Junifer Siregar, S.Pd., M
Transcript of Junifer Siregar, S.Pd., M
i
i
Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd
METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING DAN
PENGUASAAN KOSAKATA
Editor :
Drs. Ronald Hasibuan, M.Pd
PENERBIT Yayasan Salman Pekanbaru
2020
ii
METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING DAN
PENGUASAAN KOSAKATA
Penulis :
Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd
Editor:
Drs. Ronald Hasibuan, M.Pd
ISBN : 978-623-7867-51-7
Design Cover & Layout:
Sulaiman Sahabuddin
Cetakan pertama : 2020
15 X 23 cm
Diterbitkan pertama kali oleh:
Yayasan Salman Pekanbaru
Divisi Publikasi dan Penelitian
Jl. Kesatuan 3 No. 9 Kelurahan Maccini Parang
Kecamatan Makassar Kota Makassar
HP. 0853-4039-1342
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara
apapun tanpa ijin
penerbit.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayahnya sehingga penyusunan buku yang berjudul
“METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING DAN
PENGUASAAN KOSAKATA” ini dapat diselesaikan dengan
baik.
Buku ini memberikan gambaran tentang metode
pembelajaran brainstorming dan penguasaan kosakata. Tak lupa
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan buku ini.
Penyusun juga berharap agar buku ini dapat bermanfaat bagi
pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya. Namun
demikian, penyusun menyadari bahwa buku ini belumlah
sempurna. Dengan lapang dada dan kerendahan hati penyusun
bersedia untuk diberi saran dan kritik yang bersifat membangun dan
dapat memperbaiki buku ini.
21 Oktober 2020
Junifer Siregar, S.Pd., M.Pd
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar_iii
Daftar Isi_iv
BAB I
PENDAHULUAN_1
BAB II
HAKIKAT KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN
NARASI EKSPOSITORIS_9
BAB III
METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING
MELALUI MEDIA GAMBAR_21
BAB IV
HAKIKAT PENGUASAAN KOSAKATA_39
BAB V
NARASI EKSPOSITORIS SISWA YANG DIAJAR
DENGAN METODE BRAINSTORMING_49
BAB VI
PENUTUP_59
DAFTAR PUSTAKA_61
1
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu standar kompetensi yang harus dicapai
dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia menurut Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk siswa Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA)
khususnya pada aspek menulis adalah siswa harus mampu
mengungkapkan informasi dalam berbagai bentuk karangan
(naratif, deskriptif, ekspositif) (Depdiknas, 2007: 9).
Berdasarkan standar kompetensi tersebut, kompetensi
menulis dijabarkan menjadi beberapa Kompetensi Dasar
(KD), yaitu (1) menulis gagasan dengan menggunakan pola
urutan waktu dan tempat dalam bentuk karangan naratif; (2)
menulis hasil observasi dalam bentuk karangan deskriptif; (3)
menulis gagasan secara logis dan sistematis dalam bentuk
ragam paragraf ekspositif (Depdiknas, 2007: 5-9).
Menulis merupakan salah satu dari pokok bahasan
Bahasa Indonesia, yang bertujuan memberikan bekal
keterampilan dan kemampuan kepada siswa untuk
mengomunikasikan ide atau pesan. Selanjutnya, menulis
2
adalah suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi)
dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya
(Suparno, 2008:13). Hal itu berarti menulis adalah alat
komunikasi untuk menyampaikan gagasan, ide, dan informasi
dalam bentuk bahasa tulis.
Kegiatan menulis tersebut memiliki tujuan untuk
menyampaikan informasi dan pesan secara lisan maupun
tulisan) dan berpikir, serta menyalurkan kreativitas dalam
mengungkapkan ide, gagasan serta pesan dalam bentuk
bahasa tulis. Selanjutnya menurut Supriyadi dkk (2002:225),
“menulis itu memiliki tujuan artistik (nilai keindahan), tujuan
informatif, yaitu memberi informasi kepada pembaca, dan
tujuan persuasif, yakni mendorong atau menarik perhatian
pembaca agar mau menerima informasi yang disampaikan
oleh penulis.”
Salah satu tujuan menulis adalah memberikan
informasi yang sebenarnya berdasarkan urutan waktu tertentu.
Berdasarkan tujuan menulis tersebut, maka salah satu
karangan yang menginformasikan pesan sesuai kejadian yang
sebenarnya dengan kronologi waktudisebut dengan narasi.
Narasi adalah karangan atau tulisan yang secara khusus
menyampaikan informasi tertentu berupa perbuatan atau
3
tindakan yang terjadidalam suatu rangkaian waktu. Sementara
menurut Semi (2007:103), “narasi adalah ragam wacana yang
menceritakan proses kejadian suatu peristiwa.” Sasarannya
adalah memberikan gambaran yang sejelas-jelasnya kepada
pembaca mengenai fase, urutan, langkah, atau rangkaian
terjadinya suatu hal.
Menurut Wibowo (2001:59) narasi adalah bentuk
tulisan yang menggarisbawahi aspek penceritaan atas suatu
rangkaian peristiwa yang dikaitkan dengan kurun waktu
tertentu, baik secara objektif maupun imajinatif. Menulis
narasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu, narasi
ekspositoris dan narasi sugestif. “Narasi ekspositoris adalah
narasi yang menyampaikan informasi mengenai
berlangsungnya suatu peristiwa.” (Keraf, 2010:136). Artinya,
bahwa narasi ekspositoris merupakan suatu narasi yang hanya
Untuk dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa
dalam pembelajaran bahasa maka peneliti mencoba mencari
beberapa solusinya yakni dengan mengubah metode
pembelajaran dan memberikan latihan menulis secara
maksimal agar kosakata siswa dapat meningkat. Dalam hal ini
peneliti mencoba menerapkan metode pembelajaran
brainstorming dengan memanfaatkan media gambar.
4
Sejalan dengan penelitian Dedi Kurniawan (2012)
dengan judul “Penerapan Metode Brainstorming Melalui
Pengajaran Remedial Untuk Meningkatkan Keaktifan
danHasil Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Di Kelas IV
SD Negeri 35 KotaBengkulu”. Penelitian ini menunjukkan
bahwa dengan menerapkan metodebrainstorming hasil belajar
siswa meningkat. Hal ini dibuktikan dengan data yang
menunjukkan nilai rata-ratasiswa sebelum penelitian yaitu
5,7. Setelah menerapkan metode brainstormingnilai rata-rata
siswa menjadi 5,86 pada siklus I dan meningkat menjadi 7,01
padasiklus II.
Brainstorming adalah metode pembelajaran dengan
bentuk diskusi dalam rangkamenghimpun gagasan, pendapat,
informasi, pengetahuan, pengalaman dari semuapeserta.
Berbeda dengan diskusi, yang mana gagasan dari seseorang
ditanggapi(didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak
disepakati) oleh pesera lain, padapenggunaan metode curah
pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi.
Metode pembelajaran brainstorming merupakan suatu
cara mengajar yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas,
yaitu dengan melontarkan suatu masalah atau topik di kelas
oleh guru, kemudian siswa menjawab atau menyatakan
5
pendapat, atau komentar sehingga mungkin masalah tersebut
berkembang menjadi masalah baru, atau dapat diartikan pula
sebagai satu cara untuk mendapatkan banyak ide dari
sekelompok manusia dalam waktu yang singkat (Roestiyah
2001: 73).
Pada hakikatnya, kegiatan pembelajaran adalah suatu
proses komunikasi. Melalui proses komunikasi, pesan atau
informasi dapat diserap dan dihayati orang lain. Agar tidak
terjadi kesalahan dalam proses komunikasi perlu digunakan
sarana yang membantu proses komunikasi yang disebut
media, khususnya media gambar. Menurut Gerlach & Ely
dalam Azhar (2013: 3) ”Media adalah manusia, materi, atau
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.”
Media gambar merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan kemampuan menulis, siswa dituntut untuk
mengembangkan penalarannya mengenai gambar tersebut.
Peranan media sangatlah penting, yaitu sebagai alat
bantu atau sarana yang dapat digunakan guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran. Memanfaatkan media
gambar membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman
yang berisi tentang dunia yang akrab dengan anak-anak yaitu
6
dengan menyajikan warna-warna yang sesuai dengan
kesenangan dan perkembangan mereka sehingga memicu
berpikir secara konkret, yaitu anak yang berusia 7-12 tahun.
Dimana anak usia SD berada pada tahapan operasional
konkret (konkreto prerasional), dengan karakteristik yang
pertama adalah senang bermain, karakteristik yang kedua
adalah senang bergerak, karakteristik yang ketiga adalah anak
senang bekerja dalam kelompok, dan karakteristik yang
keempat adalah senang merasakan/memperagakan sesuatu
secara langsung (Sumantri, 2006: 63-64).
Sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa kemampuan menulis meningkatdilakukan oleh Joko
Purnomo (2009) dengan judul penelitian “Penerapan Metode
Inkuiri Sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis
Siswa DenganMenggunakan Media Gambar Pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia Kelas IV Sekolah Dasar Negeri
17 Kota Bengkulu”. Penelitian menunjukkan bahwa
denganmenggunakan media gambar dapat meningkatkan
kemampuan menulis siswa. Halini menunjukkan nilai rata-
rata siswa sebelum penelitian yaitu 5,8. Setelahmenggunakan
media gambar nilai rata-rata siswa menjadi 6,6 pada siklus I
danmeningkat menjadi 8,3 pada siklus II.
7
Penggunaan media gambar merupakan salah satu
alternatif untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa
dalam bentuk tulisan. Serta didukung juga dengan metode
pembelajaran brainstorming yang membantu siswa untuk
dapat menuangkan gagasan serta ide secara langsung tanpa
adanya tanggapan.
Penggunaan metode pembelajaran dan pemanfaatan
media bukanlah masalah tunggal dalam meningkatkan
kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris siswa.
Penguasaan kosakata sebagai salah satu unsur bahasa yang
memegang peranan penting dalam kegiatan menulis.
Penguasaan kosakata adalah kemampuan atau
kemahiran memahami perbendaharaan kata-kata yang
dimiliki seseorang dalam penggunaannya terhadap bahasa.
Melalui kata-kata, kita dapat mengekspresikan pikiran,
gagasan, sertaperasaan terhadap orang lain. Hal ini diperkuat
dengan pendapat Tarigan (1985:2) mengatakan bahwa
kualitas keterampilan berbahasa seseorang jelas bergantung
kepada kuantitas dan kualitas kosakata yang dimilikinya.
Semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki, siswa
akan dengan mudah untuk menulis. Siswa yang mempunyai
kosakata yang banyak akan lebih mudah menuangkan idenya
8
dalam bentuk tulisan dibandingkan dengan siswa yang
kosakatanya sedikit.
Hal ini diperkuat dengan pendapat Yayan E.
(http://www.pikiranrakyat. com/cetak/
2006/1205/23/1104.htm, diakses 23 Juni) yang menyatakan
bahwa saat ini keterampilan berbahasa siswa khususnya
keterampilan menulis masih memprihatinkan. Hal ini
dibuktikan dengan masihbanyaknya hasil karya tulis siswa
dengan penggunaan kosakata yang kurang tepat, kurang
kreatif, dan sulit dipahami.
Hal senada juga tampak pada penelitian Darminto
(2010:1) yang menyatakan bahwa kemampuan menulis
karangan narasi siswa masih rendah karena kurang menguasai
kosakata dan kalimat efektif. Hasil tes yang diadakan untuk
menulis karangan narasi diperoleh data ketuntasan yakni kelas
VA=56%, kelas VB=72%. Data ini membuktikan bahwa
ketuntasan belajar secara klasikal untuk KKM 75 dan
persentasi 85% belum tercapai.
9
BAB II
HAKIKAT KEMAMPUAN
MENULIS KARANGAN NARASI
EKSPOSITORIS
Tarigan (2008: 22) menyatakan bahwa menulis adalah
menemukan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang
sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik
tersebut. Sementara Suparno (2008:13) menulis merupakan
salah satu dari pokok bahasan bahasa Indonesia, yang
bertujuan memberikan bekal keterampilan dan kemampuan
kepada siswa untuk mengkomunikasikan ide atau pesan.
Selanjutnya menulis dapat didefinisikan sebagai suatu
kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan
menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.
Menulis merupakan kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan (Badriyah, dkk
2007:614). Selanjutnya Dalman (2012:5) menyatakan bahwa
menulis adalah sebuah proses mengaitkan antara kata,
10
kalimat, paragraf, maupun antara bab secara logis agar dapat
dipahami.
Di sisi lain, Lado dalam Tarigan (2008:22)
mengatakan bahwa menulis adalah kegiatan mengungkapkan
pikiran ke dalam bentuk simbol-simbol grafik untuk menjadi
kesatuan bahasa yang dimengerti, sehingga orang lain dapat
membaca simbol-simbol bahasa tersebut. Berbeda dengan
pendapat DePorter dan Hernacki (2003:179) menjelaskan
bahwa menulis adalah aktivitas seluruh otak yang
menggunakan belahan otak kanan (emosional) dan belahan
otak kiri (logika).
Dari pengertian menulis di atas dapat disimpulkan
bahwa menulis adalah kegiatan menuangkan ide, gagasan,
informasi dan pesan ke dalam bahasa tulis secara jelas dengan
urutan yang sistematis dan logis serta memiliki ide pokok
sehingga pembaca dapat memahami pesan yang disampaikan.
Dengan kata lain, menulis adalah suatu rangkaian proses
kegiatan yang mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam
bentuk tulisan secara jelas dan logis.
11
A. Tujuan Menulis
Kegiatan dalam aspek menulis meliputi menulis
permulaan, menulis huruf, suku kata, kata, kalimat, paragraf,
karangan, menulis pengumuman, menulis surat, menulis puisi,
dan menulis pantun. Kegiatan menulis dilakukan dengan
berbagai tujuan seperti yang dijelaskan Suparno (2008:13-14)
tujuan menulis sebagai berikut: (1) Melalui tulisan seseorang
dapat memberitahukan atau mengajar, (2) Untuk meyakinkan
atau mendesak, (3) Tulisan bertujuan untuk menghibur atau
menyenangkan, (4) Untuk mengekspresikan perasaan dan
emosi yang kuat dan berapi-api. Berdasarkan uraian diatas
maka tujuan menulis yaitu penyampaian pesan kepada
pembaca, agar pesan itu dapat diterima dengan baik oleh
orang lain harus menggunakan bahasa yang komunikatif dan
sesuai dengan tujuan menulis.
B. Manfaat Menulis
Seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk
apa harus menulis, hal itu tak lepas dari pengaruh lingkungan
keluarga dan masyarakat serta kurangnya motivasi untuk
menulis. Menurut Suparno (2008:14) menyatakan tentang
manfaat menulis, yaitu manfaat menulis sangat penting
12
khususnya bagi siswa yaitu dalam hal: ”(1) Peningkatan
kecerdasan. (2) Pengembangan daya inisiatif dan kreativitas.
(3) Penumbuhan keberanian dan (4) Pendorong kemauan dan
kemampuan mengumpulkan informasi.”
C. Karangan Narasi Ekspositoris
Salah satu bentuk tulisan adalah karangan. Kosasih
(2003:9) mengemukakan, “Karangan adalah bentuk tulisan
yang mengungkapkan pikiran dan perasaan pengarang dalam
satu kesatuan tema yang utuh. Ditambahkan pula,bahwa
karangan diartikan dengan rangkaian hasil pemikiran atau
ungkapan perasaaan kedalam bentuk tulisan yang teratur.”
Finoza (2009:234) Karangan adalah penjabaran suatu
gagasan secara resmi dan teratur tentang suatu topik atau
pokok bahasan. Setiap karangan yang ideal pada prinsipnya
merupakan uraian yang lebih tinggi atau lebih luas dari alinea.
Karangan diartikan pula dengan rangkaian hasil pemikiran
atau ungkapan perasaan ke dalam bentuk tulisan yang teratur.
Lebih lanjut Poerwadarminta (1984:445)
mengungkapkan bahwa,“Karangan merupakan uraian tentang
sesuatu hasil, dengan demikian pengertian karangan atau
tulisan dapat kita batasi sebagai rangkaian kalimat yang logis,
13
padu, sistematis, yang berisi pengalaman, pikiran atau
pelukisan tentang objek suatu peristiwa atau masalah.”
Berdasarkan pendapat ahli di atas, maka disimpulkan
bahwa karangan adalah salah satu bentuk tulisan tentang
suatu topik tertentu yang memiliki kesatuan ide dalam bentuk
yang teratur serta kalimat yang logis.
Salah satu jenis karangan berdasarkan cara
penyajiannya adalah narasi. Istilah narasi atau sering juga
disebut naratif berasal dari kata bahasa Inggris narration yang
artinya cerita dan narrative yang berarti menceritakan
(Suparno, 2008:431). Sedangkan menurut Keraf (2010:136),
narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha
menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca
suatu peristiwa yang telah terjadi.
Disisi lain, Suparno (2008:431), “karangan narasi
adalah serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya
(kronologis), dengan maksud memberi arti kepada sebuah
atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik
hikmah dari cerita itu.” Sebagai bagian dari karangan, “narasi
merupakan jenis tulisan yang bertujuan untuk menceritakan
suatu pokok persoalan.” (Pamungkas, 2012:58).
14
Sedangkan Widyamartaya (1993:10) menyatakan
bahwa, “Karangan narasi merupakan karangan yang bertujuan
untuk menyampaikan gagasan ke dalam urutan waktu atau
dengan maksud menghadirkan di depan mata angan-angan
pembaca serentetan peristiwa yang memuncak pada suatu
kejadian utama.”
Lebih lanjut Marahimin (1994:93) dalam bukunya yang
berjudul Menulis secara populer mendefinisikan narasi sebagai
berikut: “Narasi adalah cerita.” Cerita ini berdasarkan pada
urut-urutan suatu (atau rangkaian) kejadian atau peristiwa. Di
dalam kejadian ini ada tokoh (beberapa tokoh) dan tokoh ini
mengalami dengan menghadapi suatu (serangkaian) konflik
dengan tikaian. Kejadian, tokoh, dan konflik ini merupakan
alur. Dengan demikian, narasi adalah cerita berdasarkan alur.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa narasi
merupakan suatu bentuk karangan yang berusaha
mengisahkan suatu kejadian atau peristiwa sehingga tampak
seolah-olah pembaca melihat atau mengalami sendiri
peristiwa itu. Selain itu, narasi adalah suatu bentuk wacana
yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya
kepada pembaca suatu peristiwa yang terjadi.
15
Finoza (2009:234) jenis-jenis karangan narasi adalah
sebagai berikut: a) Narasi ekspositoris. Narasi ini bertujuan
untuk menggugah pikiran pembaca untuk mengetahui apa
yang dikisahkan. Kisah yang disampaikan adalah mengenai
berlangsungnya suatu peristiwa. Peristiwa ini disampaikan
kepada pembaca melalui rangkaian kejadian atau perbuatan
sehingga dapat memperluas pengetahuan pembaca. Narasi
ekspositoris bersifat nonfiktif yang disajikan dengan bahasa
denotatif dan tujuan utama bukan menimbulkan daya
imajinasi, melainkan menambah pengetahuan pembaca
dengan pemaparan yang rasional.
Setelah membaca narasi ekspositoris pembaca
mendapatkan pengetahuan atau informasi suatu peristiwa.
Sejarah, biografi,dan autobiografi adalah bentuk narasi yang
menjelaskan peristiwa-peristiwayang menyangkut riwayat
hidup atau pengalaman perorangan ataukelompok dengan
penyajian yang berusaha menarik manfaat dari
pengalamantersebut.Contoh: Einstein dilahirkan di Ulm di
Württemberg, Jerman; sekitar 100 km sebelah timur Stuttgart.
Bapaknya bernama Hermann Einstein, seorang penjual
ranjang bulu yang kemudian menjalani pekerjaan
elektrokimia, dan ibunya bernama Pauline. Mereka menikah
16
di Stuttgart-Bad Cannstatt. Keluarga mereka keturunan
Yahudi; Albert disekolahkan di sekolah Katholik dan atas
keinginan ibunya dia diberi pelajaran biola.
b) Narasi sugestif.Dalam narasi ini seluruh kejadian yang
disajikan menyiapkan perasaan pembacanya pada suatu
perasaan tertentu untuk menyikapi peristiwa yang ada
dihadapan matanya. Narasi sugestif menuntut kematangan
mental yang akan melibatkan perasaan pembacanya sehingga
akan menunjukkan rasa simpati dan empati mereka terhadap
peristiwa tersebut.Tiga hari lamanya aku mengalami koma
tanpa pernah bangun. Dan ketika aku terbangun dari
mimpiku, perlahankubukakan mataku, seluruh keluargaku ada
disampingku. Ayah, ibu, kedua kakakku, paman dan bibi serta
teman-temanmu telah ada disampingku. Suara ayat-ayat Al-
Quran terdengar dan aku senang mereka tidak marah padaku
karena aku pergi tanpa pamitan. Ayah menyadari aku
terbangun dengan cepat memanggilku...
Keraf (2007:136)memberikan perbedaan karangan
narasi ekspositoris dengan karangan narasi sugestif seperti
terlihat pada tabel berikut ini:
17
Tabel 1
Perbedaan Karangan Narasi Ekspositoris dengan Narasi
Sugestif
No Narasi Ekspositoris Narasi Sugestif
1. Memperluas
Pengetahuan
Menyampaikan suatu makna
atau suatu amanat yang
tersirat
2. Menyampaikan
informasi suatu
kejadian
Menimbulkan daya khayal
3. Didasarkan pada
penalaran untuk
mencapai kesepakatan
rasional
Penalaran hanya berfungsi
sebagai alat untuk
menyampaikan makna
sehingga jika perlu penalaran
dilanggar
4. Bahasanya lebih
condong ke bahasa
informatif dengan titik
berat pada penggunaan
kata-kata denotattif
Bahasanya lebih condong ke
bahasa figuratif dan
menitikberatkan penggunaan
kata-kata konotatif
“Karangan narasi ekspositoris adalah rangkaian-
rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar
18
dengan mempersoalkan tahap-tahap kejadian yang disajikan
untuk menyampaikan informasi untuk memperluas
pengetahuan atau pengertian pembaca, tidak peduli apakah
disampaikan secara tertulis atau secara lisan” (Keraf,
2010:137). Sehubungan dengan itu, Suparno (2008:432),
“narasi ekspositoris adalah narasi yang bertujuan untuk
memberikan informasi atau wawasan dan memperluas
pengetahuan pembaca.”
Sedangkan menurut Dalman (2012:111), “narasi
ekspositoris adalah narasi yang memiliki sasaran
penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa
dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah
seseorang.”Dalam narasi ekspositoris, penulis menceritakan
suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya dengan
menggunakan bahasa yang logis berdasarkan fakta yang ada,
tidak memasukkan unsur sugestif atau bersifat objektif. Narasi
ekspositoris bertujuan untuk menggugah pikiran para
pembaca untuk mengetahui apa yang dikisahkan.Narasi
ekspositorismemiliki sasaran yang akan dicapai ialah
ketepatan informasi mengenai suatu peristiwa yang
dideskripsikan. Oleh karena itu, narasi ekspositoris
menambah dan memperluas pengetahuan.
19
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
karangan narasi ekspositoris adalah karangan karangan yang
berisi rangkaian peristiwa, kegiatan yang disampaikan dengan
informasi yang jelas dengan tujuan memperluas pengetahuan
pembaca.
Keraf (1982:138-139) menyatakan ciri-ciri karangan
narasi ekspositoris, yakni (1) memperluas pengetahuan,(2)
menyampaikan informasi mengenai suatu kejadian, (3)
didasarkan padapenalaran untuk mencapai kesepakatan
rasional, dan (4) bahasanya lebih condong ke bahasa
informatif dengan titik berat pada penggunaan kata-kata
denotatif.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Keraf
(2007:145-148), narasi merupakan cerita yang memiliki unsur
alur atau plot. Narasi dapat berisi fakta atau rekaan. Jadi, baik
karangan narasi yang berupa fakta atau fiksi yang harus
mengandung alur atau pun jalan cerita. Sementara itu, sebuah
alur mengandung rangkaian peristiwa yang dapat membentuk
suatu konflik dan klimaks yang dialami oleh para tokohnya
pada suatu tempat dan waktu tertentu yang kadang dalam
penyelesaiannya memicu berkembangnya masalah baru.
Untuk itu, perlu pembatasan rangkaian tindakan yang lebih
20
jelas, yaitu rangkaian tindakan yang terdiri atas tahap-tahap
yang penting dalam sebuah struktur yang diikat oleh waktu.
Sehingga rangkaian peristiwa itu dapat memberikan makna
bagi rangkaian peristiwa itu.
21
BAB III
METODE PEMBELAJARAN
BRAINSTORMING MELALUI
MEDIA GAMBAR
A. Metode Brainstorming dan Media Gambar
Metode brainstorming adalah teknik penyelesaian
masalah yang dapat digunakan baik secara individual maupun
kelompok. Hal ini mencakup pencatatan gagasan-gagasan
yang terjadi spontan dengan cara tidak menghakimi. Dalam
curah gagasan (brainstorming), DePorter (2011:310-313)
menyatakan bahwa “terimalah semua gagasan sebagai
gagasan yang baik, terlepas dari betapa asing gagasan tersebut
tampaknya”.
Sedangkan menurut Michalko (dalam Dananjaya 2011:
79) curah gagasan atau brainstorming adalah suatu proses
diskusi yang diibaratkan sebagai berikut
“Sekelompok orang mengadakan
pertemuan untuk membuat patung. Tiap-
tiap siswa membawa sebongkah tanah liat
dan menempatkannya di meja. Tanah liat
22
itu kemudian digabungkan menjadi sebuah
bentuk. Lalu patung itu diubah, dibentuk,
ditambah dan diubah sampai seluruh
kelompok setuju dengan bentuk akhirnya”.
Jadi curah gagasan atau Brainstorming
dirancang untuk mendorong
kelompok untuk mengekspresikan berbagai
macam ide dan menunda penilaian
penilaian kritis. Setiap orang menawarkan
ide yang dicatat, kemudian dikombinasikan
dengan berbagai macam ide yang lain. Pada
akhirnya kelompok tersebut setuju dengan
hasil akhirnya”.
Selanjutnya, menurut Sudjana (2010:74), curah
pendapat (brainstorming) adalah “teknik pembelajaran yang
dilakukan dalam kelompok yang peserta didiknya memiliki
latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda-
beda”. Kegiatan ini dilakukan untuk menghimpun gagasan
dan pendapat dalam rangka menemukan, memilih, dan
menentukan berbagai pernyataan sebagai jawaban terhadap
pertanyaan yang berkaitan dengan kebutuhan belajar, sumber-
sumber, hambatan, dan lain sebagainya.
23
Senada dengan itu, menurut Roestiyah (2008:73)
menjelaskan bahwa :
“Metode brainstorming adalah suatu teknik atau
mengajar yang dilaksanakan oleh guru di dalam kelas
yaitu dengan melontarkan suatu masalah ke kelas oleh
guru, kemudian siswa menjawab atau menyatakan
pendapat, atau komentar sehingga mungkin
masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru,
atau dapat diartikan pula sebagai satu cara untuk
mendapatkan banyak ide dari sekelompok sekelompok
manusia dalam waktu yang singkat.”
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan para ahli di
atas dapat disimpulkan bahwa metode brainstorming adalah
suatu teknik mengajar yang melibatkan siswa dengan cara
melontarkan masalah kepada siswa dan mengajak siswa
kemasalah tersebut sehingga si anak terlibat daya pikir, ide,
gagasanbahkan tanggapan yang terjadi secara spontan dan
akan memunculkan permasalahan baru lainnya, dan seluruh
masukan siswa tidak boleh dibantah sekalipun ide tersebut
tidak berkenaan dengan masalah yang dibahas. Siswa yang
kurang aktif dapat terlibat dengan adanya siswa lain yang
berani berkomentar, bertanya, menyampaikan ide, atau
24
membuat masalah baru yang menjadikan pembelajaran
menjadi efektif dan bermakna.
Dalam pelaksanaan metode pembelajaran
brainstrorming memiliki keunggulan dan kelemahan yang
harus diketahui oleh guru. Menurut Roestiyah (2008: 74-75),
keunggulan metodebrainstorming sebagai berikut:
“(1) Anak-anak berfikir untuk
menyatakan pendapat; (2) melatih siswa
berpikir dengan cepat dan tersusun logis;
(3) merangsang siswa untuk selalu siap
berpendapat yang berhubungan dengan
masalah yang diberikan oleh guru; (4)
meningkatkan partisipasi siswa dalam
menerima pelajaran; (5) siswa yang
kurang aktif mendapat bantuan dari
temannya yang sudah pandai atau dari
guru; (6) terjadi persaingan yang sehat;
(7) anak merasa bebas dan gembira; (8)
suasana demokratis dan disiplin dapat
ditumbuhkan.”
Sedangkan kelemahan metode brainstorming sebagai
berikut:
25
“(1) Guru kurang memberi waktu yang
cukup kepada siswa untuk berpikir
dengan baik; (2) anak yang kurang
pandai selalu ketinggalan; (3) guru hanya
menampung pendapat tidak pernah
merumuskan kesimpulan; (4) siswa tidak
segera tahu apakah pendapatnya itu betul
atau salah; (5) tidak menjamin hasil
pemecahan masalah; (6) masalah bisa
berkembang ke arah yang tidak
diharapkan.”
Dalam metode ini guru bertugas memberikan masalah
atau topik dikelas yang mampu merangsang siswa untuk
menyampaikan gagasan, ide, serta tanggapan. Guru tidak
boleh menanggapi, atau menyalahkan apa yang disampaikan
oleh siswa.
Roestiyah (2008: 74-75) langkah-langkah
pembelajaran yang menggunakan metode brainstormingyaitu
a) Pemberian informasi dan motivasi. Guru menjelaskan
masalah atau topik yang dihadapi beserta latar belakangnya
dan mengajak peserta didik aktif untuk menyumbangkan
pemikirannya. b) Identifikasi. Pada tahap ini peserta didik
26
diundang untuk memberikan sumbang saran pemikiran
sebanyak-banyaknya. Semua saran yang masuk ditampung,
ditulis dan tidak dikritik. Pimpinan kelompok dan peserta
hanya boleh bertanya untuk meminta penjelasan. Hal ini agar
kreativitas peserta didik tidak terhambat. c) Klasifikasi.Semua
saran dan masukan peserta ditulis. Langkah selanjutnya
mengklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dibuat dan
disepakati oleh kelompok. Klasifikasi bisa berdasarkan
struktur atau faktor-faktor lain: (a) Verifikasi. Kelompok
secara bersama melihat kembali sumbang saran yang telah
diklasifikasikan.Setiap sumbang saran diuji relevansinya
dengan permasalahannya. Apabila terdapat sumbang saran
yang sama diambil salah satunya dan sumbang saran yang
tidak relevan bisa dicoret. Kepada pemberi sumbang saran
bisa diminta argumentasinnya. (b) Konklusi (Penyepakatan).
Guru/pimpinan kelompok beserta peserta lain mencoba
menyimpulkan butir-butir alternatif pemecahan masalah yang
disetujui. Setelah semua puas, maka diambil kesepakatan
terakhir cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang
secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar
(Azhar, 2013:3). Sehubungan dengan itu, Gerlach & Ely
27
dalam Azhar (2013:3) menyatakan bahwa media apabila
dipahami secara garis besar adalah “manusia, materi, atau
kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.”
Di sisi lain, menurut Trianton (2013:1), “Media adalah
alat atau sarana komunikasi seperti koran, majalah, radio,
televisi, film, poster, dan spanduk.” Senada dengan itu,
menurut Sanjaya (2006:163) “Media adalah seluruh alat dan
bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan
seperti radio, televisi, buku, koran,majalah dan sebagainya.”
Menurut Sudjana (2010:132) ada beberapa jenis media
pendidikan yang biasa digunakan dalam proses pembelajaran
sebagai berikut:
“(1) Media grafis seperti gambar, foto,
grafik, bagan atau diagram, poster kartun,
komik, dan lain-lain. Media grafis sering
juga disebut media dua dimensi, yakni
media yang mempunyai ukuran panjang
dan lebar. (2)Media tiga dimensi yaitu
dalam bentuk model seperti model padat
(solid model), model penampang, model
susun, model kerja, mock up, drama dan
28
lain-lain. (3) Media proyeksi seperti slide,
filmstrip, film, penggunaan OHP dan lain-
lain. (4) Penggunaan lingkungan sebagai
media pendidikan.
Pengunaan media di atas dilihat dan dinilai dari segi
kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting adalah
fungsi dan peranannya dalam membantu mempertinggi proses
pembelajaran. Berdasarkan jenis media yang dikemukakan di
atas, maka media yang dipilih adalah media gambar.
“Media merupakan alat untuk
mempermudah komunikasi agar pesan
yang ingin disampaikan dapat dimengerti
oleh orang lain. Sedangkan gambar
merupakan hasil lukisan yang
menggambarkan orang, tempat dan benda
dalam berbagai variasi.Walaupun hanya
menekankan kekuatan indra penglihatan,
kekuatan gambar terletak pada kenyataan
bahwa sebagian besar orang pada
dasarnya pemikiran visual oleh kata-kata.
(Asyhar,2011: 57).
29
Sedangkan menurut Munadi (2010:88), “gambar
adalah media visual yang penting dan mudah didapat”.
Selanjutnya menurut Asyhar (2011:57), “gambar adalah hasil
lukisan yang menggambarkan orang, tempat, dan benda
dalam berbagai variasi.“ Gambar membuat orang dapat
menangkap ide atau informasi yang terkandung di dalamnya
dengan jelas, lebih jelas dari pada yang di ungkapkan.
“Tujuan media gambar menurut Arsyad (2013:113)
adalah memvisualisasikan konsep yang ingin disampaikan
kepada peerta didik.” Media dapat membantu guru ketika
menemui kesulitan dalam menjelaskan sesuatu dengan kata-
kata atau kalimat tertentu. Penggunaan media gambar dapat
membantu siswa untuk memusatkan perhatian terhadap materi
yang disampaikan.
Salah satu jenis media yang termasuk ke dalam media
gambar adalah media berseri. Menurut Daryanto (2010:41),
“media gambar adalah suatu kesatuan informasi yang
dituangkan ke dalam beberapa tahapan atau dibuat berseri
dalam satu lembar sehingga dalam satu kesatuan informasi
memerlukan beberapa gambar”. Media gambar berseri adalah
media pembelajaran yang digunakan oleh guru yang berupa
gambar yang mengandung cerita, dengan urutan tertentu
30
sehingga antara satu gambar dengan gambar yang lain
memiliki hubungan cerita dan membentuk satu kesatuan.
Beberapa kelebihan dari media gambar menurut
Sadiman ( 2010:29-31) sebagai berikut:
“(1) Sifatnya konkret; gambar lebih realistis
menunjukan pokok masalahdibandingkan
dengan media verbal semata.(2) Gambar
dapat mengatasibatasan ruang dan waktu.
Tidak semua benda, objek atau peristiwa
dapatdibawa ke kelas dan tidak selalu bisa
anak di bawa ke objek atauperistiwa
tersebut. Gambar dapat mengatasi hal
tersebut.(3)Mediagambar dapat mengatasi
keterbatasan pengamatan.(4)Foto
dapatmemperjelas suatu masalah, dalam
bidang apa saja dan untuk tingkat
usiaberapa saja,sehingga dapat
mencegah atau membetulkan
kesalahpahaman. (5) Gambar harganya
murah dan gampang didapat
sertadigunakan tanpa memerlukan
peralatan khusus.”
31
Adapun kelemahan dari media gambar yaitu: “(1)
Gambar hanya menekankan persepsi indera mata. (2)
Gambar benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk
kegiatan pembelajaran. (3) Ukurannya sangat terbatas untuk
kelompok besar” (Sadiman, 2010:29-31).
Langkah Penggunaan media gambar dalam
pembelajaran menulis menurut Sadiman (2010:198-199), ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan agar penggunaan media
dapat dipersiapkan dengan baik sebagai berikut. a) Persiapan.
Guru menyiapkan peralatan yang diperlukan untuk
menggunakan media gambar. Kemudian apabila
menggunakan media gambar tersebut semua siswa sudah
mengerti tujuan yang hendak dicapai. b) Pelaksanaan
(penyajian). Guru harus memperhatikan selama penggunaan
media gambar yaitu hindari kejadian-kejadian yang dapat
mengganggu ketenangan dan konsentrasi siswa. c) Tindak
lanjut. Kegiatan ini bertujuan untuk menetapkan pemahaman
siswa terhadap pokok-pokok materi atau pesan pembelajaran
yang hendak disampaikan melalui media gambar tersebut.
Dari pernyataan di atas tampak jelas bahwa media
gambar mempunyai kebaikan untuk digunakan dalam proses
peningkatan kemampuan menulis karangan, karena siswa
32
dapat menafsirkan sendiri apa saja yang terungkap dalam
gambar tersebut. Dengan pembelajaran menulis karangan
yang menggunakan media gambar memungkinkan siswa
belajar efektif di kelas.
Penggunaan metode branstorming melalui media
gambar dalam pembelajaran menulis karangan narasi
ekspositoris agar terjadi proses pembelajaran yang
komunikatif antara guru dan siswa, maka diperlukan variasi
teknik, metode dan media yang tepat dalam proses
pembelajaran. Media merupakan alat peraga, ada juga yang
mengatakan media merupakan saluran untuk menyampaikan
informasi. Pembelajaran yang efektif berarti menciptakan
interaksi yang baik antara guru dan siswa, antara siswa dan
siswa, dan antara siswa dengan materi pembelajaran.
Menerapkan metode brainstorming dalam
pembelajaran merupakanupaya yang baik untuk menuangkan
ide, gagasan, serta pengetahuan siswa tanpa adanya tanggapan
dari siswa lain. Sejalan dengan itu penggunaan media gambar
yang maksimal akan dapat meningkatkan kemampuan
menulis karangan narasi ekspositoris berdasarkan kelebihan
dari penggunaan media gambar itu sendiri.
33
Dalam pembelajaran menulis peneliti akan
menerapkan metode brainstorming melalui media gambar.
Adapun pelaksanaannya yaitu 1) pemberian informasi dan
motivasi, guru memberikan contoh mengenai topik yang akan
dibahas melalui gambar berseri, 2) identifikas, guru mengajak
siswa untuk menyumbangkan pendapat, gagasan serta idenya
melalui gambar, 3) klarifikasi semua gagasan serta pendapat
yang disampaikan oleh siswa ditulis di papan tulis. Guru dan
siswa bersama-sama melakukan klarifikasi atas semua
pendapat yang ditulis di papan tulis sesuai gambar, 4)
verifikasi, siswa dan guru bersama- sama melihat kembali
gagasan serta pendapat yang telah di klarifikasi, 5) tahap
konklusi, guru beserta siswa mencoba menyimpulkan butir-
butir pokok untuk menentukan tema atau judul. Selanjutnya
guru menyuruh siswa untuk membuat karangan narasi
ekspositoris sesuai gambar.
Dari uraian tersebut adapun penggabungan metode
brainstorming melalui media gambar dituangkan pada bagan
berikut.
34
Gambar 1 Penggabungan Metode Brainstormingdengan
Media Gambar
35
1. Metode Konvensional
Majid (2009:138) mendeskripsikan bahwa metode
konvensional ditandai dengan guru satu-satunya sumber
belajar. Dalam arti guru menyajikan garis-garis besar isi
pelajaran dan permasalahan yang terdapat dalam isi pelajaran,
merangsang peserta didik untuk belajar mandiri dan
menumbuhkan rasa ingin tahu. Metode konvensional
mendeskripsikan bahwa proses pembellajaran yang lebih
banyak didominasi gurunya sebagai “pentransfer ilmu,
sementara siswa lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.
Djamarah (dalam Mardliyah, dkk. 2014:147)
mendefinisikan bahwa metode pembelajaran konvensional
adalah “metode pembelajaran tradisional atau disebut juga
metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru
dengan dengan anak didik dalam proses belajar dan
pembelajaran.” Sehingga kadang kala metode konvensional
menimbulkan kejenuhan dalam proses pembelajaran yang
berakibat penurunan hasil belajar siswa.
Hal yang sama dijelaskan oleh Ruseffendi (dalam
Hambali, 2014:49) bahwa metode konvensional (tradisional)
pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih
36
mengutamakan hafalan daripada pengertian, menekankan
kepada keterampilan, mengutamakan hasil daripada proses,
dan pengajaran yang berpusat pada guru.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa metode konvensional adalah salah satu metode
mengajar yang menitik beratkan pada guru. Artinya, guru
mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru
mendominasi di dalam kelas, siswa hanya menerima saja apa
yang disampaikan oleh guru yang menyebabkan siswa
menjadi pasif.
Langkah-langkah pelaksanan metode konvensional
yakni, (1) Tahap persiapan. Pada tahap ini, siswa
mempersiapkan diri untuk menerima pelajaran dengan tujuan
agar siswa termotivasi terhadap materi menulis karangan
narasi ekspositoris. (2) Tahap penyajian. Pada tahap ini guru
menjelaskan materi menulis karangan narasi ekspositoris.
Dalam hal ini guru hanya memaparkan teori-teori meulis
tanpa memberikan contoh dan memberikan latihan menulis.
(3) Tahap menghubungkan. Pada tahap ini guru
menghubungkan materi menulis dengan pengalaman siswa
tentang kejadian, peristiwa ataupun rangakaian kegiatan
setiap harinya. (4) Tahap menyimpulkan. Pada tahap ini guru
37
menyimpulkan materi menulis yang telah dijelaskan. (5)
Tahap penerapan. Tahap terakhir ini, guru menugaskan siswa
menulis karangan narasi tanpa menentukan topik terlebih
dahulu. Berdasarkan langkah ini guru akan mengetahui
tingkat pemahaman siswa tentang karangan narasi ekspositori.
Menurut Sumiati dan Asra (2007:92-93) metode
konvensional memiliki keunggulan dan kelemahan sama
seperti metode pembelajaran lainnya. Keunggulan metode
konvensional adalah: a) guru dapat mengontrol urutan dan
keluasan materi pembelajaran, b)siswa dapat mendengar
melalui tuturan dan dapat melihat langsung,c) dapat
diterapkan dalam jumlah siswa yang banyak, d) dianggap
efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa
sangat banyak sementara waktu yang disediakan cukup
terbatas.
Adapun kelemahan dari metode konvensional adalah: a)
hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang
memiliki kemampuan mendengar dan menyimak yang baik,
b) tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu
baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat dan bakat
serta perbedaan gaya belajar, c) sulit mengembangkan
38
kemampuan siswa, d) guru tidak dapat mengontrol
pemahaman siswa.
39
BAB IV
HAKIKAT PENGUASAAN
KOSAKATA
Bustani dan Suyata (2014:31) meyebutkan bahwa
kosakata adalah komponen kecakapan berbahasa dan
merupakan dasar bagaimana seseorang dapat menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis dengan baik. Kridaklaksana
(dalam Tarigan, 1994:446) yang menyatakan
bahwa,“Kosakata adalah (1) komponen bahasa yang memuat
secara informasi tentang makna dan pemakaian kata dalam
bahasa ; (2) kekayaan kata yang dimiliki seorang pembicara,
penulis atau suatu bahasa ; (3) daftar kata yang disusun seperti
kamus, tetapi dengan penjelasan yang singkat dan praktis.”
Keraf (1985:80) menyatakan bahwa kosakata adalah
keseluruhan kata yang berada dalam ingatan seseorang, yang
akan segeramenimbulkan reaksi bila didengar atau dibaca.
Richards dan Renada (2002:255-256) mendefinisikan
kosakata sebagai berikut:
40
Vocabulary is a core component of
language proficiency and provides
much of of the basic for how well
learners speak, listen, read, and write.
Whithout an extensive vocabulary and
strategies for acquiring new
vocabulary, learners often achieve less
than their potentialand may be
discouranged from making use of
language learning oppotunities around
them such as listening to the radio,
listening to native speakers, using the
language in different context, reading,
or watching television, using and
remembering words.” Kosakata adalah
komponen inti dari kemampuan bahasa
dan memberikan dasar seberapa
banyak peserta didik untuk berbicara,
mendengarkan, membaca, dan menulis.
Tanpa kosakata yang luas dan strategi
peserta didik untuk memperoleh
kosakata baru, sering kurang mencapai
41
memanfaatkan kesempatan belajar
bahasa di sekitar mereka seperti
mendengarkan radio, mendengarkan
penutur asli menggunakan bahasa yang
berbeda konteks, membaca atau
menonton televisi.
Mukarto (2005:233) mengatakan bahwa “vocabulary
is an indispensable element of language that language
learners need acquire. In the learning or acquistion process,
learners vocabulary items and build a network of lexical
association, wich makes up a lexical system.” Kosakata
merupakan elemen yang terpisahkan dari pembelajar bahasa
dalam pemerolehan bahasa. Dalam proses pembelajaran atau
pemerolehan kosakata peserta didik turut serta membangun
jaringan hubungan leksikal, dan bagaimana membuat sebuah
sistem leksikal.”
Wu (2009:128) “vocabulary is the tool of thought,
self-expression and communication. In any language teching,
vocabulary plays a tremendously importent role.”Kosakata
adalah alat pikiran, ekspresi diri dan penerjemahan
komunikasi. Dalam setiap pengajaran bahasa kosakata
42
memainkan peran yang sangat penting. Selanjutnya Larson,
et. all (2013:17) mengatakan bahwa “vocabulary is word
knowledge that makes it possible for students to produce and
talk about texts that are valued in school.”Kosakata adalah
pengetahuan tentang kata yang membuat siswa terlibat dalam
menghasilkan, dan berbicara tentang teks yang ada di
sekolah.”
Cahyono (2008:1) menyatakan bahwa “vocabulary
teaching aims at enabling learners to understand the concepts
of unfamiliar words, gain a greater number of words, and use
words succesfully for communicative purposes. This, good
vocabulary mastery of each of the language skills, both
receptive (listening and reading) and productive (speaking
and writing).” Pengajaran kosakata bertujuan memungkinkan
peserta didik untuk memahami konsep-konsep dari kata-kata
asing, mendapatkan lebih besarjumlah kata, dan penggunaan
kata-kata berhasil untuk tujuan komunikatif. Penguasaan
kosakata yang baik mendukung penguasaan setiap
keterampilan bahasa, baik reseptif (mendengarkan dan
membaca) dan produktif (berbicara dan menulis)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengertian kosakata cukup luas tidak
43
terbatas pada perbendaharaan kata. Pengertian kosakatayaitu
kata-kata yang dikuasai oleh seseorang, kata-kata yang
terdapat dalam satubahasa, kata yang dipakai dalam satu
bidang ilmu pengetahuan, kata-kata yangdisusun dalam
kamus secara alpabetis disertai penjelasan secara singkat dan
praktis dan kosakata merupakan komponen inti dari
keterampilan berbahasa serta memberikan parameter seberapa
terampil peserta didik dalam menyimak, berbicara, membaca,
dan menulis. Tanpa penguasaan kosakata yang maksimal dan
tanpa metode pembelajaran kosakata maka keterampilan
berbahasa tidak akan dapat dicapai oleh peserta didik.
Penguasaan kosakata merupakan faktor yang sangat
penting untuk menentukan kemampuan menulis. Semakin
banyak perbendaharaan kata yang dimiliki, siswa akan mudah
menuangkan idenya dalam bentuk tulisan. Siswa yang
memiliki kosakata yang banyak akan lebih cakap dalam
berbahasa daripada siswa yang kosakatanya lebih sedikit.
44
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Brown.
Et. all, (1996) yang menyatakan bahwa
Learners with big vocabularies are more
proficient in a wide range of language skills
than learners with smaller vocabularies and
there is some evidence to support the view
that vocabulary to almost all aspects of L2
profiency. Siswa yang mempunyai jumlah
kosakata yang banyak akan lebih pandai
dalam berbahasa daripada siswa yang
memiliki jumlah kosakata yang lebih kecil
dan sejumlah fakta yang mendukung
pandangan bahwa kosakata memiliki
kontribusi yang signifikan pada hampir
semua aspek kemahiran berbahasa (bahasa
kedua).
Tarigan, (1993:14) penguasaan kosakata dapat
memengaruhi keterampilan berbahasa seseorang. Begitu juga
dengan kemampuan seseorang menggunakan dan
mempelajari bahasa banyak dipengaruhi oleh kosakata yang
dimilikinya. Bahasa dapat berfungsi kepada seseorang apabila
keterampilan berbahasa seseorang meningkat. Keterampilan
45
berbahasa seseorang meningkat apabila kuantitas dan kualitas
kosakatanya meningkat.
Nation (2002:11-12) mengidentifikasi sepuluh teknik
untuk menguasai kosakata, yaitu: a) memperoleh penjelasan
tentang makna kata dan penggunaan kata tersebut, b)
mempelajari kata melalui kartu kata, c) menyimak terjemahan
kata, d) menebak makna kata berdasarkan konteks, e)
melakukan kolokasi menjodohkan, f) mencari makna kata
dalam kamus, g) mencari kata sejenis, h) menenyakan tentang
makna kata yang sulit, i) mengungkapkan kata-kata yang
telah diketahui, j) menulis kata-kata sulit. Nation (2006:61-
62) berpendapat bahwa “kosakata diukur berdasarkan tingkat
cakupan 90% dari teks tertulis dan 10% dari teks lisan. Jika
tidak mencapai tingkat tersebut maka dikatakan bahwa
seseorang tersebut mempunyai penguasaan kosakata rendah.”
Untuk mendalami suatu bahasa hal utama yang
dilakukan adalah mempelajarikosakata dari bahasa tersebut
sebelum beranjak pada pemahaman unsur-unsur yang
lebihspesifik. Salah satu unsur bahasa yang paling penting
adalah kata. Kata atau perbendaharaankata dapat mendorong
seseorang dalan berbahasa untuk dapat berkomunikasi dengan
baikterhadap orang lain baik secara lisan maupun
46
tulisan.Dalam komunikasi lisan dan tulisan kata merupakan
unsur mutlak yang harusdigunakan. Kata yang diperlukan
untuk menyusun sebuah kalimat untuk menyampaikansebuah
ide kepada orang lain.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan
bahwa penguasaan kosakata adalah kemampuan ataupun
kemahiran seseorang dalam memahami perbendaharaan
kosakatasuatu bahasa. Penguasaan kosakata adalah faktor
utama untuk berkomunikasi. Semakin banyak kosakata
seorang pengguna bahasa akan semakin lancar dalam
berkomunikasi.
Banyak ahli mengelompokkan jenis-jenis kosakata
berdasarkan sudut pandang masing-masing. Nurgiantoro
(2013:341) menyatakan bahwa kosakata berdasarkan
pemakaiannya terdiri atas 1) kosakata umum, 2) kosakata
khusus,3) kosakata aktif, dan 4) kosakata pasif. Kosakata
umum dimaksudkan kosakata yang ada dalam suatu bahasa
dan sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari yang bukan
merupakan istilah-istilah teknis atau kosakata khusus yang
dijumpai dalam berbagai bidang keilmuan. Ruang lingkup
kosakata umum maknanya mencakup hal-hal umum dan
menyangkut aspek-aspek yang lebih luas. Contoh, kata
47
bacaan. Tercakup dalam makna bacaan adalah buku, majalah,
koran. Dengan demikian kata bacaan merupakan kata umum
karena maknanya lebih luas daripada kata-kata lainnya.
Kosakata khusus adalah kata-kata yang dipakai dalam suatu
bidang ilmu tertentu karena ruang lingkup maknanya
mencakup hal-hal yang sempit. Kosakata aktif adalah kata-
kata yang digunakan untuk menghasilkan bahasa dalam
kegiatan berkomunikasi. Kosakata pasif adalah kata-kata yang
digunakan untuk keterampilan reseptif atau kemampuan
pemahaman.
Menurut Nurgiantoro (2013:341) tes penguasaan
kosakata peserta didik untuk tingkat sekolah menengah atas
lebih ditekankan pada makna konotatif, denotatif, ungkapan,
sinonim, dan antonim.Kosakata ungkapan mencakup denotatif
dan konotatif. Makna denotasi disebut juga makna lugas,
yaitu kata yang tidak mengalami perubahan makna pada kata
tersebut.
Contoh:
Ibu guru : perempuan yang pekerjaannya mengajar
Ibunya Amir : perempuan yang melahirkan Amir
Makna konotasi adalah makna yang berdasarkan
perasaan atau pikiran seseorang. Makna konotasi sebenarnya
merupakan makna denotasi yang telah mengalami perubahan.
48
Berdasarkan pikiran atau perasaannya, seseorang melakukan
penambahan-penambahan makna, baik itu yang berupa
pengiasan ataupun perbandingan dengan benda atau hal
lainnya. Ada tidaknya penambahan makna pada suatu kata,
diketahui dari konteksnya digunakan dalam kalimat.
Berdasarkan hal tersebut, makna konotasi sering pula
disebut makna kias ataumakna kontekstual.
Contoh:
Buah tangan : oleh-oleh
Buah hati : anak
Tarigan, (1985:17-36) menyatakan bahwa sinonim
adalah kata-kata yang mengandung makna pusat yang sama
tetapi berbeda dalam nilai rasa, sedangkan antonim adalah
kata-kata yang mengandung makna yang berlawanan dengan
kata yang lain.
Contoh sinonim :
Pintar = Pandai
Gagah = Kuat
Contoh antonim :
Kuat >< Lemah
Jauh >< Dekat
49
BAB V
NARASI EKSPOSITORIS
SISWA YANG DIAJAR
DENGAN METODE
BRAINSTORMING
Data yang diperoleh dalam penelitian ini ternyata
membuktikan bahwa metode pembelajaran yang digunakan
cukup signifikan untuk membedakan hasil menulis karangan
narasi ekspositoris siswa. Dari hasil analisis data diperoleh
bahwa secara rata-rata hasil menulis karangan narasi
ekspositoris siswa dengan menggunakan metode
brainstormingmelalui media gambar lebih tinggi (lebih baik)
daripada menggunakan metode konvensional. Hal ini
berindikasi bahwa metode brainstorming melalui media
gambar lebih baik dalam meningkatkan pemahaman siswa
terhadap kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris
siswa. Dari hasil ini menunjukkan bahwa untuk mengajarkan
materi kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris lebih
baik menggunakan metode brainstorming melalui media
gambar dibandingkan metode konvensional. Metode
50
brainstorming melalui media gambar merupakan metode
pembelajaran yang melaksanakan serangkaian kegiatan
pembelajaran yang dilakukan siswa tanpa meninggalkan rasa
bosan dan beban sehingga pendidikan kemampuan menulis
karangan narasi ekspositoris bukan membosankan dan
menakutkan karena brainstorming melalui media gambar
menekankan tiga hal yaitu “(1) Anak-anak berfikir untuk
menyatakan pendapat; (2) melatih siswa berpikir dengan
cepat dan tersusun logis; (3) merangsang siswa untuk selalu
siap berpendapat yang berhubungan dengan masalah yang
diberikan oleh guru; (4) meningkatkan partisipasi siswa dalam
menerima pelajaran; (5) siswa yang kurang aktif mendapat
bantuan dari temannya yang sudah pandai atau dari guru; (6)
terjadi persaingan yang sehat; (7) anak merasa bebas dan
gembira; (8) suasana demokratis dan disiplin dapat
ditumbuhkan.” Siswa tidak lagi takut mengajukan pertanyaan
ataupun memberi pendapat karena musik sangat berperan
untuk menghilangkan kesunyian dan rasa jenuh dalam belajar.
Dalam model ini siswa baik secara individu maupun
kelompok, diharapkan dapat menemukan konsep-konsep
pembelajaran melalui beberapa alat peraga, poster, gambar
51
dan pada akhirnya siswa dapat mencari solusi dari suatu
permasalahan.
Metode brainstorming melalui media gambar dapat
mendorong siswa untuk belajar secara aktif dan penuh
semangat, serta siswa lebih mudah dan cepat menguasai
pokok bahasan sesuai materi yang diajarkan. Selain itu
dengan menggunakan metode brainstorming melalui media
gambar, siswa dapat mengeluarkan ide-ide yang dipahami
untuk dituangkan dalam bentuk karangan. Guru hanya
memandu siswa agar tulisan tersebut menjadi sebuah
karangan yang baik. Dengan demikian hasil menulis karangan
siswa akan semakin tinggi.
Kemampuan menulis adalah potensi siswa dalam
kegiatan menuangkan ide, gagasan, informasi dan pesan ke
dalam bahasa tulis secara jelas dengan urutan yang sistematis
dan logis sehingga pembaca dapat memahami pesan yang
disampaikan dalam tulisan tersebut. Dengan kata lain,
menulis adalah suatu rangkaian proses kegiatan yang
mengekspresikan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan
secara jelas dan logis..
Berdasarkan penelitian ini metode brainstorming melalui
media gambar mampu membangkitkan interaksi belajar
52
siswa. Pengunaan media dalam hal ini dilihat atau dinilai dari
segi kecanggihan medianya, tetapi yang lebih penting adalah
fungsi dan peranannya dalam membantu mempertinggi proses
pembelajaran. Metode pembelajaran brainstorming
berdasarkan media gambar bertujuan menumbuhkan
partisipasi siswa dalam melontarkan gagasan atau
pendapatnya terhadap gambar yang ditunjukkan yang
selanjutnya akan dikembangkan menjadi sebuah karangan,
sehingg menumbuhkan rasa ingin tahu terhadap gambar
tersebut. Kemudian metode brainstorming berdasarkan media
gambar adalah suatu cara pengajran dimana guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk aktif mengajukan
pendapatnya tentang pokok bahasan yang dipelajari. Dengan
timbulnya permasalahan-permasalahan guru akan berperan
untuk menjelaskan permasalahan dan mengembangkannya
sehingga dapat membangkitkan gairah berpikir siswa.
Berbeda halnya dengan metode konvensional yang belum
memaksimalkan potensi siswa. Dimana siswa hanya berperan
sebagai penerima informasi. Aktivitas kelas yang dilakukan
dengan tidak terlalu bervariasi cenderung membosankan.
Siswa mendengar materi yang disampaikan guru melalui
ceramah, kemudian siswa mengerjakan tugas yang diberikan
53
guru. Metode seperti ini hanya menuntut kemampuan guru
yang cakap dan terampil dalam berkomunikasi dan
berceramah, namun siswa hanya sebagai pendengar tanpa
meminta saran atau pertanyaan dari siswa tentang materi
tersebut. Guru harus mampu membuat setiap siswa terfokus
perhatiannya terhadap materi yang disampaikannya. Guru
yang tidak cakap berceramah akan membuat penyampaian
materi seperti ini terasa sangat membosankan.
Pelajaran menulis tidak hanya berhubungan dengan teori
tetapi lebih mementingkan kemampuan dalam mencurahkan
gagasan, ide dalam bentuk tulisan, serta menyusun kalimat-
kalimat tersebut menjadi paragraf atau tulisan yang baik.
Belajar menulis sangat membutuhkan keterlibatan langsung
siswa dalam memahami topik yang akan dikembangkan.
Sehingga dengan menggunakan media gambar, siswa akan
dipicu untuk mengeluarkan gagasannya untuk memahami
gambar tersebut. Dengan sendirinya topik dan judul karangan
akan muncul dari gagsan siswa sendiri.
54
A. Terdapat Perbedaan Hasil Kemampuan Menulis
Karangan Narasi Ekspositoris Siswa yang
Memiliki Kosakata Tinggi Dengan Kosakata
Rendah
Hasil penelitian membuktikan bahwa penguasaan
kosakata siswa cukup signifikan untuk membedakan hasil
kemampuan menulis. Penguasaan kosakata siswa dalam
penelitian ini dikategorikan atas dua yaitu penguasaan
kosakata tinggi dan penguasaan kosakata rendah. Dari hasil
analisis data diperoleh bahwa secara rata-rata hasil belajar
kemampuan menulis siswa yang memiliki penguasaan
kosakata tinggi lebih baik daripada siswa yang penguasaan
kosakata rendah. Hal ini berindikasi bahwa siswa yang
mempunyai penguasaan kosakata tinggi secara rata-rata
mempunyai hasil kemampuan menulis yang lebih baik
dibandingkan siswa yang memiliki penguasaan kosakata
rendah. Dengan demikian siswa yang mempunyai penguasaan
kosakata tinggi akan lebih baik dalam menulis dibandingkan
siswa yang mempunyai penguasaan kosakata rendah.
Kosakata yang tinggi akan membantu siswa dalam
mengembangkan tulisannya. Semakin banyak kosakata yang
dimiliki siswa maka akan semakin mudah untuk siswa
55
tersebut dalam menulis. Penguasaan kosakata dapat
memengaruhi kemampuan berbahasa seseorang. Begitu juga
dengan kemampuan seseorang menggunakan dan
mempelajari bahasa banyak dipengaruhi oleh kosakata yang
dimilikinya. Kemampuan berbahasa seseorang meningkat
apabila kuantitas dan kualitas kosakatanya meningkat.
Dengan demikian penguasaan kosakata adalah salah satu
faktor penting dalam menentukan kemampuan berbahasa
dalam hal ini kemampuan menulis.
B. Terdapat Interaksi Antara Pengaruh Metode
Pembelajaran Dengan Penguasaan Kosakata
Terhadap Hasil Kemampuan Menulis Karangan
Narasi Ekspositoris Siswa
Hasil analisis diperoleh, terdapat perbedaan interaksi
antara metode pembelajaraan dan penguasaan kosakata siswa
dalam mempengaruhi hasil kemampuan menulis siswa.
Secara rata-rata kelompok siswa yang memiliki penguasaan
kosakata tinggi dan diajar dengan menggunakan metode
brainstorming berdasarkan media gambar mempunyai hasil
kemampuan menulis karangan narasi ekspositoris siswa yang
lebih baik dibandingkan dengan menggunakan metode
56
konvensional. Kemudian secara rata-rata hasil kemampuan
menulis karangan narasi ekspositoris kelompok siswa yang
memiliki penguasaan kosakata rendah dan diajar dengan
metode brainstorming berdasarkan media gambar tidak lebih
baik dibandingkan dengan kelompok siswa yang memiliki
penguasaan kosakata rendah tetapi diajar dengan menggunaka
pembelajaran konvensional. Dengan kata lain bagi kelompok
siswa yang memiliki penguasaan kosakata rendah lebih baik
menggunakan pembelajaran konvensional dibandingkan
dengan menggunakan metode brainstorming berdasarkan
media gambar, walaupun perbedaan hasil kemampuan
menulis karangan ekspositoris siswa tersebut tidak signifikan.
Jadi dalam hal ini metode pembelajaran dan penguasaan
kosakata siswa cukup signifikan untuk mempengaruhi hasil
kemampuan menulis karangan ekspositoris siswa.
Berdasarkan hasil penelitian kemampuan menulis
karangan narasi ekspositoris siswa secara keseluruhan, terjadi
peningkatan hasil kemampuan menulis karangan narasi
ekspositoris siswa sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan,
khususnya pada perlakuan metode brainstorming berdasarkan
media gambar. Sedangkan pada kelas metode pembelajaran
konvensional meskipun terjadi peningkatan hasil belajar,
57
namun peningkatan rata-rata hasil belajar ini lebih baik
dibandingkan dengan nilai rata-rata hasil belajar yang selama
ini dilaksanakan di lokasi penelitian.
C. Keterbatasan Penelitian
Pelaksanaan penelitian telah dilakukan sebaik mungkin,
ini dilakukan agar dapat diperoleh kesimpulan yang benar-
benar merupakan efek perlakuan yang diberikan. Namun
demikian pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari
kekurangan dan kelemahan karena hal-hal yang tidak dapat
dikontrol dan dihindari yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian. Berbagai kelemahan yang dirasakan selama
melakukan penelitian antara lain :
1. Kemungkinan jawaban yang diberikan siswa untuk tes
hasil kemampuan menulis dan penguasaan kosakata yang
mungkin kurang menggambarkan kondisi yang
sesungguhnya. Hal ini terjadi karena kondisi siswa dan
pemahaman siswa terhadap butir tes kurang dan pada
saat pelaksanaan tes waktunya kurang tepat dan
pengambilan data yang kurang optimal.
2. Penelitian ini hanya terbatas pada perlakuan metode
brainstorming berdasarkan media gambar dan metode
58
konvensional serta penguasaan kosakata saja. Namun
selain itu masih banyak faktor lain yang bisa
mempengaruhi hasil kemampuan menulis karangan
narasi ekspositoris siswa, misalnya kalimat efektif, dan
lain sebagainya.
3. Sarana dan fasilitas sekolah belum memadai, sehingga
penggunaan media dan sumber belajar yang dibutuhkan
dalam penerapan metode pembelajaran belum maksimal.
Perlu kreatifitas guru untuk mencari alternatif cara
sehingga tetap dapat mengakomodasikan setiap
pendekatan dalam metode pembelajaran yang dirancang
59
BAB VI
PENUTUP
Pada bab terakhir ini akan dikemukakan simpulan
hasil pembahasan berhubungan dengan pembahasan lanjut.
Simpulan hasil pembahasan ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil belajar kemampuan membaca siswa yang diajar
dengan metode brainstorming melalui media gambar
lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar dengan
metode konvensional.
2. Hasil belajar kemampuan membaca siswa yang memiliki
penguasaan kosakata tinggi lebih tinggi dibandingkan
siswa yang memiliki penguasaan kosakata rendah.
3. Terdapat interaksi antara pembelajaran dan penguasaan
kosakata dalam mempengaruhi hasil belajar kemampuan
membaca siswa. Siswa dengan penguasaan kosakata
tinggi akan memperoleh hasil menulis yang lebih tinggi
jika diajar dengan metode brainstorming melalui media
gambar. Demikian pula dengan siswa yang memiliki
penguasaan kosakata rendah, akan memperoleh hasil
60
menulis yang lebih tinggi jika diajar dengan metode
brainstorming melalui media gambar
Berdasarkan pembahasan maka dikemukakan saran-
saran sebagai berikut :
1. Guru harus memperhatikan materi pelajaran dan
merancang metode pembelajaran yang akan diterapkan
di kelas.
2. Diadakannya pelatihan bagi guru dalam peningkatan
kemampuan dalam merancang dan menerapkan metode
pembelajaran di sekolah
3. Guru perlu memperhatikan dan mengetahui penguasaan
kosakata siswa sebelum memulai pelaksanaan kebiatan
pembelajaran di kelas.
4. Guru diharapkan mampu menggunakan media dan
sarana pembelajaran guna lebih meningkatkan hasil
belajar kemampuan menulis karangan narasi
ekspositoris siswa di sekolah.
61
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya
Ahmadi, Mukhsin. 1990. Dasar-dasar Komposisi Bahasa
Indonesia. Malang : Ya3.
Akhadiah, Sabarti. 2003. Pembinaan Kemampuan Menulis
Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Rineka
Cipta.
Ary, Donald. 1982. Metodologi Penelitian. Bandung : Pustaka
Abadi.
Asyhar. A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta : PT.
Rajakrafindo Persada.
62
Bustani, Suyata. P. 2014. Pengembangan Media
Pembelajaran Kosakata Bahasa Inggris Berbantuan
Komputer untuk Siswa SMP Kelas VII. Jurnal Ling
Tera. Vol.1. No.1.Hlm. 28-38
Cahyono, Bambang Yudi. 2008. The Teaching of EFL
Vocabulary in The Indonesian Context The State of
The Art. TEFLIN Journal. Vol. 19. No. 1. Hlm. 1-7
Damayanti, Fransisca Dita, dkk. Hubungan Penguasaan
Kosakata dengan Keterampilan Menulis Argumentasi
Siswa. Padang : UNP
Darminto, Riyo. 2010. Hubungan Antara Penguasaan Kosa
Kata dan Kalimat Efektif denganKemampuan Menulis
Karangan Narasi Siswa Kelas 5 SD Surabaya :E-
Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya volume 7.
Daryanto, Usman. 2010. Manfaat Media Gambar dalam
Pembelajaran. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
63
Djiawantoro. 1996. Penggunaan Kosakata. Jakarta :
Gramedia.
Hambali. 2014. Peningkatan Kemampuan Pemahaman
Konsep dan Komunikasi Matematis Sisw SMP Dengan
Pendekatan Kontekstual (CTL). Tesis. Tidak
diterbitkan. Universitas Negeri Medan.
Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta :
Gramedia.
Kurniawan. Dedi. 2012. Penerapan Metode Brainstorming
Melalui Pengajaran Remedial Untuk Meningkatkan
Keaktifan dan Hasil Belajar IPS di Kelas IV SD
Negeri 35 Kota Bengkulu. Semarang : Universitas
Negeri Semarang.
Kristina, dkk. 2013. Hubungan Penguasaan Kosakata dan
Kemampuan Menulis. Medan : Universitas Negeri
Medan.
64
Larson, Lisa.et.all. 2013. Haw Can Teacher Increase
Classroom Use of Academic Vocabulary. Voices
From The Middle. Vol. 20. No. 4. PP. 16-21
Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
Marahimin. 1994. Menulis secara Populer. Jakarta : IKIP.
Mardliyah, Noor. Dkk. 2014. Perbedaan Pengaruh
Cooperative Learning Think Pair Share (THP) dan
Metode Konvensional Terhadap Prestasi Belajar
Mata Pelajaran Bahasa Inggris Ditinjau Dari
Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII Pada Mts Negeri di
Kabupaten Kudus. Jurnal Teknologi Pendidikan dan
Pembelajaran. ISSN : 2354-664. Vol.2.No.2. Hlm
145-146.
Mukarto, F.X. 2005. Assesing The Depth of Second Language
Vocabulary Knowledge. Singapore : Presented at The
38th RELC Internasional Seminar. SEAMEO
Regional Language Centre. Vol.8. No.3.pp. 152-169
65
Murthado. 2007. Menulis dalam Pembinaan Bahasa
Indonesia. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Nation, I.S.P. 2002. Bets Practice in Vocabulary Teaching
and Learning. Dalam J.C. Richards & W.A. Renada
(Eds) , Methodology in Language Teaching: an
Anthology of Current Practice. Cambridge :
Cambridge University Press.
Nation, I.S.P. 2006. How Large a Vocabulary is Needed for
Reading and Listening. The canadian Modern
Language Review/La Revew Canadienne des langues
vivantes. Vol .63. No. 1. Pp. 60-82
Nurgiantoro, Burhan. 2012. Penilaian dalam Pengajaran
Bahasa dan Sastra.Yogyakarta : BPFE
Reyna, Amanda. 2010. Hubungan Penguasaan Kosakata dan
Kalimat Efektif denganKemampuan Mengubah Teks
wawancara Menjadi Karangan Narasi. Medan :
Unimed.
66
Rianti, Maya dkk. 2011. Hubungan Penguasaan kosakata
dengan kemampuan Menulis KaranganArgumentasi
Siswa. Padang : UNP
Richards, Jack C. Dan Renandya, Willy A. 2002.
Methodology in Language Teaching: An Anthology of
Current Practice. New York: Cambridge University
Press
Rinawati. 2014. Hubungan Penguasaan kosakata dan
Kemampuan Mengarang Dongeng. Yogyakarta :
UNY
Rohmadi, dkk. 2015. Bahasa Indonesia. Surakarta : Pustaka
Brilliant.
Roestiyah. 2008. Metode Pembelajaran. Jakarta : Gramedia.
Sadiman. A.S 2010. Media Pendidikan Pengertian
Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta :
Debdikbud Pustekom. CV. Rajawali.
67
Samsiah, Siti. Dkk. 2013. Hubungan Antara Penguasaan
Kosakata dan Motivasi Belajar dengan Kemampuan
Membaca Cerita. Jurnal Pendidikan Bahasa dan
Sastra. ISSN: 1693-63X Vol. 1, No. 1, Hal. 27-36
Semi, M. 1990. Menulis Efektif. Padang : Angkasa Raya.
---------. 1993. Menulis Narasi. Padang : Angkasa Raya.
Septriyanti, Yesi. 2012. Hubungan Penguasaan Kosakata
dengan Keterampilan Menulis Argumentasi. Padang :
UNP.
Siburian,Tiur Asi, 2013. Evaluasi Belajar. Jakarta : Halaman
Moeka.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan (R&D). Bandung :
Alfabeta.
68
Sumiati, Asra. 2007. Metode Pembelajaran. Bandung :
Wacana Prima.
Sudjana.2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.
Suparno. 2008. Jenis-jenis Karangan. Jakarta : Gramedia
Suryabrata. 1993. Prosedur Penelitian Kuantitatif. Bandung :
CV. Wacana Prima.
Nurgiantoro, Burhan. 2012. Penilaian dalam Pengajaran
Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFE.
Tarigan, Henry Guntur. 1985. Menulis Sebagai Suatu
Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
---------. 1985. Pengajaran Kosakata. Bandung : Angkasa.
---------. 2008. Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.
69
Wu, Yiwei. 2009. The Application of CLT in College English
Vocabulary Teaching. Journal of Cambridge Studies,
Vol. 4. No. 3, Hal. 128-131
Yuni, Irma. 2010. Hubungan Penguasaan Kosakata dengan
Keterampilan Menulis Naskah Drama Siswa Kelas
XI SMA. Medan : Unimed
70