Judul: PERKEMBAGAN WAYANG KULIT BALI … · Web viewNara Sumber: Dalang Klentit Ketut Merta,...
Transcript of Judul: PERKEMBAGAN WAYANG KULIT BALI … · Web viewNara Sumber: Dalang Klentit Ketut Merta,...
Studi Lapangan WAYANG KULIT BALI UTARA
Analisis Kemasan LeluconPura Siwa Manik Dalang
Pura Taman Bestala1. Denah Lokasi Pura Taman Bestala2. Denah Lokasi Pura Taman Desa Bestala, Kecamatan Banjar, 3. Denah Lokasi Pura Tirta Demong4. Denah Lokasi Pura Biji5. Pura Mengeening6. Pura Siwa Manik Dalang Desa Pemaron
Field Study25-26 Mei (Tumpek Wayang) 2012.Mahasiswa Semester 4 Pedalangan (hadir 2 women & 9 men)Mahasiswa yang absen: Bawa, Pande, dan Kadek Capung Korlap. Putu RekayasaPeserta pelajar luar negeri: American-dalang-in-training Sam Gold (san Diego) dan Wesleyan musician Ian.Nara Sumber: Dalang Klentit Ketut Merta, beserta 2 juru gender dan 1 juru sulingnya, Mangku Banyuwatis, dan Dokter Ahli Bedah RSU Singaraja Ketut SuparnaSource : Bali Post, 18 December 2011
FINAL REPORTPROGRESS REPORT
Penelitian Program S1 PedalanganPERKEMBAGAN WAYANG KULIT BALI UTARA MASA KINI
OlehPutu Rekayasa
NIM Mata Kuliah: PenelitianJurusan Seni Pedalangan
Institute Seni Indonesia Dempasar
Dosen: Prof. I Nyoman Sedana, Ph.D.2012
SURVEY PENDAHULUAN
Rumusan Masalah Penelitian:1. Bagaimana peta pewayangan Bali Utara masa kini?Perkembangan Seni Pewayangan Bali Utara atau yang dikenal dengan Ciri Khas Wayang Buleleng, tersebar di sekitaran wilayah kabupaten Buleleng. Beberapa wilayah yang menjadi kantong-kantong kesenian Wayang Kulit diantaranya :
a. Desa Banjar Asem, Kecamatan Seririt 3 dalangb. Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt 2 dalangc. Desa Busungbiu tengah, Kecamatan Busungbiu 1 dalangd. Desa Bubunan, Kecamatan Seririt 4 dalange. Desa Petemon,Kecamatan Seririt 3 dalangf. Desa Loka Paksa, Kecamatan Seririt 1 dalangg. Desa Tegal Lenga, Kecamatan Seririt 1 dalangh. Desa Tanggu Sia, Kecamatan Seririt 2 dalangi. Desa Kali Anget, Kecamatan Seririt 1 dalangj. Desa Joanyar, Kecamatan Seririt 2 dalang ada inovasi berguru ke denpasark.Desa Banjar , Kecamatan Banjar ( di dusun Banjar Munduk, Banjar Ambengan,Banjar Sekar, Geriya Banjar) 7 dalangl. Desa Banjar Tegeha, Kecamatan Banjar ( di dusun Banjar Tengah dan Banjar Abian) 2 dalangm.Desa Lanturan, Kecamatan Lanturan 3 dalangn. Desa Tejakula 2 dalango. Desa Tamblang 2 dalangp. Desa Penarukan 1 dalangq. Desa Bejuning 2 dalangr. Singaraja Kota, dan lain-lain 3 dalang
Bungkulan 3 dalang
Naga sepaha 2 dalang
2. Bagaimana siasat dan kemasan artistik Dalang Bali Utara dalam menguasai Penonton?Setiap dalang bali utara memiliki ciri khas dan kelebihannya masing-masing. Dalam menarik minat penonton untuk menyaksikan pertunjukan, dalang-dalang mengkemas dengan menggunakan lelucon untuk memicu tawa penonton dan membuat mereka tetap setia menyaksikan pertunjukan. Dan sebelum pentas dalang berusaha untuk menguasai situasi dan kondisi dimana ia akan mendalang. Dalang terkadang juga harus mampu berinteraksi dan berkomunikasi langsung kepada penonton melalui pertunjukannya sehingga suasana lebih hidup. Terkadang dalang juga menyisipkan genjek apabila penonton menghendakinya.Dalang berusaha untuk berinovasi menemukan lawakan dan lelucon baru setiap kali pentas juga terkadang ide-ide lelucon itu keluar secara spontanitas dari pikiran sang dalang.. 3. Apa isu-isu, kritik, dan komentar sosial yang berpotensi menyegarkan pagelaran wayang?Terkadang untuk menyegarkan suasana pementasan, penonton atau penanggap wayang sendiri langsung memberikan kritik kepada dalang baik sebelum maupun sesudah pentas. Diantaranya memberikan isu-isu yang sedang trend di masyarakat seperti : masalah kenakalan remaja, masalah lingkungan, keluarga, masyarakat, dan keagamaan, sosial budaya, dll.
4. Bagaimana respon masyarakat terhadap seni pewayangan inovasi Buleleng?Respon masyarakat terhadap seni pewayangan inovasi sangatlah mendapat tempat di masyarakat. Masyarakat sangat menyukai dan merespon dengan positif setiap pementasan wayang inovasi. Terbukti setiap masyarakat yang melaksanakan yadnya mulai dari dewa yadnya, pitra yadnya, rsi yadnya, manusa yadnya, bhuta yadnya pasti masyarakat mengupayakan untuk dapat mementaskan wayang, karena selain memohon tirta panglukatan wayang, juga masyarakat dapat mendapatkan hiburan, tontonan, dan tuntunan dari setiap pergelaran pertunjukan wayang yang diadakan.
Mohon kritik dan sarannya untuk mengembangkan kembali jawaban saya iniTerimakasihOm Santi santi Santi Om
Respon msy masa lalu dan sekarangMasa kini bgn di Buleleng?.
Sering ngayah ke pura tertentu spt Pulaki, Pura siwa manik dalang Pamaron, Masyarakat antusias menonton di rumah-rumah
Masalah: tak ada menonton, pura kosong, mengapa animo masyarakat Utara beda dengan Selatan.
PERKEMBAGAN WAYANG KULIT BALI UTARA MASA KINIOleh : I Putu Rekayasa
Wayang merupakan sebuah seni pertunjukan yang adiluhung yang mampu
bertahan dari masa ke masa. Ia telah mengalami berbagai macam ujian zaman. Pertujukan wayang sampai saat ini telah berusia 3000 tahun kekongkritnya pabila dihitung dari pertunjukan bentuk aslinya sudah mempunyai umur kurang ibih 3478 tahun, yaitu lebih dari 3000 tahun. Namun masih tetap digemari dan mendarah daging bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan suku Jawa pasda khususnya.
Dalam disertasinya di Leidsen pada tahun 1897, Dr.G.A.J.Hazeu mengatakan :
“ Telah sama-sama di ketahui bahwa Bangsa Indonesia terutama suku Jawa adalah yang terbanyak mengalami pengaruh kebudayaan Hindu, sehingga pada seluruh peradabannya baik material maupun spiritual telah meninggalkan cap-cap Hindu.”
Selama dalam pertumbuhannya, wayang Kulit telah melalui berbagai-bagai macam zaman dengan tidak usang karena umur. Tak lekang karena panas, dan tak lapuk karena dinginnya zaman. Bahkan telah dapat melintasi jalan kodratnya dengan selalu menyesuaikan dan menyelaraskan zamannya secara fungsionil bebas kretif dan oleh generasi-generasi berikutnya selalu dihayati dean dijunjung tinggi sepanjang masa. Perkembangan pertunjukan wayang kulit dewasa ini addaah seiring dengan perubahan sosial masyarakat, yakni dari masyarakat agraris tradisonal menjadi suatu mawsyarakat yang lebih bersifat kota. Thomars adalah karangannya yang berjudul Class System and the Art :“ Mengatakan bahwa, seni pasti dipengaruhi oleh sifat struktur masyarakat tanpa seni itu berbeda.” Perkembangan seni pedalangan/pewayangan di Bali juga tak terbatas dari pengaruh perangkat nilai budaya Bali sendiri atau system ideologi yang berlaku dalam masyarakat. Eksisnya pagelaran wayang pada dasarnya meliputi tiga komponen, yaitu :konsep estetis, kesenian, kelompok sosial yang merupakan wadah dimana seni pertunjukan wayang berada.Konsep estetis adalah nnilai keindahan ytang menjadi dasar dari suatu ekspresi pertunjukan wayang, serta dianut bersama oleh para dalang maupun anggota masyarakat pendukung pewayangan. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa niai-nilai estetis dalam perkeliran sangat terpelihara dan dihormati serta di terima oleh para dalang dan para pengamat atau pendukung pakeliran wayang. Sbegai contoh dasar estetis dalam pakeliran seperti: Krep, Pangus, Regu, Renggep, cucut, Tutug, Mapan, Undanegara, Ngus, sem, dan sebagainya. Komponen yang kedua, bahwa perkembangan duunia
pewayangfan dalam kondisi masyarakat yang bersifat kota akan menuju ke masyarakat industri di perlukan tehnnik berkesennian yang tinggi, atau yang Rumit/canggih(Shopisticated), artinya teknik kesenian yang tidak membodohkan masyarakat, seperti pemilihan tema lakon, pengggarapan detail jalannya cerita, garapan isi, iringan pakeliran, tetikesan/sabet, dan sebagainya. Teknik yang maju tentu akan memerlukan pemikiran yang matang, fantasi yang hidup, perasaan yang kaya dan Intuisi yang tajam. Komponen ketiga, adalah golongan sosial yang menjadi pendukung kehidupan pewayangan. Suatu kesenian sebagai pranata sosial tidak hidup di awang-awang tetapi ada golongan yang menjadi pendukung, pembina dan penggerak sekaligus sebagai konsumen.
Pertunjukan wayang kulit di kabupaten Buleleng merupakan kahasanah kebudayaan wayang yang berbeda dari pertunjukan wayang lainnya yang ada di Bali. Pertunjukan wayang Buleleng memiliki format pertunjukan yang lebih tua usianya dibandingkan pertunjukan Bali selatan. Format pertunjukan wayang Buleleng tidak berbeda dari pertunjukan wayang tradisi di bali selatan yang menggunakan gender Wayang pada saat pertunjukan Wayang parwa, dan menggunakan Bebatelan dalam pertunjukan wayang ramayana. Dari segi bentuk pertunjukan, Wayang tradisi Buleleng(balki Utara) diantaranya :1. Menggunakan kelir yang sangaat simpel dan mudah dalam pemasangannya sebaggai lambang langit.2. Menggunakan fdua batang pisang yang saling sulat salit (bertumpuk bersilangan, pangkal bertemu ujung, ujung betemu pangkal) srebagai simbol pertiwi/bumi. Gedebong yang diatas sebagai tempat para Ratu/Raja, Dewata, dan sebagainya. Sedangkan Gedebong yang di bawah sebagai tempat bawahan raja (punakawan/parekan), gedebong dibagian kiri tempat para peran antagonis dan sebelah kanan adalah tempat Wayang protagonis.3. Bentuk Wayang di Buleleng dari segi bentuk anatomi tubuh, tangannya lebih panjang dan bentuk wayangnya lebih pipih. Karena dari segi pencahayaan, bentuyk wayang tersebut agar lebihg terlihat dimensional dan nyata tampak seperti bayangan tubuh manusia karena ketika di proyeksikan, bayangan wayang aiian memanjang. Dari segi ukiran, ukiran wayang Buleleng lebih simpel namun reringgitannya tampak nyata dan terkadang sistem ukirannya agak penuh mengis ruang-ruang kulit. Bentuk-bentuk wayang yang berbeda dengan wayang bali selatan seperti tokoh punakawan. Dan juga terdapat beberapa tokoh wayang bebondresan seperti kenyot, tonglang, nang Klecing, dan Ngar-ngar.4. Penggunaan lampu damar yang lebih kecil hhanya cukup satu setengah botol minyak. Ukirannya hanya juga di dominasi oleh figur Bhuta Sungsang yang makna filosofis, agar ketika pertunjukan wayang berjalan bila ada yang berusaha jahil melakukan ilmu-ilmu pengiwa maka akan di balikkan ilmunya kepada si pembuat jahil.
5. Bedog yang digunakan seperti kotak balok persegi empat yang mirip dengan gedog wayang jawa namun ukurannnya lebih kecil.6. Ketengkong yang membentu sang dalang hanya satu orang saja dan semua persiapan sebelum muali dilakkukan oleh dalang sendiri.Mulai Perkembangan Seni Pewayangan Bali Utara yang masih eksis yang dikenal dengan Ciri Khas Wayang Buleleng, tersebar di sekitaran wilayah kabupaten Buleleng. Beberapa wilayah yang menjadi kantong-kantong kesenian Wayang Kulit yang masih eksis diantaranya : a. Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt : Dalang Ida Bagus AdiksaDalang Dewa Sugriwab. Desa Busungbiu tengah, Kecamatan Busungbiu : Dalang Jenek (Nonaktif)c. Desa Bubunan, Kecamatan Seririt : Jro Dalang Soecad. Desa Patemon,Kecamatan Seririt : Dalang Nyoman Arsanome. Desa Loka Paksa, Kecamatan Seririt : Jro Dalang Dika Dalang Gusti Ardanaf. Desa Tangguwisia, Kecamatan Seririt : Dalang Ida Bagus Pt.Birmag. Desa Kalianget, Kecamatan Seririt : Dalang Gusti Waluhh. Desa Joanyar, Kecamatan Seririt : Jro Dalang Tirtai. Desa Banjar , Kecamatan Banjar : Dalang I.B. Komang Werdi Dalang I.B. Platar Dalang Wirat Dalang I.B. Citarsaj. Desa Banjar Tegeha, Kecamatan Banjar : Jro Dalang Ketut Merta Jro Dalang Sutak. Desa Dencarik, kecamatan Banjar : Dalang Basurl. Desa Anturan, Kecamatan Anturan : Dalang Nekem. Desa Tejakula : 3 Dalangn. Desa Tamblang : Dalang Genjeko. Desa Penarukan : Dalang Ngurah Dalang Sudarma (Genjek) Jro Dalang Panicap. Desa Bejuning : 1 Dalangq. Desa Padang Bulia, Kec. Sukasada : Jro Dalang Wikanr. Desa Celuk Buluh : Dalang Sindus. Desa Pemaron, Kec. Buleleng : Dalang Kt. Winada Dalang Km. Kerta Yasa Dalang Km. Sadiadat. Tukad Mungga, Kecamatan anturan : Dalang Ratu/Baruu. Desa Bungkulan : Dalang Putu Darma
v. Desa Depehe : 1 Dalangw. Suwug, Kec. Sawan : Dalang Wila Dalang Sidia Dalang Narpax. Panji, Kecamatan Anturan : 1 Dalangy. Singaraja Kota : Dalang Rugada
Antusiasme masyarakat pendukung pertunjukan wayang kulit di kabupatenn buleleng sangat tinggi. Terbukti dari setiap pertunjukan yang digelar yang berakitan dengan upacara-upacara keagamaan maupun pementasan yang merupakan tanggapan dari para penduduk selalu dipadati penonton. Tetapi dalam kenyataan, para penonton juga memilah-milah para seniman dalang yang akan melaukan pertunjukan. Reputasi seorang dalang di masyarakat akan mempengaruhi bagaimana antusiasme penontoin untuk menontonpagelaran pertunjukannya.
Para dalang bali utara memiliki siasat dan kemasan artistik tersendiri dalam menguasai Penonton. Saeperti dalang klentit misalnya, Sebetulnya tidak ada perbedaan, hampir sama dengan dalang lain pada umumnya. Hanya ada tambahan sedikit dari musik pengiring Gender Wayangn Gdalang Klentit. Yaitu Suling dan Kenok/Kelentit, dan dalang klentit merupakan dalang pertama yang menggunakan inovasi itu, tapi sekarang sudah ada yang meniru inovasinya dan ada banyak dalang lainnya yang menggunakan Suling dan Kenok. Kemasan lelucon ada lelucon-lelucon yang langsung mencari di tempat pentas dan menggangkatnya sebagai bahan lelucon secara spontanitas. Yang lainnya dalam menyajikan sebuah cerita ia berusaha mendalami sebuah cerita dan penjiwaan karakter Wayang. perbedaan Setiap pegelaran Wayang yang disajiikan oleh setiap dalang akan dapat dibedakan oleh penonton dan antusiasme masyarakat sendiri. Dalang-dalang di Bali utara sendiri masih sedikit yang mau berinovasi dan keluar terlalu jauh dari pakem pertunjukan wayang tradisi yang sudah ada. Inovasi sendiri seperti membuat pertunjukan wayang seperti pementasan wayang cvenk blonk dilakukan oleh dalang Joanyar. Namun eksistenbsi inovasi tersebut kurang begitu diminati oleh masyarakat karena inovasi yang persis sama dengan asllinya. Seperti penggunaan gayor dan lampu warna-warni yang sama dengan peretunjukan cenk blonk. Namun menurut poenuturan beberapa dalang, kemasan pertunjukan itu sendiri juga tergantung pada permintaan dan kemampuan sang penanggap wayang. Hal itulkah yang menyebabkan masih sangat minimnya perkembangan inovasi pertunjukan wayang di bali utara.
Dari segi lelucon, pada umumnya setiap dalang pasti memiliki ciri khas dan kelebihannya masing-masing. Dalam menarik minat penonton untuk menyaksikan pertunjukan, dalang Klentit juga mengkemas dengan menggunakan lelucon untuk memicu tawa penonton dan membuat mereka tetap setia menyaksikan pertunjukan. Dan sebelum pentas ia berusaha untuk menguasai situasi dan kondisi dimana bapak akan pentas. Ia terkadang juga harus mampu berinteraksi dan berkomunikasi langsung kepada
penonton melalui pertunjukannya sehingga suasana lebih hidup. Terkadang dsalang Klentit juga menyisipkan genjek apabila penonton menghendakinya. Ia berusaha untuk berinovasi menemukan lawakan dan lelucon baru setiap kali pentas juga terkadang ide-ide lelucon itu keluar secara spontanitas dari pikiran. Selain penguasaan panggung di atas menurutrnya dalang juga harus menguasai dan mengkemas suatu lakon/cerita yang akan di pentaskan. setelah benar-benar memahami dan mengkemasnya, di ikuti juga pengkarakteran yang benar-benar menjiwai, sehingga memiliki pengkarakteran yang disebut juga Kawi Dalang yang kemudian dikenal dan di sukai penonton.
Terkadang untuk menyegarkan suasana pementasan ia selalu mengangkat hal atau masalah yang terbaru untuk dijadikan bahan pertimbangan yang kemudian di perbincangkan oleh tokoh punakawan. Biasanya penonton atau penanggap wayang sendiri juga langsung memberikan kritik kepada bapak baik sebelum maupun sesudah pentas untuk diangkat dalam sebuah pementasan bapak. Diantaranya memberikan isu-isu yang sedang trend di masyarakat seperti : masalah kenakalan remaja, masalah lingkungan, keluarga, masyarakat, dan keagamaan, sosial budaya, dll. Unuk mengkemas suatu kritik biasanya ia mencari lakon yang benar-benar pas untuk suatu kritik tentang apa saja, yang kemudian sangatlah menarik dan bagus untuk menjadi bahan perbincangan oleh tokoh punakawan. membahas masalah kritik juga tidak selalu menyalahkan saja, namun juga harus ada pembenaran atau meluruskannya, dan itu harus dikuasai betul. Kritik juga bisa diplesetkan oleh dalang yang mampu untuk itu, sehingga penonton pasti akan menyukainya tanpa membuat suasana menjadi panas yang memicu emosi seseorang.
Respon masyarakat terhadap pewayangan dalang Kleentit sangatlah mendapat
tempat di masyarakat. Masyarakat sangat menyukai dan merespon dengan positif setiap pementasan wayangangnya. Terbukti setiap masyarakat yang melaksanakan yadnya mulai dari dewa yadnya, pitra yadnya, rsi yadnya, manusa yadnya, bhuta yadnya pasti masyarakat mengupayakan untuk dapat mementaskan pewayangannya, karena selain memohon tirta panglukatan wayang, juga masyarakat dapat mendapatkan hiburan, tontonan, dan tuntunan dari setiap pergelaran pertunjukan wayang yang disajikan.
Menurut penuturannya bahwa dalam mengaajegkan dab melestarikan budaya Bali, terutama serni Budaya Bali utara khususnya ia menuturkan :
“Saran bapak untuk masyarakat yang mencintai seni Wayang kulit dan seni budaya Bali lainnya kususnya di Buleleng ini, agar tidak hentinya menjaga dan melestarikan seni budaya warisan leluhur kita ini tanpa terkecuali. Tidak hanya untuk anak cucu bapak nantinya, tetapi juga untuk semua orang yang menggeluti bidang seni. Karena melalu seni budaya inilah kita dapat bersatu yang nantinya pasti Bali ini menjadi ajeg dan tetap dikenal oleh seluruh dunia bahwa Bali adalah Pulau dewata yang memiliki
karakter seni dan budaya yang kuat dan utuh. Boleh saja kita mengenalkan dan memberikan seni budaya kita kepada orang luar/orang barat, tetapi memungsikannya untuk memicu semangat generasi kita untuk lebih berminat mempelajari dan melestarikan seni budaya sendiri dan menurut bapak itu adalah hal yang sangat positiif. Apalagi untuk anak muda jaman sekarang ini yang sudah semakin tidak memperhatikan kesenian dan Budaya Bali, dan lebih mengenal kebudayaan luar. Kita juga patut mengenal budaya luar, tetapi tanpa membuang dan meninggalkan karakter sendiri. Biarkan Indonesia dikenal sebagai negara pengcopy budaya luar dari jaman kejaman, seperti kenyataannya selalu tayang di Televisi, Radio dan Media Cetak yaitu mulai dari Jaman filem India, American idola dan sekarang sampai filem Korea, Boybant, girlban. Lalu karakter Indonesia akan dibawa kemana dan apa itu ?Maka dari itu bapak tekankan untuk generasi ke generasi, marilah kita menjaga dan melestarikan Seni dan Budaya Bali. Bali adalah Bali dan tetap Bali !
Terimakasih atas laporan Tim Analisis Kemasan Lelucon :1. Putu Rekayasa (2010 03 015)2. Dewa Bayu Mesi Negara (2010 03 014)3. Made Panji Wilimantara (2010 03 003)
Silahkan semua mahasiswa mengritisi temuan di bawah ini dan lanjutkan tim yang lain melengkapi dengan temuan bentuk/makna ritual, /pesan/amanatsosial-budaya-ekonomi, estetika pewayangan dan komponen masing-masing yang diminati.
Semoga tambah suksesINS Prof. I Nyoman Sedana, Ph.D.Professor at the Indonesian Arts Institute (ISI) Denpasar, Balihttp://balimodule.com
From: panji wilimantara <[email protected]>To: "[email protected]" <[email protected]> Cc: gin sweet aja <[email protected]>; "[email protected]" <[email protected]>; "[email protected]" <[email protected]>; Nyhoum_ant Phemaow <[email protected]>; "[email protected]" <[email protected]>; "[email protected]" <[email protected]>; "[email protected] " <[email protected]>; "[email protected] " <[email protected]>; "[email protected] " <[email protected]>; "[email protected] " <[email protected]>; "[email protected] " <[email protected]>; "[email protected] " <[email protected]>; "[email protected]" <[email protected]> Sent: Thursday, 31 May 2012 10:53 PMSubject: Tugas Reserch Pewayangan Singaraja
Analisis Kemasan Lelucon Dalam Pertunjukan Wayang Dalang Klentit di Desa Banyuatis pada tanggal 25 Mei 2012
Anggota Kelompok :1. Putu Rekayasa (2010 03 015)2. Dewa Bayu Mesi Negara (2010 03 014)3. Made Panji Wilimantara (2010 03 003)
Dalang Klentit merupakan seorang dalang yang telah digandrungi oleh khalayak masyarakat penikmat seni pertunukan wayang kulit di daerah Buleleng. Dalam pertunukannya Dalang klentit memiliki struktur pementasan tradisional menggunakan gambelan pengiring dua buah gender
ditambah suling, dan kenok sebagai tambahan dalam pertunjukannya, sehingga Dalang klentit memiliki ciri khas tersendiri namun tetap berpegang pada struktur pertunjukan tradisi yang ada di Buleleng. Dalam pertunjukan yang di selenggarakan pada hari jumaat wuku wayang tanggal 25 Mei 2012 di Banyuatis, Banjar Tengah, Kecamatan Banjar mengangkat lakon yang menceritakan Dewi Anggraeni, istri dari Bambang Ekalawya yang suatu hari dalam perjalanan melintasi hutan dengan abdinya Ni Condong. Tetapi mereka dihadang oleh Raksasa Kala Baka yang hendak memperkosanya. Ia lari Terbirit-birit dan kemudia bertemu dengan Arjuna yang pada saat itu kebetulan arjuna sedang berada di tengah hutan untuk melakukan tapa brata. Arjuna bersedia menolong Dewi Anggraeni dengan syarat Anggraeni harus menyerahkan dirinya sebagai upah. Tanpa pikir panjang Dewi Anggraeni menyetujuinya padaal ia telah bersuami. Kemudia terjadi pertempuran dahsayat antara Arjuna dan Kala Baka yang akhirnya dimenangkan oleh Arjuna. Arjuna pun meminta janji kepada Dewi Anggraeni namun Dewi Anggraeni menolaknya dan mnjelaskan dirinya pada Arjuna bahwa dirinya telah bersuami. Namun Arjuna tidak mempedulikan status Anggraeni. Karena ketakutan Dewi anggraeni pun melarikan diri tetapi Arjuna mengejarnya, hingga ia pun terjatuh ke bawah jurang dan Arjuna menyesali perbuatannya dan ia kembali ke Indra Prasta. Namun ternyata Dewi Anggraeni selamat dan ia melaporkan kejadian itu pada suaminya sekembalinya dikerajaannya. Melihat istrinya diberlakukan seperti itu, Ekalawya sangat marah dan hendak pergi ke Amerta untuk membunuh Arjuna. Setibanya di Amerta ia kemudian langsung menantang arjuna untuk berkelahi, namun dalam pertempuran tersebut Krisna datang melerai dan menghalangi Ekalawya untuk membunuh Arjuna. Arjuna sadar akan kesalahannya dan meminta maaf kepada Ekalawya.
Dalam awal pertunjukannya ketika sedang terjadi aegan petangkilan antara Arjuna yang di temani Tualen dan Dewi Anggraeni yang ditemani Ni Condong, terdapat struktur dialog lelucon yang ditunjukan oleh tualen yang terus merayu-rayu ni Condong yang diibaratkan Ni Condong kecantikannya seperti Cewek Kafe. Dialog yang diucapkan oleh tualen “ EmihMerangsang gati aratu, Semi. Uning aratu Semi? Semi, sedikit kelihatan, emih Merangsang gati”. Beberapa dialog Tualen ketika peguneman tersebut menganalogikan sesuatu yang “Jaruh” namun masih berkulit sehingga ia mampu menggiring penonton kepada gagasan perkataannya tanpa secara gambling menyebutkan kata-kata yang berkonotasi kotor. Dan ketika terjadi dialog antara Tualen dan Merdah, terlihat bahwa merdah terheran-heran melihat ada wanita yang melintas di tengah hutan. “ Sangkal ngaad yang
nulungin ape? Yang nak tergiur teken upahne Malen! Buihihi… Tergiur ken Upah Malen! Duh beli yan beli nyidang nulungin tiang ngematiang I Raja Raksasa Kala Baka ajak panjakne raksasa makejang, yan bli nyidang nulungin tiang nah! Nah! Baangee je! Hihihii…. Uliang to malen ani kenehan, Upahnya itu lho… Asik Benerrr”. Dan juga pada saat Delem dan Sangut berdialog, di awalnya banyak lelucon yang diutarakan melalui gerakan seperti menempeleng dan mencela diantara mereka. Pada bebaturannya juga terdapat kalimat yang mengunang tawa yakni :
Delem : “ Ada gedang meketingkling!”Sangut : “ I kaki nunggang, I dadong nungging!”Delem : (Sambil menempeleng mangut) ah… Kurang Ajar!! Mara-mara pesu jek jorok pesaut caine! I kaki nunggang I dadong nungging!Sangut : Bih… Keras gati Pak Jenglar!Dalam lelucon itu dalang menggunakan lelucon yang seakan-akan spontanitas di keluarkanya. Seperti Sangut menyeletuk mengatakan “Ngetri” yang seharusnya “Ngerti.”Dan ketika delem meledek sangut,Delem : Yan indayang kake cai care cicing medem di bungut paone brig ngetigrig! Keskes gudig! Kerayapan! Leklek
rabies cai!Sangut : Melah-melahang anake iban caine ngomong!Dan dalam dialog selanjutnya Delem mengolok-olok sangut bahwa makannannya sehari-hari tidak lebih mewah dari makanan Delem.Delem : “…. Amah-amahan caine kene ani nyem-nyem gen! Sing care makanan beline!Sangut : Men yan makanan beeline?Delem : Ane bagus-bagus empat sehat lima sempurna! Makanan raja, makanan presiden! Sangkane bli sehat! Sing care amah-amahan caine ani nyem-nyem ani melented-melented! Loloh kakene tawang? Susu Telor Madu Jahe Gingseng!Sangut : Beneh kemper gati polone! Megenep awakne misi amplifayer misi sound! Pengeras suara misi, eho misi ani ngai suara bergema!Delem : Sing care amah amahan caine! Emeh ratu loloh don beluntas! Ane ngeranang enceh mangsit! Amat ye! Yan sing kekto amah-amahan caine kakul! Ani ngeranang ngutah ngutah! Jukut buangit!Sangut : Jelek jukut buangite?
Delem : Ani enceh encehin cicing! Sangkane dije je mentik buangit ditu tain cicinge pegeliling, yan dije je tain cicinge pegeliling ditu buangite mentik, nto amah? Sambel nyuh! Bungut ani gerawitan, bin sade nyuh paridan daksina buin maan pura dalem buin empuge! Nganteg di warung meli cai mpi!
Dalam dialog antara Delem dan Sangut mereka saling mencela. Beberapa dialog dibuat seperti berjalan ping pong pro kontra sehingga dialog tampak hidup dan lucu. Dialog dan lelucon yang di buat oleh Dalang Klentit bersifat to the point dan terlihat tanpa dibuat-buat. Spontanitas dalang juga diperlukan dalam membuat lelucon. Namun lelucon yang dibuat dalam pertunjukan dalag klentit terkadang merupakan lelucon daur ulang. Yakni lelucon tersebut merupakan rangkaian lelucon yang telah sering ia gunakan dalam berbagai pertunjukan namun dengan mengubah dan mengganti berbagai proporsi leluconnya sehingga lelucon itu tamak seperti lelucon baru. Terkadang lelucon yang di set atau di atur sedemikian rupa juga membantu dalang dalam menyuguhkan pertunjukan yang lucu dan menyegarkan.
Field Study tgl 25-26 Mei (Tumpek Wayang) 2012.Mahasiswa Semester 4 Pedalangan (hadir 2 women & 9 men)Mahasiswa yang absen: Bawa, Pande, dan Kadek Capung Korlap. Putu RekayasaPeserta pelajar luar negeri: American-dalang-in-training Sam Gold (san Diego) dan Wesleyan musician Ian.Nara Sumber: Dalang Klentit Ketut Merta, beserta 2 juru gender dan 1 juru sulingnya, Mangku Banyuwatis, dan Dokter Ahli Bedah RSU Singaraja Ketut SuparnaSource : Bali Post, 18 December 2011-------------------------------------------------------------------------------------
Pura Siwa Manik DalangMohon Anugerah Pedalangan
Di antara sekian banyak pura magis nan sacral di Kab Buleleng, Pura Siwa Manik Dalang adalah salah satu yang amat sederhana tetapi unik, berada di tengah permukiman Desa Pakraman Pemaron Kecamatan Buleleng.
Pura ini dipercayai sebagai tempat nunas tirtha pengelukatan bagi seseorang yang lahir tepat pada Wuku Wayang. Keistimewaan pura ini karena selalu didatangi para dalang di Bali untuk nunas taksu atau penganugerahan agar para dalang itu dimuluskan jalannya untuk memainkan wayang, baik saat uacara agama maupun saat menghibur masyarakat.
Menurut berita Bali Post, 18 December 2011, Pura ini di-empon oleh 29 kepala keluarga (KK) yang semuanya merupakan warga Desa Pemaron dan warga Dusun Munduk Piseng Desa Anturan Kecamatan Buleleng. Meski di-empon oleh sedikit keluarga, namun setiap pujawali yang jatuh pada Tumpek Wayang, pura ini selalu ramai didatangi umat dari seluruh Buleleng bahkan dari luar Buleleng untuk bersembahyang atau nunas pengelukatan dan penganugerahan.
Tidak banyak yang tahu sejarah berdirinya pura tersebut karena tidak ada bukti tertulis atau semacam prasasti yang mengurai sejarah pura tersebut. Pengempon hanya tahu pura itu sudah di-sungsung sesuai keyakinan yang tertanam secara turun-temurun.
Pemangku Pura Siwa Manik Dalang Jro Kompyang Siram menceritakan, berdasarkan penjelasan dari para pendahulunya, Pura Siwa Manik Dalang awalnya berada di wilayah atas di Desa Gobleg Kecamatan Banjar. Namun sejumlah warga pindah ke bagian bawah. Warga yang tetap me-nyungsung Pura Manik Dalang tersebut sempat membuat palinggih di Dusun Munduk Piseng Desa Anturan. Rupanya Ida Batara yang bergelar Dewa Bagus Manik Dalang tidak menghendaki untuk dibuatkan pelinggih di Munduk Piseng. Saat itu ditunjukkan lokasi yang tepat untuk mendirikan palinggih yakni di Desa Pemaroan yang kini dikenal dengan nama Desa Pemaron. Alasan memilih Pemaron karena pertimbangan lokasi itu di tengah-tengah antara wilayah Buleleng timur, barat, dan selatan. “sumber pura ini sampai sekarang ada di Gobleg dan yang di Pemaron ini merupakan putra dari Ida Batara di Gobleg, katanya.
Menurut Pemangku di Banyuwatis (yang sekaligus kolektor Wayang dan puluhan Tapel Wayang Wong) Pura Manik Dalang semula berada (1) di Bukit Lesung, terus berkembang ke (2) Pura Dalem Tamblingan, baru kemudian (3) ke Gobleg, lanjut (4) ke Pemaron, dan terakhir (5) di Desa Bestala kecamatan Sririt.
Pura Siwa Manik Dalang luasnya sekitar tiga are yang berada tepat di tengah-tengah permukiman warga. Areal pura terbagi menjadi jabaan dan jeroan. Di jeroan palinggih berbentuk piasan untuk linggih Ida Bhatara Dewa Bagus Manik Dalang. Dari aeral ini terdapat sebuah palinggih surya, taksu agung, dan bale pengenem. Sementara di jaba terdapat sebuah bale pewayangan (panggungan yang mana di tempat ini biasanya dijadikan tempat untuk emmentaskan wayang.Menurut Kompyang Siram, berdasarkan petuah-petuah yang diterimanya dari leluhur, piodalan di Pura Siwa Manik Dalang setiap enam bulan sekali atau tepatnya pada Wuku Wayang. Setiap piodalan karma pengempon secara bergiliran ngayah untuk membuat sarana upakara banten. Selain itu, warga pengempon ini juga bertugas ngayah melayani umat yang akan melaksanakan persembahyangan atau nunas tirtha pengelukatan bagi warga yang lahir pada wuku wayang atau tepat pada hari Tumpek Wayang.
Piodalan dimulai pada hari Senin Wuku Wayang yang diawali dengan melasti ke Pura Mumbul yang tak jauh dari pusat Desa Pemaron. Melasti ini untuk Ngiringang Ida Bhatara untuk Mabersih. setelah ritual melasti barulah Ida Bhatara dilinggihkan untuk diupacarai. Namun sebelumnya dilakukan nunas tirtha di Pura Siwa Manik Dalang di Gobleg sebagai pusat pura.
Setelah upacara ini duwe Ida Bhatara berupa separangkat wayang dipentaskan (mesolah) tepat di jeoran pura. Duwe Ida Bhatara dipentaskan oleh Jro Dalang yang secara turun temurun menjadi pengayah Ida Bhatara. Setelah pementasan duwe Ida Bhatara, selama enam hari penuh Ida Bhatara nyejer. Selama Ida Bhatara nyejer ini dimanfaatkan oleh umat untuk nunas tirtha pengelukatan yang lahir pada Wuku Wayang. Selain itu, umat yang sedang menekuni seni pedalangan dari beberapa desa di Buleleng dan luar daerah juga nangkil ke Pura Siwa Manik Dalang untuk memohon penganugerahan dalam seni pedalangan. Bahkan setiap malam biasanya dipentaskan kesenian wayang secara bergiliran dari dalang yang bersedia ngaturang ayah saat piodalan. “Setiap piodalan tidak pernah sepi. Ratusan krama yang nunas tirtha pangelukatan dan dalang dari Buleleng, Tabanan, Badung, dan daerah lain banyak yang nangkil ke sini,” jela Kompyang Siram.
Adapun hasil lapangan/ data yang dapat di kumpulkan berdasarkan
penelitian yang kami lakukan terhadap beberapa narasumber yang berhasil
diwawancarai mengenai Pura Siwa Manik Dalang yang berada di Kabupaten
Buleleng, yaitu sebagai berikut :
Pura Taman Desa Bestala
Narasumber 01
Nama Lengkap : Jro Dalang Made Darmawan
Alamat : Desa Bestala, Kec. Banjar, Kab. Buleleng
Tmpt/Tgl Lahir : Desa Bestala, 19-Agustus-1970
Pendidikan Terakhir : SMKI Denpasar (Kokar)
Tahun Angkatan : 1991-1992
Profesi : Dalang dan Bendesa Adat Bestala
Mulai Mendalang : Buda Kliwon Sinta 13- april-2007
Tlp/ Hp : 085 333 528 962
Beliau adalah satu-satunya dalang keturunan yang ada di Desa
Bestala, karena kekurang pastian yang tidak jelas, jadi beliau tidak dapat
mengetahui dirinya adalah generasi ke berapa. Beliau hanya menyebutkan/
membuktikan bahwa hanya ada sepasang Gender dari warisan leluhur dan memiliki
pelinggihan/ Tapakan Siwa Manik Dalang di Pemerajannya.
Dari hasil wawancara dan beberapa pertanyaan yang diajukan kepada
Dalang Made Darmawan, setidaknya kami mendapatkan hasil yang sangat bagus
dan sangat penting yaitu tentang keberadaan Pura Siwa manik Dalang/ Dewa Bagus
Manik Dalang yang berada di Desa Bestala. Selain itu, beliau juga langsung sebagai
pemandu kami saat turun kelapangan.
Menurut keterangan Jro Dalang Made Darmawan menjelaskan bahwa sejarah
berdirinya Pura Siwa Manik Dalang diawali dengan mulai berdirinya Desa Bestala
yang diperkirakan sekitar tahun 1803 Masehi, setelah berdirinya Desa Bestala
tersebut kemudian ada seorang pengelingsir yang datang dari Puri Mengui menuju
ke Desa Gobleg yang diikuti oleh beberapa pengabihnya/ Sanak Sapta Resi.
Diantaranya : Ki Pasek Pegatepan, Ki Kubayan dan Ki Bendesa Mas. Sesampainya di
Desa Gobleg, beliau bersama pengikutnya ikut dalam prarem yang menyatakan
bahwa, semua yang hadir dalam perarem akan dan harus menjadi pengikut Siwa
Muka Bulakan Desa Gobleg. Setelah itu, disana beliau mesandekan bersama
pengikutnya yang kemudian mendirikan sebuah Pura Bukit Lesung. Lama kelamaan
dibangun di sebelah timur Desa Gobleg dengan sebutan Pura Batu Muncar ( Pura
Siwa Manik Dalang). Setelah Pura tersebut berdiri beliau kembali melanjutkan
perjalanannya menuju ke Desa Bestala, sesampainya disana beliau kembali
mendirikan sebuah pura yang disebut Pura Taman Bestala dan salah satu
pelinggihnya adalah pelinggihan Ida Bhatara Dewa Bagus Manik Dalang. Setelah itu
beliau kembali melanjutkan perjalanan menuju ke Desa Pemaron, disanalah beliau
bertempat tinggal sekaligus tempat terakhir baginya/ sampai akhir hayatnya dan
meninggalkan Bangunan terakhir yaitu Pura Siwa Manik Dalang.
Untuk menuju Pura Bukit Lesung akan memakan waktu sangat lama kurang
lebih 7 Jam perjalanan, dimulai dari Pura Dalem Tamblingan yang ada di tepi Danau
Tamblingan, dari sana kemudian naik dan melewati Pura Naga Loka, setelah itu
barulah akan sampai di Pura Bukit Lesung. Sekarang sudah dipindahkan Di Pura
Khayangan Gobleg (Pura Batu Muncar).
Hari-Hari Piodalan Gede di Pura-Pura Tersebut jatuh pada:
- Pura Pemulungan Agung (Batu Mancer) ring dewasa : Purnama Kelima,
Kalih Warsa apisan riusan kawentenang karya ring Pura Labuan Aji.
- Sedangkan piodalan alit kemargiang/dilaksanakan 6 sasih apisan ring
rahina Buda Kliwon Sinta di Pura Taman Bestala.
- Pura Siwa manik Dalang di Pemaron katiba ring Wuku Wayang, ring
Redite Wayang sampai Sabtu Wayang (7 Hari nyejer)
Berikut adalah hasil gambar lokasi/denah Pura-Pura Tapakan/Pelinggihan
Ida Betara Siwa Manik Dalang Desa Bestala yang dapat kami ambil langsung di
lapangan.
Gambar 01. Memasuki daerah Ds. Bestala Gambar 02. Pura Taman Bestala
Gambar 03. Madya Mandala Pura Taman Gambar 04. Gedong Kawitan (kiri) dan Naga Loka (kanan)
Gambar 05. Gedong Kawitan Gambar 06. Gedong Sari (kiri), Pelinggih
Bathara Siwa Manik Dalang (tengah) dan Pengayengan (kanan)
Gambar 07. Pelinggih Batu Karu (Dewi Danu) (Pojok Kanan) Gambar 08.???????
Gambar 09. Peraneman Gambar 10. Sedahan Alit
Gambar 11. Memasuki Petirtan Demong Gambar 12. Sedahan Pengemit Tirta
Gambar 13. Pelinggihan Petirtan Demong Gambar 14. Petirtan Demong
Gambar 15. Memasuki Pura Biji Gambar 16. Halaman Depan Pura Biji
Gambar 17. Tirta Pura Biji Gambar 18. Pelinggih Petirtan Pura Biji
Gambar 19. Sedahan Pengabih Gambar 20. Tirta Pura Mengening
Gambar 21. Lokasi Pura Biji dari atas Gambar 22. Pelinggihan Ida Bhatara Mas Mengenging
Gambar 23. Pelinggih Ida Bhatara Lingsir Gambar 24. Pelinggih Ida Bhatara Mas Mengening
Adapun runtutan pura-pura tersebut adalah sebagai tempat persembahyangan bagi
seseorang yang akan melukat/mepwiten dalang maupun pemangku, yang di mulai
dari :
1. Sembahyang di Pura Demong
2. Mebersih/mandi di Petirtan Demong
3. Sembahyang dan matirta di Tirta Demong
4. Sembahyang dan matirta di Pura Biji
5. Sembahyang di Pura Mengening
6. Sembahyang terakhir di pusat (Pura Taman)
Pura Siwa Manik Dalang Desa Pemaron
Narasumber 02
Nama Lengkap : Jro Dalang Ketut Winada/Jro Dalang Siwa Manik Dalang
Alamat : Banjar Dangin Margi, Desa Pemaron, Kec. Buleleng, Kab.
Buleleng
Tmpt/Tgl Lahir : Pemaron, 14 April 1960
Pendidikan Terakhir : SD
Profesi : Dalang
Mulai Mendalang : Sembilan tahun jalan + 2003
Tlp/Hp : 085239099116
Berdasarkan hasil wawancara yang telah kami lakukan terhadap Jro Dalang
Ketut Winada sebagai juru kunci Pura Siwa Manik Dalang, kami memperoleh data
mengenai keberadaan Pura Siwa Manik Dalang yang terletak di Desa Pemaron,
Kecamatan Buleleng ini. Beliau memaparkan sejarah Pura Siwa Manik Dalang bermula
dari dikenalnya wayang semenjak Bali Kuna dalam pertunjukan pada abad 10, 11, atau
1000 tahun yang lalu sudah dikenal kesenian wayang di Bali. Di Bali wayang ini disebut
bebali yang artinya adalah unsur tontonan dan bersifat sakral (suci). Selain bersifat
hiburan dalam arti mendidik juga berarti suci (sakral). Segala kesucian ini dihimpun dan
dihormati pada seperangkat alat wayang itu sendiri dan juga dihormati pada suatu tempat
dibuatkan suatu pelinggih sebagai contoh Pura Siwa Manik Dalang yang berlokasi di
Desa Pemaron. Segala sesuatu yang berkaitan dengan kesenian dan ada hubungannya
dengan kesenian wayang maka di pura inilah kesenian itu difokuskan. Pura Siwa Manik
Dalang di Desa Pemaron ditata pada masa pemerintahan Raja Gendis dan kemudian
ditata lagi pada zaman Raja Panji Sakti Buleleng. Dengan bukti adanya dalang-dalang
yang terkenal di Buleleng seperti di Desa Tejakula, Patemon, sekitar Sukasada, Padang
Bulia, Pengelatan. Adapun peranan dalang ini karena dianggap mewakili perannya yang
suci dapat dihubungkan dengan upacara melukat, sudamala, sapuh leger dengan tuntunan
(doa) untuk mencapai tempat yang mulia bagi Sang Hyang Atma, misalnya upacara
pertunjukan wayang pada waktu puja memukur. Sebab tirta suci itu tidak bisa dipisah-
pisahkan, misalnya tirta seorang pendeta harus dilengkapi dengan tirta seorang dalang
dan juga harus dilengkapi dengan tirta lainnya, misalnya :
1. Tirta Kemulan/Merajan
2. Tirta Pura Dalem
3. Tirta Bhatara Surya/Padmasana, dll.
Dalam berkesenian sekaligus di dalam upacara, dalang dianggap sebagai kawi
dalang. Para dalang inilah dianggap sebagai lambang Sang Hyang Parama Kawi dalam
hal menata cerita untuk meluruskan dan memerankan dalang. Dan seorang dalangpun
dalam hal ini adalah seorang seniman atau pragina dan juga seorang suci (sakral) yang
memohonkan tirta ruat. Adapun peralatan pewayangan memiliki arti tersendiri yaitu :
1. Peralatan dalang seperti lampu sebagai lambang daripada perputaran
waktu.
2. Gedog adalah ibaratnya bumi yang mendukung segala kehidupan di atas
dunia ini.
3. Kelir melambangkan segala kehidupan dan perjuangan pada ciptaan
Tuhan.
4. Gedebong adalah lambang dari dasar perjuangan makhluk ciptaan Tuhan.
Disanalah diketemukannya mulia dan tidak mulianya yang berjuang itu.
Gedebong yang di atas sebagai tempat Pereratu, Raja, Dewata, dsb. Dan
gedebong yang di bawah adalah sebagai tempat bawahan raja yaitu
punakan (parekan). Sedangkan gedebong di bagian kiri adalah tempat
raksasa dan gedebong di bagian kanan adalah tempat para yang membuat
darma (kebenaran).
5. Gender adalah sebagai sarana penyelarasan daripada kehidupan dalam arti
simbolik.
Beliau juga menerangkan mengenai fungsi-fungsi bangunan/pelinggih di Pura
Siwa Manik Dalang. Luas tanah Pura Siwa Manik Dalang ini ± 8 are, terdiri dari
beberapa bangunan/pelinggih. Luas tanah ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
jeroan dan bagian jabaan.
Bangunan dibagian jeroan terdiri dari empat bangunan yaitu :
1. Bangunan pertama yang paling besar adalah pelinggih :
a. Dewa Bagus Manik Dalang
b. Dewa Ayu Manik Dalang
2. Satu buah bangunan khusus pelinggih Dewa Taksu Ngurah Semar/Taksu
Agung.
3. Satu bangunan piasan untuk tempat musyawarah atau tempat duduk para
dalang, pengurus karma pemaksaan Pura Siwa Manik Dalang dan sebagian
dipergunakan sebagai tempat gender pada waktu piodalan.
4. Satu buah bangunan piasan pesaren yang difungsikan sebagai tempat kerja
para istri karma atau para truna-truni (pesaren) untuk membuat banten dan
sesajen setiap piodalan.
5. Dan sebagian tempat di depan bangunan pelinggih pertama dipergunakan
untuk tempat persembahyangan bersama.
Diantara bagian jeroan dan jabaan dibatasi dengan pagar (tembok), sedangkan
ditengah-tengahnya terdapat paduraksa dengan hiasan dua naga dan dua patung hanoman
di sebelah kiri dan kanan, sekaligus sebagai tempat keluar masuk para pengunjung.
Bangunan bagian jabaan terdiri dari 3 bagian bangunan permanen dan dua
bangunan bersifat sementara. 3 bangunan permanen diantaranya :
1. Satu buah bangunan (jenis panggung) sebagai tempat mengadakan
pertunjukan wayang oleh para dalang beserta juru gender dilengkapi dengan
gambelan dan peralatan lainnya.
2. Satu buah bangunan dapur (pewaregan) sebagai tempat kegiatan masak-
memasak para karma lanang maupun istri untuk persiapan banten atau
sesajen.
3. Bangunan pelinggih Jro Gede Ngurah Alit/Jro Sedaan.
4. Dua buah bangunan sementara yang dibuat setiap upacara piodalan
merupakan tempat banten dan sesajen.
Upacara piodalan Pura Siwa Manik Dalang Desa Pemaron ini diadakan enam
bulan sekali setiap wuku Wayang yang dimulai pada hari Minggu Wuku Wayang sampai
hari Sabtu Wuku Wayang. Tetapi karma pemaksan sudah memulai kegiatan satu minggu
sebelumnya yaitu mulai hari Minggu wuku Ugu. Kemudian tepat pada hari Senin wuku
Wayang merupakan puncak piodalan atau hari pertama piodalan di mulai.
Pura Siwa Manik Dalang di Desa Pemaron ada hubungan niskalanya dengan Pura
Siwa Manik Dalang Desa Gobleg (Kecamatan Banjar) yaitu ayahnya di Desa Gobleg
sementara putranya di Desa Pemaron.
Adapun banten atau sesajen yang digunakan setiap upacara piodalan besar
maupun kecil di Pura Siwa Manik Dalang ini antara lain :
1. Tegteg daksina
2. Pule gembal sekar setaman
3. Pengulapan dan pengambean
4. Pajegan pengiring
5. Suci sorohan
6. Sekar hidangan
7. Tetebasan
8. Jerimpen sate
9. Ketipat gong
10. Ajengan
11. Sayut dan sagi-sagi
12. Betutu
13. Bebek putih (bila upacara piodalan besar)
Pura Siwa Manik Dalang ini memiliki bukti sejarah yang masih ada, yaitu :
1. Satu buah keris
2. Dua buah bajra
3. Tiga buah patung
4. Satu buah Gedog
5. Satu pasang gender dan perlengkapan lainnya.
Berikut adalah hasil gambar lokasi/denah Pura Siwa Manik Dalang Desa
Pemarom yang dapat kami ambil langsung di lapangan.
Gambar 01. Pura Siwa Manik Dalang
Gambar 02. Memasuki Jabaan Pura Siwa Manik Dalang
Gambar 03. Madya Mandala (Jabaan)
Gambar 04. Jro Sedaan/Jro Gede Ngurah Alit
Gambar 05. Bale Pewayangan (panggung)
Gambar 06. Dapur (Pewaregan)
Gambar 07. Paduraksa
Gambar 08. Utama Mandala (Jeroan)
Gambar 09. Genah Ngaturang Ayah Dedukun/Dalang
Gambar 10. Tempat Persembahyangan
Gambar 11. Perayangan/Pelinggih Dewa Bagus Manik Dalang dan Dewa Ayu Manik Dalang
Gambar 12. Pelinggih Dewa Taksu Ngurah Semar/Taksu Agung
Gambar 13. Gedong Simpen
Gambar 14. Bale Pesaren
Gambar 15. Pelinggih Bhatara Surya
Gambar 16. Pemangku Pura Siwa Manik Dalang
Nama-nama dalang yang terdapat di daerah Kabupaten Buleleng yaitu sebagai berikut :
a. Desa Ringdikit, Kecamatan Seririt : Dalang Ida Bagus AdiksaDalang Dewa Sugriwa
b. Desa Busungbiu tengah, Kecamatan Busungbiu : Dalang Jenek (Nonaktif)
c. Desa Bubunan, Kecamatan Seririt : Jro Dalang Soecad. Desa Patemon,Kecamatan Seririt : Dalang Nyoman
Arsanome. Desa Loka Paksa, Kecamatan Seririt : Jro Dalang Dika
Dalang Gusti Ardanaf. Desa Tangguwisia, Kecamatan Seririt Dalang Ida Bagus
Pt.Birmag. Desa Kalianget, Kecamatan Seririt : Dalang Gusti Waluhh. Desa Joanyar, Kecamatan Seririt : Jro Dalang Tirtai. Desa Banjar , Kecamatan Banjar : Dalang I.B. Komang
Werdi Dalang I.B. Platar Dalang Wirat Dalang I.B. Citarsa
j. Desa Banjar Tegeha, Kecamatan Banjar : Jro Dalang Ketut Merta Jro Dalang Suta
k. Desa Dencarik, kecamatan Banjar : Dalang Basurl. Desa Anturan, Kecamatan Anturan : Dalang Nekem. Desa Tejakula : 3 Dalangn. Desa Tamblang : Dalang Genjeko. Desa Penarukan : Dalang Ngurah
Dalang Sudarma (Genjek) Jro Dalang Panica
p. Desa Bejuning : 1 Dalangq. Desa Padang Bulia, Kec. Sukasada : Jro Dalang Wikanr. Desa Celuk Buluh : Dalang Sindus. Desa Pemaron, Kec. Buleleng : Dalang Kt. Winada
Dalang Km. Kerta Yasa Dalang Km. Sadiada
t. Tukad Mungga, Kecamatan anturan : Dalang Ratu/Baruu. Desa Bungkulan : Dalang Putu Darmav. Desa Depehe : 1 Dalang ????w. Suwug, Kec. Sawan : Dalang Wila
Dalang Sidia Dalang Narpa
x. Panji, Kecamatan Anturan : 1 Dalangy. Singaraja Kota : Dalang Rugada
Denah Lokasi Pura Taman Bestala
Keterangan :1. Pura Taman Desa Bestala2. Pura Tirta Demong3. Pura Biji4. Pura Mengening
Jalan Desa Bestala
2
1
3
4
S
U
Denah Lokasi Pura TamanDesa Bestala, Kecamatan Banjar,
Kabupaten Buleleng
Keterangan :1. Tidak Diketahui 8. Pelinggih Ida Bhatara Dewa Bagus Manik Dalang2. Tidak Diketahui 9. Pengayengan3. Tidak Diketahui 10. Pelinggih Batu Karu4. Tidak Diketahui 11. Peraneman5. Gedong Kawitan 12. Tidak Diketahui6. Pelinggih Naga Loka 13. Pelinggih Sedaan/Gusti Ayu7. Gedong Sari 14. Bale Pesaren
15155
5
Utama Mandala
Madya Mandala
12
1
11
109876543 2
13
14S
U
Denah Lokasi PuraTirta Demong
Keterangan :1. Sedaan Pengemit Tirta2. Pancuran3. Petirtan Demong4. Permandian lanang5. Permandian wadon6. Pelinggih Petirtan Demong
1
2
6
3
4
5
S
U
Denah Lokasi Pura Biji
Keterangan :1. Tirta Pura Mengening2. Pelinggih Petirtan Pura Biji3. Tirta Pura Biji4. Sedaan Pengabih5. Candi Bentar/Pintu Masuk
4
1
32
5 S
U
Pura Mengeening
Keterangan :1. Pelinggihan Ida Bhatara Mas Mengening2. Sedaan Pengabih3. Pelinggih Ida Bhatara Lingsir
1
3
2
S
U
Pura Siwa Manik Dalang Desa Pemaron
c
Keterangan : 1. Pelinggih Surya2. Genah Ngaturang Ayah Dedukun/Dalang3. Perayangan Dewa Bagus Manik Dalang dan Dewa Ayu Manik Dalang4. Gedong Simpen5. Bale Pesaren6. Taksu Agung7. Tempat Persembahyangan8. Pewaregan9. Bale Pewayangan/Panggung10. Sedaan Pengabih
3
12
45
6
2
7
8 9
102
S
U