KABUPATEN GAYO LUES PROVINSI ACEH - lestari-indonesia.org · Dokumen ini disusun melalui...
Transcript of KABUPATEN GAYO LUES PROVINSI ACEH - lestari-indonesia.org · Dokumen ini disusun melalui...
Publikasi ini dibuat untuk dikaji ulang oleh United States Agency for International Development. Dipersiapkan oleh Forum Masyarakat Uten Leuser, Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh dengan bantuan teknis dan fasilitasi Proyek USAID-Indonesia Forest and Climate Support (IFACS)
INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT
RENCANA KONSERVASI BENTANG ALAM
KABUPATEN GAYO LUES
PROVINSI ACEH
SEPTEMBER 2014
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | ii
Foto halaman depan: Landskap Aceh (P.Wibowo)
Dokumen Rencana Konservasi Bentang Alam ini merupakan dokumen yang bersifat dinamis
(living document) yang dipersiapkan oleh Forum Multi Pihak (FMP) berdasarkan analisis data
spasial yang ada. Dokumen ini disusun melalui serangkaian kegiatan lokakarya FMP dan
serangkaian proses drafting. Dokumen ini meliputi masukan-masukan utama dari USAID
IFACS ke dalam proses penyusunannya. Walaupun demikian, selama proyek berlangsung
dukungan teknis akan terus dilakukan untuk penyempurnaan dokumen ini berdasarkan
permintaan dari FMP.
Isi dari publikasi ini tidak mewakili pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.
Dokumen ini dipersiapkan untuk the United States Agency for International Development,
under USAID Contract Number EPP-I-00-06-0008, Order Number AID-497-TO-11-00002.
Diimplementasikan oleh: Tetra Tech
159 Bank Street, Suite 300
Burlington, VT 05401 USA
Tel: (802) 658-3890
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | iii
INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT (IFACS)
RENCANA KONSERVASI BENTANG ALAM
KABUPATEN GAYO LUES
PROVINSI ACEH
September 2014
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | iv
KATA PENGANTAR
Kabupaten Gayo Lues merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi hutan dan
keanekaragaman hayati yang tinggi di Provinsi Aceh, Indonesia. Sebagian besar wilayah
kabupaten ini merupakan bagian dari Ekosistem Leuser yang dikenal memiliki keaneka-
ragaman hayati yang tinggi dan perlu dilestarikan. Seiring dengan kegiatan pembangunan
Kabupaten Gayo Lues, pengelolaan secara lestari hutan dan sumber daya alam lainnya
merupakan salah satu tantangan besar bagi kabupaten ini.
Untuk mewujudkan pengelolaan hutan dan sumber daya alam secara lestari, Forum Multi
Pihak yang peduli terhadap upaya konservasi di Kabupaten Gayo Lues berupaya
meningkatkan transparansi dan tata kelola hutan dan sumber daya alam di Kabupaten Gayo
Lues. Sebagai dasar perencanaan pengelolaan hutan di wilayah ini, Forum Multi Pihak telah
menyusun Rencana Konservasi Bentang Alam (RKBA) yang bertujuan untuk memberikan
gambaran menyeluruh mengenai target-target konservasi pada tingkat bentang alam secara
luas, dengan mempertimbangkan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang terdapat di wilayah ini,
kawasan dengan kandungan karbon tinggi, serta tipe habitat dan analisis ancaman terhadap
target konservasi yang ada, sehingga upaya pelestarian target konservasi dapat lebih tepat
sasaran dan dapat berdampak untuk jangka panjang.
RKBA ini dapat dijadikan perangkat utama bagi berbagai pihak, baik pemerintah, swasta
maupun LSM dalam mengembangkan tata ruang wilayah dan dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan-kegiatan pelestarian/konservasi.
RKBA ini bersifat dinamis (living document) mengingat penyusunannya didasarkan pada
perkembangan dan ketersediaan data/informasi spasial yang ada. Penyiapan dokumen ini
dilaksanakan melalui serangkaian lokakarya yang diikuti oleh Forum Multi Pihak Gayo Lues
dengan fasilitasi dan dukungan teknis dari proyek USAID IFACS. Pengembangan dokumen
RKBA Gayo Lues selanjutnya akan dilakukan oleh Forum Multi Pihak seiring dengan
pemutakhiran data spasial yang ada.
Masukan dari banyak pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan penyempurnaan
dokumen RKBA ini.
Tim Penyusun
Forum Masyarakat Uten Leuser
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | v
PROFILE FORUM MASYARAKAT UTEN LEUSER (FMUL)
KABUPATEN GAYO LUES
Forum Masyarakat Uten Leuser atau FMUL adalah forum multi pihak untuk perubahan iklim
di Kabupaten Gayo Lues. FMUL dibentuk sebagai tindak lanjut dari kesepakatan teknis
antara pemerintah Kabupaten Gayo Lues dan USAID IFACS yang ditandatangani pada
tanggal 9 November 2011. FMUL dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bupati nomer
050/472/2011, tanggal 21 November 2011 tentang Pembentukan Forum Multi Pihak
Perubahan Iklim Kabupaten Gayo Lues.
Visi Forum Masyarakat Uten Leuser:
“Terwujudnya Kabupaten Gayo Lues sebagai kabupaten rendah emisi”.
Misi Forum Masyarakat Uten Leuser:
1. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang berwawasan konservasi melalui Strategi
Pembangunan Rendah Emisi;
2. Mendorong pemerintahan Kabupaten Gayo Lues untuk meningkatkan Kapasitas
penegakan hukum di kawasan Konservasi dan Kawasan lindung;
3. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola Sumber Daya Alam secara
tepat guna dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat melalui strategi
ekonomi hijau;
Keanggotaan FMUL
Sesuai dengan SK Bupati, FMUL beranggotakan 44 orang yang terbagi atas 17 anggota tim
pengarah dan 27 anggota tim pelaksana. Pada bulan Februari 2014, pemerintah Gayo Lues
melalui SK Bupati nomor 660/292/2014 menerbitkan revisi SK FMUL dengan jumlah anggota
menjadi 50 orang yang terbagi atas 19 orang tim pengarah yang terdiri dari Bupati, Sekretaris
Daerah, Wakil Bupati, Ketua DPRK dan kepala dinas instansi terkait dengan isu perubahan
iklim dan lingkungan serta 31 orang anggota tim pelaksana yang terdiri dari kepala bidang
instansi terkait, camat, perwakilan media, tokoh agama, mukim, tokoh masyarakat,
perwakilan PLN dan PDAM, pengusaha lokal, perwakilan pramuka serta LSM lingkungan
yang berkegiatan di Gayo Lues.
Penyusunan Rencana Konservasi Bentang Alam
Sesuai dengan visinya, FMUL berupaya mewujudkan pembangunan Kabupaten Gayo Lues
yang rendah emsi. Sebagai kabupaten yang memiliki potensi hutan dan keanekaragaman
hayati yang tinggi di Provinsi Aceh serta kegiatan pembangunan daerah yang semakin pesat,
suatu perencanaan konservasi di tingkat bentang alam perlu diperlukan yang mengarah
pada misi tersebut. Untuk itu FMUL dengan dukungan teknis dari proyek USAID IFACS telah
mempersiapkan Rencana Konservasi Bentang Alam (RKBA) yang diharapkan dapat
dijadikan acuan kepentingan konservasi dalam perencanaan tata ruang dan pembangunan di
kabupaten ini.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | vi
Penyusunan RKBA (Rencana Konservasi Bentang Alam) dilaksanakan sejalan dengan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan bersama antara FMUL dan proyek USAID IFACS, seperti
pengembangan CCLA (Community Conservation and Livelihood Agreement) di 17 desa,
perlindungan air di desa Penosan Sepakat, dan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis (KLHS), sehingga RKBA dapat dirasakan langsung manfaatnya sebgai referensi
dan masukan dalam memilih desa/lokasi kegiatan serta masukan bagi dokumen KLHS.
Proses penyusunan RKBA melalui serangkaian lokakarya juga telah memberikan
pengetahuan dan pembelajaran bagi anggota FMUL dalam melakukan perencanaan
konservasi berbasis tujuan/target konservasi, di samping merupakan forum bagi FMUL
dalam mendiskusikan isu-isu konservasi yang ada di bentang alam Kabupaten Gayo Lues.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | vii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues
Forum Masyarakat Uten Leuser (FMUL) merupakan Forum Multi Pihak di Kabuapten Gayo
Lues yang terfokus pada isu-isu konservasi lingkungan di tingkat kabupaten. FMUL
beranggotakan perwakilan dari pemerintah daerah, masyarakat sipil dan sektor swasta.
Forum ini akan memperkuat Kabupaten Gayo Lues dalam mempromosikan upaya-upaya
konservasi yang menunjang pembangunan ekonomi, di samping juga memperbaiki
pengelolaan dan pemantauan tata ruang dan lingkungan. Dengan demikian FMUL akan
berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), deforestrasi, dan meningkatkan
kesejahteraan mayarakat.
Untuk mencapai visinya, FMUL telah mengembangkan Rencana Konservasi Bentang Alam
(RKBA) untuk mengidentifikasi kegiatan-kegiatan konservasi bagi anggotanya, dan mengkaji
kebijakan, rencana dan program lingkungan. RKBA ini merupakan dokumen yang dinamis
yang dapat diperbaharui sejalan dengan ketersediaan informasi.
Rencana Konservasi Bentang Alam (RKBA) dimaksudkan untuk memberikan gambaran
menyeluruh mengenai target-target konservasi di wilayah kabupaten. Pada prinsipnya
target-target konservasi ini merupakan Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang ada,
sebagaimana yang dijelaskan dalam Protokol NKT tahun 2008. Kawasan-kawasan tertentu
di mana NKT berada dipetakan, berdasarkan kemampuan untuk bertahan lama dari setiap
target konservasi serrta ancaman dari keberlanjutan target konservasi tersebut dalam jangka
waktu lama (sedikitnya 100 tahun). Wilayah-wilayah fokus untuk konservasi juga diidentifikasi
dalam RKBA ini.
RKBA juga dapat memberikan referensi kritis bagi berbagai pihak ketika mengkaji ulang
rencana tata ruang yang ada untuk melestarikan target konservasi serta memonitor
implementasi rencana pembangunan yang ada. RKBA juga memberikan latar belakang dan
konteks bagi FMUL dalam mempersiapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
RKBA disusun berdasarkan visi, misi, dan tujuan strategis dari FMUL dan merupakan hasil
analisis data spasial target konservasi dan ancamannya.
Untuk menentukan target konservasi berupa NKT, data geospasial dari tipe habitat
digunakan sebagai pendekatan dan untuk mewakili (proxy) heterogenitas keanekaragaman
hayati dan lingkungan. Pemilihan tema-tema spasial GIS sangat penting dalam proses ini
mengingat keterbatasan informasi dari distribusi spesies, sistem ekologi, dan zona
penyangga ekologis, daerah aliran sungai dsb.
NKT diidentifikasi berdasarkan protokol NKT tahun 2008 (Anon 2008), yang meliputi:
NKT 1: Kawasan yang memiliki konsentrasi nilai keanekaragaman hayati seperti
kawasan konservasi, distribusi orang utan dan wilayah penting bagi burung.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | viii
NKT 2: Kawasan dengan tingkat lanskap yang luas dan signifikan secara global,
nasional dan regional, terdapat populasi spesies alami yang cukup dalam
pola-pola distribusi dan kelimpahan alami.
NKT 3: Kawasan yang berada di dalam atau memiliki ekosistem yang langka,
terancam atau hampir punah.
NKT 4: Kawasan yang menyediakan jasa ekosistem dasar dalam kondisi yang
kritis atau dalam situasi yang sangat penting (sungai/ DAS, lahan basah, sekat
bakar, dan kontrol erosi).
NKT 5: Kawasan yang fundamental untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat
lokal (misalnya: kebutuhan dasar masyarakat yang masih subsisten, kesehatan,
dan lain-lain).
NKT 6: Kawasan yang sangat penting bagi identitas budaya tradisional
masyarakat lokal (kawasan-kawasan yang memiliki nilai penting secara budaya,
ekologi, ekonomi atau agama yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat
lokal).
Tipe habitat, yang merupakan kombinasi antara tipe hutan dan karakteristik geologi, diguna-
kan sebagai target konservasi kunci dalam RKBA ini. Hal ini disebabkan karena tipe habitat
merupakan proxy yang cocok bagi NKT1, NKT2, dan NKT3. Informasi mengenai kawasan
konservasi, distribusi Orangutan dan daerah penting bagi burung-burung berkontribusi dalam
mengidentifikasi ke tiga NKT tersebut. NKT4 diidentifikasi oleh FMUL dengan cara memilih
DAS/Sub DAS penting sebagai target konservasi, sementara NKT5 dan NKT6 masih memer-
lukan survey lebih lanjut. Kawasan dengan kandungan karbon tinggi juga dipertimbangkan
sebagai target konservasi. Di samping itu, semua kawasan konservasi dan kawasan lindung
yang telah ditetapkan oleh pemerintah juga dianggap sebagai target konservasi.
Terdapat 13 tipe habitat yang telah diidentifikasi sebagai target konservasi. Tipe habitat yang
luas antara lain Sedimentary/Metamorphic Lower Montane Forest dan Submontane Forest
(131,000 ha) dan Sedimentary/Metamorphic High Montane Forest dan Subalpine Forest
(86,000 ha).
RKBA juga memetakan kawasan dengan kandungan karbon tinggi, sedang dan rendah.
Kabupaten ini memiliki total sekitar 82 juta ton karbon yang sebagian besar berada di atas
permukaan tanah.
Terdapat tiga Sub DAS yang dipilih menjadi NKT4 dari DAS Sungai Tamiang. Keterwakilan
sub DAS penting ini terdapat dalam Wilayah Fokus yang telah dipilih di bawah ini.
FMUL memiliki tujuan untuk melestarikan NKT-NKT yang ada dengan cara 100% melest-
arikan tipe-tipe habitat yang langka, kawasan dengan kandungan karbon tinggi dan DAS
penting – dan dengan persentase yang lebih kecil pada tipe-tipe habitat yang luas, semen-
tara telah mencatat bawah 100% dari seluruh kawasan konservasi dan lindung yang ada
memerlukan upaya pelestarian. 98% dari setiap tipe habitat Sedimentary/metamorphic
Lowland & Hill Forests, Sedimentary/metamorphic Lower Montane & Sub Montane Forests,
and Volcanic Lower Montane & Sub Montane Forests telah dipilih, sementara tipe habitat
lainnya diharapkan mendapatkan upaya pelestarian 100%.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | ix
Forum Multi Pihak juga memilih wilayah-wilayah fokus untuk prioritas kegiatan konservasi-
nya. Prioritas diberikan pada wilayah-wilayah yang memiliki NKT, yang terancam namun
upaya konservasi tetap dapat dilakukan dan tidak terlalu mahal untuk dilakukan serta menda-
pat dukungan dari berbagai pihak. Analisis ancaman, membantu dalam memprioritaskan wi-
layah fokus yang memerlukan intervensi konservasi. Wilayah fokus memperlihatkan refleksi
standar dari pola ancaman yang dipetakan di kabupaten ini dan kesemuanya memerlukan
intervensi konservasi yang dominan.
Wilayah-wilayah fokus untuk prioritas intervensi konservasi yang telah dipilih adalah sbb:
1. Penosan Sepakat. Desa Penosan Sepakat termasuk dalam Kecamatan
Blangjerango yang berjarak sekitar 15 km ke arah barat Kota Blangkejeren. Desa
ini terletak di lereng Pegunungan Leuser dan di bagian atas desa tersebut terdapat
terdapat sumber Mata Air Utama PDAM yang melayani Kecamatan Blangjerango
dan Kutapanjang. Wilayah ini juga sebagian merupakan lahan pertanian produktif.
Rencana aksi konservasi meliputi upaya perlindungan hutan sebagai daerah
tangkapan air.
2. Pantan Cuaca. Wilayah Kecamatan Pantan Cuaca terletak di lereng pegunungan
dekat dengan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Isu utama di wilayah fokus ini
adalah melindungi hutan yang tersisa.
3. Blok Hutan Umeu Pan. Blok Hutan ini terisolasi dan merupakan kawasan Hutan
Produksi Terbatas (HPT), dan merupakan hulu sungai-sungai yang mengalir
secara radial. Status kawasan sebagai HPT mengancam keberadaan kawasan
hutan yang seharusnya menjadi kawasan lindung. Upaya konservasi meliputi
perlindungan dan status kawasan.
Rekomendasi secara umum dalam RKBA ini meliputi:
1. Melaksanakan studi/kajian mengenai NKT5 dan NKT6 di tingkat kabupaten untuk
memberikan informasi spasial dari ke dua NKT ini dan dimasukkan dalam revisi
RKBA.
2. Mengingat RKBA mencakup informasi pola ruang yang relevan dalam perencaan
konservasi, RKBA ini perlu digunakan sebagai sumber informasi bagi kabupaten
dan perencana tata ruang regional, termasuk dalam penyiapan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis.
3. Pemerintah kabupaten dan para pihak yang terkait perlu memprioritaskan dan
melakukan koordinasi konservasi dalam proses kebijakan, perencanaan dan
programnya. Wilayah Fokus dalam RKBA perlu dipertimbangkan dalam
proses-proses tersebut.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | x
EXECUTIVE SUMMARY
Landscape Conservation Plan for Gayo Lues District
The Uten Leuser Community Forum (ULCF) is the Gayo Lues District Multi Stakeholder
Forum that is mainly focused on District environmental conservation issues. The MSF con-
sists of representatives from local government, civil society, and the private sector. This
Forum will strengthen the District by promoting conservation measures that support econo-
mic development while improving both spatial planning and environmental management /
monitoring. As such ULCF will contribute to the reduction of both Greenhouse Gas (GHG)
emissions, reduce deforestation, and improve community welfare.
To achieve its vision, ULCF has developed a landscape conservation plan (LCP) to identify
conservation activities for its members, and review current government environmental
policies, planning, and programs. This Plan is a ‘living’ document that will be revised as more
information becomes available.
The LCP is intended to provide a comprehensive overview of conservation targets for the
District. These targets are principally High Conservation Value (HCV) resources, as defined
and described by the 2008 Indonesian HCV Protocol. The specific areas of each target HCV
are mapped, based on the viability of each target and the threats to their sustainability in the
long-term (at least 100 years). Priority Focus Areas in the LCP are also identified.
The LCP also provides a critical reference for various stakeholders when reviewing existing
District spatial plans for their conservation content, implementation and monitoring and future
development options. The LCP also provides relevant background and context from the Multi
Stakeholder Forum on the preparation of the District Strategic Environmental Assessment
(SEA), or Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
The LCP is designed under the vision, mission, and strategic objectives of ULCF and is the
result of an analysis of spatial data on conservation targets and threats.
The types of HCV in Anon (2008) are:
HCV 1: Areas containing high biodiversity values, such as conservation areas,
orangutan populations, and important bird areas.
HCV 2: Areas containing globally, nationally, and regionally significant large
landscapes, in which a viable population of natural species exists in natural
patterns of distribution and abundance.
HCV 3: Areas that are in or contain rare, threatened, or endangered ecosystems.
HCV 4: Areas that provide basic ecosystem services in critical situations or in
situations that are very important (such as rivers/watersheds, wetlands, fire breaks,
and erosion control).
HCV 5: Areas fundamental to meeting the basic needs of the local communities
(subsistence, health, etc).
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | xi
HCV 6: Areas critical to local communities' traditional cultural identity (areas of
cultural, ecological, economic, or religious significance identified in cooperation
with the local communities).
GIS spatial themes are highly important in the identification and mapping of conservation
targets given the lack of information currently available on the distribution of species,
ecological systems, ecological buffer zones, watersheds, etc. Habitat types, which are a
combination of forest types and their underlying geology, are used as key conservation
targets in this LCP. This is because they are considered to be suitable proxies for HCV1,
HCV2 and HCV3. Information on conservation areas, species distribution and important and
endemic birds areas contributes to identification of these three HCVs. HCV4 is identified
mainly through MSF members selecting critical watersheds from a list of watersheds that
were ranked in importance as conservation targets based on a set of established criteria.
HCV 5 and HCV 6 require further field surveys to identify. Areas with high carbon content
and all conservation and protected areas are also considered as conservation targets.
A total of 13 habitat types have been identified as conservation targets. The most extensive
types of forest are Sedimentary/Metamorphic Lower Montane Forest and Submontane Forest
(131,000 ha) and Sedimentary/Metamorphic High Montane Forest and Subalpine Forest
(86,000 ha).
The LCP also maps areas of high, moderate and low carbon storage. The District contains a
total of 82 million tons of carbon, mostly above ground.
Three critical Sub watersheds were selected as HCV4 from the identified Sungai Tamiang
Watershed. These are represented in the Focal Areas selected below.
The ULCF aims to sustain these HCVs by conserving 100% of rarer habitat types, areas of
high Carbon storage and the critical watersheds - and lesser percentages of more extensive
or matrix habitats, while noting that 100% of all protected areas are required to be conserved.
98% of each of Sedimentary/metamorphic Lowland & Hill Forests, Sedimentary/metamorphic
Lower Montane & Sub Montane Forests, and Volcanic Lower Montane & Sub Montane
Forests were selected. And 100% of the remaining types.
The ULCF also selects priority Focus Areas for conservation activities in the LCP. Priority is
given to areas which have several important HCVs that are threatened but where conserva-
tion measures are practical, not too expensive, and are supported by various stakeholders.
The Focus Areas reflect mapped high threat areas and therefore need strong conservation
interventions.
The Focus Areas are:
1. Penosan Sepakat. Penosan Sepakat Village is situated in Blangjerango
Subdistrict, 15 km west of Blangkejeren City. This village is located on the slopes
of the Leuser Mountain. At the higher area of the village, the existing spring water
is critical to supplying water to the PDAM (Regional Water Supply Enterprises) for
Blangjerango and Kutapanjang Subdistricts. Arable farm land can also be found in
parts of this area. The conservation action plans include measures to protect the
forest as the water catchment area.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | xii
2. Pantan Cuaca. Pantan Cuaca Subdistrict is located on the slopes of a mountain
near Leuser Ecosystem (Kawasan Ekosistem Leuser, KEL). The major concern
here is to protect the remaining forest.
3. Umeu Pan Forest Block. This isolated Forest Block is a Limited Production Forest
(Hutan Produksi Terbatas, HPT) area, and is the head waters of a radial pattern of
rivers. The forest area, which should be a protected watershed, is threatened due
to its status as a HPT area. Conservation measures need to include forest
protection and improved upper watershed management.
Broad recommendations in this LCP are:
1. Conduct a study/review on HCV 5 and HCV 6 in the District to provide spatial infor-
mation on these two HCVs and then incorporate this information into revisions of
the LCP.
2. Given that the LCP includes information on spatial patterns relevant to conserva-
tion planning, it should be used as a resource by District and other regional spatial
planners, including by those developing the District Strategic Environmental
Assessment (SEA).
3. The District Government and relevant stakeholders need to prioritize and coordi-
nate conservation activities during their development of policy, plans and programs.
The LCP Focus Areas need to be considered during such processes.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | xiii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... iv
PROFILE FORUM MASYARAKAT UTEN LEUSER (FMUL) ............................................... v
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................. vii
EXECUTIVE SUMMARY ...................................................................................................... x
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR DAN PETA ......................................................................................... xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xvi
BAB I. LATAR BELAKANG ............................................................................................... 17
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 17
1.1.1. Kabupaten Gayo Lues dan Isu Konservasi .................................................... 17
1.1.2. Rencana Konservasi Bentang Alam ............................................................... 17
1.1.3. Konsep Nilai Konservasi Tinggi ..................................................................... 18
1.1.4. Visi, Misi dan Tujuan Strategis Forum Multi Pihak ......................................... 18
1.2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus ........................................................................ 19
1.3. Cakupan .................................................................................................................. 19
BAB II. PROSES DAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KAJIAN BENTANG ALAM .......... 21
2.1. Pendahuluan ........................................................................................................... 21
2.2. Proses Penyiapan Rencana Konservasi Bentang Alam ...................................... 22
BAB III. IDENTIFIKASI TARGET KONSERVASI ............................................................... 24
3.1. Pendahuluan ........................................................................................................... 24
3.2. Target Konservasi di Kabupaten Gayo Lues ........................................................ 24
3.2.1. Kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi di Bentang Alam Kabupaten Gayo
Lues ............................................................................................................... 24
3.2.2. Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung yang Ditetapkan Pemerintah .... 24
3.2.3. Tipe Habitat ................................................................................................... 25
3.2.4. Ekosistem Unik dan DAS/Sub-DAS ............................................................... 27
3.2.5. Kawasan dengan Kandungan Karbon Tinggi ................................................. 28
BAB IV. PENENTUAN PERSENTASE TARGET KONSERVASI YANG DIPERLUKAN DI
KABUPATEN GAYO LUES ................................................................................................ 35
4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persentase Target dan Panduan dalam
Menentukan Persentase................................................................................................ 35
4.2. Persentase Target Konservasi .............................................................................. 36
BAB V. VIABILITAS PETAK TARGET KONSERVASI DI KABUPATEN GAYO LUES ..... 39
5.1. Proses Pemilihan Petak-Petak Target Konservasi ............................................... 39
5.2. Ancaman terhadap Target Konservasi .................................................................. 40
5.3. Target Konservasi Prioritas di Kabupaten Gayo Lues ......................................... 45
BAB VI. WILAYAH FOKUS UNTUK PRIORITAS KONSERVASI ...................................... 48
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | xiv
6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Wilayah Fokus Prioritas untuk
Konservasi ..................................................................................................................... 48
6.2. Prioritas Wilayah Fokus yang Dipilih di Kabupaten Gayo Lues .......................... 48
BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................. 63
7.1. Kesimpulan ............................................................................................................. 63
7.2. Rekomendasi .......................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 65
DAFTAR DATA GIS YANG DIGUNAKAN ......................................................................... 67
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | xv
DAFTAR GAMBAR DAN PETA
Gambar 1. Proses Penyiapan Rencana konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues. 23
Gambar 2. Pembagian Formasi Vegetasi Berdasarkan Ketinggian di Sumatera ................. 25
Gambar 3. Elemen Penyusun Tipe Habitat di Gayo Lues ................................................... 26
Gambar 4. Peta Nilai Konservasi Tinggi di Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues ............... 29
Gambar 5. Peta Sebaran Tipe Habitat di Gayo Lues .......................................................... 30
Gambar 6. Peta DAS dan Sub DAS Penting di Kabupaten Gayo Lues ............................... 31
Gambar 7. Peta Sebaran Sub DAS di Kabupaten Gayo Lues ............................................. 32
Gambar 8. Peta Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung di Kabupaten Gayo Lues ..... 33
Gambar 9. Peta Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah di Kabupaten Gayo Lues .. 34
Gambar 8. Gambaran Umum Ancaman Terhadap Konservasi di Indonesia ....................... 41
Gambar 10. Peta Tingkat Ancaman di Kabupaten Gayo Lues ............................................ 44
Gambar 11. Peta Potensi Hilangnya Tipe Habitat Berdasarkan Analisis Ancaman. ............ 47
Gambar 12. Peta Wilayah-Wilayah Fokus untuk Rencana Aksi Konservasi FMP ................ 49
Gambar 13. Peta Satelit (Landsat 2010) Wilayah Fokus FMP FMUL di Penosan Sepakat,
Kecamatan Blangjerango .................................................................................................... 52
Gambar 14. Peta Status Kawasan dan Usulan Perubahannya di Wilayah Fokus FMP FMUL
di Desa Penosan Sepakat ................................................................................................... 53
Gambar 15. Peta Satelit (Landsat 2010) wilayah Fokus FMP FMUL di Kecamatan Pantan
Cuaca ................................................................................................................................. 56
Gambar 16. Peta Status Kawasan dan Usulan Perubahannya serta Blok Pertambangan di
Wilayah Fokus FMP FMUL di Kecamatan Pantan Cuaca ................................................... 57
Gambar 17. Peta Batas Sub DAS serta Status Kawasan Hutan dan Usulan Perubahan di
Wilayah Fokus FMP FMUL di Kecamatan Pantan Cuaca ................................................... 58
Gambar 18. Peta Citra Satelit Landsat di Wilayah Fokus Blok Hutan Umeu Panu Kecamatan
Blangjerango ....................................................................................................................... 60
Gambar 19. Peta Sub DAS di Wilayah Fokus Blok Hutan Umeu Panu Kecamatan
Blangjerango ....................................................................................................................... 61
Gambar 20. Peta Konservasi Target dan Wilayah Fokus Aceh Tenggara ........................... 62
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data spasial yang digunakan untuk NKT ............................................................... 24
Tabel 2. Struktur tipe habitat utama di tiap zona ketinggian ................................................ 25
Tabel 3. Panduan untuk menentukan Target Konservasi berdasarkan keanekaragaman dan
petak target konservasi. ...................................................................................................... 36
Tabel 4. Persentase yang dipilih dari ekosistem dan tipe habitat sebagai target konservasi di
Kabupaten Gayo Lues. ....................................................................................................... 37
Tabel 5. Kawasan konservasi dan lindung di setiap tipe habitat di Kabupaten Gayo Lues .. 38
Tabel 6. Klasifikasi ancaman ............................................................................................... 41
Tabel 7. Sembilan tingkat kepentingan di dalam aplikasi AHP ............................................ 43
Table 8. Tipe Habitat yang berpotensi hilang berdasarkan penetapan persentase target .... 45
Tabel 9. Tipe habitat hutan yang berpotensi hilang berdasarkan tingkat ancaman (dalam
hektar) ................................................................................................................................ 45
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 17
BAB I. LATAR BELAKANG
1.1. Latar Belakang
1.1.1. Kabupaten Gayo Lues dan Isu Konservasi
Kabupaten Gayo Lues adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, Indonesia dan
merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Tenggara dengan Dasar Hukum UU No.4
Tahun 2002 pada tanggal 10 April 2002. Kabupaten yang memiliki luas 571.958 Ha ini, di
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tamiang dan Kabupaten Langkat,
Provinsi Sumatera Utara, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat Daya,
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya, Kabupaten Aceh Tengah, dan
Kabupaten Aceh Timur, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh
Tenggara, dan Kabupaten Aceh Barat Daya. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada
bujur 960 43' 24" - 960 55' 24" BT dan lintang 030 40' 26" - 040 16' 56" LU.
Daerah Gayo Lues terletak pada ketinggian 400 sampai 1.200 meter di atas permukaan laut
(mdpl), yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah perbukitan dan pegunungan.
Daerah yang terkenal dengan hawanya yang sejuk ini, juga dikenal dunia internasional
sebagai paru-parunya bumi. Dengan bentangan alam yang sangat indah, Kabupaten Gayo
Lues merupakan areal yang tepat untuk dijadikan daerah konservasi dan penelitian flora
maupun fauna. Kabupaten ini berada di gugusan pegunungan Bukit Barisan, sebagian besar
wilayahnya merupakan area Taman Nasional Gunung Leuser yang telah dicanangkan
sebagai warisan dunia. Taman Nasional Gunung Leuser dikenal dengan satwa liar besar
yang dilindungi seperti Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, dan Orangutan Sumatera.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh No. 19 tahun 1999, dan SK Menhut No.172/Kpts-II/
Menhut/2002, hutan Gayo Lues terdiri dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas
202.880,30 ha, hutan lindung seluas 226.560 ha, hutan produksi seluas 45.190 ha, dan areal
penggunaan lain (APL) seluas 97.327,7 ha. Dengan kata lain, 80% dari luas wilayah
merupakan kawasan hutan. Sementara itu keberadaan hutan Gayo Lues mempunyai potensi
dan peranan yang sangat besar, antara lain berupa keanekaragaman hayati yang tinggi, baik
flora maupun fauna, sejumlah DAS penting, dan potensi-potensi alam lainnya.
Kabupaten Gayo Lues memiliki peran penting dalam upaya pelestarian bentang alam hutan
Aceh yang kaya akan akan keanekaragaman hayati sekaligus keragaman jasa lingkungan,
dan penting dalam kontribusi untuk target penurunan emisi karbon Indonesia sebesar 26%
pada 2020 mengingat bahwa sekitar 406.648 ha atau 80 % luas wilayah Kabupaten Gayo
Lues adalah kawasan hutan.
1.1.2. Rencana Konservasi Bentang Alam
Berbagai tujuan rencana konservasi secara umum adalah untuk memastikan tidak terjadinya
kehilangan keanekaragaman hayati. Keterwakilan, kemudian, merupakan prinsip mendasar
dalam perencanaan konservasi dan mengacu pada seberapa baik keanekaragaman hayati
(genetik, spesies, komunitas) terwakili dalam konservasi (Watson et al. 2011).
Ilmu tentang perencanaan konservasi yang sistematis sangat peduli dengan aplikasi optimal
dari aksi pengelolaan konservasi yang bersifat keruangan yang mendukung keberadaaan
keanekaragaman hayati itu sendiri atau kondisi alam secara in-situ (Margules & Pressey, 2000;
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 18
Margules & Sarkar, 2007). Rencana konservasi melibatkan proses transparan dalam
menentukan tujuan konservasi, dan perencanaan aksi konservasi untuk mencapai tujuan
tersebut (Bottrill & Pressey, 2009). Suatu ciri mendasar dalam perencanaan konservasi
adalah prinsip saling melengkapi (complementarity) (Kirkpatrick, 1983) yang mengidentifikasi
sistem dari kawasan-kawasan konservasi yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya
untuk mencapai tujuan.
Dalam dokumen RKBA ini, tujuan konservasi sebagian besar adalah kawasan dengan Nilai
Konservasi Tinggi (NKT) yang telah diidentifikasi pada tingkat kabupaten. Sebagai salah satu
bagiannya adalah Wilayah Fokus yang telah diidentifikasi oleh Forum Multi Pihak untuk aksi
konservasi prioritas.
1.1.3. Konsep Nilai Konservasi Tinggi
Nilai Konservasi Tinggi (NKT) didefinisikan sebagai nilai biologi, ekologi, sosial atau budaya
yang dianggap sangat penting pada skala nasional, regional maupun global. Walaupun pada
awalnya konsep NKT didasarkan pada kebutuhan sertifikasi unit pengelola hutan, NKT telah
digunakan untuk keperluan yang lebih luas, mengingat NKT meringkas atribut-atribut kritis
dari hutan termasuk nilai-nilai ekologi dan sosial yang ada. NKT juga telah banyak digunakan
untuk keperluan perencanaan konservasi dan pemanfaatan lahan.
Beberapa panduan dalam melakukan pemilihan wilayah prioritas tinggi untuk pelestarian
keanekaragaman hayati telah tersedia pada Protokol untuk Indonesia guna mengidentifikasi
Nilai Konservasi Tinggi (NKT). Awalnya, protokol ini menekankan pada identifikasi spesies
secara aktual, namun dalam pelaksanaanya lebih terfokus pada identifikasi pendekatan
keanekaragaman hayati, seperti tipe habitat, juga pada pengelompokkan hewan dan
tumbuh-tumbuhan ketimbang hanya spesies tunggal. Protokol NKT menekankan pada
identifikasi konsentrasi keberadaan nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting, yaitu
kehadiran spesies langka, spesies yang kritis hampir punah (critically endangered), hampir
punah (endangered) dan rentan (vulnerable) dalam daftar spesies IUCN; kawasan konservasi
yang dilindungi; ekosistem yang langka atau hampir punah; hutan kritis yang penting sebagai
penyedia sumber air bagi masyarakat, perlindungan DAS dari erosi dan melindungi nilai-nilai
budaya lokal serta kesehatan masyarakat. Protokol ini juga mengenalkan betapa pentingnya
sumbangan daerah target (konservasi) kepada fungsi ekologi pada skala bentang alam.
Hasil identifikasi dan kajian mengenai NKT telah memperlihatkan bahwa bentang alam
Kabupaten Gayo Lues memiliki kawasan bernilai konservasi tinggi baik dari sisi
keanekaragaman hayati (NKT 1-3), jasa lingkungan (NKT 4) dan Sosial budaya (NKT 5 dan
NKT 6); yang sangat penting untuk disertakan dalam penyiapan Rencana Konservasi
Bentang Alam di Kabupaten Gayo Lues.
1.1.4. Visi, Misi dan Tujuan Strategis Forum Multi Pihak
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan teknis antara Pemerintah Kabupaten Gayo Lues dan
USAID IFACS, maka pada tanggal 9 November 2011 perwakilan pemerintah, tokoh
masyarakat dan pihak swasta membentuk Forum Multi Pihak untuk perubahan iklim yang
diberi nama: FORUM MASYARAKAT UTEN LEUSER (FMUL).
Sebagai bentuk dukungan dari Pemerintah Kabupaten Gayo Lues, maka pada tanggal 21
Nopember 2011, Bupati selaku kepala daerah Kabupaten Gayo Lues menerbitkan Surat
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 19
Keputusan nomor 050/472/2011 tentang Pembentukan Forum Multi Pihak Perubahan Iklim
Kabupaten Gayo Lues (Gayo Lues Climate Change Multi-stakeholder Forum). Forum
Masyarakat Uten Leuser sesuai dengan SK Bupati beranggotakan 44 orang, yang terbagi
atas 17 anggota Tim Pengarah dan 27 anggota Tim Pelaksana.
FMUL memiliki visi sbb: “Terwujudnya Gayo Lues sebagai Kabupaten Rendah Emisi dengan
Pemanfaatan Sumber Daya Alam Secara Tepat Guna dan Berkelanjutan untuk
Kesejahteraan Masyarakat“.
Dan misi:
1. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang berwawasan konservasi melalui
Strategi Pembangunan Rendah Emisi.
2. Mendorong pemerintahan Kabupaten Gayo Lues untuk meningkatkan kapasitas
penegakan hukum di kawasan konservasi dan kawasan lindung.
3. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara
tepat guna dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat melalui strategi
ekonomi hijau.
4. Mendorong pemerintahan Kabupaten Gayo Lues untuk meningkatkan partisipasi
aktif perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam.
5. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang berkepentingan dalam
melestarikan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Capaian strategis FMUL adalah:
FMUL akan melakukan kajian dan menyusun master plan sumber daya air serta skema imbal
jasa lingkungan difokuskan pada Sub DAS Tripe, di Desa Penosan Sepakat, Kecamatan
Blangjerango.
1.2. Tujuan Umum dan Tujuan Khusus
Tujuan umum dipersiapkannya dokumen Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten
Gayo Lues adalah untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai target-target
konservasi pada tingkat bentang alam dengan mempertimbangkan Nilai Konservasi Tinggi
(NKT) yang ada, kawasan dengan kandungan karbon tinggi, daerah aliran sungai penting,
tipe habitat dan analisis ancaman terhadap target-target konservasi, sehingga upaya
pelestarian kawasan dapat lebih tepat sasaran dan dapat berdampak untuk jangka panjang.
Secara khusus, dokumen ini bertujuan memberikan masukan dalam penyusunan Kajian
Lingkungan Hidup Strategis Kabupaten Gayo Lues, serta memberikan arahan bagi Forum
Multi Pihak dalam melaksanakan rencana aksi konservasi pada wilayah-wilayah fokus yang
telah dipilih.
1.3. Cakupan
RKBA ini mencakup informasi mengenai:
Latar belakang dan pentingnya RKBA.
Identifikasi target-target konservasi yang diperlukan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 20
Persentase setiap target untuk dilestarikan di tingkat bentang alam.
Pemilihan petak-petak target konservasi berupa tipe habitat hutan yang dapat
bertahan lama, termasuk analisis ancaman yang ada maupun ancaman yang
potensial.
Identifikasi wilayah-wilayah fokus dan isu-isu konservasi utama secara ringkas pada
wilayah fokus, serta rencana aksi konservasinya.
Dokumen ini juga menyajikan peta-peta tematik GIS, termasuk target konservasi untuk
perencanaan dan wilayah fokus, yang dikelompokkan dalam target konservasi yang dilihat
sebagai prioritas bagi aksi konservasi oleh Forum Multi Pihak.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 21
BAB II. PROSES DAN TAHAPAN PENGEMBANGAN KAJIAN
BENTANG ALAM
2.1. Pendahuluan
Perencanaan dan pengelolaan konservasi pada wilayah yang luas selalu menghadapi
masalah skala kawasan ketika menyusun strategi konservasi untuk wilayah tersebut. Namun
demikian, perencanaan di tingkat bentang alam dapat memberikan gambaran menyeluruh
mengenai keberlanjutan target-target konservasi pada jangka waktu yang lama. Pemilihan
wilayah-wilayah fokus atau prioritas juga perlu dilakukan sehingga kegiatan konservasi
mampu difokuskan pada kawasan-kawasan strategis, yang kemungkinan tercapainya tujuan
konservasi akan lebih besar.
Perencanaan konservasi di tingkatan bentang alam terfokus pada tujuan konservasi atau
’target’ ketimbang isu konservasi semata, seperti kebakaran hutan, penebangan liar, dll.
RKBA mengadopsi tujuan ini berdasarkan pendekatan perencanaan yang dikembangkan
oleh The Nature Conservancy ’s Conservation By Design The Basics: Key Analytical
Methods’ (http://www.nature.org/ourscience/ conservationbydesign/ key-analytical-
methods.xml) dan dokumen-dokumen yang terkait- khususnya ‘Designing a Geography of
Hope’(http://www.denix.osd.mil/nr/ upload/Design_geo_hope.pdf) dan Watson et al. 2011.
‘Systematic Conservation Planning Past Present and Future’ (http://www.academia.edu/
1160247/) dan Lehtomaki and Moilanen 2013. ‘Methods and workflow for spatial
conservation prioritization using Zonation’ - https://tuhat.halvi.helsinki.fi/ portal/files/
27982502/Lehtom_ki_Moilanen 2013.pdf).
Dalam mempersiapkan Rencana Konservasi Bentang Alam di tingkat kabupaten, adalah
penting untuk mengidentifikasi target-target konservasi kunci. Pendekatan yang digunakan
dalam dokumen ini didasarkan pada pemahaman bahwa target-target ini dapat dibandingkan
dengan kombinasi dari NKT dan areal yang memiliki kandungan karbon tinggi. Alasan dari
pendekatan ini adalah NKT telah mendapatkan perhatian khusus secara internasional, dan di
Indonesia telah menjadi dasar dalam mengidentifikasi wilayah penting untuk konservasi oleh
pemerintah, swasta, dan oranisasi sipil lainnya, di samping itu juga terdapat protokol untuk
identifikasi NKT yang telah didokumentasikan dengan baik pada tahun 2008 di Indonesia.
Sayangnya, di kabupaten sangat terbatas mengenai data dan informasi distribusi
keanekaragaman hayati, termasuk spesies-spesies endemik, terancam dan yang dilindungi.
RKBA ini mengidentifikasi hampir semua NKT 1-4 berdasarkan protokol NKT tahun 2008,
dengan menggunakan proxy yang berdasarkan hubungan antara kombinasi atribut biotik dan
abiotik, serta ketinggian – dalam hal ini berupa ‘tipe habitat’ -yang telah dipetakan. Sebagai
contoh, beberapa faktor abiotik seperti jenis batuan dan tipe tanah; faktor biotik seperti tipe
vegetasi atau hutan; kerapatan vegetasi; dan ketinggian/elevasi memiliki tautan yang kuat
terhadap keanekaragaman hayati yang ada pada tipe habitat tersebut. Suatu pendekatan
terpadu, dibantu dengan Sistem Informasi Geografis (GIS), sangat cocok dalam
mengidentifikasi target konservasi penting, memetakan ancaman dan menentukan prioritas
wilayah fokus untuk konservasi.
Protokol NKT Indonesia 2008 terfokus pada identifikasi: nilai keanekaragaman penting,
sebagai contoh, kehadiran spesies langka, terancam, dan yang memiliki status khusus; areal
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 22
konservasi dan kawasan lindung; ekosistem yang langka dan terancam; hutan-hutan yang
penting untuk memberikan sumber air bagi masyarakat; daerah aliran sungai yang
memerlukan pengelolaan untuk menghindari erosi, banjir dsb; dan perlindungan nilai-nilai
budaya dan kesehatan publik.
2.2. Proses Penyiapan Rencana Konservasi Bentang Alam
Persiapan RKBA ini dilaksanakan melalui proses analisis data spasial menggunakan GIS
yang didasarkan pada visi, misi dan tujuan strategis Forum Multi Pihak, disamping juga
sebagai hasil dari diskusi kelompok dari anggota forum.
Tahapan-tahapannya adalah sbb:
i. Identifikasi dan pemetaan target-target konservasi, termasuk proxy dari NKT 1, NKT
2, NKT 3, NKT 4, NKT 5 dan NKT 6. Pemetaan ini ini meliputi pengembangan
tema-tema GIS mengenai tipe habitat, DAS dan Sub DAS, ekosistem unik, dan zona
penyangga. Target konservasi yang terdapat dalam tujuan strategis Forum juga
dipertimbangkan.
ii. Penentuan persentase (%) setiap target konservasi yang diperlukan untuk
melestarikan NKT dalam jangka waktu lama (100 tahun). Tahapan ini menggunakan
panduan matriks sebagai referensi untuk menentukan persentasenya.
iii. Memetakan areal atau petak-petak hutan yang paling dapat bertahan lama pada
setiap target konservasi untuk memastikan kelestariannya (viability). Tahapan ini
meliputi analisis ancaman yang ada di dalam target konservasi. Nilai persentase
target ditetapkan hanya untuk petak-petak yang paling mampu bertahan lama.
iv. Menentukan wilayah fokus untuk rencana aksi konservasi. Wilayah fokus ini
diidentifikasi oleh Forum Multi Pihak mengingat wilayah tersebut penting atau
memiliki target konservasi yang beragam serta relatif mengalami ancaman yang
masih bisa dikendalikan. Secara ringkas, deskripsi lokasi serta target-target
konservasi yang ada, permasalahan, isu konservasi dan ancaman, serta kebijakan
dan kapasitas pengelolaan diterangkan sebagai basis rencana aksi konservasi yang
diperlukan di wilayah fokus tersebut.
v. Menyusun kesimpulan dan rekomendasi
Gambar 1 berikut merupakan gambaran tahapan penyusunan RKBA.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 23
Gambar 1. Proses Penyiapan Rencana konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo
Lues.
Peta Rencana Konservasi
Bentang Alam
Pemilihan wilayah fokus
(focus area) untuk rencana
aksi konservasi FMP
-
-
Analisis Ancaman dan
karakteristik petak target
konservasi (bentuk,
ukuran, isolasi)
Visi, Misi dan Tujuan
Strategis FMP
Target-target konservasi:
- NKT 1-6
- Kawasan dengan
kandungan karbon
tinggi
Pemilihan petak-petak
target konservasi yang
dapat bertahan lama
-
Peta tematik GIS
NKT
- Tipe habitat
- DAS
- Koridor satwa
- Distribusi
spesies
- Areal yang
diperlukan oleh
masyarakat
- Areal budaya
Peta tematik GIS
Stok Karbon
Tinggi
- Tutupan/
Penggunaan
Lahan
Peta tematik GIS
Ancaman (threats)
- Deforestasi
- Pemukiman
- Jalan
- Areal tambang
- Areal HPH
- Areal HTI
- Areal perkebunan
- Status hutan
- Areal moratorium
- Kesesuaian lahan
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 24
BAB III. IDENTIFIKASI TARGET KONSERVASI
3.1. Pendahuluan
Target-target konservasi yang diidentifikasi di RKBA meliputi NKT 1 sampai 6, dan
digabungkan dengan areal dengan stok karbon tinggi. Seperti telah dikemukakan
sebelumnya, pemetaan target-target konservasi bergantung pada pemetaan proxy yang ada.
Proxy tersebut berupa variabel abiotik seperti sistem lahan, dan jenis batuan; target biotik
berskala besar, seperti tipe struktur vegetasi, kawasan lindung, dan areal keanekaragaman
hayati penting; serta ketinggian/elevasi. Data lain seperti desa/pemukiman, lokasi budaya,
pemanfaatan lahan lokal seperti kebun dan pertanian, atau jalan, digunakan untuk
mengembangkan zona penyangga di sekitar NKT. Zona penyangga ini kemudian
dipertimbangkan sebagai bagian dari target konservasi. Penggunaan proxy merupakan
praktek umum ketika informasi yang lebih detil dari NKT tidak ditemukan.
3.2. Target Konservasi di Kabupaten Gayo Lues
3.2.1. Kawasan dengan Nilai Konservasi Tinggi di Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues
Pada Rencana Konservasi Bentang Alam, informasi spasial mengenai NKT diproses
berdasarkan data yang tersedia, yang secara umum berhubungan dengan NKT 1–6
sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut dan dalam Peta NKT kabupaten.
Tabel 1. Data spasial yang digunakan untuk NKT
NKT Data yang digunakan
NKT 1
Kawasan Lindung
Important Bird Areas (IBAs)
Kesesuaian Habitat Orangutan
NKT 2 Tipe Habitat
Zona Penyangga Habitat
NKT 3 Ekosistem Unik, langka atau punah (riparian forests)
NKT 4
Daerah Aliran Sungai
Daerah potensi erosi
Wilayah sekat bakar
NKT 5 Sumber air penting
Pemanfaatan lahan lokal
NKT 6 Lokasi situs budaya tradisional
3.2.2. Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung yang Ditetapkan Pemerintah
Bentang alam Kabupaten Gayo Lues memiliki sejumlah kawasan konservasi dan kawasan
lindung yang telah ditetapkan pemerintah, seperti Taman Nasional Gunung Leuser dan hutan
lindung. Pada umumnya kawasan-kawasan ini memiliki Nilai Konservasi Tinggi, baik dari
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 25
segi keanekaragaman spesies maupun ekosistem dan memberikan sejumlah jasa
lingkungan bagi wilayah sekitarnya. Kawasan-kawasan konservasi dan kawasan lindung ini,
secara langsung ditetapkan menjadi target konservasi dalam RKBA.
3.2.3. Tipe Habitat
Pemetaan NKT sebagai target konservasi tergantung pada identifikasi tipe habitat sebagai
proxy utama di wilayah kabupaten ini. Setiap tipe habitat yang merupakan perpaduan data
dari jenis batuan/geologi, tipe vegetasi, kerapatan, dan ketinggian memiliki keanekaragaman
hayati yang unik dan dapat dipandang sebagai target konservasi.
Tipe habitat diidentifikasi dari kombinasi tipe struktur vegetasi utama serta tipe geologi dari
peta sistem lahan (RePPPRot 1990) dan ketinggian. Tipe struktural habitat utama telah
dipetakan, dan didasarkan pada kawasan yang berhutan menjadi tipe hutan yang diketahui
memiliki zonasi ketinggian di Sumatera (Lihat Tabel 2; Gambar 2 di bawah)
Tabel 2. Struktur tipe habitat utama di tiap zona ketinggian, dimodifikasi dari
Laumonier (1997)
Tipe Formasi Vegetasi Reklasfikasi Formasi
Vegetasi Ketinngian
A.1. Lowlands & Low Elevation Hill Forest Low land & Hill Forest 0 - 500 m
A.2. Medium Elevation Hill Forest 500 – 800 m
A.3. Sub Montane Forest Lower & Sub Montane Forest
800 – 1300 m
A.4. Lower Montane Forest 1300 – 1800 m
A.5. Montane Forest Montane & Sub-Alpine Forest
1800 – 2400 m
A.6. Sub-Alpine Forest >2400 m
Gambar 2. Pembagian Formasi Vegetasi Berdasarkan Ketinggian di Sumatera
(Laumonier 1977)
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 26
Peta tipe Geologi dimodifikasi dari peta RePPProt (1990) dengan mengelompokkannya ke
dalam kategori yang lebih sedikit, yaitu, 1) Floodplain, 2) Limestone, 3) Sedimentary/
Metamorphic, 4) Acid Igneous, 5) Volcanic. Berdasarkan kondisi geologis tersebut, dan 3
formasi vegetasi yang telah direklasifikasi, serta tutupan hutan terakhir maka diidentifikasi 13
tipe habitat seperti terlihat pada tabel berikut (lihat juga Peta Tipe Habitat).
Gambar 3. Elemen Penyusun Tipe Habitat di Gayo Lues
Formasi Vegetasi
1. Hutan Dataran Rendah dan
Perbukitan /Low Land & Hill (0
– 800 m)
2. Hutan Sub Montane dan
Montane rendah/ Lower & Sub
Montane (800 – 1800 m)
3. Hutan Montane tinggi &
Puncak/ High Montane &
Sub-Alpine (> 1800 m)
Tipe Habitat:
1. Acid Igneous Low Land & Hill
2. Acid Igneous Lower & Sub
Montane
3. Acid Igneous High Montane &
Sub-Alpine
4. Floodplain Low Land & Hill
5. Limestone Low Land & Hill
6. Limestone Lower & Sub
Montane
7. Limestone High Montane &
Sub-Alpine
8. Sedimentary/Metamorphic Low
Land & Hill
9. Sedimentary/Metamorphic
Lower & Sub Montane
10. Sedimentary/Metamorphic High
Montane & Sub-Alpine
11. Volcanic Low Land & Hill
12. Volcanic Lower & Sub Montane
13. Volcanic High Montane &
Sub-Alpine
Geologi Induk
1. Acid Igneous
2. Floodplain
3. Limestone
4. Sedimentary/ Metamorphic
5. Volcanic
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 27
3.2.4. Ekosistem Unik dan DAS/Sub-DAS
Ekosistem Unik
Ekosistem unik yang diidentifikasi adalah hutan pegunungan atas yang sudah masuk dalam
tipe habitat Sub Alpine Forest, yang di dalamnya terdapat hutan lumut dan herba.
DAS dan Sub DAS
Sungai dan DAS memiliki keanekaragaman hayati yang unik, berbentuk fauna air (ikan air
tawar, crustacea, moluska, dsb) dan flora. Kedua hal ini juga berkaitan erat dengan ekologi
hutan riparian (pinggiran sungai), serta biota yang keberlanjutannya tergantung kepada jalur
ekologi riparian dan kualitas air sungai.
Sungai secara umum dapat dibagi dua. Pertama sungai yang berhulu dari punggungan dan
airnya mengalir hingga ke laut (sungai/daerah aliran sungai utama) dan kedua sungai yang
berakhir di dataran rendah sebelum mencapai laut (sungai/daerah aliran sungai kecil).
Beberapa diantaranya juga mungkin memiliki jalur yang kaya rumput selama musim hujan,
yang menarik kumpulan binatang dan tumbuhan, baik sebagai tempat reproduksi in situ
sementara, atau karena dipakai sebagai bagian dari perjalanan migrasi lokal.
Sistem sungai juga sangat mempengaruhi keanekaragaman baik ekologi maupun hayati di
bentang alam di mana sungai itu berada. Kerapatan sungai, jaringan sungai, besar arus,
hidrologi, sedimentasi, semuanya dapat mempengaruhi pola dan distribusi vegetasi dan
kumpulan biota terkait. Semakin panjang sungai akan semakin banyak habitat spesifik
riparian. Semakin kompleks pertemuan atau perpotongan sungai akan semakin kompleks
pula habitat air yang disebabkan oleh tingginya pertukaran oksigen di dalam air.
Ancaman utama untuk sistem sungai adalah pencemaran (erosi tanah, sedimentasi, pupuk
kimiawi, limbah ternak, limbah pabrik dan rumah tangga), pengerusan diakibatkan pertanian
padi, pengambilan batu dan kerikil dari sungai dan penurunan debit air akibat kerusakan
daerah tangkapan air.
Dalam menentukan DAS/Sub DAS prioritas digunakan kriteria-kriteria fisik, antara lain:
Flow Direction (Arah Aliran), pemetaan DAS yang dimodelkan menggunakan elevasi
dari data DEM, yang hasilnya menunjukkan arah aliran air keluar.
Flow Accumulation, hasil analisis flow accumulation ini menyerupai peta alur sungai,
semakin putih warnanya menunjukkan semakin besar akumulasi air di titik tersebut.
Flow accumulation menggambarkan bobot air yang terakumulasi di satu titik
berdasarkan jumlah piksel yang mengarah kepadanya.
Titik Outlet, titik tempat pertemuan antar sungai.
Single Watershed, adalah DAS tunggal dimana aliran di hulu langsung jatuh di laut.
Parameter ini merupakan parameter yang paling penting.
Oleh karena Sub DAS-Sub DAS yang ada di Kabupaten Gayo Lues adalah bagian hulu yang
merupakan pertemuan dari beberapa hulu sungai utama, maka banyak sekali jumlah Sub
DAS yang terbentuk di wilayah ini. DAS Tripa saja terdiri dari 12 Sub DAS di wilayah Gayo
Lues, DAS Alas-Singkil memiliki 4 Sub DAS, sedangkan DAS Tamiang terbagi atas 9 Sub
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 28
DAS, dan sedikit Sub DAS dari DAS Kluet. Penamaan Sub DAS idealnya adalah nama
sungai terpanjang yang melalui Sub DAS tersebut, namun ada beberapa nama sungai yang
belum teridentifikasi sehingga digunakan urutan dari nama sungai utama dari DAS tersebut.
Misal saja ditemui nama Sub DAS Tripa 1, 2, 3 dst. Hal ini dikarenakan nama anak Sungai
Tripa yang melalui Sub DAS tersebut belum teridentifikasi . Terdapat 9 DAS dan 37 Sub-DAS
yang telah diidentifikasi di bentang alam kabupaten ini.
3.2.5. Kawasan dengan Kandungan Karbon Tinggi
Kawasan dengan kandungan karbon tinggi di Gayo Lues sebagai target konservasi
direpresentasikan dengan wilayah berhutan di kabupaten ini. Kandungan karbon di atas
permukaan tanah yang dihitung berdasarkan tutupan lahan memperlihatkan jumlah karbon
total sekitar 82,18 juta ton Karbon yang lebih banyak dijumpai di wilayah yang masih
berhutan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 29
Gambar 4. Peta Nilai Konservasi Tinggi di Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 30
Gambar 5. Peta Sebaran Tipe Habitat di Gayo Lues
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 31
Gambar 6. Peta DAS dan Sub DAS Penting di Kabupaten Gayo Lues
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 32
Gambar 7. Peta Sebaran Sub DAS di Kabupaten Gayo Lues
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 33
Gambar 8. Peta Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung di Kabupaten Gayo Lues
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 34
Gambar 9. Peta Kandungan Karbon di Atas Permukaan Tanah di Kabupaten Gayo Lues
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 35
BAB IV. PENENTUAN PERSENTASE TARGET
KONSERVASI YANG DIPERLUKAN DI KABUPATEN GAYO
LUES
4.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persentase Target dan
Panduan dalam Menentukan Persentase
Persentase (%) dari target konservasi yang diperlukan untuk melestarikan NKT yang ada di
kabupaten dipilih oleh Forum Multi Pihak. Terdapat sejumlah faktor dalam menentukan
persentase tersebut, termasuk di dalamnya:
1. Karakteristik keanekaragaman hayati, yang meliputi keunikan spesies dan pola umum
distribusi, baik di dalam kabupaten dan di bentang alam sekitarnya khususnya pada
target konservasi yang terkait dengan NKT 1-4.
2. Karakteristik tiap petak target konservasi, termasuk di dalamnya ukuran, dan distribusi
(tersebar atau terkonsentrasi).
3. Kondisi fisik target konservasi (contoh tutupan hutan, kedalaman gambut).
4. Proporsi target konservasi asli dengan yang tersisa.
5. Proporsi target yang dapat dimanfatkan karena sebagian berada dalam kawasan
konservasi atau kawasan lindung yang dilindungi oleh pemerintah.
Penentuan persentase target konservasi pada prakteknya juga dipengaruhi oleh kebijakan
pembangunan yang ada di pemerintah daerah, mengingat pembangunan memerlukan lahan
dari bentang alam yang ada. Sebagai contoh, wilayah kabupaten pemekaran yang baru yang
memiliki 70% hutan cenderung merealokasi hutan menjadi kawasan pembangunan.
Terdapat data empiris yang terbatas yang dapat menentukan persentase target konservasi.
Pengalaman menunjukkan bahwa target konservasi merupakan kelompok matriks yang
besar, sebagai contoh, Hutan Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill yang tidak memiliki
spesies endemik dapat diberikan target 15-30% dari kawasan yang tersisa. Sementara Acid
Igneous High Montane & Sub Alpine yang terdapat di puncak gunung yang memiliki proporsi
spesies endemik yang tinggi, harus memiliki target 100%. Target di antara kedua contoh di
atas didasarkan pada distribusi dan endemisitas persentase dari kedua nilai tersebut. Tabel
di bawah ini memberikan gambaran kasar yang digunakan dalam kajian bentang alam ini
untuk menentukan persentase target konservasi. Forum Multi Pihak menentukan persentase
ini juga melalui diskusi dan kesepakatan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 36
Tabel 3. Panduan untuk menentukan Target Konservasi berdasarkan keanekaragaman
dan petak target konservasi. (lihat The Nature Conservancy ’s Designing a Geography
of Hope (http://www.denix.osd.mil/nr/upload/Design_geo_hope.pdf)
Karakteristik keragaman-hayati (keunikan dan distribusi)
Karakteristik Pecahan Hutan (luasan dan distribusi)
Luas tersebar (matriks)
Luas menyatu
Sedang tersebar
Sedang menyatu
Kecil tersebar
Kecil menyatu
Spesies unik/ menyatu
50 60 70 80 90 100
Spesies unik/ tersebar
40 50 60 70 80 90
Spesies tidak unik/menyatu
30 40 50 60 70 80
Spesies tidak unik/menyebar 20 30 40 50 60 70
Persentase target konservasi akan mempengaruhi total kawasan target konservasi yang
dilestarikan. Walaupun demikian, distribusi dari berbagai petak dari tiap target yang
diperlukan untuk mencapai total kawasan ditentukan melalui kajian viabilitas tiap petak.
4.2. Persentase Target Konservasi
Forum Multi Pihak FMUL telah menentukan tujuan strategis konservasi di Kabupaten Gayo
Lues, yaitu: “memastikan tata kelola lingkungan dan tata kelola hutan yang berkelanjutan,
secara partisipatif dan transparan untuk kesejahteraan masyarakat Gayo Lues”. FMP juga
ingin menyelamatkan wilayah hutan yang memiliki target konservasi yang cukup penting
dimana mencakup tipe habitat hutan yang langka serta melihat karakteristik wilayah
hutannya, apakah hutan tersebut juga memiliki ancaman yang tinggi atau tidak. Misalkan
saja jika tipe habitat yang cukup luas dan memiliki ancaman tinggi (terutama disebabkan oleh
adanya konsesi/ijin pengolahan lahan, misal saja pertambangan), maka keberadaan dari tipe
habitat hutan tersebut akan berpotensi berkurang atau hilang seiring dengan adanya
ancaman dari pengelolaan tambang tersebut. Ada beberapa wilayah di Gayo Lues yang telah
mendapatkan ijin pertambangan di wilayah berhutan, sehingga ancaman itu akan
mempengaruhi persentase target konservasi.
Sebagian besar tutupan hutan di Gayo Lues memiliki tutupan kanopi lebih dari 70%, atau
tutupan hutan primer dan sekunder lama. Tutupan hutan berkanopi kurang dari 70% hanya
terjadi pada daerah hutan yang terdegradasi yaitu hutan yang berubah dari hutan primer
menjadi hutan sekunder (Degraded Forest). Pada umumnya yang terjadi adalah perubahan
hutan primer menjadi bukan hutan (Primary Forest Loss) dan hutan sekunder menjadi bukan
hutan (Secondary Forest Loss). Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, untuk wilayah
Gayo Lues sejak tahun 2000 sampai 2011 tidak ada perubahan tutupan hutan dari primer
menjadi sekunder, karena tidak ada konsesi atau HPH yang beroperasi di wilayah Gayo Lues
pada khususnya dan Provinsi Aceh pada umumnya, kemungkinan kecil terjadi yaitu illegal
logging, namun itu tidak luas dan terpencar sehingga tidak terpetakan di dalam data
Kementerian Kehutanan.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 37
Tabel 4. Persentase yang dipilih dari ekosistem dan tipe habitat sebagai target
konservasi di Kabupaten Gayo Lues.
No Tipe Habitat Luas Tipe
Habitat (ha)
Target
Konservasi
Percentage
1 Acid Igneous High Montane & Sub-Alpine 2,535 2,535 100
2 Acid Igneous Low Land & Hill 1,993 1,993 100
3 Acid Igneous Lower & Sub Montane 13,909 13,905 100
4 Floodplain Low Land & Hill 26 26 100
5 Limestone High Montane & Sub-Alpine 6,810 6,810 100
6 Limestone Low Land & Hill 2,784 2,784 100
7 Limestone Lower & Sub Montane 14,670 14,670 100
8 Sedimentary/Metamorphic High Montane & Sub-Alpine 86,679 86,679 100
9 Sedimentary/Metamorphic Low Land & Hill 26,920 26,381 98
10 Sedimentary/Metamorphic Lower & Sub Montane 131,312 128,685 98
11 Volcanic High Montane & Sub-Alpine 43,435 43,435 100
12 Volcanic Low Land & Hill 17,686 17,686 100
13 Volcanic Lower & Sub Montane 89,247 87,462 98,8
Grand Total 438,006 433,056 98,9
Total luas Kabupaten 571,958 571,958
Tutupan Hutan 76% 75,7%
Sumber: Analisa SIG (Sistem Lahan, Geologi, Tutupan Hutan/Lahan,Elevasi)-RePPProt, DEM, MoF
Dari tabel di atas terlihat bahwa FMP juga ingin mejaga kelestarian hutan dengan menjaga
habitat penting yang memiliki luasan kecil dengan menetapkan persentase target 100%, yang
artinya tipe habitat tersebut dipertahankan tetap untuk jangka waktu panjang (100 tahun).
Sedangkan untuk tipe habitat yang cukup luas seperti pada tipe habitat Sedimentary/
Metamorphic Lowland & Hill Forest, Sedimentary/Metamorphic Lower Montane Forest & Sub
Montane Forest dan Volcanic Lower Montane Forest & Sub Montane Forest memiliki
persentase kurang dari 100 % sehingga ada sebagian tipe habitat tersebut yang
”diperbolehkan” untuk konversi atau berubah fungsi penggunaan lahan untuk wilayah
pengembangan budidaya.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 38
Dengan mempertimbangkan kawasan konservasi yang ada sebagai bagian dari target
konservasi, beberapa kawasan lindung di bawah ini secara otomatis menjadi target
konservasi dengan persentase 100%.
Tabel 5. Kawasan konservasi dan lindung di setiap tipe habitat di Kabupaten Gayo
Lues
Tipe Habitat Hutan
Moratorium PIPIB (ha) Di Luar
Kawasan
Lindung (ha)
Total Hutan
Primer
Kawasan
HL&KSPA
Acid Igneous High Montane &
SubAlpine 2.535
2.535
Acid Igneous Lowland & Hill
1.622 371 1.993
Acid Igneous Lower Montane &
Sub Montane 13.901 8 13.909
Floodplain Lowland & Hill
4 21 25
Limestone High Montane & Sub
Alpine 6.547 263 6.810
Limestone Lowland & Hill
2.779 5 2.784
Limestone Lower Montane &
Sub Montane 12.681 1.990 14.671
Sedimentary/Metamorphic High
Montane & Sub Alpine 4
86.340 335 86.679
Sedimentary/Metamorphic
Lowland & Hill 5
19.432 7.480 26.917
Sedimentary/Metamorphic
Lower Montane & Sub Montane 200
119.112 12.001 131.313
Volcanic High Montane & Sub
Alpine 43.293 143 43.436
Volcanic Lowland & Hill
9.451 8.234 17.685
Volcanic LowerMontane & Sub
Montane 74.750 14.499 89.249
Di luar Habitat Hutan
39.803 77.508 117.311
Total 209 432.250 122.858 555.317
Sumber : PIPIB Moratorium revisi ke-4 (updated) - SK.2796/Menhut-VII/IPSDH/2013
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 39
BAB V. VIABILITAS PETAK TARGET KONSERVASI DI
KABUPATEN GAYO LUES
5.1. Proses Pemilihan Petak-Petak Target Konservasi
Teori umum Biogeografi Pulau (MacArthur and Wilson 1967) didasarkan pada pemahaman
desain bentang alam di kawasan konservasi, yang menitikberatkan pada hal-hal sbb:
i. Kawasan yang secara relatif tidak terganggu.
ii. Terdapat di bentang alam yang memiliki nilai perlindungan. Yang paling penting
adalah bahwa target konservasi tidak secara umum berubah akibat dari dampak
kegiatan manusia, atau sedikitnya dapat dikelola dan dikonservasi.
iii. Cukup luas untuk mengakomodasi keberlanjutan populasi satwa dan tumbuhan dan
sebagai zona penyangga terhadap ancaman yang ada.
iv. Memiliki bentuk yang kompak dan tidak terlalu tidak beraturan. Bentuk yang tidak
beraturan akan lebih sulit untuk dikelola, akibat wilayah inti yang akan terlalu dekat
dengan batas yang ada dan akan mudah terpengaruh oleh ancaman dari luar.
v. Memiliki hubungan dengan kawasan di sekitarnya, tidak terisolasi, sehingga
memungkinkan terjadi perpindahan genetis spesies di wilayah ini.
Walaupun demikian, pendekatan yang lebih terkini dari the Nature Conservancy, Margules
and Pressey (2000) dan Watson et al. (2011) menekankan pada perlunya menerapkan
prinsip-prinsip sbb:
i. Keterwakilan – mengacu pada seberapa baik jaringan konservasi di kabupaten
memiliki keterwakilan dari genetik, spesies, dan keanekaragaman komunitas.
ii. Komplementer – identifikasi sistem kawasan konserasi yang komplementer satu
dengan lainnya dalam hal pencapaian tujuan konservasi.
iii. Ketahanan (kecukupan) –kawasan konservasi yang didisain untuk memaksimalkan
ketahanan keanekaragaman hayati di kabupaten tersebut.
iv. Efisiensi – tujuan keanekaragaman hayati dicapai dengan biaya yang paling murah
dalam melaksanakan dan mengelola nilai konservasi yang ada. ‘Biaya’ dapat
memperlihatkan biaya finansial dalam melaksanakan dan mengelola nilai konservasi
atau biaya hilangnya kesempatan-kesempatan bagi pembangunan ekonomi. Juga
dapat meliputi pertimbangan sosial ekonomi dalam mengelola konservasi, dengan
harapan bahwa akan lebih efisien dari segi biaya untuk mengkonservasi dimana
masyarakat berniat untuk melaksanakannya.
v. Fleksibilitas – suatu rencana yang fleksibel memberikan cakupan resolusi yang
masuk akal dalam hal konflik sumberdaya/pemanfaatan.
Ketahanan dari tiap petak target konservasi dapat ditentukan oleh kombinasi indikator-
indikator yang merefleksikan kesehatan ekologi secara umum dan keberlanjutan
keanekaragaman hayati. Sebagai contoh, kawasan hutan mangrove yang luas, yang masih
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 40
utuh, dan terletak dekat dengan kawasan mangrove lainnya, akan memiliki kondisi ekologi
yang relatif baik.
Keberlanjutan petak target konservasi juga perlu dikaji dengan menumpangsusunkan
dengan peta ancaman yang ada (lihat Bagian 1.2. Analisis Ancaman). Secara umum,
kawasan target konservasi yang memiliki ancaman yang tinggi tidak diseleksi dalam kajian
bentang alam ini. Bila memungkinkan, penentuan petak juga mewakili setiap target
konservasi. Pengetahuan ekologis dari kelompok lingkungan mengenai ukuran populasi,
pola reproduksi dan pola pergerakan spesies penting juga dipertimbangkan. Beberapa
informasi tidak tersedia dalam kajian ini, antara lain keterwakilan, komplementer dan
efisiensi.
5.2. Ancaman terhadap Target Konservasi
Analisis ancaman yang dikembangkan bertujuan untuk dua hal: Pertama, untuk
mengidentifikasi prioritas intervensi konservasi. Sebagai contoh, jika di suatu area terdapat
NKT tapi saat ini tidak mengalami ancaman, maka mereka menjadi prioritas yag rendah
dibandingkan dengan kawasan dengan ancaman yang tinggi, juga jika suatu kawasan
memiliki ancaman yang tinggi yang tidak dapat dikurangi intervensi konservasi, maka mereka
dikesampingkan mengingat efisiensi biaya. Kedua, analisis ancaman membantu dalam
mengidentifikasi petak-petak yang viable untuk target konservasi.
Ancaman terhadap target konservasi dapat dijabarkan sebagai segala sesuatu yang
mengurangi atau merusak target konservasi. Ancaman dapat bersifat langsung, tak langsung
ataupun keduanya.
i. Ancaman langsung merupakan aktivitas yang berdampak secara negatif terhadap
target konservasi. Sebagai contoh: penebangan liar, perburuan, pembukaan lahan,
bencana alam, erosi, kebakaran hutan.
ii. Ancaman tidak langsung juga berpengaruh negatif pada target konservasi secara
tidak langsung. Kebijakan yang buruk, perencanaan dan pengelolaan yang buruk
merupakan contohnya.
Beberapa faktor seperti perubahan iklim dan jalan dapat bersifat ancaman secara langsung
maupun tak langsung. Sebagai ancaman langsung yang berdampak langsung, memiliki
faktor penentu yang lebih tinggi dibanding yang tidak langsung.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 41
Gambar 8. Gambaran Umum Ancaman Terhadap Konservasi di Indonesia
Ancaman-ancaman utama dikombinasikan menjadi peta tunggal dengan menggunakan
software Multi Criteria Evaluation/Decision (Mce/D) dengan mengintegrasikannya dengan
Analytical Hierarchy Process (AHP) - lihat Saaty 1980. Hirarki ancaman dapat
diklasifikasikan dengan menggunakan faktor penentu yang ditentukan oleh AHP.
Dengan menggunakan asumsi dan alasan yang kuat di setiap faktor, kita dapat
mengklasifikasikan dalam urutan tingkat besar ancamannya. Berikut adalah tabel yang telah
disusun untuk mengkelaskan ancaman:
Berikut merupakan tabel klasifikasi ancaman di Kabupaten Gayo Lues:
Tabel 6. Klasifikasi ancaman
No Tipe Ancaman Sub Kategori Ancaman Faktor
penentu Catatan dan Asumsi
1 Deforestrasi
Hutan yang telah dikonversi 3 Kecenderungan
deforestasi berlanjut di
batas yang terbuka.
Bukan hutan, tidak dikonversi 2
Hutan 1
2 Pemukiman
Di dalam pemukiman radius 0
– 1 km dari batas pemukiman 3
Pemukiman tergantung
pada akses ke hutan,
dan ancaman semakin
berkurang semakin
jauh dari pemukiman.
Radius buffer 1 - 2 km dari
pemukiman 2
Radius buffer > 2 km dari
batas pemukiman 1
3 Jaringan Jalan Radius buffer 0 – 500 m dari
jaringan jalan 3 Jalan merupakan akses
utama ke hutan. Dan
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 42
No Tipe Ancaman Sub Kategori Ancaman Faktor
penentu Catatan dan Asumsi
Radius buffer 500 – 1000 m
dari jaringan jalan 2
ancaman semakin
berkurang semakin
jauh dari jaringan jalan.
Radius buffer > 1000 m dari
jaringan jalan 1
4 Tambang
Di dalam wialayah konsesi 3 Wilayah konsesi (CoW)
pertambangan
dimungkinkan dilakuan
pertambangan dan
ekplorasi serta
eksploitasi, walaupun
tidak di blok
keseluruhan. Dan
ancaman semakin
rendah ketika menjauhi
blok.
Radius buffer 0 – 1000 m dari
wilayah konsesi 2
Radius buffer > 1000 m dari
wilayah konsesi 1
5 Perkebunan
Sawit
Di dalam blok konsesi 3 Blok konsesi
dimungkinkan untuk
melakukan pembukaan
lahan. Dan ancaman
semakin kecil ketika
menjauhi blok.
Radius buffer 0 – 1000 m dari
batas blok konsesi 2
Radius buffer > 1000 m dari
batas blok konsesi 1
6
Konsesi
Penebangan
(HPH)
Di dalam konsesi 3 Di dalam konsesi
dimungkinkan kegiatan
penebangan hutan.
Dan ancaman semakin
kecil ketika menjauhi
blok.
Radius buffer 0 – 1000 m dari
batas konsesi 2
Radius buffer > 1000 m dari
batas konsesi 1
Hutan
Tanaman
Industri (HTI)
Di dalam konsesi 3 Di dalam konsesi
dimungkinkan kegiatan
penebangan hutan.
Dan ancaman semakin
kecil ketika menjauhi
blok.
Radius buffer 0 – 1000 m dari
batas konsesi 2
Radius buffer > 1000 m dari
batas konsesi 1
7 Status Hutan
APL (Others uses) 3
Semakin dilindungi oleh
pemerintah, semakin
kecil ancamannya.
HPT, HP, HK (Production
forest) 2
HSA,HL (Protected Areas and
Protected forest) 1
8 Kebakaran
Hutan
Sering 3 Kebakaran adalah
ancaman bencana bagi
ekosistem hutan.
Jarang 2
Tidak pernah 1
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 43
No Tipe Ancaman Sub Kategori Ancaman Faktor
penentu Catatan dan Asumsi
9 Moratorium izin
hutan
Di luar kawasan moratorium 3 Semakin dilindungi oleh
pemerintah, semakin
kecil ancamannya. Di dalam kawasan moratorium 1
10 Kesesuaian
lahan
Di dalam lahan yang sesuai
untuk komoditas 3
Semakin sesuai lahan,
semakin besar
ancamannya.
Di luar lahan yang sesuai
untuk komoditas 1
Tabel 7. Sembilan tingkat kepentingan di dalam aplikasi AHP
Nilai Deskriptor
1 Sama-sama penting
2 Antara 1 dan 3
3 Prevalensi sedikit
4 Antara 2 dan 4
5 Prevalensi sedang
6 Antara 5 dan 7
7 Prevalensi kuat
8 Antara 7 dan 9
9 Prevalensi ekstrim
Jumlah ancaman utama dapat meningkat ketika data yang ada semakin tersedia, seperti data
bencana alam selain akibat kebakaran hutan dan lahan, seperti banjir, longsor, dan lainnya.
Peta di bawah ini memperlihatkan wilayah yang memiliki ancaman paling besar yaitu di sekitar
daerah pemukiman yang tersebar di sekitar kota Blangkejeren (A) dan Kecamatan Pantan
Cuaca (B) dan Pining (C). Selain itu ancaman juga bertambah pada wilayah yang telah
memiliki konsesi terutama pertambangan. Juga wilayah yang sudah menjadi APL namun
masih berhutan seperti di Pining. Ada juga wilayah blok hutan yang dikelilingi oleh ancaman
tinggi seperti di Umeu Panu (D) dan Blok Hutan di Tripe Jaya (E). Wilayah ini sebenarnya
harus menjadi prioritas karena menjadi nilai konservasi tinggi yang terisolasi oleh ancaman.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 44
Gambar 10. Peta Tingkat Ancaman di Kabupaten Gayo Lues
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 45
5.3. Target Konservasi Prioritas di Kabupaten Gayo Lues
Dari Tabel 4. pada Bab sebelumnya yang berisikan daftar persentase yang dipilih dari
ekosistem dan tipe habitat sebagai target konservasi di Kabupaten Gayo Lues, maka terlihat
ada 3 tipe habitat yaitu Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill Forest, Sedimentary/
Metamorphic Lower Montane Forest & Sub Montane Forest dan Volcanic Lower Montane
Forest & Sub Montane Forest yang memiliki persentase kurang dari 100 % sehingga
sebagian tipe habitat tersebut berpotensi hilang menjadi penggunaan lain termasuk untuk
pengembangan kawasan budidaya. Proyeksi sebaran atau wilayah dari bagian habitat yang
berpotensi hilang dapat diketahui dengan menumpangsusunkan tipe habitat tersebut dengan
peta multi-ancaman. Semakin besar ancaman, maka kemungkinan tipe habitat hutan
tersebut hilang juga besar, sehingga akan muncul wilayah mana yang prioritas berubah
fungsi.
Table 8. Tipe Habitat yang berpotensi hilang berdasarkan penetapan persentase target
No Tipe Habitat Hutan Luas (Ha) Persen target
Persentase hilang
Luas wilayah yang
berpotensi hilang (Ha)
1 Sedimentary/Metamorphic Low Land & Hill
26.920 98% 2% 538
2 Sedimentary/Metamorphic Lower & Sub Montane
131.312 98% 2% 2.626
3 Volcanic Lower & Sub Montane
89.247 98,8% 1,2% 1.071
Sebaran wilayah tipe habitat Sedimentary/Metamorphic Lowland & Hill Forest yang
berpotensi hilang terdapat di hutan sepanjang Lembah Pining. Sedangkan untuk tipe
Sedimentary/Metamorphic Lower Montane Forest & Sub Montane Forest terletak di hutan
pinggiran di selatan Desa Kenyaran-Pantan Cuaca dan di hutan pinggiran di dekat Desa Arul
Ngang – Tripe Jaya . Sedangkan pada tipe habitat Volcanic Lower Montane Forest & Sub
Montane Forest tersebar di beberapa lokasi yaitu di blok Hutan Umeu Panu, blok Hutan
Terlis, blok Hutan Tripe Jaya, Blok Hutan Barat Desa Gajah arah ke Pining. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 10.
Tabel 9. Tipe habitat hutan yang berpotensi hilang berdasarkan tingkat ancaman
(dalam hektar)
Tipe Habitat Hutan
Tingkat Ancaman
Total Sedang Agak
Tinggi Tinggi
Sangat
Tinggi
Sedimentary/Metamorphic
Lowland & Hill 167 809 622 11 1.609
Sedimentary/Metamorphic Lower
Montane & Sub Montane 635 1.101 623 51 2.410
Volcanic Lower Montane & Sub 1.753 743 242 22 2.760
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 46
Tipe Habitat Hutan
Tingkat Ancaman
Total Sedang Agak
Tinggi Tinggi
Sangat
Tinggi
Montane
Total 2.555 2.653 1.487 84 6.779
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 47
Gambar 11. Peta Potensi Hilangnya Tipe Habitat Berdasarkan Analisis Ancaman.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 48
BAB VI. WILAYAH FOKUS UNTUK PRIORITAS
KONSERVASI
6.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Wilayah Fokus
Prioritas untuk Konservasi
Pemilihan wilayah fokus untuk prioritas intervensi konservasi didasarkan pada beberapa
faktor, meliputi:
i. Areal yang memiliki satu atau lebih target konservasi penting.
ii. Khususnya pada target-target yang memiliki fungsi penting dalam menjaga viabilitas
ekosistem secara berkelanjutan. Sebagai contoh, suatu blok hutan dapat dilestarikan
karena hutan tersebut memberikan jasa lingkungan yang diperlukan oleh komunitas
di sekitarnya, sebagai contoh: mendukung skenario konservasi bentang alam, seperti
unit pengelolaan hutan KPH, mendukung hutan masyarakat dan hutan desa, dan
menjaga kualitas dan kuantitas air, melindungi dari erosi dan mencegah kebakaran
hutan. Suatu kawasan dapat menjadi prioritas apabila memiliki target ekosistem yang
unik yang tidak dapat ditemukan di daerah lain.
iii. Areal yang menghubungkan atau sebagai penyangga bagi target-target konservasi.
iv. Areal yang memiliki ancaman yang tinggi tapi dapat dikelola. Target konservasi yang
memiliki ancaman yang tinggi dapat diberikan prioritas untuk perhatian tertentu,
khususnya jika akan mengalami degradasi ketika tidak terdapat intervensi konservasi
(lihat Bab 4 & 5).
v. Kapasitas FMP untuk aksi konservasi.
Kegiatan konservasi harus didukung oleh sumberdaya dan kapasitas FMP untuk
mengelola dan melindungi target konservasi. Oleh karena itu, adalah penting untuk
mempertimbangkan aktor-aktor yang akan terlibat di dalam pelestarian kawasan,
seperti pemerintah daerah, LSM, sektor swasta, dan masyarakat. Setiap pihak
memiliki fungsi dan kapasitas yang berbeda di wilayah fokus.
6.2. Prioritas Wilayah Fokus yang Dipilih di Kabupaten Gayo Lues
FMP telah menentukan wilayah-wilayah fokus untuk upaya intervensi konservasi.
Wilayah-wilayah fokus ini muncul dari isu-isu yang berkembang saat ini terkait permasalahan
lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam. FMP telah menentukan 4 wilayah fokus,
yaitu: 1) Desa Penosan Sepakat; 2) Kecamatan Pantan Cuaca; 3). Blok Hutan Umeu Panu.
Sebaran wilayah fokus ditampilkan pada Gambar 11 di bawah ini.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 49
Gambar 12. Peta Wilayah-Wilayah Fokus untuk Rencana Aksi Konservasi FMP
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 50
Berikut adalah detil dari wilayah fokus yang telah dipilih mulai dari deskripsi umum sampai
rencana aksi konservasi yang akan dilaksanakan.
1. Wilayah Fokus – Penosan Sepakat
Deskripsi Umum dan Permasalahannya
Wilayah Desa Penosan Sepakat termasuk dalam Kecamatan Blangjerango yang
berjarak sekitar 15 km ke arah barat Kota Blangkejeren. Desa ini terletak di lereng
Pegunungan Leuser dan di bagian atas desa tersebut terdapat terdapat sumber mata air
utama PDAM yang melayani Kecamatan Blangjerango dan Kutapanjang. Sumber mata
air yang ada di wilayah itu semakin hari semakin menurun debitnya. Hal ini dikarenakan
kondisi fisik di tangkapan air di atas PDAM telah berubah. Ada beberapa titik di wilayah
itu terjadi pembukaan lahan dari hutan menjadi non hutan. Hal ini ditandai dengan
meningkatnya perambahan hutan untuk perluasan lahan pertanian. Sehingga resapan
air berkurang. Hal ini juga ditandai pada waktu musim kemarau debit air berkurang atau
tidak cukup, namun pada waktu musim penghujan debit air melimpah bahkan pernah
terjadi banjir bandang.
Di wilayah itu juga merupakan lahan pertanian produktif terutama untuk tanaman padi,
karena sumber air langsung dari lereng gunung di atasnya. Terdapat juga perikanan air
tawar, peternakan, perkebunan terutama perkebunan sere wangi, kopi, tembakau dan
limau manis.
Selain sebagai sumber air bagi PDAM dan juga wilayah pertanian yang subur, Desa
Penosan Sepakat juga menjadi pintu gerbang menuju ke Puncak Gunung Leuser. Sering
terdapat kegiatan pendakian dan tracking yang dilakukan oleh wisatawan baik domestik
maupun mancanegara, namun potensi ini belum terkelola dengan baik.
Batas wilayah yang menjadi fokus adalah wilayah tangkapan air atau catchment area
untuk sumber air baik untuk PDAM maupun pertanian di bawahnya.
Dari sisi perenacanaan tata ruang, khususnya substansi kehutanan yaitu kawasan
hutan, wilayah fokus tersebut merupakan Hutan Lindung (HL), sedang wilayah pertanian
khususnya pertanian lahan basah (sawah) berada di Areal Penggunaan Lain (APL). Ada
beberapa wilayah yang akan diusulkan berubah fungsi atau dilepaskan dari HL menjadi
APL. Memang sebagian besar usulan perubahan HL menjadi APL cukup masuk akal
ditinjau dari segi kemiringan lereng, namun ada beberapa wilayah di sekitar fokus yang
masih berhutan namun tidak ditingkatkan statusnya menjadi hutan lindung. Dan yang
menjadi perhatian di fokus wilayah ini adalah status HL di fokus wilayah ini tetap
dipertahankan, mengingat wilayah fokus ini adalah tangkapan air bersih bagi PDAM dan
juga pertanian di bawahnya.
Tujuan Konservasi
Adapun tujuan konservasi yang ingin dilakukan di wilayah ini adalah:
1. Melindungi sumber mata air.Mengembangkan industri ekowisata.
2. Mendorong masyarakat untuk melakukan sistem intensifikasi pertanian.
3. Meminimalisir penggunaan pupuk anorganik.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 51
4. Memperbaiki pola tanam pertanian masyarakat.
Hasil yang Diharapkan
1. Terjaminnya ketersediaan sumber air, baik secara kuantitas dan kualitas.
2. Memanfaatkan sumber daya air sebagai pembangkit listrik tenaga air bagi
masyarakat lokal, dengan operasional pembangkit listrik mini pikohydro.
3. Bertambahnya frekuensi kunjungan baik lokal maupun mancanegara.
4. Meningkatnya pengetahuan dan aplikasi pertanian yang ramah lingkungan dan
berkesinambungan.
5. Terbentuknya Peraturan Desa setempat dan sekitarnya yang mengakomodasi
ketiga isu tersebut di atas.
6. Tersedianya air baku yang cukup, baik untuk irigasi persawahan maupun air bersih.
Rencana Aksi Konservasi
Rencana aksi konservasi yang akan diambil oleh FMP berkenaan dengan tujuan
konservasi antara lain:
1. Sosialisasi ke masyarakat dan stakeholder terkait tentang konservasi sumber daya
air.
2. Pertanian yang ramah lingkungan.
3. Musyawarah untuk mendorong terbentuknya Perdes/Qanun Desa.
4. Melakukan studi awal pembangunan pikohydro.
Para Pihak
Adapun instansi atau lembaga kelompok yang terlibat dalam rencana aksi ini
diidentifikasi antara lain:
1. PDAM
2. Dinas Kehutanan dan Perkebunan
3. Balai Penyuluhan Pertanian, Dinas Pertanian
4. Dinas Pariwisata
5. Balai KSDA BAPPEDA
6. Dinas Pertambangan dan Mineral
7. BB TNGL
8. Masyarakat Desa Penosan Sepakat dan sekitarnya.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 52
Gambar 13. Peta Satelit (Landsat 2010) Wilayah Fokus FMP FMUL di Penosan Sepakat, Kecamatan Blangjerango
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 53
Gambar 14. Peta Status Kawasan dan Usulan Perubahannya di Wilayah Fokus FMP FMUL di Desa Penosan Sepakat
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 54
2. Wilayah Fokus Kecamatan Pantan Cuaca
Deskripsi Umum dan Permasalahan
Wilayah Kecamatan Pantan Cuaca berjarak sekitar 30 km ke arah utara Kota
Blangkejeren. Kecamatan ini terletak di lereng pegunungan dekat dengan Kawasan
Ekosistem Leuser (KEL). Batasan wilayah fokus terutama di wilayah hutan pinggir
yang menjadi ancaman cukup tinggi terhadap daya dukung hutan terhadap kawasan di
bawahnya. Karena ada beberapa wilayah berhutan cukup bagus tutupan vegetasinya
namun tidak termasuk kawasan hutan atau di dalam APL, sehingga secara tidak
langsung ancamannya cukup tinggi karena tidak dilindungi. Pertanian lahan kering
berupa perkebunan kopi, sere wangi, jeruk manis, dan tembakau banyak ditemui di
wilayah ini. Hal ini dapat dilihat dari rona yang ditunjukkan citra satelit berwarna hijau
muda bercak kuning kemerahan yang dapat dilihat pada Gambar 14 di bawah. Selain itu,
di wilayah ini juga terdapat lokasi transmigrasi.
Di daerah tersebut juga terdapat ijin konsesi pertambangan emas dan timah yang
menurut data pertambangan dikelola oleh PT Alue Suloh Mineral. Namun informasi
tentang pertambangan masih minim. Lihat Gambar 15. Di wilayah itu juga terdapat
potensi wisata air terjun.
Isu lingkungan yang mengemuka di wilayah fokus adalah masalah kualitas dan kuantitas
sumber air bersih, hal ini disebabkan tangkapan air di wilayah hulu semakin sedikit dan
memerlukan upaya rehabilitasi lahan untuk menambah resapan air. Hal ini juga
disebabkan oleh meningkatnya intensitas perambahan hutan di dalam maupun di luar
kawasan hutan. Selain itu, nilai konservasi tinggi terancam dengan adanya perburuan
satwa liar yang dilindungi.
Dari sisi perencanaan tata ruang, khususnya substansi kehutanan yaitu kawasan hutan,
wilayah fokus tersebut terdiri atas APL dan HL. Jika dicermati banyak wilayah yang
memiliki tutupan hutan dan atau berkemiringan lereng lebih dari 40 persen yang masih
dikategorikan sebagai APL, diantaranya ada sebagian yang diusulkan menjadi HL
namun ada juga yang tetap dipertahankan sebagai APL (Lihat Gambar 15). Perlu ditinjau
kembali usulan tersebut agar dapat melindungi kawasan Pantan Cuaca yang merupakan
wilayah Sub DAS Hulu (sub DAS Pantan Cuaca), sebagaimana diperlihatkan dalam
Gambar 16.
Tujuan Konservasi:
Adapun tujuan konservasi yang ingin dilakukan di wilayah ini adalah:
1. Melindungi sumber mata air.
2. Mengembangkan ekowisata air terjun.
3. Mendorong masyarakat untuk melakukan sistem intensifikasi pertanian.
4. Mengurangi intensitas perambahan hutan (illegal logging), baik di kawasan maupun
di luar kawasan hutan.
5. Merehabilitasi lahan kritis di wilayah yang kurang sumber air bersih.
6. Mengurangi intensitas konflik dan perburuan satwa liar yang dilindungi.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 55
Hasil yang Diharapkan
1. Terjaminnya ketersediaan sumber air baik secara kuantitas dan kualitas.
2. Meningkatnya pengetahuan dan aplikasi pertanian di tingkat masyarakat secara
intensifikasi dan menghindari ekstensifikasi lahan.
3. Terbentuknya Peraturan Desa setempat dan sekitarnya yang mengakomodasi isu
lingkungan dan menjaga sumber air bersih.
Rencana Aksi Konservasi
Rencana aksi konservasi yang akan diambil oleh FMP berkenaan dengan tujuan
konservasi antara lain:
1. Pendampingan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi lahan kritis, perlindungan
satwa liar, dan mencegah illegal logging.
2. Koordinasi di tingkat desa dan kecamatan serta instansi terkait di level kabupaten
dalam upaya melindungi kawasan.
Para Pihak
Adapun instansi atau lembaga kelompok yang terlibat dalam rencana aksi ini
diidentifikasi antara lain:
1. Dinas Kehutanan dan Perkebunan
2. Balai Penyuluhan Pertanian, Dinas Pertanian
3. Dinas Pariwisata
4. Balai KSDA
5. BAPPEDA
6. Dinas Pertambangan dan Mineral
7. Masyarakat desa-desa di Kecamatan Pantan Cuaca
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 56
Gambar 15. Peta Satelit (Landsat 2010) wilayah Fokus FMP FMUL di Kecamatan Pantan Cuaca
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 57
Gambar 16. Peta Status Kawasan dan Usulan Perubahannya serta Blok Pertambangan di Wilayah Fokus FMP FMUL di Kecamatan
Pantan Cuaca
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 58
Gambar 17. Peta Batas Sub DAS serta Status Kawasan Hutan dan Usulan Perubahan di Wilayah Fokus FMP FMUL di Kecamatan
Pantan Cuaca
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 59
3. Blok Hutan Umeu Panu
Deskripsi Umum dan Permasalahan
Wilayah Blok Hutan Umeu Panu berjarak sekitar 20 km ke arah barat laut Kota
Blangkejeren. Blok hutan ini terisolasi dan merupakan daerah hulu atau sumber dari
ketiga sub DAS (lihat Gambar 18). Selain itu, semakin sedikit sisa hutan yang terdapat
di perbukitan. Berdasarkan status kawasan hutan, wilayah fokus merupakan HPT,
namun mengingat area ini adalah daerah hulu-hulu sungai dan juga sumber mata air,
maka seharusnya memiliki fungsi lindung.
Isu-isu yang ada diantaranya adalah illegal logging yang terjadi semenjak satu tahun
yang lalu, namun sekarang berangsur berkurang; terdapatnya sejumlah lahan kritis yang
perlu direhabilitasi; serta adanya ancaman pembukaan lahan. Dilihat dari kebijakan
lokal, sudah ada beberapa qanun terkait lingkungan hidup dan pelestarian hutan, yaitu
qanun tentang pelarangan penebangan hutan (Qanun No 13/14), dan qanun untuk
melindungi daerah tangkapan air. Desa-desa sekitarnya yang paling dekat adalah Desa
Umeu Panu, Desa Benteng, dan Desa Sekulen.
Tujuan Konservasi
Adapun tujuan konservasi yang ingin dilakukan di wilayah ini adalah:
1. Perlu konservasi area dan rehabilitasi lahan kritis.
2. Merubah HPT menjadi HL pada hutan yang tersisa.
Hasil yang diharapkan
Status Hutan Lindung pada hutan yang tersisa, sehingga kelangsungan ketersediaan air
bersih terjamin.
Aksi Konservasi
Rencana aksi konservasi yang akan diambil oleh FMP berkenaan dengan tujuan
konservasi antara lain:
1. Upaya rehabilitasi lahan oleh masyarakat.
2. Mendorong terbentuknya kebijakan untuk melindungi wilayah fokus.
Para Pihak
Adapun instansi atau lembaga kelompok yang terlibat dalam rencana aksi ini
diidentifikasi antara lain:
1. Dinas Kehutanan dan Perkebunan
2. BAPPEDA
3. Masyarakat desa-desa di Kecamatan Pantan Cuaca
4. FMP
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 60
Gambar 18. Peta Citra Satelit Landsat di Wilayah Fokus Blok Hutan Umeu Panu Kecamatan Blangjerango
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 61
Gambar 19. Peta Sub DAS di Wilayah Fokus Blok Hutan Umeu Panu Kecamatan Blangjerango
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 62
Gambar 20. Peta Konservasi Target dan Wilayah Fokus Aceh Tenggara
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 63
BAB VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
7.1. Kesimpulan
1. Dalam Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues, wilayah Nilai
Konservasi Tinggi sebagai salah satu target konservasi lebih banyak dipetakan pada
kawasan hutan, dan lebih banyak terkait dengan NKT 1, 2, 3 dan 4 (terkait dengan
keanekaragaman hayati spesies, populasi, ekosistem dan jasa lingkungan), namun
belum banyak data mengenai NKT terkait dengan kondisi sosial ekonomi dan budaya
(NKT 5 dan 6).
2. Rencana Konservasi Bentang Alam di Gayo Lues mencakup target-target konservasi
secara menyeluruh termasuk 13 tipe habitat hutan.
3. Kawasan berhutan secara keseluruhan perlu dipertimbangkan sebagai target
konservasi mengingat kawasan berhutan merupakan kawasan dengan kandungan
karbon yang cukup tinggi di atas permukaan. Kandungan karbon di kabupaten ini
mencapai 82,18 juta ton Karbon.
4. Wilayah-wilayah fokus untuk Rencana Aksi Konservasi Bentang Alam Kabupaten
Gayo Lues meliputi:
Desa Penosan Sepakat, yang wilayahnya merupakan sumber mata air PDAM, di
samping sebagai wilayah pertanian. Upaya pelestarian DAS di sekitar desa ini
sangat diperlukan untuk pelestarian sumber air bagi desa-desa di sekitarnya.
Kecamatan Pantan Cuaca, yang daerahnya sebagian masih berhutan namun
termasuk dalam kawasan APL. Upaya pelestarian diperlukan bagi hutan-hutan
yang ada sebagai sumber air desa di sekitarnya.
Blok Hutan Umeu Panu. Terletak sekitar 20 km ke arah barat laut Kota
Blangkejeren. Blok Hutan ini terisolasi dan merupakan daerah hulu atau sumber
dari ketiga Sub DAS, selain itu sisa hutan ada semakin sedikit di yang terdapat di
perbukitan. Berdasarkan status kawasan hutan, wilayah fokus merupakan HPT,
namun mengingat area ini adalah daerah hulu-hulu sungai dan juga sumber mata
air, maka seharusnya memiliki fungsi lindung.
7.2. Rekomendasi
Berdasarkan analisis data spasial yang tercakup dalam Rencana Konservasi Bentang Alam
Kabupaten Gayo Lues dan tujuan strategis FMP, berikut merupakan beberapa poin
rekomendasi FMP terhadap upaya konservasi bentang alam di Gayo Lues:
1. Mengingat keterbatasan data spasial mengenai NKT, khususnya NKT 5 dan 6
pada Rencana Konservasi Bentang Alam, maka perlu dilakukan studi/kajian
mengenai NKT 5 dan 6 di tingkat bentang alam untuk memperkaya informasi
spasial target konservasi yang ada.
2. Mengingat RKBA mencakup informasi mengenai pola ruang yang memfokuskan
pada kepentingan konservasi, maka RKBA ini perlu dijadikan bahan pertimbangan
dalam perencanaan tata ruang daerah.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 64
3. Pemerintah daerah dan para pihak terkait perlu mendukung aspek-aspek
konservasi dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan di Wilayah Fokus
Konservasi.
4. Para pihak yang terlibat dalam pembangunan di Kabupaten Gayo Lues perlu
melakukan koordinasi untuk melaksanakan aksi konservasi pada Wilayah Fokus
untuk konservasi.
5. RKBA Kabupaten Gayo Lues dapat dijadikan bahan masukan mengenai
target-target konservasi dan wilayah-wilayah yang perlu menjadi perhatian dari sisi
konservasi untuk mempersiapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 65
DAFTAR PUSTAKA
Anon (2008). Toolkit for identification of high conservation values in Indonesia (Consortium to
revise the toolkit, Jakarta).
Pressey, R. L. and Bottrill, M. C. (2009). Approaches to landscape and seascape- scale
conservation planning: Convergence, contrasts and challenges. Oryx 43(4): 464-475.
MacArthur, R.H., and Wilson, E.O. (1967). The Theory of Island Biogeography. (Princeton
University Press, Princeton, N.J.).
Margules, C. R. and Pressey, R. L. (2000). Systematic conservation planning. Nature 405:
243-253.
Margules, C. & Sarkar, S. (2007). Systematic conservation planning. (Cambridge University
Press, Cambridge, UK).
LAUMONIER, Y. (1997). The vegetation and physiography of Sumatra. Kluwer Academic
Publishers, Dordrecht.
Lehtomaki and Moilanen. (2013). ‘Methods and workflow for spatial conservation prioritization
using Zonation’ - https://tuhat.halvi.helsinki.fi/ portal/files/27982502/Lehtom_ki_
Moilanen 2013.pdf).
RePPProT. (1990). The Land Resources of Indonesia: A National Overview. Final report.
(London: Land Resources Department of the Overseas Development Administration,
Government of UK, and Jakarta: Ministry of Transmigration, Government of Indonesia).
RePPProT. (1990b). “Atlas.” In Government of the Republic of Indonesia Ministry of
Transmigration (Directorate General of Settlement Preparation, Land Resources
Department, ODNRI & ODA, Jakarta.
The Nature Conservancy (TNC) (2000). Designing a Geography of Hope: A Practitioner’s
Handbook to Ecoregional Conservation Planning ( The Nature Conservancy).
The Nature Conservancy ’s Conservation By Design The Basics: Key Analytical Methods’
Akses ke (http://www.nature.org/ourscience/conservationbydesign/key-analytical-
methods.xml). pada 2013
Thomas L. Saaty. (1980). The Analytic Hierarchy Process: Planning, Priority Setting,
Resource Allocation. McGraw-Hill.
Watson. E. M; Grantham, H.S; Wilson, K. A and Possingham, H. P. (2011). Systematic Conservation
Planning: Past, Present and Future. (University of Queensland Press, Brisbane, Australia).
Whitmore, T.C. (1984). Tropical rain forests of the Far East 2nd Ed (Clarendon Press, Oxford).
Whitten, T. and Damanik, S (200). The Ecology of Sumatra. Periplus (HK), North Clarendon,
VT : Distributors, Tuttle Pub. Boston.
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 66
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 67
DAFTAR DATA GIS YANG DIGUNAKAN
Citra Penginderaan Jauh:
1. Landsat ETM SLC Off Path 129 Row 58, perekaman 4 Februari 2006
2. Landsat ETM SLC Off Path 129 Row 58, perekaman 5 Desember 2006
3. Landsat ETM SLC Off Path 130 Row 57, perekaman 3 Juni 2006
4. Landsat ETM SLC Off Path 130 Row 57, perekaman 9 Oktober 2006
5. Landsat ETM SLC Off Path 130 Row 58, perekaman 3 Juni 2006
6. Landsat ETM SLC Off Path 130 Row 58, perekaman 9 Oktober 2006
7. Landsat Mosaik perekaman Tahun 2000an
8. Landsat Mosaik perekaman Tahun 2000an
9. Landsat Mosaik perekaman Tahun 1990an
10. Landsat Mosaik perekaman Tahun 2010
Data Ketinggian:
1. NASA SRTM Digital Elevation Model (DEM) resolusi 90 meter
2. Garis kontur dari peta Topografi / RBI skala 1 : 50.000
Data GIS format vektor:
1. Tutupan lahan dan hutan tahun 2011.
2. Tutupan lahan dan hutan tahun 2006.
3. Peta zonasi hutan tahun 2011 overlay tutupan hutan 2006 dan interval ketinggian
4. DAS dan Sub DAS (diturunkan dari data DEM SRTM resolusi 90 meter)
5. Peta digital dan hardcopy Geologi skala 1 : 250.000 (Dirjen Geologi, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral), editing beberapa kesalahan atribut dan data
vektor.
6. Peta Gambut, Wetlands International 2002.
7. Peta digital RePPROT (Regional Phisical Planning Project for Transmigration),
Landsystem.
8. Peta digital Status Kawasan Hutan SK Menhut 170 tahun 2000 (BPKH wilayah I
Medan, Badan Planologi Departemen Kehutanan).
9. Peta Moratorium PIPIB Revisi IV, 2013
10. Peta digital Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Provinsi Aceh tahun 2013
(Kementerian Kehutanan)
11. Peta digital Batas Taman Nasional Gunung Leuser
USAID IFACS Rencana Konservasi Bentang Alam Kabupaten Gayo Lues Provinsi Aceh Hal | 68
12. Peta Jaringan sungai (peta topografi / RBI skala 1 : 50.000)
13. Peta Jaringan jalan (peta topografi / RBI skala 1 : 50.000)
14. Peta konsesi pertambangan, BRR 2008
15. Peta konsesi perkebunan, BRR 2008
16. Peta sebaran Hotspot, FIRM
17. Peta batas Zoogeographic (peta Ekologi Sumatera)
18. Peta batas sektor Ekofloristik (peta Ekologi Sumatera)
19. Peta Biogeografi (kombinasi peta zoogeographic dan Ekofloristik)
20. Pantai berpasir (didigitasi dari peta topografi/ RBI skala 1: 50.000 dan mosaic citra
landsat.
21. Daerah Prioritas Konservasi di Sumatera (KBA – Conservation International)
22. Peta Distribusi Orangutan (PHVA-Population Habitat Viability Analysis, 2004),
dipertegas dengan panduan ahli orangutan (Dr. Sri Suci Utami) dan ditapis dengan
kesesuaian orangutan berdasarkan ketinggian.
INDONESIA FOREST AND CLIMATE SUPPORT (USAID IFACS)
Wisma GKBI, 12th Floor, # 1210
Jl. Jend. Sudirman No.28, Jakarta 10210, Indonesia
Phone: +62-21 574 0565 Fax: +62-21 574 0566
Email: [email protected]