IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN · jenis litologi batuan yang terdapat di Kabupate n Mamuju...
Transcript of IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN · jenis litologi batuan yang terdapat di Kabupate n Mamuju...
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1 Letak Geografis dan Wilayah Administrasi
Kabupaten Mamuju Utara merupakan salah satu wilayah administrasi
kabupaten di Provinsi Sulawesi Barat. Secara geografis Kabupaten Mamuju Utara
terletak pada 0 º 40 ’ 10 ” Lintang Selatan sampai dengan 1 º 50 ’ 12 ” Lintang
Selatan dan 119 º 25 ’ 26 ” sampai dengan 119 º 50 ’ 20 ” Bujur Timur (Gambar
9). Kabupaten Mamuju Utara memiliki batas wilayah administrasi sebagai
berikut:
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah utara
Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat di sebelah selatan
Selat Makassar di sebelah barat dan
Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah timur.
Kabupaten Mamuju Utara memiliki luas wilayah 304 375 ha (3 043.75 km2)
atau 18 % dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Barat, terdiri atas 12 kecamatan,
meliputi; Kecamatan Sarudu, Dapurang, Duripoko, Baras, Bulu Taba, Lariang,
Pasangkayu, Tikke Raya, Pedongga, Bambalamotu, Bambaira, dan Sarjo.
Kecamatan dengan wilayah administrasi terluas adalah Kecamatan Dapurang,
sedangkan Kecamatan Sarjo memiliki wilayah terkecil (Tabel 6).
Tabel 6 Luas wilayah dan jumlah kelurahan/desa menurut kecamatan di
Kabupaten Mamuju Utara
No Kecamatan Luas (ha) Persen Jumlah Kelurahan/
Desa/UPT
1 Sarudu 9 705 3 5
2 Dapurang 93 006 31 5
3 Duripoko 21 725 7 4
4 Baras 27 512 9 6
5 Bulu Taba 43 265 14 7
6 Lariang 8 165 3 7
7 Pasangkayu 31 091 10 6
8 Tikke Raya 26 261 9 5
9 Pedongga 9 209 3 4
10 Bambalamotu 24 365 8 6
11 Bambaira 6 422 2 4
12 Sarjo 3 649 1 4
Jumlah 304 375 100 63
Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).
58
Gambar 9 Peta administrasi Kabupaten Mamuju Utara.
4.2 Iklim
Tipe iklim di Kabupaten Mamuju Utara berdasarkan klasifikasi Schmidth-
Fergusson digolongkan ke dalam tipe iklim A1, sedangkan tipe iklim menurut
klasifikasi Oldeman digolongkan tipe iklim A. Klasifikasi tersebut menunjukkan
bahwa Kabupaten Mamuju Utara memiliki potensi pengembangan untuk sektor
pertanian dengan berbagai komoditasnya.
59
Gambar 10 Curah hujan tahunan di Kabupaten Mamuju Utara tahun 1990–2009.
Gambar 11 Curah hujan bulanan di Kabupaten Mamuju Utara (sumber: BPP
Pertanian; 2010).
Rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Mamuju Utara adalah 2 779
mm/tahun dengan kisaran 1 300 - 4 337 mm/tahun. Gambar 10 menunjukkan
distribusi curah hujan tahunan di Kabupaten Mamuju Utara dalam kurun waktu 20
tahun. Berdasarkan analisis curah hujan bulanan bersumber dari data BPP
Pertanian (2010) puncak musim hujan di Kabupaten Mamuju Utara rata-rata
terjadi pada bulan April dan November. Rata-rata curah hujan bulanan tertinggi di
Stasiun Pasangkayu terjadi pada bulan Januari (281 mm/bulan), sedangkan di
Stasiun Karossa curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan November (285
60
mm/bulan), sedangkan rata-rata curah hujan terendah di Stasiun Pasangkayu dan
Stasiun Karossa berturut-turut terjadi di bulan Maret (163 mm/bulan) dan bulan
Agustus (92 mm/bulan) (Gambar 11).
4.3 Geologi
4.3.1 Struktur Geologi
Pulau Sulawesi merupakan wilayah yang mempunyai proses pembentukan
yang komplek. Pulau ini terbentuk akibat pertemuan tiga lempeng besar yaitu
lempeng Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia. Pertemuan tiga lempeng tersebut
menyebabkan Pulau Sulawesi berbentuk huruf K (Katili 1978). Sukamto (1975)
membagi Pulau Sulawesi ke dalam tiga mandala (mintakat) geologi yaitu Mandala
Sulawesi Barat, Sulawesi Timur dan Banggai Sula.
Kabupaten Mamuju Utara termasuk ke dalam Mandala Sulawesi Barat.
Mandala ini dicirikan oleh endapan palung berumur Kapur hingga Paleogen dan
kemudian berkembang menjadi endapan gunung api bawah laut dan akhirnya
gunung api darat pada akhir Tersier. Sukamto (1975) membagi Mandala Sulawesi
Barat dalam tiga bagian yaitu bagian selatan, tengah dan utara. Secara stratigrafi,
kelompok batuan tertua pada Mandala Sulawesi Barat bagian tengah adalah
kompleks batuan metamorf dan endapan plysch Formasi Latimojong (Kls). Secara
umum formasi ini mengalami pemalihan lemah hingga sedang; terdiri atas serpih,
filit, rijang, marmer dan kuarsit dengan ketebalan tidak kurang dari 1 000 m serta
diintrusi oleh batuan granitik hingga basaltik baik berbentuk stok ataupun retas.
Umur formasi ini diperkirakan Kapur Akhir dan diendapkan pada lingkungan laut
dalam.
Bergman et al. (1996) membagi Sulawesi bagian barat menjadi tiga
kelompok tektonik yaitu; (1) Foldbelt aktif, merupakan batuan vulkanik yang
berumur Pliosen–Miosen menyebar hingga ke Selat Makassar, (2) Central belt
terdiri atas Formasi Latimojong sebagai basemen, paparan karbonat dan batuan
sedimen klasti yang berumur Oligo hingga Eosen, dan sub marin vulkanik yang
berumur Miosen, (3) Akresi ophiolit yang merupakan kompleks Lamasi berumur
Kapur-Paleogen.
61
Proses tektonik yang pernah terjadi wilayah ini menyebabkan pemalihan
pada kelompok batuan Kompleks Wana (TRw) dan Formasi Latimojong.
Perlipatan dan pensesaran pada batuan berumur Eosen Formasi Toraja dan batuan
Berumur Miosen Formasi Lariang (Tmpl) menyebabkan pembentukan batuan
sedimen molase Formasi Pasangkayu (TQP).
4.3.2 Formasi dan Litologi
Batuan penyusun (litologi) Kabupaten Mamuju Utara terdiri atas enam
formasi batuan, meliputi; Endapan Aluvial, Formasi Latimojong, Formasi
Lariang, Formasi Pasangkayu, dan Batuan Gunungapi Talaya. Tabel 7 menyajikan
jenis litologi batuan yang terdapat di Kabupaten Mamuju Utara beserta uraian
jenis formasi batuan penyusunnya.
Tabel 7 Litologi batuan penyusun Kabupaten Mamuju Utara
No Kode Formasi Litologi Luas (ha)
1 Kls Formasi Latimojong Batusabak, kuarsit, filit, batupasir kuarsa malih,
batulanau malih dan pualam, setempat
batulempung malih, rijang
69 266
2 Qa Endapan Aluvium Bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau,
lempung dan lumpur
88 361
3 QTms Molasa Celebes Konglomerat, batupasir, batulumpur,
batugamping koral dan napal, sebagian
mengeras lemah (batugamping)
3 528
4 Tmpi Formasi Lariang Batuan beku bersusunan asam s/d menengah
(granit, granodiorit, diorit, syenit, monzonit
kuarsa dan riolit)
3 529
5 Tmpl Formasi Lariang Perselingan konglomerat dengan batupasir,
sisipan batulempung dan setempat tuf
72 284
6 Tmtv Batuan GA Talaya Lava andesit hornblende, lava basal, lava latit
kuarsa dan breksi
1 461
7 TQP Formasi Pasangkayu Perselingan batupasir dengan batulempung
setempat bersisipan konglomerat dan
batugamping
65 710
Jumlah 304 139
Sumber: Peta geologi Lembar Pasangkayu (NLP 2014) dan Lembar Palu (NLP 2015), tahun 1975.
4.3.2.1 Endapan Aluvial
Endapan aluvial terdiri atas endapan aluvial sungai, endapan rawa, endapan
aluvial pantai. Formasi ini menempati dataran rendah di pantai barat Kabupaten
Mamuju Utara, memanjang dari selatan di sekitar muara Sungai Karossa hingga
dataran rendah di utara di sekitar muara Sungai Pasangkayu dan bagian hulu
Sungai Kabayu dalam wilayah Kecamatan Pasangkayu.
62
Gambar 12 Peta geologi Kabupaten Mamuju Utara.
Aluvial sungai yang terdiri atas lanau, lempung, pasir, kerikil, kerakal, dan
berangkal terutama menempati daerah dataran banjir sungai. Sungai yang
memiliki kandungan endapan aluvial yang besar, umumnya dimanfaatkan sebagai
bahan galian seperti yang terdapat pada Sungai Lariang, Pasangkayu, Karossa dan
63
Majene. Selain itu sungai-sungai tersebut membentuk endapan delta (endapan
muara sungai).
Endapan rawa yang umumnya dibentuk oleh lumpur, banyak ditemui di
bagian barat wilayah Kecamatan Bambalamotu dan Bambaira. Pengamatan di
lapangan menunjukkan bahwa endapan rawa memiliki struktur sedimen mud
crack. Endapan pantai, merupakan endapan pasir yang kaya dengan kandungan
pecahan cangkang binatang laut. Di beberapa tempat dijumpai bongkah-bongkah,
kerikil dan bongkah-bongkah batu gamping koral dan potongan kayu. Endapan
aluvial adalah batuan yang berumur paling muda di daerah ini dan kemungkinan
seluruhnya berumur Holosen.
4.3.2.2 Formasi Latimojong
Formasi Latimojong terdiri atas perselingan serpih, batupasir malih, dan
filit, setempat bersisipan dengan batulempung malih (Sukido et al. 1993).
Penyebaran Formasi Latimojong menempati bagian tenggara Kabupaten Mamuju
Utara, yang membentuk relief topografi pegunungan terjal. Formasi Latimojong
melebar di bagian selatan Kecamatan Dapurang, dan semakin menyempit ke utara
hingga Kecamatan Bulu Taba. Satuan batuan ini diperkirakan berumur Kapur
Atas atau terbentuk ± 100 juta tahun yang lalu. Batuan intrusi yang terdiri atas
granit, granodiorit, diorit dan andesit mengintrusi batuan Formasi Latimojong dan
terdapat di ujung timur Kecamatan Dapurang pada daerah bertopografi
pegunungan.
4.3.2.3 Formasi Lariang
Formasi Lariang terdiri atas perselingan konglomerat dengan batu pasir,
sisipan batu lempung dan setempat tufa (Sukido et al. 1993). Formasi Lariang ini
sebanding dengan formasi Molasa Celebes. Formasi ini dicirikan oleh batuan
klastika berbutir lebih halus daripada umumnya batuan molasa yang terdiri atas
konglomerat, batupasir, batulumpur, batu gamping koral dan napal yang
seluruhnya mengeras lemah (Sukamto 1973). Umur batuan ini dari masa Miosen
Akhir hingga Pliosen. Formasi Lariang terdapat di bagian barat dan tengah
Kabupaten Mamuju Utara.
64
4.3.2.4 Formasi Pasangkayu
Formasi Pasangkayu terdiri atas perselingan batupasir dengan batu lempung
setempat bersisipan konglomerat dan batu gamping. Formasi ini dominan terdapat
di bagian selatan Kabupaten Mamuju Utara memanjang antara Sungai Lariang
dan Karossa pada wilayah Kecamatan Bulu Taba, Baras, Duripoko dan Dapurang.
Di wilayah pesisir bagian barat terdapat di Kecamatan Bambalamotu, Pasangkayu
dan Pedongga. Di lapangan batuan ini tersingkap di sepanjang tepi jalan raya dan
penggalian tanah urug di sekitar kota Pasangkayu.
Ciri litologi yang nampak di lapangan memperlihatkan bahwa di bagian
bawah terdapat selang-seling perlapisan batuan sedimen batulempung, batupasir,
batulanau setengah padu, dengan variasi ketebalan antara 10–50 cm. Selang-
seling perlapisan batuan sedimen ini mempelihatkan struktur perlipatan lemah,
dan di bagian atasnya dibentuk oleh batuan sedimen batugamping koral.
4.3.2.5 Batuan Gunungapi Talaya
Satuan Batuan Gunungapi Talaya terdiri atas; tufa, lava, breksi gunungapi
bersusunan andesit–basal (Sukido et al. 1993). Penyebaran satuan batuan ini
menempati areal yang sempit (± 1 461 ha) di ujung selatan pada daerah yang
bertopografi pegunungan di bagian timur Kecamatan Dapurang. Satuan Batuan
Gunungapi Talaya berumur Miosen Tengah bagian atas-Miosen Akhir.
4.4 Fisiografi Wilayah
4.4.1 Topografi dan Lereng
Wilayah Kabupaten Mamuju Utara didominasi oleh jajaran pegunungan di
wilayah bagian selatan, meliputi; Kecamatan Dapurang, Duripoko dan Bulutaba.
Di bagian tengah didominasi oleh wilayah dataran, bagian utara merupakan
daerah perbukitan dengan puncak bukit tertinggi 778 m dpl yaitu puncak Gunung
(Bulu) Pelanto, di bagian timur didominasi oleh wilayah pegunungan dengan
ketinggian di atas 1 000 m dpl. Puncak pegunungan tertinggi di wilayah tersebut
adalah Bulu Tanggumae (1 768 m dpl), sedangkan puncak lainnya, antara lain;
Bulu Tarakedo (1 465 m dpl), Bulu Nongkaha (1 312 m dpl), Bulu Banga (1 345
m dpl), Bulu Kofu (1 210 m dpl), dan Bulu Tomibau (1 115 m dpl).
65
Daerah pegunungan ini dicirikan oleh lembah-lembah terjal yang
membentuk alur-alur sebagai konsentrasi aliran permukaan dan lambat laun
membentuk sungai. Terdapat banyak sungai (salu) pada wilayah pegunungan di
bagian selatan Kabupaten Mamuju Utara, namun terdapat tiga sungai yang paling
dominan yaitu Salu Budong-budong, Salu Benggaulu, dan Salu Toa.
Gambar 13 Peta lereng dan topografi wilayah Kabupaten Mamuju Utara.
66
Bagian barat wilayah Kabupaten Mamuju Utara, umumnya memiliki
topografi bergelombang lemah sampai pedataran dengan endapan resen dari
sedimentasi Sungai Lariang, Tikke, dan Pasangkayu yang meliputi Kecamatan
Laring, Tikke Raya, dan Pedongga. Pada bagian barat wilayah Kecamatan
Duripoku terdapat beberapa gunung (bulu) dengan ketinggian berkisar antara 134
m dpl hingga 194 m dpl, antara lain Bulu Lambara (194 m dpl), Bulu Tifa (234 m
dpl), Bulu Biau (140 m dpl) dan Bulu Puto (136 m dpl) (Gambar 13).
Berdasarkan kondisi topografi wilayah, Kabupaten Mamuju Utara memiliki
karakteristik bentang lahan yang sangat beragam. Secara umum, wilayah ini
berada pada ketinggian antara 0-1 800 m dpl dengan tingkat kemiringan lereng
berkisar antara 0 % hingga lebih dari 60 % (Gambar 13). Berdasarkan peta
RePPProT (1987), lahan dengan kategori terjal (41-60 %) dan sangat terjal (> 60
%) menempati areal terluas dan lebih dari setengah luas wilayah Kabupaten
Mamuju Utara, sedangkan lahan yang tergolong datar (< 2 %) dan landai
berombak (2-8 %) mencapai 36 persen dari luas wilayah. Topografi wilayah
dengan kategori bergelombang, berbukit dan agak terjal hanya mencapai 9 %
dari luas wilayah Kabupaten Mamuju Utara (Tabel 8).
Tabel 8 Topografi wilayah Kabupaten Mamuju Utara
No Lereng (%) Kategori Luas Wilayah
Hektar Persen
1 0 - <3 Datar 98 601 32
2 3 - <8 Landai - Berombak 12 695 4
3 8 - <15 Bergelombang 2 048 1
4 15 - <25 Berbukit 15 507 5
5 25 - <40 Agak Terjal 10 603 3
6 40 - <60 Terjal 64 307 21
7 >=60 Sangat Terjal 100 401 33
Jumlah 304 163 100
Sumber: Peta RePPProT (1987), diolah.
4.4.2 Geomorfologi
Kondisi relief topografi Kabupaten Mamuju Utara dicirikan oleh topografi
pegunungan di bagian selatan yang mempunyai relief tinggi, lereng terjal dan
lembah-lembah yang cukup dalam. Ketinggian wilayah pegunungan yang berada
di bagian selatan berkisar antara 600-1 800 m dpl, dengan kemiringan lereng di
67
atas 40 %, sedangkan di bagian barat terdapat relief pedataran yang luas. Kedua
relief topografi tersebut dipisahkan oleh gugusan perbukitan pada wilayah
Kecamatan Duripoku dan Bulutaba. Berdasarkan kondisi geomorfologi,
Kabupaten Mamuju Utara dapat dibagi ke dalam tiga kelompok morfologi, yaitu:
4.4.2.1 Morfologi Pegunungan
Wilayah yang termasuk dalam kelompok morfologi pegunungan, sebagian
besar menempati bagian tenggara daerah penelitian meliputi Kecamatan
Dapurang, Duripoko, Baras, dan Bulutaba dengan luas hamparan kurang lebih
175 311 ha. Ciri bentang alam pegunungan adalah bentuk relief permukaan yang
kasar, berlereng agak terjal–sangat terjal (lebih besar dari 25 %), puncak dan
punggung berbentuk kerucut dan lembah-lembahnya dalam hingga sangat dalam,
profil melintang lembah berbentuk huruf V dan sempit. Berdasarkan ciri
morfologi tersebut di atas maka bentang alam ini dikategorikan bentang alam sisa
hasil proses denudasional yang didominasi oleh porses valley erosion dan
berlangsung secara efektif sepanjang waktu.
Berdasarkan relief pegunungannya satuan morfologi ini dibagi menjadi dua
bagian, yaitu gugusan pegunungan bagian selatan dengan ketinggian di atas 1 000
meter dpl, dan gugusan pegunungan bagian utara dengan ketinggian antara 300-
800 m dpl. Jika dilihat dari ketinggiannya maka pegunungan selatan lebih tinggi
dibanding dengan pegunungan bagian utara. Kedua gugusan pegunungan bagian
utara dan selatan, dipisahkan oleh lembah Sungai Lariang di bagian hulu.
4.4.2.2 Morfologi Perbukitan
Satuan morfologi perbukitan menempati bagian tengah wilayah studi.
Satuan morfologi ini mempunyai ciri bentang alam dengan topografi relief sedang
dan kemiringan lereng antara 16-25 %. Ciri lainnya adalah bentuk puncak dan
punggung membulat, lembah-lembahnya dangkal berbentuk huruf V tumpul.
Proses geologi yang berkembang adalah proses denudasi yang didominasi oleh rill
erosion dan gully erosion dan membentuk relief sedang. Pada bagian permukaan
dari satuan morfologi ini diselimuti oleh lapisan regolith yang cukup tebal, di
beberapa tempat nampak adanya proses gerakan tanah.
68
4.4.2.3 Morfologi Pedataran
Morfologi pedataran menempati bagian barat wilayah Kabupaten Mamuju
Utara, memanjang kurang lebih 100 kilometer utara-selatan, dan melebar di
bagian tengah meliputi Kecamatan Lariang, Tikke Raya dan Pedongga. Morfologi
pedataran ini menyempit di ujung selatan di Kecamatan Pasangkayu dan di bagian
utara di Kecamatan Bambalamotu. Morfologi pedataran ini dicirikan oleh relief
permukaan topografi halus, dengan kemiringan lereng kurang dari 15 % hingga
datar (< 2 %) yang umumnya ditutupi oleh material hasil proses pengendapan
berupa bahan aluvial. Morfologi pedataran dibagi atas dua bagian berdasarkan
asal pembentukan bentang alamnya, yaitu dataran fluvial dan dataran pantai.
Dataran fluvial menghampar terutama di wilayah dataran banjir dan undak-
undak Sungai Lariang, Karossa, Tikke dan Pasangkayu dan dataran banjir
sungai-sungai kecil lainnya. Wilayah ini dicirikan oleh material penyusun
yang berasal dari endapan aluvial sungai terutama berupa lanau, pasir dan
lempung.
Dataran pantai menempati pesisir pantai yang dicirikan oleh material
permukaan berupa pasir mengandung pecahan cangkang moluska dan koral,
serta endapan rawa-rawa pantai berupa endapan lumpur yang tergenang lama.
4.5 Sistem Lahan dan Jenis Tanah
Sistem lahan sebagai unit lahan didasarkan atas konsep kesamaan ekosistem
dimana terdapat beberapa karakteristik lahan yang digabungkan, sehingga
menghasilkan sebaran lahan yang memiliki kualitas lahan yang relatif sama.
Dalam studi ini unit lahan yang terbentuk didasarkan pada peta sistem lahan skala
1:250.000 (RePPProT 1987) yang terdiri atas 15 sistem lahan. Peta sistem lahan
tersebut disajikan dengan jenis tanah dominan (Tabel 9) dan peta sebarannya
(Gambar 14).
4.5.1 Sistem Lahan Bakunan (BKN)
Sistem lahan Bakunan terdapat di dataran sungai yang berbukit dengan
lereng <2 % yang terletak di atas batuan sedimen (aluvium), tanpa batuan
singkapan, air tanah tawar, bahaya banjir tinggi, curah hujan 1 400-3 900 mm,
69
bulan basah 0-10 bulan, bulan kering 0-5 bulan, temperatur 21-33 0C. Sistem
lahan ini umumnya berada pada ketinggian 10-250 m dpl.
Jenis tanah yang dominan pada sistem lahan ini adalah Tropaquepts dan
Tropofluvents. Sistem lahan ini dicirikan oleh karakteristik fisik lahan antara lain;
tekstur tanah medium-halus, kedalaman gambut 0-10 cm, kedalaman tanah > 150
cm, drainase jelek, pH agak masam (4.6-5.0), KTK rendah sampai sedang dan
salinitas < 4,0 mmhos/cm.
Tabel 9 Sistem lahan dan jenis tanah dominan di Kabupaten Mamuju Utara
No Sistem
Lahan Arti Simbol
Jenis Tanah Dominan Luas
(ha) Jenis Tanah 1 Jenis Tanah 2 Jenis Tanah 3
1 BKN Bakunan Tropaquepts Tropofluvents - 485
2 BPD Bukit Pandan Dystropepts Tropudults Troporthents 91 399
3 GBT Gambut Tropohemists Tropofibrists - 10 851
4 KHY Kahayan Tropaquepts Fluvaquents Tropohemists 21 999
5 KJP Kajapah Sulfaquents Hydraquents - 4 560
6 KLR Klaru Fluvaquents Tropaquents Tropohemists 6 984
7 LBS Lubuk Sikaping Tropaquepts Tropofluvents Fluvaquents 7 367
8 LWW Lawanguwang Tropudults Dystropept Tropaquepts 838
9 MDW Mendawai Troposaprists Tropohemists Tropaquents 40 654
10 MPT Maput Dystropepts Tropudults Humitropepts 87 027
11 PDH Pendreh Tropudults Dystropepts - 5 486
12 PTG Puting Tropopsamments Tropaquents - 3 168
13 SBG Sebangau Tropaquepts Tropofluvents Fluvaquents 8 389
14 TWH Teweh Tropudults Dystropept Eutropepts 13 840
15 TWI Telawi Dystropepts Tropudults Troporthents 1 083
Jumlah 304 131
Sumber: Diolah dari Peta RePPProT (1987).
4.5.2 Sistem Lahan Bukit Pandan (BPD)
Sistem lahan ini terletak di wilayah pegunungan yang sangat terjal,
umumnya memiliki kelas lereng > 60 % dan merupakan sistem lahan terluas
(30 %) dalam wilayah Kabupaten Mamuju Utara. Sistem lahan BPD terletak di
atas batuan metamorf (kuarsa, batu pasir, shale dan sekis) dengan batuan
singkapan 10 %. Karakteristik fisik sistem lahan ini antara lain tidak memiliki air
tanah dan tanpa bahaya banjir. Curah hujan berkisar antara 1 700-3 500
mm/tahun, dengan bulan basah berkisar 0-8 bulan dan bulan kering 0-4 bulan.
Temperatur udara pada sistem lahan BPD berkisar antara 17-33 0C. Sistem lahan
70
ini dominan berada pada ketinggian 50-1 000 m dpl. Jenis tanah yang dominan
pada sistem lahan BPD adalah Tropudults dan Troporthents dengan karakteristrik
umum sebagai berikut; tekstur tanah halus, kedalaman tanah antara 101-150 cm,
drainase baik, pH tanah umumnya agak masam, KTK rendah sampai sedang tetapi
umumnya rendah.
Gambar 14 Peta sistem lahan dan jenis tanah Kabupaten Mamuju Utara.
71
4.5.3 Sistem Lahan Gambut (GBT)
Sistem lahan ini merupakan rawa gambut dalam. Sistem lahan GBT terletak
pada wilayah yang datar dengan lereng < 2%, serta berada pada ketinggian 0-10
m dpl. Sistem lahan GBT berasal dari batuan sedimen (gambut) yang tidak
terdapat batuan singkapan. Kandungan air tanah pada sistem lahan GBT adalah
tawar dengan potensi bahaya banjir yang rendah. Wilayah ini memiliki curah
hujan berkisar antara 2 000-2 600 mm, dengan jumlah bulan basah antara 6-8
bulan, bulan kering 0-3 bulan, dan temperatur berkisar antara 22-33 0C.
Jenis tanah dominan pada sistem lahan ini adalah tropofibrists dan
berasosiasi dengan tropohemist dengan kedalaman gambut > 200 cm dan kondisi
drainase sangat buruk. Kandungan rekasi tanah (pH) berkisar pada 5.85 dan KTK
umumnya rendah (15.91 meq/100g).
4.5.4 Sistem Lahan Kahayan (KHY)
Sistem lahan ini terdapat di daerah dataran sungai yang terpengaruh oleh air
laut dengan kelas lereng < 2% dan dominan berada pada ketinggian 1-8 m dpl.
Sistem lahan ini terletak di atas batuan sedimen (alluvium, endapan marin,
gambut). Karakteristik umum sistem lahan KHY antara lain; tidak memiliki
batuan singkapan, kandungan air tanah segar, dan rentan terhadap bahaya banjir.
Kondisi iklim pada sistem lahan KHY adalah curah hujan berkisar antara 1 300-4
000 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 0–11 bulan, bulan kering 0–6 bulan,
serta temperatur berkisar 23–33 0C.
Jenis tanah dominan pada sistem lahan KHY adalah Tropaquepts,
Fluvaquents dan Tropohemists. Karakteristik sifat fisik sistem lahan KHY antara
lain; memiliki kandungan tekstur halus, kedalaman tanah > 150 cm, dan drainase
tanah buruk. Karakteristik sifat kimianya antara lain; reaksi tanah (pH) tanah agak
masam, KTK rendah sampai sedang (11-20 meq/100g), salinitas < 4.0 mmhos/cm,
serta terdapat bahaya asam sulfat pada kedalaman 51-75 cm.
4.5.5 Sistem Lahan Kajapah (KJP)
Sistem lahan KJP terdapat di daerah dataran yang berlumpur di bawah
tegakan ekosistem halopyt (mangrove, nipah). Sistem lahan ini terdapat pada
wilayah dengan kelas lereng < 2% dan berada di atas batuan sedimen (alluvium,
72
endapan marin baru). Karakteristik sistem lahan ini antara lain tidak memiliki
batuan singkapan, air tanah salin (bergaram), dan potensi bahaya banjir tidak
menentu. Kondisi iklim pada sistem lahan KJP dicirikan oleh intensitas curah
hujan yang berkisar antara 1 300- 4 200 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 0-
11 bulan, bulan kering 0-6, dan temperatur berkisar antara 23-33 0C. Sistem lahan
ini umumnya berada pada dataran banjir sungai dengan ketinggian 0–1 m dpl.
Jenis tanah dominan pada sistem lahan KJP adalah hydraquents dan
sulfaquents. Karakteristik sifat fisik tanah antara lain; memiliki tekstur halus,
kedalaman gambut 0–10 cm, kedalaman tanah > 150 cm, dan drainase tanah
sangat jelek. Sifat kimia tanah dicirikan oleh pH tanah yang agak masam berkisar
5.83, kandungan KTK tanah sedang (22.27 meq/100g) serta salinitas > 8.0
mmhos/cm.
4.5.6 Sistem Lahan Klaru (KLR)
Sistem lahan ini terdapat di dataran banjir yang bergambut dan tergenang
terus. Umumnya mempunyai lereng < 2 % dan terdapat di atas batuan sedimen
(alluvium, gambut). Sistem lahan ini tidak memiliki batuan singkapan, kandungan
air tanah tawar, namun memiliki potensi bahaya banjir yang besar. Kondisi curah
hujan sistem lahan KLR berkisar antara 1 500-3 700 mm/tahun, dengan jumlah
bulan basah antara 2–8 bulan, jumlah bulan kering 0–6, serta temperatur suhu 22-
33 0C. Sistem lahan KLR umumnya berada pada ketinggian 50-100 m dpl.
Jenis tanah dominan pada sistem lahan ini adalah Fluvaquents, Tropaquents
dan Tropohemists. Karakteristik sifat fisik tanah sistem lahan ini antara lain;
tekstur halus, kedalaman gambut 26-50 cm, kedalaman tanah 101–150 cm,
dengan kondisi drainase sangat jelek. Sifat kimia tanahnya antara lain; pH masam
sampai agak masam, KTK tanah rendah dan salinitas > 4 mmhos/cm.
4.5.7 Sistem Lahan Lubuk Sikaping (LBS)
Sistem lahan LBS terdapat di dataran aluvial yang agak landai dengan
lereng 2-8 %. Sistem lahan ini terletak pada bahan induk alluvium tanpa batuan
singkapan. Kondisi air tanah pada sistem lahan LBS tawar, namun terdapat
bahaya banjir yang relatif kecil. Kondisi curah hujan berkisar 1 200-3 500
mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 0-8 bulan, bulan kering 0-8 bulan. Kondisi
73
suhu pada sistem lahan LBS berkisar 21-33 0C dan umumnya berada pada
ketinggian 2–300 m dpl.
Jenis tanah dominan pada sistem lahan LBS adalah Tropaquepts,
Tropofluvents dan Fluvaquents. Karakteristik sifat fisik tanah pada sistem lahan
LBS antara lain; kandungan tekstur tanah halus-sedang, kedalaman tanah >150
cm, dan kondisi drainase jelek. Sifat kimia tanah antara lain; pH tanah agak
masam sampai netral (6.17– 6.95), dengan kandungan KTK tanah rendah sampai
sedang (16.18-21.35 meq/100g).
4.5.8 Sistem Lahan Lawanguwang (LWW)
Sistem lahan ini merupakan dataran sedimen yang berombak sampai
bergelombang dengan lereng berkisar 2-8 % dan berada di atas batuan sedimen
(shale, batupasir, alluvium). Sistem lahan ini dicirikan oleh tidak adanya batuan
singkapan, kondisi air tanah yang sangat kurang (bahkan terkadang tidak ada),
dan tidak ada ancaman bahaya banjir. Kondisi iklim (curah hujan) berkisar antara
1 600- 3 600 mm/tahun, jumlah bulan basah 2-3 bulan, jumlah bulan kering 0-4
bulan, dengan temperatur 21-33 0C. Wilayah ini umumnya berada pada ketinggian
50-300 m dpl.
Jenis tanah dominan pada sistem lahan LWW adalah jenis tanah Tropudults,
Dystropept dan Tropaquepts dengan karakteristik tekstur halus, kedalaman tanah
berkisar antara 101-150 cm, serta kondisi drainase baik. Sifat kimia tanahnya
anatara lain; kondisi pH masam (5.38) dan KTK sedang (22 meq/100g).
4.5.9 Sistem Lahan Mendawai (MDW)
Sistem lahan mendawai terdapat di daerah rawa bergambut tipis dengan
lereng < 2%. Sistem lahan MDW dicirikan oleh bahan induk sedimen (gambut),
tanpa batuan singkapan, kondisi air tanah tawar, serta bahaya banjir kecil. Kondisi
iklim di wilayah ini dicirikan oleh curah hujan yang berkisar antara 2 000-4 100
mm/tahun, jumlah bulan basah 4-11 bulan, bulan kering 0-4 bulan, temperatur 22-
33 0C dan berada pada ketinggian 50-100 m dpl.
Jenis tanah dominan pada sistem lahan MDW adalah Troposaprists,
Tropohemists, dan Tropaquents. Karakteristik sifat fisik tanah pada sistem lahan
MDW sebagai berikut; bahan gambut halus/tekstur halus, kedalaman gambut 76-
74
200 cm (jenis tanah troposaprists dan tropohemists), kedalaman tanah > 150 cm
serta memiliki kondisi drainase sangat jelek. Sifat kimia tanah berupa pH agak
masam (6.19), KTK sedang (18.66 meq/100g), salinitas < 4 mmhos/cm serta
terdapat bahaya asam sulfat pada kedalaman 0–25 cm.
4.5.10 Sistem Lahan Maput (MPT)
Sistem lahan MPT merupakan daerah perbukitan yang tersedimentasi
asimetrik dengan lereng berkisar pada interval 41–60 % (terjal) dan berada di atas
batuan sedimen (batupasir, konglomerat, batudebu, shale). Sistem lahan MPT
memiliki batuan singkapan 10 %, tidak memiliki air tanah yang tawar serta tidak
terdapat bahaya banjir. Kondisi curah hujan berkisar 1 500-3 700 mm/tahun,
jumlah bulan basah 0–10 bulan, jumlah bulan kering 0–4 bulan, temperatur 21–32
0C serta dominan berada pada ketinggian 50–300 m dpl.
Jenis tanah dominan adalah Dystropepts, Tropudults, dan Humitropepts
dengan karakteristik fisik tanah; tekstur halus, kedalaman tanah 76–100 cm, dan
kondisi drainase baik, adapun sifat kimia tanah; pH agak masam sampai netral
(5.85–7.09), dan kandungan KTK rendah sampai tinggi (13.57–31.54 meq/100g).
4.5.11 Sistem Lahan Pendreh (PDH)
Sistem lahan PDH terdapat di daerah pegunungan yang tersedimentasi
asimetrik dengan lereng pada umumnya > 60 % yang berasal dari batuan sedimen
(batupasir, batudebu, batuliat, konglomerat, shale). Sistem lahan ini memiliki
batuan singkapan hingga 10 %, tanpa kandungan air tanah, serta tidak terdapat
ancaman resiko banjir. Kondisi iklim wilayah ini antara lain; curah hujan berkisar
antara 1 300-4 100 mm/tahun, jumlah bulan basah 0–10, jumlah bulan kering 0–6
bulan, temperatur antara 18–330C, dan berada pada ketinggian 50–800 m dpl.
Jenis tanah dominan adalah Tropudults dan Dystropepts dengan
karakteristik fisik tanah; tekstur kasar, kedalaman tanah berkisar antara 26–50 cm,
kedalaman gambut 0–10 cm, serta drainase baik, sedangkan sifat kimia tanah
berupa; pH 4.6–5.0 dan KTK 5–16 meq/100g.
4.5.12 Sistem Lahan Putting (PTG)
Sistem lahan ini terdapat pada tanggul pantai dengan lereng < 2 % yang
terbentuk dari batuan sedimen (alluvium, endapan marin baru). Sistem lahan PTG
75
tidak memiliki batuan singkapan, memiliki kandungan air tanah yang agak asin,
namun potensi bahaya banjir kecil. Keadaan iklim di wilayah dengan sistem lahan
PTG, antara lain; curah hujan berkisar 1 400-4 000 mm/tahun, jumlah bulan basah
0-11 bulan, jumlah bulan kering 0–8 bulan, temperatur berkisar pada 23–33 0C
dan berada pada ketinggian 0–3 m dpl.
Jenis tanah dominan pada sistem lahan ini adalah Tropopsamments dan
Tropaquents dengan karakteristik fisik berupa tekstur halus-kasar, kedalaman
gambut 0–10 cm, kedalaman tanah > 150 cm, serta kondisi drainase cepat. Sifat
kimia tanah antara lain; pH berkisar 5.1-5.5, kandungan KTK < 5 meq/100g,
salinitas > 4 mmhos/cm, serta terdapat bahaya asam sulfat pada kedalaman 101-
150 cm.
4.5.13 Sistem Lahan Sebangau (SBG)
Sistem lahan SBG merupakan daerah meander sungai besar yang
tersedimentasi dan berada pada wilayah yang datar (lereng < 2%). Sistem lahan
ini berasal dari batuan sedimen (alluvium), yang tidak memiliki batuan singkapan,
kondisi air tanah tawar, serta rawan bahaya banjir. Kondisi curah hujan berkisar
antara 2 000-2 800 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 3–8 bulan, bulan kering
0–4 bulan, temperatur berkisar 22–33 0C, serta berada pada ketinggian 2-1 00 m
dpl.
Jenis tanah dominan adalah Tropofluvents dan Fluvaquents yang berasosiasi
dengan Tropaquepts. Karakteristik fisik dan kimia sistem lahan ini antara lain;
tekstur halus, kedalaman gambut 0-10 cm, kedalaman tanah mineral > 150 cm,
kondisi drainase buruk, serta pH tanah berkisar 5.1-5.5.
4.5.14 Sistem Lahan Teweh (TWH)
Sistem lahan TWH terdapat di dataran perbukitan dari campuran batuan
sedimen dengan lereng berkisar 16-25 %. Sistem lahan TWH berasal dari batuan
sedimen (shale, batuliat, batupasir dan konglomerat) yang tidak memiliki batuan
singkapan dipermukaan. Kondisi curah hujan berkisar 1 700-3 300 mm/tahun
dengan jumlah bulan basah 2-10 bulan dan bulan kering 0–6 bulan. Temperatur
udara berada pada kisaran 21-33 0C dan wilayah tersebut berada pada ketinggian
50-300 m dpl.
76
Jenis tanah dominan adalah Tropudults, Dystropepts, dan Eutropepts dengan
jenis tekstur tanah halus, kondisi drainase tanah baik dan kedalaman tanah
berkisar antara 101–150 cm. Sifat kimia tanah dicirikan oleh kondisi pH tanah
yang berkisar 4.6–5.0 dan KTK 5-16 meq/100g.
4.5.15 Sistem Lahan Telawi (TWI)
Sistem lahan TWI merupakan daerah barisan gunung granit yang berasal
dari batuan plutonik tipe granit, granodiorit dan ryolit. Kemiringan lereng pada
sistem lahan TWI umumnya sangat terjal (> 60 %), dengan kondisi batuan
singkapan 15 %. Wilayah ini umumnya kondisi air tanah sulit, namun tidak
memiliki resiko bahaya banjir. Kondisi curah hujan berada antara 1 300-4 300
mm/tahun, jumlah bulan basah 0-9, bulan kering 0-5 bulan, temperatur 17-33 0C
serta berada pada ketinggian 0-3 000 m dpl.
Jenis tanah dominan pada sistem lahan TWI adalah Tropudults, dan
Troporthents yang berasosiasi dengan Dystropepts bertekstur halus. Kedalaman
tanah berkisar antara 101-150 cm, kondisi drainase tanah baik. Sifat kimia tanah
dicirikan oleh pH tanah 5.1–5.5 dan KTK 17-24 meq/100g.
4.6 Demografi Wilayah
Kabupaten Mamuju Utara memiliki penduduk sebanyak 134 369 jiwa tahun
2011, terdiri atas 52 % penduduk laki-laki dan 48 % penduduk perempuan.
Penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Pasangkayu (17 % dari jumlah
penduduk) dan terendah terdapat di Kecamatan Duripoko (3.6 % dari jumlah
penduduk).
Kepadatan penduduk Kabupaten Mamuju Utara mencapai 44 jiwa/km2.
Namun demikian kepadatan penduduk tersebut tidak terdistribusi merata,
sehingga terdapat wilayah yang jumlah penduduknya 3 kali lebih padat dari rata-
rata kepadatan penduduk di Kabupaten Mamuju Utara, yaitu Kecamatan
Bambaira (134 jiwa/km2) dan Sarjo (189 jiwa/km
2). Kedua wilayah kecamatan
tersebut merupakan pusat pemukiman penduduk transmigrasi di era 1980-an.
Kecamatan dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Sarjo yang
berbatasan dengan wilayah Kabupaten Donggala (Provinsi Sulawesi Tengah),
77
sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah
Kecamatan Dapurang (Tabel 10).
Tabel 10 Jumlah dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten
Mamuju Utara tahun 2011
No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah
(jiwa)
Luas Wilayah
(km2)
Kepadatan
Penduduk
(jiwa/ km2) Laki-laki Perempuan
1 Sarudu 6 260 5 908 12 168 97.05 125
2 Dapurang 6 010 5 520 11 530 930.06 12
3 Duripoku 2 607 2 268 4 875 217.25 22
4 Baras 8 143 7 213 15 356 275.12 56
5 Bulu Taba 5 007 4 389 9 396 432.65 22
6 Lariang 3 201 2 792 5 993 81.65 73
7 Pasangkayu 12 085 10 801 22 886 310.91 74
8 Tikke Raya 7 258 6 547 13 805 262.61 53
9 Pedongga 3 441 3 122 6 563 92.09 71
10 Bambalamotu 8 353 7 939 16 292 243.65 67
11 Bambaira 4 369 4 253 8 622 64.22 134
12 Sarjo 3 510 3 373 6 883 36.49 189
Jumlah 70 244 64 125 134 369 3 043.75 44
Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).
Tabel 11 Jumlah penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin di
Kabupaten Mamuju Utara tahun 2011 (jiwa)
Kelompok Umur Jenis Kelamin
Jumlah Laki-laki Perempuan
0 – 4 9 195 8 891 18 086
5 – 9 8 914 8 607 17 521
10 – 14 7 550 6 865 14 415
15 – 19 5 562 5 263 10 825
20 – 24 5 647 5 738 11 385
25 – 29 6 763 6 805 13 568
30 – 34 6 281 5 835 12 116
35 – 39 5 949 5 008 10 957
40 – 44 4 464 3 648 8 112
45 – 49 3 201 2 518 5 719
50 – 54 2 367 1 734 4 101
55 – 59 1 476 1 084 2 560
60 – 64 1 171 852 2 023
65 – 69 753 518 1 271
70 – 74 480 346 826
75+ 462 403 865
TT 9 10 19
Jumlah 70 244 64 125 134 369
Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).
Berdasarkan data kelompok umur, penduduk terbanyak berada pada
kelompok umur 0-4 tahun dan 5-9 tahun yang mencapai 26.5% dari jumlah
78
penduduk Kabupaten Mamuju Utara, adapun penduduk kelompok umur 70-74
tahun merupakan jumlah penduduk terendah (0.61 %). Berdasarkan kelompok
usia produktif, jumlah penduduk usia 15–54 tahun mencapai 76 783 jiwa (57.6 %)
dari jumlah penduduk (Tabel 11).
Berdasarkan data jumlah rumah tangga, Kecamatan Pasangkayu memiliki
jumlah rumah tangga penduduk terbesar (11.06 %), sedangkan jumlah rumah
tangga penduduk terendah terdapat di Kecamatan Duripoko (3.74 %). Rata-rata
jumlah anggota rumah tangga penduduk di Kabupaten Mamuju Utara adalah 4
jiwa/rumah tangga, kecuali di Kecamatan Bambalamotu, Bambaira dan Sarjo
(5 jiwa/rumah tangga) (Tabel 12).
Tabel 12 Jumlah rumah tangga dan rata-rata anggota rumah tangga menurut
kecamatan di Kabupaten Mamuju Utara
No Kecamatan Penduduk (jiwa) Rumah Tangga
(unit)
Rata-rata Anggota
Rumah Tangga
(jiwa)
1 Sarudu 12 168 2 818 4
2 Dapurang 11 530 2 716 4
3 Duripoku 4 875 1 185 4
4 Baras 15 356 3 682 4
5 Bulu Taba 9 396 2 261 4
6 Lariang 5 993 1 418 4
7 Pasangkayu 22 886 5 589 4
8 Tikke Raya 13 805 3 505 4
9 Pedongga 6 563 1 711 4
10 Bambalamotu 16 292 3 492 5
11 Bambaira 8 622 1 874 5
12 Sarjo 6 883 1 429 5
Jumlah 134 369 31 680 4
Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).
4.7 Utilitas Wilayah
4.7.1 Prasarana Ekonomi
Fasilitas perdagangan berupa prasarana ekonomi merupakan salah satu
komponen penting dalam mendorong perkembangan ekonomi masyarakat
sehingga kedekatan dengan akses pasar akan mempercepat perputaran roda
perekonomian warga. Prasarana ekonomi yang terdapat di Kabupaten Mamuju
Utara antara lain; prasarana perbankan, perdagangan, serta hotel dan penginapan.
Prasarana perekonomian berupa bank berjumlah 7 buah terdiri atas 5 bank
79
pemerintah, 1 bank daerah (BPD), dan 1 bank swasta. Prasarana perdagangan
terdiri atas pasar umum (1 unit), pasar desa (29 unit), toko (67 unit), kios (183
unit), warung (48 unit), dan rumah makan/restoran (1 unit).
Jumlah hotel dan penginapan di Kabupaten Mamuju Utara adalah 17 unit,
yang terdiri atas 5 hotel dan 7 penginapan. Lima hotel dan dua penginapan
terdapat di Kecamatan Pasangkayu (ibukota kabupaten) dan lima penginapan
terdapat di Kecamatan Baras. Jumlah kamar hotel dan penginapan mencapai 122
unit.
Tabel 13 Fasilitas perekonomian menurut kecamatan (unit)
No Kecamatan Pasar
Permanan
Pasar
Darurat
Pedagang
Besar
Pedagang
Menengah
Pedagang
Kecil
1 Sarudu 3 - - 1 5
2 Dapurang 4 3 - - 6
3 Duripoku 2 - - - 2
4 Baras 3 - - - 13
5 Bulu Taba 3 - - - 1
6 Lariang 2 - - 1 4
7 Pasangkayu 3 - 2 7 41
8 Tikke Raya 2 - - - 4
9 Pedongga 1 - - - 1
10 Bambalamotu 2 - - 1 6
11 Bambaira 4 - - - 1
12 Sarjo 1 - - - 1
Jumlah 30 3 2 10 85
Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).
4.7.2 Infrastruktur Transportasi
Panjang jalan di Kabupaten Mamuju Utara adalah 1 297 398 km, yang
terdiri atas 0.01 % jalan negara, 3.85 % jalan provinsi, dan 96.13 % jalan
kabupaten. Namun demikian kondisi jalan di wilayah ini masih kurang optimal,
sebab hanya 10 % ruas jalan yang diaspal, sedangkan 90 % sisanya masih berupa
jalan kerikil (41 %), dan jalan tanah (49 %).
Berdasarkan data kondisi jalan, ruas jalan negara yang berada dalam kondisi
baik mencapai 96.7 % dan 3.3 % berada dalam kondisi rusak ringan. Jalan
provinsi dalam kondisi baik mencapai 17 % dari panjang ruas jalan, 29 % dalam
kondisi sedang dan kondisi rusak (ringan dan berat) mencapai 54 % dari panjang
80
ruas jalan provinsi. Kondisi yang relatif sama juga terjadi pada ruas jalan
kabupaten dimana terdapat 40 % ruas jalan kabupaten berada dalam kondisi baik,
15 % dalam kondisi sedang dan rusak (ringan dan berat) mencapai 45 % (Tabel
14).
Tabel 14 Karakteristik jalan (km) berdasarkan jenis permukaan dan kondisi jalan
di Kabupaten Mamuju Utara
Uraian Negara Provinsi Kabupaten Jumlah
Panjang Jalan 151 50 000 1 247 247 1 297 398
Jenis Permukaan
Aspal 151 8 500 122 823 131 474
Kerikil - 41 500 488 882 530 382
Tanah - 635 542 635 542
Kondisi Jalan
Baik 146 8 500 501 825 510 471
Sedang - 14 525 185 994 200 519
Rusak ringan 5 10 375 205 449 215 829
Rusak berat - 16 600 353 979 370 579
Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).
4.7.3 Infrastruktur Energi dan Komunikasi
Ketersediaan energi listrik di Mamuju Utara dipasok oleh tiga kantor
pelayanan PLN, yaitu pelayanan Baras, Pasangkayu dan Sarjo dengan jumlah
pelanggan 2 213 pelanggan dan jumlah daya terpasang 5 945 KVA. Namun
demikian jumlah pemohon sambungan listruk yang mampu terlayani hanya
mencapai 22.1 % pada tahun 2012. Hal tersebut mengindikasikan bahwa
kemampuan dan jangkauan pelayanan energi listrik di Kabupaten Mamuju Utara
masih rendah. Bahkan pada tahun 2009 jumlah pemohon layanan sambungan
listrik yang tidak terlayani mencapai 100% (BPS 2012).
Fasilitas komunikasi telepon nirkabel di wilayah Kabupaten Mamuju Utara
telah menjangkau sebagian besar wilayah, kecuali Desa Ompi (Kecamatan Bulu
Taba) dan Jengeng Raya (Kecamatan Tikke Raya). Jumlah base transceiver
station (BTS) menara telepon seluler terdapat 11 buah dan melayani 97% wilayah
administrasi desa Kab. Mamuju Utara (BPS 2012).
81
4.8 Potensi Komoditi Perkebunan
Komoditi perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara merupakan salah satu
sumber pendapatan utama masyarakat. Komoditi perkebunan yang dominan
diusahakan masyarakat adalah komoditi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
dan mudah dalam hal teknis budidaya. Komoditi perkebunan yang memiliki areal
panen relatif luas di Kabupaten Mamuju Utara adalah kelapa dalam, kelapa sawit,
dan kakao.
Jenis komoditi perkebunan yang memiliki luas tanam terbesar di Kabupaten
Mamuju Utara adalah kelapa sawit, disusul oleh komoditi kakao dan kelapa
dalam. Dari sisi jumlah produksi, komoditi kelapa sawit merupakan komoditi
dengan tingkat produksi tertinggi disusul kakao dan kelapa dalam. Berdasarkan
tingkat produktifitas, komoditi kelapa dalam memiliki produktifitas tertinggi,
disusul oleh komoditi kelapa sawit, kakao serta beberapa komodoti perkebunan
lain (Tabel 15).
Tabel 15 Luas tanam, luas panen, produksi dan produktifitas beberapa jenis
komoditi perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara tahun 2011
No. Komoditi Luas Tanam
(ha)
Luas Panen
(ha)
Produksi
(ton)
Produktifitas
(ton/ha)
1 Kelapa Dalam 10 513 9 404 84 740 9.01
2 Kelapa Hibrida 50 50 50 1.00
3 Kelapa Sawit 68 590 68 590 357 404 5.21
4 Kakao 39 198 22 946 53 437 2.33
5 Cengkeh 506 509 292 0.57
6 Sagu 118 118 - -
7 Enau 80 80 2 0.03
8 Kemiri 15 15 3.2 0.21
9 Kopi Arabika 75 161 3.2 0.02
Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).
Keterangan: - : tidak ada data
Berdasarkan perkembangan luas panen komoditi perkebunan di Kabupaten
Mamuju Utara menunjukkan data yang berfluktuasi dari waktu ke waktu. Dalam
kurun waktu 2007-2012, luas panen komoditi kelapa dalam cenderung
menunjukkan penurunan, demikian halnya dengan komoditi kelapa hibrida, enau
82
dan kemiri, sedangkan komoditi kelapa sawit dan kakao berfluktuasi. Komoditi
yang cenderung mengalami peningkatan luas panen adalah cengkeh (Tabel 16).
Tabel 16 Luas panen beberapa tanaman perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara
tahun 2007-2011 (ha)
Tahun Kelapa
Dalam
Kelapa
Hibrida
Kelapa
Sawit Kakao Cengkeh Sagu Enau Kemiri
Kopi
Arabika
2011 10 513 50 68 590 39 198 506 118 80 15 75
2010 10 725 - 34 303 40 965 508 125 - 29 -
2009 14 200 254 55 590 28 000 40 238 335 152 76
2008 14 200 138 130 840 28 000 40 218 300 128 80
2007 18 000 500 10 502 25 000 58 - - - -
Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).
Lahan perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara dimiliki oleh masyarakat
(perkebunan rakyat) dan kepemilikan oleh pihak perkebunan swasta. Luas lahan
perkebunan rakyat dan perkebunan swasta di wilayah ini relatif sebanding. Dari
kurang lebih 68 590 ha luas lahan perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara, 52 %
dimiliki oleh masyarakat dan 48 % dimiliki oleh perkebunan swasta. Tabel 17
menyajikan luas dan sebaran lahan perkebunan masyarakat dan swasta di
Kabupaten Mamuju Utara.
Tabel 17 Luas perkebunan rakyat dan swasta (ha) menurut kecamatan di
Kabupaten Mamuju Utara tahun 2011
No Kecamatan Perkebunan Rakyat Perkebunan Swasta
1 Sarudu 3 825 2 955
2 Dapurang 1 654 -
3 Duripoko 1 529 -
4 Baras 2 295 7 010
5 Bulu Taba 6 405 -
6 Lariang 2 260 -
7 Pasangkayu 5 777 6 816
8 Tikke Raya 9 366 7 145
9 Pedongga 1 985 9 114
10 Bambalamotu 216 -
11 Bambaira 176 -
12 Sarjo 64 -
Jumlah 35 550 33 040
Sumber: BPS Kab. Mamuju Utara (2012).