Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
-
Upload
johan-satriajaya -
Category
Documents
-
view
228 -
download
0
Transcript of Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
1/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
1
TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN
REGULASI DAN STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 6/2014 TENTANG DESA
DI KABUPATEN SUMBAWA
Johan Satriajaya
Kelas B/Batch 4/ Program STAR-BPKP
Magister Akuntansi Universitas Mataram
ABSTRACT
This article is an authors observation resultof contemporary phenomenon in
the context of the local area that has became a national issue which has conducted astudy and review of literate source from books, journals, articles, and relevant
regulations. This article describes the village rulers as the financial managers in their
villages in Sumbawa regency who will implement the changes of the financial
management system by the issuance of law (UU No. 6/2014 on the village). Human
resource of finance managers that exist today, in general will put 157 villages in 23
districts of Sumbawa regency which is in authors assumption these villages are
"unready and poorly unprepared" in implementing the regulation and the latest
standar of the village, especially about the financial management system.
The reform of regulation and standar in the financial management system of
the village provides new challenges for manager because it will affect the planning,
implementation, administration, reporting and responsibility. This article describedauthorsperspective of how the challenges of financial management in the village of
Sumbawa Regency to face such changes. The heterogenity variables of financial
managers in financing village is assumed will be affected to the ability of the
villages financial managers, because those changings involve system, format and
model those are different from the previous regulation. The scope of village financial
management is relatively smaller than the local government, but in details it almost
covers all of the accounts which are contained in local government. There are many
rules that can be some references in preparing the financial statements and may have
result in multi perception for village finance manager. This article is aimed to be a
reference for the author, local government, the village rulers or other parties who
concerned to participate in creating well financial management thus other generalgoals lead to good villages governance.
Keyword : Village Finance Manager, Change, Regulation / Standar, The Village Law
(UU No. 6/2014 on the village)
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
2/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
2
ABSTRAK
Tulisan ini merupakan hasil pengamatan penulis terhadap fenomena kekinian
dalam konteks lokal daerah yang telah menjadi isu secara nasional. Tulisan ini
merupakan kajian dan peninjauan literatasi yang bersumber dari buku, jurnal, artikel,serta regulasi yang relevan. Tulisan ini untuk mendeskripsikan aparat pemerintah desa
sebagai pengelola keuangan desa di Kabupaten Sumbawa yang akan melaksanakan
perubahan sistem pengelolaan keuangan desa dengan terbitnya Undang-undang
Nomor 6/2014 tentang Desa. Sumberdaya manusia para pengelola keuangan desa
yang ada saat ini secara umum akan menempatkan 157 desa pada 23 kecamatan di
Kabupaten Sumbawa dalam asumsi kami sebagai desa-desa yang tidak siap atau
sebagian kurang siap dalam mengimplementasikan regulasi dan standar terbaru
tentang desa tersebut khususnya tentang sistem pengelolaan keuangannya.
Perubahan regulasi dan standar dalam sistem pengelolaan keuangan desa
memberikan tantangan baru bagi pengelolanya karena akan mempengaruhi
perubahan pada perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan danpertanggungjawabannya. Tulisan ini akan mendeskripsikan bagaimana tantangan
pengelola keuangan desa di Kabupaten Sumbawa dalam menghadapi perubahan
tersebut. Keberagaman situasi dan kondisi perangkat desa dalam mengelola keuangan
desa kami asumsikan akan mempengaruhi kemampuan dalam mengelola keuangan
desa, karena perubahan tersebut meliputi perubahan sistem, format dan model
yang berbeda dari regulasi sebelumnya. Ruang lingkup pengelolaan keuangan desa
relatif lebih kecil dari keuangan pemerintah daerah, namun dalam penjabarannya
hampir mencakup semua rincian kegiatn yang terdapat dalam sistem keuangan
pemerintah daerah. Regulasi dan standar yang menjadi pedoman menyusun laporan
keuangan desa masih dapat mengakibatkan multipersepsi pada pengelola keuangan itusendiri. Tulisan ini diharapkan dapat menjadi referensi singkat bagi penulis,
pemerintah daerah, pemerintah desa atau pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam
rangka ikut bersama-sama menciptakan pengelolaan keuangan desa yang baik.
Kata Kunci ; Pengelola Keuangan Desa, Perubahan, Regulasi/Standar, UU No.
6/2014 tentang Desa.
1.
Pendahuluan
Diterbitkannya UU No. 6/2014 tentang Desa menjadi tonggak baru
perubahan fundamental terhadap konsep desa. Perubahan regulasi dan standar ini
dalam rangka memperbaiki kinerja aktivitas pemerintah desa sebagai salahsatu
organisasi sektor publik dalam rangka mengelola dana publik dan demi
peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Nordiawan dan Hertianti (2010)
mengatakan bahwa untuk bisa melaksanakan pelayanan dan pengelolaan dana
publik maka dibutuhkan standar khususnya tentang standar akuntansi yang akan
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
3/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
3
menjadi pedoman para pengelola keuangan desa. Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) nomor 1 paragraf 9 dan 10 menyatakan bahwa laporan
keuangan yang dibuat berdasarkan standar akuntansi.
Dalam sejarah nasional, demokrasi dan desentralisasi desa telah dimulai
sejak tahun tahun 1946. Prof. Selo Soemardjan salah satu tokoh sosiologi
Indonesia, menyiapkan sebuah rancangan tentang otonomi dan demokrasi desa di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Salah satu implementasi konsep tersebut adalah
adanya kebijakan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang melakukan
penggabungan sejumlah desa menjadi satu desa yang lebih besar, sekaligus juga
mendistribusikan tanah Sultan menjadi tanah milik desa (Sutoro, 2015). Konsep
desa tersebut mempunyai otonomi memilih pemimpinnya sendiri, melakukan
pungutan seperti polosoro (semacam pajak penjualan tanah dan ternak), serta
mengatur dan mengurus tanah untuk kepentingan desa dan kesejahteraan rakyat.
Desa juga memperoleh mandat mendata jumlah penduduk, mendirikan sekolah
rakyat, menjaga keamanan wilayah, bahkan membantu perjuangan revolusi fisik
yang dipimpin oleh Sri Sultan HB IX dan Jenderal Soedirman. Penggabungan
desa, redistribution asset dan mandat merupakan isu penting yang pernah
ditorehkan oleh Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk memuliakan dan
memperkuat desa.
Sutoro (2015) menyatakan bahwa semangat perubahan konsep desa di
DIY itu mempengaruhi substansi UU No. 22/1948 tentang Penetapan aturan-
aturan pokok mengenai Pemerintahan sendiri di daerah-daerah yang berhak
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan UU No. 19/1965 tentang
Desa Praja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terwujudnya Daerah
Tingkat III di seluruh wilayah Republik Indonesia. Namun kedua regulasi itutidak berjalan efektif karena situasi politik yang tidak kondusif. Pada tahun 1979,
ketika lahir UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, Prof. Selo Soemardjan
juga menyampaikan kekecewaannya karena substansi UU itu jauh dari spirit
otonomi desa dan demokrasi desa. Kehadiran UU No. 22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah memberikan semangat baru terhadap desa yang berkaitan
dengan UU No. 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, karena di dalamnya
membuka ruang dan mengandung spirit otonomi desa dan demokrasi desa. Pada
masa sekarang, terbitnya UU No. 6/2014 tentang Desa memang tidak sama persis
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
4/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
4
dengan semangat dan konsep perubahan dan pembaruan desa di DIY yang
dirancang oleh Prof. Selo Soemardjan pada tahun 1946, tetapi UU No. 6/2014
tentang Desa itu telah memastikan adanya perubahan paradigma yang
meninggalkan konsep lama dan memulai sebuah konsep baru. Dalam konsep
baru ini terdapat pengakuan dan penghormatan negara kepada desa, negara
memberikan mandat kewenangan dan pembangunan lokal desa kepada desa yang
dikuti oleh Country resourceredistributionkepada desa (Sutoro, 2015).
Garis besar perubahan menuju desa baru sudah digariskan dengan tegas
oleh UU No. 6/2014 tentang Desa ini. Redistribusi uang negara (dari APBN dan
APBD) kepada desa yang kemudian menjadi hak dan kewenangan desa. Namun
UU Desa bukan sekadar nilai uang yang begitu besar. Mulai dari misi, tujuan,
asas, kedudukan, kewenangan, alokasi dana, tata pemerintahan hingga
pembangunan desa, menunjukkan rangkaian perubahan desa yang dihadirkan
oleh UU Desa. Namun perubahan tidak berhenti pada undang-undang meskipun
melahirkan UU Desa ini membutuhkan perjuangan dan perjalanan panjang.
sebagaimana sebuah diktum yang berbunyi:
Peraturan bukan segala-galanya, tetapi segala sesuatunya membutuhkan
peraturan. Peraturan yang baik tidak serta merta melahirkan kebaikandalam waktu cepat, tetapi peraturan yang buruk dengan cepat
menghasilkan keburukan(Sutoro, 2015).
Sampai saat ini, setelah UU No. 6/2014 tentang Desa beserta regulasi
turunannya (PP No. 22/2015, PP No. 47/2015, serta beberapa peraturan menteri
teknis terkait), banyak pendapat bahwa perubahan regulasi desa ini progresif,
lengkap menyentuh seluruh aspek kehidupan dan isu pembangunan khususnya di
desa, tetapi cukup rumit dan lebih sulit dipahami. Kesulitan pemahaman ini
antara lain membuat kesiapan pemerintah desa dan penentuan keputusan dan
kebijakan pemerintah daerah menjadi terhambat. Berkembang pendapat bahwa
misi besar UU Desa bukan sebuah hal yang mustahil, namun tugas beratnya
adalah bagaimana membangkitkan optimisme disemua tingkatan pemangku
kebijakan sebagai pelaksana bahwa perubahan konsep tentang desa ini adalah
sebuah perbaikan merupakan keniscayaan.
Perubahan secara komprehensif di desa memang tidak mudah, tetapi juga
tidak terlalu sulit. Mengkaji bagaimana pengelolaan pemerintahan desa dalam
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
5/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
5
tata kelola, akuntansi dan akuntabilitas keuangannya, maka tidak bisa terlepas
dari keberadaan dan kemampuan para Kepala Desa dan Perangkat desa sebagai
pengelola keuangan di desa. Hal tersebut didasari dengan kenyataan bahwa pada
realitanya para pengelola keuangan desa-desa di Kabupaten Sumbawa khususnya
memiliki latarbelakang berbagai hal yang sangat beragam. Keberagaman tersebut
berupa usia, pengalaman (masa kerja) jenis kelamin, aktivitas lain selain menjadi
Kepala Desa atau Perangkat desa serta yang penting juga adalah tingkat
pendidikan yang akan berimplikasi pada kuantitas dan kualitas kerja.
Gibson (2006) menyebutkan bahwa variabel yang secara langsung
mempengaruhi prilaku dan kinerja individu dalam konteks organisasi adalah
Individual, Psychological, Organizational. Variabel Individual terdiri atas :
Kemampuan dan keterampilan (mental, fisik); Latar belakang (keluarga, kelas
sosial, pengalaman); Demografi (umur, Ras, Sex). Variabel individual diatas
kemudian akan mempengaruhi prilaku individual (misalnya apa yang akan
dilakukannya) dan mempengaruhi kinerja (misalnya hasil apa yang
diinginkannya). Prilaku individual tersebut juga akan dipengaruhi oleh variabel
organisasional (sumberdaya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan disain
pekerjaan) serta dipengaruhi pula oleh variabel psikologis (persepsi, sikap,
keperibadian, pembelajaran dan motivasi). Kemampuan dan keterampilan (ability
and skills) mempunya peran yang sangat dominan terhadap prilaku dan kinerja
individu. Ability merupakan bakat dari lahir dan belajar yang memungkinkan
seseorang melakukan pekerjaan fisik atau mental (misalnya kemampuan
berkomunikasi, IQ). Skills merupakan kemampuan yang berhubungan dengan
pekerjaan, seperti kemampuan mengoperasikan komputer. Selain variabel diatas,
latar belakang, yang dipengaruhi oleh keluarga, kelas sosial, pengalaman dandemografi (umur dan/atau ras) juga ikut mempengaruhi kinerja para pengelola
keuangan desa.
2. Rerangka Teoritis Dan Pengembangan Hipotesis
2.1. Rerangka Teoritis
Sesuai dengan judul tulisan ini tentang tantangan pengelola keuangan desa
terhadap perubahan regulasi dan standar sistem pengelolaan keuangan desa
dengan terbitnya Undang-undang No. 6/2014 tentang Desa khususnya di
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
6/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
6
Kabupaten Sumbawa, maka fokus kajian dalam tulian ini adalah bagaimana
tantangan, baik internal dan ekternal yang dihadapi pengelola keuangan yang
berada di desa di Kabupaten Sumbawa (Kepala desa dan Perangkat Desa) untuk
bisa menuju terbentuknya pemerintahan desa yang baik (Good village
governance) dalam konsep self governing community (Otonomi Desa) melalui
perubahan regulasi dan standar dalam pengelolaan keuangan desa dengan
terbitnya UU No. 6/2014 tentang Desa beserta aturan turunannya. Pemodelan
konsep dan hipotesis dapat kami sampaikan seperti pada gambar dibawah ini :
2.1.1. Pengembangan Hipotesis
1) Desa
Secara universal desa dapat didefinisikan sebagai sebuahanglomerasi pemukiman di area pedesaan (rural) (Syachbrani, 2012).
Desa merupakan pembagian wilayah administratif di bawah kecamatan
yang dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Sejak diberlakukannya otonomi
daerah, istilah desa dapat disebut dengan nama lain misalnya, nagari di
Sumatera Barat, kampung di Papua dan Kalimantan dan istilah-istilah
lainnya di masing-masing daerah. Adanya penamaan yang berbeda-beda
itulah yang kemudian definisi desa mengakomodir berbagai perbedan
tersebut dituangkan dalam regulasi terbaru (UU No. 6/2014 tentang
Self governing
community
Good village
governance
Adanya Perubahan
Regulasi dan Standar (UU
No.6/2014 tentang Desa)
Variabel internal sebagai
pembentuk / pemengaruhSumberdaya manusia
Perangkat Desa sebagai
pengelola keuangan desa
Pengelola
Keuangan Desa
Sistem
Pengelolaan
Keuangan Desa
Variabel eksternal
dengan terbitnya UU
No.6/2014 tentang Desa
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
7/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
7
Desa), sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan pemerintah terhadap
asal-usul, adat istiadat masyarakat serta kearifan lokal desa. Desa juga
didefinisikan dalam beberapa pendapat, antara lain pendapat
Kartohadikusumo (1965) dalam Syachbrani (2012) yang menyebutkan
desa merupakan kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang
berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dan merupakan
pemerintahan terendah (di bawah kecamatan). Bintarto (1977) dalam
Syachbrani (2012) mendefinisikan desa sebagai sebuah perwujudan
geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomi-
politik, dan kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal-balik
dengan daerah lain.
Menurut UU Nomor 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, desa
didefinisikan sebagai suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah
penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Definisi tersebut terdapat perubahan
seperti disebutkan dalam Pasal 1 UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
disebutkan bahwa Desa adalah :
Desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,
dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintahan Desa merupakan salah satu institusi pemerintahan
yang keberadaannya telah diatur dalam konstitusi/perundang-undangan
Negara sebagai dasar hukumnya. Sebagai aturan secara khusus untuk
pemerintahan desa, pada masa Orde Baru telah diterbitkan UU Nomor
5/1979 tentang Pemerintahan Desa. Kemudian dengan adanya otonomi
daerah dengan berbagai dinamikanya terbitlah UU Nomor 6/2014 tentang
Desa. Dalam struktur pemerintahan nasional Indonesia, pemerintahan
desa berada tepat di bawah kecamatan didalam lingkup pemerintahan
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
8/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
8
daerah. Namun, kecamatan hanyalah berstatus sebagai struktur geografis,
bukan merupakan struktur koordinasi pemerintahan. Dengan kata lain,
bahwa instruksi kebijakan atau pola pemerintahan tetap dari pemerintah
kabupaten ke desa, tidak melalui kecamatan. Dengan adanya struktur
pemerintahan tersebut, maka pemerintah desa bertanggung jawab secara
vertikal kepada pemerintah kabupaten dalam hal ini kepada bupati.
Sedangkan untuk pertanggungjawaban secara horizontal adalah kepada
BPD dan masyarakat desa itu sendiri.
Dalam perubahan regulasi tentang desa saat ini, Camat atau
pemerintah kecamatan memiliki kewenangan yang kuat dan besar
terhadap desa karena Camat mendapatkan pelimpahan sebagian
kewenangan Bupati termasuk dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap desa serta yang paling nyata dan tegas adalah
kewenangan untuk dapat melakukan evaluasi terhadap Rancangan
Peraturan Desa termasuk Rancangan APBDesa (jika Bupati
melimpahkannya ke Camat). Terkait posisi pihak kecamatan terhadap
desa dalam konsep baru ini, didalam UU No. 6/2014 tentang Desa-pun
diatur dengan jelas posisi Camat (Pasal 48 dan pasal 53). Demikian juga
dalam PP 47/2015 tentang Perubahan PP 43/2014 tentang Petunjuk
Pelaksanaan UU No. 6/2014 tentang Desa, sebagaimana disebutkan
dalam pasal 41, 45, 105 dan 129.
2) Pengelola Keuangan Desa dalam Struktur Pemerintah Desa
Mengkaji tentang pengelola keuangan desa, maka akan
dideskripsikan bahwa pengelola keuangan desa sebagai sebuah entitasyang mandiri (Syachbrani (2012). Sebagai sebuah entitas mandiri, maka
desa tentunya memiliki otoritas yang mutlak untuk mengatur
pemerintahan termasuk pengelolaan keuangannya dimana kepala desa
berperan sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan di desa.
Sesuai Permendagri No. 113/2014 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa, disebutkan bahwa Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa adalah Kepala Desa atau sebutan nama lain yang karena
jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
9/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
9
pengelolaan keuangan desa. Kepala Desa dalam melaksanakan
pengelolaan keuangan desa dibantu oleh Pelaksana Teknis Pengelolaan
Keuangan Desa (PTPKD). Selain itu ada juga seorang Sekretaris Desa
yang bertindak selaku koordinator pelaksanaan pengelolaan keuangan
desa. Kemudian Kepala Seksi sebagai unsur dari pelaksana teknis sesuai
dengan bidangnya. Selanjutnya seorang Bendahara Desa yang merupakan
unsur staf sekretariat desa yang membidangi urusan administrasi
keuangan (Kepala Urusan Keuangan) untuk melaksanakan fungsi
penatausahaan keuangan desa.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, desa dipimpin oleh
seorang Kepala Desa. Dalam UU 5/1979 tentang Pemerintahan Desa,
Kepala desa dipilih langsung oleh masyarakatnya dengan masa jabatan
selama 6 (enam) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali
pada masa jabatan berikutnya. Perubahan tentang masa jabatan tersebut
kemudian ditetapkan dalam UU 6/2014 tentang Desa, bahwa Kepala Desa
memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal
pelantikan dan Kepala Desa tersebut juga dapat menjabat paling banyak 3
(tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-
turut. Namun dalam dalam melaksanakan tugasnya, dalam kedua regulasi
tersebut sama-sama menyatakan bahwa kepala desa disebutkan dibantu
oleh sekertaris desa dan beberapa perangkat desa. Menurut regulasi
sebelum ditetapkannya UU 6/2014 tentang Desa, perangkat desa yang
terdiri dari Sekretaris desa (termasuk dibawahnya Kepala urusan),
Perangkat teknis (Kepala Seksi) dan Perangkat kewilayahan (Kepala
Dusun) mengalami perubahan dari sisi jumlah. Jika sebelumnya KepalaSeksi ditentukan 4 (empat) seksi maka di regulasi terbaru tentang desa
ditentukan paling banyak 3 (tiga) demikian juga untuk kepala urusannya
ditentukan paling banyak 3 (tiga). Kepala dusun disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing desa serta disesuaikan dengan kemampuan
keuangan desa dalam hal penganggaran pembayaran penghasilan
tetapnya.
Para pengelola keuangan desa khususnya di Kabupaten
Sumbawa, dari Kepala Desa, Perangkat Desa (Sekretaris desa, perangkat
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
10/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
10
teknis dan perangkat kewilayahan) serta Bendahara Desa sebagian
merupakan orang-orang lama di pemerintahan desa. Lama dalam hal
ini kami maksudkan adalah orang-orang yang telah cukup lama bekerja
mengelola keuangan desa semenjak sebelum adanya regulasi perubahan
tentang desa. Lama juga kami maksudkan adalah orang-orang yang
pada saat ini telah belasan tahun menjadi perangkat desa. Sehingga
berdasarkan kondisi individu yang ada dengan tingkat pendidikan yang
sebagian besar sangat minim (hanya mengenyam pendidikan setingkat
SMP bahkan ada yang tidak tamat SD) tentu perubahan sistem
pengelolaan keuangan desa ini yang diikuti oleh sejumlah dana yang
cukup atau bahkan sangat besar bagi sebuah desa tentu akan menjadi
tantangan tersendiri bagi mereka. Dana yang besar akan diikuti oleh
pekerjaan yang lebih kompleks dan tanggungjawab yang lebih besar pula.
Untuk menghadapi implementasi perubahan sistem pengelolaan
keuangan desa ini, maka permasalahan yang muncul adalah kesiapan
sumberdaya manusia para perangkat desa sebagai pelaksananya.
Sumberdaya manusia ini harus dibenahi sehingga akan siap menghadapi
perubahan dalam rangka peningkatan kinerja pemerintah desa.
Peningkatan kompentensi ini dapat dilaksanakan secara terkoordinasi
dalam satu atap sehingga efisien dan efektif (Mauritz, 2008). Jadi
kepemimpinan seorang Kepala Desa dan sumberdaya manusia perangkat
desa yang dimiliki akan menentukan faktor-faktor lain seperti komitmen,
penyempurnaan administrasi, reward and punishment, serta keinginan
kuat untuk berhasil (Izzaty, 2011).
Sebagai salah satu organisasi sektor publik, desa saat ini tengahmenghadapi tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya
ekonomi dan biaya sosial serta dampak negatif atas aktivitas yang
dilakukan (Mardiasmo, 2009). Maka kualitas sumberdaya manusia
menjadi faktor internal yang memegang peranan penting berhasil
tidaknya suatu organisasi dalam mencapai tujuan sehingga perlu
diarahkan melalui manajemen sumber daya manusia yang efektif dan
efisien. Agar sumberdaya manusia mempunyai etos kerja tinggi,
terampil dan terlatih sebuah organisasi dapat melakukan pelatihan,
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
11/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
11
pendidikan, dan bimbingan bagi SDM. Hanya saja untuk menghasilkan
kinerja dan prestasi kerja yang tinggi seorang karyawan tidak hanya
perlu memiliki keterampilan, tetapi juga harus memiliki keinginan dan
kegairahan untuk berprestasi tinggi karena berkembang tidaknya suatu
organisasi, sangat ditentukan oleh anggota atau personel dari organisasi
itu sendiri (Izzaty, 2011). BPKP Perwakilan Sumatera Selatan (2015)
dalam Buku Saku Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa menyebutkan
bahwa dalam hal pengelolaan dana desa, teridentifikasi adanya risiko
terjadinya kesalahan baik bersifat administratif maupun substantif yang
dapat mengakibatkan terjadinya permasalahan hukum mengingatkan
belum memadainya kompetensi kepala desa dan aparat desa dalam hal
penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa.
3) Sistem Pengelolaan Keuangan Desa
Secara kelembagaan, desa sebagaimana diatur dalam UU No.
6/2014 tentang Desa menjadi landasan yuridis dalam melakukan
pengelolaan keuangan secara mandiri. Dalam regulasi tersebut
diantaranya telah pula diatur tentang pengelolaan keuangan desa mulai
dari yang bersifat umum sampai penjelasan terperincinya. Sebagaimana
siklus pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Permendagri No.
21/2011 tentang perubahan ke-2 Permendagri No. 13/2006 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah, maka pengelolaan keuangan desa-pun
diatur dengan mengadopsi konsep dan pola yang hampir sama dan
dituangkan dalam Permendagri No. 113/2014 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Desa.Dalam Permendagri No. 37/2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Desa sebagai pedoman umum tentang tata cara pelaporan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa hanya mengatur
tentang ketentuan umum, sumber pendapatan, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDesa), pengelolaannya termasuk pembentukan Badan
Usaha Milik Desa (BUMDes), namun secara lebih terperinci diatur lagi
dalam Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
diatur terperinci sesuai siklus pengelolaan keuangan daerah. Terkait
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
12/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
12
dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa), yang sebelumnya telah
diatur tersendiri dalam Permendagri No. 39/2010 (BUMDesa) saat ini
sesuai amanat UU No. 6/2014 diatur lebih tegas dan jelas dalam
PermenDesaPDTT No. 4/2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan
Pengelolaan, dan Pembubaran BUM Desa. Dalam Permendagri No.
37/2007 maupun Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa dijelaskan bahwa, keuangan desa adalah semua hak dan
kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat
dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang
behubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Terkait dengan
pendapatan, Permendagri No. 37/2007 menyebutkan keuangan desa
bersumber dari Pendapatan Asli Desa (PAD), dana dari Pemerintah dan
hasil dari BUMDes. Sedangkan dalam Permendagri No. 113/2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa, pada pasal 8 disebutkan bahwa Pendapatan
Desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang
merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu
dibayar kembali oleh desa. Lebih lanjut disebutkan bahwa Pendapatan
Desa terdiri atas kelompok: Pendapatan Asli Desa (Hasil usaha, Hasil
aset, Swadaya, partisipasi dan Gotong royong; dan Lain-lain pendapatan
asli desa (hasil pungutan desa); Transfer (Dana Desa, Bagian dari Bagi
Hasil Pajak Daerah Kabupaten dan Retribusi Daerah, Alokasi Dana Desa
(ADD), Bantuan Keuangan dari APBD Provinsi; dan Bantuan Keuangan
APBD Kabupaten); dan Pendapatan Lain-Lain (Hibah dan Sumbangan
dari pihak ketiga yang tidak mengikat).
a)
PerencanaanAnggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut
APBDesa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. Dalam
APBDesa tersebut tertuang rencana keuangan desa dalam satu tahun yang
memuat perkiraan pendapatan, rencana belanja, rencana pembiayaan yang
dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah desa dan BPD yang
ditetapkan melalui Perdes (Pasal 20 Permendagri No. 113/2014 tentang
Pengelolaan Keuangan Desa). APBDesa menggambarkan susunan
perencanaan penyelenggaraan pemerintahan desa yang keluarannya
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
13/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
13
berupa pelayanan publik, pembangunan, pemberdayaan dan perlindungan
masyarakat.
Dalam Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Desa (Pasal 20) Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa
tentang APBDesa berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Desa
(RKPDesa) tahun berkenaan. Sekretaris Desa menyampaikan rancangan
Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Kepala Desa. Rancangan
peraturan Desa tentang APBDesa disampaikan oleh Kepala Desa kepada
Badan Permusyawaratan Desa untuk dibahas dan disepakati bersama dan
disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati
bersama BPD disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati melalui
Camat paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dilakukan
evaluasi.
Selanjutnya Bupati menetapkan hasil evaluasi Rancangan
APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa. Selanjutnya Bupati tidak
memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu yang ditentukan maka
Peraturan Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Ketika Bupati
menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa
tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan
Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentangAPBDesa menjadi Peraturan Desa, Bupati membatalkan Peraturan Desa
dengan Keputusan Bupati. Pembatalan Peraturan Desa sekaligus
menyatakan berlakunya pagu APBDesa tahun anggaran sebelumnya. Saat
terjadi pembatalan Peraturan Desa oleh Bupati, maka Kepala Desa hanya
dapat melakukan pengeluaran terhadap operasional penyelenggaraan
Pemerintah Desa.
Kepala Desa harus memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa
Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
14/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
14
Kepala Desa bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud. Bupati
dapat mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang
APBDesa kepada Camat. Camat menetapkan hasil evaluasi Rancangan
APBDesa paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa. Ketika Camat tidak
memberikan hasil evaluasi dalam batas waktu tersebut, maka Peraturan
Desa tersebut berlaku dengan sendirinya. Demikian juga saat Camat
menyatakan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa
tidak sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi, Kepala Desa melakukan penyempurnaan
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi.
Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala
Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa
menjadi Peraturan Desa, Camat menyampaikan usulan pembatalan
Peraturan Desa kepada Bupati. Berkaitan dengan pendelegasian evaluasi
Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Camat akan diatur
dalam Peraturan Bupati.
b)
Pelaksanaan
Dalam pelaksanaan pemerintahan, pemerintah desa wajib
mengelola keuangan desa secara transparan, akuntabel dan partisipatif.
Transparan berarti dikelola secara terbuka, akuntabel berarti
dipertanggungjawabkan secara hukum, dan partisipatif bermakna
melibatkan masyarakat dalam prosesnya. Kepala desa sebagai kepala
pemerintahan desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan
desa yang mewakili pemerintah dalam kepemilikan kekayaan desa. Tugasdan kewenangan kepala desa dalam kaitan pengelolaan keuangan antara
lain; menetapkan kebijakan pengelolaan barang desa, dan menetapkan
kebijakan pelaksanaan APBDesa, dan menetapkan Bendahara Desa.
Kepala desa dibantu oleh sekertaris desa sebagai koordinator pelaksana
pengelolaan keuangan desa dan pelaksana teknis pengelolaan keuangan
desa lainnya.
Kaitan dengan pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Desa diatur
dalam Pasal 24 (Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
15/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
15
Keuangan Desa). Disebutkan bahwa semua penerimaan dan pengeluaran
desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui
rekening kas desa. Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus
didukung oleh bukti yang lengkap dan sah. Pemerintah desa dilarang
melakukan pungutan sebagai penerimaan desa selain yang ditetapkan
dalam peraturan desa.
Bendahara dapat menyimpan uang dalam Kas Desa pada jumlah
tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa.
Pengaturan jumlah uang dalam kas desa ditetapkan dalam Peraturan
Bupati. Terkait dengan batasan jumlah uang dalam kas, Kabupaten
Sumbawa telah menetapkan bahwa jumlah maksimal uang dalam kas
adalah Rp. 5.000.000 (Lima juta rupiah) sebagaimana dalam pasal 31
Perbup Sumbawa No. 12/2015 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Desa. Untuk pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa
tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang
APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa. Sedangkan untuk
Pengeluaran desa berupa belanja pegawai yang bersifat mengikat dan
operasional perkantoran dapat dicairkan melalui penetapan Peraturan
Kepala Desa. Untuk penggunaan biaya tak terduga terlebih dulu harus
dibuat Rincian Anggaran Biaya yang telah disahkan oleh Kepala Desa.
Pelaksana Kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan
kegiatan harus disertai dengan dokumen antara lain Rencana Anggaran
Biaya (RAB). RAB di verifikasi oleh Sekretaris Desa dan di sahkan oleh
Kepala Desa. Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan
pengeluaran yang menyebabkan atas beban anggaran belanja kegiatandengan mempergunakan buku pembantu kas kegiatan sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan didesa. Berdasarkan rencana
anggaran biaya tersebut pelaksana kegiatan mengajukan Surat Permintaan
Pembayaran (SPP) kepada Kepala Desa. SPP dimaksud tidak boleh
dilakukan sebelum barang dan atau jasa diterima. Pengajuan SPP terdiri
atas: permintaan pembayaran, pernyataan tanggungjawab belanja; dan
lampiran bukti transaksi.
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
16/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
16
Pada Pasal 30 Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa diatur secara rinci tentang proses pelaksanaan
pembayaran atas sebuah kegiatan di desa. Pada tahapan ini Sekretaris
Desa berkewajiban untuk:
1.Meneliti kelengkapan permintaan pembayaran di ajukan oleh
pelaksana kegiatan;
2.Menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBdes yang
tercantum dalam permintaan pembayaran;
3.Menguji ketersedian dana untuk kegiatan dimaksud; dan
4.Menolak pengajuan permintaan pembayaran oleh pelaksana kegiatan
apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Berdasarkan SPP yang telah di verifikasi Sekretaris Desa tersebut, Kepala
Desa menyetujui permintaan pembayaran dan bendahara melakukan
pembayaran. Jika pembayaran yang telah dilakukan, maka selanjutnya
bendahara melakukan pencatatan pengeluaran. Bendahara desa sebagai
wajib pungut pajak penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib
menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya
ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan peraturan
bupati dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan (Perpres No. 54/2010 tentang Pengadaan barang/jasa
pemerintah beserta perubahannya). Lembaga Kebijakan Pengadaan
Pemerintah (LKPP) Republik Indonesia telah menetapkan Perka LKPP RI
No. 13/2013 tentang Tata Cara Pengadaan Barang Jasa di Desa yangselanjutnya menjadi acuan pemerintah daerah untuk membuat turunan
regulasinya. Implementasinya, di Kabupaten Sumbawa telah ditetapkan
Perbup Sumbawa No. 16/2015 tentang Pedoman Pengadaan Barang/jasa
di Desa.
Perubahan Peraturan Desa tentang APBDesa dapat dilakukan
apabila terjadi:
1.Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran antar jenis
belanja;
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
17/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
17
2.Keadaan yang menyebabkan sisa lebih perhitungan anggaran (SilPA)
tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
3.
Terjadi penambahan dan/atau pengurangan dalam pendapatan desa
pada tahun berjalan; dan/atau
4.Terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis
ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan;
5.Perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah dan Pemerintah
Daerah.
Perubahan APBDesa hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun anggaran. Tata cara pengajuan perubahan APBDesa adalah sama
dengan tata cara penetapan APBDesa. Dalam hal bantuan keuangan dari
APBD Provinsi dan APBD Kabupaten serta hibah dan bantuan pihak
ketiga yang tidak mengikat ke desa disalurkan setelah ditetapkannya
Peraturan Desa tentang Perubahan APB Desa, perubahan diatur dengan
Peraturan Kepala Desa tentang perubahan APBDesa. Perubahan
APBDesa tersebut diinformasikan kepada BPD.
c)Penatausahaan
Bendahara Desa adalah yang berkewajiban melakukan
penatausahaan keuangan di desa. Bendahara Desa wajib melakukan
pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup
buku setiap akhir bulan secara tertib. Bendahara Desa wajib
mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban.
Laporan pertanggungjawaban tersebut disampaikan setiap bulan kepada
Kepala Desa dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya (Pasal 35).
Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran keuangan desa,menggunakan: buku kas umum, buku Kas Pembantu Pajak dan buku
Bank.
d)Pelaporan
Bila ditinjau dari perspektif Standar Akuntansi Pemerintah,
desa merupakan entitas pelaporan. Hal ini tidak lepas dari karakteristik
yang dimiliki desa, antara lain; dibentuk dengan peraturan perundang-
undangan, memperoleh anggaran dari APBN dan atau ABPD serta
adanya kewajiban Kepala Desa untuk mempertanggungjawabkan
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
18/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
18
pelaksanaan tugasnya kepada BPD sebagai lembaga yang
merepresentasikan rakyat didesa terkait. Karakteristik ini sesuai dengan
ciri entitas pelaporan sebagaimana yang dimaksud dalam paragrap 11
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) Nomor 11 yang
merupakan lampiran PP No. 71/2010 tentang Sistem Akuntansi
Pemerintahan. Junaidi (2015) menyebutkan bahwa pemberlakuan UU No.
6/2014 tentang Desa telah menetapkan entitas desa sebagai entitas
pelaporan. Entitas desa memiliki kewenangan yang lebih besar dalam hal
belanja termasuk kewenangan untuk membentuk badan usaha desa.
Kewenangan tersebut telah diatur oleh negara dalam beberapa runtutan
konstitusi secara hukum. Dalam UU No. 5/1979 Tentang Pemerintahan
Desa dan UU No. 32/2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dijelaskan
bahwa desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berwenang
untuk mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri.
Laporan kinerja yang harus dilaporkan pemerintah desa,
terkandung didalamnya Laporan Keuangan yang menggambarkan
pengelolaan keuangan Pemerintah Desa selama tahun anggaran dan
selama periode pemerintahan Kepala Desa. Pelaporan tersebut dijelaskan
pada pasal 37 ayat 5 sampai ayat 10 dalam Permendagri No. 35/2007
Tentang Pedoman Umum Tata Cara Pelaporan dan Pertanggungjawaban
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan dipertegas lagi dalam regulasi
terbaru yakni dalam Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa (Pasal 1 ayat 6) yang menyebutkan bahwa Pengelolaan
Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban. Padapasal 37 Permendagri No. 113/2014 disebutkan bahwa Kepala Desa
menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati
berupa: laporan semester pertama; dan laporan semester akhir tahun.
Dalam Permendagri No. 113/2014 tersebut secara umum digambarkan
bahwa Pemerintah Desa berkewajiban melaporkan penyelenggaraan
pemerintahan desa khususnya terkait pengelolaan keuangan desa kepada
Bupati dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). BPD yang merupakan
perwakilan masyarakat desa memiliki fungsi penting sebagai lembaga
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
19/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
19
yang melakukan fungsi pengawasan dan legislasi di desa, karena bentuk
pertanggungjawaban tersebut ditetapkan dalam Peraturan Desa (Pasal 38
ayat 3 Permendagri No. 113/2014).
Komposisi laporan keuangan pemerintah desa sejatinya juga
mengikuti laporan keuangan pemerintah sesuai PSAP Nomor 01 paragraf
14 yang merupakan lampiran PP No. 71/2010 tentang Sistem Akuntansi
Pemerintahan disebutkan bahwa laporan keuangan terdiri atas:
1.
Laporan Pelaksanaan Anggaran (Laporan Realisasi Anggaran,
Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih)
2. Laporan Finansial (Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas,
Laporan Perubahan Ekuitas, Catatan atas Laporan Keuangan)
Namun, dalam regulasi terbaru tentang desa, khususnya keuangan desa,
pemerintah hanya menetapkan laporan wajib yang sangatlah sederhana.
Sesuai amanat Permendagri No. 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan
Negara, pada pasal 43 disebutkan bahwa Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pengelolaan Keuangan Desa diatur dalam Peraturan Bupati. Memenuhi
hal tersebut maka di Kabupaten Sumbawa diterbitkanlah Peraturan Bupati
Sumbawa No. 12/2015 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa
dimana pada Pasal 51 menyebutkan bahwa Bukti-bukti pengeluaran yang
lengkap dan sah sebagai dasar penyusunan laporan realisasi dan laporan
pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APB Desa disimpan dan
dipergunakan oleh Pemerintah Desa untuk kepentingan pemeriksaan.
Hal diatas sedikit berbeda dengan aturan sebelumnya
(Permendagri No. 37/2007) dimana pemerintah desa sebagai pengelola
keuangan desa melampirkan beberapa dokumen lain sebagai kelengkapanlaporan kepada Bupati. Secara umum, tujuan laporan keuangan disusun
adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban entitas ekonomi atas
penggunaan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki dalam suatu
periode tertentu. Pada Pasal 37 (Permendagri No. 113/2014) Kepala Desa
menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati
berupa: laporan semester pertama dan laporan semester akhir tahun.
Laporan semester pertama berupa laporan realisasi APBDesa. Laporan
realisasi pelaksanaan APBDesa tersebut disampaikan paling lambat pada
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
20/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
20
akhir bulan Juli tahun berjalan. Laporan semester akhir tahun disampaikan
paling lambat pada akhir bulan Januari tahun berikutnya.
Dari tujuan umum tersebut, dapat disimpulkan beberapa manfaat
pentingnya laporan keuangan bagi pemerintah desa (Syachbrani, 2012),
antara lain:
1.
Mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi dan kebermanfaatan
pengelolaan sumber daya ekonomi oleh pemerintah desa dalam satu
tahun anggaran.
2.Mengetahui nilai kekayaan bersih yang dimiliki desa sampai dengan
posisi terakhir periode pelaporan.
3.
Sebagai alat evaluasi yang lebih informatif tentang kinerja aparatur
desa utamanya kepala desa.
4.Sebagai sarana pengendalian terhadap kemungkinan terjadinya praktik
penyalahgunaan ataupun penyimpangan sumber-sumber ekonomi yang
dimiliki desa.
5.Sebagai wujud riil implementasi azas transparansi dan akuntabilitas
yang diamanatkan peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan
model praktis bagi entitas lain.
e)Pertanggungjawaban
Pasal 38 (Permendagri No. 113/2014), menerangkan bahwa
Kepala Desa menyampaikan laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDesa kepada Bupati setiap akhir tahun anggaran.
Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa terdiri dari
pendapatan, belanja dan pembiayaan. Laporan pertanggungjawaban
realisasi pelaksanaan APBDesa ditetapkan dengan Peraturan Desa.Peraturan Desa tentang laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDesa dilampiri:
1. Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun
Anggaran berkenaan;
2. Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran
berkenaan (Permendagri No. 4/2007 tentang Pengelolaan Kekayaan
Desa); dan
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
21/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
21
3. Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke
desa.
Selanjutnya dalam Pasal 39 diatur bahwa Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa merupakan bagian
tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan
APBDesa diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan
media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat. Media informasi
antara lain papan pengumuman, radio komunitas, dan media informasi
lainnya dengan berpedoman pada UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan
Informasi dan PP No. 61/2010 tentang Petunjuk pelaksanaan UU No.
14/2008 tentang Sistem Keterbukaan Informasi.
Laporan realisasi dan laporan pertanggungjawaban realisasi
pelaksanaan APBDesa disampaikan kepada Bupati melalui camat.
Laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan APBDesa
disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah akhir tahun anggaran
berkenaan. Dalam usaha untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut diatas
maka dalam proses pengelolaan dana desa sangat diperlukan adanya
akuntabilitas agar semua kegiatan pemerintahan desa dapat berhasil.
Akuntabilitas sendiri merupakan prinsip pertanggungjawaban publik yang
berarti bahwa proses penganggaran keuangan mulai dari proses
perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat
dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Masyarakat
tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi juga
berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupunpelaksanaan anggaran tersebut. Oleh karena itu, dengan adanya
akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa maka penyerapan anggaran
dapat terjadi secara maksimal karena mendapat pengawasan langsung dari
masyarakat. Akuntabilitas dalam sistem pengelolaan dana pemerintahan
desa juga dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang baik. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Haryanto
(2007) yang dikutip dari Subroto (2009) dalam Syachbrani (2010) bahwa
prinsip atau kaidah-kaidah pemerintahan yang baik adalah adanya
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
22/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
22
partisipasi, transparansi dan pertanggungjawaban dalam pelaksanaan
pemerintahan dan pembangunan. Pengelola keuangan desa sebagai bagian
dari pelaksanaan pembangunan di desa, sudah seharusnya memegang
teguh prinsip-prinsip yang merupakan indikator pemerintahan yang baik
tersebut.
3. Kesimpulan
Dr. Jan Hoesada, CPA. dari Komite Standar Akuntansi Pemerintah
(KSAP) menyatakan dalam tulisannya tentang Desa, bahwa penyusunan regulasi
tentang akuntansi dan pelaporan laporan keuangan desa harus dirangkai secara
amat hati-hati. Sependapat dengan hal tersebut, kondisi SDM perangkat desa
sebagai pengelola keuangan desa yang ada di Kabupaten Sumbawa sebagian
besar jika dilihat dari usia, tingkat pendidikannya dapat diprediksikan akan
memiliki tantangan besar dalam menjalankan sistem dan mekanisme pengelolaan
keuangan. Perubahan regulasi tentang desa yang ditandai oleh terbitnya UU No.
6/2014 tentang Desa dan diikuti oleh berbagai regulasi turunan dan/atau regulasi
lama yang masih dipergunakan, membuat para pengelola keuangan desa harus
memiliki kemampuan dalam menginterpretasikan dan mengimplementasikan
dengan baik sehingga terhindar dari berbagai persoalan hukum nantinya.
Pengelolaan keuangan desa menurut Permendagri 113/2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Desa bersumber dari Pendapan Asli Desa (PADesa), Hasil Aset Desa,
Lain-lain PADesa yang sah, Pendapatan Transfer (Dana Desa dari APBN, ADD
dan Bagian bagi hasil pajak dan retribusi daerah dari APBD serta pendapatan
lain-lain) mengharuskan perangkat desa mempunyai pengetahuan yang memadai
mengenai penatausahaan pengelolaan keuangan. Pemahaman yang baik atasPengelolaan Keuangan Desa akan sangat membantu para Kepala Desa dan
perangkat desa lainnya termasuk bendahara desa. Dalam hal ini, pemerintah
daerah memainkan peranan yang sangat penting dalam memberikan perhatian
atas kapabilitas para penyelenggara pengelola keuangan desa, dengan membuat
suatu petunjuk pengelolaan keuangan desa yang lebih rinci dalam rangka
penyeragaman penyelenggaraan penatausahaan dan pertanggungjawaban
keuangan desa.
-
7/23/2019 Johan Satriajaya - Tantangan Pengelola Keuangan Desa Dalam Implementasi UU No. 6 Tahun 2014
23/23
Artikel Tugas ASP UTS I
[TANTANGAN PENGELOLA KEUANGAN DESA TERHADAP PERUBAHAN REGULASI DAN
STANDAR SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DI KABUPATEN SUMBAWA
23
Tingkat akuntabilitas dalam implementasi pengelolaan dana desa dimulai
dari perencanaan sampai pertanggungjawaban. Secara umum, pengelolaan
keuangan desa harus berpedoman pada minimal prinsip-prinsip berikut:
1.Pengelolaan keuangan direncanakan secara terbuka melalui musyawarah
perencanaan pembangunan desa yang hasilnya dituangkan dalam Perdes
tentang APBDesa, serta dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dan
melibatkan seluruh unsur masyarakat desa.
2.
Seluruh kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara administrasi,
teknis, dan hukum.
3.Informasi tentang keuangan desa secara transparan dapat diperoleh oleh
masyarakat.
4.Pengelolaan keuangan dilaksanakan dengan prinsip hemat, terarah, dan
terkendali.
5.Masyarakat baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan dapat
melakukan pengawasan atas pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh
pemerintah desa.
Saat ini terkait kewenangan, pemerintah telah menerbitkan regulasi yang
lebih tegas tentang kewenangan desa. Kewenangan desa tersebut diatur dalam
UU No. 6/2014 tentang Desa pada Pasal 18. Sebagai Petunjuk Pelaksanaan UU
No. 6/2014 tentang Desa, PP No. 47/2015 tentang perubahan PP No. 43/2014
juga mengatur tentang penegasan tentang kewenangan desa (Pasal 34). Sebagai
turunannya terkait tentang kewenangan kemudian diatur lebih rinci dalam
PermenDesaPDTT No. 1/2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak
Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Kewenangan pengelolaan
keuangan berimplikasi bahwa pemerintah desa wajib melaporkan kinerjanyakepada Pemerintah (termasuk pemerintah daerah) dan masyarakat desa (BPD).
Pada dasarnya semua entitas atau kelompok yang menggunakan dana pemerintah
/ masyarakat dalam aktivitasnya, harus untuk membuat pertanggungjawaban
penggunaan dana tersebut dengan melaporkan kegiatan ekonominya selama
periode tertentu dengan tujuan utama sebagai alat evaluasi kinerja dalam kurun
waktu tersebut. Tuntutan pelaporan tersebut sejalan dengan semangat good
governance yang tengah digadang-gadangkan dalam kehidupan pemerintahan
modern.