IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM PENATAAN RUANG DI...
Transcript of IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM PENATAAN RUANG DI...
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DALAM PENATAAN RUANG DI KABUPATEN JAYAPURA
BUILDING PERMITS IN SPATIAL ARRANGEMENT
IN THE DISTRICT JAYAPURA
Irsan1, Abdul Razak1, Marthen Arie2
1 Bagian Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin
2 Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi: Irsan Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 E-mail : [email protected] HP : 082191072061
ABSTRAK
IRSAN. Tinjauan Yuridis Atas Izin Mendirikan Bangunan Dalam Penataan Ruang Di Kabupaten Jayapura (dibimbing oleh Abdul Razak dan Marthen Arie)
Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menjelaskan bagaimana pelaksanaan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dalam penataan ruang di Kabupaten Jayapura dan pelaksanaan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk menunjang tata ruang Kabupaten Jayapura.
Penelitian ini mengunakan penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan dengan teknik analisis data kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian Izin Mendirikan Bangunan kurang efektif dan tidak maksimal yang pertama pemberian Izin Mendirikan bangunan (IMB) memakan waktu yang lama, sehingga pemohon membangunan tanpa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ataupun membangun sambil mengurus IMB kedua, penerapan sanksi yang kurang tegas serta minimnya sosialisasi kepada masyarakat.
Kata kunci : Izin Mendirikan Bangunan, Penataan Ruang.
ABSTRACT
IRSAN. Judicial Review of Building Contstruction Licency in Space Planning in Jayapura Regency. (Supervised by Abdul Rasak and Marthen Arie)
The aim of the research is to acknowledge and explain how the licency of building construction is implemented in the space planning in Jayapura Agency, and the implementation of control of building construction licency to support the space planning of Jayapura Regency.
The research method were field observation and library research. The technique of data analysis was a qualitative approach which generated a descriptive analysis of what is stated by respondents in writing and oral, as well as in real conduct. These data components were studied and observed as an integrated unity.
The result of the research indicated that the licecnce issue of building construction in Jayapura Regency is not effective and is less maximum, firstly because it takes a long time, therefore the applicant would start constructing of the building while applying for the licence. Secondly, the sanction is less decisive, and minimum socialization of the public.
Keywords : Licence of building construction, spatial planning.
PENDAHULUAN
Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan
tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Keberadaan negara, seperti organisasi
secara umum, adalah untuk memudahkan anggotanya (rakyat) mencapai tujuan
bersama atau cita-citanya. Jadi kekuasaan yang dimiliki sekelompok orang yang
berperan sebagai penyelenggara negara adalah semata-mata demi kesejahteraan
warganya. Dengan demikian fungsi negara adalah “mengatur” untuk menciptakan
law and order dan “mengurus” untuk mencapai kesejahteraan (Muchsan, 2010).
Selanjutnya, Indonesia menegaskan diri sebagai negara hukum sebagaimana
dituangkan dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945, yakni melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan
ketertiban dunia. Menurut Jeddawii (2006), dalam sistem negara kesatuan (unitary
state), hubungan antar level pemerintahan berlangsung secara inklusif (inklusif
authority model), yaitu penyelenggaraan pemerintah daerah tetap di control oleh
pemerintah pusat agar tercipta kesatuan negara.
Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, umumnya dalam pelayanan izin
mendirikan bangunan (IMB), masyarakat harus meluangkan waktu dan biaya yang
tidak sedikit. Mengingat bahwa untuk mendapatkan pelayanan, tidak jarang mereka
harus melakukannya kebeberapa instansi pemerintah yang seringkali lokasinya
terpencar-pencar (Sutedi, 2011). Izin merupakan instrumen hukum administrasi
yang dapat digunakan oleh pejabat pemerintah yang berwenang untuk mengatur
cara-cara pengusaha untuk menjalankan usahanya. Dengan demikian, izin
merupakan pengaturan tingkat individu atau norma hukum subyektif karena sudah
dikaitkan dengan subyek hukum tertentu. Berdasarkan penelitian sebelumnya,
Rahmadi (2007) mengemukakan peranan perizinan yang memiliki fungsi preventif
dalam arti instrumen untuk pencegahan terjadinya masalah-masalah akibat kegiatan
usaha.
Pada tataran praktis, dalam menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau
kegiatan wajib diperhatikan: a) Rencana tata ruang; b) Pendapat masyarakat; dan c)
Pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan
usaha dan/atau kegiatan tersebut (Sunarso, 2005). Dalam hal penataan ruang,
diselenggarakan oleh berbagai instansi pemerintah dan dengan melibatkan
masyarakat, misalnya masyarakat hukum adat, masyarakat ulama, masyarakat
intelektual, yang dalam pelaksanaannya harus dilakukan secara terkoordinasi, baik
antar instansi pemerintah, maupun antar pemerintah dengan masyarakat sehingga
terhindar kesejangan penanganan ataupun penanganan yang tumpang tindih dalam
upaya mewujudkan tujuan penataan ruang.
Berdasarkan ketentuan tersebut, tampak bahwa lingkungan merupakan faktor
penentu bagi manusia untuk menetapkan pilihannya, walaupun manusia dapat
memanfaatkan lingkungan menurut kemampuannya, tetap diperlukan suatu kreasi
yang didasari oleh hasil pembelajaran yang matang. Berdasarkan penelitian
Soemarwoto (2001), dengan pembelajaran yang matang dan terus menerus secara
turun temurun, manusia dapat membaca pertanda dan gejala alam yang
terdokumentasi secara lisan bahkan tulisan sebagi pengetahuan tradisional atau
modern. Melalui penggunaaan pengetahuannya, manusia dapat memberlanjutkan
kehidupan dan penghidupannya. Kreasi dan kreativitasnya manusia dalam
mengelola lingkungannya itu akan tercermin dari seberapa jauh penguasaan iptek
dan etika lingkungan yang dimilikinya.
Dalam Pasal 43 Nomor 21 Tahun 2009 Peraturan Daerah Kabupaten
Jayapura, disebutkan bahwa cagar alam Cyckloop yang merupakan kawasan suaka
alam dipergunakan untuk penelitian, pendidikan dan wisata alam, namun ternyata
dalam realitanya banyak sekali bangunan-bangunan tempat tinggal yang dibangun
didaerah cagar alam Cycloop. Serta bangunan yang awalnya diberikan izin sebagai
ruko oleh dinas terkait tetapi dalam kenyataannya ruko tersebut dijadikan hotel.
Perkembangan pembangunan Kabupaten Jayapura yang begitu pesat,
sehingga menimbulkan persoalan-persoalan dalam izin mendirikan bangunan yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang, seperti juga dikemukakan oleh Wakil Ketua
II DPRD Kabupaten Jayapura Gideon Dodop Cendrawasih Pos, 2012), bahwa
sejumlah bangunan ruko dan hotel yang ada di Kabupaten Jayapura ini memang
sudah banyak menyalahi aturan tata kota. Sehingga diduga ada salah standar
mekanisme pemberian izin mendirikan bangunan, diduga ada kecendurangan
menyalahi tata ruang serta pelaksanaan dan pengawasan pemberian izin mendirikan
bangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang. Dengan demikian penulis merasa
tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut, sehingga hasil penelitian ini
bertjuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana pelaksanaan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dalam penataan ruang Kabupaten Jayapura. Selain itu,
untuk mengetahui pelaksanaan pengawasan Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
untuk menunjang tata ruang Kabupaten Jayapura.
BAHAN DAN METODE
Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jayapura Provinsi Papua, Pertimbangan
untuk menetapkan lokasi tersebut adalah berdasarkan penelitian pendahuluan bahwa
di lokasi tersebut ada kecendurangan tidak sesuainya izin mendirikan Bangunan
dalam kaitannya dengan penataan ruang ditengah-tengah perkembangan masyarakat
yang begitu pesat.
Tipe penelitian
Desain penelitian ini merupakan tipe penelitian sosio-yuridis. Dalam tipe
penelitian yuridis fokus kajiannya pada penelitian normatif yang objeknya pada
pembidangan kajian perundang-undangan yaitu bidang kajian dogmatik hukum
sedangkan pada penelitian sosiologis objek kajiannya ilmu kenyataan hukum.
Populasi dan sampel
Populasi adalah keseluruhan atau himpunan obyek dengan ciri-ciri yang sama
(Sugono, 2003). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah yang
berkaitan dengan peraturan izin mendirikan bangunan baik dari pemerintah daerah
dan masyarakat. Sampel yang ditarik dalam penelitian ini menggunaka teknik
purposive sampling yaitu sampel ditentukan sendiri oleh peneliti dengan
pertimbangan, antara lain: a) Responden dianggap mempunyai pengetahuan,
pemahaman dan pengalaman tentang hukum; b) Responden memiliki kewenangan
dan memiliki kebijakan dalam hukum yang terdiri dari: Bappeda; Dinas Tata Kota;
Badan Pertanahan; Dinas Pekerjaan Umum; Pakar; dan Masyarakat setempat.
Teknik pengumpulan data
Berdasarkan jenis dan sumber data, maka teknik yang digunakan oleh peneliti
adalah wawancara (interview) dan melalui studi dokumen, yaitu teknik
pengumpulan data melalui informasi kepustakaan atau bahan-bahan kepustakaan
terkait buku-buku tentang Izin mendirikan Bangunan, Laporan penelitian hukum
Tata Ruang, Majalah, Koran, Kamus, dan bahan-bahan tertulis lainnya yang
berhubungan dengan izin mendirikan Bangunan maupun peraturan perundang-
undangan yang mengakomodir izin pendirian Bangunan dan Tata Ruang.
Analisis data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini analisis data
kualitatif, yaitu suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analistis,
yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga
perilakunya yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh. Setelah
data dianalisis, selanjutnya akan ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode
berfikir deduktif, yaitu suatu pola berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang
bersifat umum, kemudian ditarik suatu generalisasi atau kesimpulan yang bersifat
khusus (Hadi, 2001). Penggunaaan metode ini dimaksudkan untuk memperoleh
gambaran yang baik, jelas dan dapat memberikan data sedetail mungkin tentang
objek yang diteliti.
HASIL
Kebijakan Penataan Ruang Kabupaten Jayapura
Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang,
maka fungsi dan peran penataan ruang adalah sebagai upaya pemanfaatan dan
pengendalian ruang secara terpadu dan berkesinambungan, yang diwujudkan
dengan koordinasi pelaksanaan program-program pembangunan seluruh sektor
yang ada, dengan melihat potensi dan permasalahan wilayah Kabupaten Jayapura
serta upaya-upaya mengatasi dan memecahkan seluruh kendala pengembangan
ruang wilayah Kabupaten Jayapura.
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jayapura
2008-2028 adalah upaya mensinkronisasikan terhadap pemanfaatan dan
pengendalian ruang wilayah Kabupaten Jayapura. Maka atas dasar tersebut,
dilakukan revisi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jayapura. Pada
tahun 2001 sudah disusun peraturan RTRW Kabupaten Jayapura, namun sudah
tidak relevan dengan kondisi saat ini.
Hasil dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jayapura, selain
menjadi pedoman bagi pemerintah dan masyarakat Kabupaten Jayapura, tetapi juga
menjadi landasan pembangunan dan pengembangan wilayah bagi seluruh
pemangku kepentingan (stakeholder) dalam upaya pemanfaatan ruang wilayah.
Efektivitas Pelaksanaan IMB dalam Penataan Ruang Kabupaten Jayapura
Pertambahan dan pertumbuhan penduduk Kabupaten Jayapura mengalami
peningktan dari tahun ke tahun maka perlu didukung dengan perencanaan
pemanfatan, serta pengendalian dan pemanfaatan ruang yang mantap sesuai dengan
Peraturan Daerah No 21 Tahun 2009, tentang rencana tata ruang Kabupaten
Jayapura.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Ketua II DPRD Kabupaten
Jayapura Drs Gideon Dodop, MM (Wawancara, 12 Mei). bahwa sejumlah
bangunan ruko dan hotel yang ada di Kabupaten Jayapura ini memang sudah
banyak menyalahi aturan tata kota, menurutnya bahwa terjadinya pelanggaran
terhadap izin mendirikan bangunan itu disebabkan oleh faktor ketidaktahuan
masyarakat dan faktor kesengajaan. Menurutnya, fungsi pelaksanaan pengawasan
yang dilakukan legislatif terhadap pelaksanaan pemberian izin mendirikan
bangunan belum berjalan dengan baik. Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan
oleh Pemerintah dan DPRD tidak berjalan optimal karena pengawas yang sudah
ditunjuk, tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga terjadi
ketimpangan antara laporan dengan kondisi di lapangan.
Berdasarkan hal tersebut, untuk memulai dari kualitas bangunan baik itu
rumah dan bangunan ruko dapat diukur dengan melihat kondisi kepadatan dan jenis
bangunan, yang digolongkan dalam 2 (dua) jenis bangunan yakni bangunan layak
dan tidak layak seperti pada Tabel 1 (lampiran). Berdasarkan tabel 1, maka dapat
dijelaskan bahwa sebagian besar jumlah bangunan tidak layak huni yang ada di
Kabupaten Jayapura, Selain itu, kawasan pemukiman di Kabupaten Jayapura di
bagi menjadi 2 yakni kawasan pemukiman di wilayah perkotaan dan kawasan
pemukiman di wilayah perkampungan.
PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa pengawasan merupakan proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan
tersebut. Controlling is the process of measuring performance and taking action to
ensure desired results. Pengawasan adalah proses untuk memastikan bahwa segala
aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya
kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai.
melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang
telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan
efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu efektivitas pelaksanaan IMB
Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan merupakan
bagian dari fungsi aparat pemerintah, di mana pengawasan dianggap sebagai bentuk
pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di
bawahnya.
Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat
keefektifan dan ketidakefektifan IMB sebagai instrumen yuridis pemerintahan yang
bercirikan good governance, pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga
fungsi pemerintahan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini,
pengawasan menjadi sama pentingnya dengan penerapan good governance itu
sendiri. Tingkat pemahaman masyarakat terhadap IMB dan rencana tata ruang
masih sangat kurang. Walaupun dapat dikatakan pengetahuan tentang tata ruang
dan IMB sudah baik, namun hanya sekedar tahu atau mendengar saja sedangkan
pemahaman secara lebih rinci atau dalam masih sangat kurang bahkan tidak tahu.
Demikian juga pengetahuan terhadap rencana tata ruang, apalagi pemahaman secara
detail juga sangat kurang.
Di sisi lain, pemahaman masyarakat terhadap IMB dan rencana tata ruang pun
juga masih kurang, hal ini selaras dengan kurangnya sosialisasi yang diberikan
pemerintah kepada masyarakat. Sosialisasi IMB dan rencana tata ruang masih
sebatas pada aparat pemerintah saja, sedangkan ke masyarakat secara langsung
masih kurang. Walaupun sosialisasi ini pun juga diragukan efektivitasnya, termasuk
dalam proses pengawasan dari awal membangun sampai dengan selesainya suatu
bangunan. Oleh Kurniawan (2012) menyatakan kewenangan yang sah jika ditinjau
dari mana kewenangan itu diperoleh, maka ada tiga kategori kewenangan, yaitu
atributif, mandat,dan delegasi.
Dengan demikian, efektivitas penerapan hukum juga menjadi faktor utama,
sebagaimana oleh Rosdiana (2011) disebutkan bahwa jika masyarakat berperilaku
sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh hukum maka dapatlah
dikatakan bahwa hukum yang bersangkutan adalah efektif. Untuk lebih
meningkatkan penyelesaian perkara dan menjamin kepastian hukum pencari
keadilan, maka kualitas dari aparat penegak hukum harus di tingkatkan terutama
dalam aspek moralitas. Indikasi ini sebagaimana menurut Soekanto (1993), bahwa
tidak jarang bahwa orang akan mempersoalkan masalah efektivitas hukum apabila
yang dibicarakan adalah pengaruh hukum terhadap masyarakat.
Peraturan Daerah Kabupaten Jayapura tentang IMB sebagai suatu bentuk
peraturan hukum tertulis dibuat untuk menegakkan perilaku dalam mendirikan
bangunan hanya dapat berfungsi secara efektif apabila apabila memenuhi tiga syarat
yang menurut Rahardjo (2000) yakni: a) Syarat filosofis, yaitu bahwa hukum dapat
memberikan keadilan bagi masyarakat yang dijadikan sasarannya. Tidak boleh
suatu hukum menimbulkan diskriminasi tehadap beberapa individu atau kelompok
masyarakat tertentu; b) Syarat yuridis, lebih menekankan pada segi kepastiaan
hukumnya. Adanya kepastian hukum tersebut dapat diukur dari ada atau tidaknya
peraturan hukum itu sendiri serta sinkronisasi dengan peraturan hukum yang ada di
atasnya; dan c) Syarat sosiologis, yaitu bahwa suatu hukum dapat berfungsi apabila
norma-norma yang masih bersifat abstrak seperti yang termuat dalam pasal-
pasalnya diimplementasikan oleh para pelaksananya baik masyarakat maupun
aparat penegak hukumnya.
Instrumen kendali disiplin pegawai adalah sarana lain di samping peraturan
perundang-undangan, sebagai sarana yang nyata dalam bentuk catatan, laporan
prestasi kerja, daftar absensi, dan sebagainya termasuk daftar pekerjaan yang sudah
dan belum selesai dikerjakan (sebagai contoh: pekerjaan Pelayanan permohonan
Izin IMB) yang. Apabila instrumen tersebut diterapkan dan dipergunakan oleh para
pejabat atasan untuk mengetahui sikap atau tingkah laku, akan berguna bagi atasan
untuk mengetahui hasil kerja atau prestasi anak buahnya. Apabila instrumen ini
digunakan, maka perjabat atasan memang seharusnya diwajibkan melaksanakan
pengawasan melekat mempunyai alat bantu yang akan mempermudah baginya
dalam hendak melaksanakan tindakan terhadap anak buahnya
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberian izin mendirikan bangunan di Kabupaten. Jayapura tidak efektif
serta kurang maksimal yang pertama adalah bahwa pemberian izin mendirikan
memakan waktu yang lama, sehingga pemohon membangunan bangunan belum ada
izin ataupun membangunan bangunan sambil mengurus izin mendirikan bangunan.
Diperlukan adanya mekanisme izin mendirikan bangunan dalam pelaksanaan IMB
yang lebih efektif dan efisien, antar lain pemohon tidak meluangkan waktunya yang
lebih lama, dengan biaya yang transparan, kemudian dari sisi penerapan sanksinya
harus dipertegas, sanksi administrasi sampai pada penjatuhan pidana penjara
sehingga akan menimbulkan efek jera terhadap sipemohon izin mendirikan
bangunan, serta dilakukan sosialisi kepada masyarakat.
Pengawasan terhadap izin mendirikan bangunan di Kabupaten. Jayapura
belum berjalan dengan baik. Pertama, disebabkan oleh masih adanya izin
mendirikan bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukannya dan tanpa izin
mendirikan bangunan serta terjadinya pembiaran terhadap ketidaksesuaian tersebut,
yang terjadi. Kedua, mekanisme pengawasan yang terjadi sangat tidak transparan,
hal ini dapat dilihat dari adanya pengawasan yang di biayai oleh pemohon izin
mendirikan bangunan. Dengan demikian, perlu adanya mekanisme izin mendirikan
bangunan dalam pelaksanaan IMB yang lebih efektif dan efisien, kemudian dari sisi
penerapan sanksinya harus dipertegas ataupun diperberat mulai dari teguran, sanksi
administrasi sampai pada penjatuhan pidana penjara sehingga akan menimbulkan
efek jera terhadap pemohon izin mendirikan bangunan sebagai langkah preventif.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Soetrisno. (2001), Metodelogi Research, Yogyakarta. Andi. Harian Cenderawasih Pos, Jumat, 24 Agustus 2012. Jeddawii, Murtir. (2006). Suatu Kajian Beberapa Perda Tentang Penanaman
Investasi Daerah, Jurnal Mimbar Hukum, Yogyakarta. 17(2): 41-67. Kurniawan, Amri. (2012). Optimalisasi Kewenangan Penyidik Kejaksaan dalam
Penanganan Perkara Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Analisis, Seri Ilmu Hukum, 1(1): 53-60.
Muchsan. (2010). Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia. Jurnal Yudisial, 4(2): 337-352.
Rahardjo, Satjipto. (2000). Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti. Rahmadi, Takdir. (2007). Aspek-Aspek Hukum Lingkungan di Indonesia, Jurnal
Hukum Masyarakat dan Pembangunan. 2(1): 82-105. Rosdiana. (2011). Penegakan Hukum Dalam Kasus Pembalakan Liar di
Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hukum, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 1(1): 47-81.
Soekanto, Soerjono. (1993). Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat. Bandung: Alumni.
Soemarwoto, Otto. (2001). Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Bandung: Djambatan.
Sugono, Bambang. (2003). Metodelogi Penelitian Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sunarso, Siswanto. (2005). Hukum Pidana Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta. Sutedi, Adrian. (2011). Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta:
Sinar Grafika.
LAMPIRAN
Tabel 1. Jumlah Rumah Layak dan Tidak Layak Huni di Kabupaten Jayapura Tahun 2011
Kondisi Rumah No. Distrik Layak huni Tidak layak Atap rumbia Atap seng
BAIK RSK BAIK RSK BAIK RSK BAIK RSK 1 Sentani timur 1,279 - 122 47 4 - 1,407 37 2 Sentani 5,879 - 98 28 5 - 5,977 23 3 Ebung fauw 394 - 62 24 6 - 412 62 4 Waibu 1,232 - 59 23 3 - 1,255 56 5 Sentani barat 815 - 32 11 12 - 824 22 6 Ravenirara 240 - 58 22 6 - 252 62 7 Yokari 329 - 110 22 7 - 366 88 8 Depapre 606 - 109 25 3 - 654 83 9 Demta 457 - 108 32 12 - 512 73
10 Kemtuk 388 - 145 43 16 - 507 53 11 Kemtuk gresi 435 - 165 24 14 - 525 85 12 Nimboran 527 - 186 33 8 - 671 67 13 Nimbokrang 1,485 - 94 35 4 - 1,568 42 14 Namblong 638 - 88 47 6 - 705 62 15 Gresi selatan 188 - 69 21 8 - 231 39 16 Unurum guay 237 - 119 35 18 - 278 95 17 Kaureh 7,838 - 150 24 16 - 7,920 76 18 Yapsi 1,292 - 156 33 12 - 1,375 94 19 Airu 112 - 127 97 45 - 184 107
Jumlah 24,371 0 2,057 626 205 0 25,623 1,226 Sumber Data: Dinas PU dan Perumahan Kabupaten Jayapura, 2011.