Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari...

55
1

Transcript of Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari...

Page 1: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

1

Page 2: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

2

Jurnal Ilmiah Farmako Bahari

PIMPINAN UMUM/PENANGGUNG JAWAB

DEKAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT

WAKIL PIMPINAN UMUM/WAKIL PENANGGUNG JAWAB

KETUA PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT

MITRA BESTARI

Prof. Dr.H.Anas Subarnas, M.Sc., Apt.

Prof.Dr. Entun Santosa, M.Sc.

Prof.Dr.H.Muhammad Ali Ramdhani, MT.

Prof.Dr. Ieke Sartika, MS.

DEWAN EDITOR Ketua : dr.Hj. Syifa Hamdani, MARS.

Sekretaris : Setiadi Ihsan, M.Si., Apt.

Anggota : Riska Prasetiawati, M.Si., Apt

Dr. Nizar AH,MM.,MT.,M.Si

EDITOR PELAKSANA

Ketua : Dr. Ria Mariani, M.Si., Apt

Sekretaris : Revi Yenti, M.Si., Apt

Anggota : Daden Wahyudin Darajat, M.Pd

Wiwin Winingsih, M.Si., Apt

Penerbit:

Jurusan Farmasi FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS GARUT

Alamat Penerbit

Jurusan Farmasi FMIPA UNIGA Jl. Jati No. 42B Kecamatan Tarogong Kaler Kab. Garut 44151

Telp/Fax (0262) 540007 email : [email protected]

website: www.fmipa.uniga.ac.id

Page 3: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

3

Kata Pengantar Puji Syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat-Nya sehingga Jurnal Farmako Bahari ini dapat terbit. Seiring dengan meningkatnya kemajuan dan ilmu pengetahuan serta sumber daya manusia maka hasil-hasil penelitian maupun teori baru dalam bidang farmasi perlu dipublikasikan. Berkaitan dengan hal ini, Program Studi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Garut berinisiatif untuk memberikan ruang dan peluang bagi akademisi, peneliti, dan mahasiswa untuk menuangkan tulisannya dalam “ Jurnal Farmako Bahari”. Jurnal Farmako Bahari diharapkan dapat terbit dua kali setahun dengan topik kajian yang beragam sesuai dengan bidang kefarmasian. Semoga Jurnal Farmako Bahari ini dapat menambah dan melengkapi diseminasi hasil hasil penelitian di bidang farmasi.

Pimpinan Umum Jurnal Farmako Bahari Prof.Dr. Ny. Iwang S Soediro

Page 4: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

4

Jurnal Ilmiah Farmako Bahari

Januari 2015, Volume 6 Nomor 1

Hal

Kata Pengantar i Daftar Isi ii

Deden Winda Suwandi

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP Escherichia coli, Staphylococcus aureus DAN Candida albicans

1-12

Farid Perdana

ISOLASI SENYAWA FENOLAT DARI EKSTRAK METANOL DAUN ASAM KANDIS (Garcinia xanthochymus Hook.)

13-23

Mega Royani UJI AKTIVITAS ENZIM PROTEASE DAN DAYA CERNA PROTEIN PADA AYAM BROILER DENGAN WAKTU PEMBERIAN RANSUM YANG BERBEDA SETELAH MENETAS (POST-HATCH FEEDING)

24-30

Ervi Herawati UJI KUALITAS SERTA PENGOLAHAN LUMPUR ES KRIM MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK

31-40

Kiki Zakiah PENGARUH PUPUK HAYATI DAN PUPUK ORGANIK TERHADAP P–TERSEDIA PADA TANAH PASIR BEKAS TAMBANG

41-50

Page 5: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

5

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) TERHADAP Escherichia coli, Staphylococcus aureus DAN

Candida albicans

Deden Winda Suwandi

Abstrak

Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antimikroba dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus dan Candida albicans menggunakan metode mikrodilusi dan difusi agar. Hasil penelitian ini didapat nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dari ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang sama yaitu 1x103 µg/mL. Nilai konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) masing-masing terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yaitu 4x103 µg/mL.

Kata kunci : sirsak, antimikroba, mikrodilusi

1. Pendahuluan

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling utama di Negara-negara berkembang terutama di Indonesia. Beberapa penyakit infeksi disebabkan oleh mikroba, baik itu mikroba jenis lama maupun jenis mikroba yang resisten terhadap antiinfeksi. Pengembangan obat-obat antiinfeksi mengalami perlambatan pada dasawarsa terakhir. Untuk mengatasi masalah tersebut obat antiinfeksi yang berpotensi dan dapat di terima oleh masyarakat harus segera ditemukan. Hal inilah yang mendasari pencarian sumber obat-obat alami yang murah dan memiliki potensi antimikroba. Antibiotik merupakan senyawa yang dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme (bakteri, fungi, aktinomisetes) yang menekan pertumbuhan mikroorgannisme lainnya. Senyawa-senyawa antibiotik sangat berbeda dalam sifat fisik, kimia dan farmakologinya dalam spektrum antibakteri serta dalam mekanisme kerjanya yang disebut aktivitas antibiotik (1). Sirsak (Annona muricata L.) merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis benua Amerika. Tanaman ini banyak dijumpai disekitar kita, hampir semua masyarakat banyak memanfaatkan tanaman ini, selain buah yang rasanya manis

Page 6: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

6

dan segar ternyata buah ini memiliki segudang manfaat. Sirsak secara tradisional digunakan untuk menambah nafsu makan, mengobati sembelit, pinggang pegal, pinggang nyeri, batu empedu (air buah yang telah masak), bisul(daunnya). Kandungan kimia dari tanaman sirsak terutama yang terdapat di dalam daun terdiri atas flavonoid, alkaloid dan tanin ini berpotensi sebagai bahan untuk mencegah penyakit infeksi bakteri (5). Berdasarkan penggunaan sirsak dalam proses pengobatan yang dilakukan oleh masyarakat dan kandungan kimia yang terdapat dalam daun sirsak, maka diduga daun sirsak memiliki efek antimikroba. Berdasarkan dugaan tersebut identifikasi masalah adalah apakah ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) memiliki aktivitas antimikroba. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) berserta konsentrasi hambat minimum, konsentrasi bakterisidal minimum dan pengujian aktivitas antifungi. Pada penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan pemanfaatan potensi tanaman obat sekitar, terutama daun sirsak (Annona muricata L.)yang digunakan sebagai alternatif antimikroba alami. 2. Metode Penelitian

Penelitian dimulai dengan pengumpulan bahan, determinasi, pengolahan bahan, penapisan fitokimia, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan suspensi bakteri dan pembuatan ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata L.) dengan cara maserasi. Pengujian antibakteri dilakukan penentuan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) dan penentuan nilai konsentrasi bakterisidal minimum (KBM) bakteri dengan menggunakan metode mikrodilusi yang disertai dengan pembanding tetrasiklin HCl. Sedangkan, pada pengujian aktivitas antifungi dilakukan metode difusi agar menggunakan cakram kertas yang disertai pembanding ketokonazol.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Tanaman daun sirsak diperoleh dari daerah Kubang Desa Sukamukti, Kecamatan Banyuresmi, Kabupaten Garut. Untuk memastikan identitas dari tanaman tersebut maka dilakukan determinasi di Herbarium Bandungense Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB Bandung. Hasil determinasi menunjukkan daun sirsak berasal dari suku Annonaceae dengan nama spesies Annona muricata L.

Page 7: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

7

Selanjutnya pengolahan bahan menjadi simplisia. Pengolahan meliputi sortasi basah yang bertujuan memisahkan kotoran dan bahan asing, pencucian bertujuan untuk menghilangkan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia, penirisan dilakukan untuk mengurangi jumlah air yang masih menempel pada simplisia sebelum dilakukan perajangan, perajangan diperlukan untuk mempermudah proses pengeringan dan proses ekstraksi, pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan lemari pengering yang bertujuan agar mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak dengan kadar air yang rendah; sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing dan penyerbukan simplisia yang bertujuan agar mempermudah dalam proses ekstraksi (8) Proses ekstraksi dilakukan dengan menimbang sebanyak 100 gram simplisia ditambahkan dengan 1000 mL etanol 95%, kemudian langkah kedua diulangi dengan 500 mL sebanyak dua kali pengulangan dengan metode maserasi selama 3 hari. Ekstrak disaring sehingga didapat ekstrak cair yang selanjutnya diuapkan dengan penguap vakum putar, sehingga diperoleh ekstrak kental dengan bobot tetap. Ekstrak etanol dari simplisia daun sirsak menghasilkan ekstrak kental sebesar 11,29 gram (rendemen 11,29%). Rendemen merupakan perbandingan berat ekstrak yang diperoleh setelah proses pemekatan dengan berat simplisia awal. Penetapan rendemen bertujuan untuk mengetahui jumlah kira-kira simplisia yang dibutuhkan untuk pembuatan sejumlah tertentu ekstrak kental (20, 25). Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman. Penapisan dilakukan meliputi pemeriksaan alkaloid, flavonoid, triterpenoid/steroid, saponin, tanin dan kuinon. Hasil dari penapisan fitokimia menunjukkan bahwa pada simplisia daun sirsak terdapat senyawa kimia golongan alkaloid, flavonoid, triterpenoid/steroid, tanin dan kuinon. Hasil penapisan fitokimia simplisia daun sirsak

Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia Daun Sirsak (Annona muricata L.)

No. Pemeriksaan Hasil Pengamatan

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Flavonoid Saponin

Tanin Steroid/triterpenoid

Alkaloid Kuinon

+ - + + + +

Keterangan : (+) = terdeteksi; (-) = tidak terdeteksi

Page 8: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

8

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan susut pengeringan. Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia daun sirsak memenuhi parameter standar materia medika Indonesia (MMI jilid V)

Hasil Pemeriksaan Karakteristik Simplisia Daun Sirsak (Annona muricata L.)

No. Pemeriksaan Kadar (%) Parameter

Standar MMI (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Kadar Abu Total Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan

5,83 1,00 0,67

33,33 33,00 9,50

≤ 6,00 ≤ 2,00 ≤ 1,50 ≥ 18,00 ≥ 12,50

-

Penetapan Kadar abu meliputi kadar abu total, kadar abu larut air dan kadar abu tidak larut asam. Berdasarkan hasil penelitian dilihat pada tabel IV.1, kadar abu total sebesar 5,83%; kadar abu larut air 1,00%; dan kadar abu tidak larut asam sebesar 0,67%; penetapan kadar abu ini memenuhi standar Materia Medika Indonesia MMI (jilid V) yaitu sebesar kadar abu total ≤ 6,00%; kadar abu larut air ≤ 2,00%; kadar abu tidak larut asam sebesar ≤ 1,5%. Kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam harus memilliki nilai yang rendah karena penetapan ini merupakan indikator adanya cemaran senyawa anorganik yang tidak mudah hilang pada suhu tinggi (21). Penetapan kadar sari baik kadar sari larut etanol maupun kadar sari larut air merupakan banyaknya senyawa yang tersari oleh pelarut air dan etanol. Berdasarkan hasil penelitian didapat kadar sari larut air sebesar 33,33%; dan kadar sari larut etanol sebesar 33,00%; hasil tersebut memenuhi standar MMI sebesar kadar sari larut air ≥ 18,00%; dan kadar sari larut etanol ≥ 12,50%. Tingginya kadar sari dipengaruhi oleh metode ekstraksi dan perlakuannya serta lamanya ekstraksi (21, 30). Penetapan susut pengeringan dilakukan untuk mengetahui besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Hasil dari susut pengeringan yaitu sebesar 9,50%. Pada parameter standar MMI tidak terdapat standar untuk pengujian susut pengeringan simplisia daun sirsak (30). Pengujian antibakteri dilakukan penentuan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) metode mikrodilusi yang selanjutnya dilakukan penentuan konsentrasi

Page 9: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

9

bakterisidal minimum (KBM). Pada mikrodilusi, masing-masing konsentrasi ekstrak uji yang telah dilakukan seri pengenceran ditambahkan suspensi bakteri kedalamnya yang telah disesuaikan dengan standar baku Mc.Farland 0,5 dan panduan pengujian menurut CLSI M07-A9. Pengamatan dilakukan secara visual yaitu dilihat apakah ada endapan/tidak atau dilihat kekeruhan setiap sumur pada mikroplat. Hasil pengujian hambat minimum metode mikrodilusi

Hasil Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Bakteri Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus dengan Cara Mikrodilusi

Konsentrasi (x 103μg/ml)

Escherichia coli

Staphylococcus aureus

0,015625

+ +

+ +

+ +

0,03125

+ +

+ +

+ +

0,0625

+ +

+ +

+ +

0,125

+ +

+ +

+ +

0,25

+ +

+ +

+ +

0,5

+ +

+ +

+ +

1

- -

- -

- -

2

- -

- -

- -

4

- -

- -

- -

8

- -

- -

- -

Keterangan : (+) terbentuk endapan / ada pertumbuh bakteri

(-) tidak terbentuk endapan / tidak ada pertumbuh bakteri

Page 10: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

10

Hasil Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) Pembanding Tetrasiklin terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan Cara

Mikrodilusi

Konsentrasi (μg/ml)

Escherichia coli

Staphylococcus aureus

0,0977

+ +

+ +

+ +

0,195

+ +

+ +

+ +

0,391

+ +

+ +

+ +

0,781

+ +

+ +

+ +

1,563

- -

- -

- -

3,125

- -

- -

- -

6,25

- -

- -

- -

12,5

- -

- -

- -

25

- -

- -

- -

50

- -

- -

- -

Keterangan : (+)terbentuk endapan / ada pertumbuh bakteri

(-) tidak terbentuk endapan / tidak ada pertumbuh bakteri Berdasarkan hasil diketahui ekstrak etanol daun sirsak dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sebesar 1x103 µg/mL dan Escherichia coli sebesar 1x103 µg/mL, sedangkan konsentrasi hambat minimum (KHM) pembanding tetrasiklin HCl terhadap bakteri Staphylococcus aureus sebesar 1,563 µg/mL dan Escherichia coli sebesar 1,563 µg/mL.

Page 11: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

11

Selanjutnya penentuan konsentrasi bakterisidal minimum (KBM) menggunakan metode padat, dimana konsentrasi ekstrak uji yang menunjukan nilai KHM didropping sebanyak 10 μL kedalam media mueller hinton agar (MHA) baik untuk ekstrak uji maupun antibiotik pembanding. Kemudian diinkubasi selama 24 jam dan dilihat hasilnya, konsentrasi nilai KHM terendah yang tidak menunjukan adanya pertumbuhan bakteri maka dinyatakan dengan nilai konsentrasi bakterisidal minimum (KBM). Nilai hasil pengujian KBM Hasil Penentuan Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) Ekstrak Etanol Daun

Sirsak (Annona muricata L.) dan Pembanding Tetrasiklin terhadap Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus

Sampel Konsentrasi (μg/ml)

Escherichia coli

Staphylococcus aureus

Ekstrak daun sirsak

1 x103 + +

2 x103 + +

4 x103 - -

8 x103 - -

Tetrasiklin 1,5625 + +

3,125 + +

6,25 + +

12,5 + -

25 + -

50 - -

Keterangan : (+)ada pertumbuh bakteri

(-) tidak ada pertumbuh bakteri Berdasarkan hasil dari penelitian, penentuan nilai konsentrasi bakterisidal minimum (KBM) ekstrak etanol daun sirsak terhadap bakteri Staphylococcus auerus adalah sebesar 4 x103 μg/mL dan terhadap bakteri Escherichia coli sebesar 4 x103 μg/mL, hasil tersebut menunjukan pada konsentrasi sekian ekstrak etanol daun sirsak sudah menunjukkan aktivitas untuk membunuh bakteri (bakterisid), sedangkan konsentrasi bakterisidal minimum (KBM) untuk pembanding terhadap bakteri Staphylococcus auerus adalah pada konsentrasi 12,5 μg/mL dan terhadap bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 50 μg/mL. Pengujian aktivitas antifungi dilakukan dengan metode difusi agar sesuai dengan panduan pengujian antifungi NCCLS M44-A dimana jamur yang sesuai dengan standar baku Mc. Farland 0,5 ekivalen dengan koloni jamur sebesar 1x106

CFU/mL diinokulasikan pada media Sabauroud Dextrose Agar (SDA), kemudian dihomogenkan dengan menggunakan batang pengaduk bengkok yang sudah disterilkan, bertujuan untuk meratakan koloni jamur pada media padat.

Page 12: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

12

Selanjutnya, pengujian dilakukan dimana ekstrak etanol daun sirsak dengan variasi konsentrasi yaitu, 1x106 μg/ml, 8x105 μg/ml, 6x105 μg/ml, 4x105 μg/ml dan 2x105 μg/ml disertai pembanding ketokonazol 5x103 μg/ml diteteskan pada masing-masing cakram kertas 6 mm sebanyak 20 μl. Kemudian dilakukan proses inkubasi selama 48 jam pada suhu 25oC, dilakukan pengamatan terhadap adanya zona bening yang terdapat pada sekitar cakram kertas dan diukur diameter hambatnya dengan menggunakan jangka sorong.

Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Daun Sirsak terhadap Jamur

No. Pengujian

Zona Hambat Pertumbuhan (mm)

Candida albicans

1 Ekstrak uji (µg/ml) 2.105

4.105

6.105

8.105

1.106

- - - - -

2 Ketokonazol 5.103 µg/ml 14,17

Hasil dari pengujian aktivitas antifungi ekstrak etanol daun sirsak menunjukan tidak terjadi penghambatan pada semua konsentrasi terhadap Candida albicans sedangkan pada pembanding ketokonazol memberikan diameter hambat sebesar 14,17 mm. Dengan demikian diketahui bahwa ekstrak etanol daun sirsak tidak memberikan aktivitas antifungi terhadap Candida albicans. Hasil pengujian dapat dilihat pada Lampiran 13, Gambar V.13. Adanya aktivitas sebagai antibakteri pada ekstrak etanol daun sirsak karena adanya zat-zat aktif yang terkandung dalam daun sirsak seperti golongan senyawa flavonoid, tanin, alkaloid, dan steroid/triterpenoid. Flavonoid diduga dapat menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding bakteri, sebagai hasil pembentukan kompleks dengan protein ekstraseluler dan dinding sel bakteri. Tanin bersifat adstringen (zat yang dapat menciutkan) diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga permeabilitas sel bakteri. Alkaloid diduga memiliki mekanisme mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut. Terpenoid tidak sepenuhnya diketahui memiliki aktivitas sebagai antibakteri, namun diduga senyawa ini bekerja merusak membran oleh senyawa lipofilik, adanya penambahan senyawa metil pada diterpenoid menjadikan diterpenoid lebih hidrofilik yang dapat mengurangi aktivitas antimikroba (33, 34, 35).

Page 13: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

13

4. Kesimpulan

Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ekstrak etanol daun sirsak (Annona

muricata L.) dengan metode mikrodilusi terhadap Staphylococcus aureus adalah

sebesar 1 x103 μg/mL dan terhadap Escherichia coli adalah sebesar 1 x103

μg/mL.

Nilai Konsentrasi Bakterisidal Minimum (KBM) ekstrak daun sirsak (Annona

muricata L.) terhadap Staphylococcus aureus adalah sebesar 4 x103 μg/mL dan

terhadap Escherichia coli sebesar 4 x103 μg/mL.

Pengujian aktivitas antifungi dengan metode difusi agar, ekstrak etanol daun

sirsak (Annona muricata L.) tidak memiliki aktivitas antifungi terhadap Candida

albicans.

5. Daftar Pustaka

Limbird, Joel, G. H., 2012, “Goodman and Gilman Dasar Farmakologi Terapi”, Edisi X, Terjemahan Tim Alih Bahasa Sekolah Tinggi Farmasi ITB, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 1114.

Cronquist, A., 1981, “An Integrated System of Classification of Flowering Plants”, Penerbit Columbia Press, New York, Hlm. 13-17.

Naito, Yuji, 1995, “Medical Herb Index in Indonesia”, Edisi II, Penerbit PT. Eisai Indonesia, Hlm. 7.

Van Steenis, 2003, “Folra”, Edisi IX, Terjemahan Surjiwinoto M., Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, Hlm. 193.

Direktorat Obat Asli Indonesia, 2012, “Sirsak”, penerbit Badan Pengawas Obat Makanan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 1-7.

Thomas, A.N.S., 2007, “Tanaman Obat Indonesia”, Edisi II, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, Hlm. 109.

Page 14: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

14

Anggraeni Permatasari, 2013, “Daya Hambat Perasan Daun Sirsak terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli”, Indonesia Medicus Vetrinus., 2(2), Hlm. 162 – 169.

Duryanto Sardi, 2010, “Herbal Indonesia Berkhasiat”, Penerbit PT. Trubus swadaya, Depok, Hlm. 442.

Heyne, K., 1987, “Tumbuhan Berguna Indonesia”, Edisi II, Terjemahan Litbang Kehutanan, Penerbit Departemen Kehutanan, Jakarta, Hlm. 775.

Pelczar, M.J., Etc., 1986, “Dasar – Dasar Mikrobiologi”, Edisi I, Terjemahan Hadi oetomo R.S., Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 34, 46-47.

Maksum Radji, “Buku Ajar Mikrobiologi”, Penerbit EGC, Jakarta, Hlm. 125, 179 – 180.

Jawetz, Melcik, Etc., “Mikrobiologi Kedokteran”, Edisi II, Penerbit Salemba Medika, Jakarta, Hlm. 343.

Utami T.P., Sylvia, 2008, “Mikrobiologi Farmasi”, Penerbit Erlangga, Jakarta, Hlm. 188, 190 – 191, 192.

Mutchler, E., 1991, “Dinamika Obat”, Edisi V, Terjemahan MB. Widianto dan A.S. Ranti, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 623, 650 – 651, 653, 662.

Gillespie, Stephen H., Etc., 2009, “At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi”, Edisi III, Terjemahan dr. Stella Tinia H., Penerbit Erlangga, Jakarta, Hlm. 80 – 83.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, “Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 779.

Ganiswarna, G.S., 1995, “Farmakologi dan Terapi”, Edisi IV, Penerbit Umiversitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 562 – 563.

Rostinawati, T., 2009, “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Escherichia coli, Salmonella typhi, dan Staphylococcus aureus dengan Metode Difusi Agar”, Penelitian Mandiri, Jurusan Farmasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Hlm. 8-12, 16.

Ganjar, 2012, “Analisis Obat secara Spektroskopi dan Kromatografi”, Penerbit Pustaka Pelajar, Yogyakarta, Hlm. 329.

Page 15: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

15

Direktorak Obat Asli Indonesia, 2013, “Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak”, Volume II, Penerbit Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Hlm. 5 – 8,10.

Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995, “Materia Medika Indonesia”, Edisi V, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 303, 549 – 553, 553 – 556, 559 – 612.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2000, “Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat”, Edisi I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 13 – 17.

Hadioetomo, R., 1993, “Mikrobiogi dalam Praktek”, Penerbit Gramedia Pustaka, Jakarta, Hlm. 55 – 61.

Andrews, JM., 2001, “BSAC Standardized Disc Suspectibility Testing Methode”, Penerbit Journal of Antimicrobial Chemotherapy 48, Birmingham, Hlm. 43 – 57.

Rostinawati, T., 2010, “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Herba Tespong (Oenanthe Javavica D.C) terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus , dan Candida albicans”, Penelitian Mandiri, Jurusan Farmasi, Universitas Padjajaran, Jatinangor, Hlm. 34.

Kumalasari E., Nanik S., 2011, “Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang Binahong (Anredera cordifolia (Terore) Steen.) terhadap Candida albicans serta Skrining Fitokimia”, Jurnal Ilmiah Kefarmasian Volume 1 (2), Yogyakarta, Hlm. 53.

Wafa N., I., 2011, “Uji Aktivitas Antibakteri Fraksi Air Daun Gambir (Uncaria gambir Roxb) dengan Mikrodilusi dan Analisis Komponen Penyusunnya”, Skripsi Sarjana Sains, Departemen Biokimia FMIPA Institute Pertanian Bogor, Bogor, Hlm. 3 – 7.

Rasyid A., 2013, “Aktivitas Antibakteri dan Toksisitas Teripang Stichpus sp”, Jurnal Farmasi Indonesia Volume 6(4), Penerbit Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Jakarta, Hlm. 230.

NCCLS, 2004, “Methods for Antifungal Disk Diffusion Susceptibility Testing of Yeasts; Approved Guidline”, NCCLS Document M44 – A (ISBN 1-56238-532-1), Pennsylvania 19087-1898 USA, Hlm. 4.

Sitanggang D., 2013, “Aktivitas Antimikroba Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Escherichia coli, Staphylococcus aureus , dan Candida albicans

Page 16: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

16

dengan Metode difusi Agar dan Bioautografi”, Skripsi Sarjana Farmasi Jurusan Farmasi FMIPA, Universitas Garut, Garut, Hlm. 27 – 28.

CLSI, 2009, “Methods for Dilution Antimicrobial Susceptibility Tests for Bacteria That Grow Aerobically; Approved Standart-Eighth Edition”, CSLI Document M07 – A8 (ISBN 1-56238-689-1), Pennsylvania, Hlm. 28.

Isniawati, A, Rasni., 2006, “Standar Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Sembung (Blumea balsamifera (L)) dari Tiga Tempat Tumbuh”, Media Litbang Kesehatan Volume 2, Penerbit Litbang, Jakarta, Hlm. 3-5.

Efendi, N. Y., Hertiani, T., 2013, “Antimikrobial Potency Ant-Plant Extract (Myrmecodia tuberosa Jack,) Againts Candida albicans, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus”, Traditional Medicine Journal, 18(1), Hlm. 55.

Fitrial,Y., 2008, “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Teratai (Nymphaea pubescens Willd) terhadap Bakteri Patogen Penyebab Diare”, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan., 19(2), Bogor, Hlm. 162.

Anggraeni Permatasari, 2013, “Daya Hambat Perasan Daun Sirsak terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli”, Indonesia Medicus Vetrinus., 2(2), Hlm. 162 – 169.

Page 17: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

17

Isolasi Senyawa Fenolat dari Ekstrak Metanol Daun Asam Kandis (Garcinia xanthochymus Hook.)

Farid Perdana

Abstrak

Telah dilakukan isolasi senyawa fenolat dari daun asam kandis (Garcinia xanthochymus Hook.). Simplisia daun asam kandis (Garcinia xanthochymus Hook.) diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut metanol. Penapisan fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak metanol daun asam kandis menunjukan adanya senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid. Ekstrak metanol difraksinasi menggunakan ekstraksi cair-cair dengan n-heksan dan etil asetat sebagai pelarut sehingga didapat 3 fraksi. Dari subfraksi etil asetat dilakukan kromatografi kolom klasik didapat 56 fraksi. Pada fraksi 21-51 dilakukan pemurnian menggunakan metode kromatografi lapis tipis preparatif dan didapat isolat A. Isolat A diuji kemurnian menggunakan kromatografi dengan 3 pengembangan tunggal serta kromatografi lapis tipis 2 dimensi. Isolat A diidentifikasi dan dikarakterisasi menggunakan spektrofotometri uv-vis dan kromatografi lapis tipis 2 dimensi. Isolat A dalam EtOH memiliki panjang gelombang maksimum yaitu 257 nm, dalam EtOH dengan penambahan NaOH terjadi peningkatan panjang gelombang maksimum yaitu 283 nm. Pemeriksaan kromatografi lapis tipis dua dimensi pada isolat A dengan menggunakan pengembang 1 asam asetat:kloroform (1:9) dan pengambang 2 etil asetat:benzen (9:11) menunjukkan hasil yang diduga golongan asam fenolat yaitu asam vanilat. Hal ini diperkuat dengan hasil KLT Rf ( x100) dalam pengambang asam asetat:kloroform (1:9) didapatkan HRf 80 dan dalam pengambang etil asetat:benzen (9:11) didapatkan HRf 72. Kata kunci : Asam kandis, senyawa fenolat, isolasi, spektrofotometri uv-vis, asam vanilat.

1. Pendahuluan

Indonesia merupakan daerah tropis d engan kelembaban udara yang tinggi, sehingga memungkinkan tumbuhnya berbagai macam jenis flora. Bahkan Indonesia dikenal sebagai negara nomor dua yang memiliki kelengkapan jenis flora dari sekian banyak negara di dunia ini. Keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh bangsa kita memberikan potensi yang besar untuk dikembangkan

Page 18: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

18

terutama dalam hal pemanfaatan sebagai obat tradisional. Obat tradisional mempunyai kedudukan tersendiri di masyarakat Indonesia karena merupakan warisan budaya bangsa dan sampai saat ini masih dipergunakan secara turun temurun. Tumbuhan dari genus Garcinia akhir-akhir ini banyak diteliti kandungan dan aktivitasnya. Genus ini dilaporkan mengandung senyawa santon yang berpotensi sebagai antikanker (1). Salah satu tanaman di genus ini yang mulai banyak diteliti yaitu Garcinia xanthochymus Hook. yang dikenal dengan nama daerah asam kandis atau kandis yang secara empiris digunakan oleh masyarakat melayu sebagai obat bisul dan panu. Penelitian-penelitian telah dilakukan dan menunjukkan bahwa asam kandis memiliki aktivitas antikanker, antioksidan, antimikroba, dan antimalaria. kulit buah asam kandis (Garcinia xanthochymus Hook.) mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara (2). Melihat manfaat dari tanaman asam kandis (Garcinia xanthochymus Hook.) yang sangat berguna untuk pengobatan, maka diperlukan penelitian untuk mengetahui kandungan senyawa yang terdapat dari tanaman asam kandis (Garcinia xanthochymus Hook.) penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi senyawa yang terkandung di dalam daun asam kandis (Garcinia xanthochymus Hook.) khususnya golongan fenol.

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumber informasi ilmiah pada bidang Kimia Bahan Alam Hayati dalam pengembangan ilmu kimia fenolat didalam daun asam kandis (Garcinia xanthochymus Hook.).

2. Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan meliputi penyiapan simplisia, karakterisasi simplisia, penapisan fitokimia, ekstraksi, pemisahan, pemurnian, dan karakterisasi isolat. Tahap awal penelitian adalah penyiapan bahan yang meliputi determinasi tumbuhan, sumber bahan percobaan, pengumpulan bahan dan pengolahan bahan menjadi simplisia (16). Karakterisasi simplisia meliputi penentuan karakterisasi makroskopik, susut pengeringan, kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, kadar abu total, kadar abu larut air, kadar abu tidak larut asam, dan penapisan fitokimia serbuk simplisia (16). Metode ekstraksi yang digunakan ialah maserasi dingin menggunakan pelarut metanol selama 3 x 24 jam, kemudian ekstrak yang diperoleh disaring sehingga menghasilkan filtrat, setelah itu filtrat dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator didapat ekstrak

Page 19: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

19

kental metanol. Ekstrak kental metanol dilakukan penapisan fitokimia kembali yang dilakukan secara bertahap mulai dari pemeriksaan golongan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan steroid/terpenoid. Ekstrak metanol yang telah dipekatkan difraksinasi berturut-turut dengan n-heksan dan etil asetat, sehingga diperoleh fraksi n-heksan, etil asetat dan metanol sisa. Masing-masing fraksi yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan cara penguapan menggunakan alat rotary vacuum evaporator. Fraksi n-heksan dan etil asetat yang telah dipekatkan dipantau dengan kromatografi lapis tipis analitik menggunakan penampak bercak H2SO4 dalam metanol dan diperiksa dibawah sinar ultraviolet. Pemisahan fraksi etil asetat dilakukan dengan metode kromatografi kolom klasik dengan menggunakan pengembang n-heksan : etil asetat (5 : 1). Pemeriksaan dan identifikasi senyawa dari setiap fraksi yang diperoleh dilakukan dengan kromatografi lapis tipis analitik. Fraksi yang diduga megandung senyawa yang sama disatukan dan dilanjutkan ketahap pemurnian. Pemurnian dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis preparatif dengan komposisi pengembang yang telah dioptimasi. Identifikasi hasil pemurnian dilakukan secara kromatografi lapis tipis dua dimensi dan isolat yang didapat dikarakterisasi dan diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis dua dimensi dan spektrofotometri ultraviolet-tampak.

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada penelitian ini menggunakan daun asam kandis (Garcinia xanthochymus Hook.) yang diperoleh dari kabupaten sanggau, Kalimantan Barat. Bahan yang telah dikumpulkan dipastikan identitasnya dengan melakukan determinasi tumbuhan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjung Pura Pontianak yang menunjukkan bahwa tumbuhan ini termasuk suku Clusiaceae, jenis Garcinia xanthochymus Hook. Sebelumnya dilakukan proses pengeringan, tanaman yang akan dibuat simplisia harus melalui beberapa tahapan dimulai dari pengumpulan bahan baku hingga proses pengeringan. Bagian tanaman yang digunakan adalah daun. Setelah dilakukan pengumpulan daun maka dilakukan sortasi basah yang bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Selanjutnya daun dicuci di air mengalir, hal ini dilakukan untuk menghilangkan tanah atau pengotor lain yang menempel pada daun. Daun kemudian dikeringkan yang bertujuan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Simplisia yang diperoleh kemudian dilakukan pemeriksaan. Pemeriksaan karakteristik dari simplisia ini bertujuan untuk spesifikasi dari simplisia yang diteliti.

Page 20: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

20

Hasil pemeriksaan karakteristik simplisia

No Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

(%)

1 Kadar Abu Total 7,5

2 Kadar Abu Larut Dalam Air 4,5

3 Kadar Abu Tidak Larut Asama 2,8

4 Susut Pengeringan 3

5 Kadar Sari Larut Air 3,34

6 Kadar Sari Larut Etanol 5

Pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia simplisia serbuk daun asam kandis (Garcinia xanthochymus Hook.) menunjukkan adanya kandungan golongan senyawa kimia yaitu flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid.

Hasil Pemeriksaan Penapisan Fitokimia

No Golongan Senyawa Simplisia Ekstrak MeOH

1 Alkaloid + +

2 Flavonoid + +

3 Saponin + +

4 Tanin + +

5 Kuinon - -

6 Steroid/triterpenoid + +

Pembuatan ekstrak yang dilakukan dalam penelitian ini dengan cara ekstraksi dingin yaitu dengan cara maserasi selama 3 x 24 jam menggunakan pelarut metanol. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pekerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah dipisahkan. Sebelum dilakukan proses maserasi, simplisia diserbukan terlebih dahulu dengan maksud agar mempermudah penyerapan pelarut karena semakin luas permukaan simplisia sehingga penetrasi pelarut kedalam membran sel/berinteraksi dengan simplisia semakin mudah. Selama proses maserasi, pada maserat sesekali dilakukan pengadukan dengan maksud mengoptimalkan proses penyarian. Jumlah serbuk simplisia yang dimaserasi sebanyak 800 g, dan jumlah pelarut yang digunakan sebanyak 5 L. Hasil maserasi dikumpulkan dan diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotary vacuum evaporatory sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol.

Page 21: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

21

Selanjutnya dilakukan proses fraksinasi menggunakan metode ekstraksi cair-cair. Ekstraksi pekat metanol dilarutkan dalam air panas. Tujuannya ialah untuk menghilangkan klorofil yang terdapat dalam ekstrak metanol. Pelarut yang digunakan pada ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut dengan kepolaran yang meningkat yaitu pelarut n-heksan dan etil asetat. Kemudian masing-masing fraksi n-heksan dan etil asetat yang dipekatkan dengan menggunakan rotary vacuum evaporatory sehingga diperoleh 3,89 g fraksi pekat n-heksan dan 3,08 g fraksi pekat etil asetat. Masing-masing fraksi diperiksa dengan metode KLT, hasil yang diperoleh fraksi etil asetat yang positif mengandung fenol.

HASIL KROMATOGRAM MASING-MASING FRAKSI

Kromatogram fraksi etil asetat, n-heksan dan air : (A) dibawah UV 254 ; (B) dibawah UV 366 ; (C) dibawah UV 366 setelah disemprot penampak bercak

sitroborat.

Tahap pemisahan selanjutnya dilakukan dengan metode kromatografi kolom dengan menggunakan pengembang n-heksan:etilasetat dengan perbandingan 5:1. Dari hasil kromatografi kolom tersebut diperoleh 56 fraksi. Setiap fraksi dikromatografi lapis tipis dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak n-heksan:etil asetat (1:2), penampak bercak sitroborat, sinar UV 254 nm dan 366 nm. Fraksi yang memiliki kromatografi yang sama digabungkan yaitu fraksi 21-51. Selanjutnya fraksi gabungan dilakukan pemurnian dengan menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif dengan fase diam silika gel GF254, fase gerak n-heksan:etil asetat (1:2), dipantau di sinar UV 254, UV 366, dan menggunakan penampak bercak sitroborat. Dari kromatografi lapis tipis preparatif menghasilkan 3 pita, hanya pita 1 yang menunjukan bercak tajam dominan

F1 F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4 F1 F2 F3 F4

Page 22: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

22

kuning. Isolat yang diperoleh yaitu isolat A, kemudian dilakukan pemeriksaan kemurnian dengan kromatografi lapis tipis tiga pengembang beda dan dua dimensi. Dari hasil uji kemurnian isolat A memberikan satu noda bewarna kuning. Isolat A kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan spektrofotometri ultraviolet dan kromatografi lapis tipis 2 dimensi.

Hasil Spektrofotometri UV untuk isolat A dalam EtOH memiliki panjang gelombang maksimum yaitu 257 nm, dalam EtOH dengan penambahan NaOH terjadi peningkatan panjang gelombang maksimum 283 nm, serta hasil pemeriksaan kromatografi lapis tipis dua deminsi pada isolat A dengan menggunakan pengembang 1 asam asetat:kloroform (1:9) dan pengembang 2 etil asetat:benzen (9:11) dan didapat hasil yang diduga golongan asam fenolat yaitu vanilat. Hasil ini diperkuat dengan hasil KLT Rf (x 100) dalam pengembang Asam asetat:kloroform (1:9) didapat Rf 0,8 dan dalam pengembang etil asetat:benzen (9:11) didapat Rf 0,72. Menurut Harbone hasil identifikasi dengan kromatografi lapis tipis dua dimensi, KLT Rf (x 100), dan spektrofotometri UV menunjukkan isolat A merupakan golongan asam fenolat yang diduga senyawa asam vanilat (15).

HASIL KROMATOGRAM FRAKSI-FRAKSI KROMATOGRAFI KOLOM

Kromatogram fraksi-fraksi kromatografi kolom : (A) dibawah UV 254 ; (B) dibawah UV 366 ; (C) dibawah UV 366 setelah disemprot penampak bercak sitroborat.

Page 23: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

23

HASIL KROMATOGRAM PREPARATIF FRAKSI GABUNGAN

Kromatogram preparatif fraksi gabungan : (A) dibawah UV 254 ; (B) dibawah UV 366 ; (C) dibawah UV 366 setelah disemprot penampak bercak sitroborat.

HASIL KROMATOGRAM 3 PENGEMBANG BERBEDA

Page 24: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

24

HASIL SPEKTRUM ISOLAT A

Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan EtOH

Spektrum ultraviolet isolat A dengan penambahan EtOH dan penambahan NaOH

Page 25: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

25

4. Kesimpulan

Penapisan fitokimia pada serbuk simplisia dan ekstrak metanol daun asam kandis menunjukkan adanya flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid/triterpenoid. Dari fraksi etil asetat berhasil diisolasi suatu senyawa yang diduga golongan asam fenolat yaitu senyawa asam vanilat.

5. Daftar Pustaka

Syamsudin, Budi P., Dkk., 2007, “Efek Antiplasmodium dari Ekstrak Etil Asetat Kulit Batang Asam Kandis (Garcinia parvifolia) secara In Vitro”, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, Volume 5 (2), Hlm. 49-52.

Ilhami Fajar Yonny, Fatma S. W., Dkk., 2013, “Uji Efek Sitotoksik Hasil Fraksinasi Ekstrak Etanol Akar Asam Kandis (Garcinia cowa Roxb.) terhadap Sel Kanker Payudara T47D dengan Metode MTT”, Jurnal Ilmiah farmasi, Volume 20 (13), Hlm. 77-80.

Mukarlina, 2015, ”Determinasi Tumbuhan”, No. 005/A/LB/FMIPA/UNTAN/2015, Fakultas Matematika dan Pengetahuan Alam, Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Lim T. K., 2012, “Edible Medicinal and Non-Medicinal Plants: Volume 2 Fruits”, Springer, New York, London, Hlm. 70-73.

Han, Ng Sook., 2007, “Chemical Constituents and Biological Activity of Asam Aur Aur (Garcinia parvifolia) and Jinggau (Ploiarium Alternifolium)”, Malaysian Journal of Science, Volume 28 (1), Hlm. 105-110.

Jantan I., Mazura Md. Pisar, Dkk., 2002, “In Vitro Inhibitory Effect of Rubraxanthone Isolated from Garcinia parvifolia on Platelet-Activating Factor Receptor Binding”, Planta Med, Volume 68, Hlm. 1133-1134.

Rukachaisirikul V., Trisuwan K., Dkk., 2008, “a New Benzoquinone Derivative from The Leaves of Garcinia parvifolia”, Arch Pharm Res, Volume 31 (1), Hlm. 17-20.

Page 26: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

26

Xu Yuan-Jian., Yee-Hing Lai, Dkk., 2001,“Xanthones from Garcinia parvifolia”, J. Nat. Prod, Volume 64 (9), Hlm. 1191-1195.

Sim, Jiun-Horng, Chai-Hoon Khoo, Dkk., 2010, “Molecular Diversity of Fungal Endophytes Isolated from Garcinia mangostana and Garcinia parvifolia”, J. Microbiol Biotechnol, Volume 20 (4), Hlm. 651-658.

Hassan Siti Hawa Ali, Jeffrey R. Fry., Dkk., 2013, “Phytochemicals Content, Antioxidant Activity and Acetylcholinesterase Inhibition Properties of Indigenous Garcinia parvifolia Fruit”, BioMed, Volume 2013, Hlm. 7.

Syamsuni, A., 2006, “Ilmu Resep”, EGC, Jakarta, Hlm. 237-219

Ansel, H. C., 1989, “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”, Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Edisi IV, UI-Press, Jakarta, Hlm. 237-258.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1986, “Sediaan Galenik”, Depkes RI, Jakarta, Hlm. 50-55.

Heinrich, M., Barnes J., Dkk., 2010, “Farmakognosi dan Fitoterapi”, EGC, Jakarta, Hlm. 105-115.

Harbone, J. B., 1987, “Metode Fitokimia”, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 123-234.

Ditjen POM, 1980,“Materia Medika Indonesia”, Jilid IV,Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hlm. 210-213.

Agoes, G., 2007, “Teknologi Bahan Alam”, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 10-22.

Ditjen POM, “Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat”, Cetakan Pertama, Hlm. 13-38.

Markham, K. R., 1988, “Cara Mengidentifikasi Flavonoid”,Terjemahan Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung, Hlm. 15-53.

Page 27: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

27

Gritter, 1991, “Pengantar Kromatografi”, Terjemahan Padmawinata, Edisi III, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Hlm. 157-163.

Stahl, E., 1995, “Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi”, Terjemahan Pandmawinata, Soediro, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Hlm. 50-61.

Page 28: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

28

UJI AKTIVITAS ENZIM PROTEASE DAN DAYA CERNA PROTEIN PADA AYAM

BROILER DENGAN WAKTU PEMBERIAN RANSUM YANG BERBEDA

SETELAH MENETAS (POST-HATCH FEEDING)

Mega Royani

Fakultas Pertanian Universitas Garut

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas enzim protease dan daya

cerna protein pada ayam broiler dengan waktu pemberian ransum yang

berbeda setelah menetas (post-hatch feeding). Ayam broiler strain Cobb

berjumlah 192 ekor ditempatkan secara acak dalam 24 kandang dan setiap

kandang terdiri dari 8 ekor ayam. Penelitian menggunakan metode

eksperimental dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan dan

ulangan. Ayam diberi perlakuan awal pemberian ransum pada 6 jam (R1), 12

jam (R2), 24 jam (R3), 36 jam (R4), 48 jam (R5) dan 60 jam (R6) setelah menetas.

Hasil penelitian menunjukan bahwa waktu mulai pemberian ransum setelah

menetas berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap aktivitas enzim protease dan

daya cerna protein.

Kata kunci : Pemberian ransum setelah menetas, aktivitas enzim protease, daya

cerna protein, ayam broiler

1. Pendahuluan

Menurut peraturan pemerintah bahwa anak ayam yang baru menetas (DOC)

yang akan diedarkan oleh breeder tidak boleh diberi makan atau minum terlebih

dahulu. Hal ini dikarenakan DOC masih memiliki cadangan makanan berupa

kuning telur (yolk) di dalam tubuhnya sehingga akan tetap hidup. Namun

menurut beberapa peneliti cadangan makanan tersebut hanya cukup untuk

hidup pokok dan tidak menunjang pertumbuhan pada anak ayam setelah

menetas.

Kuning telur (yolk) pada hari pertama hanya dapat memenuhi kebutuhan energi

sebesar 50%, dan hanya 43% untuk menutupi kebutuhan protein. Akibatnya bila

pengiriman DOC terlambat sampai di peternak, akan menyebabkan

Page 29: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

29

terhambatnya perkembangan saluran pencernaan dan pertambahan bobot

badan, yang kemudian mengganggu performa ayam selanjutnya.

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka asupan ransum dari luar tidak

boleh terlambat agar kebutuhan energi maupun protein segera terpenuhi.

Pemberian ransum atau nutrisi yang memenuhi kebutuhan, menyebabkan

saluran pencernaan akan segera berkembang dan enzim – enzim pencernaan

dapat segera disekresikan. Sekresi enzim pencernaan dipicu oleh adanya

makanan didalam saluran pencernaan. Semakin cepat berkembangnya saluran

pencernaan pada anak ayam, maka penyerapan zat –zat makanan akan lebih

intensif yang berimplikasi pada daya cerna makanan sehingga pertumbuhan

awal tidak terganggu dan pada gilirannya bobot panen yang dicapai akan

maksimal.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada pengujian aktivitas enzim dan daya cerna protein

dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap

(RAL) dan untuk menguji perbedaan antar perlakuan dilakukan pengujian

dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD). Data yang diperoleh

dianalisis berdasarkan prosedur Daftar Sidik Ragam (ANOVA) (Gasperz, 1995).

Ternak percobaan yang digunakan dalam peneltian ini adalah DOC (Day Old

Chick) broiler strain Cobb sebanyak 192 ekor tanpa adanya pemisahan jenis

kelamin (stright run). Anak ayam (DOC) dibagi secara acak dan ditempatkan

dalam 24 unit kandang, setiap kandang terdiri atas 8 ekor. Ayam diberi ransum

yang disusun sendiri berdasarkan rekomendasi dengan tingkat Protein Kasar

(PK) sebesar 22% dan Energi Metabolis (EM) 3000 kkal (Leeson dan Summers,

2001). Ransum diberikan masing-masing berbeda sesuai perlakuan, yakni pada

jam ke 6, 12, 24, 36, 48 dan 60 jam setelah DOC menetas. Ransum dan air

minum disediakan ad-libitum yang disediakan pada pagi dan sore hari.

Aktivitas enzim protease dihitung berdasarkan jumlah ml substrat yang dapat

dihidrolisa enzim/gram sampel dan dinyatakan dalam unit/gram (Rahayu, 1988

dan Kroghdal dan Sell, 1989) dan daya cerna protein (Apparent Digestibility

Protein) diukur dari feses. Koleksi feses didasarkan pada metode Sklan dan

Hurwitz (1980) yang disitir oleh Wiradisastra dan dimodifikasi oleh Abun (2003).

Setelah 24 jam diberi pakan pertama ayam disembelih dan usus besarnya

dikeluarkan untuk mendapat sampel feses. Sampel feses kemudian dikeringkan,

Page 30: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

30

digiling dan dianalisis dengan metode Kjeldahl untuk mendapatkan kadar

proteinnya. Data dikoleksi sebanyak 3 kali yaitu pada hari ke 2, 4 dan 7.

3. Hasil Penelitian

Hasil perlakuan terhadap aktivitas enzim protease dianalisis statistik dan hasilnya terdapat pada Daftar Sidik Ragam pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Aktivitas Enzim Protease Masing-masing Perlakuan

Perlakuan Ulangan Rataan

1 2 3 4 Unit/mg protein

R1 956,50 1017,4 957,13 956,95 971,99a

R2 897,73 853,38 825,29 947,83 881,05b

R3 795,93 771,07 810,00 889,05 816,51c

R4 739,64 693,03 665,91 716,37 703,73d

R5 637,18 579,55 625,06 607,59 612,34e

R6 458,94 444,91 432,31 448,74 446,225f

Nilai rataan dengan superskrip berbeda meunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)

Hasil dari uji aktivitas enzim protease dapat digambarkan dalam kurva, seperti

yang disajikan pada grafik 1 di bawah ini

Grafik 1. Kurva Aktivitas Enzim Protease

0

500

1000

1500

Hari 2 Hari 4 Hari 7un

it a

ktiv

itas

/mg

pro

tein

Kurva Aktivitas Enzim Protease

R1

R2

R3

R4

R5

R6

Page 31: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

31

Hasil perlakuan terhadap daya cerna protein dianalisis statistik dan hasilnya

terdapat pada Daftar Sidik Ragam pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Daya Cerna Protein Masing-masing Perlakuan

Perlakuan Ulangan Rataan

1 2 3 4 Unit/mg protein

R1 40,3 38,7 39,2 39,4 157,6a

R2 38,7 37,8 39,4 34,9 150,8b

R3 36,5 37,2 34,8 33,3,1 141,6bc

R4 35,2 32,4 33,7 30,7 132,0cd

R5 32,5 30,3 29,8 35,0 127,6de

R6 29,3 28,7 31,4 32,6 122,0e

Nilai rataan dengan superskrip berbeda menunjukan perbedaan yang nyata

(P<0,05)

Grafik 2. Kurva Daya Cerna Protein

Hasil dari uji daya cerna protein dapat digambarkan dalam kurva, seperti yang

disajikan pada grafik 2 di bawah ini

0

10

20

30

40

50

60

70

Hari 2 Hari 4 Hari 7

%

Kurva Daya Cerna Protein

R1

R2

R3

R4

R5

R6

Page 32: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

32

Grafik 2. Kurva Daya Cerna Protein

4. Pembahasan

Hasil Uji Jarak Berganda Duncan menunjukkan bahwa awal pemberian ransum

setelah menetas mengakibatkan aktivitas enzim protease yang berbeda nyata

antar perlakuan. Perlakuan R6 nyata paling rendah (P<0,05) aktivitas enzimnya

dibandingkan dengan seluruh perlakuan lain, dan perlakuan R1 nyata paling

tinggi aktivitas enzimnya dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hasil ini

memperlihatkan bahwa semakin lambat awal pemberian ransum pada anak

ayam setelah menetas, maka aktivitas enzim proteasenya semakin menurun.

Hal ini sesuai dengan pendapat Noy dan Sklan (1999a) juga Gonzales dkk.,

(2003) yang menyatakan bahwa pematangan sekresi enzim pencernaan

menurun ketika ransum dibatasi setelah anak ayam menetas. Hal ini karena

ransum berfungsi sebagai pemicu (triger) sekresi enzim dalam saluran

pencernaan.

Meskipun DOC masih memiliki cadangan enzim pankreas yang dihasilkan selama

pertumbuhan embrio, tetapi cadangan tersebut tidak cukup untuk

menghidrolisa makanan di dalam lumen usus maupun untuk dipertahankan

keberadaannya, karena enzim tersebut akan terus menurun setelah anak ayam

menetas (Nitsan dkk., 1991). Oleh karena itu, ayam yang baru menetas

memerlukan ransum segera untuk merangsang aktivitas enzim agar segera

bekerja.

0

10

20

30

40

50

60

70

Hari 2 Hari 4 Hari 7

%

Kurva Daya Cerna Protein

R1

R2

R3

R4

R5

R6

Page 33: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

33

Enzim protease merupakan enzim golongan hidrolase yang berfungsi untuk

memecah protein menjadi molekul lebih sederhana seperti oligopeptida dan

asam amino. Semakin tinggi aktivitas enzim protease ini, maka semakin tinggi

kemampuan ayam dalam menggunakan protein yang nantinya akan

berpengaruh terhadap pertumbuhan. Menurut Nir dkk. (1993) apabila aktifitas

enzimatis di dalam saluran pencernaan rendah selama minggu pertama

kehidupan anak ayam, maka akan menghambat proses pencernaan dan

konsekuensinya pertumbuhan ayam pedaging menjadi lambat.

Peran dari aktivitas enzim dalam mencerna makanan juga dapat dilihat dari

daya cerna. Enzim protease berperan dalam menghidrolisa protein, oleh karena

itu untuk mengetahui daya cerna proteinnya maka dapat dilihat dari hasil uji

jarak berganda duncan yang memperlihatkan hasil yang berbeda nyata antar

perlakuan. Perlakuan R6 nyata paling rendah (P<0,05) daya cerna proteinnya

dibandingkan dengan seluruh perlakuan lain, dan perlakuan R1 nyata paling

tinggi daya cernaa proteinnya dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini

karena aktivitas enzim protease R6 nyata paling rendah dan R1 nyata paling

tinggi diantara perlakuan yang lain. Hal ini memperlihatkan bahwa daya cerna

protein sangat dipengaruhi oleh aktivitas enzim protease. Sesuai dengan

pendapat Sklan dan Noy (2000) yang menyebutkan bahwa hidrolisis

makromolekul yang terjadi di usus halus sebagian besar karena enzim yang

dihasilkan oleh pankreas.Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dilihat

bahwa semakin lambat awal pemberian ransum, menyebabkan aktivitas enzim

protease semakin berkurang dan pada gilirannya menyebabkan daya cerna

protein yang semakin menurun.

5. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan waktu pemberian ransum yang berbeda

pada anak ayam memperlihatkan pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas

enzim protease dan daya cerna protein. Semakin lama awal pemberian ransum

maka semakin rendah aktivitas enzim protease dan daya cerna proteinnya. Awal

pemberian ransum sampai 36 jam setelah menetas masih memperlihatkan

aktivitas enzim protease dan daya cerna protein yang masih normal

Page 34: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

34

6. Daftar Pustaka

Gasperz, V. 1995. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Bandung: Tarsito

Gonzales, E., N. Kondo, E.S.P.B Saladanha, M.M. Loddy, C. Careghi dan E. Decuypre. 2003. Performance and Phisiological Parameters of Broiler Chickens Subjected to Fasting on The Neonatal Period. Poultry Science., 82: 1250 – 1256.

Krogdahl, A., and J. L. Sell, 1989. Influence of age on lipase, amylase, and protease activities in pancreatic tissue and intestinal contents of young turkeys. Poultry Sci. 68:1561–1568

Leeson, S and J.D. Summers. 2001. Nutrition of The Chicken. Departement of Animal and Poultry Science University of Guelph.

Nir, I., and M. Levanom. 1993. Effect of Posthatch Holding Time on Performance and on Residual Yolk and Liver Composition. Poult. Sci. 72:1994–1997.

Nitsan, Z., E. A. Dunnington, and P. B. Siegel. 1991. Organ Growth and Digestive Enzyme Levels to Fifteen Days of Age in Lines of Chickens Differing in Body Weight. Poult. Sci. 70:2040–2048. Noy, Y., dan D. Sklan. 1999a. Different Types of Early Feeding and Performance in Chicks and Poults. J. Appl. Poult. Res., 8: 16 – 24. Noy, Y dan Sklan, D. 2000. Hydrolysis and Absorption in The Small Intestine of Posthatch Chick. Poultry Sicience. 79: 1306 – 1310.

Page 35: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

35

UJI KUALITAS SERTA PENGOLAHAN LUMPUR ES KRIM MENJADI BAHAN PAKAN TERNAK

Ervi Herawati

Fakultas Pertanian Universits Garut

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas lumpur es krim yang dihasilkan dari limbah pengolahan es krim. Lumpur es krim di dapat dari pabrik pengolahan es krim yang ada di Cicurug kabupaten Sukabumi. Penelitian pertama menguji lumpur es krim untuk mengetahui kandungan nutrientnya. Uji kualitas yang akan di ukur diantaranya kandungan Air, Bahan Kering, Protein Kasar, Lemak Kasar, Serat Kasar, Abu, dan bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. Pengujian dilakukan dengan metoda Analisis Proksimat serta kandungan Energi menggunakan Bom Kalorimeter. Tahap selanjutnya adalah tahap pengolahan lumpur es krim yang di campur dengan onggok yang difermentasi secara anaerob selama 30 hari. Hasil pengujian pertama di analisis menggunakan statistika deskriptif yang akan melihat rata rata kualitas lumpur es krim yang dihasilkan Metoda penelitian yang digunakan tahap selanjutnya menggunakan metoda eksperimental dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuannya terdiri dari perbandingan lumpur es krim dan onggok P1=40:60, P2=50:50, P3=60:40, P4=70:30, P5=80:20. Peubah yang diamati adalah pH, bau, dan jamur. Hasil pengujian menunjukkan bahwa lumpur es krim masih memiliki kandungan nutrient yang cukup baik, sehingga dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai pakan ternak. Pengolahan lumpur es krim yang terbaik dihasilkan dengan perbandingan lumpur es krim dan onggok sebanyak 50 : 50 (P2) menghasilkan kadar pH sebesar 4,09, baunya wangi, sedikit asam dan tidak adanya jamur yang termasuk kedalam hasil fermentasi anaerob yang berkualitas baik. Kata kunci: Lumpur Es Krim, Nutrient, Fermentasi Anaerob, pH, Bau, Jamur 1. PENDAHULUAN

Lumpur es krim merupakan salah satu limbah dari industri pengolahan susu yang dihasilkan pada saat proses pembuatan produk (dalam hal ini adalah es krim), berupa bahan semi padat yang diperoleh dari proses pembilasan mesin pembuat produk yang selanjutnya di tampung di dalam bak penampungan. Mengingat bahan yang digunakan dalam pembuatan es krim adalah susu yang memiliki nilai nutrient yang baik, maka diharapkan limbah yang

Page 36: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

36

dihasilkannyapun masih memiliki nilai nutrient yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji kualitas limbah dari pengolahan es krim tersebut untuk mengetahui kandungan apa saja yang masih ada di dalam lumpur es krim yang dihasilkan. Limbah dari pengolahan es krim pada umumnya setelah dimasukan ke dalam bak penampungan limbah atau instalasi pengolahan limbah, limbah tersebut dibuang dan dialirkan ke lahan perkebunan. Limbah lumpur es krim yang dibuang begitu saja kelingkungan dalam hal ini ke lahan perkebunan, awalnya memang bisa dijadikan sebagai pupuk, namun lama kelamaan apabila dibiarkan menumpuk akan menyebabkan pencemaran lngkungan karena baunya yang sangat menyengat. Banyaknya limbah dari industri pengolahan es krim secara khusus belum tercatat. Namun, untuk susu setiap memproduksi susu segar sebanyak 450 kg dapat menghasilkan limbah cair sebanyak 1.000- 2.000 kg (Balyea et al., 1990). Sementara itu, menurut Marlina (2010) menyebutkan bahwa untuk pengolahan susu setiap 2.000 g Slurry dapat diperoleh 250 g lumpur susu atau 12,5%. Limbah dari pengolahan es krim pun diperkiraan tidak jauh berbeda dan hal ini dapat menimbulkan pencemaran lingkungan apabila dibiarkan begitu saja karena baunya yang menyengat. Dilaporkan limbah pengolahan susu rentan mengalami kebusukan karena kandungan rataan Enterobacteriaceae pada lumpur susu sebesar 6,9 x 106 CFU/g (Marlina, 2010), dari jumlah bakteri total pada lumpur susu mencapai 8,7 x 109 CFU/g dan jumlah koliform sebesar 16 MPN/g (Marlina, 2007). Oleh karena itu, perlu adanya inovasi baru agar lumpur es krim dapat termanfaatkan salah satunya dengan mengetahui kandungan nutrient dari limbah pengolahan es krim. Serta mengolah limbah tersebut supaya dapat termanfaatkan salah satunya dijadikan sebagai bahan pakan ternak. Kandungan nutrien lumpur es krim diharapkan masih dapat dijadikan sebagai bahan pakan baru yang bisa dimanfaatkan. Kandungan nutrien lumpur es krim yang dihasilkan dari setiap industri pengolahan es krim sangat beragam bergantung pada beberapa faktor antara lain produk utama yang dihasilkan dan bahan tambahan yang diberikan pada saat proses produksi berlangsung. Dengan adanya uji kualitas nutrient pada lumpur es krim ini diharapkan dapat memanfaatkan lumpur es krim sebagai pakan dan membantu supaya tidak terjadi pencemaran lingkungan. Secara kasat mata lumpur es krim berbentuk lumpur yang memiliki kadar air yang relative tinggi, sehingga sulit untuk diolah. Oleh karena itu perlu adanya penambahan bahan pakan lain yang bisa dijadikan sebagai penyerap kadar air dalam lumpur es krim tersebut salah satunya adalah onggok kering. Onggok kering memiliki kandungan air (14,87%), Bahan kering (85,13%), protein kasar (2,09%), Lemak kasar (0,77%), Serat kasar (5,21%), Abu (0,23%) dan BETN

Page 37: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

37

(54,71%) serta memiliki kandungan Energi sebanyak (7234 kkal) (Ervi Herawati, 2012). Dengan penambahan onggok yang memiliki bahan kering serta BETN yang cukup tinggi, diharapkan lumpur es krim dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak yang memiliki nilai nutrisi yang cukup baik unuk dijadikan pakan. Pembuatan lumpur es krim campur onggok terfermentasi diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk menambah nilai kualitas dari lumpur es krim itu sendiri serta dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. 2. METODA PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama menguji kandungan nutrient lumpur es krim dengan metode analisis proksimat dan Bom calorimeter yang dilaksanakan bulan oktober 2012. Tahap kedua adalah pengolahan lumpur es krim dengan cara fermentasi anaerob dengan menggunakan onggok kering yang dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 2012. Kedua tahapan tersebut dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor Sumedang Jawa Barat.

Lumpur es krim, diperoleh dari PT. Indolakto Jl. Raya Cicurug, Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dan onggok kering, diperoleh dari Induk Koperasi Unit Desa, Jl. Raya Simpang-Parakan Muncang KM.01 Kampung Cikondang. Desa Haurgombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pada tahap pertama untuk melihat kualitas nutrient lumpur es krim digunakan metode Analisis Proksimat dan diuji secara deskriprtif untuk melihat kandungan nutrient lumpur es krim tersebut. Kandungan nutrient yang di uji adalah kandungan air, bahan kering, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, abu, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen dengan analisi proksimat serta kandungan energy dengan menggunakan Bom calorimeter. Pada tahap kedua untuk pengolahan fermentasi, metode penelitian yang digunakan menggunakan metode eksperimental. Rancangan yang digunakan pada tahap kedua ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan (proses perhitungan pH dibantu dengan menggunakan Software SPSS 16.0). Model matematikanya menurut Gaspersz (1991) adalah :

Yij = µ + αi + εij

Keterangan : Yij = Respon hasil pengamatan karena perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = Nilai tengah populasi αi = Pengaruh perlakuan ke-i εij = Galat percobaan dari perlakuan ke-i pengamatan ke-j

Page 38: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

38

i = Perlakuan ke-i (1,2,3,4,5) j = Ulangan ke-j (1,2,3,dan 4) Peubah yang diamati adalah derajat asam (pH), bau, dan ada atau tidaknya jamur. Untuk menguji lebih lanjut perbedaan rata-rata pada setiap perlakuan dilakukan dengan Uji Jarak Berganda Duncan,

1. HASIL PENELITIAN Hasil pengujian tahap pertama yaitu pengujian kandungan nutrient lumpur es krim yang dilakukan dilaboratorium menunjukkan rata—rata lumpur es krim memiliki kandungan nutrient sebagai berikut :

Tabel 1. Kandungan Zat-zat Makanan Lumpur Es krim

Zat Makanan Lumpur Es Krim (%)

Air 87,560 Bahan Kering 12,440 Protein Kasar 12,60 Lemak Kasar 27,29 Serat Kasar 0,28 Abu 5,12

BETN 54,71

Dari Tabel 1. tersebut terlihat bahwa lumpur es krim masih mempunyai nilai nutrient yang masih bisa dimanfaatkan dan digunakan sebagai pahan pakan. Kandungan nutrient yang ada diharapkan masih bisa bermanfaat dan digunakan sebagai bahan pakan alternative sehingga limbah dari produksi es krim ini dapat termanfaatkan dan tidak mencemari lingkungan. Serta memiliki nilai ekonomis tersendiri. Selanjutnya dibuat campuran lumpur es krim dan onggok yang difermentasi secara anaerob selama 30 hari untuk melihat apakah pengolahan dengan cara fermentasi anaerob bisa meningkatkan kualitas nutrient lumpur es krim dan sekaligus bisa mengawetkan lumpur es krim sehingga bisa disimpan dalam jangka waktu lama. Lumpur es krim dan onggok yang akan diuji memiliki perbandingan sebagai berikut:

P1 = 40% lumpur es krim : 60% onggok, P2 = 50 % lumpur es krim : 50% onggok, P3 = 60% lumpur es krim : 40% onggok, P4 = 70% lumpur es krim : 30% onggok, dan P5 = 80% lumpur es krim : 20% onggok

Page 39: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

39

Tabel 2. Kandungan Zat-zat Makanan Lumpur Es krim dan Onggok serta kombinasinya

Zat Makanan Lumpur Es krim: Onggok**

40:60 50:50 60:40 70:30 80:20

Air 43,95 51,22 58,48 65,75 73,02 Bahan Kering 56,05 48,79 41,52 34,25 26,98 Protein Kasar 1,69 1,67 1,65 1,63 1,61 Lemak Kasar 1,75 2,03 2,30 2,57 2,85 Serat Kasar 2,68 2,24 1,80 1,35 0,91 Abu 0,37 0,42 0,46 0,50 0,55 BETN 49,56 42,44 35,31 28,18 21,06 Energi (kkal) 2255,4 2029,5 1803,6 1577,69 1351,76

Keterangan: **kandungan zat-zat makanan pada kombinasi lumpur es krim dan onggok didasarkan pada penghitungan (As Feed). Hasil pengujian Tahap 2 Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai pH Pengaruh penelitian terhadap nilai pH yang dihasilkan dari semua perlakuan disajikan pada Tabel 3 berikut: Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai pH

Ulangan Perlakuan

P1 P2 P3 P4 P5

1. 4,02 4,13 4,26 4,29 4,78

2. 4,03 4,10 4,22 4,42 4,78

3. 4,13 4,07 4,32 4,34 4,77

4. 4,08 4,05 4,31 4,50 4,70

Rataan 4,07 4,09 4,28 4,39 4,76

Hasil dari Tabel 2. Memperlihatkan bahwa ada perbedaan nilai pH dari masing-masing perlakuan. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai pH hasil penelitian dalam kisaran normal, namun demikian pada tabel tersebut menunjukkan adanya variasi data untuk masing-masing perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan campuran lumpur es krim dan onggok terfermentasi berpengaruh terhadap nilai pH, untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap nilai pH dapat diketahui dengan melakukan analisis ragam. Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan sangat nyata p<0,01 terhadap perbedaan nilai pH yang dihasilkan.

Page 40: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

40

Perbedaan antar perlakuan diuji lebih lanjut dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap

Nilai pH

Perlakuan Rataan Signifikansi

0,05

P1 4,07 a

P2 4,09 a

P3 4,28 b

P4 4,39 c

P5 4,76 d

Keterangan : huruf yang tidak sama ke arah kolom menunjukkan berbeda nyata. Pada Tabel 4. memperlihatkan bahwa nilai pH pada P1 (4,07) tidak berbeda nyata dengan P2 (4,09), namun berbeda nyata dengan P3 (4,28), P4 (4,39), dan P5 (4,76). Pada P3 (4,28) berbeda nyata dengan semua perlakuan , begitupun P4 (4,39) dan P5 (4,76) hasil yang di dapat berbeda nyata dengan perlakuan yang lainnya. Pengaruh Perlakuan terhadap Bau Bau yang dihasilkan dari proses fermentasi akan berpengaruh terhadap nilai kualitas fermentasi anaerob yang dihasilkan. Pengaruh perlakuan terhadap Bau yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Bau

Ulangan Perlakuan

P1 P2 P3 P4 P5

1. Wangi

sedikit asam Wangi sedikit

asam Wangi

sedikit asam Bau Bau

2. Wangi

sedikit asam Wangi sedikit

asam Wangi

sedikit asam Bau Bau

3. Wangi

sedikit asam Wangi sedikit

asam Sedikit asam Bau Bau

4. Wangi

sedikit asam Wangi sedikit

asam Sedikit asam Bau Bau

Pada Tabel 5. Diatas menunjukkan bahwa P1 dan P2 memiliki bau yang sama yaitu wangi dengan sedikit berbau asam, namun berbeda dengan P3 yang memiliki bau sedikit asam dan sebagian tidak wangi, dan berbeda pula dengan P4 dan P5 yang berbau.

Page 41: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

41

Pengaruh Perlakuan terhadap ada atau tidaknya Jamur Pada proses fermentasi anaerob hasil bahan yang diharapkan adalah tidak berjamur yang artinya proses fermentasi berjalan dengan baik dan menghasilkan kualitas bahan yang bagus dengan tidak adanya mikroorganisme merugikan yang tumbuh dalam bahan pakan tersebut. Pengaruh perlakuan terhadap ada atau tidak adanya jamur dapat dilihat pada Tabel 6 berikut:

Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap ada atau tidaknya Jamur

Ulangan Perlakuan

P1 P2 P3 P4 P5

1. Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedikit Lebih banyak

2. Tidak ada Tidak ada Tidak ada Sedikit Lebih banyak

3. Tidak ada Tidak ada Sedikit Sedikit Lebih banyak

4. Tidak ada Tidak ada Sedikit Sedikit Lebih banyak

Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa pada P1 dan P2 tidak ditemukan jamur sama sekali, pada P3 ada beberapa yang memiliki jamur, sedangkan pada P4 semua sampel terdapat jamur yang tumbuh bahkan pada P5 jamur yang tumbuh lebih banyak. 3. PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan terhadap Nilai pH Potensial hidrogen (pH) adalah salah satu indikator keberhasilan dalam proses fermentasi anaerob, karena pH yang rendah akan membunuh bakteri-bakteri pembusuk, sehingga hasil fermentasi menjadi terawetkan. Fermentasi anaerob yang baik akan menghasilkan pH< 4,2 (Skerman dan Riveros, 1990). Hasil pengukuran nilai (pH) pada lumpur es krim yang dicampur dengan onggok dari masing-masing perlakuan yang disajikan pada Tabel 4. yang memperlihatkan bahwa nilai rata-rata pH berkisar antara 4,07-4,76. Nilai pH terendah diperoleh pada perlakuan P1 yang memiliki perbandingan 40% lumpur es krim dan 60% onggok, sedangkan pH tertinggi diperoleh pada perlakuan P5 dengan perbandingan 80% lumpur es krim dan 20% onggok. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai pH hasil penelitian dalam kisaran normal, namun demikian pada tabel tersebut menunjukkan adanya variasi data untuk masing-masing perlakuan. Perbedaan antar perlakuan diuji dengan menggunakan uji jarak berganda Duncan yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Page 42: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

42

Hasil uji jarak berganda Duncan pada Tabel 4. di atas memperlihatkan bahwa semakin banyak lumpur es krim menghasilkan nilai pH yang tinggi. Pada Tabel 4. dapat diketahui bahwa P1 dan P2 tidak berbeda nyata, pH pada masing-masing perlakuan sebesar 4,07 dan 4,09 hal ini masih termasuk dalam kategori hasil fermentasi anaerob yang baik karena masih di bawah pH 4,2, namun berbeda nyata dengan P3, P4, dan P5. Pada P3 (pH 4,28) tidak berbeda nyata dengan P4 (pH 4,39), namun berbeda dengan P5. Fermentasi anaerob yang dihasilkan pada P3 dan P4 masuk ke dalam kualitas fermentasi anaerob yang kedua yaitu kualitas sedang, sedangkan untuk P5 (pH 4,76) berbeda nyata dengan semua perlakuan (p<0,01) dan termasuk ke dalam kategori fermentasi anaerob yang jelek. Hal ini sesuai dengan pernyataan Skerman dan Riverous (1990) yang menyebutkan bahwa kualitas silase atau disebut juga fermentasi anaerob apabila ditinjau berdasarkan nilai pH dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu pH<4,2 kategori baik, pH 4,3-4,5 kategori sedang, sedangkan pH> 4,5 kategori jelek. Kualitas di atas digunakan untuk keseluruhan produk yaitu bagian padatan dengan cairan. Semakin cepat proses penurunan pH dan semakin rendah pH campuran lumpur es krim dan onggok terfermentasi yang dihasilkan dapat meminimalkan proses kehilangan kandungan nutrien bahan dan menghentikan pertumbuhan bakteri anaerob. Selain itu, rendahnya pH sangat berarti untuk mencapai keadaan stabil dalam proses pembuatan silase (Sapienza dan Bolsen, 1993). Pengaruh Perlakuan terhadap Bau Bau merupakan salah satu tolok ukur untuk menilai kualitas hasil fermentasi. Apabila bau yang dihasilkan tidak sedap dan menyengat serta berbau busuk, maka hasil dari fermentasi tersebut bisa dikatakan gagal atau tidak berhasil. Bau yang dihasilkan pada lumpur es krim yang dicampur dengan onggok dari masing-masing perlakuan yang disajikan pada Tabel 5. yang memperlihatkan bahwa pada perlakuan P1 (40:60), P2 (50:50), dan P3 (60:40) memiliki bau yang wangi dan sedikit asam, ini adalah bau khas yang dihasilkan oleh bahan yang di fermentasi secara anaerob. Bau busuk dan berbau dihasilkan oleh P4 yang memiliki perbandingan 70% lumpur es krim dan 30% onggok dan P5 dengan perbandingan 80% lumpur es krim dan 20% onggok. Hasil ini menunjukkan bahwa bau yang dihasilkan dipengaruhi oleh nilai pH. Nilai pH<4,2 dalam proses fermentasi termasuk kedalam kategori baik. Oleh karena itu bau asam yang dihasilkan wangi dan tidak berbau menyengat atau berbau busuk (P1 dan P2). nilai pH yang dihasilkan 4,3-4,5 yang termasuk kategori sedang adalah P3 dan P4 yang memiliki bau kurang sedap, sedangkan P5 memiliki bau yang sangat menyengat yang berhubungan dengan nilai pH > 4,5 yaitu sebesar 4,76 dan termasuk kedalam kategori hasil fermentasi yang jelek.

Page 43: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

43

Selain pH, faktor yang dapat mempengaruhi kualitas fermentasi diantaranya adalah: penutupan, kandungan air, dan bahan aditif. Pada saat penutupan, kecepatan penurunan silase yang disimpan di dalam silo akan mempengaruhi jumlah kontaminasi mikroba pembusuk, sehingga apabila terlalu lama silo tidak ditutup, maka kontaminasi mikroba pembusuk akan semakin banyak dan akan semakin banyak pula silase kehilangan bahan kering serta nutrien lainnya akibat dirombak oleh mikroba pembusuk. Pada P4 dan P5 di duga memiliki bau yang cukup menyengat karena kandungan air pada P4 dan P5 cukup tinggi yaitu sebesar P4 (65,75 %) dan P5 ( 73,02%) (Tabel 2) sedangkan pada P1 (43,95%), P2 (51,22%), dan P3 (58,48%) memiliki kadar air yang relative normal untuk proses fermentasi yaitu berkisar antara 40- 60 % (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Sapienza dan Bolsen (1993), fermentasi normal dengan kadar air 55-60%.

Pengaruh Perlakuan terhadap Jamur Ada atau tidak adanya jamur pada proses pembuatan silase merupakan salah satu cara untuk melihat apakah hasil fermentasi tersebut berhasil atau tidak, serta apakah bahan pakan yang dihasilkan layak atau tidak. Hasil yang diperoleh dari pengujian pada Tabel 6. menunjukkan bahwa P1 (40:60), P2 (50:50) tidak menunjukkan adanya jamur sehingga diharapkan aman digunakan sebagai pakan. Pada P3 (60: 40) masih ada beberapa jamur yang dihasilkan meskipun hanya sedikit, hal ini berkaitan dengan pH dan bau yang dihasilkan. Sedangkan pada P4 (70:30) hasil campuran tersebut sedikit berbau bahkan pada P5 (80:20) jamur yang dihasilkan lebih banyak. Hal ini berkaitan dengan bau yang dihasilkan yang sangat menyengat karena nilai pH yang dihasilkannyapun tinggi. Sehingga masih ada mikroorganisme merugikan yang tumbuh dalam bahan yang difermentasi. Dalam proses fermentasi anaerob, kandungan air sangat menentukan untuk keberhasilan fermentasi. Pada P4 dan P5 kadar air bahan cukup tinggi (lihat Tabel 2) sehingga menyebabkan tumbuhnya jamur dan menghasilkan asam yang tidak diinginkan yaitu asam butirat hal ini sesuai pernyataan Perry, et al., (2004) yang menyebutkan bahwa kadar air yang ideal dalam pembuatan silase adalah sebesar 65-75%. Kadar air yang tinggi akan berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai resiko yang tinggi terhadap kebakaran (Pioner Development Foundation, 1991).

Page 44: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

44

4. KESIMPULAN Lumpur es krim memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan digunakan sebagai bahan pakan alternative karena memiliki nilai nutrient cukup baik yang bisa digunakan sebagai bahan pakan ternak. Pengolahan yang baik dengan pencampuran lumpur es krim dan onggok dengan perbandingan 50 : 50 menghasilkan hasil fermentasi anaerob terbaik dengan bau yang wangi sedikit asam, tidak berjamur, dan memiliki nilai pH yang baik. 5. DAFTAR PUSTAKA

Belyea, R.L., Williams, L. Gieseke, T.E. Clevenger, and J.R. Brown. 1990. Evaluation of Dairy Wastewater Solids as a Feed Ingredient. J. Dairy Sci. 73. Ervi Herawati. 2012. Hasil Analisi di Lab Nutrisi dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor Sumedang Jawa Barat. Gaspersz, V. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung. Marlina, E.T. 2007. Dalam Marlina, E.T., R.L. Balia, dan Y.A. Hidayati. 2008. Reduksi Bakteri Total dan Enterobacteriaceae pada Campuran Lumpur susu dan Onggok Terfermentasi Oleh Aspergillus niger. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Marlina, E.T. 2010. Pemanfaatan Lumpur Susu Campur Tepung Onggok Terfermentasi Oleh Aspergillus niger dan Implikasinya terhadap Performa Ayam Broiler. Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. Perry T.W, Arthur E. Cullison, and Robert S. Lowrey. 2004. Feeds and Feeding. Sixth Edition. Prentice Hall. Upper Saddle River, New Jersey 07458. Pioner Development foundation. 1991. Silage Technology. A. Trainers Manual. Pioner Development Foundation for Asia and The Pacific Inc. : 15-24. Sapienze, K dan K. Bolsen. 1993. Teknologi Silase (Penanaman, Pembuatan, dan Pemberiannya pada Ternak). Alih bahasa oleh : Rini B. S. Martoyoedo. Skerman, P.J. and Riveros. 1990. Tropical Grasses. FAO, Rome.

Page 45: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

45

Pengaruh Pupuk Hayati dan Pupuk Organik terhadap P–tersedia pada Tanah Pasir Bekas Tambang

Kiki Zakiah Fakultas Pertanian Universitas Garut

ABSTRAK

Degradasi lahan yang disebabkan oleh penambangan pasir

mengakibatkan tanah menjadi tidak produktif. Penambahan bahan pembenah

tanah seperti pupuk organik dan pupuk hayati (Fungi Mikoriza Arbuskula dan

Mychorriza Helper Bacteria) diketahui mampu meningkatkan produktivitas

tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk organik dan

pupuk hayati terhadap P-tersedia pada tanah pasir bekas galian tambang di

Kabupaten Sumedang, Indonesia. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca

Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, dari bulan Desember sampai dengan

Juni 2013. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola

faktorial, terdiri atas dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu pupuk

hayati yang terdiri dari: tanpa pupuk hayati, FMA dan FMA + MHB serta faktor

kedua yaitu pupuk organik yang terdiri dari: tanpa pupuk organik, pupuk

kandang ayam, pupuk kandang kambing, pupuk kandang sapi, pupuk kandang

kelinci, kompos cocopeat dan POG (masing– masing 5 kg / polibag). Hasil

penelitian menunjukkan terdapat interaksi antara pupuk organik dengan pupuk

hayati terhadap P-tersedia pada tanah pasir bekas tambang . Perlakuan tanpa

pupuk hayati (POG saja) memberikan nilai P-tersedia tanah yang paling tinggi.

Kata kunci : tanah pasir, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Mychorriza Helper

Bacteria (MHB), pupuk organic, P-tersedia.

1. PENDAHULUAN

Tanah merupakan sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Penggunaan lahan untuk bangunan semakin pesat, di sisi lain pertanian juga

memerlukan lahan yang cukup besar. Salah satu tanah yang masih memiliki

Page 46: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

46

potensi untuk dimanfaatkan dalam bidang pertanian adalah tanah pasir.Salah

satu daerah penambangan pasir terdapat di kaki Gunung Tampomas Desa

Cibeureum Wetan Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. Pertambangan di

daerah ini termasuk ke dalam golongan C. Dampak dari kegiatan pertambangan

ini dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan. Reklamasi lahan diperlukan

untuk memperbaiki dan mengoptimalkan penggunaan tanah bekas galian

tersebut. Reklamasi merupakan upaya terencana untuk mengembalikan fungsi

dan daya dukung lingkungan pada lahan bekas tambang menjadi lebih baik dari

sebelumnya (Rissamasu et.al., 2010).

Perbaikan kondisi tanah meliputi perbaikan sifat tanah, pemberian bahan

organik, pemupukan dasar dan pembenah tanah lainnya (Suprapto, 2003).

Tanah bekas tambang ini memiliki tingkat kesuburan yang rendah dengan

kemampuan menahan air yang kurang (Yani, 2005). Hal tersebut diperkuat

dengan hasil analisis tanah awal yang menggambarkan kandungan unsur hara

makro tanah yang rendah dan tekstur pasir berlempung.

Bahan organik merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah

yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah (Atmojo,

2003). Dengan demikian selain digunakan sebagai sumber hara, bahan organik

mutlak diperlukan dalam pembentukan struktur tanah pasir ini. Saat ini telah

banyak pupuk organik yang dikembangkan di masyarakat. Kesemua jenis pupuk

organik tersebut tentu saja memiliki kadar unsur hara yang berbeda, terutama

untuk nilai C-organiknya. Pupuk kandang sapi dan kambing memiliki kandungan

C-organik yang tinggi (Hartatik dan Setyorini, 2002). Kotoran kelinci

mengandung sejumlah unsur hara yang diperlukan oleh tanaman seperti N, P, K,

Ca, Mg dan S (Karama et. al., 1991). Pupuk kandang ayam merupakan pupuk

kandang yang mengandung unsur hara paling tinggi (Hardjowigono, 1993), hal

tersebut dikarenakan kotoran padat dan cairnya bercampur menjadi satu,

dalam hal ini kotoran cair mengandung N dan K sedangkan kotoran padatnya

mengandung P (Ismawati, 2003). Penggunaan kompos cocopeat selain

menambah unsur hara, juga sebagai alternatif pemanfaatan limbah sabut

kelapa. Penggunaan POG didasarkan pada sifatnya yang slow release.

Selain pupuk organik terdapat pupuk lain yang juga ramah lingkungan,

yaitu pupuk hayati. Pupuk hayati merupakan pupuk alami yang terdiri dari

inokulan bakteri, alga, fungi atau kombinasinya yang mampu menambah atau

memfasilitasi ketersediaan nutrisi bagi tanaman (Verma et. al., 2011). Menurut

Peraturan Menteri Pertanian (2011), yang dinamakan dengan pupuk hayati

Page 47: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

47

adalah produk biologi aktif terdiri atas mikroba yang dapat meningkatkan

efisiensi pemupukan, kesuburan dan kesehatan tanah.

Pupuk hayati yang dapat digunakan untuk reklamasi lahan bekas tambang

antara lain Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Struktur dari hifa FMA yang

menjalar ke dalam tanah, mampu melebihi jangkauan yang dapat dicapai oleh

rambut akar. Keadaan demikian sangat berguna untuk menjangkau unsur hara

yang sulit tersedia bagi tanaman seperti P. Ketika fosfat di sekitar rambut akar

telah terkuras, maka hifa membantu menyerap fosfat di tempat-tempat yang

tidak mampu lagi dijangkau oleh rambut akar. Hifa dalam tanah mengabsorpsi P

dan mengangkutnya ke dalam perakaran yang telah terkolonisasi FMA

(Simanungkalit, 1999).

Kinerja dari FMA akan maksimal bila ditambahkan bakteri yang mampu

mendukung aktivitas FMA tersebut yaitu Mycorrhiza Helper Bacteria (MHB),

dalam hal ini spesies yang digunakan adalah Pseudomonas diminuta. Bakteri

jenis ini mampu melakukan interaksi dengan mikoriza dengan cara

meningkatkan pertumbuhan hifa eksternal sehingga bidang serapan air dan

hara lebih luas (Frey-Klett et. al., 1997). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui interaksi antara pupuk hayati dan pupuk organik terhadap P-

tersedia pada tanah pasir bekas galian tambang.

2. BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas

Padjadjaran Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat (± 740 m dpl). Analisis

tanah dilakukan di Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman serta

Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Penelitian dilaksanakan mulai bulan

Desember 2012 sampai dengan Juni 2013.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas : (1) Tanah pasir

bekas tambang galian C dari Desa Cibeureum Wetan Kecamatan Cimalaka

Kabupaten Sumedang dari kedalaman 20 cm dan diambil sebanyak 5 kg polibag-

1; (2) Pupuk hayati yang terdiri dari Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

dengan spora campuran yaitu terdiri dari glomus, gigaspora, aklauspora pada

kepadatan spora 118 g-1 yang berasal dari Laboratorium Biotek Kehutanan Bogor

dan MHB (Pseudomonas diminuta) yang berasal dari Laboratorium Biologi dan

Page 48: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

48

Bioteknologi Tanah Fakultas Pertanian UNPAD, dengan populasi bakteri 210 x

107 CFU ml-1; (3) Pupuk Organik berupa pupuk kandang ayam dari perusahaan

peternak ayam petelur Misouri Kecamatan Tanjung Sari, pupuk kandang

kambing dari kotoran kambing peranakan Etawa milik kelompok tani Simpay

Tampomas Kecamatan Cimalaka, pupuk kandang sapi berasal dari kotoran sapi

perah milik Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran di Jatinangor, pupuk

kandang kelinci berasal dari peternak kelinci di Jatinangor, cocopeat berasal dari

kompos yang dibuat oleh Tim Pengajar Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian

Uninersitas Padjadjaran dan POG yang berasal dari PT. Prakarsa Sentra Utama.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola

faktorial, terdiri atas dua faktor yaitu jenis pupuk hayati terdiri dari tiga taraf,

yaitu : m0 (tanpa FMA); m1 (FMA 10 g polibag-1); m2 (FMA 10 g polibag-1 + MHB

10 ml polibag-1) dan pupuk organik dalam tujuh taraf, yaitu : p0 (tanpa pupuk

kandang); p1 (pupuk kandang ayam 5 kg polibag-1); p2 (pupuk kandang kambing

5 kg polibag-1); p3 (pupuk kandang sapi 5 kg polibag-1); p4 (pupuk kandang kelinci

5 kg polibag-1); p5 (kompos cocopeat 5 kg polibag-1); p6 (pupuk organik granul 5

kg polibag-1), sehingga media tanam berisi tanah pasir dan pupuk organik

dengan perbandingan 1 : 1. Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Jumlah

polibag unit percobaan adalah 3 × 7 × 3 = 63 polibag percobaan.

Variabel yang diamati meliputi P-tersedia tanah. Analisis data

menggunakan uji F pada taraf kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji jarak

berganda Duncan (DMRT) bila terdapat pengaruh yang nyata.

3. HASIL PENELITIAN

Kondisi Lingkungan Percobaan

Hasil analisis tanah yang digunakan pada percobaan ini disajikan Tabel 1.

Tanah memiliki nilai pH yang termasuk ke dalam kategori agak masam, P-

tersedia sangat rendah. Tanah ini memiliki tekstur pasir berlempung, yang

ditunjukkan dengan kandungan pasir yang sangat tinggi yaitu 70%, debu 16%

dan liat 14%. Selama penelitian berlangsung, suhu terendah rumah kaca adalah

22 0C sedangkan suhu tertinggi 30 0C. Suhu tersebut tidak mengganggu

pertumbuhan tanaman. Kelembaban terendah berada pada nilai 51,66%

sedangkan tertinggi pada nilai 94,33%.

Page 49: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

49

Analisis Sidik Ragam

Hasil pengujian menunjukkan terdapat interaksi antara jenis pupuk hayati

dan jenis pupuk organik terhadap nilai P-tersedia tanah pasir pada percobaan

ini. Pemberian pupuk hayati pada berbagai pupuk organik menunjukkan

pengaruh nyata terhadap nilai P-tersedia tanah, demikian pula pemberian

berbagai pupuk organik pada berbagai pupuk hayati memberikan pengaruh

nyata terhadap nilai P-tersedia tanah (Tabel 2).

Berdasarkan hasil pengujian, terdapat interaksi antara pemberian jenis

pupuk hayati dan jenis pupuk organik terhadap nilai P-tersedia tanah pasir pada

percobaan ini. Pemberian pupuk hayati pada jenis pupuk organik menunjukkan

peningkatan yang nyata terhadap nilai P-tersedia tanah, demikian pula

pemberian jenis pupuk organik pada berbagai pupuk hayati memberikan

pengaruh nyata terhadap nilai P-tersedia tanah (Tabel 2).

4. PEMBAHASAN

Tabel 2 menunjukkan perlakuan tanpa pupuk hayati terhadap POG

memberikan nilai P-tersedia tanah yang paling tinggi di antara semua perlakuan

yaitu 181,46 ppm P. Pemberian satu jenis pupuk hayati yaitu FMA saja pada

setiap perlakuan pupuk organik, menghasilkan nilai P-tersedia yang paling tinggi

pada perlakuan FMA dan pupuk kandang sapi serta perlakuan FMA dan POG.

Masing-masing perlakuan menghasilkan nilai P-tersedia sebesar 193,14 ppm P

dan 204,96 ppm P. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Bolan (1991) bahwa

pengaruh menguntungkan dari FMA terhadap pertumbuhan tanaman sering

dihubungkan dengan peningkatan serapan hara yang tidak tersedia, terutama

fosfor.

Mekanisme kerja FMA di antaranya seperti perpindahan P yang lebih cepat di dalam hifa dan kelarutan fosfor tanah. Hifa-hifa dapat meningkatkan eksplorasi akar ke tanah guna penyerapan hara (Wachjar et. al., 2002). Selain itu hifa-hifa cendawan mampu mempercepat gerakan-gerakan ion-ion hara ke permukaan akar (Gunawan, 1993). Sedangkan kelarutan P tanah dicapai melalui pelepasan asam organik dan enzim fosfat. Sejalan dengan pendapat Dupponois et. al., (2006), FMA mampu melarutkan mineral tanah karena ia mampu mensekresikan asam - asam organik seperti asam α-ketoglutanik. Hasil penelitian Rahmadhani (2006) dengan menggunakan tanaman kedelai pada

Page 50: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

50

tanah gambut menunjukkan FMA secara nyata berpengaruh terhadap nilai P-tersedia tanah sehingga mencapai 33,51%.

Pada dasarnya tanaman memerlukan jumlah unsur P yang tinggi, namun ketersediaanya di tanah untuk diserap oleh tanaman sangat rendah karena ion fosfat memiliki ikatan yang kuat dengan koloid tanah dan juga terdapat dalam bentuk Fe-P dan Al-P, dimana bentuk tersebut tidak tersedia bagi tanaman atau bersifat immobil. Mikoriza memiliki pengaruh yang sangat baik dalam penyerapan P pada berbagai tanah (Tarafdar and Ve Marschener, 1994).

Perlakuan dua jenis pupuk hayati (FMA dan MHB) pada setiap pupuk organik yang menghasilkan nilai P-tersedia paling tinggi adalah FMA + MHB dan pupuk kandang kambing. Perlakuan ini menghasilkan nilai P-tersedia sebesar 207,27 ppm P. Bila dilihat dari nilai, perlakuan ini menghasilkan nilai P-tersedia yang paling tinggi di antara semua perlakuan. Namun demikian nilai tersebut secara statistik tidak berbeda nyata dengan perlakuan FMA + MHB dan pupuk kandang ayam serta perlakuan FMA + MHB dan pupuk kandang sapi.

Berdasarkan Tabel 2, pemberian satu jenis pupuk hayati (FMA) terhadap keempat pupuk kandang (ayam, kambing, sapi, kelinci) dan kompos cocopeat, menunjukkan kecenderungan peningkatan nilai P-tersedia tanah dibandingkan dengan tanpa pupuk hayati apapun. Ketika FMA diberikan bersamaan dengan MHB, nilai P-tersedia pada perlakuan tersebut semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa MHB bekerja secara baik terhadap aktivitas FMA.

Bakteri (MHB) ini menstimulasi pertumbuhan FMA dan memproduksi sejumlah komponen fenolik (Founoune et. al., 2002). Selain itu, Frey-Klet et. al., (1997) menyatakan efek MHB juga terjadi oleh adanya peningkatan kandungan ergosterol di dalam tanah. Hipotesis lain mengenai efek MHB dinyatakan oleh Garbaye (1994), bahwa MHB dapat meningkatkan penerimaan akar terhadap jamur sebelum Mikoriza pertama terbentuk. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri berperan dalam pertumbuhan FMA dalam tanah dan akibatnya dapat meningkatkan luas permukaan efektif miselium yang disediakan oleh hifa jamur untuk mengeksplorasi tanah dengan volume yang lebih besar dan menjangkau air serta nutrisi tanaman ke dekat permukaan akar.

Tabel 1. Analisis Tanah Awal

Sifat Tanah Satuan Metode Hasil Kriteria*)

pH H2O

pH KCl 1 N

C-Organik

(%)

Elektrometri, pH meter

Elektrometri, pH meter

Walkley & Black

6,49 5,03

0,55

0,11

Agak Masam

-

Sangat Rendah

Page 51: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

51

N-Total

C/N-ratio

P2O5 Tersedia

P2O5 Potensial

K2O Potensial

KTK

H-dd

Al-dd

Kejenuhan Basa

Kejenuhan Al

(%)

(ppm)

(mg 100 g-1)

(mg 100 g-1)

(cmol kg-1)

(cmol kg-1)

(cmol kg-1)

(%)

(%)

Kjeldahl

Bray

HCl 25%

HCl 25%

Perkolasi

KCl 1 N

KCl 1 N

5

3,42

35,6

21,96

27,30

0,35

0,15

28,24

4,23

Rendah

Rendah

Sangat Rendah

Sedang

Sedang

Tinggi

-

-

Rendah

Sangat Rendah

Susunan Kation

Ca-dd

Mg-dd

K-dd

Na-dd

(cmol kg-1)

(cmol kg-1)

(cmol kg-1)

(cmol kg-1)

NH4OAc 1N pH 7

NH4OAc 1N pH 7

NH4OAc 1N pH 7

NH4OAc 1N pH 7

3,70

1,83

0,90

1,33

Rendah

Sedang

Tinggi

Sangat Tinggi

Tekstur

Pasir

Debu

Liat

(%)

(%)

(%)

Pipet

70

16

14

Pasir Berlempung

Keterangan : Analisis Kimia di Laboratorium Kesuburan Tanah dan Nutrisi

Tanaman Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNPAD

(2012).

Sumber : *) Balai Penelitian Tanah (2009).

Page 52: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

52

Tabel 2. Interaksi antara Jenis Pupuk Hayati dengan Jenis Pupuk Organik

terhadap Nilai P-tersedia Tanah (ppm P) pada 17 MST.

Pupuk Hayati

(M)

Pupuk Organik (P)

tanpa pupuk

organik

pupuk kandang ayam

pupuk

kandang kambing

pupuk

kandang sapi

pupuk

kandang kelinci

pupuk

kompos cocopeat

POG

tanpa pupuk hayati

4,91 a A

164,91 a E

99,34 a C

151,70 a E

119,07 a D

51,37 a B

181,46 a F

FMA

74,17 b

A

176,10 a C

129,70 b B

193,14 b D

143,02 b B

77,68 b A

204,96 b D

FMA + MHB

74,58 b

A

199,06 b

DE

207,27 c E

199,87 b DE

172,71 c C

94,35 c B

188,79 a D

Keterangan : Angka yang ditandai dengan huruf yang berbeda menyatakan

berbeda nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5

%. Huruf kapital dibaca arah horizontal dan huruf kecil dibaca

arah vertikal.

5. KESIMPULAN

Terdapat interaksi antara pemberian pupuk hayati dengan pupuk organik

terhadap nilai P-tersedia pada tanah pasir bekas tambang. Secara statistik,

tanpa pemberian pupuk hayati (POG saja) memberikan nilai P-tersedia yang

paling tinggi di antara semua perlakuan.

Page 53: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

53

6. DAFTAR PUSTAKA

Atmojo, Sutoro W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Sebelas Marat University Press. Surakarta.

Bolan, N.S., 1991. A Critical Review on The Role of Mycorrhizal Fungi in The

Uptake of Phosphorus by Plant. Plant and Soil 134, 189–207.

Dupponois, Robin. 2006. Mycorrhiza Helper Bacteria : Their Ecological Impact in Mycorrhizal Symbiosis. Handbook of Microbial Fertilizers. The Haworth Press, Inc. United States of America.

Frey-Klett P., Pierrat J.C., and Garbaye J. 1997. Location and Survival of Mycorriza Helper Pseudomonas flourescens During Establishment of Ectomycorrhizal Symbiosis between Laccaria biocolor and Douglass fir. Journal of Applied and Environtmental Microbiology, 63: 139-144.

Founoune, H., Duponnois, R., Bâ. A. M., Sall. S., Branget, I., Lorquin, J., Neyra,

M., and Chotte, J.L. 2002. Mychorryzae Helper Bacteria Stimulate

Ectomychorrizal Symbiosis of Acacia holosericea with Pisholithus alba. Journal of

New Phytologist (2002) 153: 81–89.

Garbaye, J. 1994. Mychorriza Helper Bacteria : A New Dimension to The

Mychorrizal Symbiosis. New Phytol 128 : 197 – 210.

Gomez, A.Kwanchai dan Arturo A.Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk

Penelitian Pertanian. Terjemahan oleh Endang Sjamsuddin dan Justika

Baharsjah. UI Press, Jakarta.

Gunawan, A.W. 1993. Mikoriza Arbuskula. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat

Institut Pertanian Bogor.

Hardjowigeno, Sarwono. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta.

Hartatik dan Setyorini D. 2002. Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Sifat Kimia

Tanah dan Produksi Tanaman Padi Sawah Organik. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Deptan.

Ismawati, Efi. 2003. Pupuk Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 54: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

54

Karama, A.S., Marzuki, A.R dan Manwan, I.1991. Penggunaan pupuk organik

pada Tanaman pangan. Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi penggunaan

pupuk V. Cisarua. Puslittanak. Bogor.

Kementerian Pertanian. 2011. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 70/Permentan/SR.140/10/2011 Tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati dan Pembenah Tanah. http://www.deptan.go.id (Diakses pada tanggal 20 Januari 2013).

Rissamasu, Frida., Rahim D., dan Ambo T. 2010. Pengelolaan Penambangan

Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Merauke. Pascasarjana Universitas

Hasanuddin Makasar. http://pasca.unhas.ac.id (Diakses pada tanggal 2 Mei

2013).

Simanungkalit, R.D.M. 1999. Cendawan Mikoriza Arbusluker. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian, Deptan.

Suprapto, Sabtanto J. 2003. Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan

Aspek Konservasi Bahan Galian. Kelompok Program Penelitian Konservasi –

Pusat Sumberdaya Geologi. http://www.bgl.esdm.go.id (Diakses pada tanggal 2

Mei 2013).

Tarafdar, J., Ve Marschener H. 1994. Phosphatase Activity in The Rhizosphere of

VA-mycorrhizal Wheat Supplied with Inorganic and Organic Phosphorus. Soil

Biology Biochem. 26,387-395.

Verma, M., Sharma, S., and Prasad, R. 2011. Liquid Biofertilizers: Advantages

Over Carrier Based Biofertilizers for Sustainable Crop Production. Vol. 17 No. 2 -

April 2011. Center for Rural Development and Technology, Indian Institute of

Technology Delhi, Hauz Khas, New Delhi. India.

Wachjar, A., Setiadi, Y., dan Yunike Y. 2002. Pengaruh Inokulasi Dua Spesies

Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Pemupukan Fosfor terhadap Pertumbuhan

dan Serapan Fosfor Tajuk Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.).

Yani, Mohammad. 2005. Reklamasi Lahan Bekas Pertambangan dengan

Penanaman Jarak Pagar (Jatrophha curcas Linn). Departemen Teknologi Industri

Pertanian, Fateta, IPB.

Page 55: Jurnal Ilmiah - fmipa.uniga.ac.id · Kadar Abu Larut Air Kadar Abu Tidak Larut Asam Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol Susut Pengeringan 5,83 1,00 0,67 33,33 33,00 9,50

55