Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi...

69

Transcript of Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi...

Page 1: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari
Page 2: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari
Page 3: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

iiiJurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan Apoteker Indonesia. Isi Jurnal mencakup semua aspek dalam ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian antara lain farmakologi, farmakognosi, fitokimia, farmasetika, kimia farmasi, biologi molekuler, bioteknologi, farmasi klinik, farmasi komunitas, farmasi pendidikan, dan lain-lain.

Jurnal mengundang makalah ilmiah dari teman sejawat, baik apoteker maupun bukan apoteker yang isinya dapat memacu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian dan bidang-bidang lain yang berkaitan. Makalah dapat berupa laporan hasil penelitian atau telaah pustaka.

Jurnal Farmasi Indonesia dapat diperoleh di Sekretariat PP IAI atau Redaksi Jurnal Farmasi Indonesia

Dipersembahkan Untuk Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kefarmasian

di Indonesia

Diterbitkan oleh Pengurus Pusat

Ikatan Apoteker Indonesia

Terbit 2 kali setahun pada bulan Januari dan Juli

ISSN: 1412-1107© Copyright 2013 Ikatan Apoteker Indonesia

Gambar cover oleh: Arry YanuarPrinting : PT ISFI Penerbitan

Gambar cover: Adalah struktur Xanthin Oksidase yang diambil dari protein databank dengan kode 3EUB dengan judul “Crystal Structure of Desulfo-Xanthin Oxidase with Xanthin”Gambar struktur 3EUB diolah menggunakan Visual Molecular Dynamics (VMD), kemudian rendering dilakukan dengan POV-RAY.

Harga Berlangganan:Rp. 100.000,- per tahun (2 Nomor)

Page 4: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013iv

Pemimpin Umum/Penanggung Jawab

Drs. M. Dani Pratomo, MM, Apt

Wakil Pemimpin UmumDrs. Wahyudi U. Hidayat, MSc, Apt

Ketua Dewan EditorProf. Dr. Ernawati Sinaga, MS, Apt

Editor PelaksanaDr. Christina Avanti MSi, Apt

Anggota Dewan EditorProf. Dr. Shirly Kumala, MBiomed, Apt

Prof. Dr. Eddy Meiyanto, AptProf. Dr. Daryono Hadi Tjahono, MSc, Apt

Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra, MS, PhD, AptDr. Umi Athijah, MS, Apt

Dr. Arry Yanuar, MSc, AptRaymond R. Tjandrawinata, PhD, MS, MBA

Manajer AdministrasiDra. Chusun Hamli, MKes, Apt

Manajer SirkulasiDrs. Azwar Daris, MKes, Apt

Staf Administrasi dan SirkulasiEvita Fitriani, SFarm, Apt

Dani Rachadian, SSosSiti Kusnul Khotimah, SSos

Desain & layoutRamli Badrudin

Alamat Redaksi/PenerbitJl. Wijayakusuma No.17 Tomang - Jakarta Barat

Telepon/Fax 021- [email protected]

[email protected] submission website:

jfi.iregway.com

Tim Redaksi

Page 5: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

vJurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

K

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

Ruth Elenora Kristanty, Abdul Mun’im, dan Katrin

Uji Sifat Fisikokimia Mocaf (Modified Cassava Flour) dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet

Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

Penetapan Kadar Alkaloid Ekstrak dari Etanolik Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa- sinensis L.)

Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono, Marchaban, dan Sudibyo Martono

Analisis Adverse Drug Reactions Pada Pasien Asma di Suatu Rumah Sakit, Surabaya

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Perdarahan, Pembekuan,

dan Jumlah Trombosit Darah Mencit Putih Betina Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit Batang Garcinia spp.

Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan Fatma Sriwahyuni

Alga Merah sebagai Bahan Bakto Agar Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani,

dan Atut Ruswita

Karakteritik Fisik dan Displacement Value Supositoria Neomicin Sulfat Berbasis PEG

Alasen Sembiring Milala, Aditya Triaspradana, dan Andrew Pierce Boehe

A Model of Rat Thrombocytopenia Induced by Cyclophosphamide

Hery Kristiana, Florensia Nailufar, Imelda L. Winoto, and Raymond R. Tjandrawinata

Petunjuk bagi Penulis

Instructions for Authors

Daftar Isi

122 - 128

129 - 137

138 -141

142 - 150

151 - 158

159 - 165

166 -171

172-176

177 - 183

Page 6: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013122

Artikel Penelitian

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)

1 Jurusan Analisa Farmasi dan Makanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II, Indonesia.

2 Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Depok.

Ruth Elenora Kristanty1, Abdul Mun’im2, Katrin2

ABSTRACT: The fruits of andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) are well known in North Sumatera and commonly used as seasoning for Batak traditional cuisine. Aims of this study were to determine the scavenging activity of free radi-cals and xanthine oxidase inhibitory activity from the andaliman fruit extracts after macerated gradually in petroleum ether, dichloromethane, ethyl acetate, n-butanol, and methanol. Activity assays were evaluated in vitro by using DPPH and enzyme xanthine oxidase. The results showed that n-butanol extract has me-dium antioxidant activity with IC50 values of 53.51 µg/mL and methanol extract has strong antioxidant activity with IC50 values of 26.39 mg/mL. Xanthine oxidase inhibitory activity of the extract given by n-butanol and methanol are very strong with IC50 values of 3.69 µg/ mL and 4.03 µg/ mL.

Keywords : antioxidant, free radical, xanthine oxidase, Zanthoxylum acan-thopodium DC.

ABSTRAK: Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.) adalah tanaman liar yang tumbuh di daerah Sumatera Utara, umumnya digunakan sebagai rempah-rempah untuk bumbu masakan tradisional masyarakat Batak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas peredaman radikal bebas dan penghambatan xantin oksidase dari ekstrak buah andaliman setelah dimaserasi secara bertingkat dengan petroleum eter, diklorometa-na, etil asetat, n-butanol, dan metanol. Pengujian aktivitas dilakukan secara in vitro menggunakan DPPH dan enzim xantin oksidase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol memiliki aktivitas antioksidan yang menengah dengan nilai IC50 sebesar 53,51 µg/mL dan ekstrak metanol me-miliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 sebesar 26,39 µg/mL. Aktivitas penghambatan xantin oksidase yang diberikan oleh ekstrak diklorometana, n-butanol, dan metanol sangat kuat dengan nilai IC50 sebe-sar 3,9 µg/mL, 3,69 µg/mL, dan 4,03 µg/mL.

Kata kunci: Antioksidan, radikal bebas, xantin oksidase, Zanthoxylum acan-thopodium DC.

Korespondensi: Ruth Elenora KristantyEmail : [email protected]

Page 7: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

123Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrin

PENDAHULUAN

Radikal bebas dihasilkan secara normal di dalam tubuh oleh metabolisme sel, peradangan, atau ketika tubuh terpapar polusi lingkungan (1). Jika terjadi paparan radikal yang melebihi daya proteksi endogen maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen untuk mengatasi masalah-masalah seperti penyakit degeneratif (2). Kerja antioksidan dapat dibagi melalui dua mekanisme utama yaitu dengan meredam radikal bebas dan meniadakan sumber inisiasi oksidatif seperti dengan menghambat enzim (3). Penghambatan pembentukan radikal bebas melalui mekanisme penghambatan xantin oksidase dapat menurun-kan jumlah radikal bebas dan melindungi tubuh dari kerusakan jaringan (4).

Berbagai macam antioksidan sintetik seperti butylated hydroxytoluene (BHT) telah dilapor-kan memiliki beberapa efek samping seperti kerusakan hati dan mutagenesis (5). Alopurinol sebagai obat sintetik yang telah lama digunakan untuk mengobati penyakit gout (6) dengan me-kanisme kerja menghambat xantin oksidase (7), juga dilaporkan memberikan banyak efek sam-ping seperti reaksi alergi pada kulit dan diare (8). Dengan demikian, diperlukan obat alternatif yang memiliki aktivitas pengobatan lebih baik dan aman, yaitu dari bahan alam atau tumbuhan.

Dalam masyarakat Batak, dikenal rempah yang tergolong tanaman liar yakni andali-man (Zanthoxylum acanthopodium DC.) yang merupakan tanaman khas daerah Sumatera Utara (9,10) tetapi belum dimanfaatkan seba-gai tanaman obat. Tanaman-tanaman dari genus Zanthoxylum (bagian kulit kayu dan daun) biasanya digunakan secara luas untuk mengobati inflamasi dan rematik (8). Buah andaliman telah dilaporkan memiliki aktivitas anti inflamasi (11) dan juga telah diteliti aktivitas antioksidan ekstrak etanol buah an-daliman dalam beberapa sistem pangan (11) serta aktivitas antiradikal ekstrak etanol buah andaliman konsentrasi 200 ppm yang menunjukkan daya in-hibisi sebesar 61,81% (12). Penelitian antioksidan terhadap buah andaliman yang telah dilaporkan

masih terbatas pada pengujian terhadap ekstrak kasar dan penelitian yang mengungkap aktivitas buah andaliman dalam menghambat xantin oksi-dase belum pernah dilaporkan sampai saat ini.

METODE PENELITIAN

Bahan UjiBuah segar andaliman diperoleh dari Kabu-

paten Dairi, Sumatera Utara. Tanaman andaliman dideter-minasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian Biologi, Cibinong. Ba-gian tanaman yang digunakan sebagai simplisia adalah buah yang berwarna hijau. Buah sebanyak 13 kg disortasi, dicuci, dan dikeringkan di lemari pengering pada suhu 40oC. Selanjutnya simplisia dihaluskan menggunakan blender hingga men-jadi serbuk.

Bahan KimiaBahan kimia yang digunakan antara lain petro-

leum eter, n-heksana, diklorometana, etil asetat, metanol, dan n-butanol teknis (Brataco Chemika, Indonesia) yang telah didestilasi, kloroform p.a, metanol p.a, dan n-heksana p.a (Merck, Jerman), air suling demineral (Brataco Chemika, Indonesia), dimetil sulfoksida atau DMSO (Merck, Jerman), Alo-purinol (Pyridam Farma, Indonesia), silika gel G-60 (Merck, Jerman), DPPH (Sigma Aldrich, Singapura), BHT (Sigma Aldrich, Singapura), Kuersetin (Sigma Aldrich, Singapura), Xantin (Sigma Aldrich, Singa-pura), Xantin oksidase (Sigma Aldrich, Singapura).

EkstraksiSebanyak 3 kg serbuk simplisia buah andaliman

dimaserasi secara bertingkat mulai dari pelarut petroleum eter, diklorometana, etil asetat, n-buta-nol, dan metanol, kemudian dikocok selama 6 jam dengan pengaduk mekanik. Campuran didiamkan 24 jam lalu disaring dan filtrat dikumpulkan dalam suatu wadah. Total pemakaian pelarut adalah 9 L petroleum eter, 8 L diklorometana, 8 L etil asetat, 10 L n-butanol, dan 7 L metanol. Masing-masing fil-trat diuapkan menggunakan rotavapor pada suhu

Page 8: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013124

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman

50-60°C kecuali ekstrak n-butanol pada suhu 75°C sehingga diperoleh ekstrak kental petroleum eter, diklorometana, etil asetat, n-butanol dan metanol, lalu ditimbang dan dihitung rendemennya terha-dap bobot simplisia awal (tabel 1).

Uji Aktivitas Antioksidan EkstrakPengujian aktivitas antioksidan secara kuanti-

tatif melalui peredaman radikal DPPH terhadap masing-masing ekstrak kental dilakukan meng-gunakan metode Blois (1958) yang dimodifikasi. Sebanyak 1,0 mL diambil dari masing-masing larutan uji yang telah dibuat dengan konsentrasi 10, 20, 50, 100, dan 200 ppm, dicampur dengan 1,0 mL larutan DPPH 100 μg/mL dan 2,0 mL metanol p.a serta dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit pada suhu 37°C terlindung dari cahaya. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang 517 nm. Pengujian dilakukan duplo. Prosedur yang sama juga dilakukan terhadap BHT sebagai larutan standar dengan konsentrasi 1, 2, 4, 10, dan 16 ppm.

Persentase inhibisi terhadap radikal DPPH dari masing-masing konsentrasi larutan sampel dapat dihitung dengan persamaan :

Keterangan :Q = persentase inhibisi (%)A0 = serapan kontrol (pelarut + DPPH)A1 = serapan larutan uji (pelarut + DPPH + sampel)

Semakin kecil nilai IC50

menunjukkan semakin tinggi aktivitas antioksidannya (7). Ekstrak yang mempunyai nilai IC50 antara 10-50 μg/mL adalah ekstrak dengan aktivitas antioksidan yang kuat (13).

Uji Aktivitas Penghambatan Xantin Oksidase oleh Ekstrak

Pada penelitian ini, dilakukan pengujian ak-tivitas penghambatan xantin oksidase oleh ma-sing-masing ekstrak kental dengan metode Owen dan Johns (1999) yang dimodifikasi. Pengujian sampel dilakukan duplo.

Larutan yang disiapkan untuk pengujian ter-diri dari larutan xantin sebagai substrat, larutan enzim (xantin oksidase), dan larutan uji. Larutan substrat yang digunakan adalah larutan xantin 0,15 mM yang diperoleh dari pengenceran laru-tan stok 1 mM dengan menimbang 15,21 mg xantin dan diencerkan dengan air demineralisasi dalam labu ukur 100 mL. Larutan xantin oksidase 0,1 unit/mL dibuat dengan menimbang 9,09 mg xantin oksidase dan dilarutkan dengan larutan dapar fosfat sampai 10,0 mL. Larutan uji diper-oleh dengan menimbang 10,0 mg ekstrak kental dan dilarutkan dalam sedikit DMSO kemudian dilarutkan dalam dapar fosfat menggunakan labu ukur 10 ml sebagai larutan induk (1000 ppm) lalu diencerkan dengan dapar fosfat hingga diperoleh konsentrasi akhir larutan sampel sebesar 100, 50, 20, 10, 5 dan 1 ppm.

Kondisi optimum pengujian mengacu pada optimasi yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu pada waktu inkubasi 40 menit, suhu 30oC, pH 7,8, dan konsentrasi substrat (xantin) 0,15 mM. Ma-sing-masing sampel sebanyak 1,0 mL dimasukkan

No. Ekstrak Bobot ekstrak (g) Bobot Simplisia (g) Rendemen (%)

1. Petroleum eter 100 3,332. Diklorometana 60 2,003. Etil asetat 50 3000 1,674. n-butanol 65 2,175. Metanol 30 1,00

Tabel 1. Data Rendemen Ekstrak Buah Andaliman

𝑄 =𝐴� − 𝐴�𝐴�

𝑥 100%

Page 9: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

125Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrin

ke dalam tabung reaksi terpisah dengan variasi konsentrasi tertentu. Selanjutnya ke dalamnya di-tambahkan 2,9 mL larutan dapar fosfat dan 2,0 mL xantin lalu diprainkubasi pada suhu 30oC selama 10 menit. Xantin oksidase 0,1 unit/mL sebanyak 0,1 mL ditambahkan lalu diinkubasi kembali pada suhu 30oC selama 30 menit. Setelah masa inku-basi, ke dalam campuran dengan segera ditam-bahkan asam klorida 1N sebanyak 1,0 mL untuk menghentikan reaksi dan dihomogenkan. Cam-puran larutan uji selanjutnya diukur serapannya menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang hasil optimasi (284 nm) untuk meli-hat besarnya pembentukan asam urat yang terjadi dalam larutan uji kemudian ditentukan seberapa besar persen hambatan ekstrak yang diujikan ter-hadap xantin oksidase.

Persentase hambatan xantin oksidase (XO) di-hitung dengan persamaan berikut (14):

Keterangan : A = selisih serapan blanko dengan kontrol blanko (A1-A0)B = selisih serapan sampel dengan kontrol sampel (B1-B0)

Nilai IC50 diperoleh melalui analisis regresi linier yang diplot antara konsentrasi sampel ter-hadap persentase hambat (1). Pengujian juga dilakukan terhadap blanko, kontrol blanko, dan kontrol sampel.

Penapisan Fitokimia Terhadap ekstrak yang aktif menurut hasil uji

peredaman radikal DPPH dan uji penghambatan xantin oksidase, dilakukan pemeriksaan kandung-an kimia dengan beberapa pereaksi kimia antara lain pereaksi untuk alkaloid, flavonoid, triterpe-noid/steroid, glikosida, saponin, dan tanin.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Serbuk buah andaliman dimaserasi secara bertingkat mulai dari pelarut non polar sampai dengan pelarut polar yang bertujuan untuk mem-

peroleh ekstrak dengan rentang kepolaran yang berbeda. Diperoleh ekstrak petroleum eter dan ekstrak n-butanol dengan rendemen yang lebih besar dibandingkan ekstrak lainnya dan ekstrak metanol sebagai ekstrak dengan rendemen paling kecil.

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah Andali-man

Pengujian aktivitas antioksidan secara kuanti-tatif terhadap masing-masing ekstrak buah anda-liman dengan metode peredaman radikal DPPH menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada pan-jang gelombang maksimum larutan DPPH yaitu

Sampel Konsentrasi % IC50 (µg/mL) inhibisi (µg/mL) 200 14,92Ekstrak 100 14,61petroleum 50 8,19 220,67 eter 20 6,83 10 6,29

200 33,71Ekstrak 100 18,27 88,26diklorometana 50 11,44 20 12,12 10 12,44

200 29,91Ekstrak 100 18,34 83,50etil asetat 50 9,18 20 5,99 10 1,82

200 46,97Ekstrak 100 25,89n-butanol 50 14,43 53,51 20 8,95 10 6,27

100 47,66Ekstrak 50 24,87 26,39 metanol 20 12,71 10 7,27

16 37,09 BHT 10 26,65 4 15,22 5,52 2 9,23 1 6,87

Tabel 2. Hasil uji antioksidan ekstrak buah andaliman

% hambatan xantin oksidase = 1 −𝐵𝐴

𝑥 100%

Page 10: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013126

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman

butanol memiliki aktivitas antioksidan menengah dan ekstrak metanol memiliki aktivitas antioksi-dan yang kuat. Diduga ekstrak buah andaliman mengandung senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan. BHT sebagai antioksidan sintetik memiliki nilai IC50 5,5 µg/mL yang menunjukkan bahwa senyawa standar tersebut memiliki aktivi-tas antioksidan yang sangat kuat (<10µg/mL). Ni-lai IC50 setiap ekstrak dapat dilihat pada Tabel 2.

Uji Aktivitas Penghambatan Xantin OksidasePengujian aktivitas penghambatan masing-ma-

sing ekstrak buah andaliman terhadap xantin ok-sidase dilakukan secara in vitro. Prinsip dasar pe-ngujian ini adalah mengukur serapan dari asam urat sebagai produk akhir dari reaksi katalisis xan-tin oksidase terhadap substratnya yaitu xantin (17) menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada pan-jang ge lombang hasil optimasi, suhu optimum, pH optimum dan konsentrasi substrat yang optimum. Panjang gelombang maksimum yang digunakan adalah 284 nm. Dari hasil pengukuran, kondisi op-timum ditunjukkan pada suhu 30OC dan pH 7,8 dan konsentrasi substrat yang digunakan pada uji peng-hambatan aktivitas xantin oksidase adalah 0,15 mM.

Pengujian larutan blanko dan kontrol blanko dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim tan-pa penambahan ekstrak, pengujian larutan sampel dan alopurinol sebagai standar dilakukan untuk mengetahui kemampuan penghambatan aktivitas enzim yang diberikan oleh ekstrak dan senyawa standar, sedangkan kontrol sampel dan kontrol alopurinol dilakukan sebagai faktor koreksi terha-dap larutan sampel dan senyawa standar.

Sampel Konsentrasi % IC50 (µg/mL) inhibisi (µg/mL) Ekstrak 1 31,1petroleum 5 37,8eter 10 53,6 9,9 20 57,1 50 48,5 100 49,9

1 47,3Ekstrak 5 56,6diklorometana 10 54,0 3,9 20 27,7 50 50,6 100 67,8 1 49,7Ekstrak etil 5 53,1asetat 10 32,1 9,54 20 42,9 50 47,3 100 55,0

1 39,5Ekstrak 5 41,3n- butanol 10 46,4 3,69 20 46,4 50 66,4 100 69,9

1 41,6Ekstrak 5 50,7metanol 10 49,6 4,03 20 48,7 50 54,7 100 56,6

Sampel Konsentrasi % IC50

(µg/mL) inhibisi (µg/mL) Alopurinol 0,1 45,11 0,25 55,42 0,02 0,5 74,6 1 87,56

517 nm. Pengujian larutan sampel dan standar dilakukan untuk mengetahui kemampuan anti-oksidan yang diberikan oleh ekstrak dan standar .

Hasil pengujian terhadap sampel menunjuk-kan bahwa ekstrak n-butanol dan metanol me-miliki nilai IC50 lebih kecil dibandingkan ekstrak lainnya yaitu dengan nilai IC50 sebesar 53,51 dan 26,39 µg/mL. Ekstrak yang mempunyai nilai IC50

antara 50-100 μg/mL adalah ekstrak dengan ak-tivitas antioksidan menengah dan ekstrak yang mempunyai nilai IC50 antara 10-50 μg/mL adalah ekstrak dengan aktivitas antioksidan yang kuat (13). Berdasarkan rentang tersebut, ekstrak n-

Tabel 4. Hasil uji penghambatan xantin oksi-dase oleh alopurinol

Tabel 3. Hasil uji penghambatan xantin oksi-dase oleh ekstrak buah andaliman

Page 11: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

127Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim, dan Katrin

antrakuinon, dan terpenoid kecuali saponin dan tanin. Diduga bahwa komponen yang aktif dari ekstrak n-butanol dan metanol berasal dari golo-ngan senyawa tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas antiok-sidan ekstrak buah andaliman (Zanthoxylum ac-anthopodium DC.) melalui peredaman radikal be-bas DPPH, diperoleh nilai IC50 ekstrak n-butanol sebesar 53,51 µg/mL dan ekstrak metanol sebesar 26,39 µg/mL. Berdasarkan hasil pengujian peng-hambatan xantin oksidase, ekstrak n-butanol dan metanol memiliki aktivitas yang kuat dengan nilai IC50 sebesar 3,69 µg/mL dan 4,03 µg/mL.

Perlu dilakukan isolasi lebih lanjut senyawa murni dari ekstrak n-butanol maupun dari ekstrak metanol buah andaliman (Zanthoxylum acantho-podium DC.) yang memiliki aktivitas antioksidan dan penghambat xantin oksidase.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dilaksanakan di Universitas In-donesia dan dibiayai oleh beasiswa program ma-gister dari Politeknik Kesehatan Kementerian Ke-sehatan Jakarta II.

Ekstrak yang tidak dapat larut dengan air be-bas karbondioksida P dilarutkan terlebih dahulu dengan 5 tetes DMSO (dimetil sulfoksida). Sebagai standar digunakan senyawa alopurinol. Hasil pe-ngujian menunjukkan bahwa alopurinol memiliki efek penghambatan aktivitas xantin oksidase de-ngan nilai IC50 0,02 μg/mL (tabel 4). Hasil pengu-jian aktivitas penghambatan xantin oksidase oleh masing-masing ekstrak menunjukkan ekstrak n-butanol memiliki nilai IC50 paling kecil diban-dingkan ekstrak lainnya yaitu 3,69 µg/mL (Tabel 3) yang menunjukkan ekstrak n-butanol memiliki kemampuan penghambatan enzim yang sangat kuat.

Diduga ekstrak buah andaliman ini mengan-dung senyawa yang memiliki aktivitas pengham-bat xantin oksidase.

Penapisan FitokimiaPenapisan fitokimia dilakukan terhadap eks-

trak n-butanol dan metanol sebagai ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan dan penghambatan xantin oksidase. Penapisan fitokimia bertujuan untuk mengetahui keberadaan senyawa ber-da sar kan golongannya sebagai informasi a wal kandungan senyawa yang terdapat pada ekstrak aktif. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, glikosida, tanin,

DAFTAR PUSTAKA

1. Langseth L. Oxidant, Antioxidant, and Disease Pre-vention. Belgium: International Life Science Insti-tute press 1995.

2. Suryanto E, Sastrohamidjojo H, Raharjo S, Trang-gono. Antiradical activity of andaliman (Zanthoxy-lum acantho-podium DC.) fruit extract. Indonesian Food and Nutrition Progress 2004; II (1): 15-19.

3. Umamaheswari M, Asokkumar K, Sivashanmugam AT, Remyaraju A. In vitro xanthine oxidase inhibitory activity of the fractions of Erythrina stricta Roxb. Journal of Ethnopharmacology 2009; 124: 646-648.

4. Lin CN, Huang AM, Lin KW, Hour TC, Ko HH, Yang SC, Pu YS. Xanthine oxidase inhibitory terpenoids of Amentotaxus formosana protect cisplatin-in-duced cell death by reducing reactive oxygen spe-cies (ROS) in normal human urothelial and blad-der cancer cells. Phytochemistry 2010; 71(17–18): 2140–2146.

5. Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S, Mordi MD, Ismail S, Mansor SM. In vitro antioxidant and xan-thine oxidase inhibitory activities of methano-lic Swietenia mahagoniseed extracts. Molecules 2009; 14: 4476-4485.

6. Pacher P, Nivorozhkin A, Szabo C. Therapeutic ef-

Page 12: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013128

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak Buah Andaliman

fects of xanthine oxidase inhibitors: renaissance half a century after the discovery of allopurinol. Pharmacology Review 2006; 58(1): 87–114.

7. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Basic Medical Biochemistry: AClinical Approach. Brahm UP. Bio-ki mia Kedokteran Dasar [Terjemahan] Jakarta. Buku Kedokteran EGC; 2000.

8. McInnes GT, Lawson DH, Jick H. Acute adverse re-actions attributed to allopurinol in hospitalised patients. Annals of the Rheumatic Disease 1981; 40: 245-249.

9. Owen P, Johns T. Xanthine oxidase inhibitory ac-tivity of northeastern North American plant reme-dies used for gout. Journal of Ethnopharmacology 1999; 64: 149-160.

10. Tahir I, Wijaya K, Widianingsih D. Terapan Analisis Hansch Untuk Aktivitas Antioksidan senyawa Tu-runan Flavon/Flavonol; 2003.

11. Yanti, Pramudito, TE, Nuriasari N, Juliana K. Lemon pepperfruitextract (Zanthoxylumacanthopodium DC.) suppresses the expression of inflammatory-mediators in lipopolysaccharide-inducedmacro-phagesin vitro. American Journal of Biochemistry and Biotechnology 2011; 7(4): 176-186.

12. Phongpaichit S, Nikom J, Rungjindamai N., Sakayaroj, J., Hutadilok-Towatana, N., Rukachai-sirikul, V., Kirtikara, K. Biological activities of ex-tracts from endophytic fungi isolated from gar-cinia plants. FEMS Immunology and Medical Mi-crobiology 2007; 51: 517-525.

13. Apaya KL, Chichioco-Hernandez CL. Xanthine oxi-dase inhibition of selected Philippine medicinal plants. Journal of Medicinal Plants Research 2011; 5(2): 289-292.

14. Blois MS. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature 1958; 181:1199-1200.

15. Siregar BL. Andaliman (Zanthoxylum acanthopo-dium DC.) di Sumatera Utara: Deskripsi dan Perke-cambahan. Jurnal Hayati 2002; 10(1): 38-40.

16. Negi JS, Bish VK, Bhandari AK, Singh P, Sundriyah RC.. Chemical constituents and biological activi-ties of the genus Zanthoxylum: A review. African Journal of Pure and Applied Chemistry 2011; 5(12): 412-416.

17. Molyneux, P The use of the stable free radical di-phenyl picryl-hydrazyl (DPPH) for estimating an-tioxidant activity. Journal of Science and Techno-logy 2004; 26(2): 211-219.

18. Tensiska C, Wijaya H, Nuri Andarwulan. Aktivitas antioksidan ekstrak buah andaliman (Zanthoxy-lum acanthopodiumDC) dalam beberapa sistem pangan dan kestabilan aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan pH. Jurnal teknologi dan industri pangan 2003; 16 (1): 29-39.

19. Vaya J, Aviram M. Nutritional antioxidants : mecha-nism of action, analyses of activities and medical applications. Current Medicinal Chemistry–Im-munology, Endocrine & Metabolic Agents 2001; 1: 99-117.

Page 13: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

129Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Artikel Penelitian

Uji Sifat Fisikokimia Mocaf (Modified cassava Flour) dan Pati Singkong Termodifikasi

untuk Formulasi Tablet

Wira Noviana Suhery1, Auzal Halim2, Henny Lucida2

1 Akademi Farmasi Ranah Minang, Padang

2 Universitas Andalas , Padang

ABSTRACT: Utilization of cassava starch as an excipient in the tablet formulation is still very limited. Various modifications to the cassava starch has been carried out to obtain a better starch properties. The aim of this study was to examine the physi-cochemical properties of MOCAF and modified cassava starch as an excipient for tablet formulation, especially for direct compression method. MOCAF and modified cassava starch is a product of flour and cassava starch is modified mainly by lac-tic acid bacteria (Lactobacillus sp). Then the results of these modifications will be evaluated physicochemical properties, including examination of the surface shape of starch granules using SEM, thermal analysis by DTA, the pattern of starch crys-tallographic by X-ray diffraction, adsorption isotherm, and the content of amylose. The results showed that MOCAF and modified cassava starch gra nule were roughe r-occurred some holes presented distinctively- and more crystalline than Starch 1500. Meanwhile, the result of adsorption isotherms MOCAF and modified cassava starch showed a model type II of adsorption isotherms. Another results show that the amy-lose content of cassava starch modified 48 hours has the highest amylose content that is equal to 33.5714%.

Keywords: MOCAF, Modified Cassava Starch, Lactic Acid Bacteria, Tablets

ABSTRAK: Penggunaan pati singkong sebagai bahan tambahan dalam formulasi tablet masih sangat terbatas. Berbagai modifikasi terhadap pati singkong telah dilakukan untuk mendapatkan sifat pati yang lebih baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji sifat fisikokimia MOCAF dan pati singkong termodifikasi sebagai bahan tambahan dalam formulasi tablet khususnya untuk metoda cetak langsung. MOCAF dan pati singkong termodifikasi merupakan produk tepung dan pati singkong yang dimodifikasi terutama oleh bakteri asam laktat (Lactobacillus sp). Kemudian hasil modifikasi ini akan dievaluasi sifat fisikokimianya, dianta-ranya pemeriksaan bentuk permukaan granula pati menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope), analisis panas dengan DTA, pola kristalografi pati dengan difraksi sinar X, adsorpsi isoterm, dan kadar amilosa. Hasilnya menunjukkan bah-wa MOCAF dan pati singkong termodifikasi mengalami perlubangan pada permu-kaan granulanya, dan lebih bersifat kristal jika dibandingkan dengan Starch 1500. Sementara itu, dari hasil pemeriksaan adsorpsi isoterm MOCAF dan pati singkong termodifikasi menunjukkan model adsorpsi isoterm tipe II. Hasil lainnya menun-jukkan bahwa kadar amilosa pati singkong termodifikasi 48 jam mempunyai ka-dar amilosa paling tinggi yaitu sebesar 33,5714%.

Kata kunci: MOCAF, Pati Singkong Termodifikasi, Bakteri Asam Laktat, Tablet

Korespondensi : Wira Noviana SuheryEmail : [email protected]

Page 14: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013130

Sifat Fisikokimia Mocaf dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet

PENDAHULUAN

Produk olahan singkong telah banyak digu-nakan sebagai bahan baku eksipien dalam in-dustri farmasi. Diantaranya adalah pati singkong (amylum manihot) sebagai bahan pengikat dan penghancur pada formulasi tablet, maltodekstrin sebagai bahan penyalut lapis tipis tablet ataupun sorbitol, manitol dan dekstrosa pada formulasi sirup dan berbagai produk makanan dan minu-man lainnya (1,2).

Berbagai teknologi pengembangan telah ban-yak dilakukan untuk menghasilkan produk yang memiliki kualitas tinggi. Salah satu pengembang-an produk dari singkong sebagai eksipien dalam bidang farmasi adalah dengan semakin ban-yaknya dilakukan modifikasi terhadap pati, mulai dari modifikasi secara kimia, fisika ataupun se-cara enzimatis yang bertujuan untuk mendapat-kan sifat fisikokimia yang lebih baik. Pada bidang pangan pun telah berhasil dilakukan modifikasi terhadap tepung singkong dengan cara fermen-tasi menggunakan bakteri asam laktat (Lacto-bacillus sp) yang umum dikenal sebagai tepung MOCAF/MOCAL (3, 4, 5, 6).

Penggunaan MOCAF dalam bidang makanan telah banyak digunakan dan memberikan hasil yang memuaskan. Seperti penggunaannya dalam industri roti, mie instan, dan produk makanan lainnya sebagai bahan pengganti terigu yang dapat memberikan dampak positif dalam menu-runkan biaya produksi. Namun penggunaannya dalam bidang farmasi khususnya sebagai eksi-pien dalam formulasi tablet belum dilakukan (4).

MOCAF (Modified Cassava Flour) adalah pro-duk tepung dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang diproses menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi, teru-tama oleh mikroba bakteri asam laktat (4).

Pada proses fermentasi ini akan menghasil-kan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Hal ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya vis-kositas, kemampuan gelasi, dan daya rehidrasi.

Selain itu terjadi pula perlubangan dari granula pati MOCAF, sehingga menyebabkan permukaan yang tidak rata dari granula pati yang akan mem-perkuat ikatan antar butiran (4).

Berdasarkan itulah penulis tertarik untuk menguji sifat fisikokimia MOCAF untuk formulasi tablet. Dalam penelitian ini juga akan digunakan pati singkong termodifikasi yaitu pati singkong yang difermentasi menggunakan mikroba yang sama dengan fermentasi MOCAF, sehingga dapat dibandingkan mana yang memberikan hasil yang paling baik. Sebagai pembanding akan diguna-kan pati singkong murni (amylum manihot) dan Starch 1500 yang telah lazim digunakan sebagai eksipien dalam formulasi tablet.

METODE PENELITIAN

BahanMOCAF, umbi singkong segar (Manihot escu-

lenta Crantz) yang di ambil dari Gurun Panjang, Kel. Gunung Sarik Kec. Kuranji Padang. MOCAF diperoleh dari Koperasi Gemah Ripah Loh Jinawi Kabupaten Trenggalek Jawa Timur., Media, Star-ter fermentasi (Lactobacillus sp), Starch 1500, Aquadest.

Cara KerjaPembuatan pati asli (amylum manihot)

Lakukan sortasi pada singkong, kupas kulit-nya, cuci dengan air mengalir dan rendam selama 2 jam. Singkong (2,5 kg) yang telah direndam ke-mudian dihaluskan, suspensikan dalam 10 kali volume aquadest, stirrer selama 5 menit dan sa-ring melalui 2 lapis kain katun tipis. Filtrat didi-amkan selama 1 jam untuk mendapatkan sedi-men pati. Endapan dicuci 1 kali dengan aquadest dan dikeringkan pada 40°C selama 12 jam dalam oven. Pati dihaluskan dalam lumpang untuk mencegah penggumpalan granul dan memperke-cil ukuran partikelnya (3).

Pembuatan Pati Singkong Termodifikasia. Pembuatan Starter Fermentasi Siapkan chips ketela sebanyak 50 g letak-

Page 15: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

131Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

kan pada beker glass, tambahkan dengan air sebanyak kurang lebih 500 ml, semua chips singkong harus terendam, tambahkan inoku-lat mikroba (Lactobacillus sp) sebanyak ± 2 g dan kultur media sebanyak ± 7 g dan biarkan selama 24 jam.

b. Proses fermentasi Semua alat disterilkan terlebih dahulu meng-

gunakan autoklaf. Sebanyak 200 gram pati singkong dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah berisi media (±50 mg) dan starter fermentasi (2 ml) dalam 500 ml aquadest yang telah disterilkan. Dilakukan fermentasi dalam shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 48 jam dan 72 jam. Setelah proses fermentasi se-lesai, buang airnya. Cuci pati dengan aqudest sebanyak 2 kali, kemudian endapkan dan ke-ringkan pada suhu 40°C selama 24 jam. Pati kemudian dihaluskan untuk memperkecil uku ran partikel.

Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia Partikel1. Analisis Swelling Power. Pati dengan konsen-

trasi 1% dipanaskan pada waterbath dengan suhu 60°C, selama 30 menit, kemudian di-sentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit, lalu supernatan dipisahkan dari endapan. Nilai swelling power diukur dengan membagi berat endapan (pasta) dengan be-rat pati kering sebelum dipanaskan (g/g).

2. Suhu gelatinisasi. Suhu dimana terjadinya pembengkakan pati secara irreversible (vis-kositas meningkat tajam) disebut dengan suhu gelatinisasi. Ditentukan dengan mem-buat kurva antara viskositas vs suhu. Suhu gelatinisasi merupakan titik potong kurva an-tara suhu dan viskositas pati.

3. Densiti Benar ditentukan dengan metoda pik-no-meter (7).

4. Density Nyata (ρn) /Bulk Density Untapped dan Densiti Mampat (ρm)/Bulk Density Tapped di ukur menggunakan tap volumeter (7).

5. Faktor Hausner (7). Faktor Hausner (Hf) adalah perbandingan antara bobot jenis mampat (ρm) dengan bobot jenis nyata (ρn).

6. Kompresibilitas dan Porositas (E) (8). Peme-riksaan sudut angkat (7). Sebanyak 30 gram zat uji dimasukkan ke dalam silinder dengan diameter dan tinggi tertentu. Kemudian di-letakkan di atas bidang datar yang telah di-alas dengan kertas grafik. Zat uji diratakan, silinder logam di angkat secara perlahan- la han dan tegak lurus sampai semua zat ter-tinggal. Tinggi puncak tumpukan dan diame-ternya di ukur. Sudut angkat (α) dihitung de-ngan persamaan:

tg α = tinggi puncak tumpukan (h)

r7. Distribusi Ukuran partikel (7, 8).8. Distribusi ukuran partikel ditentukan dengan

mikroskop inverted Zeiss Axiovert 40 CFL.9. Daya Penyerapan Air menggunakan alat En-

slin (7,8).10. Adsorpsi Isoterm (7). Sejumlah serbuk dima-

sukkan dalam botol timbang dan dikeringkan sampai bobot konstan didalam oven vacum, kemudian disimpan dalam desikator pada kelembaban relatif tertentu (0-100%) pada suhu konstan selama 5 hari. Untuk mendapat-kan kelembaban relatif yang diinginkan digu-nakan metode desikator dengan mengguna-kan larutan asam sulfat pekat pada konsen-trasi tertentu. Jumlah uap air yang diserap dapat ditentukan dari pertambahan berat serbuk setelah penyimpanan.

11. Analisis Bentuk dan Permukaan Partikel. Bentuk dan permukaan partikel diperiksa dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM).

12. Analisis panas dengan Differential Thermal Analysis (DTA).

13. Difraksi X-Ray.14. Mikroskop polarisasi. Bentuk dan ukuran pati

diamati dengan menggunakan Olympus BX-05 Polarized Light Microscope.

15. Penetapan kadar amilosa dilakukan secara iodometri berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang menghasilkan war-na biru, kemudian diukur dengan spektrofo-tometer pada panjang gelombang 625 nm.

Page 16: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013132

Sifat Fisikokimia Mocaf dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet

Kadar amilosa dihitung berdasarkan persa-maan kurva standar amilosa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis sifat fisika dan ki-mia partikel masing-masing bahan baku didapat-kan sifat yang berbeda dari masing-masing ba-han baku seperti yang terlihat pada Tabel 1. Hasil pemeriksaan kompresibilitas dan faktor Hausner bahan baku menunjukkan bahwa masing-masing bahan baku mempunyai sifat alir sedang sampai buruk. Sifat ini juga ditunjang oleh faktor Haus-ner masing-masing partikel yang berkisar an-tara 1,2401 - 1,4413. Dari hasil yang diperoleh Starch 1500 yang memiliki harga faktor Hausner dan kompresibilitas yang paling kecil, sedangkan MOCAF memiliki harga faktor Hausner dan kom-presibilitas yang paling besar. Sementara pati ter-modifikasi 72 memiliki nilai faktor Hausner dan kompresibilitas yang lebih kecil daripada pati singkong. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya fermentasi terdapat perbaikan dari sifat

alir pati singkong walaupun tidak sebaik Starch 1500. Sedangkan MOCAF memiliki harga fak-tor Hausner dan kompresibilitas yang besar, hal ini disebabkan oleh adanya komponen selain pati (serat) yang terdapat didalam MOCAF yang mengakibatkan adanya pengaruh terhadap sifat aliran dan kemampuan termampatkannya. Hal ini juga didukung oleh hasil pemeriksaan sudut ang kat bahan baku yang menunjukkan bahwa pati singkong dan MOCAF mempunyai sifat alir yang kurang baik (sudut angkat 30°-40°). Semen-tara pati termodifikasi dan Starch 1500 mempu-nyai sifat alir yang baik (sudut angkat 25°-30°)(7,9). Kadar amilosa pati singkong, MOCAF, pati singkong termodifikasi 48 jam, pati singkong termodifikasi 72 jam, Starch 1500 berkisar an-tara 17,3571% - 33,5714%. Hasil ini menun-jukkan bahwa kadar amilosa tertinggi dimiliki oleh pati termodifikasi 48 jam, hal ini disebab-kan karena aktivitas bakteri yang optimal pada lama fermentasi 48 jam (awal fase stationer). Kemungkinan besar bahwa peningkatan yang tampak pada kandungan amilosa pati singkong termodifikasi disebabkan oleh intensifikasi dari

Tabel.1. Hasil pemeriksaan sifat fisika dan kimia partikel pati singkong, MOCAF, pati singkong termodifikasi, dan Starch 1500

No ParameterPati

SingkongMOCAF Pati Modifikasi 48 Pati Modifikasi 72

Starch 1500

1 Densiti benar (g/ml) 1,4954 1,4733 1,5316 1,4857 1,5158

2 Densiti nyata (g/ml) 0,4651 0,4081 0,5000 0,5714 0,6451

3 Densiti mampat (g/ml) 0,6451 0,5882 0,6896 0,7547 0,8000

4 Faktor Hausner 1,3870 1,4413 1,3792 1,3207 1,2401

5 Kompresibilitas (%) 27,9026 30,6188 27,4942 24,2877 24,0117

6 Porositas (%) 35,7696 40,1751 32,6455 28,8483 23,4133

7 Sudut Angkat (°) 38,75 31,05 29,74 29,12 28,07

8 Kandungan air (%) 14,56 8,91 11,44 13,08 6,38

9 Swelling power (g) 5,998 7,909 6,605 6,657 9,442

10 Kadar Amilosa (%) 24,9285 17,3571 33,5714 26,1428 28,7857

11 Suhu gelatinisasi (°C) 59,17 53,36 60,91 60,54 58,47

Page 17: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

133Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

a. Starch 1500 b. Pati Singkong c. MOCAF

d. Pati modifikasi 48 jam e. Pati modifikasi 72 jam

Gambar 2. Diaftogram Sinar X(A.b = pati singkong; B.b = Starch 1500; C.b = Mocaf; D.d = Pati termodifikasi)

Gambar 1. Foto SEM

Page 18: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013134

Sifat Fisikokimia Mocaf dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet

warna biru oleh fraksi linier yang dihasilkan oleh enzim/hidrolisis asam amilopektin pada daerah amorf dari granula pati selama fermentasi. Kadar amilosa ini akan berkaitan dengan berbagai sifat pati (3, 10, 11, 12).

Hasil pemeriksaan swelling power pati sing-kong, pati termodifikasi, MOCAF dan Starch 1500 menunjukkan bahwa Starch 1500 memiliki nilai swelling power yang paling tinggi yaitu 9,442 g, MOCAF; 7,909 g, pati termodifikasi 72 jam; 6,657 g, pati termodifikasi 48 jam; 6,605 g; pati singkong 5,998 g. Nilai swelling power berkaitan dengan si-fat amilosa yang terkandung dalam pati. Semakin tinggi kadar amilosa pada pati maka semakin ren-dah nilai swelling power yang dimilikinya (8, 13).

Hasil pemeriksaan temperatur gelatinisasi menunjukkan bahwa temperatur gelatinisasi tertinggi dimiliki oleh pati termodifikasi 48 jam yaitu 60,91°C, diikuti oleh pati termodifikasi 72 jam (60,54°C), pati singkong (59,17°C), starch

1500 (58,47°C) dan MOCAF (53,36°C). Hasil ini menunjukkan sifat gelatinisasi suatu pati, artinya semakin rendah temperatur gelatinisasi maka akan semakin cepat suatu pati mengalami proses gelatinisasi, demikian pula sebaliknya sehingga dari sifat ini kita bisa mengetahui kisaran suhu aman untuk perlakuan bahan baku pati (10).

Hasil foto SEM (Scanning Electron Microscope) pada MOCAF, pati termodifikasi 48 dan 72 jam memperlihatkan adanya perubahan struktur dari permukaan granula pati (perlubangan) yang di-hasilkan pada proses fermentasi. Namun jumlah banyaknya granula pati yang dilubangi bervariasi antara MOCAF, pati termodifikasi 48 jam dan pati termodifikasi 72 jam. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaaan waktu fermentasi antara MOCAF, pati termodifikasi 48 jam dan pati ter-modifikasi 72 jam. Dimana dari hasil foto SEM terlihat bahwa pati termodifikasi 48 jam meng-hasilkan perlubangan pati yang lebih banyak

a. Starch 1500 b. Pati Singkong c. MOCAF

d. Pati modifikasi 48 jam e. Pati modifikasi 72 jam

Gambar 3. Foto Mikroskop Polarisasi

jam jam

Page 19: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

135Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

Gambar 4. Kurva adsorpsi isoterm

Gambar 5. Daya penyerapan air

Kurva Adsorpsi Isoterm

02468

101214161820222426283032343638404244464850

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Kelembaban relatif (%)

Jum

lah u

ap ai

r yan

g di

sera

p (%

)

MOCAFPati 48 jamPati 72 jamPati singkongStarch 1500

Kurva Daya Penyerapan Air

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Waktu (menit)

Jum

lah

air

yan

g d

iser

ap (

ml)

Ibuprofen

Pati singkong

MOCAF

Pati modifikasi 48jamPati modifikasi 72jamStarch 1500

Kurva Adsorpsi Isoterm Kurva Daya Penyerapan Air

Kelembaban Relatif (%) Waktu (menit)

Jum

lah

Uap

yan

g di

sera

p (%

)

Jum

lah

Air y

ang

dise

rap

(ml)

MOCAFPati 48 JamPati 72 JamPati SingkongStarch 1500

Kurva Adsorpsi Isoterm

02468

101214161820222426283032343638404244464850

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

Kelembaban relatif (%)

Jum

lah u

ap ai

r yan

g di

sera

p (%

)

MOCAFPati 48 jamPati 72 jamPati singkongStarch 1500

Kurva Daya Penyerapan Air

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130

Waktu (menit)

Jum

lah

air

yan

g d

iser

ap (

ml)

Ibuprofen

Pati singkong

MOCAF

Pati modifikasi 48jamPati modifikasi 72jamStarch 1500

Kurva Adsorpsi Isoterm Kurva Daya Penyerapan Air

Kelembaban Relatif (%) Waktu (menit)

Jum

lah

Uap

yan

g di

sera

p (%

)

Jum

lah

Air y

ang

dise

rap

(ml)

IbuprofenPati SingkongMOCAFPati Modifikasi 48 jamPati Modifikasi 72 jamStarch 1500

Page 20: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013136

Sifat Fisikokimia Mocaf dan Pati Singkong Termodifikasi untuk Formulasi Tablet

dan jelas dibandingkan dengan MOCAF dan pati termodifikasi 72 jam. Ini disebabkan karena pati termodifikasi 48 jam merupakan saat optimum dari aktivitas mikroba (berada pada awal fase stasioner). Sementara pada pati termodifikasi 72 jam aktivitas bakteri sudah mulai menurun (fase kematian). Sedangkan pada MOCAF karena pro-ses fermentasi dilakukan pada singkong bukan langsung pada pati maka hasil perlubangan pati akibat aktivitas mikroba pun menjadi berkurang. Dari beberapa penelitian sebelumnya fermentasi pati singkong dengan bakteri asam laktat akan menghasilkan sejumlah lubang dangkal dengan diameter yang besar (4, 6, 14).

Dari diaftogram spektrum sinar X terlihat bahwa antara pati singkong, MOCAF, pati ter-modifikasi 48 jam telah terjadi perubahan pola kristalografinya. Hal ini juga didukung dari hasil pemeriksaan analisis panas menggunakan Dif-ferential Thermal Analysis (DTA) yang menunjuk-kan bahwa pada pati singkong memperlihatkan adanya puncak pada temperatur 153,8C. Puncak ini diidentifikasikan sebagai temperatur leleh pati singkong dengan terjadi penurunan tem-peratur (endoterm). Sementara MOCAF dan pati termodifikasi 48 jam memperlihatkan terjadinya penurunan puncak pada temperatur 151,8°C dan 146,1°C dengan terjadi penurunan temperatur (endoterm). Hasil ini menunjukkan bahwa ada-nya perubahan yang terjadi akibat adanya proses fermentasi pada pati singkong. Sementara Starch 1500 memperlihatkan pola amorf pada diafto-gram spektrum sinar X dan menunjukkan adanya puncak pada temperatur dan 154,2°C dengan ter-jadi penurunan temperatur (endoterm). Hasil ini disebabkan karena starch 1500 telah mengalami gelatinisasi sebagian sehingga telah kehilangan bentuk kristalnya.

Pada hasil foto mikroskop polarisasi menun-

jukkan adanya daerah terang (kristal) pada gra-nula pati. Pada pati singkong termodifikasi 48 dan 72 jam terlihat banyaknya daerah terang (kristal) yang menunjukkan bahwa dengan ada-nya fermentasi menggunakan bakteri asam lak-tat terdapat peningkatan jumlah daerah kristal dibandingkan dengan pati singkong. Hal ini dise-babkan karena adanya peningkatan amilosa dari pati termodifikasi 48 dan 72 jam. Sementara pada starch 1500 yang merupakan pati terpre-gelatinisasi sebagian terlihat sedikitnya granula pati yang memiliki daerah terang (kristal) yang disebabkan karena proses gelatinisasi, yang me-nyebabkan sebagian granula pati pecah sehingga kehilangan daerah kristal (10, 15).

Hasil pemeriksaan adsorpsi isoterm MOCAF, pati termodifikasi 48 dan 72 jam, pati singkong dan starch 1500 menunjukkan adsorpsi isoterm tipe II. Dimana pada kelembaban relatif antara 0-40% telah terjadi penyerapan monolayer. Pada kelembaban relatif 40%-60% telah terjadi pe-nyerapan multilayer, dan pada kelembaban rela-tif 60%-100% terjadi kondensasi kapiler. Artinya bila semua pati ini akan diformulasi dalam bentuk tablet maka harus disimpan dibawah kelembab-an 60% untuk mencegah terjadinya kondensasi kapiler yang akan menyebabkan tablet mengem-bang pada waktu penyimpanan (7).

KESIMPULAN DAN SARAN

MOCAF dan pati singkong termodifikasi de-ngan menggunakan bakteri asam laktat (Lac-tobacillus sp) sebagai starter fermentasi dapat menghasilkan pati dengan perubahan bentuk pada permukaan granulanya, disertai dengan pe-rubahan sifat fisikokimia yang lebih baik dari pati singkong.

DAFTAR PUSTAKA

1. Loftsson, T., Duchene, D. “Cyclodextrins and their pharmaceutical applications”. International Jour-

nal of Pharmaceutics 329. 2007: 1-11.2. Anwar, Effionora. “Pemanfaatan maltodekstrin da-

ri pati singkong sebagai bahan penyalut lapis tipis tablet”. Makara Sains. 2002.6.(1).

Page 21: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

137Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan Henny Lucida

3. Numfor, F. A., Walter, W. M., Jr., Schwartz, J. “ Physi-cochemical changes in cassava starch and flour associated with fermentation: Effect on textural properties”. Starch/starke 47. (3,S) 1995: 86-91.

4. Subagio, A. “Produk bakery dengan singkong”. Food Review Indonesia. 2008.3 (8).

5. Juheini. Iskandarsyah. Animat, J.A., Jenny. ”Penga-ruh kandungan pati singkong terpregelatinasi ter-hadap karakteristik fisik tablet lepas terkontrol teofilin”. Majalah Ilmu Kefarmasian. 2004.I (1): 21-26.

6. Chinsamran, K., Piyachomkwan, K., Santisopasri, V., Sriroth, K. “Effect of lactic acid fermentation on physico-chemical properties of starch derived from cassava, sweet potato and rice”. Kasetsart Uni-versity.

7. Halim, A. Penelitian Terhadap Daya Penyerapan Air Beberapa Tepung yang Digunakan dalam Bi-dang Farmasi. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. No. 6. III. Universitas Andalas. 1991: 578-579.

8. Voight R, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Diter-jemahkan oleh Soendani Noerono. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 1994.

9. Swarbrick .J. Encyclopedia Of Pharmaceutical Tech-nology. Volume 6. Third Edition. Informa Health-care USA . New York. 2007.

10. Winarno, F.G. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta. 1984.

11. Oates, C. G. Towards an Understanding of Starch Granule Structure and Hydrolysis. Review. Trends in Food Science and Technology. 1997. 8: 375-382

12. Planchot, V., Colonna, P., Gallant, D.J., and Bouchet, B. “Extensive degradation of native starch granules by α-amylase from Aspergillus fumigatus”. J. Cereal Sci. 1995: 21.

13. Troy, B.D. Remington The Science and Practice of Pharmacy. 21 edition. Lippincott Williams & Wilkins. United States of America. 2005.

14. Parija, S.C. Tetxbook of Microbiology & Immunology. Elsevier. India. 2009.

15. Chaplin, M. Starch. http// : www.sbu.ac.uk. 2002.

Page 22: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013138

Penetapan Kadar Alkaloid Ekstrak dari Etanolik Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa- sinensis L.)

ABSTRACT: Kembang sepatu flower (Hibiscus rosa-sinensis L.) was fractional-ly used as expectorant. Based on Bioassay Guided fractionation, an active frac-tion was separated, and the fraction was identified is Alkaloid was the major compound based on TLC analysis. Viscosity value measured by viscometer was used as a Bioassay model of expectorant activity in vitro and acetyl cysteine was used as positive control. Alkaloid content determination of the ethanolic extract was measured by TLC-Densitometric compared with standard curve of isolated alkaloid as the selected marker (Y=12,1360X+2901,4474). The alka-loid content in the ethanolic extract was determined as 2.35 ± 0,67 %.

Keywords: alkaloid, ethanolic extract, Hibiscus rosa-sinensis L.

ABSTRAK: Bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) secara tradi-sional digunakan sebagai peluruh dahak. Berdasarkan atas Bioassay Gui-ded Fractionation, fraksi aktif berhasil dipisahkan dan alkaloid merupa-kan kandungan utama fraksi. Oleh karena itu alkaloid digunakan sebagai sen yawa penanda (marker) ekstrak etanol Hibiscus rosa-sinensis L. Nilai viskositas digunakan sebagai model untuk aktivitas peluruh dahak, dengan asetil sistein sebagai kontrol positif. Selanjutnya penetapan kadar alkaloid dalam ekstrak etanol dilakukan secara KLT-Densitometri (n=5), kadar al-kaloid dibandingkan dengan kurva baku dari alkaloid (marker) hasil isolasi (Y=12,1360X+2901,4474). Kadar alkaloid dalam ekstrak etanol kembang se-patu (Hibiscus rosa-sinensis L.) sebagai 2,35 ± 0,67 %.

Kata kunci: alkaloid, ekstrak etanolik, kembang sepatuFakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Artikel Penelitian

Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono,Marchaban, dan Sudibyo Martono

Korespondensi:Mimiek MurrukmihadiEmail : [email protected]

Page 23: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

139Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono, Marchaban, dan Sudibyo Martono

PENDAHULUAN

Herbal merupakan obat alternatif yang telah dimanfaatkan oleh nenek moyang. Salah satu yang digunakan adalah bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.), sebagai peluruh da-hak (1). Untuk mendapatkan efek yang konsis-ten, ekstrak harus terstandar dan dapat menja-di referensi material bagi peningkatan produk herbal Indonesia (2).

Murrukmihadi menyatakan bahwa didalam ekstrak bunga kembang sepatu terdapat alkalo-id dapat digunakan sebagai marker untuk stan-dar produk bunga kembang sepatu (3). Senya-wa marker dapat sebagai senyawa aktif, pe-nanda analitik maupun penanda negatif. Bunga kembang sepatu dilaporkan dapat digunakan sebagai obat batuk (4), sehingga alkaloid dalam kembang sepatu dapat digunakan sebagai mar-ker/senyawa penanda.

Penetapan kadar suatu senyawa dapat dila-kukan dengan mengukur kerapatan noda dari senyawa yang bersangkutan dan telah dipisah-kan dengan cara kromatografi lapis tipis deng-an menggunakan KLT-Densitometer. Penam-pakan noda menunjukkan hasil positif alkaloid dengan munculnya noda berwarna jingga-ke-coklatan pada lempeng KLT ketika ditampak-kan denagn pereaksi Dragendorff. (5).

METODE PENELITIAN

BahanBunga kembang sepatu dikoleksi dari Ta-

man Graha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan di-identifikasi di Bagian Biologi Farma-si, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada pada bulan September sampai dengan Oktober tahun 2008. Bunga kembang sepatu dicuci dan dikeringkan dengan oven yang temperaturnya diatur antara 40-50 0C. Bunga kering diserbuk dan disimpan di almari es (40C) sampai saat un-tuk diekstraksi.

Metode 1. Ekstraksi untuk Penetapan Kadar Alkaloid

Ekstraksi isolat untuk penetapan kadar dilaku-kan berdasarkan penelitian yang sudah dilaku-kan (6).

2. Penentuan kadar alkaloidPenentuan kadar alkaloid dilakukan secara KLT-Densitometri yang meliputi 2 langkah se-bagai berikut:a. Pembuatan kurva baku alkaloid Pembuatan kurva baku alkaloid dilakukan

dengan cara 390 mg isolat kering dilarutkan dalam metanol 1 mL (larutan stok), kemu-dian dibuat seri konsentrasi 24, 49, 98, 130, dan 293 µg/µL, dengan volume penotolan 15 µL. Cara pembuatannya yaitu, dari laru-tan stok diambil 751 µL dilarutkan dalam metanol sampai 1 mL, sehingga didapat konsentrasi 293 µg/µL (dalam 15 µL berisi 293x15=4395 µg). Dari larutan ini diambil 500 µL dilarutkan dalam metanol sampai 1 mL, kemudian diambil 667 µg/µL dilarut-kan dalam metanol sampai 1 mL, sehingga didapat konsentrasi 130 µg/µL (dalam 15 µL berisi 130x15=1950 µg). Kemudian di-ambil 500 µL dilarutkan dalam metanol sampai 1 mL, didapat konsentrasi 98 µg/µL (dalam 15 µL berisi 98x15=1470µg). Dari larutan ini diambil 500 µL dilarut-kan dalam metanol sampai 1 mL, didapat konsentrasi 49 µg/µL (dalam 15 µL berisi 49x15=735µg). Terakhir diambil 500 µL dari larutan tersebut kemudian diencerkan dengan metanol sampai 1 mL, sehingga di-dapat konsentrasi 24 µg/µL (dalam 15 µL berisi 24x15=360 µg).

b. Penentuan alkaloid dalam ekstrak etanolik Penentuan alkaloid dilakukan dengan cara

menimbang ekstrak etanol 3 g dilarutkan dalam 1 mL metanol dan ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 5 kali replikasi deng-an volume masing-masing 10 µL. Setelah pengembangan pelat KLT, bercak yang di-peroleh diukur dengan KLT-Densitometer untuk mendapatkan AUC.

Page 24: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013140

Kadar Alkaloid Ekstrak dari Etanolik Bunga Kembang Sepatu

Analisis HasilData luas area yang didapatkan dari isolat di-

buat persamaan regresi linier sebagai persama-an kurva baku. Persamaan garis kurva baku : Y = a+bx, dengan Y = AUC, X = kadar isolat (µg/15µL). Harga AUC sampel kemudian dimasukkan ke da-lam persamaan garis kurva baku, maka didapat-kan kadar dari masing-masing sampel (persen kadar alkaloid dalam ekstrak).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan kurva baku Penentuan panjang gelombang dilakukan

pada scanning panjang gelombang 200-700 nm untuk senyawa alkaloid dan memberikan λmaks pada 200 nm. Tabel 1 menunjukkan kadar isolat versus AUC hasil densitometri untuk kurva baku ekstrak.

Kenaikan konsentrasi atau kadar isolat ter-tentu sebanding dengan kenaikan nilai AUC pada densitometer. Hal ini sesuai dengan apa yang di-dapat, semakin tinggi kadar isolat, semakin besar AUC (Tabel 1). Setelah dilakukan perhitungan se-cara regresi linier, maka didapat persamaan garis regresi linier sebagai kurva baku alkaloid yaitu Y =12,1360 X + 2901,4474 dengan r = 0,9939. Li-nieritas merupakan salah satu parameter untuk menilai kesahihan metode analisis dengan meli-hat nilai hubungan respon dari berbagai konsen-trasi zat baku pada suatu kurva baku yang dilihat sebagai nilai koefisien korelasi (r).

Penetapan kadar alkaloid dalam ekstrak etanolSampel ekstrak sebesar 3 g dilarutkan da-

lam metanol sampai 1 mL, sehingga didapatkan konsentrasi 3 mg/µL. Sebanyak 10 µL ditotolkan (n=5) pada plat silika gel F254 (Merck®) tebal 0,25 mm sebanyak lima replikasi. Kemudian plat KLT

Tabel 1. Nilai Kadar Isolat vs AUC hasil densitometri untuk kurva baku ekstrak

No Kadar baku (µg/µL) Kadar baku dala 15 µL AUC

1 24 360 9928,6

2 49 735 12034,4

3 98 1470 18605,2

4 130 1950 24416,7

5 293 4395 57654,4

Keterangan : Persamaan garis regresi kurva baku adalah Y =12,1360 X + 2901,4474 r = 0,9939, X = kadar alkaloid (µg/ 15µL), Y = AUC

Tabel 2. Nilai Kadar alkaloid dalam sampel ekstrak etanolik

No Kadar (mg/10µL) AUC Kadar (%)

1 30 21725,7 3,45

2 30 16560,2 2,50

3 30 12729,6 1,80

4 30 15516,2 2,31

5 30 12156,1 1,70

X 2,35

SD 0,67

Page 25: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

141Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono, Marchaban, dan Sudibyo Martono

dikembangkan dengan fase gerak etil asetat:me-tanol (1:5 v/v).

Karena bercak yang diharapkan tidak ter-deteksi dengan UV 254 maupun 366 nm, maka bercak ditandai pada tepi plat sesuai dengan KLT isolat yang telah dilakukan sebelumnya dan dideteksi dengan pereaksi semprot Dragendorff. Bercak yang telah ditandai atau sesuai Rf dengan Dragendorff ditentukan AUC (luas dibawah kur-va) pada λmaks 200 nm menggunakan KLT-Densi-tometer.

Nilai AUC sampel ekstrak etanolik bunga kem-bang sepatu dengan kadar 30 mg/ 10µL. Nilai AUC replikasi sampel memenuhi rentang nilai AUC pada

isolat yaitu pada 9928,6 hingga 57654,4 (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam ekstrak

etanolik bunga kembang sepatu terdapat alkaloid yang dapat diisolasi dan sebagai senyawa penan-da dengan kadar sebesar 2,35 ± 0,67 %.

KESIMPULAN

Bunga kembang sepatu memiliki kandungan alkaloid yang dapat diisolasi dan dapat dijadikan sebagai senyawa penanda. Kadar alkaloid dari ekstrak etanolik bunga kembang sepatu adalah 2,35 ± 0,67 %.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Tanaman Obat Indonesia. Jilid I. Departe-men Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 1985.

2. Eye. Memodernkan Obat Tradisional dari Tanaman. Republika. 23 November 2007 cit. 2007.

3. Murrukmihadi, M. Aktivitas Mukolitik Ekstrak eta-nolik dan Fraksi Aktif Bunga Kembang Sepatu (Hi-biscus rosa-sinensis L.) pada Mukus Usus Sapi secara In Vitro. Laporan Penelitian Program Hibah Peneli-tian Berkualitas Prima Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 2009

4. Dalimartha, S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Ungaran : Trubus Agriwidya. 1999.

5. Anonim. Memodernkan Obat Tradisional dari Tana-man.http://www.kimia.lipi.net/index.php?pilihan= berita&id=58. 1 Juli 2009.

6. Murrukmihadi, M. Isolasi dan Penetapan Kadar Alkaloid Dalam Ekstrak Etanolik, Fraksi Tidak la-rut Etil Asetat dan Fraksi Hasil VLC Dalam Bunga Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.). Disam-paikan pada Kongres Ikatan Apoteker Indonesia di Manado. 2011.

7. Anonim. Parameter Standar Umum Ekstrak Tum-buhan Obat. Cetakan Pertama. Departemen Kesehat an Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawa-san Obat dan Makanan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Jakarta. 2000: 3, 9-11.

Page 26: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013142

Analisis Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma di Suatu Rumah Sakit, Surabaya

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

ABSTRACT: Asthma is a chronic inflammatory disease of the respiratory tract. Treatment of asthma can lead to ADRs (adverse drug reactions), which can aggra-vate asthma symptoms. The purpose of this study was to analyze the incidence of ADRs in patients with asthma. The study design is divided into retrospective studi-es, for hospitalized patients and cross-sectional with purposive sampling to outpa-tient. Any actual ADRs that occurred was calculated using the Naranjo probability scale. The number of hospitalized patients were 60 people and outpatients were 22 people. The number of ADRs that occur were 39 cases, consisted of 36 cases of ADRs in hospitalized patients with asthma and 3 cases of ADRs in outpatient asthma patients. Drug groups most involved in ADRs was B2-agonist group. Naranjo scale calculations on ADRs that occurred that the possibility of ADRs. The most common ADRs are in asthma therapy, so it takes the role of pharmacists in monitoring ADRs in asthma treatment to prevent and minimize the occurrence of ADRs.

Keywords: asthma, naranjo scale, hospitalized patient, outpatient

ABSTRAK: Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran pernafasan. Pengobatan asma dapat menyebabkan terjadinya ADRs (adverse drug reactions), yang dapat memperburuk gejala asma. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa ADRs pada pasien asma. Desain penelitian dibagi menjadi dua, yaitu retrospektif, untuk data pasien rawat inap serta cross-sectional untuk data pasien rawat jalan. Setiap ADRs aktual yang terjadi dihitung probabilitasnya dengan naranjo scale. Jumlah pasien rawat inap sebanyak 60 orang dan rawat jalan sebanyak 22 orang. Jumlah ADR yang terjadi sebanyak 39 kasus, terdiri dari 36 kasus ADRs pada pasien asma rawat inap dan 3 kasus ADRs pada pasien asma rawat jalan. Kelompok obat yang paling banyak terlibat dalam ADRs pasien asma adalah golongan B2-agonis, aminofilin, kortikotseroid, dan antikolonergik. ADRs yang paling sering terjadi adalah pada terapi asma, oleh karena itu dibutuhkan peran farmasis dalam memonitor kemungkinan terjadinya ADRs secara rutin terhadap pengobatan pasien asma dapat digunakan untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya ADRs.

Kata kunci: asma, naranjo scale, pasien asma rawat inap, pasiena asma rawat jalan

Faculty of Pharmacy, University of Surabaya, Indonesia

Artikel Penelitian

Korespondensi: Amelia LorensiaEmail : [email protected]

Page 27: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

143Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

PENDAHULUAN

Latar BelakangAsma adalah gangguan inflamasi kronik sa-

luran pernafasan, yang menyebabkan episode berulang dari wheezing, sesak, chest thightness, dan batuk. WHO menyatakan sebesar 15 juta jiwa mengalami disability-adjusted life years (DALYs) per tahunnya disebabkan asma, mewakili 1% dari total beban penyakit global (1). Pada terapi asma, pasien dapat mengalami adverse drug reac-tions (ADRs), karena pasien asma memiliki risiko lebih besar terhadap perkembangan asma, kare-na pasien asma dapat mengalami serangan asma akibat penggunaan obat lain (2), atau mengalami ADR akibat penggunaan jangka panjang dari pe-ng obatan asma.

Laporan dari Pusat Pharmacovigilance Dae-rah di Rumah Sakit Universitas Inha, Korea Se-latan, selama 4 bulan, menyatakan bahwa dari 228 pasien asma, terdapat 25 kasus ADRs yang terjadi pada 19 pasien asma. ADRs yang biasanya terjadi adalah glukokortikosteroid inhalasi yang dikombinasikan dengan long-acting beta-2 ago-nist (LABA) (63.2%), theobromine (10.5%), LABA oral (10.5%), doxofylline (5.3%), acetylcysteine (5.3%), dan montelukast (5.3%). Keparahan dari ADRs yang terjadi pada sebagian besar sampel tergolong ringan (68.5%), dan tidak ada ADRs parah yang terjadi. Frekuensi ADRs berbeda ber-dasarkan status kontrol asma pasien (3).

Dalam penanganan terapi pasien asma, farma-sis berperan dalam pelaksanaan proses phar-maceutical care untuk meningkatkan terapi obat yang komplek dan nilai signifikan dari obat yang berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas aki-bat penggunaan obat (4), karena pharmaceutical care dapat memberi dampak positif pada out-comes terapi asma (5,6,7,8,9).

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan penelitian ini adalah menganalisa kejadian ad-verse drug reactions (ADRs) pada terapi asma di suatu rumah sakit di Surabaya, pada pengobatan asma rawat inap dan rawat jalan, dengan menggu-nakan naranjo scale untuk mengetahui probabili-

tas ADRs yang terjadi disebabkan oleh obat, dan bukan karena faktor lain. Data ADRs yang didapat dapat digunakan oleh farmasis dalam pharma-ceutical care sebagai data untuk monitoring pe-ngobatan pasien asma sehingga dapat mencegah dan meminimalkan terjadinya ADRs pada terapi pasien asma.

TINJAUAN TEORI

AsmaThe National Asthma Education and Preven-

tion Program (NAEPP) mendifinisikan asma sebagai gangguan inflamasi kronik dari saluran pernafasan dimana banyak sel dan elemen selular yang berperan. Pada individu dengan asma, inflamasi menyebabkan episode berulang dari wheezing, sesak, chest thightness, dan batuk (1,10).

Eksaserbasi asma merupakan episode dari peningkatan progresif pada sesak nafas, batuk, wheezing, chest tightness, atau kombinasi. Te-rapi utama eksaserbasi meliputi pemberian berulang bronkodilator inhalasi aksi cepat, glukokortikosteroid sistemik, dan oksigen (1, 10). Pada asma kronis, pengobatannya dapat diklasifikasikan sebagai reliever dan controller (1). Pengobatan untuk asma kronis dibagi dalam 5 stage dengan kombinasi reliever dan controller sesuai dengan Tabel 1.

Adverse Drug Reactions (ADRs)WHO mendefinisikan adverse drug reactions

(ADRs) adalah respon terhadap suatu obat yang berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, maupun terapi (11). ADRs dibagi menjadi 2 yaitu: (1) Reaksi tipe A (augmented), yaitu reaksi yang dapat diperkirakan sebelumnya dan bergantung pada dosis obat; dan (2) Reaksi tipe B (bizzare), reaksi yang terjadi tidak berhubungan dengan respon farmakologi, seringkali terjadi karena faktor imunologi dan farmakogenetik. Reaksi tipe

Page 28: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013144

Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma

Perhitungan

Score pada Naranjo

Ya Tidak N/A

Tabel 2. Perhitungan Naranjo Scale (15)

No. Pertanyaan

1. Apakah pasti telah ada laporan mengenai ADRs tersebut sebelumnya?

2. Apakah ADRs muncul setelah obat yang dicurigai tersebut diberikan?

3. Apakah ADRs membaik saat obat dihentikan / diberi antagonis spesifiknya?

4. Apakah ADRs makin parah jika dosis dinaikkan/ membaik jika dosis diturunkan?

5. Apakah ada penyebab ADRs tersebut selain karena obat?

6. Apakah ADRs tersebut muncul saat diberikan placebo?

7. Apakah kadar obat dalam darah termasuk kadar toksik?

8. Apakah ADRs muncul lagi saat obat diberikan kembali?

9. Apakah pasien pernah mengalami ADRs sejenis saat menggunakan obat/ golongan

obat tertentu?

10. Apakah ADRs tersebut didukung dengan bukti yang meyakinkan?

1 0 0

2 -1 0

1 0 0

1 0 0

-1 2 0

-1 1 0

1 0 0

2 -1 0

1 0 0

1 0 0

B ini tidak berhubungan dengan dosis obat yang diberikan, dan meskipun kasus ini jarang terjadi namun dapat menyebabkan penyakit yang serius atau bahkan kematian (12). Waktu kejadian, pola penyakit, dan hasil investigasi, dan rechallenge dapat membantu kausalitas untuk memprediksi kejadian ADR pada pasien (13). Pada penelitian ini tidak dapat diketahui jenis dari ADR yang terjadi, dikarenakan keterbatasan data yang diperoleh dari rekam medik.

Respon obat tergantung dari setiap individu, yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor se-perti penyakit, genetik, dan faktor lingkungan dan variabilitas dalam respon target obat (respon farmakodinamik) atau respon idiosinkrasi (14).

Naranjo ScaleSalah satu cara untuk menghitung kemung-

kinan terjadinya ADRs adalah dengan cara naran-jo scale. Ada beberapa pertanyaan pada naranjo

Tabel 1. Terapi pada Asma Kronis (1)

Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5

Asthma education Environmental control

As needed rapid-acting β2-agonist As needed rapid-acting β2-agonist

Select one Select one Add one or more Add one or both

Controller options

Low-dose inhaled ICS*Low-dose ICS plus

long-acting β2-agonist

Medium-or high-dose ICS plus long-acting

β2-agonist

Oral glucocortico steroid (lowest dose)

Leukotriene modifer U

Medium-or high-dose ICS

Leukotriene modifer

Anti-IgE treatment

Low-dose ICS plus leukotriene modifer

Sustained release theophyline

Low-dose ICS plus sustained release

theophyline

Page 29: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

145Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

scale yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Penafsiran nilai total :Lebih dari 9 : definite ADR (pasti ADR)Antara 5-8 : probable ADR (kemungkinan be-

sar ADR)Antara 1-4 : possible ADR (kemungkinan ADR)0 : doubtful ADR (bukan ADR)

Keterangan :N/A : not available (tidak dapat diterap-

kan pada situasi tsb/tidak diketa-hui)

METODE PENELITIAN

Jenis PenelitianMetode penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu

crossectional non experimental untuk data pasien rawat jalan dan secara retrospektif untuk data pasien rawat inap di rumah sakit.

Populasi dan Sampel PenelitianPopulasi penelitian pada asma rawat inap

adalah pasien asma yang pernah menjalani rawat inap di rumah sakit selama bulan November 2008-November 2010. Dan sampel penelitian adalah semua populasi. Populasi penelitian pada pasien asma rawat jalan adalah pasien asma yang menjalani rawat jalan di Klinik Penyakit Dalam Adi Husada Undaan Wetan Surabaya. Selama pe-riode November 2010 sampai dengan Januari 2011 (3 bulan). Sampel penelitian adalah pasien asma yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu beru-sia ≥18 tahun dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

Teknik Pengambilan Sampel PenelitianTeknik pengambilan sampel pada pasien as-

ma rawat inap adalah semua sampel penelitian adalah populasi penelitian. Dan teknik pengambil-an sampel pada pasien asma rawat jalan adalah purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi.

Perhitungan perkiraan jumlah sampel peneli-

tian pada pasien asma rawat jalan dengan Persa-maan 1 (16):

dimana:n = jumlah sampel minimal yang diperlukan d = limit dari error atau presisi absolut (25%)Z1-α2 = nilai Z tabel 1,96 (tingkat kepercayaan 95%)p = proporsi pasien asma (p=0,5)

Jadi besar sampel penelitian dalam penelitian ini adalah 18 orang pasien asma yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Teknik pengumpulan data pada data pasien

asma rawat inap dengan menggambil data dari rekam medis pasien yang telah ada sebelumnya. Sedangkan pada data pasien asma rawat jalan dengan melakukan wawancara secara langsung, disertai dengan pengamatan terhadap pasien. Untuk melengkapi data yang diperoleh dilaku-kan juga konsultasi singkat dengan dokter dan perawat yang menangani serta dari rekam medik pasien. Data informasi pengobatan pasien yang telah dikumpulkan kemudian dianalis menggu-nakan pustaka dan dijabarkan secara deskriptif. Kemudia setiap ADRs aktual yang terjadi dihitung probabilitasnya dengan menggunakan naranjo scale.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Sampel PenelitianJumlah sampel dalam penelitian ini adalah 60

orang, terdiri dari 22 orang pasien laki-laki dan 38 orang adalah pasien perempuan. Jumlah sam-pel penelitian pada asma rawat jalan sebanyak 22 orang, terdiri dari 10 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Stage asma ditentukan berdasarkan

n =� ����� � (���)

�� (1)

Page 30: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013146

Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma

pengobatan rawat jalan yang diterima pasien saat diwawancara oleh peneliti, berdasarkan Global Initiative for Asthma tahun 2011. Dari hasil pene-litian terlihat variasi stage asma yang dialami sam-pel penelitian (tabel 3). Sampel penelitian paling banyak berada pada stage 1 (68,18%), 13,64% pada stage 3; 9,09% pada stage 2; 9,09% tidak diketahui; dan 0% pada stage 4 dan 5. Dua orang sampel penelitian digolongkan sebagai stage asma yang tidak diketahui karena pengobatan yang di-gunakan tidak dapat digolongkan berdasarkan Global Initiative for Asthma tahun 2011.

Kejadian ADRs pada Pasien Asma dan Outcomes Klinis yang Terjadi

Jumlah ADR yang terjadi pada pasien asma se-banyak 39 kasus yang terdiri dari 36 kasus ADRs pada pasien asma rawat inap (asma akut) dan 3 kasus ADRs pada pasien asma rawat jalan (asma kronis) (tabel 4).

ADR yang terjadi pada pasien asma dapat disebabkan oleh obat terapi asma dan obat non terapi asma. Kelompok obat terapi asma yang pa-ling banyak menyebabkan terjadinya ADRs adalah golongan B2-agonis (10 kasus ADRs yang terdiri

Tabel 3. Data Demografi dan Karakteristik dari Sampel Penelitian Pada Pasien Asma Rawat Inap dan Asma Rawat Jalan

Variabel Asma Rawat Inap Asma Rawat Jalan (n=60) (n=22) Jenis Kelamin - Laki-laki 22 10 - Perempuan 38 12 Usia (tahun) - Usia terkecil 20 19 - Usia tertua 82 70 - Rata-rata 35,10 Lama menderita asma (tahun) - < 1 2 1 - 2 - 5 3 5 - 6 - 10 6 1 - 11 - 20 10 10 - > 20 4 5 - Tidak diketahui 34 Lama dirawat di rumah sakit (hari) - < 5 35 - 6 - 10 23 - > 10 2 Penyakit penyerta yang didapat - Bronkitis kronis 6 dari 60 - Sinusitis 1 dari 60 - Diabetes melitus tipe 2 9 dari 60 - CVD (cardiovascular disease) 11 dari 60 - Infeksi saluran pernapasan atas 7 dari 60 - Infeksi lain 10 dari 60 - Gastritis 8 dari 60 - Gangguan fungsi hati 2 dari 60 - Gangguan fungsi saraf 3 dari 60 Stage pengobatan asma kronis (Global Initiative for Asthma, 2011) - Stage 1 15 - Stage 2 2 - Stage 3 3 - Tidak diketahui 2

Page 31: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

147Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

Tabel 4. Kejadian ADRs Pada Pasien Asma Rawat Inap dan Asma Rawat Jalan

Jenis DRPs Total

Asma Rawat Inap a. Adverse drug event (non allergic) 3

b. Adverse drug event (allergic) 0

c. Toxic adverse drug-event 0

Asma Rawat Jalan a. Adverse drug event (non allergic) 36

b. Adverse drug event (allergic) 0

c. Toxic adverse drug-event 0

TOTAL 39

Tabel 5. Kelompok Obat yang Terlibat dalam ADRs yang dialami Pasien Asma Rawat Inap dan Rawat Jalan

Golongan ADRs pada Asma Rawat Inap ADRs pada Asma Rawat Jalan Obat yang terlibat ADRs yang terjadi TOTAL ADRS yang terjadi TOTAL dalam ADRs Xanthin - Aminofilin menyebabkan hipotensi 1 9 - Aminofilin menyebabkan hipertensi 2 - Aminofilin menyebabkan kemerahan kulit 1 - Aminofilin/Theofilin menyebabkan Takikardi 4 - Aminofilin menyebabkan mual 1

Kortikosteroid - Metilprednisolon menyebabkan hipotensi 1 5 - Metilprednisolon menyebabkan hipertensi 2 - Fluticasone menyebabkan hipertensi 1 - BUdesonide dan metilprednisolon (duplikasi), 1 menyebabkan hipertensi

B2 Agonis - Salbutamol menyebabkan efek hipotensi 2 7 - Salbutamol menyebabkan mulut kering 2 - Salbutamol menyebabkan efek takikardi 3 - Salbutamol menyebabkan pusing - Terbutalin menyebabkan hipokalemia 1 - Fenoterol menyebabkan hipokalemia 1

B2 Agonis + - Salbutamol + Iprapropium (Combiven) 1 3 Antikolinergik menyebabkan hipertensi - Salbutamol + Iprapropium (Combiven) 2 menyebabkan takikardi

Antikolinergik - Ipraptropium menyebabkan hipertensi Alis- 1 3 Penghambat kiren (Rasilez) menyebabkan gatal-gatal di - 1 Losartan menyebabkan kelelahan 1 Renin Opioid seluruh tubuh Adrenalin - Codein menyebabkan konstipasi 1 - Epinefrin menyebabkan dada terasa berdebar 1

Diuretik - Furosemide menyebabkan hipokalemia 2 4 - Furosemide menyebabkan gatal-gatal di selu- 1 ruh tubuh - Furosemide menyebabkan hipotensi 1

Antibiotik - Cefpirome menyebabkan gatal-gatal di seluruh 1 2 tubuh - Ceftriaxone menyebabkan sakit kepala 1

Page 32: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013148

Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma

dari 2 kasus pada asma rawat inap dan 2 kasus pada asma rawat jalan), kemudian kelompok aminofilin (9 kasus pada asma rawat inap), kor-tikosteroid (5 kasus pada asma rawat inap), dan antikolonergik (3 kasus pada asma rawat inap) (tabel 5).

Kelompok obat non-terapi asma yang menye-babkan terjadinya ADR sebanyak 13 kasus. Ke-lompok obat yang paling banyak menyebabkan terjadinya ADR adalah diuretik (4 kasus pada rawat inap), antibiotik (2 kasus pada asma rawat inap), dan penghambat renin (1 kasus pada asma rawat inap dan 1 kasus pada asma rawat jalan) (tabel 5).

Golongan xanthin menyebabkan efek hipotensi atau hipertensi, karena meningkatkan tingkat katekolamin, yang menstimulasir reseptor β2 adrenergik vaskular dengan penurunan resis-tensi pembuluh darah perifer. Vasodilatasi perifer dan hipotensi terjadi pada toksisitas teofilin signifikan. Intraseluler pergeseran hasil kalium dalam hipokalemia (17). Xanthin menye-babkan kemerahan kulit, akibat sensitif terhadap ethylenediamine salt dalam aminofilin (18). Takikardi yang disebabkan oleh xanthin karena relaksasi otot polos saluran pernafasan dan juga mencegah sel mast di sekitar bronkus untuk melepaskan senyawa bronkokonstriksi seperti histamin dan bradikinin, yang dapat menyebabkan bronkospasmodik. Kondisi ini dapat menyebabkan kontraksi pada jantung dan menurunkan tekanan darah di arteri paru. Manfaat bronkodilator xanthine dalam pengobatan asma sering dibatasi oleh efek samping mual muntah. Mekanisme emesis kemungkinan dengan penghambatan satu atau lebih bentuk PDE (phosphodiesterase) bukan dari antagonisme adenosin (19).

Kortikosteroid menyebabkan peningkatan tekanan darah, dengan menyebabkan retensi Na+, air dan peningkatan ekskresi K+ yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi dan hipokalemia (19). Hal ini menjadi perhatian pada pasien asma yang juga mendapat terapi antihipertensi karena efek hipo-kalemia akan menjadi semakin parah (20).

B2-agonis dapat memperparah hipokalemia karena memiliki efek hipokalemia. Hipertensi dilaporkan juga pernah terjadi pada 1% pasien yang pernah memakai salbutamol pada dosis normal (20). ADR berupa pusing yang ditimbulkan oleh Salbutamol kemungkinan diakibatkan oleh efek relaksasi otot polos dari Salbutamol, karena stimulasi reseptor β2. Reseptor β2 tidak hanya terdapat di saluran pernafasan namun juga terdapat di otot tulang dan pembuluh darah jantung. Stimulasi yang berlebihan terhadap reseptor β2 (terutama yang terdapat pada otot polos pembuluh darah jantung) akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang ada di jantung sehingga dapat menyebabkan tekanan darah turun, salah satu manifestasinya adalah pusing.

Ipratropium bromida dapat menyebabkan vasodilatasi sehingga terjadi penurunan tekanan darah yang cukup tajam dan dihasilkan efek hipotensi. Sebagai mekanisme kompensasi, tubuh kita akan meningkatkan denyut jantung sehingga muncul efek takikardia, selain itu ada pula pengaruh dari potensiasi reseptor β2 di jantung oleh pemakaian salbutamol (20). Dari 60 orang pasien asma, 40% diantaranya menggunakan kombinasi ipratropium bromida dan salbutamol, hal inilah yang membuat perlunya pengawasan yang lebih terhadap pemakaian kombinasi ini. ADRs yang teramati pada pemakaian ipratropium bromida dan salbutamol adalah ADRs tipe A, yang dapat diprediksi.

Hipokalemia dan hipotensi dapat disebabkan karena furosemide, yang merupakan loop diuretic yang mensekresi secara aktif melalui sistem transpor asam organik nonspesifik kedalam lumen dari ascending limb pada loop henle, menyebabkan penurunan reabsorbsi natrium dengan kompetisi pada chloride site pada Na+-K+-2Cl− cotransporter. Medullary hyper-tonicity dikurangi, sehingga menurunkan abilitas ginjal untuk mereabsorbsi air (21,22). Furosemide juga dapat menyebabkan gatal-gatal yang merupakan reaksi alergi di kulit (22).

Epinefrin menyebabkan dada terasa berdebar,

Page 33: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

149Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka Indra Wijaya

dikarenakan epinefrin menstimulasi reseptor dari α1, α2-, β1-, dan β2-adrenergik (21). Losartan merupakan antagonis non peptide, kompetitif dan selektif dari reseptor Angiotensin II. Me-kanisme kerja losartan yaitu berikatan secara reversible dengan reseptor AT1 dan AT2 dan dengan memblok efek vasokonstriksi dan sekresi aldosteron dari Angiotensin II (21). Kelelahan yang muncul akibat penggunaan Losartan di-mungkinkan karena efek inhibisinya terhadap sekresi aldosteron. Jika sekresi aldosteron menu-run terlalu besar, keseimbangan cairan dan elek-trolit akan terganggu dan manifestasi yang sering muncul antara lain kelelahan (23).

Codein untuk terapi batuk pada asma akut da-pat menyebabkan konstipasi, karena codein yang merupakan opioid memberikan efek pada otot polos yang dapat berkaitan dengan menurunnya otot polos di usus sehingga menyebabkan kon-stipasi (24).

Perhitungan Naranjo Scale terhadap Kejadian Adverse Drug Reactions (ADRs) yang Terjadi pada Pasien Asma

ADRs pada pasien asma rawat inap dan ra-wat jalan yang bersifat aktual akan dihitung menggunakan naranjo scale untuk menilai 39 kasus ADRs yang terjadi. Berdasarkan ha-

sil penelitian, obat-obat yang menimbulkan ADRs aktual yang dinilai dengan naranjo scale, semuanya bernilai 4, yang berarti memiliki ke-mungkinan ADR.

KESIMPULAN DAN SARAN

ADRs yang terjadi pada pasien asma rawat inap dan rawat jalan dalam penelitian menunjukkan bahwa kejadian ADR yang terjadi sebagian besar berasal dari pengobatan asma pasien, walaupun dengan outcomes klinis ADRs yang cenderung ringan.

Berdasarkan hasil penelitian, maka perlunya peran farmasis dalam memonitor kemungkinan terjadinya ADRs secara rutin terhadap obat-obatan yang digunakan pasien asma baik pada pasien asma rawat jalan maupun selama dirawat di rumah sakit. Serta peran farmasis dalam menyediakan informasi bagi tenaga kesehatan lainnya mengenai penggunaan obat-obatan bagi pasien.

Penelitan selanjutnya dalam menilai outcomes DRPs diperlukan waktu pengamatan yang lebih lama untuk mengetahui apakah outcomes terse-but dalam jangka panjang, serta jumlah sampel penelitian yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Asthma. Global Strategy for Asthma Management & Prevention [Update]; 2011.

2. Cukic V, Ustamujic A, Lovre V. Adverse Drug Reac-tions in Patients with Bronchial Asthma. Mat Soc Med 2010; 22(2): 99-100.

3. Kim CW, Cho JH, Jung EH, Lee HK. Adverse Drug Re-actions to Anti-Asthmatics In Patients with Bron-chial Asthma. a Meeting of The World Allergy Or-ganization: A World Federal of Allergy, Asthma, & Clinical Immunology Societies; 2011.

4. Berenguer B, La Cassa C, de La Matta MJ, Martin-Calero MJ. Pharmaceutical Care: Past, Present and Future. Curr Pharm Des. 2004; 10(31): 3931-46.

5. Abdelhamid E, Awad A, Gismallah A. Evaluation of a Hospital Pharmacy-Based Pharmaceutical Care Services for Asthma Patients. Pharmacy Practice 2008; 6(1): 25-32.

6. American Pharmacist Association. Principle of Practice for Pharmaceutical Care. AphA Pharma-ceutical Care Guidelines Advisory Commitee; 2005.

7. American Society of Health-System Pharmacists. ASHP Guidelines on a Standardized Method for Pharmaceutical Care. Am J Health-Syst Pharm 1996; 53, 1713–6.

8. Cipolle R, Strand L, Morney P. Pharmaceutical Care Practice. McGrawHill: United States; 1998. p. 76-80.

9. Farris KB, Fernandez-Llimos F, Benrimoj SI. Phar-maceutical care in community pharmacies: Prac-

Page 34: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013150

Adverse Drug Reactions pada Pasien Asma

tice and research from around the world, Ann Pharmacothe rapy 2005; 39:539-41.

10. Asthma Management Handbook. National Asthma Council Australia; 2006.

11. Prest MS, Kristianto FC, Tan CK. Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki, Dalam Aslam M, Tan CK, Pra-yitno A, ed, Farmasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, PT Elex Media Komputindo, Jakarta; 2003. p. 101-107.

12. Lee A, Beard K. Adverse Drug Reactions, Churchill Li vingstone, London; 2006.

13. Edwards IR, Aronson JK. Adverse Drug Reactions: Definitions, Diagnosis, and Management. Lancet 2000; 356(9237):1255-9.

14. Shastry BS. Pharmacogenetics and the concept of indivi-dualized medicine. The Pharmacogenomics Journal 2006; 6: 16–21.

15. Naranjo CA, Busto U, Sellers EM, Sandor P, et al. A method for estimating the probability of adverse drug reactions. Clin Pharmacol Ther 1981; 30: 239 245.

16. Lemeshow S. Besar Sampel dalam Penelitian Kese-hatan. Yogyakarta. Gajah Mada University Press; 1997. p. 55.

17. Chan TY, Gomersall CD, Cheng CA, Woo J. Overdose

of methyldopa, Indapamide and Theophylline Re-sulting in Prolonged Hypotension, Marked Diure-sis and Hypokalaemia in An Elderly Patient, Phar-macoepidemiol Drug Saf. 2009;18(10): 977-9.

18. Brunton LL, Goodman LS, Blumenthal D, Buxton I, Goodman and Gilman’s manual of pharmacology and therapeutics, 11th ed. McGraw-Hill Professio-nal; 2006.

19. Ralph E. Howell, William T. Muehsam and Wil-liam J. Kinnier. Mechanism for the emetic side effect of xanthine bronchodilators. Life Sciences 1990; 46(8).

20. McEvoy G, Snow E, Miller J, et al. American Society of Health System Pharmacists. Bethesda; 2008.

21. Anderson P. Handbook Of Clinical Drug Data. Mc-graw-Hill Companies 2002; 10.

22. Lacy C, Armstrong L, Goldman M, Lance L. Drug In-formation Handbook: A Comprehensive Resource for all Clinicians and Healthcare Professionals. Lexi-Comp Inc, United States 2006; 14.

23. National Endocrine and Metabolic Diseases Infor-maton Service: A Service. The Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. NIH; 2005.

24. Sweetman S. Martindale: The Complete Drug Refe-rence. USA. Edition. Pharmaceutical Press 2009; 36.

Page 35: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

151Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Artikel Penelitian

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Perdarahan dan Pembekuan serta Jumlah

Trombosit Darah Mencit Putih Betina

Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

Jurusan Farmasi, Fakultas MIPAUniversitas Andalas Padang

ABSRACT: The effect of aethanolic extract of mahakaan,s (Gynura pseudochina (L) DC tuber on shortening bleeding and coagulation time and trombocytes cell of the white female mice has been studied. The overal doses used were 30,100 and 300 mg/kg BW. The effect was observed on, 1st, 7th, 14th and 21th days by using the modified cutting tail method, slide method and using hemositometer. As a comparator used vitamin K with dose of 0,026 mg/20g BW was given. The result indicated that the extract has ability to shorten bleeding and coagulation time at all doses, and the dose of 300 mg/kg BW showed a stronger effect on shortening bleeding time compared to vitamin K 0,026 mg/20g BW (p<0,01). The doses of 100 and 300 mg/BW showed a stronger effect on shortening coagulation time. The thrombocytes was not influenced by the all doses, and neither was the lenght of the administration (p>0,01).

Keywords : Gynura pseudochina (L.) DC), bleeding time, coagulation time, and level of thrombocyt

ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak etanol umbi tanaman mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) terhadap kemampuannya mempersingkat waktu perdarahan, pembekuan darah serta mengamati jumlah sel trombosit darah mencit putih betina. Dosis yang digunakan pada penelitian ini adalah 30, 100 dan 300 mg/kb BB dan pengaruhnya diamati pada hari ke 1, 7, 14 dan 21. Metoda yang digunakan adalah metoda pemotongan ekor yang dimodifikasi, metoda slide dengan menggunakan alat hemositometer. Sebagai pembanding digunakan vitamin K pada dosis 0,026 mg/20g BB. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol dari umbi mahakaan mampu mempersingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah secara signifikan apa-bila dibandingkan dengan vitamin K pada dosis 0,026 mg/20 g BB, dan efeknya akan lebih baik terlihat pada dosis 300 mg/kg BB (p<0,01). Pada pemberian do-sis 100 dan 300 mg/kg BB memberikan hasil yang lebih baik dalam memper-singkat waktu pembekuan darah. Tidak terlihat peningkatan jumlah sel trom-bosit pada penelitian ini untuk semua dosis yang digunakan (p>0,1).

Kata kunci : Gynura pseudochina (L.) DC), waktu perdarahan, waktu koagulasi, dan level trombosit

Korespondensi: DachriyanusEmail : [email protected]

Page 36: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013152

Pengaruh Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Pendarahan

PENDAHULUAN

Pada saat ini kita kembali kepada pengobatan alternatif yaitu dengan menggunakan tanaman obat yang sudah banyak diketahui khasiatnya. Tanaman ini biasanya digunakan untuk pencega-han dan pengobatan penyakit (1). Kecenderung-an minat penggunaan obat tradisional kini makin meningkat, karena bentuk sediaan yang didu-kung oleh kemajuan teknologi saat ini, disamping itu harganya dapat dijangkau dan keamanannya juga dapat terjamin (2). Gynura sp termasuk ke dalam golongan famili Asteraceae, sering digu-nakan oleh masyarakat untuk pengobatan alter-natif. Tanaman ini banyak tumbuh di pekarangan rumah dan juga tumbuh di beberapa kawasan hu-tan di Indonesia. Kandungan kimia dari tanaman ini adalah benzoquinon (Quinoid), carryophyllen oksida (seskuiterpen), diosgenin (sapogenin), stigmasterol (steroid), adenin (alkaloid), querce-tin (flavonoid) (3).

Salah satu spesies tanaman yang banyak di-gunakan untuk obat adalah Gynura pseudochina (L.) DC), yang dikenal dengan nama daerah ma-hakaan

Umbi dari tanaman ini digunakan untuk meng hentikan perdarahan (luka teriris, batuk da-rah, muntah darah, mimisan, perdarahan sehabis melahirkan, luka bakar), demam, membersihkan racun, tulang patah (fraktur) (4).

Sebagai obat luka umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC), masih banyak digunakan, disamping itu belum ada suatu penelitian yang melaporkan bahwa tanaman ini berkhasiat untuk menghentikan perdarahan, pembekuan darah dan meningkatkan jumlah trombosit.

Ekstrak etanol dari umbi tanaman ini di uji terhadap proses hemostasis dan pembekuan da-rah, vitamin K digunakan sebagai pembanding pada penelitian ini. Vitamin K memiliki peranan dalam proses hemostasis dan pembekuan darah terhadap faktor II (protrombin), faktor VII (pro-konvertin), faktor IX (Christmas) dan faktor X (Stuart-Prower), bekerja sebagai koenzim pada gama karboksilasi rantai samping asam glutamat.

Hasil karboksilasi akan mempermudah pengikat-an ion kalsium yang diperlukan untuk memben-tuk kompleks dengan fosfolipid (5).

Waktu perdarahan menggunakan metoda pe-motongan ekor yang dimodifikasi (6), waktu pem-bekuan darah menggunakan metoda Slide Hep-ler (1962), dan penghitungan jumlah trambosit menggunakan alat hemositometer (7).

METODOLOGI PENELITIAN

Alat, bahan dan hewan Alat yang digunakan pada penelitian ini ada-

lah : perkolator, alat destilasi, rotary evaporator, lumpang dan alu, tabung reaksi, plat tetes, pipet tetes, krus, oven kaca arloji, timbangan analitik, gelas ukur, jarum oral, timbangan hewan, gun-ting, kertas saring, stopwatch, gelas objek, cover glass, hemositometer dan mikroskop. Bahan yang digunakan adalah ekstrak etanol umbi mahakaan, hewan percobaan mencit putih betina galur DDY Japan berumur 8-12 minggu dengan bobot badan 20-30 gram.

Sebelum digunakan hewan di aklimatisasi se-lama seminggu dan mencit putih yang digunakan adalah mencit sehat, tidak mengalami perubah-an berat badan yang berarti (deviasi maksimal 10%) dan secara visual menunjukkan perilaku yang normal (8). Bahan kimia lain yang digu-nakan adalah etanol 96%, air suling, kloroform, kloform ammonia, asam sulfat pekat, asam sulfat 2 N, reagen Meyer, larutan besi (III) klorida pekat, serbuk Mg, Na CMC, larutan asam oksalat 1% dan vitamin K (Kimia Farma).

Metoda PenelitianBahan uji ekstrak etanol umbi mahakaan

(Gynura pseudochina (L.) DC), larutan Na CMC 1%, sebagai kontrol dan vitamin K diberikan secara peroral kepada hewan percobaan dengan volume pemberian obat 1% dari berat badan selama 21 hari. Pengamatan dilakukan pada hari ke 1, 7, 14, dan 21, dan 60 menit setelah pemberian sediaan dilakukan penentuan waktu perdarahan, pem-bekuan dan perhitungan jumlah sel trombosit.

Page 37: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

153Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

Penentuan waktu pendarahanPenentuan waktu perdarahan dilakukan de-

ngan menggunakan metoda pemotongan ekor yang di-modifikasi (6). Caranya adalah ujung ekor mencit yang telah dibersihkan dengan etanol 96%, dipotong sepanjang 5 mm dengan gunting yang telah dibersihkan. Pengamatan waktu perdarahan dilakukan mulai dari awal pemotongan ekor sampai dengan terbentuknya bekuan darah pada ujung ekor mencit tersebut.

Penentuan waktu pembekuanPenentuan waktu pembekuan darah dilaku-

kan dengan metoda Slide (9). Caranya, ditetes-kan 3 tetes darah diatas objek glass yang kering

dan bersih, saat awal penetesan stopwatch di-jalankan. Tiap-tiap detik gerakan ujung jarum melalui tetes pertama sampai terlihat adanya benang fibrin. Segera setelah terlihat benang fibrin pada tetes pertama, gerakan ujung jarum pada tetes ke dua dan seterusnya sampai dilan-jutkan pada tetes ketiga. Waktu terbentuknya benang fibrin pada tetes kedua dan ketiga di-ratakan dan dicatat sebagai waktu pembekuan darah.

Perhitungan jumlah trombositPenghitungan jumlah sel trombosit dilaku-

kan menggunakan hemositometer (7), dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Tabel 1. Persentase Efektivitas Waktu Perdarahan Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan Gynura pseudochina (L.) DC.) dan Vitamin K terhadap Kontrol.

% Efektivitas waktu perdarahan setelah pemberian ekstrak terhadap kontol pada pengamatan hari ke-

1 7 14 21

10,75 50,86 54,78 57,76

38,58 65,65 73,94 77,69

52,44 74,21 81,88 85,00

0,57 60,66 75,55 78,52

Ekstrak etanol 30 mg/kg BB

Ekstrak etanol 100 mg/kg BB

Ekstrak etanol 300 mg/kg BB

Vitamin K dosis 0,026 mg/kg BB

Zat Uji dan Dosis

Perlakuan

Gambar 1. Diagram batang dalam bentuk persentase efek waktu pedarahan setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dengan 3 variasi dosis yang di bandingkan dengan pemberian vitamin K dosis 0,026 mg/ 20 gr BB

Waktu Pengamatan (hari)

Wak

tu P

erda

raha

n (%

)

1. dosis 30 mg/kg BB2. dosis 100 mg/kg BB3. dosis 300 mg/kg BB4. dosis 0,026 mg/kg BB

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Page 38: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013154

Pengaruh Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Pendarahan

A. Mengisi Pipet Eritrosit• Dipipet eritrosit terlebih dahulu dibilas de-

ngan larutan amonium oksalat 1% sampai garis tanda 1, kemudian bilasan di buang.

• Dibersihkan darah pada bagian ekor yang akan dipotong dengan tissue, dibiarkan darah keluar kemudian dihisap sampai garis tanda 0,5. Kelebihan darah yang melekat pada ujung pipet dihapus dengan tissue.

• Dimasukkan ujung pipet ke dalam larutan amonium oksalat 1 % sambil menahan darah pada garis tanda tadi. Dihisap larutan amo-

Gambar 2 . Diagram batang efek dalam bentuk persentase terhadap waktu pembekuan darah setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dengan 3 variasi dosis yang di bandingkan dengan pemberian vitamin K dosis 0,026 mg/ 20 gr BB.

Tabel 2. Persentase efektivitas waktu perdarahan ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dan vitamin K terhadap kontrol

% Efektivitas waktu pembekuan darah setelah pemberian ekstrak terhadap kontol pada hari ke-

1 7 14 21

11,73 58,57 66,93 69,50

45,04 77,92 84,76 88,82

65,32 83,18 86,68 89,13

4,22 75,33 78,04 85,47

Ekstrak etanol 30 mg/kg BB

Ekstrak etanol 100 mg/kg BB

Ekstrak etanol 300 mg/kg BB

Vitamin K dosis 0,026 mg/kg BB

Zat Uji dan Dosis

Perlakuan

Waktu Pengamatan (hari)

Wak

tu p

embe

kuan

dar

ah (%

)

1. dosis 30 mg/kg BB2. dosis 100 mg/kg BB3. dosis 300 mg/kg BB4. dosis 0,026 mg/kg BB

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

nium oksalat tersebut perlahan-lahan sampai tanda garis 101

• Pipet diangkat dari larutan, ditutup ujung pi-pet dengan ujung jari dan karet pengisap di lepaskan. Dikocok pipet tersebut sampai 15-30 detik.

B. Mengisi Kamar Hitung• Kamar hitung dengan penutupnya yang ber-

sih, diletakan mendatar di atas meja.• Pipet yang telah diisi tadi dikocok selama 3

menit secara terus menerus.

Page 39: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

155Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

jumlah trombosit. Kamar hitung yang diguna-kan untuk menghitung sel trombosit adalah ka-mar hitung yang di tengah (25 bidang). Hitung semua sel trombosit pada 25 bidang tersebut.

• Hasil yang diperoleh dikalikan 2000, maka didapat sel trombosit per (µl) darah Jumlah trombosit = n/v x F, dimana n = jumlah trom-bosit yang dihitung, v = volume yang dihitung (µl) dan F = faktor pengenceran. Bila jumlah trombosit yang dihitung 25 bidang besar sama dengan N, maka : Jumlah trombosit N/0,1 x 200 =2000 x N/µl darah.

Tabel 3. Persentase kenaikan jumlah sel trombosit ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dan vitamin K terhadap kontrol

% Efektivitas waktu pembekuan darah setelah pemberian ekstrak terhadap kontol pada pengamatan hari ke-

1 7 14 21

- 0,36 - 0,36

0,35 0,59 0,59 0,71

1,53 1,42 1,42 2,01

0,12 0,24 0 0,12

Ekstrak etanol dosis 30 mg/kg BB

Ekstrak etanol dosis 100 mg/kg BB

Ekstrak etanol dosis 300 mg/kg BB

Vitamin K dosis 0,026 mg/kg BB

Zat Uji dan Dosis

Perlakuan

Gambar 3 . Diagram batang efek dalam bentuk persentase dari jumlah sel trombosit darah setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dengan 3 variasi dosis yang di bandingkan dengan pemberian vitamin K pada dosis 0,026 mg/ 20 gr BB.

Waktu Pengamatan (hari)

Kena

ikan

jum

lah

trom

bosi

t dar

ah (%

)

1. dosis 30 mg/kg BB2. dosis 100 mg/kg BB3. dosis 300 mg/kg BB4. dosis 0,026 mg/kg BB

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

• Tiga sampai empat tetes pertama cairan yang terdapat dalam pipet dibuang dan segera sen-tuhkan ujung pipet pada permukaan kamar hitung dengan menyinggung pinggir kaca penutup. Dibiarkan kamar hitung terisi cairan secara perlahan sampai penuh.

• Kamar hitung yang telah terisi cairan, di-inkubasi selama 10-15 menit dalam cawan pe-tri yang diberi kapas basah kemudian ditutup.

• Kamar hitung diletakan pada mikroskop, per-besaran yang digunakan adalah 10 x untuk me-lihat kamar hitung, dan 40 x untuk menghitung

Page 40: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013156

Pengaruh Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Pendarahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC), dosis 30, 100 dan 300 mg/kg BB dapat mempersingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah mencit se-bagai hewan uji. Efek ini sudah teramati pada hari pertama setelah pemberian sediaan. Hal ini merupakan suatu kemajuan untuk memperoleh efek obat yang dapat mempersingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah.

Pada Tabel 1, dapat dilihat efek dalam bentuk persentase setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan dosis 30 mg/kg BB. Hasil di-peroleh secara berturut-turut pada pengamatan hari ke- 1, 7, 14 dan 21 adalah: 10,74; 50,85; 54,77 dan 57,75%. Pengamatan pada dosis 100 mg/kg BB, hasil yang diperoleh adalah: 38,57; 65,64, 73,93 dan 77,68 %. Pada dosis 300 mg/kg BB adalah: 52,44; 74,20; 81,88 dan 85,00 %. Berdasarkan efek dalam bentuk persentase tersebut dapat diketahui bahwa setiap pening-katan dosis dan lamanya waktu pengamatan menyebabkan peningkatan efektivitas. Pening-katan efektivitas maksimum terlihat pada dosis 300 mg/kg BB pada hari ke 21 pengamatan.

Pada Tabel 2, persentase efek waktu pem-bekuan darah pada pemberian dosis 30 mg/kg BB, ditemukan persentase efek secara bertu-rut-turut pada hari ke- 1, 7, 14, dan 21 adalah 11,72; 58,56; 66,93; dan 69,50%. Pada pembe-rian dosis 100 mg/kg BB 45,03; 77,92; 84,76; dan 88,82 %. Pemberian dosis 300 mg/kg BB secara berurutan adalah : 65,32; 83,17; 86,67 dan 89,13%. Berdasarkan persentase efek dapat diketahui bahwa setiap peningkatan dosis dan lamanya waktu pengamatan menyebabkan ter-jadinya peningkatan efek waktu pembekuan da-rah. Dosis yang memberikan efektivitas maksi-mum adalah 300 mg/kg BB pada hari ke-21 pe-ngamatan.

Pada Gambar 1 terlihat pada diagram persen-tase efek waktu perdarahan, dan pada Gambar 2 adalah diagram persentase waktu pembekuan

darah. Pengamatan hari ke-1 dan 7 terlihat diagram meningkat tajam dan dengan analisa Duncan diketahui waktu perdarahan dan pem-bekuan darah antara pengamatan hari ke-1 dan ke-7 memberikan perbedaan yang signifikan. Pada pengamatan hari ke 7 dan 21 grafik terli-hat landai, dan dari analisa uji statistik Duncan diketahui waktu perdarahan dan waktu pem-bekuan darah antara hari ke-7, 14 dan 21 tidak signifikan.

Untuk sementara waktu pengamatan pada hari ke-1 dan 7, dapat diartikan bahwa pemberi-an ekstrak etanol umbi mahakaan mampu mem-persingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah, sedangkan pada hari ke-14 dan 21, efek semakin kecil terlihat pada diagram menunjuk-kan hampir datar.

Pada Tabel 3 merupakan tabel persentase ke-naikan jumlah trombosit, terlihat trombosit ti-dak selalu naik seperti halnya pada waktu perda-rahan dan pembekuan darah. Pada hari ke-7 ekstrak etanol umbi mahakaan dosis 300 mg/kg BB memperlihatkan penurunan jumlah sel trombosit, dan pada dosis 30 dan 100 mg/kgBB serta vitamin K dosis 0,026 mg/20g BB terjadi peningkatan persentase jumlah sel trombosit. Pada pengamatan hari ke-14, terjadi penurunan jumlah sel trombosit pada ketiga variasi dosis sedian uji dan vitamin K. Pada pengamatan hari ke-21 semua ekstrak memberikan peningkatan persentase kenaikan jumlah sel trombosit. Na-mun bila dilakukan uji jarak berganda Duncan terhadap faktor waktu dapat dilihat bahwa jum-lah sel trombosit pada setiap waktu pengamatan tidak berbeda nyata sehingga tidak mempenga-ruhi pada peningkatan waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah pada penelitian ini. Pe-nyebab dari turun naiknya jumlah sel trombosit ini mungkin disebabkan oleh umur trombosit yang singkat yang berkisar antara 1 – 2 minggu dimana setelah itu trombosit telah diurai dalam sistem retikulum endoplasma (10).

Dari persentase kenaikan jumlah sel trom-bosit dapat dilihat bahwa peningkatan jumlah sel trombosit pada setiap waktu pengamatan

Page 41: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

157Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

dingkan dengan kontrol, dan apabila dihitung secara statistik tidak menunjukkan efek yang signifikan (p>0,01).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC) dengan tiga variasi dosis (30, 100, dan 300) mg/kgBB dapat mempersingkat waktu perdarahan dan pembekuan darah mencit putih betina dengan signifikan. (p<0,01)

2. Pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC) pada semua dosis tidak memperlihatkan efek peningkatan trombosit yang signifikan (p>0,01)

dari masing-masing dosis, sangat kecil dimana peningkatan yang paling tinggi hanya 2,009% yaitu ekstrak etanol dosis 300 mg/kgBB pada hari ke-21 pengamatan (tabel 3). Hal ini dapat dipahami karena dalam tubuh produksi sel trombosit di sum-sum tulang diatur oleh jum-lah sel trombosit yang beredar dalam darah me-lalui suatu mekanisme umpan balik (5). Artinya jumlah sel trombosit akan tetap konstan dalam keadaan normal. Bila terjadi luka sel trombosit yang beredar akan berkurang sehingga merang-sang produksi faktor trombopoetik yaitu hor-mon trombopoetin yang akan mengatur pem-bentukan trombosit di sum-sum tulang (5).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan dapat mempersingkat waktu perdarahan dan waktu pembekuan darah. Tetapi terhadap sel trombo-sit ekstrak etanol umbi mahakaan hanya sedikit meningkatkan jumlah sel trombosit bila diban-

DAFTAR PUSTAKA

1. Winarto WP, Tim Karyasari, Daun dewa: Budidaya dan Pemanfaatan Untuk Obat. Jakarta: Penebar Swadaya; 2004.

2. Dalimartha S. 36 Resep Tumbuhan Obat Untuk Me-nurunkan Kolesterol. Jakarta: Penebar Swadaya; 2000.

3. Agestia, Resi Waji. Flavonoid (Quersetin). Univer-sitas Hasanudin; 2009.

4. Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Ja-karta: Trubus Agriwida; 2001.

5. Kresno SB. Pengantar Hematologi dan Imunohema-tologi. Jakarta: Gaya baru, 1988.

6. Dey PM, and JB Harborne. Methods in Plant Bio-chemistry Assay fo Bioactivity. New York: Acade-mic Press 1991;4.

7. Soebrata G. Penentuan Laboratorium Klinis. Jakarta: Dian Rakyat; 2001.

8. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta; Departemen Kesehatan Republik Indonesia 1995.

9. Hepler OE. Manual of Clinical Laboratory Methods, Fourth Edition. USA; Charles C Thomass Publisher; 1962.

10. Mutchler E. Dinamika Obat, Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi, diterjemahkan oleh M.B Mathilda dan A.S. Ranti. Bandung: Penerbit ITB; 1991.

11. Anonimous. Alternative Medicine Review 2009;14 (2): 177-179.

12. Anonimous. Betulkah Jus Jambu Biji Mengatasi De-mam berdarah?. Kompas 2004; 6 Agustus 2005.

13. Baldy MC. Pembekuan, dalam A.S. Price, L.M.C, Wil-son (Eds), Patofisiology Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, diterjemahkan oleh P. Anugerah. Jakarta: Penerbit EGC; 1994.

14. Guyton C, Arthur. Fisiology Manusia dan Mekanisme Penyakit, Edisi 3, diterjemahkan oleh P. Adrianto. Jakarta: Penerbit EGC; 1990.

15. Prihantin AMH. Pengaruh Perasan Daun Dewa (Gynura pseudochina (L.) Merr), terhadap Bleed-ing time dan Clotting Time pada Tikus Putih Wistar Jantan. Universitas Jember; 2008.

Page 42: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013158

Pengaruh Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap Waktu Pendarahan

16. Rosmiati H, VHS Gan. Antikoagulan, Anti Trombo-sit, Trombolitik dan Hemostatik: dalam, Tanu, I., et al, (Ed.), Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia; 1995.

17. Satriawan AH. Pengaruh Eksrak Daun Dewa (Gynura pseudochina (L.) DC) Terhadap Kematian Cacing Ascaris solium Secara Invitro, Universitas Islam Sultan Agung; 2009.

18. Tjokronegoro A, Pemeriksaan Laboratorium Hema-tologi Sederhana, Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedok-

teran Universitas Indonesia ; 1996.19. Tsucida, Straeten N., et al. Henhanced Blood Coagu-

lation and Fibrinolysis in Mice Lacking Histidin-Rich Glycoprotein (HRG). Journal of Thrombosis and Haemostasis; 2005.

20. Winarto WP. Tanaman Obat Untuk mencegah SARS. Jakarta: Penebar Swadaya; 2003

21. Worl Health Organization. Quality Control Me-thods for Medicinal Plant Materials, Geneva: WHO; 2011.

Page 43: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

159Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit Batang Garcinia spp

Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan Fatma Sriwahyuni

Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang

ABSTRACT: In this study a High Performance Liquid Chromatography (HPLC) has been used for determination of rubraxanton on bark extracts Garcinia spp (Garcinia mangostana, Garcinia Cowa, Garcinia griffitii, Garcinia dioica and Garcinia forbesii). HPLC system consisted of C-18 reversed phase column with a length of 250 mm, diameter 4.6 mm, 20 mL injection volume, mobile phase methanol: water (gradient system with polarity) and flow rate of 1 ml / min. Rubraxanton levels obtained in this study; 9.161% for G. mangostana, 6.942% for G. cowa,. 6.762% for G. dioica, 0.499% for G. forbesii and 0.229% for G. griffitii. The method has been validated for specificity, linearity, accuracy, pre-cision, limits of detection (LOD) and limits of quantitation (LOQ). The linear-ity of the method can be seen from the regression coefficient r = 0.9996 with a linearity range from 1.72 to 55 ug/ml. Recovery of rubraxanton in the extract of G.mangostana was between 99.61 to 101.08%. Intra-and inter-day precision showed relatively small level of standard deviation (lower than 2%). Limit Of Detection (LOD) and Limit Of Quantitation (LOQ) are 0.55 ug / ml and 1.82 ug / ml respectively.

Keywords : rubraxanton, bark extracts, Garcinia spp.

ABSTRAK: Dalam penelitian ini telah digunakan metoda Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) untuk penentuan kadar rubraxanton pada ekstrak ku-lit batang Garcinia spp (Garcinia mangostana, Garcinia cowa, Garcinia griffitii, Garcinia dioica dan Garcinia forbesii). Sistem KCKT terdiri dari kolom fase terbalik C-18 dengan panjang kolom 250mm, diameter 4,6mm, volume injeksi 20µl, fase gerak metanol : air dengan sistem gradient polarity dan laju alir 1ml/menit. Kadar rubraxanton yang diperoleh pada penelitian ini adalah 9,161% untuk G. mangostana, 6,942% untuk G. cowa, 6,762% untuk G. dioica, 0,499% untuk G. forbesii dan 0,229% untuk G. griffitii. Metoda ini telah ter-validasi untuk spesifisitas, linieritas, akurasi, presisi, limits of detection (LOD) dan limits of quantitation (LOQ). Linieritas dari metoda dapat dilihat dari harga koefisien regresi r = 0,9996 dengan rentang linieritas 1,72 – 55 μg/ml. Recovery rubraxanton dalam ekstrak G.mangostana adalah 99,61 – 101,08%. Presisi intra dan inter-day memperlihatkan harga standar deviasi relatif yang lebih kecil dari 2%. Limit Of Detection (LOD) dan Limit Of Quantitation (LOQ) berturut-turut adalah 0,55 μg/ml dan 1,82 μg/ml.

Kata kunci : rubraxanton, ekstrak kulit batang, garcinia spp.

Artikel Penelitian

Korespondensi: Meri SusantiEmail : [email protected]

Page 44: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013160

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit Batang Garcinia spp.

PENDAHULUAN

Garcinia adalah salah satu tumbuhan obat yang termasuk ke dalam famili Guttiferae. Ke-lompok tumbuhan ini telah banyak digunakan dan diperdagangkan oleh masyarakat Asia seba-gai obat tradisional untuk bermacam-macam penyakit seperti diare, infeksi kulit, luka dan se-bagai antiseptik (1). Penelitian terhadap genus ini telah berhasil mengisolasi beberapa senyawa kimia yang terbukti memiliki aktifitas farmako-logi. Salah satunya adalah senyawa rubraxanton.

Rubraxanton (1,3,6 – trihydroksi – 8 – gera-nyl – 7 – methoxy xanton) telah berhasil diiso-lasi dari beberapa spesies Garcinia diantaranya G. Dioica, (2) G. parvifolia (3) G. cowa (4, 5) G. mangostana (6) dan G. griffithii. Aktivitas far-makologi yang menarik dari senyawa ini terkait dengan daya an-ti bakterinya, dimana rubraxan-ton telah terbukti mampu menghambat dengan baik pertumbuhan Staphylococcus aureus (2), Trichophyton menta grophytes, dan Microsporum gypseum (3), Staphylococcus epidermidis, Micro-coccus luteus, Pseudomonas aeruginosa, Esche-richia coli (7), dan Helicobacter pylori (6). Selain itu rubraxanton juga telah dilaporkan sebagai antitumor dan aktif sebagai antioksidant dan antikolesterolemia (7).

Berdasarkan survey yang dilakukan terhadap genus Garcinia di daerah Sumatera Barat dike-tahui bahwa terdapat sekurangnya sembilan spesies Garcinia yang tersebar di beberapa tem-pat yang telah dimanfaatkan masyarakat secara tradisional (personal information). Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis kadar rubra-xanton yang potensial dalam terapi beberapa penyakit di dalam ekstrak kulit batang Garcinia spp yang ditemui di daerah Sumatra Barat. Se-hingga dengan hasil penelitian ini dapat diketa-hui spesies mana yang mengandung rubraxan-thon terbanyak untuk dijadikan sumber bahan baku untuk kepentingan pengobatan nantinya.

Penetapan kadar rubraxanton dilakukan de-ngan metoda Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Untuk hasil yang baik terhadap metoda yang

digunakan terlebih dahulu dilakukan validasi metoda. Sehingga penelitian ini dibagi atas validasi metoda penetapan kadar rubraxan-ton secar a KCKT meliputi penentuan linieritas, akurasi, presisi intra dan inter day serta limits of detection dan limits of quantitation dan peneta-pan kadar rubraxanton dalam ekstrak beberapa spesies Garcinia secara KCKT.

METODE PENELITIAN

AlatTimbangan analitik Libror AEG – 80 SM Shi-

madzu, seperangkat alat destilasi, rotary evapo-rator, KCKT merk Shimadzu®, detektor UV-Vis SPD 10AVP, pompa ganda/gradient, rekorder Shimadzu CLASS - VP V6.14 SP2, kolom Shim – pack VP-ODS 250 x 4,6mm, timbangan analitik Libror AEG – 80 SM Shimadzu, oven Memmert®, desikator, labu ukur berbagai ukuran, gelas ukur, pipet takar, cawan, krus, pipet tetes, kulkas, pe-nyaring milipore, penyaring vakum, vial-vial ke-cil, botol kaca, corong, dan gelas ukur.

BahanBahan-bahan yang diperlukan dalam peneli-

tian ini adalah kulit batang tumbuhan G. man-gostana, G. dioica, G. cowa, G. forbesii, dan G. griffitii yang diambil di Sarasah Bonta Kotama-dya Payakumbuh Sumatera Barat, pelarut meta-nol, aquabidest (Otsuka), metanol p.a (Merck), rubraxanton, α mangostin

Prosedur Kerja1. Pembuatan Ekstrak Kulit batang tumbu-

han Garcinia spp dikering anginkan ditem-pat teduh. Kemudian dirajang dan dijadikan serbuk, sehingga diperoleh serbuk kering. Serbuk kering kulit batang seberat 250g di-maserasi dengan metanol ditempat yang terlindung dari cahaya langsung selama 5 hari. Setelah 5 hari hasil maserasi disaring dan ampas dilakukan lagi maserasi dengan pelarut yang sama selama 3 hari. Pengerjaan

Page 45: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

161Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan Fatma Sriwahyuni

ini dilakukan sebanyak 2 kali pengulangan. Maserat digabungkan dan dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental.

2. Penetapan Rubraxanton dalam Ekstrak Be-berapa Spesies Garcinia spp secara HPLC

Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Garcinia spp (500ppm)

Ekstrak kulit batang (G. dioica, G. cowa, G. for-besii, G. griffitii dan G. mangostana) sejumlah kurang lebih 50mg ekstrak dilarutkan dengan metanol sampai volume 100ml. Larutan disa-ring dengan penyaring milipore 0,45 µm. Larutan diinjeksikan ke dalam system kromatografi de-ngan fasa diam (oktadesilsilane C - 18), fasa gerak metanol air system gradient polarity dengan ke-naikan metanol 2% tiap menit, kecepatan aliran 1ml/menit, detektor UV pada:

Uji Spesifisitas

Spesifisitas ditentukan dengan menganalisis campuran larutan standar rubraxanton yang di-campur dengan senyawa pembanding α mangos-tin. Larutan diinjeksi dengan volume injeksi 20 μl ke dalam sistem KCKT. Kemampuan pemisa-han semua senyawa dalam sampel ditunjukkan dengan menghitung resolusi (R) antara puncak-puncak yang dihasilkan. Identifikasi ditentu-kan dengan membandingkan waktu retensi dari puncak-puncak utama pada masing-masing kro-matogram dari larutan uji dengan kromatogram larutan standar.

Linieritas dan Kurva Kalibrasi

Linieritas dilakukan analisa seri larutan stan-dar rubraxanton (lima seri kosentrasi) dan di-njeksikan pada alat KCKT dengan menggunakan loop 20ul. Kurva kalibrasi dibuat dengan mem-plot luas area yang didapat dari analisa terhadap kosentrasi standar. Linieritas ditentukan oleh harga r (koefisien korelasi).

PresisiPresisi yang dilakukan mencakup presisi

sistem dan presisi metoda. Presisi sistem dilaku-kan dengan menginjeksikan larutan standar de-ngan kosentrasi tertentu sebanyak enam kali pe -ng ulangan yang dilakukan setiap hari pengerjaan.

Pengukuran variabel intra dan inter-day dibu-tuhkan untuk penentuan presisi metoda. Tiga variasi kosentrasi larutan standar rubraxanton di injeksikan ke dalam sistem KCKT. Kosentrasi standar rubraxanton dari eksperimen dihitung dengan persamaan garis lurus yang didapat dari kurva kalibrasi. Relatif Standar Deviasi (RSD) di-gunakan sebagai nilai presisi. Presisi intra dan in-ter-day didapat dengan melakukan analisa secara triplet dalam sehari yang dilakukan selama 3 hari dengan kondisi KCKT yang sama.

AkurasiAkurasi metoda ditentukan oleh pengujian re-

covery menggunakan metoda standar addisi. Tiga variasi kosentrasi larutan standar rubraxanton disiapkan dan ditambahkan kedalam larutan uji ekstrak Garcinia spp. Larutan diinjeksikan de-ngan tiga kali pengulangan ke dalam sistem KCKT untuk tiap-tiap kosentrasi selama tiga hari.

SensistifitasSensitifitas ditentukan dari perhitungan nilai

LOD dan LOQ.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa kualitatif dan kuantitatif dari rubra-xanton secara KCKT dilakukan setelah dilaksa-nakan uji kesesuain sistem. Dalam penelitian ini fase gerak yang digunakan adalah campuran metanol : air dengan kepolaran diturunkan tiap menitnya. Untuk pengujian ini diperoleh harga N = 173863.3 dan nilai JSPT = 0,001438mm/pelat teori.

Pada pengujian spesifisitas menggunakan sistim ini diperoleh pemisahan yang baik senya-wa rubraxanton dengan senyawa α mangostin

Page 46: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013162

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit Batang Garcinia spp.

(Gambar 1) dengan harga resolusi (R) = 1,4112, faktor kapasitas (k’) = 7,40038.

Validasi metoda KCKT dari rubraxanton dalam ekstrak Garcinia spp dilakukan terhadap bebe-rapa parameter:

1. Linieritas dan Kurva KalibrasiLinieritas dan kurva kalibrasi dilakukan de-

ngan menganalisa larutan standar rubraxanton yang dibuat pada enam variasi dosis. Sebagai pa-rameter adanya hubungan linier atau tidak digu-nakan koefisien korelasi r pada garis regresi linier y=154166,7302 (x) – 134007,8756, dari metoda ini didapat harga r = 0, 9996. Uji T student untuk membuktikan adanya hubungan antara kosentra-si dengan luas puncak pada df = 4 dengan taraf

kepercayaan P = 0,05 ternyata t hitung = 79,052 > t tabel = 2,747, yang berarti Ho ditolak dan ada korelasi yang bermakna antara kosentrasi dan luas area (Gambar 2).

2. SensitivitasKepekaan metoda analisa ditentukan oleh ba-

tas deteksinya (LOD) sedangkan batas kuantitas terkecil yang dapat dianalisa oleh suatu metoda dengan cermat diistilahkan sebagai LOQ. LOD dan LOQ dapat ditentukan dari kurva linieritas la-rutan standar yang dibuat dengan berbagai kon-sentrasi. Hasil perhitungan LOD dan LOQ analisa rubraxanton diperoleh dari persamaan regresi larutan standar adalah LOD = 0,55ug/ml dan LOQ = 1,82 ug/ml.

Gambar 1. Kromatogram standard rubraxan- thon dan senyawa α mangostin

Gambar 2. Kurva linieritas larutan baku rubra - xanthon

Gambar 3. Kromatogram Sampel Ekstrak Garcinia dioica 458,362 ug/ml

Gambar 4. Kromatogram Sampel Ekstrak Garcinia mangostana 459,745 ug/ml

Page 47: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

163Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan Fatma Sriwahyuni

Tabel 1. Akurasi dan Recovery standar rubraxanton yang ditambahkan dalam pengujian Rubraxanton secara KCKT selama 3 hari.

Kosentrasi standar yang Recovery (%) Mean (%) RSD (%)ditambahkan (µg/ml) Hari 1 Hari 2 Hari 3 5,5 102,828 101,348 99,062 101,080 1,699 ± 2,866 ± 5,582 ±0,928 ±1,897 11 97,040 94,987 ±97,315 97,315 ± 1,808 ±4,292 6,196 ±0,795 1,452 16,5 96,061 95,905 ±96,341 96,102 ± 1,919 ±2,936 0,407 ±2,921 0,221

No Berat Sampel Kadar larutan Luas Puncak Rata-rata Kadar Tertimbang (mg) (μg/ml) Perlakuan 1&2 rubraxanthon (%)1. 50,0 459,264 6336749 6356879 9,168 6377009 2. 50,1 460,182 6345054 6322757 9,101 6308765 3. 50,0 459,264 6198765 6194309 8,938 6189852 4. 50,0 459,264 6240029 6279892 9,059 6319754 5. 50,2 461,101 6411018 6401222 9,193 6391425 6. 50,1 460,182 6389765 6366666 9,163 6343567 Rata2 9,104 ± 0,095 RSD 1,044 %

Tabel 2. Hasil Uji Presisi intra day Metoda Penetapan Kadar Rubraxanton dalam Ekstrak Garcinia mangostana

3. AkurasiUntuk menilai ketepatan suatu metoda pa-

rameter penting lainnya adalah akurasi dan re-covery dari baku yang ditambahkan ke dalam sampel uji tersebut. Prosentase recovery yang didapat merupakan penilaian ketepatan metoda yang dipakai. Pada penelitian ini akurasi metoda ditetapkan dengan metoda standar addisi. Me-toda ini dipilih karena sampel yang diuji berupa eks trak sehingga komponen pembawanya sangat kompleks dan tidak dapat diketahui secara pas-ti sehingga tidak memungkinkan untuk meng-gunakan metoda sampel plasebo. Dari Tabel 1 terlihat bahwa prosentase standar rubraxanton yang diperoleh kembali dalam ekstrak dengan rentang 96,32% sampai 106,30% dengan Stan-

dar Deviasi Relative (RSD) < 5 %. Harga recovery yang diperoleh dalam metoda ini telah memenuhi persyaratan recovery untuk analisis yakni berki-sar antara 95 – 105% dimana selisih kadar pada berbagai penentuan < dari 5%.

4. PresisiPresisi yang dilakukan meliputi presisi sistem

yang dilakukan selalu setiap saat akan melaku-kan KCKT. Uji ini dilakukan dengan penyuntikan berulang larutan standar yang diketahui kon-sentrasinya sebanyak 6 kali penyuntikan untuk menunjukkan kinerja alat pada kondisi dan hari pengujian dengan batas presisi RSD ≤ 2%. Harga Relatif Standar Deviasi (RSD) dari 6 kali penyun-tikan larutan standar adalah 1,354%, hal ini ber-

Page 48: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013164

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit Batang Garcinia spp.

arti metoda ini telah memenuhi persyaratan Far-makope Indonesia edisi IV yaitu kecil atau sama dengan 2%.

Presisi metoda dilakukan dengan replikasi atau keberulangan sampel ekstrak Garcinia spp yang diuji dengan cara yang sama sebanyak 6 kali pengulangan. Dalam pengujian ini digunakan ekstrak G. mangostana. Dari Tabel 2 terlihat je-las presisi metoda pengujian rubraxanton dalam ekstrak G. mangostana ini memenuhi persyaratan yang berlaku yaitu RSD ≤ 2%. Sehingga metoda ini dapat digunakan untuk maksud penetapan ka-dar rubraxanton di dalam ekstrak.

Presisi inter-day (ruggedness) dilakukan de-ngan replikasi atau keberulangan sampel eks-trak Garcinia mangostana yang diuji dengan cara yang sama yang dibuat sebanyak 3 seri kosentra-si dimana tiap-tiapnya dibuat 3 kali pengulangan yang dilakukan pada hari yang berbeda. Dari ha-sil pengujian terlihat bahwa harga RSD untuk hari yang berbeda adalah 0,720%.

Dari hasil pengujian secara KCKT terhadap ekstrak beberapa spesies Garcinia spp ini dike-tahui bahwa masing-masing ekstrak uji mengan-dung senyawa rubraxanton dengan kandungan dalam masing-masing ekstrak adalah G. man-gostana = 9,161%, G. cowa = 6,942%, G. dioica = 6,762%, G. forbesii = 0,499% dan G. griffitii 0,229%. Dari data ini terlihat bahwa kadar ru-braxanton dalam ekstrak G. mangostana, G. cowa dan G. dioica >1% (Gambar 3), sehingga dapat

dikatakan bahwa rubraxanton merupakan salah satu komponen mayor dalam ekstrak tumbuhan ini. Sementara pada G. forbesii dan G. griffitii ru-braxanton merupakan komponen minor karena kadarnya yang kurang dari 1% dalam masing--masing ekstrak tersebut.

Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa ekstrak dengan kandungan rubraxanton tertinggi adalah pada spesies G. mangostana (Gambar 4).

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa metoda Kromatorafi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan kolom fase terbalik C-18 fase gerak metanol air dengan sys-tem gradient polarity yang dimulai dengan meta-nol 20 % sampai metanol 100% dengan kenaikan metanol 2%/menit, kecepatan aliran 1ml/menit, detektor UV pada panjang gelombang 243nm merupakan metoda yang tervalidasi meliputi pre-sisi, akurasi dan recovery, linieritas, LOD dan LOQ, spesifisitas memenuhi persyaratan yang ditetap-kan. Kadar rubraxanton dalam ekstrak Garcinia spp yang diperoleh dengan metoda KCKT adalah G. Manostana 9,161%, G, cowa 6,942%, G. dioica 6,762%, G. forbesii 0,499% dan G. griffiti 0,229% dimana ekstrak dengan kadar rubraxanton ter-tinggi adalah pada ekstrak G. mangostana.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cannel RJP. Natural Product Isolation. Tokowa – New Jersey: Human Press Inc 1998: 170-175

2. Iimuna M, Tosa H, Tanaka T, Asai F, Kobayashi Y, Shimano R, Miyauchi K. Antibacterial Activity of Xanthones from Guttiferous Plants Against Methi-cillin-Resistant Staphylococcus aureus. J Pharm Pharmacol 1996; 48(8): 861-5

3. Pattalung PN, Wiriyachitra P, Ongsakul M. The an-timicrobial activities of rubraxanthone isolated from Garcinia parviflia Miq. Journal Science Social

1988; 14: 67–71.4. Lee H, Chan H. 1,3,6–trihydroxy-7-methoxy-

8-(3,7-dimethyl-2,6-octadienyl) xanthone from Garcinia cowa. Phytochemistry 1997; 16: 20038- 20040.

5. Abusarakam W, Phongpaichit S, Jansakul C, Wiri-yachitra P. Screening of Antibacterial Activity of Chemical Xanthon from Garcinia mangostana. Jour-nal of Science and Technology 1983; 5: 337 – 339.

6. Dachriyanus, Dianita R, Jubahar J. Uji Aktivitas Anti-mikroba dan Antioksidan Senyawa Hasil Isolasi dari Kulit Batang Tumbuhan Garcinia cowa Roxb. Jurnal

Page 49: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

165Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan Fatma Sriwahyuni

Matematika dan Pengetahuan Alam 2003; 12.7. World Health Organization. Quality Control Me-

thods for Medicinal Plant Material. England, 199 The United States Pharmacopeial Convention. The Unitesd Sates Pharmacopeia 24th ed and The National Formulary 19th ed Rockville. P 2000: 2149 – 2151.

8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Far-makope Indonesia. Ed IV. Jakarta, Indonesia, 1996.

9. Departemen Republik Indonesia. Parameter Stan-dar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Indo-nesia, 2000.

10. Adamovics JA. Chromatographic anaysis of Phar-maceuticals. New York: Marcell Dekker, 1990.

Page 50: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013166

Alga Merah (Gracilaria verrucosa) sebagai Bahan Bakto Agar

Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani, dan Atut Ruswita

ABSTACT: The used of bacto agar in microbiological studies increased tremen-dously, however, up till now, to fullfill its high demand the scientist were still rely-ing on imported bacto agar eventhough domestic production of bacto agar was as good and reliable as those produced commercially overseas. The current study we focuseon the production of bacto agar from red algae Gracilaria verrucosa using fell press technique; followed by quality analysis of the product. Red algae samples were collected from two different locations (Bekasi and Subang). Qua-lity of the product was tested for its content, acid insoluble ash content, overall ash content, pH, gel strength and its ability to be use as culture media to culture Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Microbiological test was performed via pour plate. The results clearlydemonstrated that red algae sample from Beka-si produced bacto agar that meets the criteria of commercial bacto agar. It has 10.3% water content, 3.9%overall ash content, 0.4% acid insoluble ash content, pH of 7.3 and gel strength of 600.8 - 602.8 g/square cm.

Keywords: Bacto agar, red Algae, Gracilaria verrucosa, Microbe media

ABSTRAK : Pemanfaatan bakto agar dalam negeri untuk bidang mikrobiologi semakin meningkat, namun untuk memenuhi kebutuhan tersebut masih meng-andalkan bakto agar impor, walaupun produksi alga penghasil agar di dalam negeri cukup tinggi. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan bakto agar dari alga merah Gracilaria verrucosa dengan metode gel press serta dilakukan anali-sis mutu bakto agar yang dihasilkan. Sampel alga merah yang digunakan berasal dari dua tempat budidaya, yaitu dari Bekasi dan Subang. Bakto agar dianalisis rendemen dan mutunya yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, nilai pH, dan kekuatan gel, serta kemampuannya dalam menumbuhkan bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Uji mikrobiologi dilakukan dengan metode tuang (pour plate). Hasil analisis mutu bakto agar menunjukkan bahwa sampel alga merah dari Bekasi menghasilkan bakto agar yang memenuhi standar bakto agar komersial dengan karakteristik kadar air 10,2575%, kadar abu 3,86%, kadar abu tak larut asam 0,38%, nilai pH 7,31, serta kekuatan gel sebesar 600,8205-602,8166 g/cm2.

Kata kunci: Bakto agar, Alga merah, Gracilaria verrucosa, Media mikroba

Laboratorium Pengujian dan Penelitian (Q Lab), Fakultas Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta

Artikel Penelitian

Korespondensi: Shirly KumalaEmail : [email protected]

Page 51: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

167Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani, dan Atut Ruswita

PENDAHULUAN

Alga merah adalah salah satu jenis rumput laut yang banyak digunakan sebagai bakto agar. Bakto agar adalah agar yang telah dimurnikan dengan mereduksi kandungan pigmen-pigmen pengotor, kandungan garam (NaCl), dan kandungan bahan-bahan asing (organik dan anorganik) serendah mungkin, sehingga dapat mendukung pertumbu-han mikroba secara umum (1). Bakto agar memi-liki kualitas tertentu sehingga dapat digunakan dalam bidang mikrobiologi dan bioteknologi. Beberapa persyaratan standar untuk bakto agar adalah kekuatan gel (gel strength) minimal 400 g/cm2, kadar air 15%, kadar abu 4,5%, abu tak larut asam 1%, dan pH 7-7,5 (2).

Hasil penelitian tentang ekstraksi agar yang telah dilakukan umumnya baru menghasilkan agar kualitas pangan (food grade). Beberapa kelemahan yang menyebabkan tidak masuknya kualitas agar ke dalam bakto agar adalah rendah-nya gel strength, tingginya kadar abu dan abu tak larut asam. Sampai saat ini keperluan bakto agar dalam negeri masih mengandalkan bakto agar impor, walaupun produksi rumput laut penghasil agar di dalam negeri cukup tinggi (2).Berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Peri-kanan, produksi rumput laut Indonesia pada ta-hun 2006 mencapai 1.374.462 ton.Namun untuk memenuhi kebutuhan agar dalam negeri, Indo-nesia harus mengimpor agar sebanyak 665.154 kg. Oleh karena itu, potensi pengembangan bakto agar dalam negeri harus ditingkatkan sehingga dapat menekan angka impor produk olahan rum-

put laut seperti bakto agar (1).Jenis rumput laut yang dapat digunakan dalam

pembuatan agar adalah alga merah (Rhodophyce-ae), alga jenis Agarophyte, yaitu alga yang meng-hasilkan agar-agar sebagai metabolit pri mernya (1). Beberapa jenis alga merah penghasil agar di Indonesia adalah Gracilaria sp., Gelidium rigi-dum, Rhodymenia ciliata, dan Gelidiella sp (2).Jenis yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah jenis Gracilaria karena selain dapat diper-oleh dari alam, jenis ini juga telah dibudida yakan (3). Berdasarkan standar Supreme Marine Chemi-cal, spesifikasi bakto agar meliputi kadar air, ka-dar abu, kadar abu tak larut asam, kekuatan gel, dan nilai pH seperti terlihat pada Tabel 1 (2).

BAHAN DAN METODE

BahanBahan baku yang digunakan dalam penelitian

ini adalah alga merah jenis Gracilaria verrucosa yang berasal dari dua tempat budidaya, yaitu Bekasi dan Subang.

Bahan kimia yang digunakan adalah larutan kapur (CaO) 0,5%, asam asetat 1%, dan larutan KCl. Alat yang digunakan antara lain beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, cawan Petri, pipet vol-ume, oven, autoklaf, dan Laminar Air Flow Cabi-net (LAF).

MetodePengolahan alga merah menjadi bakto agar

dilakukan dengan metode gel press. Sampel alga

Tablel 1. Spesifikasi bakto agar komersial (standar supreme marine chemical)

Parameter Reguler Standar Premium

Kadar air (water content) (%) < 15,0 < 12,0 < 9,0

Kadar abu.(Ash content) (%) < 4,5 < 4,0 < 1,0

Kadar abu tak larut asam(Acid insoluble ash content) (%) < 1,0 < 1,0 < 1,0

Kekuatan gel(gel strength) (g/cm2) 400,0 - 500,0 500,0 - 650,0 > 650,0

Nilai pH(pH value) 7,0 -7,5 6,8 – 7,0 6,8 – 7,0

Page 52: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013168

Alga Merah sebagai Bahan Bakto Agar

merah dicuci dengan air tawar hingga bersih dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40-45oC sela-ma ± 2 hari atau hingga kadar air sampel < 15%.Sampel kemudian direndam dalam air tawar se-lama 3 hari dengan mengganti air rendaman se-tiap harinya.

Selanjutnya sampel direndam dalam larutan kapur (CaO) 0,5% selama 5-10 menit dan dicuci dengan air bersih hingga bau kapur hilang. Sam-pel kemudian dijemur di bawah sinar matahari sampai kering atau sekitar 1 jam (4).

Sampel yang telah memucat direndam dalam asam asetat 1% selama 1 jam dan dibilas hing-ga netral, kemudian dihancurkan dengan blen-der (5). Sampel diekstraksi ataudirebus dengan aquadest sebanyak 20 kali berat sampel kering.Perebusan dilakukan dalam suasana netral pada suhu 90-95oC selama 2 jam. Setelah itu, dilakukan penyaringan untuk memisahkan filtrat dan am-pas rumput laut (4). Filtrat dipanaskan kembali hingga suhu 90-92oC dan ditambahkan khitosan 1% dari berat sampel kering dengan waktu ab-sorbsi atau pemanasan selama 45 menit (5). Fil-trat di tambahkan KCl 3% dari berat sampel kering dan dipanaskan pada suhu 60oC selama 30 menit sambil terus diaduk. Selanjutnya filtrat dituang ke dalam pan pencetak dan dibiarkan menjendal selama ± 12 jam pada suhu ruang. Agar yang telah menjendal dikeluarkan dari pan pencetak dan di-potong menggunakan alat pemotong agar hingga didapat potongan yang berbentuk lembaran. Tiap lembar agar dibungkus dengan kain blacu dan disusun dalam kotak yang kemudian diberi pem-berat pada bagian atasnya dan dibiarkan selama satu malam (4).

Pengepresan bertujuan untuk mengeluarkan air dari agar hingga diperoleh lembaran agar yang tipis. Lembaran agar hasil pengepresan di-keringkan dan diserbukkan hingga diperoleh agar-agar tepung.

Pengujian mutu bakto agar yang dilakukan meliputi perhitungan rendemen, analisis kadar air, kadar abu, kadar abu tak larut asam, nilai pH, dan kekuatan gel. Sedangkan analisis mikrobiolo-gi dilakukan dengan cara menumbuhkan bakteri

Alga merah Gracilaria verrucosa(Red algae Gracilaria verrucosa)

Pencucian(washing)

Pengeringan(drying)

Perendaman dalam air (3 hari)[soaking in water (3 days)]

Pemucatan( bleaching)

Perlakuan asam(Acid treatment)

Ekstraksi (T= 90-95oC, t = 2 jam)

[Extraction (T = 90-95 ° C, t = 2 hours)]

Penyaringan(Filtration)

Pemurnian dengan khitosan T = 90-92oC, t = 45 menit)

Purification with chitosan (T = 90-92oC, t = 45 min)]

Penjendalan dengan KCl (T = 60oC, t = 30 menit)[Gelation with KCl (T = 60oC, t = 30 minutes)]

Pengeringan(drying)

Penepungan(Flouring)

Bakto agar(Bacto agar)

Gambar 1. Diagram alir ekstraksi bakto agar dari Gracilaria verrucosa

uji pada media dengan teknik agar tuang (pour plate) menggunakan bakteri uji Escherichia coli (mewakili bakteri Gram negatif) dan Staphylococ-cus aureus (mewakili bakteri Gram positif).

Page 53: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

169Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani, dan Atut Ruswita

HASIL DAN PEMBAHASAN

RendemenRendemen merupakan salah satu parameter

penting dalam menilai efektif atau tidaknya suatu proses produksi. Nilai rendemen bakto agar dihi-tung berdasarkan perbandingan berat bakto agar yang dihasilkan terhadap berat kering alga merah (2). Rendemen bakto agar yang dihasilkan adalah 22,6200% untuk sampel Bekasi dan 30,6304% untuk sampel Subang.

Tinggi rendahnya rendemen agar dapat dipe-ngaruhi oleh spesies alga, usia panen, dan iklim. Pada penelitian ini, perbedaan rendemen yang dihasilkan bisa disebabkan karena adanya perbe-daan habitat, iklim, dan usia panen. Namun, ren-demen yang dihasilkan dari kedua sampel dapat dikatakan baik. Berdasarkan penelitian yang di-lakukan oleh Abdullah, rendemen agar yang di-hasilkan dari Gracilariaadalah 21,39%. Sedang-kan kandungan agar pada Gracilaria umumnya berkisar antara 16 – 45% (5).

Kadar airPengujian kadar air dilakukan untuk mengeta-

hui kandungan air dalam bakto agar yang dihasil-kan. Kadar air yang didapat adalah 10,2575% untuk sampel Bekasi dan 11,3730% untuk sam-pel Subang. Kadar air pada kedua sampel tidak terlalu berbeda karena proses pengeringan bakto agar untuk kedua sampel adalah sama, yaitu de-ngan menggunakan oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Apabila dibandingkan dengan bakto agar komersial, maka kadar air bakto agar dari kedua sampel telah memenuhi standar spesifikasi bakto agar komersial dengan grade standar.

Kadar abuTujuan utama dari analisis kadar abu adalah

untuk mengetahui secara umum kandungan mi-neral yang terdapat dalam suatu bahan. Nilai kadar abu pada bahan pangan menunjukkan be-sarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Elemen mineral yang paling banyak terdapat pada alga adalah kalium,

kalsium, fosfor, zat besi, dan iodium. Mineral di-perlukan oleh mikroorganisme untuk tumbuh namun dalam jumlah yang sedikit (2).

Pengujian kadar abu dilakukan berdasarkan prosedur yang tertera pada SNI 01-4105-1996 (6). Kadar abu yang dihasilkan adalah 3,86% untuk sampel Bekasi dan 4,93% untuk sampel Subang. Nilai kadar abu dari sampel Subang ma-sih berada diatas standar supreme marine chemi-cal, yaitu kadar abu maksimal 4%. Hal ini dapat dipengaruhi oleh proses pencucian sampel alga yang kurang sempurna. Sampel alga yang berasal dari budidaya hidup pada habitat lumpur sehing-ga menyebabkan adanya pengotor yang melekat pada alga, seperti lumpur, kerang, dan lain-lain. Jika alga tidak dicuci hingga benar-benar bersih, maka pengotor yang masih ada pada alga terse-but akan ikut menjadi abu dan terukur sebagai kadar abu dari agar. Untuk menghilangkan ko-toran yang ada pada alga, diperlukan pengadukan terus-menerus selama pencucian dan dilakukan berulang-ulang dengan air bersih.

Jika dibandingkan dengan kadar abu dari sam-pel alga itu sendiri, yaitu 32,86% untuk sampel Bekasi dan 36,98% untuk sampel Subang, kadar abu dari bakto agar yang dihasilkan mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena adanya pemurnian dengan khitosan yang akan menyerap komponen pengotor pada agar.

Kadar abu bakto agar tidak boleh lebih besar dari standar, karena nilai kadar abu yang berle-bihan dapat menghambat bakteri yang ditum-buhkan pada media tersebut (2).

Kadar abu tak larut asamKadar abu tak larut asam adalah salah satu

kriteria untuk menentukan tingkat kebersihan pada proses pengolahan yang dicerminkan ada-nya kontaminasi logam berat yang tidak larut asam dalam suatu produk (2). Kadar abu tak larut asam pada bakto agar yang dihasilkan adalah 0,38% untuk sampel Bekasi dan 0,76% untuk sampel Subang. Hasil ini telah memenuhi standar supreme marine chemical dengan grade standar yaitu kurang dari 1%. Rendahnya kadar abu tak

Page 54: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013170

Alga Merah sebagai Bahan Bakto Agar

larut asam pada penelitian ini menunjukkan ren-dahnya kontaminasi logam berat pada bakto agar yang dihasilkan.

Nilai pHNilai pH merupakan nilai yang menunjukkan

derajat keasaman suatu bahan. pH atau derajat keasaman juga merupakan faktor yang mempe-ngaruhi pertumbuhan bakteri pada media. Nilai pH bakto agar yang diperoleh adalah 7,31 untuk sampel Bekasi dan 7,50 untuk sampel Subang. Nilai pH yang berbeda dipengaruhi oleh kadar 3,6-anhidrogalaktosa pada bakto agar yang ter-cermin dari kekuatan gel bakto agar. Bila kadar 3,6-anhidrogalaktosa semakin rendah, maka nilai pH juga semakin rendah (2).

Kekuatan gelKekuatan gel merupakan suatu beban maksi-

mum yang dibutuhkan untuk memecah matrik polimer pada daerah yang dibebani. Kekuatan gel yang tinggi merupakan salah satu kriteria penting sehubungan dengan penggunaan agar dalam bi-dang bioteknologi. Pengujian kekuatan gel dilaku-kan berdasarkan metode yang tertera pada SNI 01.2802.1995 (7). Kekuatan gel bakto agar yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 600,8205 – 602,8166 g/cm2 untuk sampel Bekasi dan telah memenuhi standar bakto agar komersial dengan grade standar, serta 688,6481–698,6285 g/cm2 untuk sampel Subang dan masuk dalam grade premium.

Karakteristik pembentukan gel agar disebab-

kan oleh tiga buah atom H pada residu 3,6 an-hidro L-galaktosa yang memaksa molekul-mole-kul untuk membentuk struktur heliks. Interaksi antar struktur heliks menyebabkan terbentuknya gel.

Pergantian senyawa 3,6 anhidro L-galaktosa oleh senyawa L-galaktosa sulfat menyebabkan kekacauan dalam strukturheliks dan dalam ke-adaan seperti ini, kekuatan gel menjadi menurun. Adanya 3,6 anhidrogalaktosa akan menyebabkan sifat anhidrofilik dan meningkatkan pembentu-kan heliks rangkap sehingga terbentuk gel yang kuat (2). Hasil analisis mutu bakto agar dapat dilihat pada Tabel 2.

Hasil Uji MikrobiologiPengujian mikrobiologi dilakukan untuk me-

lihat kemampuan sampel bakto agar dalam me-numbuhkan bakteri ketika digunakan bersama komponen media pertumbuhan lainnya. Bakteri uji yang digunakan adalah Escherichia coli (me-wakili bakteri Gram negatif) dan Staphylococcus aureus (mewakili bakteri Gram positif), dengan menggunakan Nutrient Agar sebagai kontrol positif.Hasil menunjukkan, bakteri uji tumbuh pada media dengan bakto agar dari sampel Beka-si dan Subang.

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bakto agar yang dihasilkan dari alga

Tabel 2. Hasil Analisis Mutu Bakto Agar

ParameterSampel Standar

Bekasi Subang Reguler Standar Premium

Kadar air (water content) (%)10,1 11,5

< 15,0 <12,0 < 9,010,3 11,3

Kadar abu (ash content)(%) 3,9 4,9 < 4,5 < 4,0 < 1,0

Abu tak larut asam (acid insoluble ash) (%) 0,38 0,76 < 1,0 < 1,0 < 1,0

Nilai pH (pH value) 7,31 7,50 7,0-7,5 6,8-7,5 6,8-7,5

Kekuatan gel (gel strength)(g/cm2) 600,8205 688,6481 400,0 - 500,0 500,0 – 650,0 > 650,0

Page 55: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

171Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani, dan Atut Ruswita

merah Gracilaria verrucosa, baik yang berasal dari Bekasi maupun Subang, sudah memenuhi standar mutu agar, antara lain kadar air 10,2575% untuk sampel Bekasi dan 11,3730% untuk sampel Subang, abu tak larut asam 0,38% untuk sampel Bekasi dan 0,76% untuk sampel Subang, nilai pH 7,31 untuk sampel Bekasi dan 7,50 untuk sampel Subang, serta kekuatan gel sebesar 600,8205-602,8166 g/cm2 untuk sam-pel Bekasi dan 688,6481-698,6285 g/cm2 untuk sampel Subang.Sedangkan untuk kadar abu, pada sampel Bekasi sudah memenuhi standar, yaitu 3,86%, namun pada sampel Subang masih belum memenuhi standar, yaitu 4,93% (lebih besar dari 4,5%). Untuk rendemen bakto agar yang dihasil-kan sebesar 22,6200% untuk sampel Bekasi dan 30,6304% untuk sampel Subang.

Berdasarkan hasil uji mutu tersebut, bakto agar dari alga merah Gracilaria verrucosa yang berasal dari Bekasi sudah memenuhi standar, se-

dangkan sampel alga merah asal Subang belum memenuhi standar bakto agar komersial yang ada.

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk me-lakukan analisis mutu bakto agar yang dihasilkan dari alga merah jenis lainnya atau alga merah Gracilaria verrucosa yang berasal dari tempat bu-didaya di wilayah yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini merupakan Program IBIKK Laboratorium Pengujian dan Penelitian (QLab) Fakultas Farmasi Tahun ke-2 (Tahun Anggaran 2011).Dan dibiayai oleh Kopertis Wilayah III Ja-karta Kementerian Pendidikan Nasional, sesuai Surat Perjanjian Pelaksanaan Program Pengabdi-an Kepada Masyarakat Multi Tahun Nomor: 058/K3/KU/K/2011 tanggal 4 Mei 2011.

DAFTAR PUSTAKA

1. Murdinah, Apriani, Siti Nurbaity K., Nurhayati, Subaryono. Pengolahan Agar dari Gracilaria sp. Ja-karta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan; 2011:1-21.

2. Murdinah, Fransiska Dina, Subaryono. Pembuatan Bakto Agar dari Rumput Laut Gelidium rigidum untuk Media Tumbuh Bagi Mikroorganisme. Jur-nal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.;3(1): 2008; 79-86.

3. Kordi, K. M. Ghufran H. Kiat Sukses Budi Daya Rumput Laut di Laut & Tambak. Yogyakarta: Lily

Publisher; 2011:7-40.4. Departemen Kelautan dan Perikanan. Teknologi

Pemanfaatan Rumput Laut. Jakarta: Badan Riset Kelautan dan Perikanan; 2003: 2-9.

5. Abdullah A. Pengaruh Penambahan Khitosan ter-hadap Mutu Agar Bakto (Bacto Agar) (skripsi). Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB; 2004: 5-60.

6. Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-4105-1996. Agar-agar kertas. Jakarta: Badan Standardisasi Na-sional. 1996.

7. Badan Standardisasi Nasional. SNI 01-2802-1995. Agar-agar tepung. Jakarta; Badan Standardisasi Nasional. 1995.

Page 56: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013172

Karakteristik Fisik dan Displacement Value Supositoria Neomisin Sulfat berbasis PEG

Alasen Sembiring Milala, Aditya Trias Pradana, dan Andrew Pierce Boehe

ABSTRACT: Physical characteristic and the Displacement Value of Neo-mycin sulfate in suppository with various composition of PEG 400-4000 as it carrier has been studied. Displacement Value has been determined to adjust the weight of suppositories that varies due to the density dif-ference among drug substance and its carriers. The method used in the determination of Displacement Value is the Moody method. Beside the displacement value, we have also evaluated the physical characteristic of suppository that has been produced, such as weight uniformity, hard-ness, macro and micro melting point andliquefaction ability. The results shows that all measurements meet the requirements and the Displace-ment Value of Neomycin sulfate obtained from Moody method, was 0.96.

Keywords : Suppository, Displacement Value, Neomycin sulfate

ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian mengenai penentuan karakte-ristik fisik dan Displacement Value Neomisin sulfat di dalam formulasi suppositoria dengan berbagai perbandingan PEG 400 – 4000 sebagai pembawa. Displacement Value ditentukan untuk penyesuaian bobot suppositoria yang nilainya bervariasi karena besarnya densitas bahan aktif yang berbeda dari densitas pembawa. Metode yang digunakan dalam penentuan Displacement Value ini adalah metode Moody. Evalu-asi yang dilakukan antara lain uji keseragaman bobot, uji kekerasan, uji titik leleh makro dan mikro, dan uji kemampuan mencair. Hasil uji keseragaman bobot, uji kekerasan, uji titik leleh makro, mikro, dan uji mencair memenuhi persyaratan suppositoria. Dari hasil yang di-peroleh dengan metode Moody, Displacement Value Neomisin sulfat adalah 0,96.

Kata kunci: Suppositoria, Displacement Value, Neomisin sulfatFakultas Farmasi Universitas Surabaya

Artikel Penelitian

Korespondensi: Alasen Sembiring MilalaEmail : [email protected]

Page 57: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

173Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Alasen Sembiring Milala, Aditya Triaspradana, dan Andew Pierce Boehe

PENDAHULUAN

Suppositoria merupakan salah satu bentuk se-diaan farmasi yang mempunyai beberapa keung-gulan, yaitu bahan aktif tidak mengalami hepatic first pass effect, dapat memberikan efek lokal dan sistemik, dapat digunakan untuk pasien yang ti-dak sadar dan tidak dapat menelan, serta dapat terhindar dari iritasi saluran pencernaan, menu-tupi rasa dan bau yang tidak enak (2).

Polietilenglikol (PEG) memiliki daya serap air tinggi, melarut pada cairan rektal dan tidak memiliki efek samping. Sedangkan Oleum ca-cao adalah suatu lemak padat yang berasal dari biji tanaman Theobroma cacao, melunak pada suhu tubuh dan tidak menyebabkan iritasi. Baik PEG maupun Oleum cacao mudah mencair saat dipanaskan dan cepat membeku saat didingin-kan, stabil pada temperatur ruangan dan mudah bercampur dengan bahan obat (3,4).

Pada pembuatan sediaan suppositoria perlu diawali dengan penentuan Displacement Value. Displacement Value adalah sejumlah bobot dari bahan-bahan obat yang menggantikan satu ba-gian dari basis (3). Displacement Value ini ber-guna untuk menyetarakan jumlah obat dengan densitas basis suppositoria, sehingga jumlah ba-han aktif obat yang tersedia dalam setiap suppo-sitoria dapat diperkirakan. Jika jumlah bahan ak-tif obat cukup besar, maka volume material harus diperhitungkan dan jumlah sesungguhnya basis yang diperlukan untuk mengisi cetakan menjadi sangat penting (10). Tidak semua bahan obat dengan basis tertentu memiliki Displacement Value. Penentuan displacement value diazepam telah dilakukan dengan beberapa basis berbeda. Displacement value diazepam dengan basis 10% beeswax dan 90% Thebroma oil adalah senilai 0,88, sedangkan dengan gelatin-gliserin-air dan PEG 1540-gliserin-air berturut-turut senilai 1,04 dan 0,98. Perbedaan displacement value terse-but menjadi pertimbangan dalam penimbangan bahan dan pemenuhan volume supositoria (8). Suppositoria paracetamol dengan basis kombi-nasi trigliserida memiliki displacement value 1,4

dan 1,46. Sementara dengan basis suppositoria ester dan basis suppositoria ampifilik berturut-turut nilai displacement value-nya adalah 1,4 dan 1,43. Nilai ini selanjutnya digunakan dalam per-hitungan jumlah basis yang ditambahkan dalam formulasi (9).

METODE PENELITIAN

BahanNeomisin sulfat p.g (Shanghai Demo Bio-tech

co., Ltd, Shanghai, China) merupakan bahan aktif yang digunakan dan dibentuk supposito-ria dengan bahan tambahan PEG 400 p.g dan PEG 4000 p.g (Pan Asia Chemical Corp, Taipei, Taiwan). Untuk memudahkan suppositoria di-keluarkan dari cetakan ditambahkan parafin liquidium p.g (Bratachem, Surabaya, Indonesia) yang akan melumuri dinding cetakan.

AlatTimbangan Analitik (Digital) tipe “Sartorius” BP

10 (Sartorius, Gottingen, Germany), Penangas air “Memmert” seri W 200 (Memmert GmbH, Buchen-bach, German), Fisher Johns Melting Point Apparatus (Thermo Fischer Scientific, Massachusetts, USA), Cetakan suppositoria nirkarat (Surabaya, Indone-sia), Mortirdan stamper, Erweka Suppository Hard-ness Tester (Erweka GmbH, Heusenstamm, Ger-many), dan Erweka Suppository Liquefaction Tester (Erweka GmbH, Heusenstamm, Germany).

Metode Kerja1. Formulasi Supositoria

Neomisin sulfatdosis 250 mg diformulasikan dengan basis campuran PEG 400 : 4000 = 40% : 60%. Untuk sepuluh suppositoria, 2500 mg Neomisin sulfat digerus hingga halus. PEG 400 dan 4000 ditimbang berturut-turut11000 mg dan 16500 mg, lalu dimasukkan dalam cawan dan dipanas-kan pada waterbath. Mortir dihangatkan dengan pemberian air panas, dan selanjutnya Neomisin sulfat dimasukkan ke mortir hangat tersebut. Setelah itu, kedua PEG yang telah meleleh terse-

Page 58: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013174

Karakteristik Fisik dan Displacement Value Supositoria Neomicin Sulfat

but dimasukkan ke mortir hangat sambil diaduk dan digerus, dicampur semuanya hingga homo-gen. Hasil campuran homogen yang diperoleh lalu dituang kedalam cetakan yang tersedia. Ce-takan kemudian didiamkan di suhu ruangan se-lama 15 menit, lalu dimasukkan ke dalamlemari esdandijagatetap5°C selama 15 menit. Selan-jutnya, cetakan dipindahkan ke freezer-2oC dan didiamkan selama 30 menit.Cetakan dikeluarkan dan didiamkan 10 menit di suhu ruangan. Sup-positoria yang telah terbentuk dikeluarkan dari cetakan, kemudian ditimbang bobotnya dan di-bungkus dengan aluminium foil, lalu dimasukkan ke dalam wadah. Proses pembuatan akan meng-hasilkan 10 sediaan suppositoria.

2. Analisis hasilPengujian karakter fisik suppositoria yang di-

lakukan meliputi pengamatan organoleptis, ke-seragaman bobot, uji kekerasan, penentuan wak-tu dan suhu leleh serta waktu lebur.

2.1. OrganoleptikPengujian organoleptik dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk mengeta-hui bentuk, warna, rasa dan bau suppositoria.

2.2. Keseragaman bobotKeseragaman bobot suppositoria dilakukan dengan cara menimbang satu per satu bobot suppositoria hingga sebanyak 10 buah. Pe-nyimpangan bobot suppositoria yang terben-tuk tidak melebihi persyaratan (6), dimana nilainya tidak lebih dari 5%.

2.3. KekerasanPengujian kekerasan suppositoria diawali de ngan pendiaman suppositoria pada suhu pengamatan 25 ± 1,5°C. Suppositoria ditem-patkan secara tegak dengan bagian runcing menghadap keatas, pada sample holder. Pintu kaca ditutup dan selanjutnya bantalan dige-ser sehingga batang pemberat dalam posisi menggantung bersamaan dengan pencatatan waktu. Penambahan beban dengan berat masing-masing 200 gram dilakukan setiap 1 menit. Pencatatan waktu dihentikan saat sup-

positoria hancur. Penentuan kekerasan diawa-li dengan memberi beban menggunakan ba-tang pemberat sebelum ditambah beban yaitu 600 gram(7). Jika waktu yang dibutuhkan oleh suppositoria untuk hancur, setelah penam-bahan beban terakhir kurang dari atau sama dengan 20 detik maka beban terakhir tidak diperhitungkan. Jika dibutuhkan waktu anta-ra 20 sampai 40 detik, maka beban terakhir dihitung 100 gram saja. Sementara jika waktu yang dibutuhkan lebih dari 40 detik, maka be-ban terakhir dihitung penuh yaitu 200 gram.

2.4. Waktu lelehPengujian titik leleh makro dan mikro di-lakukan untuk menentukan waktu dan suhu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna. Pengujian titik leleh makro untuk mendapatkan waktu leleh diawali dengan membenamkan seluruh suppositoria dalam waterbath dengan suhu konstan (37OC). Di-ukur waktu yang diperlukan oleh supposito-ria untuk meleleh atau terdispersi ke dalam air. Pengujian titik leleh mikro menggunakan Fisher Johns Melting Point Apparatus. Penguji-an diawali dengan meletakkan sejumlah kecil suppositoria yang telah digerus halus dan ho-mogen lalu dimasukkan ke dalam cover glass. Suhu diamati saat suppositoria mulai meleleh sampai meleleh seluruhnya. Titik leleh sup-positoria yang diperoleh tidak melebihi 37OC.

2.5. Waktu mencairWaktu mencair suppositoria ditentukan de-ngan Erweka Suppository Liquefaction Tester. Suppositoria dimasukkan ke dalam tabung yang ditahan ketat dalam sebuah sangkar (spiral glass), dalam sebuah pipa penguji ber-skala, yang ditempatkan dalam sebuah mantel gelas yang dialiri air hangat suhu 37OC, melalui sebuah pipa kecil gelas yang sekaligus mence-gah jatuhnya suppositoria dari sangkarnya, kemudian diamati waktu suppositoria mulai mencair sampai mencair seluruhnya.

2.6. Displacement valuePengujian displacement value dilakukan de-

Page 59: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

175Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Alasen Sembiring Milala, Aditya Triaspradana, dan Andew Pierce Boehe

ngan penimbangan bobot suppositoria pada timbangan analitik Sartorius BP 10 dengan dan tanpa bahan aktif sesuai (1, 3, 5) meng-gunakan perbandingan bobot obat dalam sup-positoria dengan bobot basis yang tergantikan oleh bahan aktif. Perhitungan displacement value dengan metode Moody dilakukan deng-an perbandingan bobot bahan aktif dalam sup-positoria dengan bobot basis yang tergantikan

oleh bahan aktif. Untuk memperoleh hasil per-lu dilakukan pengukuran bobot rata-rata sup-positoria tanpa bahan aktif, bobot rata-rata suppositoria dengan bahan aktif, bobot basis dalam suppositoria, bobot bahan aktif dalam suppsitoria, bobot basis yang tergantikan oleh bahan aktif dan besarnya 1 g basis yang ter-gantikan oleh bahan aktif yang menggambar-kan nilai displacement value.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengamatan organoleptis suppositoria Neomisin sulfat dengan basis PEG 400 dan 4000 diperoleh bentuk suppositoria yang berbentuk torpedo berwarna putih. Sebelum dilakukan pe-nelitian lebih awal dilakukan kalibrasi cetakan suppositoria untuk melihat variasi tiap lubang ce-takan ketika terisi material. Bobot rata-rata sup-positoria dengan basis PEG yaitu 2,94 g ± 0,0241.

Pengujian karakteristik fisik suppositoria yang lain meliputi keseragaman bobot, uji kekerasan, uji titik leleh makro, uji titik leleh mikrodan uji mencair. Uji keseragaman bobot suppositoria menurut [6] yaitu bobot tiap suppositoria tidak boleh menyimpang lebih dari 5% dari bobot rata- rata suppositoria. Hasilnya bobot suppositoria Neomisin sulfat dengan basis PEG untuk replikasi I – III tidak menyimpang lebih dari 5% sehingga

memenuhi persyaratan dan bobot sediaan yang dihasilkan relatif seragam.

Kekerasan suppositoria diuji dengan menggu-nakan alat Erweka Suppository Hardness Tester. Menurut (11) bahwa kekerasan suppositoria ti-dak kurang dari 1,8 – 2,0 kg. Data yang diperoleh untuk suppositoria Neomisin sulfat replikasi I, II, III dengan rata-rata 1,87 kg sehingga dapat di-simpulkan bahwa kekerasan suppositoria yang dihasilkan telah cukup ideal.

Titik leleh makro suppositoria umumnya ti-dak boleh lebih dari 37ºC [7], dan waktu yang diperlukan untuk meleleh sampai meleleh selu-ruhnya adalah kurang dari 30 menit. Supposito-ria Neomisin sulfat dengan basis PEG replikasi I, IIdan III member gambaran titik leleh yang baik dengan rata-rata 17,63 menit. Sedangkan pengu-jian titik leleh mikro suppositoria Neomisinsul-fat – PEG rata – rata senilai 36,67oC, dimana titik

Displacement Value = bobot obat dalam suppositoria

bobot basis yang tergantikan oleh bahan aktif

Tabel 1. Hasil pengujian karakteristik fisik dan displacement value

Replikasi KeseragamanBobot

Suppositoria(Bobot±SD)

Kekerasan Suppositoria

(kg)

Waktu LelehSuppositoria

(menit)

Suhu LelehSuppositoria

(⁰C)

Waktu LeburSuppositoria

(menit)

Displacement Value

1

2

3

2,92 ± 0,04

2,93 ± 0,04

2,93 ± 0,04

1,8

1,8

2,0

16,13

18,40

18,37

35,0

38,0

37,0

20,20

19,20

17,40

0,93

0,98

0,96

Page 60: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013176

Karakteristik Fisik dan Displacement Value Supositoria Neomicin Sulfat

leleh mikro menggunakan basis PEG umumnya tidak lebih dari 37OC (7).

Penentuan waktu mencair yang dilakukan dengan menggunakan alat Erweka Suppository Liquefaction Tester menunjukkan bahwa supposi-toria Neomisin sulfat-PEG mencair sempurna setelah rata-rata 18,93 menit. Waktu yang dica-pai telah memenuhi persyaratan dimana mencair tidak lebih dari 30 menituntuk basis PEG (11).

Selanjutnya dilakukan perhitungan Displace-ment Value dengan menggunakan metode Moody. Hasil perhitungan Displacement Value dengan metode Moody untuk Neomisin sulfat dengan basis PEG 400 (40%) dan 4000 (60%) adalah diperoleh nilai rata-rata 0,96. Penentuan dis-placement value penting dalam proses produksi terutama produksi massal. Bahan aktif dengan displacement value tersebut akan menggantikan bobot basis 0,96 bagian. Basis Polybase yang akan dibentuk suppositroria dengan sumatriptan 25mg, harus mempertimbangkan nilai displace-

ment value. Sumatriptan memiliki displacement value 0,92, sehingga Polybase yang akan ditam-bahkan untuk melengkapi bobot suppositoria 2,5 gram harus diperhitungkan kembali (12).

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan, dike-tahui bahwa suppositoria Neomisin sulfat me-miliki karakteristik fisika yang sesuai dengan persyaratan. Terkaitperhitungan Displacement Value dengan bahan aktif Neomisin sulfatdengan menggunakan basis PEG, maka dapat disimpul-kan bahwa Displacement Value Neomisin sulfat basis PEG 400 (40%) dan 4000 (60%) dengan metode Moody adalah0,96.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat dilakukan perhitungan Displacement Value terhadap bahan aktif Neomisin sulfat menggu-nakan kombinasi basis yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Allen LV, 2000, International Journal of Pharma-ceutical Compounding, 2000, 4, (5) : 291-293.

2. Gilman AG,The Pharmacological Basic of Thera-peutics, 10th edition, USA, 2001 : 5-20.

3. Moody, M..M., Suppositories and Pessaries in Win-field AJ, Richards RME, Pharmaceutical Practise, 2nd Edition, International Edition, Churchill, Li-vingston, 1998 : 170-176.

4. Reynolds, Martindale, The Complete Drug Refe-rence, 34nd Edition, The Pharmaceutical Press, Lon-don, 2005 : 45 – 46, 1093.

5. Lund, W (editor), The Pharmaceutical Codex 12th

edition, Pharmaceutical Press, London, 1994: 1039-1041.

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Far-makope Indonesia, Edisi IV, Jakarta, 1995 : 16-17, 135-136, 449-450, 508, 1087-1088, 1193.

7. Lachman, L, Lieberman, H. A ., Kanig , J. L, Teori dan Praktek Farmasi Industri III, Universitas Indonesia, Jakarta, 1994 : 1147-119.

8. Kamal B.A., Iraqi J. Pharm. Sci., Vol 16 (2). Univer-sity of Baghdad, Iraq, 2007 : 21-27.

9. Ranjita, S., In Vitro Release of Paracetamol from Suppocire Suppositories: Role of Additives. Ma-laysian Journal of Pharmaceutical Science, 2010, 8 (1): 57-71.

10. Agoes, G., SediaanFarmasiLikuida – Semisolida (SFI-7). Penerbit ITB, Bandung, 2012: 344-371.

11. Lieberman AH, Pharmaceutical Dosag Forms Dis-perse Systems, 2nd Edition, New York, 1994: 243.

12. Desai, H.D., Shirley, K.L., Penzak, S.R., Strom, J.G., Hon, Y.Y., Spratlin, V., Jann, M.W., Pharmacokinetics in Healthy Volunteers of Sumatriptan 25 mg Oral Tablet Versus 25 mg Extemporaneous Supposi-tory. International Journal of Pharmaceutical Com-pounding, 2008, 7 (6) : 481-484.

Page 61: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

177Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

A Model of Rat Thrombocytopenia Induced by Cyclophosphamide

ABSTRACT: This study is aimed at optimizing the dose of cyclophosphamide in thrombocytopenia rat model. A suitable drug dosage that could induce thrombocytopenia in rat was then investigated. Animal model of 25 rats were randomly divided into five groups: Normal (group A), Cyclophosphamide low dose (group B), medium dose (group C), high dose (group D), very high dose (group E) with each of 5 rats. The four dosage groups were given 25, 50, 100, 150 mg/kg BW cyclophosphamide, respectively. Cyclophosphamide was given by subcutaneous injection once a day for 3 consecutive days. All groups were under investigation for 8 days. The result suggested that a decrease in the platelet count, white blood cell, and mean corpuscular volume of all group cy-clophosphamide induced at the 7th day were significantly different than that of Normal. The platelets count was reduced but fluctuated greatly, all of the rats died in group E at 7th day and group D at 8th day. Though all 4 dosages success-fully initiated thrombocytopenia as the platelets number dropped at the 7th

day, the low dose was considered to be a suitable one that was of high efficacy and low toxicity. Thus, using Wistar rats challenged by subcutaneous injec-tion of cyclophosphamide 25 mg/kg per day for 3 consecutive days showed one simple, feasible and stable rat thrombocytopenia model that could be used for pharmacodynamic test of the drugs which are supposed to have platelet increasing effect.

Keywords: rat, thrombocytopenia, cyclophosphamide

ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan dosis siklofosfa-mid dalam model tikus trombositopenia. Sejumlah dosis obat yang cocok yang bisa menyebabkan trombositopenia pada tikus kemudian diteliti. Dua puluh lima tikus secara acak dibagi menjadi lima kelompok: Normal (grup A), sik-lofosfamid dosis rendah (grup B), dosis sedang (grup C), dosis tinggi (grup D), dosis sangat tinggi (grup E) yang masing-masing terdiri dari 5 tikus. Ke-empat kelompok masing-masing diberi dosis 25, 50, 100, dan 150 mg/kg BB cyclophosphamide. Siklofosfamid diberikan melalui suntikan subkutan sekali sehari selama 3 hari berturut-turut. Semua kelompok diamati selama 8 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan jumlah trombosit, sel darah putih, dan rata-rata volume corpuscular dari semua kelompok siklofosfa-mid pada hari ke-7 berbeda secara signifikan dibandingkan dengan Normal. Platelet count berkurang meski sangat fluktuatif, semua tikus di grup E mati pada hari ke-7 dan grup D pada hari ke-8. Meskipun keempat dosis berhasil menginisiasi trombositopenia ditinjau dari jumlah trombosit yang menurun pada hari ke-7, dosis yang rendah dianggap paling sesuai karena efektivitas yang tinggi dan toksisitas rendah. Jadi, penggunaan tikus Wistar yang di-induksi oleh injeksi subkutan siklofosfamid 25 mg/kg per hari selama 3 hari berturut-turut menunjukkan suatu model tikus trombositopenia yang seder-hana, layak dan stabil yang dapat digunakan untuk uji farmakodinamik obat yang diduga memiliki efek meningkatkan trombosit.

Kata kunci: tikus, trombositopenia, siklofosfamid

Artikel Penelitian

Korespondensi: Raymond R. TjandrawinataEmail : [email protected]

Hery Kristiana1, Florensia Nailufar1, Imelda L. Winoto1, and Raymond R. Tjandrawinata2

1 Section of Animal Pharmacology2 Dexa Laboratories of Biomolecular

Sciences, Dexa Medica, Cikarang

Page 62: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013178

A Model 0f Rat Thrombocytopenia Induced by Cyclophosphamide

INTRODUCTION

Thrombocytopenia is a condition in which blood has a lower than normal number of blood cell fragments (platelets). Thrombocytopenia is a blood disease characterized by an abnormal-ly low number of platelets in the bloodstream. Platelets are made in the bone marrow along with other kinds of blood cells. Cyclophosphamide is a synthetic alkylating agent that has been used for its antineoplastic and immunosuppressive activi-ties, and was introduced as an antitumor agent in 1958. Cyclophosphamide was used as toxicant in the current study because of its capacity to induce stable thrombocytopenia (1). In conventional che-motherapy, cyclophosphamide is one of the most commonly employed drugs which are applied in high dose regimen to treat metastatic breast can-cer (2). Fulminant cardiac toxicity is the most se-vere dose-limited toxicity of cyclophosphamide whose other side effects are hematopoietic de-pression, hemorrhagic cystitis, gonadal dysfunc-tion, alopecia, nausea, gastrointestinal toxicity, renal toxicity, antidiuretic effect and vomiting. Also, it was reported that cyclophosphamide could induce chromosome aberration of bone marrow and liver cells (3). For reasons that are poorly understood, patients with drug-induced thrombocytopenia occasionally present with dis-seminated intravascular coagulation (4) or renal failure and other findings indicative of the hemo-lytic uremic syndrome or thrombotic thrombocy-topenic purpura (5). Cyclophosphamide induced leucopenia animal model can also be the model of thrombocytopenia (6). Therefore, we attemp-ted to use rats as a model of thrombocytopenia following induction by cyclophosphamide. The model is applicable for pharmacodynamic studi-es for drugs causing thrombocytopenia.

MATERIAL AND METHODMaterials

Materials Cyclophosphamide was purchased

from Novell Pharmaceutical Laboratories, Bo-gor, Indonesia. Platelet count, erythrocyte, white blood cell, platelet distribution width, and mean corpuscular volume determined by semi-auto-mated hematology analyzer MEK-6450K (Nihon Kohden, Japan) and cell packs diluents (Nihon Kohden, Japan) was provided by Dexa Laborato-ries of Biomolecular Sciences, Dexa Medica.

AnimalsFor all experiments, adult Wistar rats were

purchased from Indoanilab (Bogor, Indonesia). The rat were kept in the cages at 24oC, <70% rela-tive humidity, with alternating 12-h light–dark cycle (lights on from 06.00 to 18.00 h). They were kept in standard polypropylene filter top cage and allowed access to food and water ad libitum. All experiments were reviewed and approved by the Institutional Animal Care and Use Committees of the Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences, Dexa Medica (Cikarang, Indonesia).

Experimental protocolsMale Wistar rats (250-300g) were used for the

study. The rats were divided into 5 groups (n = 5, each group), they are: Group A, as normal control, were treated with normal saline; Group B were treated with cyclophosphamide (25 mg/kg BW); Group C were treated with cyclophosphamide (50 mg/kg BW); Group D were treated with cy-clophosphamide (100 mg/kg BW); and Group E were treated with cyclophosphamide (150 mg/kg BW) by subcutaneous injection once a day for the first 3 consecutive days. All groups were in-vestigated for 11 days. 100 µl of blood was col-lected from tail every day (1 – 7th days of study). Plasma collected using EDTA anticoagulant. Platelet count, red blood cell, white blood cell, platelet distribution width, and mean corpuscu-lar volume were determined by semi-automated hematology analyzer MEK-6450K. At the end of the study period, the rats were euthanized with sodium pentobarbital 150 mg/kg BW (IP) under anesthesia (ketamine 80 mg/kg, and xylazine 7.5 mg/kg, i.p).

Page 63: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

179Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Hery Kristiana, Florensia Nailufar, Imelda L. Winoto, and Raymond R. Tjandrawinata

Statistical analysisThe data obtained were analyzed using one

way analysis of variance (ANOVA) followed by post hoc test for multiple comparisons (Tukey’s HSD or Games-Howell test), using the statistical package SPSS version 20 for Windows. Differen-ces were considered significant when p<0.05.

RESULTSPlatelet count

Blood cell analyses in comparison to all group; Platelet count (Table 1); white blood cell (Table 2); platelet distribution width (Table 3), mean corpuscular volume (Table 4); and red blood cell (Table 5) did not change.

Page 64: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013180

A Model 0f Rat Thrombocytopenia Induced by Cyclophosphamide

Body weight and survivability of animalsFigure 1 shows the weights of animal receiv-

ing varying doses of cyclophosphamide. It is seen that at higher doses, rats tended to decrease in their weight suggesting that the compound af-fected their over health status.

This data is further strengthened by the sub-sequent analysis of animal survivability follow-

ing cyclophosphamide administration. Figure 2 shows that at higher doses of 100 mg/kg and 150 mg/kg, rats were dying after 7 days of drug ad-ministration. However, at lower doses of 25 mg/kg and 50 mg/kg, rats were able to survive even to the end of experiment seen on day 11 post ad-ministration.

Page 65: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

181Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Hery Kristiana, Florensia Nailufar, Imelda L. Winoto, and Raymond R. Tjandrawinata

Figure 1. Weight changes of Wistar rats following administration of cyclophosphamide. Values are presented as mean.

DISCUSSION

Since its discovery in 1958, cyclophosphamide has been widely used in both clinical and experi-mental animal studies of cancer chemotherapy. Acute events like bone-marrow toxicity, infec-tions, haemorrhagic cystitis, gastrointestinal side effects (nausea, vomiting) and hair loss were seen as its side effects. Cyclophosphamide was used as an inducer in the current study because of its preliminary data suggesting its capacity as an in-ducer of stable thrombocytopenia (1)

The result suggested that decrease in the platelet counts of group B, C, D, and D at 4th day were significantly higher than those of the nor-mal group.The platelet counts were reduced with wide variations. In all groups, the maximum de-crease in the platelet count was seen at the 7th day. All rats in Group D (100 mg/kg) and Group E (150 mg/kg) are haemorrhagic cystitis, porfi-rin, 20% body weight loss and hair loss at the 7th day. It was clear that Groups D and E could reduce platelet to some extent and the effect lasted for a longer time, however, rats in these groups died

Page 66: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013182

A Model 0f Rat Thrombocytopenia Induced by Cyclophosphamide

rapidly, while platelet counts were fluctuating at a higher rate. It is widely known that chemothe-rapeutic and immunosuppressive agents typi-cally cause thrombocytopenia by suppressing hematopoiesis, in order to its effect as an immu-nosuppresor (7).

In Groups D and E, mean corpuscular volume and white blood cell decreased sharply. Cyclo-phosphamide, a chemotherapy drug, also well known as a potent immunosuppressive drug in humans and experimental animals, can, in fact, reduce white blood cells. The result of the white blood cells count data was corelated with a pre-viously reported result, suggesting that the drop occurs in the beginning followed by a rise on its counts (8). Moreover, in Group D and E, the width of platelet distribution increased. Platelet distri-bution width is an indication of variation in plate-let size which can be a sign of active platelet re-lease. Platelet large cell ratio increases in throm-bocytopenia, and is inversely related to platelet count and directly related to platelet distribution width and mean platelet volume (9).

The body weights of rat cyclophosphamide treated group decreased after injecting cyclo-phosphamide (Figure 1). The weight of the Nor-mal group rat tended to be stable after end pe-riods. Rat in group E death rate was 100% on the 7th day. Rat in group D died from the 7th day, the death rate was 100% on the 8th day (Figure 2) and other group life until the end period. Many patients with drug-induced thrombocytopenia have only petechial hemorrhages and occasional ecchymosis and require no specific treatment other than discontinuation of the sensitizing medication. When there is uncertainty about the causative drug, all medications should be discon-

tinued, and pharmacologic equivalents with dif-ferent chemical structures substituted as neces-sary. Patients who have severe thrombocytopenia and “wet purpura” should be aggressively treated with platelet transfusions because of the risk of fatal intracranial or intrapulmonary hemorrhage (10,11,12). Corticosteroids are often given, but there is no evidence that they are helpful if the thrombocytopenia is drug-induced. Intravenous immune globulin (13) and plasma exchange(14) have been used in acutely ill patients, but the be-nefit of these treatments is uncertain (10).

Though all four dosages successfully initiated thrombocytopenia as the platelets count dropped at the 7th day, the low dose (25 mg/kg BW) was considered to be a suitable one that was of high efficacy and low toxicity. Thus, Wistar rat chal-lenged by subcutaneous injection of cyclophos-phamide 25 mg/kg per day for 3 consecutive day is one simple, feasible and stable rat thrombocy-topenia model that could be used for pharmaco-dynamic test of drugs which pharmacologically act as platelets count stimulator.

CONCLUSION

In conclusion, Wistar rat challenged by subcu-taneous injection of cyclophosphamide 25 mg/kg per day for 3 consecutive day is one simple, fea-sible and stable rat thrombocytopenia model.

ACKNOWLEDGEMENTS

The authors would like to thank to Destrina Grace for her assistance in editing the manu-script.

REFERENCES

1. Hong N, Kong-yan L, Xiao-qi Z, Xue-ying F, Duan-rong Y, Yu-si W, Jiu-yao Z, Wen-cai Y, Establishment of a Mouse Thrombocytopenia Model Induced by

Cyclophosphamide. Zoological research 2009; 30(6):645-652.

2. Legha SS, Buzdar AU, Smith TL, Hortobagyi GN, Swenerton KD, Blumenschein GR, Gehan EA, Bodey GP, Freireich EJ. Complete remissions in

Page 67: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

183Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Hery Kristiana, Florensia Nailufar, Imelda L. Winoto, and Raymond R. Tjandrawinata

metastatic breast cancer treated with combi-nation drug therapy [J]. Ann Intern Med, 1979, 91(6): 847-852.

3. He WS, Liu AH, Shi LM. In vivo induction of chro-mosomal aberration in liver, bone-marrow and spermatogonial cells in mice by benzene and cy-clophosphamide [J]. Zool Res, 1984, 5(2): 175-179 (in Chinese).

4. Knower MT, Bowton DL, Owen J, Dunagan DP. Quinine-induced disseminated intravascular co-agulation: case report and review of the literature. Intensive Care Med 2003;29:1007-11.

5. Kojouri K, Vesely SK, George JN. Quinine associ-ated thrombotic thrombocytopenic purpura–he-molytic uremic syndrome: frequency, clinical fea-tures, and long-term outcomes. Ann Intern Med 2001;135:1047-51.

6. Lu QJ. 2007. Methodology of New Drug Research in Pharmacology [M]. Beijing: Chemical Industry Press, 326 (in Chinese).

7. Curtis BR, Kaliszewski J, Marques MB, et al. Immune-mediated thrombocytopenia result-ing from sensitivity to oxaliplatin. Am J Hematol 2006;81:193-8.

8. Masahiro K, Takuya K, Yoshio K, Hiroaki T, Kikuo N, Takafumi Y. 1999. Accelerated recovery from cyclophosphamide-induced leukopenia in mice administered a Japanese ethical herbal drug, Hochu-ekki-to [J]. Immunopharmacology, 44(3): 223-231.

9. Babu E, Basu D. 2004. Platelet large cell ratio in the differential diagnosis of abnormal platelet counts [J].Indian J Pathol Microbiol, 47(2): 202-205.

10. Aster R. Drug-induced thrombocytopenia. In: Michelson AD, ed. Platelets. New York: Academic Press, 2007:887-902.

11. Freiman JP. Fatal quinine-induced thrombocyto-penia. Ann Intern Med 1990; 112:308-9.

12. Fireman Z, Yust I, Abramov AL. Lethal occult pul-monary hemorrhage in druginduced thrombocy-topenia. Chest 1981; 79:358-9.

13. Ray JB, Brereton WF, Nullet FR. Intravenous im-mune globulin for the treatment of presumed quinidine-induced thrombocytopenia. DICP 1990; 24:693-5.

14. Pourrat O. Treatment of drug-related diseases by plasma exchanges. Ann Med Interne (Paris) 1994;145:357-60.

Page 68: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013184

Petunjuk

Petunjuk Bagi Penulis

1. Jurnal Farmasi Indonesia menerima tulisan ilmiah berupa laporan hasil penelitian atau telaah pustaka yang berkaitan dengan bidang kefarmasian.

2. Naskah diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut.

3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris dengan huruf Cambria 11, disusun dengan sistematika sebagai mana yang disarankan di bawah ini.

4. Judul dalam dua bahasa Indonesia dan Inggris, ditulis dengan huruf kapital diikuti huruf kecil, bold, singkat dan jelas mencerminkan isi tulisan, tidak lebih dari 14 kata (bahasa Indonesia) atau 10 kata (bahasa Inggris).

5. Nama penulis tanpa gelar, diberi nomor superscript, diikuti alamat instansinya masing-masing dan sebutkan alamat korespondensi kepada penulis lengkap dengan alamat e-mail.

6. Abstrak dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, masing-masing maksimum 200 kata, dilengkapi dengan kata kunci (Keywords) 3-5 kata.

7. Isi/Batang Tubuh: a. Untuk tulisan berupa artikel hasil penelitian (research article), disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Pendahuluan, Metodologi Penelitian (meliputi bahan, alat dan cara kerja), Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran, serta ucapan terima kasih.

b. Untuk tulisan bukan berupa laporan hasil penelitian (tinjauan pustaka atau komunikasi singkat), disusun dengan sistematika sebagai berikut: Pendahuluan, bagian-bagian sesuai topik tulisan, serta Penutup berupa kesimpulan dan saran, serta ucapan terima kasih.

8. Daftar Pustaka ditulis berurutan dengan nomor arab (1, 2, 3, dst.), sesuai urutan kemunculannya dalam naskah, ditulis secara konsisten menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted to Biomedical Journal (Ann Intern Med 1979; 90: 95-99).

9. Singkatan nama jurnal mengikuti ketentuan dalam Index Medicus; untuk nama jurnal yang tidak tercantum dalam Index Medicus harap tidak disingkat. 1. Contoh: Cefalu WT, Padridge WM. Restrictive transport of a lipid-soluble peptide (cyclosporin) through the

blood-brain barrier. J Neurochem 1985; 45; 1954-1956. 10. Sitasi/rujukan kepustakaan dilakukan dengan sistem nomor yang diletakkan dalam tanda kurung.

2. Contoh: .........disusun oleh protein-protein membran, antara lain kadherin (5). 11. Cara penulisan:

a. Halaman judul diketik di awal naskah terdiri dari judul, nama penulis dan afiliasinya serta nama dan alamat lengkap corresponding author.

b. Naskah diketik 1 spasi tidak bolak balik, ukuran kertas A4 dengan margin atas 4 cm, bawah 3 cm, kiri 4 cm, kanan 3 cm, minimum 8 halaman, maksimum 14 halaman tidak termasuk gambar/foto atau tabel.

c. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format tabel pada Microsoft Word diletakkan terpisah pada halaman setelah daftar pustaka, diberi judul dan nomor tabel dengan angka arab 1, 2, 3... dst.

d. Gambar dibuat dengan format TIFF, JPG, JPEG, atau BMP, atau format Microsoft Excel/scatter plot untuk grafik, dikirimkan tersendiri dalam file terpisah dengan keterangan yang jelas diberi nama file sesuai dengan nomor urut gambar.

e. Judul gambar ditulis dalam format MS Word setelah halaman Tabel. Judul gambar dinomori dengan angka arab (1,2,3,... dst).

12. Naskah dapat dikirim dalam bentuk cetakan (hard copy) dan berkas elektronik (dalam bentuk CD) melalui pos/kurir atau diantar sendiri ke sekretariat jurnal. Berkas elektronik dapat dikirim melalui email ke alamat [email protected] atau [email protected]. Naskah dapat juga dikirimkan secara online melalui jfi.iregway.com.

13. Naskah yang diterima akan disaring oleh Redaksi/Editor, kemudian direview oleh Mitra Bestari. Apabila diperlukan, naskah akan diberi catatan dan dikembalikan kepada penulis untuk direvisi, untuk selanjutnya dikirimkan kembali secara utuh kepada redaksi jurnal untuk diterbitkan.

14. Untuk penelitian klinis yang menggunakan subyek manusia, disertakan Ethical clearance.

Page 69: Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan ... · PDF fileJurnal Farmasi IndonesiaQ Vol. No. Q anuari v K Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari

185Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

Instructions for Authors

1. Jurnal Farmasi Indonesia received the scientific papers in the form of research article or literature review related to the field of pharmacy.

2. Preferred manuscript is that the paper has never been published in other media, both printed and electronic. If it has ever been presented in a scientific meeting, a clear explanation of the name, place and date of the meeting should be given.

3. Manuscripts are written in standard Indonesian or English with Cambria 11, compiled by systematics as described below.

4. The title is written in a capital letter followed by lowercase letters, bold, not more than 14 words (Indonesian) or 10 words (English), concise and clearly reflect the content of the manuscript.

5. The author’s name should be written without title, given the superscript numbers, followed by the affiliation and specify complete address of corresponding author by e-mail address.

6. Abstract should be written in English and Indonesian respectively , with a maximum of 200 words, equipped with 3-5 keywords.

7. Contents / Body:a. A research article should compile by the systematics as follows: Introduction, Research Methodology (includes

materials, equipment, and methods), Results and Discussion, Conclusions and Recommendations, as well as acknowledgement.

b. A literature review or short communication) should follow systematics as Introduction, the sections of sub topics, and Conclusions and/ or Recommendations, as well as acknowledgement.

8. References are written sequentially with Arabic numbers (1, 2, 3, ..), in the order of it appearance in the manuscript. It should be written consistently in accordance with the Index Medicus Cummulated and / or the Uniform Requirements for Manuscripts Submitted to Biomedical Journal (Ann Intern Med 1979; 90: 95-99).

9. Journal abbreviations should follow the provisions in Index Medicus; For journal that are not listed in Index Medicus should not be abbreviated.Example: Cefalu WT, Padridge WM. Restrictive transport of a lipid-soluble peptide (cyclosporin) through the blood-brain barrier. J Neurochem 1985; 45; 1954-1956.

10. Citation should be written with Arabic number and placed in brackets.Example: ......... compiled by membrane proteins, among others kadherin (5).

11. Guidance for writing:a. Typed the title page at the beginning of the script consists of title, author’s name and affiliation as well as the name

and complete address of corresponding author.b. Typed the manuscript in 1 spacing in A4 paper with a top margin of 4 cm, bottom 3 cm, left 4, and right 3 cm. The

manuscript may consist of minimum of 8 pages and maximum of 14 pages excluding images/pictures or tables.c. Tables must be intact, clearly legible, in Microsoft Word format, placed separately on the page after the list of

references, given the title and number of tables with Arabic numbers (1, 2, 3 ...).d. Images/Figures should be made with the format of TIFF, JPG, JPEG, or BMP, or Microsoft Excel format/scatter plot

for graphic, submit ted in a separate file with a clear description of the file named according to the number of Figures.

e. Figure legends should be written in MS Word format after the page of tables. Figure legends are numbered with Arabic numbers (1,2,3, ... ).

12. Manuscripts can be submitted in hard copy and electronic version (on CD) by post /courier or delivered to the secretariat of the journal by hand. Electronic files can be sent via email to [email protected] or [email protected]. Manucripts can also be submitted online through jfi.iregway.com.

13. Manuscript received will be screened by the Editor, and then reviewed, the manuscripts may be returned to the author and noted to be revised, and be sent back to the editor for decision of acceptance for publication.

14. For clinical research using human subjects should include Ethical clearance.

Instructions