Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia...

14
Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang memdai dan berkualitas sesuai dengan amanat UUD tahun 1945. Kesehatan telah menjadi isu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) sejak tahun 2010-2014 dan dilanjutkan pada periode 2015-2019 (Bappenas 2013). Pembangunan kesehatan ini bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar meningkatkan produktivitas kerja masyarakat. Pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat miskin dan rentan melalui program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merespon krisis ekonomi pada tahun 1998. Program yang ditujukan untuk keluarga miskin (gakin) ini kemudian dilanjutkan dengan Program Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Kesehatan (PDPSE Bidkes) pada tahun 20012002 yang bertujuan untuk memberikan pelayanan rujukan/rumah sakit bagi gakin (TNP2K 2014). Pada tahun 2003 program tersebut berubah menjadi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS BBM Bidkes) (TNP2K, 2014). Pada akhir tahun 2004, seiring meningkatkanya biaya kesehatan dari tahun ke tahun, Pemerintah meluncurkan program jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin dan rentan (Askeskin) dengan menggunakan prinsip asuransi sosial yang menugaskan PT Askes (Persero) sebagai pelaksana. Program yang dibiayai dari APBN ini diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan masyarakat miskin dna rentan agar terus bekerja produktif, dan keluar dari kemiskinan (TNP2K, UI Consulting, 2012). Pada tahun 2008, Askeskin kemudian berganti nama menjadi jaminan kesehatan

Transcript of Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia...

Page 1: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

Jaminan Kesehatan Nasional

Di Indonesia

Pendahuluan

Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan pelayanan kesehatan

yang memdai dan berkualitas sesuai dengan amanat UUD tahun 1945. Kesehatan telah menjadi isu

prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) sejak tahun

2010-2014 dan dilanjutkan pada periode 2015-2019 (Bappenas 2013). Pembangunan kesehatan ini

bertujuan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat agar meningkatkan produktivitas kerja

masyarakat. Pemerintah telah berupaya memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat miskin

dan rentan melalui program Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) merespon krisis

ekonomi pada tahun 1998. Program yang ditujukan untuk keluarga miskin (gakin) ini kemudian

dilanjutkan dengan Program Penanggulangan Dampak Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak

Kesehatan (PDPSE Bidkes) pada tahun 2001–2002 yang bertujuan untuk memberikan pelayanan

rujukan/rumah sakit bagi gakin (TNP2K 2014). Pada tahun 2003 program tersebut berubah menjadi

Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak Bidang Kesehatan (PKPS BBM

Bidkes) (TNP2K, 2014).

Pada akhir tahun 2004, seiring meningkatkanya biaya kesehatan dari tahun ke tahun, Pemerintah

meluncurkan program jaminan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin dan rentan (Askeskin)

dengan menggunakan prinsip asuransi sosial yang menugaskan PT Askes (Persero) sebagai

pelaksana. Program yang dibiayai dari APBN ini diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan

masyarakat miskin dna rentan agar terus bekerja produktif, dan keluar dari kemiskinan (TNP2K, UI

Consulting, 2012). Pada tahun 2008, Askeskin kemudian berganti nama menjadi jaminan kesehatan

Page 2: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

masyarakat (Jamkesmas). Sasaran peserta jamkesmas adalah 76,4 Juta Jiwa (Depkes 2008). Peserta

penerima jamkesmas tersebar di kabupaten/kota yang diusulkan oleh bupati/walikota untuk kemudian

ditetapkan oleh Menkes. Namun, pelaksanaan JKN di Indonesia menghadapi kendala kelembagaan

di mana kualitas layanan kesehatan masih relatif rendah, klien sering terjadi, dan kapasitas

administratif yang tidak memadai (Bank Dunia 2012). Meskipun, JKN di Indonesia masih belum

dilaksanakan dengan optimal, esai ini menyatakan bahwa JKN dapat dilaksanakan dengan lebih

berhasil jika ada peningkatan kualitas program, transparansi dan akuntabilitas, koordinasi dan

integrasi yang lebih baik dengan program-program bantuan sosial lainnya, dukungan politik yang

memadai, dan aksesibilitas yang memadai untuk meningkatkan outcomes.

Parameter Implementasi kebijakan yang baik

Ada cara sistematis untuk menilai apakah suatu kebijakan dilaksanakan dengan baik di suatu negara.

Sejumlah kriteria evaluatif untuk penilaian kebijakan yang baik dikembangkan. Kriteria ini adalah

stigma, efisiensi yang adil, kecukupan, efek insentif, biaya dan dukungan politik (Marmor 1971, hal.

84). Faktor kunci lain untuk penilaian kebijakan adalah kesetaraan, efisiensi, efektivitas dan

kelayakan politik (Rossell 1993, hal. 161). Kriteria evaluatif lainnya adalah kelayakan teknis,

kemungkinan ekonomi, viabilitas politik, operabilitas administrasi (Patton et al. 2013, p. 194). Kraft

& Furlong (2010) mengidentifikasi faktor-faktor kunci sebagai efektif, efisien, kemudahan

administrasi, kelayakan yang wajar dan politis sedangkan Bardach (2012) kriteria evaluatif adalah

efisiensi, keadilan, kebebasan, nilai proses. Dari berbagai kriteria, ada dua kriteria yang selalu

muncul, efektif dan efisien. Efektivitas adalah kemungkinan mencapai tujuan dan sasaran kebijakan

atau menunjukkan pencapaiannya. efektivitas mengacu pada pencapaian tujuan dan sasaran yang

dinyatakan sedangkan efisiensi mengacu pada pencapaian tujuan atau manfaat program dalam

hubungan dengan biaya, biaya terendah untuk manfaat tertentu atau manfaat terbesar untuk biaya

yang diberikan. Dalam efisiensi, kesederhanaan sangat penting, ini tercermin dalam sejauh mana

Page 3: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

penduduk menggunakan skema kebijakan. Namun, sangat sulit mengukur keefektifan karena

mengukur semua biaya dan manfaat tidak selalu memungkinkan. Kriteria penting lainnya adalah

ekuitas. Keadilan di sini adalah keadilan dan keadilan dalam distribusi biaya kebijakan, manfaat, dan

risiko di seluruh populasi atau subkelompok. Efektivitas, efisiensi dan kesetaraan adalah tiga kriteria

kunci evaluatif dalam menilai kebijakan perlindungan sosial yang baik. Sangat penting untuk

mengetahui sejauh mana sistem mencapai hasil yang diinginkan dalam mempertahankan standar

kehidupan yang layak bagi kelompok miskin dan rentan. Efektivitas program atau kebijakan dapat

diukur dari hasil dan manfaat yang diperoleh oleh masyarakat (World Bank 2012). Barang dan jasa

dapat disediakan secara efisien, tetapi ketika dengan kualitas rendah dan tidak memenuhi kebutuhan

masyarakat, maka sumber daya umumnya menjadi tidak berguna. Perbandingan tujuan dan hasil

program akan efektif ketika mencapai tujuan programnya seperti peningkatan indikator sosial. Di

beberapa negara berkembang, sistem jaminan kesehatan nasional yang baik terbukti mampu menahan

dampak negatif krisis keuangan global terhadap kesehatan masyarakat dan berkontribusi positif

terhadap pertumbuhan ekonomi. Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki

sistem jaminan dan perlindungan sosial.

Pelaksanaan JKN di Indonesia

Program asuransi kesehatan sosial untuk masyarakat miskin (JKN-PBI) dimulai dari program

Jamkesmas pada tahun 2005. JKN-PBI adalah program asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin

dan hampir miskin yang bayarannya dibayar oleh pemerintah. Program ini merupakan bagian dari

sistem asuransi kesehatan nasional yang diselenggarakan oleh Badan Keamanan Sosial Kesehatan,

yang dikenal BPJS Kesehatan, dengan tujuan melindungi masyarakat miskin dan hampir miskin dari

risiko berkurangnya kesehatan untuk menjadi penduduk yang lebih produktif. Pemerintah menyadari

bahwa rumah tangga miskin dan rentan memiliki tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan yang lebih

rendah (higher rates of non-utilization), tingkat yang lebih tinggi untuk penyakit yang dapat dicegah

Page 4: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

(higher rates of preventable conditions), dan lebih sering mengalami hilangnya pendapatan akibat

peristiwa kesehatan yang merugikan (Bank Dunia, 2013d).

Pada tahun 2018, kontribusi yang dibayarkan oleh pemerintah sekitar 23.000 rupiah per bulan kepada

92,4 juta penduduk miskin dan hampir miskin di Indonesia. Program JKN-PBI berjalan relatif efektif

dalam hal memanfaatkan layanan kesehatan. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan output yang terkait

dengan pemanfaatan orang miskin dan hampir miskin dalam memperoleh layanan kesehatan.

Program ini terbukti efektif dalam memperluas akses ke layanan kesehatan bagi peserta JKN-PBI.

Namun, banyak kelemahan yang membuat program ini tidak dapat dikatakan sepenuhnya efektif dan

efisien. Kelemahan pertama adalah bahwa informasi dan jalur klinis perlu disosialisasikan ke semua

pusat layanan kesehatan masyarakat. Banyak peserta JKN-PBI tidak memahami alur layanan

kesehatan ketika menggunakan fasilitas kesehatan (Bank Dunia 2016). Kelemahan kedua adalah

kesalahan inklusi dan eksklusi dalam data peserta PBI-JKN. Itu membuat program ini tidak bisa

memenuhi kriteria ekuitas. Ada banyak orang yang tidak memenuhi syarat, tetapi menjadi penerima

manfaat (TNP2K 2015c). Kelemahan ketiga adalah sistem manajemen informasi yang tidak memadai

dari penggunaan layanan kesehatan. Hal ini membuat pemantauan sebagian besar berdasarkan

laporan spot check dan manual. Untuk mengatasi kelemahan ini, informasi sosialisasi dan diseminasi

harus dilaksanakan secara masif. Sangat penting untuk memastikan semua peserta PBI-JKN

memahami bagaimana menggunakan layanan kesehatan sesuai dengan prosedur jalur klinis. Selain

itu, JKN-PBI harus mengembangkan sistem pengaduan terpadu, berguna untuk memperbarui data

penerima manfaat JKN-PBI sehingga dapat diperbaiki dengan cepat secara berkelanjutan.

Ada beberapa hal lain yang juga perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan JKN termasuk

peningkatan kualitas program, transparansi dan akuntabilitas, koordinasi dan integrasi yang lebih baik

dengan program-program bantuan sosial lainnya, dukungan politik yang memadai, dan nilai manfaat

yang memadai untuk meningkatkan outcomes.

Page 5: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

Pertama, peningkatan kualitas program adalah hal yang harus dilakukan secara berkesinambungan.

Kualitas program, transparansi dan akuntabilitas yang baik melibatkan proses dari hulu ke hilir, baik

dari tahap perencanaan, implementasi dan evaluasi program. Setidaknya ada sepuluh hal yang harus

diperhatikan guna meningkatkan kualitas program JKN. Yang pertama adalah inventarisasi yang

lebih baik rasio kebutuhan dan fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta. Hal ini diperlukan guna

memetakan antara kebutuhan dan permintaan fasilitas kesehatan disuatu tempat termasuk

menyelaraskan rencana induk integrasi sektor layanan kesehatan pemerintah dan swasta. Yang kedua

adalah mempromosikan upaya pencegahan penyakit kepada seluruh penduduk. Pencegahan

sesungguhnya lebih baik dari pada mengobati. Selain dapat menekan biaya kesehatan, juga

berdampak positif terhadap produktifitas masyarakat. Yang ketiga adalah memperkuat kelembagaan

DJSN sebagai lembaga monitoring dan evaluasi pelaksanaan SJSN sesuai amanat UU 40 tentang

SJSN. Hal ini menjadi penting dalam meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan jaminan

kesehatan nasional yang dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan.

Secara rata-rata, data rumah tangga JKN-PBI menunjukkan adanya korelasi dengan kemiskinan yang

diakibatkan pendapatan. Cakupan keseluruhan JKN-PBI (dalam Susenas 2016) adalah sekitar 18

persen rumah tangga, hampir tiga kali lipat dari tahun 2009. Dana manfaat PBI tambahan ini rata-rata

disalurkan ke rumah tangga yang sebagian besar memiliki korelasi dengan kemiskinan yang

disebabkan oleh pendapatan. Peralihan ke penetapan sasaran berbasis Basis Data Terpadu (BDT)

telah memberikan bagian manfaat yang lebih besar kepada rumah tangga miskin dan hampir miskin.

Kedua, koordinasi dan integrasi yang lebih baik dengan program bantuan sosial lainnya. Jaminan

kesehatan nasional sebagai program yang memberikan subsidi iuran jaminan kesehatan kepada

masyarakat miskin sangat bermanfaat dalam mengurangi beban finansial keluarga masyarakat miskin

Page 6: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

dari resiko berkurangnya kesehatan. Namun, dilapangan, banyak dijumpai penerima JKN hanya

menerima satu program tersebut. Seharusnya, dengan asumsi bahwa penerima JKN adalah

masyarakat miskin dan hampir miskin, maka penerima JKN adalah juga penerima bantuan sosial

lainnya seperti program rastra (beras sejahtera), program keluarga harapan (PKH), dan program

Indonesia Pintar (PIP). Perlu integrasi dan harmonisasi program perlindungan sosial yang melibatkan

lintas Kementerian. Peran Kementerian Koordinator sebagai lembaga harmonisasi kebijakan dan

Dewan Jaminan Sosial Nasional sebagai lembaga sinkronisasi sistem jaminan sosial nasional perlu

bekerja seiring dan seirama dalam mengatasi sengkarut permasalahan masyarakat miskin yang belum

menerima bantuan dan program perlindungan jaminan sosial. Sistem informasi manajemen, baik

perangkat pengolahan data maupun sistem pengolahan data harus terus diperbaiki agar data

kemiskinan yang dihasilkan bisa robust dan dipertanggungjawabkan. TNP2K, BPS, dan Kementerian

Sosial perlu bersinergi secara lebih konstruktif agar data kemiskinan yang dihasilkan memiliki

inlucion and exclusion error yang relative kecil. Secara historis pelaksanaan bantuan sosial masih

terpecah-pecah yang dilaksanakan oleh institusi yang berbeda. Namun, Pemerintah telah berupaya

dalam mengintegrasikan program bantuan sosial dan juga menerapkan inklusi keuangan pada

program pro rakyat ini. Di tingkat pusat, pelaksanaan program bantuan sosial utama masih dilakukan

oleh enam lembaga dilevel nasional (Bank Dunia, 2012).

Ketiga, kendala aksesibilitas pelayanan. Masih dijumpai disparitas infrastruktur kesehatan diwilayah

Indonesia bagian timur dan barat. Akibat dari persebaran infrastruktur yang tidak merata, sebagian

masyarakat mengeluarkan biaya transportasi yang relatif signifikan untuk mengakses pelayanan

kesehatan. Keragaman dalam cakupan fasilitas kesehatan dan biaya berarti nilai transfer PBI dalam

bentuk yang diterima oleh dua individu yang berumur sama dengan status kesehatan yang sama

mungkin sangat berbeda tergantung pada lingkungan layanan di mana mereka berada. Jadi ada

kendala akses pelayanan kesehatan bagi peserta PBI yang tinggal dilokasi yang mempunyai sarana

infrastruktur kesehatan yang belum merata. Meskipun kendala-kendala ini tidak unik, atau yang

Page 7: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

diakibatkan oleh masyarakat miskin penerima bantuan, namun ini menunjukkan bahwa penyediaan

program kesehatan kepada rumah tangga miskin juga harus secara logis mengoordinasikan

kegiatannya dan berbagi tujuannya dengan penyedia layanan.

Adanya perbedaan akses dan mutu antara penyedia layanan kesehatan pemerintah dan swasta bagi

rumah tangga miskin dan rentan mengindikasikan adanya pengaruh dari berbagai faktor yang saling

mempengaruhi. Dengan kata lain, layanan berkualitas tinggi mungkin tidak tersedia bagi segmen

masyarakat miskin sehingga menurunkan nilai akses berbasis PBI terhadap perawatan kesehatan

(World Bank 2017). Berdasarkan karakteristik demografi dan rumah tangga saja, rumah tangga

miskin diperkirakan akan lebih memilih perawatan kesehatan daripada rumah tangga yang lebih kaya

(Bank Dunia, 2013). Meskipun demikian, rumah tangga terkaya yang diwakili dalam survei Susenas

pada tahun 2016 memiliki tingkat pemanfaatan fasilitas layanan rawat jalan, rawat inap, dan fasilitas

layanan rawat inap penyedia layanan kesehatan swasta yang berada pada kisaran 22, 131, dan 610

persen lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga termiskin.

Pemanfaatan layanan kesehatan penerima manfaat PBI tumbuh dengan tingkat yang sama dengan

tingkat pemanfaatan dari mereka yang mendapatkan manfaat dari program asuransi lainnya. Tingkat

pemanfaatan layanan rawat jalan telah bertumbuh sekitar 3 poin persentase antara tahun 2012 dan

2016 untuk penerima manfaat Jamkesmas / JKN-PBI; dan sekitar 2 poin persentase untuk mereka

yang tidak memiliki jaminan kesehatan formal (World Bank 2017). Tingkat pemanfaatan layanan

rawat inap juga meningkat sekitar 2 poin persentase untuk penerima manfaat JKN-PBI / Jamkesmas;

dan sekitar 1,5 poin persentase untuk mereka yang tidak memiliki jaminan kesehatan formal.

Sebagian besar peningkatan pemanfaatan layanan yang difasilitasi oleh PBI berasal dari klinik rawat

jalan penyedia layanan kesehatan swasta maupun rumah sakit umum .

Page 8: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

Keempat, dukungan politik terkait pelaksanaan JKN. Dukungan politik adalah hal yang vital dalam

penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan Nasional ini. Menyadari kompleksitas permasalahan

penyelenggaraan JKN dilapangan, dukungan politik adalah modal utama dalam menyelesaikan

problematikan JKN dilapangan secara lebih cepat dan solutif. Banyak kepala daerah mempromosikan

dan ikut andil menyelesaikan permasalahan penyelenggaraan jaminan kesehatan didaerahnya yang

lebih bersifat jangka pendek. Perlu digalakan pemikiran perumusan JKN yang bersifat jangka panjang

dengan melibatkan kementerian kesehatan dan stakeholders terkait utamanya dalam hal penyediaan

infrastruktur kesehatan dan kecukupan pembiayaan jaminan kesehatan.

Kelima, pengadaan dan distribusi obat-obatan dalam JKN dalam prakteknya masih menghadapi

beberapa kekurangan, dari kesulitan akses dalam memperoleh obat-obatan, pasien yang tidak

mendapat obat yang memadai, ketidakterbukaan penentuan harga obat, hingga kekosongan stok obat

tertentu, dan tidak semua pengobatan yang efektif selalu tersedia dalam skema JKN. Penghitungan

kebutuhan obat dinilai tidak akurat, sehingga pihak industri farmasi kesulitan untuk menghitung

harga dan menyiapkan produksi. Hal ini dikarenakan penyeleksian obat-obatan yang masuk program

JKN hanya berdasarkan harga, sehingga tak heran jika obat-obat inovatif yang memiliki harga lebih

mahal tersingkir dari e-catalogue JKN. Kendala ini menambah tantangan bagi pasien BPJS dalam

memperoleh akses yang mudah untuk obat-obatan inovatif yang belum tersedia versi generiknya.

Keenam, terkait masalah sosialisasi di poin pertama, isu gender juga menjadi tantangan untuk

kesehatan ibu dan anak, di mana kematian ibu dan anak masih menjadi masalah di Indonesia.

Perempuan adalah mayoritas target pengguna layanan kesehatan, namun masih banyak yang belum

memanfaatkan fasilitas tersebut, terutama dari golongan menengah kebawah. Potret keengganan

perempuan miskin memanfaatkan layanan kesehatan reproduksi tercermin dari minimnya penerima

kartu JKN PBI untuk memanfaatkan layanan tersebut. Kondisi ini diperparah dengan jarangnya pihak

BPJS Kesehatan mensosialisasikan program dan jenis layanannya kepada masyarakat. Banyak

perempuan tidak mengetahui kalau BPJS Kesehatan dapat digunakan untuk pemeriksanaan IVA

(papsmear), payudara, dan kehamilan. Hasilnya, pemanfaatan kartu BPJS kesehatan bagi perempuan

Page 9: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

untuk pelayanan KB masih rendah. Masyarakat membanjiri layanan kesehatan dengan memanfaatkan

BPJS kesehatan, namun sayangnya sebagian besar masyarakat tidak banyak yang memanfaatkan

pelayanan KB, dan justru banyak memanfaatkan jasa bidan yang praktik swasta meski harus

membayar.

Tantangan dan rekomendasi ke depan

Reformasi menyeluruh penyelengaraan jaminan kesehatan nasional perlu dilakukan secara

terstruktur, mulai dari regulasi yang tumpang tindih dan parsial, paket manfaat yang dirasa belum

optimal dan program yang hanya menjangankau sebagian masyarakat. Ada sekitar 36,8 persen

penduduk Indonesia yang belum mempunyai jaminan kesehatan apapun, termasuk mereka yang

bekerja di sektor informal (DJSN, 2012). Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam perluasan

kepesertaan JKN dimana komposisi masyarakat yang bekerja di sector informal lebih banyak

dibandingkan sector formal. Sektor informal ini juga didominasi oleh masyarakat miskin dan rentan.

Oleh karena itu, bantuan pembiayaan kesehatan untuk semua kelompok masyarakat sangat

dibutuhkan untuk menjamin layanan kesehatan masyarakat miskin dna rentan di sector informal ini.

Permasalahan data juga menjadi catatan penting dimana terdapatexclussion dan inclusion error yang

tinggi dalam basis data terpadu yang dikeluarkan oleh TNP2K dan diverifikasi dan validasi oleh

Kementerian Sosial.

Ketimpangan akses ke layanan kesehatan yang berkualitas antara perkotan, perdesaan maupun daerah

terpencil juga memicu rendahnya utilisasi penggunaan layanan kesehatan peserta PBI JKN. Besarnya

disparitas antara barat dan timur Indonesia membuat kualitas pelayanan kesehatan tidak merata di

beberapa wilayah di Indonesia. Hal ini semakin kompleks ketika jumlah peserta JKN terus bertambah

dari hari ke hari. Terdapat beberapa antrian lonjakan peserta dibeberapa wilayah dimana jumlah

penyedia layanan kesehatan tidak sebanding dengan jumlah masyarakat yang dilayaninya.

Page 10: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

Kesinambungan pembiayaan kesehatan juga menjadi hal krusial yang akan terus muncul dimasa yang

datang. Besarnya mismatch antara pendapatan dan pembiayaan jaminan kesehatan membuat

pemerintah perlu memikirkan alternatif bauran kebijakan untuk mengatasi masalah defisit

pembiayaan jaminan kesehatan. Hal lain yang menjadi perhatian adalah masih signifikannya

pengeluaran pribadi untuk kesehatan meskipun PBI sudah dibebaskan biaya JKN (Bank Dunia 2016).

Hal ini mennjukkan adanya masalah sistemik segmen PBI JKN. Menyadari tantangan

penyelenggaraan JKN ke depan, ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan ke depannya:

Pertama, peningkatan kegiatan sosialisasi dan fasilitasi peserta PBI. Banyak rumah tangga PBI yang

tidak mengetahui prosedur layananan kesehatan ketika melakukan kunjungan di tempat-tempat

penyedia layanan kesehatan. Ketidaktahuan terkait prosedur ini mengurangi manfaat dan nilai

program JKN bagi peserta PBI (Bank Dunia 2016). Pemerintah bersama BPJS Kesehatan perlu

menetapkan standar informasi yang baku dan berlaku umum disetiap tempat penyedia layanan

kesehatan sehingga bisa diketahui oleh peserta PBI. Sosialisasi secara masif kepada stakeholder JKN

juga harus terus dilakukan agar meningkatkan efektifitas penyelenggaraan program ini.

Kedua, prosedur penetapan sasaran dan seleksi PBI oleh Kementerian Sosial memerlukan

keterlibatan stakeholder terkait baik itu TNP2K, BPS dan Pemerintah Daerah. Perlu sosialisasi

penguatan mekanisme untuk memutakhirkan data yang teregister di daerah ke data yang ada di pusat

yang dapat memastikan data alokasi di tingkat daerah adalah data yang selalu terkini. Untuk

mengurangi risiko ini, sistem pelaporan dan penerimaan keluhan harus diperkuat, utamanya untuk

segmen PBI, dan sedapat mungkin terkoneksi dengan sistem pengaduan yang berbasis BDT. Dengan

demikian, rumah tangga yang dikeluarkan tanpa alasan yang tepat dari status sebagai PBI dapat

dipulihkan kepesertaan PBInya. Untuk lebih memberdayakan masyarakat miskin dan rentan, sistem

Page 11: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

penyampaian keluhan seperti itu dapat dilengkapi dengan upaya untuk meningkatkan kesadaran

penerima manfaat program.

Ketiga, perlunya peningkatan sistem Pemantauan dan Evaluasi (M&E) JKN. Terutamanya terkait

sistem pemantauan kesehatan, penggunaan layanan kesehatan, perlindungan finansial dan biaya (dari

sisi rumah tangga), serta kinerja dan kesiapan di penyedia manfaat. Selama ini Kementerian/Lembaga

melakukan monitoring dan evaluasi. Namun, hal itu belum terintegrasi secara menyeluruh. Selain itu,

perbedaan yang signifikan antar daerah dalam hal ketersediaan dan kualitas layanan kesehatan, akses

terhadap perawatan kesehatan bisa menjadi masalah karena penyediaan layanan yang lemah. Masalah

yang mendasari persoalan ini adalah kurangnya kejelasan tentang irisan peran, tanggung jawab dan

kapasitas untuk mengawasi kinerja para pemangku kepentingan. Oleh karena itu penyusunan grand

design monitoring dan evaluasi yang disusun Bappenas sejak tahun 2013 perlu terus dilanjutkan dan

disepakati oleh semua Kementerian/Lembaga. Para pemangku kepentingan JKN secara eksplisit

harus menyadari bahwa kerjasama dan dukungan secara timbal balik (terutama melalui pembagian

informasi) antara administrator program dan penyedia layanan kesehatan akan memperbaiki pilihan

layanan kesehatan yang dapat diberikan kepada penerima manfaat sehingga peserta PBI dapat

mengakses paket manfaat yang dijanjikan sesuai peraturan.

Keempat, program JKN hendaknya mempunyai link dengan program bantuan sosial lainnya.

Penerima PBI yang terdiri dari masyarakat miskin dan hampir miskin diharapkan juga menerima

bantuan lainnya sehingga dapat meringankan beban pengeluaran masyarakat miskin dan rentan dan

bisa mempercepat penanggulangan kemiskinan. Sebuah laporan (Bank Dunia, 2015b) menunjukkan

bahwa prioritas JKN saat ini adalah perluasan keanggotaan ke sektor swasta dan informal;

meningkatkan pemungutan iuran dari mereka yang saat ini tidak membayar iuran; meningkatkan

keberlanjutan keuangan dan fiskal; dan meningkatkan struktur tata kelola JKN secara keseluruhan.

Penguatan program SLRT (sistem layanan rujukan terpadu) ditingkat pusat dan daerah diharapkan

Page 12: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

bisa menjadi komplemen bagi masyarakat miskin dan rentan untuk mengetahui program bantuan

sosial yang bisa diakses dengan kebutuhan layanan sosial dasar mereka.

Kelima, perlunya strategi bauran kebijakan pembiaayan defisit jaminan kesehatan nasional melalui

peningkatan pajak rokok. Defisit pelaksanaan JKN yang dialami oleh BPJS Kesehatan memerlukan

inovasi pembiayaan yang bersifat bauran dari berbagai kebijakan. Baik itu penguatan strategic

purchasing BPJS Kesehatan sebagai lembaga pembayar jasa kesehatan maupun kebijakan

pembiayaan melalui peningkatan pajak rokok. Perpres pajak rokok yang sudah dibahas oleh

pemerintah sejak beberapa tahun terakhir diharapkan bisa segera disepakati untuk diformalkan

menjadi regulasi.

Keenam, skema pengadaan dan distribusi obat dalam JKN perlu ditata ulang. Koordinasi yang lebih

efektif dari hulu ke hilir sangat diperlukan, dalam hal ini dari pemerintah pusat hingga ke rumah sakit.

Permasalahan mendasar dalam pengadaan obat di Indonesia adalah akses obat-obat inovatif yang sulit

tersedia karena kendala aksesibilitas atau belum terdaftar. Dari dasar permasalahan tersebut, ada

beberapa poin-poin rekomendasi yang perlu diperbaiki dan dikembangkan. Akses pada e-katalog/e-

purchasing masih terbatas pada RS milik pemerintah, sehingga perlu diperluas. Di samping itu,

masalah seperti rencana kebutuhan obat (RKO) masih kurang akurat, penetapan harga perkiraan

sendiri (HPS) oleh pemerintah yang dinilai tidak transparan, hingga permasalahan aspek akuntabilitas

dan transparansi harus lebih ditegakkan, perlu menjadi perhatian serius untuk dibenahi. Pelibatan

pihak industri farmasi penentuan HPS dan RKO Industri Farmasi sangat disarankan, untuk membantu

memberikan pendapat dari sudut pandang penyedia. Diperlukan juga sistem monitoring evaluasi

pengadaan dan transaksi melalui e-catalogue, berhubung saat ini monitoring baru sampai pada

transaksi e-purchasing pada e-catalogue saja, dan belum sampai pada realisasi supply obat hingga ke

Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I).

Page 13: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

Ketujuh, pemberdayaan masyarakat itu sendiri dalam rangka meningkatkan kesadaran dan melek

akan fungsi dan fasilitas kesehatan yang tersedia untuk mereka. Dalam hal ini edukasi dan sosialisai

yang lebih penetratif dibutuhkan. Perempuan juga perlu lebih diberdayakan, karena ibu adalah

penentu utama dalam menyikapi dan meningkatkan kondisi kesehatan keluarga, dan karena

pembangunan kesehatan berangkat dari keluarga sebagai skala terkecil lingkup perubahan. Mungkin

suatu hari kita dapat mencontoh model Brazil, di mana pemberdayaan perempuan melalui Conditional

Cash Transfers (CCT) yang mengidentifikasi sang ibu sebagai penerima langsung dari amanah

transfer tunai ini dengan target ganda, yaitu peningkatan keputusan pengeluaran kesehatan rumah

tangga yang lebih terkontrol, serta kesejahteraan dan kesehatan anak-anak yang lebih meningkat.

Reference

ADB 2012, The social protection index: methodology and handbook, ADB, Manila.

ADB, see Asian Development Bank

Bappenas 2017. Strategi pengembangan penghidupan berkelanjutan bagi rumah tangga miskin.

Infographic. Jakarta.

Bappenas, see Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

Kraft, ME & Furlong, SR 2010, Public policy: politics, analysis and alternatives, Congressional

Quarterly Press, California.

Page 14: Jaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan fileJaminan Kesehatan Nasional Di Indonesia Pendahuluan Setiap warga Negara baik itu masyarakat miskin dan rentan berhak mendapatkan

Ravallion, M 2009. “Bailing out the world’s poorest.” Challenge, vol. 52, no. 2, pp. 55–80.

Rossell, CH 1993, ‘Using multiple criteria to evaluate policies’, American

Political Science Quarterly, vol. 21, no. 2, pp. 155-184.

Stiglitz, J 2009, ‘The global crisis, social protection and jobs’, International Labour Review, vol. 148,

no. 2, pp. 62-76.

TNP2K 2015a, Evaluating Long Term Impact of Indonesia’s CCT Program: Evidence from a

Randomized Control Trial, viewed 1 April 2018,

<http://ekonomi.lipi.go.id/sites/default/files/evaluating_longer_term_impact_of_cct.pdf>.

TNP2K 2015b, Tantangan Meningkatkan Efektifitas Program Raskin, viewed 2 April 2018,

<http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Laporan%20TNP2K%20Tantangan%20Menin

gkatkan%20Efektifitas%20Program%20Raskin%20Final.pdf>.

TNP2K 2015c, JKN: Perjalanan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional, viewed 2 April 2018,

<http://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Final_JKN_Perjalanan%20Menuju%20Jamina

n%20Kesehatan%20Nasional%20-%20Copy.pdf>.

TNP2K, see Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

World Bank 2017, Social Assistance Public Expenditure Review: Towards a Comprehensive,

Integrated, and Effective Social Assistance System in Indonesia, viewed 30 March 2018,

<http://documents.worldbank.org/curated/en/535721509957076661/pdf/120905-REVISED-

PUBLIC-Screen-English-1211-update.pdf>.

World Bank 2001, Social Protection Sector Strategy: From Safety to Springboard, viewed 2 April

2018,

<http://documents.worldbank.org/curated/en/299921468765558913/pdf/multipage.pdf>.