JURNAL JIWA.docx

10
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG JOURNAL READING “Strategies for Early Non-response to Antipsychotic Drugs in the reat!ent of Acute-phase Schi"ophrenia# Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa RSJD Amino Gondo utomo Diajukan Kepada ! Pembimbing : dr. Rihadini, Sp.K Disusun "leh ! Maria U!"ah H#A$%$$&# Kepani'eraan K!ini( Depar'emen I!m) Ke*eha'an i+a AKU-TAS KED KTERAN / UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG RSD Amin0 G0nd0h)'0m0

Transcript of JURNAL JIWA.docx

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

JOURNAL READINGStrategies for Early Non-response to Antipsychotic Drugs in the Treatment of Acute-phase Schizophrenia

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan JiwaRSJD Amino Gondo Hutomo

Diajukan Kepada :Pembimbing : dr. Rihadini, Sp.KJDisusun Oleh :Maria Ulfah H2A010032

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Kesehatan JiwaFakultas Kedokteran UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANGRSJD Amino Gondohutomo

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAANILMU KESEHATAN JIWA

Journal reading dengan judul :Strategies for Early Non-response to Antipsychotic Drugs in the Treatment of Acute-phase Schizophrenia

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan JiwaRSJD Amino Gondo Hutomo

Disusun Oleh:Maria UlfahH2A010032

Telah disetujui oleh Pembimbing: Nama pembimbing Tanda TanganTanggal

dr. Rihadini, Sp.KJ.............................

Strategi Pengunaan Obat Antipsikosis Sebagai Pengobatan Skizofrenia Akut yang Non Responsif Sejak AwalABSTRAKSebagai strategi pengobatan antipsikosis pada skizofrenia, monoterapi secara jelas optimal ketika sama-sama efektif dan ditolerir. Ketika pasien gagal merespon terhadap dosis antipsikosis yang adekuat, alternatif pengobatannya termasuk penggantian obat, pemberian dosis yang lebih tinggi (diatas dosis anjuran), polifarmasi atau clozapine. Clozapine merupakan satu-satunya pilihan yang paling mujarab, namun lebih sulit dikendalikan dibanding antipsikosis lain. Kami kemudian mengkaji kembali pilihan lainnya, fokus pada pengobatan fase akut skizofrenia. Berdasarkan bukti rebaru, sebuah antipsikosis dapat dikaji ulang sebagai pengobatan fase akut yang tidak efektif antara 1-4 minggu penggunaan, meskipun terdapat perbedaan antara masing-masing antipsikosis. Sedangkan strategi dengan mengganti obat keefektifannya tergantung obat awal yang diberikan dan obat penggantinya. Meskipun bukti yang ada masih lemah bahwa penambahan obat superior terhadap pemberian lanjut antipsikosis awal, memasukkan penambahan obat sebagai pembanding dalam penelitian yang lebih besar mengenai strategi pengobatan pasien fase akut yang nonresponsif masih diperlukan. Pada penggunaan dosis yang dinaikkan, hanya terdapat sedikit bukti mengenai pengobatan fase akut, dan pembicaraan mengenai hal ini masih kontroversial. Meskipun bukti dalam penggantian, penambahan dan dinaikkannya dosis obat sedikit demi sedikit telah dikumpulkan, penelitian dalam praktik klinis yang sesungguhnya dengan bias minimal masih diperlukan sebagai strategi pengunaan obat antipsikosis pengobatan skizofrenia akut yang non responsif.Kata kunci: penggantian obat, penambahan, dosis tinggi, polifarmasi

PENDAHULUANSebagai strategi pengobatan antipsikosis pada skizofrenia, monoterapi secara jelas optimal ketika sama-sama efektif dan ditolerir. Ketika pasien gagal merespon terhadap dosis antipsikosis yang adekuat, alternatif pengobatannya termasuk penggantian obat, pemberian dosis yang lebih tinggi (diatas dosis anjuran), polifarmasi atau clozapine. Clozapine merupakan satu-satunya pilihan yang paling mujarab, namun lebih sulit dikendalikan dibanding antipsikosis lain karena relatif meningkatkan frekuensi terjadinya agranulositosis. Pilihan lainnya masih perlu dievaluasi lebih lanjut.Sedikit bukti telah dikumpulkan, dimana pasien dengan psikosis akut dan agitasi dimasukkan dalam penelitian acak dengan secara khusus menggunakan desain double-blind. Namun, sebagian besar petunjuk didapatkan dari penemuan penelitian double-blind dengan pasien yang ideal. Petunjuk seperti itu tidak begitu berguna dalam praktik nyata. Berdasarkan sudut pandang praktik ini, maka didiskusikanlah strategi pengobatan skizofrenia akut dengan menggunakan antipsikosis yang non responsif sejak awal.BAHASAN UTAMABerapa lama sebaiknya antipsikosis diberikan sebelum dikaji ulang sebagai terapi tidak efektif pada pengobatan skizofrenia akut?Berapa lama sebaiknya antipsikosis diberikan sebelum dikaji ulang sebagai terapi tidak efektif pada pengobatan skizofrenia akut merupakan pertanyaan kunci yang belum terjawab pada penelitian klinis untuk pasien skizofrenia. Meskipun penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi pengobatan yang tidak respon sejak awal sebagai prediktor kuat tidak beresponnya terapi selanjutnya dengan obat yang sama, penelitian tersebut bersifat retrospektif. Penelitian prospektif pertama dilakukan oleh Konon et al, menemukan pengobatan berespon/ tidak berspon sejak awal pada penggunaan risperidone selama 2 minggu merupakan tanda klinis yang dapat dipercaya untuk melihat hasil pengobatan selanjutnya.Kami menguji baik yang berespon/ tidak berespon sejak awal terhadap risperidone berdasarkan Clinical Global Impressions-Improvement Scale (CGI-I) pada minggu kedua dapat memprediksi respon selanjutnya dari terapi akut skizofrenia. Pada minggu ke 4, 81% pasien yang berespon terhadap risperidone mendapat > 50% respon, sedangkan hanya 9% dari pasien yang tidak berespon terhadap risperidone sejak awal dan tetap melanjutkan terapi yang mendapat > 50% respon, dengan hasil negative likehood ratio of 0,057. Sebaliknya, the negative likehood ratio untuk prediksi respon > 50% pada minggu ke 4 berdasarkan respon awal terhadap olanzapine pada minggu ke 2 sebesar 0,28, menunjukkan prediksi ini tidak dapat di aplikasikan pada olanzapine.Levine dan Leunct baru-baru ini menganalisis kembali data dari penelitian klinis internasional yang bersifat acak, multicentre, double-blind tentang efektivitas pengobatan dengan olanzapine dan haloperidol pada pasien psikosis dengan onset akut, dimana pasien tersebut di ikuti selama 84 minggu. Mereka melaporkan bahwa respon yang lebih awal (2 minggu) menunjukkan lebih dari 39 minggu gejala adanya respon yang lebih panjang dibandingkan dengan yang tidak responsive dan jarang menunjukkan respon yang terlambat. Setengah dari pasien yang dialokasikan mendapat olanzapine, berdasarkan hasil analisis ulang tidak perlu mendapat risperidone. Lebih lanjut, relawan yang dianggap sebagai pasien psikosis onset akut dengan jarak onset pertama munculnya gejala psikosis >1bulan tapi < 60 bulan yang dimasukkan dalam penelitian, mengindikasikan pasien tidak dalam fase akut. Rata-rata total PANSS relative rendah, pasien yang berespon awal 57,24; respon terlambat 61,93; dan tidak berespon 78,32 juga mengindikasikan sebagian besar kasus tidak berada pada fase akut.Derks et al melaporkan data dari 299 pasien episode pertama yang menyelesaikan selama 12 bulan penuh European First-Episode Schizophrenia Trial, menemukan bahwa status remisi diprediksi tepat pada 61% pasien berdasarkan garisdasar dan penilaian selama 2 minggu, dan persentase ini meningkat menjadi 63% dan 68%, berturut turut pada minggu ke 2 dan ke 4. Oleh karena itu mereka menyimpulkan penilaian respon sejak awal minggu ke 2 berhubungan dengan remisi, dan prediksinya meningkat dengan memasukkan penilaian minggu ke 4 dan ke 6., meskipun peningkatan klinis yang sesuai tidak dijelaskan.Fokus pada pasien psikosis akut, OGorman et al melaporkan dari analisis dua kutub yang berbeda dari dua placebo-controlled dan dua pembanding aktif (risperidone dan olanzapine)penelitian acak terhadap ziprasidone pada skizofrenia, tidak adanya kemajuan pada minggu ke 1 atau 2 memprediksi tingginya kemungkinan tidak respon, dan kemajuan pada minggu ke 2 merupakan prediksi yang lebih dapat dipercaya untuk memprediksi hasil kedepan dibandingkan kemajuan pada minggu ke 1, dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi. Giegling et al melaporkan penurunan PANNS < 16% pada minggu 1 memprediksi tidak responnya terapi haloperidol pada minggu ke 3 terapi (spesifisitas 92% sensitivitasnya 82%) dan sebaliknya penurunan PANNS > 23% pada minggu 1 memprediksi responnya terapi haloperidol pada minggu ke 3 terapi (spesifisitas 84% sensitivitasnya 86%). Malihat pada hasil kami yang menunjukkan bahwa tidak responnya risperidone pada minggu ke 2 dapat memprediksi respon selanjutnya pada pasien baru dengan skizofren akut, dan respon berarti terhadap olanzapine tidak tampak sampai minggu ke 4, durasi pemberian antipsikosis perlu diperhatikan sebelum dianggap sebagai terapi yang tidak efektif karena masing-masing obat berbeda, seperti afinitas dan spesifisitas reseptor D2 dopamin. Berdasarkan penemuan ini, sebuah antipsikosis dapat dinilai tidak efektif setelah 1-4 minggu penilaian, dengan perbedaan yang mungkin muncul diantara masing-masing obat.

Apakah mengganti antipsikosis satu dengan yang lain lebih efektif dibandingkan bertahan dengan antipsikosis awal pada pasien yang tidak berspon sejak awal?Sebelum kami menduga bahwa mengenali pasien yang tidak berespon sejak awal meminimalkan paparan lama terhadap strategi pengobatan yang kurang dan tidak optimal, alternatif terapi seperti penggantian obat, penambahan dan meninggikan dosis antipsikosis harus dievaluasi. Pertama, kami mengkaji ulang pasien yang tidak berespon sejak awal terhadap antipsikosis dan menggantinya dengan aantipsikosis lain akankah menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam psikopatologi, dibandingkan dengan yang bertahan dengan terapi awal.Dalam penggantian obat pada pasien episode pertama dengan skizofrenia yang menunjukkan gejala remisi diikuti terapi dengan risperidone, Takahashi et al melaporkan angka respon terhadap olanzapine sebesar 29,3%. Mereka juga melaporkan bahwa penggantian terapi lainnya pada pasien episode pertama dengan skizofrenia yang menunjukkan gejala residual diikuti terapi dengan olanzapine, angka respon terhadap risperidone sebesar 35,3%. Akan tetapi, pasien yang mendapat terapi penuh dengan antipsikosis awal selama 12 bulan, menunjukkan bahwa mereka tidak berada dalam fase akut. Selanjtnya, penelitian tersebut kekurangan kelompok pasien yang bertahan dengan terapi awal sebagai kontrol, dan kemudian kami tidak dapat menyimpulkan bahwa penggantian obat merupakan pilihan yang cukup bermanfaat.Essock et al dan rosenheck et al melaporkan tidak terdapat keuntungan dengan penggantian obat antipsikosis dalam analisis Clinical Antipsychotic Trials of Intervention Effectiveness (CATIE), yang memasukkan kelompok control dan dianalisis secara post hoc.Penelitian acak pertaam, double-blind penggantian obat pada terapi tidak respon sejak awal ke antipsikosis lain menunjukkan strategi yang lebih baik dibandingkan bertahan dilaporkan oleh Kinon et al. mereka menunjukkan bahwa mengganti risperidone pada pasien tidak respon sejak awal dengan olanzapine pada minggu ke 2 menunjukkan sedikit tapi berarti penurunan skor PANNS dan gejala depresi. Perbedaan signifikan skor PANNS pada titik akhir di minggu ke 12 dilaporkan 3,49. Kami gagal menunjukkan keuntungan kuat dari penggantian risperidone/ olanzapine dengan dosis biasa, hal ini disebabkan oleh hasil statistik yang tidak kuat.Agid et al melaporkan bahwa dari data yang dikumpulkan berdasarkan algoritma implementasi terapi pada pasien dengan episode pertama skizofrenia dengan 2 antipsikosis dengan dosis yang dinaikkan sebelum pemberian clozapine, persentase respon yang berpindah dari olanzapine ke risperidone 4,0%, dibanding risperidone ke olanzapine 25,7%. Sehingga efektivitas strategi dengan mengganti obat tergantung obat pertama yang dikonsumsi dan obat penggantinya.

Apakah penambahan terapi dengan antipsikosis lain lebih efektif dibandingkan bertahan pada monoterapi awal?Sebagian besar proporsi pasien skizofrenia mendapatkan lebih dari satu antipsikosis. Masalah utamanya adalah angka polifarmasi yang ada saat ini jauh dari adanya data yang mendukung. Dalam kajian sistematis terhadap 19 penelitian acak, odd ratio menunjukkan efek kecil dari kombinasi terapi dan efek positif yang muncul berhubungan dengan kombinasi clozapine. Akan tetapi clozapine tidak ditoleransi oleh beberapa pasien. Penelitian kombinasi non-clozapine antipsikosis tipe II dengan sesamanya atau dengan antispikosis tipe I masih perlu dilakukan.Kotler et al mengidikasikan tidak ada perbedaan berarti perubahan gejala positif dan negatif antara pasien yang mendapat kombinasi olanzapine dengan tambahan sulpiride dan yang mendapat olanzapine saja pada pasien skizofrenia kronis yang tidak respon terhadap olanzapine. Kane etal, melaporkan penambahan aripiprazole pada risperidone atau quetiapine pada 323 pasien menunjukkan tidak ada perbedaan dibandingkan dengan penambahan placebo pada risperidone atau quetiapine. Sebaliknya Essock et al melaporkan pasien yang berganti ke monoterapi menunjukkan waktu yang lebih pendek dari berhentinya terapi dibandingkan dengan yang bertahan pada polifarmasi. Penelitian ini merupakan indikator apa yang dapat terjadi pada terapi kombinasi pasien fase kronis.Kami telah menyajikan penelitian acak pertama penambahan olanzapine terhadap risperidone pada pasien tidak respon monoterapi risperidone pada fase akut. Pada penelitian ini, respon awal didefinisikan sebagai CGI-I 30 ng/mL, hasil tersebut sesuai dengan dosis terapeutik 20-50 ng/mL. Alasan penggunaan dosis olanzapine yang lebih tinggi sebagai terapi skizofrenia akut tidak dapat dijelaskan dengan mudah hanya berdasarkan farmakokinetik. Lebih lanjut, 2 dari 5 pasien yang membutuhkan dosis tinggi olanzapine lebih lanjut, dan pasien yang hasil serum olanzapinenya dapat diperoleh, mengarahkan bahwa etiologi psikosis dengan supersensitivitas dopamine tidak dapat diaplikasikan pada kasus tersebut.

KESIMPULANUntuk menetapkan strategi terapi skizofrenia akut yang tidak responsif sejak awal terhadap anti psikosis, bukti penggantian antipsikosis, penambahan obat, atau pemberian dosis tinggi secara berkala dijumlahkan. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan dalam praktik klinis terbaru dengan bias minimal diperlukan untuk membantu klinisi dalam menentukan terapi yang rasional.