JUDUL HPM CCHARTER
description
Transcript of JUDUL HPM CCHARTER
JUDUL: MENGGAGAS MEKANISME CITIZEN CHARTER DI BIDANG
KESEHATAN SEBAGAI SARANA MEWUJUDKAN PELAYANAN
PUBLIK PRIMA NON DISKRIMINATIF.
Oleh: Kristian Dwi Sancoko
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemudahan akses dan layanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar
hidup sekaligus hak setiap orang yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh
negara. Amanat UUD 1945 khususnya Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan
bahwa,”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”.1 diaturnya pelayanan kesehatan sebagai
bagian dari hak konstitusional merupakan wujud keberlanjutan dari tujuan
nasional Negara Republik Indonesia bahwa tiada lain adalah demi tegak dan
terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
Bertitik pangkal pada uraian diatas secara tekstual kita memahami bahwa
terdapat tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak konstitusional warga
negara di bidang pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud diatas. Akan tetapi
dalam kerangka kontekstual terjadi kesenjangan yang tajam dalam rangka
penerapannya dilapangan. Secara riil potret buram problematika penanganan di
sektor kesehatan dan pelayanannya akan nampak dari masih tingginya angka gizi
buruk, busung lapar, minimnya akses kesehatan bagi masyarakat miskin, dan
tingginya penderita malnutrisi.2 Berkaca pada realita tersebut Menurut Mahfud
1Pasal 28 H ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.2 Menurut Rahajeng Malnutrisi adalah suatu keadaan di mana tubuh mengalami gangguan dalam penggunaan zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan dan aktivitas. Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya asupan makanan maupun adanya gangguan terhadap absorbsi, pencernaan dan penggunaan zat gizi dalam tubuh. Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional serta memiliki berbagai sebab yang saling berkaitan. Di Indonesia, angka kebutuhan energi untuk kelompok umur 0-6 bulan adalah 550 kkal/hari, kelompok umur 7-12 bulan 650 kkal/hari, kelompok umur 1-3 tahun 1000 kkal/hari, dan kelompok umur 4-6 tahun 1550 kkal/hari. Diakses dari http://www.google.com, diakses pada tanggal 2 November 2010.
MD3 menegaskan bahwa politik kesehatan itu harus antisipatif secara massif,
bukan sekedar pada teknik medis. Seseorang untuk mengerti politik kesehatan
tidak perlu menjadi orang yang ahli kesehatan. Hal ini penting untuk diketahui
para petinggi-petinggi di negeri ini. Dalam hal ini Mahfud MD juga memberikan
beberapa contoh-contoh ketidak adilan yang dialami oleh masyarakat di sekitar
terutama masyarakat yang tergolong dalam ekonomi lemah yang selalu menjadi
korban dari politik kesehatan yang tidak terstruktur dengan baik di Indonesia.
Sebagai bukti kongkrit terhadap rendahnya kualitas pelayanan publik
disektor kesehatan maka akan dipaparkan gambar sebagaimana berikut ini:
Gambar 1 Aksesibilitas Warga Miskin terhadap Pelayanan Publik di Daerah
Sumber: Governance Assessment Survey, PSKK-UGM, 2006
Disamping itu menurut hasil penelitian dari Governance Assessment
Survey pada tahun 2006 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang
pelayanan publik masih sangat buruk. Kecenderungan bahwa non-official charges
atau berbagai bentuk pungutan di luar ketentuan sudah menjadi penyakit yang
sulit diberantas di dalam sistem pelayanan publik di Indonesia. Adapun tabel
pungutan ilegal dalam pelayanan publik sebagaimana dimaksud adalah sebagai
berikut:
3Mahfud, MD, 2010, Mahfud MD Menjadi Keynote Speaker Peluncuran Buku “Orang Miskin Boleh Sehat, Makalah diakses dari http://www.mahkamahkonstitusi.go.id, diakses pada tanggal 2 November 2010.
Gambar 2. Persepsi Publik di Daerah tentang Korupsi Birokratis dalam Pelayanan Publik
Berdasarkan tabel diatas, jika dilihat dari sisi pola penyelenggaraan, pelayanan
publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:4
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line), sampai dengan
tingkatan penanggung jawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan,
aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau diabaikan sama
sekali. Bahkan tidak adaloket pengaduan atau unit pengaduan, apalagi petugas
yang memberikan tindak lanjut tanggapan.
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada
masyarakat, lambat atau tidak sampai kepada masyarakat. Informasi yang
seharusnya disampaikan petugas tersebut mengenai penjelasan terkait tata cara
pendaftaran, berapa jumlah uang yang harus dibayarkan, tata cara konsultasi.
c. Kurang aksesibel. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan. Realitas yang terjadi adalah biaya untuk membayar pelayanan
publik jauh lebih kecil dibandingkan biaya transportasi yang harus dikeluarkan
untuk menjangkau tempat pelayanan tersebut.
4Local Governance Support Program Local Government Management Systems, 2009, Praktek-praktek yang baik dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menggunakan Pakta Pelayanan Masyarakat, Jakarta: Kerjasama USAID dan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Depdagri. hlm7-8
d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya
sangat jarang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan dalam memberikan pelayanan antara satu instansi
pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
e. Birokratis. Pelayanan pada umumnya dilakukan melalui proses panjang
bertingkattingkatan,sehingga penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam
kaitan denganpenyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan
(front line staff) menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak
kemungkinan masyarakat untuk bertemu penanggung jawab pelayanan pada
tingkat lebih tinggi juga sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan
memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada
umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa
adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu. Walaupun ada kotak aduan
atau kotak saran, feedback untuk memberikan tanggapan terkait saran atau
aspirasi pengguna layanan publik sering tidak dilakukan, akibatnya pelayanan
yang terjadi akan sama seperti semula yaitu terlalu birokratis dan
menghabiskan waktu. Selain itu masih banyak petugas pemberi pelayanan
publik yang kurang ramah.
g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan seringkali tidak relevan dan
tidak sebanding dengan waktu mendapatkan persyaratan dan pelayanan yang
diberikan. Demikian halnya jam pelayanan yang diberikan hanya sebatas jam-
jam tertentu, padahal masyarakat yang aksesnya jauh dari tempat pelayanan
membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai tempat tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dibutuhkan upaya strategis untuk
meminimalisasi kelamahan yang ada. Keberadaan mekanisme Citizen charter
dalam konteks pelayanan publik merupakan pilar strategis dalam mendorong
terwujudnya keadilan konstitusional di bidang kesehatan yang berbasis pada
pelayanan prima non diskriminatif.
Mengingat pentingnya topik tersebut bagi keberlangsungan pelayanan
publik prima di sektor kesehatan maka penulis menyusun karya ilmiah yang
mengangkat judul, “Menggagas Penerapan Citizen Charter pada Institusi
Pelayanan Kesehatan Sebagai Sarana Mendorong Terwujudnya Keadilan
Konstitusional yang Berbasis pada Pelayanan Prima Non-Diskriminatif”
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis mengidentifikasi
dan merumuskan beberapa permasalahan antara lain:
1. Apa yang menjadi dasar urgensi gagasan penerapan Citizen charter pada
institusi pelayanan kesehatan ?
2. Bagaimana model penerapan Citizen charter yang efektif pada institusi
pelayanan kesehatan sebagai sarana mendorong terwujudnya keadilan
konstitusional yang berbasis pada pelayanan prima non-diskriminatif ?
C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
1. Untuk mendiskripsikan, mengkaji dan menganalisis dasar urgensi gagasan
penerapan Citizen charter pada institusi pelayanan kesehatan.
2. Untuk menawarkan gagasan kongkrit dan solutif mengenai model
penerapan Citizen charter yang efektif pada institusi pelayanan kesehatan
sebagai sarana mendorong terwujudnya keadilan konstitusional yang
berbasis pada pelayanan prima non-diskriminatif.
D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulian karya ilmiah ini diharapkan mampu
memberikan kontribusi gagasan yang terdiri dari aspek teoritik dan praktis antara
lain:
1. Manfaat Teoritik
Diharapkan penulisan ini dapat memberikan kontribusi pemikiran,
untuk memperkaya khasanah keilmuan dilapangan Hukum Adminstrasi
Negara, Hukum Tata Negara (Hukum Konstitusi), serta Ilmu Administrasi
yang berkaitan mengenai penerapan mekanisme Citizen charter pada
institusi pelayanan kesehatan. Bertambahnya khasanan keilmuan dengan
sendirinya akan menghasilkan karya-karya yang berkualitas yang mampu
memberikan gagasan-gagasan yang kreatif, inovatif, kontributif, dan
solutif.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dalam penulisan karya ilmiah ini
diharapkan mampu memberikan wacana kritis dan solutif kepada
pemerintah baik di pusat maupun di daerah, institusi penyedia layanan
kesehatan (Rumah sakit dan puskesmas), masyarakat, serta pegiat Hak
Asasi Manusia dan Tata Kelola Pemerintahan. Sehingga kehadiran karya
ilmiah ini mampu berperan sebagai pedoman penyusunan dan penerapan
mekanisme Citizen Charter sbegai langkah strategis mendorong
terwujudnya keadilan konstitusional yang berbasis pada pelayanan prima
non-diskriminatif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Komprehensif Mengenai Citizen charter
1. Sejarah dan Definisi
Citizen Charter diperkenalkan pertama kali di Inggris pada jaman Perdana
Menteri Margareth Thatcher.5 Pada awalnya merupakan sebuah dokumen yang di
dalamnya disebutkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang melekat baik dari
dalam diri providers maupun bagi customers. Kemudian dalam
perkembangannya, dalam dokumen tersebut disebutkan pula sanksi-sanksi
terhadap pelanggaran apabila salah satu pihak tidak mampu menjalankan
kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam dokumen Citizen Charter tersebut.
Kemudian seiring dengan konsep dan teori dalam Manajemen Strategis, dalam
Citizen Charter disebutkan pula visi dan misi organisasi penyelenggara pelayanan
dan juga visi dan misi pelayanan organisasi.
Istilah Citizen Charter pada awalnya ditujukan untuk pengguna jasa atau
clien saja (customers atau client), bukan untuk seluruh warga negara (citizen).
Namun, istilah yang salah kaprah ini ditujukan tetap untuk seluruh masyarakat
sebagai pengguna jasa. Citizen Charter sering juga disebut sebagai customer’s
5 Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka pelajar. Hlm 309
charter, client’s charter atau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai
Kontrak Pelayanan atau Piagam Pelayanan.6
Citizen Charter di negara maju kebanyakan diterapkan di negara-negara
Anglo-Saxon seperti Inggris dan Irlandia. Citizen Charter juga menjadi bagian
penting dari The Charter of Fundamental Rights di Uni Eropa. Hasil dari uji coba
di beberapa daerah di Indonesia membuktikan bahwa sistem ini cukup efektif
untuk mengubah paradigma pelayanan publik yang sekarang ini mengalami
kebuntuan. Pada dasarnya Citizen Charter atau Kontrak Pelayanan merupakan
pendekatan baru dalam pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan
sebagai pusat perhatian atau unsur yang paling penting.7
B. Kajian Teoritik Mengenai Peran Negara dalam Pemenuhan HAM
Dalam kenyataannya hampir seluruh negara di penjuru dunia telah
memiliki konstitusi dalam wujudnya yaitu Undang-Undang Dasar. Keberadaan
konstitusi hadir sebagai bentuk kehendak umum (volonte generale) maupun
konsensus bernegara yang salah satunya bertujuan untuk menghindarkan dari
praktek otoritariarianisme kekuasaan yang absolut. Secara sederhana konsensus
antara negara dan warga negara dapat digambarkan sebagimana berikut ini:
Gambar 3 Mekanisme terbentuknya Pemerintahan
6Agus Dwiyanto. Materi Kuliah Prinsip-prinsip Administrasi Publik. 17 Desember 2007. Yogyakarta: MAP UGM Hlm 57 Wahyudi Kumorotomo, Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola Kemitraan Strategis untuk Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik. Diakses melalui http:// www.google.co.id tanggal 4 November 2010
KONSTITUSI
Berdasarkan gambar diatas maka implikasi yuridis terhadap rakyat sebagai
konstituen yang telah mengamanahkan terbentuknya pemerintahan dalam sebuah
negara maka sudah menjadi konsekuensi logis bagi negara untuk melindungi dan
menjamin hak-hak konstitusional warga negara dari tindakan kekerasan maupun
diskriminasi. Konsistensi tanggung jawab negara dalam penegakan HAM dalam
koridor pelaksanaan demokrasi merupakan salah satu agenda mendesak yang
harus diwujudkan oleh pihak negara.
Negara secara ideal seharusnya mampu menjaga inter-relasi harmoni
dengan komponen-komponen masyarakat yang ada di dalamnya, terutama pada
aras civil society. Salah satu bentuk inter-relasi yang diberikan oleh negara adalah
pemberian pelayanan publik secara optimal kepada semua kalangan, tanpa ada
satu pihak-pun yang terdiskriminasikan. Seperti prinsip-prinsip demokrasi yang
sedang berjalan, dimana mengemukakan kesempatan dan peluang yang sama dan
berkeadilan (equal) untuk semua pihak, HAM juga memberikan aksentuasi pada
bentuk-bentuk partisipasi kewargaan yang tidak membeda-bedakan satu sama
lain.8
Dalam konteks tanggung jawab negara maka eksitensi suatu negara
merupakan bentuk pengorganisasian yang didalamnya terdapat komponen rakyat
yang mendiami suatu wilayah. Sejumlah orang yang menerima keberadaan
organisasi ini mengakui kedaulatan negara sekaligus sebagai pemegang
kekuasaan tertinggi atas diri mereka. Dalam bentuk modern, konsistensi negara
senantiasa dikaitkan dengan keinginan rakyat untuk mencapai kesejahteraan
bersama dengan cara-cara yang demokratis.
Bentuk paling kongkrit pertemuan negara dengan rakyat adalah pada
ranah layanan publik, yakni pelayanan yang diberikan atau disediakan negara
kepada rakyatnya. Negara dalam salah satu fungsinya adalah menyediakan
fasilitas-fasilitas pendukung bagi masyarakatnya, termasuk layanan publik yang
bisa diakses semua pihak tanpa adanya diskriminasi. Hal ini mendasarkan diri
pada sekuensi pelaksanaan HAM yang dilegitimasi oleh pemerintah berupa
regulasi atau produk hukum berupa Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia. Ada beberapa macam Hak Asasi Manusia, antara
8 Verdiansyah, Chris, Politik Kota dan Hak Warga Kota, Kumpulan Opini Harian KOMPAS, Maret 2006, Jakarta : Kompas Gramedia Hlm 10
lain: hak asasi pribadi (personal rights), hak asasi politik (political rights), hak
asasi hukum (legal equity rights), hak asasi ekonomi (property rights), hak asasi
peradilan (procedural rights),serta hak asasi sosial budaya (social culture rights).
C. Kajian Komprehensif Mengenai Keadilan dan Keadilan Konstitusional
1. Ruang Lingkup Keadilan dan Keadilan Konstitusional
Keadilan telah menjadi pokok pembicaraan serius sejak awal munculnya
filsafat Yunani maupun sejarah perkembangan peradaban manusia itu sendiri.
Pembicaraan keadilan memiliki cakupan yang luas, mulai dari yang bersifat etik,
filosofis, hukum, sampai pada keadilan sosial. Banyak orang yang berpikir bahwa
bertindak adil dan tidak adil tergantung pada kekuatan dan kekuatan yang
dimiliki, untuk menjadi adil cukup terlihat mudah, namun tentu saja tidak begitu
halnya penerapannya dalam kehidupan manusia.9
Kata “keadilan” dalam bahasa Inggris adalah “justice” yang berasal dari
bahasa latin “iustitia”. Kata “justice” memiliki tiga macam makna yang berbeda
yaitu; (1) secara atributif berarti suatu kualitas yang adil atau fair (sinonimnya
justness), (2) sebagai tindakan berarti tindakan menjalankan hukum atau tindakan
yang menentukan hak dan ganjaran atau hukuman (sinonimnya judicature), dan
(3) orang, yaitu pejabat publik yang berhak menentukan persyaratan sebelum
suatu perkara di bawa ke pengadilan (sinonimnya judge, jurist, magistrate).10
Sedangkan kata “adil” dalam bahasa Indonesia bahasa Arab “al ‘adl” yang artinya
sesuatu yang baik, sikap yang tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang dan
cara yang tepat dalam mengambil keputusan.
Perdebatan tentang keadilan telah melahirkan berbagai aliran pemikiran
hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan
yang dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara
rasional. Tentu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim
tersebut. Secara kefilsafatan pemaknaan terhadap keadilan dalam konteks
pemikiran dapat dijabarkan ke dalam beberapa perkembangan pemikiran para
tokoh antara lain:
9 Muchamad, Ali Safaat, 2008, Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, Dan John Rawls), diakses dari http://www.sakuntalla.wordpress.com, diakses pada tanggal 5 November 2010.10AbdurrahmanWahid,KonsepKonsepKeadilan,www.isnet.org/~djoko/Islam/Paramadina/00index, diakses pada tanggal 6 November 2010.
(i) Keadilan dalam Perspektif Plato
Plato adalah seorang pemikir idealis abstrak yang mengakui kekuatan-
kekuatan diluar kemampuan manusia sehingga pemikiran irasional masuk dalam
filsafatnya. Demikian pula halnya dengan masalah keadilan, Plato berpendapat
bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber ketidakadilan
adalah adanya perubahan dalam masyarakat. Masyarakat memiliki elemen-elemen
prinsipal yang harus dipertahankan, yaitu:11
1. Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh
para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas
dengan domba manusia.
2. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian
khusus terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada
persatuannya, aturan-aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan
kelas ini, dan pengawasan yang ketat serta kolektivisasi kepentingan-
kepentingan anggotanya.
(ii) Keadilan dalam Perpektif Aristoteles
Untuk mengetahui tentang keadilan dan ketidakadilan harus dibahas tiga
hal utama yaitu (1) tindakan apa yang terkait dengan istilah tersebut, (2) apa arti
keadilan, dan (3) diantara dua titik ekstrim apakah keadilan itu terletak. Untuk
mengetahui apa itu keadilan dan ketidakadilan dengan jernih, diperlukan
pengetahuan yang jernih tentang salah satu sisinya untuk menentukan secara
jernih pula sisi yang lain. Jika satu sisi ambigu, maka sisi yang lain juga ambigu.
Secara umum dikatakan bahwa orang yang tidak adil adalah orang yang
tidak patuh terhadap hukum (unlawful, lawless) dan orang yang tidak fair (unfair),
maka orang yang adil adalah orang yang patuh terhadap hukum (law-abiding) dan
fair. Karena tindakan memenuhi/mematuhi hukum adalah adil, maka semua
tindakan pembuatan hukum oleh legislatif sesuai dengan aturan yang ada adalah
adil. Tujuan pembuatan hukum adalah untuk mencapai kemajuan kebahagiaan
masyarakat. Maka, semua tindakan yang cenderung untuk memproduksi dan
mempertahankan kebahagiaan masyarakat adalah adil.
11 Karl R. Popper, 2002, Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya, (The Open Society and Its Enemy), diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan, Cetakan I, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 110.
Dengan demikian keadilan bisa disamakan dengan nilai-nilai dasar sosial.
Keadilan yang lengkap bukan hanya mencapai kebahagiaan untuk diri sendiri,
tetapi juga kebahagian orang lain. Keadilan yang dimaknai sebagai tindakan
pemenuhan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, adalah keadilan sebagai
sebuah nilai-nilai.
(iii) Keadilan dalam Perspektif John Rawls
John Rawls lebih menekankan pada keadilan sosial. Hal ini terkait dengan
munculnya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan negara
pada saat itu. Rawls melihat kepentingan utama keadilan adalah (1) jaminan
stabilitas hidup manusia, dan (2) keseimbangan antara kehidupan pribadi dan
kehidupan bersama.
John Rawls mempercayai bahwa struktur masyarakat ideal yang adil
adalah struktur dasar masyarakat yang asli dimana hak-hak dasar, kebebasan,
kekuasaan, kewibawaan, kesempatan, pendapatan, dan kesejahteraan terpenuhi.
Kategori struktur masyarakat ideal ini digunakan untuk:
1. menilai apakah institusi-institusi sosial yang ada telah adil atau tidak
2. melakukan koreksi atas ketidakadilan sosial.
John Rawls berpendapat bahwa yang menyebabkan ketidakadilan adalah
situsi sosial sehingga perlu diperiksa kembali mana prinsip-prinsip keadilan yang
dapat digunakan untuk membentuk situasi masyarakat yang baik. Koreksi atas
ketidakadilan dilakukan dengan cara mengembalikan (call for redress)
masyarakat pada posisi asli (people on original position). Dalam posisi dasar
inilah kemudian dibuat persetujuan asli antar (original agreement) anggota
masyarakat secara sederajat. Dalam menciptakan keadilan, prinsip utama yang
digunakan adalah:
1. Kebebasan yang sama sebesar-besarnya, asalkan tetap menguntungkan
semua pihak;
2. Prinsip ketidaksamaan yang digunakan untuk keuntungan bagi yang paling
lemah.
3. Prinsip ini merupakan gabungan dari prinsip perbedaan dan persamaan
yang adil atas kesempatan.
Secara keseluruhan berarti ada tiga prinsip untuk mencari keadilan, yaitu:
1. Kebebasan yang sebesar-besarnya sebagai prioriotas.
2. perbedaan
3. persamaan yang adil atas kesempatan.
Prinsip-prinsip keadilan yang disampaikan oleh John Rawls pada
umumnya sangat relevan bagi negara-negara dunia yang sedang berkembang,
seperti Indonesia misalnya. Relevansi tersebut semakin kuat tatkala hampir
sebagian besar populasi dunia yang menetap di Indonesia masih tergolong sebagai
masyarakat kaum lemah yang hidup di bawah garis kemiskinan. Akan tetapi,
apabila dicermati jauh sebelum terbitnya karya-karya Rawls mengenai “keadilan
sosial” (social justice),
Bangsa Indonesia sebenarnya telah menancapkan dasar kehidupan
berbangsa dan bernegaranya atas dasar keadilan sosial. Dua kali istilah “keadilan
sosial” disebutkan di dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dengan
demikian, keadilan sosial telah diletakkan menjadi salah satu landasan dasar dari
tujuan dan cita negara (staatsidee) sekaligus sebagai dasar filosofis bernegara
(filosofische grondslag) yang termaktub pada sila kelima dari Pancasila. Artinya,
memang sejak awal the founding parents mendirikan Indonesia atas pijakan untuk
mewujudkan keadilan sosial baik untuk warga negaranya sendiri maupun
masyarakat dunia.12
Dalam konsepsi Rawls, keadilan sosial tersebut dapat ditegakkan melalui
koreksi terhadap pencapaian keadilan dengan cara memperbaiki struktur dasar
dari institusi-institusi sosial yang utama, seperti misalnya pengadilan, pasar, dan
konstitusi negara. Apabila kita sejajarkan antara prinsip keadilan Rawls dan
konstitusi, maka dua prinsip keadilan yang menjadi premis utama dari teori Rawls
juga tertera dalam konstitusi Indonesia, terlebih lagi setelah adanya perubahan
UUD 1945 melalui empat tahapan dari 1999 sampai dengan 2002. Prinsip
kebebasan yang sama (equal liberty principle) tercermin dari adanya ketentuan
mengenai hak dan kebebasan warga negara (constitutional rights and freedoms of
citizens) yang dimuat di dalam Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, diantaranya
yaitu Pasal 28E UUD 1945 mengenai kebebasan memeluk agama (freedom of
12 Pan, Mohammad Faiz, 2009, Teori Keadilan John Rawls Dan Relevansi Konstitusi Indonesia, diakses dari http://www.jurnalhukum.blogspot.com, diakses pada tanggal 10 November 2010
religion), kebebasan menyatakan pikiran sesuai hati nurani (freedom of
conscience), serta kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat (freedom of
assembly and speech).
D. Kajian Komprehensif Mengenai Pelayanan Publik
Kecenderungan dunia dalam penyelenggaraan negara dan pelayanan
publiknya, dewasa ini sudah mengalami pergeseran paradigma bernegara yang
digunakan yaitu dari state oriented menuju civilize oriented. Hal ini sejalan
dengan derasnya tuntutan akan peran serta masyarakat dalam era gelombang
demokrasi partisipatif menuju terciptanya kehidupan bermasyarakat yang lebih
demokratis, transparan, akuntabel, damai, dan sejahtera. Adalah wajar, kalau
semua pemerintahan di dunia sekarang ini berada dalam tekanan untuk dapat
bekerja lebih baik: efektif, efisien, ekonomis (to maximize results and minimize
costs).
Upaya-upaya yang dilakukan seperti reinventing, reengineering,
horizontal administration, responsive government dan lain sebagainya semuanya
telah dilakukan agar pemerintahan dapat dijalankan secara lebih efektif dan
efisien. Tantangan ini telah merubah peran pemerintah dari sekedar memberikan
pelayanan seadanya secara rutin menjadi melayani semua kebutuhan pelayanan
masyarakat dengan mutu yang tinggi (high quality services). Konsekuensinya,
semua pemerintahan di dunia bersaing untuk menggagas inisiatif baru tentang
upaya meningkatkan standar kinerja pelayanannya agar dapat memenuhi dan
kalau bisa melebihi keinginan dan harapan masyarakat.13 Tugas pelayanan publik
adalah tugas memberikan pelayanan kepada umum tanpa membeda-bedakan dan
diberikan secara cuma-cuma atau denagan biaya sedemikian rupa sehingga
kelompok paling tidak mampu-pun mampu menjangkaunya. Tugas ini diemban
oleh negara yang dilaksanakan melalui salah satu lengannya, yaitu lembaga
eksekutif (pemerintah sebagai pelaksana).14
Menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) UU No 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik mendefinisikan bahwa Pelayanan publik adalah, “Kegiatan
13Irfan, Islamy, 2005, Upaya Meningkatkan Mutu Kinerja Pelayanan Publik di Jawa Timur, Makalah Tidak dipublikasikan.14 Jazim, Hamidi, 2007, Paradigama Baru Kebijakan Pelayanan Publik yang Pro Civil Society dan Berbasis Hukum, Makalah Tidak di Publikasikan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik”.15
Menurut Kantor Kementerian PAN, pelayanan publik adalah “Segala
bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparat pemerintah dalam
bentuk barang dan atau jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
peraturan perundang-undangan”. Sedangkan menurut Komisi Hukum Nasional
dalam kajiannya merilis, Pelayanan Publik adalah “Suatu kewajiban yang
diberikan oleh Konstitusi atau Undang-undang kepada Pemerintah untuk
memenuhi hak-hak dasar warga negara atau penduduk atas suatu pelayanan
(publik).”
Adapun indikator kualitas pelayanan menurut konsumen ada 5 dimensi
berikut (Amy Y.S. Rahayu, 1997):16
a. Tangibles: kualitas pelayanan berupa sarana fisik kantor,
komputerisasi Administrasi, Ruang Tunggu, tempat informasi dan
sebagainya.
b. Realibility: kemampuan dan keandalan dalam menyediakan
pelayanan yang terpercaya.
c. Responsivness: kesanggupan untuk membantui dan menyediakan
pelayanan secara cepat dan tepat serta tanggap terhadap keinginan
konsumen.
d. Assurance: kemampuan dan keramahan dan sopan santun dalam
meyakinkan kepercayaan konsumen.
e. Emphaty: sikap tegas tetapi ramah dalam memberikan pelayanan
kepada konsumen.
Berpangkal dari uraian diatas maka dalam konteks globalisasi peran
pelayanan publik perpustakaan menjadi sangat penting dan erat dengan aspek
keterbekuaan informasi publik. Amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F disebutkan bahwa: “Setiap orang berhak untuk
15 Pasal 1 angka (1) UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik16Amy Y.S. Rahayu, lihat dalam Ibnu Tricahyo, 2005, Urgensinya Pengaturan tentang Pelayanan Publik, Makalah tidak dipublikasikan.
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan
menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Maka dari itu berpangkal dari ketentuan pasal 28 huruf F tersebut telah
mengilhami diundangkannya produk hukum di ranah publik yaitu UU No 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Dalam ketentuan umum pasal
1 angka 1 dan angka 2 dijelaskan bahwa: Pertama informasi adalah keterangan,
pernyataan, gagasan, dan tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan pesan
baik data, fakta, maupun penjelasannya yang dapat dilihat, didengar, dan dibaca
yang disajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi baik secara elektronik maupun non
elektronik. Kedua informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan,
dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh suatu badan publik yang berkaitan
dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan
penyelenggaraan badan publik yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta
informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Hak atas informasi sebagai hak asasi manusia juga dapat dilihat dalam
Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sebagai cakupan dari hak atas
kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat. Jaminan yang sama juga
ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik
(ICCPR).17 Hak atas informasi juga menjadi materi materi amandemen pertama
konstitusi Amerika Serikat.18 Dengan demikian terdapat korelasi strategis antara
perwujudan pelayanan publik prima oleh institusi penyedia jasa kesehatan yang
ideal dengan aspek pelayanan publik dan keterbukaan informasi sebagai sarana
untuk membangun institusi publik yang pro terhadap pencerdasan dan
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
17 Ditetapkan oleh Majelis Umum dalam resolusi 217 A (III) 10 Desember 194818The Journal of College and University Law, Focus on Secrecy And University Research, The National Association of College And University Attoneys And The Notre Dame Law School, Volume 19, Number 3, 1993.
BAB III
METODE PENULISAN
A. Jenis Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini merupakan karya akademik yang bersifat
kualitatif, yang didasarkan pada data (bahan hukum dan informasi). Penulisan
karya ilmiah ini lebih mengacu pada data yang bukan dalam bentuk angka
(kuantitatif). Sedangkan karakteristik dari penulisan karya ilmiah ini sendiri ialah
studi literatur dan kepustakaan dengan analisis terhadap hipotesis yang diperoleh.
Dilihat dari sifat tujuan penulisan, maka karya ilmiah ini termasuk dalam
penulisan yang bersifat deskriptif, dimana menurut Rianto Adi, penelitian ataupun
penulisan yang bersifat deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan secara
cermat dan detail terhadap fakta-fakta ataupun karakteristik, serta menentukan
frekuensi dari sesuatu hal yang terjadi.19
B. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode Yuridis
Normatif yaitu mengkaji secara komprehensif aspek hukum ketentuan ketentuan
perundang-undangan yang terkait dengan pelayanan publik sebagai legal
instrument dalam merumuskan kebijakan publik di sektor penerapan Citizen
charter pada institusi penyedia layanan kesehatan. Adapun metode pendekatan
yang digunakan antara lain: Pertama metode pendekatan perundang-undangan
atau dikenal dengan istilah statuta approach. Kedua, metode pendekatan konsep
(Conceptual approach) yaitu penulisa hendak menawarkan konsep dalam
merumuskan kebijakan penerapan Citizen charter pada institusi penyedia layanan
kesehatan.
C. Bahan Hukum
Adapun bahan hukum dalam penulisan karya ilmiah ini dibagi ke dalam
tiga ketegori antara lain:
1. Bahan Hukum Primer:
a. UUD Negera Republik Indonesia Tahun 1945;
19 Adi, Rianto. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit, hlm 25
b. UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
c. UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
d. UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
e. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
f. UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Bahan Hukum Sekunder:
Adapun bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku yang terkait dengan
topik penulisan, hasil-hasil penelitian yang relevan dengan topik penulisan,
makalah, jurnal, Surat Kabar, pendapat dari dosen pembimbing yang ahli
dibidang hukum dan kebijakan pelayanan publik.
3. Bahan Hukum Tersier
Adapun bahan hukum tersier terdiri dari ensiklopedia hukum, kamus
bahasa Indonesia dan kamus bahasa Inggris.
D. Teknik Memperoleh Bahan Hukum dan Informasi
adapun teknik memperoleh bahan hukum melalui studi kepustakaan pada
Perpustakaan Daerah Kota Malang, Perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya,
Studi dokumentasi dan informasi hukum, penelusuran melalui internet, dan
konsultasi dengan dosen pembimbing yang ahli dibidang hukum dan kebijakan
pelayanan publik
E. Teknik Analisis Bahan Hukum
Penulisan karya ilmiah akademik ini diawali dengan pengumpulan data,
bahan hukum dan infromasi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang
akan dibahas. Kemudian data, bahan hukum dan informasi yang telah terkumpul
tersebut pada akhirnya akan dianalisis untuk kemudian dipakai dalam pemecahan
terhadap masalah yang akan dibahas dalam penulisan.
Analisis yang digunakan dalam karya ilmiah ini adalah deskriptif-analitis.
Dalam penulisan karya ilmiah ini, yang dilakukan penulis ialah pertama
mendikripsikan, mengidentifikasi dan menganalisis tentang adanya suatu
pengaruh yang ditimbulkan dari pelayanan publik buruk yang berimplikasi pada
minimnya akses masyarakat terhadap layanan kesehatan . Kemudian yang kedua
menganalisis urgensi mekanisme Citizen charter bagi terwujudnya pelayanan
prima yang berbasis keadilan konstitusional non-diskriminatif. dan yang ketiga
adalah menawarkan gagasan kongkrit dan solutif mengenai model penerapan
Citizen charter yang efektif pada institusi pelayanan kesehatan sebagai sarana
mendorong terwujudnya keadilan konstitusional yang berbasis pada pelayanan
prima non-diskriminatif.
F. Desain Penulisan
Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Sekunder
Bahan Hukum Tersier
Diskusi, Bimbingan
Menggunakan Metode Yuridis Normatif diolah
dengan diskriptif dan analisis isi (Content Analysis)
Inventasasi Masalah
Kontribusi Penulisan
Kontribusi teoritik dan Kontribusi secara aplikatif
PARADIGMA REFORMASI BIROKRASI
Kajian Kepustakaan di Bidang Citizen charter, Tanggung
Jawab Negara dalam Pemenuhan HAM dan Ruang
lingkup pelayanan publik
PENERAPAN MEKANISME CITIZEN
CHARTER PADA INSTITUSI PENYEDIA
LAYANAN KESEHATAN
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly, 2005 Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cetakan Kedua, Jakarta: Konstitusi Press.
Hamidi, Jazim, 2007, Paradigama Baru Kebijakan Pelayanan Publik yang Pro Civil Society dan Berbasis Hukum, Makalah Tidak di Publikasikan.
Islamy, Irfan, 2005, Upaya Meningkatkan Mutu Kinerja Pelayanan Publik di Jawa Timur, Makalah Tidak dipublikasikan.
Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan), Naskah Akademis & RUU Pelayanan Publik, diakses dari http://www.menpan.go.id, diakses pada tanggal 12 Januari 2011.
Kumorotomo, Wahyudi, Citizen Charter (Kontrak Pelayanan): Pola Kemitraan Strategis untuk Mewujudkan Good Governance dalam Pelayanan Publik. Diakses melalui http:// www.google.co.id tanggal 4 November 2010.
Local Governance Support Program Local Government Management Systems, 2009, Praktek-praktek yang baik dalam Peningkatan Pelayanan Kesehatan Menggunakan Pakta Pelayanan Masyarakat, Jakarta: Kerjasama USAID dan Direktorat Jenderal Pemerintahan Umum Depdagri.
Mahfud, MD, 2010, Mahfud MD Menjadi keynote speaker Peluncuran Buku “Orang Miskin Boleh Sehat, Makalah diakses dari http://www.mahkamahkonstitusi.go.id, diakses pada tanggal 2 November 2010.
Rahajeng, Malnutrisi, Diakses dari http://www.google.com, diakses pada tanggal 2 November 2010.
Tricahyo, Ibnu 2005, Urgensi Pengaturan tentang Pelayanan Publik, Makalah tidak dipublikasikan.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi ManusiaUU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi PublikUU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan PublikUU No 36 Tahun 2009 tentang KesehatanUU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
RANCANGAN PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
Biaya Pokok
1 Biaya Penggandaan Proposal Rp 100.000,-
2 Biaya Penggandaan Surat/menyurat Rp 20.000,-
3 Biaya rental internet Rp 100.000,-
4 Biaya Ngeprint Rp 100.000,-
5 Biaya Pengadaan Literatur Rp 250.000,-+
Rp 570.000,-
Biaya Penunjang Penelitian
1 Biaya konsumsi Rp 640.000,-
( 2orgxRp 10.000x16x2 kali makan)
2 Biaya Transportasi Rp 80.000,-
(Per liter Rp 5.000)x 16 hr
3 Biaya Komunikasi
(Pulsa Simp Rp 20.000x2org)x5 Rp 200.000,-
4 Biaya Operasional Penulis Rp 510.000,-+
(Rp 255.000x2 Orang) Rp1.430.000,-
Total Biaya yang dikeluarkan Rp 2.000.000,-
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Kegiatan Oktober November DesemberPengajuan Proposal Penelitian Persiapan Penelitian Instrumen Data Primer Instrumen Data Sekunder Penggalian Data Primer Penggalian Data Sekunder Analisis Data Konsep Laporan Akhir Laporan Akhir
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NAMA : Arie Ryan Lumban TobingTTL : Surabaya, 11 Maret 1991NIM : 0810110011Alamat : Jl. M. T. Haryono Gg. Brawijaya VI No. 103, Malang – Jawa TimurNo. Telp. : 085731777870Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya MalangJurusan/Angkatan : Ilmu Hukum / Angkatan 2008Karya Tulis :
Penelitian tentang “Revitalisasi Peran Pemerintah Kabupaten Malang dalam Mendorong Regulasi Tata Kelola Pupuk Organik” bekerja sama dengan UNDP- Universitas Brawijaya.
Penulisan Karya Ilmiah dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahkamah Konstitusi yang berjudul “Gagasan Mekanisme Constitusional Complaint Sebagai Sarana Mewujudkan Keadilan Konstitusional dan Supremasi Konstitusi di Indonesia”.
Prestasi : 1. Juara II Lomba Karya Tulis Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 2011
NAMA : Farid RamdhaniTTL : NIM : 091011Alamat : No. Telp : Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya MalangJurusan/Angkatan : Ilmu Hukum / Angkatan 2009Karya Tulis : - Prestasi : 1.
NAMA : IndraTTL : NIM : 11501010Alamat : No. Telp :Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya MalangJurusan/Angkatan : Ilmu Hukum / Angkatan 2011
NAMA : Bayu Dwi Nur SeptianTTL : NIM : 115010107121014Alamat : No. Telp :Fakultas/Universitas : Fakultas Hukum Universitas Brawijaya MalangJurusan/Angkatan : Ilmu Hukum (Kelas Bahasa Inggris) / Angkatan 2011