5,18% (yoy). Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada
triwulan II-2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy) dan inflasi akhir tahun 2017 akan berada pada
kisaran 4,8-5,2% (yoy) atau lebih tinggi dibanding 2016 yang 2,48% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi triwulan II-2017 diperkirakan didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat dari sektor
pertanian seiring panen Perdana padi musim 2017 serta pencairan gaji ke-13 dan 14 PNS. Adanya libur keagamaan
(Idul Fitri) dan libur sekolah pada bulan Juni diperkirakan turut mendorong belanja masyarakat. Sementara itu
pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih didorong oleh sektor konstruksi, perdagangan besar dan eceran
serta administrasi pemerintahan. Selain juga didukung pertumbuhan sektor pertanian sebagai sektor utama.
Dari sisi perkembangan inflasi, pencapaian inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada rentang 4-4,4% (yoy)
yang disebabkan oleh adanya penyesuaian tarif pada komponen harga yang diatur pemerintah (listrik dan STNK) serta
kondisi cuaca awal tahun. Sementara pencapaian inflasi sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada rentang 4,8-
5,2% (yoy) yang dipengaruhi oleh cukup rendahnya harga di tahun sebelumnya serta kenaikan harga komponen yang
diatur pemerintah.
Prospek P erekonomian D aerah07
GRAFIK 6.16. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
Sumber : SKDU-BI, diolah
PERKIRAAN AKTUAL
-15-10
-505
101520253035 INDEKS
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2013I II I I I IV
2012I II I I I IV I*
%SBT
*Perkiraan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
98 Februari 2017
GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D.
Sumber :Bank Indonesia (diolah)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II – 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I* II*
2017
-3%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
4.20%
4.40%
4.60%
4.80%
5.00%
5.20%
5.40%
5.60%
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II – 2017 Proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) atau
mengalami sedikit peningkatan dari kisaran pertumbuhan triwulan I yang berada pada rentang 5-5,4% (yoy). Secara
umum kondisi pertumbuhan ekonomi triwulan II dipengaruhi oleh potensi peningkatan penghasilan masyarakat seiring
tibanya panen komoditas padi, tambahan penghasilan gaji ke-13 dan ke-14 PNS serta adanya kegiatan bersifat
internasinal seperti Tour De Flores. Di sisi lain, kegiatan investasi pemerintah juga diperkirakan tumbuh seiring rencana
dimulainya pembangunan beberapa sarana publik, seperti dermaga, gedung pemerintahan, perbaikan jalan, tempat
pembuangan akhir sampah serta kegiatan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot). Selain itu terdapat pula
rencana dimulainya pembangunan pabrik semen Kupang III oleh BUMN.
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanApabila dilihat dari sisi pengunaan, dorongan pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi rumah tangga.
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, dorongan konsumsi rumah tangga diperkirakn berasal dari peningkatan
pendapatan masyarakat di sektor pertanian seiring dengan potensi panen perdana padi di akhir triwulan II 2017. Selain itu,
adanya potensi realisasi gaji ke-13 dan ke-14 PNS secara bersamaan dapat mendorong konsumsi masyarakat dan
konsumsi pemerintah seiring kenaikan realisasi belanja. Di sisi lain, adanya momen libur Idul Fitri dan libur sekolah juga
diperkirakan mendorong rencana belanja masyarakat. Dorongan lainnya adalah rencana kegiatan Tour De Flores pada
bulan Mei yang akan diikuti peserta dari 24 negara dan diperkirakan dapat menopang sisi konsumsi masyarakat terutama
pada sub komponen konsumsi restoran dan hotel. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah
Tangga (LNPRT) diperkirakan masih tumbuh seiring potensi pilkada tahap ke-2 di Kabupaten Flores Timur. Indikasi
pertumbuhan sendiri telihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia Bulan Desember yang menunjukkan angka diatas 100
untuk Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang (yad), ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad dan Kondisi
Ekonomi Indonesia 6 bulan yad yang menggambarkan optimisme masyarakat untuk triwulan II-2017.
5-5.
4%
5.1-
5.5%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
101Februari 2017
GRAFIK 7.2. SURVEI KONSUMEN
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
160,0
170,0
KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D. KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA 6 BULAN Y.A.DINDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D.
Sumber :Bank Indonesia (diolah)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
GRAFIK 7.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN II – 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV I* II*
2017
-3%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
4.20%
4.40%
4.60%
4.80%
5.00%
5.20%
5.40%
5.60%
7.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II – 2017 Proyeksi pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) atau
mengalami sedikit peningkatan dari kisaran pertumbuhan triwulan I yang berada pada rentang 5-5,4% (yoy). Secara
umum kondisi pertumbuhan ekonomi triwulan II dipengaruhi oleh potensi peningkatan penghasilan masyarakat seiring
tibanya panen komoditas padi, tambahan penghasilan gaji ke-13 dan ke-14 PNS serta adanya kegiatan bersifat
internasinal seperti Tour De Flores. Di sisi lain, kegiatan investasi pemerintah juga diperkirakan tumbuh seiring rencana
dimulainya pembangunan beberapa sarana publik, seperti dermaga, gedung pemerintahan, perbaikan jalan, tempat
pembuangan akhir sampah serta kegiatan proyek multiyears (bendungan raknamo dan rotiklot). Selain itu terdapat pula
rencana dimulainya pembangunan pabrik semen Kupang III oleh BUMN.
7.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
7.1.1.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanApabila dilihat dari sisi pengunaan, dorongan pertumbuhan terutama berasal dari konsumsi rumah tangga.
Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, dorongan konsumsi rumah tangga diperkirakn berasal dari peningkatan
pendapatan masyarakat di sektor pertanian seiring dengan potensi panen perdana padi di akhir triwulan II 2017. Selain itu,
adanya potensi realisasi gaji ke-13 dan ke-14 PNS secara bersamaan dapat mendorong konsumsi masyarakat dan
konsumsi pemerintah seiring kenaikan realisasi belanja. Di sisi lain, adanya momen libur Idul Fitri dan libur sekolah juga
diperkirakan mendorong rencana belanja masyarakat. Dorongan lainnya adalah rencana kegiatan Tour De Flores pada
bulan Mei yang akan diikuti peserta dari 24 negara dan diperkirakan dapat menopang sisi konsumsi masyarakat terutama
pada sub komponen konsumsi restoran dan hotel. Sementara itu, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah
Tangga (LNPRT) diperkirakan masih tumbuh seiring potensi pilkada tahap ke-2 di Kabupaten Flores Timur. Indikasi
pertumbuhan sendiri telihat dari Survei Konsumen Bank Indonesia Bulan Desember yang menunjukkan angka diatas 100
untuk Ekspektasi Penghasilan 6 bulan yang akan datang (yad), ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yad dan Kondisi
Ekonomi Indonesia 6 bulan yad yang menggambarkan optimisme masyarakat untuk triwulan II-2017.
5-5.
4%
5.1-
5.5%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
101Februari 2017
GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
2012 2013 2014 2015 2016 2017*012345678910
4.0
4.2
4.4
4.6
4.8
5.0
5.2
5.4
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran rentang 5,1-5,5% (yoy). Faktor
pendorong utama pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih berasal dari konsumsi rumah tangga dan
investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga turut didorong oleh kenaikan pendapatan sektor pertanian
yang ditopang perbaikan sarana irigasi yang dilakukan sepanjang tahun 2016, peningkatan Upah Minimum Provinsi,
peningkatan aktivitas proyek yang dapat membuka lapanan kerja dan pendapatan Pegawai Negeri Sipil. Sementara itu
pertumbuhan sisi investasi masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, seperti penyelesaian bendungan raknamo
(target akhir 2017), bendungan rotiklot, rencana groundbreaking Bendungan Nappunggete, pembangunan gedung
pemerintahan, perbaikan jalan, sarana pembuangan sampah, rumah sakit, jembatan, dermaga, pasar dan pos lintas batas
negara. Sementara itu sektor BUMN dan swasta akan terus melakukan investasi dalam pembangunan Pembangkit Listrik
(PLTU dan PLTG), hotel, pusat perbelanjaan, terminal penumpang untuk Pelabuhan, dermaga dan perumahan. Beberapa
investasi cukup besar juga direncanakan dimulai pada tahun 2017, diantaranya pembangunan pabrik tebu PT. Muria
Sumba Manis (MSM) di Sumba Timur, pusat perbelanjaan Trans Mart di Kota Kupang, pembangunan Hotel Ayana dan
Hotel Alila di Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat, pembangunan pabrik Semen Kupang III dan pengembangan terminal
penumpang serta dermaga PT. Pelindo III. Sementara itu, pertumbuhan juga terjadi di sisi konsumsi pemerintah melalui
peningkatan alokasi dana desa hingga 27,6% dari Rp 1,85 Triliun (2016) menjadi Rp 2,36 triliun (2017).
Pertumbuhan inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,4% (yoy) atau meningkat
dibanding triwulan I-2017 yang diperkirakan berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy). Peningkatan diperkirakan
terjadi karena dorong infasi administered prices (harga yang diatur pemerintah) yaitu kenaikan listrik sering pengurangan
subsidi listrik pelanggan 900 VA yang direncanakan kembali dilakukan pada bulan Mei 2017. Kenaikan juga diperkirakan
terjadi pada bulan Juni seiring libur sekolah dan libur keagamaan yang mendorong adanya kenaikan permintaan dari
masyarakat. Selain itu, momen Idul Fitri juga diperkirakan mendorong harga-harga komoditas terutama yang dipasok dari
pulau Jawa dan Sulawesi, seperti gula pasir dan beras seiring tingginya permintaan di daerah asal. Momen libur panjang
dan Tour De Flores juga diperkirakan turut mendorong kenaikan tarif angkutan udara.
7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017
7.2 INFLASI
5.18
5.1-
5.5%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
103Februari 2017
Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ investasi diperkirakan masih tumbuh meskipun melambat
pada triwulan II-2017. Pertumbuhan sektor investasi pada triwulan II diperkirakan didorong oleh mulai berjalannya
kegiatan proyek pemerintah pada awal tahun. Beberapa kegiatan proyek diantaranya pembangunan bendungan, jalan,
dermaga dan gedung pemerintahan. Selain itu, potensi investasi swasta terjadi pada rencana pembangunan pabrik semen
kupang III. Namun demikian, terjadinya perlambatan pada triwulan II lebih disebabkan proyeksi pertumbuhan sektor
investasi di triwulan I yang cukup tinggi seiring adanya proyek multiyears dan penambahan waktu kegiatan proyek
pemerintah yang belum selesai pada tahun 2016 selama 50 hari di triwulan I-2017 serta potensi investasi non bangunan
seperti penambahan mesin kelistrikan (optimalisasi kapal listrik dan rencana peresmian PLTU IPP Bolok pada bulan Maret)
pada triwulan I-2017.
Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan meningkat.
Dari sisi impor antar daerah, peningkatan terutama terjadi seiring meningkatnya pasokan bahan pangan dan komoditas
lainnya dari daerah lain guna menambah stok milik pedagang. Selain itu, potensi peningkatan kegiatan proyek, seiring
selesainya proses tender dan konsisi gelombang serta cuaca yang mendukung juga diperkirakan mendorong para
kontraktor dan pengusaha untuk memasok barang-barang keperluan proyek dari daerah lain. Sementara itu, kondisi
cuaca yang baik juga diperkirakan menopang produksi komoditas ikan tangkap untuk ekspor (tuna dan cakalang).
7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2017 diperkirakan masih mengalami sedikit
peningkatan. Peningkatan ditunjang oleh adanya panen ke-2 komoditas padi, potensi peningkatan pengiriman ternak
sapi ke Pulau Jawa seiring peningkatan permintaan memasuki masa Bulan Suci Ramadhan, serta peningkatan produksi
perikanan yang ditunjang membaiknya kondisi cuaca dan gelombang. Selain itu, dorongan produksi garam di Kab.
Kupang dan Kab. Sabu Raijua serta panen komoditas kakao diprediksi menunjang peningkatan sektor pertanian.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan juga mengalami
peningkatan. Peningkatan diperkirakan terutama ditunjang oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta
realisasi dana desa tahap pertama yang sudah mulai dapat dicairkan pada bulan Maret dan diperkirakan masih
berlangsung hingga triwulan-II. Di sisi lain, peningkatan juga diperkirakan terjadi seiring percepatan kegiatan realisasi
belanja paska selesainya penyesuaian reorganisasi di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan masih mengalami
pertumbuhan positif pada Triwulan II-2017. Pertumbuhan diprediksi turut ditopang oleh adanya momen libur
keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah serta peningkatan pendapatan sektor pertanian dan pegawai negeri sipil yang
mendorong daya beli masyarakat pada triwulan II-2017.
Sektor konstruksi diperkirakan meningkat pada triwulan-II 2017. Peningkatan turut ditunjang oleh proyek
multiyears (bendungan dan jalan sabuk perbatasan) juga adanya proyek-proyek konstruksi yang ditargetkan dimulai pada
triwulan II seperti dermaga, jalan, tempat pembuangan akhir sampah dan gedung pemerintahan. Selain itu, adanya
kegiatan proyek swasta seperti pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan menjadi faktor pendorong lainnya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
102 Februari 2017
GRAFIK 7.3. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TAHUN 2017
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
PDRB (YOY) PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY) ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (YOY)PERDAGANGAN BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI (YOY) JASA PENDIDIKAN (YOY)
2012 2013 2014 2015 2016 2017*012345678910
4.0
4.2
4.4
4.6
4.8
5.0
5.2
5.4
7.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2017
Pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran rentang 5,1-5,5% (yoy). Faktor
pendorong utama pertumbuhan ekonomi tahun 2017 diperkirakan masih berasal dari konsumsi rumah tangga dan
investasi. Pertumbuhan komponen konsumsi rumah tangga turut didorong oleh kenaikan pendapatan sektor pertanian
yang ditopang perbaikan sarana irigasi yang dilakukan sepanjang tahun 2016, peningkatan Upah Minimum Provinsi,
peningkatan aktivitas proyek yang dapat membuka lapanan kerja dan pendapatan Pegawai Negeri Sipil. Sementara itu
pertumbuhan sisi investasi masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, seperti penyelesaian bendungan raknamo
(target akhir 2017), bendungan rotiklot, rencana groundbreaking Bendungan Nappunggete, pembangunan gedung
pemerintahan, perbaikan jalan, sarana pembuangan sampah, rumah sakit, jembatan, dermaga, pasar dan pos lintas batas
negara. Sementara itu sektor BUMN dan swasta akan terus melakukan investasi dalam pembangunan Pembangkit Listrik
(PLTU dan PLTG), hotel, pusat perbelanjaan, terminal penumpang untuk Pelabuhan, dermaga dan perumahan.
Beberapa investasi cukup besar juga direncanakan dimulai pada tahun 2017, diantaranya pembangunan pabrik tebu di
Kab. Sumba Timur, pusat perbelanjaan di Kota Kupang, Hotel berbintang di Labuan Bajo, Kab. Manggarai Barat,
pabrik Semen Kupang III dan pengembangan terminal penumpang serta dermaga PT. Pelindo III. Sementara itu,
pertumbuhan juga terjadi di sisi konsumsi pemerintah melalui peningkatan alokasi dana desa hingga 27,6% dari Rp
1,85 Triliun (2016) menjadi Rp 2,36 triliun (2017).
Pertumbuhan inflasi pada triwulan-II 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,4% (yoy) atau meningkat
dibanding triwulan I-2017 yang diperkirakan berada pada rentang 3,5-3,9% (yoy). Peningkatan diperkirakan
terjadi karena dorong infasi administered prices (harga yang diatur pemerintah) yaitu kenaikan listrik sering pengurangan
subsidi listrik pelanggan 900 VA yang direncanakan kembali dilakukan pada bulan Mei 2017. Kenaikan juga diperkirakan
terjadi pada bulan Juni seiring libur sekolah dan libur keagamaan yang mendorong adanya kenaikan permintaan dari
masyarakat. Selain itu, momen Idul Fitri juga diperkirakan mendorong harga-harga komoditas terutama yang dipasok dari
pulau Jawa dan Sulawesi, seperti gula pasir dan beras seiring tingginya permintaan di daerah asal. Momen libur panjang
dan Tour De Flores juga diperkirakan turut mendorong kenaikan tarif angkutan udara.
7.2.1 Inflasi Triwulan-II Tahun 2017
7.2 INFLASI
5.18
5.1-
5.5%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
103Februari 2017
Kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ investasi diperkirakan masih tumbuh meskipun melambat
pada triwulan II-2017. Pertumbuhan sektor investasi pada triwulan II diperkirakan didorong oleh mulai berjalannya
kegiatan proyek pemerintah pada awal tahun. Beberapa kegiatan proyek diantaranya pembangunan bendungan, jalan,
dermaga dan gedung pemerintahan. Selain itu, potensi investasi swasta terjadi pada rencana pembangunan pabrik semen
kupang III. Namun demikian, terjadinya perlambatan pada triwulan II lebih disebabkan proyeksi pertumbuhan sektor
investasi di triwulan I yang cukup tinggi seiring adanya proyek multiyears dan penambahan waktu kegiatan proyek
pemerintah yang belum selesai pada tahun 2016 selama 50 hari di triwulan I-2017 serta potensi investasi non bangunan
seperti penambahan mesin kelistrikan (optimalisasi kapal listrik dan rencana peresmian PLTU IPP Bolok pada bulan Maret)
pada triwulan I-2017.
Kinerja net impor antar daerah dan ekspor luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan meningkat.
Dari sisi impor antar daerah, peningkatan terutama terjadi seiring meningkatnya pasokan bahan pangan dan komoditas
lainnya dari daerah lain guna menambah stok milik pedagang. Selain itu, potensi peningkatan kegiatan proyek, seiring
selesainya proses tender dan konsisi gelombang serta cuaca yang mendukung juga diperkirakan mendorong para
kontraktor dan pengusaha untuk memasok barang-barang keperluan proyek dari daerah lain. Sementara itu, kondisi
cuaca yang baik juga diperkirakan menopang produksi komoditas ikan tangkap untuk ekspor (tuna dan cakalang).
7.1.1.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2017 diperkirakan masih mengalami sedikit
peningkatan. Peningkatan ditunjang oleh adanya panen ke-2 komoditas padi, potensi peningkatan pengiriman ternak
sapi ke Pulau Jawa seiring peningkatan permintaan memasuki masa Bulan Suci Ramadhan, serta peningkatan produksi
perikanan yang ditunjang membaiknya kondisi cuaca dan gelombang. Selain itu, dorongan produksi garam di Kab.
Kupang dan Kab. Sabu Raijua serta panen komoditas kakao diprediksi menunjang peningkatan sektor pertanian.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan juga mengalami
peningkatan. Peningkatan diperkirakan terutama ditunjang oleh realisasi gaji ke-13 dan ke-14 Pegawai Negeri Sipil serta
realisasi dana desa tahap pertama yang sudah mulai dapat dicairkan pada bulan Maret dan diperkirakan masih
berlangsung hingga triwulan-II. Di sisi lain, peningkatan juga diperkirakan terjadi seiring percepatan kegiatan realisasi
belanja paska selesainya penyesuaian reorganisasi di beberapa satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan masih mengalami
pertumbuhan positif pada Triwulan II-2017. Pertumbuhan diprediksi turut ditopang oleh adanya momen libur
keagamaan (Idul Fitri) dan libur sekolah serta peningkatan pendapatan sektor pertanian dan pegawai negeri sipil yang
mendorong daya beli masyarakat pada triwulan II-2017.
Sektor konstruksi diperkirakan meningkat pada triwulan-II 2017. Peningkatan turut ditunjang oleh proyek
multiyears (bendungan dan jalan sabuk perbatasan) juga adanya proyek-proyek konstruksi yang ditargetkan dimulai pada
triwulan II seperti dermaga, jalan, tempat pembuangan akhir sampah dan gedung pemerintahan. Selain itu, adanya
kegiatan proyek swasta seperti pembangunan hotel dan sarana perbelanjaan menjadi faktor pendorong lainnya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
102 Februari 2017
Potensi Inflasi tahun 2017 baik secara nasional maupun regional menunjukkan adanya kecenderungan meningkat
dibanding inflasi tahun 2016. Dengan nilai inflasi yang rendah di tahun 2016, beberapa komoditas berpotensi mengalami
peningkatan harga seiring dengan sudah cukup rendahnya harga komoditas tersebut di tahun 2016.
Berdasarkan hasil inflasi bulan Januari 2017 dan ketetapan pemerintah, didapatkan bahwa pada tahun 2017, setidaknya
terdapat 4 komoditas yang mengalami kenaikan yaitu biaya perpanjangan STNK, tarif pulsa ponsel, tarif listrik dan bea
cukai rokok. Tingginya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102% tersebut tertuang dalam PP No. 60 tahun 2016
menggantikan PP No. 50 tahun 2010 dan efektif diterapkan pada tanggal 6 Januari 2017. Tujuan dari kenaikan tarif lebih
disebabkan oleh adanya komitmen perbaikan pelayanan di kepolisian dan sudah 6 tahun biaya perpanjangan STNK tidak
mengalami perubahan. Tingginya kenaikan biaya pulsa telepon kemungkinan besar disebabkan oleh mahalnya biaya
investasi komunikasi di NTT, sehingga kenaikan biaya pulsa diduga digunakan untuk mengkompensasi tingginya biaya
investasi yang terjadi. Berdasarkan data realisasi ijin investasi BKPMD didapatkan tingginya nilai investasi telekomunikasi
yang mencapai 738 miliar dan dilakukan oleh 2 perusahaan telekomunikasi.
Dari komoditas tarif listrik, kenaikan tarif listrik akan terjadi pada tarif listrik rumah tangga dengan daya 900 watt. Di NTT,
saat ini terdapat lebih dari 130 ribu pelanggan listrik dengan daya 900 watt yang terdampak kebijakan pengalihan subsidi
tersebut. Dengan pangsa pelanggan mencapai 20% dari total 643 ribu pelanggan, maka dengan dilepasnya subsidi
menyebabkan tarif listrik pada golongan ini akan mengalami kenaikan hingga akhir tahun mencapai 123,47%, yaitu dari
Rp 605,- per kwh menjadi Rp 1.352,- per kwh. Kenaikan tersebut diperkirakan akan meningkatkan total tarif listrik hingga
25% dan memberikan andil inflasi tarif listrik hingga sebesar 0,72% (sum-yoy) pada akhir tahun 2017. Kenaikan tarif
tersebut akan dilakukan bertahap yaitu pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2017.
Pada komoditas tembakau, potensi kenaikan harga juga terjadi setelah pemerintah mengeluarkan peraturan Menteri
Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa secara rata-rata
akan terjadi kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,54% dan kenaikan harga eceran penjualan rokok sebesar 12,26%.
Kenaikan tarif cukai rokok tersebut sedikit menurun dibandingkan kenaikan tarif cukai rokok tahun sebelumnya yang
sebesar 11,5%, sehingga kenaikan harga rokok diperkirakan mengalami perlambatan dibanding tahun 2016 namun
masih tetap tinggi seiring dengan tingginya kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah.
Perhitungan Potensi Inflasi 201708
Tabel Boks 8.1. Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan Pendekatan Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah
KUPANG INFLASI ANDIL INFLASI
TARIP PULSA PONSEL
BIAYA PERPANJANGAN STNK
TARIF LISTRIK
ROKOK
SUMBANGAN INFLASI 4 KOMODITAS
INFLASI 19 KOMODITAS
PERKIRAAN INFLASI KUPANG
PERKIRAAN INFLASI NTT
9.18
102.93
25.03
16.78
0.16
0.10
0.72
0.61
1.60
3.47
5.06
5.12
MAUMERE INFLASI ANDIL INFLASI
TARIP PULSA PONSEL
BIAYA PERPANJANGAN STNK
TARIF LISTRIK
ROKOK
SUMBANGAN INFLASI 4 KOMODITAS
INFLASI 25 KOMODITAS
PERKIRAAN INFLASI MAUMERE
11.93
102.09
25.03
13.52
0.20
0.10
0.80
0.73
1.83
3.67
5.50
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
105Februari 2017
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW II-2017 DAN 2017
Sumber: BPS & BI (diolah)
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2017I* II* IV**
3.5-3.9%
4-4.4%4.8-5.2%
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,8-5,2% (yoy).
Proyek inflasi tahun 2017 tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2016 yang sebesar 2,48% (yoy).
Peningkatan terutama didorong oleh adanya penyesuaian tarif listrik hingga 123% seiring pengurangan subsidi pada
pelanggan berkapasitas 900 VA. Kenaikan sendiri dilakukan secara bertahap pada bulan Januari, Maret dan Mei. Faktor
lainnya adalah adanya kenaikan tarif biaya STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel serta potensi kenaikan harga pada
komoditas bahan makanan, terutama beras, sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta ikan segar seiring telah rendahnya
tingkat harga pada tahun 2016 dan diperkirakan menyebabkan penyesuaian harga di tingkat pedagang. Sementara itu,
potensi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) juga dapat terjadi terutama dari faktor eksternal yaitu adanya kenaikan harga
minyak dunia akibat rencana penurunan produksi minyak dari negara-negara anggota Organization of Petroleum
Exporting Countries (OPEC) serta kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah seiring ketidakpastian perekonomian global
dan potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat. Namun, adanya perbaikan jaringan irigasi, perbaikan
konektivitas melalui tol laut dan perbaikan dermaga, bantuan benih dan alsistan, program-program operasi pasar Bulog
serta koordinasi TPID diharapkan dapat menjaga tingkat inflasi di kisaran target 4±1%.
7.2.2 Inflasi Tahun 2017
2,48%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
104 Februari 2017
Potensi Inflasi tahun 2017 baik secara nasional maupun regional menunjukkan adanya kecenderungan meningkat
dibanding inflasi tahun 2016. Dengan nilai inflasi yang rendah di tahun 2016, beberapa komoditas berpotensi mengalami
peningkatan harga seiring dengan sudah cukup rendahnya harga komoditas tersebut di tahun 2016.
Berdasarkan hasil inflasi bulan Januari 2017 dan ketetapan pemerintah, didapatkan bahwa pada tahun 2017, setidaknya
terdapat 4 komoditas yang mengalami kenaikan yaitu biaya perpanjangan STNK, tarif pulsa ponsel, tarif listrik dan bea
cukai rokok. Tingginya kenaikan biaya perpanjangan STNK hingga 102% tersebut tertuang dalam PP No. 60 tahun 2016
menggantikan PP No. 50 tahun 2010 dan efektif diterapkan pada tanggal 6 Januari 2017. Tujuan dari kenaikan tarif lebih
disebabkan oleh adanya komitmen perbaikan pelayanan di kepolisian dan sudah 6 tahun biaya perpanjangan STNK tidak
mengalami perubahan. Tingginya kenaikan biaya pulsa telepon kemungkinan besar disebabkan oleh mahalnya biaya
investasi komunikasi di NTT, sehingga kenaikan biaya pulsa diduga digunakan untuk mengkompensasi tingginya biaya
investasi yang terjadi. Berdasarkan data realisasi ijin investasi BKPMD didapatkan tingginya nilai investasi telekomunikasi
yang mencapai 738 miliar dan dilakukan oleh 2 perusahaan telekomunikasi.
Dari komoditas tarif listrik, kenaikan tarif listrik akan terjadi pada tarif listrik rumah tangga dengan daya 900 watt. Di NTT,
saat ini terdapat lebih dari 130 ribu pelanggan listrik dengan daya 900 watt yang terdampak kebijakan pengalihan subsidi
tersebut. Dengan pangsa pelanggan mencapai 20% dari total 643 ribu pelanggan, maka dengan dilepasnya subsidi
menyebabkan tarif listrik pada golongan ini akan mengalami kenaikan hingga akhir tahun mencapai 123,47%, yaitu dari
Rp 605,- per kwh menjadi Rp 1.352,- per kwh. Kenaikan tersebut diperkirakan akan meningkatkan total tarif listrik hingga
25% dan memberikan andil inflasi tarif listrik hingga sebesar 0,72% (sum-yoy) pada akhir tahun 2017. Kenaikan tarif
tersebut akan dilakukan bertahap yaitu pada bulan Januari, Maret, dan Mei 2017.
Pada komoditas tembakau, potensi kenaikan harga juga terjadi setelah pemerintah mengeluarkan peraturan Menteri
Keuangan Nomor 147/PMK.010/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
179/PMK.011/3012 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa secara rata-rata
akan terjadi kenaikan tarif cukai rokok sebesar 10,54% dan kenaikan harga eceran penjualan rokok sebesar 12,26%.
Kenaikan tarif cukai rokok tersebut sedikit menurun dibandingkan kenaikan tarif cukai rokok tahun sebelumnya yang
sebesar 11,5%, sehingga kenaikan harga rokok diperkirakan mengalami perlambatan dibanding tahun 2016 namun
masih tetap tinggi seiring dengan tingginya kenaikan cukai rokok yang dilakukan pemerintah.
Perhitungan Potensi Inflasi 201708
Tabel Boks 8.1. Perhitungan Potensi Inflasi di Kota Kupang dan Kota Maumere Menggunakan Pendekatan Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Daerah
KUPANG INFLASI ANDIL INFLASI
TARIP PULSA PONSEL
BIAYA PERPANJANGAN STNK
TARIF LISTRIK
ROKOK
SUMBANGAN INFLASI 4 KOMODITAS
INFLASI 19 KOMODITAS
PERKIRAAN INFLASI KUPANG
PERKIRAAN INFLASI NTT
9.18
102.93
25.03
16.78
0.16
0.10
0.72
0.61
1.60
3.47
5.06
5.12
MAUMERE INFLASI ANDIL INFLASI
TARIP PULSA PONSEL
BIAYA PERPANJANGAN STNK
TARIF LISTRIK
ROKOK
SUMBANGAN INFLASI 4 KOMODITAS
INFLASI 25 KOMODITAS
PERKIRAAN INFLASI MAUMERE
11.93
102.09
25.03
13.52
0.20
0.10
0.80
0.73
1.83
3.67
5.50
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
105Februari 2017
GRAFIK 7.4. PREDIKSI INFLASI TW II-2017 DAN 2017
Sumber: BPS & BI (diolah)
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV
2016I II I I I IV
2017I* II* IV**
3.5-3.9%
4-4.4%4.8-5.2%
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan berada pada kisaran 4,8-5,2% (yoy).
Proyek inflasi tahun 2017 tersebut meningkat dibandingkan realisasi tahun 2016 yang sebesar 2,48% (yoy).
Peningkatan terutama didorong oleh adanya penyesuaian tarif listrik hingga 123% seiring pengurangan subsidi pada
pelanggan berkapasitas 900 VA. Kenaikan sendiri dilakukan secara bertahap pada bulan Januari, Maret dan Mei. Faktor
lainnya adalah adanya kenaikan tarif biaya STNK dan BPKB, cukai rokok dan tarif ponsel serta potensi kenaikan harga pada
komoditas bahan makanan, terutama beras, sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta ikan segar seiring telah rendahnya
tingkat harga pada tahun 2016 dan diperkirakan menyebabkan penyesuaian harga di tingkat pedagang. Sementara itu,
potensi kenaikan bahan bakar minyak (BBM) juga dapat terjadi terutama dari faktor eksternal yaitu adanya kenaikan harga
minyak dunia akibat rencana penurunan produksi minyak dari negara-negara anggota Organization of Petroleum
Exporting Countries (OPEC) serta kenaikan nilai tukar dolar terhadap rupiah seiring ketidakpastian perekonomian global
dan potensi kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat. Namun, adanya perbaikan jaringan irigasi, perbaikan
konektivitas melalui tol laut dan perbaikan dermaga, bantuan benih dan alsistan, program-program operasi pasar Bulog
serta koordinasi TPID diharapkan dapat menjaga tingkat inflasi di kisaran target 4±1%.
7.2.2 Inflasi Tahun 2017
2,48%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
104 Februari 2017
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah.Administered prices
Daftar Istilah
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang
sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda.
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen,
saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Batas kredit
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran
dan tanggung jawab anggota tim itu
Pagu hutang
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Barrel
BI rate
Branchless banking
Clean money policy
Consensus forecast
Core-deposit
Cost push inflation
Cost of capital
Credit Limit
Credit rating
Crisis management protocol
Debt ceiling
Deflasi
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktifDependency ratio
Deposit facility
Deposit rate
Deposito
Depresiasi rupiah
Devisa
Disposable income
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Tingkat suku bunga simpanan
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara
bank dengan nasabah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan
pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
E-money Uang elektronik
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat
perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa kenaikan tarif keempat komoditas tersebut untuk kota Kupang
berpotensi memberikan andil inflasi hingga 1,60% (sum-yoy) dan 1,83% (sum-yoy) untuk Kota Maumere. Apabila
ditambahkan dengan potensi kenaikan harga 19 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Kota Kupang,
didapatkan perkiraan inflasi kota Kupang pada tahun 2017 mencapai 5,06% (yoy) dan inflasi Kota Maumere mencapai
5,50% (yoy). Total potensi inflasi Provinsi NTT berdasarkan komoditas unggulan penyumbang inflasi menjadi sebesar
5,12% (yoy) masih dalam rentang proyeksi inflasi provinsi NTT 2017 yang sebesar 4,8% – 5,2% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke atas. Apabila dalam tahun 2017 terjadi kenaikan harga BBM mengikuti tren kenaikan minyak dunia
yang terjadi, maka inflasi diperkirakan dapat meningkat lebih tinggi.
Dengan kondisi perkiraan kenaikan harga tersebut, maka pengendalian harga komoditas menjadi langkah besar yang
harus dilakukan oleh pemerintah agar dampak tingginya potensi inflasi yang terjadi dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil
penelitian di awal sudah didapatkan bahwa pengendalian pasokan dan harga pada 19 komoditas penyumbang utama
fluktuasi inflasi dapat mengendalikan inflasi di Kota Kupang, demikian pula dengan pengendalian pasokan dan harga
pada 25 komoditas penyumbang inflasi utama Kota Maumere.Oleh karena itu, upaya pengendalian inflasi di tahun 2017
sekiranya dapat terfokus pada tercukupinya penyediaan komoditas utama tersebut, agar langkah aksi TPID dapat lebih
tepat sasaran dengan usaha yang relatif lebih terkendali.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
106 Februari 2017
Komponen inflasi berupa harga-harga barang dan jasa yang diatur pemerintah.Administered prices
Daftar Istilah
Satuan pengukur volume yang biasa digunakan dalam perdagangan minyak internasional
Suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia
Strategi pemberian pelayanan jasa keuangan perbankan tanpa bergantung pada keberadaan kantor cabang
Kebijakan penggantian uang rusak dengan uang layak edar
Prediksi masa depan yang dibuat dengan menggabungkan bersama beberapa perkiraan terpisah yang
sering dibuat menggunakan metodologi yang berbeda.
Sumber dana andalan bank yang bersifat stabil sebagai basis pinjaman bank
Inflasi yang disebabkan oleh kenaikan biaya
Biaya riil yang harus dikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik hutang, saham preferen,
saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanai suatu investasi perusahaan
Batas kredit
Sebuah penaksiran kelayakan kredit dari individu atau korporasi
Prosedur manajemen krisis ini menetapkan protokol penggelaran tim manajemen dan mendefinisikan peran
dan tanggung jawab anggota tim itu
Pagu hutang
Penurunan harga-harga barang dan jasa secara umum
Barrel
BI rate
Branchless banking
Clean money policy
Consensus forecast
Core-deposit
Cost push inflation
Cost of capital
Credit Limit
Credit rating
Crisis management protocol
Debt ceiling
Deflasi
Rasio ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk yang produktifDependency ratio
Deposit facility
Deposit rate
Deposito
Depresiasi rupiah
Devisa
Disposable income
Fasilitas deposit untuk membuat deposito overnight dengan bank sentral
Tingkat suku bunga simpanan
Produk bank sejenis jasa tabungan yang memiliki jangka waktu penarikan, berdasarkan kesepakatan antara
bank dengan nasabah
Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
Semua barang yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran internasional
Jumlah pendapatan pribadi individu memiliki setelah pajak dan biaya pemerintah, yang dapat dihabiskan
pada kebutuhan, atau non-penting, atau diselamatkan
Down payment Pembayaran awal sebelum melunasi pembelian
E-money Uang elektronik
Giro Simpanan pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek atau surat
perintah pembayaran lain atau dengan pemindahbukuan
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa kenaikan tarif keempat komoditas tersebut untuk kota Kupang
berpotensi memberikan andil inflasi hingga 1,60% (sum-yoy) dan 1,83% (sum-yoy) untuk Kota Maumere. Apabila
ditambahkan dengan potensi kenaikan harga 19 komoditas utama penyumbang inflasi dan deflasi di Kota Kupang,
didapatkan perkiraan inflasi kota Kupang pada tahun 2017 mencapai 5,06% (yoy) dan inflasi Kota Maumere mencapai
5,50% (yoy). Total potensi inflasi Provinsi NTT berdasarkan komoditas unggulan penyumbang inflasi menjadi sebesar
5,12% (yoy) masih dalam rentang proyeksi inflasi provinsi NTT 2017 yang sebesar 4,8% – 5,2% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke atas. Apabila dalam tahun 2017 terjadi kenaikan harga BBM mengikuti tren kenaikan minyak dunia
yang terjadi, maka inflasi diperkirakan dapat meningkat lebih tinggi.
Dengan kondisi perkiraan kenaikan harga tersebut, maka pengendalian harga komoditas menjadi langkah besar yang
harus dilakukan oleh pemerintah agar dampak tingginya potensi inflasi yang terjadi dapat diminimalisir. Berdasarkan hasil
penelitian di awal sudah didapatkan bahwa pengendalian pasokan dan harga pada 19 komoditas penyumbang utama
fluktuasi inflasi dapat mengendalikan inflasi di Kota Kupang, demikian pula dengan pengendalian pasokan dan harga
pada 25 komoditas penyumbang inflasi utama Kota Maumere.Oleh karena itu, upaya pengendalian inflasi di tahun 2017
sekiranya dapat terfokus pada tercukupinya penyediaan komoditas utama tersebut, agar langkah aksi TPID dapat lebih
tepat sasaran dengan usaha yang relatif lebih terkendali.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
106 Februari 2017
adalah rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin
tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.
Biaya Operasional terhadapPendapatan Operasional (BOPO)
adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari
setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
adalah Kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan
penukaran uang keliling.
Cikur Modified
adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di
Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada
APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD.
Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu
dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Barrel adalah Kegiatan penukaran uang keliling.
Gerpultas adalah Gerakan sapu uang lusuh di perbatasan.
Inflow adalah Setoran uang tunai di Bank Indonesia
Layanan Keuangan Digital(LKD)
adalah Kegiatan layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana teknologi digital seperti
seluler atau web melalui pihak ketiga.
Loan To Value (LTV) /Financing To Value (FTV)
adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana
dari berbagai sumber.
Net Outflow adalah Uang yang beredar lebih banyak daripada setoran di Bank Indonesia
Non Performing Loan (NPL) adalah adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kredit kurang lancar, kredit
diragukan dan kredit macet.
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indikator proxy kesejahteraan petani yang membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani (It)
dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)
Outflow adalah Uang yang beredar di perbankan maupun masyarakat
Produk Domestik Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku
pada tahun bersangkutan.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini
menggunakan tahun 2010.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
7Februari 2017
Idle money
Imported inflation
Indeks kedalaman kemiskinan
Indeks keparahan kemiskinan
Inflasi
Inflasi inti
Lending facility
Less cash society
M1
M2
Makroprudensial
Margin
Mikroprudensial
Uang yang tidak terpakai
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga
komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Selisih
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan
kelangsungan usahanya
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Qtq
Rasio gini
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan
oleh bank-bank ritel
Volatile food
Yoy
Ytd
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen,
gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan
harga komoditas pangan internasional
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd
biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Februari 2017
adalah rasio efisiensi bank yang mengukur beban operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin
tinggi nilai BOPO maka semakin tidak efisien operasi bank.
Biaya Operasional terhadapPendapatan Operasional (BOPO)
adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari
setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
adalah Kegiatan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan
penukaran uang keliling.
Cikur Modified
adalah Sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap Daerah Otonom (Provinsi/Kabupaten/Kota) di
Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan. DAU merupakan salah satu komponen belanja pada
APBN, dan menjadi salah satu komponen pendapatan pada APBD.
Dana Alokasi Umum (DAU)
adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu
dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional.
Dana Alokasi Khusus (DAK)
Barrel adalah Kegiatan penukaran uang keliling.
Gerpultas adalah Gerakan sapu uang lusuh di perbatasan.
Inflow adalah Setoran uang tunai di Bank Indonesia
Layanan Keuangan Digital(LKD)
adalah Kegiatan layanan jasa pembayaran dan keuangan yang menggunakan sarana teknologi digital seperti
seluler atau web melalui pihak ketiga.
Loan To Value (LTV) /Financing To Value (FTV)
adalah rasio nilai kredit yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan di saat awal pemberian kredit.
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara besarnya seluruh volume kredit yang disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana
dari berbagai sumber.
Net Outflow adalah Uang yang beredar lebih banyak daripada setoran di Bank Indonesia
Non Performing Loan (NPL) adalah adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi kredit kurang lancar, kredit
diragukan dan kredit macet.
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah indikator proxy kesejahteraan petani yang membandingkan antara Indeks harga yg diterima petani (It)
dengan Indeks harga yg dibayar petani (Ib)
Outflow adalah Uang yang beredar di perbankan maupun masyarakat
Produk Domestik Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu, atau merupakan
jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku adalah PDRB yang merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku
pada tahun bersangkutan.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan adalah PDRB yang dengan menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar dan saat ini
menggunakan tahun 2010.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Februari 2017
Idle money
Imported inflation
Indeks kedalaman kemiskinan
Indeks keparahan kemiskinan
Inflasi
Inflasi inti
Lending facility
Less cash society
M1
M2
Makroprudensial
Margin
Mikroprudensial
Uang yang tidak terpakai
Inflasi yang disebabkan kenaikan harga barang-barang impor
Ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin
Ukuran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin
Kenaikan harga-harga barang dan jasa secara umum
Komponen inflasi yang cenderung menetap atau persisten (persistent component) di dalam pergerakan
inflasi dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, seperti interaksi permintaan-penawaran, nilai tukar, harga
komoditas internasional, inflasi mitra dagang dan ekspektasi Inflasi
Sebuah mekanisme yang digunakan saat bank sentral meminjamkan dana kepada dealer utama
Masyarakat yang terbiasa memakai alat pembayaran nontunai
Uang dalam arti sempit (uang kartal dan giral)
Uang dalam arti luas (uang kartal, giral, dan deposito)
Pendekatan regulasi keuangan yang bertujuan memitigasi risiko sistem keuangan secara keseluruhan
Selisih
Kehati-hatian yang terkait dengan pengelolaan lembaga keuangan secara individu agar tidak membahayakan
kelangsungan usahanya
Mtm Month-to-month growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, atau bulan) terhadap satu bulan sebelumnya
Qtq
Rasio gini
Quarter-to-quarter growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, atau kuartal) terhadap titik waktu yang sama tiga bulan (1 kuartal) sebelumnya
Suatu ukuran yang biasa digunakan untuk memperlihatkan tingkat ketimpangan pendapatan
Sistem pembayaran Sistem yang berkaitan dengan pemindahan sejumlah nilai uang dari satu pihak ke pihak lain
Unbanked Orang-orang atau bisnis yang tidak memiliki akses terhadap layanan keuangan utama biasanya ditawarkan
oleh bank-bank ritel
Volatile food
Yoy
Ytd
Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) dalam kelompok bahan makanan seperti panen,
gangguan alam, atau faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik maupun perkembangan
harga komoditas pangan internasional
Year-on-year growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, triwulan, semester, atau tahun) terhadap titik waktu yang sama satu tahun sebelumnya
Year-to-date growth: perubahan atau pertumbuhan suatu besaran pada suatu titik waktu tertentu (hari,
minggu, bulan, triwulan, semester) terhadap titik waktu terakhir pada tahun sebelumnya (31 Desember). Ytd
biasanya untuk mengukur pertumbuhan secara akumulatif.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
6 Februari 2017