Jurnal Skripsi Mb Fani

download Jurnal Skripsi Mb Fani

of 15

Transcript of Jurnal Skripsi Mb Fani

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    1/15

    Pengaruh Perendaman Air Perasan Buah Belimbing Wuluh

    (Averrhoa bilimbi L.) terhadap Penurunan Kadar Formalin pada

    Ikan Nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus)) Berformalin dan

    Analisis Kadar Proteinnya

    Fariani Fitriyah

    Program Studi Biologi Industri FMIPA

    Universitas Ahmad Dahlan

    Kampus III: Jalan Prof. Dr. Soepomo, Janturan, Umbulharjo, Yogyakarta

    Email : [email protected]

    ABSTRAK

    Formalin dapat digunakan sebagai pengawet, tapi tidak boleh digunakan pada makanan

    karena bersifat toksik. Jika kadar formalin pada ikan melewati nilai ambang batas aman,

    akan dapat berakibat toksik, bahkan fatal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

    mengetahui pengaruh perendaman air perasan buah belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi L.)

    terhadap penurunan kadar formalin pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus))

    berformalin dan kadar formalinnya yang diberi perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu

    0%, 60%, 80% dan 100%.

    Penelitian ini menggunakan ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus)) segar direndam

    dalam larutan formalin 1% selama 24 jam. Kemudian direndam dalam air perasanbelimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan konsentrasi : 0%, 60%, 80% dan 100%

    selama 30 menit. Pengukuran penurunan kadar formalin dalam daging ikan nila

    menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis dengan menggunakan pereaksi nashs pada

    panjang gelombang 420 nm dan OT 8-10 menit. Analisis kadar protein total menggunakan

    metode kjeldahl.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0% kadar formalin dalam ikan =

    0,258%, konsentrasi 60% = 0,222%, konsentrasi 80% = 0,226% dan 100% = 0,239%.

    Sedangkan untuk kadar protein pada ikan segar = 24,10%, konsentrasi 0% = 21,34%,

    konsentrasi 60% = 23,25%, konsentrasi 80% = 22,50% dan 100% = 22,19%.

    Hasil ini dapat disimpulkan bahwa yang paling efektif menurunkan kadar formalin dalam

    ikan nila dan yang paling efektif menaikkan kadar protein total pada ikan nila adalah

    konsentrasi 60% air perasan buah belimbing wuluh(Averrhoa bilimbi L.)

    Kata kunci: Penurunan kadar formalin, belimbing wuluh, kadar protein, ikan nila

    berformalin.

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    2/15

    Pendahuluan

    Kasus bahan makanan berformalin merupakan permasalahan penting yang tidak dapat

    dihilangkan secara langsung dari masyarakat umum dalam hal penyediaan makanan sehat dan

    aman. Karena formalin merupakan senyawa kimia beracun dan berbahaya yang tidak boleh

    dipergunakan sebagai bahan tambahan makanan, sebagaimana diatur dalam Permenkes RI

    No.722/MENKES/PER/IX/1988. Selain itu, Dalam jangka waktu yang panjang, formalin ini

    akan menjadi racun bila mengendap dalam tubuh setiap kali mengkonsumsi bahan pangan

    berformalin dan akan menyebabkan kanker.

    Batas toleransi formaldehida (formalin adalah nama dagang zat ini) menurut IPCS

    (International Programme on Chemical Safety) bahwa formalin yang dapat diterima tubuh

    manusia dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang

    dibolehkan adalah 0,2 mg. Sementara formalin yang boleh masuk ke tubuh dalam bentuk

    makanan untuk orang dewasa adalah 1,5 mg hingga 14 mg per hari (Hamdani, 2010).

    Ciri-ciri Ikan berformalindapat dibedakan berdasarkan ciri visual yaitu diantaranya :

    a)Mata : Ikan yang diformalin menunjukkan mata yang suram sampai putih keruh

    apabila sudah lama direndam.

    b) Insang : Ikan yang diformalin insangnya akan berarna coklat sampai putih.

    Apabila tertutup rapat sehingga larutan formalin agak sulit tembus ke dalam

    rongga insang, maka akan terlihat arna coklat sampai putih pada bagian ujung

    insang saja, tergantung banyaknya formalin dan lamanya larutan formalin

    penetrasi ke dalam insang.

    c)Warna : Warna ikan akan berubah dan perubahannya nanti dapat dilihat secara

    visual, setelah direndam 1-3 jam, tergantung konsentrasi formalin. apabila ikan

    sudah tidak cerah- mengkilat, tetapi tekstur dagingnya keras dan kaku, maka ikan

    tersebut patut dicurigai. Kalau disayat dagingnya maka akan terlihat daging

    berwarna keputihan dan agak kering.

    d)Tekstur : Apabila insang sudah berwarna coklat, mata sudah suram, tetapi

    teksturnya keras. Maka ikan yang demikiam patut dicurigai.

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    3/15

    e)Bau : Untuk ikan yang tidak diformalin, apabila sudah berbau amis, maka

    teksturnya pasti lunak, dan insang berlendir, apabila tekstur keras dan insang

    coklat tidak berlendir, ikan tersebut patut dicurigai (Sanger & Montolalu, 2008).

    Formalin akan dapat langsung bereaksi dengan gugus amina dari protein yang

    menyebabkan terjadinya penurunan kadar protein dalam ikan karena proteinnya berubah

    sehingga nilai gizi ikan akan berkurang (Nurachman, 2005). Oleh karena itu, untuk melepas

    ikatan antara protein dan formalin, diperlukan upaya untuk menjamin bahan makanan yang

    akan dikonsumsi masyarakat, bebas dari formalin.

    Upaya tersebut dapat dilakukan dengan memecah ikatan antara formalin dan protein

    sehingga kandungan formalin dapat berkurang (deformalinisasi). Upaya untuk menurunkan

    kadar formalin suatu bahan makanan salah satunya dapat dilakukan dengan hidrolisis dan

    tambahan asam (Wilbraham dan Matta, 1992).

    Senyawa asam dalam larutan dapat berfungsi sebagai katalis, selain sebagai reaktan

    dan produk (Wilson dan Goulding (Eds.), 1989). Riawan (1990) juga mngemukakan bahwa

    aldehida secara umum dapat dipisahkan dari campuran diantaranya dengan hidrolisis dan

    asam. Karena formalin merupakan salah satu turunan aldehida, maka ikatan protein-formalin

    dapat dipisahkan dengan cara hidrolisis dengan penambahan asam.

    Dalam penelitian Wiwi Wikanta (2011) menunjukkan bahwa penambahan perasan

    buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbiL.) pada konsentrasi 80% dapat menurunkan kadar

    formalin dalam udang berformalin sampai 99%. Sedangkan dalam penelitian Sukesi (2006),

    perendaman ikan segar dalam air cuka 5% dapat menghilangkan formalin sampai mencapai

    100%.

    Pengolahan bahan makanan dengan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dapat

    menjadi alternatif dalam upaya menghilangkan formalin dalam bahan makanan. Hal ini

    karena belimbing wuluh merupakan bahan alami yang sering digunakan oleh masyarakat

    untuk pengolahan makanan dan juga sebagai pengganti asam cuka yang merupakan bahan

    kimia.

    Kandungan buah belimbing wuluh diketahui memiliki asam sitrat yang cukup tinggi.

    Asam sitrat menurut Sihombing (2011) diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan yang

    mencegah ketengikan dan mempertahankan warna dan aroma. Asam sitrat juga dapat

    berfungsi sebagai sekuestran yaitu senyawa kimia pengikat logam dalam bentuk ikatan

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    4/15

    kompleks. Sifat tersebut dapat mengalahkan sifat dan pengaruh jelek logam dalam bahan

    pangan.

    Ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus)) adalah sumber protein hewani yang

    memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (Fatsecret, 2012) sehingga sangat mudah

    untuk memacu pertumbuhan bakteri dan akan cepat mengalami pembusukan sehingga rentan

    di awetkan dengan formalin.

    Oleh karena itu penting kiranya penelitian ini dilakukan untuk memberikan

    pengetahuan kepada masyarakat umum dalam memanfaatkan bahan alam sebagai alternative

    untuk menurunkan kadar formalin dan mempengaruhi kadar protein pada ikan berformalin.

    Sehingga ketakutan masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang mengandung formalin

    dapat diatasi dengan memberikan perlakuan perendaman air perasan buah belimbing wuluh

    sebelum diolah menjadi suatu masakan.

    Metode Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kimia Organik Farmasi Universitas Ahmad

    Dahlan dan menggunakan variabel bebas dengan variasi konsentrasi 0%, 60%, 80% dan

    100% dari air perasan buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbiL.) yang direndam selama 30

    menit dan terdapat dua variabel terikat yaitu penurunan kadar formalin 1% dan pengaruhnya

    terhadap kadar protein dalam daging ikan nila.

    Bahan-bahan penelitian: ikan nila, kertas saring dan buah belimbing wuluh. Bahan kimia

    yang dipakai adalah aquadest, larutan formalin 37%, Nashs reagent, HCL 0,1N, pH

    universal, pereaksi Schiff, HCL 0,1149N, NaOH 0,0940N, katalis selenium oksiklorida,

    indikator methyilen Orange, dan H2SO4pekat.

    Alat yang digunakan dalam penelitian : pisau, talenan, ember, gelas plastik, toples,

    stopwatch, ballpipet, saringan, beaker glass 500ml, pengaduk, kompor listrik, pinset, botolflakon 50ml, tabung reaksi, rak tabung, erlenmeyer 50ml dan 500ml, labu ukur (5ml, 500ml

    dan 1000ml), corong, pipet ukur (1ml, 20ml, 25ml), mikropipet 500l, sendok penyu, cawan

    porselen, biuret, mortir, gelas ukur 100ml, alat destilasi, timbangan analitik, blender, alat

    destruktor, dan seperangkat alat spektrofotometer UV-VIS.

    Cara Kerja :

    1. Pembuatan larutan formalin 1%: Larutan formalin 37% diambil sebanyak 27 mL

    dan dimasukkan dalam labu ukur 1000 mL dan dihomogenkan. Lalu ditambahkan

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    5/15

    aquades hingga batas ukur (minikus) pada labu ukur 1000 ml. Perlakuan tersebut

    dilakukan sebanyak 3 kali.

    2. Pembuatan Ikan nila berformalin: Ditimbang ikan nila dengan berat kurang lebih

    2000 g. Ikan nila yang masih hidup, dimatikan lalu dicuci dan ditiriskan, kemudian

    direndam selama 24 jam dalam 3000 ml larutan formalin 1% dalam toples

    (Okavrilani, 2010).

    3. Analisis kualitatif formalin pada Ikan nila berformalin : Ditimbang 2gr daging

    ikan nila berformalin, digerus dalam mortir, ditambahkan air secukupnya, saring. Di

    ambil filtrat, kemudian diasamkan HCl sampai pH kurang dari 3, lalu ditambahkan

    pereaksi Schiff yang tak berwarna dengan volume sama banyak. Setelah beberapa saat

    akan terbentuk warna merah sampai ungu jika positif ada formalin (Auterhoff dan

    Kovar, 1987)

    4. Pembuatan larutan formalin standar: Dibuat larutan formalin dengan 5 seri

    konsentrasi yaitu dengan cara diambil volume tertentu dari larutan formalin 1%,

    kemudian diencerkan dengan aquades hingga konsentrasi 0.0046%, 0,0048%,

    0,0050%, 0,0052%, 0,0054%. Dari masing-masing konsentrasi tersebut, diambil 0,4

    ml dan 0,8 ml reagennashs di encerkan dengan aquades ad 5 ml.

    5. Optimasi waktu kestabilan pada spektrofotometer UV-Vis: Larutan blangko dan

    satu seri larutan formalin standar yang telah dibuat dibaca pada spektrofotometer

    dengan panjanggelombang 420 nm dan dengan lama waktu yang bervariasi (0 menit,

    2 menit, 4 menit, 6 menit, 8 menit, 10 menit dan 12 menit), sehingga didapatkan

    waktukestabilan optimum (Oktavrilani, 2010).

    6. Pembuatan Kurva baku formalin : Dari maisng-masing konsentrasi seri baku

    formalin, di ukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang serapan maksimum

    dan sesuai dengan operating time.

    7. Penetapan kadar formalin awal dalam sampel : Diambil kurang lebih 8 g daging

    ikan nila berformalin ke dalam mortir dan ditambahkan 400 ml air kemudian

    dihancurkan. Hancuran tersebut dimasukkan ke alat destilasi dan dibiarkanmendidih

    selama 15 menit. Destilat kemudian ditampung menggunakan erlenmeyer.

    Larutan uji dibuat dengan cara hasil destilat di pipet 0,4 ml dan 0,8 ml Nashs reagent

    di encerkan dengan aquades ad 5 ml. Dibaca absorbansinya dengan menggunakan

    spektrofotometer dengan panjang gelombang 420 nm dan waktu kestabilan optimum.

    Kemudian dihitung dengan rumus :

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    6/15

    Kadar formaldehid = X x Volume destilat x fp x 100%

    Bobot sampel (g)

    Keterangan :

    X : konsentrasi formaldehid standar (gr/100ml)

    Fp : Faktor pengenceran dari larutan sampel

    8. Pembuatan Konsentrasi Perasan Buah Belimbing Wuluh dan perendaman :

    memilih buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dengan warna yang relatif

    sama. Buah belimbing wuluh yang sudah terkumpul dibersihkan, kemudian

    diblender/dijus dengan juicer. Semua hasil perasan ditampung dalam wadah sebagai

    stok untuk pembuatan konsentrasi perasan belimbing wuluh sesuai perlakuan dalam

    penelitian ini. Pembuatan konsentrasi perasan buah belimbing wuluh dilakukan

    dengan cara mengukur perasan buah belimbing wuluh 300, 400 dan 500 ml masing-

    masing dimasukan ke dalam labu ukur 500 ml dan menggenapkan volume sampai

    tanda batas dengan aquades. Kemudian ditimbang 10 gr daging ikan nila berformalin

    dan dilakukan perendaman dengan berbagai variasi konsentrasi dari perasan

    belimbing wuluh selama 30 menit di dalam botol flakon 50 ml. Masing-masing

    konsentrasi dilakukan pengulangan prosedur sebanyak 6 kali.

    9. Penetapan Kadar Formalin setelah Perendaman : di ulangi prosedur no.7, tetapi

    dengan mengganti sampel ikan nila berformain dengan sampel ikan nila yang telah

    diberi perlakuan perendaman dengan variasi konsentrasi air perasan buah belimbing

    wuluh.

    10. Pengukuran pH : pH ikan yang diukur adalah pH ikan nila segar, pH ikan nila

    setelah direndam formalin dan pH ikan nila setelah direndam dengan air perasaan

    buah belimbing wuluh berbagai konsentrasi yaitu 60%, 80% dan 100% dengan 6 kali

    pengulangannya

    11. Analisis Kuantitatif kadar protein: Kadar protein yang di analisis dengan metode

    Kjeldahl adalah ikan nila segar, ikan nila setelah direndam formalin dan ikan nila

    yang telah diberi perlakuan perendaman dengan air perasan buah belimbing wuluh

    dengan berbagai konsentrasi yaitu konsentrasi 60%, 80% dan 100%.

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    7/15

    Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan grafik. Untuk

    perhitungan kadar sampel di analisis statistik dengan regresi linear sederhana berdasarkan

    persamaan garis baku formalin. Untuk hasil pengamatan dianalisis menggunakan Uji

    ANNAVA. Apabila terdapat perbedaan nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji BNT (Beda

    Nyata Terkecil) pada taraf = 5%.

    Hasil dan Pembahasan

    Pengumpulan dan persiapan bahan uji dilakukan sehari sebelum penelitian di

    laboratorium. Untuk bahan uji yaitu ikan nila, harus masih dalam keadaan hidup karena nanti

    tidak akan mempengaruhi kandungan protein didalamnya. Ikan yang sudah mati

    dikhawatirkan kandungan proteinnya telah rusak oleh bakteri pembusuk dan mikroorganismelainnya sehingga akan mempengaruhi nilai akhir.

    Ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus)) digunakan dalam penelitian ini karena ikan

    nila merupakan ikan yang memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 20%

    sehingga sangat rentan mengalami pembusukan.

    Sedangkan bahan untuk perlakuannya yaitu belimbing wuluh diambil sehari sebelum

    pemberian perlakuan di laboratorium agar tidak layu. Buah akan menjadi layu ketika dipetik

    karena sangat aktif dalam proses respirasi yang bertujuan untuk mempertahankan hidupnya

    dengan cara merombak pati menjadi gula (Zulkarnaen, 2009). Sehingga kadar asam di dalam

    belimbing wuluh akan berkurang dan nantinya akan mempengaruhi hasil akhir perlakuan.

    Analisis uji kualitatif ini dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya kandungan formalin di

    dalam daging ikan nila. Untuk melihat adanya formalin, digunakan pereaksi Schiff yang tak

    berwarna dan akan terbentuk warna merah sampai ungu jika positif adaformalin (Auterhoff

    & Kovar, 1987).

    Gambar. 4.5. Hasil Uji Kualitatif Formalin pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus))

    Konsentrasi 0%

    Konsentrasi 60%

    Konsentrasi 80%

    Konsentrasi 100%

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    8/15

    Hasil analisis kualitatif pada sampel ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus))

    adalah positif, ditandai dengan warna lembayung yang terbentuk setelah sampel ditetesi

    dengan pereaksi Schiff dengan volume sama banyak. Semakin intensif warna yang tampak,

    dapat menggambarkan bahwa formalin yang terkandung dalam sampel semakin banyak.

    Penetapan Kadar Formalin Awal pada Ikan Nila

    Hasil absorbansi dari destilat ikan nila berformalin (kontrol) kemudian dilakukan

    perhitungan kadar formalin menggunakan persamaan regresi linier sederhana dan hasil

    perhitungan dengan persamaan regresi linier sederhana ini dimasukkan dalam rumus kadar

    formaldehide.

    Tabel. 4.7. Hasil perhitungan Kadar Formalin Pada Ikan nila (kontrol)

    Ulangan ke- Kadar Formalin (%)

    1 0,2633 %

    2 0,245 %

    3 0,272 %

    4 0,265 %

    5 0,259 %

    6 0,246 %

    X 0,258 %

    Hasil kadar formalin dalam daging ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus))

    berformalin (kontrol) sebelum diberi perlakuan dengan perendaman air perasan buahbelimbing wuluh menunjukkan kadar formalin rata-rata sebesar 0,258%. Hasil kadar formalin

    ini berbeda jauh dengan perlakuan perendaman larutan formalin 1%. Larutan formalin 1%

    tidak terakumulasi seluruhnya dalam daging ikan nila, karena pada saat direndam dengan

    formalin 1%, ikan masih dalam keadaan utuh tanpa dipisahkan antara kulit, daging, tulang

    dan insangnya. Artinya formalin sebagai bahan pengawet yang mampu membentuk ikatan

    cross link dengan protein, tidak terfokus pada protein dalam daging saja tetapi larutan

    formalin 1% dapat berikatan dengan protein yang terdapat pada kulit ikan nila dan bagian

    lainnya yang memiliki kandungan protein.

    Ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus)) yang memiliki kandungan protein sebesar

    20% akan bereaksi dengan formaldehide setelah direndam dalam larutan formalin. Reaksi

    formaldehida dengan protein, yang pertama kali terjadi pengikatan adalah gugus amina pada

    posisi dari lisin di antara gugus-gugus polar dari peptidanya. Formaldehida akan berikatan

    dengan gugus asam amino bebas yang pembentukan berjalan cepat dan merupakan reaksi

    bolak-balik (Barnen & Davidson, 1983).

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    9/15

    Penetapan Kadar Formalin Setelah Perendaman

    Hasil dari penelitian ini telah membuktikan bahwa perendaman dengan penambahan

    asam dari buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dapat diturunkan atau dihilangkan

    kadar formalinnya walaupun tidak sepenuhnya dapat dihilangkan. Hal ini sejalan dengan

    penelitian sebelumnya bahwa kandungan formalin dapat dihilangkan dengan larutan cuka 5%

    (Sukesi, 2006) dan udang berformalin dapat dihilangkan dari formalin dengan penambahan

    perasan buah belimbing wuluh konsentrasi 80%.

    Hasil yang didapatkan untuk penurunan kadar formalinnya berdasarkan variasi

    perendaman dapat dilihat pada tabel dan diagram :

    Tabel. 4.8. Kadar Formalin pada ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus)) berformalin

    Perlakuan Rata-rata kadarFormalin (%)

    Penurunan Formalin(kontrol-perlakuan)

    Prosentase penurunanformalin

    0% 0,258 - 74,2%

    60% 0,222 0,036 77,8 %

    80% 0,226 0,032 77,6 %

    100% 0,239 0,019 76,1 %

    Keterangan :

    0% : (kontrol) tanpa air perasan buah wuluh

    60% : 300 ml air perasan buah belimbing wuluh+200 ml aquades

    80% : 400 ml air perasan buah belimbing wuluh+100 ml aquades

    100% : 500 ml air perasan buah belimbing wuluh

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    10/15

    Kadar formalin yang dapat diturunkan tergantung pada jenis ikatan antara formalin dan

    protein dalam bahan makanan. Menurut Kiernan (2000) dan Nadeau & Carlson (2005),

    bahwa ikatan awal yang terbentuk antara formalin dan protein menghasilkan senyawa methyil

    alkoholyang ikatannya bersifat reversiblesedangkan pembentukan ikatan silang (cross link)

    dengan protein akan menghasilkan jembatan methylenyang bersifat irreversible.

    Dalam bentuk ikatan methyil-alkohol, ikatan ini akan mudah dipecah dengan adanya

    senyawa asam yang bertindak sebagai penyedia ion H+. Asam dalam reaksi adisi bertindak

    sebagai katalis pada reaksi tahap awal protonasi oksigen. Protonasi ini akan menambah

    muatan positif pada karbon karbonil sehingga karbon ini lebih mudah diserang oleh nukleofil

    yang lebih lemah sehingga akan melepaskan protonnya ke dalam air (Fessenden &

    Fessenden, 1986). Selanjutnya akan menyebabkan kadar formalin awal pada ikan nila

    (Oreochromis niloticus (Linnaeus)) berformalin berkurang.

    Untuk konsentrasi 100% air perasan buah belimbing wuluh, kadar formalin rata-rata

    adalah 0,239% dan kadar penurunan formalin dari kontrol adalah 0,019%. Hal ini dapat

    disimpulkan bahwa konsentrasi 100% air perasan buah belimbing wuluh dapat menurunkan

    formalin lebih sedikit dibanding dengan konsentrasi 60% air perasan buah belimbing wuluh.

    Hal ini kemungkinan pada konsentrasi 100% air perasan buah belimbing wuluh, formalin

    sulit untuk terlarut karena kandungan asam air perasan buah belimbing wuluh dalam

    konsentrasi 100% terdapat senyawa senyawa yang tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan

    dimungkinkan juga asam yang awalnya sebagai katalis menyebabkan terbentuknya ikatan ion

    H+

    yang banyak dan tidak terdapat neutrofil lemah berupa air sehingga reaksi adisi dapat

    terjadi tetapi formalin yang telah terlepas dari ikatan tidak dapat terlarut sepenuhnya karena

    tidak terdapat air.

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    11/15

    Hasil Analisis Kuantitatif Kadar Protein Total

    Hasil dari analisis kuantitatif kadar protein pada ikan nila (Oreochromis niloticus

    (Linnaeus)) segar, yang telah direndam formalin dan telah diberi perlakuan dengan

    perendaman air perasan belimbing wuluh yang berbeda konsentrasi menunjukkan adanya

    perbaikan nilai protein terhadap ikan nila berfomalin. Ini berarti bahwa sejalan dengan

    penurunan kadar formalin pada ikan, perasan buah blimbing wuluh juga dapat

    mengembalikan kadar protein ikan nila berformalin.

    Hasil dari kadar protein total pada Ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus)) dapat

    dilihat pada tabel dan diagram.

    Tabel. 4.11. Kadar Protein Total pada ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus))

    Perlakuan Kadar Protein Total (%)

    Ikan segar 24,10

    0% (kontrol) 21,34

    60% 23,25

    80% 22,50

    100% 22,19

    Keterangan :

    0% : (kontrol) tanpa air perasan buah wuluh

    60% : 300 ml air perasan buah belimbing wuluh + 200 ml aquades

    80% : 400 ml air perasan buah belimbing wuluh + 100 ml aquades

    100% : 500 ml air perasan buah belimbing wuluh

    Gambar. 4.10. Diagram Kadar Protein Total pada ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus))

    Dari hasil diatas dapat diketahui bahwa air perasan belimbing wuluh pada konsentrasi

    60% air perasan buah belimbing wuluh, mampu menaikkan kadar protein total dari ikan nila,

    setelah kandungan protein menurun akibat dilakukan perendaman dengan larutan formalin.

    Jika dilihat dari diagram, kadar protein total pada ikan nila segar mengalami penurunan

    akibat ikan nila direndam dalam larutan formalin 1%. Hal ini disebabkan karena gugus

    aldehide spontan akan bereaksi dengan protein-protein dalam makanan sehingga akanmengurangi nilai gizi proteinnya. Menurut Nurachaman (2005) dalam Sanger & Montolalu

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    12/15

    (2008), saat formalin dipakai mengawetkan makanan, gugus aldehid spontan bereaksi dengan

    protein-protein dalam makanan, sehingga menyebabkan nilai gizi makanan itu menjadi

    rendah karena proteinnya berubah dan sukar larut dan menyebabkan kadar protein berkurang.

    Ketika dilakukan perendaman dengan air perasan belimbing wuluh konsentrasi 60% air

    perasan buah belimbing wuluh, kadar protein total pada ikan nila menjadi naik dan

    menghasilkan prosentase kadar protein yang lebih baik walaupun tidak sebesar kadar protein

    total dari ikan nila segar. Hal ini karena dengan perendaman air perasan buah belimbing

    wuluh konsentrasi 60%, dapat lebih mudah melepas ikatan yang terbentuk antara formalin

    dan protein sehingga menyebabkan protein mudah teridentifikasi.

    Sedangkan pada konsentrasi 80% dan 100%, kadar protein total mengalami penurunan

    dari kadar protein total konsentrasi 60%. Artinya dalam pemberian asam yang terlalu pekat

    dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi protein.

    Menurut penelitian Agus Triyono (2010), terjadinya denaturasi protein dapat disebabkan

    oleh banyak faktor, seperti pengaruh pemanasan, asam atau basa, garam, dan pengadukan .

    Salah satunya dengan perendaman larutan asam kuat seperti HCl dan asam lemah seperti

    asam asetat serta asam sitrat. Winarno (1992) juga menambahkan bahwa perendaman asam

    akan menyebabkan denaturasi atau rusaknya struktur protein sehingga protein mengendap.

    Kesimpulan

    Konsentrasi perendaman air perasan buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbiL.) yang paling

    optimal untuk menurunkan kadar formalin pada ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus))

    berformalin adalah konsentrasi 60% air perasan buah belimbing wuluh dengan prosentase

    penurunan kadar formalin sebesar 77,8% dan Perendaman air perasan buah belimbing wuluh

    (Averrhoa bilimbi L.) dengan konsentrasi berbeda ternyata dapat mempengaruhi kadar

    protein ikan nila (Oreochromis niloticus (Linnaeus)) berformalin.

    Saran

    Perlu dikaji lebih lanjut penelitian yang berkaitan dengan pengaruh perendaman air perasan

    buah belimbing wuluh terhadap analisis kandungan asam lemak pada ikan seperti omega 3

    dan omega 6 dan perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan bahan alami

    lain yang memiliki kandungan asam organik untuk mengetahui pengaruhnya menurunkan

    kadar formalin.

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    13/15

    Daftar Pustaka

    Alkhair, A. 2012. Belimbing Wuluh. http://aboealkhair.blogspot.com/. Diakses tanggal 25

    Maret 2013.

    Anonim. 1991. Petunjuk Teknis Budidaya Ikan Nila. Direktorat Jendral Perikanan,

    Departemen Pertanian : Jakarta.

    Anonim. 2010. Formalin. http://wikipedia.org. Diakses tanggal 29 Oktober 2012.

    Anonim. 2006. Formaldehida. http ://wikipedia.org. Diakses tanggal 29 Oktober 2012.

    Afrianto, E., & Evi, L. 1989. PengawetanDan PengolahanIkan. Kanius : Yogyakarta.

    Amri, K & Kahiruman. 2003.Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. PT Agromedia Pustaka :Jakarta.

    Agus, T. 2010. Mempelajari Pengaruh Penambahan Beberapa Asam Pada Proses Isolasi

    Protein Terhadap Tepung Protein Isolat Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.)

    (jurnal). LIPI. http://seminarrekayasa.com. Diakses tanggal 16 Juni 2013.

    AOAC. 1995. Official Methods of Analysis on The Association of Official Agricultural

    Chemist. Association of Official Analytical Chemistry : Washington DC.

    Auterhoff & Kovar. 1987.Identifikasi Obat. Edisi IV. Penerbit ITB : Bandung.

    Barnen, A. L., & P. M. Davidson. 1983. Antimicrobials in food. Marcel Dekkers Inc : New

    York.

    Cahyadi, W. 2006. Kajian dan Analilis Bahan Tambahan Pangan Edisi Pertama. Bumi

    Aksara : Jakarta.

    Chan, C. C. 2004. Analytical Method Validation And Instrument Performane Verfication. A

    John Wiley and Sons, inc : Canada : p. 36-48.

    Cronquist, A. 1981. An Integrated System Of Classification Of Flowering Plants. ColumbiaUniversity Press : New York.

    Day, R. A. and A. L. Underwood. 2002.Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Erlangga :

    Jakarta.

    English, J., H.G. Cassidy, & R.L. Baird. 1971. Principles of Organic Chemistry. Fourth

    Edition. Mc Graw-Hill Book Company : New York.

    Fardiaz, S. 1992. Penuntun Praktek Mikrobiologi Pangan. IPB Press : Bogor.

    Fessenden, J. R. & S. J. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Penerjemah: Aloysius HandyanaPudjaatmaka. Erlangga : Jakarta.

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    14/15

    Fatsecret. 2013. Kandungan Gizi Ikan Nila. http://fatsecret.co.id. Diakses tanggal 16 Juni

    2013.

    Fishbase. 2012. Oreochromis niloticus. http://www.fishbase.org/. Diakses tanggal 25 Mei

    2013.

    Frazier, W. C., & D. C. Westhoff. 1988. Food Microbiology 4th Edition. Mc Graw Hill, Inc :

    USA.

    Heck, Casanova S., P. B. Dodd, E. N. Schachter, T. J. Witek & T. Tosun. 1985.

    Formaldehyde concentration in the blood of human and fischer-344 rats exposed to

    CH2O under controlled conditions.J. Am. Ind. Hyg. Assoc46: 1-3.

    Helander, K.G. 1994. Kinetic studies of formaldehyde binding in tissue. Biotechnic &

    Histochemistry. The University of Western Ontario : Canada. 69: 177-179.

    Herowaty, R. 2012. Analisis Protein. http://herowatyrina.files.wordpress.com. Diakses

    tanggal 16 Juni 2013.

    Inyu. 2006.Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L). http://inyu.multiply.com/journal. Diakses

    tanggal 29 Oktober 2012.

    Iskandar, S. 2003. Zat-Zat Berbahaya dalam Produk Cina. http://www.chem-is-try.org.

    Diakses tanggal 11 April 2013.

    Jawa Pos. 2009. Gerebek Pabrik Tahu Berformalin. http://www.jawapos.co.id. Diakses

    tanggal 16 Juni 2013.

    Junianto. 2003. Teknik Penanganan Ikan. Penebar Swadaya : Jakarta.

    Kiernan, John A. 2000. Formaldehyde, Formalin, Paraformaldehyde, and Glutaraldehyde:

    What They Are and What They Do. Microscopy Today 00-1: 8-12.

    Http://publish.uwo.ca/~jkiernan/formglut.htm. Diakses tanggal 16 Juni 2013.

    Kottelat, M., Whitten, A.J., Kartikasari, S.N., & Wirjoatmojo, S. 1993. Freshwater Fisher of

    Western Indonesia dan Sulawesi. Periplus Ed Ltd : Canada.

    Kordi M. G. H. 2010.Budidaya Ikan Nila di Kolam Terpal. Lily Publisher : Yogyakarta.

    Linn, P. 1994.Bertanam Belimbing. Penebar Swadaya : Jakarta.

    Marquie, C., A. M. Tessier, C. Aymard, & S. Guilbert. 1997. HPLC Determination of The

    Reactive Lysine Content of Rotton Seed Protein Films to Monitor The Extent of

    Cross-Linking by Formaldehyde, Glutaraldehyde, and Glyoxal.J. Agriculture. Food

    Chem. 45: 922-926.

    Menegristek (Menteri Negara Riset dan Teknologi). 2000. Budidaya Ikan Nila. Deputi

    Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan danTeknologi : Jakarta.

  • 5/28/2018 Jurnal Skripsi Mb Fani

    15/15

    Mursito, B. 2005.Ramuan Tradisional untuk Gangguan Ginjal.Penebar Swadaya : Jakarta.

    Nadeau, O.W., & Carlson, G.M. 2005. Protocol: Protein Interaction Capture by Chemical

    Cross-linking: One-step Crosslinking with Formaldehyde.

    http://stainsfile.info/StainsFile/. Diakses tanggal 16 Juni 2013.

    Owen, B. A., C. S. Dudney, E. L. Tan, & C. E. Easterly. 1990. Formaldehyde In Drinking

    Water.J. Am. Ind. Hyg. Assoc11: 220-236.

    Oktavrilani, C. 2010. Degradasi Kadar Formalin Pada Ikan Asin dengan Variasi

    Konsentrasi Air Leri. Universitas Muhammadiyah Semarang.

    http://digilib.unimus.ac.id. Diakses tanggal 29 Oktober 2012.

    Riawan, S. 1990. Kima Organik. Edisi ke-1. Binarupa Aksara : Jakarta

    Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

    Sanger, G., & Montolalu, L. 2008. Metode Pengurangan Kadar Formalin Pada Ikan

    Cakalang (Katsuwonus pelamis L.). Jurnal. http://repo.unsrat.ac.id. Diakses tanggal

    16 Juni 2013.

    Sihombing, P. 2011.Belimbing Wuluh. http://blogspot.com. Diakses Tanggal 25 Maret 2013.

    Subhadrabandhu, S. 2001. Under-Utilized Tropical Fruits of Thailand. http://ftp.fao.org/.

    Diakses tanggal 23 Mei 2013.

    Sukesi. 2006. Upaya Deformalinisasi Dalam Makanan yang Telah Diawetkan denganFormalin. http://www.ITS-Online.com. Diakses tanggal 29 Oktober 2012.

    Surya. 2010.Awas Ada Ikan Pari Berformalin. http://gresnews.com. Diakses tanggal 16 Juni

    2013.

    Suhartini dan Hidayat. 2005. Olahan Ikan Segar. Trubus Agri Sarana : Surabaya.

    Suyanto, S. R. 2010. Pembenihan dan Pembesaran Nila. Penebar Swadaya : Jakarta.

    Suyanto, S. R. 1994.Nila. Penebar Swadaya : Jakarta.

    Suntoro. 1993.Metode Pewarnaan. Batara Karya Aksara : Jakarta.

    Teddy. 2007. Pengaruh Konsentrasi Formalin terhadap Keawetan Bakso dan Cara

    Pengolahan Bakso terhadap Residu Formalinnya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor :

    Bogor.

    Vogel, A. I. 1994. Kimia Analisis Kualitatif Anorganik. Penerjemah: Setiono dan Hadyana

    Pudjaatmaka. Kalman Media Pustaka : Jakarta.