Issue Bidang Gizi
-
Upload
ariya-tama -
Category
Documents
-
view
84 -
download
3
Transcript of Issue Bidang Gizi
![Page 1: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/1.jpg)
ISSUE BIDANG GIZI
KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA
OLEH
CRIATIKA PARAMA J310090045
PROGRAM STUDY GIZI S1
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2012
![Page 2: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/2.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Proses interaksi manusia terjadi melalui komunikasi: verbal dan
nonverbal, tertulis dan tidak tertulis, terencana dan tidak terencana. Agar
seorang konselor atau perawat atau ahli bidan gizi sekalipun efektif dalam
berinteraksi, mereka harus memiliki ketrampilan komunikasi yang baik. Mereka
harus menyadari kata-kata dan bahasa tubuh yang mereka sampaikan pada
orang lain. Ketika seorang konselor gizi mengemban peran kepemimpinan,
mereka harus menjadi efektif, baik dalam ketrampilan komunikasi verbal maupun
komunikasi tertulis.
Komunikasi yang jelas dan tepat penting untuk memberikan asuhan yang
efektif, dan ini adalah tantangan yang unik dalam bidang kesehatan saat ini.
Banyak tantangan dalam memberikan perawatan untuk pasien, adanya diversitas
budaya dan bahasa juga menjadi tantangan dalam bekerja dengan kolega.
Komunikasi yang jelas mengenai perawatan dan mengenai informasi pasien
sama pentingnya, baik dalam bentuk interaksi verbal dengan rekan kerja, catatan
tertulis, atau publikasi dalam jurnal profesional. Ketika seseorang berpraktik pada
abad ke-21, mereka harus cakap dalam berkomunikasi menggunakan teknologi,
termasuk komunikasi telepon seperti triase telepon dan memiliki ketrampilan
komunikasi komputer yang efektif.
Komunikasi adalah sebuah faktor yang paling penting yang digunakan
untuk menetapkan hubungan terapeutik antara perawat dan pasien. Menemukan
cara yang efektif untuk mengatasi hambatan komunikasi akan memberikan
kesempatan bagi seorang konselor menjembatani budaya dalam pemberian
asuhan keperawatan. Perawat atau konselor yang menggunakan sumber yang
tersedia dan memecahkan masalah saat terdapat kesulitan komunikasi akan
lebih bisa membantu klien dan keluarga untuk mengakses perawatan dan
manfaat dari layanan asuhan keperawatan. Saat perawat atau konselor mampu
berkomunikasi dengan baik dalam bentuk verbal dan tertulis, kualitas manfaat
publikasi professional dan perawat dapat memberikan sumber yang lebih baik
terhadap profesi.
![Page 3: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/3.jpg)
Proses interaktif antara pasien dan perawat yang membantu pasien
mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain,
menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan mengatasi
hambatan psikologis yang menghalangi realisasi ini disebut komunikasi
terapeutik. Komunikasi terapeutik berbeda dari komunikasi sosial, pada
komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk
komunikasi, oleh karena itu, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
terencana. Komunikasi paling terapeutik berlangsung ketika pasien dan perawat
keduanya menunjukkan sikap hormat akan individualitas dan harga diri.
Perawat atau konselor dituntut untuk melakukan komunikasi terapeutik
dalam melakukan tindakan keperawatan agar pasien atau keluarganya tahu
tindakan apa yang akan dilakukan pada pasien dengan cara bahwa perawat
harus memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan,
membuat kontrak waktu untuk melakukan tindakan keperawatan selanjutnya.
Kehadiran, atau sikap benar-benar ada untuk pasien, adalah bagian dari
komunikasi terapeutik. Perawat atau konselor tidak boleh terlihat bingung,
sebaliknya, pasien harus merasa bahwa dia merupakan fokus utama perawat
selama interaksi.
Agar perawat dapat berperan aktif dan terapeutik, perawat harus
menganalisa dirinya yang meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan
mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan
yang disampaikan perawat hendaknya bertujuan terapeutik untuk pasien. Analisa
hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan
hubungan dan menentukan teknik dan ketrampilan yang tepat dalam setiap
tahap untuk mengatasi masalah pasien.
![Page 4: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pada umumnya seseorang yang mulai tua akan berefek pada
menurunnya aktivitas. Penurunan aktivitas akan menyebabkan kelemahan serta
atropi dan mengakibatkan kesulitan untuk mempertahankan serta menyelesaikan
suatu aktivitas. Penurunan massa otot ini lebih disebabkan oleh atropi. Namun
demikian, kehilangan dari serabut otot juga dijumpai.
Perubahan ini akan menyebabkan laju metabolik basal dan laju konsumsi
oksigen maksimal berkurang. Otot menjadi lebih mudah capek dan kecepatan
kontraksi akan melambat. Selain dijumpai penurunan massa otot, juga dijumpai
berkurangnya rasio otot dengan jaringan lemak.
Berkomunikasi dengan orang lanjut usia atau yang akrab kita sebut
Lansia, harus memperhatikan konisi fisik, psikologi lingkungan secara tepat.
Maksudnya agar bagaimana pengaplikasian komunikasi itu dalam waktu dan
kondisi yang tepat.
2.2 Karakteristik Lansia
Lansia dibagi menjadi 4 kelompok menurut WHO yaitu
a. Usia 45- 59 Tahun disebut sebagai usia Pertengahan atau Midle Age
b. Usia 60-70 Tahun disebut sebagai usia Lanjut atau Elderly
c. Usia 75-90 Tahun disebut sebagai usia Lanjut Usia atau Old
d. Usia lebih dari 90 Tahun disebut sebagai usia Tua atau Very Old
Perubahan yang dialami Lansia yang cenderung terlihat seperti
perubahan pada aspek fisik seperti perubahan neurologi, sensorik,
perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan ini dapat
menyebabkan Lansia mengalami kesulitan dalam komunikasi. Selain itu
perubaan kognitif yang meliputi intelegensi, kemampuan belajar, daya
![Page 5: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/5.jpg)
memori, dan motivasi klien. Penurunan fungsi belahan kanan lebih cepat
daripada yang kiri. Tidak heran bila pada para lansia terjadi penurunan
berupa kemunduran daya ingat visual (misalnya, mudah lupa wajah
orang), sulit berkonsentrasi, cepat beralih perhatian. Juga terjadi
kelambanan pada tugas motorik sederhana seperti berlari, mengetuk jari,
kelambanan dalam persepsi sensoris serta dalam reaksi tugas kompleks.
Tentu sifatnya sangat individual, tidak sama tingkatnya satu orang
dengan orang lain.
Lalu perubahan emosi yang meliputi seperti reaksi penolakan
terhadap kondisi yang terjadi. Gejala penolakan ini misalnya
1. Tidak percaya terhadap diagnose dokter atau petugas kesehatan
tentang dirinya.
2. Mengubah keterangan yang diberikan, sehingga diterima keliru.
3. Menolak membicarakan perawatan dirinya di Rumah sakit.
4. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya.
5. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi
tidur, dan yang berhubungan dengan kenyamanannya.
2.3 Pendekatan Perawatan Lansia dalam Komunikasi
1. Pendekatan Fisik
Pendekatan fisik dilakukan dengan cara :
a. Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,
kejadian, perubahan fisik tubuh.
b. Mencari informasi tentang tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai.
c. Mencari informasi tentang penyakit yang masih bisa dicegah.
![Page 6: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/6.jpg)
2. Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini bersifat abstrak karena mengarah pada perubahan
perilaku. Disini Perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter
terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung.
3. Pendekatan Sosial
Pendekatan ini bertujuan agar klien dapat berinteraksi dengan
lingkungannya atau bahkan dengan sesama dengan cara berdiskusi,
saling bertukar pikiran, main-main atau mengadakan kegiatan kelompok.
4. Pendekatan Spiritual
Seorang perawat atau konselor harus bisa memberikan kepuasan
batin dalam hal ini pasien dituntun untuk selalu berkomunikasi dengan
Tuhannya pada waktu keadaan sakit.
Ada pula dengan olahraga rekreasi seraya denan melakukan Terapeutik yaitu
1. Stimulasi motorik kasar
2. Stimulasi motorik halus
3. Stimulasi kognitif
4. Stimulasi soial/emosional
Misalnya dicontohkan pada perlombaan 17 Agustus,cocok sekali juga di
berikan untuk para Lansia ini merupakan momen yang sangat tepat untuk
mengumpulkan lansia, memberikan aktivitas fisik yang berguna baik untuk
kesehatan fisik, kebugaran, peningkatan kognitif, maupun fungsi sosial.Contoh
perlombaannya :
1. Lomba “Joged Balon”
Peserta lansia dibagi berpasang-pasangan. Setiap pasangan dalam
keadaan saling berhadapan dengan mengapit sebuah balon di atara
dada/perut. Setiap pasangan diuji untuk menari diiringi musik sambil
tersenyum. Tujuan dari perlombaan ini ialah menguatkan otot secara
keseluruhan, meningkatkan kelenturan otot-otot, melatih kerja sama atar
peserta pasangan, merangsang otot muka, merangsang intergritas sensoris,
melatih keseimbangan, dan meningkatkan sportifitas.
![Page 7: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/7.jpg)
2. Lomba Memindahkan Air Menggunakan Lap Kain
Setiap peserta lansia berlomba memindahkan air dari baskom yang
diletakkan di atas meja ke baskom yang lain yang berada di atas meja yang
berbeda selama waktu yang ditentukan. Jarak antara meja satu dengan meja
yang lain ialah 1,5 meter. Cara memindahkan air ialah dengan menggunakan
lap yang telah disediakan panitia kemudian memerasnya ke dalam baskom
yang berada pada meja yang lain. Gerakan memeras ini merangsang
kekuatan otot lengan dan kekuatan cengkraman. Gerakan jalan bolak-balik
dengan jarak per kali bolak-balik 3 meter dapat merangsang fungsi
kardiovaskuler lansia.
3. Lomba Makan Kerupuk
Jenis lomba ini merupakan jenis lomba yang paling sering dilakukan
pada acara memperingati hari kemerdekaan kita. Dalam keadaan tangan
berada di bagian belakang tubuh, peserta berlomba menghabiskan kerupuk
yang berada dalam posisi tergantung pada tali. Lomba ini dapat merangsang
fungsi koordinasi saraf dan melatih sportifitas peserta lomba. Hal yang perlu
diperhatikan pada lomba makan kerupuk untuk lansia ialah pemilihan
ketinggian kerupuk harus diperhitungkan sehingga tidak akan menimbulkan
cedera terutama bagian punggung dan leher untuk lansia.
4. Lomba Menyuap Pisang Silang
Pada lomba ini peserta dikelompokkan dalam grup yang terdiri atas tiga
orang. Satu orang berhadapan dengan dua orang dalam grupnya. Seluruh
peserta dalam keadaan duduk. Tata tertib lomba ini ialah peserta yang satu
harus menyuapkan dua buah pisang dengan tangan menyilang pada kedua
orang yang duduk di depannya. Selama perlombaan, mata kedua orang yang
disuapi berada dalam keadaan ditutup menggunakan kain. Gerakan
menyilang garis tengah tubuh (crossing the body middline) berfungsi
mengintegrasikan dan memadukan fungsi kedua belahan otak (otak kiri dan
otak kanan). Diharapkan gerakan ini merangsang pola pikir yang utuh.
Gerakan bola mata sewaktu mengawasi arah pisang untuk dimasukkan ke
mulut dua orang yang berada di hadapannya dapat merangsang sumber
daya otak (brain power) sehingga dapat memacu kecepatan membaca.
5. Lomba Kipas balon
![Page 8: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/8.jpg)
Pada lomba ini peserta lansia berlomba menggerakkan balon dari garis
start menuju garis finish dengan cara memberikan tekanan angin
menggunakan kipas. Gerakan ini dilakukan dengan cara merangkak. Jarak
dari garis start menuju garis finish ialah 3 meter. Gerakan ini dapat
merangsang fungsi otak bagian tengah (ancient brain) sehingga memacu
kemampuan perhatian, kewaspadaan dan melatih kekuatan otot lengan,
punggung, dan paha.
6. Lomba Memasukkan Terong Ke Dalam Botol.
Peserta lansia diikat pada bagian pinggangnya menggunakan tali,
kemudian pada tali tersebut digantungkan sebuah terong berukuran sedang.
Peserta harus memasukkan terong tersebut ke dalam botol bekas air mineral
berukuran 1,5 Liter yang telah dipotong bagian ujungnya sehingga diameter
bagian atas botol memungkinkan untuk dimasukkan terong. Untuk memulai
dan mengakhiri lomba digunakan penanda bunyi peluit. Lomba ini melatih
keseimbangan, koordinasi gerak, koordinasi saraf dan integrigas sensoris.
7. Lomba Estafet Memasukkan Bola Ke Dalam Keranjang/Ember
Jenis lomba ini dilakukan secara beregu. Pada setiap regu, peserta
lansia berlomba-lomba secara estafet dengan jarak antar pos ialah 1 meter,
memasukkan bola plastik ke dalam keranjang/ember. Jarak dari tempat
melempar bola dengan keranjang/ember adalah 150 cm dan jarak antar pos
ialah 1 meter. Satu grup terdiri atas 3 peserta. Bola terbuat dari plastik dan
berukuran kecil. Gerakan-gerakan pada lomba ini dapat meningkatkan
kekuatan otot lengan, cengkraman, stimulasi sensoris penglihatan, koordinasi
gerak, kerja sama, sportifitas, dan menguatkan otot kaki
8. Lomba Pantun/bernyanyi.
Lomba ini dapat menstimulus kelenturan otot muka dan kemampuan
kognitif peserta.
Hal—hal yang perlu diperhatikan oleh dalam pemilihan olahraga rekreasi
terapeutik berkaitan terutama dengan menurunnya kepadatan tulang pada
lansia, meliputi:
1. Hindari beban cukup berat di depan. Membawa beban di depan badan
bisa berbahaya, karena akan membebani tulang punggung yang akan
menyebabkan patah karena ada tekanan.
![Page 9: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/9.jpg)
2. Hindari latihan-latihan otot-otot perut. Sebagai contoh Sit – up tidak
dianjurkan karena menyebabkan kompresi tulang sehingga meningkatkan
risiko terjadinya patah tulang.
3. Hindari latihan yang melibatkan tulang punggung. Sebagai contoh terlalu
membungkuk ke depan dari posisi duduk atau berdiri memudahkan
terjadinya patah tulang.
2.4 Tehnik Komunikasi pada Lansia
Untuk dapat berkomunikasi dengan baik terhadap klien, seorang perawat
atau konselor harus melihat karakteristik Lansia tersebut dan harus mempunyai
tehnik agar hasilnya dapat sesuai yang diinginkan. Ada beberapa tehnik
komunikasi pada Lansia yaitu :
1. Tehnik Asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan
bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan
untuk menjaga hubungan yang terapetik dengan klien lansia.
2. Tehnik Responsif
Memberikan bentuk perhatian atau tanggapan kepada klien
merupakan hal yang harus dilakukan seorang petugas kesehatan.
MIsalkan melihat kliennya menunjukkan tingkah atau perilaku yang
berbeda dari sebelumnya, sebaiknya seorang perawat menanyakan, apa
yang bisa saya bantu, apa yang ibu/bapak pikirkan? Itu akan membuat
seorang klien tenang karena merasa diperhatikan.
3. Fokus
Seorang perawat harus memiliki sifat konsisten terhadap apa yang
akan disampaikan epada pasien terapeutik agar sesuai dengan hasil.
Adakalanya Lansia itu bercerita di luar alur pengobatan atau bahkan yang
![Page 10: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/10.jpg)
tidak penting untuk petugas kesehatan. Maka tugas seorang perawat
adalah mengarahkan kembali pasien untuk masuk ke jalur yang ia buat
agar komunikasi terapeutik berjalan lancar.
4. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisikaupun psikis
secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil
perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien
lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala
ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat
menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan
kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beben bagi
keluarganya dengan demikaian di harapkan klien termotovasi untuk
menyadi dan berkarya sesuai dengan kemapuannya selama memberi
dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan
terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan
keparecayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.
Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan
kepercayaan diri klien tanpa terkesen menggurui atau mengajari
5. Klarifikasi
Seiring perubahan yang terjadi pada diri lansia, terkadang komunikasi
terapeutik agak terganggu karena pasien sulit memahami apa yang kita
sampaikan. Jadi sangat perlu seorang petugas kesehatan mengulangi
kata-kata yang sama utuk memastikan pasien paham dengan apa yang
kita sampaikan. Mungkin sebagai contohnya seorang perawat
menanyakan, “apakah bapak/ibu mengerti apa yang saya katakan?
Bisakah bapak/ibu mengulangi apa yang saya sampaikan tadi?”
6. Sabar dan Ikhlas
![Page 11: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/11.jpg)
Seperti yang telah disebutkan di atas tadi mengenai perubahan-
perubahan yang dialami seorang Lansia yang terkadang merepotkan
bahkan kekanak-kanakan. Seorang perawat yang tidak sabar dan ikhlas
dalam menghadapinya mungkin akan merasa jengkel. Ini akan
menyebabkan komunikasi terapeutik akan terganggu karena adanya
masalah antara petugas kesehatan dengan pasien.
2.5 Hambatan Berkomunikasi dengan Lansia
Berkomunikasi dengan Lansia mungkin agak sedikit sulit dan terganggu
dikarenakan adanya sikap agresif dan sikap non asertif.
1. Agresif
Sikap agresif yang biasa ditunjukkan adalah
- Suka meremehkan orang lain
- Sikap suka mendominasi orang lain dan mengontrol orang lain
(lawan bicara).
- Mempertahankan haknya dan menyerang orang lain.
- Menonjolkan dirinya sendiri
- Mempermalukan orag lain di depan umum.
2. Non Asertif
Sikap non asertif dapat ditunjukkan dengan
- Rendah diri
- Tidak berani menunjukkan keyakian diri
- Mengorbankan kepentingan sendirinya
- Mengikuti kehendak orang lain
- Banyak diam ( pasif )
![Page 12: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/12.jpg)
- Menarik diri bila diajak bicara
- Merasa tidak berdaya
- Mengikuti keputusan orang lain terhadap dirinya
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang
wajar seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai
tenaga kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu
mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik tertentu
yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif
antara lain
a) mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
b) Jika perlu kita mengeraskan suara
c) Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara.
d) Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk
komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory.
e) Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi,
ingat kelemahannya.
f) Jangan berharap untuk berkomunikasi denagn cara yang
sama dengan orang yang tidak mengalami jangguan.
Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya
memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan
pemahamannya.
g) Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya
gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.
h) Bantulah kata-kata anada dengan isyarat visual.
i) Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda.
j) Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan
tersebut.
k) Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan anda.
l) Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara
langsung.
![Page 13: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/13.jpg)
m) Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkanya.
n) Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.
o) Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan
bersama anda. Orang ini biasanya paling akrap dengan pola
komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.
2.6 Teknik Perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan
Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien
lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :
1) Kenali segera reaksi penolakan klien
2) Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri
3) Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat
![Page 14: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/14.jpg)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi pada lansia tidaklah begitu sulit dibutuhkan teknik-teknik
tersendiri untuk melakukan komunikasi pada lansia banyak hal-hal yang harus
diperhatikan diantaranya, teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang
baik, teknik untuk wawancara, kendala dan hambatan dalam komunikasi, mood
dan privasi, aspek-aspek yang harus diperhatikan.
![Page 15: Issue Bidang Gizi](https://reader036.fdocuments.net/reader036/viewer/2022082420/5572028c4979599169a3b616/html5/thumbnails/15.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Mundakir, (2006). Komunikasi keperawatan dalam pelayanaan: Yogyakarta.
Graha Ilmu
Alo Liliweri M.S.(2008). Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar.
B. Suhartini (2011). Model Olahraga Rekreasi Therapuetik Untuk Lansia, Yogyakarta.