Isolasi, Pengklonan, dan Konstruksi RNAi Gen Penyandi H+ ... · ISOLASI, PENGKLONAN, DAN KONSTRUKSI...
Transcript of Isolasi, Pengklonan, dan Konstruksi RNAi Gen Penyandi H+ ... · ISOLASI, PENGKLONAN, DAN KONSTRUKSI...
ISOLASI, PENGKLONAN, DAN KONSTRUKSI RNAi GENPENYANDI H+-ATPase MEMBRAN PLASMA DARI
Melastoma malabathricum L.
MUZUNI
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2011
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DANSUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Isolasi, Pengklonan, dan
Konstruksi RNAi Gen Penyandi H+-ATPase Membran Plasma dari Melastoma
malabathricum L. adalah karya bersama saya dan pembimbing yang belum pernah
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka.
Bogor, Februari 2011
MuzuniNIM G361050051
iii
ABSTRACT
MUZUNI. Isolation, Cloning, and RNAi construct of Gene coding PlasmaMembrane H+-ATPase from Melastoma malabathricum L. Under supervised ofSUHARSONO, DIDY SOPANDIE, and UTUT WIDYASTUTI SUHARSONO.
Melastoma malabathricum L. is an Al-accumulating plant that grows inacidic soils with high level of soluble aluminum in the tropics. One of the importantproteins in the detoxifying aluminum is a plasma membrane H+-ATPase, a mostabundant protein on the plasma membrane, encoded by pma gene. The objective ofthis research is to isolate and characterize the gene encoding plasma membrane H+-ATPase from M. malabathricum L. (Mmpma) and to construct RNAi by using 3’UTRof Mmpma. Total cDNA had been successfully isolated by using reversetranscription with total RNA as template. Full length cDNA of Mmpma had beensuccessfully isolated through a gradual isolation of the gene. The 5’ end andmiddle gene of Mmpma had been successfully isolated by PCR (polymerase chainreaction) by using total cDNA as template and pma primers designed from someplants, while the 3’ end of Mmpma had been isolated by 3’ RACE. The parts of thegene had been successfully joined by PCR. The joining product was successfullyinserted into pGEM-T Easy and the recombinant plasmid was successfully introducedinto E. coli DH5α. Nucleotide sequence analysis showed that the length of Mmpmacoding sequence was sized 2871 bp encoding 956 amino acids with a predictedmolecular weight of 105.29 kDa and pI value of 6.84. MmPMA has 10 transmembrandomains, 4 cytoplasm loops, 6 functional domains and 3 autoregulatory domains. Inthe second cytoplasm loop (C2) contained conserved sequence TGES (phosphataseactivity domain); in the C3 contained conserved sequences DKTGTLT(phosphorylation and transduction domain), KGAP (ATP-binding and/or kinaseactivity domain), DPPR (ATP-binding domain), MITGD (ATP-binding domain) andGDGVNDAPALK (ATP-binding domain); in the C4 contained 3 autoregulatorydomains: QKDFGKEQRELQWAHAQRTLHGL, NHIAEEAKRRAEIARL, andYTV. Local alignment analysis based on nucleotide of mRNA showed that Mmpma is82% identical to pma Vitis vinifera; 81% to pma Juglans regia, pma Populustricocarpa, pma Sesbania rostrata, and pma Prunus persica and 80% to pmaLycopersicon esculentum. Based on deduced amino acid sequence, MmPMA is 94%identical to PMA Vitis vinifera and PMA Juglans regia; 93% to PMA Populustrichocarpa; 92% to PMA Vicia faba, Lycopersicon esculentum, Solanum tuberosum,and Arabidopsis thaliana, AHA4.
One of the methods to study the important role of Mmpma gene is bysuppressing the gene expression through RNAi. The Mmpma gene can besupposed in detoxifying Al and low pH, if the transgenic plants containing RNAibecame sensitive to Al and low pH. RNAi vector had been successfully constructedusing GATEWAYTM cloning technology with the 3’UTRMmpma was used asdouble-stranded RNA (dsRNA) trigger sequence, pENTRTM/D-TOPO® as entryvector, and pANDA plasmid as destination vector. The DNA coding RNAi had beensuccessfully introduced into M. malabathricum L. mediated by A. tumefaciensEHA101 to analyze the function of Mmpma gene in the detoxifying aluminum. Basedon the result of transgenic plants tolerance analyzes to Al stress showed that in thenutrient solution including 3.2 mM Al stress (AlCl3.6H2O), pH 4 for 7 days, thetransgenic plants underwent growth suppression especially roots and leaves, whereasnon-transgenic plants underwent growth normally. We supposed that Mmpma genehas an important role in the detoxifying aluminum in Melastoma malabathricum L.
iv
RINGKASAN
MUZUNI. Isolasi, Pengklonan, dan Konstruksi RNAi Gen Penyandi H+-ATPaseMembran Plasma dari Melastoma malabathricum L. Dibimbing olehSUHARSONO, DIDY SOPANDIE, dan UTUT WIDYASTUTI SUHARSONO.
Melastoma malabathricum L. adalah suatu tanaman akumulator Al yangtumbuh pada tanah asam dengan tingkat kelarutan aluminium tinggi di daerahtropis. Salah satu enzim penting dalam detoksifikasi Al adalah H+-ATPasemembran plasma, suatu protein yang paling melimpah pada membran plasma,yang disandikan oleh gen pma. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi danmengkarakterisasi gen yang menyandikan H+-ATPase membran plasma dariMelastoma malabathricum L. (Mmpma) dan mempelajari peranan gen Mmpmamelalui konstruksi RNAi dengan menggunakan fragmen 3’UTR Mmpma. cDNAtotal telah berhasil disintesis dengan menggunakan transkripsi balik dengan RNAtotal sebagai cetakan. cDNA Mmpma utuh telah berhasil diisolasi melalui isolasigen secara bertahap. Bagian ujung 5’ dan tengah gen Mmpma telah diisolasidengan PCR (polymerase chain reaction) menggunakan cDNA total sebagaicetakan dan primer pma yang didesain dari beberapa tanaman, sedangkan bagianujung 3’gen Mmpma telah diisolasi dengan 3’ RACE. Bagian-bagian gen tersebuttelah berhasil digabung menggunakan PCR dan telah disisipkan ke dalam pGEM-T Easy. Plasmid rekombinan tersebut telah berhasil diintroduksikan ke dalam E.coli DH5α. Analisis sekuen nukleotida menunjukkan bahwa panjang sekuenpenyandi (CDS) Mmpma adalah 2871 pb yang menyandikan 956 asam aminodengan prediksi berat molekul 105.29 kDa dan prediksi nilai pI sekitar 6.84.MmPMA mempunyai 10 domain transmembran, 4 loop sitoplasma, 6 domainfungsional dan 3 domain autoregulator. Pada loop sitoplasma kedua (C2) terdapatsekuen terkonservasi TGES (domain aktivitas fosfatase); pada C3 terdapat sekuenDKTGTLT (domain fosforilasi dan transduksi), KGAP (domain pengikatan ATPdan/atau aktivitas kinase), DPPR (domain pengikatan ATP), MITGD (domainpengikatan ATP) dan GDGVNDAPALK (domain pengikatan ATP); pada C4terdapat 3 domain autoregulator yang masing-masing mempunyai sekuen:QKDFGKEQRELQWAHAQRTLHGL, NHIAEEAKRRAEIARL, dan YTV.Analisis kesejajaran lokal berdasarkan nukleotida mRNA menunjukkan bahwaMmpma mempunyai kemiripan 82% dengan pma Vitis vinifera; 81% dengan pmaJuglans regia, pma Populus tricocarpa, pma Sesbania rostrata, dan pma Prunuspersica dan 80% dengan pma Lycopersicon esculentum. Berdasarkan deduksisekuen asam amino, MmPMA mempunyai kemiripan 94% dengan PMA Vitisvinifera dan PMA Juglans regia; 93% dengan PMA Populus trichocarpa; 92%dengan PMA Vicia faba, Lycopersicon esculentum, Solanum tuberosum, danArabidopsis thaliana.
Salah satu cara untuk mempelajari peranan gen Mmpma adalah denganmenekan ekspresi gen tersebut melalaui RNAi. Gen Mmpma dapat didugaberperan dalam detoksifikasi Al dan pH rendah apabila tanaman transgenik hasiltransformasi RNAi menjadi peka terhadap Al dan pH rendah. Vektor RNAi telahberhasil dikonstruksi menggunakan teknologi pengklonan GATEWAYTM dimanafragmen 3’UTRMmpma digunakan sebagai sekuen pemicu RNA utas ganda(dsRNA), pENTRTM/D-TOPO® sebagai entry vector dan vektor pANDA sebagai
v
destination vector. DNA penyandi RNAi telah diintroduksikan ke tanaman M.malabathricum L. melalui A. tumefaciens EHA101 untuk mempelajari peranangen Mmpma dalam detoksifikasi Al. Hasil uji toleransi tanaman transgenikterhadap cekaman Al menujukkan bahwa pada larutan hara yang mengandung 3.2mM AlCl3.6H2O dan pH 4 selama 7 hari, tanaman transgenik mengalamihambatan pertumbuhan terutama pertumbuhan akar dan daun, sedangkan non-transgenik tidak mengalami hambatan. Hal ini menjelaskan bahwa gen Mmpmadiduga berperanan sangat penting dalam detoksifikasi Al pada Melastomamalabathricum L. Penelitian tentang isolasi, pengklonan, dan uji peranan gen,merupakan penelitian yang masih jarang dilakukan. Saat ini, isolasi gen penyandiH+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L. dan pengujianperanan gen tersebut terhadap cekaman Al dan pH rendah pada M. malabathricumL. dengan menggunakan RNA interference (RNAi) merupakan penelitian yangbelum pernah dilakukan oleh peneliti lain di dunia. Oleh karena itu, kedua topikpenelitian di atas adalah kebaruan (novelty) dalam penelitian ini.
vi
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpamencantumkan atau menyebutkan sumber.a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atautinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
vii
ISOLASI, PENGKLONAN, DAN KONSTRUKSI RNAi GENPENYANDI H+-ATPase MEMBRAN PLASMA DARI
Melastoma malabathricum L.
MUZUNI
Disertasisebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor padaProgram Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR2011
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup, 18 Januari 2011:1. Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA2. Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si.
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka, 10 Februari 2011:3. Dr. Ir. Darda Efendi, M.Sc.4. Dr. Sustiprijatno, M.Sc.
ix
Judul Disertasi : Isolasi, Pengklonan, dan Konstruksi RNAi Gen Penyandi H+-ATPase Membran Plasma dari Melastoma malabathricum L.
Nama : MuzuniNIM : G361050051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suharsono, DEAKetua
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. Dr. Ir. Utut W. Suharsono, M.Si. Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi S., DEA Prof.Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Tanggal Ujian Terbuka: 10 Februari 2011 Tanggal lulus:
x
PRAKATA
Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian maupun penulisan disertasi ini. Disertasi ini disusun berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan selama tiga tahun di Laboratorium Biotechnology
Research Indonesia – The Netherland (BIORIN) Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan Laboratorium Plant Molecular
Genetics (PMG), Nara Institute of Science and Technology (NAIST), Japan.
Disertasi ini memuat hasil penelitian tentang isolasi, pengklonan, dan konstruksi
RNAi gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum
L., dan selanjutnya diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan terima
kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Ir. Suharsono, DEA selaku ketua
komisi pembimbing, Bapak Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. dan Ibu Dr. Ir.
Utut Widyastuti Suharsono, M.Si selaku anggota komisi pembimbing, atas segala
jerih payah dan waktu yang telah disediakan dengan penuh keikhlasan, kesabaran,
dan kelembutan hati dalam memberi bimbingan, nasehat, arahan, dan dorongan
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga penulisan hasil penelitian.
Demikian pula penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi
kepada Prof. Dr. Ko Shimamoto dan Dr. Wong Hann Ling dari Nara Institute of
Science and Technology (NAIST), Japan atas bantuan alat dan bahan penelitian
serta teknis pelaksanaan penelitian biologi molekuler selama penulis
melaksanakan penelitian di Laboratorium Plant Molecular Genetics (PMG),
NAIST, Japan. Kepada Tim Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dan
Program Sandwich dari Ditjen Dikti Depdiknas, serta Tim Hibah Kompetensi a/n
Dr Suharsono, terima kasih atas bantuannya dalam menyediakan biaya
pendidikan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor dan Dekan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Haluoleo Kendari,
atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan di SPs IPB;
Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana (SPs) IPB, dan Ketua Program Studi
xi
Biologi SPs IPB, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan di SPs IPB Bogor. Kepada seluruh staf pengajar dan administrasi SPs
IPB, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas ilmu dan kelancaran
administrasi selama penulis menjadi mahasiswa di SPs IPB. Penulis juga
menyampaikan terima kasih kepada staf PPSHB IPB dan PMG NAIST, atas
bantuannya dalam kelancaran pelaksanaan penelitian di laboratorium.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa
Indonesia di NAIST; rekan-rekan mahasiswa seperjuangan yang masih aktif di
laboratorium BIORIN, yaitu Ibu Sri Listyowati, Ibu Yohana, Bu Hannum, Pak
Ulung, Pak Radite, Bu Ratna, Muhdar, Anita, Nurul, Lita, Ila, Fajri, dan Indah,
serta yang sudah lulus, yaitu Firdaus, Pa Hadi, Yasinta, Niken, Yassier, Ulfa, dan
Jaya; rekan-rekan mahasiswa seperjuangan pada program studi Biologi dan
Agronomi; serta rekan-rekan yang tergabung dalam Under Tree Badminton Club,
atas dorongan dan kerjasamanya. Terima kasih disampaikan kepada Pak Abdul
Mulya, Pak Adi, Mbak Pepy Elvavina, Mbak Nia, Mbak Sarah, Pak Asep, dan
Pak Iri atas bantuan dan kerjasamanya.
Secara khusus, penulis sampaikan terima kasih yang tulus ikhlas kepada
istri tercinta, Nun Santi, SE dan ananda tercinta Nurul Fitriah Muzuni, atas segala
bentuk pengorbanan, kesetiaan, kesabaran, pengertian, dorongan moril, dan doa
sehingga penulis mempunyai semangat kerja yang tinggi untuk menyelesaikan
pendidikan S3. Kepada keempat orang tua penulis: Ibunda Wakanima dan
Ayahanda Laubi Mane (almarhum), serta Ibunda Zamlia dan Ayahanda Amin
Indi, yang tanpa mengenal lelah selalu memanjatkan doa demi keberhasilan
puteranya; penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus.
Semoga Allah SWT menyayanginya seperti menyayangi penulis. Kepada seluruh
keluarga yang berada di Mawasangka, Bau-Bau, dan Kendari, penulis
mengucapkan terima kasih atas segala perhatian, kasih sayang, dan simpati yang
diberikan kepada penulis selama ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat
memberikan sumbangan bagi perkembangan biologi molekuler di Indonesia.
Bogor, Februari 2011
Muzuni
xii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mawasangka, Buton, Sulawesi Tenggara pada
tanggal 7 April 1971 sebagai anak pertama dari pasangan Laubi Mane (almarhum)
dan Wakanima. Pendidikan sarjana ditempuh pada Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, lulus tahun
1996. Pada tahun 1998, penulis diterima sebagai mahasiswa program magister
sains pada Program Studi Bioteknologi dan lulus pada tahun 2001. Selanjutnya,
pada tahun 2005 penulis diterima kembali sebagai mahasiswa program doktor di
Program Studi Biologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sejak tahun 2002, penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas
MIPA Universitas Haluoleo Kendari. Mata kuliah yang menjadi tanggung jawab
penulis adalah pengantar bioteknologi, genetika molekuler, mikrobiologi terapan,
dan biokimia.
Selama mengikuti program doktor, penulis pernah menjadi Ketua
Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Sulawesi Tenggara (tahun 2006-2007), dan
pengurus HIWACANA IPB (tahun 2006). Sebuah artikel ilmiah telah diterbitkan
pada Jurnal Agronomi Indonesia Volume 38, No. 1, Tahun 2010, sedangkan dua
artikel lainnya telah penulis siapkan untuk diterbitkan pada jurnal ilmiah yang
terakreditasi. Ketiga artikel tersebut ialah:
1. Muzuni, Didy Sopandie, Utut Widyastuti Suharsono dan Suharsono. 2010.
Isolasi dan pengklonan fragmen cDNA gen penyandi H+-ATPase membran
plasma dari Melastoma malabathricum L. J. Agron. Indonesia. 38 (1): 67-74.
2. Muzuni, Didy Sopandie, Utut Widyastuti Suharsono, Wong Hann Ling, Ko
Shimamoto, Suharsono. Isolasi dan pengklonan gen penyandi H+-ATPase
membran plasma dari Melastoma malabathricum L.
3. Muzuni, Didy Sopandie, Utut Widyastuti Suharsono, Wong Hann Ling, Ko
Shimamoto, Suharsono. Konstruksi RNAi dari fragmen 3’UTR gen penyandi
H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L.
Ketiga karya tersebut merupakan bagian dari program doktor penulis.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xviii
PENDAHULUANLatar Belakang ...................................................................................... 1Tujuan Penelitian .................................................................................. 4Strategi Penelitian .................................................................................. 4Manfaat Penelitian ................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKAToksisitas Aluminium ........................................................................... 6Penyerapan dan Distribusi Al pada Akar dan Daun ............................... 7Lokalisasi Al Subseluler ....................................................................... 8Sensitivitas Seluler terhadap Al ............................................................... 9Mekanisme Utama Toksisitas Al ........................................................... 10Gejala dan Pengaruh Umum Toksisitas Aluminium pada Tanaman ....... 12Mekanisme Seluler Toleransi Aluminium ............................................. 13Eksudasi Senyawa-senyawa Pengkelat Aluminum ................................ 14Ekspresi Gen-gen yang Diinduksi oleh Cekaman Al ............................. 17Penyerapan Aluminium pada Tanaman M. malabathricum L. ............... 18Pengaruh yang Ditimbulkan oleh Penyerapan Aluminium padaTanaman M. malabathricum .................................................................. 20H+-ATPase Membran Plasma ................................................................ 23Peranan Fisiologi H+-ATPase Membran Plasma .................................... 25Struktur H+-ATPase Membran Plasma .................................................. 27Siklus Katalitik ..................................................................................... 30Regulasi Enzim ..................................................................................... 32Pengaruh Logam terhadap Aktivitas Enzim ........................................... 33RNA Interference (RNAi) ..................................................................... 35
ISOLASI DAN PENGKLONAN FRAGMEN cDNA GEN PENYANDIH+-ATPase MEMBRAN PLASMA DARI Melastoma malabathricum L.
Abstrak ................................................................................................. 38Abstract ................................................................................................ 38Pendahuluan ......................................................................................... 39Bahan dan Metode ................................................................................ 40Hasil dan Pembahasan .......................................................................... 43Kesimpulan ........................................................................................... 50
xiv
ISOLASI DAN KARAKTERISASI GEN PENYANDI H+-ATPaseMEMBRAN PLASMA DARI Melastoma malabathricum L.
Abstrak .................................................................................................. 51Abstract ................................................................................................. 51Pendahuluan .......................................................................................... 52Bahan dan Metode ................................................................................. 54Hasil dan Pembahasan ........................................................................... 59Kesimpulan ............................................................................................ 65
KONSTRUKSI RNAi DARI FRAGMEN 3’UTR GEN PENYANDIH+-ATPase MEMBRAN PLASMA DARI Melastoma malabathricum L.
Abstrak ................................................................................................ 66Abstract ............................................................................................... 66Pendahuluan ........................................................................................ 67Bahan dan Metode ............................................................................... 69Hasil dan Pembahasan ......................................................................... 74Kesimpulan .......................................................................................... 82
PEMBAHASAN UMUM .......................................................................... 84
KESIMPULAN DAN SARAN UMUM ..................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 90
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kompartementasi dan bentuk Al di daun dari beberapa tanamanakumulator Al ........................................................................................ 23
2 Hasil penyejajaran sekuen asam amino beberapa domain dariberbagai tipe ATPase ............................................................................... 48
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram alir percobaan isolasi, pengklonan, dan konstruksiRNAi gen penyandi H+-ATPase membran plasma dariMelastoma malabathricum L .................................................................... 5
2 Interaksi A13+ dengan saluran yang permeable terhadap efluksmalat pada membran plasma .................................................................. 16
3 Peranan asam organik dalam pertumbuhan melastoma ........................... 22
4 Transport primer dan sekunder melintasi membran plasma .................... 25
5 Skema H+-ATPase membran plasma AHA2 .......................................... 28
6 Motif sekuen yang terkonservasi pada loop kecil dan besar sitoplasmaH+-ATPase membran plasma N. plumbaginifolia PMA2 ........................ 29
7 Situs pengikatan Mg-ATP (substrat H+-ATPase membran plasma)pada loop besar sitoplasma yang melibatkan motif III, IV, V, dan VI ..... 30
8 Siklus reaksi H+-ATPase membran plasma ............................................ 31
9 Hasil PCR menggunakan cDNA total sebagai cetakan dan pasanganprimer ActF – ActR untuk mendapatkan fragmen aktin yang berukuran450 pb dan AF2 – AR2 untuk mendapatkan fragmen Mmpma................. 43
10 Urutan nukleotida fragmen cDNA Mmpma ........................................... 44
11 Deduksi asam amino fragmen Mmpma .................................................. 44
12 Situs pemotongan enzim restriksi endonuklease fragmen Mmpma .......... 45
13 Model topografi transmembran dan loop sitoplasma dari H+-ATPasemembran plasma..................................................................................... 46
14 Profil hidrofobisitas PMA Sesbania rostrata, srha5 (A), fragmenPMA Sesbania rostrata (B) dan fragmen MmPMA (C) .......................... 49
15 RNA Total dari daun Melastoma malabathricum .................................... 59
16 Hasil amplifikasi cDNA menggunakan primer ActF dan actR................. 60
17 Hasil isolasi bagian-bagian gen penyandi H+-ATPase membranplasma dari M. malabathricum................................................................ 60
18 Hasil pengurutan nukleotida utuh (full length) gen penyandiH+-ATPase membran plasma dari M. malabathricum (Mmpma)yang diperoleh dari penggabungan urutan nukleotida Mmpma5’,Mmpmam, dan Mmpma3’ berukuran 3155 pb ......................................... 61
19 Peta plasmid pMmpma (6141 pb) yang terdiri dari vektorpGEM-T Easy (3015 pb) dan cDNA Mmpma (3126 pb) ......................... 62
20 Struktur 2 dimensi dari H+-ATPase membran plasma.............................. 63
xvii
21 Deduksi asam amino gen penyandi H+-ATPase membran plasmadari M. malabathricum .......................................................................... 64
22 Profil hidrofobisitas MmPMA dan PMA Juglans regia (AHA1)menggunakan skala Kyte & Doolittle..................................................... 64
23 Vektor pANDA digunakan untuk konstruksi RNAi berukuran 20 kb ..... 70
24 Peta fisik plasmid dan situs pengklonan pENTRTM/D- TOPO® ............. 71
25 Hasil amplifikasi pMmpma3’ dengan menggunakan primer 3’UTR-Fdan 3’UTR-R......................................................................................... 74
26 Hasil rekombinasi antara vektor pANDA dan pENTR/D- TOPO® yangmembawa fragmen 3’UTR dari M. malabathricum L. menghasilkanvektor RNAi, pANDA/3’UTRMmpma .................................................. 75
27 Hasil PCR menggunakan pANDA/3’UTRMmpma sebagai cetakandan pasangan Ubq-F dan Gus-R serta Gus-F dan Nos-R sebagaiprimer.................................................................................................... 75
28 Penyejajaran hasil sekuensing dari 6 konstruksi 3’UTR Mmpma kedalam vektor pANDA yang menggunakan primer Gus-R....................... 76
29 Penyejajaran hasil sekuensing dari 6 konstruksi 3’UTR Mmpma kedalam vektor pANDA yang menggunakan primer Gus-F ....................... 76
30 Fragmen 3’UTR gen penyandi H+-ATPAse membran plasma dariM. malabathricum L. membentuk orientasi berulang terbalik yangdiselingi oleh fragmen dari gen gus........................................................ 77
31 Hasil PCR terhadap koloni A. tumefaciens hasil elektroporasi ................ 78
32 Hasil PCR menggunakan 4 tanaman transgenik independen(kolom 2-5), DNA tanaman kontrol (kolom 1), dan DNA vektorRNAi sebagai cetakan dan pasangan UbiF1 – GusR1 sebagai primer...... 79
33 Tanaman trangenik hasil transformasi RNAi yang membawafragmen 3’UTRMmpma dengan konstruksi berulang terbalik(A1 – A4) dan tanaman non-transgenik (B) yang berumur 3bulan setelah aklimatisasi........................................................................ 79
34 Akar tanaman transgenik (A) dan non-transgenik (B) setelahperlakuan 3.2 mM Al dan pH 4 dalam larutan hara selama 6 hari ............ 81
35 Pertumbuhan akar tanaman transgenik dan non-transgenikpada media hara yang mengandung 3.2 mM AlCl3.6H2O danpH 4 selama 7 hari .................................................................................. 82
36 Tanaman transgenik yang diperlakukan dengan 3.2 mM AlCl3.6H2Odan pH 4 (A) dan tanaman non-transgenik (B) dalam larutan haraselama 5 hari (A1) dan 7 hari (A2, A3, A4, dan B).................................. 82
37 Strategi yang digunakan untuk mengisolasi gen penyandi H+-ATPasemembran plasma dari Melastoma malabathricum L ............................... 87
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Kromatogram pengurutan DNA fragmen Mmpmam denganmenggunakan primer T7 dan SP6 ........................................................ 109
2 Hasil pengurutan DNA fragmen Mmpmam menggunakan primerT7 dan SP6 .......................................................................................... 112
3 Kromatogram pengurutan DNA fragmen Mmpma5’ denganmenggunakan primer T7 dan SP6 ........................................................ 113
4 Hasil pengurutan DNA fragmen Mmpma5’ menggunakan primerT7 dan SP6 .......................................................................................... 116
5 Kromatogram pengurutan DNA fragmen Mmpma3’ denganmenggunakan primer T7 dan SP6 ........................................................ 117
6 Hasil pengurutan DNA fragmen Mmpma3’ menggunakan primerT7 dan SP6 .......................................................................................... 120
7 Kromatogram pengurutan DNA gen Mmpma dengan menggunakanprimer T7 dan SP6 ............................................................................... 121
8 Hasil pengurutan DNA Mmpma menggunakan primer T7 dan SP6 ...... 127
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan produksi pertanian dapat dicapai dengan melakukan program
intensifikasi maupun ekstensifikasi. Program ekstensifikasi dihadapkan pada
kondisi lahan yang asam. Menurut Subagyo et al. (2004), tanah ultisol yang
merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia mempunyai sebaran luas mencapai
47.5 juta ha, terutama yang berasal dari bahan dasar sedimen. Tipe tersebut
memiliki pH yang sangat rendah, berkisar pada pH 4 dan memiliki kandungan
aluminium tinggi (Prasetyo & Suriadikarta 2006). Lahan ini mempunyai potensi
yang sangat besar untuk peningkatkan produksi pertanian. Akan tetapi,
kebanyakan tanaman tidak dapat tumbuh optimal pada kondisi lahan asam dengan
kelarutan Al yang tinggi. Pada kondisi asam, pertumbuhan tanaman mengalami
gangguan yang disebabkan oleh penghambatan langsung serapan hara atau
gangguan fungsi sel akar, dan hal ini dapat terjadi dalam waktu 1-2 jam setelah
perlakuan Al (Kochian, 1995). Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan akar
terhambat, dan dalam jangka panjang akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan bagian tajuk tanaman.
Pertumbuhan tanaman pada tanah asam dengan kelarutan aluminium
tinggi dapat diperbaiki dengan melakukan perakitan tanaman melalui persilangan
konvensional yang diikuti dengan seleksi sesuai dengan sifat keunggulan yang
diinginkan maupun melalui teknologi DNA rekombinan. Pendekatan pemuliaan
konvensional dihadapkan pada terbatasnya sumberdaya genetik untuk toleransi
tanaman terhadap tanah asam dan Al tinggi, sehingga perlu dilakukan pendekatan
teknologi DNA rekombinan untuk merakit tanaman transgenik yang toleran
terhadap tanah asam dan Al tinggi. Tahap utama yang harus dilakukan dalam
pendekatan ini adalah mengisolasi gen-gen yang terlibat dalam toleransi tanaman
terhadap tanah asam dan Al tinggi kemudian mengintroduksikan gen tersebut ke
tanaman budidaya. Beberapa gen yang terlibat dalam toleransi tanaman terhadap
cekaman Al dan tanah asam telah berhasil diisolasi. Gen-gen tersebut antara lain
adalah gen penyandi Metallothionein Like Protein (MT), Bowman Birk Proteinase
Inhibitors (BBPI), Gluthation-S transferase (GST), Blue Copper Binding Protein
2
(BCB), Superoxide Dismutase (SOD), Catalase dan Reticuline Oxygen
Oxidoreductase yang diisolasi dari gandum dan Arabidopsis (Snowden dan
Gardner 1993; Richards et al. 1998). Pada gandum, Sasaki et al. (2004) berhasil
mengisolasi gen almt1 yang menyandi aluminium-activated malate transporter.
Pada tembakau gen penyandi GST, Peroxidase (PER) dan GDP Dissociation
Proteinase Inhibitors (GDI) telah diisolasi (Ezaki et al. 1995), sedangkan pada
tanaman kedelai, antara lain fragmen-fragmen gmali1 (Glycine max aluminum
induced), gmali14, gmali49 dan gmali50, masing-masing menyandikan H+-
ATPase membran plasma, protein histon H3, NADH-dehidrogenase dan Auxin-
induced Protein telah diisolasi oleh Anwar (1999). Pada gandum cv PT741 yang
toleran terhadap Al telah diisolasi gen penyandi protein spesifik berukuran 51 kDa
yang tidak ada pada kultivar sensitif Al (Hamilton et al. 2001). Pada Melastoma
malabathricum L. gen yang terlibat dalam cekaman asam dan Al tinggi, antara lain
gen penyandi multidrug resistance associated protein (MRP) (Suharsono et al. 2008;
Firdaus 2006), metallothionein type 2 (Mt2) (Suharsono et al. 2009), H+-ATPase
membran plasma (Mmpma) (Muzuni et al. 2010), major facilitator superfamily
(Mamfs) (Widyartini 2007), dan sitrat sintase (Mmsc) (Mushofa 2011) telah
berhasil diisolasi.
Salah satu gen yang terlibat dalam toleransi tanaman terhadap tanah asam
dan Al tinggi adalah gen penyandi H+-ATPase membran plasma (Anwar 1999;
Ahn et al. 2004). Gen ini berukuran 3500-an pb dan menyandikan 956 asam
amino. H+-ATPase membran plasma merupakan protein yang paling melimpah
pada membran plasma dan terlibat dalam banyak respons cekaman. Protein ini
mengaktivasi serangkaian transporter sekunder dengan menghasilkan proton
motive force yang dapat menggerakkan banyak solut, asimilat, atau metabolit
melintasi membran plasma (Sussman 1994). H+-ATPase membran plasma terlibat
dalam regulasi respons terhadap berbagai rangsangan lingkungan, seperti cekaman
Al (Anwar 1999; Ahn 2004), cekaman NaCl (Niu et al. 1996), defisiensi fosfat
(Yan et al. 2002), dan cekaman ammonium (Jernejc & Legisa 2001). Selain itu,
H+-ATPase membran plasma juga terlibat dalam pemanjangan sel yang difasilitasi
oleh auksin selama perkembangan embrio gandum (Rober-Kleber et al. 2003),
dan terlibat pula dalam homeostasis pH sitoplasma tanaman (Young et al. 1998).
3
Tanaman Arabidopsis thaliana yang ditransformasi dengan gen H+-
ATPase membran plasma (AHA3) dapat memperbaiki pertumbuhan pada pH
rendah selama perkembangan kecambah (Young et al. 1998). AHA3 merupakan
gen yang terekspresi pada sel-sel kompanion floem, yaitu daerah yang
bertanggung jawab dalam pengangkutan jarak jauh dari gula, hara dan hormon.
Floem mempunyai pH 8,0 atau lebih sehingga lebih sensitif terhadap pH rendah,
sehingga daerah ini merupakan target utama pH rendah. Ekspresi gen AHA3
menghasilkan enzim yang dapat memompa H+ keluar sel sehingga pH dapat
dipertahankan pada kondisi basa. Pengamatan tersebut menunjukkan peranan H+-
ATPase membran plasma dalam homeostasis pH sitoplasma tanaman (Young et
al. 1998).
Tumbuhan M. malabathricum L. yang ditemukan terutama di daerah tropis
diduga mempunyai sistem detoksifikasi Al sehingga dapat digunakan sebagai
sumber gen untuk toleransi tanaman terhadap tanah asam dan Al tinggi.
Tumbuhan tersebut dapat tumbuh dengan baik pada tanah asam sehingga menjadi
indikator tanah asam, dan dapat mengakumulasi aluminium dalam jumlah tinggi
di daun dan akar sehingga disebut sebagai hiperakumulator Al (Watanabe &
Osaki 2002a). Pada pH 4.0, pertumbuhan akar M. malabathricum L. tidak
terganggu, kecuali pada pH 3.0 yang hanya ada di laboratorium (Muhaemin
2008). Menurut Watanabe et al. (1998a), M. malabathricum L. mampu
mengakumulasi lebih dari 14.4 g Al/kg daun tua dan lebih dari 8 g Al/kg daun
muda tanpa mengalami keracunan. Analisis akumulasi Al pada Melastoma affine
D. Don. (sinonim dengan Melastoma malabathricum L.) yang mendapat cekaman
3.2 mM Al pada pH 4 dalam media cair menunjukkan bahwa M. affine D. Don.
mampu mengakumulasi 8.81 g Al/kg daun tua setelah 2 bulan perlakuan
(Mutiasari 2008).
Beberapa kajian tentang ekofisiologi adaptasi Melastoma pada tanah asam
dengan kelarutan Al yang tinggi telah dilakukan oleh Osaki et al. (1998) dan
Watanabe & Osaki (2002a), sedangkan kajian secara molekuler telah dilakukan
oleh Mushofa (2011), Muzuni et al. (2010), Suharsono et al. (2008; 2009),
Widyartini (2007), dan Firdaus (2006) dengan mengisolasi gen-gen yang terlibat
dalam toleransi Melastoma dari cekaman Al dan tanah asam. Beberapa metode yang
4
dapat dilakukan untuk melakukan isolasi gen antara lain dengan melakukan
penapisan terhadap pustaka genom dan pustaka cDNA, RT-PCR (Reverse
Transcription-Polymerase Chain Reaction), dan RACE (Rapid Amplification
cDNA Ends). RACE adalah sintesis cDNA dengan menggunakan mRNA sebagai
cetakan dan sekuen internal yang sudah diketahui urutan nukleotidanya serta
adapter pada ujung 3’ atau 5’ sebagai primer. RNAi sangat bermanfaat untuk
mempelajari fungsi suatu gen. RNAi menyebabkan mRNA terdegradasi sehingga
gen menjadi tidak berfungsi. Pada penelitian ini, kami telah melakukan isolasi dan
pengklonan gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M. malabathricum
melalui RT-PCR dan metode RACE serta konstruksi vektor untuk eksprasi RNAi
dan transformasi Melastoma malabathricum L. dengan RNAi untuk mempelajari
peranan gen tersebut dalam toleransi tanaman dari cekaman Al dan rendah pH.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengisolasi dan mengklon fragmen gen penyandi H+-ATPase membran
plasma dari M. malabathricum L.
2. Mengisolasi dan mengklon gen penyandi H+-ATPase membran plasma
(Mmpma) utuh dari M. malabathricum L.
3. Mempelajari peranan gen Mmpma melalui konstruksi vektor ekspresi untuk
RNAi berdasarkan 3’UTR gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M.
malabathricum L.
4. Melakukan transformasi tanaman M. malabathricum L. dengan gen penyandi
RNAi Mmpma melalui Agrobacterium tumefaciens EHA101.
Strategi Penelitian
Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah membagi
penelitian menjadi 3 (tiga) aspek kajian (Gambar 1), yaitu:
1. Isolasi dan pengklonan bagian tengah gen penyandi H+-ATPase membran
plasma dari Melastoma malabathricum L. Hal ini dilakukan untuk mendesain
primer spesifik agar mendapatkan bagian ujung 5’ dan 3’ gen sehingga
diperoleh gen Mmpma.
5
2. Isolasi dan pengklonan gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M.
malabathricum L. (Mmpma) berdasarkan fragmen bagian tengah tersebut.
3. Konstruksi RNAi dari fragmen 3’UTR gen Mmpma untuk mempelajari
peranan gen tersebut.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk:
1. Mempelajari toleransi tanaman terhadap keracunan aluminium.
2. Perbaikan genetik tanaman dengan merakit tanaman yang toleran terhadap
cekaman aluminium melalui pendekatan teknologi DNA rekombinan.
Gambar 1. Diagram alir percobaan isolasi, pengklonan, dan konstruksi RNAi genpenyandi H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L.RACE, Rapid amplification cDNA ends; 3’UTR, 3’ untranslated region;RNAi, RNA interference.
Disain primerspesifik
PM H+-ATPase bagiantengah
PM H+-ATPase bagianujung 5’
3’RACE
Konstruksi RNAi
Pembentukan cDNAmelalui transkripsi balik
Isolasi RNA total
PCR denganprimer spesifik
Disain primer spesifikuntuk isolasi ujung 5’
Disain primer spesifikuntuk isolasi ujung 3’
PM H+-ATPase bagianujung 3’
PM H+-ATPase Full Length
3’UTR
Transformasipada Melastoma
Uji toleransi tanaman terhadapcekaman aluminium
Percobaan I
Percobaan II
Percobaan III
TINJAUAN PUSTAKA
Toksisitas Aluminium
Aluminium merupakan logam yang mempunyai kelimpahan tinggi ketiga
di kulit bumi (Orvig 1993). Secara normal, aluminium (Al) berada dalam bentuk
oksida dan kompleks aluminosilikat yang tidak larut dan tidak toksik. Aluminium
mempunyai muatan ionik tinggi dan radius ionik rendah, dengan rasio muatan
terhadap radius (z/r) sebesar 5.9 sehingga Al dapat mempolarisasi molekul air.
Aluminium membentuk ikatan koordinasi dengan enam molekul air dalam
konfigurasi oktahedral. Derajat polarisasi ikatan O-H yang tinggi dapat dihasilkan
tergantung pada pH media, melalui disosiasi satu atau lebih proton:
Al(H2O)63+ Al(H2O)5
2+ + H+
Aluminium selanjutnya mengalami seri hidrolisis yang tergantung pH (Orvig
1993). Bentuk Al tersebut sering disingkat menjadi Al3+ atau Al(OH)n3-n.
Pada pH netral, Al membentuk kompleks dengan ion hidroksida, Al(OH)3,
yang tidak larut, sedangkan pada pH asam, Al berada dalam bentuk Al3+ yang
merupakan bentuk Al yang paling toksik. Pada larutan dengan pH yang lebih
rendah dari 5.0, ion Al berada dalam bentuk oktahedral heksahidrat, Al(H2O)63+,
sering disingkat dengan Al3+. Pada larutan yang keasamannya berkurang,
Al(H2O)63+ mengalami deprotonasi menjadi Al(OH)2+ dan Al(OH)2
+. Pada larutan
netral menyebabkan Al(OH)3 mengendap dan larut kembali pada larutan basa
dengan membentuk formasi tetrahedral, Al(OH)4- (Delhaize & Ryan 1995;
Marschner 1995). Pada kondisi rasio Al3+/OH- tinggi, spesies polinuklear seperti
polikation tridekamerik, Al13, terbentuk dari Al(OH)2+ (Parker & Bertsch 1992).
Spesies kimia Al yang toksik adalah Al3+ dan mononuklear hidroksida,
Al(OH)2+ dan Al(OH)2+ (Kinraide 1991). Beberapa studi telah menunjukkan
bahwa polikation tridekamerik, Al13, merupakan spesies Al yang juga mempunyai
toksisitas tinggi.
Aluminium merupakan kation reaktif tinggi dengan rasio ionik terhadap
karakter kovalen yang tinggi. Oleh karena itu, Al akan berikatan dengan gugus
7
donor yang bermuatan negatif. Fluorida, anion yang paling elektronegatif,
merupakan ligan monodentat yang disukai. Akan tetapi, Al lebih cenderung
mengikat ligan yang mengandung oksigen, seperti –COOH (karboksil), –OH
(hidroksil), –CO (karbonil), dan –PO3 (fosfat) (Orvig 1993). Amina biasanya juga
merupakan pengikat Al penting, antara lain pada bagian ligan multidentat seperti
nitrilotriacetic acid (NTA) dan ethylendiaminetetraacetic acid (EDTA).
Ukuran kation merupakan faktor yang paling penting dalam substitusi ion
logam (Williams, 2002). Ukuran ion Al (r = 0,054 nm) hampir sama dengan
ukuran ion Mg2+ (r = 0,072 nm) dan Fe3+ (r = 0,065 nm). Aluminium dapat
mengikat nukleosida trifosfat dengan tingkat asosiasi 107 kali dibandingkan
dengan Mg2+. Disamping itu, Al juga lebih kompetitif dalam pembentukan
kompleks dengan ligan-ligan kecil. Al mempunyai kecepatan pertukaran yang
rendah untuk masuk dan keluar lingkaran koordinasinya (Orvig 1993). Kecepatan
pertukaran ligan untuk Al adalah 1,3 per detik, 105 kali lebih rendah dibandingkan
dengan Mg2+ (Martin 1992). Oleh karena itu, bila dalam sitoplasma mengandung
Al maka proses metabolisme menjadi terganggu karena posisi Mg2+ sebagai
kofaktor dalam beberapa enzim akan tergantikan oleh Al3+ sehingga aktivitas
enzim tersebut menjadi terganggu.
Berdasarkan konsentrasi kation dan ligan dalam sistem biologi, dalam
sitoplasma dengan pH sekitar 7.3, konsentrasi ion Al bebas terbatas sekitar 10-10
M, sedangkan konsentrasi ion Mg, Ca, dan Fe bebas masing-masing 10-3, 10-7,
dan 10-17 M (Williams 2002). Konsentrasi ion Al dalam sitoplasma lebih rendah
dibandingkan dengan ion Mg dan Ca. Hal ini disebabkan karena pH dalam
sitoplasma adalah netral dan Al mengendap pada kondisi tersebut, sedangkan ion
Mg dan Ca tetap larut. Pengikatan Al terhadap ligan dalam sitoplasma menjadi
terbatas selain disebabkan karena konsentrasinya sangat rendah, juga disebabkan
karena terjadi kompetisi dengan kation-kation lain.
Penyerapan dan Distribusi Al pada Akar dan Daun
Penyerapan Al pada banyak spesies tanaman, khususnya yang sensitif Al,
terbatas pada sistem perakaran. Daerah akar yang banyak mengakumulasi Al
adalah epidermis dan korteks bagian luar (Wagatsuma et al. 1987; Delhaize et al.
8
1993; Matsumoto et al. 1996). Endodermis bertindak sebagai barrier, sehingga
pengangkutan Al ke pucuk dan daun menjadi lebih kecil.
Akan tetapi, banyak spesies tanaman yang mengakumulasi Al di pucuk
(Jansen et al. 2002; Watanabe & Osaki 2002b). Umumnya, tanaman-tanaman ini
berasal dari daerah tropik atau subtropik dan sering disebut sebagai tanaman
hiperakumulator. Contoh tanaman hiperakumulator adalah tanaman teh (Camellia
sinensis), hydrangea dan beberapa famili Rubiaceae. Namun demikian, belum
banyak informasi mengenai mekanisme, lokalisasi seluler, dan bentuk-bentuk
kimia Al yang terakumulasi dalam tanaman tersebut. Pada satu pengamatan
tentang bentuk kimia Al pada daun teh, banyak Al dikelat oleh gugus polifenol
(Nagata et al. 1992). Pada daun hydrangea, Al ditemukan membentuk kompleks
dengan sitrat (Ma et al. 1997a) dan pada hiperakumulator Melastoma
malabathricum, Al berikatan dengan oksalat (Watanabe et al. 1998a).
Lokalisasi Al Subseluler
Beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar Al dilokalisasi pada
dinding sel (Marienfeld & Stelzer 1993; Ownby 1993; Marienfeld et al. 1995). Al
berikatan dengan molekul pektin dinding sel atau komponen dinding sel yang
bermuatan negatif pada sel-sel epidermis dan korteks akar (Delhaize et al. 1993;
Marienfeld et al. 2000; Schmohl & Horst 2000; Schmohl et al. 2000). Gugus
karboksil bebas molekul pektin yang bermuatan negatif mengikat ion aluminium
menyebabkan dinding sel menjadi kaku sehingga pemanjangan akar menjadi
terhambat (Schmohl & Horst 2000). Menurut Schmohl et al. (2000), perlakuan
enzim pectin methylesterase (PME) pada suspensi sel Zea mays menyebabkan
penurunan toleransi aluminium. Selanjutnya, overekspresi PME pada tanaman
kentang transgenik terbukti lebih sensitif terhadap aluminium daripada kultivar
toleran dan sensitif aluminium. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa matriks pektin pada apoplas sel-sel apikal akar berperanan
penting dalam memfasilitasi sinyal stress pada sitoskeleton sel-sel tersebut.
Akumulasi aluminium yang tinggi dalam apoplas akar merupakan karakteristik
sensitifitas aluminium (Rincon & Gonzales 1992; Schmohl & Horst 2000). Ikatan
9
Al dengan gugus karboksil akan menimbulkan ikatan yang kuat sehingga sel tidak
dapat membesar (Marschner 1995).
Studi lain juga menunjukkan bahwa Al ditemukan pada membran sel yang
dapat menyebabkan perubahan atau kerusakan sifat permeabilitas membran sel.
Permeabilitas membran sel yang meningkat pada pH rendah berkorelasi dengan
penyerapan Al (Ishikawa et al. 2001; Ofei-Manu et al. 2001). Pada membran sel
akar barley, Al ditemukan berasosiasi dengan gugus fosfolipid membran yang
menyebabkan kerusakan struktur membran atau perubahan dalam permeabilitas
membran. Hal ini menyebabkan penyerapan hara yang dikatalisis oleh pompa
proton menjadi terhambat (Matsumoto 1991). Ion Al yang bermuatan positif dapat
berasosiasi dengan gugus fosfat dari ATP atau fosfolipid pada membran yang
akan mempengaruhi efektivitas transport proton.
Aluminium ditemukan dalam nukleus berikatan dengan DNA (Matsumoto
et al. 1976). Sedangkan menurut Silva et al. (2000) bahwa Al dapat terakumulasi
dalam nukleus dengan konsentrasi yang rendah. Asosiasi antara Al dengan DNA
dapat menghentikan proses pembelahan sel meristem apikal (Matsumoto 1991).
Al dalam bentuk polimer memiliki muatan positif yang besar serta memiliki
banyak situs pengikatan. Polimer Al ini dapat mengikat fosfat yang ada pada
kedua utas DNA, mengakibatkan gagalnya kedua utas DNA berpisah (Matsumoto
1991).
Sensitivitas Seluler terhadap Al
Pada tanaman, gejala toksisitas berlangsung di ujung akar (Ryan et al.
1993). Sivaguru & Horst (1998) menunjukkan bahwa daerah akar yang paling
sensitif terhadap Al adalah bagian distal dari zona transisi (DTZ). Sel-sel yang
paling sensitif terhadap Al adalah epidermis (Ciamporova 2000; Ciamporova
2002). Rambut akar dan sel-sel epidermal yang berdekatan juga menunjukkan
sensitvitasnya terhadap Al (Jones et al. 1995b). Rambut akar umumnya sangat
sensitif terhadap Al, namun tingkat sensitivitasnya sangat tergantung pada
aktivitas fisiologisnya (Care 1995; Jones et al. 1998). Rambut akar yang
pemanjangannya telah lengkap, kurang sensitif terhadap Al (Sattelmacher et al.
1993).
10
Perbedaan sensitivitas Al antara ujung dan dasar akar dari kecambah
kacang-kacangan (Shen et al. 2004) dan kecambah padi (Nagasaka et al. 2003)
telah diuji. Perbedaan tersebut menyangkut eksudasi asam-asam organik.
Perbedaan sensitivitas Al sepanjang poros akar tidak dapat dijelaskan dengan
perbedaan eksudasi asam organik. Daerah akar yang paling sensitif terhadap Al,
mengeksudasi asam organik paling besar di apeks akarnya (Delhaize et al. 1993;
Pellet et al. 1995; Mariano & Keltjens 2003). Eksudasi asam organik dapat
menjelaskan perbedaan toleransi Al antar genotipe, tetapi tidak antara tipe sel
dalam akar yang sama.
Perbedaan sensitivitas Al dapat juga ditemukan pada kultur sel tanaman
sehingga dapat memberikan alternatif untuk akar. Sel-sel tembakau pada fase
pertumbuhan logaritmik adalah sensitif terhadap Al, tetapi sel-sel pada fase
stasioner tidak sensitif Al (Yamamoto et al. 1994; Vitorello & Haug 1996;
Sivaguru et al. 1999). Sensitivitas Al juga terjadi dengan memanipulasi
kandungan pektin dan aktivitas pektin metil esterase pada kultur sel Zea mays dan
Solanum tuberosum (Schmohl & Horst 2000; Shmohl et al. 2000).
Mekanisme Utama Toksisitas Al
Penelitian tentang target utama kerusakan tanaman oleh Al dan
pemahaman yang lengkap tentang mekanisme toksisitas Al merupakan hal yang
penting dalam mempelajari toksisitas Al. Hipotesis tentang mekanisme toksisitas
Al paling tidak menyangkut pengaruhnya terhadap fosfat, metabolisme
nukleotida, struktur dan fungsi dinding sel, dinamika sitoskeletal, transduksi
signal, dan stress oksidatif.
Aluminium mampu mengikat DNA dengan kuat pada tulang punggung
fosfat atau pada daerah yang berasosiasi dengan histon (Matsumoto 1991). Hal ini
menyebabkan pembelahan sel terganggu karena adanya interaksi antara Al dengan
DNA inti. Al juga mempunyai afinitas tinggi terhadap nukleotida trifosfat bebas
dengan model toksisitas berdasarkan pada pengikatannya terhadap ATP dalam
sitoplasma (Pettersson & Bergman 1989).
11
Aluminium juga dapat merubah struktur membran plasma (Zhao et al.
1987) dan berpengaruh besar pada pergerakan ion melintasi membran, khususnya
penyerapan Ca2+ (Liu & Luan 2001). Toksisitas Al sering berhubungan dengan
Ca2+ (Rengel & Zhang 2003) karena Al mengganggu metabolisme Ca2+ seluler,
atau karena Al menggantikan Ca2+ dalam sel (Kinraide & Parker 1987). Beberapa
pengamatan ditemukan bahwa Al merubah struktur kalmodulin, suatu mediator
signal Ca2+ intraseluler utama dalam sel (Haug &Vitorello 1996). Pengamatan lain
menunjukkan bahwa transduksi signal yang difasilitasi oleh phosphoinositide,
suatu jalur yang juga melibatkan Ca2+ sebagai perantara intraseluler (intracellular
messenger), merupakan salah satu situs utama toksisitas Al baik pada sel mamalia
(Haug et al. 1994) maupun pada sel tanaman (Jones & Kochian 1995; Jones et al.
1995a). Pada kedua kasus tersebut, perlakuan Al dapat menghambat aktivitas
phospholipase C atau menghambat aksi protein trimerik G.
Aluminium dapat meningkatkan stress oksidatif dalam sel. Pada tanaman,
bukti tentang ini meliputi peningkatan peroksidasi lipid (Cakmak & Horst 1991;
Yamamoto et al. 2001), dan ekspresi gen-gen stress oksidatif (Richard et al. 1998;
Milla et al. 2002). Perbaikan toleransi terhadap toksisitas Al pada tanaman
dilakukan oleh gen-gen stress oksidatif (Ezaki et al. 2000).
Stress oksidasi yang diinduksi Al paling umum berhubungan dengan
perubahan struktur membran oleh Al. Adanya Fe dapat meningkatkan peroksidasi
membran yang diinduksi oleh Al (Ono et al. 1995; Yamamoto et al. 1997).
Pengaruh Al pada sistem antioksidan sel tidak dapat dihilangkan (Devi et al.
2003; Guo et al. 2004). Aktivasi sistem antioksidan seluler merupakan sebuah
respon stress umum dan tidak spesifik terhadap toksisitas Al.
Hipotesis lain yang menarik adalah tempat utama toksisitas Al terletak
pada rangkaian Cell Wall – Plasma Membrane – Cytoskeleton (CW-PM-CSK)
(Horst et al. 1999). Hal ini disebabkan karena dinding sel, membran plasma dan
sitoskeleton saling berhubungan satu sama lain, sehingga gangguan yang terjadi
pada salah satu komponen dapat mengganggu komponen lainnya. Hal ini dapat
menjelaskan fakta bahwa Al berinteraksi dengan dinding sel (Schmohl & Horst
2000), membran plasma (Ishikawa & Wagatsuma 1998), dan sitoskeleton
(Sivaguru et al. 1999). Rangkaian ketiga komponen tersebut di atas merupakan
12
target utama Al. Ekspresi cell wall – associated receptor kinase (WAK) juga
diinduksi oleh Al (Sivaguru et al. 2003).
Gejala dan Pengaruh Umum Toksisitas Aluminium pada Tanaman
Gejala toksisitas aluminium yang paling umum adalah penghambatan
pertumbuhan akar, yang terdeteksi dalam 30 menit hingga 2 jam, dalam
konsentrasi mikromolar Al (Barcelo & Poschenrieder 2002). Akan tetapi,
mekanisme penghambatan ini belum diketahui. Adanya kerusakan akar oleh Al
ditunjukkan oleh bentuk akar yang menjadi pendek dan gemuk, serta sering
berwarna coklat. Jumlah percabangan dan rambut akar menurun serta sistem
perakaran mengumpul. Pada apeks akar, keretakan akar mudah diamati pada
epidermis. Perluasan sel-sel korteks secara radial dan tidak merata menyebabkan
penebalan akar dan stress mekanik pada epidermis (Ciamporova 2002).
Sel-sel yang dipengaruhi oleh Al adalah antara lain tudung akar, meristem,
sel-sel pemanjangan, rambut akar, dan titik percabangan (Rengel 1996). Ujung
akar merupakan daerah yang paling sensitif terhadap cekaman Al (Ryan et al.
1993). Dalam pengujian yang lebih detail, daerah distal zona transisi (Distal
transition zone, DTZ) merupakan daerah apikal akar yang paling sensitif terhadap
Al (Sivaguru & Horst 1998). Pada tahap awal toksisitas, aktivitas pembelahan sel
menurun yang akan berakibat terhadap penghambatan pemanjangan sel dan pada
akhirnya menghambat pertumbuhan akar (Kochian 1995; Barcelo &
Poschenrieder 2002; Ciamporova 2002).
Walaupun gejala toksisitas Al juga terjadi pada pucuk, hal ini biasanya
dipandang sebagai konsekuensi dari kerusakan yang terjadi pada sistem
perakaran. Respons yang paling umum pada pucuk terhadap toksisitas Al adalah
modifikasi seluler pada daun, menurunnya pembukaan stomata, penurunan
aktivitas fotosintesis, klorosis, dan nekrosis. Perlakuan Al dalam waktu lama
menyebabkan penghambatan pertumbuhan akar dan mengarah ke defisiensi unsur
hara, terutama P, K, Ca, dan Mg (Haug & Vitorello 1996). Pada tanaman barley
yang ditanam pada media yang mengandung Al, kandungan Ca2+ dan K+ hanya
setengahnya jika dibandingkan dengan kontrol (Matsumoto & Yamaya 1988). Al
dapat mengikat anion anorganik, seperti sulfat, fosfat, fluor, dan silikat
13
membentuk suatu kompleks yang mempunyai afinitas tinggi terhadap oksigen
atau air (Hodson & Evans 1995). Interaksi antara Al dengan anion tersebut
berpotensi untuk meningkatkan pH perakaran sekaligus dapat membuat rancu
pengaruh toksisitas Al dengan defisiensi unsur tertentu (seperti fosfat) karena
terbentuknya kompleks Al-fosfat (baik di larutan tanah maupun di dalam sel) yang
tidak tersedia bagi tanaman. Kemampuan tanaman untuk dapat memanfaatkan
kandungan P yang rendah secara efisien selalu dihubungkan dengan sifat toleransi
tanaman terhadap cekaman Al. Kation trivalen Al3+ menghambat transpor Ca2+
secara efektif ke dalam akar, protoplasma dan membran vesikel. Hasil studi pada
lipid bilayer menunjukkan bahwa Al dapat memblok Ca2+ dan saluran K+ (Ryan
et al. 1997). Pada akar barley, perlakuan Al menurunkan kandungan Ca pada
membran sel hingga 50% (Matsumoto & Yamaya 1988) dan menyebabkan
penurunan aktivitas H+-ATPase dalam menghidrolisis ATP (Ahn et al. 2001).
Mekanisme Seluler Toleransi Aluminium
Secara umum, Taylor (1991) mengelompokkan mekanisme toleransi
terhadap cekaman Al menjadi dua kelompok, yaitu mekanisme eksternal dan
mekanisme internal. Mekanisme eksternal terdiri dari: (1) immobilisasi Al di
dinding sel, (2) selektifitas membran plasma terhadap Al, (3) induksi peningkatan
pH di daerah perakaran atau apoplas akar, (3) eksudasi senyawa-senyawa
pengkelat, dan (4) adanya mekanisme Al-efflux. Sedangkan mekanisme internal
terdiri dari: (1) kelatisasi Al di sitosol, (2) kompartementasi Al di vakuola, (3)
pengikatan Al oleh protein (Al binding-protein), (4) sintesis enzim tertentu, dan
(5) peningkatan aktivitas enzim.
Tanaman yang toleran Al mempunyai kemampuan mensekresikan
senyawa-senyawa organik seperti asam sitrat, asam malat, asam oksalat, asam
fulvat (Ryan et al. 1995; Sopandie et al. 1996; Ma et al. 1998; Zeng 1998; Kasim
2000 dan Anoop et al. 2003) dan senyawa fenilpropanoid seperti asam kafeat dan
asam klorogenat (Yamamoto et al. 1998) ke dalam daerah perakaran membentuk
kompleks dengan Al dan mencegah serapan Al oleh tanaman. Selain itu, tanaman
yang toleran Al dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dinding sel (Horst
1996) dan potensial listrik (depolarisasi) dinding sel (Papernik & Kochian 1997)
14
serta menginduksi peningkatan pH perakaran dan apoplas akar (Sopandie et al.
1996) sehingga Al menjadi bentuk yang tidak toksik bagi tanaman. Tanaman yang
toleran Al juga mampu menstimulir peningkatan aktivitas senyawa antioksidan,
seperti: peroksidase (PER), superoxide dismutase (SOD), glutathion s-transferase
(GST) dan catalase (Snowden & Gardner 1993) serta Mg2+ influx melalui
peningkatan aktivitas Mg-transporter (McDiarmid & Gardner 1998). Selain itu,
tanaman toleran Al mampu meningkatkan aktivitas enzim H+-ATPase membran
plasma yang berperanan dalam pembentukan gradien elektrokimia untuk
mendorong ion melintasi membran dan menyebabkan sekresi senyawa-senyawa
organik (Anoop et al. 2003; Shen et al. 2005a).
Semua mekanisme toleransi yang dijelaskan di atas belum banyak
dipelajari secara mendalam, tetapi paling sedikit dua mekanisme yang telah
diketahui dengan baik, yaitu sekresi asam organik (Kochian et al. 2004) dan
peningkatan ekspresi gen-gen tertentu (Snowden & Gardner 1993; Richards et al.
1998; dan Sasaki et al. 2004).
Eksudasi Senyawa-senyawa Pengkelat Aluminum
Bukti yang menjelaskan mekanisme eksudasi senyawa pengkelat Al
berasal dari tiga kelompok peneliti, yaitu Delhaize et al. (1993), Basu et al.
(1994), dan Pellet et al. (1995) yang menunjukkan bahwa sekresi asam malat
meningkat pada kultivar yang toleran Al dibandingkan dengan kultivar yang
sensitif Al.
Ekspresi gen sitrat sintase atau malat dehidrogenase yang diikuti dengan
eksudasi asam organik dapat meningkatan toleransi tanaman terhadap Al (de la
Fuente et al. 1997; Koyama et al. 2000; Anoop et al. 2003). Studi lain dengan
mengekspresikan gen-gen stress umum menghasilkan peningkatan toleransi Al
yang sangat rendah atau peningkatannya tidak reproducible (Delhaize et al. 2001;
Ezaki et al. 2000; Basu et al. 2001). Hal ini menunjukkan bahwa toleransi Al
ditentukan oleh eksudasi asam organik.
Studi lain menunjukkan bahwa tanaman barley yang ditransformasi
dengan gen almt-1, yang diduga menyandi malat transporter, adalah lebih toleran
terhadap Al (Delhaize et al. 2004). Hal ini dapat memberikan informasi bahwa
15
transformasi tersebut dapat meningkatkan eksudasi tanpa memerlukan perubahan
konsentrasi metabolit sitoplasma.
Asam organik mempunyai dua peranan yang sangat penting dalam
menghilangkan toksisitas Al, yaitu penolakan Al melalui pelepasan Al dari akar
dan detoksifikasi Al dalam simplas melalui pengkelatan Al oleh asam organik
sehingga pengaruh racunnya dapat direduksi atau dicegah pada tingkat seluler
(Pellet et al. 1995; Kasim 2000; Anoop et al. 2003). Beberapa senyawa organik
yang dihasilkan oleh tanaman dan dapat mengkelat Al antara lain: asam malat,
asam sitrat, asam oksalat, asam fulfat, asam humat dan fenolat.
Hasil penelitian pada tanaman Cassia tota L. memperlihatkan hubungan
antara eksudasi asam sitrat dengan waktu pemberian Al. Eksudasi asam sitrat
sangat lambat selama empat jam pertama pemberian Al, namun setelah itu
meningkat dengan tajam. Jumlah asam sitrat yang dieksudasi meningkat dengan
penambahan konsentrasi Al yang diberikan secara eksternal (Ma et al. 1998).
Pada tanaman taro (Calocasia esculenta (L.) Schoott) juga banyak
ditemukan asam oksalat. Asam oksalat ini yang membuat tanaman taro toleran
terhadap cekaman Al, karena terjadi pembentukan kompleks Al-oksalat di rizosfir
(Ma & Miyasaka 1998).
Ryan et al. (1995) menunjukkan bahwa efluks malat yang dirangsang oleh
Al dapat merupakan suatu mekanisme toleransi Al yang umum bagi tanaman
gandum. Malat yang dieksudasi akan melindungi tanaman dengan cara mengkelat
dan mendetoksifikasi Al pada bagian yang peka di ujung akar. Bukti yang
mendukung bahwa malat berperan dalam mekanisme toleransi Al adalah: (1)
efluks malat dirangsang secara spesifik oleh Al, (2) malat melindungi bagian
tanaman gandum yang peka Al di ujung akar ketika ditambahkan pada larutan
hara yang telah diberi perlakuan Al, (3) malat yang keluar dari akar dikendalikan
oleh gen yang terdapat pada lokus Almt1. Pada populasi gandum near isogenic,
malat yang dilepaskan oleh genotipe toleran Al lebih tinggi daripada genotipe
yang peka Al. Aktivitas saluran anion yang diakibatkan oleh Al merupakan
mekanisme yang kemungkinan berperan terhadap pelepasan asam organik yang
berlangsung dengan cepat (Delhaize & Ryan, 1995). Ada 3 kemungkinan
mekanisme yang diajukan (Gambar 2), yaitu: (1) Al berinteraksi langsung dengan
16
protein saluran, mengakibatkan konformasinya berubah sehingga waktu
pembukaan saluran menjadi lama; (2) Al berinteraksi dengan reseptor spesifik
pada permukaan membran atau dengan membran itu sendiri, yang selanjutnya
melalui serangkaian kurir sekunder di sitoplasma, merubah aktivitas saluran; (3)
Al masuk ke sitoplasma dan merubah aktivitas saluran secara langsung dengan
jalan menempel ke saluran atau secara tidak langsung melalui suatu lintasan
transduksi sinyal.
Sejumlah studi telah banyak dilakukan untuk mendukung mekanisme
toleransi yang melibatkan asam organik. Ternyata, tidak semua tanaman yang
toleran Al mempunyai mekanisme pertahanan dengan meningkatkan eksudasi
asam organik. Beberapa tanaman yang sensitif Al mempunyai level sekresi asam
organik yang tinggi (Kochian et al. 2004). Tanaman gandum tidak menunjukkan
peningkatan toleransi Al, walaupun efflux asam organik meningkat (Sasaki et al.
2004). Tanaman lain yang resisten Al, tetapi tidak menunjukkan peningkatan
eksudasi asam organik adalah tanaman Brachiaria decumbens (Wenzl et al.
2001).
Gambar 2. Interaksi A13+ dengan saluran yang permeable terhadap efluks malatpada membran plasma (Delhaize & Ryan 1995).
SitoplasmapH 7.0
Luar selpH 4.0 – 5.0
Al3+
K+
1
2
3
Malat2-[Malat : Al]
Penyeimbangperubahan ion
17
Ekspresi Gen-gen yang Diinduksi oleh Cekaman Al
Cekaman Al dapat menginduksi ekspresi beberapa gen tanaman, misalnya
pada gandum dan Arabidopsis, antara lain gen yang menyandikan Metallothionein
Like Protein (MT), Bowman Birk Proteinase Inhibitors (BBPI), Gluthation-S
transferase (GST), Blue Copper Binding Protein (BCB), Superoxide Dismutase
(SOD), Catalase dan Reticuline Oxygen Oxidoreductase (Snowden & Gardner
1993; Richards et al. 1998). Pada gandum, Sasaki et al. (2004) berhasil
mengisolasi gen almt1 yang menyandikan aluminium-activated malate
transporter.
Ezaki et al. (1995) juga berhasil mengisolasi gen-gen tembakau yang
menyandikan GST, Peroxidase (PER) dan GDP Dissociation Proteinase Inhibitors
(GDI) yang diinduksi oleh cekaman Al. Sedangkan Joe et al. (1997) mampu
mengklon gen dari mikroba tanah Arthrobacter viscosus yang tumbuh di
lingkungan tanah masam, disebut ALUI-P, yang berhubungan dengan sifat
toleransi terhadap cekaman aluminum. Dari organisme yeast diperoleh dua gen,
masing-masing ALR1 dan ALR2, dengan fungsi sebagai Mg transporter
(McDiarmid & Gardner, 1998) yang diinduksi oleh cekaman aluminum. Dalam
ekspresinya, semua gen di atas selain diinduksi oleh Al, juga diinduksi oleh
beberapa cekaman lain, seperti logam (Cu, Fe, Zn, Ga, La), cekaman osmotik,
cekaman oksidasi, ozon, pelukaan dan suhu. Fenomena ini menunjukkan bahwa
gen-gen tersebut tergolong gen-gen stress dan tidak bersifat spesifik terhadap
cekaman aluminium. Dari tanaman kedelai, Anwar (1999) berhasil mengklon
fragmen cDNA dari gen-gen kedelai yang toleran terhadap cekaman Al, antara
lain gmali1 (Glycine max aluminum induced), gmali14, gmali49 dan gmali50,
masing-masing menyandikan H+-ATPase membran plasma, protein histon H3,
NADH-dehidrogenase dan Auxin-induced Protein. Semua gen tersebut di atas
terekspresi untuk mempertahankan diri dari cekaman lingkungan.
Pada kultivar gandum yang toleran Al yaitu cv PT741, Hamilton et al.
(2001) telah mengisolasi dua protein 51 kDa yang spesifik diinduksi oleh
aluminium. Sekuen protein tersebut homolog dengan subunit dari H+-ATPase
dan subunit dan ATP sintase mitokondria. Kedua protein tersebut hanya ada
pada kultivar resisten PT741, tetapi tidak ada pada kultivar sensitif. Hal ini
18
menunjukkan bahwa protein tersebut merespon secara spesifik stress Al untuk
mengaktifkan ATP sintase sehingga keseimbangan energi dalam sel dapat
terpelihara.
Peningkatan aktivitas dua enzim jalur pentosa fosfat (glukosa-6-fosfat
dehidrogenase dan 6-fosfoglukonat dehidrogenase) berperanan penting dalam
toleransi gandum terhadap cekaman aluminium (Slaski et al. 1996). Jalur pentosa
fosfat menyediakan senyawa-senyawa intermediet seperti pentosa, eritrosa-4-
fosfat, dan NADPH. Senyawa-senyawa tersebut penting dalam sintesis asam
nukleat, asam amino, dan koenzim.
Penyerapan Aluminium pada Tanaman M. malabathricum L.
Melastoma malabathricum L. merupakan tanaman yang banyak tumbuh
pada tanah asam tropik dan subtropik. Melastoma adalah salah satu tanaman
akumulator Al yang mengakumulasi Al lebih 10 g kg-1 pada daun dan akarnya
(Watanabe et al. 1997, 1998a). Pada daun muda tanaman melastoma mengandung
Al lebih dari 7 g kg-1, ketika daun matang kira-kira mengandung lebih dari 10 g
kg-1 (Watanabe et al. 1997). Mutiasari (2008) melaporkan bahwa pada daun tua
tanaman M. affine D.Don. (sinonim dari M. malabathricum L.) mengandung Al
sekitar 8.81 g kg-1 daun setelah 2 bulan perlakuan. Pada tanaman akumulator Al
lain menunjukkan bahwa tanaman teh (Camellia sinensis (L.) Kuntze) dapat
mengakumulasi Al hingga 30 g kg-1 pada daun tua dan hingga 0.6 g kg-1 pada
daun muda (Matsumoto et al. 1976), daun Hydrangea macrophylla
mengakumulasi Al sebesar 3 g kg-1 (Ma et al. 1997a), dan pada Buckwheat
(Fagopyrum esculentum Moench. cv. Jianxi) yang mendapat perlakuan 50 M Al
selama 10 hari dapat mengakumulasi Al di daun mencapai 0.45 g kg-1 (Ma et al.
1997b).
Banyak studi tentang mekanisme toksisitas dan toleransi Al telah
dilakukan. Untuk mencegah toksisitas Al, tanaman melakukan mekanisme ekslusi
dan mekanisme toleransi internal. Dalam mekanisme ekslusi, Al didetoksifikasi
dengan mengeksudasi senyawa-senyawa organik yang dapat mengikat Al.
Sedangkan dalam mekanisme toleransi internal, Al didetoksifikasi setelah Al
diserap tanaman. Bentuk-bentuk kimia Al dalam spesies tanaman toleran Al telah
19
diidentifikasi menggunakan spektroskopi Nuclear Magnetic Resonace (NMR).
Bentuk Al pada daun Melastoma malabathricum L. adalah Al3+, Al-oksalat, Al-
(oksalat)2, dan Al-(oksalat)3 (Watanabe et al. 1998a). Bentuk Al utama yang
terakumulasi adalah Al-catechin di daun teh (Nagata et al. 1992), Al-sitrat di daun
Hydrangea macrophylla (Ma et al. 1997a), dan Al-(oksalat)3 di daun buckwheat
(Ma et al. 1998b). Akan tetapi, mekanisme penyerapan Al pada tanaman
akumulator Al masih dipelajari, dan belum jelas apakah tanaman akumulator Al
mempunyai mekanisme penyerapan Al khusus. Dalam buckwheat (Ma & Hiradate
2000), tanaman teh (Morita et al. 2004) dan Melastoma malabathricum
(Watanabe & Osaki 2001), Al diangkut dari akar ke pucuk dalam bentuk
kompleks Al-sitrat. Jadi, asam organik dengan berat molekul kecil memainkan
peranan penting dalam detoksifikasi internal pada jaringan tanaman dan transport
Al dari akar ke pucuk melalui pembentukan kompleks asam organik dalam spesies
tanaman akumulator Al.
Kinetika penyerapan Al menunjukkan pola bifase, dengan suatu fase awal
yang cepat (fase non-linear) diikuti oleh fase lambat (fase linear). Dalam fase non-
linear, sebagian besar terjadi akumulasi pasif dalam apoplas sedangkan dalam fase
linear, terjadi penyerapan melintasi membran plasma. Pola penyerapan Al dalam
akar melastoma, tidak banyak berbeda pada barley atau beberapa tanaman non-
akumulator Al, hanya kecepatannya berbeda, misalnya kecepatan penyerapan Al
ke dalam fraksi simplas akar pada fase linear dalam melastoma (3 – 72 jam)
sekitar 1,5 kali lebih tinggi daripada barley (1 – 24 jam) (Watanabe et al. 2001).
Melastoma memelihara kecepatan penyerapan Al yang tinggi ke dalam
simplas dalam periode yang lama, sedangkan pada barley, penyerapan Al dalam
fraksi simplas berhenti pada fase awal, dan akhirnya Al simplas dari melastoma 4
kali lebih tinggi dibandingkan barley pada 168 jam dari awal perlakuan Al
(Watanabe et al. 2001). Hal ini menunjukkan bahwa simplas akar Melastoma
mempunyai kapasitas yang lebih tinggi untuk menahan Al sehingga dapat
menginduksi sejumlah Al untuk ditransport dari akar ke pucuk melastoma.
Menurut Watanabe & Osaki (2001) bahwa transport Al dari akar ke pucuk
Melastoma berada dalam bentuk kompleks Al-sitrat. Oleh karena itu, ketika Al
masuk ke dalam simplas akar, Al secara jelas meningkatkan aktivitas enzim Sitrat
20
sintase di akar yang berperanan mensintesis asam sitrat (Watanabe et al. 2005).
Rengel (1996) memprediksi bahwa hiperakumulasi Al dalam tanaman akumulator
terjadi karena adanya kapasitas internal untuk mendetoksifikasi dan/atau
menyimpan Al daripada meningkatkan kecepatan transport Al ke simplas.
Akumulasi Al di pucuk melastoma teramati setelah 24 jam aplikasi Al dan
selanjutnya meningkat dengan kecepatan tetap (Watanabe et al. 2001). Tingginya
konsentrasi Al pada daun muda menunjukkan adanya distribusi Al dari daun tua
ke daun muda, hal ini ditunjukkan oleh perbedaan konsentrasi Al antara daun
termuda dan tertua tidak besar (Watanabe et al. 1997).
Pada pucuk melastoma, akumulasi Al nyata terdeteksi dalam 24 jam
setelah aplikasi Al, tetapi konsentrasi oksalat di pucuk tidak berubah, yang
menunjukkan bahwa kompleks Al-oksalat bukan merupakan bentuk utama untuk
translokasi dari akar ke pucuk (Watanabe et al. 2001).
Pengaruh yang Ditimbulkan oleh Penyerapan Aluminium padaTanaman M. malabathricum
Sintesis Asam Organik
Konsentrasi sitrat dalam xilem Melastoma malabathricum meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi Al, sedangkan konsentrasi malat, suksinat, dan
-ketoglutarat menurun (Watanabe & Osaki 2002b). Oksalat yang merupakan
sebuah ligan Al pada daun Melastoma malabathricum, tidak terdeteksi dalam
xilem yang diperlakukan atau tidak diperlakukan dengan Al (Watanabe & Osaki
2002a). Pada akumulator Al lainnya, buckwheat (Fagopyrum esculentum),
konsentrasi sitrat selalu tinggi dalam xilem, dan dengan perlakuan Al tidak
berpengaruh pada konsentrasi sitrat dan malat dalam xilem (Ma & Hiradate 2000).
Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan respon metabolisme asam organik
terhadap Al memungkinkan M. malabathricum mempunyai kemampuan
mengkumulasi Al pada pucuk lebih besar dibandingkan dengan buckwheat (Li-
Song 2006). Perlakuan Al meningkatkan kandungan sitrat dan oksalat pada daun
M. malabathricum (Watanabe & Osaki 2002a), sedangkan pada buckwheat
kandungan oksalat hampir sama ditemukan pada daun yang diperlakukan atau
tanpa diperlakukan dengan Al (Ma et al. 1998).
21
Asam oksalat terlibat dalam memberikan kemampuan internal M.
malabathricum untuk menyimpan Al (Watanabe et al. 1998a). Di akar,
konsentrasi oksalat dalam fraksi simplas menurun sampai 24 jam setelah aplikasi
Al dan setelah itu meningkat secara berkala. Sedangkan di pucuk, akumulasi Al
adalah nyata yang terdeteksi 24 jam setelah aplikasi Al, tetapi konsentrasi oksalat
di pucuk tidak berubah, yang menunjukkan bahwa kompleks Al-oksalat bukan
merupakan bentuk utama untuk translokasi Al dari akar ke pucuk (Watanabe et al.
2001).
Penurunan konsentrasi oksalat hingga 24 jam setelah aplikasi Al dalam
fraksi simplas diikuti dengan peningkatan konsentrasi oksalat dalam fraksi
apoplas. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi oksalat dalam
fraksi apoplas disebabkan oleh peningkatan eksudasi oksalat melintasi membran
plasma menuju apoplas (Watanabe et al. 2001).
Asam sitrat merupakan ligan yang digunakan untuk translokasi Al dari
akar ke pucuk (Watanabe & Osaki 2001). Konsentrasi sitrat meningkat dalam
simplas ketika Melastoma malabathricum diperlakukan dengan Al. Peningkatan
ini terjadi karena adanya penetrasi Al ke dalam simplas setelah 3 jam perlakuan.
Hal ini menunjukkan bahwa induksi sitrat sintase terjadi ketika Al masuk ke
dalam simplas. Walaupun konsentrasi sitrat dalam apoplas sedikit meningkat
dengan perlakuan Al, namun demikian masih lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi sitrat dalam simplas (Watanabe et al 2005). Berdasarkan penjelasan di
atas, ada dua senyawa kompleks Al-kelat dalam Melastoma malabathricum
dengan fungsi yang berbeda, yaitu Al-oksalat (bentuk Al dalam daun, sebagai
akumulator) dan Al-sitrat (bentuk yang digunakan dalam translokasi dari akar ke
pucuk) (Watanabe & Osaki 2002a; Watanabe et al. 2005).
Peranan asam organik dalam melastoma dapat diringkas pada Gambar 3.
Asam oksalat mempunyai dua fungsi, yaitu (1) melarutkan fosfat yang tidak
terlarut (aluminium fosfat) dalam rizosfir, dan (2) bertindak sebagai ligan untuk
akumulasi Al di daun (Watanabe et al. 1998a). Karena daerah pertukaran kation
pada akar melastoma mempunyai kapasitas dan afinitas tinggi terhadap Al
(Watanabe et al. 2001), maka daerah dinding sel pada permukaan akar
mengabsorbsi Al dari kompleks Al-oksalat, dan meninggalkan sejumlah besar
22
oksalat dalam rizosfir (Watanabe & Osaki 2002). Melastoma dapat menurunkan
pH rizosfir ketika mengabsobsi NH4, yang merupakan sumber nitrogen anorganik
utama pada banyak tanah asam (Watanabe et al. 1998b). Aluminium yang
diadsorbsi pada daerah pertukaran kation akar dan Al yang membentuk kompleks
Al-oksalat pada permukaan akar dapat dilarutkan oleh penurunan pH di daerah
rizosfir. Ion Al yang diabsorbsi oleh akar membentuk kompleks dengan sitrat
untuk translokasi dalam xilem. Dalam daun, Al mengubah ligan dari sitrat ke
oksalat atau menjadi bebas (Watanabe & Osaki 2002).
Kompartementasi
Analisis NMR menunjukkan bahwa sejumlah besar Al monomerik yang
terdapat pada daun Melastoma malabathricum, didistribusikan pada beberapa
bagian yang mempunyai suasana asam, seperti vakuola (Watanabe et al. 1998a).
Sedangkan dalam buckwheat, lebih dari 80% dari total Al ada dalam protoplas
dan telah diidentifikasi sebagai Al-oksalat dengan rasio molar 1:3. Oksalat dan Al
Gambar 3. Peranan asam organik dalam pertumbuhan melastoma (Watanabe danOsaki 2002). (a) Oksalat melarutkan aluminium fosfat yang tidak larut.(b) Al diadsorbsi pada daerah pertukaran kation akar. Pengasamandaerah rizosfir akar melepaskan Al dari daerah pertukaran kation dandari kompleks Al-oksalat. Al yang terlepas diabsorbsi oleh akar. (c) Alyang terabsorbsi membentuk kompleks dengan sitrat dan (d) diangkutke pucuk melalui xilem. (e) Dalam daun, Al mengganti ligan sitratmenjadi ligan oksalat atau menjadi bebas (Watanabe dan Osaki 2002).
SenyawaOrganik
OksalatOksalat
Oksalat
Sitrat
Sitrat
Sitrat
23
dalam protoplas dilokalisasi dalam vakuola (Shen et al. 2002). Selain itu, Al juga
dilokalisasi dalam sel-sel epidermis daun dari beberapa tanaman akumulator Al,
antara lain: tanaman teh (Watanabe & Osaki 2002a), dan Melastoma
malabathricum (Watanabe et al. 1998a). Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel
epidermis yang tidak terlibat langsung dalam fotosintesis merupakan situs
akumulasi Al pada tanaman akumulator Al (Watanabe & Osaki 2002a).
Kompartementasi dan bentuk Al di daun dari beberapa tanaman akumulator Al
ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kompartementasi dan bentuk Al di daun dari beberapa tanaman akumulator Al.
Sumber: Li-Song (2006)
H+-ATPase Membran Plasma
Transport hara masuk ke dalam tanaman merupakan suatu proses aktif
yang memerlukan energi dari metabolisme. Transport hara melintasi membran
plasma digerakkan oleh pompa proton (H+-ATPase) yang tertanam dalam
membran plasma, sehingga dapat menciptakan perbedaan potensial listrik dan
gradien pH antara kedua sisi membran yang diperlukan oleh transporter sekunder
yang aktivitasnya secara langsung tergantung pada proton motive force. Enzim ini
disandikan oleh gen berukuran besar dan mempunyai beberapa isoform yang
terekspresi pada berbagai tipe sel dan jaringan. Tanaman yang ditransformasi
dengan gen H+-ATPase membran plasma dapat memperbaiki pertumbuhan pada
pH rendah selama perkembangan kecambah (Young et al. 1998).
H+-ATPase membran plasma berbeda dengan V-type dan F-type H+-
ATPase pada vakuola dan membran–dalam mitokondria dalam hal biokimia,
Spesies Tanaman Lokalisasi Bentuk Al(ratio molar) Pustaka
Teh Epidermis Al-katekin Nagata et al. 1992R. grandis Epidermis, vakuola,
kloroplas- Cuenca et al. 1991
Buckwheat Vakuola Al-oksalat (1:3), Al-sitrat (1:1)
Shen et al. 2002; 2004
Hydrangea - Al-sitrat (1:1) Ma et al. 1997b
M. malabathricum Epidermis, mesofil Al monomerik, Al-oksalat (1:1, 1:2, 1:3)
Watanabe & Osaki2002a; Watanabe et al.1998a
24
organisasi subunit, dan mekanisme aksinya. H+-ATPase membran plasma
tanaman merupakan polipeptida tunggal sekitar 100 kDa yang membentuk status
transisi kovalen enzim – fosfat selama siklus reaksi (Briskin & Poole 1983a,
1983b; Vara & Serrano 1982). Oleh karena itu, enzim ini diklasifikasikan sebagai
P-type ATPase (untuk mencerminkan adanya bentuk E – P). P-type ATPase
membentuk famili besar pompa kation yang (a) membentuk siklus reaksi
intermediet aspartil fosfat, (b) dihambat oleh vanadate, dan (c) mempunyai
beberapa domain (Axelsen & Palmgren 1998; Lutsenko & Kaplan 1995; Moller et
al. 1996). ATPase lain yang termasuk famili ini adalah H+-ATPase membran
plasma fungi; Na+/K+-ATPase hewan; H+/K+-ATPase lambung; Ca2+-ATPase
pada retikulum sarkoplasmik dan pada membran plasma, membran vakuola,
retikulum endoplasma tanaman, fungi dan hewan; logam berat ATPase pada
bakteri dan eukariot; dan K+-ATPase bakteri. Pada semua ATPase tersebut,
sekuen asam amino di sekitar residu aspartat yang terfosforilasi mempunyai
sekuen terkonservasi, yaitu: DKTGT[L/I/V/M][T/I] (D adalah residu terfosfo-
rilasi). Motif ini dapat digunakan sebagai penanda untuk mengidentifikasi P-type
ATPase (Palmgren 2001).
Pompa proton pada membran plasma yang tergantung ATP mempunyai
fungsi sentral dalam regulasi homeostasis ion dalam sitosol. Enzim ini disandi
oleh multigene family (Portillo 2000; Arango et al. 2003) dan ekspresi dari
beberapa isogen secara berbeda diregulasi menurut tipe jaringan dan tahap
perkembangan (Oufattole et al. 2000). Banyak studi telah menunjukkan
perubahan ekspresi gen H+-ATPase membran plasma dalam merespon berbagai
faktor lingkungan, antara lain adalah stress garam (Binzel 1995), dehidrasi
(Surowy & Boyer 1991), kondisi cahaya (Harms et al. 1994), perlakuan hormon
secara eksternal (Frias et al. 1996), regulasi pH intraseluler dan perluasan sel
(Serrano 1989; Sussman 1994; Michelet & Boutry 1995; Palmgren 1998).
Aktivitas H+-ATPase membran plasma diatur secara pasca-transkripsi pada level
protein terutama melalui fosforilasi reversibel (Schaller & Sussman 1988; Portillo
2000). Pengaturan aktivitas enzim terjadi pada domain autoinhibitory pada daerah
C-terminal enzim tersebut (Jahn et al. 1997; Oecking et al. 1997; Baunsgaard et
al. 1998; Camoni et al. 1998; Palmgren 2001). Pada tahap aktivitas rendah, ujung
25
C-terminal berinteraksi dengan daerah katalitik enzim, yang membatasi
aktivitasnya (Portillo, 2000). Banyak data telah menunjukkan bahwa aktivasi H+-
ATPase membran plasma tanaman terjadi melalui fosforilasi Thr-948 pada enzim,
yang diikuti pengikatan protein 14-3-3 (Svennelid et al. 1999). Hal ini
menyebabkan ujung C-terminal menjadi tidak berinteraksi dengan bagian
katalitiknya dan mengaktivasi H+-ATPase membran plasma (Palmgren 2001;
Arango et al. 2003). Defosforilasi protein enzim dilakukan oleh fosfatase spesifik
termasuk PP2 dan diikuti oleh pelepasan protein 14-3-3 dari kompleks, dan
menginaktivasi H+-ATPase membran plasma.
Peranan Fisiologi H+-ATPase Membran Plasma
Transport sekunder
Peranan utama H+-ATPase membran plasma adalah mengaktivasi
transport sekunder. Sebagai contoh, absorbsi mineral dari tanah dapat terjadi
melawan gradien konsentrasi dengan mengandalkan energi dari gradien
elekrokimia yang dihasilkan oleh H+-ATPase (Gambar 4). Keluar masuknya hara
dalam sel dapat melalui transporter sekunder, yaitu carrier dan channel.
Gambar 4. Transport primer dan sekunder melintasi membran plasma. Gradienelektrokimia yang dihasilkan oleh H+-ATPase digunakan oleh transportersekunder (Channels & carries) untuk memindahkan ion dan senyawaorganik melintasi membran plasma (Morsomme & Boutry 2000).
Carriers
H+Simport
Antiport
Uniport
H+
Kation Anion Air
Channels
- +- +- +
H+
ATP
ADP+ Pi
H+-ATPasemembran plasma
26
Transporter carrier dapat bekerja secara simport atau antiport dengan proton, atau
secara uniport, sedangkan transporter channel dapat berupa channel kation, anion,
maupun air.
Gradien elektrokimia yang diciptakan oleh H+-ATPase juga memberikan
energi yang diperlukan untuk transport senyawa-senyawa organik. Sebagai
contoh, banyak simport gula/proton dan asam amino/proton telah teridentifikasi.
Protein yang telah dikarakterisasi dengan baik adalah transporter sukrosa yang
terlibat dalam pengangkutan gula dari apoplas jaringan sumber menuju pembuluh
floem (Palmgren 2001).
Toleransi garam
Toleransi garam tergantung pada transporter sekunder. Garam merupakan
zat yang toksik bagi sel-sel tanaman. Untuk mencegah akumulasinya dalam
sitosol, tanaman telah mengembangkan berbagai mekanisme yang melibatkan
transport sekunder. Suatu respons terhadap akumulasi ion-ion toksik dalam sitosol
adalah kompartementasi ion-ion toksik ke dalam vakuola, sedangkan respons
yang lain adalah ekstrusi ion-ion toksik keluar dari sel (Serrano 1996; Bressan et
al. 1998). Kedua mekanisme ini melibatkan antiport Na+/H+ dan aktivasinya
diduga oleh transporter proton utama pada membran plasma dan vakuola. Selama
stres garam, mRNA dari H+-ATPase terakumulasi selain pada akar maupun daun
Atriplex nummularia, juga pada kultur sel-sel tembakau (Niu et al. 1993a, 1993b).
Selain akumulasi mRNA, stres garam juga menstimulasi enzim tertentu yang
diamati pada sel-sel tembakau (Niu et al. 1996) dan tanaman rawa berkadar garam
tinggi, Spartina (Wu & Seliskar 1998).
Pembukaan dan penutupan stomata
Pembukaan dan penutupan stomata terjadi karena pembesaran dan
pengecilan sel-sel penjaga, akibat dari aliran ion dan air melalui channel spesifik
(Kearns & Assmann 1993). Signal-signal lain yang dapat meregulasi pembukaan
stomata adalah CO2, kelembaban, cahaya, toksin fungi, dan hormon. Signal-signal
tersebut mempengaruhi aktivitas H+-ATPase dan mengakibatkan terjadinya
penyerapan air, peningkatan turgor dan pembesaran sel. Peranan H+-ATPase
dalam mekanisme ini selain untuk menyediakan potensial elektrokimia yang
27
diperlukan selama pergerakan ion, tetapi juga untuk mengontrol
pembukaan/penutupan pintu channel. Hal ini menjelaskan tingginya ekspresi gen
penyandi H+-ATPase pada sel-sel penjaga (Becker et al. 1993). Selain itu,
aktivitas H+-ATPase juga terlibat dalam fenomena yang berhubungan dengan
turgor lain seperti pergerakan daun (Cote 1995).
Pembesaran sel
Penurunan pH medium eksternal yang disebabkan oleh pengaktivan H+-
ATPase membran plasma menginisiasi perluasan seluler (Rayle & Cleland 1992;
Cosgrove 1997). Mekanisme ini berasosiasi dengan auksin, suatu hormon yang
dapat mengaktivasi H+-ATPase dengan mekanisme yang belum diketahui.
Menurut teori, penurunan pH apoplastik mengakibatkan proses perenggangan
dinding sel (Fry et al. 1992; McQueen-mason et al. 1992) dan hiperpolarisasi
membran plasma yang menginduksi penyerapan K+ (Claussen et al. 1997).
Penyerapan ini menyebabkan perubahan osmotik yang kemudian diikuti
masuknya air melalui akuaporin membran plasma, sehingga terjadi pemanjangan
sel (Maurel 1997).
Struktur H+-ATPase Membran Plasma
P-type ATPase disamping membentuk kompleks heterosubunit seperti
Na+,K+-ATPase dan H+,K+-ATPase, yang tersusun dari -subunit katalitik dan -
subunit glikosilasi, juga membentuk subunit tunggal (single subunit) seperti Ca2+-
ATPase membran plasma dan H+-ATPase membran plasma pada tanaman dan
fungi. Meskipun demikian, semua P-type ATPase mempunyai subunit katalitik
sekitar 100 kDa. Sifat molekuler H+-ATPase membran plasma tampak nyata
setelah dilakukan purifikasi polipeptida 100 kDa dari fungi Schizosaccharomyces
pombe, Saccharomyces cerevisiae dan Neurospora crassa yang mampu
membentuk -aspartyl phosphate intermediate dan terjadi aktivitas pemompaan
proton yang tergantung ATP (Rao & Slayman 1993).
Analisis hidropati dan analisis asam amino yang berada diantara domain
N-terminal dan C-terminal menunjukkan bahwa H+-ATPase membran plasma
mempunyai model 10 transmembran (Gambar 5), walaupun model 8 atau 12
28
transmembran pernah diusulkan (Moller et al. 1996; Serrano 1989; Sussman
1994; Rao & Slayman 1993; MacLennan et al. 1997). Kontroversi mengenai
jumlah transmembran telah diamati lebih lanjut berdasarkan analisis peta tiga
dimensi H+-ATPase membran plasma dari N. crassa dengan menggunakan
kristalografi elektron dua dimensi (Auer et al. 1988). Data tersebut menunjukkan
bahwa H+-ATPase membran plasma mempunyai 10 heliks transmembran dan
empat domain sitoplasmik. H+-ATPase membran plasma pada Arabidopsis AHA2
(Gambar 5) juga menunjukkan 10 heliks transmembran dan empat domain
sitoplasma (N-terminal, loop kecil sitoplasma, loop besar sitoplasma, dan C-
terminal) yang dibagi menjadi empat daerah fungsional, yaitu daerah A [amino-
terminal], daerah P [phosphorilation site], daerah N [nucleotide binding site] dan
daerah R [regulatory domain] (Palmgren 2001).
Fungsi spesifik daerah N-terminal H+-ATPase membran plasma belum
diketahui. Daerah loop kecil dan besar sitoplasma H+-ATPase membran plasma
Gambar 5. Skema H+-ATPase membran plasma AHA2. Beberapa domain enzim (A,P, N, dan R) ditunjukkan oleh bagian yang diwarnai. M menunjukkanposisi transmembran 1 – 10. R-I: Region I; R-II: Region-II; 14-3-3: Situspengikatan protein 14-3-3 (Palmgren 2001).
DaerahN-terminal
Loop kecilsitoplasma
Loop besarsitoplasma
DaerahC-terminal
29
mengandung motif sekuen yang terkonservasi pada semua H+-ATPase membran
plasma tanaman (Gambar 5). Daerah loop kecil sitoplasma dari Na+,K+-ATPase
dan Ca2+-ATPase terlibat dalam perubahan konformasi selama silus katalitik
(Lutsenko & Kaplan 1995). Mutan tertentu pada loop kecil H+-ATPase yeast
menyebabkan ketidaksempurnaan dalam hubungan antara transport proton dan
hidrolisis ATP (Wach et al. 1996; Wang et al. 1996). Daerah ini mengandung
motif sekuen TGES (Gambar 6) yang terkonservasi pada semua pompa proton.
Sekuen ini berperanan dalam aktivitas fosfatase. Daerah loop besar sitoplasma
mengandung residu aspartat yang terfosforilasi selama siklus katalitik (Briskin &
Poole 1983a, 1983b) dan domain yang mengikat ATP yang teridentifikasi
berdasarkan kesamaan sekuen dengan P-type ATPase lain dan berdasarkan
pelabelan dengan fluorescein-5-isothiocyanat (Pardo & Slayman 1988). Motif
sekuen yang terkonservasi di daerah ini adalah CSDKTGTLT yang berperanan
dalam fosforilasi dan transduksi sinyal dan KGAP, DPPR, TGD, serta
TGDGVNDAPSLKKADTGIA yang berperanan dalam pengikatan ATP (Gambar
7). Bentuk ATP yang diikat dalam motif ini adalah Mg-ATP yang merupakan
substrat dari H+-ATPase membran plasma (Gambar 7). Daerah C-terminal dari
H+-ATPase yeast mempanyai fungsi regulator (Eraso & Portillo 1994) dan
berperanan sebagai domain auto-inhibitor pada tanaman (Palmgren et al. 1990;
Palmgren et al. 1991).
NH2DaerahN-terminal Loop kecil
sitoplasma
Loop besarsitoplasma
COOH
DaerahC-terminal
MembraneSitosol
Luar sel
I
II
III
IVV
VI
Gambar 6. Motif sekuen yang terkonservasi pada loop kecil dan besar sitoplasmaH+-ATPase membran plasma N. plumbaginifolia PMA2 (Portillo, 2000).
30
Informasi mengenai domain transmembran yang terlibat dalam transport
kation telah dipelajari dari studi Ca2+-ATPase retikulum sarkoplasmik dan Na+,
K+-ATPase, dimana transmembran 4, 5, dan 6 terlibat dalam transport kation
(MacLennan et al. 1997; Jorgensen et al. 1998). Sedangkan menurut Kühlbrandt
et al. (2002), transmembran yang terlibat dalam transport kation adalah
transmembran 1, 2, 4, dan 5 (Gambar 8).
Siklus Katalitik
Siklus katalitik yang diusulkan untuk H+-ATPase membran plasma
mengacu pada model terakhir dari Na+,K+-ATPase dan Ca2+-ATPase. Skema
umum siklus reaksi H+-ATPase membran plasma seperti yang ditampilkan pada
Gambar 8 menunjukkan bahwa enzim mempunyai dua status konformasi yang
berbeda, yaitu E1 dan E2. Kedua konformasi tersebut mempunyai perbedaan
afinitas kation yang ditranslokasi.
Pompa proton diaktivasi oleh fosforilasi reversibel dari domain
autoinhibitor R. Pada keadaan H+-ATPase E1 terbuka, proton mempunyai akses
pada situs pengikatan proton pada domain M. Pengikatan proton menyebabkan
perubahan konformasi yang dipancarkan melalui transmembran 4 dan 5 (M4 dan
Gambar 7. Situs pengikatan Mg-ATP (substrat H+-ATPase membran plasma) padaloop besar sitoplasma yang melibatkan motif III, IV, V, dan VI (Serrano1989).
Adenin
Ribosa
31
M5) menuju domain fosforilasi ATPase dan N-terminal (P dan A) sehingga terjadi
reorientasi struktur domain-domain tersebut. Domain A menarik transmembran 2
(M2) menuju suatu posisi yang memblok jalur proton pada situs pengikatannya di
membran. Fosforilasi Asp378 pada domain P menurunkan afinitas situs pengikatan
proton pada membran sehingga proton dilepaskan keluar sel. Enzim kemudian
kembali pada keadaan E1 melalui keadaan E2, dan memulai siklus pemompaan
proton berikutnya. Vanadate, suatu inhibitor P-type ATPase, memblok enzim
pada bentuk E2. Jika hara yang masuk dikurangi, maka domain autoinhibitor R
mengalami defosforilasi dan menyerang domain N yang menyebabkan domain N
tidak mampu mengantarkan ATP pada situs fosforilasinya (Kühlbrandt et al.
2002).
Gambar 8. Siklus reaksi H+-ATPase membran plasma. R: domain regulator; N: domainnukleotida; P: domain fosforilasi ATPase; A: domain N-terminal; M: domaintransmembran. E1-P dan E2-P keadaan intermediet, enzim mengalamifosforilasi (Kühlbrandt et al. 2002).
R terfosforilasi
R terdefosforilasi
sitoplasma
membran
luar sel
inaktif
32
Regulasi Enzim
Substrat enzim H+-ATPase membran plasma adalah MgATP. Pada
tanaman, Km untuk MgATP bervariasi antara 0.3 dan 1.4 mM, pH optimum
sekitar 6.6 dan aktivitasnya berkisar 1-2 μmol Pi/min/mg (Morsomme & Boutry
2000). Karena enzim ini mempunyai banyak peranan fisiologi, maka kebutuhan
akan ATP menjadi tinggi sehingga regulasi enzim ini terjadi sangat ketat.
Aktivitas H+-ATPase membran plasma diregulasi oleh daerah ujung C-
terminal (domain regulatori C-terminal, R-domain) sehingga domain ini disebut
sebagai autoregulator. Studi yang dilakukan dengan penghilangan fragmen C-
terminal H+-ATPase dengan protease menunjukkan peningkatan aktivitas H+-
ATPase (Palmgren et al. 1990; Palmgren et al. 1991). Hal ini menunjukkan
bahwa modifikasi pasca-translasi secara in vivo menyebabkan R-domain tidak
terikat pada situs pengikatannya dan terjadi peningkatan afinitasnya terhadap ligan
(Palmgren 1991). Beberapa bukti telah menjelaskan mekanisme molekuler yang
melibatkan R-domain yang dapat mengaktivasi H+-ATPase membran plasma.
Aktivitas enzim ini melibatkan protein 14-3-3, yang merupakan protein regulator
yang mengikat sejumlah besar protein target dalam organisme eukariot (Chung et
al 1999; Finnie et al. 1999; Fu et al. 2000). Protein 14-3-3 hanya akan terikat pada
residu Ser (Muslin et al. 1996; Yaffe et al. 1997) atau Thr (Fuglsang et al. 1999;
Maudoux et al. 2000; Svennelid et al. 1999) yang mengalami fosforilasi pada
situs target pengikatan 14-3-3. Pengikatan protein ini dengan R-domain terjadi
secara langsung (Fullone et al. 1998; Jahn et al. 1997; Oecking et al. 1997).
Fosforilasi residu Thr pada R-domain (Thr948 pada H+-ATPase bayam, Thr947
pada H+-ATPase Arabidopsis AHA2, dan Thr955 pada H+-ATPase N.
plumbaginifolia PMA2) menyebabkan pembentukan situs pengikatan protein 14-
3-3 (Fuglsang et al. 1999; Maudoux et al. 2000; Svennelid et al. 1999).
Pengikatan protein 14-3-3 pada R-domain distabilkan oleh penambahan
fusicoccin. Fusicoccin menginduksi pengikatan protein 14-3-3 dengan R-domain
tanpa melibatkan fosfotreonin, tetapi pengikatannya kurang kuat.
Pengikatan protein 14-3-3 pada R-domain dapat mengaktivasi protein H+-
ATPase (Baunsgaard et al. 1998; Maudoux et al. 2000; Svennelid et al. 1999).
Residu treonin yang berada pada posisi R-domain adalah residu yang mengalami
33
fosforilasi dan menjadi target pengikatan protein 14-3-3. Fosfotreonin yang
terbentuk diproteksi dari defosforilasi oleh protein 14-3-3 (Olsson et al. 1998).
Agar protein ini menjadi tidak aktif, residu terfosforilasi pada R-domain
mengalami defosforilasi oleh protein fosfatase.
Pengaruh Logam terhadap Aktivitas Enzim
Kerusakan sistem membran sel, khususnya membran plasma, adalah salah
satu akibat utama dari aksi keracunan logam berat pada tanaman. Kerusakan
integritas membran merupakan efek dari interaksi antara logam berat dengan
gugus fungsional membran. Ion-ion logam dengan mudah dapat berikatan dengan
gugus sulfhidril protein dan bagian hidroksil dari fosfolipid (Devi & Prasad 1999).
Ion-ion tersebut juga dapat mengganti ion-ion kalsium pada membrane sel
(Breckle & Kahle 1991). Semua peristiwa di atas dapat meningkatkan
permiabilitas membran dan dapat menurunkan aktivitas transport spesifik
sehingga merubah homeostasis ionik dan aktivitas banyak enzim penting untuk
metabolisme sel dasar.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa aktivitas enzim menurun
ketika mengalami stres logam berat (Kennedy & Gonsalves 1989; Fodor et al.
1995). Penurunan disebabkan karena logam dapat menyebabkan defosforilasi
protein H+-ATPase membran plasma (Janicka-Russak et al. 2008).
Fungsi membran plasma dengan cepat berubah oleh adanya logam berat
dengan konsentrasi tinggi dalam lingkungan. Gejala pertama kerusakan membran
oleh logam berat adalah peningkatan permiabilitas membran (Fodor et al. 1995)
yang akibatnya dapat mengganggu keseimbangan ionik sel. Hal ini terutama
disebabkan oleh perubahan komposisi lipid membran dan kejenuhan asam
lemaknya (de Vos et al. 1993). Aksi logam yang lebih kompleks yang mencakup
berbagai peristiwa, antara lain oksidasi dan ikatan silang gugus tiol dari protein,
menyebabkan penghambatan protein kunci di membran (Harms et al. 1994).
Salah satu dari enzim-enzim di membran yang berubah pada tanaman yang
distres dengan logam adalah H+-ATPase membran plasma, suatu pompa proton
yang bekerja pada membran plasma dan berperanan penting dalam regulasi
homeostasis ion. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas hidrolitik H+-ATPase pada
34
akar tanaman yang berbeda dihambat oleh Cd (Kennedy & Gonsalves 1989;
Fodor et al. 1995) atau Cu (Burzyński & Kolano 2003). Perlakuan singkat
mentimun dengan Cd atau Cu menurunkan hidrolisis ATP pada membran plasma
sel-sel akar. Selanjutnya, transport proton yang tergantung ATP pada membran
yang diisolasi dari akar yang distres dengan logam juga dihambat dengan cara
yang sama. Pengaruh logam pada aktivitas hidrolitik dan transport tergantung
pada konsentrasinya dalam larutan hara dan berkorelasi baik dengan akumulasi
dalam simplas sel.
Toksisitas logam berat dapat disebabkan oleh perubahan bentuk membran
akibat perubahan kandungan lipidnya (Burzyński & Kolano 2003). Ros et al.
(1992) dan Fodor et al. (1995) telah menunjukkan bahwa kejenuhan asam lemak
pada membran tanaman yang ditumbuhkan pada media yang mengandung logam
mengalami peningkatan, sedangkan level sterol secara signifikan mengalami
penurunan. Komposisi lipid dan fluiditas membran merupakan salah satu faktor
yang dengan nyata meregulasi H+-ATPase membran plasma (Hernandez et al.
2002). Oleh karena itu, inaktivasi pompa proton dapat disebabkan oleh perubahan
membran plasma akibat induksi logam.
Penghambatan H+-ATPase membran plasma pada sel-sel akar dibawah
stres logam berat dapat dihasilkan dari perubahan level transkripsi dan translasi.
H+-ATPase membran plasma disandi oleh famili multigen karena ekspresi dari
beberapa isoform secara differensial diregulasi oleh berbagai stres lingkungan.
Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa logam berat dapat mempengaruhi
aktivitas pompa proton melalui perubahan ekspresi gen spesifik (Janicka-Russak
et al. 2008).
Bukti telah ditunjukkan bahwa aktivitas H+-ATPase membran plasma
dengan cepat diatur melalui mekanisme fosforilasi/defosforilasi (Kłobus &
Janicka-Russak 2004; Janicka-Russak & Kłobus 2006). Aktivasi enzim terjadi
karena forforilasi yang diikuti oleh pengikatan protein 13-3-3, sedangkan
defosforilasi H+-ATPase oleh fosfatase spesifik termasuk PP2, dan pelepasan
protein 14-3-3 dari kompleks, menginaktivasi enzim. Perubahan pompa proton
membran plasma di bawah kondisi logam berat terjadi karena defosforilasi protein
enzim. Adanya kalsium dalam larutan tidak mempengaruhi aksi logam terhadap
fosforilasi H+-ATPase.
35
Terjadinya fosforilasi protein tergantung pada jumlah ATP dalam sel. ATP
mutlak diperlukan oleh H+-ATPase membran plasma untuk mengangkut proton
sehingga jumlahnya dalam jaringan merupakan satu dari beberapa faktor
pembatas tingkat aktivitas enzim H+-ATPase membran plasma. Perlakuan logam
dapat menurunkan jumlah ATP di jaringan akar, yang menunjukkan bahwa selain
intensitas fosforilasi H+-ATPase membran plasma, level ATP juga merupakan
faktor penting dalam deaktivasi enzim ketika terjadi stres logam berat. Sumber
utama ATP di jaringan akar adalah respirasi mitokondria. Hingga sekarang,
pengaruh logam berat pada respirasi dan kandungan ATP pada sel tanaman belum
dipelajari. Akan tetapi, dapat dijelaskan bahwa perlakuan tanaman dengan Cd
secara nyata menurunkan konsumsi oksigen di akar (Reese & Roberts 1985)
sehingga mengacaukan rantai transport elektron (Kessler & Brand, 1994). Jadi
diduga bahwa perubahan respirasi dapat meningkatkan penghambatan aktivitas
H+-ATPase membran plasma pada tanaman yang diperlakukan dengan logam.
Aktivitas ATPase dipengaruhi oleh aksi logam berat melalui penurunan pengisian
energi pada jaringan. Penurunan ini terjadi karena sejumlah ATP endogenous,
substrat untuk H+-ATPase membran plasma, menurun ketika stres logam berat.
ATP endogenous mempengaruhi aktivitas ATPase, tidak hanya sebagai substrat,
tetapi juga melalui fungsinya sebagai aktivator.
RNA Interference (RNAi)
RNA interference (RNAi) adalah suatu proses pemotongan dan degradasi
mRNA pasca-transkripsi yang dipicu oleh RNA utas ganda (dsRNA) yang
menghasilkan small interfering RNA (siRNA) berukuran 21 – 26 nukleotida
(Pickford & Cogoni 2003; Vance & Voucheret 2001; Waterhouse et al. 2001;
Hannon 2002). RNAi berperanan dalam mempelajari fungsi suatu gen (Butler et
al. 2005; Dai et al. 2005; Krysan et al. 2004) dan menapis gen fungsional untuk
mengidentifikasi target terapi pada hewan (Pelkmans et al. 2005; Pelkmans &
Zerial 2005; Mackeigan et al. 2005; Shen et al. 2005b; Soutschek et al. 2004;
Raoul et al. 2005).
Proses RNAi ditemukan dalam banyak eukariot yang diawali oleh
pemotongan RNA utas ganda (dsRNA) menjadi fragmen RNA utas ganda pendek
36
berukuran 21-25 nukleotida, dengan 2 nukleotida ujung tidak berpasangan, oleh
protein ribonuklease Dicer. Fragmen pendek tersebut disebut small interfering
RNAs (siRNAs). RNA utas ganda selanjutnya dipisahkan menjadi utas tunggal
dan utas antisense diintegrasikan ke dalam kompleks RISC. Setelah integrasi, utas
tunggal tersebut berpasangan dengan mRNA target dan menginduksi pemotongan
mRNA oleh Argonaute, komponen katalitik dari kompleks RISC (RNA Induced
Silencing Complex) (Ahlquist 2002).
Transformasi tanaman dengan menggunakan sebuah vektor yang dapat
membentuk dsRNA dapat digunakan untuk meniadakan ekspresi gen dan siRNA
dapat diamati dalam tanaman transgenik tersebut sebagai hasil dari proses RNAi
(Wesley et al. 2001; Klahre et al. 2002). Vektor RNAi yang indusibel dan spesifik
jaringan telah dikembangkan dan sesuai untuk analisis fungsi gen (Islam et al.
2005).
Vektor RNAi dapat dikonstruksi dengan menggunakan sistem pengklonan
GATEWAYTM. Teknologi GATEWAYTM (Invitrogen, Carlsbad, CA; URL:
http://www.invitrogen.com./content/sfs/manuals/gatewayman.pdf) berdasar pada
reaksi rekombinasi situs spesifik dari fage λ. Teknologi tersebut sangat
memudahkan untuk mengkonstruksi vektor RNAi dibandingkan dengan teknik
pengklonan konvensional. Pada teknik baru ini, sekuen pemicu diperoleh dengan
amplifikasi menggunakan PCR dan kemudian dengan mudah diklon ke dalam
vektor RNAi sesuai dengan orientasi yang diinginkan.
Smith et al. (2000) melaporkan bahwa vektor yang membawa RNA self-
complementary yang mengandung intron merupakan vektor RNAi yang paling
efisien. Intron yang menghubungkan kedua RNA yang saling komplemen dapat
meningkatkan efisiensi silencing. Ekspresi RNAi diatur dengan menggunakan
promoter konstitutif, yaitu CaMV35S. Sekuen homolog berulang terbalik dari gen
target sangat mudah diklon ke dalam vektor RNAi tersebut menggunakan
teknologi GATEWAYTM (Wesley et al. 2001; Karimi et al. 2002; Helliwell &
Waterhouse 2003; Helliwell & Waterhouse 2005). Sebuah vektor RNAi
GATEWAYTM yang sama yang membawa promoter ubiquitin1 jagung dan
penghubung gusA telah dikembangkan oleh Miki & Shimamoto (2004) dan
menunjukkan efektivitas yang tinggi dalam mengganggu ekspresi gen spesifik dan
37
banyak anggota famili gen tertentu. Gangguan ekspresi gen ini dapat terjadi
dengan mengklon sekuen spesifik gen atau sekuen spesifik gen tandem atau
sekuen gen yang terkonservasi tinggi ke dalam vektor RNAi untuk menganalisis
gen PDS (phytoene desaturase) padi dan famili gen small GTPase Rac1 (Miki et
al. 2005). Vektor tersebut sangat efektif dalam menekan ekspresi mRNA target,
yaitu sekitar 85% hingga 100%.
* Bagian dari disertasi ini telah dipublikasikan pada Jurnal Agronomi Indonesia 38(1): 67-74 (2010)
ISOLASI DAN PENGKLONAN FRAGMEN cDNA GEN PENYANDIH+-ATPase MEMBRAN PLASMA DARI Melastoma malabathricum L.*
Abstrak
Melastoma malabathricum L. adalah tumbuhan yang tumbuh baik padatanah asam dengan kelarutan aluminium tinggi. Salah satu protein penting dalamdetoksifikasi cekaman asam dan aluminium tinggi adalah H+-ATPase membranplasma yang disandi oleh gen pma. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi danmengklon fragmen cDNA Mmpma yang menyandikan protein H+-ATPasemembran plasma dari Melastoma malabathricum L. cDNA total telah berhasildisintesis dari RNA total sebagai cetakan dengan menggunakan transkripsi balik.Fragmen cDNA Mmpma berhasil diisolasi dengan teknik PCR (Polymerase ChainReaction) dan menggunakan cDNA total sebagai cetakan dan primer pma yangdidesain dari daerah terkonservasi pada semua H+-ATPase membran plasma.Fragmen ini telah disisipkan ke dalam pGEM-T Easy dan plasmid rekombinantelah diintroduksikan ke E. coli DH5. Berdasarkan analisis mutan nukleotidamenunjukkan bahwa panjang fragmen Mmpma adalah 806 pb dan menyandikan268 asam amino. Analisis kesejajaran lokal berdasarkan urutan nukleotida mRNAmenunjukkan bahwa fragmen Mmpma mempunyai kemiripan 81% dengan bagianpma dari Sesbania rostrata, Juglans regia dan Prunus persica. Berdasarkandeduksi urutan asam amino, MmPMA mempunyai kemiripan 94% dengan bagianPMA dari Juglans regia; 93% dengan bagian PMA dari Sesbania rostrata danArabidopsis thaliana. Fragmen MmPMA mempunyai domain intermedietfosforilasi (DKTGT) dan domain pengikatan ATP (KGAP, DPPR, MITGD, andGDGVN).
Abstract
Melastoma malabathricum L. grows well in acid soil with high level ofsoluble aluminum. One of the important proteins in the detoxifying acid andaluminum stress is a plasma membrane H+-ATPase protein encoded by pma gene.The objective of this research was to isolate and clone the cDNA fragment ofMmpma encoding plasma membrane H+-ATPase from M. malabathricum L. Byreverse transcription, total cDNA had been synthesized from the total RNA astemplate. The fragment of Mmpma cDNA had been successfully isolated by PCRby using total cDNA as template and pma primer designed from conserved regionof corresponding gene. This fragment had been successfully inserted into pGEM-T Easy and the recombinant plasmid was successfully introduced into E. coliDH5. Nucleotide sequence analysis showed that the length of Mmpma fragmentis 806 bp encoding 268 amino acids. Local alignment analysis based onnucleotide of mRNA showed that Mmpma fragment was 81% identical to part ofpma of Sesbania rostrata, Juglans regia, and Prunus persica. Based on deducedamino acid sequence, MmPMA was 94% identical to part of PMA of Juglansregia; 93% to PMA of Sesbania rostrata, and Arabidopsis thaliana. MmPMAfragment has phosphorylation intermediate domain (DKTGT) and ATP bindingdomain (KGAP, DPPR, MITGD, and GDGVN).
Keywords: Isolation, M. malabathricum L., Mmpma fragment, sequencing.
39
Pendahuluan
Lahan asam dengan kandungan aluminium tinggi tersebar luas di
Indonesia. Lahan ini mempunyai potensi yang sangat besar untuk meningkatkan
produksi pertanian. Akan tetapi, kebanyakan tanaman tidak dapat tumbuh optimal
pada kondisi lahan asam dengan kelarutan Al yang tinggi. Pada kondisi ini, proses
pembelahan dan pemanjangan sel terganggu sehingga akar tanaman menjadi
pendek dan menebal khususnya pada akar utama (Prihadi et al. 1995). Akibatnya,
pertumbuhan dan perkembangan akar terhambat, dan dalam jangka panjang akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan bagian tajuk tanaman. Namun
demikian, ada beberapa tumbuhan dapat tumbuh dengan baik pada tanah asam
sehingga menjadi indikator tanah asam, dan dapat mengakumulasi aluminium
dalam jumlah tinggi pada daun dan akar sehingga disebut sebagai akumulator Al
(Watanabe et al. 2001; Watanabe & Osaki 2002b). Pada pH 4.0, pertumbuhan
akar Melastoma malabathricum L. tidak terganggu, kecuali pada pH 3.0 yang
hanya ada di laboratorium (Muhaemin 2008). Menurut Watanabe et al. (1998a),
M. malabathricum L. mampu mengakumulasi lebih dari 14.4 g Al/kg daun tua
dan lebih dari 8 g Al/kg daun muda tanpa mengalami keracunan. Analisis
akumulasi Al pada M. affine D. Don. (sinonim dengan M. malabathricum L.) yang
mendapat cekaman 3.2 mM Al pada pH 4 dalam media cair menunjukkan bahwa
M. affine D. Don. mampu mengakumulasi 8.81 g Al/kg daun tua setelah 2 bulan
perlakuan (Mutiasari 2008).
Tumbuhan M. malabathricum L. diduga mempunyai sistem detoksifikasi Al
sehingga Melastoma dapat digunakan sebagai sumber gen untuk toleransi
tanaman terhadap tanah asam dan Al tinggi. Salah satu gen yang terlibat dalam
toleransi tanaman terhadap tanah asam dan Al tinggi adalah gen penyandi H+-
ATPase membran plasma (Anwar 1999; Ahn et al. 2004). H+-ATPase membran
plasma merupakan protein yang paling melimpah pada membran plasma dan
terlibat dalam banyak respons cekaman. Protein ini mengaktivasi serangkaian
transporter sekunder dengan menghasilkan proton motive force yang dapat
menggerakkan banyak solut, asimilat, atau metabolit melintasi membran plasma
(Sussman 1994). Protein ini terlibat pula dalam homeostasis pH sitoplasma
tanaman (Young et al. 1998).
40
Beberapa kajian tentang ekofisiologi adaptasi Melastoma pada tanah asam
dengan kelarutan Al yang tinggi telah dilakukan (Osaki et al. 1998; Watanabe &
Osaki 2002b), sedangkan kajian secara molekuler telah dilakukan dengan
mengisolasi dan mengkarakterisasi gen-gen yang terlibat dalam toleransi Al dan
asam, antara lain multidrug resistance associated protein (MRP) (Suharsono et al.
2008), dan metallothionein type 2 (Mt2) (Suharsono et al. 2009). Namun sampai
saat ini belum ada informasi tentang gen penyandi H+-ATPase membran plasma
dari Melastoma yang diduga juga terlibat dalam toleransi terhadap cekaman asam
dan Al. Gen ini merupakan gen yang berukuran besar, yaitu sekitar 3500 pb
termasuk 3’ dan 5’ untranslated region (UTR) sehingga sangat sulit untuk
diisolasi. Oleh karena itu, isolasi fragmen Mmpma perlu dilakukan yang nantinya
akan digunakan selain untuk mendesain primer spesifik dalam mengisolasi gen
utuh (full length gene), juga untuk menguji tingkat ekspresinya pada tanaman.
Dalam penelitian ini, fragmen gen penyandi H+-ATPase membran plasma (partial
length) telah diisolasi dari M. malabathricum L. melalui transkripsi balik yang
diikuti PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan menggunakan primer spesifik.
Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi dan mengklon fragmen cDNA
Mmpma yang menyandi protein H+-ATPase membran plasma dari Melastoma
malabathricum L.
Bahan dan Metode
Bahan tanaman yang digunakan adalah daun tumbuhan M. malabathricum L.
yang tumbuh di lahan asam Jasinga Bogor Jawa Barat. Primer spesifik untuk
mengisolasi fragmen gen penyandi H+-ATPase membran plasma forward (AF2)
5’GATGTCCTTTGCAGTGAYAARAC3’ dan reverse (AR2) 5’TCATTGACAC
CATCWCCWGTCAT3’ didesain dari masing-masing urutan asam amino
DVLCSDKT dan MTGDGVND yang terkonservasi pada semua kation-ATPase
dari membran plasma (Serrano 1989). Kedua urutan asam amino ini masing-
masing merupakan bagian dari domain fosforilasi dan pengikatan ATP. Primer
aktin actF (5’-ATGGCAGATGCCGAGGATAT-3’) dan actR (5’-
CAGTTGTGCGACCACTTGCA-3’) digunakan sebagai alat evaluasi cDNA
41
total. Plasmid pGEM-T Easy (3015 pb) (Promega) digunakan sebagai vektor
pengklonan. E. coli DH5 digunakan sebagai inang dari plasmid rekombinan.
Isolasi RNA Total
Isolasi RNA mengikuti metode LiCl yang dimodifikasi (Suharsono et al.
2008).
Isolasi Fragmen cDNA Mmpma dengan RT-PCR
Sintesis cDNA spesifik dilakukan melalui dua tahap, yaitu transkripsi
balik (reverse transcription, RT) menggunakan SuperScript II RT (Invitrogen)
untuk mensintesis cDNA dan PCR untuk amplifikasi fragmen cDNA Mmpma. RT
dilakukan dengan mengikuti prosedur dari Invitrogen Life Technologies.
Kemurnian cDNA diketahui melalui PCR dengan menggunakan primer spesifik
untuk cDNA exon1-exon2 dari -aktin dengan komposisi 1 μl cDNA, 1x taq
buffer, 0.2 mM dNTP mix, 0.5 µM primer ActF, 0.5 µM primer ActR, 4% DMSO,
1.25 U taq DNA polymerase (RBC Bioscience) dan H2O hingga mencapai volume
akhir 20 μl. Campuran direaksikan dengan kondisi pra-PCR 94 °C, 5 menit;
denaturasi 94 °C, 30 detik; penempelan primer 55 °C, 30 detik; pemanjangan 72
°C, 1.5 menit dan pasca-PCR 72 °C, 5 menit. PCR dilakukan sebanyak 35 siklus.
Fragmen cDNA Mmpma diperoleh dengan melakukan PCR terhadap cDNA
menggunakan primer spesifik AF2 dan AR2. Campuran reaksi PCR yang
digunakan adalah 1 µl cDNA, 1 x buffer taq, 0.2 mM dNTP mix, 0.5 µM primer
AF2, 0.5 µM primer AR2, 4% DMSO, 1.25 U taq DNA polymerase (RBC
Bioscience) dan H2O hingga volume akhir 20 µl. PCR dilakukan sebanyak 35
siklus dengan kondisi pra-PCR 94 °C, 5 menit; denaturasi 94 °C, 30 detik;
penempelan primer 56 oC, 30 detik; pemanjangan 72 °C, 1.5 menit, dan pasca-
PCR 72 °C, 5 menit.
42
Pengklonan cDNA ke dalam Vektor
Potongan cDNA yang dihasilkan dari PCR selanjutnya disisipkan ke dalam
vektor pGEM-T Easy (Promega) mengikuti prosedur dari Promega.
Transformasi E. coli DH5α dengan Vektor Rekombinan
pGEM-T Easy rekombinan diintroduksikan ke dalam E. coli DH5α
mengikuti prosedur Suharsono (2002). Bakteri transforman dapat hidup pada
media yang mengandung antibiotik ampisilin. Adanya X-gal dan IPTG dalam
media LB padat akan menghasilkan koloni bakteri yang berwarna biru dan putih.
Hanya koloni berwarna putih yang diisolasi karena di dalamnya mengandung
plasmid rekombinan. Sebelum plasmid diisolasi, terlebih dahulu PCR dilakukan
dengan menggunakan koloni putih sebagai cetakan. Koloni putih dicungkil
dengan tusuk gigi steril kemudian disuspensikan ke dalam ddH2O dan dipanaskan
95 oC selama 10 menit lalu didinginkan di atas es selama 5 menit. Suspensi ini
dicampur dengan 1 x buffer taq, 0.2 mM dNTP, 0.5 μM primer AF2, 0.5 μM
primer AR2, 4% DMSO, 1.25 U taq DNA polymerase (RBC Bioscience) dan H2O
hingga volume akhir 10 µl. PCR dilakukan sebanyak 35 siklus dengan kondisi
PCR yang sama dengan PCR isolasi fragmen cDNA Mmpma. Koloni putih yang
positif, selanjutnya diisolasi plasmidnya untuk dianalisis lebih lanjut.
Analisis Urutan Nukleotida Mmpma dan Protein MmPMA
Pengurutan DNA dilakukan dengan menggunakan mesin pengurut DNA
otomatis (Automated DNA Sequencer ABI Prism 310, Perkin-Elmer). Identifikasi
urutan nukleotida dilakukan dengan beberapa analisis. Analisis kesejajaran lokal
(local alignment) Mmpma berdasarkan nukleotida dan asam amino dengan data
yang ada di GeneBank dilakukan dengan program BLAST (Basic Local
Alignment Search Tools) yang disediakan NCBI (National Center for
Biotechnology Information) melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast. Analisis
restriksi dilakukan dengan menggunakan program NEBCutter
(http://tools.neb.com/NEBcutter2/index.php). Domain potensial dianalisis dengan
program motif scan http://au.expasy.org/prosite/. Analisis hidrofobisitas
43
menggunakan fragmen srha5 (Sesbania rostrata H+-ATPase) sebagai pembanding dan
dilakukan dengan menggunakan program BioEdit versi 7.0.9.
Hasil dan Pembahasan
Sintesis cDNA
cDNA disintesis melalui transkripsi balik dengan menggunakan cetakan
(template) RNA total dan primer oligo-dT sehingga cDNA yang terbentuk hanya
berasal dari mRNA karena hanya mRNA yang mengandung poly(A) pada ujung
3’, sedangkan rRNA dan tRNA tidak. PCR dengan menggunakan primer untuk
ekson1-ekson2 dari gen aktin menghasilkan DNA yang berukuran sekitar 451 pb
(Gambar 9) yang menunjukkan bahwa daerah yang teramplifikasi adalah cDNA
ekson1-ekson2 bukan DNA ekson1-ekson2 dari gen aktin. DNA antara ekson1
dan ekson2 berukuran sekitar 539 pb, lebih besar daripada cDNAnya karena
mengandung intron yang dibuang pada saat pembentukan mRNA (Shah et al
1982). Teramplifikasinya cDNA dengan primer ActF dan ActR dengan ukuran 451
pb menunjukkan bahwa sintesis cDNA total melalui proses transkripsi balik telah
berlangsung dengan baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa RNA total yang telah
diisolasi mempunyai kualitas yang sangat bagus yang terbebas dari kontaminasi
DNA sehingga dapat digunakan untuk mensintesis cDNA. Oleh sebab itu, cDNA
total ini dapat digunakan sebagai bahan untuk mengisolasi fragmen cDNA
Mmpma dengan PCR. Fragmen ini diperoleh dengan PCR menggunakan cDNA
total sebagai cetakan dan pasangan AF2-AR2 sebagai primer spesifik yang
menghasilkan fragmen cDNA berukuran sekitar 800 pb, yang selanjutnya disebut
sebagai fragmen Mmpma (Melastoma malabathricum plasma membrane H+-
ATPase) (Gambar 9).
451 pb
806 pb
1 2 3
Fragmen Mmpma
Fragmen Actin
Gambar 9. Hasil PCR menggunakan cDNA total sebagai cetakan dan pasangan primer ActF– ActR untuk mendapatkan fragmen aktin yang berukuran 451 pb dan AF2 – AR2untuk mendapatkan fragmen Mmpma.
44
Analisis Fragmen Mmpma
Umumnya, jumlah basa dan asam amino pada coding sequence (cds) gen
penyandi H+-ATPase membran plasma tanaman adalah berturut-turut 2871 pb dan
956 asam amino. Berdasarkan pengurutan DNA (Lampiran 1 dan 2) terhadap
fragmen Mmpma (No. akses GeneBank: HQ832791) menunjukkan bahwa
fragmen tersebut mempunyai 806 pb (Gambar 10) dan menyandi 268 asam amino
(Gambar 11). Fragmen ini berada pada bagian tengah dari cds gen penyandi H+-
ATPase membran plasma tanaman, yaitu pada basa 982-1787 atau pada asam
amino 328-595. Analisis kesejajaran lokal berdasarkan urutan nukleotida yang
ada dalam bank data gen (GeneBank) dengan menggunakan program BLASTn
menunjukkan bahwa fragmen cDNA Mmpma mempunyai kesamaan 81% dengan
bagian cds (coding sequence) H+-ATPase membran plasma Sesbania rostrata
(AB086374), Juglans regia (AY347715), dan Prunus persica (AJ271439); 80%
dengan bagian cds H+-ATPase membran plasma A. thaliana (AK118088) dan
Daucus carota (AB177652).
Analisis situs restriksi terhadap fragmen Mmpma menunjukkan bahwa
kecuali SacI, fragmen tersebut tidak mengandung situs restriksi yang terdapat
GATGTCCTTTGCAGTGATAAGACTGGGACTCTGACTTTGAACAAGCTTACTGTTGACAAAAATCTCATCGAGGTCTTTGCGAAAGGAGTGGACCCGGATACTGTTGTCCTGATGGCTGCTAGAGCATCGAGGACCGAAAACCAAGATGCCATAGATTCCGCCATAGTTGGGATGCTAGCTGATCCAAAAGAGGCTCGATCTGGGATTCAGGAAGTACACTTTCTTCCCTTTAACCCTACTGACAAGAGGACCGCTTTGACCTACATCGATTCCGAGGGCAGGATGCACAGAGTGAGCAAAGGTGCTCCAGAGCAGATCCTGAACCCTGCGCACAATAAGTCGGAGATTGAGCGTCGAGTCCATGCCGTGATTGATAAATTTGCCGAGCGTGGTCTGCGATCACTTGCAGTAGCGTATCAGGAAGTTCCAGAAGGAAGAAAGGAGAGTCCTGGAGGGCCGTGGCAGTTCATCGGTCTGATGCCTCTGTTTGATCCCCCCAGGCATGACAGTGCCGAGACAATTAGGAGGGCTCTTAATCTTGGGGTTAATGTCAAAATGATCACGGGGGATCAATTTGCTATAGGCAAAGAAACTGGCCGTCGGTTGGGAATGGGCATAAACATGTACCCTTCTTCTGCTTTATTAGGTCAGAATAAGGATGAATCGATTGCTGCGCTGCCAGTTGATGAGCTCATTGAAAAGGCAGATGGCTTTGCTGGTGTTTTCCCGGAGCATAAGTATGAGATTGTGAAGCGATTACAAGCAAGGAAGCATATATGTGGCATGACAGGAGATGGTGTCAATGAGambar 10. Urutan nukleotida fragmen cDNA Mmpma
DVLCSDKTGTLTLNKLTVDKNLIEVFAKGVDPDTVVLMAARASRTENQDAIDSAIVGMLADPKEARSGIQEVHFLPFNPTDKRTALTYIDSEGRMHRVSKGAPEQILNPAHNKSEIERRVHAVIDKFAERGLRSLAVAYQEVPEGRKESPGGPWQFIGLMPLFDPPRHDSAETIRRALNLGVNVKMITGDQFAIGKETGRRLGMGINMYPSSALLGQNKDESIAALPVDELIEKADGFAGVFPEHKYEIVKRLQARKHICGMTGDGVNGambar 11. Deduksi asam amino fragmen Mmpma. Urutan asam amino yang digarisbawahi
adalah domain fungsional
45
pada situs multi pengklonan (Gambar 12). Fragmen Mmpma disisipkan diantara
situs ApaI, AatII, SphI, NcoI, BstZI, NotI, SacII, EcoRI di satu sisi dan SpeI,
EcoRI, NotI, BstZI, PstI, SalI, NdeI, SacI, BstXI, NsiI di sisi lain sehingga kecuali
SacI, situs-situs tersebut dapat digunakan untuk mengeluarkan sisipan Mmpma
dari plasmid rekombinan. Peta situs restriksi sangat penting dalam rekayasa
genetika.
Analisis kesejajaran lokal berdasarkan urutan asam amino dengan
BLASTp menunjukkan bahwa fragmen MmPMA mempunyai kesamaan 94%
dengan Cation-transporting ATPase Juglans regia (Q6V914); 93% dengan
Cation-transporting ATPase Sesbania rostrata (Q7Y066) dan A. thaliana
(Q9SU58); 92% dengan Cation-transporting ATPase Solanum tuberosum
(Q43182), L. esculentum (Q9SPD5), N. plumbaginifolia (Q08435) dan D. carota
(Q75N96). Tingginya persentase kesamaan urutan asam amino antara fragmen
MmPMA dengan ketujuh PMA tersebut (diatas 90%) menunjukkan bahwa
MmPMA diduga mempunyai peranan yang sama dengan ketujuh PMA tersebut.
Protein PMA (Plasma membrane H+-ATPase) dapat mengaktivasi
serangkaian transporter sekunder dengan menghasilkan proton motive force yang
dapat menggerakkan banyak solut, asimilat, atau metabolit melintasi membran
plasma (Serrano 1989; Sussman 1994). Studi terbaru menunjukkan bahwa H+-
ATPase membran plasma terlibat dalam regulasi respons terhadap berbagai
rangsangan lingkungan, antara lain cekaman Al (Anwar 1999; Ahn 2004),
cekaman NaCl (Niu et al. 1996), defisiensi fosfat (Yan et al. 2002), cekaman
Gambar 12. Situs pemotongan enzim restriksi endonuklease fragmen Mmpma
46
ammonium (Jernejc & Legisa 2001), terlibat dalam pemanjangan sel yang
difasilitasi oleh auksin selama perkembangan embrio gandum (Rober-Kleber et al.
2003), dan terlibat pula dalam homeostasis pH sitoplasma tanaman (Young et al.
1998).
Tanaman Arabidopsis thaliana yang ditransformasi dengan gen H+-
ATPase membran plasma (AHA3) dapat memperbaiki pertumbuhan pada pH
rendah selama perkembangan kecambah (Young et al. 1998). AHA3 merupakan
gen yang terekspresi pada sel-sel kompanion floem, yaitu daerah yang
bertanggung jawab dalam pengangkutan jarak jauh dari gula, hara dan hormon.
Floem mempunyai pH 8,0 atau lebih sehingga lebih sensitif terhadap pH rendah,
akibatnya daerah ini merupakan target utama pH rendah. Ekspresi gen AHA3
menghasilkan enzim yang dapat memompa H+ keluar sel sehingga pH sitoplasma
dapat dipertahankan. Pengamatan tersebut menunjukkan peranan H+-ATPase
membran plasma dalam homeostasis pH sitoplasma pada tanaman. Adanya
mekanisme seperti ini menunjukkan bahwa H+-ATPase membran plasma dapat
mengurangi toksisitas Al karena protein ini dapat mempertahankan pH sitoplasma
dalam suasana netral sedangkan toksisitas Al hanya dapat terjadi dalam suasana
asam atau pH rendah (Vitorello et al. 2005).
Gambar 13. Model topografi transmembran dan loop sitoplasma dari H+-ATPase membranplasma. M1-M10 adalah domain transmembran, C1-C4 adalah loop sitoplasma,F1-F6 adalah domain fungsional (Scarborough 1996), dan Region 1 (R1), R2, dan14-3-3 adalah domain autoregulator (Fuglsang et al. 1999). 14-3-3 adalah situspengikatan protein 14-3-3. Lingkaran hitam adalah fragmen MmPMA.
F2
F6
F1
F3F4
F5
R214-3-3
R1
47
Protein PMA membentuk 10 domain transmembran (M1-M10), 4 loops
dalam sitoplasma (C1-C4), 6 domain fungsional (F1-F6), dan 3 domain
autoregulator (R1, R2, dan 14-3-3) seperti ditunjukkan pada Gambar 13. Pada C2
mempunyai urutan terkonservasi TGES (domain aktivitas fosfatase, F1), pada C3
mempunyai DKTGT(LI)T (domain fosforilasi intermediet dan transduksi, F2),
KGAP (domain pengikatan ATP dan/atau aktivitas kinase, F3), DPPR (domain
pengikatan ATP, F4), M(LIV)TGD (domain pengikatan ATP, F5) dan
GDG(VIT)ND(AS)P(AS)LK (domain pengikatan ATP, F6) (Scarborough 1996),
sedangkan pada C4 mempunyai Region 1 (R1), R2, dan 14-3-3 (domain
autoregulator) (Fuglsang et al. 1999). Hasil penyejajaran dengan PMA dari A.
thaliana menunjukkan bahwa fragmen MmPMA merupakan bagian dari loop
besar sitoplasma (C3) dan mengandung domain F2 (DKTGTLT), F3 (KGAP), F4
(DPPR), F5 (MITGD), dan sebagian F6 (GDGVN) (Gambar 13, lingkaran). Jadi,
fragmen ini mengandung domain fosforilasi intermediet (F2) dan domain
pengikatan ATP (F3, F4, F5, dan sebagian F6). Protein PMA mempunyai afinitas
yang tinggi terhadap ATP pada saat aktivitasnya rendah. Adanya aktivitas kinase
pada domain KGAP (F3) serta reaksi fosforilasi intermediet dan transduksi signal
pada domain DKTGTLT (F2) menyebabkan domain autoregulator akan
mengalami fosforilasi dan berinteraksi dengan protein 14-3-3 sehingga H+-
ATPase membran plasma menjadi aktif. Aktivitas enzim ini akan menurun apabila
terjadi defosforilasi melalui aktivitas fosfatase pada domain TGES (F1) (Sze et al.
1999). Pada domain fosforilasi intermediet (DKTGTLT), terjadi pelipatan yang
menempatkan residu aspartat (D) berada pada permukaan protein. Posisi ini
sangat menguntungkan bagi enzim untuk menerima gugus -phosphoryl dari ATP
dan untuk membentuk -acyl phosphate intermediate dari siklus reaksi. Bila
terjadi mutasi pada residu ini dengan glutamat (E), asparagin (N), atau serin (S)
menyebabkan pencegahan terhadap biogenesis ATPase (Rao & Slayman 1993).
Semua domain di atas berperanan dalam pemompaan proton dari sitoplasma ke
luar sel sehingga dapat mempertahankan pH sitoplasma, yaitu sekitar 7.5
(Buchanan et al. 2000), sehingga Al yang hanya terlarut pada pH asam dapat
dicegah (Young et al. 1998).
48
Berdasarkan hasil penyejajaran asam amino pada domain fosforilasi
intermediet (F2) dan pengikatan ATP (F3, F4, F5, dan F6) antara MmPMA
dengan P-type ATPase lain menunjukkan bahwa semua domain tersebut
terkonservasi pada semua P-type ATPase, kecuali pada pompa logam berat tidak
mempunyai urutan terkonservasi KGA(P/S)E (F3) dan DP(P/V/C)R (F4) (Tabel
2). Residu yang terlibat dalam reaksi fosforilasi intermediet untuk semua P-type
ATPase adalah Aspartat (D), sedangkan residu yang terlibat dalam pengikatan
ATP adalah Lisin (K) pada F3, Aspartat (D) pada F4 dan F5, serta 2 residu
Aspartat dan 1 residu Lisin (K) atau Histidin (H) pada F6. Pada F6 pompa logam
berat, residu yang terlibat adalah 2 residu aspartat dan 1 residu Alanin (A), suatu
asam amino yang tidak bermuatan (Serrano 1989). Hasil ini menunjukkan bahwa
MmPMA kemungkinan mempunyai mekanisme yang sama dengan P-type
ATPase lain dalam memompa kation, yaitu antara lain melibatkan reaksi
fosforilasi intermediet dan hidrolisis ATP menjadi ADP dan Pi sebagai sumber
energi.
Fragmen MmPMA mempunyai kemiripan yang tinggi dengan PMA
Sesbania rostrata, oleh karena itu, PMA ini dijadikan acuan untuk analisis
hidrofobisitas MmPMA. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan fragmen
Tabel 2. Hasil penyejajaran urutan asam amino beberapa domain dari berbagai tipe ATPase.
49
MmPMA berada pada daerah hidrofilik. Hal ini ditunjukkan oleh adanya sebagian
besar dari kurva profil hidrofobisitas Kyte & Doolittle untuk fragmen MmPMA
berada pada daerah di bawah 0 (Gambar 14). Hal ini sesuai dengan hasil
penyejajaran asam amino MmPMA dengan PMA lain seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 13 (lingkaran) di atas, dimana MmPMA berada pada daerah C3
yaitu daerah loop terbesar sitoplasma.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mendesain primer
spesifik dalam mengisolasi gen ini secara utuh dan dapat pula digunakan untuk
menguji ekspresinya di dalam tanaman.
C
A
B
320 400 500 600
Gambar 14. Profil hidrofobisitas PMA Sesbania rostrata, srha5 (A), fragmen PMASesbania rostrata (B) dan fragmen MmPMA (C)
50
Kesimpulan
Fragmen cDNA pma dari M. malabathricum L. (Mmpma) yang berhasil
diisolasi berukuran 806 pb dan memiliki kesamaan yang tinggi dengan pma dari
Sesbania rostrata (Srpma). Berdasarkan deduksi asam amino, MmPMA
mempunyai kesamaan dengan daerah loops sitoplasma ke-3 (C3) yang
mengandung domain fosforilasi intermediet (F2) dan domain pengikatan ATP
(F3, F4, F5, dan sebagian F6). Domain ini sangat penting dalam aktivitas enzim
PMA karena pada domain ini terjadi reaksi fosforilasi intermediet dan transduksi
signal serta aktivitas kinase sehingga domain autoregulator terfosforilasi dan
menyebabkan enzim menjadi aktif.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini dibiayai oleh Hibah Kompetensi dengan judul: Isolasi dan
ekspresi gen dalam rangka perakitan tanaman yang toleran terhadap cekaman
asam dan aluminium a/n. Dr. Suharsono. Muzuni didukung oleh Program
Beasiswa BPPS, Departemen Pendidikan Nasional, Indonesia.
ISOLASI DAN PENGKLONAN GEN PENYANDI H+-ATPaseMEMBRAN PLASMA DARI Melastoma malabathricum L.
Abstrak
Melastoma malabathricum L. adalah suatu tanaman hiperakumulator Alyang tumbuh pada tanah asam dengan tingkat kelarutan aluminium tinggi padadaerah tropis. Salah satu enzim penting dalam detoksifikasi Al adalah H+-ATPasemembran plasma, suatu protein yang paling melimpah pada membran plasma,yang disandikan oleh gen pma. Tujuan penelitian ini adalah mengisolasi danmengklon gen yang menyandikan H+-ATPase membran plasma dari Melastomamalabathricum L. cDNA total telah berhasil disintesis dengan menggunakantranskripsi balik dengan RNA total sebagai cetakan. cDNA Mmpma utuh telahberhasil diisolasi melalui isolasi gen secara bertahap. Bagian ujung 5’ dan tengahgen Mmpma telah diisolasi dengan PCR (polymerase chain reaction)menggunakan cDNA total sebagai cetakan dan primer pma yang didesain daribeberapa tanaman, sedangkan bagian ujung 3’gen Mmpma telah diisolasi dengan3’ RACE. Bagian-bagian gen tersebut telah berhasil digabung menggunakan PCRdan telah disisipkan ke dalam pGEM-T Easy. Plasmid rekombinan tersebut telahberhasil diintroduksikan ke dalam E. coli DH5α. Analisis sekuen nukleotidamenunjukkan bahwa panjang sekuen penyandi (CDS) Mmpma adalah 2871 pbyang menyandikan 956 asam amino dengan berat molekul 105.29 kDa danprediksi nilai pI sekitar 6.84. Analisis kesejajaran lokal berdasarkan nukleotidamRNA menunjukkan bahwa Mmpma mempunyai kemiripan 82% dengan pmaVitis vinifera; 81% dengan pma Juglans regia, pma Populus trichocarpa, pmaSesbania rostrata, dan pma Prunus persica dan 80% dengan pma Lycopersiconesculentum. Berdasarkan deduksi urutan asam amino, MmPMA mempunyaikemiripan 94% dengan PMA Vitis vinifera dan PMA Juglans regia; 93% denganPMA Populus trichocarpa; 92% dengan PMA Vicia faba, Lycopersiconesculentum, Solanum tuberosum, dan Arabidopsis thaliana, AHA4. MmPMAmempunyai 10 domain transmembran, 4 loop sitoplasma, 6 domain fungsionaldan 3 domain autoregulator.
Abstract
Melastoma malabathricum L. is an Al-accumulating plant that grows wellin acidic soils with high level of soluble aluminium in the tropics. One of theimportant proteins in the detoxifying Al stress is a plasma membrane H+-ATPase,a most abundant protein on the plasma membrane, encoded by pma gene. Theobjective of this research is to isolate and characterize the gene encoding plasmamembrane H+-ATPase from M. malabathricum L. Full length cDNA of Mmpmahad been successfully isolated through a gradual isolation of the gene. The 5’ endand middle gene of Mmpma had been successfully isolated by PCR (polymerasechain reaction) by using total cDNA as template and pma primers designed fromsome plants, while the 3’ end of Mmpma had been isolated by 3’ RACE. The partsof the gene had been successfully joined by PCR. The joining product wassuccessfully inserted into pGEM-T Easy and the recombinant plasmid wassuccessfully introduced into E. coli DH5α. Nucleotide sequence analysis showed
52
that the length of Mmpma coding sequence was 2871 bp encoding 956 aminoacids with molecular weight of 105.29 kDa and a predicted pI value of 6.84. Localalignment analysis based on nucleotide of mRNA showed that Mmpma is 82%identical to pma Vitis vinifera; 81% to pma Juglans regia, pma Populustrichocarpa, pma Sesbania rostrata, and pma Prunus persica and 80% to pmaLycopersicon esculentum. Based on deduced amino acid sequence, MmPMA is94% identical to PMA Vitis vinifera and PMA Juglans regia; 93% to PMAPopulus trichocarpa; 92% to PMA Vicia faba, Lycopersicon esculentum,Solanum tuberosum, and Arabidopsis thaliana, AHA4. MmPMA has 10transmembran domains, 4 cytoplasm loops, 6 functional domains and 3autoregulatory domains.
Key words: M. malabathricum L., plasma membrane H+-ATPase, aluminium,cDNA, PCR.
Pendahuluan
Konsentrasi aluminium yang tinggi dalam tanah merupakan salah satu
faktor utama yang membatasi pertumbuhan tanaman di tanah asam. Ion Al dapat
dengan mudah membentuk kompleks dengan senyawa-senyawa intraseluler pada
pH sitosolik sehingga dapat menghambat metabolisme sel (Matsumoto 2000).
Peningkatan produksi pertanian terutama di lahan asam dengan kelarutan
aluminium tinggi dapat dicapai dengan melakukan program intensifikasi maupun
ekstensifikasi. Kedua program ini membutuhkan kultivar unggul. Kultivar unggul
dapat dirakit melalui perbaikan genetik baik melalui persilangan konvensional
yang diikuti dengan seleksi sesuai dengan sifat keunggulan yang diinginkan
maupun melalui teknologi DNA rekombinan. Pendekatan pemuliaan konvensional
dihadapkan pada terbatasnya sumberdaya genetik untuk toleransi tanaman
terhadap tanah asam dan Al tinggi. Dengan demikian, perlu dilakukan pendekatan
teknologi DNA rekombinan untuk merakit tanaman transgenik yang toleran
terhadap tanah asam dan Al tinggi.
Tanaman yang dapat digunakan sebagai sumber gen untuk toleransi
tanaman terhadap tanah asam dan Al tinggi antara lain Melastoma malabathricum
L. yang dapat ditemui terutama di daerah tropis. Tumbuhan tersebut dapat tumbuh
dengan baik pada tanah asam sehingga menjadi indikator tanah asam, dan dapat
mengakumulasi aluminium dalam jumlah tinggi di daun dan akar sehingga disebut
sebagai akumulator Al (Watanabe & Osaki 2002a). Pada pH 4.0, pertumbuhan
akar M. malabathricum L. tidak terganggu, kecuali pada pH 3.0 yang hanya ada di
53
laboratorium (Muhaemin 2008). Menurut Watanabe et al. (1998a), M.
malabathricum L. mampu mengakumulasi lebih dari 14.4 g Al/kg daun tua dan
lebih dari 8 g Al/kg daun muda tanpa mengalami keracunan. Analisis akumulasi
Al pada Melastoma affine L. (sinonim dengan Melastoma malabathricum L.) yang
mendapat cekaman 3.2 mM Al pada pH 4 dalam media cair menunjukkan bahwa
M. affine L. mampu mengakumulasi 8.81 g Al/kg daun tua setelah 2 bulan
perlakuan (Mutiasari 2008).
Salah satu gen yang terlibat dalam toleransi tanaman terhadap tanah asam
dan Al tinggi adalah gen penyandi H+-ATPase membran plasma (Anwar 1999;
Ahn et al. 2004). H+-ATPase membran plasma merupakan protein yang paling
melimpah pada membran plasma dan terlibat dalam banyak respons cekaman.
Protein ini mengaktivasi serangkaian transporter sekunder dengan menghasilkan
proton motive force yang dapat menggerakkan banyak solut, asimilat, atau
metabolit melintasi membran plasma (Sussman 1994). H+-ATPase membran
plasma terlibat dalam regulasi respons terhadap berbagai rangsangan lingkungan,
seperti cekaman Al (Anwar 1999; Ahn 2004), cekaman NaCl (Niu et al. 1996),
defisiensi fosfat (Yan et al. 2002), dan cekaman ammonium (Jernejc & Legisa
2001). Selain itu, H+-ATPase membran plasma juga terlibat dalam pemanjangan
sel yang difasilitasi oleh auksin selama perkembangan embrio gandum (Rober-
Kleber et al. 2003), dan terlibat pula dalam homeostasis pH sitoplasma tanaman
(Young et al. 1998).
Tanaman Arabidopsis thaliana yang ditransformasi dengan gen H+-
ATPase membran plasma (AHA3) dapat memperbaiki pertumbuhan pada pH
rendah selama perkembangan kecambah (Young et al. 1998). AHA3 merupakan
gen yang terekspresi pada sel-sel kompanion floem, yaitu daerah yang
bertanggung jawab dalam pengangkutan jarak jauh dari gula, hara dan hormon.
Floem mempunyai pH 8,0 atau lebih sehingga lebih sensitif terhadap pH rendah,
akibatnya daerah ini merupakan target utama pH rendah. Ekspresi gen AHA3
menghasilkan enzim yang dapat memompa H+ keluar sel sehingga pH dapat
dipertahankan. Pengamatan tersebut menunjukkan peranan H+-ATPase membran
plasma dalam homeostasis pH sitoplasma tanaman.
Beberapa kajian tentang ekofisiologi adaptasi Melastoma pada tanah asam
dengan kelarutan Al yang tinggi telah dilakukan oleh Osaki et al. (1998) dan
54
Watanabe & Osaki (2002a). Beberapa gen yang diduga terlibat dalam toleransi
tanaman terhadap cekaman asam dan Al tinggi telah diisolasi, antara lain gen
penyandi multidrug resistance associated protein (MRP) (Suharsono et al. 2008),
gen penyandi metallothionein type 2 (Mt2) (Suharsono et al. 2009) dan fragmen gen
penyandi H+-ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2010). Namun sampai saat
ini belum ada gen utuh penyandi H+-ATPase membran plasma dari M.
malabathricum yang telah diisolasi. Beberapa metode yang dapat dilakukan untuk
melakukan isolasi gen utuh berdasarkan fragmen dari suatu gen antara lain dengan
melakukan penapisan terhadap pustaka genom, pustaka cDNA, RT-PCR (Reverse
Transcriptase-Polymerase Chain Reaction), dan RACE (Rapid Amplification
cDNA Ends). Dalam penelitian ini berdasarkan fragmen cDNA penyandi H+-
ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2010), cDNA utuh dari gen penyandi H+-
ATPase membran plasma dari M. malabathricum telah diisolasi melalui RT-PCR
(Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction) dan metode RACE.
Bahan dan Metode
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah daun tumbuhan M. malabathricum
L. yang tumbuh di lahan asam Jasinga Bogor Jawa Barat. pGEM-T Easy cloning
system (3015 pb) (Promega) digunakan sebagai vektor pengklonan dan E. coli
DH5 digunakan sebagai inang vektor rekombinan. Primer aktin actF (5’-
ATGGCAGATGCCGAGGATAT-3’) dan actR (5’-CAGTTGTGCGACCACT-
TGCA-3’) digunakan sebagai alat evaluasi kemurnian cDNA total. Primer
degenerated PMA2-F (5’-ATGGGGGAGAAGCCTGARGTRYTRG-3’), dan
primer spesifik Mapman2-R (5’-CATCAGGACAACAGTATCCG-3’), dan
MaPMAp-R (5’-ACCTCGATGAGATTTTTGTCAACAG-3’) digunakan untuk
mengisolasi ujung 5’ gen penyandi H+-ATPase membran plasma, Mmpma
(Melastoma malabathricum L. plasma membrane H+-ATPase). Primer
degenerated AF2 (5’-GATGTCCTTTGCAGTGAYAARAC-3’) dan AR2
(5’TCATTGACACCATCWCCWGTCAT3’) digunakan untuk mengisolasi
bagian tengah gen Mmpma (Muzuni et al. 2010). GeneRacerTM Kit (Invitrogen),
primer spesifik Mapman2-F (5’-AAGGCAGATGGCTTTGCTGG-3’), MaPMAp-
55
F (5’-GCATAAGTATGAGATTGTGAAGCGA-3’), GeneRacerTM 3’ primer (5’-
GCTGTCAACGATACGCTACGTAACG-3’), dan GeneRacerTM 3’ Nested
primer (5’-CGCTACGTAACGGCATGACAGTG-3’) digunakan untuk
mengisolasi ujung 3’ gen Mmpma. Primer 3’UTR-R (5’-AATCAAAATCGAC-
AGTTGCATAAGA-3’) digunakan untuk mengamplifikasi bagian 3’UTR. Primer
SP6 (5’-ATTTAGGTGACACTATAGAA-3’) dan T7 (5’-TAATACGACTCAC-
TATAGGG-3’) digunakan untuk mengamplifikasi DNA sisipan di dalam pGEM-
T Easy.
Metode Penelitian
Isolasi RNA Total. Isolasi RNA mengikuti metode LiCl (Chang 1993)
yang dimodifikasi. Daun (0,5 gram) digerus dengan mortar sampai halus dengan
bantuan pasir kuarsa. Hasil gerusan dimasukkan ke dalam tabung 30 ml dan
dicampur dengan 10 ml buffer ekstraksi (2% CTAB, 2% PVP 25000, 100 mM
Tris-HCl pH 8, 25 mM EDTA, 2 M NaCl dan 250 mM -mercaptoetanol) yang
telah dihangatkan 65°C, dikocok hingga homogen dan diinkubasi pada suhu 65°C
selama 10 menit, kemudian didinginkan di suhu ruang dan ditambahkan 10 ml
Chloroform:Isoamil alkohol (CI) (24:1) kemudian divorteks dan disentrifugasi
15.000 rpm (Survall Ultra Pro 80) pada suhu 4°C selama 10 menit. Cairan
dimasukkan ke tabung baru, ditambahkan 1 x volume 2,5 M LiCl dan diinkubasi
pada suhu -32°C selama 2,5 jam. Campuran disentrifugasi pada 15.000 rpm, suhu
4°C selama 10 menit. Cairan dibuang dan endapan disuspensikan dengan 500 µl
TE (10 mM Tris pH 8; 1 mM EDTA), kemudian diekstraksi dengan 1 x
volume fenol pH 9, divorteks dan disentrifugasi pada 14.000 rpm selama 10 menit
pada suhu 20°C. Cairan bagian atas diambil dan diekstrak kembali dengan 1 x
volume fenol:chloroform:isoamil alkohol (PCI) (25:24:1), divorteks dan
disentrifugasi pada 14.000 rpm selama 10 menit pada suhu 20°C. Fase cair
dipindahkan ke tabung baru, ditambahkan 1 x volume 2,5M LiCl dan diinkubasi
pada suhu -32°C selama 16 jam. Campuran disentrifugasi pada 14.000 rpm pada
suhu 4°C selama 15 menit. Supernatan dibuang, endapan dicuci dengan alkohol
70% dan disentrifugasi pada 15.000 rpm pada suhu 4°C selama 10 menit.
Endapan disuspensikan dengan air DEPC dan disimpan pada suhu -32°C.
56
Suspensi RNA diperlakukan dengan DNase yang bebas RNase untuk memurnikan
RNA dari DNA. Kualitas RNA yang baik ditunjukkan adanya dua pita ribosom
18S dan 28S dan kuantitas diukur dengan alat spektrofotometer (Cecil CE 2020)
pada panjang gelombang 260 nm dengan perhitungan 1 OD260 = 40 g/ml RNA.
Sintesis cDNA Total. cDNA total disintesis menggunakan SuperScript II
RT (Invitrogen). Komposisi sintesis cDNA total adalah 500 ng (10 l) RNA total
yang sudah diperlakukan dengan DNAse, 1 x first-strand buffer, 0.5 µM
oligo(dT)18, 0.2 M DTT, 0.2 mM dNTP mix, 40 U enzim SuperScriptTMII RT, dan
ddH2O yang diperlakukan DEPC sehingga mencapai volume akhir 20 µl.
Campuran direaksikan pada suhu 30°C, 10 menit; 42°C, 50 menit; 95°C, 5 menit;
dan 15°C, 10 menit menggunakan mesin PCR (MJ Research TM 100). Kemurnian
cDNA diketahui melalui PCR dengan primer spesifik untuk cDNA exon1-exon2
dari -aktin dengan komposisi 1 μl cDNA, 1x taq buffer, 0.2 mM dNTP mix, 0.5
µM primer ActF, 0.5 µM primer ActR, 4% DMSO, 1.25 U taq DNA polymerase
(RBC Bioscience) dan ddH2O hingga mencapai volume akhir 20 μl. Campuran
direaksikan dengan kondisi pra-PCR 94°C, 5 menit; denaturasi 94°C, 30 detik;
penempelan primer 55°C, 30 detik; pemanjangan 72°C, 1.5 menit dan pasca-PCR
72°C, 5 menit. PCR dilakukan sebanyak 35 siklus.
Isolasi Bagian Tengah Gen Mmpma. Bagian tengah gen Mmpma, yang
selanjutnya disebut sebagai Mmpmam, diisolasi berdasarkan metode Muzuni et al.
(2010). PCR dilakukan terhadap cDNA menggunakan primer spesifik AF2 dan
AR2. Campuran reaksi PCR yang digunakan adalah 1 µl cDNA total, 1 x buffer
taq, 0.2 mM dNTP mix, 0.5 µM primer AF2, 0.5 µM primer AR2, 4% DMSO,
1.25 U taq DNA polymerase (RBC Bioscience) dan ddH2O hingga volume akhir
20 µl. PCR dilakukan sebanyak 35 siklus dengan kondisi pra-PCR 94°C, 5 menit;
denaturasi 94°C, 30 detik; penempelan primer 56oC, 30 detik; pemanjangan
72°C, 1.5 menit, dan pasca-PCR 72°C, 5 menit.
Isolasi Bagian Ujung 5’ Gen Mmpma. Ujung 5’ gen Mmpma, yang
selanjutnya disebut sebagai Mmpma5’, diisolasi menggunakan 2 tahap. Tahap
pertama, sebanyak 1 µl cDNA total dicampur dengan 0.5 µM primer PMA2-F, 0.5
µM primer Mapman2-R, 1x buffer taq, 0.2 mM dNTP mix, 1.25 U LA taq DNA
polymerase (Takara) dan H2O hingga volume akhir 20 µl. PCR dilakukan
57
sebanyak 35 siklus dengan kondisi pra-PCR 94°C, 5 menit; denaturasi 94°C, 30
detik; penempelan primer 55oC, 30 detik; pemanjangan 72°C, 1.5 menit, dan
pasca-PCR 72°C, 5 menit. Tahap kedua, sebanyak 1 µl produk PCR diatas
dicampur dengan 0.5 µM primer PMA2-F, 0.5 µM primer MaPMAp-R, dan
komponen lain seperti pada tahap pertama. Kondisi PCR dilakukan seperti pada
tahap pertama.
Isolasi Bagian Ujung 3’ Gen Mmpma. Ujung 3’ gen Mmpma, yang
selanjutnya disebut sebagai Mmpma3’, diisolasi menggunakan metode RACE
(Rapid Amplification cDNA Ends). Sintesis cDNA mengikuti petunjuk dari
manual GeneRacer Kit (Invitrogen). PCR dilakukan dengan mencampur 1 µl
cDNA total dengan 0.5 µM primer Mapman2-F, 0.5 µM GeneRacer 3’ primer,
dan komponen lain seperti pada isolasi ujung 5’ gen. Sebanyak 1 µl produk PCR
dicampur dengan 0.5 µM primer MaPMAp-F, 0.5 µM GeneRacer 3’ Nested
primer dan komponen lain seperti pada isolasi ujung 5’ gen. Kondisi PCR
dilakukan seperti pada isolasi ujung 5’ gen.
Ligasi Bagian-Bagian Gen Mmpma dengan Vektor Pengklonan.
Produk PCR dari ketiga bagian gen Mmpma masing-masing disisipkan ke dalam
pGEM-T Easy (Promega) mengikuti petunjuk dari Promega Inc., yaitu
mencampurkan masing-masing 20 ng Mmpmam, 25 ng Mmpma5’, dan 37 ng
Mmpma3’ dengan 25 ng pGEM-T Easy, 0.5 µl (1.5 U) T4 DNA Ligase, 5 µl 2x
Rapid Ligation Buffer, dan ddH2O hingga volume akhir masing-masing mencapai
10 µl. Masing-masing campuran reaksi diinkubasi pada 4oC semalam. Hasil ligasi
masing-masing diintroduksikan ke dalam E. coli DH5 mengikuti prosedur
Suharsono et al. (2009).
Penggabungan Bagian-Bagian Gen Mmpma. Penggabungan Mmpmam
dan Mmpma3’, yang selanjutnya disebut sebagai Mmpmam3’, dilakukan dengan
PCR, yaitu mencampurkan 1 l cDNA total dengan 0.5 µM primer AF2, 0.5 µM
primer 3’UTR-R, dan komponen lain seperti pada isolasi Mmpma5’. PCR
dilakukan sebanyak 35 siklus dengan kondisi pra-PCR 94°C, 5 menit; denaturasi
94°C, 30 detik; penempelan primer 55oC, 30 detik; pemanjangan 72°C, 2.5 menit,
dan pasca-PCR 72°C, 5 menit. Produk PCR selanjutnya diklon ke dalam pGEM-T
Easy dan disekuen untuk konfirmasi. Gen utuh (full length gene) diperoleh dengan
58
3 tahap, yaitu (1) amplifikasi Mmpma5’ dengan primer PMA2-F dan MaPMAp-R
(produk PCR 1), dan Mmpmam3’ dengan primer AF2 dan 3’UTR-R (produk PCR
2); (2) produk PCR 1 dan 2 digabung dengan perbandingan mol yang sama, lalu
dicampur dengan 0.2 mM dNTP mix, 1x buffer Taq, 1.25 U LA Taq DNA
polymerase, dan ddH2O hingga volume 20 l. PCR dilakukan sebanyak 10 siklus
dengan kondisi pra-PCR 96°C, 2 menit; denaturasi 96°C, 1 menit; penempelan
dan pemanjangan 68°C, 3 menit, dan pasca-PCR 68°C, 5 menit; (3) sebanyak 1l
produk PCR tahap 2 dicampur dengan 0.5 µM primer PMA2-F, 0.5 µM primer
3’UTR-R, 0.2 mM dNTP mix, 1x buffer Taq, 1.25 U LA Taq DNA polymerase,
dan ddH2O hingga volume 20 l. PCR dilakukan sebanyak 30 siklus dengan
kondisi pra-PCR 98°C, 2 menit; denaturasi 98°C, 20 detik; penempelan 55oC, 5
detik; dan pemanjangan 72°C, 3 menit, dan pasca-PCR 72°C, 5 menit.
Selanjutnya gen Mmpma diklon ke dalam pGEM-T Easy.
Seleksi E. coli DH5 yang Mengandung Vektor Rekombinan. E. coli
DH5 yang mengandung vektor rekombinan diseleksi menggunakan ampisilin
(seleksi resistensi) serta X-gal dan IPTG (seleksi biru-putih). Hanya bakteri yang
mengandung plasmid yang dapat hidup pada media yang mengandung antibiotik
ampisilin. Adanya X-gal dan IPTG dalam media LB padat akan menghasilkan
koloni bakteri yang berwarna biru dan putih. Hanya koloni berwarna putih yang
diisolasi karena di dalamnya mengandung plasmid rekombinan. Adanya sisipan
bagian gen Mmpma di dalam koloni E. coli putih dikonfirmasi dengan PCR
terhadap koloni putih dengan cara mengambil koloni dengan tusuk gigi lalu
diresuspensikan ke dalam ddH2O. Suspensi ini kemudian dicampur dengan 0.5
M primer SP6, 0.5 M primer T7, 0.2 mM dNTP mix, 1x buffer Taq, dan 1.25 U
LA Taq DNA Polymerase dengan volume reaksi sekitar 10 µl. Kondisi PCR sama
dengan isolasi masing-masing bagian gen.
Analisis cDNA sisipan. Plasmid rekombinan diisolasi dengan
menggunakan prosedur Suharsono (2008). Untuk mengeluarkan sisipan, plasmid
rekombinan dipotong dengan enzim EcoR1 menggunakan prosedur dari Promega
Inc. Pengurutan DNA dilakukan dengan menggunakan mesin pengurut DNA
otomatis (Automated DNA Sequencer ABI Prism 310, Perkin-Elmer). Identifikasi
urutan nukleotida dilakukan dengan beberapa analisis. Analisis kesejajaran lokal
59
(local alignment) Mmpma berdasarkan nukleotida dan asam amino dengan data
yang ada di GeneBank dilakukan dengan program BLAST (Basic Local
Alignment Search Tools) yang disediakan NCBI (National Center for
Biotechnology Information) melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/blast. Analisis
restriksi dilakukan dengan menggunakan program NEBCutter (http://tools.
neb.com/NEBcutter2/index.php) dan program BioEdit versi 7.0.9.0. Domain
potensial dianalisis dengan program motif scan http://au.expasy.org/prosite/.
Analisis hidrofobisitas menggunakan program BioEdit versi 7.0.9.
Hasil dan Pembahasan
Isolasi RNA Total
RNA total telah berhasil diisolasi dari daun Melastoma malabathricum L.
Jumlah RNA total yang diperoleh adalah 234.64 μg tiap gram daun segar.
Pengujian kemurnian RNA total yang dilakukan dengan membandingkan nilai
OD260 dan OD280 menunjukkan bahwa RNA total yang diisolasi mempunyai
kemurnian yang cukup tinggi karena mempunyai rasio 1.83. Menurut Farrel
(1993) RNA yang mempunyai rasio absorbansi pada 260 nm dan 280 nm antara
1.8 dan 2.0 adalah murni yang bebas dari kontaminan protein.
Integritas RNA total dianalisis dengan melakukan elektroforesis di gel
agarose yang terdenaturasi oleh formaldehide. Hasil elektroforesis RNA total
menunjukkan adanya 2 pita dominan yang keduanya adalah RNA ribosomal
(rRNA) 28S dan 18S (Gambar 15). Adanya dua pita rRNA yang jelas
menunjukkan bahwa kedua rRNA tersebut mempunyai integritas yang tinggi
sehingga mRNA yang terdapat di suspensi yang sama juga mempunyai integritas
yang tinggi.
Sintesis cDNA TotalcDNA total disintesis melalui transkripsi balik dengan menggunakan
cetakan (template) RNA total dan primer oligo-dT sehingga cDNA yang terbentuk
hanya berasal dari mRNA karena hanya mRNA yang mengandung poly(A) pada
Gambar 15. RNA Total dari daun Melastoma malabathricum. (1,2) RNA Total.
18S28S
1 2
60
ujung 3’, sedangkan rRNA dan tRNA tidak. Keberhasilan sintesis cDNA total
diketahui dengan PCR menggunakan primer spesifik terhadap cDNA ekson1 –
ekson2 dari aktin (ActF dan ActR) dan menghasilkan satu pita berukuran 451 pb.
Bila terdapat tambahan pita berukuran lebih besar dari 451 pb, berarti cDNA hasil
sintesis terkontaminasi DNA karena antara ekson1 dan ekson2 mempunyai intron.
Berdasarkan genom kedelai, DNA antara ekson1 dan ekson2 berukuran sekitar
539 pb (Shah et al 1982). Sintesis cDNA total telah berhasil dilakukan, hal ini
ditunjukkan oleh hasil amplifikasi cDNA dengan primer ActF dan ActR
mempunyai produk PCR berukuran 451 pb (Gambar 16).
Isolasi cDNA Spesifik
PCR dengan menggunakan pasangan primer AF2 – AR2 dan pasangan
primer PMA2-F – MaPMAp-R dengan cDNA total sebagai cetakan masing-
masing menghasilkan fragmen cDNA Mmpmam (Gambar 17A) dan Mmpma5’
(Gambar 17B) sedangkan fragmen cDNA Mmpma3’ disintesis menggunakan
metode 3’ RACE (Gambar 17C). cDNA gen Mmpma diperoleh dengan PCR
menggunakan cetakan gabungan ketiga fragmen tersebut dengan primer PMA2-F
dan 3’UTR-R menghasilkan pita seperti pada Gambar 17D.
Gambar 17. Hasil isolasi bagian-bagian gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M.malabathricum. A, fragmen Mmpmam (806 pb); B, fragmen Mmpma5’ (1055pb); C, fragmen Mmpma3’ (1443 pb) dan D, Mmpma (3126 pb)
A
500 pb
1000 pb800 pb
M 1
2000 pb
1000 pb
M 1 2B
2000 pb
1000 pb
M 1 2C M 1
2000 pb3000 pb
D
Gambar 16. Hasil amplifikasi cDNA menggunakan primer ActF dan actR.
1000 pb
500 pb
61
Berdasarkan pengurutan nukleotida fragmen Mmpma5’ (Lampiran 3 dan
4) dan Mmpma3’ (Lampiran 5 dan 6) menunjukkan bahwa ukuran kedua fragmen
tersebut adalah masing-masing 1055 pb dan 1443 pb. Gabungan ketiga fragmen
Mmpma ini berukuran 3155 pb (Gambar 18) yang mengandung kodon awal (atg),
kodon akhir (tga), 3’UTR, dan putative polyadenylation signal (aataaat). cDNA
Mmpma dan 3’UTR, selain poly(A), yang berukuran 3126 pb telah berhasil diklon
ke dalam vektor pGEM-T Easy dan diverifikasi urutan nukleotidanya (Lampiran 7
dan 8). Hasil pengklonan ini selanjutnya disebut sebagai pMmpma (Gambar 19).
Plasmid ini sangat penting dalam konstruksi vektor ekspresi untuk menghasilkan
tanaman transgenik yang toleran terhadap cekaman Al dan pH rendah.
5’atgggggagaagcctgaggtgctggaggcagtgctgaaggaagcagtggatttggagaacattcctattgaggaagtgtttgagaatctgagatgcagcaaggagggcctgaccacccagtccgccgaggagcgccttgcgattttcggccagaacaagctcgaggagaagaaggagagcaagttcttgaagttcttggggtttatgtggaatcctctgtcttgggtcatggaagctgcagcaatcatggccattgccctggcaaatggaggagggaagcctcctgattggcaggattttgtcggtatcataactcttctcttcattaactcgacgatcagcttcatcgaggaaaataatgcgggtaatgctgccgctgctttgatggctcgtctcgcccccaaggccaaggttctacgagatggaaggtggagtgaggaagacgcagctgtgctagtccctggggatataatcagcattaaacttggagacataattcctgctgatgctcgccttcttgagggagatcccttgaaaattgaccagtctgcactcactggtgaatctctgccggtcaccaaaggccctggagatggtgtttattcaggttccacatgtaagcaaggggaaattgaagctgtggttattgccactggtgtgcacactttctttggcaaggcggcacacttggtggataccactaatcaagtgggacatttccagaaggttttgactgcaattggaaatttctgcatttgctcgattgctgtcgggatgataattgaaattattgtcatgtatccgattcaacggaggaaatatcgccctggaatcgacaatcttcttgttcttctcatcggaggaatccctattgccatgcctaccgttctttcagtcaccatggccattggctctcacaggctatctcagcagggagcgatcaccaagagaatgacagcaatcgaagagatggctggaatggatgtcctctgcagtgataagactgggactctgactttgaacaagcttactgttgacaaaaatctcatcgaggtctttgcgaaaggagtggacccggatactgttgtcctgatggctgctagagcatcgaggaccgaaaaccaagatgccatagattccgccatagttgggatgctagctgatccaaaagaggctcgatctgggattcaggaagtacactttcttccctttaaccctactgacaagaggaccgctttgacctacatcgattccgagggcaggatgcacagagtgagcaaaggtgctccagagcagatcctgaaccctgcgcacaataagtcggagattgagcgtcgagtccatgccgtgattgataaatttgccgagcgtggtctgcgatcacttgcagtagcgtatcaggaagttccagaaggaagaaaggagagtcctggagggccgtggcagttcatcggtctgatgcctctgtttgatccccccaggcatgacagtgccgagacaattaggagggctcttaatcttggggttaatgtcaaaatgatcacgggggatcaatttgctataggcaaagaaactggccgtcggttgggaatgggcataaacatgtacccttcttctgctttattaggtcagaataaggatgaatcgattgctgcgctgccagttgatgagctcattgaaaaggcagatggctttgctggtgttttcccggagcataagtatgagattgtgaagcgattacaagcaaggaaacatatatgtggcatgacaggagatggtgtcaacgatgcccctgccctaaagaaggctgatattgggatagctgttgccgatgccactgatgctgctcgtagtgcttctgacattgtgctcactgagcctggccttagtgtcatcatcagtgctgtcctcaccagtcgtgctatcttccaaaggatgaaaaattacactatctacgcagtttctattacaattcgtatagtgcttggattcatgttattggccctcatatggaagtttgactttccccctttcatggtgctgatcgttgctatcctcaatgatggtaccgtcatgacaatctcgaaggatagggtgaaaccatcacctcttcccgacagctggaagctcgcagaaatcttcactactggaattgttctcggcagttacctggctatgatgacggttatcttcttttgggcagcctacgaaactaacttcttcccgagagtttttggcgtagccactcttgagaagactgcccatgacgacttccgaaagcttgcctccgcgatatacttgcaagtgagtactatcagtcaggccttgatatttgtgacacgatccaggggttggtcctacgtcgagcgtcccgggttgttgctcattgcggcttttgtgattgctcaactgattgctactctaattgcggtttacgcgagctggggctttgccgctatcgaggggattggatggggttgggccggtgtcatctggctttataacatcatcttttacatcccgcttgacttcatcaagttcttcatccgttatgcattgagtgggaaggcctgggatcttgttatcgagcagaggattgcattcacgaggcaaaaggactttggaaaagaacagcgcgagcttcaatgggcacacgcacaaagaacactgcatgggttgcaaccacccgacacaaaaatattcactgagcgtactcgcttcgcggaactcaatcatattgctgaagaagctaagagaagagccgagatagcgaggttgagggaactgaataccctgaaaggtcatgtggaatcagttgtgagactgaagggacttgacatagagacaatccagcaagcatacacagtctgaggagagcaacacgatcttctgtagctccggctcttatcatggcattcttatctgtgctgaggccaataaatcgtgtaactagcagtgtgtcaacagtttctgtcgtggtagcttgggcaatcccctattcgcacccttggaaaatgcctcaagagggacaccacggcgaacgactctgtaagctttgtcgaagaggcttgaaacaacagtacggcctacttttgtattaatcttatgcaactgtcgattttgattatgctctaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa 3’
Gambar 18. Hasil pengurutan nukleotida dari gen utuh (full length) penyandi H+-ATPasemembran plasma dari M. malabathricum (Mmpma) yang berukuran 3155 pbyang diperoleh dari penggabungan fragmen Mmpma5’, Mmpmam, danMmpma3’. Kotak = kodon awal; garis bawah tebal = kodon akhir; garis bawahpada huruf miring = putative polyadenylation signal; huruf miring = 3’UTR(untranslated region); dan huruf miring tebal = ekor poli(A).
62
Analisis Urutan Nukleotida Mmpma
Analisis urutan nukleotida menunjukkan bahwa cDNA Mmpma berukuran
2871 pb yang menyandi 956 asam amino. Setelah kodon akhir (2872 pb), terdapat
3’UTR (untranslated region) berukuran 284 pb termasuk di dalamnya adalah
poliadenin. Mmpma memiliki putative polyadenylation signal AATAAAT, 64 pb
setelah codon akhir. Polyadenylation dikenal sebagai mekanisme regulasi utama
setelah transkripsi pada eukariot. Analisis kesejajaran berdasarkan urutan
nukleotida dengan bank data di GeneBank dengan program BLAST (Basic Local
Alignment Search Tools) menunjukkan bahwa Mmpma mempunyai kesamaan
82% dengan pma Vitis vinifera (XM_002270308); 81% masing-masing dengan
pma Juglans regia (AY347715), pma Populus tricocarpa (XM_002322091), pma
Sesbania rostrata (AB086374), dan pma Prunus persica (AJ271439); serta 80%
dengan pma L. esculentum (AF275745). Analisis situs restriksi terhadap urutan
nukleotida Mmpma dengan Program BioEdit versi 7.0.9.0 menunjukkan bahwa
kecuali NcoI, PstI, NdeI, SacI, BstXI dan NsiI, nukleotida tersebut tidak
mengandung situs restriksi yang terdapat pada situs multi pengklonan dari pGEM-
T Easy. Fragmen Mmpma disisipkan di antara situs ApaI, AatII, SphI, NcoI, BstZI,
Gambar 19. Peta plasmid pMmpma (6141 pb) yang terdiri dari vektor pGEM-T Easy(3015 pb) dan cDNA Mmpma (3126 pb)
63
NotI, SacII, EcoRI di satu sisi dan SpeI, EcoRI, NotI, BstZI, PstI, SalI, NdeI, SacI,
BstXI, NsiI di sisi lain sehingga kecuali NcoI, PstI, NdeI, SacI, BstXI dan NsiI,
situs-situs tersebut dapat digunakan untuk mengeluarkan sisipan Mmpma dari
plasmid rekombinan (Gambar 19). Peta situs restriksi sangat penting dalam
rekayasa genetika.
Analisis kesejajaran berdasarkan urutan asam amino menunjukkan bahwa
MmPMA mempunyai kesamaan 94% masing-masing dengan PMA Vitis vinifera
(XP_002270344) dan PMA Juglans regia (AAQ55291), 93% dengan PMA
Populus trichocarpa (XP_002322127), 92% dengan PMA Vicia faba
(CAC29435), Lycopersicon esculentum (AF179442), Solanum tuberosum
(CAA54046), dan Arabidopsis thaliana, AHA4 (NP_190378).
Struktur dua dimensi protein H+-ATPase membran plasma (PMA) yang
memiliki 10 domain transmembran (M1-M10), 4 loops sitoplasma (C1-C4), dan 6
domain fungsional (F1-F6) digambarkan oleh Morsomme et al. (2000) dan
Burghoorn et al. (2002) (Gambar 20). Pada M. malabathricum L., domain
transmembran, loops sitoplasma, domain fungsional dan domain autoregulator
ditunjukkan pada Gambar 21. Pada loop sitoplasma kedua (C2) terdapat sekuen
terkonservasi TGES (domain aktivitas fosfatase, F1), sedangkan pada C3 terdapat
sekuen DKTGTLT (domain fosforilasi dan transduksi, F2), KGAP (domain
pengikatan ATP dan/atau aktivitas kinase, F3), DPPR (domain pengikatan ATP,
F4), MITGD (domain pengikatan ATP, F5) dan GDGVNDAPALK (domain
Gambar 20. Struktur 2 dimensi dari H+-ATPase membran plasma. M1-M10, domaintransmembran; C1-C4, loop sitoplasma; F1-F6, domain fungsional (Scarborough1996); Region 1 (R1), R2, dan 14-3-3, domain autoregulator (Fuglsang et al.1999); dan 14-3-3, situs pengikatan protein 14-3-3.
F2
F6
F1
F3F4
F5
R2
14-3-3
R1
64
pengikatan ATP, F6). Sedangkan domain autoregulator mempunyai sekuen
QKDFGKEQRELQWAHAQRTLHGL, NHIAEEAKRRAEIARL, dan YTV.
Berdasarkan deduksi asam amino, MmPMA memiliki berat molekul 105.29 kDa
dengan perkiraan titik isoelektrik 6.84.
7 81 2 3 4 5 6 9 10
C1 C2 C3 C4
Gambar 22. Profil hidrofobisitas MmPMA dan PMA Juglans regia (AHA1) menggunakanskala Kyte & Doolittle. Angka 1-10 menunjukkan domain transmembran danC1-C4 menunjukkan domain sitoplasma.
Gambar 21. Deduksi asam amino gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M.malabathricum. Kotak, transmembran 1-10 (M1-M10); latar belakang gelap, 4loops sitoplasma (C1-C4); huruf tebal, 6 domain fungsional (TGES, DKTGTLT,KGAP, MITGD, dan GDGVNDAPALK); dan huruf tebal dan garis bawah,domain autoregulator (R1, R2, dan 14-3-3). 14-3-3, situs pengikatan protein 14-3-3 yang mengatur aktivitas enzim.
MGEKPEVLEAVLKEAVDLENIPIEEVFENLRCSKEGLTTQSAEERLAIFGQNKLEEKKESKFLKFLGFMWNPLSWVMEAAAI
MAIALANGGGKPPDWQDFVGIITLLFINSTISFIEENNAGNAAAALMARLAPKAKVLRDGRWSEEDAAVLVPGDIISIKLGDII
PADARLLEGDPLKIDQSALTGESLPVTKGPGDGVYSGSTCKQGEIEAVVIATGVHTFFGKAAHLVDTTNQVGHFQKVLTAI
GNFCICSIAVGMIIEIIVMYPIQRRKYRPGIDNLLVLLIGGIPIAMPTVLSVTMAIGSHRLSQQGAITKRMTAIEEMAGMDVLCS
DKTGTLTLNKLTVDKNLIEVFAKGVDPDTVVLMAARASRTENQDAIDSAIVGMLADPKEARSGIQEVHFLPFNPTDKRTAL
TYIDSEGRMHRVSKGAPEQILNPAHNKSEIERRVHAVIDKFAERGLRSLAVAYQEVPEGRKESPGGPWQFIGLMPLFDPPRH
DSAETIRRALNLGVNVKMITGDQFAIGKETGRRLGMGINMYPSSALLGQNKDESIAALPVDELIEKADGFAGVFPEHKYEIV
KRLQARKHICGMTGDGVNDAPALKKADIGIAVADATDAARSASDIVLTEPGLSVIISAVLTSRAIFQRMKNYTIYAVSITIRI
VLGFMLLALIWKFDFPPFMVLIVAILNDGTVMTISKDRVKPSPLPDSWKLAEIFTTGIVLGSYLAMMTVIFFWAAYETNFFPR
VFGVATLEKTAHDDFRKLASAIYLQVSTISQALIFVTRSRGWSYVERPGLLLIAAFVIAQLIATLIAVYASWGFAAIEGIGWG
WAGVIWLYNIIFYIPLDFIKFFIRYALSGKAWDLVIEQRIAFTRQKDFGKEQRELQWAHAQRTLHGLQPPDTKIFTERTRFA
ELNHIAEEAKRRAEIARLRELNTLKGHVESVVRLKGLDIETIQQAYTV
C1
C2
C3
C4
M1
M2
M3 M4
M5 M6 M7
M8 M9
M10 R1
R2 14-3-3
65
Berdasarkan analisis hidrofobisitas, MmPMA menunjukkan profil yang sama
dengan PMA Juglans regia (Gambar 22). Kurva yang berada di atas 0
menunjukkan fragmen yang bersifat hidrofobik dan di bawah 0 bersifat hidrofilik.
Berdasarkan Gambar 21, MmPMA mempunyai 10 domain transmembran yang
ditunjukkan oleh adanya 10 puncak dominan di atas 0 (M1-M10) dan 4 loops
sitoplasma yang ditunjukkan oleh 4 puncak dominan di bawah 0 (C1-C4).
Kesimpulan
Gen penyandi H+-ATPase membran plasma utuh (full length) yang telah
berhasil diisolasi berukuran 2871 pb yang menyandi 956 asam amino.
Berdasarkan urutan nukleotida, Mmpma mempunyai kesamaan 82% dengan PMA
Vitis vinifera (XM_002270308); 81% masing-masing dengan PMA Juglans regia
(AY347715), PMA Populus tricocarpa (XM_002322091), PMA Sesbania
rostrata (AB086374), dan PMA Prunus persica (AJ271439); serta 80% dengan
PMA L. esculentum (AF275745). Berdasarkan deduksi asam amino, MmPMA
mempunyai kesamaan 94% masing-masing dengan PMA Vitis vinifera
(XP_002270344) dan PMA Juglans regia (AAQ55291), 93% dengan PMA
Populus trichocarpa (XP_002322127), 92% dengan PMA Vicia faba
(CAC29435), Lycopersicon esculentum (AF179442), Solanum tuberosum
(CAA54046), dan Arabidopsis thaliana, AHA4 (NP_190378). Selain daerah
penyandi, 3’UTR dari Mmpma juga telah berhasil diklon.
Ucapan Terima Kasih
Kami berterima kasih kepada Program BPPS, Kementerian Pendidikan
Nasional, Indonesia atas beasiswa yang telah diberikan; Hibah Kompetensi an. Dr.
Suharsono dengan judul isolasi dan ekspresi gen dalam rangka perakitan tanaman
yang toleran terhadap cekaman asam dan aluminium atas dukungan sebagian
besar dana penelitian; Prof. Ko Shimamoto dan Dr. Wong Hann Ling dari Plant
Molecular Genetics Laboratry, Nara Institute of Science and Technology, Japan
atas dukungan fasilitas laboratorium, bahan kimia dan bantuan teknik
laboratorium.
KONSTRUKSI RNAi DARI FRAGMEN 3’UTR GENPENYANDI H+-ATPase MEMBRAN PLASMA DARI
Melastoma malabathricum L.
Abstrak
Teknik RNA silencing adalah sebuah cara yang efektif untuk menguji fungsibiologi mRNA target pada tanaman. Perkembangan terkini mengenai teknologipengklonan GATEWAYTM memudahkan untuk mengkonstruksi vektor RNAiyang mempunyai sekuen pemicu dan untuk menganalisis fungsi gen target.Tujuan penelitian ini adalah mengkonstruksi RNAi dari fragmen 3’UTR genpenyandi H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L.,3’UTRMmpma. Vektor RNAi telah berhasil dikonstruksi menggunakan teknologipengklonan GATEWAYTM dimana fragmen 3’UTRMmpma digunakan sebagaisekuen pemicu RNA utas ganda (dsRNA), pENTRTM/D-TOPO® sebagai entryvector dan vektor pANDA sebagai destination vector. RNAi telah diintroduksikanke tanaman M. malabathricum L. melalui A. tumefaciens EHA101 untukmempelajari peranan gen Mmpma dalam detoksifikasi stres Al. Uji toleransitanaman transgenik terhadap cekaman Al menunjukkan bahwa pada larutan harayang mengandung 3.2 mM Al (AlCl3.6H2O), tanaman transgenik mengalamihambatan pertumbuhan terutama pertumbuhan akar dan daun, sedangkan non-transgenik tidak mengalami hambatan. Hal ini menunjukkan bahwapenghambatan ekspresi gen Mmpma dengan RNAi pada tanaman M.malabathricum L. menyebabkan tanaman menjadi sensitif terhadap Al.
Abstract
The RNA silencing technique is an effective tool to examine the biologicalfunction of the target mRNA in plants. The recent development of GATEWAYTM
cloning technology makes it easy to construct the RNAi vectors with triggersequences and to analyze the function of a target gene. The objective of thisresearch is to construct RNAi including the 3’UTR fragment of the gene codingplasma membrane H+-ATPase from Melastoma malabathricum L.,3’UTRMmpma. RNAi vector had been successfully constructed usingGATEWAYTM cloning technology with the 3’UTRMmpma was used as double-stranded RNA (dsRNA) trigger sequence, pENTRTM/D-TOPO® as entry vector,and pANDA plasmid as destination vector. RNAi had been successfullyintroduced into M. malabathricum L. mediated by A. tumefaciens EHA101 toanalyze the function of Mmpma gene in the detoxifying Al stress. Transgenicplants tolerance analyzes to Al stress showed that in the nutrient solutionincluding 3.2 mM Al (AlCl3.6H2O), the transgenic plants underwent growthsuppression especially roots and leaves, whereas non-transgenic plants underwentgrowth normally. It showed that suppression of Mmpma gene expression by RNAito M. malabathricum L. caused the plant became sensitive to Al.
Key words: 3’UTRMmpma, RNAi vector, A. tumefaciens, Al stress.
67
Pendahuluan
RNA interference (RNAi) adalah RNA yang mengganggu RNA yang ada
di dalam sel. Adanya RNAi menyebabkan RNA yang ada di dalam sel dapat
diikat oleh RNAi untuk membentuk RNA utas ganda (dsRNA). RNA utas ganda
dipotong oleh enzim Dicer di sitoplasma menjadi fragmen dsRNA pendek
berukuran 21-26 nukleotida dengan ujung 3’ overhangs dua nukleotida (Bernstein
et al. 2001; Vance & Voucheret 2001; Waterhouse et al. 2001; Hannon 2002;
Pickford & Cogoni 2003). Salah satu dari kedua utas dari masing-masing
fragmen, yang diketahui sebagai utas pemandu (guide strand), bergabung dengan
RISC (RNA-induced silencing complex) dan berasosiasi dengan mRNA target
(Hammond et al. 2000), dan kemudian mengaktivasi fungsi RISC untuk
mendegradasi mRNA target dan menekan ekspresi gen pada berbagai level
(Matzke et al. 2001; Waterhouse et al. 2001; Hannon 2002; Plasterk 2002;
Meister & Tuschl 2004).
Proses RNAi menghasilkan 2 tipe molekul RNA kecil, yaitu microRNA
(miRNA) dan small interfering RNA (siRNA). RNA merupakan produk langsung
dari gen yang bagian spesifiknya dapat diikat oleh RNA kecil tersebut sehingga
pada akhirnya dapat meningkatkan atau menurunkan aktivitas gen tersebut.
Aktivitas gen yang meningkat ditandai dengan meningkatnya transkripsi gen,
suatu fenomena yang disebut aktivasi RNA, yang dapat terjadi apabila sekuen
RNA kecil (siRNA dan miRNA) komplemen dengan bagian promoter gen
(Check, 2007; Li et al. 2006). Aktivitas gen menurun apabila RNA kecil
komplemen dengan bagian gen yang spesifik atau terkonservasi (Miki et al.
2005). mRNA yang ditranskripsikan oleh gen tersebut membentuk utas ganda
dengan RNA kecil yang telah bergabung dengan RISC (RNA-induced silencing
complex) dan selanjutnya Argonaute, komponen aktif dari RISC, dapat memotong
mRNA sehingga gen menjadi tidak fungsional (Ahlquist 2002).
Berdasarkan mekanisme selulernya, pembentukan dsRNA dapat terjadi
melalui dua cara, yaitu secara eksogenous dan endogenous (Bagasra & Prilliman
2004). Secara eksogenous, dsRNA yang berasal dari infeksi virus dengan sebuah
genom RNA atau dari manipulasi laboratorium yang secara langsung masuk ke
dalam sitoplasma dan dipotong menjadi fragmen kecil oleh enzim Dicer. Secara
68
endogenous, dsRNA berasal dari dalam sel sebagai pre-microRNA yang
diekspresikan dari gen penyandi RNA dalam genom. Transkrip dari gen tersebut
membentuk struktur jepit rambut (stem-loop) yang kemudian dikeluarkan ke
sitoplasma untuk dipotong oleh Dicer.
Teknik RNAi adalah sebuah cara yang efektif untuk menguji fungsi
biologi mRNA target pada tanaman. Perkembangan terkini mengenai vektor
RNAi, yang menggunakan promoter konstitutif dan teknologi teknik pengklonan
GATEWAYTM, memudahkan untuk mengkonstruksi vektor RNAi yang
mempunyai sekuen pemicu dsRNA dan memudahkan pula untuk menganalisis
fungsi gen target. Salah satu vektor RNAi yang dapat digunakan untuk
mempelajari fungsi gen target adalah vektor pANDA yang dikembangkan oleh
Miki & Shimamoto (2004). Vektor ini menggunakan promoter ubiquitin1 dari
jagung yang mengontrol ekspresi mRNA berulang terbalik dari sekuen gen target.
Orientasi mRNA berulang terbalik merupakan pemicu pembentukan siRNA.
Aplikasi vektor ini dengan gen penyandi green fluorescent protein (GFP) dan
phytoene desaturase (PDS) dapat menekan ekspresi kedua gen tersebut pada
tanaman padi (Miki et al. 2005).
Miki et al. (2005) juga menggabungkan sekuen unik berulang terbalik dari
3’UTR (untranslated region) yang diperoleh dari famili gen OsRac padi dengan
promotor kuat dan stabil lalu diintroduksikan ke dalam padi. Masing-masing dari
sembilan anggota famili gen OsRac ekspresinya ditekan oleh konstruksi berulang
terbalik tersebut. Konstruksi berulang terbalik menggunakan gabungan dari
beberapa 3’UTR menunjukkan tiga anggota famili gen OsRac mengalami
tekanan. Selanjutnya, dengan menggunakan daerah yang terkonservasi tinggi dari
famili gen OsRac, Miki et al. (2005) juga berhasil menekan ekspresi semua
anggota famili gen OsRac dengan efisiensi yang berbeda-beda. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa RNAi merupakan metoda yang bermanfaat untuk
menganalisis fungsi famili gen pada padi dan tanaman lain.
Salah satu gen yang diduga terlibat dalam toleransi tanaman terhadap
kondisi asam dan aluminium tinggi adalah gen penyandi H+-ATPase membran
plasma (Anwar, 1999; Ahn et al., 2004). Gen ini berperanan memompa proton
keluar sel sehingga dapat mempertahankan pH sitoplasma sel, yaitu sekitar 7.5
69
(Young et al. 1998), akibatnya aluminium bebas (Al3+), yang merupakan bentuk
Al yang paling toksik, tidak dapat masuk ke dalam sitoplasma karena sitoplasma
mempunyai pH netral dan Al hanya dapat larut pada suasana asam. cDNA dari
H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L., Mmpma, dan
3’UTR dari gen tersebut telah berhasil diisolasi dari penelitian sebelumnya. Pada
percobaan ini, kami menguji peranan gen penyandi H+-ATPase membran plasma
dalam toleransinya terhadap cekaman Al. Dalam pengujian ini, kami
mengkostruksi RNAi menggunakan vektor pANDA dan sekuen 3’UTR dari gen
penyandi H+-ATPase membran plasma dari M. malabathricum L. sebagai sekuen
berulang terbalik. Tanaman M. malabathricum ditransformasi dengan vektor hasil
konstruksi melalui Agrobacterium tumefaciens EHA101. Tanaman transforman
selanjutnya diuji pada media yang mengandung Al. Bilamana H+-ATPase
membran plasma berperan dalam toleransi M. malabathricum L. terhadap
cekaman Al, maka gangguan ekspresi gen ini melalui RNAi menyebabkan
tanaman transgenik yang diperoleh adalah sensitif terhadap cekaman Al.
Bahan dan Metode
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan adalah daun tanaman Melastoma
malabathricum sebagai sumber eksplan. A. tumefaciens EHA101 (koleksi Prof.
Ko Shimamoto, NAIST, Japan) digunakan sebagai inang vektor biner. pENTR™
Directional TOPO® Cloning (InvitrogenTM) dan Vektor pANDA (koleksi Prof. Ko
Shimamoto, NAIST, Japan, Gambar 23) masing-masing digunakan sebagai entry
vector dan destination vector dalam konstruksi vektor RNAi. Primer spesifik
3’UTR-F (5’-CACCGGAGAGCAACACGATCTTGT-3’) dan 3’UTR-R (5’-
AATCAAAATCGACAGTTGCATAAGA-3’) yang digunakan untuk
mengamplifikasi fragmen 3’UTR dari gen penyandi H+-ATPase membran plasma
didesain berdasarkan hasil isolasi Mmpma dengan 3’RACE yang telah dilakukan
sebelumnya. Fragmen ini dapat digunakan sebagai pemicu dsRNA dalam
konstruksi RNAi. Primer spesifik UbiF1 (5’-TGATGATGTGGTCTGGTTGG-3’)
dan GusR1 (5’-TGGATCCCGGCATAGTTAAA-3’) digunakan untuk meng-
70
identifikasi tanaman transgenik. Primer aktin actF (5’-ATGGCAGATG-
CCGAGGATAT-3’) dan actR (5’-CAGTTGTGCGACCACTTGCA-3’)
digunakan sebagai alat evaluasi DNA total.
Metode Penelitian
PCR. Fragmen 3’UTR diamplifikasi dengan PCR menggunakan enzim
DNA polimerase proofreading untuk menghasilkan produk PCR ujung tumpul
(blunt end) dan primer spesifik dengan penambahan CACC pada primer forward
agar dapat disisipkan pada situs pengklonan plasmid pENTRTM/D-TOPO®
(Gambar 24) dengan orientasi yang benar. Komposisi PCR yang digunakan
adalah 10 ng pMmpma3’, 0.5 µM primer 3’UTR-F, 0.5 µM primer 3’UTR-R, 1x
buffer taq, 0.2 mM dNTP mix, 1.25 U PrimeSTAR® HS DNA Polymerase dan
ddH2O hingga volume reaksi 20 μl. PCR dilakukan sebanyak 35 siklus dengan
kondisi pra-PCR 98°C, 2 menit; denaturasi 98°C, 10 detik; penempelan primer
55oC, 5 detik; pemanjangan 72°C, 50 detik, dan pasca-PCR 72°C, 2 menit.
Produk PCR selanjutnya dielektroforesis menggunakan gel agarose untuk
mengetahui integritas dan kuantitasnya.
Gambar 23. Vektor pANDA digunakan untuk konstruksi RNAi berukuran 20 kb (Mikiand Shimamoto 2004). LB, left border; RB, right border; NPT II, genresisten Kanamycin; HPT, gen resisten Hygromycin; Ubq pro., promoterubiquitin1 jagung + intron pertama; attR, kaset rekombinasi LR clonase;attR1 & attR2, situs rekombinasi LR clonase; CmR, gen resistenChloramphenicol; ccdB, gen ccdB; NOSt, terminator NOS.
71
Subkloning fragmen 3’UTR ke dalam Entry Vector. Agar memberikan
hasil yang optimal, perbandingan molar antara produk PCR dengan vektor TOPO
adalah 0.5:1 hingga 2:1. Komposisi reaksi ligasi adalah sebagai berikut: 2 l (8
ng) produk PCR, 1 µl larutan garam (1.2 M NaCl dan 0,06 M MgCl2), 1 µl (15-20
ng) vektor pENTRTM/D-TOPO®, dan 2 µl dH2O. Komponen reaksi tersebut
dicampur dan diinkubasi selama 5 menit pada suhu ruang (22-23oC). Proses ligasi
antara vektor dan insert terjadi selama inkubasi oleh enzim Topoisomerase I.
Sebanyak 3 µl reaksi ligasi dicampur dengan 50 µl bakteri E. coli DH5α
kompeten, dan diinkubasi di es selama 30 menit. Selanjutnya, campuran ini
diperlakukan dengan kejutan panas (heat-shock) pada 42oC selama 30 detik, dan
segera diinkubasikan di dalam es. Setelah itu, campuran ditambah dengan 250 µl
2xYT (16 g/l Bacto-tryptone, 10 g/l bacto yeast extract, 5 g/l NaCl, pH 7.0), lalu
diinkubasi pada suhu 37oC selama 1 jam dengan pengocokan. Sebanyak 50 µl
kultur bakteri disebar pada media LB padat yang mengandung 50 µg/ml
kanamisin dan diinkubasi pada suhu 37oC semalam.
Gambar 24. Peta fisik plasmid dan situs pengklonan pENTRTM/D-TOPO®
72
Pengklonan ke dalam Vektor pANDA. Vektor pENTRTM/D-TOPO®
rekombinan (entry clone) direkombinasikan dengan vektor pANDA menggunakan
enzim LR clonase. Campuran reaksinya adalah sebagai berikut: 2 µl buffer reaksi
LR (5x), 100-300 ng entry clone, 300 ng vektor pANDA, dan buffer TE hingga
volume 8 µl. Selanjutnya 2 µl enzim LR clonase ditambahkan ke dalam campuran
reaksi dan dicampur lalu diinkubasi pada suhu 25oC selama semalam. Untuk
menghentikan reaksi, sebanyak 1 µl larutan proteinase K (2 µg/µl) ditambahkan
ke dalam campuran reaksi lalu diinkubasi pada suhu 37oC selama 10 menit. Hasil
rekombinasi diintroduksikan ke dalam E. coli DH5 dengan mencampur 10 µl
larutan hasil rekombinasi dan 50 µl E. coli DH5 kompeten yang dilakukan
seperti prosedur transformasi di atas dan transformannya diseleksi dengan masing-
masing 50 µg/ml kanamisin dan higromisin. Verifikasi orientasi fragmen 3’UTR
dalam vektor RNAi dilakukan dengan sekuensing menggunakan primer GusF dan
GusR. Bila hasil sekuensing menemukan ujung 5’ fragmen 3’UTR, maka orientasi
sesuai harapan, yaitu berulang terbalik.
Transformasi A. tumefaciens EHA101 dengan Vektor RNAi. Sebanyak
1 µl (150 ng) vektor RNAi dicampur dengan 50 µl A. tumefaciens EHA101
kompeten, diberi kejutan listrik pada voltase 1800 volt, kapasitas 25 µF, dan
resistensi 200 Ω selama 3-4 mdetik di dalam elektroporator. Bakteri hasil
elektroporasi kemudian ditambahkan dengan 1ml 2xYT lalu diinkubasi pada suhu
28oC sambil dikocok selama 1 jam. Sebanyak 150 l bakteri kemudian disebar
pada cawan petri yang mengandung media 2xYT serta 50 μg/ml kanamisin dan
higromisin lalu diinkubasi pada suhu 28oC selama 30 jam.
Transformasi Tanaman dengan Vektor RNAi. Transformasi dilakukan
dengan menggunakan A. tumefaciens menurut prosedur Akashi et al. (2005) yang
telah dimodifikasi oleh Darojat (2010). Seleksi dan regenerasi tanaman
menggunakan prosedur Darojat (2010). Aklimatisasi tanaman dilakukan setelah
tanaman berumur 20 minggu setelah kokultivasi. Media tanam yang digunakan
dalam aklimatisasi adalah tanah : arang sekam : tanah pupuk dengan perbandingan
1:1:1.
73
Identifikasi Tanaman Transgenik. Tanaman transgenik diidentifikasi
menggunakan PCR dengan DNA tanaman transgenik yang diisolasi dengan
menggunakan DNeasy Plant Mini Kit (QIAGEN) sebagai cetakan dan pasangan
UbiF1 dan GusR1 sebagai primer. Komposisi PCR yang digunakan adalah 100 ng
DNA, 0.5 µM UbiF1, 0.5 µM GusR1, 1x buffer taq, 0.2 mM dNTP mix, 1.25 U
taq DNA polymerase (RBC Bioscience) dan ddH2O hingga volume akhir 20 µl.
PCR dilakukan sebanyak 35 siklus dengan kondisi pra-PCR 94°C, 5 menit;
denaturasi 94°C, 1 menit; penempelan primer 55oC, 30 detik; pemanjangan 72°C,
1 menit, dan pasca-PCR 72°C, 5 menit.
Uji Toleransi Tanaman Transgenik Terhadap Cekaman Al. Tanaman
transgenik yang berumur 4 bulan setelah aklimatisasi dipotong bagian atasnya
hingga 3-4 buku dari pucuk lalu ditumbuhkan pada media H2O hingga muncul
akar sepanjang ±1 cm. Tanaman dipindahkan pada media hara (Watanabe et al.
2001) yang mengandung 3.2 mM AlCl3.6H2O dan pH 4 kemudian dibiarkan
beberapa hari hingga terjadi penghambatan pertumbuhan pada tanaman transgenik
dan tidak pada kontrol (hara tanpa Al).
74
Hasil dan Pembahasan
Konstruksi Vektor RNAi
Vektor RNAi dikonstruksi dengan menyisipkan fragmen 3’UTR gen
penyandi H+-ATPase membran plasma dari M. malabathricum L. ke dalam vektor
pANDA melalui vektor pENTRTM/D-TOPO® dengan teknologi GATEWAY.
Amplifikasi 3’UTR dari gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari M.
malabathricum L. yang berukuran 255 pb (Gambar 25) dengan penambahan
CACC pada ujung 5’ telah berhasil dilakukan. Fragmen ini kemudian disisipkan
ke dalam pENTRTM/D-TOPO®.
Hasil rekombinasi antara attR1 dari vektor pANDA dan attL1 dari
pENTRTM/D-TOPO® dan attR2 dari vektor pANDA dan attL2 dari pENTRTM/D-
TOPO® menyebabkan terjadinya penyisipan fragmen 3’UTR Mmpma ke dalam
vektor pANDA pada dua daerah yang orientasinya terbalik (inverted), yang
selanjutnya disebut sebagai pANDA/3’UTRMmpma (Gambar 26). Penyisipan
fragmen diverifikasi dengan PCR menggunakan cetakan pANDA/3’UTRMmpma
dan primer Ubq-F dan Gus-R untuk verifikasi fragmen di sebelah kiri gus linker
(Gambar 27, kolom 1-6) dan primer Gus-F dan Nost-R untuk verifikasi fragmen
di sebelah kanan gus linker (Gambar 27, kolom 7-12). Hasil PCR tersebut
menunjukkan adanya pita berukuran sekitar 750 pb yang terdiri dari bagian ujung
3’ promoter ubiquitin1 jagung, fragmen 3’UTRMmpma dan bagian ujung 5’ gus
linker (Gambar 27, kolom 1-6); dan pita lain yang juga berukuran 750 pb yang
teridiri atas bagian ujung 3’ gus linker, fragmen 3’UTRMmpma dan bagian ujung
5’ terminator nos (Gambar 27, kolom 7-12). Hasil ini juga telah menjelaskan
bahwa fragmen 3’UTR telah tersisip pada vektor pANDA dengan urutan posisi: –
promoter ubiquitin1 - 3’UTR - gus linker - 3’UTR - terminator nos - (Gambar 30).
Gambar 25. Hasil amplifikasi pMmpma3’ dengan menggunakan primer3’UTR-F dan 3’UTR-R (1 dan 2). M, 100 pb ladder.
M 1 2
200 pb
500 pb
1000 pb
75
Orientasi fragmen 3’UTR diverifikasi dengan sekuensing menggunakan
primer spesifik Gus-F untuk orientasi sense (3’UTR di sebelah kanan gus linker)
dan primer spesifik Gus-R untuk orientasi antisense (3’UTR di sebelah kiri gus
linker). Hasil sekuensing menunjukkan bahwa di bagian awal hasil sekuensing
telah diperoleh ujung 5’ fragmen 3’UTR Mmpma (Gambar 28 dan 29), yang
Gambar 27. Hasil PCR menggunakan pANDA/3’UTRMmpma sebagai cetakan danpasangan Ubq-F dan Gus-R serta Gus-F dan Nost-R sebagai primer.Pasangan Ubq-F dan Gus-R digunakan untuk mengamplifikasi sisipanfragmen 3’UTR sebelah kiri gus linker (1-6), dan pasangan Gus-F danNost-R untuk mengamplifikasi sisipan di sebelah kanan gus linker (7-12).
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1000 pb
500 pb
Gambar 26. Hasil rekombinasi antara vektor pANDA dan pENTRTM/D-TOPO®
yang membawa fragmen 3’UTR dari M. malabathricum L.menghasilkan vektor RNAi, pANDA/3’UTRMmpma.
pENTR/D-TOPO
pANDA
pANDA-3’UTRMmpma
Produk Sisa
3’UTRMmpma
3’UTRMmpma
76
membuktikan bahwa orientasi fragmen tersebut sesuai dengan yang diharapkan,
yaitu urutan berulang terbalik, inverted repeat di dalam vektor pANDA (Gambar
Gambar 29. Penyejajaran hasil sekuensing dari 6 konstruksi 3’UTR Mmpma kedalam vektor pANDA yang menggunakan primer Gus-F.
Gambar 28. Penyejajaran hasil sekuensing dari 6 konstruksi 3’UTR Mmpma ke dalamvektor pANDA yang menggunakan primer Gus-R.
77
30). Di dalam sel, bila kedua UTR ini ditranskripsikan, yang dikontrol oleh
promoter konstitutif ubiquitin1 jagung, maka mRNA yang dihasilkan membentuk
utas ganda (dsRNA). dsRNA yang dihasilkan oleh sel suatu organisme akan
dikenali oleh enzim Dicer dan dipotong menjadi dsRNA berukuran kecil dan
selanjutnya salah satu utasnya (antisense) berasosiasi dengan RISC untuk
mendegradasi mRNA target sehingga ekspresi gen dapat ditekan dalam berbagai
level (Hammond et al. 2000; Matzke et al. 2001; Waterhouse et al. 2001; Hannon
2002; Plasterk 2002; Meister & Tuschl 2004).
Transformasi A. tumefaciens EHA101 dengan pANDA/3’UTRMmpma
Plasmid pANDA/3’UTRMmpma diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens
EHA101 dengan menggunakan metode elektroporasi. A. tumefaciens EHA101
dipastikan membawa plasmid pANDA/3’UTRMmpma dengan melakukan PCR
terhadap koloni bakteri yang diperoleh dari hasil elektroporasi menggunakan
primer Ubq-F dan Gus-R, untuk mengamplifikasi fragmen 3’UTR yang
berorientasi antisense (Gambar 31 kolom 1-4), serta primer Gus-F dan Nost-R,
untuk mengamplifikasi fragmen yang berorientasi sense (Gambar 31 kolom 5 -8).
Site A: RB BamH I, Sma I, Kpn I, Apa I, Xho I LBSite B: RB ClaH I, Hind III, EcoR V LBSite C: RB EcoR I, Pst I, Sma I, BamH I, Xho I, Not I, EcoR V, Pst I, EcoR I LBSite D: RB EcoR I, Spe I, BamH I, Sac I LBSite E: RB EcoR I, EcoR V, Hind III LB
Gambar 30. Fragmen 3’UTR gen penyandi H+-ATPAse membran plasma dari M.malabathricum L. membentuk orientasi berulang terbalik yang diselingi olehfragmen dari gen gus. Bila terekspresi, maka fragmen 3’UTR membentukdsRNA dan fragmen gen gus membentuk loop.
Kiri Kanan
78
PCR dengan menggunakan kedua pasang primer di atas menghasilkan pita-pita
berukuran sekitar 750 pb.
Hasil tersebut menunjukkan adanya fragmen 3’UTRMmpma yang berada
di antara sekuen promoter ubuquitin1 dan gus linker (Gambar 31 kolom 1-4) serta
sekuen gus linker dan terminator nos (Gambar 31 kolom 5-8). Hasil tersebut
menjelaskan bahwa vektor yang membawa sekuen DNA 3’UTRMmpma berulang
terbalik telah berhasil diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens dan siap
diintroduksikan ke dalam tanaman target, Melastoma malabathricum L.
Tanaman Transgenik Hasil Transformasi RNAi
Vektor ekspresi RNAi telah berhasil diintroduksikan ke dalam tanaman M.
malabathricum L. sehingga tanaman M. malabathricum L. transgenik yang
mengandung dua fragmen 3’UTRMmpma dengan orientasi terbalik yang
dikontrol oleh promoter kuat ubiquitin1 telah diperoleh. Pengujian dengan PCR
menggunakan primer UbiF1 dan GusR1 menghasilkan pita berukuran sekitar 950
pb (Gambar 32, baris pertama), sedangkan PCR menggunakan primer ActF dan
ActR menghasilkan pita berukuran sekitar 500 pb (Gambar 32, baris kedua). Pita
berukuran 950 pb berasal dari amplifikasi bagian ujung 3’ promoter ubiquitin1
jagung (sekitar 300 pb), fragmen 3’UTRMmpma (sekitar 255 pb), dan bagian
ujung 5’ gen Gus (sekitar 400 pb), sedangkan pita berukuran 500 pb merupakan
hasil amplifikasi DNA ekson1 – ekson2 dari gen aktin. Fungsi dari penggunaan
Gambar 31. Hasil PCR terhadap koloni A. tumefaciens hasil elektroporasi. PasanganUbq-F dan Gus-R digunakan untuk mengamplifikasi sisipan fragmen3’UTR yang berorientasi antisense (1-4), dan pasangan Gus-F dan Nost-R untuk mengamplifikasi sisipan fragmen 3’UTR yang berorientasi sense(5-8).
M 1 2 3 4 5 6 7 8
1000 pb
500 pb
79
primer aktin adalah untuk memastikan bahwa DNA yang digunakan sebagai
cetakan adalah baik.
Tanaman M. malabathricum L. transgenik menunjukkan perbedaan
fenotipe dengan tanaman kontrol (non-transgenik). Ketika tanaman berumur 3
bulan setelah aklimatisasi, tampak adanya perbedaan yang jelas antara tanaman
transgenik dan non-transgenik (kontrol). Pertumbuhan tanaman transgenik
menjadi terhambat, daun lebih kecil dan cenderung menguning (Gambar 33 A1-
A4), sedangkan tanaman kontrol tidak menunjukkan hambatan pertumbuhan
Gambar 32. Hasil PCR menggunakan DNA dari 4 tanaman transgenik independen(kolom 2-5), DNA tanaman kontrol (kolom 1), dan vektor RNAi(kolom 6) sebagai cetakan dan pasangan UbiF1 – GusR1 sebagaiprimer. M adalah 1 kb ladder untuk mengetahui ukuran fragmen.
M 1 2 3 4 5 6
500 pb
1000 pb850 pb
Gambar 33. Tanaman trangenik hasil transformasi RNAi yang membawa fragmen3’UTRMmpma dengan konstruksi berulang terbalik (A1–A4) dantanaman non-transgenik (B) yang berumur 3 bulan setelah aklimatisasi.Tampak tanaman transgenik mengalami gangguan pertumbuhan dengandaun yang cenderung menguning dibandingkan tanaman kontrol.
1 cm
B
A
1 cm
1
1 cm
2
1 cm
3
1 cm
4
80
dengan daun yang lebih lebar dan hijau (Gambar 33 B). Penghambatan
pertumbuhan tanaman transgenik diduga disebabkan oleh gangguan ekspresi gen
penyandi H+-ATPase membran plasma. Gangguan tersebut terjadi karena pada
genom tanaman transgenik telah tersisip dua fragmen 3’UTR dengan arah terbalik
(inverted repeat) di bawah kendali satu promoter kuat, ubiquitin1 jagung. Bila
kedua fragmen 3’UTR ini diekspresikan, maka mRNA-nya membentuk struktur
jepit rambut (stem and loop) dimana kedua fragmen 3’UTR membentuk dsRNA
dan fragmen gen gus membentuk loop. dsRNA yang terbentuk akan dipotong oleh
enzim Dicer menjadi dsRNA berukuran kecil (21-26 nukleotida) dan utas
antisense RNA kecil berasosiasi dengan RISC untuk memotong mRNA penyandi
protein H+-ATPase membran plasma sehingga mRNA tidak dapat ditranslasi
menjadi protein karena sudah terdegradasi.
Gangguan terhadap ekspresi gen ini akan mengganggu aktivitas
transporter sekunder yang menggerakkan banyak solut, asimilat, atau metabolit
melintasi membran plasma (Sussman, 1994). Selain itu, tanaman juga akan
mengalami gangguan homeostasis pH di sitoplasma karena H+-ATPase membran
plasma, sebagai pompa yang mengeluarkan proton dari sitoplasma, tidak
terbentuk (Young et al. 1998) sehingga dapat mengganggu sistem metabolisme di
dalam sel. Tanaman yang mengalami gangguan homeostasis pH sitoplasma jika
ditanam pada media dengan pH rendah dan Al tinggi, maka pH sitoplasma akan
menurun dan menyebabkan masuknya Al ke dalam sel tanaman sehingga tanaman
mengalami keracunan Al.
Uji Toleransi Tanaman Transgenik Terhadap Cekaman Al
Tanaman M. malabathricum L. transgenik yang telah ditumbuhkan pada
media hara (Watanabe et al. 2001) yang mengandung 3.2 mM AlCl3.6H2O mulai
hari ke-2 perlakuan Al tampak ujung akar semua tanaman yang diuji berwarna
coklat, dan mulai hari ke-6 perlakuan Al tampak warna coklat berkurang pada
tanaman transgenik (Gambar 34 A) dan tidak berubah pada tanaman non-
transgenik (Gambar 34 B). Warna coklat pada ujung akar terbentuk karena
mucilage yang dieksudasi pada ujung akar tanaman M. malabathricum L.
mengikat Al dalam jumlah besar (Watanabe et al. 2008a). Mucilage pada
81
tanaman M. malabathricum L. mengandung asam glukuronat yang bermuatan
negatif sekitar 42% sehingga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap kation
trivalent, misalnya Al (Watanabe et al. 2008a). Berkurangnya warna coklat pada
ujung akar tanaman transgenik diduga disebabkan karena berkurangnya
kemampuan tanaman untuk mengeksudasi mucilage pada ujung akar.
Kemungkinan, fungsi glukosa yang digunakan sebagai prekursor komponen
mucilage, asam glukuronat, dialihkan sebagai sumber energi untuk
mempertahankan diri dari cekaman Al.
Pada penelitian ini, pertumbuhan tanaman transgenik terhambat oleh
perlakuan 3.2 mM AlCl3.6H2O. Gejala awal yang muncul adalah pertumbuhan
akar terhambat (Gambar 35). Daun mulai menunjukkan gejala kekuningan pada
hari ke-2 setelah aplikasi Al lalu berubah menjadi coklat pada ke-7 (Gambar 36
A1, A2, A3, dan A4), sedangkan tanaman non-transgenik menunjukkan
pertumbuhan normal (Gambar 36 B). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
konstruksi RNAi dari 3’UTRMmpma diduga dapat menghentikan dan/atau
menurunkan ekspresi gen penyandi H+-ATPase membran plasma pada Melastoma
malabathricum L. dan juga dapat memberikan dugaan bahwa gen penyandi H+-
ATPase membran plasma pada Melastoma malabathricum L., Mmpma,
merupakan salah satu gen yang terlibat dalam toleransi tanaman dari cekaman Al.
Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa konstruksi RNAi dapat digunakan untuk
mempelajari peranan suatu gen pada tanaman (Miki et al. 2005; Islam et al. 2005;
Waterhouse et al. 1998; Chuang & Meyerowitz 2000; Moritoh et al. 2005).
B
1 cm
A
1 cm
Gambar 34. Akar tanaman transgenik (A) dan non-transgenik (B) setelah perlakuan 3.2mM Al dan pH 4 dalam larutan hara (Watanabe et al 2001) selama 6 hari.Warna coklat pada ujung akar tanaman transgenik memudar pada hari ke-6(A) dan tetap berwarna coklat pada tanaman non transgenik (B).
82
Kesimpulan
Vektor RNAi yang membawa fragmen 3’UTRMmpma berhasil
dikonstruksi dan disisipkan ke genom tanaman Melastoma malabathricum L.
melalui Agrobacterium tumefaciens EHA101. Pada larutan hara yang
mengandung cekaman Al (3.2 mM AlCl3.6H2O), tanaman transgenik mengalami
hambatan pertumbuhan terutama pertumbuhan akar dan daun, sedangkan non-
transgenik tidak mengalami hambatan.
Gambar 36. Tanaman transgenik yang diperlakukan dengan 3.2 mM AlCl3.6H2O danpH 4 (A) dan tanaman non-transgenik (B) dalam larutan hara (Watanabeet al. 2001) selama 7 hari.
B
1 cm
A
1 cm
1
1 cm
2
3 4
Gambar 35. Pertumbuhan akar tanaman transgenik dan non-transgenik pada media hara(Watanabe et al. 2001) yang mengandung 3.2 mM AlCl3.6H2O dan pH 4selama 7 hari.
0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
1 2 3 4 5 6
Waktu (hari)
Per
ubah
an p
anja
ng a
kar (
cm)
Transgenik Non Transgenik
83
Saran
Agar hasil penelitian ini menjadi lebih baik, maka perlu dilakukan
penyempurnaan dengan: (1) hibridisasi southern terhadap tanaman transgenik
untuk mengetahui sisipan di genom, dan (2) analisis ekspresi gen Mmpma pada
tanaman transgenik.
Ucapan Terima Kasih
Kami berterima kasih kepada Program BPPS, Kementerian Pendidikan
Nasional, Indonesia atas beasiswa yang telah diberikan; Hibah Kompetensi
dengan judul: isolasi dan ekspresi gen dalam rangka perakitan tanaman yang
toleran terhadap cekaman asam dan aluminium an. Dr. Suharsono atas dukungan
sebagian besar dana penelitian; Prof. Ko Shimamoto dan Dr. Wong Hann Ling
dari Plant Molecular Genetics Laboratory, Nara Institute of Science and
Technology, Japan atas dukungan fasilitas laboratorium, bahan kimia dan bantuan
teknik laboratorium.
PEMBAHASAN UMUM
Melastoma malabathricum L. adalah tanaman yang sangat toleran
terhadap tanah asam dengan kandungan aluminium tinggi sehingga tanaman ini
biasa disebut sebagai tanaman indikator tanah asam dan tanaman akumulator
aluminium. Pertumbuhan akar Melastoma malabathricum L. pH 4.0 tidak
mengalami gangguan, kecuali pada pH 3.0 yang hanya ada di laboratorium
(Muhaemin 2008). Selain itu, telah dibuktikan pula bahwa pada M. affine D. Don.
(sinonim dengan M. malabathricum L.) yang mendapat cekaman 3.2 mM Al pada
pH 4 dalam media cair menunjukkan akumulasi Al sebesar 8.82 mg Al/g daun tua
setelah 2 bulan perlakuan (Mutiasari 2008). Karena tumbuh baik pada kondisi
asam dan aluminium tinggi, maka tanaman ini dapat digunakan sebagai sumber
gen ketahanan terhadap tanah asam dan aluminum tinggi. Untuk memanfaatkan
sifat toleransi Melastoma malabathricum L. terhadap pH rendah dan aluminium,
beberapa gen telah berhasil diisolasi dari tanaman ini yang diduga terlibat dalam
sistem toleransi tanaman terhadap cekaman pH rendah dan aluminium. Gen-gen
tersebut adalah gen penyandi multidrug resistance associated protein (MRP)
(Suharsono et al. 2008; Firdaus 2006), metallothionein type 2 (Mt2) (Suharsono et al.
2009), H+-ATPase membran plasma (Mmpma) (Muzuni et al. 2010), major
facilitator superfamily (Mamfs) (Widyartini 2007), dan sitrat sintase (Mmsc)
(Mushofa 2011). Isolasi gen-gen tersebut sangat penting dilakukan agar perakitan
tanaman transgenik yang toleran terhadap cekaman Al dan pH rendah dapat
dilakukan. Tanaman ini diharapkan dapat dikembangkan di lahan marginal
sehingga produksi tanaman pangan di lahan tersebut dapat ditingkatkan.
Secara umum, penelitian ini dibagi menjadi 3 percobaan (Gambar 1).
Percobaan 1 bertujuan untuk mengisolasi bagian tengah gen Mmpma yang dapat
digunakan untuk mendesain primer spesifik dalam mengisolasi gen Mmpma utuh
yang dilakukan pada percobaan 2. Setelah cDNA Mmpma utuh diperoleh, maka
untuk menguji peran gen tersebut, khususnya terhadap cekaman Al, maka
dilakukan percobaan 3. Percobaan 3 bertujuan untuk mengkostruksi RNAi dan
merakit tanaman M. malabathricum L. transgenik yang mengandung dua fragmen
3’UTRMmpma dengan orientasi berlawanan di bawah kendali satu promotor kuat,
yaitu promoter unbiquitin.
85
Gen penyandi H+-ATPase membran plasma merupakan gen yang berukuran
besar, sekitar 3500 pb, sehingga relatif lebih sulit untuk mengisolasi gen utuhnya.
Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mengisolasi gen ini adalah melalui
isolasi secara bertahap seperti ditunjukkan pada Gambar 37. Langkah awal yang
dilakukan adalah mendesain primer spesifik (A3 dan B3) untuk mengisolasi bagian
tengah gen (Muzuni et al. 2010). Sekuen bagian tengah gen dapat digunakan untuk
mendesain primer spesifik reverse (A1 dan A2) dan primer spesifik forward (B1 dan
B2). Untuk mengisolasi bagian ujung 5’ gen dilakukan dua kali PCR dengan tujuan
untuk meningkatkan spesifikasi produk. PCR pertama menggunakan cDNA sebagai
cetakan, pasangan A – A1 sebagai primer, dan menghasilkan fragmen berukuran
1101 pb; sedangkan PCR kedua menggunakan produk PCR pertama sebagai cetakan,
pasangan A – A2 sebagai primer, dan menghasilkan fragmen berukuran 1055 pb.
Untuk mengisolasi bagian ujung 3’ juga dilakukan dengan dua kali PCR. PCR
pertama menggunakan cDNA yang dibuat dengan metode RACE sebagai cetakan,
pasangan B1 – C1 sebagai primer, dan menghasilkan fragmen berukuran 1523 pb;
sedangkan PCR kedua menggunakan produk PCR pertama sebagai cetakan,
pasangan B2 – C2 sebagai primer, dan menghasilkan fragmen berukuran 1468 pb.
Penggabungan sekuen dari ketiga bagian gen di atas diperoleh sekuen utuh
berukuran 3157 pb (Gambar 18) yang mencakup daerah penyandi protein (coding
sequence, CDS) berukuran 2871 pb, daerah 3’ untranslated region (3’UTR), dan
poli(A). Gabungan antara daerah CDS dan 3’UTR (255 pb) diperoleh dengan PCR
menggunakan primer A dan B (metode penggabungan telah dibahas sebelumnya),
dan telah diklon ke dalam plasmid pGEM-T Easy (Promega, Gambar 19). Gen ini
siap disisipkan ke dalam vektor ekspresi untuk mempelajari ekspresinya (over
expression) pada tanaman model, misalnya tembakau. Identitas dari sekuen lengkap
gen tersebut adalah sebagai berikut: pada CDS mengandung 10 domain
transmembran, 6 domain fungsional, dan 3 domain autoregulator (Gambar 20 dan
21); pada 3’UTR mengandung putative polyadenylation signal (Gambar 18); dan
pada ujung 3’ mengandung ekor poli(A) (Gambar 18).
86
Bagian 3’UTR gen penyandi H+-ATPase membran plasma digunakan
sebagai fragmen spesifik gen dalam konstruksi vektor RNAi. Fragmen 3’UTR
diamplifikasi dengan PCR menggunakan gen Mmpma utuh atau bagian ujung 3’-
nya sebagai cetakan dan pasangan 3’UTR-F (5’-CACCGGAGAGCAACACG-
ATCTTGT-3’) dan 3’UTR-R (5’-AATCAAAATCGACAGTTGCATAAGA-3’)
sebagai primer dan menghasilkan fragmen berukuran 255 pb. Fragmen ini telah
disisipkan ke pENTRTM/D-TOPO® di antara dua daerah (attL1 dan attL2) yang
mempunyai homologi dengan dua daerah attR1 dan attR2 yang berulang terbalik
yang dipisahkan oleh GUS linker dari pANDA (Miki & Shimamoto 2004).
Dengan adanya LR clonase (enzim rekombinase), attL1 dan attL2 berekombinasi
dengan attR1 dan attR2 sehingga 3’UTR tersisip di dua daerah yang orientasinya
terbalik dan dipisahkan oleh GUS di bawah kendali promoter kuat ubiquitin di
dalam pANDA. pANDA merupakan vektor biner yang mempunyai gen penanda
seleksi nptII dan hpt yang terdapat di daerah T-DNA. Setelah dimasukkan ke
dalam A. tumefaciens EHA101, bakteri ini digunakan untuk menginfeksi M.
malabathricum L. dan menghasilkan M. malabathricum L. transgenik yang
resisten terhadap antibiotik kanamisin dan higromisin. Hasil analisis tanaman
Gambar 37. Strategi yang digunakan untuk mengisolasi gen penyandi H+-ATPasemembran plasma dari Melastoma malabathricum L.
87
transgenik dengan PCR menunjukkan bahwa tanaman yang tahan kanamisin dan
higromisin mengandung DNA sisipan yaitu 3’UTRMmpma. Tanaman transgenik
yang dihasilkan mengalami hambatan pertumbuhan, terutama pertumbuhan akar
dan daun, ketika tanaman diberi perlakuan 3.2 mM Al (Gambar 35 dan 36). Hal
ini diduga karena peranan gen penyandi H+-ATPase membran plasma dalam
menjaga keseimbangan pH sitoplasma mengalami gangguan sehingga pH
sitoplasma menurun dan mengakibatkan: (1) Al+3 bebas dapat dengan mudah
masuk ke dalam sitoplasma dan (2) gangguan metabolisme sel.
Peranan suatu gen dalam tanaman dapat dipelajari minimal dengan
pendekatan dua arah, yaitu menghentikan dan/atau menurunkan ekspresi gen
antara lain dengan mengkonstruksi RNAi (telah dibahas pada bab sebelumnya)
dan meningkatkan ekspresi gen antara lain dengan mengkostruksi vektor over
expression dan diekspresikan ke tanaman sensitif Al. Dalam penelitian ini,
pengujian toleransi tanaman masih dilakukan dengan pendekatan satu arah, yaitu
konstruksi RNAi, sedangkan pendekatan lain, yaitu konstruksi dan over
expression di tanaman yang sensitif terhadap Al belum dilakukan. Oleh sebab itu,
peranan gen penyandi H+-ATPase membran plasma dalam sistem toleransi
tanaman terhadap cekaman Al dan pH rendah memerlukan konfirmasi dengan
melakukan over expression di tanaman yang sensitif terhadap Al, seperti
Nicotiana tabacum atau Nicotiana benthamiana.
Untuk mendapatkan tanaman yang toleran Al, gen Mmpma harus
disisipkan ke dalam vektor ekspresi yang mempunyai promoter kuat seperti
promoter ubiquitin atau promoter CaMV. Gen Mmpma berukuran besar (3126 pb)
sehingga sulit disisipkan ke dalam vektor ekspresi. Kalaupun bisa disisipkan,
vektor tersebut sulit diintroduksi ke dalam bakteri Agrobacterium tumefaciens.
Untuk mengatasi hal ini, maka perlu dilakukan analisis kesejajaran antar gen
penyandi H+-ATPase membran plasma sehingga daerah yang terkonservasi dapat
diidentifikasi. Daerah konservatif ini sangat penting untuk aktivitas protein yang
dihasilkan, sehingga daerah dari H+-ATPase membran plasma yang tidak
mempunyai peran dapat dibuang dan mengakibatkan gen dapat diekspresikan
dengan efisien karena berukuran relatif kecil.
88
Penelitian tentang biologi molekuler, terutama isolasi, pengklonan, dan uji
peranan gen, merupakan penelitian yang masih jarang dilakukan. Saat ini, isolasi
gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L. dan
pengujian peranan gen tersebut terhadap cekaman Al dan pH rendah pada M.
malabathricum L. dengan menggunakan RNA interference (RNAi) merupakan
penelitian yang belum pernah dilakukan oleh peneliti lain di dunia. Oleh karena
itu, kedua topik penelitian di atas adalah kebaruan (novelty) dalam penelitian ini.
89
KESIMPULAN DAN SARAN UMUM
Kesimpulan Umum
Berdasarkan fragmen cDNA Mmpma, cDNA Mmpma utuh telah berhasil
diisolasi melalui metode RACE dan diklon ke dalam pGEM-T Easy. Gen Mmpma
yang berhasil diisolasi berukuran 3157 pb dengan CDS berukuran 2871 pb yang
menyandi 956 asam amino. Analisis protein menunjukkan bahwa protein
MmPMA yang dideduksi dari cDNA mengandung 10 domain transmembran, 6
domain fungsional, dan 3 domain autoregulator. Daerah 3’UTR mengandung
putative polyadenylation signal dan pada ujung 3’ dari cDNA yang diisolasi
mengandung ekor poli(A).
Vektor yang mengandung gen penyandi RNAi yang tersusun dari dua
fragmen 3’UTRMmpma dengan arah terbalik telah berhasil dikonstruksi. Gen
penyandi RNAi Mmpma telah berhasil diintroduksikan ke genom tanaman
Melastoma malabathricum L. melalui Agrobacterium tumefaciens EHA101
menghasilkan tanaman Melastoma malabathricum L. transgenik. Tanaman
transgenik ini lebih peka terhadap cekaman 3.2 mM Al (AlCl3.6H2O) dan pH 4
dibandingkan dengan tanaman non transgenik. Hal ini menunjukkan bahwa
MmPMA mempunyai peranan yang penting dalam toleransi Melastoma
malabathricum L. terhadap cekaman Al.
Saran Umum
Vektor ekspresi gen Mmpma utuh di bawah kendali promoter kuat perlu
dikonstruksi dan diintroduksikan ke genom tanaman sensitif Al, sehingga peranan
gen ini dalam toleransi terhadap cekaman Al pada tanaman dapat diketahui.
DAFTAR PUSTAKA
Ahlquist P. 2002. RNA-dependent RNA polymerases, viruses, and RNA silencing.Science 296 (5571):1270–1273.
Ahn SJ, Sivaguru M, Osawa H, Chung GC, Matsumoto H. 2001. Aluminuminhibits the H+-ATPase activity by permanently altering the plasmamembrane surface potentials in squash roots. Plant Physiol 126:1381-1390.
Akashi K, Morikawa K, Yokota A. 2005. Agrobacterium-mediated transformationsystem for the drought and excess light stress-tolerant wild watermelon(Citrullus lanatus). Plant Biotech 22(1): 13-18.
Anoop VM, Basu U, McCammon MT, McAlister-Henn L, Taylor GJ. 2003.Modulation of Citrate Metabolism Alter Aluminium Tolerance in Yeastand Transgenic Canola Overexpressing a Mitochondrial Citrate Synthase.Plant Physiol 132: 2205-2217.
Anwar S, Jusuf M, Suharsono, Sopandie D. 2000. Pengklonan gen yang diinduksioleh aluminium pada kedelai. J Bioteknol Indonesia 5(1): 7-16.
Arango M, Geavudant F, Oufattole M, Boutry M. 2003. The plasma membraneproton pump ATPase: the significance of gene subfamilies. Planta 216:355–365.
Auer M, Scarborough GA, Kuhlbrandt W. 1988. Three-dimensional map of theplasma membrane HC-ATPase in the open conformation. Nature 392:840–43.
Axelsen KB, Palmgren MG. 1998. Evolution of substrate specificities in the P-type ATPase superfamily. J Mol Evol 46: 84–101.
Bagasra O, Prilliman KR. 2004. RNA interference: the molecular immune system.J Mol Histol 35(6): 545–53.
Barcelo J, Poschenrieder C. 2002. Fast root growth responses, root exudates, andinternal detoxification as clues to the mechanisms of aluminium toxicityand resistance: a review. Environ Exp Bot 48: 75-92.
Basu U, Godbold D, Taylor GJ. 1994. Aluminium resistance in Triticum aestivumassociated with enhanced exudation of malate. Plant Physiol 144: 747-753.
Basu U, Good AG, Taylor GJ. 2001. Transgenic Brassica napus plantsoverexpressing aluminium-induced mitochondrial manganese superoxidedismutase cDNA are resistant to aluminium. Plant Cell Environ 24: 1269-1278.
Baunsgaard L et al. 1998. The 14-3-3 proteins associate with the plant H+-ATPaseto generate a fusicoccin binding complex and a fusicoccin responsivesystem. The Plant J 13: 661–671.
91
Becker D, Zeilinger C, Lohse G, Depta H, Hedrich R. 1993. Identivication andbiochemical characterization of the plasma membrane H+-ATPase in guardcells of Vicia faba L. Planta 190: 44-50.
Bernstein E, Caudy AA, Hammond SM, Hannon GJ. 2001. Role for a bidentateribonuclease in the initiation step of RNA interference. Nature 409: 363–366.
Binzel ML. 1995. NaCl induced accumulation of tonoplast and plasma membraneH+-ATPase message in tomato. Physiol Planta 94: 722–728.
Breckle SW, Kahle H. 1991. Ecological geobotany/autecology and ecotoxicology.Progress in botany. Volume ke-52. Berlin, Hedelberg: Springer Verlag.hlm 391–406.
Bressan RA, Hasegawa PM, Pardo JM. 1998. Plants use calcium to resolve saltstress. Trends Plant Sci 3: 411-412.
Briskin DP, Poole RJ. 1983a. Plasma membrane ATPase of red beet forms aphosphorylated intermediate. Plant Physiol 71: 507–512.
Briskin DP, Poole RJ. 1983b. Evidence for a -aspartyl phosphate residue in thephosphorylated intermediate of the red beet plasma membrane ATPase.Plant Physiol 72: 1133-1135.
Buchanan BB, Gruissem W, Jones RL, editor. 2000. Biochemistry and MolecularBiology of Plants. Ed ke-4. Rockville: John Wiley and Sons, Inc. hlm.115-117.
Burghoorn HP, Soteropoulos P, Paderu P. 2002. Molecular evaluation of theplasma membrane proton pump from Aspergillus fumigatus. AntimicAgents and chemo 46: 615-624.
Burzyński M, Kolano E. 2003. In vivo and in vitro effects of copper and cadmiumon the plasma membrane H+-ATPase from cucumber (Cucumis sativus L.)and maize (Zea mays L.) roots. Acta Physiol Planta 25: 39–45.
Butler MP, Hanly JA, Moynagh PN. 2005. Pellino3 is a novel upstream regulatorof p38 MAPK and activates CREB in a p38-dependent manner. J BiolChem 280: 27759–27768.
Cakmak I, Horst WJ. 1991. Effect of aluminum on lipidperoxidation,superoxidedismutase, catalase, and peroxidaseactivities in root-tips ofsoybean (Glycine max). Physiol Plant 83: 463-468.
Camoni L, Fullone MR, Marra M, Aducci P. 1998. The plasma membrane H+-ATPase from maize roots is phosphorylated in the C-terminal domain bycalcium-dependent protein kinase. Physio Plant 104: 549–555.
Care DA. 1995. The effect of aluminum concentration on root hairs in whiteclover (Trifolium repens L.). Plant Soil 171: 159-162.
92
Chang S, Puryear J, Cairney J. 1993. A simple and efficient method for isolatingRNA from pine trees. Plant Mol Biol Rep 11: 113-116.
Check E. 2007. RNA interference: hitting the on switch. Nature 448 (7156): 855–858.
Chuang CF, Meyerowitz EM. 2000. Specific and heritable genetic interference bydouble-stranded RNA in Arabidopsis thaliana. Proc Natl Acad Sci USA97: 4985–4990.
Chung HJ, Sehnke PC, Ferl RJ. 1999. The 14-3-3 proteins: cellular regulators ofplant metabolism. Trends Plant Sci 4:367–371.
Ciamporova M. 2000. Diverse responses of root cell structure to aluminum stress.Plant Soil 226:113-116.
Ciamporova M. 2002. Morphological and structural responses of plant roots toaluminum at organ, tissue, and cellular levels. Biol Plant 45: 161-171.
Claussen M, Luthen H, Blatt M, Bottger M. 1997. Auxin induced growth and itslinkage to potassium channels. Planta 201: 227-234.
Cosgrove DJ. 1997. Relaxation in a high-stress environment: the molecular basesof extensible cell walls and cell enlargement. Plant Cell 9: 1031-1041.
Cote GG. 1995. Signal Transduction in Leaf Movement. Plant Physiol 109:729-734.
Cuenca G, Herrera R, Merida T. 1991. Distribution of aluminum in accumulatorplants by X-ray microanalysis in Richeria grandis Vahl leaves from acloud forest in Venezuela. Plant Cell Environ 14: 437-441.
Dai J, Sultan S, Taylor SS, Higgins JMG. 2005. The kinase haspin is required formitotic histone H3 Thr 3 phosphorylation and normal metaphasechromosome alignment. Genes & Dev 19: 472–488.
Darojat MR. 2010. Perakitan Melastoma malabathricum transgenik [Skripsi].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
de la Fuente JM, RamirezRodriguez V, CabreraPonce JL, HerreraEstrella L. 1997.Aluminum tolerance in transgenic plants by alteration of citrate synthesis.Science 276: 1566-1568.
de Vos CHR, Bookum WMT, Vooijs R, Schat H, de Kok LJ. 1993. Effect ofcopper on fatty acid composition and peroxidation of lipids in the roots ofcopper-tolerant and -sensitive Silene cucubalus. Plant Physio Biochem 31:151–158.
Delhazie E, Hebb DM, Ryan PP. 2001. Expression of a Pseudomonas aeruginosacitrate synthase gene in tobacco is not associated with either enhancedcitrate accumulation or efflux. Plant Physiol 125: 2059–2067.
93
Delhaize E et al. 1993. Aluminium tolerance in wheat (Triticum aestivum L.). 1.Uptake and distribution of aluminium in roots apices. Plants Physiol 103:685-693.
Delhaize E, Ryan PR. 1995. Aluminium toxicity and tolerance in plants. PlantPhysiol 107: 315-321.
Delhaize E et al. 2004. Engineering high-level aluminum tolerance in barley withthe ALMT 1 gene. Proc Natl Acad Sci 101:15249-54.
Devi SR, Prasad MNV. 1999. Membrane lipid alterations in heavy metal exposedplants. Di dalam: Prasad MNV, Hagemeyer J, editor. Heavy metal stress inplants. From molecules to ecosystems. Berlin: Springer. hlm 99–116.
Devi SR, Yamamoto Y, Matsumoto H. 2003. An intracellular mechanism ofaluminum tolerance associated with high antioxidant status in culturedtobacco cells. J Inorg Biochem 97: 59-68.
Eraso P, Portillo F. 1994. Molecular mechanism of regulation of yeast plasmamembrane H+-ATPase by glucose. Interaction between domains andidentification of new regulatory sites. J Biol Chem 269(14): 10393-10399.
Ezaki B, Gardner RC, Ezaki Y, Matsumoto H. 2000. Expression of aluminum-induced genes in transgenic Arabidopsis plants can ameliorate aluminumstress and/or oxidative stress. Plant Physiol 122: 657-665.
Ezaki B, Yamamoto Y, Matsumoto H. 1995. Cloning and sequencing of cDNAinduced by aluminium treatment and Pi starvation in cultured tobacco cells.Planta 93: 11-18
Farrel RE. 1993. RNA Methodologies, A Laboratory Guide for Isolation andCharacterization. New York: Academic Press, Inc.
Felle HH. 1996. Control of cytoplasmic pH under anoxic conditions and itsimplication for plasma membrane proton transport in Medicago sativa roothairs. J Exp Bot 47: 967-973.
Finnie C, Borch J, Collinge DB. 1999. 14-3-3 proteins: eukaryotic regulatoryproteins with many functions. Plant Mol Biol 40: 545–554.
Firdaus S. 2006. Isolasi dan karakterisasi fragmen cDNA dari gen penyandiglutathione S-conjugate transporter dari Melastoma affine D. Don. [Tesis].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Fodor E, Szabo-Nagy A, Erdei L. 1995. The effects of cadmium on the fluidityand H+-ATPase activity of plasma membrane from sunflower and wheatroots. J Plant Physiol 147: 87–92.
Frias I et al. 1996. A major isoform of the maize plasma membrane H+-ATPase:characterization and induction by auxin in coleoptiles. The Plant Cell 8:1533–1544.
94
Fry SC et al. 1992. Xyloglucan endotransglycosylase, a new wall-looseningenzyme activity from plants. Biochem J 282: 821-828.
Fu H, Subramanian RR, Masters SC. 2000. 14-3-3 proteins: structure, function,and regulation. Annu Rev Pharmacol Toxicol 40: 617–647.
Fuglsang AT, Visconti S, Drumm K, Jahn T, Stensballe A. 1999. Binding of 14-3-3 protein to the plasma membrane H+-ATPase, AHA2, involves the threeC-terminal residues Tyr946-Thr-Val and requires phosphorylation of Thr947.J Biol Chem 274: 36774–36780.
Fullone MR, Visconti S, Marra M, Fogliano V, Aducci P. 1998. Fusicoccin effecton the in vitro interaction between plant 14-3-3 proteins and plasmamembrane H+-ATPase. J Biol Chem 273: 7698–7702.
Guo TR, Zhang GP, Zhou MX, Wu FB, Chen JX. 2004. Effects of aluminum andcadmium toxicity on growth and antioxidant enzyme activities of twobarley genotypes with different Al resistance. Plant Soil 258: 241-248.
Hamilton C, Goog AG, Taylor GJ. 2001. Induction of Vacuolar ATPase andmitochondrial ATP Synthase by aluminium in an aluminium resistantcultivar of wheat. Plant Physiol 125: 2068-2077.
Hammond SM, Bernstein E, Beach D, Hannon GJ. 2000. An RNA-directednuclease mediates post-transcriptional gene silencing in Drosophila cells.Nature 404: 293–296.
Hannon GJ. 2002. RNA interference. Nature 418: 244–251.
Harms K, Wohner RV, Schulz B, Frommer WB. 1994. Isolation andcharacterization of P-type H+-ATPase genes from potato. Plant Mol Bio26: 978–988.
Haug A, Shi B, Vitorello V. 1994. Aluminum interaction with phosphoinositide-associated signal transduction. Arch Toxicol 68: 1-7.
Haug A, Vitorello V. 1996. Aluminium coordination to calmodulin:Thermodynamic and kinetic aspects. Coord Chem Rev 149: 113-124.
Helliwell C, Waterhouse P. 2005. Construction and methods for hairpin RNA-mediated gene silencing in plants. In: David R. Engelke, John Rossi (eds),Methods in Enzymology, Vol. 392, RNA interference. San Diego, CA:Elsevier Academic Press, pp 24–35.
Helliwell C, Waterhouse P. 2003. Constructs and methods for high-throughputgene silencing in plants. Method 30: 289–295.
Hernandez A, Cooke DT, Clarkson DT. 2002. In vivo activation of plasmamembrane H+-ATPase hydrolytic activity by complex lipid-boundunsaturated fatty acids in Ustilago maydis. European J Biochem 269:1006–1011.
95
Hodson MJ, Evans DE. 1995. Aluminium/silicon interaction in higher plants. JExp Botany 46: 161-171.
Horst WJ. 1996. The role of the apoplast in aluminium toxicity and resistance ofhigher plants: a review. Z. Pflanzenernahr Bodenk 158: 419-428.
Horst WJ, Schmohl N, Kollmeier M, Baluska F, Sivaguru M. 1999. Doesaluminium affect root growth of maize through interaction with the cellwall-plasma membrane-cytoskeleton continuum? Plant Soil 215: 163-174.
Ishikawa S, Wagatsuma T. 1998. Plasma membrane permeability of root-tip cellsfollowing temporary exposure to Al ions is a rapid measure of Al toleranceamong plants species. Plant Cell Physiol 39: 516-525.
Ishikawa S, Wagatsuma T, Takano T, Tawaraya K, Oomata K. 2001. The plasmamembrane intactness of root-tip cells is a primary factor for Al-tolerancein cultivars of five species. Soil Sci Plant Nutr 47: 489-501.
Islam SMS, Miyazaki T, Tanno F, Itoh K. 2005. Dissection of gene function byRNA silencing. Plant Biotech 22: 443–446.
Jahn T et al. 1997. The 14-3-3 protein interacts directly with the C-terminal regionof the plant plasma membrane H+-ATPase. The Plant Cell 9: 1805–1814.
Janicka-Russak M, Kabała K, Burzyński M, Kłobus G. 2008. Respons of plasmamembrane H+-ATPase to heavy metal stress in Cucumi sativus roots. JExp Bot 59(13): 3721-3728.
Janicka-Russak M, Kłobus G. 2006. Modification of plasma membrane andvacuolar H+-ATPase in response to NaCl and ABA. J Plant Physio 164:295–302.
Jansen S, Broadley MR, Robbrecht E, Smets E. 2002. Aluminumhyperaccumulation in angiosperms: a review of its phylogeneticsignificance. Bot Rev 68: 235-269.
Jernejc K, Legisa M. 2001. Activation of plasma membrane H+-ATPase byammonium ions in Aspergillus niger. Appl Microbiol Biotechnol 57: 368-373.
Joe J et al. 1997. Isolation of ALUI-P gene encoding a protein with aluminiumtolerance activity from Arthrobacter viscosus. Biochem. and Biophys.Research Commun 239: 835-839.
Jones DL, Gilroy S, Larsen PB, Howell SH, Kochian LV. 1998. Effect ofaluminum on cytoplasmic Ca2+ homeostasis in root hairs of Arabidopsisthaliana (L.). Planta 206: 378-387.
Jones DL, Kochian LV. 1995. Aluminum Inhibition of the inositol 1,4,5-trisphosphate signal transduction pathway in wheat roots - a role inaluminum toxicity. Plant Cell 7: 1913-1922.
96
Jones DL, Shaff JE, Kochian LV. 1995a. Effect of aluminum on calciumhomeostasis and IP3 mediated signal-transduction in Triticum aestivumand Nicotiana plumbaginifolia. Plant Physiol 108: 41-51.
Jones DL, Shaff JE, Kochian LV. 1995b. Role of calcium and other ions indirecting root hair tip growth in limnobiumstoloniferum. 1. Inhibition oftip growth by aluminum. Planta 197: 672-680.
Jorgensen PL, Nielsen JM, Rasmussen J, Pedersen PA. 1998. Structure functionrelationships of E1-E 2 transitions and cation binding in Na,K-pump protein.(EBEC issue) Biochim Biophys Acta Bioenergetics 1365: 65-70.
Karimi M, Inzé D, Depicker A. 2002. GATEWAYTM vectors for Agrobacterium-mediated plant transformation. Trends Plant Sci 7: 193–195.
Kasim N, Sopandie S, Harran S, Jusuf M. 2001. Pola akumulasi dan seleksi asamsitrat dan asam malat pada beberapa genotipe kedelai toleran dan pekaaluminium. Hayati 8: 58 – 61.
Kearns EV, Assman SM. 1993. The guard cell-environment connection. PlantPhysiol 102: 711-715.
Kennedy CD, Gonsalves FAN. 1989. The action of divalent Zn, Cd, Hg, Cu andPb ions on the ATPase activity of plasma membrane fraction isolated fromroots of Zea mays. Plant and Soil 117: 167–175.
Kessler A, Brand MD. 1994. Quantitative determination of the regulation ofoxidative phosphorylation by cadmium in potato tuber mitochondria.European J Biochem 225: 923–935.
Kinraide TB. 1991. Identity of the rhizotoxic aluminum species. Plant Soil 134:176-178.
Kinraide TB, Parker DR. 1987. Cation amelioration of aluminum toxicity inwheat. Plant Physiol 83:546-551.
Klahre U, Crete P, Leuenberger SA, Iglesias VA, Meins F Jr. 2002. Highmolecular weight RNAs and small interfering RNAs induce systemicposttranscriptional gene silencing in plants. Proc Natl Acad Sci USA 99:11981–11986
Kłobus G, Janicka-Russak M. 2004. Modulation by cytosolic components ofproton pump activities in plasma membrane and tonoplast from Cucumissativus roots during salt stress. Physio Planta 121: 84–92.
Kochian LV. 1995. Cellular mechanisms of aluminium toxicity and resistance inplants. Annu Rev Plant Physiol Plant Mol Biol 46: 237-260.
Kochian LV, Hoekenga OA, Pineros MA. 2004. How do crop plants tolerate acidsoil? – Mechanisms of aluminum tolerance and phosphorous efficiency.Annu Rev Plant Biol 55: 459-493.
97
Koyama H et al. 2000. Overexpression of mitochondrial citrate synthase inArabidopsis thaliana improved growth on a phosphoruslimited soil. PlantCell Physiol 41: 1030-1037.
Krysan K, Dalwadi H, Sharma S, Põld M, Dubinett S. 2004. Cyclooxygenase 2-dependent expression of survivin is critical for apoptosis resistance in non-small cell lung cancer. Cancer Res 64: 6359–6362.
Kühlbrandt W, Zeelen J, Dietrich J. 2002. Structure, mechanism, and regulation ofthe Neurospora plasma membrane H+-ATPase. Science 297: 1692-1696.
Li LC, Okino ST, Zhao H. 2006. Small dsRNAs induce transcriptional activationin human cells. Proc Natl Acad Sci U.S.A. 103 (46): 17337–17342.
Li-Song C. 2006. Physiological responses and tolerance of plant shoot toaluminum toxicity. Rev Plant Physiol Mol Bio 32(2): 143-155.
Liu K, Luan S. 2001. Internal aluminum block of plant inward K+ channels. PlantCell 13: 1453-1465.
Lutsenko S, Kaplan JH. 1995. Organization of P-type ATPases: significance ofstructural diversity. Biochemistry 34: 15607–15613.
Ma JF, Hiradate S. 2000. Form of aluminum for uptake and translocation inbuckwheat (Fagopyrum esculentum Moench.) Planta 211: 355-360.
Ma JF, Hiradate S, Nomoto K, Iwashita T, Matsumoto H. 1997a. Internaldetoxification mechanism of Al in hydrangea. Identification of Al form inthe leaves. Plant Physiol 113: 1033-1039.
Ma JF, Zheng SJ, Matsumoto H, Hiradate S. 1997b. Detoxifying aluminium withbuckwheat. Nature 390: 569–570.
Ma JF, Hiradate S, Matsumoto H. 1998. High aluminium resistant in buckwheat.II. Oxalic acid detoxifies aluminium internally. Plant Physiol 117: 753-759.
Ma Z, Miyasaka SC. 1998. Oxalate exudation by taro in response to Al. PlantPhysiol 118: 861-865.
Mackeigan JP, Murphy LO, Blenis J. 2005. Sensitized RNAi screen of humankinases and phosphatases identifies new regulators of apoptosis andchemoresistance. Nature Cell Biol. 7(6): 591–600.
MacLennan DH, Rice WJ, Green NM. 1997. The mechanism of Ca2+ transport bysarco(endo)plasmic reticulum Ca2+-ATPases. J Biol Chem 272: 28815–28818.
Mariano ED, Keltjens WG. 2003. Evaluating the role of root citrate exudation as amechanism of aluminium resistance in maize genotypes. Plant Soil 256:469-479.
98
Marienfeld S, Lehmann H, Stelzer R. 1995. Ultrastructural investigations andEDX-analysis of Al-treated oat (Avena sativa) roots. Plant Soil 171: 167-173.
Marienfeld S et al. 2000. Localization of aluminium in root tips of Zea mays andVicia faba. J Plant Physiol 156: 666-671.
Marienfeld S, Stelzer R. 1993. X-ray microanalyses in roots of Al-treated Avenasativa plants. J Plant Physiol 141: 569-573.
Marschner H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plants. London: Academic PressInc.
Martin RB. 1992. Aluminim speciation in biology. Di dalam: Chadwick DJ,Whelan J, editor. Aluminium in biology and medicine. New York: JohnWiley & Sons. hlm. 5-25.
Matsumoto H. 1991. Biochemical Mechanism of Toxicity of Aluminium and TheSquestration of Aluminium in Plant Cells. Di dalam: Wright R J, editor.Plant soil interaction at low pH. Kluwer Netherlands: Academic Publisherhlm. 825-838.
Matsumoto H. 2000. Cell biology of aluminum toxicity and tolerance in higherplants. Int Rev Cytol 200: 1–46.
Matsumoto H, Hirasawa E, Torikai H, Takahashi E. 1976. Localization ofabsorbed aluminum in pea root and its binding to nucleic acid. Plant CellPhysiol 17: 127-137.
Matsumoto H, Senoo Y, Kasai M, Maeshima M. 1996. Response of the plant rootto aluminum stress: Analysis of the inhibition of the root elongation andchanges in membrane function. J Plant Res 109: 99-105.
Matsumoto H, Yamaya T. 1988. Inhibition of potassium uptake and regulation ofmembran associated Mg-ATPase activity of pea roots by aluminium. SoilSci Plant Nutr 32: 179-188.
Matzke M, Matzke AJ, Kooter JM. 2001. RNA: guiding gene silencing. Science293: 1080–1083.
Maudoux O, Batoko H, Oecking C, Gevaert K, Vandekerckhove J. 2000. A plantplasma membrane H+-ATPase expressed in yeast is activated byphosphorylation at its penultimate residue and binding of 14-3-3regulatory proteins in the absence of fusicoccin. J Biol Chem 275: 17762–17770.
Maurel C. 1997. Aquaporins and water permeability of plant membranes. AnnuRev Plant Physiol Plant Mol Biol 48:399-429.
McDiarmid CW, Gardner RC. 1998. Over expression of the sacharomycescerevisial magnesium transport system convers resistance to aluminiumion. J Bio Chem 273(3): 1727-1732.
99
McQueen-Mason S, Durachko DM, Cosgrove DJ. 1992. Two EndogenousProteins That Induce Cell Wall Extension in Plants. Plant Cell 4: 1425-1433.
Meister G, Tuschl T. 2004. Mechanisms of gene silencing by doublestrandedRNA. Nature 431: 343–349.
Michelet B, Boutry M. 1995. The plasma membrane H+-ATPase. A highlyregulated enzyme with multiple physiological functions. Plant Physiol.108: 1-6.
Miki D, Itoh R, Shimamoto K. 2005. RNA silencing of single and multiplemembers in a gene family of rice. Plant Physiol 138: 1903–1913.
Miki D, Shimamoto K. 2004. Simple RNAi vectors for stable and transientsuppression of gene function in rice. Plant Cell Physiol 45: 445–450.
Milla MA et al. 2002. Expressed sequence tag-based gene expression analysisunder aluminum stress in rye. Plant Physiol 130: 1706-1716.
Moller JV, Juul B, le Maire M. 1996. Structural organization, ion transport, andenergy transduction of P-type ATPases. Biochim Biophys Acta 1286: 1–51.
Morita A et al. 2004. Chemical forms of aluminum in xylem sap of tea plants(Camellia sinensis L.). Phytochemistry 65: 2775–2780.
Moritoh S et al. 2005. RNAi-mediated silencing of OsGEN-L (OsGENlike), anew member of the RAD2/XPG nuclease family, causes male sterility bydefect of microspore development in rice. Plant Cell Physiol 46: 699–715.
Morsomme P, Boutry M. 2000. The plant plasma membrane H+-ATPase: structure,function and regulation. Biochim Biophys Acta 1465: 1-16.
Morsomme P, Slayman CW, Goffeau A. 2000. Mutagenic study of the structure,function and biogenesis of the yeast plasma membrane H+-ATPase.Biochim et Biophys Acta 1469: 133-157.
Muhaemin. 2008. Analisis pertumbuhan Melastoma (Melastoma malabathricum auct.Non L. dan M. Affine D. Don.) yang mendapat cekaman pH rendah danaluminium [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mushofa U. 2011. Isolasi dan karakterisasi fragmen cDNA dari gen penyandisitrat sintase pada Melastoma malabathricum [Tesis]. Bogor: ProgramPascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Muslin AJ, Tanner JW, Allen PM, Shaw AS. 1996. Interaction of 14-3-3 withsignaling proteins is mediated by the recognition of phosphoserine. Cell84: 889–897.
100
Mutiasari A. 2008. Akumulasi aluminium pada Melastoma affine dan Melastomamalabathricum [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut PertanianBogor.
Muzuni, Sopandie D, Suharsono UW, Suharsono. 2010. Isolasi dan pengklonanfragmen cDNA gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari Melastomamalabathricum L. J Agron Indonesia 38(1): 67-74.
Nagasaka S, Teraoka T, Matsumoto S, Mori S, Yoshimura E. 2003. Difference inAl sensitivity between seminal and crown roots of rice nursery seedlings.Soil Sci Plant Nutr 49: 897-902.
Nagata T, Hayatsu T, Kosuge N. 1992. Identification of aluminum forms in tealeaves by 27Al NMR. Phytochemistry 31: 1215-1218.
Niu X, Damsz B, Kononowicz AK, Bressan RA, Hasegawa PM. 1996. Tissuespecific induction of plasma membrane H+-ATPase gene expression byNaCl. Plant Physiol 111: 679-686.
Niu X, Narasimhan ML, Salzman RA, Bressan RA, Hasegawa PM. 1993a. NaClregulation of plasma membrane H+-ATPase gene expression in aglycophyte and a halophyte. Plant Physiology 103: 713–718.
Niu X, Zhu JK, Narasimhan ML, Bressan RA, Hasegawa PM. 1993b. Plasmamembrane H+-ATPase gene expression is regulated by NaCl in cells of thehalophyte Atriplex nummularia L. Planta 190: 433–438.
Oecking C, Piotrowski M, Hagemeier J, Hagemann K. 1997. Topology and targetinteraction of the fusicoccin binding 14-3-3 homologues of Commelinacommunis. Plant J 12: 441–453.
Ofei-Manu P, Wagatsuma T, Ishikawa S, Tawaraya K. 2001. The plasmamembran strength of the root-tip cells and root phenolic compound arecorrelated with Al tolerance in several common woody plants. Soil SciPlant Nutr 47: 359-375.
Olsson A, Svennelid FEB, Sommarin M, Larsson C. 1998. A phosphothreonineresidue at the C-terminal end of the plasma membrane H+-ATPase isprotected by fusicoccin-induced 14-3-3 binding. Plant Physiol 118: 551–555.
Ono K, Yamamoto Y, Hachiya A, Matsumoto H. 1995. Synergistic inhibition ofgrowth by aluminum and iron of tobacco (Nicotiana tabacum L.) cells insuspension culture. Plant Cell Physiol 36: 115-125.
Orvig C. 1993. The aqueous coordination chemistry of aluminum. Di dalam:Robinson GH, editor. Coordination chemistry of aluminum. New York:VCH Pub. hlm. 85-121
101
Osaki M et al. 1998. Nutritional characteristics in leaves of native plants grown inacid sulfate, peat, sandy podzolic, and saline soils distributed in PeninsularThailand. Plant and Soil 201(2): 175-182.
Oufattole M, Arango M, Boutry M. 2000. Identification and expression of threenew Nicotiana plumbaginifolia genes which encode isoforms of a plasmamembrane H+-ATPase, and one which is induced by mechanical stress.Planta 210: 715–722.
Ownby JD. 1993. Mechanisms of reaction of hematoxylin with aluminum-treatedwheat roots. Physiol Plant 87: 371-380.
Palmgren MG. 1991. Regulation of plasma membrane H+-ATPase activity. Physio.Plant 83: 314–323.
Palmgren MG. 1998. Proton gradients and plant growth: role of the plasmamembrane H+-ATPase. Adv Bot Res 28: 1-70.
Palmgren MG. 2001. Plant plasma membrane H+-ATPases: Powerhouses fornutrient uptake. Plant Mol Biol 52: 817-845.
Palmgren MG, Larsson C, Sommarin M. 1990. Proteolytic activation of the plantplasma membrane H+-ATPase by removal of a terminal segment. J BiolChem 265: 13423-13426.
Palmgren MG, Sommarin M, Serrano R, Larsson C. 1991. Identification of anautoinhibitory domain in the C-terminal region of the plant plasmamembrane H+-ATPase. J Biol Chem 266: 20470-20475.
Papernik LA, Kochian LV. 1997. Possible Involvement of Al induced electricalsignal in Al tolerance in wheat. Plant Physiol 115: 567-667.
Pardo JP, Slayman C. 1988. The fluorescein isothiocyanate binding site of theplasma-membrane H+-ATPase of Neurospora crassa. J Biol Chem 263:18664-18668.
Parker DR, Bertsch PM. 1992. Formation of the Al-13 tridecameric polycationunder diverse synthesis conditions. Environ Sci Technol 26: 914-921.
Pelkmans L et al. 2005. Genome-wide analysis of human kinases in clathrin- andcaveolae/raftmediated endocytosis. Nature 436(7047): 78–86.
Pelkmans L, Zerial M. 2005. Kinase-regulated quantal assemblies and kiss-and-run recycling of caveolae. Nature 436: 128–133.
Pellet DM, Grunes DL, Kochian LV. 1995. Organic acid exudation as analuminum-tolerance mechanism in maize (Zea mays L.). Planta 196: 788-795.
Pettersson A, Bergman B. 1989. Effects of aluminum onATP pools and utilizationin the cyanobacteririum Anabaena cylindrica - a model for the in vivotoxicity. Physiol Plant 76: 527-534.
102
Pickford AS, Cogoni C. 2003. RNA-mediated gene silencing. Cell Mol Life Sci60: 871–882.
Plasterk RH. 2002. RNA silencing: the genome’s immune system. Science 296:1263–1265.
Portillo F. 2000. Regulation of plasma membrane H+-ATPase in fungi and plants.Biochimica et Biophysica Acta 1469: 31-42.
Prasetyo BH, Suriadikarta DA. 2006. Karakteristik, potensi dan teknologipengelolaan tanah ultisol untuk mengembangkan pertanian lahan kering diIndonesia. J Litbang Pertanian 25(2): 39-46.
Prihadi DP, Shipe ER, Wallace SU. 1995. Screening selected soybean genotypefor aluminium tolerance. Indon J Trop Agric 6(1): 11-12.
Rao R, Slayman CW. 1993. Mutagenesis of conserved residues in thephosphorylation domain of the yeast plasma membrane H+-ATPase.Effects on structure and function. J Biol Chem 268(9): 6708-6713.
Raoul C et al. 2005. Lentiviral-mediated silencing of SOD1 through RNAinterference retards disease onset and progression in a mouse model ofALS. Nat Med 4(11): 423–428.
Rayle DL, Cleland RE. 1992. The acid growth theory of auxin-induced cellelongation is alive and well. Plant Physiol 99: 1271-1274.
Reese RN, Roberts LM. 1985. Effect of cadmium on whole cell andmitochondrial respiration in tobacco cell-suspension cultures. J PlantPhysio 120: 123–130.
Rengel Z. 1996. Uptake of aluminum by plant cells. New Phytol 134: 389-406.
Rengel Z, Zhang WH. 2003. Role of dynamics of intracellular calcium inaluminum-toxicity syndrome. New Phytol 159: 295-314.
Richards KD, Schott EJ, Sharma YK, Davis KR, Gardner RC. 1998. Aluminuminduces oxidative stress genes in Arabidopsis thaliana. Plant Physiol 116:409-418.
Rincon M, Gonzales RA. 1992. Aluminum partitioning in intact roots ofaluminum-tolerant and aluminum-sensitive wheat (Triticum aestivum L.)cultivars. Plant Physiol 99: 1021-1028.
Rober-Kleber N, Albrechtova TP, Fleig S, Fischer-Iglesias C. 2003. Plasmamembrane H+-ATPase is involved in auxin-mediated cell elongationduring wheat embryo development. Plant Physiol 131: 1302-1312.
Ros R, Cooke DT, Martinez-Cortina C, Picazo I. 1992. Nickel and cadmiumrelated changes in growth, plasma membrane lipid composition, ATPasehydrolytic activity and proton-pumping of rice (Oryza sativa L. cv. Bahia)shoots. J Exp Bot 43: 1475–1481.
103
Ryan PR, Delhaize E, Randal PJ. 1995. Malate efflux from root apies andtolerance to aluminium are highly correlated in wheat. Aust J PlantPhysiol 22: 531-536.
Ryan PR, Ditomaso JM, Kochian LV. 1993. Aluminum toxicity in roots – aninvestigation of spatial sensitivity and the role of the root cap. J Exp Bot44: 437-446.
Ryan PR, Reid RJ, Smith FA. 1997. Direct evaluation of the Ca2+ displacementhypothesis for Al toxicity. J Plant Physiol 113: 1351-1357.
Sasaki T et al. 2004. A wheat gene encoding an aluminum-activated malatetransporter. Plant J 37: 645-653.
Sattelmacher B, Heinecke I, Muhling KH. 1993. Influence of minerals oncytoplasmic streaming in root hairs of intact wheat seedlings (Triticumaestivum L.). Plant Soil 156: 107-110.
Scarborough GA. 1996. The Neurospora Plasma Membrane Proton Pump. Didalam: Konings WN, Kaback HR, and Lolkema JS, editor. Handbook ofBiological Physics. Ed ke-2. Chapel Hill: Elsevier Sci. hlm. 75-92.
Schaller GE, Sussman MR. 1988. Phosphorylation of the plasma membrane H+-ATPase of oat roots by a calcium-stimulated protein kinase. Planta 173:509–51.
Schmohl N, Horst WJ. 2000. Cell wall pectin content modulates aluminiumsensitivity of Zea mays (L.) cells grown in suspension culture. Plant CellEnviron 23: 735-742.
Schmohl N, Pilling J, Fisahn J, Horst WJ. 2000. Pectin methylesterase modulatesaluminium sensitivity in Zea mays and Solanum tuberosum. Physiol Plant109: 419-427.
Serrano R. 1989. Structure and function of plasma membrane ATPase. Annu RevPlant Physiol Plant Mol Biol 40: 61-94.
Serrano R. 1996. Salt tolerance in plants and microorganisms: toxicity targets anddefence responses. Intern Rev Cytol 165: 1-52.
Shah DP, Hightower RC, Meagher RB. 1982. Complete nucleotide sequence of asoybean actin gene. Proc Natl Acad Sci 79: 1022 – 1026.
Shen H, Yan XL, Cai KZ, Matsumoto H. 2004. Differential Al resistance andcitrate secretion in the tap and basal roots of common bean seedlings.Physiol Plant 121: 595-603.
Shen H et al. 2005a. Citrate secretion coupled with the modulation of soybeanroot tip under aluminium stress. Up-regulation of transcription, translation,and threonine-oriented phosphorylation of plasma membrane H+-ATPase.Plant Physiol 138: 287-296.
104
Shen J et al. 2005b. Suppression of ocular neovascularization with siRNAtargeting VEGF receptor 1. Gene Ther Sep 29: 1–10.
Shen R, Ma JF, Kyo M, Iwashita T. 2002. Compartmentation of aluminium inleaves of an Al-accumulator, Fagopyrum esculentum Moench. Planta 215:394-398.
Silva IR et al. 2000. Aluminum accumulation at nuclei of cells in the root tip.Fluorescence detection using lumogallion and confocal laser scanningmicroscopy. Plant Physiol 123: 543-552.
Sivaguru M, Baluska F, Volkmann D, Felle HH, Horst WJ. 1999. Impacts ofaluminum on the cytoskeleton of the maize root apex. Short-term effectson the distal part of the transition zone. Plant Physiol 119: 1073-1082.
Sivaguru M et al. 2003. Aluminum-induced gene expression and proteinlocalization of a cell wall-associated receptor kinase in Arabidopsis. PlantPhysiol 132: 2256-2266.
Sivaguru M, Horst WJ. 1998. The distal part of the transition zone is the mostaluminum-sensitive apical root zone of maize. Plant Physiol 116: 155-163.
Slaski JJ, Zhang G, Basu U, Stephens JL, Taylor GJ. 1996. Aluminium resistancein Wheat (Triticum aestivum) is associated with rapid, Al-Induced changesin activities of Glucose-6-phosphate dehydrogenase and 6-phosphogluconate dehydrogenase in root apices. Plant Physiol 98: 477-484.
Smith NA et al. 2000. Total silencing by intron-spliced hairpin RNAs. Nature407: 319–320.
Snowden KC, Gardner RC. 1993. Five genes induced by aluminum in wheat(Triticum aestivum L.) roots. Plant Physiol 103: 855-861.
Sopandie D, Yusuf M, Setyono TD. 2000. Adaptasi kedelai (Glycine maxMERR.) terhadap cekaman pH rendah dan aluminium: Analisispertumbuhan akar. Comm Ag 5: 61 – 69.
Soutschek J et al. 2004. Therapeutic silencing of an endogenous gene by systemicadministration of modified siRNAs. Nature 432(7014): 173–178.
Subagyo H, Suharta N, Siswanto AB. 2004. Tanah-tanah pertanian Indonesia. Didalam Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. 21-66.
Suharsono. 2002. Konstruksi pustaka genom kedelai kultivar Slamet. JurnalHayati 9(3): 67-70.
Suharsono, Firdaus S, Suharsono UW. 2008. Isolasi dan pengklonan fragmencDNA dari gen penyandi multidrug resistance associated protein dariMelastoma affine. Makara Sains. 12: 102-107.
105
Suharsono, Trisnaningrum N, Sulistyaningsih LD, Widyastuti U. 2009. Isolationand cloning of cDNA of gene encoding for metallothionein type 2 fromMelastoma affine. Biotropia. 16: 28-37.
Surowy TK, Boyer JS. 1991. Low water potentials affect expression of genesencoding vegetative storage proteins and plasma membrane protonATPase in soybean. Plant Mol Bio 16: 252–262.
Sussman MR. 1994. Molecular analysis of proteins in the plant plasma membrane.Annu Rev Plant Physiol Plant Mol Biol 45: 211-234.
Sze H, Li X, Palmgren MG. 1999. Energization of plant cell membranes by H+-pumping ATPases: Regulation and biosynthesis. The Plant Cell 11: 677-689.
Svennelid F et al. 1999. Phosphorylation of Thr-948 at the C-terminus of theplasma membrane H+-ATPase creates a binding site for regulatory 14-3-3protein. The Plant Cell 11: 2379–2391.
Taylor GJ. 1991. Current views of the aluminum stress response: thephysiological basis of tolerance. In DD Randall, DG Blevins, CD Miles,eds. Current Topics in Plant Biochemistry and Physiology. Vol. 10.Interdisciplinary Plant Biochemistry and Physiology Program, Universityof Missouri, Columbia, pp 57-93.
Vance V, Vaucheret H. 2001. RNA silencing in plants-defense andcounterdefense. Science 292: 2277–2280.
Vara F, Serrano R. 1982. Partial purification and properties of the protontranslocating ATPase of plant plasma membranes. J Biol Chem 257:12826–12830.
Vitorello VA, Haug A. 1996. Short-term aluminium uptake by tobacco cells:Growth dependence and evidence for internalization in a discreteperipheral region. Physiol Plant 97: 536-544.
Vitorello VA, Capaldi FR, Stefanuto VA. 2005. Recent advances in aluminumtoxicity and resistance in higher plants. Braz J Plant Physiol 17(1): 129-143.
Wach A, Supply P, Dufour JP, Goffeau A. 1996. Amino acid replacements atseven different histidines in the yeast plasma membrane H+-ATPasereveal critical positions at His285 and His701. Biochemistry 35: 883-890.
Wagatsuma T, Kaneko M, Hayasaka Y. 1987. Characteristics of upwardtranslocation of aluminium in plants. Soil Sci Plant Nutr 30: 345-358.
Wang G, Tamas MJ, Hall MJ, Pascual-Ahuir A, Perlin DS. 1996. ProbingConserved Regions of the Cytoplasmic LOOP1 Segment LinkingTransmembrane Segments 2and 3of the Saccharomyces cerevisiae PlasmaMembrane H+-ATPase. J Biol Chem 271: 25438-25445.
106
Watanabe T, Jansen S, Osaki M. 2005. The beneficial effect of aluminum and therole of citrate in Al accumulation in Melastoma malabathricum. New Phytol165: 773-780.
Watanabe T, Misawa S, Hiradate S, Osaki M. 2008. Characterization of rootmucilage from Melastoma malabathricum, with emphasis on its roles inaluminum accumulation. New Phytol 178: 581-589.
Watanabe T, Osaki M. 2001. Influence of aluminum and phosphorus on growth andxylem sap composisition in Melastoma malabathricum L. Plant Soil 237:63-70.
Watanabe T, Osaki M, Tadano T. 1997. Aluminum-induced growth stimulation andrelation to calcium, magnesium, and silicate nutrition in Melastomamalabathricum L. Soil Sci Plant Nutr 43: 827-837.
Watanabe T, Osaki M, Yoshihara T, Tadano T. 1998a. Distribution and chemicalspeciation of aluminum in the Al accumulator plant, Melastomamalabathricum L. Plant Soil 201: 165-173.
Watanabe T, Osaki M, Tadano T. 1998b. Effects of nitrogen source and aluminumon growth of tropical tree seedlings adapted to low pH soils. Soil Sci PlantNutr 44: 655–666.
Watanabe T, Osaki M, Tadano T. 2001. Al uptake kinetics in roots of Melastomamalabathricum L. – an Al accumulator plant. Plant and Soil 231: 283-291.
Watanabe T, Osaki M. 2002a. Mechanisms of adaptation to high aluminumcondition in native plants species growing in acid soils: a review. CommunSoil Sci Plant Anal 33: 1247-1260.
Watanabe T, Osaki M. 2002b. Role of organic acids in aluminum accumulationand plant growth in Melastoma malabathricum. Tree Physiol 22: 785-792.
Waterhouse P, Graham M, Wang M. 1998. Virus resistance and gene silencing inplants can be induced by simultaneous expression of sense and antisenseRNA. Proc Natl Acad Sci USA 95: 13959–13964.
Waterhouse PM, Wang M-B, Lough T. 2001. Gene silencing as an adaptivedefense against viruses. Nature 411: 834–842
Wenzl P, Patino GM, Chaves AL, Mayer JE, Rao IM. 2001. The high level ofaluminum resistance in signalgrass is not associated with knownmechanisms of external aluminum detoxification in root apices. PlantPhysiol 125: 1473-1484.
Wesley SV et al. 2001. Construct design for efficient, effective and high-throughput gene silencing in plants. Plant J 27: 581–590
Williams RJP. 2002. Recent aspects of aluminium chemistry and biology: asurvey. Coord Chem Rev 228: 93-96.
107
Widyartini. 2007. Isolasi dan pengklonan fragmen cDNA gen penyandi majorfacilitator superfamily (MFS) dari Melastoma affine L. [Tesis]. Bogor:Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Wu JL, Seliskar D M. 1998. Salinity adaptation of plasma membrane H+-ATPasein the salt marsh plant Spartina patens: ATP hydrolysis and enzymekinetics. J Exp Bot 49: 1005-1013.
Yaffe MB, Rittinger K, Volinia S, Caron PR, Aitken A. 1997. The structural basisfor 14-3-3: phosphopeptide binding specificity. Cell 91: 961–971.
Yamamoto Y, Hachiya A, Hamada H, Matsumoto H. 1998. Phenylpropanoids as aprotectant of aluminium toxicity in cultured tobacco cells. Plant CellPhysiol 39(9): 950-957.
Yamamoto Y, Hachiya A, Matsumoto H. 1997. Oxidative damage to membraneby a combination of aluminum and iron in suspension-cultured tobaccocells. Plant Cell Physiol 38: 1333-1339.
Yamamoto Y, Kobayashi Y, Matsumoto H. 2001. Lipid peroxidation is an earlysymptom triggered by aluminium, but not the primary cause of elongationinhibition in pea roots. Plant Physiol 125: 199–208.
Yamamoto Y et al. 1994. Quantitative estimation of aluminum toxicity in culturedtobacco cells-correlation between aluminum uptake and growth inhibition.Plant Cell Physiol 35: 575-583.
Yan F, Zhu Y, Muller C, Zorb C, Schubert S. 2002. Adaptation of H+-pumpingand PM H+-ATPase activity in proteoid root of white lupin underphosphate deficiency. Plant Physiol 129: 50-63.
Young JC, DeWitt ND, Sussman MR. 1998. A transgene encoding a plasmamembrane H+-ATPase that confers acid resistance in Arabidopsis thalianaseedlings. Genetics 149: 501–507.
Zhao XJ, Sucoff E, Stadelmann EJ. 1987. A13+ and Ca2+ alteration of membranepermeability of Quercus rubra root cortex cells. Plant Physiol 83: 159-162.
Zheng SJ, Ma JF, Matsumoto H. 1998. High aluminum resistance in buckwheat. I.Aluminum-induced specific secretion of oxalic acid from root tips. PlantPhysiol 117: 745-751.
LAMPIRAN
109
Lampiran 1. Kromatogram pengurutan DNA fragmen Mmpmam dengan menggunakan primer T7 dan SP6
Primer T7
110
Primer SP6
Lampiran 1 (Lanjutan)
111
Lampiran 1 (Lanjutan)
Primer SP6
112
CAGGGGGCGAGTCGCATGCTCCCGGCCGCCATGGCGGCCGCGGGAATTCGATTGATGTCCTTTGCAGTGATAAGACTGGGACTCTGACTTTGAACAAGCTTACTGTTGACAAAAATCTCATCGAGGTCTTTGCGAAAGGAGTGGACCCGGATACTGTTGTCCTGATGGCTGCTAGAGCATCGAGGACCGAAAACCAAGATGCCATAGATTCCGCCATAGTTGGGATGCTAGCTGATCCAAAAGAGGCTCGATCTGGGATTCAGGAAGTACACTTTCTTCCCTTTAACCCTACTGACAAGAGGACCGCTTTGACCTACATCGATTCCGAGGGCAGGATGCACAGAGTGAGCAAAGGTGCTCCAGAGCAGATCCTGAACCCTGCGCACAATAAGTCGGAGATTGAGCGTCGAGTCCATGCCGTGATTGATAAATTTGCCGAGCGTGGTCTGCGATCACTTGCAGTAGCGTATCAGGAAGTTCCAGAAGGAAGAAAGGAGAGTCCTGGAGGGCCGTGGCAGTTCATCGGTCTGATGCCTCTGTTTGATCCCCCCAGGCATGACAGTGCCGAGACAATTAGGAGGGCTCTTAATCTTGGGGTTAATGTCAAAATGATCACGGGGGATCAATTTGCTATAGGCAAAGAAACTGGCCGTCGGTTGGGAATGGGCATAAACATGTACCCTTCTTCTGCTTTATTAGGTCAGAATAAGGATGAATCGATTGCTGCGCTGCCAGTTGATGAGCTCATTGAAAAGGCAGATGGCTTTGCTGGTGTTTTCCCGGAGCATAAGTATGAGATTGTGAAGCGATTACAAGCAAGGAAGCATATATGTGGCATGACAGGAGATGGTGTCAATGAAATCACTAGTGAATTCGCGGCCGCCTGCAGGTCGACCATATGGGAGAGCTCCCAACGCGTTGGAATGCAATA
Keterangan: : Bagian dari vektor, : Primer AF2 dan AR2
: Sekuen Mmpmam, : Situs pemotongan EcoRIGAATTC
Lampiran 2. Hasil pengurutan DNA fragmen Mmpmam menggunakan primer T7dan SP6
113
Lampiran 3. Kromatogram pengurutan DNA fragmen Mmpma5’ dengan menggunakan primer T7 dan SP6
Primer T7
114
Lampiran 3 (Lanjutan)
Primer T7
115
Primer SP6
Lampiran 3 (Lanjutan)
116
GNTNCGGCCGCCTGGCGGCCGCGGGAATTCGATTATGGGGGAGAAGCCTGAGGTATTGGAGGCAGTGCTGAAGGAAGCAGTGGATTTGGAGAACATTCCTATTGAGGAAGTGTTTGAGAATCTGAGATGCAGCAAGGAGGGCCTGACCACCCAGTCCGCCGAGGAGCGCCTTGCGATTTTCGGCCAGAACAAGCTCGAGGAGAAGAAGGAGAGCAAGTTCTTGAAGTTCTTGGGGTTTATGTGGAATCCTCTGTCTTGGGTCATGGAAGCTGCAGCAATCATGGCCATTGCCCTGGCAAATGGAGGAGGGAAGCCTCCTGATTGGCAGGATTTTGTCGGTATCATAACTCTTCTCTTCATTAACTCGACGATCAGCTTCATCGAGGAAAATAATGCGGGTAATGCTGCCGCTGCTTTGATGGCTCGTCTCGCCCCCAAGGCCAAGGTTCTACGAGATGGAAGGTGGAGTGAGGAAGACGCAGCTGTGCTAGTCCCTGGGGATATAATCAGCATTAAACTTGGAGACATAATTCCTGCTGATGCTCGCCTTCTTGAGGGAGATCCCTTGAAAATTGACCAGTCTGCACTCACTGGTGAATCTCTGCCGGTCACCAAAGGCCCTGGAGATGGTGTTTATTCAGGTTCCACATGTAAGCGAGGGGAAATTGAAGCTGTGGTTATTGCCACTGGTGTGCACACTTTCTTTGGCAAGGCGGCACACTTGGTGGATACCACTAATCAAGTGGGACATTTCCAGAAGGTTTTGACTGCAATTGGAAATTTCTGCATTTGCTCGATTGCTGTCGGGATGATAATTGAAATTATTGTCATGTATCCGATTCAACGGAGGAAATATCGCCCTGGAATCGACAATCTTCTTGTTCTTCTCATCGGAGGAATCCCTATTGCCATGCCTACCGTTCTTTCAGTCACCATGGCCATTGGCTCTCACAGGCTATCTCAGCAGGGAGCGATCACCAAGAGAATGACAGCAATCGAAGAGATGGCTGGAATGGATGTCCTCTGCAGTGATAAGACTGGGACTCTGACTTTGAACAAGCTTACTGTTGACAAAAATCTCATCGAGGTAATCACTAGTGAATTCGCGGCCGCCTGCAGGTCGACCATANGGGAGAGCKeterangan: : Bagian dari vektor, : Primer PMA2-F dan MaPMAp-R
: Sekuen Mmpma5’, : Situs pemotongan EcoRIGAATTC
Lampiran 4. Hasil pengurutan DNA fragmen Mmpma5’ menggunakan primer T7dan SP6
117
Lampiran 5. Kromatogram pengurutan DNA fragmen Mmpma3’ dengan menggunakan primer T7 dan SP6
Primer T7
118
Primer SP6
Lampiran 5 (Lanjutan)
119
Lampiran 5 (Lanjutan)
Primer SP6
120
GGCAATTGGGCCCGACGTCGCATGCTCCCGGCCGCCATGGCGGCCGCGGGAATTCGATTGCATAAGTATGAGATTGTGAAGCGATTACAAGCAAGGAAACATATATGTGGCATGACGGGAGATGGTGTCAACGATGCCCCTGCCCTAAAGAAGGCTGATATTGGGATAGCTGTTGCCGATGCCACTGATGCTGCTCGTAGTGCTTCTGACATTGTGCTCACTGAGCCTGGCCTTAGTGTCATCATCAGTGCTGTCCTTACCAGTCGTGCTATCTTCCAAAGGATGAAAAATTACACTATCTACGCAGTTTCTATTACAATTCGTATAGTGCTTGGATTCATGTTATTGGCCCTCATATGGAAGTTTGACTTTCCACCTTTCATGGTGCTGATCATTGCTATCCTCAATGATGGTACCATCATGACGATTTCGAAGGATAGGGTGAAACCATCACCTCTTCCCGACAGCTGGAAGCTCGCAGAAATCTTCACTACTGGAATTGTTCTTGGCGGTTACCTGGCTATGATGACGGTTATCTTCTTTTGGGCAGCCTACGAAACTAACTTCTTCCCGAGAGTTTTTGGCGTAGCCACTCTTGAGAAGACTGCCCATGACGACTTCCGAAAGCTTGCCTCCGCGATATACTTGCAAGTGAGTACTATCAGTCAGGCCTTGATATTTGTGACACGATCCAGGGGTTGGTCCTACGTCGGGCGTCCCGGGTTGTTGCTCATTGCGGCTTTTGTGATTGCTCAACTGATTGCTACTCTAATCGCGGTTTACGCGAGCTGGGGCTTTGCCGCTATCGAGGGGATTGGATGGGGTTGGGCCGGTGTCATCTGGCTTTATAACATCATCTTTTACATCCCGCTTGACTTCATCAAGTTCTTCATCCGTTATGCATTGAGTGGGAAGGCCTGGGATCTTGTTATCGAGCAGAGGATTGCATTCACGAGGCAAAAGGACTTTGGAAAAGAACAGCGCGAGCTTCAATGGGCACACGCACAAAGAACACTGCATGGGTTGCAACCACCCGACACAAAAATGTTCACTGAGCGTACTCGCTTCGCGGAACTCAATCATATTGCTGAAGAAGCTAAGAGAAGAGCCGAGATAGCGAGGTTGAGGGAACTGAATACCCTGAAAGGTCATGTGGAATCAGTTGTGAGACTGAAGGGACTTGACATAGAGACGATCCAGCAATCGTACACCGTCTGAGGAGAGCAACACGATCTTCTGTAGCTCCGGCTCTTATCATGGCATTCTTATCTGTGCTGAGGCCAATAAATCGTGTAATTAGCAGTGTGTCAACAGTTTCTGTCGTGGTAGCTTGGGCAATCCCCTATTCGCACCCTTGGAAAATGCCTCAAGAGGGACACCATGGCGAACTACTCTGTAAGCTTTGTCGAAGAGGCTTGAAACAACAGTACGGCCTACTTTTGTATTAATCTTATGCAACTGTCGATTTTGATTATGCTCTAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAACACTGTCATGCCGTTACGTAGCGAATCACTAGTGAATTCGCGGCCGCCTGCAGGTCGACCATANGGAGAGCNNCCA
Keterangan: : Bagian dari vektor, : Situs pemotongan EcoRI
: Sekuen Mmpma3’, : Primer MaPMAp-F danGeneRacerTM 3’ Nested primer
Lampiran 6. Hasil pengurutan DNA fragmen Mmpma3’ menggunakan primerT7 dan SP6
GAATTC
121
Lampiran 7. Kromatogram pengurutan DNA gen Mmpma dengan menggunakan primer T7 dan SP6
Primer T7
122
Lampiran 7 (Lanjutan)
Primer T7
123
Lampiran 7 (Lanjutan)
Primer T7
124
Primer SP6
Lampiran 7 (Lanjutan)
125
Lampiran 7 (Lanjutan)
Primer SP6
126
Lampiran 7 (Lanjutan)
Primer SP6
127
TGACTGTCGCATGCTCCGGCCGCCATGGCGGCCGCGGAATTCGATAGAATGGGGGAGAAGCCTGAAGTACTGGAGGCAGTGCTGAAGGAAGCAGTGGATTTGGAGAACATTCCTATTGAGGAAGTGTTTGAGAATCTGAGATGCAGCAAGGAGGGCCTGACCACCCAGTCCGCCGAGGAGCGCCTTGCGATTTTCGGCCAGAACAAGCTCGAGGAGAAGAAGGAGAGCAAGTTCTTGAAGTTCTTGGGGTTTATGTGGAATCCTCTGTCTTGGGTCATGGAAGCTGCAGCAATCATGGCCATTGCCCTGGCAAATGGAGGAGGGAAGCCTCCTGATTGGCAGGATTTTGTCGGTATCATAACTCTTCTCTTCATTAACTCGACGATCAGCTTCATCGAGGAAAATAATGCGGGTAATGCTGCCGCTGCTTTGATGGCTCGTCTCGCCCCCAAGGCCAAGGTTCTACGAGATGGAAGGTGGAGTGAGGAAGACGCAGCTGTGCTAGTCCCTGGGGATATAATCAGCATTAAACTTGGAGACATAATTCCTGCTGATGCTCGCCTTCTTGAGGGAGATCCCTTGAAAATTGACCAGTCTGCACTCACTGGTGAATCTCTGCCGGTCACCAAAGGCCCTGGAGATGGTGTTTATTCAGGTTCCACATGTAAGCAAGGGGAAATTGAAGCTGTGGTTATTGCCACTGGTGTGCACACATTCTTTGGCAAGGCGGCACACTTGGTGGATACCACTAATCAAGTGGGACATTTCCAGAAGGTTTTGACTGCAATTGGAAATTTCTGCATTTGCTCGATTGCTGTCGGGATGATAATTGAAATTATTGTCATGTATCCGATTCAACGGAGGAAATATCGCCCTGGAATCGACAATCTTCTTGTTCTTCTCATCGGAGGAATCCCTATAGCCATGCCTACCGTTCTTTCAGTCACCATGGCCATTGGCTCTCACAGGCTATCTCAGCAGGGAGCGATCACCAAGAGAATGACAGCAATCGAAGAGATGGCTGGAATGGATGTCCTTTGCAGTGACAAGACTGGGACTCTGACTTTGAACAAGCTTACTGTTGACAAAAATCTCATCGAGGTCTTTGCGAAA.................................................................................................CTTTTCCCACCCTTTCATTGGTTGCTGATCCTTTGCTATCCTTCCAATGATGGTTCCATCATGACAATTTTGAAGGATAGGGTGAAACCATCACCTTTTTTCCCGACAGCTGGAAGCTCGCAGAAATCTTCACTACTGGAATTGTTCTTGGCAGTTACCTGGCTATGATGACGGTTATCTTCTTTTGGGCAGCCTACGAAACTAACTTCTTTCCCGAGAGTTTTTGGCGTAGCCACTCTTGAGAAGACTGCCCATGACGACTTCCGAAAGCTTGCCTCCGCGATATACTTGCAAGTGAGTACTATCAGTCAGGCCTTGATATTTGTGACACGATCCAGGGGTTGGTCCTACGTCGAGCGTCCCGGGTTGTTGCTCATTGCGGCTTTTGTGATTGCTCAACTGATTGCTACTCTAATTGCGGTTTACGCGAGCTGGGGCTTTGCCGCTATCGAGGGGATTGGATGGGGTTGGGCCGGTGTCATCTGGCTTTATAACATCATCTTTTACATCCCGCTTGACTTCATCAAGTTCTTCATCCGTTATGCATTGAGTGGGAAGGCCTGGGATCTTGTTATCGAGCAGAGGATTGCATTCACGAGGCAAAAGGACTTTGGAAAAGAACAGCGCGAGCTTCAATGGGCACACGCACAAAGAACACTGCATGGGTTGCAACCACCCGACACAAAAATGTTCACTGAGCGTACTCGCTTCGCGGAACTCAATCATATTGCTGAAGAAGCTAAGAGAAGAGCCGAGATAGCGAGGTTGAGGGAACTGAATACCCTGAAAGGTCATGTGGAATCAGTTGTGAGACTGAAGGGACTTGACATAGAGACGATCCAGCAATCGTACACCGTCTGAGGAGAGCAACACGATCTTCTGTAGCTCCGGCTCTTATCATGGCATTCTTATCTGTGCTGAGGCCAATAAATCGTGTAATTAGCAGTGTGTCAACAGTTTCTGTCGTGGTAGCTTGGGCAATCCCCTATTCGCACCCTTGGAAAATGCCTCAAGAGGGACACCATGGCGAACTACTCTGTAAGCTTTGTCGAAGAGGCTTGAAACAACAGTACGGCCTACTTTTGTATTAATCTTATGCAACTGTCGATTATCACTAGTGAATTCGCGGCCGCCTGCAGGTCGACCATATGGAGAGTCCCAACGCGTTGGAGCA
Keterangan: : Bagian dari vektor, : Primer PMA2-F dan 3’UTR-R
: Sekuen Mmpma, : Situs pemotongan EcoRI
Lampiran 8. Hasil pengurutan DNA Mmpma menggunakan primer T7 dan SP6
GAATTC