Jamalul Ikhsana - ITERA
Transcript of Jamalul Ikhsana - ITERA
Interpretasi dan AnalisaTipe Geometri Pori Batuan Pada Reservoir Batupasir Dengan Pemodelan Fisika Batuan
Studi Kasus Lapangan Gas South Barrow Alaska
Jamalul Ikhsana , Harnanti Yogaputri Hutamib, Fatkhanc
a Institut Teknologi Sumatera
b Institut Teknologi Sumatera
c Institut Teknologi Bandung
Email : [email protected]
Abstract : Pore geometry is one of important variables to know analysis of reservoir quality, other than this varible also
affects the modulus elastic of rock so that it will directly affects the wave velocity. This research focused on the pore
geometry of sandstone reservoir (target zone) and wave velocity modeling involving the effect of pore geometry. Constant
pore space stiffness (k) analysis is a quantification methode to determine the pore geometry based on Rock Physics
Modeling (RPM). The analysis k is a comparison between 𝐾∅ and 𝐾𝑚, which stated that if ratio smaller, the stiffness of
rock is soft and so other, then the analysis k will classify the pore geometry of the rock represented by aspect ratio
parameter (𝛼) in this case k and 𝛼 are directly proportional to each other. Based on analysis quantitative k, it is known
that the stiffness of rock is soft rock because the k value for each well “SB-17”, “SB-18” and “SB-19” in range 0.06-0.2
and the pore geometry classified into a flat pore (soft pore). Wave velocity modeling that involves the factor of pore
geometry both modeled in dry conditions (dry pore) and saturated conditions will affect the modulus elastic of rock,
because the modulus elastic of rock is directly affected by the modulus of the matrix, pore geometry and pore fluida and
will affect the velocity response.
Keywords : Pore geomerty, Rock Physics Modeling, constant of pore space stiffness, modulus elastic, wave velocity
Abstrak : Geometri pori batuan merupakan salah satu variabel yang penting untuk diketahui dalam analisis kualitas
reservoir, selain itu variabel ini juga mempengaruhi modulus elastisitas batuan sehingga secara lansung akan
mempengaruhi kecepatan gelombang. Penelitian ini fokus pada bentuk geometri pori reservoir batupasir (zona target) dan
pemodelan kecepatan gelombang dengan melibatkan efek geometri pori batuan. Analisa konstanta pore space stiffness
(k) merupakan salah satu metode kuantifikasi untuk mengetahui geometri pori batuan yang berdasarkan pada pemodelan
fisika batuan (rock physics modelling). Analisa k merupakan perbandingan antara 𝐾∅ dan 𝐾𝑚, yang menyatakan bahwa
semakin kecil perbandingan maka kekakuan (stiffness) batuan lunak (soft) dan sebaliknya, selanjutnya analisa k akan
mengklasifikasikan geometri pori batuan yang diwakili oleh parameter aspek rasio (𝛼) dalam hal ini k dan 𝛼 saling
berbanding lurus. Berdasarkan hasil analisa kuantitatif k diketahui bahwa kekakuan (stiffness) batuan lunak (soft) karena
nilai k untuk setiap sumur “SB-17”, “SB-18” dan “SB-19” berada pada range 0.06-0.2 dan bentuk geometri pori
diklasifikasikan kedalam pori pipih (soft pore). Pemodelan kecepatan gelombang yang melibatkan faktor geometri pori
baik dimodelkan dalam kondiri kering (dry pore) dan kondisi tersaturasi (saturated) akan mempengaruhi modulus
elastisitas batuan, karena modulus elastisitas batuan dipengaruhi lansung oleh modulus matriks, geometri pori dan fluida
pori serta akan mempengaruhi respon kecepatannya.
Kata kunci : Geometri pori, pemodelan fisika batuan, konstanta pore space stiffness, modulus elastisitas, kecepatan
gelombang
I. Pendahuluan
Peningkatan kebutuhan akan konsumsi energi fosil
untuk digunakan sebagai bahan bakar baik dalam skala
rumah tangga, industri dan transportasi setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Namun, hal ini berbanding
terbalik dengan tingkat produksi yang ada, contohnya
saja negara kita Indonesia dengan produksi migas
perharinya hanya 762,6 ribu barel perhari (Mbopd)
sementara kebutuhan nasional perharinya mencapai 1,8
juta barel perhari sehingga dalam kasus ini untuk
memenuhi kebutuhan nasional langkah impor harus
dilakukan. Selain dari langkah impor, perlu dilakukan
upaya lain seperti gencar melakukan eksplorasi
hidrokarbon untuk menemukan tempat terakumulasinya
hidrokarbon atau biasanya disebut sebagai reservoir.
Batupasir memiliki karakteristik berpori sehingga perlu
dilakukannya karakterisasi guna mengetahui bentuk dari
geometri porinya.
Seperti yang diketahui pori reservoir batupasir
umumnya relatif sama dan tentu bentuk geometrinya
akan sama berbeda dengan reservoir batu karbonat yang
porinya sangat kompleks. Analisis kualitas suatu
reservoir menjadi suatu kajian yang penting dilakukan.
Salah satu variabel yang menjadi penentu kualitas
reservoir adalah geometri pori batuan reservoir.
Perlunya geometri pori diketahui untuk dapat
mengestimasi seberapa besar cadangan fluida ekonomis
dalam hal ini minyak dan gas serta produktivitas zona
target tersebut untuk di eksploitasi.
Proses untuk mengetahui bentuk ataupun analisa
geometri pori sangat kompleks dan sulit untuk
dikuantifikasi. Salah satu cara yang paling efektif
dilakukan untuk mengetahui bentuk geometri pori
batuan dengan pemodelan fisika batuan (rock physics
modelling) metode analisa konstanta pore space
stiffness. Pada penelitian ini juga menggunakan
pendekatan konstanta pore space stiffness menggunakan
persamaan Zimmerman untuk mengetahui bentuk dari
geometri pori batuan. Namun, pada penelitian ini
dilanjutkan dengan melibatkan faktor geometri pori
untuk dimodelkan dalam keaadaan kering (dry) dengan
model dry rock Kuster-Toksoz dan selanjutnya
dimodelkan dalam keaadaan tersaturasi dengan model
saturated rock Biot-Gassmann. Analisis konstanta pore
space stiffness dengan persamaan Zimmerman akan
menentukan stiffness (kekakuan batuan) dan tipe
geometri pori dari reservoir dan digunakan sebagai
guidance guna menentukan aspect rasio untuk
pemodelan dry rock Kuster-Toksoz, pemodelan ini akan
menggambarkan estimasi respon parameter elastik dari
bentuk geometri pori batuan selanjutnya dimodelkan
dalam kondisi tersaturasi fluida Biot Gassmann guna
melihat perubahan dan perbandingan yang terjadi pada
respon kecepatan gelombang P dan S dalam kondisi
kering (dry rock) dan kondisi tersaturasi fluida
(saturated rock).
II. Data dan Metodologi
2.1 Teori Dasar
a. Tinjauan Umum Batupasir
Batupasir (sandstone) adalah jenis batuan sedimen
klastik penting yang membentuk ¼ volume batuan
sedimen. Proses pembentukan batuan sedimen klastik
ini secara alami dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :
proses pelapukan, proses erosi dan transportasi serta
proses pengendapan. Penelitian ini difokuskan pada
zona target (reservoir) disetiap sumur penelitian, yang
mana berdasarkan stratigrafi daerah penelitian diketahui
bahwa reservoir adalah batupasir glaukonit. Menurut
Cloud (1955) dan Chilingar (1955), glaukonit hanya
terbentuk pada air laut yang salinitasnya normal dan
difasilitasi oleh kehadiran material organik, hanya
terbentuk pada daerah yang laju sedimentasinya rendah
serta terbentuk dari mineral mika atau lumpur yang kaya
akan besi. Dalam batupasir glaukonit, kuarsa merupakan
mineral penyusun utama dengan komposisi lebih dari
50%.
b. Porositas
Porositas merupakan ruang kosong yang dimiliki oleh
batuan sebagai tempat menyimpan fluida, nilainya
dinyatakan dalam persen (%) dimana perhitungan
tersebut didapatkan dari nilai volume porositas dibagi
dengan volume total batuan. Porositas juga merupakan
variabel utama untuk menentukan besarnya cadangan
fluida yang terdapat dalam suatu massa batuan. Secara
matematis porositas dapat dinyatakan dengan simbol 𝜙
maka :
𝜙 = 𝑉𝑝𝑜𝑟𝑒
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
= 1 − 𝑉𝑚𝑎𝑡𝑟𝑖𝑘𝑠
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
(2. 1)
c. Teori Konstanta Pore Space Stiffness
Tekanan memainkan peran yang penting dalam fisika
batuan. Kompressibilitas batuan berpori “ C ”,
merupakan kebalikan dari modulus bulk, dapat ditulis
sebagai turunan dari volume batuan terhadap tekanan
yang dibagi dengan volume atau dapat ditulis
berdasarkan persamaan dibawah ini.
𝐶 = 1
𝐾= −(
1
𝑉)
𝑑𝑉
𝑑𝑃
(2.2)
Keterangan :
𝑉 = Volume (m3)
𝑃 = Tekanan (N/m2)
Pada persamaan diatas diketahui bahwa tekanan secara
umum terbagi menjadi 2 jenis yaitu confining pressure
(𝑃𝑐) dan pore pressure (𝑃𝑝) dan 3 volume yang berbeda
perlu dipertimbangkan yaitu volume bulk batuan (𝑉𝑏),
volume mineral (𝑉𝑚) dan volume ruang pori (𝑉𝑝).
Dengan memanfaatkan konsep-konsep ini, dapat
dibangun 3 model batuan yang sederhana ditunjukkan
pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Model batuan sederhana yang terdiri dari
mineral dan pori tunggal (A) menunjukkan tekanan
pengekang yang diterapkan ke bagian dalam dan luar
mineral, (B) tidak menunjukkan tekanan di bagian
dalam tetapi membatasi tekanan pada di luar, dan (C)
menunjukkan tekanan pori di bagian dalam dan
membatasi tekanan pada bagian luar (diadaptasi dari
Mavko dan Mukerji, 1995).
Pada gambar 1 diatas dijelaskan bahwa model batuan
sederhana dalam kasus terdiri dari mineral dan pori
tunggal. Dimana :
- Kondisi dimana confining pressure (𝑃𝑐) diterapkan
pada bagian dalam dan luar dari mineral dan
menunjukkan bahwa batuan mengalami deformasi
dengan modulus mineral.
- Pada kondisi B menunjukkan tidak ada tekanan
dibagian dalam batuan tetapi confining pressure
(𝑃𝑐) diterapkan pada bagian luar karena kasus
batuan dalam kondisi kering (dry).
- Pada kondisi C menunjukkan adanya pore
pressure (𝑃𝑝) pada bagian dalam dan confining
pressure (𝑃𝑐) pada bagian luar karena kasus batuan
dalam kondisi tersaturasi (saturated).
Pore space stiffness merupakan invers ataupun
kebalikan dari kompressibilitas ruang pori batuan
kering, yang dapat dinyatakan dalam persamaan
dibawah ini.
𝐶∅ = 1
𝐾∅
= −(1
𝑉𝑝
)𝑑𝑉𝑝
𝑑𝑃𝑐
(2. 3)
Keterangan :
𝐶∅ = Kompressibilitas pori (GPa)
𝑉𝑝 = Volume pori (m3)
𝑑𝑉𝑝 = Perubahan volume pori (m3)
𝑑𝑃𝑐 = Perubahan confining pressure (N/m2)
d. Konsep Dasar Petrofisika
Analisis petrofisika merupakan salah satu proses yang
penting dilakukan dalam usaha untuk mengetahui
karakteristik dari suatu reservoir yang didasarkan pada
interpretasi data sumur (well log) hasil pengukuran.
Analisis data sumur berfungsi untuk mengidentifikasi
parameter-parameter yang digunakan dalam analisis
fisika batuan seperti litologi, kandungan mineral,
volume shale, porositas, permeabilitas dan saturasi
fluida. Dalam penelitian ini digunakan beberapa data log
sumur, yaitu :
1. Log Gamma Ray
Log Gamma Ray (GR) adalah salah satu jenis log yang
digunakan untuk menentukan lapisan zona permeable
dan zona tidak permeable (impermeable) dapat dilihat
dengan suatu kurva yang mana kurva tersebut
menunjukkan besaran intensitas radioaktif yang ada
dalam formasi. Didalam formasi hampir semua batuan
sedimen mempunyai sifat radioaktif yang tinggi,
terutama terkonsentrasi pada mineral lempung (clay),
shale dan terutama marine shale mempunyai emisi sinar
gamma yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sandstone, limestone dan dolomite. Dengan adanya
perbedaan tersebut gamma ray log ini dapat digunakan
untuk membedakan antara shale dan non shale sehingga
gamma ray sering disebut sebagai log litologi.
2. Log Sonic (DT)
Log Sonic atau dikenal sebagai log akustik, adalah log
listrik yang mencatat karakteristik akustik formasi
bawah permukaan berdasarkan waktu tempuh
gelombang dari perambatan gelombang kompresional
kebawah permukaan yang melalui formasi batuan.
Lamanya rambat gelombang suara, berbanding terbalik
dengan kecepatan rambatnya. Persamaan yang
digunakan untuk menghitung kecepatan gelombang P
(Vp) dengan data log sonic :
𝑉𝑝 =1
𝑑𝑡=
0.3048
𝑑𝑡 𝑥 10−6
(2. 4)
Keterangan :
𝑉𝑝 = Kecepatan gelombang P (m/s)
Dt = Data hasil pengukuran log sonic (s/ft)
3. Log NPHI
Prinsip dasar dari log neutron adalah mendeteksi
kandungan atom hidrogen yang terdapat dalam formasi
batuan dengan menembakkan atom neutron ke formasi
dengan energi yang tinggi. Partikel-partikel neutron
memancar dan menembus formasi serta bertumbukan
dengan material formasi, akibat dari tumbukan tersebut
neutron akan kehilangan energi. Energi yang hilang saat
benturan dengan atom didalam formasi batuan disebut
sebagai porositas formasi (∅𝑓).
4. Log RHOB
Prinsip kerja log densitas (Harsono,1993) yaitu suatu
sumber radioaktif dari alat pengukur dipancarkan sinar
gamma dengan intensitas energi tertentu menembus
formasi batuan. Batuan terbentuk dari kumpulan
mineral, mineral tersusun dari atom-atom yang terdiri
dari proton dan elektron. Partikel sinar gamma
membentur elektron-elektron dalam batuan. Akibat
benturan ini sinar gamma akan mengalami pengurangan
energi (loose energy). Energi yang kembali sesudah
mengalami benturan akan diterima oleh detektor yang
berjarak dengan sumbernya. Makin lemah energi yang
kembali menunjukkan makin banyaknya elektron-
elektron dalam batuan sehingga densitas akan semakin
besar.
Secara matematis dari log densitas dapat dihitung
porositas dengan menggunakan persamaan :
ϕ = ⍴𝑚𝑎 − ⍴𝑏
⍴𝑚𝑎 − ⍴𝑓
(2. 5)
Keterangan :
Φ = Porositas (fraksi)
⍴𝑚𝑎 = Densitas matriks (kg/m3)
⍴𝑓 = Densitas fluida (kg/m3)
⍴𝑏 = Densitas bacaan log (kg/m3)
Dalam petrofisika perlu dilakukan perhitungan volume
shale terutama pada lapisan shaly sand dimana
kandungan clay dapat mempengaruhi dalam penilaian
produktifitas suatu lapisan reservoir. Untuk menghitung
volume shale menggunakan rumus umum dibawah ini.
𝐼𝐺𝑅 =𝐺𝑅𝑙𝑜𝑔 − 𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛
𝐺𝑅𝑚𝑎𝑥 − 𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛
(2. 6)
Keterangan :
𝐼𝐺𝑅 = Indeks Gamma Ray (fraksi)
𝐺𝑅𝑙𝑜𝑔 = Pembacaan Gamma Ray pada log setiap
kedalaman (API)
𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛 = Pembacaan nilai Gamma Ray Minimum
(API)
𝐺𝑅𝑚𝑎𝑥 = Pembacaan nilai Gamma Ray maksimum
(API)
e. Konsep Fisika Batuan
Fisika batuan bertujuan untuk memahami karakter dan
sifat fisis batuan, fluida serta mencari suatu sifat fisis
yang dapat memisahkan antara zona prospek dengan
zona yang tidak prospek. Adapun sifat-sifat fisis dari
fisika batuan sebagai berikut :
1. Elastisitas Batuan
Teori elastisitas adalah teori yang menghubungkan
antara gaya yang diberikan terhadap suatu benda dengan
perubahan bentuk dan ukuran yang terjadi setelah gaya
dihilangkan. Hubungan antara gaya pada benda terhadap
deformasi dinyatakan dalam konsep stress dan strain
(tegangan dan regangan). Stress dan strain digunakan
untuk mengukur objek ketahanan suatu benda terhadap
gaya yang diberikan atau sering disebut dengan modulus
elastisitas, yang diwakilkan oleh modulus bulk dan
modulus shear.
Modulus Bulk merupakan kecenderungan suatu benda
untuk berubah bentuk ke segala arah ketika diberi
tegangan seragam ke segala arah. Modulus Bulk
umumnya disebut juga inkompresibilitas, dengan kata
lain didefinisikan sebagai ketahanan suatu batuan
terhadap gaya kompresional sedangkan Modulus shear
merupakan kecenderungan sebuah objek untuk bergeser
(deformasi bentuk pada volume konstan) ketika diberi
gaya yang berlawanan. Modulus shear biasa disebut
rigiditas (ketahanan body batuan terhadap shear stress).
2. Densitas
Secara matematis densitas dapat dinyatakan sebagai
perbandingan antara massa dan volume dalam satuan
(gr/cc atau kg/m3). Densitas batuan hubungannya
dengan kekompakan dari batuan itu sendiri dimana
ketika nilai dari densitas batuan besar maka batuan
tersebut sangat kompak dan sebaliknya. Densitas batuan
berbeda-beda tergantung pada mineralogi, porositas dan
kandungan fluidanya
3. Kecepatan Gelombang
Gelombang seismik berdasarkan tipe penjalarannya
dibagi menjadi 2 yaitu gelombang P (gelombang
kompresi) dan gelombang S (gelombang shear).
Gelombang P merupakan gelombang yang arah
penjaralarannya sejajar dengan arah perambatan
gelombang, sedangkan gelombang S adalah gelombang
yang arah penjalarannya tegak lurus dengan arah
perambatan gelombang. Secara matematis gelombang P
dan gelombang S dapat dinyatakan sebagai berikut :
𝑉𝑝 = √𝐾+
4
3𝜇
𝜌
(2. 7)
𝑉𝑠 = √𝜇
𝜌
(2. 8)
Keterangan :
𝑉𝑝 = Kecepatan gelombang P (m/s)
𝑉𝑠 = Kecepatan gelombang S (m/s)
K = Modulus bulk (GPa)
𝜇 = Modulus shear (GPa)
𝜌 = Densitas (kg/m3)
f. Pemodelan Fisika Batuan
Pemodelan fisika batuan adalah salah satu cara untuk
memahami karakteristik dari batuan reservoir.
Pemodelan fisika batuan didasarkan pada ketersediaan
data baik dari data core maupun data log. Dengan
mengetahui jenis batuan penyusun dari reservoir, dapat
dilakukan pemodelan fisika batuan berdasarkan sifat
elastis dari batuan. Pada pemodelan fisika batuan
dibutuhkan kerangka berfikir mengenai tahapan
pemodelan yang akan dilakukan. Berikut ini merupakan
tahap-tahap yang dilakukan untuk pemodelan fisika
batuan.
Gambar 2. Skema pemodelan fisika batuan
1. Pemodelan solid rock bound methode VRH
Metode ini melakukan kalkulasi batas elastis dari bahan
komposit (mineral) berdasarkan prinsip fisika batuan.
Kalkukasi batas-batas tersebut didasari pada asumsi
bahwa batuan adalah mineral komposit linier elastis.
Pemodelan ini dilakukan pada solid rock atau batuan
yang padat dan full terisi oleh mineral dengan anggapan
tidak memiliki porositas sehingga tidak perlu
melibatkan inklusi dan saturasi fluida pada reservoir.
Pemodelan Voigt (upper bound), Reuss (lower bound),
dan Hill (average bound) merupakan pemodelan teoritis
yang sangat sederhana untuk mendapatkan modulus
elastik dan fraksi mineral batuan yang paling mendekati
properti batuan sebenarnya dengan menggunakan data
petrophysics yang ada (Mavko et., al., 2009).
Gambar 3. Model Voight, Reuss dan Hill (Mavko et., al., 2009)
𝑀𝑣 = ∑ 𝐹𝑖𝑀𝑖
𝑁
𝑖=1
(2. 9)
1
Mr= ∑
𝑓𝑖
𝑀𝑖
𝑁
𝑖=1
(2. 10)
𝑀𝑣𝑟ℎ =𝑀𝑉 + 𝑀𝑅
2
(2. 11)
Keterangan :
MH = Modulus elastik Hill mineral batuan (GPa)
MV = Modulus elastik Voight mineral batuan (GPa)
MR = Modulus elastik Reuss mineral batuan (GPa)
fi = Fraksi modulus elastik mineral batuan (%)
Mi = Modulus elastik mineral batuan (GPa)
1.a Pemodelan dry rock pendekatan Pride dan Lee
Pemodelan dry rock ini dilakukan untuk dapat
mengestimasi log Vs. Estimasi log Vs dengan
pendekatan Pride dan Lee ini melibatkan faktor
konsolidasi yang mana nilai dari faktor konsolidasi
berbeda untuk setiap kedalamannya. Untuk menghitung
nilai modulus elastik Pride dan Lee dapat menggunakan
persamaan dibawah ini :
𝐾𝑑𝑟𝑦 = 𝐾𝑚𝑖𝑛 (1 − 𝜙)
(1 + 𝛼𝑘𝜙)
(2.12)
𝜇𝑑𝑟𝑦 = 𝜇𝑚𝑖𝑛 (1 − 𝜙)
(1 + 𝛾𝛼𝑘𝜙)
(2. 13)
𝛾 = 1 + 2𝛼𝑘
1 + 𝛼𝑘
(2. 14)
Keterangan :
𝐾𝑑𝑟𝑦 = Modulus bulk dry rock (GPa)
𝐾𝑚𝑖𝑛 = Modulus bulk mineral (GPa)
𝜇𝑑𝑟𝑦 = Modulus shear dry rock (GPa)
𝜇𝑚𝑖𝑛 = Modulus shear mineral (GPa)
𝜙 = Porositas (% atau fraksi)
𝛼𝑘 = Faktor Konsolidasi (fraksi)
1.b Analisa Konstanta Pore Space Stiffness
persamaan Zimmerman
Persamaan Zimmerman merupakan persamaan yang
digunakan untuk mengetahui nilai modulus bulk pori
batuan serta memprediksi stiffness batuan. Berikut
adalah persamaan Zimmerman (Mavko et al, 2009).
𝐾𝑠𝑎𝑡 = 𝜌𝑏(𝑉𝑃2 − 𝑉𝑠
2)
(2. 15)
𝐾∅ = ∅ (𝐾𝑚𝐾𝑠𝑎𝑡
𝐾𝑚−𝐾𝑠𝑎𝑡
) − (𝐾𝑚𝐾𝑓𝑙
𝐾𝑚 − 𝐾𝑓𝑙
) (2. 16)
1
𝐾𝑑𝑟𝑦
= 1
𝐾𝑚𝑎
+∅
𝐾∅
(2. 17)
Untuk mengetahui konstanta pore space stiffness dapat
menggunakan persamaan berikut :
𝐾𝑑𝑟𝑦
𝐾𝑚𝑎
= 1
1 +∅𝑘
(2. 18)
Dimana, 𝑘 =𝐾∅
𝐾𝑚𝑎
Keterangan :
𝐾𝑑𝑟𝑦 = Modulus bulk dry rock (GPa)
𝐾∅ = Modulus bulk pori batuan (GPa)
∅ = Porositas (fraksi)
𝑘 = Konstanta pore space stiffness (fraksi)
𝐾𝑚𝑎 = Modulus bulk matriks (GPa)
Gambar 4. Kurva Zimmerman (Kristi,2017)
2. Pemodelan dry rock Kuster-Toksoz
Model Kuster-Toksoz (KT) – (Kuster dan Toksoz
1974), model ini sering digunakan untuk menganalisis
efek bentuk pori dan persentase aspek rasio pori
terhadap modulus elastis dinamis batuan dan kecepatan
seismik. Model ini mengasumsikan konsentrasi inklusi
yang rendah, dan juga mengasumsikan bahwa semua
pori berbentuk ellipsoidal, yang dapat dijelaskan dengan
aspek rasio pori. Parameter ini ditentukan oleh rasio
sumbu pendek dan sumbu panjang dari inklusi. Semakin
kecil nilai dari aspek rasio pori maka bentuk porinya
akan semakin pipih sedangkan jika nilai dari aspek pori
besar maka bentuk pori akan semakin bulat.
Gambar 5. Skematik aspek rasio pori
Berikut merupakan persamaan yang digunakan dalam
mencari nilai dari modulus bulk dry rock Kuster-Toksoz
dan modulus shear dry rock Kuster-Toksoz.
( 𝐾𝑚 − 𝐾𝐾𝑇)𝐾𝑚 +
43
𝜇𝑚
𝐾𝐾𝑇 + 43
𝜇𝑚
= ∑ 𝑥𝑖 (𝐾𝑚 − 𝐾𝑖) 𝑃𝑚𝑖
𝑁
𝑖=1
(2. 19)
(𝜇𝑚 − 𝜇𝐾𝑇)(𝜇𝑚+ ζ𝑚
)
(𝜇𝑚+ 𝜁𝑚)
= ∑ 𝑥𝑖 (𝜇𝑚 − 𝜇𝑖)𝑄𝑚𝑖
𝑁
𝑖=1
(2. 20)
Tabel 1. Koefisien P dan Q untuk beberapa geometri
batuan (Berryman, 1995)
Keterangan :
Xi = Fraksi volume dari bentuk pori (%)
Km = Modulus bulk mineral batuan (GPa)
Qmi,Pmi = Koefisien yang menggambarkan efek
inclusion fluida di dalam mineral batuan
KKT = Modulus bulk Kuster Toksoz (GPa)
Ki = Modulus bulk fluida batuan (GPa)
µi = Modulus shear fluida batuan (GPa)
µm = Modulus shear mineral batuan (GPa)
𝛼𝑎 = Aspek rasio (fraksi)
µKT = Modulus shear Kuster Toksoz (GPa)
3. Pemodelan saturated rock Biot-Gassmann
Persamaan Gassmann (1951) biasanya digunakan untuk
memprediksi perubahan kecepatan yang dihasilkan dari
saturasi fluida pori yang berbeda. Dengan
mempertimbangkan efek dari komponen mineral, cairan
pori, porositas dan modulus elastik dry rock dan
kecepatan seismik. Model Gassmann mengasumsikan
pori-pori terhubung dengan baik tanpa pori-pori
terisolasi. Kekurangan dari persamaan Gassmann adalah
tidak terlalu memperhatikan geometri pori dalam
batuan. Berikut adalah persamaan umum Biot-
Gassmann :
𝐾𝑠𝑎𝑡 = 𝐾𝑑𝑟𝑦 + (12 −
𝐾𝑑𝑟𝑦2
𝐾𝑚𝑎2)
∅𝐾𝑓𝑙
+1 − ∅𝐾𝑚𝑎
−𝐾𝑑𝑟𝑦
𝐾2𝑚𝑎
(2.21)
Persamaan Biot-Gassmann juga dapat digunakan untuk
memprediksi Kdry dengan cara membalikkan persamaan
di atas menjadi :
𝐾𝑑𝑟𝑦 =
𝐾𝑠𝑎𝑡 (∅𝐾𝑚𝑎
𝐾𝑓𝑙+ 1 − ∅) − 𝐾𝑚𝑎
∅𝐾𝑚𝑎
𝐾𝑓𝑙+
𝐾𝑠𝑎𝑡
𝐾𝑚𝑎− 1 − ∅
(2.22)
Persamaan Gassmann mengasumsikan bahwa nilai
modulus shear dry rock sama dengan nilai modulus
shear saturated rock. Persamaan Gassmann juga
mengasumsikan nilai modulus geser fluida sama dengan
nol.
𝜇𝑠𝑎𝑡 = 𝜇𝑑𝑟𝑦 (2. 23)
Untuk menghitung kecepatan gelombang P dan
kecepatan gelombang S saat tersaturasi fluida maka
perlukan 𝜌𝑠𝑎𝑡 melalui persamaan dibawah ini :
𝜌𝑠𝑎𝑡 = (1 − ∅)𝜌𝑚𝑎 + 𝜌𝑓∅ (2.24)
Setelah parameter 𝜌𝑠𝑎𝑡 , 𝜇𝑠𝑎𝑡 dan 𝐾𝑠𝑎𝑡 telah di kalkulasi,
sehingga diperoleh kecepatan gelombang P dan S
tersaturasi, sebagaimana persamaan dibawah ini :
𝑉𝑝𝑠𝑎𝑡 = √𝐾𝑠𝑎𝑡 +
43
𝜇𝑠𝑎𝑡
𝜌𝑠𝑎𝑡
(2. 25)
𝑉𝑠𝑠𝑎𝑡 = √𝜇𝑠𝑎𝑡
𝜌𝑠𝑎𝑡
(2. 26)
Keterangan :
𝐾𝑠𝑎𝑡 = Modulus bulk tersaturasi (GPa)
𝜌𝑠𝑎𝑡 = Densitas batuan tersaturasi (kg/m3)
𝜇𝑠𝑎𝑡 = Modulus shear tersaturasi (GPa)
𝑉𝑝𝑠𝑎𝑡 = Kecepatan gelombang P tersaturasi (m/s)
𝑉𝑠𝑠𝑎𝑡 = Kecepatan gelombang S tersaturasi (m/s)
𝐾𝑑𝑟𝑦 = Modulus bulk dry (GPa)
𝜇𝑑𝑟𝑦 = Modulus shear dry (GPa)
∅ = Porositas (% atau fraksi)
𝐾𝑚𝑎 = Modulus bulk matriks (GPa)
𝜌𝑓𝑙 = Densitas fluida (kg/m3)
𝜌𝑚𝑎 = Densitas matriks (kg/m3)
𝐾𝑓𝑙 = Modulus bulk fluida (GPa)
2.2 Data Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan tahapan-tahapan untuk
mengetahui analisa tipe geometri pori dari zona
target,serta data pendukung ataupun parameter yang
mendukung pengolahan data seperti yang terlampir
pada tabel dan gambar dibawah ini :
Tabel 2. Ketersediaan data log
Data Sumur
SB-17
Sumur
SB-19
Sumur
SB-20
Log GR V V V
Log NPHI V V V
Log RHOB V V V
Log DT V V V
Log Vs X X X
Tabel 3. Data parameter elastis mineral dan fluida
Data Bulk
modulus
(GPa)
Shear
modulus
(GPa)
Densitas
(kg/m3)
Fraksi
(%)
Kuarsa 38.2 43.3 2650 ≥ 70
Clay 20.9 6.85 2580 ≤ 30
Gas 0.02 - 100 100
Tabel 1 berisi ketersediaan data log yang digunakan
untuk melakukan delineasi ataupun pemisahan zona
target dalam hal ini zona target pada penelitian adalah
batupasir glaukonit (lower barrow sandstone)
sedangkan tabel 2 berisi informasi mengenai parameter
elastis dari mineral beserta fraksi yang dimodelkan dan
fluida yang digunakan dalam pemodelan fisika batuan.
2.3 Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan untuk
mencapai tujuan dari penelitian, berikut merupakan
penjelasan dari setiap tahapan yang dilakukan pada
penelitian ini :
Gambar 1 merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan
dalam penelitian untuk mencapai fokus pada penelitian
dan terbagi menjadi 3 bagian yaitu : pertama, diagram
alir secara umum dimulai dengan penginputan data log
untuk melakukan proses pemisahan zona target
penelitian (reservoir) dilanjutkan dengan mencari
referensi mengenai parameter elastis dari mineral zona
target yang dimodelkan untuk pemodelan fisika batuan
kemudian menganalisis dan interpretasi hasil pemodelan
fisika batuan.
Kedua, diagram alir pemodelan fisika batuan. Pada
penelitian ini untuk mencapai fokus pada penelitian
yaitu analisis tipe geometri pori dan pemodelan
kecepatan gelombang P dan S maka dilakukan beberapa
tahapan pemodelan, dimulai dengan memodelkan
batuan dalam kondisi terisi oleh mineral solid tanpa
adanya ruang pori dengan metode batas Voight, Reuss
dan Hill (VRH) adapun parameter yang diinputkan pada
pemodelan ini yaitu modulus elastik mineral yang
dimodelkan beserta dengan fraksinya dengan parameter
output modulus elastik matriks (𝐾𝑚 dan µ𝑚), kemudian
dilanjutkan tahapan mengestimasi log Vs (gambar 1.C)
dengan pemodelan dry rock pendekatan Pride dan Lee.
Parameter inputan dalam pemodelan ini adalah (𝐾𝑚 dan
µ𝑚), porositas dan faktor konsolidasi batuan untuk
memperoleh output 𝐾𝑑𝑟𝑦 dan µ𝑑𝑟𝑦. Selanjutnya
pemodelan kecepatan gelombang P dan S saat kondisi
dry rock yang mana hasil estimasi Vs dalam kondisi
kering. Setelah diperoleh parameter log Vs kemudian
tahapan analisa konstanta pore space stiffness dengan
parameter yang inputkan yaitu Vp, Vs, porositas, 𝐾𝑚,
bulk density dan 𝐾𝑓𝑙 untuk memperoleh output yaitu
𝐾𝑝𝑜𝑟 dan k (konstanta pore space stiffness), k akan
menyatakan kekakuan (stiffness) batuan kemudian juga
sebagai guidance untuk menentukan parameter aspek
rasio (𝛼), parameter ini akan menyatakan bentuk
geometri pori dari batuan dimana semakin kecil nilai
dari k maka kekakuan batuan akan lunak (soft rock) dan
bentuk dari geometri pori batuan yaitu pori pipih (soft
pore) parameter k dan 𝛼 saling berbanding lurus.
Setelah memperoleh variabel geometri pori dilanjutkan
dengan memodelkan geometri pori dalam kondisi kering
(dry) dengan model Kuster-Toksoz, pada penelitian ini
menggunakan model inklusi penny cracks karena model
ini melibatkan faktor geometri pori batuan atau diwakili
parameter aspek rasio (𝛼). Parameter input pada
pemodelan ini adalah 𝐾𝑚, µ𝑚, 𝐾𝑖 , µ𝑖, 𝛼, koefisien Pmi
dan Qmi dari model inklusi yang digunakan untuk
memperoleh output yaitu 𝐾𝐾𝑇 , µ𝐾𝑇 dan pemodelan
kecepatan gelombang P dan S dalam kondisi kering
(dry). Selanjutnya geometri pori dimodelkan dalam
kondisi tersaturasi fluida (Saturated) dengan model
Biot-Gassmann. Jenis fluida yang disaturasikan adalah
gas dengan menginputkan parameter 𝐾𝐾𝑇 dan µ𝐾𝑇 untuk
memperoleh output yaitu 𝐾𝑠𝑎𝑡 , µ𝐾𝑇= µ𝑠𝑎𝑡 dan
pemodelan kecepetan gelombang P dan S dalam kondisi
tersaturasi. Proses keseluruhan pemodelan fisika batuan
yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 2 dan gambar 6.
C
Gambar 6. Diagram alir penelitian (a) diagram alir secara umum, (b) diagram alir pemodelan fisika batuan dan (c)
diagram alir estimasi log Vs
A B
III. Hasil dan Diskusi
3.1 Delineasi zona target (reservoir)
Dalam melakukan delineasi zona target perlu diketahui
karakteristik fisik dari zona target berdasarkan dari
respon log yang digunakan. Adapun data log yang
digunakan untuk delineasi zona target yaitu log gamma
ray, log densitas, log porositas, dan log sonic.
Visualisasi respon log yang digunakan sebagai fungsi
kedalaman serta interpretasi litologi setiap
kedalamannya berdasarkan respon log dapat dilihat pada
gambar dibawah ini.
Gambar 7. Delineasi Zona Target Reservoir "SB-17"
Gamba 8. Delineasi Zona Target Reservoir "SB-18"
Gambar 9. Delineasi Zona Target Reservoir "SB-19"
Hasil interpretasi data log pada gambar 7, 8 dan 9
didasarkan pada log gamma ray, karena log ini termasuk
kedalam log litologi yang digunakan untuk menentukan
lapisan zona permeable dan zona tidak permeable
(impermeable) dapat dilihat dengan suatu kurva yang
mana kurva tersebut menunjukkan besaran intensitas
radioaktif yang ada dalam formasi, sehingga log gamma
ray berfungsi untuk mendeteksi/mengevaluasi endapan-
endapan mineral radioaktif. Dari hasil interpretasi
diketahui pula bahwa litologi masing-masing sumur
hampir sama yaitu didominasi oleh shale dan batupasir
dengan kedalaman yang berbeda. Berdasarkan hasil
delineasi zona target pada penelitian ini disetiap
sumurnya zona target terdapat pada kedalaman yang
dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 4. Kedalaman dan ketebalan zona target
Sumur Kedalaman (ft) Ketebalan
SB-17 2103-2127 24ft (7.3152 m)
SB-18 2051-2072 21ft(6.4008m)
SB-19 2018-2037 19ft (5.7912 m)
Hasil delineasi zona target berdasarkan parameter
petrofisika dan data log yang tersedia diinterpretasi dari
kesensitifan parameter tersebut dalam memisahkan zona
target. Analisis data log pada zona target adalah jika log
gamma ray dilihat dari respon gamma ray yang kecil,
respon yang kecil ini menandakan bahwa pada litologi
mengandung sedikit unsur radioaktif. Jika log NPHI
(log porositas) dilihat respon yang besar atau deflesi
kurva ke kanan, karena porositas yang besar akan
mengindikasikan ruang penyimpanan fluida yang besar
pula. Jika log RHOB (log densitas) dilihat respon yang
kecil atau defleksi kurva ke kiri, karena densitas yang
kecil menandakan bahwa batuan yang tidak kompak dan
terdapatnya pori-pori pada batuan. Jika log sonic (log
Vp) berhubungan lansung dengan log densitas yang
mana jika densitas kecil maka respon log sonicnya akan
kecil pula. Target utamanya adalah zona target reservoir
lower barrow sandstone dengan litologi batupasir
glaukonitik. Hasil identifikasi zona target tersaturasi
oleh gas dapat dilihat pada crossover log RHOB dan log
NPHI pada gambar dibawah ini.
C
Gambar 10. Crossover log NPHI dan log RHOB
Pada gambar 10 merupakan crossover antara log NPHI
dan RHOB, crossover ini digunakan untuk melihat
indikasi fluida yang terakumulasi dalam zona target.
Berdasarkan hasil interpretasi crossover tersebut
diketahui bahwa fluida pada zona target adalah gas
karena menunjukkan separasi yang besar, dimana gas
menunjukkan densitas kecil dan porositas yang besar.
3.2 Pemodelan Solid Rock Voight, Reuss dan
Hill
Sebelum melakukan pemodelan fisika batuan hal
pertama yang harus diketahui yaitu komposisi mineral
dari zona target serta parameter elastis dari mineral yang
terdiri dari modulus bulk, modulus shear serta densitas
dan fraksi dari mineral tersebut karena parameter inilah
yang akan digunakan dalam pemodelan fisika batuan
nantinya oleh karena itu parameter ini sangat
menentukan hasil dari pemodelan fisika batuan untuk
mencapai tujuan dari penelitian ini.
Proses awal pemodelan fisika batuan yang dilakukan
dalam kondisi solid rock, pada kondisi ini batuan terdiri
dari satu fase (homogen) yaitu fase solid yang
digambarkan dengan batuan penuh terisi oleh mineral
tanpa adanya ruang pori yang terdapat pada litologi.
Parameter yang akan dimodelkan pada kondisi solid
rock ini yaitu mineral dari zona target beserta dengan
fraksinya, diketahui bahwa zona target (reservoir)
merupakan batupasir glaukonitik (sandstone
glaukonitic) dengan mineral yang dimodelkan yaitu
mineral kuarsa dan lempung dengan komposisi mineral
yang paling dominan adalah kuarsa lebih dari 70% dan
sisanya sebesar 30% terdiri dari mineral lempung (clay).
Hasil pemodelan dari solid rock diilustrasikan pada
gambar dibawah ini.
Gambar 11. Pemodelan Solid Rock sumur “SB-17”,
“SB-18” dan “SB-19”
Hasil dari pemodelan solid rock dengan Bounding
Methode VRH pada zona target reservoir dapat dilihat
pada gambar 11, diketahui bahwa zona target berada
dekat dengan batas Hill (middle bound). Parameter input
pada pemodelan ini adalah fraksi mineral dan modulus
elastik mineral yang dimodelkan untuk memperoleh
nilai modulus elastik matriks. Dari hasil pemodelan
solid rock pada ketiga sumur diketahui bahwa sebaran
data (scatter) antara log Vp dan log porositas (NPHI)
berada pada batas tengah (Hill) sehingga pemodelan
yang dilakukan sudah benar karena data tersebar dalam
batas yang telah ditentukan. Hasil kalkukasi parameter
fisis pemodelan solid rock untuk setiap sumurnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. Hasil Kalkulasi Parameter Fisis Pemodelan
Solid Rock
Sumur 𝐾𝑚
(GPa)
𝜇𝑚
(GPa)
SB-17 30.76 – 32.26 24.08 – 27.29
SB-18 30.86 – 32.98 24.30 – 28.98
SB-19 31.33 – 32.55 25.26 – 27.96
Tabel 5 merupakan hasil kalkulasi parameter fisis
pemodelan solid rock disetiap sumur penelitian, dapat
dilihat bahwa informasi hasil kalkulasi parameter fisis
merupakan nilai terkecil dan tertinggi, dengan sebaran
𝐾𝑚 pada range 30.76 – 32.98 GPa dan
𝜇𝑚 pada range 24.08 – 28.98 GPa.
3.2.1 Pemodelan Dry Rock Pendekatan Pride
dan Lee
Pada subbab 3.2 telah dibahas analisis mengenai
pemodelan fisika batuan dalam kondisi solid rock,
selanjutnya akan dilakukan pemodelan dry rock yang
menggambarkan kondisi batuan memiliki pori-pori
tanpa terisi oleh fluida pori atau dalam keadaan kering
(dry). Tahapan awal yang dilakukan dalam pemodelan
dry rock ini yaitu mengetahui sebaran nilai dari faktor
konsolidasi litologi, untuk mengetahui nilai dari sebaran
faktor konsolidasi litologi diilustrasikan pada gambar
dibawah ini.
Gambar 12. Pemodelan Dry Rock sumur “SB-17”,
“SB-18” dan “SB-19”
Gambar 12 menjelaskan tentang sebaran data antara
kecepatan gelombang P (Vp) dengan porositas, sebaran
data ini menggambarkan nilai dari faktor konsolidasi
(𝛼𝑘). Nilai faktor konsolidasi ini berbeda untuk setiap
kedalamannya, semakin kecil nilai faktor konsolidasi
maka semakin kompak batuan tersebut dan begitupula
sebaliknya semakin besar nilai faktor konsolidasi maka
batuannya akan semakin tidak kompak. Teori ini
dibenarkan dari hasil pemodelan pada sebaran data
antara kecepatan gelombang P dan porositas dapat
dilihat pada gambar hasil pemodelan. Dari gambar
tersebut dapat dijelaskan bahwa ketika kecepatan
semakin tinggi maka nilai dari faktor konsolidasinya
akan semakin kecil. Sebagaimana ketika gelombang
merambat pada medium yang padat maka kecepatan
rambatnya akan semakin besar. Nilai faktor konsolidasi
yang bervariasi setiap kedalamannya ini akan
dimodelkan dan digunakan sebagai parameter input
untuk menghitung 𝐾𝑑𝑟𝑦 dan 𝜇𝑑𝑟𝑦. Selanjutnya
pemodelan kecepatan gelombang P dan S saat kondisi
dry rock. Pemodelan dry rock Pride dan Lee ini
digunakan untuk mengestimasi nilai kecepatan
gelombang S (Vs). Model Pride dipilih karena memiliki
akurasi prediksi kecepatan tinggi, sebab
mempertimbangkan efek sedimen konsolidasi dari
berbagai lingkungan sedimen pada modulus dry rock.
Tabel 6. Hasil Kalkulasi Parameter Fisis Pemodelan
Dry Rock Pendekatan Pride and Lee
Sumur Kedalaman
(ft)
𝛼 𝑘
𝐾𝑑𝑟𝑦
(GPa)
𝜇𝑑𝑟𝑦
(GPa)
SB-17 2103-2127 1 – 5 9.3 –
14.2
5.1 – 9.5
SB-18 2051-2072 2 – 8 8.8 –
16.5
4.5 – 11.5
SB-19 2018-2037 2.1 –
6.2
10.4 –
15.26
5.6 – 10.5
Tabel 6 merupakan hasil kalkulasi parameter fisis
pemodelan dry rock disetiap sumur penelitian, dapat
dilihat bahwa informasi hasil kalkulasi parameter fisis
merupakan nilai terkecil dan tertinggi. Korelasi antara
faktor konsolidasi (𝛼 𝑘) terhadap modulus elastis
pemodelan baik modulus bulk dan modulus shear saling
berbanding terbalik, menyatakan bahwa semakin besar
nilai dari faktor konsolidasi maka nilai dari modulus
elastiknya akan semakin kecil dan begitu sebaliknya.
Hal ini terjadi karena semakin tinggi faktor konsolidasi
dari litologi atau batuan tersebut maka akan semakin
mudah untuk berubah bentuk dan dikonsolidasi lagi.
a. Hasil Estimasi log Vs
Hasil pemodelan kecepatan gelombang saat kondisi dry
rock pada gambar dibawah ini.
Gambar 12. Hasil Estimasi log Vs sumur “SB-17”,
“SB-18” dan “SB-19”
Dalam pemodelan fisika batuan, perlu menjadi perhatian
khusus untuk melengkapi parameter-parameter yang
digunakan dalam pemodelan salah satunya log Vs, log
ini memainkan peran penting dalam mengkarakterisasi
reservoir dan identifikasi fluida. Didalam ketersediaan
data yang diperoleh tidak memiliki parameter log Vs
sehingga perlu diestimasi dengan pendekatan fisika
batuan dengan memodelkannya dalam kondisi dry rock
(kering). Hasil dari pemodelan dry rock dapat dilihat
pada subbab 3.2.1, sebagaimana dari penjelasan pada
subbab 3.2.1 sebaran data antara kecepatan gelombang
P (Vp log) dan porositas menggambarkan faktor
konsolidasi dari litologi tersebut untuk disetiap
kedalamanya. Faktor konsolidasi ini merupakan
parameter input yang digunakan dalam mengestimasi
log Vs yang mana faktor konsolidasi ini dimodelkan
untuk mengetahui respon modulus elastis yang
mengakomodasi faktor konsolidasi tersebut bersamaan
dengan porositas dan modulus elastis matriks dari
pemodelan sebelumnya (subbab 3.2).
Dari gambar subplot ketiga dijelaskan bahwa hubungan
antara Vp dan Vs hasil estimasi digunakan sebagai
indikator untuk mengidentifikasi baik litologi maupun
fluida. Dari hasil perbandingan (rasio) Vp/Vs estimasi
diperoleh dalam range antara 1.5-1.7, range tersebut
merupakan rasio Vp/Vs estimasi untuk setiap sumurnya.
range tersebut merupakan rasio Vp/Vs estimasi untuk
setiap sumurnya. Range Vp/Vs estimasi terlampir pada
tabel dibawah ini.
Tabel 7. Rasio Vp/Vs Estimasi
Sumur Korelasi Vp log
dan Vs Estimasi
Rasio Vp/Vs
Estimasi
SB-17 0.98 1.51-1.71
SB-18 0.99 1.51-1.68
SB-19 0.98 1.54-1.67
Estimasi Vs yang diperoleh dalam keaadan kering (dry)
sedangkan untuk kecepatan gelombang P hasil
pengukuran (Vp log) diindikasikan tersaturasi oleh
fluida yaitu gas, maka dari itu untuk mengidentifikasi
zona fluida dapat diketahui dari rasio Vp/Vs estimasi
atau digambarkan pada subplot ketiga pada gambar
5.11, 5.12 dan 5.13, hasil identifikasi zona fluida pada
setiap sumur tersebut dapat dilihat dari sebaran data
yang berada diluar dari trend yang sebenarnya karena
ketika suatu gelombang melewati medium fluida maka
akan terjadi penurunan kecepatan khususnya kecepatan
gelombang P karena gelombang ini sangat sensitif
terhadap fluida sedangkan gelombang S tidak sensitif
terhadap keberadaan fluida sehingga akan menghasilkan
rasio Vp/Vs estimasi yang rendah. Rasio Vp/Vs estimasi
yang rendah diindikasikan sebagai fluida atau dalam hal
ini yaitu fluida gas.
3.2.2 Analisa Konstanta Pore Space Stiffness
Analisis nilai konstanta pore space stiffness dengan
pendekatan Zimmermann bertujuan untuk mengetahui
kekakuan (stiffness) bantuan berdasarkan nilai konstanta
pore space stiffness (k). Proses yang dilakukan untuk
mengetahui bentuk dari geomerti pori batuan terdapat
berbagai parameter yang berpengaruh didalamnya
anatara lain yaitu modulus elastis matriks hasil
pemodelan solid rock pada subbab 5.2, kecepatan
gelombang P hasil pengukuran (Vp), kecepatan
gelombang S hasil estimasi (Estimasi Vs) pada subbab
5.3.1, porositas, densitas hasil pengukuran dan modulus
bulk fluida (𝐾𝑓𝑙). Parameter tersebut digunakan untuk
menghasilkan output modulus bulk pori dan nilai
konstanta pore space stiffness (k). Nilai konstanta pore
space stiffness (k) merupakan hasil perbandingan dari
modulus bulk pori batuan dengan modulus bulk matriks
batuan yang secara fisis hasil perbandingan tersebut
digunakan dalam menganalisis geometri pori batuan.
Jika perbandingan yang diperoleh besar maka semakin
bulat bentuk geometri pori batuan yang dihasilkan (stiff
pore) dan sebaliknya jika perbandingan yang diperoleh
kecil maka semakin pipih bentuk dari geometri pori
batuan yang dihasilkan (soft pore). Nilai konstanta pore
space stiffness dianalisis dari crossplot antara 𝐾𝑑𝑟𝑦
𝐾𝑚⁄
dan porositas, hasil crossplot dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 13. Kurva Zimmerman sumur “SB-17”, “SB-
18” dan “SB-19”
Nilai konstanta pore space stiffness dapat menjadi
guidance untuk memprediksi nilai aspek rasio pori, yang
mana nilai dari aspek rasio pori ini digunakan untuk
mengklasifikasikan bentuk dari geometri pori batuan
berdasarkan parameter aspek rasio (α), yang mana k dan
α berbanding lurus serta sebagai parameter input pada
pemodelan dry rock Kuster-Toksoz bentuk atau model
inklusi penny cracks. Pada gambar 13 diinterpretasikan
secara kuantitatif sebaran nilai konstanta pore space
stiffness disetiap sumurnya untuk dapat
mengklasifikasikan kekakuan (stiffness) dan bentuk
geometri pori dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 8. Konstanta Pore Space Stiffness
Sumur Kedalaman (ft) Konstanta Pore Space
Stiffness (k)
SB-17 2103-2127 0.09-0.2
SB-18 2051-2072 0.06-0.17
SB-19 2018-2037 0.07-0.14
Pada tabel 8 merupakan hasil interpretasi atau analisa
kuantitatif konstanta pore space stiffness(k) untuk
karakterisasi reservoir setiap sumurnya diketahui bahwa
bentuk dari geometri porinya dapat diklasifikasikan
kedalam bentuk pori pipih (soft pore) karena sebaran
nilai konstanta pore space stiffnessnya berkisar diantara
0.06-0.2, selanjutnya nilai ini akan digunakan untuk
tahapan pengolahan lanjutan, dari tabel 8 diketahui
bahwa semakin dalam keterdapatan dari zona target
(reservoir) maka nilai dari kekakuan (stiffness) litologi
ataupun batuan tersebut semakin kaku (stiff).
𝐾∅ secara statistik berbanding lurus dengan nilai
porositas dimana semakin besar nilai dari porositasnya
maka nilai 𝐾∅ akan semakin besar pula. Hal ini
menjelaskan bahwa ketika porositas batuan besar maka
kemampuan pori batuan dalam mempertahankan bentuk
ketika diberikan tekanan (stress) akan semakin besar
dan sebaliknya.
3.3 Pemodelan Dry Rock Kuster-Toksoz
Pada pemodelan Kuster-Toksoz ini yang akan
dimodelkan adalah aspek rasio pori yang
menggambarkan bentuk dari geometri pori batuan.
Parameter aspek rasio pori ini diperoleh dari analisa
konstanta pore space stiffness (k) dari persamaan
Zimmerman pada subbab 5.4. Dari hasil analisa bentuk
geometri pori zona target untuk setiap sumurnya
diklasifikasikan kedalam bentuk geometri pori pipih
(soft pore). Selanjutanya bentuk geometri pori yang
diperoleh atau diwakili oleh parameter aspek rasio
dimodelkan untuk mengetahui respon dari modulus
elastik yang mengakomodasi bentuk geometri pori
tersebut dan respon kecepatannya. Berdasarkan hasil
pengolahan dan kalkulasi parameter fisis diketahui
bahwa semakin pipih bentuk dari geometri pori maka
akan semakin mudah batuan tersebut mengalami
deformasi atau perubahan ketika gaya diberikan
sehingga nilai modulus bulknya kecil dan begitupula
sebaliknya semakin bulat bentuk dari geometri pori
maka akan semakin susah batuan tersebut mengalami
deformasi atau perubahan ketika gaya diberikan
sehingga nilai modulus bulknya besar. Dimana nilai
aspek rasio akan berhubungan dengan nilai porositasnya
dan mempengaruhi modulus elastisnya. Modulus elastis
batuan akan bergantung lansung pada modulus elastis
solid rock¸ geometri pori dan modulus elastis fluida
porinya. Geometri pori batuan ini sangat mempengaruhi
respon dari modulus elastisnya, diperoleh bahwa
semakin kecil porositasnya maka aspek rasio yang
menggambarkan geometri pori batuan akan semakin
pipih sehingga modulus elastinya juga kecil karena
bentuk pori yang pipih memiliki kompressibilitas yang
sangat tinggi atau sangat mudah mengalami perubahan
ketika gaya diberikan atau dalam hal ini saling
berhubungan dan berkorelasi kuat.
Pada pemodelan dry rock Kuster-Toksoz ini tidak
melibat faktor inklusi fluida atau dalam keadaan kering
sehingga modulus elastis inklusinya ( 𝐾𝑖 𝑑𝑎𝑛 𝜇𝑖 = 0).
Selanjutnya dilakukan pemodelan kecepatan
berdasarkan perubahan modulus elastis akibat pengaruh
dari geometri pori batuan. Hasil pemodelan kecepatan
batuan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 14. Pemodelan kecepatan gelombang dry
rock Kuster-Toksoz sumur “SB-17”, “SB-18” dan “SB-
19”
Pemodelan kecepatan gelombang P dan S pada gambar
14 dalam kondisi batuan kering (dry). Pemodelan ini
mengacu pada nilai kecepatan gelombang P hasil
pengukuran (Vp log) dan kecepatan gelombang S hasil
estimasi (Estimasi Vs). Hasil pemodelan kecepatan
gelombang P lebih kecil dari nilai kecepatan gelombang
P hasil pengukuran (Vp log) hal ini terjadi karena pada
pemodelan kecepatan melibatkan faktor dari geometri
pori yang mana faktor ini dapat mempengaruhi nilai dari
modulus elastis batuan selanjutnya juga akan
mempengaruhi nilai kecepatannya atau parameter
tersebut saling berkorelasi kuat.
Hasil kalkulasi parameter fisis pemodelan dry rock
Kuster-Toksoz dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 9. Kalkulasi parameter fisis pemodelan dry rock
Kuster-Toksoz
Tabel 9 merupakan hasil kalkulasi parameter fisis
pemodelan dry rock Kuster-Toksoz. Dapat dilihat
bahwa informasi hasil kalkulasi parameter fisis
merupakan nilai terkecil dan tertinggi. Pada pembahasan
awal mengenai pemodelan dry rock Kuster-Toksoz telah
disebutkan bahwa nilai dari modulus elastik batuan akan
dipengaruhi lansung oleh modulus matriks, geometri
pori dan fluida porinya, pada hasil kalkulasi setelah
geometri pori dimodelkan diperoleh pada sumur SB-17
dan SB-19 nilai terkecil dari 𝐾𝐾𝑇 berturut-turut yakni -
0.18 dan -0.07, hal ini akan dipengaruhi lansung oleh
mineral beserta fraksi yang dimodelkan dan menjadi
keterbatasan pada penelitian ini, sehingga secara
lansung nilai 𝐾𝐾𝑇 yang sangat kecil akan meyebabkan
perubahan yang besar pada kecepatan gelombang hasil
pemodelan dry rock seperti terlihat pada gambar 14.
Hasil pemodelan kecepatan yang dilakukan berkorelasi
kuat dengan hasil pengukuran dari kecepatan
gelombang P (Vp log) dan kecepatan gelombang S hasil
estimasi (Estimasi Vs). Hasil korelasi dapat dilihat pada
tabel 10 dibawah ini.
Tabel 10. Korelasi kecepatan gelombang P dan S
pemodelan dry rock Kuster-Toksoz
Sumur Korelasi Vp log
dan Vp model
Korelasi Vs
Estimasi dan Vs
model
SB-17 0.92 0.86
SB-18 0.96 0.93
SB-19 0.94 0.87
3.4 Pemodelan Saturated Rock Biot-Gassmann
Pada hasil subbab 3.3 geometri pori dalam keadaan
kering (dry) selanjutnya geometri pori akan dimodelkan
dalam kondisi tersaturasi fluida gas 100 % dengan
pemodelan Biot-Gassmann. Hasil dari pemodelan
kecepatan gelombang saat batuan tersaturasi dapat
dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 15. Pemodelan kecepatan gelombang
saturated rock Biot-Gassmann sumur “SB-17”, “SB-
18” dan “SB-19”
Pada gambar 15 merupakan hasil dari pemodelan
kecepatan gelombang P dan S dalam kondisi tersaturasi
fluida. Diketahui bahwa teori Gassmann memprediksi
modulus bulk akan berubah terhadap saturasi fluida
sedangkan modulus shear tetap, oleh karena itu secara
umum yang terjadi bahwa kecepatan gelombang P (Vp)
akan lebih sensitif terhadap fluida pori sementara
kecepatan gelombang S (Vs) tidak sensitif karena fluida
tidak memiliki rigiditas ( µ ≤ 0 ). Efek saturasi fluida
dikontrol oleh kompressibilitas geometri pori (pore
shape). Hasil kalkulasi parameter fisis pemodelan
saturated rock Biot-Gassmann dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 11. Kalkulasi parameter fisis pemodelan
saturatedrock Biot-Gassmann
Tabel 11 merupakan hasil kalkulasi parameter fisis
pemodelan dry rock uster-Toksoz. Dapat dilihat bahwa
informasi hasil kalkulasi parameter fisis merupakan
nilai terkecil dan tertinggi. Saturasi fluida pada
pemodelan ini melibatkan faktor geometri pori dan
fluida pori merupakan parameter yang mempengaruhi
modulus elastis batuan. Geometri pori yang telah terisi
gas 100 % akan mengalami perubahan parameter
elastisnya baik modulus elastis dan densitasnya dari
sebelum kondisi tersaturasi fluida. Saat batuan
tersaturasi terjadi peningkatan densitas batuan, modulus
bulk yang meningkat tetapi tidak terlalu signifikan yang
terjadi saat saturasi fluida gas, karena gas merupakan
fluida yang sangat kompressif sehingga modulus
bulknya kecil sementara untuk modulus shear pada saat
tersaturasi fluida diasumsikan sama dengan modulus
shear saat dry (kering) hal ini karena fluida tidak
memiliki rigiditas ( µ ≤ 0 ), sehingga akibat perubahan
parameter elastis tersebut terjadi penurunan kecepatan
gelombang P saat tersaturasi dari hasil peningkatan
densitas batuan.
Hasil pemodelan yang dilakukan berkorelasi kuat
dengan hasil pengukuran dari kecepatan gelombang P
(Vp log) dan kecepatan gelombang S hasil estimasi
(Estimasi Vs). Hasil korelasi dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 12. Korelasi kecepatan gelombang P dan S
pemodelan saturated rock Biot-Gassmann
Sumur Korelasi Vp log
dan Vp model
Korelasi Vs
Estimasi dan Vs
model
SB-17 0.92 0.86
SB-18 0.96 0.93
SB-19 0.94 0.87
IV. Kesimpulan dan Saran
a. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini
adalah :
1. Hasil analisa konstanta pore space stiffness dengan
pendekatan Zimmermann untuk menentukan
kekakuan (stiffness) batuan dan aspek rasio akan
mengklasifikasikan bentuk dari geometri pori pada
masing-masing sumur. Hubungan antara konstanta
pore space stiffness dengan aspek rasio berbanding
lurus, dari analisa konstanta pore space stiffness
diketahui bahwa kekakuan (stiffness) dari batuan
yaitu lunak (soft) sehingga bentuk dari geometri pori
diklasifikasikan kedalam bentuk pori pipih (soft
pore). Hasil tersebut diperoleh dari analisa
kuantitatif konstanta pore space stiffness berada
pada range 0.06-0.2. selain itu hasil analisa
kuantitatif lainnya bahwa 𝐾∅ berbanding lurus
dengan porositas yang mana ketika nilai porositas
semakin besar maka semakin besar pula nilai dari
modulus bulk pori batuannya.
2. Hasil pemodelan kecepatan gelombang P dan S baik
dalam kondisi dry rock (kering) dan kondisi
saturated rock (tersaturasi fluida) melibatkan faktor
geometri pori dari zona target penelitian. Dari hasil
pemodelan yang telah dilakukan faktor geometri pori
sangat mempengaruhi modulus elastisitas batuan
begitupula dengan respon kecepatannya. Diketahui
bahwa respon kecepatan yang melibatkan geometri
pori dalam keaadaan kering (dry) akan lebih besar
daripada dalam keaadaan tersaturasi fluida, hal ini
dikarenakan ketika tersaturasi fluida terjadi
peningkatan respon modulus bulk dan densitas.
Hubungan antara hasil pemodelan dengan hasil
pengukuran berkorelasi sangat kuat disetiap
sumurnya baik kecepatan gelombang P dan
kecepatan gelombang S dengan range korelasi untuk
kecepatan gelombang P (R2 = 0.92-0.96) sedangkan
kecepatan gelombang S (R2 = 0.86-0.93).
b. Saran
Dari pengerjaan Tugas Akhir ini penulis memberikan
beberapa saran yaitu :
1. Kelengkapan data menjadi variabel penting dalam
pemodelan fisika batuan untuk itu diperlukannya
kelengkapan data seperti data XRD mineral yang
dapat digunakan sebagai parameter untuk
menghitung/estimasi modulus elastik solid rock
(matriks batuan) karena merupakan tahap yang
penting untuk mendapatkan model parameter elastik
pada batupasir dan tipe pori yang tepat.
2. Parameter log Vs dibutuhkan, log Vs digunakan
untuk melakukan validasi serta korelasi dengan log
Vs hasil pemodelan namun pada data yang diperoleh
parameter log Vs tidak ada sehingga perlu
dilakukannya estimasi lagi.
V. Daftar Pustaka
[1] Z. Wang, “Y2K Review Article: Fundamentals
of seismic rock physics,” Geophysics, vol. 66,
no. 2, p. 398, 2001, doi: 10.1190/1.1444931.
[2] R. State and R. State, “Estimation of Shear
Wave Velocity for Lithological Variation in the
North- Western Part of the Niger Delta Basin of
Nigeria,” no. January, pp. 13–22, 2014, doi:
10.5251/ajsir.2014.5.1.13.22.
[3] K. Spikes, “Modeling pore-stiffness effects in
the Middle Bakken Siltstone,” Soc. Explor.
Geophys. Int. Expo. 80th Annu. Meet. 2010,
SEG 2010, pp. 2431–2435, 2010, doi:
10.1190/1.3513341.
[4] T. M. Smith, C. H. Sondergeld, and C. S. Rai,
“Gassmann fluid substitutions: A tutorial,”
Geophysics, vol. 68, no. 2, pp. 430–440, 2003,
doi: 10.1190/1.1567211.
[5] V. Saxena, M. Krief, and L. Adam, Rock
Physics Models. 2018.
[6] B. Russell, “FOCUS ARTICLE A Gassmann-
consistent rock physics,” no. June, pp. 22–30,
2013.
[7] B. Russell, “A Gassmann-consistent rock
physics template,” CSEG Rec., vol. 38, no. 6,
pp. 22–30, 2013.
[8] R. Rizki and H. Handoyo, “Estimation
Microporosity Value of Fontanebleau
Sandstone Using Digital Rock Physics
Approach,” J. Geosci. Eng. Environ. Technol.,
vol. 3, no. 2, p. 103, 2018, doi:
10.24273/jgeet.2018.3.2.1544.
[9] S. Reflection and I. Inversion, “Goal : Input :
Log Data for Designing Impedance-Reservoir
Property Transform,” pp. 1–19, 2001.
[10] Philip Bording, “SEG Int ’ l Exposition and 74th
Annual Meeting * Denver , Colorado * 10-15
October 2004 SEG Int ’ l Exposition and 74th
Annual Meeting * Denver , Colorado * 10-15
October 2004,” October, no. October, pp. 14–
17, 2004, doi: 10.1007/s00421-009-1008-7.
[11] D. Peng, C. Yin, H. Zhao, and W. Liu, “An
estimation method of pore structure and mineral
moduli based on kuster-Toksöz (KT) model and
biot’s coefficient,” Acta Geophys., vol. 64, no.
6, pp. 2337–2355, 2016, doi: 10.1515/acgeo-
2016-0108.
[12] R. K. Pathak, Z. An, and R. Bakar, “Integration
of rock physics model in reservoir
characterization - A case study from Malay
Basin Malaysia,” Soc. Pet. Eng. - Int. Pet.
Technol. Conf. 2014, IPTC 2014 - Innov.
Collab. Keys to Afford. Energy, vol. 4, no. 1992,
pp. 3009–3012, 2014, doi: 10.2523/iptc-18049-
ms.
[13] I. P. Parwata, “Karya tulis sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung Oleh,” Thesis, vol.
20510029, no. April, 2012, doi:
10.1093/oxfordhb/9780199595686.013.0001.
[14] J. T. Parrish, M. T. Whalen, and E. J. Hulm,
“Shublik Formation Lithofacies, Environments,
and Sequence Stratigraphy, Arctic Alaska,
U.S.a.,” Pet. Play. Syst. Natl. Pet. Reserv., no.
January, pp. 89–110, 2001, doi:
10.2110/cor.01.01.0089.
[15] G. Mavko and T. Mukerji, “Seismic pore space
compressibility and Gassmann’s relation,”
Geophysics, vol. 60, no. 6, pp. 1743–1749,
1995, doi: 10.1190/1.1443907.
[16] G. Mavko, C. Chan, and T. Mukerji, “Fluid
substitution: estimating changes in VP without
knowing VS,” Geophysics, vol. 60, no. 6, pp.
1750–1755, 1995, doi: 10.1190/1.1443908.
[17] Z. Liu and S. Z. Sun, “The differential Kuster-
Toks�z rock physics model for predicting S-
wave velocity,” J. Geophys. Eng., vol. 12, no. 5,
pp. 839–848, 2015, doi: 10.1088/1742-
2132/12/5/839.
[18] W. Liu, S. Cao, and Z. Cui, “The effect of pore
shape on the AVO response,” SEG Tech. Progr.
Expand. Abstr., vol. 34, no. August 2015, pp.
3197–3201, 2015, doi: 10.1190/segam2015-
5889281.1.
[19] M. W. Lee, “A simple method of predicting S-
wave velocity,” Geophysics, vol. 71, no. 6,
2006, doi: 10.1190/1.2357833.
[20] Handoyo, Fatkhan, H. Y. Hutami, and R.
Sudarsana, “Rock physics model to determine
the geophysical pore-type characterization and
geological implication in carbonate reservoir
rock,” IOP Conf. Ser. Earth Environ. Sci., vol.
311, no. 1, 2019, doi: 10.1088/1755-
1315/311/1/012031.
[21] H. Handoyo, F. Fatkhan, F. D. E. Latief, and H.
Y. Putri, “Estimation of Rock Physical
Parameters Based on Digital Rock Physics
Image, Case Study: Blok Cepu Oil Field,
Central Java, Indonesia,” J. Geofis., vol. 16, no.
1, p. 21, 2018, doi: 10.36435/jgf.v16i1.53.
[22] D. Han and M. L. Batzle, “Han,
Batzle_2004_Gassmann’s equation and fluid‐
saturation effects on seismic velocities.pdf,”
vol. 69, no. 2, pp. 398–405, 2004.
[23] Z. Guo and X. Y. Li, “Rock physics model-
based prediction of shear wave velocity in the
Barnett Shale formation,” J. Geophys. Eng., vol.
12, no. 3, pp. 527–534, 2015, doi:
10.1088/1742-2132/12/3/527.
[24] H. Dinh, M. Van der Baan, and B. Russell,
“Pore space stiffness approach for a pressure-
dependent rock physics model,” SEG Tech.
Progr. Expand. Abstr., vol. 35, no. 1, pp. 3226–
3230, 2016, doi: 10.1190/segam2016-
13686781.1.
[25] G. Chen, X. Wang, B. Wu, H. Qi, and M. Xia,
“Computation of dry-rock VP/VS ratio, fluid
property factor, and density estimation from
amplitude-variation-with-offset inversion,”
Geophysics, vol. 83, no. 6, pp. R669–R679,
2018, doi: 10.1190/geo2017-0621.1.
[26] H. Bo, C. Xiao‐hong, and Z. Xiao‐zhen, “S‐
wave velocity predicting based on critical
porosity Pride model,” pp. 44–44, 2011, doi:
10.1190/1.4705029.
[27] M. Batzle and Zhijing Wang, “Seismic
properties of pore fluids,” Geophysics, vol. 57,
no. 11, pp. 1396–1408, 1992, doi:
10.1190/1.1443207.
[28] P. Avseth, A. Jorstad, A.-J. van Wijngaarden,
and G. Mavko, “SPECIAL R o c k SECTION :,”
Lead. Edge, vol. 28, no. 1, pp. 98–108, 2009.
[29] D. S. Ambarsari and S. Winardhi, “Rock
Physics Modelling for Estimating the Quality of
Reservoir Tight Sand in Bintuni Basin, West
Papua, Indonesia,” J. Geofis., vol. 16, no. 3, p.
14, 2018, doi: 10.36435/jgf.v16i3.386.
[30] T. E.Moore, "Geology of Nothern Alaska," The
Geology of North America Vol. G-1, pp. 49-140,
1994.
[31] L. G. Kristi, "Reservoir Prospektif Pada Batuan
Karbonat, Lapangan "LGK", Cekungan Jawa
Timur Utara Menggunakan Pendekatan Fisika
Batuan," FTTM, Institut Teknologi Bandung ,
Bandung, 2017.
[32] G. W. Legg, Geological Report South Barrow
Well No.17, Alaska: U.S. Geological Survey ,
1983
[33] R. G. Brockway, Geological Report South
Barrow Well No. 18, Alaska: U.S. Geological
Survey, 1983.
[34] G. W. Legg, Geological Report South Barrow
Well No., Alaska: U.S. Geological Survey,
1983.