Journal Reading mia.doc
-
Upload
aghniajolanda -
Category
Documents
-
view
218 -
download
2
Transcript of Journal Reading mia.doc
Journal Reading
Fisiologi Normal Payudara: Penyebab Kontrasepsi Hormonal dan
Aborsi Terinduksi terhadap Peningkatan Risiko Kanker Payudara
Oleh
Mia Nurnajiah
1110312088
Preseptor :
Prof. Dr.dr. H. Azamris, SpB(K) Onk
BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2015
Fisiologi Normal Payudara: Penyebab Kontrasepsi Hormonal dan Aborsi Terinduksi
terhadap Peningkatan Risiko Kanker Payudara [Terjemahan]
ABSTRAK
Seorang wanita hamil cukup bulan (full-term) mendapat perlindungan dari kanker payudara.
Selama di uterus, janin memproduksi hormon yang mengubah 85% jaringan payudara ibu
menjadi jaringan yang resisten dengan kanker. Apabila kehamilan berakhir dengan aborsi
terinduksi atau kelahiran prematur sebelum 32 minggu,jaringan payudara ibu akan matur secara
parsial dan menyimpan lebih banyak jaringan suspek kanker sejak awal kehamilan. Hal tersebut
dapat meningkatkan jumlah jaringan imatur pada ibu dengan beberapa lokasi inisiasi kanker
sehingga meningkatkan risiko kanker. Kontrasepsi hormonal meningkatkan risiko kanker akibat
efek proliferative jaringan payudara dan efek langsung karsinogenik pada DNA, Kontrasepsi
hormonal, termasuk kombinasi estrogen-progestin, biasanya diresepkan pada berbagai cara
partus: secara oral, transdermal, via vagina, atau inta-uterin. Artikel ilmiah ini menyajikan
fisiologi secara detail dengan menyertakan data yang menjelaskan bagaimana aborsi terinduksi
dan kontrasepsi hormonal dapat meningkatkan risiko kanker payudara.
Pendahuluan
Sejak tahun 1957, banyak studi epidimiologi yang mengaitkan aborsi terinduksi dengan
kanker payudara, dan pada beberapa penelitian menjelaskan kecilnya keterkaitan. Penulis dkk.
telah mempelajari literatur yang memperlihatkan analisis tepat dari penelitian yang valid tentang
meningkatnya risiko kanker payudara dengan aborsi terinduksi. Walaupun the National Cancer
Institute’s pada “Workshop on Early Reproductive Events and Breast Cancer Risk”
menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara aborsi dengan kanker payudara, sang ahli dan
peserta workshop telah melakukan demontrasi yang eror dan bias pada kesimpulan tersebut.
Sebagai tambahan, pengguna kontrasepsi hormonal secara nyata meningkatkan risiko kanker
payudara dan hal ini telah diakui oleh WHO. Tujuan penelitian ini adlah untuk mereview dari
segi biologi yang menguatkan hubungan ini. Jadi, tujuan penelitian studi epidemiologi untuk
menjelaskan hubungan yang dapat menjadi petunjuk untuk mengungkapkan patofisiologi dari
penyakit.
Untuk memahami kenapa aborsi dan kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan kanker
payudara, seseorang harus memahami 3 hal: 1) Perkembangan payudara normal 2) “The
susceptibility Window” saat dimana wanita mudah terpapar oleh karsinogenik 3) Efek
karsinogenik dari hormon steroid wanita (estrogen dan progesterone) terhadap payudara
1. Perkembangan dan Maturasi Payudara
Pada proses embriogenik, rigi pembentukan jaringan payudara dimulai dari 5 minggu
sejak konsepsi. Rigi yang masih ada setelah kelahiran untuk melanjutkan pembentukan kelenjar
payudara berada di bawah rusuk kelima. Korda ektoderm menembus mesenkim dan
berkembang menjadi kelenjar payudara seiring dengan pematangan kelenjar payudara ibu. Pada
proses lanjut, fetus dan plasenta memproduksi dua hormon, hCG (Human chorionic
gonadotropin) dan hPL (human placental lactogen), yang bertanggung jawab terhadap
kematangan kelenjar payudara ibu berupa lobulus penghasil susu. Dengan proses maturasi
hingga kehamilan aterm, sang ibu mengurangsi risiko kanker payudara.
Payudara ibu tubuh membesar segera setelah konsepsi dan terasa nyeri serta tegang
sebagai tanda awal kehamilan. Awalnya untuk mempertahankan kehamilan, ovarium ibu
meningkatkan produksi estrogen dan progesteron, kemudian hCG dari embrio dapat
menstimulasi produksi estrogen dan progesteron sendiri setelah usia gestasi 11 minggu.
Abnormalitas perkembangan fetus dapat mengurangi produksi hormon yang adekuat sehingga
menyebabkan keguguran (aborsi spontan) pad trimester pertama. Kejadian ini dapat mengubah
perkembangan maturasi payudara ibu. Kebanyakan wanita hamil tidak menyadari keguguran di
trimester pertama.
Kelahiran, struktur payudara, dan risiko kanker
Kelahiran selain aterm dapat meningkatkan risiko kanker payudara. Jika seorang wanita
mengakhiri kehamilan dengan aborsi terinduksi, payudaranya sudah terlebih dahulu membesar
dengan jumlah lobulus tipe 1 dan 2 (mulai berkembang sejak pubertas) meningkat sehingga
meninggalkan jejak yang dapat diinisiasi oleh sel kanker. Lobulus adalah satuan jaringan yang
terdiri dari duktus payudara yang dikelilingi oleh kelenjar. Setiap sel payudara memiliki nukleus
yang DNA sebagai kode blueprint yang memberikan informasi genetik.
Literatur belakangan menyebutkan bahwa stem cell dipercaya sebagai lokasi kanker.
Secara mikroskopik, dengan menganalisis sitokeratin (a protein), bahwa sel payudara tidak
matur secara sempurna sampai ada laktasi, dengan kata lain resistan dengan kanker.
Dari segi mikroskopik patologi, 85% dari sel kanker tumbuh di lobulus tipe 1 sebagai
tempat dihasilkannya air susu sehingga dinamakan dinamakan ductal cancer. Sel pada lobulus 1
memiliki reseptor estrogen dan progesteron dibandingkan tipe 2. Lobulus tipe 2 lebih matur dan
10-15% menjadi lokasi untuk inisiasi sel kanker (lobular cancer). Semakin lama wanita hamil
sebelum aborsi terinduksi, semakin banyak tipe 1 dan tipe 2 yang terbentuk, dengan kata lain
memperbesar peluang perkembangan sel kanker.
Ketika kehamilan normal dengan lama kandungn 40 minggu atau aterm, perkembangan
kelenjar payudara mengalami pematangan menjadi lobulus tipe 4. Tipe 4 sudah diketahui
dengan baik memiliki efek proteksi terhadap kanker payudara. Kehamilan meningkatkan jumlah
duktus (yang nantinya akan berubah menjadi kelenjar payudara) dari sekitar 11 duktus per lobul
menjadi 47 duktus kemudian berubah menjadi tipe 2. Tipe 2 berubah menjadi tipe 3 (80
duktus/lobulus). Tipe 3 memiliki sedikit reseptor estrogen/progesterone dan tidak mengkopi
DNA dengan cepat sehingga mengurangi kemungkinan mutasi serta karsinogenesis. Pada usia
kehamilan 32 minggu,tipe 3 memproduksi kolostum dan menjadi tipe 4 yang resisten dengan
kanker. hcG pada fetus menstimulasi estrogen dan progesterone yang dapat memperbesar
payudara dengan meningkatkan lobulus tipe 1 dan 2.
Sebelum dan setelah 32 minggu
Efek hormonal dari payudara tidak berubah dengan intensitas akhir kehamilan sehingga
tidak masalah mekanismenya dengan kelahiran prematur atau aborsi terinduksi. Sebagai contoh,
seorang wanita dihadapkan dengan pilihan lahir premature terinduksi sebelum usia 32 minggu
karena janin mengalami perkembangan yang abnormal dan sulit untuk hidup. Dengan memilih
induksi, dia dapat meningkatkan risiko kanker payudara karena kehilangan agen proteksi dan
meningkatkan jumlah sel yang rentan bermutasi. Proteksi yang proporsional diperoleh pada usia
kehamilan 32 hingga 40 minggu.
Akibat sekunder dari aborsi ternduksi yang dapat meningkatkan risiko kanker payudara
Aborsi terinduksi menyebabkan kelahiran prematur karena uterus inkompeten, infeksi
uterin, dan skar post aborsi. Aborsi terinduksi dapat menyebabkan prematuritas dan ketika usia
kurang dari 3 minggu meningkatkan lebih dari 2 kali lipat risiko kanker payudara. Semakin
banyak tingkat aborsi sebelumnya, semakin tinggi risiko melahirkan secara prematur di
kehamilan berikutnya.
2. The Susceptibility Window
The suspectibility window adalah priode dari masa pubertas, yang dapat menyebabkan
pertumbuhan jaringan payudara imatur, sebelum kehamilan aterm, sehingga resisten terhadap
kanker payudara. Semakin lama masa susceptibility window, semakin tinggi risiko kanker
payudara. Ketika seorang menunda hamil dan mengalami siklus menstruasi seperti biasa atau
dengan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen, hal ini dapat merangsang
pertumbuhan sel kanker. Sel tersebut dapat dibunuh oleh sistem imun, mulai tumbuh, atau tetap
dorma hingga mendapat stimulasi untuk tumbuh. Apabila sel kanker memiliki reseptor estrogen
dan progesteron, sel tersebut dapat tumbuh dengan cepat hingga membentuk benjolan yang dapat
terdeteksi selama atau setelah kehamilan.
Kanker payudara selama kehamilan
Perkembangan kanker payudara terdeteksi salama kehamilan tidak umum tetapi perlu
perhatian khusus. Hormon hCG yang dihasilkan fetus tidak hanya menstimulasi jaringan
payudara untuk tumbuh, tetapi juga menstimulasi ovarium ibu dan jaringan payudara untuk
memproduksi protein yang disebut inhibin. Inhibin menghambat pertumbuhan sel kanker. Dari
studi eksperimental didapatkan bahwa ukuran kanker mengecil ketika disuntikan hCG terhadap
wanita yang tidak hamil dan terdiagnosis awal menderita kanker payudara .
3. Efek karsinogenik dari estrogen
Akar permasalahan daripembentukan sel kanker adalah adanya kerusakan dari DNA
normal. Agar dapat tetap hidup, sel harus bereplikasi sehingga setiap sel yang baru memiliki
kopian gen yang sama. Selama proses replikasi, mutasi dapat saja terjadi. Segala sesuatu yang
dapat membahayakan DNA, seperti virus, bahan kimia, atau radiasi, dapat memicu pembentukan
sel kanker.
Estrogen meningkatkan risiko kanker payudara
Kanker payudara, yang tidak melibatkan mutasi DNA dan diturunkan dari kedua orang
tuanya (seperti adanya gen BRCA), secara luas disebabkan oleh efek hormon alami wanita yaitu
estrogen. Estrogen sudah lama diketahui memiliki hubungan erat dengan kanker payudara.
Sekarang, obat kanker yang dapat digunakan diantaranya Tamoxifen bekerja memblok reseptor
estrogen atau Armidex yang dapat mengurangi produksi estrogen wanita. Efek karsinogenik
estrogen didapatkan dari 2 aksi estrogen:
1) Sebagai mitogen acting yang bersama tumbuh dengan progesterone
2) Sebagai karinogen langsung melalui proses metabolik.
Mitogen menyebabkan sel payudara membesar dengan multiplikasi sel melalui pembelahan
biner/divisi. Estrogen dan progesterone tidak hanya sebagai initiator, tetapi juga sebagai
promotor.
Pada tahun 2005, the International Agency of Research on cancer (IARC) dan WHO
menyatakan bahwa kontrasepsi hormonal bersifat karsinogenik untuk payudara, cervival, dan
hati.
Kesimpulan
Penelitian fisiologi mempelajari dengan baik adanya hubungan aborsi terinduksi dan
kontrasepsi hormonal merupakan faktor risiko dari kanker payudara. Risiko ini belum diketahui
dengan baik oleh orang yang mencari pelayanan keluarga berencana. Tanpa pengetahuan tentang
ini, seorang wanita tidak mendapat pilihan yang informatif ketika mereka dihadapkan oleh
pilihan untuk mengakhiri hidup janin atau membiarkannya hidup serta kontrasepsi hormonal.
Dengan memilih aborsi, seorang wanita berisiko dalam hal: 1) membuat lokasi potensial untuk
membuat kanker tumbuh yang dikenal dengan “independent effect”; 2) menghilangkan efek
proteksi dan meningkatkan kelahiran prematur pada kehamilan selanjutnya; 3) memperpanjang
“susceptibility window). Kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesteron memperbesar
risiko kanker payudara dengan cara meningkatkan proliferasi mutasi yang membentuk sel
kanker dan sebagai karsinogen.
Pengetahuan ini sangat penting untuk remaja yang rentan dan menjadi imbas negatif dari
aborsi dan kontrasepsi hormonal. Yang banyak terjadi, remaja menyembunyikan kehamilan
mereka hingga tampak kehamilannya pada trimester kedua. Hal ini membuat usia kehamilan
yang lebih tua pada saat aborsi, sehingga memperburuk keadaan oleh karena efek karsinogenik,
kontrasepsi hormonal pasca aborsi, dan bahkan dapat meningkat risiko kanker payudara lebih
jauh lagi. Mengetahui faktor risiko ini dan manfaat meneruskan kehamilan hingga aterm dapat
mencegah tingginya frekuensi kanker payudara.