Jaundice Baby

37
Bayi kuning Ikterus neonatorum merupakan temuan umum. Banyak bayi, sebanyak 30-50% dari bayi normal cukup bulan, memiliki penyakit kuning 3-5 hari setelah kelahiran. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ini disebabkan imaturitas enzim glucuronosyltransferase hepatik, yang bertanggung jawab untuk glukronidasi dari bilirubin. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terjadi kemudian pada periode perinatal mungkin berhubungan dengan menyusui yang disebut breastmilk jaundice. Meningkatnya level bilirubin tak terkunjugasi di darah dapat disebabkan oleh haemolisis, sepsis, hipotiroidisme atau stenosis pilorus. Sebaliknya, hiperbilirubinemia terkonjugasi hampir selalu mencerminkan disfungsi hati, yang mungkin karena banyak gangguan yang berbeda, seperti sindrom hepatitis neonatal, atresia bilier atau sindrom kekurangan duktus, semua ini memiliki akibat jangka panjang yang berbeda. Penyebab penyakit hati harus ditentukan sedini mungkin untuk memulai pengobatan yang tepat atau memberikan terapi suportif. Praktek saat ini yang terbaik adalah menyelidiki penyakit kuning pada setiap bayi yang berusia 14 hari tua, untuk menentukan adanya hiperbilirubinaemia terkonjugasi atau tak terkonjugasi. Hiperbilitubinemia Tak Terkonjugasi Bilirubin, produk pemecahan dari heme adalah sangat beracun. Ketika ia mengikat makromolekul seluler, seperti di jaringan neural dapat menyebabkan kerusakan, mengganggu proses metabolisme dan menyebabkan kematian sel. Bilirubin biasanya terikat dengan

Transcript of Jaundice Baby

Bayi kuning

Ikterus neonatorum merupakan temuan umum. Banyak bayi, sebanyak 30-50% dari bayi normal

cukup bulan, memiliki penyakit kuning 3-5 hari setelah kelahiran. Hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi ini disebabkan imaturitas enzim glucuronosyltransferase hepatik, yang bertanggung

jawab untuk glukronidasi dari bilirubin. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terjadi kemudian

pada periode perinatal mungkin berhubungan dengan menyusui yang disebut breastmilk

jaundice. Meningkatnya level bilirubin tak terkunjugasi di darah dapat disebabkan oleh

haemolisis, sepsis, hipotiroidisme atau stenosis pilorus. Sebaliknya, hiperbilirubinemia

terkonjugasi hampir selalu mencerminkan disfungsi hati, yang mungkin karena banyak gangguan

yang berbeda, seperti sindrom hepatitis neonatal, atresia bilier atau sindrom kekurangan duktus,

semua ini memiliki akibat jangka panjang yang berbeda. Penyebab penyakit hati harus

ditentukan sedini mungkin untuk memulai pengobatan yang tepat atau memberikan terapi

suportif. Praktek saat ini yang terbaik adalah menyelidiki penyakit kuning pada setiap bayi yang

berusia 14 hari tua, untuk menentukan adanya hiperbilirubinaemia terkonjugasi atau tak

terkonjugasi.

Hiperbilitubinemia Tak Terkonjugasi

Bilirubin, produk pemecahan dari heme adalah sangat beracun. Ketika ia mengikat

makromolekul seluler, seperti di jaringan neural dapat menyebabkan kerusakan, mengganggu

proses metabolisme dan menyebabkan kematian sel. Bilirubin biasanya terikat dengan albumin

dalam kompartemen vaskular, konsentrasi dari bilirubin bebas yang mampu menyebar ke

jaringan otak sangat rendah. Beberapa parameter mempengaruhi tingkat bilirubin bebas:

produksi bilirubin tak terkonjugasi, konsentrasi albumin serum, dan konsentrasi kompetitor

bilirubin yang juga berikatan dengan albumin. Hal ini meliputi: obat yang biasa digunakan

seperti sulfonamid, furosemide dan benzoat, asam lemak bebas, termasuk infus lipid untuk

nutrisi parenteral total, dan produk pecahan lainnya dari hemolisis sel darah merah. Bayi

prematur lebih rentan terhadap neurotoksisitasbilirubin dibandingkan bayi cukup bulan, suatu

kecenderungan yang mungkin diciptakan oleh dehidrasi, yang menyebabkan hiperosmolalitas,

asidosis dan hipoksia. Kern ikterus adalah akibat yang paling serius dari hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi, dan berkembang dari ikatan bilirubin di area spesifik dari otak seperti ganglia

basalis.Ini dapat berakibat fatal atau dapat menyebabkan gangguan gerak yang parah

(koreoatetosis), retardasi mental, dan tuli.

Kuning Fisiologis

Ketika aktivitas glucuronosyltransferase bilirubin hepatic rendah pada saat lahir, hampir semua

bayi baru lahir memiliki hiperbilirubinemia pada minggu pertama kehidupan. Bilirubin tak

terkonjugasi serum mendominasi sedangkan bilirubin terkonjugasi rendah atau tidak terdeteksi.

Kira-kira setengah dari bayi cukup bulan mengalami kuning; kuning yang lebih parah (bilirubin

serum ≥ 200 µmmol/L) terjadi pada 8-20% pada minggu pertama kehidupan. Faktor yang terkait

dengan kuning yang parah termasuk pemberian ASI, penurunan berat badan berlebihan pada

masa perinatal (> 7% dari berat lahir), diabetes melitus ibu, memar, dan induksi persalinan

dengan oksitosin. Tingkat keparahan dan durasi kuning dapat meningkat pada bayi yang lahir

prematur. Bayi di Asia Timur, Inuit, atau perkawinan Indian Amerika Utara cenderung memiliki

penyakit kuning yang lebih parah, dengan sebanyak 24-54% bilirubin serum > 200 µmmol/L

yang terus meningkat. Secara umum, puncak kuning fisiologis pada hari ke-3 kehidupan,

meskipun hiperbilirubinemia dapat bertahan sebagai selama 2 minggu.

Mekanisme dari kuning fisiologis yang berat masih belum diketahui pasti, dan sementara

faktor lingkungan tidak dapat dieksklusi sepenuhnya, kontrol genetik dari produksi dan keluaran

bilirubin tampaknya paling penting. Terdapat suatu peningkatan muatan bilirubin karena umur

sel darah merah yang pendek, meningkatnya aktivitas sirkulasi enterohepatik, dan serapan

bilirubin oleh hepatosit yang efisien karena ekspresi ligandin imatur secara relatif, yang

memediasi penyerapan anion organik, selain ketidakmatangan glucuronosyltransferase bilirubin

hepatik. Bayi yang memiliki kelainan pada glucuronosyltransferase bilirubin yang menyebabkan

sindrom Gilbert sendiri atau sebagai penyerta defisiensi glukosa-6-posfatase dehidrogenase,

mempunyai risiko yang lebih besar untuk kuning fisiologis yang berat dan kuning karena ASI.

Pengobatan

Perawatan mungkin tidak diperlukan dalam kebanyakan kasus. Fototerapi harus dimulai untuk

bayi yang cukup bulan hanya ketika serum bilirubin total > 300 µmmol/L. Keputusan ini

kompleks dan tidak hanya bergantung pada konsentrasi dan laju kenaikan bilirubin, tetapi juga

pada berat badan dan usia gestasional dari bayi, usia postnatal, tingkat dimana bilirubin

dihasilkan dan kecukupan bilirubin yang berikatan dengan albumin. Banyak uji klinis telah

didemonstrasikan mengenai efektivitas fototerapi untuk penurunan hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi (bilirubin > 300 µmmol /L) pada bayi cukup bulan dan pada bayi prematur dengan

bilirubin serum > 200 µmmol /L. Suhu tubuh dan status cairan harus dimonitor, kehilangan

cairan mungkin berlebihan, terutama menyebabkan peningkatan insensible loss dan tambahan

berupa tinja yang berair. Penutup mata diperlukan. Bayi mungkin lebih mudah rewel, sehingga

interaksi dengan orang tua menjadi terganggu. Untuk bayi dari etnis perkawinan campuran,

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang berat mungkin sering terjadi bahkan dalam ketiadaan

hemolisis, transfusi tukar tetap menjadi terapi yang mungkin dipertimbangkan untuk mencegah

kernikterus, meskipun pengobatan tin-protoporphyrin digunakan di masa lalu. Transfusi tukar

mungkin diperlukan untuk mencegah kemungkinan kernikterus dalam bayi dengan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang berat. Hasilnya akan lebih buruk untuk bayi prematur

dan dengan penyerta anemia hemolitik.

Breastmilk Jaundice

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang cukup berat yang berhubungan dengan menyusui

umumnya sering terjadi, pada 0,5-2% dari bayi yang baru lahir yang sehat. Kuning dapat

berkembang setelah hari keempat kehidupan (pola awal) atau menuju akhir minggu pertama

kehidupan (pola akhir) dan biasanya puncak sekitar akhir minggu kedua kehidupan. Kuning

mungkin tumpang tindih dengan kuning fisiologis atau berlarut-larut dan berlangsung 1-2 bulan.

Etiologi masih belum jelas. Kontaminasi ASI dengan steroid seperti pregnanediol mungkin

terlihat. ASI mungkin berisi sub-endogen, seperti asam lemak bebas, yang menggantikan

bilirubin dalam usus dan meningkatkan sirkulasi bilirubin enterohepatik, meskipun peningkatan

asam lemak bebas tidak ditemukan dalam ASI yang baru diperas dari ibu bayi dengan breastmilk

jaundice. Sebuah hipotesis alternatif bahwa ASI mengandung β-glukuronidase, menyebabkan

dekonjugasi dari gugus glukuronida dari bilirubin terkonjugasi dan reabsorpsi serangkaian

bilirubin. Bayi yang diberi ASI fesesnya sedikit dan mengeluarkan empedu sedikit di feses

dibandingkan bayi yang diberi susu botol, yang dapat meningkatkan penyerapan bilirubin dan

berkontribusi terhadap hiperbilirubinemia. Pemberian ASI yang lebih sering dapat meningkatkan

motilitas usus dan keluaran tinja. Bayi dengan Sindrom Gilbert dapat memiliki risiko yang lebih

besar untuk mengalami breast milk jaundice.

Diagnosis klinis: bayi yang mendapat ASI secara eksklusif dengan hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi, normal bilirubin terkonjugasi, jumlah hemoglobin dan retikulosit normal, tidak ada

ketidakcocokan golongan darah ibu, dan pemeriksaan fisik normal kecuali untuk kuning. Kondisi

ini lebih umum terjadi pada bayi laki-laki. Diagnosis didukung oleh penurunan bilirubin serum

(≥ 50% dalam 1-3 hari) jika ASI terganggu selama 48 jam. Breastmilk jaundice yang

berlangsung 1-2 bulan membutuhkan pengawasan oleh dokter untuk menyingkirkan penyakit

hati. Tinja yang berwarna pucat, jika diperhatikan, sangat mengarah ke penyakit hati, tetapi

pengawasan bilirubin terkonjugasi serum merupakan strategi yang dapat diterapkan.

Penyakit Sistemik

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi sering diasosiasikan dengan penyakit sistemik. Hemolisis

dari beberapa etiologi apapun meningkatkan jumlah bilirubin dan mencakup: ketidakcocokan

Rhesus dan ABO dengan Coombs positif, defisiensi G6PD, kecacatan membrane eritrosit, dan

sferositosit . Penyakit hemolysis yang berat karena etiologi apapun dapat mengakibatkan kuning

yang berat terkait dengan kernikterus dan membutuhkan pengobatan agresif dengan fototerapi

dan atau transfuse tukar. Memar, perdarahan pada jaringan otak atau paru-paru, dan polisitemia

neonatal juga meningkatkan jumlah bilirubin.

Hubungan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dengan hipotiroidisme kongenital

didasarkan pada awal observasi. Mekanisme kuning tidak diketahui, tetapi fungsi tiroid harus

dievaluasi pada setiap neonatus dengan kuning.

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi juga ditemukan dengan stenosis pilori dan bentuk

lain dari obstruksi usus bagian atas, yang dapat diatasi dengan cepat setelah pyloric myotomy.

Mekanisme masih belum jelas. Suatu penjelasan yang sering dikemukakan adalah bahwa bayi

yang memiliki Sindrom Gilbert dan berkembang menjadi hiperbilirubinemia tak

terkonjugasidapat karena asupan oral yang kurang.

Kondisi patologis lainnya yang terkait dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

meliputi sepsis, hipoksia, hipoglikemia, galaktosemia, dan intoleransi fruktosa.

Kelainan Bawaan

Sindrom Crigler-Najjar

Sindrome Crigler-Najjar tipe 1 dan 2 adalah autosomal resesif, kondisi yang menyebabkan hiper-

bilirubinaemia tak terkonjugasi karena kekurangan enzim bilirubin uridine diphosphate

glucuronosyltransferase (UDPGT). Pada Crigler-Najjar tipe 1 tidak ada UDPGT yang efektif,

pada tipe 2 cacat bersifat parsial.

Dasar genetik untuk penyakit ini melibatkan mutasi pada gen UGT1A1, suatu anggota

dari super family dari glucuronosyltransferase. Fenotipe dari Crigler-Najjar tipe 1 dapat

diakibatkan dari mutasi pada ekson 2-5, mengakibatkan suatu enzim yang non fungsional , atau

pada ekson 1, mengakibatkan kehilangan komplit dari substrat pengenalan untuk bilirubin.

Keragaman genetik pada Crigler-Najjar tipe 1 masih mencolok. Kelainan genetik pada Crigler-

Najjar tipe 2 lebih tersembunyi. Mutasi yang mengarah pada Crigler-Najjar tipe 2 muncul untuk

mengubah afinitas enzim untuk substratnya sendiri.

Gambaran klinis dan diagnosis. Kedua kondisi muncul di awal periode perinatal dengan

peningkatan pesat dalam bilirubin walaupun dengan fototerapi. Kernikterus mungkin

berkembang dalam masa perinatal, terutama jika pengobatan tertunda atau jika berhubungan

dengan dehidrasi atau sepsis. Tipe 1 jauh lebih berat dari tipe 2, dengan puncak kadar bilirubin

serum pada 250-850 µmmol /L. Pada Crigler-Najjar tipe 2, bilirubin serum lebih rendah (200-

300 µmmol/ L) dan dapat berkurang sebesar 40% ketika fenobarbital diberikan.

Tes fungsi hati, meliputi bilirubin terkonjugasi, akan normal. Histologi hati normal

kecuali untuk sumbatan empedu. Konfirmasi diagnosis mungkin diperoleh melalui deteksi

defisiensi enzim di hati atau estimasi bilirubin monoglucuronide dan diglucuronide pada aspirasi

empedu. Bilirubin diglucuronide tidak ada dalam empedu pada tipe 1 tetapi dapat ditemukan

pada tipe 2 akan tetapi, studi ini masih memerlukan analisis lebih lanjut pada awal kelahiran.

Penatalaksanaan. Pengobatan untuk Crigler-Najjar tipe 1 terdiri dari penggunaan yang agresif

dari peralatan untuk mengeluarkan bilirubin baik dengan fototerapi atau transfusi tukar.

Fototerapi yang efektif tergantung pada penyaluran energi radiasi dari cahaya dengan panjang

gelombang 400-500 nm ke kulit. Radiasi tidak berhubungan dengan kecerahan lampu, jumlah

radiasi berbanding terbalik dengan jarak antara lampu dan bayi. Pigmentasi kulit tidak

mempengaruri efektivitas pengobatan. Perkembangan kasur bercahaya telah memfasilitasi

pengobatan dan berhubungan dengan keluar dari rumah sakit yang lebih cepat. Penggunaan tin-

protoporphyrin yang bekerja dengan mengganggu pembentukan bilirubin dari heme, dianjurkan

sebagai pengobatan alternatif tetapi tidak lama digunakan.

Tujuan terapi adalah untuk mempertahankan tingkat bilirubin cukup rendah (< 300

µmol/L) untuk mencegah kernikterus, yang mungkin membutuhkan sampai 15 jam fototerapi

sehari. Infeksi dengan peningkatan pesat pada bilirubin harus ditatalaksana dengan plasmaparesis

atau transfusi tukar. Obat-obatan yang menggantikan bilirubin harus dihindari.

Transplantasi hati, meliputi transplantasi tambahan, adalah pilihan jangka panjang jika

kerusakan pada system saraf telah dihindari dan dapat meningkatkan kualitas hidup. Ini adalah

satu-satunya metode yang efektif untuk mencegah kernikterus. Transplantasi hepatosit telah

terbatas keberhasilan.

Pada Crigler-Najjar tipe 2, pengobatan jangka panjang dengan fenobarbital

(5-10mg/kg/hari) dapat memberikan perbaikan secara kosmetik, tetapi pengobatan biasanya tidak

diperlukan sejak kern ikterus jarang terjadi. Pada tikus, reseptor nuclear CAR telah ditunjukan

pada regulasi. Novel CAR agonis dapat menyediakan suatu modalitas pengobatan baru di masa

depan.

Hasil. Perburukan neurogikal secara tiba-tiba pada Crigler Najjar tipe 1 dapat terjadi walaupun

tata laksana hiperbilirubinemia telah dilakukan. Kolestasis intrahepatic telah dilaporkan. Hasil

dari transplantasi hati menunjukkan hasil yang memuaskan. Donor hidup heterozigot telah

sukses digunakan.

Sindrom Gilbert

Kondisi ini manifestasiber dengan variabel ringan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, dengan

serum total kadar bilirubin berkisar antara 30 sampai 90 µmol/Ll. Ini adalah kondisi heterogen

dimana cacat gen yang terlibat di telah teridentifikasi: kemunculan suatu tandem TA tambahan

yang berulang pada daerah promoter gen bilirubin UDP glucuronosyltransferase (UGT1A1).

Apabila normal enam berulang, muncul tujuh atau lebih; dengan kata lain motif (TA)6TAA

normal menjadi (TA)7TAA atau (TA)8TAA. Walaupun abnormalitas daerah promoter ini berlaku

pada individu ekstraksi Eropa, suatu gambaran genetik yang berbeda muncul pada individu Asia,

yang mutasinya dalam daerah koding UGT1A1 telah ditemukan berhubungan dengan Sindrom

Gilbert. Kombinasi dari romoter dan mutasi gen struktural juga dapat ditemukan pada individu

dengan asal etnik lainnya. Seorang anak dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi predominan

telah digambarkan dengan mutasi pada kedua nya UGT1A1 dan ABCC4, gen yang dimutasikan

pada Sindrom Dubin-Johnson.

Gambaran klinis. Ada kuning ringan yang diperparah oleh dehidrasi, penyakit kambuhan atau

kelelahan. Pasien sering mengeluh sakit perut samar-samar, lesu dan malaise umum yang tidak

ada alasannya telah ditemukan pada kondisi ini. Hal ini lebih sering terjadi pada laki-laki

daripada perempuan, sebagian besar anak-anak muncul pada masa remaja. Aminotransferase

serum normal dan biopsi tidak diperlukan. Bayi homozigot untuk kelainan genetik dari Sindrom

Gilbert memiliki peningkatan yang lebih besar dalam keadaan kuning pada 2 hari pertama

daripada heterozigot atau bayi yang tidak terkena. Bayi di Asia dengan Sindrom Gilbert terkait

dengan mutasi koding di daerah gen bilirubin glucuronosyltransferase juga lebih rentan

mengalami kuning fisiologis atau breastmilk jaundice. Heterozigot gabungan dapat mempunyai

penyakit yang lebih berat, seperti anak-anak dengan Sindrom Gilbert dengan suatu bentuk yang

teridentifikasi dari anemia hemolitik. Sindrom Gilbert dapat terjadi setelah transplantasi hati, dan

kemudian mempunyai suatu manifestasi yang atipikal.

Pengobatan. Tidak diperlukan suatu pengobatan, tetapi keluarga sering memerlukan suatu

ketenangan. Kebiasaan makan yang tidak teratur harus dihindari. Suatu kecendrungan kolelitiasis

pada masa anak-anak telah diidentifikasi pada anak-anak yang terkena. UGT1A1 (terutama

dengan mutasi promoter) merupakan suatu gen modifikasi untuk anemia hemolitik genetis,

termasuk sickle cell disease, dan dihubungkan dengan peningkatan keparahan penyakit.

Hiperbilirubinemia Terkonjugasi

Hiperbilirubinemia terkonjugasi hampir selalu menunjukkan penyakit hati, yang mungkin

disebabkan oleh sindrom hepatitis neonatal, atresia bilier atau sindrom kekurangan duktus. Nilai

prediktif dari hiperbilirubinemia terkonjugasi pada minggu kedua kehidupan cukup kuat sebagai

basis untuk skrining pada bayi. Pentingnya membedakan kuning karena penyakit hati dari tipe

yang lebih sering (dan jinak pada umumnya) dari kuning pada neonatal dengan

hiperbilirubinemia terkonjugasi tidak dapat ditegaskan.

Nomenklatur untuk penyakit hati neonatal masih bermasalah. Istilah 'neonatal jaundice'

menyebabkan kebingungan dengan kuning fisiologis, sedangkan 'neonatal kolestasis' adalah

tidak tepat. Dalam pertama 3-4 bulan kehidupan setiap bayi memiliki beberapa derajat kolestasis

neonatal pada fisiologis dasar, yang multifaktorial. Jalur hepatoseluler asam empedu terkonjugasi

dan sekresi empedu adalah imatur, dan penyerapan asam empedu dan anion organik lainnya

dengan hepatosit tidak efisien, menyebabkan konsentrasi tinggi asam empedu dalam darah,

kolam asam empedu yang bersirkulasi dikontraksikan, dan penyerapan ileum dari asam empedu

tidak berkembang. Istilah hepatitis neonatal tidak memadai karena peradangan hati adalah tidak

menonjol dalam setiap kondisi. Istilah neonatal hepatitis syndrome (NHS) sekarang digunakan

karena menyampaikan kesamaan penyakit klinis pada bayi dan menunjukkan spektrum yang luas

dari proses penyakit penyebab.

Neonatal Hepatitis Syndrom (NHS)

Sindrom hepatitis neonatal sekarang adalah istilah yang diberikan untuk peradangan hati non-

spesifik, yang berkembang karena banyak etiologi yang berbeda, termasuk infeksi intrauterin,

gangguan endokrin dan kesalahan bawaan dari metabolisme. Penyebab dari sindrom hepatitis

neonatal dan pendekatan diagnostik dirangkum.

Gambaran Klinis

Hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat muncul pada setiap waktu setelah lahir. Jika terdeteksi

dalam 24 jam pertama infeksi kehidupan biasanya penyebabnya. Kebanyakan penyebab sindrom

hepatitis neonatal memiliki presentasi yang sama:

• Kuning, yang mungkin tidak jelas pada awalnya.

• Urin gelap dan tinja berwarna kuning pucat. Warna tinja abnormal, meskipun mengarah

penyakit hati, bukan suatu penampakan specifik maupun terpercaya.

• Bayi mungkin kecil untuk usia kehamilan, terutama orang-orang dengan Sindrom Alagille,

penyakit hati metabolik dan infeksi intrauterin.

• Gagal tumbuh atau pemberian makan yang buruk.

• Gambaran dismorfik di trisomi 18, trisomi 21, Sindrom Alagille, Sindrom Zellweger, dan

dengan infeksi bawaan tertentu.

• Hipoglikemia pada penyakit hati metabolik, hipopituitari atau penyakit hati yang parah.

• Hepatomegali.

• Splenomegali (limpa juga dapat teraba pada bayi sehat 1-2 cm kiri bawah batas kosta). Limpa

teraba pada bayi dengan kolestasis berat dapat mengarah pada atresia bilier ekstrahepatik dengan

polisplenia.

• Asites jarang terlihat kecuali pada penyakit hati metabolic.

• Murmur jantung atau kelainan neurologis terkait dengan sindrom kongenital tertentu.

• Perdarahan dari kekurangan vitamin K atau trombositopenia.

Penelusuran

Penelusuran dan temuan berikut digunakan dalam menentukan diagnosis sindrom hepatitis

neonatal :

• Gambaran utama adalah hiperbilirubinemia terkonjugasi dari tingkat apapun. Bahkan bilirubin

terkonjugasi meningkat sedikit ( ≥ 20 µmol/L) tanpa adanya hiperbilirubinemia terkonjugasi

dapat menunjukkan penyakit hati yang signifikan.

• Aminotransferase serum sering meningkat 2-4 kali dari normal, tetapi dapat dalam batas

normal untuk usia. Peningkatanyang lebih tinggi menunjukkan proses infeksi.

• Alkaline phosphatase serum mungkin normal atau hanya agak tinggi. Level yang lebih tinggi

dapat menunjukkan atresia bilier atau rakhitis.

• γ-glutamil transpeptidase serum (GGT) mungkin mengalami peningkatan nilai, tetapi nilai

referensi untuk GGT berubah secara drastis selama 3 bulan pertama kehidupan dan mungkin

sulit untuk diukur. GGT tidak dapat membedakan secara jelas obstruksi duktus empedu dari

injuri hepatoseluler pada bayi. GGT normal atau rendah menunjukkan kecacatan transporter

kanalikular empedu (Penyakit Byler atau kolestasis intrahepatik familial progresif.

• Glukosa darah mungkin normal atau rendah. Hipoglikemia menunjukkan penyakit hati

metabolik, hipopituitari atau cadangan hati yang rendah.

• Serum albumin biasanya normal kecuali adanya penyakit prenatal yang berat.

• Waktu protrombin dan tromboplastin biasanya normal kecuali ada terkait kekurangan vitamin

K (penyakit perdarahan pada bayi baru lahir) atau penyakit hati berat.

• Bilirubin ada dalam urin.

• Skrining untuk penelusuran penyebab yang diketahui dari sindrom hepatitis neonatal dapat

sebagai diagnostic.

• Ultrasonografi abdomen (setelah 4 jam) untuk mendeteksi ukuran empedu. Biasanya ada

pembesaran kecuali adanya kolestasis intrahepatik atau atresia bilier yang berat. Teknologi yang

berkembang sekarang membuat visualisasi dari patensi duktus empedu hamper selalu

dipertimbangkan.

• Radioisotop scan untuk menunjukkan serapan hati (dapat berkurang pada NHS ) dan ekskresi

bilier ( dapat tertunda lebih dari 4-6 jam pada NHS jika ada kolestasis berat, dan lebih dari 24

jam, atau tanpa batas, pada atresia bilier ).

• Biopsi hati. Hal ini merupakan penelusuran yang paling informative pada sindrom hepatitis

neonatal. Jika hati sulit untuk meraba, atau jika situs inversus abdominis, biopsi dipandu USG

harus dilakukan. Informasi yang diberikan oleh biopsi hati meliputi: keparahan cedera

hepatoseluler dan tingkat fibrosis, bukti infiltratif, dan jenis kerusakan empedu (reaksi duktus

empeduvs kekurangan duktus kecil). Perawatan harus diambil untuk memperoleh spesimen yang

cukup besar dengan jumlah yang memadai dari saluran portal untuk menilai perubahan dalam

saluran empedu kecil. Temuan histologis bervariasi tergantung pada etiologi. Kebanyakan

penyakit akan memiliki kolestasis mencolok dengan pewarnaan empedu dalam hepatosit, dan

sumbatan empedu dalam kanalikuli empedu dan duktuss empedu. Hepatosit mungkin

menunjukkan derajat yang bervariasi dari sel raksasa berinti banyak dan formasi roset pada

hepatosit. Mungkin terdapat suatu derajat haematopoiesis ekstramedular. Meskipun reaksi duktus

empedu dikatakan menonjol dalam obstruksi saluran empedu, juga terjadi pada anak-anak

dengan sindrom hepatitis neonatal, terutama dengan defisiensi α1-antitrypsin, fibrosis kistik, dan

defisiensi endokrin. Kurangnya saluran empedu adalah gambaran pada Sindrom Alagille, tetapi

terkadang reaksi duktus dapat terjadi pada awalnya.

Gambar 4.1 Penelusuran hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonates.

ERCP, endoscopic retrograde cholangiopancreatography; GGT, γ-glutamyltransferase; TEBIDA, technetium

trimetyl-1-bromoiminodiacetic acid; TIBC, total iron-binding capacity; TORCH, toxoplasmosis, other, rubella,

cytomegalovirus, dan herpes simplex virus

Table 4.1 Sindrom hati neonatal: diagnosis banding dan pendekatan diagnostic

Infeksi

Infeksi TORCH

Infeksi bawaan tergabung dalam akronim TORCH sering memiliki gambaran klinis yang sangat

mirip: hepatosplenomegali, ikterus, pneumonitis, petekie atau ruam purpura, dan kecenderungan

untuk prematur atau pertumbuhan intrauterin yang buruk. Presentasi dengan kegagalan hati

fulminan pada masa neonatus umum terjadi dengan infeksi herpes simpleks. Bila

memungkinkan, langsung identifikasi infeksi virus atau pengukuran tertentu antibodi IgM harus

dicari untuk diagnosis cepat; mengandalkan pada titer TORCH konvensional kurang disukai.

Toksoplasmosis. Toksoplasmosis kongenital relatif langka. Infeksi ibu pada trimester ketiga

adalah lebih mungkin menyebabkan infeksi janin dibandingkan dengan infeksi awal kehamilan.

Hepatitis neonatal adalah ambarang penting namun mungkin kurang jelas daripada keterlibatan

sistem saraf dengan chorioretinitis (dengan bekas luka berpigmen luas), hidrosefali atau

mikrosfali. Kalsifikasi intrakranial biasanya menonjol, menyebabkan kejang-kejang, nistagmus

dan bukti peningkatan tekanan intrakranial. Biopsi hati menunjukkan hepatitis atau fibrosis

portal yang non-spesifik dengan proliferasi duktus empedu. Terapi Spiramisin dapat mencegah

perkembangan ke sistem saraf pusat dan penyakit hati. Prognosis tergantung pada sejauh mana

keterlibatan neurologis atau penyakit optik.

Rubella. Infeksi kongenital dengan virus rubella sekarang langka karena adanya imunisasi. Hal

itu dapat menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterin, anemia trombositopenia, penyakit

jantung kongenital (patent ductus arteriosus atau pulmonary artery stenosis), katarak,

chorioretinitis (salt and pepper appearance), keterbelakangan mental dan tuli sensorineural.

Hepatosplenomegali sering terjadi. Histologi hati menunjukkan hepatitis giant cell tipikal.

Penyakit mungkin sembuh sendiri atau berkembang menjadi sirosis.

Cytomegalovirus. Cytomegalovirus adalah yang paling umum menyebabkan infeksi kongenital,

mengenai 1-2% dari bayi yang baru lahir, kebanyakan tidak menunjukkan gejala. Mereka dengan

penyakit yang jelas memiliki hambatan pertumbuhan intrauterin atau menjadi premature. Asites

fetal dapat terjadi. Cytomegalovirus jarang menyebabkan gagal hati akut pada bayi baru lahir.

Infeksi Cytomegalovirus dapat diperoleh secara postnatal melalui ASI. Walaupun hepatitis

sementara dengan kuning telah dilaporkan pada beberapa bayi premature, hasil keseluruhan

tampak bersifat jinak.

Temuan klinis meliputi: ruam petekie, hepatosplenomegali, dan kuning pada 60-80%.

Infeksi Cytomegalovirus sering mempengaruhi sistem saraf pusat, menghasilkan mikrosefali,

kalsifikasi intrakranial, dan chorioretinitis, tuli sensorineural progresif atau cerebral palsy

mungkin berkembang kemudian di masa kecil. Infeksi primer pada trimester kedua dan ketiga

hamper menyebabkan penyakit janin lebih berat daripada infeksi berulang.

Biopsi hati menunjukkan hepatitis giant cell, yang badan inklusi klasik jarang terlihat

pada infeksi neonatal. Dalam sebuah penelitian terhadap jaringan hati pada bayi dengan hepatitis

neonatal atau atresia bilier ekstrahepatik, Chang et al menemukan DNA Cytomegalovirus di 23

dari 50 bayi dengan hepatitis neonatal oleh polymerase chain reaction, tetapi hanya dua dari 26

dengan atresia bilier ekstrahepatik, dan tidak ada spesimen kontrol. Meskipun diferensiasi dari

atresia bilier biasanya mudah, Cytomegalovirus mungkin dihubungkan dengan atresia bilier

ekstrahepatik. Dalam satu laporan kembar fraternal, keduanya memiliki infeksi Cytomegalovirus

kongenital: satu memiliki hepatitis saja dan yang lain dengan dengan bentuk lambat atresia bilier

ekstrahepatik Selain itu, 25% bayi dengan atresia empedu ekstrahepatik ditemukan memiliki

infeksi Cytomegalovirus dan dirujuk kemudian dibandingkan mereka yang tidak terinfeksi oleh

Cyitomegalovirus. Cytomegalovirus adalah kandidat virus yang menyebabkan bentuk lambat

dari atresia empedu ekstrahepatik karena dapat menginfeksi sel epitel saluran empedu langsung

dan meningkatkan ekspresi antigen MHC kelas II. Bayi dengan infeksi Cytomegalovirus

kongenital dan hiperbilirubinemia terkonjugasi persisten harus dieksklusi dari atresia empedu

ekstrahepatik. Infeksi Cytomegalovirus kongenital terkadang menyebabkan kekurangan duktus

empedu intrahepatic.

Diagnosis yang pasti membutuhkan identifikasi DNA Cytomegalovirus di darah atau

harus dikultur dari bayi (biasanya dari urin) dalam 4 minggu pertama kehidupan. Studi

serologis dan gambaran klinis memberikan dukungan untuk adanya infeksi Cytomegalovirus

tetapi tidak membedakan dari infeksi postnatal kongenital awal. Bercak darah kartu Guthrie

dapat dianalisa untuk keberadaan DNA Cytomegalovirus dan dapat mendiagnosis infeksi

kongenital.

Pada kebanyakan anak, hepatitis Cytomegalovirus adalah ringan sembuh sepenuhnya.

Sedikit anak yang berkembang menjadi fibrosis hepatic atau hipertensi porta nonsirotik.

Kalsifikasi intrahepatik telah dilaporkan. Sirosis dengan kolestasis kronis mengharuskan

dilakukan transplantasi hati pada satu anak. Abnormalitas perkembangan saraf yang persisten

menjadi masalah utama pada mayoritas pasien. Pengobatan dengan ganciclovir sekarang ini

masih kontroversial.

Herpes simpleks. Pada bayi baru lahir virus ini menyebabkan gangguan multisistem yang berat

dengan ensefalitis, hepatitis berat, atau gagal hati akut. Baik virus tipe 1 atau tipe 2 adalah dapat

sebagai kausatif, walaupun virus tipe 2 dapat ditularkan dari servik yang terinfeksi pada saat

kelahiran lebih sering terjadi. Biopsi hati menunjukkan daerah nekrosis dengan inklusi virus

dalam hepatosit utuh, namun, koagulopati yang berat mungkin menghalangi biopsi. Kerokan dari

lesi kulit vesikular mengungkapkan herpes simplex virus, tetapi kulit herpetic tipikal, mulut atau

lesi pada mata ini mungkin tidak ada pada neonatus. Pengobatan antivirus dengan aciclovir harus

diberikan untuk mencegah mortalitas.

Sifilis

Sifilis kongenital kini jarang ditemukan di negara maju. Hal ini menyebabkan penyakit

multisistem, yang mungkin meliputi retardasi pertumbuhan intrauterine dan kegagalan

berikutnya untuk berkembang, anemia berat dan trombositopenia, sindrom nefrotik, periostitis,

secret hidung (ingusan), ruam kulit, limfadenopati difus, dan hepatomegali. Kuning mungkin

hadir dalam 24 jam kelahiran atau berkembang setelah pengobatan. Penyakit kuning bisa berat.

Beberapa bayi dengan sifilis kongenital tidak pernah berkembang menjadi kuning namun hadir

dengan ruam yang khas pada telapak tangan dan telapak kaki atau hanya dengan demam, serta

hepatomegaly. Keterlibatan system saraf pusat terjadi pada 30% bayi. Histologi hati pada sifilis

kongenital yang tidak diobati dapat mengungkapkan berbagai treponema dalam jaringan hati,

tetapi setelah pengobatan dengan penisilin, hepatitis giant cell tanpa treponema terdeteksi

merupakan temuan yang biasa. Diagnosis melibatkan pengujian serologis, termasuk Venereal

Disease Research Laboratory (VDRL) dan tes konfirmasi untuk antibodi antitreponemal tertentu.

Radiografi tulang panjang dapat menunjukkan kelainan tulang khas pada 24 jam pertama

kehidupan dan merupakan alat diagnosis cepat. Penisilin merupakan suatu pengobatan yang

efektif.

Kekambuhan epidemik sifilis telah mengarah pada WHO untuk berinisiatif

mengeradikasi sifilis kongenital.

Varicela

Varicela dapat terjadi pada bayi baru lahir jika infeksi maternal terjadi dalam 14 hari dari

persalinan. Ini cenderung lebih berat pada bayi prematur dan ringan pada bayi yang cukup bulan

setelah berusia 10 hari. Penampakan awal pada seorang bayi pada semua usia kehamilan dapat

mengarah pada hasil yang fatal. Penyakit berat ini ditandai dengan kuning, dan keterlibatan kulit

yang luas dan multisistem, terutama pneumonia. Pada kasus yang berat atau fatal, keterlibatan

parenkim hati dapat ditunjukkan. Pengobatan dengan acyclovir dapat meringankan atau

menyembuhkan.

Virus Hepatotropik: Hepatitis A, B dan C

Secara umum, infeksi virus hepatotropik pada neonatus tidak menyebabkan kuning kecuali ada

gagal hati akut atau hepatitis berat. Baik hepatitis A maupun B telah dikaitkan dengan NHS atau

atresia bilier.

Hepatitis A.

Hepatitis A jarang pada neonatus tetapi infeksi kongenital dapat terjadi jika ibu terinfeksi 1-2

minggu sebelum persalinan. Gambaran khas dalam periode neonatal dini adalah diare non-

spesifik, seperti yang ditunjukkan oleh kasus langka yaitutransfusi terkait hepatitis pada bayi

prematur. Sindrom hepatitis neonatal adalah sangat jarang.

Hepatitis B.

Infeksi hepatitis B vertical adalah subklinis pada periode neonatal, administrasi yang cepat dari

keduanya imunoglobulin hepatitis B dan imunisasi hepatitis B memberikan perlindungan

terhadap infeksi kronis pada 93% dari bayi yang berisiko. Bayi yang gagal dengan kedua

regimen ini mungkin telah terinfeksi melalui plasenta. Tanpa immunoprofilaksis, bayi mungkin

menjadi pembawa kronis atau berkembang menjadi hepatitis B akut atau gagal hati fulminan

setelah 3-4 bulan periode inkubasi.

Hepatitis C.

Hepatitis C bukan merupakan penyebab sindrom hepatitis neonatal. Sebuah studi dari 33 bayi

baik dengan idiopatik hepatitis neonatal atau atresia bilier ekstrahepatik mengungkapkan hanya

satu (dengan atresia bilier ekstrahepatik) positif untukantibodi anti virus hepatitis C (anti-HCV)

dan virus dengan reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT- PCR). Penelitian serupa

di Taiwan, dimana hepatitis C adalah endemik, tidak menemukan bayi positif anti-HCV diantara

42 dengan hepatitis neonatal dan 11 dengan atresia bilier ekstrahepatik, dengan menggunakan

generasi kedua enzim-linked immunoassay. Penularan vertikal hepatitis jarang terjadi

dibandingkan pada infeksi virus hepatitis B. Kuning tidak terjadi.

Human Immunodeficiency Virus (HIV)

Meskipun bayi dengan infeksi HIV bawaan mungkin hadir dengan hepatosplenomegali,

hiperbilirubinaemia terkonjugasi dalam periode neonatal jarang. Sebuah kasus hepatitis neonatal

disebabkan infeksi HIV meskipun seiring infeksi Cytomegalovirus kongenital, Peningkatan

insiden infeksi Cytomegalovirus kongenital kemudian diberlakukan ditemukan pada bayi yang

terinfeksi HI. Infeksi HIV kongenital dapat hadir secara klinis sebagai hepatitis dengan kuning

meskipun paling lambat pada periode neonatal, biasanya pada usia 6 bulan.

Infeksi Eritrovirus (Parvovirus) B19

Infeksi Parvovirus B19 kongenital dapat menyebabkan anemia yang berat, mengarah pada

hidrops dan kematian janin. Spektrum meliputi hiperbilirubinemia terkonjugasi, hepatomegali,

koagulopati berat, eritropoiesis dermal ('blueberry muffin' rash) anemia dan distress perinatal.

Biopsi hati menunjukkan fibrosis difus sinusoidal, siderosis, transformasi giant cell hepatosit

tetapi haematopoiesis ekstramedular berlebih. Meskipun gambaran insufisiensi hepatic dini,

aminotransferase serum mungkin rendah atau mendekati normal. Diagnosa dibuat dengan PCR

untuk kehadiran parvovirus 19, meskipun histologi plasenta mungkin mengarah pada infeksi

parvovirus prenatal. Hasil tergantung pada keparahan infeksi.

Infeksi Human herpesvirus-6 (HHV-6)

Human herpesvirus 6 menyebabkan exanthem subitum, sering tetapi demam yang bersifat jinak

biasanya pada bayi; infeksi HHV 6 lainnya yang umum dan sembuh sendiri tanpa ruam. Gagal

hati akut telah dilaporkan.

Sincytial Giant Cell Hepatitis

“Syncytial giant cell hepatitis” merupakan penyakit hati berat yang berhubungan dengan infeksi

paramyxovirus. Klinis dari penyakit hati beragam sesuai dengan umur pasien: pada anak-anak,

gagal hati fulminan sering terjadi, sementara hepatitis kronis yang progresif secara cepat terjadi

pada orang dewasa. Bayi yang lebih tua dapat mempunyai penampakan suatu hepatitis aktif

kronis atau anemia hemolitik autoimun.

Pada neonates, syncytial giant cell hepatitis dihubungkan dengan hepatitis yang berat,

yang tidak cocok memenuhi kriteria untuk gagal hati fulminant. Hepatitis dengan peningkatan

aminotransferase serum yang sedang sering berkembang menjadi kolestasis kronis dan sirosis

terdekompensasi di atas 6-12 bulan.

Histologi hati dan mikroskop electron menunjukkan kedua karakteristik syncytial-giant

cell dan inklusi virus yang kinsisten dengan morfologi paramyxovirus. Bentuk dari giant

multinucleated hepatocyte merupakan suatu respon karakteristik dari hepatosit infantil yang

mengalami cedera, yang tidak sering terlihat pada hepatitis pada orang dewasa. Syncytial giant

cell berbeda dari giant cell pada hepatitis neonatal karena kerangka luar dari piringan sel hati

masih jelas, dengan tepi yang kabur “corengan” antara sel-selnya. Hal ini terbentuk karena

penyatuan sel tambahan pada paramyxovirus, dengan cara yang sama dengan virus lainnya

seperti virus sinsiatial respiratorik dan virus campak.

Penyembuhan spontan jarang. Pengobatan dengan agen antiviral ribavirin manjur pada

satu kasus infantil105 dan pada beberapa orang dewasa. Sebagian besar bayi memerlukan

transplantasi hati sebelum akhir tahun pertama kehidupan.

Sepsis Viral Enterik (echovirus, coxsackievirus, adenovirus)

Enterovirus menyebabkan infeksi virus sistemik pada periode neonates, dan hepatitis berat

dengan gagal hati akut dapat merupakan penampakan yang dominan. Insidennya tertinggi pada

puncak musiman infeksi echovirus (akhir musim panas sampai awal musim semi). Ibu dari bayi

dapat mengeluhkan nyeri perut yang berkembang lebih awal dari onset persalinan. Infeksi

vertikal mendekati waktu persalinan dihubungkan dengan penyakit yang lebih berat pada bayi.

Sebagian besar bayi dengan sepsis virus enterik ada antara usia 1 dan 5 minggu. Bayi menjadi

letargi dan kuning, dengan aminotransferase serum yang sangat tinggi dan koagulopati yang

berat; meningitis biasanya ada. Serotipe echovirus 3, 6, 7, 9, 11, 14, 19, dan 21 telah dilaporkan

pada infeksi berat dengan hepatitis. Serotipe echovirus 11 tampak sebagai yang paling

mematikan untuk bayi-bayi baru lahir.

Irus coxsackie A dan B dapat menyebabkan suatu gambaran klinis yang identik,

walaupun miokarditis atau gagal jantung mengarah pada infeksi coxsackievirus. Infeksi

adenovirus dan herpes simpleks (salah satu tipe 1 atau 2) juga dapat menyebabkan hepatitis berat

yang sama. Mortalitas dengan gagal hati akut adalah sebesar 85-90%. Perawatan suportif yang

cermat adalah penting. Bayi yang sembuh dapat berkembang menjadi kolestasis berat. Fungsi

hati selanjutnya pada pasien-pasien yang selamat tampak normal secara keseluruhan.

Pengobatan antiviral dapat meningkatkan prognosis yang buruk pada hepatitis enteroviral

neonatal. Pleconaril telah berhasil digunakan pada beberapa infeksi enteroviral. Pemantauan obat

terapeutik adalah penting untuk penggunaan yang aman pada kelompok usia ini.

Infeksi Bakteri di Luar Hati

Hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat terjadi dengan sepsis atau infeksi terlokalisir

ekstrahepatik, seperti infeksi saluran kencing. Hal ini terjadi karena sitokin proinflamasi

mengganggu fungsi dari transporter kanalikuli empedu. Aminotransferasi serum sedikit

meningkat, tetapi hepatosplenomegali jarang. Kuning dapat juga terjadi dengan infeksi

streptokokus dan stapilokokus dan septicemia bakteri gram negative.

Bayi dengan galaktosemia dapat muncul lebih awal dengan kuning dan septicemia gram

negative, sering karena Eschericia coli dan spesies Klebsiella. Penampakan khas lainnya dari

galaktosemia bias tidak jelas. Galaktosemia harus ditelusuri pada beberapa bayi dengan

hiperbilirubinemia konjugasi yang berhubungan dengan sepsis dengan mengukur erythrocyte

galactose-1-phosphat uridyltransferase.

Listeriosis

Infeksi kongenital denga Listeria monocytogene secara khas melibatkan hati. Walaupun

meningitis merupakan penampakan klinis yang dominan dari penyakit sistemik, bayi dapat

mengalmi hepatosplenomegali dan kadang-kadang kuning. Pneumonia biasanya ada. Suatu

riwayat penyakit maternal biasanya sering. Biopsi hati dapat menyatakan suatu hepatitis difus

sederhana atau, lebih sering, area difus dari nekrosis fokal. Diagnosis dibuat dengan mengisolasi

organisme dari darah, cairan serebrospinal (CSF), hati. Pengobatan dengan Penisilin.

Tuberkulosis

Tuberkulosis kongenital adalah langka., tetapi sejak prevalensi tuberkulosis pada wanita usia

produktif telah muncul pada beberapa tahun lalu, tuberculosis pada bayi dapat menjadi lebih

sering. Bayi barulahir dapat terinfeksi dengan mengaspirasi cairan amnion yang terinfeksi atau

secret serviks pada waktu persalinan.

Riteria praktis untuk diagnosis infeksi tuberkulosis yang telah terbukti pada seorang bayi

baru lahir dengan paling tidak satu dari hal berikut: lesi pada minggu pertama kehidupan

kompleks hepatik primer, granuloma kaseosa di hati; infeksi tuberkulosis pada plasenta atau

organ genital ibu dan eksklusi infeksi postnatal dengan menelusuri paparan.

Hepatomegali sering terjadi pada bayi dengan tuberkulosis, tetapi kuning jarang dan

mengindikasikan penyakit yang berat.121 Respiratory distress, makan yang susah, dan demam

sering terjadi. Mortalitas mendekati 30% regimen antibiotic antituberkular empat macam kecuali

etambutol direkomendasikan. Suatu indeks yang tinggi dari suspek TB menunjukkan perlu untuk

didiagnosis, tuberkulosis pada kelompok umur ini sering dengan penampakan klinis yang tidak

khas.

Kelainan Endokrin

Hipotiroid

Hipotiroid biasanya dihubungkan dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, tetapi dapat

dihubungkan dengan sindrom hepatitis neonatal dan harus dieksklusi pada setiap pasien.

Hipopituitari

Disfungsi adrelan pituitary dihubungkan dengan sindrom hepatitis neonatal pada 30-70% pasien.

Penyebab hipopituitari bervariasi. Beberapa karena disfungsi hipotalamus, defisiensi fungsi

anterior atau posterior pituitari dapat muncul, seorang anak dengan insentifitas adrenal terhadap

adrenokortikotropin juga telah dideskripsikan. Penampakan linis meliputi: hiperbilirubinemia

terknjugasi, hipoglikemia pada periode perinatal, yang biasanya simptomatik dan persisten dan

septo-optic dysplasia, yang merupan suatu malfomasi neuro-optikal yang meliputi defek

perkembangan garis tengah ventral (ketiadaan septum pelusidum atau korpus kalosum) dan

hypoplasia satu atau kedua nervus optic, dihubungkan dengan hipopituitari. Terdapat juga

abnormalitas fasial, nistagmus dan mikrogenitalia pada anak laki-laki.

Diagnosis dikonfirmasi dengan mendeteksi suatu random rendah secara ekstrim atau

kortisol 9 pada hubungannya dengan rendahnya level thyroid stimulating hormone (TSH) dan

tiroksin (T4), walaupun tes fungsi tiroid dapat pada rentang normal rendah pada walnya. Biopsi

hati biasanya menunjukkan giant cell hepatitis, tetapi kolestatis berat dapat muncul, dengan

dilatasi kanalikuli empedu dan nekrosis hepatoseluler. Munkin terdapat ekskresi lambat pada

pemindaian radioisotope. Hormone replacement adalah penting dan meliputi tiroksin,

ortikosteroid, dan terkadang growth hormone. Progresi penyakit kearah sirosis dan hipertensi

porta telah dilaporkan pada anak-anak yang ditunda atau tidak mendapat hormone replacement.

Cedera Adrenal

Kerusakan pada adrenal dapat terjadi karena suatu akibat dari persalinan yang sulit. Hal ini

terjadi pada sindrom hepatitis neonatal dengan galaktosemia. Ini dapat lebih sering terjadi pada

ibu-ibu dengan diabetes.

Kelainan Kromosom

Trisomi 18

Trisomi 18 dihubungkan dengan retardasi pertumbuhan, abnormalitas tulang, dan penyakit

jantung kongenital kompleks. Keduanya giant cell hepatitis dan atresia bilier estrahepatik telah

dilaporkan. Pada satu bayi dengan trisomy 18, biopsi liver serial mengarah evolusi lambat dari

hepatitis neonatal sampai atresia bilier ekstrahepatik.

Abnormalitas sitogenik lainnya, meliputi trisomy 13, penghapusan lengan pendek

kromosom 18 dan 49 XXXXY, telah dilaporkan berhubungan dengan atresia bilier ekstrahepati.

Trisomi 21

Hubungan antara trisomi 21 dan kolestasis neonatal atau atresia bilier ekstrahepatik belum dapat

diterangkan secara jelas. Sekarang ini, fibrosis hati yang berat dihubungkan dengan kelainan

mieloproliferatif transien telah dilaporkan dengan Sindrom Down. Munculnya kemungkinan

bahwa fibrogenesis hepatik dapat karena konsentrasi yang tinggi dari faktor-faktor pertumbuhan

yang berasal dari megakariosit. Bayi dengan leukemia transien mempunyai prognosis

keseluruhan yang lebih buruk ketika ada kuning dan disfungsi hati.

Cat-eye Syndrome

Cat-eye Syndrome merupakan suatu sindrom malformasi yang bervariasi banyak yang

dihubungkan dengan kromosom marker yang jumahnya sedikit berlebih yang berasal dari area

yang terduplikasi dari kromosom 22. Manifestasi mayor dapat termasuk coloboma dari iris dan

malformasi wajah lainnya yang melibatkan mata, atresia anal dengan fistula, penyakit jantung

bawaan dan malformasi genital ginjal. Ada variabilitas fenotipik yang cukup. Ekstrahepatik

biiary atresia telah dilaporkan dalam hubungan dengan disorder. Acandidate gen yang

bertanggung jawab dalam kondisi ini baru-baru ini telah diidentifikasi sebagai homolog manusia

yang merupakan faktor pertumbuhan pengkodean gen serangga. Pola ekspresi dalam hati, saraf

kranialdan notochord dan kemudian di hati janin, paru-paru dan ginjal implicates sebagai

menyebabkan cat eye sindrom jika terlihat.

Hepatitis neonatal idiopatik

Dalam hingga 25% bayi yang mengalami hiper-terkonjugasi bilirubinaemia sebelum bulan ketiga

usia, etiologi adalah ditemukan, dan bayi ini dianggap memiliki idiopathic hepatitis neonatal.

Jika kolestasis parah, diferensiasi dari atresia bilier ekstrahepatik dan kolestasis lainnya kondisi

penting. Bayi dengan idiopatik neonatal hepatitis lebih cenderung prematur atau kecil untuk usia

gestational dibandingkan dengan atresia bilier ekstrahepatik, mungkin mencerminkan kelainan

genetikatau infeksi intrauterin. Subset penting Idiopatik hepatitis neonatal mencakup kasus di

mana lebih dari satu anak dalam satu keluarga dipengaruhi, akuntansi untuk 5-15% kasus di

sebagian besar seri. Biopsi hati menunjukkan sel raksasa yang luas transformasi tion hepatosit

dengan peradangan, tetapi saluran empedu appir umumnya normal. Beberapa bayi dengan

histologi peradangan berat juga memiliki kecil saluran empedu kekurangan. Di umum, mungkin

tidak mudah untuk membedakan antara berat hepatitis neonatal idiopatik dan ekstrahepatik

empedu atresia. Sebuah cholangiogram intraoperatif mungkin kembali dipersyaratkan, dan tidak

ada bukti bahwa diagnostik laparoskopitomy untuk penilaian dari pohon bilier ekstrahepatik

adalah merugikan bagi bayi dengan hepatitis neonatal idiopatik.

Prognosis umumnya baik. Kematian adalah 13-25. Pra-dictors dari prognosis buruk meliputi:

parah berkepanjangan jaundice (di luar 6 bulan usia), tinja acholic,keluarga terjadinya, gigih

hepatomegali, dan berat inflamasi pada biopsi. Tingkat puncak bilirubin tidak selalu

memprediksi hasil, dan pentingnya prognostik ductopenia belum ketat diselidiki. Septic

komplikasi dapat menyebabkan dekompensasi. Lama prospek jangka untuk bayi selamat tahun

pertama kehidupan dengan sedikit bukti dari penyakit hati kronis sangat baik.

Hepatitis neonatal pada bayi prematur

Idiopatik hepatitis neonatal umumnya tidak terjadi dalam prematur bayi, beberapa di antaranya

akan memiliki kolestasis karena immturitas dari bilier duct. Mereka mungkin rentan terhadap

hipoglikemia dan memilik fungsional yang matang saluran pencernaan yang mengakibatkan

kesulitan dengan makanan. Hal ini penting untuk membedakan kondisi ini dari diketahui

penyebab lain dari NHS dan khususnya, extrahepatresia bilier. Prognosis umumnya baik.