jarak kota 9.pdf

14
Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 21 STRATEGI PENINGKATAAN STATUS KEBERLANJUTAN KOTA BATU SEBAGAI KAWASAN AGROPOLITAN Ami Rahayu, Azis Nur Bambang, dan Gagoek Hardiman Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang Jl. Imam Barjo SH. No. 5, Semarang 50241, Telp. 024-8453635 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi peningkatan status keberlan- jutan Kota Batu sebagai kawasan Agropolitan. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan melakukan penilaian indeks status keberlanjutan ditinjau dari empat dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial dan infrastruktur. Analisa atribut yang paling ber- pengaruh dan penentuan strategi kebijakan menggunakan analisis hierarki proses (AHP). Hasil analisis indeks keberlanjutan menunjukkan Kota Batu sebagai kawasan agropoli- tan ditinjau dari dimensi ekologi kurang berkelanjutan; dimensi ekonomi cukup berkelan- jutan, dimensi sosial kurang berkelanjutan dan dimensi infrastuktur kurang berkelanju- tan. Berdasarkan hasil analisa AHP perlu dilakukan perbaikan dari dimensi ekologi lebih utama dengan menerapkan sistem pertanian organik sebagai dasar dalam peningkatan pengembangan kawasan agropolitan. Kata kunci : Keberlanjutan, agropolitan, strategi. Pendahuluan Pengembangan kawasan agro- politan di Kota Batu terdapat pada beber- apa kawasan pertanian yang kondisi isik, sosial budaya dan ekonomi cenderung kuat mengarah ke kegiatan pertanian. Ke- beradaan gunung, hutan, dan pertanian yang mendominasi keruangan Kota Batu, sangat sesuai untuk pengembangan wisata alam terkait dengan potensi yang ada di gu- nung, hutan, dan pertanian tersebut, misal- nya pemandangan alam, air terjun, sumber air panas, agro wisata, wisata petualangan seperti pendakian, paralayang, gantole, panjat tebing dan lain sebagainya. Peman- faatan pekarangan rumah penduduk yang sebagian besar digunakan untuk tanaman bunga, apel, apotik hidup, dan komoditas sayuran lainnya juga menjadi daya tarik tersendiri dari segi wisata dan lingkungan hidup di samping nilai ekonomis. Seiring dengan pertumbuhan dan peruba- han status Batu menjadi “Kota”, memba- wa dampak perubahan tersendiri terhadap wajah Kota Batu. Pengembangan daerah, pembangunan infrastruktur dan fasilitas pendukung sarana dan prasarana umum menjadi tuntutan yang harus dihadapi dan dijawab oleh pemerintah guna mening- katkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu sebagai salah satu ikon pariwisata di provinsi Jawa Timur, Kota Batu juga mu- lai berbenah, mempercantik diri dan me- nambah pembangunan kawasan – kawasan pariwisata buatan guna menarik wisatawan dari luar daerah. Kota Batu merupakan pening- katan kota administratif dari Kabupaten Email : [email protected]

Transcript of jarak kota 9.pdf

Page 1: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 21

STRATEGI PENINGKATAAN STATUS

KEBERLANJUTAN KOTA BATU SEBAGAI

KAWASAN AGROPOLITAN

Ami Rahayu, Azis Nur Bambang, dan Gagoek Hardiman Program Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro, Semarang

Jl. Imam Barjo SH. No. 5, Semarang 50241, Telp. 024-8453635

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi peningkatan status keberlan-

jutan Kota Batu sebagai kawasan Agropolitan. Metode yang digunakan adalah deskriptif

kuantitatif dengan melakukan penilaian indeks status keberlanjutan ditinjau dari empat

dimensi yaitu ekologi, ekonomi, sosial dan infrastruktur. Analisa atribut yang paling ber-

pengaruh dan penentuan strategi kebijakan menggunakan analisis hierarki proses (AHP).

Hasil analisis indeks keberlanjutan menunjukkan Kota Batu sebagai kawasan agropoli-

tan ditinjau dari dimensi ekologi kurang berkelanjutan; dimensi ekonomi cukup berkelan-

jutan, dimensi sosial kurang berkelanjutan dan dimensi infrastuktur kurang berkelanju-

tan. Berdasarkan hasil analisa AHP perlu dilakukan perbaikan dari dimensi ekologi lebih

utama dengan menerapkan sistem pertanian organik sebagai dasar dalam peningkatan

pengembangan kawasan agropolitan.

Kata kunci : Keberlanjutan, agropolitan, strategi.

Pendahuluan

Pengembangan kawasan agro-

politan di Kota Batu terdapat pada beber-

apa kawasan pertanian yang kondisi isik, sosial budaya dan ekonomi cenderung

kuat mengarah ke kegiatan pertanian. Ke-

beradaan gunung, hutan, dan pertanian

yang mendominasi keruangan Kota Batu,

sangat sesuai untuk pengembangan wisata

alam terkait dengan potensi yang ada di gu-

nung, hutan, dan pertanian tersebut, misal-

nya pemandangan alam, air terjun, sumber

air panas, agro wisata, wisata petualangan

seperti pendakian, paralayang, gantole,

panjat tebing dan lain sebagainya. Peman-

faatan pekarangan rumah penduduk yang

sebagian besar digunakan untuk tanaman

bunga, apel, apotik hidup, dan komoditas

sayuran lainnya juga menjadi daya tarik

tersendiri dari segi wisata dan lingkungan

hidup di samping nilai ekonomis.

Seiring dengan pertumbuhan dan peruba-

han status Batu menjadi “Kota”, memba-

wa dampak perubahan tersendiri terhadap

wajah Kota Batu. Pengembangan daerah,

pembangunan infrastruktur dan fasilitas

pendukung sarana dan prasarana umum

menjadi tuntutan yang harus dihadapi dan

dijawab oleh pemerintah guna mening-

katkan kesejahteraan masyarakat. Selain

itu sebagai salah satu ikon pariwisata di

provinsi Jawa Timur, Kota Batu juga mu-

lai berbenah, mempercantik diri dan me-

nambah pembangunan kawasan – kawasan

pariwisata buatan guna menarik wisatawan

dari luar daerah.

Kota Batu merupakan pening-

katan kota administratif dari Kabupaten Email : [email protected]

Page 2: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 201322

Malang, berdasarkan Undang – Undang

No. 11 tahun 2001 tentang pembentukan

Kota Batu. Kota Batu terdiri atas 3 keca-

matan yaitu Kecamatan Batu, Kecamatan

Bumiaji dan Kecamatan Junrejo. Ber-

dasarkan Peraturan Daerah Kota Batu No.

7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Kota Batu Tahun 2010-2030,

Kota Batu ditetapkan berdasarkan fungsi

wilayahnya terbagi atas 3 BWK (Bagian

Wilayah Kota), yaitu BWK I sebagai

wilayah utama pengembangan pusat pe-

merintahan kota, pengembangan kawasan

kegiatan perdagangan dan jasa modern, ka-

wasan pengembangan kegiatan pariwisata

dan jasa penunjang akomodasi wisata serta

kawasan pendidikan menengah dengan

cakupan wilayah meliputi Kecamatan Batu

dengan pusat pelayanan berada di Desa Pe-

sanggrahan; BWK II sebagai wilayah uta-

ma pengembangan permukiman kota dan

dilengkapi dengan pusat pelayanan kes-

ehatan skala kota dan regional, kawasan

pendidikan tinggi dan kawasan pendukung

perkantoran pemerintahan dan swasta den-

gan cakupan wilayah meliputi Kecamatan

Junrejo dengan pusat pelayanan di Desa

Junrejo; dan BWK III sebagai wilayah uta-

ma pengembangan kawasan agropolitan,

pengembangan kawasan wisata alam dan

lingkungan serta kegiatan agrowisata den-

gan cakupan wilayah meliputi Kecamatan

Bumiaji dengan pusat pelayanan di Desa

Punten.

Berdasarkan Undang-Undang No

26 Tahun 2007 pasal 1 ayat 24 tentang Pe-

nataan Ruang, kawasan agropolitan adalah

kawasan yang terdiri dari satu atau lebih

pusat kegiatan pada wilayah pedesaan se-

bagai sistem produksi pertanian dan pen-

gelolaan sumber daya alam tertentu yang

ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fung-

sional dan hirakhi keruangan satuan sistem

permukiman dan sistem agribisnis.

Pembangunan kawasan agropoli-

tan bertujuan untuk membendung urban-

isasi dari daerah perdesaan ke perkotaan.

Penetapan Kecamatan Bumiaji sebagai

pengembangan kawasan agropolitan ber-

dasarkan pada luas wilayah kecamatan Bu-

miaji sebesar 12.798,42 Ha atau 64% dari

total luas Kota Batu (yaitu 19.908,72 Ha).

Selain itu terdapat lahan pengembangan

berbagai sektor meliputi sektor perkebu-

nan, pertanian, perikanan, peternakan dan

lain sebagainya, memiliki komoditas ung-

gulan serta sebagian besar masyarakatnya

bermatapencaharian utama di sektor per-

tanian. Menjadi suatu dilema bagi pemer-

intah dimana sektor perdagangan dan jasa

mampu menyumbang PDRB secara sig-

niikan dibandingkan komoditas pertanian, sehingga pembangunan biasanya lebih di-

tujukan untuk pembangunan sektor- sek-

tor penunjang pariwisata. Untuk itu perlu

dilakukan studi keberlanjutan pengemban-

gan kawasan agropolitan di Kecamatan

Bumiaji mengingat daerah pengembangan

kawasan juga merupakan kawasan pengem-

bangan wisata alam dan lingkungan serta

kegiatan agrowisata, yang diketahui secara

pasti bahwa kegiatan pariwisata memberi-

kan dampak yang relatif cukup besar dan

disisi lain juga menunjang pemasaran dari

produk pertanian di Kota Batu.

Dalam pembangunan berkelanjutan mini-

mal ada tiga matra yang harus dipenuhi,

yaitu :

Keberlanjutan pertumbuhan

ekonomi, dengan mengelola lingkungan

dan sumberdaya alam secara efektif dan

eisien dengan yang berkeadilan perim-

bangan modal masyarakat, pemerintah dan

dunia usaha;

Keberlanjutan sosial budaya, dengan pem-

bentukan nila – nilai sosial budaya baru

serta peranan pembangunan yang berkelan-

jutan terhadap iklim politik dan stabilitas-

nya;

Keberlanjutan kehidupan lingkun-

gan (ekologi) manusia dan segala eksis-

tensinya untuk keselarasan antara lingkun-

gan alam dan lingkungan buatan (Suweda,

2011).

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 3: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 23

Penilaian keberlanjutan berdasar-

kan pada empat dimensi yaitu ekologi,

ekonomi, sosial dan infrastruktur. Pada

dasarnya infrastruktur mendukung sistem

sosial ekonomi, hal ini dipresentasikan

oleh Grigg (1988), dalam hubungan antara

infrastruktur dengan system sosioekonomi

dan lingkungan.

Dari diagram diatas direpresentasikan

bahwa infrastruktur merupakan fondasi

dasar kegiatan sosial ekonomi, infrastruk-

tur mendukung sistem sosial dan ekonomi

yang kompleks. Sistem ekonomi dan so-

sial mempunyai ketergantungan pada in-

frastruktur sehingga keberadaan infrastruk-

tur yang memadai mempunyai peran pula

dalam mendukung keberlanjutan pemban-

gunan.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk

menganalisis status keberlanjutan Kota

Batu sebagai kawasan agropolitan serta

atribut - atribut yang sensitif dari dimensi

keberlanjutan (dimensi ekologi, ekonomi,

sosial dan infrastruktur) serta menyusun

strategi dalam pengembangan kawasan ag-

ropolitan berkelanjutan.

Metode Penelitian

Data primer diperoleh dengan

wawancara langsung, responden dipilih

secara sengaja (purposive) yaitu para to-

koh masyarakat dan gapoktan sebanyak 11

orang, aparat pemerintah yang terdiri dari

aparat desa sebanyak 9 orang dan petugas

penyuluh pertanian sebanyak 9 orang,

sistem ekonomi

sistem sosial

lingkungan

sarana prasarana (infrastruktur)

Gambar 1. Hubungan Antara Infrastruktur Dengan

Sistem Sosioekonomi Dan Lingkungan

Sumber : Grigg, 1998

dan 1 orang petugas pengendali organisme

pengganggu tanaman (POPT) yang ber-

tugas di Kecamatan Bumiaji. Responden

penyusunan strategi yaitu para pengambil

kebijakan dari Dinas Pertanian dan Kehu-

tanan Kota Batu, Badan Perencanaan Pem-

bangunan Kota Batu, akademisi, pengu-

saha dan LSM Kota Batu. Data sekunder,

diperoleh dari kantor-kantor pemerintah,

instansi maupun dinas-dinas terkait. Pe-

nilaian status keberlanjutan Kota Batu

sebagai kawasan agropolitan mengguna-

kan software rapish dengan teknik Multi

Dimensional Scalling (MDS) yang mem-

punyai berbagai keunggulan, diantaranya

sederhana, mudah dinilai, cepat dan biaya

yang diperlukan relatif murah. Selain itu,

teknik ini dapat menjelaskan hubungan

dari berbagai aspek keberlanjutan dan juga

mendeinisikan pembangunan kawasan yang leksibel. Dalam analisis MDS se-

tiap data yang diperoleh diberi skor yang

menunjukkan status sumber daya terse-

but. Ordinasi MDS dibentuk oleh aspek

ekologi, ekonomi dan sosial. Output dari

hasil analisis ini adalah berupa status ke-

berlanjutan Kota Batu sebagai kawasan ag-

ropolitan untuk empat dimensi (ekonomi,

ekologi, sosial dan infrastruktur), dalam

bentuk skor dengan skala 0–100. Kategori

mengenai penilaian status keberlanjutan

lebih jelas dapat dilihat di Tabel 1.

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 4: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 201324

Nilai Indeks Kategori

0,00 – 25,00 Buruk (tidak berkelanjutan)

25,00 – 50,00 Kurang (kurang berkelanjutan)

50,00 – 75,00 Cukup (cukup berkelanjutan)

75,00 – 100,00 Baik (sangat berkelanjutan

Sumber : Thamrin et al, 2007; Suyitman et al, 2009

Prioritas rekomendasi kebi-

jakan pengembangan kawasan agropoli-

tan berkelanjutan di Kota Batu dianalisis

melalui pendekatan Analytical Hierarchy

Process (AHP) yang berbasiskan pada

expertise judgement (Nasution, 2001) seh-

ingga pemilihan responden ditujukan pada

responden yang benar-benar memahami

permasalahan pengembangan kawasan ag-

ropolitan berkelanjutan. Responden dipilih

dari kalangan pemerintah daerah dan aka-

demisi.

Proses hierarki analitik mem-

berikan kesempatan bagi perorangan atau

kelompok untuk membangun gagasan

– gagasan dan mendeinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka mas-

ing – masing dan memperoleh pemeca-

han yang diinginkan darinya. Proses ini

memungkinkan orang menguji kepekaan

hasilnya terhadap perubahan informasi.

Tiga prinsip dasar dalam proses hierarki

analitik menurut Saaty (1993) adalah :

Menggambarkan dan menguraikan secara

hierarkis, yaitu mengelompokkan perso-

alan menjadi unsur – unsur tersendiri;

Membedakan prioritas dan sintesis den-

gan menetapkan prioritas dan menentukan

peringkat elemen – elemen menurut relatif

pentingnya;

Konsistensi logis, yaitu menjamin

bahwa semua elemen dikelompokkan se-

cara logis dan diperingkatkan secara kon-

sisten sesuai dengan suatu kriteria yang

logis.

Tabel 1. Kategori Status Keberlanjutan Pengembangan Kawasan Agropolitan

Berdasarkan Nilai Indeks Hasil Analisis MDS

Hasil Dan Pembahasan

Indeks Status Keberlanjutan

Status keberlanjutan Kota Batu

sebagai kawasan agropolitaan dikaji den-

gan menggunakan analisis Multi Dimen-

sional Scaling (MDS), berdasarkan pada

empat dimensi keberlanjutan yaitu dimensi

ekologi, ekonomi, sosial dan infrastruktur.

Berdasarkan hasil penilaian indeks status

keberlanjutan Kota Batu sebagai kawasan

agropolitan didapatkan hasil sebagaimana

tercantum dalam Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Analisis Indeks Status Ke-

berlanjutan

Dimensi Indeks Ke-

berlanjutan

(%)

Stress R2

Ekologi 40,54 0,17 0,94

Ekonomi 54,68 0,15 0,97

Sosial 36,46 0,17 0,91

Infrastruk-

tur

45,40 0,21 0,94

Hasil analisis menggunakan soft-

ware Rapish menunjukkan bahwa semua

dimensi yang dikaji yaitu dimensi ekologi,

dimensi ekonomi, dimensi sosial dan in-

frastruktur cukup akurat dan dapat diper-

tangungjawabkan, dimana nilai stress

berkisar antara 0,15 – 0,21 dan nilai koe-

isien determinasi berkisar antara 0,91 – 0,97. Berdasarkan Kavanagh dan Pitcher

(2004), hasil analisis dianggap cukup aku-

rat dan dapat dipertanggungjawabkan jika

nilai stress lebih kecil dari 0,25 dan nilai

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 5: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 25

koeisien determinasi (R2) mendekati 1.

Atribut – atribut yang mempengaruhi nilai

keberlanjutan

Dimensi ekologi

Berdasarkan hasil analisis MDS,

diketahui nilai indeks keberlanjutan di-

mensi ekologi pengembangan kawasan

agropolitan yaitu sebesar 40,54 %, seba-

gaimana tercantum dalam Tabel 2. Sehing-

ga berdasarkan klasiikasi kondisi status keberlanjutannya, kondisi dimensi ekologi

berada pada status kurang berkelanjutan.

Pengembangan kawasan agropolitan dit-

injau dari dimensi ekologi belum mem-

berikan keberlanjutan dari atribut yang

menjadi penilaian. Status keberlanjutan

dimensi ekologi dipegaruhi oleh beberapa

atribut yang menjadi dasar penilaian yaitu

kepemilikan lahan, pencetakan lahan perta-

nian baru, pengelolaan limbah, pengolahan

lahan, penggunaan saprodi dan sertiikasi. Analisis leverage dilakukan untuk melihat

atribut – atribut yang sensitif terhadap nilai

indeks keberlanjutan. Hasil analisis Le-

verage menunjukkan atribut yang sensitif

yang berpengaruh terhadap nilai indeks ke-

berlanjutan dimensi ekologi, seperti terlihat

pada Gambar 2. Atribut – atribut tersebut

berurut yaitu pengelolaan limbah (10,31),

pencetakan lahan pertanian baru (9,63) dan

kepemilikan lahan (8,69).

Pengelolaan limbah pertanian di Kota Batu

pada umumnya sangat baik. Masyarakat

sudah secara luas mengelola limbah per-

taniannya secara bijak. Limbah pertanian

digunakan menjadi pupuk organik dan se-

bagian kecil dimanfaatkan sebagai biogas.

Permintaan pupuk organik di beberapa

desa bahkan melampaui ketersediaan yang

ada sehingga petani mengimpor dari desa

lain. Melimpahnya sumber pupuk organik

yang berasal dari kotoran hewan dan sisa

sayuran memunculkan peluang usaha yang

cukup menjanjikan.

Pemanfaatan kotoran ternak dan

sisa tanaman lainnya, bagi beberapa petani

digunakan untuk mencukupi kebutuhan

lahan pertaniannya sendiri. Sisa – sisa

tanaman kadang dibenamkan kembali oleh

petani ke lahan pertanian untuk asupan

kandungan hara tanah. Pengelolaan lim-

bah rumah tangga yang juga dimanfaatkan

menjadi pupuk organik, telah dilakukan di

Desa Pandanrejo. pencetakan lahan perta-

nian baru menjadi salah satu atribut yang

berpengaruh terhadap nilai indeks keber-

lajutan dimensi ekologi yaitu sebesar 9,63.

Tidak ada pencetakan lahan pertanian baru

di Kecamatan Bumiaji karena pencetakan

lahan pertanian di Kota Batu khususnya di

kecamatan Bumiaji hampir tidak mungkin

dilakukan. Luasan lahan pertanian yang

Gambar 2. Atribut Yang Sensitif Yang Mempengaruhi Keberlanjutan

Dimensi Ekologi

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 6: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 201326

dimiliki masyarakat adalah yang diusaha-

kan selama ini dalam kegiatan pertanian.

Kegiatan yang dilakukan dalam rangka

penambahan luasan areal tanam dilakukan

secara intensiikasi yaitu dengan melaku-

kan penanaman komoditas buah, sayur dan

bunga di polybag ataupun di areal pekaran-

gan rumah. Beberapa komoditas yang diu-

sahan petani dalam polybag seperti jenis

tanaman stoberi, wortel dan andewi.

Lahan pertanian di Kecamatan Bumiaji,

hampir sebagian besar dimiliki dan diusa-

hakan oleh petani sendiri. Lahan pertanian

diwariskan secara turun temurun, dan bi-

asanya dibagi berdasarkan jumlah anak

yang dimiliki. Luas kepemilikan lahan

bervariasi, rata – rata kepemilikan lahan

di Kecamatan Bumiaji adalah 0,3 Ha. Bagi

petani dengan luasan lahan yang tidak be-

gitu besar memanfaatkan lahannya untuk

menanam sayuran, karena dengan lahan

yang kecil dapat memanen minimal empat

kali dalam setahun. Selain itu juga komod-

itas bunga potong yang juga menjanjikan

hasil yang lebih baik. Kepemilikan lahan

menjadi salah satu indikator, karena ber-

pengaruh terhadap keputusan masyarakat

dalam menggunakan atau mengusahakan

lahannya untuk kegiatan pertanian.

Penggunaan saprodi oleh sebagian

besar petani di Kota Batu mengandalkan

pada pupuk dan obat-obatan kimia sinte-

tik karena lebih cepat pengaruhnya pada

tanaman sehingga hasilnya pun lebih cepat

dapat dinikmati oleh Petani. Hal ini perlu

mendapakan perhatian khusus karena se-

cara ekologis mengakibatkan menurunnya

kandungan hara tanaman serta menimbul-

kan residu kimia pada tanah yang lambat

laun akan mengakibatkan tanah menjadi

berkurang kesuburannya. Sistem pengo-

lahan tanah yang dilakukan petani secara

konvensional yaitu pembalikan tanah pada

setiap kali musim tanam khususnya tana-

man komoditas sayuran, pengolahan tanah

secara intensif menimbulkan kerusakan

struktur tanah, mempercepat dekomposisi

bahan organik dan meningkatkan kemung-

kinan terjadinya erosi.

Dimensi Ekonomi

Hasil analisis MDS dalam tinjauan

dimensi ekonomi diperoleh nilai indeks ke-

berlanjutan, sebesar 54,68 %. Nilai indeks

dimaksud termasuk dalam kategori cukup

berkelanjutan yang berarti pengembangan

kawasan agropolitan di bidang ekonomi te-

lah memberikan dampak yang cukup bagus

terhadap perkembangan ekonomi di Kota

Batu. Atribut yang sensitif memberikan

pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan

pengembangan kawasan agropolitan pada

dimensi ekonomi yaitu keberadaan lem-

baga keuangan mikro, industri penunjang,

kerjasama, bantuan/subsidi dari pemerin-

tah, pasar, ketersediaan saprodi, kontribusi

terhadap PDRB dan tenaga kerja di bidang

pertanian.

Hasil analisis leverage menun-

jukkan atribut yang sensitif memberikan

pengaruh terhadap tingkat keberlanjutan

pengembangan kawasan agropolitan pada

dimensi ekonomi yaitu keberadaan lem-

baga keuangan mikro, industri penunjang,

kerjasama, bantuan/subsidi dari pemerin-

tah, pasar, ketersediaan saprodi, kontribusi

terhadap PDRB dan tenaga kerja di bidang

pertanian. Pengaruh dari tiga atribut yang

sensitif terhadap nilai keberlanjutan di-

mensi ekonomi disajikan dalam Gambar 2.

secara berurut yaitu ketersediaan saprodi,

kontribusi terhadap PDRB dan industri pe-

nunjang.

Hasil analisis leverage menun-

jukkan keberadaan industri penunjang

sangat berpengaruh terhadap nilai indeks

keberlanjutan dimensi ekonomi yaitu sebe-

sar 8,17 (Gambar 3). Industri penunjang

yang berkembang saat ini di masyarakat

Kecamatan Bumiaji yaitu industri pengo-

lahan skala rumah tangga. Industri olahan

produk pertanian didominasi usaha maka-

nan berbahan dasar apel, seperti sari apel,

dodol apel maupun keripik apel selain itu

juga olahan pangan berbahan daging kelin-

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 7: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 27

ci seperti yang diusahakan oleh koperasi

AKUR yaitu abon dan rambak kelinci.

Usaha olahan pertanian di Kecamatan Bu-

miaji menyebar di beberapa desa.

Sarana produksi pertanian meru-

pakan faktor yang paling berpengaruh

dalam penilaian satus keberlanjutan yaitu

sebesar 8,23. Ketersediaaan saprodi di

Kota Batu sampai saat ini masih bisa tercu-

kupi oleh kios dan toko saprotan yang ada

di Kota Batu. Bahkan dalam mekanisme di

lapangan, saprodi banyak diusahakan da-

lam kelompok – kelompok tani/Gapoktan.

Petani sesuai dengan kebutuhan yang telah

tersusun dalam Rencana Deinitif Kebutu-

han Kelompok (RDKK) telah menuliskan

kebutuhan saprodi dalam 1 tahun/ sekali

musim tanam sesuai kesepakatan dalam

kelompok.

Sampai saat ini sarana produksi

sangat mudah diakses oleh petani, baik

yang tergabung dalam kelompok tani mau-

pun tidak. Harga yang beredar di pasaran

pun tidak pernah lebih dari harga eceran

tertinggi yang berlaku. Selain itu sebagai

daerah pertanian, juga menarik para dis-

tributor pupuk dan obat – obatan untuk

menjadikan lahan pemsaran yang menjan-

jikan karena potensi sumber daya alamnya

dan didukung jumlah penduduk yang se-

bagian besar bekerja menjadi petani.

Kota Batu merupakan daerah

penghasil komoditas pertanian, namun

nilai yang disumbangkan dalam penyusu-

nan angka PDRB lebih kecil dibandingkan

sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Perubahan status dari kota administratif

menjadi kota telah banyak berperan menu-

runkan peranan sektor primer dan sektor

sekunder ke sektor tersier terutama pada

sektor pariwisata yang menjadi andalan

Kota Batu. Komoditas pertanian men-

duduki peringkat kedua dalam menunjang

sektor perekonomian kota Batu setelah

kegiatan perdagangan hotel dan restoran.

Ketersediaan saprodi dan pasar menjadi

faktor penunjang utama dalam kegiatan

pertanian sehingga mampu menyumbang

nilai PDRB relatif cukup besar yaitu sebe-

sar 20,64 % di tahun 2010. Tidak bisa

dipungkiri bahwa sektor pariwisata telah

demikian berkembang, namun pergeseran

yang terjadi telah menyeret aset penting

sektor pertanian ke dalamnya.

Dimensi Sosial

Indeks keberlanjutan pengem-

bangan kawasan agropolitan berdasarkan

Gambar 3. Atribut Yang Sensitif Yang Mempengaruhi Keberlanjutan

Dimensi Ekonomi

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 8: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 201328

analisis MDS dalam tinjauan dimensi so-

sial sebesar 36,46 %. Kondisi dimensi

sosial tersebut berdasarkan statusnya be-

rada pada kategori kurang berlanjutan. Hal

tersebut dimungkinkan karena beberapa

atribut yang diperkirakan sensitif mem-

berikan pengaruh terhadap tingkat keber-

lanjutan pengembangan kawasan agropoli-

tan pada dimensi sosial yaitu keberadaan

pusat pelatihan dan konsultasi milik petani,

kelembagaan, akses terhadap informasi,

konlik, keikutsertaan anggota keluarga dalam usaha, kerjasama dalam kelompok,

tingkat pengetahuan mengenai perbaikan

lingkungan, dan tingkat pendidikan.

Berdasarkan analisis leverage

(Gambar 4.) diperoleh atribut – atribut

yang sensitif berpengaruh terhadap nilai

status keberlanjutan dari dimensi sosial.

Atribut yang sensitif memberikan pengar-

uh terhadap tingkat keberlanjutan pengem-

bangan kawasan agropolitan pada dimensi

sosial yaitu keikutsertaan anggota keluar-

ga dalam kegiatan pertanian, frekuensi ter-

jadinya konlik, akses terhadap informasi,

kerjasama dalam kelompok, kelembagaan,

tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan

mengenai perbaikan lingkungan dan ke-

beradaan pusat pelatihan dan konsultasi

mandiri petani. Atribut yang paling berpen-

Gambar 4. Atribut Yang Sensitif Yang Mempengaruhi Keberlanjutan

Dimensi Sosial

garuh dalam penilaian status keberlanjutan

pengambangan kawasan agropolitan ditin-

jau dari dimensi sosial secara berurut yaitu

keikutsertaan anggota keluarga dalam keg-

iatan pertanian (8,33), frekuensi terjadinya

konlik (8,07) dan akses terhadap informasi (5,06).

Analisis leverage akses terhadap

informasi cukup berpengaruh terhadap

nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial

yaitu sebesar 5,06. Akses masyarakat terh-

adap informasi di Kota Batu dirasa kurang,

bagi sebagian masyarakat khususnya

petani dengan komoditas hortikultura lebih

aktif dalam mendapatkan informasi secara

langsung dengan pergi ke sumber – sumber

informan yang dirasa berkompeten pada

bidang yang dimaksud. Petani komoditas

hortikultura lebih berani memodiikasi maupun bereksperimen dengan pupuk/nu-

trisi yang dibutuhkan oleh tanaman untuk

menghasilkan produksi yang maksimal.

Hal ini berbanding terbalik dengan petani

yang yang mengusahakan pertanian tana-

man pangan yang lebih pasif dalam men-

gakses informasi dan biasanya mendap-

atkan informasi dari penyuluh pertanian

saja.

Frekuensi terjadinya konlik san-

gat berpengaruh terhadap nilai indeks ke-

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 9: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 29

berlanjutan dimensi sosial. Konlik hampir tidak pernah terjadi di Kecamatan Bumiaji,

warga masyarakat biasanya menyelesaikan

perselisihan secara kekeluargaan. Keikut-

sertaan anggota keluarga dalam usaha per-

tanian sangat berpengaruh terhadap nilai

indeks keberlanjutan dimensi sosial yaitu

sebesar 8,33. Pekerjaan menjadi petani

bagi masyarakat Kecamatan Bumiaji

merupakan suatu pekerjaan yang secara

turun temurun dilakukan oleh sebagian

besar masyarakat. Biasanya mereka mewa-

risi lahan – lahan pertanian dari orang tua

mereka selain keahlian bertani/bercocok

tanam. Dalam satu keluarga terdapat lebih

dari dua orang yang bekerja dibidang per-

tanian, selain bermaksud untuk membantu

kepala keluarga, juga sebagai pekerjaan

yang secara rutin dilakukan oleh anggota

keluarga yang lain. Selain itu ada keunikan

tersendiri seperti di Desa Bumiaji, para ibu

selain membantu suami kerja di kebun apel

juga bekerja menjadi buruh di kebun apel

orang lain. Pada saat perompesan daun

apel dibutuhkan banyak tenaga kerja seh-

ingga kadang para petani apel mendatang-

kan buruh tani dari desa – desa lain.

Dimensi Infrastruktur

Nilai indeks keberlanjutan di-

mensi infrastruktur berdasarkan hasil

analisis MDS didapatkan sebesar 45,40 %

seperti tersaji dalam Tabel 1. Status keber-

lanjutan Kota Batu sebagai kawasan agro-

politan ditinjau dari dimensi infrastruktur

berada pada kondisi kurang berkelanju-

tan. Kurang berkelanjutannya dimensi in-

frastruktur dimungkinkan karena sebagai

daerah otonom baru yang memasuki usia

11 tahun keberadaannya masih melakukan

pembenahan – pembenahan. Atribut yang

mungkin memberikan pengaruh terhadap

nilai indeks keberlanjutan dari dimensi

infrastruktur diantaranya yaitu sarana dan

prasarana jalan usaha tani, fasilitas pen-

didikan, fasilitas kesehatan, sarana trans-

portasi, sanitasi, jaringan irigasi, pemuki-

man dan energi.

Berdasarkan analisis leverage,

atribut yang paling berpengaruh terhadap

nilai keberlanjutan pengembangan ka-

wasan agropolitan yaitu sanitasi (3,55),

fasilitas pendidikan (3,40) dan energi

(2,43) seperti tersaji dalam Gambar 5.

Masyarakat Kecamatan Bumiaji sudah

menggunakan LPG sebagai sumber energi

utama untuk memasak dalam keluarga se-

lain itu akses listrik juga sudah menjangkau

seluruh masyarakat di Kecamatan Bumiaji.

Konversi minyak tanah ke gas telah men-

jangkau seluruh masyarakat Kecamatan

Gambar 5. Atribut Yang Sensitif Yang Mempengaruhi Keberlanjutan

Dimensi Infrastruktur

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 10: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 201330

Bumiaji, harga minyak tanah yang tinggi

yaitu Rp. 8.000/liter dan keberadaannya

yang sudah semakin langka di pasaran

memaksa masyarakat untuk beralih ke gas

yang dapat dibeli Rp. 13.500/3kg nya.

Akses masyarakat terhadap listrik

saat ini berdasarkan data yang dirilis BPS

Kota Batu tahun 2011, dari 15.151 KK

(Kepala Keluarga) yang terdapat di Keca-

matan Bumiaji sebanyak 16.056 KK su-

dah mengakses listrik. Hal tersebut berarti

akses masyarakat terhadap listrik cukup

terpenuhi, banyaknya KK terdaftar yang

berlangganan listrik melebihi jumlah KK

di Kecamatan Bumiaji, disebabkan satu

KK memiliki lebih dari satu hunian tempat

tinggal. Sanitasi sangat berpengaruh terh-

adap nilai indeks keberlanjutan dimensi in-

frastuktur. Kesehatan lingkungan di Keca-

matan Bumiaji masih sedikit mendapatkan

perhatian. Walaupun di hampir setiap kelu-

arga telah memiliki sarana MCK yang telah

dilengkapi dengan septicktank, tetapi air

limbah masih dialirkan ke sungai – sungai

kering (curah) yang ada di sekitar rumah

penduduk. Selain itu tempat pembuangan

sementara (TPS) hanya dimilikidesa – desa

tertentu saja diantaranya Desa Pandanrejo,

Desa Bulukerto, Desa Bumiaji, Desa Sum-

bergondo. Sedangkan di beberapa desa

lain sampah dikumpulkan dalam satu tem-

pat kemudian dibakar atau juga ada yang

membuang langsung ke sungai.

Fasilitas pendidikan yang terda-

pat di Kecamatan Bumiaji di sebagian be-

sar desa hanya terdapat fasilitas pendidikan

dasar sembilan tahun dan hanya terdapat

satu SMK di Desa Pandanrejo, sedikitnya

jumlah fasilitas pendidikan yang ada dis-

ebabkan karena jarak yang dekat antara

Kota Batu dan Kota Malang sebagai kota

dengan fasilitas pendidikan yang cukup

memadai menjadikan sebagian masyarakat

Kota Batu menyekolahkan putra putrinya

di Kota Malang.

Strategi Pengembangan Kawasan agro-

politan

Penentuan pilihan strategi dalam

peningkatan pengembangan kawsan Agro-

politan Kota Batu dilakukan diskusi den-

gan key person yang berkompeten dengan

pengembangan kawasan agropolitan. Key

person dimaksud adalah :

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hor-

tikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan

Kota Batu

Kepala Sub Bidang Pariwisata dan Perta-

nian Bappeda Kota Batu

Akademisi dari Universitas Tribuana Tung-

gadewi Malang

Perwakilan dari LSM Yayasan Pusaka

Perwakilan Pengusaha Hortikultura Arjuna

Flora

Berdasarkan wawancara yang mendalam

dari para key person di dapatkan beberapa

alternatif strategi berdasarkan permasala-

han – permasalahan yang mempengaruhi

status keberlanjutan kota Batu sebagai

kawasan agropolitan dalam tinjauan em-

pat dimensi keberlanjutan adalah sebagai

berikut :

Aspek Ekologi

Upaya-upaya dari aspek ekologi yang perlu

dilakukan dalam peningkatan pengemban-

gan kawasan agropolitan adalah sebagai

berikut:

Sistem Pertanian Organik (SPO) yang diti-

tikberatkan pada sistem pertanian yang

ramah lingkungan dengan memanfaatkan

komoditas lokal yang tersedia.

Aplikasi Sistem Input Luar Rendah (LEI-

SA) yaitu sistem pertanian dengan mengo-

lah lahan pertanian dengan suksesi alami

dengan memanfaatkan sumberdaya lokal

yang sangat intensif dan sedikit atau sama

sekali tidak menggunakan masukan dari

luar hanya menggunakan bahan kimia jika

ada kekurangan ditingkat lokal.

Penggunaan bibit/benih bersertiikasi dan menerapkan SOP (BBSOP) denagan cara

mengadakan sosialisasi manfaat yang da-

pat diperoleh petani dengan menggunakan

bibit/ benih bersertiikasi dan menerapkan

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 11: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 31

SOP.

Aspek Ekonomi

Upaya-upaya yang perlu dilaku-

kan dalam peningkatan pengembangan ka-

wasan agropolitan adalah sebagai berikut:

Penyaluran bantuan secara selektif (PBSS)

dengan memberikan bantuan kepada

masyarakat/kelompok tani secara selektif

untuk memotivasi peningkatan usaha bagi

kelompok – kelompok tani pemula serta

meningkatkan penguatan modal kelompok

Optimalisasi STA (OSTA) yaitu upaya

mengoptimalisasi fungsi SubbTerminal

Agribisnis untuk mengakomodasi hasil

pertanian dan produk olahannya

Menumbuhkan kawasan sentra produk ola-

han (MKSPO) sebagai upaya menumbuh-

kan sentra – sentra kawasan industri olahan

yang mengedepankan produk pertanian

khas Kota Batu dan diversiikasi jenisnyaAspek Sosial

Upaya-upaya yang perlu dilaku-

kan dalam peningkatan pengembangan ka-

wasan agropolitan adalah sebagai berikut:

Sosialisasi dampak penggunaan pupuk

dan obat – obatan kimia sintetik (SPOKS)

mengenai dampak resistensi hama dan pe-

nyakit yang terjadi pada pertumbuhan lora dan fauna akobat penggunaan pupuk dan

obat – obatan sintetik

Peningkatan sumber daya manusia petani

(PSDM) untuk meningkatkan pengetahuan

masyarakat mengenai teknologi tepat guna,

teknologi ramah lingkungan dan pendidi-

kan dasar bagi putra petani.

` Pemberdayaan pos pelayanan dan

konsultasi (PPPK) dengan mengoptimal-

kan pusat pelatihan dan konsultasi Pusat

Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya

(P4S) yang mudah diakses oleh seluruh

masyarakat.

Aspek Infrastruktur

Upaya-upaya yang perlu dilaku-

kan dalam peningkatan pengembangan ka-

wasan agropolitan adalah sebagai berikut:

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Terpadu

(PPPT) meliputi pembangunan sarana

prasarana pendidikan dan pelatihan perta-

nian secara terpadu dan menyeluruh

Perbaikan jalan usaha tani (PJUT) berupa

perbaikan jalan usaha tani berupa pengeras-

an dan pelebaran jalan

Pembangunan IPAL terpadu (PIT) yaitu

penyediaan sarana prasarana pendukung

instalasi pembuangan air limbah (rumah

tangga) komunal secara terpadu

Hasil analisis pendapat para pa-

kar berdasarkan dimensi pengembangan

kawasan agropolitan yang diprioritas-

kan berturut turut yaitu dimensi ekologi

dengan bobot 44,3% merupakan aspek

paling penting dalam pengembangan ka-

wasan agropolitan berkelanjutan. Dimensi

berikutnya adalah ekonomi dengan bo-

bot 23,1%, dimensi sosial dengan bobot

19,8% dan dimensi yang terakhir adalah

aspek infrastruktur dengan bobot 12,8%.

Nilai inconsistensi ratio = 0,09 berarti ha-

sil analisis tersebut dapat diterima karena

lebih kecil dari batas maksimum, yaitu 0,1.

Berikut disajikan graik nilai prioritas dari tiap dimensi (Gambar 6).

Terpilihnya aspek ekologi seba-

gai prioritas utama menunjukkan bahwa

pengembangan kawasan agropolitan

berkelanjutan berkaitan erat dengan kele-

starian lingkungan, dimana faktor ekologis

menjadi tumpuan masyarakat dalam pen-

gusahaan kegiatan – kegiatan pertanian.

Berdasarkan hasil penilaian AHP terdapat

tiga prioritas yang diutamakan (Gambar 6)

dalam pengembangan kawasan agropolitan

dengan melihat seluruh dimensi keberlan-

jutan yaitu penerapan system pertanian or-

ganik (22,1 %) ; menumbuhkan kawasan

sentra produk olahan (11,5 %); dan sosial-

isasi dampak penggunaan pupuk dan obat-

obatan kimia sintetik (9,9 %).

Sistem pertanian organik diang-

gap mampu menjawab permasalahan yang

ada mengenai penggunaan pupuk dan obat

– obatan kimia sintetik yang secara cepat

menurunkan kesuburan tanah yang ada di

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 12: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 201332

Kota batu. Lahan pertanian menjadi tidak

produktif karena residu kima dari obat

–obatan sintetik menghalangi pemulihan

kesuburan tanah secara alami, tetapi tidak

bisa dipungkiri sifat manusia yang tidak

pernah puas terhadap hasil yang diperoleh

dengan menginginkan lebih juga men-

dasari penggunaan pupuk dan obat-obatan

sintetik yang tidak sesuai dengan anjuran

dosis yang dibutuhkan tanah. Perubahan

pola pertanian yang ramah lingkungan di-

harapkan mampu mengembalikan kesub-

uran tanah sehingga produktivitasnya pun

meningkat.

Strategi kedua yang dapat dilaku-

kan yaitu menumbuhkan kawasan sentra

produk olahan secara ekonomi akan men-

ingkatkan kesejahteraan masyarakat, selain

itu dengan dibentuknya sentra kawasan

akan mempermudah dalam pembinaan dan

pengelolaan limbah yang dihasilkan dari

proses produksinya. Strategi ketiga yaitu

sosialisasi dampak penggunaan pupuk dan

obat – obatan kimia sintetik merupakan pri-

oritas yang harus dilakukan segera, meng-

ingat semakin menurunnya kesuburan ta-

nah yang berakibat pula pada menurunnya

produktivitas lahan pertanian secara terus

menerus dapat mendorong petani untuk

menjual lahannya, karena lahan yang dimi-

liki sudah tidak produktif lagi.

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah

Gambar 6. Kriteria penilaian AHP pada tiap dimensi

Gambar 7. Prioritas Strategi Peningkatan Status Keberlanjutan

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 13: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 2013 33

dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal

sebagai berikut :

Berdasarkan hasil analisis MDS

dengan Rap-AgroBatu status keberlanju-

tan Kota Batu sebagai kawasan agropoli-

tan pada masing – masing dimensi yaitu

dimensi ekologi termasuk dalam kategori

kurang berkelanjutan (40,54%), dimensi

ekonomi cukup berkelanjutan (54,68%),

dimensi sosial kurang berkelanjutan

(36,46%) dan dimensi infratsruktur kurang

berkelanjutan (45,40%). Atribut yang ber-

pengaruh dalam penilaian status keberlan-

jutan ditinjau dari dimensi ekologi yaitu

pengelolaan limbah, pencetakan lahan

pertanian baru dan kepemilikan lahan. Tin-

jauan dimensi ekonomi yaitu ketersediaan

saprodi, kontribusi terhadap PDRB dan in-

dustri penunjang. Faktor yang paling ber-

pengaruh dalam penilaian status keberlan-

jutan pengambangan kawasan agropolitan

ditinjau dari dimensi sosial yaitu keikut-

sertaan anggota keluarga dalam kegiatan

pertanian, frekuensi terjadinya konlik dan akses terhadap informasi sedangkan di-

mensi infrastruktur yaitu sanitasi, fasilitas

pendidikan dan energi.

Strategi yang menjadi prioritas dalam

pengembangan kawasan agropolitan

berkelanjutan adalah sistem pertanian or-

ganik, penumbuhan kawasan sentra produk

olahan dan sosialisasi dampak penggunaan

pupuk dan obat – obatan kimia sintetik.

Ucapan Terimakasih

Penulis menyampaikan terima

kasih kepada Kepala Pusat Pembinaan

Pendidikan dan Pelatihan Perencana-Ba-

dan Perencanaan Pembangunan Nasional

(Pusbindiklatren-Bappenas) atas beasiswa

dan kesempatan belajar yang diberikan

juga kepada aparat Desa Se- Kecamatan

Bumiaji, Gapoktan Se-Kec. Bumiaji, PPL

Se Kec. Bumiaji, yang bersedia menjadi

responden, Bappeda Kota Batu, Dinas

Pertanian dan Kehutanan Kota Batu,

Badan Pusat Statistik Kota Batu yang telah

memberikan data dan informasi mengenai

perencanaan pembangunan pertanian dan

data pendukungnya.

Daftar Pustaka

BPS Kota Batu, 2011. Batu Dalam Angka

2011. BPS Kota Batu.

Grigg, N.S. 1988. Infrastructure Engineer-

ing and Management. John Wiley

and Sons. New York. 1-87p.

Kavanagh P., T.J. Pitcher. Implementing

Microsoft Excel Software For Rap-

ish : A Technique For The Rapid Appraisal of Fisheries Status. Uni-

versity of British Columbia. Fish-

eries Centre Research Reports. 12

(2).

Nasution, M. A. 2001. Metode Research

(Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara.

Jakarta. 156p.

Saaty, T.L. 1993. Decision Making for

Leaders The Analytical Hierarchy

Process for Decisions. (Pengam-

bilan Keputusan Bagi Para

Pemimpin Proses Hierarki Analitik

untuk Pengambilan Keputusan da-

lam Situasi yang Kompleks, diter-

jemahkan oleh Ir. Liana Setiona,

Editor Ir. Kirti Peniwati, MBA). PT.

Pustaka Binaman Pressindo dan PT.

Gramedia. Jakarta.270p.

Suyitman, S.H. Sutjahjo, C. Herison, dan

S. Biham, 2009. Status Keberlan-

jutan Wilayah Berbasis Peternakan

Di Kabupaten Situbondo Untuk

Pengembangan Kawasan Agropoli-

tan. Jurnal Agro Ekonomi. Vol. 27

(2): 165-191.

Thamrin, S. H. Sutjahjo, C. Herison, dan S.

Biham, 2007. Analisis Keberlanju-

tan Wilayah Perbatasan Kalimantan

Barat – Malaysia Untuk Pengem-

bangan Kawasan Agropolitan : Stu-

di kasus Kecamatan Bengkayang

Dekat Perbatasan Kabupaten Beng-

kayang). Jurnal Agro Ekonomi. Vol.

25 (2): 103-124.

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman

Page 14: jarak kota 9.pdf

Jurnal EKOSAINS | Vol. V | No. 1 | Maret 201334

Saaty, L. Thomas. 1993. Decision mak-

ing for Leaders The Analytical

hierarchy process for decisions

in Complex World. (Pengambilan

Keputusan Bagi Para Pemimpin,

diterjemahkan Oleh Liana Setiono).

Pustaka Binaman Pressindo. Jakar-

ta. 270p.

Suweda, I. W., 2011. Penataan Ruang

Perkotaan Yang Berkelanjutan, Ber-

daya Saing dan Berotonomi : Suatu

tinjauan Pustaka. Jurnal Ilmiah

Teknik Sipil. Vol. 15 (2):113-122.

Peraturan Daerah Kota Batu No. 7 tahun

2011 tentang RTRW Kota Batu Ta-

hun 2010-2030.

Undang – Undang Republik Indonesia No.

11 tahun 2001 tentang pembentukan

Kota Batu.

Undang – Undang Republik Indonesia No.

26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang.

Strategi Peningkataan Status Ami Rahayu, Azis Nur Bambang,

Keberlanjutan Kota Batu Dan Gagoek Hardiman