Journal Reading_Traumatic Brain Injury
-
Upload
dian-m-izzati -
Category
Documents
-
view
39 -
download
0
Transcript of Journal Reading_Traumatic Brain Injury
![Page 1: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/1.jpg)
JUDUL : Prehospital Hypertonic Saline Resuscitation of Patients With Hypotension and
Severe Traumatic Brain Injury
PENULIS : D. James Cooper, BMBS, MD; Paul S. Myles, MBBS, MD; Francis T.
McDermott, MBBS, MD; Lynette J.Murray, BAppSci; John Laidlaw, MBBS;
Gregory Cooper; Ann B. Tremayne; Stephen S. Bernard, MBBS; Jennie Ponsford,
MA, PhD.
PUBLIKASI : 17 Maret 2004
DESAIN : A Randomized Controlled Trial
SUMBER : www.jama.ama-assn.org/content/291/11/1350.full.pdf
ABSTRAK
Konteks Resusitasi prehospital dengan menggunakan HyperTonic Saline (HTS) pada
pasien dengan traumatic brain injury (TBI) telah diketahui dapat meningkatkan survival
sedangkan HTS dapat meningkatkan outcome neurologis belum diketahui.
Tujuan Untuk mengetahui apakah resusitasi prehospital dengan HTS intravena dapat
meningkatkan outcome neurologis jangka panjang pada pasien dengan TBI berat dibandingkan
dengan resusitasi dengan cairan konvensional.
Desain, Tempat, dan Pasien Double-blind, randomized controlled trial dari 229 pasien
dengan TBI dalam keadaan koma (skor Glasgow Coma Scale, <9) dan hipotensi (tekanan darah
sistolik, <100 mmm Hg). Pasien mengikuti penelitian antara 14 Desember 1998 dan 9 April
2002, di Melbourne, Australia.
Intervensi Pasien ditentukan secara acak untuk mendapat infus intravena cepat 250 mL
dari saline 7,5% (n= 114) atau 250 mL Ringer’s Lactate Solution (n= 115; kontrol) ditambah
dengan cairan intravena konvensional sesuai dengan prosedur resusitasi dan dilakukan oleh
paramedis. Pemberian terapi secara “blind”.
Pengukuran Outcome Fungsi neurologis saat 6 bulan setelah trauma, diukur
menggunakan Glasgow Outcome Score (GOSE).
Hasil Didapatkan outcome 226 (99%) dari 229 pasien yang memenuhi syarat.
Karakteristik dasar tiap grup adalah sama. Pada saat masuk rumah sakit, rata-rata level Na 149
mEq/L untuk pasien HTS sedangkan 141 mEq/L untuk grup kontrol (P<0,001). Proporsi pasien
1
![Page 2: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/2.jpg)
yang bertahan dan dipulangkan sama di kedua grup (n=63 (55%) pada grup HTS dan n=57
(50%) pada grup kontrol; p=0,32); saat 6 bulan, survival rate n=62 (55%) pada grup HTS dan 53
(47%) pada grup kontrol (P=0,23). Saat 6 bulan, median (interquartile range) GOSE adalah 5 (3-
6) pada grup HTS sedangkan 5 (5-6) pada grup kontrol (P=0,45). Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara outcome dari kedua grup (disabilitas sedang dan good outcome survivors
(GOSE 5-8) (risk ratio, 0.99; 95% CI, 0.76-1.30; P=0.96) atau dengan pengukuran lain fungsi
neurologis pasca trauma.
Kesimpulan Pada studi ini, pasien dengan hipotensi dan TBI yang berat yang mendapat
resusitasi prehospital dengan HTS memiliki fungsi neurologi 6 bulan pasca trauma hampir
identik dengan pasien yang menerima cairan konvensional.
2
![Page 3: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/3.jpg)
I. LATAR BELAKANG
Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan kejadian yang sering pada pasien dengan
trauma berat dan seringkali diderita oleh lelaki dewasa muda. Meskipun dengan strategi
manajemen terkini, pasien dengan TBI berat mempunyai angka mortalitas yang tinggi (31%-
49%) dan kebanyakan bertahan dengan disabilitas neurologis yang persisten. Ditemukan 80.000-
90.000 kasus di United States dapat bertahan dengan disabilitas jangka panjang setelah
terjadinya trauma kepala. Sehingga, lifetime cost tiap pasien yang bertahan dengan disabilitas
berat bahkan dapat melebihi US $2 juta.
Setelah trauma kepala terjadi, secondary brain injury dapat terjadi akibat hypoxia,
hipotensi, atau peningkatan tekanan intra-kranial (ICP) dan ini berhubungan dengan outcome
neurologis yang lebih buruk. Pasien dengan hipotensi setelah TBI berat mempunyai 2 kali angka
mortalitas dibandingkan dengan pasien normotensi. Maka dari itu, resusitasi agresif dengan
cairan intravena direkomendasikan dalam guideline terkini untuk manajemen pasien dengan TBI
berat. Terapi terhadap peningkatan tekanan intra-kranial pada pasien TBI juga dapat
meningkatkan outcome.
Pada studi sebelumnya terhadap unselected patient dengan trauma didapatkan bahwa
pemberian HiperTonic Saline (HTS) intravena dapat meningkatkan tekanan darah dan
menurunkan ICP (Intra Cranial Pressure) dibandingkan dengan resusitasi cairan isotonis. HTS
juga dapat dikombinasikan dengan hypertonic colloid (biasanya dextran 70) untuk meningkatkan
durasi efek. Meskipun, kombinasi tersebut lebih mahal dan dibandingkan terhadap 4 grup secara
acak, angka survival tertinggi yaitu pada grup dengan pemberian HTS saja (HTS saja, 60%; HTS
+ Dextran 70, 56%; Ringer Lactate saja, 49%). Sebuah meta analisis terhadap pasien dengan TBI
dari 8 randomized trial dengan pemberian resusitasi HTS-dextran tercatat meningkatkan survival
dari 27% menjadi 38% (P = 0,48).
Di Eropa, HTS-cairan koloid mempunyai kegunaan klinis sejak 1991 dan HTS-dextran
diakui di 14 negara Eropa. HTS saline atau HTS-kolloid direkomendasikan dalam protokol
resusitasi prehospital untuk pasien dengan trauma kepala. Brain Trauma Foundation
“Guidelines for Pre-hospital Management of Traumatic Brain Injury” merekomendasikan HTS
3
![Page 4: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/4.jpg)
dengan atau tanpa dextran pada level operasi. Meskipun, tidak ada RCT prospektif yang
membandingkan HTS dengan resusitasi cairan konvensional pada pasien dengan TBI.
Resusitasi prehospital dengan HTS dapat menurunkan secondary brain injury
dibandingkan protokol resusitasi standar saja. Peneliti melakukan double blind, RCT terhadap
resusitasi HTS dibandingkan dengan resusitasi cairan standar pada pasien dengan TBI yang berat
untuk mengetahui apakah HTS dapat meningkatkan fungsi neurologis jangka panjang.
4
![Page 5: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/5.jpg)
II. METODE
A. Partisipan Penelitian
Double blind, randomized control trial dilakukan antara 14 Desember 1998 sampai 9
April 2002 di Melbourne, Australia. Daerah ini mempunyai populasi lebih dari 4 juta orang dan
mendapar fasilitas oleh Metropolitan Ambulance Service dan Rural Ambulance Victoria. Di
daerah ini, paramedis dilatih advanced life support merawat pasien dengan trauma mayor
berkelanjutan dengan menggunakan protokol berdasarkan Advanced Trauma Life Support
Guidelines. Pasien dewasa dengan trauma mayor ditransportasikan melalui jalur ambulans ke
salah satu dari 12 rumah sakit, atau dengan helikopter dan jalan ambulans ke suatu rumah sakit,
didesain sebagai regional trauma center.
Pasien diikutkan dalam studi ini jika selama prehospital semua kriteria ini terpenuhi:
koma akibat trauma kepala tumpul, GCS < 9 (range, 3-15), dan hipotensi (tekanan darah
sistolik, <100 mmHg). Pasien dengan trauma multisistem dapat dimasukkan. Pasien
dieksklusikan jika dengan trauma penetrasi (tembus), usia < 18 tahun, hamil, tidak mempunyai
akses intravena, mempunyai penyakit premorbid yang serius pada medical identification
bracelet, oedem perifer, in close proximity to receiving hospital (scoop&run), absence sinus
rhythm, atau cardiac arrest.
B. Randomisasi dan Prosedur Penelitian
Pasien secara acak ditentukan untuk menerima 250 mL infus intravena yaitu 7.5% saline
(HTS) atau 250 mL Ringer’s Lactate Solution (kontrol) sebagai resusitasi cairan intravena
standar. Volume ini dipilih karena merupakan volume maksimum dan konsentrasi HTS tersebut
aman untuk diberikan sebagai resusitasi intravena selama prehospital melalui kateter perifer,
yaitu 250 mL 7.5% saline. Semua publikasi randomized studies tentang resusitasi HTS dan HTS-
dextran pada pasien dengan trauma diuji dengan dosis yang sama. Cairan yang digunakan pada
studi tersebut ditempatkan pada kantong 250 mL yang identik.
Pasien, paramedis, tenaga kesehatan terlatih, dan koordinator penelitian blinded dalam
memberikan terapi. Ambulans memindahkan pasien ke rumah sakit khusus, maka dari itu,
alokasi juga ditentukan oleh rumah sakit. Secara berurutan diberi nomor, acak dengan sistem
5
![Page 6: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/6.jpg)
komputer, kantong intravena terlihat mirip, dipak, tiap ambulans terdapat 4 kantong intravena.
Setelah tiap kantong sudah terpakai, paramedis mengepak nomor urutan kantong selanjutnya ke
dalam box peralatan.
Semua pasien dievaluasi dan diterapi oleh paramedis. Jika pasien yang ditemui
memenuhi kriteria yang disyaratkan, nomor kantong cairan selanjutnya segera dimasukkan
secepat mungkin. Paramedis memasukkan kristaloid, Ringer’s Lactate solution, atau cairan
koloid (Haemacell, Hoechst Marion Roussel, Australia), atau keduanya, tergantung prosedur
yang sudah ditentukan. Prosedur tersebut merekomendasikan volume koloid atau kristaloid
intravena adalah 10 mL/kg untuk hipotensi akibat trauma tumpul, dan perlu diulang jika
hipotensi yang terjadi masih menetap setelah cairan dimasukkan. Setelah pasien dipulangkan,
mereka melakukan perawatan selanjutnya ke tenaga medis secara tersebar dengan mendapatkan
terapi mengikuti guideline dari Brain Trauma Foundation.
C. Pengumpulan Data dan Penilaian Hasil
Setelah tiap pasien mengikuti penelitian, postcard yang ditempelkan pada tiap kantong
bertuliskan nomor studi dan detail demografi pasien, dilaporkan kepada pusat koordinator. Tiap
pasien di follow up oleh koordinator penelitian di rumah sakit sampai 6 bulan setelahnya atau
bahkan jika pasien sudah meninggal, jika memang akhirnya sudah meninggal sebelum 6 bulan
tersebut. Semua data dicatat melalui Access database (Microsoft, Redmond, Wash).
Data dikumpulkan secara prospektif meliputi karakteristik dasar, vital sign pasien, data
laboratorium, dan semua kejadian yang “berarti” setelah pasien masuk rumah sakit. Pada pasien
yang telah berada di rumah sakit, diperiksa dengan CT Scan dan dinilai keparahan penyakitnya
oleh seorang dokter bedah syaraf, dimana blinded terhadap terapi yang diberikan dan
menggunakan sistem skoring standard.
Glasgow Outcome Scale (GOSE) merupakan metode yang paling banyak diterima untuk
menganalisis outcome pada pasien dengan cedera kepala berat dan telah diaplikasikan dengan
menggunakan sebuah kuesioner yang terstruktur serta skala point 8 (Extended Glasgow Outcome
Scale / GOSE) dimana skor 1, mengindikasikan kematian; 2, vegetative; 3, ketidakmampuan
berat pada ekstrimitas bawah; 4, ketidakmampuan berat pada ekstrimitas atas; 5,
ketidakmampuan sedang ekstrimitas bawah; 6, ketidakmampuan sedang ekstrimitas atas; 7,
6
![Page 7: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/7.jpg)
pemulihan yang baik pada ekstrimitas bawah; 8, pemulihan yang baik pada ekstrimitas atas.
Keuntungan dari penggunaan GOSE adalah simple, dikenal lebih luas, dan perbedaan
disabilitas / ketidakmampuan memiliki fungsi yang berarti secara klinis. Interrater reliability
dari wawancara terstruktur untuk GOS dan GOSE tinggi (k=0.89 dan k=0.85, respective).
Pada 3 dan 6 bulan setelah cedera, seluruh pasien yang bertahan diwawancara oleh
peneliti yang sama dimana setiap pasien dikunjungi secara individual. GOSE didata dengan
menggunakan sistem skoring standard. 6 bulan setelah cedera dipertimbangkan sebagai waktu
penilaian yang optimal karena kebanyakan hasil neurologi telah memiliki hasil yang stabil dan
tidak di follow up nya pasien tersebut dapat menjadi masalah di masa yang akan datang. Peneliti
dilatih oleh seorang dokter bedah syaraf berpengalaman dan kepentingan untuk mempelajari
commencement, interrater reliability skor outcome oleh peneliti dinilai kembali oleh dokter
bedah syaraf untuk 10 pasien dan hasilnya baik (k=0.78; p=.001).
Outcome sekunder termasuk ICP pertama dan cerebral perfusion pressure (CPP)
dihitung setelah pemasangan kateter ICP; durasi elevasi ICP dan CPP inadekuat, oksigenasi yang
buruk menunjukkan rasio PaO2/FiO2 yang rendah; serta durasi dari dukungan inotropic dan
ventilasi mekanik. Dalam wawancara masing-masing pasien, peneliti juga menghitung
Functional Independence Measure (rata-rata skor, 1-7), pengukuran yang telah divalidasi dari
disabilitas pengukuran fisik dan kognitif independence adalah prediksi yang tinggi dari
kebutuhan pasien terhadap supervisor dan asisten setelah TBI, dan Rancho Los Amigos score (1-
8), yang mana pengukuran fungsi kognitif ada dalam 8 kategori yang sudah ditunjukkan dengan
reliabilitas yang baik.
D. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh human ethics committee terhadap 12 rumah sakit yang
bersangkutan dan oleh komite medis Metropolitan Ambulance Service. Disediakan informed
consent bagi pasien. Pasien yang terdaftar dalam studi oleh paramedis, informed consent tertunda
selama partisipasi dan kelanjutan dalam penelitian ini didapat dari keluarga terdekat, sementara
pasien dalam perawatan intensif. Jika pasien telah cukup pulih untuk memberikan informed
consent tertulis untuk kelanjutan dalam penelitian ini, persetujuan pasien dapat diperoleh.
Didukung juga oleh Alfred Hospital ethic commitee dan pengungkapan publik dari penelitian
7
![Page 8: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/8.jpg)
yang diterbitkan pada publik melalui media cetak dan saluran radio. Di Australia, National
Health and Medical Research Council Guideline mendukung untuk menunggu persetujuan
dalam penelitian klinis situasi darurat. Tidak ada peraturan ketat yang tidak membolehkan.
E. Manajemen Penelitian
Penelitian ini dikelola oleh sebuah komite pengarah yang terdiri dari ahli dalam
perawatan intensif trauma, pengobatan darurat, bedah, bedah saraf, seorang manajer layanan
ambulans metropolitan, neuropsikolog, statistik, dan manajer proyek. Situs peneliti utama
(termasuk DJC dan SSB) mengelola masalah studi lokal dan persyaratan etika. Sebuah analisis
tunggal sementara (untuk keberhasilan) direncanakan setelah perekrutan 100 pasien,
menggunakan GOSE 6 bulan sebagai ukuran hasil primer dan mencegah P< .001, menurut
protokol penelitian. Setelah hasil akhir sementara direview, steering committee menyarankan
untuk melanjutkan penelitian.
F. Analisis Statistik
Penelitian ini dirancang dengan kekuatan 80% untuk mendeteksi kenaikan 20% dalam 5
derajat GOS konvensional pada 6 bulan setelah cedera; peningkatan ini dianggap signifikan
secara klinis. Dengan kesalahan tipe I .05, kesalahan tipe II .20, dan memungkinkan untuk
pengujian nonparametrik, disediakan 220 pasien.
Pengukuran outcome primer adalah GOSE saat 6 bulan. Pengukuran outcome sekunder
meliputi serum natrium dan tekanan darah sistolik pada saat masuk rumah sakit, pengukuran
awal ICP, angka kematian di rumah sakit, dan GOSE pada 3 bulan.
Analisis data dengan menggunakan metode intention to treat, di mana semua pasien yang
terdaftar dan yang memenuhi kriteria dimasukkan ke dalam analisis primer dan sekunder.
Karakteristik dasar dari dua kelompok ditabulasi menggunakan ringkasan statistik yang sesuai.
Analisis hasil primer pada 6 bulan GOSE dilakukan dengan menggunakan uji Mann-Whitney.
Hasil tambahan dinyatakan sebagai proporsi dengan nilai P atau rasio risiko (RR) dengan
interval keyakinan 95% (CI). Variabel numerik yang diperkirakan distribusinya normal
dirangkum sebagai mean (SD) dan kedua kelompok dibandingkan dengan t test; variabel yang
tidak terdistribusi normal dirangkum sebagai median (kisaran interkuartil) dan kelompok ini
8
![Page 9: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/9.jpg)
dibandingkan dengan uji Mann-Whitney. Semua nilai P yang dilaporkan adalah 2-side dengan
set 0,05 sebagai tingkat signifikansi. Analisis statistik dilakukan dengan SPSS for Windows,
versi 11.1 (SPSS Inc, Chicago, III). Dua subkelompok utama dengan waktu prehospital lebih
pendek (<1 jam) dan derajat keparahan yang tidak berat ( GCS 5-8) juga diidentifikasi.
9
![Page 10: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/10.jpg)
III. HASIL PENELITIAN DAN OUTCOMES
A. Hasil
Sebanyak 262 pasien yang terdaftar dalam penelitian, termasuk 27 pasien yang kemudian
dikeluarkan karena mereka tidak memenuhi kriteria awal penelitian (Gambar 1). Ini termasuk 9
pasien yang diukur satu skor GCS paramedis pra-rumah sakit, 1 pasien yang tekanan darah
sistolik lebih dari 100 mm Hg, 8 pasien yang mengalami serangan jantung sebelum menerima
cairan studi, 6 pasien dengan trauma tembus, dan 3 pasien yang tidak memiliki trauma. Selain
itu, 6 pasien bertahan menolak persetujuan untuk berpartisipasi lebih lanjut dalam studi, akhirnya
229 pasien dipakai dalam penelitian ini, secara acak.
Dua pasien yang menerima volume cairan yang salah, yaitu 1 pasien yang menerima dua
kantong dan 1 pasien yang menerima cairan 125 mL, tetap dimasukkan dalam analisis hasil. Dari
229 pasien yang terdaftar dengan benar, 114 diacak dalam kelompok HTS dan 115 dalam
kelompok kontrol. Kelompok perlakuan memiliki karakteristik awal yang setara (Tabel 1).
Kebanyakan pasien dengan TBI masih muda (rata-rata [SD], 38 [19] tahun) dan laki-laki (66%).
Skor GCS sebelum penelitian dan tekanan darah sistoliknya ekuivalen. Tidak ada perbedaan
angka intubasi, waktu tindakan, atau waktu transportasi pada kedua kelompok.
Jumlah cairan koloid dan cairan kristaloid yang ditambahkan ke dalam cairan studi ini
(median, 1250 mL; Tabel 1) dan suhu tubuh pada saat kedatangan di rumah sakit (35° C) adalah
sama pada kedua kelompok. Nilai median skor keparahan cedera dalam dua kelompok 38, yang
menunjukkan cedera parah, dan skor maksimum cedera singkat (abbreviated) serupa pada kedua
kelompok untuk nilai berkaitan dengan cedera kepala. Tidak ada perbedaan antara kelompok
sehubungan dengan probabilitas kelangsungan hidup, yang diukur dengan Trauma Injury
Severity Scale (TRISS, kisaran, 0% -100%).
Pasien yang diterapi dengan HTS secara signifikan (P < .001) mengalami peningkatan
natrium serum dan konsentrasi klorida dibandingkan dengan pasien yang menerima Ringer laktat
selama masuk rumah sakit. Perbedaan ini muncul pada saat tiba di gawat darurat dan
berlangsung selama sekitar 12 jam (Tabel 2 dan Gambar 2). Hipotensi pra-rumah sakit telah
diperbaiki pada kedua kelompok setelah tiba di rumah sakit dan tidak ada perbedaan signifikan
pada tekanan darah sistolik antara 2 kelompok tersebut (Tabel 2). Tidak ada perbedaan yang
10
![Page 11: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/11.jpg)
signifikan antara kedua kelompok sehubungan dengan ICP (P =. 08), CPP (P = .40), durasi CPP
kurang dari 70 mm Hg (P =. 06), pertukaran gas (PaO2/FIO2 rasio), atau durasi ventilasi
mekanis (Tabel 2). Durasi pemberian inotropik lebih singkat pada pasien yang menerima HTS
daripada yang menerima larutan Ringer laktat (P =. 03).
11
![Page 12: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/12.jpg)
B. Outcome
Hasil dari pasien ditunjukkan pada Tabel 3. Dari 229 pasien yang terdaftar dalam
penelitian ini, 8 (3,5%) meninggal sebelum sampai di RS dan 47 (21%) meninggal di IGD atau
di ruang operasi. Sebanyak 174 pasien dirawat di unit perawatan intensif dan 120 pasien (53%)
dipulangkan dari rumah sakit. Proporsi pasien yang masih hidup untuk dipulangkan dari rumah
sakit adalah serupa pada kedua kelompok (n = 63 [55%] untuk HTS kelompok dan n = 57 [50%]
untuk kontrol, P =. 32). Proporsi pasien bertahan hidup pada 6 bulan adalah n = 62 (55%) pada
kelompok HTS dan n = 53 (47%) pada kelompok kontrol (P =. 23; RR, 1,17, CI 95%, 0,9 ke 1,
5).
12
![Page 13: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/13.jpg)
GOSE pada saat 6 bulan pada tiap grup ditunjukkan pada Figure 3. Pada 6 bulan itu, total
2 pasien (1%) DO dan 1 pasien telah menarik persetujuan. Oleh karena itu, 228 pasien (116)
dinilai untuk hasil neurologis pada 3 bulan dan 226 (115) pada 6 bulan setelah cedera. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara dua kelompok tersebut sehubungan dengan hasil akhir studi
awal, GOSE, atau pengukuran status fungsional neurologis (Tabel 3) pada 3 atau 6 bulan setelah
cedera. Terdapat tingkat perbedaan hasil yang memuaskan, didefinisikan dari hasil GOSE 5 atau
lebih, untuk HTS vs kontrol (RR, 0,99, 95% CI, 0,76-1,30, P =. 96). Tingkat dapat beraktivitas
kembali (rates of return to work) tidak berbeda signifikan antara kedua kelompok.
13
![Page 14: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/14.jpg)
C. Analisis Subgrup
Dilakukan Exploratory Data Analyses (EDA) untuk mengidentifikasi sub-sub kelompok
yang mendapat keuntungan dari resusitasi dini dengan HTS, yang mengungkapkan tidak ada
manfaat yang signifikan dari HTS untuk pasien dengan cedera otak yang kurang parah menurut
skor GCS 5-8 (n = 101, P =. 48) untuk pasien dengan waktu lebih pendek (<60 menit, n = 95, P
14
![Page 15: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/15.jpg)
=. 26) atau lebih lama (>60 menit, n = 122, P =. 86) cedera pada waktu datang ke RS, atau untuk
pasien yang dirawat dengan cairan infus kristaloid saja ( n = 96, P =. 85), sehubungan dengan
peningkatan skor GOSE 6 bulan setelah cedera.
15
![Page 16: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/16.jpg)
IV. PEMBAHASAN
Pada pasien dengan TBI berat dan hipotensi sangat terkait dengan prognosis yang buruk.
Oleh karena itu, resusitasi dengan cairan intravena yang efektif harus meningkatkan perfusi
serebral, pengurangan cedera otak sekunder, dan meningkatkan hasil neurologis. Meskipun peran
terapi cairan intravena dalam pengobatan pra-rumah sakit trauma masih kontroversial, pedoman
saat ini menyarankan bahwa hipotensi harus segera dikoreksi pada pasien dengan TBI berat.
Namun, pilihan cairan masih kontroversial. Pada pasien yang kritis, systematic review telah
melaporkan resusitasi cairan koloid dan terapi albumin berkaitan dengan peningkatan mortalitas.
Pada pasien dengan trauma mayor, systematic review lain menyatakan bahwa resusitasi
koloid berkaitan dengan hasil yang merugikan. Pada pasien dengan trauma, sangat
memungkinkan pemberian resusitasi cairan pra-rumah sakit menggunakan kristaloid hipertonik.
Sebuah meta-analisis pasien dengan TBI berat dari uji coba secara acak dari HTS-
dekstran untuk resusitasi trauma pra-rumah sakit melaporkan peningkatan dalam kelangsungan
hidup 11% dibandingkan dengan resusitasi cairan standar. Selanjutnya, tidak ada efek samping
dari HTS yang terdeteksi lebih dari 600 pasien trauma yang menerima HTS pra-rumah sakit,
clinical trial. Sehingga, HTS dan HTS-dekstran direkomendasikan untuk resusitasi awal pada
pasien dengan hipotensi dan trauma, terutama mereka dengan trauma kepala. Walaupun dengan
double-blind, randomized trial, tentang resusitasi intravena prehospital dengan HTS
dibandingkan dengan cairan resusitasi standar pada 229 pasien dengan TBI berat dan hipotensi
memiliki kecenderungan kecil untuk hidup yang lebih besar pada pasien dengan terapi HTS,
hasil neurologis 6 bulan setelah cedera yang identik.
Kedua kelompok penelitian menerima volume cairan prehospital yang sama dalam studi
ini (median, 1250 mL). Hal ini karena paramedis melakukan resusitasi cairan pada tingkat
maksimum volume tanpa tahu jenis cairan yang diberikan selama periode pra-rumah sakit.
Pasien pada kedua kelompok juga menerima volume koloid serupa (median, 500 ml untuk pasien
dengan HTS dan 250 mL untuk kontrol; Tabel 1). Karena HTS memperluas volume
intravaskular 4 sampai 10 kali lebih besar dari volume infus, diharapkan HTS secara signifikan
akan meningkatkan CPP pada pasien dengan TBI berat. Namun, hipotensi telah dikoreksi
sebelum tiba di rumah sakit pada kedua kelompok tersebut. Meskipun resusitasi HTS cenderung
16
![Page 17: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/17.jpg)
memiliki protokol yang lebih cepat, resusitasi konvensional juga efektif untuk resusitasi pra-
rumah sakit pada pasien ini. HTS intravena juga menurunkan ICP pada pasien dengan TBI dalam
penelitian ini, ICP lebih rendah saat pertama kali diukur di rumah sakit untuk pasien dengan HTS
daripada kelompok kontrol. Penurunan ini tidak signifikan (P =. 08), mungkin karena hipertensi
intrakranial biasanya tidak bermasalah pada jam-jam pertama setelah TBI. Interpretasi hasil ICP
dan CPP terbatas karena pasien yang membaik dengan cepat atau kematian yang cepat tidak
mungkin untuk melakukan pengukuran ICP.
Dua subgroup utama juga diteliti. Pertama, total waktu pra-rumah sakit yang relatif
panjang (rata-rata 60 menit) dan telah dinyatakan bahwa HTS lebih cepat waktu untuk
melakukan resusitasi sehingga memperpendek waktu prehospital daripada resusitasi kristaloid
isotonik. Analisis pasien dengan waktu pra-rumah sakit yang singkat, bagaimanapun, tidak
menunjukkan manfaat dalam kelompok ini. Kedua, beberapa pasien dengan GCS rendah
memiliki lesi primer yang berat dengan sedikit perbaikan atau tidak ada pemulihan dan resusitasi
cairan serebral terbaik mungkin bermanfaat bagi pasien hanya dengan cedera otak primer yang
tidak berat. Namun, analisis subkelompok pada pasien dengan cedera otak kurang berat (GCS
kisaran skor, 5-8) tidak mendukung hipotesis ini.
Penelitian ini memiliki sejumlah kekuatan. Uji coba dilakukan secara acak saat awal
resusitasi pada pasien pra-rumah sakit dengan HTS pada hipotensi dengan TBI berat. Alokasi
dilakukan tersembunyi dan paramedis, pasien, dokter dan penilai hasil yang blind dengan tugas
pengobatan. Perlakuan acak bertingkat melalui ambulans dan penerimaan di RS untuk
meminimalkan perbedaan manajemen antar rumah sakit. Sehingga, karakteristik dasar seimbang
antara kedua kelompok. Tidak seperti kebanyakan studi tentang TBI, DO pasien pada 6 bulan
adalah hanya 1%. Akhirnya, penelitian ini adalah penelitian pertama yang melakukan resusitasi
cairan pra-rumah sakit untuk mengukur jangka panjang fungsi neurologis sebagai hasil primer
pada pasien dengan TBI.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, tidak seperti beberapa studi
sebelumnya, HTS digabung tidak dengan dekstran. Penelitian ini dirancang untuk menguji HTS
saja, karena penelitian acak sebelumnya menyatakan keuntungan yang lebih besar untuk pasien
trauma dengan resusitasi HTS saja (tanpa dekstran). Meta-analisis terkini melaporkan
peningkatan mortalitas setelah resusitasi koloid, terutama pada pasien dengan trauma dan juga
17
![Page 18: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/18.jpg)
tampak sedikit keuntungan dari penambahan dekstran ketika paramedis memilih pemberian
dengan cairan koloid. Akhirnya, penambahan dekstran untuk HTS meningkatkan biaya dan
risiko terhadap potensi reaksi yang merugikan.
Kedua, penelitian ini hanya melibatkan 229 pasien. Namun, studi itu memiliki kekuatan
80% untuk mengidentifikasi perubahan 1 derajat di GOSE setelah HTS. Perbedaan ini
mempunyai arti klinis yang signifikan dalam hal kualitas jangka panjang kualitas hidup. Fungsi
neurologis juga tidak berbeda antara kelompok. Ketiga, populasi penelitian sebagian besar (90%)
termasuk pasien dengan trauma multisistem. Pasien dengan cedera kepala tersembunyi dapat
merespon secara berbeda dibandingkan pasien dengan beberapa luka-luka. Namun, dalam kedua
kelompok studi, kelangsungan hidup secara signifikan lebih baik (hidup rata-rata, 60%), yang
memprediksi probabilitas kelangsungan hidup dihitung dengan menggunakan TRISS (mean
TRISS, 45%). Hal ini menunjukkan bahwa paramedis dan protokol rumah sakit, termasuk
resusitasi cepat cairan prahospital, adalah baik atau lebih baik dari protokol standar.
Kami menemukan bahwa pemberian HTS prehospital dan protokol resusitasi
konvensional saja dapat memperbaiki pasien hipotensi dengan TBI. Pada system trauma dengan
protokol resusitasi paramedis yang efektif, pemberian HTS pra-rumah sakit tidak meningkatkan
fungsi jangka panjang neurologis dibandingkan dengan resusitasi cairan konvensional.
V. DAFTAR PUSTAKA
18
![Page 19: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/19.jpg)
1. Fearnside MR, Cook RJ, McDougall P, McNeil RJ. The Westmead Head Injury Project
outcome in severe head injury: a comparative analysis of prehospital, clinical and CT variables.
Br J Neurosurg. 1993; 7:267-279.
2. Khan F, Baguley IJ, Cameron ID. Rehabilitation after traumatic brain injury. Med J Aust.
2003;178:290-295.
3. Chesnut RM, Marshall LF, Klauber MR, et al. The role of secondary brain injury in
determining outcome from severe head injury. J Trauma. 1993;34: 216-222.
4. Hunt J, Hill D, Besser M, West R, Roncal S. Outcome of patients with neurotrauma: the effect
of a regionalized trauma system. Aust N Z J Surg. 1995; 65:83-86.
5. US National Institutes of Health. Rehabilitation of persons with traumatic brain injury: NIH
Consensus Statement 1998. Available at: http://consensus.nih .gov/cons/109/109_intro.htm.
Accessibility verified February 20, 2004.
6. Wood RL, McCrae JD, Wood LM, Merriman RM. Clinical and cost effectiveness of post-
acute neurobehavioural rehabilitation. Brain Injury. 1999;13:69-88.
7. Wald SL, Shackford SR, Fenwick J. The effect of secondary insults on mortality and long
term disability after severe head injury in a rural region without a trauma system. J Trauma.
1993;34:377-381.
8. Bullock RM, Chesnut RM, Clifton GL, et al. Management and prognosis of severe traumatic
brain injury. J Neurotrauma. 2000;17:449-553.
9. Dubick M, Wade C. A review of the efficacy and safety of 7.5% NaCl/6% dextran 70 in
experimental animals and in humans. J Trauma. 1994;36:323-330.
10. Mattox KL, Manningas PA, Moore EE, et al. Prehospital hypertonic saline dextran infusion
for post traumatic hypotension: the USA Multicentre Trial. Ann Surg. 1991;213:482-491.
11. Vassar MJ, Fischer RP, O’Brien PE, et al, for the Multicenter Group for the Study of
Hypertonic Saline in Trauma Patients. A multicenter trial for resuscitation of injured patients
with 7.5% sodium chloride: the effect of added dextran 70. Arch Surg. 1993;128: 1003-1011.
12. Wade C, Grady J, Kramer G, et al. Individual patient cohort analysis of the efficacy of
hypertonic saline/ dextran in patients with traumatic brain injury and hypotension. J Trauma.
1997;42:S61-S65.
19
![Page 20: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/20.jpg)
13. Kramer GC. Hypertonic resuscitation: physiologic mechanisms and recommendations for
trauma care. J Trauma. 2003;54:S89-S99.
14. Svensen CH. Hypertonic solutions: an update. In: Trauma Care: Journal of the International
Trauma Anaesthesia and Critical Care Society. Baltimore, Md: ITACCS World Headquarters;
2002:6-1.
15. Gabriel EJ, Ghajar J, Jogada A, Pons PT, Scalea T. Guidelines for the Pre-Hospital
Management of Traumatic Brain Injury. New York, NY: Brain Trauma Foundation; 2000:7-49.
16. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma Life Support
Program. 7th ed. Chicago, Ill: American College of Surgeons Committee; 2003.
17. Jennett B, Bond M. Assessment of outcome after severe brain damage: a practical scale.
Lancet. 1975; 1:480-484.
18. Marshall LF, Marshall SB, Klauber MR, et al. The diagnosis of head injury requires a
classification based on computed axial tomography. J Neurotrauma. 1992; 9:S287-S291.
19. Teasdale GM, Pettigrew LEL, Wilson JT, Murray G, Jennett B. Analyzing outcome of
treatment of severe head injury: a review and update on advancing the use of the Glasgow
Outcome Scale. J Neurotrauma. 1998;15:587-597.
20. Wilson JT, Pettigrew LEL, Teasdale GM. Structured interviews for the Glasgow Outcome
Scale: guidelines for their use. J Neurotrauma. 1998;15:573-585.
21. Pettigrew LE, Wilson JT, Teasdale GM. Reliability of ratings on the Glasgow Outcomes
Scales from in-person and telephone structured interviews. J Head Trauma Rehabil.
2003;18:252-258.
22. Dodds TA, Martin DP, Stolov WC, Deyo RA. A validation of the Functional Independence
Measure and its performance among rehabilitation inpatients. Arch Phys Med Rehabil.
1993;74:531-536.
23. Corrigan JD, Smith-Knapp K, Granger CV. Validity of the functional independence measure
for persons with traumatic brain injury. Arch Phys Med Rehabil. 1997;78:828-834.
24. Hagen C. Language cognitive disorganisation following closed head injury: a
conceptualisation. In: Trexler L, ed. Cognitive Rehabilitation: Conceptualisation and
Intervention. New York, NY: Plenum; 1982: 131-151.
20
![Page 21: Journal Reading_Traumatic Brain Injury](https://reader033.fdocuments.net/reader033/viewer/2022061301/54dff7d44a79591c258b4781/html5/thumbnails/21.jpg)
25. Gouvier W, Blanton P, LaPorte K, Nepomuceno C. Reliability and validity of the Disability
Rating Scale and the Levels of Cognitive Functioning Scale in monitoring recovery from severe
head injury. Arch Phys Med Rehabil. 1987;68:94-97.
26. National Statement on Ethical Conduct in Research Involving Humans. Canberra, Australia:
Commonwealth of Australia; 1999. Available at: http:
//www.health.gov.au/nhmrc/publications/pdf/e35 .pdf. Accessibility verified February 13, 2004.
27. Boyd C, Tolson M, Copes W. Evaluating trauma care: the TRISS method. J Trauma.
1987;27:370-378.
28. Liberman M, Mulder D, Sampalis J. Advanced or basic life support for trauma: meta-analysis
and critical review of the literature. J Trauma. 2000;49:584-599.
29. Schierhout G, Roberts I. Fluid resuscitation with colloid or crystalloid solutions in critically
ill patients: a systematic review of randomised trials. BMJ. 1998; 316:961-964.
30. Cochrane Injuries Group. Albumin reviewers: human albumin administration in critically ill
patients: systematic review of randomised controlled trials. BMJ. 1998;317:235-240.
31. Choi PT-L, Yip G, Quinone JG. Crystalloids vs colloids in fluid resuscitation: a systematic
review. Crit Care Med. 1999;27:200-210.
32. Worthley L, Cooper D, Jones N. Treatment of resistant intracranial hypertension with
hypertonic saline. Neurosurgery. 1988;68:478-481.
21