islamisasi ilmu

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu kenyataan yang tampak jelas dalam dinia modern yang telah maju ini, ialah adanya kontradiksi- kontradiksi yang mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Apa yang dahulu belum dikenal manusia, kini sudah tidak asing lagi baginya. Bahaya kelaparan dan penyakit menular yang dahulu sangat ditakuti, sekarang telah dapat dihindari. Kesulitan-kesulitan dan bahaya-bahaya alamiah yang dahulu menyulitkan dan mengahambat perhubungan, sekarang tidak menjadi soal lagi. Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan hidup, memberikan kesenangan dalam hidup, sehingga kabutuhan-kebutuhan jasmani tidak sukar lagi untuk dipenuhi. Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan itu membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Akan tetapi, suatu kenyataan yang menyedihkan adalah bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, hidup semakin sulit dan kesukaran- kesukaran material berganti dengan kesukaran mental. 1

description

ggr

Transcript of islamisasi ilmu

BAB I

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSuatu kenyataan yang tampak jelas dalam dinia modern yang telah maju ini, ialah adanya kontradiksi-kontradiksi yang mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Apa yang dahulu belum dikenal manusia, kini sudah tidak asing lagi baginya. Bahaya kelaparan dan penyakit menular yang dahulu sangat ditakuti, sekarang telah dapat dihindari. Kesulitan-kesulitan dan bahaya-bahaya alamiah yang dahulu menyulitkan dan mengahambat perhubungan, sekarang tidak menjadi soal lagi. Kemajuan industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan hidup, memberikan kesenangan dalam hidup, sehingga kabutuhan-kebutuhan jasmani tidak sukar lagi untuk dipenuhi.

Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan itu membawa kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Akan tetapi, suatu kenyataan yang menyedihkan adalah bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh, hidup semakin sulit dan kesukaran-kesukaran material berganti dengan kesukaran mental. Beban jiwa semakin berat , kegelisahan dan ketegangan serta tekanan perasaan lebih sering terasa dan lebih menekan sehingga mengurangi kebahagiaan.

Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan Sains dan Teknologi dan teknologi canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupanya, namun pada sisi lain Sains dan Teknologi dan tekhnologi canggih tersebut tidak mampu menumbukan moralitas (akhlak) yang mulia. Dunia modern saat ini , termasuk di Indonesia ditandai dengan dengan gejala kemerosotan akhlak yang benar-benar berada pada taraf yang mengkhawatirkan. Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong-menolong, dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling meruugikan. Di sana sini banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, mengambil hak orang lain sesuka hati dan perbuatan-perbuatan biadab lainya.

Sejalan dengan permasalahan di atas, tuliasan ini akan mencoba mencarikan solusi untuk mengatasi tragedi masyarakat modern yang dimaksud dengan memfokoskan kajian pada upaya mengitegrasikan ilmu mengetahuan dengan agama, melalui konsep yang dikenal dengan istilah Islamisasi Sains dan Teknologi

B. Rumusan masalah1. Apa yang dimaksud dengan Islamisasi Sains dan Teknologi?

2. Apa yang melatar belakangi munculnya Islamisasi Sains dan Teknologi?

3. Bagaimana perkembangan Islamisasi Sains dan Teknologi?4. Apa saja strategi yang dapat dilakukan dalam proses Islamisasi Sains dan Teknologi?5. Bagaimana tawaran islam terhadap krisis multidemensionalC. Tujuan penulisan1. Untuk mengetahui pengertian dan maksud Islamisasi Sains dan Teknologi.2. Untuk mngetahui apa saja yang melatar belakangi Islamisasi Sains dan Teknologi.3. Untuk mengetahui geliat perkembangan Islamisasi Sains dan Teknologi.4. Untuk mengetahui strategi apa saja yang digunakan dalam proses Islamisasi Sains dan Teknologi.BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian Islamisasi Sains dan TeknologiIslamisasi Sains dan Teknologi pada dasarnya, adalah suatu respons terhadap krisis masyarakat modern yang disebabkan karena pendidikan Barat yang bertumpu pada suatu pandangan dunia yang bersifat materialistis dan relavistis; manganggap bahwa pendidikan bukan untuk mambiat manusia bijak, yakni mengenali dan mengakui posisi masing-masing dalam tertib realitas, tapi mamandang realitas sebagai sesuatu yang bermakna secara material bagi manusia. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan tertib realitas bersifat eksploitatif bukan harmonis. Ini adalah salah satu penyebab penting munculnya krisis masyarakat moder

Versi pertama beranggapan bahwa Islamisasi Sains dan Teknologi merupakan sekedar memberikan ayat-ayat yang sesuai dengan Sains dan Teknologi umum yang ada (ayatisasi). Kedua, mengatakan bahwa Islamisasi dilakukan dengan cara mengislamkan orangnya. Ketiga, Islamisasi yang berdasarkan filsafat Islam yang juga diterapkan di UIN Malang dengan mempelajari dasar metodologinya. Dan keempat, memahami Islamisasi sebagai sebuah Sains dan Teknologi yang beretika atau berada

Tokoh-tokoh Islamisasi ilmu memberikan pengertian sendiri tentang istilah ini, sesuai latar belakang keahlian masing-masing. Menurut Sayed Husein Nasr dalam M. Amin Abdullah (2004:239) Islamisasi ilmu-- termasuk juga Islamisasi budayaadalah upaya menterjemahkan pengetahuan modern kedalam bahasa yang biasa dipahami masyarakat muslim dimana mereka tinggal. Artinya , Islamisasi ilmu lebih merupakan usaha untuk memepertemukan cara pikir dan bertindak (epistemologis dan aksiologis) masyarakat Barat dengan muslim.

Sejalan dengan itu, Hanna Djumhana Bastaman, seorang pakar psikologi dari Universitas Indonesia, Jakarta, menyatakan bahwa Islamisasi ilmu adalah upaya menghubungkan kembali Sains dan Teknologi dengan agama, yang berarti menghubungkan kembali sunnatullah (hukum alam) dengan al-Qur`an, yang keduanya sama-sama ayat Tuhan. Pengertian ini didasarkan atas pernyataan bahwa ayat-ayat (sign) Tuhan terdiri atas ada dua hal; (1) ayat-ayat yang bersifat lingustik, verbal dan menggunakan bahasa insani, yakni ayat al-Qur`an, (2) ayat-ayat yang bersifat non-verbal berupa gejala alam.

Sementara itu, menurut Naquib al-Attas, Islamisasi ilmu adalah upaya membebaskan Sains dan Teknologi dari makna, ideologi dan prinsip-prinsip sekuler, sehingga terbentuk Sains dan Teknologi yang sesuai fitrah Islam. Dalam pandangan Naquib, berbeda dengan Nasr, Islamisasi ilmu berkenaan dengan perubahan ontologis dan epistemologis, terkait dengan perubahan cara pendang-dunia yang marupakan dasar lahirnya ilmu dan metodologi yang digunakan, agar sesuai dengan konsep Islam. Sedang menurut al-Faruqi, Islamisasi ilmu adalah mengislamkan buku-buku pegangan (buku dasar) di perguruan tinggi dengan menuangkan kembali disiplin-displin ilmu modern dalam wawasan Islam, setelah dilakukan kajian kritis terhadap kedua sistem pengetahuan, Islam dan Barat. Pengertian ini lebih jelas dan `operasional` dibanding pengertian sebelumnya, disamping Faruqi memang memberikan langkah-langkah operasional bagi terlaksananya program Islamisasi ilmu.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas. Islamisasi ilmu berarti upaya membangun paradigma keilmuan yang berlandaskan nilai-nilai Islam, baik pada aspek ontologis, epistemologis atau aksiologisnya

B. Sejarah Islamisasi Sains dan TeknologiUpaya untuk melakukan Islamisasi ilmu, menurut beberapa sumber, pertama kali diangkat Sayid Husein Nasr dalam beberapa karyanya sekitar tahun 1960-an. Saat itu, Nasr berbicara membandingkan antara metodologi ilmu-ilmu keislaman dengan ilmu-ilmu umum, terutama ilmu alam, matematika dan metefisika. Menurutnya, apa yang dimaksud `ilmu`dalam Islam tidak berbeda dengan `scientia` dalam istilah Latin. Yang membedakan antara keduanya adalah metodologi yang dipakai. Ilmu-ilmu keislaman tidak hanya memakai metodologi rasional dan cenderung positivistik, melainkan menerapkan berbagai metodologi, rasional, tekstual dan bahkan intuiti, sesuai dengan objek yang dikaji

Menurut Wan Mohd Nor Wan Daud, proses Islamisasi Sains dan Teknologi pada dasarnya telah berlangsung sejak permulaan Islam hingga zaman kita sekarang ini. Ayat-ayat terawal yang diwahyukan kepada nabi secara jelas menegaskan semangat Islamisasi Sains dan Teknologi kontemporer, yaitu ketika Allah menekankan bahwa Dia adalah sumber dan asal ilmu manusia. Ide yang disampaikan al-Qur'an tersebut membawa suatu perubahan radikal dari pemahaman umum bangsa Arab pra-Islam, yang menganggap suku dan tradisi kesukuan serta pengalaman empiris, sebagai sumber Sains dan Teknologi dan kebijaksanaan.

Pada sekitar abad ke-8 masehi, pada masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah, proses Islamisasi ilmu ini berlanjut secara besar-besaran, yaitu dengan dilakukannya penterjemahan terhadap karya-karya dari Persia dan Yunani yang kemudian diberikan pemaknaan ulang disesuaikan dengan konsep Agama Islam. Salah satu karya besar tentang usaha Islamisasi ilmu adalah hadirnya karya Imam al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, yang menonjolkan 20 ide yang asing dalam pandangan Islam yang diambil oleh pemikir Islam dari falsafah Yunani, beberapa di antara ide tersebut bertentangan dengan ajaran Islam yang kemudian dibahas oleh al-Ghazali disesuaikan dengan konsep aqidah Islam. Hal yang sedemikian tersebut, walaupun tidak menggunakan pelabelan Islamisasi, tapi aktivitas yang sudah mereka lakukan semisal dengan makna Islamisasi.

Selain itu, pada tahun 30-an, Muhammad Iqbal menegaskan akan perlunya melakukan proses Islamisasi terhadap Sains dan Teknologi. Beliau menyadari bahwa ilmu yang dikembangkankan oleh Barat telah bersifat ateistik, sehingga bisa menggoyahkan aqidah umat, sehingga beliau menyarankan umat Islam agar "mengonversikan Sains dan Teknologi modern". Akan tetapi, Iqbal tidak melakukan tindak lanjut atas ide yang dilontarkannya tersebut. Tidak ada identifikasi secara jelas problem epistimologis mendasar dari Sains dan Teknologi modern Barat yang sekuler itu, dan juga tidak mengemukakan saran-saran atau program konseptual atau metodologis untuk megonversikan Sains dan Teknologi tersebut menjadi Sains dan Teknologi yang sejalan dengan Islam. Sehingga, sampai saat itu, belum ada penjelasan yang sistematik secara konseptual mengenai Islamisasi Sains dan Teknologi.

Ide Islamisasi Sains dan Teknologi ini dimunculkan kembali oleh Syed Hossein Nasr, pemikir muslim Amerika kelahiran Iran, tahun 60-an. Beliau menyadari akan adanya bahaya sekularisme dan modernisme yang mengancam dunia Islam, karena itulah beliau meletakkan asas untuk konsep sains Islam dalam aspek teori dan praktikal melalui karyanya Science and Civilization in Islam (1968) dan Islamic Science (1976). Nasr bahkan mengklaim bahwa ide-ide Islamisasi yang muncul kemudian merupakan kelanjutan dari ide yang pernah dilontarkannya.

Gagasan tersebut kemudian dikembangkan oleh Syed M. Naquib al-Attas sebagai proyek "Islamisasi" yang mulai diperkenalkannya pada Konferensi dunia mengenai Pendidikan Islam yang Pertama di Makkah pada tahun 1977. Al-Attas dianggap sebagai orang yang pertama kali mengupas dan menegaskan tentang perlunya Islamisasi pendidikan, Islamisasi sains, dan Islamisasi ilmu. Dalam pertemuan itu beliau menyampaikan makalah yang berjudul "Preliminary Thoughts on the Nature of Knowledge and the Definition and Aims of Education". Ide ini kemudian disempurnakan dalam bukunya, Islam and Secularism (1978) dan The concepts of Education in Islam A Framework for an Islamic Philosophy of Education (1980). Persidangan inilah yang kemudian dianggap sebagai pembangkit proses Islamisasi selanjutnya.

Selain itu, secara konsisten dari setiap yang dibicarakannya, al-Attas menekankan akan tantangan besar yang dihadapi zaman pada saat ini, yaitu Sains dan Teknologi yang telah kehilangan tujuannya. Menurut al-Attas, "Sains dan Teknologi" yang ada saat ini adalah produk dari kebingungan skeptisme yang meletakkan keraguan dan spekulasi sederajat dengan metodologi "ilmiah" dan menjadikannya sebagai alat epistemologi yang valid dalam mencari kebenaran. Selain itu, Sains dan Teknologi masa kini dan modern, secara keseluruhan dibangun, ditafsirkan, dan diproyeksikan melalui pandangan dunia, visi intelektual, dan persepsi psikologis dari kebudayaan dan peradaban Barat. Jika pemahaman ini merasuk ke dalam pikiran elite terdidik umat Islam, maka akan sangat berperan timbulnya sebuah fenomena berbahaya yang diidentifikasikan oleh al-Attas sebagai "deislamisasi pikiran pikiran umat Islam". Oleh karena itulah, sebagai bentuk keprihatinannya terhadap perkembangan Sains dan Teknologi ia mengajukan gagasan tentang Islamisasi Sains dan Teknologi Masa Kini serta memberikan formulasi awal yang sistematis yang merupakan prestasi inovatif dalam pemikiran Islam modern.

Gagasan awal dan saran-saran konkrit yang diajukan al-Attas ini, tak pelak lagi, mengundang pelbagai reaksi dan salah satunya adalah Ismail Raji al-Faruqi dengan agenda Islamisasi Sains dan Teknologinya. Dan hingga saat ini gagasan Islamisasi ilmu menjadi misi dan tujuan terpenting (raison detre) bagi beberapa institusi Islam seperti International Institute of Islamic Thought (IIIT), Washington DC., International Islamic University Malaysia (IIUM), Kuala Lumpur, Akademi Islam di Cambridge dan International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) di Kuala Lumpur

C. Perkembangan Ide Islamisasi Sains dan TeknologiSejak digagasnya ide Islamisasi Sains dan Teknologi oleh para cendikiawan muslim dan telah berjalan lebih dari 30 tahun, jika dihitung dari Seminar Internasional pertama tentang Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, berbagai respon terhadapnya pun mulai bermunculan, baik yang mendukung ataupun menolak, usaha untuk merealisasikan pun secara perlahan semakin marak dan beberapa karya yang berkaitan dengan ide Islamisasi mulai bermunculan di dunia Islam. Al-Attas sendiri sebagai penggagas ide ini telah menunjukkan suatu model usaha Islamisasi ilmu melalui karyanya, The Concept of Education in Islam. Dalam teks ini beliau berusaha menunjukkan hubungan antara bahasa dan pemikiran. Beliau menganalisis istilah-istilah yang sering dimaksudkan untuk mendidik seperti ta'lim, tarbiyah dan ta'dib. Dan akhirnya mengambil kesimpulan bahwa istilah ta'dib merupakan konsep yang paling sesuai dan komprehensif untuk pendidikan. Usaha beliau ini pun kemudian dilanjutkan oleh cendikiawan muslim lainnya, sebut saja seperti Malik Badri (Dilema of a Muslim Psychologist, 1990); Wan Mohd Nor Wan Daud (The Concept of Knowledge in Islam,1989); dan Rosnani Hashim (Educational Dualism in Malaysia: Implications for Theory and Practice, 1996). Usaha dalam bidang psikologi seperti yang dilakukan Hanna Djumhana B. dan Hasan Langgulung, di bidang ekonomi Islam seperti Syafi'i Antonio, Adiwarman, Mohammad Anwar dan lain-lain. Bahkan hingga sekarang tercatat sudah lebih ratusan karya yang dihasilkan yang berbicara tentang Islamisasi Sains dan Teknologi, baik dalam bentuk buku, jurnal, majalah, artikel dan sebagainya.Mulyanto dalam Abuddin (1998:419) Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam menggambarkan praktik Islamisasi Sains dan Teknologi;

Pertama, Islamisasi dapat dilakukan dengan cara menjadikan Islam sebagai landasan penggunaan Sains dan Teknologi (aksiolaogi), tanpa mempersilahkan aspek ontologi dan epistemologi Sains dan Teknologi tersebut. Dengan kata lain Sains dan Teknologi den teknologinya tidak dipermasalahkan. Yang dipermasalahkan adalah orang yang mempergunakannya. Cara ini melihat bahwa Islamisasi Sains dan Teknologi hanya sebagai penerapan etika Islam dalam pemanfaatan Sains dan Teknologi dan kreteria pemilihan suatu jenis Sains dan Teknologi yang akan dikembangkannya. Dengan kata lain Islam hanya berlaku sebagai kreteria etis diluar struktur Sains dan Teknologi. Islamisasi Sains dan Teknologi yang demikian itu didasarkan pada asumsi bahwa Sains dan Teknologi adalah bebas nilai. Konsekuensi logisnya mereka manganggap mustahil munculnya Sains dan Teknologi Islami, sebagaimana mustahilnya pemuculan Sains dan Teknologi Marxistis

Kedua, Islamisasi Sains dan Teknologi dan teknologi dapat dilakukan dengan cara memasukkan nilai-nilai Islami ke dalam konsep Sains dan Teknologi dan teknologi tersebut. Asumsi dasarnya adalah Sains dan Teknologi tersebut tidak netral, melainkan penuh muatan nilai-nilai yang dimasukkan oleh orang yang merancanganya. Dengan demikian Islamisasi Sains dan Teknologi dan teknologi itu sendiri. Gagasan Islamisasi Sains dan Teknologi yang demikian itu antara lain dianut oleh Naquib Al-Attas, Zainuddin Sardar, Deliar Noer, A.M Saefuddin, Dawam Rahardjo, Haidar Bagir dan Mulyanto.Ketiga, Islamisasi Sains dan Teknologi dan teknologi dilakukan melalui penerapan konsep tauhid dalam arti seluas-luas. Tauhid bukan dipahami secara teo-centris, yaitu mempercayai dan meyakini adanya Tuhan dengan segala sifat kesempurnaan yang dimiliki-Nya serta jauh dari sifat yang tida sempurna, meliankan tauhid yang melihat bahwa antara manusia dengan manusia lain, manusia dengan alam, dan manusia dengan segenap ciptaan Tuhan lainya adalah merupakan satu kesatuan yang saling membutuhkan dan saling mempengaruhi, dan semuanya itu merupakan wujud tanda kekuasaan dan kebesaran Tuhan.Keempat,Islamisasi Sains dan Teknologi dapat pula dilakukan dengan melalui inisiatif pribadi melalui proses pendidikan yang diberikan secara berjenjang dan berkesinamnungan,dan Kelima, Islamisasi Sains dan Teknologi juga dapat dilakukan dengan cara melakukan integrasi antara dua paradigma agama dan ilmu yang seolah-olah memperhatikan perbedaan. Pandangan ini antara lain terlihat pada pemikiran Usep Fathuddin, Ia misalnya mengatakan bahwa sejauh yang saya baca bahwa semangat Islamisasi itu didasari anggapan tentang keilmuan dan Islam. Stereotip yang paling sering kita dengar adalah adanya dua kebenaran di dunia ini. Kebenaran ilmu dan kebenaran agama. Ilmu dikatakan sebagai relatif, sekulatif, dan tak pasti. Sementara agama dianggap absolut, transidental dan pasti.

D. Strategi Islamisasi Sains dan Teknologi Sebagaimana diketahui bahwa salah satu gagasan yang paling canggih, amat komprehensif dan mendalam yang ditentukan dalam al-Qur`an ialah konsep ilm. Pentingnya konsep ini terungkap dalam kenyataan bahwa al-Qur`an menyebut-nyebut kata akat dan kata turunannya sekitar 800 kali. Dalam sejarah peradaban muslim, konsep ilm secara mendalam meresap kedalam seluruh lapisan masyarakat dan mengungkapkan dirinya dalam semua upaya intelektual. Tidak hanya ada peradaban lain dalam sejarah yang mamiliki konsep ilmu penngetahuan, dengan semangat nyang demikian tinggi dan mengejarnya dengan amat tekun seperti itu Pertama,Sains dan Teknologi tersebut akan terus berkembang dinamis sesuai dengan tuntutan zaman, karena hanya ajaran Islamlah yang paling mementingkan ajaran Sains dan Teknologi. Kedua,masyarakat modern akan mendapatkan momentum kejayaan dan kesejahteraan yang seimbang, antara kesejahteraan yang bersifat material dengan kesejahteraan yang bersifat spiritual, sebagaimana hal ini pernah dialami umat Islam di zaman klasik. Ketiga,masyarakat modern akan merasakan tumbuh menjadi suatu kekuatan yang antara satu dan yang lainya saling membantu melalui Sains dan Teknologi yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena ilmu yang dimilikinya diarahkan untuk mengabdi kepada kemanusiaan. Keempat, Islamisasi Sains dan Teknologi akan berdampak pada timbulnya konsep pendidikan yang ingrated antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan cara demikian dikhotomi kedua ilmu tersebut akan hilang dengan sendirinya

E. Tawaran Islam Terhadap Krisis Multidemensional

Pendapat Fritjof Capra dalam buku Titik Balik Peradaban mengatakan bahwa kehidupan manusia saat ini sudah sampai pada keadaan krisis multidimensional yaitu krisis intelektual, moral dan spiritual, maka sealur dengan pemikiran itu kiranya bangsa Indonesia juga sudah sampai pada keadaan krisis yang sama. Krisis yang bermula dari ekonomi akhirnya merebak pada berbagai dimensi menuntut perhatian dan pemikiran kita semua. Namun, kenyataannya sampai sekarang penyelesaian ke arah berakhirnya krisis hampir tak pernah kunjung tiba. Kalaupun ada usaha untuk menyelesaikannya, itu hanya berupa upaya coba-coba dari fungsi intelektual yang ingin memetakan kapasitasnya menyelesaikan kehidupan buruk bangsa ini.

Analisis yang diungkapkan oleh banyak pakar menyebutkan bahwa esensi krisis multidimensional sebenarnya bermula dari krisis ilmu pengetahuan yang sudah lama memendam penyakit kronis, penyakit itu berangkat dari anggapan bahwa aqal manusia dapat mencipta ilmu pengetahuan tanpa memerlukan panduan naql. Namun, kenyataannya dengan memisahkan ilmu pengetahuan dari agama sampai saat ini fungsi ilmu pengetahuan tidak lagi dapat menjawab seluruh problema kehidupan. Maka dari itu, akhir-akhir ini dalam suasana merespons kekurangan itu muncul kegandrungan merubah paradigma ilmu pengetahuan seperti yang digagas oleh Thomas Kuhn 30 tahun lalu. Kalaupun telah dilakukan perubahan paradigma pada ilmu pengetahuan, dan perubahannya masih berputar disekitar aqal semata tanpa panduan naql itu artinya kita membiarkan kebermanfaatan ilmu pengetahuan terus menjauh dari kehidupan. Membicarakan ilmu pengetahuan hasil dari suatu proses dinamis antara aqal dan naql sebenarnya kita sudah melangkah mencari solusi krisis multidimensional. Namun, yang justru jadi masalah adalah pembahasan ilmu pengetahuan harus dititikberatkan pada masalah apa dan dimulai darimana? Menurut Hasan Langgulung (Guru Besar Psikologi Pendidikan Islam Universiti Islam Antarabangsa Malaysia) pembahasan harus dimulai dari manusia sebagai kekuatan subjektif dalam melihat realitas objektif duniawi. Anggapan Islam dalam pembangunan ialah pembangunan manusia, sehingga kepentingan agama dalam wacana dunia sebenarnya hanya untuk manusia. Ini diperkuat dengan alasan bahwa manusia sebenarnya punya potensi untuk mengembangkan urusan dunianya. Dengan logika itu, apabila agama diperuntukan pada manusia dan potensi mengembangkan duniawi manusia lebih menguasainya, maka sebenarnya agama harus dapat mewarnai seluruh aktivitas duniawi manusia. Terutama bagi umat muslim, sosok Muhammad saw memang manusia biasa, namun inspirasinya begitu luar biasa. Jejak perilaku, keluhuran budi pekerti, serta kesuksesan kepemimpinan beliau bukan sesuatu yang mustahil untuk kita tiru. Jangan hanya sekedar mengagumi dan mengagung-agungkan sosoknya hingga melangit mendekati dewa, namun alpha dengan keteladanan beliau yang holistic (menyeluruh).

Nabi Muhammad saw adalah pemimpin yang mampu mengembangkan leadership dalam berbagai bidang kehidupan; self development, bisnis dan kewirausahaan, kehidupan rumah tangga yang harmonis, tatanan masyarakat yang akur, sistem politik yang bermartabat, sisitem pendidikan yang bermoral dan mencerahkan, sistem hukum yang berkeadilan, dan strategi pertahanan yang jitu serta memastikan keamanan dan perlindungan warga negara baik yang didalam maupun luar negeri.

Beliau bukan semata pemimpin spiritual yang daerah teritorialnya hanya sebatas di masjid dan mushala. Sebagai seorang muslim yang mengaku umat Nabi, kita harus lebih mampu melihat perjalanan hidup Rasulallah saw secara lengkap dan holistik baik dimensi sosial, politik, militer, edukasi, dan hukum untuk kemudian diformulasikan nilai-nilai keteladanan tersebut kedalam suatu model yang dapat diteladani dengan mudah.

Keteladanan Nabi Muhammad saw serta konsep ajaran Islam tentang tauhid, zakat, kejujuran, amanah, hingga keadilan merupakan tawaran solusi yang diberikan Islam dalam mengatasi krisis multidimensional yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia saat ini.

Pada akhirnya kita semua tahu betapa kompleksnya kehidupan manusia dan perbuatannya. Tidak ada teori tunggal yang dapat mengungkap hakikat tindakannya, juga praktek korupsi yang marak dalam kehidupan masyarakat kita. Juga tidak ada satu resep untuk mengobati dan menyembuhkannya. Berbagai jalan harus ditempuh dengan penuh kesadaran bahwa satu dan yang lain saling melengkapi dan memerlukan. Yang paling penting, di atas segalanya, adalah kesungguhan mengikhtiarkannya.

Firman Allah: hanya mereka yang sungguh-sungguh, yang akan kami tunjukkan jalannya, dan Allah akan selalu menyertai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Al-Ankabut: 69).

F. Gagasan Negara Islam Teoritisi Sosiologi Konflik, Lewis Coser mengatakan bahwa konflik infra-struktur merupakan representasi dari friksi suprastruktur. Berbagai pemberontakan dan upaya dis-integrasi yang disemangati oleh komunitas dan atau ideologi keIslaman, haruslah diamati dari konteks sejarah politiknya. Proses kelahiran Indonesia sebagai sebuah negara bangsa yang penuh dengan dinamika, membuat demokrasi tak bisa dilihat secara mulus-utuh. Kadang-kadang terasa ada jarak antara percaturan politik dikalangan politisi tingkat atas dan kelompok-kelompok-kelompok yang sesungguhnya diwakili di tingkat bawah. Maka, berbagai bentuk pertentangan yang muncul dalam panggung sejarah seringkali merefleksikan perbedaan kelompok elit, bahkan perbedaan pendapat pribadi-pribadi. Dalam konteks konflik dan gagasan pembentukan negara Islam Indonesia, dapat diabstraksikan kedalam empat fase utama, yaitu :1. Fase dimana ideolog negara Islam tak berjarak dari rakyat. Merupakan ujung tombak sebuah revolusi sosial untuk mencapai kemerdekaan. Terdapat usaha-usaha kompromi dalam mencari kesepakatan diantara kelompok-kelompok yang berbeda paham, dalam pembentukan bangsa dan haluan-arah bangsa.2. Fase yang dikenal dalam sejarah pergerakan Indonesia sebagai fase menyusun tata demokrasi dan pemerintahan. Tercatat dalam sejarah, fase ini riuh-rendah dengan berbagai perpecahan karena perbedaan paham-golongan, disamping tentunya who get what how and when (meminjam istilah Lasswell) jatah kursi atau kedudukan. Fase ini penuh dengan dinamika tantangan, khususnya karena perubahan konstitusi negara dari Republik ke Republik Serikat dan kembali lagi ke Republik dan terus berjalan ke Demokrasi Liberal-Parlementer dan berakhir dengan munculnya Dekrit Presiden 1959 kembali ke UUD 1945 tapi dibayangi oleh SOB yang tak sesuai dengan spirit UUD 1945.3. Fase ketiga ini dikenal dengan masa demokrasi terpimpin (1959-1965).4. Fase ke empat (1965-1998).

Karena makalah ini merupakan rekam-sejarah untuk refleksi pada masa sekarang (harusnya : fase kelima yaitu fase pasca Orde Baru), maka pembahasan mengenai fase kelima tidak dijadikan sebagai dasar analisis lanjutan. Kesamaan dalam menggunakan terminologi negara Islam memberikan satu benang merah bahwa terdapat kesaman gagasan antara usulan partai-partai Islam (khususnya Masyumi), DI/TII dan Gerakan Imran (pada masa fase ke empat). Sejarah politik Indonesia mencatat bahwa setiap tahapan atau fase, karena terikat dengan konteks historis-sosiologis, punya watak dan warna tersendiri. Masalah negara Islam pada fase pertama tercatat disekitar upaya improvisasi dalam pencarian dasar negara yang akan dibentuk. Di masa pra-kemerdekaan, Pancasila belum ditetapkan sebagai dasar negara. Kelompok Islam yang diwakili para ulama termasuk elemen signifikan dalam mempersiapkan kemerdekaan RI. Sejak masa Jepang, para ulama dipercayai dalam sektor politik baik di badan-badan pemerintahan pusat, maupun jabatan-jabatan bupati seperti Cuo Sang In dan Syu Sangi Kai. (hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Belanda yang lebih mempercayai pemimpin lokal berbasis genetic-kebangsawanan). Maka tak mengherankan apabila ulama memiliki peran besar dalam merumuskan dasar negara. Dan ketika mereka duduk di Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), mereka mengajukan rumusan berdasarkan persepsi mereka : Negara Berdasarkan Islam.

Namun para ulama bukan satu-satu kelompok terkuat pada waktu itu karena ada kelompok lain yang dipersonifikasikan kepada kelompok Sukarno Hatta. Kelompok ini mengajukan Pancasila. Dan, kedua kutub ini bertemu di PPKI. Kompromi-pun mulai dicari. Kesepakatan dicapai pada tanggal 22 Juni 1945, yang tercatat sebagai rumuisan Panitia 9 dan dikenal sebagai Piagam Jakarta Pancasila diterima sebagai dasar negara dan tuntutan para ulama masuk dalam Preambule (Pembukaan) UUD. Namun, konsensus dan kompromi dua kelompok besar ini tidak serta merta diterima oleh semua pihak, terutama kelompok minoritas kristen dari wilayah Indonesia Timur. Kendati mereka tak mengajukan rumusan, tetapi mereka tak mau dirugikan. Lewat perwakilannya, Mr. Latuharhary dan Angkatan Laut Jepang yang menguasai Indonesia Timur kala itu, mengajukan keberatan adanya kalimat : dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Keberatan ini diajukan secara resmi oleh perwira Angkatan Laut Jepang pada tanggal 17 Agustus 1945 sore, lewat Bung Hatta. Kemudian, keesokan harinya, keberatan ini disampaikan oleh Hatta kepada para ulama. Entah kebetulan sejarah atau history accident, mendesaknya waktu membuat para ulama menerima keberatan tersebut entah ikhlas atau tidak. Maka Rumusan Piagam Jakarta-pun berubah karena 7 kata Islam-politik ter/dihapus.

Masalah Islam sebagai dasar negara kemudian muncul kembali dalam sidang-sidang konstituante, khususnya sejak akhir tahun 1956, di fase kedua ketika yang berlaku lagi bukan UUD 1945 tetapi UUDS 1950. tanggal 22 April 1959, Presiden Sukarno meminta Konstituante memberlakukan kembali UUD 1945. Fraksi-fraksi Islam setuju dengan meminta agar kata-kata Ketuhanan Yang Maha Esa disertai dengan 7 kata-kata yang hilang sebelumnya. Secara politis, ini merupakan bentuk kompromi politik win-win solution karena dasar negara tetap Pancasila. Deadlock. Konstituante mengalami jalan buntu, Sukarno akhirnya mengambil peran sejarah membubarkan Konstituante, 5 Juli 1959. Ideologi Islam via parlementaria akhirnya kandas. Sebelumnya, pada tahun 1949, Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo membentuk negara Islam Indonesia di Jawa Barat. Berawal dari sebuah pembangkangan. Pada tahun 1948, Jawa Barat berdasarkan Perjanjian Renville harus dikosongkan dari TNI. Sekitar 35.000 pasukan TNI kemudia hijrah ke Yogya. Pasukan Hisbullah dan Sabilillah tak menaati perintah dan tetap tinggal menjaga Jawa Barat yang telah dikosongkan oleh militer. Alasan Kartosuwirjo : memegang instruksi Panglima Jenderal Sudirman. Entry history ini memang kontroversial. Tentara Kartosuwirjo otomatis menguasai Jawa Barat, dengan nama Darul Islam. Kemudian, bentrokan terjadi ketika TNI kembali ke Jawa Barat. Pertempuran berlangsung bertahun-tahun, berlanjut dan terus terjadi hingga pemberontakan berikutnya. Lalu pada tahun 1952, Batalyon 423 (?) dan 426 TNI yang melakukan desersi di Jawa Tengah memberontak pula, yang kemudian diikuti oleh gerakan Islam garis keras di Kebumen dan Tegal serta Brebes. Keseluruhan gerakan ini kemudian membentuk NII dan bergabung dengan NII Jawa Barat dibawah Kartosuwirjo.

Pemberontakan juga pecah di Aceh dibawah pimpinan ulama kharismatis, Abuya Daud Beureuh. Pemberontakan ini merupakan pemberontakan kemesraan yang dikecewakan. Diturunkannya Aceh dari status Daerah Istimewa menjadi hanya sebuah Keresidenan dibawah Propinsi Sumatera Utara, membuat Abuya Daud menganggap Sukarno munafik. Tahun 1953, Abuya Daud mengeluarkan maklumat bergabung dengan NII dibawah Kartosuwirjo. Sebelumnya, tahun 1951, Kahar Muzakkar memberontak di Sulawesi Selatan. Kesepakatan para sejarawan mengatakan bahwa pemberontakan Kahar Muzakkar ini dilandasi oleh ambisi Kahar yang tak terpenuhi menjadi pimpinan APRIS di Sulawesi. Kahar menghembuskan rasa kesukuan, kemudian menyatakan Sulawesi Selatan menjadi bagian dari NII. Masih di Sulawesi Selatan juga, pada tahun yang sama, Andi Azis, anggota APRIS bekas KNIL, memberontak di Ujung Pandang. Peristiwa ini menyebabkan PM Negara (Federal) Indonesia Timur Ir. PD. Diapari meletakkan jabatan karena tindakan Andi Azis ini. Hampir semua pemberontakan makan waktu yang panjang. Kahar Muzakkar baru bisa ditumpas pada tahun 1965. Dalam kurun waktu itu pula, berbagai pemberontakan bermunculan seperti pemberontakan Mr. Dr. Christian Robert Dteven Soumoukil, bekas Jaksa Agung NIT di Ambon.

Kericuhan di pemerintahan pusat, termasuk pertentangan dalam tubuh TNI, ikut pula membuahkan pemberontakan. Tahun 1958, Ahmad Hussein memproklamasikan PRRI dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menteri. Tak lama kemudian, Ahmad Hussein bersama-sama dengan Kolonel Simbolon dan Kolonel Zulkifli Lubis dipecat yang pada akhirnya mengkristalisasikan niat mereka untuk melawan pusat.Kemudian, berdekatan dengan PRRI, terbentuk pula Permesta di Sulawesi Utara. Selain berpangkal pada kericuhan di tubuh angkatan bersenjata, juga akibat akrobat politik partai politik tertentu yang berhasrat melemahkan infrastruktur TNI. Sejarah kemudian mencatat, perlawanan dengan mengusung ideologi Islam (ulama di PPKI dan Konstituante, Daud Beureuh, Kartosuwirdjo, PRRI, Kahar Muzakkar) akhirnya kandas.

Awal Orde Baru, praktis isu negara Islam menjadi isu haram. Namun pada fase keempat ini, muncul anak muda yang bernama Imron dan temannya Salman Hafidz. Ia bermaksud mendirikan Dewan Revolusi Islam Indonesia (jauh sebelum Revolusi Islam Iran, artinya : isu ini betul-betul orisinil). Dengan kharisma yang dimilikinya, Imran membentuk pasukan dan anggotanya dibaiat. Dari berbagai kegiatan profokatif-destruktifnya, sejarah mencatat dua moment spektakuler (untuk konteks masa itu) yang dilakukannya yaitu Penyerangan Kosekta 8606 (?) Cicendo dan pembajakan pesawat terbang Garuda Woyla DC-9. Pembajakan ini akhirnya bisa digagalkan di Bandara Don Muang Thailand (Jenderal (Purn.) Lumbertus Benny Murdany dan Jenderal (Purn.) Sintong Panjaitan merupakan dua orang petinggi militer yang naik namanya dengan kasus pembajakan ini). Gerakan Imran gagal. Ia bersama temannya Salman Hafidz, oleh rezim Orde Baru, di hukum mati. DI Jilid II reinkarnasi Kartosuwirjo

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan Berawal dari sebuah pandangan bahwa Sains dan Teknologi yang berkembang pada saat ini telah terkontaminasi pemikiran barat sekuler dan cenderung ateistik yang berakibat hilangnya nilai-nilai religiusitas dan aspek kesakralannya. Di sisi lain, keilmuan Islam yang dipandang bersentuhan dengan nilai-nilai teologis, terlalu berorientasi pada religiusitas dan spiritualitas tanpa memperdulikan betapa pentingnya ilmu-ilmu umum yang dianggap sekuler. Menyebabkan munculnya sebuah gagasan untuk mempertemukan kelebihan-kelebihan diantara keduanya sehingga ilmu yang dihasilkan bersifat religius dan bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian dikenal dengan istilah "Islamisasi Sains dan Teknologi".

Sedangkan manfaat yang kita dapat rasakan dari Islamisasi Sains dan Teknologi antara lain: Setidaknya kita selaku Umat Islam tidak menjadi kafir dan kehilangan arah dalam hal keimanan dalam melihat berbagai fenomena Sains dan Teknologi.B. Saran-saranDalam penyusunan makalah yang sangat sederhana ini tentunya banyak kekurangan dan kekeliruan, yang menjadi sorotan adalah bagaimana makalah ini dapat disusun setidaknya mendekati kata sempurna dan dapat mencakup substansi materi yang ingin disampaikan sehingga tujuan pembelajaranpun dapat terpenuhi.Dalam kesempatan ini kami selaku penyusun tentunya sangat mengharapkan segala saran,kritik dan pengayaan yang bersifat membangun dan dapat diberikan landasan pijakan dari teori yang akan kami tambahkan demi kesempurnaan penyusunan yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKABawani,M.Imam, Segi-segi Pendidikan Islam, 1987, Al-Ikhlas : Surabaya

Hashim, Rosnani, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan, dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005)

Khudori Soleh,A, Wacana Baru Filsafat Islam,2004, Pustaka Pelajar: YogyakartaNata, Abuddin,Kapita Selekta Pendidikan Islam, 2003, Angkasa : Bandung ,Metodologi Studi Islam,1998, Rajawali Pers : JakartaUmmi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, Edisi 22. Th. 2005 dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang: Malang

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas rahmat yang diberikan Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi motivasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Bengkulu, Juni 2015Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

2

C. Tujuan

2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Islamisasi Pengetahuan

3

B. Sejarah Islamisasi Pengetahuan

4

C. Perkembangan Ide Islamisasi Pengetahuan

7

D. Strategi Islamisasi Sains dan Teknologi

10E. Tawaran Islam Terhadap Krisis Multidemensional

11

BAB III PENUTUPA. Kesimpulan

14B. Kritik dan Saran

14DAFTAR PUSTAKA

iii

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

Islamisasi Ilmu

Oleh Kelompok

Sendiri 1416323227 Dosen

Drs. Salim Bella Pilli, Lc, M.Ag

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAMFAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

IAIN (BENGKULU)

2015iii

i

ii

iii

Bawani,M.Imam, Segi-segi Pendidikan Islam, 1987, Al-Ikhlas : Surabaya, hak 59

Bawani,M.Imam, Segi-segi Pendidikan Islam, 1987, Al-Ikhlas : Surabaya, hak 59

Hashim, Rosnani, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan, dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005)

Bawani,M.Imam, Segi-segi Pendidikan Islam, 1987, Al-Ikhlas : Surabaya, hak 59

Hashim, Rosnani, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan, dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005)

Hashim, Rosnani, Gagasan Islamisasi Kontemporer: Sejarah, Perkembangan dan Arah Tujuan, dalam Islamia: Majalah Pemikiran dan Peradaban Islam (INSIST: Jakarta, Thn II No.6/ Juli-September 2005)

Khudori Soleh,A, Wacana Baru Filsafat Islam,2004, Pustaka Pelajar: Yogyakarta hal 39

Nata, Abuddin,Kapita Selekta Pendidikan Islam, 2003, Angkasa : Bandung, hal 47

Nata, Abuddin,Kapita Selekta Pendidikan Islam, 2003, Angkasa : Bandung, hal 47

Nata, Abuddin,Kapita Selekta Pendidikan Islam, 2003, Angkasa : Bandung, hal 47

Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, Edisi 22. Th. 2005 dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang: Malang, hal 169

Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, Edisi 22. Th. 2005 dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang: Malang, hal 169

Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, Edisi 22. Th. 2005 dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang: Malang, hal 169

Ummi, Islamisasi Sains Perspektif UIN Malang, Edisi 22. Th. 2005 dalam Inovasi: Majalah Mahasiswa UIN Malang: Malang, hal 169

24