Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus...

14
ISSN 2685-578X Volume 1, Nomor 1, Edisi Juli 2019 Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar (UHKBPNP) Alamat Kantor: Jl. Sangnauwaluh No. 4 Pematangsiantar (21132 ) Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

Transcript of Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus...

Page 1: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X

Volume 1, Nomor 1, Edisi Juli 2019

Program Studi

Pendidikan Bahasa Indonesia

Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar

(UHKBPNP)

Alamat Kantor:

Jl. Sangnauwaluh No. 4 Pematangsiantar (21132)

Jurnal PBI NOMMENSEN

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

Page 2: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK
Page 3: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK
Page 4: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

VOLUME I, NOMOR I, EDISI JULI 2019 ISSN 2685-578X

PBI NOMMENSEN

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

DAFTAR ISI

KAJIAN STILISTIKA DALAM NOVEL “SEMUSIM DAN SEMUSIM LAGI” KARYA ANDINA

DWIFATMA DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA

INDONESIA DI PERGURUAN TINGGI

(Marlina Agkris Tambunan) hal 1 - 18

ANALISIS GENDER NOVEL “CINTA DI DALAM GELAS” KARYA ANDREA HIRATA

(TINJAUAN FEMINISME)

(Junifer Siregar) hal 19 - 28

PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR FOTOGRAFI TERHADAP

KEMAMPUAN MENULIS PUISI OLEH SISWA KELAS VIII

SMP NEGERI 28 MEDAN T.P 2018/2019

(Martua Reynhat Sitanggang) hal 29 - 33

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN BAHAN AJAR MENULIS TEKS PROSEDUR KOMPLEKS

BERBASIS PEMBELAJARAN LITERASI SISWA SMA

(Monalisa Frince S) hal 34 - 39

CERPEN KORAN SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN AJAR PEMBELAJARAN BAHASA DAN

SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH

(Jumaria Sirait) hal 40 - 60

MAKNA NAMA KAMPUNG “HUTA” PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KECAMATAN

MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK

(Juni Agus Simaremare) hal 61 - 71

PEMAHAMAN UNSUR-UNSUR INTRINSIK CERPEN DAN PENGARUHNYA TERHADAP

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS XI SMA KAMPUS FKIP UNIVERSITAS

HKBP NOMMENSEN PEMATANGSIANTAR

(Ronald Hasibuan) hal 72 - 80

GAMBARAN MASYARAKAT MODERN YANG TERDAPAT DALAM SUPERNOVA SATU,

KSATRIAM, DAN BINTANG JATUH MELALUI PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA

(Berlian Romanus Turnip) hal 81 – 90

PENGGUNAAN METODE PENGAJARAN KOMUNIKATIF TERHADAP KEMAMPUAN

MENGEMUKAKAN PENDAPAT SISWA KELAS VI SD NEGERI NO. 173287 HUTABULU KEC.

SIBORONG-BORONG

(Tanggapan Cerdas Tampubolon) hal 91 - 105

JURNAL PBI

NOMMENSEN FKIP UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

PEMATANGSIANTAR

PEMATANGSIANT

AR EDISI

JULI 2019

Page 5: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 61

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

MAKNA NAMA KAMPUNG “HUTA” PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI

KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK

Juni Agus Simaremare

Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar

[email protected]

ABSTRAK

Setiap daerah memiliki nama, pemberian nama pada tiap daerah bukan hanya sebutan saja.

Daerah-daerah diberi nama oleh masyarakatnya berdasarkan situasi dan kondisi tiap-tiap

daerah. Masalah dalam penelitian ini adalah 1) Apa saja nama-nama daerah di Kecamatan

Muara Kabupaten Tapanuli Utara dan apa latar belakang pemberian nama daerah tersebut? 2)

Makna apa saja yang terkandung pada nama-nama daerah yang ada di Kecamatan Muara

Kabupaten Tapanuli Utara? Penelitian ini dilakukan untuk: 1) Mendeskripsikan nama-nama

daerah yang ada di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara serta latar belakang

pemberian nama daerah tersebut. 2) Mendeskripsikan makna nama daerah yang terkandung

pada penamaan daerah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara. Metode yang

digunakan dalam Penelitian ini adalah Metode Penelitian Kualitatatif. Ada tiga metode dan

teknik yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: metode penyediaan data, metode analisis

data, dan metode penyajian data. Pada metode penyediaan data digunakan metode simak dan

cakap. Teknik dasar yang digunakan dalam metode simak adalah teknik sadap dan lanjutannya

adalah Teknik Simak Libat Cakap (SLC) dan teknik catat. Teknik dasar yang digunakan dalam

metode cakap adalah teknik pancing. Teknik lanjutan yang digunakan adalah teknik cakap

semuka. Pada metode analisis data digunakan metode padan ekstralingual dan teknik

lanjutannya adalah teknik hubung banding. Pada metode penyajian data metode yang digunakan

adalah metode penyajian informal. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan nama-nama

daerah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara di antaranya: Aritonang. Bariba Niaek,

Dolok Martumbur, Huta Ginjang, Papande, Sampuran, Huta Nagodang, Silando, Simatupang,

Sitanggor, Unte Mungkur. Adapun latar belakang penamaan dari nama-nama daerah di

Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara terbentuk atas penemu dan pembuat, keserupaan,

legenda dan mitos. Makna nama yang terkandung pada nama-nama daerah di Kecamatan

Muara Kabupaten Tapanuli Utara terdiri atas: makna situasional, terdapat pada nama. Makna

nama kenangan, terdapat pada nama daerah.

Page 6: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 62

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nama huta (kampung) memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Melalui nama huta dapat menunjukkan identitas huta (kampungnya), Semua benda di dunia ini

memiliki nama. Pemberian nama bertujuan untuk memudahkan seseorang mengenal identitas dari

benda tersebut. Nama merupakan media yang dihasilkan dari ide atau gagasan yang di dalamnya

mengandung makna. Makna yang dimaksud adalah makna yang terlahir dari budaya dalam

kehidupan suatu masyarakat, misalnya makna nama dikaitkan dengan makna alam, benda, tempat,

atau makna nama orang-orang hebat atau pintar.

Nama adalah kata untuk menyebut atau memanggil orang, tempat, barang, binatang, dan

sebagainya (KBBI, 2002:773). Nama juga sebagai bagian dari bahasa yang digunakan sebagai

penanda identitas dan juga memperlihatkan budaya (Sibarani, 2004:108). Hampir setiap nama yang

telah ada mencerminkan suatu budaya, misalnya nama diri mencerminkan budaya yang dimiliki oleh

diri tersebut. Dalam hal ini, budaya memiliki peran penting karena budaya suatu hasil yang

diciptakan oleh manusia. Menurut Koentjaraningrat (1985:80), kebudayaan merupakan keseluruhan

sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang menjadi

milik manusia dengan belajar. Sementara itu, Liliweri (2003:10) mengatakan budaya merupakan satu

unit interpertasi, ingatan, dan yang ada di dalam diri manusia dan bukan sekadar dalam kata-kata,

budaya meliputi kepercayaan, nilai-nilai, dan norma.

Setiap nama memiliki makna. Pemberian nama tidak hanya untuk menamai orang, tetapi juga

daerah atau tempat. Daerah-daerah diberi nama oleh masyarakatnya. Pemberian nama tidak terlepas

dari ciri-ciri atau hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang daerah tersebut, seperti halnya dengan

nama-nama daerah di Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Akan tetapi dalam kenyataanya

pada zaman sekarang banyak masyarakat tidak mengetahui asal-usul dan makna nama huta

(daerahnya), sehingga masyaraknya kehilangan identitasnya mengedai daerah tempat masyarakat

tersebut tinggal.

Berdasarkan uraian di atas, alasan yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang penamaan daerah di Kecamatan Muara adalah proses pemberian nama daerah tersebut.

Masyarakat memberi nama sesuai dengan fenomena-fenomena yang berkaitan dengan alam dan

lingkungan daerah tersebut yang dipengaruhi oleh faktor kebudayaan berupa kepercayaan kepada

mitos.

Page 7: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 63

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

TINJAUAN PUSTAKA

Nama diri adalah kata yang digunakan untuk menyebut diri seseorang (Ali dalam Marnita,

2000). Nama diri itu berfungsi sebagai penanda identitas seseorang (Setjadrana dalam Marnita,

2000). Dilihat dari segi ilmu bahasa, nama diri merupakan sebutan lingual yang dapat disebut sebagai

tanda (Riyadi dalam Marnita, 2000).Tanda merupakan kombinasi dari konsep atau petanda dengan

bentuk (yang tertulis atau diucapkan) atau penanda (Saussure, 1988:147). Zoest (dalam Marnita,

2000) memandang nama diri sebagai teks yang dianggap sebagai tanda yang dibentuk oleh tanda-

tanda yang lain, di antaranya tanda konvensional yang disebut simbol. Jadi, nama diri sebagai

penanda identitas juga bisa disebut sebagai simbol dan memegang peranan penting dalam

komunikasi. Contoh, palupi “teladan” selain sebagai penanda identitas wanita juga sebagai simbol

keteladanan, dan sulistya “indah”, “tampan” selain penanda identitas diri juga sebagai simbol

keteladanan. Nama diri yang berfungsi sebagai penanda identitas (Riyadi, dalam Marnita, 2000)

identik dengan apa yang dinamakan Uhlenbeck (dalam Marnita, 2000) sebagai nama diri yang tidak

bermotivasi, sedangkan nama diri yang berfungsi sebagai simbol identik dengan nama diri yang

bermotivasi.

Sistem penamaan masing-masing daerah memiliki ciri tertentu dan akan senantiasa berubah

sesuai dengan perubahan sosial budaya masyarakatnya. Pada masyarakat Minangkabau (lihat

Marnita, 2000:4) sistem penamaan diri untuk perempuan tidak sama dengan laki-laki. Mamangan

yang mengatakan “ketek banamo, gadang bagala” hanya berlaku untuk laki-laki. Artinya, laki-laki

setelah dewasa, umumnya setelah menikah, diberi gelar. Hal ini berarti nama baginya menjadi tiada

dan sehari-hari dia dipanggil dengan gelarnya. Nama dan gelar tidak sama untuk setiap daerah di

Minangkabau.

Nama diri dalam masyarakat Minangkabau ada yang bermotivasi dan ada yang tidak

bermotivasi. Marnita (2000:5) menjelaskan bahwa nama diri laki-laki yang bermotivasi biasanya

diambil dari nama-nama nabi, atau nama-nama tokoh perjuangan dan pemimpin Islam, nama- nama

yang bermakna baik dalam bahasa Arab, penggalan nama-nama bulan Arab, ataupun Latin. Nama

laki-laki yang bermotivasi biasanya terdiri dari dua atau lebih kata, seperti Muhammad Idris dan

Abdul Kadir (tambahan pula Amir Hakim Usman dan Muhammad Muri Yusuf), nama diri

perempuan yang bermotivasi biasanya memakai nama Arab/Islam seperti Siti Khadijah dan Siti

Salamah.

Page 8: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 64

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

LANDASAN TEORI

Teori-teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah-masalah yang telah dirumuskan.

Teori-teori tersebut adalah teori penamaan yang dikemukakan oleh Chaer (1995:44-46). Teori

penamaan digunakan untuk mengetahui kategori nama daerah dalam bentuk penamaan. Latar

belakang penamaan yang dikemukakan oleh Danandjaja (2007:27). Latar belakang penamaan

digunakan untuk mengetahui asal usul nama daerah dan makna yang dikandung oleh nama daerah

tersebut.Teori yang berhubungan dengan semantik, yaitu jenis makna yang dikemukakan oleh

Chaer (2002). Jenis makna digunakan untuk makna nama daerah. selanjutnya pengertian

antropolinguistik yang dikemukakan Sibarani (2004:50) dan makna nama yang dikemukakan oleh

Sibarani (2004:114-118). Makna nama yang dimaksud adalah makna nama yang berhubungan

dengan antropolinguistik sebagaimana yang telah dikelompokan oleh Sibarani yaitu makna

futuratif, makna situasional, dan makna kenangan.

Letak Geografis Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

Dilihat dari geografisnya, Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Uatara berada di

kawasan pantai Danau Toba Tapanuli Utara. Letak Astronomis, Geografis, Geologis, dan

Kultur Historis” menyatakan bahwa letak geografis adalah letak suatu daerah dilihat dari

kenyataannya dipermukaan Bumi. Secara astronomis kecamatan Muara berada pada posisi 02 º

15’ - 02 º 22’ Lintang Utara dan 98 0 49’ - 980 58’ bujur Timur, dengan luas wilayah 79,75 Km²,

(http://bonapasogittapanuliutara. blogspot.com/2014/12/) Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli

Utara yang pusat pemerintahannya di Muara.

METODE PENELITIAN

Metode dan Teknik Penelitian

Metode dan teknik penelitian merupakan dua hal yang berbeda. Keduanya memiliki

konsep yang berbeda, tetapi memiliki kaitan yang erat. Metode adalah cara yang dilaksanakan

untuk menganalisis objek, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto,

1993:9). Metode dan teknik disesuaikan dengan langkah kerjanya. Mahsun (2005),membagi

metode dan teknik menjadi tiga tahapan, yaitu penyediaan data, tahap analisis hasil data, dan

tahap penyajian hasil analisis data

Metode Penyediaan Data

Pada tahap penyediaan data, metode yang digunakan adalah metode simak dan cakap.

Metode simak tidak hanya menyimak bahasa secara lisan, melainkan juga tulisan (Mahsun,

2005:92). Hal ini sesuai dengan daftar nama-nama daerah yang ada di Kantor Camat Kecamatan

Sungai Beremas. Metode ini memiliki teknik dasar yang berwujud teknik sadap, yaitu melakukan

Page 9: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 65

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

penyadapan terhadap penggunaan bahasa tertulis dari daftar nama-nama daerah. Teknik sadap ini

diikuti dengan teknik lanjutan berupa Teknik Simak Libat Cakap (SLC) dan teknik catat. Teknik

simak libat cakap digunakan karena peneliti ikut bicara dalam bentuk wawancara untuk

mengetahui latar belakang penamaan daerah di Kec. Sungai Beremas. Teknik catat, peneliti

mencatat hasil wawancara dengan informan.

Selanjutnya, metode cakap dilakukan karena memang terjadi percakapan antara peneliti

dengan informan. Data penulis dapatkan dengan cara mewawancarai informan. Teknik dasar yang

digunakan adalah teknik pancing, teknik ini dilakukan dengan cara memancing informan dengan

pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan objek penelitian. Teknik pancing ini dilakukan

secara langsung. Artinya peneliti mendatangi dan langsung bertanya kepada informan. Teknik

lanjutan yang digunakan adalah teknik cakap semuka. Teknik cakap semuka dilakukan dengan

percakapan langsung, tatap semuka secara langsung dengan informan.

Metode Analisis Data

Pada tahap analisis data, digunakan metode padan, yaitu metode padan ekstralingual.

Metode padan ekstralingual adalah metode yang alat penentunya berada di luar bahasa yang

bersangkutan (Mahsun,2005:120). Teknik dasarnya adalah hubung banding bersifat ekstralingual,

yaitu dengan menghubungkan penamaan itu dengan makna di luarnya. Teknik lanjutan adalah

teknik hubung banding. Dalam hal ini, peneliti menghubungkan antara makna dari nama-nama

tersebut sesuai dengan makna nama yang ada dan membandingkan makna nama dengan makna

yang ada dalam kamus.

Metode Penyajian Data

Pada tahap penyajian data, digunakan metode informal untuk penyajian hasil data.

Mahsun (2005:123) menjelaskan bahwa metode informal adalah metode penyajian hasil analisis

data yang perumusannya dengan menggunakan kata-kata.

PEMBAHASAN

Pengantar

Daerah merupakan suatu kawasan yang berkaitan dengan alam dan memiliki batas-batas

tertentu dengan daerah lain di sekitarnya. Sementara itu, daerah dalam (KBBI, 2002:228) adalah

bagian permukaan bumi dalam kaitannya dengan keadaan alam sekitarnya. Sebagai sebuah

kawasan, daerah biasanya diberi nama seperti Aritonang. Bariba Niaek, Batu Binumbun, Dolok

Martumbur, Huta Ginjang, Papande, Sampuran, Huta Nagodang,Silando, Simatupang,

Sitanggor, Unte Mungkur. Pemberian nama pada suatu daerah didasarkan atas beberapa alasan,

Page 10: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 66

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

di antaranya penemu atau pembuat, legenda dan mitos, serta keserupaan. Pada masing-masing

nama daerah, terdapat arti yang dapat dianalisis berdasarkan makna kamus atau makna yang

muncul berdasarkan latar belakang nama daerah tersebut. Selain itu, pada setiap nama-nama

daerah mengandung makna yang dikaitkan dengan suatu kepercayaan seperti sejarah legenda dan

mitos. Dalam hal ini, makna nama yang terkandung pada nama-nama daerah yang ada di

Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara akan dianalisis berdasarkan makna nama dalam

antropolinguistik. Berikut akan dijabarkan nama-nama daerah yang ada di Kecamatan Muara

Kabupaten Tapanuli Utara berserta, latar belakang penamaan, dan makna nama yang terkandung

pada nama-nama daerah tersebut

Nama-nama Huta di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara.

Nama-nama daerah yang penulis temukan adalah sebagai berikut: Aritonang. Bariba Niaek, Batu

Binumbun, Dolok Martumbur, Huta Ginjang, Papande, Sampuran, Huta Nagodang, Silando,

Simatupang, Sitanggor, Unte Mungkur.

Dari nama-nama daerah di atas, ada beberapa nama yang dijadikan sampel untuk

dianalisis, disebabkan oleh nama-nama daerah tersebut memiliki nilai-nilai budaya dan bahasa

dalam pembentukannya. Nama-nama daerah tersebut adalah sebagai berikut: Aritonang. Bariba

Niaek, Batu Binumbun, Dolok Martumbur, Huta Ginjang, Huta Lontung, Papande, Sampuran,

Huta Nagodang, Sibandang, Silali Toruan, Silando, Simatupang, Sitanggor, Unte Mungkur

Latar Belakang Penamaan Huta di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara

Latar belakang penamaan daerah disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya sejarah,

legenda, dan mitos. Dengan mengetahui latar belakang penamaan daerah di Kecamatan Sungai

Beremas Kabupaten Pasaman Barat, dapat diketahui makna nama yang terkandung pada nama-

nama daerah.

Latar Belakang Penamaan Huta Berdasarkan Penemu dan Pembuat

Chaer (1995:47) mengatakan banyak nama benda yang diberi nama berdasarkan nama

penemunya, nama pabrik pembuatnya atau nama dalam peristiwa sejarah. Nama yang demikian

disebut dengan istilah appelativa. Pemberian nama seperti ini termasuk ke dalam latar belakang

penamaan berdasarkan penemu dan pembuat.

Nama huta yang latar belakang penamaannya dari sejarah adalah huta sitanggor Berikut

penjelasannya.

Page 11: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 67

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

Aritonang

Nama Aritonang diambil dari nama marga yang datang ke tempat tersebut, marga

Aritonang adalah anak ke enam Si raja Lontung dari Sembilan bersaudara. Anak Aritonang dari

Raja Aritonang yaitu, Raja Ompungsunggu sebagai anak pertama, Raja Rajagukguk sebagai anak

kedua, dan Raja Simaremare Sebagai anak ketiga. Ketiga raja tersebut mayoritas tinggal di daerah

tersebut, hal tersebutlah yang melatar belakangi sehingga huta(desa) tersebut dinamakan

Aritonang. Selain marga aritonang mayoritas tinggal di daerah tersebut, masyarakat yang tinggal

di huta tersebut banyak yang menikah sesama Aritonang.

Bariba Niaek

Kata Bariba Niaek terdiri dari dua kata yaitu Bariba dan Aek, Bariba artinya sebelah atau

seberang sedangkan Aek artinya air. Huta/desa ini dinamakan Bariba ni Aek karena huta ini

dipisahkan oleh sungai/air dengan huta lain yaitu Silali Toruan.

Kata Bariba Niaek dalam semantik termasuk ke dalam kategori makna referensial yang

dikemukakan Chaer (2002), yaitu makna yang ada acuannya. Acuan tersebut adalah tempat

tinggal yang berada dipemisahan oleh dua Huta.

Dolok Martumbur

Kata Dolok Martumbur terdiri dari morfem yaitu Dolok yang berarti bukit sedangkan

Martumbur berarti bertunas. Daerah ini dikatakan Dolok Martumbur karena dulu di daerah ini

pohon pinus selalu bertambah dari tahun ke tahun. Tetapi sekarang pinus tersebut sudah punah

akibat kejahilan tangan manusia. Kata Dolok Martumbur dalam semantik termasuk ke dalam

kategori makna referensial yang dikemukakan Chaer (2002), yaitu makna yang ada acuannya.

Acuan tersebut adalah tempat tersebut selalu ditumbuhi/bertunas pohon pinus.

Huta Ginjang

Kata Huta Ginjang terdiri dari dua kata yaitu Huta yang artinya kampung/desa, dan

ginjang artinya atas ( di atas), tinggi. Penamaan huta ini berawal dari situasi huta tersebut. Di

kecamatan Muara, Huta Ginjang merupakan huta/desa yang lokasinya di pegunungan yang tinggi

tepat di atas huta/desa sitanggor, karena ketinggian huta/desa tersebut maka dinamakan Huta

Ginjang. Kata Huta Ginjang dalam semantik termasuk ke dalam kategori makna referensial yang

dikemukakan Chaer (2002), yaitu makna yang ada acuannya. Acuan tersebut adalah tempat yang

letak posisinya di dataran tinggi.

Papande

Kata papande terdiri dari dua morfem, yaitu morfem terikat sebagai pa sedangkan

Papande merupakan morfem bebas. Kata Papande diambil dari nama Pande yang artinya pandai,

pintar, terampil, dalam hal ini huta Papande diberi nama papande karena masyarakat zaman

Page 12: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 68

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

dahulu yang tinggal di daerah tersebut banyak dihuni oleh orang-orang pintar juga supaya

masyarak di huta (daerah) tersebut harus pandai, pintar, dan terampil dalam menjalani hidup.

Kata Papande dalam semantik termasuk ke dalam kategori makna referensial yang

dikemukakan Chaer (2002), yaitu makna yang ada acuannya. Acuan tersebut adalah tempat

tinggal yang menuntut masyarakatnya berketrampilan.

Sampuran

Sampuran berarti campuran. Daerah ini disebut sampuran karena masyarakat yang

tinggal di huta ini dihuni oleh masyarakat yang beragam marga, baik marga dari pihak boru,

pihak bere, pihak ibebere, tulang, maupun orang asing yang tinggal ditempt tersebut

Kata Sampuran dalam semantik termasuk ke dalam kategori makna referensial yang

dikemukakan Chaer (2002), yaitu makna yang ada acuannya. Acuan tersebut adalah tempat yang

dihuni oleh beragam marga, bercampur marga.

Huta Nagodang

Huta merupakan daerah, kampung sedangkan nagodang merupakan banyak. Daerah ini

diberi nama huta nagodang karena di daerah ini banyak di dalamnya huta, huta yang terdapat di

daerah tersebut adalah, sosor balige, simaremare, ballan guru, lumban siagian, lumban aritonang,

sibuntuon, huta barisan, hutabolon, lumban hariara.

Kata Huta Nagodang dalam semantik termasuk ke dalam kategori makna referensial yang

dikemukakan Chaer (2002), yaitu makna yang ada acuannya. Acuan tersebut adalah daerah yang

banyak huta di dalamnya.

Silando

Kata Silando diberi nama pada huta Silando, karena Silando merupakan daratan yang

sangat luas, dan menurut kamus bahasa Batak Toba Lando artinya dataran, tanah yang sangat

luas, kata silando terdiri dari dua morfem yaitu satu sebagai morfem terikat Si dan morfem bebas

Lando. Kata Silando dalam semantik termasuk ke dalam kategori makna referensial yang

dikemukakan Chaer (2002), yaitu makna yang ada acuannya. Acuan tersebut adalah tanah yang

luas Simatupang

Nama Simatupang diambil dari nama marga yang datang ke tempat tersebut, marga

Simatupang adalah anak ke lima Si raja Lontung dari Sembilan bersaudara. Anak Simatupang

yaitu, Sitogatorop sebagai anak pertama, Sianturi sebagai anak kedua, Siburian sebagai anak

ketiga. Ketiga raja tersebut mayoritas tinggal di daerah tersebut, hal tersebutlah yang melatar

belakangi sehingga huta(desa) tersebut dinamakan Simatupang. karena mayoritas yang tinggal di

daerah tersebut adalah marga Toga Simatupang, Sitogatorop, Sianturi, Siburian. Kata

Simatupang dalam semantik termasuk ke dalam kategori makna referensial yang dikemukakan

Page 13: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 69

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

Chaer (2002), yaitu makna yang ada acuannya. Acuan tersebut adalah tempat tinggal yang

penduduknya mayoritas marga simatupang

Sitanggor

Kata Sitanggor terdiri dari dua morfem yaitu morfem si sebagai morfem terikat, dan

morfem tanggor sebagai morfem bebas yang berarti gema, gaung. Berdasarkan namanya daerah

ini dikatakan sitanggor karena daerah ini sangat jelas terdengar suara transportasi dari jarak yang

sangat, baik suara kapal/boat, mobil dan kendaraan yang lain. Kata Sitanggor dalam semantic

termasuk ke dalam kategori makna referensial yang dikemukakan Chaer (2002), yaitu makna

yang ada acuannya.

Unte Mungkur

Kata Unte Mungkur merupakan sejenis jeruk, daerah ini beri nama unte mungkur, karena

zaman dahulu, di huta ini banyak tumbuh pohon jeruk (unte mungkur) Kata Unte Mungkur dalam

semantik termasuk ke dalam kategori makna referensial yang dikemukakan Chaer (2002), yaitu makna

yang ada acuannya. Acuan tersebut adalah tempat tinggal yang di tumbuhi banyak pohon jeruk.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap nama-nama daerah di Kecamatan Muara

Kabupaten Tapanuli Utara dapat disimpulkan antara lain:

1. Latar belakang penamaan dari nama-nama daerah di Kecamatan Muara Kabupaten

Tapanuli Utara antara lain terbentuk atas: penemu dan pembuat, keserupaan, legenda,

dan mitos.

2. Kategori makna dalam semantik yang terdapat pada penamaan daerah-daerah di

Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara, semua bermakna referensial,

disebabkan oleh dalam pemberian nama mengacu pada bentuk dan kondisi alam tiap-

tiap daerah.

3. Makna nama yang terkandung pada nama daerah di Kecamatan Muara Kabupaten

Tapanuli Utara terdiri atas dua jenis, yaitu makna nama situasional dan makna nama

kenangan. Makna nama situasional terdapat pada nama Aritonang. Bariba Niaek, Batu

Binumbun, Dolok Martumbur, Huta Ginjang, Huta Lontung, Papande, Sampuran,

Huta Nagodang, Sibandang, Silali Toruan, Silando, Simatupang, Sitanggor, Unte

Mungkur

4. Makna nama-nama daerah di Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara hampir

semuanya dikaitkan dengan peristiwa yang berdasarkan situasi dan kondisi daerah.

Hal ini mencerminkan bahwa nama daerah bukan sekedar pennyebutan saja,

melainkan adanya peristiwa-peristiwa yang terdapat di setiap daerah.

Page 14: Jurnal PBI NOMMENSEN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA...SUATU KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK Juni Agus Simaremare Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar simaremarejuniagus@gmail.com ABSTRAK

ISSN 2685-578X 70

Jurnal PBI Nommensen, Vol.1, No.1, Edisi Juli

DAFTAR PUSTAKA

Bawa dan I Wayan Cika (penyunting). 2004. Bahasa dalam Perspektif Kebudayaan. Denpasar:

University Undayana.

Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.Jakarta: PT Rineka Cipta.

. 2007. Linguistik umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Danandjaja, James.2007. Folklor indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti.

Djajasudarma, T. Fatimah.1993. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:

Eresco

Duranti, Alessandro. 1997. Linguistik Anthropology. Cambridge: Cambridge University press.

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti.1984. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia.

Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Liliweri, Alo. 2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LKiS.

Huki,Luci.2012. “Letak Astronomis, Geografis, Geologis, dan Kultur Historis”(

http://www.astronomis-geografis.net/index.php/artikel). Di akses pada tanggal 17 Januari

2014 pukul 09.00 WIB

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode dan Tekniknya. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Manaf, Ngusman Abdul.2008. Semantik: Teori dan Terapannya dalam Bahasa Indonesia. Padang: Sukabina Offset.

Navis. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: PT

Pustaka Grafitipers.

Sibarani, Robert. 2004. Antropologi Linguistik: Antropologi Linguistik, Linguistik Antropologi. Medan: Penerbit Poda

Sudaryanto. 1983. Metode dan Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University

Press.

Tantri, Francis. 2009. Ekonomi Pemasaran. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga. Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional.

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2009. Kamus Bahasa Minangkabau-Indonesia. Jakarta:

Depertemen Pendidikan Nasional.

Wijana, I Dewa Putu, dan Rohmadi, Muhammad. 2008. Semantik Teori dan Analisis. Surakarta:

Gema Pustaka.