Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf ·...

77
JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi Majalah Resmi Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia No. 1/2006 ISSN 0216-6410

Transcript of Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf ·...

Page 1: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

JTMGBJurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Majalah Resmi

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

No. 1/2006 ISSN 0216-6410

Page 2: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 1

No. 1/2006

ISSN 0216-6410

DAFTAR ISI

- Dari Redaksi

2

- LIKA LIKU PENGELOLAAN RESERVOIR MIGAS, R. Sumantri

3

- MEASUREMENT OF Z-FACTORS FOR CARBON DIOXIDE SEQUESTRATION, Paulus S. Adisoemarta, Scott M. Frailey, Akanni S. Lawal

9

- PROSES PENGUAPAN DIFFERENTIAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN MATCHING HASIL SIMULASI KORELASI STANDING, St. Edi Purwaka, Reza Fahlevi

23

- RESERVOIR CHARACTERIZATION USING ARTIFICIAL NEURAL NETWORK, Martinus Barus, Ni Putu Juniari

34

- NUMERICAL SIMULATION STUDY ON DUAL HORIZONTAL WELLS STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGE, Maman Djumantara, Reza Iskandar

43

- BASE OIL BARU BUATAN DALAM NEGERI YANG TIDAK BERSIFAT TOKSIK UNTUK LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK (OBM), Rudi Rubiandini, Widrajat A, Yakob W, Galih C., Deni Efrial, Yosep Dimas

55

- PENELITIAN PENGGUNAAN BIODIESEL KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF OIL BASE MUD YANG RAMAH LINGKUNGAN, Rudi Rubiandini, Galih Cahyono, Iik Sumirat, Nugroho Susetyo

63

- PROSES FRAKSINASI DAN PENCAIRAN GAS ALAM DI PT BADAK NGL, BONTANG KALIMANTAN TIMUR, Verawaty, Karnata Ardjani

71

JTMBG (Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi) Adalah majalah resmi yang diterbitkan oleh Ikatan Ahli Perminyakan Indonesia (IATMI) Pusat. Jurnal ini diterbitkan atas kepentingan keprofesionalan dari dan untuk anggota.

JTMGB Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Page 3: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

2 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Penasehat Ir. Kun Kurnely (Ketua IATMI) Pimpinan Redaksi Ir. Mu'min P. Tamsil, MS Dewan Redaksi Ir. Sugiatmo Kasmungin, PhD Ir. Andang Kustamsi, PhD Ir. Ratnayu Sitaresmi, MT Ir. Arijanto Salmoen, MSi Ir. Maman Djumantara, MT Ir. Mulia Ginting, MS Ir. Drs. St. Edi Purwaka, MT Ir. Gandung Atmadji Ir. Tanu Wijaya Ir. Hadi Ismoyo Koordinator Peer Review Ir. Doddy Abdassah, PhD

D a r i R e d a k s i Pembaca Yang Terhormat

Sebuah cerita tentang pengelolaan sumur minyak pada awal kehadiran industri migas, yang ditulis oleh R Sumantri, nyaris dikelola tanpa ada perencanaan, tanpa POD atau mungkin WP & B. Tapi itu dulu jaman ketika masih gampang dicari tanpa segala macam perencanaan. Sekarang ? POD, WP&B, AFE dan lain sebagainya sudah dibuat, disetujui. Mengalirkah minyak dari sumur ? Z factor tetap merupakan masalah penting dalam hal parameter gas. Pengukuran faktar Z untuk COz dibahas oleh Suryono et a1. pada pengaruh antara C02/HC terhadap space dari COz storage. Edi Purwaka dan Reza Pahlevi memcoba membahas dan mencari solusi cara agar penentuan sifat-sifat melalui Korelasi Standing terhadap hasil uji laboratorium. Artificial Neural Network (ANN), menjadi perhatian Martinus Barus dan Ni Putu Juarti dalam tulisan Reservoir Characterization Using Artificial Neural network. Tulisan ini pada akhimya mencoba diaplikasikan pada lapangan di Pertamina Cirebon. Disimpulkan bahwa dengan ANN ini cukup berhasil dalarn memperkirakan porositas selain juga untuk perkiraan penneabilitasnya. Numerical Simulation Study Of Dual Horizontal Well Steam Assisted Gravity Drainage, ditulis oleh Maman dan Reza. Dalam tulisan ini dicoba dijelaskan mekanisme dari system injeksi steam pada reservoir yang dipengaruhi oleh mekanisme drive gravitasi. Rudi Rubiandini yang biasa dengan inovasi nya, kali ini menurunkan dua buah tulisan tentang Lumpur. Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri yang tidak bersifat toksik dan tulisan kedua adalah penelitian tentang penggunaan biodiesel Kelapa Sawit sebagai bahan dasar Altematip Oil Base Mud yang ramah Lingkungan. Terbitan ini merupakan terbitan awal untuk tahun 2006, Semoga akan tetap terbit pada jadwal-jadwal yang direncanakan. Selamat Membaca Redaksi

Page 4: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 3

LIKA LIKU PENGELOLAAN RESERVOIR MIGAS

R. Sumantri, Teknik Perminyakan Universitas Trisakti

1. PENDAHULUAN

Kepada mahasiswa teknik perminyakan saya sering bertanya : ”Anda tahu enggak kenapa ada Jurusan Teknik Perminyakan dan kenapa anda susah payah belajar ilmu teknik perminyakan ?”. Lalu langsung saya jawab sendiri : ”Itu karena di dalam bumi yang kita huni ini ada reservoir migas. Reservoir migas setelah ditemukan tidak lalu didiamkan saja, akan tetapi dibor sumur-sumur untuk memproduksikan migasnya, kemudian minyak dan gas bumi tersebut diolah untuk dimanfaatkan menjadi berbagai produk keperluan umat manusia. Karena itu reservoir migas perlu diamati, dipelajari secara seksama, dikaji agar dapat dibor dan diproduksikan minyaknya secara optimal. Maka lahirlah ilmu yang mempelajari hal itu, yaitu ilmu teknik perminyakan, yang mencakup antara lain ilmu teknik pemboran, teknik produksi, teknik reservoir yang hingga kini teknologinya masih terus dikembangkan sehingga menjadi semakin canggih”.

Tidaklah mengherankan apabila dalam bisnis pengusahaan lapangan migas, pengelolaan reservoir migasnya senantiasa menjadi primadona, menjadi pusat perhatian perusahaan. Reservoir harus dikelola secara profesional, karena komoditi pada bisnis pengusahaan lapangan migas, yaitu minyak dan gas bumi, berasal dari reservoir.

Tulisan ini akan mencoba membahas kiat mengelola reservoir migas secara profesional dan bagaimana lika-liku pelaksanaannya berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis. 2. TEORI PENGELOLAAN RESERVOIR

MIGAS

Konon kabarnya ketika awal kehadiran industri migas, pengelolaan reservoir migas hanya atas dasar let it happen saja, alias minyak bumi dibiarkan berproduksi semampunya tanpa perlu perencanaan yang matang. Namun ketika perusahaan migas di Amerika kemudian berlomba-lomba membor sumur dengan jarak spasi yang pendek dan memproduksikannya dengan laju produksi minyak yang sebesar-besarnya, barulah disadari oleh instansi yang berwenang untuk melakukan pengawasan produksi dan menetapkan tingkat produksi maksimum untuk setiap reservoir (proration policies) agar tidak terjadi pemborosan dan cadangannya tidak cepat habis. Hal itu memicu semakin meningkatnya pemelajaran tentang pengelolaan reservoir, misalnya munculnya konsep MER (maximum efficient rate), producing GOR, well spacing, unitization, dan sebagainya. Sedangkan prinsip-prinsip ilmu teknik reservoir

tercipta antara tahun 1935 – 1950-an. Setelah itulah pengelolaan reservoir migas mulai dilakukan secara profesional, yaitu mengacu kepada ilmu teknik reservoir (reservoir engineering).

Beberapa text-book teknik reservoir mendefinisikan teknik reservoir sebagai berikut : Craft and Hawkins (1959) : Reservoir engineering may be defined as the application of scientific principles to the drainage problems arising during the development and production of oil and gas reservoirs. Reservoir engineering is the art of developing and producing oil and gas fields in such a manner as to obtain a high economic recovery. Frank W. Cole (1962) : The principles function of reservoir engineering is to predict the further behavior of a petroleum reservoir under the various producing mechanism which are, or may become available. The various operating plans is an integral part of any reservoir engineering study. E. H. Timmerman (1982) : The prime objective of reservoir engineering is to understand the secrets of nature that are applicable to a specific oil and gas reservoirs. Such information is essential when future performance and recoverable reserves are to to be reliably forecast.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada intinya pengelolaan reservoir migas secara profesional, mencakup penanganan segi :

Pemahaman sifat dan kelakuan reservoir Pemelajaran masalah pengurasan cadangan Peramalan kinerja reservoir mendatang untuk

pengurasan cadangan yang paling menguntungkan (ekonomis)

Pada akhir tahun 1980-an lahir gagasan untuk mengelola reservoir migas secara terpadu, yaitu guna mengurangi kegagalan dan agar lebih menjamin tercapainya keuntungan maksimal bagi perusahaan. Pengelolaan reservoir migas dilakukan secara terpadu (integrated) menyertakan tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu, antara lain geologist, geophycisist, reservoir engineer, production engineer, drilling engineer, project economist, yang bekerja bersama secara kooperatip (synergistic) dalam suatu team terpadu. Pengelolaan reservoir semacam itu disebut pengelolaan reservoir secara sound reservoir management practice, yaitu cara pengelolaan reservoir migas dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia (migas, SDM, teknologi, finansial) guna meraih keuntungan maksimal

Page 5: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

4 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

dengan senantiasa mengoptimalkan laju produksi migas, memaksimalkan tingkat perolehan migas dari reservoir, mengupayakan tingkat resiko kegagalan serendah mungkin dan mengontrol pengeluaran biaya agar seekonomis mungkin.

Lebih jelas lagi DR. C.T. Sawabini3 mendefinisikan reservoir management, yang terjemahan bebasnya kira-kira sebagai berikut : Reservoir management adalah suatu urutan kegiatan (proses) yang dilakukan terus menerus sepanjang masa pengusahaan suatu reservoir migas, berulang setiap 3 – 5 tahun, mencakup kegiatan : 1. karakterisasi reservoir melalui pekerjaan

akuisisi data, studi geofisika, geologi, petrofisika dan reservoir.

2. Perencanaan pemboran, komplesi dan produksi.

3. Penentuan jumlah sumur dan spasinya guna memproduksi & menguras cadangan migas yang terakumulasi secara maksimal.

4. Peramalan (prediksi) produksi migas yang akan datang termasuk produksi hasil usaha secondary recovery dan EOR, melalui studi pengembangan reservoir (studi simulasi reservoir, etc.)

5. Perancangan (design), pembangunan dan pengoperasian fasilitas permukaan tanah guna penanganan produksi migas hasil peramalan tersebut diatas.

6. Evaluasi keekonomian dengan memperhitungkan dampak hukum, peraturan, dan lingkungan untuk pengoperasian produksi yang optimal.

7. Pemantauan atas kelancaran operasi produksi, termasuk melakukan penyesuaian & cost control apabila ada penyimpangan dari perencanaan-nya.

8. Penanganan atas seluruh hal tersebut diatas secara efisien dan efektip setiap saat sepanjang masa pengusahaan lapangan, melalui kerja sama terpadu (integrated & synergistic) dari seluruh fungsi terkait.

Yang dimaksud dengan masa pengusahaan reservoir migas ialah dari sejak tahap development sampai tahap abandonment.

Dari uraian di atas jelas bahwa reservoir management tidak sama dengan reservoir engineering atau reservoir geology. Pelaksanaan reservoir management harus diselenggarakan melalui suatu team terpadu (integrated & synergistic team) yang anggotanya terdiri dari tenaga ahli berbagai bidang, seperti : bidang geofisika, geologi, petrofisika, drilling, produksi, reservoir, operasi produksi, simulasi reservoir, keekonomian, hukum & peraturan, kesehatan kerja – keselamatan kerja - lindungan lingkungan (K3LL atau HSE).

Selanjutnya DR. C.T. Sawabini mengatakan bahwa ada tujuh komponen penting dalam pelaksanaan reservoir management, yang dinamakannya the seven component of reservoir management yang senantiasa harus ditangani secara profesional , yaitu: 1. Synergy Team 2. Data Acquisition 3. Reservoir Development 4. Drilling and Production 5. Surface Facilities 6. Operation and Monitoring 7. Economic Evaluation

Uraian secara rinci dan lengkap dari ke tujuh komponen tersebut dapat dilihat pada buku DR. C.T. Sawabini3,4.

Abdus Satter5 mengutarakan bahwa team terpadu reservoir management haruslah : • Mempunyai kesatuan pemahaman dari seluruh

anggota team tentang proses reservoir management itu sendiri, teknologi dan peralatan yang digunakan oleh seluruh disiplin keahlian yang terlibat. Hal ini bisa dilakukan melalui training dan job assignment bersama.

• Setiap anggota team harus bersifat terbuka dan flexible, sehingga terjalin koordinasi dan komunikasi yang harmonis antar anggota team.

• Setiap anggota team harus sadar bahwa mereka bekerja sebagai bagian dari team.

• Setiap anggota team selain harus ahli dibidangnya juga harus tekun (persistence).

3. LIKA-LIKU PENGELOLAAN RESER-

VOIR MIGAS • Pentingya Data

Data merupakan informasi yang sangat penting dalam mengelola reservoir migas secara profesional. Tanpa tersedianya data yang representative dan up to date mustahil dapat dibuat perencanaan yang baik dan keputusan yang tepat. Guna memperoleh atau mengambil data yang diperlukan tentu saja perlu biaya yang bisa cukup besar, misalnya data yang diperoleh dari hasil coring, hasil logging mutakhir, hasil 3D seismic, hasil transient pressure survey dan lain-lain. Acapkali pihak investor atau pemilik perusahaan enggan menyetujui pengambilan data kalau itu biayanya cukup signifikan atau menyita waktu cukup lama.

Seringkali terdengar pendapat yang keliru dari si pemegang keputusan, misalnya semacam ini : “kita bukan mau cari data tapi mau cari minyak, jadi tidak perlu melakukan pressure survey test langsung saja produksikan sumur sebesar-besarnya”. Sadar atau tidak sadar sebetulnya si pemegang keputusan telah membuat suatu keputusan yang sangat keliru, karena tanpa melakukan presssure survey test perusahaan bisa

Page 6: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 5

kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang reservoirnya, akibatnya misalnya pemboran sumur berikutnya yang seharusnya bisa dibatalkan karena menjadi tidak prospek, terpaksa diteruskan dibor sehingga dry hole, akibatnya perusahaan rugi karena pengeluaran biaya pemboran yang sebenarnya tidak perlu. • Mengelola Lapangan Migas Tua

Lapangan migas tua biasanya tidak punya data yang lengkap, karena data yang dimilkinya telah hilang atau dimusnahkan pada waktu perang dunia yang lalu. Hal ini menyulitkan pada waktu akan dilakukan pengelolaan reservoir secara profesional. Membuat rencana pengurasan cadangan dan menentukan skenario pengembangannya ke depan akan menjadi sia-sia. Yang bisa dilakukan hanya dengan cara coba-coba (trial & error), misalnya coba bor sumur infill, coba buka kembali sumur lama (reopening), coba kerja ulang pindah lapisan (recompletion), tetapi tidak mungkin membuat perencanaan yang menyeluruh. Dan cara itu tentu saja bisa mengundang kegagalan total, meskipun ada juga yang kebetulan berhasil.

Kita tidak usah heran apabila lapangan migas tua yang sudah tidak berproduksi lagi, bahkan sudah dalam status di-abandoned, masih tetap banyak diminati investor. Mungkin saja si investor awam di bisnis perminyakan atau memang ingin coba-coba, siapa tahu reservoir tua tersebut bisa berhasil dikelola kembali dengan produksi minyak yang masih bisa menguntungkan. • Aplikasi Simulasi Reservoir

Hati-hati melakukan simulasi reservoir untuk lapangan migas tua atau lapangan migas yang datanya tidak ada, karena hasilnya bisa menipu kita. Untuk mengganti data yang tidak ada, misalnya data sejarah produksi, data PVT, data special core analysis biasanya dilakukan asumsi-asumsi, atau data ditentukan menggunakan metode korelasi, misalnya untuk fluid properties digunakan data hasil korelasi Standing, Vasquez & Beggs, Ng and Edgobah, Velardo et al, etc., atau data dianggap sama dengan reservoir lain secara analogy. Hal itulah yang bisa menyebabkan hasil simulasi keliru, yaitu model reservoir yang terbentuk jadi tidak sama dengan reservoir yang dikaji, sehingga misalnya production forecast-nya menjadi sangat optimistik.

Reservoir yang belum diproduksikan migasnya, sehingga belum punya data sejarah produksi, bisa mengakibatkan hasil simulasi reservoir menyesatkan, terutama bagi yang awam. Berilah catatan pada laporan hasil simulasi tentang adanya data-data yang tidak akurat dan bahwa degree of confidence hasil simulasinya rendah.

Biasanya untuk pekerjaan simulasi reservoir, perusahaan migas lebih suka mempercayakan kepada konsultan. Cara tersebut dipandangnya lebih murah dari pada harus mempekerjakan satu group tenaga ahli dan membeli/ menyewa reservoir simulation software sendiri. Mungkin untuk tahap awal, misalnya untuk pembuatan initial POD, keputusan tersebut benar, akan tetapi setelah itu akan lebih menguntungkan merekrut grup tenaga ahli, karena diperlukan untuk merealisasikan POD dan memonitor serta membandingkan hasil realisasi menggunakan model reservoir semula, sehingga apabila ada penyimpangan yang signifikan dari hasil simulasi, model reservoir semula bisa segera direvisi dan production forecast-nya bisa di-run kembali. Hasilnya kemungkinan malah bisa merubah POD sehingga kerugian perusahaan bisa dicegah, atau keuntungan yang lebih besar bisa diraih. • Konsultan Studi

Apabila menggunakan konsultan untuk studi pengelolaan reservoir, ikutkan tenaga ahli perusahaan dalam studi tersebut, jangan hanya sebagai pengawas. Tenaga ahli perusahaan dapat membantu konsultan dengan memberikan data yang lengkap, informasi yang benar dan pemikiran yang bisa diacu, karena dialah yang seharusnya lebih mengenal reservoir yang distudi dan dia pula yang kelak akan menggunakan hasil studi itu.

Saya pernah punya pengalaman menarik. Suatu ketika dalam suatu penugasan, saya mengevaluasi rencana kerja suatu perusahaan minyak. Kepada seorang tenaga ahlinya saya bertanya :

”Ini kenapa rencana pemboran dan jadwal pemboran yang diusulkan berbeda dengan yang ada dalam hasil studi konsultan ?”. Apa jawabnya : ”wah saya tidak tahu. Menurut saya yang diusulkan ini yang benar, lagipula sudah disetujui perusahaan”.

Dalam hati : ”Jadi hasil studi konsultan itu untuk apa dan untuk siapa ya?”. • WP & B

Rencana Kerja dan Rencana Anggaran Tahunan (WP & B), merupakan salah satu kewajiban rutin yang harus dibuat perusahaan guna merealisasikan POD. Namun acap kali mempersulit terlaksananya pengelolaan reservoir yang konsisten.

Mengapa demikian ?

Rencana pengelolaan reservoir tercantum dalam POD, lengkap dengan tata waktu dan perkiraan biaya untuk setiap kegiatan. Pada setiap tahun anggaran dibuatlah WP & B mengacu kepada POD yang telah disetujui. Anehnya beberapa kegiatan yang telah disetujui di POD kadang-kadang ada yang ditolak (tidak disetujui) pada waktu

Page 7: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

6 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

pengusulan WP & B. Akibatnya pelaksanaan pengelolaan reservoir menjadi tidak konsisten lagi, tingkat produksi minyak meleset dari perkiraan di POD, rencana kegiatan jadi amburadul dan ujung-ujungnya POD harus direvisi karena sudah tidak sesuai lagi dengan realisasi. • Commingle Production

Pada buku Petroleum Engineering Handbook yang diterbitkan oleh SPE halaman 40-3, definisi mengenai reservoir migas adalah sebagai berikut :

A reservoir is a porous and permeable underground formation containing an individual and separate natural accumulation of producible hydrocarbons (oil and/or gas) that is confined by impermeable rock and/or water barriers and is characterized by a single natural pressure system. Dengan demikian mengacu definisi tersebut, suatu struktur migas yang mempunyai lebih dari satu lapisan migas pada kedalaman yang berbeda-beda mulai dari yang terdangkal hingga yang terdalam dan masing-masing lapisan terpisah dengan lapisan lainnya oleh lapisan-lapisan impermeable dan atau akuifer air, maka setiap lapisan migas tersebut dapat dikatagorikan sebagai satu reservoir migas tersendiri.

Mengacu definisi tersebut, di Indonesia, hampir semua lapangan/struktur migas mempunyai lebih dari satu reservoir migas. Bahkan ada yang mempunyai lebih dari 100 reservoir. Umumnya reservoir-reservoir tersebut diproduksikan secara bersama-sama 3 – 6 reservoir sekaligus (commingle completion) dengan beda kedalaman ada yang hingga mencapai 600 m lebih. Biasanya cara tersebut dilakukan karena alasan keekonomian, sedangkan dari segi sound engineering practice cara tersebut sebetulnya tidak dibenarkan.

Dengan commingle production, pengelolaan secara profesional per reservoir jadi tak mungkin dilakukan, walaupun saat ini tersedia teknologi canggih untuk mencoba menginterpretasi data fluid & rock properties, jenis fluida & production rate, data tekanan dari masing-masing reservoir dengan melakukan multilayer pressure transient test & analysis dan production logging survey & analysis, etc. Tetapi tetap saja pengurasan migas per reservoirnya jadi tak jelas, produksi migas nyata setiap reservoir tak terukur dan selain itu bisa terjadi pula aliran produksi tak terkontrol dari reservoir yang bertekanan lebih tinggi ke reservoir yang bertekanan lebih rendah.

Karena itu untuk new developing field hindari commingle completion, kecuali apabila lapisan-lapisan migas tersebut ternyata merupakan satu kesatuan reservoir, yaitu antara lain mempunyai tekanan yang sama, oil water contact yang sama. Untuk memproduksikan migas dari reservoir-reservoir yang berbeda lakukan dual completion,

etc. dan buatlah perencanaan recompletion secara bottom-up pada sumur-sumurnya. Buatlah studi kelayakan pengelolaan terpadu untuk seluruh reservoir, mencakup kelayakan teknis dan ekonomik. Studi tersebut biasanya sudah tercakup dalam POD. • Prolong Test

Jumlah cadangan migas yang terakumulasi dalam suatu reservoir (STOIP, GIIP) merupakan informasi yang sangat penting dalam penentuan pengelolaan reservoir secara profesional, misalnya untuk pembuatan POD.

Namun pada saat discovery, degree of uncertainty untuk informasi tersebut masih tinggi, karena back-up datanya masih amat kurang. Guna mendapatkan tambahan informasi maka biasanya dibor beberapa sumur appraisal dan dilakukan prolong test pada sumur discovery dan appraisal. Prolong test, biasanya dilaksanakan sampai berbulan-bulan, sehingga menjadi kontroversi karena tidak ada dalil-nya dalam textbook. Konon prolong test itu dicurigai hanya sebagai upaya kontraktor untuk mendapatkan produksi minyak pra-commerciality. Sebenarnya untuk mengetahui batas-batas reservoir cukup dengan melakukan pressure limit test, yaitu uji tekanan hingga mencapai late time flow regime, biasanya lama uji hanya sekitar 100 jam saja, tidak sampai berbulan-bulan. • Cadangan Migas

Cadangan migas yang akan diacu dalam pengelolaan reservoir mencakup cadangan proven, probable, possible. Sejauh yang saya ketahui, hingga saat ini belum ada pedoman baku di Indonesia yang bisa diikuti tentang klasifikasi cadangan tersebut.

Definisi klasifikasi cadangan antara lain bisa dilihat pada buku “SPE/WPC Reserves Definitions Approved”, JPT (May 1997). Sejak tahun 2004 untuk cadangan migas yang ditemukan dan hasil sertifikasinya, diwajibkan dilaporkan kepada pemerintah (Menteri melalui BP Migas).6)

• Reservoir Management Team

Sejak tahun 2004 sudah ada ketentuan di Indonesia yang mewajibkan untuk mengelola lapangan migas sesuai dengan kaidah keteknikan yang baik (good engineering practice), di mana tercakup keharusan memproduksikan migas sesuai dengan kaidah pengelolaan reservoir yang baik (sound reservoir management practice).6)

Penerapan sound reservoir management practice perlu pengelolaan oleh suatu integrated synergistic reservoir management team.

Page 8: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 7

Pengalaman dan pengamatan saya menunjukkan bahwa pembentukan team semacam ini pada perusahaan migas yang struktur organisasinya sudah terkotak-kotak bisa gagal apabila anggota-anggota team hanya dipinjam sewaktu-waktu saja dari organisasinya. Biasanya si anggota team lebih memilih mendahulukan tugas dari bossnya pada garis organisasi, daripada mengerjakan tugas team. Reservoir management team akan berhasil apabila team tersebut sudah build in di struktur organisasi perusahaan.

Misalnya apabila di dalam suatu struktur organisasi perusahaan, memang sudah diatur sedemikian, sehingga bidang yang menangani pengelolaan reservoir migas berada dalam satu organisasi.

Contoh: di bawah General Manager dibentuk Manager Operasi yang membawahi disiplin geologi, geofisika, reservoir engineering, production engineering, drilling engineering, production operation, bahkan secara hubungan fungsional juga membawahi field superintendent dan jajaran bawahannya. Pada organisasi semacam ini akan lebih mudah membentuk reservoir management team.

Agar team bisa bekerja secara optimal demi tercapai hasil yang maksimal sebaiknya satu team menangani satu lapangan/struktur saja, sehingga kalau ada 2 lapangan, 2 team dan seterusnya. 4. PENUTUP

Pengelolaan reservoir pada bisnis pengusahaan lapangan migas seyogianya dilaksanakan secara sound reservoir management practice. Hal itu juga sejalan dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas.

Untuk penerapan sound reservoir management, perusahaan hendaknya tidak segan-segan untuk merekrut tenaga ahli untuk reservoir management team; juga apabila jumlah team harus relatip banyak guna memenuhi kebutuhan, karena ada lebih dari satu lapangan migas.

Reservoir management adalah urutan kegiatan yang senantiasa berulang terus selama masa hidupnya reservoir (Gambar No. 1), karena itu keberadaan reservoir management team dibutuhkan sepanjang waktu untuk pencapaian keuntungan yang maksimal bagi bisnis pengusahaan lapangan migas (Gambar No. 2).

Akhirul kalam saya tutup tulisan ini dengan mengutip ucapan guru saya DR. C.T. Sawabini, pakar Reservoir Management sebagai berikut :

”Exploiting a reservoir without implementing sound reservoir management practice is like sailing a ship in the ocean without navigation tool”. DAFTAR PUSTAKA 1. R. Sumantri, “Plan of Development – State of

The Art”, Lustrum V FTM, Universitas Trisakti, 2005.

2. R. Sumantri, “Sertifikasi Cadangan”, Kursus Manajemen Eksplorasi dan Produksi, PERTAMINA, 1999.

3. DR. C.T. Sawabini, ”Practical Reservoir Management Workshop”, Jakarta, February 1998, October 1998, March 1999.

4. DR. C.T. Sawabini, ”Advanced Reservoir Management Workshop”, Jakarta, March 1999.

5. Abdus Satter, James E. Vernon, Muu T. Hoang, “Reservoir Management : Technical Perspective”, IPA 21st Annual Convention, October 1992.

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas, 2004.

Page 9: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

8 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

AKUISISI DATA

KARAKTERISASI

PENGEMBANGAN/IMPLEMENTASI

PRODUKSI

MONITORING

DISCOVERY

RESERVOIR MANAGEMENT IS A NEVER ENDING PROCESSDURING THE LIFE OF A RESERVOIR

ANALISA / EVALUASI(al. PEMBUATAN POD)

GAMBAR 1. PARADIGMA RESERVOIR MANAGEMENT

GAMBAR 2. PARADIGMA PENGELOLAAN LAPANGAN MIGAS

Page 10: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 9

MEASUREMENT OF Z-FACTORS FOR CARBON DIOXIDE SEQUESTRATION

Paulus S. Adisoemarta, Texas Tech University Scott M. Frailey, ISGS

Akanni S. Lawal, Texas Tech University Abstract

Due to concerns about global climate change, carbon dioxide gases from natural and industrial sources are more and more re-injected into depleted gas reservoirs. The PVT laboratory at Texas Tech University has undertaken a comprehensive study on compressibility factor (Z-factor) of hydrocarbon (HC) gas at various amount of CO2. For the sole purpose of the measured Z-factor data, three temperatures of 100°F, 160°F and 220°F and pressures ranges from 50 psia to 5000 psia are selected as representative of the depleted gas reservoirs (DGRs). In order to analyze the various phase behavior to be encountered in gas reservoirs (dry gas, wet gas and retrograde gas), the median gas compositions for dry, wet and retrograde gases are specified by gas type. The gas types are categorized by representative compositional analysis for the three types of gas reservoirs (dry gas, wet gas and retrograde gas). The measurements of z-factors for CO2-hydrocarbon mixtures in varying proportions and at the three specified temperatures for various pressures are performed on the median gas compositions of the type gases. The results of the Z-factor measurements of CO2-hydrocarbon mixtures are used to interpret the expected phase behavior to be encountered in the geologic storage of CO2 in gas reservoirs. Also, the Z-factor measurements of CO2-retrograde gas mixtures are used to quality the benefits of enhanced gas and condensate recovery in gas reservoirs. INTRODUCTION

Carbon dioxide (CO2) gas has been used for enhanced oil recovery through miscible and immiscible displacement of oil at high pressures and moderate temperatures since the earlier 1970. Recently, research is being directed for the use of carbon dioxide in the oil refining through supercritical extraction of hydrocarbons.1 Current activities are to find ways for geologic storage of CO2 in oil or gas reservoirs.2 Although one laboratory measurement of CO2-hydrocarbon mixture in the limited ranges of temperatures and pressures used in this project has been reported in Venezuela (Rojas-Requena, 1992),3 this paper presents experimental measurements of Z-factors for CO2-hydrocarbon mixtures at three specified temperatures and pressures ranging from 50 psia to 5000 psia. The results of the experimental Z-factors are used to quantify economic benefits (such as enhanced oil recovery (EOR) and enhanced condensate vaporization) of geologic storage of CO2 in gas reservoir. PROCEDURE FOR Z-FACTOR DETER-MINATION

The compressibility factor, or Z-factor, is determined by manipulating the Real Gas Law and assuming that reservoir gas will behaves as an ideal gas at ambient pressure and temperature (McCain, 1990, page 106).

The Real Gas Law is defined as follows:

ZnRTPV = .............................................. (1)

For a constant composition system, the product of pressure and volume is constant, thus

22

1

22

11 1

nRTZnRTZ

VPVP

= ........................................ (2)

Where the subscripts are: 1. Condition in the cell 2. Ambient condition

Solving for the ratio of compressibility factors:

12

2111

22 TVPTVP

ZZ

= ............................................... (3)

At ambient pressure and temperature all gases are assumed to behave like an Ideal Gas, so that its compressibility factor is unity. Substituting Z2 with 1 result in the primary formula for this study:

12

211

21 TVP

TVPZ = ................................................ (4)

Where: P1 cell pressure V1 volume of gas released from the cell T1 cell temperature P2 ambient pressure V2 volume of gas at ambient pressure and temperature T2 ambient temperature Pressure and temperature are in absolute units. HYDROCARBON TYPE GAS SAMPLES

The first part of the study is identifying major components of reservoir gas and the range of compositions for each of the categories of the gas reservoirs (i.e., dry gas, wet gas, and retrograde gas).

Page 11: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

10 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

The gas compositions are obtained from published SPE papers, Petroleum Engineering Journals, Gas Information System (GASIS) and PVT analyses. The major components of gas reservoir are identified as nitrogen, carbon dioxide, methane, ethane, propane, n-butane, n-pentane, hexane, and heptane-plus (N2, CO2, C1, C2, C3, nC4, nC5, C6, C7

+). Non-hydrocarbon components are removed and the hydrocarbon components are normalized to 1.0 mole. These compositions are analyzed to find the median composition for each of the categories of gas reservoirs, and a means of identifying the Gas Type from the composition is established. Tables containing the normalized median compositions for each category of gas reservoirs are constructed. The median compositions are derived from 131 dry gas, 12 wet gas, and 11 retrograde gas samples. A sample of the normalized median composition for gas reservoir is shown in Table 1.

Table 1 shows that dry gas reservoir is mainly C1, whereas wet and retrograde gas reservoirs have appreciable amount of heptanes-plus fractions (C7

+). Anticipating sequestration of CO2 in depleted gas reservoirs (DGRs) to vary based on the phase behavior of the mixture of the CO2 and the resident hydrocarbon gases and liquids, the Z-factor measurements are based on each gas types.

The gas compositions of Table 1 are the compositions of the initial or discovery gas reservoirs. By definition there are no phase changes in the reservoir for dry and wet gases; consequently, the median dry and wet gas compositions are also the compositions of the respective gases at depleted reservoir conditions. This is not the case for retrograde gas, which undergoes a phase change at reservoir conditions. As such, the composition of the retrograde gas’ liquid and vapor phases varies with pressure. Three depleted pressures of 50, 250 and 500 psia are used as a range to define the depleted gas reservoir pressure, which is also the initial sequestration pressure. These three gases are labeled as retrograde gases A, B and C for the gases at 50, 250 and 500 psia, respectively, and their respective compositions are show in Table 2.

To ensure the broadest applicability of the lab data to CO2 sequestration in gas reservoirs, gas compositions are required for as many sources as possible so that a representative average composition of dry, wet and retrograde gases could be established. Therefore, a specific gas reservoir could be selected or fabricated in the laboratory that is close to the median composition found from data collected for each gas type. As broadest applications into gas reservoirs are required, a specific gas reservoir study is not mandated. Consequently, the 154 gas compositions found in the literature and private sources could be categorized by gas types: dry, wet, and retrograde.

Median gas types are calculated for each gas type in order to have gas compositions that are not unique to specific gas reservoir. A plot is made that identify regions type gases (dry, wet, and retrograde gasses) based on their compositions. Several plots were made to find the combination of compositions that would provide the greatest distinction of the gas type and thus yields unique gas-type identification.

The final plot (see Figure 1) is the sum of the mole fraction of the butane, propane, pentane, hexane and heptane divided by the mole fraction methane (y-axis) versus mole fraction of ethane divided by mole fraction of methane (x-axis). Figure 1 is the basis for gas samples specification ordered for the experimental work on CO2-hydrocarbon mixtures. EXPERIMENTAL GAS SAMPLES

To ensure repeatability of the Z-factor measurements for each gas type, pre-mixed gas with the median composition of each gas type that has been shown in Table 1 were ordered from a commercial analytical-gas vendor. Two more procedure were implemented to ensure sample consistency: 1. Single-phase sample loading from the gas bottle

to the PVT cell must be performed all the time. To ensure single-phase loading each bottle has to be heated to above its cricondentherm temperature plus 15°F.

2. To prevent sample segregation in the bottle due to molecular weight difference of each component, the bottle must be heated in a non-uniform form. The lower part of the bottle is heated at 200°F while the top part is heated at the cricondentherm temperature plus 15°F. The much hotter lower part of the bottle will make the sample gas lighter than the upper part, and thus created a continuous convection upward that ensures no sample segregation occurs.

As the median retrograde gas has a cricondentherm temperature much higher than the safety limit of the sample bottle to ensure single-phase loading, the median retrograde gas sample must be loaded in two steps. The step one is to load the liquid part of the heptane-plus, in the form of liquid decane to the PVT cell. Then the second step is to load the pre-mixed median retrograde gas but without the heptane-plus part. Then an overnight mixing was done in the cell at the target temperature of 100°F, 160°F, and 220°F.

RUSKA PVT EQUIPMENT

This research project uses equipment commercially available from Chandler Engineering Products (previously Ruska) Model 2370 Mercury-Free PVT Oven, and the produced gas is measured with the Model 2331 Gasometer and Model 2353 Separator.

Page 12: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 11

Measurement automation and remote monitoring is performed by in-house developed LabVIEW-based software running on an off-the-shelf computer in-house.

To ensure a leak-free system, a special compound that is compatible with high concentration of CO2 has been utilized. This special compound is called V1238-95, a fluorocarbon material (FKM) product of Parker Hannifin.

To prevent the premature destruction of seals in the system, due to the absorbed gas and/or CO2 that suddenly expands when the system pressure is dropped, a measure similar to deep sea divers do to prevent a syndrome called “bends” has been implemented. This method calls for a waiting period until the system stabilized, for at least 15 minutes, after a volume expansion of maximum 1.5 times the initial volume has been performed. During this waiting time all absorbed gas will have sufficient time to diffuse out from the seal material safely.

LABORATORY MEASUREMENT RESULTS

Great effort has been spent during the measurement in the lab to minimize measurement error. These efforts comprised of repeating each measurement six times and rejecting the outlier data before the averaging, running the system against known gas to detect any system drifts between HC sample runs, and letting the system stays overnight to ensure a completely stabilized system before each sample run.

Figures 2 to 4 shows CO2 compressibility factor measured in the lab compared to published data by Sage and Lacey (1955), and Burton Corblin (1990). The plot shows a very good match between lab results and the two published data sets that confirm equipment and methodology. At pressure less than 100 psia, the measured data deviates slightly (less than 10% absolute error) compared to the two published data sets.

The smoothed compressibility factors of dry gas samples from laboratory measurement are shown in Figure 5 to 7 and Table 3 to 5. Each table shows the actual lab result, and the smoothed data are listed next to the lab measurements. Figure 5 shows the compressibility factor of various median dry gas and carbon dioxide composition at 100°F. Also shown on the plot is the compressibility factor of pure carbon dioxide gas. As can be observed from the plot, a consistent progression in the increasing amount of carbon dioxide gas in the median dry gas mixture is shown. The result of the compressibility factor at 160°F is shown in Figure 6. The plot shows a consistent trend as a function of increasing carbon dioxide content. Figure 7 shows the compressibility factor of various dry gas and

carbon dioxide mixture at 220°F. This plot shows a correct trend as a function of the amount of carbon dioxide in the mixture.

Because wet gas sample generate liquid in the separator at temperature lower than 145°F, there is no plot of compressibility factor at 100°F. The compressibility factors at 160°F and 220°F are shown in Figures 8-9.

Compressibility factor of various wet gas with carbon dioxide at 160°F shows a consistent trend as a function of the amount of carbon dioxide. At 220°F, the compressibility factor also shows the expected trend as a function of the amount of carbon dioxide. Tables 6 and 7 shows the compressibility factor of various wet gas with carbon dioxide in numerical format

As the retrograde gas is expected to have a fraction of the volume as liquid at certain pressure and temperatures, the compressibility factor measurement was done using two different methods and the result is merged together. For pressures above the dew-point pressure, the constant composition expansion (CCE) method was utilized whereby the cell is kept closed, and system pressure is gradually increased and the respective cell volume is recorded. For pressures below the dew-point pressure the constant volume depletion (CVD) method was utilized. This method mimics the actual condition in the reservoir during depletion process as the reservoir volume stays constant and the liquid precipitation stays in the pore space of the reservoir rock.

The dew-point pressure of median retrograde gas is 3400 psia, and drops to 1300 psia after CO2 has been injected. Figures 10, 11, and 12 shows the compressibility factor of median retrograde gas and depleted retrograde gas after CO2 has been mixed at temperatures of 100°F, 160°F, and 190°F. Tables 8, 9, and 10 show the result in numeric format, respectively. Owing to the equipment failures as a result of premature seal degradation at high temperatures, there is no result for cell temperature of 220°F. BENEFITS OF GEOLOGIC CO2 STORAGE

One side benefit of CO2 sequestration is the additional production of hydrocarbon gasses due to re-vaporization of retrograde condensate in the reservoir.

Figure 13 shows the amount of re-vaporized liquid, in percent of original condensate volume, as a function of temperature and depletion pressure. As it can be seen on the plot, the amount of condensate that is re-vaporized range from as low as 5.7 percent to as high as 35 percent. Stated in different ways, as much as one-third of the condensate liquid in a depleted reservoir can be produced as gas after

Page 13: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

12 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

CO2 is sequestered. Table 11 shows the complete result in tabular format. CONCLUSIONS

This research uses laboratory measured Z-factor of CO2-hydrocarbon mixture to analyze phase behavior, enhanced gas and enhanced condensate recovery for CO2 storage in depleted gas reservoirs. The laboratory measured CO2 compressibility factor (or Z-factor) is much lower than hydrocarbon gas mixtures at the specified temperatures and pressures. Therefore, that offers the opportunity to store larger surface volumes of CO2 than hydrocarbon gases. Five times the storage is possible depending on pressure, temperature and hydrocarbon gas composition

Storage of CO2 increases if the CO2/HC gas mixture compressibility (Z-factor) is low. Furthermore, if a liquid condensate occupies the reservoir pore space and the addition of CO2 vaporizes the liquid, then additional pore space is acquired for CO2 storage. NOMENCLATURE

P1 = cell pressure, psia V1 = volume of gas released from the cell, cc T1 = cell temperature, oR P2 = ambient pressure, psia V2 = volume of gas at ambient pressure and

temperature, cc T2 = ambient temperature, oR n = number of moles of the system Z = compressibility factor DGR = Depleted Gas Reservoir HC = Hydrocarbon CVD = Constant Volume Depletion CCE = Constant Composition Expansion

Subscripts

1 = Initial condition 2 = Final condition

ACKNOWLEDGMENTS

The authors wish to express their gratitude to the U.S. Department of Energy for sponsoring this study through research grant No. DE-FC26-01NT41145 awarded to the Center for Applied Petrophysical and Reservoir Studies in the Petroleum Engineering Department of Texas Tech University.

REFERENCES 1. Williams, D. F., “Extraction with Supercritical

Gases,” Chem. Eng. Sci., 36 1981. 2. Katz, D. L. and M. Rasin Tek, “Overview of

Underground Storage of Natural Gas,” SPE Paper 9390 presented at the 59th Annual Fall Technical Conference and Exhibition of the Society of Petroleum Engineers of AIME, held in Dallas, Texas, Sept. 21-24, 1980.

3. Rojas, G. and Requena, O.: “A New Method to Estimate Compressibility Factors for CO2 Hydrocarbon Mixtures,” paper SPE 23661 presented at the Second Latin America Petroleum Engineering Conference, Caracas, Venezuela, March 8-11, 1992.

4. PVT System Model 2370 User’s Manual, Ruska Instrument Corporation, March, 1995.

5. Burton Corblin Technical Bulletin (BCTB): http://www.burtoncorblin.com/BCTB302.pdf

6. Sage, B. H. and Lacey. W. N.: “Some properties of the Lighter Hydrocarbons, Hydrogen Sulfide and Carbon Dioxide,” API Research Project 37, American Petroleum Institute, New York (1955).

7. Sobers, L., Frailey, S. M. and Lawal, A. S., “Geological Sequestration of Carbon Dioxide in Depleted Gas Reservoirs,” SPE 89345 to be presented at the Fourteenth Symposium on Improved Oil Recovery, Tulsa, Oklahoma, April 17-21, 2004.

8. McCain, W.D., “Chemical Composition Determines Behavior of Reservoir Fluids.” Petroleum Engineer International (October 1993) 18-25.

9. McCain, W.D., “Heavy Components Control Reservoir Fluid Behavior,” SPE 28214 (1994).

10. McCain, W., D., Properties of Petroleum Fluids 2nd Edition, PennWell Publishing, 1990.

11. Sources for NIST Database reference Version 7.0: C:\NIST_Technical Databases - Databases Distributed Standard Reference Data Program.htm

12. Standing, M.B.: “Volumetric and Phase Behavior of Oil Field Hydrocarbon Systems,” Society of Petroleum Engineers of AIME. Dallas, Texas. (1977).

Page 14: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 13

Table 1 – Normalized Median Composition

C1 C2 C3 C4 C5 C6 C7+ Total Mol %

Dry Gas 96.61 2.67 0.51 0.21 0.00 0.00 0.00 100.00

Wet Gas 90.03 4.75 2.03 1.03 0.42 0.35 1.40 100.00

Retrograde Gas 73.09 8.57 4.53 3.40 1.89 1.64 6.88 100.00

Table 2 – Normalized Median Composition of Retrograde Gas at Depleted Pressure

C1 C2 C3 C4 C5 C6 C10 Total Mol % 24.77 5.27 5.41 7.71 6.67 7.34 42.82 100.00 Retrograde Gas A

(50 psia) 39.05 6.99 5.82 6.83 5.25 5.49 30.57 100.00 Retrograde Gas B

(250 psia) 50.78 7.92 5.64 5.75 4.05 4.07 21.76 100.00 Retrograde Gas C

(500 psia)

Table 3 - Compressibility Factor of Median Dry Gas and CO2 Mixture at 100°F

0% CO2 25% CO2 50% CO2 75% CO2

Pressure psia

Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab

5000 0.9950 0.9947 0.9040 0.8981 0.8260 0.8227 0.7000 0.7538 4500 0.9400 0.8550 0.7650 0.6500 4000 0.8900 0.8918 0.8100 0.8023 0.7150 0.7161 0.6000 0.6584 3500 0.8580 0.7750 0.6750 0.5600 3000 0.8350 0.8382 0.7550 0.7382 0.6590 0.6452 0.5250 0.5327 2500 0.8300 0.8253 0.7560 0.7297 0.6600 0.6278 0.5090 0.5166 2000 0.8360 0.8596 0.7780 0.8251 0.6850 0.6932 0.5180 0.5045 1500 0.8600 0.8603 0.8150 0.8486 0.7275 0.7293 0.5800 0.5866 1000 0.8950 0.9024 0.8630 0.8985 0.7950 0.8149 0.7050 0.7485 500 0.9450 0.9473 0.9300 0.9325 0.8950 0.9073 0.8500 0.8747 200 0.9800 0.9908 0.9720 0.9807 0.9580 0.9500 0.9350 0.9669 100 0.9910 1.0050 0.9870 0.9937 0.9780 0.9715 0.9620 0.9875 50 0.9970 1.0146 0.9940 0.9958 0.9900 0.9815 0.9750 1.0051

Page 15: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

14 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Table 4 - Compressibility Factor of Median Dry Gas and CO2 Mixture at 160°F

0% CO2 25% CO2 50% CO2 75% CO2

Pressure psia

Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab

5000 1.0300 0.9968 0.9500 0.9449 0.8600 0.8625 0.7550 0.75354500 0.9830 0.9175 0.8150 0.7100 4000 0.9420 0.9309 0.8900 0.8874 0.7800 0.7814 0.6700 0.67373500 0.9070 0.8700 0.7580 0.6420 3000 0.8912 0.8918 0.8550 0.8584 0.7450 0.7487 0.6325 0.63332500 0.8828 0.8879 0.8500 0.8532 0.7500 0.7530 0.6400 0.63202000 0.8855 0.8830 0.8550 0.8527 0.7680 0.7764 0.6700 0.67871500 0.9014 0.8379 0.8680 0.8734 0.8000 0.8093 0.7250 0.74141000 0.9275 0.8617 0.8950 0.8942 0.8500 0.8737 0.8000 0.8095

500 0.9609 0.9011 0.9450 0.9439 0.9200 0.9330 0.8900 0.8872200 0.9900 0.9230 0.9810 0.9785 0.9670 0.9655 0.9500 0.9686100 0.9996 0.9489 0.9945 1.0226 0.9840 0.9903 0.9700 0.986850 1.0050 0.9868 1.0000 1.0189 0.9930 0.9598 0.9800 1.0208

Table 5 - Compressibility Factor of Median Dry Gas and CO2 Mixture at 220°F

0% CO2 25% CO2 50% CO2 75% CO2 Pressure

psia Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab

5000 1.0650 1.0638 0.9675 0.9648 0.9050 0.9027 0.8500 0.84814500 1.0350 0.9400 0.8725 0.7950 4000 1.0050 1.0152 0.9100 0.9134 0.8450 0.8477 0.7600 0.75173500 0.9760 0.8930 0.8300 0.7390 3000 0.9500 0.9467 0.8825 0.8789 0.8280 0.8249 0.7340 0.73252500 0.9320 0.9288 0.8850 0.8883 0.8350 0.8308 0.7460 0.74702000 0.9280 0.9148 0.8950 0.8997 0.8500 0.8576 0.7720 0.77151500 0.9350 0.9293 0.9100 0.9224 0.8800 0.8862 0.8100 0.80081000 0.9550 0.9486 0.9400 0.9425 0.9150 0.9151 0.8600 0.8632

500 0.9840 0.9878 0.9740 0.9683 0.9550 0.9505 0.9250 0.9198200 1.0013 1.0141 0.9950 0.9894 0.9800 0.9672 0.9640 0.9173100 1.0075 0.9762 1.0022 0.9669 0.9900 0.9703 0.9770 0.873750 1.0110 0.9657 1.0070 0.9768 0.9960 0.9796 0.9840 0.7603

Page 16: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 15

Table 6 - Compressibility Factor of Median Wet Gas and CO2 Mixture at 160°F

0% CO2 25% CO2 50% CO2 75% CO2

Pressure psia

Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab

5000 1.0050 1.0046 0.9380 0.9368 0.8210 0.8224 0.7400 0.83864500 0.9400 0.8950 0.7800 0.70504000 0.8920 0.8928 0.8510 0.8517 0.7450 0.7479 0.6700 0.72963500 0.8600 0.8200 0.7200 0.6400 0.72963000 0.8380 0.8557 0.8000 0.7938 0.7100 0.7108 0.6150 0.62372500 0.8290 0.8284 0.7900 0.7880 0.7180 0.7140 0.6150 0.60412000 0.8380 0.8434 0.8070 0.8023 0.7410 0.7375 0.6400 0.65141500 0.8650 0.8634 0.8400 0.8388 0.7850 0.7829 0.6980 0.72441000 0.9030 0.9050 0.8900 0.8869 0.8450 0.8504 0.7950 0.8952500 0.9560 0.9608 0.9450 0.9536 0.9150 0.9116 0.8900 0.9439200 0.9890 0.9849 0.9780 0.9830 0.9610 0.9692 0.9440 1.0891100 0.9990 0.9891 0.9900 0.9919 0.9760 0.9801 0.9620 1.1870

50 1.0040 0.9896 0.9970 1.1588 0.9830 0.9772 0.9700 1.2069

Table 7 - Compressibility Factor of Median Wet Gas and CO2 Mixture at 220°F

0% CO2 25% CO2 50% CO2 75% CO2 Pressure

psia Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab

5000 1.0350 1.0365 0.9600 0.9605 0.8840 0.8838 0.8300 0.91904500 0.9950 0.9250 0.8540 0.80004000 0.9575 0.9420 0.8950 0.8948 0.8265 0.8336 0.7750 0.84573500 0.9240 0.8760 0.8080 0.75503000 0.9030 0.9106 0.8650 0.8632 0.7990 0.7977 0.7450 0.82232500 0.8940 0.8913 0.8640 0.8616 0.8030 0.8015 0.7450 0.81942000 0.8960 0.8948 0.8725 0.8714 0.8210 0.8261 0.7600 0.80561500 0.9090 0.9208 0.8900 0.8817 0.8530 0.8438 0.8100 0.84101000 0.9320 0.9211 0.9175 0.9148 0.8975 0.9120 0.8700 0.9863500 0.9700 0.9688 0.9560 0.9644 0.9450 0.9631 0.9300 1.0686200 0.9970 0.9753 0.9840 0.9902 0.9770 0.9854 0.9650 0.9701100 1.0060 0.9855 0.9950 0.9709 0.9900 1.0044 0.9800 0.9680

50 1.0100 0.9864 0.9996 0.9574 0.9950 0.9936 0.9870 0.9983

Page 17: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

16 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Table 8 - Compressibility Factor of Median Retrograde Gas and Depleted Retrograde Gas + CO2 Mixture at 100°F

Depleted Median Retrograde Sample Median Retrograde 50 psia 250 psia 500 psia

Pressure Smoothed Lab Pressure Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab 5000 0.93 0.935 5000 0.6500 0.6540 0.7000 0.6900 0.7500 0.76004500 0.89 4500 0.6000 0.6400 0.6800 4000 0.855 0.845 4000 0.5400 0.5340 0.5700 0.5800 0.6100 0.60503500 0.825 3500 0.4800 0.5100 0.5500 3000 0.8 0.79 3000 0.4200 0.4100 0.4500 0.4400 0.4850 0.48002500 0.786 2500 0.3750 0.3900 0.4200 2000 0.7808 0.785 2000 0.3250 0.3300 0.3400 0.3200 0.3600 0.35001500 0.8027 1500 0.2850 0.2900 0.3050 0.3000 0.3250 0.32001000 0.8605 0.86 1250 0.2950 0.3300 0.3600

500 0.9283 0.92 1200 0.3700 0.4150 0.4350 250 0.9627 1100 0.4940 0.5100 0.5600 100 0.9867 0.98 1000 0.5900 0.6000 0.6050 0.5900 0.6300 0.620050 0.993 900 0.6500 0.6700 0.7000

800 0.7100 0.7250 0.7500 700 0.7600 0.7750 0.8000 600 0.8100 0.8200 0.8400 500 0.8500 0.8400 0.8600 0.8700 0.8800 0.8600400 0.8800 0.8900 300 0.9100 0.9200 0.9100 200 0.9400 0.9300100 0.9600 0.9500

50 0.9700

Page 18: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 17

Table 9 - Compressibility Factor of Median Retrograde Gas and Depleted Retrograde Gas + CO2 Mixture at 160°F

Depleted Retrograde + CO2

Median Retrograde Gas 50 psia 250 psia 500 psia P Smooth Lab

Pressure Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab

5000 0.96 0.95 5000 0.6572 0.64 0.6672 0.656 0.695 0.74500 0.92 4500 0.6115 0.6215 0.645 4000 0.885 0.88 4000 0.5667 0.55 0.5767 0.58 0.595 0.63500 0.855 3500 0.5232 0.5332 0.56 3000 0.83 0.84 3000 0.4872 0.49 0.505 0.51 0.54 0.552500 0.815 2750 0.4732 0.495 0.54 2000 0.8177 0.82 2500 0.4654 0.47 0.495 0.54 1500 0.84 2250 0.469 0.499 0.55 1000 0.8871 0.89 2000 0.495 0.5 0.525 0.53 0.58 0.57500 0.9427 0.95 1750 0.5498 0.59 0.64 250 0.97 1500 0.62 0.61 0.66 0.71 0.715100 0.9874 0.99 1300 0.685 0.725 0.765

50 0.994 1200 0.71 0.75 0.79 1100 0.737 0.775 0.81 1000 0.765 0.75 0.801 0.8 0.83 0.83

900 0.79 0.825 0.85 800 0.82 0.845 0.868 700 0.845 0.865 0.885 600 0.865 0.885 0.9 500 0.89 0.88 0.905 0.9 0.915 0.92400 0.915 0.926 300 0.938 0.945 200 0.96

100 0.981 0.97

Page 19: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

18 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Table 10 - Compressibility Factor of Median Retrograde Gas and Depleted Retrograde Gas + CO2 Mixture at 190°F

Depleted Median Retrograde Sample + CO2

Median Retrograde 50 Psia 250 psia 500 PsiaPressure Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab Smoothed Lab

5000 0.971 0.97 0.6874 0.68 0.7184 0.72 0.748 0.754500 0.9335 0.6475 0.6806 0.7126 4000 0.889 0.89 0.6084 0.62 0.6439 0.65 0.6784 0.683500 0.8534 0.575 0.61 0.6467 3000 0.84 0.83 0.554 0.57 0.585 0.59 0.6209 0.632500 0.84 0.555 0.58 0.611 2000 0.85 0.84 0.6 0.58 0.63 0.64 0.66 0.671500 0.88 0.705 0.735 0.76 1000 0.92 0.92 0.815 0.8 0.83 0.82 0.845 0.85500 0.96 0.955 0.91 0.92 0.9251 0.92200 0.983 0.967 0.96 0.975 0.98 100 0.992 0.99 0.986 0.99 50 0.996 0.994

Table 11- Revaporized Condensate

Condensate Volume at Depleted Pressure (cc) Condensate Re-vaporized (%) Median Retrograde CO2+RG at Depleted Pressure

Temp (°F) 50 psia 250 psia 500 psia 50 psia 250 psia 500 psia 50 psia 250 psia 500 psia 100 19.85 19.59 18.39 18.26 14.53 17.69 16.93 25.85 7.98 160 11.93 14.41 19.85 11.25 11.79 12.77 5.70 18.18 35.67 190 No Data 18.19 19.10 No Data 15.12 15.12 No Data 16.88 14.14

0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

0.35

0.4

0.45

0.5

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

C2/C1

(C3+

C4+

C5+

C6+C

7)/C

1

Dry GasWet GasRetrograde Gas

Wet Gas Region

Dry Gas Region

Retrograde Gas Region

Figure 1 – TTU Gas Identification Chart based on hydrocarbon composition of C1 – C7+

Page 20: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 19

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Pressure (psia)

Com

pres

sibi

lity

Fact

or

Lab DataSage and LaceyBCTBLab-Avg

Figure 2 – Benchmark TTU CO2 Measurements at 100°F to Sage and Lacy (1955) and Burton Corblin

Technical Bulletin (1990)

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Pressure (psia)

Z Fa

ctor

Sage-Lacey 160FBCTB-160FCO2-160FLab-Avg

Figure 3 – Benchmark TTU CO2 Measurements at 160°F to Sage and Lacy (1955) and Burton Corblin

Technical Bulletin (1990)

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Pressure (psia)

Z Fa

ctor

Sage-Lacey 220FBCTB-220FCO2-220FLab-Avg

Figure 4 – Benchmark TTU CO2 Measurements at 220°F to Sage and Lacy (1955) and Burton

Corblin Technical Bulletin (1990)

Page 21: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

20 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

0.2000

0.3000

0.4000

0.5000

0.6000

0.7000

0.8000

0.9000

1.0000

1.1000

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Pressure (psia)

Com

pres

sibi

lity

Fact

or

0%CO225%CO250%CO275%CO2100%CO2

Figure 5 - Median Dry Gas and CO2 Mixture at 100°F

0.4000

0.5000

0.6000

0.7000

0.8000

0.9000

1.0000

1.1000

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Pressure (psia)

Com

pres

sibi

lity

Fact

or

0%CO225%CO250%CO275%CO2100%CO2

Figure 6 - Median Dry Gas and CO2 Mixture at 160°F

0.6000

0.6500

0.7000

0.7500

0.8000

0.8500

0.9000

0.9500

1.0000

1.0500

1.1000

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Pressure (psia)

Com

pres

sibi

lity

Fact

or

0%CO225%CO250%CO275%CO2100%CO2

Figure 7 - Median Dry Gas and CO2 Mixture at 220°F

Page 22: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 21

0.4000

0.5000

0.6000

0.7000

0.8000

0.9000

1.0000

1.1000

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Pressure (psia)

Com

pres

sibi

lity

Fact

or

0%CO2

25%CO2

50%CO2

75%CO2

100%CO2

Figure 8 - Median Wet Gas and CO2 Mixture at 160°F

0.6000

0.6500

0.7000

0.7500

0.8000

0.8500

0.9000

0.9500

1.0000

1.0500

1.1000

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Pressure (psia)

Com

pres

sibi

lity

Fact

or

0%CO2

25%CO2

50%CO2

75%CO2

100%CO2

`

Figure 9 - Median Wet Gas and CO2 Mixture at 220°F

0.200

0.300

0.400

0.500

0.600

0.700

0.800

0.900

1.000

1.100

1.200

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000Pressure (psia)

Com

pres

sibi

lity

Fact

or

CO2 Lab

CO2 Sage-Lacey

Pure Retrograde

Methane Sage-Lacey

CO2-RG - 50 psia

CO2-RG - 250 psia

CO2-RG - 500 psia

Figure 10 – Retrograde and Depleted Retrograde Gas and CO2 Mixture at 100°F

Page 23: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

22 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

1.1

1.2

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000Pressure (psia)

Com

pres

sibi

lity

Fact

orCO2 Lab

CO2 Sage-Lacey

Pure Retrograde

Methane Sage-Lacey

CO2-RG - 50 psia

CO2-RG - 250 psia

CO2-RG - 500 psia

Figure 11 – Retrograde and Depleted Retrograde Gas and CO2 Mixture at 160°F

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

1.1

1.2

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000

Pressure (psia)

Com

pres

sibi

lity

Fact

or

Median RetrogradeCO2RG-500psiaCO2RG-250psiaCO2RG-50psiaCO2 Sage-LaceyMethane

Figure 12 – Retrograde and Depleted Retrograde Gas and CO2 Mixture at 190°F

100160

190

50 psia

250 psia

500 psia

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

Rev

apor

ized

Con

dens

ate,

Per

cent

from

Initi

al C

onde

nsat

eVo

lum

e

Temperature (F)

Deplet

ion P

ress

ure

Figure 13 - Revaporized Condensate as a Function of Pressure and Depletion Pressure

Page 24: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 23

PROSES PENGUAPAN DIFFERENTIAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN MATCHING HASIL SIMULASI KORELASI STANDING

St. Edi Purwaka, Teknik Perminyakan Universitas Trisakti

Reza Fahlevi, Alumnus Teknik Perminyakan Universitas Trisakti

SARI

Proses penguapan differential (Differential Vaporization) yang dilakukan di laboratorium pada hakekatnya adalah simulasi secara fisis yang menghasilkan hubungan antara tekanan versus 4 (empat) parameter fluida reservoar yaitu Rs, Bo, Gg, dan API gravity minyak residu. Simulasi tersebut meniru proses yang terjadi secara natural di alam dimana akibat mengalirnya fluida ke permukaan, selama proses produksi, tekanan reservoar mengalami penurunan. Apabila turunnya tekanan reservoar melampaui Tekanan Titik Gelembung atau Pb (Bubble Point Pressure) maka fluida yang tadinya satu fasa mulai berubah menjadi dua fasa. Fluida reservoar yang berubah dari satu fasa menjadi dua fasa, gas dan cair akibat turunnya tekanan disebut proses flash. Dalam termodinamika kondisi awal dan akhir dari suatu proses merupakan basis peninjauan sifat-sifat fasa. Perubahan fasa akibat turunnya tekanan disebut proses flash jika mol awal sama dengan mol akhir. Sehingga secara material balance parameter fluida reservoar dapat diterjemahkan dalam bahasa matematika dalam bentuk persamaan empiris. Perubahan sifat-sifat fasa direpresentasikan sebagai hubungan antara tekanan terhadap keempat parameter tersebut diatas

Di laboratorium berawal dari Tekanan Titik Gelembung, tekanan diturunkan kemudian fasa gas dipisahkan. Jika setiap step dilakukan pengulangan serupa sampai tekanan nol maka proses demikian disebut penguapan differential. Dari proses ini diketahui kandungan gas terlarut (Rs), perbandingan volume minyak reservoar terhadap volume di permukaan (Bo), perbandingan berat gas terhadap udara (Gg) dan density minyak residu (API gravity). Keempat parameter fisis tersebut merupakan variable-variable yang memenuhi sebuah persamaan empiris dari material balance berdasarkan proses flash. Oleh karena itu dikenal Korelasi Standing yang sangat populer didunia perminyakan. Persamaan empiris dari Standing memprediksi Tekanan Titik Gelembung atau Pb (Bubble Point Pressure) serta Formation Volume Faktor (Bo). Sehingga hasil prediksi Standing dapat diperbandingkan dengan data PVT hasil uji laboratorium.

Makalah ini membahas dan mencari solusi bagaimana agar penentuan sifat-sifat fluida melalui Korelasi Standing match terhadap hasil uji laboratorium.

I. Pendahuluan

Fenomena yang terjadi selama proses produksi adalah pada temperatur reservoar yang relative konstan, akibat mengalirnya fluida ke permukaan, tekanan reservoar mengalami penurunan. Jika tekanan resevoar turun melampaui tekanan titik gelembung maka fluida berubah menjadi dua fasa. Tekanan titik gelumbung merupakan sifat karakteristik fluida yang sangat specifik dan hanya dapat ditentukan secara akurat melalui pengamatan di laboratorium. Dibawah tekanan titk gelembung perubahan sifat-sifat fasa diamati melalui percobaan penguapan differential (differential vaporization) Dari proses ini diketahui kandungan gas terlarut (Rs), perbandingan volume minyak reservoar terhadap volume di permukaan (Bo), perbandingan berat gas terhadap udara (Gg) dan density minyak residu (API gravity).

Pada umumnya sebuah zona produktif diwakili oleh hanya beberapa sumur saja yang diambil fluidanya untuk analisis PVT. Dari beberapa hasil analisis PVT tersebut tentu saja agak berbeda hasilnya satu sama lain karena berbeda sumur dan kedalaman pengambilan fluidanya. Namun untuk keperluan studi simulasi, seorang reservoar engineer harus

dapat harus menampilkan sebuah data PVT yang representatip mewakili zone produktif dimaksud.

Salah satu cara adalah dengan Korelasi Standing yang sangat populer didunia perminyakan. Korelasi Standing berupa persamaan empiris yang terdiri dari empat variable yang merupakan parameter fluida reservoar yaitu Rs, Bo, Gg, dan API (Density minyak). Dari keempat parameter fisis tersebut kecuali Bo, tiga parameter lainnya dapat diperoleh secara langsung dari hasil produksi. Oleh karena itu bila ketiga variable tersebut diketahui, Bo dapat dihitung. Kecuali Bo korelasi ini juga memprediksi tekanan titik gelembung Pb (Bubble Point Pressure) juga dari variable yang sama. Berdasarkan korelasi ini lebih lanjut data PVT dari suatu fluida reservoar dapat ditentukan melalui perhitungan. Data PVT adalah hubungan antara P versus keempat parameter tersebut di atas. Oleh karena itu korelasi ini dapat memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi reservoar engineer di lapangan. II. Latar Belakang

Pada pendahuluan disebutρkan bahwa Korelasi Standing memprediksi Pb dan Bo. Ini berarti tanpa percobaan laboratorium kedua parameter tersebut dapat ditentukan. Hal tersebut memang dapat

Page 25: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

24 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

dilakukan karena korelasi ini hanya memerlukan 3 (tiga) variable saja dalam persamaan empirisnya yaitu Rs, Gg dan API. Ketiga variable ini dapat diperoleh melalui data produksi. yang selalu tersedia di lapangan yaitu ( )GORRatioOilGas ... , Gas gravity dan API . Gas gravity dapat dihitung berdasarkan komposisi gas produksi ( )sepiy pada P

dan T primary separator. Ketiga parameter ini selalu tersedia di lapangan karena setiap zona produktif mempunyai data produksi.

Seandainya komposisi gas di lapangan tidak tersedia karena diperlukan alat Gas Chromatgraphy maka gas gravity dapat diukur langsung melalui penimbangan gas dan udara dari sebuah labu ukur yang sama. Perbandingan berat gas dan udara adalah gas gravity (Gg).

Namun masalahnya validitas hasil prediksi penentuan Pb dan Bo dipertanyakan akurasinya. Akurasi nilai Bo sangat penting karena perhitungan cadangan memerlukan nilai tersebut. Hasil prediksi baru valid apabila sama atau match dengan hasil uji laboratorium.

Disinilah letak strategis dan pentingnya percobaan laboratorium yang bagaimanapun juga tidak bisa ditinggalkan karena senantiasa menjadi acuan matching dalam simulasi matematis.

III. Material Balance

Berubahnya fluida dari satu fasa menjadi dua fasa disebut proses flash bila mol awal sama dengan mol akhir. Secara matematis dapat diturunkan persamaan empiris sbb:

Berat Liquid Awal = Berat Liquid Akhir + Berat Gas Akhir

ggSTBSTBoioi xVxVxV ρρρ +=

gSTBSTBoioi xVGgxxVxVud

ρρρ +=

STB

gSTB

STB

oioi V

VxGgx

VV

x 001222.0+= ρρ

6146.5/001222.0 xRsGgxxB STBoioi += ρρ

1000/21765.0 xGgxRsxB STBoioi += ρρ

oiSTBoi xGgxRsB ρρ /)1000/21765.0( += ............. (1)

)5.131/(5.141999014.0 APIxSTB +=ρ .............(2)

Berdasarkan persamaan (1) dan (2) Bo dapat dihitung bila diketahui 4 (empat) variable.

),,,(( oioi APIGgRsfB ρ=

Pada latar belakang disebutkan bahwa prediksi Bo melalui data produksi APIGgRs ,, dengan korelasi standing diragukan akurasinya. Maka apabila density minyak pada kondisi reservoar diketahui berarti Bo dapat dihitung lebih akurat. Namun masalahnya density awal ( oiρ ) bukan data produksi sehingga di lapangan tidak diketahui kecuali didapat dari hasil analisis fluida di laboratorium. Jadi Korelasi Standing dapat memprediksi Bo sebenarnya mengatasi masalah ketiadaan data density meskipun perlu check validitas terhadap hasil uji laboratorium. IV. Korelasi Standing

Mr. Standing mengumpulkan data minyak mentah yang mempunyai Tekanan Titik Gelembung atau Pb (Bubble Point Pressure) lebih kecil dari 5000 Psig pada temperatur reservoar, berasal dari hasil analisis PVT minyak California sebanyak 105 buah. Data tersebut adalah hasil analisis single flash separator maksudnya percobaan laboratorium menggunakan satu separator sebagai fasilitas produksi dan fasa cair dari separator masuk ke tanki pengumpul yang berfungsi sebagai separator. Disini juga bekerja tekanan dan temperatur tertentu yang bisa menyebabkan fluida produksi terpisah komponen-komponennya menjadi fasa cair dan fasa gas. Maka data yang dicatat dan dikumpulkan terdiri dari

,GORsep ,GORstk dansepGg ,. stkGg. .

Ketentuan yang dikehendaki pada korelasi ini sbb: 1. Gas Oil Ratio adalah merupakan total GOR

yang terbentuk di permukaan dengan satuan (SCF/STB). Nilai total GOR jumlah dari GORsep dan GORstk adalah sama dengan nilai Rs (SCF/STB) total gas terlarus (gas solubility).

2. Gas gravity yang dipergunakan adalah gas gravity rata-rata yang terbentuk di separator maupun di stock tank (persamaan 3). Nilai ini representasi dari gravity gas terlarut dalam sistem ketika fluida pada kondisi satu fasa di reservoar.

)()*.*.(.

GORstkGORsepGORstkstkGgGORsepsepGgaverageGg

++

=

..........................(3) dimana

=averageGg. Gravity gas rata-rata. =sepGg. Gravity gas di separator. =stkGg. Gravity gas di stock tank. =GORsep GOR di separator(SCF/STB) =GORstk GOR di stock tank (SCF/STB).

Page 26: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 25

3. APIo gravity adalah gravity minyak yang diambil pada tangki pengumpul. Specific gravity oil APIo += 5.131/5.141γ merupakan representasi density minyak di permukaan.

4. Formation Volume Factor (Bo) dengan satuan Bbl/STB. Faktor konversi volume antara volume reservoar terhadap volume standard (stock tank barrel).

Berikut ini adalah persamaan empiris Korelasi Standing :

[ ]4.1)(*2.18 −= PbCNPb …..………..(4)

^ )*0125.000091.0(83.0 10*)^()( APITPb

o

GgRsCN −=

[ ] 2.1)00012.09759.0 BobCNBo += ...…(5)

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−+= )460(25.1)()( 5.0 TGgRsCN

oBob γ

dimana =Pb tekanan gelembung (Psia)

Bo = formation volume factor (RB/STB) =Rs gas solubility scf/STB =Gg dissolved gas specific gravity

=T temperatur ( Ro ) =APIo Gravity minyak

=oγ Specific Gravity minyak pada stock tank

V. Experiment 1. Constant Composition Expansion

Sebagaimana diketahui bila tekanan reservoir turun melampaui tekanan titik gelambung Pb maka fluida yang tadinya satu fasa mulai berubah menjadi dua fasa. Di laboratorium proses penentuan tekanan titik gelembung yang sangat penting ini melalui proses constant composition expansion (CCE). Tidak ada massa yang dikeluarkan dari sistem. Pada temperatur reservoir yang dijaga konstan volume fluida diamati perubahannya sebagai fungsi tekanan. Percobaan dilakukan sbb :

Volume awal pada tekanan 5000 psig dan temperatur reservoir diketahui besarnya. Fluida tersebut ditempatkan di dalam silinder baja (Cell PVT) yang dilengkapi torak pompa bersama Hg (air raksa) dimana fungsinya sebagai pengatur tekanan di dalam Cell PVT. Penurunan tekanan dilakukan dengan cara menarik torak pompa hingga volume membesar. Data pengamatan adalah P (psig) vs Volume fluida. Plot yang dihasilkan akan membentuk dua garis berpotongan. Pada perpotongan itulah merupakan titik gelembung. Nilai relatif volume minyak (RV) didefinisikan sebagai perbandingan antara volume

minyak di reservoir pada tekanan tertentu terhadap volume minyak pada tekanan titik gelembungnya. Jadi volume minyak pada titik gelembung dijadikan sebagai basis. Mengapa demikian karena pada kondisi tersebut volume minyak alam keadaan optimum saat gas mulai terbebaskan. Melalui percobaan inilah P vs RV dapat ditentukan secara akurat dan dijadikan dasar perhitungan cadangan serta perolehan (recovery factor). 2. Prediksi Perolehan.

Saat pertama kali ditemukan tekanan reaservoir disebut tekanan awal. Bila tekanan awal reservoir turun sampai tekanan titik gelembung maka banyaknya produksi minyak dapat dihitung dari nilai RV yang diketahui. Konsep constant volume depletion (CVD) menjadi dasar perhitungan untuk menghitung prediksi perolehan. Volume reservoir dianggap konstan, berarti volume awal diketahui secara volumetrik. Pada tekanan awal fluida terkompressi, bila tekanan diturunkan berarti kompresi berkurang, volume membesar. Proses ini dapat dilakukan di laboratorium (proses CCE). Maka massa fluida yang tetap konstan ini pada tekanan titik gelembung volumenya akan bisa diamati besarnya. Perbedaan volume awal yang lebih besar karena diukur pada kondisi titik gelembung dan volume reservoir awal yang konstan selisihnya adalah fluida yang terproduksi ke permukaan. Secara matematis dapat ditulis dalam persamaan empiris sbb : % Perolehan = ( 1 - RV ) x 100 % atau Volume perolehan= (1 – RV)xVoi / Boi STB Dimana : Voi =Volume reservoir (konstan) Boi =Initial formation volume factor 3. Differential Vaporation.

Percobaan ini bertujuan menentukan kandungan gas terlarut di dalam fluida reservoir (initial gas solubility) Rsi (SCF/STB). Berawal dari tekanan titik gelembung dengan volume awal diketahui. Tekanan diturunkan sebesar 300 psig dengan cara menarik torak pompa dan volume total (gas+liquid) diketahui. Gas dipisahkan dengan cara membuka valve di bagian atas Cell PVT dan ditampung di permukaan sehingga konversi volume gas pada standart diketahui. Step berikutnya percobaan diulangi dengan penurunan tekanan dengan delta P yang sama hingga berakhir sampai tekanan nol. Hasil pengamatan adalah P vs Vol gas terpisahkan pada setiap step seperti pada Table 1. Cara perhitungan dapat dilihat pada Table 2 dan hasil perhitunganya pada Table 3. VI. Penerapan Persamaan Standing

Untuk penerapan hasil differential vaporization (DV) pada persamaan Korelasi Standing gunakan data

Page 27: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

26 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

PVT dari Table 3. Tetapi harus hati-hati khususnya pengambilan data gas gravity (Gg). Terlebih dahulu harus dihitung gravity gas terlarut karena Gg yang tertera pada report PVT adalah Gg yang terbebaskan pada setiap step percobaan (Gg liberated). Untuk menghitungnya menggunakan persamaan (3). Caranya sbb : GOR liberated masing-masing step dihitung yaitu Incremental delta Rs tiap step. Kemudian kalikan dengan masing-masing Gg liberated. Penjumlahan dari hasil perkalian tersebut dibagi dengan Rs pada P yang bersangkutan. Hasilnya adalah nilai Gg terlarut tiap step yang diinginkan pada persamaan Korelasi Standing. Bersama Gg terlarut yang diperoleh ambil data Rs hitung nilai (CN)Pb dan (CN)Bob lalu hitung P fungsi (CN)Pb menggunakan persamaan (4) dan hitung Bo fungsi (CN)Bob menggunakan persamaan (5). Hasil dari perhitungan Korelasi Standing dapat dilihat pada Table 4, terlihat nilai Pb dan Bo sama sekali tidak match VII. Modified Standing

Dalam studi simulasi umumnya engineer membuat persamaan Modified Standing Correlation. Caranya adalah mengubah koefisien arah kedua persamaan Pb dan Bo pada persamaan (4) dan (5). Hal ini dilakukan agar match by point terhadap parameter hasil uji laboratorium. Coeff Pb pada persamaan (4) adalah 18.2 sedangkan pada persamaan (5) Coeff Bo adalah 1.2. Hasil matching by point terlihat pada table 5. Harga-harga Rs, Bo, Gg match antara experiment dan simulasi. Konstanta baru hasil matching adalah 17.1662 untuk coeff Pb dan 1.1888 untuk coeff Bo pada tekanan Pb. Pada table 5 terlihat konstanta yang didapat pada setiap tekanan dari Pb sampai nol berbeda satu sama lain.

Ini artinya setiap tekanan dari Pb sampai nol adalah representasi tekanan titik gelembung pada masing-masing fluida pada tekanan tersebut dengan persamaan modified tertentu. Fenomena ini dapat diaplikasikan untuk solusi dari masalah bagaimana dari data PVT yang banyak dapat ditampilkan satu yang representatip mewakili fluida dari sebuah zona produktip. Caranya ambil data Pb dan Bo pada tekanan gelembung dari masing-masing report PVT, hitung nilai PbCN )( dan BobCN )( nya.

Penyelesaiannya adalah dengan regressi linear P vs PbCN )( dan )9759.0( −BoLOG vs

BobCNLOG )( . Maka coeff Pb dan coeff Bo dapat diperoleh. Jadi dianggap bahwa persamaan modified dengan konstanta baru ini mewakili zona produktip dimaksud. Kemudian untuk menghitung dan menentukan hubungan P versus

odanGgBoRs γ,,, harus diketahui terlebih dahulu salah satu dari keempat variable tersebut. Tiga variable lainnya dapat dihitung karena ada tiga persamaan yang terlibat dalam penyelesaian

matematisnya. Yaitu 2 persamaan dari modified standing correlation dan 1 persamaan dari material balance. PbCNfPb )(= , Bobo CNfB )(= dan

),,,(( ooi APIGgRsfB ρ=

Simulasi menggunakan persamaan modified standing dengan input P vs Gg menghasilkan P vs Rs,Bo,Density dapat dilihat pada gambar 1. Sedangkan dengan input P vs Rs menghasilkan P vs Bo,Gg,Density dapat dilihat pada gambar 2. Bila dilihat hasil pada gambar 2 atau pada table 7 nampak ada nilai negatip untuk harga Gg LIB. Ini berarti simulasi dengan input P vs Rs lebih jelek .Maka lebih baik menggunakan input P vs Gg (gambar 1). Selanjutnya dengan input 2 variable yang diketahui yaitu P vs Rs,Gg menghasilkan P vs Bo,Density. Penyelesaiannya menggunakan 2 persamaan yaitu

Bobo CNfB )(= dan

),,,(( ooi APIGgRsfB ρ= . Hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.

VIII. Aplikasi Flash Experiment

Flash separator test yang dilakukan percobaannya di laboratorium menggunakan metoda single flash separator test. Telah diuraikan diatas bahwa Standing mengumpulkan data 105 buah minyak dari California dari percobaan single flash separator test hingga dihasilkan persamaan empiris sebagai korelasi matematis yang memprediksi Pb dan Bo. Maka korelasi ini dapat diaplikasikan terhadap hasil analisis proses yang sama di laboratorium. Sebagaimana diketahui hasil percobaan laboratorium antara Flash dan Differential meskipun fluida awalnya sama namun hasil Rs dan Bo berbeda dimana Flash lebih kecil pada kedua parameter tersebut. Dari persamaan material balance

),,,(( APIGgBoRsf==γ maka fenomena perbedaan hasil kedua proses dapat dipahami yaitu dari density yang sama secara material balance menghasilkan empat parameter fluida masing-masing berbeda karena kondisi akhir dari kedua proses berbeda. Yang menjadi masalah adalah seberapa besar perbedaannya. Melalui korelasi ini masalah tersebut dapat dipecahkan dengan asumsi bahwa sebuah sistem dengan Pb tertentu mempunyai sebuah persamaan modified yang sama. Hasil dari aplikasi flash separator test dapat dilihat pada Table 6.

IX. Kesimpulan.

1. Hasil uji laboratorium menjadi alat penguji validitas hasil prediksi korelasi standing.

2. Konstanta baru coeff Pb dan coeff Bo dari persamaan modified standing correlation

Page 28: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 27

merupakan representasi dari sebuah sistem dengan tekanan titik gelembung tertentu.

3. Dengan metoda regressi linear hasil analisis PVT yang banyak untuk sebuah zona produktip dapat dihasilkan sebuah data PVT yang representatip.

4. Dengan menggunakan modified hasil differential dapat digunakan sebagai quality control hasil single flash separator test di laboratorium.

Daftar pustaka :

1. Ahmed.T Hydrocarbon Phase behaviour Volume 7, Gulf Publishing Company, Houston texas., 1989

2. Muthalib. A.,”Penerapan Regresi Ganda dalam Prakiraan Yield Value Kondensat”., Proceeding Diskusi Ilmiah VIII PPPTMGB LEMIGAS 1995.

3. Standing. M. B. Volumetric and Phase Behaviour of Oil Field Hydrcarbon Systems.,Society of Petroleum Engineers of AIME Dallas 1977.

Result of Differential Vaporization Test at 185 oF Initial Saturated Oil Volume = 87.92 cc at 185 oF

TABLE 1

Volume of Gas Removed

STEP

Pressure

Liguid

Gas Gravity

PSIA

cc at 14.7 PSIA & 60 oF

cc in Cell

Volume cc Air = 1

0 2520 0 0 87.92 1 2230 1017 6.75 85.25 0.743 2 1930 964 7.5 82.87 0.74 3 1617 940 9.21 80.54 0.742 4 1310 894 10.86 78.34 0.752 5 907 1172 20.21 75.34 0.766 6 588 922 25.77 72.93 0.822 7 300 903 52.5 70.4 0.938 8 14.7 2141 ....... 61.89 1.73 14.7 PSIA & 60 oF

- 58.26

8953

Page 29: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

28 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

TABLE 2 Calculation of Liquid Phase Specific Volume from Differential Test Data

Quantity of Gas in Solution

Bubble Point Pressure

Weight of Residual Oil in System

Bubble point Weigt and Volume of System

Bubble point Density of System

PSIA cc at 14.7 PSIA & 60 oF

Gram Gram gram cc gr/cc

14.7* 0 49.632 49.632 58.26 0.8519 14.7 0 0.000 49.632 61.89 0.8019 300 2141 4.526 54.158 70.4 0.7693 588 3044 5.561 55.193 72.93 0.7568 907 3966 6.487 56.119 75.34 0.7449 1310 5138 7.584 57.216 78.34 0.7304 1617 6032 8.406 58.038 80.54 0.7206 1930 6972 9.258 58.890 82.87 0.7106 2230 7936 10.130 59.762 85.25 0.7010 2520 8953 11.053 60.685 87.92 0.6902

DIFFRENTIAL VAPORIZATION AT 185 oF TABLE 3

PRESSURE PSIA

SOLUTION GAS/OIL RATIO

RELATIVE OIL VOLUME

RELATIVE TOTAL VOLUME

OIL DENSITY GM/CC

Z FACTOR

GAS FORM. VOLUME FACTOR

INCREMENT GAS GRAVITY

2520 862.81 1.5091 0.6902 2230 764.80 1.4633 0.7010 0.8100 0.7430 1930 671.90 1.4224 0.7106 0.823 0.7400 1617 581.31 1.3824 0.7206 0.868 0.7420 1310 495.16 1.3447 0.7304 0.8720 0.7520 907 382.21 1.2932 0.7449 0.8580 0.7660 588 293.35 1.2518 0.7568 0.8990 0.8220 300 206.33 1.2084 0.7693 0.9550 0.9380 14.7 0.00 1.0623 0.8019 1.7300 VRF 0.9413 API 34.45 SG.OIL 0.8527

Page 30: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 29

TABLE 4 STANDING CORRELATION

Coeff Pb Coeff Bo (CN)Pb (CN)Bo P(Psia) Pb(Psia) Bo Bo (Exp) (Sim) (Exp) (Sim) 18.2 1.2 148.20 1170.40 2520 2671.77 1.5091 1.5529 18.2 1.2 130.43 1077.71 2230 2348.28 1.4633 1.4985 18.2 1.2 113.35 989.74 1930 2037.56 1.4224 1.4478 18.2 1.2 96.57 903.50 1617 1732.09 1.3824 1.3989 18.2 1.2 80.59 820.58 1310 1441.20 1.3447 1.3527 18.2 1.2 59.69 710.12 907 1060.95 1.2932 1.2927 18.2 1.2 43.72 619.68 588 770.28 1.2518 1.2449 18.2 1.2 28.92 525.14 300 500.92 1.2084 1.1964 1.2 231.25 14.7 1.0623 1.0583

TABLE 5 MODIFIED STANDING CORRELATION

Coeff Pb Coeff Bo (CN)Pb (CN)Bo P(Psia) Pb(Psia) Bo Bo (Exp) (Sim) (Exp) (Sim) 17.1662 1.1888 148.20 1170.40 2520.00 2520.00 1.5091 1.5091 17.2833 1.1900 130.43 1077.71 2230.00 2230.00 1.4633 1.4633 17.2393 1.1920 113.35 989.74 1930.00 1930.00 1.4224 1.4224 16.9907 1.1942 96.57 903.50 1617.00 1617.00 1.3824 1.3824 16.5431 1.1968 80.59 820.58 1310.00 1310.00 1.3447 1.3447 15.5590 1.2003 59.69 710.12 907.00 907.00 1.2932 1.2932 13.8931 1.2040 43.72 619.68 588.00 588.00 1.2518 1.2518 10.9000 1.2084 28.92 525.14 300.00 300.00 1.2084 1.2084 1.2087 231.25 14.70 1.0623 1.0623

Page 31: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

30 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

TABLE 6 HASIL FLASH SEPARATOR TEST

SEP. PRES. PSIG

SEP. TEMP. oF

GAS/OIL RATIO

GAS/OIL RATIO

DENSITY gr/cc

ST.TANK GRAV. API 60 oF

FORMATION VOLUME FAKTOR

SEP. VOLUME FAKTOR

GRAVITY OF FLASH GAS

(1) (2) (3) (4) 385 80 473.83 482.57 1.0184 0.6910 To 0 80 206.79 210.60 0.8419 36.40 1.3950 1.0000 1.0700 680.61 693.17 0.8061 285 80 527.27 536.75 1.0180 0.7090 to 0 80 148.51 151.18 0.8409 36.60 1.4740 1.0000 1.1420 675.78 687.93 0.8042 185 80 566.88 576.98 1.0178 0.7320 To 0 80 118.55 120.67 0.8419 36.40 1.4830 1.0000 1.2400 685.43 697.64 0.8199 0 80 820.59 0.8521 34.40 1.1494 1.0000 0.9770

Page 32: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 31

Gambar 1

Modified Standing Correlation

Match To Dissolved Gas Gravity

Page 33: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

32 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Gambar 2

Modified Standing Correlation

Match To Rs

Page 34: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 33

Gambar 3

Modified Standing Correlation

Match To Rs and Dissolved Gas Gravity

Page 35: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

34 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

RESERVOIR CHARACTERIZATION USING ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

Martinus Barus, Pertamina Upstream Operation Western Java Area, Cirebon Ni Putu Juniari, Student of Petroleum Engneering Dept, Trisakti University

ABSTRACT

Reservoir characterization is a process of describing various reservoir characteristis using all available field data to provide reliable reservoir models. Permeability and porosity are the two fundamental reservoir properties. Permeability describes ability to flow and porosity relates to the amount of fluid (oil,gas, water) contained in a reservoir. Permeability and porosity have a significant impact on petroleum evaluation or reservoir management. An Interval with uncored and well of heterogeneous formation, these properties estimation from well logs has a difficult to solve by conventional statistical methods.

Artificial Neural Network (ANN) technique is a computer model that attempts to mimic simple biological learning processes. ANN simulates specific functions of human nervous system. In this paper ANN is used for selecting the best related well logs with core permeability and porosity data. ANN is a nonlinear regression method to transform between core measurement and well logs data.

The results show that the ANN method can make more accurate and reliable reservoir properties (permeability and porosity) estimation compared with conventional methods. This technique can be used as a tool for reservoir characterization from well logs data. INTRODUCTION

Over the years prediction of permeability and porosity of formation without actual laboratory measurement of cores or interpretation of well test data has ben a fundamental problem for reservoir engineers. Therefore scientifically sound and geologically compatible procedures must be sought to find a reliable calculation of permeability and porosity. Traditionally, estimation of permeability and porosity or reservoir charaterization use cores data as true value to correct calculated permeability and porosity from well logs data. Another method of obtaining permeability is well testing. The permeability measured is an average value of effective permeability.

Artificial Neural Network (ANN) technique is a computer model that attempts to mimic simple biological learning processes. ANN simulates specific functions of human nervous system. In this paper ANN is used for selecting the best related well logs with core permeability and porosity data. ANN is a nonlinear regression method to transform between core measurement and well logs data. Many authors have used it in the past to solve many related problems such financial prediction, climate prediction, electrical load prediction, etc. Therefore, the objective of this paper is to develop a practical and reliable methodology for estimation of permeability and porosity using Artificial neural Network (ANN). PERMEABILITY MEASUREMENT

The cores recovered fom downhole have been subjected to the same procecesses that cutting are subjected to, that is flushing and expulsions of fluids on pressure reduction. Therefore, the natural

staes of these cores have always been altered before they get to the surface. Also cores provide a small statistical sampling of the zone of interest. Permeability can also esimate from well testing or pressure transient analysis. Pressure transient analysis, though gives acceptable estimation of the reservoir permeability, the pressure build up (PBU) test anf pressure draw down (PDD) test have a common drawback on the validit of the result they generate.

Well test analysis provide kh value and not individual permeability at a specific depth. Analysis assumes an homogeneous formation, the interval from which the pressure response was obtained are the same interval indicated by the log, it is also tends to assume that both permeability and thickness are constant throughout formation. POROSITY MEASUREMENT

Several methods have been developed for the determination of porosity of consolidated rocks having intergranular porosity. However, formation porosity is commonly measured in the laboratories using core sample. Diamond coring equipment was used to obtain core samples with a diameter of 3.5 inches. There are three basic parameters required to determine porosity: 1. Bulk Volume 2. Pore Volume 3. Grain Volume

In the laboratory measurement of porosity, it is necessary to determine only two of the three basic parameters. In general, all methods of bulk volume determination areapplicable to determining both total and effective porosity. Determination of bulk

Page 36: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 35

volume volumetrically uses a variety of specially constructed pycnometers or volumeters.

The porosity can be determined from a measurement of its bulk density. The fundamental equation that relates the bulk density, .b, to the solid matrix, which has a density .m, and the porosity f, which contains a fluid of density .f, is.b = f.f + (1 -f).m (2)

From this relationship, the porosity, f, can be determined from the measurement of bulk density, assuming that the matrix density and fluid density are known. These will be known with any precision only if the fluid type and properties and lithology are known. In practical terms, the density ranges of fluid is between 0.8 and 1.2 gr/cc, and most matrix densities are between 2.60 and 2.96 gr/cc [4]. ARTIFICIAL NEURAL NETWORK (ANN)

Although the idea of neural networks seemed relatively new, the first discovery of biological neural networks was quite long ago. In 1873, Alexander Bain of the United Kingdom wrote a book regarding the new findings of human brains. At that time, scientists were only able to see the Biological Neural Network and were not capable of doing experiments. All they could do was to observe and generate theories.

The actual study of neural networks dated back to the 1940s when pioneers, such as McCulloch and Pitts and Hebb, tried to learn more about the neurons and the neural network. They also attempted to find a formula for the structure and adaptation laws. In the 1950s, scientists around the world tried to decipher the mystery of the human brain and to create a network that could mimic the biological neural network. Hence, scientists from different branches, such as biologists, psychologists, physiologists, mathematicians and engineers, were required to work together to learn more about neural networks. Even though around that time, they discovered the limitation of the network, some people were still interested and continued to research. It was not until computers like 186 were developed that scientists and programmers began to realize that they could create an actual neural network for daily applications or further research. In the past twenty years, since this development, a lot of studies have been done, but not much progress has been made. It is the improved speed of the processor that has enabled wider application of neural network technologies.

In order to understand how an artificial neural network functions, we must understand the biological neural network first. Neil Fraser provides probably the most helpful explanation of the concept of the neural network. I will discuss some of the main points on the website.

The human brain is a vast communication network in which around 100 billion brain cells called neurons are interconnected to other neurons. Each neuron contains a soma, nucleus, axon, yet they don't play an important role in receiving and outputting electrical impulses. Each neuron has several dendrites which connect to other neurons and when a neuron fires (sending electrical impulse), a positive or negative charge is sent to other neurons. When a neuron receives signals from other neurons, spatial and temporal summation occurs where spatial summation converts several weak signals into a large one, and temporal summation converts a series of weak signals from the same source into a large signal. The electrical impulse is then transmitted through axon to terminal buttons to other neurons. The axon hillock plays an important role because if the signal is not strong enough to pass through it, no signal will be transmitted. The terminal buttons shown on figure 2 are connected to other neurons or muscle cells. The gap between the two neurons is called the synapse. The synapse also determines the "weight" of the signal transmitted. The more often a signal is sent through the synapse, the easier it is for the signal to be sent through. In theory, this is how humans memorize or recognize patterns; which is why when humans practice certain tasks continuously, they become more and more familiar or used to the tasks.

Because the neural network mimics the biological neural network, an ANN has to resemble essential parts of a BNN, such as neuron, axons, hillock and more. Currently, to create an ANN, there are two approaches. The first approach is to use experimental chips that simulate neurons and interconnect them to create a network. However, this approach is inefficient due to the expenses and the technologies behind it. The software solution, on the other hand, is much easier because as the network expands, it is harder to upgrade the network through hardware than through software.

To create an ANN through the means of software, object oriented programming is required because a neuron resembles several components, and OOP is the best choice due to its capability of creating objects that contains different variables and methods. The first step is to create an object that simulates the neuron. The object would contain several functions and variables including weight (a random number generated when the neuron is created, similar to the synapse in BNN), a non-linear function (to determine whether to activate the neuron or not), a method that adds up all the inputs, and a bias/offset value (optional) for the characterization of the neuron. Figure 3 clearly demonstrates parts of a BNN in terms of ANN. The output of each neuron is the sum of all the inputs multiplying the weights plus the offset value and

Page 37: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

36 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

through a non-linear function. The non-linear function acts like a hillock. Figure 4 shows a variety of non-linear functions most frequently used for ANN.

After the object is created, the next step is to create a network. A typical ANN has three layers: input layer, hidden layer and output layer. The input layer is the only layer that receives signals outside the network. The signals are then sent to the hidden layer, which contains interconnected neurons for pattern recognition and relevant information interpretation. Afterwards, the signals are directed to the final layer for outputs. Usually a more sophisticated neural network would contain several hidden layers and feedback loops to make the network more efficient and to interpret the data more accurately. The diagram on the left is an example of a three layered neural network. Using figure 5 as a model, the network is like a big matrix. However, it would be easier if the three layers were separated into three small matrixes. Each small matrix will contain neurons and when signals are inputted, the neurons will send inputs through the non-linear function to the next neuron. Afterward, the weight of the neuron is increased or decreased. Hence, the more the network is used, the more it will adapt and eventually it will produce results similar to a human expert. Training:

The above section mentions the change of weight. The process of changing weight could be referred to as the "learning stage." ANN is like BNN and requires training. The training process is a series of mathematical operations that change the weights, so the user can obtain the output they desire. For example, the first time the network receives inputs; the outputs are some random numbers. The user then has to tell the network what the outputs should be and an algorithm should be applied so the weights are changed to get the outputs wanted. There are several formulas for this algorithm. And the most commonly used formula for simple networks is the following:

&Delta Wi = &eta * (D-Y).Ii

Where &Delta is the change made to the weights, &eta is the rate for adapting, D is the desired output, Y is the actual output and Ii is the inputs. The only difference is that the desire output would be the output that is sent to the next layer of neurons and the inputs are from the previous layer of neurons. The network stops training when (D-Y) is close or equal to zero because it demonstrates that the network can produce desired outputs.

RESERVOIR CHARACTERIZATION USING ANN

The paper presented here is a part of comprehensif study “X Field Pertamina (Persero) DOH JBB”, which is intended to evaluate Reservoir Characteristic. The methodology used in this study takes advantage of the Neural Network to predict permeability and porosity with acceptable accuracy. The approach used in this study is described in the following sections.

Characterizing a reservoir is a very complex task, due to heterogeneity. Heterogeneous reservoirs are known for the large changes in their properties within small area. Distinct geological ages, nature of rock, depositional environments are some of the reasons behind the heterogeneity of a formation. Reservoir characterization plays an important role in the petroleum industry, particularly, to the economic success of the reservoir development method. The purpose of this study is to develop a neural network model that can be used to predict permeability and porosity values throughout the reservoir using Well Logs which are available from wells.

Permeability and porosity from cored wells are limited only from 4 – 10 metres but formation thickness can be more than 100 metres. Then to predict uncored permeability and porosity are used ANN method. Data from cored (permeability and porosity) together with logs data are used as data training into ANN network. Complete training will be achieve if mean square error (MSE) less than any value (for instance 0.001) or coeeficient correlation between actual data and output data is near 1.0. ANN method is one of the latest technologies available to solve prediction problems. The objective of this paper was to predict reliable Table 1: TBN-07 Porosity Result Training permeability and porosity values from geophysical logs data.

There are three steps data processing : Data training ; Data verification ; and Prediction. We use cored data for Training and Verification, and uncored logs data for Prediction. DATA COLLECTION

Reservoir “X” is the most important reservoir in DOH JBB. Reservoir “X” now is under developing with 3 injection wells, 2 observation wells and 16 production wells. For the purpose of cost effectiveness, coring only take from specific well such : TBN-07, TBN-08 and TBN-18. TBN-07 cored is from 1937.64 to 1943.65 metres. TBN-08 from 2020.05 to 2026.0 metres, and TBN-18 from 2183.0 to 2192.3 metres.

Geophysical well logs are available from most of the wells in the field.l. Geophysical logs are

Page 38: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 37

collected from three wells (TBN-07 ; TBN-08 ; TBN-18) from top to bottom of limestone formation. Well logs data available are : ILD, DT, SFL, PEF, RHOB, Caliper, DRHO, NPHI, GR, SP, etc. ANALYSIS & RESULTS

The training of the selected architectur of ANN was condacted using 70-85 % of data (combination cored data and well logs data). Back propagation training is chosen as the training method. Training parameters according to this study are :

• Learning rate = 0.01 -0.9 • Momentum = 0.01 - 0.9 • Epoch = 100.000 cycle • Number of hidden layer = 1 • Number of hidden layer neuron : 8-24

Training result using combination of parameters above give optimum condition :

• Learning rate : 0.1 • Momentum : 0.5 • Number of hidden layer neuron : 16

Table 1 to Table 5 show the result of ANN, and Figure 1 to Figure18 show them on graph method. CONCLUSIONS & RECOMENDATION 1. The ANN model developed was successfully

applied to predict the porosity but not so good to predict the permeability in the uncored formation.

2. The techniques using ANN can make more accurate and reliable reservoir properties estimation.

3. The ability of ANN to learn from experience and then generalize learning result to solve the problems.

4. The result that aaproach used by applying ANN is usefull for predicting of porosity.

5. The comparation between actual and calculated porosity show a good correlation.

6. ANN method can be also used to develop porosity distribution if cored porosity data are available enough entire most of wells.

REFERENCES 1. Lin, Tim : “Neural Network : The Solution to

True AI”. 2. Ni Putu Juniari : “Penentuan Karakteristik

Batuan Reservoir Pada Struktur Lapangan “X” Dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan” , Tugas Akhir Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti, 2005.

3. Oyerokun, Akinwumi, Ademola, ” A new Approach and Testing Artificial Neural Networks For Permeability Prediction”, Thesis Master Of Science, Departement Of Petroleum and Natural Gas Engineering, Morgantown, West Virginia, 2002.

4. Hanselman, Duane, “ Mastering MATLAB 5, A Comprehensive Tutorial and Reference”, Prentice Hall, Upper Sadle River, New jersey, 1998.

5. Mohaghegh, Shahab, “Permeability Determination from Well Log Data”, SPE Formation Evaluation, septem,ber 1997.

Figure A1 : Neuron Model

Figure A2 : Neuron Element Of ANN

Figure A3 : ANN Architecture

Page 39: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

38 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Table 1: TBN-07 Porosity Training

Table 2: TBN-07 Porosity Verification

Table 3: TBN-07 Permeability Training

Table 4: TBN-07 Permeability Prediction

Training Step

Calculated Porosity Actual Porosity (core) Error

3.8041 3.8 0.0041 10.9771 10.98 0.0029 13.6022 13.61 0.0078 12.6577 12.65 0.0077 16.7286 16.64 0.0886 16.5961 16.69 0.0939 15.0024 14.99 0.0124 11.154 11.16 0.006

15.2746 15.28 0.0054 15.0753 15.07 0.0053 14.0882 14.09 0.0018 12.177 12.18 0.003 8.0939 8.09 0.0039

Calculated Porosity

Actual Porosity (core)

Error

8.8927 8.65 -0.2427 14.3706 13.15 -1.2206 12.2641 12.15 -0.1141

Training Step

Calculated Permeability

Actual Permeability (core) Error

0.0823 0.03 -0.0523 4.9043 5 0.0957 8.7173 8.32 -0.3973

19.7022 20 0.2978 42.8789 43 0.1211 43.2276 43.13 -0.0976

3.844 3.8 -0.044 0.913 0.98 0.067 5.8086 5.79 -0.0186 5.9347 5.95 0.0153 5.1165 5.14 0.0235 2.5239 2.47 -0.0539 0.3966 0.44 0.0434

Depth (Metre) Permeability Prediction (mD)

1982.498 20.8559 1982.65 29.8142 1982.803 36.2019 1982.955 41.3966 1983.108 32.0792 1983.26 26.8298 1983.412 24.6984 1983.5649 26.6779 1983.717 34.8355 1983.87 46.9903 1984.022 56.8868 1984.174 57.5717 1984.327 56.4121 1984.479 54.7135 1984.632 46.4186 1984.7841 34.3817 1984.936 30.4153 1985.089 13.8154 1985.241 0.385 1985.394 0.3314 1985.546 1.9034 1985.698 0.3096 1985.851 1.4002 1986.0031 4.1404 1986.156 10.468 1986.308 14.6329 1986.46 14.8773 1986.613 10.7199 1986.765 2.3076 1986.918 6.6189 1987.0699 8.9157 1987.222 0.3716 1987.375 14.8481 1987.527 16.8424 1987.6801 13.3225 1987.832 12.2903 1987.984 12.6579 1988.137 11.2569 1988.2889 11.7042 1988.442 5.8142 1988.594 3.4247 1988.746 10.0414 1988.899 14.3693 1989.051 10.9422

Page 40: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 39

Table 5: TBN-07 Permeability Verification

Table 6 : Summary Verification Result

Figure 1 : Porosity Training Result TBN-07

Figure 2: Comparation Actual and Output Porosity

Training TBN-7

Figure 3 : Regression Actual and Output Porosity Training TBN-07

Figure 4 : Permeability Training Result TBN-07

Calculated Permeability

Actual Permeability

Error

5.1463 0.77 -4.3763 16.0817 8.07 -8.0117

4.4405 2.45 -1.9905

Calculated

porosity Actual

Porosity Error

TBN-07 8.8927 8.65 -0.2427

14.3706 13.15 -1.2206 12.2641 12.15 -0.1141

TBN-08 15.7228 17.98 2.2572

16.6551 15.74 -0.9151 22.8606 23.79 0.9294

TBN-18 9.5629 3.05 -6.5129

12.1103 4.71 -7.4003 18.7153 6.62 -12.0953

Page 41: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

40 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Figure 5 : Comparation Actual and Output Permeability Training TBN-07

Figure 6 : Regression Actual and Output Permeability Training TBN-07

Figure 7 : Porosity Training Result TBN-08

Figure 8: Comparation Actual and Output Porosity

Training TBN-08

Figure 9 : Regression Actual and Output Porosity

Training TBN-08

Figure 10: Permeability Training Result TBN-08

Page 42: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 41

Figure 11 : Comparation Actual and Output Permeability Training TBN-08

Figure 12 : Regression Actual and Output Permeability Training TBN-08

Figure13 : Porosity Training Result TBN-18

Figure 14: Comparation Actual and Output Porosity

Training TBN-18

Figure 15 : Regression Actual and Output Porosity

Training TBN-18

Figure 16: Permeability Training Result TBN-18

Page 43: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

42 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Figure 17 : Comparation Actual and Output Permeability Training TBN-18

Figure 18 : Regression Actual and Output Permeability Training TBN-18

Page 44: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 43

NUMERICAL SIMULATION STUDY ON DUAL HORIZONTAL WELLS STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGE

Maman Djumantara, Petroleum Engineering Dept. Trisakti University

Reza Iskandar, Petroleum Engineering Dept. Trisakti University

Abstract

Reservoir simulation of injection and production well geometries for parallel horizontal wells with varied steam injection schedules was used to investigate recovery from primary production, displacement and gravity drainage processes. This revealed that the recovery following primary depletion is improved by placing the injector close to the top of the formation and the producer near the bottom. Once the steam chamber between injector and producer is formed and continues, the gravity drainage mechanism becomes dominant. This regime is described as SAGD.

There remain some arguments on whether the SAGD mechanism is working field operations, and on what oil rates can be achieved in the long run. In an attempt to answer these questions, numerical simulation studies were pursued in the present work. The studies focused on two aspects: (1) the formation of steam chamber and (2) the potential oil rates that could be expected under possible field operating conditions.

This paper presents a general methodology based on numerical investigations to obtain and maintain an optimized development of the chamber throughout the production life of the wellpair. First, the methodology is explained on a synthetic case and applied to a real field case example. Field data then is used to evaluate how the oil production could have been enhanced and optimized further.

The result shows that the present of different spacing wells between steam injector and producer yields to different oil recovery. And the oil production is insensitive to steam injection rate. More sensitivity analysis also will be more discussed on the paper. INTRODUCTION

When more fields approaching maturity and abandonment, recovery options are required for more difficult to produce reservoirs. Specifically, heavy oil reservoirs hold tremendous petroleum resources that are not utilized to their fullest potential. Worldwide there are also large heavy-oil and bitumen deposits in Indonesia, Canada, Venezuela, China, and the former Soviet Union. Methods are needed to produce effectively heavy oil. One possible option is steam assisted gravity drainage (SAGD).

One of the most successful methods for this type of reservoir is by using dual horizontal well steam assisted gravity drainage. The steam assisted gravity drainage concept is a counter-current process driven by the buoyant forced created by density difference between steam and liquid phase. Two horizontal wells are placed one above the other near the bottom of the formation. The top horizontal well is used to supply steam into a steam chamber that grows above it. The bottom well collects the produced liquids (formation water, condensate, and oil emulsions). The rising steam condenses on the boundary of the chamber heating the heavy oil which under gravity flows to the production well. Provided that fluid communication had been established between the injection and production wells for extra heavy oil, a continuous counter-current flow consisting of rising steam and

down-flow of oil emulsions will rapidly advance and produce the immobile oil.

Stable gravity displacement is particularly important to reach a favorable energy balance. The heated oil remains always in contact with the heated region, as it gets drained along the sidewalls of the steam chamber. Thus, energy losses from heated oil, which has not been produced, are minimized. On the economic standpoint, SAGD is thus very interesting because it combines high flow rates due to horizontal wells and favorable energy balance.

A steam chamber is formed above the well and the steam is injected continuously into this chamber by means of another horizontal well placed close to and usually somewhat above the production well. In some applications the injection well may be a vertical well rather than a horizontal well. In reservoir containing mobile oil, a horizontal injection well placed higher in the reservoir, rather than low down, can be used with advantage.

The steam pressure is usually maintained constant during much of the process. The chamber is surrounded by colder oil sand. Steam flows through the sand within the chamber to the interface and condenses. The liberated heat is conducted into the colder oil sand. This heats the oil near the condensation surface and allows it to drain by gravity to the production well. The condensate also drains. As the oil is removed, the steam chamber

Page 45: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

44 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

grows upwards and sideways. The pressure within the steam chamber remains essentially constant. Flow is caused by gravity. Oil and steam condensate drain downwards and steam rises.

Successful application of the gravity drainage process for extra heavy oil has been demonstrated at STARS CMG. The STARS CMG provided useful information regarding field implementation of gravity drainage concept and demonstrated that oil can be economically produced and high reservoir depletion achieved. DESCRIPTION OF SAGD MODEL

The model represents a typical heavy and cold oil reservoir. The operating conditions and well completion are modified to develop additional cases. Grid System

Shown in Figure 5, the grid system is Cartesian immediately around the 800 m long well. The length in X is equal to 1400 meters whereas the z section is equal to 19.6 meters of height. The dimension made at this research was 29 x 25 x 8, the initial average reservoir pressure is 2,654 kPa the pressure distribution is hydrostatic, and the reservoir temperature is 16 °C. An element of symmetry, with one boundary lying along the wellbore, is used to represent the reservoir volume. For x direction, the grid was set to first and last block’s length are 250 m, second and second last are 50 m and other blocks are equal of 32 m. For y direction, the grid was set t the first and last are 11 m, and the rest are 3 m. in y direction, the first and last layer are 2.6 m and 5 m whereas the rest are 2 m. Rock Properties

Rock properties displayed in fig. 2 and 3 below shows the water-oil relative permeability and gas-liquid relative permeability curves respectively. The horizontal permeability, Kh is 3400 md, whereas the vertical permeability, Kv is 680 md. Hence, the ratio Kh:Kv is about 5 to 1. The porosity of the whole layers in the reservoir model is homogeneous which is 33%. Fluid Properties

A live, black-oil model is used. The initial oil phase is made up of 90% by mole oil component and 10% gas component. Oil viscosity at the initial reservoir temperature is 4000 mPa-s. Figure. 4 displays the viscosity versus temperature relationship. An increase of oil temperature to 100 °C decreases the oil viscosity to 30 mPa-s. The steam quality is 90%.

Operating Condition

At the base case, the injector and producer are set with different wells spacing of 2 m. With setam injection flow rate of 1000 m3/day. At this study case, the length of the injector and producer are set equal because to it’s already proven that by not setting it in equal length lesser oil will be recovered where the length of these wells are 96 m. NUMERICAL SIMULATION STUDY OF SAGD PROCESS

A sensitivity analysis of various reservoir parameters to gain a better understanding of their effect on production performance was conducted. Understanding the operating conditions to improve initial performance relates directly to understanding methods of heating the near-wellbore area at early-time. A central idea realized here is that the near-well region must be heated rapidly and efficiently for significant early-time response. The sensitivity analysis helps us to understand reservoir properties, fluid conditions, and well completion strategies where the process might be an appropriate production technique.

During SAGD conditions, operating conditions are chosen so that the process operates near the original reservoir pressure of 2654 kPa. Maximum injection pressure was set slightly above initial reservoir pressure at 4000 kPa. And minimum production pressure was set slightly below initial reservoir pressure at 2230. The steam injection temperature was set to 250°C corresponds to a steam pressure of 3610 kPa, The oil rate was set to be 250 m3/day and maximum of 10000 m3/d to minimum of 250 m3/d steam injection rate. There will be about 10 sensitivity cases studied at the research to find the best case that could be applied to the field. First was to see the effect in additional horizontal section length towards the recovery and then continued to the producing and injection well spacing. The last one was to see the sensitivity of steam injection flow rate toward the recovery. The 10 scenarios are listed in Table 2.

Figure 6 shows steam chamber rises vertically, initially until it reaches the top of the pay zone (15 m) after approximately 3650 days). After steam chamber reaches the top of the pay zone, it spreads horizontally near the top of the pay zone and continues to grow. The steam chamber eventually covers nearly the whole region after more than 10 years.

Figure 7 shows the reduction of oil saturation due to the good quality of steam chamber. At the steam chamber region, the oil saturation is reduced to almost 0 %. While at Figure 8, the additional of water due to the condensation occur while the steam comes along the reservoir. Some steams are losing the energy to heat the cold and heavy oil

Page 46: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 45

then it condenses and placing their self in the bottom of the reservoir as water.

Figure 9 shows the additional amount of gas saturation. As the steam heats the reservoir and forming the steam chamber region, some light components of oil vaporize that yields to the incremental amount of gas in the reservoir. SCENARIOS PREDICTION RESULT AND DISCUSSION

From the cases ran, it could be decided which case would be the best case to be applied. The best selection results of each case are basically based on which case could give the highest cumulative oil production, highest cumulative gas production and lowest cumulative water production. And the running results for each case are as follows: Effects of Additional Horizontal Wellbore Section Length

As can be seen from the figure 10, from the results of the additional of horizontal well bore section length sensitivity analysis, it is clearly notified the role of horizontal well bore section length towards the additional recovery. The longer the horizontal well bore section, the more oil recovery is going to be obtained as more oil drainage area is reached. But this is not always in that manner because when the horizontal well bore section length is extended more, there is significant reduce in cumulative oil recovery. It’s concluded that the oil flow rate is directly proportional to the length of horizontal well bore section and it has the maximum value for each of the length of the horizontal section. The reason for that is when the horizontal section is extended greater than the section provide with maximum oil flow rate, there will be high pressure loss on the section and besides, the section is closed or almost reaches the boundary therefore the energy of the reservoir which pushes the oil will be lesser, yields in the sooner reduction of reservoir pressure.

In addition to that, here we could see the role of additional horizontal well bore section length toward the water and gas coning. As the length is extended there is a significant reducing in water and gas production. It is could be clearly seen from figures 11 and 12. Therefore it is suggested that application of additional horizontal well bore in the second case whose horizontal well bore section length is 224 m is promoted. Effects of Injector and Producer Wells Spacing

From these three scenarios, the seventh scenario was the best in terms of higher cumulative oil and gas recovery. As distinctly seen from Figure 13, 14 and 15, this thing occurs because when shifting the injection well layer to layer 3, the steam chamber was formed at more stable condition. The steam

chamber will grow upward, to the top of the reservoir, in order to achieve high vertical conformance. And when the injection layer is upper, the steam chamber will be faster in reaching that condition compared to other cases therefore more oil recovery will be the result. Changing the wells interval upper will decrease the water production even though it’s not that significant. Effects on Varieties of Steam Injection Flow Rate

From these four cases, it has been proven that both increasing and reducing the steam injection rate won’t affect anything to the additional recovery of oil and gas as shown in figure 16. It is because the work flow of steam is not like as water or gas, which is in water or gas injection condition, adding more flow rate would sometimes increase the oil and gas recovery. But in steam injection, flow rate is really insensitive toward the additional oil recovery.

The results from the sensitivity analysis suggest that application of additional length of horizontal well bore section (third case) would be favorable with spacing well, the steam horizontal injection well in layer 3 and producing well in layer 7 (seventh case). Increasing or reducing the steam injection rate wont affect anything in the additional oil and gas recovery therefore why should waste more money to increasing the injection rate if the additional recovery wont happen because the injection rate s insensitive toward the recovery. CONCLUSION 1. Increasing the horizontal well bore section

length will generally affect to more additional oil recovery, reducing the production of water and gas (avoiding water and gas coning).

2. Well spacing plays really important role in determining the quality of steam chamber which yields to additional recovery but doest not show a significant role in reducing the water production.

3. Steam injection flow rate is insensitive towards the additional oil and gas recovery.

4. The reservoir must be sufficiently thick to allow significant vertical steam chamber growth, therefore it’s not too recommended when the thickness of the reservoir is thin.

5. The numerical model can be used to examine sensitivity of the process to various input parameter. It’s useful for obtaining temperature, oil saturation and pressure distributions throughout the process, which can be used to examine the process in greater detail.

Page 47: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

46 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

REFERENCES

1. “STARS Simulation Software Manual 2005”, Computer Modeling Group. Ltd, Calgary, Canada, 2005

2. Ahmad, Tarek., “Reservoir Engineering Handbook”, Gulf Publishing

3. Butler, Roger M., “Thermal Recovery of Oil and Bitumen”, University of Calgary, Canada, 1991

4. Chirclow, H.B., “Modern Reservoir Engineering A Simulation Approach”; Prenticre-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey, 1977

5. Lee, W.J., “Applied Reservoir Simulation Industry School”, Simulation Course Handbook, Texas A&M University, June 1995.

6. Mattrax, C.C. and Dalton, L.R., “Reservoir Simulation”, Society of Petroleum Engineers, Richardson, Texas, 1990

Table 1 - Model description

Grid System 3D Cartesian System X-Dimension (m): 1400Y-Dimension (m): 80Z-Dimension (m): 19.6Well Length (m): 800

Reservoir Properties Initial Pressure (kPa) 2654Initial Temperature © 16Initial So (%) 85Initial Sw (%) 15

Rock Properties Porosity (%) 33Kh (mD) 3400Kv (mD) 680Relative Permeability See Figs. 2, 3

Fluid Properties Live Oil Viscosity See Fig. 4 Water, Oil, & Gas Components 90% oil Initial Oil Phase Composition 10% gas

Page 48: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 47

Table 2 – Sensitivity Analysis Cases

Sensitivity Analysis Cases

Base Case Length of Horizontal Wellbore Section 96 m

Well Spacing 4 m Steam Injection Flow Rate 1000 m3/day

2nd Case Length of Horizontal Wellbore Section 224 m

Well Spacing 4 m Steam Injection Flow Rate 1000 m3/day

3rd Case Length of Horizontal Wellbore Section 384 m

Well Spacing 4 m Steam Injection Flow Rate 1000 m3/day

4th Case Length of Horizontal Wellbore Section 544 m

Well Spacing 4 m Steam Injection Flow Rate 1000 m3/day

5th Case Length of Horizontal Wellbore Section 224 m

Well Spacing 6 m Steam Injection Flow Rate 1000 m3/day

6th Case Length of Horizontal Wellbore Section 224 m

Well Spacing 2 m Steam Injection Flow Rate 1000 m3/day

7th Case Length of Horizontal Wellbore Section 224 m

Well Spacing 8 m Steam Injection Flow Rate 1000 m3/day

8th Case Length of Horizontal Wellbore Section 224 m

Well Spacing 8 m Steam Injection Flow Rate 5000 m3/day

9th Case Length of Horizontal Wellbore Section 224 m

Well Spacing 8 m Steam Injection Flow Rate 10000 m3/day

10th Case Length of Horizontal Wellbore Section 224 m

Well Spacing 8 m Steam Injection Flow Rate 250 m3/day

Page 49: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

48 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Fig. 1 - SAGD Recovery Mechanism

Figure 2 - Gas Oil Relative Permeability Curve

Figure 3 - Water Oil Relative Permeability Curve

Page 50: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 49

Figure 4 – Oil Viscosity vs Temperature

Figure 5 – SAGD Grid

File: HORIZONTAL111.User: userDate: 2006-02-24

Z/X: 35.00:1

16

39

63

86

110

133

156

180

203

226

250

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGETemperature (C) 2016-02-08

Figure 6 – Steam Chamber Forms, Temperature Profile

Page 51: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

50 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

File: HORIZONTAL111.User: userDate: 2006-02-24

Z/X: 35.00:1

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0.90

1.00

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGEOil Saturation 2016-02-08

Figure 7 – Oil Saturation Changes Profile

File: HORIZONTAL111.User: userDate: 2006-02-24

Z/X: 35.00:1

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0.90

1.00

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGEWater Saturation 2016-02-08

Figure 8 – Water Saturation Changes Profile

Page 52: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 51

File: HORIZONTAL111.User: userDate: 2006-02-24

Z/X: 35.00:1

1.0Sw

1.0So

Sg1.0

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGETernary 2016-02-08

Figure 9 – Gas, Oil, Water Saturation Changes

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGE

PRODUCER

HORIZONTAL1.irfHORIZONTAL2.irfHORIZONTAL3.irfSAGDD.irf

Time (Date)

Cum

ulat

ive

Oil

SC

(m3)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 20170.00e+0

2.00e+4

4.00e+4

6.00e+4

8.00e+4

1.00e+5

Figure 10 – Cumulative Oil Production of Additional Horizontal Wellbore Section Length Scenarios

Page 53: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

52 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGEPRODUCER

HORIZONTAL1.irfHORIZONTAL2.irfHORIZONTAL3.irfSAGDD.irf

Time (Date)

Cum

ulat

ive

Gas

SC

(m3)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 20170.00e+0

1.00e+5

2.00e+5

3.00e+5

4.00e+5

Figure 11 – Cumulative Gas Production of Additional Horizontal Wellbore Section Length Scenarios

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGEPRODUCER

HORIZONTAL1.irfHORIZONTAL2.irfHORIZONTAL3.irfSAGDD.irf

Time (Date)

Cum

ulat

ive

Wat

er S

C (m

3)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 20170.00e+0

5.00e+4

1.00e+5

1.50e+5

2.00e+5

2.50e+5

Figure 12 – Cumulative Water Production of Additional Horizontal Wellbore Section Length Scenarios

Page 54: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 53

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGEPRODUCER

WS LAYER 4.irfHORIZONTAL1.irfWS LAYER 6.irfWS LAYER 3.irf

Time (Date)

Cum

ulat

ive

Oil

SC

(m3)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 20170.00e+0

2.00e+4

4.00e+4

6.00e+4

8.00e+4

1.00e+5

Figure 13 – Cumulative Oil Production of Different Well Spacing Scenarios

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGEPRODUCER

WS LAYER 4.irfHORIZONTAL1.irfWS LAYER 6.irfWS LAYER 3.irf

Time (Date)

Cum

ulat

ive

Gas

SC

(m3)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 20170.00e+0

1.00e+5

2.00e+5

3.00e+5

Figure 14 – Cumulative Gas Production of Different Well Spacing Scenarios

Page 55: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

54 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGEPRODUCER

WS LAYER 4.irfHORIZONTAL1.irfWS LAYER 6.irfWS LAYER 3.irf

Time (Date)

Cum

ulat

ive

Wat

er S

C (m

3)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 20170.00e+0

5.00e+4

1.00e+5

1.50e+5

2.00e+5

Figure 15 – Cumulative Water Production of Different Well Spacing Scenarios

STEAM ASSISTED GRAVITY DRAINAGEPRODUCER

WS LAYER 3.irfFR 10000.irfFR 500.irfFR 5000.irf

Time (Date)

Cum

ulat

ive

Oil

SC

(m3)

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 20170.00e+0

2.00e+4

4.00e+4

6.00e+4

8.00e+4

1.00e+5

Figure 16 – Cumulative Oil Production of Different Steam Injection Rate Scenarios

Page 56: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 55

PROSIDING, Simposium Nasional Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) 2005 Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, 16-18 November 2005.

BASE OIL BARU BUATAN DALAM NEGERI YANG TIDAK BERSIFAT TOKSIK UNTUK LUMPUR BERBAHAN DASAR MINYAK (OBM)

Rudi Rubiandini, Teknik Perminyakan ITB

Widrajat A, Pertamina Yakob W, Pertamina

Galih C., Teknik Perminyakan ITB

Deni Efrial, Teknik Perminyakan ITB Yosep Dimas, Teknik Perminyakan ITB

ABSTRAK

Seiring dengan bertambahnya kedalaman sumur yang ingin dicapai dalam melakukan pemboran sumur minyak dan gas, maka masalah yang dihadapi adalah makin tingginya temperatur karena gradient geothermal. Ditambah lagi apabila lapisan yang ditembus bermasalah dengan clay swelling. Untuk itu diperlukan lumpur pemboran yang bisa digunakan untuk menghadapi masalah-masalah tersebut. Salah satunya adalah lumpur berbahan dasar minyak atau Oil Based Mud (OBM). Seperti yang kita ketahui bahwa lumpur OBM memiliki kelebihan dibanding lumpur berbahan dasar air atau Water Based Mud (WBM) terutama dalam permasalahan yang dihadapi diatas.

Tetapi penggunaan lumpur OBM memiliki dampak terhadap ekologi, karena bahan dasar (base oil) yang biasa digunakan adalah diesel oil atau solar. Karena tingginya kadar aromatik dalam diesel oil atau solar menyebabkan diesel oil tersebut bersifat toksik. Untuk itu diperlukan alternatif lain dalam penggunaan diesel oil untuk base oil OBM, maka digunakanlah mineral oil. Mineral oil merupakan produk dari hidrokarbon yang telah mengalami proses lebih lanjut sehingga kadar aromatik dapat dikurangi agar sifat toksiknya berkurang.

Selama ini Indonesia dalam penggunaan lumpur OBM menggunakan mineral oil dari luar negeri. Maka dari itu Indonesia sedang mencoba produk mineral oil dalam negeri untuk digunakan sebagai base oil lumpur OBM. Dari hasil uji sifat fisik dan kimia, base oil tersebut memiliki nilai flash point dan viskositas kinematis yang tinggi, serta tidak bersifat toksik. Base oil tersebut juga diuji drilling fluid performance-nya dan hasilnya ternyata dapat diaplikasikan di lapangan.

Penggunaan mineral oil dalam negeri tersebut diharapkan menjadi langkah awal dalam pengembangan produk dalam negeri.

PENDAHULUAN

Lumpur yang biasa digunakan untuk operasi pemboran sumur minyak dan gas serta panas bumi ada dua jenis, yaitu lumpur berbahan dasar air tawar (water base mud) dan lumpur berbahan dasar minyak (oil base mud). Perbedaan utama pada kedua jenis lumpur tersebut adalah fasa kontinunya, untuk WBM fasa kontinunya air dan filtrat yang dihasilkan juga air, sedangkan OBM fasa kontinunya minyak.

Penggunaan lumpur berbahan dasar minyak memberi keuntungan dibanding lumpur berbahan dasar air dalam hal berikut : - Stabil pada temperatur tinggi. - Sesuai untuk zona yang memiliki swelling

potential yang tinggi. - Memiliki sifat pelumasan yang baik, cocok

untuk directional drilling. - Tidak menyebabkan korosi pada peralatan

pemboran. - Dapat digunakan sebagai packer fluid maupun

completion fluid. - Stabil terhadap kontaminasi salt, H2S dan CO2.

- Dapat digunakan kembali (reusable).

Sedangkan kekurangannya adalah bahwa penggunaan dari OBM memiliki pengaruh buruk pada lingkungan, karena biasanya digunakan diesel oil sebagai fasa kontinu dari OBM. Karena tingginya kadar aromatik dalam diesel oil atau solar menyebabkan diesel oil tersebut bersifat toksik. Untuk itu diperlukan alternatif lain dalam penggunaan diesel oil untuk base oil OBM, maka digunakanlah mineral oil. Mineral oil merupakan produk dari hidrokarbon yang telah mengalami proses lebih lanjut sehingga kadar aromatik dapat dikurangi agar sifat toksiknya berkurang.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan mineral oil buatan dalam negeri tersebut sebagai base oil lumpur berbahan dasar minyak.

Metodologinya adalah pengujian sifat fisik dan kimia dari base oil tersebut yang meliputi flash point, aniline point, boiling point, kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan Saraline. Apabila base oil tersebut memenuhi, maka pengujian selanjutnya adalah uji sifat rheologi

Page 57: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

56 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

lumpur OBM dengan base oil yang telah diuji sifat fisik dan kimianya.

Hasil akhir penelitian ini adalah mineral oil buatan dalam negeri tersebut dapat digunakan sebagai base oil untuk lumpur OBM yang tidak bersifat toksik. KOMPONEN OIL MUD

Lumpur berbahan dasar minyak (OBM) biasa digunakan untuk operasi pemboran yang sulit. Perbedaan utama lumpur berbahan dasar air dan lumpur berbahan dasar minyak adalah pada fasa kontinunya. Lumpur OBM menggunakan oil sebagai fasa kontinu. Komponen utama lumpur OBM adalah minyak atau base oil, air, CaCl2, primary emulsifier, viscosofier, fluid loss control, lime, material pemberat, secondary emulsifier dan wetting agent.

1. Base oil Oil merupakan komponen utama dan sebagai fasa kontinu dalam lumpur OBM. Sifat fisik dan kimia dari oil antara lain : • Flash Point menunjukan temperatur ketika oil

tersebut mulai terbakar. Flash point yang rendah akan lebih mudah terbakar. Jadi, base oil tersebut harus memiliki flash point yang tinggi.

• Aniline Point menunjukan kemampuan dari base oil untuk bereaksi dengan karet yang dapat menyebabkan rubber swelling. Lebih tinggi aniline point akan bersifat kurang melarutkan karet. Karena peralatan pemboran seperti, BOP seal, piston pompa, packer dll kebanyakan terbuat dari bahan karet, sehingga aniline point dari base oil harus tinggi.

• Boiling Point menunjukan temperatur tertinggi dari base oil mulai mendidih. Boiling point ini berhubungan dengan ketahanan dari base oil terhadap temperatur. Makin tinggi boiling point dari base oil, maka ketahanan dari base oil tersebut terhadap temperatur makin kuat.

Hasil pengujian sifat fisik dan kimia ditunjukan pada Tabel 1.

Dari hasil pengujian sifat fisik dan kimia dari base oil dengan menggunakan mineral oil tersebut dapat digunakan sebagai base oil, karena dari hasil pengujian diperoleh bahwa memiliki nilai flash point maupun aniline point yang tinggi dengan base oil pembandingnya adalah saraline.

2. Air Air ini digunakan untuk menghidrasi clay atau sebagai viscosifier guna pengaturan rheologi.

3. CaCl2 CaCl2 dilarutkan dalam air sebagai brine untuk salinitas.

4. Primary Emulsifier Primary Emulsifier untuk membentuk emulsi yang stabil. Emulsifier memungkinkan terjadinya dispersi dari dua fluida yang tidak saling campur, membentuk fasa internal dan eksternal.

5. Viscosifier Viscosifier digunakan untuk membuat suspensi dan menjaga kapasitas dari suspensi di dalam lumpur minyak.

6. Fluid loss control Digunakan untuk menjaga integritas lubang, melindungi shale yang sensitif terhadap air.

7. Lime Lime [Ca(OH)2] untuk mengontrol alkalinitas dan mengaktifkan emulsifier pada fasa internal (air) dalam emulsi.

8. Barite Barite digunakan untuk menaikan densitas lumpur guna mengontrol tekanan formasi.

9. Secondary emulsifier dan wetting agent Secondary Emulsifier dan Wetting Agent digunakan agar solid dalam sistem menjadi oil-wet. UJI LABORATORIUM

Pengujian lumpur yang dilakukan di laboratorium yaitu melakukan pengukuran terhadap sifat fisik dan rheologi lumpur OBM dengan menggunakan base oil yang telah diuji sifat fisik dan kimianya.

Komposisi lumpur diperlihatkan di Tabel 2 dimana untuk keduanya (saraline dan mineral oil) memiliki komposisi dengan takaran yang sama. Maksud dari pengujian pada tahap kedua ini adalah untuk mengetahui kecocokan dari base oil tersebut terhadap aditif-aditif yang digunakan untuk OBM, dimana hasil pengujian tersebut dibandingkan terhadap saraline yang sudah terbukti cocok terhadap aditif untuk OBM. 1. Parameter-Parameter Yang Diukur

Sebelum dilakukan pengujian, sampel lumpur OBM telah dikondisikan di rolling oven selama 16 jam pada temperatur 350oF. Berikut ini adalah parameter yang diujikan :

1. Rheologi : Plastic viscosity, yield point dan gel strength. Diuji pada temperatur 175oF

2. Densitas lumpur 3. HPHT filtration loss @T=250 oF & ∆P=500

psi 4. Oil Water Ratio (OWR) 5. Emulsion Stability (ES) 6. Water Phase Salinity (WPS)

Viskositas plastis (PV) merupakan ukuran ketahanan dari fluida lumpur pemboran untuk mengalir. Viskositas plastis diperoleh dari pengurangan dial reading pada 600 rpm terhadap dial reading pada 300 rpm. Pengujian rheologi dilakukan dengan menggunakan alat Fann viscometer model 35 (Gambar 1). Satuan dari PV adalah centipoise (cP).

Yield point adalah kemampuan dari fluida lumpur untuk mengangkat cutting. Harga yield point (YP) didapat dari pengurangan harga PV terhadap dial

Page 58: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 57

reading pada 300 rpm. Satuan dari YP adalah lb/100ft2. Gel strength adalah kemampuan dari lumpur pemboran untuk menahan cutting pada kondisi statis.

Penentuan salinitas dari lumpur pemboran penting, karena berhubungan dengan gaya hidrasi osmotik dari formasi. Salinitas lumpur tersebut dinyatakan dalam water phase salinity. Salinitas dari lumpur harus cukup tinggi untuk mencegah terjadinya hidrasi shale.

Pengujian kestabilan emulsi (Emulsion Stability) bertujuan untuk mengetahui kestabilan dan tipe dari emulsi, apakah water-in-oil atau oil-in-water. Pengujian kestabilan emulsi dilakukan dengan menggunakan alat Emulsion Stability Tester (Gambar 2). Harga ES yang tinggi mengindikasikan bahwa emulsi makin stabil. Harga ES minimum yang disyaratkan adalah 400 volt. 2. Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan antara lain : 1. Timbangan digital 2. Multi mixer 3. Aging Cell 4. Rolling Oven 5. Fann Viscometer Model 35 (Gambar 1) 6. Emulsion Tester (Gambar 2) 7. Retort Kit 8. Mud Balance Pressurized 9. HPHT Filtration Loss 10. HPHT Fann Viscometer Model 70

(Gambar 3) 3. Hasil Uji Lumpur OBM

Berikut ini adalah perbandingan hasil uji lumpur dengan base oil mineral oil dan saraline sebagai pembandingnya. Seperti ditunjukan pada Tabel 3.

a. Harga plastic viscosity (PV) lumpur dengan mineral oil lebih besar dibanding dengan lumpur saraline. Hal ini disebabkan karena viskositas kinematis dari mineral oil yang digunakan lebih besar dari saraline.

b. Harga emulsion stability (ES) dari lumpur saraline lebih besar dari mineral oil. Kedua lumpur OBM tersebut memiliki harga ES lebih besar dari 400 volt dari harga yang disyaratkan.

c. Volume HPHT filtrat dari lumpur mineral oil lebih kecil dari saraline. Makin sedikit filtrat yang dihasilkan akan lebih bagus, karena filtrat yang berlebihan menyebabkan kerusakan pada formasi.

d. Water phase salinity lumpur keduanya memiliki harga diatas 250 kppm dari syarat minimum.

4. Pengujian Rheology Lumpur dengan HPHT

Fann Viscometer Model 70

Penentuan rheologi lumpur pada kondisi HPHT bertujuan mengetahui kelakuan dari lumpur

terhadap perubahan temperatur. Alat yang digunakan adalah Fann viscometer model 70 (Gambar 3). Alat ini bisa bekerja pada tekanan sampai 20000 psi dan temperatur 500oF.

Hasil pengujian sifat rheologi lumpur OBM dengan menggunakan mineral oil ditunjukan pada Tabel 1. Dengan kenaikan temperatur nilai viskositas plastis, yield point dan viskositas nyata cenderung menurun, tetapi masih memiliki harga hingga temperatur 350oF (Grafik 1). Dari hasil pengujian tersebut menunjukan bahwa lumpur berbahan dasar minyak tahan hingga temperatur tinggi. 5. Pengujian Toxicity

Mineral oil merupakan produk hidrokarbon yang telah mengalami proses lebih lanjut untuk mengurangi kadar aromatik sehingga sifat toksiknya berkurang. Sifat toksik yang rendah menjadi salah satu alasan digunakannya mineral oil sebagai base fluid untuk lumpur dalam operasi pemboran sebagai pengganti diesel oil yang memiliki kadar aromatik yang tinggi sehingga bersifat sangat toksik. Pengujian toxicity dilakukan dengan metode lethal concentration (LC50) dengan hewan uji yang digunakan adalah udang windu (Gambar 4).

Sebelum pengujian, masing-masing base oil dicampur dengan air laut dengan perbandingan 1:9 (oil:air laut). Campuran diaduk selama 5 menit dan didiamkan selama 1 jam. Larutan uji yang telah disiapkan berupa SPP ( Suspended Particulate Phase) kemudian didekantasi dan digunakan sebagai media uji. Dengan SPP ini dibuat beberapa pengenceran-pengenceran dengan air laut/tawar untuk pengujian penentuan LC50. Masukan hewan uji sebanyak 10 ekor kedalam setiap wadah uji. Pemasukan hewan uji dilakukan secara acak. Hasil pengujian ditabelkan pada Tabel 5. Dari hasil pengujian terlihat bahwa sampai konsentrasi diatas 1.000.000 mg/L, hewan uji yang mati tidak mencapai 50 % sehingga untuk konsentrasi >100.000 mg/L termasuk dalam kategori non-toxic (Tabel 4).

KESIMPULAN

1. Mineral oil buatan dalam negeri tersebut dapat digunakan sebagai base oil untuk lumpur OBM dan cocok dengan aditif yang ada di pasar.

2. Emulsion stability, sifat rheologi dan filtration loss dapat dengan mudah diatur dengan mineral oil dalam komposisi lumpur OBM.

3. Komposisi lumpur dengan menggunakan mineral oil ini tahan sampai temperatur 350oF

4. Mineral oil buatan dalam negeri tersebut tidak bersifat toksik sehingga aman terhadap ekologi.

Page 59: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

58 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

DAFTAR PUSTAKA

1. N.N. (1965), NL Baroid Mud Technology Handbook, NL Baroid/NL Industries Inc.,Houston, Texas.

2. N.N. (1984), “Standard Procedure for Field Testing drilling Fluids”, API Specification 13°, Dallas.

3. Rubiandini, Rudi. (2001), “Diktat Kuliah & Praktikum Teknik Pemboran”, Penerbit ITB, Bandung.

4. McNaughton, Peter, “Oil Mud In South East Asia”, Paper SPE 10435.

5. Smith, Martin., “Advances in API/ISO Oil Mud Chemical Analysis Field Procedures”, Paper SPE 87129.

Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Base Oil

Parameter Mineral Oil Saraline Specific Gravity 0.828 0.78 Flash Point, oF 184.4 201.8 Pour Point, oF 66.2 24.8 Aniline Point, oF 208.4 213.4 Viskositas Kinematis,cSt 6.5 3.3 Initial Boiling Point, oF 518 491 Final Boiling Point, oF 707 671 Kadar Aromatic, % 1.99 0.16 Kadar Sulfur, % 0.0034 0.0028 Color L0.5 0

Tabel 2. Komposisi Lumpur

Material Mineral Oil Saraline Base Oil 195.0cc 195.0cc Primary Emulsifier 10.0gr 10.0gr Lime 6.0gr 6.0gr Fluid Loss Control 3.0gr 3.0gr Secondary Emulsifier 8.0gr 8.0gr Water 47.0cc 47.0cc CaCl2 33.0gr 33.0gr Viscosifier 12.0gr 12.0gr Wetting Agent 1.5gr 1.5gr Rheology Control 3.0gr 3.0gr Temperature Stabilizer 2.0gr 2.0gr Weighting Agent 295.0gr 295.0gr

Tabel 3. Hasil Uji Komposisi Lumpur OBM

Parameter Satuan Saraline Mineral Oil Specific Gravity - 1.6 1.62 Plastic Viscosity@175oF cP 42 63 Yield Point@175oF lb/100ft2 64 29 Gel strength 10”/10’ lb/100ft2 53/84 25/57 HPHT Filtrate cc 3.4 0.1 Water Phase Salinity kppm, Cl- 430 256 OWR % 75/25 83/17 Electrical Stability volt 1346 1117

Page 60: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 59

Tabel 4. Kategori Sifat Fisik

Kategori Konsentrasi, mg/L Very Toxic <100 Toxic 100-1000 Moderate Toxic 1000-10.000 Low Toxic 10.000-100.000 Non Toxic >100.000

Tabel 5. Hasil Pengujian Toxicity (LC50)

Conc TestCont

Letter 24 hours 48 hours 72 hours 96 hours 24 hours 48 hours 72 hours 96 hoursA 10 10 10 10 10 10 10 10B 10 10 10 10 10 10 10 10A 10 10 10 10 10 10 10 10B 10 10 10 10 10 10 10 10A 10 10 10 10 10 9 9 9B 10 10 10 10 10 10 10 10A 10 9 9 9 10 10 9 9B 10 9 9 8 10 9 9 9A 10 10 9 9 10 10 10 9B 10 10 10 9 10 10 10 10A 10 9 8 8 10 9 8 8B 10 9 8 8 10 9 9 8A 10 9 9 8 10 10 9 9B 10 8 8 8 10 9 8 8

Number of SurvivorSaraline Mineral Oil(ppm)

10000

100000

1000000

0

10

100

1000

Tabel 6. Rheology Pada Kondisi HPHT dengan Fann 70

Temperature ( 0F) RPM 100 150 200 250 300 350

600 320 316 195 168 124 98 300 317 205 132 108 87 72 200 293 157 82 85 72 61 100 205 94 72 64 57 45

PV (cP) 3 111 63 60 37 26 YP(lb / 100 ft2) 205 94 69 48 50 46

µa (cP) 160 158 97.5 84 62 49

Page 61: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

60 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

PV @HPHT Fann 70

3

111

63 60

3726

0102030405060708090

100110120130

100 150 200 250 300 350Temperature (oF)

PV (c

P)

YP @HPHT Fann 70

314

46504869

94

0

50

100

150

200

250

300

350

100 150 200 250 300 350

Temperature (oF)

YP (l

b/10

0fto F

)

µ a @HPHT Fann 70

158

97.584

6249

160

0

25

50

75

100

125

150

175

100 150 200 250 300 350Temperature (oF)

µa

(cP)

Grafik 1. Pengukuran Viskositas Plastis, Yield Point dan Viskositas Nyata

Page 62: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 61

Gambar 1. Fann Viscometer Model 35

Gambar 2. Emulsion Stability Tester

Page 63: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

62 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Gambar 3. HPHT Fann Viscometer 70

Gambar 4. Pengujian Toksisitas

Page 64: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 63

PENELITIAN PENGGUNAAN BIODIESEL KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF OIL BASE MUD YANG RAMAH LINGKUNGAN

Rudi Rubiandini, Teknik Perminyakan ITB Galih Cahyono, Teknik Perminyakan ITB

Iik Sumirat, Teknik Perminyakan ITB Nugroho Susetyo, Teknik Perminyakan ITB

ABSTRAK

Seiring dengan bertambahnya kedalaman sumur yang ingin dicapai dalam melakukan pemboran sumur minyak dan gas, maka masalah yang dihadapi adalah makin tingginya temperatur karena adanya gradient geothermal. Ditambah lagi apabila lapisan yang ditembus bermasalah dengan clay swelling. Untuk itu diperlukan lumpur pemboran yang bisa digunakan untuk menghadapi masalah-masalah tersebut. Salah satunya adalah lumpur berbahan dasar minyak atau Oil Based Mud (OBM). Seperti yang kita ketahui bahwa lumpur OBM memiliki kelebihan dibanding lumpur berbahan dasar air atau Water Based Mud (WBM), terutama dalam permasalahan yang dihadapi diatas.

Tetapi penggunaan lumpur OBM memiliki dampak terhadap ekologi, karena bahan dasar (base oil) yang biasa digunakan adalah diesel oil. Karena tingginya kadar aromatic dalam diesel oil menyebabkan diesel oil tersebut bersifat toksik. Untuk itu diperlukan alternatif lain dalam penggunaan diesel oil untuk base oil OBM.

Melalui penelitian-penelitian terdahulu pihak ITB telah mengembangkan proses pengolahan crude palm oil (Kelapa Sawit) sehingga menghasilkan biodiesel. Telah kita ketahui bahwa biodiesel adalah bahan bakar yang ramah lingkungan. Biodiesel tersebut dalam penggunaannya dalam bahan bakar diesel, ada yang murni 100% dan ada yang berupa campuran antara diesel-biodiesel dengan campuran yang berbeda-beda. Selain dapat bercampurnya dengan baik dengan minyak diesel, biodiesel memiliki properties yang bisa digunakan dalam base oil mud yang ramah lingkungan.

Dalam paper ini dijabarkan secara gamblang tentang berbagai pengujian yang dilakukan pada biodisel, khususnya biodisel 100% kelapa sawit, guna mendapatkan sifat-sifat fisik base oil dan rheologi lumpur yang merupakan parameter kelayakan sebagai base oil mud yang ramah lingkungan.

PENDAHULUAN

Lumpur yang biasa digunakan untuk operasi pemboran sumur minyak dan gas serta panas bumi ada dua jenis, yaitu lumpur berbahan dasar air tawar (water base mud/WBM) dan lumpur berbahan dasar minyak (oil base mud/OBM). Perbedaan utama pada kedua jenis lumpur tersebut adalah fasa kontinunya, untuk WBM fasa kontinunya air dan filtrat yang dihasilkan juga air, sedangkan OBM fasa kontinunya minyak.

Penggunaan lumpur berbahan dasar minyak memberi keuntungan dibanding lumpur berbahan dasar air dalam hal berikut :

- Memiliki ketahan terhadap suhu dasar lubang yang tinggi berkisar 350oF .

- Sesuai untuk zona yang memiliki swelling potential yang tinggi.

- Memiliki sifat pelumasan yang baik, cocok untuk directional drilling.

- Tidak menyebabkan korosi pada peralatan pemboran.

- Dapat digunakan sebagai packer fluid maupun completion fluid.

- Stabil terhadap kontaminasi salt, H2S dan CO2. - Dapat digunakan kembali (reusable).

Sedangkan kekurangannya adalah bahwa penggunaan dari OBM memiliki pengaruh buruk pada lingkungan, karena biasanya digunakan diesel oil sebagai fasa kontinu dari OBM. Karena tingginya kadar aromatik dalam diesel oil, menyebabkan diesel oil tersebut bersifat toksik. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penelitian terhadap penggunaan biodiesel untuk base oil mud yang ramah lingkungan.

Menurut ASTM D6751, biodiesel didefinisikan sebagai bahan bakar dengan komposisi mono-alkyil ester dari rantai asam lemak yang dapat disintesis dari minyak tumbuhan, atau lemak hewani. Pada umunya biodisel diproduksikan dengan reaksi langsung, yaitu transesterifikasi minyak tumbuhan dengan alkohol, dan katalisator. Dalam proses ini menghasilkan air dan glycerol sebagai produk sampingannya.

Dalam penelitian ini dibagi dalam dua tahap pengujian yaitu pertama adalah pengujian sifat-sifat fisik dan kimia dari base oil biodisesel 100%kelapa Sawit dan tahap kedua adalah pengujian sifat fisik dan rheologi lumpur biodisel 100% kelapa Sawit. Dari pengujian tersebut didapatkan parameter-parameter yang dapat menjawab permasalahan yang ada dan juga memberikan indikasi apakah

Page 65: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

64 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

biodisel 100% kelapa Sawit dapat digunakan sebagai oil based mud yang memiliki kriteria seperti OBM pada umunya. KOMPONEN OIL MUD

Lumpur berbahan dasar minyak (OBM) memiliki 3 komponen utama, yaitu fasa minyak sebagai fasa eksternal atau kontinu, fasa air yang merupakan fasa internal atau fasa diskontinu dan material pemberat. Komponen utama lumpur OBM lainnya adalah CaCl2, primary emulsifier, viscosifier, fluid loss control, lime, secondary emulsifier dan wetting agent.

1. Base oil Oil merupakan komponen utama dan sebagai fasa eksternal diamana minyak merupakan komponen yang bersentuhan langsung dengan formasi. 2. Air Air merupakan fasa internal yang memberikan peningkatan pada nilai viskoistas pada sistem lumpur. Air tersebut akan menghidrasi clay dan memberikan suspensi terhadap weighting agent sehingga akan memberikan nilai viskositas pada sistem lumpur. Selain itu keberadaan air adalah untuk melarutkan NaCl yang memberikan salinitas untuk sistem lumpur dan dengan kadar air lebih besar dari 10% memberikan sistem OBM lebih resistan terhadap bahaya kebakaran 3. CaCl2 CaCl2 dilarutkan dalam air sebagai brine untuk salinitas. 4. Primary emulsifier Primary Emulsifier untuk membentuk emulsi yang stabil. Emulsifier memungkinkan terjadinya disperse yang sempurna dari dua fluida yang tidak saling campur, membentuk fasa internal dan eksternal. 5. Viscosifier Viscosifier digunakan untuk membuat suspensi dan menjaga kapasitas dari suspensi di dalam lumpur minyak. 6. Fluid loss control Digunakan untuk menjaga integritas lubang, melindungi shale yang sensitif terhadap air. 7. Lime Lime [Ca(OH)2] untuk mengontrol alkalinitas dan mengaktifkan emulsifier pada fasa internal (air) dalam emulsi. 8. Material pemberat Material pemberat (Barite) untuk menaikan densitas lumpur guna mengontrol tekanan formasi.

9. Secondary emulsifier dan wetting agent Secondary Emulsifier dan Wetting Agent digunakan agar solid dalam sistem menjadi oil-wet. UJI LABORATORIUM Tahap pertama

Dalam pengujian tahap pertama dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan kimia dari base oil100% biodiesel kelapa Sawit. Dengan mengetahui parameter-parameter dari base oil ini akan memberikan gambaran tentang lumpur yang akan dibuat. Berikut adalah parameter sifat-sifat fisik dan kimia dari base oil mud yang kami uji 1. Parameter-Parameter Yang Diukur • Specific Gravity menunjukan berat dari base oil

yang digunkan, semakin besar nilainya maka akan mempengaruhi berat lumpur itu sendiri demikian sebaliknya.

• Pour point menunjukan temperatur terendah agar sampel base oil dapat mengalir.

• Cloud point menunjukan didefinisikan sebagai sebagai temperatur tertinggi saat pertama kali lilin parafin (wax) mulia mengkristal.

• Kinematic Viskosity yaitu ukuaran keengganan aliran suatu fluida dibawah pengaruh gaya gravitasi , beban tekanan proporsional terhadap densitas fluida, nilai ini akan mempengaruhi viskositas dari lumpur OMB itu sendiri

• Flash Point menunjukan temperatur ketikas oil tersebut mulai terbakar. Flash point yang rendah akan lebih mudah terbakar. Jadi, base oil tersebut harus memiliki flash point yang tinggi.

• Aniline Point menunjukan kemampuan dari base oil untuk bereaksi dengan karet yang dapat menyebabkan rubber swelling. Lebih tinggi aniline point akan bersifat kurang melarutkan karet. Karena peralatan pemboran seperti, BOP seal, piston pompa, packer dll kebanyakan terbuat dari bahan karet, sehingga aniline point dari base oil harus tinggi.

• Boilling Point menunjukan temperatur tertinggi dari base oil mulai mendidih. Boiling point ini berhubungan dengan ketahanan dari base oil terhadap temperatur. Makin tinggi boiling point dari base oil, maka ketahanan dari base oil tersebut terhadap temperatur makin kuat.

• Aromatic content menunjukan tingkat toksisitas dari base fluids yang digunakan.

2. Hasil Uji Fisik dan Kimia Base Oil

Berikut ini adalah hasil uji base oil Biodiesel 100% Kelapa Sawit. Seperti ditunjukan pada Tabel 1. • Dari hasil pengujian didapatkan nilai flash point

yang sangat tinggi dibandingkan dengan base oil lainnya. Yang mengindikasikan sangat resistan terhadap bahaya kebakaran.

Page 66: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 65

• Kadar aromatik yang rendah mengindikasikan bahwa biodiesel sangat ramah lingkungan dan tidak bersifat toksik

• Nilai anniline yang tertinggi juga mengindikasikan biodisel 100% kelapa Sawit susah melarutkan bahan-bahan dari karet.

• Nilai boilling yang sangat rendah dari biodiesel kelapa Sawit, bahkan lebih rendah dari air. Nilai ini mengindikasikan tidak kuatnya ikatan antar molekul-molekul dalam sistem yang menyebabkan biodiesel 100% kelapa Sawit tidak stabil pada temperatur diatas boilling pointnya.

Tahap Kedua

OBM memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan WBM seperti yang telah disebutkan diatas. Untuk mendapatkan dan mengetahui sejauh mana performance dari OBM biodiesel 100% kelapa Sawit maka dilakukan beberapa pengujian sifat fisik dan rheologi dari lumpur OBM tersebut.

Komposisi lumpur kami bagi dalam 3 komposisi yaitu komposisi A yang merupakan lumpur paling berat, disusul dengan komposisi B yang beratnya tidak terlalu jauh dan komposisi C yang merupakan komposisi yang paling ringan. Tabel 1.1 adalah perbandingan jumlah material yang digunakan dalam ketiga komposisi lumpur tersebut. 1. Parameter-Parameter Yang Diukur

Sebelum dilakukan pengujian, sampel lumpur OBM telah dikondisikan di rolling oven selama 16 jam pada berbagai temperatur pengkondisian Berikut ini adalah parameter yang diujikan : 1. Rheology : Plastic viscosity, yield point dan gel

strength. Diuji pada temperatur 100oF, 120oF, 150oF

2. Densitas lumpur (SG) 3. HPHT filtration loss @T=300 oF & ∆P=300 psi 4. Oil Water Ratio (OWR) 5. Emulsion Stability (ES) 6. Water Phase Salinity (WPS)

Viskositas plastis (PV) merupakan ukuran ketahanan dari fluida lumpur pemboran untuk mengalir. Viskositas plastis diperoleh dari pengurangan dial reading pada 600 rpm terhadap dial reading pada 300 rpm. Pengujian rheology dilakukan dengan menggunakan alat Fann viscometer model 35 (Gambar 1). Satuan dari PV adalah centipoise (cP).

Yield point adalah kemampuan dari fluida lumpur untuk mengangkat cutting. Harga yield point (YP) didapat dari pengurangan harga PV terhadap dial reading pada 300 rpm. Satuan dari YP adalah lb/100ft2. Gel strength adalah kemampuan dari lumpur pemboran untuk menahan cutting pada kondisi statis.

Pengujian kestabilan emulsi (Emulsion Stability) bertujuan untuk mengetahui kestabilan dan tipe dari emulsi, apakah water-in-oil atau oil-in-water. Pengujian kestabilan emulsi dilakukan dengan menggunakan alat Emulsion Stability Tester (Gambar 2). Harga ES yang tinggi mengindikasikan bahwa emulsi makin stabil. Harga ES minimum yang disyaratkan adalah 400 volt. 2. Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan antara lain : • Timbangan digital • Multi mixer • Aging Cell • Rolling Oven • Fann Viscometer Model 35 (Gambar 1) • Emulsion Tester (Gambar 2) • Retort Kit • Mud Balance Pressurized • HPHT Filtration Loss • HPHT Fann Viscometer Model 70 (Gambar 3) 3. Hasil Uji Lumpur Biodiesel 100% Kelapa Sawit

Berikut ini adalah perbandingan hasil uji lumpur ketiga komposisi biodiesel 100% kelapa Sawit Seperti ditunjukan pada Tabel 3,4,5 a. Nilai PV, YP dan GS dari komposisi dari ketiga

komposisi tersebut cenderung tinggi pada akhir tiap-tiap pengkondisian (grafik 1). Dan hal ini juga diiindikasikan juga oleh berubahanya keadaan fisik dari lumpur yang cenderung memadat sehingga sulit untuk bergerak oleh gaya gravitasi

b. Ketiga komposisi lumpur tersebut tidak stabil pada temperatur tinggi, hal ini dikarenakan boiling point yang rendah dari Base oil biodiesel 100% kelapa Sawit.

c. Harga OWR dari ketiga komposisi tersebut cenderung turun terhadap pengaruh penambahan temperatur pengkondisian, hal tersebut dikarenakan fasa minyak dari base oil biodisel 100% kelapa Sawit memiliki boiling point yang rendah

d. Ketiga komposisi tersebut memiliki harga ES lebih besar dari 400 volt dari harga yang disyaratkan. yang mengindiasikan kestabilannya yang baik dari emulsi antara minyak dan air

e. Volume HPHT filtrat dari ketiga komposisi tersebut sangat kecil dan seluruhnya minyak.

f. KESIMPULAN 1. Lumpur Biodiesel Kelapa Sawit tidak stabil

pada temperatur lebih tinggi dari 150oF. 2. Biodiesel 100% kelapa Sawit belum dapat

digunakan sebagai base oil based mud secara langsung.

Page 67: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

66 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

SARAN

Perlu Pengujian Biodiesel Kelapa Sawit tidak 100% artinya dilakukan pencampuran dengan diesel oil dengan presentase tertentu. DAFTAR PUSTAKA 1. N.N. (1965), NL Baroid Mud Technology

Handbook, NL Baroid/NL Industries Inc.,Houston, Texas.

2. N.N. (1984), “Standard Procedure for Field Testing drilling Fluids”, API Specification 13°, Dallas.

3. Rubiandini, Rudi. (2001), “Diktat Kuliah & Praktikum Teknik Pemboran”, Penerbit ITB, Bandung.

4. McNaughton, Peter, “Oil Mud In South East Asia”, Paper SPE 10435.

5. Smith, Martin., “Advances in API/ISO Oil Mud Chemical Analysis Field Procedures”, Paper SPE 87129

Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Base Oil Parameter Biodiesel 100% Kelapa Sawit

Specific Gravity 0.87 Flash Point, oF 234 Pour Point, oF 43 Cloud Point, oF 48.2 Aniline Point, oF > 219 Viskositas Kinematis,cSt 3.68 Initial Boiling Point, oF 176 Final Boiling Point, oF 482 Kadar Aromatic, % 0.053 Kadar Sulfur, % 0 Color L1.5

Tabel 2. Komposisi Lumpur Biodiesel 100% kelapaSawit Material A B C

Base Oil 16.7 gram 225.75 gram 190 gram Primary Emulsifier 8 gram 8 gram 9 gram Lime 8 gram 8.5 gram 8 gram Fluid Loss Control 7 gram 8 gram 8 gram Secondary Emulsifier 5.5 gram 6 gram 5 gram Water 62.1 gram 60.80 gram 60 gram CaCl2 27 gram 28 gram 27 gram Viscosifier 4.5 gram 5 gram 7 gram Wetting Agent - - - 0.5 gram - - - Weighting Agent 350 gram 284 gram 65.82

Tabel 3. Hasil Uji Komposisi Lumpur A Temperatur Pengkondisian

Parameter Satuan 770F 100oF 150oF

Warna Coklat Coklat Coklat kehitaman

Mengalir Ya Ya tidak SG 1.71 1.71 1.89 ES Volt 774 800 1639

OWR % 70/30 69/31 66/34 HPHT Filtrate Ml 1.4 0 0

Mud Cake Mm 5 4.6 4.5

Page 68: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 67

Tabel 4. Hasil Uji Komposisi Lumpur B Temperatur Pengkondisian Parameter Satuan

770F 100oF 150oF 175oF Warna Coklat Coklat Coklat Coklat

Mengalir Ya Ya Ya Tidak SG 1.48 1.49 1.51 1.53 ES volt 558 766 879 1335

OWR % 77/23 77/23 70/30 55/45 HPHT Filtrate ml 4.2 2.5 0 1.8

Mud Cake mm 3 1 1 2

Tabel 5. Hasil Uji Komposisi Lumpur C Temperatur Pengkondisian

Parameter Satuan 77oF 100oF 150oF 175oF 200oF 225oF 250oF 275oF

Warna Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam Hitam HitamMengalir Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Tidak

SG 1.13 1.12 1.13 1.14 1.14 1.15 1.16 1.26 ES volt 166 137 267 1129 1525 1536 1796 1863

OWR % 76/24 72/28 70/30 66/34 61/39 60/40 52/48 53/47 HPHT Filtrate ml 0.1 1 0 0 1 1 2.95 0.2

Mud Cake mm 1 1.5 1 1 1 1 2.5 1

Tabel 6. Kategori Sifat Fisik Kategori Konsentrasi, mg/L

Very Toxic <100 Toxic 100-1000 Moderate Toxic 1000-10.000 Low Toxic 10.000-100.000 Non Toxic >100.000

Page 69: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

68 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Grafik 1. Pengukuran Plastic Viscosity, Yield Point dan Aparent Viscosity

Nilai PV Komposisi B @ Temperatur Dial Reading

3228

25

33

2217

6561

45

0

10

20

30

40

50

60

70

100 120 150Temperatur Dial Reading (oF)

PV (l

b/10

0ft 2

)

Temperatur Pengkondisian 77 F Temperatur Pengkondisian 100 FTemperatur Pengkondisian 150 F

Nilia YP Komposisi B @Temperatur Dial Reading

36 3730

39

29

21

6561

45

0

10

20

30

40

50

60

70

100 120 150Temperatur Dial Reading (oF)

YP (l

b/10

0 ft2 )

Temperatur Pengkondisian 77 F Temperatur Pengkondisian 100 FTemperatur Pengkondisian 150 F

Nilia PV Komposisi C @ Temperatur Dial Reading

3226

2230

20 22

57

41 40

93

77 7475

55

64 6153

67

50

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

100 120 150Temperatur Dial Reading(oF)

PV (l

b/10

0 ft

2 )

Temperatur Pengkondisian 77 F Temperatur Pengkondisian 100F Temperatur Pengkondisian 150 F

Temperatur Pengkondisian 175 F Temperatur Pengkondisian 200 F Temperatur Pengkondisian 225 F

Temperatur Pengkondisian 250 F Temperatur Pengkondisian 275 F Nilai Yp Komposisi C @ Temperatur Dial Reading

11 8 111015

8

46

3833

71

63 6460

25

78

41

32

46

34

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100 120 150Temperatur Dial Reading (oF)

YP (l

b/10

0 ft

2)

Temperatur Pengkondisian 77 F Temperatur Pengkondisian 100 F Temperatur Pengkondisian 150 F

Temperatur Pengkondisian 175 F Temperatur Pengkondisian 225 F Temperatur Pengkondisian 250 F

Temperatur Pengkondisian 275 F

Page 70: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 69

Gambar 1. Fann Viscometer Model 35

Gambar 2. Emulsion Stability Tester

Page 71: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

70 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Gambar 3. HPHT Fann Viscometer 70

Gambar 4. Pengujian Toksisitas

Page 72: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 71

PROSES FRAKSINASI DAN PENCAIRAN GAS ALAM DI PT BADAK NGL, BONTANG

KALIMANTAN TIMUR

Verawaty, Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Karnata Ardjani, Teknik Perminyakan Universitas Trisakti

Ringkasan Kilang LNG (Liquefied Natural Gas) PT Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur, merupakan suatu kilang pencairan gas alam yang memproduksi LNG sebagai produk utama dan LPG sebagai produk samping. Hasil produksi LNG dan LPG diekspor ke negara-negara pembeli seperti Jepang, Korea dan Taiwan. Untuk memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi maka gas alam ini dicairkan dengan cara memperkecil volume gas alam tersebut.

Gas alam yang digunakan untuk LNG terutama metana. Bontang LNG Plant ini mengolah gas dari beberapa sumur gas dengan komposisi yang masih mengandung impuritis (CO2 dan N2) yang harus dihilangkan agar menjadi produk-produk yang bernilai tinggi seperti LNG, LPG C3 dan LPG C4. Untuk mengolah gas alam hingga menjadi LNG hingga menjadi produk lainnya maka gas umpan akan melewati proses fraksinasi dan pendinginan sebelum dicairkan.

Kapasitas dari masing-masing train telah dirancang untuk dapat mengolah dan menghasilkan gas alam menjadi LNG sebanyak ± 17.500 m3/hari/train (average). Dengan beroperasinya ke-delapan train (A/B/C/D/E/F/G/H) di Bontang LNG Plant maka total produksi LNG yang dihasilkan dapat mencapai 21.64 juta ton pertahun. Dalam operasi sehari-hari, banyaknya LNG yang diproduksi disesuaikan dengan besarnya permintaan dari pihak pembeli. PENDAHULUAN

PT Badak NGL berlokasi di pantai timur pulau Kalimantan tepatnya didaerah Bontang Selatan sekitar 105 Km sebelah timur laut Kota Samarinda. Sebelum kilang LNG dibangun, Bontang merupakan daerah terpencil dan belum maju. Jumlah penduduknya masih sedikit dengan mata pencaharian sebagian besar sebagai nelayan.

Setelah ditemukannya sumber gas alam yang cukup besar di Kalimantan maka direncanakan mendirikan kilang pencairan gas alam. Didirikannya kilang ini merupakan alasan untuk mencairkan gas dengan cara memperkecil volume gas alam tersebut sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi ke negara pembeli seperti Jepang, Taiwan dan Korea.

Pada tanggal 26 November 1974 PT Badak NGL didirikan. Nama PT Badak NGL disesuaikan dengan tempat ditemukannya sumber gas alam.

Sejak kilang LNG untuk train A dan B selesai dibangun, kilang train A mengeluarkan produksi yang pertama dengan kapasitas produksi LNG 460 m3/jam dan disusul kilang train B dengan kapasitas produksi yang sama.

Pekerjaan perluasan kilang train C dan D dimulai dengan kontrak penjualan untuk 20 tahun yang ditandatangani pada 14 April 1981 antara pihak Jepang dan Pertamina dengan sistem FOB (Free On Board). Pekerjaan tersebut selesai pada bulan Juni 1983 dan train C mulai berproduksi pada 8 Juli

1983, sedangkan train D berproduksi mulai September 1983 dengan kapasitas 640 m3/jam.

Dengan meningkatnya kebutuhan LNG mendorong dibangunnya train baru yaitu train E dan F. Kilang tersebut didesain untuk menghasilkan LNG dengan kapasitas yang lebih besar dari empat train sebelumnya yaitu 703 m3/jam sedangkan train F memiliki kapasitas 720 m3/jam. Kemudian dibangun lagi train G dengan kapasitas 724 m3/jam dan yang terakhir adalah train dengan kapasitas 803 m3/jam.

Pada tahun 1993 juga dilakukan suatu proyek TADD (Train A-D Debottlenecking) sehingga kapasitas produksi train A, B, C dan D ditingkatkan dari 640 m3/jam menjadi 703 m3/jam. Dengan beroperasinya 8 train kilang gas cair di Bontang maka total produksi LNG yang dihasilkan saat ini mencapai 22.1 juta ton/tahun.

Untuk mengoperasikan 8 train secara maksimum tanpa berhenti, PT Badak NGL hanya memerlukan 1.35 TCF/tahun. Gas ini dipasok dari beberapa sumur gas yang dieksploitasi oleh beberapa perusahaan yaitu VICO di Mutiara, Samberah, Badak, dan Nilam; TOTAL di Tambora, Tunu, Sanipah, Bekapai dan Handil; serta UNOCAL di West Seno dan Santan. KONSEP PEMBUATAN LNG

Gas pasok tersebut sebelumnya harus melewati tahap pengurangan impuritis sampai standar yang

Page 73: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

72 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

telah ditentukan seperti pengurangan kadar CO2, H2S, Hg, uap air dan hidrokarbon berat lain. Hal ini dilakukan untuk mencegah hal-hal yang dapat mengganggu selama proses pencairannya pada suhu yang sangat rendah dan selain itu gas-gas impuritis ini tidak memiliki heating value. Untuk memproses gas pasok sampai menjadi LNG diperlukan fasilitas plant sebagai berikut. 1. Fractination Unit (Plant #3) Deskripsi Proses

Gas alam kering yang bebas impuritis seperti CO2, Hg dan uap air masuk ke Scrub Column di atas tray ke-5 pada temperatur sekitar –32ºC dengan tekanan 42 kg/cm2. Fraksi berat dari gas alam mengalir ke dasar kolom sedangkan fraksi ringannya naik bagian atas.

Fungsi utama Scrub Column adalah memisahkan komponen hidrokarbon berat dari feed gas yang masuk Main Heat Exchanger. Hasil bawah Scrub Column dapat dipakai sebagai kontrol awal nilai kalor LNG sebagai akibat dari perubahan komposisi feed gas ke seksi pencairan HHV produk atas Scrub Column harus dijaga sekitar 1096 BTU/SCF.

Gas alam fraksi ringan dari bagian atas keluar pada temperatur sekitar –23ºC, lalu dikondensasikan oleh Scrub Column Overhead Condeser dengan pendingin propana sampai temperatur sekitar –33ºC. Kondesatnya dipisahkan di kolom Scrub Column Condnsate Drum dan dikembalikan ke Scrub Column di atas tray ke-9 sebagai refluks. Fasa gas yang terjadi dalam Scrub Column Condensate Drum akan diinjeksikan dengan butana sebelum masuk ke Main Heat Exchanger .

Gas alam fraksi berat yang keluar dari bagian atas Scrub Column dipanaskan dalam Scrub Column Reboiler dengan menggunakan low pressure steam (P=3,5 kg/cm2, T=148ºC). Uap yang terbentuk dikembalikan ke Scrub Column sedangkan fasa cairnya bergabung dengan cairan dari dasar kolom menuju de-ethanizer column.

2. Refrigerant Unit (Plant #4)

Media pendingin yang digunakan dalam proses pembuatan LNG ada 2 macam yaitu propana dan MCR. Propana digunakan untuk mendinginkan metana, etana, dan MCR. Sementara itu, MCR digunakan untuk mendinginkan metana hingga mencair (menjadi LNG).

A. Pendinginan Propana Deskripsi Proses

Sistem pendingin propana ini memberikan pendinginan yang diperlukan oleh gas umpan untuk mengembunkan air atau zat-zat hidrokarbon selama gas alam ini mengalami proses. Propana ini juga

memberikan pendinginan untuk MCR dan pendinginan di bagian fraksinasi. Pendinginan untuk gas alam, MCR, fraksinasi terjadi pada tahap evaporasi dari propana dimana penguapan propana cair mengambil panas laten dan gas yang difraksinasi.

Di dalam sistem pendingin propana digunakan 3 tingkat pendinginan, yaitu : 1. Propana cair dengan tekanan 7 kg/cm2 dapat

mendinginkan sampai 18°C (high level propana).

2. Propana cair dengan tekanan 3.1 kg/cm2 dapat mendinginkan sampai –4°C (medium level propana).

3. Propana cair dengan tekanan 0.1 kg/cm2 dapat mendinginkan sampai –34°C (low level propana).

B. Pendinginan MCR (Muliti Component Refrigerant) Deskripsi Proses

MCR yang digunakan memiliki komposisi dalam persen basis kering :

o N2 2.0 – 2.2% o C1 40.0 – 46.0% o C2 45.0 – 50.0% o C3 2.0 – 6.0%

Tujuan dari pendinginan dengan Multi Componen Refrigerant (MCR) ini adalah untuk mendinginkan gas umpan dan mencairkan dalam Main Heat Exchanger dan mendinginkan gas MCR sendiri.

Kompresi MCR dilakukan dengan 2 tahap, yaitu dengan 1st Stage MCR Compressor dan 2nd Stage MCR Compressor. MCR masuk ke kolom MCR First Stage Suction Drum untuk memisahkan MCR cair dan uap, dimana sebagian feed adalah uap dari hasil pendinginan di main heat exchanger. Uap MCR dari MCR First Stage Suction Drum keluar dengan temperatur -40°C kemudian masuk ke kompresor stage pertama pada tekanan 3 kg/cm2. Kemudian keluar dari 1st Stage MCR Compressor dengan temperatur 71°C dan tekanan 14 kg/cm2. Aliran MCR ini kemudian didinginkan dengan air laut dalam MCR Compressor Inter Cooler hingga temperaturnya menjadi 37°C. Selanjutnya masuk ke kompresor stage kedua dengan tekanan 14 kg/cm2. Dari 4K-3, MCR keluar pada temperatur 130ºC dan tekanan 47 kg/cm2, kemudian didinginkan oleh MCR Compressor After Cooler dengan menggunakan air laut hingga temperaturnya 37°C. MCR kemudian mengalir ke Propana Evaporator, dilanjutkan ke Medium Level Propana Evaporator hingga keluar pada temperatur –5°C. Kemudian MCR masuk ke MCR Low Level Propana Evaporator pada temperatur −32°C. MCR dialirkan ke High Pressure MCR Separator, dimana komponen cair dan uap akan terpisah. Fase cair lebih banyak mengandung etana dan propana,

Page 74: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 73

sedangkan fase gas banyak mengandung nitrogen dan metana.

3. Liquefaction Unit (Plant #5) Deskripsi Proses

Proses pencairan gas alam ini dilakukan di Plant #5. Proses pencairan gas alam terjadi di Main Heat Exchanger (MHE). Feed gas yang berasal dari bagian atas scrub column condensate drum dengan tekanan 36 kg/cm2 dan temperatur −36.5°C masuk dari bagian bawah MHE. Bersama feed gas dimasukan juga kelebihan produk etana, propana, ataupun butana dari unit fraksinasi untuk menaikkan nilai kalor LNG.

MCR yang telah masuk ke High Pressure MCR Separator dipisahkan menjadi dua fasa, yaitu MCR vapor yang mengandung mayoritas nitrogen dan metana dan MCR cair yang komponen utamanya adalah etana dan propana.

Main Heat Exchanger adalah suatu kolom penukar panas tegak yang terdiri atas dua bagian, warm bundle dibagian bawah dan cold bundle dibagian puncak. Pada cold bundle, MCR uap mengalami penurunan tekanan oleh J-T valve. MCR ditampung pada Low Pressure Separator dan didistribusikan dibagian shell cold bundle untuk mendinginkan MCR uap dan feed gas dalam tube.

Pada warm bundle, MCR uap, MCR cair, dan feed gas dialirkan ke atas. Pada akhir warm bundle, MCR cair akan diturunkan tekanannya hingga 2.5 kg/cm2 dan temperatur −129°C oleh J-T valve. MCR cair ini ditampung pada warm separator yang diletakkan diantara warm dan cold bundle. MCR ini digabung dengan MCR cair shell cold bundle lalu didistribusikan pada shell warm bundle untuk mendinginkan ketiga aliran masuk. Suhu feed gas diturunkan hingga mendekati titik embunnya.

Digunakannya Joule-Thompson valve (J-T valve) sebagai alat utama dalam proses pencairan karena alat ini berfungsi untuk menurunkan tekanan dan temperatur sehingga gas mencapai titik cairnya dan menjadi cair. Joule-Thompson effect berarti penurunan tekanan dan temperatur akibat melewati Joule-Thompson valve sebagaimana halnya pada diagram phasa, akibat adanya penurunan tekanan dan temperatur maka fasa gas akan berubah menjadi saturated.

Setelah didinginkan pada warm bundle, feed gas akan masuk ke cold bundle untuk mengalami proses pendinginan lebih lanjut hingga berbentuk cairan. Feed gas meninggalkan MHE pada bagian puncaknya dalam keadaan cair pada temperatur sekitar −150°C. LNG lalu dialirkan ke dalam LNG Flash Drum melalui J-T valve sehingga dapat menurunkan lagi temperatur LNG sampai menjadi sekitar −156°C untuk selanjutnya dipompakan ke LNG Storage.

Uap LNG dari bagian atas LNG Flash Drum dengan suhu sekitar −156°C dilewatkan LNG Flash Exchanger dan mendinginkan sedikit gas umpan sampai menjadi LNG. Pada train E ~ H alat ini juga berfungsi untuk mendinginkan LPG propana sampai suhu −45°C. Sedangkan uap LNG sendiri menjadi panas, kemudian dihisap oleh sebuah kompresor untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler. MCR yang berada didalam shell MHE keluar pada bagian bawah MHE dan masuk ke MCR First Stage Suction Drum, lalu uapnya masuk ke MCR First Stage Compressor. Keluaran unit ini didinginkan dengan pendingin air laut lalu ditekan oleh MCR Second Stage Compressor. Uap MCR keluar mempunyai tekanan 48 kg/cm2 lalu didinginkan lagi dengan air laut dan setelah melalui serangkaian pendinginan bertahap dengan Propana Refrigrant, uap MCR ini masuk ke High Pressure MCR Separator untuk kembali masuk ke MHE. HASIL PRODUK LNG

Tabel Komposisi LNG (% Mol Typical)

COMPONENT % Mole

N2 0.02 C1 91.72 CO2 - C2 4.87 C3 2.41 i - C4 0.59 n - C4 0.38 i - C5 0.01 n - C5 - C6+ -

TOTAL 100.00

HHV. BTU/SCF 1105.2

Hasil produksi LNG dari proses train ditampung di tangki penampungan yang terdiri dari 6 buah tangki penampung LNG, 4 buah masing-masing berkapasitas 600000 barrel (± 95000 m3) dan 2 buah berkapasitas 800000 barrel (± 126500 m3) kemudian LNG dikapalkan ke negara tujuan seperti Jepang, Taiwan dan Korea. Kapasitas kapal standar 125000m3 dan pemuatan normal memakai 4 (empat) buah pompa loading dengan lama pemuatan ± 12 jam.

KESIMPULAN

Gas pasok yang digunakan dalam proses pembuatan LNG berasal dari sumur-sumur gas yang berada di Kalimantan Timur. Sebelum memasuki tahap fraksinasi, gas pasok tersebut dilalui pada proses pengurangan impuritis sampai

Page 75: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

74 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

kadar yang ditentukan dengan tujuan untuk mencegah hal-hal yang dapat mengganggu proses pencairannya pada suhu yang sangat rendah.

Sebelum melalui proses pencairan, gas alam mengalami proses fraksinasi untuk mengambil fraksi metana sebagai bahan utama dalam pembuatan LNG. Kemudian gas tersebut memasuki tahap pencairan pada main heat exchanger dengan menggunakan Multi Component Refrigerant (MCR) sebagai pendingin hingga suhu feed gas mendekati titik embunnya serta mengalami penurunan tekanan oleh Joule Thomson valve yang menyebabkan temperatur feed gas menurun sampai -156 °C dan akhirnya gas mencair. Hasil produk LNG dengan besar kandungan metana lebih dari 90 % kemudian siap diekspor ke negara Jepang, Taiwan dan Korea menggunakan kapal tanker dengan kapasitas standar 125000 m3.

REFERENSI 1. Hera Priya, Tugas Umum Laporan Kerja

Praktek PT Badak NGL 2. “LNG Production Overview”, PT Badak NGL,

Bontang. 3. Muhaimin : “Gas Transmission (Gas Processing

Course Trisakti)”, PT Badak NGL, Bontang, 2005.

4. “Pengenalan LNG”, Train ABCD Section Operation Department, PT Badak NGL, 2000.

5. “Train Process Presentation”, PT Badak NGL, Bontang.

6. Rahmat Safruddin : “Sistem Refrigerasi dan Liquefaction”, Process Engineering Section, Technical Department, PT Badak NGL, Bontang, 2005.

7. “Storage & Loading Overview”, Storage & Loading Section, PT Badak NGL.

Gambar 1.1

Letak Geografis Kota Bontang

Page 76: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

No. 1/2006 75

Gambar 1.2

Kilang LNG Bontang

F R A C T IO N A T IO NU N IT L IQ U E F A C T IO N

C 1 - 9 0 .6 5 % (2 7 8 6 .6 7 * )C 2 - 4 .5 3 % (1 3 9 .1 1 )

C 3 + - 4 .8 8 % (1 4 8 .1 8 )C O 2 - 0 %

C 1 - 9 3 .4 9 % (2 7 7 3 .2 9 )C 2 - 4 .2 9 % (1 2 7 .1 8 )C 3 + - 2 .2 2 % (6 5 .9 5 )

C 1 - 1 2 .4 4 % (1 3 .3 8 )C 2 - 1 1 .1 % (1 1 .9 3 )

C 3 + - 7 6 .4 6 % (8 2 .2 3 )

T R E A T IN GU N IT

P L A N T 1 /2

K e t : % = % M o le * = M M S C F D

Gambar 1.3

Material Balance of Fractionation Unit

Page 77: Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi - iatmi.or.idiatmi.or.id/assets/bulletin/pdf/jtmgb-2006.pdf · kehadiran industri migas, ... Tulisan pertama tentang Base oil Baru dalam negeri

76 Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi

Gambar 1.4

LNG Process Diagram

Gambar 1.5

LNG Storage