Issue Bidang Gizi

20
ISSUE BIDANG GIZI KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA OLEH CRIATIKA PARAMA J310090045 PROGRAM STUDY GIZI S1 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Transcript of Issue Bidang Gizi

Page 1: Issue Bidang Gizi

ISSUE BIDANG GIZI

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

OLEH

CRIATIKA PARAMA J310090045

PROGRAM STUDY GIZI S1

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

SURAKARTA

2012

Page 2: Issue Bidang Gizi

BAB I

PENDAHULUAN

Proses interaksi manusia terjadi melalui komunikasi: verbal dan

nonverbal, tertulis dan tidak tertulis, terencana dan tidak terencana. Agar

seorang konselor atau perawat atau ahli bidan gizi sekalipun efektif dalam

berinteraksi, mereka harus memiliki ketrampilan komunikasi yang baik. Mereka

harus menyadari kata-kata dan bahasa tubuh yang mereka sampaikan pada

orang lain. Ketika seorang konselor gizi mengemban peran kepemimpinan,

mereka harus menjadi efektif, baik dalam ketrampilan komunikasi verbal maupun

komunikasi tertulis.

Komunikasi yang jelas dan tepat penting untuk memberikan asuhan yang

efektif, dan ini adalah tantangan yang unik dalam bidang kesehatan saat ini.

Banyak tantangan dalam memberikan perawatan untuk pasien, adanya diversitas

budaya dan bahasa juga menjadi tantangan dalam bekerja dengan kolega.

Komunikasi yang jelas mengenai perawatan dan mengenai informasi pasien

sama pentingnya, baik dalam bentuk interaksi verbal dengan rekan kerja, catatan

tertulis, atau publikasi dalam jurnal profesional. Ketika seseorang berpraktik pada

abad ke-21, mereka harus cakap dalam berkomunikasi menggunakan teknologi,

termasuk komunikasi telepon seperti triase telepon dan memiliki ketrampilan

komunikasi komputer yang efektif.

Komunikasi adalah sebuah faktor yang paling penting yang digunakan

untuk menetapkan hubungan terapeutik antara perawat dan pasien. Menemukan

cara yang efektif untuk mengatasi hambatan komunikasi akan memberikan

kesempatan bagi seorang konselor menjembatani budaya dalam pemberian

asuhan keperawatan. Perawat atau konselor yang menggunakan sumber yang

tersedia dan memecahkan masalah saat terdapat kesulitan komunikasi akan

lebih bisa membantu klien dan keluarga untuk mengakses perawatan dan

manfaat dari layanan asuhan keperawatan. Saat perawat atau konselor mampu

berkomunikasi dengan baik dalam bentuk verbal dan tertulis, kualitas manfaat

publikasi professional dan perawat dapat memberikan sumber yang lebih baik

terhadap profesi.

Page 3: Issue Bidang Gizi

Proses interaktif antara pasien dan perawat yang membantu pasien

mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain,

menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan mengatasi

hambatan psikologis yang menghalangi realisasi ini disebut komunikasi

terapeutik. Komunikasi terapeutik berbeda dari komunikasi sosial, pada

komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk

komunikasi, oleh karena itu, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

terencana. Komunikasi paling terapeutik berlangsung ketika pasien dan perawat

keduanya menunjukkan sikap hormat akan individualitas dan harga diri.

Perawat atau konselor dituntut untuk melakukan komunikasi terapeutik

dalam melakukan tindakan keperawatan agar pasien atau keluarganya tahu

tindakan apa yang akan dilakukan pada pasien dengan cara bahwa perawat

harus memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan,

membuat kontrak waktu untuk melakukan tindakan keperawatan selanjutnya.

Kehadiran, atau sikap benar-benar ada untuk pasien, adalah bagian dari

komunikasi terapeutik. Perawat atau konselor tidak boleh terlihat bingung,

sebaliknya, pasien harus merasa bahwa dia merupakan fokus utama perawat

selama interaksi.

Agar perawat dapat berperan aktif dan terapeutik, perawat harus

menganalisa dirinya yang meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan dan

mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan

yang disampaikan perawat hendaknya bertujuan terapeutik untuk pasien. Analisa

hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan

hubungan dan menentukan teknik dan ketrampilan yang tepat dalam setiap

tahap untuk mengatasi masalah pasien.

Page 4: Issue Bidang Gizi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Pada umumnya seseorang yang mulai tua akan berefek pada

menurunnya aktivitas. Penurunan aktivitas akan menyebabkan kelemahan serta

atropi dan mengakibatkan kesulitan untuk mempertahankan serta menyelesaikan

suatu aktivitas. Penurunan massa otot ini lebih disebabkan oleh atropi. Namun

demikian, kehilangan dari serabut otot juga dijumpai.

Perubahan ini akan menyebabkan laju metabolik basal dan laju konsumsi

oksigen maksimal berkurang. Otot menjadi lebih mudah capek dan kecepatan

kontraksi akan melambat. Selain dijumpai penurunan massa otot, juga dijumpai

berkurangnya rasio otot dengan jaringan lemak.

Berkomunikasi dengan orang lanjut usia atau yang akrab kita sebut

Lansia, harus memperhatikan konisi fisik, psikologi lingkungan secara tepat.

Maksudnya agar bagaimana pengaplikasian komunikasi itu dalam waktu dan

kondisi yang tepat.

2.2 Karakteristik Lansia

Lansia dibagi menjadi 4 kelompok menurut WHO yaitu

a. Usia 45- 59 Tahun disebut sebagai usia Pertengahan atau Midle Age

b. Usia 60-70 Tahun disebut sebagai usia Lanjut atau Elderly

c. Usia 75-90 Tahun disebut sebagai usia Lanjut Usia atau Old

d. Usia lebih dari 90 Tahun disebut sebagai usia Tua atau Very Old

Perubahan yang dialami Lansia yang cenderung terlihat seperti

perubahan pada aspek fisik seperti perubahan neurologi, sensorik,

perubahan visual, perubahan pendengaran. Perubahan ini dapat

menyebabkan Lansia mengalami kesulitan dalam komunikasi. Selain itu

perubaan kognitif yang meliputi intelegensi, kemampuan belajar, daya

Page 5: Issue Bidang Gizi

memori, dan motivasi klien. Penurunan fungsi belahan kanan lebih cepat

daripada yang kiri. Tidak heran bila pada para lansia terjadi penurunan

berupa kemunduran daya ingat visual (misalnya, mudah lupa wajah

orang), sulit berkonsentrasi, cepat beralih perhatian. Juga terjadi

kelambanan pada tugas motorik sederhana seperti berlari, mengetuk jari,

kelambanan dalam persepsi sensoris serta dalam reaksi tugas kompleks.

Tentu sifatnya sangat individual, tidak sama tingkatnya satu orang

dengan orang lain.

Lalu perubahan emosi yang meliputi seperti reaksi penolakan

terhadap kondisi yang terjadi. Gejala penolakan ini misalnya

1. Tidak percaya terhadap diagnose dokter atau petugas kesehatan

tentang dirinya.

2. Mengubah keterangan yang diberikan, sehingga diterima keliru.

3. Menolak membicarakan perawatan dirinya di Rumah sakit.

4. Menolak ikut serta dalam perawatan dirinya.

5. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi

tidur, dan yang berhubungan dengan kenyamanannya.

2.3 Pendekatan Perawatan Lansia dalam Komunikasi

1. Pendekatan Fisik

Pendekatan fisik dilakukan dengan cara :

a. Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan,

kejadian, perubahan fisik tubuh.

b. Mencari informasi tentang tingkat kesehatan yang masih bisa

dicapai.

c. Mencari informasi tentang penyakit yang masih bisa dicegah.

Page 6: Issue Bidang Gizi

2. Pendekatan Psikologis

Pendekatan ini bersifat abstrak karena mengarah pada perubahan

perilaku. Disini Perawat berperan sebagai konselor, advokat, supporter

terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung.

3. Pendekatan Sosial

Pendekatan ini bertujuan agar klien dapat berinteraksi dengan

lingkungannya atau bahkan dengan sesama dengan cara berdiskusi,

saling bertukar pikiran, main-main atau mengadakan kegiatan kelompok.

4. Pendekatan Spiritual

Seorang perawat atau konselor harus bisa memberikan kepuasan

batin dalam hal ini pasien dituntun untuk selalu berkomunikasi dengan

Tuhannya pada waktu keadaan sakit.

Ada pula dengan olahraga rekreasi seraya denan melakukan Terapeutik yaitu

1. Stimulasi motorik kasar

2. Stimulasi motorik halus

3. Stimulasi kognitif

4. Stimulasi soial/emosional

Misalnya dicontohkan pada perlombaan 17 Agustus,cocok sekali juga di

berikan untuk para Lansia ini merupakan momen yang sangat tepat untuk

mengumpulkan lansia, memberikan aktivitas fisik yang berguna baik untuk

kesehatan fisik, kebugaran, peningkatan kognitif, maupun fungsi sosial.Contoh

perlombaannya :

1. Lomba “Joged Balon”

Peserta lansia dibagi berpasang-pasangan. Setiap pasangan dalam

keadaan saling berhadapan dengan mengapit sebuah balon di atara

dada/perut. Setiap pasangan diuji untuk menari diiringi musik sambil

tersenyum. Tujuan dari perlombaan ini ialah menguatkan otot secara

keseluruhan, meningkatkan kelenturan otot-otot, melatih kerja sama atar

peserta pasangan, merangsang otot muka, merangsang intergritas sensoris,

melatih keseimbangan, dan meningkatkan sportifitas.

Page 7: Issue Bidang Gizi

2. Lomba Memindahkan Air Menggunakan Lap Kain

Setiap peserta lansia berlomba memindahkan air dari baskom yang

diletakkan di atas meja ke baskom yang lain yang berada di atas meja yang

berbeda selama waktu yang ditentukan. Jarak antara meja satu dengan meja

yang lain ialah 1,5 meter. Cara memindahkan air ialah dengan menggunakan

lap yang telah disediakan panitia kemudian memerasnya ke dalam baskom

yang berada pada meja yang lain. Gerakan memeras ini merangsang

kekuatan otot lengan dan kekuatan cengkraman. Gerakan jalan bolak-balik

dengan jarak per kali bolak-balik 3 meter dapat merangsang fungsi

kardiovaskuler lansia.

3. Lomba Makan Kerupuk

Jenis lomba ini merupakan jenis lomba yang paling sering dilakukan

pada acara memperingati hari kemerdekaan kita. Dalam keadaan tangan

berada di bagian belakang tubuh, peserta berlomba menghabiskan kerupuk

yang berada dalam posisi tergantung pada tali. Lomba ini dapat merangsang

fungsi koordinasi saraf dan melatih sportifitas peserta lomba. Hal yang perlu

diperhatikan pada lomba makan kerupuk untuk lansia ialah pemilihan

ketinggian kerupuk harus diperhitungkan sehingga tidak akan menimbulkan

cedera terutama bagian punggung dan leher untuk lansia.

4. Lomba Menyuap Pisang Silang

Pada lomba ini peserta dikelompokkan dalam grup yang terdiri atas tiga

orang. Satu orang berhadapan dengan dua orang dalam grupnya. Seluruh

peserta dalam keadaan duduk. Tata tertib lomba ini ialah peserta yang satu

harus menyuapkan dua buah pisang dengan tangan menyilang pada kedua

orang yang duduk di depannya. Selama perlombaan, mata kedua orang yang

disuapi berada dalam keadaan ditutup menggunakan kain. Gerakan

menyilang garis tengah tubuh (crossing the body middline) berfungsi

mengintegrasikan dan memadukan fungsi kedua belahan otak (otak kiri dan

otak kanan). Diharapkan gerakan ini merangsang pola pikir yang utuh.

Gerakan bola mata sewaktu mengawasi arah pisang untuk dimasukkan ke

mulut dua orang yang berada di hadapannya dapat merangsang sumber

daya otak (brain power) sehingga dapat memacu kecepatan membaca.

5. Lomba Kipas balon

Page 8: Issue Bidang Gizi

Pada lomba ini peserta lansia berlomba menggerakkan balon dari garis

start menuju garis finish dengan cara memberikan tekanan angin

menggunakan kipas. Gerakan ini dilakukan dengan cara merangkak. Jarak

dari garis start menuju garis finish ialah 3 meter. Gerakan ini dapat

merangsang fungsi otak bagian tengah (ancient brain) sehingga memacu

kemampuan perhatian, kewaspadaan dan melatih kekuatan otot lengan,

punggung, dan paha.

6. Lomba Memasukkan Terong Ke Dalam Botol.

Peserta lansia diikat pada bagian pinggangnya menggunakan tali,

kemudian pada tali tersebut digantungkan sebuah terong berukuran sedang.

Peserta harus memasukkan terong tersebut ke dalam botol bekas air mineral

berukuran 1,5 Liter yang telah dipotong bagian ujungnya sehingga diameter

bagian atas botol memungkinkan untuk dimasukkan terong. Untuk memulai

dan mengakhiri lomba digunakan penanda bunyi peluit. Lomba ini melatih

keseimbangan, koordinasi gerak, koordinasi saraf dan integrigas sensoris.

7. Lomba Estafet Memasukkan Bola Ke Dalam Keranjang/Ember

Jenis lomba ini dilakukan secara beregu. Pada setiap regu, peserta

lansia berlomba-lomba secara estafet dengan jarak antar pos ialah 1 meter,

memasukkan bola plastik ke dalam keranjang/ember. Jarak dari tempat

melempar bola dengan keranjang/ember adalah 150 cm dan jarak antar pos

ialah 1 meter. Satu grup terdiri atas 3 peserta. Bola terbuat dari plastik dan

berukuran kecil. Gerakan-gerakan pada lomba ini dapat meningkatkan

kekuatan otot lengan, cengkraman, stimulasi sensoris penglihatan, koordinasi

gerak, kerja sama, sportifitas, dan menguatkan otot kaki

8. Lomba Pantun/bernyanyi.

Lomba ini dapat menstimulus kelenturan otot muka dan kemampuan

kognitif peserta.

Hal—hal yang perlu diperhatikan oleh dalam pemilihan olahraga rekreasi

terapeutik berkaitan terutama dengan menurunnya kepadatan tulang pada

lansia, meliputi:

1. Hindari beban cukup berat di depan. Membawa beban di depan badan

bisa berbahaya, karena akan membebani tulang punggung yang akan

menyebabkan patah karena ada tekanan.

Page 9: Issue Bidang Gizi

2. Hindari latihan-latihan otot-otot perut. Sebagai contoh Sit – up tidak

dianjurkan karena menyebabkan kompresi tulang sehingga meningkatkan

risiko terjadinya patah tulang.

3. Hindari latihan yang melibatkan tulang punggung. Sebagai contoh terlalu

membungkuk ke depan dari posisi duduk atau berdiri memudahkan

terjadinya patah tulang.

2.4 Tehnik Komunikasi pada Lansia

Untuk dapat berkomunikasi dengan baik terhadap klien, seorang perawat

atau konselor harus melihat karakteristik Lansia tersebut dan harus mempunyai

tehnik agar hasilnya dapat sesuai yang diinginkan. Ada beberapa tehnik

komunikasi pada Lansia yaitu :

1. Tehnik Asertif

Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan

bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan

memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau

pembicaraan dapat di mengerti. Asertif merupakan pelaksanaan dan etika

berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan

untuk menjaga hubungan yang terapetik dengan klien lansia.

2. Tehnik Responsif

Memberikan bentuk perhatian atau tanggapan kepada klien

merupakan hal yang harus dilakukan seorang petugas kesehatan.

MIsalkan melihat kliennya menunjukkan tingkah atau perilaku yang

berbeda dari sebelumnya, sebaiknya seorang perawat menanyakan, apa

yang bisa saya bantu, apa yang ibu/bapak pikirkan? Itu akan membuat

seorang klien tenang karena merasa diperhatikan.

3. Fokus

Seorang perawat harus memiliki sifat konsisten terhadap apa yang

akan disampaikan epada pasien terapeutik agar sesuai dengan hasil.

Adakalanya Lansia itu bercerita di luar alur pengobatan atau bahkan yang

Page 10: Issue Bidang Gizi

tidak penting untuk petugas kesehatan. Maka tugas seorang perawat

adalah mengarahkan kembali pasien untuk masuk ke jalur yang ia buat

agar komunikasi terapeutik berjalan lancar.

4. Supportif

Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisikaupun psikis

secara bertahap  menyebabkan emosi klien relative menjadi labil

perubahan ini perlu di sikapi dengan menjaga kesetabilan emosi klien

lansia, mesalnya dengan mengiyakan , senyum dan mengagukan kepala

ketika lansia mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat

menghargai selama lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan

kepercayaan diri klien lansia sehingga lansia tidak menjadi beben bagi

keluarganya dengan demikaian di harapkan klien termotovasi untuk

menyadi dan berkarya sesuai dengan kemapuannya selama memberi

dukungan baik secara materiil maupun moril, petugas kesehatan jangan

terkesan menggurui atau mangajari klien karena ini dapat merendahan

keparecayaan klien kepada perawat atau petugas kesehatan lainnya.

Ungkapan-ungkapan yang bisa memberi motivasi, meningkatkan

kepercayaan diri klien tanpa terkesen menggurui atau mengajari

5. Klarifikasi

Seiring perubahan yang terjadi pada diri lansia, terkadang komunikasi

terapeutik agak terganggu karena pasien sulit memahami apa yang kita

sampaikan. Jadi sangat perlu seorang petugas kesehatan mengulangi

kata-kata yang sama utuk memastikan pasien paham dengan apa yang

kita sampaikan. Mungkin sebagai contohnya seorang perawat

menanyakan, “apakah bapak/ibu mengerti apa yang saya katakan?

Bisakah bapak/ibu mengulangi apa yang saya sampaikan tadi?”

6. Sabar dan Ikhlas

Page 11: Issue Bidang Gizi

Seperti yang telah disebutkan di atas tadi mengenai perubahan-

perubahan yang dialami seorang Lansia yang terkadang merepotkan

bahkan kekanak-kanakan. Seorang perawat yang tidak sabar dan ikhlas

dalam menghadapinya mungkin akan merasa jengkel. Ini akan

menyebabkan komunikasi terapeutik akan terganggu karena adanya

masalah antara petugas kesehatan dengan pasien.

2.5 Hambatan Berkomunikasi dengan Lansia

Berkomunikasi dengan Lansia mungkin agak sedikit sulit dan terganggu

dikarenakan adanya sikap agresif dan sikap non asertif.

1. Agresif

Sikap agresif yang biasa ditunjukkan adalah

- Suka meremehkan orang lain

- Sikap suka mendominasi orang lain dan mengontrol orang lain

(lawan bicara).

- Mempertahankan haknya dan menyerang orang lain.

- Menonjolkan dirinya sendiri

- Mempermalukan orag lain di depan umum.

2. Non Asertif

Sikap non asertif dapat ditunjukkan dengan

- Rendah diri

- Tidak berani menunjukkan keyakian diri

- Mengorbankan kepentingan sendirinya

- Mengikuti kehendak orang lain

- Banyak diam ( pasif )

Page 12: Issue Bidang Gizi

- Menarik diri bila diajak bicara

- Merasa tidak berdaya

- Mengikuti keputusan orang lain terhadap dirinya

Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupkan hal yang

wajar seiring dengan menurunya fisik dan pskis klien namun sebagai

tenaga kesehatan yang professional perawat di tuntut mampu

mengatasi hambatan tersebut untuk itu perlu adanya teknik tertentu

yang perlu di perhatikan agar komunikasi berjalan dengan efektif

antara lain

a)      mulai komunikasi dengan mengecek pendengaran klien

b)      Jika perlu kita mengeraskan suara

c)      Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara.

d)     Atur lingkungan sehinggga menjadi kondusif untuk

komunikasi yang baik. Kurangi gangguan visual dan auditory.

e)      Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi,

ingat kelemahannya.

f)       Jangan berharap untuk berkomunikasi denagn cara yang

sama dengan orang yang tidak mengalami jangguan.

Sebaliknya bertindaklah sebagai partner yang tugasnya

memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan dan

pemahamannya.

g)     Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya

gunakan kalimat pendek dengan bahasa yang sederhana.

h)      Bantulah kata-kata anada dengan isyarat visual.

i)        Serasikan bahasa tubuh anda denagn pembicaraan anda.

j)       Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan

tersebut.

k)     Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan

menjawab pertanyaan anda.

l)      Biarkan ia membuat kesalahan jangan menegurnya secara

langsung.

Page 13: Issue Bidang Gizi

m)   Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit

mendengarkanya.

n)      Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.

o)     Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat ruangan

bersama anda. Orang ini biasanya paling akrap dengan pola

komunikasi klien dan dapat membantu proses komunikasi.

2.6 Teknik Perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan

Ada beberapa langkah yang bisa di laksanakan untuk menghadapi klien

lansia dengan reaksi penolakan, antara lain :

1)  Kenali segera reaksi penolakan klien

2)  Orientasikan klien lansia pada pelaksanan perawatan diri sendiri

3)  Libatkan keluarga atau pihak keluarga terdekat dengan tepat

Page 14: Issue Bidang Gizi

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi pada lansia tidaklah begitu sulit dibutuhkan teknik-teknik

tersendiri untuk melakukan komunikasi pada lansia banyak hal-hal yang harus

diperhatikan diantaranya, teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang

baik, teknik untuk wawancara, kendala dan hambatan dalam komunikasi, mood

dan privasi, aspek-aspek yang harus diperhatikan.

Page 15: Issue Bidang Gizi

DAFTAR PUSTAKA

Mundakir, (2006). Komunikasi keperawatan dalam pelayanaan: Yogyakarta.

Graha Ilmu

Alo Liliweri M.S.(2008). Dasar-dasar Komunikasi Kesehatan. Yogyakarta.

Pustaka Pelajar.

B. Suhartini (2011). Model Olahraga Rekreasi Therapuetik Untuk Lansia, Yogyakarta.