Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam...

233

Transcript of Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam...

Page 1: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,
Page 2: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Penulis: Rosihon Anwar, dkk.

Penyunting: Jajang A. Rohmana

Desain Cover: Mang Ozie

Penerbit:

Pusat Penelitian dan Penerbitan

LP2M UIN Sunan Gunung Djati Bandung

ISBN: 978-60-51281-1-0

Hak Cipta: pada Penulis

Cetakan Pertama: Mei 2018

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan

sebagian atau keseluruhan isi buku ini tanpa izin dari

Penerbit, kecuali kutipan kecil dengan menyebutkan

sumbernya yang layak

Page 3: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

DAFTAR SINGKATAN

b. Bin atau Ibn berarti putra laki-lakibt. Binti berarti putra perempuanEQ Emotional Quotient/ukuran kecerdasan

emosiH. Hijriyahhlm. HalamanH.R. Hadis riwayatIAIN Institut Agama Islam NegeriIbid. Ibidem, tempat yang samaIJABI Ikatan Jamaah Ahlul Bait IndonesiaIQ Intelligent Quotient/ukuran kecerdasan otakK.H. Kyai HajiM. MasehiNo. NomorQ.S. al-Qur’an Surahra. Radiyallah ‘anhu, semoga Allah

meridhainyaRSUD Rumah Sakit Umum DaerahSaw. Shallallah ‘alaih wa sallamSQ Spiritual Quotient/ukuran kecerdasan

spiritualSwt. Subhanahu wa Ta’alaTMT2 tashhīh, muqaranah, tahlīl, tahkīmTMT3 tashhīh, muqaranah, tahlīl, tarjīh, tahkīmt.th. Tanpa tahunUIN Universitas Islam Negeriw. Wafat

1

Page 4: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengantar Penyunting

PENGANTAR PENYUNTING

Seperti yang sudah direncanakan dalam rangkamenyambut Lustrum pertama tahun 2018, kelompokdiskusi para dosen UIN Sunan Gunung Djati MadrasahMalam Reboan (MMR) mempublikasikan serangkaianbuku bunga rampai (book chapter) hasil diskusi rutintersebut.

Salah satu isu penting yang didiskusikan setiapmalam Rabu tersebut adalah tema yang terkaitdengan kajian Al-Qur’an dan hadis. Sejak beralihstatus dari IAIN ke UIN, seiring dengan semakin luas-nya pembidangan keilmuan yang ditandai denganpembukaan berbagai jurusan non-keagamaan, tidakbanyak para dosen UIN Bandung yang secara seriusmenggeluti kedua bidang studi keislaman tersebut.Terlebih bagi sebagian orang, kedua tema tersebut ter-kesan berputar di sekitar teks Al-Qur’an dan hadis sajadan cenderung kurang melihat konteks kebutuhanmasyarakat.

Buku ini mencoba menjawab kesan tersebutdengan menyajikan pembacaan atas Al-Qur’an danhadis yang tidak melulu berkaitan dengan teksnya.Sebagian tulisan menyajikan analisis konteks kajian Al-Qur’an dan hadis yang hidup dan berkembang dimasyarakat. Para sarjana Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir danIlmu Hadis belakangan menyebut kecenderungantersebut dengan kajian living Qur’an dan living hadis.Sebuah studi kehidupan sosial keagamaan masyarakat

3

Page 5: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian Al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

yang mengekspresikan praktik dan pemahamannyaatas ajaran Al-Qur’an dan hadis.

Terdapat delapan tulisan dalam buku bunga rampaiini. Dua tulisan teoritis tentang qath’iyyat al-wuruddan aplikasi teori verifkasi validitas atau kesahihanhadis Nabi Saw. Lalu dua tulisan berisi analisis tematiktentang konsep Maha Kasih Tuhan dan konsep manusiadan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula duatulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis dimasyarakat, yaitu analisis tentang kajian Al-Qur’ansebagai pusat keunggulan UIN Bandung dan perspektifhadis tentang praktik pengurusan jenazah di masya-rakat. Sedangkan dua tulisan lainnya memokuskanpada isu kajian hadis dalam tradisi Sunni dan Syiah,khususnya kajian takhrij atas hadis wasiat Nabitentang keturunan dan Sunnah Nabi yang populer dikalangan Sunni dan Syiah; dan studi tentang ilmuhadis dalam perspektif Sunni dan Syiah.

Tulisan Prof. Dr. Rosihon Anwar, berjudul “Kajian Al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN Bandung”,menjelaskan tentang pentingnya gagasan bidangkajian Al-Qur’an sebagai pusat keunggulan UINBandung dalam rangka merealisasikan paradigmawahyu memandu ilmu. Ia berusahamempertimbangkan pentingnya memetakan wilayahkajian Al-Qur’an agar setiap fakultas dapat mengkajikandungan Al-Qur’an sesuai dengan bidangnyamasing-masing. Selain itu, penting juga menyadariposisi Al-Qur’an yang tidak saja terkait dengan nilaikesucian (sakralitas), tetapi juga nilai keduniawian(profanitas). Kajian Al-Qur’an sejatinyamenyeimbangkan di antara kedua hal tersebut agar

4

Page 6: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengantar Penyunting

lebih kritis dan objektif. Aspek lain yang juga penting,menurut Rosihon, adalah pentingnya mengupayakanterus-menerus perubahan paradigma dari teosentrismenuju antroposentris. Dengan paradigma ini, yangmenjadi sentral pengkajian adalah masalah realitas ke-manusiaan, bukan teologi dan ketuhanan. Kalaupunmasalah teologi disinggung, mainstream-nya tetaptentang kemanusiaan. Selain itu, penting juga terus-menerus mengembangkan penggunaan berbagaimetode dan teori kajian Islam kontemporer yangmelibatkan disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, se-perti teori double movement, hermeneutika, semiotik,semantik, strukturalisme dan lainnya, selain metodestandar yang sudah dipraktikkan para ulamasebelumnya. Konsekuensi dari semua isu kajian Al-Qur’an tersebut, implementasi yang real di tingkatuniversitas bisa diwujudkan ke dalam beberapalangkah strategis seperti adanya perubahan kurikulum,tema penelitian dosen dan mahasiswa, keberpihakananggaran untuk gerakan penulisan kajian Al-Qur’an,penguatan keilmuan dan kerjasama antar lembagadalam kajian Al-Qur’an. Gagasan Rosihon yangmenyuarakan progresivitas pemikiran Islam dalambidang kajian Al-Qur’an kiranya penting tidak sajauntuk merealisasikan paradigma wahyu memanduilmu, tetapi juga merebut isu pemikiran keislaman diIndonesia dan menurunkannya secara real sampai ketingkat kebijakan di universitas.

Sedangkan tulisan Dr. Ahmad Qonit, memokuskanpada dua sifat sentral dalam Al-Qur’an di tengahperdebatan antara para teolog yang meyakinisentralitas sifat Kemahakuasaan Tuhan (al-‘Azîz) dan

5

Page 7: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian Al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

para suf yang meyakini Kemahakasihan Tuhan (al-Rahmân). Penulis berusaha menganalisis dua sifattersebut dalam Al-Qur’an dengan pendekatan tematik.Ia berusaha membandingkan di antara kedua sifatTuhan tersebut. Acuan perbandingan didasarkan padadua perspektif, yaitu perspektif simbol-simbolketuhanan (rabb dan ilah) dan perspektif misi danfungsi Al-Qur’an bagi manusia. Di bagian akhiranalisisnya, penulis berkesimpulan bahwa secarakuantitas, sifat al-Rahmân juga lebih sentral dandominan dari pada sifat al-‘Azîz. Ini berimplikasiterhadap fungsi dan misi Al-Qur’an bagi manusiasebagai hamba dan khalifah Allah di bumi di mana al-Rah mân menempati kedudukan lebih strategis. Dalamdimensi kehidupan di dunia, al-Rahmân menciptakanmanusia dan mengajari Al-Qur’an dan ilmu pe-ngetahuan. Sedangkan dalam dimensi akhirat al-Rah -mân sebagai pemilik kerajaan dan penentu pember-lakuan syafa’at. Sentralitas al-Rahmân sebagai konsepTuhan juga tampak sepadan dengan “syukur” sebagaikonsep sentral keberagamaan Al-Qur’an. Ahmad Qonitberkesimpulan bahwa dibanding sifat KemahakuasaanTuhan yang diyakini oleh para teolog, baik Asy’ariahmaupun Mu’tazilah, Al-Qur’an justru tampak lebihmenekankan sifat Kemahakasihan Tuhan sebagaimanadiyakini kaum Suf. Karenanya, sifat Kasih tersebutlebih memberi peluang untuk membangun komunikasidan kedekatan dengan Tuhan dibanding Kemahakuasa-an-Nya yang terlalu menekankan pada isu kekuasaanTuhan (predestination) dan kebebasan kehendakmanusia (freewill).

6

Page 8: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengantar Penyunting

Tulisan Dr. Abdul Kodir, yang berjudul “KonsepManusia dan Pengembangan Pendidikan dalamPerspektif Al-Qur’an”, memokuskan pada pentingnyamempertimbangkan kembali konsep manusia dalamperspektif Al-Qur’an sebagai dasar pengembanganpendidikan. Abdul Kodir berargumen bahwa kekeliruankonsep pendidikan selama ini berakar pada terlaludominannya paradigma antroposentris yangmenempatkan cara pandang manusia yang sangatsubjektif tanpa mempertimbangkan aspek teosentrisyang bersumber dari nilai agama. Karenanya pentingmempertimbangkan cara pandang Al-Qur’an dalammembahas konsep manusia dan pendidikan, sepertiterm manusia (al-basyar, al-nas, bani adam, al-insan),konsep pendidikan (tarbiyah, ta’lim, ta’dib), unsurmanusia (jasmani, al-rûh, al-nafs, al-qalb, dan al-‘aql),kedudukan dan peran manusia (‘abdullah, khalifah),dan potensi manusia baik internal (ftrah dan hanif, ke-mampuan berkehendak, kesatuan jasad dan ruh, po-tensi akal) maupun eksternal (agama dan alamsemesta). Sehingga pada akhirnya bisa diterapkan kedalam proses pendidikan secara lebih komprehensifdidasari oleh nilai-nilai ketuhanan. Abdul Kodir dibagian akhir pembahasannya menyimpulkan bahwaproses pengembangan pendidikan berdasarkangambaran konsep hakikat manusia dalam Al-Qur’anmeliputi aspek tujuan, kurikulum, metodologi danevaluasi pendidikan. Pengembangan tersebut pada da-sarnya dipahami sebagai sebuah ikhtiar untukmengembangkan seluruh wujud eksistensi manusiadalam arti nilai totalitas, struktur, kedudukan dan pe-ran serta potensi-potensi yang dimilikinya. Dengan

7

Page 9: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian Al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

adanya pandangan dasar Al-Qur’an tentang hakikatmanusia ini, pengembangan pendidikan diharapkanbisa memahami berbagai kebutuhan dasar eksistensimanusia secara menyeluruh sesuai dengan gambaranhakikat manusia yang sebenarnya.

Tulisan Prof. Dr. Muhammad Anton Athoillahtentang “Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabidalam Pandangan Ulama Hadis Sunni” memokuskanpada kajian takhrij atas empat versi hadis mengenaiwasiat Nabi berupa “apa-apa yang secara tekstualditinggalkan oleh Nabi Muhammad bagi umatnya”(taraktu fī kum) atau dikenal juga dengan hadistsaqalayn (dua perkara berharga yang ditinggalkanNabi bagi umatnya). Terdapat empat versi hadis wasiatNabi. Pertama, versi yang menyatakan bahwa Nabihanya meninggalkan Al-Qur’an. Kedua, versi yangmenyatakan bahwa Nabi meninggalkan Al-Qur’an danketurunan (‘itrah), yakni Ahlulbait (keluarga dan ketu-runannya. Ketiga, versi yang menyatakan bahwa Nabimeninggalkan Al-Qur’an dan Sunnahnya. Kempat,versi yang menyatakan bahwa Nabi meninggalkan Al-Qur’an, Sunnah dan ‘itrah-nya.

Athoillah menggunakan metode takhrij denganmelakukan telaah kritis terhadap sanad dan matanuntuk menentukan derajat kualitas hadis tersebut.Hasilnya, ia menyimpulkan bahwa riwayat-riwayathadis wasiat Nabi ada yang shahih, hasan, dan dha‘if.Namun, secara substantif dapat diklasifkasikan kedalam kelompok hadis yang bisa dijadikan argumen(yuhtajju bihā). Ia juga memberikan kesimpulan bahwasemua hadis tentang wasiat Nabi memiliki maknayang komprehensif, paling tidak untuk konteks

8

Page 10: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengantar Penyunting

tertentu, dengan melihat kapan dan di mana Nabimeriwayatkan hadis tersebut. Karenanya, perlu untukmelihat sejumlah riwayat lain yang memiliki kedekatanmakna dalam redaksi hadisnya (matan).

Penyebutan Ahlulbait yang menyertai Kitabullah,tentu saja dipahami sebagai pelengkap atau penjelasdari apa yang terdapat dalam Kitabullah tersebut.Dalam konteks hadis wasiat Nabi, bisa dipahamibahwa secara historis Ahlulbait yang paling dekatdengan Nabi. Konsekuensi logisnya, Ahlulbait dianggaplebih banyak mengetahui tentang kehidupan sehari-hari Nabi, termasuk Sunnah Nabi. Dalam kerangkaitulah, bisa dipahami bahwa Nabi menyatakan bahwaselain Kitabullah, beliau juga meninggalkan Ahlulbait-nya sebagai jalur transmisi Sunnah. Tetapi,penyebutan Sunnah yang menyertai Kitabullah jugaharus dipahami sebagai pelengkap atau penjelas ter-hadap apa-apa yang terdapat dalam Kitabullahtersebut. Dalam konteks ini, tentu saja Nabi tidakhanya membatasi informasi Sunnah itu kepadaAhlulbait-nya saja, tetapi juga kepada siapa saja dikalangan sahabatnya yang sempat mengetahuinya.Jadi, wasiat Nabi menjelang wafatnya bahwa yangbeliau tinggalkan bagi umatnya (Kitabullah, Sunnah,dan Ahlulbait-nya), ketiganya itu merupakan satukesatuan yang saling melengkapi untuk dijadikanpedoman, tempat kembali dan jawaban dari sejumlahpersoalan yang akan muncul di kalangan umat Islam.Nabi menjamin bahwa tidak akan sesat selama-lamanya bagi siapa saja yang berpegang teguhkepada ketiga perkara itu.

9

Page 11: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian Al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Tulisan tentang isu kajian hadis Sunni dan Syiahjuga dilakukan oleh Dr. Mujiyo Nurkholis dalam tulisanberikutnya yang berjudul “Ilmu Hadis dalam PerspektifSunni dan Syiah”. Mujiyo memokuskan pada masalahperbedaan dan persamaan ilmu hadis dalam duamazhab pemikiran Islam tersebut. Sumber kajiannyamerujuk kepada dua kitab ilmu hadis yang dianggaprepresentatif di kalangan Sunni dan Syiah, yakniManhaj al-Naqd fī ‘Ulūm al-Hadīts karya Nuruddin ‘Itryang mewakili kitab ilmu hadis yang disusun olehkaum Sunni dan Ushūl al-Hadīts wa Ahkāmuh fī ‘Ilm al-Dirāyah karya Ja’far al-Subhani yang mewakili kitab il-mu hadis yang disusun oleh kaum Syiah.

Di akhir kajiannya, Mujiyo berkesimpulan bahwadilihat dari sejarah perkembangan hadis dan ilmuhadis, Sunni dan Syiah memiliki eksistensi yangseimbang dalam pemeliharaan dan pengembanganstudi hadis. Hanya saja Sunni melangkah lebih duludibandingkan dengan Syiah dalam hal pembukuanhadis dan ilmu hadis. MenuMujiyo, kedua madzhabdalam Islam tersebut pada dasarnya sepakat dalamkebanyakan defnisi, tetapi terdapat beberapaperbedaan yang sangat strategis, yaitu defnisi hadisdan defnisi hadis sahih khususnya dalam hal sumberhadis dan kriteria periwayat yang hadisnya dapat men-capai kualitas sahih. Tetapi, secara teoretis rumusanilmu hadis di kalangan Sunni lebih netral dibandingkandengan rumusan serupa di kalangan Syiah. Mengenaikriteria hadis sahih, kalangan Sunni tidak secaraeksplisit membatasi periwayatnya harus bermadzhabSunni, sedangkan Syiah membatasinya dengan

10

Page 12: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengantar Penyunting

periwayat yang bermadzhab Syiah Imamiyah Itsna‘Asyariyyah.

Tulisan selanjutnya “Teori TMT2 dan TMT3 dalamPenelitian Hadis Syadz” oleh Dr. Reza PahleviDalimunthe. Ia memokuskan pada masalahpenggunaan sejumlah teori untuk meneliti hadis syadzatau hadis yang memiliki jalur periwayatan (sanad)yang menyendiri atau diriwayatkan oleh perawi yangterpercaya (tsiqat) yang bertentangan dengan perawiyang lebih terpercaya (awtsaq). Hadis yangdiriwayatkan oleh perawi yang lebih tsiqat dinamakanhadis mahfuzh. Jika kesalahannya fatal, maka haditssyadz tidak logis untuk dijadikan sumber ajaran Islam,karena ada hadits mahfuzh. Reza menerapkan limalangkah dalam menyelesaikan hadis syadz yang di-sebutnya teori TMT2 (tashhīh, muqaranah, tahlīl,tahkīm) sebagai upaya untuk memverifkasi sanad danTMT3 (tashhīh, muqaranah, tahlīl, tarjīh, tahkīm) untukmemverifkasi matan. Ia menerapkannya pada hadistentang mengangkat tangan saat salat. Dalam tulisanini, Reza mengungkap beberapa hadis yang tergolongsebagai hadis syadz, yakni riwayat Ibn al-Muqri,Ahmad, al-Nasa’i, Abu Dawud, al-Daruqthni, dan al-Tabrani. Ia berkesimpulan bahwa riwayat Ibn al-Muqrisebagai hadis terindikasi syadz, karena redaksi “padasalat zhuhur” (fi al-shalāt al-zhuhri) bertentangandengan redaksi hadis-hadis lainnya. Dari seluruhanalisis atas hadis-hadis itu juga, Reza berkesimpulanbahwa yang paling mendekati orisinalitas redaksi hadisadalah hadits Abu Dawud, salah satunya karena hadisitu memiliki sanad (jalur periwayatan) yang kuat.

11

Page 13: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian Al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Berikutnya adalah tulisan Dr. Mujiyo Nurkholisberjudul “Aplikasi Teori Qath’iyyat al-Wurūd wa al-Dilālah dalam Syarah Hadis”. Ia memokuskan padamasalah perbedaan pendapat di kalangan parapensyarah hadis terkait kaidah qath`iyyat al-wurūd waal-dilālah (kepastian otentisitas sumber dan lafal ataupenunjukkan) dalam hadis Nabi. Menurut ulamaHanafyah, hadis mutawatir saja yang termasukqath`iyy al-wurūd, sedangkan hadis ahad sama sekalitidak demikian. Dalam madzhab lain, terutamamadzhab al-Syaf`i, ia menyakup juga hadis ahad yangshahih.

Karenanya, pemberian label hukum terhadaptindakan Rasulullah Saw. oleh para penulis syarahhadis adakalanya dipengaruhi juga oleh pendapatmadzhabnya. Hal ini misalnya, tampak pada kasushadis tentang mandi janabah dan jilatan anjing padabejana. Mengingat kuatnya pengaruh pendapatmazhab itulah, Mujiyo berkesimpulan bahwapenerapan kaidah qath`iyyat al-wurūd wa al-dilālahdalam mensyarah hadis tidak saja memerlukan ilmuhadis dirayah dan riwayah tetapi juga ushul fqh danilmu-ilmu bahasa Arab (funūn al-`arābiyyah).

Tulisan terakhir tentang “Pengurusan Jenazahdalam Perspektif Hadis” yang dihubungkan denganpengurusan jenazah dalam masyarakat BandungTimur. Tulisan karya Dr. Reza Pahlevi Dalimunthe ini,memokuskan pada masalah sesuai atau tidaknyapraktik pengurusan jenazah pada beberapa lembagapengurusan jenazah di wilayah Bandung Timur denganhadis Nabi. Misalnya, dalam hal peralatan pengurusanjenazah, persiapan sebelum dan saat memandikan,

12

Page 14: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengantar Penyunting

menyisir rambut, tata cara mengkafani, menyalatkandan menguburkan jenazah. Reza menyimpulkan bahwaterdapat beberapa perbedaan substansial dan tidaksubstansial (tidak berimplikasi hukum) dalam praktikpengurusan jenazah di beberapa lembaga pengurusanjenazah dengan menggunakan tolok ukur hadis Nabi.Perbedaan yang tidak substansial misalnya, tampakpada penggunaan sabun dan pandan yang tidakterdapat pada masa Nabi, serta tata cara memandikanyang tidak mengakhiri siraman terakhir dengan airyang bercampur dengan gerusan kapur barusmelainkan hanya menyiram dengan air bersih lalugerusan kapur barus ditaburkan pada kain kafan.Sedangkan perbedaan yang substansial tampak padaadanya penggunaan pakaian berjahit berupa baju,gamis dan sorban. Padahal hadis melarangnya.

Selamat merayakan lustrum pertama bagiMadrasah Malem Reboan. Sukses terus! Cag.

Bandung, 15 Januari 2018

Dr. Jajang A. Rohmana

13

Page 15: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian Al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

14

Page 16: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Daftar Isi

DAFTAR ISI

Daftar Singkatan — iPengantar Penyunting — iiiDaftar Isi — xiii

Rosihon Anwar

Kajian Al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN BandungA. Pendahuluan — 1B. Wilayah Kajian al-Qur’an — 2C. Kajian al-Qur’an: Antara Sakralitas dan Profanitas — 5D. Dari Teosentris menuju Antroposentris — 7E. Beberapa Metode dan Teori — 10F. Kebijakan Universitas — 11G. Penutup — 12Daftar Pustaka — 12

Ahmad Qonit

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalam Al-Qur’an A. Pendahuluan — 15B. Metodologi — 17C. Tuhan dan al-Qur’an — 18D. Dua Sifat Tuhan: Maha Kasih dan Maha Kuasa — 20D. Penutup — 28

13

Page 17: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Daftar Pustaka — 28

Abdul Kodir

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektif al-Qur’an A. Pendahuluan — 31B. Konsep Manusia dan Pendidikan Islam — 33C. Pengembangan Pendidikan Berbasis al-Qur’an — 38D. Penutup — 44Daftar Pustaka — 45

Mohamad Anton Athoillah

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalam Pandangan Ulama Hadis Sunni A. Pendahuluan — 47B. Sekilas tentang Definisi Hadis — 48C. Wasiat Nabi: Otentisitas, Transmisi, dan Kontradiksi — 50D. ‘Itrah dan Sunnah: Dari Teks menuju Syarah — 52E. Antara Otentisitas dan Validitas: Awal Persoalan —55F. Metodologi dan Sumber Data — 56G. Penelusuran Sanad — 57H. Variasi Redaksi Matan — 64I. Analisis Kelompok Redaksi Matan I-IV — 66J. Analisis Fiqh al-Hadīts — 72K. Penutup — 77

Mujiyo Nurkholis

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

14

Page 18: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Daftar Isi

A. Pendahuluan — 79B. Sunni dan Syiah dalam Perkembangan Ilmu Hadis — 80C. Musthalah al-Hadits dan Ilmu Hadis Dirayah — 87D. Penutup — 100Daftar Pustaka — 101Reza Pahlevi Dalimunthe

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz A. Pendahuluan — 103B. Pembahasan — 103

1. Langkah Verifikasi pada Sanad — 1042. Langkah Verifikasi pada Matan — 105

C. Contoh Aplikasi — 1091. Verifikasi pada Sanad — 1102. Verifikasi pada Matan — 113

Daftar Pustaka — 121

Mujiyo Nurkholis

Aplikasi Teori Qath’iyyat al-Wurūd wa al-Dilālah

dalam Syarah Hadis

A. Pendahuluan — 123

B. Qath’iyyat al-Wurūd — 126

C. Wujūh al-Dilālah — 129

D. Aplikasi Kaidah Qath’iyyat al-Wurūd wa al-Dilālah — 136

15

Page 19: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

E. Penutup — 150Daftar Pustaka — 151

Reza Pahlevi Dalimunthe

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis A. Pendahuluan — 155B. Hadis Tata Cara Pengurusan Jenazah — 157C. Perbedaan Praktik Pengurusan Jenazah — 160D. Temuan dan Implikasi Hukum — 166F. Penutup — 167Daftar Pustaka — 168

Indeks — 171

16

Page 20: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN Bandung

KAJIAN AL-QUR’ANSEBAGAI PUSAT KEUNGGULAN UIN

BANDUNG

Prof. Dr. Rosihon Anwar

A. Pendahuluan

Paradigma “Wahyu Memandu Ilmu” yang menjadimodel koneksitas antara wahyu dan ilmu di lingkunganUIN Sunan Gunung Djati Bandung sejatinyamendorong sivitas akademikanya untuk menjadikan al-Qur’an sebagai pusat kajian. Wahyu dalam pandanganumum dimaknai dengan al-Qur’an dan penjelasannyadalam bentuk hadis. Rasanya sangat janggal bilawahyu ditempatkan sebagai pedoman (guide),sementara wahyu itu sendiri tidak dikaji secaramendalam.

Menjadikan kajian al-Qur’an sebagai pusatkeunggulan UIN Bandung sebenarnya dalam rangkamerealisasikan visi UIN Bandung itu sendiri, yaitu“menjadi universitas yang unggul dan kompetitif”. Ha-rus diakui bersama, sampai hari ini belum adarumusan (atau upaya merumuskan) keunggulan UINBandung tersebut. Kalau kita menilik beberapa UINlain di Indonesia, rasanya keunggulan yang dimaksudtampak dalam bentuk berbagai produk tulisan. UINJakarta misalnya, unggul dalam bidang kajian filsafatdan mistisisme. Mungkin karena di sana ada tokoh

1

Page 21: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

besar Harun Nasution. UIN Yogya unggul dalam bidangkajian perbandingan agama atau falsafah kalam.Mungkin karena di sana ada tokoh besar seperti A.Mukti Ali dan M. Amin Abdullah.

Upaya UIN Bandung menjadikan kajian al-Qur’ansebagai unggulan sebenarnya sudah diupayakandengan pembentukan Lembaga Pengkajian al-Qur’andan penunjukan “secara tidak resmi” beberapaprofesor sebagai arsiteknya. Sayang, sampai hari ini—saya tidak tahu apa kendalanya—yang membuatlembaga ini lebih sekedar sebagai wacana daripadakenyataan. Ia merupakan gagasan yang baru diwujud-kan, namun tak bergerak melalui kegiatan nyata yangmelibatkan sivitas akademika.

Pada saatnya nanti, ketika kajian al-Qur’an menjadiunggulan UIN Bandung, kampus ini akan melahirkanberbagai produk pengkajian al-Qur’an yangmemberikan solusi bagi persoalan-persoalankemanusiaan, kekampusan, dan kebangsaan.

B. Wilayah Kajian al-Qur’an

Menjadikan al-Qur’an sebagai obyek kajiansejatinya menjadikan semua hal yang berkaitandengannya sebagai obyek kajian. Sejauh ini parasarjana muslim menjadikan obyek kajiannya pada duakelompok besar: sekitar al-Qur’an (mā hawl al-qur’ān)dan sekitar yang ada di dalam al-Qur’an sendiri (mā fīal-qur’ān).

Contoh wilayah kajian kelompok pertama adalahkesejarahan al-Qur’an, sosiologi al-Qur’an, antropologial-Qur’an, psikologi al-Qur’an, peran dan fungsi al-

2

Page 22: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN Bandung

Qur’an, dan lainnya. Semua yang dikaji dalam ilmu-ilmu al-Qur’an seperti rasam, qira’at, ornamen masukke dalam wilayah kajian kelompok pertama. Tema-tema seperti ini penting dikaji sebagai penunjangterhadap kajian kandungan al-Qur’an sendiri, bukansemata-mata informasi. Di sinilah perlunya mengkajitema-tema di atas secara kritis dan filosofis. Sebagaicontoh, tema kesejarahan al-Qur’an diteliti untukmembuktikan bahwa al-Qur’an turun dalam rangkaberinteraksi dengan zaman. Dari sini kita menyadariperlunya mempelajari situasi sosio-kultural masyarakatArab ketika hendak mengkaji al-Qur’an. Pendek kata,tema-tema yang berada dalam wilayah pertamamenarik dikaji sejauh memberi kontribusi pemaknaanterhadap kandungan al-Qur’an.

Wilayah kajian al-Qur’an kedua adalah kandunganal-Qur’an sendiri. Tugasnya adalah mengungkapkandungannya semaksimal mungkin. Salah satukarakter bahasa yang digunakan al-Qur'an adalahmulti-makna. Sebuah riwayat yang disampaikan AbuNu`aim dan lainnya dari Ibn `Abbas (w. 68 H./689 M.)menyatakan bahwa al-Qur'an memiliki beberapa sisidan makna (dzu al-wujūh).1

Penjelasan yang berasal dari al-Suyuthi (849-911H./1445-1505 M.) menyatakan bahwa maksud hadis ituadalah bahwa al-Qur'an memiliki dua sisi pemaknaan.Pertama, kata-katanya terbuka bagi penakwilan.

1 Redaksi haditsnya adalah على فاحملوه وجوه ذو ذلول القرآن وجوهه أحسن . Lihat al-Zarkasyi, al-Burhān fī `Ulūm al-Qur`ān

(Bairut: Dār aAl-Ma`rifah, 1391 H.), Jilid 2, hlm. 163; Jalaluddin al-Suyuthi, Al-Itqān fī `Ulūm al-Qur’ān, (Bairut: Dār Al-Fikr, t.th.), juz 2,hlm. 180.

3

Page 23: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Kedua, sisi al-Qur'an berupa perintah, larangan,sugesti, halal, dan haram.2 Karena ketakterhinggaanmaknanya, menurut sebagian ulama, setiap ayat al-Qur'an mengandung 60.000 pemahaman,3 bahkan —menurut ulama lain— 70.200 karena setiap kata (didalamnya) adalah sebuah pengetahuan, dan kemudian(jumlah) itu dapat berlipat empat karena setiap katamempunyai aspek lahir, batin, awal, dan akhir.4

Sebagai tambahan, al-Biqa`i (w. 885 H./ 1480 M.)dengan indah menggambarkan al-Qur'an dengankarakteristiknya di atas bagaikan intan yang setiapsudutnya memancarkan cahaya berbeda dengan yangterpancar dari sudut-sudut lainnya.5 Dalam sudutpandang tertentu, justru itulah yang menjadikan al-Qur'an berbeda dengan kitab-kitab konvensional dansekaligus menjadikannya tetap aktual dan mudahditerapkan dalam berbagai kondisi dan tempat.6

2 Suyuthi, al-Itqān, Juz 2, hlm. 180.

3 Al-Qanuji, Abjād al-`Ulūm al-Wasyi al-Marqum fi Bayān Ahwal al-`Ulūm, (Bairut: Dār al-Kutub al-`Ilmiyyah, 1978), Jilid 2, hlm. 183.

4 Muhammad `Abd al-`Azhim al-Zarqani, Manahil al-‘Irfan fi 'Ulum al-Qur'an, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Jilid 1, hlm. 23.

5 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1992),hlm. 16.

6 Sebuah penelitian tentang keunikan bahasa Arab, bahasa yang digunakan al-Qur'an, telah dilakukan Quraish Shihab, Mu`jizat al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1997). Di dalamnya, umpamanya, ia mengutip pendapat De’ Hammaer yang mengemukakan bahwa ka-ta yang menunjukkan unta dan keadaannya ditemukan sebanyak 5.644 kata. Kekayaan makna yang dimuat kata-kata dalam al-Qur'an mendorong pakar `Ulumul Qur’an meletakkan sebuah cabang disiplin ilmu bernama al-Wujūh wa al-Nazhā’ir. Menurut Ibn al-Jauzi, wujuh dan nazha’ir adalah satu kata yang diulang di beberapa tempat dalam al-Qur'an, tetapi maknanya berbeda-beda.Kata yang diulang-ulang itu disebut nazhir/nazhā’ir, sedangkan maknanya yang berbeda-beda disebut wajh/wujuh. Dengan demi-

4

Page 24: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN Bandung

Untuk mempermudah wilayah pengkajian,kandungan al-Qur’an dapat diklasifikasikan menjaditema-tema sesuai dengan latar belakang fakultas yangada di UIN Bandung. Dengan demikian tema-temanyaadalah Ushuluddin (teologi, filsafat, tasawuf, studiagama-agama (muqaranatul-adyan), Syari`ah,Tarbiyah, Dakwah, Adab/ Sastra, Sains, Psikologi, danPolitik. Tiap fakultas dapat mengkaji kandungan al-Qur’an sesuai dengan bidangnya.

Tema yang dikaji dikatakan menarik dan pentingsejauh bisa memenuhi tujuan tafsir itu sendiri, yaitumenyelesaikan problem kekinian. Sebab, hakekat tafsiradalah menyelesaikan problem. Itu sebabnya, tema-tema pokok ini harus dikaji sambil mengaitkan denganproblem kekinian. Sebagai contoh, kajian tentangteologi dalam pandangan al-Qur’an tidak cukup hanyadengan menjelaskan dasar-dasar teologi yangdibangun al-Qur’an, tetapi harus sampai padapengkajian bagaimana teologi itu mampu menjadi elanvital seseorang menjadi seorang muslim yang ungguldan tangguh. Kajian tasawuf dalam al-Qur’an tidaksebatas dasar-dasar tasawuf, tetapi dijelaskan pulabagaimana dasar-dasar itu dapat diaplikasikan sehing-ga seseorang menjadi zahid sejati.

kian, nazhā’ir berkenaan dengan kata, sedangkan wujuh berkenaan dengan makna. Definisi lain dikemukakan al-Zarkasyi. Menurutnya, wujuh adalah kata yang musytarak (polisemi), yakni satu kata yang memiliki makna lebih dari satu, seperti kata “al-ummah”, sedangkan nazhā’ir adalah kata-kata yang bermiripan. Lihat lebih lanjut pada Fahd ibn `Abd al-Rahman ibn Sulaiman al-Rumi, Ushūl al-Tafsīr wa Manīhijuh (Riyadh, 1413 H.), hlm. 127-129 dan Muhammad ibn `Alawi al-Maliki al-Hasani, Zubdah al-‘Itqān fī ‘Ulūm al-Qur’ān, (Jeddah: Dār al-Syurūq, 1983), hlm. 124-127.

5

Page 25: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Dalam terminologi ilmu tafsir, tematisasikandungan al-Qur’an dinamai mawdhu`i, mengkaji al-Qur’an berdasarkan tema-tema tertentu. Sejauh ini,para mufasir melakukannya dengan cara mencaritema-tema berdasarkan kata-kata yang ada dalam al-Qur’an, misalnya al-`adalah, al-musyawarah, al-nikah,dan ummah. Hasil pengkajiannya lalu dikonfrontirdengan persoalan aktual. Cara seperti ini disebut minal-nāsh ila al-wāqi’ (gerakan dari teks menuju realitas).Untuk memenuhi hasil kajian al-Qur’an yangdiharapkan, sebaiknya cara pergerakan di atas dibalik,bukan dari teks menuju realitas, tetapi dari realitasmenuju teks (min al-wāqi` ila al-nāsh). Dengan ge-rakan terbalik ini, setiap pengkaji dapat menyelesaikansetiap problem kekinian dengan solusi al-Qur’an.Dengan gerakan terbalik ini pula, pengkaji dapatmemunculkan tema-tema aktual, seperti korupsi,toleransi, pluralitas keagamaan, radikalisasi agama,kejahatan koorporasi, spiritualitas, lingkungan, dankesalehan kampus.

Pada prakteknya, mengkaji tema al-Qur’anterkadang membutuhkan latar belakang keahlian yangmulti. Di sinilah perlunya sebuah tim yang terdiri darilatar belakang berbeda untuk mengkaji satu tema.Misalnya, tema-tema sains tentu membutuhkanpengkaji dengan latar belakang multidisiplin. Demikianpula dengan tema ekonomi, psikologi, sosiologi danpolitik dalam praktek menafsir. Model pengkajianmultidisiplin ini disebut dengan tafsir jama`i, tafsirkolektif. Dalam konteks UIN Bandung, beberapapengkaji dari berbagai fakultas dapat bergabungdalam sebuah tim untuk mengkaji tema-tema tertentu.

6

Page 26: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN Bandung

C. Kajian al-Qur’an: Antara Sakralitas dan Profanitas

Ada dua sisi al-Qur’an yang tidak dapat dipisahkansatu dengan yang lain. Sisi pertama adalah sisisakralitasnya. Dalam konstruk teologi Asy`arian (aliranpemikiran Imam al-Asy’ari), sisi keilahian wahyu bukanhanya terletak pada bunyinya, tetapi juga pada hurufdan maknanya (lafzhan wa ma`nan). Al-Qur’an secaraverbatim adalah sakral. Untuk itulah, para sarjanamuslim dari kalangan Asy`arian mencoba membangunberbagai argumentasi kemukjizatan al-Qur’an yangterdapat dalam mushaf versi Utsmani.7 Sisi yang keduaadalah sisi kebumiannya/profanitasnya. Dalamkonstruk teologi Mu`tazilian, aspek verbatim al-Qur’anadalah sisi keduniaan yang karenanya bersifat profan.Huruf, tulisan, kertas adalah profan, sedangkan sakrali-tasnya terletak pada yang disimbolkannya.

Ada konsekuensi terhadap model kajian al-Qur’andengan mempertimbangkan dua sisi kitab sucipertama. Pandangan sakralitas al-Qur’an menggiringpengkaji pada kesimpulan adiluhung bahwa al-Qur’anitu lengkap, menjelaskan segala persoalan, tidak adakekurangan di dalamnya, segala penemuan moderntelah diisyaratkan al-Qur’an, dan lain sebagainya. Adajustifikasi doktrinal di sana. Inilah yang mendominasi—meminjam istilah Muhammad Arkoun— nalarmasyarakat Arab. Tidak ada yang salah dengan kajianseperti ini. Dalam hal tertentu, bahwa kajian seperti ini

7Karya-karya primer dalam bidang Ulumul Qur’an seperti Al-Burhān-nya al-Zarkasy dan Manāhil al-Irfān-nya al-Zarqani memberikan banyak informasi tentang hal ini.

7

Page 27: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

merupakan keharusan bagi seorang mukmin. Namun,kajian seperti ini cenderung tidak kritis dan tidakobyektif, dua hal yang seharusnya ada dalam sebuahkajian.

Berbeda dengan pandangan bahwa dalam al-Qur’an ada unsur profannya yang menjadikan kajianterhadapnya lebih kritis dan obyektif. Sejauh ini, kajianseperti ini dilakukan oleh beberapa tokoh orientalisseperti Montgomery Watt dan Richard Bell. Namun, se-jauh tokoh orientalis melakukan pengkajiannya secaraobyektif dan bermotifkan keilmuan, ternyatakesimpulannya tidak jauh dengan kesimpulanadiluhung sebagaimana ditemukan kelompok pertamadi atas. Beberapa sarjana muslim kritis juga mengikuticara penelitian seperti ini, catatlah misalnya tokoh-tokoh kontemporer seperti Nasr Hamid Abu Zaid,Hassan Hanafi, Muhammad Arkoun, ‘Abdullah AhmedAn-Naim, Fetima Mernisi, dan Rif`at Hasan. Tokoh-tokoh ini—dengan kekriritisannya—memang kerapmemberikan kesimpulan-kesimpulan yang kontro-versial.

Bagi para pengkaji muslim, sakralitas danprofanitas al-Qur’an barangkali harus ditempatkansecara proporsional. Sebagai teks suci, al-Qur’an tidakdapat disejajarkan dengan obyek-obyek penelitianyang tidak suci. Namun, hal itu tidak menjadikanpengkajian terhadapnya terlalu bias sehinggacenderung subyektif. Di sinilah problem pengkajian al-Qur’an bagi seorang muslim.

D. Dari Teosentris menuju Antroposentris

8

Page 28: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN Bandung

Proyek membumikan al-Qur’an yang digagasMuhammad ‘Abduh sebenarnya kritis terhadap kajianal-Qur’an klasik yang terlalu dominan membahasmasalah ketuhanan atau teologi, sementara problemkekinian dan kedisinian relatif terabaikan. Gerakanmasif yang dilakukan madrasah ‘Abduh dan paramuridnya seperti Qasim Amin dan Abdur-Raziqmenjadikan al-Qur’an lebih membumi. Perubahanparadigma dari teosentris menuju antroposentrissebenarnya upaya untuk melibatkan manusia sebagaiobyek secara dominan. Dengan paradigma ini, yangmenjadi sentral pengkajian adalah masalah kema-nusiaan, bukan ketuhanan. Kalaupun masalah teologidisinggung, mainstream-nya tetap tentang ke-manusiaan.

Paradigma ini sejatinya melahirkan model peneliti-an yang berbeda terhadap kandungan al-Qur’andibandingkan dengan model sebelumnya. Menariksaya kemukakan “Lima Program Reinterpretasi” yangdiformulasi secara baik oleh Kuntowijoyo:8

a. Perlunya dikembangkan penafsiran sosial strukturallebih daripada penafsiran individual ketikamemahami ketentuan-ketentuan dalam al-Qur'an.Selama ini, kita melakukan penafsiran yang bersifatindividual ketika memahami, misalnya, sebuah ayatyang menyatakan larangan untuk hidup berlebih-lebihan. Dari penafsiran individual terhadapketentuan ini sering timbul sikap untuk mengutukorang-orang yang hidup berfoya-foya, yang memilikivila-vila di Puncak, atau yang mempunyai banyak

8 Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, Mizan, Bandung, 1991, hlm. 283-285.

9

Page 29: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

simpanan deposito di bank luar negeri.Sesungguhnya kecaman-kecaman itu sah adanya.Tapi yang lebih mendasar sebenarnya adalah men-cari sebab-sebab struktural kenapa gejala hidupmewah dan berlebihan itu muncul dalam kontekssistem sosial dan sistem ekonomi. Dengan upayaini, penafsiran kita terhadap gejala hidup mewahharus lebih dikembangkan pada perspektif sosial,pada perspektif struktural. Dari penafsiran sema-cam ini, mungkin kita akan menemukan akarmasalahnya yang paling esensial, yaitu terjadinyakonsentrasi kapital, akumulasi kekayaan, dan sistempemilikan sumber-sumber penghasilan atas dasaretika keserakahan. Gejala-gejala seperti inilahsebenarnya yang harus kita rombak agar tidakmemungkinkan terjadinya gaya hidup mewah, gayahidup yang secara moral maupun sosial sangatdikecam al-Qur'an.

b. Mengubah cara berpikir subyektif ke cara berpikirobyektif. Tujuan dilakukannya reorientasi berpikirsecara obyektif ini adalah untuk menyuguhkanIslam pada cita-cita obyektif. Tentang ketentuanzakat, misalnya. Secara subyektif, tujuan zakatmemang diarahkan untuk “pembersihan” harta kita,juga untuk pembersihan jiwa kita. Tetapisesungguhnya sisi obyektif zakat pada intinyaadalah tercapainya kesejahteraan sosial.Kesejahteraan sosial itulah yang menjadi sasaranobyektif dikeluarkannya ketentuan untuk berzakat.Dari reorientasi semacam ini, kita dapat me-ngembangkan tesis yang lebih luas bahwa Islambenar-benar ingin memperjuangkan tercapainya

10

Page 30: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN Bandung

kesejahteraan sosial yang di dalamnya zakatmerupakan salah satu sarananya. Demikian jugakalau kita berbicara tentang larangan riba.Ketentuan itu misalnya perlu kita beri konteks padacita-cita egalitarianisme ekonomi untuk tercapainyakesejahteraan sosial. Oleh karena itu, pada levelaktual, kita dapat saja mengembangkan bentuk-bentuk institusi bank yang bebas bunga (zero bankinterest) yang tidak menggunakan rente, untukmembantu pemilikan modal bagi kelas ekonomilemah.

c. Mengubah Islam yang normatif menjadi teoritis.Selama ini, kita cenderung lebih menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an pada level normatif, dan kurangmemperhatikan adanya kemungkinan untukmengembangkan norma-norma itu menjadikerangka-kerangka teori ilmu. Secara normatif, kitamungkin hanya dapat mengembangkan tafsiranmoral ketika memahami konsep tentang fuqara dankonsep tentang masakin. Kaum fuqara dan masakinpaling-paling hanya akan dilihat sebagai orang-orang yang perlu dikasihi sehingga kita wajibmemberikan sedekah, infak, atau zakat kepadamereka. Dengan pendekatan teoritis, kita mungkinakan dapat lebih memahami konsep tentang kaumfakir dan kaum miskin pada konteks yang lebih real,lebih faktual, sesuai dengan kondisi-kondisi sosial,ekonomi, maupun kultural. Dengan cara itu, kitadapat mengembangkan konsep yang lebih tepattentang siapa sesungguhnya yang dimaksudsebagai fuqara dan masakin itu; pada kelas sosialdan ekonomi apa mereka berada dalam suatu

11

Page 31: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

masyarakat; dan sebagainya. Demikianlah, kalaukita berhasil memformulasikan Islam secara teoritis,maka banyak disiplin ilmu yang secara orisinaldapat dikembangkan menurut konsep-konsep al-Qur'an.

d. Mengubah pemahaman yang ahistoris. Selama inipemahaman kita mengenai kisah-kisah yang ditulisdi dalam al-Qur'an cenderung sangat bersifat a-historis. Padahal, maksud al-Qur'an menceritakankisah-kisah itu adalah justru agar kita berpikirhistoris. Misalnya, kisah tentang bangsa Israel yangtertindas pada zaman Fir`aun sering hanya kitapahami pada konteks zaman itu. Kita tidak pernahberpikir bahwa apa yang disebut sebagai kaum ter-tindas itu sebenarnya ada di sepanjang zaman danada pada setiap sistem sosial. Contoh lain, mi-salnya, di dalam sebuah ayat kita diperintahkanuntuk “membebaskan mereka yang terbelenggu”.Dengan cara berpikir historis, kita akan dapatmengidentifikasi siapakah yang dimaksudkansebagai golongan “yang terbelenggu” itu dalamsistem sosial politik kita kini.

e. Merumuskan formulasi-formulasi wahyu yangbersifat umum (general) menjadi formulasi-formulasi yang spesifik dan empiris. Dalam sebuahayat disebutkan bahwa Allah mengecam orang-orang yang melakukan sirkulasi kekayaan hanya dikalangan kaum kaya. Pernyataan jelas bersifatumum dan normatif. Oleh karena itu, kita perlumengartikan pernyataan itu pada pengertian yanglebih spesifik dan empiris. Itu berarti kita harusmenerjemahkan pernyataan itu ke dalam realitas

12

Page 32: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN Bandung

sekarang; bahwa Allah mengecam keras adanyamonopoli dan oligopoli dalam kehidupan ekonomidan politik, adanya penguasaan kekayaan olehkalangan tertentu di lingkungan elite yang berkua-sa. Dengan menerjemahkan pernyataan yang umumitu secara spesifik untuk menatap gejala yangempiris, pemahaman kita terhadap Islam akanselalu menjadi kontekstual, sehingga ia dapatmenumbuhkan kesadaran mengenai realitas sosial.Dan hal ini, pada gilirannya, akan menyebabkanIslam menjadi agama yang lebih mengakar di te-ngah-tengah gejolak sosial sekarang.

E. Beberapa Metode dan Teori

Berangkat dari kejatidirian al-Qur’an yangmengandung sakralitas dan profanitas secarabersamaan, sebaiknya dicarikan metode dan teorikajian yang mandiri. Sebagai kilas balik, para ulamamuslim berhasil menemukan empat metode standardalam mengkaji al-Qur’an, yaitu tahlili(parsial/analitis), ijmali (global), muqaran (komparasi),dan maudhu`i (tematik). Belakangan beberapa tokohkontemporer memberikan kontribusi denganmelahirkan beberapa teori yang cukup penting dipakaidalam pengkajian al-Qur’an. Catat misalnya teoridouble movement milik Fazlur Rahman, teori herme-neutika Hassan Hanafi, teori teks Nasr Hamid AbuZaid, teori strukturalisme Muhammad Arkoun, teorisemiotik yang dikembangkan oleh beberapa orangtokoh, dan lain sebagainya.

13

Page 33: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Untuk kepentingan koneksitas keilmuan, beberapakeilmuan bahasa dapat pula dijadikan sebagaipendekatan, seperti psiko-linguistik, semiotik,semantik, strukturalisme, dan hermeneutik. Ilmu-ilmuyang masuk dalam rumpun ilmu-ilmu sosial, sepertisosiologi dan antroplogi dapat pula dijadikan sebagaisebuah pendekatan dalam kajian al-Qur’an.

F. Kebijakan Universitas

Konsekuensi logis menjadikan kajian al-Qur’ansebagai unggulan bagi UIN Bandung adalah lahirnyakebijakan-kebijakan strategis. Beberapa di antaranyaadalah:

1. Perubahan Kurikulum Tentu tidak sederhana menyusun kurikulum yangberbasiskan kajian al-Qur’an. Karenanya, harus adatim khusus yang dibentuk untuk mencari formulasikurikulum yang dimaksud. Universitas harus meng-optimalkan peranan guru besar dan konsorsium ke-ilmuan untuk mensukseskan hal ini.

2. Tema Penelitian Kajian al-Qur’an harus tercermin pula dalam tema-tema penelitian, baik yang dilakukan dosen maupunmahasiswa. Sebagaimana kurikulum, harus adaformulasi khusus dalam pemetaan judul penelitian.

3. Gerakan Penulisan Kajian al-Qur’an Kebijakan ini dapat dilakukan dengan pengalokasiananggaran bagi para dosen untuk menulis bukuberbasis kajian al-Qur’an.

4. Penguatan Keilmuan al-Qur’an

14

Page 34: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an sebagai Pusat Keunggulan UIN Bandung

Harus ada kebijakan ke arah pelatihan terhadapsivitas akademika tentang perangkat-perangkatdasar pengkajian al-Qur’an.

5. Kerjasama Kerjasama dengan lembaga-lembaga luar untukmemperkuat kajian al-Qur’an saya kira penting puladilakukan.

G. Penutup

Tulisan yang sederhana ini —karena keterbatasan— sebenarnya belum bisa merepresentasikan apayang seharusnya ditulis. Namun, setidaknya tulisan inidapat dijadikan bahan diskusi awal untuk menyusunformulasi strategis dalam rangka menjadikan kajian al-Qur’an sebagai pusat keunggulan UIN. Semoga.

Daftar Pustaka

al-Hasani, Muhammad ibn `Alawi al-Maliki. 1983.Zubdah al-‘Itqān fī ‘Ulūm Al-Qurā’n. Jeddah: Dāral-Syurūq.

al-Qanuji. Abjad al-`Ulūm al-Wasyi al-Marqum fī BayānAhwāl al-`Ulūm, Juz 2. Bairut: Dār al-Kutūb al-`Ilmiyyah.

al-Rumi Fahd ibn `Abd al-Rahman ibn Sulayman. 1413H. Ushūl Al-Tafsīir wa Manāhijuh. Riyadh: t.p.

al-Suyuthi. Jalaluddin. t.th. al-Itqān fī `Ulūm al-Qur’ān,Juz 2. Bairut: Dār al-Fikr.

al-Zarkasyi. 1391 H. al-Burhān fī `Ulūm al-Qur`ān, Juz2. Bairut: Dār al-Ma`rifah.

Kuntowijoyo., 1991. Paradigma Islam: Interpretasiuntuk Aksi. Bandung: Mizan.

15

Page 35: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Muhammad `Abd al-`Azhim al-Zarqani. t.th. Manāhilal-‘Irfān fi 'Ulūm al-Qur'ān, Juz 1. Beirut: Dār al-Fikr.

Muhammad Quraish Shihab. 1992. Membumikan al-Qur'an. Bandung: Mizan.

_____. 1997. Mu`jizat al-Qur'an. Bandung: Mizan.

16

Page 36: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

SENTRALITAS SIFAT MAHA KASIH DAN MAHA KUASA TUHAN DALAM AL-

QUR’AN

Dr. Ahmad Qonit

A. Pendahuluan

Di dalam sejarah Islam, terdapat dua tradisi besaryang sangat berpengaruh dalam membangunkhazanah peradaban Islam hingga kini, yakni ahliteologi (mutakallimûn) dan Sufi (mutashawwifûn). Duatradisi ini memiliki kecenderungan berbeda dalam me-mandang sentralitas nama atau sifat Tuhan.Mutakallimûn cenderung memandang sifatKemahakuasaan (kuasa) sebagai sentral atau inti darisifat Tuhan, sedangkan mutashawwifun cenderungmemandang sifat Kemahapengasihan (kasih) sebagaisentral.1 Fazlur Rahman berupaya memadukan duapandangan tersebut, walaupun pada dasarnya iacenderung pada pandangan mutakallimûn. Diamengatakan bahwa kekuasaan dan kebesaran-Nyaadalah arti yang terutama dari sifat-Nya yang serbamencakup, tetapi yang lebih penting adalah bahwaTuhan menunjukkan kebesaran, kekuasaan, dan keser-

1 Sachiko Murata, The Tao of Islam, 1998, Bandung, Mizan, hlm. 30-31.

15

Page 37: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

bamencakupan-Nya itu terutama sekali melaui keselu-ruhan manifestasi kepengasihan-Nya.2

Perbedaan kecenderungan di antara mutakallimûndan mutashawwifûn tersebut memang memiliki akar-akar historisnya tersendiri. Sejak abad kedelapanMasehi, polemik antara kaum intelektual Kristen danIslam tentang takdir yang mempersoalkan kekuasaanTuhan (predestination) dan kebebasan kehendakmanusia (freewill) telah melahirkan pandanganQadariyah dan Jabariyah. Ia kemudian berkembangmenjadi dua aliran besar (utama) dalam teologi Islam,yaitu Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Wacana tentang sifatkekuasaan Tuhan yang menjadi pusat perhatian dalampemikiran mutakallimûn tersebut, pada gilirannyabergeser menjadi suatu kecenderungan utama yangmemandang sifat Kemahakuasaan sebagai sifatsentral bagi Tuhan.3 Bagi kalangan mutakallimûn, sifatsentral Kemahakuasaan Tuhan tersebut merupakansumber utama dari seluruh ajaran Islam, termasukbidang akidah.4

Sementara itu, tradisi Sufi yang berkembang—sebagai bentuk pelarian (escapism) terhadap gayahidup mewah kerajaan dengan cara mendekatkan dirikepada Tuhan—cenderung memandang Tuhan YangMaha Pengasih dan Maha Penyayang sebagai titik sen-

2 Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Bandung, Pustaka, 1983, hlm. 10-11.

3 H. l. Beck dan N. J. G. Kaptein, Pandangan Barat Terhadap Literatur, Hukum, Filosofi, Teologi dan Mistik Tradisi Islam, 1988, INIS, Jakarta, hlm. 47.

4 A. Hidayat, Konsep Kekuasaan Tuhan, Tela’ah Tafsir, Disertasi, 1991, Fakultas Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hlm. iv.

16

Page 38: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

tral. Hal ini bisa dipahami mengingat sifat tersebutlebih memberi peluang untuk membangun komunikasidan kedekatan dengan Tuhan.

Sufi terkemuka, Ibn ‘Arabi misalnya, mengkritikpandangan mutakallimûn di atas. Ia menyatakanbahwa Tuhan para teolog adalah Tuhan yang tidakmungkin dan mustahil bisa dicintai, karena Dia terlalujauh dan tidak bisa dipahami. Namun, Tuhannya al-Qur’an, Nabi, dan otoritas-otoritas spiritual adalahTuhan yang benar-benar bisa dicintai, karena Dia be-gitu memperhatikan makhluk-Nya.5

Pandangan para sarjana yang meyakini sifatKemahakuasaan sebagai sentral—sebagaimanadiyakini para teolog dan juga sarjana seperti FazlurRahman—pada dasarnya berupaya menjawab tuduhanpara sarjana Barat yang menganggap adanyakontradiksi gambaran Tuhan dalam al-Qur’an dilihatdari aspek kekuatan-Nya saja, yakni kekuatan yangkejam dan sebagai seorang raja lalim yang semena-mena.6 Oleh karena itu, bisa dipahami bila pandangansarjana Muslim tersebut berupaya menekankan konsepkesatupaduan sifat-sifat Tuhan dalam Kemahakuasaan-Nya.

Tulisan ini memfokuskan pada dua sifat sentraldalam al-Qur’an yang diyakini para teolog dan Sufitersebut, yakni sifat Kemahakuasaan danKemahakasihan. Penulis berusaha menggambarkandua sifat tersebut secara tematik dalam al-Qur’an.

5 Al-Futûhât Al-Makiyyah, II, 326.12; Dikutip Murata, 30, dalam Chittick, The Sufi Path of Knowledge, hlm.180.

6 Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an. Bandung: Pustaka, 1983, hlm. 2.

17

Page 39: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Kajian ini berupaya membiarkan “struktur teks”berbicara dan mengungkapkan kedua sifat tersebutapa adanya. Hasilnya diharapkan bisa menjadi bahanpembanding bagi pandangan para ulama dan sarjanasebelumnya.

B. Metodologi

Penelitian ini merupakan telaah penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan metode tafsir tematik(al-tafsir al-maudhu’i) terhadap ayat-ayat al-Qur’anyang mengungkapkan nama-nama Tuhan, khususnyaal-Rahmân dan al-‘Azîz relasinya dengan simbol ketu-hanan (rabb dan ilah). Metode ini belakangan dikenaldengan metode “intertekstualitas,” yakni berusahamenggabungkan atau mengomparasikan seluruh ayatyang memiliki topik pembahasan yang sama.7 Sebagaisebuah proses penafsiran, hasil kajian ini sangat diten-tukan oleh perspektif dan asumsi-asumsi dasar yangdipergunakan penulis ketika membaca ayat-ayat al-Qur’an.

C. Tuhan dan al-Qur’an

Secara epistemologis, pembahasan tentang Tuhanmerupakan problem yang paling rumit. Akal sebagaiinstrumen yang dimiliki manusia untuk memahamiTuhan bersifat relatif, sedangkan Tuhan merupakanrealitas mutlak.

7 Sahiron Syamsuddin, Metode Intertektualitas Muhammad Shahrur dalam Penafsiran al-Qur’ân, di dalam, Studi al-Qur’ân Kontemporer, 2002, Yogyakarta, Tiara Wacana, hlm. 137.

18

Page 40: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

Namun, Ibn ‘Arabi berhasil memecahkan persoalanini dengan merumuskan teori tentang dimensi Tuhan.Menurutnya, Tuhan memiliki dua dimensi. Pertama,dimensi Tuhan di dalam diri-Nya sendiri atau Tuhansebagai Zat, yakni Esensi-Nya. Kedua, dimensi Tuhanyang berhubungan dengan makhluk-Nya. Tuhan se-bagai dimensi pertama tidak mungkin dijangkau olehmanusia. Tiada yang dapat diketahui tentang Tuhankecuali apa yang Dia nyatakan. Dia menyatakan diri-Nya pada dimensi kedua.8

Manusia mungkin bisa mengetahui Tuhan padadimensi kedua. Dimensi ini merupakan wilayah kerjateologi. Di sinilah posisi al-Qur’an berada. Tuhan atasinisiatif sendiri menyatakan diri-Nya secara verbal da-lam dimensi yang dapat dipahami manusia secararasional. Tuhan sendiri menyatakan bahwa dimensi inidiperuntukkan bagi manusia agar dapat dipahami. Halini sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya dalamQ. S. Yusuf/12: 2: “Sesungguhnya Kamimenurunkannya berupa bacaan berbahasa Arab agarkamu memahaminya”. Tuhan sebagaimana digam-barkan al-Qur’an adalah Tuhan dalam dimensi kedua,yaitu Tuhan yang telah dipersiapkan-Nya untukdipahami manusia sebagai bagian dari hidayah bagikehidupan manusia.

Salah satu ciri dari esensi tekstualitas al-Qur’anadalah bahwa ia merupakan wahyu Allah kepada NabiMuhammad Saw. (Q. S. Al-Syura/42: 51-52). Maknawahyu (Arab: waḥy) menurut bahasa adalah

8 William C. Chittick, The Sufi Path of Knowledge, Hermeneutika al-Qur’ân Ibnu Al-‘Araby, 2001, Yogyakara, Qalam, hlm. 51; Murata, The Tao of Islam, hlm. 89.

19

Page 41: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

“pemberian informasi secara rahasia”. Semua maknawahyu dalam kamus bahasa Arab (seperti “ilham,isyarat, tulisan, dan ujaran”) tercakup dalampengertian “pemberian informasi secara rahasia”tersebut.9 Dengan demikian, wahyu al-Qur’an adalahpemberian informasi dari Allah kepada Nabi (manusia)melalui perantaraan malaikat Jibril. Meminjam istilahIzutsu, pengertian ini menunjukkan bahwa hakikatwahyu adalah “komunikasi verbal” Tuhan kepadamanusia untuk menyampaikan pesan-pesan-Nya agarmanusia berperilaku baik dalam beragama.10

Pengertian ini tampak mengandung pengertianbahwa Allah sebagai Tuhan memiliki peran palingsentral di dalam al-Qur’an, karena Dia adalahPembicara Tunggal. Peran sentral berikutnya dimilikioleh manusia sebagai pihak yang dituju oleh Allahuntuk melakukan tindakan beragama sesuai pesan-pesan-Nya. Hubungan di antara keduanya tidak dapatdiabaikan dan menjadi perhatian berikutnya dalam Al-Qur’an. Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwaterdapat tiga hal penting yang menjadi perhatianutama di dalam al-Qur’an. Pertama, Allah sebagaiTuhan (Rabb dan Ilâh). Kedua, manusia sebagaihamba. Ketiga, hubungan di antara keduanya, yaknihubungan antara Tuhan dengan hamba.

Sebagai Tuhan, Dia memiliki tindakan dan sifatatau simbol tertentu yang tidak mungkin dimiliki atau

9 Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas al-Qur’ân, 2005, Yogyakarta, LKiS, hlm. 30.10 Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, 1997, Yogyakarta,Tiara Wacana, hlm. 165.

20

Page 42: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

dipakai oleh selain-Nya. Sebagai Rabb misalnya, Diamencipta (manusia, alam semesta dan lainnya),menurunkan wahyu (al-Kitab, al-Qur’an), menyiapkansurga dan neraka, memberi pahala dan siksa atauadzab, sebagai penguasa pada hari kiamat dan akhi-rat, menjanjikan kebangkitan di akhirat, menentukandan memberi syafa’at, menentukan manfaat dan ma-darat, memiliki sifat-sifat seperti ilâh, rabb, raja(malik), dzikr, shirat, ayat dan sebagainya.

Sebagai Ilâh, Dia menerima (menjadi sasaran)tindakan kehambaan makhluk-Nya, seperti manusia(kepada-Nya) bersujud, beribadah, bertawakal,berdo’a, bersyukur, bertakwa, beriman, tunduk danpatuh. Dalam hubungannya dengan Tuhan, manusiadapat dinilai berdosa, ingkar, kafir, dan musyrik ketikamelakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaranAllah. Simbol-simbol tindakan kehambaan yangdiorientasikan kepada Tuhan seperti ini, sekaligusmerupakan simbol ketuhanan Allah sebagai Ilâh(sasaran penghambaan). Di samping itu, terdapatsifat-sifat yang tidak secara langsung atau khususberkaitan dengan manusia, seperti Maha Mengetahuiyang gaib dan yang nyata, bersemayam di arsy, raja diakhirat dan sebagainya, yang dapat dikatakan sebagaisimbol ketuhanan secara umum.

Selain Tuhan, asumsi penting kedua adalahtentang Al-Qur’an. Ia merupakan kitab suci yangmemiliki fungsi dan misi tertentu bagi manusia, yaituhidayah, petunjuk, pedoman untuk membentuk danmelaksanakan tugas pokok manusia di dunia sebagaihamba dan khalifatullah (Q. S. 51: 56; 2: 30). Melalui

21

Page 43: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

sudut pandang penisbahan nama-nama atau sifat-sifatTuhan al-Rahmân dan al-‘Azîz terhadap smbol-simbolketuhanan (rabb dan ilah) dan fungsi dasar misi al-Qur’an bagi manusia inilah, sentralitas suatu namaTuhan di antara nama-nama lainnya didudukkan.

D. Dua Sifat Tuhan: Maha Kasih dan Maha KuasaKajian ini memfokuskan pada ayat-ayat al-Qur’an

yang menyebut dua sifat Tuhan yang dipandangsentral, baik secara historis maupun berdasarkan datateks al-Qur’an, yaitu kata al-Rahman (Maha Kasih) danal-‘Aziz (Maha Kuasa). Kemudian dilanjutkan denganmembandingkan di antara kedua sifat Tuhan tersebut.Acuan perbandingan didasarkan pada dua perspektif,yaitu perspektif simbol-simbol ketuhanan (rabb danilah) dan perspektif misi dan fungsi al-Qur’an bagimanusia. Perspektif ini dipergunakan dengan alasanbahwa Tuhan merupakan hal yang paling sentral didalam al-Qur’an dan bahwa yang dituju al-Qur’anadalah manusia dan tingkah lakunya.

Dari pengamatan terhadap ayat-ayat al-Qur’anmengenai dua sifat Tuhan al-Rahmân dan al-‘Azîztersebut dan hubungannya dengan pemakaian simbol-simbol ketuhanan (rabb dan ilah), ditemukan datasebagai berikut ini.

Tabel 1. al-Rahmân dan al-‘Azîz

Melakukan Tindakan Ketuhanan (sebagai Rabb)

al-Rahmân al-‘Azîz

1. Menciptakan: manusia (55: 1. Menciptakan langit

22

Page 44: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

3), 7 langit (67: 3), langit dan

bumi (20: 4)

2. Menurunkan wahyu (41: 2-3),

mengajarkan al-Qur’an (55: 2)

3. Menjanjikan hari akhirat (36:

52)

4. Orang-orang bertakwa

dikumpulkan di akhirat di sisi

al-Rahmân (19: 85)

5. Menjanjikan surga (19: 61)

6. Pemberi izin syafa’at (20:

109); Hak syafa’at hanya bagi

orang yang telah berjanji

setia pada al-Rahmân (19: 78)

7. Mengadzab, menjaga

manusia dari adzab (21: 42)

8. Memberi kemadharatan ()

9. Penolong (67: 20)

10. Memperpanjang tempo bagi

orang sesat (19: 75)

dan bumi (43: 9)

2. Al-Qur’an turun

dari al-‘Azîz (36: 5)

3. Adzab turun dari

al-‘Azîz (54: 42)

4. Memberi

ketentuan/ takdir (6:

96)

10 4

Tabel 2: al-Rahmân dan al-‘Azîz

Menerima Tindakan Kehambaan (sebagai Ilâh)

al-Rahmân (Q. S.) al-‘Azîz (Q. S.)

1. Beriman kepada al-Rahmân (67:

29)

2. Bertawakal kepada al-Rahmân

(67: 29)

3. لل وو قق قن قه وم لح رر رنا ب ال وم هه آ هه هب لي ول وع وو

1. Bertawakal

kepada al-‘Azîz (26:

217)

23

Page 45: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

ونا ب لل رك وو ون وت قمو ول لع وت وس لن وف وو وم قهلل هفي ول لن وض هبي )29 (قم

4. Bersujud kepada al-Rahmân

(25: 60) وذا هإ ول وو قم هقي قه قدوا ول قج لس ا

هن وم لح رر قلوا هلل وما ب وقا ب قن وو وم لح رر قد ال قج لس ون وأ

وما ب ونا ب هل قر قم لأ لم وت قه ود وزا ررا وو قفو )60( قن

5. Berdoa kepada al-Rahmân (17:

110) هل قعوا قق لد وه ا رل هو ال قعوا وأ لد ا

ون وم لح رر ييا ب ال قعوا وما ب وأ لد قه وت ول قء وف وما ب لس ولل ا

ونى لس قح لل ول ا لر وو وه لج وك وت هت ول وص ول هب وو

لت هف وخا ب وها ب قت هغ هب وت لب ون ووا لي وك وب هل رل وذ هبي ( وس

110(

6. Khusyu’ kepada al-Rahmân (20:

108) لذ هئ وم لو ون وي قعو هب رت وي وي هع ردا وج ول ال وو هع

قه هت ول وع وش وخ قت وو ووا لص ولل هن ا وم لح رر ول هلل وف

قع وم لس رل وت رسا ب هإ لم )108( وه

7. Janji setia kepada al-Rahmân

(19: 78). Khasyiya/takut kepada

al-Rahmân (36: 11)

8. ‘Ibâd al-Rahmân (25: 63),

berhamba kepada al-Rahmân

(19: 93)

9. Berlindung kepada al-Rahmân

(19: 18)

10. Bernazar kepada al-Rahmân

(19: 26)

11. Ma’siah/durhaka kepada al-

Rahmân (19: 44)

12. I’tiya/durhaka kepada al-

Rahmân (19: 69)

13.Kufur kepada al-Rahmân (43:

24

Page 46: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

33)

14.Memandang al-Rahmân beranak

(:)

Tabel 3: al-Rahmân dan al-‘Azîz dengan Simbol Ketuhanan

Umum

al-Rahmân (Q. S.) al-‘Azîz (Q. S.)

1. Rabbukum/rabb kamu sekalian

(20: 90)

2. Rabb ul-asamâwât wa al-

ardh/ rab langit dan bumi (78:

37)

3. ‘Âlim al-ghayb wa al-syahâdah

/Mahamengetahui yg ghaib

dan yang nyata (59: 22)

4. Tidak ada ilâh kecuali al-

Rahmân (43: 45)

5. Nisbah dzikr kepada al-

Rahmân (43: 36)

6. Pemilik kerajaan di akhirat

(25: 26)

7. Bersemayam di arsy (20: 5)

8. Nisbah ayat kepada al-

Rahmân (19: 58)

1. Rabb al-samâwât

wa al-ardl (38: 66)

2. ‘Âlim al-ghayb wa

al-syahâdah (32: 6)

3. Tidak ada ilâh

selain al-’Azîz (3:

6)

4. Nisbah shirât

kepada al-‘Âzîz

(14: 1)

8 4

Tabel 4. Nisbah al-Rahmân dan al-‘Âzîz dengan Wahyu/al-

Qur’an

al-Rahmân (Q. S.) al-‘Azîz (Q. S.)

25

Page 47: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

1. Yang Mahapengasih (1)

Telah mengajarkan al-

Qur’an (2) Menciptakan

manusia (3) Mengejarnya

al-Bayan (4) (55: 1-4).

قن وم لح رر وم) 1 (ال رل ون وع لرآ قق لل ) 2 (ا

وق ول ون وخ وسا ب لن هلل قه) 3 (ا وم رل وع

ون ويا ب وب لل )4 (ا

1. (Sebagai wahyu) yang

diturunkan oleh (Allah)

Yang Mahaperkasa,

Mahapenyayang (36:

5).

ول هزي لن هز وت هزي وع لل هم ا هحي رر )5 (ال

2. (al-Qur’an) diturunkan dari

Yang Mahapengasih,

Mahapenyayang (41:2)

لل هزي لن ون وت هن هم وم لح رر ال

هم هحي رر )2 (ال

2. Kitab ini (al-Qur’an)

diturunkan dari Allah

Yang Mahaperkasa,

Mahamengetahui

(40:2)

قل هزي لن هب وت وتا ب هك لل ون ا هه هم رل هز ال هزي وع لل ا

هم هلي وع لل )2 (ا

3. Kitab (al-Qur’an)

diturunkan oleh Allah

Yang Mahaperkasa,

Mahabijaksana (39: 1;

45: 2; dan 46: 2)

قل هزي لن هب وت وتا ب هك لل ون ا هه هم رل هز ال هزي وع لل ا

هم هكي وح لل (2 (ا

Tabel-tabel di atas menggambarkan perbandingansifat Tuhan al-Rahmân dan al-‘Azîz dalam kaitandengan wahyu. Pertama, dalam kolom al-Rahmân,bahwa al-Rahmân adalah sumber wahyu (41: 2), danal-Rahmân yang memberi wahyu melalui prosespengajaran (55: 1-2). Kedua, dalam kolom al-‘Âzîz,bahwa Allah adalah sumber wahyu, yaitu bahwawahyu turun dari Allah. Sedangkan al-‘Âzîz tidak men-

26

Page 48: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

jadi sumber wahyu, tetapi hanya menjadi sifat Allah.Jadi, dalam kaitan wahyu, posisi al-Rahmân samadengan posisi Allah, dan berbeda dari posisi al-‘Âzîz.

Data di atas menunjukkan beberapa hal. Pertama,dari duabelas bentuk tindakan ketuhanan, al-Rahmânmenggunakan sepuluh bentuk, dan al-‘Azîz hanyamenggunakan empat bentuk. Kedua, dari 14 tindakankehambaan atau keberagamaan, al-Rahmân menerimasemuanya, sedangkan al-‘Azîz hanya menerima satubentuk saja. Ketiga, dari sembilan simbol ketuhananumum, delapan bernisbah kepada ar-Rahmân, danempat kepada al-‘Azîz. Keempat, bahwa dalam kaitandengan wahyu, al-Rahmân berposisi sama denganAllah yaitu sebagai sumber wahyu, sedangkan al-‘Âzîzberposisi tidak sama dengan Allah dan dengan al-Rahmân, yaitu bahwa al-‘Âzîz bukan sebagai sumberwahyu.

Jadi, tampak bahwa secara kuantitas sifat al-Rahmân lebih sentral dan dominan dari pada sifatal-‘Azîz. Di antara 99 nama-nama Allah yang disebutasmâ’ al-husna itu hanya dua nama atau sifat inilahyang memiliki hubungan khusus dengan simbol-simbolketuhanan seperti tersebut di atas. Realitas seperti inimenunjukkan bahwa dalam konteks ‘hubungan Tuhan-manusia’ sepanjang data teks al-Qur’an, maka namaal-Rahmân menempati posisi sentral di antara nama-nama Tuhan lainnya.

Di dalam untaian data ayat-ayat di atas, kata al-Rahmân dalam pemakaiannya secara teoritis dapatdiganti dengan kata Allah tanpa menimbulkankerancuan bahasa. Demikian pula kata al-‘Azîz. Ini bisa

27

Page 49: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

merupakan petunjuk bahwa kata itu merupakan sifatzat.11 Namun, Ibn al-Qayyim menegaskan bahwa al-Rahmân menunjukkan kata yang tetap pada zat Allah.Ia adalah sifat zat (al-Manâr, I, hlm. 48). Al-Rahmânadalah nama yang khusus untuk Allah yang tidakdipergunakan untuk selain-Nya, tidak seperti sifatal-‘Alîm, al-Qadîr, al-Samî’, al-Bashîr, dan seterusnya.12

Di sinilah antara lain perbedaan al-Rahmân darial-‘Azîz.

Perbedaan lainnya adalah dalam hal keluasanwilayah pemakaian, hubungannya dengankepentingan fungsi dan misi al-Qur’an bagi manusia,dan keberagamaan manusia itu sendiri. Keluasan wila-yah pemakaian dapat dilihat dari tema-tema yangdisebut di dalam tabel di atas, di mana al-Rahmânmencapai 32 butir, sedangkan al-‘Azîz hanya mencapaisembilan butir.

Dalam hubungannya dengan kepentingan fungsidan misi al-Qur’an bagi manusia yang meliliki tugassebagai hamba dan khalifah Allah di bumi, al-Rahmânmenempati kedudukan lebih strategis. Yakni, dalam di-mensi kehidupan di dunia, al-Rahmân menciptakanmanusia, mengajarinya al-Qur’an dan ilmupengetahuan. Sedangkan dalam dimensi akhiratdikatakan bahwa al-Rahmân sebagai pemilik kerajaanyang sesungguhnya (al-maliku yawma idzin al-haq lial-Rahmân, 25: 26). Dengan demikian, al-Rah mân-lah

11 A. Hidayat, Disertasi, hlm. 67.

12 Imâm Ibn Qoyyim, Asmâullâh al-Husnâ, t.th., Kairo, Mesir, Al-Maktabah al-Tawfîqiyah, hlm. 207.

28

Page 50: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

di akhirat kelak yang akan memintapertanggungjawaban kepada manusia.

Oleh karena itu wajar dikatakan bahwa penentupemberlakuan syafa’at bagi manusia di akhirat adalahdi tangan al-Rahmân. Demikian pula, surga dan nerakadisebutkan merupakan janji dari al-Rahmân. Sifat Al-Rahmân Yang Mahapengasih (Mahapemberi) nikmat, diakhirat akan meminta pertanggungjawaban darimanusia tentang segala nikmat yang telahditerimanya selama di dunia: ”Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan(yang megah di dunia itu” (Q.S. al-Takâtsur/102: 8).

Dalam hubungannya dengan konsep agama dankeberagamaan dapat dilihat pada tabel tindakankehambaan. Agama artinya (manusia) percaya kepadaTuhan, yang kemudian berimplikasi lahirnya sikap-sikap dan tindakan-tidakan manusia terhadap Tuhan,yang secara teknis biasa disebut “ibadah” ataupenyembahan atau menghambakan diri kepada-Nya.Oleh karena itu, maka agama dan keberagamaanmanusia pada dasarnya adalah respons manusia ter-hadap keberadaan Tuhan itu sendiri. Di dalam tabel diatas, tampak dengan jelas bahwa seluruh tindakankehambaan manusia (14 butir) ditujukan kepada al-Rahmân, kecuali satu, yaitu kata tawakal. Kata ini disamping kepada al-Rahmân juga ditujukan kepadaal-‘Azîz. Al-Rahmân yang memiliki kandungan maknaMaha Pengasih yang tak pilih kasih, yangpemberiannya tanpa diminta dan begitu bermakna,baik secara kuantitas maupun kualitas, maka berartiDia adalah pemberi nikmat. Memang langit dan bumi

29

Page 51: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

dan sebaga isinya, penciptaan manusia dan al-Qur’anadalah nikmat bagi manusia (Q. S. 55: 1-13).

Respons logis yang positif penerima nikmat kepadapemberi nikmat adalah “berterima kasih”, yang didalam bahasa Arab berarti “syukr” atau bersyukurdalam bahasa Indonesia. Dan inilah istilah teknis yangdipergunakan al-Qur’an. Makna kebalikannya dipakaiistilah “kufr,” berarti menolak (tidak mengakui) ataumenutup. Tindakan-tindakan kehambaan sebagaimanadisebutkan di dalam tabel di atas masuk ke dalampengertian istilah syukur ini. Di dalam al-Qur’an jugadipergunakan istilah ‘taqwa’ yang secara lughawi ber-arti menjaga. Secara istilah, taqwa biasa didefinisikansebagai “menjalankan seluruh perintah Allah danmenjauhi segala larangan-Nya”. Definisi ini dicakupdalam pengertian lughawi tersebut. Maka segalatindakan ketaqwaan yang merupakan sikap dantindakan keberagamaan manusia pada dasarnyaadalah sikap dan tindakan “syukur” itu sendiri kepadaal-Rahmân. Jadi dapat dikatakan bahwa padahakikatnya konsep sentral keberagamaan menurut al-Qur’an adalah “syukur” berpadanan dengan konsepsentral ketuhanan itu sendiri di dalam al-Qur’an yaitual-Rahmân.

Fakta al-Qur’an surat al-Rahmân (55) ayat 1-4menunjukkan bahwa di dalam realitas teks al-Qur’anterdapat relasi semantis yang khas antara sifatMahakasih (al-Rahmân) dan sifat Mahakuasa Tuhan.Ayat 1-4 menunjukkan bahwa medan semantik al-Rahmân meliputi makna al-Khâliq dan al-‘Âlîm, karenatindakan menciptakan dan mengajarkan lahir dari al-

30

Page 52: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

Rahmân. Sementara itu, bahwa al-Khâliq merupakanaktualisasi dari sifat kuasa. Dengan demikian, dapatdikatakan bahwa menurut Q. S. 55: 1-4, sifat kuasadiaktualisasikan dari sifat al-Rahmân. Dapat dikatakanbahwa, di dalam realitas teks al-Qur’an aktualisasikuasa Tuhan itu tidak berdiri sendiri, tetapi terkaitdengan sifat lainnya, yakni sifat Mahakasih Tuhan.

Kalangan Asy’ariyah cenderung berbeda darilogika realitas teks al-Qur’an tersebut. Bertolak dariprinsip kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, Asy’a-riyah menolak adanya tujuan tertentu pada perbuatanAllah. Allah menciptakan alam tidak memiliki tujuandan tidak berorientasi pada kepentingan makhluk. Diadapat berbuat apa saja tanpa tujuan tertentu.Sementara logika teks al-Qur’an mengatakan bahwakekuasaan Tuhan diaktualisasikan dalam kerangkaperwujudan rahmat dari sifat Mahakasih atau al-Rahmân Tuhan bagi sekalian alam (rahmatan lial-’âlamîn). Inilah landasan maqâshid al-syarîah di da-lam hukum Islam. Jadi tindakan Tuhan bertujuanrahmatan li al-’âlamîn.

E. Penutup

Al-Rahmân adalah nama dan sifat Allah yangpaling sentral. Dengan demikian al-Rahmânmerupakan konsep dasar ketuhanan menurut al-Qur’an, dan syukur sebagai respons manusia terhadapal-Rahmân merupakan konsep dasar keberagamaan.

Daftar Pustaka

31

Page 53: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Abu Zaid, Nasr Hamid. 2005. Tekstualitas al-Qur’an.Yogyakarta: LKiS.

Beck, H. l. dan Kaptein, N. J.G. 1988. Pandangan Baratterhadap Literatur, Hukum, Filosofi, Teologi danMistik Tradisi Islam. Jakarta: Indonesian-Netherland Islamic Sudies.

Chittick, William C. 2001. The Sufi Path of Knowledge,Hermeneutika Al-Qur’an Ibnu Al-‘Araby.Yogyakara: Qalam.

Hidayat, A. 1991. Konsep Kekuasaan Tuhan: Tela’ahTafsir, Disertasi. Jakarta: Fakultas PascasarjanaIAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ibn Qoyyim. t.th. Asmâullâh al-Husnâ. Kairo. Mesir: al-Maktabah al-Taufîqiyyah.

Izutsu, Toshihiko. 1997. Relasi Tuhan dan Manusia.Yogyakarta: Tiara Wacana.

Rahman, Fazlur. 1983. Tema Pokok Al-Qur’an.Bandung: Pustaka.

Sachiko Murata. 1998. The Tao of Islam. Bandung:Mizan.

Syamsuddin, Sahiron. 2002. ”Metode IntertektualitasMuhammad Shahrur dalam Penafsiran al-Qur’an”,dalam Studi al-Qur’an Kontemporer. Yogyakarta:Tiara Wacana.

32

Page 54: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Sentralitas Sifat Maha Kasih dan Maha Kuasa Tuhan dalamal-Qur’an

33

Page 55: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

34

Page 56: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

KONSEP MANUSIA DANPENGEMBANGAN

PENDIDIKAN PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Dr. Abdul Kodir

A. Pendahuluan

Manusia, dibanding makhluk lain, merupakanmakhluk yang sadar mempertanyakan keberadaandirinya dan alam sekitarnya.1 Dulu, orang-orang arifdan para ahli hikmah dalam memberi nasihat,biasanya berpegang pada ungkapan, “kenalilahdirimu!.” Nasihat demikian itu sama artinya denganmengajukan pertanyaan, “siapakah sesungguhnyaengkau itu?”2

Jawaban dari pertanyaan tersebut memang telahbanyak diberikan, namun tetap saja selubung misteridi seputar manusia masih belum dapat diungkapsepenuhnya. Pencapaiannya pun tidak berbandinglurus dengan pencapaian pengetahuan manusiatentang alam semesta yang mengalami banyakkemajuan.3

1 Van Der Weij, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia, (Jakarta: Gramedia, 1980), hlm. 6-7.

2 Abbas Mahmud Al-‘Aqqad, Al-Insân fî al-Qur’ân al-Karîm, (Kairo: Dâr al-Islâm, tt.), hlm. 1.

3 Edisi Indonesia untuk buku ini diterbitkan dengan judul, Manusia, Makhluk Penuh Misteri, (Bandung: Rosda Karya, 1993). Sementara

31

Page 57: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Menurut Carrel, terdapat beberapa sebab yangmelatarbelakangi keterbatasan pengetahuan manusiatentang dirinya tersebut. Pertama, pembahasantentang masalah manusia terlambat dilakukan. Kedua,ciri khas akal manusia yang lebih cenderungmemikirkan hal-hal yang tidak kompleks. Ketiga,multikompleksnya masalah manusia.4

Menurut M. Quraish Shihab, kaum agamawanmungkin akan menyebutkan sebab lain sebagai sebabkeempat, bahwa keterbatasan pengetahuan tentangmanusia disebabkan karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang dalam unsur penciptaannyaterdapat ruh Ilahi sedang manusia tidak diberipengetahuan tentang ruh itu, kecuali sedikit (Q.S. Al-Isra' [17]: 85).5 Secara historis, para filosof telah sejaklama membicarakan tentang konsep manusia, mulaidari era filsafat Yunani Kuno sampai era modern, daritradisi pemikiran Barat hingga tradisi pemikiran Timur.6

edisi bahasa Arab diterjemahkan oleh Syafiq As’ad Farid dengan judul Al-Insan dzalika al-Majhul, (Beirut: Maktabah Al-Ma’arif, 1986).

4 Seperti dikutip M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 1997), cet. ke-6, hlm. 277-278; lihat juga M. Quraish Shihab, MembumikanAl-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1993), cet. ke-4, hlm. 225.

5 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, hlm. 277-278

6 Van Der Weij, Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia., hlm.12; Harold Titus (Ed.), Living Issues in Philisophy, D. Van Nostrand Coy., New York,1979, hlm. 164; Paul Edwards (Ed.), The Encyclopedia of Philosophy, vol III, artikel "Hegel, Georg Wilhelm Friederich," hlm. 447; Soeryono Poespowardojo, "Menuju Kepada Manusia Seutuhnya," dalam Poespowardojo dan K. Bertens (Ed.), Sekitar Manusia, (Jakarta: Gramedia, 1978), hlm. 1; Tentang gagasan-gagasan kunci mengenai konsep manusia dalam khazanah pemikiran dunia, lihat Zainal Abidin, Filsafat Manusia, (Bandung: Remaja Rosdakarya, Oktober 2000); lihat juga Leslie Stevenson & David L. H, Sepuluh Teori

32

Page 58: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

Pemikiran falsafi tentang manusia yang diajukanoleh berbagai macam faham filsafat tersebutmemperlihatkan tiadanya kesamaan konsep. Hal inidisebabkan adanya unsur subyektifitas yang dimilikipara filosof serta keterbatasan nalar yang dimilikinya.Sehingga dimungkinkan pemahaman manusia tentangdirinya tidak melahirkan suatu kesimpulan yangmemadai, bahkan sangat mungkin lahir perbedaan-perbedaan.

Perbedaan pandangan tentang konsep manusiatersebut secara otomatis membawa implikasi, salahsatunya terhadap dunia pendidikan. Dalam duniapendidikan, keragaman corak dan sistem pendidikansalah satunya muncul sebagai akibat dari perbedaanpandangan tentang keberadaan manusia. Abdurrahmanan-Nahlawi menyatakan bahwa pandangan manusiatentang dirinya akan memberikan dampak yang sangatkuat terhadap sistem pendidikan.7 Hal samadikemukakan juga oleh Abdurrahman Shalih Abdullahyang menyatakan bahwa teori dalam pendidikan akansangat dipengaruhi oleh pandangan manusia tentangdirinya.8

Kajian ini memfokuskan pada masalah konsepmanusia dalam Al-Qur’an sebagai dasarpengembangan pendidikan. Menelaah manusia dalam

Hakikat Manusia, (Yogyakarta: Bentang Budaya, September 2001); C.A. Van Peursen, Orientasi di Alam Filsafat, (Jakarta, Gramedia, 1980), hlm. 231-250.

7 Abdurrahman An-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metoda PendidikanIslam, terj. Herry Noer Ali, (Bandung: Diponegoro, 1989), hlm. 52.

8 Abdurrahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Islam menurut Al-Qur’an serta Implementasinya, (Bandung: Diponegoro, 1994), hlm. 8.

33

Page 59: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

perspektif Al-Qur’an, pada taraf akhir akan menjawabdan bertujuan untuk memahami diri manusia itusendiri. Karenanya, uraian tentang konsep manusiadengan segenap aspek-aspeknya merupakan bagianyang sangat penting. Cara pandang dan uraian Al-Qur’an mengenai manusia ini menjadi dasar bagipengembangan pendidikan. Dari sudut pandang inilahkemudian pendidikan dilihat sebagai suatu prosesyang inheren dengan konsep manusia.

B. Konsep Manusia dan Pendidikan Islam

Para ahli pendidikan umumnya sepakat bahwateori dan praktek pendidikan Islam harus didasarkanpada konsepsi dasar tentang manusia. pembicaraanseputar persoalan ini merupakan sesuatu yang sangatvital dalam pendidikan. Tanpa kejelasan tentangkonsep ini, pendidikan akan meraba-raba.9 Bahkanmenurut Ali Ashraf, pendidikan Islam tidak akan dapatdifahami secara jelas tanpa terlebih dulu memahamipenafsiran Islam tentang pengembangan individuseutuhnya.10

Paling tidak terdapat beberapa keterkaitan yangerat antara konsep manusia dengan konseppendidikan Islam. Berikut penjelasan hubungan konseppendidikan itu dengan term manusia, unsur manusia,kedudukan dan peran manusia, serta potensi manusiadalam al-Qur’an.

9 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hlm. 21.

10 Ali Ashraf, Horison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1989), hlm. 1.

34

Page 60: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

1. Term manusia dan konsep pendidikan IslamProses pendidikan dalam arti tarbiyah

(mengembangkan seluruh potensi secara bertahap),ta’lîm (memberi informasi pada manusia sebagaimakhluk berakal), dan ta’dîb (membentuk akhlak) ti-dak bisa dilepaskan dengan pendidikan fisik-biologisyang dibutuhkan manusia sebagai al-basyar.Pendidikan ini dibutuhkan agar manusia terhindar darikerusakan jasmani. Pendidikan fisik-biologis dapatdipahami terutama pada konsep pendidikan dalam artitarbiyah yang mengembangkan seluruh potensimanusia secara bertahap, termasuk potensi jasmani.Dengan kata lain, pengembangan potensi fisik-biologismanusia akan mengarah pada terciptanya pesertadidik yang sehat, kuat, dan cerdas dalam bergerak.

Begitu juga dengan term al-nâs yang menunjukpada manusia sebagai makhluk sosial memilikihubungan yang sangat erat dengan konsep pendidikanIslam, baik tarbiyah, ta’lîm maupun ta’dîb. Hal inimenjadi bagian penting dalam pengembanganmanusia dalam proses interaksi dengan lingkungansekitarnya sehingga akan tercipta peserta didik yangcerdas secara sosial;

Adapun term manusia sebagai banî âdam ataudzurriyyat âdam yang menunjuk pada manusiasebagai makhluk intelektual memiliki hubungan eratdengan konsep pendidikan, terutama konsep tarbiyahdan ta’lîm. Potensi akal manusia sebagai makhlukintelektual ini dapat dikembangkan melalui pemberianinformasi yang benar kepada peserta didik agartercipta manusia yang cerdas secara intelektual.Terakhir term al-insân sangat terkait erat dengan

35

Page 61: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

konsep pendidikan spiritual yang mengembangkanpotensi fitrah dan hanif yang dimiliki manusia. Konseppendidikan spiritual ini dapat menciptakan pesertadidik yang memiliki kecerdasan secara spiritual.

2. Unsur manusia dan konsep pendidikan IslamSecara umum Al-Qur’an memberikan isyarat

tentang beberapa unsur yang dimiliki manusia, yaknijasmani, al-rûh, al-nafs, al-qalb, dan al-‘aql. Jasmaniadalah unsur biologis manusia yang menjadi wadahbagi sisi ruhani yang memberi daya hidup (al-hayat).Adapun al-rûh, meski pengetahuan kita sangat sedikittentangnya, dapat dikatakan sebagai sesuatu yangmelekat dengan badan ketika bergerak danmerupakan bagian tak terpisahkan dari unsurmanusia. Sedang al-nafs merujuk pada pengertianesensi dan hakikat dari sisi dalam manusia yangmemiliki potensi baik dan buruk. Selanjutnya al-qalb,memiliki tugas untuk memutuskan untuk menerimaatau menolak sesuatu, dan al-qalb pula yang memikultanggung jawab atas apa yang telah diputuskannya.Terakhir, al-‘aql merupakan sesuatu yang memilikiaktifitas untuk mengerti, memahami dan berpikir yangdapat mengikat atau menghalangi seseorangterjerumus dalam kesalahan atau dosa.

Proses pendidikan dalam arti tarbiyah(mengembangkan seluruh potensi secara bertahap),ta’lîm (memberi informasi pada manusia sebagaimakhluk berakal), dan ta’dîb (membentuk akhlak)tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan unsur-unsurmanusia tersebut. Meski penjelasan unsur manusiadalam Al-Qur’an lebih banyak mengacu pada unsur

36

Page 62: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

ruhani (al-rûh, al-nafs, al-qalb, dan al-‘aql), tetapidalam Islam, manusia tidak dianggap sebagai makhlukspiritual semata. Islam memandang adanyakesatupaduan unsur jasmani dan ruhani manusiasebagai sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Kare-nanya, Al-Qur’an tidak mendukung semacam doktrindualisme yang radikal antara jiwa dan raga.11

Karena manusia adalah makhluk yang merupakanresultan dari dua komponen, jasmani dan ruhani, makakonsepsi tersebut menghendaki pada prosespendidikan yang mengacu ke arah realisasi danpengembangan komponen-komponen tersebut, yaknipendidikan jasmani dan pendidikan ruhani. 12

3. Konsep pendidikan Islam dan kedudukan danperan manusia

Pendidikan dalam arti tarbiyah, ta’lîm, dan ta’dîbdiperlukan bagi manusia untuk menjalankankedudukannya sebagai hamba Allah (‘abdullâh) danperannya sebagai khalifah. Dalam konteks ini, makapendidikan Islam harus merupakan upaya ditujukan kearah peningkatan kualitas kedudukan dan peran yangdimiliki manusia secara maksimal sehingga dapatdiwujudkan dalam bentuk konkret, dalam artiberkemampuan menciptakan sesuatu yangbermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungannyasebagai realisasi dari kedudukan dan perannya itu.13

11 Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an, (Chicago: Bibliotheca Islamica, 1980), hlm. 26.

12 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 21.

13 Ibid., hlm. 22.

37

Page 63: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Sebagai hamba Allah, manusia diwajibkan taat,patuh dan tunduk kepada segala kewajiban danketentuan-Nya serta mewujudkan kedudukan danperannya itu dalam bentuk amal ibadah. Sebagairealisasi dari ketundukan itu, manusia wajib menuntutilmu untuk mengembangkan diri, mendapatkaninformasi dan membentuk akhlak sertamelaksanakannya dengan niat ibadah kepada-Nya.

Manusia sebagai khalifah, dituntutmengembangkan ilmu pengetahuan melalui prosestarbiyah, ta’lîm dan ta’dîb dalam rangka mengeloladan menciptakan suatu masyarakat yang hubung-annya dengan Allah berlangsung secara baik,kehidupan masyarakatnya berjalan secara harmonis,serta memelihara, membimbing, mengarahkan segalasesuatu agar mencapai tujuan penciptaannya.14

Mengembangkan peran manusia sebagai khalifahadalah mengembangkan peran terdidik untukmengurusi dan memakmurkan bagian-bagian darialam dan kebutuhan hidup manusia. sedemikian rupapengembangan perannya tersebut harus dilakukansehingga hasil didikan tersebut seharusnya jadi modalbagi pengembangan potensi pengurusan alam danmanusia tahap selanjutnya yang pola, bentuk, caradan sifatnya, baik konsep maupun keterampilanteknisnya belum ada pada generasi sebelumnya. Inilahsesungguhnya hakekat pendidikan profesional,pendidikan yang mengembangkan akal secara sangatkreatif dan kritis pada satu sisi serta mengembangkan

14 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupn Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 158.

38

Page 64: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

penguasaan keterampilan teknis secara sangat rincipada sisi lain. Hal ini sesungguhnya sejalan belakadengan pengembangan potensi manusia dalamberilmu pengetahuan, yang subjeknya akal dan objekmaterialnya fakta-fakta. Bila dilihat dari segi ini saja,sesungguhnya pendidikan di dunia Barat dapatdikatakan memenuhi kriteria pendidikan yang Islami.Namun sebagaimana diketahui secara luas, selain akalkita mengenal al-qalb dan al-nafs yang dalampencarian kebenaran, justru menduduki posisi sangatpenting dan menentukan dalam menghasilkan putusanpenuturan.15

4. Konsep pendidikan dan potensi manusiaPotensi yang dimiliki manusia tidak akan bisa

memberikan manfaat yang besar bagi manusia bilamanusia tidak menempuhnya melalui prosespendidikan (tarbiyah). Potensi internal yang dimilikimanusia (fitrah dan hanif, kemampuan berkehendak,kesatuan jasad dan ruh, potensi akal) menjadi modaldasar bagi manusia untuk mendapatkan ilmupengetahuan (ta’lîm) secara luas dan menjadikandirinya manusia yang terdidik.

Sementara potensi eksternal (alam semesta danagama) juga sangat terkait erat dengan prosespendidikan. Alam merupakan potensi penting bagimanusia dalam rangka melanjutkan kehidupannya didunia. Untuk mengelola alam diperlukan ilmupengetahuan yang baik melalui pendidikan (tarbiyah,ta’lîm dan ta’dîb). Sementara agama merupakan

15 Sanusi Uwes, Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam Perspektif Islam), (Jakarta: Logos, 2003), hlm. 35.

39

Page 65: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

petunjuk Tuhan yang merupakan potensi manusiamenghadapi masalah hidup dan kehidupan secaratenang, tenteram dan bermoral (ta’dib). Melalui agamaakan terungkap masalah kehidupan yang selama initidak terjangkau oleh nalar manusia. Agar maknaterdalam agama dapat tergali dengan maksimal diper-lukan ilmu yang diperoleh melalui proses pendidikan.

C. Pengembangan Pendidikan Berbasis al-Qur’an

Berikut adalah uraian tentang implikasi konsepmanusia dalam Al-Qur’an terhadap proses pendidikandilihat dari dua sudut pandang. Pertama dilihat darisudut konsep manusia itu sendiri. Kedua, dilihat darisudut proses pendidikan yang meliputi visi, orientasidan tujuan pendidikan, kurikulum dan metodologipendidikan, serta evaluasi pendidikan.

1. Implikasi pendidikan dilihat dari konsepmanusia

Dilihat dari beberapa term yang digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk pada manusia, seperti kata basyar, al-nâs, banî âdam dan al-insân, mengindikasikan adanya totalitas manusia yang dikehendaki Al-Qur’an sebagai makhluk yang memiliki wujud dan kecerdasan paripurna dan komprehensif, baik fisik-biologis, sosial, intelektual, maupun spiritual. Tidak sebagai manusia yang dididik dan dikembangkansecara terpisah dan terbelah, seperti kecenderungan pendidikan yang hanya menitikberatkan pada aspek kecerdasan intelektual (IQ) atau kecerdasan emosional

40

Page 66: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

(EQ) saja.16

Term basyar menunjuk pada manusia dari sudutfisik-biologis, sedang al-nâs menunjuk pada manusiasebagai makhluk sosial, banî âdam menunjuk padamanusia sebagai makhluk intelektual dan term al-insân digunakan Al-Qur’an untuk menunjuk kepadamanusia sebagai makhluk yang berdimensi spiritualatau ruhani.

Penunjukkan term al-basyar dalam makna fisik-biologis tersebut dalam konteks pendidikan tentu sajaakan berimplikasi pada perlunya pendidikan yangmenekankan pada aspek fisik-biologis bagi pesertadidik. Dalam terminologi psikologi modern, pendidikanfisik-biologis sangat berkaitan erat denganpengembangan kecerdasan kinestetik(body/kinesthetic intelligence). Sedangkan term al-nâsyang menunjuk pada manusia sebagai makhluk sosialmemiliki implikasi perlunya pendidikan sosial bagipeserta didik atau dalam bahasa Howard Gardnersebagai kecerdasan interpersonal (interpersonalintelligence).17 Selanjutnya, term manusia sebagaibanî âdam yang menunjuk pada manusia sebagaimakhluk intelektual tersebut dalam kontekspendidikan memiliki implikasi terhadap proses pen-

16 Menarik apa yang dikatakan Mochtar Buchori, seluruh proses pendidikan pada dasarnya merupakan kegiatan membimbing peserta didik untuk mengenali tiga hal: a) lingkungan fisik; b) lingkungan sosio-kultural; c) mengenali diri sendiri. Lihat Mochtar Buchori, Transformasi Pendidikan, (Jakarta: Sinar Harapan, 2001), hlm. 76.

17 Tentang kecerdasan kinestetik dan interpersonal, lihat Thomas Armstrong, 7 Kinds of Smart: Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple Intelligence, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003).

41

Page 67: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

didikan, yakni perlunya peserta didik mendapatkanpendidikan yang cerdas secara intelektual (intellectualintelligence/IQ). Sedangkan term al-insân yangmenunjuk pada manusia sebagai makhluk spiritualatau ruhani memiliki implikasi penting pada perlunyapendidikan spiritual bagi manusia yang dapatmengembangkan potensi fitrah dan hanif yangdimilikinya atau kecerdasan spiritual (spiritualintelligence/SQ).

Adapun implikasi pendidikan dilihat dari totalitasunsur manusia dalam al-Qur’an yang mencakupjasmani dan ruhani (al-rûh, al-nafs, al-qalb, danal-‘aql), maka konsepsi tersebut menghendaki padaproses pendidikan yang mengacu ke arah realisasi danpengembangan komponen-komponen tersebut, yaknipendidikan jasmani dan pendidikan ruhani.18 Hal iniberarti bahwa sistem pendidikan Islam harus dibangundi atas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikanjasmani dan ruhani sehingga mampu menghasilkanmanusia Muslim yang pintar secara fisik-biologis dancerdas secara sosial, intelektual, dan spiritual. Jikakedua komponen (jasmani dan ruhani) itu terpisahatau dipisahkan dalam proses pendidikan Islam, makamanusia akan kehilangan keseimbangannya dan tidakakan pernah menjadi pribadi-pribadi yang sempurna(insân kâmil).19

Sedangkan kedudukan manusia sebagai hambaAllah yang melaksanakan kewajiban beribadah ini

18 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 21.

19 Mohammad Irfan dan Mastuki HS, Teologi Pendidikan, (Jakarta: Friska Agung Insani, 2000), hlm. 143.

42

Page 68: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

dikaitkan dengan proses pendidikan, maka akanmembawa implikasi pada adanya kesadaran bahwapendidikan sebagai ibadah. Pendidikan yang didasariniat ibadah akan memiliki motivasi kuat dan tinggikarena semuanya bersumber kekuatan dari Allah.Inilah yang disebut dengan pelurusan kesadaran danniat dalam segala bentuk aktifitas termasuk aktifitaspendidikan. 20 Adapun peran manusia sebagai khalifahdalam konteks pendidikan akan berdampak padaterciptanya suatu kelompok belajar yang berorientasiketuhanan serta terciptanya hubungan yang harmonisantara peserta didik dengan lingkungannya. Hal inimerupakan kata kunci yang sangat mempengaruhikeberhasilan sebuah proses pendidikan.

Adapun implikasi potensi manusia, baik internal(fitrah, hanif, kesatuan jiwa dan ruh, kemampuanberkehendak, potensi akal) maupun eksternal(petunjuk agama), berimplikasi pada keharusan prosespendidikan yang menghargai dan mengembangkansisi kefitrahan dan kehanifannya sebagai makhlukyang cenderung pada agama tauhid, sinergitaskeseimbangan antara dimensi ruhani dan jasmani,kebebasan manusia dalam berkehendak danmenentukan nasibnya sendiri dan pemanfaatan akaldalam mengembangkan ilmu pengetahuan danberujung pada proses pendidikan sebagai alat atausarana untuk menggali dan mengungkap pesan-pesanterdalam yang terkandung dalam agama. Sehinggadengan pengungkapannya akan ditemukan jawaban

20 Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm.77.

43

Page 69: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

terhadap makna kebahagiaan baik di dunia maupunakhirat.21

2. Implikasi pendidikan dilihat dari prosespendidikan

Secara umum, konsep manusia dilihat dari term danunsur manusia itu sendiri berimplikasi pada tugas danfungsi pendidikan yang menjadikan pendidikansebagai suatu proses yang berlangsung secarakontinyu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini,maka tugas dan fungsi yang perlu diemban olehpendidikan Islam adalah pendidikan manusiaseutuhnya dalam arti pendidikan fisik-biologis, sosial,intelektual maupun spiritual yang berlangsungsepanjang hayat dengan prinsip keseimbangan antarapendidikan jasmani dan ruhani. Konsep ini bermaknabahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaranpada peserta didik yang senantiasa tumbuh danberkembang secara dinamis, mulai dari kandungansampai akhir hayatnya.22 Di samping itu, tugas danfungsi pendidikan Islam juga tidak bisa dilepaskan dariupayanya untuk melakukan proses penyadaran akanfungsi kemanusiaan pendidik dan peserta didiksebagai hamba Allah disertai pengembangan perankekhilafahannya melalui pengembangan potensiterdidik untuk mengurusi dan memakmurkan bagian-bagian dari alam dan kebutuhan hidup manusia.23

21 Abdurrahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan PendidikanIslam menurut Al-Qur’an, hlm. 301.

22 Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 32.

44

Page 70: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

Sedangkan tujuan pendidikan dilihat dari konsepmanusia baik dilihat dari term, unsur, kedudukan danperan maupun potensinya, mengandaikan adanyatujuan pendidikan yang mengarah pada terbentuknyatotalitas manusia, baik secara jasmani, sosial,intelektual maupun spiritual. Inilah yang oleh al-Syaibany dikatakan sebagai tujuan akhir pendidikanIslam yang berupaya mengembangkan fitrah pesertadidik, baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secaradinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuhdan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagaikhalifah di muka bumi.24 Sementara tujuan tertinggipendidikan Islam menurutnya adalah mempersiapkankehidupan dunia dan akhirat.25 Tujuan ini memilikimakna, bahwa upaya pendidikan Islam adalahpembinaan pribadi Muslim sejati yang mengabdi danmerealisasikan kehendak Tuhan sesuai dengan syariatIslam, serta mengisi tugas kehidupannya di dunia danmenjadikan kehidupan akhirat sebagai tujuan utamapendidikannya.

Selanjutnya, implikasi konsep manusia terhadap kurikulum dan metodologi pensisikan mengandaikan muatan materi dan metodologi pendidikan mengandung muatan yang memposisikan peserta didik dan mengoptimalkan jati dirinya sebagai wujud

23 Sanusi Uwes, Visi dan Pondasi Pendidikan (Dalam Perspektif Islam), hlm. 35. Lihat juga Mohammad Irfan dan Mastuki HS, Teologi Pendidikan, hlm. 135.

24 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986, hlm. 67.

25 Omar Mohammad Al-Thoumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. M. Rasjidi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 410.

45

Page 71: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

al-insân sebagai makhluk paripurna, tidak dianggap sebagai al-basyar, yakni makhluk dalam arti fisik-biologis.

Selanjutnya hal yang sama terdapat dalam unsur manusia. Hal ini berimplikasi pada kurikulum dan metodologi yang menghargai kesempurnaan unsur peserta didik melalui optimalisasi unsur jasmani dan rohaninya dalam muatan materi dan metodologi pembelajaran. Oleh karena itu, muatan materi dan metodologi pembelajaran yang mengaktifkan dan mengembangkan unsur kognitif, apektif, dan psikomotorik peserta didik merupakan bagian dari implikasi unsur manusia ini terhadap kurikulum dan metodologi pendidikan. Dalam kurikulum pendidikan, selayaknya memasukkan materi pembelajaran yang dapat melatih dan mendidik aspek jasmani dan ro-haninya secara seimbang. Sementara dalam metodologi pendidikan, perlu dilakukan berbagai inovasi metodologi pembelajaran yang dapat menggalisisi jasmani dan rohani manusia secara maksimal dan berkesinambungan.

Adapun implikasi kedudukan dan peran manusiaterhadap kurikulum dan metodologi pendidikanterletak pada terwujudnya muatan materi danmetodologi pembelajaran yang mampu memberikankesadaran peserta didik dalam menyadari kedudukandan perannya sebagai hamba Allah dan khalifah dibumi. Muatan materi dan metodologi seyogyanyamengandung aspek penyadaran peserta didikterhadap kedudukannya sebagai hamba Allah yangsegala aktifitasnya didasari oleh niat beribadahkepada-Nya.

46

Page 72: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

Selanjutnya, implikasi potensi manusia terhadapkurikulum mengarah pada dimuatnya berbagai materiyang memungkinkan peserta didik dapat menyadaridan menggali potensi dirinya secara optimal, baiksecara internal (potensi fitrah dan hanif, kesatuanjasad dan ruh, kebebasan berkehendak dan potensiakal) maupun eksternal (potensi petunjuk agama danpotensi alam semesta). Agar muatan materi tersebutdapat tersampaikan dengan baik, maka perlu didukungoleh metodologi pendidikan yang juga berupayamenggali dan mengembangkan berbagai potensitersebut dalam proses pembelajarannya.

Terakhir, implikasi kedudukan dan peran manusiaterhadap evaluasi pendidikan berdampak padaterwujudnya pola evaluasi yang dapat melatih tingkatkesadaran peserta didik sebagai hamba Allah dankhalifah, sekaligus menguji dan menilai tingkatkemampuan peserta didik dalam mengaplikasikannilai-nilai ibadah dan nilai-nilai kekhalifahan dalammasyarakat.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskanbahwa konsep manusia dalam Al-Qur’an ternyatamemiliki implikasi terhadap beberapa aspekpendidikan, khususnya, visi dan orientasi pendidikan,tujuan pendidikan serta materi, metode pendidikandan evaluasi pendidikan. Oleh karena itu, upayapengembangan pendidikan seyogyanya dapatdiarahkan kepada aspek-aspek implikasi tersebut.Dengan mengacu pada beberapa aspek implikasipendidikan di atas, maka upaya pengembanganpendidikan diharapkan dapat memiliki landasan kokoh

47

Page 73: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

secara ontologis karena didasarkan pada pandangandasar Al-Qur’an tentang konsep manusia.

D. Penutup

Proses pengembangan pendidikan berdasarkangambaran konsep hakikat manusia dalam Al-Qur'anyang meliputi aspek tujuan, kurikulum, metodologi danevaluasi pendidikan, pada dasarnya dipahami sebagaisebuah ikhtiar untuk mengembangkan seluruh wujudeksistensi manusia dalam arti nilai totalitas, struktur,kedudukan dan peran serta potensi-potensi yangdimilikinya. Oleh karena itu, konsep hakikat manusiadalam Al-Qur'an tersebut menjadi muatan yang perludiperhitungkan dalam mengembangkan teori danpraktek pendidikan. Dengan adanya keterlibatanpandangan dasar Al-Qur'an tentang hakikat manusiaini, pengembangan pendidikan diharapkan bisamemahami berbagai kebutuhan dasar eksistensi ma-nusia secara menyeluruh sesuai dengan gambaranhakikat manusia yang sebenarnya.

Daftar Pustaka

Abdullah, Abdurrahman Shalih. 1994. Landasan danTujuan Pendidikan Islam menurut Al-Qur’an sertaImplementasinya. Bandung: Diponegoro.

Abidin, Zainal. 2000. Filsafat Manusia. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Al-‘Aqqad, Abbas Mahmud. t.th. Al-Insân fî al-Qur’ânal-Karîm. Kairo: Dâr al-Islâm.

48

Page 74: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Konsep Manusia dan Pengembangan Pendidikan Perspektifal-Qur’an

Armstrong, Thomas. 2003. 7 Kinds ofSmart:Menemukan dan MeningkatkanKecerdasan Anda Berdasarkan Teori Multiple In-telligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Ashraf, Ali. 1989. Horison Baru Pendidikan Islam.Jakarta: Pustaka Progresif.

Buchori, Mochtar. 2001. Transformasi Pendidikan.Jakarta: Sinar Harapan.

Carrel, Alexis. 1993. Manusia, Makhluk Penuh Misteri,Bandung: Rosda Karya.

Irfan, Mohammad. dan Mastuki HS. 2000. TeologiPendidikan. Jakarta: Friska Agung Insani.

Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan:Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta:Pustaka Al-Husna.

An-Nahlawi, Abdurrahman. 1989. Prinsip-prinsip danMetoda Pendidikan Islam. terj. Herry Noer Ali.Bandung: Diponegoro.

Nata, Abuddin. 2003. Manajemen Pendidikan:Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam diIndonesia. Jakarta: Prenada Media.

Peursen, C.A. van. 1980. Orientasi di Alam Filsafat.Jakarta: Gramedia.

Poespowardojo, Soeryono. 1978. "Menuju KepadaManusia Seutuhnya," dalam Poespowardojo dan K.Bertens (Ed.). Sekitar Manusia. Jakarta: Gramedia.

Rahman, Fazlur. 1980. Major Themes of the Qur’an.Chicago: Bibliotheca Islamica.

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar. 2005. FilsafatPendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press.

49

Page 75: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Shihab, M. Quraish. 1997. Wawasan Al-Qur’an: TafsirMaudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat.Bandung: Mizan.

_____. 1993. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan PeranWahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung:Mizan.

Stevenson, Leslie. & David L. H. 2001. Sepuluh TeoriHakikat Manusia. Yogyakarta: Bentang Budaya.

Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Thoumy. FalsafahPendidikan Islam. 1979. terj. M. Rasjidi. Jakarta:Bulan Bintang.

Titus, Harold. (Ed.) 1979. Living Issues in Philisophy. D.Van Nostrand Coy. New York.

Uwes, Sanusi. 2003. Visi dan Pondasi Pendidikan(dalam Perspektif Islam). Jakarta: Logos.

Weij, van Der. 1980. Filsuf-filsuf Besar tentangManusia. Jakarta: Gramedia.

50

Page 76: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

WASIAT NABI:SUNNAH DAN KETURUNAN NABI

DALAM PANDANGAN ULAMA HADISSUNNI1

Prof. Dr. M. Anton Athoillah

A. Pendahuluan

Tulisan ini berasal dari penelitian hadis yangmemfokuskan pada empat versi matan hadismengenai wasiat Nabi berupa “apa-apa yang secaratekstual ditinggalkan oleh Nabi Muhammad bagi umat-nya” (taraktu fi kum) atau dikenal juga dengan hadistsaqalain (dua perkara berharga yang ditinggalkanNabi bagi umatnya), terdapat empat versi. Pertama,versi yang menyatakan bahwa Nabi hanyameninggalkan al-Qur’an. Kedua, versi yangmenyatakan bahwa Nabi meninggalkan al-Qur’an danketurunan (‘Itrah), yakni Ahlulbait (keluarga dan

1 Tulisan ini pernah disampaikan pada acara Bedah Buku Misteri Wasiat Nabi; Asal Usul Sunnah Sahabat, Studi Historiografis atas Tarikh Tasyri, karya K.H. Dr. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc., yang diselenggarakan oleh PP IJABI di Aula Muthahhari, Jl. Kampus II Kiaracondong, Bandung, Sabtu, 4 Juli 2015. Tulisan ini merupakan ringkasan dari disertasi penulis yang berjudul Riwayat Hadits Taraktu ii Kum, Kritik Sanad Hadits serta Telaah terhadap Perbedaan antara Kata “Ahl Al-Bait” dan “Sunnah”, pada Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tidak dipublikasikan, tahun 1999. Untuk referensi, pembaca dapat merujuk langsung disertasi tersebut.

47

Page 77: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

keturunannya). Ketiga, versi yang menyatakan bahwaNabi meninggalkan al-Qur’an dan Sunnahnya.Keempat, versi yang menyatakan bahwa Nabimeninggalkan al-Qur’an, Sunnah dan ‘Itrah-nya. Darikeempat versi itu, versi ketiga yang lebih populer, pa-ling tidak bagi masyarakat Sunni di Indonesia.

Kajian ini dilakukan dengan menggunakan metodetakhrij. Sebuah metode baku yang biasa dipakai untukmeneliti otentisitas, validitas dan, dalam batas-batastertentu, reliabilitas hadis. Tulisan ini sekaligus jugamemberikan contoh bagaimana metode ini dilaksana-kan dengan sebisa mungkin melihat berbagai aspekyang menyertainya yang dipandang perlu untukdiungkapkan sebagai kelengkapan aplikasi metodetersebut.

B. Sekilas tentang Definisi Hadis

Secara umum, hadis dipahami sebagai “rekamandari potret kehidupan Nabi di hadapan parasahabatnya.” Hadis bisa juga dipahami sebagai“respon Nabi atas apa yang terjadi di hadapannya,baik dari kalangan para sahabatnya, ataupun lebih dariitu”. Untuk kasus-kasus tertentu, hadis muncul bisaberupa “sikap Nabi yang terjadi hanya sesekali saja”.Ia bisa juga merupakan “tradisi Nabi”. Artinya, beliaumelafalkan dan mengerjakannya dalam rangkaiankontinuitas perilaku sehari-hari. Intinya, hadismerupakan informasi kehidupan Nabi di hadapan parasahabatnya, yang dengan cara tertentu, informasi itusampai kepada masyarakat Muslim yang hidup padagenerasi berikutnya.

48

Page 78: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

Ketika masih hidup, Nabi memberikan bimbingankeagamaan dan kehidupan bermasyarakatberdasarkan wahyu yang terdapat dalam al-Qur’an. Iamenunjukkannya dengan ucapan-ucapan serta tingkahlakunya di luar (teks) al-Qur’an. Ketika Nabi wafat,(nilai-nilai) al-Qur’an terus diberlakukan. Namun,bimbingan keagamaan yang bersifat pribadi danotoritatif (dengan sendirinya) menjadi terputus.Keempat khalifah pengganti Nabi, yang dihadapkanpada situasi baru, berusaha menerapkan kebijakan-kebijakan mereka berdasarkan semangat al-Qur’andan apa yang telah diajarkan oleh Nabi. kepadamereka berdasarkan pemahaman mereka.

Pada saat itu, apa yang telah diajarkan Nabi, jugaapa yang telah didengar dan dilihat oleh para sahabat,belum dipahami sebagai hadis seperti layaknya hadisyang dipahami sekarang ini. Para sahabat masihmemandangnya sebagai suatu nilai keteladanan yangharus diingat, ditiru, dan ditaati karena hal itu jugadiperintahkan oleh al-Qur’an.

Realitas inilah yang menyebabkan sebagianorientalis memandang hadis secara skeptis. Ada yangmenolak secara keseluruhan dan ada pula yangmenolak sebagian. Mereka berpendapat, hampir tidakmungkin menyelidiki secara seksama, dengan penuhkeyakinan, materi-materi hadis yang sangat luas,sebagai bagian yang benar-benar bersambung kepadaNabi atau generasi permulaan para sahabat. Bagimereka, hadis itu lebih dianggap sebagai suatu rekam-an pandangan dan sifat generasi permulaan kaumMuslim dari pada kehidupan dan ajaran Nabi atau

49

Page 79: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

bahkan sahabat-sahabatnya. Oleh karena itu, merekaberkesimpulan bahwa Nabi tidak meninggalkanSunnah atau hadis. Nabi hanyalah meninggalkan al-Qur’an. Sehingga, Sunnah sebagai pengamalanmasyarakat Muslim generasi permulaan sesudahMuhammad, sama sekali bukan Sunnah Nabi (SunnahNabawiyah), melainkan kebiasaan bangsa Arabsebelum Islam yang disesuaikan (dengan ajaran Nabi)menurut al-Qur’an, dan pengembangan konsepSunnah Nabawiyah baru dilakukan pada generasiberikutnya.

Anggapan tersebut berimplikasi pada pemahamantentang pengembangan konsep Sunnah Nabi. Konsepini dikembangkan setelah terjadinya pembagian duaaliran hadis pada periode Bani Umayyah yangmelahirkan dua prinsip versi yang berbeda; yangterdiri atas aliran Irak dan aliran Syiria-Madinah.Sekalipun pada mulanya kedua aliran tersebut tidakmerumuskan kepentingan-kepentingan atau hak-hakpolitik pada masa lalu, akhirnya, mereka melakukaninterpretasi juga tentang masa lalu itu, sampaiakhirnya timbul satu keberpihakan (di antara mereka)dan polemik (yang mereka ciptakan bersama), yangakhirnya memisahkan kedua aliran tersebut.

C. Wasiat Nabi: Otentisitas, Transmisi, danKontradiksi

Kajian ini menemukan data yang berbeda denganpendapat para orientalis di atas tentang hadis danaspek-aspek lain dari kesejarahan bangsa Arab pada

50

Page 80: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

waktu itu. Perbedaan itu terletak, paling tidak dalamempat hal berikut ini.

Pertama, keadaan masyarakat Arab yang terkenalkuat di bidang hapalan. Sebelum hadis dihimpundalam kitab-kitab hadis secara resmi dan massal, padaumumnya hadis diajarkan dan diriwayatkan secaralisan dan hapalan. Kedua, pencatatan hadis pada wak-tu itu sebetulnya sudah ada. Hanya saja kegiatanpencatatannya, selain masih dimaksudkan untukkepentingan pribadi para pencatatnya, belum bersifatresmi dan massal. Ketiga, ketika semakin banyaksahabat yang wafat, sejalan dengan kian banyaknyamasalah yang muncul dalam masyarakat Islam yangterus berkembang, kaum Muslim merasakan perlunyamengumpulkan informasi tentang Nabi. Sehingga,usaha mengumpulkan dan menyusun hadis secara ter-tulis terus menemukan momentumnya. Keempat,dalam praktek kehidupan sehari-hari, pada masa Nabi,sahabat dan generasi berikutnya, perincian darisejumlah prinsip dasar dan garis-garis besar masalahyang tidak terdapat dalam al-Qur’an, bisa ditemukandalam hadis, sehingga hadis tetap eksis dalamkehidupan kaum Muslim. Oleh karena itu, takberlebihan jika dikatakan bahwa bagian terbesar darikonsep (kehidupan) Islam ditemukan dalam hadis yangkemudian dikenal dengan nilai-nilai Sunnah Nabi(Sunnah Nabawiyah).

Hadis yang bersumber dari dan berkembang dalamkehidupan Nabi itu (dengan diketahui oleh parasahabat), menyebar secara simultan seiring denganpenyebaran Islam ke berbagai wilayah. Pasukan kaum

51

Page 81: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Muslim yang menaklukkan wilayah Irak, Persia, Pales-tina dan Mesir secara otomatis menyebarkan hadis kewilayah-wilayah tersebut. Bahwa hadis, dalam batas-batas pengertian di atas, telah ada sejak masa awalIslam adalah fakta yang tidak perlu diragukan. Bahkan,sepanjang kehidupan Nabi cukup alamiah bagi kaumMuslim (dengan konsekuensi adanya keharusanmenerima fakta tersebut) untuk berbicara tentang apayang dikatakan dan dikerjakan Nabi.

Dengan demikian, penolakan atas fenomena alamiini (menolak akan keberadaan hadis), sama artinyadengan irasionalitas yang berlebihan dan itumerupakan sebuah “dosa” terhadap sejarah. Hadisyang pada periode turunnya wahyu sudah berfungsisebagai penjelasan (bayân) al-Qur’an, melalui diri Nabisendiri. Ia lahir dalam rangka menegakkan syariatIslam dan membentuk masyarakat Muslim. Pada saatitu, Muhammad sebagai Nabi, dengan keteladanannyamenjadi panutan para sahabat. Oleh karena itu, parasahabat, dengan ingatannya yang kuat, dapatmenghapal ajaran-ajaran Nabi yang mereka terima,baik secara langsung ataupun tidak. Di samping itu,semua yang ada pada Nabi merupakan majlis ilmiah.Perilaku, penuturan, isyarat, dan diamnya, menjadipedoman bagi kehidupan mereka.

Adanya kontradiksi riwayat antara larangan danperintah penulisan hadis, juga tidak bisa lepas darilatar konteks tertentu. Intinya, kontradiksi tersebuthanyalah pada teks larangan dan perintah itu, bukanpada substansi. Tujuannya adalah agar jangan sampaiterjadi percampuran antara hadis dengan ayat al-Qur’an. Di luar itu, riwayat perintah penulisan hadis

52

Page 82: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

(secara terpisah dari ayat al-Qur’an) ditemukan dalamkonteksnya masing-masing.

Dengan demikian, realitas hadis sebagai pedomankedua setelah al-Qur’an, di samping juga sebagaitambang informasi historiografi awal Islam, memilikidasar historis yang kuat. Karena ia sudah dapatdibuktikan keberadaannya, baik sebagai bentukinformasi dari apa yang terdapat pada dan dengan diriNabi maupun fungsi serta kedudukannya. Ia kemudiandihimpun dalam sumber-sumber pokok (al-mashadiral-ashliyyah) yang dinilai sebagai “kitab induk hadis.”Pada kitab-kitab itu, hadis ditulis secara lengkapdengan jalur mata rantai transmisinya (sanad).

Namun, ternyata dalam kitab-kitab induk hadistersebut terdapat sejumlah riwayat yang berbedaantara satu dengan yang lainnya, meskipun tidak bisadikatakan bertentangan. Persoalan ini dianggapmenarik, karena menyangkut posisi hadis sebagaisumber otoritatif kedua setelah al-Qur’an yangmemerlukan penjelasan lebih lanjut. Melalui sejumlahriwayat itu juga, diketahui adanya versi lain bahwaNabi meninggalkan satu hal lagi selain Al-Qur’an, yangjuga harus dipegang oleh para sahabat (kaum Muslim),yaitu keturunan (‘Itrah) atau Ahlulbait, yang jikadisusun secara skematis (struktural) kedudukannyadianggap sama dengan Sunnah.

D. ‘Itrah dan Sunnah: Dari Teks menujuSyarah

Selama ini sering diperoleh kesan bahwa apabilaterm keturunan Nabi (‘itrah) atau Ahlulbait muncul,

53

Page 83: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

maka konotasinya terkait dengan modus keberadaan(mode of existence) Islam madzhab Syi’ah. Hal itutimbul karena antara Ahlulbait dan kaum Syi’ah, dalamperjalanan sejarah politik Islam, seolah-olah sudahmenjadi kata sinonim.

Padahal sebetulnya di antara para imam Ahlulbaitsendiri, yang “secara kebetulan” menjadi periwayat(râwî) dalam beberapa sanad hadis ‘itrah tersebut,tidak sedikit yang berada pada tradisi Sunnah yanglurus (al-sunnah al-mustaqîmah). Sehingga banyakulama Sunni yang meriwayatkan dan menulis ulangriwayat-riwayat tentang Ahlulbait tersebut. Hanya saja,persoalan politiklah yang menyebabkan para imamtersebut dinilai berpaham Syi’ah. Asumsi bahwa paraimam Ahlulbait itu berada dalam Sunnah yang lurus,sesuai dengan pernyataan Ibn Katsîr (w. 774 H). Beliaumengatakan bahwa para ulama dari kalanganAhlulbait itu termasuk ulama terbaik (pada zamannya),karena mereka telah terbukti berada dalam Sunnahyang lurus.

Di antara ulama yang mengemukakan penilaiantentang kedudukan Ahlulbait tersebut adalahsebagaimana berikut ini. Pertama, Ibn Taimiyah (661-728 H), menulis buku Huqûq Ali al-Bayt (hak-hakkeluarga Ahlulbait), diedit oleh ‘Abd Al-Qadîr Ahmad‘Atha’, diterbitkan oleh Dâr al-Kutub al-’IlmiyyahBeirut, tahun 1987. Kedua, Jalâl al-Dîn al-Suyûthî,ulama yang sudah jelas kesunniannya, menulis bukuIhyâ’ al-Mayyit bi Fadlâ'il Ahl al-Bayt, diedit olehMushthafa ‘Abd Al-Qadîr ‘Atha’, diterbitkan oleh Dâr al-Jail Bayrut, tahun 1980. Di dalamnya terdapat 60(enam puluh) hadis keutamaan Ahlulbait, termasuk

54

Page 84: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

hadis yang dikenal sebagai tsaqalain. Ketiga, Yûsuf b.Ismâ’îl al-Nabhânî, al-Syarf al-Muabbad li AliMuhammad, diterbitkan oleh Mushthafa al-Bâb al-Halabî Mesir, tahun 1973. Keempat, Muhammad‘Abduh Yamanî menulis 'Allimû Awlâdakum MahabbataAli Bait al-Nabî Saw. Kelima, al-Syaikh Mu’min b. HasanMu’min Al-Syabalanjî menulis Nûr al-Abshr fî ManâqibAli al-Nabî al-Mukhtâr, diterbitkan oleh Dâr al-FikrBeirut, tanpa tahun. Keenam, al-Syaikh Muhammad b.‘Alî al-Shabbân menulis Is’âf al-Râghibîn fî Sîrat al-Mushthafa, dicetak sebagai catatan pinggir (hâmisy)pada kitab Nûr al-Abshâr di atas.

Dengan demikian berdasarkan sejumlahpandangan di atas, kiranya dipandang perlumelakukan pengkajian ulang secara metodologisterhadap maksud peninggalan Nabi yang disepakatioleh kaum Muslim tersebut. Apakah yang ditinggalkanNabi selain al-Qur’an itu hanya Sunnah-nya atau adayang lainnya?

Mungkin juga melalui pendekatan kompromistikdapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaanmendasar antara peninggalan Nabi berupa Sunnahdan ‘Itrah atau Ahlulbait—dengan pengecualian dalammasalah politik. Ini bisa terlihat dari upaya Ibn al-Atsîral-Jazîrî yang berusaha menyatukan periwayatanmatan hadis tentang “Sunnah” dengan “‘Itrah” dalamsatu bab al-Istimsâk bi al-Kitâb wa al-Sunnah dalamkaryanya Jâmi' al-Ushûl fî Ahâdîts al-Rasûl. Begitu juga‘Abd Al-Rahmân b. 'Alî al-Syaibânî dalam Taisîr al-Wushûl ilâ Jâmi' al-Ushûl min Hadits al-Rasûl danSyekh Manshûr 'Alî Nâshif dalam al-Tâj al-Jâmi' li al-

55

Page 85: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Ushûl fî AHâdîsh al-Rasûl melakukan hal yang samadengan Ibn al-Atsîr. Syekh Manshûr bahkan membuatfashal khusus dalam Kitâb al-Fadla'il-nya. Iamenggunakan pendekatan takhshish bahwa Sunnahyang ditinggalkan oleh Nabi adalah (apa-apa yangterdapat pula pada) ‘Itrah atau Ahlulbaitnya.

Menurut Ayatullâh Burujardi, seorang ulama Syi’ah,Nabi dalam beberapa kesempatan mengatakan bahwa“dirinya meninggalkan dua hal yang berharga:Kitabullah (al-Qur’an) dan Sunnahnya”. Di sini terdapatsuatu ketetapan tentang keterkaitan erat antara ketu-runan Nabi dan Sunnahnya dalam menjawabpersoalan. Ini menunjukkan bahwa keduanya tidaklahterpisah. Keturunan Nabi yang menguraikan danmemelihara Sunnahnya. Ketika Nabi menyebutketurunannya bersamaan dengan Kitabullah, makayang dimaksud adalah Sunnahnya yang diperoleh dariketurunannya sendiri. Jadi, keturunan Nabi itulahSunnahnya. Demikian juga maksud dari Ahlulbaitadalah sejumlah keluarga Nabi yang memilikikompetensi dalam Sunnah. Bahkan mungkin saja,secara tekstual Nabi hanya meninggalkan al-Qur’an.Meskipun pernyataan terakhir ini akan bertentangandengan ayat al-Qur’an itu sendiri.

E. Antara Otentisitas dan Validitas: AwalPersoalan

Kajian tentang otentisitas, validitas dan reliabilitashadis melekat dengan perjalanan transmisi hadis(sanad) itu sendiri. Seperti ungkapan Ibn Sirin (w. 110H) dalam Muqaddimah Shahîh Muslim:

56

Page 86: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

Pada mulanya para sahabat tidak pernahmempersoalkan sanad. Akan tetapi setelah terjadi fitnah,mereka menuntut nama-nama periwayat hadis (râwî)-nyauntuk diteliti. Hadis yang diriwayatkan oleh ahli Sunnah,mereka terima. Sedangkan hadis yang diriwayatkan olehahli bid'ah, mereka tolak.

Hal senada dinyatakan Al-Dzahabî (w. 748 H.)terkait sejumlah periwayat hadis (râwî) dari pelakubid’ah yang berkualitas shadûq (masuk dalam kategoriadil/ta’dîl): “Hendaklah kita mengambil ke-Shadûq-annya dan biarkanlah mereka bertanggung jawabtentang kebid’ahan-nya”.

Demikian juga ungkapan Al-Dahlawî (1176 H)dalam Hujjat Allâh Al-Bâligah yang menyatakan:

Tidak ada jalan lain untuk mengetahui syariat-syariatdan hukum-hukum kecuali dari hadis (khabar Nabi). Kitajuga tidak punya jalan lain untuk mengetahui khabar-khabar itu, kecuali melalui periwayatan yang sampai padaNabi secara bersambung (muttashil) dan periwayatantersebut juga tidak akan sampai kepada kita kecualidengan menelusuri kitab-kitab ilmu hadis yangterkodifikasikan. Sebab sekarang ini, tidak ada riwayatyang dapat dipertanggungjawabkan selain yang adadalam kitab-kitab tersebut".

Penegasan yang sama disampaikan Ibn Katsîr (w.774 H.) dalam al-Ba'its al-Hatsits, seperti dikutipAhmad Muhammad Syakir:

Orang yang diterima (periwayatannya) adalah orangtsiqat dan dlâbith (kuat hapalan) mengenai apa yangdiriwayatkannya; yaitu orang muslim, berakal, balig,selamat dari sebab-sebab kefasikan, dan hilangnyakehormatan (murû'ah). Di samping itu, orang tersebutharus senantiasa terjaga, tidak pelupa, hapal ketika akanmenyampaikan hadis dan memahami maknanya. Apabila

57

Page 87: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, makaperiwayatannya ditolak".

Berdasarkan pernyataan para ulama tersebut,dapat ditarik kesimpulan bahwa hadis bisa dipastikanvaliditas atau kesahihannya apabila diriwayatkan olehorang yang adil, kuat hapalan (dlâbith), jalur transmisiperiwayatannya (sanad) bersambung, tidak terdapatcacat ('illat) dan tidak bertentangan dengan argumenyang lebih kuat (syâdz). Selanjutnya, para ulamasepakat bahwa hadis sahih memiliki kedudukansebagai argumen pokok dalam hukum (hujjah) dankarenanya wajib diamalkan. Menurut para ahli fikihdan mayoritas ahli hadis, hal yang sama berlaku bagihadis hasan (al-hadīts al-hasan) yang derajatnyasedikit lebih rendah di bawah hadis sahih. Karenakejujuran periwayat (râwî)-nya dan ketersambunganjalur transmisi sanad-nya telah diketahui. Rendahnyatingkat hapalan tidak mengeluarkan periwayatnya darijajaran periwayat yang mampu menyampaikan hadissebagaimana ketika hadis itu pertama kali didengar.

F. Metodologi dan Sumber DataTulisan ini menegaskan bahwa ketentuan penilaian

hadis sangat ketat, karena secara historis terkaitdengan terjadinya pemalsuan hadis, baik yangdilakukan oleh orang-orang Syi’ah maupun Sunnisendiri. Ia juga terkait dengan kemunculan berbagaimadzhab, menguatnya persoalan politik, dan masalahlainnya.

Penjelasan mengenai proses perjalanan transmisihadis mulai dari Nabi hingga para pengumpul hadis(mudawwin), setidaknya pada sepuluh generasi

58

Page 88: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

periwayat (thabaqah) berikutnya, bisa menjadikerangka tentatif kajian tentang hadis wasiat Nabidalam tulisan ini. Kajian spesifik tentang riwayat hadiswasiat Nabi yang dijadikan obyek tulisan ini kiranyasebelumnya belum dilakukan para sarjana. Tetapi,kitab atau buku-buku yang mencantumkan riwayattersebut sudah ada, meskipun tidak menggunakanpendekatan integratif antara ilmu hadis danhistoriografi Islam. Semua riwayat hadis wasiat Nabitersebut tercantum dalam sejumlah kitab hadisbeserta penjelasan (syarh)-nya. Dalam kitab-kitabtersebut, riwayat hadis itu tidak dibahas secara rinci.Tetapi, kitab syarh hanya menjelaskan sesuatu yangdianggap penting sebagaimana penjelasan atas hadislainnya.

Sumber kajian ini terdiri dari sumber utama dansumber pembantu (sekunder). Sumber utamamerupakan kitab-kitab induk hadis, seperti ‘Ulûm al-Hadits, Rijâl al-Hadits, al-Jarh wa al-Ta'dîl dan kitab-kitab sejarah yang terdapat dalam sejumlah kitabhadis induk tertentu. Sumber sekundernya adalahsejumlah kitab dan buku yang pokok pembahasannyabukan tentang teori validasi hadis (tashîh), meskipunia masih memiliki keterkaitan dengan obyek kajian.Sumber sekunder ini terdiri dari kitab-kitab tafsir, fiqih,ushul fiqih, syarah hadis dan sejarah.

Kajian ini mempergunakan metode takhrîj, yaitumetode spesifik dan baku yang dipakai untuk menelitiderajat kualitas hadis. Takhrîj berarti penyebutan hadisdengan masing-masing sanad-nya pada kitab sumberhadis. Bila perlu, penambahan (pencarian) sanad-nya

59

Page 89: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

dilakukan untuk menambah penjelasan hadis yanglebih dahulu disebutkan, sehingga kekuatan hukumsanad dan matan pada hadis tersebut menjadibertambah. Dengan demikian, takhrij adalah suatumetode penunjukan hadis kepada sumber-sumberaslinya berikut sanad-nya dan menjelaskan(melakukan telaah kritis terhadap sanad dan matan)derajat kualitas hadis tersebut. Jjika dilihat esensinya,metode takhrîj merupakan bagian dari metodehistoriografi (Islam). Namun, karena para ulama hadistelah membuat sistematika metode takhrîj secarakhusus, maka ia kemudian secara teknis dipisahkandari metode studi kesejarahan.

G. Penelusuran SanadDengan berpegang pada pendapat Mahmud

Thahhan dan ‘Abd al-Muhdi, kajian ini menggunakanlima langkah dalam metode takhrij, yaitu: (1)Mengetahui sahabat yang meriwayatkan hadis terse-but; (2) Mengetahui lafal pertama dari matan hadistersebut; (3) Mengetahui lafal matan hadis yangsedikit berlakunya; (4) Mengetahui pokok bahasanhadis tersebut atau sebagiannya, jika mengandungbeberapa pokok bahasan; (5) Meneliti keadaan hadistersebut secara terpadu dari segi sanad dan matan.

Berdasarkan langkah pertama, denganmenggunakan kitab Musnad Ahmad ditemukan bahwamatan lafal “taraktu fi kum” beserta derivasi katanya,terdapat pada riwayat musnad sahabat: Abu Sa’id al-Khudri, Zaid b. Arqam, Abu Sa’id al-Khudri, dan Zaidbin Tsabit. Sedangkan dengan menggunakan kitabMu’jam al-Thabarani, riwayat hadis “taraktu fi kum” di

60

Page 90: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

temukan pada mu’jam sahabat: Abu Sa’id al-Khudri,Zaid bin Tsabit, dan Zaid bin Arqam.

Berdasarkan langkah kedua denganmempergunakan kitab Mawsu’at Athraf al-Hadits al-Nabawi al-Syarif karya Abu Hajar Muhammad al-Sa’idbin Basuni Zaghul, riwayat hadits “taraktu fi kum”beserta derivasi katanya ditemukan pada Juz IIIhalaman 643 dan Juz IV halaman 361. Dalam kitab inidiinformasikan bahwa riwayat hadis “taraktu fi kum”beserta derivasi katanya terdapat dalam sejumlahkitab hadis, baik dalam kitab hadis pokok ataupunbukan. Kitab ini mempergunakan kata pertama darisetiap matan hadis. Karenanya, relatif lebih mudah jikadibandingkan dengan kitab-kitab bantu sebelumnya.

Berdasarkan langkah ketiga denganmempergunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazhal-Hadits, dari tujuh jilid yang ada, ditemukan bahwa:1. Dengan mempergunakan kata taraka, informasi

data diperoleh pada jilid I halaman 270. Di sanadiketahui bahwa riwayat hadis tersebut beradapada: (1) Sunan Abi Dawud; Kitab Manasik; nomorurut bab 56; (2) Sunan Ibn Majah; Kitab Manasiknomor urut bab 84; (3) Muwaththa’ Malik; Kitab al-Qadar; nomor urut Bab 3; dan (4) Musnad Ahmabbin Hanbal, jilid III halaman 26. Masih pada jilidyang sama, pada halaman 271, terdapat katatarikum yang hadisnya diketahui terdapat padaMusnad Ahmad bin Hanbal, jilid III halaman 14 dan17.

2. Dengan mempergunakan kata tsaqala, informasidata diperoleh pada jilid I halaman 294. Diketahui

61

Page 91: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

bahwa riwayat hadis tersebut berada pada: (1)Shahih Muslim; Kitab Fadlail al-Shahabah; nomorurut bab 36-37; (2) Sunan al-Darimi; Kitab Fadlailal-Qur’an; nomor urut bab 1; dan (3) MusnadAhmad bin Hanbal, jilid III halaman 14, 17, 26, dan59; jilid IV halaman 367 dan 371.

3. Dengan mempergunakan kata habala, informasidata diperoleh pada jilid I halaman 414. Diketahuibahwa riwayat hadis tersebut terdapat pada: (1)Sunan al-Tirmidzi; Kitab al-Manaqib; nomor urut31; (2) Shahih Muslim; kitab Fadlalil al-Shahabah;nomor urut bab 36-37; (2) Sunan al-Darimi; KitabFadlail al-Qur’an; nomor urut bab 1; dan (3)Musnad Ahmad b. Hanbal, jilid III halaman 14, 17,26, dan 59; jilid V halaman 182.

4. Dengan mempergunakan kata khalafa, informasidata diperoleh pada jilid II, halaman 70. Diketahuibahwa riwayat hadis tersebut terletak padaMusnad Ahmad b. Hanbal, Jld V, halaman 182 dan189.

5. Dengan mempergunakan kata dzkara, informasidata diperoleh pada jilid II, halaman 180. diketahuibahwa riwayat hadis tersebut terletak pada Sunanal-Darimi; Kitab Fadlail al-Qur’an; nomor urut bab1; dan Musnad Ahmad b. Hanbal, jilid III, halaman114 dan jilid IV halaman 367.

6. Dengan mempergunakan kata sanna, informasidata diperoleh pada jilid II halaman 556. Diketahuibahwa riwayat hadis tersebut terletak padaMuwaththa’ Malik; Kitab al-Qadar; nomor urut bab3.

62

Page 92: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

7. Dengan mempergunakan kata ‘ashama, informasidata diperoleh pada jilid IV halaman 250. Diketahuibahwa riwayat hadis tersebut terletak pada SunanAbi Dawud, Kitab al-Manasik; nomor urut bab 56;dan Sunan Ibn Majah; Kitab al-Manasik; nomor urutbab 84.

8. Dengan mempergunakan kata kataba, informasidata diperoleh pada jilid V halaman 529. Diketahuibahwa riwayat hadis tersebut terletak pada Sunanal-Darimi; Kitab Fadla’il al-Qur’an no urut bab 1;dan Musnad Ahmad b. hanbal, jilid IV halaman 367.

9. Dengan kata kataba, informasi data juga diperolehpada jilid V halaman 530. Diketahui bahwa riwayathadis tersebut terletak pada Sunan al-Darimi;Kitab Fadla’il al-Qur’an no urut bab 1.

10.Dengan kata kataba, informasi data juga diperolehpada jilid V, halaman 534. Diketahui bahwa riwayathadis tersebut terletak pada: (1) Shahih Muslim;Kitab al-Hajj; no urut bab 147; (2) Sunan AbiDawud; Kitab Al-Manasik; no urut bab 56; dan (3)Muwaththa’ Malik; Kitab Al-Qadar; no urut bab 3.

11.Dengan kata kataba, informasi data diperoleh padajilid V, halaman 534. Diketahui bahwa riwayathadis tersebut terletak pada Musnad Ahmad b.Hanbal, jilid III, halaman 17 dan jilid V, halaman182 dan 189.

12.Dengan mempergunakan kata masaka, informasidata diperoleh pada jilid VI halaman 222. Diketahuibahwa riwayat hadis tersebut terletak pada Sunanal-Tirmidzi; Kitab Al-Manaqib; no urut bab 31.

63

Page 93: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Dengan demikian, diketahui bahwa berdasarkankitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi, diperoleh informasi bahwa riwayat-riwayathadis tersebut terletak pada kitab Shahih Muslim,Sunan Abi Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Ibn Majah,Muwaththa’ Malik, Musnad Ahmab b. Hanbal danSunan al-Darimi.

Berdasarkan langkah keempat denganmenggunakan kitab Miftah Kunuzis al-Sunnah,ditemukan petunjuk hadis dengan redaksi matanketiga, yakni Nabi meninggalkan Kitabullah danSunnah Nabi sebagai pedoman bagi umatnya. Tetapi,pada perintah selanjutnya mengharuskan penelitimelihat tema “Muhammad” pada halaman 448. Padatema tersebut ditemukan hadis dengan redaksi matankedua, yakni Kitabullah dan keturunan (‘itrah) atauAhlulbaitnya. Diketahui bahwa riwayat hadis tersebutterletak pada: (1) Thabaqat ibn Sa’ad; Juz II, halaman2; (2) Musnad Ahmad b. Hanbal, jilid III, halaman 14,17, 26 dan 59; jilid IV, halaman 366 dan 371; jilid V,halaman 181 dan 189.

Petunjuk berikutnya adalah ditemukan hadisdengan redaksi matan keempat (Kitabullah, Sunnahdan keturunan (‘itrah) atau Ahlulbait. Diketahui bahwariwayat hadis tersebut terletak pada Musnad ImamZaid b. ‘Ali, halaman 969.

Kajian ini tidak mempergunakan langkah kelima,karena semua data yang tercantum dalam sumberpokok berupa kitab hadis yang sembilan (al-kutub al-tis’ah) sudah berhasil ditemukan.

Kajian riwayat hadis wasiat Nabi ini terdiribeberapa langkah. Pertama, pembahasan sumber atau

64

Page 94: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

studi pustaka berupa pelacakan riwayat-riwayat hadiswasiat Nabi. Pada bagian ini, setelah pelacakandengan mempergunakan empat langkah dalammetode takhrij di atas, pembahasannya dimulaidengan mengklasifikasikan kitab-kitab hadis yangterdiri dari dua kelompok, yaitu: 1. Kelompok yang masuk ke dalam kitab hadis yang

enam (al-kutub al-sittah); terdiri dari kitab-kitab:a. Shahih Muslim;b. Sunan Abî Dâwud;c. Sunan al-Tirmidzî; d. Sunan Ibn Mâjah;

2. Kelompok di luar al-Kutub al-Sittah; terdiri darikitab-kitab:

a. Muwaththa’ Mâlik;b. Musnad Imâm Ahmad;c. Sunan al-Dârimî;d. Mushshannaf Ibn Abî Syaibah;e. Al-Mu’jam al-Shaghîr;f. Al-Mu’jam al-Kabîr;g. Thabaqât Ibn Sa’ad;h. Shahîh Ibn Hibbân; i. Shahîh Ibn Khuzaimahj. al-’Ma’rifah wa al-Târikh;k. Hilyât al-Auliyâ’;l. Al-Mustadrak ‘alâ al-Shahîhain;m. Al-Sunan al-Kubra;n. Al-Jâmi’ li Akhlâq al-Râwî wa Adâb al-Sâmi’; dan o. Musnad al-Imâm Zaid b. ‘Alî.

Pada bagian ini, mencakup pula pembahasanmengenai sabda Nabi dalam dalam tiga khutbahnya,

65

Page 95: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

yaitu: (a) Khutbah Nabi di ‘Arafah pada waktu hajiwada’, (b) Khutbah Nabi di Ghadîr Khumm, se-kembalinya Nabi menuju Madinah setelah menunaikanibadah hajinya itu dan (c) Khutbah (atau perkataan)Nabi menjelang wafatnya.

Kedua, analisis sanad dan matan dari seluruhriwayat yang telah berhasil dilacak dari masing-masingkitab hadis yang sudah terkumpul pada bagianpertama. Pada bagian ini, peneliti menerapkan kritikatas jalur transmisi hadis atau sanad (naqd al-sanad)melalui ilmu tentang periwayat hadis (‘ilm rijâl al-hadits), ilmu sejarah periwayat hadis (‘ilm târikh al-ruwâh) dan ilmu al-jarh wa al-ta’dîl. Untuk analisismatan, peneliti menerapkan kritik atas materi hadisatau matan (naqd al-matan), dengan terlebih dahulumengetahui seluruh sanad yang shahîh.

Ketiga, mengembangkan pemahaman mendalamatas hadis (fiqh al-hadîts) dan pentingnya kedudukanhadis sebagai argumen pokok (hujjah) sebagaiimplikasi dari kualitas hadis yang telah diketahui.

Selain itu, untuk memudahkan pelacakan hadiswasiat Nabi tersebut, jalur-jalur riwayatnya dibagi kedalam dua kelompok berdasarkan sumberpelacakannya, dilakukan dua jalur: (1) Pelacakan ri-wayat-riwayat dalam kitab hadis yang enam (al-kutubal-sittah). Kitab hadis yang enam ini dipandangsebagai sumber utama hadis. Para penyusunnyadianggap telah mencurahkan segala daya dan ke-mampuan mereka secara optimal untuk mencari danmeneliti hadis. (2) pelacakan riwayat yang terdapat diluar kitab hadis yang enam (al-kutub al-sittah).

66

Page 96: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

Jalur-jalur riwayat hadis wasiat Nabi yang terdapatdalam kelompok al-kutub al-sittah bisa ditemukandalam Kitab Shahîh Muslim, Kitâb al-Manâsik, BâbShifat Hajj Rasûlillâh dan Kitâb Fadlâil al-Shahâbah,Bâb Fadlâil ‘Alî b. Abî Thâlib; Sunan Al-Tirmidzî, Kitâbal-Manâqib, Bâb Manâqib Âli Bait al-Nabi saw; SunanAbî Dâud, Kitâb al-Manâsik, Bâb Shifat Hajj RasûlillâhSaw.; dan Sunan Ibn Mâjah, Kitâb Al-Manâsik, BabShifat Hajj Rasûlillâh saw.

Adapun riwayat hadis wasiat Nabi yang terdapatdalam kelompok di luar al-kutub al-sittah ada dalamMuwaththa’ al-Imâm Mâlik, Kitâb al-Qadr, Bâb al-Nahy‘an al-Qaul bi al-Qadr; Musnad Imâm Ahmad, dalammusnad Abû Sa’îd al-Khudrî, Zaid b. Arqam, Zaid b.Tsâbit; Sunan al-Dârimî, Bâb Fadlâil al-Qur’ân;Mushannaf Ibn Abî Syaibah, Kitâb Fadlâil al-Qur’ân,Bâb fî al-Washiyyah bi al-Qur’ân wa Qirâatih dan Kitâbal-Fadlâil, Bâb Mâ A’tha al-Lâh Muhammadan; al-Mu’jam al-Shâghîr; al-Mu’jam al-Kabîr; al-Thabaqât al-Kubrâ, Bâb Dzikr Ma Qarab li Rasûlillâh Saw min Ajalih;al-Ma’rifah wa al-Tarikh; Shahîh Ibn Khuzaimah, BâbDzikr al-Bayân anna al-Nabi Saw. innamâ Khathaba bi‘Arafat Râkiban lâ Nazîlan bi al-Ardl dan Bâb Dzikr al-Dalîl ‘alâ anna Banî ‘Abd al-Muthallib Hum min Âli al-Nabi saw; Shahîh Ibn Hibbân, Bâb Dzikr Itsbât al-Hudâli Man Ittaba’ al-Qur’ân wa al-Dlalâlah li Man Tarakah;al-Mustadrak ‘alâ al-Shahîhayn, Kitâb al-’Ilm, BâbKhuthbatuh saw fî Hajjat al-Wadâ’ dan Kitâb Ma’rifat al-Shahâbat, Bâb Washiyyat al-Nabâ’ fî Kitâbillâh wa ‘ItratRasûlih; al-Sunan al-Kubra li al-Baihaqî, Kitâb al-Shalâh, Bâb Bayân Ahli Baitih dan Kitab Adâb al-Qâdlî,

67

Page 97: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Bab Mâ Yaqdlî bih al-Qâdlî; Hilyat al-Auliyâ’, MusnadHudzaifah b. Asîd, al-Jâmi’ li Akhlâq al-Râwî wa Adâbal-Sâmi’; dan Musnad al-Imâm Zaid b. ‘Alî.

Itulah seluruh riwayat hadis wasiat Nabi yang telahberhasil ditemukan dalam sejumlah kitab hadis indukmelalui proses pen-takhrîj-an dengan memakan waktuyang relatif cepat. Riwayat hadis tersebut sedikitnyaterdapat pada tujuh kitab hadis induk kelompokpertama, yakni Shahîh Muslim, Sunan Abî Dâwud,Sunan al-Tirmidzî, Sunan Ibn Mâjah, Muwaththa’ al-Imâm Mâlik, Musnad al-Imâm Ahmad dan Sunan al-Dârimî.

Untuk melakukan penelusuran pada kitab hadisinduk di luar tujuh kitab tersebut tentu akan memakanwaktu yang relatif lebih lama. Hal ini karena kitab-kitabpenunjang untuk kelompok kitab di luar tujuh kitabtersebut tidak begitu banyak tersedia, terkecuali untuksejumlah kitab yang telah diedit dan diberi indekspada bagian akhir.

H. Variasi Redaksi Matan

Dalam hal variasi redaksional materi hadis ataumatan, kajian ini menentukan pemilahan danpemilihan terhadap matan yang dianggap palingmewakili dari sejumlah redaksi yang terdapat dalamkitab-kitab hadis yang sudah ditentukan di atas.Pemilihan ini untuk menghindari terjadinyapengulangan penulisan sejumlah matan yang memilikikesamaan atau kemiripan redaksi.

68

Page 98: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

Untuk kelompok redaksi matan I, dipilih hanya satumatan saja. Karena dari sejumlah kitab hadis tersebutmemang hanya ditemukan satu redaksi, yaitu:

بصصه اعتصصصمتم إن بعده تضلوا لن ما فيكم تركت وقد الله كتاب

Untuk kelompok redaksi matan II, dipilih empatmatan. Meskipun dalam pembahasanperbandingannya kemudian ditentukan hanya satumatan yang dijadikan matan standar berdasarkan jalurtransmisi atau sanad yang paling sahih. Keempatmatan tersebut adalah:

الهدى فيه الله كتاب أولهما ثقلين فيكم تارك أنا- ١فحصصث بصصه واستمسصصكوا اللصصه بكتاب فخذوا والنوربيصصتي وأهصصل قصصال ثصصم فيه ورغب الله كتاب على

أهصصل فصصي الله أذكركم بيتي أهل في الله أذكركمبيتي أهل في الله أذكركم بيتي

تضصلوا لصصن بصصه تمسصصكتم إن مصصا فيكصم تارك إني- ٢حبصصل اللصصه كتصصاب الخرصصر مصصن أعظم أحدهما بعدي

بيتي أهل وعترتي الرض إلى السماء من ممدودكيف فانظروا الحوض علي يردا حتى يتفرقا ولن

فيهما تخلفونيممصصدود حبصصل الله كتاب خرليفتين فيكم تارك إني- ٣

إلصصى السصصماء بيصصن مصصا أو والرض السصصماء بين ماحصصتى يتفرقصصا لن وإنهما بيتي أهل وعترتي الرض

الحوض علي يرداأسصصمعت] أرقصصم بصصن لزيصصد ربيعصصة بن على قال- [٤

يقصصول وسصصلم] وآله [عليه الله صلى الله رسولنعم : قال ؟ الثقلين فيكم تارك إني

69

Page 99: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Untuk kelompok redaksi matan III dipilih hanyasatu matan. Meskipun untuk kelompok ini sebetulnyaterdapat dua redaksi. Pemilihan redaksi ini didasarkanpada jalur transmisi atau sanad yang paling sahih,seperti akan dijelaskan nanti. Matan untuk kelompokredaksi ini adalah:

تضصصلوا فلصصن به اعتصمتم إن ما فيكم تركت قد إنينبيه وسنة الله كتاب أبدا

Untuk kelompok redaksi matan IV hanya ada saturedaksi, yaitu matan yang terdapat dalam MusnadImâm Zaid b. ‘Alî. Redaksi matan-nya adalah:

أهصصل وعصصترتي وسصصنتي اللصصه كتصصاب فيكم خرلفت إنيبيتي

Variasi berbagai redaksi matan ini menjadi pentingkarena memperlihatkan bagaimana makna integralseluruh matan tersebut diperoleh melalui prosespembandingan antar-redaksi matan (muqaranatl al-mutun). Implikasi pembandingan ini akanmemunculkan pengembangan makna matan yangakan menentukan pembahasan kritik matan.

I. Analisis Kelompok Redaksi Matan I-IV

Dengan melihat peristiwa penyabdaannya,sejumlah riwayat hadis wasiat Nabi di atas diketahui,bahwa Nabi telah menyampaikannya dalam satukhutbah di hadapan banyak manusia. Ini berarti bahwaisi hadis ini berlaku dan mengikat bagi siapa saja dikalangan umatnya. Bagi yang mendengar secara

70

Page 100: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

langsung, kewajiban itu muncul pada saat diamendengarnya dan bagi yang tidak mendengarnyasecara langsung, maka kewajibannya itu muncul padasaat dia mendapatkan informasi bahwa Nabi pernahmenyabdakan hal tersebut. Hal ini pun pernah Nabisampaikan dalam salah satu sabdanya.

1. Kelompok matan I: Kitabullah

Untuk kelompok redaksi matan I yang berbunyi (بصصه اعتصمتم إن بعده تضلوا لن ما فيكم تركت وقد

اللصه كتاب ), hadis ini disabdakan Nabi Muhammadpada saat beliau berkhutbah di Arafah. Matan Hadis inimerupakan potongan dari satu matan yang sangatpanjang. Oleh karena itu, Abû Dâwud (w. 275 H.)menyatakan bahwa boleh jadi di sana sini terdapatkekurangakuratan penyampaiannya (dari râwî yangsatu kepada râwî yang lainnya)

Hampir semua ulama hadis mencantumkankonteks khutbah Nabi ini. Akan tetapi, para ulama itutidak semuanya memiliki jalur periwayatan yangsanad-nya sama. Demikian halnya untuk redaksimatan hadis tersebut. Ada ulama yang mencantumkankhutbah Nabi ini secara panjang lebar, ada juga yanghanya sedikit, bahkan ada yang tidak lebih dari “dua”atau “tiga baris” saja dalam kitabnya. Hal inimemunculkan asumsi bahwa tidak semua sahabatyang mendengar khutbah Nabi sanggup mengingatnyasecara keseluruhan. Ada yang mengingat “hampir”seluruhnya, tetapi ada juga yang mengingatnya hanyapada bagian-bagian tertentu. Akan tetapi, semua ri-wayat yang ditemukan dalam tulisan ini hanya

71

Page 101: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

diriwayatkan melalui satu orang sahabat, yaitu Jâbir b.Abdillâh ra (w. 78 H). Dengan demikian, berdasarkanklasifikasi kuantitas perawi, hadis ini termasuk kategorigharib pada awal rawi-nya atau pada akhir sanad-nya.

Imam Muslim (w. 261 H), Abû Dâwud (w. 275 H),Ibn Mâjah (w. 273/83 H), dan Ibn Khuzaimah (w. 311 H)adalah ulama-ulama yang mencantumkan khutbah inisecara panjang lebar dan memiliki jalur sanad dengansejumlah râwÎ yang sama. Sementara itu, redaksi yangdimiliki ulama lain, seperti Ibn Abî Syaibah (w. 235 H),tidak sepanjang redaksi empat ulama di atas,sekalipun ada sebagian jalur periwayatannya memilikisanad yang sama.

Para penulis sejarah juga mencantumkan peristiwaini dalam sejumlah bukunya. Muhammad b. ‘Abd al-Wahhâb, (w. 1787 M) dan Ibn Katsîr (w. 774 H.)mencantumkannya berdasarkan riwayat Muslim.Sedang Muhammad al-Khudlarî Bik mencantumkannyaberdasarkan riwayat Ibn Mâjah. Muhammad Sa’îdRamadlân al-Bûthî juga mencantumkan riwayat inidalam bukunya juga berdasarkan riwayat Muslim.Namun, ternyata al-Bûthî mencantumkan redaksi وسنةdalam رسول bukunya itu. Padahal, dalam riwayatMuslim, tidak ditemukan kata-kata tersebut.

Sementara itu, Muhammad al-Ghazalîmencantumkannya berdasarkan riwayat Ibn Hisyâm(w. 218 H) dari Ibn Ishâk (w. 150 H.) tanpa sanad.Penulis ini hampir sependapat dengan al-Bûthî. Ia men-cantumkan redaksi dalam وسصصصنة نصصصبيه kitabnya.Tampaknya, ia hanya menyandarkan pengutipannyakepada Ibn Hisyâm (w. 218 H.), karena kata-katatersebut memang terdapat dalam kitab Sirah Ibn

72

Page 102: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

Hisyâm (218 H.) atau bisa jadi ia mengutipnya dari al-Thabarî (w. 310 H). Sedangkan Muhammad Ridla danMuhammad Husain Haikal (w. 1956 M) tampaknya jugamelakukan hal yang sama sebagaimana al-Ghazali.Redaksi memang وسصصنة نصصبيه tidak terdapat dalamriwayat asalnya, yaitu riwayat Jâbir b. ‘Abdillâh (w. 78H). Akan tetapi setelah dikutip dalam buku-bukusejarah tersebut, redaksi itu diduga berasal dariperiwayat yang masuk ke dalam hadis (idraj).

Penilaian bahwa redaksi itu berasal dari periwayatyang masuk ke dalam hadis (idraj) tersebut jugaditerima oleh Ja’far Subhânî. Ulama Syi’ah inimenerima adanya tambahan kata-kata وسنة نبيه da-lam redaksi khutbah tersebut. Tetapi, ia berbedadengan sejumlah ulama Syi’ah lainnya seperti AbûMuhammad al-Hasan al-Harrânî. Ulama Syi’ah yangdisebut terakhir ini tidak menambahkan kata-kata Akan tetapi dia mencantumkan kata-kata . وسنة نبيه

بيصصتي وعصصترتي أهصصل dalam redaksi khutbah Nabitersebut. Teks ini sama dengan riwayat yang terdapatdalam Sunan al-Tirmidzi.

2. Kelompok matan II: Kitabullah dan Ahlulbait

Redaksi untuk kelopok matan II (berupa Kitabullahdan Ahlulbait) disabdakan Nabi saat beliau berkhutbahdi Ghadîr Khum. Sama halnya dengan redaksi matan I,matan ini cukup bervariasi, namun tidak sepanjangredaksi matan I. Terdapat paling tidak lima orangsahabat yang meriwayatkan hadis dengan redaksimatan II ini, yakni Zaid b. Arqam (w. 78 H), Abû Sa’îd

73

Page 103: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

al-Khudrî (w. 74 H), Zaid b. Tsâbit (w. 45 H), Abû Dzarral-Ghiffârî, dan Hudzaifah b. Asîd.

Dari sejumlah riwayat tersebut, ada yang secarajelas menyebutkan bahwa Nabi telahmenyabdakannya pada saat khutbah di GhadîrKhumm, tetapi ada juga yang tidak. Namun, ketikadilihat antara yang satu dengan yang lainnya,semuanya bisa saling melengkapi, sehingga bisadisimpulkan bahwa Nabi memang menyabdakannyapada waktu tersebut. Hanya saja ditemukan sejumlahriwayat dengan matan lain yang, sejumlah redaksimatannya, terlepas dari matan ini. Sehingga, kalausaja matan-matan yang terlepas ini juga dihitung,maka bisa saja jumlah sahabat yang meriwayatkanhadis ini menjadi banyak. Oleh karena itu, denganmelihat jumlah sahabat yang meriwayatkannya, hadisini bisa diklasifikasikan sebagai kategori hadismutawâtir dengan jumlah minimal, atau paling tidaksampai kepada klasifikasi hadis masyhûr. Selanjutnya,jika tingkatan generasi periwayat hadis (thabaqah)dari masing-masing periwayat (rawî) pada sanadberikutnya dilihat, maka tampak sejumlah orangbanyak telah meriwayatkannya. Sehingga hadis inikembali masuk ke dalam klasifikasi hadis mutawâtir.

Para imam Hadis seperti Muslim (w. 261 H), al-Tirmidzî (w. 275/9 H.), Ahmad b. Hanbal (w. 241 H.), al-Dârimî (w. 255 H.), al-Thabaranî (w. 360 H), Abû Yûsufal-Fasawî (277), Ibn Khuzaimah (w. 311 H.), al-Baihaqî(458 H), Ibn Abî Syaibah (w. 235 H.), al-Hâkim (w. 405H.) dan Abû Nu’aim (w.430 H.) adalah ulamapengumpul hadis (mudawwin) yang mencantumkanhadis dengan redaksi matan II ini pada kitab-kitab

74

Page 104: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

mereka. Terdapat sedikit banyak perbedaan redaksimatan untuk kelompok redaksi matan II ini. Namunkandungan maknanya sama, yaitu Nabi tinggalkan duaperkara yang berharga (tsaqalain), yaitu Kitabullahdan ‘Itrah atau Ahlulbait-nya.

Para sejarawan banyak yang mencantumkanperistiwa ini. Ibn Katsîr (w. 774 H) adalah salahseorang sejarawan yang mencantumkan peristiwa inidalam kitabnya. Ia mencantumkan hadis di atasberdasarkan riwayat Ibn ‘Asâkir (w. 557 H).Tampaknya, Ibn Katsir (w. 774 H.) juga memotongmatan hadis ini karena panjangnya. Yang banyakterdapat dalam kitabnya itu justru riwayat hadis maw-lâ dan hadis manzilah, serta sejumlah hadis tentangkeutamaan ‘Alî lainnya.

Sarjana seperti Moojan Momen telah menjadikanperistiwa Ghadir Khumm di atas sebagai waktupenetapan bahwa ‘Alî adalah pengganti Nabisebagaimana klaim Syi’ah. Dalam menjelaskan peris-tiwa tersebut, ia merujuk kepada semua kitab hadiskalangan Sunni, yaitu sejumlah hadis pada kelompokmatan II di atas.

Ibn Taimiyah (w. 758 H.) juga mengakui eksistensiperistiwa Ghadir Khumm ini. Dalam konteks yangberbeda, dia telah menuliskan hadis ini dalamsejumlah bukunya. Dengan mengutip hadis dengankelompok matan II (Kitabullah dan Ahlulbait), IbnTaimiyah memiliki pendapat yang, tentu saja berbedadengan Moojan Momen. Pendapat Ibn Taimiyahcenderung tipikal Sunni. Ia berpendapat bahwa hadisdalam peristiwa Ghadir Khumm di atas maknanya

75

Page 105: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

bukan penunjukan ‘Alî sebagai khalifah. Terdapatanalisis bahasa yang dipakainya dalam memaknaimatan hadis Ghadir Khumm ini. Seperti dalam katamawlâ yang dianggap multimakna (musytarak). Kataini bisa berarti “penolong, kekasih dan yang lainnya.”

Di antara perkataan Ibn Taimiyah yang terpentingadalah bahwa akidah Sunni berusaha membersihkandiri dari cara kelompok Rafidhah yang membencisahabat dan mencercanya dan kelompok Nawâshibyang menyakiti Ahlulbait dengan perkataan danperbuatan. Namun demikian, Ibn Taimiyah tetap tidakmenjadikan para Ahlulbait itu imam-imam sebagaitempat rujukan (marja’) kaum Muslim. Hal tersebutboleh jadi dikarenakan ketinggian tingkat keadilan(‘adalah) dan kekuatan hapalan (dhabt) para imamtersebut hanya sampai pada Muhammad al-Baqir (w.122 H.). Untuk Ja’far al-Shadiq, tingkat keadilan yangdisandangnya hanya sampai pada kategori “shaduq,faqih, dan imam.”

Pendapat Ibn Taimiyah tersebut berbeda denganinformasi yang terdapat dalam kitab Thabaqât IbnSa’ad. Pada kitab ini, Ibn Sa’ad (w. 230 H.)memasukkan hadis Ghadir Khumm tersebut yangdiriwayatkan melalui Abû Sa’îd al-Khudrî (w. 74 H.),dalam kelompok hadis tentang “Apa-apa yang TerjadiMenjelang Wafat Nabi saw” (Sa’ad, t.th: 194). Hanyapada kitab Thabaqât Ibn Sa’ad inilah terdapatpenjelasan tegas dalam sebuah bab mengenai apa-apa yang terjadi menjelang wafatnya Nabi. Sementaraitu, literatur lainnya, ada yang menyebutkan bahwaHadis ini disampaikan pada saat Khutbah Nabi di‘Arafah, seperti riwayat pertama dalam Sunan al-

76

Page 106: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

Tirmidzî, dan yang lebih banyak justru tidakmenyebutkan pada peristiwa apa beliau menyabdakanhadis ini, seperti dalam Musnad Ahmad, Mujam al-Thabarânî dan yang lainnya.

3. Kelompok matan III: Kitabullah dan SunnahNabi

Redaksi kelompok hadis dengan matan III(Kitabullah dan Sunnah Nabi) disabdakan NabiMuhammad pada saat beliau berkhutbah di ‘Arafah. Iniberdasarkan informasi dari Al-Hâkim (w. 405 H.).Seperti kelompok matan I (Kitabullah), kelompokmatan III ini merupakan potongan dari satu matanhadis yang sangat panjang. Banyak sejarawan yangmencantumkan khutbah beliau ini dalam buku mereka.Akan tetapi, para sejarawan itu, kecuali Ibn Jarîr al-Thabarî (w. 310 H), tentu saja tidak mencantumkansanad dalam buku-buku mereka. Al-Albânî juga tidakberhasil menemukan sanad-nya ketika dia merujukkepada kitab Sirah Ibn Hisyâm. Muhammad Al-Ghazalîmengatakan, setalah melihat sejumlah kitab lain yangmencantumkan riwayat khutbah Nabi ini, di antarasanad-nya terdapat sanad Muslim yang bersumberdari sahabat Jâbir ra.

Berbeda dengan redaksi kelompok matan I,riwayat kelompok matan III ini bersumber dari AbuHurairah (w. 57/8/9 H.) dan Ibn ‘Abbâs (w. 68 H.).Sementara itu, orang-orang yang berada pada ge-nerasi periwayat (thabaqah) berikutnya juga tidaksebanyak riwayat dengan kelompok matan II

77

Page 107: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

(Kitabullah dan Ahlulbait). Namun demikian, riwayat inimenjadi populer di kalangan sejarawan, sebagaimanaterlihat dalam penjelasan untuk redaksi kelompokmatan I.

4. Kelompok Matan IV: Kitabullah, Sunnah,Keturunan ‘Itrah

Untuk redaksi matan IV disabdakan Nabimenjelang wafatnya. Ini berdasarkan informasi dari Al-Hâkim (w. 405 H.). Ketika itu, kondisi kesehatan beliausedang berada pada kondisi tersulit dan banyak pulaorang yang larut oleh keadaan berada di rumah beliau.Pada saat itu Nabi menyuruh ‘Alî b. Abî Thâlib ra (w. 40H.) untuk memanggil al-Hasan (w. 49 H.) dan al-Husain(w. 61 H.). Setelah kedua cucunya itu berada didekatnya, maka Nabi pun bersabda: “Wahai manusia,sesungguhnya Aku tinggalkan bagi kalian Kitabullah,Sunnahku dan ‘Itrah (Ahlulbait)-ku”. Redaksi ini hanyaterdapat pada Musnad al-Imâm Zaid. Kajian ini tidakberhasil menemukan redaksi matan ini pada kitab-kitab hadis lainnya. Namun demikian, nilai substansimatan ini sangat diperlukan untuk pengkompromiandengan ketiga kelompok redaksi matan sebelumnya.

J. Analisis Fiqh al-Hadits

Setelah seluruh riwayat bersama matan-nyaditemukan, kajian ini kemudian melakukan kritik sanaddan matan (naqd al-sanad wa al-matn) menurutstandar tradisi ilmu hadis. Unsur-unsurnya mencakupsyarat validitas hadis seperti keadilan (‘adalah),kekuatan hapalan (dhabt), ketersambungan jalur

78

Page 108: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

transmisi sanad (ittishal al-sanad), bersih dari cacat(‘illat) dan tidak bertentangan dengan argumen yanglebih kuat (syudzudz). Dengan dibantu sejumlah kitabbiografi periwayat (rijal al-hadits), kitab al-Jarh wa al-Tadil, dan kitab kritik redaksi matan (naqd al-mutun),kajian ini sampai pada proses penarikan kesimpulanhukum atas hadis (al-hukm ‘ala al-hadits). Secaraparsial, riwayat-riwayat hadis wasiat Nabi tersebut adayang shahih, hasan, dan dha’if. Namun, secarasubstantif dapat diklasifikasikan ke dalam kelompokhadis yang bisa dijadikan argumen dalam pengambilankeputusan hukum (yuhtajju biha).

Hal tersebut tampak lebih jelas dalam proseduranalisis pemahaman hadis secara mendalam (fiqh al-hadits). Para ulama hadis, baik klasik maupunkontemporer, telah memberikan komentar yang relatifproporsional kepada matan hadis wasiat Nabi tersebut.Pokok-pokok pemahaman yang dikemukakan merekaterlihat dalam ungkapan yang menyatakan bahwamatan hadis ini adalah wasiat Nabi, yang berisipenegasan yang pasti menuntut adanya kewajibanmenghormati, memuliakan, dan mengagungkankeluarga Nabi dengan suatu nilai kewajiban yangsangat tinggi dan pasti. Sehingga tidak ada alasanbagi seorang pun untuk berpaling dari kewajiban itu.

Kewajiban tersebut termasuk ke dalam kekhususan(khusûsiyat) keluarga Nabi, yaitu seperti dikatakan al-Qurthubi bahwa Ahlulbait adalah bagian dari Nabi.Mereka berasal dan tersebar dari Nabi sebagaimanasabdanya, “Fathimah adalah bagian dari diriku”. Na-mun demikian, keagungan hak-hak keluarga Nabi ini

79

Page 109: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

sebaliknya tidak diterima oleh (mayoritas) dinasti BaniUmayyah. Rezim ini telah menyakiti anggota Ahlulbait,membantainya, menawan para wanitanya,melenyapkan anak-anaknya, memerangi daerahkediamannya, mendustakan kemuliayan dankeutamaannya, membolehkan mencaci maki danmelaknat mereka, sehingga rezim ini telah menyalahiwasiat Nabi. Mereka telah menerima wasiat beliau inidengan cara sebaliknya, yaitu melakukanpemberontakan dan menghilangkan ketundukanterhadapnya. Oleh karena itu, salah satu rekomendasikajian ini adalah perlunya diadakan penelitian lanjutantentang pengaruh kekuasaan atau politik terhadapkeberadaan riwayat-riwayat hadis shahih.

Selanjutnya, kajian ini menemukan adanya corakpemahaman substantif atas hadis wasiat Nabi tersebutseperti terlihat dalam pernyataan al-Mubarakfuridalam Syarih Sunan al-al-Tirmidzi yang menyatakan,“Namun demikian, sejumlah produk penafsiran di atastidak secara tegas menyebutkan siapa saja dikalangan Ahlulbait itu yang dimaksudkan hadis di atas.Hanya saja, ukuran yang membatasi makna Ahlulbaititu disebutkan dengan adanya kesejalanan perilakukehidupan mereka dengan nilai-nilai syariat, baik yangdatang secara langsung dari al-Qur’an atau dariSunnah.

Ukuran tersebut dapat dibuktikan dengan sejumlahmakna yang tersurat atau yang tersirat, baik melaluial-Qur’an atau hadis Nabi. Nabi sendiri pernahbesabda, “Jika Fathîmah bt. Muhammad mencuri,niscaya Aku potong tangannya”. Padahal siapa yanglebih dicintai Nabi daripada Fathimah. Oleh karena itu,

80

Page 110: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

semua manusia di hadapan syariat Islam memilikikedudukan yang sama. Hanyalah ketakwaan yangdapat membedakan antara satu dengan lainnya. Se-hingga adanya kewajiban kaum Muslim yangberkenaan dengan hak-hak Ahlulbait itu tidak hanyadidasari karena memuliakan Nabi dan mentaati firmanAllah, “Katakanlah, Aku tidak meminta upah ke-padamu, kecuali mencintai keluarga(ku)” (Q.S. Al-Syûrâ: 23). Namun lebih dari itu, Ahlulbait hanyalahterikat dengan Nabi oleh landasan iman dan takwa.Allah telah menetapkan bahwa jika nilai-nilai keimanandan ketakwaan dalam diri seseorang telah hilang,maka dengan sendirinya tali kekeluargaan punmenjadi hilang (Q.S. Hud: 46).

Ukuran keimanan dan ketakwaan itu ternyatadapat dibuktikan dalam sejarah. Apa yang telahdiucapkan oleh Nabi tersebut terbukti dengan jelas.Seluruh keluarganya telah memberikan contoh yangluar biasa, baik dari aspek-aspek kepribadian merekasebagai orang yang memiliki keimanan dan ketakwaanyang tiada bandingnya atau dari aspek-aspekkeilmuan yang ada pada diri mereka. Meskipun dalamaspek yang disebut terakhir ini, tentu saja ada tingkatperbedaan tertentu sesuai dengan kapasitasintelektual masing-masing individu di antara mereka.

Karena ukuran yang membatasi keterkaitanmereka dengan Nabi itu ternyata bukan hanyaberdasarkan silsilah nasab atau keturunan, makafaktor pertalian darah diketahui kemudian bisa menja-di tidak signifikan. Yang menentukan kepribadianmereka sehingga layak dinilai sebagai Ahlulbait yang

81

Page 111: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

berpegang pada teguh sesuai wasiat Nabi(mutamassak) adalah keimanan dan ketakwaannya;dan yang menentukan tingginya nilai intelektualmereka adalah etos ilmiah yang senantiasa beradadalam diri mereka. Terpenuhinya dua persyaratansubstansial sebagai Ahlulbait yang berpegang pada te-guh pada wasiat Nabi, yaitu (1) kepribadian mulia(iman dan takwa); dan (2) keilmuan (etos ilmiah) yangdidasari oleh keimanan dan ketakwaan tersebut,membuat mereka pantas disebut sebagai “pening-galan berharga paling kecil (al-tsaqal al-asghar) satutingkat di bawah al-Qur’ân yang disebut sebagai“peninggalan berharga paling besar” (al-tsaqal al-akbar). Mereka diharapkan dapat menyampaikankaum Muslim kepada nilai-nilai risalah yang terdapatdalam Qur’ân dan Sunnah.

Berdasarkan penjelasan tersebut, kajian inicenderung lebih menekankan pada kriteria umumAhlulbait yang dianggap berpegang teguh sesuaiwasiat Nabi itu (mutamassak), bukan pada individumasing-masing Ahlulbait tersebut. Namun demikian,eksistensi Ahlulbait secara individu tetap diakuisebagai wujud perjalanan historis yang takterbantahkan adanya. Penentunya adalah adanya ke-pastian pertalian nasab sampai kepada Nabi.Karenanya, kewajiban menghormati dan memuliakanmereka adalah bagian dari perintah agama.

Namun demikian, untuk menjadikan merekasebagai salah satu sumber rujukan (marja’) bagi kaumMuslim, hendaklah diketahui terlebih dahulu bahwa disamping memiliki kepribadian mulia, mereka harusmemiliki etos ilmiah yang didasari oleh keimanan dan

82

Page 112: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

ketakwaannya itu. Oleh karena itu, jika diperinci,persyaratan Ahlulbait yang dianggap berpegang teguhsesuai wasiat Nabi (mutamassak) itu adalah: (1)adanya pertalian darah dengan Nabi; (2) adanya kepri-badian mulia (iman dan takwa) pada diri mereka; dan(3) adanya etos ilmiah yang tercermin dalam sejumlahpendapat mereka dan atau karya-karya mereka yangsecara historis terbukti telah ikut menghiasi khazanahintelektual Islam.

Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa terdapatpemahaman lain yang secara substansial memilikiperbedaan tentang makna wasiat Nabi tersebut.Pemahaman ini dikemukakan oleh sejumlah ulamaSyi’ah yang secara tegas mengklaim bahwa teks hadistentang wasiat Nabi tersebut merupakan dalil yangpasti tentang dijadikannya para imam yang berasaldari kalangan Ahlulbait (terbatas hanya dari ‘Alî danketurunannya) sebagai rujukan pokok (marja’) merekaseperti dikemukakan oleh al-Askari.

Berdasarkan hubungan antar teks hadis hadistsaqalain dalam kelompok redaksi matan III yangdiklaim sebagai dalil penunjukkan ‘Alî sebagai khalifah,mereka juga mengatakan bahwa tidak ada alasan bagikaum Muslim untuk berpaling dari ‘Alî dan keturunan-nya. Selanjutnya, dalam buku Ma’âlim al-Madrasatain,Al-’Askarî, demikian juga Asad Haidar, tampaknyamenilai shahîh terhadap jalur transmisi sanad hadistersebut melalui Zaid b. al-Hasan al-Anmâthî.Keduanya mengatakan bahwa Nabi mengungkapkanhadis tersebut pada dua tempat, yaitu ketikaberkhutbah di ‘Arafah dan Ghadîr Khumm. Ada indikasi

83

Page 113: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

kesamaan penilaian hadis antara Asad Haidar denganAl-’Askari. Lebih jauh bahkan Asad Haidar mengatakantelah terjadi perubahan redaksi (tahrîf), sehingga hadistsaqalain itu berubah menjadi Kitabullah dan SunnahNabi.

Namun demikian, berdasarkan data tambahanyang ada, kajian ini tidak bisa menentukan begitu sajabahwa untuk mengetahui informasi tentang al-Qur’andan Sunnah tersebut hanyalah melalui para ImamAhlulbait sebagaimana dilakukan oleh sebagiankalangan Syi’ah terutama Syi’ah Rafidlah. Kecuali, bilaberkaitan dengan sejumlah riwayat hadis yang sesuaidengan pandangan madzhab Syi’ah atau riwayattersebut ditafsirkan berdasarkan pendapat madz-habnya itu.

Memang bisa diterima ungkapan yang menyatakanbahwa Ahlulbait paling mengetahui keadaan Nabi,karena mereka sehari-hari hidup bersama beliau.Namun, ternyata tidak semua informasi tentang Nabiitu datang dari mereka. Untuk kasus-kasus tertentuNabi berbicara atau bertindak tidak di hadapananggota keluarganya, tetapi di hadapan para sahabatyang lain. Oleh karena itu, sikap menutup saluraninformasi tentang diri Nabi selain dari keluarganya bisadianggap sesuatu yang absurd, karena Nabi juga hidupdi tengah-tengah masyarakat yang tidak lain adalahpara sahabatnya sendiri.

K. Penutup

Berdasarkan analisis fiqh al-hadîts, kajian inimemberikan kesimpulan bahwa semua hadis tentang

84

Page 114: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Wasiat Nabi: Sunnah dan Keturunan Nabi dalamPandangan Ulama Hadis Sunni

wasiat Nabi memiliki makna yang komprehensif, palingtidak untuk konteks tertentu, dengan melihat kapandan di mana Nabi meriwayatkan hadis tersebut. Penu-lis juga memandang perlu untuk melihat sejumlahriwayat lain yang memiliki kedekatan makna dalamredaksi hadisnya (matan). Artinya, dengan melihatkedekatan makna dalam matan, akan diketahui bahwasebetulnya substansi makna perkataan Nabi yang ber-variasi redaksinya itu memiliki makna yang satu, utuhdan universal. Adanya riwayat yang menyatakanbahwa hanya Kitabullah (al-Qur’an) saja yang harusdirujuk, tidak lantas memunculkan pemahaman bahwaselain Kitabullah itu harus dikesampingkan atau tidakbisa dijadikan rujukan. Akan tetapi, riwayat ituhendaknya dipahami bahwa pada Kitabullah ituterdapat nilai-nilai dasar sebagai jawaban dari setiappersoalan dan nilai-nilai dasar petunjuk ilahi sebagaipedoman kaum Muslim dalam kehidupannya sehari-hari.

Penyebutan Ahlulbait yang menyertai Kitabullah,tentu saja dipahami sebagai pelengkap atau penjelasdari apa yang terdapat dalam Kitabullah tersebut.Dalam konteks hadis wasiat Nabi, bisa dipahamibahwa secara historis Ahlulbait yang paling dekatdengan Nabi. Konsekuensi logisnya, Ahlulbait dianggaplebih banyak mengetahui tentang kehidupan sehari-hari Nabi, termasuk Sunnah Nabi. Dalam kerangkaitulah, bisa dipahami bahwa Nabi menyatakan bahwaselain Kitabullah, beliau juga meninggalkan Ahlulbait-nya sebagai jalur transmisi Sunnah. Ini tentu sajaberimplikasi sangat luas termasuk di dalamnya

85

Page 115: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

terhadap fungsi Ahlulbait sebagai rujukan atau tempatbertanya (marja’) setelah Nabi wafat.

Penyebutan Sunnah yang menyertai Kitabullahjuga harus dipahami sebagai pelengkap atau penjelasterhadap apa-apa yang terdapat dalam Kitabullahtersebut. Dalam konteks ini, tentu saja Nabi tidakhanya membatasi informasi Sunnah itu kepadaAhlulbait-nya saja, tetapi kepada siapa saja dikalangan sahabatnya yang sempat mengetahuinya.Nabi misalnya, pernah bersabda mengenai apa-apayang terdapat dalam diri para sahabatnya. Nabimenjelaskan bahwa para sahabat itu laksana bintang-bintang di langit, terutama para sahabat pembawaSunnah Khulafa’ al-Rasyidin. Oleh sebab itu, wasiatNabi menjelang wafatnya, seperti terlihat pata redaksimatan IV, yaitu bahwa yang beliau tinggalkan atauamanatkan bagi umatnya itu ada tiga: Kitabullah,Sunnah dan Ahlulbait-nya. Ketiganya itu merupakansatu kesatuan yang saling melengkapi untuk dijadikanpedoman, tempat kembali dan jawaban dari sejumlahpersoalan yang akan muncul di kalangan umat Islampada masa setelah wafatnya beliau. Nabi menjaminbahwa tidak akan sesat selama-lamanya bagi siapasaja yang berpegang teguh kepada ketiga perkara itu.

86

Page 116: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

ILMU HADIS DALAM PERSPEKTIFSUNNI DAN SYIAH

Dr. Mujiyo Nurkholis

A. Pendahuluan

Dilihat dari segi periwayatan dan pembukuan, al-Qur’an memiliki perbedaan dengan hadis. Al-Qur’andiriwayatkan secara mutawatir dan dibukukan secararesmi. Sedangkan periwayatan dan pembukuan hadisberlangsung secara individual, sehingga kriteria danjumlah hadis pada setiap kitab hadis tidak sama.Perbedaan kriteria hadis yang digunakan dalam setiapkitab hadis tidak bisa dilepaskan dari perbedaanparadigma penulisnya mengenai hadis itu sendiri.Salah satunya misalnya, tampak pada perbedaanparadigma antara ulama hadis Sunni dan Syiah (Syi‘i).Sebuah perbedaan yang telah melahirkan perbedaandalam rumusan ilmu hadis. Secara filosofis, perbedaanrumusan ilmu hadis antara Sunni dan Syiah terjadipada tiga aspek: ontologi, epistemologi dan aksiologi.

Dalam tulisan ini akan dibahas secara ringkasmengenai perbedaan dan persamaan ilmu hadis dalamdua mazhab pemikiran Islam tersebut. Sumberkajiannya merujuk kepada dua kitab ilmu hadis yangdianggap representatif di kalangan Sunni dan Syiah,yakni Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits karya

79

Page 117: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Nuruddin ‘Itr yang mewakili kitab ilmu hadis yangdisusun oleh kaum Sunni dan Ushul al-Hadīts waAhkamuh fi ‘Ilm al-Dirayah karya Ja’far al-Subhaniyang mewakili kitab ilmu hadis yang disusun olehkaum Syiah.

B. Sunni dan Syi‘ah dalam PerkembanganIlmu Hadis

Sunni dan Syiah memiliki peran penting dalammemelihara dan mengembangkan kajian hadis danilmu hadis. Berbagai kitab hadis dan ilmu hadisbeserta ragam sistematika dan metodenya berkem-bang dalam dua aliran Islam ini. Dalam beberapa hal,banyak ditemukan kesamaan tema pokok bahasan diantara dua tradisi keilmuan hadis tersebut, meskipunterdapat pula perbedaan mendasar dilihat dari aspekontologi, epistemologi, dan aksiologi keilmuannya.

1. Perkembangan Ilmu Hadis di Kalangan Sunnidan Syiah

Secara umum, berbagai sumber mengemukakanbahwa Sunni dan Syiah memiliki perhatian yangkurang lebih sama terhadap hadis Nabi. Keduanyamemiliki kepentingan tersembunyi terhadap hadissebagai bagian dari pengamalan ajaran agama Islam.Oleh karena itu, sepanjang sejarah kedua alirantersebut senantiasa terlibat dalam pemeliharaan,penyebarluasan dan pengembangan pengkajian hadis.

Peran keduanya terlihat setidaknya dalam sejarahperkembangan hadis yang diklasifikasikan ke dalam

80

Page 118: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

beberapa periode: sebelum pembukuan (qabla al-tadwin), masa pembukuan (‘ashr al-tadwin), dansetelah masa pembukuan (ba‘da al-tadwin).

Bagi kaum Sunni, sejarah hadis sebelum masapembukuan (qabla al-tadwin), berlangsung sejakzaman Nabi Muhammad Saw. hingga akhir abad ke-1atau pertengahan abad ke-2 H. (abad ke-7 M.). Hadislahir dan berkembang selama kehidupan Nabi, karenasemua ucapan, tindakan, ketetapan, dan kondisi beliauitulah hakikat sunnah atau hadis. Segala hal yangberkaitan dengan Nabi diperhatikan oleh para sahabat.Kemudian mereka menyebarkannya kepada sahabatlain yang tidak sempat mendengar ataumenyaksikannya secara langsung. Sebagian sahabatmenuliskan hadis-hadis yang mereka dengar itu, tetapijumlahnya sangat kecil ketimbang sahabat yangmeriwayatkan hadis secara lisan.

Periwayatan hadis secara lisan dan tulisanberlangsung sejak masa Nabi hingga masa sahabatdan masa tabi’in. Bahkan pada awal abad ke-2 H.,Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengeluarkan suratedaran yang ditujukan kepada para gubernur. Surat ituberisi perintah untuk menunjuk para ulama yangbertugas mengumpulkan dan membukukan hadis diwilayahnya masing-masing. Sejak saat itu, mulaitersusun kitab yang merupakan himpunan hadis-hadisyang telah ditulis sebelumnya dan hadis-hadis yangdiriwayatkan secara lisan. Karenanya, abad ke-2 H.bagi kaum Sunni dianggap sebagai awal masapembukuan hadis (‘ashr al-tadwin).

Di antara kitab yang telah tersusun pada masatersebut adalah Jami’ Ma’mar bin Rasyid (w. 154 H.),

81

Page 119: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Jami’ Sufyan Tsauri (w. 161 H.), al-Muwaththa’ karyaImam Malik (w. 179 H.), disusul dengan kitab-kitabmushannaf (‘Itr, 1994).

Sementara di kalangan Syiah, abad ke-2 diyakinimasih merupakan masa kelahiran hadis. Bagi mereka,ucapan dan perbuatan serta ketetapan para imamketurunan Ahlulbait adalah hadis yang memilikiotoritas yang sama dengan ucapan dan perbuatanserta ketetapan Nabi.

Sedangkan masa pembukuan hadis menurutkalangan Syiah bermula sejak awal abad ke-4 H.dengan disusunnya kitab al-Kafi karya Abu Ja’far al-Kulaini (w. 329 H).1 Dalam tradisi hadis Sunni, padaperiode ini telah tersusun kitab-kitab hadis yangjumlahnya tidak kurang dari enam puluh kitab. Jumlahtersebut mencakup kitab al-Muwaththa’ karya ImamMalik, tiga buah kitab al-Mushannaf, dua puluh tigabuah kitab Musnad, dua kitab al-Jami’ al-Shahih, tigakitab al-Shahih, dan lima kitab Sunan yang hampirsemuanya telah diterbitkan (Soetari: 1997). Pada masaini juga tersusun kitab ushul fikih dan sekaligus kitab

1 Namun, ulama Syi’ah menyatakan bahwa al-Kafi bukan kitab hadis pertama. Ia merupakan himpunan dari kitab-kitab hadis yangtelah ada sebelumnya, dikenal sebagai arba’u mi’ah ushul (sumberyang empat ratus). Menurut mereka, pembukuan hadis sudah dilakukan sejak zaman Nabi saw. yang dilakukan oleh Ali bin Abu Thalib. Hadis-hadis yang ditulis oleh Imam Ali ini diklaim sebagai kitab hadis pertama dalam Islam. (Mahfuzh, 1401 H). Pernyataan serupa juga terdapat di kalangan para ulama hadis Sunni. Kitab-kitab hadis yang standar diyakini bukan merupakan kitab hadis pertama, karena pada zaman sahabat dan tabi’in sudah terdapat tulisan hadis yang kemudian menjadi modal utama bagi para ulama pada abad ke-2 itu dalam menulis kitab mereka masing-masing (Soetari, 1997; Muthallib, 1981).

82

Page 120: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

ilmu hadis pertama, yaitu al-Risalah karya al-Syafi’I(150-204 H.).

Pada awal abad ke-3 hingga pertengahan abad ke-4 H, perkembangan ilmu hadis di kalangan Sunnidiyakini telah memasuki tahap ketiga, yaitupembukuan ilmu hadis secara terpisah setelah melam-paui tahap penyempurnaan pada abad ke-2.2 Di antarakarya ilmu hadis pada abad ke-3 hingga pertengahanabad ke-4 adalah al-‘Ilal al-Shaghir karya al-Turmudzi(w. 279 H.) dan al-Jarh wa al-Ta’dil karya Ibnu AbiHatim al-Razi (w. 327 H.) (‘Itr, 1994).

Sementara itu di kalangan Syiah, masapembukuan dalam pengertian sebagaimana kaumSunni (yakni berdasarkan hasil pencarian oleh parapenyusunnya dan bukan hasil kutipan atau pengga-bungan kitab-kitab sebelumnya) berlangsung sejakawal abad ke-4 H. hingga pertengahan abad ke-5 H,dengan tersusunnya kitab al-Kafi karya al-Kulaini, kitabMan La Yahdhuruh al-Faqih karya Ibn Babuyah al-Shaduq (w. 381 H.), kitab Tahdzib al-Ahkam dan kitabal-Istibshar karya Syaikh al-Thusi (w. 460 H.).Sedangkan penyusun kitab Ilmu Hadis Dirayah yangpertama kali di kalangan Syiah adalah al-Hakim Abu

2 Perkembangan ilmu hadis, menurut Nuruddin ‘Itr, dapat diklasifikasikan menjadi tujuh tahap: 1) tahap kelahiran ilmu hadis, sejak masa sahabat hingga akhir abad ke-1 H, 2) tahap penyempurnaan, dari awal abad ke-2 hingga awal abad ke-3 H, 3) tahap pembukuan ilmu hadis secara terpisah, dari abad ke-3 hingga pertengahan abad ke-4 H, 4) tahap penyusunan kitab-kitab induk ilmu hadis dan penyebarannya, dari pertengahan abad ke-4 hingga abad ke-7 H, 5) tahap kematangan dan kesempurnaan pembukuan ilmu hadis, sejak abad ke-7 hingga abad ke-10 H, 6) masa kebekuan dan kejumudan, dari abad ke-10 hingga abad ke-14 H, dan 7) tahap kebangkitan kedua, dari abad ke-14 H hingga sekarang (‘Itr, 1994).

83

Page 121: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Abdullah Muhammad bin Abdullah al-Naisaburi (w. 405H.), penulis kitab al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain.3

Karya al-Hakim itu berjudul Ma’rifat ‘Ulum al-Hadits.Ada juga yang menyebutkan bahwa penyusun kitabilmu hadis Syiah pertama adalah Jamaluddin Ahmadbin Musa bin Ja’far bin Thawus (w. 673 H.).

Pada periode setelah pembukuan (ba’da al-tadwin), kegiatan penulisan hadis tidak terhenti. Hanyasaja bentuknya berbeda, yaitu berupa penggabungan,peringkasan, syarah, kajian tematik, dan sebagainya.Di antara kitab-kitab gabungan dari kitab-kitab hadisyang telah ditulis pada periode sebelumnya yangdikenal di kalangan Sunni adalah Kanz al-‘Ummalkarya al-Hindi (w. 475 H.), Jami’ al-Ushul fi Ahadits al-Rasul karya Ibn al-Atsir (w. 606 H.), Jami’ al-Masanidwa al-Sunan karya Ibnu Katsir (w. 774 H.) dan al-Jami’al-Kabir karya al-Suyuthi (w. 911 H). Sedangkan kitabhimpunan yang terkenal di kalangan Syiah adalahWasa’il al-Syi’ah ila Tahshil Masa’il al-Syari’ah karyaMuhammad bin al-Hasan al-Hurr al-‘Amili (w. 1104 H.),Bihar al-Anwar al-Jami’ah li Durar Akhbar al-A’immahal-Athar karya al-Majlisi (w. 1110 H.), Mustadrak al-Wasa’il wa Mustanbath al-Athar karya Mirza Husain al-Nuri al-Thabarisi (w. 1320 H.), dan sebagainya.

Kitab-kitab biografi periwayat hadis (rijal) jugaberedar di kalangan Sunni dan Syiah. Tujuannya, untukmengetahui berbagai data tentang para periwayatyang terlibat dalam periwayatan hadis. Kitab rijal iniberisi data-data tentang identitas para periwayat,

3 Namun demikian, kesyiahan al-Hakim dipertanyakan secara definitif. Meskipun ia mencintai Ahlulbait, tetapi kitab al-Mustadrak yang ditulisnya merupakan ciri kesunniannya yang menonjol.

84

Page 122: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

masa hidup, guru dan murid, dan kualitas moral danintelektualnya. Di antara kitab rijal yang tertua dikalangan Sunni adalah al-Thabaqat karya Muhammadbin Sa’d al-Zuhri (w. 230 H.). Sedangkan kitab rijalyang sangat terkenal dan terlengkap adalah al-Kamalfi Asma’ al-Rijal karya al-Maqdisi (w. 660 H.). Al-Kamaldiringkas oleh al-Mizzi (w. 742 H.) menjadi Tahdzib al-Kamal. Kitab terakhir ini diringkas oleh dua orang,yaitu oleh Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H) menjadiTahdzib al-Tahdzib dan oleh al-Dzahabi (w. 748 H.)menjadi Tadzhib al-Tahdzib.4

Untuk kepentingan pencarian hadis dalam kitab-kitab asal (takhrij al-hadits), di kalangan Sunni telahdisusun kitab-kitab al-Athraf, di antaranya Athraf al-Shahihain karya Abu Mas’ud Ibrahim bin Muhammadal-Dimasyqi (w. 401 H.), al-Asyraf ‘ala Ma’rifat al-Athraf(Athraf kitab sunan yang empat) karya Ibnu Asakir al-Dimasyqi (w. 571 H), Tuhfat al-Asyraf bi Ma’rifat al-Athraf (Athraf al-Kutub al-Sittah) karya Abu al-HajjajYusuf Abdurrahman al-Mizzi (w. 742 H), dan Ithaf al-Mahrah bi Athraf al-‘Asyrah karya Ibnu Hajaral-‘Asqalani. Di kalangan Syiah juga telah disusun kitabindeks kata-kata dalam kitab Ushul al-Kafi denganjudul al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh Ushul al-Kafikarya Ilyas Kalantari. Semua hal di atas menunjukkanbesarnya perhatian terhadap hadis, baik di kalangan

4 Kitab Tahdzib al-Tahdzib diringkas lagi oleh Ibnu Hajar al-Asqalanimenjadi Taqrib al-Tahdzib. Demikian juga Tadzhib al-Tahdzib diringkas lagi oleh dua orang, yaitu oleh al-Dzahabi sendiri menjadial-Kasyif dan oleh al-Khazraji (w. 942 H) menjadi Khulasah Tadzhib Tahdzib al-Kamal.

85

Page 123: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Syiah maupun di kalangan Sunni, sejak kelahiran hadishingga abad terakhir ini.

2. Posisi Hadis menurut Sunni dan Syiah

Secara umum, Sunni dan Syiah sepakat memposisikan al-Qur’an dan hadis secara hirarkis. Keduanya menjadikan al-Qur’an dalam posisi pertama dan hadis pada posisi kedua. Tetapi, di dalam penje-lasannya, terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Perbedaan tersebut terletak pada definisi hadis di antara keduanya. Syiah memandang bahwa sumber hadis dan sunnah adalah Nabi Muhammad dan para imam keturunan Ahlulbait, sedangkan Sunni memandang bahwa sumber hadis dan sunnah hanya Nabi saja.

Selain itu, perbedaan di antara keduanya juga disebabkan oleh adanya perbedaan riwayat mengenai hadis wasiat Nabi atau dikenal dengan hadis tsaqalain.Hadis tsaqalain yang digunakan sebagai argumen (hujjah) di kalangan Sunni adalah yang menyatakan bahwa yang ditinggalkan Nabi saw. untuk umatnya adalah kitab Allah dan sunnah Nabi. Sementara di kalangan Syiah, hadis tsaqalain itu tidak lain adalah bahwa yang ditinggalkan Nabi untuk umatnya adalah kitab Allah dan ‘itrah Nabi atau Ahlulbaitnya.5

5 Hadis tsaqalain ini secara khusus telah dibahas oleh M. Anton Athoillah dalam tulisan sebelumnya pada buku ini (lihat halaman 47-77). Tulisan Athoillah berasal dari penelitian disertasi di IAIN Syarif Hidayatullah dengan judul “Riwayat hadis Taraktu Fikum: Kritik sanad hadis serta telaah terhadap perbedaan antara kata Ahlal-Bait dan kata Sunnah.” Hasil eksplorasi hadis yang ia lakukan menunjukkan bahwa secara umum redaksi hadis ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu “kitab Allah” (95 riwayat), “kitab Allah wa ‘itrati/Ahli baiti” (40 riwayat), dan “kitab

86

Page 124: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

Mengenai kelayakan argumen kedua versi hadis tsaqalain tersebut, penulis memandang bahwa hadis versi kedualah yang lebih kuat. Karena, dilihat dari segi sanadnya, jumlah periwayatnya dari kalangan sahabat lebih banyak, yaitu Zaid bin Tsabit, Zaid bin Arqam, Abu Sa’id al-Khudri, Jabir bin Abdullah, Abu Dzarr al-Ghifari, dan Hudzaifah bin Usaid al-Ghifari. Riwayat versi pertama umumnya berasal dari Ibnu Abbas dan Abu Hurairah.

Selain itu, ada lagi riwayat versi ketiga dalam Musnad al-Imam Zaid yang menggabungkan kedua versi di atas, yaitu bahwa yang ditinggalkan Nabi adalah al-Qur’an, Sunnah Nabi dan ‘itrah atau Ahlul-baitnya. Namun secara teknis operasional, kaum Sunnitetap memposisikan sunnah Nabi pada posisi kedua setelah al-Qur’an. Mereka berpendapat bahwa posisi tersebut sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dalam banyak ayatnya, seperti QS al-Nisa/4: 59.

Selain itu juga, dalam praktik ijtihad, ahlu ra’yi (ulama yang memilih bersandar pada nalar) dari kalangan Sunni menggunakan penalaran akal rasional,bila suatu kasus yang mereka hadapi tidak mereka dapatkan dasar hukumnya dalam al-Qur’an maupun sunnah. Mereka melandaskan pendapatnya itu pada hadis Mu’adz yang diriwayatkan al-Turmudzi berikut:

حدثنا حناد حدثنا وكيع عن شعبة عن أبي عففون الثقفففياذأن ن أصفحاب مع عن الحارث بن عمرو عن رجفال م

بعففذ معففاذا إلففى اليمففن فقففال: "كيففف صلى الله عليه وسلمرسففول اللففه تقضي؟" فقال: "أقضي بما في كتاب الله" قال: "فففإن

"صلى الله عليه وسلملم يكن في كتاب الله؟" قال: "فبسنة رسففول اللففه Allah wa sunati” (6 riwayat).

87

Page 125: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

؟" قففال:صلى الله عليه وسلمقال: "فإن لففم يكففن فففي سففنة رسففول اللففه "أجتهد رأي" قال: "الحمد لله الذي وفق رسول رسول

."قال أبو عيسى هذا حديث ل نعرفه إل من هففذاصلى الله عليه وسلمالله الوجه وليس إسناده عندي بمتصل.

Hadis tersebut diriwayatkan juga oleh Abu Dawud,al-Darimi, dan Ahmad dengan sanad yang sama. Maka,meskipun diriwayatkan dalam empat kitab hadis,tetapi hadis tersebut bersifat ahad dan memilikisejumlah kelemahan. Oleh karena itu, hadis ini dikritikhabis oleh kalangan Syiah dan karenanya pulasebagian penganut Syiah, seperti kaum akhbari,menolak ijtihad dengan nalar (ijtihad bi ra’yi) yangdilakukan oleh para fuqaha Sunni. Tapi, sejak abad ke-7 H, sebagian ulama ahli ushul fiqih sepakatmenggunakan nalar rasional untuk menyelesaikansejumlah kasus hukum.

Dengan demikian, pada dasarnya kaum Sunni danSyiah sepakat memposisikan al-Qur’an dan sunnahNabi sebagai sumber ajaran Islam. Dalam keadaantertentu, posisi tersebut disusun secara hirarkissehingga sunnah menempati posisi kedua setelah al-Qur’an. Selanjutnya, ulama ahlul ra’yi dari kalanganSunni dan kaum ushuli dari kalangan Syiahmenempatkan nalar rasional pada posisi ketiga,sementara itu kaum akhbari dari kalangan Syiahmenolak penggunaan nalar rasional dan membatasidiri pada hadis-hadis para imam mereka.

88

Page 126: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

C. Musthalah al-Hadits dan Ilmu HadisDirayah

Pembahasan sebelumnya menunjukkan bahwasecara umum perhatian Sunni dan Syiah terhadaphadis Nabi sangat besar. Di antara mereka, lahirsejumlah ulama yang memusatkan perhatiannya dibidang hadis dan ilmu hadis sebagai bidang keahliankhusus. Mereka telah menyusun sejumlah kitab hadisdan ilmu hadis yang telah lama menjadi bahan kajian,di samping kitab-kitab dalam disiplin ilmu lain yang didalamnya banyak digunakan hadis sebagai sumberatau dalil pembahasannya. Pada bagian ini akandibahas mengenai musthalah hadis dan Ilmu HadisDirayah dalam perspektif Sunni dan Syiah.

1. Keabsahan Penisbatan Ilmu Hadis Sunni danSyiah

Secara umum, pola penyusunan kitab-kitab hadisdan ilmu hadis di kalangan Sunni berbeda dengan polapenyusunannya dengan kalangan Syiah. Hal iniberawal dari perbedaan penetapan sumber hadis dankriteria periwayat yang dapat diterima riwayatnya.Perbedaan tersebut cukup menentukan perbedaandalam hal lainnya secara hampir menyeluruh.Sehingga kaum Sunni mempunyai kitab-kitab hadispokok yang berbeda dengan kaum Syiah. Seiringdengan perbedaan itu, muncul kitab-kitab ilmu hadisyang juga berbeda di antara keduanya.

Selain itu, muncul pula fanatisme golongan yangberakibat pada terpisahnya disiplin keilmuan hadis diantara keduanya. Sunni menyebut periwayat yang

89

Page 127: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

cenderung kepada Syiah dengan sebutan tasyayyu’,sementara itu di pihak lain Syiah menyebut periwayatyang cenderung kepada Sunni dengan sebutantasannun.6 Dalam kondisi demikian, kedua sebutantersebut memiliki dampak yang cukup besar terhadapriwayat-riwayat yang mereka sampaikan, sehinggaSunni merasa perlu mewaspadai secara ekstraterhadap riwayat yang disampaikan oleh seorangperiwayat yang dikenal mutasyayyi’ (orang yangcenderung menunjukkan sikap sebagai pengikutSyiah). Demikian juga sikap Syiah terhadap riwayatorang yang dikenal mutasannin (orang yangcenderung menunjukkan sikap sebagai penganutSunni). Meskipun demikian, pada tataran teknis ope-rasional banyak periwayat mutasyayyi’ yangriwayatnya terdapat dalam kitab-kitab hadis Sunni,dan sebaliknya banyak periwayat mutasannin yangriwayatnya diterima sebagai hujjah dalam kitab-kitabSyiah.

Perbedaan konsep ilmu hadis di kalangan Sunnidan Syiah secara filsafat keilmuan dapat dilihat padadimensi ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Darisisi ontologis, ada sejumlah istilah dalam ilmu hadisSyiah yang definisinya berbeda dengan istilah dalamilmu hadis di kalangan Sunni. Dari sisi epistemologis,ada sejumlah ketentuan dalam ilmu hadis Syiah yangkriterianya berbeda dengan ketentuan serupa dalamilmu hadis Sunni.

6 Julukan tasyayyu’ atau mutasyayyi’ diberikan kepada orang Sunni yang cenderung kepada Syiah, seang julukan tasannun atau mutasannin diberikan kepada orang Syiah yang cenderung kepada Sunni.

90

Page 128: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

Dengan demikian, secara filosofis, musthalah al-hadits dapat dipisahkan dengan ilmu hadis. Secarakhusus, musthalah al-hadits membahas istilah-istilahyang dirumuskan dan digunakan oleh para ulamahadis. Ia merupakan bagian dari ilmu hadis dalampengertian ontologis. Sedangkan disiplin kajian yanglazim disebut ilmu hadis adalah rumusan untukmemahami hadis secara total, sehingga rumusan yangdiperlukan padanya menjadi sangat kompleks, teruta-ma setelah Nabi wafat. Oleh karena itu, ilmu hadissering diungkap dengan bentuk jamak, yaitu ‘ulum al-hadits. Ia merupakan bagian dari ilmu hadis dalampengertian epistemologis. Secara epistemologis, ilmuhadis dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu IlmuHadis Dirayah dan Ilmu Hadis Riwayah.

Ruang lingkup kajian Ilmu Hadis Dirayah adalahberbagai ketentuan dan kaidah yang berkaitan dengankualitas sanad dan matan hadis. Kualitas sanadditentukan oleh kualitas para periwayat yang terlibatdalam periwayatan matan hadis yang bersangkutan.Kualitas periwayat dapat diketahui melalui kajianterhadap identitas, kurun waktu kehidupan, sertakarakteristiknya. Untuk itu muncul suatu disiplin ilmutentang sejarah para periwayat dengan penekananketiga hal tersebut, yaitu ilmu rijal al-hadits. Disamping itu juga, kualitas sanad digambarkan melaluikata-kata periwayat (shighat al-ada’) yangmenyambungkan satu periwayat dengan periwayatlainnya.

Sedangkan ruang lingkup Ilmu Hadis Riwayahadalah ketentuan dan kaidah untuk memelihara danmeriwayatkan hadis serta memahami dan

91

Page 129: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

mensyarahnya. Tujuan akhir Ilmu Hadis Riwayah iniadalah terpeliharanya hadis dari berbagai kesalahandalam proses periwayatan dan penulisannya serta darikesalahpahaman terhadapnya dalam prosespemaknaan dan pensyarahan.

Dari sisi aksiologis, ilmu hadis di kalangan Sunnidiorientasikan untuk mengkaji dan memahami hadis-hadis yang beredar di kalangan Sunni. Demikian jugahalnya ilmu hadis di kalangan Syiah diorientasikanuntuk mengkaji dan memahami hadis-hadis yangberedar di kalangan Syiah. Atas dasar perbedaan-perbedaan tersebut, maka cukup beralasanmenisbatkan ilmu hadis kepada Sunni dan Syiahmenjadi ilmu hadis Sunni dan ilmu hadis Syiah.

Dengan demikian, bila ilmu hadis dirumuskan olehseorang ulama yang berakidah ahlusunnah waljama’ah, uraiannya tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan ilmu hadis menurut para ulama Sunni, danorientasinya adalah hadis-hadis dalam kitab-kitabhadis Sunni, maka dapat dikatakan sebagai ilmu hadisSunni. Demikian juga ilmu hadis yang dirumuskan olehseorang ulama yang berakidah Syiah, bila uraiannyatidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan ilmuhadis menurut para ulama Syiah dan orientasinyaadalah hadis-hadis dalam kitab-kitab hadis Syiah,maka dapat dikatakan sebagai ilmu hadis Syiah.

Kitab Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits karyaNuruddin ‘Itr merupakan kitab ilmu hadis yangmenggunakan perspektif Sunni. Kitab ini berisirumusan ilmu hadis yang telah lama berkembang dikalangan Sunni. Pembahasannya banyak mengutipdan merujuk pendapat tokoh ulama hadis dari

92

Page 130: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

kalangan Sunni, seperti al-Zuhri, Ibn Shalah dan IbnHajar. Hadis-hadis yang dijadikan sebagai objek kajianpun adalah hadis-hadis dalam al-kutub al-sittah dankitab hadis Sunni lainnya. Hal ini dapat dilihat daricontoh-contoh hadis yang ditampilkan.

Sedangkan kitab Ushul al-Haditswa Ahkamuh fi‘Ilm al-Dirayah karya Ja’far al-Subhani adalah kitabilmu hadis yang menggunakan perspektif Syiah.Rumusan ilmu hadis yang dibahas di dalamnya adalahrumusan ilmu hadis yang telah lama dikembangkankalangan ulama Syiah. Pendapat-pendapat dan kitab-kitab yang dikutip dan dijadikan rujukan adalahpendapat dan kitab hasil karya para ulama Syiah,seperti Zainuddin al-‘Amili dengan kitabnya al-Ri’ayahfi ‘Ilm al-Dirayah, al-Kulaini dengan kitabnya al-Kafi, al-Thusi dengan kitabnya Tahdzib al-Ushul, dan al-Shaduqdengan kitabnya Man La Yahdhuruh al-Faqih. Hadis-hadis yang dijadikan sebagai objek kajian dan contohdalam sejumlah bahasannya adalah hadis-hadis dalamkitab-kitab hadis Syiah, terutama al-kutub al-arba’ah.Beberapa pendapat ulama Sunni seperti al-Nawawi, al-Suyuthi dan Subhi al-Shalih juga terkadang dikutipsebagai data pengimbang atau pelengkap.

Kedua kitab tersebut merupakan karya ulamakontemporer yang mendapatkan respon sangat besardari para ulama dan para pembacanya. Maka sangatberalasan bila tulisan ini menggunakan kedua kitabilmu hadis tersebut sebagai sumber data untuk meng-kaji ilmu hadis dalam perspektif Sunni dan Syiah.

2. Musthalah al-Hadits dalam Perspektif Sunnidan Syiah

93

Page 131: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Pembahasan musthalah al-hadits secara mandiridan terpisah dari ilmu hadis ini dimaksudkan untukmemperjelas kesamaan dan perbedaan kajian ilmuhadis antara Sunni dan Syiah secara ontologis.Kesamaan dan perbedaan kajian ontologis sangatmenentukan kesamaan dan perbedaan kajian ilmuhadis secara epistemologis. Mengetahui istilah-istilahilmu hadis yang digunakan oleh Sunni dan Syiahdisertai dengan definisi-definisinya merupakanpengetahuan yang sangat penting guna menghindarikesalahan dalam menggunakan dan memahamiistilah-istilah yang bersangkutan.

Pembahasan musthalah al-hadits dalam perspektifSunni dan Syiah akan dimulai dari istilah yang sangatmendasar dan disistematisasikan berdasarkan tema-tema yang lazim digunakan dalam sistematikapembahasan ilmu hadis.

a) Pengertian dan unsur-unsur Hadis dan Sunnah Hadis menurut Sunni adalah segala ucapan,

tindakan dan ketetapan yang disandarkan kepada NabiSaw. Definisi ini merupakan definisi pokok, sehinggabila kata “hadis” disebutkan secara mutlak maka yangdimaksud adalah hadis dengan definisi itu. Merekajuga tidak membedakan antara hadis, sunnah dankhabar, karena dengan definisi tadi hadis menjadiidentik dengan sunnah dan khabar.

Namun, dalam kajian ilmu hadis, pembahasannyatidak terbatas pada hadis dengan pengertian di atas,melainkan juga mencakup segala ucapan, tindakandan ketetapan yang disandarkan kepada sahabat danbahkan tabi’in. Maka dari itu, kebanyakan ulama hadis

94

Page 132: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

Sunni memperlebar cakupan definisi tersebut dengansegala ucapan, tindakan dan ketetapan yangdisandarkan kepada sahabat dan tabi’in. Dengandefinisi yang diperluas ini, maka hadis, sunnah, khabardan atsar memiliki makna yang kurang lebih sama. Disamping itu, karena informasi tentang Nabi yang telahdiriwayatkan dan diabadikan dalam kitab-kitab hadistidak hanya ucapan, tindakan dan ketetapannya saja,maka definisinya diperluas lagi hingga mencakup jugasifat fisik dan psikis Nabi.

Para ulama hadis Sunni juga membedakan antarahadis yang disandarkan kepada Nabi, sahabat dantabi’in dengan istilah khusus sebagai kata sifat, yaitumarfu’ untuk hadis yang disandarkan kepada Nabi;mauquf untuk yang disandarkan kepada sahabat, danmaqthu’ untuk yang disandarkan kepada tabi’in.Sedangkan jika kata “hadis” tidak disertai kata sifat,maka yang dimaksud adalah hadis Nabi.

Adapun kalangan Syiah mendefinisikan hadissebagai ucapan, tindakan dan ketetapan seorangma’sum (terpelihara dari dosa), yaitu Nabi dan paraimam Syiah yang dua belas orang. Mereka jugamembedakan antara sunnah dan hadis. Sunnah adalahhakikat ucapan, tindakan dan ketetapan seorangma’sum, sedangkan hadis adalah ucapan, tindakandan ketetapan seorang ma’sum dalam bentuk riwayat.Mereka menilai bahwa khabar identik dengan hadis.Dengan demikian, ucapan, tindakan dan ketetapanseseorang yang bukan ma’sum tidak disebut denganhadis, tetapi disebut dengan atsar.

Sedangkan mengenai unsur hadis, maka Sunni danSyiah sepakat menggunakan konsep sanad dan matan.

95

Page 133: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Sanad adalah rangkaian para periwayat yangmengantarkan matan hadis dari sumbernya kepadaumatnya, sedangkan matan adalah inti hadis yangdiriwayatkan.

b) Klasifikasi HadisKlasifikasi berdasarkan jumlah sanad

Para ulama Sunni dan Syiah sepakat bahwa darisisi jumlah sanad, hadis diklasifikasikan menjadi dua,yaitu hadis mutawatir dan ahad. Hadis mutawatiradalah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besarorang yang umumnya tidak mungkin merekabersepakat untuk dusta, sedangkan hadis ahad adalahhadis yang diriwayatkan oleh jumlah orang yang tidakmencapai batas mutawatir.

Hadis ahad dapat diklasifikasi lagi berdasarkan duakategori, yaitu berdasarkan jumlah sanad-nya danberdasarkan kualitasnya. Berdasarkan jumlah sanad-nya, hadis ahad menurut Syiah dibagi menjadi tiga,yaitu hadis mustafidh, ‘aziz, dan gharib; sedangkanmenurut Sunni dibagi menjadi empat, yaitu mustafidh,masyhur, ‘aziz, dan gharib. Berdasarkan kualitasnya,Sunni mengklasifikasikannya menjadi hadis sahih,hasan dan dha’if, sementara Syiah membagi menjadiempat yaitu sahih, hasan, muwatstsaq dan dha’if.

Klasifikasi berdasarkan kualitas sanadSebagaimana disebutkan di atas bahwa Sunni

mengklasifikasikan hadis berdasarkan kualitas sanad-nya menjadi sahih, hasan dan dha’if, sedangkan Syiahmengklasifikasikannya menjadi sahih, hasan,muwatstsaq dan dha’if.

96

Page 134: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

Hadis sahih, menurut Sunni, adalah hadis yangsanad-nya tersambung, diriwayatkan oleh paraperiwayat yang adil dan dhabith, tidak mengandungsyadz dan tidak pula mengandung ‘illat. Sedangkanmenurut Syiah, hadis sahih adalah hadis yang sanad-nya bersambung kepada seorang ma’sum dandiriwayatkan oleh orang yang adil dan bermazhabSyiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyyah.

Hadis hasan, menurut Sunni, adalah hadis yangmemenuhi kriteria hadis sahih, hanya saja ke-dhabit-an periwayatnya (daya hapalnya) tidak sempurna.Sedangkan menurut Syiah, hadis hasan adalah hadisyang memenuhi kriteria hadis sahih hanya saja salahseorang atau beberapa orang periwayatnya tidakditegaskan keadilannya secara eksplisit oleh paraulama, meskipun ia seorang yang terpuji.

Hadis dha’if menurut Sunni adalah hadis yangtidak memenuhi kriteria hadis sahih dan hadis hasan.Sedangkan menurut Syiah, hadis dha’if adalah hadisyang tidak memenuhi kriteria hadis sahih, hasan, danmuwatstsaq. Sedangkan hadis muwatstsaq adalahhadis yang diriwayatkan oleh orang yang diakui tsiqah(kredibel), tetapi rusak akidahnya dalam pengertiantidak berakidah Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah.

Sehubungan dengan klasifikasi terakhir ini, makahadis sahih dan hasan dalam perspektif Sunnimencakup pula hadis-hadis yang diriwayatkan melaluipara periwayat dari kalangan Syiah selama ia adil dandhabith, karena tidak dibatasi secara eksplisit bahwapara periwayatnya harus dari kalangan Sunni.Sedangkan hadis sahih dan hasan dalam perspektifSyiah hanya mencakup hadis-hadis yang diriwayatkan

97

Page 135: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

orang yang berakidah Syiah Imamiyah Itsna‘Asyariyyah, sehingga hadis-hadis yang diriwayatkanorang yang bukan Syiah tidak ada yang mencapaipredikat sahih, dan paling tinggi adalah hadismuwatstsaq.

Sunni dan Syiah membagi hadis dha’if ke dalambeberapa jenis tergantung faktor ke-dha’if-anhadisnya. Ada yang berkaitan dengan ketersambungansanad, kualitas periwayat, dan susunan redaksi sanaddan matan-nya.

Di kalangan Sunni, terdapat beberapa macamhadis dha’if yang disebabkan oleh keterputusan sanad-nya, yaitu bila keterputusannya di kalangan sahabat,maka disebut hadis mursal; bila putusnya padatingkatan guru penulis kitab hadis, maka disebutmu’allaq; bila putusnya pada tingkatan lain danterputus satu orang, maka disebut munqathi’; dan jikaterputus dua periwayat maka disebut mu’dhal; dan jikaterputusnya di antara orang yang sezaman makadisebut mudallas.

Di kalangan Syiah, kelima macam hadis dha’iftersebut juga dikenal, hanya saja mereka mengartikanhadis mursal lebih luas, karena menurut mereka istilahsahabat bukan hanya berlaku bagi sahabat Nabi sajamelainkan juga sahabat para imam. Mereka juga me-nambahkan satu macam hadis lagi, yaitu hadismudhmar, yaitu hadis yang sumber ma’sum-nya tidakdisebutkan namanya melainkan hanya disebutkan katagantinya saja.

Kaum Sunni dan Syiah sepakat bahwa pembagianhadis dha’if dilihat dari kualitas periwayatnya ada tigamacam, yaitu syadz, munkar dan matruk. Hadis syadz

98

Page 136: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

merupakan hadis yang diriwayatkan oleh periwayatyang dapat diterima, tetapi menyalahi riwayat dariperiwayat lain yang lebih utama darinya. Hadismunkar adalah hadis yang diriwayatkan olehperiwayat yang dha’if dan menyalahi riwayat orangyang tsiqah. Hadis matruk adalah hadis yangdiriwayatkan oleh periwayat yang dicurigai berdustadan hadis tersebut tidak dikenal kecuali melaluiperiwayatan tersebut. Keduanya juga berbeda tentangsebutan hadis mathruh, sebagian Sunnimenggunakannya sebagai sinonim hadis matruk,sedangkan Syiah menggunakannya sebagai namahadis yang menyalahi dalil yang qhat’i.

Keduanya juga sepakat bahwa hadis dha’if yangdisebabkan oleh kesalahan dan kerancuan susunanredaksinya, baik sanad maupun matan-nya, dapatdibagi menjadi lima macam, yaitu mudhtharib,maqlub, mudraj, mushahhaf, dan mu’allal. Hadismudhtharib adalah hadis yang diriwayatkan beberapakali oleh satu orang atau lebih dan pada matan atausanad-nya terjadi perselisihan yang tidak dapatdiselesaikan. Hadis maqlub adalah hadis yangpadanya terjadi penggantian suatu bagian denganbagian yang lain sehingga susunan atau maknanyaterbalik atau bertolakbelakang. Hadis mudraj adalahhadis yang padanya terjadi penyisipan kata-kata yangsebenarnya bukan bagian dari hadis, termasukpenyisipan nama periwayat. Hadis mushahhaf adalahhadis yang padanya terjadi perubahan satu katadengan kata yang lain atau pergantian satu hurufdengan huruf lainnya. Hadis mu’allal adalah hadis

99

Page 137: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

yang padanya terdapat ‘illat (cacat) yang samar dandapat merusak kesahihannya.

Sedangkan dalam popularitas perawinya, Syiahmengenal dua macam hadis dha’if yatiu muhmal danmajhul. Hadis muhmal adalah hadis yang salahseorang perawinya tertera dalam kitab-kitab rijalnamun tidak diketahui karakteristiknya (majhul al-hal).Sedangkan hadis majhul adalah hadis yang salahseorang periwayatnya tidak dikenal identitasnya(majhul ‘ain). Di kalangan Sunni, hadis yang salahseorang perawinya majhul hal dan majhul ‘ain disebutdengan hadis munqathi’, termasuk bila namaperawinya mubham atau disamarkan. Ada jugabeberapa istilah yang disepakati oleh keduanya,seperti hadis muttashil, musnad, mu’an’an, mu’annan,musalsal, ‘ali, nazil, dan al-mazid.

c) Ilmu Hadis Dirayah dalam Perspektif Sunnidan Syiah

Pembahasan Ilmu Hadis Dirayah menurut paraulama hadis di kalangan Sunni dan Syiah adalahberbagai hal yang berkaitan dengan kehujjahan hadis.Dengan demikian, lingkup bahasannya berkisarmasalah kriteria kehujjahan hadis.

Pengertian dan unsur-unsur Hadis dan SunnahPembahasan tentang definisi hadis dan sunnah

merupakan lingkup kajian musthalah al-hadis, tetapidalam rincian definisi tersebut ada hal yang perludicermati, yaitu mengenai sumber hadis, dan inimerupakan kajian Ilmu Hadis Dirayah.

100

Page 138: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

Para ulama Sunni dalam mendefinisikan hadismenyertakan ucapan, tindakan, dan ketetapan parasahabat dan tabi’in, tetapi mereka sepakat bahwaotoritas hadis Nabi (marfu’), hadis sahabat (mauquf),dan tabi’in (maqthu’) tidak sama. Hadis Nabi (marfu’)yang sahih memiliki otoritas yang mutlak. Secarahierarkis, kehujjahan hadis Nabi menempati posisikedua setelah Al-Quran. Sedangkan hadis mauquf,tidak semutlak itu. Masalah otoritas dan kehujjahanhadis Nabi lebih lanjut dibahas dalam kajian ushul fiqh.

Kaum Syiah menyatakan bahwa sumber hadisadalah orang-orang yang ma’sum, yaitu Nabi,Fathimah, dan dua belas orang imam Syiah. Merekasepakat bahwa ucapan, tindakan, dan ketetapanorang-orang ma’sum memiliki otoritas yang sama.Mereka berpendapat bahwa kehuijahan para imamyang dua belas sama dengan kehujjahan Nabi.Kewajiban taat kepada para imam itu sama wajibnyadengan ketaatan kepada Nabi.

Dengan demikian, Sunni tidak mau menerimahadis-hadis yang bersumber dari para imam Syiahselain Ali, Hasan, dan Husain, serta Fathimah. Hadiskeempat orang sahabat ini pun dinilai sebagai hadismauquf, karena mereka beranggapan bahwa ketigaimam tersebut tidak ma’sum. Di sisi lain, Syiah tidakmau menerima hadis mauquf yang bersumber daripara sahabat kecuali tiga imam mereka serta Fatimah.

Klasifikasi hadisKalangan Sunni dan Syiah sepakat atas mutlaknya

kehujjahan hadis mutawatir, karena mereka sepakatbahwa hadis mutawatir itu mutlak sahih. Mereka juga

101

Page 139: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

sepakat bahwa sebagian hadis ahad ada yang sahih,hasan dan dha’if. Mereka sepakat akan kehujjahanhadis ahad yang sahih dan hasan secara umum, bakansebagian dari mereka membolehkan berhujjah denganhadis dha’if. Mereka sepakat bahwa kesahihan sanadtidak secara mutlak menjamin kesahihan matan,demikian juga sanad yang dha’if tidak senantiasamatan-nya juga dha’if. Hal ini disebabkan oleh karenasanad dan matan memerlukan kajian yang berbedadan memiliki kriteria kesahihan masing-masing.

Sedangkan dalam kualitas sanad, secara umumkeduanya sepakat bahwa hadis dha’if tidak bisadigunakan sebagai hujjah, baik kedha’ifannya ituterletak pada ketersambungan sanad, rendahnyakualitas perawi maupun pada susunan redaksi sanaddan matan-nya. Mereka juga sepakat meninggalkanhadis yang ada perawinya yang tidak dikenal oleh paraulama rijal, baik majhul hal maupun majhul ‘ain.

Dalam kasus hadis syadz, mahfuzh, ma’ruf danmunkar, Sunni dan Syiah sepakat bahwa hadismahfuzh dan ma’ruf dapat diterima, sedangkan syadzdan munkar tidak. Mereka juga sepakat bahwa hadismudhtharib, maqlub, mudraj, mushahhah dan mu’allaltidak dapat diterima, kecuali bila telah diketahui halyang sebenarnya dan dilakukan koreksi terhadapnya.Hadis mudraj ketika kata-kata yang disisipkan itu telahdiketahui dan dapat dipisahkan, maka ia dapatterlepas dari predikat dha’if.

Kajian seputar periwayatan hadisPredikat ‘adil dan dhabith yang diungkapkan

secara eksplisit oleh kalangan Sunni, sebagai kriteria

102

Page 140: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

periwayatan hadis sahih, menuntut dilakukannyakajian tentang karakteristik para periwayat. KalanganSyiah juga mensyaratkan predikat dhabith bagiperiwayat yang dapat diterima riwayatnya, tetapimereka tidak memasukkannya secara eksplisit didalam definisi hadis sahih. Ja’far Subhani menyatakanbahwa dhabith adalah suatu syarat mutlak bagi pre-dikat ‘adil.

Kedua predikat di atas dapat diketahui melaluisejumlah indikatornya, baik internal maupun eksternal.Kalangan Sunni merinci indikator internal periwayatadil sebagai berikut: Islam, baligh, berakal sehat,bertakwa, dan memelihara kehormatan dirinya.Sedangkan kalangan Syiah, tidak mengemukakanrincian indikator internal tersebut. Merekamengungkap sifat ‘adil itu sejajar dengan sejumlahkriteria lain bagi periwayat yang dapat diterimariwayatnya. Kriteria tersebut selengkapnya sebagaiberikut: Islam, berakal sehat, baligh, beriman (denganakidah Syiah Imamiyah), ‘adil, dan dhabith. Penye-butan secara sejajar ini menunjukkan bahwa masing-masing kriteria tersebut dapat berdiri sendiri yangkemudian secara sinergis membentuk suatu kesatuankriteria periwayat yang dapat diterima riwayatnya.Berbeda dengan Sunni yang menjadikan kriteria Islam,berakal dan baligh sebagai indikator predikat ‘adil.

Adapun indikator internal ke-dhabith-an seorangperiwayat, sesuai dengan pengertian para ulama ahlihadis (muhadditsin) adalah periwayat yangbersangkutan senantiasa penuh kesadaran dan tidaklalai, kuat hapalannya jika meriwayatkan melaluihapalan, dan tepat tulisannya jika meriwayatkan

103

Page 141: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

melalui tulisan, dan jika meriwayatkan secara maknamaka ia tahu persis kata-kata yang tepat untuk digu-nakan. Indikator ini bisa dilihat pada hadis-hadis yangdiriwayatkannya.

Sunni mengklasifikasikan tingkatan al-jarh wa al-ta’dil menjadi dua belas tingkatan (‘itr, 1994), yaitu:1. Peringkat tertinggi (sahabat).2. Peringkat tertinggi selain sahabat, yang disifati

dengan isim tafdhil seperti awtsaq al-nas.3. Periwayat yang disifati positif dengan pengulangan

kata pujian seperti tsiqat tsiqat, tsiqat tsabt.4. Periwayat yang disifati positif dengan kata pujian

tunggal seperti tsiqah, hujjah, mutqin.5. Periwayat yang disifati dengan kata pujian yang

tegas menunjukkan keadilan, tetapi tidak tegas menunjukkan ke-dhabith-an, seperti la ba’sa bih, shaduq, ma’mun.

6. Periwayat yang disifati dengan kata-kata yang mengesankan dekat dengan jarh seperti laisa bi ba’id min al-shawab, syaikhun, yurwa haditsuh.

7. Periwayat yang disifati negatif dengan kata-kata jarh yang ringan seperti fihi maqal, dha’if, dan laisa biqawiy.

8. Periwayat yang disifati negatif dengan kata-kata yang mengesankan lebih rendah, seperti la yuhtajju bih, mudhtharib al-hadits dan lahu ma yunkar.

9. Periwayat yang disifati negatif dengan kata-kata yang lebih rendah lagi, seperti rudda haditsuh, mardud al-hadits, dha’if jiddan.

10.Periwayat yang disifati negatif dengan kata-kata yang menunjukkan ketidakadilan, seperti fulan

104

Page 142: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

yasriq al-hadits, fulan muttaham bi al-kadzib, dan saqith.

11.Periwayat yang disifati negatif dengan kata-kata yang menegaskan bahwa ia tidak adil, seperti kadzab, dajjal dan wadhdha’.

12.Periwayat yang disifati negatif dengan kata-kata jarh yang paling parah, seperti akdzab al-nas, ilaihial-muntaha fi al-kidzb.

Sedangkan kalangan Syiah tidak menjelaskan tingkatan al-jarh wa al-ta’dil seperti di atas. Mereka menjadikan standar ke-tsiqat-an seorang perawi dari pernyataan salah seorang imam yang ma’sum, pernyataan salah seorang ulama hadis mutaqaddimin, pernyataan salah seorang ulama muta’akhkhirin, dan pengakuan adanya ijma’ dari para penghimpun hadis (al-Khu’I, 1989).

D. Penutup

Dari uraian di atas, dapat ditarik beberapakesimpulan berikut:

1. Dilihat dari sejarah perkembangan hadis dan ilmu hadis, Sunni dan Syiah memiliki eksistensi yang seimbang dalam pemeliharaan dan pengembangan studi hadis, hanya saja Sunni melangkah lebih dulu dibandingkan dengan Syiah dalam hal pembukuan hadis dan ilmu hadis.

2. Keduanya sepakat dalam kebanyakan definisi, tetapiterdapat beberapa perbedaan yang sangat strategis, yaitu definisi hadis dan definisi hadis sahih. Tegasnya, mengenai sumber hadis dan kri-teria periwayat yang hadisnya dapat mencapai

105

Page 143: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

kualitas sahih. Tetapi, secara teoretis rumusan ilmu hadis di kalangan Sunni lebih netral dibandingkan dengan rumusan serupa di kalangan Syiah. Mengenai kriteria hadis sahih, kalangan Sunni tidak secara eksplisit membatasi periwayatnya harus bermadzhab Sunni, sedangkan Syiah membatasinyadengan periwayat yang bermadzhab Syiah Imamiyah Itsna ‘Asyariyyah.

3. Sunni lebih mapan daripada Syiah dalam sejumlah rumusan dalam ilmu hadis, seperti mengenai kaifiyat al-tahammul wa al-ada’, rumusan maratib al-ruwat dan sistematika penulisan kitab-kitab rijal.

Daftar Pustaka

Abdul Muthallib, Rif‘at Fauzi. 1981. Tautsiq al-Sunnahal-Nabawiyyah fi al-Qarn al-Tsani min al-Hijrah.Mesir: Maktabah al-Haniji.

Al-Khu’i, Abu al-Qasim al-Musawi. 1989. Mu’jam Rijalal-Hadits wa Tafshil Thabaqat al-Ruwat,Mansyurat al-‘Ilm Ayat al-‘Uzhma al-Khu’I, Qumm,Iran.

‘Itr, Nuruddin. 1994. Manhaj al-Naqd fi ‘Ulum al-Hadits.Terj. Mujiyo, ‘Ulum al-Hadits. Bandung: RemajaRosdakarya.

Mahfuzh, Husain Ali. 1401 H. Muqaddimah al-Kafi.Beirut: Dar Sha’b wa Dar al-Ta’aruf,

Soetari, Endang. Ad. 1997. Ilmu Hadits, Cet. II.Bandung: Amal Bhakti Press

106

Page 144: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Ilmu Hadis dalam Perspektif Sunni dan Syiah

107

Page 145: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

TEORI TMT2 DAN TMT3DALAM PENELITIAN HADITS SYADZ

Dr. Reza Pahlevi Dalimunthe

A. Pendahuluan

Dalam ilmu hadis dikenal adanya lima syarat untukmenentukan kesahihan suatu hadis, yaitu ittisâl al-sanad, al-‘adil, al-dâbit, terhindar dari syâz dan ‘illah.Tetapi, para ulama tidak sepakat pada syarat keempat,yaitu masalah keterhindaran dari syâz. Mereka ke-mudian menggunakan teori TMT2 (tashhīh, muqara-nah, tahlīl, tahkīm) sebagai upaya untuk memverifikasisanad dan TMT3 (tashhīh, muqaranah, tahlīl, tarjīh,tahkīm) untuk memverifikasi matan. Tulisan inimemfokuskan pada aplikasi kedua teori tersebut.

B. Pembahasan

Berikut adalah langkah-langkah yang ditempuhuntuk memverifikasi matan dan sanad berdasarkanteori TMT2 dan TMT3 di atas.

Tabel 1: Langkah-langkah Verifikasi Hadis

Langkah Langkah Verifikasi تت ووات تط جج تخ يي جر يخ ذذ وت ششاذّ اتل

103

Page 146: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Langkah 1 naqd al-sanad (tashîh al-sanad) جد ون وس جح (اتل يي جح يص جد وت ون وس )اتل

Langkah 2 Perbandingan sanad dan matan تة ون ور وقاذّ جد تم ون وس جن اتل يو تت تم وواتل

Langkah 3 Analisis redaksi matan تل يي جل يح جت وت وماذّ جل جن وك يو تت تم اتل

Langkah 4 Tarjih unsur ke-tsiqah-an تح يي جج ير جة وت وق وثاذّ وو اتل

Langkah 5 Tahkîm mahfûzh atau syuzûzتم يي جك يح وت ون اتل يي ذذ وب وشاذّ اتل

جظ يو تف يح وم وواتل

Penerapan langkah-langkah tersebut belumsepenuhnya mengantarkan pada akhir penelitiankesahihan hadis. Langkah-langkah tersebut hanya sa-lah satu dari lima kaidah kesahihan hadis. Jika tidakditemukan unsur syâz-nya, maka dilanjutkan kepadakaidah selanjutnya yaitu “terhindar dari ‘illah”.

1. Langkah Verifikasi pada Sanad

Dari lima langkah yang diuraikan di atas, makayang termasuk pada langkah verifikasi pada sanadadalah takhrij, perbandingan sanad dan tarjih unsurke-siqah-an sebagai berikut:

Gambat 1: Alur Langkah Verifikasi pada Sanad

aw

Hadis

Sahih

Naqd al-Sanad (Tashhīh)

Perbandingan sanad: variasisanad, sanad menyendiri

Siqah vs awsaq

Tarjih unsur ke-tsiqah-an:jalur lebih rendah ke-

tsiqah-annya

104

Page 147: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

Langkah 1: Tashih sanad (naqd al-sanad). Bertujuanmemastikan derajat hadis yang sedang ditelitiberstatus sahih.Langkah 2: Perbandingan sanad. Bertujuan untukmengetahui jumlah variasi sanad, juga untukmengetahui sanad yang menyendiri. Cara verifikasinyaadalah dengan menampilkan skema sanad. Indikatoryang diperbandingkan pada langkah ini adalah: (1) sa-nad yang menyendiri dari sanad lain; (2) periwayatyang menyendiri pada tabâqah tertentu denganperiwayat semasanya.Langkah 3: Tarjih unsur ke-siqah-an. Bertujuan untukmengetahui sanad dan atau periwayat yang lebihrendah ke-siqah-annya. Cara verifikasinya:manganalisa lebih jauh penilaian ulama terhadap paraperiwayat dan membandingkannya dengan tolok ukurkaidah al-jarh dan al-ta‘dil.Langkah 4: al-Tahkim Syādz atau Mahfūzh. Kumpulandata disimpulkan.

2. Langkah Verifikasi pada Matan

Yang termasuk pada langkah verifikasi pada matanadalah takhrij, perbandingan matan dan analisisredaksi matan. Jika diperagakan, maka langkahverifikasi matan dapat dilihat dalam Gambar 2.Langkah 1: Naqd al-sanad (tashhih al-sanad).Bertujuan memastikan derajat hadis sahih.

MahfūzhSyādz

dha‘iflanjut meneliti

‘illah

105

Page 148: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Langkah 2: Perbandingan matan. Bertujuan untukmengetahui jumlah variasi matan, juga untukmengetahui kesemaknaan matan. Cara verifikasinyaadalah dengan melihat asbab al-wurud-nya; pendapatulama.Langkah 3: Analisis redaksi matan. Bertujuan untukmengetahui perbedaan dan atau pertentangan antaramatan, seperti pertentangan yang tidak bisadikompromikan. Cara verifikasinya adalah denganmembandingkan variasi matan yang telah disimpulkanpada verifikasi sanad, menggunakan intuisi penelitidan pertimbangan bahasa atau yang lainnya.Langkah 4: Tarjih unsur ke-tsiqah-an. Bertujuan untukmemutuskan dan menentukan sanad dan atauperiwayat mana yang lebih rendah ke-siqah-annya.Cara verifikasinya: manganalisa lebih jauh penilaianulama terhadap para periwayat danmembandingkannya dengan tolok ukur kaidah al-jarhdan al-ta‘dil. Tarjih dilakukan untuk menentukanmatan yang lebih kuat sanad-nya. Langkah 5: Tahkim Syaz atau Mahfuzh.mengumpulkan semua data untuk disimpulkan.

Gambar 2: Alur Langkah Verifikasi pada Matan

SahihNaqd al-Sanad (tashhih)Hadits

asbab al-wurud,pendapat ulama

Perbandingan matan: variasimatan, matan semakna

Bagan perbandingan matanAnalisis redaksi matan:

pertentangan tidak bisadikompromikan

106

Page 149: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

aw

Ada langkah-langkah tertentu yang bekerja di duasisi, baik pada langkah verifikasi sanad maupunmatan. Pertama, langkah 1 yaitu naqd al-sanad.Langkah ini berlaku pada verifikasi sanad maupunmatan. Kedua, langkah tarjih unsur ke-tsiqah-an.Langkah ini digunakan pada verifikasi sanad danmatan. Hal ini dilakukan karena langkah tarjih diperlu-kan untuk menentukan matan yang syādz dan yangmahfūzh. Ketiga, langkah kelima yaitu “syadz ataumahfuzh”.

Langkah pertama adalah naqd al-sanad (al-tashīh);langkah kedua adalah perbandingan sanad dan matan(al-muqaranah); langkah ketiga adalah analisis redaksimatan (al-tahlil); langkah keempat adalah tarjīh unsurke-tsiqah-an (al-tarjīh); dan langkah kelima adalahsyādz atau mahfūzh (al-tahkīm).

tsiqah vs awtsaqTarjih unsur ke-tsiqah-an:

jalur lebih rendah ke-tsiqah-annya

MahfūzhSyādz

lanjut meneliti‘illahdha‘if

المقارنالتحليلالترجيحالتحكيمة

لتصحياح

107

Page 150: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Jika hasil penelitiannya adalah syādz, maka derajathadis tersebut dhā‘if. Jika hasil penelitiannya mahfūzh,maka penelitian kesahihan hadis dilanjutkan kepenelitian kaidah kesahihan hadis yang kelima yaitu“tidak mengandung ‘illah”.

Langkah verifikasi ini dapat disimbolkan denganTMT3 yaitu: takhrīj-muqaranah-tahliīl-tarjīh-tahkīm.

Ringkasan langkah verifikasi pada sanad di atas,sebagaimana dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2: Langkah Verifikasi Sanad

Langkahverifikasi

Caraverifikasi Indikator Kriteria Tujuan

S

A

N

A

D

Naqd al-sanad

tashih al-sanad

muttashil, ‘adil, dhabit

marfu‘ Sahih

Perbandingan sanad

Skema sanad

Sanad sahih;Periwayattsiqah

Sanad, periwayat menyendiri

Variasi sanad; al-khata’ dan al-wahm pada sanad

Tarjih unsur ke-tsiqah-an

Kaidah jarhdan ta‘dil

tsiqah vs awsaq;tsiqah vs siqat

al-jarh mufassar muqaddam;al-awsaq arjah ‘ala al-tsiqah; al-siqat arjah ‘ala al-tsiqah

Sanad, periwayatyang lebih rendah ke-tsiqah-an

Tahkim Menyimpul-kan langkah 1-3

al-fard;al-tsiqah;al-mukhalafah

al-mukhalafah sanad, periwayat al-marjukh

syādz

108

Page 151: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

al-mukhalafah sanad, periwayat al-rajih

mahfuzh

Ringkasan langkah verifikasi pada matan di atas, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 3: Langkan Verifikasi pada Matan

Langkahverifikasi

Caraverifikasi

Indikator Kriteria Tujuan

M

A

T

A

N

Naqd al-sanad

tashih al-sanad; tashih ulama

muttasil, ‘adil, dhabit

marfu‘ Sahih

Perbandingan matan

asbab al-wurud; intuisi peneliti

Redaksi paradok sebagian atau seluruh matan

mukhalafah matan; klasifikasiredaksi matan

Variasi matan; kesemaknaan

Analisa redaksi matan

Perbandingan redaksi matan; analisa titikpertentangan

tidak bisadikompromikan (‘ajaz al-jam‘)

Paradok

Perbedaan dan pertentangan redaksi matan

Tarjih unsur ke-tsiqah-an

Kaidah jarhdan ta‘dil

tsiqah vs awsaq;tsiqah vs tsiqat

al-jarh mufassar muqaddam;al-awsaq arjah ‘alaal-tsiqah;al-siqat arjah ‘alaal-tsiqah

Sanad, periwayat yang lebih rendah ke-tsiqah-an

Tahkim menyimpulkan langkah 1-4

unsur al-fard;al-tsiqah;al-

al-mukhalafah matanal-marjuh

syadz

109

Page 152: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

mukhalafah

al-mukhalafah matanal-rajih

mahfuzh

C. Contoh Aplikasiعع فف رر نن ال في رد ري ال

Hadis 1:

وناذّ وث شد يو وح تب جس وأ شباذّ وع تد اتل شم وح تن تم تد يب وم يح جبي وأ يو تب يح وم وو اتل ير وم تة جب وققق جث اتلتن يو تم يأ وم ين اتل جل جم يص جه وأ جب وتاذّ ول جك وناذّ وقاذّ وث شد تبو وح تن وأ وس وح تد اتل وم يح تن وأ يب

رر شياذّ ول وس وناذّ وقاذّ تد وث شم وح تن تم رر يبقق ييقق جث جدي وك يبقق وع ول اتل ونققاذّ وقققاذّ تن وث وياذّ يف تسققجري يو وث ول اتل جني وقاذّ وث شد تبو وح جر وأ ييقق وب تز ين اتل جر وعقق جب جن وجققاذّ جد يبقق يبقق جه وع اتللقق

جري وصاذّ ين ول تت قاذّل ات يي وأ ول ور يو تس جه ور وسققلم عليققه اتلله صلى اتللجة جفي ول جر وص يه تظ تع اتل وف ير جه وي جي ود وذات وي وع جإ وك وذات ور جإ وع وو وف ته ور وسقق يأ ين ور جمق

جع يو تك تر )اتلمقرء اتبن, اتلحاذّكم رواته. (اتل

Hadis 2:

وناذّ وث شد تص وح وف تن وح تر يب وم وناذّ تع ةة وث وب يع ين تش رة وع ود وتاذّ ين وق تر وعقق وصقق تن ون يبققرم جص ين وعاذّ جك وع جل جن وماذّ جث يب جر يي وو تح ول اتل تت: وقاذّ ييقق وأ وي ور جبقق ون صققلى اتل

تع وسلم عليه اتلله وف ير جه وي يي ود وذات ويقق ور جإ شبقق وذات وك جإ وع وو وكقق وذات ور جإ وع وو وفقق ورته وس يأ ين ور جع جم يو تك تر شتى اتل وغ وح تل يب وماذّ وي جه وع جب يو تر جه تف يي ون تذ تأ

1. Verifikasi pada Sanad

Langkah 1: Naqd al-sanad (al-tashhīh)Pada contoh ini, peneliti menggunakan opsi

“penilaian ulama” terhadap sanad hadis di atas.Langkah ini diambil untuk memberikan contoh denganopsi “penilaian ulama” sebagai acuan dalammenentukan kualitas sanad hadis di atas sahih, karena

110

Page 153: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

contoh dengan melakukan “naqd al-sanad” sendirisudah dilakukan pada contoh terdahulu.1

Kelompok hadis 1:Riwayat al-Hakim dan Ibn Muqri’: menurut al-

Zaila‘i ruwat al-tsiqat.2

Kelompok hadis 2:1. Riwayat Abu Dawud: menurut al-Albani sahih.3

2. Riwayat al-Nasa’i: menurut al- Albani sahih.4

3. Riwayat Ahmad: menurut al-Arna’uti sahih.5

Langkah 2: Perbandingan sanad (al-muqaranah)Target langkah ini adalah untuk mengetahui sanad

yang menyendiri dengan memperhatikan variasisanad. Kemudian untuk melihat apakah ada di antaraperiwayat pada thabaqah tertentu yang menyendiridan menyalahi periwayat sejawatnya (qarin). Langkahyang digunakan untuk mengetahui poin-poin tersebutadalah skema sanad. Adapun gambaran skema sanaddari hadis di atas adalah:

1 Opsi ini penting dimunculkan, karena pada “perbandingan sanad” langkah verifikasi ke-2 yaitu “skema sanad” juga tergambardata ke-muttasil-an dan ke-tsiqah-an.

2 ‘Abdullah Ibn Yusuf Abu Muhammad al-Hanafi al-Zaila‘i, Nasb al-Rayah li Ahadits al-Hidayah, ditahkik oleh Muhammad Yusuf al-Bunuri, Juz 1 (Mesir: Dar al-Hadits, 1357 H.), hlm. 296.

3 Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, op. cit. Juz 1, nomor hadits (745), hlm. 257.

4 Al-Nasa’i, al-Mujtaba min al-Sunan, op. cit. Juz 2, nomor hadits (1024), hlm. 182.

5 Ah}mad Ibn H{anbal Abu ‘Abdullah al-Syaibani, Musnad al-ImamAhmad Ibn Hanbal, Juz 2 (Kairo: Muassasah Qurthubah, t.th.), nomor hadits (5054), hlm. 45.

111

Page 154: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Variasi sanad: ditemukan ada tiga variasi sanad darihadis yang sedang diteliti. Variasi tersebut adalah:

1. Sanad dengan al-rawi al-a‘la (periwayat sahabat)Jabir Ibn ‘Abdullah al-Ansari (w. 70 H.).

2. Sanad dengan al-rawi al-a‘la (periwayat sahabat)‘Abdullah Ibn ‘Umar Ibn al-Khattab (w. 73/74 H.).

3. Sanad dengan al-rawi al-a‘la (periwayat sahabat)Malik Ibn al-Huwairis Abu Sulaiman al-Lais (w. 74H.).Dari ketiga sanad di atas ditemukan bahwa riwayat

Jabir Ibn ‘Abdullah al-Ansari (w. 70 H.) menyendiri daridua riwayat lainnya. Argumentasinya adalah (1) sanadtersebut terpisah total dari dua riwayat lainnya.Sementara dua riwayat lainnya ditemukan berkaitanpada Syu‘bah Ibn Hajjaj Ibn al-Ward (w. 160 H.); (2)substansi matan pada riwayat Jabir Ibn ‘Abdullah al-Ansari (w. 70 H.) berbeda dengan dua riwayat lainnya.

Langkah 3: Tarjih unsur ke-tsiqah-an (al-tarjih)Langkah ketiga adalah untuk menentukan apakah

dua sanad yang bertentangan dengan riwayat Jabir Ibn‘Abdullah al-Ansari (w. 70 H.) dapat unggul ke-tsiqah-annya, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Tarjih kuantitas: secara zahir sanad ‘Abdullah Ibn‘Umar Ibn al-Khattab (w. 73/74 H.) dan Malik Ibn al-Huwairis Abu Sulaiman al-Lais (w. 74 H.) lebih rajih darisanad Jabir Ibn ‘Abdullah al-Ansari (w. 70 H.). Namunperiwayat Jabir Ibn Yazid Ibn al-Haris al-Ja‘fi (w.127/132 H.) dinilai berbeda oleh para Ulama. Sebagianmenilainya “dha‘if rafidi, salah satu ulama besar al-Syi‘ah”, sebagian lainnya menilai tsiqah, terutamaSyu‘bah Ibn Hajjaj Ibn al-Ward (w. 160 H.), dia

112

Page 155: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

menyatakan bahwa dia men-tsiqah-kan Jabir Ibn YazidIbn al-Haris al-Ja‘fi (w. 127/132 H.). Syu‘bah Ibn HajjajIbn al-Ward (w. 160 H.) adalah murid langsung dariJabir Ibn Yazid Ibn al-Haris al-Ja‘fi (w. 127/132 H.).6

Sesuai dengan kaidah jarh dan ta‘dil, maka dapatdinyatakan bahwa Jabir Ibn Yazid Ibn al-Haris al-Ja‘fi (w.127/132 H.) sebagai periwayat tsiqah, karena jarhulama terhadapnya adalah jarh mubham bukan jarhmufassar. Sementara ta‘dil dari Syu‘bah adalah ta‘dilmufassar.

Tarjih kualitas: unsur yang akan ditarjih di siniadalah tarjih antara sanad.

Data skema menggambarkan status sanad-sanadhadis ini sebagai berikut:

Hadis 1Riwayat Ibn al-Muqri’ (285-381 H.): semua

periwayatnya tsiqah kecuali Abu al-Zubair (w. 126 H.)yang dinilai saduq dan hafizh tsiqah wa kanamudallisan.

Hadis 21. Riwayat Ahmad: semua periwayat pada sanad

berstatus tsiqah dengan kata yang diulang seperti“siqah hafizh” dan seterusnya, kecuali Jabir IbnYazid Ibn al-Haris al-Ja‘fi (w. 127/132 H.) yangdinilai tsiqah karena pengakuan yang tegas dari

6 Sulaiman Ibn Khalaf Ibn Sa‘ad Abu al-Walid al-Baji, al-Ta‘dil wa al-Tajrih Liman Kharraj lah al-Bukhari Fi al-Jami‘ al-Sahih, Tahkik Abu Lubabah H{usain, Juz 3 (al-Riyadh: Dar al-Liwa’ li al-Nasr wa al-Tawzi‘, 1406 H./1986 M.), nomor Periwayat (1390), hlm. 1162.

113

Page 156: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

murid langsungnya yaitu Syu‘bah Ibn H{ajjaj Ibnal-Ward (w. 160 H.)

2. Riwayat Abu Dawud: semua periwayatnyaberstatus tsiqah dengan diulang seperti “tsiqahsabat”.

3. Riwayat al-Daruquthni dari jalur Muhammad IbnJa‘far Ibn Rumais (w. 329 H.): semua periwayatnyaberstatus tsiqah.

Jika diakumulasikan dan ditarjih, maka dapatdisimpulkan bahwa sanad hadis 1 (riwayat Ibn al-Muqri’) marjuh, sementara riwayat Ahmad, Abu Dawuddan al-Daruqtni sebagai sanad rajih.

Langkah 4: Syaz atau Mahfuzh (al-tahkim)Sanad hadis 1 riwayat Ibn Muqri’ dinyatakan syaz

karena menyendiri (infirad), kemudian kualitas dankuantitasnya kalah dengan sanad hadis 2. Tidakditemukan pertentangan antara periwayat padatabaqah tertentu.

2. Verifikasi pada Matan

Langkah 1: Naqd al-sanad (al-tashhih)Naqd al-sanad untuk hadis ini sudah diteliti pada

Verifikasi Sanad di atas.7

Langkah 2: Perbandingan matan (al-muqaranah)Variasi matan:

Hadis 1:جفقي شي صققلى اتللقه عليققه وسققلم جب ون تت اتل يي وأ ور ول وقاذّ تر جب وجاذّ ين وع

وذات جإ جه جي ود ويقق تع وفقق ير وي جر يهقق تظ جة اتل ول ين وص جمقق ته وسقق يأ ور وع وفقق ور وذات جإ وو وع وكقق ورجع يو تك تر 8.اتل

7 Rujuk kembali pada halaman 250-251.

114

Page 157: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

Hadis 2:1. Riwayat Ahmad

وذات جإ وو وع وكقق ير وي ين وأ ود ورات أو وذات جإ وو ور شبقق وك وذات جإ جه يي ود ويقق تع وفقق ير وي ته وباذّ وأ وأى ور ته شن وأ

وأى ور ته شنقق وأ وم وعقق وز وف وك جل ين ذ وع ته تت يل وأ وس وف جع تكو تر ين اتل جم ته وس يأ ور وع وف ورته تع ون يص وي جه صلى اتلله عليه وسلم ول اتلل يو تس 9.ور

2. Riwayat al-Nasa’i

وذات جإ جه يي ود ويقق تع وفقق ير وي جه صلى اتلله عليه وسققلم ول اتلل يو تس ور تت يي وأ وروذات جإ وو وع وكقق ور وذات جإ وو ور شب وتققاذّ وك وغ ول وب شتققى وح جع يو تكقق تر ين اتل جمق ته وسقق يأ ور وع وفقق ور

جه يي ون تذ تأ وع ترو 10.تف

3. Riwayat Abi Dawud

ور شبقق وك وذات جإ جه يي ود ويقق تع وفقق ير وي تت اتلنبي صلى اتلله عليققه وسققلم يي وأ ورومقاذّ جه جب وغ تلقق يب وي شتققى وح جع يو تكقق تر ين اتل جمق ته وسق يأ ور وع وفق ور وذات جإ وو وع وك ور وذات جإ وو

جه يي ون تذ تأ وع يو تر 11.تف

4. Riwayat al-Daruqutni

وذات جإ جه يي ود وي تع وف ير وي ون وكاذّ جه صلى اتلله عليه وسلم شل ول اتل تسو ور شن وأ

ته وسقق يأ ور تع وفقق ير وي ومققاذّ ود يع وب وو وع وك ير وي ين وأ ود ورات أو وذات جإ وو وة ول شص وح اتل وت يف وت يس ات

جع تكو رر ون اتل 12.جم

4. Riwayat al-Thabarani

8 Abu Bakar Muhammad Ibn Ibrahim Ibn ‘Ali Ibn ‘Asim (terkenal dengan Ibn al-Muqri’), Jamharah al-Ajza’i al-Hadis tsiah (t.t: Maktabah al-Abikan, t.th.), hlm. 56.

9 Ahmad, Musnad Ah}mad, Juz 2, op. cit., nomor hadits (5054), hlm. 45.

10 Al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, Juz 2, op. cit., nomor hadits (1024), hlm. 182.

11 Abu Dawud, Sunan Abi Dawud, Juz 1, op. cit. nomor hadits (745), hlm. 257.

12 al-Daruqutni, Sunan al-Daruqut}ni, Juz 2 op. cit., nomor hadits (1123), hlm. 46.

115

Page 158: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

وذات جإ جه يي ود ويقق تع وفقق ير وي جه صلى اتلله عليه وسققلم ول اتلل يو تس ور تت يي وأ ورين جمقق ته وس يأ ور وع وف ور وذات جإ وو وع وك ور وذات جإ وو جه يي ون تذ تأ وماذّ جه جب جذي وحاذّ تي شتى وح ور شب وك

جع يو تك تر 13.اتل

Tidak ditemukan asbab yang menjadi asbab al-wurud dari hadis ini. Namun, riwayat-riwayat di atasdapat dinyatakan semakna karena: (1) tidak ada faktoryang menjadi alibi bahwa dia tidak semakna; (2) sub-stansi keenam riwayat di atas memiliki substansi yangsama baik dari redaksi maupun konteksnya; (3) tidakditemukan juga data pada sanad yang menunjukkanbahwa konteks riwayat-riwayat tersebut tidak semakna.

Variasi substansi matan yang ditemukan dari 6(enam) riwayat di atas dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4: Variasi substansi matan yang ditemukan

Mukharrij Redaksi Matan

Ibn al-Muqri’وع وك ور وذات جإ جه يي ود وي تع وف ير وي جر يه تظ جة اتل ول وص جفي شي صلعم جب ون تت اتل يي وأ ور

جع يو تك تر ين اتل جم ته وس يأ ور وع وف ور وذات جإ وو

Ahmadوذات جإ وو وع وك ير وي ين وأ ود ورات أ

و وذات جإ وو ور شب وك وذات وإ جه يي ود وي تع وف ير وي ته وباذّ وأ وأى ور ته شن وأ

وأى ور ته شن وأ وم وع وز وف وك يل وذ ين وع ته تت يل وأ وس وف جع يو تك تر ين اتل جم ته وس يأ ور وع وف ورته تع ون يص وي جه صلعم ول اتلل يو تس ور

Abi Dawudوع وف ور وذات جإ وو وع وك ور وذات جإ وو ور شب وك وذات جإ جه يي ود وي تع وف ير وي شي صلعم جب ون تت اتل يي وأ ور

جه يي ون تذ تأ وع يو تر تف وماذّ جه جب وغ تل يب وي شتى وح جع يو تك تر ين اتل جم ته وس يأ ور

Langkah 3: Analisis redaksi matan (al-tahlil)

13 Al-Thabarani, al-Mu‘jam al-Kabir, juz 19, op. cit., nomor hadits (628) hlm. 258.

116

Page 159: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

Variasi matan pada langkah perbandingan harusdianalisis untuk menemukan titik-titik perbedaan danpertentangan di antara matan yang ada sebagaimanatampak dalam Tabel 5.

Tabel 5: Titik-titik Perbedaan dan PertentanganMatan

MukharrijRedaksi Matan

Kel 4 Kel 3 Kel 2 Kel 1

Ibn al-Muqri’

وع وف ور وذات جإ ووين جم ته وس يأ ور

جع يو تك تر اتل

جه يي ود وي تع وف ير ويوع وك ور وذات جإ

-

تت يي وأ وروي جب ون اتلصلعم

جة ول وص جفي جر يه تظ اتل

Ahmadفسألته

عن ذلكفزعم أنه

رأى رسول

اتلله صلعميصنعه

وع وف ور وذات جإ ووين جم ته وس يأ ور

جع يو تك تر اتل

ود ورات أو وذات جإ وو

وع وك ير وي ين وأتع وف ير وي

وذات جإ جه يي ود ويور شب وك

وأى ور ته شن وأ

ته وباذّ وأ

al-Nasa’i

وع وف ور وذات جإ ووين جم ته وس يأ ور

جع يو تك تر اتلوى تت وحوتاذّ وغ ول وب

وع يو تر تفجه يي ون تذ تأ

وع وك ور وذات جإ ووتع وف ير وي

وذات جإ جه يي ود ويور شب وك

تت يي وأ ورتل يو تس ور

جه اتللصلعم

Abi Dawud

وع وف ور وذات جإ ووين جم ته وس يأ ور

وع وك ور وذات جإ وو تع وف ير ويوذات جإ جه يي ود وي

تت يي وأ وروي جب ون اتل

117

Page 160: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

جع يو تك تر اتلوغ تل يب وي وى تت وح

وماذّ جه جبوع يو تر تفجه يي ون تذ تأ

ور شب وك صلعم

al-Daruquthni

وماذّ ود يع وب ووتع وف ير وي

ون جم ته وس يأ ورجع تكو رر اتل

ود ورات أو وذات جإ وو

وع وك ير وي ين وأ

ون وكاذّتع وف ير وي

وذات جإ جه يي ود ويوح وت يف وت يس اتوة ول شص اتل

شن وأ

ول تسو ورجه شل اتل

صلعم

al-Thabarani

وع وف ور وذات جإ ووين جم ته وس يأ ور

جع يو تك تر اتلوع وك ور وذات جإ وو

تع وف ير ويوذات جإ جه يي ود وي

ور شب وكشتى وح

جذي وحاذّ تيوماذّ جه جبجه يي ون تذ تأ

تت يي وأ ورتل تسو ور

جه اتللصلعم

Analisis kelompok 1: Ibn al-Muqri’ menggunakan kalimat “ra’aitu al-Nabi

saw. fi salah al-zuhr”, (saya melihat Rasulullahsaw., pada shalat zhuhur)

Al-Nasa’i, Abi Dawud, al-Daruqutni, al-Tabaranimenggunakan kalimat “ra’aytu al-Nabi saw., (sayamelihat Rasulullah saw.)”.

Ahmad menggunakan kalimat “annah ra’a abah(bahwa dia melihat bapaknya)”

Ibn Muqri’ bertentangan dengan al-Nasa’i, AbiDawud, al-Daruqutni, al-Tabarani yaitu tidakmencantumkan kata “fi salah al-zhuhr”. SementaraAhmad berbeda dengan perbedaan yang substansinya

118

Page 161: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

masih sama, ditandai dengan kalimat di ujung hadistersebut “fasa’altuh ‘an zdalik faza‘am annah ra’aRasulallah Saw., yasna‘uh (saya menanyakan kepada-nya tentang matan itu dan dia memaksudkan bahwabapaknya melihat Rasulullah saw., melakukannyademikian)”.

Analisis kelompok 2: Ibn al-Muqri’ tidak mencantumkan kalimat “yarfa‘

yadaih izà kabbar”, sementara Ahmad, Al-Nasa’i,Abi Dawud, al-Daruqutni, al-Tabrani dengan “yarfa‘yadaih idzà kabbar”. Ini menunjukkan ada pe-ngurangan kalimat oleh Ibn al-Muqri’;

al-Daruqutni mengganti kata “idzà kabbar” dengankata “idza istaftaha al-salah”, penggantian ini tidakberdampak salah, karena substansinya sama;

al-Tabrani menambahkan kalimat “hatta yuhazibihima uzunaih”. Mukharrij lain mencantumkansubstansi yang sama dengan redaksi berbeda“hatta yablug bihima furu‘u uzunaih” pada akhirmatan.

Ibn al-Muqri’ mangurangi redaksi matan “yarfa‘yadaih idzà kabbar”. al-Daruqutni melakukan riwayatbi al-ma‘na. Dan al-Tabrani terbalik redaksinya darimatan lain.

Analisis kel 3: semua mukharrij memiliki kalimatyang sama “idza raka‘a”

Analisis kelompok 4: semua mukharrij memiliki kalimat yang sama “waiza rafa‘a ra’sah min al-ruku‘ hatta yablug bihima furu‘ uzunaih”

119

Page 162: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Dapat dinyatakan bahwa pertentangan terjadipada al-Muqri’ yaitu (1) mengkhususkan mengangkattangan hanya pada shalat zuhur, sementara mukharrijlain matan-nya bersifat umum tidak mengkhususkanpada shalat tertentu melainkan pada semua shalat; (2)mengurangi kalimat “idza kabbar”.

Langkah 4: Tarjih unsur ke-tsiqah-an (al-tarjih)

Hadis 1Riwayat Ibn al-Muqri’ (285-381 H.): semuaperiwayatnya tsiqah kecuali Abu al-Zubair (w. 126 H.)yang dinilai saduq dan hafizh tsiqah wa kanamudallisan.

Hadis 21. Riwayat Ahmad: semua periwayat pada sanad

berstatus tsiqah dengan kata yang diulang seperti“tsiqah hafizh” dan seterusnya, kecuali Jabir IbnYazid Ibn al-Haris al-Ja‘fi (w. 127/132 H.) yang di-nilai tsiqah karena pengakuan yang tegas darimurid langsungnya yaitu Syu‘bah Ibn Hajjaj Ibn al-Ward (w. 160 H.);

2. Riwayat Abu Dawud: semua periwayatnyaberstatus tsiqah dengan diulang seperti “tsiqahsabat”;

3. Riwayat al-Nasa’i: semua periwayat tsiqah kecuali: Isma‘il Ibn ‘Iyasy (w. 181/182 H.) dinilai saduqpada riwayat-riwayat dari ulama sedaerahnya danmukhallit pada riwayat selainnya, al-Bukhariberkata:

120

Page 163: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

رى وو“ جر وخاذّ تب ول اتل وذاتوقاذّ جإ وو ةح ، يي جح وص وف جه جد ول وب جل يه وأ ين وع وث شد وح وذات جإ :رع جض يو وم جفى ول وقاذّ وو ةر. يظ ون جه يي جف وف جه ، جد ول وب جل يه وأ جر يي وغ ين وع وث شد وح

رح. وص وأ وو ته وف ون يي ذي جم وشاذّ ين اتل وع ووى ور وماذّ رر: وخ ته 14آ ول ووى ورجة ول وص جفي اتل جن يي ود وي جع اتل يف ور جب وتاذّ جك جفي ري جر وخاذّ تب 15 .اتل

Al-Bukhari berkata: “jika dia ber-tahdis dari ulamasedaerahnya, maka sahih, jika ber-tahdis dari selainnya,maka relatif”. Pada kesempatan lain dia berkata: “hadisyang diriwayatkannya dari ulama al-Syamiyyin lebihsahih”. Al-Bukhari meriwayatkan hadisnya pada “kitabraf‘u al-yadain fi al-salah”

Dapat dinyatakan bahwa Isma‘il Ibn ‘Iyasy (w.181/182 H.) adalah tsiqah, karena adanya data ta‘dilmufassar, dan tidak ditemukan jarh mufassar.

Sa‘id Ibn Basyir al-Azadi (w. 168/169 H.), ulamaberbeda pendapat terhadap status ke-tsiqah-annya.

Ta‘dil:

جذى جقى ، اتلقق يشقق وم جد جن اتل يحمقق ور جد اتل يب وع وباذّ وأ ته ورات ون جرى : وخاذّ تب ول اتل وقاذّ وورة. ود وتاذّ وق ين وع ةم ، يي جش وه ته ين وع ووى ور

جن16 يبقق جن يحمقق ور تد اتل يبقق وع ول وقققاذّ وو تن يبقق تد يي جع وسقق رح: جل وصققاذّ جن يبقق رد ومقق يح وجل تت يل تق جه: يي جب أ

و ين وع جم ، جت وحاذّ جبى أو

جقى ، يش وم جد جمى وشاذّ رر يي جش رةوب ود وتققاذّ وق ين وعقق تة ور يثقق وك جه اتل جذ وهقق وف ييقق ؟وكتر يي جشقق وب وم ود يققق وأ وف رة وبقق يو تر وع جبققى وجل ككاذّ يي جر وش ةر يي جش وب ته يو تب وأ ون وكاذّ ول: وقاذّوع ومقق وث يي جد وحقق تب اتل تلقق يط وي جة ور يص وب جباذّل وى جق وب وف وة ، ور يص وب كدات اتل يي جع وس ته ون يب ات

رة وب يو تر وع جبى أو جن يب جد يي جع 17.وس

14 Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf Al-Mizi, (654-742 H.). Tahzib al-Kamal, tahkik oleh Basysyar ‘Iwad Ma‘ruf, Juz 3 (Beirut: Mu’assasahal-Risalah, 1400 H./1980 M.), hlm. 177.

15 Ibid. Juz 3. hlm. 181.

16 Ibid. Juz 10, hlm. 350.

17 Ahmad Ibn ‘Ali Ibn H{ajar Abu al-Fadal al-‘Asqalani al-Syafi‘i (selanjutnya disebut dengan Ibn H{ajar), Tahzib al-Tahzib, Juz 4 (Beirut: Dar al-Fikr, 1404 H./1984 M.), hlm. 9.

121

Page 164: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Al-Bukhari berkata: kami mengakui Aba Abd. al-Rah}man (Sa‘id Ibn Basyir) al-Dimasyqi, muridnyaHasyim dan gurunya Qatadah. Abu Hatim berkata daribapaknya: saya berkata kepada Ahmad Ibn Salih: Sa‘idIbn Basyir Syami Dimasyqi, bagaimana bisa sebanyak ituriwayatnya dari Qatadah? Ahmad menjawab: Basyir(bapaknya) berteman dengan Abi ‘Arubah, lalu Basyirmembawa anaknya Sa‘id ke Basrah, lalu dia tinggal disana belajar hadis bersama Sa‘id Ibn Abi ‘Arubah.

Tajrih

وس ييقق ول جث ، يي جد وح تر اتل وك ين تم رر: يي وم تن جن يب جه جد اتلل يب وع تن يب ةد شم وح تم ول وقاذّ ووجوى ير ويققق جث ، يي جد وحققق ذى اتل جو وقققق جب وس ييققق ول رء ، وشقققى رةجب ود وتقققاذّ وق ين وعققق

رت. ورات وك ين تم ججى:18اتل وسققاذّ ول اتل وقققاذّ وو ةف. يي جع وضقق جئى: وسققاذّ ون ول اتل وقاذّ وو ود: تو ودات جبققى أ

و ين وعقق جرى ، جج ول اتل وقاذّ وو ور. يي جك وناذّ وم جب رة ود وتاذّ وق ين وع وث شد وحتش جح وفققاذّ تظ ، يفقق جح وء اتل جدى قق ور ون وكققاذّ رن: شبققاذّ جح تن يب ول ات وقاذّ وو ةف. يي جع وض

جه يي ول وع تع جب وتاذّ تي ول وماذّ رة ود وتاذّ وق ين وع جوى ير وي جأ ، وط وخ 19.اتل

Muhammad Ibn ‘Abdullah Ibn Numair: munkar al-hadis,laysa bisyai’in, laysa biqawi al-hadis, dia meriwayatkandari Qatadah hadis-hadis munkar. Al-Nasa’i: dha‘if. Al-Sajiberkata: dia meriwayatkan hadis munkar dari Qatadah.Al-Ajiri berkata: dari Abi Dawud: dha‘if. Ibn Hibbanberkata: hafalannya kurang, melakukan kesalahan,meriwayatkan dari Qatadah yang tidak ada mutabi‘-nya.

TarjihDapat dinyatakan bahwa Sa‘id Ibn Basyir al-Azadi

(w. 168/169 H.) berstatus dha’if, karena adanya jarh}mufassar.

4. Riwayat al-Daruqutni dari jalur Muhammad Ibn Ja‘farIbn Rumais (w. 329 H.): semua periwayatnyaberstatus tsiqah.

18 Ibid.

19 Ibid.

122

Page 165: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

Tarjih unsur ke-tsiqah-an sanad hadis 1 dan hadis 2adalah sebagai berikut:

a. Kualitas: hadis 1 sanad-nya menyendiri danperiwayat-periwayatnya berstatus tsiqah,sementara hadis 2 pada sanad riwayat Ahmad, AbuDawud, al-Daruqutni memiliki periwayat-periwayatyang tsiqah juga, terutama riwayat Abu Daud tsiqahdengan diulang dua kali. Secara kualitas sanad AbuDaud menunjukkan ke-tsiqah-an yang lebih tsiqah.

b. Kuantitas: hadis 1 dengan sanad tunggal versushadis 2 dengan tiga alur sanad yang kuat. Makasecara kuantitas hadis 2 lebih kuat dari hadis 1.

Langkah 5: Syaz atau Mahfuzh (al-tahkim)Matan hadis 1 dapat dinyatakan terindikasi syadz,

karena redaksi “fi s}alah al-zuhri” bertentangandengan hadis 2. “Raf‘u al-yadain” Hadis 2 bersifatumum dan hadis 1 bersifat khusus. Ditemukan reduksikalimat pada hadis 1 dengan hilangnya kalimat “idzakabbar”, sementara semua hadis lain yang lebih kuatmencantumkannya.

Sanad hadis 1 riwayat Ibn Muqri’ dinyatakan syadzkarena menyendiri (infirad). penilaian ini didukungdengan ditemukannya pertentangan redaksi matansebagaimana penilaian pada verifikasi matan.

Hasil tarjih yang dilakukan terhadap lima riwayat diatas ditemukan riwayat Abi Dawud dengan al-rawi al-a‘la Malik Ibn al-Huwairis Abu Sulaiman al-Lais (w. 74H.) memiliki sanad yang paling kuat. Dengan demikiandapat disimpulkan bahwa matan yang paling orisinilberasal dari nabi adalah:

123

Page 166: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

وع وف ور وذات جإ وو وع وك ور وذات جإ وو ور شب وك وذات جإ جه يي ود وي تع وف ير وي جبي صلعم ون تت اتل يي وأ ورجه يي ون تذ تأ تع يو تر تف وماذّ جه جب وغ تل يب وي شتى وح جع يو تك تر ين اتل جم ته وس يأ ور

Daftar Pustaka

‘Abdullah Ibn Yusuf Abu Muhammad al-Hanafi al-Zaila‘i. 1357 H. Nasb al-Rayah li Ahadits al-Hidayah, ditahkik oleh Muhammad Yusuf al-Bunuri, Juz 1 (Mesir: Dār al-Hadits).

Abu Dawud. Sunan Abi Dawud.Al-Nasa’i. al-Mujtaba min al-Sunan.Ahmad Ibn Hanbal Abu ‘Abdullah al-Syaibani. t.th.

Musnad al-Imam Ahmad Ibn Hanbal, Juz 2. Kairo:Muassasah Qurtubah.

Abu Bakar Muhammad Ibn Ibrahim Ibn ‘Ali Ibn ‘Asim(Ibn al-Muqri’). t.th. Jamharah al-Ajza’i al-Haditsiah. Maktabah al-Abikan.

Ahmad Ibn ‘Ali Ibn Hajar Abu al-Fadal al-‘Asqalani al-Syafi‘i. 1404 H./ 1984 M.Tahzib al-Tahzib Juz 4.Beirut: Dār al-Fikr.

Al-Nasa’i. Sunan al-Nasa’i.Abu Dawud. Sunan Abi Dawud Juz 1.al-Daruqutni. Sunan al-Daruqutni Juz 2.Al-Tabarani. al-Mu‘jam al-Kabir Juz 19.Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf Al-Mizi. 1400 H./1980 M.

Tahzib al-Kamal Juz 3, Tahkik oleh Basysyar ‘IwadMa‘ruf. Beirut: Mu’assasah al-Risalah.

Sulaiman Ibn Khalaf Ibn Sa‘ad Abu al-Walid al-Baji.1406 H./1986 M. al-Ta‘dil wa al-Tajrih LimanKharraj lah al-Bukhari fi al-Jami‘ al-Sahih Juz 3,Tahkik Abu Lubabah Husain. al-Riyad: Dar al-Liwa’li al-Nasr wa al-Tawzi‘.

124

Page 167: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Teori TMT2 dan TMT3 dalam Penelitian Hadis Syadz

125

Page 168: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

APLIKASI TEORI QATH`IYYAT AL-WURŪD

WA AL-DILĀLAH DALAM SYARAHHADIS

Dr. Mujiyo Nurkholis

A. Pendahuluan

Qath`iyyat al-wurûd wa al-dilâlah,1 merupakansalah satu pertimbangan utama dalam berhujjah danmengambil petunjuk dari hadis. Suatu hadis yangqath`iyy al-wurûd wa al-dilâlah wajib diterima dan di-amalkan sesuai dengan makna tekstualnya. Kekuatanhadis ini sejajar dengan al-Qur’an yang qath`iyy al-dilâlah. Sedangkan hadis yang tidak mencapai tingkatqath`i, melainkan zhanniyy al-wurûd wa qath`iyy al-di-lâlah, qath`iyy al-wurûd wa zhanniyy al-dilâlah, atauzhanniyy al-wurûd wa zhanniyy al-dilâlah tidakmemiliki kekuatan tersebut sehingga diperlukansejumlah pertimbangan untuk menerima atau

1 Yang dimaksud dengan teori qath`iyyat al-wurûd wa al-dilâlah adalah teori mengenai kondisi suatu dalil ditinjau dari aspek wurûd(otentisitasnya) dan dilâlah (makna lafal dan petunjuk kalimatnya).Secara sederhana dapat digambarkan hasil kajian teori ini bahwa suatu dalil yang dapat dipastikan otentik, maka ia disebut qath`iyyal-wurûd. Sedangkan dalil yang diduga otentik, disebut zhanniyy al-wurûd. Dalil yang makna dan petunjuknya tegas disebut qath`iyy al-dilâlah, sedangkan dalil yang makna dan petunjuknya dapat memberikan beberapa pemahaman, disebut zhanniy al-dilâlah.

123

Page 169: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

mengamalkannya.2 Dari aspek wurudnya, seluruh ayatal-Qur’an wajib diterima, tapi ayat yang zhanniyy al-dilâlah memerlukan ijtihad yang mendalam untuk me-ngungkap petunjuknya yang setepat-tepatnya.

Kaidah tersebut berangkat dari kajian ushul fiqhdalam masalah dilâlah yang membagi lafal menjadidua, yaitu lafal yang jelas petunjuknya (wâdhih al-dilâlah) dan lafal yang tidak jelas petunjuknya (ghayrwâdhih al-dilâlah). Selanjutnya masing-masing darikedua jenis lafal tersebut terbagi menjadi empattingkat yang saling berlawanan.3 Lafal yang jelaspetunjuknya terdiri atas zhâhir, nashsh, mufassar, danmuhkam. Sedangkan lafal yang tidak jelaspetunjuknya terbagi menjadi khafiy, musykil, mujmal,

2 Ungkapan qath`iyy al-wurûd dan zhanniy al-wurûd serta qath`iyyal-dilâlah dan zhanniyy al-dilâlah merupakan istilah di kalangan ulama ushul fiqh. Klasifikasi ini ditetapkan berdasarkan keshahihandan jumlah sanad hadis. Hadis qath`iyy al-wurûd adalah hadis mu-tâwatir dan hadis shahih yang masyhûr. Mayoritas ulama, seperti Imam al-Syafi`i dan para pendukungnya, memasukkan juga hadis shahih âhâd. Hadis yang zhanniyy al-wurûd adalah hadis shahih, hadis ahad, dan hadis hasan. Mayoritas ulama hadis, memasukkan hadis dha`if yang tidak terlalu dha`if sebagai hadis yang zhanniyy al-wurûd. Sedangkan hadis dha’if yang sampai pada tahap mencu-rigakan adanya kepalsuan perlu dikelompokkan dalam katagori syakkiyy al-wurûd. Klasifikasi qath`iyy al-dilâlah dan zhanniyy al-dilâlah ditetapkan berdasarkan kajian ilmu dilâlah. Hadis yang qath`iyy al-dilâlah adalah hadis yang redaksinya termasuk kategorikalimat nashsh, mufassar, atau muhkam, dan tidak terdapat faktor eksternal yang menghalangi ke-qath`iyy al-dilâlah-annya. Sedang-kan hadis yang petunjuk redaksinya termasuk dalam katagori kalimat zhâhir, khafiy, musykil, mujmal, dan mutasyâbih disebut sebagai hadis yang petunjuknya hanya zhanniyy al-dilâlah. Hal itu semua apabila tidak terdapat faktor eksternal yang menghalangi ke-qath`iyy al-dilâlah-an dan ke-zhanniyy al-dilâlah-annya.

3 Pembagian ini dibahas berdasarkan klasifikasi menurut madzhab Hanafi. Hal ini tidak lain didasari pertimbangan bahwa klasifikasi inimudah dipaham.

124

Page 170: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

dan mutasyâbih. Urutan penyebutan ini menunjukkanurutan tingkat kejelasan dan ketidakjelasannya.

Lafal yang qath`iyy al-dilâlah adalah lafalmuhkam, mufassar, dan sebagian nashsh. Lafal yangdemikian tidak bisa terganggu oleh otoritas ijtihadulama. Kaidah yang berkenaan dengan hal itu adalahLâ qiyâsa fî muqâbalat al-nashsh. Akan tetapi lafalnashsh yang mengandung dua petunjuk atau lebih(musytarak) boleh jadi bukan ma`na azhhar-nya yangdimaksudkan, melainkan makna lainnya. Ini yang dise-but ta’wil, dan ta’wil dapat terjadi terhadap lafalnashsh, meskipun jarang.

Apabila suatu hadis tidak memenuhi kriteriasebagai hadis yang qath`iyy al-wurûd, melainkanhanya memenuhi kriteria sebagai hadis yang zhanniyyal-wurûd, tapi matannya termasuk qath`iyy al-dilâlah,maka para ulama berbeda pendapat. Sebagian merekamenyatakan sebagai hujjah yang mutlak, sebagianyang lain menolaknya dan menganggapnya bukansebagai hujjah yang mutlak.4 Hadis dha`if yangmenjadi kuat karena sanadnya banyak atau sebab laintermasuk dalam zhanniyy al-wurûd. Adapun hadis

4 Perbedaan pendapat ini antara lain dapat dilihat berkenaan dengan perbedaan pendapat para ulama mengenai hukum pengamalan hadis dha`if. Mereka terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama yang dipelopori oleh al-Bukhari menyatakan sama sekali tidak dapat diamalkan. Kelompok kedua yang dipelopori oleh Ibn Hajar al-Asqalani menyatakan boleh diamalkan apabila berkenaan dengan fadha’il al-a`mal dan tidak terlalu dha`if. Kelompok ketiga yang dipelopori oleh Imam Ahmad bin Hambal dan Abu Dawud menyatakan wajib mengamalkan hadis dha`if apabila tidak ada hadis shahih yang membahas tema yang bersangkutan. Lihat antara lain Nuruddin `Itr, Manhaj al-Naqdfî `Ulûm al-Hadits.

125

Page 171: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

dha`if yang tidak ada faktor penguatnya atau dha`ifsanad cukup parah dapat disebut sebagai kelompokhadis syakkiyy al-wurûd sama sekali bukan hujjahkarena hukum Islam tidak mungkin dibangun atasfondasi yang diragukan. Maka hadis tersebut disikapidengan tawaqquf hingga diperoleh alasan hukum yangmenghilangkan keraguan terhadapnya.5

Oleh karena itu, apabila suatu hadis yangtermasuk katagori hadis zhanniyy al-wurûd berkenaandengan masalah yang menuntut penyelesaian hukumdan alasan hukumnya atau aspek kemaslahatannyasesuai dengan petunjuk hadis itu, maka hal itu menjadiindikasi keshahihan matan hadis tersebut apabilaredaksinya termasuk qath`iyy al-dilâlah.6

5 Di antara masalah dalam kategori ini adalah tentang hukum tinggal di masjid dan membaca al-Qur’an bagi wanita yang sedanghaid. Hadis yang secara tegas mengharamkan masuk dan menetapdi masjid bagi orang haid adalah riwayat Abu Dawud dari A'isyah r.a. dan riwayat Ibnu Majah dari Ummu Salamah dan keduanya me-lalui Jasrah dengan redaksi dan konteks yang berbeda, tapi qath`iyy al-dilâlah, hanya saja tidak mencapai kriteria qath`iyy al-wurûd, melainkan syakkiy al-wurûd. Fuqaha Syafi`iyyah me-mandang bahwa wanita haid lebih kotor daripada orang junub, sehingga ia lebih haram tinggal di masjid dan membaca al-Qur’an daripada orang junub dan karenanya mereka mengamalkan sepenuhnya hadis tersebut. Sementara fuqaha Malikiyyah meman-dang bahwa wanita haid berbeda dengan orang junub, karena orang junub bisa menyegerakan mandi untuk membaca al-Qur’an dan menetap di masjid, sedangkan wanita haid harus menunggu hingga haidnya tuntas, sementara boleh jadi kedua hal tersebut merupakan tindakan yang tidak bisa ditinggalkan.

6 Hal ini ditegaskan antara lain oleh Imam Ahmad bin Hanbal, seorang ahli hadis sekaligus pendiri mazhab Hanbali. Ia dengan penuh keyakinan menyatakan bahwa tidak seluruh hadis dalam kitab Musnad-nya sanadnya shahih, tapi menurutnya matannya shahih atau dapat dipedomani.

126

Page 172: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

Hal atas merupakan salah satu fenomena bahwateori yang dalam kajian ushul fiqh terkesan final,namun dalam aplikasinya tidak sederhana. Oleh sebabitu, suatu hadis tidak dapat dianggap sebagai daliltunggal untuk masalah yang bersangkutan sebelumdikaji dalil-dalil yang berkaitan dengan masalahtersebut, karena dalil-dalil mengenai suatu masalahmerupakan satu kesatuan, sehingga semuanya harusdikaji secara bersama-sama sekaligus untukdiselesaikan perbedaan petunjuk-petunjuknya. Olehkarena itu, perlu diteliti bagaimana para pensyarahhadis memaknai lafal-lafal hadis dan mengungkappetunjuk kalimatnya, lalu bagaimana pemaknaan danpengungkapan petunjuk tersebut bila dikaitkan denganteori qath`iyyat al-wurûd wa al-dilâlah.

B. Qath`iyyat al-Wurūd

Kaidah ini berbasis pada logika, dan karenanyakaidah ini sangat eksis di kalangan ulama ahl al-ra’yi,seperti madzhab Hanafi. Mereka membedakan antarahadis mutawatir dan hadis ahad dengan ekstrim. Mere-ka berpendapat bahwa hanya (ayat atau) hadis yangqath`iyy al-wurûd wa al-dilâlah yang petunjuknyamempunyai daya ikat penuh dan sama sekali tidakbisa ditolak. Sementara itu hadis yang mencapaikriteria qath`iyy al-wurûd hanya hadis mutawatir.Sedangkan hadis ahad tidak mencapai derajattersebut.7 Sedangkan ulama lain mengklasifikasi ke-

7Kasyf al-Asrar, VI: 202. Oleh karena itu, menurut madzhab Hanafi saksi dalam nikah tidak harus ada secara mutlak dan menikahi seorang wanita bersama bibinya atau keponakannya bukan hal yang haram, melainkan makruh tahrim. Dalam hal ini pandangan

127

Page 173: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

hujjahan hadis-hadis ahad berdasarkan kualitas danvariabel lainnya.

Al-Syafi`i merupakan seorang pelopor dalampengamalan hadis ahad dalam seluruh temanya,termasuk hadis-hadis akidah dan hukum. Oleh karenaitu, ia tidak membedakan secara ekstrim antara ke-hujjahan hadis mutawatir dan hadis ahad yang shahih.Dalam hal ini prinsipnya sangat dikenal denganpernyataannya, sebagaimana dikutip oleh Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah,8 Al-Syafi`i berkata, “Para ulamasepakat bahwa setiap orang yang mengetahui salahsatu sunnah Rasulullah Saw., maka ia tidak layakmeninggalkannya lantaran ada pendapat seorangulama yang menyalahinya”. Telah mutawatir dari al-Syafi`i bahwa ia berkata, “Apabila suatu hadis adalahshahih dalam suatu masalah, maka buanglah pen-dapatku (yang menyalahinya) ke tembok”. Suaturiwayat yang shahih menyatakan bahwa ia berkata,“Apabila aku meriwayatkan suatu hadis dari RasulullahSaw. tapi aku tidak berpegang kepadanya, maka keta-huilah bahwa akalku telah hilang”. Riwayat shahihlainnya menyatakan bahwa ia berkata, “Tidak layakseseorang berpendapat (lain) selama ada SunnahRasulullah Saw.”.9

mereka sangat berbeda dengan madzhab Syafi`i yang menyatakanbahwa saksi nikah termasuk rukun dalam nikah dan bahwa memadu seorang wanita dengan bibinya atau keponakannya adalah haram dan nikanya tidak sah.

8 Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, I`lâm al-Muwaqqi`in, II: 421.9 Redaksi dalam bahasa Arab sebagai berikut:: يي عع عف ششافِ ال لل لقافِ

شلى ا لصصص عه شلصص عل ال سسول لر نن لع ةة شن سس سه لل نت لن لبافِ لت نس نن ا لم شن لأ للى ا لع سس شنافِ لع ال لم نج لأ

لر لت لولا لت لو عس. شنافِ نن ال عم دد لح لأ عل نول لق عل لهافِ لع لد لي نن لأ سه لل نن سك لي نم لل لم شل لس لو عه ني لل لع سه شل السه نن لع شح لص لو لط ، عئ لحافِ نل علي ا نول لق عب سبولا عر نض لفافِ سث عدي لح نل شح ا لص لذا لل : إ لقافِ سه شن لأ سه نن لعثثافِ عدي لحصص لم شل لسصص لو عه نيصص لل لع سه شلصص شلى ا ال لصصص عه شل علل سسول لر نن لع نيت لو لر لذا لل : إ لقافِ سه شن لأ

128

Page 174: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

Pernyataan ini menunjukkan bahwa al-Syafi`i tidakmembedakan antara kehujjahan hadis mutawatir danhadis ahad secara ekstrim. Bahkan ia tidak pernahmengklasifikasikan hadis menjadi mutawatir dan ahadserta tidak menyetujui pembagian tersebut.10 Al-Syafi`idan para muhadisin berpendapat bahwa seluruh hadisshahih wajib diterima, tidak terbatas pada hadismutawatir.

Ibnu Taymiyyah menetapkan bahwa hadis ahaddapat memberikan pengetahuan (yufîdu al-`ilm)11

apabila memenuhi beberapa syarat. Syarat-syarattersebut adalah sebagai berikut: (a) umat sepakatmenerima dan mengamalkannya; (b) diriwayatkan me-lalui beberapa jalur atau dalam berbagai kesempatanyang saling mendukung dan membenarkan; (c) paraperiwayatnya terdiri atas para imam hadis; (d)terdapat banyak indikator dan variabel yang medu-kung kebenaran hadis; (e) atau apabila tema hadisnyamerupakan tema yang telah diakui keberadaannyadalam ajaran Islam.12

Sementara itu, para fuqaha madzhab Hanafimenyatakan bahwa hadis ahad secara umum

لل لل : لقصصافِ سه شنصص لأ سه ننصص لع شح لص لو لب ، له لذ ند لق علي نق لع شن لأ سمولا لل نع لفافِ عه عب نذ سخ نم آ لل لولم . شل لس لو عه ني لل لع سه شل شلى ا ال لص عه شل عل ال سسول لر عة شن سس لع لم دد لح لعل لل نول لق

10 Hatim bin Arif al-`Awni, al-Manhaj al-Muqtarah li fahm al-Mushthalah, hlm. 81.

11Istilah yufîdu al-`ilm semakna dengan istilah qath`iyy al-wurûd.Istilah ini sangat lazim digunakan dalam kitab-kitab ilmu hadis.

12 Ibn Taymiyyah, Majmû` Fatâwâ Ibn Taymiyyah, Dâr al-Wafâ’, 2005, XX: 257-258.

129

Page 175: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

menempati posisi zhanniyy al-wurûd.13 Tentu hadisahad yang posisinya demikian adalah hadis shahih.Adapun hadis yang dha`if posisinya lebih lemah lagi.Namun demikian berkenaan dengan hadis dhaif paraulama terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok per-tama menerima sepenuhnya termasuk hadis-hadishukum selama tidak terlalu lemah dan tidak ada hadislain yang menjelaskan tema yang bersangkutan.Kelompok kedua menerima hanya hadis-hadis fadhâ’ilal-a`mâl tanpa memastikan. Dan kelompok ketigamenolak sepenuhnya. Kelompok pertama didukungoleh sejumlah tokoh hadis terkemuka, seperti ImamAhmad dan Abu Dawud. Kelompok kedua didukungoleh mayoritas ulama hadis, seperti Imam al-Nawawi,Ali al-Qari, dan Ibn Hajar al-Haitami. Kelompok ketigadidukung oleh Abu Bakar Ibn al-`Arabi, Syihabuddin al-Khafaji, dan Jalaluddin al-Dawani.14

C. Wujuh al-Dilālah

Secara umum semua lafal yang termasuk dalamkatagori ghayr wâdhih al-dilâlah mengandung petunjukyang zhanniy, sementara itu tidak semua lafal yangtermasuk dalam katagori wâdhih al-dilâlah mengan-dung petunjuk yang qath`iy. Lafal yang terakhir adalahlafal zhâhir dan sebagian lafal nashsh, meskipun ke-mungkinan takhshish dan ta’wîl pada lafal nashshlebih kecil. Sehingga lafal nash suatu waktu me-

13Kasyf al-Asrâr, I: 226.

14 Nuruddin `Itr, Manhaj al-Naqd fi `Ulûm al-Hadîts, Dār al-Fikr, Damaskus, 1988, hlm. 291-296.

130

Page 176: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

ngandung makna qath`iy dan pada saat yang lain me-ngandung makna yang zhanniy. Sedangkan lafal yangmufassar dan lafal yang muhkam menunjukkan maknayang qath`iy.

Lafal zhâhir adalah lafal yang dengan jelasmenunjukkan suatu makna tanpa memerlukanindikator eksternal, namun bukan makna tersebutyang dimaksud, melainkan makna lain yang secarasamar diisyaratkan olehnya. Oleh karena itu lafal yangbersangkutan dapat menerima ta’wil ataumenunjukkan makna zhanni yang kuat.15 Bandinganlafal zhâhir adalah lafal yang khafiy. Hukum lafal yangzhâhir wajib dipegangi makna tekstualnya hingga adapetunjuk yang kuat atas taqyîd, takhshish, ta’wil, ataunaskh terhadapnya. Apabila lafal yang zhâhir itu mut-lak, maka wajib dipegangi kemutlakannya hingga adadalil yang membatasinya. Hal ini menunjukkan bahwadilâlah primer lafal zhâhir terdapat pada maknatekstualnya (`ibârat al-nashsh), kecuali apabiladitemukan dalil yang menunjukkan taqyîd, takhshish,atau naskhsh baginya, atau telah di-ta’wil-kan denganbenar, maka dilalahnya berada pada makna yangtersirat padanya (isyârat al-nashsh).

Sedangkan lafal khafiy adalah lafal yang tidaktegas menunjuk suatu makna serta ada faktor luaryang menjadikan maksudnya samar kecuali dengan

15 Syaikh Muhammad al-Khudhari, Ushul al-Fiqh, Dār al-Fikr, t.th., 1981, hlm. 129; Khalid Abdurrahman al-`Ak, Ushul al-Tafsîr wa Qawâ`iduhu, Dar al-Nafa’is, Beirut, 1986, hlm. 327. Ta’wil adalah memahami suatu lafal berdasarkan kepada salah satu maknanya yang jauh dengan meninggalkan makna yang paling dikenal. Dalam perkembangan analisis teks mutakhir konsep ta’wil merupakan dasar pijakan bagi hermeneutika.

131

Page 177: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

penelitian yang mendalam.16 Kesamaran lafal tersebutterjadi ketika salah satu satuan akan dijadikan acuanbaginya ternyata satuan tersebut sangat spesifik atausatuan-satuan yang mungkin dapat dijadikan acuansangat bervariasi. Jadi lafal tersebut sebenarnya jelasmaksudnya secara teoritis, namun samar bagi satuanyang akan dijadikan acuan atau contoh.

Hukum lafal yang khafiy adalah wajib diamalkanatau dipedomani berdasarkan hasil pemikiran ulamadan para ahli dalam tema yang bersangkutan yangdapat mengungkap kesamarannya, seperti pensyarahdan mujtahid. Hal ini menunjukkan bahwa dilâlahprimer lafal khafiy tak terdapat pada maknatekstualnya (`ibârat al-nashsh), melainkan padamakna yang tersirat padanya (isyârat al-nash) setelahdiungkap kesamaran maknanya oleh seorang mujtahidatau pakar dalam tema yang bersangkutan.

Lafal nashsh adalah lafal yang petunjuk maknanyasangat jelas dan searah dengan maksudpenyebutannya, namun ia masih mungkin menerimatakhshîsh17 atau ta’wîl dengan kemungkinan yang le-bih kecil daripada lafal zhâhir. Atau lafal itumenunjukkan makna yang qath`iy (petunjuknyamaknanya pasti).18 Hukum lafal nashsh adalah wajib

16 Syaikh Muhammad Al-Khudhari, Ibid, hlm. 135; Al-Bazdawi, Ushûl al-Bazdawi, I: 52 dikutip dari Khalid Abdurrahman al-`Ak, Ushul al-Tafsîr wa Qawâ`iduhu, hlm. 344. Sementara al-Sarkhasi dalam Ushul al-Sarkhasi, I: 176 menyatakan bahwa faktor penghalang itu berada dalam redaksi kalimat yang bersangkutan.

17Takhshish secara sederhana berarti pengkhususan makna pada sebagian satuan yang tercakup dalam suatu kata dengan mengecualikan satuan yang lainnya.

18 Indikasi qath`iyyat dilâlat al-lafzhi adalah apabila pengertian yang ditunjuk oleh lafal tersebut tidak dapat ditafsirkan kepda arti

132

Page 178: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

diamalkan sesuai dengan makna yang ditunjukkannyasecara tekstual, selama tidak ada petunjuk atasadanya ta’wîl atau takhshîsh. Kehujahan lafal nashshlebih kuat daripada lafal zhâhir. Lawannya adalah lafalmusykil, yaitu lafal yang redaksinya tidak menun-jukkan makna yang dikehendaki, sehingga harus adaindikasi dari luar teks agar menjadi jelas apa yang di-kehendaki.19

Faktor kemusykilan suatu kalimat adalah: (a)padanya terdapat kata-kata yang sulit dipahami secaratekstual,20 (b) padanya terdapat kata yang musytarak,yaitu kata yang mengandung banyak kemungkinanmakna, sedangkan redaksi kalimat tidak menunjukkansalah satu maknanya dengan tegas, (c) ada kalimatlain yang bertentangan.

Hukum lafal musykil pertama-tama dikaji sejumlahmakna yang mungkin ditunjukkan oleh lafal yangbersangkutan, lalu dilakukan ijtihad untukmengungkap indikasi yang menunjukkan salah satudari makna-makna yang dimaksudkan. Apabila telahditemukan makna yang dimaksudkannya, maka wajibdiamalkan sesuai dengan makna tersebut.21

yang di luar artinya yang semula. Lihat: Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, hlm. 56.

19 Syaikh Muhammad al-Khudhari, Ibid., hlm. 129, 135; Khalid Abdurrahman al-`Ak, Ibid., hlm. 329, 347; Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Kaidah-kaidah Pembinaan Hukum Fiqh Islam, hlm. 287.

20 Khalid Abdurrahman al-`Ak (Ibid., hlm. 347) mengemukakan salah satu contoh kemusykilan jenis ini dengan mengutip firman Allah, “qawârîra min fidhdhah” (gelas-gelas dari perak (Q. S. al-Insan: 16), padahal lazimnya gelas terbuat dari kaca.

21 Khalid Abdurrahman al-`Ak, Ibid., hlm. 350.

133

Page 179: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Lafal mufassar adalah lafal yang petunjuknyasangat jelas, sehingga tidak mungkin menerima ta’wîlatau takhshîsh. Kejelasan maksud lafal tersebutadakalanya berupa bilangan yang lazim digunakandengan makna yang pasti. Adakalanya dipahami dariseluruh rangkaian kalimat. Adakalanya berupa lafalyang telah disepakati sebagai suatu istilah denganmakna dan maksud tertentu.22

Lafal mufassar wajib diamalkan sebagaimanapetunjuk makna tekstualnya. Penafsiran terhadaphadis yang mengandung lafal mufassar tidak bolehdipalingkan dari makna tekstualnya. Hanya saja lafalmufassar teraebut pada masa Rasulullah Saw. dapatmenerima naskh. Hal ini menunjukkan bahwa dilâlahprimer lafal mufassar terdapat makna tekstualnya(`ibârat al-nashsh) dan tidak menutup kemungkinanadanya dilâlah sekunder pada makna yang tersirat(isyârat al-nashsh).

Bandingan bagi lafal yang mufassar adalah lafalmujmal, yaitu lafal yang menunjukkan sejumlahmakna dan tidak jelas salah satu makna yangdimaksudkan, sehingga memerlukan penafsiran danpenelitian yang mendalam.23 Akan tetapi makna-makna tersebut merupakan cakupan dari lafal tersebut

22 Syaikh Muhammad al-Khudhari, Ibid., hlm. 129, 135.

23 Khalid Abdurrahman al-`Ak, Ibid., hlm. 332, 352. Dalam kitab inidijelaskan bahwa lafal mujmal ada tiga macam: (1) Lafal mujmal yang tidak dikenal dalam bahasa sehari-hari dan tidak diketahui maknanya sebelum ditafsirkan, seperti lafal “halû`” (berkeluh ke-sah); (2) Lafal yang dalam bahasa sehari-hari diketahui maknanya, namun bukan makna sehari-hari itu yang dikehendaki, seperti “riba, shalat, dan zakat”; dan (3) Lafal yang diketahui maknanya dalam bahasa sehari-hari, namun maknanya banyak dan hanya salah satunya yang dikehendaki.

134

Page 180: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

dan tidak bertentangan satu sama lain, seperti lafalshalat untuk doa, membaca shalawat, dan shalat yangmasyhur.

Lafal mujmal wajib dicari makna yangdimaksudkan oleh pembicaranya, Allah, baik melaluiayat lain, melalui hadis, maupun melalui penelitianterhadap indikasi yang mengungkap kesamaran lafaltersebut. Apabila tidak diperoleh petunjuk atau indikasitentang makna yang dimaksudkan, maka wajibdibiarkan dalam ke-mujmal-annya hingga ada petunjuklain.24 Apabila ada bayân yang sempurna dan pastitentang lafal yang mujmal tersebut, maka lafal mujmaltersebut berubah menjadi lafal mufassar, seperti lafalkata shalat, zakat, dan puasa. Apabila ada bayântentang lafal mujmal tersebut, namun bayan itu tidakmenghilangkan ke-mujmal-annya secara tuntas, makalafal mujmal itu berubah menjadi musykil,25 sehinggaharus diperlakukan sebagai lafal muyskil.

Lafal muhkam merupakan tingkat tertinggi darilafal yang petunjuknya jelas (wâdhih al-dilâlah).Sedangkan lafal mutasyâbih merupakan tingkattertinggi dari lafal yang petunjuknya tidak jelas, arti-nya lafal yang paling tidak jelas maknanya. Lafalmuhkam adalah lafal yang menunjukkan suatu maknadengan sangat jelas dan pasti, tidak menerima ta’wîl,takhshîsh, dan naskh. Lafal muhkam pada dasarnyaadalah lafal mufassar yang tidak mungkin di-naskh.Keduanya sama-sama jelasnya, tapi kekuatan petunjuk

24 Khalid Abdurrahman al-`Ak, Ibid., hlm. 354.

25 Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Kaidah-kaidah Pembinaan Hukum Fiqh Islam, hlm. 290.

135

Page 181: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

lafal muhkam jauh lebih kuat.26 Lawan lafal muhkamadalah lafal mutasyâbih.

Ketentuan dalam kalimat yang muhkam wajibdiamalkan sesuai dengan petunjuk tekstualnya, tidakpernah berubah dalam berbagai keadaan. Makna lafalmuhkam tidak dapat dipalingkan dari makna lahirnya.Kehujahan lafal muhkam menempati peringkattertinggi dibandingkan kehujahan lafal-lafal yang telahdijelaskan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwadilâlah primer lafal muhkam terdapat pada maknatekstualnya (ibârat al-nashsh) dan tidak menutup ke-mungkinan adanya dilâlah skunder pada makna yangtersirat (isyârat al-nashsh).

Sedangkan lafal mutasyâbih adalah lafal yangterlalu sulit untuk diketahui maknanya yangdikehendaki. Jadi ia merupakan lafal yang berada padapuncak kesamaran maksudnya.27 Oleh karena itu lafal

26 Syaikh Muhammad al-Khudhari, Ibid., hlm. 129; Khalid Abdurrahman al-`Ak, Ibid., hlm. 335; Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Kaidah-kaidah Pembinaan Hukum Fiqh Islam, hlm. 281.

27 Banyak ulama salaf memahami lafal mutasyabih sebagai lafal yang mustahil diketahui makna yang dimaksudkan dan harus disikapi dengan tawaqquf dengan tidak melakukan ta’wil. Lihat: Syaikh Muhammad al-Khudhari, Ibid., hlm. 135; Khalid Ab-durrahman al-`Ak, Ibid., hlm. 355. Namun, baik al-Qur’an maupun hadis, tidak menutup kesempatan sedemikian rupa. Al-Qur’an menyebutkan bahwa orang-orang yang mendalam ilmunya dapat mengetahui ta’wil lafal-lafal mutasyabihat (Q. S. Ali Imran: 7). Rasulullah Saw. juga menyatakan bahwa di antara halal dan haramterdapat hukum musytabihat, semakna dengan mutasyabihat, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia (H.R. Jama`ah). Hal ini menunjukkan bahwa dengan upaya yang maksimal dan dengan bekal keilmuan tertentu, seseorang dapat mengetahui makna yangdimaksud dari lafal yang mutasyabih tersebut dalam batas kemampuan nalar manusia. Namun harus disertai keyakinan bah-wa maksud Rasulullah Saw. yang hakiki mungkin lain, sehingga

136

Page 182: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

mutasyâbih harus disikapi dengan sangat berhati-hatidalam melakukan ta’wîl terhadapnya disertai niat yangtulus dan keyakinan yang kokoh bahwa maksudRasulullah Saw. dengan lafal tersebut pasti benar,hanya saja kita belum bisa sepenuhnya menangkapmaksud tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa lafal-lafal yang menunjukkan makna yang qath`iy al-dilâlahadalah lafal-lafal yang dilalah primernya terletak padamakna tekstualnya (`ibârat al-nashsh), yaitu lafal-lafalyang nashsh, mufassar, dan muhkam. Sedangkanlafal-lafal yang menunjukkan makna yang zhanniyadalah lafal-lafal yang dilâlah primernya tidak terdapatpada makna tekstualnya, melainkan pada makna ter-siratnya (isyârat al-nashsh).

Macam-macam karakter lafal tersebut di atasmenuntut ketelitian dan kesungguhan para penelitidan pensyarah dalam memahami makna dan maksudsetiap lafal dalam hadis dengan segala karakternyaagar dapat mengambil dilâlah dari setiap hadis yangdihadapinya dengan tepat. Selain itu mereka dituntutuntuk mengembangkan pemahaman dilâlah hadisseluas-luasnya dengan menggunakan seluruhindikasinya, menganalisis keluasan makna lafal de-ngan menghimpun seluruh satuan yang tercakup didalamnya, dan mengidentifikasi sejumlah faktor yangmenjadi pijakan implementtasinya.

Memahami macam-macam dilâlah lafal merupakanmodal yang sangat penting dalam mensyarah hadisdan mengambil berbagai kesimpulan darinya. Kajian

tidak mengklaim pendapatnya itulah yang paling benar ketika ada pendapat yang lain.

137

Page 183: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

ini dirumuskan oleh para ulama ushul fiqh dalamkaitannya dengan penyusunan ushûl al-istinbâth,ushûl al-tafsîr, ushûl al-istidlâl, dan ushûl al-tasyrî`.28

Di kalangan ulama madzhab Hanafi dikenal empatpendekatan dalam mengambil dilâlah, yaitu `ibârat al-nashsh, isyârat al-nashsh, dilâlat al-nashsh, daniqtidhâ’ al-nashsh. Istilah keempat macam dilâlahtersebut sering juga disebut dengan dilâlatal-`ibârah,dilâlat al-isyârah, dilâlat al-nashsh, dan dilâlat al-iqtidha’. Sedangkan di kalangan ulama madzhabSyafi`i dikenal dua macam dilâlah, yaitu dilâlat al-manthûq dan dilâlat al-mafhûm. Masing-masingterbagi menjadi dua, yaitu dilâlat al-manthûq al-sharîhah dan dilâlat al-manthûq ghayr al-sharîhahserta dilâlat al-mafhûm muwâfaqah dan dilâlat al-mafhûm mukhâlafah. Selanjutnya dilâlat al-mafhûmmuwâfaqah dibagi menjadi dua, yaitu fahwâ al-khithâbdan dalil al-khithâb.29

28Ushûl al-istinbâth adalah prinsip-prinsip pengambilan makna intidan kesimpulan hukum dari ayat al-Qur’an, hadis, maupun dalil-dalil lain, atau prinsip-prinsip pengambilan hukum secara deduktif. Ushûl al-tafsîr adalah prinsip-prinsip penafsiran al-Qur’an dan hadisserta pengembangannya. Ushûl al-istidlâl adalah prinsip-prinsip pe-ngambilan hukum secara induktif. Sedangkan ushûl al-tasyrî` adalah prinsip-prinsip penetapan dan penerapan hukum syari`ah serta penuangannya dalam kitab-kitab hukum atau undang-undang.

29 Muhammad al-Khudhari, op. cit., 118-123; Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Syairazi al-Fairuzabadi al-Syafi`i, al-Luma` fî Ushûl al-Fiqh, Syirkah Maktabah wa Mathba`ah Ahmad bin Sa`d binNabhan wa Auladuhu, Surabaya, t.th., hlm. 24. `Ibârat al-nashsh identik dengan dilâlat al-manthûq al-sharîhah, isyârat al-nashsh identik dengan dilâlat al-manthûq ghair al-sharîhah, dilâlat al-nashsh identik dengan dilâlat al-mafhûm yang dibagi menjadi dua, yaitu fahwâ al-khithâb (qiyas jaliy maupun qiyas khafiy) dan dalil al-khithâb (mafhûm mukhâlafah), meskipun para ulama madzhab

138

Page 184: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

Pada pembahasan selanjutnya istilah-istilah yangdigunakan adalah istilah-istilah yang dipergunakan dikalangan ulama madzhab Hanafi, semata-mata karenaistilah-istilahnya lebih praktis.

`Ibârat al-nashsh adalah petunjuk lafal atas maknayang segera dipahami secara tekstual, baik maknaaslinya maupun makna yang datang kemudian. Isyâratal-nashsh adalah petunjuk lafal atas makna yang tidaksegera dipahami secara tekstual, namun merupakankonsekuensi logis dari makna tekstualnya. Dilâlat al-nashsh ialah petunjuk lafal atas berlakunya maknalafal atas makna yang tidak terucap karena adanyafaktor kesamaan yang menjadi alasan pemberlakuantersebut (identik dengan teori qiyâs). Sedangkaniqtidhâ’ al-nashsh adalah petunjuk lafal atas keharusanadanya sesuatu (lafal atau harf) yang tidak terucapdan sesuatu itu menjadi kunci bagi pemahaman lafaltersebut.30 Singkatnya `ibârat al-nashsh ialah petunjuktekstual, isyârat al-nashsh adalah petunjuk yangtersirat di balik makna tekstual, dilâlat al-nashshadalah petunjuk kontekstual sebagai langkah

Hanafi menolak teori dalîl al-khithâb. Sedangkan iqthidhâ’ al-nashsh identik dengan lahn al-khithâb. Keterangan di atas menunjukkan bahwa perbedaan antara ulama Hanafiyah dan Syafi`iyah dalam konsep dilâlah terletak pada dilâlat al-mafhûm mukhâlafah atau dalil al-khithâb, yaitu apabila hukum yang diambildari lafal itu berkaitan dengan salah satu sifat subyek hukumnya, sehingga hukum tersebut menunjukkan ketentuan lain bagi subyekhukum dengan sifat yang lain, seperti ketika al-Qur’an memerintahkan untuk melakukan ceking berita yang disampaikan oleh orang fasik, maka mafhum mukhâlafah-nya adalah bila berita itu datang dari orang yang adil tidak perlu diragukan dan diceking sedemikian rupa.

30 Muhammad al-Khudhari, op. cit., hlm. 118-123; Khalid Abdurrahman al-`Ak, Ibid., hlm. 362-374.

139

Page 185: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

pengembangan dengan asas qiyas dan iqtidhâ’ al-nashsh adalah pemahaman yang diperoleh melalui ha-dirnya kata kunci ekstern yang dihadirkan kerenatuntutan struktur makna kalimat.

D. Aplikasi Kaidah Qath`iyyat al-Wurûd wa al-Dilâlah

Pembahasan hukum dalam kitab-kitab syarahhadis, khususnya syarah al-kutub al-sittah, padaumumnya memiliki corak pemikiran hukum sesuaidengan madzhab penulisnya, karena setiap penuliskitab syarah hadis akan menggali kandungan hukumdalam hadis-hadis yang mereka syarah berdasarkanpola ijtihad madzhabnya. Mengingat ushul fiqh dalamsatu madzhab berbeda dengan ushul fiqh di madzhablain, maka dipastikan aplikasi kaidah qath`iyyat al-wurûd wa al-dilâlah dalam syarah hadis berbeda-beda.Sehubungan dengan itu, maka kitab-kitab syarah hadisyang diteliti dalam penelitian ini dipilih empat kitabsyarah hadis yang ditulis oleh para ulama yang dapatmempresentasikan madzhab masing-masing. Darimadzhab Hanafi dipilih kitab `Umdat al-Qârî SyarahShahîh al-Bukhâri karya al-`Ayni (w. 855 H.); darimadzhab Maliki dipilih kitab Shahîh al-Bukhâri SyarahIbn Baththal (W. 449 H.); dari madzhab Syafi`i dipilihkitab Fath al-Bârî Syarah Shahîh al-Bukhâri karya IbnHajar al-`Asqalani (w. 852 H.); dari madzhab Hanbalidipilih Fath al-Bâri Syarah Shahîh al-Bukhâri karya IbnRajab (w. 795 H.). Apabila dalam salah satu kitabtersebut tidak diperoleh data dimaksud, maka akan

140

Page 186: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

dicari dari kitab lain yang mensyarah hadis yang samakarya ulama dari madzhab yang sama.

Dalam rangka menggambarkan perkembanganmetode dan detail-detail syarah hadis, makapembahasan metode syarah dan aplikasi kaidahqath`iyyat al-wurûd wa al-dilâlah terhadap kitab-kitabtersebut selanjutnya akan berdasarkan generasi parapenulisnya. Oleh karena itu pembahasan akan dimulaidengan kitab Shahîh al-Bukhâri Syarah Ibn Baththal (w.449 H.) dari madzhab Maliki; lalu kitab Fath al-BâriSyarah Shahîh al-Bukhâri karya Ibn Rajab (w. 795 H.)dari madzhab Hanbali; lalu al-Bârî Syarah Shahîh al-Bukhâri karya Ibn Hajar al-`Asqalani (w. 852 H.) darimadzhab Syafi`i; lalu kitab `Umdat al-Qârî SyarahShahîh al-Bukhâri karya al-`Ayni (w. 855 H.) darimadzhab Hanafi.

Untuk membandingkan aplikasi tersebut dipilihsyarah terhadap hadis sama dalam keempat kitabhadis tersebut. Secara lebih rinci hadis-hadis yangditeliti syarahnya adalah hadis-hadis Shahih al-Bukhâripada Kitab V, Kitab al-Ghusl (Kitab Mandi). Kitab al-Ghusl ini terdiri atas 29 bab dengan jumlah hadis 45hadis. Akan tetapi hadis-hadis yang diteliti syarahnyaialah hadis pada lima bab pertama, yaitu sembilanhadis (Nomor 248-257).

Dilihat dari aspek wurûd-nya seluruh hadisdimaksud termasuk dalam katagori hadis shahih,mengingat kriteria hadis shahih yang dituliskan al-Bukhari secara umum sangat ketat sehingga para to-koh umat sepakat untuk menerima seluruh hadisnya.

141

Page 187: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Oleh karena itu, berikut ini contoh aplikasi qath`iyyatal-dilâlah dalam empat kitab syarah Shahih al-Bukhâri,

الغسل– 5لل - 1 سس غغ سل لل ا سب لق لء غضوء غوء سل .باب ا

سن 248 لععع كك لل لما لنا لر لب سخ لأ لل لقا لف غس غيوء غن سب له لل غد ال سب لع لنا لث لد لح -ىى - صلى الله عليععه لب لن لج ال سو لز لة لش لئ لعا سن لع له لبي أ

ل سن لع مم لشا لهلذا لإ لن لكععا لى - صععلى اللععه عليععه وسععلم - لبعع لن لن ال لأ وسلم - لمععا لك غأ لضعع لوء لت لي لم غثعع له ، سي لد ليعع لل لسعع لغ لف لأ لد لبعع لة لبعع لنا لج سل لن ا لم لل لس لت سغ الهععا لب غل ىل لخ غي لف لء ، لما سل لفى ا غه لع لب لصا لأ غل لخ سد غي لم غث لة ، لل لص للل غأ لض لوء لت ليله ، سي لد ليعع لب مف لر غغعع لث لل لث له لسعع سأ لر للى لع بب غص لي لم غث له لر لع لش لل غصوء غأ

ىله غك له لد سل لج للى لع لء لما سل غض ا لفي غي لم غثلن249 لععع غن ليا سف غسعع لنا لث لد لحعع لل لقا لف غس غيوء غن سب غد لم لح غم لنا لث لد لح -

لن سبعع لن ا لععع مب سيعع لر غك سن لععع لد سع لج سل لبى ا أل لن سب لم لل لسا سن لع لش لم سع لل ا

ىى - صلى الله عليه وسلم - لب لن لج ال سو لز لة لن غموء سي لم سن لع مس لبا لعله - صععلى اللععه عليععه وسععلم - للعع غل ال غسععوء لر أ

ل لضعع لوء لت ست لل لقععاغه لب لصععا لأ لمععا لو غه ، لج سر لف لل لس لغ لو له ، سي لل سج لر لر سي لغ لة لل لص للل غه لء غضوء غوله سيعع لل سج لر لحععى لن لم غثعع لء ، لمععا سل له ا سيعع لل لع لض لفععا لأ لم غثعع لذى ، لل لن ا لمعع

لة لب لنا لج سل لن ا لم غه غل سس غغ له لذ له لما ، غه لل لس لغ لف

Kedua hadis di atas merupakan hadis fi`li, artinyahadis yang berupa tindakan Rasulullah Saw.,sedangkan kalimatnya disusun oleh istri-istri Ra-sulullah Saw. Hadis yang pertama disusun oleh A’isyahdan yang kedua oleh Maimunah. Kalimat itumerupakan laporan mereka atas apa yang merekalakukan dan mereka saksikan dari tindakan RasulullahSaw. Dilihat dari wudhûh al-dilâlah, maka kalimat-kalimatnya menggunakan kata-kata hakikat dengansejumlah istilah yang secara `urf digunakan pada

142

Page 188: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

tempatnya. Oleh karena itu lafal-lafalnya termasukkatagori nashsh, sehingga dilâlah-nya adalah qath`iy.Akan tetapi petunjuk hukum hadis fi`li tidaksepenuhnya terletak pada petunjuk lafalnya,melainkan perlu dipertimbangkan wilayah temanya.Apabila temanya tentang ibadah, maka RasulullahSaw. mempunyai otoritas tertinggi untuk diikuti tindak-annya dan secara umum al-Qur’an mewajibkannya.

Tindakan Rasulullah Saw. itu sendiri memilikihukum. Dalam kaitannya dengan tata cara mandi adabeberapa tindakan pokok yang mesti diikuti olehumatnya dan ada sejumlah tindakan pelengkap yangsangat baik diikuti untuk kesempurnaan mandi.Menentukan tindakan-tindakan tersebut merupakanpersoalan tersendiri dan berkaitan dengan pendapatmadzhab. Artinya kesimpulan dengan pendekatankebahasaan belum final, melainkan masih dihadapkankepada dalil-dalil lain yang terkait, sehingga boleh jadikesimpulan akhirnya bisa berbeda.

Ibn Baththal dalam mensyarah hadis ini dan hadis-hadis berikutnya langsung mengemukakan petunjukutamanya, sangat jarang membahas redaksi, kecualikata kunci saja. Ia menyatakan bahwa para ulamasepakat atas disunnahkannya berwudhu’ sebelummandi, mengikuti contoh Rasulullah Saw.

Dalam mengungkap petunjuk hadis ia hanyamenfokuskan pembahasannya pada tema pokok hadisyang ditulis oleh al-Bukhari, sehingga ia tidakmengungkap petunjuk lain dalam hadis yang disyarah.Jadi ia hanya mengungkap petunjuk secara umum. Iaselalu memperkuat kesimpulan pembahasannya

143

Page 189: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

dengan mengutip sejumlah riwayat yang sesuai, diantara dari Ibnu Umar yang menyatakan bahwa iatidak memandang berwudhu’ itu bagian dari kesu-nahan mandi, baik sesudah maupun sebelumnya.31JadiIbn Baththal tidak terlihat bagaimana mengaplikasikankaidah qath`iyyat al-wurûd wa al-dilâlah terhadaphadis riwayat al-Bukhari. Di antara tokoh persyarathadis dari kalangan madzhab Maliki adalah Qadhi`Iyadh (w. 544 H.).

Qadhi `Iyâdh mensyarah Shahih Muslim denganjudul Ikmâl al-Mu’lim untuk menyempurnakan syarahkarya al-Maziri (w. 543 H.) yang juga dari madzhabMaliki, Al-Mu`lim bi Fawâ’id Muslim.32 Dalam syarahnyaia membahas detail-detail makna hadis. Hanya saja iasangat fokus kepada petunjuk hukum dalam hadis.Dalam mensyarah hadis ini ia mengungkap sejumlahpetunjuk sebagai berikut: (1) Disunnatkan mencucitangan bagi orang yang baru bangun tidur atas dasarta`abbudi, atau karena dalam waktu lama tangannyatidak terkena air sehingga hukumnya mustahabb, ataukarena najis sehingga hukumnya wajib; (2)Mendahulukan mencuci tangan kanan lalu mencucitangan kiri sambil membersihkan kemaluan. Hal inimerupakan efisensi, karena apabila tangan kiri dicucitersendiri, maka ketika mencuci kemaluan akanterkena najis lagi, sehingga tidak ada gunanyamencuci tangan kiri secara terpisah sebelum mencuci

31Ibn Baththal, Syarh Shahîh al-Bukhâri, Maktabah Al-Rusyd, Riyad, t.th., I: 368-269.

32Qadhi `Iyâdh dipilih untuk melengkapi syarah hadis dari madzhab Maliki karena ia merupakan imam dalam bidang hadis pada zamannya.

144

Page 190: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

kemaluan; (3) Berwudhu seperti untuk shalat telahmaklum. Dalam kaitannya dengan mandi tidak adapengulangan wudhu’, dan pengulangan wudhu’ itusama sekali tidak memiliki keutamaan; (4) Menyela-nyela pangkal rambut kepala dapat mempermudahsampainya air ke kulit kepala, maka hukumnya wajib.;(5) Menyiram kepala tiga kali disunnahkan karenadilakukan Rasulullah Saw., untuk menunjukkan kesung-guhan dan kesempurnaan bersuci. Hal ini disyariatkankarena boleh jadi satu kali siraman tidak mencukupi;(6) Dalam hadis Maimunah maupun A’isyah dinyatakanRasulullah Saw. melimpahkan atau mengalirkan air keseluruh tubuh. Riwayat ini dijadikan hujjah oleh al-Syafi`i tentang tidak wajibnya menggosok badandalam mandi maupun wudhu’. Sedangkan dalammadzhab Maliki hal itu wajib karena pada tubuhmanusia terdapat banyak lipatan dan lekukan yang airtidak akan sampai ke seluruh permukaan kulit tanpadibantu dengan tangan atau yang semisalnya; (7)Rasulullah Saw. menjauhkan kakinya dari tempatmandinya lalu membasuhnya. Hal ini tidak memberipetunjuk yang pasti sebagai pembasuhan anggotawudhu’ terakhir, melainkan boleh jadi karena kotoranyang mengenainya.33

Ibn Rajab (w. 795 H.) dalam Fath al-Bâri mensyarahkedua hadis tersebut di atas satu persatu. Dalammensyarah hadis pertama34 ia mengemukakan tigakesimpulan, yaitu dua kesimpulan pertama merupakankesimpulan dari kata-kata kunci dan kesimpulan ketiga

33 Qadhi Iyadh, Ikmâl al-Mu`lim bi Fawâ’id Muslim, II: 155-157.

34 Ibn Rajab, Fath al-Bâri Syarh Shahîh al-Bukhari, Maktabhah al-Ghuraba’ al-Atsariyyah, Kairo, 1996, I: 236-241.

145

Page 191: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

merupakan kesimpulan akhir. Ia mengawalikesimpulannya dari petunjuk lafal “bi ghasli yadayh”,bahwa hal itu serupa dengan mencuci tangan sebelumberwudhu’. Ia mengutip sejumlah hadis untuk men-dukung pendapatnya itu dan menyebutkan kualitashadis-hadis tersebut. Kemudian ia membahas katakunci yang berkaitan dengan judul bab Shahîh al-Bukhâri, yaitu lafal “tsumma yatawadhdha’u kamâyatawadhdha’u li al-shalât”, lafal ini menunjukkanbahwa Rasulullah Saw. berwudhu secara sempurnasebelum membasuh kepala dan seluruh tubuhnya.Selanjutnya ia mengemukakan riwayat lain yangmenggunakan redaksi serupa dengan sejumlah lafaltambahan (takhrij dan i`tibar). Kesimpulan umum darihadis pertama adalah tentang rincian tata caraberwudhu’ sebelum mandi. Tata cara berwudhu’sebelum mandi adalah berwudhu’ secara sempurnahingga menyapu kepala dan membasuh kedua kaki. Iamemastikan bahwa semua pendapat tersebut sejalandengan petunjuk hadis A’isyah. Selain itu, iamengemukakan argumentasi atas kesimpulan tersebutdengan mempertegas posisi riwayat Aisyah sebagaikebiasaan Rasulullah Saw., sedangkan hadis Maimunahyang mengakhirkan basuhan kedua kakinya setelahmandi sebagai kejadian yang bersifat insidental.

Ia mengawali pembahasan hadis kedua, dariMaimunah r.a.35 dengan menyatakan hadis inimenegaskan bahwa Rasulullah Saw. tidak membasuhkaki ketika berwudhu’ sebelum mandi melainkanmenundanya hingga selesai mandi. Menurutnya lafal

35Ibid., I: 241 -243.

146

Page 192: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

“Hâdzâ ghusluhu min al-janâbah” bukan dari kata-kataMaimunah, melainkan dari seorang periwayatnya,yaitu Salim bin Abu al-Ja`d.

Setelah membahas kedua hadis ini Ibn Rajabmengemukakan satu kesimpulan bahwa kedua hadisini menunjukkan disunnahkannya berwudhu’ sebelummandi dan tidak boleh menundanya hingga selesaimandi. Untuk memperkuat kesimpulan tersebut iamengemukakan sejumlah hadis dan atsar sahabatserta pendapat para ulama bahwa tidak ada wudhu’setelah mandi. Kemudian ia menegaskan bahwaberwudhu’ setelah selesai mandi sama sekali tidakdidukung oleh satu hadis shahih pun,36 kecuali mandikarena haid, maka berwudhu’setelah mandi.

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwaIbn Rajab sangat memperhatikan kejelasan petunjuklafal, maka ia mensyarah hadis secara rinci danberusaha menyimpulkan petunjuk hukumnya dengan`ibârat al-nashsh. Ia tidak secara tegas mewajibkanberwudhu sebelum mandi, tapi keterangannyasedemikian menekankan bahwa seorang yang akanmandi harus berwudhu’ secara sempurna. Dalammadzhab Hanbali wudhu’ termasuk wajib dalammandi.

Ibn Hajar al-`Asqalani (w. 852 H.) mengawalisyarahnya dalam bab ini dengan menegaskandisunnahkannya wudhu’ sebelum mandi. Selanjutnyaia mengutip pernyataan al-Syafi`i dalam al-Umm,

36Ibid., I: 243-245 Ketentuan ini berlaku apabila setelah rukun-rukun mandi ia tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan hadats kecil. Sedangkan apabila ia melakukan hadats kecil, maka hadats kecilnya tidak akan hilang, sebelum berwudhu.

147

Page 193: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

“Allah Swt. menfardhukan mandi dengan kata-katayang mutlak tanpa menyebutkan sesuatu yang harusdikerjakan sebelumnya. Maka bagaimana pun caranyaseseorang mandi, maka telah mencukupinya selama iatelah mencuci seluruh badannya”.

Dalam mensyarah hadis-hadis dalam bab ini al-`Asqalani sangat rinci, setiap kalimat dikomentarinya.Hadis pertama (No. 248) kalimat pertama لل لس لت سغ ا لذا لإله سي لد ليعع لل لسعع لغ لف لأ لد لبعع لة لبعع لنا لج سل لن ا لمعع disimpulkannya bahwaRasulullah Saw. mencuci kedua tangan sebelum mandiitu boleh jadi sekadar untuk membersihkan tangandari sejumlah kotoran dan boleh jadi sebagai pe-laksanaan tasyri`. Kalimat kedua لل لصعع للل غأ لض لوء لت لي لما عةلكmengisyaratkan bahwa wudhu’ tersebut bukansekadar wudhu dalam arti bahasa, melainkan wudhu`dalam pengertian syari’at. Boleh jadi wudhu’ sebelummandi merupakan kesunnahan tersendiri. Buktinyasemua anggota wudhu’ wajib dibasuh juga di dalammandi. Boleh jadi wudhu’ sebelum mandi merupakanupaya mendahulukan anggota tubuh yang mulia,sehingga tidak wajib membasuhnya lagi dalam mandi,hanya saja wajib niat mandi janabah pada awal basuh-an anggota wudhu’. Kalimat ketiga لفى غه لع لب لصا لأ غل لخ سد غيله لر لع لشعع لل غصععوء غأ لها لب غل ىل لخ غي لف لء لما سل menyela-nyela ا rambutkepala dengan jari-jari yang telah dicelupkan ke dalamair ada dua manfaat, yaitu untuk mempermudahmengalirnya air ke pangkal rambut dan untukmenghindarkan dari sentuhan mendadak dinginnyaair. Hukumnya disepakati tidak wajib kecuali bagiorang yang rambutnya terlalu lebat dan bisa meng-halangi air ke kulit kepala. Penggunaan kata kerjabentuk sekarang (fi`l mudhari`) berfungsi melibatkan

148

Page 194: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

para pendengar kepada peristiwa seakan-akan tengahberlangsung. Kalimat keempat لث لل لث له لس سأ لر للى لع بب غص ليله سي لد ليعععععع لب مف لر غغعععععع menunjukkan disunnahkannyamenigakalikan basuhan dalam mandi. Tidak adaperselisihan pendapat dalam hal ini. Kalimat terakhirىلععه غك له لد سل لج للى لع لء لما سل غض ا لفي غي menunjukkan tidak wajibmenggosok badan dalam mandi. Kalimat ini jugamemperkuat petunjuk bahwa wudhu’ sebelum mandimerupakan kesunnahan tersendiri.37

Pada syarah hadis kedua al-Asqalani menjelaskandua orang rawinya, yaitu Muhammad bin Yusuf danSufyan. Ia melengkapi data identitas kedua rawitersebut dengan menyebutkan nisbat mereka, yaituMuhammad bin Yusuf al-Firyabi dan Sufyan al-Tsawri.Hal ini dilakukan untuk mengoreksi pensyarah lain,yaitu al-Kirmani, yang menegaskan sebagaiMuhammad bin Yusuf al-Baykandi dan Sufyan binUyaynah.

Pada hadis kedua ini secara tegas dinyatakanbahwa Rasulullah Saw. tidak membasuh kedua kakinyaketika berwudhu’ sebelum mandi dan secara tegaspula dinyatakan beliau mencuci keduanya di akhirmandi. Para rawi hadis ini yang meriwayatkannya darial-A`masy lebih tsiqah dibanding hadis sebelumnya.Oleh karena itu al-Asqalani memposisikan hadis inilebih kuat tingkat kehujahannya. Tapi menurut al-Nawawi cara yang paling shahih adalah menyem-purnakan wudhu sebelum mandi. Berkenaan denganmencuci kaki atau anggota tubuh lainnya satu kali

37 Ali bin Ahmad bin Hajar al-`Asqalani, Fath al-Bâri Syarh Shahih al-Imam al-Bukhâri, Maktabah sl-Salafiyyah, t.tp., t.th, I: 450-452.

149

Page 195: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

atau dua kali Ibn Daqiq al-`Id menyatakan bahwa satukali basuhan cukup untuk dua hal, yaitu membersihkankotoran atau najis dan sekaligus untuk bersuci darihadas. Al-`Asqalani mengakhiri syarah kedua hadis inidengan mengungkap sejumlah pelajaran darinya,yaitu: (1) Boleh minta tolong persiapan air untukmandi; (2) pelayanan istri kepada suami; (3)menuangkan air dengan tangan kanan ke tangan kiriuntuk mencuci kemaluan; (4) mencuci dua telapaktangan terlebih dahulu sebelum mencuci kemaluanagar tidak memasukkan kotoran yang terbawa tanganke dalam air mandi, tapi apabila air berada dalambejana semisal kendi atau teko, maka lebih utamamencuci kemaluan terlebih dahulu; (5) Dalam riwayatAbu Hamzah bahwa Maimunah menyodorkan kainuntuk menyeka air yang menempel di tubuh RasulullahSaw., tapi beliau tidak menerimanya.

Hal ini menunjukkan beberapa kemungkinan, yaitumakruh mengelap air setelah mandi, boleh jadi bukankarena makruh tapi karena hal-hal tertentu pada kainyang disodorkan, boleh jadi karena tergesa-gesa,boleh jadi untuk melestarikan keberkahan air wudhu,boleh jadi karena khawatir akan ditiru dan menjadisunnah yang diikuti. Al-Taymi menyatakan bahwasebenarnya biasanya Rasulullah Saw. suka menyekasisa air, sebab bila tidak demikian, tidak mungkinMaimunah menyodorkannya. Ibn Daqiq al-`Idmenyatakan bahwa tindakan Rasulullah Saw.mengibaskan tangan untuk menghilangkan sisa airmandi menunjukkan bahwa menyeka sisa air dengansapu tangan dan sejenisnya tidak makruh, karenasama-sama menghilangkan bekas air mandi. Sedang-

150

Page 196: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

kan dalam madzhab Syafi`i hukum mengelap sisa airmandi ada lima, yaitu lebih baik tidak melakukannya,makruh, mubah, mustahabb, makruh di musim kema-rau dan mubah di musim hujan. Penolakan RasulullahSaw. juga menunjukkan bahwa sisa air mandi itu suci.38

Uraian di atas menunjukkan bahwa sebagaiseorang ulama Syafi`iyyah Ibn Hajar al-`Asqalani diawal pembahasannya menegaskan tindakan pokokyang wajib dilakukan dalam mandi janabah, yaitumengalirkan air ke seluruh permukaan tubuh denganniat mandi, lalu tindakan apa pun selain itu dinilaisebagai hal-hal yang sunnah dalam mandi yang sangatperlu diperhatikan dan dilaksanakan untuk mencapaitingkat kesempurnaan tertinggi dalam ibadah mandijanabah.

Badruddin al-`Ayni dalam `Umdat al-Qâri sangatbanyak meniru apa yang dilakukan al-`Asqalani, sejakmengutip pernyataan al-Syafi`i dalam al-Umm, sepertiyang dilakukan oleh al-`Asqalani di atas. Demikianjuga dalam pembahasan kalimat perkalimat, hanyasaja ia membuat sistematika pembahasan denganjudul sub-sub bab, seperti Dzikru rijâlihi wa lathâ’ifiisnâdihi (menjelaskan para rawinya dan problematikasanadnya), Dzikru lughâtihi wa i`râbihi wa ma`ânihi(penjelasan aspek kebahasaan, struktur kalimat danmaknanya), dan Bayân istinbâth al-ahkâm (penjelasanpengungkapan hukum). Sebagian besar uraian dalamsub-sub bab ini merupakan kutipan dari apa yangdilakukan al-`Asqalani. Ketika ia menyatakan “Qâla

38Ibid., I, hlm. 452-454.

151

Page 197: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

ba`dhuhum” maka isinya adalah pernyataan al-`Asqalani.

Dalam pembahasan sub bab Bayân istinbâth al-ahkâm (penjelasan pengungkapan hukum) kata-katayang mengandung petunjuk hukum dianalisis dengansangat rinci. Di antaranya dari lafal لن لكععا لى لبعع لن لن ال لأ

disimpulkan bahwa berwudhu’ sebelum mandi menjadikebiasaan Rasulullah Saw. Lafal لة لل لصعع للل غأ لضعع لوء لت لي لمععا لكmenunjukkan tidak perlu menunda membasuh kaki.Lafal لها لب غل ىل لخ غي له لف لر لع لشعع لل غصوء غأ menyela-nyela pangkalrambut menurut kawan-kawan kami (ulama Hanafiyah)hukumnya wajib di dalam mandi dan sunnah di dalamwudhu. Kemudian ia menyebutkan pendapat ulamadalam madzhab lain tentang menyela-nyela pangkalrambut kepala dan menigakalikan basuhan dalammandi. Dari lafal غض لفي غي لم ىله غث غك له لد سل لج للى لع لء لما سل ا tidakbisa dipahami petunjuk menggosok tubuh.

Dalam mensyarah hadis kedua sub bahasan inidiberi judul Bayânu mâ fîh, yaitu dalam rangkamembandingkan kalimat yang terdapat dalam hadisMaimunah ini dan tidak terdapat dalam hadis A’isyah.Lafal yang pertama adalah له سيععع لل سج لر لر سيععع لغ yangmenegaskan diakhirkannya basuhan kaki dalamberwudhu’ sebelum mandi. Lafal ini dijadikan hujaholeh para ulama Hanafiyah bahwa orang yang ber-wudhu sebelum mandi hendaklah ia mengakhirkanbasuhan kaki. Lafal غه لج سر لف لل لس لغ لو maksudnya adalahmencuci zakar. Meskipun dalam riwayat lain lafal inidisebut setelah berwudhu’, namun tidak berartimenunjukkan urutan yang demikian. Lafal غه لب لصا لأ لما لولذى لل ا لن لم menunjukkan benda suci yang menjijikkanatau najis yang tidak tampak. Lafal غه غل سس غغ له لذ له yang

152

Page 198: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

dalam riwayat aslinya adalah dengan bentukmaskulin/mudzakkar, yaitu غله سس غغ لذا له .

Selanjutnya ia menegaskan kembali kalimat-kalimat dalam hadis Maimunah yang tidak terdapatdalam hadis A’isyah, yaitu mengakhirkan pembasuhankaki, penegasan mencuci zakar, mencuci tangan darikotoran, lalu menggosok-gosokkan tangan kirinya ketanah. Ia juga mengemukakan riwayat Maimunahselain yang terdapat dalam Shahih al-Bukhari. Iamengutip keterangan al-Nawawi tentang hukummenggunakan penyeka air setelah mandi dan menye-butkan pelajaran yang diambil dari hadis-hadis di atas,seperti yang dilakukan al-`Asqalani. Ia mengutip hadis-hadis riwayat yang lain dalam tema yang sama.39

Uraian di atas menunjukkan bahwa al-`Aynisebagai seorang ulama Hanafiyah agak aneh bila iamengutip pernyataan al-Syafi`i mengenai prinsipmandi yang hanya mengalirkan air ke seluruh tubuhsatu kali siraman disertai niat, tanpa apa-apa lagi.Sementara dalam madzhab Hanafi diwajibkanmenyela-nyela rambut kepala, seperti halnya dalammadzhab Maliki.

Contoh lainnya adalah syarah hadis tentanghukum jilatan anjing pada bejana. Mayoritas ulamamenerima seutuhnya hadis Abu Hurairah tentang caramencuci wadah air yang dijilat anjing dengan tujuh kalibasuhan.40 Mereka berkesimpulan bahwa petunjuk

39 Al-`Ayni, Badruddin Abu Muhammad Ahmad bin Mahmud,`Umdat al-Qâri Syrah Shahih al-Bukhari, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, Beirut, III: 283-290.

40 Hadis ini diriwayatkan dalam seluruh al-kutub al-sittah denganbeberapa redaksi dan bersumber dari beberapa orang sahabat, diantaranya Abu Hurairah, Ibn Umar, dan Ibn al-Mughaffal. Al-

153

Page 199: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

hadis itu menunjukkan wajib dan bahwa anjing itunasjis dengan tingkatan paling berat (mughallazhah).Kemudian mereka meng-qias-kan najisnya babikepadanya.41 Hadis tersebut diriwayatkan melaluisejumlah sahabat, sehingga mencapai derajatmasyhur dengan beberapa redaksi yang salah satunyamenggunakan kalimat yang tegas menyebutkanhukum jilatan, sehingga termasuk lafal muhkam yangpetunjuknya qath`iy. Namun demikian tidak semuaulama berkesimpulan seperti di atas. Imam Malik binAnas pada prinsipnya tidak menolak petunjuk hadisitu, tapi ia mempertanyakan hakikatnya.42 Maka iamenyatakan bahwa mencuci tujuh kali itu hanyasunnah dilakukan secara ta`abbudi dan bahwa anjingitu tidak najis. Sementara itu, Abu Hanifahmenganggap bilangan tujuh kali pencucian bukansebagai sebuah persyaratan, melainkan cukup dengantiga kali cucian atau yang diduga kuat dapatmenghilangkan najisnya.

Turmudzi menilai hadis ini shahih.Bila diperhatikan jumlahperiwayatnya dari kalangan sahabat, maka hadis ini denganberbagai redaksinya termasuk hadis masyhur. Salah satu redaksihadis dimaksud adalah: لل لقا ىى -صلى الله عليه وسلم- لب لن لن ال لع لة لر سي لر غه لبى أ

ل سن لعلحد لأ لء لنا لإ غر غهوء مب /صحيح مسلمغط لرا غت لب لن غه لل غأو مر لرا لم لع سب لس لل لس سغ غي سن لأ غب سل لك سل له ا لفي لغ لل لو لذا لإ سم غك ل

279رقم /Redaksi lainnya antara lain:عن ابن المغفل قال : أمر رسوءل الله صلى الله عليه و سلم بقتل الكلب ثم قال مععابالهم وبال الكلب ؟ ثم رخص في كلب الصيد وكلب الغنم وقععال إذا ولععغ الكلععب فععي

/280 رقم الناء فاغسلوءه سبع مرات وعفروه الثامنة في التراب/صحيح مسلم

41 Al-Syafi`i dalam al-Umm (Dar al-Ma`rifah, Beirut, 1393 H., I: 6) menegaskan bahwa kenajisan babi ditetapkan berdasarkan qias kepada kenajisan anjing.

42 Malik bin Anas, al-Mudawwanah al-Kubrâ, Dar Shadir, Beirut, t.tp., I: 5. Ia beralasan bahwa anjing adalah hewan yang dilegitimasikan oleh syari`ah sebagai sarana untuk berburu.

154

Page 200: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

Dalam mensyarah hadis di atas al-`Asqalâniy43

mengawalinya dengan membahas redaksi hadis, yaitumenjelaskan lafal “walagha” yang menurutnyamemiliki makna yang lebih umum daripada “syariba”,karena “walagha” itu memasukkan ujung lidah, baikdisertai meminum airnya (syariba) maupun tidak.Sementara itu al-Syawkaniy44 mengawali syarah hadisini dengan melibatkan hadis lain yang pendapatnyamemiliki petunjuk yang sama atau yang mendukung.Kemudian ia menjelaskan pengertian dan dilâlah lafal“walagha” serta lafal-lafal berikutnya denganmengutip uraian al-`Asqalâniy dalam Fath al-Bâri dansumber lainnya.

Kedua pensyarah mengungkapkan hasil istinbâthmereka bahwa hukum air dan wadahnya najis danwajib dicuci tujuh kali atas jilatan anjing.” Dilanjutkandengan menyebut ulama atau kelompok yang berpen-dapat demikian.

Mereka menggunakan prinsip aliran mutakallimindalam mendekati hadis hukum, yaitu meletakkan hadispada posisi yang memiliki otoritas tertinggi setelah al-Qur’an dan mereka tunduk kepadanya.45 Mereka samasekali tidak mempermasalahkan keberadaan hadisyang menunjukkan najisnya anjing meskipun al-Qur’andan hadis lain jelas-jelas membenarkan penggunaananjing sebagai sarana berburu dan menghalalkan

43 Al-`Asqalâniy, Fath al-Bârî Syarh Shahîh al-Bukhârî.

44 Al-Syawkani, Muhammad ibn Ali ibn Muhammad ibn Abdullah, Nayl al-Awthâr Syarh Muntaqâ al-Akhbâr Min Ahâdîts al-Ahyâr, Dar Al-Fikr, 1994, I/I: 43.

45 Muhammada-Hudhari, Ushul al-Fiqh, Dar Al-Fikr, Beirut, Cet. Ke-7, 1981, hlm. 6.

155

Page 201: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

hewan buruan yang mati karena diterkam anjing, baikdengan gigi taringnya maupun dengan kukunya, sertatidak memerintahkan pencucian hewan yang diterkamanjing pemburu itu. Mereka menyatakan bahwa ke-bolehan berburu dengan anjing tidak bertentangandengan perintah mencuci bekas jilatan, gigitan, danterkaman. Namun, boleh jadi adanya kekhususan bagianjing pemburu yang terlatih.

Dari data di atas dapat dikatakan bahwa keduakitab syarah tersebut tampaknya lebih “melangit”daripada “membumi”. Hal ini antara lain tampak padapengecualian air liur dan bekas gigitan sertacengkeraman anjing pemburu yang terlatih semata-mata karena datangnya perintah mencuci bekas jilatanitu tidak bersamaan dengan penghalalan berburudengan anjing terlatih. Apabila setiap hukum memilikialasan (`illat), maka perlu dijelaskan mengapa keduakasus itu hukumnya berbeda. Perlu juga dijelaskanbagaimana hukumnya apabila anjing yang menjilatwadah itu adalah anjing pemburu; apakah juga wajibdicuci tujuh kali? Hewan yang diburu dengan anjinghalal dimakan tanpa dicuci tujuh kali, tapi mengapa airyang dijilat oleh anjing haram diminum dan digunakanuntuk yang lain, melainkan harus ditumpahkan? Orangyang tidak pernah berburu dengan anjing atau tidakpernah bergaul dengan anjing tidak perlu bingungdengan kesimpulan tersebut. Tapi bagi seorang Muslimyang hidup di wilayah hutan yang memiliki tradisiberburu dengan anjing atau memelihara anjing untukkeperluan lain hal ini cukup membingungkan. Selainitu, apabila penggunaan tanah terbatas dalam men-cuci wadah tidak membebani umat Muslim, tapi

156

Page 202: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

penggunaan tanah dalam mencuci pakaian yang dijilatatau disentuh anjing yang basah rasanya sangatmembebani. Apabila alasan penggunaan tanah itukarena tanah dapat membunuh virus tertentu pada airliur anjing, bukankah pada kasus hewan yang diterkamoleh anjing pemburu juga mungkin terdapat virusserupa? Apabila fungsi tanah dalam masalahpembasmian virus ini dapat diganti dengan alatpencuci lain yang tidak mengotori pakaian, sepertisabun, maka syarah hadis ini terasa akan sangatmembumi.

Selain itu, mereka tidak menjelaskan konteks hadistersebut. Diriwayatkan dari Maimunah bahwa ketikaJibril menyatakan kepada Rasulullah Saw. bahwa iatidak bisa masuk ke dalam rumah yang padanya terda-pat anjing, maka Rasulullah Saw. memerintahkan pem-bantaian anjing kecuali anjing untuk berburu danpenjaga ternak.46 Ibn al-Mughaffal meriwayatkanbahwa berkenaan dengan perintah pembantaiananjing itulah Rasulullah Saw. memerintahkan untukmencuci tujuh kali wadah yang dijilat anjing. Ibn al-Mughaffal juga meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw.kemudian melarang pembantaian anjing kecuali anjingyang hitam legam, karena ia adalah syaitan. Selaindengan perintah pembantaian dan mencuci tujuh kalibeliau berusaha menjauhkan umatnya dari anjingdengan mengecam orang memelihara anjing tanpaalasan yang benar pada setiap hari pahalanyaberkurang sebanyak dua (dalam riwayat lain satu)

46 Al-Nasa’i, Sunan al-Nasa’i, I: 659-660.

157

Page 203: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

qirâth sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn Umardan yang lainnya.

Jadi, konteks hadis ini mirip dengan konteks hadislarangan pembuatan patung atau gambar, ketika Jibriltidak mau masuk ke dalam rumah yang padanyaterdapat patung atau gambar, maka beliau melarangpembuatan patung dan gambar dengan kecaman yangsangat berat, yaitu di akhirat kelak pelakunya ditekanuntuk memberinya ruh. Lain halnya dengan laranganmakan sayur yang mengandung bawang, karena Ra-sulullah Saw. tidak ingin mengganggu perasaan Jibrilapabila menangkap bau bawang dari mulut beliau saatberhadapan, maka beliau tidak mau makan bawang.Tapi beliau tidak melarang umatnya makan bawang,melainkan hanya membencinya meskipun dengankecaman tidak boleh mendatangi masjid untuk shalatjamaah.

E. Penutup

1. Kaidah qath`iyyat al-wurûd wa al-dilâlah merupakanbagian dari al-qawa`id al-ushûliyyah yangaplikasinya dalam mensyarah hadis memerlukansejumlah ilmu pendukung, yaitu ilmu hadis dirayahdan riwayah, ilmu-ilmu bahasa Arab (funûn al-`arabiyah), dan ushul fiqh.

2. Menurut ulama Hanafiyah, hadis mutawatir sajayang termasuk qath`iyy al-wurûd, sedangkan hadisahad sama sekali tidak demikian. Dalam madzhablain, terutama madzhab al-Syafi`i, ia mencakup jugahadis ahad yang shahih.

158

Page 204: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

3. Pemberian label hukum terhadap tindakanRasulullah Saw. oleh para penulis syarah hadisadakalanya berdasarkan pendapat madzhabnya,seperti dalam hal mandi janabah. Ibn Baththal yangbermadzhab Maliki mewajibkan menyela-nyelarambut dan menggosok tubuh. Ibn Rajab yangbermadzhab Hanbali mewajibkan menyela-nyelarambut, berkumur, dan ber-istinsyaq. Sedangkan al-`Ayni yang bermadzhab Hanafi mewajibkan berwu-dhu. Sementara Ibn Hajar al-`Asqalani yang ber-madzhab Syafi`i menyatakan bahwa yang wajibdalam mandi janabah hanyalah mengalirkan air keseluruh tubuh, adapun tindakan selain itu adalahsunnah dalam mandi. Beragam pendapat jugaterjadi di antara ulama madzhab terkait hadistentang hukum air yang dijilat anjing.

Daftar Pustaka

Abadi, Muhammad Syamsul Haqq Al-`Azhim. 1979.`Awn al-Ma`bâd Syarh Sunan Abî Dâwûd, al-Maktabah al-Salafiyah.

al-Busti, Abu Sulaiman Hamd bin Muhammad Al-Khaththabi. 1981. Ma`alim al-Sunan Syarh SunanAbi Dawud. Beirut: al-Maktabah al-`Ilmiyah.

al-Ghazāli, Abū Hamid. 1413 H. Al-Mustashfā. Beirut:Dār al-Kutub al-`Ilmiyah.

al-Ghazali, Muhammad. 1992. Kritik atas Hadis NabiSaw., Cet. II. Bandung: Mizan.

al-Asqalāni, Ahmad bin Ali bin Hajar. t.th. Fath al-BariSyarh Shahīh al-Bukhāri, Ri’asat Idarat al-Buhūts

159

Page 205: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

al-`Ilmiyah wa al-Ifta’ wa al-Da`wah. SaudiArabia.

al-Asyqar, Muhammad Sulayman. 1878. Af`al al-RasulSaw. wa Dilalatuha `ala al-Ahkām al-Syar`iyah.Kuwait: al-Manar al-Islamiyah.

al-Kandahlawi, Maulana Muhammad Zakariyya. 1989.Awjaz al-Masalik. Beirut: Dār al-Fikr.

al-Khan, Muhammad Mushthafa Sa`id et al. 1993.Nuzhat al-Muttaqîn Syarh Risyâdh al-Shalihîn MinKalâm Sayyid al-Mursalîn. Beirut: Mu’assasah al-Risālah.

al-Khudhari, Muhammad. 1981. Ushul al-Fiqh, Cet. VII,Beirut: Dār al-Fikr.

al-Maliki, al-Hafizh Ibn al-`Arabi. t.th. `Aridhat al-Ahwadzi bi Syarh Shahih al-Turmudzi. t.t.: Dār al-Fikr.

al-Mubarakfuri, Muhammad ‘Abdurrahman binAbdurrahim. t.th. Tuhfat al-Ahwadzi Syarh Jâmi`al-Turmudzi. t.t.: Dār al-Fikr.

al-Nawawi, Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf.t.th. Syarh Shahih Muslim. t.t.: Dār al-Fikr.

al-Qardhawi, Yusuf. 1993. Bagaimana Memahami HadisNabi Saw., Terj. Muhammad al-Baqir. Bandung:Karisma.

al-Syawkaniy, Muhammad bin Ali bin Muhammad.1994. Nayl al-Awthar Syarh Muntaqa al-Akhbar,Tahqiq Shidqi Muhammad Jamil al-`Aththar.Lebanon: Dār al-Fikr.

al-Syirazi, Shadruddin Muhammad bin Ibrahim (MullaShadra). 1344. Syarh Ushûl al-Kâfi. Teheran:Mu’assasah Muthâla`ât wa Tahqîqât Frinky.

160

Page 206: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Aplikasi Teori Qath‘iyyat al-Wurūd wa al-Dalālah dalamSyarah Hadis

Ibn Qutaibah, Abu Muhammad Abdullah bin Muslim.1972. Ta’wîl Mukhtalif al-Hadîts. Beirut: Dār al-Jil.

Khalid Abdurrahman al-`Ak. 1986. Ushul al-Tafsîr waQawâ`iduhu. Beirut: Dār al-Nafa’is.

Komaruddin Hidayat. 2003. Menafsirkan KehendakTuhan. Jakarta: Teraju.

Muchlis Usman. 1999. Kaidah-kaidah Ushuliyah danFiqhiyah. Jakarta: Rajawali Press.

Muhammad A. Khalafullah. 2002. al-Fann al-Qashashyfî al-Qur'ân al-Karîm, Cet. I. Jakarta: Paramadina.

Muhammad Abdul `Athi Muhammad Ali, Mabâhits al-Ushûliyyah fî Taqsîmât al-Alfâzh, Dār al-Hadits,Kairo, 2007.

Nuruddin `Itr. 2000. Fî Zhilâl al-Hadîts al-Nabawi:Dirasast Fikriyyah Ijtima`iyyah wa AdabiyyahJamaliyyah Mu`ashirah. t.t.: t.p.

Syahrur, M. 2004. Dialektika Kosmos dan Manusia:Dasar-dasar Epistemologi Qur'ani. Terj. Mathori al-Wustho, Cet. I. Bandung: Nuansa Cendekia.

Syuhudi, Ismail, M. 1994. Hadis Nabi yang Tekstualdan Kontekstual: Telaah Ma`ani al-Hadits tentangAjaran Islam yang Universal, Temporal, dan Lokal,Cet. I. Jakarta: Bulan Bintang.

161

Page 207: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

162

Page 208: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

MADRASAH MALEM REBOANWebsite: http://mmr.uinsgd.ac.id, Email: [email protected]

Daftar Nomor Handphone dan Alamat EmailPeserta Inti Kajian Politik di Indonesia 2019

No. Nama Nomor HP Alamat Email

1Ajid Thohir 085220621300 [email protected] Nurdin 082117543973 [email protected] Saeful Mimbar 08121452579 [email protected] Saeful Muhtadi 08122350828 [email protected] Syahid 08156121536 [email protected] Hasan Bisri 081320420750 [email protected] S. Truna 08122367594 [email protected] Haryanti 081320909299 [email protected] Ali Rasyid 08157170397 [email protected]

10Idzam Pautanu 08111496280 [email protected] A. Rohmana 081320129296 [email protected] Hasbullah 08152111165 [email protected] Muftie 08112271100 [email protected]. Yusuf Wibisono 08122107618 [email protected] Fatah Natsir 081321664116 [email protected] Syarif 08122143075 [email protected] 08122122257 [email protected] Gumilar 085624747597 [email protected] Rahman 081395098951 [email protected] Rosidin 08179269861 [email protected] Nurul Huda 085294762248 [email protected] Huryani 08122352533 [email protected] Mukarom 081321865678 [email protected]

Page 209: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

PENGURUSAN JENAZAH DALAMPERSPEKTIF HADIS

Relasi dengan Pengurusan Jenazah diBandung Timur

Dr. Reza Pahlevi Dalimunthe

A. Pendahuluan

Hadis Nabi mempunyai peranan yang pentingterutama bagi ulama dalam memproduksi hukumIslam. Bagaimana tidak, ini terkait dengan kedudukanNabi Muhammad sebagai perpanjangan tangan Allahdi dunia dalam menjelaskan aspek-aspek yang dimak-sud di atas sebagai aturan hidup. Apabila ini tidakberjalan dengan baik, maka manusia ibarat berjalan dikegelapan tanpa lentera.1

Di antara aturan Islam yang terkat dengan aturanhidup adalah masalah kematian. Islam tidak hanyamenjelaskan kemestian terjadinya kematian, tetapijuga disertai dengan penjelasan tata cara pengurusanjenazah pasca kematian. Sebuah kegiatan yangdikenal melibatkan kerja kolektif dalam tradisimasyarakat Muslim.

Sebelum penyempurnaan syariat Islam,pengurusan jenazah sudah biasa dilakukan sesuai

1 Badruddin al-‘Ain al-Hanafi, ‘Umdah al-Qari Syarh Sahih al-Bukhari (CD Room al-Maktabah al-Syamilah, http://www.ahlalhdeeth.com), Jilid 1, hlm. 3.

155

Page 210: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

dengan aturan yang berlaku pada ruang danwaktunya. Setelah Islam datang, Nabi mengajarkanpengurusan jenazah yang diajarkan oleh Allah Swt. Halini termuat dengan jelas di hampir semua kitab hadisyang telah dikodifikasi, khususnya termuat dalampokok bahasan bab jenazah.2

Syariat pengurusan jenazah dalam Islam tidak bisadilakukan tanpa melibatkan orang lain. Meskipun iajuga tidak bisa mengabaikan kebiasaan masyarakat dilingkungan tempat orang yang meninggal.

Landasan pokok syariat pengurusan jenazah iniadalah al-Qur’an. Kitab suci ini sudah menegaskanbahwa setiap orang pasti meninggal. Hal ini sudahditegaskan di dalam al-Qur‘an dalam surah Ali ‘Imran(3): 185:

كل نفس ذائقة الموت وانما توفون اجوركم يومالقيامة فمن زحزح عن النار وادخل الجنة فقد فاز وما

.الحياة الدنيا ال متاع الغرورTiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan

Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakanpahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dandimasukkan ke dalam surga, Maka sungguh ia telahberuntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalahkesenangan yang memperdayakan.

Namun, di beberapa masyarakat, terdapat faktatentang semakin susahnya mencari orang yang bisamengurus jenazah dengan baik. Karena kesulitan itu,belakangan muncul lembaga-lembaga pengurusanjenazah di masyarakat.

2 Lihat misalnya pada kitab Sahih al-Bukhari, memuat “kitab al-Janaiz”, begitu juga al-Tirmizi, Abu Daud, Ibn Majah dengan sub bahasan yang sama.

156

Page 211: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

Belum bisa dipastikan, apakah kurangnya orangyang bisa mengurus jenazah itu disebabkanketidaktahuan masyarakat akan masalah tersebut.Atau apakah ini terkait dengan semakin banyaknyalembaga pengurusan jenazah sehingga membuatmereka melupakan masalah tersebut? Atausebaliknya, kemunculan lembaga pengurusan jenazahterkait dengan permintaan masyarakat?

Masalah selanjutnya, bagaimana langkah-langkahpengurusan jenazah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga resmi maupun pribadi yang telah melayanidan mengurus jenazah selama ini? Apakah tata carapengurusan jenazahnya merujuk pada hadis NabiSaw.?

Penelitian ini difokuskan pada masalah tata carapengurusan jenazah dan praktiknya pada beberapalembaga pengurusan jenazah yang ada di wilayahBandung Timur, Kota Bandung, Jawa Barat.

B. Hadis Tata Cara Pengurusan Jenazah

Langkah-langkah dan aturan yang ditetapkan olehhadis tentang pengurusan jenazah bisa diklasifikasikanpada beberapa pokok pembahasan.

a. Hadis tentang peralatan pengurusan jenazahPeralatan yang biasanya disiapkan adalah kapas,

shampo, kapur barus, minyak wangi, sisir, handuk,kain panjang, cotton bath, gunting, gunting kuku, tikar,kain kafan, alat penggerus kapur barus, sidrin (airbidara) atau daun pandan.

157

Page 212: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

أن رأيتن ذلك بماء وسدر واجعلن في الخرة كافورا أو3شيئا من كافور. (رواه البخاري)

Agar kalian melakukannya dengan air, sidrin, danjadikanlah diakhir siramannya dengan air yang berkapurbarus atau yang sejenisnya.

b. Hadis tentang persiapan sebelum memandikan

jenazahPersiapan yang dilakukan sebelum memandikan

jenazah adalah: 1. Mengiris daun pandan kecil-kecil kemudian

diblender dan disaring airnya sampai ukuransetengah ember berisi antara 5-10 liter;

2. Mengukur kain kafan;3. Menyiapkan tali pengikat jenazah yang dipotong

dari kain kafan;4. Membuka pakaian jenazah sebelum dimandikan;5. Menggerus dan menghaluskan kapur barus;6. Melepaskan gigi palsu;7. Membersikan kuku tangan dan kaki, memotongnya

jika diperlukan;8. Membersikan kotoran jenazah;

Proses yang ditempuh saat memandikan jenazahadalah:1. Membaca basmalah;2. Memposisikan jenazah dalam keadaan terlentang

miring;3. Menyiram anggota tubuh dan anggota wudhu

bagian kanan terlebih dahulu dan diteruskan

3 Muhammad Ibn ‘Isma‘il Abu ‘Abdullah al-Bukhari al-Ja‘fi (selanjutnya disebut al-Bukhari), Sahih al-Bukhari jilid 2 (Mansurah:Dar Tauq al-Najah, 1422 H.), Nomor hadis (1258), hlm. 72.

158

Page 213: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

bagian kiri, selanjutnya menyiram atau meratakanair keseluruh tubuh.

يي - ينننب ين ال وعننن أم عطيننة رضنني اللننه عنهننا : ألل له لقا ههصلى الله عليه وسلم - هت لن بب هل ا بس لغ ن في

هع هضنن لوا لم لو لها ، هن هم ليا لم هب لن لدأ بب لب رضي الله عنها: ا لن بي لزلها بن هم هء ضضو ضو هه.ال بي لل لع قق 4 متف

Dari Umm ‘Atiyah ra., bahwa Nabi Saw., berkata kepada

mereka saat memandikan putrinya Zainab ra.: mulailah

dengan anggota badan yang kanan dan anggota

wudhunya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Menyiram dan meratakan air ke seluruh jasadjenazah tiga atau lima kali. Ini berdasarkan hadisRasulullah Saw. berikut:

هه بينن لل لع ضه يلى اللنن لص يي هب ين لنا ال بي لل لع لل لخ لد بت: لل لقا لة، يي هط لع مم ضأ بن لعبو لأ ثثننا، لل لث لها لن بل هسنن بغ لل: «ا لقننا لف ضه، لتنن لن بب ضل ا هسنن بغ لن ضن بحنن لن لو لم يل لس لورر، بد هسنن لو رء لمننا هب لك، هلنن لذ ين ضتنن بي لأ لر بن هإ لك، هل لذ بن هم لر لث بك لأ بو لأ ثسا، بم لخ

بن همنن ثئا بي لشنن بو لأ ثرا ضفو لكننا هة لر هخنن بل هفي ا لن بل لع بج لذا لوا هإ لفنن رر، ضفو لكنناضه لو بقنن لح لننا بي لل هإ لقى بل لأ لفنن ضه ينننا لذ لنا آ بغ لر لف يما لل لف هني» ين هذ لفآذ ين ضت بغ لر لف

5،ضه ييا هإ لها لن بر هع بش لأ لل: « لقا 6.»لف

Dari Umm ‘Atiyah r.a., dia berkata: Nabi Saw.,mendatangi kami saat kami memandikan anaknya, diaberkata: “mandikanlah oleh kalian tiga atau lima kalisiraman atau lebih jika dianggap perlu, dengan air dan airbidara. Jadikanlah siraman terakhirnya dengan kapur barus

4 Al-Nawawi (w. 676 H.), Riyad al-Salihin ditahkik oleh Mahir Yasin al-Fahl (CD ROOM: al-Maktabah al-Syamilah), hlm. 406.

5 hiqwa adalah kain panjang yang bisa menutupi badan.

6 Muslim Ibn al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qusyairi al-Naisaburi (w. 261H.) (selanjutnya disebut Muslim), Sahih Muslim jilid 2 (Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turas\ al-‘Arabi, t.th.), nomor hadis (36), hlm. 646.

159

Page 214: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

atau yang sejenisnya. Bila telah selesai maka beritahu aku.Setelah selesai kami memberitahu Rasul Saw., lalu beliaumemberi kain beliau kepada kami dan berkata:“pakaikanlah ini kepadanya”

Menyisir rambut jenazah tiga kali

لن هري هسي هت بن هب لة لص بف لح بن لها لع لنا بط لشن لم بت لل لقنا لة يين هط لع مم ضأ بن لعرن. ضرو ضق لة لث لل 7 (رواه مسلم) لث

Dari Hafsah Binti Sirin dari Umm ‘Atiyah dia berkata:kami menyisir rambutnya tiga kali tarikan.

c. Hadis tata cara mengkafani

هه بينن لل لع ضه يلى اللنن لصنن هه ضل الل ضسو لر لن مف ضك بت: « لل لقا لة، لش هئ لعا بن لعهة لث لل لث هفي لم يل لس لس لو بي لل رف، ضس بر ضك بن هم رة، يي هل ضحو لس رض هبي رب لوا بث لأ

للننى لع له مب ضشنن لمننا ين هإ لف ضة، يلنن ضح بل يمننا ا لأ قة، لمنن لما هع لل لو قص، همي لق لها هفيضة، يل ضح بل هت ا لك هر ضت لف لها، هفي لن يف لك ضي هل ضه لل بت لي هر ضت بش لها ا ين أ

ل لها، هفي هس ينا اليية هل ضحو لس رض هبي رب لوا بث لأ هة لث لل لث هفي لن مف ضك لو

) (رواه مسلم 8

Dari ‘Aisyah dia berkata: Rasulullah Saw., dikafanidengan tiga lapis kain putih yang dirajut, terbuat darikatun, tidak memakai gamis (berjahit) dan tidak pulasorban. Adapun pakaian yang seperti pakaian orang padaumumnya, dia dibeli untuk dijadikan kafan, maka ituditinggalkan dan kafanilah dengan tiga lapis kain putihyang dirajut.

d. Hadis tata cara menshalatkan jenazah

رت. (رواه مالك) لرا هبي بك لت لع لب بر أل لر يب لك لو

9

7 Ibid. Jilid 2, nomor hadis (939), hlm. 647.

8 Ibid. Jilid 2, nomor hadis (941), hlm. 649.

9 Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn ‘Amir al-Asbahi al-Madani (w. 179 H.), Muwatta’ Malik Jilid 1 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turas al-‘Arabi, 1406 H./1985 M.), nomor hadis (15), h. 227.

160

Page 215: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

Dan Rasul Saw., bertakbir empat kali takbir

e. Hadis tata cara menguburkanلذا هإ لن لكننا لم يل لسنن لو هه بي لل لع ضه يل يلى ال لص يي هب ين ين ال لأ لر، لم ضع هن بب بن ا لع

ضت مينن لم لل ال هخنن بد لر، ضأ ببنن لق لع ال هضنن ضو لذا هإ ثة: ير لمنن رد هلنن لخا ضبننو لأ لل لقننا لوللننى لع لو هه، يل هبننال لو هه يلنن هم ال بسنن هب ثة: ير لمنن لل لقا هه، هد بح لل هفي ضت مي لم الهة ين ضس للى لع لو هه يل هبال لو هه يل هم ال بس هب ثة ير لم لل لقا لو هه، يل هل ال ضسو لر هة يل هم

لم يل لسنن لو هه بينن لل لع ضه يلنن يلى ال لصنن هه يلنن هل ال ضسننو (رواه الترمننذي,لر10صحيح)

Dari Ibn ‘Umar bahwa Nabi Saw., saat memasukkanjenazah ke liang lahat dia membaca: bismillah wa billah,pernah juga beliau membaca: bismillah wa billah wa alamillati rasulillah, pernah juga membaca: bismillah wa billahwa ala sunnati rasulillah Saw.

C. Perbedaan Praktik Pengurusan Jenazah

Berikut beberapa perbedaan secara hukum dansubstansi dalam praktik pengurusan jenazah dibeberapa lembaga pengurusan jenazah denganmenggunakan tolok ukur hadis Nabi.

1. Memandikan Jenazah

Peralatan yang dijadikan bahan oleh lembagapengurusan jenazah yang diteliti umumnyamenggunakan peralatan yang sama. Walaupunterdapat perbedaan antara satu lembaga denganlembaga lain, secara teknis bisa dipahami bahwasebagian menjelaskan secara detil dan ada yangsecara global saja.

10 Al-Tirmizi (w. 279 H.), Sunan al-Tirmizi, op. cit. Jilid 3, nomor hadis (1056), hlm. 355.

161

Page 216: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Ini bisa dilihat dari beberapa peralatan yang tidakdisebutkan di awal, tercantum ketika menjelaskan tatacara pelaksanaan. Secara umum peralatan tersebutadalah sebagaimana diperagakan dalam Tabel 1.Peralatan dalam tabel tersebut sesuai dengan hadisNabi berikut tentang peralatan yang digunakan Nabiuntuk memandikan jenazah.

Tabel 1: Peralatan Memandikan Jenazah

Kapas Shampo

Kapur barus Mingak wangi

Sisir Handuk

Kain panjang (samping) Cotton bath

Gunting Gunting kuku

Tikar Kain kafan

Alat penggerus untuk

menghaluskan kapur

barus

Gunting untuk memotong

pakaian jenazah sebelum

dimandikan

Sidrin (air bidara) atau

daun pandan

Tempat pemandian jenazah

Air secukupnya yang

sudah ditampung

أن رأيتن ذلك بماء وسدر واجعلن في الخرة كافورا أو11)شيئا من كافور. (رواه البخاري

11 Muhammad Ibn ‘Isma‘il Abu ‘Abdullah al-Bukhari al-Ja‘fi (selanjutnya disebut al-Bukhari), Sahih al-Bukhari jilid 2 (Mansurah:Dar Tauq al-Najah, 1422 H.), Nomor hadis (1258), h. 72.

162

Page 217: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

Agar kalian melakukannya dengan air, sidrin, danjadikanlah diakhir

أن رأيتن ذلك بماء وسدر واجعلن في الخرة كافورا أو12)شيئا من كافور. (رواه البخاري

Agar kalian melakukannya dengan air, sidrin, danjadikanlah diakhir siramannya dengan air yang berkapurbarus atau yang sejenisnya.

Tabel 2. Perbandingan Peralatan Memandikan Jenazah

Versi LembagaPengurusan

JenazahPerbedaan Versi Hadis

Kapas, Shampo; Kapur barus; Minyak wangi; Sisir; Handuk; Kain panjang (samping); Cottonbat; Gunting; Gunting kuku; Tikar; Kain kafan;Alat penggerus; Sidrin (air bidara) atau daun pandan;Tempat pemandian jenazah; Air

Tidak ada perbedaan yang substantif

Kain

Sisir

Misk

Kain kafan

Air, sidrin, kapur barus, wewangian (HR. Bukhari)

Janganlah engkau melihat paha orang hidup dan yg sudah meninggal (H.R. Ibn Majah)

kami menyisir rambutnya tiga kali tarikan (HR. Muslim)

sebaik-baik wangi-wangian kalian adalah misk (HR. Al-Nasa’i)

tiga lapis kain putih yang dirajut (H.R. Muslim)

12 Muhammad Ibn ‘Isma‘il Abu ‘Abdullah al-Bukhari al-Ja‘fi (selanjutnya disebut al-Bukhari), Sahih al-Bukhari jilid 2 (Mansurah:Dar Tauq al-Najah, 1422 H.), Nomor hadis (1258), h. 72.

163

Page 218: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Daun pandan,kapas, shampo,cotton bath,gunting,

Daun pandan memiliki fungsi yang sama dengan sidrin sehingga sidrin bisa diganti dengan daun pandan;

Kapas, shampo, cotton bath, dan gunting juga peralatan yang masih relevan. Argumentasi hadis sisir, kain, kapur barus, substansinya adalah mempertahan jenazah agar tidak bau.

Dengan demikian, tidak ada pertentangan yangsubstatif dalam tata cara memandikan antaraperspektif hadis dengan perspektif lembagapengurusan jenazah. Jika dibandingkan antara konsephadis dan semua lembaga pengurusan jenazah, makadapat dilihat bahwa hadis mensyariatkan tata caramemandikan jenazah itu dengan aturan-aturan yangjuga semuanya sama dengan lembaga pengurusanjenazah.

Tabel 3: Urutan Memandikan Jenazah

Unit Pengurusan Jenazah Perspektif Hadis

Membersihkan kotoran,

najis, mewudukkan

Mulailah dengan anggota badan

yang kanan dan anggota

wudhunya. (HR. Muttafaq ‘Alaih)

Memandikan dengan

mengguyur seluruh

badan dari kepala dan

dimulai dari yang kanan.

Mmandikan oleh kalian tiga atau

lima kali siraman atau lebih jika

dianggap perlu, dengan air dan

air bidara. Jadikanlah siraman

terakhirnya dengan kapur barus

atau yang sejenisnya (HR.

Muslim)

164

Page 219: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

Menggunakan sampo,

sabun, daun pandan,

mengunting kuku,

mengepang rambut.

Menyisir rambutnya tiga kali

tarikan (HR. Muslim)

Substansinya sama yaitu melakukan pemandian untuk

membersihkan jenazah sampai bersih dan berwudhu

menuju kubur

2. Mengkafani Jenazah

Pada lembaga pengurusan jenazah, pelatihan yangada di pondok pesantren al-Ihsan di Cibiru Hilir dalamhal tata cara mengkafani jenazah menunjukkanperbedaan dengan lembaga pengurusan jenazah lain.Ini juga berbeda dengan praktik mengkafani dalamperspektif hadis. Tempat pelatihan yang dipimpin olehAhmad Yani ini mengatakan: “Boleh memakai gamistanpa lengan dan sorban untuk laki-laki. Dan bolehmemakai gamis lengan panjang dan kerudung yangberbentuk segi tiga untuk perempuan”.13

Jika diukur dengan tolok ukur hadis sebagaimanadijelaskan di atas, maka dengan dalil hadis yangmenyatakan tidak boleh menggunakan kain berjahitdan sorban sebagai kafan. Maka dapat dinyatakanterjadi pertentangan yang substansial. Namun untukmemverifikasi keakurasian data tersebut ada baiknyadi tampilkan kembali hadis yang berkaitan:

هه بينن لل لع ضه يلى اللنن لصنن هه ضل الل ضسو لر لن مف ضك بت: « لل لقا لة، لش هئ لعا بن لعلس بي لل رف، ضس بر ضك بن هم رة، يي هل ضحو لس رض هبي رب لوا بث لأ هة لث لل لث هفي لم يل لس لو

13 Lihat deskripsi lembaga pengurusan jenazah tentang pelatihan di pesantren al-ihsan di Cibiru Hilir.

165

Page 220: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

له مب ضشنن لمننا ين هإ لف ضة، يلنن ضح بل يمننا ا لأ قة، لمنن لما هع لل لو قص، همي لق لها للننى هفي لعضة، يل ضح بل هت ا لك هر ضت لف لها، هفي لن يف لك ضي هل ضه لل بت لي هر ضت بش لها ا ين أ

ل لها، هفي هس ينا اليية هل ضحو لس رض هبي رب لوا بث لأ هة لث لل لث هفي لن مف ضك لو

(رواه مسلم) 14

Dari ‘Aisyah dia berkata: Rasulullah Saw., mengkafanijenazah dengan tiga lapis kain putih yang dirajut, terbuatdari katun, tidak memakai gamis (berjahit) dan tidak pulasorban. Adapun pakaian yang seperti pakaian orang padaumumnya, dia dibeli untuk dijadikan kafan, maka ituditinggalkan dan kafanilah dengan tiga lapis kain putihyang dirajut.

هه بينن لل لع ضه يلى اللنن لصنن هه ضل الل ضسو لر لج هر بد ضأ بت: « لل لقا لة، لش هئ لعا بن لعرة يل ضح هفي لم يل لس يم لو ضثنن رر، بكنن لب هبنني أ

ل هن ببنن هه هد الل بب لع هل بت لن لكا رة يي هن لم ليلس بينن لل رة، لي هن لما لي رل ضحو ضس رب لوا بث لأ هة لث لل لث هفي لن مف ضك لو ضه، بن لع بت لع هز ضنلل: لقننا لف لة، يلنن ضح بل هه ا ضد الل بب لع لع لف لر لف قص»، همي لق لل لو قة، لم لما هع لها هفييلى لصنن هه ضل اللنن ضسننو لر لهننا هفي بن يفنن لك ضي بم لل لل: لقا يم ضث لها، هفي ضن يف لك ضأ

لهننا. (رواه هب لق يد لصنن لت لف لهننا، هفي ضن يفنن لك ضأ لو لم، يل لسنن لو هه بينن لل لع ضه اللنن15مسلم)

Dari ‘Aisyah dia berkata: Rasulullah Saw., melipat danmenyimpan pakaian khas Yaman milik ‘Abdullah Ibn AbiBakar, lalu menjauhkan dan menghentikan untukmemakainya. Lalu Rasulullah Saw., mengkafaninya dengantiga lapis kain kain rajutan katun khas Yaman yang tidakgamis dan tidak ada sorban. Maka ‘Abdullah mengangkatpakaian dan berkata: bolehkah ini dijadikan kafan?Kemudian Rasul menjawab: Rasul tidak pernah mengkafanidengan itu.

Sebelum menyatakan pendapat “bertentangansecara substantif“ atau “tidak substantif”, maka perludikritik terlebih dahulu beberapa kosa kata yang

14 Ibid. Jilid 2, nomor hadis (941), hlm. 649.

15 Ibid. Jilid 2, nomor hadis (941), h. 650

166

Page 221: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

berkaitan dengan hadis maupun pernyataan lembagapengurusan jenazah tersebut.

Tabel 4 Perbedaan Substantif dalam Mengkafani Jenazah

Unit Pengurusan Jenazah/Pesantren a

Perspektif Hadis

Gamis tanpa lengan dan

sorban untuk laki-laki. لس بي لها لل قص، هفي همي لل لق قة لو لم لما هعTidak boleh ada gamis dan

sorban

Gamis lengan panjang dan

kerudung yang berbentuk segi

tiga

Redaksi hadis yang menyatakan bahwa tidak bolehada gamis dan sorban adalah:

رب لوا بثنن لأ هة لث لل لث هفي لم يل لس لو هه بي لل لع ضه يلى الل لص هه ضل الل ضسو لر لن مف ضكرة يي هل ضحو لس رض قة. هبي لمنن لما هع لل لو قص همي لق لها هفي لس بي لل رف ضس بر ضك بن هم(رواه مسلم)

Rasulullah Saw., dikafani dengan tiga lapis kain putihyang dirajut, terbuat dari katun, tidak memakai gamis(berjahit) dan tidak pula sorban

Sementara lembaga pengurusan jenazah yang laintidak ditemukan pertentangan yang merubah hukumatau bertentangan secara substansial.

3. Menyalatkan Jenazah

Dari deskripsi konsep shalat perspektif hadis danperspektif lembaga pengurusan jenazah, dapatdisimpulkan bahwa lembaga pengurusan jenazah telahmelakukan penyalatan jenazah dengan merujuk

167

Page 222: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

kepada hadis. Hal ini dibuktikan dengan dalil-dalil yangdipakai merupakan dalil yang sudah absah.

Sebagaimana telah dibahas di atas bahwa hadismensyariatkan shalat jenazah itu dengan 4 takbir.Semua lembaga pengurusan jenazah jugamemedomani hal yang sama yaitu dengan 4 takbir.

رت. (رواه مالك لرا هبي بك لت لع لب بر أل لر يب لك 16)لو

Dan Rasul Saw., bertakbir empat kali takbir.

D. Temuan dan Implikasi Hukum

Dari deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diatas maka yang ditemukan ada dua pengelompokan,yaitu: (1) pertentangan yang substansial; (2)pertentangan yang tidak substansial. Adapunpengelompokan tersebut adalah sebagaimana berikutini.

1. Pertentangan Tidak Substansial

Beberapa peralatan ada yang dimodifikasimenyesuaikan dengan perkembangan zaman. Sepertisabun yang belum ada pada zaman Rasulullah Saw.Seperti sabun yang ada pada saat ini. Pandan jugadijadikan pengganti bidara karena di Indonesia tidakada bidara, namun substansi dari kedua tanaman ituadalah sama yaitu berguna untuk mengharumkanjasad.

16 Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn ‘Amir al-Asbahi al-Madani (w. 179 H.), Muwatta’ Malik Jilid 1 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turas al-‘Arabi, 1406 H./1985 M.), nomor hadis (15), h. 227.

168

Page 223: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

Pertentangan lain yang tidak substansial adalahdata lapangan dari lembaga pengurusan jenazah RSUDUjung Berung. Lembaga ini tidak mengakhiri siramanterakhir dari memandikan jenazah itu dengan air yangbercampur dengan gerusan kapur barus. Tapi merekahanya menyiram dengan air bersih. Adapun gerusankapur barus dipakai dan ditaburkan pada kain kafan.

Perbedaan ini tidak berimplikasi pada hukum sahatau tidaknya ritual syariat. Karena pada hadis yangberbicara tentang data mengatakan “jadikan akhir darisiraman itu dengan kapur barus atau yangsejenisnya”.

2. Pertentangan Substansial

Pertentangan yang substansial ditemukan danhasil analisanya mengatakan bahwa pertentangannyaadalah substansial. Butir ini ditemukan pada jenis kainyang digunakan pada kain kafan. Menurut perspektifhadis melarang penggunaan baju, gamis dan pakaianberjahit. Pernyataan termuat jelas pada hadis yangmengatakan “tidak boleh ada di dalamnya qamis(baju, gamis = yang berjahit) juga ‘imamah (sorbankehormatan)”.

Sementara pada lembaga pengurusan jenazahpondok pesantren al-Ihsan membolehkan penggunaankain yang berjahit yaitu gamis dan sorban yangdengan tegas dinyatakan di dalam hadis bahwa itutidak dibolehkan.

E. Penutup

169

Page 224: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

Hasil penelitian lapangan ini, jika dilihatkristalisasi, kulminasi dan intisarinya maka dapatdikemukakan beberapa butir yang merupakan jawabandari rumusan masalah.

a. Pengurusan jenazah perspektif Nabi telah dijelaskanpada hadis-hadis beliau yang tersebar di kitab-kitabhadis. Perspektif hadis menyatakan bahwapengurusan jenazah melalui empat langkah yaitumemandikan, mengkafani, menyolatkan danmenguburkan.

b. Pengurusan jenazah perspektif LembagaPengurusan Jenazah relatif sama dengan apa yangdisyariatkan oleh agama. Ada beberapa dalil yangdipergunakan tidak ditemukan otentisitasnya,namun pada hadis lain yang otentisitasnyaterungkap, menjadi penguat bagi dalil tersebut.Seperti menghadapkan ke kiblat jenazah yang barusaja meninggal dan belum dimandikan.

c. Ada temuan yang substansial dari cara mengkafaniyang menjadi pegangan dari lembaga pengurusanjenazah Pondok Pesantren al-Ihsan, di mana tenagaahlinya membolehkan menggunakan gamis dansorban sebagai kain kafan. Gamis untuk menutupbadan dan sorban untuk menutup kepala. Hal inimenjadi penemuan penting karena di dalam hadisdengan jelas hal tersebut tidak dibolehkan.

Implikasi dari penelitian ini adalah bahwa perlusosialisai kembali terhadap batasan tata carapengurusan jenazah perspektif hadis agar kekeliriuanyang bertentangan secara substantif tidak terjadidalam pengurusan tersebut.

170

Page 225: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

Saran dari penelitian ini adalah agar LembagaPengurusan Jenazah yang ada di Bandung Timurmemverifikasi kembali tata cara pengurusan jenazahkepada sumber hukum Islam yang ada terutama hadis.

Daftar Pustaka

al-Albani, Muhammad Nasir. 1410 H. Talkhis Ahkam al-Jana’iz. Riyadh: Maktabah al-Ma‘arif.

Abu ‘Isa. Muhammad Ibn ‘Isa Ibn Surah Ibn Musa Ibnal-Dahhak al-Tirmizi, 1395 H./1975 M. Sunan al-Tirmizi. jilid 3. Mesir: al-Habli.

al-Albani, Muhammad Nasir. 1986. Ahkam al-Jana’iz.Beirut: al-Maktabah al-Islami.

al-Ja‘fi, Muhammad Ibn ‘Isma‘il al-Bukhari. 1422 H. al-Jami‘ al-Musnid al-Sahih. Mansurah: Dar Tauq al-Najah.

A. Juraidi. 2010. Petunjuk Merawat Jenazah dan ShalatJenazah. Tanggerang: Kalam Indonesia.

al-Baqi, Muhammad Fuad ‘Abd. t.th. al-Lu’lu’ wa al-Marjan Fima ittafaqa ‘Alaih al-Syaikhan. Beirut:Dār al-Fikr,

Imam Suprayogo dan Tobroni. 2001. MetodologiPenelitian Sosial-Agama. Bandung: RemajaRosdakarya.

al-Madani Malik Ibn Anas Ibn Malik Ibn ‘Amir al-Asbahi.1406 H./ 1985 M. Muwatta’ Malik. Jilid 1. Beirut:Dar Ihya’ al-Turas al-‘Arabi.

Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif,Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu SosialLainnya. Cet IV. Bandung: Remaja Rosdakarya.

171

Page 226: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

al-Nasa’i, Ahmad Ibn Syu‘aib Abu ‘Abd al-Rahman.1406 H./1986 M. al-Mujtaba min al-Sunan. jilid 4.H{alb: Maktabah al-Matbu‘ah al-Islamiyah.

al-Nawawi. Riyad al-Salihin. ditahkik oleh Mahir Yasinal-Fahl. CD ROOM: al-Maktabah al-Syamilah.

al-Naisaburi. t.th. Muslim Ibn al-Hajjaj Abu al-Hasan al-Qusyairi. jilid 2. Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turasal-‘Arabi.

al-Sajastani . Sulaiman Ibn al-Asy‘as Ibn Ishaq IbnBasyir Ibn Syaddad Ibn ‘Amru al-Azadi. t.th.Sunan Abi Daud. jilid 3. Beirut: al-Maktabahal-‘Asriyah.

Subagyo, P. Joko. 1997. Metode Penelitian dalam Teoridan Praktek Cet II. Jakarta: Rineka Cipta.

al-Zakariya, Ahmad Ibn Fris Ibn. 1423 H./2002 M.Mu’jam Maqayis al-Lugah. Jilid 5. t.t: Ittihad al-Kitab al-‘Arab.

172

Page 227: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Pengurusan Jenazah dalam Perspektif Hadis

173

Page 228: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

174

Page 229: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Indeks

INDEKS

A

Abdul Kodir, 32Abdur-Raziq, 8, 182Abu Dawud, 92, 118, 119,

121, 122, 127, 129, 130, 134, 137, 182

Abu Hurairah, 75, 91, 157Abu Nu`aim, 3Abu Zaid, 7, 11, 20, 30,

172ahli teologi, 16Ahlulbait, 50, 55, 56, 57,

64, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 86, 88, 90, 182

Ahmad Qonit, 16al-‘aql, 37, 42, 182al-‘Aziz, 22al-Albani, 118, 179al-Asqalāni, 162al-basyar,, 45al-Ghazāli, 162al-insân, 37, 41, 42, 45al-kutub al-tis’ah, 64Allah Swt, 152, 166al-Manâr, 27al-nafs, 37, 39, 42, 172Al-Nasa’i, 119, 122, 125,

128, 130, 160, 173

al-Nawawi, 96, 137, 154, 156, 163, 180

al-qalb, 37, 39, 42, 182al-Qur’an, 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8, 11, 12, 13, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 36, 40, 42, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 62, 63, 78, 81, 82, 84, 90, 91, 92, 132, 134, 143, 144, 145, 148, 158, 166

al-Rahman, 4, 13, 22, 180al-rûh, 37, 42, 172al-Suyuthi, 3, 13, 88, 96,

182al-Syaibany, 44al-Zarkasyi, 3, 4, 13Amin Abdullah, 2, 172Anton Athoillah, 49, 90ayat, 8, 9, 10, 11

D

dha’if, 76, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 107, 128, 132, 182

dilâlat al-nashsh, 144, 145dlâbith, 58, 59

171

Page 230: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

E

epistemologis, 19, 94, 97

F

Fath al-Bâri, 146, 150, 153, 158

Fazlur Rahman, 11, 16, 18,38, 182

H

hadis, 1, 3, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 80, 81, 82, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 111, 112, 113, 115, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 125, 127, 128, 129, 132, 133, 134, 135, 136, 137, 141, 143, 144, 145, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 176, 177, 178, 179, 172

hasan, 59, 76, 99, 100, 101, 104, 132

Hassan Hanafi, 7, 11, 182Hegel, 34hermeneutik, 12Hidayat, 17, 27, 30, 163

I

Ibn `Abbas, 3, 182ijmali, 11

K

kecerdasan emosional, 41kecerdasan intelektual, 41khalifatullah, 21Khulafa’ al-Rasyidin, 82Kuntowijoyo, 8, 13LLanggulung, 44, 48

M

M. Quraish Shihab, 33, 34,39, 172

mā fī al-qur’ān, 2, 172mā hawl al-qur’ān, 2, 172marfu’, 98, 103matan hadis, 50, 57, 61,

70, 73, 74, 75, 77, 95, 99, 134

maudhu`i, 11mauquf, 98, 103, 104Metode, 11, 18, 19, 30,

180

172

Page 231: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Indeks

Muhammad ‘Abduh, 8, 56,172

Muhammad Arkoun, 7, 12,172

Mujiyo Nurkholis, 84, 131Mukti Ali, 2, 182muqaran, 11, 172muqaranah, 111, 115,

119, 122Musthalahal-Hadits, 92, 97mutakallimûn, 16, 17mutasannin, 93, 94mutashawwifûn, 16, 172mutasyayyi, 93, 94mutawatir, 84, 99, 104,

135, 136, 137, 161, 172

Q

qath`iyy al-dilâlah, 132, 133, 134, 135, 172

qira’at, 2

R

Rasulullah Saw, 136, 141, 143, 148, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 160, 161, 169, 170, 175, 176, 177

râwî), 55, 58, 59Reza Pahlevi, 110, 165rijal al-hadits, 76, 95Rosihon Anwar, 1

S

sahabat, 51, 52, 53, 54, 55, 58, 61, 70, 72, 74, 75, 81, 82, 86, 87, 91, 98, 101, 103, 104, 106, 119, 151, 157

sahih, 59, 68, 69, 99, 100, 101, 103, 104, 105, 108, 112, 113, 116, 118, 119, 127

sanad, 54, 55, 58, 59, 60, 61, 66, 68, 69, 70, 71, 72, 75, 76, 80, 91, 92, 95, 99, 100, 101, 102, 104, 105, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 126, 129, 132, 134, 172

semantik, 12, 29Shahîh al-Bukhâri, 146,

149, 150Sunnah, 49, 50, 52, 53,

55, 56, 57, 58, 64, 75, 78, 79, 80, 81, 82, 91, 97, 98, 103, 108, 136, 173

Sunni, 50, 55, 59, 73, 74, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 173

173

Page 232: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

Kajian al-Qur’an dan Hadis: Teks dan Konteks

syâdz, 59Syahrur, 163syarah hadis, 60, 146Syiah, 84, 85, 86, 88, 89,

90, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 173

Syuhudi,, 163

T

ta’dîb, 36, 37, 38, 39, 40ta’lîm, 36, 37, 38, 39, 40tahkīm, 111, 115tahlīl, 111tahlili, 11, 173takhrij, 50, 60, 61, 65, 89,

112, 113, 151, 173tarbiyah, 36, 37, 38, 39,

40, 173tarjīh, 111, 115tashhīh, 111, 118

Teori, 11, 34, 42, 47, 48, 180

teori TMT2, 111tsaqalain, 50, 56, 73, 80,

90, 91, 173Tuhan, 16, 17, 18, 19, 20,

21, 22, 26, 28, 29, 30, 40, 45, 163

U

UIN Bandung, 1, 2, 4, 6, 12

W

wâdhih al-dilâlah, 133, 138, 142

WMI, 1, 173Wujuh al-Dilālah, 138

Z

zhanniyy al-wurûd, 132, 133, 134, 137

174

Page 233: Kajian al-digilib.uinsgd.ac.id/30471/1/Jajang_editor Al-Qur'an Teks...dan pendidikan dalam Al-Qur’an. Terdapat pula dua tulisan tentang studi resepsi Al-Qur’an dan hadis di masyarakat,

171