KAJIAN CURAH HUJAN DAN DEBIT BANJIR...
Transcript of KAJIAN CURAH HUJAN DAN DEBIT BANJIR...
1
KAJIAN CURAH HUJAN DAN DEBIT BANJIR RANCANGAN
UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
( Studi Kasus di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung
Kabupaten Jember )
STUDY OF RAINFALL AND FLOOD DISCHARGE MODEL
FOR MANAGEMENT OF WATER RESOURCES
(Case Studies in Bedadung Watershed Jember)
Oleh
Noor Salim *)
*) Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember
ABSTRAK
Kabupaten Jember yang wilayahnya terdapat sungai yang mengalir di tengah
kota yang berpotensi sebagai sumber kebutuhan air bagi kehidupan sehari – hari
warganya, dan namun juga beresiko terjadinya banjir. Dalam perencanaan
bangunan air diperlukan masukan berupa perkiraan besarnya debit banjir.
Besarnya debit banjir dipengaruhi oleh keadaan topografi, tata guna lahan dan
curah hujan. Berkaitan hal tersebut diatas maka perlu dilakukan kajian curah
hujan rancangan dan debit banjir rancangan pada daerah aliran sungai (DAS)
Bedadung Jember. Dari hasil kajian diperoleh curah hujan rancangan dengan
periode 10 tahunan adalah 102.329 mm, periode 20 tahunan adalah 118.304
mm, periode 50 tahunan adalah 118.85 mm, periode 100 tahunan adalah
124.451 mm, periode 200 tahunan adalah 130.617 mm. Curah hujan netto
dengan periode 10 tahunan adalah 71.6393 mm, periode 20 tahunan adalah
82.8128 mm, periode 50 tahunan adalah 83.195 mm, periode 100 tahunan
adalah 87.1157 mm, periode 200 tahunan adalah 91.4319 mm. Berdasarkan
kajian debit banjir, diperoleh debit banjir rancangan maximum dengan periode
10 tahunan adalah 1233.018939 m3/dt, periode 20 tahunan adalah 1423.785496
m3/dt, periode 50 tahunan adalah 1430.307788 m
3/dt, periode 100 tahunan
adalah 1497.223889 m3/dt, periode 200 tahunan adalah 1570.830921 m
3/dt. Dari
hasil tersebut maka dapat dibuat sebagai dasar dalam perencanaan bendung,
sistim drainase dan pengelolaan sistim operasi (OP) irigasi
Kata Kunci : DAS, Curah hujan, Debit banjir
ABSTRACT
District of Jember has a current of river that potentially as a water resources for
daily life. On the other side, it is potentially causes flood. For the planning of
water building, its need an input data of its flood discharge. The flood discharge
2
influenced by topography, land use and rainfall. For those purpose, it need to
conduct the study of rainfall and flood discharge model in Bedadung Watershed.
Result of this study shows that the rainfall for 10 years periode is 102,329 mm,
for 20 years periode is 118,304 mm, for 50 years periode is 83,195 mm, for 100
years periode is 87,1157 mm, for 200 years periode is 93,4319 mm. The study of
flood discharge model shows that the maximum flood discharge model for 10
years periode is 1233.018939 m3/s, for 20 years periode is 1432.785496 m
3/s, for
50 years periode is 1430.307788 m3/s, for 100 years periode is 1497.223889 m
3/s,
for 200 years periode is 1570.830921 m3/s. This result can be set as a base on
planning the dam, drainage system, and management of operating system of
irrigation.
Keyword : Watershed, rainfall, flood discharge
PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi kehidupan manusia.
Semakin tinggi tingkat peradapan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, maka
akan semakin tinggi pula tuntutan akan ketersediaan air, baik dari segi mutu
maupun jumlahnya. Namun dalam jumlah yang besar melebihi tingkat kebutuhan
atas jumlah normal dapat menimbulkan masalah yaitu terjadinya banjir. Dan hal
tersebut bisa merusak tanaman yang berpengaruh pada produksi pertanian, serta
menggangu secara langsung kehidupan masyarakat pedesaan maupun perkotaan.
Hal tersebut juga terjadi di Kabupaten Jember yang wilayahnya terdapat sungai
yang mengalir di tengah kota yang berpotensi sebagai sumber kebutuhan air bagi
kehidupan sehari – hari warganya, dan namun juga beresiko terjadinya banjir.
Potensi sumber daya air tersebut perlu dilakukan pengelolaan atau
pemanfaatan sumber daya air dan juga pengendalian banjir, dan untuk itu
diperlukan bangunan air yang memadai. Dalam perencanaan bangunan air
diperlukan bahan masukan berupa perkiraan besarnya debit banjir. Dan besarnya
debit banjir sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Estimasi curah hujan tersebut
seharusnya diperhitungkan secara akurat dan tepat sehingga dapat menghasilkan
perkiraan curah hujan yang sesuai dengan perencanaan. Dalam perencanaan
bangunan air, analisa hidrologi merupakan bagian penting guna memperkirakan
besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dan debit banjir. Untuk hal terbut
diatas maka dalam studi ini akan diperhitungkan perkiraan curah hujan dan debit
banjir pada daerah aliran sungai (DAS) Bedadung Jember
TINJAUAN PUSTAKA
Uji Konsistensi Data
Kurva Massa Ganda ( Double mass curve )
Jika terdapat data curah hujan tahunan dengan jangka waktu pengamatan
yang panjang, maka kurva masa ganda itu dapat digunakan untuk memperbaiki
kesalahan pengamatan yang terjadi yang disebabkan oleh perubahan posisi atau
3
cara pemasangan yang tidak baik dari alat ukur curah hujan. Kesalahan –
kesalahan pengamatan tidak dapat ditentukan dari setiap data pengamatan. Data
curah hujan tahunan jangka waktu yang panjang alat yang bersangkutan itu harus
dibandingkan dengan data curah hujan rata – rata sekelompok alat – alat ukur
dalam periode yang sama. Untuk itu harus dipilih sekurang – kurangnya 10 buah
alat di sekitarnya yang mempunyai kondisi topografi yang sama. ( Suyono
sosrodarsono,1999: 52 )
Analisa Curah Hujan
Curah Hujan Rerata Harian Maksimum
Curah hujan yang diperlukan untuk suatu rancangan pemanfaatan air dan
rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan disuatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut
curah hujan wilayah atau daerah yang dinyatakan dalam mm.
Perhitungan curah hujan rerata harian maksimum ini bisa digunakan
metode rata-rata aljabar, cara Thiessen, cara garis Isohiet, cara garis potongan
antara (intersection line method), cara dalam – elevasi (Depht – elevation
method), cara elevasi daerah rata – rata (Mean areal elevation method). Dalam
studi ini akan dipakai metode Poligon Thiessen, karena metode ini memberikan
bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun
hujan dianggap mewakili hujan disuatu daerah dengan luas tertentu dan luas
tersebut merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan ( Sri
Harto, 1993 : 55). Adapun cara perhitungan tersebut yang dipakai dan cocok
untuk kondisi di DAS Bedadung Jember adalah cara Thiessen berikut ini. Jika
titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara
perhitungan curah hujan rata – rata itu dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh tiap titik pengamatan.
Curah hujan daerah itu dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
A
ARARARARR
nn....... 332211
dengan :
R = Hujan rata – rata DAS (mm)
R1,R2,. . .Rn = Curah hujan pengamatan (mm)
A1,A2,. . .An = Luas daerah tiap pengamatan (km2)
A = Luas total DAS (km2)
Curah Hujan Rancangan
Curah hujan Rancangan adalah curah hujan terbesar tahunan dengan
peluang tertentu yang mungkin terjadi disuatu daerah.
4
Metode yang digunakan untuk menganalisa curah hujan rancangan
antara lain : Metode E. J Gumbel, Metode Normal, Metode Log Normal, dan
Metode Log Person Tipe III.
Untuk DAS Bedadung Jember lebih cocok menggunakan metode log
person Tipe III yang mana dapat dipakai untuk semua macam sebaran data. Oleh
karena itu metode ini sering dipakai dalam menentukan curah hujan rancangan .
Secara garis besar prosedur dari distribusi Log Pearson Tipe III adalah sebagai
berikut : (Soemarto,CD,1995 : 152)
1. Mengubah data banjir tahunan sebanyak n buah X1, X2, X3, …menjadi log
X1, log X2, log X3, …log Xn.
2. Menghitung nilai standar deviasinya dengan rumus berikut :
LogX =n
LogXn
i
i1
Si =
1
1
2
n
LogXLogXin
i
3. Menghitung koefisien pencengan dengan rumus berikut :
3
3
1
21
loglog
Snn
XXin
Cs
n
i
4. Menghitung logaritma debit dengan waktu balik yang dikehendaki dengan
rumus berikut :
Log Q = Log X + G . Si
dengan :
S = Simpangan baku
LogXi = Logaritma curah hujan rancangan dengan kala ulang (mm)
LogX = Logaritma curah hujan rata-rata (mm)
G = Konstanta ( didapat dari tabel )
n = Jumlah data
Cs = Koefisien kepencengan
Uji Kesesuaian Distribusi Frekwensi Log Person Tipe III
Uji ini terlebih dahulu dilakukan plotting data pengamatan pada kertas
probabilitas Log Person Tipe III dan garis durasi yang sesuai.
Ploting dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
5
a. Data curah hujan maksimum harian rata – rata tiap tahun di susun dari kecil
ke besar.
b. Hitung probabilitasnya dengan menggunakan rumus Weibull : ( Subarkah,
1980 : 120 )
%)100()1(
n
mP
dengan :
P = Probabilitas (%)
m = Nomor urut data dari seri yang telah diurutkan
n = banyaknya data / banyaknya pengamatan
Ploting data hujan (Xi) dengan probabilitas (P)
Dalam kajian perencanaan ini nantinya menggunakan dua macam uji
distribusi yaitu : Uji Chi-Square dan uji Smirnov-Kolmogrof ( Sri Harto,
1993 : 178)
1). Uji Chi-Square ( X2-test )
Uji Chi-Square ini digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal,
dan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh
distribusi teoritis, yang ditentukan dengan rumus ( Sri Harto, 1993 : 178 ) :
i
iik
i h
hujiX
1
2
dengan :
δi = Frekwensi observasi ke-i
hi = Frekwensi teoritis ke-i
Agar distribusi frekwensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 uji < X
2cr.
Harga 2
crX dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikasi α dengan derajat
kebebasannya ( level of significant ).
2). Uji Smirnov – Kolmogorov
Dari grafik pengeplotan data curah hujan pada kertas probabilitas didapat
perbedaan yang maksimum antara distribusi teoritis dan empiris yang disebut
dengan Δ max. Dalam bentuk persamaan dapat ditulis ( Sri Harto, 1993 : 178 ) :
Δ max = )()( ET PP
dengan :
Δ max = selisih antara probabilitas teoritis dengan probabilitas empiris
Δ cr = simpangan kritis
P(T) = peluang teoritis
P(E) = peluang empiris
6
Apabila Δmax < Δcr berarti distribusi frekwensi tersebut dapat diterapkan untuk
semua data yang ada.
Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran merupakan suatu perbandingan antara jumlah
limpasan dan jumlah curah hujan pada suatu kondisi daerah tertentu. Harga
koefisien pengaliran berbeda – beda disebabkan topografi dan tata guna lahan
daerah aliran sungai. Besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Koefisien Pengaliran.
Kondisi daerah pengaliran dan sungai Harga dari C
Daerah pegunungan yang curam 0,75 - 0,9
Daerah pegunungan tersier 0,70 - 0,8
Tanah bergelombang dan hutan 0,50 -0,75
Tanah dataran yang ditanami 0,45 - 0,60
Persawahan yang diairi 0,70 - 0,80
Sungai didaerahn pegunungan 0,75 - 0,85
Sungai kecil di dataran 0,45 - 0,75
Sungai besar yang lebih dari setengah
daerah pengalirannya terdiri dari dataran 0,50 - 0,75
Sumber : Sosrodarsono, 1980 : 145
Analisis Distribusi Hujan Jam – jaman
Untuk menghitung hidrograf banjir rancangan dengan cara hidrograf
satuan, perlu diketahui dulu sebaran hujan jam – jaman dengan suatu interval
tertentu. Prosentasi distribusi hujan yang terjadi dihitung dengan rumus Dr.
Mononobe (Sosrodarsono, 1976 : 146) :
a. Perhitungan rata – rata hujan sampai jam ke – T
3
2
24
T
t
t
RRt
b. Perhitungan curah hujan pada jam ke – T
1.1. ttT RtRtR
dengan :
Rt = rata – rata hujan dari awal sampai jam ke – T (mm/jam)
T = waktu mulai hujan hingga ke – T (jam)
R24= curah hujan efektif dalam 24 jam (mm)
T = waktu konsentrasi hujan (jam)
RT = curah hujan pada jam ke – T (mm)
7
Debit Banjir Rancangan
Debit banjir rancangan adalah debit maksimum yang mungkin terjadi
pada suatu daerah dengan peluang kejadian tertentu. Untuk menaksir banjir
rancangan digunakan cara hidrograf satuan yang didasarkan oleh parameter dan
karakteristik daerah pengalirannya. Teori hidrograf satuan merupakan suatu cara
perhitungan yang relatif sederhana dan cukup teliti.
Beberapa metode perhitungan hidrograf satuan sintetik diantaranya :
Metode Nakayasu . Nakayasu dari Jepang, telah menyelidiki hidrograf satuan
pada beberapa sungai di Jepang. Ia membuat rumus hidrograf satuan sintetik dari
hasil penyelidikannya. Rumus yang dihasilkannya adalah sebagai berikut :
Qp = )3.0(6.3 3.0TTp
CxAxRo
dengan :
Qp = debit puncak banjir ( m3/dt )
0R = hujan satuan ( mm )
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0.3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30 % dari debit puncak.
Persamaan lengkung naik hidrograf adalah sebagai berikut :
Qa = Qp
4.2
pT
t
dengan :
Qa = lmpasan sebelum mencapai debit puncak ( m3/dt )
t = waktu ( Jam )
Bagian lengkung turun ( decreasing limb )
Gambar 1 Grafik Lengkung Naik dan Lengkung Turun Pada Metode Nakayasu
8
Sedangkan persamaan lengkung turun hidrograf adalah sebagai berikut :
Qd > 0.3 Qp : Qd = Qp . 0,3 3.0T
Ti p
……………………….( 2 – 22 )
0,3 Qp > Qd > 0.3 Qp : Qd = Qp . 0,3 3.05.1
5.0 3.0
T
TTt
…………………...( 2 – 23 )
0,32 Qp > Qd : Qd = Qp . 0,3 3.02
3.05.1
T
TTt p
…………………..( 2 – 24 )
Tenggang waktu Tp= tg + 0,8 tr…………………..( 2 – 25 )
Untuk
L < 15 Km tg = 0,21 L0.7
……...........( 2 – 26 )
L > 15 Km tg = 0,4 + 0,058 L...........( 2 – 27 )
dengan :
L = Panjang alur Sungai ( km )
tg = Waktu konsentrasi ( jam )
tr = 0,5 tg sampai tg
T0,3 = . tg……………………..( 2 – 28 )
Besarnya nilai untuk :
- Daerah pengaliran biasa = 2
- Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat = 1,5
- Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat = 3
METODOLOGI PENELITIAN
Skema operasional penelitian yang dilakukan untuk menganalisa curah
hujan di DAS Bedadung disajikan dalam bagan berikut ini.
Analisa Hidrologi berupa :
1. Curah Hujan Rerata Harian Maksimum 2. Distribusi Hujan Jam – jaman 3. Menghitung Hujan Netto Jam – jaman 4. Debit Banjir Rancangan
Analisa Curah Hujan DAS Bedadung Studi Pustaka
Data Sekunder
1. Debit Hasil Pengukuran 2. Curah Hujan Harian
Kompilasi Data
Start
9
Gambar 2. Kerangka Operasional Penelitian
Lokasi Penelitian
Data sekunder berupa data hidrologi yang diperlukan yang berada dalam
lokasi penelitian, yang diambil dari Dinas Pengairan Kabupaten Jember dan
Dinas Pengairan Propinsi Jawa Timur. Dara tersebut meliputi data curah hujan
dan data lain yang diperlukan di DAS Bedadung dengan rincian sebagai berikut.
Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data sekunder berupa data curah hujan yang meliputi data curah
hujan maksimum tahunan. Kemudian selanjutnya Uji Konsistensi Data. Ketelitian
hasil perhitungan curah hujan adalah sangat diperlukan, yang tergantung dari
konsistensi data itu sendiri.
Dari data – data diatas kemudian dilakukan analisis data diantaranya yaitu :
Curah Hujan Rerata Harian Maksimum, Distribusi Hujan Jam – jaman,
menghitung Hujan Netto Jam – jaman, dan menghitung Debit Banjir Rancangan.
HASIL ANALISA DAN PEMBAHASAN PENELITIAN
Uji Konsistensi Data
Data curah hujan yang ada diambil dari Stasiun Kottok, Wirolegi, Tegal
Batu II, Sembah dan Arjasa II. Data yang ada merupakan hasil pencatatan mulai
dari tahun 1980 sampai dengan tahun 2009
Pada uji konsistensi Stasiun Kottok maka stasiun sekitar yang
diperhitungkan adalah empat stasiun yang lainnya. Demikian seterusnya sampai
semua stasiun diuji konsistensinya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN DAN SARAN
10
Gambar 3. Lengkung Massa Ganda Stasiun Kottok
Dari hasil analisa tersebut, data curah hujan pada stasiun Kottok tidak ada yang
perlu diperbaiki sebab semua sudah baik, demikian juga untuk data curah hujan
pada stasiun Wirolegi, stasiun Tegal Batu II, stasiun Sembah, stasiun Arjasa II,
Curah Hujan Rerata Harian Maksimum
Dalam perhitungan curah hujan rerata harian maksimum digunakan
Metode Thiessen, karena metode ini sangat cocok digunakan untuk Daerah
Aliran Sungai Bedadung. Metode ini dilakukan dengan cara memberikan bobot
tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan pengertian bahwa setiap stasiun hujan
dianggap mewakili hujan disuatu daerah dengan luas tertentu dan luas tersebut
merupakan faktor koreksi bagi hujan di stasiun yang bersangkutan. Besarnya
koefisien Thiessen DAS Bedadung ditunjukkan pada Tabel .2.
Tabel .2 Perhitungan Koefisien Thiessen
Sumber:Hasil Perhitungan
Stasiun Luas Koefisien
Kottok 59.375 14.07%
Wirolegi 81.25 19.26%
Tegal Batu II 100 23.70%
Sembah 87.5 20.74%
Arjasa 93.75 22.22%
11
Gluduk II
D.Makam
D.Gambuk
D.Sekar
D.Batu Remuk
Cemondong
Sbr.Petung
D.Arjasa
D.Suco
D.Tegalsatu
D.Sasi
D.Kembar
Gambar 4 Peta Stasiun Hujan di Daerah Aliran Sungai Bedadung
Curah Hujan Rancangan
Pada penelitian ini memakai cara Log Pearson Tipe III, karena cara ini
sesuai dengan berbagai macam koefisien kemencengan (skewness ) dan koefisien
kepuncakkan ( kurtosis ).
Hasil perhitungan cara Log Pearson Tipe III di DAS Bedadung adalah sebagai
berikut : nilai koefisien skewness ( Cs) = -0,041 dan nilai standar deviasinya ( Si )
= 0.080. Dari cara ini didapat hujan rancangan untuk kala ulang 20 tahun =
118,304 mm dan untuk kala ulang 100 tahun = 124,451 mm. Perhitungan curah
hujan rancangan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 3 Perhitungan Curah Hujan Rancangan
No Kala Ulang Cs P G Si Log Xt
CH
Rancangan
(mm)
1 10 Tahun -0.041 10% 1.287 0.080 2.010 102.329
2 20 Tahun -0.041 5% 2.080 0.080 2.073 118.304
3 50 Tahun -0.041 2% 2.106 0.080 2.075 118.850
4 100 Tahun -0.041 1% 2.356 0.080 2.095 124.451
5 200 Tahun -0.041 0.5% 2.614 0.080 2.116 130.617
Sumber : Hasil Perhitungan
5.5 Distribusi Hujan Jam - jaman
Pola pembagian hujan terpusat di daerah sekitar studi adalah 6 jam setiap
harinya (di Indonesia biasanya antara 4-7 jam). Dalam menghitung distribusi
hujan jam-jaman untuk DAS Bedadung didasarkan rumus Mononobe maka
prosentase distribusi dihitung sebagai berikut :
a. 3
2
24 /66/ TRRt
12
Untuk :
T = 1 jam, maka Rt = R24/6(6/1)2/3
= 0, 550 R24
T = 2 jam, maka Rt = R24/6(6/2)2/3
= 0, 347 R24
T = 3 jam, maka Rt = R24/6(6/3)2/3
= 0, 265 R24
T = 4 jam, maka Rt = R24/6(6/4)2/3
= 0, 218 R24
T = 5 jam, maka Rt = R24/6(6/5)2/3
= 0, 188 R24
T = 6 jam, maka Rt = R24/6(6/6)2/3
= 0, 167 R24
b. 1.1. ttT RtRtR
Untuk :
t = 1 jam, maka RT = 1.(0,550 R24) – (1 – 1).R1-1 = 0,550 R24 = 55,0 %
t = 2 jam, maka RT = 2.(0,347 R24) – (2 – 1).R1 = 0,144 R24 = 14,4 %
t = 3 jam, maka RT = 3.(0,265 R24) – (3 – 1).R2 = 0,101 R24 = 10,1 %
t = 4 jam, maka RT = 4.(0,218 R24) – (4 – 1).R3 = 0,077 R24 = 7,7 %
t = 5 jam, maka RT = 5.(0,188 R24) – (5 – 1).R4 = 0,068 R24 = 6,8 %
t = 6 jam, maka RT = 6.(0,167 R24) – (6 – 1).R5 = 0,062 R24 = 6,2 %
Tabel 4 Perhitungan distribusi hujan jam – jaman
Durasi
Hujan
(jam)
Rasio
(%)
Curah Hujan Jam – jaman
10 th 20 th 50 th 100 th 200 th
71.6303 82.8128 83.195 87.1157 91.4319
1 55,0 39.397 45.547 45.757 47.914 50.287
2 14,4 10.315 11.925 11.980 12.545 13.166
3 10,1 7.235 8.364 8.403 8.799 9.235
4 7,7 5.515 6.376 6.406 6.708 7.040
5 6,8 4.871 5.631 5.657 5.924 6.217
6 6,2 4.441 5.134 5.158 5.401 5.669
Sumber : Hasil Perhitungan
Gambar 5 Distribusi Hujan Jam – jaman
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
1 2 3 4 5 6
t (jam)
Ras
io (
%)
13
Menghitung Hujan Netto Jam – Jaman
Hujan Netto adalah curah hujan yang menghasilkan limpasan langsung.
Besarnya hujan netto jam – jaman diperoleh dari perkalian antara hujan yang
terjadi dengan koefisien pengaliran. Pada studi ini, koefisien pengaliran di
tetapkan berdasarkan kondisi tata guna lahan dan kondisi fisik Daerah Aliran
Sungai. Peta peruntukan lahan atau Peta tata guna lahan di tunjukkan pada
Gambar 6 dan hasil perhitungan untuk mencari hujan netto jam – jaman dapat
dilihat pada tabel 5 dan hasil perhitungan distribusi hujan jam – jaman bisa dilihat
pada Tabel 4.
Gambar 6. Peta Peruntukan Lahan DAS Bedadung
Tabel .5. Perhitungan Hujan Netto
Periode ( TAHUN ) 10 20 50 100 200
Hujan Rancangan (mm) 102.329 118.304 118.85 124.451 130.617
Koefisien Pengaliran 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7
Hujan Netto ( mm ) 71.6303 82.8128 83.195 87.1157 91.4319
Sumber : Hasil Perhitungan
Data curah hujan rencana tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam
perhitungan debit rancangan di kawasan DAS Bedadung dan sekitarnya.
14
Debit Banjir Rancangan
Debit banjir rancangan adalah debit maksimum yang mungkin terjadi
pada suatu daerah dengan peluang kejadian tertentu. Untuk menaksir banjir
rancangan digunakan cara hidrograf satuan yang didasarkan oleh parameter dan
karakteristik daerah pengalirannya. Teori hidrograf satuan merupakan suatu cara
perhitungan yang relatif sederhana dan cukup teliti.
Studi ini menggunakan metode Nakayasu.
Metode Nakayasu
Diketahui data teknis sebagai berikut :
Luas DAS Sungai Bedadung = 499,5 Km2
Panjang alur sungai = 24,38 Km
Ro (hujan satuan(mm)) → umumnya 1 jam
Tg = 0,4 + 0,058L (L > 15 km)
= 0,4 + 0,058.24,38
= 1,814 jam
=
gT
LA25,0
.47,0
= 814,1
)38,24.5,499(47,0 25,0
= 2,722
Nilai berdasarkan kondisi daerah dibagi 3 (Soemarto, 1987:169):
= 1,5 : untuk bagian naik hidrograf lambat dan menurun cepat
= 2 : untuk daerah pengaliran biasa
= 3 : untuk bagian naik hidrograf cepat dan menurun lambat
karena nilai perhitungan lebih dari 1,5 dan kurang dari 3 berarti pola
pengalirannya termasuk kategori daerah pengaliran biasa dengan bagian naik
hidrograf tidak terlalu lambat dan turunnya tidak terlalu cepat. Untuk perhitungan
selanjutnya dipakai hasil perhitungan ( = 2,722).
T0,3 = . Tg
= 2,722. 1,814
= 4,937 jam
Tr = 0,5 Tg
= 0,5. 1,814
= 0,907 jam
15
Tp = Tg + 0,8tr
= 1,814 + (0,8. 0,907)
= 2,540 jam
Qp dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :
Qp = )3.0(6.3 3.0TTp
AxRo
= 937,4540,2.3,06,3
1.5,499
= 24,346 m3 dt
-1 mm
-1
Perhitungan persamaan hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Lengkung naik (rising limb)
Untuk 0 < t < Tp
Maka intervalnya : 0 < t < 2,540
Qa = Qp
4,2
pT
t
= 24,346
4,2
540,2
t
Lengkung turun (decreasing limb)
a. Untuk Tp < t < (Tp + T0,3)
Maka intervalnya : 2,540 < t < 7,477
Qd1 = Qp.0,3
3,0T
Tt p
= 24,346 . 0,3
937,4
540,2t
b. Untuk (Tp + T0,3) < t < (Tp + T0,3 + (1,5 x T0,3))
Maka intervalnya : 7,477 < t < 14,8825
Qd2 = Qp.0,3
3,0
3,0
.5,1
5,0
T
TTt p
16
= 24,346 . 0,3
407,7
07,0t
c. Untuk t > (Tp + T0,3 + (1,5 x T0,3))
Maka : t > 14,8825
Qd3 = Qp.0,3
3,0
3,0
.2
5,1
T
TTt p
= 24,346. 0,3
876,9
868,4t
Adapun perhitungan koordinat – koordinat berdasarkan persamaan di atas
diperoleh gambar hidrograf satuan sintetik Nakayasu ditunjukkan dalam gambar
7, dan gambar hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu kala ulang 10
Tahun, 20 Tahun, 50 Tahun, 100 Tahun, 200 Tahun pada gambar 8 . Dari hasil
tersebut maka dapat dibuat sebagai dasar dalam perencanaan bangunan air.
0.000
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
1 23 4 5 67 8 91011121314151617181920212223242526272829303132
t (jam)
deb
it (
m^
3/d
t)
Gambar 7 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
0
500
1000
1500
2000
1 2 3 4 5 6 7 891011121314151617181920212223242526272829303132
t (jam)
Q (
m3/d
t) Q 10
Q 20
Q 50
Q 100
Q 200
Gambar 8. Hidrograf Banjir Rancangan Metode Nakayasu kala ulang 10 Tahun
20 Tahun, 50 Tahun, 100 Tahun, 200 Tahun
17
Tabel .9. Banjir Rancangan Maksimal
Periode ( TAHUN ) 10 20 50 100 200
Q max ( m3/dt ) 1233.018939 1423.785496 1430.307788 1497.223889 1570.830921
Sumber : Hasil Perhitungan
Data debit banjir Rancangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan
dalam pengelolaan sungai, perencanaan dan perbaikan bendung di wilayah
sekitas DAS bedadung termasuk sistim operasi dan pemeliharaan (OP) irigasi.
Hasil perhitungan debit banjir rancangan terdapat variasi nilai yang cukup
berbeda pada periode ulang 10 tahun sampai dengan 200 tahun. Sehingga sebagai
acuan dalam pengelolaan irigasi kecil, sistim drainase maupun bangunan bendung
skala kecil dapat digunakan debit banjir rancangan dengan periode ulang 10
tahun sampai dengan 50 tahun. Sedangkan untuk pengelolaan irigasi yang
kompleks maupun bangunan bendung yang besar dapat digunakan debit banjir
rancangan dengan kala ulang 100 tahun dan 200 tahun. Selanjutnya nilai debit
banjir rancangan dapat dipilih sebagai salah satu faktor pertimbangan resiko
dalam perencanaan bangunan air maupun irigasi disamping faktor ketersediaan
pembiayaan biaya konstruksi mapun OP Irigasi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian yang telah dibahas pada bab – bab sebelumnya,
maka dapat diperoleh beberapa hasil sebagai berikut :
1. Curah hujan rancangan di Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung
yang dianalisis menggunakan Metode Log person III adalah 102.329 mm
untuk periode ulang 10 tahun, 118.304 mm untuk periode 20 tahun, 118.85
mm untuk periode 50 tahun, 124.451 mm untuk periode 100 tahun dan
130.617 mm untuk periode 200 tahun. Selanjutnya data curah hujan rencana
tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam perhitungan debit rancangan di
kawasan DAS Bedadung dan sekitarnya.
2. Debit banjir rancangan di Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung
yang dianalisis menggunakan Metode Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)
Nakayasu menghasilkan debit 1233.019 m3/dt untuk periode ulang 10 tahun,
1423.785 m3/dt untuk periode ulang 20 tahun, 1430.308 m
3/dt untuk periode
ulang 50 tahun, 1497.224 m3/dt untuk periode ulang 100 tahun dan 1570.831
m3/dt untuk periode ulang 200 tahun. Selanjutnya data debit banjir Rancangan
tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam pengelolaan sungai,
perencanaan dan perbaikan bendung di wilayah sekitas DAS bedadung
termasuk sistim operasi dan pemeliharaan (OP) irigasi.
3. Berdasarkan hasil perhitungan debit banjir rancangan terdapat variasi nilai
yang cukup berbeda pada periode ulang 10 tahun sampai dengan 200 tahun,
sehingga sebagai acuan dalam pengelolaan irigasi kecil, sistim drainase
18
maupun bangunan bendung skala kecil dapat digunakan debit banjir
rancangan dengan periode ulang 10 tahun sampai dengan 50 tahun.
Sedangkan untuk pengelolaan irigasi yang kompleks maupun bangunan
bendung yang besar dapat digunakan debit banjir rancangan dengan kala
ulang 100 tahun dan 200 tahun. Selanjutnya nilai debit banjir rancangan dapat
dipilih sebagai salah satu faktor pertimbangan resiko dalam perencanaan
bangunan air maupun irigasi disamping faktor ketersediaan pembiayaan biaya
konstruksi mapun OP Irigasi.
Saran
1. Untuk memperoleh akurasi hasil analisis curah hujan rancangan yang lebih
baik, diperlukan tambahan data curah hujan harian lebih dari 20 tahun dari 5
sampai dengan 8 stasiun hujan sehingga jika jumlah stasiun hujan semakin
banyak maka dapat dibuat peta contour hujan dan curah hujan areal rerata
dapat dihitung menggunakan Metode Isohyet yang memiliki tingkat
ketelitian yang lebih tinggi daripada metode Polygon Thiessen yang sudah
digunakan dalam kajian ini.
2. Koefisien limpasan permukaan cukup signifikan dalam perhitungan curah
hujan rancangan terutama untuk DAS bedadung yang cukup luas (499,5
Km2) dan terdapat alih fungsi lahan yang cukup besar dari hutan menjadi
perkebunan, sehingga perlu update data peruntukan lahan dari Peta Rupa
Bumi Digital yang dibuat oleh Bakorsutanal maupun dari Peta Citra Landsat
terbaru tahun 2011.
3. Sebagai kontrol terhadap hasil perhitungan debit banjir rancangan
menggunakan Hidrograf Satuan Sintetik Metode Nakayasu di DAS
Bedadung, maka perlu dilakukan kalibrasi dengan hasil pencatatan debit
lapangan di Stasiun Automatic Water Level Record (AWLR) Bedadung,
selanjutnya dapat dibandingkan dengan hasil perhitungan menggunakan
Hidrograf Satuan Sintetik Metode lain seperti Metode Gamma dan Snyder.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004, Laporan Akhir Hasil Penelitian “ Studi Kelayakan Pembangunan
Small Dam Untuk Mendukung Suplai Air PDAM Di Kabupaten Jember “.
Jember.
Edijatno, Nascimento., et.al, 1999.”GR3J : A Daily Watershed Model with Three
Free Parameters”, Hydrological Sciences Journal, 44 (2) page 263-277.
Soemarto, CD. 1995, Hidrologi Teknik, Edisi ke dua, Erlangga, Jakarta.
Soewarno, 1991, Hidrologi ” Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran
Sungai ( Hidrometri ) “, Nova, Bandung.
Subarkah, Imam, 1980, Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air, Idea
Dharma, Bandung.
Sosrodarsono, suyono, 1999, Hidrologi Untuk Pengairan, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta.
Sri Harto, Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I, Departemen Pekerjaan Umum,
Yogyakarta