ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROALGA...
Transcript of ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROALGA...
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROALGA CYANOPHYTA
DARI TANAH PERSAWAHAN KAMPUNG SAMPORA,
CIBINONG, BOGOR
WULAN EMBUN SARI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI MIKROALGA CYANOPHYTA DARI
TANAH PERSAWAHAN KAMPUNG SAMPORA, CIBINONG, BOGOR
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat memperoleh gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
WULAN EMBUN SARI
105095003148
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/1432 H
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi berjudul “Isolasi dan Identifikasi Mikroalga Cyanophyta dari Tanah
Persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor” yang ditulis oleh Wulan
Embun Sari, NIM 105095003148 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang
Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2011. Skripsi ini telah dierima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Biologi.
Menyetujui,
Penguji 1, Penguji 2,
Dini Fardila, M.Si NIP.19800330 20090 1 2009
Pembimbing 1, Pembimbing 2, Priyanti, M.Si NIP.19750526 200012 2 001
Mengetahui,
Dekan Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis NIP. 19680117 200112 1 001
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN KEASLIAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANA PUN.
Jakarta, 23 Agustus 2011
Wulan Embun Sari 105095003148
ABSTRAK Wulan Embun Sari. Isolasi dan Identifikasi Mikroalga Cyanophyta dari Tanah Persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Cyanophyta hadir berlimpah di sawah dan penting dalam membantu menjaga kesuburan padi melalui fiksasi nitrogen. Sebagian besar genus Cyanophyta yang ada di sawah adalah bentuk filamen heterokis. Sebanyak 144 sampel tanah diisolasi dari sawah Kampung Sampora, Cibinong, Bogor pada berbagai umur penanaman padi, yaitu padi dengan umur tanam 1 bulan, 2 bulan, dan 3 bulan. Sampel diambil secara purposive sampling, dan sampel analisis menggunakan metode kualitatif. Sampel tanah dikeringkan dan ditumbuhkan di laboratorium menggunakan dua media, BBM dan BG-11. Proses pertumbuhan dilakukan dalam 2 tahap, masing-masing tahap membutuhkan waktu tumbuh selama 3 bulan. Sampel tanah yang telah ditumbuhi oleh mikroalga ditandai dengan adanya perubahan warna dari cokelat menjadi hijau. Sampel yang telah tumbuh kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya dan Cyanophyta yang ditemukan dipisahkan ke dalam cawan petri yang berbeda. Cyanophyta lalu diidentifikasi dan diklasifikasi menurut karakteristik morfologinya dengan menggunakan mikroskop cahaya. Hasil penelitian menunjukkan adanya 4 ordo Cyanophyta, yaitu Chroococcales, Oscillatoriales, Nostocales, dan Stigonematales. Genus dari Nostocales dan Stigonematales merupakan Cyanophyta yang memiliki heterokis dan berperan sebagai biofertilizer. Kata kunci : Cyanophyta, sawah, fiksasi nitrogen, heterokis, biofertilizer
ABSTRACT
Wulan Embun Sari. Isolation and Identification of Cyanophyta Microalgae from Rice Field Soils in Kampung Sampora, Cibinong, Bogor. Undergraduate Thesis. Biology Study Program. Faculty of Science and Technology. Syarif Hidayatullah State Islamic University of Jakarta. 2011. Cyanophyta is abundant in the rice fields and important to capture nitrogen from the air in fixation process. Most of Cyanophyta existed in the rice fields are in the form heterocystous of filament. 144 soil samples were isolated from the rice fields of Sampora Village, Cibinong, Bogor in various age of paddy cultivation, namely 1 month, 2 months, and 3 months. Samples were taken by using purposive sampling, and analyzed using qualitative methods. Soil samples were dried and growth in the laboratory in two medium (BBM and BG-11). The growth process was carried out in 2 stages, each stage took 3 months of period. The soil samples overgrown with microalgae characterized by a changing in color from brown to green. The samples were grown and then observed under microscope and separated into different petri dish. Cyanophyta then identified and classified based on morphological characters. The result shown 4 ordo Cyanophyta namely Chroococcales, Oscillatoriales, Nostocales, and Stigonematales. Genus of Cyanophyta Nostocales and Stigonematales is a genus that has heterocyst and can be use as biofertilizer. Keywords : Cyanophyta, rice fields, nitrogen fixation, heterocyst, biofertilizer
Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi. Yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya). Yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk. Yang menumbuhkan rumput-rumputan, lalu dijadikan-Nya rumput-rumput itu kering kehitam-hitaman. Akan Kami bacakan (Al Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa, kecuali apa yang dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Dia mengetahui apa yang terang dan apa yang tersembunyi. (QS. Al-A’la: 1-7)
Skripsi ini kupersembahkan untuk orang tua & suami ku tercinta;
terimakasih atas kepercayaan, dukungan dan cinta kalian.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Semesta Alam yang telah
memberikan nikmat, rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Nabi dan Rasul mulia, Muhammad SAW yang diutus Allah
sebagai rahmat bagi seluruh semesta alam, beserta keluarganya, para sahabatnya,
dan orang-orang yang tegak di atas din-Nya hingga akhir zaman.
Skripsi berjudul “Isolasi dan Identifikasi Mikroalga Cyanophyta dari
Tanah Persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor” disusun untuk
memenuhi syarat dalam meraih gelar S.Si.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang tulus dan tak terhingga kepada :
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh stafnya.
2. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku Ketua Program Studi Biologi
FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dasumiati, M.Si selaku pembimbing I dan Priyanti, M.Si selaku pembimbing
II atas kesabarannya dalam membimbing.
4. Megga R. Pikoli, M. Si dan Dini Fardila, M. Si selaku penguji dalam sidang
munaqosyah.
ii
5. Paskal Sukandar, M.Si dan Fahma Wijayanti, M.Si selaku penguji dalam
seminar proposal dan seminar hasil yang telah memberikan saran dan
kritiknya.
6. Megga R. Pikoli selaku Kabid Laboratorium Biologi (PLT UIN) dan staf-staf
laboran; Mba Puji, Mba Ida, dan Kak Bahri yang telah membantu penulis
selama penelitian.
7. Mama, Papa, kakak, adik, dan suami tercinta yang selalu memberikan
motivasi, doa yang tulus, serta dukungan moril dan materil.
8. Dini Damayanti, S.Si yang telah banyak membantu penulis dalam
melaksanakan penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan khususnya Biologi angkatan 2005 (BioMa),
Zahara, Diah, Nelly, Eci, Dita, Mia, dan Peni serta semua pihak yang tak
lelah memberikan semangat, tausiyah dan saran kepada penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki
keterbatasan baik dari segi materi maupun tata bahasanya. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik serta saran dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, Agustus 2011
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… iii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2 Perumusan Masalah …………………………………………….. 2
1.3 Hipotesis ………………………………………………………... 2
1.4 Tujuan …………………………………………………………... 3
1.5 Manfaat …………………………………………………………. 3
1.6 Kerangka Berpikir ………………………………………………. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Cyanophyta …………………………………………… 4
2.2 Sistematika Cyanophyta ……………………………………….... 6
2.3 Distribusi Cyanophyta ……………..…………………………… 7
2.4 Kemampuan Fiksasi Nitrogen (N) oleh Cyanophyta ...…………. 7
2.5 Potensi Cyanophyta sebagai Biofertilizer ………………………. 8
2.6 Isolasi dan Identifikasi Cyanophyta ..…………………………… 10
2.7 Persawahan Kampung Sampora ………………………………… 11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ……………………………………………… 13
3.2 Bahan dan Alat …………………………………………………. 13
3.3 Cara Kerja ………………………………………………………. 14
iv
3.3.1 Penentuan Titik Sampling …………………………………… 14
3.3.2 Isolasi Sampel Tanah …………………................................... 14
3.3.3 Pengayaan Mikroalga Tanah Di Laboratorium ..…………….. 15
3.3.4 Identifikasi Cyanophyta …...………………………………… 16
3.4 Analisis Data …………………………………………………… 17
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Cyanophyta ..…………………………………. 18
4.2 Deskripsi Genus Cyanophyta .….……………………………….. 23
4.3 Heterokis Cyanophyta …………..………………………………. 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………… 44
5.2 Saran ……………………………………………………………. 45
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 46
LAMPIRAN ……………….……………………………………………… 49
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Genus Cyanophyta pada Sampel Permukaan Tanah …………… 18
Tabel 2. Genus Cyanophyta pada Sampel Dalam Tanah ………………… 19
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Aliran Kerangka Berpikir ……………………………………… 3
Gambar 2. Sel Heterokis dan Sel Akinet ………………………………….. 6
Gambar 3. Persawahan Penduduk Kampung Sampora …………………… 12
Gambar 4. Aphanocapsa dan Navicula ………………..…………………... 24
Gambar 5. Aphanothece ………………………….………………………... 25
Gambar 6. Gloeocapsa ……………………………………………………. 26
Gambar 7. Chamaesiphon …………………………………………….…… 27
Gambar 8. Chroococcus …..………………………………………………. 28
Gambar 9. Pleurocapsa …..……………………………………………….. 29
Gambar 10. Oscillatoria ….………………………………………………… 31
Gambar 11. Sel hormogonium dan Sel Nekridium ..………………………… 32
Gambar 12. Arthrospira yang Tumbuh Berpilin dan Melingkar …..……….. 33
Gambar 13. Microcoleus …..……………………………………………….. 34
Gambar 14. Scytonema …..…..……………………………………………... 35
Gambar 15. Percabangan Scytonema ………..……..………………………. 36
Gambar 16. Anabaena…...…………………………………………………. 38
Gambar 17. Nostoc ………………………………………………………….. 39
Gambar 18. Calothrix …..………...………………………………………… 40
Gambar 19. Fischerella ….…………………………………………………. 41
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian ………………………………………... 49
Lampiran 2. Komposisi Bahan-bahan Kimia yang Digunakan Sebagai
Medium Pengayaan dan Pertumbuhan Mikroalga …………... 50
Lampiran 3. Data Faktor-faktor Lingkungan pada Titik-titik Pengambilan
Sampel ……………………………………………………….. 52
Lampiran 4. Data Cyanophyta Hasil Pengayaan ………………………….. 55
Lampiran 5. Sampel Tanah yang Ditumbuhi Mikroalga namun Tidak
Terdapat Cyanophyta ……………...………………………… 59
Lampiran 6. Denah Pengambilan Sampel Tanah …………………………. 60
Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel …………………………... 61
Lampiran 8. Proses Pengayaan Sampel Tanah di Laboratorium ………….. 62
Lampiran 9. Hasil Pengayaan Sampel Tanah dengan Medium Pertumbuhan 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman hayati memiliki potensi yang besar bagi kelangsungan
hidup manusia serta menjadi sumber ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu
keanekaragaman hayati yang dimanfaatkan oleh manusia adalah dari kelompok
mikroalga. Mikroalga dapat ditemukan di perairan, tanah maupun udara. Sesuai
dengan habitatnya, berbagai jenis mikroalga memiliki karakteristik dan aktivitas
yang berbeda (Ichimura, 1997). Mikroalga tanah memiliki sifat dan karakteristik
khas, seperti kemampuannya untuk memfiksasi nitrogen dan mampu bertahan
dalam kondisi kritis (Coleman, 2001). Mikroalga yang mampu memfiksasi N
dapat dimanfaatkan di bidang pertanian sebagai biofertilizer atau pupuk hayati.
Hal ini menyebabkan mikroalga mampu meningkatkan produksi pertanian bahkan
beberapa negara telah menggunakan mikroalga tanah untuk menggemburkan
tanah (Metting, 1981).
Cyanophyta dapat tumbuh dengan baik di persawahan, baik di air maupun
di tanahnya, karena persawahan menyediakan nutrisi yang diperlukan oleh
mikroalga untuk hidup tanpa mengganggu tanaman yang tumbuh di sana. Saat ini
persawahan umumnya menggunakan pupuk kimia dan pestisida, penggunaan
bahan-bahan kimia tersebut dalam jangka panjang merupakan ancaman bagi
penurunan keragaman hayati termasuk mikroalga tanah, mengurangi kesuburan
tanah dan memberikan masalah bagi lingkungan (Nugraheni & Winata, 2003).
2
Dalam lingkungan alaminya Cyanophyta membutuhkan zat hara dari tanah
berupa makronutrien dan mikronutrien. Dalam skala laboratorium, medium yang
sering digunakan untuk pertumbuhan Cyanophyta adalah BBM (Basal Bold
Medium) dan BG-11 (Blue Green Medium) karena kedua medium tersebut
memiliki komponen unsur-unsur hara (bahan kimia) yang dibutuhkan Cyanophyta
untuk dapat tumbuh, terutama unsur nitrogen (N) (Watanabe & Nozaki, 1994).
Kampung Sampora merupakan kawasan pedesaan yang masih memiliki
areal persawahan yang subur dan kehidupan penduduknya bergantung pada
aktivitas pertanian tersebut. Sistem pertanian yang dijalankan oleh masyarakat
Sampora umumnya adalah sawah tadah hujan selain itu mereka juga jarang sekali
memakai pupuk kimia tetapi memakai kompos. Hal tersebut diduga merupakan
tempat yang baik untuk ditemukannya beranekaragam mikroalga.
Keanekaragaman jenis mikroalga di daerah persawahan Kampung Sampora belum
ada yang meneliti sehingga perlu dilakukan penelitian tersebut untuk
mendapatkan jenis-jenis mikroalga yang berfungsi sebagai biofertilizer.
1.1 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu berapa genus mikroalga
khususnya Cyanophyta hasil isolasi tanah persawahan Kampung Sampora.
1.3 Hipotesis
Diperoleh berbagai genus mikroalga khususnya Cyanophyta dari isolasi
tanah persawahan Kampung Sampora.
3
1.4 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui
genus-genus mikroalga Cyanophyta dari tanah persawahan di Kampung Sampora
dan juga genus Cyanophyta yang berpotensi sebagai biofertilizer.
1.5 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
mikroalga khususnya Cyanophyta yang hidup di tanah persawahan. Selanjutnya
beberapa genus yang diperoleh ini dapat dikembangkan untuk memproduksi
biofertilizer.
1.6 Kerangka Berpikir
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Berpikir
Keanekaragaman hayati
Mikroalga Cyanophyta yang berpotensi sebagai biofertilizer di tanah persawahan
Isolasi Cyanophyta dari tanah persawahan
Identifikasi genus Cyanophyta
Cyanophyta pemfiksasi nitrogen (N)
Penggunaan pestisida dan pupuk kimia di persawahan
- Menurunkan keanekaragaman hayati - Menurunkan kesuburan tanah - Memberikan masalah bagi lingkungan
Persawahan Kampung Sampora masih relatif subur Diduga kaya akan Cyanophyta
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Cyanophyta
Cyanophyta berasal dari bahasa Yunani, yaitu “Cyano” atau “Kyanỏs” yang
artinya biru sedangkan “Phyta” artinya tumbuhan. Cyanophyta dikenal juga
dengan Cyanobacteri, alga hijau-biru, atau Cyanophytes. Cyanophyta merupakan
mikroalga prokariotik yang mendominasi kehidupan di bumi selama lebih dari 1,5
juta tahun (Graham & Wilcox, 2000). Nama Cyanophyta didasarkan atas pigmen-
pigmen yang terdapat di dalam sel Cyanophyta, yaitu klorofil-a, dan sejumlah
pigmen seperti b-karotin, xantofil dan fikobilin. Pigmen fikobilin yang paling
dikenal pada Cyanophyta adalah pigmen biru c-fikosianin dan pigmen merah c-
fikoeritrin. Dua pigmen unik Cyanophyta ini tidak ditemukan pada anggota alga
lain (Vashista, 1999). Perbandingan macam-macam zat warna tersebut amat labil,
oleh sebab itu warna alga tidak tetap (Tjitrosoepomo, 1998). Perubahan zat warna
itu kemungkinan berhubungan dengan proses metabolisme Cyanophyta seperti
jumlah sinar UV yang diterima, warna pigmen selubung (sheath) atau pertukaran
gas di dalam sel (Graham & Wilcox, 2000).
Cyanophyta merupakan mikroalga bersel tunggal atau berbentuk benang
dengan struktur tubuh yang masih sederhana dan bersifat autotrof. Dinding selnya
mengandung pektin, hemiselulosa dan selulosa yang kadang-kadang berupa
lendir, oleh sebab itu Cyanophyta juga sering disebut sebagai alga lendir
(Myxophyceae). Pada jenis-jenis yang berbentuk benang kadangkala terlihat dapat
5
melakukan gerakan seperti meluncur pada alas yang basah, tetapi sebenarnya
Cyanophyta tidak dapat bergerak. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya bulu
cambuk yang menyebabkannya bergerak (Tjitrosoepomo, 1998).
Cyanophyta memiliki kemampuan untuk berfotosintesis sehingga alga ini
dianggap sebagai salah satu pelopor dari kehidupan yang penting di dunia ini.
Cyanophyta mempunyai sifat-sifat yang khas, yang tidak dimiliki oleh tumbuhan
lainnya, yaitu tahan kekeringan, tahan panas di dalam air, beberapa jenis dapat
mengikat molekul N2 dari udara jika dalam tanah tidak ada nitrat, dapat tumbuh di
lingkungan toksik, dan dapat tumbuh di perairan dengan salinitas tinggi
(Thajuddin & Subramanian, 1992). Berdasarkan sifat-sifatnya tersebut di atas,
Cyanophyta dapat dikatakan sebagai organisme yang sangat penting dalam
memfiksasi nitrogen dari udara, memperkaya tanah, dan menghasilkan senyawa-
senyawa yang berguna bagi dunia kesehatan, seperti Spirulina sp. (Graham &
Wilcox, 2000).
Cyanophyta memiliki karakter morfologi yang sangat beragam, meliputi
berbagai macam bentuk talus, yaitu uniseluler, koloni, filamen yang tidak
bercabang, atau filamen yang bercabang (Vashishta, 1999). Cyanophyta baik
yang uniseluler maupun yang berfilamen kadang-kadang membentuk struktur
yang dapat dikenali dengan mata telanjang, tetapi biasanya memerlukan
mikroskop untuk mengidentifikasi. Cyanophyta berukuran mulai dari 0,6 µm
sampai 30 µm. Filamen Cyanophyta memiliki kisaran diameter tubuh mulai dari
0,4 µm sampai 45 µm bahkan ada yang melebihi 100 µm. Talus Cyanophyta, baik
yang berbentuk uniseluler maupun filamen, diselubungi oleh suatu selubung
gelatin (sheath) yang memiliki ukuran bervariasi. Sejumlah sifat morfologi sel
dan filamen Cyanophyta
karakteristik dari sel filamen dikenal sebagai heterokis, yaitu sel yang
terdiferensiasi dari sel vegetatif dan merupakan situs fiksasi nitrogen (Gambar 2).
Pada beberapa genera seperti
sepanjang filamen. Berbeda dengan
yaitu pada salah satu ujung filamen (Whitton dkk., 2002).
2.2 Sistematika Cyanophyta
Divisi Cyanophyta
menjadi 4 ordo, yaitu
Stigonematales. Ordo Chroococcales
Ordo Oscillatoriales memiliki 6 famili, 16 genus dan 139 spesies. Ordo
Nostocales memiliki 7 famili, 16 genus dan 109 spesies. Ordo
memiliki 3 famili, 6 genus dan 15 spesies (Whitton dkk., 2002).
Gambar 2. Sel heterokis (h)(Sumber:
yang memiliki ukuran bervariasi. Sejumlah sifat morfologi sel
Cyanophyta penting dalam identifikasi. Salah satu bentuk
karakteristik dari sel filamen dikenal sebagai heterokis, yaitu sel yang
terdiferensiasi dari sel vegetatif dan merupakan situs fiksasi nitrogen (Gambar 2).
Pada beberapa genera seperti Anabaena, heterokisnya berkembang secara teratur
sepanjang filamen. Berbeda dengan Calothrix yang hanya memiliki satu heterokis
yaitu pada salah satu ujung filamen (Whitton dkk., 2002).
Cyanophyta
Cyanophyta masuk ke dalam kelas Cyanophyceae yang terbagi
menjadi 4 ordo, yaitu Chroococcales, Oscillatoriales, Nostocales
Chroococcales memiliki 12 famili, 35 genus dan 98 spesies.
memiliki 6 famili, 16 genus dan 139 spesies. Ordo
memiliki 7 famili, 16 genus dan 109 spesies. Ordo Stigonematales
memiliki 3 famili, 6 genus dan 15 spesies (Whitton dkk., 2002).
Gambar 2. Sel heterokis (h) dan sel akinet (a). (Sumber: http://www.ibvf.csic.es)
6
yang memiliki ukuran bervariasi. Sejumlah sifat morfologi sel
alam identifikasi. Salah satu bentuk
karakteristik dari sel filamen dikenal sebagai heterokis, yaitu sel yang
terdiferensiasi dari sel vegetatif dan merupakan situs fiksasi nitrogen (Gambar 2).
, heterokisnya berkembang secara teratur
yang hanya memiliki satu heterokis
yang terbagi
Nostocales, dan
memiliki 12 famili, 35 genus dan 98 spesies.
memiliki 6 famili, 16 genus dan 139 spesies. Ordo
Stigonematales
7
2.3 Distribusi Cyanophyta
Cyanophyta dapat ditemukan pada berbagai kondisi lingkungan baik akuatik
maupun terestrial seperti laut, lumpur, rawa, air tawar, payau, tanah, dan
bebatuan. Pada umumnya Cyanophyta banyak ditemukan pada perairan tawar
dengan pH netral. Meskipun begitu, ada pula Cyanophyta yang hidup pada
lingkungan yang ekstrim seperti sumber air panas, gunung berapi, kutub utara,
perairan dengan salinitas yang tinggi dan gurun. Oleh karena itu Cyanophyta
dikenal sebagai organisme yang kosmopolit (Graham & Wilcox, 2000).
Beberapa penelitian menunjun suhu optimal untuk pertumbuhan Cyanophyta
yaitu 15-35 °C, namun beberapa spesies Cyanophyta pernah ditemukan dapat
bertahan hidup hingga suhu 72 °C di dalam kolam air panas di Taman Nasional
Yellowstone (USA). Cyanophyta juga ditemukan pada saat musim dingin dimana
suhu udara mencapai suhu 0 °C sampai -60 °C (Whitton dkk., 2002).
2.4 Kemampuan Fiksasi Nitrogen (N) oleh Cyanophyta
Kemampuan memfiksasi nitrogen pada alga diketahui hanya pada
Cyanophyta dan khususnya pada kelompok Cyanophyta yang memiliki sel
heterokis. Heterokis merupakan sel yang khas pada Cyanophyta dan terdapat pada
Cyanophyta dengan bentuk filamen kecuali Oscillatoriaceae. Mereka terbentuk
dari perkembangan sel-sel vegetatif dan ditandai oleh kutub nodul, dinding sel
tebal, dan isi yang homogen apabila diamati di bawah mikroskop cahaya
(Nagasathya & Thajuddin, 2008). Jumlah heterokis dapat bertambah ketika
nitrogen dalam lingkungan terbatas. Heterokis terletak di bagian terminal atau
8
interkalar pada trikom (sel terminal yang berbentuk seperti rambut) dan letaknya
dapat pula merata di antara sel-sel vegetatif (Prihantini dkk., 2008).
Faktor-faktor yang mengendalikan pembentukkan heterokis antara lain
kemungkinan disebabkan rendahnya intensitas cahaya, bertambahnya jumlah
fosfat, dan konsentrasi nitrogen dalam medium. Selain itu diferensiasi heterokis
dapat pula dihambat oleh adanya sumber-sumber gabungan nitrogen (nitrat dan
ammonium nitrogen) (Vashishta, 1999).
Beberapa anggota dari Cyanophyta telah menunjukkan kemampuannya
mengikat nitrogen udara dimana kondisi terbaik dilakukan oleh Cyanophyta
umumnya pada pH 7,0-8,5. Pada tanaman padi sawah yang tergenang air,
Cyanophyta membantu mempertahankan jumlah nitrogen dalam tanah dengan
menggunakan nitrogen bebas dari udara (Hardjowigeno, 2007).
2.5 Potensi Cyanophyta Sebagai Biofertilizer
Tuntutan pengadaan bahan pangan semakin besar karena jumlah penduduk
yang selalu meningkat. Salah satu bahan pangan yang terpenting di Indonesia
adalah beras. Budidaya padi perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan
pangan tersebut. Beberapa upaya yang dilakukan oleh para petani untuk
meningkatkan produksi padi adalah dengan penggunaan pestisida dan pupuk
kimia.
Menurut Swaminathan (2003), pada umumnya penggunaan pupuk kimia
meningkatkan unsur-unsur garam tanah, yaitu Na+, Mg2+, dan Ca2+. Peningkatan
kadar garam dalam tanah pada akhirnya akan menurunkan produktivitas
9
pertanian. Menurut Roger dkk (1994), penggunaan pestisida yang berlebihan
dapat menimbulkan efek berupa kerusakan lingkungan, ketidakseimbangan pada
populasi organisme di tanah persawahan, dan perubahan efisiensi mikroorganisme
dalam merombak bahan-bahan kimia di dalam pestisida.
Cyanophyta adalah salah satu organisme yang berguna bagi manusia.
Cyanophyta memiliki kemampuan sebagai biofertilizer untuk memerangi polusi
tanah (Thajuddin & Subramanian, 2005). Kesuburan tanah sawah pada negara
tropis disebabkan oleh adanya aktifitas Cyanophyta yang memfiksasi nitrogen
sehingga Cyanophyta dan padi membentuk hubungan simbiosis (Chapman &
Margulis, 1998).
Semua Cyanophyta menggunakan nitrat, nitrit dan ammonium sebagai
sumber pertumbuhan tanaman. Menurut Jeong-Dong & Lee (2006), Cyanophyta
dapat dimanfaatkan sebagai biofertilizer karena memiliki potensi untuk
memproduksi senyawa antimikroba. Berdasarkan penelitian di Iran, sawah
merupakan tempat dengan kondisi yang menguntungkan untuk fiksasi nitrogen
biologis dan perkembangan Cyanophyta (Soltani dkk., 2007). Berbagai
Cyanophyta yang memiliki heterokis dapat memperbaiki nitrogen atmosfer.
Beberapa spesies yang non-heterokis juga dapat memperbaiki nitrogen atmosfer
di bawah kondisi mikroaerofilik (Thajuddin & Subramanian, 2005). Untuk itu,
penggunaan biofertilizer diharapkan dapat mengurangi pemakaian pestisida dan
pupuk kimia. Melalui penggunaan biofertilizer, tanaman dapat tumbuh sehat
sekaligus meningkatkan kelestarian dan kesehatan tanah.
10
2.6 Isolasi dan Identifikasi Cyanophyta
Pertumbuhan suatu jenis mikroalga sangat erat kaitannya dengan
ketersediaan hara makro dan mikro serta kondisi lingkungan. Faktor-faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuan mikroalga antara lain cahaya,
suhu dan pH air (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).
Upaya untuk mengisolasi mikroalga baik pada habitat akuatik maupun
terestial perlu memperhatikan musim karena beberapa mikroalga yang hidup
bebas dapat bercampur dengan lumpur. Jika kondisi musim kurang baik
pengambilan, sampel menjadi kurang optimal. Mikroalga tanah dapat dilihat
dengan mata telanjang karena biasanya mereka membentuk lapisan kehijauan
seperti lendir pada permukaan tanah. Hal tersebut memudahkan pengambilan
sampel. Pengambilan sampel mikroalga tanah dilakukan dari permukaan tanah
hingga kedalaman 5 cm karena kemungkinan mikroalga juga terdapat pada
lapisan bawah tanah (Whitton dkk., 2002).
Karakter morfologi adalah karakter yang paling mudah digunakan untuk
mengidentifikasi Cyanophyta. Beberapa karakter morfologi yang perlu
diperhatikan dalam mengidentifikasi Cyanophyta adalah : 1) bentuk talus, dapat
berupa uniseluler, koloni, filamen (bercabang atau tidak bercabang) (Whitton
dkk., 2002); 2) ukuran panjang dan lebar talus; 3) keberadaan selubung gelatin; 4)
bentuk ujung trikom; 5) septa pada filamen bergranula atau tidak; 6) keberadaan
dinding pembatas pada filamen; 7) bentuk spiral pada talus; dan 8) keberadaan
spora, akinet, dan heterokis (Geitler, 1985).
11
Sebagian besar Cyanophyta yang ditemukan di persawahan adalah
Anabaena, Calothrix, Fischerella, Nostoc, dan Scytonema (Whitton dkk, 2002).
Spesies pemfiksasi nitrogen dari Cyanophyta ini diunggulkan di negara-negara
tropis untuk meningkatkan kesuburan padi di sawah (Vashista, 1999).
2.7 Persawahan Kampung Sampora
Kampung Sampora terletak di daerah subur Gunung Sindur. Secara
geologis, Kampung Sampora merupakan bagian dari Kelurahan Cibinong yang
terletak di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Secara geografis wilayah
Kelurahan Cibinong terletak di 6o 29' 27.79513" lintang selatan dan 106o 50'
56.07379" bujur timur. Dari aspek aksesibilitas dan mobilitas, Kampung Sampora
dapat dikatakan sebagai kampung yang terisolasi dari pusat keramaian. Jalan yang
menjadi akses satu-satunya keluar wilayah itu tertutup oleh Cibinong Science
Center (CSC) atau Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong. Akses
menuju pusat pemerintahan kota Kecamatan Cibinong berjarak sekitar 4 km,
akses menuju pusat pemerintahan Kabupaten Bogor kurang lebih 4 km dan ke
ibukota Provinsi Jawa Barat 120 km (www.kotabogor.go.id).
Iklim di daerah Kampung Sampora mempunyai curah hujan yang cukup
tinggi, hal ini tidak lain dikarenakan Kampung Sampora merupakan bagian dari
Kabupaten dan Kota Bogor. Khusus untuk Kota Bogor sendiri diberi julukan
sebagai Kota Hujan di Indonesia. Kondisi iklim di Kota Bogor mempunyai suhu
rata-rata tiap bulan 26º C dengan suhu terendah 21,8º C dan suhu tertinggi 30,4º
C. Kelembaban udara 70 % serta curah hujan rata-rata setiap tahun sekitar 3.500 –
4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari
frekuensi rata-rata 191,2 hari hujan setahun (
turun dalam sehari lebih sering terjadi pada sore hari (pukul 12.00
2007).
Kampung Sampora
aktivitas pertanian (Gambar 3). Kawasan Gunung Sindur saat ini telah mengalami
banyak perubahan baik dari segi perekonomian maupun pembangunan, namun
bertani merupakan mata pencaharian utama masyarakat di ka
Gambar 3 (Sumber foto :
Pada umumnya jenis padi yang ditanam penduduk Kampung Sampora
adalah varietas lokal, yaitu Super, Pandan Wangi, Padi Merah, dan Bromo. Benih
padi yang didapat masyarakat Sampora mayoritas berasal dari benih padi di lahan
milik LIPI Cibinong. Hal ini dikarenakan jenis
memiliki masa panen yang lebih cepat, yaitu 3,5 bulan sehingga dalam setahun
para petani di Kampung Sampor
bulir padi yang dihasilkan lebih besar.
m dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari
rata 191,2 hari hujan setahun (www.kotabogor.go.id). Hujan yang
turun dalam sehari lebih sering terjadi pada sore hari (pukul 12.00-15.00) (Tatang,
Kampung Sampora merupakan kawasan pedesaan yang bergantung pada
aktivitas pertanian (Gambar 3). Kawasan Gunung Sindur saat ini telah mengalami
banyak perubahan baik dari segi perekonomian maupun pembangunan, namun
bertani merupakan mata pencaharian utama masyarakat di kampung ini.
3. Persawahan penduduk Kampung Sampora. (Sumber foto : Wulan, 2009)
Pada umumnya jenis padi yang ditanam penduduk Kampung Sampora
adalah varietas lokal, yaitu Super, Pandan Wangi, Padi Merah, dan Bromo. Benih
yang didapat masyarakat Sampora mayoritas berasal dari benih padi di lahan
Hal ini dikarenakan jenis-jenis benih padi tersebut
memiliki masa panen yang lebih cepat, yaitu 3,5 bulan sehingga dalam setahun
para petani di Kampung Sampora dapat panen sebanyak 3-4 kali. Selain itu bulir
bulir padi yang dihasilkan lebih besar.
12
m dengan curah hujan terbesar pada bulan Desember dan Januari dengan
). Hujan yang
15.00) (Tatang,
merupakan kawasan pedesaan yang bergantung pada
aktivitas pertanian (Gambar 3). Kawasan Gunung Sindur saat ini telah mengalami
banyak perubahan baik dari segi perekonomian maupun pembangunan, namun
mpung ini.
Pada umumnya jenis padi yang ditanam penduduk Kampung Sampora
adalah varietas lokal, yaitu Super, Pandan Wangi, Padi Merah, dan Bromo. Benih
yang didapat masyarakat Sampora mayoritas berasal dari benih padi di lahan
jenis benih padi tersebut
memiliki masa panen yang lebih cepat, yaitu 3,5 bulan sehingga dalam setahun
4 kali. Selain itu bulir-
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan dari September 2009 sampai dengan Mei 2010. Isolasi
sampel tanah dilaksanakan di wilayah persawahan Kampung Sampora, Cibinong,
Bogor mulai pukul 08.30-17.00 WIB sedangkan identifikasi sampel dilakukan di
laboratorium Fisiologi Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah sampel mikroalga yang diambil dari tanah
sawah, Basal Bold Medium (BBM), Blue Green Medium (BG-11) dan A5
Solution (Lampiran 2).
Peralatan yang digunakan adalah kape, tabung plastik/kantong plastik
berkancing (sealed plastic-bag), kotak sampel, cawan petri (Normax), pipet
Pasteur (Iwaki), pipet ukur (Iwaki), mikroskop cahaya (Olympus C011), pinset,
bunsen/pembakar spiritus, lampu TL 36 W (Philips), thermometer (Boeco), pH
indikator (Merck), labu Erlenmeyer (Schott Duran), vortex (Termolyne-Maxi
Mix), timbangan analitik (Ohaus-Explorer Pro), LAFC, labu ukur (Iwaki), stirer
(Mettler Toledo), Autoklaf (Omron ALP), Objeck Glass (Menzel-Glaser), Cover
Glass (Menzel-Glaser), botol vial, aluminium foil, gunting/cutter, kapas, botol
semprot, nampan, lemari pendingin, tisu, korek api, kertas label, dan alat tulis.
14
3.3 Cara Kerja
Rangkaian kerja pada penelitian ini terangkum dalam bagan alir di lampiran
1. Tahapan-tahapan kerja penelitian adalah sebagai berikut:
3.3.1 Penentuan Titik Sampling
Sampling tanah dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu
penentuan titik sampling dilakukan atas dasar kriteria yang telah ditentukan oleh
peneliti dan dianggap bahwa unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam
anggota sampel yang akan diambil sehingga memungkinkan peneliti menentukan
titik-titik pengambilan tanah sesuai dengan kondisi/medan yang ada pada saat itu
(Nasution, 2003). Penentuan titik-titik sampling didasarkan pada umur penanaman
padi. Jumlah petak sawah yang digunakan sebagai tempat pengambilan sampel
adalah 6 petak. Masing-masing petak diambil 4 titik sampling dengan pembagian
2 petak ditanami padi umur 1 bulan, 2 petak ditanami padi umur 2 bulan dan 2
petak ditanami padi umur 3 bulan (Lampiran 6 dan 7).
3.3.2 Isolasi Sampel Tanah
Sampel tanah diambil pada bagian permukaan tanah dengan ketebalan 0-2
cm dan bagian dalam tanah dengan ketebalan 5-10 cm. Pengambilan tanah
dilakukan dengan menggunakan kape. Jumlah sampel tanah yang diambil adalah
sebanyak 144 sampel. Sampel tanah kemudian dimasukkan ke dalam tabung
plastik atau kantung plastik berkancing (sealed plastic-bag).
Masing-masing kantung plastik berisi sampel tanah kemudian diberi label
yang berisi informasi tentang tempat dan tanggal pengambilan sampel serta diberi
kode titik sampling. Data lingkungan berupa pH tanah dan suhu juga dicatat.
15
Seluruh sampel tanah yang telah ditempatkan di plastik berkancing kemudian
disimpan di dalam kotak sampel yang tertutup rapat sehingga aman dibawa ke
laboratorium.
3.3.3 Pengayaan Mikroalga Tanah di Laboratorium
Cawan petri, pipet Pateur, pipet ukur, Erlenmeyer, tabung ukur, dan tabung
reaksi yang akan digunakan dicuci, dikeringkan, dan dibungkus dengan kertas
kemudian disterilisasi menggunakan autoclave dengan suhu 121°C selama 15
menit dengan tekanan 2 atm. Pada suhu dan tekanan yang sama, botol vial ukuran
500 ml yang berisi akuades ditutup dengan aluminium foil serta plastik tahan
panas, diikat dengan karet kemudian disterilisasi menggunakan autoclave.
Sebelum melakukan pengayaan sampel tanah, pertama-tama dibuat medium
pertumbuhan yaitu BBM dan BG-11. Masing-masing medium terlebih dahulu
dibuat larutan stok. Larutan stok medium pertumbuhan dibuat dengan cara
melarutkan bahan kimia sesuai dengan komposisi medium yang ditetapkan
(Lampiran 2). Pembuatan medium pertumbuhan dilakukan dengan cara
menambahkan 10 ml dari setiap larutan stok ke dalam Erlenmeyer 1 liter
kemudian ditambahkan akuades steril. Larutan yang telah dihomogenkan tersebut
selanjutnya disterilisasi menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 15
menit dengan tekanan 2 atm.
Pengayaan sampel tanah dilakukan dengan dua tahap menggunakan dua
medium pertumbuhan, yaitu BBM dan BG-11. Tahap pertama pengayaan sampel
dilakukan dari Oktober 2009 sampai Desember 2009. Tahap kedua pengayaan
sampel tanah dilakukan dari Januari 2010 sampai Maret 2010.
16
Sampel tanah ditimbang sebanyak 5 g kemudian diletakkan di cawan petri
(sterilized-plate) dan dibiarkan mengering selama 3-7 hari (Lampiran 8). Setelah
kering, sampel tanah ditambahkan akuades steril atau medium inorganik
secukupnya (tidak sampai membanjiri sampel) (Lampiran 9).
Mikroalga baru tumbuh kurang lebih 2 atau 3 minggu setelah pemberian
medium namun masih berupa spora mikroalga. Pengamatan sampel mikroalga
yang telah tumbuh tersebut dilakukan setiap hari. Setelah kurang lebih 3 bulan
sampel mikroalga baru dapat diidentifikasi karena pada tahap ini sel vegetatif
masing-masing mikroalga sudah benar-benar terbentuk sehingga sudah dapat
dibedakan satu sama lain dan memudahkan identifikasi.
3.3.4 Identifikasi Cyanophyta
Identifikasi dilakukan dengan mengamati sampel alga yang telah tumbuh
setiap hari. Sel mikroalga memiliki karakteristik khas yang digunakan sebagai
pengenalan atau identifikasi jenis, yaitu meliputi bentuk talus (uniseluler, koloni,
filamen), susunan sel dalam koloni, selubung gelatin dalam filamen, percabangan
filamen, dan keberadaan akinet. Pada beberapa genus, pengukuran morfometri
(panjang dan lebar sel atau suatu ornamen) harus dilakukan (Whitton dkk, 2002).
Pada penelitian ini, identifikasi Cyanophyta dilakukan hingga tingkat genus
karena perbesaran mikroskop yang digunakan terbatas yaitu 10 x 40 dan 10 x 100
sehingga identifikasi Cyanophyta berdasarkan pada morfologi. Buku identifikasi
yang dijadikan acuan adalah Whitton dkk., (2002) dan Graham & Wilcox (2000).
17
3.4 Analisis Data
Data hasil isolasi dan identifikasi dianalisis menggunakan metode kualitatif
dengan membuat deskripsi ciri-ciri Cyanophyta yang telah diamati. Hasil
deskripsi digunakan untuk menentukan nama-nama genus Cyanophyta.
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Cyanophyta
Berdasarkan hasil pengayaan sampel (288 sampel tanah), 227 sampel
memperlihatkan pertumbuhan Cyanophyta. Tiga puluh satu sampel tidak
ditumbuhi Cyanophyta (Lampiran 5). Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh
adanya kompetisi antar mikroalga pada saat tumbuh.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil identifikasi diketahui bahwa
terdapat 14 genus Cyanophyta, terdiri dari 12 famili yang ditemukan pada
berbagai umur sawah. Berikut ini adalah data genus Cyanophyta yang telah
diidentifikasi dari hasil pengayaan sampel tanah (Tabel 1 dan 2).
Tabel 1. Genus Cyanophyta pada sampel permukaan tanah
No. Genus Padi Umur 1 Bulan
Padi Umur 2 Bulan
Padi Umur 3 Bulan
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore 1. Aphanocapsa - - - √ - - - - - 2. Aphanothece √ - - - - - √ - - 3. Gloeocapsa √ √ √ √ - - √ - - 4. Chamaesiphon - - - - - - √ - - 5. Chroococcus - - - √ - - √ √ - 6. Pleurocapsa - - - - - - - - - 7. Oscillatoria √ √ √ √ √ √ √ √ √ 8. Arthrospira √ √ √ √ √ √ √ √ √ 9. Microcoleus - √ - - √ - - - - 10. Scytonema - - - √ - - √ - - 11. Anabaena √ - - - √ - - √ - 12. Nostoc √ - √ √ √ - √ √ √ 13. Calothrix - - - - √ - - √ - 14. Fischerella - - - - - - - - √
Jumlah 6 4 4 7 6 2 8 6 4
Keterangan : √ : ada - : Tidak ada
19
Tabel 2. Genus Cyanophyta pada sampel dalam tanah
No. Genus Padi Umur 1 Bulan
Padi Umur 2 Bulan
Padi Umur 3 Bulan
Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore Pagi Siang Sore 1. Aphanocapsa - √ - - - - - - - 2. Aphanothece √ - √ - - - - - - 3. Gloeocapsa √ - - √ √ - √ - - 4. Chamaesiphon - - - - - - - - - 5. Chroococcus - √ √ - - - √ - - 6. Pleurocapsa - √ √ - - - - √ - 7. Oscillatoria √ √ √ √ √ √ √ √ √ 8. Arthrospira - √ √ - √ √ - √ - 9. Microcoleus - - - - - - - - - 10. Scytonema - √ - - - √ - √ - 11. Anabaena √ √ √ - - - √ - - 12. Nostoc √ √ √ - √ √ √ √ √ 13. Calothrix - - - - √ - - - - 14. Fischerella - - √ √ - - - - -
Jumlah 5 8 8 4 5 4 5 5 2
Keterangan : √ : ada - : Tidak ada
Berdasarkan data yang didapat, ada beberapa genus yang sering ditemukan
pada berbagai umur sawah (1, 2 dan 3 bulan), yaitu Oscillatoria dari ordo
Oscillatoriales dan Nostoc dari ordo Nostocales. Hal ini dikarenakan kedua genus
ini dapat hidup bebas di berbagai kondisi lingkungan terutama pada tanah-tanah
persawahan yang banyak mengandung mineral.
Oscillatoria merupakan genus yang mampu beradaptasi dan bertahan pada
berbagai kondisi lingkungan dikarenakan memiliki kemampuan metabolisme yang
sangat baik, yaitu mampu menyesuaikan jumlah klorofil dan pigmen lain di dalam
selnya. Nostoc mampu bertahan pada kondisi lingkungan yang sangat kering
dengan cara melakukan diferensiasi sel vegetatif menjadi sel akinet yang berupa
sel berdinding tebal dan berisi cadangan makanan. Hal ini menyebabkan kedua
genus tersebut sering kali ditemukan di tanah persawahan Kampung Sampora
pada berbagai umur sawah (1, 2 dan 3 bulan).
20
Chamaesiphon dan Pleurocapsa yang ditemukan di daerah persawahan
Kampung Sampora merupakan catatan terbaru bagi mikroalga tanah persawahan
karena pada penelitian-penelitian sebelumnya tidak pernah dilaporkan adanya
kedua genus tersebut. Genus Cyanophyta yang hidupnya berkoloni seperti
Merismopedia dan Microcystis atau yang berfilamen seperti Lyngbya dan
Tolypothrix yang ditemukan pada penelitian di tanah persawahan Korea yang
dilakukan oleh Jeong-Dong & Lee (2006) tidak ditemukan pada sampel tanah
Kampung Sampora.
Berdasarkan data yang didapat, pada sampel umur sawah 1 bulan ada 6 genu
yang mendominasi pada sampel permukaan pagi hari, yaitu Aphanothece,
Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Anabaena, dan Nostoc. Pada sampel
bagian dalam tanah sawah genus yang ditemukan pada pagi hari lebih sedikit,
yaitu Aphanothece, Gloeocapsa, Oscillatoria, Anabaena, dan Nostoc. Pada
sampel permukaan siang genus yang ditemukan lebih sedikit, yaitu Gloeocapsa,
Oscillatoria, Arthrospira, dan Microcoleus sedangkan pada sore hari yaitu
Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, dan Nostoc (Tabel 1 dan Lampiran 4).
Pada sampel dalam tanah siang dan sore hari genus yang ditemukan cenderung
lebih banyak, yaitu Aphanocapsa, Chroococcus, Pleurocapsa, Oscillatoria,
Arthrospira, Scytonema, Anabaena, dan Nostoc untuk sampel siang hari
sedangkan sore hari yaitu Aphanothece, Chroococcus, Pleurocapsa, Oscillatoria,
Arthrospira, Anabaena, Nostoc, dan Fischerella (Tabel 2 dan Lampiran 4 ). Hal
tersebut sangat mungkin disebabkan pada bulan pertama masa tanam, jarak
tumbuh tanaman padi masih sangat jarang, sehingga dapat dikatakan Cyanophyta
21
masih mendapatkan cahaya matahari untuk melakukan fotosintesis. Oleh karena
itu genus Cyanophyta yang ditemukan lebih banyak pada sampel permukaan
tanah daripada sampel dalam tanah. Sedangkan pada sampel dalam tanah di siang
hari jumlah genus Cyanophyta lebih banyak dibandingkan dengan sampel
permukaan tanah di siang hari. Hal ini kemungkinan disebabkan pada siang hari
mikroalga cenderung sensitif terhadap paparan cahaya matahari sehingga
Cyanophyta cenderung bergerak menuju ke dalam tanah. Namun berbeda dengan
kondisi pada sore hari dimana cahaya matahari sudah tidak ada sehingga
menyebabkan aktivitas dan pertumbuhan mikroalga menjadi berkurang pula.
Pada sampel tanah permukaan sawah umur 2 bulan genus yang ditemukan
lebih banyak pada pagi hari, yaitu Aphanocapsa, Gloeocapsa, Chroococcus,
Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc sedangkan pada sampel dalam
tanah pagi hari genus ditemukan hanya 3, yaitu Gloeocapsa, Oscillatoria, dan
Fischerella. Pada sampel permukaan siang hari genus yang ditemukan yaitu
Oscillatoria, Arthrospira, Microcoleus, Anabaena, Nostoc, dan Calothrix. Pada
sampel permukaan sawah di sore hari hanya ditemukan 2 genus saja, yaitu
Oscillatoria dan Arthrospira (Tabel 1 dan Lampiran 4). Jika dibandingkan dengan
sampel dalam tanah sawah umur 1 bulan pada siang hari dan sore hari, sampel
dalam tanah sawah umur 2 bulan pada siang hari genus yang ditemukan lebih
sedikit, yaitu Gloeocapsa, Oscillatoria, Arthrospira, Nostoc, dan Calothrix. Sama
halnya dengan sampel siang hari, genus yang ditemukan pada sampel sore hari
lebih sedikit, yaitu Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc (Tabel 2 dan
Lampiran 4). Perbedaan yang sangat signifikan ini kemungkinan disebabkan
22
mulai merapatnya jarak tumbuh padi sehingga Cyanophyta yang berada di dalam
tanah lebih banyak bergerak ke permukaan tanah untuk mendapatkan cahaya
matahari untuk proses fotosintesis.
Pada sampel tanah permukaan sawah umur 3 bulan Cyanophyta yang
ditemukan pada pagi hari yaitu Aphanothece, Gloeocapsa, Chamaesiphon,
Chroococcus, Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc. Pada sampel
dalam tanah pagi hari sebanyak 5 genus, yaitu Gloeocapsa, Chroococcus,
Oscillatoria, Anabaena, dan Nostoc. Pada sampel permukaan siang hari genus
yang ditemukan yaitu Chroococcus, Oscillatoria, Arthrospira, Microcoleus,
Anabaena, Nostoc, dan Calothrix sedangkan sore hari genus yang ditemukan yaitu
Oscillatoria, Arthrospira, Nostoc, dan Fischerella (Tabel 1 dan Lampiran 4). Pada
sampel dalam tanah siang hari genus yang ditemukan yaitu Pleurocapsa,
Oscillatoria, Arthrospira, Scytonema, dan Nostoc. Pada sore hari jumlah
Cyanophyta yang ditemukan sangat sedikit, yaitu Oscillatoria dan Nostoc saja.
Pada saat umur tanam padi mencapai 3 bulan, jarak tumbuh tanaman padi semakin
rapat dan bulir-bulir yang telah matang akan semakin merunduk sehingga tanah
tertutupi oleh kanopi tanaman. Keadaan demikian menyebabkan Cyanophyta lebih
sering bergerak ke permukaan tanah baik pada pagi hari, siang hari maupun sore
hari menuju sumber cahaya. Selain itu kemungkinan Cyanophyta bergerak ke
permukaan untuk melakukan fiksasi nitrogen karena pada saat padi berumur 3
bulan merupakan saat dimana padi membutuhkan ammonia dalam jumlah banyak
agar dapat tumbuh subur.
23
Penelitian lain menyebutkan bahwa pertumbuhan mikroalga dan
kebutuhannya terhadap cahaya memang dipengaruhi oleh adanya kanopi tanaman
(dalam hal ini tanaman padi). Hal tersebut dikarenakan semakin rapatnya jarak
pertumbuhan tanaman padi serta kanopi tanaman yang semakin menutupi tanah
sehingga jumlah mikroalga di dalam tanah semakin menurun (Roger dkk., 1985).
Dengan demikian pada bulan pertama masa tanam padi Cyanophyta
cenderung berada di permukaan tanah di pagi hari dan berada di dalam tanah pada
siang dan sore hari. Pada bulan kedua dan ketiga masa tanam padi, Cyanophyta
cenderung berada di permukaan tanah. Hal tersebut dikarenakan kebutuhan
Cyanophyta terhadap cahaya untuk berfotosintesis dan adanya kanopi tanaman
yang semakin rapat.
4.2 Deskripsi Genus Cyanophyta
Berikut deskripsi morfologi dari 14 genus Cyanophyta tersebut :
1. Aphanocapsa
Aphanocapsa diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta, kelas
Cyanophyceae, ordo Chroococcales, famili Merismopediaceae, dan genus
Aphanocapsa. Warna koloni biru kehijauan, merupakan koloni non-filamen,
bentuk koloni agak bulat dengan diameter koloni 20 µm Selubung gelatin
(mucilago) tidak berwarna/tidak jelas, koloni terdiri dari beberapa sel kecil
berbentuk bulat. Letak sel tidak beraturan, padat, tidak memiliki sel heterokis. Sel
individu sangat kecil dengan diameter antara 1,5 – 3 µm.
Gambar 4. (Sumber foto: 2. Apanothece
Aphanothece diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo Chroococcales
Aphanothece. Warna koloni biru kehijauan atau biru pucat, dapat pula
(sel tunggal), merupakan koloni non
dengan diameter koloni lebih dari 100 µm. M
koloni terdiri dari beberapa sel kecil berbentuk oval, elips atau seperti batang,
lurus atau sedikit melengkung dengan ujung bulat, kadang tampak terjadi
pembelahan sel.
Dari beberapa pengamatan jenis ini hidup menempel pada spesies
Cyanophyta lain (Gambar
beraturan bersama Oscillatoria
penelitian dan identifikasi yang dilakukan
A
N
Gambar 4. Aphanocapsa (A) dan Navicula (N). (Sumber foto: Wulan, 2009)
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
Chroococcales, famili Synechococcaceae, dan genus
. Warna koloni biru kehijauan atau biru pucat, dapat pula
(sel tunggal), merupakan koloni non-filamen, bentuk koloni bulat atau lonjong,
meter koloni lebih dari 100 µm. Musilago tidak berwarna/tidak jelas,
koloni terdiri dari beberapa sel kecil berbentuk oval, elips atau seperti batang,
lurus atau sedikit melengkung dengan ujung bulat, kadang tampak terjadi
a pengamatan jenis ini hidup menempel pada spesies
lain (Gambar 5). Aphanothece yang ditemukan tumbuh tidak
Oscillatoria dan ciri-ciri pertumbuhan ini sama dengan hasil
penelitian dan identifikasi yang dilakukan oleh Graham dan Wilcox (2000).
24
Cyanophyta, kelas
, dan genus
. Warna koloni biru kehijauan atau biru pucat, dapat pula uniseluler
bulat atau lonjong,
usilago tidak berwarna/tidak jelas,
koloni terdiri dari beberapa sel kecil berbentuk oval, elips atau seperti batang,
lurus atau sedikit melengkung dengan ujung bulat, kadang tampak terjadi
a pengamatan jenis ini hidup menempel pada spesies
yang ditemukan tumbuh tidak
ciri pertumbuhan ini sama dengan hasil
lcox (2000).
Gambar 5. Aphanothecepembelahan sel pada Aphanothece
3. Gloeocapsa
Gloeocapsa diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo
Gloeocapsa. Warna koloni hijau, spesies ini merupakan koloni non
bentuk koloni tidak beraturan, diameter koloni 50 µm
Genus ini mempunyai musilago besar karena g
musilago induk tidak berwarna namun tampak jelas, begitu juga dengan musilago
sel terkadang tampak jelas sehingga terlihat jarak antar sel dalam koloni berjauhan
karena masing-masing sel diselubungi oleh musilago. Koloni terdiri
sel berbentuk bulat, oval atau elips, bentuk sel menjadi hemisperikal setiap setelah
terjadi pembelahan sel, dan diameter sel 1 µm
Aphanothece. Koloni Aphanothece menempel pada OscillatoriaAphanothece (b). (Sumber foto: Wulan, 2009)
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
, ordo Chroococcales, famili Microcystaceae, dan genus
. Warna koloni hijau, spesies ini merupakan koloni non
bentuk koloni tidak beraturan, diameter koloni 50 µm-100 µm.
Genus ini mempunyai musilago besar karena gabungan dari beberapa sel,
musilago induk tidak berwarna namun tampak jelas, begitu juga dengan musilago
sel terkadang tampak jelas sehingga terlihat jarak antar sel dalam koloni berjauhan
masing sel diselubungi oleh musilago. Koloni terdiri dari beberapa
sel berbentuk bulat, oval atau elips, bentuk sel menjadi hemisperikal setiap setelah
terjadi pembelahan sel, dan diameter sel 1 µm-3 µm (Gambar 6).
25
Oscillatoria (a) dan
Cyanophyta, kelas
, dan genus
. Warna koloni hijau, spesies ini merupakan koloni non-filamen,
abungan dari beberapa sel,
musilago induk tidak berwarna namun tampak jelas, begitu juga dengan musilago
sel terkadang tampak jelas sehingga terlihat jarak antar sel dalam koloni berjauhan
dari beberapa
sel berbentuk bulat, oval atau elips, bentuk sel menjadi hemisperikal setiap setelah
Gambar 6. Gloeocapsa. Dua sel dalam satu musilago yang tampak jelas (tanda panah) (a), Gloeocapsa dengan musilago induk (tanda panah) (b), sampel 2aPs1 (c), sel berbentuk hemisperikal setelah pembelahan (tanda lingkaran) (d). (Sumber foto: Wulan, 2009) 4. Chamaesiphon
Chamaesiphon
Cyanophyceae, ordo Chroococcales
Chamaesiphon. Sel menempel pada substrat (ditemukan pada
bentuk sel heteropolar, yaitu agak memanjang denga
menempel pada subsrat agak menyempit dan ujung sel membulat.
Genus ini merupakan spesies non
membulat merupakan eksospora, uniseluler, bentuk sel oval memanjang, warna
sel biru-hijau pucat, sel diselu
pada ujungnya apabila terjadi pembelahan, musilago tidak berwarna, dan panjang
. Dua sel dalam satu musilago yang tampak jelas (tanda panah) dengan musilago induk (tanda panah) (b), sampel 2aPs1 (c), sel
berbentuk hemisperikal setelah pembelahan (tanda lingkaran) (d). (Sumber foto:
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
Chroococcales, famili Chamaesiphonaceae, dan genus
. Sel menempel pada substrat (ditemukan pada Oscillatoria
bentuk sel heteropolar, yaitu agak memanjang dengan bagian pangkal yang
menempel pada subsrat agak menyempit dan ujung sel membulat.
Genus ini merupakan spesies non-filamen dengan ujung sel yang
membulat merupakan eksospora, uniseluler, bentuk sel oval memanjang, warna
hijau pucat, sel diselubungi oleh musilago yang memanjang dan terbuka
pada ujungnya apabila terjadi pembelahan, musilago tidak berwarna, dan panjang
26
. Dua sel dalam satu musilago yang tampak jelas (tanda panah) dengan musilago induk (tanda panah) (b), sampel 2aPs1 (c), sel
berbentuk hemisperikal setelah pembelahan (tanda lingkaran) (d). (Sumber foto:
Cyanophyta, kelas
, dan genus
Oscillatoria),
n bagian pangkal yang
filamen dengan ujung sel yang
membulat merupakan eksospora, uniseluler, bentuk sel oval memanjang, warna
bungi oleh musilago yang memanjang dan terbuka
pada ujungnya apabila terjadi pembelahan, musilago tidak berwarna, dan panjang
sel tanpa musilago yaitu 15 µm (Gambar 7). Menurut Whitton dkk (2002), sel
dewasa Chamaesiphon
terlihat dengan mata telanjang dalam satu koloni besar.
15 µm
Gambar 7. ChamaesiphoWulan, 2009) 5. Chroococcus
Chroococcus diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo Chroococcales
Chroococcus termasuk ke dalam
hijau, hijau buah zaitun, hijau
(Gambar 8b). Bentuk sel tidak teratur. Pada sampel 6aDp3 sel ada yang berbentuk
bola namun tidak bulat benar (Gambar 8e), musilago jelas dan tidak berwarna,
dalam satu koloni terdapat 2
berjauhan. Diameter sel 5 µm
sel tanpa musilago yaitu 15 µm (Gambar 7). Menurut Whitton dkk (2002), sel
pada beberapa spesies dapat berbentuk makroskopis atau
terlihat dengan mata telanjang dalam satu koloni besar.
on. Sampel 5dPp3 (a) dan sampel 6bPp3 (b). (Sumber foto:
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
Chroococcales, famili Chroococcaceae, genus Chroococcus
termasuk ke dalam Cyanophyta non-filamen, uniseluler, warna sel
hijau, hijau buah zaitun, hijau-biru, atau kekuningan seperti pada sampel 2dDr1
(Gambar 8b). Bentuk sel tidak teratur. Pada sampel 6aDp3 sel ada yang berbentuk
bola namun tidak bulat benar (Gambar 8e), musilago jelas dan tidak berwarna,
dalam satu koloni terdapat 2-4 sel, jarak antar sel adalam satu koloni a
berjauhan. Diameter sel 5 µm- 10 µm.
27
sel tanpa musilago yaitu 15 µm (Gambar 7). Menurut Whitton dkk (2002), sel
uk makroskopis atau
(Sumber foto:
Cyanophyta, kelas
Chroococcus.
filamen, uniseluler, warna sel
seperti pada sampel 2dDr1
(Gambar 8b). Bentuk sel tidak teratur. Pada sampel 6aDp3 sel ada yang berbentuk
bola namun tidak bulat benar (Gambar 8e), musilago jelas dan tidak berwarna,
4 sel, jarak antar sel adalam satu koloni agak
Gambar 8. Chroococcus. Sampel 1bDs1 (a), sampel 2dDr1 (b), sampel 6cPs3 (c), sampel 3dPp2 (d), sampel 6aDp3 (e), dan sampel 1cDs1 (f). (Sumber foto: 6. Pleurocapsa
Pleurocapsa diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo Chroococcales
Pleurocapsa merupakan jenis uniseluler non
10 µm
5 µm
Sampel 1bDs1 (a), sampel 2dDr1 (b), sampel 6cPs3 (c), sampel 3dPp2 (d), sampel 6aDp3 (e), dan sampel 1cDs1 (f). (Sumber foto: Wulan, 2009
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
Chroococcales, famili Hyellaceae, dan genus Pleurocapsa
merupakan jenis uniseluler non-filamen, dalam penelitian jenis ini
28
Sampel 1bDs1 (a), sampel 2dDr1 (b), sampel 6cPs3 (c), sampel Wulan, 2009)
Cyanophyta, kelas
Pleurocapsa.
filamen, dalam penelitian jenis ini
ditemukan menempel pada
beberapa kelompok sel yang tumbuh membentuk baris yang
saling menempel. Selain itu ada pula beberapa sel yang ditemukan bercabang
(ditemukan pada sampel 1cDs1 dan 6bDs3). Ukuran sel bervariasi, agak
memanjang atau membulat dengan isi sel yang tampak jelas berupa butiran
butiran berwarna hijau
musilago berwarna kecoklatan dan sangat tipis. Lebar sel 10 µm
sedangkan diameter sel 3 µm
adalah adanya baeocytes
sel yang berada pada bagian ujung percabangan sel.
Gambar 9. Pleurocapsa. Sampel 1bDr1 (a), sampel 1cDs1 (b), dan panah) pada sampel 6bDs3 (c dan d). (Sumber foto:
ditemukan menempel pada Chlorophyta sebagai substratnya. Jenis ini terdiri dari
beberapa kelompok sel yang tumbuh membentuk baris yang tidak teratur dan
saling menempel. Selain itu ada pula beberapa sel yang ditemukan bercabang
(ditemukan pada sampel 1cDs1 dan 6bDs3). Ukuran sel bervariasi, agak
memanjang atau membulat dengan isi sel yang tampak jelas berupa butiran
butiran berwarna hijau, kekuningan, atau kemerahan. Sel diselubungi oleh
musilago berwarna kecoklatan dan sangat tipis. Lebar sel 10 µm
sedangkan diameter sel 3 µm-9 µm (Gambar 9). Ciri khas dari Pleurocapsa
baeocytes, yaitu sel yang terbentuk pada saat terjadi pembesaran
sel yang berada pada bagian ujung percabangan sel.
20 µm
. Sampel 1bDr1 (a), sampel 1cDs1 (b), dan baeocytespanah) pada sampel 6bDs3 (c dan d). (Sumber foto: Wulan, 2009)
29
sebagai substratnya. Jenis ini terdiri dari
tidak teratur dan
saling menempel. Selain itu ada pula beberapa sel yang ditemukan bercabang
(ditemukan pada sampel 1cDs1 dan 6bDs3). Ukuran sel bervariasi, agak
memanjang atau membulat dengan isi sel yang tampak jelas berupa butiran-
, kekuningan, atau kemerahan. Sel diselubungi oleh
musilago berwarna kecoklatan dan sangat tipis. Lebar sel 10 µm-20 µm
Pleurocapsa
terjadi pembesaran
baeocytes (tanda
30
7. Oscillatoria
Oscillatoria diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta, kelas
Cyanophyceae, ordo Oscillatoriales, famili Oscillatoriaceae, dan genus
Oscillatoria. Oscillatoria memiliki bentuk tubuh berupa koloni filamen (trikom),
trikom lurus, berlapis-lapis, tidak bercabang, musilago tipis dan tidak berwarna.
Pada beberapa sampel ditemukan Oscillatoria dengan musilago agak tebal, hal ini
kemungkinan disebabkan kondisi lingkungan yang kurang baik sebagai tempat
tumbuhnya, karena menurut Komarek (2005), musilago pada Oscillatoria pada
umumnya sangat tipis bahkan tidak ada, namun musilago akan tampak apabila
Oscillatoria berada pada kondisi lingkungan yang ekstrim.
Warna koloni biru-hijau atau hijau, tebal trikom berbeda-beda, diameter
dapat mencapai 3 µm-10 µm, panjang trikom dapat lebih dari 100 µm, ujung
trikom membulat (pada pengamatan tidak ditemukan adanya kaliptra), tidak
memiliki sel heterokis, pada beberapa sampel ditemukan Oscillatoria dengan
vakuola gas. Hasil pengamatan beberapa jenis ini dapat dilihat pada Gambar 10.
40 µm
H
N
3 µm
Gambar 10. Oscillatoria. (a-g). Sampel 1aDr1 (a), sampel 4dPp2 (b), sampel 1aDs1 (c), formasi pembentukan hormogonium (H) dan sel nekridium (N) pada sampel 4dPs2 (d), sampel 5dPs3 (e dan f), dan vakuola gas (lingkaran) pada sampel 4cDr2 (f). (Sumber foto:
>100 µm
5 µm
3 µm g). Sampel 1aDr1 (a), sampel 4dPp2 (b), sampel 1aDs1 (c), formasi
pembentukan hormogonium (H) dan sel nekridium (N) pada sampel 4dPs2 (d), sampel 5dPs3 (e dan f), dan vakuola gas (lingkaran) pada sampel 4cDr2 (f). (Sumber foto: Wulan, 2009
31
>100 µm
5 µm
6 µm
g). Sampel 1aDr1 (a), sampel 4dPp2 (b), sampel 1aDs1 (c), formasi pembentukan hormogonium (H) dan sel nekridium (N) pada sampel 4dPs2 (d), sampel 5dPs3 (e
Wulan, 2009)
8. Arthrospira
Arthrospira diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo
Arthrospira. Arthrospira
Ciri yang ditemukan selama pengamatan yaitu sel multiseluler, warna koloni biru
kehijauan, trikom spiral dan tidak bercabang dengan rasio lebar lekukan 5 µm
µm, bentuk trikom silindris, musilago tidak jelas, tidak memiliki heterokis,
diameter trikom 1 µm- 10 µm.
Beberapa Arthrospira
dengan penelitian Whitton dkk (2002) dimana
memiliki vakuola gas, sedangkan
ditemukan adanya vakuola gas. Vakuola gas kemungkinan akan dapat ditemukan
apabila peneliti juga menggunakan mikroskop elektron. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.
4 µm
Gambar 11 (Sumber foto:
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
, ordo Oscillatoriales, famili Phormidiaceae, dan genus
Arthrospira merupakan salah satu koloni Cyanophyta berfilamen.
Ciri yang ditemukan selama pengamatan yaitu sel multiseluler, warna koloni biru
kehijauan, trikom spiral dan tidak bercabang dengan rasio lebar lekukan 5 µm
µm, bentuk trikom silindris, musilago tidak jelas, tidak memiliki heterokis,
10 µm.
Arthrospira yang diamati tumbuh berpilin (melingkar). Berbeda
dengan penelitian Whitton dkk (2002) dimana Arthrospira yang ditemukan
memiliki vakuola gas, sedangkan Arthrospira yang diidentifikasi peneliti tidak
adanya vakuola gas. Vakuola gas kemungkinan akan dapat ditemukan
apabila peneliti juga menggunakan mikroskop elektron. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada Gambar 11 dan Gambar 12.
H N
4 µm
11. Sel hormogonium (H) dan sel nekridium (N). (Sumber foto: Wulan, 2009)
32
Cyanophyta, kelas
, dan genus
berfilamen.
Ciri yang ditemukan selama pengamatan yaitu sel multiseluler, warna koloni biru
kehijauan, trikom spiral dan tidak bercabang dengan rasio lebar lekukan 5 µm-20
µm, bentuk trikom silindris, musilago tidak jelas, tidak memiliki heterokis,
yang diamati tumbuh berpilin (melingkar). Berbeda
yang ditemukan
yang diidentifikasi peneliti tidak
adanya vakuola gas. Vakuola gas kemungkinan akan dapat ditemukan
apabila peneliti juga menggunakan mikroskop elektron. Hasil pengamatan dapat
2 µm
Gambar 12. Arthrospira sampel 5aDs3 (b), sampel 5cPp3 (c), 2009)
9. Microcoleus
Microcoleus diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo
Microcoleus. Dari hasil pengamatan
Microcoleus pada sampel 1dPs1 dan sampel 4aPs2 merupakan koloni yang tebal
seperti tikar dengan bentuk trikom lurus, silindris, tak bercabang, masing
sel trikom dilapisi oleh musilagonya sendiri, musilago jelas namun tidak berwarna
dan tidak terlalu tebal, ti
yang tumbuh berpilin atau melingkar. Sampel 5dDs3 (a), sampel 5aDs3 (b), sampel 5cPp3 (c), dan sampel 1dPr1 (d). (Sumber foto:
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
, ordo Oscillatoriales, famili Phormidiaceae, dan genus
. Dari hasil pengamatan Microcoleus yang ditemukan lebih beragam.
pada sampel 1dPs1 dan sampel 4aPs2 merupakan koloni yang tebal
seperti tikar dengan bentuk trikom lurus, silindris, tak bercabang, masing
sel trikom dilapisi oleh musilagonya sendiri, musilago jelas namun tidak berwarna
dan tidak terlalu tebal, tidak memiliki heterokis, dinding antar trikom sempit,
33
10 µm
yang tumbuh berpilin atau melingkar. Sampel 5dDs3 (a), . (Sumber foto: Wulan,
Cyanophyta, kelas
, dan genus
yang ditemukan lebih beragam.
pada sampel 1dPs1 dan sampel 4aPs2 merupakan koloni yang tebal
seperti tikar dengan bentuk trikom lurus, silindris, tak bercabang, masing-masing
sel trikom dilapisi oleh musilagonya sendiri, musilago jelas namun tidak berwarna
dak memiliki heterokis, dinding antar trikom sempit,
warna koloni hijau-biru, diameter koloni 10 µm
µm, dan ujung trikom berbentuk bulat kerucut.
Jika pada sampel 1dPs1 dan sampel 4aPs2
merupakan koloni dengan trikom lurus dan tak bercabang, lain halnya dengan
Microcoleus yang ditemukan pada sampel 4cPs2 dimana trikom ada yang
berkoloni dan ada pula yang tak berkoloni. Pada sampel ini dalam satu koloni
terdapat trikom yang bercabang, bentuk triko
sangat jelas, dan kecoklatan, warna koloni hijau gelap kecoklatan, dinding antar
trikom tidak sempit, diameter koloni 7,5 µm
µm, dan lebar jarak musilago dengan trikom 1 µm
Gambar 13. Microcoleus. (Sumber foto: Wulan, 2009
biru, diameter koloni 10 µm-20 µm, diameter trikom 3 µm
µm, dan ujung trikom berbentuk bulat kerucut.
Jika pada sampel 1dPs1 dan sampel 4aPs2 Microcoleus yang ditemukan
n koloni dengan trikom lurus dan tak bercabang, lain halnya dengan
yang ditemukan pada sampel 4cPs2 dimana trikom ada yang
berkoloni dan ada pula yang tak berkoloni. Pada sampel ini dalam satu koloni
terdapat trikom yang bercabang, bentuk trikom lurus dan silindris, musilago tebal,
sangat jelas, dan kecoklatan, warna koloni hijau gelap kecoklatan, dinding antar
trikom tidak sempit, diameter koloni 7,5 µm-18 µm, diameter trikom 1,5 µm
µm, dan lebar jarak musilago dengan trikom 1 µm-1,5 µm (Gambar 13).
Sampel 1dPs1 (a & b), sampel 4aPs2 (c), dan sampel 4cPs2 (d). Wulan, 2009)
34
20 µm, diameter trikom 3 µm-4
yang ditemukan
n koloni dengan trikom lurus dan tak bercabang, lain halnya dengan
yang ditemukan pada sampel 4cPs2 dimana trikom ada yang
berkoloni dan ada pula yang tak berkoloni. Pada sampel ini dalam satu koloni
m lurus dan silindris, musilago tebal,
sangat jelas, dan kecoklatan, warna koloni hijau gelap kecoklatan, dinding antar
18 µm, diameter trikom 1,5 µm-2,5
mbar 13).
Sampel 1dPs1 (a & b), sampel 4aPs2 (c), dan sampel 4cPs2 (d).
10. Scytonema
Scytonema diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo Nostocales
Genus Scytonema merupakan
percabangan semu. Disebut percabangan semu dikarenakan cabang yang
terbentuk berasal dari pembengkokkan sel vegetatif yang telah mati dan bukan
dari sel aksis (Gambar 14 dan Gambar 15).
Scytonema yang telah diamati memilik
hijau-biru pucat. Sel heterokis tidak tampak karena kemungkinan masih
merupakan sel muda, musilago tidak jelas, ujung sel membulat, sekat antar
filamen tampak jelas, dan diameter filamen 2 µm
2 µm
Gambar 14. Scytonema. Sampel 3cPp2 (a) salah satu trikom memulai percabangan (bentuk melengkung), dan 2009)
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
Nostocales, famili Scytonemataceae, dan genus Scytonema
merupakan Cyanophyta yang memiliki filamen dengan
percabangan semu. Disebut percabangan semu dikarenakan cabang yang
terbentuk berasal dari pembengkokkan sel vegetatif yang telah mati dan bukan
dari sel aksis (Gambar 14 dan Gambar 15).
yang telah diamati memiliki bentuk trikom silindris, berwarna
biru pucat. Sel heterokis tidak tampak karena kemungkinan masih
merupakan sel muda, musilago tidak jelas, ujung sel membulat, sekat antar
filamen tampak jelas, dan diameter filamen 2 µm-2,5 µm.
. Sampel 3cPp2 (a) salah satu trikom memulai percabangan (bentuk melengkung), dan double branch pada sampel 5bPp3 (b). (Sumber foto:
35
Cyanophyta, kelas
Scytonema.
yang memiliki filamen dengan
percabangan semu. Disebut percabangan semu dikarenakan cabang yang
terbentuk berasal dari pembengkokkan sel vegetatif yang telah mati dan bukan
i bentuk trikom silindris, berwarna
biru pucat. Sel heterokis tidak tampak karena kemungkinan masih
merupakan sel muda, musilago tidak jelas, ujung sel membulat, sekat antar
. Sampel 3cPp2 (a) salah satu trikom memulai percabangan pada sampel 5bPp3 (b). (Sumber foto: Wulan,
Gambar 15. Percabangan berkembang pada sampel 6dPs3 (a), sampel 2dDs1, 4cDr2, dan 4dDr2 (b, c, & d). (Sumber foto: 11. Anabaena
Anabaena diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo Nostocales
Anabaena merupakan
filamen dapat soliter atau berkoloni, warna koloni hijau
atau sangat tipis dan tidak berwarna, trikom keban
yang agak melengkung, agregasi antar sel vegetatif tidak kuat, sel vegetatif
berbentuk seperti tong dan beberapa agak lonjong atau silinder. Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa diameter sel vegetatif
Percabangan Scytonema. Salah satu percabangan yang tberkembang pada sampel 6dPs3 (a), double branch telah berkembang luas pada sampel 2dDs1, 4cDr2, dan 4dDr2 (b, c, & d). (Sumber foto: Wulan, 2009)
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
Nostocales, famili Nostocaceae, dan genus
merupakan Cyanophyta dengan bentuk filamen, tidak bercabang,
filamen dapat soliter atau berkoloni, warna koloni hijau-biru, musilago tidak jelas
atau sangat tipis dan tidak berwarna, trikom kebanyakan lurus atau ada beberapa
yang agak melengkung, agregasi antar sel vegetatif tidak kuat, sel vegetatif
berbentuk seperti tong dan beberapa agak lonjong atau silinder. Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa diameter sel vegetatif Anabaena 3-4 µm dengan
36
yang telah telah berkembang luas pada
Cyanophyta, kelas
, dan genus Anabaena.
dengan bentuk filamen, tidak bercabang,
biru, musilago tidak jelas
yakan lurus atau ada beberapa
yang agak melengkung, agregasi antar sel vegetatif tidak kuat, sel vegetatif
berbentuk seperti tong dan beberapa agak lonjong atau silinder. Dari hasil
4 µm dengan
37
panjang 3-4µm, sedangkan diameter sel heterokisnya 5 µm dengan panjang 5-6
µm. Sel heterokis yang ditemukan pada umumnya interkalar dengan warna hijau
kekuningan atau hijau muda transparan, selain itu pada salah satu sampel juga
ditemukan adanya akinet, yaitu sampel 2aDr1 (Gambar 16).
Beberapa ciri khas dari Anabaena yaitu letak heterokis yang selalu
interkalar, koloni tidak terikat dalam satu musilago besar, musilago yang dimiliki
oleh satu filamen sangat tipis bahkan hampir tidak terlihat, agregasi atau
pemisahan antar sel vegetatif tidak terlalu kuat atau dapat dikatakan terdapat jarak
yang sangat jelas terlihat jika diamati dengan seksama, vakuola gas tampak jelas,
bentuk filament yang tidak meruncing, dan memiliki sel akinet.
Sel akinet merupakan sel yang dibentuk pada saat Anabaena kekurangan
zat nitrogen. Sel akinet berbentuk lebih besar dan lebih lonjong daripada sel
vegetatif dan sel heterokis. Warna sel akinet lebih gelap, hijau tua atau cokelat.
Keberadaan sel akinet sangat penting untuk membedakan Anabaena dengan
Nostoc. Perbedaan tersebut terletak pada letak sel akinet. Pada Anabaena sel
akinet terletak bersebelahan dengan sel heterokis sedangkan pada Nostoc letak sel
akinet yaitu diantara sel heterokis atau mengapit sel heterokis. Walaupun begitu,
sel akinet hanya akan terbentuk apabila Anabaena atau Nostoc berada pada
kondisi ekstrim sehingga apabila sel akinet ini tidak tampak pada identifikasi,
maka alternatif lain untuk membedakan kedua genus ini yaitu dengan
memperhatikan morfologi musilago dan habitatnya.
Gambar 16. Anabaena. Sampel2aDr1 (b). (Sumber foto:
12. Nostoc
Nostoc diklasifikasikan ke dalam divisi
ordo Nostocales, famili
Nostoc yang ditemukan memiliki bentuk filamen, trikom mengular, tidak tumbuh
lurus dan tidak bercabang, berkoloni, berpencar
warna koloni hijau-biru atau kelabu dengan sel heterokis kuning atau seperti
zaitun, koloni berada dalam satu musilago yang besar, musilago sangat jelas
telihat, tebal dan agak keruh. Beberapa sampel menunjukkan bentuk sel yang
sangat jelas, namun ada juga beberapa sampel yang kurang jelas karena dari hasil
pengamatan diketahui bahwa sel
oleh musilago yang cukup tebal (Gambar 17).
Bentuk sel vegetatif bulat, dalam beberapa sampel cawan petri koloni
Nostoc dapat terlihat jelas walau tanpa menggunakan mikroskop. Koloni yang
tampak tersebut tebal, kelabu atau kehitaman, warna dan bentuk koloni berbeda
dengan sekelilingnya, mengkilap, dan musilago tampak seperti gel atau lendir.
Sampel 1aPp1 (a) dan sel akinet (tanda panah) pada sampel ). (Sumber foto: Wulan, 2009)
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta, kelas Cyanophyceae
, famili Nostocaceae, dan genus Nostoc. Dari hasil pengamatan
yang ditemukan memiliki bentuk filamen, trikom mengular, tidak tumbuh
lurus dan tidak bercabang, berkoloni, berpencar-pencar membentuk koloni kecil,
biru atau kelabu dengan sel heterokis kuning atau seperti
zaitun, koloni berada dalam satu musilago yang besar, musilago sangat jelas
telihat, tebal dan agak keruh. Beberapa sampel menunjukkan bentuk sel yang
sangat jelas, namun ada juga beberapa sampel yang kurang jelas karena dari hasil
ui bahwa sel Nostoc yang terbentuk masih muda dan tetutup
oleh musilago yang cukup tebal (Gambar 17).
Bentuk sel vegetatif bulat, dalam beberapa sampel cawan petri koloni
dapat terlihat jelas walau tanpa menggunakan mikroskop. Koloni yang
tersebut tebal, kelabu atau kehitaman, warna dan bentuk koloni berbeda
dengan sekelilingnya, mengkilap, dan musilago tampak seperti gel atau lendir.
38
1aPp1 (a) dan sel akinet (tanda panah) pada sampel
Cyanophyceae,
. Dari hasil pengamatan
yang ditemukan memiliki bentuk filamen, trikom mengular, tidak tumbuh
pencar membentuk koloni kecil,
biru atau kelabu dengan sel heterokis kuning atau seperti buah
zaitun, koloni berada dalam satu musilago yang besar, musilago sangat jelas
telihat, tebal dan agak keruh. Beberapa sampel menunjukkan bentuk sel yang
sangat jelas, namun ada juga beberapa sampel yang kurang jelas karena dari hasil
yang terbentuk masih muda dan tetutup
Bentuk sel vegetatif bulat, dalam beberapa sampel cawan petri koloni
dapat terlihat jelas walau tanpa menggunakan mikroskop. Koloni yang
tersebut tebal, kelabu atau kehitaman, warna dan bentuk koloni berbeda
dengan sekelilingnya, mengkilap, dan musilago tampak seperti gel atau lendir.
Namun hal tersebut tidak berhasil didokumentasikan karena hasil gambar kurang
jelas. Diameter sel vegetatif
heterokisnya memiliki diameter 5
Gambar 17. Nostoc. Sampel 6aPp3 (a), musilago (tanda panah) pada sampel 6cPr3 (b), sel heterokis (tanda panah) pada sampel Wulan, 2009) 13. Calothrix
Calothrix diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo Nostocales
hasil pengamatan jenis
menyerupai rambut (Gambar 18). Pada satu sampel ditemukan sel yang
Namun hal tersebut tidak berhasil didokumentasikan karena hasil gambar kurang
jelas. Diameter sel vegetatif yaitu 3-6 µm dan panjang sel 3-7 µm, sedangkan sel
heterokisnya memiliki diameter 5-9 µm dan panjang sel 5-10 µm.
Sampel 6aPp3 (a), musilago (tanda panah) pada sampel 6cPr3 (b), sel heterokis (tanda panah) pada sampel 6cDs3 (f), dan sampel 2cPp1 (d). (Sumber foto:
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
Nostocales, famili Rivulariaceae, dan genus Calothrix
hasil pengamatan jenis Calothrix yang ditemukan berbentuk filamen yang
menyerupai rambut (Gambar 18). Pada satu sampel ditemukan sel yang
39
Namun hal tersebut tidak berhasil didokumentasikan karena hasil gambar kurang
7 µm, sedangkan sel
Sampel 6aPp3 (a), musilago (tanda panah) pada sampel 6cPr3 (b), (Sumber foto:
Cyanophyta, kelas
Calothrix. Dari
yang ditemukan berbentuk filamen yang
menyerupai rambut (Gambar 18). Pada satu sampel ditemukan sel yang
membentuk percabangan semu yang dapat lepas dari tri
sampel 4bPs2, soliter atau ada pula yang berkoloni, trikom lurus dengan ujung
meruncing dan dasar melebar, dan letak heterokis interkalar pada bagian dasar
trikom. Sel vegetatif berbentuk lonjong, agregasi tidak jelas, hijau biru ata
kelabu dengan musilago yang nampak jelas.
Gambar 18. Calothrix. (a), dan percabangan semu yang terputus (tanda panah) pada sampel 4bPs2 (b). (Sumber foto: Wulan, 2009
14. Fischerella
Fischerella diklasifikasikan ke dalam divisi
Cyanophyceae, ordo
Fischerella. Fischerella
filamen seperti rambut, menempel pada substrat yaitu mikroalga lain, warna sel
hijau-biru.
Sel vegetatif ada yang berbentuk bulat ada pula yang silinder dengan
musilago yang sangat tipis. Terdapat per
trikom induk, trikom cabang meruncing dengan sel basal agak melebar sehingga
seperti hutuf “T”, sedangkan heterokis dan akinetnya tidak terlihat (Gambar 19).
membentuk percabangan semu yang dapat lepas dari trikom induk seperti pada
sampel 4bPs2, soliter atau ada pula yang berkoloni, trikom lurus dengan ujung
meruncing dan dasar melebar, dan letak heterokis interkalar pada bagian dasar
trikom. Sel vegetatif berbentuk lonjong, agregasi tidak jelas, hijau biru ata
kelabu dengan musilago yang nampak jelas.
. Sel heterokis (tanda panah) Calothrix pada sampel 3aDs2 (a), dan percabangan semu yang terputus (tanda panah) pada sampel 4bPs2 (b).
Wulan, 2009)
diklasifikasikan ke dalam divisi Cyanophyta
, ordo Stigonematales, famili Fischerellaceae, dan genus
Fischerella yang ditemukan memiliki ciri-ciri berkoloni dengan
filamen seperti rambut, menempel pada substrat yaitu mikroalga lain, warna sel
Sel vegetatif ada yang berbentuk bulat ada pula yang silinder dengan
musilago yang sangat tipis. Terdapat percabangan yang tegak pada hampir setiap
trikom induk, trikom cabang meruncing dengan sel basal agak melebar sehingga
seperti hutuf “T”, sedangkan heterokis dan akinetnya tidak terlihat (Gambar 19).
40
kom induk seperti pada
sampel 4bPs2, soliter atau ada pula yang berkoloni, trikom lurus dengan ujung
meruncing dan dasar melebar, dan letak heterokis interkalar pada bagian dasar
trikom. Sel vegetatif berbentuk lonjong, agregasi tidak jelas, hijau biru atau
pada sampel 3aDs2 (a), dan percabangan semu yang terputus (tanda panah) pada sampel 4bPs2 (b).
Cyanophyta, kelas
, dan genus
ciri berkoloni dengan
filamen seperti rambut, menempel pada substrat yaitu mikroalga lain, warna sel
Sel vegetatif ada yang berbentuk bulat ada pula yang silinder dengan
cabangan yang tegak pada hampir setiap
trikom induk, trikom cabang meruncing dengan sel basal agak melebar sehingga
seperti hutuf “T”, sedangkan heterokis dan akinetnya tidak terlihat (Gambar 19).
Gambar 19. Fischerella.pada sampel 1aDr1 (a) dan sampel 4aDp2 (b). (Sumber foto: 4.3 Heterokis Cyanophyta Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan 5 genus
memiliki sel heterokis, yaitu
Fischerella. Dari kelima genus tersebut hanya 2 genus saja yang telah dicoba
untuk diisolasi, yaitu Anabaena
paling mudah untuk diisolasi dan cukup banyak ditemukan pada samp
itu sel heterokis pada keduanya sudah tampak jelas. Tetapi isolasi yang dilakukan
hanya sampai pada dua kali pencucian sehingga genus
belum murni dan masih terdapat mikroalga lain seperti
dikarenakan untuk mendapatkan isolat murni dibutuhkan pencucian hingga
berkali-kali dan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Anabaena dan Nostoc
tanah persawahan. Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa kedua genus
tersebut kadang menjadi organisme yang dominan di persawahan (VenKataraman,
1993).
. Cabang yang baru tumbuh (tanda panah) dari sel basal pada sampel 1aDr1 (a) dan sampel 4aDp2 (b). (Sumber foto: Wulan, 2009
Cyanophyta
Berdasarkan hasil identifikasi, ditemukan 5 genus Cyanophyta
memiliki sel heterokis, yaitu Scytonema, Anabaena, Nostoc, Calothrix
. Dari kelima genus tersebut hanya 2 genus saja yang telah dicoba
Anabaena dan Nostoc. Keduanya merupakan genus yang
paling mudah untuk diisolasi dan cukup banyak ditemukan pada samp
itu sel heterokis pada keduanya sudah tampak jelas. Tetapi isolasi yang dilakukan
hanya sampai pada dua kali pencucian sehingga genus Cyanophyta yang diisolasi
belum murni dan masih terdapat mikroalga lain seperti Chlorophyta. Hal tersebut
enakan untuk mendapatkan isolat murni dibutuhkan pencucian hingga
kali dan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Nostoc merupakan genus yang umumnya ditemukan pada
tanah persawahan. Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa kedua genus
tersebut kadang menjadi organisme yang dominan di persawahan (VenKataraman,
41
Cabang yang baru tumbuh (tanda panah) dari sel basal Wulan, 2009)
Cyanophyta yang
Calothrix, dan
. Dari kelima genus tersebut hanya 2 genus saja yang telah dicoba
. Keduanya merupakan genus yang
paling mudah untuk diisolasi dan cukup banyak ditemukan pada sampel. Selain
itu sel heterokis pada keduanya sudah tampak jelas. Tetapi isolasi yang dilakukan
yang diisolasi
. Hal tersebut
enakan untuk mendapatkan isolat murni dibutuhkan pencucian hingga
merupakan genus yang umumnya ditemukan pada
tanah persawahan. Pada beberapa penelitian dilaporkan bahwa kedua genus
tersebut kadang menjadi organisme yang dominan di persawahan (VenKataraman,
42
Scytonema
Genus ini ditemukan pada sampel permukaan tanah dan sampel dalam tanah
di bulan pertama, kedua dan ketiga umur tanam padi. Sama halnya dengan
Microcoleus, Scytonema pada tanah persawahan juga berperan dalam menjaga
kesuburan dan stabilitas tanah. Ditemukannya Scytonema pada pagi, siang dan
sore hari pada sampel penelitian kemungkinan karena faktor kebutuhannya
terhadap cahaya untuk melakukan fotosintesis.
Anabaena
Dari hasil pengamatan, Anabaena ditemukan hampir pada setiap titik sampel,
yaitu pada bulan pertama, kedua dan ketiga umur tanam padi baik pada pagi, siang
maupun sore hari. Karena adanya sel heterokis pada genus ini menjadikan
Anabaena salah satu agen yang sangat penting dalam memfiksasi nitrogen dan
meningkatkan jumlah nutrisi tanah untuk pertumbuhan tanaman padi. Sehingga
dapat dikatakan keberadaan genus ini pada setiap titik sampel menunjukkan
tingginya tingkat kesuburan pada tanah persawahan Kampung Sampora.
Nostoc
Dari hasil pengamatan, Nostoc ditemukan pada setiap titik sampel. Hal ini
disebabkan kemampuannya untuk mempertahankan diri dari radiasi sinar UV dan
dapat memproduksi senyawa antimikroba sehingga genus ini dapat hidup pada
berbagai kondisi lingkungan. Sel heterokis pada Nostoc selain sebagai tempat
pemfiksasi nitrogen, juga berfungsi sebagai pusat fotosintesis. Hasil fotosintesis
43
tersebut kemudian disalurkan ke sel-sel vegetatif. Berdasarkan penelitian El-
Sheekh dkk (2000), kandungan total karbohidrat dan protein yang dimiliki sel
vegetatif dan heterokis Nostoc sangat tinggi sehingga genus ini sangat baik jika
dijadikan biofertilizer.
Calothrix
Dari hasil pengamatan Calothrix ditemukan pada bulan kedua dan ketiga,
yaitu hanya di siang hari. Hal ini kemungkinan disebabkan tingginya kebutuhan
Calothrix akan cahaya untuk fotosintesis karena Calothrix merupakan
Cyanophyta yang bersifat heterotrof.
Fischerella
Dari hasil pengamatan Fischerella ditemukan pada sampel permukaan tanah
yaitu hanya di bulan ketiga di sore hari. Sedangkan pada sampel dalam tanah
Fischerella ditemukan pada bulan pertama dan kedua, masing-masing di sore dan
pagi hari. Keberadaan Fischerella pada titik-titik sampel tersebut dapat menjadi
petunjuk tingginya kadar nitrogen pada tanah. Tomaselli dan Giovannetti (1993)
mengungkapkan bahwa tanah yang diinokulasikan dengan Fischerella
menunjukkan kadar Nitrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah yang
tidak terdapat Fischerella.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian isolasi dan identifikasi mikroalga Cyanophyta
dari tanah persawahan Kampung Sampora, Cibinong, Bogor dapat disimpulkan
bahwa :
1. Ada 14 jenis Cyanophyta yang berhasil diidentifikasi dari hasil
pengayaan sampel tanah, yaitu Aphanocapsa, Aphanothece,
Gloeocapsa, Chamaesiphon, Chroococcus, Pleurocapsa, Oscillatoria,
Arthrospira, Microcoleus, Scytonema, Anabaena, Nostoc, Calothrix,
dan Fischerella.
2. Pada sampel permukaan tanah Cyanophyta paling banyak ditemukan
yaitu pada pagi hari di bulan ketiga umur tanam padi.
3. Pada sampel dalam tanah Cyanophyta paling banyak ditemukan yaitu
pada siang dan sore hari di bulan pertama umur tanam padi.
4. Heterokis Cyanophyta yang berpotensi sebagai biofertilizer adalah
Scytonema, Anabaena, Nostoc, Calothrix, dan Fischerella.
45
5.2 Saran
Dari hasil penelitian dapat disarankan untuk :
1. Dilakukan penelitian mengenai distribusi dan kelimpahan
Cyanophyta serta perbandingan jenis Cyanophyta pada tanah
persawahan.
2. Dilakukan identifikasi sampai tingkat spesies dengan
menggunakan metode molekuler.
3. Memperhatikan faktor-faktor fisik lingkungan pada saat
pengambilan sampel di lapangan.
46
DAFTAR PUSTAKA
Chapman, M.J. & L. Margulis. 1998. Morphogenesis by symbiogenesis.
International Microbiol. 1: 319-326. Coleman, A.W. 2001. Biogeography and speciation in the Pandorina/Volvulina
(Chlorophyta) superclade. Journal of Phycology. 37: 836-851. El-Sheekh, M., M. Osman, M. Dyab, & M. Amer. 2006. Production and
characterization of antimicrobial active substance from the cyanobacterium Nostoc muscorum. Enviromental Toxicology and Pharmacology.
Geitler, L. 1985. Cyanophyceae. Koeltz Scientific Books. Koenigstein. Graham, L.E & L.W. Wilcox. 2000. Algae. Prentice Hall Inc. New Jersey. Hardjowigeno, H. S. 2007. Ilmu Tanah. Akademik Pressindo. Jakarta. Ichimura, T. 1997. Natural population of the Closterium ehrenbergii
(Desmidiales, Chlorophyta) species complex in Nepal. Phycological Research. 45: 47-54.
Isnansetyo, A. & Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton Dan
Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta. Jeong-Dong, K. & C-G. Lee. 2006. Diversity of Heterocystous Filamentous
Cyanobacteria (Blue-Green Algae) from Rice Paddy Fields and Their Differential Succeptibility to Ten Fungicides used in Korea. J. Microbiol. Biotechnol. 2(16): 240-246.
Komarek, J. 2005. The Modern Classification of Cyanoprokaryotes
(Cyanobacteria). Oceanological and Hydrobiological Studies, Supplement. 34(3): 5-17.
Metting, B. 1981. The systematic and ecology of soil algae. Journal Botanical
Review. 47: 195-321. Nagasathya, A. & N. Thajuddin. 2008. Cyanobacterial Diversity in the
Hypersaline Environment of the Saltpans of Southeastearn Coast of India. Asian Journal of Plant Science. 7(5): 473-478.
Nasution, R. 2003. Teknik Sampling. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara. Sumatera Utara.
47
Nugraheni, A. & A. Winata. 2003. Konservasi lingkungan dan plasma nutfah menurut kearifan tradisional masyarakat Kasepuhan Gunung Halimun. Jurnal Studi Indonesia. 13(2): 126-143.
Pemerintah Kota Bogor. 2010. Letak Geografis Kota Bogor.
http://kotabogor.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1118&Itemid=148. Akses 20 Juli 2010 pukul 15.55.
Prihantini, N. B., W. Wardhana, D. Hendrayanti, A. Widyawan, Y. Ariyani, & R.
Rianto. 2008. Biodiversitas Cyanobacteria dari Beberapa Situ/Danau di Kawasan Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia. Makara, Seri Sains. 12(1): 44-54.
Roger.P.A., I.F. Grant, & P.M. Reddy. 1985. Blue-green algae in India: a trip
report. International Rice Research Institute. Manila. Dalam: Whitton, B.A. & P.A. Roger. 1989. Use of blue-green algae and Azollae in rice culture. Society for General Microbiology: Microbial inoculation of crop plants. 25: 89-100.
Roger, P.A., I. Simpson, R. Oficial, S. Ardales, & R. Jimenez. 1994. Effects of
pesticides on soil and water microflora and mesofauna in wetland ricefields: A summary of current knowledge and extrapolation to temperate environment. Australian Journal of Experimental Agriculture. 34(7): 1057-1068.
Soltani, N., R.A. Khavari-Nejad, M. Tabatabaei Yazdi, & S. Shokravi. 2007.
Growth and Some Metabolic Features of Cyanobacterium Fischerella Sp. FS18 in Different Combined Nitrogen Sources. Journal of Sciences, Islamic Republic of Iran. 18(2): 123-128.
Swaminathan, M.S. 2003. Bio-diversity: an effective safety net against
environmental pollution. Environmental Pollution. 126: 287-291. Tatang, S. 2008. Produksi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis) Di Daerah
Bercurah Hujan Tinggi Di Kabupaten Bogor. Inovasi Online. 10(20): headline.
Thajuddin, N. & G. Subramanian. 1992. Survey of Cyanobacterial Flora of the
Southern East Coast of India. Botanica Marina. 35(4): 305-314. Thajuddin, N. & G. Subramanian. 2005. Cyanobacterial diversity and potential
applications in biotechnology. Current Science. 89(1): 47-57. Tjitrosoepomo, G. 1998. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta,
Bryophyta, Pteridophyta). UGM Press. Yogyakarta.
48
Tomaselli, L. & L. Giovanneti. 1993. Survival of Diazotrophic Cyanobacteria in Soil. World Journal of Microbiology and Biotechnology. 9(1): 113-116.
Vashishta, B.R. 1999. Algae Part I. Eight Revised Ed. S. Chand & Company
LTD. New Delhi. VenKataraman, G.S. 1993. Blue-green algae (Cyanobacteria) Dalam: S.N. Tata,
A.M. Wadhwani and M.S. Mehdi (eds.), Biological nitrogen fixation. Indian Council of Agric.Res. New Delhi.
Watanabe, M.M. & H. Nozaki. 1994. NIES-Collection. List of strains, microalgae
and protozoa. 4th ed. The National Institute for Environmental Studies (NIES). Japan.
Watanabe, M.M., F. Kasai, M. Kawachi, & M. Erata. 2004. NIES-Collection List
of Strains. 7th ed. Microalgae and protozoa. National Institute for Environmental Studies (NIES). Japan
Whitton, B.A. 2002. Phylum Cyanophyta (Cyanobacteria). Dalam: Jhon, D.M.,
B.A. Whitton & A.J. Brook (eds.). The Freshwater Algal Flora of The British Isles: An Identification Guide to Freshwater and Terrestrial Algae. Cambridge university Press. Cambridge.
49
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian
Isolasi sampel tanah
Dicatat titik sampling, pH tanah, & suhu
- Permukaan tanah:0-2cm
- Dalam tanah:0-5 cm
Pengayaan sampel tanah
Pemberian medium tumbuh BBM & BG-11
Pemeriksaan sampel mikroalga yang tumbuh
Isolasi mikroalga Cyanophyta
Identifikasi
Pengukuran Kondisi Fisik ruang kultur
Pengukuran pH medium
50
Lampiran 2. Komposisi Bahan-Bahan Kimia yang Digunakan Sebagai Medium Pengayaan dan Pertumbuhan Mikroalga Basal Bold Medium (BBM)
NaNO3 25 mg CaCl2 . H2O 2,5 mg MgSO4 . 7H2O 7,5 mg K2HPO4 10 mg KH2PO4 17,5 mg NaCl 2,5 mg KOH 3,1 mg FeSO4 . 7H2O 0,498 mg H3BO3 1,142 mg ZnSO4 . 7H2O 0,882 mg MnCl2 . 7H2O 0,144 mg MoO3 0,071 mg CuSO4 . 5H2O 0,157 mg Na2EDTA 5 mg Ca(NO3)2 . 6H2O 0,049 mg Akuades 100 ml pH = 6,6
Blue-Green Medium (BG-11)
NaNO3 1,5 g K2HPO4 0,04 g MgSO4 . 7H2O 0,075 g CaCl2 . 2H2O 0,036 g Citric acid 0,0006 g Ferric ammonium citrate 0,0006 g EDTA 0,001 g Na2CO3 0,02 g A5 Solution 1 ml Akuades 990 ml pH = 7,2 A5 Solution
51
H3BO3 0,286 g MnCl2 . 4H2O 0,181 g ZnSO4 . 7H2O 0,0222 g Na2MoO4 . 2H2O 0,039 g CuSO4. 5H2O 0,0079 g Co(NO3)2 0,00494 g Akuades 100 ml *Sumber : Watanabe dkk., 2004
52
Lampiran 3. Data faktor-faktor lingkungan pada titik-titik pengambilan sampel No. Sampel Waktu
(WIB) Cuaca pH Suhu (°C) Keterangan
1aPp1 08.30 Cerah 6,8 - 7 28 Tergenang air 1bPp1 08.31 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 1cPp1 08.33 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 1dPp1 08.33 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 2aPp1 08.34 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 2bPp1 08.34 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 2cPp1 08.36 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 2dPp1 08.38 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 3aPp2 08.38 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 3bPp2 08.41 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 3cPp2 08.42 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 3dPp2 08.43 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 4aPp2 08.45 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 4bPp2 08.46 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 4cPp2 08.48 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 4dPp2 08.48 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 5aPp3 08.50 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 5bPp3 08.52 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 5cPp3 08.52 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 5dPp3 08.53 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 6aPp3 08.55 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 6bPp3 08.57 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 6cPp3 08.58 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 6dPp3 09.01 Cerah 6,8 - 7 28 Tergenang air 1aDp1 08.30 Cerah 6,8 - 7 28 Tergenang air 1bDp1 08.31 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 1cDp1 08.33 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 1dDp1 08.33 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 2aDp1 08.34 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 2bDp1 08.34 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 2cDp1 08.36 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 2dDp1 08.38 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 3aDp2 08.38 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 3bDp2 08.41 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 3cDp2 08.42 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 3dDp2 08.43 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 4aDp2 08.45 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 4bDp2 08.46 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 4cDp2 08.48 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 4dDp2 08.48 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 5aDp3 08.50 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 5bDp3 08.52 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 5cDp3 08.52 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 5dDp3 08.53 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 6aDp3 08.55 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 6bDp3 08.57 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 6cDp3 08.58 Cerah 6,8 – 7 28 Tergenang air 6dDp3 09.01 Cerah 6,8 - 7 28 Tergenang air 1aPs1 11.30 Berawan 6,8 - 7 28 Tergenang air
53
No. Sampel Waktu (WIB)
Cuaca pH Suhu (°C) Keterangan
1bPs1 11.32 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 1cPs1 11.33 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 1dPs1 11.34 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 2aPs1 11.40 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 2bPs1 11.43 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 2cPs1 11.44 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 2dPs1 11.45 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 3aPs2 11.47 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 3bPs2 11.49 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 3cPs2 11.56 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 3dPs2 11.58 Berawan 6,8 – 7 28 Tergenang air 4aPs2 11.59 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 4bPs2 12.05 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 4cPs2 12.08 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 4dPs2 12.10 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 5aPs3 12.14 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 5bPs3 12.15 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 5cPs3 12.17 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 5dPs3 12.19 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 6aPs3 12.23 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 6bPs3 12.25 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 6cPs3 12.27 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 6dPs3 12.29 Berawan 6,8 - 7 27 Tergenang air 1aDs1 11.30 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 1bDs1 11.32 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 1cDs1 11.33 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 1dDs1 11.34 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 2aDs1 11.40 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 2bDs1 11.43 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 2cDs1 11.44 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 2dDs1 11.45 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 3aDs2 11.47 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 3bDs2 11.49 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 3cDs2 11.56 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 3dDs2 11.58 Berawan 6,8 - 7 27 Tergenang air 4aDs2 11.59 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 4bDs2 12.05 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 4cDs2 12.08 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 4dDs2 12.10 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 5aDs3 12.14 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 5bDs3 12.15 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 5cDs3 12.17 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 5dDs3 12.19 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 6aDs3 12.23 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 6bDs3 12.25 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 6cDs3 12.27 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 6dDs3 12.29 Berawan 6,8 - 7 27 Tergenang air 1aPr1 15.05 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 1bPr1 15.08 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 1cPr1 15.09 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 1dPr1 15.11 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air
54
No. Sampel Waktu (WIB)
Cuaca pH Suhu (°C) Keterangan
2aPr1 15.13 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 2bPr1 15.14 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 2cPr1 15.14 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 2dPr1 15.15 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 3aPr2 15.18 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 3bPr2 15.19 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 3cPr2 15.21 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 3dPr2 15.21 Berawan 6,8 - 7 27 Tergenang air 4aPr2 15.23 Berawan 6,8 – 7 27 Tergenang air 4bPr2 15.25 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 4cPr2 15.26 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 4dPr2 15.28 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 5aPr3 15.29 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 5bPr3 15.30 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 5cPr3 15.32 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 5dPr3 15.35 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 6aPr3 15.35 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 6bPr3 15.36 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 6cPr3 15.38 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 6dPr3 15.40 Mendung 6,8 - 7 26 Tergenang air 1aDr1 15.43 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 1bDr1 15.44 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 1cDr1 15.48 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 1dDr1 15.51 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 2aDr1 15.53 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 2bDr1 15.53 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 2cDr1 15.57 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 2dDr1 15.59 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 3aDr2 16.03 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 3bDr2 16.10 Mendung 6,8 - 7 26 Tergenang air 3cDr2 16.14 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 3dDr2 16.15 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 4aDr2 16.18 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 4bDr2 16.19 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 4cDr2 16.22 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 4dDr2 16.24 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 5aDr3 16.25 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 5bDr3 16.27 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 5cDr3 16.29 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 5dDr3 16.30 Mendung 6,8 - 7 26 Tergenang air 6aDr3 16.32 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 6bDr3 16.35 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 6cDr3 16.38 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air 6dDr3 16.41 Mendung 6,8 – 7 26 Tergenang air
55
Lampiran 4. Data Cyanophyta hasil pengayaan No. Titik Sampling BBM BG-11 1. 1aPp1 Oscillatoria, Anabaena, Nostoc Oscillatoria 2. 1bPp1 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria, Arthrospira
3. 1cPp1 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria, Arthrospira 4. 1dPp1 Oscillatoria Oscillatoria
5. 2aPp1 Oscillatoria, Gloeocapsa Oscillatoria, Arthrospira
6. 2bPp1 Nostoc, Oscillatoria Oscillatoria, Aphanothece
7. 2cPp1 Nostoc, Oscillatoria Oscillatoria 8. 2dPp1 Nostoc, Oscillatoria Oscillatoria 9. 3aPp2 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria, Chroococcus 10. 3bPp2 Oscillatoria Oscillatoria
11. 3cPp2 Oscillatoria, Nostoc, Scytonema Oscillatoria, Aphanocapsa 12. 3dPp2 Oscillatoria, Nostoc,
Chroococcus --
13. 4aPp2 Oscillatoria, Chroococcus Oscillatoria 14. 4bPp2 Oscillatoria Oscillatoria 15. 4cPp2 Oscillatoria, Gloeocapsa,
Nostoc Oscillatoria, Arthrospira
16. 4dPp2 Oscillatoria, Gloeocapsa, Chroococcus
Oscillatoria, Aphanothece
17. 5aPp3 Oscillatoria, Gloeocapsa Oscillatoria 18. 5bPp3 Oscillatoria, Arthrospira,
Nostoc Oscillatoria, Scytonema
19. 5cPp3 Oscillatoria Oscillatoria, Arthrospira, Nostoc 20. 5dPp3 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria, Chamaesiphon 21. 6aPp3 Nostoc Oscillatoria
22. 6bPp3 Gloeocapsa Oscillatoria, Chamaesiphon
23. 6cPp3 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria
24. 6dPp3 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria 25. 1aDp1 Gloeocapsa Oscillatoria, Arthrospira,
Aphanothece 26. 1bDp1 -- Oscillatoria
27. 1cDp1 Oscillatoria Oscillatoria 28. 1dDp1 Oscillatoria Oscillatoria 29. 2aDp1 Oscillatoria Oscillatoria, Arthrospira
30. 2bDp1 Oscillatoria Oscillatoria
31. 2cDp1 -- -- 32. 2dDp1 -- Oscillatoria 33. 3aDp2 -- Oscillatoria 34. 3bDp2 -- --
35. 3cDp2 Oscillatoria --
36. 3dDp2 Nostoc, Oscillatoria Oscillatoria
37. 4aDp2 Nostoc Oscillatoria, Fischerella
38. 4bDp2 Oscillatoria Oscillatoria
56
No. Titik Sampling BBM BG-11
39. 4cDp2 Oscillatoria, Gloeocapsa Oscillatoria, Nostoc
40. 4dDp2 Oscillatoria Oscillatoria
41. 5aDp3 Oscillatoria Oscillatoria
42. 5bDp3 -- --
43. 5cDp3 -- --
44. 5dDp3 -- --
45. 6aDp3 Oscillatoria, Nostoc, Chroococcus, Gloeocapsa
--
46. 6bDp3 Anabaena, Oscillatoria Oscillatoria
47. 6cDp3 Nostoc, Anabaena Oscillatoria
48. 6dDp3 Nostoc Oscillatoria
49. 1aPs1 -- Oscillatoria 50. 1bPs1 -- Oscillatoria
51. 1cPs1 Oscillatoria Oscillatoria 52. 1dPs1 Oscillatoria, Microcoleus Oscillatoria 53. 2aPs1 Oscillatoria, Gloeocapsa Oscillatoria
54. 2bPs1 Oscillatoria Oscillatoria
55. 2cPs1 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria, Arthrospira 56. 2dPs1 Oscillatoria, Arthrospira -- 57. 3aPs2 -- Oscillatoria 58. 3bPs2 Oscillatoria Oscillatoria, Arthrospira
59. 3cPs2 Oscillatoria, Arthrospira --
60. 3dPs2 Oscillatoria --
61. 4aPs2 Oscillatoria, Microcoleus Oscillatoria
62. 4bPs2 Oscillatoria, Nostoc, Calothrix, Anabaena
--
63. 4cPs2 Oscillatoria, Microcoleus Arthrospira
64. 4dPs2 Oscillatoria, Nostoc, Calothrix Oscillatoria
65. 5aPs3 Oscillatori, Nostoc Oscillatoria
66. 5bPs3 Oscillatoria Oscillatoria, Arthrospira
67. 5cPs3 Oscillatoria --
68. 5dPs3 Oscillatoria Oscillatoria
69. 6aPs3 Oscillatoria, Calothrix, Nostoc, Anabaena
Oscillatoria
70. 6bPs3 Oscillatoria Oscillatoria
71. 6cPs3 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria, Arthrospira, Chroococcus
57
No. Titik Sampling BBM BG-11
72. 6dPs3 Nostoc Oscillatoria, Scytonema
73. 1aDs1 Oscillatoria Oscillatoria 74. 1bDs1 Oscillatoria Oscillatoria
75. 1cDs1 Oscillatoria, Nostoc, Anabaena Oscillatoria,Pleurocapsa, Chroococcus
76. 1dDs1 -- Oscillatoria, Arthrospira 77. 2aDs1 Oscillatoria Oscillatoria
78. 2bDs1 Oscillatoria Oscillatoria
79. 2cDs1 Oscillatoria Oscillatoria, Aphanocapsa 80. 2dDs1 Oscillatoria Oscillatoria, Nostoc, Scytonema 81. 3aDs2 Oscillatoria, Calothrix,
Gloeocapsa Oscillatoria
82. 3bDs2 Nostoc Oscillatoria
83. 3cDs2 Oscillatoria Oscillatoria
84. 3dDs2 -- Oscillatoria
85. 4aDs2 Oscillatoria Oscillatoria
86. 4bDs2 Oscillatoria, Calothrix Oscillatoria
87. 4cDs2 -- Oscillatoria, Arthrospira
88. 4dDs2 Oscillatoria, Calothrix Oscillatoria
89. 5aDs3 Oscillatoria Oscillatoria, Arthrospira
90. 5bDs3 -- --
91. 5cDs3 Oscillatoria --
92. 5dDs3 Oscillatoria Oscillatoria, Arthrospira
93. 6aDs3 Oscillatoria Oscillatoria
94. 6bDs3 Nostoc Oscillatoria, Scytonema, Pleurocapsa
95. 6cDs3 Nostoc Oscillatoria
96. 6dDs3 Nostoc --
97. 1aPr1 Oscillatoria, Nostoc -- 98. 1bPr1 Oscillatoria Oscillatoria
99. 1cPr1 Oscillatoria, Gloeocapsa Oscillatoria, Arthrospira 100. 1dPr1 Oscillatoria, Arthrospira Oscillatoria
101. 2aPr1 Oscillatoria. --
102. 2bPr1 Oscillatoria. --
103. 2cPr1 Oscillatoria -- 104. 2dPr1 Oscillatoria -- 105. 3aPr2 Oscillatoria --
106. 3bPr2 Oscillatoria --
107. 3cPr2 Oscillatoria Oscillatoria, Arthrospira
108. 3dPr2 Oscillatoria --
58
No. Titik Sampling BBM BG-11 109. 4aPr2 Oscillatoria Oscillatoria
110. 4bPr2 Oscillatoria --
111. 4cPr2 -- Oscillatoria 112. 4dPr2 Oscillatoria Oscillatoria
113. 5aPr3 Oscillatoria Oscillatoria, Arthrospira
114. 5bPr3 Oscillatoria --
115. 5cPr3 -- --
116. 5dPr3 Nostoc Oscillatoria, Arthrospira, Fischerella
117. 6aPr3 Oscillatoria Oscillatoria
118. 6bPr3 Oscillatoria --
119. 6cPr3 Nostoc Oscillatoria
120. 6dPr3 Oscillatoria --
121. 1aDr1 Oscillatoria, Fischerella Oscillatoria, Arthrospira, Anabaena
122. 1bDr1 Oscillatoria Oscillatoria, Pleurocapsa
123. 1cDr1 Oscillatoria Aphanothece 124. 1dDr1 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria
125. 2aDr1 Oscillatoria, Arthrospira Oscillatoria, Anabaena
126. 2bDr1 Chroococcus Oscillatoria
127. 2cDr1 -- -- 128. 2dDr1 -- Oscillatoria 129. 3aDr2 Oscillatoria Nostoc
130. 3bDr2 Nostoc Oscillatoria
131. 3cDr2 Oscillatoria Oscillatoria
132. 3dDr2 Oscillatoria --
133. 4aDr2 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria, Nostoc
134. 4bDr2 -- --
135. 4cDr2 Oscillatoria, Scytonema Oscillatoria
136. 4dDr2 Oscillatoria, Scytonema, Arthrospira
Oscillatoria
137. 5aDr3 -- --
138. 5bDr3 Oscillatoria, Nostoc --
139. 5cDr3 -- --
140. 5dDr3 Oscillatoria --
141. 6aDr3 Oscillatoria, Nostoc Oscillatoria
142. 6bDr3 Oscillatoria --
143. 6cDr3 Nostoc --
144. 6dDr3 Oscillatoria --
59
Lampiran 5. Sampel tanah yang ditumbuhi mikroalga namun tidak terdapat Cyanophyta
Nomor Sampel
BBM BG-11
5bDp3, 1aPs1, 1dDs1, 3dDs2, 1aPr1,
2dDr1
3cDp2, 5bDp3, 6aDp3, 2dPs1, 3cPs2,
3dPs2, 4bPs2, 5cPs3, 5cDs3, 6dDs3,
2aPr1, 2bPr1, 2cPr1, 2dPr1, 3aPr2,
3bPr2, 3dPr2, 4bPr2, 5bPr3, 6dPr3,
3dDr2, 5bDr3, 5dDr3, 6bDr3, 6cDr3
60
Irigasi
Lampiran 6. Denah pengambilan sampel tanah
Titik-titik pengambilan sampel tanah pada tiap petak sawah Keterangan : Petak 1 dan 2 = Padi umur 1 bulan Petak 3 dan 4 = Padi umur 2 bulan Petak 5 dan 6 = Padi umur 3 bulan Keterangan Kode Sampling : Contoh : 1aPp1 = 1 – Petak ke-1 (petak selanjutnya 2, 3, 4, 5, dan 6) a – Titik pertama pengambilan sampel tanah pada petak sawah
(titik selanjutnya adalah b, c, dan d) P – Letak sampel tanah yang diambil (P : permukaan tanah; D :
dalam tanah) p – waktu pengambilan sampel tanah (p : pagi; s: siang; r :
sore) 1 – Umur tanam padi (1 untuk umur 1 bulan, 2 untuk umur
bulan, dan 3 untuk umur bulan)
a b
Petak 1
c d
a b
Petak 2
c d
a b
Petak 3
c d
a b
Petak 4
c d
a b
Petak 6
c d
a b
Petak 5
c d
Lampiran 7. Lokasi titik pengambilan sampel
Titik Pengambilan sampel. a. Padi umur 1 bulan; b. Padi umur 2 bulan; c. padi umur 3 bulan; d. Aliran irigasi sawah. (Sumber foto:
a
c
. Lokasi titik pengambilan sampel
Titik Pengambilan sampel. a. Padi umur 1 bulan; b. Padi umur 2 bulan; c. padi umur 3 bulan; d. Aliran irigasi sawah. (Sumber foto: Wulan, 2009)
b
d
61
Titik Pengambilan sampel. a. Padi umur 1 bulan; b. Padi umur 2 bulan; c. padi
Lampiran 8. Proses pengayaan s
Sampel tanah yang telah kering. (Sumber foto:
Pengayaan sampel tanah pada rak kultur.
Proses pengayaan sampel tanah di laboratorium
Sampel tanah yang telah kering. (Sumber foto: Wulan, 2009)
Pengayaan sampel tanah pada rak kultur. (Sumber foto: Wulan, 2009)
62
Wulan, 2009)
Lampiran 9. Hasil pengayaan sampel tanah dengan medium pertumbuhan
Sampel tanah yang telah diberi medium. a. Sampel tanah setelah 1 minggu; b. Sampel tanah setelah 2 minggu; c.(Sumber foto: Wulan, 2009
Sampel Cyanophyta yang telah diidentifikasi. a. Sampel pencucian dengan medium pertumbuhan; b. Sampel pencucian dengan medium pertumbuhan.(Sumber foto: Wulan, 2009
a
a
Hasil pengayaan sampel tanah dengan medium pertumbuhan
telah diberi medium. a. Sampel tanah setelah 1 minggu; b. Sampel tanah setelah 2 minggu; c. Sampel tanah setelah 3 minggu.
Wulan, 2009)
yang telah diidentifikasi. a. Sampel Cyanophyta dengan satu kali pencucian dengan medium pertumbuhan; b. Sampel Cyanophyta setelah dua kali
ian dengan medium pertumbuhan. Wulan, 2009)
b c
b
63
Hasil pengayaan sampel tanah dengan medium pertumbuhan
telah diberi medium. a. Sampel tanah setelah 1 minggu; b.
dengan satu kali setelah dua kali