ISLAMISASI INDONESIA -...

43
1 ISLAMISASI INDONESIA (Studi Pustaka tentang Islamisasi Indonesia ditinjau dari Kajian Pendidikan) Oleh: M. Saifuddin Yulianto Abstrak Islamic education in Indonesia is an ongoing process that directly coincided with the introduction of Islam in Indonesia, which according to his theory and historical analysis entered in the range of VII century (first opinion), X century (second opinion), or even in the XIII century (the third opinion,) all of which are supported by historical evidence and rational reasons. Acceptance of Islam for the people at that time could not be separated from the political social conditions ie; began to decline in the glory of the nation / kingdom of Majapahit and the weakness of the economic consequences of various aspects of life they experience. Progress and growth of Islamic life in Indonesia is also strongly influenced by Islam, especially the trustees broadcasters dross that is recognized is able to bring and implement Islamic education in Indonesia with the approach of acculturation, assimilation of culture, politics, and marriage. Keys Word: Islamization, Indonesia, Education Pendahuluan Allah telah menetapkan dalam al-qur’an bahwasanya manusia adalah sebagai makhluq yang paling mulia diantara ciptaan yang lain, terlebih jika dilihat dari aspek kemampuan yang dapat dikembangkan. Dari sini muncullah keharusan-keharusan yang dimiliki manusia berkaitan dengan kelebihan- kelebihan yang ada dan dimiliki. Begitupun dalam diri manusia terdapat dua aspek yang saling melengkapi dan tarik menarik untuk menyempurnakan kepribadian manusia itu sendiri, yakni: akal-budi dan nafsu. Berkaitan dengan hal tersebut Rasullullah telah memberikan arahan yang jelas, bila pembentukan awal motivasi manusia (yang disebut oleh para ahli jiwa

Transcript of ISLAMISASI INDONESIA -...

Page 1: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

1

ISLAMISASI INDONESIA

(Studi Pustaka tentang Islamisasi Indonesia ditinjau dari KajianPendidikan)

Oleh: M. Saifuddin Yulianto

Abstrak

Islamic education in Indonesia is an ongoing process that directlycoincided with the introduction of Islam in Indonesia, which according to histheory and historical analysis entered in the range of VII century (first opinion),X century (second opinion), or even in the XIII century (the third opinion,) all ofwhich are supported by historical evidence and rational reasons.

Acceptance of Islam for the people at that time could not be separated fromthe political social conditions ie; began to decline in the glory of the nation /kingdom of Majapahit and the weakness of the economic consequences ofvarious aspects of life they experience.

Progress and growth of Islamic life in Indonesia is also strongly influencedby Islam, especially the trustees broadcasters dross that is recognized is able tobring and implement Islamic education in Indonesia with the approach ofacculturation, assimilation of culture, politics, and marriage.

Keys Word: Islamization, Indonesia, Education

Pendahuluan

Allah telah menetapkan dalam al-qur’an bahwasanya manusia adalah

sebagai makhluq yang paling mulia diantara ciptaan yang lain, terlebih jika

dilihat dari aspek kemampuan yang dapat dikembangkan. Dari sini muncullah

keharusan-keharusan yang dimiliki manusia berkaitan dengan kelebihan-

kelebihan yang ada dan dimiliki. Begitupun dalam diri manusia terdapat dua

aspek yang saling melengkapi dan tarik menarik untuk menyempurnakan

kepribadian manusia itu sendiri, yakni: akal-budi dan nafsu.

Berkaitan dengan hal tersebut Rasullullah telah memberikan arahan yang

jelas, bila pembentukan awal motivasi manusia (yang disebut oleh para ahli jiwa

Page 2: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

2

sebagaimana dikutip oleh Hasan bin Ali Al-Hijazy terj. Muzaidi Hasbullah

2001:24 dengan istilah Ad-dawafi’ Al-Awwaliyah) akan sangat berpengaruh pada

perkembangan di masa-masa selanjutnya. Sehingga keluarga dan masyarakat

dimana individu itu tinggal mempunyai peranan yang sangat penting dalam

upaya menumbuhkan motivasi tersebut.

Pembentukan motivasi yang mengarah pada pembentukan kepribadian

dapat dilakukan melalui pendidikan, terutama pendidikan Islam sebab pendidikan

Islam mempunyai jiwa. Athiyah al-Abrasy 1987:1 menyatakan bahwa

“Pendidikan budi pekerti adalah Jiwa dari pendidikan Islam.”

Dari sini dapatlah diambil pernyataan bahwa mencapai akhlaq yang

sempurna adalah tujuan yang sebenarnya dari pendidikan. Namun hal ini tidak

berarti pendidikan jasmani serta segi-segi keilmuan yang lain dianggap tidak

penting, bahkan keseimbangan antara sisi akhlaq dengan sisi jasmani sangat

diperlukan untuk memadukan kemampuan rohani dan jasmani dalam rangka

menjalankan kewajiban hidup sebagai manusia, baik sebagai kewajiban sebagai

hamba Allah maupun kewajiban sebagai anggota masyarakat serta kewajiban

sebagai bagian dari lingkungan harus selalu diupayakan serta ditanamkan karena

tidak bisa berlangsung secara seketika dan sekaligus. Oleh sebab itulah Al-

Naquib Al-Attas terj. Haidar Baqir, 1992:36 memberikan penegasan bahwa

“pendidikan adalah sesuatu yang secara bertahap ditanamkan kepada

manusia.”

Pendidikan nilai-nilai religius sebagai bagian dari penanaman nilai-nilai

akhlaq di Indonesia juga berlangsung secara bertahap mulai dari adanya

Page 3: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

3

keyakinan Animisme dan Dinamisme yang tumbuh subur sebelum nenek moyang

bangsa Indonesia mengenal agama hingga masuknya agama-agama di Indonesia.

Kemudian, karena adanya pengaruh kebudayaan India bangsa Indonesia

mulai mengenal agama Hindu. Ini dapat dibuktikan dengan berdirinya beberapa

kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

bahwa dalam abad VI dan VII Masehi terdapat beberapa negara Hindu di Jawa,

Kalimantan, dan Sumatera.” (Franz Magnis Suseno 1993:23).

Pada abad VIII muncul pula pengaruh agama Budha yang lebih

mengajarkan pada persamaan hak terhadap setiap orang. Ajaran ini dapat

diterima oleh masyarakat yang sebelumnya juga mengenal agama Hindu yang

mengajarkan Kasta dalam pranata kehidupan sosial. Keberadaan agama Budha

dapat di ketahui dari pernyataan Franz Magnis Suseno 1993:23-24 tentang

dibangunnya Candi Borobudur pada masa kekuasaan Dinasti Syailendra dari

Sumatra yang pula berkuasa kira-kira selama enam puluh tahun di sebelah barat

Yogyakarta. Meski agama Budha berkembang agama Hindu tidaklah punah.

Bukti konkritnya dapat diketahui pada perkembangan abad IX pada masa

kekuasaan Mataram (Hindu) agama Hindu yang juga dikenal sebagai agama

Siwa membangun prasasti berupa bangunan terbesar di zamannya yaitu

kompleks candi Lorojonggrang di Prambanan dekat Yogyakarta yang terdiri dari

tiga candi utama yang diperuntukkan bagi Dewa Brahma, Dewa Siwa dan Dewa

Wisnu.

Memasuki abad XIV Islampun masuk ke Indonesia melalui Malaka yang

menjadi pusat penyebarannya, bahkan:

Page 4: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

4

“Pedagang-pedagang Islam dari Arab dan Gujarat, juga orang Jawayang berkedudukan di Malaka, membawa agama Islam ke kota-kotapelabuhan di pantai utara pulau Jawa… . Penguasa-penguasa kotapesisir utara seperti Cirebon, Demak, Tuban, Jepara, Gresik dankemudian Madiun dipedalaman memeluk agama Islam.” (Franz MagnisSuseno 1993:31)

Pernyataan bahwa Malaka menjadi awal pusat penyebaran agama Islam

sangat kuat terlebih setelah:

“Jatuhnya Malaka pada tahun 1511 M menyebabkan gelombang besar

perpindahan para ulama Muslimin ke Sumatra dan Jawa.” (R.O.

Winstedt, -: 112)

Dan

“Penyebaran ini mengakibatkan meningkatnya semangat keagamaan dan

Da’wah Islamiyah. Kaum Muslim setempat bergabung dengan para da’I

dan mereka saling bahu membahu.” (Alwi bin Thahir al-Haddad, terj. Ali

Yahya, 2001: 155)

Di antara sebab-sebab Islam mudah diterima oleh rakyat maupun kaum

bangsawan pada waktu itu adalah adanya upaya keras para da’i bersama kaum

Muslim setempat serta karena dalam waktu bersamaan terjadi kemunduran

pemerintahan (yang berkuasa) kerajaan Majapahit yang diakibatkan oleh perang

saudara yang berkepanjangan. Akhirnya kemunduran kerajaan Majapahit

tersebut berakibat pada berakhirnya kekuasaan “Kerajaan Majapahit yang runtuh

pada awal abad ke XVI.” (Andre Feillard, terj. Lesmana 1993:3)

Page 5: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

5

Juga karena prinsip-prinsip kehidupan dalam agama islam yang sangat

sesuai dengan tuntutan kehidupan apada waktu itu. Prinsip-prinsip yang

dimaksud adalah:

Persamaan hak dalam kedudukan dan nilai kemanusiaanbermasyarakat.

Persamaan hak dalam ketetapan undang-undang mengaturkepentingan kehidupan kenegaraan dan lain-lain.

Persamaan hak dalam hal aktifitas perekonomian dan perdagangan.(Ali Abdul Wahid Wafi terj. Abu Ahmad al-Wakidy 1991:13)

Di samping itu Islam juga dida’wahkan secara arif dan bijaksana

sehingga masuknya Islam ke Indonesia berlangsung dengan cara damai, bukan

dengan cara kekerasan dan peperangan, sehingga membuahkan simpati pada

orang-orang yang semula belum mengenalnya.

Diantara tokoh-tokoh penyiar agama Islam di Indonesia terdapat sembilan

tokoh sentral di Indonesia yang dikenal dengan sebutan “Wali Songo” atau Wali

sembilan serta tokoh-tokoh lain yang tidak tergabung di dalamnya.

Tokoh-tokoh penyiar agama Islam tersebut di antaranya adalah:

1. Sunan Ampel, yaitu Ali atau Ahmad bin Ibrahim bin al-Husein

Jamaluddin.

2. Sunan Giri, yaitu Muhammad Ainu Yaqin bin Ishaq bin Ibrahim bin al-

Husein Jamaluddin. Ia memiliki gelaran gelaran yang lain.

3. Sunan Gunung Jati, yaitu Syarif Hidayatullah bin Abdullah bin Ali

Nuruddin bin alh-Husein Jamaluddin

4. Sunan Bonang, yaitu Ibrahim bin Ali, di Tuban.

5. Malik Ibrahim di Gresik.

Page 6: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

6

6. Sunan Kudus, yaitu Ja’far Ash-Shadiq bin Ali. Ia yang membangun kota

ini dan menamakannya Kudus. Masjidnya dinamakan al-Aqsha.

7. Sunan Drajat, yaitu Hasyim bin Ali.

8. Syarif Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah bin Abdullah bin Ali

Nuruddin bin al-Husein.

(Alwi bin Thahir al-Haddad, terj. Ali Yahya 2001:178)

Upaya yang dilakuka oleh para penyiar agama Islam di Indonesia selain

dapat diterima, ternyata mampu memberikan warna dalam kebudayaan Islam-

Jawa sebagai hasil dari akulturasi ajaran agama dengan adat-istiadat setempat.

Keberhasilan ini menunjukkan bahwa tujuan hidup manusia yang disebutkan

oleh Thaha Husein dalam Syahrin Harahap, peng. Harun Nasution 1994:3,

sebagai upaya untuk menegakkan peradaban, telah tercapai.

Upaya penegakkan peradapan di kalangan kaum Muslim di Jawa karena:

“Islam dalam hal ini telah menjadi dasar sebuah sistem dan makna,yang berfungsi sebagai model untuk memberikan pemaknaanterhadap kenyataan yang berlaku di tanah Jawa. Demikian puladengan penghadiran konsep ideal penguasa, raja Jawa yang adil,bijaksana, sangat berkuasa dalam Islam… .” (Zaenul Milal Bizawie2002:33).

Keberhasilan proses akulturasi ajaran islam dan budaya Jawa:

“Dalam konteks sejarah Jawa, kebangkitan Islam di atas antara lainbisa dilihat melalui karya-karya sastra keraton yang ditulis padaperiode ini. Pada paruh pertama abad ke 18, tepatnya pada masakekuasaan Pakubuwana II, Islam dalam karya-karya yangdihasilkan menempati posisi yang sangat penting dalam budaya danpolitik Jawa. Dapat dicatat di sini antara lain, Cerita Iskandar,Cerita Yusuf dan Kitab Uslubiyah yang merupakan karangan RatuPakubuwana I.” (Ricklefs 1989:48)

Page 7: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

7

Penulisan sejarah ini dilakukan dengan keyakinan bahwa “sejarah

memiliki metode yang ilmiah; berjuta-juta fakta sejarah dapat dipastikan secara

meyakinkan baik bagi awam maupun bagi ahli.” (Louis Gottschalk, terj.

Nugroho Notosusanto 1986:4)

Sedangkan penulisan tentang pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan,

diasumsikan pada kenyataan bahwa setiap perubahan yang terjadi dalam

masyarakat, dalam hal ini membahas dari keyakinan agama yang telah lebih

dahulu dianut berganti ke agama Islam, pastilah juga berpengaruh pada

perubahan sosial dan budaya. Hal ini sesuai dengan pendapat John L. Esposito,

terj. A. Rahman Zainuddin 1980:9, dengan penyataannya,”… (revolusi yang

meraka lakukan) lebih hanya dari satu revolusi untuk kepentingan agama saja.

Revolusi itu juga adalah revolusi sosial dan kebudayaan.”

Alasan lain yang dapat diajukan untuk memadukan unsur pendidikan

yang bertalian dengan unsur perkembangan masyarakat karena memang

pendidikan dalam masyarakat yang dilakukan tidak terlepas dari bagian

membangun peradapan Islam. Selain menajarkan prinsip-prinsip ke-Tuhanan

dilakukan pula penataan kehidupan sosial, penataan hubungan dengan para

penguasa, serta mengajarkan berbagai bidang ilmu dengan cara yang unik, yaitu

melalui kegiatan-kegiatan budaya serta adat-istiadat yang berlaku di sekitanya,

sehingga “secara keseluruhan dalam perimbangan antara budaya pribumi dan

kekuatan-kekuatan Islam, jelas terdapat kecenderungan untuk saling meleburkan

diri.” (Manfred Ziemek, terj. Butche B. Soendjojo 1983: 44-45). Semua itu

Page 8: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

8

sangat sesuai dengan pendapat Mustafa As-Siba’I, terj. Irawan dan Fauzi

Rahman 1992: 37 bahwa “Peradaban Islam terbentuk dari empat unsur pokok

yaitu sumber-sumber ekonomi, tatanan politik, tradisi moral, dan khazanah ilmu

dan seni.”

Di sisi lain perubahan dalam masyarakat bukanlah hal yang tabu bagi

Islam, bahkan “perubahan itu merupakan salah satu fenomena yang dinamis. Ini

terbit dari agama Islam yang menyokong setiap kemajuan dan perubahan yang

baik yang diperlukan oleh tuntutan perkembangan insan dan masyarakat yang

berterusan.” (Muhammad al-Toumy al-Syaibani, terj. Hasan Langgulun

1979:196)

Wawasan Keindonesiaan

Indonesia sebagai sebuah negara yang besar serta memiliki sejarah yang

panjang dengan berbagai sisi perkembangannya patut dikaji dan diteliti. Kajian

dan penelitian tentang perkembangan-perkembangan tersebut selain mengarah

pada perkembangan wilayah kekuasaan, juga mengarah pada perkembangan seni

budaya serta perkembangan agama-agama yang pada nantinya mengarah pada

perkembangan sikap dantingkah laku sosial mayoritas masyarakat Indonesia.

Peninggalan sejarah yang dibuktikan dengan adanya berbagai prasasti dan

benda-benda kuno lainnya adalah merupakan bukti keberadaan dan kebesaran

bangsa Indonesia serta kemajemukannya yang mampu menerima serta

mengimplementasikan berbagai pengaruh budaya asing yang masuk dan

berkembang pada masa-masa tertentu.

Page 9: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

9

Untuk mengantarkan pada pembahasan seputar pendidikan sosial

keagamaan (Islam) yang berkembang di Indonesia, maka spesifikasinya akan

diarahkan pada kurun waktu penting berikut:

A. Kondisi Indonesia Pra Islam

Untuk mendapatkan gambaran tentang keberadaan dan kondisi bangsa

Indonesia pada umunya dapatlah diambil suatu masa yaitu masa kerajaan

Majapahit yang dibangun pada tahun 1293 M oleh Pangeran Wijaya dengan

menaklukkan kerajaan Kediri atas bantuan tentara Mongol. Karena secara

kebetulan Majapahit dapat dijadikan (salah satu) tolak ukur kebesaran bangsa

Indonesia, terutama pada masa keemasannya di bawah pimpinan Raja Hayam

Wuruk (1350 – 1389 M) dan Patih Gajah Mada (1331 – 1364 M). hal ini dapat di

rujukkan pada pernyataan Magnis Suseno (1993: 27) bahwa “Kerajaan

Majapahit, kerajaan yang paling berkuasa dalam sejarah Jawa, lahir dalam

lindungan angin serangan tentara Mongol.”

Keberhasilan duet kepemimpinan Raja Hayam Wuruk dan Patih Gajah

Mada juga diungkap oleh Badri Yatim (2000 : 195 – 196) dengan pernyataan

berikut:

“Di Kerajaan Majapahit, ketika Hayam Wuruk dengan Patih GajahMada masih berkuasa, situasi politik pusat kerajaan memangtenang, sehingga banyak daerah di kepulauan Nusantara mengakuiberada di bawah perlindungannya.”

Page 10: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

10

Disisi lain kebesaran Majapahit sangat nampak jelas pada sistem dan tata

cara kehidupan sosial yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di antaranya

adalah:

A.1. Kehidupan Sosial Keagamaan

Kebudayaan Majapahit khusunya dalam bidang sosial keagamaannya

pada kurun abad XIII mengalami kemajuan yang sangat pesat, terlebih dengan

diundangnya agama Siwa (baca Hindhu) dan agama Budha sebagai agama resmi

kerajaan. Selain itu kerajaan juga tidak membatasi keberadaan “faham kejawen”

yang telah terlebih dahulu ada dan berkembang sebelumnya. Ini sebagaimana

diungkapkan oleh Kuswanto dalm Subandiroso (1988: 124) bahwa “masyarakat

Jawa kebanyakan mengatur kepercayaan sinkritisisme antara unsur agama

Hindhu, Budha dan Animisme.”

Kerajaan Majapahit yang memiliki dan menganut :

1. Agama Hindhu

2. Agama Budha

3. Faham Kejawen (Animisme dan Dinamisme)

Dapat menciptakan kerukunan hidup pada masyarakat yang digambarkan dengan

semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu.

Hal ini dimaksudkan bahwa pada saat itu di kerajaan Majapahit tumbuh dan

berkembang berbagai macam agama, namun masing-masing pemeluknya dapat

hidup berdampingan dengan rukun dan damai.

Edi Sedyawati (1992: 7) menegaskan bahhwa perumusan kemanunggalan

ideal religi tersebut pada waktu itu baik dalam perwujudannya, merupakan

Page 11: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

11

pernyataan daya kreatif untuk mengatasi masalah keanekaragaman agama, yang

perlu dikelola dalam konteks bina negara. Hal ini yang menjadikan kerajaan

Majapahit mampu berkembang dengan pesat, karena masing-masing kelompok

agama saling mendukung untuk membangun dan membesarkan kerajaannya

dengan tanpa menjadikan isu agama dalam konteks pemerintahan, melainkan

sebatas ideologi ke-Tuhan-an yang harus diyakini dan dijalankan secara pribadi.

Zoemulder dalam Magnis Suseno 1993: 27 menggambarkan tentang

situasi keagamaan di Jawa yang berkembang terus, sedang perbedaan Budhisme

dan Siwaisme praktis hilang. Agama resmi merupakan suatu bentuk sinkretisme

tantrik agama Siwa – Budha. Pada saat yang bersamaan ide-ide Jawa Asli

semakin kuat muncul kembali, tetapi bukan untuk melawan.

Pengelolaan kehidupan beragama oleh negara dilakukan dengan

memberikan fasilitas-fasilitas yang memadai, baik berupa tatanan hidup maupun

sarana peribadatan guna menunjang aktifitas kegiatan beragama pada umumnya.

Sarana peribadatan sebagi tempat suci yang dibangun dan dianugerahkan

oleh kerajaan terhadap para pemuka agama adalah:

1. Dharma Haji atau Dharma Dalm

2. Dharma Lpas, (Hariani Santika, 1986: 152 – 152)

Dharma Haji atau Dharma Dalm meliputi bangunan suci yang

diperuntukan khusus bagi para keluarga kerajaan. Akan tetapi pengelolaannya

dilakukan oleh seorang Stapaka dan seorang Wiku Haji, sedangkan

pengawasannya dilakukan oleh Dharma Dhaksa, baik untuk bangunan suci agam

Siwa (Hindhu) maupun agama Budha.

Page 12: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

12

Sedangkan Dharma Lpas adalah bangunan suci yang diperuntukkan para

pemuka agama golongan Resi penganut Siwa (Hindhu) dan Budha. Pengawasan

terhadap Dharma Lpas ini dilakukan oleh tiga pejabat keagamaan keraton yaitu:

Dharmadhiyaksa Ring Kasaiwan untuk bangunan suci Hindhu. Dharmadhiyaksa

Ring Kasogatan untuk pengawasan bangunan suci Budha dan pejabat Mantri

berhaji.

Selain kedua kelompok tersebut, masih terdapat sebuah kompleks

bangunan suci yang disebut Mandhala yaitu sebuah wanasrama, tempat suci

milik para Resi. Satu Mandhala dikeapali oleh seorang Siddapandhita yang

disebut Dewaguru, oleh sebab itu Mandhala juga disebut Kadewaguruan.

(Hariani Santika, 1986: 152).

A.2. Pendidikan pada Masa majapahit

Sebagai sebuah kerajaan yang besar Majapahit juga memperhatikan

kegiatan pendidikan, yang pada waktu berkembang dan disentralkan pada

lingkungan keraton dan bertempat Dharma Haji dan Dharma Lpas. Kedua

tempat ini khusus mengelola pendidikan keluarga besar kerajaan serta pemuka

agama dari golongan Resi.

Sedangkan pendidikan untuk kalangan masyarakat dan rakyat biasa

tersebar pada sistem pendidikan yang terpusat di Mandhala-mandhala yang ada

di seluruh pelosok kerajaan Majapahit. Biaya pendidikan di kalangan masyarakat

dan rakyat biasa di biayai oleh masyarakat itu sendiri. Hal ini sebagaimana

dikatakan oleh Muskens dam Magnis Suseno, 1993: 29 bahwa:

Page 13: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

13

“Pendapatan Keraton terdiri dari upeti-upeti negara-negara vasaldan dari perdagangan, juga dari pajak yang berupa hasil bumiyang dibebankan pada desa-desa secara kolektif. Ada juga desayang pajaknya digantikan dengan kewajiban untuk menjaminpenghidupan candhi-candhi dan para Pendeta yang berjabat disitu.”

Sistem pendidikan yang diterapkan pada masa tersebut lebih mengarah

pada pengambilan sari cerita yang banyak diambil dari ajaran agama Hindhu dan

Budha misalnya cerita tentang Gagang Aking (Jerami Kering) dan Bubuksyah

(Pemakan Banyak), dan kakak – adik yang melakukan upaya untuk mencari ilmu

dengan dua cara yang berbeda. Sebagai penganut agama Siwa Gagang Aking

melakukan tapa sedang Bubuksyah sebaliknya. (Magnis Suseno, 1993: 27 – 28)

Valuasi tentang sistem pendidikan tersebut dapat dilihat pada ukiran batu

Kuno yang terdapat di komplek candhi Panataran dari abad XIV yang menurut

Zoetmulder adalah merupakan Punden Suku yaitu suatu pusat kebudayaan yang

mewakili seluruh masyarakat pada waktu itu.

Dan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk tersebut muncullah tokoh

pendidikan dan pujangga benama Mpu Tantular yang pula penyusun karya

Kakawinan Arjunawijaya (Negara Kartagama) dan Sotasoma, yang keduanya

mengisahkan tentang kemanunggalan Siwa – Budha. Juga seorang pujangga lain

yang bernama Mpu Prancapa.

B. Faktor Pendukung diterimanya Islam

Islam sebagai suatu agama yang telah diyakini dan mengakar kuat pada

setiap pemeluknya, memberikan suatu perintah kepada umatnya untuk selalu

Page 14: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

14

disebar-luaskan. Sehingga dalam perkembangannnya Islam selalu melahirkan

orang-orang besar yang berjuang menyebarkan konsep-konsep kehidupan Islami

sehingga islam dikenal dan dianut sebagi tuntunan hidup oleh bangsa-bangsa di

dunia tak terlepas di Jazirah Arab saja.

Perjalanan panjang para penyiar agama Islam dengan dilandasi firman

Allah di antaranya dala QS. Al-hujarat: 15, yang berbunyi:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasulnya, kemudian merekatidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa merakapada jalan Allah, itulah orang-orang yang benar.”

Hal itu pulalah yang mengantarkan Islam sampai Indonesia. Sedangkan

masuknya Islam di Indonesia pada mulanya di bawa oleh para pedagang yang

telah mengenal Indonesia yang pada waktu lebih dikenal Nusantara.

Zuharini, 2000:130 mengemukakan dua alasan pokok yang menyebabkan

Indonesia dikenal oleh bangsa-bangsa lain. Khususnya oleh bangsa-bangsa di

Timur Tengah dan Timur Jauh sejak zaman dahulu kala. Dua alasan tersebut

adalah:

1. Faktor letak geografisnya yang strategis Indonesia berada di

persimpangan jalan raya Internasional dari jurusan Timur Tengah menuju

Tiongkok melalui lautan serta jalan menuju benua Amerika dan Australia.

Page 15: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

15

2. Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan kebutuhan

hidup yang sangat dibutuhkan bangsa-bangsa lain. Misalnya rempah-

rempah.

Menyimak dua faktor tersebut, dapatlah dikemukakan catatan perjalanan

Marcopolo seorang warga negara Italia yang pernah singgah di Perlak pada tahun

1292 M, menyatakan bahwa pada waktu itu Perlak adalah merupakan kawasan

perdagangan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang Islam yang berasal dari

Timur Tengah, Persia dan India. Dan pada waktu itu di Perlak telah didirikan

sebuah majlis taklim yang didirikan oleh rajanya yang bernama Sultan Mahdum

Alauddin Muhammad Amin. (Mustafa dan Abdullah 1998: 34)

Dari catatan Marcopolo tersebut, Pertama, sesungguhnya dapat diketahui

bahwasanya para penyiar agama Islam tidak hanya berasal dari Arab saja,

melainkan juga berasal dari Persia dan dari India yang lebih dikenal dengan

sebutan para pedagang Gujarat.

Kedua, Jika pada tahun 1292 M, Marcopolo telah mencatat

perkembangan Islam di Indonesia, maka Taufiq Abdullah (Ed), 1991: 34

berpendapat bahwa wilayah barat nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno

merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi

yang dijual di sana menarik bagi pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting

antara Cina dan India. Sementara itu pala dan cengkih yang berasal dari Maluku

dipasarkan di Jawa dan di Sumatra untuk kemudian dijual pada pedagang asing.

Ini terjadi semenjak abad 7 M.

Page 16: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

16

Meskipun pada mulanya Islam di bawa oleh para pedagang namun dalam

kenyataannya agam Islam dapat merebut simpati masyarakat Nusantara pada

waktu itu, baik di Jawa maupun di Luar Jawa.

Faktor-faktor yang mendukung Islam diterima adalah sebagai berikut:

B.1. Faktor Politik

Sebagaimana diketahui bahwa masuknya Islam di Indonesia

tidaklah dalam kurun waktu yang bersamaan, maka dapat dipastikan

bahwasanya kondisi sosial politik juga berbeda.

Di Malaka Islam berkembang karena adanya dukungan kuat dari

Kerajaan Sriwijaya, yang pada waktu itu sedang meluaskan kekuasaannya di

daerah Semenanjung Malaka. Alasan perluasan kekuasaan ini didasarkan

pada asumsi bahwa penguasaan terhadap selat Malaka merupakan kunci bagi

keberhasilan ekonomi dan perdagangan. Sebab sebagaimana diketahui Selat

Malaka adalah merupakan pintu gerbang jalur pelayaran Internasional.

Pertama kali ketika para pedagang Islam datang, sebenarnya

belum menampakkan dampak-dampak sosial maupun politik, karena pada

awalnya mereka datang hanyalag sebatas melakukan perjalanan dagang

belaka. Akan tetapi situsi berubah menjadi lain ketika pada abad ke-9

Masehi, dimana mereka terlibat dalam upaya pemberontakan petani-petani

Page 17: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

17

Cina terhadap kekuasaan T’sang pada masa kekuasaan Kaisar Hi-Tsung (878

– 889 M). kekalahan yang dialami menyebabkan banyak sekali orang Islam

yang dibunuh dan dikejar-kejar. Sebagian menyelamatkan diri dan

bersembunyi di Kedah yang merupakan daerah kekuasaan Sriwijaya, juga

ada pula yang melarikan diri ke Palembang (Uka Tjandrasasmita, 1984: 2).

Karena kebijakan Raja Sriwijaya yang melindungi orang-orang

Islam disini, maka kebijakan tersebut disambut dengan baik, terlebih setelah

mereka diberikan ijin untuk mendirikan perkampungan sendiri. Merekapun

mendirikan perkampungan Islam. Pada saat inilah mulai diperkenalkan.

Disisi lain ketika pada abad ke-12 saat kondisi politik dan

ekonomi Sriwijaya mulai melemah dikarenakan munculnya upaya-upaya

kerajaan Singasari (Jawa) yang sedang melakukan ekspedisi Pamalayu pada

tahun 1275 M dan mampu mengalahkan kerajaan Melayu di Sumatra, yang

menyebabkan banyak negara bawahan Sriwijaya yang berusaha melepaskan

diri dari kekuasaan Sriwijaya, maka para pedagang Islam mengambil

keuntungan-keuntungan perdagangan juga keuntungan politik. Hal ini

dilakukan dengan sikap daerah-daerah yng dinyatakan sebagai negara yang

bercorak Islam. Conroh yang dapat dikemukakan (Uka Tjandasasmita, 1984:

3) adalah kerajaan Samudra Pasai di pesisir timur laut Aceh.

Sedangkan perkembangan di Jawa juga dipengaruhi oleh situasi

sosial politik yang ada pada masa tersebut. Hal ini di mulai dengan

meningggalnya Patih Gajah Mada pada tahun 1364 M kemudian disusul

dengan meninggalnya Raja Hayam Wuruk pada tahun 1389 M, kerajaan

Page 18: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

18

Majapahit mengalami keguncangan. Terlebih setelah berlangsungnya

perebutan kekuasaan yang terjadi antara Wikramawardhana dan Bhre

Wirabumi selama kurang lebih sepuluh tahun.

Kekacauan politik juga terjadi setelah meninggalnya Bhre

Wirabumi yang menyebabkan munculnya kembali perebutan kekuasaan di

kalangan Istana. Pada saat yang bersamaan terjadi pula penyerangan

terhadap Majapahit yang dilakukan oleh Girindrawardhana dari Kediri pada

tahun 1512 – 1515 M.

Situasi politik yang tidak stabil pada kedua pemerintahan tersebut

mendorong pergerakan penyebaran Islam semakin kuat, terlebih di daerah-

daerah pantai. Bahkan ulama-ulama besarpun tak ketinggalan ikut ambil

bagian dalam hal ini. Hamka, - : 141 mengemukakan kedatangan para ulama

dari Gujarat ke Aceh mereka antara lain:

Maulana asy Syekh Nuruddin Muhammad Jailany bin Hasanji bin

Muhammad ar-Raniry al Quraisyi. Beliau adalah paman dari Syekh

Nuruddin ar-Raniry.

Syekh Ibrahim sy Syami.

Syekh Abul Khair ibn al-Hajar (orang yang ahli dalam ilmu fiqh serta

pengarang Saif al-Qothi’ (pedang yang tajam).

Syekh Muhammad al Yamani (mengajar ushul fiqh)

Syekh Aminuddin Abdurrauf Ali al Fansuri.

Page 19: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

19

Selai itu kondisi sosial politik yang tidak menentu tersebut juga

mendorong berdiri dan berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam. Kerajaan-

kerajaan Islam tersebut antara lain adalah:

1. Kerajaan Islam di Maluku

Raja Maluku yang pertama kali masuk Islam adalah Sultan Ternate yang

bernama Marhum pada tahun 1465 – 1486 M. sedangkan Sultan Maluku

yang terkenal dalam bidang pendidikan Islam adalah Sultan Zainul

Abidin tahun 1486 – 1500 M (Zuhairini, 2000: 142)

2. Kerajaan Islam di Kalimantan

Islam masuk di Kalimantan dibawa oleh Sunan Bonang dan Sunan Giri

pada abad ke 15 M, juga Sayid Ngabdul Rahman atau Khatib Baiyan

(Kediri) (Zuhairini, 2000: 143).

Pendidikan Islam di Kalimantan sebagaimanan dikemukakan oleh

Mustafa dan Abdullah (1998: 42) adalah dilakukan oleh Syekh Arsyad

Al-Banjari yang memiliki banyak tulisan, di antaranya:

Sabilul Muhtadin, yang hampir dipelajari di seluruh Indonesia

Syarah Fathul Jawad

Tuhfatur Raghibah, yang terkenal di Sumatra dan Aceh

Ushuluddin

Tasawuf (Kanzaul Ma’rifah)

An-Nikah

Al-Faraid

3. Kerajaan Islam di Sumatra

Page 20: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

20

Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam adalah kerajaan kembar

Gowa dan Tallo tahun 1605 M. rajanya bernama Mallingkang Daeng

Manyori yang kemudian berganti nama Sultan Abdullah Awwalul

Islam. (Zuhairini, 2000: 145).

4. Kerajaan Samudra Pasai

Rajanya adalah keturunan Meurah Silu (al-Malikul as-Saleh yang

memerintah pada tahun 650 – 688 H/1261 – 1289 M. kerajaan Pasai ini

mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ahmad

Bahian Syah Malik az-Zahir tahun 727 – 750 H/1326 – 1345 M.

Soekmono (- : 44) memberikan penjelasan tentang hubungan samudra

Pasai dengan Persia adalah diangkatnya beberapa pejabat kerajaan yang

berasal dari negara asing termasuk dari Persia. Di antara para pejabat

tersebut adalah:

a. Sri Kaya Ghiyasuddin, sebagai Perdana Menteri.

b. Sayid Ali Al-Makaraby, sebagai syekh al-Islam.

c. Bawa Kayu Ali Hisamuddin al-Malabary sebagai Menteri Luar

Negeri.

5. Kerajaan Islam di Jawa

Kerajaan Islam di Jawa ditandai dengan didirikannya Kerajaan Demak

dengan rajanya Raden Patah yang keberadaannya mendapat dukungan

penuh para Wali Songo. Raden Patah diperkirakan memerintah kerajaan

semenjak tahun 1428 tahun Jawa atau tahun 1501 M. hal ini didasarkan

pada pintu masuk masjid Demak, yang oleh Abdul Baqir Zein, 1999:

Page 21: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

21

211 disebut dilukiskan dengan gambar petir yang mengartikan “Naga

Salira Warni”. Dan pada pintu depan masjid tertera tulisan “Hadegipun

Masjid jasanipun para wali, nalika tanggal 1 Dzulqaidah 1428’

berdirinya masjid ciptaan wali ini pada tanggal 1 Dzulqaidah 1428.”

B.2. Faktor Budaya

Faktor kedua yang mendukung masuknya pendidikan Islam di

Indonesia adalah budaya nenek moyang Indonesia sebagai bangsa yang

beragama. Bukti konkrit pernyataan ini adalah adanya faham Animisme dan

Dinamisme yang berkembang di masyarakat sejak zaman dahulu, jauh

sebelum bangsa Indonesia mengenal agama.

Berikut ini setelah kedatangan agama Hindu ke Indonesia, merekapun

menerima dengan tangan terbuka. Namun setelah ajaran Budhis yang

mengajarkan empat keadaan batin luhur, yaitu 1. Metta (cinta kasih), 2.

Karuna (kasih sayang), 3. Mudita (bergembira atas kegembiraan orang lain),

dan 4. Upekkha (keseimbangan batin atau pikiran) (Suvaddhana Therra,

1987: 11) masuk ke Indonesia, maka iapun diterima. Terlebih dalam agama

Budha juga tidak mengajarkan kasta sebagaimana ajaran Hindhu.

Penyambutan yang baik juga terjadi ketika Islam datang dan dibawa

oleh para pedagang yang sambil berdagang mereka juga melakukan da’wah

Islamiyah terutama di daerah-daerah pesisir, yang pada kenyataannya

menjadi pusat perdagangan pada masa lalu. Dan Islampun diterima di

Page 22: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

22

tempat-tempat tersebut bukan hanya di kalangan masyarakat rendah tapi juga

di terima di kalangan pejabat-pejabat kerajaan atau kalangan keraton.

B.3. Faktor Metode Pendidikan

Salah satu faktor yang pula sangan menunjang keberhasilan

pendidikan Islam di Indonesia, yang tidak boleh dilupakan adalah faktor

metode dan cara penyampaian yang arif dan bijaksana. Buktinya Islam

diterima tanpa melakukan peperangan dan bukan dengan jalan kekerasan.

Ini sebagaimana diajarkan oleh Allah pada QS. Al Kafiruun: 6 yangberbunyi :

Artinya : “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”

Untuk itu ada beberapa hal penting yang dilakukan para pendidik

sosial keagamaan (Islam) pada waktu itu, di antaranya adalah:

1. Dengan menggunakan pendekatan politik kepada para penguasa dan

pejabat kerajaan di lingkungan keraton. Ini dilakukan dengan cara

melakukan pendekatan psikologis, juga menggunakan pendekatan

melaluijalur familier (kekeluargaan) yakni mengikatkan diri dengan cara

berusaha menjadi besan, menantu atau ipar atau sistem perkawinan.

Sehingga pada akhirnya tidak sedikit para penyiar agama Islam yang

menikah dengan kalangan istana, misalnya R. Rahmat yang lebih

dikenal dengan nama Sunan Ampel menikah dengan putri dari

Tumenggung Tuban Ario Tejo, sebagai penguasa Majapahit di daerah

Page 23: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

23

utara Jawa Timur. Putrid tersebut bernama Dewi Candrawati atau lebih

dikenal dengan Nyai Ageng Manila (Abdul Qadir Djaelani, 1994: 246).

Bukti pernikahan antara kalangan Islam dengan kalangan istana dapat

dilihat pula pada adanya sepuluh situs Tralaya (Majapahit-akhir), yaitu

batu nisan yang ditemukan di Tralaya yang menurut Damais dapat

membuktikan tentang proses keberagaman di Jawa khususnya di

Majapahit.

Situs Tralaya bermaterika:

a. Bentuk nisan adalah lengkung-lengkung kala makara (kurawal)

yang bukan merupakan cirri khas nisan Islam.

b. Angka tahun nisan tersebut tidak ditulis dengan huruf Arab

melainkan ditulis dengan angka-angka Kawi, kecuali pada nisan ke

IX yang mencantumkan angka tahun saka 874 H dan tahun Hijrah

1469 M. sedangkan Sembilan nisan yang lain memuat angka tahun

saka berturut-turut; nisan VI tertera 1298 S = 1376 M, nisan V

tertera 1302 S = 1380 M, nisan IV tertera 1329 S = 1407 M, nisan

VII tertera 1340 S = 1418 M, nisan II tertera 1349 S = 1427 M,

nisan III tertera 1389 S = 1467 M, nisan VIII tertera 1389 S = 1467

M, nisan I tertera 1397 S = 1475 M, dan nisan X tertera 1533 S =

1611 M.

c. Tulisan Arab bentuknya masih belum bagus.

2. Dengan menggunakan pendekatan budaya, yaitu memadukan budaya-

budaya yang berasal dari Negara Islam dengan budaya local. Sehingga

Page 24: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

24

proses yang berlangsung adalah merupakan proses evolutif. Hal ini

seperti yang dilakukan oleh para wali Songo yang membuat simbol-

simbol pada:

a. Bangunan masjid dengan menggunakan gapura (bahasa

Arab=ghafura) yang berarti “maaf” dengan bentuk regol atau pintu

masuk tempat suci agama Hindu. Selain itu atap (kubah) masjid

tidaklah dibuat sebagaimana lazimnya kubah di Arab, melainkan

mengambil model atap tumpang=pura yang hanya disisakan menjadi

tiga lapis (tingkat/sap) dengan tujuanmemberikan pemaknaan

terhadap konsep tasawuf dengan perincian sebagai berikut:

Tingkst paling tinggi menyiratkan kemapanan iman yang berupa

Tauhidu al ‘Arifin.

Tingkat tengah menyiratkan kemapanan iman pada taraf Tauhidu

al-Mutakallifin.

Tingkat paling rendah menyiratkan kemapanan iman pada tahap

Tauhidu al-‘Awam.

b. Akulturasi sastra, yang dilakukan melalui upaya mengenalkan nilai-

nilai ke-Islaman melalui seni-budaya masyarakat yang berkembang

pada masa tersebut. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan

fasilitas-fasilitas seni tradisonal berupa alat-alat instrument music

gamelan yang pada nantinya melahirkan Gong sekaten

(Syahadatain). Ini sesuai dengan penyataan berikut:

Page 25: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

25

“Rehne kersane kareben sarwa beda karo djamanMadjapahit, mula nuju mangsa sirep wong, mangsane monowis asar bengi, gamelan kraton kuwi diusung menjangmasjid, katata ing tratag kang kasadijaakeana plataranmasjid Demak. Dadi nalika semana masdjid anjar gres,gamelane ija anjar gres, niyaganepara wong sutji, jaikuwong sing mung tansah ngluhurake asmane Allah Dzat kangmurbeng titah sakalir utawa sinebut Walijullah. Lagu lanlarase disambutake karo djiwane kaweruh nalangsa marangPengerane, … (Panitia sekaten Masjid Agung Surakarta,1970; 12)

Materi lain yang di Islamkan adalah budaya yang berkembang di

masyarakat yang berkaitan dengan syair dan lagu sehingga lahirlah

suluk yang berasal dari kata bahasa Arab ‘salaka=jalan’, tembang

jwa serta cobelak, dan lain-lain. Di antara tembang yang terkenal

adalah Tembang “Ilir-Ilir” yang di dalamnya mengandung pesan

beribadah (shalat) untuk setiap orang yang diistilahkan dengan

penggembala. Di sisi lain kisah, dongeng dan cerita yang

berkembang di masyarakat juga tak lupt dari perhatian para Wali

Songo dalam upaya mengenalkan nilai-nilai ke-Islaman. Sehingga

lahirlah wayang kulit yang menurut Zuhairini, 2000: 142 adalah

cerita yang diambil dari buku Mahabarata yang di beri nuansa

agama (Islam) oleh Sunan Kalijaga, diantaranya tokoh Pandawa

Lima yang di kaitkan dengan rukun Islam yang lima dan juga shalat

lima waktu.

Kegiatan semacam itu dilakukan dengan menyesuaikan konsep dan

strategi pendidikan masyarakat yang seharusnya memperhatikan:

Page 26: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

26

Latar belakang agama dan budaya masyarakat ataubangsa yang bersangkutan dengan perangkat nilai-nilailuhur yang sudah mengakar dan mendapat pembenarandalam kehidupan mereka, keyakinan yang kuat dan nilaiyang memberikan warna lingkungan sosio kultural ….(Thalchah Hasan, 2000: 27 – 28).

Dengan kata lain da’wah Islam dilakukan dengan proses

mempengaruhi pendapat, sikap dan tindakan orang dengan

menggunakan pendekatan psikologis, yang disebut oleh Totok

Jumantoro, 2001: 33 dengan istilah da’wah persuasif.

Metode pendekatan ini melahirkan dua bentuk kebudayaan dalam

masyarakat yaitu:

1. Kebudayaan material (material cultute) yaitu wujud kebudayaan

yang berupa benda-bena konkrit sebagai hasil karyanya.

2. Kebudayaan nonmaterial (ruhaniah) yaitu kebudayaan yang

tidak berupa benda-benda konkrit yang merupakan hasil

karyanya.

Secara umum semua unsure kebudayaan yang ada pada waktu itu

sangatlah diperhatikan dalam rangka pendidikan social keagamaan.

Unsure-unsur kebudayaan menurut C. Kluckholn dalam Ary H.

Gunawan, 2000: 18 diperinci dalam tujuh macam, yaitu:

1. Sistim religi dan upacara keagamaan

2. Sistim dan organisasi kemasyarakatan

3. Sistim pengetahuan

4. Bahasa

Page 27: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

27

5. Kesenian

6. Sistim mata pencaharian

7. Sistim teknologi dan peralatan

Proses akulturasi budaya ini merupakan salah satu factor pendorong

yang kuat bagi masyarakat pribumi untuk memeluk Islam, yang

menurut D. Hendropuspito OC, 1983: 80 disebutkan sebagai factor

situasi pendidikan (sosialisasi). Sedang al-qur’an memberikan

dorongan dalam sosialisasi budaya dalam surat Al Hujurat 13

berbunyi:

Artinya: “Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamudari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamuberbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu salingmengenal.”

Juga QS. An Nahl 125 yang berbunyi:

Artinya: “ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu denganbijaksana dan pelajaran (nasehat) bagus dan berdebatlah denganperdebatan yang baik.”

Adanya akulturasi budaya Islam-Indonesia juga dibenarkan oleh

Mujammil Qomar, 2002: 105 yang menyebutkan bahwa warna Islam

Page 28: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

28

yang berkembang di Indonesia sudah banyak mengalami modifikasi,

deviasi, adaptasi dan reinterpretasi dari keislaman yang berkembang

di masa Rasul SAW.

B.4. Faktor Prinsip Pendidikan Islam

Faktor keempat yang pula menunjang pendidikan Islam di Indonesia

adalah karena Islam sebagai agama yang kamil (sempurna) dan karena Islam

merupakan rahmat terbesar yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia,

sebagaimana firmannya:

Artinya: “Dan tiadalah Aku (Allah) mengutusmu (Muhammad)kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam

Juga firman Allah dalam QS. Al Maidah: 3 yang berbunyi:

Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamukamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridlai Islam itu menjadi agama bagimu.”

Islam memiliki prinsip-prinsip pendidikan yang berbeda dengan agama-

agama lainnya.

Prinsip-prinsip dalam pendidikan Islam terletak pada:

1. Prinsip Tauhid

Prinsip ke-tauhid-an dalam Islam dikatakan berbeda dengan agama lain

karena dalam Islam keyakinan terhadap Tuhan dibangun atas landasan

Monotheisme yakni meng-Esakan Allah dengan kenyataan Qiyamuhu

Page 29: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

29

binafsihi artinya berdiri sendiri serta Mukhalafatu li-al Hawaditsi yang

berarti berbeda dengan makhluq, sebagaimana dijelaskan dala QS, Al

Ikhlas: 1 – 4 yang berbunyi:

Artinya: “Katakanlah ‘Dialah Allah Yang Maha Esa’ Allah adalahTuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranakdan tiada pula diperanakkan dan tidak ada seorangpun yang setaradengan Dia.”

Dengean demikian sebagai konsekwensi logis dari prinsip tauhid

adalah munculnya pengakuan yang tulus bahwa Tuhanlah satu-satunya

otoritas yang serba mutlak (abd. Halim Soebahar, 2002: 73).

Di samping itu kekuasaan Allah tidaklah terbatas, dengan ke-

Esaannya Allah melakukan segala sesuatu, firmah Allah:

Artinya: “Sesuatunya keadaannya apabila Dia menghendakisesuatu hanyalah berkata kepadanya: ‘Jadilah’, makaterjadilah ia.”

Prinsip ke-tauhud-an Allah sangat didukung oleh penjelasan-penjelasan

agama yang disunberkan dari kitab Allah Al Qur’an, yang memuat

segala segi kehidupan masyarakat. Said Agil Husein Al Munawar,

2001: 103 menegaskan:

Page 30: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

30

“Al-Qur’an mengungkapkan ajaran politik, akan tetapi iabukanlah buku politik, al-qur’an adalah kitab suci. Demikianpula al-qur’an bukan ilmu pengetahuan tapi ia menuntutumanya untuk berilmu pengetahuan, menuntut manusia agarpintar-pintar namun tetap benar, yakni mempunyaiketerkaitan aspiratif antara potensi sains dengan nilai-nilaiteologis. Itulah ulul albab yang diinginkan oleh Allah SWT.”

2. Prinsip Keseimbangan

Dalam prinsip keseimbangan, Islam mengajarkan kepada manusia

untuk menghargai kehidupannya dalam dua dimensi yakni, dimensi

duniawi dan dimensi ukhrawi.

Duniawi adalah merupakan jembatan menuju kebahagiaan di

akhirat. Sehingga pandangan tentang kehidupan duniawi yang tak

terkait dengan kehidupan akhirat adalah salah. Begitu pula jika

kehidupan duniawi di korbankan mutlak untuk memenuhi dimensi

ikhrawi juga ridaklah benar.

Allah berfirman dalam QS. Al Qashash: 77

Artinya: “dan carilah apa yang telah di anugerahkan Allahkepadamu (kebahagiaan) kampung akhirat, dan janganlahkamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan dunia.”

Dengan adanya keseimbangan yang di ajarkan, maka Islam benar-

benar telah memberikan penghargaan yang sangat tinggi terhadap

manusia yang dikatakan sebagai khalifatan fi al-ardli, dimana sebagai

Page 31: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

31

khalifah tentunya ia memiliki tugas untuk kemaslahatan dunia yang

terkait dengan kepentingan sosial sekaligus mengembangkan potensi

Ilahiyah sebagai Abdi dan hamba Allah yang berkewajiban untuk

berbakti kepada-Nya.

Dengan prinsip ini pendidikan Islam memiliki tugas pokok

membentuk kepribadiaan muslim sebagai makhluk individu maupun

makhluk sosial (M. Arifin, 1993: 9).

C. PUSAT-PUSAT PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan Islam pada masa awal masuk dan pada masa perkembangannya

di tanah air, belum terorganisir sebagaimana pada saat ini. Hal itu selain karena

disebabkan oleh kondisi Islam yang baru pada tahap pengenalan, juga karena

tenaga untuk melaksanakan kegiatan pendidikan tersebut belum cukup tersedia.

Meski belum memiliki lembaga-lembaga da’wah-pendidikan, sebenarnya

pendidikan Islam pada waktu itu sudah terpusat pada beberapa tempat di

antaranya adalah:

C.1. Pesantren

Para wali khususnya di tanah Jawa pada mulanya merintis lembaga

pendidikan Islam yang kemudian dikenal dengan nama pesantren. (Imam

Bawani, 1987: 49). Pesantren telah menjadi lembaga pendidikan dan pusat

penyebaran Islam yang sebenarnya tidak jauh berbeda bentuknya dengan

perguruan Hindhu dan Budha yang telah ada sebelumnya (biara). Jika

dalam agama Hindhu di biara murid-muridnya dicetak untuk menjadi

Page 32: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

32

pendeta dan bhiksu, maka para wali menjadikan pesantren sebagai tempat

untuk mendidik santrinya menjadi seorang muslim yang alim.

Keberadaan pesantren di Jawa didukung pernyataan Zuhairini, 2000:

139 yang menyebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim berhasil mencetak

kader muballigh selama 20 tahun dengan menggunakan pendidikan sistim

pesantren. Begitu pula dengan Sunan Ampel yang mewarisi pesantren

Ampel Denta.

Begitu pula Sunan Giri yang mendapat tugas menda’wahkan Islam

dari Sunan Ampel pada akhirnya menitik beratkan kegiatannya dalam

bidang pendidikan. Santri-santrinya kebanyakan berasal dari Indonesia

bagian timur dan Kalimantan (Mustafa dan Abdullah Aly, 1998: 41).

C.2. Bandar-bandar dan Kota Pesisir

Pusat pendidikan Islam yang kedua adalah Bandar-bandar laut dan

kota-kota pesisir yang menjadi tempat pertemuan awal para pedagang

Islam dengan penduduk pribumi. Pesisir menjadi pusat pendidikan Islam

didasarkan pada kenyataan geologisnya yang menurut Menfred Ziemek,

1986: 38 dikatakan menjadi tempat transit pertemuan budaya dan

perniagaan yang intensif.

Keberadaan pantai lebih ramai lagi ketika jatuhnya Malaka pada tahun

1511 M (Alwi bin Thahir al-Hadda, terj. Ali Yahya, 2001: 155) sehingga

terjadi gelombang pengungsi Muslim ke Sumatra dan Jawa. Dan

merekapun mendirikan desa-desa di pantai tersebut serta bergabung dengan

kaum muslim setempat untuk menyampaikan da’wah Islam.

Page 33: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

33

C.3. Masjid

Sebagaimana pada masa Rasul SAW di Mekkah yang menjadikan

masjid sebagai pusat kegiatan da’wah Islamiyah, maka di Indonesia pun

juga demikian. Para wali dalam mengembangkan da’wahnya dengan

mendirikan masjid-masjid sebagai pusat kegiatan Islam.

Dan sebagaimana dijelaskan di atas bahwasanya proses kedatangan

Islam melalui proses akulturasi budaya, maka masjid-masjidpun juga

demikian.

Contoh yang dapat dikemukakan adalah masjid Al Aqsha (Menara

Kudus) yang didirikan oleh Ja’farShadiq (Sunan Kudus). Modelnya adalah

merupakan campuran arsitektur Timur Tengah (sesuai dengan bentuk

masjid al-Aqsha Palestina), dipadukan dengan arsitektur India yang

tergambar dalam bentuk mimbar kubah yang sangat besar serta dipadukan

dengan arsitektur Jawa yang terlihat pada dua buah gapura yang disebut

Kari Agung.

Arsitektur jawa pada masjid ini juga nampak pada kaki menara dengan

bentuk bujur sangkar mirip bangunan candi, dengan menggunakan tiga

bagian bangunan, yaitu; kaki menara, badan menara dan puncak menara.

(Abdul Baqir Zein, 199: 277)

D. Da’wah dan Pendidikan Islam

Sebagaimana belum adanya arti pendidikan pada zaman Nabi SAW seperti

yang lazim dipahami saat ini, maka arti pendidikan sosial keagamaan tersebut

Page 34: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

34

juga belum ada pada masa masuknya Islam di Indonesia. Akan tetapi kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh para da’i dalam menyampaikan seruan agama

dengan berda’wah, menyampaikan ajaran, memberikan contoh, memberikan

motivasi kehidupan serta menciptakan lingkungan sosial yang mendukung

pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim, telah dilakukan.

Jika kita merujuk pada pendapat Husein, 1997: 102, yang menterjemahkan

kata “da’wah” dengan arti panggilan, maka da’wah yang di lakukan oleh para

pembawa Islam ke Indonesia juga dapat di artikan dengan pendidikan. Sebab di

dalamnya terdapat berbagai kegiatan sebagaimana dikemukakan pada penjelasan

di atas.

Kegiatan da’wah dalam artian pendidikan merupakan suatu kewajiban yang

harus dipenuhi sebagaimana sabda Rasul yang dikutip dalam Rahman, (1996:

112):

Artinya: “Sampaikanlah (segala sesuatu) dariku meskipun hanya satu

ayat,” (HR. Ahmad, Buchori, dan Turmudzi).

Di sisi lain pendidikan yang berupaya membentuk karakter-karakter

kejiwaan secara khusus, dalam hal ini membahas tentang penyiapan mental

dalam kaitan amar ma’ruf (perintah berbuat baik) dan nahi munkar (mencegah

perbuatan tercela) sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran: 110 yang

berbunyi:

Page 35: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

35

Artinya: “Kamu (ummat Islam) adalah sebaik-baik ummat yangdiketengahkan kepada manusia yang memerintahkan kebaikan danmencegah kemungkaran.”

Telah dilakukan oleh para penyiar agama Islam baik di Jawa maupun di luar

Jawa. Hal ini disesuaikan rumusan pendidikan Islam dengan ciri-cirinya yang

mengarah pada perubahan tingkah laku (Zakiah Darajat, 2000:28). Sedangkan

pendekatan yang dilakukan mengacu pada hadits Rasul yang berbunyi:

Artinya: “Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran makarubahlah dengan kekuasaan, apabila tidak mampu maka rubahlahdengan lisan, dan apabila tidak mampu maka rubahlah dengan hati,sesungguhnya ini merupakan lemah-lemahnya iman.”

Dari klasifikasi dan stratifikasi da’wah (pendidikan tersebut sesuai dengan

kenyataan yang ada di Indonesia, mereka telah melakukannya dengan Hikmat

(bijaksana) dengan rincian:

a. Perubahan yang melibatkan unsure organisasi (dengan kekuasaan) yang

dilakukan dengan mendirikan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.

b. Perubahan dengan da’watul lisan dilakukan dengan mendirikan pesantren-

pesantren yang bercirikan:

1. Pemberian pengajaran dengan struktur dan literature tradisional …

dengan pengajaran bersistim halaqah (lingkaran)

Page 36: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

36

2. Pemeliharaan tata nilai tertentu, yang untuk memudahkan dapat dinamai

sub kultur pesantren. Tata nilai ditentukan pada fungsi mengutamakan

beribadat. (Abdurrahman Wahid, 1974: 73)

3. Pendidikan terbuka yang dilakukan sepanjang para da’i melakukan

sebuah perjalanan, maupun pada saat tertentu dengan menggunakan

keterampilan seni maupun keterampilan menyusun cerita. Cerita-cerita

tersebut misalnya berupa Hikayat yaitu cerita yang sengaja dibawa dari

tanah Persi seperti: hikayat Amir Hamzah, hikayat Hang Tuah, dan

hikayat 1001 malam. Juga menggunakan Babad yaitu cerita yang

menonjolkan unsure fiktif dari sebuah uraian sejarah contohnya Babad

Tanah Jawi.

c. Perubahan social juga dilakukan dengan ikhtiyar do’a misalnya pada saat-

saat pelaksanaan kegiatan ruhaniah shalat dan sejenisnya.

Page 37: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

37

Kesimpulan

1. Pendidikan Islam di Indonesia pertama kali dikenalkan oleh para da’i

melalui beberapa media, diantaranya media perdagangan, media politik,

serta seni yang ada di kalangan masyarakat.

2. Kondisi sosial masyarakat Pra Islam pada umumnya dipengaruhi oleh

pemerintahan pusat Majapahit, sehingga ketika Majapahit mengalami

kemunduran yang disebabkan perang saudara yang berkepanjangan.

3. Keberhasilan Para Penyiar Islam dalam melakukan proses pendidikan sosial

keagamaan tidak terlepas dari penggunaan metode dan media yang tepat.

Selain itu juga didukung oleh adanya faktor politis serta faktor geografis

yang sangat menunjang.

Daftar Pustaka

Abdullah, Taufik (Ed), 1991, Sejarah Ummat Islam Indonesia, Jakarta, MUI

A.Black, ames dan J. Champion, Dean, Terj. Koswara, E dkk, 2001, Metode danMasalah Penelitian Sosial, Bandung, Reflika Aditama.

Agil Husen Al-Munawwar, Said, 2001, Dimensi-dimensi Kehidupan dalamPerpektif Islam, Malang, Pascasarjana UNISMA

Page 38: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

38

Ahmadi, Abu, 1991, Sosiologi Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta

Ahnan, Maftukh, Tanpa Tahun, Wali Songo (Hidup dan Perjuangannya),Surabaya, Anugrah

Al-Abrasyi, Athiyah, 1970, Dasar-dasar Pendidikan Islam, Jakarta, BulanBintang

Al-Habsi, Husen, 1977, Kamus Al-Kautsar, Surabaya, PP. Assegaf dan PP. AL-Alawi

Ali Al-Hijazy, Hasan Bin, Terj. Muzaidi Hasbullah, 2001, Manhaj Tarbiyah IbnuQayyim, Jakarta, Pustaka al-kautsar

Al-Naquib al-Attas, Muhammad, Terj. Haidar Baqir, 1992, Konsep PendidikanIslam (Suatu Rangka Pikir Pembinaan Filsafat Pendidikan Islam, Bandung,Mizan

Al-Toumy al-Syaibani, Omar Muhammad, Terj. Hasan Langgulung, 1979,Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang

Arifin, M, 1993, Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan Teoritis dan PraktisBerdasarkan Pendekatan Indisipliner), Jakarta, Bumi Aksara

As-Siba’i, Mustafa, Terj. RB. Irawan dan Fauzi Rahman, 1992, Peradaban Islam(Dulu, Kini dan Esok), Jakarta, Rajawali

Badriyatim, 2000, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, Rajawali

Baqir Zen, Abdul, 1999, Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia, Jakarta, GemaInsani Press

Bustomi, Suwaji, 1991, Seni dan Budaya Jawa, Semarang, IKIP Semarang Press

Bawani, Imam, 1987, Segi-segi Pendidikan Islam, Surabaya, Al-Ikhlas

Damais, LC, 1995, Epigrafi dan Sejarah Nusantara, Jakarta, E.F.E.O PusatArkeologi nasional

Page 39: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

39

Darajat Zakiah, 2000, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara

Degraff, HJ dan Pigeaud, T.H.G., 1989, Kerajaan-kerajaan Islam Pertama diJawa, Jakarta, Grafiti

Diperda Jatim, 1993, Bunga Rampai Sejarah 700 Tahun Majapahit,__________,_____________

Djaelani, Abdul Qadir, 1994, Sekitar Pemikiran Politik Islam, Jakarta, MediaDa’wah

Djoened, Marwati dan Notosusanto, Nugroho, 1992, Sejarah Nasional IndonesiaJilid II, Jakarta, Bulan Bintang

Esposito, John L, Terj. A. Rahman Zainuddin, 1980, Identitas Islam padaPerubahan Sosial-Politik, Jakarta, Bulan Bintang

Fadhol, Abi, Tanpa Tahun, Ahallu al-Musamarah (Fi Hikayati al-Auliyai al-‘Asyrah), Tuban, ____________

Feillard, Andree, Terj. Lesmana, 1999, NU vis-à-vis Negara (pencarian Isi,Bentuk dan Makna), Yogyakarta, LkiS

Gazalba, Sidi, 1978, Asas-asas Kebudayaan Islam, Jakarta, Bulan Bintang

Gottschalk, Louis. Terj. Nugroho Notosusanto, 1969, Mengerti Sejarah, Jakarta,Universitas Indonesia Press

Groeneveltdt, 1960, Historical Writes on Indonesia and Malaya (Compiled fromChinese sources), Jakarta, Batara

Gunawan, Ary H, 2000, Sosiologi Pendidikan (Suatu Analisis Sosiologi tentangPelbagai Problem Pendidikan), Jakarta, Rineka Cipta.

Halim Soebahar, Abdul, 2002, Wawasan baru Pendidikan Islam, Jakarta, kalamMulia

Hamka, Tanpa Tahun, Sejarah Ummat Islam IV, Jakarta, Bulan Bintang

Page 40: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

40

Harahap, Syahrin, 1994, Al-Quran dan Sekularisasi (Kajian Kritis TerhadapPemikiran Taha Husein), Yogyakarta, Tiara Wacana

Hasyim, Umar, 1979, Sunan Giri, Kudus, Menara Kudus

Hendro Puspito, D. OC. 1983, Sosiologi Agama, Yogyakarta, Kanisius

Ibnu Abi Bakri As-Suyuthi, Abdurrahman, 1966, Al-Jami’u Al-Shaghiru, DarulQalam,_____________

Issatriadi dan Suwandi, 1972, Peninggalan Islam di Pantai Utara Jawa, KantorPembinaan Permuseuman Perwakilan P dan K Jawa Timur,_____________

Juwantoro, Totok, 2001, Psikologi da’wah (Dengan Aspek-aspek Kejiwaan yangQur’ani),____________, Amzah

Karsilan, 1993, Legenda Ibrahim Asmara Qondhi, Kandep Dikbud Kec. PalangTuban

Lembaga Reseaarch Islam Malang, 1975, Sejarah dan Da’wah Islamiyah SunanGiri, Panitia Penelitian dan Pemugaran Sunan Giri Gresik,___________

Ma’arif , Syafi’i A, dkk, 1991, Ed. Muslih Usa, Pendidikan Islam di Indonesia(Antara Cita dan Fakta), Yogyakarta, Tiara Wacana

Milal Bizawie, Zainul, Ed. Agus Hadi Nahrowi, 2002, Perlawanan KulturalAgama Rakyat (Pemikiran dan Paham Keagamaan Syeh Ahmad al-Muttamakindalam Pergumulan Islam dan Tradisi (1645 – 1740), Jakarta, Samha danYayasan Keris

Moleong, Lexy J, 1991, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung, RemajaRosda KaryaMustafa dan Aly, Abdullah, 1998, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,Bandung, Pustaka Setia

Panitia Sekaten Masjid Agung Surakarta, 1970, Sejarah Sekaten,Surakarta,___________

Page 41: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

41

Purwodarminto, W.J.S., 1985, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, BalaiPustaka

Qomar, Mujammil, 2002, NU Liberal (dari Tradisionalisme Ahlussunnah keUniversalisme Islam), Bandung, Mizan

Rasyidi, Lawrens, Tanpa Tahun, Kisah dan Ajaran Wali Songo (Para PenyebarAgama Islam di Jawa), Surabaya, Terbit Terang

Ridwan, M., 1985, Kisah Wali Songo, Surabaya, Bintang Usaha Jaya

Saksono, Widji, 1995, Mengislamkan Tanah Jawa, Bandung, Mizan

Salam, Solihin, 1960, Sekitar Wali Songo, Kudus, Menara Kudus

Santika, Hariani, Tanpa Tahun, Mandala Kadewaguruan pada Masa Majapahit(PIA IV buku II B), __________,_______________

Sedyowati, Edi, 1992, Arkeologi dan Jati Diri Bangsa, Pusat PenelitianKemasyarakatan dan Budaya, Jakarta, Lembaga Penelitian UI

Soekmono, R, 1973, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III, Jakarta,Kanisius

Subandiroso, 1988, Sosiologi dan Antropologi II, Jakarta, Intan Pariwara

Sujamto, 1992, Pandangan Hidup Jawa, Semarang, Dahara Prize

Suseno, Franz Magnis, 1993, Etika Jawa (Sebuah Analisa Filsafat tentangKebijakan Hidup Jawa), Jakarta, Gramedia

Thahir al-Haddad, Alwi Bin, Terj. Ali Yahya, 2001, Sejarah Masuknya IslamTimur Jauh, Jakarta, Lentera Basitama

Thalchah Hasan, Muhammad, 2000, Diskursus Islam dan Pendidikan, Jakarta,PT. Bina Wiraswasta Insan Indonesia dan Lembaga Indonesia Adidaya

Thera, Suvaddhana, 1987, Apa yang Diajarkan oleh Sang Budha dan Sila,Jakarta, Yayasan Dhammadipa Arama

Page 42: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

42

Tjandrasasmita, Uka, 1984, Sejarah nasional Indonesia III, Jakarta, BalaiPustaka

Wahid, Abdurrahman, 1974, Bunga Rampai Pesantren, Jakarta LP3Es

Wahid Wafi, Ali Abdul, Terj. Abu Ahmadi al-Wakidy, 1991, Prinsip Hak AsasiAgama Islam di Jawa), Surabaya, Karya Ilmu

Wojowasito, S dan Titowasito, W, 1982, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia,Indonesia-Inggris, Bandung, Hasta

Ziemek, Manfred, 1986, Pesantren dalam Perubahan Sosial, Jakarta, P3M

Zoetmulder, 1990, Manunggaling Kawula Gusti, Jakarta, Gramedia

Zuhairini dkk, 2000, Sejarah Pendidikan Islam,__________, Rosda Karya

Zuhri, Saifuddin, 1979, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya diIndonesia, Bandung, Al-Ma’arif

Zulkifli, 1999, Eksplorasi Sejarah India, Asia Tenggara dan Cina, Jakarta,Lontar Utama

Page 43: ISLAMISASI INDONESIA - stitmatuban.ac.idstitmatuban.ac.id/wp-content/uploads/2015/10/T3.1.-Islamisasi...kerajaan Hindu di Nusantara. Dan “Dari sumber-sumber Cina kita mengetahui

43