Jurnal Metode Analisis Kloramfenikol Salep

10
SUSANTI, et al./ VALIDASI METODE BIOAUTOGRAFI UNTUK DETERMINASI KLORAMFENIKOL 15 PENDAHULUAN Kloramfenikol adalah salah satu jenis antibiotika turunan amfenikol yang secara alami diproduksi oleh Streptomy- ces venezuelae (Reynolds, 1982). Melalui pengembangan teknologi fermentasi, kloramfenikol dapat diisolasi, disemisintesis menjadi antibitoka turunannya, antara lain tiamfenikol dan turunan lain melalui berbagai reaksi kimia dan enzimatis (http://www. springerlink. com/ content/p573u390x883183 k). Senyawa dengan rumus molekul C 11 H 12 C l2 N 2 O 5  dan nama kimia D(-) treo-2-dikloroasetamido- 1-p-notrofenilpropana-1,3-di ol, memiliki struktur molekul tersaji pada Gambar di bawah ini (USP  XXXI , 2008).  V alidasi Metode Bioautografi untuk Determinasi Kloramfenikol Validation of Bioautographic Method for the Determination of Chloramphenicol Meliana Susanti, Isnaeni, Sri Poedjiarti Fakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya ABSTRACT Background: Contact bioautography method has been developed for determination of chlorampheni- col concentration. Validation of bioautography method has beed carried out by using parameters including linearity, accuracy, precision, and detection limit. Methods: Thin Layer Chromatography of chloramphenicol has been performed by using Silica gel 60 F 254  as a stationary phase, chl oroform : methanol (80:20, v/v) and UV lamp as a solvent and for spot visualization respectivel y. Before spotting, analyte of the chloramphenicol was dissolved in aceton as solvent. Bioautography has been performed by using Escherichia coli ATCC 25922 as a bacterial and Nutrient Agar as medium test. Results: It was found that one spot visualized on the chromatogram has Rf value 0.5. The result showed that respon of activity to be linear at the amount of chloramphenicol between 100 ppm-200 ppm, with regression quot ion: Y = 2.8X - 4.3, r value =0.9 and Vxo = 1.8%. Accuracy and precision of the method are 2.8% + 2.3 and 96.2% + 4.7 respectively. Conclusion: Detection Limit (DL) value is 0.06 µg could be expressed as Minimum Inhibition Concen- tration (MIC).  Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1): 15-24 Keywords : chloramphenicol, bioautography, Validation method Struktur bangun pada Gambar 1 memberi infor- masi bahwa kloramfenikol memiliki dua atom karbon asimetrik, sehingga menghasilkan 4 stereoisomer. Mekanisme kerja kloramfenikol sebagai anti bakteri bersifat stereospesifik, karena hanya satu ste- reoisomer yang memiliki aktivitas anti bakteri, yaitu D(-) treo-isomer. Kloramfenikol bekerja pada  spektrum luas, efektif baik terhadap Gram positif maupun Gram negatif. Mekanisme kerja kloram- fenikol melalui penghambatan terhadap biosintesis protein pada siklus pemanjangan rantai asam ami- no, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan peptida. Antibiotika ini mampu mengikat subunit ribosom 50-S sel mikroba target secara terpulihkan, akibatnya terjadi hambatan pembentukan ikatan peptida dan biosintesis protein. Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada  konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid terhadap bakteri-bakteri tertentu (Ganiswarna, 1995). Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D.  pne umo nia e , Str. pyogenes , Str. viridans , Neisseria , Haemophilus , Bacillus spp, Listeria , Bartonella , Bru- Gambar 1. Struktur Bangun Kloramfenikol

Transcript of Jurnal Metode Analisis Kloramfenikol Salep

  • SUSANTI, et al./ VALIDASI METODE BIOAUTOGRAFI UNTUK DETERMINASI KLORAMFENIKOL

    15

    PENDAHULUAN

    Kloramfenikol adalah salah satu jenis antibiotika turunan

    amfenikol yang secara alami diproduksi oleh Streptomy-

    ces venezuelae (Reynolds, 1982). Melalui pengembangan

    teknologi fermentasi, kloramfenikol dapat diisolasi,

    disemisintesis menjadi antibitoka turunannya, antara

    lain tiamfenikol dan turunan lain melalui berbagai reaksi

    kimia dan enzimatis (http://www. springerlink. com/

    content/p573u390x883183 k).

    Senyawa dengan rumus molekul C11

    H12

    Cl2N

    2

    O5 dan nama kimia D(-) treo-2-dikloroasetamido-

    1-p-notrofenilpropana-1,3-diol, memiliki struktur

    molekul tersaji pada Gambar di bawah ini (USP

    XXXI, 2008).

    Validasi Metode Bioautografi untuk Determinasi Kloramfenikol

    Validation of Bioautographic Method for the Determination of Chloramphenicol

    Meliana Susanti, Isnaeni, Sri PoedjiartiFakultas Farmasi Universitas Airlangga Surabaya

    ABSTRACT

    Background: Contact bioautography method has been developed for determination of chlorampheni-col concentration. Validation of bioautography method has beed carried out by using parametersincluding linearity, accuracy, precision, and detection limit.

    Methods: Thin Layer Chromatography of chloramphenicol has been performed by using Silica gel 60F

    254 as a stationary phase, chloroform : methanol (80:20, v/v) and UV lamp as a solvent and for spot

    visualization respectively. Before spotting, analyte of the chloramphenicol was dissolved in aceton assolvent. Bioautography has been performed by using Escherichia coli ATCC 25922 as a bacterial andNutrient Agar as medium test.

    Results: It was found that one spot visualized on the chromatogram has Rf value 0.5. The resultshowed that respon of activity to be linear at the amount of chloramphenicol between 100 ppm-200ppm, with regression quotion: Y = 2.8X - 4.3, r value =0.9 and Vxo = 1.8%. Accuracy and precision of themethod are 2.8% + 2.3 and 96.2% + 4.7 respectively.

    Conclusion: Detection Limit (DL) value is 0.06 g could be expressed as Minimum Inhibition Concen-tration (MIC). Jurnal Kedokteran Indonesia: 1 (1): 15-24

    Keywords: chloramphenicol, bioautography, Validation method

    Struktur bangun pada Gambar 1 memberi infor-

    masi bahwa kloramfenikol memiliki dua atom karbon

    asimetrik, sehingga menghasilkan 4 stereoisomer.

    Mekanisme kerja kloramfenikol sebagai anti

    bakteri bersifat stereospesifik, karena hanya satu ste-

    reoisomer yang memiliki aktivitas anti bakteri, yaitu

    D(-) treo-isomer. Kloramfenikol bekerja pada

    spektrum luas, efektif baik terhadap Gram positif

    maupun Gram negatif. Mekanisme kerja kloram-

    fenikol melalui penghambatan terhadap biosintesis

    protein pada siklus pemanjangan rantai asam ami-

    no, yaitu dengan menghambat pembentukan ikatan

    peptida. Antibiotika ini mampu mengikat subunit

    ribosom 50-S sel mikroba target secara terpulihkan,

    akibatnya terjadi hambatan pembentukan ikatan

    peptida dan biosintesis protein. Kloramfenikol

    umumnya bersifat bakteriostatik, namun pada

    konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid terhadap

    bakteri-bakteri tertentu (Ganiswarna, 1995).

    Spektrum antibakteri kloramfenikol meliputi D.

    pneumoniae, Str. pyogenes, Str. viridans, Neisseria,

    Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Bru-Gambar 1. Struktur Bangun Kloramfenikol

  • JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

    16

    cella, P. multocida, C. diphtheriae, Chlamydia, Myco-

    plasma, Rickettsia, Treponema dan kebanyakan mikro-

    ba anaerob. Senyawa ini juga efektif terhadap keba-

    nyakan galur E. coli, K. pneumoniae, dan Pr. mirabilis

    (Ganiswara, 1995). Kloramfenikol efektif mengobati

    riketsia dan konjungtivitas akut yang disebabkan oleh

    mikroorganisme, termasuk Pseudomonas sp. Kecuali

    Pseudomonas aeruginosa, senyawa ini juga efektif untuk

    pengobatan infeksi berat yang disebabkan oleh

    Bacteroides fragilis (infeksi kuman anaerob di bawah

    diafragma), Haemophylus influenzae (meningitis

    purulenta), Streptococcus pneumoniae (pneumoniae)

    (Soekardjo et al., 2000). Akhir-akhir ini, makin sering

    dilaporkan adanya resistensi S. typhi terhadap kloram-

    fenikol, namun secara generik kloramfenikol masih

    dianggap sebagai obat pilihan untuk mengobati

    demam tifoid.

    Pada saat ini, kloramfenikol muncul dalam ko-

    moditas perikanan udang dan produk frozen foods

    yang lain (ikan, katak dsb.), yang digunakan bukan

    hanya untuk komoditas dalam negeri, tetapi juga

    kebutuhan ekspor. Sebagai contoh, kloramfenikol

    digunakan oleh petani tambak dengan maksud men-

    cegah penyakit udang yang disebabkan oleh bakteri

    Salmonella (Efendi, 2007). Selain itu, dari hasil anali-

    sis sampel udang yang harus memenuhi persyaratan

    bebas atau dalam batas yang diijinkan sebelum di-

    ekspor, ditemukan residu kloramfenikol yang melam-

    paui batas yang dipersyaratkan (0.1-1 ppb). Residu

    kloramfenikol juga dilaporkan terdeteksi pada hati

    dan ginjal ayam petelur apkir (Anonim, 2004), serta

    dalam produk yang dihasilkan oleh lebah (Dharma-

    nanda, 2003). Fenomena ini menimbulkan

    problematika spesifik terkait resistensi antibiotika,

    yang harus ditangani secara intensif. Para pembeli

    frozen foods ekspor menindak tegas pemasok yang me-

    langgar batas residu dalam produknya, bahkan apa-

    bila terdeteksi residu antibiotik dalam jumlah me-

    lampaui batas yang telah ditetapkan, seluruh produk

    dalam containers akan dibakar dan pemasok

    dimasukkan ke dalam black list. Untuk itulah para

    distributor atau produsen mengantisipasi produknya

    sebelum laik ekspor harus melalui uji lolos residu

    antibiotik.

    Artikel ini disajikan untuk merespon kebutuh-

    an para pengguna jasa analisis, khususnya kloram-

    fenikol dalam matriks yang komplek. Berbagai meto-

    de analisis yang dikembangkan, misalnya untuk

    mendeteksi residu kloramfenikol dalam udang antara

    lain KLT dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

    Salah satu metode yang dikembangkan berbasis pada

    gabungan sifat fika-kimia dan mikrobiologi adalah

    bioautografi. Metode ini sangat membantu dalam

    melakukan skrining atau penapisan awal kloramfenikol

    dalam matrik yang komplek baik tunggal maupun

    dalam bentuk campuran dengan antibiotika lain,

    karena keberadaan kloramfenikol dalam sampel dapat

    diidentifikasi tidak hanya berdasarkan sifat fisika-

    kimianya, melainkan berdasarkan aktivitas

    biologisnya sebagai anti mikroba.

    Metode tersebut didasarkan pada aktivitas

    biologi analit baik sebagai antibakteri, antifungi,

    antitumor, maupun antiprotozoa (Choma, 2005).

    Bioautografi sering digunakan untuk mendeteksi

    antibiotik yang dapat dianalisis dengan KLT atau

    kromatografi kertas. Pada umumnya, efek biologi

    senyawa yang dapat dikatakan menghambat pertum-

    buhan organisme dinyatakan sebagai zona hambat

    (Touchstone dan Dobbins, 1983). Dari kromatogram

    KLT dapat diketahui jumlah komponen dalam

    sampel yang ditotolkan berdasarkan jumlah noda

    (dengan penampak noda yang sesuai), sedang data

    bioautogram memberikan informasi jumlah

    komponen sampel yang memiliki aktivitas terhadap

    mikroba uji baik secara kualitatif maupun kuantitatif

    (Isnaeni, 2005).

    Prinsip uji mikrobiologi pada bioautografi

    menggunakan metode difusi. Metode tersebut sama

    dengan metode pada uji sensitivitas kerja antibiotik.

    Besar daya hambat pertumbuhan bakteri pada

    metode difusi diperoleh dengan mengukur diameter

    zona hambat (Choma, 2005).

    Penelitian tentang penggunaan metode bioau-

    tografi untuk penentuan kadar kloramfenikol telah

    dikembangkan, namun data validasi metodenya

    belum pernah dilaporkankan. Untuk mengetahui

    bahwa metoda ini dapat memberikan hasil yang baik,

    mendekati kebenaran dan dapat dipercaya, maka

    diperlukan uji validasi dengan parameter yang

    meliputi linieritas, akurasi, presisi, dan limit deteksi

    (LOD) (Indrayanto, 1994).

  • SUSANTI, et al./ VALIDASI METODE BIOAUTOGRAFI UNTUK DETERMINASI KLORAMFENIKOL

    17

    SUBJEK DAN METODE

    BAHAN

    Kloramfenikol p.a. (Phyto Technology Laboratories),

    aseton p.a., Escherichia coli ATCC 25922, serat agar

    (Food grade), serbuk instant Nutrient Broth (Difco),

    larutan salin, metanol p.a., kloroform p.a., dan asam

    asetat glasial p.a.ALAT

    Neraca analitik (Sartorius), bejana kromatografi,

    cawan petri diameter 15 cm, hair dryer, vortex, kawat

    se, pipet ukur, lempeng KLT Silika gel 60 F254

    ,

    inkubator (Memmert), mycrolyter syringe, pipet mikro,

    jangka sorong (Tricle brand), otoklaf (Huxley HV-

    340 Speedy), spektrofotometer (Shimadzu), micro

    balance (Shimadzu). Lampu UV (254 nm).

    METODE

    1. Preparasi Media

    Media Nutrient Agar 100 mL dibuat dengan cara

    mencampurkan 3 gram serat agar dan serbuk Nutri-

    ent Broth 0.8 gram, ditambah air suling 100 mL,

    dipanaskan sambil diaduk hingga campuran larut dan

    homogen. Selanjutnya media yang masih cair terse-

    but segera diambil dengan pipet ukur dan dimasuk-

    kan ke dalam tabung reaksi, masing-masing sebanyak

    10 mL dan 15 mL. Tabung yang berisi media tersebut

    ditutup dengan kapas bebas lemak, kemudian

    disterilkan menggunakan otoklaf pada suhu 121C

    selama 15 menit. Segera setelah dikeluarkan dari

    otoklaf, media 10 mL yang masih cair dimiringkan

    hingga padat. Media tersebut digunakan sebagai

    media peremajaan mikroba uji. Sedangkan media 15

    mL tanpa dimiringkan digunakan sebagai media

    pertumbuhan mikroba uji. Media uji bioautografi

    dibuat dua lapis, masing-masing sebanyak lebih

    kurang 20 mL untuk lapisan dasar (base layer) dan

    15 mL untuk lapisan atas sebagai media perbenihan

    yang diinokulasi dengan mikroba uji (Isnaeni, 2005).

    2. Penyiapan Bakteri Uji

    Koloni bakteri E. coli dari kultur persediaan diambil

    dengan sengkelit sebanyak satu se, kemudian

    digesekkan pada permukaan agar miring dan

    diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Suspensi

    bakteri disiapkan dengan cara menambahkan larutan

    salin steril pada biakan agar miring, kemudian

    suspensi dikocok menggunakan vortex sampai seluruh

    koloni pada permukaan agar terlepas ke dalam larutan

    salin. Kerapatan optik inokulum bakteri diatur dan

    diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang

    gelombang 580 nm sampai diperoleh transmitan

    25%, bila perlu dilakukan pengenceran atau

    pemekatan (Isnaeni, 2005).

    3. Pembuatan Larutan Baku Kloramfenikol

    Larutan baku induk kloramfenikol disiapkan dengan

    cara ditimbang seksama kloramfenikol p.a sebanyak

    25 mg dan dilarutkan dalam aseton sampai 25.0 mL

    (1000 ppm). Larutan baku kerja disiapkan dengan

    mengencerkan larutan baku induk 1000 ppm hingga

    diperoleh konsentrasi sesuai kebutuhan, misalnya 75

    ppm, 100 ppm, 150 ppm dan 200 ppm.

    4. KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

    Pada tahap awal KLT, dilakukan pemilihan fasa gerak

    yang sesuai. Analisis KLT kloramfenikol dilakukan

    dengan cara menotolkan larutan baku kloramfenikol

    sebanyak 6 L dengan pipet mikro pada tiga lempeng

    KLT ukuran 1.5cm x 10cm, kemudian dielusi dengan

    tiga macam fasa gerak: air-metanol-kloroform

    (1:10:90, v/v) (Choma, 2003), kloroform-methanol-

    asam asetat glasial (79:14:7, v/v) (Arlikaningrum,

    2006) dan kloroform-metanol (85:15, v/v) (Sohaskey

    dan Barbour, 1999). Orientasi fasa gerak juga

    dilakukan dengan mengatur perbandingan

    komponen ketiga fasa gerak tersebut. Lempeng hasil

    elusi setelah dikeringkan di udara dan diamati dengan

    lampu UV pada panjang gelombang 254 nm dihitung

    masing-masing harga Rf setiap noda, kemudian

    dibandingkan satu sama lain untuk memilih harga

    Rf yang memasuki rentang 0.3 - 0.7 (Dirjen POM,

    1995).

    5. PELAKSANAAN UJI BIOAUTOGRAFI

    Larutan baku kerja kloramfenikol ditotolkan pada

    lempeng KLT, dielusi dengan larutan pengembang

    terpilih. Bioautogram dibuat dengan cara meletakkan

    hasil KLT (yang telah dikeringkan dengan aliran

    udara panas dalam cawan petri steril untuk

    menghilangkan sisa fasa gerak) di atas permukaan

    media perbenihan Nutrient Agar yang mengandung

    bakteri uji Escherichia coli (1.4 L/15 mL media),

    kemudian disimpan di dalam lemari es selama dua

  • JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

    18

    jam agar proses difusi kloramfenikol dalam noda pada

    lempeng KLT ke dalam media uji menjadi sempurna.

    Cawan petri dikeluarkan dari lemari es, lempeng KLT

    diangkat dari permukaan agar, biakan diinkubasi pada

    suhu 37C selama 24 jam. Zona yang terbentuk pada

    posisi noda diamati dan diukur diameternya (Isnaeni,

    1998).

    6. PENENTUAN KONSENTRASI ANALIT

    Pada penentuan konsentrasi analit, dilakukan peno-

    tolan larutan baku kerja dengan lima macam kon-

    sentrasi pada rentang 75 ppm - 200 ppm pada

    lempeng KLT ukuran 1.5 cm x 10 cm sebanyak 6

    L dengan pipet mikro tanpa dielusi, kemudian

    dikeringkan. Noda diamati di bawah lampu UV pada

    panjang gelombang 254 nm. Apabila noda telah

    tampak, dilakukan bioautografi dengan tahapan

    seperti butir 5. Berdasarkan hasil orientasi konsentrasi

    tersebut dilakukan uji bioautografi. Konsentrasi dan

    jumlah penotolan tersebut juga digunakan sebagai

    referensi penentuan parameter validasi.

    7. PENENTUAN LINEARITAS

    Penentuan linearitas dilakukan dengan konsentrasi

    larutan kloramfenikol 100 ppm, 125 ppm, 150 ppm,

    175 ppm dan 200 ppm pada lempeng KLT ukuran

    9.5 cm x 10 cm. Setelah didapatkan zona hambat

    hasil uji bioautografi, ditentukan koefisien korelasi

    (r) dan koevisien korelasi fungsi (Vx0) antara diam-

    eter zona hambat dengan logaritma konsentrasi.

    8. PENENTUAN AKURASI

    Dilakukan penimbangan kloramfenikol, kemudian

    diencerkan dengan aseton hingga didapatkan

    konsentrasi 125 ppm; 150 ppm; dan 175 ppm (kadar

    sebenarnya). Masing-masing konsentrasi direplikasi

    tiga kali mulai dari penimbangan, kemudian ditotol-

    kan pada lempeng KLT ukuran 10 cm x 1,5 cm

    sebanyak 6 L dan dielusi dengan fasa gerak terpilih

    secara bersamaan dalam satu bejana. Hasil elusi

    kemudian diuji bioautografi kontak hingga diperoleh

    zona hambat. Diameter zona hambat diukur dan

    diplotkan pada kurva linearitas, sehingga didapatkan

    sebuah konsentrasi (kadar yang diperoleh), kemudian

    dihitung harga persen perolehan kembali (recovery).

    9. PENENTUAN PRESISI

    Dilakukan penimbangan kloramfenikol, kemudian

    diencerkan hingga didapatkan konsentrasi 125 ppm;

    150 ppm; dan 175 ppm. Masing-masing konsentrasi

    direplikasi tiga kali, kemudian ditotolkan pada

    lempeng KLT ukuran 10 cm x 1,5 cm sebanyak 6

    L dan dielusi bersamaan dengan fasa gerak terpilih.

    Hasil elusi kemudian diuji dengan bioautografi

    kontak hingga diperoleh zona hambat, diameter zona

    hambat diukur dan dihitung harga SD untuk

    perhitungan harga KV.

    10. PENENTUAN LIMIT DETEKSI

    Penentuan limit deteksi dilakukan dengan larutan

    kloramfenikol konsentrasi 100 ppm 200 ppm dan

    penotolan sebanyak 6 L, kemudian dilakukan

    pengenceran bertingkat dan ditotolkan pada

    lempeng KLT ukuran 9.5 cm x 10 cm sebanyak 6

    L. Lempeng dielusi, selanjutnya dilakukan uji

    bioautografi, zona hambat yang didapat diukur

    diameternya.

    HASIL-HASIL

    1. KETENTUAN PARAMETER VALIDASI

    Linearitas metode bioautografi dikatakan valid apabila

    harga koefesien korelasi (r) lebih besar dari r Tabel

    atau harga koefisien variasi fungsi (Vx0) tidak lebih

    dari 5%. Akurasi dinyatakan memenuhi harga persya-

    ratan validasi, jika persen perolehan kembali 80%-

    120%. Harga parameter presisi dapat diterima

    sebagai metode yang valid apabila harga KV tidak

    lebih dari 5%. Limit deteksi ditentukan melalui har-

    ga Kadar Hambat Minimum (KHM) kloramfenikol,

    konsentrasi kloramfenikol terkecil yang masih men-

    unjukkan aktivitas menghambat pertumbuhan E. coli.

    2. PENENTUAN FASA GERAK

    Hasil KLT koramfenikol untuk penentuan fasa gerak

    tersaji pada Gambar 1 dan Tabel 1. Dari kelima harga

    Rf fasa gerak yang dianalisis, fasa gerak yang

    memenuhi nilai Rf 0.3-0.7 adalah kloroform : meta-

    nol: asam asetat glasial (83:10:7, v/v) dan kloroform

    : metanol (80:20, v/v). Selanjutnya dipilih fasa gerak

    kloroform : metanol (80 : 20) dengan harga Rf 0,57

    untuk uji bioautografi.

  • SUSANTI, et al./ VALIDASI METODE BIOAUTOGRAFI UNTUK DETERMINASI KLORAMFENIKOL

    19

    3. PENENTUAN KONSENTRASIKLORAMFENIKOL

    Penentuan konsentrasi tanpa dilakukan elusi pada

    rentang konsentrasi 75 ppm 200 ppm sebanyak 6

    L tersaji pada Gambar 2. Data dalam Gambar 2

    menunjukkan bahwa pada konsentrasi 75 ppm tidak

    dihasilkan zona hambat.

    dilakukan pada konsentrasi 75 ppm 200 ppm. Pada

    konsentrasi tersebut diperoleh zona hambat seperti

    pada Gambar 3. Hasil penentuan konsentrasi secara

    sistematis tersaji pada Tabel 2. Pada konsentrasi 75

    ppm 200 ppm bioautogram dengan fasa gerak kloro-

    form: metanol (80:20, v/v) dan jumlah penotolan 6

    L menunjukkan zona hambat yang nyata.

    Tabel 1. Harga Rf

    Gambar 3. Penentuan konsentrasi kloramfenikol denganelusi menggunakan fasa gerak kloroform : metanol (80 : 20,

    v/v) pada konsentrasi 75 ppm 200 ppm.Penentuan konsentrasi dengan elusi menggu-

    nakan fasa gerak kloroform : metanol (80:20, v/v)

    Gambar 1. Hasil elusi kloramfenikol dengan fasa gerak air : metanol : kloroform (1 : 10 : 90, v/v)(a), kloroform : metanol : asam asetat glasial (79 : 14 : 7, v/v) (b), kloroform : metanol : asam asetat glasial(83 : 10 : 7, v/v) (c), kloroform : metanol (85 : 15,v/v) (d), dan kloroform : metanol (80 : 20,v/v) (e).

    (a) (b) (c) (d) (e)

    Gambar 2. Penentuan konsentrasi kloramfenikol tanpa elusimenggunakan fasa gerak kloroform : metanol (80:20,v/v)

    pada konsentrasi 75 ppm 200 ppm.

  • JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

    20

    Dari data di atas dibuat kurva linearitas yang

    tersaji pada Gambar 5, dengan persamaan garis

    regresi Y = 2.8X - 4.3 dan koefisien korelasi (r) =

    0.9. Harga koefisien variasi fungsi (Vx0) = 1.8%.

    Data di atas kemudian digunakan sebagai acuan

    untuk penentuan parameter linearitas, akurasi, dan

    presisi, serta penentuan harga KHM kloramfenikol

    sebagai parameter limit deteksi.

    4. PENENTUAN PARAMETER VALIDASI4.1. Penentuan Linearitas

    Penentuan parameter validasi linearitas dilakukan

    seperti prosedur 7. Hasil uji bioautografi parameter

    linearitas dapat dilihat pada Gambar 4 dan Tabel 3.

    Hasil penentuan linearitas menunjukkan bahwa di-

    ameter zona hambat meningkat proporsional dengan

    peningkatan konsentrasi kloramfenikol.

    Gambar 5. Kurva hubungan antara logaritmik konsentrasikloramfenikol dan diameter zona hambatan

    Tabel 2. Tabel Penentuan Konsentrasi kloramfenikol setelahbioautografi

    Tabel 3. Hasil uji bioautografi parameter linearitas

    4.2. Akurasi

    Penentuan akurasi dilakukan pada konsentrasi 125

    ppm, 150 ppm, dan 175 ppm. Hasil bioautografi

    parameter akurasi dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil

    analisis persen recoveri terdapat pada Tabel 4.

    Akurasi dinyatakan dengan persen perolehan

    kembali, diperoleh dengan memplotkan diameter zo-

    na (mm) hambat uji bioautografi pada kurva linea-

    ritas y = 2.8x - 4.3. Dari hasil analisis akurasi diperoleh

    harga persen perolehan kembali 98.8% 0.5.Gambar 4. Hasil uji bioautografi parameter linearitas

    (a) (b) (c)

    Gambar 6. Hasil uji bioautografi parameter akurasi pada konsentrasi 125 ppm (a), 150 ppm (b), dan 175 ppm (c)

  • SUSANTI, et al./ VALIDASI METODE BIOAUTOGRAFI UNTUK DETERMINASI KLORAMFENIKOL

    21

    4.3. Presisi

    Hasil uji bioautografi kloramfenikol parameter presisi

    pada konsentrasi 125 ppm, 150 ppm, dan 175 ppm

    tersaji pada Gambar 7 dan Tabel 5.

    Tabel 4. Hasil uji bioautografi parameter akurasi

    (a) (b) (c)

    Gambar 7. Hasil uji bioautografi parameter presisi pada konsentrasi 125 ppm (a), 150 ppm (b), dan 175 ppm (c)

    Tabel 5. Hasil uji bioautografi parameter presisi

    Dari Tabel 5 dapat diamati terjadi variasi

    replikasi diameter zona hambat, terutama pada

    konsentrasi 125 ppm dan 175 ppm. Hasil

    pengolahan data diameter zona hambat diperoleh

    harga KV sebesar 2.8% 2.3.

    4.4. Limit Deteksi

    Hasil pengamatan untuk parameter limit deteksi

    dapat diamati pada Gambar 8 dan Tabel 6.

    Gambar 8 menunjukkan bahwa hasil uji

    bioautografi untuk menentukan harga KHM

    kloramfenikol, yang sekaligus digunakan sebagai

    harga parameter limit deteksi. Gambar 8 (a) uji

    bioautografi dilakukan pada konsentrasi 30 ppm -

  • JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

    22

    80 ppm, dihasilkan zona hambat pada semua

    konsentrasi. Gambar 8 (b) dilakukan pada konsen-

    trasi 10 ppm 40 ppm, juga diperoleh zona hambat

    pada semua konsentrasi. Gambar 8 (c) dilakukan pada

    konsentrasi 0.5 ppm 10 ppm, hasilnya tidak

    dihasilkan zona hambat pada semua konsentrasi. Dari

    hasil uji bioautografi tersebut ditetapkan konsentrasi

    10 ppm sebagai KHM kloramfenikol.

    Dari data di atas dapat ditentukan limit deteksi

    uji bioautografi kloramfenikol pada konsentrasi 10

    ppm dengan jumlah penotolan 6 L, atau setara

    dengan 0.006 g kloramfenikol.

    PEMBAHASAN

    Validasi metode bioautografi untuk penetapan kadar

    kloramfenikol diharapkan dapat menjamin metode

    tersebut ketika diaplikasikan untuk analisis analit

    dalam matrik yang komplek. Aplikasi metode

    bioautografi untuk determinasi kloramfenikol dapat

    dilakukan pada sampel produk pertaniaan,

    peternakan, dan makanan. Dengan alasan tersebut,

    maka kajian ini diharapkan dapat membantu industri

    produk pertanian dan peternakan menjamin mutu

    produk melalui metode yang sederhana dan murah.

    Pemilihan metode bioautografi kontak

    dikembangkan, karena relatif lebih sederhana

    dibanding metode bioautografi yang lain. Selama

    proses difusi, noda kloramfenikol pada lempeng KLT

    ke dalam media yang mengandung mikroba uji, petri

    disimpan di dalam lemari es selama dua jam untuk

    mencegah mikroba uji berkembang sebelum proses

    difusi sempurna.

    Penentuan fasa gerak yang tersaji pada Gambar

    1 menggunakan lima sistem fasa gerak menunjukkan

    bahwa fasa gerak air : metanol : kloroform (1:10:90,

    v/v) menghasilkan kromatogram dengan jarak

    tempuh noda dan harga Rf yang paling kecil, yaitu

    sebesar 0.1. Sistem tersebut mengandung kloroform

    dengan proporsi yang lebih besar, sehingga sistem

    relatif lebih semi menuju ke polar. Sebaliknya, sistem

    fasa gerak yang memiliki jarak tempuh noda dan

    harga Rf paling besar adalah kloroform : metanol :

    asam asetat glasial (79:14:7, v/v). Harga Rf yang

    dihasilkan 0.7. Sistem ini relatif bersifat kurang po-

    lar dibandingkan sistem pertama.

    Gambar 2 juga menampilkan replikasi jarak

    tempuh noda pada kromatogram yang bervariasi

    dalam satu sistem fasa gerak. Fenomena ini terjadi

    karena adanya perbedaan kejenuhan dalam bejana

    kromatografi. Kondisi dalam bejana kromatografi

    selama elusi sangat komplek, karena melibatkan tiga

    faktor yaitu lempeng KLT sebagai fasa diam, sistem

    fasa gerak, dan uap (Sherma, 2003).

    Ditetapkan fasa gerak terpilih adalah kloroform:

    metanol (80:20, v/v) dengan alasan komponennya

    lebih sederhana, hanya tersusun dari dua komponen

    pelarut. Selain itu, komposisi perbandingan kloroform

    lebih sedikit, sehingga lebih ekonomis jika diaplikasi-

    kan dalam industri. Faktor lain yang sangat berpenga-

    ruh, fasa gerak kloroform : metanol : asam asetat

    (a) (b) (c)

    Gambar 8. Penentuan limit deteksi menggunakan konsentrasi 0.5 ppm hingga 80 ppm

    Tabel 6. Hasil uji bioautografi parameter limit deteksi

  • SUSANTI, et al./ VALIDASI METODE BIOAUTOGRAFI UNTUK DETERMINASI KLORAMFENIKOL

    23

    glasial (83:10:7, v/v) menyebabkan zona hambat

    kloramfenikol tidak dapat diamati. Fenomena ini

    dapat dijelaskan bahwa asam asetat glasial dapat

    menghambat pertumbuhan mikroba uji. Hasil kajian

    ini menunjukkan bahwa dengan metode bioautografi

    dapat diamati pengaruh aktivitas pelarut terhadap

    mikroba uji, dan fenomena ini tidak dapat diamati

    dengan metode fisika-kimia.

    Hasil penentuan konsentrasi digunakan sebagai

    acuan untuk menentukan konsentrasi linearitas dan

    parameter yang lain. Penentuan konsentrasi tanpa

    elusi ditunjukkan pada Gambar 2 (a). Konsentrasi

    75 ppm tidak menunjukkan zona hambat karena

    permukaan media agar yang tidak rata, sehingga noda

    kloramfenikol pada lempeng KLT tidak dapat

    menempel dan berdifusi pada media.

    Hasil pengamatan linearitas menunjukkan

    bahwa semakin besar konsentrasi kloramfenikol, di-

    ameter zona hambat yang dihasilkan semakin besar.

    Namun hal tersebut tidak berarti bahwa diameter

    zona hambat dapat menggambarkan konsentrasi

    kloramfenikol secara linear. Untuk penentuan

    linearitas, digunakan hubungan antara logaritma

    konsentrasi kloramfenikol dengan diameter zona

    hambat kloramfenikol. Persamaan garis regresi yang

    dihasilkan adalah Y = 2.8X 4.3 dan koefisien

    korelasi (r) = 0.9. Koefisien korelasi (r) disyaratkan

    harus lebih besar dari r Tabel. Harga r Tabel untuk

    derajat bebas 4 pada 0.05 adalah 0.8, maka harga

    r hitung memenuhi persyaratan. Harga koefi sien

    variasi fungsi (Vx0) = 1.8%. Harga tersebut

    memenuhi syarat, yaitu lebih kecil dari 5%

    (Indrayanto, 1994). Kurva linearitas yang terbentuk

    dari logaritma konsentrasi dan diameter zona hambat

    (Gambar 4) menunjukkan garis linear. Dengan

    demikian, dapat disimpulkan adanya korelasi linear

    antara logaritma konsentrasi dengan zona hambat

    kloramfenikol pada konsentrasi 100 ppm, 125 ppm,

    150 ppm, 175 ppm, dan 200 ppm.

    Persen perolehan kembali yang didapat sebagai

    harga parameter akurasi sebesar 98.8% 0.5. Harga

    tersebut memenuhi rentang yang dipersyaratkan un-

    tuk bioanalisis, yaitu 80% - 120% (Hartman et al.,

    1994). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa

    metode bioautografi akurat dan dapat menggambar-

    kan kadar sebenarnya.

    Penentuan parameter presisi menunjukkan

    variasi replikasi diameter zona hambat. Variasi ini

    dapat disebabkan aseton yang digunakan sebagai

    pelarut kloramfenikol mudah menguap, sehingga

    terjadi variasi konsentrasi ketika ditotolkan. Harga

    koefisien variasi (KV) konsentrasi 125 ppm, 150

    ppm, dan 175 ppm berturut-turut adalah 3.7%,

    0.2%, dan 4.7%, sedang harga KV rata-rata 2.8%

    2.3. Baik harga KV masing-masing konsentrasi

    maupun KV rata-rata memenuhi persyaratan, yaitu

    tidak melebihi 5% (Skoog, 1980).

    Pada penentuan limit deteksi, konsentrasi 10

    ppm pada Gambar 8 (b) masih menghasilkan zona

    hambat, tetapi pada Gambar 8 (c) konsentrasi 10

    ppm tidak menunjukkan zona hambat. Maka,

    konsentrasi 10 ppm ditentukan sebagai harga KHM

    kloramfenikol. Nilai KHM merupakan konsentrasi

    terkecil kloramfenikol dapat menghambat

    pertumbuhan mikroba uji. Fenomena ini memberi-

    kan acuan dalam menentukan batas konsentrasi

    kloramfenikol yang masih dapat diamati

    menggunakan metode KLT. Harga KHM tersebut

    juga digunakan sebagai harga limit deteksi uji

    bioautografi kloramfenikol, yaitu konsentrasi 10 ppm

    dengan jumlah penotolan 6 L, atau setara dengan

    0.006 g kloramfenikol. Dosis tengah untuk uji

    aktivitas kloramfenikol dengan bakteri E. coli sesuai

    Farmakope Indonesia Edisi IV adalah 2.5 g.

    Dibandingkan harga dosis tengah tersebut, harga

    KHM atau limit deteksi yang diperoleh lebih kecil

    dan merupakan batas pengamatan, sekaligus

    menujukkan kloramfenikol masih peka terhadap

    mikroba uji.

    Untuk memudahkan pengukuran diameter zona

    hambat pada uji bioautografi, diperlukan jumlah ino-

    kulum mikroba uji yang proporsionl dengan volume

    media dan potensi antibiotika, sehingga zona hambat

    dapat diamati dengan jelas.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim (2009). http://www. springer link.com/con-

    tent/p573u390x 883183k/, Accessed tanggal

    22/05/2009.

    Anonim (2004). Residu Antibiotik pada Hati dan

    Ginjal Ayam Petelur Apkir. http://www.

  • JURNAL KEDOKTERAN INDONESIA, VOL. 1/NO. 1/JANUARI/2009

    24

    republika.co.id /suplemen/cetak_detail.asp? mid

    =1&id=180684&katid=105&kat_id1=151

    &kat_id2= 192. Accessed tanggal 24/10/2007.

    Arlikaningrun, R.D. (2006). Perbandingan Stabilitas

    Larutan Kloramfenikol dalam Dapar Borat dan

    Sitrat. Disertasi, Universitas Airlangga, Surabaya.

    Choma, I. (2005). The Use of Thin-Layer Chroma-

    tography with Direct Bioautography for Antimi-

    crobial Analysis. http://www. lcgceurope.adv

    100.com/lcgceu rope/article/aarticleDetail. jsp?

    id=177453. Accessed tanggal 24/10/2007.

    Dharmananda S. (2003). Traces of Chlorampheni-

    col in Chinese Bee Products:

    Origin, Development, And Resolution. (2008).

    http://www.itmonline.org/arts/bees.htm. Ac-

    cessed tanggal 13/2/2008.

    Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan

    Departemen Kesehatan Republik Indonesia

    (1995). Farmakope Indonesia. Edisi ke-4,

    Jakarta: Departemen Kesehatan, hal. 891-1017.

    Efendi, E. (2007). Budidaya Perairan. http://www.

    unila.ac.id/~fp-ikan/index.php?option =com_

    content7 task=view&id=73&Itemid= 115. Ac-

    cessed tanggal 24/10/2007.

    Harmita (2004). Petunjuk pelaksanaan validasi

    metode dan cara perhitungannya. Majalah Ilmu

    Kefarmasian, No. 3, Vol. 1, p. 117-135.

    Indrayanto, G. (1994). Metode validasi pada analisis

    dengan kromatografi. Medika-Jurnal kedokter-

    an dan Farmasi, hal. 49-51.

    Hartman, C., Massart, D.L., McDowell, R.D.

    (1994). An analysis of the Washington Confer-

    ence report on bioanalytical method validation.

    Journal of Pharmaceutical and Biomedical

    Analysis, Vol. 12, p. 1337-1343.

    Isnaeni (1998). Mutasintesis Antibiotika Mutan

    Streptomyces griseus ATCC 10137. Disertasi,

    ITB, Bandung.

    Isnaeni (2005). Bioautogarafi antibiotika hasil fermen-

    tasi mutan Streptomyces griseus ATCC 10137.

    Majalah Farmasi Airlangga, No. 16, Vol. 5.

    Ganiswarna, V.H.S. (1995). Farmakologi dan Terapi.

    Edisi ke-4, Jakarta: Bagian Farmakologi Fakul-

    tas Kedokteran Universitas Indonesia, hal. 571,

    657-660.

    Sherma, J. and Fried, B. (2003). Handbook of Thin-

    Layer Chromatography, Ed. 3rd, New York:

    Marcel Dekker, Inc., pp. 1-6, 437-438.

    Skoog, D.A. (1980). Principles of Instrumental

    Analisis. Ed. 3th, New York: Socunders College

    Publishing, pp. 560.

    Sohaskey, C.D and Barbour, A.G. (1999). Esterases

    in serum-containing growth media counteract

    ChloramphenicolAcetyltrans ferase activity in

    vitro. Antimicrobial Agent and Chemotherapy,

    No. 3, Vol. 43, p. 655-660.

    Touchstone, J.C and Dobbins, M.F. (1983). Practice

    of Thin Layer Chromatography. Ed. 2nd, New

    York: John Wiley & Sons, Inc, p. 1-15, 361-365.

    The United States Pharmacopeial Convention

    (1999). The United States Pharmacopeia. Ed.

    31th, Vol. 2rd, Philadelphia: The United States

    Pharmacopeial Convention, Inc., pp. 1704.

    Cover Jurnal JKI.pdfPage 1Page 2