IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan...
Transcript of IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan...
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian pembuatan tepung
termodifikasi annealing adalah buah sukun. Penelitian tentang pemanfaatan
buah sukun masih belum banyak dilakukan. Berikut ini data hasil analisa bahan
baku dibandingkan dengan literatur
Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Bahan Baku Dibandingkan Dengan Literatur
Parameter Buah Sukun* Buah Sukun**
Kadar air (%) 75,36 69,30[1] Kadar pati (%) 19,02 19,41[2] Kadar Serat Kasar (%) 2,12 2,20[2]
Keterangan * Hasil Analisa ** Sutikno (2008)[1], Koswara 2006 dalam Amarilia (2012)[2]
Tabel 4.1 menunjukkan kadar air buah sukun sebesar 75,36%. Nilai ini
memiliki perbedaan yang cukup besar bila dibandingkan dengan literatur yang
bernilai 69,30%. Nilai kadar air berbeda dikarenakan pada pembuatan annealing
tepung sukun, umur buah yang dipakai terbilang muda, yaitu sekitar 80 hari
terhitung dari munculnya bunga betina, sedangkan umur buah sukun yang
dipakai oleh literatur tidak diketahui. Sukun muda memiliki kandungan kadar air
yang terbilang tinggi bila dibandingkan dengan sukun yang berumur lebih tua
Koswara (2006). Pada buah sukun yang berumur muda, karbohidrat masih
banyak dalam bentuk pati dan belum dipecah menjadi gula sederhana seperti
glukosa, sukrosa dan fruktosa, sehingga buah cenderung tidak berasa manis.
Selain itu, Buah yang berumur muda juga belum mengalami perombakan
polisakarida pada dinding sel, sehingga tekstur masih cenderung keras, tidak
beraroma dan memiliki rasa yang tawar. Kandungan kadar air tinggi pada buah
sukun, diduga disebabkan oleh belum tejadinya pemecahan gula menjadi
komponen yang lebih sederhana. Menurut Abidin (1992) Selama pematangan
buah terjadi perubahan berbagai segi, antara lain perubahan struktur, tekstur,
warna, rasa dan proses biokimia yang ada didalamnya.
Kandungan pati pada buah sukun hasil Analisa dibandingkan dengan
kandungan pati pada literatur memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Kandungan
pati pada buah sukun yang nilainya mencapai 19,02% sedangkan kandungan
pati pada literatur bernilai 19,41%. Perbedaan ini diduga diakibatkan oleh
perbedaan varietas buah sukun, umur panen buah sukun dan kondisi iklim
27
dimana buah sukun itu tumbuh. Kadar pati yang cukup tinggi pada buah sukun
berpotensi untuk diolah menjadi tepung ataupun pati. Warna putih pada buah
sukun menjadi kelebihan lainnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan olahan
pangan yang lebih luas.
Nilai serat kasar pada buah sukun hasil analisa bila dibandingkan dengan
nilai serat kasar pada literatur memiliki nilai yang lebih tinggi. Kandungan serat
kasar pada buah sukun nilainya mencapai 2,32% sedangkan serat kasar pada
literatur bernilai 2,20%. Perbedaan yang terjadi diduga disebabkan oleh umur
sukun yang berbeda. Pada buah sukun yang berumur cukup muda, kandungan
serat kasar buah sukun dinilai lebih tinggi apabila dibandingkan dengan buah
sukun yang telah matang.
4.1 Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Sukun Termodifikasi annealing
4.2.1 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu komponen yang penting untuk diketahui
pada produk tepung. Kadar air dikatakan penting sebab kandungan kadar air
pada tepung mempengaruhi daya simpan dari tepung. Kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga nantinya akan mengakibatkan perubahan pada tepung. Makin rendah
kadar air, makin lambat pertumbuhan mikroorganisme untuk berkembang biak,
sehingga proses perusakan tepung yang diakibatkan mikroorganisme semakin
lambat dan umur simpan tepung semakin panjang (Winarno, 2002). Selain
berpengaruh terhadap tingkat keawetan tepung, kadar air juga berpengaruh
terhadap penampakan, tekstur dan citarasa pada bahan pangan.
Rerata kadar air dari tepung sukun termodifikasi annealing berkisar
antara 8,86% - 10,82%. Grafik rerata kadar air tepung sukun modifikasi
annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips
dapat dilihat pada Gambar 4.1.
28
Gambar 4.1 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Kadar Air Tepung Sukun Modifikasi Annealing
Gambar 4.1 menunjukkan adanya kecenderungan nilai kadar air untuk
mengalami kenaikan seiring perubahan waktu perendaman di kedua level suhu,
namun ada juga yang mengalami kecenderungan untuk mengalami penurunan
akibat pengaruh suhu dan lama perendaman chips. Rerata kadar air terendah
didapatkan pada perlakuan Suhu 27C dan lama perendaman 6 jam (8,78%).
Rerata kadar air tertinggi, didapatkan pada perlakuan 27C dan lama
perendaman 18 jam (10,82%).
Hasil analisa ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa
suhu dan waktu perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air.
Selain itu, tidak ada interaksi antara lama perendaman dan suhu perendaman
terhadap kadar air tepung sukun.
Suhu dan waktu perendaman yang tidak berpengaruh nyata terhadap
nilai kadar air diduga disebabkan oleh perbedaan suhu annealing yang diberikan
terhadap chips. Perlakuan annealing pada suhu 27C tidak berbeda secara
signifikan bila dibandingkan dengan perlakuan annealing pada suhu 40C. Pada
suhu 27C, memungkinkan adanya mikroorganisme alami pada media annealing
chips sukun untuk tumbuh secara optimal. Adanya pati yang tersuspensi dalam
media annealing mendukung mikroorganisme alami dapat tumbuh secara optimal
pada media annealing dan menghasilkan kondisi yang asam. Asam yang
dihasilkan diduga mempengaruhi struktur granula pati yang mengarah terhadap
kerusakan dan mengakibatkan air berpenetrasi masuk kedalam granula. Berbeda
dengan suhu 27C, pada suhu 40C terbukanya granula pati tidak disebabkan
oleh kondisi asam yang dihasilkan oleh mikroba, namun disebabkan oleh
pengaruh suhu. Peningkatan suhu mengakibatkan ikatan antar molekul pati
29
semakin lemah, sehingga memudahkan air untuk berpenetrasi masuk kedalam
granula pati.
Penurunan kadar air pada lama perendaman 18 jam pada suhu 40C
diduga terjadi karena granula tidak mampu lagi menampung air. Adanya
pengaruh suhu yang tinggi (40C) mengakibatkan granula terbuka lebih besar
dibandingkan dengan perlakuan suhu 27C, sehingga penetrasi air yang masuk
kedalam granula semakin besar. Granula pati yang terbuka memungkinkan
adanya penguapan air yang lebih besar saat dilakukan pengeringan, sehingga
kadar air tepung yang dihasilkan lebih kecil. Pernyataan ini didukung oleh
pendapat Rosdanelli (2005) mengemukakan bahwa bila ikatan molekul-molekul
air yang terdiri dari unsur-unsur dasar oksigen dan hidrogen dipecahkan, maka
molekul tersebut akan keluar dari bahan. Akibatnya bahan tersebut akan
kehilangan air yang dikandungnya. Selain itu Haryadi (1994) juga berpendapat
bahwa granula pati yang membengkak akan memiliki rongga yang lebih besar
mengakibatkan penguapan air yang terjadi selama pengeringan semakin besar.
4.2.2 pH
pH merupakan salah satu parameter mutu dari produk tepung-tepungan.
Nilai parameter pH juga perlu dianalisa untuk mengetahui pengaruh modifikasi
annealing terhadap pH dari tepung yang dihasilkan. Nilai pH dari larutan tepung
(3 gram tepung sukun dilarutkan kedalam 50 ml aquades) (Wigati, 2013). Tepung
yang baik memiliki pH yang mendekati nilai netral yaitu 7. Grafik rerata nilai pH
tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan
lama perendaman chips dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap pH Tepung Sukun Termodifikasi Annealing
30
Gambar 4.2 menunjukkan bahwa nilai pH tepung sukun modifikasi
annealing mengalami penurunan akibat perlakuan suhu perendaman dan lama
perendaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata nilai pH pada tepung
sukun modifikasi annealing terendah ada pada perakuan perendaman 40C
dengan lama perendaman 18 jam, sedangkan rerata nilai pH tertinggi ada pada
perlakuan perendaman 27C dengan lama perendaman 6 jam.
Hasil analisa dengan selang kepercayaan 5% menunjukkan adanya
pengaruh suhu perendaman dan lama perendaman terhadap perubahan nilai pH.
Interaksi antara dua perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH.
Hasil uji lanjut nilai viskositas panas terhadap tepung sukun termodifikasi
annealing dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rerata Nilai pH Tepung Sukun Akibat Interaksi Suhu Perendaman dan Lama Perendaman Chips
Suhu
(C)
Waktu (Jam)
pH Notasi DMRT 5%
6 5,49 a
0,16 – 0,17
27 12 5,22 a
18 5,03 a
40 6 4,48 b
12 4,43 c
18 4,40 d
Keterangan: 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (p<0,05)
Tabel 4.2 menunjukkan adanya penurunan pH akibat pengaruh suhu
perendaman dan lama perendaman tepung modifikasi annealing. Hubungan
korelasi antara suhu perendaman dan lama perendaman terhadap nilai pH
adalah berbanding terbalik, dimana semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu
perendaman chips maka nilai pH tepung sukun modifikasi annealing semakin
kecil.
Hal ini diduga karena adanya aktivitas mikroorganisme yang secara alami
terdapat pada air media annealing sukun. Pada suhu 40C diduga petumbuhan
mikroorganisme alami pada media fermentasi annealing sukun cenderung besar.
Suhu yang tinggi (40C) pada media annealing sukun diduga mengakibatkan
komponen makro pada chips yang tidak bisa mengikat air menjadi leaching di
31
media annealing chips sukun. Adanya komponen-komponen yang leaching di
media annealing chips sukun, seperti gula, dimanfaatkan mikroorganisme untuk
tumbuh. Pertumbuhan mikroorganisme alami yang pesat, mengakibatkan
timbulnya kondisi asam yang mengakibatkan pH pada media annealing sukun
mengalami penurunan. Rentan waktu yang semakin lama akan memberikan
waktu bagi mikroorganisme untuk menghasilkan asam-asam organik, yang
nantinya akan mengakibatkan pH semakin menurun.
4.2.3 Kadar Pati
Pati merupakan kandungan utama yang terdapat pada produk tepung.
Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin. Amilosa
merupakan fraksi terlarut sedangkan amilopektin merupakan fraksi tidak terlarut.
Rerata kadar pati tepung sukun modifikasi annealing berada pada nilai 50,97% -
55,09%. Jarak dari rerata kadar pati yang dihasilkan jauh berbeda dengan rerata
kadar pati hasil penelitian (Agustin, 2003) pada tepung sukun modifikasi HMT,
yaitu senilai 50,96% - 55,09%. Grafik rerata kadar pati tepung sukun modifikasi
annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips
dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Kadar Pati Tepung Sukun Modifikasi Annealing
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa kadar pati tepung sukun modifikasi
annealing mengalami kenaikan seiring dengan naiknya suhu perendaman dan
lama yang diberikan terhadap chips sukun. Hasil analisa sidik ragam dengan
tingkat kepercayaan 5% menunjukkan tidak adanya pengaruh suhu dan waktu
perendaman terhadap rerata kadar pati tepung sukun. Hubungan korelasi antara
suhu perendaman dan lama perendaman memberikan pengaruh yang tidak
nyata terhadap nilai. Nilai kadar pati tertinggi didapatkan pada perlakuan suhu
32
40C dan lama perendaman 18 jam yaitu bernilai 55,09%, Sedangkan nilai
terendah didapatkan pada suhu 27C dan lama perendaman 6 jam yang bernilai
50,97%.
Perlakuan annealing pada suhu 27oC dan suhu 40 oC selama 6 jam, 12
jam dan 18 jam memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Suhu dan waktu
perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar pati diduga
disebabkan oleh granula pati yang hanya mengalami pembengkakan, namun
tidak mengalami pecah granula. Diduga pada suhu 27 oC dan 40 oC penetrasi air
pada granula pati tidak terlalu besar. Penetrasi yang tidak terlalu besar,
disebabkan oleh efek perendaman yang menggunakan suhu dibawah suhu
gelatinisasi. Menurut Rincon et al (2004) menyatakan bahwa suhu gelatinisasi
dari sukun adalah 73,3 oC. Pengaruh suhu 40 oC juga tidak terlalu berpengaruh
terhadap penetrasi air pada granula, sehingga diduga gugus amilosa dan
amilopektin tidak mengalami pemutusan, namun hanya mengalami
perenggangan.
4.2.4 Kadar Amilosa
Amilosa merupakan salah satu penyusun pati. Amilosa terdiri atas 250 –
300 unit D.Glukosa yang terikat dengan ikatan α 1,4 glikosidik, dan molekulnya
merupakan rantai terbuka. Gugus hidroksil yang banyak terdapat pada senyawa
polimer glukosa menyebabkan amilosa bersifat hidrofilik. Rerata kadar amilosa
pada tepung sukun termodifikasi annealing berada pada nilai 22,92% - 29,19%.
Grafik rerata kadar amilosa tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai
kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat pada
Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Kadar Amilosa Tepung Sukun Modifikasi Annealing
33
Grafik 4.4 menunjukkan kecenderungan kenaikan kadar amilosa seiring
kenaikan waktu perendaman dan perubahan suhu perendaman chips.
Kecenderungan meningkatnya kadar amilosa disetiap level lama perendaman
dan perubahan suhu yang diberlakukan terhadap chips diduga disebabkan oleh
adanya rantai amilopektin yang terputus dan selama proses annealing
berlangsung. Hasil analisa ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan
bahwa perlakuan suhu perendaman dan lama perendaman annealing tidak
berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa. Selain itu, interaksi antara kedua
perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar amilosa.
Suhu dan waktu perendaman yang tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar amilosa diduga disebabkan oleh perubahan sifat fungsional dari pati akibat
modifikasi annealing. Modifikasi annealing chips sukun mengakibatkan pati
memiliki ketahanan terhadap hidrolisis, dan mengakibatkan pati semakin sulit
untuk dirombak menjadi bentuk yang lebih sederhana. Perubahan sifat
fungsional pati yang diakibatkan modifikasi annealing chips sukun, menyebabkan
perubahan nilai pati yang tidak signifikan, sehingga nilai amilosa yang dihasilkan
juga tidak jauh berbeda.
Kecenderungan amilosa mengalami peningkatan diduga disebabkan oleh
suhu yang diberlakukan terhadap chips sukun. Pada modifikasi chips sukun
metode annealing, suhu yang digunakan berkisar antara 27C-40C dengan
penambahan kadar air diatas 80% pada proses perlakuannya. Kondisi tersebut
berpotensi meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme alami untuk dapat
tumbuh secara optimal, serta meningkatkan kinerja enzim yang dihasilkan oleh
mikrooganisme tersebut.
Proses annealing dilakukan dengan menutup tempat proses pada kondisi
anaerob, dengan jumlah oksigen yang terbatas, sehingga diduga
mikroorganisme yang tumbuh termasuk golongan mesofilik yang bersifat anaerob
fakultatif. Dugaan ini didukung dengan pernyataan Supardi (1999) yang
menyatakan bahwa mikroorgnisme kelompok anaerob fakultatif tumbuh jika ada
oksigen cukup, juga dapat tumbuh secara anaerob. Selain itu, menurut Zulaidah
(2011) bahwa bakteri asam laktat mampu hidup pada kondisi anaerob yang kaya
akan glukosa. Kenaikan suhu dan waktu selama proses annealing berlangsung
dapat meningkatkan kadar amilosa tepung sukun termodifikasi. Menurut Elliason
dan Magnus (2006) menyatakan bahwa keberadaaan air dan suhu yang tinggi
selama proses HMT yang merupakan proses hidrotermal seperti annealing dapat
34
menyebabkan berkurangnya kandungan amilopektin dan meningkatkan fraksi
amilosa dan pati.
4.2.5 Swelling Power
Swelling power merupakan kemampuan pati untuk mengembang atau
kenaikan volume dan berat maksimum di dalam air (Balagopalan et al, 1988
dalam Baah, 2009). Proses pengembangan ini disertai dengan pemanasan
sehingga ikatan hidrogen yang menghubungkan antara amilosa dan amilopektin
melemah, sedangkan energi kinetik air meningkat, sehingga mengakibatkan air
berpenetrasi masuk kedalam granula pati dan mengalami pengembangan.
Kemampuan pengembangan dari pati itu sendiri sangatlah dipengaruhi dari sifat
alami patinya. Kekuatan pembengkakan dihitung dengan membandingkan berat
endapan granula pati yang telah dipanaskan dengan berat kering sampel awal
(g/g) (Deasy, 2007).
Rerata nilai swelling power pada tepung sukun modifikasi annealing
berada pada kisaran 8,81 (g/g) – 10,69 (g/g). Grafik rerata nilai swelling power
tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan
lama perendaman chips dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Swelling Power Tepung Sukun Modifikasi Annealing
Gambar 4.5 menunjukkan kecenderungan kenaikan nilai swelling power
akibat perlakuan suhu dan lama perendaman chips buah sukun. Kenaikan nilai
swelling power terjadi pada lama perendaman selama 12 dan 18 jam. Namun
pada perlakuan perendaman chips selama 12 jam pada suhu 27C, terjadi
penurunan nilai swelling power. Nilai swelling power tertinggi yaitu sebesar 10,68
pada perlakuan suhu 40C dengan lama perendaman 18 jam. Sedangkan nilai
35
swelling power terendah yaitu sebesar 8,81 terdapat pada perlakuan suhu 27C
dengan lama perendaman 12 jam.
Hasil analisa ragam pada tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa
perlakuan suhu dan lama perendaman memberikan pengaruh tidak nyata
terhadap nilai swelling power, selain itu interaksi kedua perlakuan juga
memberikan pengaruh tidak nyata.
Suhu dan waktu perendaman yang tidak berpengaruh nyata terhadap
nilai swelling power diduga disebabkan oleh fraksi amilosa yang memiliki bobot
molekul rendah. Fraksi amilosa yang memiliki bobot molekul rendah dipengaruhi
oleh panjang polimer dan sumber patinya. Hal ini mengakibatkan tidak terjadinya
kemampuan pati untuk mengembang lebih besar. Kong dkk (2009) menyatakan
bahwa swelling power pati tergantung komponen amilosanya. Hasil penelitian
Yuliasih dkk (2007) juga menyatakan bahwa komponen pati, mempengaruhi
kemampuan penyerapan air daya pengembangan pati. Rendahnya kemampuan
pati untuk mengembang lebih besar menyebabkan nilai swelling power tidak
berbeda secara signifikan, sehingga tidak berbeda nyata secara statistik.
Kecenderungan meningkatnya nilai swelling power diduga disebabkan
oleh terbukanya granula pati akibat adanya energi panas. Selain itu, pengaruh
suhu juga memberikan energi kinetik yang lebih tinggi kepada air sehingga
semakin memudahkan air untuk berpenetrasi masuk kedalam granula pati. Air
yang masuk akan terperangkap oleh amilosa dan amilopektin dan
mengakibatkan granula mengalami pembengkakan. Pernyataan ini didukung
oleh Meyer (2003) yang menyatakan bahwa pengembangan granula pati terjadi
karena molekul-molekul air masuk kedalam granula pati dan terperangkap pada
susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Berdasarkan data yang
diatas, diketahui bahwa peningkatan suhu dari 27C hingga 40C dapat
meningkatkan nilai swelling power tepung sukun modifikasi annaeling.
Kecenderungan nilai swelling power mengalami penurunan pada suhu
27C di lama perendaman 12 jam, diduga disebabkan oleh adanya
perenggangan antar ikatan molekul penyusun pati dan pembukaan granula
penyusun pati. Pengeringan yang diberlakukan terhadap chips setelah proses
annealing, diduga akan mengakibatkan terjadinya retrogradasi. Air yang masuk
kedalam granula akan keluar akibat pengaruh suhu proses pengeringan. Air yang
keluar dari dalam granula mengakibatkan ikatan antar amilosa yang semula
renggang kembali merapat dan mengakibatkan swelling power mengalami
36
penurunan. Menurut Jufri dkk (2006) menyatakan bahwa amilosa dapat
mempengaruhi proses pengembangan pati dan tingkat kekentalan pati. Semakin
tinggi kadar amilosa maka akan mengakibatkan semakin kecilnya kemampuan
pati untuk mengembang, selain itu kekuatan gel juga semakin rendah.
4.2.6 Solubility
Solubility atau kelarutan adalah karakteristik sifat kelarutan pati yang
pada prinsip analisanya dipanaskan pada suhu ±85C selama 30 menit. Nilai
Solubility atau kelarutan diperoleh dengan cara membandingkan berat
supernatan kering dari pati yang telah dipanaskan dengan berat sampel pati
kering. Rerata nilai Solubility atau kelarutan pada tepung Sukun adalah sebesar
16,97% - 27,08%. Grafik rerata nilai kelarutan tepung sukun modifikasi annealing
pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat
dilihat pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Kelarutan Tepung Sukun Modifikasi Annealing
Gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada perlakuan perendaman suhu 27C
ditiap lama perendaman chips mengalami kecenderungan naiknya nilai
kelarutan. Nilai Solubility atau kelarutan terendah diperoleh dari perlakuan
perendaman suhu 40C selam 12 jam yaitu sebesar 16,97%, sedangkan nilai
kelarutan tertinggi diperoleh dari perlakuan perendaman suhu 27C selama 18
jam yaitu sebesar 32,42%.
Hasil analisa ragam dengan tingkat kepercayaan 5% menunjukkan bahwa
perlakuan suhu dan lama perendaman chips sukun memberikan pengaruh yang
nyata terhadap nilai kelarutan, namun Interaksi kedua perlakuan tidak
memberikan pengaruh nyata. Suhu annealing yang berada pada nilai 40C
diduga dapat mendegradasi ikatan antara molekul amilosa dan amilopektin,
37
sehingga terjadi reorganisasi antar ikatan. Menurut Tester dan Karkalas (1996)
dalam Muhamed et al. (2008) menyatakan bahwa pada pemanasan yang
berlangsung lama dan tinggi, ikatan hidrogen yang menstabilkan struktur double
helix dalam kristalin akan mengalami pemutusan dan digantikan oleh air.
Tabel 4.3 Rerata Nilai Kelarutan Tepung Sukun Akibat Pengaruh Lama Perendaman Chips
Waktu (Jam) Kelarutan (g.g) Notasi BNT%
6 20,74 a 12 21,20 ab 3,17 18 23,99 b
Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (p<0,05)
Tabel 4.3 Menunjukkan adanya kecenderungan kenaikan nilai kelarutan
disetiap perubahan lama waktu perendaman. Lama perendaman diduga
mengakibatkan merenggangnya struktur pati akibat adanya interaksi air dan
panas. Panas akan melemahkan ikatan hidrogen, sehingga struktur pati akan
lebih menyerap air dan mengalami pembengkakan (Swelling), dan tenggang
waktu yang lama memberikan kesempatan pada air untuk berpenetrasi kedalam
granula. Selain itu, adanya interaksi antara panas dan waktu annealing diduga
mengakibatkan adanya depolimerisasi pati, sehingga dihasilkan amilosa dengan
bobot molekul rendah. Menurut Yuniasih (20007) menyatakan bahwa adanya
peningkatan suhu dan lama perendaman mengakibatkan depolimerisasi pati
yang memiliki berat molekul tinggi menjadi pati yang memiliki berat molekul
rendah. Menurut Fleche (1985) dalam Suriani (2008), Amilosa yang memiliki
rantai pendek lebih mudah larut dalam air.
Tabel 4.4 Rerata Nilai Kelarutan Tepung Sukun Akibat Interaksi Pengaruh
Suhu Perendaman Chips
Suhu (C) Kelarutan (g.g) Notasi BNT%
27C 37,39 a
40C 28,55 b 3,17
Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (p<0,05)
Pada suhu 27C, memungkinkan adanya mikroorganisme alami yang
diduga tumbuh pada media annealing chips. Pati yang tersuspensi dalam media
annealing mendukung mikroorganisme alami dapat tumbuh secara optimal pada
38
media annealing dan menghasilkan suasana asam. Asam yang dihasilkan diduga
mempengaruhi struktur granula pati yang mengarah terhadap kerusakan dan
mengakibatkan air berpenetrasi masuk kedalam granula. Air yang berpenetrasi
masuk kedalam granula, mengakibatkan granula mengembang dan nilai
kelarutan yang dihasilkan tinggi.
Rendahnya nilai kelarutan pada suhu 40oC diduga disebabkan oleh
semakin banyaknya amilosa yang membentuk struktur kristalin (Dimas, 2011).
Amilosa yang memiliki rantai lurus, diduga mengakibatkan amilosa dapat
membentuk gel dengan mudah, sehingga diduga menyebabkan pembentukan
jaringan tiga dimensi berlangsung dengan mudah. Struktur jaringan tiga dimensi
disusun oleh ikatan antar percabangan pendek dari molekul amilosa dan
membentuk daerah yang kristalin. Terbentuknya daerah kristalin diduga
menyebabkan amilosa semakin sulit untuk larut didalam air sehingga kelarutan
cenderung menurun. Menurut (Mestress dkk., 1988 dalam Krisna 2011)
menyatakan bahwa struktur jaringan tiga dimensi dapat menghambat
penggelembungan pati dan meningkatkan gaya kohesi dalam granula pati,
sehingga saat pelarutan pati, tidak banyak yang terlarut.
4.2.7 Viskositas Panas
Viskositas panas adalah kekentalan yang dimiliki oleh pati dan terhitung
saat pati telah mengalami gelatinisasi. Pengukuran viskositas panas holding, dan
dingin menggunakan viskometer dengan rpm 30 dan spindel L2. Viskositas
Panas diukur ketika suspensi pati (5%) dipanaskan hingga mencapai suhu 95C.
Analisa Viskositas panas dilakukan untuk mengetahui kemampuan pati untuk
membentuk pasta selama proses pemanasan terjadi. Viskositas panas juga
dinilai mampi menggambarkan kondisi suhu dan waktu gelatinisasi pati. Rerata
nilai viskositas panas adalah sebesar 12,67 Cps – 19,00 Cps. Grafik rerata nilai
viskositas panas tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai kombinasi
perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat pada Gambar 4.7.
39
Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Viskositas Panas Tepung Sukun Modifikasi Annealing
Gambar 4.7 menunjukkan kenaikan nilai viskositas seiring dengan
naiknya suhu dan lama perendaman terhadap Chips sukun modifikasi annealing.
Pada suhu 40oC dengan lama perendaman 12 jam, nilai viskositas panas
mengalami kecenderungan untuk mengalami peningkatan. Kenaikan nilai
viskositas panas diduga disebabkan oleh granula pati yang membengkak akibat
pengaruh kombinasi suhu dan media annealing. Nilai tertinggi dari viskositas
panas berada pada perlakuan 27C dengan lama perendaman 6 jam yaitu
bernilai 19 Cps, sedangkan nilai terkecil dari viskositas panas berada pada
perlakuan 40C dengan lama perendaman 6 jam yaitu bernilai 12,67 Cps.
Hasil analisa ragam dengan selang kepercayaan 5% menunjukkan bahwa
perlakuan lama perendaman chips sukun modifikasi annealing berpengaruh
nyata terhadap nilai viskositas panas, namun perlakuan suhu tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap nilai viskositas yang dihasilkan. Interaksi antara suhu
perendaman dan lama perendaman berpengaruh nyata terhadap nilai Viskositas
panas yang dihasilkan. Hasil uji lanjut nilai viskositas panas terhadap tepung
sukun termodifikasi annealing dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Rerata Nilai Viskositas Panas Akibat Interaksi Suhu Perendaman dan Lama Perendaman
Suhu
(C)
Waktu (Jam)
Viskositas (cP)
Notasi DMRT 5%
6 19,00 a
2,19– 2,41
27 12 17,33 a
18 13,33 ab
40 6 12,67 bc
12 16,67 c
18 14,33 c
Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan
40
2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (p<0,05)
Pada perlakuan suhu 27C dengan lama perendaman 6 jam, 12 jam dan
18 jam, mengalami penurunan nilai viskositas. Penurunan nilai viskositas panas
diduga disebabkan oleh pengaruh mikroorganisme mesofilik yang tumbuh pada
media annealing chips sukun. Annealing yang lama menyebabkan air rendaman
mencapai keadaan asam yang diakibatkan oleh aktifitas mikroorganisme alami,
yang nantinya akan berpengaruh terhadap pemutusan ikatan pada pati. Hal ini
didukung oleh pernyataan Fleche (1985) yang menyatakan bahwa kondisi asam
pada pH yang rendah mengakibatkan pati lebih cepat terhidrolisis pada ikatan α-
(1,4). Menurut Jufri dkk (2006) menyatakan bahwa amilosa berpengaruh
terhadap proses pengembangan pati dan tingkat kekentalan pati. Semakin tinggi
kadar amilosa maka akan mengakibatkan semakin kecilnya kemampuan pati
untuk mengembang, selain itu kekuatan gel yang dihasilkan semakin rendah.
Pada perlakuan suhu 40C dengan lama perendaman 12 jam, nilai
viskositas panas mengalami kenaikan. Hal ini diduga berkaitan dengan nilai
swelling power. Semakin lama modifikasi annealing berlangsung, akan
memberikan jeda waktu air untuk berpenetrasi masuk kedalam granula dan akan
mempengaruhi peningkatkan nilai swelling power, sehingga akan mempengaruhi
kecenderungan peningkatan terhadap nilai. Hal ini didukung oleh pernyataan
Imaningsih (2012) yang menyatakan bahwa nilai viskositas akan semakin
meningkat apabila swelling power juga mengalami kenaikan.
4.2.8 Viskositas Holding
Viskositas holding berperan dalam menentukan ketahanan pati dalam
mempertahankan viskositas ketika proses pengolahan berlangsung. Analisa
viskositas holding dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kestabilan
suspensi pati terhadap perlakuan panas dan gaya gesek. Kestabilan ini
berpengaruh terhadap kehomogenan adonan yang terbentuk. Rerata nilai
viskositas holding adalah 10,33 Cps – 17,33 Cps. Grafik rerata nilai viskositas
holding tepung sukun modifikasi annealing pada berbagai kombinasi perlakuan
suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat pada Gambar 4.8.
41
Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Viskositas Holding Tepung Sukun Modifikasi Annealing
Gambar 4.8 menunjukkan terjadinya kenaikan nilai viskositas holding
seiring lama perendaman dan perubahan suhu yang diberikan terhadap chips
sukun. Penurunan nilai viskositas holding terjadi pada perlakuan suhu 40oC
dengan lama perendaman 12 jam. Nilai tertinggi pada viskositas holding berada
pada perlakuan 40C dengan lama perendaman chips 12 jam yang bernilai 18
Cps sedangkan nilai terendah berada pada perlakuan 27C dengan lama
perendaman 6 jam yang bernilai 12,67.Cps
Hasil analisa dengan selang kepercayaan 5% menunjukkan tidak adanya
pengaruh suhu terhadap nilai viskositas holding, namun lama perendaman
menunjukkan adanya pengaruh terhadap nilai viskositas holding. Tidak adanya
interaksi antara lama perendaman dan suhu perendaman juga terjadi terhadap
nilai viskositas holding.
Tabel 4.6 Rerata Nilai Viskositas Holding Tepung Sukun Akibat Pengaruh
Waktu Perendaman Chips Sukun
Waktu (Jam) Viskositas Holding (Cps)
Notasi BNT%
6 11,50 a 12 15,83 ab 2,64 18 13,67 b
Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (p<0,05)
Tabel 4.6 menunjukkan kenaikan nilai viskositas holding seiring dengan
kenaikan suhu annealing. Hal ini diduga disebabkan rentang waktu yang lama
memberikan jeda kepada air untuk masuk kedalam granula pati. Adanya suhu
menyebabkan merenggangnya struktur amorf pada granula, dan mengakibatkan
nilai swelling mengalami kenaikan dan nantinya akan berpengaruh juga terhadap
42
kenaikan nilai viskositas. Pernyataan ini didukung oleh Putri et al. (2011) yang
menyatakan bahwa proses gelatinisasi merupakan suatu keadaan memanaskan
pati pada suhu tertentu dengan jumlah kadar air berlebih, yang mengakibatkan
pati menjadi mudah berasosiasi dengan air, dan hal ini menurut Hoover (2001)
menyebabkan terjadinya peningkatan nilai swelling power dan viskositas pati.
Penurunan nilai viskositas holding yang terjadi pada suhu 27C dan suhu
40C pada level perendaman 18 jam diduga disebabkan oleh kondisi pati yang
memiliki kemampuan lebih rendah dalam mengikat air. Menurut Winarno (1992)
menyatakan bahwa selama proses gelatinisasi berlangsung, akan terjadi
peningkatan viskositas pati hingga mencapai viskositas maksimum. Setelah pati
mencapai batas viskositas maksimum, akan terjadi penurunan viskositas
kembali. Menurut Elliason dan Magnus (2006) annealing dapat menurunkan
gelatinisasi pati, sehingga diduga nilai viskositas akan cepat mengalami
penurunan karena waktu gelatinisasi mampu dicapai dalam waktu yang singkat.
4.2.9 Viskositas Dingin
Viskositas dingin merupakan parameter yang digunakan untuk melihat
sifat dari gel pati pada kondisi dingin, yaitu pada suhu 50C. Nilai dari viskositas
dingin diukur setelah pasta pati mengalami penurunan dari suhu 95C hingga
mencapai 50C. Rerata nilai viskositas dingin berkisar antara 31,67 Cps–60,67
Cps. Grafik rerata nilai viskositas dingin tepung sukun modifikasi annealing pada
berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat
pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Grafik Hubungan antara Lama Suhu Perendaman dan Lama Perendaman terhadap Nilai Viskositas Dingin Tepung Sukun
Modifikasi Annealing
43
Gambar 4.9 menunjukkan adanya peningkatan nilai viskositas dingin
yang terjadi pada perlakuan suhu 40C dengan lama perendaman 12 jam.
Penurunan nilai viskositas dingin terjadi pada perlakuan suhu 27C diberbagai
level perendaman dan perlakuan suhu 40C selama 18 jam. Nilai viskositas
dingin tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman suhu 27C dengan lama
perendaman 6 jam yang bernilai 60,67 Cps, Sedangkan nilai terkecil terdapat
pada perlakuan perendaman suhu 40C dengan lama perendaman 6 jam yang
bernilai 31,67.
Tabel 4.7 Rerata Nilai Viskositas Dingin Tepung Sukun Akibat Pengaruh Suhu Annealing Chips
Suhu (C) Viskositas Dingin (Cps)
Notasi BNT%
27 83,67 a 12,58
40 58,67 b
Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (p<0,05)
Pada Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai viskositas dingin pada
perlakuan suhu 27oC memiliki nilai viskositas dingin yang lebih tinggi
dibandingkan perlakuan suhu 40oC. Tingginya nilai viskositas dingin diduga
disebabkan oleh rusaknya granula yang diakibatkan oleh pengaruh asam.
Pengaruh asam yang dihasilkan mikoorganisme alami mengakibatkan
meningkatnya nilai amilosa. Tingginya nilai amilosa yang diakibatkan mikroflora
alami pada media annealing chips sukun mempengaruhi kemampuan pati untuk
mengalami retrogradasi, dan mempengaruhi nilai viskositas dingin. Menurut
Salim (2014) menyatakan bahwa Retrogradasi pati dipengaruhi oleh kadar
amilosanya. Kenaikan kadar amilosa diduga dapat meningkatkan kemampuan
pati untuk berasosiasi kembali dan membentuk struktur kristalin.
Rendahnya nilai viskositas dingin pada suhu 40oC diduga disebabkan
oleh kandungan amilosa yang rendah. Kandungan amilosa yang rendah
menyebabkan kemampuan pati untuk mengalami retrogradasi cenderung
menurun, sehingga nilai viskositas dingin pada suhu 40 oC cenderung lebih
rendah bila dibandingkan perlakuan suhu 27oC.
44
4.2.10 Kecerahan Warna (L)
Karakteristik warna (L) menunjukkan nilai kecerahan pada tepung sukun.
Warna dinilai penting untuk menentukan mutu suatu produk. Skala nilai L*
dimulai dari 0 untuk angka yang paling gelap, hingga nilai 100 untuk angka yang
paling terang. Rerata nilai kecerahan (L) dari tepung sukun berkisar antara 86,03
– 88,57. Grafik rerata nilai kecerahan (L) tepung sukun modifikasi annealing pada
berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips dapat dilihat
pada gambar 4.10
Gambar 4.10 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Kecerahan (L) Tepung Sukun Modifikasi Annealing
Grafik 4.10 menunjukkan bahwa pada perubahan suhu annealing
mengakibatkan kenaikan dan penurunan nilai kecerahan warna (L) pada tepung
sukun yang dihasilkan. Hasil analisa ragam dengan selang kepercayaan 5%
menunjukkan tidak adanya pengaruh suhu annealing dan waktu perendaman
chips terhadap nilai warna (L) yang dihasilkan. Adanya interaksi antara suhu dan
lama perendaman juga tidak berpengaruh terhadap nilai kecerahan tepung
sukun. Peningkatan suhu yang diberikan selama proses annealing diduga
menjadi salah satu penyebab menurunnya nilai warna (L) pada tepung sukun
yang dihasilkan. Hal ini didukung dengan pernyataan Widiasta (2003) yang
menyatakan bawa proses pemanasan bahan pangan dapat merubah
kemampuan dalam memantulkan, menyebarkan dan meneruskan sinar,
sehingga dapat mengubah warna bahan pangan tersebut. Selain itu, pengaruh
reaksi oksidasi pada saat pengupasan buah sukun juga diduga menjadi
pengaruh menurunnya kecerahan tepung sukun yang dihasilkan.
Pada perlakuan perendaman suhu 27C dan 40C diberbagai level
perendaman terjadi kecenderungan kenaikan nilai kecerahan. Kenaikan nilai
kecerahan diduga disebabkan oleh proses perendaman yang semakin lama,
45
mengakibatkan pigmen warna pada buah sukun mengalami kerusakan sehingga
ikut luluh didalam air rendaman modifikasi annealing. Selain itu, munculnya
kondisi asam pada media annealing diduga menyebabkan pigmen yang terdapat
pada chips sukun mengalami kerusakan.
4.2.11 Serat Kasar
Serat kasar merupakan karbohidrat yang tidak dapat dicerna dalam organ
perut manusia. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Rerata
Kandungan serat kasar pada tepung sukun modifikasi annealing berada pada
nilai 7,03% - 9,72%. Grafik rerata nilai serat kasar tepung sukun modifikasi
annealing pada berbagai kombinasi perlakuan suhu dan lama perendaman chips
dapat dilihat pada Gambar 4.11
Gambar 4.11 Grafik Pengaruh Lama Perendaman dan Suhu Perendaman terhadap Nilai Serat Kasar Tepung Sukun Modifikasi Annealing
Gambar 4.11 menunjukkan adanya peningkatan nilai serat kasar yang
terjadi pada perlakuan suhu 27C dan 40C diberbagai lama perendaman. Nilai
tertinggi kadar serat kasar berada pada perlakuan suhu 40C dengan lama
perendaman 18 jam yang bernilai 9,72%, sedangkan nilai terendah berada pada
perlakuan suhu 27C dengan lama perendaman 6 jam.
Hasil analisa ragam dengan selang kepercayaan 5% menunjukkan bahwa
perlakuan suhu dan waktu berpengaruh nyata terhadap kenaikan nilai serat
kasar. Interaksi antara suhu perendaman dan lama perendaman juga
berpengaruh nyata terhadap kenaikan nilai serat kasar yang dihasilkan. Hasil uji
lanjut nilai viskositas panas terhadap tepung sukun termodifikasi annealing dapat
dilihat pada tabel 4.8.
46
Tabel 4.8 Rerata Nilai Serat Kasar Tepung Sukun antara Suhu Perendaman dan Lama Perendaman Chips Sukun terhadap Nilai Serat Kasar pada Tepung Modifikasi Annealing
Suhu
(C)
Waktu (Jam)
Serat Kasar (%)
Notasi DMRT 5%
6 7,08 a
0,10-0,11
27 12 8,06 b
18 8,15 c
40 6 8,65 d
12 9,56 e
18 9,73 f
Keterangan : 1. Setiap data merupakan rerata dari 3 ulangan 2. Angka yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata (p<0,05)
Pada Tabel 4.8 menunjukkan kenaikan nilai serat kasar seiring dengan
kenaikan suhu annealing dan level lama perendaman yang diberikan terhadap
chips sukun. Kenaikan nilai serat kasar pada tepung sukun termodifikasi
annealing diduga disebabkan oleh mikroorganisme yang secara alami terdapat
pada air media annealing chips sukun. Mikroorganisme yang terdapat pada
media annealing menghasilkan enzim yang secara efektif memecah pati menjadi
komponen lebih sederhana, kecuali serat kasar. Dengan demikian kandungan
serat kasar tepung yang dihasilkan semakin meningkat. Menurut Birch, 1985
dalam Sukardi (2012) menyatakan serat kasar dapat didefinisikan sebagai
polisakarida pada makanan yang tidak dapat dicerna oleh enzim sekresi
endogen. Selain itu menurut Kusnandar 2011 dalam Hardiyanti (2013)
Menyatakan bahwa pada pati termodifikasi HMT, dapat mengalami peningkatan
pati resisten yang mempengaruhi meningkatnya nilai serat kasar. Pati resisten
terbentuk selama proses HMT, yang disebabkan oleh pemotongan rantai lurus
pada amilopektin dan pembentukan ikatan amilosa yang membentuk struktur
yang kompak.
4.3 Granula Pati
Modifikasi pati metode annealing merupakan modifikasi pati yang bersifat
hidrothermal yang mampu merubah sifat fungsional pati, tanpa merusak
granulanya. Granula pati yang belum rusak dapat diaplikasikan pada pembuatan
produk-produk yang menggunakan pemanasan didalam proses pengolahannya,
diantaranya yaitu pembuatan bihun, dan mie. Beberapa produk makanan instan
menginginkan terjadinya kerusakan pada granula pati, sebab granula yang rusak
akan mengakibatkan pati mudah larut di air dingin, namun untuk produk seperti
47
mie dan bihun tidak. Kerusakan granula pati akan mengakibatkan terhambatnya
proses pengolahan sehingga produk akhir yang diinginkan tidak sesuai. Hasil
analisa kenampakan granula pati dengan berbagai level suhu dan lama
perendaman dapat dilihat pada gambar 4.12.
Gambar 4.12 Granula Pati Perbesaran 400x Keterangan : A. Perlakuan perendaman 27
oC selama 6 jam, B. Perlakuan perendaman
27oC selama 12 jam, C. Perlakuan perendaman 18 jam selama 18 jam, D. Perlakuan
perendaman 40C selama 6 jam, E. Perlakuan perendaman 40C selama 12 jam, F.
Perlakuan perendaman 40C selama 18 jam
Annealing merupakan suatu modifikasi fisik yang dinilai mampu merubah
karakteristik alami pati dengan cara mempengaruhi rantai amilosa maupun
amilopektin yang terdapat didalam granula pati. Adanya air dalam kondisi
berlebih dapat menyebabkan air tersebut berpenetrasi masuk kedalam granula
pati, namun dalam jumlah yang terbatas. Menurut Winarno (2004) menyatakan
bahwa pati yang direndam pada air dalam suhu ruang, akan mengakibatkan air
berpenetrasi masuk kedalam granula pati namun dalam jumlah yang terbatas,
yaitu 30%. Adanya perlakuan suhu yang cukup tinggi namun masih dibawah
level suhu gelatinisasi (50oC) diduga dapat menyebabkan granula semakin
terbuka dan jumlah air berpenetrasi masuk kedalam granula pati semakin tinggi.
Menurut Ratnayake dan Jackson (2006) menyatakan bahwa energi yang diserap
granula selama pemanasan pada suhu yang lebih rendah dari suhu
48
gelatinisasinya tidak hanya membuka lipatan heliks ganda amilopektin, namun
juga memfasilitasi pengaturan atau pembentukan baru ikatan-ikatan baru antar
molekul.
Perlakuan annealing pada suhu 27C selama 6 jam menunjukkan kondisi
granula yang berukuran kecil apabila dibandingkan dengan gambar granula pada
lama annealing 12 dan 18 jam di suhu yang sama. Diduga lama waktu yang
diberikan memberikan tenggang pada air untuk mampu berpenetrasi masuk
kedalam granula pati, sehingga ukuran granula yang dihasilkan cenderung lebih
besar. Perbedaan ukuran granula juga tampak pada perlakuan annealing suhu
40C dengan lama perendaman 6 jam, 12 jam dan 18 jam. Pada perendaman
annealing suhu 40C, terlihat bahwa ukuran granula cenderung lebih besar
dibandingkan dengan perendaman annealing suhu 27C. Hal tersebut diduga
disebabkan oleh pengaruh suhu yang diberikan selama proses annealing
berlangsung mengakibatkan granula pati terbuka semakin besar, sehingga air
yang berpenetrasi masuk lebih banyak, dan mengakibatkan pembengkakan
granula. Pernyataan ini didukung oleh Elliason dan Magnus (2006) yang
menyatakan bahwa Panas yang diberikan ketika annealing dapat meregangkan
daerah amorf kristal pada granula pati. Selain itu, Pukkahuta et al., (2007)
menyatakan bahwa pada kondisi kadar air yang tetap (tidak berubah), adanya
peningkatan intensitas panas (suhu dan waktu proses) menyebabkan adanya
peningkatan ukuran dari rongga pati.
Perlakuan perendaman annealing chips sukun juga mampu
menyebabkan terjadinya fermentasi spontan oleh mikroorganisme yang secara
alami terdapat pada air media annealing. Adanya komponen-komponen yang
leaching di media annealing chips sukun, seperti gula, dimanfaatkan
mikroorganisme untuk tumbuh. Adanya aktifitas mikroorganisme menyebabkan
pH mengalami penurunan, dikarenakan pada saat melakukan metabolisme,
mikroorganisme menghasilkan asam-asam organik dan enzim amilolitik yang
nantinya akan mengakibatkan munculya kondisi asam. Kondisi asam hasil
metabolisme mikroorgansme mampu melemahkan bahkan memutus ikatan
antara amilosa-amilosa, amilopektin-amilopektin dan amilosa-amilopektin,
sehingga dapat mempengaruhi karakteristik kimia seperti kadar amilosa dan pati.
Ezim amilolitik dapat mempengaruhi tingkat porositas dari granula (Sujka dan
Jamroz, 2007), dan tingkat porositas granula pati dipengaruhi oleh banyaknya
pori yang dimiliki oleh granula pati. Adanya pori pada granula pati merupakan
49
salah satu jalan masuk enzim amilolitik untuk masuk dan memecah amilosa dan
amilopektin.
4.4 Penentuan Perlakuan Terbaik dan Uji T
Berlakuan terbaik diperoleh dengan menggunakan Multiple Attribute
(Zeleny, 1982). Nilai ideal ditentukan dengan masing-masing parameter tepung
sukun modifikasi annealing antara lain kadar air, kadar amilosa, kadar pati,
swelling power, kelarutan, viskositas panas, viskositas holding, viskositas dingin,
kecerahan. Penentuan perlakuan terbaik menunjukkan perlakuan kombinasi
perendaman suhu 40C selama 18 jam pada chips sukun menghasilkan tepung
sukun terbaik. Perbandingan Karakteristik tepung sukun termodifikasi annealing
perlakuan terbaik dengan literatur dapat dilihat pada tabel 4.9.
Berdasarkan tabel 4.9 di bawah ini dapat dilihat bahwa kadar air tepung
sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang lebih tinggi apabila dibandingkan
dengan tepung kontrol. Hal ini disebabkan karena tepung sukun perlakuan
terbaik pada modifikasinya direndam selama 18 jam pada suhu 40C, sedangkan
tepung kontrol hanya direndam pada suhu 27C selama 15 menit. Suhu dan
Waktu memberikan tenggang pada air untuk berpenetrasi masuk kedalam
granula pati, sehingga pati membengkak dan kadar air tepung yang dihasilkan
semakin tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Menurut Wirakartakusumah et
al. (1992), batas kadar air minimum yang baik agar dapat dipertahankan dari
serangan jamur, aktifitas serangga biasanya mencapai 12-14%, sehingga tepung
sukun perlakuan terbaik yang bernilai 9,12% dapat dikatakan sesuai dengan
standar yang diterapkan di Indonesia. Berikut adalah tabel perbandingan hasil
perlakuan terbaik dibandingkan kontrol.
50
Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Perlakuan Terbaik Dibandingkan Kontrol
Parameter Perlakuan Terbaik
Kontrol
Uji T
Kadar Air 9,12 8,74 tn
pH 4,43 5,84 *
Kadar Pati 55,10 42,06 *
Kadar Amilosa 29,19 22,19 *
Swelling Power 10,67 8,78 *
Kelarutan 20,90 25,17 tn
Kecerahan (*L) 88,70 84,33 *
Viskositas Panas 14,67 12,67 tn
Viskositas Holding 14,00 16,67 *
Viskositas Dingin Serat Kasar
32,33 9,72
16,67 5,34
* *
Nilai pH tepung sukun perlakuan terbaik lebih rendah bila dibandingkan
dengan tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan karena adanya aktifitas
mikroorganisme yang menghasilkan asam-asam organik. Asam yang dihasilkan
oleh mikroorganisme berasosiasi kedalam granula pati disaat pati mengalami
perenggangan didaerah krsitalin yang diakibatkan oleh pengaruh suhu annealing.
Adanya stabilitas pengaturan terhadap suhu yang diberikan, memberikan kondisi
optimum bagi mikroorganisme untuk dapat tumbuh secara optimal, sehingga
mengakibatkan lebih banyak mikroorganisme yang tumbuh di air rendaman chips
perlakuan terbaik dibandingkan tepung kontrol.
Kadar pati tepung sukun perlakuan terbaik memiliki skor yang lebih tinggi
bila dibandingkan dengan kadar pati tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan
karena pengaruh kadar air yang tinggi dan suhu annealing yang diberikan
mengakibatkan adanya pengaturan ulang rantai heliks ganda (reorganisasi) yang
mengarah kepada peningkatan keteraturan.
Kadar amilosa tepung sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan oleh
pemutusan amilopektin yang terjadi disaat annealing berlangsung. Pemutusan
amilopektin disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang menghasilkan kondisi
asam, sehingga dihasilkan oligomer dengan derajat polimerisasi yang lebih
pendek, seperti amilosa. Menurut Zulaidah (2011) menyatakan bahwa bakteri
asam laktat mampu tumbuh pada kondisi anaerob yang kaya akan glukosa.
51
Nilai swelling power tepung sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan
oleh pengaruh suhu dan waktu annealing yang diberikan. Energi panas yang
diberikan mengakibatkan granula pati semakin terbuka, sehingga air berpenetrasi
masuk kedalam granula pati, selain itu waktu annealing yang panjang
memberikan tenggang pada air untuk masuk kedalam granula. Air yang masuk
kedalam granula terperangkap didalam susunan molekul-molekul amilosa dan
amilopektin sehingga meningkatkan nilai swelling power. Menurut Meyer (2003)
menyatakan bahwa pengembangan granula pati terjadi karena molekul-molekul
air masuk kedalam granula pati dan terperangkap pada susunan molekul-molekul
amilosa dan amilopektin.
Nilai kelarutan tepung sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang lebih
kecil bila dibandingkan dengan tepung sukun hasil kontrol. Hal ini diakibatkan
adanya perenggangan antar ikatan yang terjadi di daerah amorf. Adanya proses
pengeringan pada pembuatan tepung sukun mengakibatkan adanya retrogradasi
yang nantinya akan menyebabkan ikatan mengalami perapatan kembali
sehingga mengakibatkan kelarutan menurun. Menurut Belitz dan Grosch (1999)
menyatakan bahwa perubahan konfigurasi amilosa pada bagian amorf yang
semakin rapat, akan mengakibatkan pati semakin sulit untuk larut.
Nilai kecerahan tepung sukun perlakuan terbaik memiliki skor yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini diduga disebabkan
oleh proses annealing yang menggunakan air berlebih melarutkan senyawa fenol
yang terkandung didalam sukun. Fenol yang ikut terlarut diduga dapat
menyebabkan reaksi browning pada pembuatan tepung sukun mengalami
penurunan, sehingga tepung sukun perlakuan terbaik memililiki tingkat
kecerahan lebih tinggi bila dibandingkan tepung sukun kontrol.
Nilai viskositas panas tepung sukun perlakuan terbaik memiliki nilai yang
lebih tinggi bila dibandingkan tepung sukun kontrol. Hal ini diduga disebabkan
oleh granula pati yang membengkak akibat dari adanya kenaikan suhu dan
kondisi air berlebih selama proses annealing terjadi. Air yang berpenetrasi masuk
kedalam granula pati meningkatkan nilai swelling power, sehingga berpengaruh
terhadap kenaikan nilai viskositas panas. Menurut Jufri dkk (2006) menyatakan
bahwa swelling power mempengaruhi kekentalan, yaitu semakin rendah nilai
swelling maka kekentalan semakin rendah.
52
Nilai viskositas holding tepung sukun perlakuan terbaik memiliki skor yang
lebih rendah bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini dikarenakan
suhu pati yang masih tinggi, menyebabkan amilosa antar amilosa tidak bisa
saling berikatan, sehingga mengakibatkan viskositas menjadi rendah.
Nilai viskositas dingin tepung sukun perlakuan terbaik memiliki skor yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan tepung sukun kontrol. Hal ini disebabkan
kecenderungan pati untuk mengalami retrogradasi. Retrogradasi disebabkan
oleh menurunnya suhu, dari yang semula panas akibat pemanasan viskostas
holding (95C) hingga sampai ke suhu yang lebih rendah (50C), sehingga
mengakibatkan nilai viskositas dingin semakin tinggi. Menurut Winarno (2002)
menyatakan bahwa nilai viskositas dingin erat kaitanya dengan dengan proses
retrogradasi pada pati.
Kadar serat kasar tepung sukun perlakuan terbaik lebih tinggi
dibadingkan dengan tepung kontrol. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan
pati resisten yang mempengaruhi naiknya nilai serat kasar. Peningkatan nilai pati
resisten diakibatkan oleh terputusnya rantai lurus pada amilopektin dan
pembentukan ikatan amilosa dengan struktur yang lebih kompak.