JURUSAN HUKUM EKONOMI SYAR IAH FAKULTAS SYARI’AH...
Transcript of JURUSAN HUKUM EKONOMI SYAR IAH FAKULTAS SYARI’AH...
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PEMBAYARAN UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS
DI DESA CUKILAN KECAMATAN SURUH
KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh :
INTAN FADLILAH
NIM : 214 13 015
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYAR’IAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada :
Yth. Dekan Fakultas Syariah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Di sampaikan dengan hormat, Setelah dilaksan akan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswi :
Nama : INTAN FADLILAH
NIM : 214-13-015
Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PEMBAYARAN UPAH DENGAN SISTEM
DHODHOS DI DESA CUKILAN KECAMATAN
SURUH KABUPATEN SEMARANG
dapat diajukan Kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk di ujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 14 Maret 2018
Pembimbing,
Drs. Mahfudz, M.Ag.
NIP. 19610210 198703 1006
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS SYARIAH
Jl. Nakula Sadewa VA No 9 Telp. (0298) 3419400 Fak 323433 Salatiga 50722
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
PENGESAHAN SKRIPSI
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UPAH
DENGAN SISTEM DHODHOS DI DESA CUKILAN KECAMATAN
SURUH KABUPATEN SEMARANG
Oleh :
INTAN FADLILAH 21413015
Telah dipertahankan di depan Dewan Panitia Penguji Skripsi Fakultas
Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Rabu tanggal 28
Maret 2018 dan dinyatakan LULUS, sehingga dapat diterima sebagai salah satu
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH).
Susunan Dewan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Prof. Dr. H. Muh. Zuhri, M.A.
Sekretaris Penguji : Drs. Mahfudz, M.Ag.
Penguji I : Evi Ariyani, S.H., M.H.
Penguji II : Yahya, S.Ag., M.H.I
Salatiga, 3 April 2018
Dekan Fakultas Syariah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag
NIP. 19670115 199803 2 002
PERNYATAAN KEASLIAN
DAN KESEDIAAN DI PUBLIKASIKA
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :INTAN FADLILAH
NIM :21413015
Fakultas :Syari’ah
Jurusan :Hukum Ekonomi Syari’ah
Judul skripsi :TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN
UPAN DENGAN SISTEM NDHODHOS DI DESA CUKILAN
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
Menyatakan banwa skripsi ini benar-benar merupakan hasi l karya sendiri, bukan
jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat
dalam skripsi ini di kutip atau di rujuk berdasarkan kode etik ilmiyah. Skripsi ini
diperbolehkan untuk dipublikasikan oleh perpustakaan IAIN salatiga.
Salatiga, 14 Maret 2018
Yang menyatakan
INTAN FADLILAH
NIM. 214 13 015
MOTTO
Senantiasa bersabar dalam
menghadapi
tantangan maupun cobaan hidup
Sabar itu susah
Sabar itu capek
Sabar itu sakit
Sabar itu stress
Tetapiii………
Sabar itu INDAH
PERSEMBAHAN
Alhamdulilah puji syukur kepada Allah SWT dengan izin-Nya Skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini penulis persembahkan untuk orang-
orang yang mendukung penulis dalam menuntut ilmu.
1. Bapak Wahyu Gunarto dan ibu Nur Afifah yang telah bersusah payah
menuntun perjalanan kaki saya agar tetap berada pada jalan yang di ridhoi
Allah SWT.
2. Keluarga besar embah Sunipret dan embah Mahsuri yang telah
memberikan dukungan moral maupun material.
3. Bapak kyai Chalim AS dan Bapak kyai Chazim AS yang senantiasi men-
charger perjalanan hidupku.
4. Mas Muhammad Edvin Susanto yang selalu bersabar dalam memberikan
semangat kepadaku dalam perjalanan menuntut ilmu.
5. Sahabat-sahabat tercinta saya Mulina Handayani, Miftahul Jannah, Tugini,
Diena Surianas Tutie, Diana Wulansari, Feri Firdaus, Nurul Azizah, Anida
Kumalasari, Ratna Dwi Astuti, Ilham Indrawan, Muhammad Munif,
Fahrurozi, Laelatul Hidayah, Zumrotus Sholikhah, Cindi Rohani.
6. Pakdhe Inam dan budhe Inung yang selalu menjadi motifasi buat hidup
saya.
7. Kawan-kawan Hukum Ekonomi Syari’ah 2013 IAIN Salatiga.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun dalam mengarungi
proses pembelajaran akademik di jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas
Syariah IAIN Salatiga.
Sholawat serta salam mudah-mudahan dilimpahkan kepada khotamul
anbiya, Nabi Muhammad SAW, yang telah menyelamatkan ummat manusia dari
gelap kejahiliyaan kepada cahaya illahiyah yang terang benderang yang penuh
ilmu pengetahuan.
Dalam penyelesaian penyusunan skripsiini, yang berjudul “Tinjauan
Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah dengan sistem Dhodhos di Desa
Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang” sebagai salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata 1 dalam Hukum Ekonomi Syariah, pada
Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, tentunya tidak
terlepas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu dalam
penulisan skripsi ini, hingga akhirnya skribsi ini dapat terselesaikan dengan segala
kekurangannya. Karenannya patutlah penyusun mengucapkan terimakasih kepada
mereka yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung,
terutama kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Syariah Institut Agama
Islam Negeri Salatiga.
3. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.
4. Bapak Moh. Khusen, M.Ag., M.A., selaku dosen pembimbing akademik.
5. Bapak Drs. Mahfudz, M.Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenagannya serta pengorbanan
waktunya dalam membimbing penulis skripsi ini.
6. Bapak ibu dosen serta karyawan Institut Agama Islam Negeri Salatigayang
telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Bapak Kepala Desa dan Pamong Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
penelitian.
8. Para Narasumber di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
yang telah memberikan informasi kepada penulis yang tidak bisa penulis sebut
satu persatu
9. Ayahanda Wahyu Gunarto dan Ibunda Nur Afifah serta keluarga besar sayadi
rumah yang telah mendoakan dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan studi di Institut Agama Islam Negeri Salatiga dan penyusunan
skripsi dengan penuh kasih saying dan kesabaran.
10. Teman-teman Jurusan S1 Hukum Ekonomi Syariah angkatan 2013 di Institut
Agama Islam Negeri Salatiga.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan balasan apapun.
Penyusun menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Maka dari itu kritik
dan saran dari pembaca sangat di harapkan dalam rangka perbaikan dan
penyempurnaan karya ilmiyah ini. Penyusun berharap skripsi ini bermanfaat
khususnya bagi peyusun dan para pembaca pada umumnya.atas bantuan yang
diberikan kepada penyusu, semoga Allah SWT memberikan balasan yang layak,
Amin
Salatiga, 14 Maret 2018
Penulis
ABSTRAK
Fadlilah, Intan. (2018). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembayaran Upah
Dengan Sistem Dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang. Skripsi. Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Pembimbing: Drs. Mahfudz, M.Ag.
Kata Kunci : Pembayaran Upah, Dhodhos
Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, yang mayoritas
mata pencahariannya adalah patani dan buruh tani. Pada masyarakat desa Cukilan
terdapat suatu sistem pengupahan yang di sebut sistem “dhodhos”. Dhodhos
(dibaca: ndhodhos) bahasa daerah jawa berarti bagian atau jatah. Pengertian
sistem “Dhodhos” adalah sitem upah berupa bagian padi yang di berikan oleh
pemilik sawah kepada orang yang disuruh untuk menanam padi, dan ketika datang
waktu panen mereka yang disuruh menanam padi itu yang menuai padi. Sistem
“Dhodhos” merupakan suatu kebiasaan di desa Cukilan, karena semua orang
yang punya sawah pasti memakai sistem ini.
Berdasarkan permasalahan diatas, telah dilakukan penelitian di Desa
Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang mengenai bagaimana
pelaksanaan dan tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran upah dengan sistem
dhodhos.
Pendekatan yang Penulis gunakan dalam penelitian ini adalah (field
research) karena informasi dan data yang diperlukan digali serta dikumpulkan dari
lapangan yang bersifat deskriptif atau menginterpretasikan kondisi-kondisi yang
sekarang terjadi atau yang ada.
Hasil analisis yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa praktik
pembayaran upah dengan system dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang ini adalah menggunakan akad Muzara’ah. Dimana pemilik
sawah meminjamkan sawahnya untuk dikelola oleh buruh tani atau pekerja yang
mana dari hasil pengelolaan tersebut nantinya sebagai pembayara upahnya yakni
dari bagi hasil setelah panen tiba. Dalam pandangan hukum Islam adalah
termasuk dalam akad muzara’ah. Selain itu, dapat diketahui bahwa dalam
praktiknya tersebut sudah sesuai dengan akad bagi hasil muzara’ah karena suda
terpenuhinya syarat dan rukunnya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
LEMBAR BERLOGO ............................................................................... ii
NOTA PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. iii
PENGESAHAN ......................................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................. v
MOTTO ..................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ...................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
ABSTRAK ................................................................................................. xi
DAFTAR ISI .............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 5
E. Penegasan Istilah ........................................................................... 6
F. Kajian Pustaka ............................................................................... 7
G. Metode Penelitian .......................................................................... 11
H. Sistematika Penulisan ................................................................... 15
BAB II KAJIAN TEORI
A. Ijarah .............................................................................................. 16
1. Pengertian Ijarah ...................................................................... 16
2. Dasar Hukum Ijarah ................................................................. 17
3. Rukun Ijarah ............................................................................. 19
4. Syarat Ijarah ............................................................................. 21
5. Macam-macam Ijarah............................................................... 22
6. Pembatalan dan Beakhirnya Ijarah........................................... 24
B. Macam-macam akad ...................................................................... 26
1. Akad Muzara’ah ....................................................................... 26
2. Akad Musaqoh ......................................................................... 29
3. Akad Ju’alah............................................................................. 30
BAB III DESA CUKILAN KECAMATAN SURUH KABUPATEN
SEMARANG DAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN UPAH
DENGAN SISTEM DHODHOS
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .............................................. 37
1. Sejarah Desa Cukilan ............................................................... 37
2. Profil Desa Cukilan .................................................................. 38
3. Struktur Pemerintahan ............................................................. 43
B. Pelaksanaan Pembayaran Upah Dengan Sistem Dhodhos di Desa
Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ..........................
44
1. Data Narasumber ...................................................................... 45
2. Akad/Ijab dan Qobul atau Perjanjian Dhodhos ........................ 47
3. Alasan Perjanjian Dhodhos ...................................................... 49
4. Proses Pengelolaan Sawah di Desa Cukilan sampai dengan
Sistem Dhodhos sampai Tahap Penjualan ............................... 50
5. Biaya Penggelolaan Sawah dan Bagi Hasil dengan Sistem
Dhodhos ................................................................................... 53
6. Dampak Pengelolaan Sawah dengan Sistem Dhodhos ............ 55
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN
UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS DI DESA CUKILAN
KECAMATAN SURUH KABUPATEN SEMARANG
A. Dilihat Dari Segi Rukun .................................................................
58
B. Dilihat Dari Segi Muamalah .........................................................
60
C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Dhodhos .................................
61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................... 65
B. Saran-saran .................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
A. Biografi Penulis
B. Nota Pembimbing Skripsi
C. Surat Permohonan Izin Penelitian
D. Lembar Konsultasi
E. Surat Keterangan Kegiatan
F. Surat Keterangan Lulus Ujian Komprehensif
G. Foto kegiatan buruh Tani
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT
dengan diberi banyak kelebihan dibandingkan makhluk lainnya, diantaranya
adalah akal fikiran.Dengan itu manusia diharapkan bisa memelihara serta
memanfaatkan alam dan semua ciptaan-Nya dengan baik. Allah
tidak menciptakan manusia dengan derajat dan kedudukan yang sama, ada
tinggi dan rendah, ada yang kaya dan ada yang miskin, ada besar dan juga
kecil. Adanya perbedaan ini supaya manusia dapat saling membutuhkan satu
sama lain, dan Islam sangat menganjurkan untuk saling tolong menolong dan
menghormati sesamanya. Karena pada hakekatnya semua adalah sama
dihadapan Allah SWT. yang membedakan hanyalah kadar ketaqwaannya.
Selain sebagai makhluk yang sempurna, manusia juga
merupakan makhluk individu yang memiliki banyak keperluan hidup, dan
Allah telah meyediakannya dengan beragam benda untuk memenuhi
kebutuhannya. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut, tidak mungkin
diproduksi sendiri oleh individu yang bersangkutan. Dengan kata lain ia
harus bekerja sama dengan orang lain. Bentuk kerja sama itu harus sesuai
dengan etika agama. Sebagaimanafirman Allah SWT dalam Surat al-Maidah
[5] ayat 2:
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
Menurut Syafi’i (2001:4), Islam adalah agama yang bersifat
syumu’liyyah (sempurna). Dikatakan bersifat syumu’liyyah karena Islam
merupakan agama penyempurna dari agama- agama sebelumnya dan
syari’atnya mengatur seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah)
maupun sosial (muamalah). Ibadah diperlukan untuk menjaga ketaatan dan
keharmonisan hubungan manusia dengan Kholiq-nya. Ibadah juga merupakan
sarana untuk mengingat secara kontinyu tugas manusia sebagai kholifah-Nya
di muka bumi ini. Adapun muamalah diturunkan untuk menjadi rules of game
atau aturan manusia dalam kehidupan sosial.
Islam juga bersifat harakiyah, maksudnya islam dapat diterapkan
dalam setiap waktu dan tempat sesuai dengan dinamika dan perkembangan
zaman. Kedinamisan ini tampak jelas terutama pada bidang muamalah. Selain
cakupannya yang luas dan fleksibel, muamalah tidak membeda-bedakan
antara muslim dan non muslim. Kenyataan ini tersirat dalam suatu ungkapan
yang diriwayatkan oleh sahabat Ali “Dalam bidang muamalah, kewajiban
mereka adalah kewajiban kita dan hak mereka adalah hak kita”.
Menurut Suhendi (2002: 15), muamalah adalah aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia untuk mendapatkan alat-alat
keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik. Diantara sekian banyak
yang termasuk dalam perbuatan muamalah adalah system kerjasama
perburuhan dan sistem kerja sama pengupahan. Hal ini dimaksudkan sebagai
usaha kerja sama saling mengutungkan dalam rangka meningkatkan taraf
hidup bersama baik bagi majikan maupun bagi pekerjanya.
Upah merupakan insrtumen yang dapat digunakan untuk
mengukur sejauh mana memahami dan mewujudkan karakter sosial. Karena
seperti yang telah dijelaskan, bahwa upah pada dasarnya bukan merupaka
persoalan yang hanya berhubungan dengan uang. Melainkan merupakan
persoalan yang lebih berkaitan dengan penghargaan manusia terhadap
sesamanya. Tentang perhargaan berarti tentang bagaimana memandang dan
menghargai kehadiran orang lain dalam kehidupan.
Pemberian upah (al-ujrah) adalah berdasarkan perjanjian kerja,
karena perjanjian kerja akan menimbulkan hubungan kerja antara buruh dan
majikan yang berisi hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak. Hak bagi
pihak yangsatu menjadi kewajiban bapi pihakyang lainnya, dan kewajiban
sebagai majikan adalah memberikan upah yang layak dan sesuai.
Penetapan upah bagi para buruh harus mencerminkan keadilan,
mempertimbangkan aspek kehidupan sehingga pandangan islam tentang
hak buruh dalam menerima upah bisa terwujud. Yang ada kaitannya
dengan penetapan upah kerja secara umum dalam al-Qur’an surat an-Nahl
[16] ayat 90:
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan,
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran.
Allah berfirman dalam QS. As-Syu’ara [26]: 183
dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah
kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;
Berkaitan dengan hal ini dilakukan penelitian di desa Cukilan
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, yang mayoritas mata pencahariannya
adalah patani dan buruh tani.Pada masyarakat desa Cukilan terdapat suatu
sistem pengupahan yang di sebut sistem “Dhodhos”.
“Dhodhos” (dibaca: ndhodhos) bahasa daerah jawa berarti bagian atau
jatah. Pengertian sistem “Dhodhos” adalah sitem upah berupa bagian padi
yang di berikan oleh pemilik sawah kepada orang yang disuruh untuk
menanam padi, dan ketika datang waktu panen mereka yang disuruh menanam
padi itu yang menuai padi. Sistem “Dhodhos” merupakan suatu kebiasaan di
desa Cukilan, karena semua orang yang punya sawah pasti memakai
sistem ini.
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
membahasnya, yan oleh penulis simpulkan dengan judul “ Tinjauan Hukum
Islam Terhadap Pembayaran Upah Dengan Sistem Dhodhos Di Desa Cukilan
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan pembayaran upah dengan sistem “Dhodhos” di
Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran upah dengan
sistem “Dhodhos” di desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan sistem pembayaran upah
”Dhodhos” di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui bagaimana Tinjauan hukum islam terhadap sistem
pembayaran upah ”Dhodhos” di Desa Cukilan Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang.
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan kepada masyarakat guna menjelaskan dan
memberi sekumpulan data tentang pelaksanaan pembayaran upah dengan
sistem dhodhos Dan juga penelitian ini mempunyai hal-hal yang positif dan
bermanfaat. Setelah mendapatkan data-data sebagai alternatif untuk mencari
informasi teori yang benar dalam pembayaran upah dengan sistem dhodhos.
1. Bagi Akedemik
a. menambah wawasan dan pengetahuan pada penulis yang ingin
mendalami permasalahan ini.
b. penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi seluruh civitas akademik
sebagai bahan informasi dan rujukan bagi merka yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut.
2. Bagi Praktisi
a. Dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menjalankan
pelaksanaan pembayaran upah.
b. Untuk memberikan wawasan dan pengetahuan kepada masyarakat
mengenai pelaksanaan pembayaran upah.
E. Penegasan Istilah
Terdapat beberapa konsep dalam judul skripsi ini yang yang perlu di
benahi definisinya secara oprasional agar tidak terjadi kesalahpahaman, untuk
lebih jelasnya yaitu:
1. Hukum Islam
Menurut Sudarsono (1992: 12), hukum Islam adalah peraturan-
peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berdasarkan atas Al-Qur’an dan
Hadits serta pendapat para ulama fiqih, khususnya yang mengenai
upah atau ujrah.
2. Upah
Menurut Dewan Penelitian Pengupahan Nasional dalam (Husnan
1990: 138), upah adalah memberikan sejumlah uang atau yang lainnya
yang di berikan kepada buruh tani sebagai ganti jasanya dalam melakukan
pekerjaan yang di berikan kepadanya.
3. Dhodhos
“dhodhos” atau “ndhodhos”, sebagaimana dalam wanwancara
dengan informan (2 Juni 2017), adalah sistem pengupahan berupa bagian
padi dari hasil panen yang diberikan kepada buruh tani sebagai ganti
jasa atas pekerjaananya dengan beberapa cara pembagian.
F. Kajian Pustaka
Penelitian mengenai pembayaran upah sebenarnya sudah banyak yang
meneliti antara lain skripsi yang berjudul “Sistem Upah Buruh Panen Padi
Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Pagar Dewa Kec.
Warkuk Ranau Selatan Kab. Oku Selatan – Sumatera Selatan” karya Anton
Satria (2009) (digilib.uin-suka.ac.id diakses pada 25 Agustus 2017). Jenis
penelitian ini adalah field research dengan hasil penelitian bahwa pelaksanaan
pengupahan buruh panen padi dengan sistem 9:1 (siwa luar sai) yang terjadi
di Desa Pagar Dewa ini apabila dilihat serta dianalisis dengan memperhatikan
norma-norma dalam hukum Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-
Hadits, urf dan maslahah mursalah tentang sistem pengupahan buruh panen
padi. Baik dari wacana keadilan maupun dari sistem pengupahannya, maka
sistem upah buruh panen padi di Desa Pagar Dewa dapat dikategorikan sah
dan dapat dibenarkan.
Skripsi karya Afifah Nurul Jannah (2009 ) yang berjudul “ Tinjauan
Hukum Islam Tentang Pelaksanaan Upah Karyawan Di Masjid Agung Jawa
Tengah” (library.walisaongo.a.id diakses pada 25 Agustus 2017) Jenis
penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan (field research), yaitu suatu
penelitian yang meneliti obyek di lapangan untuk mendapatkan data dan
gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang berhubungan dengan
permasalahan yang dteiliti. Dengan hasil penelitian bahwa kebijakan
pengupahan yang terdapat dalam Peraturan Kepegawaian Badan Pengelola
Masjid Agung Jawa Tengah sampai saat ini belum terealisasi sepenuhnya.
Namun, pihak Masjid Agung Jawa Tengah masih tetap memperhatikan hak-
hak karyawan yang mesti mereka peroleh, yaitu meliputi: upah pokok, upah
lembur, dan uang insentif sesuai dengan pekerjaan masing-masing karyawan,
serta dana sosial sebagai wujud kepedulian masjid terhadap para
karyawannya. Sedangkan dilihat dari akad ijarah yang dilakukan oleh pihak
Masjid Agung Jawa Tengah sebagai musta'jir dan karyawan sebagai mu'jir
sudah sesuai dengan prinsip Islam, yang mana dalam akad atau Surat
Keputusan telah menerangkan jenis pekerjaan, waktu, tenaga, serta upah
secara jelas.
Kemudian skripsi karya Ika Nur Handayani (2012) yang berjudul
“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Bawon (Studi Kasus Di Desa
Gemulung Kelurahan Kwangen Kec. Gemolong Kab. Sragen)”
(library.walisaongo.a.id diakses pada 25 Agustus 2017) skripsi ini bahwa
praktek pengupahan buruh tani dengan akad Bawon yang dilakukan di Desa
Gemulung, Kel. Kwangen, Kec. Gemolong, Kab. Sragen ini sudah menjadi
tradisi. Pemilik sawah sudah dapat memperkirakan hasil panen yang akan
diperoleh dan berapa banyak upah yang harus diberikan dan buruhpun telah
rela atas upah yang diberikan. Mereka tidak terpaksa dan bukan karena
keterpaksaan. Maka upah buruh tani dengan hasil panen ini dibolehkan dalam
hukum Islam.
Selain itu terdapat skripsi yang berjudul “Sistem Pengupahan
Pengrajin Perak di Perusahaan Salim Silver Kotagede Yogyakarta” karya
Chusnul Chotimah (2012). Didalam penelitian menjelaskan bahwa sistem
pengupahan pengrajin perak di perusahaan Salim Silver Kotagede Yogyakarta
ini sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan akad ijarah. Namun, terkait
dengan upah yang diberikan kepada pengrajin bertentangan dan melanggar
Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan dan peraturan
yang terkait yang memiliki kekuat hukum yang mengikat yang berlaku di
Indonesia (digilib.uin-suka.ac.id diakses pada 26 Agustus 2017).
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem
Pengupahan Buruh Pengrajin Batik di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri,
Kabupaten Bantul Yogyakarta” karya Rahmi Asrih (2015) (digilib.uin-
suka.ac.id diakses pada 26 Agustus 2017). Penelitian ini merupakan penelitian
lapangan (field Research) yang bersifat normatif, yakni mengkaji sistem
pengupahan berdasarkan hukum Islam. Dengan hasil penelitian bahwa
hubungan kerja antara pengelola dan pengrajin batik telah sesuai dengan
hukum Islam, sebab hak dan kewajiban kedua belah pihak sudah diterapakan
denagn baik. Berkaitan dengan sistem pengupahan, Islam telah mengaturnya
denagn menggunakan tiga prinsip, yaitu prinsip keadilan, kelayakan dan
kebajikan. Prinsip keadilan mengandung makna kejelasan, transparan dan
professional. Sistem pengupahan pengrajin batik dilaksanakan berdasarkan
adat, sehingga nominal upah sudah dapat diperkirakan oleh para pengrajin.
Upah tersebut sudah proposional sesuai dengan profesi pengrajin, motif batik
dan hasil akhir batik. Namun, upah pengrajin batik belum sesuai dengan
prinsip kelayakan karena kebutuhan para pengrajin tidak tercukupi dengan
baik.
Dalam pengamatan penulis, permasalahan mengenai sistem
pengupahan kepada pekerja sudah banyak yang meneliti, namun
sepengetahuan penulis sejauh ini belum ada yang mengkaji menenai tinjauan
hukum Islam terhadap pembayaran upah dengan sistem Dhodhos di Desa
Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Berdasarkan itulah,
penelitian ini baru dan belum ada yang menelitinya.
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research).dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan pendekatan
Kualitatif dan deskriptif. Menurut Maloeng (2008:6), pendekatan kualitatif
adalah penulis melakukan penelitian yang bermaksud untuk memahami
tentang apa yang di alami oleh subyek penelitian (petani dan buruh tani)
misalnya perilaku, persepsi, motovasi, tindakan dan lain-lain secara
holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa,
pada suatu konteks khusus yang alamiah danmemanfaatkan berbagai
metode ilmiah.Sedangkan penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang
memberikn gambaran atau uraian atas satu keadaan sejelas mungkin tanpa
ada pelakuan terhadap objek yang diteliti. (Kountur: 2004, 105).
2. Lokasi dan Subyek penelitian
Penelitian ini berlokasi di Desa Cukilan Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang Loksai tersebut dipilih oleh peneliti dikarenakan di
desa tersebut melaksanakan sistem pembayaran upah dengan sistem
dhodhos. Dengan subjek penelitian pembayaran upah dengan sistem
ndodhos.
3. Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian adalah sumber dari mana data dapat
diperoleh (Moleong, 2000: 114). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui sistem Pembayaran upah ndodhos di Desa Cukilan Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang. Sumber data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data primer adalah kata-kata dan tindakan orang-orang yang
diamati atau diwawancarai (Moleong, 2009: 157). Sumber data primer
penelitian ini, penulis peroleh dari hasil wawancara dengan pemilik
sawah dan buruh tani / pekerja, dan melalui kegiatan observasi dengan
terlibat langsung dalam mengamati proses pembayaran upah dengan
system ndodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari sumber data yang sudah jadi. Seperti
dari skripsi, tesis, disertasi, jurnal dan juga buku-buku yang berkaitan
dengan penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang benar dan tepat di tempat
penelitian, penulis menggunakan tiga metode pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengamati (melihat, memperhatikan, mendengarkan dan
mencatat secara sistematis obyek yang diteliti) (Achmadi dan Narbu
2007: 70). Teknik ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum
obyek penelitian, yaitu: letak geografis, keadaan pendidikan, sosial
agama, sosial budaya, sosial ekonomi serta mengamati praktek upah
”Dhodhos” di Desa Cukilan Kecamatan SuruhKabupaten Semarang.
b. Interview (Wawancara)
Metode wawancara atau interview yaitu metode ilmiah yang
dalam pengumpulan datanya dengan jalan berbicara atau berdialog
langsung dengan sumber obyek penelitian. Sebagaimana pendapat
Sutrisno Hadi (1991: 193) menjelaskan wawancara sebagai alat
pengumpul data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan
dengan sistematis dan berlandaskan pada tujuan penelitian. Adapun
wawancara yang dilakukan terkait dengan penelitian ini adalah pihak-
pihak yang terkait dalam praktik system “Dhodhos” yaitu antara
petani (pemilik sawah) dan buruh tani dan tokoh masyarakat
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data atau informasi yang berupa
benda- benda tertulis, seperti: buku, majalah, dokumen, peraturan-
peraturan dan catatan harian lainnya (Arikunto, 2006: 131). Yang di
maksudkan guna memperolah data data-data yang berhubungan
dengan upah atau ujrah yang digunakan penulis sebagai landasan
teoritis terhadap permasalahan yang di bahas.
5. Teknik Analisis Data
Setelah penulis mengumpulkan data yang dihimpun, kemudian
menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu
mengumpulkan data tentang Pelaksanaan upah ”Dhodhos” di Desa
Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang disertai analisa
untuk diambil kesimpulan. Penulis menggunakan metode ini karena ingin
memaparkan, menjelaskan dan menguraikan data yang terkumpul
kemudian disusun dan dianalisa untuk diambil kesimpulan.
Metode pembahasan yang dipakai adalah induktif merupakan
metode yang digunakan untuk mengmukakan fakta-fakta atau kenyataan
dari hasil penelitian di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang, kemudian ditinjau menurut hukum islam.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini teknik pemeriksaan keabsahan data yang
digunakan yaitu triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai suatu pembanding terhadap data
itu (Moleong, 2002: 178).
Berdasarkan pendapat Moleong diatas, maka penulis melakukan
perbandingan data yang telah diperoleh. Yaitu data-data sekunder hasil
kajian pustaka akan dibandingkan dengan data-data primer yang diperoleh
dari observasi dan wawancara yang sesuai fakta-fakta yang ditemui
lapangan. Sehingga kebenaran dari data yang diperoleh dapat dipercaya
dan meyakinkan untuk diambil sebuah kesimpulan.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan skripsi ini, maka
disusunlah sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I merupakan bab pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penegasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II yaitu merupakan bab pembahsan teoritik yang membahas
mengenai konsep upah (ujrah) dalam hukum Islam dan macam-macam akad.
Bab III pada bab ini akan di paparkan mengenai gambaran umum Desa
Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dan hasil penelitian mengenai
praktek pembayaran upah dengan system “Dhodhos” Desa Cukilan
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
Bab IV merupakan bab pembahasan yang didalamnya akan diuraikan
mengenai tinjauan hukum Islam terhadap pembayaran upah dengan sistem
Dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
Bab V merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari
pembahasan penelitian dan saran penulis.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Upah (Iajrah)
1. Pengertian Ijarah
Salah satu bentuk kegiatan manusia dalam lapangan muamalah
adalah Ijarah. Ijarah sering disebut dengan “upah” atau “imbalan”. Kalau
sekiranya kitab-kitab fiqih sering menerjemahkan kata Ijarah dengan
“sewa menyewa”, maka hal tersebut janganlah diartikan menyewa sesuatu
barang untuk diambil manfaatnya saja, tetapi harus dipahami dalam arti
yang luas. Sebelum dijelaskan pengertian upah atau ijarah, terlebih dahulu
akan dikemukakan mengenai makna operasional itu sendiri. Idris Ahmad
dalam bukunya yang berjudul Fiqh Syafi’i berpendapat bahwa ijarah
berarti upah-mengupah.
Pihak yang menyewakan sesuatu disebut Muajjir, pihak yang
menyewa disebut mustajir dan objek yang dijadikan sasaran yang
berwujud imbalan dalam berijarah disebut al-maqud alaih, serta
imbalanyang di berikan muajjir kepada mustajir di sebut upah (ijarah).
Menurut fuqoha Hanafiyah, ijarah adalah transaksi terhadap suatu
manfaat dengan imbalan. Menurut fuqoha Syafi'iyah, ijarah adalah
transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu, bersifat bisa
dimanfaatkan dengan suatu imbalan tertentu. Menurut fuqaha Malikiyah
dan Hanabilah, Ijarah adalah pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan
dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan (Hasan, 2003).
Al- ijarah berasal dari kata al- ajru yang arti menurut bahasanya
ialah al-‘iwadh yang arti dalam bahasa indonesianya ialah ganti dan upah.
Ada perbedaan terjemahan kata ijarah dari bahasa Arab ke bahasa
Indonesia, antara sewa dan upah juga ada perbedaan makna operasional,
sewa biasanya digunakan untuk benda, seperti “seorang Mahasiswa
menyewa kamar untuk tempat tinggal selama kuliah, sedangkan upah
digunakan untuk tenaga, seperti para karyawan bekerja di pabrik dibayar
gajinya (upahnya) satu kali dalam dua minggu, atau satu kali dalam
sebulan, dalam bahasa Arab upah dan sewa disebut ijarah (Suhendi,
2002:113).
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa ijarah atau sewa-
menyewa adalah suatu akad atau perjanjian untuk memiliki manfaat
tertentu dari suatu barang atau jasa dengan pengganti upah atau imbalan
atas pemanfaatan barang atau jasa tersebut.
2. Dasar Hukum Ijrah
Dasar hukum Ijrah dalam Islam bersumber pada al-Qur’an dan al-
Hadits (Handayani, 2012: ), sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
25. Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua
wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya
bapakku memanggil kamu agar ia memberikan Balasan terhadap
(kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa
mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita
(mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. Kamu
telah selamat dari orang-orang yang zalim itu".
26. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (Q.S. Al-
Qashash [28]: 25-26)
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang
sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya,
dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik;
dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya (Q.S. Ath-Thalaq [65]: 6).
b. Al-Hadits
Telah menceritakan kepada saya Yusuf bin Muhammad berkata, telah
menceritakan kepada saya Yahya bin Sulaim dari Isma'il bin Umayyah
dari Sa'id bin Abi Sa'id dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dari Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Allah Ta'ala berfirman: Ada
tiga jenis orang yang aku berperang melawan mereka pada hari
qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu
mengingkarinya, seseorang yang berjualan orang merdeka lalu
memakan (uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan
pekerja kemudian pekerja itu menyelesaikan pekerjaannya namun
tidak dibayar upahnya. (H.R. Bukhari).
“Al-Abbas ibn al-Walid al-Dimasyqiy telah memberitakan kepada
kami, (katanya) Wahb ibn Sa’id ibn Athiyyah al-Salamiy telah
memberitakan kepada kami, (katanya) Abdu al-Rahman ibn Zaid ibn
Salim telah memberitakan kepada kami, (berita itu berasal) dari
ayahnya, dari Abdillah ibn Umar dia berkata: Rasulullah Saw. telah
berkata: “Berikan kepada buruh upahnya sebelum kering
keringatnya”. (H.R Ibnu Majah)
3. Rukun Ijarah
Ulama Madzhab Hanafi mengatakan, bahwa rukun ijarah hanya
satu, yaitu Ijab dan Qabul saja (ungkapan menyerahkan dan persetujuan
sewa menyewa) (Hasan. 2003: 231). Rukun – rukun Ijarah antara lain
(Suhenda. 2007) sebagai berikut:
a. Mu’jir dan musta’jir, yaitu orang yang melakukan akad sewa-
menyewa atau upah-mengupah.
Mu’jir adalah yang memberikan upah dan yang menyewakan,
musta’jir adalah orang yang menerima upah untuk melakukan sesuatu
dan yang menyewa sesuatu, disyaratkan pada mu’jir dan musta’jir
adalah baligh, berakal, cakap melakukan tasharruf (mengendalikan
harta), dan saling meridhai.
b. Shighat ijab qabul antara mu’jir dan musta’jir, ijab qabul sewa-
menyewa dan upah mengupah.
Shighat adalah ucapan dari kedua belah pihak yang melakukan
akad. Ijab menurut ulama’ mazhab Hanafi adalah ucapan pertama dari
orang yang berjual beli, baik ucapan pertama itu muncul dari pembeli
maupun dari penjual. Sedangkan Kabul adalah ucapan kedua yang
muncul dari pihak kedua dalam suatu akad, yang menunjukan
persetujuan dan ridhanya terhadap ucapan pihak pertama. (Dahlan.
2002: 225).
Ijab qabul sewa-menewa misalnya: “Aku sewakan mobil ini
kepadamu setiap hari Rp.5000,00”, maka musta’jir menjawab “Aku
terima sewa mobil tersebut dengan harga demikian setiap hari”. Ijab
qabul upahmengupah misalnya seseorang berkata, “Kuserahkan kebun
ini kepadamu untuk dicangkul dengan upah setiap hari Rp.5000,00”.
Kemudian musta’jir menjawab “Aku akan kerjakan pekerjaan itu
dengan apa yang engkau ucapkan”.
c. Ujrah (upah)
Upah sebagaimana terdapat dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia adalah uang dan sebagainya yang di bayarkan sebagai
pembalas jasa atau sebagai pembayar tenaga yang sudah dikeluarkan
untuk mengerjakan sesuatu. Jadi upah merupakan imbalan dari suatu
pekerjaan yang telah dilakukan. Pembayaran upah ini boleh berupa
uang dan boleh berupa benda.
Hukum Islam juga mengatur sejumlah persyaratan yang
berkaitan dengan Ijarah (upah atau ongkos sewa) sebagaimana berikut
ini. Pertama, upah harus berupa mal mutaqawwim dan upah
berdasarkan sabda Rosulullah yang artinya: "Barangsiapa
memperkerjakan buruh hendaklah menjelaskan upahnya".
Mempekerjakan orang dengan upah makan, merupakan contoh upah
yang tidak jelas karena mengandung unsur jahalah (ketidakpastian).
Kedua, upah harus berbeda dengan jenis obyeknya.
d. Sesuatu yang dikerjakan dalam upah-mengupah, diisyaratkan dengan
beberapa syarat berikut ini.
1) Hendaklah upah mengupah dapat dimanfaatlan kegunaannya.
2) Hendaklah dan upah mengupah dapat diserahkan kepada dan
pekerja
3) Manfaat dari benda yang disewa adalah perkara yang mubah
(boleh) menurut syara’ bukan hal yang dilarang (diharamkan).
4) Benda yang disewakan disyaratkan kekal ‘ain (zat)-nya hingga
waktu yang ditentukan menurut perjanjian dalam akad.
4. Syarat sah Ijrah
Untuk sahnya Ijarah harus dipenuhi beberapa syarat yang
berkaitan dengan ‘Aqid (pelaku), Ma’qud ‘Alaih (objek), Ujrah (upah) dan
akadnya sendiri (Haroen, 2007). Syarat-syarat tersebut sebagai berikut:
a. Persetujuan kedua belah pihak, mereka menyatakan kerelaannya untuk
melakukan akad Ijarah.
b. Objek akad yaitu manfaat harus jelas, sehingga tidak menimbulkan
perselisihan. Apabila objek akad (manfaat) tidak jelas, sehingga
menimbulkan perselisihan, maka ijarah tidak sah.
c. Ujrah, disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik
dalam sewa-menyewa barang ataupun dalam upah mengupah.
5. Macam-Macam Ijrah
Ijarah dapat dibagi menjadi dua, yaitu ijarah terhadap benda atau
sewa menyewa, dan ijarah atas pekerjaan atau upah mengupah
(Sudarsono. 2001), antara lain sebagai berikut:
a. Ijarah ‘ayan (menyewa barang) ; dalam hal ini terjadi sewa-menyewa
dalam bentuk benda atau binatang dimana orang yang menyewakan
mendapat imbalan dari penyewa.
b. Ijarah amal ( menyewa jasa) ; dalam hal ini terjadi perikatan tentang
pekerjaan atau buruh manusia dimana pihak penyewa memberikan
upah kepada pihak yang menyewakan. Dilihat dari segi pekerjaan yang
harus dilakukan, maka ajir dapat dibagi menjadi:
1) Ajir Khash.
Ajir khash yaitu pihak yang harus melaksanakan pekerjaan
dan sifat pekerjaannya ditentukan dalam hal yang khusus dan
dalam waktu tertentu. Ajir khash tidak boleh bekerja kepada pihak
lain dalam waktu-waktu tertentu selama terikat dalam pekerjaan.
Ataupun bekerja untuk dirinya sendiri kecuali ada izin dari pemberi
pekerjaan dan apabila ada ketentuan adat (kebiasaan), seperti
melakukan ibadah. Obyek di dalam perjanjian kerja ajir khash
adalah waktu dan tenaga ajir secara individual. Oleh sebab itu
lamanya waktu perjanjian kerja harus dijelaskan, apabila tidak
dijelaskan maka perjanjian kerja dapat dinilai tidak sah. Demikian
juga pekerjaan yang diterima ajir khash tidak dapat
diserahterimakan/diwakilkan kepada orang lain.
2) Ajir Musytarak.
Ajir musytarak atau ajir umum adalah pihak yang harus
melakukan pekerjaan yang sifat pekerjaannya umum dan tidak
terbatas pada hal-hal (pekerjaan) tertentu yang bersifat khusus.
Obyek perjanjian kerja dalam ajir umum ialah pekerjaan dan
hasilnya. Pembayarannya didasarkan atas ada tidaknya pekerjaan
yang telah dilakukan oleh ajir sebagai penerima pekerjaan dan
sesuai tidaknya hasil pekerjaan dengan kesepakatan bersama antara
ajir dengan penyewa. Dan kedua belah pihak dapat menuntut
apabila salah satu pihak tidak atau lalai memenuhi isi perjanjian
yang telah ditetapkan oleh keduanya. Apabila dalam ajir
musytarak kedua belah pihak tidak memberi batas waktu, maka
perjanjian tetap sah. Tetapi apabila kedua belah pihak
memberi/menetapkan batas waktu, maka perjanjian dianggap sah
apabila batas waktu disebutkan dalam perjanjian.
6. Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah
Pembatalan perjanjian (fasakh) oleh salah satu pihak jika alasan
atau dasar yang kuat untuk itu, adapun hal-hal yang menyebabkan batal
dan berakhirnya upah (Ya’qub, 1992: 334) adalah :
a. Terjadinya aib pada barang sewaan
Maksudnya bahwa pada barang yang menjadi obyek perjanjian
sewa-menyewa terdapat kerusakan ketika sedang berada di tangan
pihak penyewa, yang mana kerusakan itu adalah diakibatkan kelalaian
pihak penyewa sendiri.
b. Rusaknya barang yang disewakan
Maksudnya barang yang menjadi obyek perjanjian sewa
menyewa mengalami kerusakan atau musnah sehingga tidak dapat
dipergunakan lagi sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Misalnya
yang menjadi obyek sewa-menyewa adalah rumah, kemudian rumah
tersebut terbakar atau roboh, sehingga rumah tersebut tidak dapat
digunakan kembali.
c. Rusanya barang yang diupahkan (ma’jur a’laih)
Maksudnya barang yang menjadi sebab terjadi hubungan sewa-
menyewa mengalami kerusakan, sebab dengan rusaknya atau
musnahnya barang yang menyebabkan terjadinya perjanjian maka akad
tidak akan mungkin terpenuhi lagi. Misalnya : si A mengupahkan
kepada si B untuk menjahit bakal baju, dan kemudian bakal baju itu
mengalami kerusakan, maka perjanjian sewa-menyewa akan berakhir
sendirinya.
d. Terpenuhi manfaat yang diakadkan
Dalam hal ini yang dimaksudkan bahwa apa yang menjadi
tujuan perjanjian telah tercapai, atau masa perjanjian sewa-menyewa
telah berakhir sesuai dengan ketentuan yang disepakati oleh para
pihak. Misalnya : “Dalam hal persewaan tenaga (perburuhan), apabila
buruh telah melaksanakan pekerjaannya dan mendapatkan upah
sepatutnya, dan masa kontrak telah berakhir, maka dengan sendirinya
berakhirlah perjanjian sewa-menyewa”.
e. Adanya uzur
Adanya uzur merupakan salah satu penyebab putus dan
berakhirnya perjanjian sewa-menyewa, sekalipun uzur tersebut
datangnya dari salah satu pihak. Adapun yang dimaksud dengan uzur
di sini adalah suatu halangan sehingga perjanjian tidak mungkin dapat
terlaksana sebagaimana mestinya. Misalnya : “seorang menyewa toko
untuk berdagang, kemudian barang dagangannya musnah terbakar,
atau dicuri orang sebelum toko itu dipergunakan, maka pihak penyewa
dapat membatalkan perjanjian sewa menyewa toko yang telah
diadakan sebelumnya”.
B. Macam-Macam Akad
1. Akad Muzara’ah
a. Pengertian
Akad muzara’ah secara bahasa nuzara‟ah artinya penanaman
lahan. Sedangkan secara istilah muzara’ah adalah suatu usaha
kerjasama antara pemilik sawah atau ladang dengan buruh tani atau
pekerja yang hasilnya dibagi menurut kesepakatan, dimana benih
tanaman dari si pemilik tanah.
Al- Muzara’ah memiliki dua arti, yang pertama al-muzara’ah
yang berarti tharh al-zur’ah (melemparkan tanaman), maksudnya
adalah modal (al-hadzar). Makna pertama adalah makna majaz dan
makna yang kedua adalah makna hakiki. (Suhendi, 2002: 153).
b. Dasar Hukum
Dasar hukum akad muzaraah ini sebagaimana dijelaskan dalam
al-Qur’an maupun dalam Hadits, adalah sebagai berikut:
33. Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka
adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan
dari padanya biji-bijian, Maka daripadanya mereka makan.
34. Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan
Kami pancarkan padanya beberapa mata air,
35. Supaya mereka dapat Makan dari buahnya, dan dari apa yang
diusahakan oleh tangan mereka. Maka Mengapakah mereka tidak
bersyukur? (QS. Yasiin [36]: 33-35)
Sabda Rasulullah SAW yang diriwatkan oleh Imam Bukhari,
(Rahman, 1995:284) sebagai berikut:
Barang siapa yang memiliki tanah, penggarapannya harus dilakukan
sendiri atau menyerahkan secara sukarela kepada saudara sesama
muslim untuk melakukan kedua hal tersebut, maka tanah itu harus
tetap dipegangnya sendiri. (HR. Bukhari)
c. Syarat Muzara’ah
Syarat akad muzara’ah menurut Abu Yusuf dan Muhammad
(sahabat Abu Hanifah), berpendapat bahwa muzara’ah memiliki
beberapa syarat yang berkaitan dengan aqid (orang yang
melangsungkan akad), tanaman, tanah yang di tanami, sesuatu yang
keluar dari tanah, tempat akad, alat cocok tanam dan waktu bercocok
tanam.
1) Syarat aqid (orang yang melangsungkan akad)
a) Mumazzis, tetapi tidak disyaratkan baligh
b) Imam Abu Hanifah mensyaratkan bukan orang murtad, tetapi
ulama Hanafiyah tidak mensyaratkannya.
2) Syarat tanaman
Diantara para ulama terjadi beberapa perbedaan pendapat,
tetapi kebanyakan menganggap lebih baik jika diserahkan kepada
pekerja.
3) Syarat dengan garapan
a) Memungkinkan untuk digarap, yakni apabila ditanami
tanah tersebut akan menghasilkan.
b) Jelas
c) Ada penyerahan tanah
4) Syarat-syarat tanaman yang dihasilkan
a) Jelas ketika akad
b) Diharuskan atas kerja sama dua orang yang akad
c) Ditetapkan ukuran diantara keduanya, seperti sepertiga,
setengah, dan lain-lain
d) Hasil tanaman harus menyeluruh di Antara dua orang yang
akan melangsungkan akad. Tidak dibolehkan mensyaratkan
bagi salah satu yang melangsungkan akad hanya mendapatkan
sekedar pengganti biji.
5) Tujuan akad
Akad dalam muzara’ah harus didasarkan pada tujuan
syara‟yaitu untuk memanfaatkan tanah.
6) Syarat alat cocok tanam
Dibolehkan menggunakan alat tradisional atau modern
dengan maksud sebagai konsekuensi atas akad.
7) Syarat muzara’ah
Dalam muzara’ah diharuskan menetapkan waktu. Jika
waktu tidak di tetapkan, muzara’ah dipandang tidak sah (Suhendi,
2002).
2. Akad Musaqoh
a. Pengertian
Menurut Sulaiman Rasid dalam bukunya yang berjudul Fiqih
Islam menyebutkan bahwa musaqah adalah pemilik kebun yang
memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya dan
penghasilan yang didapat dari itu dibagi antara keduannya, menurut
perjanjian keduannya sewaktu akad. Tanaman yang ditransaksikan
dalam musaqah adalah tanaman yang minimal usianya satu tahun.
Disyaratkan juga jenis tanaman yang menjadi objek perjanjian adalah
tanaman keras.
b. Rukun dan Syarat
Adapun rukun musaqah yaitu:
1) Ada dua orang / pihak yang melakukan transaksi.
2) Ada lahan yang dijadikan objek dalam perjanjian.
3) Menyangkut jenis usaha yang akan dilakukan.
4) Ada ketentuan mengenai bagian masing-masing dan hasilnya.
5) Ada perjanjian, baik tertulis maupun lisan (sigath).
Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap rukun, yaitu
sebagai berikut.
1) Pihak-pihak yang melakukan transaksi harus orang yang
cakap bertindak hukum, yakni balig dan berakal
2) Menjelaskan bagian penggarap. Benda yang dijadikan objek
perjanjian bersifat pasti, dikemukakan sifat dan keadaannya
sehingga tidak ada kemungkinan berbeda dengan keadaan yang
telah dijelaskan.
3) Hasil panen yang dihasilkan dari kebun tersebut merupakan hak
mereka bersama sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat.
4) Bentuk usaha yang dilakukan oleh pengelola harus yang berkaitan
dengan usaha untuk merawat dan mengolah kebun agar
memberikan hasil yang maksimal.
5) Ada kesediaan setiap pihak untuk melakukan perjanjian musaqah
berupa ungkapan lisan atau tertulis (Suhendi, 2002: 214-215).
3. Akad Ju’alah
a. Pengertian
Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Nomor: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang Akad Ju’alah.
Ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan
imbalan (reward/’iwadh//ju’l) tertentu atas pencapaian hasil (natijah)
yang ditentukan dari suatu pekerjaan. Ja’il adalah pihak yang berjanji
akan memberikan imbalan tertentu atas pencapaian hasil pekerjaan
(natijah) yang ditentukan. Maj’ul lah adalah pihak yang melaksanakan
Ju’alah.
b. Dasar Hukum
Dasar hukum akad Ju’alah ini berdasarkan fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor: 62/DSN-
MUI/XII/2007 Tentang Akad Ju’alah, antara lain sebagai berikut:
1) Al-Qur’an
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu [Aqad
(perjanjian) mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan
Perjanjian yang dibuat oleh manusia dalam pergaulan
sesamanya.]. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang
akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang
dikehendaki-Nya (Q.S. al-Maidah [5]: 1).
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat (Q.S. al-Nisa [4]: 58).
Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q S. al-
Baqarah [2]: 275).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu [Larangan membunuh diri
sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab
membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat
merupakan suatu kesatuan.]; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu (QS. al-Nisa’ [4] : 29).
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. (QS. al-Maidah [5]: 2).
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan
siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan
makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya".
(Q.S. Yusuf [12]: 72).
2) Al-Hadits
Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di
dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat;
dan Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka)
menolong saudaranya (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram. (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf)
Setiap amalan itu hanyalah tergantung pada niatnya. Dan
seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang
diniatkannya. (HR. Bukhari & Muslim dari Umar bin Khattab)
3) Kaidah fiqh yang menegaskan
Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkannya.
c. Ketentuan Hukum dan Akad
Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia Nomor: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang Akad Ju’alah.
Akad Ju’alah boleh dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
jasa sebagaimana dimaksud dalam konsideran di atas dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Pihak Ja’il harus memiliki kecakapan hukum dan kewenangan
(muthlaq al-tasharruf) untuk melakukan akad;
2) Objek Ju’alah (mahal al-‘aqd/maj’ul ‘alaih) harus berupa
pekerjaan yang tidak dilarang oleh syari’ah;
3) Hasil pekerjaan (natijah) sebagaimana dimaksud harus jelas dan
diketahui oleh para pihak pada saat penawaran;
4) Imbalan Ju’alah (reward/’iwadh//ju’l) harus ditentukan besarannya
oleh Ja’il dan diketahui oleh para pihak pada saat penawaran; dan
5) Tidak boleh ada syarat imbalan diberikan di muka (sebelum
pelaksanaan objek Ju’alah);
Ketentuan hukum Ju’alah ada 2 yaitu antara lain sebagai
berikut:
1) Imbalan Ju’alah hanya berhak diterima oleh pihak maj’ul lahu
apabila hasil dari pekerjaan tersebut terpenuhi;
2) Pihak Ja’il harus memenuhi imbalan yang diperjanjikannya jika
pihak maj’ul lah menyelesaikan (memenuhi) prestasi (hasil
pekerjaan/natijah) yang ditawarkan.
d. Rukun dan Syarat Jualah
1) Aqidain (dua orang yang berakad)
2) Shighat (lafal), mengandung arti izin kepada yang akan bekerja dan
tidak ditentukan waktunya. Jika mengerjakan jualah tanpa seizing
orang yang menyuruh maka baginya tidak berhak memperoleh
imbalan.
3) Pekerjaan, yaitu perbuatan yang diharapkan hasilnya harus
mengandung manfaat yang jelas dan boleh dimanfaatkan menurut
pandangan syara’.
4) Upah
Sedangkan syarat ju’alah ialah sebagai berikut:
1) Pekerjaan yang diminta dikerjakan adalah mubah. Tidak sah
transaksi jualah pada sesuatu yang tidak mubah, seperti khamar.
2) Upah dalam jualah berupa harta yang diketahui jenis dan
ukurannya, karena upah yang tidak diketahui tidak sesuai dengan
tujuan transaksi jualah.
3) Upah dalam jualah harus suci, dapat diserahkan, dan dimiliki oleh
peminta jualah.
4) Pekerja menyelesaikan pekerjaan yang diminta dalam jualah dan
menyerahkannya kepada yang menyuruh.
e. Pembatalan Jualah
Jualah suatu jenis aqad jaiz yang kedua belah pihak boleh
membatalkannya. Jika pembatalan datang dari orang yang bekerja
mencari barang, maka ia tidak mendapatkan upah sekalipun ia telah
bekerja. Tetapi, jika yangmembtalkan itu pihak yang menjanjikan upah
maka yang bekerja berhak menuntut upah sebanyak pekerjaan yang
telah dilakukan.
BAB III
DESA CUKILAN KECAMATAN SURUH
KABUPATEN SEMARANG DAN PELAKSANAAN PEMBAYARAN
UPAH DENGAN SISTEM DHODHOS
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah
Desa cukilan dalam legendanya tidak lepas dari seorang prajurit
keraton Yogyakarta yang bernama Ki Ageng Cukil. Ki Ageng Cukil
merupakan sosok pejuang yang berasal dari daerah Tuluh Watu Magelang.
Pada abad ke-18, sebelum sampai di Desa Cukilan, Cukil muda banyak
membantu masyarakat di daerahnya melawan penjajah Belanda. Tak lama
kemudian, Cukil meninggalkan pekerjaannya sebagai prajurit dengan alas
an ingin berjuang membantu rakyat. Cukil tidak tahan melihat penderitaan
rakyat akibat penjajahan Belanda.
Karena kegelisahannya melihat penderitaan rakyat. Ki Ageng
Cukil lantas meninggalkan Yogyakarta dan bergerilya menumpas Belanda
bersama sejumlah pengikutnya. Selama bergerilya, beliau juga
menyebarkan syiar agama Islam. Hingga akhirnya sampai di Cukilan.
Ditempat tersebut Ki Ageng Cikil membuat pesanggrahan hingga akhirnya
beliau wafat, Ki Ageng Cukil mengumpulkan para pengikutnya untuk
berunding mengenai kelanjutan perjuangan dan pemberian nama
pesanggrahan tersebut. Asal usulan para pengikut, akhirnya diputuskan
pesanggrahan yang mereka tempati tersebut diberi nama Cukilan.
2. Profil
Desa Cukilan merupakan salah satu bagian dari wilayah
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Desa Cukilan terbagi dalam 7
Dusun diantaranya Dusun Salak, Dusun Krajan, Dusun Patran, Dusun
Pakelan, Dusun Banjaran Gunung, Dusun Baanjaran Cengklik dan Dusun
Gejugan dengan luas wilayah : 621,18 Ha. Adapun batasbatas wilayahnya
adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Dadapayan dan Kabupaten Boyolali
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Tumpang dan Reksosari
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kedung Ringin dan Kabupaten
Boyolali
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Krandon Lor dan Kecamatan Pabelan
Secara umum kondisi Desa Cukilan baik secara demografi
maupun geografis dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Jumlah Penduduk (Data SMARD)
Tabel. 1
Jumlah Penduduk
No Jumlah Menurut Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Jenis Kelamin 3.220 3.149 6.369
2 Kepala Keluarga 1.731 307 2.038
b. Tingkat Pendidikan
Tabel. 2
Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Tidak/Belum Sekolah 755 807 1.562
2 Belum Tamat SD / Sederajat 254 245 499
3 SD / Sederajat 1.172 1.249 2.421
4 SLTP / Sederajat 619 528 1.147
5 SLTA / Sederajat 351 264 615
6 Diploma 1 / 2 4 6 10
7 Diploma 3 / Sarjana
Muda
18 14 32
8 Diploma 4 / Strata 1 44 36 80
9 Strata 2 3 0 3
c. Jenis Pekerjaan
Tabel. 3
Jenis Pekerjaan
No Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Belum / Tidak Bekerja 669 661 1.330
2 Mengurus Rumah Tangga 453 453
3 Pelajar / Mahasiswa 461 374 835
4 Pensiunan 17 6 23
5 Pegawai Negeri Sipil 21 12 33
6 TNI 3 3
7 Kepolisian RI 1 1 2
8 Perdagangan 10 18 28
9 Petani / Pekebun 732 645 1.377
10 Nelayan / Perikanan 1
11 Karyawan Swasta 367 284 651
12 Buruh Harian Lepas 301 219 520
13 Buruh Tani / Perkebunan 16 14 30
14 Buruh Peternakan 1 1
15 Pembantu Rumah Tangga 2 2
16 Tukang Kayu 2 2
d. Agama
Tabel. 4
A g a m a
No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Islam 3.186 3.114 6.300
2 Kristen 32 31 63
3 Katholik 2 3 5
4 Budha 1 1
e. Umur
Tabel. 5
U m u r
No Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Jumlah
1 0 – 14 684 610 1.294
2 15 – 29 789 707 1.496
3 30 – 44 794 808 1.602
4 45 – 59 569 616 1.185
5 60 – 74 275 284 559
6 ≥ 75 109 124 233
f. Status Perkawinan
Tabel. 6
Status Perkawinan
No Status Perkawinan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Belum Kawin 1.475 1.107 2.582
2 Kawin 1.659 1.772 3.381
3 Cerai Hidup 33 49 82
4 Cerai Mati 53 271 324
g. Jumlah Tempat Pendidikan
Tabel. 7
Tempat Pendidikan
No Sekolah Jumlah
1. PAUD 2
2. TK/RA 3
3. SD/MI 4
4. SMP/MTs 1
4. SMA/SMK/MA -
5. Madrasah Diniyah/TPQ 5
6. Pondok Pesantren -
h. Jumlah Tempat Ibadah
Tabel. 8
Tempat Ibadah
No Nama Tempat Ibadah Jumlah
1. Masjid 16
2. Gereja 2
3. Pura -
4. Vihara -
5. Klenteng -
i. Kegiatan kegamaan dan adat
Agama Islam menjadi masyoritas di desa Cukilan sehingga
kegiatan-kegiatan yang sangat dominan di masyarakat antara lain
seperi, pembacaan mauled dziba’ dan berzanji, pengajian,
mujahadah, muslimatan, yasinan, dan sebagainya. Selain itu juga
terdapat tradisi sadranan, merti deso dan saparan.
3. Struktur Pemerintahan
Berikut penulis tunjukkan struktur organisasi pemerintahan Desa
Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang sampai sekarang
masih memiliki kewajiban di Kantor Desa.
B. Pelaksanaan Pembayaran Upah Dengan Sistem Perjanjian Dhodhos di
Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang
Manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang lain
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak interaksi yang dilakukan agar
kebutuhannya dapat terpenuhi. Disinilah hubungan timbal balik antara
individu satu dengan yang lainnya dapat terjalin dengan baik. Pada prinsipnya
setiap orang yang bekerja pasti akan mendapatkan imbalan dari apa yang
dikerjakannya dan masing-masing tidak akan dirugikan.
Pemilk sawah merupakan seorang yang memiliki lahan pertanian,
sedangkan buruh tani adalah yang menggarap lahan pertanian yang bukan
miliknya. Seperti halnya yang terjadi di desa Cukilan Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang yang rata-rata masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai petani dan buruh tani.
Tabel. 9
Data yang menggunakan sistem Dhodhos
No Pekerjaan Laki-laki Perempuan Jumlah
1. Pemilik Sawah 177 93 210
2. Pekerja / Buruh 251 76 327
3. Buruh Harian Lepas 301 219 520
Ada yang beda mengenai sistem pembayaran upah yang dilakukan
oleh pemilik sawah dengan pekerja atau buruh tani di desa cukilan. Berikut
hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan beberapa narasumber yang
berkenaan dengan hal tersebut dalam hal ini sebagai narasumbernya ialah
pemilik sawah dan pekerja atau buruh tani.
1. Data Narasumber
Pemilik sawah adalah orang yang memiliki hak penuh atas tanah
sawahnya untuk ditanami padi, kacang, jagung ataupun tanaman
palawija lainnya. Pada saat tanah sawah siap untuk ditanami ataupun siap
untuk memanen itu pemilik sawah biasanya meminta bantuan kepada
buruh tani untuk membantu menyelesaikan pekerjaannya di sawah.
Karena pemilik sawah tidak mungkin bisa menyelesaikan sendiri baik
pada saat menanam ataupun memanen.
Dalam penelitian ini terdapat informan atau narasumber terkait
dengan pelaksanaan pembayaran upah dengan sistem dhodhos di desa
Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang, ada tiga narasumber atau
informan dari pihak pemilik sawah antara lain sebagai berikut:
Tabel. 10
Data Informan Pemilik Sawah
No Nama Usia Pekerjaan
1. Bapak Diyono 50 Tahun PNS
2. Bapak Eko 37 Tahun Wiraswasta
3. Bapak Sardjono 45 Tahun PNS
Buruh tani adalah orang yang melakukan pekerjaan untuk
menyesaikan pekerjaan pemilik sawah, dalam hal ini memanen padi.
Pada saat padi siap untuk dipanen, pemilik sawah mulai mencari buruh
tani untuk membantunya memanen. Biasanya untuk memanen padi itu
membutuhkan waktu 3-4 hari tergantung luas lahan sawahnya dan
jumlah buruh tani yang bekerja. Semakin banyak buruh tani yang
bekerja semakin cepat pula memanen padinya.
Terdapat 8 (delapan) informan atau narasumber dari para buruh
tani atau pekerja yan terlibat dalam pekerjaan mengelola sawah
menggunakan sistem pembayaran upah dengan sistem dhodhos, antara lain
sebagai berikut:
Tabel. 11
Data Informan Buruh Tani/Pekerja
No Nama Usia
1. Ibu Siti Aminah 33 Tahun
2. Bapak Rebin 50 Tahun
3. Bapak Syamsudin 40 Tahun
4. Ibu Tuminah 45 Tahun
5. Bapak Pardjono 50 Tahun
6. Bapak Komaruddin 35 Tahun
7. Ibu Siti Jamilah 30 Tahun
8. Bapak Mujito 35 Tahun
Dari data tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
perjanjian pembayaran upah dengan system dhodhos ini masih dilakukan
di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang.
2. Akad/Ijab dan Qobul atau Perjanjian Dhodhos Menggarap Sawah
Perjanjian yang dilakukan oleh pemilik sawah dengan para buruh
tani atau pekerja di desa Cukilan Kecamatan Suruh kabupaten Semarang
dengan sistem dhodhos ini sebenaranya bukan merupakan kebiasaan dari
masyarakat desa Cukilan. Kebiasaan tersebut dibawa oleh seorang dari
daerah Bogor Jawa Barat yang pernah tinggal di desa Cukilan,
sebagaimana temuan peneliti dalam wawancara dengan informan.
“Sistem pembayaran upah dhodhos ini bukan dari masyarakat desa
Cukilan mbak, sistem ini dulu katanya (orang tua) dibawa oleh
seorang pendatang dari daerah Bogor Jawa Barat dan akhirnya
digunakan oleh masyarakat desa Cukilan ”. (Wawancara dengan
Bapak Diyono Pemilik Sawah pada tanggal 27 November 2017).
Sistem pembayaran upah yang dilakukan pemilik sawah kepada
para buruh tani atau pekerja bahwa sistem yang digunakan oleh kedua
belah pihak adalah menggunakan sistem dhodhos.
“Sistem pembayaran upah disini dari dulu menggunakan sistem
dhodhos mbak, dimana pembayaran dibayarkan setelah semua
pekerjaan selesai” (Wawancara dengan Bapak Sardjono Pemilik
Sawah pada tanggal 7 Januari 2018).
Mengenai perjanjian atau akad yang dibuat oleh kedua belah pihak,
bahwa telah terjadi ijab dan qobul antara pemilik sawah dengan buruh tani
atau pekerja dari awal sebelum dilakukan perkerjaanan dan telah dianggap
sah dan memenui unsur perjanjian, sebagaimana temuan peneliti dalam
wawancara dengan informan.
“Mengenai perjanjian disini mbak, yaitu telah sepakat dengan
sistem dhohos. Dimana perjanjian atau akad antara pemilik sawah
dan buruh tani atau pekerja dilakukan diawal sebelum memulai
menggarap sawah. Di dalam perjanjian tersebut dijelaskan pula
mengenai pekerjaan dan pembayaran upah atau bagi hasil dan
perjanjian ini sudah sah mbak”. (Wawancara dengan Bapak Eko
Pemilik Sawah pada tanggal 6 Januari 2018).
Perjanjian pembayaran upah dengan sistem dhodhos, dilakukan
kesepakatan antara pemilik sawah dengan buruh tani atau pekerja. Dalam
perjanjian tersebut dibahas mengenai sistem pembayaran upah dengan
bagi hasil dan mengenai pengelolaan sawahnya, sebagaimana hasil
wawancara dengan informan.
“Mengenai perjanjiannya mbak, itu sudah ada kesepakatan diawal
mengenai pembayaran upah bagi hasil dengan sistem dhodhos, dan
mengenai pengelolaan sawahnya” (Wawancara dengan Bapak
Syamsudin dan Ibu Tuminah Buruh Tani/Pekerja pada tanggal 29
November 2017).
“Perjanjiannya dengan sistem dhodhos mbak, diawal sebelum
mengolah sawah dengan pembayaran upahnya bagi hasil setelah
panen” (Wawancara dengan Bapak Komarudin Buruh Tani/Pekerja
pada tanggal 9 Januari 2018).
Kekuatan hukum menurut para pemilik sawah terkait dengan
sistem dhodhos ini, bahwa sistem ini sudah sesuai dengan hukum karena
telah terjadi kesepakatan antara pemilik sawah dengan para pekerja atau
buruh tani dan tidak ada paksaan atau tekanan dan sudah memenuhi unsur
perjanjian atau akad, sebagaimana hasil wawancara dengan informan.
“Menurut saya ya mbak, sistem pembayaran dhodhos ini sudah
sesuai dengan hukum, karena sudah ada kesepakatan antara
pemilik sawah dengan para buruh tani atau pekerja. Jadi ya sistem
ini tidak bertentangan dengan hukum dan sah sah saja mbak”.
(Wawancara dengan Bapak Eko pada tanggal 6 Januari 2018).
3. Alasan perjanjian dhodhos
Pemilik sawah yang mempunyai sawah yang sangat luas biasanya
dilakukan dengan perjanjian dengan sistem dhodhos, atau oleh
kebayanyakan masyarakat di desa Cukilan disebut juga dengan bagi hasil
panen. Rata-rata yang melakukan dengan sistem dhodhos oleh pemilik
sawah karena sawahnya besar dan tidak bisa mengerjakan sendiri yang
kemudian diharuskan pemilik sawah menawarkan atau diminta oleh para
Buruh tani atau pekerja dengan sistem dhodhos. Seperti yang di temukan
oleh peneliti ketika mewawancara narasumber:
“Sawah saya sangat luas sekitar 2 hektar yang semuanya hanya
bisa dibuat menananam padi. Karena saya kurang mampu
mengelola sendiri maka saya tawarkan kepada para buruh untuk
mengerjakan sawah dengan sistem dhodhos atau bisa dibilang bagi
hasil setelah panen tiba.” (Wawancara dengan Bapak Diyono
Pemilik Sawah pada tanggal 27 November 2017).
“Karena saya PNS mbak jadi tidak memiliki bisa membagi waktu
dalam mengurus sawah. Dan mengenai perjanjian pembayaran
buruh biasanya disini perjanjian dilakukan di awal mengenai
pembayaran upah dan penjualan, serta lain-lain terkait pengelolaan
sawah dengan sistem dhodhos ini mbak.” (Wawancara dengan
Bapak Sardjono Pemilik Sawah pada tanggal 7 Januari 2018).
Pada umumnya para buruh tani atau pekerja ini melakukan
pekerjaanya adalah tidak memiliki sawah yang luas dan tidak bisa
memenuhi kebutuhan mereka. Alasan lainnya dikarenakan tidak ada
pekerjaan lain. Sebagaimana temuan peneliti dalam wawancara dengan
informan.
“Pertama karena sawah saya berdekatan dengan sawah Bapak
Diyono, yang kedua beliaunya sibuk dengan urusan pekerjaan
beliau sebagai pegawai negeri sipil” (Wawancara dengan Bapak
Rebin dan Ibu Siti Aminah Buruh Tani/Pekerja pada tanggal 29
November 2017).
“Karena tidak ada pekerjaan lain mbak, mau kerja lain ya ndak ada
mbak”. (Wawancara dengan Bapak Mujito dan Ibu Siti Jamilah
Buruh Tani/Pekerja pada tanggal 28 November 2017).
“Awalnya dulu ditawari oleh Bapak Sardjono mbak, dan kebetulan
saya juga butuh tambahan ya akhirnya saya terima tawaran beliau”
(Wawancara dengan Bapak Pardjono Buruh Tani/Pekerja pada
tanggal 8 Januari 2018).
Dapat disimpulkan bahwa buruh tani atau pekerja melakukan
pelaksanaan sistem bagi hasil pengelolaan sawah karena sebagai berikut:
a. Pemilik sawah tidak ada waktu
b. Pemilik sawah tidak mampu mengelola sendiri
c. Buruh tani atau pekerja mempunyai sawah berdekatan dengan pemilik
sawah garapan
d. Buruh tani atau pekerja tidak memiliki pekerjaan tetap
e. Buruh tani atau pekerja tidak mempunyai sawah sendiri
f. Buruh tani atau pekerja melakukan pekerjaannya karena faktor
ekonomi.
4. Proses Pengelolaan Sawah di Desa Cukilan Dengan Sistem Dhodhos
Sampai Tahap Penjualan
Proses perjanjian pengelolaan sawah di desa Cukilan dengan
sistem dhodos atau bagi hasil (bagi dua) antara pemilik dengan buruh tani
atau pekerja, pemilik memberikan semua kepercayaan kepada buruh tani
atau pekerja untuk mengurus semua proses pengelolaan sawah sampai
tahap panen selesai hingga tahap penjualan. Buruh tani atau pekerja
memiliki hak penuh terhadap pengelolaan sawah.
Proses pertama yang dilakukan para buruh tani atau pekerja adalah
mencangkul sawah atau bisa dengan brujul (sejenis mengolah sawah
dengan traktor tetapi dengan menggunakan tenaga sapi). Kemudian
membuat penyemaian bibit padi, setelah sekian dikira sudah layak untuk
dipindahkan kesawah baru bisa langsung ditanam di sawah yang sudah
digemburkan dengan brujul. Sebagaimana temuan peneliti dalam
wawancara dengan buruh tani atau pekerja.
“Proses pertama adalah mencangkul dan brujul mbak. Membuat
semaian padi, setelah itu dipindahkan ke sawah yang sudah
digemburkan mbak.”(Wawancara dengan Bapak Syamsudin dan
Ibu Tuminah buruh tani atau pekerja pada tanggal 19 Januari
2018).
Tahap yang kedua adalah merawat padi dengan pengairan
secukupnya, membersihkan atau mencabuti rumput-rumput liar, kemudian
pemberian pupuk dan menyemprot padi dengan pestisida untuk
menghilangkan hama belalang dan sejenisnya serta mengusir hama tikus
dan burung yang memakan padi. Kegiatan tersebut dilakukan sampai
sekiranya padi mulai menguning dan siap untuk dipanen. Sebagaimana
temuan peneliti dengan narasumber:
“Pengairan secukupnya, mencabuti suket (rumput-rumput liar),
pemberian pupuk, menyemprot pestisida untuk menghilangkan
hama belalang dan sejenisnya dan mengusir hama tikus dan burung
mbak” (Wawancara dengan Bapak Syamsudin dan Ibu Tuminah
buruh tani atau pekerja pada tanggal 19 Januari 2018).
Proses selanjutnya adalah yang dinantikan oleh para buruh tani
atau pekerja, yaitu panen raya. Biasanya untuk memanen padi para buruh
tani tidak kesusahan, karena pada saat itu para pencari damen (tanaman
padi) yang nantinya akan dibuat untuk memberi makan pada hewan ternak
mereka. Setelah selesai memanen padi yaitu dilakukan pemisahan biji padi
dengan menggunakan alat tradisional ngedos (alat untu memisahkan padi
dari tangkainya yang dibuat secara tradisional). Kemudian dilakukan
proses pengirikan (memisahkan padi yang berisi dan yang tidak berisi).
Sebagaimana wawancara dengan narasumber:
“Yang saya tunggu-tunggu ketika panen mbak. Kalau panen saya
biasanya dibantu orang ngarit damen (mencari rumput dari
tanaman padi). Setelah selesai memanen padi yaitu ngedos.
Kemudian pengirikan mbak” (Wawancara dengan Bapak
Syamsudin dan Ibu Tuminah buruh tani atau pekerja pada tanggal
19 Januari 2018).
Tahap berikutnya adalah proses penjemuran, proses tersebut
dilakukan untuk menghindari biji padi yang sudah dipanen tumbuh lagi.
Setelah kering padi di timbang untuk mengetahui berapa hasil dari panen
tersebut. Setelah itu baru dibawa ke pemilik sawah untuk bisa dijual secara
bersama-sama dengan buruh tani atau pekerja. Sebagaimana temuan
peneliti dalam wawancara.
“Setalah panen padi dijemur mbak, biar biji padi yang sudah
dipanen tidak tumbuh lagi. Setelah kering padi di timbang
kemudian dibawa ke pemilik sawah untuk bisa dijual secara
bersama-sama” (Wawancara dengan Bapak Syamsudin dan Ibu
Tuminah buruh tani atau pekerja pada tanggal 19 Januari 2018).
5. Biaya Pengelolaan Sawah dan Bagi Hasil Dengan Sistem Dhodhos
Rincian biaya pengelolaan sawah yang dilakukan di desa Cukilan
dengan sistem dhodhos, berdasarkan wawancara dengan salah satu
narasumber Bapak Syamsudin dan Ibu Tuminah buruh tani/pekerja pada
tanggal 23 Januari 2018, sebagai berikut:
Tabel. 11
Biaya Pengelolaan Sawah dan Bagi Hasil
Modal
No Uraian Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1. Benih 30 Kg Rp. 8.000,- Rp. 240.000,-
2. Pupuk Kandang 1000 Kg Rp. 1.000,- Rp. 1.000.000,-
3. Pupuk Urea 150 Kg Rp. 1.300,- Rp. 195.000,-
4. Pupuk SP36 100 Kg Rp. 2.200,- Rp. 220.000,-
5. Pupuk NPK Ponska 300 Kg Rp. 2.300,- Rp. 690.000,-
6. Petrogaik 1000 Kg Rp. 500,- Rp. 500.000,-
7. Pestisida/Insektisida 2 liter Rp. 75.000,- Rp. 150.000,-
Jumlah Modal Rp. 2.995.000,-
Biaya Operasional/Upah Kerja
No Uraian Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1. Pengolahan Lahan 30 Orang Rp. 30.000,- Rp. 900.000,-
2. Pencabutan dan Penanaman
Bibit 20 Orang
Rp. 17.500,- Rp. 350.000,-
3. Penyiangan dan Pemupukan
ke 1 16 Orang
Rp. 30.000,- Rp. 480.000,-
4. Penyiangan dan Pemupukan
ke 2 16 Orang
Rp. 30.000,- Rp. 480.000,-
5 Penyemprotan 4 Orang Rp. 30.000,- Rp. 120.000,-
6. Panen dan Pasca Panen 12 Orang Rp. 30.000,- Rp. 360.000,-
7. Biaya Pengeringan 8 Orang Rp. 30.000,- Rp. 240.000,-
Jumlah Modal Rp. 2.930.000,-
Modal : Rp. 2.995.000,-
Biaya Operasional : Rp. 2.930.000,- +
TOTAL : Rp. 5.325.000,-
a. Pendapatan
Hasil panen biasanya 7,5 ton/ hektar. Sesudah dikeringkan susut 18%,
jadi akhir 6,15 ton/hektar.
Harga 1 Kg gabah kering = Rp. 3.500,-
Jadi Hasil yang didapat = 6.150 Kg x Rp. 3.500,-
= Rp. 21.525.000,-
b. Keuntungan
Keuntungan = Pendapatan – Biaya Pengeluaran
= Rp. 21.525.000- Rp. 5.325.000
= Rp. 16.200.000,-
c. Bagi Hasil
Bagi hasilnya yakni sebesar 50:50, dimana Pemilik sebesar 50 % dan
buruh tani sebesar 50%
Bagi Hasil = Rp. 16.200.000 X
= Rp. 8.100.000
6. Dampak Pengelolaan Sawah Dengan Sistem Dhodhos
a. Pemilik sawah
Sistem pembayaran upah dhodhos ini sangat menguntungkan
bagi para pemilik sawah, karena hanya bermodalkan meminjamkan
sawahnya untuk digarap atau di gunakan untuk bercocok tanam. Selain
itu biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar dan tidak menyita waktu
bekerja, sebagaimana temuan dalam wawancara peneliti dengan
informan.
“Ya, sangat menguntungkan mbak, karena sudah diperjanjiakan
di awal antara saya dengan para buruh tani mengenai bagi hasil
dan pembayaran upah dengan sistem dhodhos ini mbak ”.
(Wawancara dengan Bapak Diyono pada tanggal 27 November
2017)
“Sistem dhodhos ini sangat menguntungkan mbak, karena saya
tidak usah repot-repot mengelola sawah dan tinggal nunggu
hasilnya saja” (Wawancara dengan Bapak Eko pada 6 Januari
2018).
“Saya menggunakan sistem dhodhos ini karena
menguntungkan, tidak menyita waktu bekerja saya sebagai
pegawai negara sipil (PNS), sehingga sawah saya tidak bero
(tidak terurus) dan tidak terlalu banyak keluar modal mbak ”
(Wawancara dengan Bapak Sardjono pada tanggal 7 Januari
2018).
b. Buruh tani atau pekerja
Keuntungan yang didapat oleh buruh tani atau pekerja tidak
menentu atau tidak pasti setiap mengelola sawah. Terkadang untung
terkadang rugi tergantung pada hasil panen, sebagaimana temuan
penulis dalam wawncara dengan informan.
“Bicara masalah keuntungan, dibilang untung ya untung mbak
kalau hasil penennya bagus, tapi ya Alhamdulillahnya bisa
buat tambahan pemasukan mbak.” (Wawancara dengan Bapak
Rebin dan Ibu Siti Aminah pada tanggal 29 November 2017).
“Ya terkadang untung kalau hasil panennya bagus, dan
terkadang juga tidak untung” (Wawancara dengan Bapak
Mujito dan Ibu Siti Jamilah pada tanggal 28 November 2017).
Dalam suatu perkerjaan pasti terdapat masalah, seperti halnya
yang dialami oleh para buruh tani atau pekerja di Desa Cukilan yang
mengerjakan sawah orang lain dengan sistem pembayaran upahnya
melalui bagi hasil setelah panen, seperti temuan hasil wawancara
dengan informan.
“Masalah dalam pekerjaan ini biasanya ya gagal panen itu
mbak, terus jika dihitung dari biaya yang saya tanggung
dalam operasional mengelola sawah dari awal sampai panen”
(Wawancara dengan Bapak Pardjono pada tanggal 8 Januari
2018).
“Ketika gagal panen atau ketika hasil panenya jelek itu
mbak.” (Wawancara dengan Bapak Syamsudin dan Ibu
Tuminah pada tanggal 29 November 2017).
Para buruh tani atau pekerja di Desa Cukilan dalam
memperoleh pembayaran dari mengelola sawah milik orang lain
yaitu menunggu dari hasil panen tiba, dan besaran upah yang tidak
bias di perkirakan jumlahnya, sebagaimana temuan penulis dalam
hasil wawancara dengan informan.
“Dapat upahnya ya dari bagi hasil setelah panen itu mbak,
mengenai besaranya tergantung atau tidak pasti mbak”
(Wawancara dengan Ibu Tuminah pada tanggal 29 November
2017).
“Upahnya nunggu panen mbak” (Wawancara dengan Bapak
Komarudin pada tanggal 9 Januari 2018) .
Dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembayaran upah di desa
Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ini menggunakan sistem
dhodhos dengan sistem bagi hasil setelah pekerjaan yang dibebabkan kepada
para buruh tani. Penulis menyimpulkan bahwa praktik pembayaran upah
dengan system dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten
Semarang ini adalah menggunakan akad Muzaraah. Dimana pemilik sawah
meminjamkan sawahnya untuk dikelola oleh buruh tani atau pekerja yang
mana dari hasil pengelolaan tersebut nantinya sebagai pembayara upahnya
yakni dari bagi hasil setelah panen tiba. Dan dari hasil wawancara di atas
dapat dikatakan bahwa pemilik sawah lebih di untungkan di bandingkan
pekerja / buruh.
BAB IV
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBAYARAN UPAH
DENGAN SISTEM DHODHOS DI DESA CUKILAN KECAMATAN
SURUH KABUPATEN SEMARANG
A. Dilihat Dari Segi Rukun
Islam menghendaki agar dalam pelaksanaannya upah itu senantiasa
diperhatikan ketentuan-ketentuan yang bisa menjamin dalam pelaksanaannya
tidak merugikan salah satu pihak diantara keduanya. Untuk memelihara
ketentuan tersebut maka dibutuhkan rukun dan syarat.
Berdasarkan hal tersebut, penulis akan mencoba meninjau pelaksanaan
pembayaran upah dengan sistem dhodhos di desa Cukilan Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang, bahwa dalam pembahasan Bab III penulis
menyimpulkan bahwa akad yang digunakan dalam pelaksanaan bagi hasil ini
adalah akad muzaraah. Dalam akad muzaraah ada empat rukun yang harus
dipenuhi antara lain yakni orang-orang yang berkecakapan (orang yang
berakad), objek akad muzara’ah, tujuan akad serta ijab dan qobul.
Pelaksanaan pembayaan upah dengan system dhodhos di desa Cukilan
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang sudah memenuhi rukun dari akad
muzara’ah. Dimana jika dilihat dari segi orang-orang yang berkecakapan
(orang yang berakad) kedua belah pihak pemilik sawah dan buruh tani atau
pekerja sudah dianggap cakap dalam memenuhi sebuah akad perjanjian.
Kedua berkenaan dengan objek akadnya adalah sawah yang di serahkan
kepada petani untuk dikelola. Apabila disyaratkan bahwa pemilik tanah ikut
mengolah pertanian itu, maka akad muzara‟ah tidak sah
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Kemudian terkait tujuan akadnya yakni agar sawah yang dimiliki
pemilik sawah tidak bero (tidak terurus), untuk membantu penghasilan
tambahan bagi para buruh tani/pekerja. Berkenaan dengan ijab dan qobulnya,
bahwa pemilik sawah dan buruh tani atau pekerja sudah melakukan perjanjian
secara lisan mengenai sistem pengelolaan sawah, jangka waktu pengelolaan
sawah, pembayaran bagi hasil dari pengelolaan sawah dan lain-lain yang
terkait dengan hal tersebut. Jadi dalam praktiknya kedua belah pihak tidak
keluar dari rukun-rukun dalam akad muzara’ah dan tidak bertentangan dengan
hukum yang telah ditetapkan dalam syariat Islam.
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu [Aqad (perjanjian)
mencakup: janji prasetia hamba kepada Allah dan Perjanjian yang dibuat
oleh manusia dalam pergaulan sesamanya.]. Dihalalkan bagimu binatang
ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan
tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-
Nya. (QS. al -Maidah [5]: 1)
B. Dilihat Dari Segi Muamalah
1. Tidak melanggar hak kedua belah pihak dan saling ridha
Persetujuan kedua belah pihak, mereka menyatakan kerelaannya
untuk melakukan akad ujrah. Apabila salah seorang diantaranya merasa
terpaksa melakukan akad itu, maka akadnya tidak sah. Pelaksanaan
pembayaran upah dengan sistem dhodhos di desa Cukilan ini sudah ada
keterikatan dan persetujuan diawal antara pemilik sawah dengan pekerja
atau buruh tani untuk melakukan suatu pekerjaan berdasarkan perjanjian
atau akadnya. Berdasarkan al-Qur’an surat an-Nisa ayat 29 yang berbunyi:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa bagi hasil ini sudah sesuai
dengan hukum Islam, Disebabkan kedua belah pihak sudah rela sama rela
dan Para petani setempat berpatokan pada adat kebiasaan yang berlaku di
masyarakat.
2. Manfaat
Apabila objek akad (manfaat) tidak jelas, sehingga menimbulkan
perselisihan, maka ujrah tidak sah. Objek akad yang dilaksanakan di Desa
Cukilan mengenai sistem pembayaran upah dhodhos ini sudah jelas Maka
dalam hal ini sudah sah akad ujrahnya.
3. Adil
Disyaratkan diketahui jumlahnya oleh kedua belah pihak, baik
dalam sewa-menyewa barang ataupun dalam upah mengupah. Pelaksanaan
pembayaran upah dengan sistem dhodhos ini dikategorikan sah.
Dari penjelasan mengenai tinjauan dari segi muamalah yang
dikaitkan dengan pelaksanaan perjanjian bagi hasil dengan sistem dhodhos
di desa Cukilan ini sudah sesui dari akad bermuamalah karena semua segi
diatas terpenuhi.
C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Dhodhos
Dalam pembahasan ini penulis akan mencoba membahas mengenai
kelebihan dan kekurangan dari sistem dhodhos Desa Cukilan Kecamatan
Suruh Kabupaten Semarang dari segi pandangan hukum Islam. Yang dalam
hal ini akan ditinjau dari aspek akad, rukun dan syaratnya:
1. Kelebihan
Praktik pengelolaan sawah dan pembayrana upah dengan sistem
dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang yang
telah dilakukan sejak lama ini tentunya terdapat kelebihan dan
kekurangan. Dalam pembahasan ini penulis akan mecoba membahas
mengenai kelebihan dari sistem dhodhos dalam tinjauan hukum Islam.
Kelebihan sistem dhodhos ini salah satunya adalah sebagai bentuk
sikap tolong menolong antara pemilik sawah dengan para buruh tani di
desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dalam hal mengolah
sawah. Dalam syariat Islam sudah jelaskan bahwa ummat Islam dianjurkan
untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan dan melarang tolong
menolong dalam kejahatan atau kekejian.
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada allah, sesungguhnya allah
amat berat siksa-nya. (QS. al-Maa’idah [5]: 2).
2. Kekurangan
Dalam sebuah sistem pasti terdapat kelebihan dan kekurangan.
Setelah diuraikan kelebihan terhadap sistem dhodhos di Desa Cukilan
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang. Kini penulis akan mencoba
membahas mengenai kekurangan sistem dhodhos dari segi pandangan
hukum Islam.
Kekurangan dalam sistem dhodhos ini berdasarkan hasil penelitian,
bahwa modal dari segi non materiil dari pihak buruh tani atau pekerja
tidak dihargai atau tidak bisa diikutkan dalam modal materiil dan tidak
dimasukkan dalam isi perjanjian. Karena tenaga itu dianggap sebagai
kelaziman dalam pekerjaan, jadi tidak semestinya di hitung sebagai modal.
sebagaimana sabda Rasulullah SAW (Boedi, 2014:125):
Dari Abi Umamah Ayyas bin tsa’labah al-kharitssi RA. Sesungguhnya
Rasulullah SAW. bersabda : Barangsiapa yang mengambil haknya
seorang muslim, dengan tangannya, maka Allah pasti akan
memasukkannya ke dalam neraka dan Allah mengharamkan masuk ke
dalam surga, sahabat bertanya, jika sesuatu yang diambil itu sedikit
wahai Rasulullah ? Nabi menjawab: sekalipun barang itu hanyalah
sebuah tongkat dari kayu arak (HR. Muslim).
Adapun memberi upah atau imbalan, maka sesungguhnya
memberikannya sebelum kering keringatnya itu adalah selesainya suatu
pekerjaan.
“Al-Abbas ibn al-Walid al-Dimasyqiy telah memberitakan kepada kami,
(katanya) Wahb ibn Sa’id ibn Athiyyah al-Salamiy telah memberitakan
kepada kami, (katanya) Abdu al-Rahman ibn Zaid ibn Salim telah
memberitakan kepada kami, (berita itu berasal) dari ayahnya, dari
Abdillah ibn Umar dia berkata: Rasulullah Saw. telah berkata: “Berikan
kepada buruh upahnya sebelum kering keringatnya”. (H.R Ibnu Majah)
Dari hasil analisis yang dilakukan peneliti terhadap pelaksanaan
pembayaran upah dengan sistem dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang dalam pandangan hukum Islam adalah termasuk dalam akad
muzara’ah. Selain itu, dapat diketahui bahwa dalam praktiknya tersebut sudah
sesuai dengan akad bagi hasil muzara’ah karena suda terpenuhinya syarat dan
rukunnya.
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulakan sebagai berikut:
2. Pelaksanaan pembayaran upah di desa Cukilan Kecamatan Suruh
Kabupaten Semarang ini menggunakan sistem dhodhos dengan sistem
bagi hasil setelah pekerjaan yang dibebabkan kepada para buruh tani.
Penulis menyimpulkan bahwa praktik pembayaran upah dengan sistem
dhodhos di Desa Cukilan Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang ini
adalah menggunakan akad Muzara’ah. Dimana pemilik sawah
meminjamkan sawahnya untuk dikelola oleh buruh tani atau pekerja yang
mana dari hasil pengelolaan tersebut nantinya sebagai pembayara upahnya
yakni dari bagi hasil setelah panen tiba.
3. Pelaksanaan pembayaran upah dengan system dhodhos di Desa Cukilan
Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang dalam pandangan hukum Islam
adalah termasuk dalam akad muzara’ah. Selain itu, dapat diketahui bahwa
dalam praktiknya tersebut sudah sesuai dengan akad bagi hasil muzara’ah
karena sudah terpenuhinya syarat dan rukunnya.
B. Saran
1. Buruh Tani
Dalam melaksanakan akad muzara’ah, seharusnya dalam
melakukan akad (perjanjian) hendaklah disertai bukti tertulis, atau dalam
membuat pejanjian (akad muzara’ah) dilaksanakan.
2. Pemilik Sawah
Pemilik sawah diharapkan benar-benar menolong bukan sekedar
melakukan bisnis semata dengan menyerahkan sawahnya kepada petani
utuk dikelola, tapi juga benar–benar memperhatikan (pangerten) terhadap
nasib para buruh tani atau pekerja dengan cara selain membuat perjanjian
yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahnya.
BUKU-BUKU
Acmadi, Abu dan Narbu Cholid. 2007. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Boedi, Abdullah. 2014. Metode Penelitian Ekonomi Islam. Bandung: Pustaka
Setia.
Dahlan, Abdul Aziz eds, et.al.. 2002. Suplemen Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ikrar
Mandiri Abadi.
Dewi, Gemala. 2005. Hukum Perikatan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Hadi, Sutrisno. 1991. Metodologi Research. Yokyakarta: Andi Offset.
Handayani, Ika Nur. 2012. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Akad Bawon
(Studi Kasus Di Desa Gemulung Kelurahan Kwangen Kec. Gemolong
Kab. Sragen). Skripsi. Jurusan Muamalah Fakultas Syari'ah Institut
Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
Haroen, Nasrun. 2007. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama,
Hasan, M. Ali. 2003. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Ed. 1 Cet. 1.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kountur, Roeny. 2004. Metode Penelitian Untuk Penelitian Skripsi dan Tesis.
Jakarta: PPM.
Maloeng, Lexy J. 2008 Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Muhammad. 2009. Model-Model Akad Pembiayaan di Bank Syariah (Panduan
teknis pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah).
Yogyakarta: UII Press.
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Pelangi, Tim Laskar. 2013. Metodologi Fiqih Muamalah Diskursus Metodologis
Konsep Interaksi Sosial-Ekonomi. Lirboyo Kediri: Lirboyo Press.
Ridwan, Muhammd. 2007. Konstruksi Bank Syariah di Indonesia. Yogyakarta:
Pustaka SM,.
Sudarsono. 1992. Kamus Hukum Islam. Jakarta: RinekaCipta.
Sudarsono. 2001. Pokok-pokok Hukum Islam. Jakarta: Rineka Cipta. Cet: 2.
Suhenda, Hendi. 2007. Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suhendi, Hendi. 2002. Fikih Muamalah Membahas Ekonomi Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Suhendi, Hendi. 2002. Fikih Muamalah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqih Muamalah. Cet. I. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Syafe’i, Rachmat. 2004. Fiqh Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Wiroso. 2005. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Prees.
Ya’qub, Hamzah. 1992. Kode Etik Dagang Menurut Islam. Bandung:
Diponegoro.
INTERNET
www.dsnmui.or.id Peraturan DSN-MUI Nomor: 08/DSN-MUI/IV/ 2000 Tentang
Pembiayaan Musyarakah.
www.dsnmui.or.id Peraturan DSN-MUI Nomor : 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Ijarah.
www.dsnmui.or.id Peraturan DSN MUI Nomor: 62/DSN-MUI/XII/2007 Tentang
Akad Ju’alah.
digilib.uin-suka.ac.id diakses pada 25 Agustus 2017.
library.walisaongo.a.id diakses pada 25 Agustus 2017.
BIOGRAFI PENULIS
Nama : INTAN FADHILAH
Tempat Tanggal Lahir : Kab. Semarang 1996
Alamat : Pandean, Suruh, Rt 02 Rw 02 Kab. Semarang
e-mail : [email protected]
No Hp : 085640880288
Riwayat pendidikan :
1. TK Bustanul alfal , Lulus tahun 2001
2. SD Muhammadiyah suruh, Lulus tahun 2007
3. SMP Islam Plus Bina Insani Susukan, Lulus Tahun 2010
4. SMA Islam Plus Bina Insani, Lulus tahun 2013
5. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga