JURNAL ILMIAH TINJAUAN YURIDIS PERBANDINGAN …€¦ · diterapkan dalam asuransi konvensional,...
Transcript of JURNAL ILMIAH TINJAUAN YURIDIS PERBANDINGAN …€¦ · diterapkan dalam asuransi konvensional,...
i
JURNAL ILMIAH
TINJAUAN YURIDIS PERBANDINGAN PERJANJIAN ASURANSI
KONVENSIONAL DENGAN ASURANSI SYARI’AH
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Derajat Strata I (S-1) Pada
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
SUCINAH
D1A013368
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2018
ii
iii
TINJAUAN YURIDIS PERBANDINGAN PERJANJIAN ASURANSI
KONVENSIONAL DENGAN ASURANSI SYARI’AH
SUCINAH
D1A013368
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan perbedaan perjanjian asuransi
konvensional dengan asuransi syari’ah dan untuk menjelaskan perbandingan
penyelesaian sengketa klaim asuransi pada asuransi konvensional dan asuransi
syari’ah. Penelitian yang digunakan adalah normatif. Perbandingan perjanjian antara
asuransi konvensional dan asuransi syari’ah di tinjau dari unsur-unsur kesepakatan.
Asuransi konvensional bertujuan untuk mengalihkan risiko dari tertanggung kepada
penanggung, sedangkan asuransi syari’ah bertujuan saling menanggung risiko di
antara sesama peserta. Kesepakatan pada asuransi konvensional dan asuransi syari’ah,
sama-sama menggunakan polis asuransi yang memuat hak dan kewajiban para pihak.
Perbandingan penyelesaian sengketa klaim asuransi pada asuransi konvensional
diselesaikan dengan non litigasi melalui Arbitase dan Badan Mediasi Asuransi
Indonesia (BMAI) dan dengan litigasi di Pengadilan Negeri, Sementara dalam
asuransi syari’ah diselesaikan dengan non litigasi menggunakan alternatif
penyelesaian sengketa melalui BMAI dan Badan Arbitrase Syari’ah Nasional
(Basyarnas) Sementara untuk penyelesaian sengketa dengan litigasi di Pengadilan
Agama.
Kata Kunci : Asuransi Konvesional, Asuransi Syari’ah, Perbandingan
JURIDIS REVIEW COMPARATIVE CONVENTIONAL INSURANCE
AGREEMENTS WITH SYARI'AH INSURANCE
ABSTRACT
The purpose of this study is to explain the differences of conventional insurance
agreements with sharia insurance and to explain the comparison of dispute resolution
of insurance claims on conventional insurance and sharia insurance. The research
used is normative. Comparison of agreement between conventional insurance and
sharia insurance in review of the elements of the agreement. Conventional insurance
aims to transfer the risk from the insured to the insurer, while the insurance Shari'ah
aims to bear each other risk among fellow participants. Agreements on conventional
insurance and sharia insurance, both using an insurance policy that contains the
rights. Comparison of dispute resolution of insurance claims on conventional
insurance settled by non litigation through Arbitase and Indonesian Insurance
Mediation Board (BMAI) and with litigation in Neger Court. Meanwhile, in sharia
insurance is settled by non litigation using alternative dispute settlement through BMAI and National Arbitration Arbitration Board (Basyarnas) Meanwhile for
settlement of dispute with litigation in Religious Court.
Keywords : Conventional Insurance, Syari'ah Insurance, Comparison.
i
PENDAHULUAN
Dalam transaksi keuangan modern terdapat upaya-upaya pengamanan yang
dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kemungkinan menderita kerugian,
baik dengan cara mengalihkan risiko atau membaginya kepada pihak-pihak lain yang
memang menyediakan diri untuk itu. Mengalihkan risiko (Risk transfer) dan
membagi risoko (risk sharing) dapat dilakukan melalui sebuah perjanjian yang
disebut dengan perjanjian pertanggungan atau perjanjian asuransi.
Di dalam mengantisipasi risiko, dihadapkan dengan banyaknya pilihan
perusahaan asuransi sebagai media jaminan ketidakpastian yang akan menimpa hidup
manusia. Adanya kebutuhan perusahaan asuransi tidak hanya dilandasi sebagai media
peralihan keamanan terhadap risiko, tapi juga harus memperhatikan faktor keyakinan
di dalam memilih perusahaan asuransi. Dalam perkembangannya lembaga
perasuransian, di samping asuransi konvensional mulai dikenal adanya asuransi
syari’ah. Dengan adanya dua sistem asuransi ini yakni sistem asuransi konvensional
dan sistem asuransi syari’ah, memicu banyak pertentangan dan perdebatan di banyak
kalangan. Hal itu karena asuransi konvensional dan asuransi syari’ah mempunyai
perbedaan prinsip dalam menjalankan kegiatan asuransi. Prinsip-prinsip yang
diterapkan dalam asuransi konvensional, yaitu mengacu pada peraturan hukum positif
Indonesia yang dalam hal ini adalah perundang-undangan, sedangakan asuransi
syari’ah menerapkan prinsip yang mengacu pada Al-Qur’an dan Al-Hadit’s yang
sesuai dengan syariat islam di dalam menjalankan kegiatan asuransi.
Dalam asuransi konvensional, perusahaan asuransi berhadapan dengan
peserta. Mereka itulah yang mengikat perjanjian, sedangkan dalam asuransi syari’ah
perusahaan hanyalah sebagai pemegang amanah dari para peserta untuk
ii
melaksanakan tugas yang semestinya dilaksanakan oleh peserta sendiri, yaitu untuk
mengelola iuran yang mereka kumpulkan. Selanjutnya, peserta memberikan santunan
kepada peserta yang mengalami musibah. Tindakan perusahaan asuransi di sini
(sebagai pengelola dan memberikan santunan) adalah untuk dan atas nama peserta
karena yang mengikat perjanjian adalah para peserta sendiri.1
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
adalah: (1) Bagaimana perbandingan perjanjian asuransi konvensional dengan
asuransi syari’ah ? (2) Bagaimana perbandingan penyelesaian sengketa klaim
asuransi pada asuransi konvensional dan asuransi syari’ah ?.
Adapun tujuan penelitian penulisan ini yang hendak dicapai adalah: (1) Untuk
menjelaskan perbedaan perjanjian asuransi konvensional dengan asuransi syari’ah.
(2) Untuk menjelaskan perbandingan penyelesaian sengketa klaim asuransi pada
asuransi konvensional dan asuransi syari’ah. Adapun manfaat penelitian ini adalah :
(1) Manfaat Teoritis : Secara teoritis penelitian ini dapat terwujud menjadi suatu
karya ilmiah yang dapat digunakan untuk dipelajari oleh mahasiswa. Penelitian ini
juga dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan bidang hukum pada
umumnya dan lebih khusus dalam bidang hukum asuransi. (2) Manfaat Praktis :
Penelitian ini secara praktis bermanfaat dalam menggambarkan perbandingan
perjanjian asuransi konvensional dengan asuransi syari’ah. Penelitian ini secara
praktis bermanfaat untuk menjelaskan perbandingan penyelesaian klaim asuransi
asuransi konvensional dan asuransi syari’ah melalui litigasi dan non litigasi. (3)
Manfaat Akademis : Untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai derajat Strata
(S1) Program Studi Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Mataram.
1 Suhrawardi K. Lubis, dkk, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hlm. 91
iii
Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode penelitian
hukum normatif yaitu penelitian yang meneliti peraturan perundang-undangan, teori
hukum beserta berbagai gejalanya di masyarakat untuk dapat menjawab
permasalahan atau isu hukum yang diteliti.2
Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi kepustakaan, yaitu
bahan hukum yang sudah terkumpul, lalu dianalisis. Hal ini dilakukan dengan
membaca, menginventarisasi dari litelatur serta perundang-undangan yang kaitannya
dengan pokok pembahasan.
2 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 29
iv
I. PEMBAHASAN
Perbandingan Perjanjian Asuransi Konvensional dengan Asuransi Syari’ah
1. Perbandingan Pencapaian Kesepakatan Dalam Asuransi Konvensional dengan
Asuransi Syari’ah.
Persamaan dalam pencapaian kesepakatan dari asuransi konvensional dan
asuransi syari’ah, terdapat persamaan, yaitu dasar hukum yang digunakan adalah
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
tentang Persuransian. Selain itu, polis dalam asuransi konvensional dengan
asuransi syari’ah merupakan bukti tertulis yang dapat diajukan ke pengadilan jika
terjadi suatu perkara hukum antara para pihak.
Sementara perbedaannya dapat dilihat dari aspek kesepakatan para pihak,
dimana dalam asuransi konvensional hanya terdapat satu kesepakatan, yaitu
kesepakatan antara tertanggung dengan penanggung dengan membayar sejumlah
premi. Sementara dalam asuransi syari’ah, terdapat dua kesepakatan, kesepakatan
antara peserta satu dengan peserta yang lain dan kesepakatan antara peserta
dengan perusahaan.
2. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi Konvensional dengan Asuransi
Syari’ah
Setelah terjadi suatu perjanjian (asuransi) yang dibuktikan dengan
diterbitkannya polis asuransi, tentu akan muncul hak dan kewajiban masing-
masing pihak, baik peserta/nasabah maupun perusahaan asuransi (konvensional
dan syari’ah). Namun dalam hak dan kewajiban tersebut terdapat persamaan dan
perbedaan. Persamaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syari’ah
adalah sama-sama membayar premi setelah terjadi kesepakatan dan mendapatkan
v
polis asuransi sebagai alat bukti terkuat ketika terjadi klaim asuransi. Sementara
yang menjadi perbedaan antara asuransi konvensional dengan asuransi syari’ah
adalah premi yang diberikan tersebut. Dalam asuransi konvesional premi tersebut
hanya menjadi premi tabungan yang ditujukan kepada yang membayar premi
(tertanggung). Dalam asurasi syari’ah, premi yang dibayarkan tersebut dipecah
menjadi 3 (tiga), yaitu: 1) Premi tabungan, yaitu bagian premi yang merupakan
dana tabungan pemegang polis yang dikelola oleh perusahaan dimana pemiliknya
akan mendapatkan hak sesuai dengan kesepakatan dari pendapatan investasi
bersih. Premi tabungan dan hak bagi hasil investasi akan diberikan kepada
peserta bila yang bersangkutan dinyatakan berhenti sebagai peserta. 2) Premi
tabarru’ yaitu sejumlah dana yang dihibahkan oleh pemegang polis dan
digunakan untuk tolong-menolong dalam menanggulangi musibah yang
didapatkan oleh peserta asuransi syari’ah yang lain. 3) Premi biaya adalah
sejumlah dana yang dibayarkan oleh peserta kepada perusahaan yang digunakan
untuk membiayai operasional perusahaan dalam rangka pengelolaan dana
asuransi, termasuk biaya awal, biaya lanjutan, biaya tahun berjalan dan biaya
yang dikeluarkan pada saat polis berakhir.
3. Pengelolaan Dana Peserta Dalam Asuransi Konvesional dan Asuransi Syari’ah
Keuntungan perusahaan asuransi syari’ah diperoleh dari bagian
keuntungan dana peserta, yang dikembangkan dengan prinsip bagi hasil. Para
peserta asuransi syari’ah berkedudukan sebagai pemilik modal dan perusahaan
asuransi syari’ah berfungsi sebagai yang menjalankan modal. Keuntungan yang
diperoleh dari pengembangan dana tersebut dibagi antara peserta dan perusahaan
sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati oleh peserta dengan perusahaan.
vi
Mekanisme pengelolaan dana tersebut terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:3 a) Sistem
yang mengandung unsur tabungan. Setiap peserta wajib membayar sejumlah
uang secara teratur kepada perusahaan. Besar premi yang akan dibayarkan
tergantung kepada kemampuan peserta. Akan tetapi perusahaan menetapkan
jumlah minimum premi yang dapat dibayarkan. Setiap peserta dapat membayar
premi tersebut, melalui rekening giro atau membayar langsung. Peserta dapat
memilih cara pembayaran, baik tiap bulan, kuartal, semester maupun tahunan.
Setiap premi yang dibayar oleh peserta akan dipisah oleh perusahaan asuransi
dalam dua rekening yang berbeda, yaitu: Rekening Tabungan, yaitu kumpulan
dana yang merupakan milik peserta, yang dibayarkan bila perjanjian berakhir,
peserta mengundurkan diri, dan peserta meninggal dunia. Rekening Tabarru’,
yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk
tujuan saling tolong-menolong dan saling membantu dengan peserta yang lain.
Kumpulan dana peserta ini akan diinvestasikan sesuai dengan syari’ah Islam.
Tiap keuntungan dari hasil investasi, setelah dikurangi dengan beban asuransi
(klaim dan premi re-asuransi), akan dibagi menurut prinsip Mudharabah.
Persentase pembagian mudharabah (bagi hasil) dibuat dalam suatu perbandingan
tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan dengan peserta. b)
Sistem yang tidak mengandung unsur tabungan Setiap premi yang dibayar oleh
peserta, akan dimasukkan dalam Rekening Tabarru’, yaitu kumpulan dana yang
diniatkan oleh peserta sebagai iuran kebajikan untuk tujuan saling tolong-
menolong dan saling membantu, dan dibayarkan bila Peserta meninggal dunia
dan perjanjian telah berakhir (jika ada surplus dana). Kumpulan dana peserta ini
3Zainuddin Ali, Op.Cit. hlm. 51
vii
akan diinvestasikan sesuai dengan syari’ah Islam. Keuntungan dari hasil investasi
setelah dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan premi re-asuransi), akan
dibagi antara peserta dan perusahaan menurut prinsip Al-Mudharabah dalam
suatu perbandingan tetap berdasarkan perjanjian kerjasama antara perusahaan
dengan peserta
Dalam asuransi konvensional, dana yang sudah disetor murni tabungan
ketika terjadi musibah dikemudian hari sementara dalam asuransi syari’ah, dana
yang sudah disetor oleh peserta dipecah atau dibagi menjadi 2 (dua), yaitu dana
tabungan dan dana tabarru’.
4. Lembaga Pengawas Pada Asuransi Konvesional dan Asuransi Syari’ah
Dalam aspek pengawasan, antara asuransi konvesional dan asuransi
syari’ah menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian
adalah sama-sama diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan atau biasa disingkat
OJK. Hanya saja karena asuransi syari’ah dijalankan dengan prinsip-prinsip
syari’ah maka pengawasnya menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas ditambah dengan satu lembaga, yaitu Dewan
Pengawas Syari’ah atau DPS. Hal tersebut termuat dalam Pasal 109.
5. Perbandingan Perjanjian Asuransi Konvensional (Polis AJB Bumiputera) dengan
Asuransi Syariah (Polis Asuransi Jiwa Syari’ah Prudential)
a. Perbandingan Pencapaian Kesepakatan
Dalam asuransi AJB Bumiputera, pencapaian kesepakatan yang
dilakukan hanya dilakukan oleh pihak nasabah dengan perusahaan, yaitu AJB
Bumiputera sebagai penanggung dan Tn. Otto Edward sebagai tertanggung.
Sementara dalam asuransi PT. Prudential Life Assurance, yang mengadakan
viii
pencapaian kesepakatan memang hanya 2 (dua) pihak saja, yaitu PT.
Prudential Life Assurance sebagai pengelola dan Miftahul Azkia Apriani
sebagai nasabah. Namun yang membedakannya dengan asuransi AJB
Bumiputera adalah meskipun hanya 2 (dua) pihak saja yang membuat
perjanjian tetapi premi yang dibayarkan oleh nasabah tidak hanya bertujuan
untuk pribadinya, melainkan juga digunakan untuk membantu peserta lain.
Dengan demikian, konsep pencapaian kesepepakatan yang ada dalam asuransi
PT. Prudential Life Assurance secara kasat mata terdapat 2 (dua) pihak saja
tetapi kenyataannya terdapat 3 (tiga) pihak, yaitu perusahaan, nasabah, dan
peserta asuransi yang lain, dengan kata lain perjanjian yang diadakan dengan
peserta lain adalah diwakilkan oleh perusahaan asuransi, dengan dasar akad
Wakalah bil ujrah.
b. Perbandingan Hak dan Kewajiban Para Pihak
Dalam asuransi PT. Prudential Life Assurance hak yang didapat oleh
pemegang polis adalah menerima santunan ketika terjadi keadaan yang tidak
diinginkan. Selain itu, pemegang polis juga berhak untuk klaim asuransi
ketika perusahaan melakukan sesuatu yang melanggar apa yang sudah
disepakati dalam polis. Sementara kewajiban pemegang polis adalah
membayar sejumlah premi/kontribusi kepada pengelola sesuai dengan
kesepakatan yang ada dalam polis.
Perbedaan antara asuransi AJB Bumiputera maupun asuransi PT.
Prudential Life Assurance dapat dilihat dari premi yang dibayarkan oleh
tertanggung atau nasabah. Dalam asuransi AJB Bumiputera, premi yang
dibayarkan khusus untuk tertanggung dan orang-orang yang disebut dalam
ix
polis. Selain itu, premi yang dibayarkan tidak dipisah, perusahaan yang berhak
sepenuhnya mengelola premi tersebut. Sementara dalam asuransi PT.
Prudential Life Assurance, premi yang dibayarkan tidak hanya kepada
nasabah dan keluarga yang mendapat manfaat yang disebut dalam polis, tetapi
premi yang dibayarkan juga untuk membantu peserta yang lain.
c. Perbandingan Pengelolaan Dana Asuransi Konvensional dengan Asuransi
Syari’ah
Dalam pengelolaan dana, baik AJB Bumiputera maupun PT.
Prudential Life Assurance sama-sama sebagai lembaga pengelola.
Perbedaannya teletak pada kepemilikan dana dan sistem pengelolaan. Dalam
AJB Bumiputera, premi adalah milik perusahaan, pemberian uang
pertanggungan adalah sebagai tanggung jawab perusahaan kepada
tertanggung. Pengelolaan dana dilakukan oleh perusahaan dan bebas
mengivestasikan dana tersebut selama tidak bertentangan dengan Undang-
Undang yang berlaku. Sementara dalam PT. Prudential Life Assurance,
kepemilikan dana adalah milik peserta, perusahaan hanya sebagai pengelola.
Sistem pengelolaan dananya yaitu perusahaan asuransi diberi kepercayaan
(amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan dengan
jalan yang halal, memberikan santunan kepada yang mengalami musibah
sesuai hasil kesepakatan berdasarkan akta perjanjian.
d. Perbandingan dalam Hal Meninggal dan Hidupnya Tertanggung Pada Tanggal
akhir Pertanggungan
Meninggal dan hidupnya tertanggung pada tanggal akhir
pertanggungan dalam asuransi konvensional. Jika tertanggung meninggal
x
dunia sebelum masa akhir pertanggungan berakhir, maka kepada yang
ditunjuk dibayar santunan sebesar uang pertanggungan ditambah saldo nilai
tunai. Jika tertanggung masih hidup sampai tanggal akhir pertanggungan,
maka dibayarkan saldo nilai tunai saja. Hal ini termuat dalam halaman kedua
di dalam polis AJB Bumiputera.
Sedangkan dalam asuransi syari’ah yaitu PT. Prudential Life
Assurance, apabila peserta masih hidup pada tanggal akhir pertanggungan,
maka tidak ada pembayaran apapun yang dibebankan kepada Dana Tabarru’
dan perusahaan tidak berkewajiban untuk membayar apapun selain Nilai
Tunai yang dihitung berdasarkan Harga Unit pada tanggal perhitungan
terdekat setelah tanggal akhir pertanggungan asuransi (butir 4).
Perbandingan Penyelesaian Sengketa Klaim Asuransi pada Asuransi
Konvensional dan Asuransi Syari’ah
1. Perbandingan Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa antara asuransi konvensional dengan asuransi
syari’ah jika dilihat dari polis lebih terlihat perbedaannya. Namun secara umum
persamaan penyelesaian sengketanya adalah menggunakan jalur litigasi maupun
non litigasi, tetapi yang membedakannya adalah lembaga-lembaga yang ada
dalam masing-masing litigasi dan non litigasi. Dalam asuransi konvensional,
jalur litigasi yang digunakan adalah lembaga peradilan (dalam hal ini adalah
Pengadilan Negeri). Sementara jalur non ligatasi adalah Arbitrase Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia
(BMAI).
xi
Untuk asuransi syari’ah yang prinsipnya adalah berdasarkan Al-Qur’an
dan Al-Hadit’s di Pengadilan Agama sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sementara untuk penyelesaian sengketa
non litigasi menggunakan alternatif penyelesaian sengketa melalui BMAI dan
Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (Basyarnas).
2. Perbandingan Penyelesaian Sengketa Dalam Polis Asuransi
Konsep perbedaan spesifik dalam penyelesaian klaim asuransi pada Polis
Asuransi Jiwa AJB Bumiputera terdapat pada Pasal 20 yang menyatakan “dalam
segala persengketaan antara Badan dan yang berkepentingan dalam asuransi ini
Badan dan Pemegang Polis memilih tempat kedudukan yang tidak berubah
(domisili) di Kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri tempat kedudukan Kantor
Pusat Badan maupun Kantor-kantor di Daerah dimana Kantor Pusat Badan
mempunyai Kantor atau kedudukan Pemegang Polis.”
Sementara pada Polis Asuransi Jiwa Syariah Prudential, konsep
penyelesaian sengketa termuat dalam point 19 tentang penyelesaian sengketa,
dimana polis tersebut menyatakan “apabila timbul persengketaan antara Kami
dengan pihak yang berkepentingan atas Polis yang tidak dapat diselesaikan
melalui musyawarah atau mediasi yang diselenggarakan oleh Badan Mediasi dan
Arbitrase Asuransi Indonesia, maka persengketaan tersebut harus diselesaikan di
Pengadilan Agama atau pengadilan lainnya di dalam wilayah Republik Indonesia
yang berwenang (untuk menyelesaikan persengketaan tersebut) menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
xii
II. PENUTUP
Simpulan
Dari pembahasan di atas dapat deisimpulkan bahwa : (1) Perbandingan
perjanjian antara asuransi konvensional dan asuransi syari’ah ditinjau dari unsur-
unsur kesepakatan. Asuransi konvensional bertujuan untuk mengalihkan risiko dari
tertanggung kepada penanggung, sedangkan asuransi syari’ah bertujuan saling
menanggung risiko diantara sesama peserta. Kesepakatan para pihak dalam asuransi
konvensional terjadi antara tertanggung dan penanggung (perusahaan asuransi),
sedangkan pada asuransi syari’ah, terdapat dua kesepakatan yaitu kesepaktan yang
terjadi antara sesama peserta yang sekaligus berkedudukan sebagai penanggung, dan
kesepakatan antara peserta/tertanggung sekaligus penanggung dengan perusahaan
asuransi sebagai pengelola. Kesepakatan pada asuransi konvensional dan asuransi
syari’ah, sama-sama menggunakan polis asuransi yang memuat hak dan kewajiban
para pihak dan polis merupakan alat bukti yang terkuat dibanding alat bukti tulis
lainnya dalam perjanjian asuransi. (2) Perbandingan penyelesaian sengketa klaim
asuransi pada asuransi konvensional diselesaikan dengan non litigasi melalui
Arbitase, dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) dan dengan litigasi di
Pengadilan Negeri. Sementara dalam asuransi syari’ah diselesaikan dengan non
litigasi menggunakan alternatif penyelsaian sengketa menggunakan mediasi melalui
BMAI dan Arbitrase melalui Badan Arbitrase Syari’ah Nasional (Basyarnas) dan
dengan litigasi pada Pengadilan Agama.
xiii
Saran
Disarankan kepada Presiden untuk segera membuat PP untuk peraturan
pelaksana dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian agar
memiliki dasar hukum yang lebih lengkap. Sebagaimana di sebutkan dalam Pasal 91
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian bahwa “Peraturan
pelaksanaan dan Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun 6
(enam) bulan terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.” Namun hingga
sekarang belum ditetapkan peraturan pelaksana bagi Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014 tentang Perasuransian.
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku, Kamus, Jurnal, Artikel
K. Lubis, Suhrawardi, dkk, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
Mahmud, Peter Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010.
Zainuddin, Ali, Hukum Asuransi Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2016
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 337, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5618);
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PKM.010/2010 tentang Penerapan Prinsip
Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip
Syariah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 35);
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional.
Polis Asuransi